LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …
Transcript of LAPORAN PEREKONOMIAN AGUSTUS PROVINSI SULAWESI …
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 i
LAPORAN PEREKONOMIAN
PROVINSI SULAWESI BARAT
AGUSTUS
2021
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat
Volume 15 Nomor 3
ii L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Publikasi ini dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/lpp
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
Fungsi Perumusan Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Daerah
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat
Jl. Andi P. Pettarani No.1, Mamuju
Sulawesi Barat 91511, Indonesia
Telepon: 0426 - 22192, Faksimili: 0426 - 21656
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 iii
KATA PENGANTAR
Laporan Perekonomian Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan
disajikan setiap 3 (tiga) bulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat, mencakup aspek perkembangan ekonomi makro,
keuangan pemerintah, perkembangan inflasi, stabilitas sistem keuangan
dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan
uang Rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek
perekonomian ke depan. Laporan ekonomi daerah di samping bertujuan
untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam
merumuskan kebijakan moneter, stabilitas sistem keuangan, serta sistem
pembayaran dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi
salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat
keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di
daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi
stakeholders di wilayah kerjanya.
Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data dan
informasi yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta melalui
perolehan data internal, yaitu survei dan liaison. Sehubungan dengan hal
tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua
pihak yang telah berkontribusi, baik berupa pemikiran maupun penyediaan
data dan informasi secara kontinu, tepat waktu, dan reliable. Harapan kami,
hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan
ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Saran serta masukan dari
para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang
lebih baik ke depan.
Mamuju, Agustus 2021
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI BARAT
ttd
Hermanto Deputi Direktur
Tim Penyusun
Penanggung Jawab
Hermanto
Koordinator Penyusun
M. Bugie
Editor
Dimas Raditya Dwi Putra
Tim Penulis
Perkembangan Ekonomi – Muhammad Nurfauzan
Rahimuddin
Keuangan Pemerintah – Dimas Raditya Dwi Putra
Inflasi – Pandu Anggara
Stabilitas Keuangan Daerah – Pandu Anggara
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran &
Pengelolaan Uang Rupiah - Muhamad Dicky Kusnadi
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan – Andi Adilah
Bunyamin
Prospek Perekonomian – Muhammad Nurfauzan
Rahimuddin
Sektor Perikanan Sulawesi Barat –
Muhammad Nurfauzan Rahimuddin
Sinergi Program dalam Pengembanga n
Ekonomi dan Keuangan Syariah Sulawesi
Barat – Raynaldo Ignatius Tiwa Handojo
Kontributor
Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan
Keuangan
Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM,
KI, dan Syariah
Unit Implementasi Kebijakan Sistem
Pembayaran dan Pengawasan Sistem
Pembayaran-Pengelolaan Uang Rupiah
iv L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
VISI BANK INDONESIA
Menjadi bank sentral digital terdepan yang berkontribusi secara nyata terhadap
perekonomian nasional dan terbaik di antara negara Emerging Markets untuk Indonesia
maju.
MISI BANK INDONESIA
1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan moneter
dan bauran kebijakan Bank Indonesia.
2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan makroprudensial
Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial Otoritas Jasa Keuangan.
3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan
sistem pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan pemerintah dan mitra
strategis lain.
4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan melalui sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal
dan reformasi struktural pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.
5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi, termasuk
infrastruktur, melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.
6. Turut mengembangan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga ke
tingkat daerah.
7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan
sistem informasi Bank Indonesia.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Nilai-nilai strategis Bank Indonesia adalah: (i) kejujuran dan integritas (trust and integrity); (ii)
profesionalisme (professionalism); (iii) keunggulan (excellence); (iv) mengutamakan
kepentingan umum (public interest); dan (v) koordinasi dan kerja sama tim (coordination and
teamwork) yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama (religi).
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 v
DAFTAR ISI
1.2.1 Konsumsi Rumah Tangga_____________________________________________________________ 4
1.2.2 Konsumsi Pemerintah _______________________________________________________________ 5
1.2.3 Investasi _________________________________________________________________________ 6
1.2.4 Ekspor ___________________________________________________________________________ 7
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan _____________________________________ 10
1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran __________________________________________ 12
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan __________________________________________________ 12
1.3.4 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial __________________ 13
1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi__________________________________________________________ 14
2.2.1 Pendapatan ______________________________________________________________________ 27
2.2.2 Belanja Pemerintah ________________________________________________________________ 29
2.2.3 Pendapatan - Pengeluaran dan Rasio Kemandirian ________________________________________ 29
3.1.1.1 Inflasi Kelompok Ma kanan, Minuman, dan Tembakau ______________________________________ 37
3.1.1.2 Inflasi Kelompok Pakaian dan Alas Kaki _________________________________________________ 38
3.1.1.3 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Ba kar RT _______________________________ 38
3.1.1.4 Inflasi Kelompok Informasi, Komuni kasi, dan Jasa Keuangan ________________________________ 40
3.1.1.5 Inflasi Kelompok Transportasi ________________________________________________________ 41
3.1.1.6 Inflasi Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya _____________________________________ 42
4.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga ____________________________________ 49
4.1.2 Dana Pihak Ketiga Perseorangan Perbankan _____________________________________________ 50
4.1.3 Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga ________________________________________________ 51
KATA PENGANTAR __________________________________________________________________________________ iii
RINGKASAN EKSEKUTIF ____________________________________________________________________________ xi
TABEL INDIKATOR EKONOMI ________________________________________________________________________xvi
Perkembangan Ekonomi ________________________________________________________________________ 1
1.1. Kondisi Umum....................................................................................................................................................... 2
1.2. Sisi Permintaan ...................................................................................................................................................... 2
1.3. Sisi Penawaran....................................................................................................................................................... 9
Keuangan Pemerintah _________________________________________________________________________ 24
2.1. Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat ................................................................................................ 25
2.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat ....................................................................................... 27
Inflasi _______________________________________________________________________________________ 33
3.1. Inflasi Secara Umum ............................................................................................................................................ 34
3.1.1 Inflasi Kelompok Pengeluaran................................................................................................................................ 36
3.2. Upaya Pengendalian Harga ...................................................................................................................................... 43
Stabilitas Keuangan Daerah_____________________________________________________________________ 48
4.1. Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga ........................................................................................... 49
4.2. Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi .................................................................................................... 52
4.3. Perkembangan Institusi Perbankan ..................................................................................................................... 55
vi L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
4.3.1 Perkembangan Kredit dan D PK Agregat _________________________________________________ 55
4.3.2 Perkembangan Kredit dan D PK Spasial _________________________________________________ 57
5.1.1. Per kembangan Inflow/Outflow Uang Kartal________________________________________________ 66
5.1.2. Penarikan Uang Tidak Layak Edar _______________________________________________________ 67
5.1.3. D enominasi aliran uang kartal di Sulawesi Barat ____________________________________________ 68
5.2.1. Transaksi Kliring ___________________________________________________________________ 69
5.2.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) ____________________________________________ 69
7.1.1 Prospek Sisi Permintaan _______________________________________________________________ 84
7.1.2 Prospek Sisi Penawaran _______________________________________________________________ 85
7.1.3 Risiko _____________________________________________________________________________ 86
7.2.1. Risiko _____________________________________________________________________________ 87
4.4. Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan ................................................................................. 61
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran & Pengelolaan Uang Rupiah ____________________________________ 65
5.1. Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai .......................................................................................................... 66
5.2. Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai ................................................................................................... 69
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan _____________________________________________________________ 73
6.1. Ketenagakerjaan ................................................................................................................................................. 74
6.2. Nila i Tukar Petani................................................................................................................................................. 78
6.3. Tingkat Kemiskinan ............................................................................................................................................. 80
Prospek Perekonomian _________________________________________________________________________ 83
7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi .......................................................................................................................... 84
7.2. Prospek Inflasi...................................................................................................................................................... 87
LAMPIRAN _________________________________________________________________________________________ 89
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1. Pertumbuhan E konomi Kawasan Sulawesi (%yoy) ........................................................................................................ 2
Tabel 1. 2. Produk Domestik Regional Bruto (PD RB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ........................................................ 3
Tabel 1. 3. Produk Domestik Regional Bruto (PD RB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran ........................................................10
Tabel 1. 4 Pot ensi Perikanan Tangkap Wilayah Peng elolaan Perikanan Indonesia .........................................................................15
Tabel 1. 5 Jumlah Hasil Tangkap, Nelayan, dan Kapal Nelayan Provinsi di Pulau Sulawesi ............................................................16
Sumber: Kement erian Kelautan dan Peri kanan Republik Indonesia .............................................................................................16
Tabel 1. 6 Daftar Pondok Pesantren Binaan KPw BI Sulawesi Barat ...............................................................................................20
Tabel 2. 1. Realisasi APBN Ke Sulawesi Barat .................................................................................................................................25
Tabel 2. 2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta) .............................................................................................................28
Tabel 2. 3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta) .....................................................................................................................30
Tabel 3. 1. Inflasi di Pulau Sulawesi ...............................................................................................................................................34
Tabel 3. 2. Inflasi Berdasarkan Kelompok ......................................................................................................................................35
Tabel 6. 1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (rb jiwa)....................................................................75
Tabel 6. 2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (rb jiwa) ..........................................76
Tabel 6. 3. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja.................................................................................................77
Tabel 6. 4. NTP Setiap Sub Sektor ..................................................................................................................................................79
Tabel 6. 5. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan ................................................................................................................................81
Tabel 7. 1. Risiko Pertumbuhan Ekonomi ......................................................................................................................................87
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1. Pertumbuhan E konomi Triwulanan (%yoy) ................................................................................................................... 2
Grafik 1.2. Struktur Ekonomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ........................................................................................................ 3
Grafik 1.3. Andil Pertumbuhan E konomi Sulawesi Barat Sisi Permintaan ....................................................................................... 3
Grafik 1.4. Per kembangan Konsumsi RT ........................................................................................................................................ 5
Grafik 1.5. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan Lalu ................................................................................................................ 5
Grafik 1.6. Per kembangan Kr edit Konsumsi ................................................................................................................................... 5
Grafik 1.7. Per kembangan Penjualan Mobil.................................................................................................................................... 5
Grafik 1.8. Per kembangan Konsumsi Pemerintah .......................................................................................................................... 6
Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Barat ....................................................................................... 6
Grafik 1.10. Perkembangan Giro Pemerintah Daerah di Perbankan Sulawesi Barat........................................................................ 6
Grafik 1.11. Perkembangan Investasi ............................................................................................................................................. 7
Grafik 1.12. Perkembangan Kredit Investasi................................................................................................................................... 7
Grafik 1.13. Realisasi Penanaman Modal ........................................................................................................................................ 7
Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor ................................................................................................................................................ 8
Grafik 1.15. Aktivitas Ekspor LN ...................................................................................................................................................... 8
Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor ................................................................................................................................................. 8
Grafik 1.17. Pangsa Komoditas Ekspor LN Triwulan II 2021 ............................................................................................................ 8
Grafik 1.18. Perkembangan Harga CPO Dunia ................................................................................................................................ 9
Grafik 1.19. Perkembangan Harga Kakao Dunia ............................................................................................................................. 9
Grafik 1.20. Struktur E konomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran ......................................................................................................10
vii
i
L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Grafik 1.21. Andil Pertumbuhan E konomi Sulawesi Barat Sisi Penawaran.....................................................................................10
Grafik 1.22. Perkembangan Lapangan Usaha Pertanian................................................................................................................11
Grafik 1.23. Perkembangan Produksi Tandan Buah S egar (TBS ) Kelapa Sawit ..............................................................................11
Grafik 1.24. Perkembangan Harga TBS..........................................................................................................................................11
Grafik 1.25. Perkembangan Curah Hujan ......................................................................................................................................11
Grafik 1.26. Perkembangan Kredit Pertanian ................................................................................................................................12
Grafik 1.27. Perkembangan Lapangan Usaha Perdagangan .........................................................................................................12
Grafik 1.28. Perkembangan Kredit S ektor Perdagangan................................................................................................................12
Grafik 1.29. Perkembangan Lapangan Usaha Industri Pengolahan ...............................................................................................13
Grafik 1.30. Perkembangan Aktivitas Produksi CPO ......................................................................................................................13
Grafik 1.31. Perkembangan Kredit S ektor Industri Pengolahan .....................................................................................................13
Grafik 1.32. Perkembangan Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan ....................................................................................14
Grafik 1.33. Perkembangan Lapangan Usaha Konstruksi ..............................................................................................................14
Grafik 1.34. Perkembangan Kredit Konstruksi ...............................................................................................................................14
Grafik 2.1. Per kembangan Pagu dan Realisasi APBN Sulawesi Ba rat .............................................................................................26
Grafik 2.2. Realisasi APBN S ulawesi Barat .....................................................................................................................................26
Grafik 2.3 Pangsa Belanja Modal APBN..........................................................................................................................................26
Grafik 2.4. Realisasi Belanja Modal ................................................................................................................................................26
Grafik 2.5. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Ba rat..............................................................................................27
Grafik 2.6. Per kembangan Pendapatan Pemerintah Prov. Sulawesi Barat .....................................................................................29
Grafik 2.7. Per kembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat ............................................................................................31
Grafik 3.1. Inflasi Sulbar, Sulampua, dan Nasional ........................................................................................................................34
Grafik 3.2. Andil Kelompok t erhadap Inflasi Tahunan pada Triwulan II 2021 .................................................................................36
Grafik 3.3. Inflasi Makanan, Minuman dan Temba kau dan IHK ......................................................................................................37
Grafik 3.4. Andil Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau ....................................................................................................37
Grafik 3.5. Inflasi Sub Kelompok Ma kan, Minuman dan Tembakau ...............................................................................................38
Grafik 3.6. Inflasi Pakaian dan Alas Kaki dan IHK ...........................................................................................................................39
Grafik 3.7. Andil Kelompok Pakaian dan Alas Kaki .........................................................................................................................39
Grafik 3.8. Inflasi Sub Kelompok Pakaian dan Alas Kaki ................................................................................................................39
Grafik 3.9. Inflasi Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Ba kar RT dan IHK ........................................................................................40
Grafik 3.10. Andil Kelompok Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Ba kar RT .....................................................................................40
Grafik 3.11. Inflasi Sub Kelompok Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Ba kar RT .............................................................................41
Grafik 3.12. Inflasi Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan dan IHK .........................................................................................41
Grafik 3.13. Andil Sub Kelompok Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan................................................................................41
Grafik 3.14. Inflasi Sub Kelompok Infor masi, Komunikasi dan Jasa Keuangan ..............................................................................42
Grafik 3.15. Inflasi Transportasi dan IHK .......................................................................................................................................42
Grafik 3.16. Andil Sub Kelompok Transportasi ..............................................................................................................................42
Grafik 3.17. Inflasi Sub Kelompok Transportasi .............................................................................................................................43
Grafik 3.18. Inflasi Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya dan IHK ..................................................................................................44
Grafik 3.19. Andil Sub Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya .........................................................................................44
Grafik 3.20. Inflasi Sub Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya ........................................................................................44
Grafik 4.1. Per kembangan Survei Konsumen ................................................................................................................................49
Grafik 4.2. Per kembangan Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini..........................................................................................................49
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 ix
Grafik 4.3. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap Total DPK di S ulawesi Barat ...............................................................................50
Grafik 4.4. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Barat ..........................................................................................................50
Grafik 4.5. Pertumbuhan Jenis DPK dari sisi Kepemilikan .............................................................................................................51
Grafik 4.6. Pertumbuhan Komposisi DPK Perseorangan................................................................................................................51
Grafik 4.7. Per kembangan Kr edit Rumah Tangga ..........................................................................................................................52
Grafik 4.8. Per kembangan Risiko Kredit Rumah Tangga................................................................................................................52
Grafik 4.9. Per kembangan Kr edit Korporasi ..................................................................................................................................54
Grafik 4.10. Pangsa Kr edit Korporasi .............................................................................................................................................54
Grafik 4.11. Perkembangan Risiko Kr edit Kor porasi ......................................................................................................................55
Grafik 4.12. Perkembangan Penyaluran Kredit ..............................................................................................................................57
Grafik 4.13. Perkembangan Aset dan DPK .....................................................................................................................................57
Grafik 4.14. Share Kredit Bank Umum secara Spasial Triwulan I 2021 ............................................................................................58
Grafik 4.15. Share Kredit Bank Umum secara Spasial Triwulan II 2021 ...........................................................................................58
Grafik 4.16. Komposisi Jenis Penggunaan Kr edit Triwulan II 2021 .................................................................................................59
Grafik 4.17. Rasio NPL Bank Umum secara Spasial........................................................................................................................59
Grafik 4.18. Share DPK Bank Umum Spasial pada Triwulan I 2021 .................................................................................................60
Grafik 4.19. Share DPK Bank Umum Spasial pada Triwulan II 2021 ................................................................................................60
Grafik 4.20. Komposisi Jenis DPK S pasial Triwulan II 2021 ............................................................................................................61
Grafik 4.21. Perkembangan Kredit UMKM ......................................................................................................................................62
Grafik 4.22. Perkembangan Risiko Kr edit UMKM ...........................................................................................................................62
Grafik 4.23. Rasio Rekening Tabungan per Penduduk Usia Bekerja ...............................................................................................63
Grafik 4.24. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Usia Bekerja .....................................................................................................63
Grafik 5.1. Per putaran Uang Kartal KPw BI Prov. S ulawesi Barat ...................................................................................................66
Grafik 5.2. Per kembangan Outflow, Konsumsi RT, dan Pemerintah ...............................................................................................66
Grafik 5.3. Per kembangan Setoran Uang Tidak Layak E dar ...........................................................................................................67
Grafik 5.4. D enominasi Uang Kartal Outflow Sulawesi Barat..........................................................................................................68
Grafik 5.5. D enominasi Uang Logam Outflow Sulawesi Barat ........................................................................................................68
Grafik 5.6. D enominasi Uang Kartal Inflow Sulawesi Barat............................................................................................................69
Grafik 5.7. D enominasi Uang Logam Inflow Sulawesi Barat ...........................................................................................................69
Grafik 5.8. Transaksi Kliring Kr edit ................................................................................................................................................70
Grafik 5.9. Jumlah Warkat Kliring Kr edit .......................................................................................................................................70
Grafik 5.10. Transaksi Kliring Debit ...............................................................................................................................................70
Grafik 5.11. Jumlah Warkat Kliring Debit .......................................................................................................................................70
Grafik 5.12. Transaksi RTGS ..........................................................................................................................................................71
Grafik 6.1. Kondisi Ekonomi Saat ini Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu...........................................................................................74
Grafik 6.2. E kspektasi Kondisi Ekonomi 6 Bulan ke Depan Dibandingkan Saat Ini .........................................................................74
Grafik 6.3. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor....................................................................................................76
Grafik 6.4. Ting kat Pendidikan Tenaga Kerja Sulawesi Barat .........................................................................................................77
Grafik 6.5. Ting kat Pengangguran Terbuka (TPT) ..........................................................................................................................77
Grafik 6.6. NTP Sulawesi Barat ......................................................................................................................................................78
Grafik 6.7. Ting kat Kemiskinan Di Sulawesi Barat..........................................................................................................................80
Grafik 7.1. Pertumbuhan E konomi Tiong kok dan India .................................................................................................................85
Grafik 7.2. CLI dan Pertumbuhan Impor ........................................................................................................................................85
x L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Grafik 7.3. Harga CPO Dunia dan Proyeksinya ...............................................................................................................................86
Grafik 7.4. Harga Kakao Dunia dan Proyeksinya ............................................................................................................................86
Grafik 7.5. Harga Minyak Dunia (Rata-rata) dan Proyeksinya .........................................................................................................87
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Cetak Biru E konomi dan Keuangan Syariah Indonesia ...............................................................................................17
Gambar 1.2 Ma sterplan Ekonomi Syariah di Indonesia..................................................................................................................18
Gambar 1.3 Strategi Nasional Pengembangan UMKM Indonesia ...................................................................................................20
Gambar 1.4 Pengukuhan Hebitren Provinsi Sulawesi Barat ..........................................................................................................21
DAFTAR BOKS
SEKTOR PERIKANAN SULAWESI BARAT .........................................................................................................................................15
SINERGI PROGRAM DALAM PENGE MBANGAN E KONOMI DAN KEUANGAN S YARIAH SULAWESI BARAT ............................................17
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 xi
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perkembangan Ekonomi
Ekonomi Sulawesi
Barat tumbuh lebih
baik pada triwulan II
2021
Ekonomi Sulawesi Barat tumbuh positif pada triwulan II 2021. Pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 tercatat sebesar 5,44% (yoy) atau
lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2021 yang mengalami kontraksi sebesar
-1,03% (yoy). Investasi terpantau meningkat sejalan dengan pembangunan
pascagempa yang terus berjalan. Dari sisi penawaran, sektor pertanian tumbuh
positif didorong oleh produksi tandan buah segar kelapa sawit yang meningkat.
Kemudian, pembebasan PPnBM untuk pembelian mobil juga mendorong sektor
perdagangan untuk tumbuh lebih baik. Dari perspektif regional, ekonomi
kawasan Sulawesi tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan Sulawesi Barat
dengan tingkat pertumbuhan 8,51% (yoy) pada triwulan II 2021. Seluruh
perekonomian provinsi di Pulau Sulawesi telah tumbuh positif pada triwulan II
2021 dimana Sulawesi Tengah mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu 15,39%
(yoy).
Keuangan Pemerintah
Penyerapan belanja
Pemerintah Daerah
masih belum
maksimal
Pagu belanja APBN Provinsi Sulawesi Barat mengalami peningkatan pada tahun
2021. Pagu belanja APBN tercatat sebesar Rp5,59 triliun pada tahun 2021. Nilai ini
meningkat sebesar Rp938,83 miliar dibandingkan dengan pagu belanja APBN
Sulawesi Barat tahun 2020 yang bernilai Rp4,65 triliun. Dari pagu yang telah
ditentukan tersebut, jumlah realisasi belanja APBN pada triwulan II 2021
mencapai Rp1,27 triliun atau 37,50% dari pagunya. Realisasi tersebut lebih tinggi
apabila dibandingkan dengan triwulan II 2020 yang sebesar 36,71% dari pa gu
yang ditetapkan.
Kinerja fiskal Pemerintah Daerah dari sisi pendapatan terpantau menurun pada
triwulan II 2021. Realisasi pendapatan pada triwulan II 2021 tercatat sebesar
Rp752,19 miliar atau 36,73% dari target pendapatan tahun 2021 yang senilai
Rp2,05 Triliun. Realisasi ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan II
2020 yang terealisasi sebesar Rp836,41 miliar atau 43,7% dari targetnya.
Penurunan pendapatan ini terjadi pada komponen pendapatan transfer yang
turun dari Rp686,48 miliar atau 40,94% dari targetnya pada triwulan II 2020
menjadi Rp596,16 milyar atau 35,93% dari targetnya pada triwulan II 2021.
Penurunan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat untuk mengalihkan
alokasi dana transfer ke daerah untuk penanganan COVID-19. Di sisi lain,
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terpantau mengalami peningkatan signifikan
setelah menyentuh titik pendapatan yang rendah pada triwulan I 2021.
Sisi belanja Pemerintah Daerah mengalami penurunan pada triwulan II 2021.
Realisasi belanja pada triwulan II 2021 tercatat sebesar Rp478,97 miliar atau
23,33% dari target belanja tahun 2021 yang senilai Rp2,06 Triliun. Realisasi
xii L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan II 2020 yang
mencapai Rp512,3 miliar atau 26,5% dari targetnya. Melihat lebih detail pada
komponennya, belanja operasi merupakan komponen terbesar dan berpengaruh
cukup signifikan terhadap total belanja Pemerintah Daerah. Komponen belanja
operasi ini memiliki pangsa sebesar 78,64% dari total keseluruhan belanja
Pemerintah Daerah. Pada triwulan II 2021 tercatat belanja operasi telah terealisasi
sebesar Rp376,67 miliar (24,95%) atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 2020
yang terealisasi sebesar 26,09%. Sejalan dengan itu, belanja modal dan belanja
tidak terduga pada triwulan II 2021 juga mengalami penurunan dibandingkan
dengan triwulan II 2020. Realisasi belanja modal pada triwulan II 2021 adalah
sebesar Rp22,27 miliar (6,22%) atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 2020
yang mencapai Rp46,69 miliar (12,82%). Sedangkan untuk realisasi belanja tidak
terduga adalah sebesar Rp1,52 miliar (9,63%) atau lebih rendah dibandingkan
triwulan II 2020 yang mencapai Rp14,36 miliar (16,42%).
Inflasi
Inflasi Sulawesi Barat
terpantau meningkat
namun terkendali
pada triwulan II 2021
Faktor Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan pembangunan kembali
pascagempa mendorong inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021. Inflasi
tahunan Sulawesi Barat tercatat 3,95% (yoy) pada periode pelaporan, lebih tinggi
jika dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun
sebelumnya. Kondisi ini didorong oleh permintaan masyarakat terhadap
kebutuhan bahan pokok menjelang HBKN (Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri),
faktor cuaca, serta pembangunan kembali (rebuilding) pascagempa. Kelompok
bahan pangan bergejolak (volatile foods) menjadi “komponen utama” yang
berkontribusi terhadap capaian inflasi yang cukup tinggi. Namun demikian,
realisasi inflasi Sulawesi Barat yang terpantau cukup tinggi pada triwulan II 2021
masih berada di rentang batas 3% ± 1% (yoy).
Realisasi inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 terpantau melampaui
capaian inflasi kawasan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) dan Nasional.
Realisasi inflasi Sulawesi Barat tercatat sebesar 3,95% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan capaian inflasi kawasan Sulampua dan Nasional yang masing-
masing sebesar 1,64% (yoy) dan 1,33% (yoy). Jika ditinjau secara spasial, realisasi
inflasi tahunan seluruh provinsi di Pulau Sulawesi tercatat mengalami kenaikan
jika dibandingkan dengan triwulan I 2021, kecuali Sulawesi Tengah dan Sulawesi
Selatan. Provinsi Sulawesi Barat memiliki inflasi tertinggi diantara provinsi
lainnya, kemudian disusul oleh Gorontalo dan Sulawesi Utara.
Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau memberikan andil terbesar dalam
pembentukan IHK Sulawesi Barat pada triwulan II 2021. Andil inflasi kelompok ini
tercatat sebesar 3,02% (yoy) terhadap pembentukan IHK Sulawesi Barat pada
triwulan II 2021. Capaian tersebut lebih tinggi jika dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencatatkan andil inflasi sebesar 2,79% (yoy). Faktor bencana,
HBKN, dan pembangunan kembali pascagempa memengaruhi pasokan sejumlah
komoditas pangan, terutama komoditas ikan-ikanan dan aneka cabai. Faktor
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 xii
i
cuaca yang kurang mendukung menjadi salah satu penyebab terbatasnya
pasokan komoditas ikan-ikanan, utamanya ikan cakalang, layang, dan katamba.
Stabilitas Keuangan Daerah
Stabilitas keuangan
Sulawesi Barat
triwulan II 2021 tetap
terjaga
Realisasi kredit konsumsi pada triwulan II 2021 tercatat tumbuh sebesar 9,61%
(yoy), atau sebesar Rp6.888,55 miliar. Pencapaian ini relatif meningkat jika
dibandingkan triwulan I 2021 yang tercatat hanya tumbuh sebesar 5,31% (yoy).
Kenaikan realisasi kredit tersebut utamanya didorong oleh pertumbuhan pada 2
(dua) jenis kredit, yakni kredit multiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR). Kredit
multiguna tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari triwulan I 2021
yang tercatat tumbuh 5,87% (yoy) menjadi tumbuh sebesar 16,51% (yoy) pada
triwulan II 2021. Hal ini dipengaruhi oleh perbaikan penghasilan masyarakat, serta
momentum HBKN (Ramadan dan Idul Fitri) mendorong konsumsi berbagai
kebutuhan masyarakat. Sementara itu, untuk kredit pemilikan rumah (KPR)
tercatat tumbuh sebesar 16,75% (yoy), meningkat dibandingkan periode
sebelumnya sebesar 13,06% (yoy). Hal ini tidak terlepas dari ketentuan
pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) dari Bank Indonesia
untuk mendorong permintaan pada sektor properti, di samping stimulus dari
Pemerintah berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) untuk rumah
tapak dan rumah susun dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.
Risiko kredit bermasalah (NPL) perbankan di Kabupaten wilayah Sulawesi Barat
terpantau stabil pada triwulan II 2021. Risiko kredit bermasalah (NPL) perbankan
di 6 (enam) kabupaten cenderung stabil. Terdapat masing-masing 3 (tiga)
Kabupaten yang mengalami penyesuaian NPL, baik meningkat ataupun menurun.
Tiga kabupaten yang mengalami peningkatan, diantaranya adalah Kabupaten
Polewali Mandar, Mamasa, dan Pasangkayu. Kabupaten Polewali Mandar tercatat
mengalami kenaikan NPL menjadi 1,17% pada periode pelaporan, dari
sebelumnya sekitar 0,97% pada triwulan II 2021. Untuk Kabupaten Mamasa turut
mengalami peningkatan, yakni dari sebelumnya 0,49% menjadi 0,53% di triwulan
II 2021. Sementara untuk Kabupaten Pasangkayu juga mengalami hal yang sama,
yakni naik dari 1,01% di triwulan I 2021 menjadi 1,18% pada periode pelaporan.
Namun demikian, secara rasio masih berada dalam level aman atau di bawah
batas NPL Gross (< 5,00%).
Sistem Pembayaran
Peningkatan net
outflow pada triwulan
II 2021 menunjukkan
pemulihan ekonomi
Transaksi pembayaran tunai di Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021
tercatat mengalami net outflow sebesar Rp 924,38 miliar. Kondisi ini sejalan
dengan lebih besarnya uang yang disalurkan (outflow) oleh KPw. Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat dibandingkan setoran uang tunai (inflow) dari masyarakat
yang diterima melalui perbankan. Outflow pada periode laporan tercatat sebesar
Rp 1.085,53 miliar atau tumbuh sebesar 35,65% (yoy) dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya. Selanjutnya, juga tercatat lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan I 2021 yang terkontraksi sebesar 21,44% (yoy).
xiv L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang
mendukung stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia menyelenggarakan
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). Pada triwulan II 2021 diketahui
bahwa nominal transaksi kliring kredit tercatat sebesar Rp 147,61 miliar atau
tumbuh sebesar 8,77% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Nominal ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2021
yang terkontraksi sebesar 24% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut volume warkat
kliring juga mengalami penurunan sebesar -16,66% (yoy) dengan volume warkat
mencapai 5.303 warkat. Menurunnya transaksi non tunai disebabkan oleh
bencana gempa yang terjadi pada 15 Januari 2021.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Ketersediaan
lapangan kerja yang
meningkat perlu
dimanfaatkan untuk
mengurangi
pengangguran
Ketersediaan lapangan kerja pada triwulan II 2021 tumbuh positif. Berdasarkan
Survei Konsumen oleh Bank Indonesia terkait kondisi ekonomi saat ini
dibandingkan enam bulan yang lalu diketahui bahwa indeks ketersediaan
lapangan kerja di Sulawesi Barat tumbuh pada level 79, dimana sebelumnya pada
triwulan I 2021 mencapai level 62. Perbaikan ketersediaan lapangan kerja
tersebut turut didukung oleh vaksinasi yang semakin masif dilaksanakan oleh
masyarakat Sulawesi Barat di masa pandemi COVID-19 saat ini sehingga beberapa
penggiat ekonomi mulai beraktivitas kembali. Demikian halnya kegiatan
pemulihan pascabencana gempa bumi turut mendorong aktivitas ekonomi
berangsur membaik. Selain itu, optimisme ketersediaan lapangan kerja juga
sejalan dengan disahkannya Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 3
Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Industri Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2020-2040.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Barat tumbuh 3,28% (yoy) per
Februari 2021. Kondisi ini berarti bahwa pada setiap 100 orang angkatan kerja
pada Februari 2021 akan ada pengangguran sebanyak 3-4 orang. Penawaran
lapangan kerja belum optimal digunakan dan adanya ketidaksesuaian spesifikasi
tenaga kerja dengan ketersediaan lapangan kerja menjadi isu meningkatnya
tingkat pengangguran terbuka di Sulawesi Barat. Hal tersebut diperburuk dengan
pandemi COVID-19 dan bencana alam gempa bumi.
Nilai Tukar Petani (NTP) tumbuh positif pada triwulan II 2021. NTP tumbuh positif
pada level 119,66 jika dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang berada pada
level 116,87. Hal ini bersumber dari membaiknya indeks harga diterima petani
yang mencapai level 129,75 dan di saat bersamaan indeks harga dibayar petani
tidak mengalami peningkatan yang signifikan yaitu pada level 108,43.
Peningkatan indeks Nilai Tukar Petani periode ini mengindikasikan peningkatan
kesejahteraan petani Sulawesi Barat.
Angka kemiskinan meningkat pada bulan Maret 2021. Tingkat kemiskinan di
Sulawesi Barat pada Maret 2021 mencapai 11,29% jika dibandingkan pada Maret
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 xv
2020 sebesar 10,87%. Jumlah penduduk miskin Provinsi Sulawesi Barat pada
bulan Maret 2021 sebanyak 157,19 ribu jiwa atau mengalami peningkatan sebesar
3.40% (yoy) jika dibandingkan Maret 2020 sejumlah 152,02 ribu jiwa. Adapun
persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2021 meningkat
menjadi 9,82% dari sebelumnya 9,59% pada Maret 2020. Demikian halnya dengan
persentase penduduk miskin di wilayah perdesaan meningkat dari 11,67% dari
sebelumnyai 11,26% pada Maret 2020.
Prospek Perekonomian
Pertumbuhan
ekonomi Sulawesi
Barat diperkirakan
akan tumbuh positif
dengan tingkat inflasi
yang stabil
Perekonomian Sulawesi Barat tahun 2021 diproyeksikan tumbuh positif. Proses
vaksinasi dan pembangunan pascagempa yang terus berjalan akan
meningkatkan aktivitas perekonomian selama tahun 2021. Permintaan
masyarakat akan tumbuh terbatas akibat penerapan PPKM untuk mengendalikan
kasus COVID-19 meskipun terdapat pembayaran THR dan program perlindungan
sosial Pemulihan Ekonomi Nasional. Belanja pemerintah diperkirakan masih
terhambat akibat refocusing anggaran. Sektor investasi diperkirakan tumbuh
lebih baik didorong oleh pembangunan pascagempa serta penerapan undang-
undang baru dan pembentukan Indonesia Investment Authority atau Sovereign
Wealth Fund. Kemudian, net ekspor akan tumbuh kuat seiring dengan
peningkatan harga CPO dan perbaikan perekonomian negara tujuan ekspor. Dari
sisi lapangan usaha, sektor pertanian diperkirakan tumbuh positif pada tahun
2021. Produksi komoditas utama mulai meningkat mengikuti tren harganya yang
tumbuh positif. Untuk sektor perdagangan, pembebasan PPnBM pembelian mobil
akan meningkatkan penjualan mobil yang berdampak pada kenaikan sektor
perdagangan. Pembangunan kembali pascagempa akan mendorong sektor
konstruksi untuk tumbuh tinggi. Kemudian, lapangan usaha industri pengolahan
yang berbasis kelapa sawit juga diperkirakan akan tumbuh sejalan dengan
persediaan bahan baku yang meningkat. Hal tersebut sejalan dengan
peningkatan harga CPO yang terjadi sejak awal tahun. Berdasarkan hal-hal
tersebut, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh pada rentang
3,5-4,3% (yoy) di tahun 2021.
Inflasi 2021 diperkirakan berada dalam rentang target yang ditetapkan
pemerintah, yaitu 3±1%. Pembangunan kembali pascagempa akan membuat
distribusi pasokan kembali lancar sehingga mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat. Kebijakan penyesuaian tarif cukai rokok pada triwulan I tahun 2021
akan mendorong tekanan inflasi tahun 2021. Kondisi cuaca yang mulai membaik
memasuki pertengahan tahun 2021 akan membuat produksi komoditas
hortikultura menjadi lebih baik dibandingkan awal tahun 2021. Harga minyak
dunia yang diperkirakan meningkat tidak akan mempengaruhi inflasi tahun 2021
secara signifikan.
xvi L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
TABEL INDIKATOR EKONOMI
Produk Domestik Regional Bruto & Inflasi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 xvi
i
Stabilitas Keuangan & Sistem Pembayaran
Sumber: Laporan Bank Umum dan Bank Indonesia, diolah
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
Stabilitas Keuangan
Perbankan
Nominal (Rp Miliar)
Total Aset 5,135.5 6,122.5 6,152.7 6,600.7 6,714.1 7,175,0 7,178.2 7,461.3 7,587.8 7,927.1 8,014.2 8,462.9 8,693.2 8,837.5 8,800.8 8,792.9 9,298.7 9,529.1 9,442.1 9,732.9
Total DPK 3304.6 3475.9 3944.1 4144.6 4023.3 3985.3 4344.9 4,777.0 4,768.8 4,404.5 4,890.3 5,322.8 5,334.0 4,670.0 4,653.8 5,213.4 6,200.6 5,186.9 5,512.4 5,881.6
Giro 477.6 439.4 1,111.5 1,019.4 946.3 430.3 1242.3 1,453.4 1,311.5 503.5 1,439.0 1,755.2 1,631.4 537.1 1,022.0 1,334.0 1,836.2 497.1 1,185.2 1,281.6
Tabungan 2529.9 2679.8 2400.5 2621.7 2588.6 2982.0 2584.9 2,792.9 2,926.0 3,434.5 2,930.5 3,072.1 3,170.3 3,644.0 3,192.7 3,398.9 3,763.8 4,164.3 3,794.0 4,076.1
Deposito 297.0 356.7 432.1 503.4 488.5 572.9 517.7 530.7 531.2 466.6 520.8 495.5 532.3 488.8 439.1 480.4 600.6 525.5 533.2 523.9
Total Kredit (Lokasi Proyek) 6530.8 7826.9 8025.6 8336.6 8339.4 9392.7 9622.2 10,154.9 10,508.4 11,086.5 11,347.4 11,672 11,898 12,281 12,441.9 12,289 12,689 13,025 13,054 13,570
Kredit Modal kerja (Lokasi Proyek) 1980.9 2243.2 2321.0 2444.8 2432.4 2665.0 2722.9 2,922.2 3,005.1 3,280.2 3,258.4 3,453 3,542 3,622 3,697.7 3,643 3,853 4,243 4,231 4,429
Kredit Investasi (Lokasi Proyek) 1,090.1 1,266.7 1,313.4 1,285.9 1,271.6 1,732.3 1,761.3 1,890.7 1,971.7 2,138.3 2,318.6 2,337 2,373 2,384 2,484.3 2,367 2,387 2,267 2,268 2,258
Kredit Konsumsi (Lokasi Proyek) 3459.9 4317.1 4391.2 4605.9 4635.4 4995.4 5138.0 5,342.1 5,531.7 5,668.0 5,770.4 5,882 5,983 6,275 6,259.8 6,279 6,449 6,515 6,555 6,883
Kredit UMKM (Lokasi Proyek) 2,718.5 3,088.8 3,199.4 3,308.8 3,213.2 3,353.0 3,424.0 3,699.3 3,833.8 4,079.1 4,264.6 4,444.0 4,480.2 4,567.5 4,672.3 4,540.3 4,685.0 4,827.2 4,825.8 4,907.5
Risiko Keuangan
NPL Gross (%)
Total Kredit (Lokasi Proyek) 2.07 1.91 1.91 1.95 1.80 1.59 1.59 1.81 1.85 1.76 1.89 1.76 1.76 1.54 2.29 1.53 1.30 1.17 1.40 4.47
Kredit Modal kerja (Lokasi Proyek) 2.87 3.07 3.54 3.55 3.53 2.73 2.86 3.32 3.58 3.30 3.79 3.07 3.31 2.94 5.07 2.36 1.98 1.72 2.19 11.57
Kredit Investasi (Lokasi Proyek) 2.48 1.70 2.65 2.52 1.89 2.01 1.68 1.91 1.74 1.62 1.40 1.63 1.38 1.03 1.44 1.26 0.97 0.91 1.27 1.54
Kredit Konsumsi (Lokasi Proyek) 0.63 0.41 0.83 0.94 0.82 0.82 0.88 0.96 0.95 0.94 1.00 1.05 0.99 0.92 0.99 1.16 1.01 0.90 0.93 0.86
Kredit UMKM (Lokasi Proyek) 2.74 2.35 3.60 3.58 3.71 3.08 3.10 3.56 3.67 3.39 3.61 3.14 3.31 2.83 4.74 2.51 2.08 1.92 2.36 2.82
Sistem Pembayaran
Sistem Pembayaran Tunai
Nominal (Rp Miliar)
In Flow 49.2 142.3 284.1 131.3 213.8 114.3 236.9 157.3 111.61 100.37 140.38 129.72 157.26 114.61 168.00 79.70 46.16 34.86 50.74 161.15
Out Flow 647.1 370.3 254.2 896.8 479.9 955.4 476.3 1260.4 -946.34 874.96 446.33 1003.44 813.03 930.39 518.67 800.25 587.44 1014.19 407.47 1085.53
Net Flow -597.8 -228.0 29.9 -765.5 -266.1 -841.1 -239.3 -1103.1 -834.73 -774.59 -305.95 -873.72 -867.92 -815.78 -350.67 -720.55 -541.28 -979.33 -356.74 -924.39
Sistem Pembayaran Non Tunai
Nominal Kliring (Rp Miliar) 9.6 14.1 41.9 9.1 18.1 13.3 10.3 5.6 6.4 6.5 6.9 7.5 2.53 11.35 5.5 3.9 4.6 4.44 1.93 1.69
Jumlah Warkat Kliring 138 295 245 242 310 253 303 217 197 233 227 204 135 151 119 100 110 82 61 60
202120202018 2019INDIKATOR
20172015 2016
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 1
BAB 01 PERKEMBANGAN EKONOMI
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
2 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
1.1. Kondisi Umum
Ekonomi Sulawesi Barat tumbuh positif pada triwulan II 2021. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat
pada triwulan II 2021 tercatat sebesar 5,44% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2021 yang
mengalami kontraksi sebesar -1,03% (yoy) (Grafik 1.1). Investasi terpantau meningkat sejalan dengan
pembangunan pascagempa yang terus berjalan. Dari sisi penawaran, sektor pertanian tumbuh positif
akibat produksi tandan buah segar kelapa sawit yang meningkat. Kemudian, pembebasan PPnBM untuk
pembelian mobil juga mendorong sektor perdagangan untuk tumbuh lebih baik. Dari perspektif regional,
ekonomi kawasan Sulawesi tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan Sulawesi Barat dengan tingkat
pertumbuhan 8,51% (yoy) pada triwulan II 2021 (Tabel 1.1). Seluruh perekonomian provinsi di Pulau
Sulawesi telah tumbuh positif pada triwulan II 2021 dimana Sulawesi Tengah mencatatkan pertumbuhan
tertinggi, yaitu 15,39% (yoy).
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan
(%yoy) Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan
Sulawesi (%yoy)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
1.2. Sisi Permintaan
Perbaikan ekonomi Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 ditopang oleh perbaikan kinerja
Investasi. Komponen permintaan tersebut mencatatkan pertumbuhan positif sebesar 10,80% (yoy)
setelah sebelumnya terkontraksi 7,35% (yoy) pada triwulan I 2021. Meningkatnya tingkat pertumbuhan ini
utamanya didorong oleh program pembangunan kembali gedung, bangunan, ru mah, jalan, serta jaringan
dan irigasi yang rusak akibat gempa bumi pada pertengahan Januari 2021. Sejalan dengan itu, komponen
konsumsi RT juga turut mengalami perbaikan dengan nilai pertumbuhan sebesar 3,20% (yoy). Perbaikan
ini sejalan dengan ekspektasi dan keyakinan masyarakat yang meningkat akibat pembangunan kembali
pasca gempa, proses vaksinasi COVID-19 yang terus berjalan, realisasi bantuan sosial dari pemerintah,
relaksasi aturan pembatasan mobilitas, dan momentum Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
Kemudian, terkait dengan ekspor, sektor ini tumbuh sebesar 4,66% (yoy) pada triwulan II 2021 didorong
oleh peningkatan permintaan negara tujuan ekspor dan kenaikan harga CPO yang merupakan komoditas
utama ekspor Sulawesi Barat. Sementara itu, konsumsi pemerintah mengalami perlambatan
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 3
pertumbuhan dari 12,76% (yoy) pada triwulan I 2021 menjadi 3,95% (yoy) pada triwulan II 2021.
Perlambatan pertumbuhan ini disebabkan oleh penurunan belanja modal oleh pemerintah seiring dengan
selesainya proyek pembangunan bendungan dan irigasi di wilayah sungai kaluku-karama dan palu-lariang
pada Maret 2021.
Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Permintaan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Struktur perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 didominasi oleh Konsumsi RT dan
Ekspor. Kedua sektor tersebut menjadi pendorong utama perekonomian Sulawesi Barat dengan pangsa
masing-masing sebesar 52,69% dan 47,05%. Kemudian, investasi yang mengalami pertumbuhan terbesar
pada triwulan II 2021 memiliki pangsa sebesar 27,85% dan diikuti oleh konsumsi pemerintah dengan
pangsa sebesar 14,02%.
Grafik 1.2. Struktur Ekonomi
Sulawesi Barat Sisi Permintaan Grafik 1.3. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Sisi
Permintaan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Investasi merupakan kontributor utama pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat triwulan II 2021.
Investasi menjadi komponen pengeluaran dengan nilai andil pertumbuhan tertinggi pada triwulan II 2021,
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
4 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
yaitu sebesar 3,01%. Andil pertumbuhan yang besar ini didorong oleh tingkat pertumbuhan dan pangsa
investasi dalam struktur ekonomi Sulawesi Barat yang besar. Hal ini kemudian diikuti oleh ekspor dan
konsumsi RT dengan nilai andil pertumbuhan masing-masing sebesar 2,19% dan 1,68%.
1.2.1 Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Rumah Tangga meningkat pada triwulan II 2021 akibat kondisi perekonomian yang
membaik. Komponen permintaan ini tercatat tumbuh sebesar 3,20% (yoy) setelah sebelumnya
terkontraksi -0,23% (yoy) pada triwulan I 2021. Peningkatan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2021
didorong oleh kondisi perekonomian Sulawesi Barat yang semakin membaik sebagai dampak dari
realisasi pembangunan kembali pascagempa. Selain itu, pada triwulan II 2021 Pemerintah melakukan
relaksasi aturan pembatasan sosial (terkait dengan kegiatan penyediaan makan minum dan menginap di
hotel) seiring dengan penurunan kasus positif COVID-19 harian di Sulawesi Barat yang kemudian
berdampak pada peningkatan mobilitas masyarakat. Berdasarkan data Google Mobility Index, tercatat
mobilitas masyarakat meningkat pada semua kategori, yaitu retail and recreation, grocery and pharmacy,
parks, transit stations, workplaces, dan residential. Indeks tertinggi adalah kunjungan masyarakat ke
grocery and pharmacy yang meningkat dari 4,96 pada triwulan I 2021 menjadi 40,29 pada triwulan II 2021
diikuti oleh kunjungan masyarakat ke parks yang meningkat dari -9,71 pada triwulan I 2021 menjadi 8,86
pada triwulan II 2021, dan indeks kunjungan masyarakat ke retail and recreation yang meningkat dari -
13,41 pada triwulan I 2021 menjadi 3,69 pada triwulan II 2021.
Daya beli masyarakat meningkat seiring dengan peningkatan ketersediaan lapangan kerja dan
penghasilan. Kondisi perekonomian yang mulai membaik mendorong sektor-sektor usaha untuk kembali
beroperasi. Hal ini kemudian mendorong ketersediaan lapangan kerja yang ditandai dengan peningkatan
indeks ketersediaan lapangan kerja yang meningkat dari 53,29 pada triwulan I 2021 menjadi 75,10 pada
triwulan II 2021. Peningkatan ketersediaan lapangan kerja ini kemudian berdampak pada peningkatan
penghasilan masyarakat yang ditandai dengan peningkatan indeks penghasilan konsumen yang
meningkat dari 74,75 pada triwulan I 2021 menjadi 94,07 pada triwulan II 2021. Penghasilan masyarakat
yang meningkat ditambah dengan realisasi bantuan sosial dari pemerintah mendorong naiknya daya beli
masyarakat Sulawesi Barat. Berdasarkan data indeks konsumsi kebutuhan tahan lama yang meningkat
dari 81,3 pada triwulan I 2021 menjadi 89,9 pada triwulan II 2021 mengindikasikan bahwa konsumsi
masyarakat akan barang durable goods sejalan dengan pembangunan kembali pascagempa dan
kebijakan pembebasan PPnBM 100% untuk pembelian mobil yang diperpanjang hingga bulan Agustus
2021. Kebijakan pembebasan PPnBM 100% ini tercatat berhasil meningkatkan pert umbuhan penjualan
mobil secara signifikan pada triwulan II 2021 menjadi 175,83% (yoy).
Momentum Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) Paskah dan Idul Fitri turut mendorong
peningkatan Konsumsi Rumah Tangga. Momentum HKBN Paskah dan Idul Fitri yang secara berurutan
jatuh pada bulan April dan Mei 2021 berhasil mendorong konsumsi rumah tangga utamanya pada
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 5
komoditas bahan pangan, kuliner, dan pakaian. Selain itu, selama momentum HBKN tercatat bahwa
jumlah penumpang transportasi darat, laut, dan udara mengalami kenaikan yang signifikan. Hal ini
didukung dengan peningkatan indeks mobilitas masyarakat ke transit stations yang meningkat dari -0,94
pada triwulan I 2021 menjadi 8,40 pada triwulan II 2021.
Grafik 1.4. Perkembangan Konsumsi RT Grafik 1.5. Kondisi Ekonomi Dibandingkan 6 Bulan
Lalu
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Realisasi penyaluran kredit konsumsi mengalami peningkatan pada triwulan II 2021. Realisasi kredit
konsumsi tercatat tumbuh sebesar 9,61% (yoy) pada triwulan II 2021 atau lebih tinggi dibandingkan
tingkat pertumbuhan pada triwulan I 2021, yaitu sebesar 4,72% (yoy). Peningkatan ini sejalan dengan
peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2021.
Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Konsumsi Grafik 1.7. Perkembangan Penjualan Mobil
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Kontak Liaison dan Bank Indonesia, diolah
1.2.2 Konsumsi Pemerintah
Konsumsi Pemerintah terpantau mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan II 2021.
Komponen ini tercatat tumbuh sebesar 3,95% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan I 2021 yang
tumbuh sebesar 12,76% (yoy). Penurunan belanja ini utamanya terjadi pada belanja modal seiring dengan
74.8
94.1
53.3
75.1
81.3 89.9
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019 2020 2021
Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja
Indeks Konsumsi Keb. Tahan Lama Batas OptimismeIndeks
4.72
9.61
0
5
10
15
20
25
30
0.00
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
7,000.00
8,000.00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019 2020 2021
Kredit Konsumsi Pertumbuhan Kredit Konsumsi RT - rhsRp (Miliar) % (yoy)
175.83
89.9
0
20
40
60
80
100
120
140
-100
-50
0
50
100
150
200
I II III IV I II III IV I II
2019 2020 2021
Pert. Penjualan Mobil (% yoy)
Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama - rhs% (yoy)indeks
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
6 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
selesainya proyek pembangunan bendungan dan irigasi di wilayah sungai kaluku-karama dan palu-lariang
pada Maret 2021.
Realisasi konsumsi pemerintah utamanya didorong oleh Belanja Pegawai dan Belanja tak terduga.
Realisasi belanja pegawai meningkat pada triwulan II 2021 sejalan dengan kenaikan belanja gaji dan
tunjangan, yaitu pembayaran THR dan gaji ke-13. Sedangkan kenaikan realisasi belanja tak terduga
ditujukan terutama untuk belanja keperluan antisipasi dan penanganan dampak penularan COVID-19
yaitu dengan pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Konsumsi pemerintah ini mendorong penurunan giro
pemerintah pada triwulan II 2021 sehingga mengalami pertumbuhan terkontraksi sebesar -12,31% (yoy).
Grafik 1.8. Perkembangan Konsumsi Pemerintah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 1.9. Realisasi Belanja Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Barat Grafik 1.10. Perkembangan Giro Pemerintah
Daerah di Perbankan Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah
Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
1.2.3 Investasi
Realisasi investasi terpantau tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Investasi
tercatat tumbuh sebesar 10,80% (yoy) pada triwulan II 2021 atau jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang terkontraksi sebesar -6,88% (yoy). Investasi menjadi kontributor terbesar pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 dengan andil sebesar 3,01% (yoy). Kinerja investasi yang
12.76
3.95
1.44 0.55
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019 2020 2021
Konsumsi PemerintahPert. Konsumsi Pemerintah - rhsAndil Pertumbuhan - rhs
Rp (miliar) % (yoy)
211
479
21.64
(6.51)
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019 2020 2021
Belanja Pert. Belanja - rhs% (yoy)Rp (miliar)
8861,000
3.52
-12.31
-40.00
-20.00
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019 2020 2021
Giro Pemerintah Pert. Giro Pemerintah - rhsRp (miliar) % (yoy)
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 7
baik ini didorong oleh pembangunan kembali gedung, bangunan, rumah, jalan, serta jaringan dan irigasi
yang rusak akibat gempa bumi pada Januari 2021.
Grafik 1.11. Perkembangan Investasi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Realisasi investasi yang berasal dari luar negeri mengalami peningkatan di saat investasi dalam
negeri menurun. Realisasi investasi luar negeri pada triwulan II 2021 tercatat sebesar USD1,3 juta atau
tumbuh sebesar 73% (yoy). Nilai realisasi tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan triwulan I
2021 yang tercatat sebesar USD1,18 juta. Sektor industri makanan serta listrik, air, dan gas merupakan
sektor dengan nilai investasi asing terbesar yang masing-masing sebesar $905 ribu dan $174,8 ribu.
Peningkatan ini disebabkan oleh membaiknya iklim investasi di Indon esia akibat penerapan UU No. 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memberikan kemudahan dalam perizinan berusaha. Namun, di sisi
lain realisasi investasi dalam negeri mengalami penurunan dari Rp196,6 miliar pada triwulan I 2021
menjadi Rp68,7 miliar pada triwulan II 2021
Kredit investasi mengalami perbaikan walaupun masih terkontraksi pada triwulan II 2021. Realisasi
penyaluran kredit investasi pada triwulan II 2021 tercatat sebesar -4,63% (yoy) atau lebih baik
dibandingkan triwulan I 2021 yang terkontraksi lebih dalam sebesar -8,71% (yoy). Peningkatan ini sejalan
dengan peningkatan kinerja investasi dikarenakan pelaksanaan program pembangunan kembali
pascagempa.
Grafik 1.12. Perkembangan Kredit Investasi Grafik 1.13. Realisasi Penanaman Modal
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
1.2.4 Ekspor
Kinerja ekspor pada triwulan II 2021 terpantau tumbuh positif setelah sebelumnya terkontraksi.
Ekspor tercatat tumbuh sebesar 4,66% (yoy) pada triwulan II 2021 atau lebih tinggi dibandingkan triwulan
3,171
3,397
(6.88)
10.80
(2.04)
3.01
-15
-10
-5
0
5
10
15
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019 2020 2021
Investasi Pertumbuhan Investasi - rhs
Andil Pertumbuhan - rhsRp (miliar) % (yoy)
2,2682,258
(8.71)
(4.63)
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019 2020 2021
Kredit Investasi Pert. Kredit Investasi - rhsRp (miliar) % (yoy)
0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
22,000
24,000
0.0
200,000.0
400,000.0
600,000.0
800,000.0
1,000,000.0
1,200,000.0
1,400,000.0
1,600,000.0
1,800,000.0
2,000,000.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019 2020 2021
Penanaman Modal Dalam Negeri Penanaman Modal Asing - skala kananRp (Juta) USD (ribu)
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
8 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
sebelumnya yang terkontraksi sebesar -2,16% (yoy). Peningkatan kinerja ekspor ini didorong oleh
kenaikan harga CPO yang merupakan komoditas utama ekspor Sulawesi Barat. Harga CPO pada triwulan
II 2021 merupakan harga tertinggi selama empat tahun terakhir, yaitu sebesar USD1019/MT atau tumbuh
sebesar 93,88% (yoy).
Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor Grafik 1.15. Aktivitas Ekspor LN
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Peningkatan ekspor LN dipengaruhi oleh peningkatan permintaan negara tujuan ekspor utamanya
Tiongkok dan Filipina. Aktivitas ekspor LN Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 mencapai titik tertinggi
selama empat tahun terakhir, yaitu sebesar USD167,03 juta atau tumbuh sebesar 54,64% (yoy). Tingkat
pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2021 yaitu sebesar USD148,03 juta atau tumbuh
sebesar 10,48% (yoy). Peningkatan ini terutama didorong oleh peningkatan permintaan dari Tiongkok
yang memiliki pangsa sebesar 51,36% dari keseluruhan ekspor LN Sulawesi Barat, kemudian diikuti oleh
Filipina dengan pangsa sebesar 24,05%. Sedangkan untuk India yang sebelumnya mendominasi ekspor
Sulawesi Barat kini hanya menguasai pangsa sebesar 0,07% atau lebih rendah dibandingkan triwulan I
2021 yang menguasai pangsa sebesar 4,92%. Hal ini seiring dengan merebaknya virus COVID -19 jenis baru
di India yang kemudian menyebabkan penurunan permintaan. Dari sisi produk, minyak kelapa sawit
(minyak nabati) merupakan komoditas utama yang mendominasi ekspor Sulawesi Barat pada triwulan II
2021.
Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor Grafik 1.17. Pangsa Komoditas Ekspor LN
Triwulan II 2021
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Faktor ekonomi global turut memengaruhi perkembangan harga komoditas ekspor. Harga CPO pada
triwulan II 2021 tercatat sebesar USD1019/MT atau tumbuh sebesar 93,88% (yoy). Nilai ini tumbuh
5,6505,739
(2.16)
4.66
(1.05)
2.19
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019 2020 2021
Ekspor Pertumbuhan Ekspor (rhs) Andil Pertumbuhan (rhs)Rp (juta) % (yoy)
148
167
10.48%
54.64%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019 2020 2021
Ekspor Pertumb. Ekspor (yoy) - rhsUSD (Juta) % (yoy)
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 9
signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar USD964/MT atau tumbuh sebesar 50,21%
(yoy). Harga CPO pada triwulan II 2021 ini merupakan harga tertinggi selama empat tahun terakhir.
Kenaikan harga yang signifikan tersebut disebabkan oleh kelangkaan pasokan yang tersedia untuk
memenuhi permintaan global. Di sisi lain, harga kakao terpantau sebesar USD1503/MT atau mengalami
kontraksi sebesar -9,95% (yoy) pada triwulan II 2021. Harga pada triwulan ini lebih rendah dibandingkan
harga pada triwulan sebelumnya yang sebesar USD1554/MT. Penurunan harga kakao ini disebabkan oleh
persediaan yang melimpah sedangkan permintaannya rendah. Rendahnya permintaan kakao ini seiring
dengan pandemi COVID-19 yang terus berlangsung dan rendahnya kualitas kakao.
Grafik 1.18. Perkembangan Harga CPO Dunia Grafik 1.19. Perkembangan Harga Kakao Dunia
Sumber: Bloomberg, diolah Sumber: Bloomberg, diolah
1.3. Sisi Penawaran
Perekonomian Sulawesi Barat tumbuh positif pada triwulan II 2021. Realisasi triwulan II 2021
mencatatkan tingkat pertumbuhan sebesar 5,44% (yoy) atau jauh lebih baik dibandingkan triwulan I 2021
yang mencatatkan pertumbuhan sebesar -1,03% (yoy). Hal ini didorong oleh peningkatan produksi kelapa
sawit sehingga mendorong pertumbuhan pada sektor pertanian. Kemudian dari sektor perdagangan,
tingkat pertumbuhan juga tercatat lebih baik dari triwulan sebelumnya. Sektor perdagangan tumbuh
positif sebesar 6,94% (yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan I 2021 yang tumbuh sebesar -0,93%
(yoy). Pembebasan PPnBM pembelian kendaraan roda empat berhasil mendongkrak penjuala n mobil
sehingga meningkatkan sektor perdagangan. Selain itu, pembangunan kembali pascagempa yang terus
berjalan membuat sektor konstruksi tumbuh signifikan hingga 9,74% (yoy). (Tabel 1.3).
9641019
50.21
93.88
-40
-20
0
20
40
60
80
100
0
200
400
600
800
1000
1200
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019 2020 2021
Harga CPO Pert. Harga CPO - rhsUSD/metric ton % (yoy)
1554
1503
-12.68
-9.95
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019 2020 2021
Harga Kakao Pert. Harga Kakao - rhsUSD/metric ton % (yoy)
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
10 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Tabel 1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Barat Sisi Penawaran
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sektor pertanian tetap mendominasi perekonomian Sulawesi Barat. Pangsa sektor pertanian
mencapai 42,95% terhadap struktur perekonomian Sulawesi Barat. Kegiatan pertanian yang meliputi
tanaman pangan, perkebunan dan perikanan menjadi sub sektor utama meskipun tingkat produktivitas
sering menjadi isu utama. Selanjutnya, pada triwulan II 2021 sektor perdagangan menempati posisi kedua
dengan nilai pangsa sebesar 10,38%. Posisi ketiga ditempati oleh sektor industri pengolahan dengan
pangsa sebesar 10,33% (Grafik 1.20). Seluruh sektor utama perekonomian Sulawesi Barat tumbuh positif
pada triwulan II 2021 (Grafik 1.21).
Grafik 1.20. Struktur Ekonomi Sulawesi
Barat Sisi Penawaran Grafik 1.21. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat
Sisi Penawaran
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Sektor pertanian tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor ini tumbuh sebesar
3,63% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2021 yang tumbuh sebesar -1,65% (yoy) (Grafik 1.22).
Hal ini utamanya disebabkan oleh peningkatan produksi dan harga tandan buah segar kelapa sawit
selama triwulan II (Grafik 1.24). Tingkat intensitas curah hujan yang rendah selama triwulan II 2021
membuat produksi sektor pertanian menjadi optimal . Intensitas curah hujan tercatat 334 mm pada
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 11
triwulan II 2021 atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatatkan sebesar 748 mm
(Grafik 1.25).
Grafik 1.22. Perkembangan Lapangan Usaha
Pertanian
Grafik 1.23. Perkembangan Produksi Tandan Buah
Segar (TBS) Kelapa Sawit
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Kontak Liaison Bank Indonesia, diolah
Total kredit pertanian meningkat pada triwulan II 2021. Total kredit yang disalurkan pada triwulan II
2021 adalah sebesar Rp2,44 triliun atau lebih besar dari total pada triwulan I 2021, yaitu Rp2,34 triliun
(Grafik 1.26). Sejalan dengan hal tersebut, tingkat pertumbuhan kredit pertanian pada triwulan II 2021
adalah sebesar 19,73% (yoy) atau lebih besar dari triwulan sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan
sebesar -9,79% (yoy). Penyaluran kredit masih didominasi pengembangan komoditas perkebunan sebagai
komoditas unggulan Sulawesi Barat.
Grafik 1.24. Perkembangan Harga TBS Grafik 1.25. Perkembangan Curah Hujan
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Barat, diolah Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, diolah
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
12 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Grafik 1.26. Perkembangan Kredit Pertanian
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran
Pertumbuhan sektor perdagangan berada di zona positif pada triwulan II 2021. Lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran pada triwulan II 2021 tumbuh sebesar 6,94% (yoy) atau membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh -0,93% (yoy) (Grafik 1.27). Momentum HBKN dengan
pembayaran THR dan minimnya pembatasan kegiatan membuat sektor perdagangan tumbuh lebih baik
selama triwulan II 2021. Selain itu, pembebasan PPnBM pembelian kendaraan roda empat juga berhasil
meningkatkan penjualan mobil sebesar 175,83% (yoy)1. Kredit perdagangan juga terpantau mengalami
kenaikan pada triwulan II 2021 sebesar 7,71% (yoy) atau lebih tinggi dari 5,51% (yoy) pada triwulan I 2021
(Grafik 1.28).
Grafik 1.27. Perkembangan Lapangan Usaha
Perdagangan Grafik 1.28. Perkembangan Kredit Sektor
Perdagangan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan
Pertumbuhan sektor industri pengolahan meningkat pada triwulan II 2021. Sektor industri
pengolahan tercatat tumbuh sebesar 6,63% (yoy) atau lebih baik dibandingkan triwulan I 2021 yang
tumbuh sebesar -4,10% (yoy) (Grafik 1.29). Pertumbuhan ini didorong oleh harga CPO yang tumbuh
signifikan bahkan mencapai harga tertinggi sejak tahun 2013. Rata-rata harga CPO pada triwulan II 2021
1Sumber: Kontak Liaison, diolah
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 13
mencapai $1019,29/MT atau tumbuh sebesar 93,88% (yoy). Selain itu, produksi CPO juga mengalami
peningkatan mendukung kenaikan harga yang terjadi. Produksi CPO Sulawesi Barat meningkat sebesar
13,45% (yoy) pada triwulan II 2021 atau lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan yang terjadi pada triwulan I
2021 sebesar -20,93% (yoy) (Grafik 1.30).
Grafik 1.29. Perkembangan Lapangan Usaha
Industri Pengolahan Grafik 1.30. Perkembangan Aktivitas Produksi
CPO
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Kontak Liaison, diolah
Realisasi tingkat pertumbuhan kredit industri pengolahan tercatat positif pada triwulan II 2021.
Kredit yang disalurkan kepada sektor ini tercatat tumbuh sebesar 19,46% (yoy). Tingkat pertumbuhan ini
relatif stagnan jika dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan pada triwulan I 2021, yaitu sebesar 19,85%
(yoy). (Grafik 1.31). Kapasitas produksi yang masih optimal membuat kebutuhan kredit untuk peningkatan
hasil produksi belum terlalu dibutuhkan.
Grafik 1.31. Perkembangan Kredit Sektor Industri
Pengolahan
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
1.3.4 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial
Tingkat pertumbuhan Sektor administrasi pemerintahan terpantau stabil. Sektor ini mengalami
pertumbuhan sebesar 15,04% (yoy) atau sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan I 2021 yang tumbuh
sebesar 15,86% (yoy) (Grafik 1.32). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pendapatan fiskal pemerintah
masih berjalan optimal seperti pada triwulan I 2021.
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
14 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Grafik 1.32. Perkembangan Lapangan Usaha
Administrasi Pemerintahan
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi
Sektor konstruksi tumbuh lebih baik pada triwulan II 2021. Sektor ini tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 9,74% (yoy) pada triwulan II 2021 atau lebih baik dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar -6,72% (yoy) (Grafik 1.33). Pertumbuhan sektor konstruksi yang berada
di zona positif sejalan dengan pembangunan pascagempa yang terus berjalan. Hal ini ditunjukk an oleh
realisasi pengadaan semen yang mengalami pertumbuhan sebesar 39,83% (yoy) pada triwulan II 2021
atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan yang terjadi pada triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 3,87% (yoy). Sejalan dengan hal di atas, penyaluran kredit konstruksi terpantau meningkat pada
triwulan II 2021 dengan total penyaluran sebesar Rp212,94 miliar atau lebih tinggi dibandingkan triwulan
I 2021 yang memiliki total penyaluran sebesar Rp203.89 miliar. (Grafik 1.34).
Grafik 1.33. Perkembangan Lapangan Usaha Konstruksi
Grafik 1.34. Perkembangan Kredit Konstruksi
Sumber: Badan Pusat Statistk, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 15
Boks 1. Lesson Learnt Akviitas Perkebunan Sulbar
SEKTOR PERIKANAN SULAWESI BARAT Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang berpotensi menjadi primadona untuk
mendongkrak perekonomian Sulawesi Barat. Sulawesi Barat memiliki garis pantai sepanjang 677 km
dengan posisi laut terletak di Selat Makassar yang berada di dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)
713 sebagai salah satu WPP dengan potensi perikanan tangkap yang cukup besar di Indonesia. Potensi
hasil utama perikanan tangkap di WPP 713 adalah jenis ikan pelagis yang di dalamnya termasuk ikan -ikan
dengan permintaan tinggi secara nasional maupun internasional, yaitu ikan tuna, ikan cakalang, ikan
tongkol, dan ikan layang. Selain itu, wilayah laut Sulawesi Barat juga berada di Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI) II yang merupakan salah satu alur laut untuk dilal ui oleh kapal atau pesawat udara
asing/internasional.
Tabel 1.4 Potensi Perikanan Tangkap Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Di sisi lain, dengan potensi perikanan yang cukup besar, hasil perikanan tangkap Sulawesi Barat
merupakan yang terkecil dibandingkan daerah lain di Pulau Sulawesi. Jika dilihat dari jumlah kapal dan
Ikan Pelagis Kecil Ikan Pelagis Besar* Ikan Demersal Ikan Karang Udang Penaeid Lobster Kepiting Rajungan Cumi- cumi Jumlah
Potensi (ton) 99.865 64.444 145.495 20.03 59.455 673 12.829 13.614 9.038 425.444
JTB (ton) 79.892 51.556 116.396 16.024 47.564 539 10.263 10.891 7.23 -
Potensi (ton) 527.029 276.755 362.005 40.57 8.023 1.483 9.543 989 14.579 1.240.975
JTB (ton) 421.623 221.404 289.604 32.456 6.418 1.186 7.634 791 11.663 -
JTB (ton) 504.417 468.902 6.322 17.636 5.872 776 421 3.13 6.556 -
JTB (ton) 264.227 148.684 104.856 16.5 49.873 1.137 1.854 7.769 18.799 -
JTB (ton) 291.73 58.25 526.02 23.961 46.372 791 6.131 18.806 101.244 -
JTB (ton) 166.731 516.046 202.295 15.885 24.324 742 3.477 4.37 8.415 -
JTB (ton) 132.755 243.435 78.408 116.424 2.544 579 916 1.335 54.755 -
JTB (ton) 444.786 25.327 260.064 248.693 5.149 677 712 396 8.217 -
JTB (ton) 266.108 145.193 28.914 27.552 6.356 715 1.756 235 883 -
JTB (ton) 663.35 52.748 105.34 12.013 7.32 835 391 46 1.712 -
JTB (ton) 669.579 655.096 701.378 23.588 50.274 950 1.198 620 7.37 -
12.541.438
0,39 -0,57 0,33 1,53 0,93 0,18 0,49
WPPNRI
715
WPPNRI
716
WPPNRI
717
WPPNRI
718
0,50 0,95
0,85 0,77 1,28 -
WPPNRI
572
WPPNRI
573
WPPNRI
711
WPPNRI
712
WPPNRI
713
WPPNRI
714
0,51 0,99 0,67 1,07 0,86 0,97
-1,091,210,871,040,46
0,50 0,75 0,38 0,50 1,42 -
-1,860,981,191,320,78
0,39 1,73 1,55 0,77 1,00 -
-1,190,730,831,400,52
1,11 1,36 0,70 0,65 2,02 -
0,540,531,530,610,931,41
1,11 -
-1,841,181,09
0,62 -
1,50 1,06 0,39 1,09 1,70 0,61 0,28 0,98
Tingkat pemanfaatan
Jumlah Potensi (ton)
0,83 0,52 0,33 0,34 1,59 1,30 1,00 0,93
62.842 1.187 1.498 775 9.212 2.637.565
Tingkat pemanfaatan
Potensi (ton) 836.973 818.87 876.722 29.485
0,910,391,000,70
9.15 1.044 489 58 2.14 1.054.695
Tingkat pemanfaatan
Potensi (ton) 829.188 65.935 131.675 15.016
0,48 0,63 0,45 1,45
7.945 894 2.196 294 1.103 597.139
Tingkat pemanfaatan
Potensi (ton) 332.635 181.491 36.142 34.44
0,340,220,970,88
6.436 846 891 495 10.272 1.242.526
Tingkat pemanfaatan
Potensi (ton) 555.982 31.659 325.08 310.866
0,44 0,78 0,58 0,76
3.18 724 1.145 1.669 68.444 788.939
Tingkat pemanfaatan
Potensi (ton) 165.944 304.293 98.01 145.53
1,270,961,131,23
30.404 927 4.347 5.463 10.519 1.177.857
Tingkat pemanfaatan
Potensi (ton) 208.414 645.058 252.869 19.856
0,38 0,63 0,83 1,22
57.965 989 7.664 23.508 126.554 1.341.632
Tingkat pemanfaatan
Potensi (ton) 364.663 72.812 657.525 29.951
62.342 1.421 2.318 9.711 23.499 767.126
526 3.913 8.195 1.267.540
Tingkat pemanfaatan
Potensi (ton) 330.284 185.855 131.07 20.625
630.521 586.128 7.902 22.045 7.34 970
WPPNRI
571Tingkat pemanfaatan
Tingkat pemanfaatan
Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia
Potensi (ton)
BOKS 1
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
16 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
nelayannya, Sulawesi Barat berada di posisi kelima dari enam provinsi di Pulau Sulawesi. Keterbatasan
modal dan minimnya investasi, infrastruktur dan peralatan yang belum m utakhir, kualitas SDM yang
belum mumpuni, hingga lebih banyaknya hasil perikanan yang dijual di tengah laut ke daerah lain
merupakan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan sektor perikanan Sulawesi
Barat.
Tabel 1.5 Jumlah Hasil Tangkap, Nelayan, dan Kapal Nelayan Provinsi di Pulau Sulawesi
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Saat ini, berbagai tindakan telah dijalankan oleh pemerintah daerah dan Bank Indonesia dalam
mengembangkan sektor perikanan di Sulawesi Barat. Pemerintah Daerah telah menarik investor yang
akan menjalankan bisnis ekspor perikanan bekerjasama dengan salah satu perusahaan transportasi di
Sulawesi Barat. Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Barat juga telah membentuk Tim Efektif yang
melibatkan Bappeda Sulawesi Barat, DPMPTSP Sulawesi Barat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat, BPS Sulawesi Barat, dan ahli perikanan dari Universitas Padjajaran untuk
menyusun proyek perubahan yang dapat mendorong ekosistem perikanan Sulawesi Barat berjalan lebih
baik. Selain itu, telah dilakukan pembinaan pada kelompok nelayan untuk meningkatkan kompetensi
serta teknologi yang digunakan agar dapat memaksimalkan hasil tangkapnya.
Kemudian, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat juga tengah melaksanakan
penelitian bekerjasama dengan ahli perikanan Institut Pertanian Bogor untuk menganalisis jenis ikan yang
memiliki kontribusi paling besar terhadap sektor perikanan sulbar, akar permasalahan pada rantai pasok
dan rantai nilainya, serta solusi strategis yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Kegiatan
penelitian berlangsung sejak bulan Agustus hingga November 2021 yang hasilnya akan didiseminasikan
kepada pemangku kepentingan terkait di Sulawesi Barat.
2017 2018 2017 2018 2017 2018
Gorontalo 134.889,40 145.070,00 17.585 22.388 8.078 8.078
Sulawesi Barat 56.100,28 65.328,19 64.292 53.378 16.455 16.455
Sulawesi Selatan 332.770,08 339.868,74 167.562 228.487 66.844 66.844
Sulawesi Tengah 177.517,18 168.550,51 69.478 126.981 34.915 34.915
Sulawesi Tenggara 229.328,08 238.281,66 90.677 156.394 32.356 32.356
Sulawesi Utara 393.448,13 368.710,21 129.166 95.791 21.493 21.493
Total 1.324.053,15 1.325.809,31 538.76 683.419 180.141 180.141
ProvinsiHasil Perikanan Tangkap Jumlah Nelayan Jumlah Kapal
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 17
SINERGI PROGRAM DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH SULAWESI BARAT
Ekonomi dan keuangan syariah Indonesia memiliki potensi yang sangat tinggi. Berdasarkan data
dari Global Islamic Economy Indicator Score Rank, Indonesia sebagai negara peringkat ke -4 dengan
ekonomi syariah terbesar dunia. Jika dilihat dari data Kementerian Agama, jumlah penduduk muslim
Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 231 juta jiwa atau setara dengan 86,7% jumlah penduduk sehingga
memiliki pasar yang besar bagi produk halal. Namun potensi pasar yang besar ini masih dipenuhi oleh
aktivitas impor produk halal. Padahal bukan tidak mungkin bagi Ind onesia untuk mendominasi pasar
produk halal sebagai produsen sehingga bisa mendorong defisit transaksi berjalan/current account deficit
(CAD).
Dalam mendukung penguatan ekonomi dan keuangan syariah, Bank Indonesia telah menginis iasi
pembuatan cetak biru (blueprint) ekonomi dan keuangan syariah Indonesia. Kerangka tersebut digunakan
sebagai dasar untuk implementasi strategi nasional dalam pengembangan ekonomi dan keuangan
syariah.
Gambar 1.1 Cetak Biru Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia
Secara garis besar, dalam blueprint ekonomi dan keuangan syariah Indonesia terdapat 4 (empat)
hal utama, yaitu (i) Nilai-nilai dan prinsip dasar pengembangan ekonomi dan keuangan syariah; (ii)
Kerangka dasar kebijakan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah; (iii) Strategi dan rencana aksi
BOKS 2
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
18 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
ekonomi dan keuangan syariah; dan (iv) Kerja sama dan koordinasi, baik dengan pihak internal maupun
eksternal guna pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Tindaklanjut atas penjabaran blue print ekonomi dan keuangan syariah Indone sia tersebut,
diturunkan dalam kerangka Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia dengan visi Indonesia yang Mandiri,
Makmur, dan Madani dengan Menjadi Pusat Ekonomi Syariah Terkemuka Dunia. Visi tersebut diwujudkan
melalui implementasi 4 (empat) strategi utama, yaitu (i) Penguatan Halal Value Chain; (ii) Penguatan
Keuangan Syariah; (iii) Penguatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; dan (iv) Penguatan Ekonomi Digital.
Gambar 1.2 Masterplan Ekonomi Syariah di Indonesia
Implementasi strategi utama tersebut menjadi panduan oleh seluruh stakeholders di tingkat
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementerian atau Lembaga terkait dalam mengembangkan
Ekonomi Syariah.
Sejalan dengan kondisi nasional, ekonomi syariah provinsi Sulawesi Barat juga memiliki potensi
yang besar untuk dikembangkan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, masyarakat Sulawesi Barat
yang beragama Islam sebanyak 80,24% atau setara dengan 1,14 juta jiwa. Potensi pengembangan
ekonomi syariah juga didukung dengan potensi pengembangan bisnis pada po ndok pesantren (ponpes)
dan pengembangan UMKM yang memiliki keunggulan produk lokal.
Berdasarkan potensi ekonomi syariah yang ada tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw
BI) Provinsi Sulawesi Barat melakukan 3 (tiga) peran untuk mengembangkan ekono mi syariah, yaitu
Akselerator, Inisiator dan Regulator (AIR).
1) Akselerator
Peran sebagai akselerator ekonomi syariah dilakukan melalui koordinasi dengan berbagai
stakeholder untuk mendorong percepatan program Ekonomi Syariah, antara lain: Halal Value Chain,
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 19
implementasi public campaign di daerah melalui penyelenggaraan Road to Festival Ekonomi Syariah
(FESyar) dan FESyar Kawasan Timur Indonesia.
2) Inisiator
Peran sebagai inisiator ekonomi syariah dilakukan melalui koordinasi dengan berbagai stakeholders
untuk mendorong percepatan program ekonomi syariah, antara lain: pemberdayaan ekonomi
pesantren dan pengembangan Islamic social finance.
3) Regulator
Peran sebagai regulator ekonomi syariah dilakukan melalui sosialisasi instrumen kebijakan Bank
Indonesia dalam ekonomi syariah.
Sinergi dan kolaborasi pengembangan ekonomi syariah dilakukan dalam rangka akselerasi
pemulihan ekonomi nasional. Dalam implementasinya, strategi kebijakan di Sulawesi Barat dilaksanakan
pada berbagai program kerja, yaitu:
1) Pemberdayaan Usaha Syariah
Dalam meningkatkan pemberdayaan usaha syariah di Sulawesi Barat, telah terjalin kolaborasi dan
sinergi yang kuat antara KPw BI Provinsi Sulawesi Barat, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dan
Kantor Wilayah Kementerian Agama. Berbagai program pemberdayaan yang telah dilaksanakan
antara lain:
a. Penguatan Halal Value Chain melalui fasilitasi sertifikat halal bagi UMKM
Kewajiban kehalalan produk telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan melalui UU
Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, dimana kewajiban bersertifikat halal bagi
produk beredar dan diperdagangkan mulai tahun 2019 secara bertahap. Dalam mendukung
implementasi UU tersebut, telah dilakukan fasilitasi bagi UMKM produk makanan dan minuman
untuk UMKM di Sulawesi Barat. Pada tahun 2021 diprakirakan fasilitasi sertifikat halal di Sulawesi
Barat akan meningkat sebagai dampak positif implementasi sistem informasi SIHALAL yang
dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
b. Capacity Building UMKM untuk usaha syariah
Capacity Building untuk Pelaku UMKM Syariah memegang peranan penting dalam mendorong
UMKM naik kelas. Pengembangan UMKM Syariah yang dilakukan sesuai dengan framework
Strategi Nasional Pengembangan UMKM Indonesia yang meliputi 3 (tiga) pilar, yaitu korporatisasi,
kapasitas dan akses pembiayaan.
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
20 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Gambar 1.3 Strategi Nasional Pengembangan UMKM Indonesia
Program korporatisasi dilakukan sebagai upaya meningkatkan skala ekonomi dan/atau nilai
tambah UMKM antara lain melalui pembentukan dan/atau penguatan kelompok UMKM atau
klasterisasi yang memiliki usaha sejenis, melengkapi dan/atau berkaitan dengan kesamaan lokasi
dan/atau kepentingan. Sementara itu, peningkatan kapasitas adalah peningkatan produktivitas
UMKM yang dilakukan melalui pemberdayaan UMKM secara end to end melalui aspek produksi,
manajemen usaha dan pemasaran. Perluasan akses pembiayaan merupakan pemberian akses
pembiayaan melalui berbagai sumber sesuai dengan kebutuhan UMKM, baik melalui perbankan
maupun Institusi Keuangan Non Bank (IKNB).
c. Pemberdayaan usaha pesantren
Berdasarkan data Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Barat, tercatatat
sebanyak 57 ponpes telah memiliki unit usaha yang bergerak dalam berbagai bidang, seperti
pertanian, peternakan, budidaya ikan air tawar, air minum, konveksi, dll. Dengan penguatan
usaha akan mendorong kemandirian ponpes dan terciptanya santripreneur untuk meningkatkan
pelaku usaha syariah.
KPw BI Provinsi Sulawesi Barat mendorong peningkatan kemandirian ponpes melalui
pendampingan berkelanjutan secara end to end. Terdapat 8 (delapan) ponpes yang telah masuk
dalam binaan KPw BI Provinsi Sulawesi Barat.
Tabel 1.6 Daftar Pondok Pesantren Binaan KPw BI Sulawesi Barat
No Nama Ponpes Lokasi Usaha
1 Al-Bana Asing NW Pasangkayu Peternakan
2 Miftahul Ulum Toabo Mamuju Konveksi
3 Nurul Jadid Pasangkayu Peternakan
4 Rezki Anugerah Mamuju Peternakan
5 Al Falah Pasangkayu Peternakan (Sarang Burung Walet)
6 Al Hikmah Pasangkayu Air Minum
7 Syekh Hasan Yamani Polewali Mandar Ikan air tawar
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 21
8 Ibnu Mas’ud Polewali Mandar Makanan olahan
Dalam perkembangannya model bisnis ponpes diperkuat melalui pembentukan holding bisnis
pesantren ditujukan untuk mengakselerasi penguatan unit usaha di pesantren. Pada tanggal 24
Juni 2021 telah disepakati oleh sebanyak 18 ponpes untuk membentuk Himpunan Ekonomi Bisnis
Pesantren (Hebitren) Provinsi Sulawesi Barat. Hebitren Provinsi Sulawesi Barat juga telah
dikukuhkan oleh Wakil Gubernur Sulawesi Barat sebagai bentuk dukungan pengembangan
ekonomi syariah oleh Pemerintah Daerah.
Gambar 1.4 Pengukuhan Hebitren Provinsi Sulawesi Barat
2) Keilmuan dan Kampanye Ekonomi Syariah
Keilmuan dan kampanye ekonomi syariah dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Barat untuk bisa
meningkatkan literasi syariah di masyarakat. Literasi syariah adalah pengetahuan mendasar
mengenai prinsip-prinsip ekonomi dan keuangan menurut aturan Islam, serta memiliki keterampilan
dan keyakinan dalam mengelola sumber keuangannya secara tepat guna untuk mencapai
kesejahteraan dan keseimbangan dunia dan akhirat sesuai tuntunan agama. Dalam survei yang
dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Barat, literasi masyarakat Sulawesi Barat terhadap ekonomi
syariah sangat baik, dari 70 responden yang disurvei, rata-rata berada di level well literate dengan
tingkat pemahaman 87% atau kondisi seseorang yang mengetahui dan memahami dengan baik serta
memiliki kemampuan (skill) numerik, perilaku dan sikap positif dalam perencanaan dan pengelolaan
keuangan secara syariah.
Kampanye ekonomi syariah di Sulawesi Barat juga dilakukan melalui berbagai kegiatan yang menarik,
seperti penyelenggaraan berbagai perlombaan Islami dalam Pekan Ekonomi Syariah (PEKSyar)
Sulawesi Barat. Perlombaan Islami yang diselenggarakan antara lain, nasyid, marawis dan tari Islami
kesenian daerah.
Kedepannya, KPw BI Provinsi Sulawesi Barat akan terus berkomitmen untuk mengembangkan
ekonomi keuangan syariah secara terstruktur, sistematis dan massif untuk mendorong ekonomi
syariah sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru di Sulawesi Barat. Hal ini akan dilakukan melalui
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
22 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
sinergi dan kolaborasi yang kuat antara Pemerintah di tingkat Provinsi maupun Kabupaten, I nstansi
Vertikal, Ponpes, Pelaku Usaha dan seluruh elemen masyarakat.
BAB 01. PERKEMBANGAN EKONOMI
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 23
24
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
BAB 02 Keuangan Pemerintah
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 25
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
2.1. Perkembangan Realisasi APBN di Sulawesi Barat
Pagu belanja APBN Provinsi Sulawesi Barat mengalami peningkatan pada tahun 2021. Pagu belanja
APBN tercatat sebesar Rp5,59 triliun pada tahun 2021. Nilai ini meningkat sebesar Rp938,83 miliar
dibandingkan dengan pagu belanja APBN Sulawesi Barat tahun 2020 yang bernilai Rp4,65 triliun. Dari pagu
yang telah ditentukan tersebut, jumlah realisasi belanja APBN pada triwulan II 2021 mencapai Rp1,27
triliun atau 37,50% dari pagunya. Realisasi tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan dengan triwulan II
2020 yang sebesar 36,71% dari pagu yang ditetapkan. (Grafik 2.1).
Tabel 2.1. Realisasi APBN Ke Sulawesi Barat
Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah
Realisasi belanja APBN triwulan II 2021 didorong oleh komponen transfer, belanja pegawai dan
belanja barang. Berdasarkan komponennya, dana transfer merupakan komponen dengan pengeluaran
tertinggi yaitu sebesar Rp412,10 atau 31,43% dari pagunya. Tingginya dana transfer ini sejalan dengan
Peraturan Menteri Keuangan 17/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Tahun Anggaran 2021 dalam rangka Mendukung Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19) dan Dampaknya. Selanjutnya, untuk komponen dengan pengeluaran terbesar kedua dan ketiga secara
berurutan adalah belanja pegawai dan belanja barang. Realisasi belanja pegawai pad a triwulan II 2021
tercatat sebesar Rp334,92 miliar atau 49,66% dari pagunya. Realisasi belanja yang besar ini dikarenakan
oleh kenaikan belanja gaji dan tunjangan yaitu dengan pembayaran THR dan gaji ke-13. Realisasi belanja
barang pada triwulan II 2021 tercatat sebesar Rp299,64 miliar atau 35,40% dari pagunya. Realisasi belanja
barang ini terutama didorong oleh belanja keperluan antisipasi dan penanganan dampak penularan
COVID-19, diantaranya seperti vaksinasi, pengadaan alat medis perawatan COVID -19, penyemprotan
disinfektan, testing dan tracing, dan sebagainya.
Realisasi belanja modal dan bantuan sosial mengalami peningkatan pada triwulan II 2021. Kedua
komponen belanja tersebut memiliki realisasi yang lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2020. Realisasi
belanja modal tercatat sebesar Rp224,58 miliar atau 37,93% dari pagunya. Peningkatan ini terutama
didorong oleh pembangunan kembali bangunan gedung, rumah, jalan, irigasi dan jaringan yang rusak
26
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
akibat gempa pada pertengahan Januari 2021. Sementara itu, belanja bantuan sosial telah terealisasi
sebesar Rp1,4 miliar atau 43,97% dari pagunya pada triwulan II 2021. Belanja bantuan sosial ini
diantaranya disalurkan melalui Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bantuan
stimulus ekonomi kepada pelaku usaha terdampak, subsidi listrik, dan jenis bantuan lainnya.
Grafik 2.1. Perkembangan Pagu dan Realisasi
APBN Sulawesi Barat Grafik 2.2. Realisasi APBN Sulawesi Barat
Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah
Pagu belanja modal APBN 2021 didominasi untuk pembangunan jalan, irigasi dan jaringan. Alokasi
belanja modal jalan, irigasi dan jaringan memiliki pangsa sebesar 67,06% dari keseluruhan pagu total
belanja (Grafik 2.3). Adapun belanja tersebut telah terealisasi sebesar 44,07% hingga triwulan II 2021
(Grafik 2.4). Selanjutnya, untuk alokasi belanja dengan pangsa terbesar kedua adalah belanja modal
gedung dan bangunan yaitu sebesar 23,11% dari pagu total belanja. Komponen belanja modal ini telah
terealisasi hingga 21,61% pada triwulan II 2021. Kedua belanja modal tersebut berhubungan dengan
program pembangunan kembali pascagempa yang terjadi pada Januari 2021.
Grafik 2.3 Pangsa Belanja Modal APBN
TA. 2020 Grafik 2.4. Realisasi Belanja Modal
Sumber: Kanwil Ditjen. Perbendaharaan Prov. Sulawesi Barat, diolah
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi
Triwulan II 2017 Triwulan II 2018 Triwulan II 2019 Triwulan II 2020 Triwulan II 2021
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Bantuan Sosial Transfer
Rp miliar
36.71%
37.50%
46.21%
49.66%
38.92%
35.40%
37.44% 37.93%
14.20%
43.97%
29.92% 31.43%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
31%
32%
33%
34%
35%
36%
37%
38%
Triwulan II 2018 Triwulan II 2019 Triwulan II 2020 Triwulan II 2021
Total Belanja Pegawai (rhs) Belanja Barang (rhs)
Belanja Modal (rhs) Bantuan Sosial (rhs) Transfer (rhs)
%
10.96%
23.63%23.17%
50.07%
0.90%
35.55%
39.34%
23.53%21.61%
44.07%41.88%
37.93%
Belanja Modal
Tanah
Belanja Modal
Peralatan dan
Mesin
Belanja Modal
Gedung dan
Bangunan
Belanja Modal
Jalan, Irigasi
dan Jaringan
Belanja Modal
Lainnya
Total
%Realisasi Tw II 2020 %Realisasi Tw II 2021
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 27
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
2.2. Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Sulawesi Barat
Kinerja fiskal Pemerintah Daerah dari sisi pendapatan terpantau menurun pada triwulan II 2021.
Realisasi pendapatan pada triwulan II 2021 tercatat sebesar Rp752,19 miliar atau 36,73% dari target
pendapatan tahun 2021 yang senilai Rp2,05 Triliun (Grafik 2.5). Realisasi ini lebih rendah apabila
dibandingkan dengan triwulan II 2020 yang terealisasi sebesar Rp836,41 miliar atau 43,7% dari targetnya.
Penurunan pendapatan ini terjadi pada komponen pendapatan transfer yang turun dari Rp686,48 miliar
atau 40,94% dari targetnya pada triwulan II 2020 menjadi Rp596,16 milyar atau 35,93% dari targetnya pada
triwulan II 2021. Penurunan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat untuk mengalihkan alokasi
dana transfer ke daerah untuk penanganan COVID-19. Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) terpantau
mengalami peningkatan signifikan setelah menyentuh titik pendapatan yang rendah pada triwulan I 2021.
Grafik 2.5. Realisasi Keuangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Sisi belanja Pemerintah Daerah mengalami penurunan pada triwulan II 2021. Realisasi belanja pada
triwulan II 2021 tercatat sebesar Rp478,97 miliar atau 23,33% dari target belanja tahun 2021 yang senilai
Rp2,06 Triliun. Realisasi tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan II 2020 y ang
mencapai Rp512,3 miliar atau 26,5% dari targetnya. Melihat lebih detail pada komponennya, belanja
operasi merupakan komponen terbesar dan berpengaruh cukup signifikan terhadap total belanja
28
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Pemerintah Daerah. Komponen belanja operasi ini memiliki pangsa sebesar 78,64% dari total keseluruhan
belanja Pemerintah Daerah. Pada triwulan II 2021 tercatat belanja operasi telah terealisasi sebesar
Rp376,67 miliar (24,95%) atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 2020 yang terealisasi sebesar 26,09%.
Sejalan dengan itu, belanja modal dan belanja tidak terduga pada triwulan II 2021 juga mengalami
penurunan dibandingkan dengan triwulan II 2020. Realisasi belanja modal pada triwulan II 2021 adalah
sebesar Rp22,27 miliar (6,22%) atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 2020 yang mencapai Rp46,69
miliar (12,82%). Sedangkan untuk realisasi belanja tidak terduga adalah sebesar Rp1,52 miliar (9,63%)
atau lebih rendah dibandingkan triwulan II 2020 yang mencapai Rp14,36 miliar (16,42%).
2.2.1 Pendapatan
Kinerja pendapatan terpantau menurun pada triwulan II 2021. Target penerimaan tahun 2021 yang
telah ditetapkan sebesar Rp2,05 triliun telah terealisasi sebesar Rp752,19 miliar atau setara dengan
36,73% pada triwulan II 2021 (Tabel 2.2). Realisasi tersebut mengalami penurunan apabila dibandingkan
dengan triwulan II 2020 dimana realisasi mencapai 43,7% dari targetnya. Penurunan realisasi pendapatan
ini utamanya disebabkan oleh komponen pendapatan transfer yang mengalami penurunan dari Rp686,48
miliar pada triwulan II 2020 menjadi Rp596,16 miliar pada triwulan II 2021. Penurunan ini sejalan dengan
kebijakan pemerintah pusat untuk mengalihkan alokasi dana transfer ke daerah untuk penanganan
COVID-19. Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) terpantau mengalami peningkatan yang signifikan
setelah menyentuh titik pendapatan rendah pada triwulan I 2021. PAD triwulan II 2021 tercatat sebesar
Rp149,73 miliar atau 38,74% dari targetnya. Nilai ini tumbuh sebesar 4238,42% (qtq) atau 42 kali lipat
dibandingkan triwulan I 2021. Namun demikian, nilai tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan
triwulan II 2020 yang terealisasi sebesar 48,82% dari targetnya. Sehingga Pemerint ah Daerah masih perlu
untuk mendorong peningkatan atau optimalisasi PAD lebih tinggi lagi. Optimalisasi PAD juga dilakukan
untuk mengurangi ketergantungan pada dana transfer dari Pemerintah Pusat. Hal ini mengingat jumlah
dana transfer masih sangat mendominasi pendapatan Sulawesi Barat (Grafik 2.6).
Tabel 2.2. Realisasi Pendapatan Sulawesi Barat (Rp juta)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 29
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
Pendapatan Asli Daerah (PAD) triwulan II 2021 meningkat secara signifikan setelah menyentuh titik
yang rendah pada triwulan I 2021. Realisasi PAD pada triwulan II 2021 adalah sebesar Rp149,73 miliar
atau setara dengan 38,74% dari targetnya. Realisasi tersebut meningkat secara signifikan dari Rp3,45
miliar (0,89%) pada triwulan I 2021. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perekonomian Sulawesi Barat
yang sebelumnya terganggu akibat gempa bumi pada Januari 2021 kini perlahan telah membaik dan
pulih. Pendapatan pajak dan retribusi daerah yang sebelumnya pada triwulan I 2021 sangat rendah akibat
kegiatan perekonomian yang terganggu kini tumbuh signifikan pada triwulan II 2021. Realisasi
pendapatan pajak daerah tumbuh dari Rp1,24 miliar (0,40%) pada triwulan I 2021 menjadi Rp141,21 miliar
(45,68%) pada triwulan II 2021. Begitu juga dengan realisasi pendapatan retribusi daerah yang tumbuh
dari Rp35,78 juta (0,96%) pada triwulan I 2021 menjadi Rp327,5 juta (8,75%) pada triwulan II 2021.
Walaupun PAD tumbuh signifikan secara quarter-to-quarter (qtq), namun secara tahunan realisasi PAD
pada triwulan II 2021 lebih rendah dibandingkan triwulan II 2020 yang mencatat realisasi sebesar 48,82%
dari targetnya. Dalam hal ini peran Pemerintah Daerah dibutuhkan untuk mendorong peningkatan PAD
lebih optimal lagi.
Target PAD Sulawesi Barat tahun 2021 yang lebih tinggi dibandingkan 2020 menunjukkan optimisme
Pemerintah Daerah akan perbaikan dan pemulihan ekonomi. Target PAD tahun 2021 adalah sebesar
Rp386,51 miliar atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 yang sebesar Rp299,15 miliar. Peningkatan
target ini menunjukkan optimisme Pemerintah Daerah akan perbaikan dan pemulihan ekonomi Sulawesi
Barat yang sebelumnya terganggu akibat bencana gempa bumi dan pandemi COVID-19.
Grafik 2.6. Perkembangan Pendapatan Pemerintah Prov.
Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi
Barat, diolah
2.2.2 Belanja Pemerintah
Kinerja belanja APBD pada triwulan II 2021 mengalami penurunan dibanding triwulan II 2020.
Realisasi belanja triwulan II 2021 sebesar Rp478,97 miliar atau setara 23,22% dari targetnya yang senilai
Rp2.06 Triliun. Realisasi belanja tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan I I 2020 yang
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
I II III IV I II III I V I II III I V I II
2018 2019 2020 2021
Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang SahRp Juta
30
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
mencapai Rp512,31 miliar atau 24,77% dari targetnya. Komponen utama yang mendorong peningkatan
realisasi belanja pada triwulan II 2021 adalah belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal
gedung dan bangunan. Realisasi ketiga komponen tersebut secara berturut-turut adalah Rp268,76 miliar
(46,71%), Rp99,5 miliar (14,97%), dan Rp13,42 miliar (9,90%).
Tabel 2.3. Realisasi Belanja Sulawesi Barat (Rp juta)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
Realisasi belanja operasi pada triwulan II 2021 utamanya didorong oleh komponen belanja pegawai.
Belanja operasi yang merupakan komponen penyerap anggaran terbesar pada triwulan II 2021 memiliki
target sebesar Rp1,51 triliun atau meningkat sebesar Rp109,57 miliar dari tahun 2020. Dari total target
tersebut telah terealisasi sebesar Rp376,67 miliar (24,95%) hingga triwulan II 2021. Apabila dilihat secara
detail dari komponennya, maka belanja pegawai menjadi terbesar yang berkontribusi sebesar 71,35% dari
total belanja operasi. Realisasi belanja pegawai pada triwulan II 2021 tercatat sebesar Rp268,76 mil iar atau
46,71% dari targetnya. Realisasi tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan triwulan II 2020. Hal ini
sejalan dengan kenaikan belanja gaji dan tunjangan, yaitu pembayaran THR dan gaji ke-13. Sementara itu,
untuk komponen belanja operasi lainnya yaitu belanja barang dan jasa, belanja bunga, dan belanja hibah
masing-masing telah terealisasi sebesar Rp99,5 miliar (14,97%), Rp6,8 miliar (53,54%) dan Rp1,6 miliar
(0,64%). Sedangkan untuk belanja bantuan sosial belum ada realisasi hingga di triwulan II 2021.
Realisasi belanja modal terpantau mengalami penurunan pada triwulan II 2021. Hingga pada triwulan
II 2021 tercatat belanja modal telah terealisasi sebesar Rp22,27 miliar atau 6,22% dari target yang telah
ditetapkan yaitu sebesar Rp358,35 miliar. Realisasi tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan
triwulan II 2020 yang terealisasi sebesar Rp46,69 miliar atau 12,82% dari targetnya. Oleh karena itu, dalam
hal ini perlu dilakukan optimalisasi belanja modal oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan komponennya,
belanja modal gedung dan bangunan serta belanja modal jalan, irigasi dan jaringan merupakan dua
komponen yang mendorong realisasi belanja modal. Keduanya memiliki realisasi masing-masing sebesar
Rp13,42 miliar (9,9%) dan Rp6,85 miliar (8,63%). Kedua belanja modal tersebut digunakan untuk program
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 31
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
pembangunan kembali bangunan gedung, rumah, bangunan, jalan, jaringan dan irigasi yang rusak akibat
gempa yang terjadi pada pertengahan Januari 2021.
Grafik 2.7. Perkembangan Belanja Pemerintah Prov. Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Barat, diolah
2.2.3 Pendapatan - Pengeluaran dan Rasio Kemandirian
APBD Sulawesi Barat mengalami surplus Rp273,22 miliar pada triwulan II 2021. Nilai surplus tersebut
lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan II 2020 yang mengalami surplus sebesar Rp324,11
miliar. Penurunan ini bersumber dari penurunan pendapatan yang lebih dalam dibandingkan penurunan
belanja Pemerintah Daerah pada triwulan II 2021. Pendapatan tercatat turun dari Rp836,41 miliar (42,09%)
pada triwulan II 2020 menjadi Rp752,19 miliar (36,73%) pada triwulan II 2021. Sejalan dengan hal tersebut,
belanja juga mengalami penurunan dari Rp512,31 miliar (24,77%) pada triwulan II 2020 menjadi Rp478,91
miliar (23,22%) pada triwulan II 2021. Penurunan realisasi pendapatan dan belanja tersebut disebabkan
oleh kondisi perekonomian Sulawesi Barat yang masih terganggu akibat bencana gempa bumi pada
Januari 2021 dan pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.
Rasio kemandirian keuangan daerah mengalami peningkatan signifikan pada triwulan II 2021. Rasio
kemandirian pada triwulan II 2021 tercatat sebesar 19,91% atau jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan I
2021 yang sebesar 1,18%. Rasio kemandirian yang meningkat ini dikarenakan pendapatan PAD Sulawesi
Barat yang meningkat signifikan pada triwulan II 2021, yaitu sebesar 4238,42% (qtq) atau 42 kali lipat
dibandingkan triwulan I 2021. Realisasi PAD pada triwulan sebelumnya yang terganggu akibat bencana
gempa bumi pada bulan Januari 2021 kini perlahan telah menunjukkan perbaikan dan pemulihan pada
triwulan II 2021. Namun demikian, peran Pemerintah Daerah masih sangat diperlukan dalam
meningkatkan rasio kemandirian daerah melalui optimalisasi PAD.
32
BAB 02. KEUANGAN PEMERINTAH
L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 33
BAB 03. INFLASI
BAB 03 Inflasi
34 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
BAB 03. INFLASI
3.1. Inflasi Secara Umum
Faktor Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dan pembangunan kembali pascagempa mendorong
Inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021. Inflasi tahunan Sulawesi Barat tercatat 3,95% (yoy) pada
periode pelaporan, lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun
sebelumnya. Kondisi ini didorong oleh permintaan masyarakat terhadap kebutuhan bahan pokok
menjelang HBKN (Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri), faktor cuaca, serta pembangunan kembali
(rebuilding) pascagempa. Kelompok bahan pangan bergejolak (volatile foods) menjadi “komponen
utama” yang berkontribusi terhadap capaian inflasi yang cukup tinggi. Namun demikian, realisasi inflasi
Sulawesi Barat yang terpantau cukup tinggi pada triwulan II 2021 masih berada di rentang batas 3 ± 1%
(yoy).
Realisasi inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 terpantau melampaui capaian inflasi kawasan
Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) dan Nasional. Berdasarkan Error! Reference source not found..,
realisasi inflasi Sulawesi Barat tercatat sebesar 3,95% (yoy), lebih tinggi dibandingkan capaian inflasi
kawasan Sulampua dan Nasional yang masing-masing sebesar 1,64% (yoy) dan 1,33% (yoy). Jika ditinjau
secara spasial, realisasi inflasi tahunan seluruh provinsi di Pulau Sulawesi tercatat mengalami kenaikan
jika dibandingkan dengan triwulan I 2021, kecuali Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Provinsi
Sulawesi Barat memiliki tingkat inflasi tertinggi diantara provinsi lainnya, kemudian disusul oleh
Gorontalo dan Sulawesi Utara (Tabel 3.1).
Grafik 3.1. Inflasi Sulbar, Sulampua, dan Nasional Tabel 3.1. Inflasi di Pulau Sulawesi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau memberikan andil terbesar dalam pembentukan IHK
Sulawesi Barat pada triwulan II 2021. Andil inflasi kelompok ini tercatat sebesar 3,02% (yoy) terhadap
pembentukan IHK Sulawesi Barat pada triwulan II 2021. Capaian tersebut lebih tinggi jika dibandingkan
triwulan sebelumnya yang mencatatkan andil inflasi sebesar 2,79% (yoy) (Error! Reference source not
found.). Faktor bencana, HBKN, dan pembangunan kembali pascagempa memengaruhi pasokan
sejumlah komoditas pangan, terutama komoditas ikan-ikanan dan aneka cabai. Faktor cuaca yang kurang
Inflasi Tahunan
(% yoy )Triwulan I 2021 Triwulan II 2021
Sulawesi Barat 3,31 3,95
Sulawesi Utara 1,65 2,36
Gorontalo 2,03 2,82
Sulawesi Tengah 2,31 1,69
Sulawesi Selatan 2,07 1,49
Sulawesi Tenggara 1,87 2,00
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 35
BAB 03. INFLASI
mendukung menjadi salah satu penyebab terbatasnya pasokan komoditas ikan -ikanan, utamanya ikan
cakalang, layang, dan katamba.
Komoditas ikan segar memiliki andil cukup besar dalam pembentukan inflasi Sulawesi Barat. Pada
triwulan II 2021, komoditas ikan cakalang, layang, dan katamba mencatatkan andil inflasi tahunan
masing-masing sebesar 0,80% (yoy), 0,76% (yoy), dan 0,23% (yoy). Ketiga komoditas tersebut mengalami
kenaikan harga pada periode pelaporan masing-masing sebesar 28,83% (yoy), 45,19% (yoy), dan 29,72%
(yoy). Kemudian, komoditas aneka cabai, yaitu cabai rawit dan cabai merah mencatatkan inflasi tahunan
sebesar 74,81% (yoy) dan 35,59% (yoy) dengan andil inflasi yang diberikan secara berurutan sebesar 0,25%
(yoy) dan 0,07% (yoy). Sementara itu, dari sub kelompok rokok dan tembakau, kebijakan Pemerintah
menaikkan cukai rokok pada awal tahun ini belum memberikan pengaruh secara signifikan terhadap
penurunan konsumsi rokok, baik untuk jenis rokok putih maupun rokok kretek filter. Kondisi ini tercermin
dari capaian andil inflasi kedua komoditas tersebut yang masih mencatatkan inflas i masing-masing
sebesar 0,18% (yoy) dan 0,06% (yoy).
Tabel 3.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Inflasi Sulawesi Barat diperkirakan akan tertahan pada triwulan III 2021. Momentum HBKN yang telah
usai akan membuat penyesuaian (normalisasi) harga sejumlah komoditas, terutama komoditas yang
memiliki andil besar terhadap pembentukan inflasi Sulawesi Barat. Sejumlah komoditas pangan terutama
volatile food diperkirakan akan mengalami penyesuaian harga sejalan dengan pola konsumsi yang akan
menurun setelah HBKN (Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri). Selain itu, prediksi tertahannya laju inflasi pada
triwulan III 2021 akan dipengaruhi oleh komponen inflasi yang diatur oleh Pemerintah (administered
price). Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diterapkan di luar wilayah
Jawa-Bali akan memengaruhi mobilitas masyarakat. Akibatnya, permintaan terhadap jasa angkutan,
terutama angkutan udara diprediksi akan mengalami penurunan. Sampai dengan periode pelaporan,
layanan penerbangan di Bandara Tampa Padang, Sulawesi Barat tidak beroperasi secara normal, imbas
dari 2 (dua) maskapai, yakni Garuda dan Wings Air yang tidak beroperasi secara normal. Sementara itu,
tren harga emas dunia yang cenderung mengalami penurunan pada beberapa periode diperkirakan akan
menahan laju inflasi pada kelompok core inflation.
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Makanan, Minuman, dan Tembakau 8,73 7,17 6,40 4,07 7,28 7,80 3,18 2,67 2,36 1,52 2,79 3,02
Pakaian dan Alas Kaki 1,47 0,88 3,76 2,84 2,36 3,88 0,10 0,06 0,26 0,19 0,16 0,26
Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar RT -0,27 0,21 0,24 -0,17 0,70 1,33 -0,05 0,04 0,05 -0,03 0,14 0,26
Perlengkapan, Peralatan, dan Pemeliharaan Rutin RT 1,26 1,78 2,00 2,48 1,29 1,36 0,06 0,08 0,09 0,12 0,06 0,06
Kesehatan -0,45 -1,03 -2,23 -0,57 2,32 3,39 -0,01 -0,02 -0,04 -0,01 0,04 0,05
Transportasi -2,22 -5,27 -5,48 -4,52 -0,42 1,20 -0,26 -0,61 -0,63 -0,51 -0,05 0,13
Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan -2,28 1,20 0,03 -0,58 -0,67 -0,88 -0,12 0,06 0,00 -0,03 -0,03 -0,04
Rekreasi, Olahraga, dan Budaya 8,39 12,86 11,28 7,82 5,77 1,06 0,11 0,17 0,15 0,11 0,08 0,02
Pendidikan 3,73 3,73 0,64 0,64 0,65 0,65 0,07 0,07 0,01 0,01 0,01 0,01
Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran 3,16 3,43 3,38 2,74 0,26 2,10 0,18 0,19 0,19 0,15 0,01 0,12
Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya 5,88 6,95 6,48 5,46 2,08 1,25 0,28 0,33 0,31 0,26 0,10 0,06
Total IHK 3,55 3,03 2,77 1,78 3,31 3,95 3,55 3,03 2,77 1,78 3,31 3,95
2021Kelompok Inflasi 20202020 2021
36 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
BAB 03. INFLASI
3.1.1 Inflasi Kelompok Pengeluaran
Faktor HBKN dan cuaca mendorong tekanan inflasi pada triwulan II 2021. Kenaikan inflasi
Sulawesi Barat pada periode pelaporan dipengaruhi oleh momentum HBKN (Ramadan dan Idul Fitri) yang
mendorong permintaan masyarakat terhadap komoditas ikan segar dan aneka cabai. Selain itu, faktor
cuaca memengaruhi produktivitas komoditas bumbu-bumbuan, terutama aneka cabai (cabai rawit dan
cabai merah). Akibatnya, para pemasok (distributor) dari komoditas tersebut melakukan penyesuaian
harga sehingga berdampak pada kenaikan inflasi pada periode pelaporan. Di sisi lain, faktor pemulihan
pascagempa masih membuat pasokan sejumlah bahan pangan masih belum normal kembali akibat
fasilitas infrastruktur penunjang masih dalam tahap perbaikan. Selain itu, keberlanjutan penerapan
kebijakan tarif cukai rokok yang naik pada awal tahun belum memberikan pengaruh signifikan terhadap
penurunan konsumsi rokok. Kondisi ini tercermin pada komoditas rokok, baik jenis rokok putih maupun
rokok kretek filter masih mencatatkan andil inflasi tahunan pada triwulan II 2021.
Grafik 3.2. Andil Kelompok terhadap Inflasi Tahunan pada Triwulan II 2021
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau tetap menjadi kontributor utama terhadap
pembentukan inflasi tahunan Sulawesi Barat pada triwulan II 2021. Kelompok tersebut memberikan
andil inflasi sebesar 3,02% (yoy) terhadap inflasi tahunan Sulawesi Barat (Error! Reference source not
found.). Kemudian, kelompok Pakaian dan Alas Kaki dan kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan
Bakar RT menyusul dengan mencatatkan andil inflasi yang sama, yakni sebesar 0,26% (yoy). Kelompok
transportasi berada di urutan ke-empat dengan andil yang diberikan sebesar 0,13% (yoy). Di sisi lain,
komponen yang menjadi penahan laju inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 adalah kelompok
Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan dengan andil inflasi sebesar -0,04% (yoy). Preferensi
masyarakat yang lebih memprioritaskan kebutuhan barang tidak tahan lama (non durable goods)
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 37
BAB 03. INFLASI
dibandingkan barang tahan lama (durable goods) menyebabkan permintaan terhadap sejumlah
komponen pada kelompok Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan cenderung menurun seiring belum
berakhirnya pandemi COVID-19. Namun demikian, inflasi tahunan pada triwulan II 2021 masih berada
dalam target inflasi nasional, yakni sebesar 3% ± 1% (yoy).
3.1.1.1 Inflasi Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau
Kenaikan permintaan terhadap sejumlah pasokan bahan pangan dipengaruhi oleh faktor HBKN
mendorong tekanan inflasi kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau pada triwulan II 2021.
Inflasi kelompok ini tercatat sebesar 7,80% (yoy) pada triwulan II 2021, lebih tinggi jika dibandingkan
triwulan I 2021 sebesar 7,28% (yoy) (Grafik 3.3). Pencapaian inflasi kelompok makanan, minuman, dan
tembakau pada periode pelaporan tergolong cukup tinggi karena kenaikan permintaan terhadap
sejumlah pasokan bahan pangan dipengaruhi oleh faktor HBKN. Jika ditinjau lebih lanjut, tekanan inflasi
kelompok ini utamanya berasal dari sub kelompok Makanan. Sub kelompok ini memberikan andil inflasi
pada triwulan II 2021 sebesar 2,74% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya sebesar 2,52%
(yoy). Di sisi lain, untuk sub kelompok rokok dan tembakau cenderung stagnan dengan andil inflasi yang
diberikan sebesar 0,25% (yoy) (Grafik 3.4).
Grafik 3.3. Inflasi Makanan, Minuman dan
Tembakau dan IHK Grafik 3.4. Andil Kelompok Makanan, Minuman
dan Tembakau
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Faktor HBKN dan cuaca memengaruhi sejumlah pasokan bahan pangan, terutama komoditas ikan
dan bumbu-bumbuan. Kondisi cuaca yang cukup ektrim terjadi di beberapa wilayah di Sulawesi Barat
menahan para nelayan melaut untuk sementara waktu. Akibatnya, ketersediaan pasokan komoditas ikan
cenderung terbatas di tengah meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap bahan pangan karena
faktor HBKN (Ramadan dan Idul Fitri). Di sisi lain, kondisi cuaca yang kurang mendukung berdampak pada
komoditas bumbu-bumbuan, seperti cabai merah dan cabai rawit juga mengalami keterbatasan pasokan
karena tingkat produktivitas yang menurun. Alhasil, kedua jenis komoditas tersebut, baik ikan-ikanan dan
aneka cabai mengalami kenaikan harga cukup signifikan yang turut berdampak pada pencapaian inflasi
Sulawesi Barat pada triwulan II 2021.
38 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
BAB 03. INFLASI
Komoditas ikan, seperti ikan layang, ikan tuna, dan ikan cakalang merupakan preferensi utama sumber
protein masyarakat dan menjadi komoditas utama penyumbang inflasi Sulawesi Barat. Inflasi ketiga
komoditas tersebut tercatat masing-masing sebesar 45,19% (yoy), 37,95% (yoy), dan 28,83% (yoy). Faktor
cuaca memengaruhi hasil tangkapan komoditas ikan yang kurang optimal sehingga menyebabkan
terbatasnya jumlah pasokan yang memberi efek tekanan harga pada komoditas tersebut. Selain itu,
terbatasnya pasokan komoditas ikan juga disebabkan oleh sebagian nelayan lebih memilih menjual hasil
tangkapannya ke wilayah lain, seperti wilayah Kalimantan Timur karena harga yang ditawarkan lebih baik
daripada di Sulawesi Barat.
Untuk komoditas aneka cabai, faktor cuaca yang cukup ekstrim yang terjadi selama periode pelaporan
memengaruhi tingkat produktivitas, baik cabai merah maupun cabai rawit. Akibatnya, para pemasok
(distributor) menyesuaikan harga sesuai dengan kualitas dan volume hasil panen dari komoditas tersebut.
Di samping itu, akses infrastruktur konektivitas seperti, jalan Trans Sulawesi yang belum memadai
menjadi salah satu kendala distribusi karena proses pengiriman membutuhkan waktu cukup lama, dan
dikhawatirkan memengaruhi kualitas komoditas cabai. Faktor-faktor di atas berdampak terhadap
kenaikan harga aneka cabai cukup signifikan pada periode pelaporan. Pada triwulan II 2021, komoditas
cabai merah dan cabai rawit tercatat mengalami kenaikan harga masing-masing sebesar 35,59% (yoy) dan
74,81% (yoy). Kenaikan harga komoditas ini berdampak pada pencapaian inflasi Sulawesi Barat yang
cukup tinggi pada posisi triwulan II 2021.
Grafik 3.5. Inflasi Sub Kelompok Makan, Minuman
dan Tembakau
3.1.1.2 Inflasi Kelompok Pakaian dan Alas Kaki
Inflasi kelompok Pakaian dan Alas Kaki pada triwulan II 2021 terpantau mengalami kenaikan. Inflasi
kelompok ini tercatat sebesar 3,88% (yoy) pada periode pelaporan, atau lebih tinggi jika dibandingkan
triwulan I 2021, yakni sebesar 2,36% (yoy) (Grafik 3.6). Andil inflasi tahunan kelompok ini juga tercatat
meningkat dari periode sebelumnya sebesar 0,16% (yoy) pada triwulan I 2021 menjadi 0,26% (yoy) pada
periode pelaporan. Tekanan inflasi kelompok ini berasal dari sub kelompok Pakaian dengan andil sebesar
0,28% (yoy) (Grafik 3.7).
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 39
BAB 03. INFLASI
Grafik 3.6. Inflasi Pakaian dan Alas Kaki dan IHK Grafik 3.7. Andil Kelompok Pakaian dan Alas Kaki
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Faktor HBKN (Ramadan dan Idul Fitri) mendorong kenaikan harga sejumlah barang dan jasa pada
kelompok Pakaian dan Alas Kaki di triwulan II 2021. Inflasi sub kelompok Pakaian pada periode
pelaporan tercatat sebesar 5,36% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar
3,35% (yoy) (Grafik 3.8). Pembentukan inflasi sub kelompok Pakaian dipengaruhi oleh kenaikan sejumlah
barang dan jasa, yaitu baju anak stelan, ongkos jahit, dan baju muslim wanita. Ketiga barang dan jasa
tersebut mencatatkan inflasi masing-masing sebesar 20,93% (yoy), 2,54% (yoy), dan 27,56% (yoy). Baju
anak stelan memberikan andil terhadap pembentukan inflasi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 sebesar
0,09% (yoy). Kenaikan barang ini dipicu oleh pola tren kenaikan angka kelahiran (natalitas) dan faktor
HBKN yang mendorong peningkatan permintaan terhadap pakaian baru untuk anak. Selain itu, faktor
pembaruan model pakaian juga memengaruhi minat masyarakat untuk berbelanja kebutuhan bagi anak-
anak. Kemudian, biaya/ongkos jahit juga memberikan andil terhadap pembentukan inflasi pada
kelompok Pakaian dan Alas Kaki, yakni sebesar 0,03% (yoy). Hal ini didorong oleh meningkatnya
permintaan jasa jahit pakaian pada periode HBKN sehingga distributor melakukan penyesuaian harga
terhadap sejumlah pakaian. Sementara itu, untuk kenaikan harga baju muslim wanita juga tidak terlepas
dari pengaruh kenaikan permintaan dari masyarakat karena kebutuhan perkembangan mode fashion dan
faktor HBKN (Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri).
Grafik 3.8. Inflasi Sub Kelompok Pakaian dan Alas Kaki
40 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
BAB 03. INFLASI
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
3.1.1.3 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar RT
Inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar Rumah Tangga terpantau mengalami
kenaikan pada triwulan II 2021. Inflasi kelompok ini tercatat sebesar 1,33% (yoy) pada triwulan II 2021,
atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,70% (yoy). Inflasi kelompok ini bersumber
dari sub kelompok Pemeliharaan, Perbaikan, dan Keamanan Tempat Tinggal/Perumahan dan sub
kelompok Sewa dan Kontrak Rumah. Kedua sub kelompok tersebut tercatat memberikan andil inflasi
masing-masing sebesar 0,24% (yoy) dan 0,02% (yoy) (Grafik 3.9). Faktor yang memengaruhi kondisi
tersebut adalah meningkatnya permintaan bahan bangunan untuk pembangunan sejumlah tempat
tinggal yang terus berlanjut seiring dengan mulai cairnya dana bantuan untuk rum ah tinggal masyarakat
yang terdampak bencana gempa bumi Sulawesi Barat. Selain itu, adanya proses relokasi korban bencana
gempa bumi dan pembangunan fasilitas infrastruktur penunjang lainnya juga menjadi faktor pendorong
kenaikan inflasi pada kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga.
Grafik 3.9. Inflasi Perumahan, Air, Listrik, dan
Bahan Bakar RT dan IHK Grafik 3.10. Andil Kelompok Perumahan, Air,
Listrik dan Bahan Bakar RT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Meningkatnya permintaan bahan bangunan berimplikasi terhadap kenaikan inflasi pada kelompok
Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar Rumah Tangga pada triwulan II 2021. Perbaikan rumah
tinggal masyarakat dan fasilitas infrastruktur penunjang lainnya mendorong kenaikan permintaan
terhadap sejumlah bahan bangunan pascabencana gempa bumi Sulawesi Barat. Hal ini sejalan dengan
mulai cairnya dana bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk rumah tinggal
masyarakat yang terdampak dengan besaran sebesar Rp50 juta untuk kategori rusak berat, Rp25 juta
untuk kategori rusak sedang, dan Rp10 juta untuk kategori rusak ringan. Dana stimulan bantuan tersebut
diperuntukkan kepada 3 (tiga) Kabupaten terdampak, yakni Mamuju, Majene, dan Mamasa dengan total
bantuannya sekitar Rp209,5 miliar. Adapun bantuan tersebut digunakan masyarakat untuk memperbaiki
rumah tinggalnya sehingga permintaan terhadap sejumlah bahan bangunan relatif meningkat pada
periode pelaporan. Biaya tukang bangunan, seng, dan besi beton merupakan barang/jasa yang memiliki
andil utama terhadap pembentukan inflasi pada sub kelompok Pemeliharaan, Perbaikan, dan Keamanan
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 41
BAB 03. INFLASI
Tempat Tinggal/Perumahan. Inflasi dari ketiga barang/jasa tersebut pada periode pelaporan tercatat
masing-masing sebesar 11,11% (yoy), 14,06% (yoy), dan 8,32% (yoy).
Sementara itu, sub kelompok Sewa dan Kontrak Rumah memberikan andil inflasi sebesar 0,02% ( yoy).
Barang/jasa yang berkontribusi terhadap pembentukan inflasi pada sub kelompok ini adalah bia ya sewa
rumah. Produk jasa tersebut tercatat mengalami kenaikan harga sebesar 0,47% (yoy) pada periode
pelaporan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya program relokasi dari Pemerintah terhadap korban gempa,
serta peningkatan permintaan hunian sementara dari masyarakat yang terdampak bencana gempa bumi.
Grafik 3.11. Inflasi Sub Kelompok Perumahan, Air,
Listrik dan Bahan Bakar RT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
3.1.1.4 Inflasi Kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
Kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan tercatat mengalami deflasi pada triwulan II
2021. Kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan terpantau melanjutkan deflasi pada triwulan
II 2021, yakni sebesar 0,88% (yoy) dari periode sebelumnya yang tercatat juga mengalami deflasi sebesar
0,67% (yoy) (Grafik 3.11). Deflasi pada kelompok ini utamanya berasal dari sub kelompok peralatan
informasi dan komunikasi dengan andil yang diberikan sebesar -0,04% (yoy) terhadap pembentukan
deflasi kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan (Grafik 3.13).
Grafik 3.12. Inflasi Informasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan dan IHK Grafik 3.13. Andil Sub Kelompok Informasi,
Komunikasi dan Jasa Keuangan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
42 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
BAB 03. INFLASI
Penurunan harga peralatan informasi dan komunikasi dari distributor mendorong terjadinya deflasi
pada kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan di triwulan II 2021. Deflasi pada kelompok
bersumber dari penurunan harga barang pada sub kelompok peralatan informasi dan komunikasi, yakni
printer dan telepon seluler. Harga kedua barang tersebut tercatat mengalami penurunan masing -masing
sebesar 7,81% (yoy) dan 4,11% (yoy). Faktor yang memengaruhi kondisi tersebut adalah kebijakan
penyesuaian harga yang dilakukan oleh distributor untuk menjaga permintaan di tengah lesunya sektor
perdagangan besar dan eceran, serta preferensi masyarakat yang lebih memprioritaskan kebutuhan
belanja barang tidak tahan lama (non durable goods) dibandingkan barang tahan lama (durable goods)
seiring belum berakhirnya pandemi COVID-19.
Grafik 3.14. Inflasi Sub Kelompok Informasi,
Komunikasi dan Jasa Keuangan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
3.1.1.5 Inflasi Kelompok Transportasi
Inflasi kelompok transportasi terpantau keluar dari zona deflasi pada triwulan II 2021. Angka inflasi
kelompok transportasi pada triwulan II 2021 tercatat sebesar 1,20% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat masih mengalami deflasi sebesar 0,42% (yoy) (Grafik 3.15). Kenaikan
inflasi kelompok ini dikontribusikan oleh sub kelompok jasa angkutan penumpang dan pengoperasian
peralatan transportasi pribadi. Kedua sub kelompok tersebut mencatatkan andil inflasi masing-masing
sebesar 0,09% (yoy) dan 0,04% (yoy) terhadap pembentukan inflasi kelompok transportasi (Grafik 3.16).
Grafik 3.15. Inflasi Transportasi dan IHK Grafik 3.16. Andil Sub Kelompok Transportasi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 43
BAB 03. INFLASI
Faktor HBKN (Hari Raya Idul Fitri) mendorong peningkatan permintaan jasa angkutan udara pada
triwulan II 2021. Meskipun pandemi COVID-19 belum berakhir, minat masyarakat dalam berpergian ke
daerah tertentu mendorong peningkatan permintaan jasa angkutan udara pada HBKN (Hari Raya Idul
Fitri). Komponen inflasi jasa angkutan udara mencatatkan inflasi sebesar 7,99% (yoy) dengan andil inflasi
yang diberikan sebesar 0,09% (yoy) pada triwulan II 2021. Kondisi ini lebih baik jika dibandingkan periode
sebelumnya yang mencatatkan deflasi sebesar 8,81% (yoy) disebabkan faktor HBKN (Hari Raya Idul Fitri)
yang mendorong sebagian masyarakat melakukan mulih dilik (mudik) ke kampung halaman, meskipun
masih terjadi pandemi COVID-19.
Sementara itu, inflasi sub kelompok pengoperasian peralatan transportasi pribadi dipengaruhi oleh
komponen pemeliharaan (service) kendaraan. Berdasarkan (Grafik 3.17), realisasi inflasi sub kelompok
pengoperasian peralatan transportasi pribadi tercatat sebesar 0,70% (yoy) pada periode pelaporan, atau
lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 1,33% (yoy). Inflasi pada sub kelompok ini disebabkan oleh
kenaikan permintaan jasa pemeliharaan (service) kendaraan bermotor. Hal ini tercermin dari angka inflasi
pada komponen ini tercatat sebesar 3,40% (yoy) dengan andil yang diberikan sebesar 0,02% (yoy)
terhadap terhadap pembentukan inflasi kelompok transportasi.
Grafik 3.17. Inflasi Sub Kelompok Transportasi
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
3.1.1.6 Inflasi Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya
Inflasi kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya terpantau menurun. Inflasi kelompok ini
tercatat sebesar 1,25% (yoy) pada triwulan II 2021, atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 2,08% (yoy) (Grafik 3.18). Tekanan inflasi pada kelompok ini bersumber dari sub kelompok
perawatan pribadi dan perawatan pribadi lainnya dengan andil masing-masing sebesar 0,05% (yoy) dan
0,01% (yoy). Capaian andil dari kedua sub kelompok tersebut pada periode pelaporan menurun, jika
dibandingkan dengan capaian pada triwulan I 2021 (Grafik 3.19).
44 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
BAB 03. INFLASI
Grafik 3.18. Inflasi Perawatan Pribadi dan Jasa
Lainnya dan IHK Grafik 3.19. Andil Sub Kelompok Perawatan
Pribadi dan Jasa Lainnya
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Peningkatan harga pada sub kelompok perawatan pribadi memberikan tekanan inflasi pada
kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya. Peningkatan harga yang dilakukan oleh distributor
mendorong peningkatan harga sejumlah barang, yakni parfum dan sampo. Kedua barang tersebut
mengalami kenaikan harga secara berurutan sebesar 8,74% (yoy) dan 4,47% (yoy) dengan andil yang
diberikan masing-masing sebesar 0,03% (yoy) dan 0,01% (yoy).
Di sisi lain, sub kelompok perawatan pribadi lainnya turut berkontribusi terhadap pembentukan
inflasi kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya. Hal ini tercermin dari capaian inflasi sub
kelompok tersebut pada triwulan II 2021 sebesar 0,92% (yoy) dengan andil inflasi yang diberikan sebesar
0,01% (yoy). Adapun komponen yang memengaruhi inflasi pada sub kelompok ini adalah emas perhiasan.
Komoditas ini tercatat mengalami kenaikan harga sebesar 3,54% (yoy) pada periode pelaporan, atau lebih
rendah jika dibandingkan periode sebelumnya sebesar 11,91% (yoy). Tren penyesuaian harga emas dunia
pada periode pelaporan menahan laju inflasi pada sub kelompok perawatan pribadi lainn ya (Grafik 3.20).
Grafik 3.20. Inflasi Sub Kelompok Perawatan Pribadi dan
Jasa Lainnya
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 45
BAB 03. INFLASI
3.2. Upaya Pengendalian Harga
Sinergi dan koordinasi terus dilakukan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di wilayah Sulawesi
Barat, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten dalam menjaga inflasi triwulan II 2021 tetap
rendah dan stabil. Sejumlah upaya dilakukan oleh TPID Provinsi maupun Kabupaten di wilayah Sulawesi
Barat untuk mengendalikan ketersediaan pasokan dan harga sejumlah bahan pokok pascabencana dan
kebijakan PPKM luar Jawa. Selama triwulan II 2021, inflasi Sulawesi Barat tercatat cukup tinggi, yakni
sebesar 3,95% (yoy). Namun demikian, angka tersebut masih berada di rentang target inflasi nasional,
yakni 3% ± 1% (yoy). Pencapaian inflasi tersebut juga tidak terlepas dari faktor musiman, yakni HBKN
(Ramadan dan Idul Fitri). Permintaan sejumlah bahan pangan pada periode ini cenderung meningkat
sehingga berimplikasi pada kenaikan harga sejumlah komoditas bahan pangan.
Meski demikian, untuk menyikapi berbagai hal tersebut, Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat bersama
Pemerintah Provinsi/Kabupaten dan stakeholders terkait berkoordinasi melalui tim teknis TPID Provinsi
maupun Kabupaten dalam rangka menjaga ketersediaan pasokan bahan pangan dan stabilitas harga
bahan pangan di masa pandemi COVID-19, pascagempa, serta periode HBKN (Ramadan dan Idul Fitri). Hal
ini bertujuan sebagai antisipasi lonjakan harga bahan pangan agar inflasi tetap terjaga. Adapun berbagai
kegiatan dari tim teknis TPID, meliputi sidak pasar dan High Level Meeting (HLM) terkait pengendalian
inflasi daerah. Adapun sidak pasar telah dilakukan, baik di level Provinsi maupun Kabupaten. Misalnya,
pada tanggal 8 Mei 2021, tim TPID Provinsi yang dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Barat
melakukan sidak pasar dan memantau ketersediaan pasokan bahan pangan di Gudang Bulog wilayah
Sulawesi Barat. Hal ini dilakukan dalam rangka memantau perkembangan harga komoditas volatile food,
sekaligus menjaga ketersediaan pasokan menjelang HBKN (Ramadan dan Idul Fitri).
Sementara itu, untuk kegiatan High Level Meeting (HLM) terkait pengendalian inflasi daerah masih
mengacu pada hasil rapat TPID pada periode triwulan I 2021. Adapun kegiatan yang dipimpin langsung
oleh Wakil Gubernur Sulawesi Barat dan dihadiri oleh berbagai stakeholders terkait di level Provinsi
menghasilkan beberapa poin keputusan bersama, yakni sebagai berikut:
1. Seluruh TPID Kabupaten se-Provinsi Sulawesi Barat berkomitmen menjaga keterjangkauan dan
stabilitas harga serta ketersediaan pasokan bahan pangan pada masa pandemi COVID -19,
pascagempa, serta periode HBKN (Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri).
2. Strategi 4K tetap menjadi acuan dalam pengendalian harga, yakni Keterjangkauan Harga,
Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif.
3. Adapun pada tahapan implementasinya, Program Unggulan TPID Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2021
adalah sebagai berikut:
a. Mendorong dan memastikan implementasi Kerjasama Antar Daerah (KAD).
- Pada Desember 2020, telah dilaksanakan penandatanganan MoU antara Poktan Bunga
Tanjung (Klaster Bawang Merah Binaan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat) dan UD Intan
72 (Pedagang Besar di Kabupaten Mamuju).
46 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
BAB 03. INFLASI
- KAD antara Poktan Bunga Tanjung dan UD Intan 72 bersifat business to business (B-to-B).
Namun, pelaksanaan penandatanganan MoU disaksikan langsung oleh Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat, Bappeda Provinsi Sulawesi Barat, dan Biro Ekonomi Pembangunan
Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Barat.
- Pada tahun 2021, Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat akan memantau pelaksanaan
implementasi dari kedua belah pihak dan memastikan bahwa implementasi KAD memiliki
nilai tambah terhadap pemenuhan pasokan bawang merah di wilayah Kabupaten Mamuju.
b. Intensifikasi Komoditas Padi dan Bawang Merah.
- Intensifikasi yang dilakukan terhadap komoditas bawang merah telah terbukti berhasil
dengan menggunakan produk pupuk dari PT Pupuk Kaltim pada Poktan Bunga Tanjung.
Setelah dilakukan intensifikasi tersebut, produksi bawang merah Poktan Bunga Tanjung
mengalami peningkatan menjadi 30% - 40% dalam waktu 1 (satu) periode tanam.
- Keberhasilan intensifikasi ini akan direplikasi ke Poktan lainnya dan diarahkan pada
komoditas padi dan bawang merah sebagai komoditas penyumbang inflasi di Sulawesi Barat.
c. Penyediaan dan penyaluran pangan pokok atau pengan lainnya sesuai dengan kebutuhan daerah
Provinsi dalam rangka stabilitasi pasokan dan harga pangan oleh Dinas Ketahanan Pangan
Provinsi Sulawesi Barat.
d. Pembinaan mutu dan keamanan hasil perikanan bagi usaha pengelolaan dan pemasaran skala
menengah dan besar oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat.
Sementara itu, problematika komoditas utama inflasi Sulawesi Barat, yakni komoditas ikan-ikanan akan
terus ditindaklanjuti. Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat bekerjasama dengan Lembaga Penelitian
Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk melakukan riset terkait rantai komoditas ikan -ikan sekaligus
pengembangan potensi sumber daya perikanan di wilayah Sulawesi Barat.
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 47
BAB 03. INFLASI
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
48 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
BAB 04 Stabilitas Keuangan
Daerah
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 49
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
4.1 Perkembangan Stabilitas Keuangan Rumah Tangga
4.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Keyakinan konsumen (rumah tangga) kembali berada di atas level optimis pada triwulan II 2021.
Survei konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa sejumlah indeks telah berada
di atas level 100 atau optimis pada triwulan II 2021, lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2021. Tingkat
keyakinan konsumen (rumah tangga) yang diukur oleh Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) tercatat sebesar
106,0 pada triwulan II 2021, lebih baik dibandingkan triwulan I 2021 yang berada di level pesimis, yakni
sebesar 91,6. Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) terpantau mengalami perbaikan, dari sebelumnya 69,8
pada triwulan I 2021 menjadi 86,4 pada periode pelaporan (Grafik 4.1). Beberapa faktor yang
memengaruhi penguatan optimisme rumah tangga dan perbaikan IKE di wilayah Sulawesi Barat
diantaranya, proses pemulihan ekonomi yang tengah berjalan didorong oleh program vaksinasi COVID-
19, serta pembangunan kembali pascagempa.
Grafik 4.1. Perkembangan Survei Konsumen Grafik 4.2. Perkembangan Indeks Kondisi Ekonomi
Saat ini
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Tren kenaikan harga komoditas mendorong peningkatan level konsumsi masyarakat pada triwulan
II 2021. Harga komoditas Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit triwulan II 2021 tercatat sebesar Rp
1.919/kg, atau naik sebesar 77,37% (yoy). Tren harga komoditas yang terus meningkat hingga triwulan II
2021 mendorong masyarakat untuk melakukan konsumsi barang, utamanya pada durable goods. Hal ini
ditunjukkan oleh indeks konsumsi kebutuhan barang tahan lama yang tercatat sebesar 89,9 pada triwulan
II 2021, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 81,3. Meskipun mengalami perbaikan nilai
indeks, namun kinerja indeks tersebut masih berada di level pesimis atau di bawah 100 (Grafik 4.2). Kondisi
ini perlu terus didorong dengan berupaya meningkatkan konsumsi rumah tangga ke depannya.
Perbaikan nilai indeks konsumsi kebutuhan barang tahan lama diikuti oleh 2 (dua) indeks lainnya, yakni
indeks ketersediaan lapangan kerja dan indeks penghasilan konsumen. Indeks ketersediaan lapangan
kerja tercatat meningkat dari sebelumnya 53,3 menjadi sebesar 75,1 pada triwulan II 2021. Faktor
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
50 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
pembangunan kembali pascagempa mendorong sejumlah tempat usaha membuka kembali layanan
operasionalnya yang sebelumnya berhenti sementara waktu. Kemudian, beberapa kont ak liaison di
berbagai sektor menyatakan bahwa terdapat rencana untuk membuka cabang baru di beberapa wilayah
di Sulawesi Barat untuk memperluas pasar sekaligus menggenjot kinerja perusahaan. Selain itu, kontak
liaison juga berfokus pada upaya rencana penambahan tenaga kerja untuk mengisi rencana pembukaan
cabang tersebut, serta memenuhi kebutuhan operasional sebagai peningkatan layanan operasional
perusahaan. Kondisi ini turut memengaruhi tingkat penghasilan yang diterima oleh masyarakat. Hasil
survei konsumen, Indeks Penghasilan Konsumen tercatat mengalami kenaikan pada triwulan II 2021
menjadi 94,1 dari triwulan sebelumnya sebesar 74,8 (Grafik 4.2).
4.1.2 Dana Pihak Ketiga Perseorangan Perbankan
DPK perseorangan tetap mendominasi pada struktur DPK Perbankan di wilayah Sulawesi Barat pada
triwulan II 2021. Pada periode pelaporan, pangsa DPK masyarakat Sulawesi Barat tercatat sebesar
75,19% dari total DPK keseluruhan, atau setara dengan Rp4,42 triliun. Komponen DPK ini terpantau relatif
menurun, jika dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang mencatatkan pangsa sebesar 75,42% dari total
DPK (Grafik 4.3). Adapun instrumen tabungan tetap mendominasi komposisi DPK secara keseluruhan
dengan pangsa mencapai 88,60% atau setara dengan Rp3,92 triliun. Pangsa instrume n ini sedikit
mengalami kenaikan jika dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni sebesar 87,29% (Grafik 4.4). Naiknya
pangsa instrumen tabungan tidak diikuti oleh 2 (dua) instrumen lainnya, yakni deposito dan giro. Untuk
deposito, pangsa instrumen ini tercatat mengalami penurunan dari sebelumnya sebesar 9,12% menjadi
8,38% dari total DPK keseluruhan pada periode pelaporan. Sementara itu, untuk instrumen giro juga
mengalami penurunan menjadi 3,03% pada triwulan II 2021, dari sebelumnya sebesar 3,59% dari total DPK
keseluruhan. Kondisi ini tidak terlepas dari sebagian masyarakat (nasabah) yang mengambil sebagian
simpanannya untuk melakukan konsumsi pada periode kuartal ini. Secara seasonal, faktor HBKN akan
mendorong konsumsi masyarakat untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan menjelang HBKN. Selain
itu, proses pembangunan pascagempa yang tengah berlangsung, sekaligus mulai cairnya insentif bantuan
gempa bagi masyarakat yang terdampak di beberapa wilayah mendorong konsumsi bahan bangunan di
wilayah Sulawesi Barat.
Grafik 4.3. Pangsa DPK Perseorangan Terhadap
Total DPK di Sulawesi Barat Grafik 4.4. Komposisi DPK Perseorangan di
Sulawesi Barat
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 51
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
Secara umum, total DPK Perbankan tetap tumbuh positif pada triwulan II 2021. Total DPK Perbankan
tercatat tumbuh positif pada triwulan II 2021, yakni sebesar 12,82% (yoy). Pencapaian ini relatif menurun
jika dibandingkan triwulan I 2021 yang tercatat tumbuh sebesar 18,45% (yoy). Penurunan ini disebabkan
oleh penurunan pada DPK non-perseorangan (Grafik 4.5). Untuk non-perseorangan, penurunan DPK
dipengaruhi oleh penggunaan sebagian dana simpanan oleh sebagian pelaku usaha untuk membangun
kembali tempat usaha yang terdampak bencana gempa bumi. Proses recovery yang tengah berlangsung
memengaruhi sebagian pelaku usaha untuk menggunakan DPK perusahaan dalam hal untuk proses
pembangunan, seiring menunggu bantuan dari Kantor Pusat atau induk usaha. Meski demikian,
penurunan DPK non perseorangan tidak berdampak signifikan terdahap DPK keseluruhan karena hanya
memiliki pangsa sekitar 24,81% dari total dana yang tersimpan di perbankan. Sementara sisanya, masih
didominasi oleh DPK perseorangan. Untuk DPK jenis ini, tercatat tetap tumbuh double digit, yakni sekitar
18,51% (yoy), relatif sama dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 18,01% (yoy). Pertumbuhan ini
dikontribusikan oleh instrumen tabungan yang tercatat tumbuh 19,20% (yoy), atau naik dibandingkan
triwulan I 2021 sebesar 17,33% (yoy). Sementara itu, untuk instrumen giro maupun deposito tercatat
mengalami penurunan pertumbuhan pada periode pelaporan (Grafik 4.6).
Grafik 4.5. Pertumbuhan Jenis DPK dari sisi
Kepemilikan Grafik 4.6. Pertumbuhan Komposisi DPK
Perseorangan
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
4.1.3 Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga
Realisasi penyaluran kredit konsumsi rumah tangga meningkat pada triwulan II 2021. Realisasi kredit
konsumsi pada triwulan II 2021 tercatat tumbuh sebesar 9,61% (yoy), atau sebesar Rp6.888,55 miliar.
Pencapaian ini relatif meningkat jika dibandingkan triwulan I 2021 yang tercatat hanya tumbuh sebesar
5,31% (yoy). Kenaikan realisasi kredit tersebut utamanya didorong oleh pertumbuhan pada 2 (dua) jenis
kredit, yakni kredit multiguna dan kredit pemilikan rumah (KPR). Untuk kredit multiguna, kredit jenis ini
tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan dari triwulan I 2021 yang tercatat hanya tumbuh 5,87%
(yoy) menjadi tumbuh double digit pada triwulan II 2021, yakni sebesar 16,51% (yoy). Hal ini dipengaruhi
oleh perbaikan penghasilan masyarakat, serta tren HBKN (Ramadan dan Idul Fitri) mendorong konsumsi
berbagai kebutuhan masyarakat. Selain itu, tren dorongan untuk melakukan konsumsi menjadi salah satu
booster dalam upaya pemulihan ekonomi di tengah pandemi COVID-19. Sementara itu, untuk kredit
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
52 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
pemilikan rumah (KPR) tercatat tumbuh sebesar 16,75% (yoy), meningkat dibandingkan periode
sebelumnya sebesar 13,06% (yoy) (Grafik 4.7). Hal ini tidak terlepas dari ketentuan pelonggaran rasio Loan
to Value/Financing to Value (LTV/FTV) dari Bank Indonesia untuk mendorong permintaan pada sektor
properti, di samping stimulus dari Pemerintah berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) untuk
rumah tapak dan rumah susun dengan harga jual maksimal Rp5 miliar.
Grafik 4.7. Perkembangan Kredit Rumah
Tangga Grafik 4.8. Perkembangan Risiko Kredit Rumah
Tangga
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Peningkatan pertumbuhan realisasi kredit didukung dengan tetap terkendalinya risiko kredit
bermasalah (NPL) pada triwulan II 2021. Secara umum, risiko kredit bermasalah (NPL) untuk semua
jenis kredit konsumsi berada di level aman, yakni di bawah batas NPL gross sebesar 5%. Untuk NPL kredit
konsumsi rumah tangga tercatat berada di angka 0,86% pada triwulan II 2021, relatif menurun jika
dibandingkan triwulan I 2021 sebesar 0,93%. Stabilnya rasio tersebut dipengaruhi oleh sikap kehati-hatian
perbankan dalam memberikan kredit baru kepada calon debiturnya di tengah kondisi pandemi COVID-19
yang masih berlangsung. Hal ini berguna untuk menjaga kondisi likuiditas perbankan di wilayah Sulawesi
Barat. Terkendalinya NPL pada triwulan II 2021 juga dipengaruhi oleh rend ahnya NPL pada komponen
kredit multiguna, KPR, maupun KKB. Untuk kredit multiguna, NPL kredit ini tercatat sebesar 0,72% pada
triwulan II 2021, relatif stabil jika dibandingkan triwulan I 2021. Sementara itu, tingkat kredit bermasalah
pada komponen KPR maupun KKB masing-masing terpantau mengalami penurunan pada periode
pelaporan jika dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 4.8).
4.2 Perkembangan Stabilitas Keuangan Korporasi
Realisasi kredit korporasi tercatat tumbuh double digit pada triwulan II 2021. Total realisasi
penyaluran kredit (pembiayaan) korporasi tercatat sebesar Rp6,69 triliun atau tumbuh 11,27% (yoy) pada
triwulan II 2021. Pertumbuhan realisasi kredit korporasi pada triwulan II 2021 tercatat meningkat jika
dibandingkan capaian triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 5,13% (yoy) (Grafik 4.9). Peningkatan
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 53
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
pertumbuhan kredit korporasi didorong oleh peningkatan kinerja dan pemberian kredit pada sektor
lapangan usaha utama, yakni sektor pertanian, perdagangan besar dan eceran, dan industri pengolahan.
Pada sektor pertanian, realisasi kredit sektor ini tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan cukup
signifikan pada periode pelaporan menjadi 20,47% (yoy), dari triwulan sebelumnya sebesar 10,60% (yoy)
(Grafik 4.9). Salah satu faktor yang memengaruhi peningkatan pertumbuhan kredit pada sektor ini adalah
permintaan volume produksi dan penjualan kelapa sawit (TBS) pada triwulan II 2021. Volume produksi
komoditas andalan Sulawesi Barat ini tercatat sebesar 513 ton pada periode pelaporan atau tumbuh
sebesar 12,03% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -13,73% (yoy). Selain itu,
kenaikan volume penjualan juga terdorong oleh tren kenaikan harga komoditas yang tetap terjaga.
Berdasarkan harga di pasar internasional, harga TBS pada kuartal ini terpantau bergerak di kisaran Rp
1.919/kg, atau tumbuh sebesar 77,37% (yoy). Tren kenaikan harga TBS semakin membantu mendorong
kinerja sektor ini sehingga memengaruhi ekspansi bisnis perusahaan yang bergerak pada sektor ini, serta
turut berdampak pada kenaikan realisasi kredit sektor pertanian.
Sejalan dengan kredit sektor pertanian, realisasi kredit sektor perdagangan juga turut mengalami
kenaikan. Pada periode pelaporan, kredit sektor perdagangan tercatat tumbuh sebesar 8,19% (yoy),
meningkat dibandingkan capaian triwulan I 2021 sebesar 6,04% (yoy) (Grafik 4.9). Faktor HBKN
mendorong tingkat konsumsi masyarakat terhadap barang-barang, baik durable goods maupun non
durable goods. Untuk barang non durable goods, seperti sejumlah bahan pangan juga mengalami
kenaikan permintaan sejalan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulawesi Barat pada periode
pelaporan yang tercatat mengalami kenaikan dibandingkan periode sebelumnya. Sementara itu, dari sisi
durable goods, kebijakan Pemerintah berupa pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
dan ketentuan Uang Muka Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) dari Bank Indonesia mendorong kinerja
sektor perdagangan otomotif di wilayah Sulawesi Barat. Pada periode pelaporan, tingkat penjualan mobil
di wilayah Sulawesi Barat tercatat sebanyak 331 unit, atau tumbuh 175,83% (yoy)1. Kondisi ini mendorong
pertumbuhan ekonomi di wilayah Sulawesi Barat pada triwulan II 2021.
Di sisi lain, realisasi kredit pada sektor industri pengolahan tercatat tetap tumbuh double digit sebesar
19,46% (yoy) pada periode pelaporan. Meskipun mencatatkan pertumbuhan, capaian tersebut cenderung
stagnan jika dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 19,85% (yoy) (Grafik 4.9).
Peningkatan kinerja kelapa sawit juga berimplikasi pada volume produksi Crude Palm Oil (CPO) di wilayah
Sulawesi Barat. Pada periode pelaporan, produksi CPO Sulawesi Barat tercatat tumbuh sebesar 13,45%
(yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan I 2021 sebesar -20,93% (yoy). Di sisi lain, produk turunan dari
CPO, yakni Stearin, Olein, dan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) juga mencatatkan pertumbuhan masing-
masing sebesar 20,58% (yoy), 12,92% (yoy), dan 16,47% (yoy)2. Pertumbuhan produksi CPO dan produk
turunannya yang cukup bagus tidak terlepas dari faktor kondisi cuaca yang mendukung, seperti tingkat
1Sumber: Kontak Liaison, diolah
2Sumber: Kontak Liaison, diolah
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
54 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
curah hujan yang cukup sehingga berdampak positif terhadap kualitas buah sawit yang dihasilkan. Selain
itu, tren kenaikan permintaan dari pasar didorong harga komoditas yang masih positif mendorong kinerja
perusahaan yang bergerak pada sektor ini. Namun demikian, sebagian pelaku yang bergerak di sektor
industri pengolahan CPO lebih memilih untuk menahan ekspansi usahanya sehingga pertumbuhan kredit
pada sektor ini cenderung stagnan.
Grafik 4.9. Perkembangan Kredit Korporasi Grafik 4.10. Pangsa Kredit Korporasi
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Kredit sektor perdagangan dan pertanian memiliki alokasi paling besar diantara sektor lainnya di
wilayah Sulawesi Barat. Pada periode pelaporan, pangsa kredit sektor perdagangan tercatat sebesar
40,57% dari total kredit korporasi secara keseluruhan di wilayah Sulawesi Barat. Kemudian, disusul oleh
kredit pada sektor pertanian yang memiliki cakupan sekitar 37,74% dari total kredit korporasi secara
keseluruhan (Grafik 4.10). Upaya pemulihan ekonomi terus mendorong pengembangan Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk menjadi buffer ekonomi daerah, khususnya di wilayah Sulawesi Barat.
Potensi ekonomi wilayah Sulawesi Barat yang kaya akan sumber daya alam, seperti bahan pangan, bijih
kakao, kopi, dan sebagainya mendorong pengemangan UMKM berbasis agroekonomi. Dorongan
pengembangan usaha pada sektor ini turut berkontribusi terhadap kenaikan kredit pada sektor
perdagangan. Di sisi lain, pengembangan sektor pertanian karena struktur ekonomi Sulawesi Barat yang
didominasi oleh beragam komoditas, seperti bahan pangan, coklat, kopi, dan lainnya mengindikasikan
bahwa perbankan terus memberikan alokasi pembiayaan kepada sektor yang tergolong low risk ini.
Risiko kredit korporasi terpantau mengalami kenaikan pada triwulan II 2021. Secara umum, risiko
kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) korporasi tercatat sebesar 8,18% pada triwulan II 2021,
lebih tinggi jika dibandingkan triwulan I 2021 sebesar 1,87% (Grafik 4.11). Kenaikan risiko kredit ini berasal
dari sektor lapangan usaha utama, yakni sektor pertanian. Pada bulan April-Mei 2021, salah satu debitur
sektor ini melaporkan gagal bayar pada kredit yang telah diberikan oleh salah satu bank swasta di
Indonesia. Adapun nilai kredit bermasalah cukup besar di atas ratusan miliar sehingga berimplikasi pada
NPL korporasi secara keseluruhan, dan utamanya terjadi pada korporasi yang bergerak di sektor
pertanian. Sementara itu, untuk korporasi yang bergerak di sektor lainnya, seperti industri pengolahan
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 55
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
dan perdagangan terpantau masih berada di level aman. Pada sektor industri pengolahan, NPL sektor ini
tercatat sebesar 1,98%, sedikit meningkat dibandingkan periode sebelumnya sebesar 1,63%. Sementara
untuk sektor perdagangan juga mencatatkan kenaikan NPL dari sebelumnya 3,06% pada triwulan I 2021
menjadi 3,37% pada periode pelaporan (Grafik 4.11). Secara keseluruhan, kondisi ini perlu dicermati
bersama antara Bank Indonesia, pihak perbankan, dan masyarakat. Pihak perbankan perlu didorong
untuk terus menyalurkan fasilitas kredit dengan asesmen yang menyeluruh dan kredibel. Risiko kredit
bermasalah tidak hanya mengganggu kondisi likuiditas perbankan secara individu, namun juga
dimungkinkan dapat memberikan multiplier effect terhadap stabilitas sistem keuangan di wilayah
Sulawesi Barat.
Grafik 4.11. Perkembangan Risiko Kredit Korporasi
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
4.3 Perkembangan Institusi Perbankan
4.3.1 Perkembangan Kredit dan DPK Agregat
Realisasi kredit perbankan di wilayah Sulawesi Barat ekspansif pada triwulan II 2021. Realisasi kredit
perbankan yang berlokasi di Sulawesi Barat tercatat tumbuh sebesar 11,11% (yoy), meningkat jika
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,74% (yoy) (Grafik 4.12). Peningkatan pertumbuhan kredit
pada kuartal ini didorong oleh semua komponen kredit, meliputi kredit konsumsi, kredit modal kerja, dan
kredit investasi. Pada triwulan II 2021, outstanding kredit konsumsi mencapai sebesar Rp5,49 triliun
dengan mencatatkan pertumbuhan sebesar 8,96% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan I 2021
sebesar 6,09% (yoy). Upaya pemulihan ekonomi dengan mendorong aspek konsumsi masyarakat
membuat pihak perbankan lebih ekspansif dalam menyalurkan kredit, meskipun den gan
mengedepankan aspek kehati-hatian (selektif) dalam memilih calon nasabah seiring pandemi COVID-19
belum berakhir. Sementara itu, kredit modal kerja juga mencatatkan kinerja positif, yakni tumbuh sebesar
18,50% (yoy), meningkat jika dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 14,35% (yoy).
Peningkatan ini tidak terlepas dari upaya sebagian usaha melakukan pembangunan kembali (rebuilding)
tempat usaha yang terdampak bencana gempa dengan memanfaatkan fasilitas pembiayaan dari
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
56 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
perbankan. Kemudian, kinerja yang baik pada sektor utama di wilayah Sulawesi Barat, yakni sektor
pertanian dan perdagangan besar dan eceran mendorong pertumbuhan kredit investasi. Pada periode
pelaporan, realiasasi kredit investasi tercatat tumbuh sebesar 2,20% (yoy), membaik dari periode
sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 1,71% (yoy). Meningkatnya volume produksi maupun
penjualan komoditas TBS pada triwulan II 2021 mendorong para pelaku usaha untuk melakukan investasi
berupa pengadaan angkutan komoditas dan replanting lahan. Di sisi lain, pada sektor perdagangan besar
dan eceran, iklim kebijakan yang mendukung, seperti pelonggaran Uang Muka dan pembebasan PPnBM
membuat pelaku industri yang bergerak di sektor ini memperluas cakupan pasar dengan membuka
cabang di beberapa wilayah lainnya.
Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan di wilayah Sulawesi Barat tetap tumbuh positif pada triwulan II
2021. Secara kumulatif, realisasi DPK perbankan tercatat sebesar Rp5,88 triliun atau tumbuh sekitar
12,82% (yoy) pada periode pelaporan. Pencapaian pertumbuhan ini relatif menurun jika dibandingkan
periode sebelumnya yang mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 18,45% (yoy) (Grafik 4.13).
Pertumbuhan DPK Perbankan utamanya dikontribusikan oleh instrumen tabungan. Instrumen ini tercatat
tumbuh sebesar 19,92% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 18,83% (yoy).
Namun di sisi lain, kedua instrumen lain, yakni giro dan deposito mengalami penurunan pertumbuhan
pada periode pelaporan. Untuk giro, instrumen tercatat tumbuh sebesar -3,93% (yoy), menurun jika
dibandingkan triwulan I 2021 sebesar 15,98% (yoy). Penggunaan dana Pemerintah untuk pembangunan
kembali pascagempa mendorong realisasi dana giro milik Pemerintah pada periode pelaporan. Sejalan
dengan instrumen giro, untuk instrumen deposito juga tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan.
Pada periode pelaporan, instrumen deposito hanya mampu tumbuh sebesar 9,04% (yoy), melambat jika
dibandingkan periode sebelumnya yang mampu tumbuh double digit di angka 21,44% (yoy). Momentum
HBKN dan imbal hasil yang kurang menarik karena efek kebijakan suku bunga rendah memengaruhi
sebagian nasabah untuk menarik dananya pada instrumen ini. Untuk momentum HBKN, sebagian
masyarakat berekspektasi untuk melakukan konsumsi, baik durable goods maupun non durable goods
sehingga mendorong masyarakat mengalokasikan sebagian dana pada instrumen ini untuk alokasi
konsumsi. Sementara untuk imbal hasil yang kurang menarik karena disebabkan kebijakan suku bunga
rendah untuk mendorong ekspansi ekonomi. Sejak Februari 2021, Bank Indonesia menetapkan kebijakan
suku bunga acuan (BI7DRR) di level 3,5% dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75% dan suku
bunga Lending Facility sebesar 4,25%.
Sehubungan dengan kondisi di atas, realisasi penyaluran kredit yang meningkat dengan realisasi
penghimpunan DPK perbankan yang tumbuh terbatas berimplikasi pada nilai aset perbankan di wilayah
Sulawesi Barat mengalami peningkatan pertumbuhan. Pada triwulan II 2021, nilai aset perbankan di
wilayah Sulawesi Barat tercatat tumbuh sebesar 10,69% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan
sebelumnya yang hanya tumbuh sekitar 7,29% (yoy) (Grafik 4.13).
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 57
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
Grafik 4.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Grafik 4.13. Perkembangan Aset dan DPK
Sumber: Laporan Bank Umum (Lokasi Bank), diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
4.3.2 Perkembangan Kredit dan DPK Spasial
Penyaluran kredit perbankan wilayah Sulawesi Barat tetap terkonsentrasi pada wilayah Kabupaten
Polewali Mandar, Mamuju, dan Pasangkayu. Kredit yang disalurkan ke ketiga Kabupaten ini mencakup
sekitar 70,7% dari total penyaluran kredit di wilayah Sulawesi Barat (Grafik 4.15). Faktor yang menjadikan
3 (tiga) wilayah tersebut memiliki pangsa terbesar, yakni faktor administratif dan jumlah penduduk, serta
sentralisasi lapangan usaha utama di wilayah Sulawesi Barat. Kabupaten Mamuju memiliki pangsa kredit
sebesar 22,9% dari total kredit secara keseluruhan pada periode pelaporan. Sebagai ibu kota Provinsi yang
menjalankan fungsi administrasi dan daerah dengan demografi terbesar kedua di wilayah Sulawesi Barat
menjadikan Kabupaten Mamuju sebagai sentralisasi daerah pendirian bisnis, perkantoran, serta industri
lainnya.
Untuk Kabupaten Polewali Mandar, pangsa kredit daerah ini tercatat sebesar 29,2% dari total kredit secara
keseluruhan. Aktivitas ekonomi di Kabupaten ini dipengaruhi oleh jumlah penduduknya yang tercatat
paling banyak se-Sulawesi Barat. Menjamurnya industri usaha, baik mikro, kecil, dan menengah dan
sebagai sentra pertanian, terutama komoditas beras di wilayah Sulawesi Barat menjadi faktor yang
mendorong pemberian kredit perbankan di Kabupaten Polewali Mandar, baik kepada masyarakat
maupun pelaku usaha.
Sementara itu, untuk Kabupaten Pasangkayu merupakan daerah dengan penyangga ekonomi utama
berupa sektor pertanian, khususnya kelapa sawit (TBS) dan Crude Palm Oil (CPO). Aktivitas perkebunan
kelapa sawit (TS) dan industri pengolahan CPO menjadi faktor utama penggerak bagi industri perbankan
di wilayah Sulawesi Barat, terutama Pasangkayu untuk memberikan fasilitas kredit (pembiayaan)
terhadap sektor tersebut. Alhasil, pangsa kredit dari wilayah Kabupaten Pasangkayu tergolong cukup
besar, yakni sekitar 19,3% dari total kredit secara keseluruhan atau ketiga terbesar dalam hal pangsa
kredit perbankan di wilayah Sulawesi Barat (Grafik 4.15).
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
58 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Grafik 4.14. Share Kredit Bank Umum secara
Spasial Triwulan I 2021 Grafik 4.15. Share Kredit Bank Umum secara
Spasial Triwulan II 2021
Sumber: Laporan Bank Umum (Lokasi Proyek), diolah Sumber: Laporan Bank Umum (Lokasi Proyek), diolah
Kredit konsumsi dan kredit modal menjadi mayoritas pilihan bagi debitur perbankan di wilayah
Sulawesi Barat. Kedua jenis kredit di atas menjadi pilihan bagi para debitur perbankan di wilayah
Sulawesi Barat di hampir seluruh kabupaten, kecuali Kabupaten Mam uju Tengah. Wilayah Kabupaten
Majene, Mamasa, dan Mamuju merupakan 3 (tiga) kabupaten yang memiliki porsi kredit konsumsi paling
besar, yakni masing-masing sekitar 66,0%, 60,8%, dan 59,2% dari total kredit secara keseluruhan (Grafik
4.16). Fungsi administrasi pemerintahan dan jumlah penduduk relatif besar (Mamuju), pusat pendidikan
(Majene) serta aktivitas ekonomi yang mulai berkembang (Mamasa) mendorong dominasi realisasi kredit
konsumsi terhadap jenis kredit lainnya di ketiga wilayah tersebut. Sementara itu, pangsa kredit modal
kerja terbesar berada di wilayah Kabupaten Pasangkayu dan Polewali Mandar, dengan andil yang
diberikan masing-masing sebesar 41,2% dan 36,5%. Sektor andalan utama Sulawesi Barat, yakni sektor
pertanian tumbuh pesat di kedua wilayah tersebut. Untuk Kabupaten Pasangkayu, industri perkebunan
kelapa sawit mendominasi struktur ekonomi dan menjadi kontributor pertumbuhan ekonomi di wilayah
tersebut. Sedangkan, Kabupaten Polewali Mandar menjadi sentra tanaman pangan, yakni beras yang
kinerjanya didorong oleh keberadaan beberapa produsen besar, termasuk klaster gapoktan sipatuo
binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat . Kinerja sektoral di masing-masing
wilayah didorong dengan fasilitas pemberian kredit modal kerja dalam rangka ekspansi bisnis industri
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah.
Risiko kredit bermasalah (NPL) perbankan di Kabupaten wilayah Sulawesi Barat terpantau stabil
pada triwulan II 2021. Risiko kredit bermasalah (NPL) perbankan di 6 (enam) kabupaten cenderung stabil.
Terdapat masing-masing 3 (tiga) Kabupaten yang mengalami penyesuaian NPL, baik meningkat ataupun
menurun. Tiga kabupaten yang mengalami peningkatan, diantaranya adalah Kabupaten Polewali Mandar,
Mamasa, dan Pasangkayu. Kabupaten Polewali Mandar tercatat mengalami kenaikan NPL menjadi 1,17%
pada periode pelaporan, dari sebelumnya sekitar 0,97% pada triwulan II 2021. Untuk Kabupaten Mamasa
turut mengalami peningkatan, yakni dari sebelumnya 0,49% menjadi 0,53% di triwulan II 2021. Sementara
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 59
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
untuk Kabupaten Pasangkayu juga mengalami hal yang sama, yakni naik dari 1,01% di triwulan I 2021
menjadi 1,18% pada periode pelaporan. Namun demikian, secara rasio masih berada dalam level aman
atau di bawah batas NPL Gross (< 5,00%).
Walaupun demikian, terdapat kabupaten lainnya yang mengalami penurunan risiko kredit bermasalah
pada periode pelaporan, yakni Kabupaten Majene, Mamuju Tengah, dan Mamuju. Untuk Kabupaten
Majene mengalami penurunan risiko NPL dari 0,79% di triwulan I 2021 menjadi 0,70% pada periode
pelaporan. Kemudian, Kabupaten Mamuju Tengah juga tercatat mengalami penurunan risiko kredit
bermasalah menjadi sebesar 0,33% pada triwulan II 2021, dari sebelumnya sebesar 0,43% pada triwulan I
2021. Sementara untuk Kabupaten Mamuju juga mengikuti tren kedua wilayah di atas, yakni mencatatkan
penurunan dari sebelumnya 1,17% menjadi 1,08% pada triwulan II 2021. Hal ini mengindikasikan bahwa
kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan di ketiga wilayah tersebut semakin membaik jika
dibandingkan periode sebelumnya (Grafik 4.17).
Grafik 4.16. Komposisi Jenis Penggunaan Kredit
Triwulan II 2021 Grafik 4.17. Rasio NPL Bank Umum secara
Spasial
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Kegiatan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) masih tersentralisasi di wilayah Kabupaten
Mamuju dan Kabupaten Polewali Mandar. Dalam hal pangsa penghimpunan DPK di wilayah Sulawesi
Barat, kedua Kabupaten ini mewakili sekitar 65,6% terhadap total keseluruhan DPK Sulawesi Barat (Grafik
4.19). Pada periode pelaporan, penghimpunan DPK di wilayah Mamuju mengalami peningkatan pangsa,
yakni dari sebesar 36,4% pada triwulan I 2021 meningkat menjadi 37,8% pada periode pelaporan. Selain
itu, DPK perbankan di ibukota Provinsi ini juga tercatat tumbuh sekitar 19,8% (yoy) pada periode
pelaporan, relatif menurun jika dibandingkan periode sebelumnya sebesar 24,4% (yoy). Kondisi tersebut
juga diikuti oleh seluruh Kabupaten lainnya, kecuali Kabupaten Mamasa yang mencatatkan pertumbuhan
lebih baik jika dibandingkan periode sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan DPK di beberapa wilayah
Kabupaten di Sulawesi Barat dipengaruhi oleh faktor HBKN (Ramadan dan Idul Fitri) yang mendorong
sebagian masyarakat melakukan konsumsi. Selain itu, pembangunan kembali pascagempa mendorong
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
60 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Pemerintah Daerah (Pemda) merealisasikan dana simpanannya untuk berbagai pekerjaan pembangunan
infrastruktur penunjang pada periode pelaporan.
Grafik 4.18. Share DPK Bank Umum Spasial
pada Triwulan I 2021 Grafik 4.19. Share DPK Bank Umum Spasial
pada Triwulan II 2021
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Instrumen tabungan menjadi pilihan utama untuk penyimpanan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan
di hampir seluruh kabupaten di wilayah Sulawesi Barat. Porsi instrumen tabungan yang mendominasi
dana simpanan di perbankan di wilayah wilayah Sulawesi Barat, yakni lebih dari 60% terhadap total
pembentukan DPK perbankan. Kabupaten Polewali Mandar, Pasangkayu, dan Majene mendominasi
sebagai wilayah dengan pangsa instrumen tabungan terbesar, yakni secara berurutan sebesar 80,8%,
76,7%, dan 71,4% (Grafik 4.20). Untuk instrumen giro, Kabupaten Mamuju Tengah menjadi wilayah dengan
porsi terbesar dibandingkan kabupaten lainnya dengan pangsa mencapai 71,1%. Hal ini sejalan dengan
pangsa penempatan dana berupa giro Pemerintah di wilayah tersebut karena terdapat pembangunan
infrastruktur sebagai bagian Proyek Strategis Nasional (PSN), yakni Bendungan Budong -Budong.
Sementara itu, instrumen deposito menjadi instrumen yang paling minim diminati o leh masyarakat
Sulawesi Barat. Tren kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI7DRR) yang rendah sejak Februari 2021
berdampak pada imbal hasil yang ditawarkan menjadi kurang menarik. Akibatnya, prefrensi simpanan
masyarakat Sulawesi Barat terhadap instrumen ini menjadi kurang diminati, dan masyarakat lebih
memilih instrumen lainnya sebagai alternatif penempatan dana simpanannya. Jika ditinjau dari sisi
wilayah, Kabupaten Mamuju Tengah dan Pasangkayu menjadi 2 (dua) kabupaten yang memiliki pangsa
deposito paling kecil, yakni di bawah 5% (Grafik 4.20).
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 61
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
Grafik 4.20. Komposisi Jenis DPK Spasial Triwulan II 2021
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
4.4 Perkembangan Pembiayaan UMKM dan Akses Keuangan
Penyaluran kredit perbankan kepada pelaku UMKM terpantau meningkat pada triwulan II 2021.
Secara nominal, realisasi kredit UMKM tercatat sebesar Rp4,91 triliun pada periode pelaporan, meningkat
jika dibandingkan triwulan I 2021 sebesar Rp4,83 triliun. Ditinjau dari sisi pertumbuhan, kredit yang
disalurkan kepada industri mikro, kecil, dan menengah ini juga mengalami peningkatan dari periode
sebelumnya sebesar 3,28% (yoy) menjadi tumbuh sekitar 8,09% (yoy) pada periode pelaporan (Grafik
4.21). Peningkatan realisasi penyaluran kredit UMKM, baik secara nominal dan growth, tidak diikuti oleh
pangsa kredit UMKM terhadap total kredit pada triwulan II 2021. Pada periode pelaporan, pangsa kredit
UMKM tercatat sebesar 36,17%, atau cenderung stagnan jika dibandingkan periode sebelumnya sebesar
36,97%. Stagnasinya pangsa realisasi kredit UMKM juga dipengaruhi salah satunya oleh tingkat suku
bunga kredit UMKM yang relatif masih cukup tinggi, yakni dari periode sebelumnya sekitar 10,3% ( yoy)
menjadi 10,34% (yoy). Kondisi suku bunga yang masih cukup tinggi membuat para pelaku industri mikro,
kecil, dan menengah enggan memanfaatkan fasilitas pembiayaan dari perbankan. Di sisi lain, pihak
perbankan juga bersikap selektif terhadap pemberian kredit bagi para pelaku UMKM karena tingkat risiko
yang cukup tinggi. Risiko kredit bermasalah (NPL) pada jenis kredit ini tercatat sebesar 2,82% pada
periode pelaporan, meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,36%. Kondisi ini akan
menjadi pertimbangan tersendiri bagi perbankan karena memperhitungkan faktor risiko likuiditas yang
dimiliki oleh perbankan (Grafik 4.22).
Di sisi lain, membanjirnya produk impor di berbagai platform toko online (e-commerce) menghambat
produk lokal UMKM, khususnya UMKM Sulawesi Barat untuk memasuki pasar e-commerce. Kondisi ini
dapat memengaruhi penjualan produk UMKM Sulawesi Barat. Selain itu, membanjirnya produk impor
cukup kontras dengan upaya Pemerintah dalam mendorong Gerakan Bangga Buatan Indonesia (GBBI).
Labelisasi masyarakat yang masih berpandangan kurang baik terhadap barang UMKM dibandingkan
barang non UMKM (produk impor) juga menahan laju ekspansi para pelaku UMKM. Di samping itu, harga
produk impor yang ditawarkan lebih terjangkau juga menjadi hambatan bagi UMKM untuk memasarkan
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
62 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
produknya di e-commerce. Meski demikian, Pemerintah dan otoritas lainnya bergerak dalam membantu
menyukseskan Gerakan Bangga Buatan Indonesia. Insentif bantuan dari Pemerintah untuk UMKM, baik
bantuan tunai maupun pemotongan pajak cukup membantu dalam mendorong p ertumbuhan bisnis
UMKM di tengah belum usainya pandemi COVID-19. Selain itu, dari sisi Bank Indonesia, perpanjangan
pemberian insentif berupa biaya Merchant Discount Rate (MDR) menjadi 0% untuk UMKM hingga akhir
Desember 2021 juga cukup membantu dalam menopang kinerja pertumbuhan UMKM terutama yang ada
di wilayah Sulawesi Barat. Dorongan penggunaan transaksi berbasis non tunai juga terus digencarkan
untuk mendukung target 12 juta merchant QRIS yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Hal ini akan
terus dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat sebagai perpanjangan
tangan Kantor Pusat Bank Indonesia dalam menyukseskan program tersebut dengan mensosialisasikan
program 12 juta merchant QRIS kepada pelaku usaha, utamanya UMKM Sulawesi Barat untuk mendorong
pembayaran non tunai melalui QRIS agar skala usahanya semakin meningkat. Peningkatan skala usaha
tersebut akan menjadi dasar bagi pelaku usaha untuk melakukan ekspansi bisnis, didukung pemberian
kredit UMKM oleh perbankan sehingga akan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat.
Grafik 4.21. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.22. Perkembangan Risiko Kredit UMKM
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Akses keuangan masyarakat tetap tumbuh positif pada triwulan II 2021. Secara berkelanjutan, akses
keuangan yang diterima oleh masyarakat Sulawesi Barat terus bertumbuh didukung oleh semakin
membaiknya literasi keuangan masyarakat. Hal ini tercermin dari salah satu indikator dengan pendekatan
indikator rasio rekening tabungan dan rasio rekening kredit terhadap penduduk usia kerja (> 15 tahun)
yang terus bertumbuh, meskipun mengalami perlambatan dari sisi pertumbuhannya pada triwulan II
2021. Pada periode pelaporan, rasio rekening tabungan per penduduk usia bekerja tercatat se besar 153,9,
meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 152,1. Namun demikian, jika ditinjau dari sisi
pertumbuhan jumlah rekening tabungan, kepemilikan rekening tabungan oleh penduduk usia bekerja
tercatat tumbuh sebesar 25,84% (yoy) pada triwulan II 2021, atau melambat jika dibandingkan triwulan I
2021 sebesar 27,60% (yoy) (Grafik 4.23).
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 63
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
Sementara itu, dari sisi rekening kredit, rasio kepemilikan jumlah rekening kredit oleh penduduk usia
bekerja tercatat mengalami kenaikan dari sebelumnya 16,7 menjadi 17,3. Jika ditinjau dari sisi growth-
nya, pertumbuhan jumlah kepemilikan rekening kredit juga tumbuh double digit pada periode pelaporan
sebesar 13,53% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya hanya mampu tumbuh sekitar
6,83% (yoy). Pertumbuhan kedua rasio tersebut mengindikasikan wawasan atau literasi masyarakat
terhadap akses keuangan, baik tabungan maupun pembiayaan semakin membaik. Hal ini me njadi iklim
yang baik terhadap penggunaan perbankan sebagai media penyimpanan dana sekal igus pemanfaatan
fasilitas pembiayaan dalam rangka ekspansi usaha milik masyarakat Sulawesi barat (Grafik 4.24).
Grafik 4.23. Rasio Rekening Tabungan per
Penduduk Usia Bekerja Grafik 4.24. Rasio Rekening Kredit per Penduduk Usia
Bekerja
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
BAB 04. STABILITAS KEUANGAN DAERAH
64 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 65
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
BAB 05 Penyelenggaraan Sistem
Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
66 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1 Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai
5.1.1. Perkembangan Inflow/Outflow Uang Kartal
Transaksi pembayaran tunai di Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan II 2021 tercatat mengalami net
outflow sebesar Rp 924,38 miliar. Kondisi ini sejalan dengan lebih besarnya uang yang disalurkan
(outflow) oleh KPw. Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat dibandingkan setoran uang tunai (inflow) dari
masyarakat yang diterima melalui perbankan. Outflow pada periode laporan tercatat sebesar Rp 1.085,53
miliar atau tumbuh sebesar 35,65% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini
juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang terkontraksi sebesar 21,44% (yoy).
Tingginya outflow pada periode laporan disebabkan oleh tingginya kebutuhan uang tunai
pascarecovery gempa yang terjadi pada 15 Januari 2021 dan momentum hari raya islam. Selain itu,
tingginya kebutuhan uang tunai juga didorong oleh penyaluran Dana BOS, sertifikasi untuk setiap Guru,
dan pencairan dana desa yang dilakukan pada triwulan II 2021. Kemudian, tumbuhnya outflow pada
periode laporan utamanya disebabkan oleh kontribusi konsumsi masyarakat di wilayah Provinsi Sulawesi
Barat sebagai dampak pandemi COVID-19. Masyarakat masih dihimbau untuk melakukan pembatasan
aktivitas sosial dan diminta untuk tetap di rumah sebagai upaya pencegahan penularan COVID-19,
meskipun terdapat penurunan jumlah pasien COVID-19 pada triwulan II 2021.
Grafik 5.1. Perputaran Uang Kartal KPw BI
Prov. Sulawesi Barat Grafik 5.2. Perkembangan Outflow, Konsumsi
RT, dan Pemerintah
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, diolah
Sejalan dengan Outflow pada periode berjalan, Inflow pada periode laporan juga mengalami
pertumbuhan yang tinggi yaitu sebesar 102,19% (yoy) dengan nominal sebesar Rp 161,14 miliar.
Kondisi tersebut cukup jauh berbeda dengan triwulan I 2021 yang juga mengalami kontraksi sebesar
69,80% (yoy). Selanjutnya, dari sisi nominal tercatat lebih tinggi dari nominal inflow pada triwulan I 2021
sebesar Rp50,73 miliar. Nominal tersebut juga lebih tinggi dari rata-rata penyetoran uang tunai (inflow)
pada periode yang sama 2 (dua) tahun terakhir sebesar Rp104 miliar. Tumbuhnya inflow disebabkan oleh
recovery dari kondisi pandemi COVID-19, di mana pada triwulan II 2021 terdapat pertumbuhan konsumsi
dan pendapatan masyarakat maupun Pemerintah.
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 67
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Inflow dan outflow merupakan salah satu indikator untuk melihat aktivitas ekonomi yang terjadi di
masyarakat yang tidak terlepas dari pengaruh konsumsi rumah tangga dan pemerintah. Jika dilihat
berdasarkan pola series-nya, diketahui bahwa jumlah uang beredar di Provinsi Sulawesi Barat lebih
dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah. Sementara pengaruh konsumsi rumah tangga terhadap aliran
uang tunai di Provinsi Sulawesi Barat tidak sebesar pengeluaran pemerintah. Hal ini dapat terlihat dari
grafik 5.2 yang menggambarkan pertumbuhan outflow secara historis searah dengan pertumbuhan
konsumsi pemerintah. Namun demikian, pada triwulan II 2021 outflow sejalan dengan konsumsi rumah
tangga yang terlihat dari membaiknya konsumsi rumah tangga.
5.1.2. Penarikan Uang Tidak Layak Edar
Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki peran penting dalam menjaga kelancaran sistem
pembayaran di Indonesia. Khusus sistem pembayaran secara tunai, Bank Indonesia memiliki tugas
penting untuk mengedarkan uang rupiah sampai ke pelosok negeri dalam jumlah nominal yang cukup,
jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan layak edar (fit for circulation). Untuk mencapai tujuan tersebut,
KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat secara berkala melakukan kegiatan penukaran uang kartal
kepada masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk menyerap sebanyak mungkin Uang Tidak
Layak Edar (UTLE) yang ada di masyarakat yang kemudian akan digantikan dengan Uang Layak Edar (ULE)
sehingga masyarakat di Provinsi Sulawesi Barat menggunakan ULE dalam setiap transaksi.
Grafik 5.3. Perkembangan Setoran Uang Tidak Layak Edar
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Penukaran uang oleh Bank Indonesia kepada masyarakat dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu
penukaran secara langsung dan penukaran tidak langsung. Penukaran secara langsung dilakukan
melalui loket penukaran Bank Indonesia, kegiatan kas keliling dalam dan luar kota serta kegiatan
penukaran uang bekerjasama dengan perbankan di Provinsi Sulawesi Barat khususnya pada saat Hari
Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Sementara itu, penukaran tidak langsung diupayakan oleh Bank
Indonesia dengan membuka kas titipan bekerjasama dengan Bank Sulselbar di wilayah Kabupaten
Pasangkayu dan Kabupaten Polewali Mandar.
68 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Selanjutnya, sebagai bentuk upaya KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat dalam menjaga
kualitas uang yang beredar melalui kebijakan clean money policy, secara rutin KPw Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Barat melakukan kegiatan pemusnahan uang baik yang diterima dari masyarakat
maupun dari setoran perbankan. Berdasarkan kondisi tersebut, diketahui bahwa pada triwulan I I 2021,
jumlah UTLE yang diterima oleh KPw Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat tercatat sebesar Rp36,19
miliar atau tumbuh sebesar 194% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tumbuhnya periode ini lebih baik apabila dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang terkontraksi sebesar
75,71% (yoy). Selanjutnya dari sisi nominal, penyetoran UTLE pada periode laporan tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata 2 (dua) tahun terakhir pada periode yang sama sebesar Rp 25,5 miliar.
5.1.3. Denominasi aliran uang kartal di Sulawesi Barat
Pada periode laporan, aliran outflow didominasi oleh uang kertas pecahan besar yaitu pecahan
Rp50.000,- dan pecahan Rp100.000,-. Sementara, untuk uang pecahan kecil didominasi oleh uang
pecahan Rp5.000,- dan Rp2.000,-. Aliran outflow Uang Kertas (UK) pada triwulan laporan tercatat
sebesar Rp1.064,29 miliar atau 99,02% dari total outflow. Pada aliran outflow uang kertas didominasi oleh
pecahan Rp50.000,- sebesar 7,64 juta lembar atau 26,86% dari total outflow. Kemudian diikuti oleh
pecahan Rp100.000,- sebesar 5,92 juta lembar atau 20,82% dari total outflow.
Selanjutnya, untuk uang pecahan kecil didominasi oleh pecahan Rp2.000,- sebesar 5,30 juta lembar atau
18,63% dari total outflow, diikuti oleh pecahan Rp 5.000,- dan Rp 10.000,- masing-masing sebesar 4 juta
lembar atau 14,07% dari total outflow dan 2,60 juta lembar atau 9,15% dari total outflow. Berdasarkan
kondisi ini, diketahui bahwa UK pecahan besar masih menjadi preferensi utama masyarakat di Provinsi
Sulawesi Barat dalam bertransaksi dibandingkan dengan UK pecahan kecil. Selanjutnya, untuk UK
pecahan kecil,masyarakat lebih sering menggunakan pecahan Rp2.000,- dan Rp1.000,-.
Grafik 5.4. Denominasi Uang Kartal Outflow
Sulawesi Barat Grafik 5.5. Denominasi Uang Logam Outflow
Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
56%36%
3%2%2%1%0%
UK-
100000UK-50000
UK- 20000
UK-10000
UK-5000
UK-2000
UK-1000
55%39%
4%2%0%0%UL-1000
UL-500
UL-200
UL-100
UL-50
UL-1
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 69
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Selanjutnya, untuk aliran outflow Uang Logam (UL) pada periode laporan tercatat sebesar Rp 163,74 juta
atau hanya sebesar 0,98% dari total outflow, lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan UL triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp93,02 juta. Jika dilihat berdasarkan denominasinya, diketahui bahwa
pecahan Rp1.000,- dan Rp500,- mendominasi aliran outflow UL yang masing-masing tercatat sebesar
90.200 keping atau 0,32% dari total ouflow dan 129.057 keping atau 0,45% dari total outflow.
Aliran inflow UK pada triwulan II 2021 didominasi oleh pecahan Rp100.000,-, Rp50.000,- dan pecahan
Rp10.000,-, sementara penyetoran UL pada periode laporan tidak signifikan. Aliran inflow UK pada
triwulan laporan tercatat sebesar Rp161,14 miliar atau hampir 100% dari total inflow. Sedangkan
penyetoran UL pada periode laporan tidak signifikan hanya sebesar Rp1.000. Jika dilihat berdasarkan
denominasinya, aliran inflow didominasi oleh pecahan besar yaitu Rp50.000,- dan Rp 100.000,- sebesar
1.158.378 lembar atau 23,90% dan 769.036 atau 15,87% dari total inflow. Kemudian diikuti oleh pecahan
Rp10.000,- dan Rp5.000,- masing-masing sebesar 954.580 lembar atau 19,69% dari total inflow dan 797.297
lembar atau 16,45% dari total inflow.
Grafik 5.6. Denominasi Uang Kartal Inflow
Sulawesi Barat Grafik 5.7. Denominasi Uang Logam Inflow
Sulawesi Barat
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.2. Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai
5.2.1. Transaksi Kliring
Untuk mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan andal yang mendukung
stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia menyelenggarakan Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI). Pada triwulan II 2021 diketahui bahwa nominal transaksi kliring kredit tercatat
sebesar Rp 147,61 miliar atau tumbuh sebesar 8,77% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Kondisi ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang terkontraksi sebesar
24% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut volume warkat kliring juga mengalami penurunan sebesar -16,66%
(yoy) dengan volume warkat mencapai 5.303 warkat. Menurunnya transaksi non tunai dikarenakan
48%
36%
7%6%2%1%0%
UK-100000UK-50000
UK- 20000
UK-10000
UK-5000
UK-2000100%
UL-1000
UL-500
UL-200
UL-100
UL-50
UL-1
70 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
dampak kondisi gempa yang terjadi pada 15 Januari 2021, selain terdapat pengeluaran pemerintah di
triwulan II 2021 dengan menggunakan transaksi tunai.
Grafik 5.8. Transaksi Kliring Kredit Grafik 5.9. Jumlah Warkat Kliring Kredit
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Transaksi kliring debit yang juga mengalami penurunan yang cukup dalam baik dari sisi nominal maupun
dari sisi volume warkat. Nominal transaksi kliring debit pada triwulan I I 2021 tercatat sebesar Rp1,69 miliar
atau terkontraksi cukup dalam sebesar 56,72% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kondisi ini tercatat turun lebih dalam dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang juga terkontraksi sebesar
61,89% (yoy). Selanjutnya, dari sisi volume warkat juga mengalami penurunan yang cukup dalam yaitu
sebesar 40% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya dengan volume warkat mencapai 60 warkat.
Grafik 5.10. Transaksi Kliring Debit Grafik 5.11. Jumlah Warkat Kliring Debit
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
5.2.2. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)
BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) merupakan sistem transfer dana elektronik yang
penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. BI-RTGS memiliki peran penting
dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran
yang termasuk kategori High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi
Rp100 juta ke atas dan bersifat segera (urgent). Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh
transaksi pembayaran di Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai s istem pembayaran nasional
yang memiliki peran signifikan (Systemically Important Payment System).
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 71
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Pada triwulan II 2021 transaksi BI-RTGS di wilayah Provinsi Sulawesi Barat dari sisi nominal tercatat
sebesar Rp1.660,46 miliar atau tumbuh sangat signifikan sebesar 665,79% (yoy) dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I
2021 yang tercatat tumbuh sebesar 134% (yoy). Tingginya transaksi high value melalui BI-RTGS pada
periode laporan sejalan dengan pemulihan pascagempa yang terus berjalan di Sulawesi Barat. Sejalan
dengan hal tersebut, volume warkat juga masih tercatat tumbuh signifikan yaitu sebesar 214,77% (yoy)
dengan volume warkat mencapai 1023 warkat. Volume warkat pada periode ini lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan I 2021 yang tumbuh sebesar 123,90% (yoy).
Grafik 5.12. Transaksi RTGS
Sumber: Bank Indonesia, diolah
72 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 73
BAB 05. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG RUPIAH
BAB 06 Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan
74
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
6.1 Ketenagakerjaan
Ketersediaan lapangan kerja pada triwulan II 2021 tumbuh positif. Berdasarkan Survei Konsumen oleh
Bank Indonesia terkait kondisi ekonomi saat ini dibandingkan enam bulan yang lalu diketahui bahwa
indeks ketersediaan lapangan kerja di Sulawesi Barat tumbuh pada level 79, dimana sebelumnya pada
triwulan I 2021 mampu mencapai level 62. Perbaikan ketersediaan lapangan kerja tersebut turut didukung
dari vaksinasi yang semakin masif dilaksanakan oleh masyarakat Sulawesi Barat di masa pandemi COVID-
19 saat ini sehingga beberapa penggiat ekonomi mulai beraktivitas kembali. Demikian halnya kegiatan
pemulihan pascabencana gempa bumi turut mendorong aktivitas ekonomi berangsur membaik. Selain
itu, optimisme ketersediaan lapangan kerja juga sejalan dengan disahkannya Peraturan Daerah Provinsi
Sulawesi Barat Nomor 3 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Industri Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2020-2040.
Penghasilan masyarakat membaik di triwulan II 2021. Indeks penghasilan konsumen tumbuh pada
level 98 yang jika dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang berada pada level 80. Kondisi ini sejalan
dengan pertumbuhan positif ketersediaan lapangan kerja di Sulawesi Barat. Konsumen lebih produktif
dalam mendapatkan penghasilan dengan kembali beroperasinya perusahaan pascavaksinasi dan
normalisasi dampak bencana gempa bumi, bahkan muncul beberapa lapangan kerja baru.
Grafik 6.1. Kondisi Ekonomi Saat ini
Dibandingkan 6 Bulan yang Lalu Grafik 6.2. Ekspektasi Kondisi Ekonomi 6 Bulan
ke Depan Dibandingkan Saat Ini
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Ekspektasi masyarakat terhadap ketersediaan lapangan kerja enam bulan ke depan berada pada
level optimis. Indeks ketersediaan lapangan kerja enam bulan ke depan tercatat sebesar 123 pada
triwulan II 2021 atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2021 yang mencatatkan sebesar 114.
Membaiknya ekspektasi masyarakat merupakan dampak dari semakin taatnya masyarakat Sulawesi
Barat dalam mematuhi protokol kesehatan COVID-19, melaksanakan vaksinasi, dan membaiknya kondisi
infrastruktur dan ekonomi pascabencana gempa bumi.
Ekspektasi masyarakat terhadap penghasilan enam bulan ke depan juga berada pada level optimis.
Indeks penghasilan konsumen enam bulan ke depan tercatat sebesar 131 pada triwulan II 2021 atau lebih
tinggi dibandingkan triwulan I 2021 yang mencatatkan sebesar 126. Konsumen diekspektasikan dapat
0.0
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
Jan
-19
Fe
b-1
9
Ma
r-1
9
Ap
r-19
Ma
y-1
9
Jun
-19
Jul-
19
Au
g-1
9
Se
p-1
9
Oct-
19
No
v-1
9
De
c-1
9
Jan
-20
Fe
b-2
0
Ma
r-2
0
Ap
r-20
Ma
y-2
0
Jun
-20
Jul-
20
Au
g-2
0
Se
p-2
0
Oct-
20
No
v-2
0
De
c-2
0
Jan
-21
Fe
b-2
1
Ma
r-2
1
Ap
r-21
Ma
y-2
1
Jun
-21
Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Indeks Konsumsi Keb. Tahan Lama
Op
tim
isP
esim
is
70.0
80.0
90.0
100.0
110.0
120.0
130.0
140.0
150.0
160.0
170.0
Jan-19
Fe
b-1
9
Ma
r-19
Apr-
19
Ma
y-1
9
Jun-19
Jul-1
9
Aug-1
9
Sep-1
9
Oct-
19
Nov-1
9
Dec-1
9
Jan-20
Fe
b-2
0
Ma
r-20
Apr-
20
Ma
y-2
0
Jun-20
Jul-2
0
Aug-2
0
Sep-2
0
Oct-
20
Nov-2
0
Dec-2
0
Jan-21
Fe
b-2
1
Ma
r-21
Apr-
21
Ma
y-2
1
Jun-21
Indeks Penghasilan Konsumen Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Indeks Kegiatan Usaha
Optim
isP
esim
is
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 75
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
mengambil peluang dalam optimisme ketersediaan lapangan kerja sehingga berdampak terha dap
peningkatan penghasilan.
Jumlah angkatan kerja pada Februari 2021 terus meningkat. Jumlah angkatan kerja tercatat sebesar
717,3 ribu jiwa atau meningkat 6,42% (yoy) dari posisi Februari 2020 yang mencatatkan sebesar 674,0 ribu
jiwa. Peningkatan jumlah angkatan kerja tersebut disertai dengan kenaikan jumlah penduduk bekerja
maupun pengangguran. Bertambahnya jumlah pengangguran disebabkan oleh terbatasnya
pertumbuhan ketersediaan lapangan kerja sebagai dampak pandemi covid-19 dan bencana gempa bumi.
Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (dalam ribu jiwa)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Penyerapan tenaga kerja sektor industri meningkat pada Februari 2021. Peningkatan penyerapan
secara signifikan ditunjukkan oleh sektor industri sebesar 32,24% (yoy) pada Februari 2021 lebih tinggi jika
dibandingkan dengan Februari 2020 yang hanya tumbuh sebesar 20,96% (yoy). Demikian halnya yang
terjadi pada penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dan sektor perdagangan yang tumbuh positif pada
Februari 2021. Penyerapan pada sektor pertanian tumbuh sebesar 11,83% (yoy) yang sebelumnya pada
Februari 2020 mengalami kontraksi sebesar 7,22%. Penyerapan tenaga kerja sektor perdagangan tumbuh
sebesar 3,91% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan Februari 2020 yang mengalami kontraksi sebesar
1,78% (yoy). Kondisi berbeda terjadi pada sektor jasa kemasyarakatan yang serapan tenaga kerjanya
terkontraksi hingga 10,20% (yoy).
2016 2017 2018 2019 2020 2021
Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb
Pe n d u d u k Usia Ke r ja (15+ ) 877.4 887.3 908.1 927.2 947.8 967.0 1,000.3
A n g kat an Ke r ja 616.5 641.5 641.8 663.3 669.9 674.0 717.3
Be ke r ja 595.9 624.1 622.6 647.0 660.3 656.4 693.8
Pe n g an g g u r an 20.6 17.4 19.1 16.3 9.7 17.6 23.5
Bu kan A n g kat an Ke r ja 260.9 245.8 266.3 263.9 277.8 293.0 283.0
Tin g kat Par t isip asi Ke r ja/TPA K (% ) 70.27 72.30 70.68 71.53 70.69 69.70 71.71
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 3.35 2.72 2.98 2.45 1.45 2.61 3.28
K eterangan2015
76
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Grafik 6.3. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Bekerja Per Sektor
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sektor industri semakin diminati tenaga kerja Sulawesi Barat. Komposisi tenaga kerja Sulawesi Barat
secara signifikan mengalami peningkatan pada sektor industri yaitu sebesar 53,41 ribu jiwa pada Februari
2021 dimana sebelumnya pada Agustus 2020 sebesar 51,43 ribu jiwa. Demikian halnya yang terjadi untuk
sektor perdagangan yang terus meningkat hingga 118,90 ribu jiwa pada Februari 2021 dibandingkan
dengan periode Agustus 2020 hanya sebesar 97,07 ribu jiwa. Meskipun demikian sektor pertanian masih
dengan jumlah tenaga kerja terbanyak dengan pangsa sebesar 48.10% dari total tenaga kerja Sulawesi
Barat. Akan tetapi, secara absolut sektor pertanian menunjukan perlambatan pada periode Februari 2021
menjadi 333,41 ribu jiwa sedangkan pada Agustus 2020 mencapai 337,77 ribu jiwa.
Tabel 6.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (rb jiwa)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Status pekerjaan sebagai pekerja bebas meningkat di Sulawesi Barat. Sebanyak 45,48 ribu jiwa tenaga
kerja berstatus sebagai pekerja bebas pada Februari 2021 yang sebelumnya pada Februari 2020 hanya
mencapai 33,69 ribu jiwa atau tumbuh hingga 35.00%. Sejalan dengan status pekerja tak dibayar yang
turut meningkat sebesar 158,29 ribu jiwa pada Februari 2021 dari sebelumnya sebesar 130,17 ribu jiwa
pada Februari 2020 atau tumbuh sebesar 21,60% dan status berusaha dibantu buruh tetap tumbuh
sebesar 3.24%. Adapun untuk status pekerjaan yang mengalami kontraksi pada Februari 2021 yaitu status
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
Feb-15Aug-15Feb-16Aug-16Feb-17Aug-17Feb-18Aug-18Feb-19Aug-19Feb-20Aug-20Feb-21
Pertanian Industri - skala kanan
Perdagangan - skala kanan Jasa Kemasyarakatan% yoy % yoy
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Feb Feb Feb Feb Feb Feb Feb
Pe r t an ian 357,307 312,867 298,979 305,500 321,360 298,150 333,410
In d u st r i 44,575 49,242 53,243 62,400 33,390 40,390 53,410
Ko n st r u ksi 25,758 52,908 32,307 37,200 29,740 35,490 29,280
Pe r d ag an g an 88,425 99,598 94,605 90,300 116,500 114,430 118,900
Jasa Ke m asy ar akat an , So sial, d an Pe r o r an g an 84,365 92,343 109,570 97,500 103,600 105,390 94,640
Lain n y a* 35,580 17,150 33,937 54,100 55,670 62,530 64,190
Total 636,010 624,108 622,641 647,000 660,260 656,380 693,830
S ektor E konomi
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 77
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
pekerjaan utama dengan kategori berusaha sendiri sebesar 138,36 ribu jiwa, kategori berusaha dibantu
buruh tidak tetap sebesar 190,17 ribu jiwa, dan kategori buruh/karyawan sebesar 152,29 ribu jiwa.
Tabel 6.3. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Menurut Status Pekerjaan (ribu Jiwa)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Jumlah tenaga kerja informal di Sulawesi Barat tumbuh positif. Secara komposisi sektor informal
masih mendominasi struktur ketenagakerjaan Sulawesi Barat sebesar 76.70% atau sebesar 532,30 ribu
jiwa sedangkan sektor formal sebesar 23.30% atau sejumlah 161,52 ribu jiwa. Adapun dilihat secara
pertumbuhan untuk sektor informal mampu tumbuh 7.27% pada Februari 2021 sedangkan untuk sektor
formal mengalami kontraksi sebesar 9.73% pada Februari 2021.
Grafik 6.4. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja
Sulawesi Barat Grafik 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tenaga kerja berpendidikan rendah berkurang di Sulawesi Barat. Jumlah tenaga kerja lulusan SD ke
Bawah menunjukkan penurunan yang semakin baik pada Februari 2021 yaitu mencapai 44.9% atau
sebesar 311,68 ribu jiwa yang sebelumnya pada Februari 2020 menyentuh angka 49.0% atau sebesar
329,64 ribu jiwa. Kondisi penurunan ini juga terjadi kepada tenaga kerja dengan tingkat pendidikan
Diploma + Universitas yaitu sebesar 80,31 ribu jiwa atau sebesar 11.6% pada Februari 2021 dari sebelumya
81,04 ribu jiwa atau setara dengan 12.0% pada Februari 2020.
2020 2021
Feb Feb Feb Feb Feb Feb
Be r u sah a Se n d ir i 124,281 114,907 128,771 121,820 141,490 138,360
Be r u sah a d ib an t u b u r u h t id ak t e t ap 138,832 149,307 127,604 170,000 190,860 190,170
Be r u sah a d ib an t u b u r u h t e t ap 22,912 22,539 19,926 9 ,610 8 ,950 9 ,240
Bu r u h /Kar y aw an 161,371 165,239 181,159 179,060 170,000 152,290
Pe ke r ja Be b as 28,524 35,130 45,548 37,720 33,690 45,480
Pe ke r ja Tak Dib ay ar 148,188 135,519 144,024 142,950 130,170 158,290
Jumlah Tenaga K erja 624,108 622,641 647,032 660,260 675,160 693,830
Se kt o r Fo r m al 29.5% 30.2% 31.1% 28.6% 26.5% 23.3%
Se kt o r In f o r m al 70.5% 69.8% 68.9% 71.4% 73.5% 76.7%
S tatus Pekerjaan Utama2016 2017 2018 2019
48.0%
14.8% 15.3%
7.59%
14.2%
44.9%
16.3%19.0%
8.28%11.6%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
SD ke Bawah SMP SMA SMK Diploma +Universitas
Feb-20 Feb-21
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Nasional - Februari Nasional - Agustus
Sulbar - Februari Sulbar - Agustus
%
78
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Tenaga kerja berpendidikan Sekolah Menengah Atas di Sulawesi Barat tumbuh positif. Sebanyak
131,50 ribu jiwa tenaga kerja dengan pendidikan SMA pada Februari 2021 yang sebelumnya hanya
berjumlah 105,43 ribu jiwa pada Februari 2020. Sejalan dengan tenaga kerja berpendidikan Sekolah
Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Kejuruan turut mengalami pertumbuhan jumlah yaitu masing-
masing sebanyak 112,90 ribu jiwa atau 16,3% dan 57,45 ribu jiwa atau 8.28%.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulawesi Barat tumbuh 3,28% (yoy). Jika periode Februari
2021 dibandingkan dengan periode Februari 2020 diketahui terjadi peningkatan dari sebelumnya Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 2,61% (yoy). Kondisi ini berarti bahwa pada setiap 100 orang
angkatan kerja pada Februari 2021 akan ada pengangguran sebanyak 3-4 orang. Penawaran lapangan
kerja belum optimal digunakan dan adanya ketidaksesuaian spesifikasi tenaga kerja dengan ketersediaan
lapangan kerja menjadi isu meningkatnya tingkat pengangguran terbuka di Sulawesi Barat dan
diperburuk dengan pandemi COVID-19 dan pascabencana alam gempa bumi yang mengharuskan adanya
penyesuaian ketersediaan lapangan pekerjaan.
6.2 Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) tumbuh positif pada triwulan II 2021. NTP tumbuh positif pada level 119,66
jika dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang berada pada level 116,87. Hal ini bersumber dari
membaiknya indeks harga diterima petani yang mencapai level 129,75 dan di saat bersamaan indeks
harga dibayar petani tidak mengalami peningkatan yang signifikan yaitu pada level 108,43. Peningkatan
indeks Nilai Tukar Petani periode ini mengindikasikan peningkatan kesejahteraan petani Sulawesi Barat.
Grafik 6.6. NTP Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Nilai Tukar Sektor Nelayan (NTN) tumbuh positif pada triwulan II 2021. Sektor Nelayan (NTN) tumbuh
signifikan pada triwulan II 2021 pada level 115.67 jika dibandingkan dengan triwulan I 2021 pada level
-8.0
-6.0
-4.0
-2.0
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019 2020 2021
NTP Indeks Harga Diterima
Indeks Harga DIbayar Pertumbuhan NTP - skala kananindeks % yoy
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 79
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
110.07. Peningkatan ini diantaranya disebabkan oleh naiknya harga beberapa komoditas perikanan
tangkap diantaranya udang umum, selar, ikan terbang, cumi-cumi, tenggiri, teri, katamba, ekor kuning,
dan layar. Adapun sektor lainnya yang juga mengalami pertumbuhan positif secara berturut-turut pada
triwulan II 2021 adalah sektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) pada level 136.48, sektor Perikanan
(NTNP) pada level 106.79, sektor Pembudidaya Ikan (NTPI) pada level 104.83 dan sektor Tanaman Pangan
(NTPP) pada level 102.76.
Nilai Tukar Sektor Peternakan (NTPT) mengalami penurunan pada triwulan II 2021. Sektor
Peternakan menurun menjadi level 97.13 jika dibandingkan dengan triwulan I 2021 yang berada di level
97.15. Kondisi ini diakibatkan diantaranya oleh penurunan pada beberapa harga komoditas ayam
kampung/buras, ayam ras pedaging, telur ayam ras, dan telur bebek. Sektor lainnya yang juga mengalami
penurunan adalah sektor Hortikultura (NTPH) menjadi level 109.23 pada triwulan II 2021. Penurunan
tersebut diakibatkan oleh turunnya harga komoditas sayur-sayuran, bawang daun, cabai, bayam,
pare/paria, nanas, jeruk, pisang, dan jahe.
Tabel 6.4. NTP Setiap Sub Sektor
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
I II III IV I II III IV I II
NILA I TUKA R PETA NI (NTP) 109.77 112.04 112.58 111.03 110.59 106.55 107.26 113.39 116.87 119.66
In d e ks Har g a d it e r im a 139.01 143.03 144.05 133.16 115.57 112.19 113.38 120.41 125.04 129.75
In d e ks Har g a d ib ay ar 126.63 127.66 127.96 119.72 104.50 105.30 105.71 106.19 106.99 108.43
Tan am an Pan g an (NTPP) 102.07 100.86 102.14 101.92 99.19 99.02 98.33 100.85 102.60 102.76
In d e ks Har g a d it e r im a 129.77 129.29 131.08 122.41 104.04 104.56 104.21 107.30 109.97 111.68
In d e ks Har g a d ib ay ar 127.13 128.19 128.33 119.96 104.89 105.60 105.98 106.40 107.18 108.68
Ho r t iku lt u r a (NTPH) 116.67 117.86 119.65 116.03 105.26 110.60 111.02 112.97 109.25 109.23
In d e ks Har g a d it e r im a 147.82 150.53 153.40 139.75 109.56 116.36 117.14 119.83 116.72 118.46
In d e ks Har g a d ib ay ar 126.70 127.71 128.20 119.78 104.09 105.20 105.52 106.08 106.84 108.45
Tan am an Pe r ke b u n an Raky at (NTPR) 113.90 120.31 118.36 117.14 121.14 111.43 115.12 126.06 131.60 136.48
In d e ks Har g a d it e r im a 145.56 155.22 153.02 141.27 126.46 119.51 121.69 133.90 140.88 148.02
In d e ks Har g a d ib ay ar 127.79 128.99 129.28 120.47 104.39 105.28 105.71 106.22 107.05 108.45
Pe t e r n akan (NTPT) 105.64 106.20 108.72 105.83 99.69 97.88 99.25 97.80 97.15 97.13
In d e ks Har g a d it e r im a 131.29 132.75 136.08 125.27 104.21 102.94 104.77 103.61 103.71 105.20
In d e ks Har g a d ib ay ar 124.29 124.99 125.17 118.07 104.54 105.17 105.57 105.94 106.75 108.30
Pe r ikan an (NTNP) 109.37 109.46 114.04 110.83 100.54 99.39 98.55 98.26 102.92 106.79
In d e ks Har g a d it e r im a 138.01 139.27 146.46 134.19 104.44 103.87 103.47 103.77 109.31 114.72
In d e ks Har g a d ib ay ar 126.18 127.22 136.73 134.19 103.88 104.50 104.99 105.61 106.20 107.43
NTN (n e lay an ) 148.24 149.16 154.08 134.11 104.63 104.35 103.91 104.10 110.07 115.67
In d e ks Har g a d it e r im a 148.24 149.16 154.08 134.11 104.63 104.35 103.91 104.10 110.07 115.67
In d e ks Har g a d ib ay ar 125.81 127.67 128.73 120.31 104.11 104.82 105.34 105.98 106.50 107.80
NTPI (p e m b u d id ay a ikan ) 94.86 96.57 96.38 96.81 100.71 98.73 98.22 98.37 101.28 104.83
In d e ks Har g a d it e r im a 118.52 122.10 122.81 114.98 103.73 102.01 101.80 102.50 106.40 111.12
In d e ks Har g a d ib ay ar 124.95 126.44 127.42 119.21 103.00 103.32 101.80 103.54 108.95 113.16
202120202019UR A IA N
80
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
6.3 Tingkat Kemiskinan
Angka kemiskinan meningkat pada bulan Maret 2021. Tingkat kemiskinan di Sulawesi Barat pada Maret
2021 mencapai 11,29% jika dibandingkan pada Maret 2020 sebesar 10,87%. Jumlah penduduk miskin
Provinsi Sulawesi Barat pada bulan Maret 2021 sebanyak 157,19 ribu jiwa atau mengalami peningkatan
sebesar 3.40% (yoy) jika dibandingkan Maret 2020 sejumlah 152,02 ribu jiwa. Adapun persentase
penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2021 meningkat menjadi 9,82% dari sebelumnya 9,59%
pada Maret 2020. Demikian halnya dengan persentase penduduk miskin di wilayah perdesaan meningkat
dari 11,67% dari sebelumnyai 11,26% pada Maret 2020.
Grafik 6.7. Tingkat Kemiskinan Di Sulawesi Barat
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Standar Garis Kemiskinan (GK) mengalami peningkatan. Garis kemiskinan Sulawesi Barat pada Maret
2021 berada pada level Rp364.251/kapita/bulan atau lebih tinggi dibandingkan bulan September 2020
yang mencatatkan sebesar Rp352.874. Garis kemiskinan berdasarkan klasifikasi wilayah perdesaan pada
Maret 2021 juga meningkat pada level Rp363.308/kapita/bulan dari Rp352.269/kapita/bulan pada
September 2020. Garis kemiskinan wilayah perkotaan juga tercatat meningkat dari
Rp356.967/kapita/bulan pada September 2020 menjadi Rp368.899/kapita/bulan pada Maret 2021.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKNM) wilayah perkotaan
meningkat. Dilihat berdasarkan wilayah perkotaan besaran GKM pada Maret 2021 meningkat pada level
Rp286.970/kapita/bulan dari Rp278.234/kapita/bulan pada September 2020. GKNM juga mengalami
peningkatan pada Maret 2021 yang berada pada level Rp81.929/kapita/bulan dari Rp78.733/kapita/bulan
pada September 2020.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKNM) wilayah pedesaan
juga mengalami peningkatan. Berdasarkan wilayah pedesaan besaran GKM pada Maret 2021 tumbuh
positif pada level Rp278,145/kapita/bulan dari Rp270.167/kapita/bulan pada September 2020. Kondisi
GKNM pada Maret 2021 juga meningkat pada level Rp85,163/kapita/bulan dari Rp82.102/kapita/bulan
pada September 2020.
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
Total Kota Desa
Mar 19 Mar 20 Mar 21
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 81
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Tabel 6.5. Kemiskinan dan Garis Kemiskinan
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tingkat kedalaman kemiskinan dan keparahan masih meningkat. Sejalan dengan meningkatnya
Standar Garis Kemiskinan berpotensi memperlebar ketimpangan pengeluaran di antara penduduk.
Tingkat kemiskinan tidak hanya berfokus pada penurunan jumlah penduduk miskin tetapi juga
memperhitungkan permasalahan kemiskinan yang dialami. Penduduk miskin di Sulawesi Barat
cenderung semakin menjauh dari Garis Kemiskinan (GK) yang menggambarkan ketimpangan pengeluaran
di antara penduduk miskin itu sendiri semakin berjarak utamanya bagi penduduk yang bermukim di
pedesaan. Untuk itu selain menekan penduduk miskin juga diperlukan strategi memperkecil kedalaman
dan keparahan kemiskinan yang terjadi di suatu daerah untuk menurunkan standar garis kemiskinan.
Makanan Bukan Makanan Total Makanan Bukan Makanan TotalJumlah
(ribu jiwa)
Pertumbuhan
(% yoy)
Tingkat
Kemiskinan (%)
KOTAM ar 2 0 1 4 1 8 8 ,2 0 1 4 7 ,7 3 2 2 3 5 ,9 3 3 8 .6 1 5 .7 1 8 .0 1 2 6 .3 1 -2 .9 2 9 .1 6M ar 2 0 1 7 2 3 3 ,4 1 2 6 1 ,7 6 6 2 9 5 ,1 7 8 8 .3 1 7 .0 1 8 .0 4 2 3 .5 0 2 .8 4 8 .5 3
Sep 2 0 1 7 2 5 5 ,3 1 8 6 3 ,0 5 8 3 1 8 ,3 7 6 1 5 .8 3 5 .6 3 1 3 .6 6 3 0 .0 2 1 9 .7 4 9 ,5 0
M ar 2 0 1 8 2 5 5 ,6 4 2 6 5 ,6 8 1 3 2 1 ,3 2 4 9 .5 2 6 .3 4 8 .8 6 3 0 .7 6 3 0 .8 9 9 .6 4
Sep 2 0 1 8 2 5 9 ,3 8 7 6 7 ,0 3 9 3 2 6 ,4 2 6 1 .5 9 6 .3 1 2 .5 3 3 1 .4 5 4 .7 6 9 ,8 0
M ar 2 0 1 9 2 6 1 ,1 9 8 6 7 ,6 0 8 3 2 8 ,8 0 6 2 .1 7 2 .9 3 2 .3 3 3 1 .2 8 1 .6 9 9 .6 3
Sep 2 0 1 9 2 6 6 ,1 0 9 7 4 ,5 4 0 3 4 0 ,6 4 9 2 .5 9 1 1 .1 9 4 .3 6 3 0 .8 2 -2 .0 0 9 ,4 1
M ar 2 0 2 0 2 7 7 ,0 6 8 7 7 ,9 2 5 3 5 4 ,9 9 3 6 .0 8 1 5 .2 6 7 .9 6 3 1 .6 7 1 .2 5 9 .5 9
Sep 2 0 2 0 2 7 8 ,2 3 4 7 8 ,7 3 3 3 5 6 ,9 6 7 4 .5 6 5 .6 3 4 .7 9 2 8 .1 3 -8 .7 3 9 .9 8
M ar 2 0 2 1 2 8 6 ,9 7 0 8 1 ,9 2 9 3 6 8 ,8 9 9 3 .5 7 5 .1 4 3 .9 2 2 7 .8 2 -1 2 .1 6 9 .8 2
DESA
M ar 2 0 1 7 2 4 0 ,9 0 4 6 3 ,9 4 6 3 0 4 ,8 4 9 4 .5 9 6 .5 7 5 .0 0 1 2 6 .2 6 -2 .7 9 1 2 .0 3
Sep 2 0 1 7 2 4 7 ,7 4 4 6 7 ,3 9 2 3 1 5 ,1 3 7 6 .0 2 8 .5 9 6 .5 6 1 1 9 .4 5 -1 .9 5 1 1 ,7 0
M ar 2 0 1 8 2 4 8 ,0 4 2 7 0 ,4 6 9 3 1 8 ,5 1 2 2 .9 6 1 0 .2 0 4 .4 8 1 2 1 .0 2 -4 .1 5 1 1 .7 5
M ar 2 0 1 9 2 5 2 ,5 2 8 7 5 ,4 8 6 3 2 8 ,0 1 4 1 .8 1 7 .1 2 2 .9 8 1 2 0 .1 2 -0 .7 4 1 1 .4 5
Sep 2 0 1 9 2 6 2 ,1 5 8 7 7 ,6 7 9 3 3 9 ,8 3 8 5 .1 1 4 .7 7 5 .0 3 1 2 1 .0 5 -0 .2 7 1 1 .4 3
M ar 2 0 2 0 2 6 8 ,9 4 0 8 0 ,7 5 5 3 4 9 ,6 9 5 6 .5 0 6 .9 8 6 .6 1 1 2 0 .3 4 0 .1 8 1 1 .2 6
Sep 2 0 2 0 2 7 0 ,1 6 7 8 2 ,1 0 2 3 5 2 ,2 6 9 3 .0 6 5 .6 9 3 .6 6 1 3 0 .9 1 8 .1 5 1 1 .8 9
M ar 2 0 2 1 2 7 8 ,1 4 5 8 5 ,1 6 3 3 6 3 ,3 0 8 3 .4 2 5 .4 6 3 .8 9 1 2 9 .3 7 7 .5 0 1 1 .6 7
TOTAL
M ar 2 0 1 7 2 3 9 ,3 5 9 6 3 ,4 9 3 3 0 2 ,8 5 2 5 .3 5 6 .4 7 5 .5 8 1 4 9 .7 6 -1 .9 4 1 1 .3 0
Sep 2 0 1 7 2 4 9 ,5 4 4 6 6 ,3 7 4 3 1 5 ,9 1 8 8 .0 5 7 .8 2 8 .0 0 1 4 9 .4 7 1 .7 5 1 1 ,1 8
M ar 2 0 1 8 2 4 9 ,7 8 8 6 9 ,3 3 3 3 1 9 ,1 2 1 4 .3 6 9 .2 0 5 .3 7 1 5 1 .7 8 1 .3 5 1 1 .2 5
Sep 2 0 1 8 2 5 1 ,4 6 4 7 2 ,5 7 9 3 2 4 ,0 4 2 0 .7 7 9 .3 5 2 .5 7 1 5 2 .8 3 2 .2 5 1 1 .2 2
M ar 2 0 1 9 2 5 4 ,5 1 8 7 3 ,6 2 6 3 2 8 ,1 4 4 1 .8 9 6 .1 9 2 .8 3 1 5 1 .4 0 -0 .2 5 1 1 .0 2
Sep 2 0 1 9 2 6 2 ,9 6 6 7 6 ,9 7 6 3 3 9 ,9 4 2 4 .5 7 6 .0 6 4 .9 1 1 5 1 .8 7 -0 .6 3 1 0 ,9 5
M ar 2 0 2 0 2 7 0 ,6 5 5 8 0 ,0 8 8 3 5 0 ,7 4 3 6 .3 4 8 .7 8 6 .8 9 1 5 2 .0 2 0 .4 1 1 0 .8 7
Sep 2 0 2 0 2 7 1 ,4 5 8 8 1 ,4 1 6 3 5 2 ,8 7 4 3 .2 3 5 .7 7 3 .8 0 1 5 9 .0 5 4 .7 3 1 1 .5 0
M ar 2 0 2 1 2 7 9 ,7 4 7 8 4 ,5 0 4 3 6 4 ,2 5 1 3 .3 6 5 .5 1 3 .8 5 1 5 7 .1 9 3 .4 0 1 1 .2 9
Pertumbuhan (% yoy) Penduduk MiskinGaris Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Daerah
82
BAB 06. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 83
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN
BAB 07 Prospek Perekonomian
84
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN
L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Secara kumulatif, perekonomian Sulawesi Barat tahun 2021 diproyeksikan tumbuh positif. Proses
vaksinasi dan pembangunan pascagempa yang terus berjalan akan meningkatkan aktivitas
perekonomian selama tahun 2021. Permintaan masyarakat akan tumbuh terbatas akibat penerapan
PPKM untuk mengendalikan kasus COVID-19 meskipun terdapat pembayaran THR dan program
perlindungan sosial Pemulihan Ekonomi Nasional. Belanja pemerintah diperkirakan masih terhambat
akibat refocusing anggaran. Sektor investasi diperkirakan akan tumbuh dengan baik didorong oleh
pembangunan pascagempa serta penerapan undang-undang baru dan pembentukan Indonesia
Investment Authority atau Sovereign Wealth Fund milik Indonesia. Kemudian, net ekspor juga akan tumbuh
kuat seiring dengan peningkatan harga CPO dan perbaikan perekonomian negara tujuan ekspor .
Dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian diperkirakan tumbuh positif pada tahun 2021. Produksi
komoditas utama mulai mengalami peningkatan mengikuti tren harganya yang tumbuh positif
dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk sektor perdagangan, Pembebasan PPnBM pembelian mobil akan
meningkatkan penjualan mobil yang berdampak pada kenaikan sektor perdagangan . Pembangunan
kembali pascagempa akan mendorong sektor konstruksi untuk tumbuh tinggi. Kemudian, sektor industri
pengolahan juga diperkirakan akan tumbuh menyusul persediaan bahan baku yang meningkat akibat
peningkatan pada sektor pertanian serta peningkatan signifikan pada harga CPO yang terjadi sejak awal
tahun. Berdasarkan hal-hal tersebut, perekonomian Sulawesi Barat diperkirakan akan tumbuh pada
rentang 3,5-4,3% (yoy) di tahun 2021.
7.1.1 Prospek Sisi Permintaan
Konsumsi rumah tangga tahun 2021 diperkirakan tumbuh lebih baik dari tahun sebelumnya.
Meskipun begitu, Pembayaran THR dan program perlindungan sosial Pemulihan Ekonomi Nasional akan
meningkatkan daya beli masyarakat. Proses vaksinasi COVID-19 dan pembangunan pascagempa yang
terus berlangsung akan mendorong aktivitas perekonomian untuk berjalan normal. Selain itu,
pembebasan PPnBM untuk pembelian kendaraan roda empat akan meningkatkan pembelian mobil oleh
masyarakat. Namun di sisi lain, Penerapan PPKM pada triwulan III 2021 oleh pemerintah untuk
mengurangi peningkatan kasus COVID-19 membuat konsumsi masyarakat terhambat.
Investasi tahun 2021 diperkirakan akan mengalami peningkatan. Anggaran belanja modal APBN di
Sulawesi Barat meningkat cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya. Kemudian, pembangunan
kembali pascagempa yang terus berlangsung juga akan mendorong pertumbuhan investasi di Sulawesi
Barat.
Konsumsi Pemerintah diproyeksikan terhambat pada tahun 2021. Refocusing anggaran untuk
penanganan pandemi COVID-19 membuat belanja pemerintah tidak maksimal untuk mendorong
perekonomian. Selain itu, penerapan PPKM juga membuat aktivitas realisasi anggaran terhambat.
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 85
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN
Net ekspor pada tahun 2021 diperkirakan tumbuh positif. Peningkatan harga CPO yang terjadi sejak
awal tahun 2021 berkontribusi mendorong peningkatan ekspor Sulawesi Barat pada tahun 2021. Produksi
CPO Sulawesi Barat juga telah tumbuh positif mengikuti peningkatan harga setelah sebelumnya tumbuh
negatif pada triwulan I 2021. Selain itu, proses vaksinasi yang terus berjalan secara global akan mendorong
peningkatan permintaan dari negara-negara tujuan ekspor Sulawesi Barat.
Prospek positif perekonomian global menunjang prospek perekonomian Sulawesi Barat tahun 2021.
Kondisi perekonomian global diperkirakan tumbuh lebih baik pada tahun 2021 dipengaruhi penanganan
pandemi COVID-19 yang semakin membaik. Arah pertumbuhan diperkirakan cenderung lebih akseleratif
yang juga menjadi pendukung perekonomian Sulawesi Barat. Merujuk pada hal tersebut, Bank Dunia
memperkirakan pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang Sulawesi Barat menguat pada tahun 2021.
Perekonomian Tiongkok diperkirakan tumbuh 8,50% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2020
yang tumbuh sebesar 2,30% (yoy). Untuk India, perekonomian negara ini diperkirakan tumbuh 8,30% (yoy)
pada tahun 2021 atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 yang tumbuh sebesar -7,3% (yoy) (Grafik 7.1).
Prospek ini diperkirakan sejalan dengan indikator Composite Leading Indicator (CLI) Tiongkok dan India
yang menguat (Grafik 7.2).
Grafik 7.1. Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok dan
India Grafik 7.2. CLI dan Pertumbuhan Impor
Sumber: World Bank, diolah Sumber: CEIC dan OECD, diolah
7.1.2 Prospek Sisi Penawaran
Peningkatan harga komoditas mendorong penguatan sektor pertanian pada tahun 2021. Kenaikan
harga TBS Kelapa Sawit akan menjadi motor penggerak pertumbuhan di sektor pertanian . Kondisi cuaca
La Nina telah berakhir pada triwulan II 2021 sehingga produksi sektor pertanian dapat menjadi lebih
optimal meskipun terdapat fenomena kemarau basah yang terjadi. Selain itu, perluasan budidaya udang
vaname juga akan mendorong peningkatan pada sektor pertanian.
Sektor perdagangan diperkirakan tumbuh membaik di tahun 2021. Program perlindungan sosial
Pemulihan Ekonomi Nasional meningkatkan daya beli masyarakat sehingga akan mendorong sektor
86
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN
L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
perdagangan walaupun sedikit terhambat akibat penerapan PPKM. Momentum HBKN akan meningkatkan
konsumsi masyarakat sehingga akan berdampak positif pada sektor perdagangan. Selain itu,
Pembebasan PPnBM 100% untuk pembelian mobil akan peningkatkan penjualan mobil selama tahun
2021.
Administrasi Pemerintahan akan tumbuh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Kegiatan
perekonomian yang membaik akibat pembangunan kembali pascagempa serta proses vaksinasi COVID-
19 akan meningkatkan pendapatan pemerintah.
Pengolahan komoditas melalui industri diperkirakan meningkat pada tahun 2021. Produksi CPO
sebagai kegiatan industri utama di Sulawesi Barat diperkirakan membaik sejalan dengan faktor musiman.
Produksi TBS yang meningkat juga akan mendorong peningkatan produksi CPO di Sulawesi Barat.
Terlebih lagi, harga komoditas global juga diperkirakan akan mengalami peningkatan. Bank Dunia
memperkirakan harga komoditas ekspor Sulawesi Barat secara keseluruhan di tahun 2021 akan tumbuh
positif. Harga komoditas CPO di tingkat global diperkirakan sebesar $975/MT pada tahun 2021 atau lebih
tinggi dibandingkan tahun 2020 yang memiliki harga sebesar $752/MT. Untuk kakao, harga komoditas ini
diperkirakan sebesar $2,40/kg pada tahun 2021 atau lebih tinggi dibandingkan harga tahun 2020 yang
sebesar $2,37/kg.
Grafik 7.3. Harga CPO Dunia dan Proyeksinya Grafik 7.4. Harga Kakao Dunia dan Proyeksinya
Sumber: World Bank dan CMO, diolah Sumber: World Bank dan CMO, diolah
7.1.3 Risiko
Dengan mencermati perkembangan ekonomi terkini, Bank Indonesia memandang potensi risiko yang
dapat mengganggu akselerasi pertumbuhan ekonomi, antara lain:
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 87
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN
Tabel 7.1. Risiko Pertumbuhan Ekonomi
Faktor Penjelasan Risiko
Virus COVID-19 Penyebaran virus mutasi baru berpotensi mengurangi demand
CPO Negara tujuan Ekspor
Downside Risk
Bencana Gempa
Bencana gempa bumi yang merusak sejumlah bangunan dan
infrastruktur berdampak perlambatan pertumbuhan ekonomi
Downside Risk
Pembangunan kembali pascagempa akan mendorong
perekonomian Upside Risk
Cuaca Fenomena El Nino / La Nina berdampak pada curah hujan Downside Risk
Harga Komoditas Peningkatan harga komoditas global Upside Risk
Kebijakan
Pemerintah Realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional Upside Risk
Ruang Fiskal Refocusing anggaran untuk penanganan COVID-19 Downside Risk
Arah kebijakan Pemerintah Pusat yang tidak hanya mengarah
pada akselerasi pemulihan juga transformasi ekonomi daerah Upside Risk
Investasi Penerapan undang-undang baru dan pembentukan SWF Upside Risk
7.2 Prospek Inflasi
Inflasi 2021 diperkirakan berada dalam rentang target yang ditetapkan pemerintah, yaitu 3±1%.
Pembangunan kembali pascagempa akan membuat distribusi pasokan kembali lancar sehingga mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebijakan penyesuaian tarif cukai rokok pada triwulan I tahun 2021
akan mendorong tekanan inflasi tahun 2021. Kondisi cuaca yang mulai membaik memasuki pertengahan
tahun 2021 akan membuat produksi komoditas hortikultura menjadi lebih baik dibandingkan awal tahun
2021. Harga minyak dunia yang diperkirakan meningkat tidak akan mempengaruhi inflasi tahun 2021
secara signifikan.
Grafik 7.5. Harga Minyak Dunia (Rata-rata) dan Proyeksinya
Sumber: World Bank dan CMO, diolah
7.2.1. Risiko
Pengendalian inflasi yang rendah dan stabil perlu memperhatikan potensi risiko yang dapat
meningkatkan tekanan harga lebih tinggi, antara lain:
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
0
20
40
60
80
100
120
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
20
16
20
17
20
18
20
19
20
20
20
21
20
22
20
23
20
24
20
25
20
30
Harga Minyak Proyeksi Harga
Pert. Harga Minyak - skala kanan Proyeksi Pert. - skala kanan$/bbl% (yoy)
88
BAB 07. PROSPEK PEREKONOMIAN
L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Faktor Penjelasan Risiko
Volatile Food
Pasokan komoditas pangan yang strategis seperti beras, ikan
segar, bumbu-bumbuan, ayam, dan telur.
Medium
Kondisi cuaca dan dampak dari bencana gempa yang
memengaruhi produksi komoditas pertanian dan perikanan.
Kesulitan nelayan yang disebabkan oleh keterbatasan peralatan
dan infrastruktur
Produksi ikan segar untuk mencukupi demand masyarakat
Administered Price
Kebijakan penyesuaian tarif cukai rokok Low
Kebijakan tarif transportasi yang ditetapkan oleh penyedia jasa. Medium
Rencana pencabutan subsidi gas elpiji 3kg Medium
Kebijakan penyesuaian BBM yang menyesuaikan harga global Medium
Core Meningkatnya permintaan masyarakat sejalan dengan proses
pemulihan ekonomi daerah Medium
L A PO RA N PE RE KO N O MI AN PRO VI NS I S UL AW ES I B ARA T - A GU STU S 20 21 89
LAMPIRAN
Istilah Keterangan
Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham
preferen, saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Credit Limit Batas kredit
Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan
Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif
Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan
Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan
antara bank dengan nasabah
Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat
dihabiskan pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau
kepada bank berbeda, dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak
melakukan perhitungan rinci dan penyortiran
E-money Uang elektronik
Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau
surat perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Good corporate
governance
Tata kelola yang baik
Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat
ditimbulkan
Idle money Uang yang tidak terpakai
Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
90 L A PO RA N PE RE KO N O M I AN PRO VI N S I S U LAW E S I B ARA T – A GU ST US 20 21
Istilah Keterangan
Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain
Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur
organisasi
Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan
Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealerUtama
Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara
keseluruhan
Margin Selisih
Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak
membahayakan kelangsungan usahanya
Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan tertentu
terhadap satu bulan sebelumnya
Push factor Faktor pendorong
Prompt indicator Indikator yang menunjukkan arah variabel acuan pada waktu bersamaan
Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk memengaruhi permintaan agregat (aggregate
demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam
jangka pendek
Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya
ditawarkan oleh bank-bank ritel
Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu
(hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu tertentu
(hari, minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31
Desember)