LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

108
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT - AGUSTUS 2021 i LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI BARAT AGUSTUS 2021 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Volume 15 Nomor 3

Transcript of LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

Page 1: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 i

LAPORAN PEREKONOMIAN

PROVINSI SULAWESI BARAT

AGUSTUS

2021

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

Volume 15 Nomor 3

Page 2: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

ii L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/lpp

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:

Fungsi Perumusan Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Barat

Jl. Andi P. Pettarani No.1, Mamuju

Sulawesi Barat 91511, Indonesia

Telepon: 0426 - 22192, Faksimili: 0426 - 21656

Page 3: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 iii

KATA PENGANTAR

Laporan Perekonomian Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan

disajikan setiap 3 (tiga) bulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Barat, mencakup aspek perkembangan ekonomi makro,

keuangan pemerintah, perkembangan inflasi, stabilitas sistem keuangan

dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan

uang Rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek

perekonomian ke depan. Laporan ekonomi daerah di samping bertujuan

untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam

merumuskan kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, serta sistem

pembayaran dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi

salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat

keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di

daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi

stakeholders di wilayah kerjanya.

Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data dan

informasi yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta melalui

perolehan data internal, yaitu survei dan liaison. Sehubungan dengan hal

tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua

pihak yang telah berkontribusi, baik berupa pemikiran maupun penyediaan

data dan informasi secara kontinu, tepat waktu, dan reliable. Harapan kami,

hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan

ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Saran serta masukan dari

para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang

lebih baik ke depan.

Mamuju, Agustus 2021

KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI SULAWESI BARAT

ttd

Hermanto Deputi Direktur

Tim Penyusun

Penanggung Jawab

Hermanto

Koordinator Penyusun

M. Bugie

Editor

Dimas Raditya Dwi Putra

Tim Penulis

Perkembangan Ekonomi – Muhammad Nurfauzan

Rahimuddin

Keuangan Pemerintah – Dimas Raditya Dwi Putra

Inflasi – Pandu Anggara

Stabilitas Keuangan Daerah – Pandu Anggara

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran &

Pengelolaan Uang Rupiah - Muhamad Dicky Kusnadi

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan – Andi Adilah

Bunyamin

Prospek Perekonomian – Muhammad Nurfauzan

Rahimuddin

Sektor Perikanan Sulawesi Barat –

Muhammad Nurfauzan Rahimuddin

Sinergi Program dalam Pengembanga n

Ekonomi dan Keuangan Syariah Sulawesi

Barat – Raynaldo Ignatius Tiwa Handojo

Kontributor

Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan

Keuangan

Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM,

KI, dan Syariah

Unit Implementasi Kebijakan Sistem

Pembayaran dan Pengawasan Sistem

Pembayaran-Pengelolaan Uang Rupiah

Email

[email protected]

[email protected]

[email protected]

Page 4: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

iv L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

VISI BANK INDONESIA

Menjadi bank sentral digital terdepan yang berkontribusi secara nyata terhadap

perekonomian nasional dan terbaik di antara negara Emerging Markets untuk Indonesia

maju.

MISI BANK INDONESIA

1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan moneter

dan bauran kebijakan Bank Indonesia.

2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan makroprudensial

Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial Otoritas Jasa Keuangan.

3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan

sistem pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan pemerintah dan mitra

strategis lain.

4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang

berkelanjutan melalui sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal

dan reformasi struktural pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.

5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi, termasuk

infrastruktur, melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.

6. Turut mengembangan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga ke

tingkat daerah.

7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan

sistem informasi Bank Indonesia.

NILAI-NILAI STRATEGIS

Nilai-nilai strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas (trust and integrity); (ii)

profesionalisme (professionalism); (iii) keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan

kepentingan umum (public interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination and

teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama (religi).

Page 5: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 v

DAFTAR ISI

1.2.1 Konsumsi Rumah Tangga_____________________________________________________________ 4

1.2.2 Konsumsi Pemerintah _______________________________________________________________ 5

1.2.3 Investasi _________________________________________________________________________ 6

1.2.4 Ekspor ___________________________________________________________________________ 7

1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan _____________________________________ 10

1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran __________________________________________ 12

1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan __________________________________________________ 12

1.3.4 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial __________________ 13

1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi__________________________________________________________ 14

2.2.1 Pendapatan ______________________________________________________________________ 27

2.2.2 Belanja Pemerintah ________________________________________________________________ 29

2.2.3 Pendapatan - Pengeluaran dan Rasio Kemandirian ________________________________________ 29

3.1.1.1 Inflasi Kelompok Ma kanan, Minuman, dan Tembakau ______________________________________ 37

3.1.1.2 Inflasi Kelompok Pakaian dan Alas Kaki _________________________________________________ 38

3.1.1.3 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Ba kar RT _______________________________ 38

3.1.1.4 Inflasi Kelompok Informasi, Komuni kasi, dan Jasa Keuangan ________________________________ 40

3.1.1.5 Inflasi Kelompok Transportasi ________________________________________________________ 41

3.1.1.6 Inflasi Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya _____________________________________ 42

4.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga ____________________________________ 49

4.1.2 Dana Pihak Ketiga Perseorangan Perbankan _____________________________________________ 50

4.1.3 Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga ________________________________________________ 51

KATA PENGANTAR __________________________________________________________________________________ iii

RINGKASAN EKSEKUTIF ____________________________________________________________________________ xi

TABEL INDIKATOR EKONOMI ________________________________________________________________________xvi

Perkembangan Ekonomi ________________________________________________________________________ 1

1.1. Kondisi Umum....................................................................................................................................................... 2

1.2. Sisi Permintaan ...................................................................................................................................................... 2

1.3. Sisi Penawaran....................................................................................................................................................... 9

Keuangan Pemerintah _________________________________________________________________________ 24

2.1. Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat ................................................................................................ 25

2.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat ....................................................................................... 27

Inflasi _______________________________________________________________________________________ 33

3.1. Inflasi Secara Umum ............................................................................................................................................ 34

3.1.1 Inflasi Kelompok Pengeluaran................................................................................................................................ 36

3.2. Upaya Pengendalian Harga ...................................................................................................................................... 43

Stabilitas Keuangan Daerah_____________________________________________________________________ 48

4.1. Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga ........................................................................................... 49

4.2. Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi .................................................................................................... 52

4.3. Perkembangan Institusi Perbankan ..................................................................................................................... 55

Page 6: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

vi L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

4.3.1 Perkembangan Kredit dan D PK Agregat _________________________________________________ 55

4.3.2 Perkembangan Kredit dan D PK Spasial _________________________________________________ 57

5.1.1. Per kembangan Inflow/Outflow Uang Kartal________________________________________________ 66

5.1.2. Penarikan Uang Tidak Layak Edar _______________________________________________________ 67

5.1.3. D enominasi aliran uang kartal di Sulawesi Barat ____________________________________________ 68

5.2.1. Transaksi Kliring ___________________________________________________________________ 69

5.2.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) ____________________________________________ 69

7.1.1 Prospek Sisi Permintaan _______________________________________________________________ 84

7.1.2 Prospek Sisi Penawaran _______________________________________________________________ 85

7.1.3 Risiko _____________________________________________________________________________ 86

7.2.1. Risiko _____________________________________________________________________________ 87

4.4. Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan ................................................................................. 61

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah ____________________________________ 65

5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai .......................................................................................................... 66

5.2. Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai ................................................................................................... 69

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan _____________________________________________________________ 73

6.1. Ketenagakerjaan ................................................................................................................................................. 74

6.2. Nila i Tukar Petani................................................................................................................................................. 78

6.3. Tingkat Kemiskinan ............................................................................................................................................. 80

Prospek Perekonomian _________________________________________________________________________ 83

7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi .......................................................................................................................... 84

7.2. Prospek Inflasi...................................................................................................................................................... 87

LAMPIRAN _________________________________________________________________________________________ 89

Page 7: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1. Pertumbuhan E konomi Kawasan Sulawesi (%yoy) ........................................................................................................ 2

Tabel 1. 2. Produk Domestik Regional Bruto (PD RB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ........................................................ 3

Tabel 1. 3. Produk Domestik Regional Bruto (PD RB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran ........................................................10

Tabel 1. 4 Pot ensi Perikanan Tangkap Wilayah Peng elolaan Perikanan Indonesia .........................................................................15

Tabel 1. 5 Jumlah Hasil Tangkap, Nelayan, dan Kapal Nelayan Provinsi di Pulau Sulawesi ............................................................16

Sumber: Kement erian Kelautan dan Peri kanan Republik Indonesia .............................................................................................16

Tabel 1. 6 Daftar Pondok Pesantren Binaan KPw BI Sulawesi Barat ...............................................................................................20

Tabel 2. 1. Realisasi APBN Ke Sulawesi Barat .................................................................................................................................25

Tabel 2. 2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) .............................................................................................................28

Tabel 2. 3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) .....................................................................................................................30

Tabel 3. 1. Inflasi di Pulau Sulawesi ...............................................................................................................................................34

Tabel 3. 2. Inflasi Berdasarkan Kelompok ......................................................................................................................................35

Tabel 6. 1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (rb jiwa)....................................................................75

Tabel 6. 2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (rb jiwa) ..........................................76

Tabel 6. 3. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja.................................................................................................77

Tabel 6. 4. NTP Setiap Sub Sektor ..................................................................................................................................................79

Tabel 6. 5. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan ................................................................................................................................81

Tabel 7. 1. Risiko Pertumbuhan Ekonomi ......................................................................................................................................87

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1. Pertumbuhan E konomi Triwulanan (%yoy) ................................................................................................................... 2

Grafik 1.2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ........................................................................................................ 3

Grafik 1.3. Andil Pertumbuhan E konomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ....................................................................................... 3

Grafik 1.4. Per kembangan Konsumsi RT ........................................................................................................................................ 5

Grafik 1.5. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu ................................................................................................................ 5

Grafik 1.6. Per kembangan Kr edit Konsumsi ................................................................................................................................... 5

Grafik 1.7. Per kembangan Penjualan Mobil.................................................................................................................................... 5

Grafik 1.8. Per kembangan Konsumsi Pemerintah .......................................................................................................................... 6

Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat ....................................................................................... 6

Grafik 1.10. Perkembangan Giro Pemerintah Daerah di Perbankan Sulawesi Barat........................................................................ 6

Grafik 1.11. Perkembangan Investasi ............................................................................................................................................. 7

Grafik 1.12. Perkembangan Kredit Investasi................................................................................................................................... 7

Grafik 1.13. Realisasi Penanaman Modal ........................................................................................................................................ 7

Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor ................................................................................................................................................ 8

Grafik 1.15. Aktivitas Ekspor LN ...................................................................................................................................................... 8

Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor ................................................................................................................................................. 8

Grafik 1.17. Pangsa Komoditas Ekspor LN Triwulan II 2021 ............................................................................................................ 8

Grafik 1.18. Perkembangan Harga CPO Dunia ................................................................................................................................ 9

Grafik 1.19. Perkembangan Harga Kakao Dunia ............................................................................................................................. 9

Grafik 1.20. Struktur E konomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran ......................................................................................................10

Page 8: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

vii

i

L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Grafik 1.21. Andil Pertumbuhan E konomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran.....................................................................................10

Grafik 1.22. Perkembangan Lapangan Usaha Pertanian................................................................................................................11

Grafik 1.23. Perkembangan Produksi Tandan Buah S egar (TBS ) Kelapa Sawit ..............................................................................11

Grafik 1.24. Perkembangan Harga TBS..........................................................................................................................................11

Grafik 1.25. Perkembangan Curah Hujan ......................................................................................................................................11

Grafik 1.26. Perkembangan Kredit Pertanian ................................................................................................................................12

Grafik 1.27. Perkembangan Lapangan Usaha Perdagangan .........................................................................................................12

Grafik 1.28. Perkembangan Kredit S ektor Perdagangan................................................................................................................12

Grafik 1.29. Perkembangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan ...............................................................................................13

Grafik 1.30. Perkembangan Aktivitas Produksi CPO ......................................................................................................................13

Grafik 1.31. Perkembangan Kredit S ektor Industri Pengolahan .....................................................................................................13

Grafik 1.32. Perkembangan Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan ....................................................................................14

Grafik 1.33. Perkembangan Lapangan Usaha Konstruksi ..............................................................................................................14

Grafik 1.34. Perkembangan Kredit Konstruksi ...............................................................................................................................14

Grafik 2.1. Per kembangan Pagu dan Realisasi APBN Sulawesi Ba rat .............................................................................................26

Grafik 2.2. Realisasi APBN S ulawesi Barat .....................................................................................................................................26

Grafik 2.3 Pangsa Belanja Modal APBN..........................................................................................................................................26

Grafik 2.4. Realisasi Belanja Modal ................................................................................................................................................26

Grafik 2.5. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Ba rat..............................................................................................27

Grafik 2.6. Per kembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi Barat .....................................................................................29

Grafik 2.7. Per kembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat ............................................................................................31

Grafik 3.1. Inflasi Sulbar, Sulampua, dan Nasional ........................................................................................................................34

Grafik 3.2. Andil Kelompok t erhadap Inflasi Tahunan pada Triwulan II 2021 .................................................................................36

Grafik 3.3. Inflasi Makanan, Minuman dan Temba kau dan IHK ......................................................................................................37

Grafik 3.4. Andil Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau ....................................................................................................37

Grafik 3.5. Inflasi Sub Kelompok Ma kan, Minuman dan Tembakau ...............................................................................................38

Grafik 3.6. Inflasi Pakaian dan Alas Kaki dan IHK ...........................................................................................................................39

Grafik 3.7. Andil Kelompok Pakaian dan Alas Kaki .........................................................................................................................39

Grafik 3.8. Inflasi Sub Kelompok Pakaian dan Alas Kaki ................................................................................................................39

Grafik 3.9. Inflasi Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Ba kar RT dan IHK ........................................................................................40

Grafik 3.10. Andil Kelompok Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Ba kar RT .....................................................................................40

Grafik 3.11. Inflasi Sub Kelompok Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Ba kar RT .............................................................................41

Grafik 3.12. Inflasi Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan dan IHK .........................................................................................41

Grafik 3.13. Andil Sub Kelompok Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan................................................................................41

Grafik 3.14. Inflasi Sub Kelompok Infor masi, Komunikasi dan Jasa Keuangan ..............................................................................42

Grafik 3.15. Inflasi Transportasi dan IHK .......................................................................................................................................42

Grafik 3.16. Andil Sub Kelompok Transportasi ..............................................................................................................................42

Grafik 3.17. Inflasi Sub Kelompok Transportasi .............................................................................................................................43

Grafik 3.18. Inflasi Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya dan IHK ..................................................................................................44

Grafik 3.19. Andil Sub Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya .........................................................................................44

Grafik 3.20. Inflasi Sub Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya ........................................................................................44

Grafik 4.1. Per kembangan Survei Konsumen ................................................................................................................................49

Grafik 4.2. Per kembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini..........................................................................................................49

Page 9: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 ix

Grafik 4.3. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di S ulawesi Barat ...............................................................................50

Grafik 4.4. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat ..........................................................................................................50

Grafik 4.5. Pertumbuhan Jenis DPK dari sisi Kepemilikan .............................................................................................................51

Grafik 4.6. Pertumbuhan Komposisi DPK Perseorangan................................................................................................................51

Grafik 4.7. Per kembangan Kr edit Rumah Tangga ..........................................................................................................................52

Grafik 4.8. Per kembangan Risiko Kredit Rumah Tangga................................................................................................................52

Grafik 4.9. Per kembangan Kr edit Korporasi ..................................................................................................................................54

Grafik 4.10. Pangsa Kr edit Korporasi .............................................................................................................................................54

Grafik 4.11. Perkembangan Risiko Kr edit Kor porasi ......................................................................................................................55

Grafik 4.12. Perkembangan Penyaluran Kredit ..............................................................................................................................57

Grafik 4.13. Perkembangan Aset dan DPK .....................................................................................................................................57

Grafik 4.14. Share Kredit Bank Umum secara Spasial Triwulan I 2021 ............................................................................................58

Grafik 4.15. Share Kredit Bank Umum secara Spasial Triwulan II 2021 ...........................................................................................58

Grafik 4.16. Komposisi Jenis Penggunaan Kr edit Triwulan II 2021 .................................................................................................59

Grafik 4.17. Rasio NPL Bank Umum secara Spasial........................................................................................................................59

Grafik 4.18. Share DPK Bank Umum Spasial pada Triwulan I 2021 .................................................................................................60

Grafik 4.19. Share DPK Bank Umum Spasial pada Triwulan II 2021 ................................................................................................60

Grafik 4.20. Komposisi Jenis DPK S pasial Triwulan II 2021 ............................................................................................................61

Grafik 4.21. Perkembangan Kredit UMKM ......................................................................................................................................62

Grafik 4.22. Perkembangan Risiko Kr edit UMKM ...........................................................................................................................62

Grafik 4.23. Rasio Rekening Tabungan per Penduduk Usia Bekerja ...............................................................................................63

Grafik 4.24. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Usia Bekerja .....................................................................................................63

Grafik 5.1. Per putaran Uang Kartal KPw BI Prov. S ulawesi Barat ...................................................................................................66

Grafik 5.2. Per kembangan Outflow, Konsumsi RT, dan Pemerintah ...............................................................................................66

Grafik 5.3. Per kembangan Setoran Uang Tidak Layak E dar ...........................................................................................................67

Grafik 5.4. D enominasi Uang Kartal Outflow Sulawesi Barat..........................................................................................................68

Grafik 5.5. D enominasi Uang Logam Outflow Sulawesi Barat ........................................................................................................68

Grafik 5.6. D enominasi Uang Kartal Inflow Sulawesi Barat............................................................................................................69

Grafik 5.7. D enominasi Uang Logam Inflow Sulawesi Barat ...........................................................................................................69

Grafik 5.8. Transaksi Kliring Kr edit ................................................................................................................................................70

Grafik 5.9. Jumlah Warkat Kliring Kr edit .......................................................................................................................................70

Grafik 5.10. Transaksi Kliring Debit ...............................................................................................................................................70

Grafik 5.11. Jumlah Warkat Kliring Debit .......................................................................................................................................70

Grafik 5.12. Transaksi RTGS ..........................................................................................................................................................71

Grafik 6.1. Kondisi Ekonomi Saat ini Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu...........................................................................................74

Grafik 6.2. E kspektasi Kondisi Ekonomi 6 Bulan ke Depan Dibandingkan Saat Ini .........................................................................74

Grafik 6.3. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor....................................................................................................76

Grafik 6.4. Ting kat Pendidikan Tenaga Kerja Sulawesi Barat .........................................................................................................77

Grafik 6.5. Ting kat Pengangguran Terbuka (TPT) ..........................................................................................................................77

Grafik 6.6. NTP Sulawesi Barat ......................................................................................................................................................78

Grafik 6.7. Ting kat Kemiskinan Di Sulawesi Barat..........................................................................................................................80

Grafik 7.1. Pertumbuhan E konomi Tiong kok dan India .................................................................................................................85

Grafik 7.2. CLI dan Pertumbuhan Impor ........................................................................................................................................85

Page 10: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

x L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Grafik 7.3. Harga CPO Dunia dan Proyeksinya ...............................................................................................................................86

Grafik 7.4. Harga Kakao Dunia dan Proyeksinya ............................................................................................................................86

Grafik 7.5. Harga Minyak Dunia (Rata-rata) dan Proyeksinya .........................................................................................................87

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Cetak Biru E konomi dan Keuangan Syariah Indonesia ...............................................................................................17

Gambar 1.2 Ma sterplan Ekonomi Syariah di Indonesia..................................................................................................................18

Gambar 1.3 Strategi Nasional Pengembangan UMKM Indonesia ...................................................................................................20

Gambar 1.4 Pengukuhan Hebitren Provinsi Sulawesi Barat ..........................................................................................................21

DAFTAR BOKS

SEKTOR PERIKANAN SULAWESI BARAT .........................................................................................................................................15

SINERGI PROGRAM DALAM PENGE MBANGAN E KONOMI DAN KEUANGAN S YARIAH SULAWESI BARAT ............................................17

Page 11: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 xi

RINGKASAN EKSEKUTIF

Perkembangan Ekonomi

Ekonomi Sulawesi

Barat tumbuh lebih

baik pada triwulan II

2021

Ekonomi Sulawesi Barat tumbuh positif pada triwulan II 2021. Pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 tercatat sebesar 5,44% (yoy) atau

lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2021 yang mengalami kontraksi sebesar

-1,03% (yoy). Investasi terpantau meningkat sejalan dengan pembangunan

pascagempa yang terus berjalan. Dari sisi penawaran, sektor pertanian tumbuh

positif didorong oleh produksi tandan buah segar kelapa sawit yang meningkat.

Kemudian, pembebasan PPnBM untuk pembelian mobil juga mendorong sektor

perdagangan untuk tumbuh lebih baik. Dari perspektif regional, ekonomi

kawasan Sulawesi tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan Sulawesi Barat

dengan tingkat pertumbuhan 8,51% (yoy) pada triwulan II 2021. Seluruh

perekonomian provinsi di Pulau Sulawesi telah tumbuh positif pada triwulan II

2021 dimana Sulawesi Tengah mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu 15,39%

(yoy).

Keuangan Pemerintah

Penyerapan belanja

Pemerintah Daerah

masih belum

maksimal

Pagu belanja APBN Provinsi Sulawesi Barat mengalami peningkatan pada tahun

2021. Pagu belanja APBN tercatat sebesar Rp5,59 triliun pada tahun 2021. Nilai ini

meningkat sebesar Rp938,83 miliar dibandingkan dengan pagu belanja APBN

Sulawesi Barat tahun 2020 yang bernilai Rp4,65 triliun. Dari pagu yang telah

ditentukan tersebut, jumlah realisasi belanja APBN pada triwulan II 2021

mencapai Rp1,27 triliun atau 37,50% dari pagunya. Realisasi tersebut lebih tinggi

apabila dibandingkan dengan triwulan II 2020 yang sebesar 36,71% dari pa gu

yang ditetapkan.

Kinerja fiskal Pemerintah Daerah dari sisi pendapatan terpantau menurun pada

triwulan II 2021. Realisasi pendapatan pada triwulan II 2021 tercatat sebesar

Rp752,19 miliar atau 36,73% dari target pendapatan tahun 2021 yang senilai

Rp2,05 Triliun. Realisasi ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan II

2020 yang terealisasi sebesar Rp836,41 miliar atau 43,7% dari targetnya.

Penurunan pendapatan ini terjadi pada komponen pendapatan transfer yang

turun dari Rp686,48 miliar atau 40,94% dari targetnya pada triwulan II 2020

menjadi Rp596,16 milyar atau 35,93% dari targetnya pada triwulan II 2021.

Penurunan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat untuk mengalihkan

alokasi dana transfer ke daerah untuk penanganan COVID-19. Di sisi lain,

Pendapatan Asli Daerah (PAD) terpantau mengalami peningkatan signifikan

setelah menyentuh titik pendapatan yang rendah pada triwulan I 2021.

Sisi belanja Pemerintah Daerah mengalami penurunan pada triwulan II 2021.

Realisasi belanja pada triwulan II 2021 tercatat sebesar Rp478,97 miliar atau

23,33% dari target belanja tahun 2021 yang senilai Rp2,06 Triliun. Realisasi

Page 12: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

xii L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan II 2020 yang

mencapai Rp512,3 miliar atau 26,5% dari targetnya. Melihat lebih detail pada

komponennya, belanja operasi merupakan komponen terbesar dan berpengaruh

cukup signifikan terhadap total belanja Pemerintah Daerah. Komponen belanja

operasi ini memiliki pangsa sebesar 78,64% dari total keseluruhan belanja

Pemerintah Daerah. Pada triwulan II 2021 tercatat belanja operasi telah terealisasi

sebesar Rp376,67 miliar (24,95%) atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 2020

yang terealisasi sebesar 26,09%. Sejalan dengan itu, belanja modal dan belanja

tidak terduga pada triwulan II 2021 juga mengalami penurunan dibandingkan

dengan triwulan II 2020. Realisasi belanja modal pada triwulan II 2021 adalah

sebesar Rp22,27 miliar (6,22%) atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 2020

yang mencapai Rp46,69 miliar (12,82%). Sedangkan untuk realisasi belanja tidak

terduga adalah sebesar Rp1,52 miliar (9,63%) atau lebih rendah dibandingkan

triwulan II 2020 yang mencapai Rp14,36 miliar (16,42%).

Inflasi

Inflasi Sulawesi Barat

terpantau meningkat

namun terkendali

pada triwulan II 2021

Faktor Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan pembangunan kembali

pascagempa mendorong inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021. Inflasi

tahunan Sulawesi Barat tercatat 3,95% (yoy) pada periode pelaporan, lebih tinggi

jika dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun

sebelumnya. Kondisi ini didorong oleh permintaan masyarakat terhadap

kebutuhan bahan pokok menjelang HBKN (Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri),

faktor cuaca, serta pembangunan kembali (rebuilding) pascagempa. Kelompok

bahan pangan bergejolak (volatile foods) menjadi “komponen utama” yang

berkontribusi terhadap capaian inflasi yang cukup tinggi. Namun demikian,

realisasi inflasi Sulawesi Barat yang terpantau cukup tinggi pada triwulan II 2021

masih berada di rentang batas 3% ± 1% (yoy).

Realisasi inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 terpantau melampaui

capaian inflasi kawasan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) dan Nasional.

Realisasi inflasi Sulawesi Barat tercatat sebesar 3,95% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan capaian inflasi kawasan Sulampua dan Nasional yang masing-

masing sebesar 1,64% (yoy) dan 1,33% (yoy). Jika ditinjau secara spasial, realisasi

inflasi tahunan seluruh provinsi di Pulau Sulawesi tercatat mengalami kenaikan

jika dibandingkan dengan triwulan I 2021, kecuali Sulawesi Tengah dan Sulawesi

Selatan. Provinsi Sulawesi Barat memiliki inflasi tertinggi diantara provinsi

lainnya, kemudian disusul oleh Gorontalo dan Sulawesi Utara.

Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau memberikan andil terbesar dalam

pembentukan IHK Sulawesi Barat pada triwulan II 2021. Andil inflasi kelompok ini

tercatat sebesar 3,02% (yoy) terhadap pembentukan IHK Sulawesi Barat pada

triwulan II 2021. Capaian tersebut lebih tinggi jika dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencatatkan andil inflasi sebesar 2,79% (yoy). Faktor bencana,

HBKN, dan pembangunan kembali pascagempa memengaruhi pasokan sejumlah

komoditas pangan, terutama komoditas ikan-ikanan dan aneka cabai. Faktor

Page 13: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 xii

i

cuaca yang kurang mendukung menjadi salah satu penyebab terbatasnya

pasokan komoditas ikan-ikanan, utamanya ikan cakalang, layang, dan katamba.

Stabilitas Keuangan Daerah

Stabilitas keuangan

Sulawesi Barat

triwulan II 2021 tetap

terjaga

Realisasi kredit konsumsi pada triwulan II 2021 tercatat tumbuh sebesar 9,61%

(yoy), atau sebesar Rp6.888,55 miliar. Pencapaian ini relatif meningkat jika

dibandingkan triwulan I 2021 yang tercatat hanya tumbuh sebesar 5,31% (yoy).

Kenaikan realisasi kredit tersebut utamanya didorong oleh pertumbuhan pada 2

(dua) jenis kredit, yakni kredit multiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR). Kredit

multiguna tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari triwulan I 2021

yang tercatat tumbuh 5,87% (yoy) menjadi tumbuh sebesar 16,51% (yoy) pada

triwulan II 2021. Hal ini dipengaruhi oleh perbaikan penghasilan masyarakat, serta

momentum HBKN (Ramadan dan Idul Fitri) mendorong konsumsi berbagai

kebutuhan masyarakat. Sementara itu, untuk kredit pemilikan rumah (KPR)

tercatat tumbuh sebesar 16,75% (yoy), meningkat dibandingkan periode

sebelumnya sebesar 13,06% (yoy). Hal ini tidak terlepas dari ketentuan

pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) dari Bank Indonesia

untuk mendorong permintaan pada sektor properti, di samping stimulus dari

Pemerintah berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) untuk rumah

tapak dan rumah susun dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.

Risiko kredit bermasalah (NPL) perbankan di Kabupaten wilayah Sulawesi Barat

terpantau stabil pada triwulan II 2021. Risiko kredit bermasalah (NPL) perbankan

di 6 (enam) kabupaten cenderung stabil. Terdapat masing-masing 3 (tiga)

Kabupaten yang mengalami penyesuaian NPL, baik meningkat ataupun menurun.

Tiga kabupaten yang mengalami peningkatan, diantaranya adalah Kabupaten

Polewali Mandar, Mamasa, dan Pasangkayu. Kabupaten Polewali Mandar tercatat

mengalami kenaikan NPL menjadi 1,17% pada periode pelaporan, dari

sebelumnya sekitar 0,97% pada triwulan II 2021. Untuk Kabupaten Mamasa turut

mengalami peningkatan, yakni dari sebelumnya 0,49% menjadi 0,53% di triwulan

II 2021. Sementara untuk Kabupaten Pasangkayu juga mengalami hal yang sama,

yakni naik dari 1,01% di triwulan I 2021 menjadi 1,18% pada periode pelaporan.

Namun demikian, secara rasio masih berada dalam level aman atau di bawah

batas NPL Gross (< 5,00%).

Sistem Pembayaran

Peningkatan net

outflow pada triwulan

II 2021 menunjukkan

pemulihan ekonomi

Transaksi pembayaran tunai di Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021

tercatat mengalami net outflow sebesar Rp 924,38 miliar. Kondisi ini sejalan

dengan lebih besarnya uang yang disalurkan (outflow) oleh KPw. Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Barat dibandingkan setoran uang tunai (inflow) dari masyarakat

yang diterima melalui perbankan. Outflow pada periode laporan tercatat sebesar

Rp 1.085,53 miliar atau tumbuh sebesar 35,65% (yoy) dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya. Selanjutnya, juga tercatat lebih tinggi dibandingkan

dengan triwulan I 2021 yang terkontraksi sebesar 21,44% (yoy).

Page 14: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

xiv L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang

mendukung stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia menyelenggarakan

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Pada triwulan II 2021 diketahui

bahwa nominal transaksi kliring kredit tercatat sebesar Rp 147,61 miliar atau

tumbuh sebesar 8,77% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Nominal ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2021

yang terkontraksi sebesar 24% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut volume warkat

kliring juga mengalami penurunan sebesar -16,66% (yoy) dengan volume warkat

mencapai 5.303 warkat. Menurunnya transaksi non tunai disebabkan oleh

bencana gempa yang terjadi pada 15 Januari 2021.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Ketersediaan

lapangan kerja yang

meningkat perlu

dimanfaatkan untuk

mengurangi

pengangguran

Ketersediaan lapangan kerja pada triwulan II 2021 tumbuh positif. Berdasarkan

Survei Konsumen oleh Bank Indonesia terkait kondisi ekonomi saat ini

dibandingkan enam bulan yang lalu diketahui bahwa indeks ketersediaan

lapangan kerja di Sulawesi Barat tumbuh pada level 79, dimana sebelumnya pada

triwulan I 2021 mencapai level 62. Perbaikan ketersediaan lapangan kerja

tersebut turut didukung oleh vaksinasi yang semakin masif dilaksanakan oleh

masyarakat Sulawesi Barat di masa pandemi COVID-19 saat ini sehingga beberapa

penggiat ekonomi mulai beraktivitas kembali. Demikian halnya kegiatan

pemulihan pascabencana gempa bumi turut mendorong aktivitas ekonomi

berangsur membaik. Selain itu, optimisme ketersediaan lapangan kerja juga

sejalan dengan disahkannya Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 3

Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Industri Provinsi Sulawesi Barat

Tahun 2020-2040.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Barat tumbuh 3,28% (yoy) per

Februari 2021. Kondisi ini berarti bahwa pada setiap 100 orang angkatan kerja

pada Februari 2021 akan ada pengangguran sebanyak 3-4 orang. Penawaran

lapangan kerja belum optimal digunakan dan adanya ketidaksesuaian spesifikasi

tenaga kerja dengan ketersediaan lapangan kerja menjadi isu meningkatnya

tingkat pengangguran terbuka di Sulawesi Barat. Hal tersebut diperburuk dengan

pandemi COVID-19 dan bencana alam gempa bumi.

Nilai Tukar Petani (NTP) tumbuh positif pada triwulan II 2021. NTP tumbuh positif

pada level 119,66 jika dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang berada pada

level 116,87. Hal ini bersumber dari membaiknya indeks harga diterima petani

yang mencapai level 129,75 dan di saat bersamaan indeks harga dibayar petani

tidak mengalami peningkatan yang signifikan yaitu pada level 108,43.

Peningkatan indeks Nilai Tukar Petani periode ini mengindikasikan peningkatan

kesejahteraan petani Sulawesi Barat.

Angka kemiskinan meningkat pada bulan Maret 2021. Tingkat kemiskinan di

Sulawesi Barat pada Maret 2021 mencapai 11,29% jika dibandingkan pada Maret

Page 15: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 xv

2020 sebesar 10,87%. Jumlah penduduk miskin Provinsi Sulawesi Barat pada

bulan Maret 2021 sebanyak 157,19 ribu jiwa atau mengalami peningkatan sebesar

3.40% (yoy) jika dibandingkan Maret 2020 sejumlah 152,02 ribu jiwa. Adapun

persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2021 meningkat

menjadi 9,82% dari sebelumnya 9,59% pada Maret 2020. Demikian halnya dengan

persentase penduduk miskin di wilayah perdesaan meningkat dari 11,67% dari

sebelumnyai 11,26% pada Maret 2020.

Prospek Perekonomian

Pertumbuhan

ekonomi Sulawesi

Barat diperkirakan

akan tumbuh positif

dengan tingkat inflasi

yang stabil

Perekonomian Sulawesi Barat tahun 2021 diproyeksikan tumbuh positif. Proses

vaksinasi dan pembangunan pascagempa yang terus berjalan akan

meningkatkan aktivitas perekonomian selama tahun 2021. Permintaan

masyarakat akan tumbuh terbatas akibat penerapan PPKM untuk mengendalikan

kasus COVID-19 meskipun terdapat pembayaran THR dan program perlindungan

sosial Pemulihan Ekonomi Nasional. Belanja pemerintah diperkirakan masih

terhambat akibat refocusing anggaran. Sektor investasi diperkirakan tumbuh

lebih baik didorong oleh pembangunan pascagempa serta penerapan undang-

undang baru dan pembentukan Indonesia Investment Authority atau Sovereign

Wealth Fund. Kemudian, net ekspor akan tumbuh kuat seiring dengan

peningkatan harga CPO dan perbaikan perekonomian negara tujuan ekspor. Dari

sisi lapangan usaha, sektor pertanian diperkirakan tumbuh positif pada tahun

2021. Produksi komoditas utama mulai meningkat mengikuti tren harganya yang

tumbuh positif. Untuk sektor perdagangan, pembebasan PPnBM pembelian mobil

akan meningkatkan penjualan mobil yang berdampak pada kenaikan sektor

perdagangan. Pembangunan kembali pascagempa akan mendorong sektor

konstruksi untuk tumbuh tinggi. Kemudian, lapangan usaha industri pengolahan

yang berbasis kelapa sawit juga diperkirakan akan tumbuh sejalan dengan

persediaan bahan baku yang meningkat. Hal tersebut sejalan dengan

peningkatan harga CPO yang terjadi sejak awal tahun. Berdasarkan hal-hal

tersebut, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh pada rentang

3,5-4,3% (yoy) di tahun 2021.

Inflasi 2021 diperkirakan berada dalam rentang target yang ditetapkan

pemerintah, yaitu 3±1%. Pembangunan kembali pascagempa akan membuat

distribusi pasokan kembali lancar sehingga mampu memenuhi kebutuhan

masyarakat. Kebijakan penyesuaian tarif cukai rokok pada triwulan I tahun 2021

akan mendorong tekanan inflasi tahun 2021. Kondisi cuaca yang mulai membaik

memasuki pertengahan tahun 2021 akan membuat produksi komoditas

hortikultura menjadi lebih baik dibandingkan awal tahun 2021. Harga minyak

dunia yang diperkirakan meningkat tidak akan mempengaruhi inflasi tahun 2021

secara signifikan.

Page 16: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

xvi L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Produk Domestik Regional Bruto & Inflasi

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Page 17: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 xvi

i

Stabilitas Keuangan & Sistem Pembayaran

Sumber: Laporan Bank Umum dan Bank Indonesia, diolah

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

Stabilitas Keuangan

Perbankan

Nominal (Rp Miliar)

Total Aset 5,135.5 6,122.5 6,152.7 6,600.7 6,714.1 7,175,0 7,178.2 7,461.3 7,587.8 7,927.1 8,014.2 8,462.9 8,693.2 8,837.5 8,800.8 8,792.9 9,298.7 9,529.1 9,442.1 9,732.9

Total DPK 3304.6 3475.9 3944.1 4144.6 4023.3 3985.3 4344.9 4,777.0 4,768.8 4,404.5 4,890.3 5,322.8 5,334.0 4,670.0 4,653.8 5,213.4 6,200.6 5,186.9 5,512.4 5,881.6

Giro 477.6 439.4 1,111.5 1,019.4 946.3 430.3 1242.3 1,453.4 1,311.5 503.5 1,439.0 1,755.2 1,631.4 537.1 1,022.0 1,334.0 1,836.2 497.1 1,185.2 1,281.6

Tabungan 2529.9 2679.8 2400.5 2621.7 2588.6 2982.0 2584.9 2,792.9 2,926.0 3,434.5 2,930.5 3,072.1 3,170.3 3,644.0 3,192.7 3,398.9 3,763.8 4,164.3 3,794.0 4,076.1

Deposito 297.0 356.7 432.1 503.4 488.5 572.9 517.7 530.7 531.2 466.6 520.8 495.5 532.3 488.8 439.1 480.4 600.6 525.5 533.2 523.9

Total Kredit (Lokasi Proyek) 6530.8 7826.9 8025.6 8336.6 8339.4 9392.7 9622.2 10,154.9 10,508.4 11,086.5 11,347.4 11,672 11,898 12,281 12,441.9 12,289 12,689 13,025 13,054 13,570

Kredit Modal kerja (Lokasi Proyek) 1980.9 2243.2 2321.0 2444.8 2432.4 2665.0 2722.9 2,922.2 3,005.1 3,280.2 3,258.4 3,453 3,542 3,622 3,697.7 3,643 3,853 4,243 4,231 4,429

Kredit Investasi (Lokasi Proyek) 1,090.1 1,266.7 1,313.4 1,285.9 1,271.6 1,732.3 1,761.3 1,890.7 1,971.7 2,138.3 2,318.6 2,337 2,373 2,384 2,484.3 2,367 2,387 2,267 2,268 2,258

Kredit Konsumsi (Lokasi Proyek) 3459.9 4317.1 4391.2 4605.9 4635.4 4995.4 5138.0 5,342.1 5,531.7 5,668.0 5,770.4 5,882 5,983 6,275 6,259.8 6,279 6,449 6,515 6,555 6,883

Kredit UMKM (Lokasi Proyek) 2,718.5 3,088.8 3,199.4 3,308.8 3,213.2 3,353.0 3,424.0 3,699.3 3,833.8 4,079.1 4,264.6 4,444.0 4,480.2 4,567.5 4,672.3 4,540.3 4,685.0 4,827.2 4,825.8 4,907.5

Risiko Keuangan

NPL Gross (%)

Total Kredit (Lokasi Proyek) 2.07 1.91 1.91 1.95 1.80 1.59 1.59 1.81 1.85 1.76 1.89 1.76 1.76 1.54 2.29 1.53 1.30 1.17 1.40 4.47

Kredit Modal kerja (Lokasi Proyek) 2.87 3.07 3.54 3.55 3.53 2.73 2.86 3.32 3.58 3.30 3.79 3.07 3.31 2.94 5.07 2.36 1.98 1.72 2.19 11.57

Kredit Investasi (Lokasi Proyek) 2.48 1.70 2.65 2.52 1.89 2.01 1.68 1.91 1.74 1.62 1.40 1.63 1.38 1.03 1.44 1.26 0.97 0.91 1.27 1.54

Kredit Konsumsi (Lokasi Proyek) 0.63 0.41 0.83 0.94 0.82 0.82 0.88 0.96 0.95 0.94 1.00 1.05 0.99 0.92 0.99 1.16 1.01 0.90 0.93 0.86

Kredit UMKM (Lokasi Proyek) 2.74 2.35 3.60 3.58 3.71 3.08 3.10 3.56 3.67 3.39 3.61 3.14 3.31 2.83 4.74 2.51 2.08 1.92 2.36 2.82

Sistem Pembayaran

Sistem Pembayaran Tunai

Nominal (Rp Miliar)

In Flow 49.2 142.3 284.1 131.3 213.8 114.3 236.9 157.3 111.61 100.37 140.38 129.72 157.26 114.61 168.00 79.70 46.16 34.86 50.74 161.15

Out Flow 647.1 370.3 254.2 896.8 479.9 955.4 476.3 1260.4 -946.34 874.96 446.33 1003.44 813.03 930.39 518.67 800.25 587.44 1014.19 407.47 1085.53

Net Flow -597.8 -228.0 29.9 -765.5 -266.1 -841.1 -239.3 -1103.1 -834.73 -774.59 -305.95 -873.72 -867.92 -815.78 -350.67 -720.55 -541.28 -979.33 -356.74 -924.39

Sistem Pembayaran Non Tunai

Nominal Kliring (Rp Miliar) 9.6 14.1 41.9 9.1 18.1 13.3 10.3 5.6 6.4 6.5 6.9 7.5 2.53 11.35 5.5 3.9 4.6 4.44 1.93 1.69

Jumlah Warkat Kliring 138 295 245 242 310 253 303 217 197 233 227 204 135 151 119 100 110 82 61 60

202120202018 2019INDIKATOR

20172015 2016

Page 18: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …
Page 19: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 1

BAB 01 PERKEMBANGAN EKONOMI

Page 20: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

2 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

1.1. Kondisi Umum

Ekonomi Sulawesi Barat tumbuh positif pada triwulan II 2021. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat

pada triwulan II 2021 tercatat sebesar 5,44% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2021 yang

mengalami kontraksi sebesar -1,03% (yoy) (Grafik 1.1). Investasi terpantau meningkat sejalan dengan

pembangunan pascagempa yang terus berjalan. Dari sisi penawaran, sektor pertanian tumbuh positif

akibat produksi tandan buah segar kelapa sawit yang meningkat. Kemudian, pembebasan PPnBM untuk

pembelian mobil juga mendorong sektor perdagangan untuk tumbuh lebih baik. Dari perspektif regional,

ekonomi kawasan Sulawesi tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan Sulawesi Barat dengan tingkat

pertumbuhan 8,51% (yoy) pada triwulan II 2021 (Tabel 1.1). Seluruh perekonomian provinsi di Pulau

Sulawesi telah tumbuh positif pada triwulan II 2021 dimana Sulawesi Tengah mencatatkan pertumbuhan

tertinggi, yaitu 15,39% (yoy).

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan

(%yoy) Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan

Sulawesi (%yoy)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

1.2. Sisi Permintaan

Perbaikan ekonomi Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 ditopang oleh perbaikan kinerja

Investasi. Komponen permintaan tersebut mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 10,80% (yoy)

setelah sebelumnya terkontraksi 7,35% (yoy) pada triwulan I 2021. Meningkatnya tingkat pertumbuhan ini

utamanya didorong oleh program pembangunan kembali gedung, bangunan, ru mah, jalan, serta jaringan

dan irigasi yang rusak akibat gempa bumi pada pertengahan Januari 2021. Sejalan dengan itu, komponen

konsumsi RT juga turut mengalami perbaikan dengan nilai pertumbuhan sebesar 3,20% (yoy). Perbaikan

ini sejalan dengan ekspektasi dan keyakinan masyarakat yang meningkat akibat pembangunan kembali

pasca gempa, proses vaksinasi COVID-19 yang terus berjalan, realisasi bantuan sosial dari pemerintah,

relaksasi aturan pembatasan mobilitas, dan momentum Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).

Kemudian, terkait dengan ekspor, sektor ini tumbuh sebesar 4,66% (yoy) pada triwulan II 2021 didorong

oleh peningkatan permintaan negara tujuan ekspor dan kenaikan harga CPO yang merupakan komoditas

utama ekspor Sulawesi Barat. Sementara itu, konsumsi pemerintah mengalami perlambatan

Page 21: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 3

pertumbuhan dari 12,76% (yoy) pada triwulan I 2021 menjadi 3,95% (yoy) pada triwulan II 2021.

Perlambatan pertumbuhan ini disebabkan oleh penurunan belanja modal oleh pemerintah seiring dengan

selesainya proyek pembangunan bendungan dan irigasi di wilayah sungai kaluku-karama dan palu-lariang

pada Maret 2021.

Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Struktur perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 didominasi oleh Konsumsi RT dan

Ekspor. Kedua sektor tersebut menjadi pendorong utama perekonomian Sulawesi Barat dengan pangsa

masing-masing sebesar 52,69% dan 47,05%. Kemudian, investasi yang mengalami pertumbuhan terbesar

pada triwulan II 2021 memiliki pangsa sebesar 27,85% dan diikuti oleh konsumsi pemerintah dengan

pangsa sebesar 14,02%.

Grafik 1.2. Struktur Ekonomi

Sulawesi Barat Sisi Permintaan Grafik 1.3. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi

Permintaan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Investasi merupakan kontributor utama pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat triwulan II 2021.

Investasi menjadi komponen pengeluaran dengan nilai andil pertumbuhan tertinggi pada triwulan II 2021,

Page 22: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

4 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

yaitu sebesar 3,01%. Andil pertumbuhan yang besar ini didorong oleh tingkat pertumbuhan dan pangsa

investasi dalam struktur ekonomi Sulawesi Barat yang besar. Hal ini kemudian diikuti oleh ekspor dan

konsumsi RT dengan nilai andil pertumbuhan masing-masing sebesar 2,19% dan 1,68%.

1.2.1 Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi Rumah Tangga meningkat pada triwulan II 2021 akibat kondisi perekonomian yang

membaik. Komponen permintaan ini tercatat tumbuh sebesar 3,20% (yoy) setelah sebelumnya

terkontraksi -0,23% (yoy) pada triwulan I 2021. Peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2021

didorong oleh kondisi perekonomian Sulawesi Barat yang semakin membaik sebagai dampak dari

realisasi pembangunan kembali pascagempa. Selain itu, pada triwulan II 2021 Pemerintah melakukan

relaksasi aturan pembatasan sosial (terkait dengan kegiatan penyediaan makan minum dan menginap di

hotel) seiring dengan penurunan kasus positif COVID-19 harian di Sulawesi Barat yang kemudian

berdampak pada peningkatan mobilitas masyarakat. Berdasarkan data Google Mobility Index, tercatat

mobilitas masyarakat meningkat pada semua kategori, yaitu retail and recreation, grocery and pharmacy,

parks, transit stations, workplaces, dan residential. Indeks tertinggi adalah kunjungan masyarakat ke

grocery and pharmacy yang meningkat dari 4,96 pada triwulan I 2021 menjadi 40,29 pada triwulan II 2021

diikuti oleh kunjungan masyarakat ke parks yang meningkat dari -9,71 pada triwulan I 2021 menjadi 8,86

pada triwulan II 2021, dan indeks kunjungan masyarakat ke retail and recreation yang meningkat dari -

13,41 pada triwulan I 2021 menjadi 3,69 pada triwulan II 2021.

Daya beli masyarakat meningkat seiring dengan peningkatan ketersediaan lapangan kerja dan

penghasilan. Kondisi perekonomian yang mulai membaik mendorong sektor-sektor usaha untuk kembali

beroperasi. Hal ini kemudian mendorong ketersediaan lapangan kerja yang ditandai dengan peningkatan

indeks ketersediaan lapangan kerja yang meningkat dari 53,29 pada triwulan I 2021 menjadi 75,10 pada

triwulan II 2021. Peningkatan ketersediaan lapangan kerja ini kemudian berdampak pada peningkatan

penghasilan masyarakat yang ditandai dengan peningkatan indeks penghasilan konsumen yang

meningkat dari 74,75 pada triwulan I 2021 menjadi 94,07 pada triwulan II 2021. Penghasilan masyarakat

yang meningkat ditambah dengan realisasi bantuan sosial dari pemerintah mendorong naiknya daya beli

masyarakat Sulawesi Barat. Berdasarkan data indeks konsumsi kebutuhan tahan lama yang meningkat

dari 81,3 pada triwulan I 2021 menjadi 89,9 pada triwulan II 2021 mengindikasikan bahwa konsumsi

masyarakat akan barang durable goods sejalan dengan pembangunan kembali pascagempa dan

kebijakan pembebasan PPnBM 100% untuk pembelian mobil yang diperpanjang hingga bulan Agustus

2021. Kebijakan pembebasan PPnBM 100% ini tercatat berhasil meningkatkan pert umbuhan penjualan

mobil secara signifikan pada triwulan II 2021 menjadi 175,83% (yoy).

Momentum Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) Paskah dan Idul Fitri turut mendorong

peningkatan Konsumsi Rumah Tangga. Momentum HKBN Paskah dan Idul Fitri yang secara berurutan

jatuh pada bulan April dan Mei 2021 berhasil mendorong konsumsi rumah tangga utamanya pada

Page 23: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 5

komoditas bahan pangan, kuliner, dan pakaian. Selain itu, selama momentum HBKN tercatat bahwa

jumlah penumpang transportasi darat, laut, dan udara mengalami kenaikan yang signifikan. Hal ini

didukung dengan peningkatan indeks mobilitas masyarakat ke transit stations yang meningkat dari -0,94

pada triwulan I 2021 menjadi 8,40 pada triwulan II 2021.

Grafik 1.4. Perkembangan Konsumsi RT Grafik 1.5. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan

Lalu

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Realisasi penyaluran kredit konsumsi mengalami peningkatan pada triwulan II 2021. Realisasi kredit

konsumsi tercatat tumbuh sebesar 9,61% (yoy) pada triwulan II 2021 atau lebih tinggi dibandingkan

tingkat pertumbuhan pada triwulan I 2021, yaitu sebesar 4,72% (yoy). Peningkatan ini sejalan dengan

peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2021.

Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Konsumsi Grafik 1.7. Perkembangan Penjualan Mobil

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Kontak Liaison dan Bank Indonesia, diolah

1.2.2 Konsumsi Pemerintah

Konsumsi Pemerintah terpantau mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan II 2021.

Komponen ini tercatat tumbuh sebesar 3,95% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan I 2021 yang

tumbuh sebesar 12,76% (yoy). Penurunan belanja ini utamanya terjadi pada belanja modal seiring dengan

74.8

94.1

53.3

75.1

81.3 89.9

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

160.0

180.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2017 2018 2019 2020 2021

Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja

Indeks Konsumsi Keb. Tahan Lama Batas OptimismeIndeks

4.72

9.61

0

5

10

15

20

25

30

0.00

1,000.00

2,000.00

3,000.00

4,000.00

5,000.00

6,000.00

7,000.00

8,000.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2017 2018 2019 2020 2021

Kredit Konsumsi Pertumbuhan Kredit Konsumsi RT - rhsRp (Miliar) % (yoy)

175.83

89.9

0

20

40

60

80

100

120

140

-100

-50

0

50

100

150

200

I II III IV I II III IV I II

2019 2020 2021

Pert. Penjualan Mobil (% yoy)

Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama - rhs% (yoy)indeks

Page 24: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

6 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

selesainya proyek pembangunan bendungan dan irigasi di wilayah sungai kaluku-karama dan palu-lariang

pada Maret 2021.

Realisasi konsumsi pemerintah utamanya didorong oleh Belanja Pegawai dan Belanja tak terduga.

Realisasi belanja pegawai meningkat pada triwulan II 2021 sejalan dengan kenaikan belanja gaji dan

tunjangan, yaitu pembayaran THR dan gaji ke-13. Sedangkan kenaikan realisasi belanja tak terduga

ditujukan terutama untuk belanja keperluan antisipasi dan penanganan dampak penularan COVID-19

yaitu dengan pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Konsumsi pemerintah ini mendorong penurunan giro

pemerintah pada triwulan II 2021 sehingga mengalami pertumbuhan terkontraksi sebesar -12,31% (yoy).

Grafik 1.8. Perkembangan Konsumsi Pemerintah

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah

Daerah Provinsi Sulawesi Barat Grafik 1.10. Perkembangan Giro Pemerintah

Daerah di Perbankan Sulawesi Barat

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah

Provinsi Sulawesi Barat, diolah

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

1.2.3 Investasi

Realisasi investasi terpantau tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Investasi

tercatat tumbuh sebesar 10,80% (yoy) pada triwulan II 2021 atau jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya yang terkontraksi sebesar -6,88% (yoy). Investasi menjadi kontributor terbesar pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 dengan andil sebesar 3,01% (yoy). Kinerja investasi yang

12.76

3.95

1.44 0.55

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2017 2018 2019 2020 2021

Konsumsi PemerintahPert. Konsumsi Pemerintah - rhsAndil Pertumbuhan - rhs

Rp (miliar) % (yoy)

211

479

21.64

(6.51)

-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2017 2018 2019 2020 2021

Belanja Pert. Belanja - rhs% (yoy)Rp (miliar)

8861,000

3.52

-12.31

-40.00

-20.00

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2017 2018 2019 2020 2021

Giro Pemerintah Pert. Giro Pemerintah - rhsRp (miliar) % (yoy)

Page 25: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 7

baik ini didorong oleh pembangunan kembali gedung, bangunan, rumah, jalan, serta jaringan dan irigasi

yang rusak akibat gempa bumi pada Januari 2021.

Grafik 1.11. Perkembangan Investasi

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Realisasi investasi yang berasal dari luar negeri mengalami peningkatan di saat investasi dalam

negeri menurun. Realisasi investasi luar negeri pada triwulan II 2021 tercatat sebesar USD1,3 juta atau

tumbuh sebesar 73% (yoy). Nilai realisasi tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan triwulan I

2021 yang tercatat sebesar USD1,18 juta. Sektor industri makanan serta listrik, air, dan gas merupakan

sektor dengan nilai investasi asing terbesar yang masing-masing sebesar $905 ribu dan $174,8 ribu.

Peningkatan ini disebabkan oleh membaiknya iklim investasi di Indon esia akibat penerapan UU No. 11

Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memberikan kemudahan dalam perizinan berusaha. Namun, di sisi

lain realisasi investasi dalam negeri mengalami penurunan dari Rp196,6 miliar pada triwulan I 2021

menjadi Rp68,7 miliar pada triwulan II 2021

Kredit investasi mengalami perbaikan walaupun masih terkontraksi pada triwulan II 2021. Realisasi

penyaluran kredit investasi pada triwulan II 2021 tercatat sebesar -4,63% (yoy) atau lebih baik

dibandingkan triwulan I 2021 yang terkontraksi lebih dalam sebesar -8,71% (yoy). Peningkatan ini sejalan

dengan peningkatan kinerja investasi dikarenakan pelaksanaan program pembangunan kembali

pascagempa.

Grafik 1.12. Perkembangan Kredit Investasi Grafik 1.13. Realisasi Penanaman Modal

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah

1.2.4 Ekspor

Kinerja ekspor pada triwulan II 2021 terpantau tumbuh positif setelah sebelumnya terkontraksi.

Ekspor tercatat tumbuh sebesar 4,66% (yoy) pada triwulan II 2021 atau lebih tinggi dibandingkan triwulan

3,171

3,397

(6.88)

10.80

(2.04)

3.01

-15

-10

-5

0

5

10

15

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2017 2018 2019 2020 2021

Investasi Pertumbuhan Investasi - rhs

Andil Pertumbuhan - rhsRp (miliar) % (yoy)

2,2682,258

(8.71)

(4.63)

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2017 2018 2019 2020 2021

Kredit Investasi Pert. Kredit Investasi - rhsRp (miliar) % (yoy)

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

22,000

24,000

0.0

200,000.0

400,000.0

600,000.0

800,000.0

1,000,000.0

1,200,000.0

1,400,000.0

1,600,000.0

1,800,000.0

2,000,000.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2017 2018 2019 2020 2021

Penanaman Modal Dalam Negeri Penanaman Modal Asing - skala kananRp (Juta) USD (ribu)

Page 26: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

8 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

sebelumnya yang terkontraksi sebesar -2,16% (yoy). Peningkatan kinerja ekspor ini didorong oleh

kenaikan harga CPO yang merupakan komoditas utama ekspor Sulawesi Barat. Harga CPO pada triwulan

II 2021 merupakan harga tertinggi selama empat tahun terakhir, yaitu sebesar USD1019/MT atau tumbuh

sebesar 93,88% (yoy).

Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor Grafik 1.15. Aktivitas Ekspor LN

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Peningkatan ekspor LN dipengaruhi oleh peningkatan permintaan negara tujuan ekspor utamanya

Tiongkok dan Filipina. Aktivitas ekspor LN Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 mencapai titik tertinggi

selama empat tahun terakhir, yaitu sebesar USD167,03 juta atau tumbuh sebesar 54,64% (yoy). Tingkat

pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2021 yaitu sebesar USD148,03 juta atau tumbuh

sebesar 10,48% (yoy). Peningkatan ini terutama didorong oleh peningkatan permintaan dari Tiongkok

yang memiliki pangsa sebesar 51,36% dari keseluruhan ekspor LN Sulawesi Barat, kemudian diikuti oleh

Filipina dengan pangsa sebesar 24,05%. Sedangkan untuk India yang sebelumnya mendominasi ekspor

Sulawesi Barat kini hanya menguasai pangsa sebesar 0,07% atau lebih rendah dibandingkan triwulan I

2021 yang menguasai pangsa sebesar 4,92%. Hal ini seiring dengan merebaknya virus COVID -19 jenis baru

di India yang kemudian menyebabkan penurunan permintaan. Dari sisi produk, minyak kelapa sawit

(minyak nabati) merupakan komoditas utama yang mendominasi ekspor Sulawesi Barat pada triwulan II

2021.

Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor Grafik 1.17. Pangsa Komoditas Ekspor LN

Triwulan II 2021

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Faktor ekonomi global turut memengaruhi perkembangan harga komoditas ekspor. Harga CPO pada

triwulan II 2021 tercatat sebesar USD1019/MT atau tumbuh sebesar 93,88% (yoy). Nilai ini tumbuh

5,6505,739

(2.16)

4.66

(1.05)

2.19

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2017 2018 2019 2020 2021

Ekspor Pertumbuhan Ekspor (rhs) Andil Pertumbuhan (rhs)Rp (juta) % (yoy)

148

167

10.48%

54.64%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2017 2018 2019 2020 2021

Ekspor Pertumb. Ekspor (yoy) - rhsUSD (Juta) % (yoy)

Page 27: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 9

signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar USD964/MT atau tumbuh sebesar 50,21%

(yoy). Harga CPO pada triwulan II 2021 ini merupakan harga tertinggi selama empat tahun terakhir.

Kenaikan harga yang signifikan tersebut disebabkan oleh kelangkaan pasokan yang tersedia untuk

memenuhi permintaan global. Di sisi lain, harga kakao terpantau sebesar USD1503/MT atau mengalami

kontraksi sebesar -9,95% (yoy) pada triwulan II 2021. Harga pada triwulan ini lebih rendah dibandingkan

harga pada triwulan sebelumnya yang sebesar USD1554/MT. Penurunan harga kakao ini disebabkan oleh

persediaan yang melimpah sedangkan permintaannya rendah. Rendahnya permintaan kakao ini seiring

dengan pandemi COVID-19 yang terus berlangsung dan rendahnya kualitas kakao.

Grafik 1.18. Perkembangan Harga CPO Dunia Grafik 1.19. Perkembangan Harga Kakao Dunia

Sumber: Bloomberg, diolah Sumber: Bloomberg, diolah

1.3. Sisi Penawaran

Perekonomian Sulawesi Barat tumbuh positif pada triwulan II 2021. Realisasi triwulan II 2021

mencatatkan tingkat pertumbuhan sebesar 5,44% (yoy) atau jauh lebih baik dibandingkan triwulan I 2021

yang mencatatkan pertumbuhan sebesar -1,03% (yoy). Hal ini didorong oleh peningkatan produksi kelapa

sawit sehingga mendorong pertumbuhan pada sektor pertanian. Kemudian dari sektor perdagangan,

tingkat pertumbuhan juga tercatat lebih baik dari triwulan sebelumnya. Sektor perdagangan tumbuh

positif sebesar 6,94% (yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan I 2021 yang tumbuh sebesar -0,93%

(yoy). Pembebasan PPnBM pembelian kendaraan roda empat berhasil mendongkrak penjuala n mobil

sehingga meningkatkan sektor perdagangan. Selain itu, pembangunan kembali pascagempa yang terus

berjalan membuat sektor konstruksi tumbuh signifikan hingga 9,74% (yoy). (Tabel 1.3).

9641019

50.21

93.88

-40

-20

0

20

40

60

80

100

0

200

400

600

800

1000

1200

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2017 2018 2019 2020 2021

Harga CPO Pert. Harga CPO - rhsUSD/metric ton % (yoy)

1554

1503

-12.68

-9.95

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2017 2018 2019 2020 2021

Harga Kakao Pert. Harga Kakao - rhsUSD/metric ton % (yoy)

Page 28: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

10 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Tabel 1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sektor pertanian tetap mendominasi perekonomian Sulawesi Barat. Pangsa sektor pertanian

mencapai 42,95% terhadap struktur perekonomian Sulawesi Barat. Kegiatan pertanian yang meliputi

tanaman pangan, perkebunan dan perikanan menjadi sub sektor utama meskipun tingkat produktivitas

sering menjadi isu utama. Selanjutnya, pada triwulan II 2021 sektor perdagangan menempati posisi kedua

dengan nilai pangsa sebesar 10,38%. Posisi ketiga ditempati oleh sektor industri pengolahan dengan

pangsa sebesar 10,33% (Grafik 1.20). Seluruh sektor utama perekonomian Sulawesi Barat tumbuh positif

pada triwulan II 2021 (Grafik 1.21).

Grafik 1.20. Struktur Ekonomi Sulawesi

Barat Sisi Penawaran Grafik 1.21. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat

Sisi Penawaran

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Sektor pertanian tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor ini tumbuh sebesar

3,63% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2021 yang tumbuh sebesar -1,65% (yoy) (Grafik 1.22).

Hal ini utamanya disebabkan oleh peningkatan produksi dan harga tandan buah segar kelapa sawit

selama triwulan II (Grafik 1.24). Tingkat intensitas curah hujan yang rendah selama triwulan II 2021

membuat produksi sektor pertanian menjadi optimal . Intensitas curah hujan tercatat 334 mm pada

Page 29: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 11

triwulan II 2021 atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatatkan sebesar 748 mm

(Grafik 1.25).

Grafik 1.22. Perkembangan Lapangan Usaha

Pertanian

Grafik 1.23. Perkembangan Produksi Tandan Buah

Segar (TBS) Kelapa Sawit

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Kontak Liaison Bank Indonesia, diolah

Total kredit pertanian meningkat pada triwulan II 2021. Total kredit yang disalurkan pada triwulan II

2021 adalah sebesar Rp2,44 triliun atau lebih besar dari total pada triwulan I 2021, yaitu Rp2,34 triliun

(Grafik 1.26). Sejalan dengan hal tersebut, tingkat pertumbuhan kredit pertanian pada triwulan II 2021

adalah sebesar 19,73% (yoy) atau lebih besar dari triwulan sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan

sebesar -9,79% (yoy). Penyaluran kredit masih didominasi pengembangan komoditas perkebunan sebagai

komoditas unggulan Sulawesi Barat.

Grafik 1.24. Perkembangan Harga TBS Grafik 1.25. Perkembangan Curah Hujan

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Barat, diolah Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, diolah

Page 30: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

12 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Grafik 1.26. Perkembangan Kredit Pertanian

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran

Pertumbuhan sektor perdagangan berada di zona positif pada triwulan II 2021. Lapangan usaha

perdagangan besar dan eceran pada triwulan II 2021 tumbuh sebesar 6,94% (yoy) atau membaik

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh -0,93% (yoy) (Grafik 1.27). Momentum HBKN dengan

pembayaran THR dan minimnya pembatasan kegiatan membuat sektor perdagangan tumbuh lebih baik

selama triwulan II 2021. Selain itu, pembebasan PPnBM pembelian kendaraan roda empat juga berhasil

meningkatkan penjualan mobil sebesar 175,83% (yoy)1. Kredit perdagangan juga terpantau mengalami

kenaikan pada triwulan II 2021 sebesar 7,71% (yoy) atau lebih tinggi dari 5,51% (yoy) pada triwulan I 2021

(Grafik 1.28).

Grafik 1.27. Perkembangan Lapangan Usaha

Perdagangan Grafik 1.28. Perkembangan Kredit Sektor

Perdagangan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Pertumbuhan sektor industri pengolahan meningkat pada triwulan II 2021. Sektor industri

pengolahan tercatat tumbuh sebesar 6,63% (yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan I 2021 yang

tumbuh sebesar -4,10% (yoy) (Grafik 1.29). Pertumbuhan ini didorong oleh harga CPO yang tumbuh

signifikan bahkan mencapai harga tertinggi sejak tahun 2013. Rata-rata harga CPO pada triwulan II 2021

1Sumber: Kontak Liaison, diolah

Page 31: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 13

mencapai $1019,29/MT atau tumbuh sebesar 93,88% (yoy). Selain itu, produksi CPO juga mengalami

peningkatan mendukung kenaikan harga yang terjadi. Produksi CPO Sulawesi Barat meningkat sebesar

13,45% (yoy) pada triwulan II 2021 atau lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan yang terjadi pada triwulan I

2021 sebesar -20,93% (yoy) (Grafik 1.30).

Grafik 1.29. Perkembangan Lapangan Usaha

Industri Pengolahan Grafik 1.30. Perkembangan Aktivitas Produksi

CPO

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Kontak Liaison, diolah

Realisasi tingkat pertumbuhan kredit industri pengolahan tercatat positif pada triwulan II 2021.

Kredit yang disalurkan kepada sektor ini tercatat tumbuh sebesar 19,46% (yoy). Tingkat pertumbuhan ini

relatif stagnan jika dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan pada triwulan I 2021, yaitu sebesar 19,85%

(yoy). (Grafik 1.31). Kapasitas produksi yang masih optimal membuat kebutuhan kredit untuk peningkatan

hasil produksi belum terlalu dibutuhkan.

Grafik 1.31. Perkembangan Kredit Sektor Industri

Pengolahan

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

1.3.4 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial

Tingkat pertumbuhan Sektor administrasi pemerintahan terpantau stabil. Sektor ini mengalami

pertumbuhan sebesar 15,04% (yoy) atau sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan I 2021 yang tumbuh

sebesar 15,86% (yoy) (Grafik 1.32). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pendapatan fiskal pemerintah

masih berjalan optimal seperti pada triwulan I 2021.

Page 32: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

14 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Grafik 1.32. Perkembangan Lapangan Usaha

Administrasi Pemerintahan

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi

Sektor konstruksi tumbuh lebih baik pada triwulan II 2021. Sektor ini tercatat mengalami

pertumbuhan sebesar 9,74% (yoy) pada triwulan II 2021 atau lebih baik dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar -6,72% (yoy) (Grafik 1.33). Pertumbuhan sektor konstruksi yang berada

di zona positif sejalan dengan pembangunan pascagempa yang terus berjalan. Hal ini ditunjukk an oleh

realisasi pengadaan semen yang mengalami pertumbuhan sebesar 39,83% (yoy) pada triwulan II 2021

atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan yang terjadi pada triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 3,87% (yoy). Sejalan dengan hal di atas, penyaluran kredit konstruksi terpantau meningkat pada

triwulan II 2021 dengan total penyaluran sebesar Rp212,94 miliar atau lebih tinggi dibandingkan triwulan

I 2021 yang memiliki total penyaluran sebesar Rp203.89 miliar. (Grafik 1.34).

Grafik 1.33. Perkembangan Lapangan Usaha Konstruksi

Grafik 1.34. Perkembangan Kredit Konstruksi

Sumber: Badan Pusat Statistk, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Page 33: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 15

Boks 1. Lesson Learnt Akviitas Perkebunan Sulbar

SEKTOR PERIKANAN SULAWESI BARAT Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang berpotensi menjadi primadona untuk

mendongkrak perekonomian Sulawesi Barat. Sulawesi Barat memiliki garis pantai sepanjang 677 km

dengan posisi laut terletak di Selat Makassar yang berada di dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)

713 sebagai salah satu WPP dengan potensi perikanan tangkap yang cukup besar di Indonesia. Potensi

hasil utama perikanan tangkap di WPP 713 adalah jenis ikan pelagis yang di dalamnya termasuk ikan -ikan

dengan permintaan tinggi secara nasional maupun internasional, yaitu ikan tuna, ikan cakalang, ikan

tongkol, dan ikan layang. Selain itu, wilayah laut Sulawesi Barat juga berada di Alur Laut Kepulauan

Indonesia (ALKI) II yang merupakan salah satu alur laut untuk dilal ui oleh kapal atau pesawat udara

asing/internasional.

Tabel 1.4 Potensi Perikanan Tangkap Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Di sisi lain, dengan potensi perikanan yang cukup besar, hasil perikanan tangkap Sulawesi Barat

merupakan yang terkecil dibandingkan daerah lain di Pulau Sulawesi. Jika dilihat dari jumlah kapal dan

Ikan Pelagis Kecil Ikan Pelagis Besar* Ikan Demersal Ikan Karang Udang Penaeid Lobster Kepiting Rajungan Cumi- cumi Jumlah

Potensi (ton) 99.865 64.444 145.495 20.03 59.455 673 12.829 13.614 9.038 425.444

JTB (ton) 79.892 51.556 116.396 16.024 47.564 539 10.263 10.891 7.23 -

Potensi (ton) 527.029 276.755 362.005 40.57 8.023 1.483 9.543 989 14.579 1.240.975

JTB (ton) 421.623 221.404 289.604 32.456 6.418 1.186 7.634 791 11.663 -

JTB (ton) 504.417 468.902 6.322 17.636 5.872 776 421 3.13 6.556 -

JTB (ton) 264.227 148.684 104.856 16.5 49.873 1.137 1.854 7.769 18.799 -

JTB (ton) 291.73 58.25 526.02 23.961 46.372 791 6.131 18.806 101.244 -

JTB (ton) 166.731 516.046 202.295 15.885 24.324 742 3.477 4.37 8.415 -

JTB (ton) 132.755 243.435 78.408 116.424 2.544 579 916 1.335 54.755 -

JTB (ton) 444.786 25.327 260.064 248.693 5.149 677 712 396 8.217 -

JTB (ton) 266.108 145.193 28.914 27.552 6.356 715 1.756 235 883 -

JTB (ton) 663.35 52.748 105.34 12.013 7.32 835 391 46 1.712 -

JTB (ton) 669.579 655.096 701.378 23.588 50.274 950 1.198 620 7.37 -

12.541.438

0,39 -0,57 0,33 1,53 0,93 0,18 0,49

WPPNRI

715

WPPNRI

716

WPPNRI

717

WPPNRI

718

0,50 0,95

0,85 0,77 1,28 -

WPPNRI

572

WPPNRI

573

WPPNRI

711

WPPNRI

712

WPPNRI

713

WPPNRI

714

0,51 0,99 0,67 1,07 0,86 0,97

-1,091,210,871,040,46

0,50 0,75 0,38 0,50 1,42 -

-1,860,981,191,320,78

0,39 1,73 1,55 0,77 1,00 -

-1,190,730,831,400,52

1,11 1,36 0,70 0,65 2,02 -

0,540,531,530,610,931,41

1,11 -

-1,841,181,09

0,62 -

1,50 1,06 0,39 1,09 1,70 0,61 0,28 0,98

Tingkat pemanfaatan

Jumlah Potensi (ton)

0,83 0,52 0,33 0,34 1,59 1,30 1,00 0,93

62.842 1.187 1.498 775 9.212 2.637.565

Tingkat pemanfaatan

Potensi (ton) 836.973 818.87 876.722 29.485

0,910,391,000,70

9.15 1.044 489 58 2.14 1.054.695

Tingkat pemanfaatan

Potensi (ton) 829.188 65.935 131.675 15.016

0,48 0,63 0,45 1,45

7.945 894 2.196 294 1.103 597.139

Tingkat pemanfaatan

Potensi (ton) 332.635 181.491 36.142 34.44

0,340,220,970,88

6.436 846 891 495 10.272 1.242.526

Tingkat pemanfaatan

Potensi (ton) 555.982 31.659 325.08 310.866

0,44 0,78 0,58 0,76

3.18 724 1.145 1.669 68.444 788.939

Tingkat pemanfaatan

Potensi (ton) 165.944 304.293 98.01 145.53

1,270,961,131,23

30.404 927 4.347 5.463 10.519 1.177.857

Tingkat pemanfaatan

Potensi (ton) 208.414 645.058 252.869 19.856

0,38 0,63 0,83 1,22

57.965 989 7.664 23.508 126.554 1.341.632

Tingkat pemanfaatan

Potensi (ton) 364.663 72.812 657.525 29.951

62.342 1.421 2.318 9.711 23.499 767.126

526 3.913 8.195 1.267.540

Tingkat pemanfaatan

Potensi (ton) 330.284 185.855 131.07 20.625

630.521 586.128 7.902 22.045 7.34 970

WPPNRI

571Tingkat pemanfaatan

Tingkat pemanfaatan

Wilayah Pengelolaan Perikanan

Negara Republik Indonesia

Potensi (ton)

BOKS 1

Page 34: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

16 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

nelayannya, Sulawesi Barat berada di posisi kelima dari enam provinsi di Pulau Sulawesi. Keterbatasan

modal dan minimnya investasi, infrastruktur dan peralatan yang belum m utakhir, kualitas SDM yang

belum mumpuni, hingga lebih banyaknya hasil perikanan yang dijual di tengah laut ke daerah lain

merupakan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan sektor perikanan Sulawesi

Barat.

Tabel 1.5 Jumlah Hasil Tangkap, Nelayan, dan Kapal Nelayan Provinsi di Pulau Sulawesi

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Saat ini, berbagai tindakan telah dijalankan oleh pemerintah daerah dan Bank Indonesia dalam

mengembangkan sektor perikanan di Sulawesi Barat. Pemerintah Daerah telah menarik investor yang

akan menjalankan bisnis ekspor perikanan bekerjasama dengan salah satu perusahaan transportasi di

Sulawesi Barat. Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Barat juga telah membentuk Tim Efektif yang

melibatkan Bappeda Sulawesi Barat, DPMPTSP Sulawesi Barat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Barat, BPS Sulawesi Barat, dan ahli perikanan dari Universitas Padjajaran untuk

menyusun proyek perubahan yang dapat mendorong ekosistem perikanan Sulawesi Barat berjalan lebih

baik. Selain itu, telah dilakukan pembinaan pada kelompok nelayan untuk meningkatkan kompetensi

serta teknologi yang digunakan agar dapat memaksimalkan hasil tangkapnya.

Kemudian, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat juga tengah melaksanakan

penelitian bekerjasama dengan ahli perikanan Institut Pertanian Bogor untuk menganalisis jenis ikan yang

memiliki kontribusi paling besar terhadap sektor perikanan sulbar, akar permasalahan pada rantai pasok

dan rantai nilainya, serta solusi strategis yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kegiatan

penelitian berlangsung sejak bulan Agustus hingga November 2021 yang hasilnya akan didiseminasikan

kepada pemangku kepentingan terkait di Sulawesi Barat.

2017 2018 2017 2018 2017 2018

Gorontalo 134.889,40 145.070,00 17.585 22.388 8.078 8.078

Sulawesi Barat 56.100,28 65.328,19 64.292 53.378 16.455 16.455

Sulawesi Selatan 332.770,08 339.868,74 167.562 228.487 66.844 66.844

Sulawesi Tengah 177.517,18 168.550,51 69.478 126.981 34.915 34.915

Sulawesi Tenggara 229.328,08 238.281,66 90.677 156.394 32.356 32.356

Sulawesi Utara 393.448,13 368.710,21 129.166 95.791 21.493 21.493

Total 1.324.053,15 1.325.809,31 538.76 683.419 180.141 180.141

ProvinsiHasil Perikanan Tangkap Jumlah Nelayan Jumlah Kapal

Page 35: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 17

SINERGI PROGRAM DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH SULAWESI BARAT

Ekonomi dan keuangan syariah Indonesia memiliki potensi yang sangat tinggi. Berdasarkan data

dari Global Islamic Economy Indicator Score Rank, Indonesia sebagai negara peringkat ke -4 dengan

ekonomi syariah terbesar dunia. Jika dilihat dari data Kementerian Agama, jumlah penduduk muslim

Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 231 juta jiwa atau setara dengan 86,7% jumlah penduduk sehingga

memiliki pasar yang besar bagi produk halal. Namun potensi pasar yang besar ini masih dipenuhi oleh

aktivitas impor produk halal. Padahal bukan tidak mungkin bagi Ind onesia untuk mendominasi pasar

produk halal sebagai produsen sehingga bisa mendorong defisit transaksi berjalan/current account deficit

(CAD).

Dalam mendukung penguatan ekonomi dan keuangan syariah, Bank Indonesia telah menginis iasi

pembuatan cetak biru (blueprint) ekonomi dan keuangan syariah Indonesia. Kerangka tersebut digunakan

sebagai dasar untuk implementasi strategi nasional dalam pengembangan ekonomi dan keuangan

syariah.

Gambar 1.1 Cetak Biru Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia

Secara garis besar, dalam blueprint ekonomi dan keuangan syariah Indonesia terdapat 4 (empat)

hal utama, yaitu (i) Nilai-nilai dan prinsip dasar pengembangan ekonomi dan keuangan syariah; (ii)

Kerangka dasar kebijakan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah; (iii) Strategi dan rencana aksi

BOKS 2

Page 36: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

18 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

ekonomi dan keuangan syariah; dan (iv) Kerja sama dan koordinasi, baik dengan pihak internal maupun

eksternal guna pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.

Tindaklanjut atas penjabaran blue print ekonomi dan keuangan syariah Indone sia tersebut,

diturunkan dalam kerangka Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia dengan visi Indonesia yang Mandiri,

Makmur, dan Madani dengan Menjadi Pusat Ekonomi Syariah Terkemuka Dunia. Visi tersebut diwujudkan

melalui implementasi 4 (empat) strategi utama, yaitu (i) Penguatan Halal Value Chain; (ii) Penguatan

Keuangan Syariah; (iii) Penguatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; dan (iv) Penguatan Ekonomi Digital.

Gambar 1.2 Masterplan Ekonomi Syariah di Indonesia

Implementasi strategi utama tersebut menjadi panduan oleh seluruh stakeholders di tingkat

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementerian atau Lembaga terkait dalam mengembangkan

Ekonomi Syariah.

Sejalan dengan kondisi nasional, ekonomi syariah provinsi Sulawesi Barat juga memiliki potensi

yang besar untuk dikembangkan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, masyarakat Sulawesi Barat

yang beragama Islam sebanyak 80,24% atau setara dengan 1,14 juta jiwa. Potensi pengembangan

ekonomi syariah juga didukung dengan potensi pengembangan bisnis pada po ndok pesantren (ponpes)

dan pengembangan UMKM yang memiliki keunggulan produk lokal.

Berdasarkan potensi ekonomi syariah yang ada tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw

BI) Provinsi Sulawesi Barat melakukan 3 (tiga) peran untuk mengembangkan ekono mi syariah, yaitu

Akselerator, Inisiator dan Regulator (AIR).

1) Akselerator

Peran sebagai akselerator ekonomi syariah dilakukan melalui koordinasi dengan berbagai

stakeholder untuk mendorong percepatan program Ekonomi Syariah, antara lain: Halal Value Chain,

Page 37: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 19

implementasi public campaign di daerah melalui penyelenggaraan Road to Festival Ekonomi Syariah

(FESyar) dan FESyar Kawasan Timur Indonesia.

2) Inisiator

Peran sebagai inisiator ekonomi syariah dilakukan melalui koordinasi dengan berbagai stakeholders

untuk mendorong percepatan program ekonomi syariah, antara lain: pemberdayaan ekonomi

pesantren dan pengembangan Islamic social finance.

3) Regulator

Peran sebagai regulator ekonomi syariah dilakukan melalui sosialisasi instrumen kebijakan Bank

Indonesia dalam ekonomi syariah.

Sinergi dan kolaborasi pengembangan ekonomi syariah dilakukan dalam rangka akselerasi

pemulihan ekonomi nasional. Dalam implementasinya, strategi kebijakan di Sulawesi Barat dilaksanakan

pada berbagai program kerja, yaitu:

1) Pemberdayaan Usaha Syariah

Dalam meningkatkan pemberdayaan usaha syariah di Sulawesi Barat, telah terjalin kolaborasi dan

sinergi yang kuat antara KPw BI Provinsi Sulawesi Barat, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dan

Kantor Wilayah Kementerian Agama. Berbagai program pemberdayaan yang telah dilaksanakan

antara lain:

a. Penguatan Halal Value Chain melalui fasilitasi sertifikat halal bagi UMKM

Kewajiban kehalalan produk telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan melalui UU

Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, dimana kewajiban bersertifikat halal bagi

produk beredar dan diperdagangkan mulai tahun 2019 secara bertahap. Dalam mendukung

implementasi UU tersebut, telah dilakukan fasilitasi bagi UMKM produk makanan dan minuman

untuk UMKM di Sulawesi Barat. Pada tahun 2021 diprakirakan fasilitasi sertifikat halal di Sulawesi

Barat akan meningkat sebagai dampak positif implementasi sistem informasi SIHALAL yang

dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

b. Capacity Building UMKM untuk usaha syariah

Capacity Building untuk Pelaku UMKM Syariah memegang peranan penting dalam mendorong

UMKM naik kelas. Pengembangan UMKM Syariah yang dilakukan sesuai dengan framework

Strategi Nasional Pengembangan UMKM Indonesia yang meliputi 3 (tiga) pilar, yaitu korporatisasi,

kapasitas dan akses pembiayaan.

Page 38: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

20 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Gambar 1.3 Strategi Nasional Pengembangan UMKM Indonesia

Program korporatisasi dilakukan sebagai upaya meningkatkan skala ekonomi dan/atau nilai

tambah UMKM antara lain melalui pembentukan dan/atau penguatan kelompok UMKM atau

klasterisasi yang memiliki usaha sejenis, melengkapi dan/atau berkaitan dengan kesamaan lokasi

dan/atau kepentingan. Sementara itu, peningkatan kapasitas adalah peningkatan produktivitas

UMKM yang dilakukan melalui pemberdayaan UMKM secara end to end melalui aspek produksi,

manajemen usaha dan pemasaran. Perluasan akses pembiayaan merupakan pemberian akses

pembiayaan melalui berbagai sumber sesuai dengan kebutuhan UMKM, baik melalui perbankan

maupun Institusi Keuangan Non Bank (IKNB).

c. Pemberdayaan usaha pesantren

Berdasarkan data Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Barat, tercatatat

sebanyak 57 ponpes telah memiliki unit usaha yang bergerak dalam berbagai bidang, seperti

pertanian, peternakan, budidaya ikan air tawar, air minum, konveksi, dll. Dengan penguatan

usaha akan mendorong kemandirian ponpes dan terciptanya santripreneur untuk meningkatkan

pelaku usaha syariah.

KPw BI Provinsi Sulawesi Barat mendorong peningkatan kemandirian ponpes melalui

pendampingan berkelanjutan secara end to end. Terdapat 8 (delapan) ponpes yang telah masuk

dalam binaan KPw BI Provinsi Sulawesi Barat.

Tabel 1.6 Daftar Pondok Pesantren Binaan KPw BI Sulawesi Barat

No Nama Ponpes Lokasi Usaha

1 Al-Bana Asing NW Pasangkayu Peternakan

2 Miftahul Ulum Toabo Mamuju Konveksi

3 Nurul Jadid Pasangkayu Peternakan

4 Rezki Anugerah Mamuju Peternakan

5 Al Falah Pasangkayu Peternakan (Sarang Burung Walet)

6 Al Hikmah Pasangkayu Air Minum

7 Syekh Hasan Yamani Polewali Mandar Ikan air tawar

Page 39: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 21

8 Ibnu Mas’ud Polewali Mandar Makanan olahan

Dalam perkembangannya model bisnis ponpes diperkuat melalui pembentukan holding bisnis

pesantren ditujukan untuk mengakselerasi penguatan unit usaha di pesantren. Pada tanggal 24

Juni 2021 telah disepakati oleh sebanyak 18 ponpes untuk membentuk Himpunan Ekonomi Bisnis

Pesantren (Hebitren) Provinsi Sulawesi Barat. Hebitren Provinsi Sulawesi Barat juga telah

dikukuhkan oleh Wakil Gubernur Sulawesi Barat sebagai bentuk dukungan pengembangan

ekonomi syariah oleh Pemerintah Daerah.

Gambar 1.4 Pengukuhan Hebitren Provinsi Sulawesi Barat

2) Keilmuan dan Kampanye Ekonomi Syariah

Keilmuan dan kampanye ekonomi syariah dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Barat untuk bisa

meningkatkan literasi syariah di masyarakat. Literasi syariah adalah pengetahuan mendasar

mengenai prinsip-prinsip ekonomi dan keuangan menurut aturan Islam, serta memiliki keterampilan

dan keyakinan dalam mengelola sumber keuangannya secara tepat guna untuk mencapai

kesejahteraan dan keseimbangan dunia dan akhirat sesuai tuntunan agama. Dalam survei yang

dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Barat, literasi masyarakat Sulawesi Barat terhadap ekonomi

syariah sangat baik, dari 70 responden yang disurvei, rata-rata berada di level well literate dengan

tingkat pemahaman 87% atau kondisi seseorang yang mengetahui dan memahami dengan baik serta

memiliki kemampuan (skill) numerik, perilaku dan sikap positif dalam perencanaan dan pengelolaan

keuangan secara syariah.

Kampanye ekonomi syariah di Sulawesi Barat juga dilakukan melalui berbagai kegiatan yang menarik,

seperti penyelenggaraan berbagai perlombaan Islami dalam Pekan Ekonomi Syariah (PEKSyar)

Sulawesi Barat. Perlombaan Islami yang diselenggarakan antara lain, nasyid, marawis dan tari Islami

kesenian daerah.

Kedepannya, KPw BI Provinsi Sulawesi Barat akan terus berkomitmen untuk mengembangkan

ekonomi keuangan syariah secara terstruktur, sistematis dan massif untuk mendorong ekonomi

syariah sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru di Sulawesi Barat. Hal ini akan dilakukan melalui

Page 40: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

22 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

sinergi dan kolaborasi yang kuat antara Pemerintah di tingkat Provinsi maupun Kabupaten, I nstansi

Vertikal, Ponpes, Pelaku Usaha dan seluruh elemen masyarakat.

Page 41: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 23

Page 42: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

24

BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

BAB 02 Keuangan Pemerintah

Page 43: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 25

BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

2.1. Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat

Pagu belanja APBN Provinsi Sulawesi Barat mengalami peningkatan pada tahun 2021. Pagu belanja

APBN tercatat sebesar Rp5,59 triliun pada tahun 2021. Nilai ini meningkat sebesar Rp938,83 miliar

dibandingkan dengan pagu belanja APBN Sulawesi Barat tahun 2020 yang bernilai Rp4,65 triliun. Dari pagu

yang telah ditentukan tersebut, jumlah realisasi belanja APBN pada triwulan II 2021 mencapai Rp1,27

triliun atau 37,50% dari pagunya. Realisasi tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan triwulan II

2020 yang sebesar 36,71% dari pagu yang ditetapkan. (Grafik 2.1).

Tabel 2.1. Realisasi APBN Ke Sulawesi Barat

Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah

Realisasi belanja APBN triwulan II 2021 didorong oleh komponen transfer, belanja pegawai dan

belanja barang. Berdasarkan komponennya, dana transfer merupakan komponen dengan pengeluaran

tertinggi yaitu sebesar Rp412,10 atau 31,43% dari pagunya. Tingginya dana transfer ini sejalan dengan

Peraturan Menteri Keuangan 17/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa

Tahun Anggaran 2021 dalam rangka Mendukung Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-

19) dan Dampaknya. Selanjutnya, untuk komponen dengan pengeluaran terbesar kedua dan ketiga secara

berurutan adalah belanja pegawai dan belanja barang. Realisasi belanja pegawai pad a triwulan II 2021

tercatat sebesar Rp334,92 miliar atau 49,66% dari pagunya. Realisasi belanja yang besar ini dikarenakan

oleh kenaikan belanja gaji dan tunjangan yaitu dengan pembayaran THR dan gaji ke-13. Realisasi belanja

barang pada triwulan II 2021 tercatat sebesar Rp299,64 miliar atau 35,40% dari pagunya. Realisasi belanja

barang ini terutama didorong oleh belanja keperluan antisipasi dan penanganan dampak penularan

COVID-19, diantaranya seperti vaksinasi, pengadaan alat medis perawatan COVID -19, penyemprotan

disinfektan, testing dan tracing, dan sebagainya.

Realisasi belanja modal dan bantuan sosial mengalami peningkatan pada triwulan II 2021. Kedua

komponen belanja tersebut memiliki realisasi yang lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2020. Realisasi

belanja modal tercatat sebesar Rp224,58 miliar atau 37,93% dari pagunya. Peningkatan ini terutama

didorong oleh pembangunan kembali bangunan gedung, rumah, jalan, irigasi dan jaringan yang rusak

Page 44: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

26

BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

akibat gempa pada pertengahan Januari 2021. Sementara itu, belanja bantuan sosial telah terealisasi

sebesar Rp1,4 miliar atau 43,97% dari pagunya pada triwulan II 2021. Belanja bantuan sosial ini

diantaranya disalurkan melalui Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bantuan

stimulus ekonomi kepada pelaku usaha terdampak, subsidi listrik, dan jenis bantuan lainnya.

Grafik 2.1. Perkembangan Pagu dan Realisasi

APBN Sulawesi Barat Grafik 2.2. Realisasi APBN Sulawesi Barat

Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah

Pagu belanja modal APBN 2021 didominasi untuk pembangunan jalan, irigasi dan jaringan. Alokasi

belanja modal jalan, irigasi dan jaringan memiliki pangsa sebesar 67,06% dari keseluruhan pagu total

belanja (Grafik 2.3). Adapun belanja tersebut telah terealisasi sebesar 44,07% hingga triwulan II 2021

(Grafik 2.4). Selanjutnya, untuk alokasi belanja dengan pangsa terbesar kedua adalah belanja modal

gedung dan bangunan yaitu sebesar 23,11% dari pagu total belanja. Komponen belanja modal ini telah

terealisasi hingga 21,61% pada triwulan II 2021. Kedua belanja modal tersebut berhubungan dengan

program pembangunan kembali pascagempa yang terjadi pada Januari 2021.

Grafik 2.3 Pangsa Belanja Modal APBN

TA. 2020 Grafik 2.4. Realisasi Belanja Modal

Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi

Triwulan II 2017 Triwulan II 2018 Triwulan II 2019 Triwulan II 2020 Triwulan II 2021

Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Bantuan Sosial Transfer

Rp miliar

36.71%

37.50%

46.21%

49.66%

38.92%

35.40%

37.44% 37.93%

14.20%

43.97%

29.92% 31.43%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

31%

32%

33%

34%

35%

36%

37%

38%

Triwulan II 2018 Triwulan II 2019 Triwulan II 2020 Triwulan II 2021

Total Belanja Pegawai (rhs) Belanja Barang (rhs)

Belanja Modal (rhs) Bantuan Sosial (rhs) Transfer (rhs)

%

10.96%

23.63%23.17%

50.07%

0.90%

35.55%

39.34%

23.53%21.61%

44.07%41.88%

37.93%

Belanja Modal

Tanah

Belanja Modal

Peralatan dan

Mesin

Belanja Modal

Gedung dan

Bangunan

Belanja Modal

Jalan, Irigasi

dan Jaringan

Belanja Modal

Lainnya

Total

%Realisasi Tw II 2020 %Realisasi Tw II 2021

Page 45: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 27

BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

2.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat

Kinerja fiskal Pemerintah Daerah dari sisi pendapatan terpantau menurun pada triwulan II 2021.

Realisasi pendapatan pada triwulan II 2021 tercatat sebesar Rp752,19 miliar atau 36,73% dari target

pendapatan tahun 2021 yang senilai Rp2,05 Triliun (Grafik 2.5). Realisasi ini lebih rendah apabila

dibandingkan dengan triwulan II 2020 yang terealisasi sebesar Rp836,41 miliar atau 43,7% dari targetnya.

Penurunan pendapatan ini terjadi pada komponen pendapatan transfer yang turun dari Rp686,48 miliar

atau 40,94% dari targetnya pada triwulan II 2020 menjadi Rp596,16 milyar atau 35,93% dari targetnya pada

triwulan II 2021. Penurunan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat untuk mengalihkan alokasi

dana transfer ke daerah untuk penanganan COVID-19. Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) terpantau

mengalami peningkatan signifikan setelah menyentuh titik pendapatan yang rendah pada triwulan I 2021.

Grafik 2.5. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah

Sisi belanja Pemerintah Daerah mengalami penurunan pada triwulan II 2021. Realisasi belanja pada

triwulan II 2021 tercatat sebesar Rp478,97 miliar atau 23,33% dari target belanja tahun 2021 yang senilai

Rp2,06 Triliun. Realisasi tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan II 2020 y ang

mencapai Rp512,3 miliar atau 26,5% dari targetnya. Melihat lebih detail pada komponennya, belanja

operasi merupakan komponen terbesar dan berpengaruh cukup signifikan terhadap total belanja

Page 46: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

28

BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Pemerintah Daerah. Komponen belanja operasi ini memiliki pangsa sebesar 78,64% dari total keseluruhan

belanja Pemerintah Daerah. Pada triwulan II 2021 tercatat belanja operasi telah terealisasi sebesar

Rp376,67 miliar (24,95%) atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 2020 yang terealisasi sebesar 26,09%.

Sejalan dengan itu, belanja modal dan belanja tidak terduga pada triwulan II 2021 juga mengalami

penurunan dibandingkan dengan triwulan II 2020. Realisasi belanja modal pada triwulan II 2021 adalah

sebesar Rp22,27 miliar (6,22%) atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 2020 yang mencapai Rp46,69

miliar (12,82%). Sedangkan untuk realisasi belanja tidak terduga adalah sebesar Rp1,52 miliar (9,63%)

atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 2020 yang mencapai Rp14,36 miliar (16,42%).

2.2.1 Pendapatan

Kinerja pendapatan terpantau menurun pada triwulan II 2021. Target penerimaan tahun 2021 yang

telah ditetapkan sebesar Rp2,05 triliun telah terealisasi sebesar Rp752,19 miliar atau setara dengan

36,73% pada triwulan II 2021 (Tabel 2.2). Realisasi tersebut mengalami penurunan apabila dibandingkan

dengan triwulan II 2020 dimana realisasi mencapai 43,7% dari targetnya. Penurunan realisasi pendapatan

ini utamanya disebabkan oleh komponen pendapatan transfer yang mengalami penurunan dari Rp686,48

miliar pada triwulan II 2020 menjadi Rp596,16 miliar pada triwulan II 2021. Penurunan ini sejalan dengan

kebijakan pemerintah pusat untuk mengalihkan alokasi dana transfer ke daerah untuk penanganan

COVID-19. Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) terpantau mengalami peningkatan yang signifikan

setelah menyentuh titik pendapatan rendah pada triwulan I 2021. PAD triwulan II 2021 tercatat sebesar

Rp149,73 miliar atau 38,74% dari targetnya. Nilai ini tumbuh sebesar 4238,42% (qtq) atau 42 kali lipat

dibandingkan triwulan I 2021. Namun demikian, nilai tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan

triwulan II 2020 yang terealisasi sebesar 48,82% dari targetnya. Sehingga Pemerint ah Daerah masih perlu

untuk mendorong peningkatan atau optimalisasi PAD lebih tinggi lagi. Optimalisasi PAD juga dilakukan

untuk mengurangi ketergantungan pada dana transfer dari Pemerintah Pusat. Hal ini mengingat jumlah

dana transfer masih sangat mendominasi pendapatan Sulawesi Barat (Grafik 2.6).

Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta)

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah

Page 47: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 29

BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

Pendapatan Asli Daerah (PAD) triwulan II 2021 meningkat secara signifikan setelah menyentuh titik

yang rendah pada triwulan I 2021. Realisasi PAD pada triwulan II 2021 adalah sebesar Rp149,73 miliar

atau setara dengan 38,74% dari targetnya. Realisasi tersebut meningkat secara signifikan dari Rp3,45

miliar (0,89%) pada triwulan I 2021. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perekonomian Sulawesi Barat

yang sebelumnya terganggu akibat gempa bumi pada Januari 2021 kini perlahan telah membaik dan

pulih. Pendapatan pajak dan retribusi daerah yang sebelumnya pada triwulan I 2021 sangat rendah akibat

kegiatan perekonomian yang terganggu kini tumbuh signifikan pada triwulan II 2021. Realisasi

pendapatan pajak daerah tumbuh dari Rp1,24 miliar (0,40%) pada triwulan I 2021 menjadi Rp141,21 miliar

(45,68%) pada triwulan II 2021. Begitu juga dengan realisasi pendapatan retribusi daerah yang tumbuh

dari Rp35,78 juta (0,96%) pada triwulan I 2021 menjadi Rp327,5 juta (8,75%) pada triwulan II 2021.

Walaupun PAD tumbuh signifikan secara quarter-to-quarter (qtq), namun secara tahunan realisasi PAD

pada triwulan II 2021 lebih rendah dibandingkan triwulan II 2020 yang mencatat realisasi sebesar 48,82%

dari targetnya. Dalam hal ini peran Pemerintah Daerah dibutuhkan untuk mendorong peningkatan PAD

lebih optimal lagi.

Target PAD Sulawesi Barat tahun 2021 yang lebih tinggi dibandingkan 2020 menunjukkan optimisme

Pemerintah Daerah akan perbaikan dan pemulihan ekonomi. Target PAD tahun 2021 adalah sebesar

Rp386,51 miliar atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 yang sebesar Rp299,15 miliar. Peningkatan

target ini menunjukkan optimisme Pemerintah Daerah akan perbaikan dan pemulihan ekonomi Sulawesi

Barat yang sebelumnya terganggu akibat bencana gempa bumi dan pandemi COVID-19.

Grafik 2.6. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov.

Sulawesi Barat

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi

Barat, diolah

2.2.2 Belanja Pemerintah

Kinerja belanja APBD pada triwulan II 2021 mengalami penurunan dibanding triwulan II 2020.

Realisasi belanja triwulan II 2021 sebesar Rp478,97 miliar atau setara 23,22% dari targetnya yang senilai

Rp2.06 Triliun. Realisasi belanja tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan I I 2020 yang

0

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

I II III IV I II III I V I II III I V I II

2018 2019 2020 2021

Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang SahRp Juta

Page 48: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

30

BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

mencapai Rp512,31 miliar atau 24,77% dari targetnya. Komponen utama yang mendorong peningkatan

realisasi belanja pada triwulan II 2021 adalah belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal

gedung dan bangunan. Realisasi ketiga komponen tersebut secara berturut-turut adalah Rp268,76 miliar

(46,71%), Rp99,5 miliar (14,97%), dan Rp13,42 miliar (9,90%).

Tabel 2.3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta)

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah

Realisasi belanja operasi pada triwulan II 2021 utamanya didorong oleh komponen belanja pegawai.

Belanja operasi yang merupakan komponen penyerap anggaran terbesar pada triwulan II 2021 memiliki

target sebesar Rp1,51 triliun atau meningkat sebesar Rp109,57 miliar dari tahun 2020. Dari total target

tersebut telah terealisasi sebesar Rp376,67 miliar (24,95%) hingga triwulan II 2021. Apabila dilihat secara

detail dari komponennya, maka belanja pegawai menjadi terbesar yang berkontribusi sebesar 71,35% dari

total belanja operasi. Realisasi belanja pegawai pada triwulan II 2021 tercatat sebesar Rp268,76 mil iar atau

46,71% dari targetnya. Realisasi tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan triwulan II 2020. Hal ini

sejalan dengan kenaikan belanja gaji dan tunjangan, yaitu pembayaran THR dan gaji ke-13. Sementara itu,

untuk komponen belanja operasi lainnya yaitu belanja barang dan jasa, belanja bunga, dan belanja hibah

masing-masing telah terealisasi sebesar Rp99,5 miliar (14,97%), Rp6,8 miliar (53,54%) dan Rp1,6 miliar

(0,64%). Sedangkan untuk belanja bantuan sosial belum ada realisasi hingga di triwulan II 2021.

Realisasi belanja modal terpantau mengalami penurunan pada triwulan II 2021. Hingga pada triwulan

II 2021 tercatat belanja modal telah terealisasi sebesar Rp22,27 miliar atau 6,22% dari target yang telah

ditetapkan yaitu sebesar Rp358,35 miliar. Realisasi tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan

triwulan II 2020 yang terealisasi sebesar Rp46,69 miliar atau 12,82% dari targetnya. Oleh karena itu, dalam

hal ini perlu dilakukan optimalisasi belanja modal oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan komponennya,

belanja modal gedung dan bangunan serta belanja modal jalan, irigasi dan jaringan merupakan dua

komponen yang mendorong realisasi belanja modal. Keduanya memiliki realisasi masing-masing sebesar

Rp13,42 miliar (9,9%) dan Rp6,85 miliar (8,63%). Kedua belanja modal tersebut digunakan untuk program

Page 49: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 31

BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

pembangunan kembali bangunan gedung, rumah, bangunan, jalan, jaringan dan irigasi yang rusak akibat

gempa yang terjadi pada pertengahan Januari 2021.

Grafik 2.7. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah

2.2.3 Pendapatan - Pengeluaran dan Rasio Kemandirian

APBD Sulawesi Barat mengalami surplus Rp273,22 miliar pada triwulan II 2021. Nilai surplus tersebut

lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan II 2020 yang mengalami surplus sebesar Rp324,11

miliar. Penurunan ini bersumber dari penurunan pendapatan yang lebih dalam dibandingkan penurunan

belanja Pemerintah Daerah pada triwulan II 2021. Pendapatan tercatat turun dari Rp836,41 miliar (42,09%)

pada triwulan II 2020 menjadi Rp752,19 miliar (36,73%) pada triwulan II 2021. Sejalan dengan hal tersebut,

belanja juga mengalami penurunan dari Rp512,31 miliar (24,77%) pada triwulan II 2020 menjadi Rp478,91

miliar (23,22%) pada triwulan II 2021. Penurunan realisasi pendapatan dan belanja tersebut disebabkan

oleh kondisi perekonomian Sulawesi Barat yang masih terganggu akibat bencana gempa bumi pada

Januari 2021 dan pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.

Rasio kemandirian keuangan daerah mengalami peningkatan signifikan pada triwulan II 2021. Rasio

kemandirian pada triwulan II 2021 tercatat sebesar 19,91% atau jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan I

2021 yang sebesar 1,18%. Rasio kemandirian yang meningkat ini dikarenakan pendapatan PAD Sulawesi

Barat yang meningkat signifikan pada triwulan II 2021, yaitu sebesar 4238,42% (qtq) atau 42 kali lipat

dibandingkan triwulan I 2021. Realisasi PAD pada triwulan sebelumnya yang terganggu akibat bencana

gempa bumi pada bulan Januari 2021 kini perlahan telah menunjukkan perbaikan dan pemulihan pada

triwulan II 2021. Namun demikian, peran Pemerintah Daerah masih sangat diperlukan dalam

meningkatkan rasio kemandirian daerah melalui optimalisasi PAD.

Page 50: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

32

BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH

L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Page 51: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 33

BAB 03. INFLASI

BAB 03 Inflasi

Page 52: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

34 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

BAB 03. INFLASI

3.1. Inflasi Secara Umum

Faktor Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan pembangunan kembali pascagempa mendorong

Inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021. Inflasi tahunan Sulawesi Barat tercatat 3,95% (yoy) pada

periode pelaporan, lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun

sebelumnya. Kondisi ini didorong oleh permintaan masyarakat terhadap kebutuhan bahan pokok

menjelang HBKN (Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri), faktor cuaca, serta pembangunan kembali

(rebuilding) pascagempa. Kelompok bahan pangan bergejolak (volatile foods) menjadi “komponen

utama” yang berkontribusi terhadap capaian inflasi yang cukup tinggi. Namun demikian, realisasi inflasi

Sulawesi Barat yang terpantau cukup tinggi pada triwulan II 2021 masih berada di rentang batas 3 ± 1%

(yoy).

Realisasi inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 terpantau melampaui capaian inflasi kawasan

Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) dan Nasional. Berdasarkan Error! Reference source not found..,

realisasi inflasi Sulawesi Barat tercatat sebesar 3,95% (yoy), lebih tinggi dibandingkan capaian inflasi

kawasan Sulampua dan Nasional yang masing-masing sebesar 1,64% (yoy) dan 1,33% (yoy). Jika ditinjau

secara spasial, realisasi inflasi tahunan seluruh provinsi di Pulau Sulawesi tercatat mengalami kenaikan

jika dibandingkan dengan triwulan I 2021, kecuali Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Provinsi

Sulawesi Barat memiliki tingkat inflasi tertinggi diantara provinsi lainnya, kemudian disusul oleh

Gorontalo dan Sulawesi Utara (Tabel 3.1).

Grafik 3.1. Inflasi Sulbar, Sulampua, dan Nasional Tabel 3.1. Inflasi di Pulau Sulawesi

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau memberikan andil terbesar dalam pembentukan IHK

Sulawesi Barat pada triwulan II 2021. Andil inflasi kelompok ini tercatat sebesar 3,02% (yoy) terhadap

pembentukan IHK Sulawesi Barat pada triwulan II 2021. Capaian tersebut lebih tinggi jika dibandingkan

triwulan sebelumnya yang mencatatkan andil inflasi sebesar 2,79% (yoy) (Error! Reference source not

found.). Faktor bencana, HBKN, dan pembangunan kembali pascagempa memengaruhi pasokan

sejumlah komoditas pangan, terutama komoditas ikan-ikanan dan aneka cabai. Faktor cuaca yang kurang

Inflasi Tahunan

(% yoy )Triwulan I 2021 Triwulan II 2021

Sulawesi Barat 3,31 3,95

Sulawesi Utara 1,65 2,36

Gorontalo 2,03 2,82

Sulawesi Tengah 2,31 1,69

Sulawesi Selatan 2,07 1,49

Sulawesi Tenggara 1,87 2,00

Page 53: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 35

BAB 03. INFLASI

mendukung menjadi salah satu penyebab terbatasnya pasokan komoditas ikan -ikanan, utamanya ikan

cakalang, layang, dan katamba.

Komoditas ikan segar memiliki andil cukup besar dalam pembentukan inflasi Sulawesi Barat. Pada

triwulan II 2021, komoditas ikan cakalang, layang, dan katamba mencatatkan andil inflasi tahunan

masing-masing sebesar 0,80% (yoy), 0,76% (yoy), dan 0,23% (yoy). Ketiga komoditas tersebut mengalami

kenaikan harga pada periode pelaporan masing-masing sebesar 28,83% (yoy), 45,19% (yoy), dan 29,72%

(yoy). Kemudian, komoditas aneka cabai, yaitu cabai rawit dan cabai merah mencatatkan inflasi tahunan

sebesar 74,81% (yoy) dan 35,59% (yoy) dengan andil inflasi yang diberikan secara berurutan sebesar 0,25%

(yoy) dan 0,07% (yoy). Sementara itu, dari sub kelompok rokok dan tembakau, kebijakan Pemerintah

menaikkan cukai rokok pada awal tahun ini belum memberikan pengaruh secara signifikan terhadap

penurunan konsumsi rokok, baik untuk jenis rokok putih maupun rokok kretek filter. Kondisi ini tercermin

dari capaian andil inflasi kedua komoditas tersebut yang masih mencatatkan inflas i masing-masing

sebesar 0,18% (yoy) dan 0,06% (yoy).

Tabel 3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Inflasi Sulawesi Barat diperkirakan akan tertahan pada triwulan III 2021. Momentum HBKN yang telah

usai akan membuat penyesuaian (normalisasi) harga sejumlah komoditas, terutama komoditas yang

memiliki andil besar terhadap pembentukan inflasi Sulawesi Barat. Sejumlah komoditas pangan terutama

volatile food diperkirakan akan mengalami penyesuaian harga sejalan dengan pola konsumsi yang akan

menurun setelah HBKN (Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri). Selain itu, prediksi tertahannya laju inflasi pada

triwulan III 2021 akan dipengaruhi oleh komponen inflasi yang diatur oleh Pemerintah (administered

price). Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diterapkan di luar wilayah

Jawa-Bali akan memengaruhi mobilitas masyarakat. Akibatnya, permintaan terhadap jasa angkutan,

terutama angkutan udara diprediksi akan mengalami penurunan. Sampai dengan periode pelaporan,

layanan penerbangan di Bandara Tampa Padang, Sulawesi Barat tidak beroperasi secara normal, imbas

dari 2 (dua) maskapai, yakni Garuda dan Wings Air yang tidak beroperasi secara normal. Sementara itu,

tren harga emas dunia yang cenderung mengalami penurunan pada beberapa periode diperkirakan akan

menahan laju inflasi pada kelompok core inflation.

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II

Makanan, Minuman, dan Tembakau 8,73 7,17 6,40 4,07 7,28 7,80 3,18 2,67 2,36 1,52 2,79 3,02

Pakaian dan Alas Kaki 1,47 0,88 3,76 2,84 2,36 3,88 0,10 0,06 0,26 0,19 0,16 0,26

Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar RT -0,27 0,21 0,24 -0,17 0,70 1,33 -0,05 0,04 0,05 -0,03 0,14 0,26

Perlengkapan, Peralatan, dan Pemeliharaan Rutin RT 1,26 1,78 2,00 2,48 1,29 1,36 0,06 0,08 0,09 0,12 0,06 0,06

Kesehatan -0,45 -1,03 -2,23 -0,57 2,32 3,39 -0,01 -0,02 -0,04 -0,01 0,04 0,05

Transportasi -2,22 -5,27 -5,48 -4,52 -0,42 1,20 -0,26 -0,61 -0,63 -0,51 -0,05 0,13

Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan -2,28 1,20 0,03 -0,58 -0,67 -0,88 -0,12 0,06 0,00 -0,03 -0,03 -0,04

Rekreasi, Olahraga, dan Budaya 8,39 12,86 11,28 7,82 5,77 1,06 0,11 0,17 0,15 0,11 0,08 0,02

Pendidikan 3,73 3,73 0,64 0,64 0,65 0,65 0,07 0,07 0,01 0,01 0,01 0,01

Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran 3,16 3,43 3,38 2,74 0,26 2,10 0,18 0,19 0,19 0,15 0,01 0,12

Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya 5,88 6,95 6,48 5,46 2,08 1,25 0,28 0,33 0,31 0,26 0,10 0,06

Total IHK 3,55 3,03 2,77 1,78 3,31 3,95 3,55 3,03 2,77 1,78 3,31 3,95

2021Kelompok Inflasi 20202020 2021

Page 54: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

36 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

BAB 03. INFLASI

3.1.1 Inflasi Kelompok Pengeluaran

Faktor HBKN dan cuaca mendorong tekanan inflasi pada triwulan II 2021. Kenaikan inflasi

Sulawesi Barat pada periode pelaporan dipengaruhi oleh momentum HBKN (Ramadan dan Idul Fitri) yang

mendorong permintaan masyarakat terhadap komoditas ikan segar dan aneka cabai. Selain itu, faktor

cuaca memengaruhi produktivitas komoditas bumbu-bumbuan, terutama aneka cabai (cabai rawit dan

cabai merah). Akibatnya, para pemasok (distributor) dari komoditas tersebut melakukan penyesuaian

harga sehingga berdampak pada kenaikan inflasi pada periode pelaporan. Di sisi lain, faktor pemulihan

pascagempa masih membuat pasokan sejumlah bahan pangan masih belum normal kembali akibat

fasilitas infrastruktur penunjang masih dalam tahap perbaikan. Selain itu, keberlanjutan penerapan

kebijakan tarif cukai rokok yang naik pada awal tahun belum memberikan pengaruh signifikan terhadap

penurunan konsumsi rokok. Kondisi ini tercermin pada komoditas rokok, baik jenis rokok putih maupun

rokok kretek filter masih mencatatkan andil inflasi tahunan pada triwulan II 2021.

Grafik 3.2. Andil Kelompok terhadap Inflasi Tahunan pada Triwulan II 2021

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau tetap menjadi kontributor utama terhadap

pembentukan inflasi tahunan Sulawesi Barat pada triwulan II 2021. Kelompok tersebut memberikan

andil inflasi sebesar 3,02% (yoy) terhadap inflasi tahunan Sulawesi Barat (Error! Reference source not

found.). Kemudian, kelompok Pakaian dan Alas Kaki dan kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan

Bakar RT menyusul dengan mencatatkan andil inflasi yang sama, yakni sebesar 0,26% (yoy). Kelompok

transportasi berada di urutan ke-empat dengan andil yang diberikan sebesar 0,13% (yoy). Di sisi lain,

komponen yang menjadi penahan laju inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 adalah kelompok

Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan dengan andil inflasi sebesar -0,04% (yoy). Preferensi

masyarakat yang lebih memprioritaskan kebutuhan barang tidak tahan lama (non durable goods)

Page 55: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 37

BAB 03. INFLASI

dibandingkan barang tahan lama (durable goods) menyebabkan permintaan terhadap sejumlah

komponen pada kelompok Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan cenderung menurun seiring belum

berakhirnya pandemi COVID-19. Namun demikian, inflasi tahunan pada triwulan II 2021 masih berada

dalam target inflasi nasional, yakni sebesar 3% ± 1% (yoy).

3.1.1.1 Inflasi Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau

Kenaikan permintaan terhadap sejumlah pasokan bahan pangan dipengaruhi oleh faktor HBKN

mendorong tekanan inflasi kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau pada triwulan II 2021.

Inflasi kelompok ini tercatat sebesar 7,80% (yoy) pada triwulan II 2021, lebih tinggi jika dibandingkan

triwulan I 2021 sebesar 7,28% (yoy) (Grafik 3.3). Pencapaian inflasi kelompok makanan, minuman, dan

tembakau pada periode pelaporan tergolong cukup tinggi karena kenaikan permintaan terhadap

sejumlah pasokan bahan pangan dipengaruhi oleh faktor HBKN. Jika ditinjau lebih lanjut, tekanan inflasi

kelompok ini utamanya berasal dari sub kelompok Makanan. Sub kelompok ini memberikan andil inflasi

pada triwulan II 2021 sebesar 2,74% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya sebesar 2,52%

(yoy). Di sisi lain, untuk sub kelompok rokok dan tembakau cenderung stagnan dengan andil inflasi yang

diberikan sebesar 0,25% (yoy) (Grafik 3.4).

Grafik 3.3. Inflasi Makanan, Minuman dan

Tembakau dan IHK Grafik 3.4. Andil Kelompok Makanan, Minuman

dan Tembakau

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Faktor HBKN dan cuaca memengaruhi sejumlah pasokan bahan pangan, terutama komoditas ikan

dan bumbu-bumbuan. Kondisi cuaca yang cukup ektrim terjadi di beberapa wilayah di Sulawesi Barat

menahan para nelayan melaut untuk sementara waktu. Akibatnya, ketersediaan pasokan komoditas ikan

cenderung terbatas di tengah meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap bahan pangan karena

faktor HBKN (Ramadan dan Idul Fitri). Di sisi lain, kondisi cuaca yang kurang mendukung berdampak pada

komoditas bumbu-bumbuan, seperti cabai merah dan cabai rawit juga mengalami keterbatasan pasokan

karena tingkat produktivitas yang menurun. Alhasil, kedua jenis komoditas tersebut, baik ikan-ikanan dan

aneka cabai mengalami kenaikan harga cukup signifikan yang turut berdampak pada pencapaian inflasi

Sulawesi Barat pada triwulan II 2021.

Page 56: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

38 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

BAB 03. INFLASI

Komoditas ikan, seperti ikan layang, ikan tuna, dan ikan cakalang merupakan preferensi utama sumber

protein masyarakat dan menjadi komoditas utama penyumbang inflasi Sulawesi Barat. Inflasi ketiga

komoditas tersebut tercatat masing-masing sebesar 45,19% (yoy), 37,95% (yoy), dan 28,83% (yoy). Faktor

cuaca memengaruhi hasil tangkapan komoditas ikan yang kurang optimal sehingga menyebabkan

terbatasnya jumlah pasokan yang memberi efek tekanan harga pada komoditas tersebut. Selain itu,

terbatasnya pasokan komoditas ikan juga disebabkan oleh sebagian nelayan lebih memilih menjual hasil

tangkapannya ke wilayah lain, seperti wilayah Kalimantan Timur karena harga yang ditawarkan lebih baik

daripada di Sulawesi Barat.

Untuk komoditas aneka cabai, faktor cuaca yang cukup ekstrim yang terjadi selama periode pelaporan

memengaruhi tingkat produktivitas, baik cabai merah maupun cabai rawit. Akibatnya, para pemasok

(distributor) menyesuaikan harga sesuai dengan kualitas dan volume hasil panen dari komoditas tersebut.

Di samping itu, akses infrastruktur konektivitas seperti, jalan Trans Sulawesi yang belum memadai

menjadi salah satu kendala distribusi karena proses pengiriman membutuhkan waktu cukup lama, dan

dikhawatirkan memengaruhi kualitas komoditas cabai. Faktor-faktor di atas berdampak terhadap

kenaikan harga aneka cabai cukup signifikan pada periode pelaporan. Pada triwulan II 2021, komoditas

cabai merah dan cabai rawit tercatat mengalami kenaikan harga masing-masing sebesar 35,59% (yoy) dan

74,81% (yoy). Kenaikan harga komoditas ini berdampak pada pencapaian inflasi Sulawesi Barat yang

cukup tinggi pada posisi triwulan II 2021.

Grafik 3.5. Inflasi Sub Kelompok Makan, Minuman

dan Tembakau

3.1.1.2 Inflasi Kelompok Pakaian dan Alas Kaki

Inflasi kelompok Pakaian dan Alas Kaki pada triwulan II 2021 terpantau mengalami kenaikan. Inflasi

kelompok ini tercatat sebesar 3,88% (yoy) pada periode pelaporan, atau lebih tinggi jika dibandingkan

triwulan I 2021, yakni sebesar 2,36% (yoy) (Grafik 3.6). Andil inflasi tahunan kelompok ini juga tercatat

meningkat dari periode sebelumnya sebesar 0,16% (yoy) pada triwulan I 2021 menjadi 0,26% (yoy) pada

periode pelaporan. Tekanan inflasi kelompok ini berasal dari sub kelompok Pakaian dengan andil sebesar

0,28% (yoy) (Grafik 3.7).

Page 57: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 39

BAB 03. INFLASI

Grafik 3.6. Inflasi Pakaian dan Alas Kaki dan IHK Grafik 3.7. Andil Kelompok Pakaian dan Alas Kaki

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Faktor HBKN (Ramadan dan Idul Fitri) mendorong kenaikan harga sejumlah barang dan jasa pada

kelompok Pakaian dan Alas Kaki di triwulan II 2021. Inflasi sub kelompok Pakaian pada periode

pelaporan tercatat sebesar 5,36% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar

3,35% (yoy) (Grafik 3.8). Pembentukan inflasi sub kelompok Pakaian dipengaruhi oleh kenaikan sejumlah

barang dan jasa, yaitu baju anak stelan, ongkos jahit, dan baju muslim wanita. Ketiga barang dan jasa

tersebut mencatatkan inflasi masing-masing sebesar 20,93% (yoy), 2,54% (yoy), dan 27,56% (yoy). Baju

anak stelan memberikan andil terhadap pembentukan inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 sebesar

0,09% (yoy). Kenaikan barang ini dipicu oleh pola tren kenaikan angka kelahiran (natalitas) dan faktor

HBKN yang mendorong peningkatan permintaan terhadap pakaian baru untuk anak. Selain itu, faktor

pembaruan model pakaian juga memengaruhi minat masyarakat untuk berbelanja kebutuhan bagi anak-

anak. Kemudian, biaya/ongkos jahit juga memberikan andil terhadap pembentukan inflasi pada

kelompok Pakaian dan Alas Kaki, yakni sebesar 0,03% (yoy). Hal ini didorong oleh meningkatnya

permintaan jasa jahit pakaian pada periode HBKN sehingga distributor melakukan penyesuaian harga

terhadap sejumlah pakaian. Sementara itu, untuk kenaikan harga baju muslim wanita juga tidak terlepas

dari pengaruh kenaikan permintaan dari masyarakat karena kebutuhan perkembangan mode fashion dan

faktor HBKN (Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri).

Grafik 3.8. Inflasi Sub Kelompok Pakaian dan Alas Kaki

Page 58: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

40 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

BAB 03. INFLASI

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

3.1.1.3 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar RT

Inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar Rumah Tangga terpantau mengalami

kenaikan pada triwulan II 2021. Inflasi kelompok ini tercatat sebesar 1,33% (yoy) pada triwulan II 2021,

atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,70% (yoy). Inflasi kelompok ini bersumber

dari sub kelompok Pemeliharaan, Perbaikan, dan Keamanan Tempat Tinggal/Perumahan dan sub

kelompok Sewa dan Kontrak Rumah. Kedua sub kelompok tersebut tercatat memberikan andil inflasi

masing-masing sebesar 0,24% (yoy) dan 0,02% (yoy) (Grafik 3.9). Faktor yang memengaruhi kondisi

tersebut adalah meningkatnya permintaan bahan bangunan untuk pembangunan sejumlah tempat

tinggal yang terus berlanjut seiring dengan mulai cairnya dana bantuan untuk rum ah tinggal masyarakat

yang terdampak bencana gempa bumi Sulawesi Barat. Selain itu, adanya proses relokasi korban bencana

gempa bumi dan pembangunan fasilitas infrastruktur penunjang lainnya juga menjadi faktor pendorong

kenaikan inflasi pada kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga.

Grafik 3.9. Inflasi Perumahan, Air, Listrik, dan

Bahan Bakar RT dan IHK Grafik 3.10. Andil Kelompok Perumahan, Air,

Listrik dan Bahan Bakar RT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Meningkatnya permintaan bahan bangunan berimplikasi terhadap kenaikan inflasi pada kelompok

Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar Rumah Tangga pada triwulan II 2021. Perbaikan rumah

tinggal masyarakat dan fasilitas infrastruktur penunjang lainnya mendorong kenaikan permintaan

terhadap sejumlah bahan bangunan pascabencana gempa bumi Sulawesi Barat. Hal ini sejalan dengan

mulai cairnya dana bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk rumah tinggal

masyarakat yang terdampak dengan besaran sebesar Rp50 juta untuk kategori rusak berat, Rp25 juta

untuk kategori rusak sedang, dan Rp10 juta untuk kategori rusak ringan. Dana stimulan bantuan tersebut

diperuntukkan kepada 3 (tiga) Kabupaten terdampak, yakni Mamuju, Majene, dan Mamasa dengan total

bantuannya sekitar Rp209,5 miliar. Adapun bantuan tersebut digunakan masyarakat untuk memperbaiki

rumah tinggalnya sehingga permintaan terhadap sejumlah bahan bangunan relatif meningkat pada

periode pelaporan. Biaya tukang bangunan, seng, dan besi beton merupakan barang/jasa yang memiliki

andil utama terhadap pembentukan inflasi pada sub kelompok Pemeliharaan, Perbaikan, dan Keamanan

Page 59: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 41

BAB 03. INFLASI

Tempat Tinggal/Perumahan. Inflasi dari ketiga barang/jasa tersebut pada periode pelaporan tercatat

masing-masing sebesar 11,11% (yoy), 14,06% (yoy), dan 8,32% (yoy).

Sementara itu, sub kelompok Sewa dan Kontrak Rumah memberikan andil inflasi sebesar 0,02% ( yoy).

Barang/jasa yang berkontribusi terhadap pembentukan inflasi pada sub kelompok ini adalah bia ya sewa

rumah. Produk jasa tersebut tercatat mengalami kenaikan harga sebesar 0,47% (yoy) pada periode

pelaporan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya program relokasi dari Pemerintah terhadap korban gempa,

serta peningkatan permintaan hunian sementara dari masyarakat yang terdampak bencana gempa bumi.

Grafik 3.11. Inflasi Sub Kelompok Perumahan, Air,

Listrik dan Bahan Bakar RT

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

3.1.1.4 Inflasi Kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan tercatat mengalami deflasi pada triwulan II

2021. Kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan terpantau melanjutkan deflasi pada triwulan

II 2021, yakni sebesar 0,88% (yoy) dari periode sebelumnya yang tercatat juga mengalami deflasi sebesar

0,67% (yoy) (Grafik 3.11). Deflasi pada kelompok ini utamanya berasal dari sub kelompok peralatan

informasi dan komunikasi dengan andil yang diberikan sebesar -0,04% (yoy) terhadap pembentukan

deflasi kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan (Grafik 3.13).

Grafik 3.12. Inflasi Informasi, Komunikasi dan

Jasa Keuangan dan IHK Grafik 3.13. Andil Sub Kelompok Informasi,

Komunikasi dan Jasa Keuangan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Page 60: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

42 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

BAB 03. INFLASI

Penurunan harga peralatan informasi dan komunikasi dari distributor mendorong terjadinya deflasi

pada kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan di triwulan II 2021. Deflasi pada kelompok

bersumber dari penurunan harga barang pada sub kelompok peralatan informasi dan komunikasi, yakni

printer dan telepon seluler. Harga kedua barang tersebut tercatat mengalami penurunan masing -masing

sebesar 7,81% (yoy) dan 4,11% (yoy). Faktor yang memengaruhi kondisi tersebut adalah kebijakan

penyesuaian harga yang dilakukan oleh distributor untuk menjaga permintaan di tengah lesunya sektor

perdagangan besar dan eceran, serta preferensi masyarakat yang lebih memprioritaskan kebutuhan

belanja barang tidak tahan lama (non durable goods) dibandingkan barang tahan lama (durable goods)

seiring belum berakhirnya pandemi COVID-19.

Grafik 3.14. Inflasi Sub Kelompok Informasi,

Komunikasi dan Jasa Keuangan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

3.1.1.5 Inflasi Kelompok Transportasi

Inflasi kelompok transportasi terpantau keluar dari zona deflasi pada triwulan II 2021. Angka inflasi

kelompok transportasi pada triwulan II 2021 tercatat sebesar 1,20% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat masih mengalami deflasi sebesar 0,42% (yoy) (Grafik 3.15). Kenaikan

inflasi kelompok ini dikontribusikan oleh sub kelompok jasa angkutan penumpang dan pengoperasian

peralatan transportasi pribadi. Kedua sub kelompok tersebut mencatatkan andil inflasi masing-masing

sebesar 0,09% (yoy) dan 0,04% (yoy) terhadap pembentukan inflasi kelompok transportasi (Grafik 3.16).

Grafik 3.15. Inflasi Transportasi dan IHK Grafik 3.16. Andil Sub Kelompok Transportasi

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Page 61: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 43

BAB 03. INFLASI

Faktor HBKN (Hari Raya Idul Fitri) mendorong peningkatan permintaan jasa angkutan udara pada

triwulan II 2021. Meskipun pandemi COVID-19 belum berakhir, minat masyarakat dalam berpergian ke

daerah tertentu mendorong peningkatan permintaan jasa angkutan udara pada HBKN (Hari Raya Idul

Fitri). Komponen inflasi jasa angkutan udara mencatatkan inflasi sebesar 7,99% (yoy) dengan andil inflasi

yang diberikan sebesar 0,09% (yoy) pada triwulan II 2021. Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan periode

sebelumnya yang mencatatkan deflasi sebesar 8,81% (yoy) disebabkan faktor HBKN (Hari Raya Idul Fitri)

yang mendorong sebagian masyarakat melakukan mulih dilik (mudik) ke kampung halaman, meskipun

masih terjadi pandemi COVID-19.

Sementara itu, inflasi sub kelompok pengoperasian peralatan transportasi pribadi dipengaruhi oleh

komponen pemeliharaan (service) kendaraan. Berdasarkan (Grafik 3.17), realisasi inflasi sub kelompok

pengoperasian peralatan transportasi pribadi tercatat sebesar 0,70% (yoy) pada periode pelaporan, atau

lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 1,33% (yoy). Inflasi pada sub kelompok ini disebabkan oleh

kenaikan permintaan jasa pemeliharaan (service) kendaraan bermotor. Hal ini tercermin dari angka inflasi

pada komponen ini tercatat sebesar 3,40% (yoy) dengan andil yang diberikan sebesar 0,02% (yoy)

terhadap terhadap pembentukan inflasi kelompok transportasi.

Grafik 3.17. Inflasi Sub Kelompok Transportasi

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

3.1.1.6 Inflasi Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya

Inflasi kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya terpantau menurun. Inflasi kelompok ini

tercatat sebesar 1,25% (yoy) pada triwulan II 2021, atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya

sebesar 2,08% (yoy) (Grafik 3.18). Tekanan inflasi pada kelompok ini bersumber dari sub kelompok

perawatan pribadi dan perawatan pribadi lainnya dengan andil masing-masing sebesar 0,05% (yoy) dan

0,01% (yoy). Capaian andil dari kedua sub kelompok tersebut pada periode pelaporan menurun, jika

dibandingkan dengan capaian pada triwulan I 2021 (Grafik 3.19).

Page 62: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

44 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

BAB 03. INFLASI

Grafik 3.18. Inflasi Perawatan Pribadi dan Jasa

Lainnya dan IHK Grafik 3.19. Andil Sub Kelompok Perawatan

Pribadi dan Jasa Lainnya

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Peningkatan harga pada sub kelompok perawatan pribadi memberikan tekanan inflasi pada

kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya. Peningkatan harga yang dilakukan oleh distributor

mendorong peningkatan harga sejumlah barang, yakni parfum dan sampo. Kedua barang tersebut

mengalami kenaikan harga secara berurutan sebesar 8,74% (yoy) dan 4,47% (yoy) dengan andil yang

diberikan masing-masing sebesar 0,03% (yoy) dan 0,01% (yoy).

Di sisi lain, sub kelompok perawatan pribadi lainnya turut berkontribusi terhadap pembentukan

inflasi kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya. Hal ini tercermin dari capaian inflasi sub

kelompok tersebut pada triwulan II 2021 sebesar 0,92% (yoy) dengan andil inflasi yang diberikan sebesar

0,01% (yoy). Adapun komponen yang memengaruhi inflasi pada sub kelompok ini adalah emas perhiasan.

Komoditas ini tercatat mengalami kenaikan harga sebesar 3,54% (yoy) pada periode pelaporan, atau lebih

rendah jika dibandingkan periode sebelumnya sebesar 11,91% (yoy). Tren penyesuaian harga emas dunia

pada periode pelaporan menahan laju inflasi pada sub kelompok perawatan pribadi lainn ya (Grafik 3.20).

Grafik 3.20. Inflasi Sub Kelompok Perawatan Pribadi dan

Jasa Lainnya

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Page 63: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 45

BAB 03. INFLASI

3.2. Upaya Pengendalian Harga

Sinergi dan koordinasi terus dilakukan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di wilayah Sulawesi

Barat, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten dalam menjaga inflasi triwulan II 2021 tetap

rendah dan stabil. Sejumlah upaya dilakukan oleh TPID Provinsi maupun Kabupaten di wilayah Sulawesi

Barat untuk mengendalikan ketersediaan pasokan dan harga sejumlah bahan pokok pascabencana dan

kebijakan PPKM luar Jawa. Selama triwulan II 2021, inflasi Sulawesi Barat tercatat cukup tinggi, yakni

sebesar 3,95% (yoy). Namun demikian, angka tersebut masih berada di rentang target inflasi nasional,

yakni 3% ± 1% (yoy). Pencapaian inflasi tersebut juga tidak terlepas dari faktor musiman, yakni HBKN

(Ramadan dan Idul Fitri). Permintaan sejumlah bahan pangan pada periode ini cenderung meningkat

sehingga berimplikasi pada kenaikan harga sejumlah komoditas bahan pangan.

Meski demikian, untuk menyikapi berbagai hal tersebut, Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat bersama

Pemerintah Provinsi/Kabupaten dan stakeholders terkait berkoordinasi melalui tim teknis TPID Provinsi

maupun Kabupaten dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan bahan pangan dan stabilitas harga

bahan pangan di masa pandemi COVID-19, pascagempa, serta periode HBKN (Ramadan dan Idul Fitri). Hal

ini bertujuan sebagai antisipasi lonjakan harga bahan pangan agar inflasi tetap terjaga. Adapun berbagai

kegiatan dari tim teknis TPID, meliputi sidak pasar dan High Level Meeting (HLM) terkait pengendalian

inflasi daerah. Adapun sidak pasar telah dilakukan, baik di level Provinsi maupun Kabupaten. Misalnya,

pada tanggal 8 Mei 2021, tim TPID Provinsi yang dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Barat

melakukan sidak pasar dan memantau ketersediaan pasokan bahan pangan di Gudang Bulog wilayah

Sulawesi Barat. Hal ini dilakukan dalam rangka memantau perkembangan harga komoditas volatile food,

sekaligus menjaga ketersediaan pasokan menjelang HBKN (Ramadan dan Idul Fitri).

Sementara itu, untuk kegiatan High Level Meeting (HLM) terkait pengendalian inflasi daerah masih

mengacu pada hasil rapat TPID pada periode triwulan I 2021. Adapun kegiatan yang dipimpin langsung

oleh Wakil Gubernur Sulawesi Barat dan dihadiri oleh berbagai stakeholders terkait di level Provinsi

menghasilkan beberapa poin keputusan bersama, yakni sebagai berikut:

1. Seluruh TPID Kabupaten se-Provinsi Sulawesi Barat berkomitmen menjaga keterjangkauan dan

stabilitas harga serta ketersediaan pasokan bahan pangan pada masa pandemi COVID -19,

pascagempa, serta periode HBKN (Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri).

2. Strategi 4K tetap menjadi acuan dalam pengendalian harga, yakni Keterjangkauan Harga,

Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif.

3. Adapun pada tahapan implementasinya, Program Unggulan TPID Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2021

adalah sebagai berikut:

a. Mendorong dan memastikan implementasi Kerjasama Antar Daerah (KAD).

- Pada Desember 2020, telah dilaksanakan penandatanganan MoU antara Poktan Bunga

Tanjung (Klaster Bawang Merah Binaan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat) dan UD Intan

72 (Pedagang Besar di Kabupaten Mamuju).

Page 64: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

46 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

BAB 03. INFLASI

- KAD antara Poktan Bunga Tanjung dan UD Intan 72 bersifat business to business (B-to-B).

Namun, pelaksanaan penandatanganan MoU disaksikan langsung oleh Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Barat, Bappeda Provinsi Sulawesi Barat, dan Biro Ekonomi Pembangunan

Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Barat.

- Pada tahun 2021, Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat akan memantau pelaksanaan

implementasi dari kedua belah pihak dan memastikan bahwa implementasi KAD memiliki

nilai tambah terhadap pemenuhan pasokan bawang merah di wilayah Kabupaten Mamuju.

b. Intensifikasi Komoditas Padi dan Bawang Merah.

- Intensifikasi yang dilakukan terhadap komoditas bawang merah telah terbukti berhasil

dengan menggunakan produk pupuk dari PT Pupuk Kaltim pada Poktan Bunga Tanjung.

Setelah dilakukan intensifikasi tersebut, produksi bawang merah Poktan Bunga Tanjung

mengalami peningkatan menjadi 30% - 40% dalam waktu 1 (satu) periode tanam.

- Keberhasilan intensifikasi ini akan direplikasi ke Poktan lainnya dan diarahkan pada

komoditas padi dan bawang merah sebagai komoditas penyumbang inflasi di Sulawesi Barat.

c. Penyediaan dan penyaluran pangan pokok atau pengan lainnya sesuai dengan kebutuhan daerah

Provinsi dalam rangka stabilitasi pasokan dan harga pangan oleh Dinas Ketahanan Pangan

Provinsi Sulawesi Barat.

d. Pembinaan mutu dan keamanan hasil perikanan bagi usaha pengelolaan dan pemasaran skala

menengah dan besar oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat.

Sementara itu, problematika komoditas utama inflasi Sulawesi Barat, yakni komoditas ikan-ikanan akan

terus ditindaklanjuti. Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat bekerjasama dengan Lembaga Penelitian

Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk melakukan riset terkait rantai komoditas ikan -ikan sekaligus

pengembangan potensi sumber daya perikanan di wilayah Sulawesi Barat.

Page 65: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 47

BAB 03. INFLASI

Page 66: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

48 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

BAB 04 Stabilitas Keuangan

Daerah

Page 67: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 49

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

4.1 Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga

4.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Keyakinan konsumen (rumah tangga) kembali berada di atas level optimis pada triwulan II 2021.

Survei konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa sejumlah indeks telah berada

di atas level 100 atau optimis pada triwulan II 2021, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2021. Tingkat

keyakinan konsumen (rumah tangga) yang diukur oleh Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) tercatat sebesar

106,0 pada triwulan II 2021, lebih baik dibandingkan triwulan I 2021 yang berada di level pesimis, yakni

sebesar 91,6. Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) terpantau mengalami perbaikan, dari sebelumnya 69,8

pada triwulan I 2021 menjadi 86,4 pada periode pelaporan (Grafik 4.1). Beberapa faktor yang

memengaruhi penguatan optimisme rumah tangga dan perbaikan IKE di wilayah Sulawesi Barat

diantaranya, proses pemulihan ekonomi yang tengah berjalan didorong oleh program vaksinasi COVID-

19, serta pembangunan kembali pascagempa.

Grafik 4.1. Perkembangan Survei Konsumen Grafik 4.2. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi

Saat ini

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Tren kenaikan harga komoditas mendorong peningkatan level konsumsi masyarakat pada triwulan

II 2021. Harga komoditas Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit triwulan II 2021 tercatat sebesar Rp

1.919/kg, atau naik sebesar 77,37% (yoy). Tren harga komoditas yang terus meningkat hingga triwulan II

2021 mendorong masyarakat untuk melakukan konsumsi barang, utamanya pada durable goods. Hal ini

ditunjukkan oleh indeks konsumsi kebutuhan barang tahan lama yang tercatat sebesar 89,9 pada triwulan

II 2021, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 81,3. Meskipun mengalami perbaikan nilai

indeks, namun kinerja indeks tersebut masih berada di level pesimis atau di bawah 100 (Grafik 4.2). Kondisi

ini perlu terus didorong dengan berupaya meningkatkan konsumsi rumah tangga ke depannya.

Perbaikan nilai indeks konsumsi kebutuhan barang tahan lama diikuti oleh 2 (dua) indeks lainnya, yakni

indeks ketersediaan lapangan kerja dan indeks penghasilan konsumen. Indeks ketersediaan lapangan

kerja tercatat meningkat dari sebelumnya 53,3 menjadi sebesar 75,1 pada triwulan II 2021. Faktor

Page 68: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

50 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

pembangunan kembali pascagempa mendorong sejumlah tempat usaha membuka kembali layanan

operasionalnya yang sebelumnya berhenti sementara waktu. Kemudian, beberapa kont ak liaison di

berbagai sektor menyatakan bahwa terdapat rencana untuk membuka cabang baru di beberapa wilayah

di Sulawesi Barat untuk memperluas pasar sekaligus menggenjot kinerja perusahaan. Selain itu, kontak

liaison juga berfokus pada upaya rencana penambahan tenaga kerja untuk mengisi rencana pembukaan

cabang tersebut, serta memenuhi kebutuhan operasional sebagai peningkatan layanan operasional

perusahaan. Kondisi ini turut memengaruhi tingkat penghasilan yang diterima oleh masyarakat. Hasil

survei konsumen, Indeks Penghasilan Konsumen tercatat mengalami kenaikan pada triwulan II 2021

menjadi 94,1 dari triwulan sebelumnya sebesar 74,8 (Grafik 4.2).

4.1.2 Dana Pihak Ketiga Perseorangan Perbankan

DPK perseorangan tetap mendominasi pada struktur DPK Perbankan di wilayah Sulawesi Barat pada

triwulan II 2021. Pada periode pelaporan, pangsa DPK masyarakat Sulawesi Barat tercatat sebesar

75,19% dari total DPK keseluruhan, atau setara dengan Rp4,42 triliun. Komponen DPK ini terpantau relatif

menurun, jika dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang mencatatkan pangsa sebesar 75,42% dari total

DPK (Grafik 4.3). Adapun instrumen tabungan tetap mendominasi komposisi DPK secara keseluruhan

dengan pangsa mencapai 88,60% atau setara dengan Rp3,92 triliun. Pangsa instrume n ini sedikit

mengalami kenaikan jika dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar 87,29% (Grafik 4.4). Naiknya

pangsa instrumen tabungan tidak diikuti oleh 2 (dua) instrumen lainnya, yakni deposito dan giro. Untuk

deposito, pangsa instrumen ini tercatat mengalami penurunan dari sebelumnya sebesar 9,12% menjadi

8,38% dari total DPK keseluruhan pada periode pelaporan. Sementara itu, untuk instrumen giro juga

mengalami penurunan menjadi 3,03% pada triwulan II 2021, dari sebelumnya sebesar 3,59% dari total DPK

keseluruhan. Kondisi ini tidak terlepas dari sebagian masyarakat (nasabah) yang mengambil sebagian

simpanannya untuk melakukan konsumsi pada periode kuartal ini. Secara seasonal, faktor HBKN akan

mendorong konsumsi masyarakat untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan menjelang HBKN. Selain

itu, proses pembangunan pascagempa yang tengah berlangsung, sekaligus mulai cairnya insentif bantuan

gempa bagi masyarakat yang terdampak di beberapa wilayah mendorong konsumsi bahan bangunan di

wilayah Sulawesi Barat.

Grafik 4.3. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap

Total DPK di Sulawesi Barat Grafik 4.4. Komposisi DPK Perseorangan di

Sulawesi Barat

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Page 69: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 51

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

Secara umum, total DPK Perbankan tetap tumbuh positif pada triwulan II 2021. Total DPK Perbankan

tercatat tumbuh positif pada triwulan II 2021, yakni sebesar 12,82% (yoy). Pencapaian ini relatif menurun

jika dibandingkan triwulan I 2021 yang tercatat tumbuh sebesar 18,45% (yoy). Penurunan ini disebabkan

oleh penurunan pada DPK non-perseorangan (Grafik 4.5). Untuk non-perseorangan, penurunan DPK

dipengaruhi oleh penggunaan sebagian dana simpanan oleh sebagian pelaku usaha untuk membangun

kembali tempat usaha yang terdampak bencana gempa bumi. Proses recovery yang tengah berlangsung

memengaruhi sebagian pelaku usaha untuk menggunakan DPK perusahaan dalam hal untuk proses

pembangunan, seiring menunggu bantuan dari Kantor Pusat atau induk usaha. Meski demikian,

penurunan DPK non perseorangan tidak berdampak signifikan terdahap DPK keseluruhan karena hanya

memiliki pangsa sekitar 24,81% dari total dana yang tersimpan di perbankan. Sementara sisanya, masih

didominasi oleh DPK perseorangan. Untuk DPK jenis ini, tercatat tetap tumbuh double digit, yakni sekitar

18,51% (yoy), relatif sama dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 18,01% (yoy). Pertumbuhan ini

dikontribusikan oleh instrumen tabungan yang tercatat tumbuh 19,20% (yoy), atau naik dibandingkan

triwulan I 2021 sebesar 17,33% (yoy). Sementara itu, untuk instrumen giro maupun deposito tercatat

mengalami penurunan pertumbuhan pada periode pelaporan (Grafik 4.6).

Grafik 4.5. Pertumbuhan Jenis DPK dari sisi

Kepemilikan Grafik 4.6. Pertumbuhan Komposisi DPK

Perseorangan

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

4.1.3 Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga

Realisasi penyaluran kredit konsumsi rumah tangga meningkat pada triwulan II 2021. Realisasi kredit

konsumsi pada triwulan II 2021 tercatat tumbuh sebesar 9,61% (yoy), atau sebesar Rp6.888,55 miliar.

Pencapaian ini relatif meningkat jika dibandingkan triwulan I 2021 yang tercatat hanya tumbuh sebesar

5,31% (yoy). Kenaikan realisasi kredit tersebut utamanya didorong oleh pertumbuhan pada 2 (dua) jenis

kredit, yakni kredit multiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR). Untuk kredit multiguna, kredit jenis ini

tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari triwulan I 2021 yang tercatat hanya tumbuh 5,87%

(yoy) menjadi tumbuh double digit pada triwulan II 2021, yakni sebesar 16,51% (yoy). Hal ini dipengaruhi

oleh perbaikan penghasilan masyarakat, serta tren HBKN (Ramadan dan Idul Fitri) mendorong konsumsi

berbagai kebutuhan masyarakat. Selain itu, tren dorongan untuk melakukan konsumsi menjadi salah satu

booster dalam upaya pemulihan ekonomi di tengah pandemi COVID-19. Sementara itu, untuk kredit

Page 70: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

52 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

pemilikan rumah (KPR) tercatat tumbuh sebesar 16,75% (yoy), meningkat dibandingkan periode

sebelumnya sebesar 13,06% (yoy) (Grafik 4.7). Hal ini tidak terlepas dari ketentuan pelonggaran rasio Loan

to Value/Financing to Value (LTV/FTV) dari Bank Indonesia untuk mendorong permintaan pada sektor

properti, di samping stimulus dari Pemerintah berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) untuk

rumah tapak dan rumah susun dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.

Grafik 4.7. Perkembangan Kredit Rumah

Tangga Grafik 4.8. Perkembangan Risiko Kredit Rumah

Tangga

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Peningkatan pertumbuhan realisasi kredit didukung dengan tetap terkendalinya risiko kredit

bermasalah (NPL) pada triwulan II 2021. Secara umum, risiko kredit bermasalah (NPL) untuk semua

jenis kredit konsumsi berada di level aman, yakni di bawah batas NPL gross sebesar 5%. Untuk NPL kredit

konsumsi rumah tangga tercatat berada di angka 0,86% pada triwulan II 2021, relatif menurun jika

dibandingkan triwulan I 2021 sebesar 0,93%. Stabilnya rasio tersebut dipengaruhi oleh sikap kehati-hatian

perbankan dalam memberikan kredit baru kepada calon debiturnya di tengah kondisi pandemi COVID-19

yang masih berlangsung. Hal ini berguna untuk menjaga kondisi likuiditas perbankan di wilayah Sulawesi

Barat. Terkendalinya NPL pada triwulan II 2021 juga dipengaruhi oleh rend ahnya NPL pada komponen

kredit multiguna, KPR, maupun KKB. Untuk kredit multiguna, NPL kredit ini tercatat sebesar 0,72% pada

triwulan II 2021, relatif stabil jika dibandingkan triwulan I 2021. Sementara itu, tingkat kredit bermasalah

pada komponen KPR maupun KKB masing-masing terpantau mengalami penurunan pada periode

pelaporan jika dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 4.8).

4.2 Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi

Realisasi kredit korporasi tercatat tumbuh double digit pada triwulan II 2021. Total realisasi

penyaluran kredit (pembiayaan) korporasi tercatat sebesar Rp6,69 triliun atau tumbuh 11,27% (yoy) pada

triwulan II 2021. Pertumbuhan realisasi kredit korporasi pada triwulan II 2021 tercatat meningkat jika

dibandingkan capaian triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 5,13% (yoy) (Grafik 4.9). Peningkatan

Page 71: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 53

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

pertumbuhan kredit korporasi didorong oleh peningkatan kinerja dan pemberian kredit pada sektor

lapangan usaha utama, yakni sektor pertanian, perdagangan besar dan eceran, dan industri pengolahan.

Pada sektor pertanian, realisasi kredit sektor ini tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan cukup

signifikan pada periode pelaporan menjadi 20,47% (yoy), dari triwulan sebelumnya sebesar 10,60% (yoy)

(Grafik 4.9). Salah satu faktor yang memengaruhi peningkatan pertumbuhan kredit pada sektor ini adalah

permintaan volume produksi dan penjualan kelapa sawit (TBS) pada triwulan II 2021. Volume produksi

komoditas andalan Sulawesi Barat ini tercatat sebesar 513 ton pada periode pelaporan atau tumbuh

sebesar 12,03% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -13,73% (yoy). Selain itu,

kenaikan volume penjualan juga terdorong oleh tren kenaikan harga komoditas yang tetap terjaga.

Berdasarkan harga di pasar internasional, harga TBS pada kuartal ini terpantau bergerak di kisaran Rp

1.919/kg, atau tumbuh sebesar 77,37% (yoy). Tren kenaikan harga TBS semakin membantu mendorong

kinerja sektor ini sehingga memengaruhi ekspansi bisnis perusahaan yang bergerak pada sektor ini, serta

turut berdampak pada kenaikan realisasi kredit sektor pertanian.

Sejalan dengan kredit sektor pertanian, realisasi kredit sektor perdagangan juga turut mengalami

kenaikan. Pada periode pelaporan, kredit sektor perdagangan tercatat tumbuh sebesar 8,19% (yoy),

meningkat dibandingkan capaian triwulan I 2021 sebesar 6,04% (yoy) (Grafik 4.9). Faktor HBKN

mendorong tingkat konsumsi masyarakat terhadap barang-barang, baik durable goods maupun non

durable goods. Untuk barang non durable goods, seperti sejumlah bahan pangan juga mengalami

kenaikan permintaan sejalan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulawesi Barat pada periode

pelaporan yang tercatat mengalami kenaikan dibandingkan periode sebelumnya. Sementara itu, dari sisi

durable goods, kebijakan Pemerintah berupa pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

dan ketentuan Uang Muka Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dari Bank Indonesia mendorong kinerja

sektor perdagangan otomotif di wilayah Sulawesi Barat. Pada periode pelaporan, tingkat penjualan mobil

di wilayah Sulawesi Barat tercatat sebanyak 331 unit, atau tumbuh 175,83% (yoy)1. Kondisi ini mendorong

pertumbuhan ekonomi di wilayah Sulawesi Barat pada triwulan II 2021.

Di sisi lain, realisasi kredit pada sektor industri pengolahan tercatat tetap tumbuh double digit sebesar

19,46% (yoy) pada periode pelaporan. Meskipun mencatatkan pertumbuhan, capaian tersebut cenderung

stagnan jika dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 19,85% (yoy) (Grafik 4.9).

Peningkatan kinerja kelapa sawit juga berimplikasi pada volume produksi Crude Palm Oil (CPO) di wilayah

Sulawesi Barat. Pada periode pelaporan, produksi CPO Sulawesi Barat tercatat tumbuh sebesar 13,45%

(yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan I 2021 sebesar -20,93% (yoy). Di sisi lain, produk turunan dari

CPO, yakni Stearin, Olein, dan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) juga mencatatkan pertumbuhan masing-

masing sebesar 20,58% (yoy), 12,92% (yoy), dan 16,47% (yoy)2. Pertumbuhan produksi CPO dan produk

turunannya yang cukup bagus tidak terlepas dari faktor kondisi cuaca yang mendukung, seperti tingkat

1Sumber: Kontak Liaison, diolah

2Sumber: Kontak Liaison, diolah

Page 72: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

54 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

curah hujan yang cukup sehingga berdampak positif terhadap kualitas buah sawit yang dihasilkan. Selain

itu, tren kenaikan permintaan dari pasar didorong harga komoditas yang masih positif mendorong kinerja

perusahaan yang bergerak pada sektor ini. Namun demikian, sebagian pelaku yang bergerak di sektor

industri pengolahan CPO lebih memilih untuk menahan ekspansi usahanya sehingga pertumbuhan kredit

pada sektor ini cenderung stagnan.

Grafik 4.9. Perkembangan Kredit Korporasi Grafik 4.10. Pangsa Kredit Korporasi

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Kredit sektor perdagangan dan pertanian memiliki alokasi paling besar diantara sektor lainnya di

wilayah Sulawesi Barat. Pada periode pelaporan, pangsa kredit sektor perdagangan tercatat sebesar

40,57% dari total kredit korporasi secara keseluruhan di wilayah Sulawesi Barat. Kemudian, disusul oleh

kredit pada sektor pertanian yang memiliki cakupan sekitar 37,74% dari total kredit korporasi secara

keseluruhan (Grafik 4.10). Upaya pemulihan ekonomi terus mendorong pengembangan Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk menjadi buffer ekonomi daerah, khususnya di wilayah Sulawesi Barat.

Potensi ekonomi wilayah Sulawesi Barat yang kaya akan sumber daya alam, seperti bahan pangan, bijih

kakao, kopi, dan sebagainya mendorong pengemangan UMKM berbasis agroekonomi. Dorongan

pengembangan usaha pada sektor ini turut berkontribusi terhadap kenaikan kredit pada sektor

perdagangan. Di sisi lain, pengembangan sektor pertanian karena struktur ekonomi Sulawesi Barat yang

didominasi oleh beragam komoditas, seperti bahan pangan, coklat, kopi, dan lainnya mengindikasikan

bahwa perbankan terus memberikan alokasi pembiayaan kepada sektor yang tergolong low risk ini.

Risiko kredit korporasi terpantau mengalami kenaikan pada triwulan II 2021. Secara umum, risiko

kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) korporasi tercatat sebesar 8,18% pada triwulan II 2021,

lebih tinggi jika dibandingkan triwulan I 2021 sebesar 1,87% (Grafik 4.11). Kenaikan risiko kredit ini berasal

dari sektor lapangan usaha utama, yakni sektor pertanian. Pada bulan April-Mei 2021, salah satu debitur

sektor ini melaporkan gagal bayar pada kredit yang telah diberikan oleh salah satu bank swasta di

Indonesia. Adapun nilai kredit bermasalah cukup besar di atas ratusan miliar sehingga berimplikasi pada

NPL korporasi secara keseluruhan, dan utamanya terjadi pada korporasi yang bergerak di sektor

pertanian. Sementara itu, untuk korporasi yang bergerak di sektor lainnya, seperti industri pengolahan

Page 73: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 55

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

dan perdagangan terpantau masih berada di level aman. Pada sektor industri pengolahan, NPL sektor ini

tercatat sebesar 1,98%, sedikit meningkat dibandingkan periode sebelumnya sebesar 1,63%. Sementara

untuk sektor perdagangan juga mencatatkan kenaikan NPL dari sebelumnya 3,06% pada triwulan I 2021

menjadi 3,37% pada periode pelaporan (Grafik 4.11). Secara keseluruhan, kondisi ini perlu dicermati

bersama antara Bank Indonesia, pihak perbankan, dan masyarakat. Pihak perbankan perlu didorong

untuk terus menyalurkan fasilitas kredit dengan asesmen yang menyeluruh dan kredibel. Risiko kredit

bermasalah tidak hanya mengganggu kondisi likuiditas perbankan secara individu, namun juga

dimungkinkan dapat memberikan multiplier effect terhadap stabilitas sistem keuangan di wilayah

Sulawesi Barat.

Grafik 4.11. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

4.3 Perkembangan Institusi Perbankan

4.3.1 Perkembangan Kredit dan DPK Agregat

Realisasi kredit perbankan di wilayah Sulawesi Barat ekspansif pada triwulan II 2021. Realisasi kredit

perbankan yang berlokasi di Sulawesi Barat tercatat tumbuh sebesar 11,11% (yoy), meningkat jika

dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,74% (yoy) (Grafik 4.12). Peningkatan pertumbuhan kredit

pada kuartal ini didorong oleh semua komponen kredit, meliputi kredit konsumsi, kredit modal kerja, dan

kredit investasi. Pada triwulan II 2021, outstanding kredit konsumsi mencapai sebesar Rp5,49 triliun

dengan mencatatkan pertumbuhan sebesar 8,96% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan I 2021

sebesar 6,09% (yoy). Upaya pemulihan ekonomi dengan mendorong aspek konsumsi masyarakat

membuat pihak perbankan lebih ekspansif dalam menyalurkan kredit, meskipun den gan

mengedepankan aspek kehati-hatian (selektif) dalam memilih calon nasabah seiring pandemi COVID-19

belum berakhir. Sementara itu, kredit modal kerja juga mencatatkan kinerja positif, yakni tumbuh sebesar

18,50% (yoy), meningkat jika dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 14,35% (yoy).

Peningkatan ini tidak terlepas dari upaya sebagian usaha melakukan pembangunan kembali (rebuilding)

tempat usaha yang terdampak bencana gempa dengan memanfaatkan fasilitas pembiayaan dari

Page 74: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

56 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

perbankan. Kemudian, kinerja yang baik pada sektor utama di wilayah Sulawesi Barat, yakni sektor

pertanian dan perdagangan besar dan eceran mendorong pertumbuhan kredit investasi. Pada periode

pelaporan, realiasasi kredit investasi tercatat tumbuh sebesar 2,20% (yoy), membaik dari periode

sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 1,71% (yoy). Meningkatnya volume produksi maupun

penjualan komoditas TBS pada triwulan II 2021 mendorong para pelaku usaha untuk melakukan investasi

berupa pengadaan angkutan komoditas dan replanting lahan. Di sisi lain, pada sektor perdagangan besar

dan eceran, iklim kebijakan yang mendukung, seperti pelonggaran Uang Muka dan pembebasan PPnBM

membuat pelaku industri yang bergerak di sektor ini memperluas cakupan pasar dengan membuka

cabang di beberapa wilayah lainnya.

Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan di wilayah Sulawesi Barat tetap tumbuh positif pada triwulan II

2021. Secara kumulatif, realisasi DPK perbankan tercatat sebesar Rp5,88 triliun atau tumbuh sekitar

12,82% (yoy) pada periode pelaporan. Pencapaian pertumbuhan ini relatif menurun jika dibandingkan

periode sebelumnya yang mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 18,45% (yoy) (Grafik 4.13).

Pertumbuhan DPK Perbankan utamanya dikontribusikan oleh instrumen tabungan. Instrumen ini tercatat

tumbuh sebesar 19,92% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 18,83% (yoy).

Namun di sisi lain, kedua instrumen lain, yakni giro dan deposito mengalami penurunan pertumbuhan

pada periode pelaporan. Untuk giro, instrumen tercatat tumbuh sebesar -3,93% (yoy), menurun jika

dibandingkan triwulan I 2021 sebesar 15,98% (yoy). Penggunaan dana Pemerintah untuk pembangunan

kembali pascagempa mendorong realisasi dana giro milik Pemerintah pada periode pelaporan. Sejalan

dengan instrumen giro, untuk instrumen deposito juga tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan.

Pada periode pelaporan, instrumen deposito hanya mampu tumbuh sebesar 9,04% (yoy), melambat jika

dibandingkan periode sebelumnya yang mampu tumbuh double digit di angka 21,44% (yoy). Momentum

HBKN dan imbal hasil yang kurang menarik karena efek kebijakan suku bunga rendah memengaruhi

sebagian nasabah untuk menarik dananya pada instrumen ini. Untuk momentum HBKN, sebagian

masyarakat berekspektasi untuk melakukan konsumsi, baik durable goods maupun non durable goods

sehingga mendorong masyarakat mengalokasikan sebagian dana pada instrumen ini untuk alokasi

konsumsi. Sementara untuk imbal hasil yang kurang menarik karena disebabkan kebijakan suku bunga

rendah untuk mendorong ekspansi ekonomi. Sejak Februari 2021, Bank Indonesia menetapkan kebijakan

suku bunga acuan (BI7DRR) di level 3,5% dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75% dan suku

bunga Lending Facility sebesar 4,25%.

Sehubungan dengan kondisi di atas, realisasi penyaluran kredit yang meningkat dengan realisasi

penghimpunan DPK perbankan yang tumbuh terbatas berimplikasi pada nilai aset perbankan di wilayah

Sulawesi Barat mengalami peningkatan pertumbuhan. Pada triwulan II 2021, nilai aset perbankan di

wilayah Sulawesi Barat tercatat tumbuh sebesar 10,69% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan

sebelumnya yang hanya tumbuh sekitar 7,29% (yoy) (Grafik 4.13).

Page 75: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 57

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

Grafik 4.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Grafik 4.13. Perkembangan Aset dan DPK

Sumber: Laporan Bank Umum (Lokasi Bank), diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

4.3.2 Perkembangan Kredit dan DPK Spasial

Penyaluran kredit perbankan wilayah Sulawesi Barat tetap terkonsentrasi pada wilayah Kabupaten

Polewali Mandar, Mamuju, dan Pasangkayu. Kredit yang disalurkan ke ketiga Kabupaten ini mencakup

sekitar 70,7% dari total penyaluran kredit di wilayah Sulawesi Barat (Grafik 4.15). Faktor yang menjadikan

3 (tiga) wilayah tersebut memiliki pangsa terbesar, yakni faktor administratif dan jumlah penduduk, serta

sentralisasi lapangan usaha utama di wilayah Sulawesi Barat. Kabupaten Mamuju memiliki pangsa kredit

sebesar 22,9% dari total kredit secara keseluruhan pada periode pelaporan. Sebagai ibu kota Provinsi yang

menjalankan fungsi administrasi dan daerah dengan demografi terbesar kedua di wilayah Sulawesi Barat

menjadikan Kabupaten Mamuju sebagai sentralisasi daerah pendirian bisnis, perkantoran, serta industri

lainnya.

Untuk Kabupaten Polewali Mandar, pangsa kredit daerah ini tercatat sebesar 29,2% dari total kredit secara

keseluruhan. Aktivitas ekonomi di Kabupaten ini dipengaruhi oleh jumlah penduduknya yang tercatat

paling banyak se-Sulawesi Barat. Menjamurnya industri usaha, baik mikro, kecil, dan menengah dan

sebagai sentra pertanian, terutama komoditas beras di wilayah Sulawesi Barat menjadi faktor yang

mendorong pemberian kredit perbankan di Kabupaten Polewali Mandar, baik kepada masyarakat

maupun pelaku usaha.

Sementara itu, untuk Kabupaten Pasangkayu merupakan daerah dengan penyangga ekonomi utama

berupa sektor pertanian, khususnya kelapa sawit (TBS) dan Crude Palm Oil (CPO). Aktivitas perkebunan

kelapa sawit (TS) dan industri pengolahan CPO menjadi faktor utama penggerak bagi industri perbankan

di wilayah Sulawesi Barat, terutama Pasangkayu untuk memberikan fasilitas kredit (pembiayaan)

terhadap sektor tersebut. Alhasil, pangsa kredit dari wilayah Kabupaten Pasangkayu tergolong cukup

besar, yakni sekitar 19,3% dari total kredit secara keseluruhan atau ketiga terbesar dalam hal pangsa

kredit perbankan di wilayah Sulawesi Barat (Grafik 4.15).

Page 76: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

58 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Grafik 4.14. Share Kredit Bank Umum secara

Spasial Triwulan I 2021 Grafik 4.15. Share Kredit Bank Umum secara

Spasial Triwulan II 2021

Sumber: Laporan Bank Umum (Lokasi Proyek), diolah Sumber: Laporan Bank Umum (Lokasi Proyek), diolah

Kredit konsumsi dan kredit modal menjadi mayoritas pilihan bagi debitur perbankan di wilayah

Sulawesi Barat. Kedua jenis kredit di atas menjadi pilihan bagi para debitur perbankan di wilayah

Sulawesi Barat di hampir seluruh kabupaten, kecuali Kabupaten Mam uju Tengah. Wilayah Kabupaten

Majene, Mamasa, dan Mamuju merupakan 3 (tiga) kabupaten yang memiliki porsi kredit konsumsi paling

besar, yakni masing-masing sekitar 66,0%, 60,8%, dan 59,2% dari total kredit secara keseluruhan (Grafik

4.16). Fungsi administrasi pemerintahan dan jumlah penduduk relatif besar (Mamuju), pusat pendidikan

(Majene) serta aktivitas ekonomi yang mulai berkembang (Mamasa) mendorong dominasi realisasi kredit

konsumsi terhadap jenis kredit lainnya di ketiga wilayah tersebut. Sementara itu, pangsa kredit modal

kerja terbesar berada di wilayah Kabupaten Pasangkayu dan Polewali Mandar, dengan andil yang

diberikan masing-masing sebesar 41,2% dan 36,5%. Sektor andalan utama Sulawesi Barat, yakni sektor

pertanian tumbuh pesat di kedua wilayah tersebut. Untuk Kabupaten Pasangkayu, industri perkebunan

kelapa sawit mendominasi struktur ekonomi dan menjadi kontributor pertumbuhan ekonomi di wilayah

tersebut. Sedangkan, Kabupaten Polewali Mandar menjadi sentra tanaman pangan, yakni beras yang

kinerjanya didorong oleh keberadaan beberapa produsen besar, termasuk klaster gapoktan sipatuo

binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat . Kinerja sektoral di masing-masing

wilayah didorong dengan fasilitas pemberian kredit modal kerja dalam rangka ekspansi bisnis industri

untuk mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah.

Risiko kredit bermasalah (NPL) perbankan di Kabupaten wilayah Sulawesi Barat terpantau stabil

pada triwulan II 2021. Risiko kredit bermasalah (NPL) perbankan di 6 (enam) kabupaten cenderung stabil.

Terdapat masing-masing 3 (tiga) Kabupaten yang mengalami penyesuaian NPL, baik meningkat ataupun

menurun. Tiga kabupaten yang mengalami peningkatan, diantaranya adalah Kabupaten Polewali Mandar,

Mamasa, dan Pasangkayu. Kabupaten Polewali Mandar tercatat mengalami kenaikan NPL menjadi 1,17%

pada periode pelaporan, dari sebelumnya sekitar 0,97% pada triwulan II 2021. Untuk Kabupaten Mamasa

turut mengalami peningkatan, yakni dari sebelumnya 0,49% menjadi 0,53% di triwulan II 2021. Sementara

Page 77: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 59

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

untuk Kabupaten Pasangkayu juga mengalami hal yang sama, yakni naik dari 1,01% di triwulan I 2021

menjadi 1,18% pada periode pelaporan. Namun demikian, secara rasio masih berada dalam level aman

atau di bawah batas NPL Gross (< 5,00%).

Walaupun demikian, terdapat kabupaten lainnya yang mengalami penurunan risiko kredit bermasalah

pada periode pelaporan, yakni Kabupaten Majene, Mamuju Tengah, dan Mamuju. Untuk Kabupaten

Majene mengalami penurunan risiko NPL dari 0,79% di triwulan I 2021 menjadi 0,70% pada periode

pelaporan. Kemudian, Kabupaten Mamuju Tengah juga tercatat mengalami penurunan risiko kredit

bermasalah menjadi sebesar 0,33% pada triwulan II 2021, dari sebelumnya sebesar 0,43% pada triwulan I

2021. Sementara untuk Kabupaten Mamuju juga mengikuti tren kedua wilayah di atas, yakni mencatatkan

penurunan dari sebelumnya 1,17% menjadi 1,08% pada triwulan II 2021. Hal ini mengindikasikan bahwa

kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan di ketiga wilayah tersebut semakin membaik jika

dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 4.17).

Grafik 4.16. Komposisi Jenis Penggunaan Kredit

Triwulan II 2021 Grafik 4.17. Rasio NPL Bank Umum secara

Spasial

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Kegiatan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) masih tersentralisasi di wilayah Kabupaten

Mamuju dan Kabupaten Polewali Mandar. Dalam hal pangsa penghimpunan DPK di wilayah Sulawesi

Barat, kedua Kabupaten ini mewakili sekitar 65,6% terhadap total keseluruhan DPK Sulawesi Barat (Grafik

4.19). Pada periode pelaporan, penghimpunan DPK di wilayah Mamuju mengalami peningkatan pangsa,

yakni dari sebesar 36,4% pada triwulan I 2021 meningkat menjadi 37,8% pada periode pelaporan. Selain

itu, DPK perbankan di ibukota Provinsi ini juga tercatat tumbuh sekitar 19,8% (yoy) pada periode

pelaporan, relatif menurun jika dibandingkan periode sebelumnya sebesar 24,4% (yoy). Kondisi tersebut

juga diikuti oleh seluruh Kabupaten lainnya, kecuali Kabupaten Mamasa yang mencatatkan pertumbuhan

lebih baik jika dibandingkan periode sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan DPK di beberapa wilayah

Kabupaten di Sulawesi Barat dipengaruhi oleh faktor HBKN (Ramadan dan Idul Fitri) yang mendorong

sebagian masyarakat melakukan konsumsi. Selain itu, pembangunan kembali pascagempa mendorong

Page 78: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

60 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Pemerintah Daerah (Pemda) merealisasikan dana simpanannya untuk berbagai pekerjaan pembangunan

infrastruktur penunjang pada periode pelaporan.

Grafik 4.18. Share DPK Bank Umum Spasial

pada Triwulan I 2021 Grafik 4.19. Share DPK Bank Umum Spasial

pada Triwulan II 2021

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Instrumen tabungan menjadi pilihan utama untuk penyimpanan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan

di hampir seluruh kabupaten di wilayah Sulawesi Barat. Porsi instrumen tabungan yang mendominasi

dana simpanan di perbankan di wilayah wilayah Sulawesi Barat, yakni lebih dari 60% terhadap total

pembentukan DPK perbankan. Kabupaten Polewali Mandar, Pasangkayu, dan Majene mendominasi

sebagai wilayah dengan pangsa instrumen tabungan terbesar, yakni secara berurutan sebesar 80,8%,

76,7%, dan 71,4% (Grafik 4.20). Untuk instrumen giro, Kabupaten Mamuju Tengah menjadi wilayah dengan

porsi terbesar dibandingkan kabupaten lainnya dengan pangsa mencapai 71,1%. Hal ini sejalan dengan

pangsa penempatan dana berupa giro Pemerintah di wilayah tersebut karena terdapat pembangunan

infrastruktur sebagai bagian Proyek Strategis Nasional (PSN), yakni Bendungan Budong -Budong.

Sementara itu, instrumen deposito menjadi instrumen yang paling minim diminati o leh masyarakat

Sulawesi Barat. Tren kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI7DRR) yang rendah sejak Februari 2021

berdampak pada imbal hasil yang ditawarkan menjadi kurang menarik. Akibatnya, prefrensi simpanan

masyarakat Sulawesi Barat terhadap instrumen ini menjadi kurang diminati, dan masyarakat lebih

memilih instrumen lainnya sebagai alternatif penempatan dana simpanannya. Jika ditinjau dari sisi

wilayah, Kabupaten Mamuju Tengah dan Pasangkayu menjadi 2 (dua) kabupaten yang memiliki pangsa

deposito paling kecil, yakni di bawah 5% (Grafik 4.20).

Page 79: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 61

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

Grafik 4.20. Komposisi Jenis DPK Spasial Triwulan II 2021

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

4.4 Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan

Penyaluran kredit perbankan kepada pelaku UMKM terpantau meningkat pada triwulan II 2021.

Secara nominal, realisasi kredit UMKM tercatat sebesar Rp4,91 triliun pada periode pelaporan, meningkat

jika dibandingkan triwulan I 2021 sebesar Rp4,83 triliun. Ditinjau dari sisi pertumbuhan, kredit yang

disalurkan kepada industri mikro, kecil, dan menengah ini juga mengalami peningkatan dari periode

sebelumnya sebesar 3,28% (yoy) menjadi tumbuh sekitar 8,09% (yoy) pada periode pelaporan (Grafik

4.21). Peningkatan realisasi penyaluran kredit UMKM, baik secara nominal dan growth, tidak diikuti oleh

pangsa kredit UMKM terhadap total kredit pada triwulan II 2021. Pada periode pelaporan, pangsa kredit

UMKM tercatat sebesar 36,17%, atau cenderung stagnan jika dibandingkan periode sebelumnya sebesar

36,97%. Stagnasinya pangsa realisasi kredit UMKM juga dipengaruhi salah satunya oleh tingkat suku

bunga kredit UMKM yang relatif masih cukup tinggi, yakni dari periode sebelumnya sekitar 10,3% ( yoy)

menjadi 10,34% (yoy). Kondisi suku bunga yang masih cukup tinggi membuat para pelaku industri mikro,

kecil, dan menengah enggan memanfaatkan fasilitas pembiayaan dari perbankan. Di sisi lain, pihak

perbankan juga bersikap selektif terhadap pemberian kredit bagi para pelaku UMKM karena tingkat risiko

yang cukup tinggi. Risiko kredit bermasalah (NPL) pada jenis kredit ini tercatat sebesar 2,82% pada

periode pelaporan, meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,36%. Kondisi ini akan

menjadi pertimbangan tersendiri bagi perbankan karena memperhitungkan faktor risiko likuiditas yang

dimiliki oleh perbankan (Grafik 4.22).

Di sisi lain, membanjirnya produk impor di berbagai platform toko online (e-commerce) menghambat

produk lokal UMKM, khususnya UMKM Sulawesi Barat untuk memasuki pasar e-commerce. Kondisi ini

dapat memengaruhi penjualan produk UMKM Sulawesi Barat. Selain itu, membanjirnya produk impor

cukup kontras dengan upaya Pemerintah dalam mendorong Gerakan Bangga Buatan Indonesia (GBBI).

Labelisasi masyarakat yang masih berpandangan kurang baik terhadap barang UMKM dibandingkan

barang non UMKM (produk impor) juga menahan laju ekspansi para pelaku UMKM. Di samping itu, harga

produk impor yang ditawarkan lebih terjangkau juga menjadi hambatan bagi UMKM untuk memasarkan

Page 80: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

62 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

produknya di e-commerce. Meski demikian, Pemerintah dan otoritas lainnya bergerak dalam membantu

menyukseskan Gerakan Bangga Buatan Indonesia. Insentif bantuan dari Pemerintah untuk UMKM, baik

bantuan tunai maupun pemotongan pajak cukup membantu dalam mendorong p ertumbuhan bisnis

UMKM di tengah belum usainya pandemi COVID-19. Selain itu, dari sisi Bank Indonesia, perpanjangan

pemberian insentif berupa biaya Merchant Discount Rate (MDR) menjadi 0% untuk UMKM hingga akhir

Desember 2021 juga cukup membantu dalam menopang kinerja pertumbuhan UMKM terutama yang ada

di wilayah Sulawesi Barat. Dorongan penggunaan transaksi berbasis non tunai juga terus digencarkan

untuk mendukung target 12 juta merchant QRIS yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Hal ini akan

terus dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat sebagai perpanjangan

tangan Kantor Pusat Bank Indonesia dalam menyukseskan program tersebut dengan mensosialisasikan

program 12 juta merchant QRIS kepada pelaku usaha, utamanya UMKM Sulawesi Barat untuk mendorong

pembayaran non tunai melalui QRIS agar skala usahanya semakin meningkat. Peningkatan skala usaha

tersebut akan menjadi dasar bagi pelaku usaha untuk melakukan ekspansi bisnis, didukung pemberian

kredit UMKM oleh perbankan sehingga akan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat.

Grafik 4.21. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.22. Perkembangan Risiko Kredit UMKM

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Akses keuangan masyarakat tetap tumbuh positif pada triwulan II 2021. Secara berkelanjutan, akses

keuangan yang diterima oleh masyarakat Sulawesi Barat terus bertumbuh didukung oleh semakin

membaiknya literasi keuangan masyarakat. Hal ini tercermin dari salah satu indikator dengan pendekatan

indikator rasio rekening tabungan dan rasio rekening kredit terhadap penduduk usia kerja (> 15 tahun)

yang terus bertumbuh, meskipun mengalami perlambatan dari sisi pertumbuhannya pada triwulan II

2021. Pada periode pelaporan, rasio rekening tabungan per penduduk usia bekerja tercatat se besar 153,9,

meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 152,1. Namun demikian, jika ditinjau dari sisi

pertumbuhan jumlah rekening tabungan, kepemilikan rekening tabungan oleh penduduk usia bekerja

tercatat tumbuh sebesar 25,84% (yoy) pada triwulan II 2021, atau melambat jika dibandingkan triwulan I

2021 sebesar 27,60% (yoy) (Grafik 4.23).

Page 81: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 63

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

Sementara itu, dari sisi rekening kredit, rasio kepemilikan jumlah rekening kredit oleh penduduk usia

bekerja tercatat mengalami kenaikan dari sebelumnya 16,7 menjadi 17,3. Jika ditinjau dari sisi growth-

nya, pertumbuhan jumlah kepemilikan rekening kredit juga tumbuh double digit pada periode pelaporan

sebesar 13,53% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya hanya mampu tumbuh sekitar

6,83% (yoy). Pertumbuhan kedua rasio tersebut mengindikasikan wawasan atau literasi masyarakat

terhadap akses keuangan, baik tabungan maupun pembiayaan semakin membaik. Hal ini me njadi iklim

yang baik terhadap penggunaan perbankan sebagai media penyimpanan dana sekal igus pemanfaatan

fasilitas pembiayaan dalam rangka ekspansi usaha milik masyarakat Sulawesi barat (Grafik 4.24).

Grafik 4.23. Rasio Rekening Tabungan per

Penduduk Usia Bekerja Grafik 4.24. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Usia

Bekerja

Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah

Page 82: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH

64 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Page 83: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 65

BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH

BAB 05 Penyelenggaraan Sistem

Pembayaran & Pengelolaan

Uang Rupiah

Page 84: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

66 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH

5.1 Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai

5.1.1. Perkembangan Inflow/Outflow Uang Kartal

Transaksi pembayaran tunai di Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 tercatat mengalami net

outflow sebesar Rp 924,38 miliar. Kondisi ini sejalan dengan lebih besarnya uang yang disalurkan

(outflow) oleh KPw. Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat dibandingkan setoran uang tunai (inflow) dari

masyarakat yang diterima melalui perbankan. Outflow pada periode laporan tercatat sebesar Rp 1.085,53

miliar atau tumbuh sebesar 35,65% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini

juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang terkontraksi sebesar 21,44% (yoy).

Tingginya outflow pada periode laporan disebabkan oleh tingginya kebutuhan uang tunai

pascarecovery gempa yang terjadi pada 15 Januari 2021 dan momentum hari raya islam. Selain itu,

tingginya kebutuhan uang tunai juga didorong oleh penyaluran Dana BOS, sertifikasi untuk setiap Guru,

dan pencairan dana desa yang dilakukan pada triwulan II 2021. Kemudian, tumbuhnya outflow pada

periode laporan utamanya disebabkan oleh kontribusi konsumsi masyarakat di wilayah Provinsi Sulawesi

Barat sebagai dampak pandemi COVID-19. Masyarakat masih dihimbau untuk melakukan pembatasan

aktivitas sosial dan diminta untuk tetap di rumah sebagai upaya pencegahan penularan COVID-19,

meskipun terdapat penurunan jumlah pasien COVID-19 pada triwulan II 2021.

Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI

Prov. Sulawesi Barat Grafik 5.2. Perkembangan Outflow, Konsumsi

RT, dan Pemerintah

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, diolah

Sejalan dengan Outflow pada periode berjalan, Inflow pada periode laporan juga mengalami

pertumbuhan yang tinggi yaitu sebesar 102,19% (yoy) dengan nominal sebesar Rp 161,14 miliar.

Kondisi tersebut cukup jauh berbeda dengan triwulan I 2021 yang juga mengalami kontraksi sebesar

69,80% (yoy). Selanjutnya, dari sisi nominal tercatat lebih tinggi dari nominal inflow pada triwulan I 2021

sebesar Rp50,73 miliar. Nominal tersebut juga lebih tinggi dari rata-rata penyetoran uang tunai (inflow)

pada periode yang sama 2 (dua) tahun terakhir sebesar Rp104 miliar. Tumbuhnya inflow disebabkan oleh

recovery dari kondisi pandemi COVID-19, di mana pada triwulan II 2021 terdapat pertumbuhan konsumsi

dan pendapatan masyarakat maupun Pemerintah.

Page 85: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 67

BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Inflow dan outflow merupakan salah satu indikator untuk melihat aktivitas ekonomi yang terjadi di

masyarakat yang tidak terlepas dari pengaruh konsumsi rumah tangga dan pemerintah. Jika dilihat

berdasarkan pola series-nya, diketahui bahwa jumlah uang beredar di Provinsi Sulawesi Barat lebih

dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah. Sementara pengaruh konsumsi rumah tangga terhadap aliran

uang tunai di Provinsi Sulawesi Barat tidak sebesar pengeluaran pemerintah. Hal ini dapat terlihat dari

grafik 5.2 yang menggambarkan pertumbuhan outflow secara historis searah dengan pertumbuhan

konsumsi pemerintah. Namun demikian, pada triwulan II 2021 outflow sejalan dengan konsumsi rumah

tangga yang terlihat dari membaiknya konsumsi rumah tangga.

5.1.2. Penarikan Uang Tidak Layak Edar

Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki peran penting dalam menjaga kelancaran sistem

pembayaran di Indonesia. Khusus sistem pembayaran secara tunai, Bank Indonesia memiliki tugas

penting untuk mengedarkan uang rupiah sampai ke pelosok negeri dalam jumlah nominal yang cukup,

jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan layak edar (fit for circulation). Untuk mencapai tujuan tersebut,

KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat secara berkala melakukan kegiatan penukaran uang kartal

kepada masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk menyerap sebanyak mungkin Uang Tidak

Layak Edar (UTLE) yang ada di masyarakat yang kemudian akan digantikan dengan Uang Layak Edar (ULE)

sehingga masyarakat di Provinsi Sulawesi Barat menggunakan ULE dalam setiap transaksi.

Grafik 5.3. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Penukaran uang oleh Bank Indonesia kepada masyarakat dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu

penukaran secara langsung dan penukaran tidak langsung. Penukaran secara langsung dilakukan

melalui loket penukaran Bank Indonesia, kegiatan kas keliling dalam dan luar kota serta kegiatan

penukaran uang bekerjasama dengan perbankan di Provinsi Sulawesi Barat khususnya pada saat Hari

Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Sementara itu, penukaran tidak langsung diupayakan oleh Bank

Indonesia dengan membuka kas titipan bekerjasama dengan Bank Sulselbar di wilayah Kabupaten

Pasangkayu dan Kabupaten Polewali Mandar.

Page 86: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

68 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Selanjutnya, sebagai bentuk upaya KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat dalam menjaga

kualitas uang yang beredar melalui kebijakan clean money policy, secara rutin KPw Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Barat melakukan kegiatan pemusnahan uang baik yang diterima dari masyarakat

maupun dari setoran perbankan. Berdasarkan kondisi tersebut, diketahui bahwa pada triwulan I I 2021,

jumlah UTLE yang diterima oleh KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat tercatat sebesar Rp36,19

miliar atau tumbuh sebesar 194% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Tumbuhnya periode ini lebih baik apabila dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang terkontraksi sebesar

75,71% (yoy). Selanjutnya dari sisi nominal, penyetoran UTLE pada periode laporan tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan rata-rata 2 (dua) tahun terakhir pada periode yang sama sebesar Rp 25,5 miliar.

5.1.3. Denominasi aliran uang kartal di Sulawesi Barat

Pada periode laporan, aliran outflow didominasi oleh uang kertas pecahan besar yaitu pecahan

Rp50.000,- dan pecahan Rp100.000,-. Sementara, untuk uang pecahan kecil didominasi oleh uang

pecahan Rp5.000,- dan Rp2.000,-. Aliran outflow Uang Kertas (UK) pada triwulan laporan tercatat

sebesar Rp1.064,29 miliar atau 99,02% dari total outflow. Pada aliran outflow uang kertas didominasi oleh

pecahan Rp50.000,- sebesar 7,64 juta lembar atau 26,86% dari total outflow. Kemudian diikuti oleh

pecahan Rp100.000,- sebesar 5,92 juta lembar atau 20,82% dari total outflow.

Selanjutnya, untuk uang pecahan kecil didominasi oleh pecahan Rp2.000,- sebesar 5,30 juta lembar atau

18,63% dari total outflow, diikuti oleh pecahan Rp 5.000,- dan Rp 10.000,- masing-masing sebesar 4 juta

lembar atau 14,07% dari total outflow dan 2,60 juta lembar atau 9,15% dari total outflow. Berdasarkan

kondisi ini, diketahui bahwa UK pecahan besar masih menjadi preferensi utama masyarakat di Provinsi

Sulawesi Barat dalam bertransaksi dibandingkan dengan UK pecahan kecil. Selanjutnya, untuk UK

pecahan kecil,masyarakat lebih sering menggunakan pecahan Rp2.000,- dan Rp1.000,-.

Grafik 5.4. Denominasi Uang Kartal Outflow

Sulawesi Barat Grafik 5.5. Denominasi Uang Logam Outflow

Sulawesi Barat

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

56%36%

3%2%2%1%0%

UK-

100000UK-50000

UK- 20000

UK-10000

UK-5000

UK-2000

UK-1000

55%39%

4%2%0%0%UL-1000

UL-500

UL-200

UL-100

UL-50

UL-1

Page 87: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 69

BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Selanjutnya, untuk aliran outflow Uang Logam (UL) pada periode laporan tercatat sebesar Rp 163,74 juta

atau hanya sebesar 0,98% dari total outflow, lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan UL triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar Rp93,02 juta. Jika dilihat berdasarkan denominasinya, diketahui bahwa

pecahan Rp1.000,- dan Rp500,- mendominasi aliran outflow UL yang masing-masing tercatat sebesar

90.200 keping atau 0,32% dari total ouflow dan 129.057 keping atau 0,45% dari total outflow.

Aliran inflow UK pada triwulan II 2021 didominasi oleh pecahan Rp100.000,-, Rp50.000,- dan pecahan

Rp10.000,-, sementara penyetoran UL pada periode laporan tidak signifikan. Aliran inflow UK pada

triwulan laporan tercatat sebesar Rp161,14 miliar atau hampir 100% dari total inflow. Sedangkan

penyetoran UL pada periode laporan tidak signifikan hanya sebesar Rp1.000. Jika dilihat berdasarkan

denominasinya, aliran inflow didominasi oleh pecahan besar yaitu Rp50.000,- dan Rp 100.000,- sebesar

1.158.378 lembar atau 23,90% dan 769.036 atau 15,87% dari total inflow. Kemudian diikuti oleh pecahan

Rp10.000,- dan Rp5.000,- masing-masing sebesar 954.580 lembar atau 19,69% dari total inflow dan 797.297

lembar atau 16,45% dari total inflow.

Grafik 5.6. Denominasi Uang Kartal Inflow

Sulawesi Barat Grafik 5.7. Denominasi Uang Logam Inflow

Sulawesi Barat

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

5.2. Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai

5.2.1. Transaksi Kliring

Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang mendukung

stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia menyelenggarakan Sistem Kliring Nasional Bank

Indonesia (SKNBI). Pada triwulan II 2021 diketahui bahwa nominal transaksi kliring kredit tercatat

sebesar Rp 147,61 miliar atau tumbuh sebesar 8,77% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Kondisi ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang terkontraksi sebesar

24% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut volume warkat kliring juga mengalami penurunan sebesar -16,66%

(yoy) dengan volume warkat mencapai 5.303 warkat. Menurunnya transaksi non tunai dikarenakan

48%

36%

7%6%2%1%0%

UK-100000UK-50000

UK- 20000

UK-10000

UK-5000

UK-2000100%

UL-1000

UL-500

UL-200

UL-100

UL-50

UL-1

Page 88: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

70 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH

dampak kondisi gempa yang terjadi pada 15 Januari 2021, selain terdapat pengeluaran pemerintah di

triwulan II 2021 dengan menggunakan transaksi tunai.

Grafik 5.8. Transaksi Kliring Kredit Grafik 5.9. Jumlah Warkat Kliring Kredit

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Transaksi kliring debit yang juga mengalami penurunan yang cukup dalam baik dari sisi nominal maupun

dari sisi volume warkat. Nominal transaksi kliring debit pada triwulan I I 2021 tercatat sebesar Rp1,69 miliar

atau terkontraksi cukup dalam sebesar 56,72% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kondisi ini tercatat turun lebih dalam dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang juga terkontraksi sebesar

61,89% (yoy). Selanjutnya, dari sisi volume warkat juga mengalami penurunan yang cukup dalam yaitu

sebesar 40% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya dengan volume warkat mencapai 60 warkat.

Grafik 5.10. Transaksi Kliring Debit Grafik 5.11. Jumlah Warkat Kliring Debit

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

5.2.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)

BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) merupakan sistem transfer dana elektronik yang

penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. BI-RTGS memiliki peran penting

dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran

yang termasuk kategori High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi

Rp100 juta ke atas dan bersifat segera (urgent). Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh

transaksi pembayaran di Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai s istem pembayaran nasional

yang memiliki peran signifikan (Systemically Important Payment System).

Page 89: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 71

BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Pada triwulan II 2021 transaksi BI-RTGS di wilayah Provinsi Sulawesi Barat dari sisi nominal tercatat

sebesar Rp1.660,46 miliar atau tumbuh sangat signifikan sebesar 665,79% (yoy) dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I

2021 yang tercatat tumbuh sebesar 134% (yoy). Tingginya transaksi high value melalui BI-RTGS pada

periode laporan sejalan dengan pemulihan pascagempa yang terus berjalan di Sulawesi Barat. Sejalan

dengan hal tersebut, volume warkat juga masih tercatat tumbuh signifikan yaitu sebesar 214,77% (yoy)

dengan volume warkat mencapai 1023 warkat. Volume warkat pada periode ini lebih tinggi dibandingkan

dengan triwulan I 2021 yang tumbuh sebesar 123,90% (yoy).

Grafik 5.12. Transaksi RTGS

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Page 90: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

72 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Page 91: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 73

BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH

BAB 06 Ketenagakerjaan &

Kesejahteraan

Page 92: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

74

BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

6.1 Ketenagakerjaan

Ketersediaan lapangan kerja pada triwulan II 2021 tumbuh positif. Berdasarkan Survei Konsumen oleh

Bank Indonesia terkait kondisi ekonomi saat ini dibandingkan enam bulan yang lalu diketahui bahwa

indeks ketersediaan lapangan kerja di Sulawesi Barat tumbuh pada level 79, dimana sebelumnya pada

triwulan I 2021 mampu mencapai level 62. Perbaikan ketersediaan lapangan kerja tersebut turut didukung

dari vaksinasi yang semakin masif dilaksanakan oleh masyarakat Sulawesi Barat di masa pandemi COVID-

19 saat ini sehingga beberapa penggiat ekonomi mulai beraktivitas kembali. Demikian halnya kegiatan

pemulihan pascabencana gempa bumi turut mendorong aktivitas ekonomi berangsur membaik. Selain

itu, optimisme ketersediaan lapangan kerja juga sejalan dengan disahkannya Peraturan Daerah Provinsi

Sulawesi Barat Nomor 3 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Industri Provinsi Sulawesi Barat

Tahun 2020-2040.

Penghasilan masyarakat membaik di triwulan II 2021. Indeks penghasilan konsumen tumbuh pada

level 98 yang jika dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang berada pada level 80. Kondisi ini sejalan

dengan pertumbuhan positif ketersediaan lapangan kerja di Sulawesi Barat. Konsumen lebih produktif

dalam mendapatkan penghasilan dengan kembali beroperasinya perusahaan pascavaksinasi dan

normalisasi dampak bencana gempa bumi, bahkan muncul beberapa lapangan kerja baru.

Grafik 6.1. Kondisi Ekonomi Saat ini

Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu Grafik 6.2. Ekspektasi Kondisi Ekonomi 6 Bulan

ke Depan Dibandingkan Saat Ini

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Ekspektasi masyarakat terhadap ketersediaan lapangan kerja enam bulan ke depan berada pada

level optimis. Indeks ketersediaan lapangan kerja enam bulan ke depan tercatat sebesar 123 pada

triwulan II 2021 atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2021 yang mencatatkan sebesar 114.

Membaiknya ekspektasi masyarakat merupakan dampak dari semakin taatnya masyarakat Sulawesi

Barat dalam mematuhi protokol kesehatan COVID-19, melaksanakan vaksinasi, dan membaiknya kondisi

infrastruktur dan ekonomi pascabencana gempa bumi.

Ekspektasi masyarakat terhadap penghasilan enam bulan ke depan juga berada pada level optimis.

Indeks penghasilan konsumen enam bulan ke depan tercatat sebesar 131 pada triwulan II 2021 atau lebih

tinggi dibandingkan triwulan I 2021 yang mencatatkan sebesar 126. Konsumen diekspektasikan dapat

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

160.0

180.0

Jan

-19

Fe

b-1

9

Ma

r-1

9

Ap

r-19

Ma

y-1

9

Jun

-19

Jul-

19

Au

g-1

9

Se

p-1

9

Oct-

19

No

v-1

9

De

c-1

9

Jan

-20

Fe

b-2

0

Ma

r-2

0

Ap

r-20

Ma

y-2

0

Jun

-20

Jul-

20

Au

g-2

0

Se

p-2

0

Oct-

20

No

v-2

0

De

c-2

0

Jan

-21

Fe

b-2

1

Ma

r-2

1

Ap

r-21

Ma

y-2

1

Jun

-21

Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Indeks Konsumsi Keb. Tahan Lama

Op

tim

isP

esim

is

70.0

80.0

90.0

100.0

110.0

120.0

130.0

140.0

150.0

160.0

170.0

Jan-19

Fe

b-1

9

Ma

r-19

Apr-

19

Ma

y-1

9

Jun-19

Jul-1

9

Aug-1

9

Sep-1

9

Oct-

19

Nov-1

9

Dec-1

9

Jan-20

Fe

b-2

0

Ma

r-20

Apr-

20

Ma

y-2

0

Jun-20

Jul-2

0

Aug-2

0

Sep-2

0

Oct-

20

Nov-2

0

Dec-2

0

Jan-21

Fe

b-2

1

Ma

r-21

Apr-

21

Ma

y-2

1

Jun-21

Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Indeks Kegiatan Usaha

Optim

isP

esim

is

Page 93: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 75

BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

mengambil peluang dalam optimisme ketersediaan lapangan kerja sehingga berdampak terha dap

peningkatan penghasilan.

Jumlah angkatan kerja pada Februari 2021 terus meningkat. Jumlah angkatan kerja tercatat sebesar

717,3 ribu jiwa atau meningkat 6,42% (yoy) dari posisi Februari 2020 yang mencatatkan sebesar 674,0 ribu

jiwa. Peningkatan jumlah angkatan kerja tersebut disertai dengan kenaikan jumlah penduduk bekerja

maupun pengangguran. Bertambahnya jumlah pengangguran disebabkan oleh terbatasnya

pertumbuhan ketersediaan lapangan kerja sebagai dampak pandemi covid-19 dan bencana gempa bumi.

Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (dalam ribu jiwa)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Penyerapan tenaga kerja sektor industri meningkat pada Februari 2021. Peningkatan penyerapan

secara signifikan ditunjukkan oleh sektor industri sebesar 32,24% (yoy) pada Februari 2021 lebih tinggi jika

dibandingkan dengan Februari 2020 yang hanya tumbuh sebesar 20,96% (yoy). Demikian halnya yang

terjadi pada penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dan sektor perdagangan yang tumbuh positif pada

Februari 2021. Penyerapan pada sektor pertanian tumbuh sebesar 11,83% (yoy) yang sebelumnya pada

Februari 2020 mengalami kontraksi sebesar 7,22%. Penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan tumbuh

sebesar 3,91% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan Februari 2020 yang mengalami kontraksi sebesar

1,78% (yoy). Kondisi berbeda terjadi pada sektor jasa kemasyarakatan yang serapan tenaga kerjanya

terkontraksi hingga 10,20% (yoy).

2016 2017 2018 2019 2020 2021

Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb

Pe n d u d u k Usia Ke r ja (15+ ) 877.4 887.3 908.1 927.2 947.8 967.0 1,000.3

A n g kat an Ke r ja 616.5 641.5 641.8 663.3 669.9 674.0 717.3

Be ke r ja 595.9 624.1 622.6 647.0 660.3 656.4 693.8

Pe n g an g g u r an 20.6 17.4 19.1 16.3 9.7 17.6 23.5

Bu kan A n g kat an Ke r ja 260.9 245.8 266.3 263.9 277.8 293.0 283.0

Tin g kat Par t isip asi Ke r ja/TPA K (% ) 70.27 72.30 70.68 71.53 70.69 69.70 71.71

Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 3.35 2.72 2.98 2.45 1.45 2.61 3.28

K eterangan2015

Page 94: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

76

BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Grafik 6.3. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sektor industri semakin diminati tenaga kerja Sulawesi Barat. Komposisi tenaga kerja Sulawesi Barat

secara signifikan mengalami peningkatan pada sektor industri yaitu sebesar 53,41 ribu jiwa pada Februari

2021 dimana sebelumnya pada Agustus 2020 sebesar 51,43 ribu jiwa. Demikian halnya yang terjadi untuk

sektor perdagangan yang terus meningkat hingga 118,90 ribu jiwa pada Februari 2021 dibandingkan

dengan periode Agustus 2020 hanya sebesar 97,07 ribu jiwa. Meskipun demikian sektor pertanian masih

dengan jumlah tenaga kerja terbanyak dengan pangsa sebesar 48.10% dari total tenaga kerja Sulawesi

Barat. Akan tetapi, secara absolut sektor pertanian menunjukan perlambatan pada periode Februari 2021

menjadi 333,41 ribu jiwa sedangkan pada Agustus 2020 mencapai 337,77 ribu jiwa.

Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (rb jiwa)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Status pekerjaan sebagai pekerja bebas meningkat di Sulawesi Barat. Sebanyak 45,48 ribu jiwa tenaga

kerja berstatus sebagai pekerja bebas pada Februari 2021 yang sebelumnya pada Februari 2020 hanya

mencapai 33,69 ribu jiwa atau tumbuh hingga 35.00%. Sejalan dengan status pekerja tak dibayar yang

turut meningkat sebesar 158,29 ribu jiwa pada Februari 2021 dari sebelumnya sebesar 130,17 ribu jiwa

pada Februari 2020 atau tumbuh sebesar 21,60% dan status berusaha dibantu buruh tetap tumbuh

sebesar 3.24%. Adapun untuk status pekerjaan yang mengalami kontraksi pada Februari 2021 yaitu status

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Feb-15Aug-15Feb-16Aug-16Feb-17Aug-17Feb-18Aug-18Feb-19Aug-19Feb-20Aug-20Feb-21

Pertanian Industri - skala kanan

Perdagangan - skala kanan Jasa Kemasyarakatan% yoy % yoy

2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb

Pe r t an ian 357,307 312,867 298,979 305,500 321,360 298,150 333,410

In d u st r i 44,575 49,242 53,243 62,400 33,390 40,390 53,410

Ko n st r u ksi 25,758 52,908 32,307 37,200 29,740 35,490 29,280

Pe r d ag an g an 88,425 99,598 94,605 90,300 116,500 114,430 118,900

Jasa Ke m asy ar akat an , So sial, d an Pe r o r an g an 84,365 92,343 109,570 97,500 103,600 105,390 94,640

Lain n y a* 35,580 17,150 33,937 54,100 55,670 62,530 64,190

Total 636,010 624,108 622,641 647,000 660,260 656,380 693,830

S ektor E konomi

Page 95: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 77

BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

pekerjaan utama dengan kategori berusaha sendiri sebesar 138,36 ribu jiwa, kategori berusaha dibantu

buruh tidak tetap sebesar 190,17 ribu jiwa, dan kategori buruh/karyawan sebesar 152,29 ribu jiwa.

Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

Menurut Status Pekerjaan (ribu Jiwa)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Jumlah tenaga kerja informal di Sulawesi Barat tumbuh positif. Secara komposisi sektor informal

masih mendominasi struktur ketenagakerjaan Sulawesi Barat sebesar 76.70% atau sebesar 532,30 ribu

jiwa sedangkan sektor formal sebesar 23.30% atau sejumlah 161,52 ribu jiwa. Adapun dilihat secara

pertumbuhan untuk sektor informal mampu tumbuh 7.27% pada Februari 2021 sedangkan untuk sektor

formal mengalami kontraksi sebesar 9.73% pada Februari 2021.

Grafik 6.4. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja

Sulawesi Barat Grafik 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tenaga kerja berpendidikan rendah berkurang di Sulawesi Barat. Jumlah tenaga kerja lulusan SD ke

Bawah menunjukkan penurunan yang semakin baik pada Februari 2021 yaitu mencapai 44.9% atau

sebesar 311,68 ribu jiwa yang sebelumnya pada Februari 2020 menyentuh angka 49.0% atau sebesar

329,64 ribu jiwa. Kondisi penurunan ini juga terjadi kepada tenaga kerja dengan tingkat pendidikan

Diploma + Universitas yaitu sebesar 80,31 ribu jiwa atau sebesar 11.6% pada Februari 2021 dari sebelumya

81,04 ribu jiwa atau setara dengan 12.0% pada Februari 2020.

2020 2021

Feb Feb Feb Feb Feb Feb

Be r u sah a Se n d ir i 124,281 114,907 128,771 121,820 141,490 138,360

Be r u sah a d ib an t u b u r u h t id ak t e t ap 138,832 149,307 127,604 170,000 190,860 190,170

Be r u sah a d ib an t u b u r u h t e t ap 22,912 22,539 19,926 9 ,610 8 ,950 9 ,240

Bu r u h /Kar y aw an 161,371 165,239 181,159 179,060 170,000 152,290

Pe ke r ja Be b as 28,524 35,130 45,548 37,720 33,690 45,480

Pe ke r ja Tak Dib ay ar 148,188 135,519 144,024 142,950 130,170 158,290

Jumlah Tenaga K erja 624,108 622,641 647,032 660,260 675,160 693,830

Se kt o r Fo r m al 29.5% 30.2% 31.1% 28.6% 26.5% 23.3%

Se kt o r In f o r m al 70.5% 69.8% 68.9% 71.4% 73.5% 76.7%

S tatus Pekerjaan Utama2016 2017 2018 2019

48.0%

14.8% 15.3%

7.59%

14.2%

44.9%

16.3%19.0%

8.28%11.6%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

SD ke Bawah SMP SMA SMK Diploma +Universitas

Feb-20 Feb-21

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021

Nasional - Februari Nasional - Agustus

Sulbar - Februari Sulbar - Agustus

%

Page 96: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

78

BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Tenaga kerja berpendidikan Sekolah Menengah Atas di Sulawesi Barat tumbuh positif. Sebanyak

131,50 ribu jiwa tenaga kerja dengan pendidikan SMA pada Februari 2021 yang sebelumnya hanya

berjumlah 105,43 ribu jiwa pada Februari 2020. Sejalan dengan tenaga kerja berpendidikan Sekolah

Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Kejuruan turut mengalami pertumbuhan jumlah yaitu masing-

masing sebanyak 112,90 ribu jiwa atau 16,3% dan 57,45 ribu jiwa atau 8.28%.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Barat tumbuh 3,28% (yoy). Jika periode Februari

2021 dibandingkan dengan periode Februari 2020 diketahui terjadi peningkatan dari sebelumnya Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 2,61% (yoy). Kondisi ini berarti bahwa pada setiap 100 orang

angkatan kerja pada Februari 2021 akan ada pengangguran sebanyak 3-4 orang. Penawaran lapangan

kerja belum optimal digunakan dan adanya ketidaksesuaian spesifikasi tenaga kerja dengan ketersediaan

lapangan kerja menjadi isu meningkatnya tingkat pengangguran terbuka di Sulawesi Barat dan

diperburuk dengan pandemi COVID-19 dan pascabencana alam gempa bumi yang mengharuskan adanya

penyesuaian ketersediaan lapangan pekerjaan.

6.2 Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani (NTP) tumbuh positif pada triwulan II 2021. NTP tumbuh positif pada level 119,66

jika dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang berada pada level 116,87. Hal ini bersumber dari

membaiknya indeks harga diterima petani yang mencapai level 129,75 dan di saat bersamaan indeks

harga dibayar petani tidak mengalami peningkatan yang signifikan yaitu pada level 108,43. Peningkatan

indeks Nilai Tukar Petani periode ini mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani Sulawesi Barat.

Grafik 6.6. NTP Sulawesi Barat

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Nilai Tukar Sektor Nelayan (NTN) tumbuh positif pada triwulan II 2021. Sektor Nelayan (NTN) tumbuh

signifikan pada triwulan II 2021 pada level 115.67 jika dibandingkan dengan triwulan I 2021 pada level

-8.0

-6.0

-4.0

-2.0

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

80

90

100

110

120

130

140

150

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2016 2017 2018 2019 2020 2021

NTP Indeks Harga Diterima

Indeks Harga DIbayar Pertumbuhan NTP - skala kananindeks % yoy

Page 97: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 79

BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

110.07. Peningkatan ini diantaranya disebabkan oleh naiknya harga beberapa komoditas perikanan

tangkap diantaranya udang umum, selar, ikan terbang, cumi-cumi, tenggiri, teri, katamba, ekor kuning,

dan layar. Adapun sektor lainnya yang juga mengalami pertumbuhan positif secara berturut-turut pada

triwulan II 2021 adalah sektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) pada level 136.48, sektor Perikanan

(NTNP) pada level 106.79, sektor Pembudidaya Ikan (NTPI) pada level 104.83 dan sektor Tanaman Pangan

(NTPP) pada level 102.76.

Nilai Tukar Sektor Peternakan (NTPT) mengalami penurunan pada triwulan II 2021. Sektor

Peternakan menurun menjadi level 97.13 jika dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang berada di level

97.15. Kondisi ini diakibatkan diantaranya oleh penurunan pada beberapa harga komoditas ayam

kampung/buras, ayam ras pedaging, telur ayam ras, dan telur bebek. Sektor lainnya yang juga mengalami

penurunan adalah sektor Hortikultura (NTPH) menjadi level 109.23 pada triwulan II 2021. Penurunan

tersebut diakibatkan oleh turunnya harga komoditas sayur-sayuran, bawang daun, cabai, bayam,

pare/paria, nanas, jeruk, pisang, dan jahe.

Tabel 6.4. NTP Setiap Sub Sektor

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

I II III IV I II III IV I II

NILA I TUKA R PETA NI (NTP) 109.77 112.04 112.58 111.03 110.59 106.55 107.26 113.39 116.87 119.66

In d e ks Har g a d it e r im a 139.01 143.03 144.05 133.16 115.57 112.19 113.38 120.41 125.04 129.75

In d e ks Har g a d ib ay ar 126.63 127.66 127.96 119.72 104.50 105.30 105.71 106.19 106.99 108.43

Tan am an Pan g an (NTPP) 102.07 100.86 102.14 101.92 99.19 99.02 98.33 100.85 102.60 102.76

In d e ks Har g a d it e r im a 129.77 129.29 131.08 122.41 104.04 104.56 104.21 107.30 109.97 111.68

In d e ks Har g a d ib ay ar 127.13 128.19 128.33 119.96 104.89 105.60 105.98 106.40 107.18 108.68

Ho r t iku lt u r a (NTPH) 116.67 117.86 119.65 116.03 105.26 110.60 111.02 112.97 109.25 109.23

In d e ks Har g a d it e r im a 147.82 150.53 153.40 139.75 109.56 116.36 117.14 119.83 116.72 118.46

In d e ks Har g a d ib ay ar 126.70 127.71 128.20 119.78 104.09 105.20 105.52 106.08 106.84 108.45

Tan am an Pe r ke b u n an Raky at (NTPR) 113.90 120.31 118.36 117.14 121.14 111.43 115.12 126.06 131.60 136.48

In d e ks Har g a d it e r im a 145.56 155.22 153.02 141.27 126.46 119.51 121.69 133.90 140.88 148.02

In d e ks Har g a d ib ay ar 127.79 128.99 129.28 120.47 104.39 105.28 105.71 106.22 107.05 108.45

Pe t e r n akan (NTPT) 105.64 106.20 108.72 105.83 99.69 97.88 99.25 97.80 97.15 97.13

In d e ks Har g a d it e r im a 131.29 132.75 136.08 125.27 104.21 102.94 104.77 103.61 103.71 105.20

In d e ks Har g a d ib ay ar 124.29 124.99 125.17 118.07 104.54 105.17 105.57 105.94 106.75 108.30

Pe r ikan an (NTNP) 109.37 109.46 114.04 110.83 100.54 99.39 98.55 98.26 102.92 106.79

In d e ks Har g a d it e r im a 138.01 139.27 146.46 134.19 104.44 103.87 103.47 103.77 109.31 114.72

In d e ks Har g a d ib ay ar 126.18 127.22 136.73 134.19 103.88 104.50 104.99 105.61 106.20 107.43

NTN (n e lay an ) 148.24 149.16 154.08 134.11 104.63 104.35 103.91 104.10 110.07 115.67

In d e ks Har g a d it e r im a 148.24 149.16 154.08 134.11 104.63 104.35 103.91 104.10 110.07 115.67

In d e ks Har g a d ib ay ar 125.81 127.67 128.73 120.31 104.11 104.82 105.34 105.98 106.50 107.80

NTPI (p e m b u d id ay a ikan ) 94.86 96.57 96.38 96.81 100.71 98.73 98.22 98.37 101.28 104.83

In d e ks Har g a d it e r im a 118.52 122.10 122.81 114.98 103.73 102.01 101.80 102.50 106.40 111.12

In d e ks Har g a d ib ay ar 124.95 126.44 127.42 119.21 103.00 103.32 101.80 103.54 108.95 113.16

202120202019UR A IA N

Page 98: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

80

BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

6.3 Tingkat Kemiskinan

Angka kemiskinan meningkat pada bulan Maret 2021. Tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat pada Maret

2021 mencapai 11,29% jika dibandingkan pada Maret 2020 sebesar 10,87%. Jumlah penduduk miskin

Provinsi Sulawesi Barat pada bulan Maret 2021 sebanyak 157,19 ribu jiwa atau mengalami peningkatan

sebesar 3.40% (yoy) jika dibandingkan Maret 2020 sejumlah 152,02 ribu jiwa. Adapun persentase

penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2021 meningkat menjadi 9,82% dari sebelumnya 9,59%

pada Maret 2020. Demikian halnya dengan persentase penduduk miskin di wilayah perdesaan meningkat

dari 11,67% dari sebelumnyai 11,26% pada Maret 2020.

Grafik 6.7. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Standar Garis Kemiskinan (GK) mengalami peningkatan. Garis kemiskinan Sulawesi Barat pada Maret

2021 berada pada level Rp364.251/kapita/bulan atau lebih tinggi dibandingkan bulan September 2020

yang mencatatkan sebesar Rp352.874. Garis kemiskinan berdasarkan klasifikasi wilayah perdesaan pada

Maret 2021 juga meningkat pada level Rp363.308/kapita/bulan dari Rp352.269/kapita/bulan pada

September 2020. Garis kemiskinan wilayah perkotaan juga tercatat meningkat dari

Rp356.967/kapita/bulan pada September 2020 menjadi Rp368.899/kapita/bulan pada Maret 2021.

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKNM) wilayah perkotaan

meningkat. Dilihat berdasarkan wilayah perkotaan besaran GKM pada Maret 2021 meningkat pada level

Rp286.970/kapita/bulan dari Rp278.234/kapita/bulan pada September 2020. GKNM juga mengalami

peningkatan pada Maret 2021 yang berada pada level Rp81.929/kapita/bulan dari Rp78.733/kapita/bulan

pada September 2020.

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKNM) wilayah pedesaan

juga mengalami peningkatan. Berdasarkan wilayah pedesaan besaran GKM pada Maret 2021 tumbuh

positif pada level Rp278,145/kapita/bulan dari Rp270.167/kapita/bulan pada September 2020. Kondisi

GKNM pada Maret 2021 juga meningkat pada level Rp85,163/kapita/bulan dari Rp82.102/kapita/bulan

pada September 2020.

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

Total Kota Desa

Mar 19 Mar 20 Mar 21

Page 99: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 81

BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Tabel 6.5. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tingkat kedalaman kemiskinan dan keparahan masih meningkat. Sejalan dengan meningkatnya

Standar Garis Kemiskinan berpotensi memperlebar ketimpangan pengeluaran di antara penduduk.

Tingkat kemiskinan tidak hanya berfokus pada penurunan jumlah penduduk miskin tetapi juga

memperhitungkan permasalahan kemiskinan yang dialami. Penduduk miskin di Sulawesi Barat

cenderung semakin menjauh dari Garis Kemiskinan (GK) yang menggambarkan ketimpangan pengeluaran

di antara penduduk miskin itu sendiri semakin berjarak utamanya bagi penduduk yang bermukim di

pedesaan. Untuk itu selain menekan penduduk miskin juga diperlukan strategi memperkecil kedalaman

dan keparahan kemiskinan yang terjadi di suatu daerah untuk menurunkan standar garis kemiskinan.

Makanan Bukan Makanan Total Makanan Bukan Makanan TotalJumlah

(ribu jiwa)

Pertumbuhan

(% yoy)

Tingkat

Kemiskinan (%)

KOTAM ar 2 0 1 4 1 8 8 ,2 0 1 4 7 ,7 3 2 2 3 5 ,9 3 3 8 .6 1 5 .7 1 8 .0 1 2 6 .3 1 -2 .9 2 9 .1 6M ar 2 0 1 7 2 3 3 ,4 1 2 6 1 ,7 6 6 2 9 5 ,1 7 8 8 .3 1 7 .0 1 8 .0 4 2 3 .5 0 2 .8 4 8 .5 3

Sep 2 0 1 7 2 5 5 ,3 1 8 6 3 ,0 5 8 3 1 8 ,3 7 6 1 5 .8 3 5 .6 3 1 3 .6 6 3 0 .0 2 1 9 .7 4 9 ,5 0

M ar 2 0 1 8 2 5 5 ,6 4 2 6 5 ,6 8 1 3 2 1 ,3 2 4 9 .5 2 6 .3 4 8 .8 6 3 0 .7 6 3 0 .8 9 9 .6 4

Sep 2 0 1 8 2 5 9 ,3 8 7 6 7 ,0 3 9 3 2 6 ,4 2 6 1 .5 9 6 .3 1 2 .5 3 3 1 .4 5 4 .7 6 9 ,8 0

M ar 2 0 1 9 2 6 1 ,1 9 8 6 7 ,6 0 8 3 2 8 ,8 0 6 2 .1 7 2 .9 3 2 .3 3 3 1 .2 8 1 .6 9 9 .6 3

Sep 2 0 1 9 2 6 6 ,1 0 9 7 4 ,5 4 0 3 4 0 ,6 4 9 2 .5 9 1 1 .1 9 4 .3 6 3 0 .8 2 -2 .0 0 9 ,4 1

M ar 2 0 2 0 2 7 7 ,0 6 8 7 7 ,9 2 5 3 5 4 ,9 9 3 6 .0 8 1 5 .2 6 7 .9 6 3 1 .6 7 1 .2 5 9 .5 9

Sep 2 0 2 0 2 7 8 ,2 3 4 7 8 ,7 3 3 3 5 6 ,9 6 7 4 .5 6 5 .6 3 4 .7 9 2 8 .1 3 -8 .7 3 9 .9 8

M ar 2 0 2 1 2 8 6 ,9 7 0 8 1 ,9 2 9 3 6 8 ,8 9 9 3 .5 7 5 .1 4 3 .9 2 2 7 .8 2 -1 2 .1 6 9 .8 2

DESA

M ar 2 0 1 7 2 4 0 ,9 0 4 6 3 ,9 4 6 3 0 4 ,8 4 9 4 .5 9 6 .5 7 5 .0 0 1 2 6 .2 6 -2 .7 9 1 2 .0 3

Sep 2 0 1 7 2 4 7 ,7 4 4 6 7 ,3 9 2 3 1 5 ,1 3 7 6 .0 2 8 .5 9 6 .5 6 1 1 9 .4 5 -1 .9 5 1 1 ,7 0

M ar 2 0 1 8 2 4 8 ,0 4 2 7 0 ,4 6 9 3 1 8 ,5 1 2 2 .9 6 1 0 .2 0 4 .4 8 1 2 1 .0 2 -4 .1 5 1 1 .7 5

M ar 2 0 1 9 2 5 2 ,5 2 8 7 5 ,4 8 6 3 2 8 ,0 1 4 1 .8 1 7 .1 2 2 .9 8 1 2 0 .1 2 -0 .7 4 1 1 .4 5

Sep 2 0 1 9 2 6 2 ,1 5 8 7 7 ,6 7 9 3 3 9 ,8 3 8 5 .1 1 4 .7 7 5 .0 3 1 2 1 .0 5 -0 .2 7 1 1 .4 3

M ar 2 0 2 0 2 6 8 ,9 4 0 8 0 ,7 5 5 3 4 9 ,6 9 5 6 .5 0 6 .9 8 6 .6 1 1 2 0 .3 4 0 .1 8 1 1 .2 6

Sep 2 0 2 0 2 7 0 ,1 6 7 8 2 ,1 0 2 3 5 2 ,2 6 9 3 .0 6 5 .6 9 3 .6 6 1 3 0 .9 1 8 .1 5 1 1 .8 9

M ar 2 0 2 1 2 7 8 ,1 4 5 8 5 ,1 6 3 3 6 3 ,3 0 8 3 .4 2 5 .4 6 3 .8 9 1 2 9 .3 7 7 .5 0 1 1 .6 7

TOTAL

M ar 2 0 1 7 2 3 9 ,3 5 9 6 3 ,4 9 3 3 0 2 ,8 5 2 5 .3 5 6 .4 7 5 .5 8 1 4 9 .7 6 -1 .9 4 1 1 .3 0

Sep 2 0 1 7 2 4 9 ,5 4 4 6 6 ,3 7 4 3 1 5 ,9 1 8 8 .0 5 7 .8 2 8 .0 0 1 4 9 .4 7 1 .7 5 1 1 ,1 8

M ar 2 0 1 8 2 4 9 ,7 8 8 6 9 ,3 3 3 3 1 9 ,1 2 1 4 .3 6 9 .2 0 5 .3 7 1 5 1 .7 8 1 .3 5 1 1 .2 5

Sep 2 0 1 8 2 5 1 ,4 6 4 7 2 ,5 7 9 3 2 4 ,0 4 2 0 .7 7 9 .3 5 2 .5 7 1 5 2 .8 3 2 .2 5 1 1 .2 2

M ar 2 0 1 9 2 5 4 ,5 1 8 7 3 ,6 2 6 3 2 8 ,1 4 4 1 .8 9 6 .1 9 2 .8 3 1 5 1 .4 0 -0 .2 5 1 1 .0 2

Sep 2 0 1 9 2 6 2 ,9 6 6 7 6 ,9 7 6 3 3 9 ,9 4 2 4 .5 7 6 .0 6 4 .9 1 1 5 1 .8 7 -0 .6 3 1 0 ,9 5

M ar 2 0 2 0 2 7 0 ,6 5 5 8 0 ,0 8 8 3 5 0 ,7 4 3 6 .3 4 8 .7 8 6 .8 9 1 5 2 .0 2 0 .4 1 1 0 .8 7

Sep 2 0 2 0 2 7 1 ,4 5 8 8 1 ,4 1 6 3 5 2 ,8 7 4 3 .2 3 5 .7 7 3 .8 0 1 5 9 .0 5 4 .7 3 1 1 .5 0

M ar 2 0 2 1 2 7 9 ,7 4 7 8 4 ,5 0 4 3 6 4 ,2 5 1 3 .3 6 5 .5 1 3 .8 5 1 5 7 .1 9 3 .4 0 1 1 .2 9

Pertumbuhan (% yoy) Penduduk MiskinGaris Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)

Daerah

Page 100: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

82

BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Page 101: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 83

BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN

BAB 07 Prospek Perekonomian

Page 102: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

84

BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN

L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Secara kumulatif, perekonomian Sulawesi Barat tahun 2021 diproyeksikan tumbuh positif. Proses

vaksinasi dan pembangunan pascagempa yang terus berjalan akan meningkatkan aktivitas

perekonomian selama tahun 2021. Permintaan masyarakat akan tumbuh terbatas akibat penerapan

PPKM untuk mengendalikan kasus COVID-19 meskipun terdapat pembayaran THR dan program

perlindungan sosial Pemulihan Ekonomi Nasional. Belanja pemerintah diperkirakan masih terhambat

akibat refocusing anggaran. Sektor investasi diperkirakan akan tumbuh dengan baik didorong oleh

pembangunan pascagempa serta penerapan undang-undang baru dan pembentukan Indonesia

Investment Authority atau Sovereign Wealth Fund milik Indonesia. Kemudian, net ekspor juga akan tumbuh

kuat seiring dengan peningkatan harga CPO dan perbaikan perekonomian negara tujuan ekspor .

Dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian diperkirakan tumbuh positif pada tahun 2021. Produksi

komoditas utama mulai mengalami peningkatan mengikuti tren harganya yang tumbuh positif

dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk sektor perdagangan, Pembebasan PPnBM pembelian mobil akan

meningkatkan penjualan mobil yang berdampak pada kenaikan sektor perdagangan . Pembangunan

kembali pascagempa akan mendorong sektor konstruksi untuk tumbuh tinggi. Kemudian, sektor industri

pengolahan juga diperkirakan akan tumbuh menyusul persediaan bahan baku yang meningkat akibat

peningkatan pada sektor pertanian serta peningkatan signifikan pada harga CPO yang terjadi sejak awal

tahun. Berdasarkan hal-hal tersebut, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh pada

rentang 3,5-4,3% (yoy) di tahun 2021.

7.1.1 Prospek Sisi Permintaan

Konsumsi rumah tangga tahun 2021 diperkirakan tumbuh lebih baik dari tahun sebelumnya.

Meskipun begitu, Pembayaran THR dan program perlindungan sosial Pemulihan Ekonomi Nasional akan

meningkatkan daya beli masyarakat. Proses vaksinasi COVID-19 dan pembangunan pascagempa yang

terus berlangsung akan mendorong aktivitas perekonomian untuk berjalan normal. Selain itu,

pembebasan PPnBM untuk pembelian kendaraan roda empat akan meningkatkan pembelian mobil oleh

masyarakat. Namun di sisi lain, Penerapan PPKM pada triwulan III 2021 oleh pemerintah untuk

mengurangi peningkatan kasus COVID-19 membuat konsumsi masyarakat terhambat.

Investasi tahun 2021 diperkirakan akan mengalami peningkatan. Anggaran belanja modal APBN di

Sulawesi Barat meningkat cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya. Kemudian, pembangunan

kembali pascagempa yang terus berlangsung juga akan mendorong pertumbuhan investasi di Sulawesi

Barat.

Konsumsi Pemerintah diproyeksikan terhambat pada tahun 2021. Refocusing anggaran untuk

penanganan pandemi COVID-19 membuat belanja pemerintah tidak maksimal untuk mendorong

perekonomian. Selain itu, penerapan PPKM juga membuat aktivitas realisasi anggaran terhambat.

Page 103: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 85

BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN

Net ekspor pada tahun 2021 diperkirakan tumbuh positif. Peningkatan harga CPO yang terjadi sejak

awal tahun 2021 berkontribusi mendorong peningkatan ekspor Sulawesi Barat pada tahun 2021. Produksi

CPO Sulawesi Barat juga telah tumbuh positif mengikuti peningkatan harga setelah sebelumnya tumbuh

negatif pada triwulan I 2021. Selain itu, proses vaksinasi yang terus berjalan secara global akan mendorong

peningkatan permintaan dari negara-negara tujuan ekspor Sulawesi Barat.

Prospek positif perekonomian global menunjang prospek perekonomian Sulawesi Barat tahun 2021.

Kondisi perekonomian global diperkirakan tumbuh lebih baik pada tahun 2021 dipengaruhi penanganan

pandemi COVID-19 yang semakin membaik. Arah pertumbuhan diperkirakan cenderung lebih akseleratif

yang juga menjadi pendukung perekonomian Sulawesi Barat. Merujuk pada hal tersebut, Bank Dunia

memperkirakan pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang Sulawesi Barat menguat pada tahun 2021.

Perekonomian Tiongkok diperkirakan tumbuh 8,50% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2020

yang tumbuh sebesar 2,30% (yoy). Untuk India, perekonomian negara ini diperkirakan tumbuh 8,30% (yoy)

pada tahun 2021 atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 yang tumbuh sebesar -7,3% (yoy) (Grafik 7.1).

Prospek ini diperkirakan sejalan dengan indikator Composite Leading Indicator (CLI) Tiongkok dan India

yang menguat (Grafik 7.2).

Grafik 7.1. Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok dan

India Grafik 7.2. CLI dan Pertumbuhan Impor

Sumber: World Bank, diolah Sumber: CEIC dan OECD, diolah

7.1.2 Prospek Sisi Penawaran

Peningkatan harga komoditas mendorong penguatan sektor pertanian pada tahun 2021. Kenaikan

harga TBS Kelapa Sawit akan menjadi motor penggerak pertumbuhan di sektor pertanian . Kondisi cuaca

La Nina telah berakhir pada triwulan II 2021 sehingga produksi sektor pertanian dapat menjadi lebih

optimal meskipun terdapat fenomena kemarau basah yang terjadi. Selain itu, perluasan budidaya udang

vaname juga akan mendorong peningkatan pada sektor pertanian.

Sektor perdagangan diperkirakan tumbuh membaik di tahun 2021. Program perlindungan sosial

Pemulihan Ekonomi Nasional meningkatkan daya beli masyarakat sehingga akan mendorong sektor

Page 104: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

86

BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN

L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

perdagangan walaupun sedikit terhambat akibat penerapan PPKM. Momentum HBKN akan meningkatkan

konsumsi masyarakat sehingga akan berdampak positif pada sektor perdagangan. Selain itu,

Pembebasan PPnBM 100% untuk pembelian mobil akan peningkatkan penjualan mobil selama tahun

2021.

Administrasi Pemerintahan akan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Kegiatan

perekonomian yang membaik akibat pembangunan kembali pascagempa serta proses vaksinasi COVID-

19 akan meningkatkan pendapatan pemerintah.

Pengolahan komoditas melalui industri diperkirakan meningkat pada tahun 2021. Produksi CPO

sebagai kegiatan industri utama di Sulawesi Barat diperkirakan membaik sejalan dengan faktor musiman.

Produksi TBS yang meningkat juga akan mendorong peningkatan produksi CPO di Sulawesi Barat.

Terlebih lagi, harga komoditas global juga diperkirakan akan mengalami peningkatan. Bank Dunia

memperkirakan harga komoditas ekspor Sulawesi Barat secara keseluruhan di tahun 2021 akan tumbuh

positif. Harga komoditas CPO di tingkat global diperkirakan sebesar $975/MT pada tahun 2021 atau lebih

tinggi dibandingkan tahun 2020 yang memiliki harga sebesar $752/MT. Untuk kakao, harga komoditas ini

diperkirakan sebesar $2,40/kg pada tahun 2021 atau lebih tinggi dibandingkan harga tahun 2020 yang

sebesar $2,37/kg.

Grafik 7.3. Harga CPO Dunia dan Proyeksinya Grafik 7.4. Harga Kakao Dunia dan Proyeksinya

Sumber: World Bank dan CMO, diolah Sumber: World Bank dan CMO, diolah

7.1.3 Risiko

Dengan mencermati perkembangan ekonomi terkini, Bank Indonesia memandang potensi risiko yang

dapat mengganggu akselerasi pertumbuhan ekonomi, antara lain:

Page 105: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 87

BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN

Tabel 7.1. Risiko Pertumbuhan Ekonomi

Faktor Penjelasan Risiko

Virus COVID-19 Penyebaran virus mutasi baru berpotensi mengurangi demand

CPO Negara tujuan Ekspor

Downside Risk

Bencana Gempa

Bencana gempa bumi yang merusak sejumlah bangunan dan

infrastruktur berdampak perlambatan pertumbuhan ekonomi

Downside Risk

Pembangunan kembali pascagempa akan mendorong

perekonomian Upside Risk

Cuaca Fenomena El Nino / La Nina berdampak pada curah hujan Downside Risk

Harga Komoditas Peningkatan harga komoditas global Upside Risk

Kebijakan

Pemerintah Realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional Upside Risk

Ruang Fiskal Refocusing anggaran untuk penanganan COVID-19 Downside Risk

Arah kebijakan Pemerintah Pusat yang tidak hanya mengarah

pada akselerasi pemulihan juga transformasi ekonomi daerah Upside Risk

Investasi Penerapan undang-undang baru dan pembentukan SWF Upside Risk

7.2 Prospek Inflasi

Inflasi 2021 diperkirakan berada dalam rentang target yang ditetapkan pemerintah, yaitu 3±1%.

Pembangunan kembali pascagempa akan membuat distribusi pasokan kembali lancar sehingga mampu

memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebijakan penyesuaian tarif cukai rokok pada triwulan I tahun 2021

akan mendorong tekanan inflasi tahun 2021. Kondisi cuaca yang mulai membaik memasuki pertengahan

tahun 2021 akan membuat produksi komoditas hortikultura menjadi lebih baik dibandingkan awal tahun

2021. Harga minyak dunia yang diperkirakan meningkat tidak akan mempengaruhi inflasi tahun 2021

secara signifikan.

Grafik 7.5. Harga Minyak Dunia (Rata-rata) dan Proyeksinya

Sumber: World Bank dan CMO, diolah

7.2.1. Risiko

Pengendalian inflasi yang rendah dan stabil perlu memperhatikan potensi risiko yang dapat

meningkatkan tekanan harga lebih tinggi, antara lain:

-60

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

0

20

40

60

80

100

120

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

20

13

20

14

20

15

20

16

20

17

20

18

20

19

20

20

20

21

20

22

20

23

20

24

20

25

20

30

Harga Minyak Proyeksi Harga

Pert. Harga Minyak - skala kanan Proyeksi Pert. - skala kanan$/bbl% (yoy)

Page 106: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

88

BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN

L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Faktor Penjelasan Risiko

Volatile Food

Pasokan komoditas pangan yang strategis seperti beras, ikan

segar, bumbu-bumbuan, ayam, dan telur.

Medium

Kondisi cuaca dan dampak dari bencana gempa yang

memengaruhi produksi komoditas pertanian dan perikanan.

Kesulitan nelayan yang disebabkan oleh keterbatasan peralatan

dan infrastruktur

Produksi ikan segar untuk mencukupi demand masyarakat

Administered Price

Kebijakan penyesuaian tarif cukai rokok Low

Kebijakan tarif transportasi yang ditetapkan oleh penyedia jasa. Medium

Rencana pencabutan subsidi gas elpiji 3kg Medium

Kebijakan penyesuaian BBM yang menyesuaikan harga global Medium

Core Meningkatnya permintaan masyarakat sejalan dengan proses

pemulihan ekonomi daerah Medium

Page 107: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 89

LAMPIRAN

Istilah Keterangan

Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham

preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Credit Limit Batas kredit

Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan

Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif

Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan

Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan

antara bank dengan nasabah

Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat

dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan

Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau

kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak

melakukan perhitungan rinci dan penyortiran

E-money Uang elektronik

Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau

surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Good corporate

governance

Tata kelola yang baik

Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat

ditimbulkan

Idle money Uang yang tidak terpakai

Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Page 108: LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …

90 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21

Istilah Keterangan

Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain

Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur

organisasi

Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan

Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealerUtama

Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai

Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara

keseluruhan

Margin Selisih

Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak

membahayakan kelangsungan usahanya

Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan tertentu

terhadap satu bulan sebelumnya

Push factor Faktor pendorong

Prompt indicator Indikator yang menunjukkan arah variabel acuan pada waktu bersamaan

Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain

Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk memengaruhi permintaan agregat (aggregate

demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam

jangka pendek

Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya

ditawarkan oleh bank-bank ritel

Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu

(hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya

Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu tertentu

(hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31

Desember)