Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA
-
Upload
hrdnt -
Category
Healthcare
-
view
88 -
download
4
Transcript of Laporan Pengalaman Belajar Lapangan/Kuliah Kerja Nyata Fikes UHAMKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa
upaya perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perorangan dan masyarakat,
antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi,
peningkatan akses mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan
teknologi. Upaya pembinaan gizi dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan sesuai
dengan perkembangan masalah gizi, pentahapan dan prioritas pembangunan nasional.
Sebagai negara berkembang, selain gizi kurang, Indonesia juga masih menghadapi
masalah gizi lebih. Secara nasional masalah gemuk pada anak usia 5-12 tahun masih tinggi
yaitu 18,8%, terdiri dari gemuk 10% dan sangat gemuk (obesitas) 8,8%. Prevalensi gemuk
terendah di Nusa Tenggara Timur (8,7%) dan tertinggi di DKI Jakarta (30,1%). Sebanyak 14
Provinsi dengan prevalensi sangat gemuk di atas nasional, yaitu Kalimantan Tengah, Jawa
Timur, Banten, Kalimantan Timur, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Riau,
Jambi, Papua, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung dan DKI Jakarta (Riskesdas, 2013).
Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak berusia di
bawah lima tahun (Balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya di
Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu penyebab yang sangat terlihat di antaranya karena
keadaan gizi yang kurang baik atau bahkan buruk. Badan kesehatan dunia (WHO)
memperkirakan bahwa 54% kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk.
Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80% kematian anak (WHO,
2011).
Prevalensi balita gizi buruk merupakan indikator Millenium Development Goals
(MDGs) yang harus dicapai di suatu daerah (Kabupaten/Kota) pada tahun 2015, yaitu
terjadinya penurunan prevalensi balita gizi buruk menjadi 3,6% atau kekurangan gizi pada
anak balita menjadi 15,5% (Bappenas, 2010).
Masalah gizi disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara langsung
masalah gizi khususnya gizi kurang dipengaruhi oleh asupan makanan dan penyakit infeksi.
Namun, masalah pokok dari munculnya gizi kurang ini adalah kemiskinan, rendahnya
pendidikan sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan.
Program perbaikan gizi merupakan bagian integral dari program kesehatan yang
mempunyai peranan penting dalam menciptakan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Departemen Kesehatan RI sampai beberapa dekade hingga saat ini telah
melakukan upaya perbaikan gizi namun hasil intervensinya belum maksimal ditunjukkan
dengan masih tingginya masalah gizi kurang di Indonesia (Depkes RI, 2007).
Gizi Buruk tingkat berat di Kabupaten Bogor sampai saat ini masih menjadi masalah
yang cukup memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat dari adanya temuan baru kasus gizi buruk
tingkat berat sampai dengan 24 Oktober 2013 sebanyak 110 kasus. (Laporan Tahunan Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor 2013)
Kabupaten Bogor adalah sebuah Kabupaten di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten
Bogor yang bertanggungjawab dalam pengelolaan program kesehatan termasuk di dalamnya
program perbaikan gizi di tingkat Kabupaten Bogor yang akan menjadi fokus utama
kelompok dalam kegiatan PBL-II.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Bogor, balita yang mengalami gizi
lebih meningkat di tahun 2013 menjadi 1,48%. Permasalahan lain yang masih menjadi fokus
adalah balita yang ditimbang berat badannya (D/S) tahun 2013 adalah 66,9% sedangkan
targetnya 80%. Karena semakin tinggi cakupan D/S maka akan meningkatkan cakupan
vitamin A serta semakin tinggi cakupan imunisasi maka akan mampu menurunkan prevalensi
gizi kurang pada bayi dan balita (Depkes, 2012). Program perbaikan gizi masyarakat
dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya adalah pemberian makanan tambahan,
pemberian vitamin, pemberian Fe, dan lain-lain yang bertujuan untuk meningkatkan status
gizi masyarakat khususnya bagi kelompok rentan gizi.
Berdasarkan data di atas kelompok ingin mengetahui bagaimana gambaran
manajemen program perbaikan gizi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat sehingga dapat memberikan pengetahuan
serta pengalaman bagi kelompok.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Diketahuinya Gambaran Manajemen Program Perbaikan Gizi di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Diketahuinya Gambaran Umum Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor
b. Diketahuinya Gambaran Manajemen Program Perbaikan Gizi di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013
c. Diketahuinya Gambaran Perencanaan Program Perbaikan Gizi di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013
d. Diketahuinya Gambaran Pengorganisasian Program Perbaikan Gizi di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013
e. Diketahuinya Gambaran Pelaksanaan Program Perbaikan Gizi di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013
f. Diketahuinya Gambaran Pengawasan Program Perbaikan Gizi di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013
g. Diketahuinya Gambaran Evaluasi Program Perbaikan Gizi di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013
1.3 Manfaat
1.3.1Bagi Mahasiswa
1. Mahasiswa dapat mengaplikasikan antara konsep atau teori yang diperoleh
dari perkuliahan dengan kenyataan operasional di lapangan kerja.
2. Untuk menambah pengetahuan yang lebih mendalam di bidang Manajemen
Administrasi Kesehatan (MAK), pengalaman mengenai masalah yang ada di
lapangan, keterampilan dalam Manajemen Administrasi Kesehatan (MAK),
serta penyesuaian sikap dengan orang lain dan lingkungan tempat PBL II.
1.3.2 Bagi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
1. Terbinanya suatu jaringan kerjasama yang berkelanjutan antara institusi
pendidikan FIKes UHAMKA dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
2. Menjadi masukan yang penting bagi tersusunnya kurikulum yang sesuai
dengan kebutuhan nyata di lapangan.
3. Meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan dengan melibatkan tenaga
terampil dari lapangan dalam kegiatan proses pembelajaran di lapangan.
1.3.3 Bagi Instansi (Dinas Kesehatan Kab. Bogor)
Dapat membantu memberikan masukan sekaligus bahan pertimbangan untuk
kemajuan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor baik dari segi teknis, administratif
dalam Manajemen Institusi (Manajemen SDM, Manajemen Finance, Manajemen
Logistik, Manajemen Strategis, Manajemen Marketing) dan Manajemen Program.
1.4 Ruang Lingkup
Kegiatan magang ini dilakukan oleh mahasiswa semester VII peminatan Manajemen
Administrasi Kesehatan, program studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-ilmu
Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka dalam rangka memenuhi mata
kuliah PBL- II. Kegiatan ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan dilakukan
selama 28 hari dari tanggal 1 Oktober - 20 November tahun 2014. Kegiatan PBL-II ini
dilakukan untuk mendapatkan gambaran manajemen program perbaikan gizi di Kabupaten
Bogor. Kegiatan ini dilakukan dengan melihat alur proses perencanaan sampai dengan
evaluasi program perbaikan gizi yang dilaksanakan oleh Seksi Gizi di Dinas Kesehatan
Kabupeten Bogor melalui pengumpulan data primer, data sekunder, dan lain-lain.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota merupakan unsur pelaksana pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah Kabupaten/Kota,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga
daerah di bidang kesehatan (Departemen kesehatan RI, 1999). Dinas Kesehatan berperan
dalam melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan
berdasarkan azas desentralisasi dan asas dekonsentrasi (SKN, 2009). Fungsi Dinas Kesehatan
diantaranya adalah :
a. Perumusan kebijakan teknis dinas di bidang perencanaan, pelaksanaan, pembinaan,
penyelenggara urusan pemerintah daerah serta penyiapan bahan perumusan
kebijakan pemerintah daerah di bidang kesehatan.
b. Penyelenggara urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang kesehatan.
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dinas dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
d. Pelaksana tugas lain yang diberikan oleh Bupati.
2.1.1 Tenaga Kesehatan di Dinas Kesehatan
Tenaga Kesehatan menurut SKN 2009 adalah semua orang yang bekerja secara
aktif dan professional di bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal
kesehatan maupun tidak. Sedangkan tenaga kesehatan menurut PP No. 32/ 1996
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta yang
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Adisasminto, 2007). Pola
tenaga kesehatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 tahun 1996
tentang tenaga kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Tenaga Medis meliputi : dokter dan dokter gigi.
b. Tenaga Keperawatan dan bidan meliputi : perawat dan bidan.
c. Tenaga Kefarmasian meliputi : apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
d. Tenaga Kesehatan Masyarakat meliputi : epidemiolog kesehatan, entomologi
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan, dan
sanitarian.
e. Tenaga Sanitasi
f. Tenaga Gizi
g. Tenaga Keteknisan Fisik meliputi : fisioterapis, okuterapis dan terapis wicara.
h. Tenaga Keteknisan Medis meliputi : radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi
elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, optorik prosterik, teknisi
transfusi dan perekam medis.
i. Tenaga non kesehatan.
2.2 Manajemen
Istilah manajemen dalam bahasa Indonesia hingga saat ini belum ada keseragaman.
Selanjutnya, bila kita mempelajari literatur manajemen, maka akan ditemukan tiga pengertian
yaitu :
1. Manajemen sebagai suatu proses.
2. Manajemen sebagai kolektifitas orang-orang yang melakukan aktifitas manajemen.
3. Manajemen sebagai seni (art) dan sebagai satu ilmu pengetahuan (science).
Dalam Ensyclopedia Of The Social Science dikatakan bahwa manajemen adalah suatu
proses di mana pelaksanaan dari suatu tujuan diselenggarakan dan diawasi. Menurut G.R
Terry manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan bimbingan atau
pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan organisasional. Sedangkan menurut
James A.F. Stoner, manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan menggunakan sumber daya
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
2.2.1 Fungsi Manajemen
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah suatu proses menganalisa dan memahami sistem yang dianut,
merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus yang ingin dicapai, menguraikan segala
kemungkinan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
menganalisa efektivitas dari berbagai kemungkinan tersebut, menyusun perincian
selengkapnya dari kemungkinan yang terpilih, serta mengikatnya dalam suatu sistem
pengawasan yang terus menerus sehingga dapat dicapai hubungan yang optimal antara
rencana yang dihasilkan dengan sistem yang dianut (Levey dan Lomba, 1973).
Aspek dalam perencanaan terdapat tiga aspek pokok yang harus diperhatikan.
Ketiga aspek yang dimaksud adalah hasil dari pekerjaan perencanaan (outcome of
planning) atau disebut dengan rencana (plan), perangkat organisasi yang ditugaskan atau
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pekerjaan perencanaan (mechanic of
planning), serta proses atau langkah-langkah melakukan pekerjaan perencanaan (process
of planning).
1). Syarat-syarat perencanaan yang baik
1. Merumuskan masalah yang akan di rencanakan
2. Perencanaan harus di dasarkan pada informasi data dan fakta
3. Rencana harus berkesinambungan
4. Menetapkan kebijakan
2). Unsur rencana
Perencanaan yang baik perlu memahami unsur-unsur rencana, yaitu; rumusan
misi, rumusan masalah, rumusan tujuan umum dan tujuan khusus, rumusan
kegiatan, asumsi perencanaan, strategi pendekatan, kelompok sasaran, waktu,
organisasi, tenaga pelaksana, biaya, dan metode penilaian serta kriteria
keberhasilan.
b. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah pengelompokan berbagai kegiatan yang diperlukan
untuk melaksanakan suatu rencana sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai
dengan baik. Pengorganisasian adalah pengaturan sejumlah personil yang dimiliki
untuk memungkinkan tercapainya suatu tujuan yang telah disepakati dengan jalan
mengalokasikan masing-masing fungsi dan tanggung jawabnya. Pengorganisasian
adalah pengkoordinasian secara nasional berbagai kegiatan dari sejumlah orang untuk
mencapai tujuan bersama, melalui pengaturan pembagian kerja.
c. Pelaksanaan (Actuating)
Setelah perencanaan (planning) dan pengorganisasian (Organizing) selesai
dilakukan, maka selanjutnya yang perlu ditempuh dalam pekerjaan administrasi adalah
mewujudkan rencana tersebut dengan menggunakan organisasi yang terbentuk menjadi
kenyataan. Ini berarti rencana tersebut dilaksanakan (implementating) atau
diaktualisasikan (actuating).
Pelaksanaan atau aktualisasi bukan merupakan pekerjaan yang mudah, karena
dalam melaksanakan suatu rencana terkandung berbagai aktifitas yang bukan saja satu
sama lain saling berhubungan, tetapi juga sangat kompleks. Kesemua aktifitas ini harus
dipadukan sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
d. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah proses penentuan apa yang harus dicapai, yaitu standar, apa
yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan bila perlu
melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu
selaras dengan standar (G. R. Terry). Pengawasan adalah pengukuran dan perbaikan
terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat dalam
perencanaan untuk mencapai tujuan perusahaan dapat tercapai.
Pengawasan adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan,
agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana.
1). Proses pengawasan
1. Merumuskan rencana, tujuan dan standar pengawasan
2. Melakukan pengukuran terhadap penampilan yang ingin dicapai
3. Membandingkan hasil dengan standar
4. Menarik kesimpulan dan melaksanakan tindak lanjut
e. Evaluasi (Evaluating)
Evaluasi adalah proses untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data dan
menganalisis data, membandingkan dengan kriteria, menyimpulkan hasil yang telah
dicapai, menginterpretasikan hasil menjadi rumusan kebijakan dan menyajikan
informasi (rekomendasi) untuk membuat keputusan. Evaluasi merupakan suatu proses
membandingkan antara hasil yang telah dicapai oleh suatu program dengan tujuan yang
direncanakan. Menurut kamus istilah manajemen evaluasi ialah suatu proses bersistem
dan objektif menganalisis sifat dan ciri pekerjaan di dalam suatu organisasi atau
pekerjaan (Notoatmodjo, 2003).
Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif
atas pencapaian hasil-hasil pelaksanaan (program) yang telah direncanakan sebelumnya
dan dilakukan secara sistematis serta obyektif dengan menggunakan metode yang
relevan (Nurcholis, 2009).
Dari beberapa definisi di atas, evaluasi program merupakan satu metode untuk
mengetahui dan menilai efektivitas suatu program dengan membandingkan kriteria
yang telah ditentukan atau tujuan yang ingin dicapai dengan hasil yang dicapai. Hasil
yang dicapai dalam bentuk informasi digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
pembuatan keputusan dan penentuan kebijakan. Jenis evaluasi yang akan digunakan
sangat tergantung dari tujuan yang ingin dicapai lembaga, tahapan program yang akan
dievaluasi dan jenis keputusan yang akan diambil.
a. Evaluasi Program
Evaluasi pembangunan dikenal sebagai instrumen kebijakan dengan istilah
program dan kegiatan. Program adalah bentuk instrumen kebijakan yang berisi satu
atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga atau
masyarakat, yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah untuk mencapai sasaran
tujuan serta memperoleh alokasi anggaran. Sedangkan kegiatan adalah bagian dari
program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari
pencapaian sasaran yang terukur pada suatu program.
Kegiatannya terdiri atas sekumpulan tindakan pengetahuan sumber daya baik
berupa personil (sumber daya manusia), maupun yang berupa modal termasuk
peralatan dan teknologi, dana atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis
sumberdaya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output)
dalam bentuk barang dan jasa.
Program adalah sekumpulan kegiatan yang terencana dan tersistem. Program
terdiri dari komponen-komponen meliputi: tujuan, sasaran, kriteria keberhasilan,
jenis kegiatan, prosedur untuk melaksanakan kegiatan, waktu untuk melakukan
kegiatan, komponen pendukung seperti fasilitas, alat dan bahan, serta
pengorganisasian. Dengan demikian Evaluasi Program adalah proses untuk
mengidentifikasi, mengumpulkan fakta, menganalisis data dan menginterpretasikan,
serta menyajikan informasi untuk pembuatan keputusan bagi pimpinan. Evaluasi
program dilaksanakan secara sistematik seiring dengan tahapan (waktu pelaksanaan)
program untuk mengetahui ketercapaian tujuan, dan memberikan umpan balik untuk
memperbaiki program.
2.3 Sistem
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu
kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan
aliran informasi. Sistem ialah satu kesatuan yang utuh, serta satu sama lain saling
mempengaruhi di mana dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Azrul
Azwar).
Unsur-unsur atau komponen dasar sistem adalah :
1. Input
Input ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan
kesehatan, yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu :
a. Man adalah staf atau petugas kesehatan
b. Money adalah dana atau anggaran untuk kegiatan program
c. Materials adalah logistik, obat, vaksin, alat-alat kedokteran
d. Method adalah keterampilan, prosedur kerja, peraturan, kebijaksanaan, dll
e. Market adalah sasaran masyarakat yang akan diberikan pelayanan
kesehatan
2. Proses
Proses yaitu semua kegiatan sistem, melalui proses akan mengubah input menjadi
output, pengubahan berbagai masukan oleh kegiatan operasi/produksi menjadi keluaran
yang berbentuk produk dan atau jasa. Proses ialah interaksi professional antara pemberi
layanan dengan konsumen (pasien/masyarakat). Proses adalah semua kegiatan yang
dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan dan interaksinya dengan pasien.
Penilaian terhadap proses adalah evaluasi, kriteria umum yang digunakan dalam
penilaian adalah derajat kesehatan.
3. Output
Output ialah hasil pelayanan kesehatan serta merupakan perubahan yang terjadi
pada konsumen (pasien/masyarakat). Output secara tidak langsung dapat digunakan
sebagai pendekatan untuk menilai atau mengukur keluaran pelayanan kesehatan sudah
bermutu atau belum, keluaran tersebut dapat diukur dengan dengan standar hasil atau
yang diharapkan dari pelayanan medis yang telah dikerjakan.
2.4 Konsep Gizi
Masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah masalah gizi kurang dan gizi lebih.
Pola pertumbuhan dan status gizi merupakan indikator kesejahteraan. Oleh karena itu, perlu
adanya program gizi yang berguna untuk mendorong kedua hal tersebut. (Sukirman, 2005).
Pendidikan gizi merupakan salah satu unsur yang terkait dalam meningkatkan status gizi
masyarakat jangka panjang. Melalui sosialisasi dan penyampaian pesan-pesan gizi yang
praktis akan membentuk suatu keseimbangan bangsa antara gaya hidup dengan pola
konsumsi masyarakat.
Pengembangan pedoman gizi seimbang baik untuk petugas maupun masyarakat adalah
salah satu strategi dalam mencapai perubahan pola konsumsi makanan yang ada di
masyarakat dengan tujuan akhir yaitu tercapainya status gizi masyarakat yang lebih baik.
Setiap keluarga mempunyai masalah gizi yang berbeda-beda tergantung pada tingkat sosial
ekonominya. Pada keluarga yang kaya dan tinggal diperkotaan, masalah gizi yang sering
dihadapi adalah masalah kelebihan gizi yang disebut gizi lebih. Anggota keluarga ini
mempunyai risiko tinggi mengalami kegemukan dan rawan terhadap penyakit jantung, darah
tinggi, diabetes, dan kanker.
Pada keluarga dengan tingkat sosial ekonominya rendah atau sering disebut keluarga
miskin, umumnya sering menghadapi masalah kekurangan gizi yang disebut gizi kurang.
Resiko penyakit yang mengancamnya adalah penyakit infeksi terutama diare dan infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA), rendahnya tingkat intelektual dan produktifitas kerja. Apabila
kedua masalah gizi tersebut ada dalam jumlah yang besar, maka akan menjadi masalah
masyarakat dan selanjutnya menjadi masalah bangsa.
Masyarakat yang terdiri dari keluarga yang menyandang masalah gizi, akan
menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas rendah. Rendahnya kualitas
sumber daya manusia merupakan tantangan berat dalam menghadapi persaingan bebas di era
globalisasi. Untuk mencapai sasaran global dan perkembangan gizi masyarakat, perlu
peningkatan pembangunan kesehatan yang merupakan modal utama pembangunan nasional
melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan.
Gizi seimbang merupakan aneka ragam bahan pangan yang mengandung unsur-unsur
zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, baik kualitas (fungsinya), maupun kuantitas (jumlahnya).
Masalah gizi menyebabkan kualitas SDM menjadi rendah. Pemerintah menetapkan Pedoman
Gizi Seimbang (PGS) menggantikan slogan empat sehat lima sempurna sebagai salah satu
upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang gizi dan diharapkan dapat
mengubah perilaku gizi tidak seimbang masyarakat. (Depkes, 2009)
Gizi seimbang adalah susunan makanan yang mengandung zat gizi dalam jenis dan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh di mana memperhatikan prinsip
keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan dan berat badan ideal.
(PGS, 2014).
Pedoman empat sehat lima sempurna telah digantikan oleh pedoman yang lebih rinci
yang disebut PGS dengan alasan sebagai berikut:
1. Susunan makanan yang terdiri atas empat kelompok ini, belum tentu sehat, dilihat dari
porsi dan jenis zat gizinya sesuai kebutuhan tubuh. Contoh : Jika pola makan kita
sebagian besar porsinya terdiri dari karbohidrat (nasi), sedikit sumber protein, sedikit
sayur, dan buah sebagai sumber vitamin, maka pola makan tersebut tidak dapat
dikatakan sehat.
2. Pola makan berdasarkan PGS menekankan pula proporsi yang berbeda untuk setiap
kelompok yang disesuaikan atau diseimbangkan dengan kebutuhan tubuh. PGS pun
memperhatikan aspek kebersihan makanan, aktivitas fisik, dan kaitannya dengan pola
hidup sehat lain.
3. Susu bukan “makanan sempurna” seperti anggapan umum selama ini. Oleh karena itu
dalam PGS, susu ditempatkan dalam satu kelompok dengan sumber protein hewani
lain. Dari segi kualitas protein, telur dalam ilmu gizi dikenal lebih baik dari susu
karena daya cerna protein telur lebih tinggi dari pada susu.
4. Pada konversi pangan seduina yang diadakan oleh FAO Tahun 1992 di Roma dan
Genewa, ditetapkan agar semua negara berkembang yang semula menggunakan
slogan sejenis “Basic Four” diperbaiki menjadi “Nutrition Guide For Balance Diet”.
Keputusan FAO tersebut diterapkan di Indonesia dalam kebijakan Repelita V Tahun
1995 sebagai PGS dan menjadi bagian dari Program Perbaikan Gizi.
PGS kurang disosialisakan sehingga terjadi pemahaman yang salah dan masyarakat
cenderung tetap menggunakan empat sehat lima sempurna. Baru pada Tahun 2009
secara resmi PGS diterima masyarakat, sesuai UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 yang
menyebutkan secara eksplisit “Gizi Seimbang” dalam Program Perbaikan Gizi.
Faktor yang mempengaruhi penyusunan gizi seimbang diantaranya; ekonomi
(terjangkau dengan keuangan keluarga), sosial budaya (tidak bertentangan), kondisi
kesehatan, umur, berat badan, aktivitas, kebiasaan makan, ketersediaan pangan di daerah
setempat.
2.5 Status gizi anak balita
Cara penilaian status gizi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB). Berat badan anak balita ditimbang menggunakan timbangan digital yang
memiliki presisi 0,1 kg, tinggi badan diukur menggunakan alat ukur tinggi dengan presisi 0,1
cm. Variabel BB dan TB anak balita disajikan dalam bentuk tiga indeks antropometri, yaitu
BB/U, TB/U, dan BB/TB.
Untuk menilai status gizi anak balita, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap
anak balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore) menggunakan baku antropometri
anak balita WHO 2005. (Riskesdas,2013)
2.6 Standar Pelayanan Minimal
Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga Negara secara
minimal. Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan
untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM
tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan.
Penerapannya SPM harus menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
dasar dari Pemerintahan Daerah sesuai dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh
Pemerintah. Oleh karena itu, baik dalam perencanaan maupun penganggaran, wajib
diperhatikan prinsip-prinsip SPM yaitu sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau
dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas pencapaian yang dapat
diselenggarakan secara bertahap.
Pada dasarnya penetapan standar pelayanan minimal bidang kesehatan mengacu pada
kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan yaitu :
1. Terbangunnya komitmen antara pemerintah, legislatif, masyarakat dan stakeholder
lainnya guna kesinambungan pembangunan kesehatan.
2. Terlindunginya kesehatan masyarakat, khususnya penduduk miskin, kelompok rentan,
dan daerah miskin.
3. Terwujudnya komitmen nasional dan global dalam program kesehatan.
Prinsip SPM Bidang Kesehatan:
1. Diterapkan pada urusan wajib. Oleh karena itu SPM merupakan bagian integral dari
Pembangunan Kesehatan yang berkesinambungan, menyeluruh, terpadu sesuai Rencana
Pembangunan Jangka menengah Nasional.
2. Diberlakukan untuk seluruh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. SPM harus mampu
memberikan pelayanan kepada publik tanpa kecuali (tidak hanya masyarakat miskin),
dalam bentuk, jenis, tingkat dan mutu pelayanan yang esensial dan sangat dibutuhkan
oleh masyarakat.
3. Menjamin akses masyarakat mendapat pelayanan dasar tanpa mengorbankan mutu dan
mempunyai dampak luas pada masyarakat (Positive Health Externality).
4. Merupakan indikator kinerja bukan standar teknis, dikelola dengan manajerial
professional sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya.
5. Bersifat dinamis.
6. Ditetapkan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan dasar.
Departemen Kesehatan telah sepakat menambahkan kriteria SPM yaitu:
1. Merupakan pelayanan yang langsung dirasakan masyarakat, sehingga hal-hal yang
berkaitan dengan manajemen dianggap sebagai faktor pendukung dalam melaksanakan
urusan wajib (perencanaan, pembiayaan, pengorganisasian, perizinan, sumberdaya,
sistem dsb), tidak dimasukkan dalam SPM (kecuali critical support function).
2. Merupakan prioritas tinggi bagi Pemerintah Daerah karena melindungi hak-hak
konstitusional perorangan dan masyarakat, untuk melindungi kepentingan nasional dan
memenuhi komitmen nasional dan global serta merupakan penyebab utama
kematian/kesakitan.
3. Berorientasi pada output yang langsung dirasakan masyarakat.
4. Dilaksanakan secara terus menerus (sustainable), terukur (measurable) dan dapat
dikerjakan (feasible).
Sejalan dengan amanah PP Nomor 65 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 6 Tahun 2007, proses penyusunan SPM bidang kesehatandi Kabupaten/Kota
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengkaji standar jenis pelayanan dasar yang sudah ada dan/atau standar teknis yang
mendukung penyelenggaraan jenis pelayanan dasar.
2. Menyelaraskan jenis pelayanan dasar dengan pelayanan dasar yang tertuang dalam
RPJMN, RKP dan dokumen kebijakan, serta konvensi/perjanjian internasional.
3. Menganalisa dampak, efisiensi, dan efektivitas dari pelayanan dasar terhadap kebijakan
dan pencapaian tujuan nasional.
4. Menganalisis dampak kelembagaan dan personil.
5. Mengkaji status pelayanan dasar saat ini, termasuk tingkat pencapaian tertinggi secara
nasional dan daerah.
6. Menyusun rancangan SPM.
7. Menganalisis pembiayaan pencapaian SPM secara nasional dan daerah (dampak
keuangan).
8. Menganalisis data dan informasi yang tersedia.
9. Melakukan konsultasi dengan sektor–sektor terkait dan daerah.
10.Menggali masukan dari masyarakat dan kelompok-kelompok profesional.
2.7 Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Program pada dasarnya merupakan kumpulan kegiatan yang dihimpun dalam satu
kelompok yang sama secara sendiri-sendiri atau bersama-sama untuk mencapai tujuan dan
sasaran. Program yang baik akan menuntun pada hasil yang diinginkan. Oleh karena itu,
penetapan program dilakukan dengan melihat kebijakan yang telah ditetapkan, tujuan,
sasaran serta visi dan misi.
Dalam mewujudkan pembangunan kesehatan di era desentralisasi kesehatan yaitu
dengan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan sumber daya kesehatan/ tenaga
kesehatan. Program perbaikan gizi dilaksanakan untuk meningkatkan status gizi
masyarakat terutama ditujukan kepada kelompok rentan ibu hamil, ibu nifas dan menyusui
serta balita. Empat program utama yang dilaksanakan yaitu :
1. Program Penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP) dan Kurang Energi
Kronik (KEK) serta kegemukan.
2. Program Penanggulangan Anemia Gizi Besi (AGB) dan kekurangan zat gizi.
3. Program Penanggulangan Kurang Vitamin A (KVA)
4. Program Penanggulangan Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY).
Tujuan khusus dari program di atas adalah menurunkan prevalensi masalah
kekurangan gizi. (PGS, 2014)
2.7.1 KEK dan KEP
a. Kekurangan Energi Kronis (KEK)
Menurut Depkes RI (2002) KEK adalah suatu keadaan di mana remaja
putri/wanita menderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun/kronis dan
mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada remaja putri/wanita. Ambang
batas LILA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5cm.
Beberapa tanda klinis KEK antara lain :
1. Lingkar lengan atas sebelah kiri kurang dari 23,5 cm
2. Kurang cekatan dalam bekerja
3. Sering terlihat lemah, letih, lesu dan lunglai
4. Jika hamil cenderung akan melahirkan anak secara prematur atau jika lahir
secara normal bayi yang dilahirkan biasanya berat badan lahirnya rendah
atau kurang dari 2.500 gram
b. Kekurangan Energi Protein (KEP)
Menurut Supariasa (2002) Kurang Energi Protein (KEP) adalah keadaan
seseorang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein
dalam makanan sehari-hari dan gangguan penyakit tertentu.
Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indeks berat
badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi
(energi dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada anak balita.
Beberapa tanda klinis KEP ini antara lain :
1. Pada Rambut terdapat tanda-tanda Kurang bercahaya (lack of clustee):
rambut
kusam dan kering, Rambut tipis dan jarang (thinness and aparseness);
Rambut kurang kuat/ mudah putus (straightness), Kekurangan pigmen
rambut (dispigmentation): berkilat terang, terang pada ujung, mengalami
perubahan warna : coklat gelap/ terang, coklat merah/ pirang dan kelabu.
2. Sementara tanda-tanda pada wajah diantaranya terjadi penurunan pigmentasi
(defuse depigmentation) yang tersebar berlebih apabila disertai anemia.
3. Wajah seperti bulan (moon face), wajah menonjol ke luar, lipatan naso labial,
pengeringan selaput mata (conjunction xerosis), pengeringan kornea (cornea
xerosis).
4. Tanda-tanda pada mata, antara lain pada selaput mata pucat; Keratomalasia,
keadaan permukaan halus/ lembut dari keseluruhan bagian tebal atau
keseluruhan kornea; Angular palpebritis. Sedangkan pada bibir terjadi
Angular stomatitis (Jaringan parut angular).
5. Tanda-tanda pada gigi: Karies gigi; Pengikisan; Erosi email (enamel
erosion).
6. Tanda-tanda pada gusi: yaitu bunga karang keunguan atau merah yang
membengkak pada papila gigi bagian dalam dan atau tepi gusi.
7. Tanda pada kulit, antara lain: yaitu keadaan kulit yang mengalami
kekeringan tanpa mengandung air (Petechiae), Bintik haemorhagic kecil pada
kulit atau membran berlendir yang sulit dilihat pada orang kulit gelap;
dermatosis (spermatitis). Lesi kulit pelagra yang khas adalah area simetris,
terdemarkasi (batas) jelas, berpigmen berlebihan dengan atau tanpa
pengelupasan kulit (exfoliasi). Sedangkan tanda-tanda pada kuku,
diantaranya: Koilonychia, yaitu keadaan kuku bagian bilateral cacat
berbentuk sendok pada kuku orang dewasa atau karena sugestif anemia
(kurang zat besi). Kuku yang sedikit berbentuk sendok dapat ditemukan
secara umum hanya pada kuku jempol dan pada masyarakat yang sering
berkaki telanjang.
2.7.2 AGB (Anemia Gizi Besi)
Anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah, artinya konsentrasi
hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-sel darah
merah. Semakin berat kekurangan zat besi yang terjadi akan semakin berat pula anemia
yang diderita. Batasan hemoglobin untuk menentukan apakah seseorang terkena anemia
gizi besi atau tidak sangat dipengaruhi oleh umur. Untuk anak-anak umur 6 bulan - 5
tahun dapat dikatakan menderita anemia gizi besi apabila kadar hemoglobinnya kurang
dari 11 g/dl, umur 6 – 14 tahun kurang dari 12 g/dl, dewasa laki-laki kurang dari 13 g/dl,
dewasa perempuan tidak hamil kurang dari 12 g/dl, dan dewasa perempuan hamil kurang
dari 11 g/dl. (WHO, 2009)
Dampak yang ditimbulkan akibat anemia gizi besi sangat kompleks. Anemia Gizi
Besi berdampak pada menurunnya kemampuan motorik anak, menurunnya skor IQ,
menurunnya kemampuan kognitif, menurunnya kemampuan mental anak, menurunnya
produktifitas kerja pada orang dewasa, dan pada wanita hamil akan menyebabkan
buruknya persalinan, berat bayi lahir rendah, bayi lahir premature, serta dampak negatif
lainnya seperti komplikasi kehamilan dan kelahiran. (WHO, 2009)
Penanggulangan Anemia Gizi Besi yang telah dilakukan meliputi suplementasi besi
dan fortifikasi besi pada beberapa bahan makanan, serta upaya lain yang dilakukan adalah
peningkatan konsumsi makanan sumber zat besi. Beberapa gejala klinis anemia gizi besi,
antara lain :
1. Lesu, letih, lemah, lelah, lunglai (5 L)
2. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
3. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan
menjadi pucat
4. Nyeri tulang, pada kasus yang lebih parah anemia menyebabkan tachikardi, dan
pingsan.
2.7.3 KVA (Kekurangan Vitamin A)
Suatu zat pasti akan menimbulkan suatu dampak jika kekurangan atau kelebihan.
Demikian sama halnya dengan vitamin A. Jika tubuh kekurangan vitamin A, pasti akan
berakibat negatif pada tubuh. Dampak tersebut bisa terlihat jelas namun bisa juga kurang
jelas. Beberapa contoh diantaranya yakni :
a. Masalah pada penglihatan
Fungsi utama dari vitamin A adalah untuk menjaga kesehatan mata. Maka dari itu
jika kekurangan vitamin A maka akan menyebabkan gangguan pada mata. Gejala
awal kekurangan vitamin A pada mata adalah mata kering (xeropthalmia) suatu
kelainan pada selaput lendir mata dan selaput bening mata.
b. Penyakit kulit
Kekurangan vitamin A pada tubuh kita dapat mengurangi kemampuan sel–sel
kelenjar untuk memproduksi mucus, akibatnya pada saat kulit regenerasi kulit akan
digantikan oleh sel–sel epitel yang bersisik dan kering. Hal itulah yang
menyebabkan membran kulit menjadi kering serta kasar. Hal itu pula yang
menyebabkan luka sukar sembuh pada saat terjadi luka.
c. Penyakit pencernaan
Usus mempunyai peran yang pentinng dalam proses pencernaan yaitu sebagai
tempat penyerapan air. Sementara vitamin A sendiri cukup berpengaruh dalam
menjaga dinding – dinding usus agar tetap berfungsi secara optimal sebagaimana
mestinya. Jika kekurangan vitamin A, maka penyerapan air diususpun akan
terganggu. Jika ini dibiarkan, dapat menyebabkan infeksi pada kandung kemih
akibat kurangnya penyerapan air yang optimal diusus.
d. Penghambat pertumbuhan
Vitamin A juga berperan terhadap pertumbuhan tulang. Tulang dan epitel ternyata
membutuhkan vitamin A dalam proses pembentukkannya. Vitamin A hanya
mensintesis protein, akibatnya terbentuk sel–sel baru pada tulang dan gigi. Jika
kekurangan vitamin A, maka dapat mengidap penyakit jaringan ikat. Penyakit yang
satu ini diakibatkan kurangnya kolagen.
2.7.4 GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium)
Sekumpulan gejala atau kelainan yang ditimbulkan karena tubuh menderita
kekurangan iodium secara terus – menerus dalam waktu yang lama yang berdampak pada
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup (manusia dan hewan) (Depkes RI, 2007).
Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) merupakan masalah yang
serius mengingat dampaknya secara langsung mempengaruhi kelangsungan hidup dan
kualitas manusia. Kelompok masyarakat yang sangat rawan terhadap masalah dampak
GAKI adalah Wanita Usia Subur (WUS), ibu hamil, anak balita dan anak usia sekolah.
(Jalal, 2008)
a. Kekurangan Iodium pada janin
Kekurangan iodium pada janin diakibatkan ibunya kekurangan iodium juga.
Keadaan ini akan menyebabkan besarnya angka kejadian lahir mati, abortus, dan
cacat bawaan, yang semuanya dapat dikurangi dengan pemberian iodium. Akibat lain
yang lebih berat pada janin yang kekurangan iodium adalah kretin endemik (retradasi
mental, bisu tuli, dan kelumpuhan spastik pada kedua tungkai).
b. Kekurangan Iodium pada bayi baru lahir
Sangat penting diketahui pada saat ini, adalah fungsi tiroid pada bayi baru lahir
berhubungan erat dengan keadaan otak pada saat bayi lahir. Pada bayi baru lahir, otak
baru mencapai sepertiga, kemudian terus berkembang cepat sampai usia dua tahun.
Hormon tiroid pembentukannya sangat tergantung pada kecakupan iodium, dan
hormon ini sangat penting untuk perkembangan otak normal.
c. Kekurangan Iodium pada masa anak
Penelitian pada anak sekolah yang tinggal di daerah kekurangan yodium
menunjukkan prestasi sekolah dan IQ kurang dibandingkan dengan kelompok umur
yang sama berasal dari daerah yang berkecukupan iodium.
d. Kekurangan Iodium pada dewasa
Pada orang dewasa, apabila kekurangan iodium maka dapat menyebabkan gondok
dengan segala komplikasinya, seperti hipotiroid, bodoh, dan hipertiroid. Disamping
efek tersebut, kekurangan iodium dapat juga meningkatkan risiko terjadinya kanker
kelenjar tiroid bila terkena radiasi. Adapun penanggulangan GAKI, pemecahan
masalah yaitu dengan memberikan satu sendok yodium dan secara terus menerus.
Karena iodium tidak dapat disimpan oleh tubuh dalam waktu lama, dan hanya
dibutuhkan dalam jumlah sedikit sehingga harus berlangsung terus menerus. Pada
daerah kekurangan iodium endemik akibat tanah dan hasil panen serta rumput untuk
makanan ternak tidak cukup kandungan iodiumnya untuk dikonsumsi oleh penduduk
setempat, maka suplementasi dan fortifikasi iodium yang diberikan terus menerus
sangat tinggi angka keberhasilannya.
2.7.5 Center Klinik Gizi di Kabupaten Bogor
Temuan kasus gizi buruk yang cukup meningkat di Kabupaten Bogor selain itu
banyaknya hambatan serta drop out yang tinggi pada rujukan gizi buruk ke rumah sakit
mendorong untuk dibentuknya center klinik gizi. Center klinik gizi bertujuan untuk
meningkatkan status gizi balita gizi buruk melalui peningkatan mutu pelayanan
tatalaksana gizi buruk di Puskesmas.
Center Klinik Gizi dilaksanakan untuk mendekatkan pelayanan kasus gizi buruk
tanpa kedaruratan medis secara komprehensif melalui rawat jalan. Tim pelaksana kegiatan
Center Klinik Gizi terdiri dari dokter, tenaga pelaksana gizi, bidan, perawat, dan tenaga
promkes puskesmas. Kegiatannya dilaksanakan 1 (satu) minggu sekali dengan sasaran
utama adalah anak gizi buruk dengan paket pemulihan dan anak kurus paket pencegahan
dalam waktu 6 (enam) bulan.
Sampai dengan tahun 2013 sudah ada 23 Center Klinik Gizi Di Kabupaten Bogor
yang tersebar di Puskesmas Sukaraja, Cibungbulang, Cileungsi, Parung, Caringin,
Rumpin, Jasinga, Kampung Manggis, Ciseeng, Cijeruk, Cigombong, Cisarua, Citeureup,
Cariu, Ciomas, Sukamakmur, Tanjungsari, Cigudeg, Tenjo, Jonggol, Rancabungur dan
Babakan Madang.
BAB III
ALUR DAN JADWAL KEGIATAN PBL- II
3.1 Lokasi Tempat PBL II
Kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) II dilaksanakan di Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor, Jl. Tegar Beriman, Cibinong Kabupaten Bogor.
3.2 Waktu Pelaksanaan
Kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) II memiliki bobot 3 SKS,
dilaksanakan selama 28 hari terdiri dari 140 jam, yang dimulai dari tanggal 1 Oktober sampai
dengan 20 November 2014.
3.3 Langkah Kegiatan PBL II
3.3.1 Pembekalan PBL II
a. Pembukaan PBL II dan pembekalan ke-1 berupa penjelasan pedoman dan
tata tertib pelaksanaan PBL II oleh panitia PBL II
b. Pembekalan PBLII ke-2 berupa penjelasan kerjasama tim, format
penyusunan proposal dan laporan, serta rencana kegiatan PBLII oleh
Panitia PBL II
c. Pembekalan PBL II ke-3 berupa kegiatan sharing dan diskusi masalah -
masalah di lapangan selama persiapan PBL II (tempat PBL II, dan lain-
lain).
d. Pembekalan bidang minat PBL II ke-1 berupa penjelasan kriteria tempat
PBL II yang layak dan materi-materi bidang minat yang dapat dipelajari di
tempat PBL II
e. Pembekalan bidang minat PBL II ke-2 berupa penjelasan langkah-langkah
yang harus dilakukan oleh peserta PBL II selama persiapan dan
pelaksanaan PBL II
3.4 Alur Kegiatan PBL- II
PASCA PBL- II
(EVALUASI)
PELAKSANAAN
PBL- II
PRA PBL
(PERSIAPAN)
1. Perkenalan dengan Staf Dinas
Kesehatan
2. Mengidentifikasi Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor
3. Mengidentifikasi Bidang-Bidang di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
4. Mengidentikasi Program-program di
tiap seksi (Binkesmas, PSDK, PP,
Yankes, P2PKL)
5. Pemilihan Topik
6. Penajaman Konsep
7. Pengambilan Data Primer (wawancara)
8. Pengambilan Data Sekunder terkait
Program Perbaikan Gizi Masyarakat
9. Diskusi Kelompok dan Bimbingan
dengan Pembimbing Lapangan
10. Pembuatan Laporan PBL- II
11. Presentasi Kelompok di Dinas
Kesehatan
1. Bimbingan dengan
Pembimbing Fakultas
2. Evaluasi Seluruh
Kegiatan
3. Revisi Laporan PBL- II
4. Presentasi Kelompok
PBL- II
1. Permohonan Surat Izin
PBL- II ke Fakultas
2. Pengajuan Surat PBL- II
ke Dinas Kesehatan
3. Pembuatan Proposal
4. Bimbingan dan Revisi
Proposal
5. Menunggu Surat Izin
PBL- II dari Dinas
Kesehatan
Gambar 3.1 Alur Kegiatan PBL-II Tahun 2014
Dari bagan 3.1 diketahui bahwa kegiatan PBL-II dilaksanakan dalam 3 tahapan
yaitu tahap pra PBL- II (persiapan), tahap pelaksanaan PBL- II dan tahap pasca PBL- II
(evaluasi).
Selama tahap pelaksanaan PBL II berlangsung, masing-masing dari kami
ditempatkan di empat bidang dan satu sub bagian. Melalui kegiatan PBL-II ini
diharapkan dapat diperoleh gambaran pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat
oleh Seksi Gizi di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
3.5 Gambaran Bidang Promosi Kesehatan dan Sumber Daya
a. Ketua Bidang PSDK : Ir.Sri Basuki Dwi Lestari, MKM
b. Kasie SDK : Muhtar Lintang, SKM.,M.Kes
3.5.1 Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)
Pengembangan Sumber Daya Kesehatan berpedoman kepada Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah dimana tugas pokoknya adalah membantu
Kepala Bidang Promosi dan SDK dalam melaksanakan pengembangan sumber
daya kesehatan.
Selain menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Seksi Pengembangan
Sumber Daya Kesehatan mempunyai fungsi :
a. Penyusunan petunjuk teknis pengelolaan dan pengembangan sumber daya
kesehatan
b. Pengembangan sistem pembiayaan kesehatan.
c. Pembinaan dan pengembangan kapasitas tenaga kesehatan
d. Pengkajian kelembagaan organisasi bidang kesehatan
e. Pengkajian sarana dan prasarana kesehatan
3.6 Sub Bagian Program Dan Pelaporan
Kepala Sub Bag Program dan Pelaporan : Dini Priyantini., SKM
1. Perkenalan dengan Staf Dinas
Kesehatan
2. Mengidentifikasi Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor
3. Mengidentifikasi Bidang-Bidang di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
4. Mengidentikasi Program-program di
tiap seksi (Binkesmas, PSDK, PP,
Yankes, P2PKL)
5. Pemilihan Topik
6. Penajaman Konsep
7. Pengambilan Data Primer (wawancara)
8. Pengambilan Data Sekunder terkait
Program Perbaikan Gizi Masyarakat
9. Diskusi Kelompok dan Bimbingan
dengan Pembimbing Lapangan
10. Pembuatan Laporan PBL- II
11. Presentasi Kelompok di Dinas
Kesehatan
3.6.1Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi)
Tugas Pokok : Membantu Sekretaris dalam melaksanakan pengelolaan data dan
program Dinas
Tugas Fungsi :
1. Penyiapan bahan pengkoordinasian penyusunan program Dinas
2. Pengumpulan, pengolahan dan analisis data Dinas
3. Pelaksanaan pembinaan hubungan masyarakat
4. Pengelolaan situs web Dinas
5. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan pelaporan kinerja Dinas.
3.7 Gambaran Bidang Pelayanan Kesehatan
Ketua Bidang Yankes: Dr. Agus Fauzi
3.7.1 Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi)
Tugas pokok: Membantu Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan dalam melaksanakan
tugas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan.
Tugas fungsi:
1. Pengumpulan dan pengolahan data serta analisis pelayanan kesehatan dasar
dan rujukan
2. Penyusunan petunjuk teknis pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
3. Pengelolaan pelayanan kesehatan dasar kuratif dan rehabilitatif, pengobatan
dan pelayanan kesehatan kecelakaan serta Perawatan Kesehatan Masyarakat
(Perkesmas)
4. Pengelolaan saran dan pra sarana Kesehatan Masyarakat
5. Pengelolaan pelayanan kesehatan medik dasar khusus (Mata, Jiwa,
Kesehatan Kerja, Olahraga, Matra, Lab, Gigi mulut) Pengelolaan bimbingan
dan pengendalian pelayanan kesehatan rujukan Rumah Sakit Pemerintah dan
Swasta.
3.8 Gambaran Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Kesehatan
Lingkungan
a. Ketua Bidang P2PKL : dr. Eulis Wulantari, M. Epid
b. Kasie Surveilans : dr. Evawangi
3.8.1 Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi)
Tugas Pokok: Membantu Kepala Bidang P2PKL dalam melaksanakan tugas
Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi
Tugas Fungsi:
a. Melaksanakan analisis data penyelenggaraan Program Surveilans
Epidemiologi dan Imunisasi
b. Melaksanakan K3
c. Mengumpulkan, mengolah, dan menganalisa data penyelenggaraan program
Pencegahan Penyakit (Imunisasi)
d. Tim Pengamanan Kesehatan Haji
e. Mengelola vaksin kabupaten
3.9 Gambaran Bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat
a. Ketua Bidang Binkesmas : Drg. Rosnila Devy Siregar
b. Kasie Gizi : Dewi Dwinurwati, SKM, MKM
3.9.1Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)
Tugas Pokok: Seksi gizi mempunyai tugas membantu kepala bidang pembinaan
kesehatan masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan kegiatan
gizi
Tugas Fungsi:
a. Menyusun petunjuk teknis pengelolaan gizi masyarakat dan institusi
b. Pengelolaan pembinaan dan pengembangan gizi masyarakat
c. Pengelolaan usaha perbaikan gizi keluarga dan usaha perbaikan gizi institusi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar tewujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Reformasi pembangunan di bidang kesehatan tahun 2010-2014 adalah revitalisasi
pelayanan kesehatan, ketersediaan distribusi, retensi dan mutu SDM, ketersediaan, distribusi,
keamanan, mutu, efektivitas, keterjangkauan, vaksin, dan alat kesehatan, jaminan kesehatan
masyarakat, keberpihakan kepada DTPK (Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan) serta
DBK (Daerah Bermasalah Kesehatan), reformasi birokrasi
Arah dan kebijakan pembangunan kesehatan di Kabupaten Bogor tahun 2013
mengacu pada Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2008-2013, yang tertuang
dalam Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi, Kebijakan dan Program Kesehatan
4.1.1 Situasi Keadaan Umum
Kabupaten Bogor termasuk dalam wilayah administratif Provinsi Jawa Barat.
Luas wilayah Kabupaten Bogor sekitar 299.019,06 Ha terdiri dari 40 kecamatan, 417
desa dan 17 kelurahan, 3.882 RW, 15.561 RT. Secara geografis terletak antara 6,19° -
6,47° LS dan 106,21° - 107,13° BT, sebelah utara berbatasan dengan wilayah DKI
Jakarta, kabupaten Tangerang dan kabupaten Bekasi, sebelah selatan berbatasan
dengan kabupaten Sukabumi, sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Cianjur,
Purwakarta dan Karawang, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten
Lebak, Pandeglang dan Serang.
Kabupaten Bogor dibagi tiga (3) wilayah pembangunan yaitu wilayah
pembangunan barat terdiri dari 13 kecamatan yaitu kecamatan Jasinga, Parung
Panjang, Tenju, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang, Cibungbulang, Ciampea,
Pamijahan, Rumpin, Tenjolaya dan Kecamatan Leuwisadeng. Wilayah pembangunan
tengah terdiri dari 20 kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Ciseeng,
Cibinong, Sukaraja, Bojong Gede, Dramaga, Ciawi, Megamendung, Cisarua,
Citereup, Babakan Madang, Ciomas, Tajurhalang. Wilayah pembangunan timur
terdiri dari 7 kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Putri, Cileungsi, Klapanunggal,
Jonggol, Sukamakmur.
4.1.2 Visi
Rencana Pembangunan Kabupaten Bogor tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor Tahun 2008-
2013 yang didalamnya tertuang visi Kabupaten Bogor yaitu “Menjadikan
Kabupaten Bogor sebagai Kabupaten Termaju se-Indonesia.”
Berdasarkan Visi Misi Pembangunan Kabupaten Bogor tersebut maka Dinas
Kesehatan telah menetapkan visi yang tertuang dalam Rencana strategis Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2008-2013 yaitu “Mewujudkan Masyarakat
Kabupaten Bogor yang Mandiri untuk Hidup Sehat”
4.1.3 Misi
Untuk mewujudkan Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yang Mandiri
untuk Hidup Sehat maka diterapkan 2 (dua) misi Dinas Kesehatan sebagaimana
tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) yaitu:
1. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas
2. Meningkatkan daya dukung kinerja Dinas Kesehatan
4.1.4 Tujuan Strategi Dinas Kesehatan
1. Meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat
2. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan kesehatan
3. Meningkatkan kapasitas sumber daya, sarana dan prasarana kerja serta kualitas
aparatur
4.1.5 Sasaran Yang Tertuang Dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor
1. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat
2. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
3. Tersedianya sarana prasarana kerja yang memadai
4. Meningkatnya jumlah dan kualitas sumber daya kesehatan
5. Meningkatnya akuntabilitas kinerja Dinas Kesehatan
4.1.6 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
4.2 Gambaran Umum Seksi Gizi
4.2.1 Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Pembangunan masyarakat di Kabupaten Bogor secara periodik terus ditingkatkan
khususnya pembangunan dibidang kesehatan yang merupakan salah satu komponen penting
dalam penentuan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Berbagai kegiatan guna menunjang
peningkatan IPM melalui perbaikan gizi masyarakat yang meliputi perbaikan gizi bayi, balita,
bumil dan wanita usia subur (WUS). Tujuan program perbaikan gizi masyarakat, yaitu :
1. Menurunkan prevalensi balita kurang gizi (KEP)
2. Menurunkan prevalensi Anemia Gizi Besi
3. Menurunkan prevalensi KVA
4. Menurunkan prevalensi GAKY
4.3 Manajemen Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor Tahun 2013
4.3.1 Perencanaan Kegiatan Program Perbaikan Gizi
Berdasarkan rencana strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor masalah
perbaikan gizi merupakan faktor penentu dalam menilai keberhasilan kinerja
pimpinan daerah. Penyusunan rencana strategis Dinas Kesehatan untuk program
perbaikan gizi masyarakat biasanya didasari oleh analisis akhir situasi gizi
masyarakat. Program Kerja yang dibuat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan
dilaksanakan setiap tahunnya berpedoman pada RPJMD (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah) 2008-2013 maka secara otomatis pelaksanaan program di
dalamnya juga dilakukan pada tahun tersebut yang merupakan perencanaan jangka
menengah. Sedangkan perencanaan kegiatan jangka pendeknya berupa kegiatan rutin
dalam memantau pertumbuhan balita di posyandu serta rapat rutin antara kepala Seksi
Gizi dan Staf Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor setiap satu bulan sekali.
Berdasarkan laporan tahunan dan mapping data Bulan Penimbangan Balita
(BPB) yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dapat disimpulkan
bahwa angka kasus gizi buruk di wilayah Kabupaten Bogor masih tinggi. Oleh karena
itu Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor merencanakan beberapa program kegiatan
untuk memperbaiki gizi masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan
sarana prasarana dimana menurut penulis sumber daya tersebut belum optimal.
4.3.1.1 Unsur dalam Perencanaan Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Perencanaan yang baik perlu memahami unsur-unsur rencana, yaitu: Tenaga
pelaksana, biaya, metode atau strategi, rumusan tujuan umum dan tujuan khusus,
rumusan kegiatan, kelompok sasaran, dan kriteria keberhasilan.
A. Tenaga Pelaksana Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013
Tenaga pelaksana program perbaikan gizi masyarakat di Kabupaten Bogor
terdapat di dua lokasi yaitu di Dinas Kesehatan dan di Puskesmas. Tenaga
pelaksana program perbaikan gizi masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor terdapat di bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat khususnya di
bagian seksi gizi. Seksi gizi saat ini berjumlah 6 orang terdiri dari 1 orang
(Kepala Seksi) dan 5 orang staf. Seksi gizi mempunyai tugas membantu kepala
bidang pembinaan kesehatan masyarakat dalam merencanakan dan memantau
pengelolaan kegiatan gizi. Berikut adalah nama kepala dan anggota staf gizi :
1. Dewi Dwinurwanti SKM., MKM (Kepala seksi Gizi)
2. Nur Eliasari., SKM
3. Saadiyah, STP
4. Maya Adiyanti., AMG
5. Reni Fatmadewi., SGz
6. Lilia Mainingsih., AMG
Adapun fungsi Seksi Gizi yaitu:
a. Menyusun petunjuk teknis pengelolaan gizi masyarakat dan institusi
b. Pengelolaan pembinaan dan pengembangan gizi masyarakat
c. Pengelolaan usaha perbaikan gizi keluarga dan usaha perbaikan gizi
institusi
Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor merencanakan pelaksanaan program gizi di
tingkat Puskesmas adalah Tenaga Pelaksana Gizi (TPG). Tenaga pelaksana gizi
merupakan koordinator gizi di wilayah puskesmas yang langsung berhubungan
dengan masyarakat, sehingga keberhasilan upaya perbaikan gizi termasuk PMT
tidak terlepas dari peran TPG puskesmas.
Dari laporan tahunan seksi Gizi dapat diketahui bahwa jumlah TPG di
Kabupaten Bogor sebanyak 101 orang dengan sebagian besar berlatar belakang
pendidikan Bidan dan D3 Gizi. Berdasarkan hal tersebut maka Seksi Gizi
melaksanakan pembinaan atau pelatihan melalui kegiatan pembinaan TPG per
wilayah yang dilaksanakan 2-3 kali per tahun. Hal inilah yang mendasari pentingnya
pelaksanaan pembinaan dengan sejumlah sumber daya yang ada agar perencanaan
yang sudah ditargetkan dapat tercapai.
Gambar 4.2 Jumlah Tenaga Pelaksana Gizi Di Kabupaten Bogor
3.96
29.7
8.9135.64
21.78
Jumlah TPG di Kabupaten Bogor
Sarjana Gizi
D3 Gizi
D1 Gizi
Bidan
Lainnya
Sumber: Laporan Tahunan Seksi Gizi Tahun 2013
Dilihat dari grafik diatas, dapat diketahui jumlah Tenaga Pelaksana Gizi
paling banyak berlatar belakang pendidikan bidan sebanyak 35,64%.
B. Anggaran Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor Tahun 2013
Perencanaan anggaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dilakukan oleh
setiap Kepala Seksi dengan melihat laporan tahun lalu serta kebijakan dari Kepala
Dinas Kesehatan. Berdasarkan hal tersebut dan data pendukung yang ada, maka
dibuatlah suatu anggaran untuk suatu program. Seluruh unit atau seksi yang ada di
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor memberikan rincian anggaran dana kepada Sub
Bagian Program dan Pelaporan untuk dianalisa dan dipertimbangkan. Sub Bagian
Program dan Pelaporan akan meminta persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor dan dilanjutkan ke Pemerintah Provinsi.
Perencanaan anggaran yang telah disetujui oleh Pemerintah Provinsi akan
dikeluarkan dalam bentuk Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (DPA-SKPD), kemudian dengan anggaran yang telah dialokasikan, Kepala
Seksi merancang Rencana Anggaran Satuan kegiatan (RASK). Dalam RASK Kepala
Seksi telah menjelaskan latar belakang, tujuan, input, proses, output serta manfaat dan
dampak dari kegiatan tersebut.
Adapun perincian dari pembiayaan kesehatan untuk Program Perbaikan Gizi
di Kabupaten Bogor dapat lihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1 Anggaran Kesehatan Program Perbaikan Gizi Tahun 2013
Nama Kegiatan Jumlah Persentase
Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) dan VitaminRp 4.238.404.000-, 98,25 %
Pengelolaan Data BPB (Bulan
Penimbangan Balita)Rp 6.637.400-, 0,15 %
Rapat Koordinasi, evaluasi, dan
perencanaan program kesehatan
- Pertemuan perencanaan
program gizi
- Pertemuan evaluasi program
gizi dan dokumentasi
- Pertemuan evaluasi CKG
Rp 3.200.000-,
Rp 2.250.500-,
Rp 3.450.500-,
0,07 %
0,05 %
0,08 %
Pengiriman peserta tata laksana
gizi burukRp 60.000.000-, 1,40 %
Jumlah Rp. 4.313.941.400-, 100 %
Sumber
Berdasarkan tabel di atas kegiatan pemberian makanan tambahan dan vitamin
menghabiskan anggaran terbesar. Karena dalam kegiatan tersebut mencakup 4
Program Utama Seksi Gizi, kegiatannya meliputi: Pemberian Makanan Tambahan-
Pemulihan (PMT-P) untuk bayi dan balita gizi kurang, gizi buruk dan ibu hamil.
Pemberian Makanan Tambahan-Penyuluhan (PMT-P) untuk seluruh bayi dan balita,
Pemberian Kapsul Vitamin A kepada seluruh balita di Kabupaten Bogor, Pemberian
Kapsul Beryodium, dan Pemberian Kapsul Fe dengan sasaran balita, ibu hamil KEK,
bayi (0-6 bulan) dan Wanita Usia Subur (WUS). Sumber dana pembangunan
kesehatan di Kabupaten Bogor berasal dari APBN dan APBD Kabupaten.
C. Metode Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor Tahun 2013
Metode adalah jalan atau cara yang harus dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam program perbaikan gizi masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
menggunakan metode pelaksanaan program perbaikan gizi sebagai berikut:
1. Pendidikan Gizi
Tujuan dari pendidikan gizi adalah meningkatkan pengetahuan, pemahaman
dan keterampilan petugas dalam memberikan pelayanan dan penanganan gizi
yang berkualitas serta dapat memberikan informasi dan pendidikan kepada
masyarakat terkait upaya perbaikan gizi.
Adapun kegiatan Pendidikan Gizi meliputi pengembangan dan pengadaan
materi gizi, advokasi dan sosialisasi peningkatan pemberian ASI dan MP-ASI,
kampanye peningkatan ASI eksklusif, bulan vitamin A, garam beryodium, dan
peningkatan pemberian Tablet Fe.
Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah:
a. Terselenggaranya kampanye ASI
b. Terselenggaranya kampanye bulan vitamin A
c. Terselenggaranya kampanye pemberian tablet Fe
d. Terselenggaranya kampanye garam beryodium
e. Terselenggaranya Kampanye Posyandu
2. Penanganan Masalah Gizi
Tujuan penanganan masalah gizi adalah meningkatkan kualitas penanganan
gizi dan meningkatkan status gizi masyarakat. Adapun kegiatan penanganan gizi
meliputi tatalaksana gizi buruk baik rawat inap maupun rawat jalan, pemberian
PMT pemulihan balita gizi kurang dan ibu hamil keluarga miskin dan KEK.
Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah:
a. Seluruh Puskesmas terlatih Tatalaksana Anak Gizi Buruk
b. Tersedianya PMT-Pemulihan untuk balita gizi kurang dan buruk
c. Tersedianya PMT-Pemulihan untuk ibu hamil
d. Tersedianya mineral mix dan vitamin A di seluruh Puskesmas
e. Tersedianya Tablet Fe untuk seluruh ibu hamil
f. Tercukupinya konsumsi garam beryodium
g. Tersedianya Makanan Pendampng ASI (MP-ASI)
Tabel 4.4 Hasil Penanganan Masalah Gizi
No Indikator Jumlah1 Vitamin A pada Bayi 94,6%2 Vitamin A pada Balita 83,2%3 Tablet Fe 78,3%4 Konsumsi garam beryodium 80,3%5 MP-ASI 6-11 bulan 1500 bayi6 MP-ASI 12-23 bulan 3500 anak7 PMT-P Gizi Buruk 300 anak
(Sumber : Laporan Tahunan Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun
2013)
3. Surveilans Gizi
Tujuan surveilans gizi adalah memantau secara terus menerus pencapaian
pelaksanaan kegiatan perbaikan gizi agar mendapatkan informasi yang akurat dan
tepat untuk segera direspon dan ditindak lanjuti pemecahannya.
Adapun kegiatan surveilans gizi meliputi pengumpulan data, pengolahan
dan analisis data, dan desiminasi informasi serta melakukan tindak lanjut (respon).
Misalnya pengolahan data BPB untuk mengetahui hasil pengukuran antropometri
terhadap kasus gizi buruk yang ditemukan.
Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah agar Kabupaten/Kota segera
melaporkan kasus gizi buruk baik saat Kejadian Luar Biasa (KLB) maupun tidak.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor mengontrol program yang terlaksana di setiap
Puskesmas dengan menerima laporan triwulan, tetapi laporan dari Puskesmas
sering kali mengalami keterlambatan, bahkan tidak jarang pihak Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor harus meninjau langsung ke lapangan. Selain itu terkadang
laporan yang sudah dikirim sering berbeda dengan pedoman yang diberikan oleh
seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor sehingga seksi gizi harus mengentry
ulang data tersebut.
Proses surveilans yang dilakukan yaitu melalui penilaian data-data
cakupan kegiatan program perbaikan gizi. Data SKDN merupakan salah satu data
untuk mengevaluasi perbaikan gizi, baik dari program maupun cakupannya. Data
tersebut di analisis oleh Tenaga Pelaksana Gizi di wilayah Kabupaten Bogor dan
hasilnya digunakan untuk mendapatkan kondisi pertumbuhan balita di wilayah
tersebut.
Analisa SKDN diperlukan untuk menilai capaian indikator pertumbuhan
di posyandu yang dipantau melalui penimbangan rutin yang dilakukan setiap
bulan di posyandu. Indikator S adalah (Semua balita yang ada di wilayah
Posyandu), K adalah (Jumlah balita yang memiliki KMS), D adalah (Jumlah
balita yang datang dan ditimbang di Posyandu), N adalah (Anak balita yang
ditimbang dan berat badannya naik). Ada 4 perbandingan indikator yang dapat
dijadikan untuk menilai keberhasilan kegiatan pertumbuhan balita di posyandu,
yaitu D/S (Partisipasi masyarakat dalam program), K/S (Cakupan Program), N/S
(Efektifitas Program), N/D (Kecenderungan status gizi). Hasil kegiatan
pemantauan pertumbuhan balita di Posyandu pada bulan Oktober Tahun 2013
yaitu:
Tabel 4.3 Pemantauan Pertumbuhan Balita di Posyandu bulan
Oktober Tahun 2013
(Sumber : Laporan Tahunan Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun
2013)
S 530.571 orang
K 397.337 orang
D 344.271 orang
N 272.781 orang
K/S 74,9 %
D/S 64,9%
N/D 79,2%
N/S 51,4%
Berdasarkan tabel di atas S (Semua balita yang ada di wilayah Posyandu)
diambil berdasarkan proyeksi yaitu sebanyak 530.571 orang, sedangkan pada K
(Balita yang memiliki KMS) sejumlah 397.337 orang dan lebih kecil dari S (Semua
balita yang ada di wilayah posyandu), hal ini dapat disebabkan karena KMS pada
sebagian masyarakat hilang, selain itu saat ini di dalam buku KIA terdapat KMS juga,
sehingga dapat digunakan untuk mengukur status gizi balita.
Kemudian untuk data D (Balita yg datang dan ditimbang) jumlahnya lebih
sedikit dari jumlah K (Balita yang memiliki KMS). Hal ini terjadi karena imunisasi
pada balita sebagian sudah lengkap, selain itu kurangnya partisipasi masyarakat
karena posyandu kurang menarik, serta tingginya mobilitas penduduk karena banyak
ibu yang bekerja pada saat pelaksanaan posyandu, sehingga balita tidak datang ke
posyandu. Pengasuh balita juga kurang memahami pentingnya kegiatan posyandu
bagi pertumbuhan balita.
4. Perbaikan Gizi melalui Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan dari pemberdayaan masyarakat yaitu memotivasi, menggerakkan
dan melibatkan masyarakat dalam upaya pembinaan gizi masyarakat.
Adapun kegiatan pemberdayaan masyarakat meliputi PMT penyuluhan,
pertemuan lintas program dan sektor terkait peningkatan fungsi posyandu,
pembinaan dan pelatihan ulang kader posyandu, penggerakkan kelompok
pendukung ASI dan MP-ASI.
Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah :
a. Seluruh Puskesmas memiliki tenaga terlatih pemantauan
pertumbuhan.
b. Seluruh Puskesmas membina kelompok pendukung ASI.
c. Terselenggaranya pembinaan kader di seluruh Posyandu
5. Dukungan Manajemen
Tujuan dari dukungan manajemen adalah memfasilitasi dan memperlancar
proses mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
program perbaikan gizi masyarakat.
Adapun kegiatan dukungan manajemen meliputi perencanaan pelaksanaan
program gizi, rapat kerjasama lintas sektor dan lintas program serta monitoring
evaluasi. Indikator kinerja yang ingin dicapai adalah:
a. Terselenggaranya fasilitas dan bimbingan teknis di seluruh
puskesmas
b. Tersedianya materi Komunikasi, Informasi dan Edukasi gizi untuk
Puskesmas dan Posyandu, dll.
Hasil dari kegiatan dukungan manajemen ini ada di bagian
Pengorganisasian dan sarana prasarana yang dimiliki oleh Seksi Gizi Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor.
D. Sarana dan Prasarana Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2013
Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas
Kesehatan Kab Bogor Tahun 2013
Sarana Jumlah
Dacin 3.981 buah
Laptop 2 buah
Printer 2 buah
Alat Ukur Panjang Badan 416 buah
Microtoise 244 buah
Food Model 99 buah
Meja 6 buah
Mobil dinas 2 buah
(Sumber : Laporan Kegiatan Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun
2013)
Prasarana Jumlah
Puskesmas
Posyandu Pratama
Posyandu Madya
Posyandu Purnama
Posyandu Mandiri
101 buah
1.287 buah
2.142 buah
1.102 buah
198 buah
Pustu/ Poskesdes 129 buah
(Sumber : Laporan Kegiatan Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun
2013)
E. Sasaran Program Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor tahun 2013
Data sasaran program perbaikan gizi yaitu suatu kelompok di dalam
masyarakat yang paling mudah menderita gangguan kesehatannya atau rentan karena
kekurangan gizi. Sasaran yang diperhatikan dalam perencanaan program perbaikan
gizi adalah kelompok rentan gizi yang diantaranya adalah Bayi (0-11 bulan) sebanyak
116.776, Balita sebanyak 530.568, Anak (12-59 bulan) 413.792, Ibu Hamil KEK
sebanyak 128.453 dan Wanita Usia Subur (WUS).
Pembahasan dari semua aspek perencanaan program perbaikan gizi masyarakat:
a) Merumuskan terlebih dahulu masalah yang akan direncanakan.
b) Perencanaan harus didasarkan pada informasi, data, dan fakta.
Perencanaan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
di dasarkan dari data dan fakta, misalnya berdasarkan permasalahan dalam
laporan tahunan seksi gizi tahun lalu untuk menentukan rencana di tahun
berikutnya. Selain itu seksi gizi juga selalu memantau dari media cetak terkait
masalah perbaikan gizi untuk melaksanakan tindak lanjut. Seksi gizi juga
menetapkan perencanaan dari hasil pengolahan data yang diberikan oleh
Puskesmas.
c) Setiap aspek perencanaan harus berkesinambungan.
Rencana yang dibuat untuk perbaikan gizi masyarakat masih
berkesinambungan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lainnya. Empat
program utama yang menjadi prioritas seksi gizi antara kegiatan PMT-
Pemulihan dan PMT- Penyuluhan, Pemberian Vitamin A dan Pemberian table
Fe dapat dilaksanakan bersamaan di Posyandu yang tujuannya sama yaitu
untuk meningkatkan status gizi masyarakat. Peran kader sangat diperlukan
dalam meningkatkan partisipasi masyarkat untuk mau datang ke Posyandu.
4.3.2 Pengorganisasian Kegiatan Program Perbaikan Gizi
Pelaksanaan kegiatan program perbaikan gizi masyarakat perlu adanya suatu
pengorganisasian. Struktur organisasi menunjukkan bagian-bagian maupun orang
yang menjalankan tugas dan wewenang dalam organisasi tersebut.
Berdasarkan struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor seksi gizi
termasuk ke dalam Bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas). Selain
seksi gizi ada juga seksi KIA & KB serta Seksi Remaja dan Lansia. Setiap kegiatan
Program Perbaikan Gizi Masyarakat yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
KabupatenBogor, pemegang kebijakan dan penanggung jawabnya adalah Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Kemudian wewenang untuk melaksanakan
kegiatan Perbaikan Gizi Masyarakat diserahkan kepada Bidang Binkesmas yang
kemudian meneruskan wewenang tersebut kepada bawahannya yaitu kepala seksi gizi
untuk mengadakan kegiatan perbaikan gizi. Wewenang pelaksanaannya dibantu oleh
Puskesmas dan Posyandu setempat.
Program Perbaikan Gizi perlu didukung oleh semua sektor baik internal
maupun eksternal supaya pelaksanaan program ini dapat berjalan dengan baik. Oleh
karena itu Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor secara rutin menyelenggaranan rapat/
koordinasi, sebagai berikut :
1. Rapat koordinasi lintas sektor dalam rangka penanganan kasus gizi buruk
2. Rapat koordinasi dengan tim Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)
kecamatan dalam rangka pergerakan sasaran posyandu untuk peningkatan
cakupan kegiatan program perbaikan gizi
3. Rapat insidental yang dilaksanakan oleh Bappeda dalam rangka koordinasi
pennaggulangan kemiskinan.
4. Rapat koordinasi dengan Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) dalam rangka proses
perencanaan kegiatan program gizi di tahun berikutnya yaitu tahun 2014,
melaksanakan evaluasi klinik gizi, evaluasi sentinel gizi, dan melakukan evaluasi
kegiatan program gizi tahun 2013. Rapat tersebut dilaksanakan karena Seksi Gizi
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tidak melaksanakan atau bertemu dengan
masyarakat secara langsung melainkan memantau dan mengevaluasi kegiatan
tersebut berdarkan laporan dari Posyandu dan Puskesmas. Sehingga harus selalu
melibatkan sektor lain baik pemerintah maupun swasta, TPG dan kader-kader
posyandu dalam setiap kegiatan perbaikan gizi masyarakat di Kabupaten Bogor.
4.3.3 Pelaksanaan Kegiatan Program Perbaikan Gizi
Pelaksanaan kegiatan perbaikan gizi di posyandu dilaksanakan oleh berbagai
lintas program seperti pelaksanaan di tingkat posyandu : kader, bidan, PLKB (Petugas
Lapangan Keluarga Berencana), PKP (Penyuluh Keamanan Pangan), PKK, RT, serta
RW. Kegiatan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2013 yaitu:
1) Pemberian Makanan Tambahan
Kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Pemberian Makanan Tambahan – Pemulihan (PMT-P)
Kegiatan PMT-Pemulihan mencakup pemetaan gizi buruk di wilayah
Kabupaten Bogor yang digunakan untuk menentukan prioritas sasaran balita gizi
buruk dari keluarga miskin. Tujuannya adalah mengurangi angka kasus gizi
buruk yang ada di Kabupaten Bogor. Setelah menentukan prioritas, Tenaga
Pelaksana Gizi (TPG) melakukan rencana tindak lanjut dengan memberikan
formula 75 dan 100 selama 6 bulan berturut-turut, setelah kondisi membaik balita
pemberian formula 75 dan 100 dihentikan dan balita diberikan susu formula.
b. Pemberian Makanan Tambahan – Penyuluhan (PMT-P)
Kegiatan PMT-Penyuluhan mencakup pemberian makanan tambahan di
setiap Posyandu yang diberikan 1 kali kepada seluruh balita tanpa perlu
menentukan prioritas. Tujuannya adalah agar ibu-ibu mengetahui makanan yang
seharusnya diberikan kepada balita.
c. Vitamin
Penanggulangan KVA dan AGB dilaksanakan di Posyandu melalui
pemberian tablet Vitamin A diberikan setiap 6 bulan pada bulan Februari dan
Agustus. Tablet vitamin A untuk bayi usia (0-11 bulan) diberikan kapsul vitamin A
berwarna biru dengan dosis IU 100.000 SI dan pada balita (12-59 bulan) diberikan
kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis IU 200.000 SI. Pada kegiatan
penanggulangan anemia gizi besi di Posyandu diberikan tablet tambah darah (Fe)
90 tablet kepada ibu hamil yang mengalami kekurangan darah (anemia) dan atau
ibu hamil yang beresiko mengalami AGB.
Kegiatan pemberian makanan tambahan diatas adalah salah satu pencegahan atau
upaya yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor untuk meminimalisir
masalah gizi.
Berdasarkan indikator BB/TB, pada tahun 2013 ditemukan sebanyak 110 balita
dengan status gizi sangat kurus yang memerlukan penanganan atau perawatan, baik
secara rawat inap maupun rawat jalan melalui center klinik gizi, Puslitbang Gizi atau
Rumah sakit dengan pencapaian seluruh balita gizi buruk ditangani 100%. Dari hasil
wawancara dengan staf seksi gizi, dari 110 kasus gizi buruk, 61 kasus sudah teratasi, 30
kasus dengan status sangat kurus, dan 9 orang meninggal.
2) Pemberian Tablet Tambah Darah (Fe)
Salah satu layanan yang diberikan saat pelayanan antenatal yang menjadi
standar kualitas adalah pemberian zat besi (Fe) 90 tablet. Cakupan Fe di Kabupaten
Bogor tahun 2013 sebesar 100.573 (78,30%),
Grafik 4.1 Cakupan Fe Tahun 2009-2013 di Kabupaten Bogor
2009 2010 2011 2012 20130
10
20
30
40
50
60
70
80
90
62.8
76.679.4 78.4 78.3
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013
3) Pemberian Kapsul Vitamin A
Vitamin A berperan pada integritas sel epitel, imunitas dan reproduksi.
Kekurangan Vitamin A (KVA) pada anak dapat mengakibatkan resiko kematian
sampai 20-30%. Upaya pencegahan kekurangan vitamin A pada anak balita (6-59
bulan) adalah dengan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi sebanyak dua kali
setiap tahun. Kapsul vitamin A berwarna biru dengan dosis 100.000 SI diberikan pada
bayi (umur 6-11 bulan) setahun sekali pada bulan Februari atau Agustus, dan
pemberian kapsul vitamin A pada anak balita 1-4 tahun berwarna merah dengan dosis
200.000 SI. Cakupan pemberian vitamin A pada bayi (umur 6-11 bulan) tahun 2013
sebesar 94,59% dan tahun 2012 sebesar 97,1% dan cakupan anak balita (1-4 tahun)
yang mendapat kapsul vitamin A pada tahun 2013 sebesar 83,19%.
Sasaran lain penerima kapsul vitamin A dosis tinggi (Vitamin A 200.000 SI)
adalah Ibu Nifas, dengan harapan bayi akan memperoleh vitamin A yang cukup
melalui ASI. Pemberian vitamin A pada Ibu Nifas dapat dilakukan saat pelayanan Ibu
Nifas dan dapat pula diberikan diluar pelayanan Ibu Nifas. Cakupan pemberian
vitamin A pada Ibu Nifas di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebesar 98.168 (80,1%).
Jika dibandingkan dengan target nasional (100%) angka ini masih belum tercapai.
Dengan demikian masih diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan cakupan
tersebut, antara lain peningkatan integrasi pelayanan kesehatan ibu nifas, sweeping
pada daerah yang cakupannya masih rendah, dan kampanye pemberian kapsul vitamin
A.
4) Penimbangan Balita di Posyandu (D/S)
Posyandu sebagai ujung tombak kegiatan pemantauan pertumbuhan balita di
masyarakat memegang peranan yang penting dalam Sistem Kewaspadaan Dini Gizi
(SKD-KLB) melalui data SKDN, balita BGM dan 2T serta perilaku keluarga mandiri
sadar gizi (Kadarzi).
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemantauan pertumbuhan balita melalui
kegiatan posyandu dapat terlihat dari data cakupan Balita yang datang dan ditimbang
dibagi dengan seluruh jumlah balita yang ada di wilayah tersebut (D/S), sedangkan
untuk keberhasilan program dapat dipantau dari capaian stastus gizi (N/D). Target
cakupan N/D dan D/S yang diharapkan adalah 80%, sementara cakupan yang dicapai
pada tahun 2013 untuk N/D adalah 75,2. Sedangkan cakupan D/S pada tahun 2013
sebesar 67,0%.
5) Center Klinik Gizi di Kabupaten Bogor
Temuan kasus gizi buruk yang cukup meningkat di Kabupaten Bogor dengan
lokasi yang menyebar dan banyaknya hambatan serta drop out yang tinggi pada
rujukan gizi buruk ke rumah sakit mendorong untuk dibentuknya center klinik gizi.
Center klinik gizi bertujuan untuk meningkatkan status gizi balita gizi buruk melalui
peningkatan mutu pelayanan tatalaksana gizi buruk di Puskesmas.
Center Klinik Gizi dilaksanakan untuk mendekatkan pelayanan kasus gizi
buruk tanpa kedaruratan medis secara komprehensif melalui rawat jalan. Tim
pelaksana kegiatan Center Klinik Gizi terdiri dari dokter, tenaga pelaksana gizi, bidan,
perawat, dan tenaga promosi kesehatan Puskesmas. Kegiatannya dilaksanakan 1 (satu)
minggu sekali dengan sasaran utama adalah anak gizi buruk dengan paket pemulihan
dan anak kurus paket pencegahan dalam waktu 6 (enam) bulan.
Sampai dengan tahun 2013 sudah ada 23 Center Klinik Gizi yang tersebar di
Puskesmas Sukaraja, Cibungbulang, Cileungsi, Parung, Caringin, Rumpin, Jasinga,
Kampung Manggis, Ciseeng, Cijeruk, Cigombong, Cisarua, Citeureup, Cariu,
Ciomas, Sukamakmur, Tanjungsari, Cigudeg, Tenjo, Jonggol, Rancabungur, dan
Babakan Madang. Hasil Pelaksanaan Kegiatan evaluasi Center Klinik Gizi yaitu
adanya kesepakatan sebagai berikut:
a. Membuat mapping gizi buruk per desa per puskesmas. Dikumpulkan
paling lambat tanggal 5 November 2013 (kasus baru gizi buruk Januari
sampai Oktober 2013)
b. Diupayakan untuk 2 bulan (November sampai Desember 2013), temuan
gizi buruk di Kabupaten Bogor tidak lebih dari 4 kasus.
c. Pemberian sarana PMT-P untuk gizi buruk dan MP-ASI harus sesuai
(tepat sasaran dan tepat jumlah)
d. Penyimpanan PMT-P dan MP-ASI, harus diperhatikan agar tidak cepat
rusak.
e. Berkoordinasi dengan lintas program (seperti KIA untuk kegitan
SDIDTK, Kohort Bayi dan Lintas program lainnya)
f. Berkoordinasi dengan lintas sektor dalam penangganan kasus gizi buruk.
g. Rujukan, Pelacakan dan kunjungan rumah balita gizi buruk dapat
menggunakan dana BOK.
h. Gizi buruk yang akan menggajukan biaya bantuan dana dari bantuan
sosial agar dapat disiapkan data dan administasi kelengkapan (KK, KTP,
SKKM, pernyataan rincian biaya Living Cost)
i. Perkembangan kasus gizi buruk yng ada di wilayah di laporkan setiap
bulannya, nama kasus dan status gizinya sampai normal
j. Laporan kasus CKG menggunakan format yang baru
6) Pengelolaan Data BPB (Bulan Penimbangan Balita)
Kegiatan BPB meliputi data validasi pengukuran antropometri terhadap kasus
gizi buruk yang baru ditemukan, biasanya pelaksanaan BPB ini dilaksankan
mendekati akhir tahun untuk dijadikan sebagai informasi dalam membuat suatu
kebijakan baru terkait perbaikan gizi masyarakat. Data ini diperoleh dari UPF dan
UPT yang kemudian direkap petugas seksi gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
Data BPB tesebut berupa form umur tunggal (Gakin/non gakin), BB/U , BB/TB, dan
TB/U. Berdasarkan Hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB) di Kabupaten Bogor
tahun 2013 yang mengalami gizi lebih sebesar 1,48%, gizi normal 91,62%, gizi
kurang 6,21, dan gizi sangat kurang 0,69%.
Kesimpulan dari pelaksanaan program perbaikan gizi yang dilaksanakan oleh
Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor adalah dengan melibatkan tenaga
kesehatan yang berada di puskesmas atau tenaga pelaksana gizi, sehingga Dinas
kesehatan bukan pelaksana program namun hanya memonitoring dan mengevaluasi
kegiatan program perbaikan gizi.
Tabel 4.1 Kegiatan Program Perbaikan Gizi Masyarakat Tahun 2013
No Kegiatan Target PencapaianN
(Jumlah)
1Persentase gizi buruk ditemukan
mendapat perawatan100% 100% 110
2Persentase bayi usia 0-6 bulan
mendapat ASI Eksklusif70% 47,3% 56.144
3Cakupan rumah tangga yang
mengkonsumsi garam beryodium90% 80,3% 9631/12.000
4Persentase anak usia 6-59 bulan
mendapat vitamin A87% 86,2% 457.198
5Persentase ibu hamil mendapat 90
tablet Fe90% 78,3% 100.573
6Persentase balita ditimbang berat
badannya (D/S)80% 66,9% 355.485
7Persentase penyediaan buffer stock
MP-ASI untuk bencana5% 5% 50.156
(Sumber : Laporan Kegiatan Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2013)
Dari tabel kegiatan program perbaikan gizi diatas dapat diketahui lima dari
delapan program masih belum mencapai target. Hal ini dikarenakan masih belum
optimalnya manajemen program yang dilaksanakan oleh seksi gizi. Oleh karena itu,
kelompok akan menjabarkan bagaimana manajemen program yang dilaksanakan oleh
Seksi Gizi.
Berdasarkan hasil tabel diatas, menurut kelompok yang menjadi prioritas masalah
adalah persentase balita ditimbang berat badannya (D/S) yang masih rendah, karena
berdasarkan teori yang ada, cakupan kegiatan balita ditimbang berat badannya (D/S)
dapat mempengaruhi semua kegiatan program perbaikan gizi yang ada dengan memantau
status gizi bayi dan balita melalui Kartu Menuju Sehat (KMS).
Menurut Depkes, 2012 semakin tinggi cakupan kegiatan balita ditimbang berat
badannya (D/S) maka akan meningkatkan cakupan kegiatan vitamin A dan cakupan
imunisasi yang dimana dua kegiatan tersebut mampu menurunkan prevalensi gizi
kurang pada bayi dan balita.
4.3.4 Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana
capaian kegiatan yang telah dilaksanakan dan bagaimana kinerja organisasi dalam
pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat. Monitoring yang dilakukan oleh
seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yaitu:
1. Bina Wilayah Tenaga Pelaksana Gizi (TPG)
Kegiatan ini diadakan oleh Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor kepada para tenaga pelaksana gizi (TPG) di wilayah Kabupaten
Bogor setiap tiga bulan sekali per wilayah. Tujuan dari kegiatan ini adalah
untuk memantau sejauh mana pelaksanaan perbaikan gizi masyarakat,
mengetahui permasalahan yang terjadi di lapangan dan mencari alternatif
solusinya termasuk umpan balik program gizi dan informasi program gizi.
2. Bina Teknis Terpadu
Kegiatan monitoring ini dilaksanakan berupa pembinaan seluruh
program di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor untuk mengkoordinasikan
kegiatan lintas program.
3. Lomba Posyandu
Lomba posyandu ini dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor ikut berpartisipasi dalam lomba
posyandu. Lomba posyandu ini dilakukan mulai dari tingkat kecamatan,
kabupaten hingga provinsi. Tujuan diadakannya lomba ini adalah untuk
memberdayakan masyarakat serta kader posyandu. Selain itu diharapkan
mampu meningkatkan motivasi kader posyandu dan masyarakat agar
secara sukarela mau untuk berpartisipasi dalam mempersiapkan diri, baik
dari merapikan administrasi posyandu, pokok kegiatan pendidikan anak
usia dini (PAUD) hingga insfrastrukturnya.
Lomba ini dilaksanakan oleh 40 Kecamatan di Kabupaten Bogor
dengan jumlah Posyandu sebanyak 4.729 buah. Penilaian terdiri dari PKK
Kabupaten Bogor, BPMPD Kabupaten Bogor, Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor, BPPKB Kabupaten Bogor dan Dinas Pendidikan
Kabupaten Bogor atau biasa disebut dengan tim rechecking. Penilaian
ditahap awal adalah melakukan penilaian administrasi. Bahkan tim juga
meninjau langsung ke lapangan untuk menentukan Posyandu yang terbaik
di Kabupaten Bogor. Dengan kehadiran tim rechecking ini dapat
memotivasi dan menjadi ajang pembinaan bagi petugas untuk lebih baik
lagi dalam melayani masyarakat.
Kegiatan monitoring ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang
terjadi pada saat pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat baik di tingkat
puskesmas atau posyandu serta memastikan bahwa PMT, vitamin A, tablet Fe dan
garam beryodium dapat diberikan tepat sasaran. Selain melakukan monitoring seksi
gizi juga melakukan evaluasi perbaikan gizi masyarakat.
Evaluasi dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan dan hasil yang dicapai
dalam upaya peningkatan gizi masyarakat yang dilakukan di masing-masing wilayah
atau daerah. Evaluasi yang dilakukan oleh puskesmas untuk setiap program kesehatan
di wilayah kerjanya dilakukan setiap bulan. Sedangkan rapat evaluasi oleh seksi gizi
dilaksanakan setiap empat bulan. Rapat evaluasi dilakukan melalui suatu pertemuan
di Dinas Kesehatan dengan semua petugas gizi yang kemudian akan digunakan untuk
bahan perencanaan dan rencana tindak lanjut kegiatan perbaikan gizi. Evaluasi yang
dilakukan oleh seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yaitu:
EVALUASI ASPEK PERENCANAAN
1. Unsur Tenaga Pelaksana
Dilihat dari jumlah tenaga kesehatan seksi gizi yang berjumlah enam orang, menurut
kelompok seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor perlu melakukan rekrutmen
untuk membantu staf gizi dalam melakukan semua perencanaan kegiatan program
perbaikan gizi. Begitu pula untuk Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas yang
memiliki tugas double dalam melaksanakan tugasnya dalam menangani status gizi dan
juga bertugas di Puskesmas, perlu adanya rekrutmen dan pembinaan atau pelatihan
untuk TPG agar kegiatan program perbaikan gizi di Kabupaten Bogor dapat terlaksana
dengan baik dan dapat mengurangi angka kasus gizi buruk. Namun masih terjadi
permasalahan dalam pelaksanaannya karena TPG ternyata kurang paham dengan
pengolahan data gizi dan tidak semua petugas memahami tentang cara pengolahan data
sehingga seksi gizi terkadang harus merekap ulang data tersebut.
2. Unsur Anggaran Kegiatan
Menurut kelompok anggaran kegiatan yang dibuat oleh Seksi Gizi Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor terlalu jauh jarak dana yang diberikan untuk suatu program. Walaupun
memang kegiatan Pemberian Makanan Tambahan dan Vitamin memerlukan dana yang
cukup banyak, namun sayangnya untuk kegiatan program perbaikan gizi yang lain
seperti pengelolaan data BPB, rapat-rapat koordinasi, dan pengiriman peserta tata
laksana gizi buruk mendapat anggaran yang jauh berbeda dengan kegiatan PMT dan
Vitamin. Hal lain yang disayangkan adalah, kelompok tidak mendapatkan rincian dana
untuk setiap kegiatan program perbaikan gizi.
3. Unsur Metode Kegiatan
Dari semua metode atau cara yang digunakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor dalam upaya perbaikan gizi masyarakat sudah cukup baik karena setiap kegiatan
atau metode yang diterapkan saling berkesinambungan.
4. Unsur Sarana Prasarana
Menurut kelompok sarana dan prasarana yang ada di Kabupaten Bogor belum
memadai untuk melaksanakan kegiatan program perbaikan gizi masyarakat karena dari
101 Puskesmas yang ada, sarana yang tesedia (misalnya laptop) hanya 2 buah.
Sehingga dalam pelaksanaan kegiatan program perbaikan gizi Kabupaten Bogor kurang
maksimal.
5. Unsur Sasaran Program
Menurut kelompok dengan jumlah sasaran yang cukup banyak, Dinas Kesehatan
Bogor harus melakukan pembenahan besar-besaran baik secara internal ataupun
eksternal guna mengurangi jumlah angka kasus gizi buruk.
EVALUASI ASPEK PENGORGANISASIAN
Menurut kelompok, aspek pengorganisasian yang dijalankan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor sudah cukup baik, namun untuk tata tertib berupa penyerahan laporan
Bulan Penimbangan Balita dari setiap Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor seharusnya lebih didisiplinkan lagi supaya dapat tepat waktu dalam pelaporan.
EVALUASI ASPEK PELAKSANAAN
Pelaksanaan (Actuating) bukan merupakan pekerjaan yang mudah, karena dalam
melaksanakan suatu rencana terkandung berbagai aktifitas yang saling berhubungan,
serta kompleks dan majemuk. Kesemua aktifitas ini harus dipadukan sedemikian rupa
dengan melibatkan sektor lain sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Bedasarkan teori diatas, menurut kelompok Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
sudah melaksanakan kegiatan program perbaikan gizi dengan melibatkan sektor lain
yang dekat masyarakat seperti tenaga pelaksana gizi serta kader-kader posyandu.
Proses evaluasi yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yaitu melalui
penilaian data-data cakupan kegiatan program perbaikan gizi. Data SKDN merupakan
salah satu data untuk mengevaluasi perbaikan gizi, baik dari program maupun
cakupannya. Data tersebut oleh tenaga gizi di wilayah Kabupaten Bogor di analisis
hasilnya untuk mendapatkan kondisi pertumbuhan balita di wilayah tersebut. Sentinel
gizi adalah kegiatan analisis data dengan cara pengumpulan dan pengolahan data secara
terus-menerus yang dilakukan di wilayah/ unit yang terbatas (Depkes RI, 2004).
Evaluasi Sentinel Gizi dilaksanakan untuk menilai kemajuan dalam pengumpulan dan
pengolahan data terkait dengan program perbaikan gizi masyarakat. Evaluasi ini juga
dilakukan untuk mengetahui permasalahan dalam system pelaporan terkait kegiatan
perbaikan gizi.
4.3.5 Hambatan Pelaksanaan Program Perbaikan Gizi di Dinas Kesehatan Kab Bogor
Tahun 2013
Tabel 4.4 Hambatan Pelaksanaan Program Perbaikan Gizi Tahun 2013
No Masalah Internal Upaya Internal
1 Tenaga (TPG) dengan profesi
gizi belum tersedia di semua
puskesmas. Data menunjukkan
masih sekitar 42,6% TPG
dengan profesi gizi (D1, D3,
S1).
Pembinaan/Pelatihan
yangdilaksankan melalui kegiatan
pembinaan TPG per wilayah yang
dilaksankan 2-3 kali/ tahun.
2 TPG memegang tugas rangkap
karena kurangnya SDM.
Pembinaan pada TPG Puskesmas
agar dapat melaksanakan tupoksi
dengan baik
3 Sarana penunjang kegiatan
(dacin, alat ukur PB/TB, KMS,
Hb meter dan food model)
terbatas di Puskesmas/
Posyandu.
Mengupayakan pengadaan sarana,
berasal dari sumber dananya yaitu:
lembaga, donator, dll
No Masalah External Upaya External
1 Kurangnya partisipasi
masyarakat dalam kegiatan
pemantauan pertumbuhan balita
di posyandu (D/S)
Peningkatan koordinasi lintas
sektor dalam pergerakan sasaran
ke posyandu di tingkat kabupaten
melalui rakor dewan ketahanan
pangan kabupaten.
2 Rendahnya pemberdayaan
masyarakat sehingga sulit
mempertahankan
kesinambungan kegiatan
Peningkatan penyakit kesehatan
masyarakat
3 Kurang optimalnya koordinasi
lintas sector
Peningkatan koordinasi lintas
sektor
4 Menurunnya ketahanan pangan
di tingkat rumah tangga
Peningkatan kapasitas kader
posyandu melalui pembinaan
kader
5 Pola asuh kurang mendukung
program perbaikan gizi dan
kesehatan
Peningkatan komitmen SKPD
terkait dalam peningkatan
pemberdayaan masyarakat dalam
penangganan masalah pangan dan
gizi.
6 Kuantitas dan kualitas kader
yang kurang
7 Pendidikan dan perilaku
masyarakat yang masih rendah
BAB V
PENUTUP
a. Kesimpulan
A. Perencanaan
1. Perencanaan program yang diimplementasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Bogor didasarkan dari Rencana Strategis yang telah dibuat sebelumnya. Program
Kerja yang dibuat dan dilaksanakan setiap tahunnya berpedoman pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2008-2013. Program ini
dilaksanakan di 40 Kecamatan dengan 101 Puskesmas. Perencanaan program
perbaikan gizi, seksi gizi mengidentifikasi masalah gizi dengan mempelajari dan
menganalisa laporan bulanan gizi puskemas sehingga bisa diketahui besaran
masalah gizi dan cakupan program gizi yang telah dicapai. Setelah dibandingkan
dengan target program gizi dan prevalensi gizi bisa diketahui masalah gizi yang
ada di Kabupaten Bogor. Setelah itu diketahui besaran masalah, maka ditentukan
prioritas masalah disuatu kecamatan yang akan menjadi daerah binaan Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor.
2. Tenaga Pelaksana Program Perbaikan Gizi Masyarakat direncankan oleh Seksi
Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yang berjumlah 6 orang terdiri dari 1
orang (Kepala Seksi) dan 5 orang staf. Seksi gizi mempunyai tugas membantu
kepala bidang pembinaan kesehatan masyarakat dalam melaksanakan
pengelolaan kegiatan gizi selain itu dalam pelaksanaan dibantu oleh Tenaga
Pelaksana Gizi (TPG) berjumlah 101 orang yang sebagian besar berlatar belakang
sebagai Bidan. Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) memiliki tugas sebagai koordinator
gizi di wilayah puskesmas yang langsung berhubungan dengan kader dan
masyarakat, sehingga keberhasilan upaya perbaikan gizi termasuk Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) tidak terlepas dari peran Tenaga Pelaksana Gizi
(TPG) puskesmas.
3. Perencanaan anggaran awalnya dilakukan oleh setiap Kepala Seksi, dengan
melihat laporan tahun sebelumnya serta kebijakan dari Kepala Dinas Kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut dan dipertimbangkan berdasarkan data pendukung
Laporan Bulanan ke-3 (LB3) yang ada. Setelah itu dilanjutkan oleh Sub bagian
Program dan Pelaporan, di mana akan dianggarkan kembali dengan
mempertimbangkan anggaran dari semua unit atau seksi yang ada di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor. Kemudian Subbag Program dan Pelaporan akan
meminta persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan
dilanjutkan ke Pemerintah Provinsi. Sumber dana yang di dapat oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor berasal dari Anggaran Pembelanjaan Belanja Daerah
(APBD).
4. Metode Perbaikan Gizi Masyarakat dilaksanakan dengan berbagai macam cara
seperti Pendidikan Gizi, Penangganan Masalah Gizi, Surveilans Gizi, dan
Perbaikan Gizi melalui Pemberdayaan Masyarakat dan Dukungan Manajemen.
5. Sarana dan Prasarana Program Perbaikan Gizi yaitu Laptop sebanyak 2 buah,
Printer sebanyak 2 buah, Puskesmas sebanyak 101, Posyandu/Pustu sebanyak 129
buah. Sarana untuk Program perbaikan gizi masih belum memadai untuk
menjalankan kegiatan.
1. Sararan Program Perbaikan Gizi adalah kelompok rentan gizi yang diantaranya
adalah Bayi (0-11 bulan) sebanyak 116,776, Balita sebanyak 530,568, Anak (12-
59 bulan) 413,792, Ibu hamil KEK sebanyak 128,453 dan Wanita Usia Subur
(WUS).
B. Organisasi
1. Berdasarkan struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor seksi gizi
termasuk ke dalam Bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas). Selain
seksi gizi ada juga seksi KIA & KB serta Seksi Remaja dan Lansia. Setiap
kegiatan Program Perbaikan Gizi Masyarakat yang dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor pemegang kebijakan dan penanggung jawabnya
adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Kemudian wewenang untuk
melaksanakan kegiatan Program Perbaikan Gizi Masyarakat diserahkan kepada
Bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) yang kemudian
meneruskan wewenang tersebut kepada bawahannya yaitu seksi gizi untuk
mengadakan kegiatan Program Perbaikan Gizi. Wewenang pelaksanaannya
dibantu oleh Puskesmas dan Posyandu di wilayah Kabupaten Bogor.
C. Pelaksanaan
1. Pelaksana kegiatan program perbaikan gizi di posyandu dilaksanakan oleh
berbagai lintas sektor seperti pelaksanaan di tingkat posyandu : kader, bidan,
PLKB (Petugas Lapangan Keluarga Berencana), PKP (Penyuluh Keamanan
Pangan), PKK (Pembinaan Kesejateraan Keluarga), RT (Rukun Tetangga), serta
RW (Rukun Warga).
2. Kegaitan pelaksanaannya meliputi : Pemberian Makanan Tambahan- Pemulihan,
Pemberian Makanan Tambahan- Penyuluhan, Pemberian Vitamin A, Pemberian
tablet Fe, Pemberian Garam Ioudium, Menilai Cakupan D/S Penimbangan Balita
di posyandu, Pengelolaan data Bulan Penimbangan Balita serta membentuk
Center Klinik Gizi (CKG).
D. Monitoring dan Evaluasi
1. Monitoring Perbaikan Gizi Masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
dilaksanakan melalui : Bina Wilayah Tenaga Pelaksana Gizi yang diadakan setiap
3 bulan sekali per wilayah, Bina Teknis Terpadu dan Lomba Posyandu yang
dilaksanakan setiap 1 tahun.
2. Monitoring ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada saat
pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat baik di tingkat puskesmas atau
posyandu serta memastikan bahwa PMT, vitamin A, tablet Fe dan garam
beryodium dapat tepat sasaran selain itu untuk meningkatkan perans serta
masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam kegiatan Posyandu.
3. Evaluasi dilakukan untuk menilai kemajuan kegiatan dan hasil yang dicapai dalam
upaya peningkatan gizi masyarakat yang dilakukan di masing-masing
wilayah/daerah. Evaluasi yang dilakukan oleh puskesmas untuk setiap program
kesehatan di wilayah kerjanya dilakukan setiap bulan. Sedangkan rapat evaluasi
oleh seksi gizi dilaksanakan setiap empat bulan. Rapat evaluasi dilakukan melalui
suatu pertemuan di Dinas Kesehatan dengan semua petugas gizi yang kemudian
akan digunakan untuk bahan perencanaan dan rencana tindak lanjut kegiatan
perbaikan gizi. Evaluasi yang dilaksanakan oleh Seksi Gizi : Evaluasi CKG dan
Evaluasi Sentinel Gizi.
5.2 Saran
1. Peningkatan pelatihan kader yang dapat membuat partisipasi masyarakat dalam
meningkatkan program pertumbuhan balita di Posyandu, karena dengan tingginya
cakupan D/S maka akan mampu meningkatkan cakupan vitamin A serta semakin
tinggi cakupan imunisasi maka akan mampu menurunkan prevalensi gizi kurang
pada bayi dan balita.
2. Adanya reward bagi TPG (Tenaga Pelaksana Gizi) yang tepat waktu dalam
melaporkan datanya dan peringatan bagi TPG (Tenaga Pelaksana Gizi) yang
terlambat melaporkan datanya atau yang tidak melaporkan datanya.
3. Proses pengentrian harus dimulai sejak laporan dilaporkan sehingga evaluasi
bulanan dapat dilakukan dan dapat diketahui penyebabnya segera mungkin untuk
pelaksanaan kegiatan yang lebih baik dalam periode selanjutnya.
4. Peningkatan kegiatan monitoring pada pelaksanaan pemantauan PMT dan
pemantauan Gizi Buruk di lapangan dengan menugaskan SDM yang ada di seksi
gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
5. Diperlukan adanya upaya untuk menanggulangi permasalahan keterbatasan
petugas pelaksana dengan cara peningkatan koordinasi lintas program antar
bidang dalam pelaksanaan program perbaikan gizi.