LAPORAN PHPT
-
Upload
nanang-mutahir -
Category
Documents
-
view
91 -
download
0
description
Transcript of LAPORAN PHPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam meningkatkan produksi pertanian banyak kendala yang kita hadapi
diantaranya adalah gangguan organisme pengganggu Tanaman (OPT). Serangan OPT
mengakibatkan kerusakan tanaman dan penurunan hasil mulai dipertanaman hingga
kepenyimpanan. Akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh OPT tersebut akan
mengakibatkan penurunan hasil baik secara kwantitas atau kwalitas. Hama terjadi
karena adanya ketidak seimbangnya ekologi yang disebabkan oleh kontrol manusia
terhadap penggunaan bahan kimia-kimia secara berlebihan, tidak terukur dan
berkelanjutan Berbagai jenis hama mempunyai peran penting terhadap penurunan
produksi pertanian. Pada tanaman padi saja tercatat 100 jenis hama dan 40 jenis
penyakit. Pada kedelai tercatat 50 jenis hama dan 30 jenis penyakit (Soejitno,1988,
Tjoa,1953). Masih banyak lagi jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman
hortikultura dan tanaman perkebunan lainnya.
Dalam upaya mengatasi masalah hama/penyakit tanaman kubis, pada umumnya
para petani menekankan pada pengendalian secara kimiawi. Menurut laporan Woodford
et al. (1981), biaya penggunaan pestisida pada tanaman kubis yang dilakukan oleh
petani di Kabupaten Bandung adalah sebesar 30% dari total biaya produksi. Umumnya
pestisida digunakan secara intensif, baik secara tunggal maupun campuran dari
beberapa jenis pestisida, dengan konsentrasi penyemprotan melebihi rekomendasi dan
interval penyemprotan yang pendek, 1-2 kali/minggu (Sastrosiswojo 1987). Dampak
negatif yang timbul sebagai akibat penggunaan pestisida yang intensif tersebut antara
lain adalah : (1) hama ulat daun kubis (Plutella xylostella L.) menjadi resisten terhadap
beberapa jenis insektisida kimia dan mikroba (Sastrosiswojo et al. 1989; Setiawati
1996), (2) resurgensi hama P. xylostella terhadap Asefat, Permetrin dan Kuinalfos
(Sastrosiswojo 1988), (3) residu pestisida yang dapat membahayakan konsumen
kubis(Soeriaatmadja & Sastrosiswojo 1988), dan (4) terganggunya kehidupan dan
peranan parasitoid Diadegma semiclausum sebagai musuh alami penting hama P.
xylostella (Sastrosiswojo 1987).
1
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, konsep Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) bertujuan membatasi penggunaan pestisida sesedikit mungkin, tetapi sasaran
kualitas dan kuantitas produksi kubis masih dapat dicapai.
1.2. Rumusan Masalah
1. Jelaskan tentang morfologi tanaman bunga kubis?
2. Jelaskan pengertian hama, musuh alami, dan pengendalian secara terpadu ?
3. Hama apa saja yang terdapat pada tanaman kubis bunga ?
4. Sebutkan dan jelaskan musuh alami hama dan cara pengendaliannya pada tanaman
kubis bunga ?
1.3. Tujuan
Agar mahasiswa dapat memahami, mengetahui, dan mengaplikasikan ilmu tentang
morfologi tanaman kubis bunga, hama dan musih alami yang terdapat pada tanaman
kubis bunga serta cara pengendalian hama tersebut dengan pengendalian hama terpadu.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Tanaman Kubis Bunga
Tanaman kubis bunga diduga berasal dari Eropa, pertama kali ditemukan di
Cyprus, Italia Selatan dan Mediterania. Beberapa spesies kubis bunga telah tumbuh di
Mediterania selatan lebih dari 2000 tahun. Mengenai masuknya kubis bunga di
Indonesia tidak terdapat keterangan pasti, diduga terjadi pada abad XIX, yang
varietasnya berasal dari India (Rukmana, 1994). Tanaman kubis bunga termasuk dalam
golongan tanaman sayuran semusim atau umur pendek. Tanaman tersebut hanya dapat
berproduksi satu kali dan setelah itu akan mati. Pemanenan kubis bunga dapat dilakukan
pada umur 60 – 70 hari setelah tanam, tergantung pada jenis dan varietasnya (Cahyono,
2001).
2.2. Syarat Tumbuh Tanaman Kubis Bunga
Syarat tumbuh tanaman kubis bunga dalam budidaya tanaman kubis bunga adalah
sebagai berikut :
1. Iklim
Pada mulanya kubis bunga dikenal sebagai tanaman sayuran daerah yang
beriklim dingin (sub tropis), sehingga di Indonesia cocok ditanam di daerah dataran
tinggi antara 1000 – 2000 meter dari atas permukaan laut (dpl) yang suhu udaranya
dingin dan lembab. Kisaran temperatur optimum untuk pertumbuhan dan produksi
sayuran ini antara 150C – 180C, dan maksimum 240C (Rukmana, 1994). Kubis bunga
termasuk tanaman yang sangat peka terhadap temperatur terlalu rendah ataupun terlalu
tinggi, terutama pada periode npembentukan bunga. Bila temperatur terlalu rendah,
sering mengakibatkan terjadinya pembentukan bunga sebelum waktunya. Sebaliknya
pada temperatur yang terlalu tinggi, dapat menyebabkan tumbuhnya daun-daun kecil
pada massa bunga (curd) (Pracaya, 2000).
2. Tanah
Tanaman kubis bunga cocok ditanam pada tanah lempung berpasir, tetapi
toleran terhadap tanah ringan seperti andosol. Namun syarat yang paling penting
keadaan tanahnya subur, gembur, kaya akan bahan organik, tidak mudah becek
3
(menggenang), kisaran pH antara 5,5 – 6,5 dan pengairannya cukup memadai (Anonim.
B, 2009).
2.3. Teknik Budidaya Tanaman Kubis Bunga
1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah pada lahan hendaknya tanah disterilisasi dari rumput - rumput
liar maupun sisa - sisa perakaran tanaman. Penggemburan tanah dilakukan dengan cara
mencangkul tanah supaya tanah - tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga
pertukaran udara di dalam tanah menjadi baik, gas - gas oksigen dapat masuk ke dalam
tanah, gas – gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam - asam dapat
keluar dari tanah. Selain itu dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat
bergerak dengan bebas menyerap zat - zat makanan di dalamnya (Anonim. A, 2009).
Tanah yang telah diolah selanjutnya dapat dibentuk menjadi bedengan - bedengan dan
parit. Bedengan - bedengan tersebut berfungsi sebagai tempat penanaman bibit yang
telah disemai, sedangkan parit atau selokan berfungsi sebagai saluran irigasi dan
drainase. Sistem budidaya dengan menggunakan mulsa plastik hitam perak, dapat
memberikan hasil yang lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan mulsa plastik hitam perak. Adapun keuntungannya penggunaan mulsa
tersebut adalah :
a. Apabila penanaman dilakukan pada musim hujan, maka mulsa plastik tersebut dapat
melindungi tanah dari curah hujan sehingga tanah tidak terlalu basah dan dapat
menghindarkan terjadinya pemadatan tanah akibat curahan air hujan
b. Dapat menjaga keadaan suhu tanah dan kelembabannya, sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan dan pembentukan massa bunga
c. Dapat mengurangi penguapan air, sehingga dapat mencegah terjadinya kekeringan
pada tanaman
d. Dapat mencegah tumbuhnya gulma atau rumput - rumputan sehingga tanaman tidak
terganggu pertumbuhannya
e. Dapat memantulkan sinar matahari sehingga dapat mencegah perkembangan hama
f. Dapat menjaga dan mempertahankan kegemburan tanah, sehingga akan dapat tumbuh
dengan baik, demikian pula organisme tanah yang bermanfaat juga dapat tumbuh dan
berkembang. ( Anonim. A, 2009).
4
2. Pengadaan Benih dan Pembibitan
Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli
benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis,
petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara
membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik
(Cahyono, 2003). Kubis bunga diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan
harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih kubis bunga sudah banyak dijual di
toko-toko pertanian. Untuk mendapatkan kubis yang baik maka biji disemaikan terlebih
dahulu hingga dewasa baru dipindah ke lapangan. Setelah benih disebar (disemai),
biasanya pada umur 4 – 5 hari kemudian sudah tumbuh menjadi bibit kecil. Pada umur
10– 15 hari setelah sebar benih , bibit telah berdaun 1 – 2 helai dapat segera
dipindahkan ke dalam polibag. Kubis bunga yang siap dipindahkan ke lahan adalah
bibit yang sudah berdaun 3 – 4 helai. Pesemaian dibuat dengan maksud membantu
tanaman muda yang masih lemah agar lebih mudah dirawat. Sinar matahari yang terik,
hujan lebat, kekurangan air dan lain sebagainya relatif dapat dihindari (Sutarya, 1995).
3. Penanaman
Bibit kubis bunga yang disemai dapat langsung dipindahkan pada lahan setelah
umur 10 – 15 hari setelah tanam dan ditanam dengan jarak tanam 50 x 60 cm. Waktu
tanam yang baik adalah pagi hari pukul 06.00 –10.00 atau sore hari antara pukul 15.00-
17.00 saat penguapan air oleh pengaruh sinar matahari dan temperatur udara tidak
terlalu tinggi. Selesai penanaman, segera diairi sampai basah benar, baik dengan cara
disiram (Cahyono, 2001).
4. Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan pokok pemeliharaan dalam budidaya tanaman kubis bunga meliputi
tahapan penyiraman, penyiangan dan penggemburan tanah, pemupukan, penutupan
massa bunga (curd), pengendalian hama dan penyakit, serta pemanenan.
a. Penyiraman
Kubis bunga mempunyai sistem perakaran yang dangkal sehingga perlu
pengairan yang rutin, terutama dimusim kemarau. Hal yang terpenting adalah menjaga
agar tanah tidak kering atau kekurangan air. Waktu pemberian air sebaiknya pagi atau
sore hari. Pada musim kemarau, pengairan perlu dilakukan 1 – 2 kali sehari, terutama
pada fase awal pertumbuhan dan pembentukan bunga (Rukmana, 1994).
5
b. Penyiangan
Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga
perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, juga dapat melakukan
pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai
merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 1 kali seminggu
(Anonim. B, 2009). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti
alang – alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula - mula rumput dicabut
kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar - akar yang terangkat diambil,
dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering rumput
kemudian dibakar (Sugeng, 1981).
c. Pemupukan Susulan
Pemupukan adalah pemberian zat - zat makanan yang diperlukan oleh tanaman
untuk pertumbuhan dan pembentukan hasil. Pemupukan susulan ini merupakan
pemupukan yang kedua setelah pemupukan dasar yang dilakukan pada saat
pengolahan tanah. Sehingga pemupukan tahap ini dikenal sebagai pemupukan
susulan yang besifat memberikan makanan tambahan berupa zat makanan (hara) atas
kekurangan pada pemupukan dasar, dan berupa pemberian zat makanan (pupuk)
yang disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan tanaman (Suteja, 2002).
Pupuk yang digunakan dalam pemupukan susulan adalah jenis pupuk
anorganik (pupuk kimia buatan pabrik), karena jenis pupuk kandang (organik) telah
diberikan pada pemupukan dasar. Jenis pupuk anorganik yang diberikan adalah jenis
NPK. Jenis pupuk NPK ini sangat perlu diberikan karena dapat menambah
kekurangan unsur hara NPK yang terdapat pada pupuk kandang dan di dalam tanah,
sedangkan jumlah pupuk NPK dalam jumlah yang cukup untuk tanaman baik bagi
pertumbuhan dan pembentukan hasilnya ( Cahyono, 2001).
d. Penutupan Massa Bunga (Curd)
Kegiatan penutupan massa bunga dilakukan khusus pada budidaya tanaman
kubis bunga. Massa bunga ditutup dengan daunnya, penutupan massa bunga ini
bertujuan untuk menghindari massa bunga dari pengaruh sinar matahari secara
langsung, sehingga massa bunga tetap berwarna putih bersih dan berkualitas baik.
Massa bunga yang tidak ditutup dan terkena sinar matahari secara langsung akan
6
berkualitas rendah, yaitu berbercak - bercak atau berbintik – bintik coklat kehitaman
dan mudah rusak (Rukmana, 1994).
5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pertumbuhan tanaman dan pembentukan massa bunga dapat berjalan sempurna
apabila tanaman dapat terhindar dari serangan hama dan penyakit. Pengendalian
hama dan penyakit merupakan kegiatan perlindungan tanaman yang bertujuan untuk
menyelamatkan hasil dari kerusakan yang ditimbulkan oleh hama dan penyakit
tersebut. Organisme pengganggu tanaman (OPT) khususnya hama dan penyakit
merupakan salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produksi kubis-kubisan di
Indonesia. Misalnya saja, kehilangan hasil akibat serangan hama ulat tritip (Plutella
xylostella L.) , ulat grayak (Spodoptera sp.) dan kutu daun (Aphis brassicae). Untuk
penyakit yang banyak menyerang tanaman kubis bunga antara lain, penyakit akar
bengkak (Plasmodiopora brassicae), penyakit bercak hitam, penyakit busuk lunak
(busuk basah) (Tjahjadi, 1996).
6. Pemanenan
Pemanenan merupakan kegiatan memetik hasil produksi tanaman yang
dilakukan pada umur yang tepat. Pada tanaman kubis bunga bagian tanaman yang
dipetik sebagai hasil panen yang utama adalah massa bunganya. Pada pemanenan
kubis bunga harus diperhatikan umur panen tanaman, umumnya pada umur 50 – 60
HST. Cara pemanenan massa kubis bunga sangat sederhana, yaitu dengan memotong
tangkai bunga bersama dengan batang dan daun - daunnya dengan menggunakan
sabit atau pisau. Pemotongan sebagian batang dan daun - daunnya hendaknya
dilakukan jangan terlalu dekat dengan tangkai bunganya, yaitu sepanjang kurang
lebih 25 cm atau mendekati permukaan tanah (pangkal batang). Waktu pemanenan
kubis bunga yang baik adalah pagi atau sore hari saat cuaca yang cerah (tidak
mendung atau hujan) (Cahyono, 2001).
7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Morfologi Kubis Bunga
Tanaman kubis bunga memiliki nama-nam di beberapa negara dan daerah, yaitu :
brokoli ( nama daerah), Broccoli (Inggris), Yang Hua Ye Chai (China), Asparkapsa
(Estonia), Parsakaali (Finlandia), Chou broccoli (Perancis), Brokkoli (Jerman), Cavolo
broccoli (Italia), Burokkori (Jepang), Brócolos (Portugis), Bróculos (Brazil), Brokkoli,
Kapústa sparzhevaia (Rusia), Brócoli, Bróculi, Brécol (Spanyol), Brokuł (Polandia),
Brokolica (Slovenia), Brokolice (Cekoslovakia) (Rocha, 1995)
Sinonim Tumbuhan
Sinonim: Brassica oleracea var. botrytis subvar. Cymosa, Brassica botrytis
Miller, Brassica oleracea var botrytis cauliflora (Dalimartha, 1999)
3.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kubis Bunga
Menurut klasifikasi dalam tata nama (sistem tumbuhan) tanaman kubis bunga
termasuk kedalam :
1. Divisi : Spermatophyta (tanaman berbiji).
2. Sub divisi : Angiospermae (biji berada di dalam buah).
3. Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua atau biji belah).
4. Ordo : Rhoeadales (Brassicales).
5. Famili : Cruciferae (Brassicaceae).
6. Genus : Brassica
7. Spesies : Brassica oleraceae var. botrytis L.
Kubis bunga merupakan salah satu anggota dari keluarga tanaman kubis-kubisan
(Cruciferae). Bagian yang dikonsumsi dari sayuran ini adalah massa bunganya atau
disebut dangan “Curd”. Massa bunga kubis bunga umumnya berwarna putih bersih atau
putih kekuning - kuningan (Anonim. A, 2009). Seperti tanaman yang lainnya, tanaman
kubis bunga mempunyai bagian - bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga,
buah dan biji.
8
1. Akar
Sistem perakaran kubis bunga menurut Cahyono (2001) memiliki akar tunggang
(Radix Primaria) dan akar serabut. Akar tunggang tumbuh ke pusat bumi (kearah
dalam), sedangkan akar serabut tumbuh ke arah samping (horizontal), menyebar, dan
dangkal (20 cm – 30 cm). Dengan perakaran yang dangkal tersebut, tanaman akan dapat
tumbuh dengan baik apabila ditanam pada tanah yang gembur dan porous.
2. Batang
Batang tanaman kubis bunga tumbuh tegak dan pendek (sekitar 30 cm). Batang
tersebut berwarna hijau, tebal, dan lunak namun cukup kuat dan batang tanaman ini
tidak bercabang (anonim. B, 2009).
3. Daun
Daun kubis bunga menurut Cahyono (2003) berbentuk bulat telur (oval) dengan
bagian tepi daun bergerigi, agak panjang seperti daun tembakau dan membentuk celah -
celah yang menyirip agak melengkung ke dalam. (Sugeng, 1981) menambahkan daun
tersebut berwarna hijau dan tumbuh berselang - seling pada batang tanaman. Daun
memiliki tangkai yang agak panjang dengan pangkal daun yang menebal dan lunak.
Daun -daun yang tumbuh pada pucuk batang sebelum massa bunga tersebut berukuran
kecil dan melengkung ke dalam melindungi bunga yang sedang atau mulai tumbuh.
4. Bunga
Massa bunga (curd) terdiri dari bakal bunga yang belum mekar, tersusun atas lebih
dari 5000 kuntum bunga dengan tangkai pendek, sehingga tampak membulat padat dan
tebal berwarna putih bersih atau putih kekuning - kuningan. Diameter massa bunga
kubis bunga dapat mencapai lebih dari 20 cm dan memiliki berat antara 0,5 kg – 1,3 kg,
tergantung varietas dan kecocokan tempat tanam (Pracaya, 2000).
9
5. Buah dan Biji
Tanaman kubis bunga dapat menghasilkan buah yang mengandung banyak biji.
Buah tersebut terbentuk dari hasil penyerbukan bunga yang terjadi karena penyerbukan
sendiri ataupun penyerbukan silang dengan bantuan serangga lebah madu. Buah
berbentuk polong, berukuran kecil dan ramping, dengan panjang antara 3 cm – 5 cm. Di
dalam buah tersebut terdapat biji berbentuk bulat kecil, berwarna coklat kehitam –
hitaman. Biji – biji tersebut dapat dipergunakan sebagai benih perbanyakan tanaman
(Cahyono, 2001).
3.1.2 Jenis-Jenis Tanaman Kubis Bunga
Pada dasarnya, varietas kubis bunga dibedakan menjadi 2 kelompok menurut
klasifikasi umurnya, yaitu varietas berumur genjah (early variety) dan berumur panjang
atau lambat (late variety) (Rukmana, 1994). Dalam beberapa literatur ditemukan bahwa
varietas kubis bunga yang berumur genjah antara lain Snowball yang terdiri dari
beberapa galur, seperti Early Snowball, Snowball Drifist, Super Snowball A, Snowball
X, dan Lecerf Utrechen. Varietas kubis bunga yang berumur lambat (panjang)
umumnya menghasilkan massa bunga yang berukuran lebih besar dibandingkan dengan
varietas kubis bunga berumur pendek (genjah). Beberapa contoh kubis bunga varietas
berumur lambat ini adalah Erfut, Snowdrift, White Montain, Snowball M dan Improved
Holand Erfurt (Anonim. B, 2009). Ini beberapa varietas kubis bunga yang telah
diketahui dapat tumbuh dan berproduksi di Indonesia :
1. Farmers Early No. 2 (506)
Ini merupakan varietas kubis bunga berumur pendek (genjah), dapat dipanen pada
umur 55 hari setelah pindah tanam. Daya adaptasinya luas, baik di dataran rendah atau
dataran tinggi. Umumnya massa kubis bunga berwarna putih, padat dan beratnya kurang
lebih 1,3 kg/bunga dan varietas ini cukup tahan terhadap penyakit berbahaya.
2. Fengshan Extra Early (501)
Varietas ini berumur sangat pendek, yaitu dapat dipanen pada umur 40 hari
setelah pindah tanam. Tahan terhadap kondisi cuaca panas maupun penyakit berbahaya.
10
Jenis ini tidak dianjurkan ditanam pada daerah yang cuacanya dingin bersuhu kurang
dari 200C.
3. Snow Crown
Merupakan varietas berumur pendek yang dapat dipanen pada umur 60 hari
setelah pindah tanam. Tahan terhadap cuaca panas maupun dingin sehingga cocok
ditanam di dataran menengah sampai dataran tinggi. Tahan terhadap penyakit busuk
leher hitam, busuk hitam pada akar dan bercak daun. Massa bunga berwarna putih
bersih.
4. Tropikal Early
Varietas ini berumur sangat pendek, yaitu dapat dipanen pada umur 56 hari
setelah pindah tanam. Massa bunga berwarna kuning dengan diameter kurang lebih 13
cm. Dapat beradaptasi dengan baik dan dapat ditanam di daerah dataran rendah. Sifat
persariannya bebas (open polinity), sehingga dapat dibijikan sendiri.
5. Cirateun
Varietas ini merupakan benih asli dari Indonesia yang ditemukan di desa Cirateun.
Massa bunga berwarna putih atau putih kekuning – kuningan. Sifat persariannya bebas
(open polinity), sehingga dapat dibijikan sendiri. Cocok untuk ditanam di daerah
dataran tinggi lebih dari 1000 m dari permukaan laut (Rukmana, 1994).
3.1.3. Kandungan Kimia
Brokoli mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, zat besi,
vitamin (A, C, E, tiamin, riboflavin, nikotinamid), beta karoten, dan glutation. Selain itu
brokoli mengandung senyawa sianohidroksibutena (CHB), sulforafan, dan iberin yang
merangsang pembentukan glutation (Dalimartha, 1999).
3.1.4. Kegunaan
Bunga brokoli digunakan untuk mempercepat penyembuhan, mencegah dan
menghambat perkembangan sel kanker (Dalimartha, 1999), yang disebabkan oleh
adanya kandungan karotenoid (beta-karoten), indol, dan sulforafan (Hembing, 2008).
11
Menurut Profesor Dipak Das dari Universitas Connecticut, brokoli hendaknya menjadi
salah satu sayur yang direkomendasikan untuk dikonsumsi setiap hari untuk mencegah
penyakit-penyakit degeneratif
3.2. Pengertian Hama Utama, Musuh Alami, dan Pengendalian secara Terpadu
Pengertian Hama Utama
Pengertian Musuh alami
Penegrtian epngendalian Secara Terpadu
PHT adalah suatu cara pendekatan atau falsafah pengendalian OPT yang berdasar
pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan
agroekosistem yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, tindakan pengendalian OPT,
khususnya dengan pestisida, yang didasarkan pada posisi OPT terhadap Ambang
Ekonomi (AE) atau Ambang Pengendalian (AP) saja bersifat statis dan seringkali
kurang menguntungkan. PHT merupakan sistem pengendalian hama dalam hubungan
antara dinamika populasi dan lingkungan suatu jenis hama, serta menggunakan
berbagai teknik pengendalian yang kompatibel untuk menjaga agar populasi hama
selalu di bawah ambang ekonomi. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan
mengandalkan satu komponen pengendalian, terutama pestisida, berpotensi merusak
lingkungan. Undang-Undang No.12/1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman
menekankan pentingnya pengendalian hama terpadu (PHT). Dikaitkan dengan upaya
peningkatan produksi, pendapatan petani, daya saing produksi, dan pelestarian
lingkungan maka sistem PHT perlu diintegrasikan ke dalam model pengelolaan
tanaman terpadu (PTT). Pengendalian OPT tetap harus mengarah dan berpegang pada
prinsip bahwa sistim pengendalian pada suatu wilayah adalah efektif dan efisien serta
berwawasan lingkungan. Konsepsi pengendalian yang dikombinasikan dari berbagai
cara dan dikembangkan secara lebih luas yaitu sebagai suatu sistim pengelolaan
populasi hama yang menggunakan semua tehnik yang sesuai dan kompatebel (saling
mendukung) untuk menurunkan populasi sampai tingkat dibawah ambang kerugian
ekonomi dan konsep ini dikenal dengan konsep Pengendalian hama Terpadu (PHT).
Penggunaan AE (AP) yang baku dan seragam serta kurang memperhatikan
keanekaragaman dan dinamika ekosistem, kurang dapat mencapai sasaran efektivitas
dan efisiensi ekonomi. Seharusnya, pengambilan keputusan tindakan pengendalian
didasarkan pada analisis ekosistem secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengamatan
12
rutin untuk mengikuti keadaan ekosistem, baik populasi hama maupun populasi musuh
alami, peertumbuhan tanaman, keadaan cuaca, dan lain-lain perlu dilakukan.
Keputusan tindakan pengendalian harus selalu didasarkan pada data aktual lapangan
yang diperoleh dari kegiatan pemantauan ekosistem. Dalam penerapan konsepi PHT
pada tanaman kubis, ada empat macam prinsip pokok yang harus diterapkan, yaitu :
(1) budidaya tanaman sehat; (2) pemanfaatan dan pelestarian musuh musuh alami; (3)
pengamatan lahan secara mingguan atau rutin; dan (4) pembinaan petani sebagai pakar
PHT. Pengelolaan ekosistem dengan cara budidaya tanaman sehat dan pengamatan
lahan secara rutin (mingguan) telah dibahas di depan.
A. Manfaat dari pengendalian Hama Terpadu
Menghindari dan meninimumkan keracunan bahan kimia terhadap lingkungan hidup
antara lain menghindari tertinggalnya residu racun yang tidak diharapkan padan
tanaman, hasil, tanah , air dan makanan.
Menghindari timbulnya resistensi pada berbagai jenis seranggan hama terbunuhnya,
musuh alami dan serangga berguna,serta timbulnya resurgensi hama dan timbulnya
hama scunder atau hama baru.
Memperbaiki kualitas tanah, tumbuhan dan lingkungan
Meningkatkan produksi dari tanah secara keseluruhan
Meningkatkan keanekaragaman , daya tahan terhadap hama dan cuaca ektrim
Yang paling penting adalah meningkatkan kwalitas hidup manusia
3.3. Hama Utama Kubis Bunga
Jenis hama penting pada setiap fase pertumbuhan tanaman kubis disajikan pada
Tabel 1. (Sastrosiswojo 1987; Sastrosiswojo & Setiawati 1993; Djatnika 1993). Pada
Tabel 1 tampak bahwa banyak jenis hama yang menyerang tanaman kubis sejak
persemaian sampai panen. Namun, hanya beberapa jenis hama tertentu yang merupakan
hama utama. Hama utama adalah hama yang dalam kondisi tertentu mampu merusak
dan merugikan, sehingga perlu dilakukan tindakan pengendalian. Pemahaman biologi
dan ekologi hama utama merupakan dasar dan langkah awal yang perlu dilakukan agar
upaya pengendalian dapat berhasil baik.
13
adapun hama utama pada tanaman kubis bunga, diantaranya :
Ulat tanah, A. ipsilon (Lepidoptera:Noctuidae)
a. Morfologi dan biologi serangga dewasa (Sujud & Emka 1974; Kalshoven 1981)
Sayap depan ngengat berwarna coklat, sedangkan sayap belakang berwarna putih
dengan tepi coklat keabu-abuan. Panjang sayap terentang 40-50 mm. Panjang tubuh
sekitar 2,2 mm. Ngengat mampu hidup sekitar 10-20 hari. Ngengat aktif pada
senja/malam hari. Nisbah kelamin betina dengan jantan adalah 1:1.
14
• Telur
Bentuk telur bulat panjang dengan garis tengah kira-kira 0,5 mm. Warnanya
putih-krem, kemudian berubah menjadi kuning kemerahan dan sebelum menetas
berwarna kehitam-hitaman. Telur diletakkan pada pangkal tanaman muda gulma di
sekitar tanaman inang. Jumlah telur tiap betina 500-2.500 butir, yang menetas dalam
waktu sekitar enam hari.
• Larva
Stadium larva terdiri atas empat sampai lima instar. Larva instar pertama
berwarna kuning sampai kelabu kekuning-kuningan. Kepala, pronotum, dan ujung
abdomen berwarna hitam. Larva dewasa berwarna coklat tua sampai coklat kehitam
hitaman, biasanya dengan garis coklat pada dua sisi tubuh dan bercak berwarna coklat
muda pada sisi dorsal. Tubuh larva selalu tampak berkilau. Panjang larva tua sekitar
30-35 mm. Larva aktif pada senja dan malam hari. Pada siang hari, larva bersembunyi
di permukaan tanah di sekitar batang tanaman muda, pada celah-celah atau bongkahan
tanah kering. Pada saat istirahat, posisi tubuh larva sering melingkar. Ulat tanah dapat
berpindah-pindah sampai sejauh 20 m. Masa larva lamanya 18 hari. Larva tua bersifat
kanibalistik (saling membunuh).
• Pupa
Pupa berwarna coklat terang berkilau atau coklat gelap, berada beberapa cm di
bawah permukaan tanah. Panjang pupa kira-kira 20-30 mm. Tempat terbentuknya
pupa mempunyai hubungan dengan keadaan air dalam tanah. Semakin kering keadaan
tanah, semakin dalam letak pembentukan pupa. Lamanya pembentukan pupa tidak
terpengaruh oleh keadaan kelembaban tanah. Masa pupa lamanya lima sampai enam
hari.
• Daur hidup
Daur hidup A. ipsilon dari telur sampai dewasa sekitar 36-42 hari. Lamanya daur
hidup A. ipsilon tergantung pada tinggi rendahnya suhu udara, semakin rendah suhu
udara semakin lama daur hidupnya dan sebaliknya (Kalshoven 1981).
b. Daerah sebar dan ekologi
A. ipsilon dilaporkan terdapat di seluruh negara Asia, termasuk di Indonesia,
yaitu pulau Jawa, Sumatera, Bali dan Sulawesi. Populasi larva biasanya meningkat pada
awal musim kemarau (Maret-April) di dataran tinggi. Di musim hujan, umumnya
15
populasi larva rendah (Kalshoven 1981). Puncak populasi larva terjadi pada
pertengahan bulan Juni. Pada saat tersebut bisanya banyak sayuran muda yang ditanam
petani, sehingga serangan A. ipsilon secara ekonomis mempunyai arti yang penting
(Sujud & Emka 1974).
c. Tanaman inang dan gejala kerusakan
Inang utama ulat tanah adalah tanaman sayuran muda seperti tomat, kubis,
petsai, kacang merah, kentang, cabai, dan bawang. Selain itu, ulat tanah juga menyerang
tanaman muda jagung, tembakau, kapas, ubi jalar, tebu, teh, kopi, rosela, rerumputan,
padi gogo, dan serealia lainnya (Kalshoven 1981). Ulat tanah merusak tanaman yang
baru ditanam atau pada tanaman muda. Tanda serangan pada tanaman muda berupa
gigitan larva pada pangkal batang atau tanaman kubis sama sekali terpotong, sehingga
dapat menimbulkan kerusakan berat (Gambar 1). Larva dewasa kadang- kadang
membawa potongan-potongan tanaman ke tempat persembunyiannya. Kerusakan berat
pada pertanaman kubis muda kadang-kadang terjadi di awal musim kemarau. Kerugian
yang ditimbulkan oleh serangan A. ipsilon pada pertanaman kubis muda dapat mencapai
75-90% dari seluruh bibit kubis yang ditanam (Sastrosiswojo 1982).
Gambar 1. Ulat tanah (A. ipsilon) (Foto : Tonny K. Moekasan)
Ulat daun kubis, P. xylostella (Lepidoptera: Yponomeutidae)
a. Morfologi dan biologi
Serangga dewasa berupa ngengat kecil, kira-kira 6 mm panjangnya, berwarna
coklat kelabu, dan aktif pada malam hari. Pada sayap depan terdapat tiga buah lekukan
(undulasi) yang berwarna putih menyerupai berlian (bahasa Inggris diamond). Oleh
sebab itu serangga ini dalam bahasa Inggris disebut diamondback moth. Ngengat P.
xylostella tida kuat terbang jauh dan mudah terbawa oleh angin. Menurut Harcourt
(1954), pada saat tidak m ada angin, ngengat jarang terbang lebih tinggi dari 1,5 m di
atas permukaan tanah. Jarak terbang horizontal adalah 3-4 m. Longevitas (masa hidup)
16
ngengat betina rata-rata 20,3 hari (Vos 1953). Ngengat betina kawin hanya satu kali
(Harcourt 1957).
• Telur
Telur berbentuk telur oval, ukurannya 0,6 mm x 0,3 mm, warnanya kuning, berkilau
dan lembek. Ngengat betina meletakkan telur secara tunggal atau dalam kelompok kecil
(tiga atau empat butir), atau dalam gugusan (10-20 butir) di sekitar tulang daun pada
permukaan daun kubis sebelah bawah (Vos 1953). Ngengat betina bertelur selama 19
hari dan jumlah telur rata-rata sebanyak 244 butir. Lama stadium telur tiga hari (Vos
1953).
• Larva
Larva berbentuk silindris, berwarna hijau muda, relatif tidak berbulu,, dan
mempunyai lima pasang proleg (Harcourt 1954). Larva P. Xylostella terdiri atas empat
instar (Vos1953; Harcourt 1957). Panjang larva dewasa (instar ke-3 dan 4) kira-kira 1
cm. Larva lincah dan jika tersentuh akan menjatuhkan diri serta menggantungkan diri
dengan benang halus. Larva jantan dapat dibedakan dari larva betina karena memiliki
sepasang calon testis yang berwarna kuning (Sastrosiswojo 1987). Rata-rata lamanya
stadium larva instar kesatu 3,7 hari, larva instar kedua 2,1 hari, larva instar ketiga 2,7
hari, dan larva instar keempat 3,7 hari (Vos 1953).
• Prapupa dan pupa
Antara larva instar ke-4 dengan prapupa tidak terjadi pergantian kulit (Harcourt
1954). Panjang pupa rata-rata 6,3-7,0 mm dan lebarnya 1,5 mm (Harcourt 1954). Pupa
P. xylostella dibungkus kokon (jala sutera) dan diletakkan pada permukaan bagian
bawah daun kubis. Menurut Vos (1953), lamanya stadium pupa rata-rata 6,3 hari.
• Daur hidup
Lamanya daur hidup P. xylostella di Segunung (Pacet) pada suhu 16-25 oC rata-
rata 21,5 hari (Vos 1953). Menurut Sastrosiswojo (1987), daur hidup P. xylostella di
KP Margahayu (Lembang) pada suhu 15,5- 20,6 oC rata-rata 22,0 hari (Gambar 2).
17
Gambar 2. P. xylostella (Foto : Tonny K. Moekasan)
b. Daerah sebar dan ekologi
Hama ini bersifat kosmopolitan dan di Indonesia umumnya dapat ditemukan di
pertanaman kubis di dataran tinggi, pegunungan, atau perbukitan. Namun, karena akhir
akhir ini kubis juga ditanam di dataran rendah, P. xylostella juga dapat ditemukan pada
pertanaman kubis di dataran rendah. Faktor iklim (curah hujan) dapat mempengaruhi
populasi larva P. xylostella. Kematian larva akibat curah hujan lebih banyak terjadi pada
larva muda, yakni larva instar ke-1 dan larva instar ke-2 daripada larva instar ke-3 dan
larva instar ke-4. Oleh karena itu, umumnya populasi larva P. xylostella tinggi di musim
kemarau (bulan April sampai dengan Oktober) atau apabila keadaan cuaca kering
selama beberapa minggu. Populasi larva yang tinggi terjadi setelah kubis berumur enam
sampai delapan minggu (Sudarwohadi 1975). Hama P. xylostella juga dapat menyerang
tanaman kubis yang sedang membentuk krop sampai panen. Keadaan ini dapat terjadi
jika (Sastrosiswojo 1987) :
(1) populasi musuh alaminya, yaitu parasitoid D. Semiclausum rendah;
(2) tidak ada hama pesaing yang penting, yaitu ulat krop kubis (C. binotalis);
(3) hama P. xylostella telah resisten terhadap insektisida yang digunakan; dan
(4) populasi larva P. xylostella sangat tinggi.
Keadaan demikian menyebabkan hama P. xylostella dapat merusak krop kubis
sehingga menggagalkan panen, karena kerusakan yang ditimbulkan bersama-sama hama
C. binotalis. dapat mencapai 100% (Sudarwohadi 1975).
18
c. Tanaman inang dan gejala kerusakan
P. xylostella merupakan hama utama tanaman kubis putih dan jenis kubis
lainnya seperti kubis merah, petsai, kubis bunga, kaelan, selada air, sawi jabung, radis,
turnip, dan lain-lain. Selain itu, gulma kubis- kubisan yang juga dapat menjadi inang P.
xylostella adalah Capsella bursapastoris (rumput dompet gembala), Cardamine hirsuta
(rumput selada pahit berbulu), Brassica pachypoda, Nasturtium officinale, dan
Lepidium sp. (Sastrosiswojo 1987). Biasanya hama P. xylostella merusak tanaman kubis
muda. Meskipun demikian hama P. xylostella seringkali juga merusak tanaman kubis
yang sedang membentuk krop jika tidak terdapat hama pesaingnya, yaitu C. binotalis.
Larva P. xylostella instar ketiga dan keempat makan permukaan bawah daun kubis dan
meninggalkan lapisan epidermis bagian atas. Setelah jaringan daun membesar, lapisan
epidermis pecah, sehingga terjadi lubang-lubang pada daun. Jika tingka populasi larva
tinggi, akan terjadi kerusakan berat pada tanaman kubis, sehingga yang tinggal hanya
tulang-tulang daun kubis (Gambar 3). Serangan P. xylostella yang berat pada tanaman
kubis dapat menggagalkan panen (Sastrosiswojo 1987).
Gambar 3. Gejala serangan hama P. xylostella pada tanaman kubis (Foto : Tonny K.
Moekasan)
Ulat krop kubis, C. binotalis (Lepidoptera : Pyralidae)
a. Morfologi dan biologi (Oever 1973; Sastrosiswojo & Setiawati 1992)
• Serangga dewasa
Dada C. binotalis dewasa berwarna hitam, sedangkan perutnya berwarna coklat
kemerahan, panjang tubuhnya kira-kira 1,1 cm. Ngengat aktif pada malam hari. Sayap
depan ngengat jantan mempunyai rumbai dari rambut halus yang berwarna gelap pada
19
bagian tepi-depan (anterior). Panjang tubuh rata-rata untuk serangga jantan 10,4 mm
dan serangga betina 9,6 mm.
• Telur
Telur diletakkan dalam kelompok menyerupai genting-genting rumah dan
berwarna hijau muda. Kelompok telur dapat ditemukan pada permukaan bawah daun,
di tepi daun, atau di dekat tulang daun. Jumlah telur rata-rata 48 butir dan ukurannya
2,6 mm dan 4,3 mm. Masa telur tiga sampai enam hari dan rata-rata empat hari.
• Larva
Larva berwarna hijau muda kecoklatan dan terdiri atas lima instar. Pada bagian
sisi dan bagian atas tubuh larva terdapat garis-garis putih sepanjang tubuhnya. Larva
muda bergerombol pada permukaan bawah daun kubis. Larva “tua” (instar ke-4 dan
ke-5) panjangnya kira-kira 2 cm, bersifat malas, dan selalu menghindari cahaya
matahari. Masa larva 11-17 hari dengan rata-rata 14 hari pada suhu udara 26-33,2 oC.
• Pupa
Biasanya pembentukan pupa terjadi pada permukaan tanah. Pupa berwarna
kuning kecoklatan dan berukuran lebar 3 mm serta panjang 10 mm. Masa pupa 9-13
hari dan rata-rata 10 hari pada suhu udara 26-33 oC.
• Daur hidup
Dalam kondisi laboratorium, (suhu 16-22,5 oC dan kelembaban 60- 80%),
lamanya daur hidup C. binotalis adalah 30-41 hari (Gambar 4).
Gambar 4. C. binotalis (Foto : Tonny K. Moekasan)
20
b. Daerah sebar dan ekologi
C. binotalis umum dijumpai pada pertanaman kubis, baik yang diusahakan
maupun pada tanaman kubis liar. Di pulau Jawa, C. Binotalis dijumpai menyerang
kubis, baik di perbukitan maupun di dataran rendah. C. binotalis merupakan hama
utama kedua setelah P. xylostella pada tanaman kubis. Dua jenis hama tersebut
seringkali didapatkan saling bergantian menempati kedudukan sebagai hama utama
pada tanaman kubis. Daerah sebar C. binotalis dilaporkan di Asia Selatan dan Asia
Tenggara, Australia, Afrika Selatan, Tanzania, dan kepulauan Pasifik (Kalshoven 1981).
Menurut hasil penelitian Oever (1973), Sudarwohadi (1975), dan Thayib (1983) di KP
Segunung, puncak populasi telur terjadi pada bulan Februari, Mei dan Juli-Agustus.
Puncak populasi larva terjadi pada bulan Maret, Juni dan Agustus. Hal ini menunjukkan
adanya korelasi negatif antara populasi larva C. binotalis dengan tinggi/rendahnya curah
hujan. Pada tanaman kubis, populasi larva meningkat mulai dua minggu setelah tanam
dan mencapai puncaknya pada umur enam sampai delapan minggu setelah tanam lalu
menurun sampai saat panen kubis.
c. Tanaman inang dan gejala kerusakan
Tanaman inang C. binotalis adalah pelbagai jenis kubis seperti kubis putih,
kubis bunga, petsai, brokoli, dan lain-lainnya. Selain itu tanaman turnip, radis, sawi
jabung, dan selada air juga merupakan inang C. binotalis (Sastrosiswojo 1987).
Gambar 5. Gejala serangan C. binotalis pada tanaman kubis (Foto : Tonny K.
Moekasan)
Larva muda bergerombol pada permukaan bawah daun kubis dan meninggalkan bercak
putih pada daun yang dimakan. Larva inster ke-3 sampai ke-5 memencar dan
menyerang pucuk tanaman kubis, sehingga menghancurkan titik tumbuh. Akibatnya,
tanaman mati atau batang kubis membentuk cabang dan beberapa krop berukuran kecil
(Sastrosiswojo 1987). Serangan hama C. binotalis pada tanaman kubis yang sudah
21
membentuk krop akan menghancurkan krop atau menurunkan kualitas krop, sehingga
kubis tidak laku dijual (Gambar 5).
3.4. Musuh Alami Kubis Bungan dan Cara Pengendaliannya
Serangga hama utama pada tanaman kubis adalah ulat tanah (A. ipsilon), ulat
daun kubis (P. xylostella) dan ulat krop kubis (C. binotalis). Salah satu komponen
pengendalian hama yang penting adalah pemanfaatan musuh-musuh alami hama
tersebut. Pemanfaatan musuh-musuh alami dalam pengendalian hayati hama utama
merupakan komponen kunci hampir setiap program (PHT). Pada Tabel 2 disajikan
jenis-jenis musuh alami hama A. ipsilon, P. xylostella, dan C. binotalis. Meskipun
banyak jenis (spesies) musuh alami hama-hama tersebut yang telah diketahui, tetapi
hanya beberapa jenis saja yang mempunyai arti penting (efektif).
1. Cotesia (=Apanteles) rufricus (Hal.)
C. ruficrus merupakan tabuhan Braconidae yang sifatnya kosmopolitan. C. Rufricus
memarasit larva A. ipsilon instar ke-2 dan ke-3 dan meninggalkan inangnya pada instar
ke-4. Dalam satu ekor larva A. ipsilon yang terparasit dapat ditemukan sampai 60 kokon
parasitoid. Tingkat parasitasi larva A. ipsilon oleh C. ruficrus dapat mencapai 50%
(Kalshoven 1981).
2. Tritaxys braueri (De Meij) (= Goniophana heterocera)
T. braueri adalah lalat Tachinidae yang merupakan parasitoid larva A. ipsilon yang
penting di dataran tinggi pulau Jawa dan Sumatera. Tingkat parasitasinya dapat
mencapai 60%. Telur parasitoid bisanya diletakkan pada tepi daun kubis. Larva A.
ipsilon yang besar lebih disukai oleh parasitoid T. braueri. Lama perkembangan
parasitoid pada larva A. ipsilon instar ke-3, 4, dan 5 memerlukan waktu masing-masing
25, 16, dan 10 hari (Kalshoven 1981).
3. Diadegma semiclausum (Hellen) (= Angitia cerophaga Grav.)
D. semiclausum (Gambar 9) merupakan musuh alami yang paling penting bagi
hama P. xylostella di Indonesia. Tingkat parasitasi larva P. xylostella oleh D.
semiclausum relatif tinggi, bahkan di beberapa daerah mencapai lebih dari 80%
22
(Sastrosiswojo 1987). Daur hidup D. semiclausum dari telur sampai serangga dewasa
(imago) di dataran tinggi lamanya 18-20 hari, sedang di dataran rendah lamanya 14 hari
(Vos 1953). Masa telur, larva (4 instar) dan pupa masing-masing 2 hari, 8 hari dan 8-10
hari di dataran tinggi. Seekor betina D. semiclausum mampu memarasit sampai 117
ekor larva P. xylostella.
4. Cotesia plutellae. Kurgj. (= Apanteles plutellae Kurdj.)
Di Malaysia, tingkat parasitasi larva P. xylostella oleh C. Plutellae dilaporkan dapat
mencapai 29,6% (Yusof & Lim 1992). Kemampuan pencarian larva P. xylostella oleh
parasitoid C. plutellae lebih rendah jika dibandingkan dengan D. semiclausum.
Keberadaan parasitoid C. plutellae di Indonesia hampir punah karena kalah bersaing
dengan D. semiclausum. Tampaknya parasitoid C. plutellae lebih cocok hidup di yang
suhunya relatif tinggi seperti di daerah dataran rendah, sedang D. semiclausum di daerah
dingin (dataran tinggi). Total daur hidup C. plutellae lamanya 10-16 hari dengan rata-
rata 13 hari (Lim & Yusof 1992). Lamanya perkembangan telur, larva, dan pupa C.
plutellae masing-masing adalah 2 hari; 6,6 hari; dan 4,5 hari
23
5. Zoophthora radicans (Bref) (=Entomophthora sphaerosperma)
Larva dan pupa P. xylostella kadang-kadang terserang patogen penyakit, terutama
dua jenis cendawan dari Famili Entomophthoraceae, yaitu Z. radicans dan Arynia
blunckii (Lakon). Namun, Z. radicans lebih sering ditemukan di lapangan menyerang
larva dan kadang-kadang pupa P. xylostella (Wilding 1986). Larva P. xylostella yang
terbunuh oleh cendawan patogen penyakit ini melekat pada daun kubis yang disebabkan
oleh rhizoids yang muncul sepanjang abdomen (perut) pada permukaan ventral (bawah)
tubuh serangga. Serangan penyakit ininmeningkat bila keadaan kelembaban udara tinggi
Pemanfaatan dan pelestarian musuh alami
D. semiclausum (Hellen) merupakan parasitoid Hymenoptera penting bagi larva P.
xylostella. Parasitoid tersebut telah mapan di Indonesia dan daerah pencarnya di dataran
tinggi cukup luas. Tingkat populasi larva P. xylostella pada tanaman kubis umumnya
tinggi mulai umur lima minggu setelah tanam (mst) sampai dengan 9 mst. Oleh karena
populasi (tingkat parasitasi) D. semiclausum mengikuti kepadatan inang (larva P.
xylostella), maka pengamatan tingkat parasitasi perlu dilakukan ketika kubis berumur 5,
6, 7, 8 dan 9 mst. Caranya adalah sebagai berikut (Sastrosiswojo 1987) : 1) Dihitung
jumlah larva P. xylostella instar ke-3/ke-4 (± 1 cm panjangnya) dan jumlah pupa/10
tanaman contoh. 2) Dihitung jumlah kokon D. semiclausum/10 tanaman contoh. 3)
Tingkat parasitasi larva P. xylostella : - Diambil 10 ekor larva P. xylostella instar ke
3/ke-4 pada 10 tanaman contoh (diambil 1-2 larva/tanaman). - Kepala dan ekor larva
contoh dipegang dengan jari tangan dan ditarik pelan-pelan. Jika dari perut larva P.
xylostella keluar larva kecil, maka larva P. xylostella tersebut terparasit oleh D.
semiclausum. - Dihitung tingkat parasitasi larva P. xylostella dengan rumus :
c + (a : 10) x d
P = ⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯ x 100%
a + b + c
Keterangan :
P adalah tingkat parasitasi total (dalam %)
a adalah jumlah larva P. xylostella instar ke-3/ke-4 pada 10 tanaman contoh.
b adalah jumlah pupa P. xylostella/10 tanaamn contoh.
c adalah jumlah kokon D. semiclausum/10 tanaman contoh.
24
d adalah jumlah larva terparasit/10 larva contoh. Tingkat parasitasi larva P. Xylostella
(dalam %) diubah menjadi angka desimal. Data tingkat parasitasi larva P. Xylostella
dapat digunakan untuk dua macam tujuan sebagai berikut :
1) Pelepasan inundasi pada saat kritis.
2) Bila tingkat parasitasi parasitoid P. xylostella ≤ 25%, maka perlu dilakukan pelepasan
parasitoid d. semiclausum sebanyak 400 kokon atau 200 pasang imago/1000 tanaman
kubis.
3) Keputusan tindakan pengendalian secara dinamis :
a) Digunakan rumus : Y = (1 – P) . X
Keterangan :
Y adalah Tingkat populasi larva P. xylostella yang mempunyai potensi merusak
tanaman kubis.
P adalah Tingkat parasitasi larva (dalam angka desimal) (lihat uraian di atas).
X adalah Rata-rata populasi larva P. xylostella/tanaman contoh dari hasil
pemantauan.
b) Keputusan tindakan pengendalian :
- Jika Y ≥ AP P. xylostella (0.5 larva/tanaman contoh) dilakukan penyemprotan
dengan insektisida efektif/selektif.
- Jika Y < AP P. xylostella, tidak perlu dilakukan penyemprotan insektisida.
25
DAFTAR PUSTAKA
Sastrosiswono Sudarwohadi, Uhan Tinny, Sutarya Rachmat. 2005. Penerapan
Teknologi PHT pada Tanaman Kubis. Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:WFj7uZ6JhuUJ:balitsa.litbang.deptan.go.id/ind/images/isi_monografi/M-
21.pdf+&cd=3&hl=en&ct=clnk
Tinjaun Pustaka. http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:IrbpaYXWMzoJ:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20747/4/Chapter
%2520II.pdf+&cd=2&hl=en&ct=clnk
Fitriani Lina Mey. 2009 BUDIDAYA TANAMAN KUBIS BUNGA (Brassica
oleraceae var botrytis L.) DI KEBUN BENIH HORTIKULTURA (KBH)
TAWANGMANGU. Surakarta. http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:8JXoeWASg_UJ:eprints.uns.ac.id/
8620/1/91520308200909571.pdf+&cd=4&hl=en&ct=clnk
27