Laporan Pkl

114
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Laut merupakan suatu tempat mata pencaharian bagi orang – orang diseluruh dunia yang telah berabad – abad lamanya. dapat diketahui bahwa lautan banyak mengandung sumber – sumber alam yang melimpah jumlahnya dan bernilai jutaan dolar, dimana pada saat ini kebanyakan dari sumber – sumber alam tersebut sebagian besar masih belum dikelola dan akan dapat menjadi penting artinya dimasa yang akan datang mengingat masih terus meningkatnya jumlah penduduk di dunia dan makin meningkatnya pula kebutuhan mereka untuk dapat hidup yang lebih layak (Hutabarat, dan Steward,1985). Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat besar dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dimana perairan indonesia memiliki 27,2% dari seluruh spesies flora dan fauna yang terdapat di dunia yang meliputi 12,0% 1

Transcript of Laporan Pkl

BAB 1PENDAHULUAN1. Latar BelakangLaut merupakan suatu tempat mata pencaharian bagi orang orang diseluruh dunia yang telah berabad abad lamanya. dapat diketahui bahwa lautan banyak mengandung sumber sumber alam yang melimpah jumlahnya dan bernilai jutaan dolar, dimana pada saat ini kebanyakan dari sumber sumber alam tersebut sebagian besar masih belum dikelola dan akan dapat menjadi penting artinya dimasa yang akan datang mengingat masih terus meningkatnya jumlah penduduk di dunia dan makin meningkatnya pula kebutuhan mereka untuk dapat hidup yang lebih layak (Hutabarat, dan Steward,1985).Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat besar dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dimana perairan indonesia memiliki 27,2% dari seluruh spesies flora dan fauna yang terdapat di dunia yang meliputi 12,0% Mamalia, 23,8% Amphibia, 31,8% Reptilia, 44,7% Ikan, 40,0% Moluska Dan 8,6% Rumput Laut. Nelayan tradisional adalah subyek yang secara langsung memanfaatkan potensi sumberdaya alam indonesia, khususnya potensi perikanan yang melimpah. namun dalam kenyataan kebanyakan mereka merupakan kelompok masyarakat yang sedikit pengetahuan tentang sumberdaya kelautan. hal ini disebabkan oleh kurangnya akses terhadap informasi dan penguasaan teknologi yang membantu nelayan untuk memperoleh hasil tangkap yang optimal. penentuan daerah penangkapan ikan misalnya, lebih didasarkan pada pengetahuan secara turun temurun (mitos) ataupun lebih dibentuk karena pengalamanya selama menjadi nelayan. akibatnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan mereka memperoleh hasil tangkapan yang minim.Menurut Sutanto (1994), teknologi penginderaan jarak jauh adalah alternatif yang tepat dalam menyediakan informasi tersebut. penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji. Ada empat komponen penting dalam system penginderaan jauh adalah (1) sumber tenaga elektromagnetik, (2) atmosfer, (3) interaksi antara tenaga dan objek, (4) sensor. secara skematik dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Sistem Penginderaan Jauh (Sumber : Sutanto, 1994)Tenaga panas yang dipancarkan dari obyek dapat direkam dengan sensor yang dipasang jauh dari obyeknya. penginderaan obyek tersebut menggunakan spektrum inframerah termal (Paine, 1981 dalam Sutanto, 1994). dengan menggunakan satelit maka akan memungkinkan untuk memonitor daerah yang sulit dijangkau dengan metode dan wahana yang lain. satelit dengan orbit tertentu dapat memonitor seluruh permukaan bumi. satelit-satelit yang digunakan dalam penginderaan jauh terdiri dari satelit lingkungan, cuaca dan sumberdaya alam.Permintaan untuk memenuhi kebutuhan akan data potensi sumberdaya perikanan yang cepat, akurat dan murah, mengakibatkan pemetaan sumberdaya potensi perikanan merupakan suatu kebutuhan yang penting. Penginderaan jauh merupakan suatu cara pengamatan objek tanpa menyentuh objek secara langsung. sistem ini dapat mencakup suatu areal yang luas dalam waktu bersamaan, selain itu sistem ini relatif lebih murah dibandingkan dengan penelitian secara langsung. penginderaan jauh dapat digunakan untuk mendeteksi sebaran konsentrasi klorofil dan suhu pemukaan laut secara cepat untuk wilayah yang luas.Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh mempunyai arti yang sangat strategis bagi indonesia. menurut Sutanto (1986), bahwa remote sensing atau yang akrab disebut dengan istilah penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala, dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang dikaji. alat yang dimaksud adalah sensor dari satelit sedangkan data yang dihasilkan berupa citra satelit. sejak 1996, teknologi penginderaan jauh sudah menyentuh sektor perikanan juga yang dimana antara salah satunya departemen kelautan, khususnya badan riset kelautan dan perikanan, sudah mengaplikasikan teknologi ini dalam bentuk berupa peta prakiraan daerah potensi ikan (pdpi), dan informasi ini disebarkan ke berbagai instansi, seperti dinas kelautan dan perikanan tingkat provinsi atau kabupaten, selanjutnya diharapkan dapat diditribusikan sehingga Informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) dapat mendukung peningkatan hasil tangkapan ikan bagi para nelayan dan mengurangi biaya operasi penangkapan ikan.2. Tujuan Dan KegunaanTujuan dari praktek kerja lapang yang dilakukan di balai pengindraan jauh pare pare antara lain :1. Mengetahui dan dapat mengaplikasikan teknologi sisitem informasi geografis yang dipadukan dengan beberapa software seperti ER Mapper, ENVI, dan Arcview.1. Mendapatkan informasi tentang fungsi dari Lembaga Penerbangan Dan Antariksa (LAPAN) pare pare sebagai tempat pelaksanaan praktek kerja lapang.1. Menjalin hubungan silahturrahmi dan kerja sama antara lembaga penerbangan dan antariksa nasional dengan universitas muslim indonesia.Kegunaan dari praktek kerja lapang adalah :a. Untuk menambah ilmu yang telah didapat di bangku kuliah dan mempraktekannya di kantor balai pengindraan jauh pare-pare.

BAB IIMETODOLOGI PRAKTEK

1. Waktu Dan TempatPraktek kerja lapang dilaksanakan dari tanggal 1 februari sampai 28 maret 2014. pelaksanaan praktek kerja lapang ini bertempat di kantor LAPAN Kabupaten Kota Pare Pare Sulawesi Selatan, khususnya di bagian pengolahan dan pemetaan LAPAN.2. Alat Dan Bahana. Alat 1 (satu) unit laptop Porcessor Intel(R) Core(TM) i3 M380 @ 2,53GHz, 32-Bit Operation System, Windosw 7 Perangkat lunak ArcMaps 10.1 Perangkat lunak ErR Mapper 7.0 Perangkat lunak ENVI 4.7 Modul pengenalan tingkat dasar Alat tulis menulis Microsoft 2010b. Bahan Data Citra Modis-Terra Tanggal 07 Maret 2014, Peta tematik dan peta dasar sebagai rujukan dalam proses layout peta.

3. Metode PelaksanaanKegiatan yang dilaksanakan pada Praktek Kerja Lapang (PKL) ini pada tahap pertama yaitu perkenalan diri kepada pimpinan dan seluruh staf kantor balai pengindaraan jauh dan dilanjutkan dengan pengenalan dan pembelajaran modul tingkat dasar Zona Potensi Pengkapan Ikan (ZPPI) setelah itu penyedian citra yang akan di proses yaitu citra terra modis. citra terra modis diperoleh dari pembimbing lapang dan staf pengolahan.4. KegiatanSecara umum lingkup kegiatan praktek kerja lapan ini yaitu Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan ( ZPPI) dengan menggunakan citra modis serta memadukan Pengindraan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk memetakan zona penangkapan ikan. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram alir ZPPI (Lampiran).

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN1. Keadaan Umum Lokasia. Sejarah Berdirinya LAPANLAPAN (Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional) lahir tidak lepas dari era maraknya peluncuran roket dan satelit-satelit luar angkasa. berawal pada tahun 1957-1958 yang merupakan tahun geofisika (Internasional Geophysica Year), dimana untuk petama kalinya negara-negara di seluruh dunia mengadakan koordinasi riset bumi secara simultan hingga diluncurkannya sputnik oleh uni soviet (sekarang rusia), kemudian diikuti oleh satelit-satelit lain yang mengantarkan manusia ke abad antariksa.Gambar 2. Kantor LAPAN JakartaPerkembangan trend tersebut melanda seluruh dunia, tak terkecuali di indonesia. banyak kalangan baik dari akademis, militer hingga para pemuda ramai-ramai mengakses teknologi roket kemudian mengembangkan prototipenya sesuai dengan keperluan masing-masing. untuk dapat aktif dalam kegiatan riset roket dan satelit di dunia, pada tanggal 31 mei 1962, dibentuk panitia aeronautika oleh menteri pertama ri, ir. juanda (selaku ketua dewan penerbangan ri) dan r.j. salatun (selaku sekretaris dewan penerbangan ri). dewan penerbangan terdiri dari departemen-departemen : angakatan udara, perhubungan udara, urusan riset nasional dan perguruan tinggi (ITB) tergabung dalam panitia aeronautika untuk membentuk proyek PRIMA dengan diluncurkannya roket KARTIKA I pada tanggal 14 agustus 1964.Keberhasilan ini mengantarkan indonesia mencapai prestasi dunia, yaitu sebagai negara kedua setelah india yang merekam satelit cuaca amerika TIROS dan sebagai negara kedua setelah jepang di asia-afrika yang berhasil meluncurkan roket ilmiah buatan dalam negeri. sebagai tindak lanjut dari prestasi tersebut kemudian panitia aeronautika menggagas berdirinya sebuah lembaga khusus yang menangani aktivitas antariksa dan kedirgantaraan di indonesia.LAPAN lahir pada tanggal 27 november 1963, berdasarkan surat keputusan presiden tentang formasi pembentukan LAPAN No. 236 Th. 1963. selanjutnya LAPAN aktif pada proyek-proyek peluncuran roket KARTIKA I ke-1, KARTIKA I ke-2 dan roket KAPPA-8 yang meluncur pada bulan agustus 1965. orang pertama yang dipercaya untuk memimpin LAPAN adalah komodor udara Nurtanio Pringgoadisurjo dengan masa jabatan 1963-1966.Dengan dimulainya REPELITA I pada tahun 1967, LAPAN melakukan reaktifasi kegiatan dengan penekanan kepada hal yang langsung mendukung pembangunan nasional. kegiatan ini lebih dikenal sebagai kegiatan pemanfaatan antariksa (Space Application) yang betujuan untuk memanfaatkan kemajuan negara-negara maju di bidang satelit aplikasi, terutama di bidang pemantauan cuaca dan lingkungan, penginderaan jauh, telemetri dan system komunikasi.Untuk memberikan wadah yang memadai bagi kegiatan-kegiatan kedirgantaraan, maka pada 9 april 1974 dikeluarkan Keputusan Presiden RI No. 18 Th. 1974 yang menyempurnakan organisasi LAPAN dan menyelesaikan permasalahan kedirgantaraan. menurut keppres tersebut, LAPAN mengemban fungsi antara lain merintis, membina, mengembangkan dan mengkoordinir kegiatan-kegiatan pemanfaatan antariksa, teknologi dirgantara dan penelaahan dirgantara. dijelaskan juga bahwa pimpinan LAPAN adalah Ketua, bukan direktur jenderal (DIRJEN), sedangkan status LAPAN tetap sebagai lembaga pemerintahan non departemen.Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan kedirgantaraan, dilakukan penyempurnaan atas tugas pokok, fungsi dan susunan organisasi LAPAN yang tertuang dalam Keppres No. 33 Th. 1988. diantara fungsi-fungsi yang diberikan kepada lapan sesuai keppres tersebut adalah koordinasi dalam upaya pengembangan kedirgantaraan serta melaksanakan penelitian dan pengembangan penginderaan jauh berikut pemanfaatannya.Penyempurnaan organisasi LAPAN melalui : Keputusan Presiden (Keppres) No. 18 Tahun 1974; Keppres No. 33 Tahun 1988; Keppres No. 33 Tahun 1988 jo Keppres No. 24 Tahun 1994; Keppres No. 132 Tahun 1998; Keppres No. 166 Tahun 2000 sebagaimana telah dirubah beberapa kali yang terakhir dengan Keppres No. 62 Tahun 2001; Keppres No. 178 Tahun 2000 sebagaimana dirubah telah dirubah beberapa kali yang terakhir dengan Keppres No. 60 Tahun 2001; Keppres No. 103 Tahun 2001.b. Visi dan Misi1. VisiVisi dari LAPAN adalah menjadi institusi penggerak kemandirian dalam penguasaan sains dan teknologi kedirgantaraan dan pemanfaatannya bagi kesejahteraan bangsa dan pembangunan nasional yang berkelanjutan.2. Misi1. Bidang teknologi roket, satelit dan penerbangan, yaitu memperkuat kemampuan penguasaan teknologi roket, satelit dan penerbangan serta pemanfaatannya untuk menjadi mitra industri strategis penerbangan dan pembina nasional pengembangan roket dan satelit.2. Bidang penginderaan jauh, yaitu mengembangkan kemampuan teknologi sistem sensor penginderaan jauh, sistem stasiun bumi, akuisisi data dan memaksimalkan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh untuk mendukung inventarisasi dan permantauan sumberdaya alam, ketahanan pangan dan lingkungan serta mitigasi bencana dan menjadi pembina nasional penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi penginderaan jauh.3. Bidang sains dirgantara (antariksa dan atmosfer), yaitu mengembangkan kemampuan penguasaan pengetahuan antariksa dan atmosfer dalam upaya meningkatkan pelayanan masyarakat atas informasi cuaca antariksa dan kondisi atmosfer, dan dampaknya pada perubahan iklim global dan kehidupan di bumi.4. Bidang kebijakan, yaitu mengembangkan kajian kebijakan bagi pengembangan dan atau perumusan kebijakan dan peraturan perundang-undangan nasional untuk perlindungan kepentingan nasional dalam rangka penguasaan, penerapan dan pendayagunaan IPTEK kedirgantaraan (Roket, Satelit, Penerbangan, Penginderaan Jauh Dan Sains Antariksa) untuk mendukung pembangunan nasional.5. Bidang kelembagaan dan manajemen sumberdaya, yaitu senantiasa memperbaharui diri sesuai dengan tuntutan perkembangan kemajuan IPTEK dirgantara dan aspirasi masyarakat serta pembenahan pelayanan masyarakat melalui penguatan komunikasi publik, kerjasama, perencanaan program/ kegiatan, organisasi, ketatalaksanaan, sdm dan pengelolaan dan pengembangan aset (sarana prasarana) serta pengawasan dalam rangka mencapai tata kelola pemerintahan yang baik.c. Struktur OrganisasiStruktur Organisasi Nasional Dari LAPAN dapat Dilihat Pada Gambar Dibawah Ini :

Gambar 3. Struktur Lembaga Penerbagan Dan Antariksa Nasional2. Sejarah Berdirinya LAPAN Pare Pare

Gambar 4. Kantor Balai Pengindraan Jauh Pare Pare Sulawesi SelatanLAPAN Parepare merupakan lembaga non-departemen yang didirikan pada tanggal 27 November 1963 berdasarkan Keputusan Presiden No. 236 tahun 1963.seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi, fungsi, tugas maupun peran LAPAN telah diperbaharui dan disempurnakan guna mengarah kepada optimasi kedalam bidang penelitian dan teknologi kedirgantaraan serta pemanfaatannya berdasarkan keputusan presiden No. 17/2001. dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya LAPAN membentuk tiga deputi yaitu deputi pengindraan jauh, deputi sains, pengkajian dan informasi kedirgantaraan, dan deputi bidang teknologi dirgantara.Pada tahun 1986-1999 merupakan tahun dimana telah adanya keputusan tentang pengembangan stasiun bumi pengindraan jauh yaitu Instalasi Pengindraan Jauh Sumber Daya Alam LAPAN Parepare (IISDA Lapan Parepare). IISDA LAPAN Parepare merupakan salah satu fasilitas struktur organisasi LAPAN, LAPAN Parepare terletak dibawah pusat data pengindraan jauh. IISDA LAPAN Parepare mampu menerima data satelit Landsat TM (Thematic Mapper) dan ETM (Enhanced Thematic Mapper), satelit SPOT 1,2,dan 4 (Sysem Protoire de Observation de la Terra), satelit ERS-1 (Eart Resources Satelit-1), JERS-1 (Japanese Earth Resources Satelit-1), SAR (syntetic Aperture Radar), Satelit Modis-Aqua dan Modis Terra.Lembaga penerbangan dan antariksa nasional merupakan lembaga pemerintah non-departemen yang berkedudukan dibawah tanggung jawab bapak presiden republik indonesia. didalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya dikoordinasi oleh menteri riset dan teknologi republik indonesia.Secara garis besar LAPAN didalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dipimpin oleh kepala LAPAN yang dibawahi secara langsung oleh presiden indonesia. dalam pelaksanaan tugas LAPAN membagi dua bagian yaitu inspektorat dan sekertaris umum. adapun struktur organisasi balai pengindraan jauh parepare sebagai berikut :

Gambar 5. Struktur Organisasi Balai pengindraan Jauh ParepareBerdasarkan paparan perubahan identitas balai pengindraan jauh parepare dari tahun berdirinya sampai saat ini memiliki visi, misi, tugas dan fungsi yang mejadi prinsip kelembagaan. karena visi, misi, tugas dan fungsi serta tujuan memberikan gambaran secara tersirat tentang kinerja dan kelangsungan roda kelembagaan. hal tersebut tergambar dalam point point berikut ini:a. Visi : Menjadi stasiun bumi satelit penginderaan jauh multimisi berstandar internasional yang mampu memenuhi kontinuitas ketersediaan data nasional.b. Misi : Mempertahankan kontinuitas ketersediaan datapenginderaan jauh resolusi rendah, menengah dan tinggi Memperkuat kemampuan dan kemandirian dalam penguasaan pengoperasian dan integrasi sistem stasiun bumi Serta meningkatkan kualitas, produksi, promosi dan penyebarluasan data/informasipenginderaan jauh.c. TugasMelaksanakan penerimaan, perekaman, dan pengolahan data satelit penginderaan jauh sumber daya alam, lingkungan dan cuaca, serta distribusi dan pelayanan teknis pemanfaatan data satelit penginderaan jauh.d. Fungsi Penyiapan dan penyusunan program dan kegiatan balai. Pelaksanaan penerimaan, perekaman, dan pemeliharaan peralatan teknis stasiun bumi. Pelaksanaan pengolahan data satelit dan produksi data master serta katalog. Pelayanan pengguna, sosialisasi pemanfaatan data satelit dan penyiapan bahan pelaksanaan kerja sama teknis di bidangnya. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga balai.e. Tujuan :Melaksanakan operasional dan integrasi sistem stasiun bumi multimisi dalam rangka mendukung dan mempertahankan ketersediaan data penginderaan jauh.Melaksanakan pengembangan dan operasional sistem produksi dan pengolahan data awal/lanjut serta distribusi data satelit penginderaan jauh pada para pengguna.Meningkatkan partisipasi stakeholder dalam pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk perencanaan dan pemantauan pembangunan nasional.

f. Sarana Prasarana Adapun sarana prasarana balai pengindraan jauh parepare antara lain yaitu :1. Pos Jaga2. Ruang Diklat Dan Administrasi3. Aula4. Stasiun Perekaman5. Antena6. Gedung Pengolahan Data7. Tempat Parker8. Lapangan Tennis9. Musholla10. Mesh11. Gudang Dan Ruang Genset12. Jaringan Internet13. Perpustakaan.3. Sistem Informasi Geografis (SIG)SIG merupakan suatu system informasi spasial berbasis computer yang mempunyai fungsi pokok untuk menyimpan, memanipulasi, dan menyajikan semua bentuk informasi spasial. SIG juga merupakan alat bantu manajemen informasi yang terjadi dimuka bumi dan bereferensi keruangan (spasial). Sistem Informasi Geografi bukan sekedar system computer untuk pembuatan peta, melainkan juga merupakan juga alat analisis. Keuntungan alat analisis adalah memeberikan kemungkinan untuk mengidentifikasi hubungan spasial diantara feature data geografis dalam bentuk peta (Prahasta, 2004)4. Hubungan Aplikasi SIG dengan potensi penangkapan ikan Masalah yang umum dihadapi adalah keberadaan daerah penangkapan ikan yang bersifat dinamis, selalu berubah/berpindah mengikuti pergerakan ikan. Secara alami, ikan akan memilih habitat yang sesuai, sedangkan habitat tersebut sangat dipengaruhi kondisi oseonografi perairan. Dengan demikian daerah potensial penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh factor oseonografi perairan. Kegiatan penangkapan ikan akan lebih efektif dan efisien apabila daerah penagkapan ikan dapat diduga terlebih dahulu, sebelum armada penagkapan ikan berangkat dari pangkalan. Salah satu cara untuk mengetahui daerah potensial penangkapan ikan adalah melalui study daerah penangkapan ikan dan hubungannya dengan fenomena oseonografi secara berkelanjutan (Priyanti, 1999). Menurut Zainuddin (2006), Salah satu alternative yang menawarkan solusii terbaik adalah pengkombinasian kemampuan SIG dan pengindraan jauh. Dengan teknologi inderaja factor-faktor lingkungan laut yang mempengaruhii distribusi, migrasi dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara berkala, cepat dan dengan cakupan daerah yang luas. Pemanfaatan SIG dalam perikanan tangkap dapat mempermudah dalam operasi penangkapan ikan dan penghematan waktu dalam pencarian fishing ground yang sesuai (Dahuri, 2001). Dengan menggunakan SIG gejala perubahan lingkungan berdasarkan ruang dan waktu dapat disajikan, tentunya dengan dukungan berbagai informasi data, baik survei langsung maupun dengan pengidraan jarak jauh (INDERAJA).Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hubungan Aplikasi SIG dengan potensi penangkapan ikan,di antaranya sebagai berikut :1. SuhuSuhu adalah salah satu faktor penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Pada umumnya bagi organisme yang tidak dapat mengatur suhu tubuhnya memiliki proses metabolisme yang meningkat dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu 10 0C (Nybakken, 1992). Selanjutnya dikatakan walupun fluktuasi suhu air kurang bervariasi, tetapi tetap merupakan faktor pembatas kerana organisme air mempunyai kisaran toleransi suhu sempit (stenoterm). Perubahan suhu air juga akan mempengaruhi kehidupan dalam air. Selain itu suhu berpengaruh terhadap keberadaan organisme di perairan, banyak organisme termasuk ikan melakukan migrasi karena terdapat ketidak sesuaian lingkungan dengan suhu optimal untuk metabolisme. Menurut Pralebda dan Suyuti (1983), Indrawatit (2000), Risamasu (2011), dengan melihat pola distribusi suhu permukaan laut, maka dapat diidentifikasi pula parameter-parameter laut lainnya, seperti arus laut, upwelling, dan front. Peristiwa upwelling merupakan fenomena atau kejadian bergeraknya massa air laut secara vertikal. Penyebab dar upwelling ini adalah adanya statifikasi densitas air laut. Semakin dalam perairan maka suhu akan semakin menurun dan densitas meningkat, hal ini menimbulkan pergerakan air secara vertikal. Massa air yang beasal dari bawah yang kaya akan zat hara atau nutrient akan naik keatas, sehingga akibat dari peristiwa ini adalah pencampuran secara merata antara nutrient dasar dan nutrient permukaan. Front berperan penting dalam produktivitas perairan di laut, karena zat hara atau nutrient yang terbawa dari air yang dingin bercampur dengan kandungan hara pada air yang hangat. Kondisi seperti ini akan memacu peningkatan pertumbuhan plankton. Daerah yang kaya akan makanan biasanya menjadi feedingground bagi ikan ikan pelagis.2. Klorofil-aKlorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan. Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya fitoplaknton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Tingginya Sebaran klorofil-a di laut bervariasi secara geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan. Variasi tersebut diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya matahari, dan konsentrasi nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan. Di Laut, sebaran klorofil-a lebih tinggi konsentrasinya pada perairan pantai dan pesisir, serta rendah di perairan lepas pantai. Tingginya sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir disebabkan karena adanya suplai nutrien dalam jumlah besar melalui run-off dari daratan, sedangkan rendahnya konsentrasi klorofil-a di perairan lepas pantai karena tidak adanya suplai nutrien dari daratan secara langsung. Namun pada daerah daerah tertentu di perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofil-a dalam jumlah yang cukup tinggi. Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang dihasilkan melalui proses fisik massa air, dimana massa air dalam mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan ( Presetiahadi, 1994). 3. UpwellingProses upwelling adalah suatu proses naiknya massa air yang berasal dari dasar perairan. Menurut Realino et al. (2005), upwelling dapat terjadi karena 3 proses, yaitu:1.Upwelling terjadi pada waktu arus dalam (deep current) bertemu dengan suatu rintangan seperti mid-ocean ridge (suatu ridge yang berada di tengah lautan) dimana arus tersebut dibelokkan ke atas dan selanjutnya air mengalir deras ke permukaan.2. Upwelling terjadi ketika dua massa air bergerak berdampingan, misalnya saat massa air di utara berada di bawah pengaruh Gaya Coriolis dan massa air di selatan ekuator bergerak ke arah selatan di bawah Gaya Coriolisjuga, keadaan tersebut akan menimbulkan ruang kosong pada lapisan di bawahnya, hal ini terjadi karena adanya divergensi pada perairan tersebut.3. Upwelling dapat pula disebabkan oleh arus yang menjauhi pantai akibat tiupan angin yang terus-menerus selama beberapa waktu. Arus ini membawa massa air di permukaan pantai ke laut lepas yang mengakibatkan ruang kosong di daerah pantai yang kemudian diisi oleh massa air di bawahnya.Peristiwa timbal balik merupakan gejala alam biasa yang terjadi jika terjadi penurunan suhu lapisan air permukaan lebih rendah dari suhu lapisan air di bawahnya. Dalam hal ini peristiwa downwelling dan upwelling terjadi serentak. Downwelling untuk massa air yang turun dan upwelling bagi massa air yang naik. Gejala ini memang tidak ada yang mempermasalahkan karena memang seharusnya begitulah yang terjadi (Masyamir, 2006).5. Pengolahan Data CitraPengolahan data untuk penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) menggunakan data citra satelit MODIS mencakup data level-1 dan level-2. Sedangkan sebagai pelengkap digunakan pula data arus yang berfungsi sebagai informasi tambahan bagi pengguna. Selain data, diperlukan pula software pendukung, sebagai contoh dalam laporan ini digunakan software image processing ENVI dan ER Mapper.Langkah-langkah pengolahan data untuk penentuan ZPPI terbagi dalam beberapa bab diantaranya :1. Pra PengolahanPra pengolahan yaitu tahap persiapan data citra sebelum diolah lebih lanjut yang mencakup tahapan koreksi geometrik. Tahap pra-pengolahan citra MODIS dilakukan dengan menggunakan software ENVI.

2. PengolahanTahap pengolahan merupakan proses pengolahan data citra lebih lanjut meliputi proses pemisahan daratan dan awan dengan wilayah laut menggunakan metode scattering. Selain itu, dilakukan transformasi citra dengan memberikan formula (rumus) ke dalam citra yang diolah serta proses filtering sehingga menghasilkan nilai Suhu Permukaan Laut (SPL) dan Klorofil-a. Tahapan pengolahan ini menggunakan software ER Mapper.3. Analisis Zona Potensi Penagkapan Ikan (ZPPI)Tahapan analisis ZPPI merupakan tahap akhir dalam pengolahan citra, dimana dalam tahapan ini mencakup pembuatan dan analisis kontur Suhu Permukaan Laut yang dipadukan dengan informasi Klorofil-a sehingga didapatkan informasi spasial ZPPI6. Proses Pra Pengolahan6.1. Pra Pengolahan Citra 1 Km (Rgb) Data Terra Modis Level 1Pengolahan awal citra MODIS meliputi proses koreksi geometri citra yang menggunakan software ENVI 4.5 Software ENVI (Environment for Visualizing Images) merupakan software yang digunakan untuk analisis komprehensif data penginderaan jauh sistem satelit maupun foto udara. Secara umum proses dalam ENVI menggunakan pendekatan file-based dan band-based untuk pengolahan citra (RSI, 2003). Berikut disajikan gambar tampilan awal berikut keterangan tampilan awal ENVI 4.5.

Gambar 6.Tampilan Awal dan Keterangan Software ENVI 4.5

a. Membuka dan Menampilkan Data1. Sebelum memulai proses, disarankan untuk membuat folder yang nantinya digunakan untuk menyimpan keseluruhan proses pengolahan data. Nama folder disertakan tanggal perekaman citra untuk mempermudah penyusunan database.2. Buka software ENVI dari Start Menu atau dari icon desktop komputer.3. Klik file Open Image File pilih file citra MODIS Terra 1km/1000m (Pada contoh ini dipakai ( t1.14066.0208.1000m.hdf ) Klik Open maka muncul beberapa pilihan pada Available Band List, pilih salah satunya kemudian Klik Load Band.

Gambar 7. Proses Open Image File Citra 1000mDapat dilihat bahwa citra dengan format hitam putih telah tampil pada window. Citra masih belum tepat dari segi geometriknya yaitu dilihat dari belum tepatnya posisi satu pulau dengan pulau lain secara relatif. Untuk itu, diperlukan pembenaran letak citra dengan memberikan sistem proyeksi dan nilai koordinat. b. Koreksi geometri1. Klik MapGeoreference MODIS Pada Input MODIS File, Pilih data 1km/1000m (bagian paling atas) 2. Klik Spatial Subset Pilih band 3 sampai Band 7 Klik OK Klik OK

Gambar 8. Proses Koreksi Geometrik Citra 1000m3. Pada Georeference MODIS Parameters pilih Geographic Lat/Lon Klik Choose untuk memilih lokasi penyimpanan GCP (simpan dengan nama gcp_1km pada folder yang telah dibuat) Klik OK.

Gambar 9. Proses Penyimpanan Data GCP Citra 1000m4. Pada jendela Registration Parameters Isikan X dan Y Pixel Size sebesar 0.0095. Arahkan ke Enter Output FilenameKlik Choose untuk memilih lokasi penyimpanan (simpan dengan nama 1KM) Klik Open Kemudian Klik OK (Proses koreksi berlangsung).

Gambar 10. Proses Tahap Akhir Dalam Koreksi Geometri Citra 1000m6. Setelah proses koreksi geometri selesai, pada Available Band List pilih RGB Color Isi R dengan band 7, G dengan Band 5, dan B dengan. band 3 pada citra 1KM klik Load RGB maka muncul tampilan citra yang telah terkoreksi

Gambar 11. Hasil Akhir Proses Koreksi Geometri Citra 1000mc. Export File (Menyimpan file dalam format PCI)1. Klik FileSave File AsPCI akan muncul window Output to PCI Input Filename Pilih data yang akan diekspor yaitu file 1KM OK

Gambar 12. Proses Ekspor Data Citra 1000m Dalam Format PCI2. Klik Choose untuk tempat penyimpanan (simpan di folder yang telah dibuat dengan nama 1KM_pci) klik OK.

Gambar 13. Proses Save Fail Citra 1000m Dalam Format PCI

6.2. Pra Pengolahan SPL Dan SST dan Klorofil-a (CHL) Data Terra MODIS Level-2a. Membuka dan Menampilkan DataPada dasarnya langkah koreksi geometri untuk data SST dan Klorofil-a sama dengan langkah koreksi geometri untuk citra 1 km.1. Klik FileOpen Image File pilih File Seadas (Pada contoh ini dipakai ( t1.14066.0208.seadas.hdf) )

Gambar 14. Proses Pengambilan Data Seadas2. Klik Open maka muncul beberapa pilihan pada HDF Dataset Selection pilih Chlorophyll Concentration, OC3 Algorithm dan Sea Surface Temperatur dengan menekan tombol Ctrl pada keyboard klik OK.

Gambar 15. Pemilihan Data SST Dan Klorofil-a3. Dapat dilihat pada Available Band List, untuk data klorofil memiliki nomor Dataset #26, sedangkan untuk SST memiliki nomor dataset #34.4. Untuk menampilkan data SST maupun klorofil, pilih data Klik pada Display#1 Pilih New Display untuk menampilkan di display baru Klik Load Band.

Gambar 16. Proses Menampilkan Data SST atau Klorofilb. Koreksi Geometri Data Sea Surface Temperature (SST)1. Klik MapGeoreference MODIS Pada Input MODIS File karena file SST memiliki nomor #34, maka pilih file Seadas dengan kode nomor #34 Klik OK.

Gambar 17. Proses Input Data SST2. Pada Georeference MODIS Parameters pilih Geographic Lat/Lon Klik Choose untuk memilih lokasi penyimpanan GCP (simpan dengan nama gcp_SST) Klik OK.

Gambar 18. Proses Penyimpanan Data GCP _SST3. Pada jendela Registration Parameters Isikan X dan Y Pixel Size sebesar 0.009.4. Arahkan ke Enter Output FilenameKlik Choose untuk memilih lokasi penyimpanan (simpan dengan nama SST) Klik Open Kemudian Klik OK (Proses Koreksi Berlangsung).

Gambar 19. Proses Koreksi Geometrik Data SST5. Setelah proses koreksi geometri selesai, untuk menampilkan file SST yang telah terkoreksi, pada Available Band List pilih SST kemudian Klik Load Band (Akan muncul citra SPL yg telah terkoreksi).c. Koreksi Geometri Data Chlorophyll Concentration, OC3 Algorithm(Klorofil-a)1. Klik MapGeoreference MODIS Pada Input MODIS File karena file Klorofil memiliki kode nomor #26, maka pilih file Seadas dengan kode nomor #26 Klik OK.

Gambar 20. Proses Input Data CHL2. Pada Georeference MODIS Parameters pilih Geographic Lat/Lon Klik Choose untuk memilih lokasi penyimpanan GCP (simpan dengan nama gcp_CHL) Klik OK.

Gambar 21. Proses Penyimpanan Data GCP _CHL3. Pada jendela Registration Parameters Isikan X dan Y Pixel Size sebesar 0.0094. Arahkan ke Enter Output FilenameKlik Choose untuk memilih lokasi penyimpanan (simpan dengan nama CHL) Klik Open Kemudian Klik OK (Proses Koreksi Berlangsung)

Gambar 22. Proses Koreksi Geometrik Data CHL5. Setelah proses koreksi geometri selesai, untuk menampilkan file CHL yang telah terkoreksi, pada Available Band List pilih CHL kemudian Klik Load Band (Akan muncul citra klorofil yg telah terkoreksi).d. Export File SST (Menyimpan file dalam format PCI)1. Klik FileSave File AsPCI akan muncul window Output to PCI Input Filename2. Pada Output to PCI Input Filename pilih file SST.

Gambar 23. Proses Input Data SST Dalam Format PCI3. Klik OK Klik Choose untuk tempat penyimpanan (simpan di folder yang telah dibuat dengan nama SST_pci) kemudian klik OK.

Gambar 24. Proses Penyimpan Data SST Dalam Format PCI

e. Export File Klorofil (Menyimpan file dalam format PCI)1. Klik FileSave File AsPCI akan muncul window Output to PCI Input Filename2. Pada Output to PCI Input Filename pilih file CHL.

Gambar 25. Proses Input Data CHL Dalam Format PCI3. Klik OK Klik Choose untuk tempat penyimpanan (simpan di folder yang telah dibuat dengan nama CHL_pci) kemudian klik OK.7. Proses Pengolahan CitraProses pengolahan citra digital merupakan proses analisis citra yang dapat dikelompokkan menjadi : Image Correction yaitu proses perbaikan informasi spasial maupun spektral yang belum sempurna pada saat perekaman, Image Enhancement yaitu proses penajaman dan perbaikan citra, Image Transform yaitu melakukan transformasi nilai piksel agar lebih representatif dalam mewakili fenomena tertentu, serta Image Classification yaitu klasifikasi nilai piksel (Danoedoro, 2007). secara khusus untuk terapan informasi ZPPI, analisis yang digunakan adalah koreksi, penajaman serta transformasi citra. teknik penajaman yang digunakan adalah proses Stretching nilai SST/SPL dan Klorofil-a, sedangkan transformasi citra yang digunakan berupa pemberikan formula untuk nilai piksel spl dan klorofil baik pada proses pemisahan awan dan daratan maupun dalam proses pengolahan nilai spl dan klorofil-a.software yang digunakan dalam pengolahan citra modis untuk analisis ZPPI adalah software er mapper yang merupakan salah satu software image processing dengan menggunakan dasar algorithm yaitu satu konsep pengolahan citra dalam er mapper yang berisi kumpulan proses atau perintah dari citra asli hingga menghasilkan citra keluaran sesuai dengan yang diinginkan. perbedaan er mapper dengan software pengolah citra lain adalah memungkinkan pengguna untuk melihat secara langsung hasil proses yang dikenakan pada citra tersebut tanpa harus menunggu software menuliskan sebagai file baru. hal ini dapat dilakukan dalam beberapa proses sekaligus dalam satu tampilan jendela sehingga menghemat ruang untuk penyimpanan data. selain itu, tanpa harus menyimpan file hasil proses, deskripsi dari proses-proses yang dilakukan dapat disimpan dalam bentuk algoritma sehingga ketika proses yang sama akan digunakan kembali, algoritma telah tersimpan dan dapat dibuka maupun diedit kembali (Earth Resource Mapping, 2006).ER mapper memiliki kemampuan geometrik, mosaik, Enhancement yang meliputi Image Fusion, Colordraping, Contrast Enhancement, Filtering, Formula Processing, Classification, Dan Color Balancing. Berikut disajikan tampilan awal Er Mapper dan fungsi masing-masing komponen :1. Menu Bar : menu utama dalam Er Mapper. berisi set perintah dasar maupun toolbar untuk pengolahan citra.2. Toolbar : kumpulan set tool untuk pengolahan citra. terdiri dari beberapa macam kelompok tool sesuai fungsi masing-masing. dapat diatur untuk menampilkan atau tidak pada tampilan ER Mapper.Nama Algoritma

Jendela display data

Gambar 26. Tampilan Menu Bar Dan Toolbar Er Mapper

Edit : menambah Data Vektor/Raster

Menghapus, Mengcopi, Duplikasi

Membuka GeopositionMembuka Map Composition/Tool

Mengubah Jenis Tampilan RGB/Pseudo/HIS, Mengganti Color Table : tampilan warna

Nama FileBand/SaluranProcessing ToolTipe Tampilan

Gambar 27. Tampilan Fungsi-Fungsi Pada Toolbar Er Mapper7.1. Pemisahan antara awan, darat dan laut mengunakan citra 1km (RGB)a. Import File (Import file dari format PCI)1. Buka Program ER Mapper2. Pada Menu Bar Klik UtilitiesImport Image FormatPCIImport

Gambar 28. Proses Input Data PCI Kedalam Format Ers Pada Input File masukkan file yang telah disimpan dalam format pci Pada Output Dataset masukkan nama file output hasil Import (simpan dalam format .ers (ER Mapper Raster Dataset) Geodatic Datum : WGS 84 Map Projection : GEODETIC Klik OK3. Lakukan proses import ini untuk citra 1KM (kanal 3,4,5,6,dan 7), SST dan CHL yang sebelumnya disimpan dalam format PCI (.pix).

Gambar 29. Prose Import Data PCI Dalam Format Ersb. Scaterring (Pemisahan Area Daratan, Awan, dan Laut)1. Lakukan pemisahan awan dan daratan dengan laut dengan menggunakan kanal 3, 4, 5, 6, dan 7 untuk membuat file awan dengan metode Scatter, formula :if(i1 > 0.139646) and (i1 < 2.889552) and (i2 > -0.013705) and (i2 < 2.914404) then 0 else if i1=0 then 255 else 100 Formula tergantung dari kondisi awan.2. Buka program ER Mapper Klik Open (buka file 1KM.ers) buat kombinasi RGB Band 7, 5, 3 (atau pada algorithm ganti menjadi RGB 5, 3, 1)3. Buka kembali satu windows ER Mapper Klik New Klik Algorithma Pada tab Layer klik Load Dataset (masukkan file 1km dan biarkan tetap standar/jangan dibuat RGB). akan muncul jendela baru dengan warna putih (apabila warna belum putih Klik tab Surface Pada Color Table pilih spl/spl1.4. Sehingga terdapat dua jendela pada tampilan layar (RGB dan Pseudocolor)

RGB

Pseudocolor

Gambar 30. Tampilan Layar RGB dan Pseudocolor5. Pada Algorithm Klik (Open Map Composition) kemudian tekan OK6. Pada jendela New Map Composition Pilih Vector FileOK Akan muncul peringatan Klik Close

Gambar 31. Tampilan Tool New Map Composition7. Maka akan muncul jendela baru yaitu Tools Pilih Scattergram Window.

Gambar 32. Tampilan Tool Untuk Pilihan Scattergram Window8. Pada jendela Scattergram pilih Setup akan muncul window Scattergram Setup

Isikan X axis : band 1, Y axis : band 3Klik Limits to Actual

Gambar 33. Tampilan Setup Scattergram

Gambar 34. Proses Pemisahan Awan dan Daratan9. Pada Window Scattergram buat kotak dengan klik dan drag pada sekitar area merah. lihat pada citra pseudo citra pseudo harus menunjukkan pola yang sama dengan citra rgb, dimana warna merah menunjukkan awan dan darat, sedangkan putih adalah wilayah laut yang bersih.10. Aktifkan Scatter Region pada Algorithm Klik E = mc2Copy rumus yang mewakili kotak Scattergram (Lihat gambar).

Gambar 35. Tampilan Kotak Algoritma Dan Kotak Formula Editor11. Tutup Window Scattergram dengan klik tanda12. Close Tools, sehingga pada Window Algorithm hanya bersisa layer Pseudo Layer.13. Masih di jendela Algorithm, aktifkan Pseudo Layer Klik E=mc2FileOpen (SCATER.frm) paste rumus yang sebelumnya dicopy dan letakkan pada bagian seperti gambar di bawah.

Gambar 36. Tampilan Pemisahan Awan Dan Daratan14. Image Menjadi Berwarna Biru Dan Putih. Biru Adalah Daerah Bersih Dan Putih Adalah Awan Dan Darat.(1) Tutup Window RGB Dan Simpan file Awan. Pada Menu ER Mapper, klik FileSave As Simpan file (Awan.ers). 15. Tutup Jendela Awan.ers

Gambar 37. Tampilan Awan Terkoreksi7.2. Pengolahan Suhu Permukaan Laut Citra MODIS Level 2c. Penggabungan file Awan dengan file SST1. Buka File Awan.ers File Klik Open (Buka File Awan)2. Pada Algorithm klik Duplicate Akan Ada Dua Buah Layer Pseudo Layer Ubah Nama Masing-Masing Layer Menjadi Menjadi Awan Dan SST.

Gambar 38. Tampilan Input Data Awan dan SST3. Pada Layer SST, Klik Load Dataset Masukkan File SST Klik OK This layer Only

Gambar 39. Tampilan Penggabungan Awan dan Suhu4. Save As Window Dengan Klik FileSave As (Beri nama SST_Awan)5. File Awan Telah Tergabung Dengan File SST.6. Setelah Window Tersimpan, Tutup Semua Citra Yang Terbuka Pada Window.d. Pemberian formula pada Citra Suhu Permukaan Laut (SST)1. Buka File Gabungan SST_Awan Dengan Klik Open. Pada tab Layer Di Jendela Algorithm Akan Terdapat Dua Band Di Dalam File SST_Awan yaitu B1 : awan; B2 : sst.

Gambar 40. Proses Input Fail Gabungan Awan dan SST2. Beri Formula Pada Citra Gabungan Diatas Dengan Klik E = mc23. Pada Formula Editor, Klik FileOpen Pilih Folder Formula Pilih SPL_Formula.frm Klik OK

Gambar 41. Proses Pemberian Formula Pada Fail Gabungan Awan dan SSTPilih INPUT 1 : Awan; INPUT 2 : SST4. Simpan Citra Hasil Transformasi Dengan Save As (Beri Nama SST_formula.ers)5. Close Semua Jendela Di ER Mapper

e. Cloud Masking Dan FilteringPada proses pembuatan citra suhu permukaan laut telah dilakukan proses Cloud Masking dengan formula IF i1