LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

206
i LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA PUSLITBANG UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT BADAN LITBANG KESEHATAN 2017

Transcript of LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

Page 1: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

i

LAPORAN PENELITIAN

STUDI KESEHATAN JIWA PADA BEBERAPA

DAERAH DI INDONESIA

PUSLITBANG UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

BADAN LITBANG KESEHATAN

2017

Page 2: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

ii

SK PENELITIAN

Page 3: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

iii

Page 4: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

iv

Page 5: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

v

Page 6: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

vi

SUSUNAN TIM PENELITI YANG TERLIBAT

No Nama Kedudukan dalam

tim Uraian tugas

1. Drg. Agus Suprapto, M.Kes Pengarah I Memberikan pengarahan dan

bimbingan serta mengamati

perkembangan penyelenggaraan

penelitian

2. Dr. dr. Felly P. Senewe, M.Kes Pengarah II Mengarahkan pelaksanaan kegiatan penelitian

3. Ketua PPI Puslitbang UKesMas Pengarah Memberikan arahan metodologi penelitian

4. Dr. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes

Pengarah Memberikan arahan metodologi penelitian

5. Rofingatul Mubasyiroh, SKM, M.Epid

Ketua Pelaksana Bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan penelitian

6. Dr. dr. Sri Idaiani, Sp.KJ, M.Kes Peneliti Utama Bertanggung jawab dalam metodologi Penelitian, pengumpulan data dan laporan.

7. Dr. Nunik Kusumawardani, Msc. PH

Anggota peneliti Bertanggung jawab dalam metodologi penelitian, pengumpulan data dan laporan

8. Dr. Natalingrum Sukmarini, SpKJ, M.Kes

Anggota peneliti Bertanggungjawab dalam pembuatan instrumen penelitian

9. Dra.Siti Isfandari, MPH Anggota peneliti Bertanggung jawab dalam metodologi Penelitian dan laporan.

10. Indri Yunita Suryaputri,S.Psi,M.Si

Anggota peneliti Bertanggung jawab dalam pengumpulan data dan laporan.

11. Kartika Handayani, S.Psi M.Si Anggota peneliti Bertanggung jawab dalam pengumpulan data dan laporan.

12. Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes Anggota peneliti Bertanggung jawab dalam metodologi Penelitian dan laporan.

13. Dr Dr. Inswiasri, M.Kes Anggota peneliti Bertanggung jawab dalam

pengumpulan data dan laporan.

14. Dr. Dwi Hapsari, SKM, M.Kes Anggota peneliti Bertanggung jawab dalam pengumpulan data dan laporan.

15. Nikson Sitorus, SKM, M.Epid Anggota peneliti Bertanggung jawab dalam pengumpulan data dan laporan.

Page 7: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

vii

16. Ir. Salimar, M.Si Anggota peneliti Bertanggung jawab dalam pengumpulan data dan laporan.

17. Lely

Lely Indrawati, S.Sos, MKM Anggota peneliti Bertanggung jawab dalam pengumpulan data dan laporan.

18. Bhaskarani Widjiastuti, SKM Anggota peneliti Bertanggung jawab dalam

pelaksanaan pengumpulan data.

19. Siti Masitoh, SKM Anggota peneliti Bertanggungjawab dalam

manajemen data dan laporan

20. Fachrudin Ali, S.Kom, M.Kes Anggota peneliti Bertanggungjawab dalam

dokumentasi penelitian

21. Enung Nurchotimah, SKM, MKM Anggota peneliti Bertanggung jawab dalam

pengumpulan data dan laporan.

22. dr. Myra, Sp.KJ Pembantu Penelitian I

Membantu koordinasi dan

persiapan teknis penelitian

23. dr. Antina Nevi Hidayati, Sp.KJ Pembantu Penelitian I

Membantu koordinasi dan

persiapan teknis penelitian

24. dr. Olvianne Soraya Santi, Sp.KJ Pembantu Penelitian II

Membantu pelaksanaan teknis

penelitian

25. dr. Fendy Hardyanto, Sp.KJ Pembantu Penelitian II

Membantu pelaksanaan teknis

penelitian

26. dr.Indah Alfiah,Sp.KJ Pembantu Penelitian II

Membantu pelaksanaan teknis

penelitian

27. dr. Patmawati.P, M.Kes,Sp.KJ Pembantu Penelitian II

Membantu pelaksanaan teknis

penelitian

28. Ns. Fauziah, S.Kp, M.KpJ Pembantu Lapangan

Membantu kegiatan teknis dan

administrasi di tempat penelitian

29. Ns. I Ketut Sudiatmika, S.Kp, M.KpJ

Pembantu Lapangan

Membantu kegiatan teknis dan

administrasi di tempat penelitian

30. Endang Susilowati, A.Md Pembantu Lapangan

Membantu kegiatan teknis dan

Page 8: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

viii

administrasi di tempat penelitian

31. Rahmawati Martha Putri, SE Sekretariat penelitian

Membantu tugas-tugas

administrasi dan keuangan

32. Wardana, A.Md Sekretariat penelitian

Membantu tugas-tugas

administrasi dan keuangan

33. Didi Prayitno, A.Md Sekretariat penelitian

Membantu tugas-tugas

administrasi dan keuangan

Page 9: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

ix

SURAT PERSETUJUAN ETIK

Penelitian ini telah mendapatkan Persetujuan Etik (Athical Approval) Nomor: LB.02.01/2/

KE.200/2017, pada tanggal 24 Mei 2017. Serta amandemen Protokol nomor:

LB.01.02/2/KE.351/2017.

Page 10: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

x

PERSETUJUAN ATASAN

Peneliti

Rofingatul Mubasyiroh, SKM, M.Epid

NIP. 198411132008012005

Mengetahui

Ketua PPI

Dr. Sri Irianti, SKM, MPhl, PhD

NIP.195804121981022001

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit

Dr.dr.Felly Philipus Senewe, MKes

NIP. 196209121991031002

Menyetujui

Kepala Pusat/Balai Besar

Drg. Agus Suprapto MKes

NIP.196408131991011001

Page 11: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xi

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Alloh SWT buku laporan berjudul “

Studi Kesehatan Jiwa pada Beberapa Daerah di Indonesia” ini secara resmi telah dapat

kami publikasikan kepada semua pihak pemerhati masalah kesehatan khususnya, serta

kepada masyarakat luas secara umum.

Buku ini memberikan gambaran hasil: validasi instrumen MINI (Mini International

Neuropsychiatric Interview) untuk deteksi dini kondisi depresi, cemas dan psikotik;

besaran masalah dan treatmentgap depresi, cemas dan psikotik; serta gambaran program

kesehatan jiwa berbasis masyarakat dan fasilitas kesehatan.

Buku ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dan

pemerhati kesehatan jiwa. Semoga buku ini dapat menjadi masukan dalam

pengembangan program pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat.

Kami ucapkan terimakasih kepada para peneliti dan semua pihak yang terlibat

dalam penyusunan buku laporan penelitian ini. Serta kepada pembimbing yang telah

memberikan arahan dan bimbingan mulai dari penyusunan protokol, arahan teknis, serta

masukan dalam penyusunan laporan ini. Kami sampaikan juga penghargaan kepada RS

dan Dinas Kesehatan yang membantu dalam proses penelitian hingga selesai dengan baik.

Jakarta, Desember 2017

Hormat Kami,

Tim Penulis

Page 12: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kesehatan jiwa merupakan bagian penting dari kesehatan dan kesejahteraan,

seperti yang tercantum dalam definisi sehat yang ditetapkan oleh WHO: “health is a state

of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease

or infirmity”, yang dapat diartikan bahwa sehat mencakup aspek fisik, jiwa, dan sosial,

serta tidak semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan. Seperti halnya kesehatan

secara umum, kesehatan jiwa dipengaruhi berbagai aspek termasuk lingkungan, sosial,

ekonomi, dan budaya, selain juga aspek biologis seperti genetik.

Terdapat sembilan ganguan jiwa yang menjadi prioritas perhatian bagi tenaga

kesehatan terutama non spesialistik dan yang terutama bekerja di pusat pelayanan

kesehatan primer.Ke-9 gangguan jiwa prioritas tersebut adalah depresi, psikosis, epilepsi,

gangguan mental pada anak-anak,demensia, penyalahgunaan alcohol, penyalahgunaan

obat terlarang dan melukai diri serta bunuh diri.

Semakin tingginya masalah jiwa, maka diperlukan instrumen screening gangguan

psikiatri yang cepat dan dapat digunakan di fasilitas kesehatan primer. Terdapat

instrumen singkat wawancara terstruktur untuk diagnosa gangguan kejiwaan

dikembangkan oleh psikiatri dan klinisi di Amerika Serikat dan Eropa untuk gangguan

psikiatri dalam DSM-IV dan ICD-10, yaitu instrumen The Mini-International

Nueropsychiatric Interview (M.I.N.I) (Sheehan dkk, 1998). Instrumen yang dapat

mendiagnosis 14 jenis gangguan jiwa (termasuk depresi, cemas/anxietas, dan gangguan

psikotik) ini memerlukan waktu yang tidak lama (sekitar 15 menit) untuk wawancara

psikiatri dalam uji klinis multisenter ataupun penelitian epidemiologi.

Sampai saat ini Kementerian Kesehatan belum memiliki instrumen yang dapat

digunakan dalam survei besar guna mengukur gangguan jiwa yang spesifik dan terarah,

yaitu depresi, cemas dan psikotik. Instrumen yang digunakan dalam survei selama ini

(SRQ-20) hanya dapat menggambarkan gangguan mental emosional pada masyarakat.

Sedangkan untuk kebutuhan program kesehatan jiwa diperlukan angka prevalensi

Page 13: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xiii

gangguan jiwa yang lebih spesifik misalnya yang dapat menggambarkan depresi, cemas

dan psikotik.

Di samping itu, pelayanan kesehatan jiwa yang sudah dijalankan sejauh ini masih

terfokus pada pelayanan kuratif penderita kesehatan jiwa berat. Upaya yang bersifat

preventif promotif gangguan jiwa berat dan gangguan mental emosional masih terbatas.

Beberapa upaya yang telah mulai dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir adalah

upaya pengendalian kesehatan jiwa berbasis masyarakat serta fasilitas kesehatan primer.

Berkaitan dengan permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini

dimaksudkan untuk mengembangkan instrumen kesehatan jiwa yang spesifik dan dapat

memberikan gambaran permasalahan kesehatan jiwa yang lebih spesifik dan terarah.

Penelitian ini bertujuan: mendapatkan validitas dan reliabilitas instrumen deteksi

dini depresi, cemas dan psikotik; mendapatkan proporsi gangguan depresi , cemas dan

psikotik; mendapatkan proporsi ‘treatment gap’ pada gangguan jiwa; mendapatkan

gambaran program kesehatan jiwa yang berbasis masyarakat dan fasilitas kesehatan.

Instrumen yang diujikan dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam survei

kesehatan jiwa di masyarakat. Besaran masalah dan gambaran upaya kesehatan jiwa akan

memberikan dukungan berbasis bukti untuk perbaikan program kesehatan jiwa.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan disain kros seksional (pontong lintang)

untuk informasi yang bersifat kuantitatif. Penelitian ini akan menerapkan pendekatan

kuantitatif dan kualitatif (mix method). Populasi untuk studi kuantitatif adalah penduduk

usia 15 tahun ke atas pada satu desa/kelurahan di Kota Bogor (Provinsi Jawa Barat),

kabupaten Jombang (Provinsi Jawa Timur), dan Kabupaten Tojo Una-Una (Provinsi

Sulawesi Tengah). Sampel yang akan diwawancara untuk uji validasi adalah sejumlah 978

individu yang terdiri dari 431 orang penderita dan 547 orang normal yang akan

diwawancara dengan instrumen MINI dan oleh psikiater. Dan sampel untuk survey adalah

761 orang per kabupaten/kota.

Untuk sampel uji instrumen, sampel diambil secara purpossive dari daftar pasien RS

Jiwa pemerintah yang memenuhi kelompok umur < 65 tahun dan >= 65 tahun, kelompok

pendidikan rendah (<=SMP) dan pendidikan tinggi (>= SMA), dan kelompok laki-laki dan

Page 14: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xiv

perempuan. Dan juga sampel dari penduduk masyarakat umum yang berasal dari wilayah

tempat tinggal (kecamatan) yang sama dari sampel yang diperoleh dari daftar RS.

Pengambilan sampel gambaran proporsi dilakukan secara stratified random

sampling. Dilakukan pengelompokkan kecamatan di masing – masing kabupaten kota

berdasarkan proporsi penderita ODGJ di masing-masing kecamatan, yaitu kecamatan

dengan ODGJ di atas rata-rata kabupaten dan kecamatan dengan proporsi di bawah rata-

rata. Dari masing-masing kelompok kecamatan, dipilih secara acak sejumlah kecamatan

secara proporsional. dari masing-masing kecamatan tersebut, dipilih lagi secara acak satu

desa. Di setiap desa dihitung secara proporsional penduduk untuk mendapatkan jumlah

sampel di setiap desa. Dari tiap desa dipilih lima Rukun Tetangga secara acak. Dari setiap

Rukun Tetangga diperoleh daftar (sampling frame) Rumah Tangga, dan dipilih secara acak

sejumlah Rumah Tangga. Sampel responden di setiap Rukun Tetangga dihitung dari

jumlah sampel untuk setiap desa dibagi rata dalam lima rukun tetangga. Seluruh individu

berusia >= 15 tahun di Rumah tangga terpilih, diambil sebagai sampel.

Informan masyarakat diambil secara purpossive dari keluarga responden yang

positif menderita gangguan jiwa serta dari tokoh masyarakat. Adapun informan dari

fasilitas adalah tenaga kesehatan pelaksana program kesehatan jiwa serta pimpinan

fasilitas kesehatan.

Untuk validasi, sampel diwawancara dengan MINI- Depresi (dalam 2 minggu

terakhir, 10 pertanyaan Ya/Tidak),MINI-Cemas (dalam 6 bulan terakhir, 23 pertanyaan

Ya/Tidak),MINI-Psikotik (seumur hidup, 7 pertanyaan Ya/Tidak), SRQ (menggambarkan

gangguan mental emosional umum, dalam 2 minggu terakhir, 20 pertanyaan Ya/Tidak),

Instrumen wawancara oleh psikiatri (sebagai gold standard penilaian validitas instrumen

SRQ, depresi, cemas, psikotik).

Nilai Validitas instrumen MINI untuk depresi adalah Sensistivitas 60,68%,

Spesifisitas 80,8%; untuk cemas adalah Sensistivitas 68,94%, Spesifisitas 80,36%; dan

untuk psikotik adalah Sensistivitas 79,28%, Spesifisitas 82,15%. Nilai reliabilitas instrumen

MINI untuk depresi adalah 0,472; untuk cemas adalah 0,399; dan untuk psikotik adalah

0,577.

Page 15: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xv

Proporsi gangguan jiwa pada keseluruhan sampel penelitian untuk cemas adalah

6,7%; proporsi depresi adalah 8,5%; dan proporsi psikotik adalah 7,1%. Secara terinci

proporsi gangguan jiwa pada sampel responden di Kota Bogor adalah: cemas sebesar

5,2%; depresi sebesar 7,7%; dan psikotik sebesar 13,3%. Proporsi gangguan jiwa pada

sampel responden di Kabupaten Jombang adalah: cemas sebesar 3,5%; depresi sebesar

3,7%; dan psikotik sebesar 5,2%. Proporsi gangguan jiwa pada sampel responden di

Kabupaten Tojo Una-una adalah: cemas sebesar 11,6%; depresi sebesar 13,2%; dan

psikotik sebesar 2,8%.

Treatment gap gangguan jiwa pada keseluruhan sampel penelitian untuk cemas

adalah 63,7%; depresi sebesar 66,3%; dan psikotik sebesar

Program kesehatan jiwa berbasis masyarakat dan fasilitas mencakup dukungan dari

pemerintah di sektor kesehatan setempat untuk kegiatan di masyarakat, peran sektor

non-kesehatan. Dukungan dari pemerintah, terutama di sektor kesehatan baik di tingkat

puskesmas, dinas kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi pada umumnya adalah dalam

bentuk pembinaan atau peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, dukungan ketersedian

sarana medis untuk pelayanan penderita gangguan jiwa, dukungan kebijakan dan regulasi

terkait, serta pemberdayaan masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat dalam

upaya ataupun kegiatan terkait kesehatan jiwa masih belum terlihat di kota Bogor

maupun Kabupaten Touna. Sementara Kabupaten Jombang sudah dapat menunjukkan

keberhasilan upaya rehabiliasi penderita gangguan jiwa dan pelepasan pasung melalui

peran serta aktif dari masyarakat setempat.

Nilai reliabilitas instrumen dianggap masih kategori sedang. Diharapkan dalam

pelaksanaan penggunaan instrumen MINI depresi, cemas dan psikotik ini dilakukan oleh

tenaga kesehatan yang telah berpengalaman dalam program kesehatan jiwa, seperti

minimal tenaga perawat jiwa atau perawat yang sudah terlibat dalam prograam

kesehatan jiwa. Hal ini terkait pendalaman interpretasi istilah atau makna dalam

instrumen.

Program kesehatan jiwa memerlukan banyak dukungan dari semua pihak, baik

sektor kesehatan maupun non-kesehatan. Sektor kesehatan diharapkan dapat berperan

lebih aktif dalam menjalin komunikasi dan koordinasi sehingga dapat dampak positif bagi

Page 16: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xvi

keberlanjutan program kesehatan jiwa. Dukungan Karakteristik spesifik lokal juga

merupakan tonggak keberhasilan keberlangungan program kesehatan jiwa berbasis

masyarakat.

Page 17: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xvii

ABSTRAK

Kesehatan jiwa merupakan bagian penting dari kesehatan dan kesejahteraan. Semakin

tingginya masalah kesehatan jiwa, maka diperlukan instrumen screening gangguan

psikiatri yang cepat dan dapat digunakan di fasilitas kesehatan primer. Serta perlunya

penguatan program layanan kesehatan jiwa. Penelitian ini bertujuan mengembangkan

instrumen deteksi dini gangguan jiwa dengan menilai validitas dan reliabilitas, dan

mendapatkan gambaran program kesehatan jiwa yang berbasis masyarakat dan fasilitas

kesehatan. Penelitian ini menggunakan disain crosssectional dengan pendekatan

kuantitatif dan kualitatif. Penelitian dilaksanakan di Kota Bogor, Kabupaten Jombang dan

Kabupaten Tojo Una-una pada tahun 2017. Nilai Validitas instrumen MINI untuk depresi

adalah Sensistivitas 60,68%, Spesifisitas 80,8%; untuk cemas adalah Sensistivitas 68,94%,

Spesifisitas 80,36%; dan untuk psikotik adalah Sensistivitas 79,28%, Spesifisitas 82,15%.

Nilai reliabilitas instrumen MINI untuk depresi adalah 0,472; untuk cemas adalah 0,399;

dan untuk psikotik adalah 0,577. Dukungan bagi program kesehatan jiwa dari pemerintah

berupa pembinaan tenaga kesehatan, sarana medis untuk penderita gangguan jiwa,

kebijakan dan regulasi, pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sendiri

baru terlihat di Kabupaten Jombang.

Kata kunci : kesehatan jiwa, validasi instrumen, program

Page 18: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xviii

DAFTAR ISI

SK PENELITIAN ................................................................................................................. ii

SUSUNAN TIM PENELITI YANG TERLIBAT ....................................................................... vi

SURAT PERSETUJUAN ETIK ............................................................................................. ix

PERSETUJUAN ATASAN ................................................................................................... x

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... xi

RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................................. xii

ABSTRAK ...................................................................................................................... xvii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. xviii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xxii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xxv

DAFTAR GRAFIK ...........................................................................................................xxvi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1

B. Perumusan Masalah Penelitian ............................................................................. 4

C. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 5

C.1. Tujuan Umum ......................................................................................................... 5

C.2. Tujuan Khusus ......................................................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 6

BAB II METODE ................................................................................................................ 7

A. Kerangka Teori ....................................................................................................... 7

B. Kerangka Konsep ................................................................................................... 9

C. Tempat dan Waktu .............................................................................................. 10

D. Disain Penelitian .................................................................................................. 11

E. Populasi dan Sampel ............................................................................................ 11

F. Besar Sampel dan Pemilihan Sampel .................................................................. 12

G. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ................................................................................. 16

H. Variabel ................................................................................................................ 16

Page 19: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xix

I. Definisi Operasional ............................................................................................. 17

J. Instrumen dan Pengumpulan Data ...................................................................... 18

K. Prosedur Kerja ..................................................................................................... 19

L. Manajemen dan Analisis Data ............................................................................. 22

BAB III HASIL PENELITIAN .............................................................................................. 24

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ................................................................. 24

A1. Kota Bogor .............................................................................................................. 24

a. Keadaan Geografis ............................................................................................... 24

b. Keadaan Demografi .............................................................................................. 25

c. Situasi Derajat Kesehatan ................................................................................... 26

d. Kecamatan Tempat Penelitian ........................................................................... 27

A2. Kabupaten Jombang .......................................................................................... 28

a. Keadaan Geografis ............................................................................................... 28

b. Keadaan Demografi .............................................................................................. 30

c. Situasi Derajat Kesehatan ................................................................................... 31

d. Kecamatan Tempat Penelitian ........................................................................... 31

A3. Kabupaten Tojo Una-una ..................................................................................... 32

a. Keadaan Geografis Touna ................................................................................... 32

b. Keadaan Demografi .............................................................................................. 33

c. Situasi Derajat Kesehatan ................................................................................... 36

B. Hasil Validitas dan Reliabilitas Instrumen MINI .................................................. 37

C. Proporsi dan Treatmentgap Gangguan Jiwa Cemas, Depresi dan Psikosis ......... 44

C.1. Proporsi Tiga Wilayah .......................................................................................... 44

C.2. Kota Bogor ............................................................................................................. 54

C.3. Kabupaten Jombang ............................................................................................ 63

C.4. Kabupaten Tojo Una-una .................................................................................... 73

D. Program Kesehatan Jiwa Yang Berbasis Masyarakat Dan Fasilitas Kesehatan ... 82

D.1. Kualitatif Kota Bogor ............................................................................................ 93

1. Pemahaman tentang gangguan kesehatan jiwa (depresi, cemas, psikotik) dari

perspektif ............................................................................................................... 94

2. Tradisi dan budaya terkait kesehatan jiwa (depresi, cemas, psikotik) ......... 96

Page 20: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xx

3. Program dan kebijakan yang ada terkait kesehatan jiwa : ............................. 97

a. Pelaksanaan ..................................................................................... 97

b. Kendala ............................................................................................ 99

c. Rencana ke depan .......................................................................... 100

d. Kebutuhan ...................................................................................... 101

4. Peran dan kebutuhan pelayanan dan pencegahan kesehatan jiwa ............ 102

5. Stigma dan persepsi terkait gangguan kesehatan jiwa (cemas, depresi, psikotik)

103

6. Upaya pelayanan gangguan kesehatan jiwa (cemas, depresi, psikotik) ..... 105

a. Nakes.............................................................................................. 105

b. Masyarakat dan toma .................................................................... 111

c. Pasien ............................................................................................. 111

7. Upaya pencegahan gangguan kesehatan jiwa (cemas, depresi, psikotik) terkait

kegiatan dan sumber daya ................................................................................ 112

a. Nakes.............................................................................................. 112

b. Masyarakat (kasus dan normal), kader dan toma ......................... 113

D2. Hasil Kualitatif Kabupaten Jombang ................................................................. 116

1. Masalah Kesehatan Jiwa .................................................................................... 116

2. Kebijakan .............................................................................................................. 117

3. Perencanaan dan Pembiayaan .......................................................................... 118

4. Pelaksanaan Program ......................................................................................... 121

5. Lintas Sektor ......................................................................................................... 124

6. Sumber Daya ........................................................................................................ 126

7. Peran Serta Masyarakat ..................................................................................... 127

8. Saran/ Harapan .................................................................................................... 131

9. Kendala ................................................................................................................. 132

D3. Hasil Kualitatif Kab. Tojo Una-Una .................................................................... 136

1. Pemahaman tentang gangguan kesehatan jiwa (depresi, cemas, psikotik)137

2. Tradisi dan budaya terkait kesehatan jiwa (depresi, cemas, psikotik) ....... 142

3. Program dan kebijakan yang ada terkait kesehatan jiwa : ........................... 143

4. Peran dan kebutuhan pelayanan dan pencegahan kesehatan jiwa ............ 148

Page 21: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xxi

5. Stigma dan persepsi terkait gangguan kesehatan jiwa (cemas, depresi, psikotik)

149

6. Upaya pelayanan gangguan kesehatan jiwa (cemas, depresi, psikotik) ..... 150

7. Upaya pencegahan gangguan kesehatan jiwa (cemas, depresi, psikotik) terkait

kegiatan dan sumber daya ................................................................................ 152

BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................. 154

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 159

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 161

LAMPIRAN ............................................................................................................................... 164

Page 22: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xxii

DAFTAR TABEL

Tabel A-1. Data 10 penyakit utama yang dirawat jalan di Puskesmas untuk golongan 5-44

tahun di Kota Bogor tahun 2016 ........................................................................... 26

Tabel A-2. Data jumlah kunjungan pasien jiwa yang berkunjung di puskesmas dan rumah

sakit Kota Bogor tahun 2016 ................................................................................. 27

Tabel A-3. Data 10 Penyakit Terbanyak di Kabupaten Jombang Tahun 2016 ................ 31

Tabel A-4. Jumlah Penduduk di Atas 15 Tahun yang Bekerja menurut Jenis Kelamin. .. 34

Tabel A-5. Jumlah Pendidikan Tertinggi yag Ditamatkan Penduduk menurut Angkatan

Kerja. ...................................................................................................................... 35

Tabel A-6. Jenis Sarana Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2016 .................... 35

Tabel A-7. Jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2016 ............ 36

Tabel A-8. Jumlah kasus 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Tojo Una-Una ............... 36

Tabel B-1. Responden validasi berdasarkan hasil wawancara klinis dan instrumen MINI40

Tabel B-2. Penilaian Validitas kriteria depresi, cemas, dan psikotik menurut Instrumen

MINI dengan hasil wawancara psikiatrik ............................................................... 40

Tabel B-3. Penilaian Validitas kriteria depresi dan cemas menurut Instrumen SRQ dengan

hasil wawancara psikiatrik ..................................................................................... 42

Tabel B-4. Penilaian reliabilitas instrumen MINI dan SRQ .............................................. 44

Tabel C-1. Proporsi Kondisi gangguan jiwa cemas .......................................................... 45

Tabel C-2. Proporsi Kondisi gangguan jiwa depresi ........................................................ 46

Tabel C-3. Proporsi kondisi gangguan jiwa psikotik ........................................................ 47

Tabel C-4. Proporsi Kondisi Normal (tidak cemas, tidak depresi, tidak psikotik) ........... 48

Tabel C-5. Proporsi Kondisi Depresi di masa lalu (seumur hidup) .................................. 49

Tabel C-6. Proporsi Kondisi gangguan mental emosional satu bulan terakhir ............... 50

Tabel C-7. Proporsi Pengalaman menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap mati

berdasarkan karakteristik (N=2173) ...................................................................... 51

Tabel C-8. Proporsi Pengobatan medis saat ini .............................................................. 52

Page 23: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xxiii

Tabel C-9. Proporsi Alasan tidak berobat ....................................................................... 53

Tabel C-10. Proporsi Kondisi gangguan jiwa cemas di Kota Bogor tahun 2017 ............. 54

Tabel C-11. Proporsi Kondisi gangguan jiwa depresi di Kota Bogor tahun 2017 ............ 55

Tabel C-12. Proporsi Kondisi gangguan jiwa psikotik di Kota Bogor tahun 2017 ........... 56

Tabel C-13. Proporsi Kondisi depresi masa lalu di Kota Bogor tahun 2017 .................... 57

Tabel C-14. Proporsi Kondisi normal di Kota Bogor tahun 2017 .................................... 58

Tabel C-15. Proporsi Kondisi gangguan mental emosional satu bulan terakhir di Kota

Bogor, tahun 2017 ................................................................................................. 59

Tabel C-16. Proporsi Pengobatan medis saat ini pada gangguan jiwa di Kota Bogor, Tahun

2017 ....................................................................................................................... 60

Tabel C-17. Proporsi Alasan tidak berobat pada gangguan jiwa di Kota Bogor, Tahun 2017

............................................................................................................................... 61

Tabel C-18. Proporsi Pengalaman menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap

mati berdasarkan karakteristik (N=731) ................................................................ 62

Tabel C-19. Proporsi Kondisi gangguan jiwa cemas di Kabupaten Jombang, Tahun 201763

Tabel C-20 Proporsi Kondisi gangguan jiwa depresi di Kabupaten Jombang, Tahun 2017 . 65

Tabel C-21Proporsi Kondisi gangguan jiwa psikotik di Kabupaten Jombang, Tahun 201766

Tabel C-22. Proporsi Kondisi depresi masa lalu di Kabupaten Jombang, Tahun 2017 ... 67

Tabel C-23Proporsi Kondisi gangguan mental emosional satu bulan terakhir di Kabupaten

Jombang, Tahun 2017 ............................................................................................ 68

Tabel C-24 Proporsi Kondisi normal di Kabupaten Jombang, Tahun 2017 ..................... 69

Tabel C-25.Proporsi Pengobatan medis saat ini ............................................................. 70

Tabel C-26. Proporsi Alasan tidak berobat ..................................................................... 71

Tabel C-27.Proporsi Pengalaman menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap

mati berdasarkan karakteristik (N=724) di Kabupaten Jombang, Tahun 2017 ..... 71

Tabel C-28 Proporsi Kondisi gangguan jiwa cemas di Kabupaten Tojo Una-una, Tahun 2017

............................................................................................................................... 73

Page 24: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xxiv

Tabel C-29 Proporsi Kondisi gangguan jiwa depresi di Kabupaten Tojo Una-una, Tahun

2017 ....................................................................................................................... 74

Tabel C-30. Proporsi Kondisi gangguan jiwa psikotik di Kabupaten Tojo Una-una, Tahun

2017 ....................................................................................................................... 75

Tabel C-31. Proporsi Kondisi normal di Kabupaten Tojo Una-una, Tahun 2017 ............ 76

Tabel C-32. Proporsi Kondisi depresi masa lalu di Kabupaten Tojo Una-una, Tahun 201777

Tabel C-33. Proporsi Kondisi gangguan mental emosional di Kabupaten Tojo Una-una,

Tahun 2017 ............................................................................................................ 78

Tabel C-34. Proporsi Pengobatan medis saat ini ............................................................ 79

Tabel C-35. Proporsi Alasan tidak berobat ..................................................................... 80

Tabel C-36. Proporsi Pengalaman menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap

mati berdasarkan karakteristik di Kabupaten Tojo Una-una, Tahun 2017 (N=718)80

Tabel D-1. Topik Utama Hasil Penggalian Informasi tentang Program Kesehatan Jiwa di

tiga wilayah (Bogot, Jombang, Touna) dari perspektif penyelenggara kesehatan.86

Page 25: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xxv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka teori ................................................................................................. 7

Gambar 2. Kerangka Konsep ............................................................................................. 9

Gambar 3. Disain Penelitian ............................................................................................ 11

Gambar 4. Alur/Prosedur Penelitian ............................................................................... 20

Gambar 5. Peta wilayah Kabupaten Jombang ................................................................ 28

Gambar 6. Peta wilayah Kabupaten Tojo Una-Una ........................................................ 32

Gambar 7. Luas wilayah menurut kecamatan di Kabupaten Tojo Una-Una................... 33

Gambar 8. Piramid penduduk Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2016 ........................... 34

Page 26: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

xxvi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Persentase Responden Validasi berdasarkan jenis kelamin ........................... 38

Grafik 2. Persentase Responden Validasi berdasarkan kelompok umur ....................... 39

Page 27: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara global, kesehatan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakat yang menjadi masalah utama di berbagai negara. Kesehatan jiwa

merupakan bagian penting dari kesehatan dan kesejahteraan, seperti yang tercantum

dalam definisi sehat yang ditetapkan oleh WHO: “health is a state of complete physical,

mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity”, yang

dapat diartikan bahwa sehat mencakup aspek fisik, jiwa, dan sosial, serta tidak semata-

mata terbebas dari penyakit atau kecacatan. Seperti halnya kesehatan secara umum,

kesehatan jiwa dipengaruhi berbagai aspek termasuk lingkungan, sosial, ekonomi, dan

budaya, selain juga aspek biologis seperti genetik. Dengan demikian, pendekatan

intervensi harus menyeluruh mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif,

disamping juga melibatkan multi disiplin ilmu dan pendekatan multi setting. (WHO,

2013)

Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang

secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan

mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya(Kemenkes, 2014).

Gangguan jiwa, secara timbal balik berkaitan dengan kondisi penyakit kronik

tertentu seperti kanker, penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, HIV/AIDS, dan

penyakit kronik lain yang berdampak pada kondisi sosial ekonomi penderita.

Disamping itu, penderita gangguan jiwa yang tidak terkontrol, dalam waktu yang lama

dapat berisiko lebih tinggi untuk mengalami ketidakmampuan, penyakit tidak menular

tertentu, kecacatan serta bunuh diri. Penderita depresi berat dan schizophrenia

mempunyai risiko 40% sampai 60% lebih tinggi untuk mengalami kematian premature

dibandingkan populasi umum.(WHO, 2013).

Page 28: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

2

Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan salah satu prioritas

pembangunan kesehatan mengingat kesehatan jiwa juga bagian dari kesehatan

masyarakat secara keseluruhan serta keterkaitan erat dengan berbagai penyakit

seperti penyakit tidak menular serta penyakit kronik lainnya. Hasil RISKESDAS 2013

menunjukkan bahwa prevalensi nasional gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia)

adalah 1.7 per mil dengan prevalensi tertinggi di DI Yogjakarta dan Aceh (2.7 per mil),

sedangkan terendah di Kalimantan Barat (0.7 per mil).

Disamping gangguan jiwa berat, juga dikenal gangguan mental emosional

(GME). Gangguan mental emosional adalah istilah yang sama dengan distres

psikologik. Kondisi ini adalah keadaan yang mengindikasikan seseorang sedang

mengalami perubahan psikologis. Berbeda dengan gangguan jiwa berat psikosis dan

skizofrenia, gangguan mental emosional adalah gangguan yang dapat dialami semua

orang pada keadaan tertentu, tetapi dapat pulih seperti semula. Gangguan ini dapat

berlanjut menjadi gangguan yang lebih serius apabila tidak berhasil ditanggulangi.

Prevalensi nasional gangguan mental emosional pada populasi usia 15 tahun ke atas

sebesar 6% dengan prevalensi tertinggi di Provinsi Sulawesi Tengah (11.6%) dan

terendah di Lampung (1.2%). Prevalensi tertinggi setelah Sulawesi Tengah adalah

Sulawesi Selatan (9,3%), Jawa Barat (9,3%) dan Nusa Tenggara Timur

(7,8%).(Litbangkes, 2013)

Program kesehatan jiwa yang sudah berjalan selama ini mencakup program

pemerintah dan dukungan dari kegiatan-kegiatan yang dikelola oleh organisasi profesi

maupun lembaga swadaya masyarakat. Program pelayanan kesehatan jiwa telah

diupayakan dapat terpenuhi sesuai kebutuhan baik di tingkat layanan primer maupun

sekunder. Dari data RISKESDAS 2013 cakupan pengobatan gangguan jiwa berat sebesar

61.7%, sementara cakupan pengobatan gangguan mental emosional (2 minggu

terakhir) masih rendah, sebesar 11.9%. Terjadinya kesenjangan pengobatan orang

dengan gangguan mental terjadi hampir di seluruh negara di dunia. Kesenjangan

pengobatan (treatment gap) dihitung dari selisih prevalensi gangguan mental dengan

proporsi pengobatan pada individu yang megalami gangguan mental. Sekitar 76% dan

85% dari penderita gangguan jiwa berat di negara-negara berpenghasilan rendah dan

Page 29: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

3

menengah tidak menerima pengobatan, adapun untuk negara berpenghasilan tinggi

sekitar 35% dan 50% dalam satu tahun. Kesenjangan ini terjadi salah satunya

diakibatkan kurangnya jumlah dan distribusi tidak merata sumber daya untuk

kesehatan mental. Selain itu, keterlibatan masyarakat sipil untuk kesehatan mental di

negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah kurang berjalan dengan baik.

Hanya 49% dari negara-negara berpenghasilan rendah yang terdapat organisasi untuk

orang dengan gangguan mental dan ketidakmampuan psikososial, sedangkan negara

maju dengan 83%.

Dalam rangka memperkecil kesenjangan pengobatan (treatment gap) salah

satu langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan adanya deteksi awal gangguan

mental. Gangguan mental minor seperti kecemasan, depresi atau gangguan mental

dengan keluhan fisik sering tidak disadari sebagai gangguan mental, ketika dokter

hanya fokus pada keluhan fisik saja maka akan terjadi pemeriksaan dan pengobatan

yang sebenarnya tidak diperlukan.

Terdapat sembilan ganguan jiwa yang menjadi prioritas perhatian bagi tenaga

kesehatan terutama non spesialistik dan yang terutama bekerja di pusat pelayanan

kesehatan primer.Ke-9 gangguan jiwa prioritas tersebut adalah depresi, psikosis,

epilepsi, gangguan mental pada anak-anak,demensia, penyalahgunaan alcohol,

penyalahgunaan obat terlarang dan melukai diri serta bunuh diri (WHO,2015).

Pelayanan kesehatan jiwa yang sudah dijalankan sejauh ini masih terfokus

pada pelayanan kuratif penderita kesehatan jiwa berat. Upaya yang bersifat preventif

promotif gangguan jiwa berat dan gangguan mental emosional masih terbatas.

Beberapa upaya yang telah mulai dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir

adalah upaya pengendalian kesehatan jiwa berbasis masyarakat serta fasilitas

kesehatan primer.

Untuk mengetahui apa yang paling dibutuhkan oleh masyarakat, diperlukan

survei data kesehatan jiwa di masyarakat. Bagaimana pendapat masyarakat tentang

gangguan jiwa? Apakah keberadaan stigma gangguan jiwa di masyarakat masih

melekat kuat? Siapa yang menjadi konsultan kesehatan jiwa sebelum pasien datang ke

Puskesmas dan apa yang membuat mereka akhirnya datang ke Puskesmas? Lebih

Page 30: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

4

lanjut, adalah melakukan studi untuk mengetahui apa problem kesehatan jiwa yang

sering terjadi di masyarakat(Marchira, 2011).

Semakin tingginya masalah jiwa, maka diperlukan instrumen screening

gangguan psikiatri yang cepat dan dapat digunakan di fasilitas kesehatan primer.

Terdapat instrumen singkat wawancara terstruktur untuk diagnosa gangguan kejiwaan

dikembangkan oleh psikiatri dan klinisi di Amerika Serikat dan Eropa untuk gangguan

psikiatri dalam DSM-IV dan ICD-10, yaitu instrumen The Mini-International

Nueropsychiatric Interview (M.I.N.I) (Sheehan dkk, 1998). Instrumen yang dapat

mendiagnosis 14 jenis gangguan jiwa (termasuk depresi, cemas/anxietas, dan

gangguan psikotik) ini memerlukan waktu yang tidak lama (sekitar 15 menit) untuk

wawancara psikiatri dalam uji klinis multisenter ataupun penelitian epidemiologi.

B. Perumusan Masalah Penelitian

Sampai saat ini Kementerian Kesehatan belum memiliki instrumen yang dapat

digunakan dalam survei besar guna mengukur gangguan jiwa yang spesifik dan terarah,

yaitu depresi, cemas dan psikotik. Instrumen yang digunakan dalam survei selama ini

(SRQ-20) hanya dapat menggambarkan gangguan mental emosional pada masyarakat.

Sedangkan untuk kebutuhan program kesehatan jiwa diperlukan angka prevalensi

gangguan jiwa yang lebih spesifik misalnya yang dapat menggambarkan depresi, cemas

dan psikotik.

Data nasional terkait yang kesehatan jiwa yang lebih spesifik dan terarah

masih belum memadai, sementara program pengendalian kesehatan jiwa sangat

membutuhkan data yang spesifik dan lebih terarah untuk penerapan program yang

lebih efektif dan berdaya ungkit besar sesuai dengan kebutuhan di masyarakat.

Berdasarkan data RISKESDAS 2013, tampak adanya kesenjangan antara

permasalahan yang ada dengan pelayanan kesehatan yang tersedia. Meskipun angka

cakupan pengobatan gangguan jiwa berat relatif cukup tinggi, perlu dipertimbangkan

adanya kemungkinan ‘over estimate’ terkait keterbatasan dalam mengumpulkan data

gangguan jiwa berat yang terbatas pada yang bisa dipahami oleh keluarga responden.

Page 31: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

5

Sementara itu, masalah gangguan mental emosional juga belum bisa menggambarkan

secara spesifik terkait depresi dan cemas.

Di samping itu, pelayanan kesehatan jiwa yang sudah dijalankan sejauh ini

masih terfokus pada pelayanan kuratif penderita kesehatan jiwa berat. Upaya yang

bersifat preventif promotif gangguan jiwa berat dan gangguan mental emosional

masih terbatas. Beberapa upaya yang telah mulai dikembangkan dalam beberapa

tahun terakhir adalah upaya pengendalian kesehatan jiwa berbasis masyarakat serta

fasilitas kesehatan primer. Meskipun angka cakupan pelayanan untuk

psikosis/skizofrenia sudah mencapai 61%, masih banyak upaya yang harus lebih

ditingkatkan untuk kualitas dan keberlanjutan pengobatan. Sementara untuk gangguan

mental emosional, angka cakupan pengobatan masih sangat rendah.

Berkaitan dengan permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini

dimaksudkan untuk mengembangkan instrumen kesehatan jiwa yang spesifik dan

dapat memberikan gambaran permasalahan kesehatan jiwa yang lebih spesifik dan

terarah.

Pertanyaan Penelitian:

1. Bagaimana validitas dan reliabilitas instrumen depresi, instrumen cemas, dan

instrumen psikotik yang akan dikembangkan untuk deteksi dini gangguan jiwa?

2. Berapa proporsi penderita gangguan jiwa pada beberapa daerah di Indonesia?

3. Berapa besar kesenjangan pengobatan (treatment gap) penderita gangguan

jiwa?

4. Bagaimana pelaksanaan program kesehatan jiwa berbasis masyarakat dan

fasilitas kesehatan yang telah berjalan serta apa saja kendala dan kebutuhan ke

depan untuk perbaikan program

C. Tujuan Penelitian

C.1. Tujuan Umum

Mengetahui permasalahan kesehatan jiwa pada beberapa daerah di Indonesia.

Page 32: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

6

C.2. Tujuan Khusus

a. Mendapatkan validitas dan reliabilitas instrumen deteksi dini depresi, cemas

dan psikotik

b. Mendapatkan proporsi gangguan depresi , cemas dan psikotik

c. Mendapatkan proporsi ‘treatment gap’ pada gangguan jiwa

d. Mendapatkan gambaran program kesehatan jiwa yang berbasis masyarakat

dan fasilitas kesehatan

D. Manfaat Penelitian

a. Instrumen yang diujikan dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan

dalam survei kesehatan jiwa di masyarakat.

b. Besaran masalah dan gambaran upaya kesehatan jiwa akan memberikan

dukungan berbasis bukti untuk perbaikan program kesehatan jiwa.

Page 33: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

7

BAB II

METODE

A. Kerangka Teori

Gangguan kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan yang cukup

kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor di luar kesehatan. Beberapa studi

menunjukkan beberapa faktor yang berkaitan dengan gangguan kesehatan jiwa,

diantaranya adalah adanya kesenjangan dalam beberap aspek, seperti pendidikan,

sosial dan ekonomi. Disamping itu, faktor komunikasi dengan keluarga dan lingkungan

sosial sekitarnya juga berperan dalam kesehatan jiwa seseorang.

Gambar 1. Kerangka teori

Sumber: Social Determinant of Mental Health, WHO, 2014.

Kesenjangan

ekonomi: jenis

pekerjaan;

penghasilan;

pengeluaran

Komunikasi/hubunga

n dengan keluarga:

Pola asuh; komunikasi

dengan orang tua dan

pasangan;

Kesenjangan Sosial

(Pendidikan,

komunikasi di

masyarakat)

Periode umur tertentu:

Remaja;lansia;masa

kehamilan/kelahiran; masa

pencari kerja; masa awal

berumah tangga

Kesehatan:

Kecacatan; disabilitas;

penyakit kronik tertentu;

gangguan jiwa pada org tua

atau anggota keluarga lain;

Mental Health

disorders

Lingkungan:

Kepadatan penduduk;

bencana alam; musibah;

Deteksi dini

dan

pencegahan

Deteksi dini

dan

pencegahan

Deteksi dini

dan

pencegahan

Page 34: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

8

Sementara dalam memahami risiko gangguan jiwa serta penanganan atau

intervensi pencegahan gangguan jiwa berkaitan erat dengan determinan sosial dan

dapat dikelompokkan dalam kategori sebagai berikut (WHO, 2014):

a. Life course (siklus) hidup: Masa-masa kehamilan, pre-natal, masa awal anak-anak,

remaja, masa awal berumah tangga dan lansia.

b. Community (lingkungan masyarakat): kehidupan bertetangga, keamanan lingkungan

rumah, partisipasi masyrakat, kekerasan/kejahatan di masyarakat, gangguan yang

terjadi di lingkungan sekitar tempat tinggal (bencana alam ataupun karena

manusia).

c. Local services (pelayanan pemerintah setempat): ketersediaan pelayanan

pendidikan usia dini, pelayanan remaja, pelayanan kesehatan, kesejahteraan social,

sanitasi dan air bersih.

d. Country level factors (Faktor di tingkat nasional)

Penanggulanan kemiskinan, kesenjangan ekonomi dan sosial, diskriminasi,

kepemerintahan, hak asasi manusia, konflik bersenjata, kebijakan pemerintah untuk

meningkatkan pendidikan, kesempatan kerja, pelayanan kesehatan, perumaha dan

pelayanan pemerintah lainnya sesuai dengan kebutuhan, kebijakan jaminan sosial

yang universal atau menyeluruh. (WHO, 2014)

Page 35: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

9

B. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

Sosial, demografi, budaya, ekonomi,

Kondisi Mental

Depresi, Cemas, Psikotik

Pelayanan Kesehatan Mental

(Input, Proses, Output)

Deteksi dini

Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Upaya Kesehatan Jiwa Masyarakat

Upaya Berbasis Masyarakat

WAWANCARA : PSIKIATER

PSIKIATRI

MINI-ICD-10: ENUMERATOR

Instrumen depresi, cemas,

psikosis MINI ICD-10

valid dan reliabel

Interrater dengan

video

Page 36: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

10

Kesehatan jiwa di masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor: sosial,

demografi, budaya, ekonomi, juga pelayanan kesehatan. Dalam penelitian ini, akan

dilakukan uji validasi dan reliabilitas instrumen kesehatan jiwa untuk deteksi dini di

masyarakat. Alat ukur yang akan dinilai adalah MINI (The Mini-International

Nueropsychiatric Interview) . Sebagai standar emas adalah wawancara psikiatri oleh

psikiater. Untuk melakukan standarisasi psikiater sebagai gold standar dengan uji

inter-rater menggunakan cara penilaian terhadap video wawancara psikiatrik. Untuk

dapat menilai apakah alat ini baik digunakan, dilakukan serangkaian pemeriksaan

terhadap responden yang terdiri dari pasien gangguan jiwa (depresi, cemas, psikosis)

dan subjek normal. Alat ukur dikatakan valid apabila memiliki sensitivitas dan

spesifisitas yang optimal dengan keakuratan (agreement) di antara petugas wawancara

baik psikiater dan enumerator. Adapun upaya kesehatan jiwa yang dilaksanakan oleh

fasilitas kesehatan juga akan digali dari sisi input, proses, dan outputnya.

C. Tempat dan Waktu

Penelitian akan dilaksanakan di desa/kelurahan dengan kondisi variasi masalah

gangguan jiwa di : Kota Bogor - Provinsi Jawa Barat (mewakili daerah perkotaan Jawa

dengan prevalensi Gangguan Mental Emosional tinggi), Kabupaten Tojo Una-una -

Sulawesi Tengah (mewakili daerah non-perkotaan luar Jawa dengan prevalensi

Gangguan Mental Emosional tinggi), dan Kabupaten Jombang - Provinsi Jawa Timur

(mewakili daerah Gangguan Mental Emosional rendah dengan program desa siaga

kesehatan jiwa). Dan penelitian dilaksanakan dalam kurun waktu tahun 2017.

Page 37: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

11

D. Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan disain kros seksional (pontong

lintang) untuk informasi yang bersifat kuantitatif. Penelitian ini akan menerapkan

pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mix method).

Metode mix method yang digunakan adalah ‘concurrent triangualation

strategy’ yang menerapakan studi kualitatif dan kuantitatif dalam periode waktu yang

sama dan hasilnya dianalsisi terpisah serta saling melengkapi dalam interpretasinya.

(Creswell 2003, Terrel 2012).

Gambar 3. Disain Penelitian

E. Populasi dan Sampel

Validasi dan survey

Populasi untuk studi kuantitatif adalah penduduk usia 15 tahun ke atas pada

satu desa/kelurahan di Kota Bogor (Provinsi Jawa Barat), kabupaten Jombang (Provinsi

Jawa Timur), dan Kabupaten Tojo Una-Una (Provinsi Sulawesi Tengah).

Sampel kuantitatif adalah individu berusia 15 tahun ke atas (laki-laki dan perempuan)

yang terpilih di wilayah tersebut.

Sumber: Terrel, 2012

Quantitative Qualitative +

Quantitative

data

collection

Qualitative

data

collection

Quantitative

data analysis Qualitative

data analysis Data Results Compared

Page 38: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

12

F. Besar Sampel dan Pemilihan Sampel

Perhitungan besar sampel individu:

Untuk kepentingan jumlah sampel uji validasi (sensitivitas dan spesifisitas)

instrumen.

a. Instrumen Depresi

Jumlah Sampel Sensitivitas (Se)

Dengan Sensitivitas yang diharapkan dari penelitian yang pernah ada adalah 96%

(Sheehan, 1997), dan d=0,05 dan ditambah cadangan maka diperoleh 65 individu yang

menderita depresi.

Jumlah Sampel Spesifisitas (SP)

Dengan Spesifisitas yang diharapkan dari penelitian yang pernah ada adalah

SP=88% (Sheehan, 1997) dan w=0,05 maka diperoleh 178 individu nornal.

b. Instrumen Cemas

Jumlah Sampel Sensitivitas (Se)

Dengan Sensitivitas instrumen cemas yang diharapkan dari penelitian yang

pernah ada adalah 91% (Sheehan, 1997), dan d=0,05 dan ditambah cadangan maka

diperoleh 138 individu yang mederita cemas.

Jumlah Sampel Spesifisitas (SP)

Dengan Spesifisitas instrumen cemas yang diharapkan dari penelitian yang

pernah ada adalah SP=86% (Sheehan, 1997) dan w=0,05 maka diperoleh 204 individu

normal.

c. Instrumen Psikotik

2

2 2 / 1 ) 1 (

d

Se Se z n

Page 39: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

13

Jumlah Sampel Sensitivitas (SN)

Dengan Sensitivitas instrumen psikotik yang diharapkan dari penelitian yang

pernah ada adalah 84% (Sheehan, 1997), dan d=0,05 dan ditambah cadangan maka

diperoleh 227 individu menderita psikotik.

Jumlah Sampel Spesifisitas (SP)

Dengan Spesifisitas instrumen psikotik yang diharapkan dari penelitian yang

pernah ada adalah SP=89% (Sheehan, 1997) dan w=0,05 maka diperoleh 165 individu

normal.

Sehingga untuk sampel yang akan diwawancara untuk uji validasi adalah

sejumlah 978 individu yang terdiri dari 431 orang penderita dan 547 orang normal

yang akan diwawancara dengan instrumen MINI dan oleh psikiater.

Sampel Se Sampel Sp

Instrumen MINI-depresi 65 178

Instrumen MINI-Cemas 138 204

Instrumen MINI-Psikotik 227 165

Jumlah sampel penderita 431 -

Jumlah sampel normal - 547

Sampel Survey

2

2

2 / 1

) x deff 1 (

d

P P z

n

Page 40: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

14

Untuk kepentingan gambaran proporsi, dengan angka prevalensi cemas di

populasi umum (Kessler, 1999) 3,2%, dengan nilai confident interval 95%, nilai absolute

precision (d) 0.02, dan dikalikan deff=2 didapatkan jumlah sampel sebesar 595 orang.

Dengan angka prevalensi depresi di populasi umum (Kessler, 1999) 12,2%,

dengan nilai confident interval 95%, nilai absolute precision (d) 0.05, dan dikalikan

deff=2 didapatkan jumlah sampel sebesar 330 orang.

Dengan angka prevalensi psikotik di populasi umum diperkirakan 1%, dengan

nilai confident interval 95%, nilai absolute precision (d) 0.01, dan dikalikan deff=2

didapatkan jumlah sampel sebesar 761 orang.

Sehingga sampel untuk survey adalah 761 orang per kabupaten/kota.

Pemilihan sampel

Untuk sampel uji instrumen, sampel diambil secara purpossive dari daftar pasien

RS Jiwa pemerintah yang memenuhi kelompok umur < 65 tahun dan >= 65 tahun,

kelompok pendidikan rendah (<=SMP) dan pendidikan tinggi (>= SMA), dan kelompok

laki-laki dan perempuan. Dan juga sampel dari penduduk masyarakat umum yang

berasal dari wilayah tempat tinggal (kecamatan) yang sama dari sampel yang diperoleh

dari daftar RS.

Pengambilan sampel gambaran proporsi dilakukan secara stratified random

sampling. Dilakukan pengelompokkan kecamatan di masing – masing kabupaten kota

berdasarkan proporsi penderita ODGJ di masing-masing kecamatan, yaitu kecamatan

dengan ODGJ di atas rata-rata kabupaten dan kecamatan dengan proporsi di bawah

rata-rata. Dari masing-masing kelompok kecamatan, dipilih secara acak sejumlah

kecamatan secara proporsional. dari masing-masing kecamatan tersebut, dipilih lagi

secara acak satu desa. Di setiap desa dihitung secara proporsional penduduk untuk

mendapatkan jumlah sampel di setiap desa. Dari tiap desa dipilih lima Rukun Tetangga

secara acak. Dari setiap Rukun Tetangga diperoleh daftar (sampling frame) Rumah

Tangga, dan dipilih secara acak sejumlah Rumah Tangga. Sampel responden di setiap

Rukun Tetangga dihitung dari jumlah sampel untuk setiap desa dibagi rata dalam lima

Page 41: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

15

rukun tetangga. Seluruh individu berusia >= 15 tahun di Rumah tangga terpilih, diambil

sebagai sampel.

Pemilihan sampel fasilitas kesehatan adalah dengan mengambil seluruh fasilitas

kesehatan yang ada di wilayah terpilih, baik berupa puskesmas ataupun posyandu.

Informan masyarakat diambil secara purpossive dari keluarga responden yang positif

menderita gangguan jiwa serta dari tokoh masyarakat. Adapun informan dari fasilitas

adalah tenaga kesehatan pelaksana program kesehatan jiwa serta pimpinan fasilitas

kesehatan.

Video Wawancara Psikiatrik

Pembuatan video wawancara psikiatrik bertujuan sebagai sarana (tools) inter-

rater para psikiater (gold standar). Responden untuk video wawancara psikiatrik

sejumlah 30 orang yang terdiri dari: 3 pasien depresi berat, 2 pasien depresi sedang, 5

orang pasien cemas, 5 orang pasien psikotik rawat inap, 5 orang pasien psikotik rawat

jalan, 10 orang normal. Rensponden dipilih secara purpossive. Responden psikotik

rawat inap dipilih dari bangsal perawatan stabilisasi, dimana kondisi sudah terkontrol.

Pengumpulan data kualitatif

Informan penelitian kualitatif

1. Tenaga kesehatan yang bertanggung jawab terhadap program dan pelayanan

kesehatan jiwa di tingkat puskesmas, dinkes kab/kota dan provinsi. – 6 orang per

wilayah

2. Tokoh masyarakat atau anggota masyrakat yang berkaitan dengan pelayanan

kesehatan jiwa (kepala desa, PKK, anggota atau tokoh masyarakat lainnya) – 8

orang per wilayah

3. Kader kesehatan – 4 orang per wilayah

4. Organisasi profesi – 2 orang per wilayah

5. Pasien dan keluarga – 6 orang

Page 42: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

16

G. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi:

- Laki-laki dan perempuan usia 15 tahun ke atas yang tinggal sebagai penduduk

tetap di kecamatan di provinsi terpilih.

Kriteria eksklusi:

- Mengalami kesulitan ingatan dan komunikasi yang parah sehingga tidak dapat

memberikan informasi atau jawaban yang mewakili dirinya secara akurat.

H. Variabel

Variabel yang akan dianalisis mencakup:

Kesehatan jiwa:

Depresi, cemas, psikosis/schizprenia, riwayat berobat.

Sosial ekonomi:

Pendidikan, pekerjaan, umur, jenis kelamin, pencarian pengobatan.

Di samping data kuantitatif primer, akan dilakukan juga pengumpulan data

kuantitatif sekunder yang meliputi data dari Puskesmas dan posyandu setempat,

berupa data input (tenaga kesehatan, ketersediaan obat), proses (program kesehatan

jiwa yang berjalan), output (cakupan kegiatan).

Data kualitatif ditujukan untuk mendapatkan gambaran aspek sosial budaya

terkait gangguan kesehatan jiwa, peran keluarga, peran masyarakat sekitar, akses

terhadap pelayanan kesehatan, kualitas pelayanan kesehatan.

Topik yang akan digali mencakup: kebutuhan, kendala, harapan, nilai dan sikap

terhadap kesehatan jiwa (cemas, depresi, schizrophenia).

Page 43: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

17

I. Definisi Operasional

No Variabel Definisi

1. Depresi adalah salah satu gangguan suasana perasaan, terdiri dari

sekumpulan gejala yang terutama ditandai oleh adanya: (a).

perasaan yang sedih/murung, (b). kehilangan minat, (c). tidak

bertenaga dan mudah lelah; yang dapat menyebabkan

terganggunya aktivitas sampai paling tidak 2 minggu. Gejala lain

yaitu konsentrasi dan perhatian berkurang, gangguan pola

makan, adanya gagasan atau perbuatan membahayakan diri/

bunuh diri, gangguan tidur, harga diri dan kepercayaan diri

berkurang, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis,

serta perasaan tidak berguna/ rasa bersalah.

2. cemas adalah suatu perasaan yang tidak nyaman, khawatir, yang

disertai dengan gejala-gejala otonom seperti sakit kepala,

perspirasi/berkeringat, palpitasi/jantung berdebar, rasa tidak

enak perut, atau kegelisahan motorik/fisik, yang dapat

mengganggu aktivitas sehari hari.

3. Psikosis/

Schizprenia

adalah kondisi mental/jiwa saat realitas menjadi sangat

terdistorsi yang berakibat pada timbulnya gejala seperti waham,

halusinasi dan gangguan pikiran. Orang dengan skizofrenia atau

gangguan psikotik lainnya tidak hanya menderita gejala psikotik,

tetapi juga gejala lain seperti psikomotor yang abnormal,

gangguan mood/afek, defisit kognitif, dan perilaku yang kacau.

4. riwayat berobat Informasi yang berkaitan dengan pengobatan gangguan jiwa

yang pernah dijalani oleh responden

5. Pendidikan Tingkat pendidikan tertinggi yang telah dicapai

6. Pekerjaan Pekerjaan utama responden

7. Kepemilikan Kepemilikan atas barang yang ada di rumah tangga

8. Umur Umur responden sesuai ulang tahun terakhir

9. Jenis kelamin Jenis kelamin responden

10. Pencarian Perilaku responden dalam mengakses pelayanan kesehatan

Page 44: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

18

pengobatan untuk mencari kesembuhan

11. Tenaga

kesehatan

Tenaga kesehatan pelaksana kegiatan upaya kesehatan jiwa

12. Ketersediaan

obat

Ketersediaan obat bagi penderita gangguan jiwa

13. Program

kesehatan jiwa

Upaya kesehatan jiwa yang berjalan di puskesmas atau

posyandu baik berupa penyuluhan

J. Instrumen dan Pengumpulan Data

Sampel akan diwawancara menggunakan instrumen :

1. MINI- Depresi (dalam 2 minggu terakhir, 10 pertanyaan Ya/Tidak)

2. MINI-Cemas (dalam 6 bulan terakhir, 23 pertanyaan Ya/Tidak)

3. MINI-Psikotik (seumur hidup, 7 pertanyaan Ya/Tidak)

4. SRQ (menggambarkan gangguan mental emosional umum, dalam 2 minggu

terakhir, 20 pertanyaan Ya/Tidak)

5. Instrumen wawancara oleh psikiatri (sebagai gold standard penilaian validitas

instrumen SRQ, depresi, cemas, psikotik)

Pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui wawancara medalam dengan topik:

1. Pemahaman tentang gangguan kesehatan jiwa (depresi, cemas, psikotik) dari

perspektif: Nakes, Lintas sektor terkait, Masyarakat (toma, kader, pasien dan

keluarg, dll), Organisasi profesi terkait kesehatan jiwa

2. Tradisi dan budaya terkait kesehatan jiwa (depresi, cemas, psikotik)

3. Program dan kebijakan yang ada terkait kesehatan jiwa : Pelaksanaannya,

Kendala, Rencana ke depan, Kebutuhan

4. Peran dan kebutuhan pelayanan dan pencegahan kesehatan jiwa dari

perspektif: lintas sector, masyarakat,

5. Stigma dan persepsi terkait gangguan kesehatan jiwa (cemas, depresi, psikotik)

dari perspektif: nakes, masyarakat dan toma,aparat setempat

Page 45: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

19

6. Upaya pelayanan gangguan kesehatan jiwa (cemas, depresi, psikotik) termasuk

kegiatan dan sumber daya yang ada dari persepektif: Nakes, Masyarakat dan

toma, Organisasi profesi, Pasien , Keluarga pasien

7. Upaya pencegahan gangguan kesehtan jiwa (cemas, depresi, psikotif) terkait

kegiatan dan sumber daya dari perspektif: Nakes, Masyarakat, kader dan toma,

Organisasi profesi

K. Prosedur Kerja

1. Persiapan: pembahasan protokol, pre instrumen

2. Finalisasi protokol dan pengajuan ethical clearens

3. Pembahasan instrumen

a. Pembahasan isntrumen intern tim

b. Ujicoba kuesioner terbatas pada 10 responden

c. Pembahasan hasil uji coba terbatas dan perbaikan instrumen

d. Persiapan pembuatan video: 3 depresi berat, 2 depresi sedang, 5 orang

cemas, 5 orang psikotik rawat inap, 5orang psikotik rawat jalan, 10

orang normal)

e. Kunjungan dan izin pembuatan video di RS Marzuki Mahdi

4. Pembuatan video untuk rekrutment psikiater, editing video dan finalisasi

video

5. Rekrutmen psikiater, enumerator, pe ngurusan izin di daerah penelitian

6. Persiapan uji validasi

7. Pelaihan psikiater dan enumerator

8. Uji validasi

9. Analisis hasil uji validasi

10. Survey untuk mendapatkan gambaran proporsi dan kualitatif gambaran

program kesehatan jiwa berbasis masyarakat

11. Entry data survey, cleaning dan analisis

12. Penyusunan laporan

13. Diseminasi

Page 46: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

20

Gambar 4. Alur/Prosedur Penelitian

Penyusunan laporan

Persiapan (finalisasi protokol, pre instrumen, etik)

Pembahasan instrumen

(pakar psikiater, antropolog, sosial, budaya) – ujicoba terbatas

instrumen

Perizinan dan persiapan lapangan Kota Bogor: listing responden

Kabupaten Jombang: listing responden Kabupaten Tojo Una-una: listing responden

Pembuatan video sebagai alat rekrutmen psikiater

Pelatihan Enumerator

Pelaksanaan Uji Validasi: Kota Bogor, Kabupaten Jombang, Kabupaten Tojo

Una-una

Analisis proporsi dan treatment gap

Rekrutmen tenaga psikiater (sebagai gold

standar) dan tenaga enumerator

Survey untuk mendapatan angka proporsi: Kota Bogor,

Kabupaten Jombang, Kabupaten Tojo Una-una

Analisis reliabilitas, sensitivitas dan spesivisitas

Page 47: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

21

Penelitian ini diawali dengan finalisasi protokol dan persiapan untuk

pengajuan etik. Dilanjutkan pembahasan instrumen deteksi dini (depersi, cemas dan

psikosis dari instrumen MINI. Pembuatan video yang akan digunakan sebagai alat

untuk rekrutmen psikiater. Kegiatan dilanjutkan dengan rekrutmen enumerator yang

akan mewawancara responden menggunakan instrumen SRQ-20, MINI-cemas, MINI-

depresi, MINI-psikosis, yaitu dari tenaga kesehatan non-spesifik jiwa. Juga dilakukan

rekrutmen tenaga psikiater yang hasil wawancaranya akan menjadi gold standar dalam

uji instrumen. Dalam rekrutmen psikiater dilakukan dengan metode penayangan video

untuk selanjutnya dipilih psikiater dengan diagnosis yang sama untuk kasus video yang

ditampilkan, sehingga antar psikiater sebagai alat ukur memiliki standar yang sama.

Responden pasien gangguan jiwa didampingi oleh keluarga saat wawancara

pembuatan video. Responden psikotik rawat inap dipilih dari bangsal perawatan

stabilisasi, dimana kondisi sudah terkontrol. Saat pembuatan video berlangsung,

responden psikotik rawat inap didampingi oleh petugas ruangan. Pembuatan video

dilakukan dengan beberapa ketentuan:

- Ruangan : tertutup, mempunyai pintu, bersih dan nyaman .

- Suasana relax.

- Psikiater mengenakan pakaian bebas rapih, dengan jas dokter

- Mebeler : meja tulis/kerja, kursi untuk masing-masing psikiater dan subjek.

- ATK : pulpen, kertas.

- Responden memasuki ruangan dan mengambil tempat duduk.

- Psikiater mengucapkan salam.

- Setelah responden duduk dan dalam suasana relax, psikiater memperkenalkan diri

secara singkat, menyampaikan maksud wawancara dan perekaman proses

wawancara dengan membacakan naskah penjelasan. Psikiater meminta

tandatangan persetujuan responden jika responden menyetujui ikut serta dalam

pembuatan video.

- responden diminta menyebutkan identitas umur, tempat tinggal, pendidikan,

pekerjaan, status perkawinan dan lain-lain yang dianggap perlu.

Page 48: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

22

- Psikiater bertanya tentang keluhan utama yaitu keluhan yang menyebabkan

responden datang ke tempat itu.

- Apabila diperlukan , psikiater dapat melakukan pemeriksaan vital sign.

Selanjutnya adalah perizinan ke wilayah penelitian dan penyiapan sampel

responden dengan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan serta puskesmas dan untuk

mendapatkan informasi sampel yang diharapkan.

Dalam pelaksanaan, sampel individu akan diwawancara oleh enumerator

dengan instrumen MINI-cemas, MINI-depresi, MINI-psikosis, SRQ-20 dan juga

diwawancara oleh psikiater menggunakan wawancara psikiatris. Hal ini bertujuan

untuk mengukur validitas instrumen MINI terhadap hasil wawancara psikiatris psikiater

(sebagai gold standar). Adapun untuk mengukur reliabilitas instrumen MINI, maka

sejumlah 30 responden per kabupaten juga akan diwawancara dua kali menggunakan

instrumen MINI yang dikembangkan dengan jeda waktu kurang lebih satu - dua hari

dengan enumerator yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk menilai reliabilitas

instrumen. Untuk mendapatkan gambaran proporsi dan treatment gap dilakukan

survey di daerah yang sama.

Untuk menggali informasi aspek sosial budaya terkait gangguan kesehatan

jiwa, peran keluarga, peran masyarakat sekitar, akses terhadap pelayanan kesehatan,

kualitas pelayanan kesehatan, kebutuhan, kendala, harapan, nilai dan sikap terhadap

kesehatan jiwa (cemas, depresi, schizrophenia), maka akan dilakukan FGD dan

wawancara mendalam bagi informan dari masyarakat, tokoh masyarakat dan tenaga

kesehatan.

L. Manajemen dan Analisis Data

Untuk kepentingan uji validasi, akan dilakukan uji sensitivitas dan spesifisitas

instrumen cemas, instrumen depresi, instrumen psikotik dan SRQ-20 terhadap hasil

wawancara oleh Psikiater (sebagai gold standard). Serta membandingkan hasil SRQ-20

terhadap hasil instrumen cemas, instrumen depresi, dan instrumen psikotik.

Reliabilitas instrumen akan diukur dari hasil wawancara oleh dua enumerator yang

Page 49: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

23

berbeda. Untuk data survey akan dianalisis gambaran proporsi serta treatment gap.

Selain itu, juga akan dilakukan bivariate variabel gangguan jiwa dengan beberapa

faktor risiko yang ada dikumpulkan dalam instrumen. Data akan dianalisis secara

terpisah untuk data kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif akan dianalisi secara

tematik sesuai dengan hasil wawancara.

Page 50: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

24

BAB III

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

A1. Kota Bogor

a. Keadaan Geografis

Kota Bogor merupakan wilayah yang istimewa. Kota Bogor terletak 59 KM

sebelah selatan Jakarta dan wilayahnya berada di tengah-tengah wilayah

Kabupaten Bogor. Bogor dikenal dengan julukan kota hujan, karena memiliki

curah hujan yang sangat tinggi. Pada masa Kolonial Belanda, Bogor dikenal

dengan nama Buitenzorg (pengucapan: boit'n-zôrkh", bœit') yang berarti "tanpa

kecemasan" atau "aman tenteram".

Kota Bogor telah lama dikenal sebagai pusat pendidikan dan penelitian

pertanian nasional., yaitu adanya lembaga dan balai penelitian pertanian dan

biologi serta Institut Pertanian Bogor. Selain itu Kota Bogor juga memiliki banyak

tujuan wisata salah satunya Kebun Raya Bogor.

Kota Bogor dikelilingi oleh Wilayah Kabupaten Bogor yaitu sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Bojong Gede, dan Kec.

Sukaraja Kabupaten Bogor.

Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi,

Kabupaten Bogor.

Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas,

Kabupaten Bogor.

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin,

Kabupaten Bogor.

Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106’ 48’ BT dan 6’ 26’ LS,

kedudukan geografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor

serta lokasinya sangat dekat dengan Ibukota Negara, merupakan potensi yang

strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat

kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan

Page 51: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

25

pariwisata. Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 190 m dan

maksimum 330 m dari permukaan laut.

Kondisi iklim di Kota Bogor suhu rata-rata tiap bulan 26’ C dengan suhu

terendah 21,8’ C dengan suhu tertinggi 30,4’ C. Kelembaban udara 70 %, Curah

hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500 – 4000 mm dengan curah hujan

terbesar pada bulan Desember dan Januari.

Secara administrasi Kota Bogor memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha

terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Kemudian Secara Administratif kota

Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa (lima

diantaranya termasuk desa tertinggal yaitu desa Pamoyanan, Genteng,

Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210 dusun, 623 RW, 2.712 RT.

b. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk kota Bogor menurut BPS Kota Bogor tahun 2016 ialah

sebanyak 1.064.687 orang yang terdiri dari 540.288 penduduk berjenis kelamin

laki-laki dan sebanyak 524.399 perempuan. Kepadatan penduduk di Kota Bogor

pada tahun 2016 mencapai 8985 orang per km2. Kecamatan yang paling padat

penduduknya ialah kecamatan Bogor Tengah dengan kepadatan penduduk

sebesar 12807/km2. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk

terendah ialah di Kecamatan Bogor Selatan dengan angka kepadatan sebesar

6.302/km2.

Berdasarkan komposisi penduduk, kelompok umur dewasa muda (30 – 34

tahun) mendominasi jumlah penduduk yaitu sebanyak 94.246 penduduk dan

jumlah kelompok lansia (70-74 tahun) merupakan yang terkecil sejumlah 15.851

penduduk.

Tingkat pendidikan di Kota Bogor yang dilihat dari lama sekolah menurut

BPS Kota Bogor berada pada angka 10,5. Artinya lama sekolah yang ditamatkan

rata-rata penduduk ialah selama 10.5 tahun dengan demikian ada anak yang

masih putus sekolah atau tidak melanjutkan.

Secara umum penduduk Kota Bogor bekerja pada lapangan pekerjaan

perdagangan dan jasa, dengan sejumlah 120.802 orang bekerja pada lapangan

Page 52: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

26

pekerjaan perdagangan, rumah makan dan hotel, serta sebanyak 119.126 orang

yang bekerja di sektor jasa.

c. Situasi Derajat Kesehatan

Ketersediaan data amat penting penyusunan perencanaan program yang

“evidence base” sehingga diharapkan dengan data dan informasi yang akurat

maka upaya-upaya program yang direncanakan betul-betul dapat menyelesaikan

permasalahan kesehatan yang muncul di masyarakat.

Ketersediaan data di Kota Bogor diupayakan melalui pencatatan dan

pelaporan rutin maupun yang berasal dari masyarakat. Salah satu dokumen yang

dihasilkan dari kegiatan pengumpulan dan pengolahan data kesehatan sebagai

salah satu prasyarat terlaksananya perencanaan kesehatan yang “evidence base”

adalah profil kesehatan Kota Bogor Tahun 2016 berikut ini.

Tabel A-1. Data 10 penyakit utama yang dirawat jalan di Puskesmas untuk golongan 5-44 tahun di Kota Bogor tahun 2016

Sumber: Profil kesehatan Kota Bogor 2016

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit hipertensi termasuk

penyakit tidak menular (PTM) masuk dalam 3 besar sepuluh penyakit terbanyak

yang ditemukan dan dilayani di Puskesmas di Kota Bogor.

Page 53: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

27

Tabel A-2. Data jumlah kunjungan pasien jiwa yang berkunjung di puskesmas dan rumah

sakit Kota Bogor tahun 2016

Sumber: Profil kesehatan Kota Bogor 2016

Jumlah pelayanan yang diperiksa deteksi dini di rumah sakit di Kota Bogor

(RS Marzuki Mahdi, BMC dan Medika Dramaga) pada tahun 2016 ialah sejumlah

21.154 kunjungan. Sedangkan jumlah pelayanan pasien jiwa di puskesmas lebih

banyak daripada di rumah sakit yaitu sebanyak 22.147 kunjungan. Hal ini

menunjukkan bahwa terjadinya kepercayaan masyarakat terhadap layanan jiwa

di puskesmas di Kota Bogor.

d. Kecamatan Tempat Penelitian

Penelitian ini mengambil 3 kecamatan sebagai lokasi penelitian yaitu

Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Tanah Sareal dan Kecamatan Bogor Timur.

Kecamatan Bogor Tengah memiliki luas wilayah 8.13 km2, memiliki sejumlah 11

kelurahan. Jumlah penduduk sebanyak 104.682 penduduk dengan jumlah laki-

laki 52.827 orang dan jumlah penduduk perempuan 51.855 orang. Sedangkan

Kecamatan Tanah Sareal memiliki luas wilayah 18.84 km2, memiliki sejumlah 11

kelurahan. Jumlah penduduk sebanyak 226.906 penduduk dengan jumlah laki-

laki 115.053 orang dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 111.853

orang.Kecamatan Bogor Timur memiliki luas wilayah 10.15 km2, memiliki

Page 54: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

28

sejumlah 6 kelurahan. Jumlah penduduk sebanyak 104.737 orang dengan jumlah

laki-laki 52.855 orang dan jumlah penduduk perempuan 51.882 penduduk orang.

A2. Kabupaten Jombang

a. Keadaan Geografis

Kabupaten Jombang mempunyai letak yang sangat strategis, karena

berada pada bagian tengah Jawa Timur dan dilintasi Jalan Arteri Primer

Surabaya–Madiun dan Jalan Kolektor Primer Malang–Babat. Adapun batasbatas

wilayah Kabupaten Jombang adalah:

Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lamongan

Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto

Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk

Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Malang dan Kabupaten

Kediri

Gambar 5. Peta wilayah Kabupaten Jombang

Page 55: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

29

Secara geografis, Kabupaten Jombang terbentang pada 1120 03’ 46,57”

sampai 1120 27’ 21,26” Bujur Timur dan berada di sebelah selatan garis

Khatulistiwa yaitu pada 07 0 20’ 37 dan 07 0 46’ 45” Lintang Selatan dan dengan

luas wilayah 1.159,50 km2 atau sekitar 2,4 % luas wilayah Propinsi Jawa Timur.

Ibukota Kabupaten Jombang terletak pada ketinggian ± 44 m di atas permukaan

laut.

Secara administrasi, Kabupaten Jombang terbagi menjadi 21 kecamatan

yang terdiri dari 302 desa dan 4 kelurahan serta meliputi 1.258 dusun. Ditinjau

dari komposisi jumlah desa/kelurahan, Kecamatan Sumobito memiliki jumlah

desa terbanyak yaitu 21 desa. Namun bila ditinjau dari luas wilayah, terdapat 3

Kecamatan yang memiliki wilayah terluas, yaitu Kecamatan Wonosalam dengan

luas 121,63 km2, Kecamatan Plandaan dengan luas 120,40 km2 dan Kecamatan

Kabuh dengan luas 97,35 km2.

Secara topografis, Kabupaten Jombang dibagi menjadi tiga sub area, yaitu :

1. Kawasan Utara, bagian pegunungan kapur muda Kendeng yang sebagian

besar mempunyai fisiologi mendatar dan sebagian besar berbukit,

meliputi Kecamatan Plandaan, Kabuh, Ploso, Kudu dan Ngusikan.

2. Kawasan Tengah, sebelah selatan sungai Brantas, sebagian besar

merupakan tanah pertanian yang cocok bagi tanaman padi dan palawija

karena irigasinya cukup bagus, meliputi Kecamatan Bandar Kedung

Mulyo, Perak, Gudo, Diwek, Mojoagung, Sumobito, Jogoroto, Peterongan,

Jombang, Megaluh, Tembelang, dan Kesamben.

3. Kawasan Selatan, merupakan tanah pegunungan, cocok untuk tanaman

perkebunan, meliputi Kecamatan Ngoro, Bareng, Mojowarno dan

Wonosalam.

Page 56: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

30

b. Keadaan Demografi

Proyeksi penduduk Kabupaten Jombang berdasar sensus BPS Propinsi

Jawa Timur tahun 2010 untuk tahun 2016 adalah 1.247.303 jiwa, dengan 368.211

rumah tangga/KK atau rata-rata 3,39 jiwa per rumah tangga. Luas wilayah

kabupaten Jombang 1.159 km², sehingga tingkat kepadatan penduduk mencapai

1.076/ km². Tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Kecamatan Jombang

sebesar 3647 jiwa/ km² sedangkan yang terendah adalah di Kecamatan

Wonosalam sebesar 268 jiwa/ km².

Rasio jenis kelamin di Kabupaten Jombang pada tahun 2016 adalah 98.96

artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki.

Berdasarkan komposisi penduduk, kelompok umur remaja (15 – 19 tahun)

mendominasi persentase jumlah penduduk (8,39%) dan persentase kelompok

umur bayi (<1 tahun) merupakan yang terkecil (1,62%). Jumlah penduduk laki-

laki 620.307 dan jumlah penduduk perempuan 626.881.

Menurut data yang diperoleh dari Indeks Pembangunan Manusia,

Bappeda Kabupaten Jombang diketahui angka melek huruf kabupaten Jombang

tahun 2016 pada penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 97,81%. Kondisi ini

menurun dibanding tahun 2015 dimana angka melek huruf. Kabupaten Jombang

adalah 99,53%. Capaian tersebut berada dalam kategori tingkat atas. Sedangkan

angka partisipasi sekolah 73,77% dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan

paling banyak adalah diploma.

Jumlah penduduk Kabupaten Jombang 607.856 atau sekitar 48,73%.

Struktur ekonomi Kabupaten Jombang bertumpu pada empat sektor utama,

yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan

sektor jasa. Sektor pertanian masih menunjukkan dominasinya sebagai sektor

terbesar dalam perekonomian Kabupaten Jombang, disusul perdagangan dan

reparasi serta industri pengolahan yang merupakan penyumbang tertinggi kedua

dan ketiga. Sektor-sektor tersebut sangat dominan di Kabupaten Jombang

karena jumlah dari ketiganya mencapai 64,3% dari total Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB). Sedangkan jumlah keempat belas sektor lainnya hanya

mampu menyumbang 35,7% dari total PDRB.

Page 57: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

31

c. Situasi Derajat Kesehatan

Angka kesakitan penduduk diperoleh dari data yang berasal dari

masyarakat (Community Based Data) melalui studi morbiditas dan hasil

pengumpulan data baik dari Dinas Kesehatan yang bersumber dari Puskesmas

maupun dari sarana pelayanan kesehatan (Facility Based Data) melalui sistem

pencatatan dan pelaporan. Berdasarkan laporan dari Puskesmas diketahui bahwa

penyakit yang paling banyak diderita masyarakat di Kabupaten Jombang tahun

2016 meliputi penyakit infeksi dan degeneratif.

Tabel A-3. Data 10 Penyakit Terbanyak di Kabupaten Jombang Tahun 2016

No ICD X Jenis Penyakit Jumlah Persentase terhadap Total Penderita

1 J00 Nasofaringitis akut (common cold) 62.754 20,16 2 J06 Infeksi akut pernafasan atas lainnya 40.738 13,09 3 I10 Hipertensi 35.130 11,29 4 M79 Gangguan jaringan ikat, otot, sinovium,

tendon dan jaringan lunak lainnya 17.125 5,50

5 E14 Diabetes Mellitus 16.490 5,30 6 K29 Gastritis, tidak ditentukan 16.316 5,24 7 K31 Penyakit oesophagus, lambung dan usus

dua belas jari 14.769 4,75

8 M25 Penyakit sendi 14.520 4,67 9 J06.9 ISPA bagian atas, tidak ditentukan 11.459 3,68 10 L30 Dermatitis dan eksem 10.774 3.46

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten Jombang Tahun 2016

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit hipertensi termasuk

penyakit tidak menular (PTM) masuk dalam 3 besar sepuluh penyakit terbanyak

yang ditemukan dan dilayani di Puskesmas. Selain hipertensi, PTM yang masuk

sepuluh penyakit terbanyak adalah Diabetes Melitus dan penyakit sendi.

d. Kecamatan Tempat Penelitian

Penelitian ini mengambil dua kecamatan sebagai lokasi penelitian yaitu

kecamatan Perak dan Kecamatan Diwek. Kecamatan Perak memiliki luas wilayah

29,05 km2 atau 2,51% dari total wilayah Kab. Jombang, memiliki 13 desa dan 36

dusun. Jumlah penduduk kecamatan Perak sebanyak 55.223 dan laju

pertumbuhan penduduk 1,75%. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 26.341 dan

Page 58: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

32

perempuan 26.882. Desa yang dijadikan lokasi penelitian adalah desa Kepuh

Kajang.

Sedangkan Kecamatan Diwek memiliki luas wilayah 47,70 km2 atau

4,11%, memiliki 20 desa dan 100 dusun. Jumlah penduduk Kecamatan Diwek

sebanyak 107.800 dan laju pertumbuhan penduduk 2,74%. Jumlah penduduk

laki-laki sebanyak 54.378 dan perempuan 53.442. Desa yang menjadi lokasi

penelitian adalah desa Cukir dan desa Ngudirejo.

A3. Kabupaten Tojo Una-una

a. Keadaan Geografis Touna

Kabupaten Tojo Una-Una adalah salah satu dari 13 Kabupaten/Kota di

Provinsi Sulawesi Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Ampana. Semula

kabupaten ini masuk dalam wilayah Kabupaten Poso, pada tanggal 18 Desember

2003 berdasarkan UU No. 32 Tahun 2003 Kabupaten ini berdiri sendiri.

Kabupaten ini memiliki luas wilayah 5.726 km² dan berpenduduk sebanyak

99.866 jiwa.

Gambar 6. Peta wilayah Kabupaten Tojo Una-Una

Kabupaten Tojo Una-Una memiliki batas bagian utara dengan provinsi

Gorontalo, bagian selatan berbatasan dengan kabupaten Morowali, bagian timur

Page 59: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

33

berbatasan dengan kabupaten Banggai dan bagian barat berbatasan dengan

kabupaten Poso. Luas wilayah Kabupaten Tojo Una-Una sebesar 9.292,36 km2,

yang terdiri dari luas wilayah daratan 5.721,51 km2, dan wilayah lautan seluas

3.570,83 km2. Sebagian besar merupakan kawasan pegunungan dan perbukitan,

ketinggian wilayah 500 m dpl. Kabupaten Tojo Una-Una memiliki 12 kecamatan,

terdiri dari 6 kecamatan wilayah daratan dan 6 kecamatan di kepulauan.

Kecamatan yang berada di wilayah daratan yaitu Ampana Kota, Ampana Tete,

Ratolindo, Ulubongka, Tojo dan Tojo Barat. Sedangkan kecamatan yang di

kepulauan adalah Una-una, Togean, Batudaka, Walea Kepulauan, Talatako dan

Walea Besar.

Gambar 7. Luas wilayah menurut kecamatan di Kabupaten Tojo Una-Una

b. Keadaan Demografi

Jumlah total penduduk sebanyak 149.214 jiwa, penduduk laki-laki 76.315

jiwa dan perempuan 72.899 jiwa. Jumlah penduduk yang bekerja sebanyak

70.974 jiwa, laki-lako bekerja sebanyak 45.397 jiwa dan perempuan 25.577 jiwa.

Kepadatan penduduk di Kabupaten Tojo Una-Una adalah 26 jiwa/km2,

dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga 4 orang. Kepadatan

penduduk di 12 kecamatan cukup beragam dengan kepadatan penduduk

Page 60: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

34

tertinggi di kecamatan Ratolindo dengan kepadatan sebesar 413 jiwa/km2 dan

terendah di kecamatan Ulubongka dengan kepadatan sebesar 10 jiwa/km2.

Gambar 8. Piramid penduduk Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2016

Jumlah penduduk berumur di atas 15 tahun yang bekerja dengan status

pekerjaan di Kabupaten Tojo Una-Una menurut jenis kelamin dapat dilihat di

table 1.

Tabel A-4. Jumlah Penduduk di Atas 15 Tahun yang Bekerja menurut Jenis Kelamin.

Status Pekerjaan Utama Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

Berusaha sendiri 6.351 2.702 9.053

Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak di bayar

14.399 4.216 18.615

Berusaha dibantu buruh tetap/buruh di bayar

2.274 317 2.591

Buruh/karyawan/pegawai 12.504 7.504 20.008

Pekerja Bebas 4.782 1.451 6.233

Pekerja keluarga/tidak di bayar 5.087 9.387 14.474

Sumber : Survey Angkatan Kerja Nasional Agustus

Pendidikan tertinggi yang ditamatkan dibedakan menurut angkatan kerja

penduduk Kabupaten Tojo Una-Una dapat dilihat pada table 2 di bawah.

Page 61: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

35

Tabel A-5. Jumlah Pendidikan Tertinggi yag Ditamatkan Penduduk menurut Angkatan

Kerja.

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Angkatan Kerja Bukan Angkatan

Kerja Bekerja Pengangguran

Terbuka

Tidak/belum pernah sekolah 492 0 208

Tidak/belum tamat SD 9.799 0 4.436

Tamat Sekolah Dasar (SD) 28.279 498 10.974

Tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP)

12.122 366 9.331

Tamat Sekolah Menengah Atas (SMA)

8.915 791 2.422

Tamat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

3.245 536 934

Diploma I/II/III/Akademi 4.055 229 228

Universitas 4.067 248 463 Sumber : Survey Angkatan Kerja Nasional Agustus

Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Tojo Una-Una, terdiri dari

fasilitas pelayanan puskesmas, rumah sakit, dan UKBM (upaya kesehatan

bersumberdaya masyarakat). Puskesmas di wilayah Kabupaten Tojo Una-Una ada

13 Puskesmas yang berada di 12 kecamatan. Puskesmas di wilayah daratan

sebanyak 8 puskesmas dan 5 puskesmas di wilayah kepulauan/laut.

Tabel A-6. Jenis Sarana Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2016

No Jenis Sarana Kesehatan Jumlah

1 Rumah Sakit 2

2 Puskesmas Rawat Inap 6

3 Puskesmas non Rawat Inap 7

4 Balai Pengobatan/klinik 2

5 Praktek Dokter Bersama 1

6 Praktek Dokter Perorangan 10

7 Unit Transfusi Darah 1

8 Apotek 13

9 Toko Obat 5

10 Posyandu 191

11 Poskesdes 68

12 Posbindu 61

13 Desa Siaga Aktif 70

Sumber: Seksi Data, Informasi, Evaluasi dan Litbang Tahun 2015

Page 62: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

36

Jumlah tenaga kesehatan di puskesmas wilayah Kabupaten Tojo Una-Una

belum memenuhi syarat tenaga kesehatan berdasarkan Permenkes RI No. 75

tahun 2014 yang menyatakan tenaga dokter untuk puskesmas kawasan

pedesaan non rawat inap untuk tenaga dokter layanan primer minimal 1 orang

dan dokter gigi satu orang tidak terpenuhi hampir di semua puskemas.

Tabel A-7. Jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2016

No Unit Kerja Tenga Kesehatan

Dokter Perawat Bidan Farmasi

1 Puskesmas Matako 0 15 12 0

2 Puskesmas Tombiano 0 12 9 1

3 Puskesmas Uekuli 1 20 18 1

4 Puskesmas Marowo 1 31 19 0

5 Puskesmas Ampana Barat 1 13 17 2

6 Puskesmas Ampana Timur 4 10 21 2

7 Puskesmas Tete 2 19 13 2

8 Puskesmas Dataran Bulan 0 15 11 0

9 Puskesmas Wakai 1 22 19 1

10 Puskesmas Lebiti 2 14 14 1

11 Puskesmas Popolii 0 16 13 1

12 Puskesmas Dolong 0 10 14 0

13 Puskesmas Pasokan 0 9 11 0

14 Rumah Sakit RSUD Ampana 23 193 38 29

15 Rumah Sakit Wakai 2 59 16 3

c. Situasi Derajat Kesehatan

Angka kesakitan penduduk didapat dari data yang berasal dari sarana

pelayanan kesehatan yang di peroleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan

data pasien rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas diperoleh gambaran/pola

sepuluh penyakit terbanyak. ISPA menempati rangking pertama, kemudian

gastritis dan yang terendah penyakit lain pada saluran pernafasan atas.

Tabel A-8. Jumlah kasus 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Tojo Una-Una

No Jenis Penyakit Jumlah Kasus

1 Infeksi akut lain pada saluran pernafasan atas 21.633

2 Gastritis 9.196

3 Penyakit pada sistem otot dan jaringan penyekat 9.075

4 Penyakit tekanan darah tinggi 8.273

5 Anemia defisiensi besi pada anak 5.239

6 Penyakit kulit energi 4.860

7 Hypotensi 4.462

Page 63: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

37

8 Influensa 4.099

9 Diare (termasuk tersangka kolera) 3.200

10 Penyakit lain pada saluran pernafasan atas 2.885

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Tojo Una-Una 2016

B. Hasil Validitas dan Reliabilitas Instrumen MINI

B.1. Validitas Instrumen MINI

Penilaian validitas dilakukan dengan cara menghitung sensitivitas,

spesifisitas, positif predictive value, negative predictive value, false positive dan

true positive penilaian enumerator dibandingkan dengan pemeriksaan/

wawancara psikiatrik oleh psikiater sebagai gold standart. Secara ringkas

diuraikan sebagai berikut :

1. penilaian oleh enumerator dengan menggunakan kuesioner depresi

MINI dibandingkan dengan wawancara psikiatrik.

2. penilaian oleh enumerator dengan menggunakan kuesioner cemas

MINI dibandingkan dengan wawancara psikiatrik.

3. penilaian oleh enumerator dengan menggunakan kuesioner psikosis

MINI dibandingkan dengan wawancara psikiatrik.

4. penilaian oleh enumerator dengan menggunakan kuesioner SRQ-20

dibandingkan dengan wawancara psikiatrik.

Kegiatan validasi dilaksanakan di tiga wilayah kabupaten/kota, yaitu Kota

Bogor, Kabupaten Jombang, dan Kabupaten Tojo Una-una. Untuk kepentingan

penelitian, dilakukan kerjasama dengan Rumah Sakit untuk mendapatkan

sebagian sampel validasi. Diantaranya RS Marzoeki Mahdi (Kota Bogor), RSUD

Kabupaten Jombang, dan RSUD Kabupaten Tojo Una-Una. Dan sebagian sampel

juga diperoleh dari penduduk masyarakat yang berasal dari tempat tinggal

(kecamatan) yang sama dari responden RS. Karakteristik sampel yang berasal

dari daftar RS diupayakan sama dengan karakteristik sampel dari mayarakat

umum, dalam hal jenis kelamin dan usia. Sampel validasi dianalisis secara total

keseluruhan dari tiga wilayah.

Page 64: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

38

Kegiatan validasi didahului dengan tahapan penyamaan persepsi dan inter-

rater tenaga psikiater. Tenaga psikiater sebagai gold standar dalam penelitian ini

berasal dari tiga wilayah penelitian. Kegiatan inter-rater dengan menilai sejumlah

30 video kasus psikiatrik. Dari penilaian sejumlah kasus tersebut, diperoleh angka

kesepakaatan antar psikiater yaitu Kappa sebesar 0,92.

Selain psikiater , juga dilatih tenaga enumerator dengan latar belakang D3

Keperawatan yang akan menggunakan Instrumen MINI untuk mewawancara

responden. Pelatihan dipandu langsung oleh tenaga psikiater narasumber di

masing-masing wilayah. Jumlah tenaga enumerator untuk validasi di tiga wilayah

adalah 28 orang.

Secara keseluruhan di tiga wilayah penelitian, jumlah responden yang

terlibat dalam validasi berjumlah 1.013, dengan sebaran di Kota Bogor sejumlah

418 responden, Kabupaten Jombang sejumlah 289 responden, dan di kabupaten

Tojo Una-Una sejumlah 306 responden. Lebih banyak responden perempuan

(61,8%) yang dapat terlibat dalam penelitian validasi dibandingkan responden

laki-laki (38,2%).

Grafik 1. Persentase Responden Validasi berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan kelompok umur, hampir merata di semua kelompok umur,

kecuali pada kelompok usia 15 - 19 tahun, yaaitu hanya sejumlah 5%. Hal ini

Page 65: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

39

diantaranya disebabkan usia tersebut adalah usia anak sekolah ataupun kuliah.

Terdapat kesulitan untuk mendapatkan responden pada usia tersebut.

Grafik 2. Persentase Responden Validasi berdasarkan kelompok umur

Dalam pelaksanaan validasi, setiap responden diwawancara dengan

instrumen MINI oleh enumerator, kemudian dilanjutkan dengan wawancara

psikiatrik oleh psikiater. Dari wawancara psikiatrik, psikiater akan menetapkan

diagnosis bagi setiap responden, yang hasilnya, bisa lebih dari satu diagnosis

untuk setiap responden. Demikian juga hasil wawancara dengan Instrumen MINI,

akan dihasilkan kesimpulan untuk setiap kondisi responden, dapat berupa lebih

dari satu kondisi kejiwaan. untuk instrumen MINI, disebut kondisi depresi jika

ada minimal 2 jawaban “ya” pada pertanyaan 1-3, dan minimal 2 jawaban “ya”

pada pertanyaan 4-10. Kategori Cemas jika jawaban pertanyaan nomor 1 adalah

“ya” dan minimal 4 jawaban “ya” dari pertanyaan 2-23, namun harus ada

minimal 1 jawaban “ya” pada pertanyaan 2-5. Dan masuk kategori psikosis jika

minimal satu jawaban “ya” pada pertanyaan 1-7.

Page 66: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

40

Tabel B-1. Jumlah responden studi validasi berdasarkan hasil wawancara klinis dan

instrumen MINI

Diagnosis Hasil wawancara klinis (N=1.013)

Hasil Instrumen MINI(N=1.013)

Depresi 117(11,55%) 243(23,99%)

Cemas 132(13,03%) 264(26,06%)

Psikosis 251(24,78%) 335(33,07%)

Dari keseluruhan responden validasi, sebagian besar adalah penderita

psikosis, baik berdasarkan wawancara psikiatrik maupun hasil instrumen MINI.

Tabel B-2. Hasil Uji Validitas Instrumen MINI terhadap hasil wawancara psikiatrik untuk

kasus depresi, cemas, dan psikotik

Instrumen MINI - Depresi MINI - Cemas MINI-Psikosis

Gold Standar Depresi Klinis Cemas Klinis Psikosis Klinis

True Positif 71 kasus 91 kasus 168 kasus

True Negative 724 kasus 708 kasus 644 kasus

False Positive 172 kasus 173 kasus 167 kasus

False Negative 46 kasus 41 kasus 34 kasus

Sensitivitas 60,68% 68,94% 79,28%

Spesifisitas 80,8% 80,36% 82,15%

Prediktif Positif 29,22% 34,47% 59,4%

Prediktif Negatif 94,02% 94,53% 92,33%

Untuk menilai validitas instrumen MINI, maka dianalisis dari hasil diagnosis

psikiater (wawancara psikiatrik) dengan hasil kesimpulan jawaban dari instrumen

MINI. Deteksi gangguan depresi menggunakan instrumen MINI memiliki

sensitivitas 60,68%. Artinya bahwa probabilitas alat ukur MINI memberikan hasil

positif jika alat ukur MINI ini diterapkan pada orang-orang yang sesungguhnya

memang depresi menurut psikiater adalah sebesar 60,68%. Dan spesifisitas

instrumen MINI untuk depresi adalah 80,8%. Artinya probabilitas instrumen MINI

memberikan hasil negatif jika digunakan pada orang-orang yang memang tidak

menderita depresi menurut psikiater adalah sebesar 80,8%. Nilai Prediktif Positif

(Postive Predictive Value/ PPV) instrumen MINI depresi adalah 29,22%. Artinya

bahwa probabilitas seseorang yang menurut instrumen MINI masuk kategori

depresi, maka akan benar-benar depresi menurut psikiater sebesar 29,22%. Dan

nilai Prediktif Negatif (Negative Predictive Value/ NPV) instrumen MINI untuk

Page 67: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

41

depresi adalah 94,02%. Artinya bahwa probabilitas seseorang yang menurut

instrumen MINI masuk kategori tidak depresi, maka akan benar-benar tidak

depresi menurut psikiater sebesar 94,02%.

Deteksi gangguan cemas menggunakan instrumen MINI memiliki

sensitivitas 68,94%. Artinya bahwa probabilitas alat ukur MINI memberikan hasil

positif jika alat ukur MINI ini diterapkan pada orang-orang yang sesungguhnya

memang cemas menurut psikiater adalah sebesar 68,94%. Dan spesifisitas

instrumen MINI untuk cemas adalah 80,36%. Artinya probabilitas instrumen

MINI memberikan hasil negatif jika digunakan pada orang-orang yang memang

tidak menderita cemas menurut psikiater adalah sebesar 80,36%. Nilai Prediktif

Positif (Postive Predictive Value/ PPV) instrumen MINI cemas adalah 34,47%.

Artinya bahwa probabilitas seseorang yang menurut instrumen MINI masuk

kategori cemas, maka akan benar-benar cemas menurut psikiater sebesar

34,47%. Dan nilai Prediktif Negatif (Negative Predictive Value/ NPV) instrumen

MINI untuk cemas adalah 94,53%. Artinya bahwa probabilitas seseorang yang

menurut instrumen MINI masuk kategori tidak cemas, maka akan benar-benar

tidak cemas menurut psikiater sebesar 94,53%.

Deteksi gangguan psikotik menggunakan instrumen MINI memiliki

sensitivitas 79,28%. Artinya bahwa probabilitas alat ukur MINI memberikan hasil

positif jika alat ukur MINI ini diterapkan pada orang-orang yang sesungguhnya

memang psikotik menurut psikiater adalah sebesar 79,28%. Dan spesifisitas

instrumen MINI untuk psikotik adalah 82,15%. Artinya probabilitas instrumen

MINI memberikan hasil negatif jika digunakan pada orang-orang yang memang

tidak menderita psikotik menurut psikiater adalah sebesar 82,15%. Nilai Prediktif

Positif (Postive Predictive Value/ PPV) instrumen MINI psikotik adalah 59,4%.

Artinya bahwa probabilitas seseorang yang menurut instrumen MINI masuk

kategori psikotik, maka akan benar-benar psikotik menurut psikiater sebesar

59,4%. Dan nilai Prediktif Negatif (Negative Predictive Value/ NPV) instrumen

MINI untuk psikotik adalah 92,33%. Artinya bahwa probabilitas seseorang yang

Page 68: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

42

menurut instrumen MINI masuk kategori tidak psikotik, maka akan benar-benar

tidak psikotik menurut psikiater sebesar 92,33%.

B.2. Validitas SRQ-20

Sebagai pembanding instrumen MINI, maka dalam penelitian ini juga

dilakukan penilaian validitas alat ukur SRQ yang sudah digunakan dalam survei

kesehatan jiwa berbasis pospulasi, terhadap wawancara psikiatrik. Hasilnya

sebagai berikut :

Tabel B-3. Validitas SRQ terhadap hasil wawancara psikiatrik untuk kasus gangguan mental emosional

Instrumen SRQ-20 SRQ-20

Gold Standar Depresi Klinis Cemas Klinis

True Positive 84 kasus 91 kasus

True Negative 639 kasus 631 kasus

False Positive 257 kasus 250 kasus

False Negative 33 kasus 41 kasus

Sensitivitas 71,79% 68,94%

Spesifisitas 71,31% 71,62%

Prediktif Positif 24,63% 26,68%

Prediktif Negatif 95,09% 93,89%

Deteksi gangguan depresi menggunakan instrumen SRQ memiliki

sensitivitas 71,79%. Artinya bahwa probabilitas alat ukur SRQ memberikan hasil

positif jika alat ukur SRQ ini diterapkan pada orang-orang yang sesungguhnya

memang depresi menurut psikiater adalah sebesar 71,79%. Dan spesifisitas

instrumen SRQ untuk depresi adalah 71,31%. Artinya probabilitas instrumen SRQ

memberikan hasil negatif jika digunakan pada orang-orang yang memang tidak

menderita depresi menurut psikiater adalah sebesar 71,31%. Nilai Prediktif

Positif (Postive Predictive Value/ PPV) instrumen SRQ depresi adalah 24,63%.

Artinya bahwa probabilitas seseorang yang menurut instrumen SRQ masuk

kategori depresi, maka akan benar-benar depresi menurut psikiater sebesar

24,63%. Dan nilai Prediktif Negatif (Negative Predictive Value/ NPV) instrumen

SRQ untuk depresi adalah 95,09%. Artinya bahwa probabilitas seseorang yang

menurut instrumen SRQ masuk kategori tidak depresi, maka akan benar-benar

tidak depresi menurut psikiater sebesar 95,09%.

Page 69: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

43

Deteksi gangguan cemas menggunakan instrumen SRQ memiliki

sensitivitas 68,94%. Artinya bahwa probabilitas alat ukur SRQ memberikan hasil

positif jika alat ukur SRQ ini diterapkan pada orang-orang yang sesungguhnya

memang cemas menurut psikiater adalah sebesar 68,94%. Dan spesifisitas

instrumen SRQ untuk cemas adalah 71,62%. Artinya probabilitas instrumen SRQ

memberikan hasil negatif jika digunakan pada orang-orang yang memang tidak

menderita cemas menurut psikiater adalah sebesar 71,62%. Nilai Prediktif Positif

(Postive Predictive Value/ PPV) instrumen SRQ cemas adalah 26,68%. Artinya

bahwa probabilitas seseorang yang menurut instrumen SRQ masuk kategori

cemas, maka akan benar-benar cemas menurut psikiater sebesar 26,68%. Dan

nilai Prediktif Negatif (Negative Predictive Value/ NPV) instrumen SRQ untuk

cemas adalah 93,89%. Artinya bahwa probabilitas seseorang yang menurut

instrumen SRQ masuk kategori tidak cemas, maka akan benar-benar tidak cemas

menurut psikiater sebesar 93,89%.

B.3 Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk memastikan kesepakatan diantara penilai

(rater) yang ukut serta dalam penelitian ini.

Terdapat 2 penilaian reliabilitas pada penelitian ini yaitu

1. penilaian reliabilitas diantara psikiater

2. penilaian reliabilitas diantara enumerator

Untuk menilai reliabilitas diantara psikiater digunakan inter rater

reliability test berupa Kappa Fleiss. Dari penilaian terhadap 30 kasus video

tersebut, diperoleh angka kesepakatan antar psikiater yaitu Kappa sebesar 0,92.

Dalam penelitian ini juga dilakukan penilaian reliabilitas instrumen MINI

dan SRQ, yaitu untuk menilai sejauh mana pengukuran menggunakan instrumen

MINI dan SRQ ini pada seseorang dalam kondisi yang berbeda akan

memeberikan kesimpulan hasil yang sama. Metode yang digunakan dalam

reliabilitas ini adalah dengan melakukan pengamatan dua kali oleh dua

obeserver (enumerator) yang berbeda pada responden yang sama. Jeda waktu

Page 70: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

44

yang digunakan untuk reliabilitas adalah 1-3 hari. Penilaian reliabilitas instrumen

ini dilakukan dua tahap. Pada tahap pertama (reliabilitas I) dilakukan beriringan

dengan proses validasi dengan psikiater. Namun karena hasil reliabilitas yang

dianggap masih perlu ditingkatkan, maka reliabilitas instrumen ini dilakukan

sekali lagi (reliabilitas II) setelah diadakan perbaikan dalam pelatihan

enumerator.

Tabel B-4. Penilaian reliabilitas instrumen MINI dan SRQ berdasarkan hasil uji Kappa

Instrumen Reliabilitas I Reliabilitas II

MINI-Depresi 0,472 0,222

MINI-Cemas 0,399 0,371

MINI-psikosis 0,577 0,324

SRQ 0,603 0,222

Berdasarkan hasil uji reliabilitas diperoleh nilai reliabilitas paling tinggi

pada reliabilitas pertama adalah untuk instrumen SRQ dan MINI-psikosis.

Sedangkan pada reliabilitas kedua, hasil Kappa tertinggi pada instrumen MINI-

cemas dan MINI-psikosis. Dari hasil tersebut terlihat bahwa setelah dilakukan

pelatihan enumerator kembali tidak meningkatkan nilai reliabilitas.

C. Proporsi dan Treatmentgap Gangguan Jiwa Cemas, Depresi dan Psikosis

C.1. Proporsi Tiga Wilayah

Survei untuk mendapatkan angka proporsi gangguan jiwa cemas, depresi

dan psikotik dilakukan di tiga wilayah, yaitu Kota Bogor (Jawa Barat), Kabupaten

Jombang (Jawa Timur) dan Kabupaten Tojo Una-una (Sulawesi Tengah). Sampel

responden diambil dari rumah tangga terpilih. Di Kota Bogor, sampel diambil dari

15 (lima belas) Rukun Tetangga dari tiga desa yang berbeda di tiga kecamatan

yang berbeda, yaitu Kecamatan Bogor Tengah, Bogor Timur, dan Tanah Sareal. Di

Kabupaten Jombang, sampel diambil dari 10 (sepuluh) Rukun Tetangga dari dua

desa yang berbeda di dua kecamatan yang berbeda, yaitu Kecamatan Diwek dan

Perak. Di Kabupaten Tojo Una-una, sampel diambil dari 15 (lima belas) Rukun

Tetangga dari tiga desa yang berbeda di tiga kecamatan yang berbeda, yaitu

Kecamatan Ampana Kota, Ampana Tete, dan Tojo Barat. Hasil survei untuk

Page 71: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

45

proporsi dan treatmentgap disajikan dalam angka gabungan tiga wilayah dan

secara terinci per masing-masing wilayah.

Tabel C-1. Proporsi Kondisi gangguan jiwa cemas

Cemas Tidak cemas Total

n % n % n %

Jenis kelamin

Laki-laki 44 5,0 840 95,0 884 100,0

Perempuan 102 7,9 1187 92,1 1289 100,0

Kelompok Umur (tahun)

15-24 16 4,3 354 95,7 370 100,0

25-34 24 5,4 419 94,6 443 100,0

35-44 33 6,7 461 93,3 494 100,0

45-54 37 8,6 393 91,4 430 100,0

55-64 26 10,2 230 89,8 256 100,0

65+ 10 5,6 170 94,4 180 100,0

Status Kawin

Belum Kawin 11 2,9 369 97,1 380 100,0

Kawin 114 7,2 1471 92,8 1585 100,0

Cerai Hidup 5 13,9 31 86,1 36 100,0

Cerai Mati 16 9,3 156 90,7 172 100,0

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah

6 7,3 76 92,7 82 100,0

Tidak tamat SD/MI 34 10,4 293 89,6 327 100,0

Tamat SD/MI 42 8,0 486 92,0 528 100,0

Tamat SLTP/MTS 31 6,4 456 93,6 487 100,0

Tamat SLTA/MA 27 4,3 595 95,7 622 100,0

Tamat D1/D2/D3/PT 6 4,7 121 95,3 127 100,0

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 3 5,1 56 94,9 59 100,0

Pegawai swasta 5 3,3 146 96,7 151 100,0

Wiraswasta 16 5,3 284 94,7 300 100,0

Petani 44 17,9 202 82,1 246 100,0

Buruh 8 3,3 237 96,7 245 100,0

Lainnya 16 5,2 293 94,8 309 100,0

Tidak kerja 54 6,3 809 93,7 863 100,0

Total 146 6,7 2027 93,3 2173 100,0

Dalam tabel C-1 terlihat bahwa dari 2173 responden terdapat proporsi

responden yang mengalami cemas sebesar 146 (6,7%) dan proporsi yang tidak

Page 72: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

46

cemas ada 2027 (93,3%) Dari responden yang cemas tersebut terlihat bahwa

proporsi perempuan (7,9 %) lebih banyak daripada laki-laki (5%), Lebih banyak

pada kelompok umur 55-64 tahun (10,2%), lebih banyak pada status perkawinan

cerai hidup (13,9%), pendidikan tidak tamat SD (10,4%), dan pekerjaan sebagai

petani (17,9%).

Tabel C-2. Proporsi Kondisi gangguan jiwa depresi

Depresi Tidak depresi Total

n % n % n %

Jenis kelamin

Laki-laki 64 7,2 820 92,8 884 100,0

Perempuan 120 9,3 1169 90,7 1289 100,0

Kelompok Umur (tahun)

15-24 23 6,2 347 93,8 370 100,0

25-34 19 4,3 424 95,7 443 100,0

35-44 43 8,7 451 91,3 494 100,0

45-54 40 9,3 390 90,7 430 100,0

55-64 40 15,6 216 84,4 256 100,0

65+ 19 10,6 161 89,4 180 100,0

Status Kawin

Belum Kawin 16 4,2 364 95,8 380 100,0

Kawin 144 9,1 1441 90,9 1585 100,0

Cerai Hidup 5 13,9 31 86,1 36 100,0

Cerai Mati 19 11,0 153 89,0 172 100,0

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah

9 11,0 73 89,0 82 100,0

Tidak tamat SD/MI 47 14,4 280 85,6 327 100,0

Tamat SD/MI 55 10,4 473 89,6 528 100,0

Tamat SLTP/MTS 30 6,2 457 93,8 487 100,0

Tamat SLTA/MA 37 5,9 585 94,1 622 100,0

Tamat D1/D2/D3/PT 6 4,7 121 95,3 127 100,0

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 6 10,2 53 89,8 59 100,0

Pegawai swasta 10 6,6 141 93,4 151 100,0

Wiraswasta 17 5,7 283 94,3 300 100,0

Petani 45 18,3 201 81,7 246 100,0

Buruh 14 5,7 231 94,3 245 100,0

Lainnya 22 7,1 287 92,9 309 100,0

Tidak kerja 70 8,1 793 91,9 863 100,0

Total 184 8,5 1989 91,5 2173 100,0

Page 73: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

47

Dalam tabel C-2 terlihat bahwa dari 2173 responden terdapat proporsi

responden yang mengalami depresi sebesar 184 (8,5%) dan proporsi yang tidak

depresi ada 1989 (91,5%) Dari responden yang depresi tersebut terlihat bahwa

proporsi perempuan (9,3 %) lebih banyak daripada laki-laki (7,2%), Lebih banyak

pada kelompok umur 55-64 tahun (15,6%), lebih banyak pada status perkawinan

cerai hidup (13,9%), pendidikan tidak tamat SD (14,4%), dan pekerjaan sebagai

petani (18,3%).

Tabel C-3. Proporsi kondisi gangguan jiwa psikotik

Karakteristik Psikotik Tidak psikotik Total

n % n % n %

Jenis kelamin

Laki-laki 65 7,4 819 92,6 884 100,0

Perempuan 90 7,0 1199 93,0 1289 100,0

Kelompok Umur (tahun)

15-24 38 10,3 332 89,7 370 100,0

25-34 39 8,8 404 91,2 443 100,0

35-44 30 6,1 464 93,9 494 100,0

45-54 20 4,7 410 95,3 430 100,0

55-64 20 7,8 236 92,2 256 100,0

65+ 8 4,4 172 95,6 180 100,0

Status Kawin

Belum Kawin 38 10,0 342 90,0 380 100,0

Kawin 108 6,8 1477 93,2 1585 100,0

Cerai Hidup 4 11,1 32 88,9 36 100,0

Cerai Mati 5 2,9 167 97,1 172 100,0

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah

8 9,8 74 90,2 82 100,0

Tidak tamat SD/MI 16 4,9 311 95,1 327 100,0

Tamat SD/MI 28 5,3 500 94,7 528 100,0

Tamat SLTP/MTS 35 7,2 452 92,8 487 100,0

Tamat SLTA/MA 64 10,3 558 89,7 622 100,0

Tamat D1/D2/D3/PT 4 3,1 123 96,9 127 100,0

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 3 5,1 56 94,9 59 100,0

Pegawai swasta 17 11,3 134 88,7 151 100,0

Wiraswasta 22 7,3 278 92,7 300 100,0

Petani 8 3,3 238 96,7 246 100,0

Buruh 14 5,7 231 94,3 245 100,0

Lainnya 25 8,1 284 91,9 309 100,0

Tidak kerja 66 7,6 797 92,4 863 100,0

Total 155 7,1 2018 92,9 2173 100,0

Page 74: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

48

Dalam tabel C-3 terlihat bahwa dari 2173 responden terdapat proporsi

responden yang mengalami psikotik sebesar 155 (7,1 %) dan proporsi yang tidak

psikotik ada 2018 (92,9%) Dari responden yang psikotik tersebut terlihat

bahwa proporsi laki-laki (7,4 %) lebih besar sedikit daripada perempuan (7,0%),

Lebih banyak pada kelompok umur 15-24 tahun (10,3%), lebih banyak pada

status perkawinan cerai hidup (11,1%), pendidikan tamat SLTA (10,3%), dan

pekerjaan sebagai pegawai swasta(11,3%).

Tabel C-4. Proporsi Kondisi Normal (tidak cemas, tidak depresi, tidak psikotik)

Normal Tidak Normal

Total

n % n % n %

Jenis kelamin

Laki-laki 757 85,6 127 14,4 884 100,0

Perempuan 1069 82,9 220 17,1 1289 100,0

Kelompok Umur (tahun)

15-24 309 83,5 61 16,5 370 100,0

25-34 385 86,9 58 13,1 443 100,0

35-44 423 85,6 71 14,4 494 100,0

45-54 358 83,3 72 16,7 430 100,0

55-64 196 76,6 60 23,4 256 100,0

65+ 155 86,1 25 13,9 180 100,0

Status Kawin

Belum Kawin 328 86,3 52 13,7 380 100,0

Kawin 1325 83,6 260 16,4 1585 100,0

Cerai Hidup 26 72,2 10 27,8 36 100,0

Cerai Mati 147 85,5 25 14,5 172 100,0

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 67 81,7 15 18,3 82 100,0

Tidak tamat SD/MI 262 80,1 65 19,9 327 100,0

Tamat SD/MI 442 83,7 86 16,3 528 100,0

Tamat SLTP/MTS 414 85,0 73 15,0 487 100,0

Tamat SLTA/MA 526 84,6 96 15,4 622 100,0

Tamat D1/D2/D3/PT 115 90,6 12 9,4 127 100,0

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 51 86,4 8 13,6 59 100,0

Pegawai swasta 127 84,1 24 15,9 151 100,0

Wiraswasta 265 88,3 35 11,7 300 100,0

Petani 179 72,8 67 27,2 246 100,0

Buruh 219 89,4 26 10,6 245 100,0

Lainnya 263 85,1 46 14,9 309 100,0

Page 75: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

49

Tidak kerja 722 83,7 141 16,3 863 100,0

Total 1826 84,0 347 16,0 2173 100,0

Dalam tabel C-4 terlihat bahwa dari 2173 responden terdapat proporsi

responden yang kondisi normal sebesar 1826 (84,0 %) dan proporsi yang tidak

tidak normal ada 347 (16,0%) Dari responden yang normal tersebut terlihat

bahwa proporsi laki-laki (85,6 %) lebih besar sedikit daripada perempuan

(82,9%), hampir merata pada semua kelompok umur dengan lebih banyak

sedikit pada kelompok umur 25-34 tahun (86,9%), hampir merata pada semua

status perkawinan dengan lebih banyak pada status perkawinan belum kawin

(86,3%), hampir merata pada semua tingkat pendidikan dengan tingkat

pendidikan tamat pendidikan tinggi lebih banyak (90,6%), dan juga merata pada

semua jenis pekerjaan denganlebih banyak sedikit pada pekerjaan sebagai

pegawai buruh (89,4%).

Tabel C-5. Proporsi Kondisi Depresi di masa lalu (seumur hidup)

Karakteristik Depresi Tidak Depresi

Total

n % n % n %

Jenis kelamin

Laki-laki 43 4,9 841 95,1 884 100,0

Perempuan 92 7,1 1197 92,9 1289 100,0

Kelompok Umur (tahun)

15-24 20 5,4 350 94,6 370 100,0

25-34 21 4,7 422 95,3 443 100,0

35-44 35 7,1 459 92,9 494 100,0

45-54 26 6,0 404 94,0 430 100,0

55-64 26 10,2 230 89,8 256 100,0

65+ 7 3,9 173 96,1 180 100,0

Status Kawin

Belum Kawin 18 4,7 362 95,3 380 100,0

Kawin 94 5,9 1491 94,1 1585 100,0

Cerai Hidup 4 11,1 32 88,9 36 100,0

Cerai Mati 19 11,0 153 89,0 172 100,0

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 10 12,2 72 87,8 82 100,0

Tidak tamat SD/MI 33 10,1 294 89,9 327 100,0

Tamat SD/MI 27 5,1 501 94,9 528 100,0

Tamat SLTP/MTS 27 5,5 460 94,5 487 100,0

Tamat SLTA/MA 35 5,6 587 94,4 622 100,0

Tamat D1/D2/D3/PT 3 2,4 124 97,6 127 100,0

Pekerjaan

Page 76: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

50

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 4 6,8 55 93,2 59 100,0

Pegawai swasta 8 5,3 143 94,7 151 100,0

Wiraswasta 18 6,0 282 94,0 300 100,0

Petani 14 5,7 232 94,3 246 100,0

Buruh 16 6,5 229 93,5 245 100,0

Lainnya 14 4,5 295 95,5 309 100,0

Tidak kerja 61 7,1 802 92,9 863 100,0

Total 135 6,2 2038 93.8 2173 100,0

Dalam tabel C-5 terlihat bahwa dari 2173 responden terdapat proporsi

responden yang mengalami kondisi depresi di masa lalu sebesar 135 (6,2%) dan

proporsi yang tidak depresi ada 2038 (93,8%). Dari responden yang depresi

dimasa lalu tersebut terlihat bahwa proporsi perempuan (7,1 %) lebih banyak

daripada laki-laki (4,9%), Lebih banyak pada kelompok umur 55-64 tahun

(10,2%), lebih banyak pada status perkawinan cerai hidup (11,1%), pendidikan

tidak pernah sekolah (12,2%), dan pada yang tidak bekerja (7,1%).

Tabel C-6. Proporsi Kondisi gangguan mental emosional satu bulan terakhir

Karakteristik

GME Tidak GME Total

n % n % n %

Jenis kelamin

Laki-laki 92 10,4 792 89,6 884 100,0

Perempuan 200 15,5 1089 84,5 1289 100,0

Kelompok Umur (tahun)

15-24 41 11,1 329 88,9 370 100,0

25-34 50 11,3 393 88,7 443 100,0

35-44 69 14,0 425 86,0 494 100,0

45-54 57 13,3 373 86,7 430 100,0

55-64 51 19,9 205 80,1 256 100,0

65+ 24 13,3 156 86,7 180 100,0

Status Kawin

Belum Kawin 33 8,7 347 91,3 380 100,0

Kawin 215 13,6 1370 86,4 1585 100,0

Cerai Hidup 12 33,3 24 66,7 36 100,0

Cerai Mati 32 18,6 140 81,4 172 100,0

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 18 22,0 64 78,0 82 100,0

Tidak tamat SD/MI 74 22,6 253 77,4 327 100,0

Tamat SD/MI 76 14,4 452 85,6 528 100,0

Tamat SLTP/MTS 54 11,1 433 88,9 487 100,0

Tamat SLTA/MA 61 9,8 561 90,2 622 100,0

Tamat D1/D2/D3/PT 9 7,1 118 92,9 127 100,0

Pekerjaan

Page 77: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

51

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 6 10,2 53 89,8 59 100,0

Pegawai swasta 16 10,6 135 89,4 151 100,0

Wiraswasta 35 11,7 265 88,3 300 100,0

Petani 54 22,0 192 78,0 246 100,0

Buruh 23 9,4 222 90,6 245 100,0

Lainnya 31 10,0 278 90,0 309 100,0

Tidak kerja 127 14,7 736 85,3 863 100,0

Total 292 13,4 1881 86,6 2173 100,0

Dalam tabel C-6 terlihat bahwa dari 2173 responden terdapat proporsi

responden yang mengalami gangguan mental emosional (GME) satu bulan

terakhir sebesar 292 (13,4%) dan proporsi yang tidak GME ada 1881 (86,6%).

Dari responden yang mengalami GME tersebut terlihat bahwa proporsi

perempuan (15,5 %) lebih banyak daripada laki-laki (10,4%), Lebih banyak

pada kelompok umur 55-64 tahun (19,9%), lebih banyak pada status perkawinan

cerai hidup (33,3%), pendidikan tidak tamat SD (22,6%), dan pada pekerjaan

sebagai petani (22,0%).

Tabel C-7. Proporsi Pengalaman menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap mati berdasarkan karakteristik (N=2173)

Pernah berniat

Pernah membuat rencana

Pernah melakukan percobaan

n % n % n %

Jenis kelamin

Laki-laki 30 3,4 7 0,8 4 0,5

Perempuan 49 3,8 12 0,9 11 0,9

Kelompok Umur (tahun)

15-24 12 3,2 2 0,5 1 0,3

25-34 19 4,3 5 1,1 5 1,1

35-44 23 4,7 8 1,6 6 1,2

45-54 13 3,0 0 0,0 0 0,0

55-64 9 3,5 2 0,8 2 0,8

65+ 3 1,7 2 1,1 1 0,6

Status Kawin

Belum Kawin 9 2,4 3 0,8 2 0,5

Kawin 62 3,9 13 0,8 11 0,7

Cerai Hidup 1 2,8 1 2,8 1 2,8

Cerai Mati 7 4,1 2 1,2 1 0,6

Tingkat Pendidikan

Page 78: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

52

Tidak/ belum pernah sekolah 5 6,1 1 1,2 1 1,2

Tidak tamat SD/MI 20 6,1 3 0,9 1 0,3

Tamat SD/MI 16 3,0 3 0,6 3 0,6

Tamat SLTP/MTS 15 3,1 4 0,8 2 0,4

Tamat SLTA/MA 22 3,5 7 1,1 7 1,1

Tamat D1/D2/D3/PT 1 0,8 1 0,8 1 0,8

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Pegawai swasta 8 5,3 1 0,7 0 0,0

Wiraswasta 11 3,7 3 1,0 3 1,0

Petani 13 5,3 4 1,6 2 0,8

Buruh 6 2,4 1 0,4 1 0,4

Lainnya 7 2,3 3 1,0 2 0,6

Tidak kerja 34 3,9 7 0,8 7 0,8

Total 79 3,6 19 0,9 15 0,7

Dalam tabel C-7 terlihat bahwa dari 79 responden yang pernah berniat

bunuh diri terdapat proporsi perempuan (3,8 %) lebih banyak sedikit dari pada

laki-laki (3,4%), Lebih banyak pada kelompok umur 35-44 tahun (4,7%), lebih

banyak pada status perkawinan cerai mati (4,1%), pendidikan yang belum pernah

sekolah dan tidak tamat SD (6,1%), dan pada pekerjaan sebagai pegawai swasta

dan petani (5,3%). Dari 19 responden yang pernah membuat rencana bunuh diri

terdapat proporsi perempuan (0,9 %) hampir sama dengan proporsi laki-laki

(0,8%), Lebih banyak pada kelompok umur 35-44 tahun (1,6%), lebih banyak

pada status perkawinan cerai hidup (2,8%), pendidikan yang belum pernah

sekolah (1,2%) dan pada pekerjaan sebagai petani (1,6%). Dari 15 responden

yang pernah melakukan percobaan bunuh diri terdapat proporsi perempuan (0,9

%) lebih banyak dari pada proporsi laki-laki (0,5%), Lebih banyak pada

kelompok umur 35-44 tahun (1,2%), lebih banyak pada status perkawinan cerai

hidup (2,8%), pendidikan yang belum pernah sekolah (1,2%) dan pada pekerjaan

sebagai wiraswasta (1,0%)

Tabel C-8. Proporsi Pengobatan medis saat ini

Cemas depresi Psikotik

n= 146 % n = 184 % n = 111

%

Mencari pengobatan medis

Page 79: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

53

Tidak 93 63,7% 122 66,3% 93 83,8%

Ya 53 36,3% 62 33,7% 18 16,2%

Fasilitas yang dikunjungi

Puskesmas/klinik/praktik dokter 8 15,1% 46 74,2% 7 38,9%

RSU 39 73,6% 15 24,2% 8 44,4%

RS Jiwa 0 0,0% 1 1,6% 6 33,3%

Lainnya 47 88,7% 9 14,5% 3 16,7%

Tabel C-8 menunjukkan sejumlah 36,3 % penderita cemas yang meng-

akses pelayanan kesehatan dan sejumlah 33,7 % penderita depresi melakukan

hal yang sama. Dengan demikian, treatmentgap pada gangguan cemas secara

keseluruhan adalah 63,7% dan 66,3% pada gangguan depresi. Sebagian besar

responden cemas, mereka menuju RSU (73,6%) serta fasilitas lainnya seperti

praktik bidan (88,7%) untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Sedangkan

responden yang mengalami depresi, sebagian besar mengakses

Puskesmas/klinik/praktik dokter untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

(74,2%).

Sampel untuk angka treatmentgap psikotik tidak lengkap. Ada sejumlah

44 responden yang missing pada pertanyaan treatmentgap psikotik. Sehingga

jumlah sampel hanya 111, yang seharusnya adalah 155. Treatment gap pada

sampel yang menderita psikotik sebesar 83,8%. Sebagian besar responden yang

mengakses pelayanan kesehatan , menuju RSU (44,4%), menuju

Puskesmas/klinik/praktik dokter (38,9%) dan menuju RS Jiwa (33,3%).

Tabel C-9. Proporsi Alasan tidak berobat

Alasan tidak berobat

Cemas Depresi Psikotik

n = 93 % n = 122 % n = 93 %

Ketidaknyamanan saat berobat 6 6,5% 12 9,8% 5 5,4%

Kesulitan transportasi 10 10,8% 17 13,9% 7 7,5%

Merasa tidak perlu berobat 63 67,7% 94 77,0% 62 66,7%

Bukan penyakit medis 42 45,2% 54 44,3% 62 66,7%

Dapat diobati secara tradisional 9 9,7% 12 9,8% 8 8,6%

Merasa takut/malu 13 14,0% 14 11,5% 12 12,9%

Tidak tahu ada layanan keswa 14 15,1% 30 24,6% 8 8,6%

Lainnya 13 14,0% 18 14,8% 19 20,4%

Page 80: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

54

Pada responden yang mengalami gangguan cemas maupun depresi

namun tidak mengakses pelayanan kesehatan, memiliki alasan paling banyak

adalah merasa tidak perlu berobat (67,7% pada cemas dan 77,0% pada depresi)

dan menganggap bahwa gejala yang dialami bukan merupakan penyakit medis

(45,2% pada gangguan cemas dan 44,3% pada gangguan depresi). Hal yang sama

juga terjadi pada responden dengan gejala psikotik, memiliki alasan merasa tidak

perlu berobat (66,7%) dan menganggap bahwa gejala yang dialami bukan

merupakan penyakit medis (66,7%).

C.2. Kota Bogor

Dalam penelitian kesehatan jiwa di komunitas, Kota Bogor terpilih 731

responden dalam penelitian ini. Responden tersebar di Kecamatan Bogor

Tengah, Bogor Timur, dan Tanah Sareal.

Tabel C-10. Proporsi Kondisi gangguan jiwa cemas di Kota Bogor tahun 2017

Cemas

Total Tidak Ya

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 261 94,9% 14 5,1% 275 100,0%

Perempuan 432 94,7% 24 5,3% 456 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 125 96,2% 5 3,8% 130 100,0%

25-34 156 91,2% 15 8,8% 171 100,0%

35-44 165 95,4% 8 4,6% 173 100,0%

45-54 132 96,4% 5 3,6% 137 100,0%

55-64 79 94,0% 5 6,0% 84 100,0%

65+ 36 100,0% 0 0,0% 36 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 107 96,4% 4 3,6% 111 100,0%

Kawin 544 94,8% 30 5,2% 574 100,0%

Cerai Hidup 9 90,0% 1 10,0% 10 100,0%

Cerai Mati 33 91,7% 3 8,3% 36 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 42 93,3% 3 6,7% 45 100,0%

Tidak tamat SD/MI 113 95,0% 6 5,0% 119 100,0%

Tamat SD/MI 156 95,1% 8 4,9% 164 100,0%

Tamat SLTP/MTS 153 93,3% 11 6,7% 164 100,0%

Tamat SLTA/MA 199 95,2% 10 4,8% 209 100,0%

Page 81: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

55

Tamat Diploma/Sarjana 30 100,0% 0 0,0% 30 100,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 12 100,0% 0 0,0% 12 100,0%

Pegawai swasta 68 97,1% 2 2,9% 70 100,0%

Wiraswasta 110 93,2% 8 6,8% 118 100,0%

Petani 5 71,4% 2 28,6% 7 100,0%

Buruh 99 97,1% 3 2,9% 102 100,0%

Lainnya 36 94,7% 2 5,3% 38 100,0%

Tidak kerja 363 94,5% 21 5,5% 384 100,0%

Total 693 94,8% 38 5,2% 731 100,0%

Jumlah responden cemas sebanyak 38 orang (5,2%). Tidak ada bedanya

laki dan perempuan. Paling banyak pada kelompok umur 25-34 tahun.

Responden cerai hidup, tidak pernah sekolah, pekerjaan sebagai petani (Lihat

Tabel C-10)

Tabel C-11. Proporsi Kondisi gangguan jiwa depresi di Kota Bogor tahun 2017

Depresi

Total Tidak Ya

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 250 90,9% 25 9,1% 275 100,0%

Perempuan 419 91,9% 37 8,1% 456 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 118 90,8% 12 9,2% 130 100,0%

25-34 161 94,2% 10 5,8% 171 100,0%

35-44 161 93,1% 12 6,9% 173 100,0%

45-54 124 90,5% 13 9,5% 137 100,0%

55-64 72 85,7% 12 14,3% 84 100,0%

65+ 33 91,7% 3 8,3% 36 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 102 91,9% 9 8,1% 111 100,0%

Kawin 524 91,3% 50 8,7% 574 100,0%

Cerai Hidup 10 100,0% 0 0,0% 10 100,0%

Cerai Mati 33 91,7% 3 8,3% 36 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 39 86,7% 6 13,3% 45 100,0%

Tidak tamat SD/MI 105 88,2% 14 11,8% 119 100,0%

Tamat SD/MI 150 91,5% 14 8,5% 164 100,0%

Tamat SLTP/MTS 153 93,3% 11 6,7% 164 100,0%

Tamat SLTA/MA 193 92,3% 16 7,7% 209 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 29 96,7% 1 3,3% 30 100,0%

Pekerjaan

Page 82: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

56

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 12 100,0% 0 0,0% 12 100,0%

Pegawai swasta 65 92,9% 5 7,1% 70 100,0%

Wiraswasta 108 91,5% 10 8,5% 118 100,0%

Petani 6 85,7% 1 14,3% 7 100,0%

Buruh 95 93,1% 7 6,9% 102 100,0%

Lainnya 31 81,6% 7 18,4% 38 100,0%

Tidak kerja 352 91,7% 32 8,3% 384 100,0%

Total 669 91,5% 62 8,5% 731 100,0%

Pada tabel C-11 menunjukkan responden depresi sebanyak 62 orang

(8,5%). Depresi lebih tinggi pada laki-laki, pada kelompok umur 55-64 tahun,

status kawin, tidak pernah sekolah, dengan pekerjaan sebagai petani.

Tabel C-12. Proporsi Kondisi gangguan jiwa psikotik di Kota Bogor tahun 2017

Psikotik

Total Tidak Ya

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 236 85,8% 39 14,2% 275 100,0%

Perempuan 398 87,3% 58 12,7% 456 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 101 77,7% 29 22,3% 130 100,0%

25-34 142 83,0% 29 17,0% 171 100,0%

35-44 158 91,3% 15 8,7% 173 100,0%

45-54 128 93,4% 9 6,6% 137 100,0%

55-64 71 84,5% 13 15,5% 84 100,0%

65+ 34 94,4% 2 5,6% 36 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 85 76,6% 26 23,4% 111 100,0%

Kawin 507 88,3% 67 11,7% 574 100,0%

Cerai Hidup 8 80,0% 2 20,0% 10 100,0%

Cerai Mati 34 94,4% 2 5,6% 36 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 39 86,7% 6 13,3% 45 100,0%

Tidak tamat SD/MI 111 93,3% 8 6,7% 119 100,0%

Tamat SD/MI 147 89,6% 17 10,4% 164 100,0%

Tamat SLTP/MTS 139 84,8% 25 15,2% 164 100,0%

Tamat SLTA/MA 169 80,9% 40 19,1% 209 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 29 96,7% 1 3,3% 30 100,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 11 91,7% 1 8,3% 12 100,0%

Pegawai swasta 61 87,1% 9 12,9% 70 100,0%

Wiraswasta 106 89,8% 12 10,2% 118 100,0%

Petani 7 100,0% 0 0,0% 7 100,0%

Page 83: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

57

Buruh 90 88,2% 12 11,8% 102 100,0%

Lainnya 28 73,7% 10 26,3% 38 100,0%

Tidak kerja 331 86,2% 53 13,8% 384 100,0%

Total 634 86,7% 97 13,3% 731 100,0%

Responden dengan psikotik sebanyak 97 orang (13,3%). Pada laki-laki

lebih banyak dibandingkan perempuan. Responden psikotik paling banyak pada

kelompok umur 15-24 tahun, satu dari 5 responden kelompok umur 15-24 tahun

dengan psikotik, diikuti dengan kelompok umur 25-34 tahun. Sebagian besar

responden psikotik belum kawin (23,4%). Menurut pendidikan yang paling tinggi

dengan pendidikan tamat SLTA (19,1%) dengan pekerjaan lain-lain.

Tabel C-13. Proporsi Kondisi depresi masa lalu di Kota Bogor tahun 2017

Riwayat gangguan depresi

Total Tidak Ya

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 248 90,2% 27 9,8% 275 100,0%

Perempuan 408 89,5% 48 10,5% 456 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 119 91,5% 11 8,5% 130 100,0%

25-34 155 90,6% 16 9,4% 171 100,0%

35-44 154 89,0% 19 11,0% 173 100,0%

45-54 125 91,2% 12 8,8% 137 100,0%

55-64 72 85,7% 12 14,3% 84 100,0%

65+ 31 86,1% 5 13,9% 36 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 100 90,1% 11 9,9% 111 100,0%

Kawin 520 90,6% 54 9,4% 574 100,0%

Cerai Hidup 8 80,0% 2 20,0% 10 100,0%

Cerai Mati 28 77,8% 8 22,2% 36 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 37 82,2% 8 17,8% 45 100,0%

Tidak tamat SD/MI 101 84,9% 18 15,1% 119 100,0%

Tamat SD/MI 149 90,9% 15 9,1% 164 100,0%

Tamat SLTP/MTS 150 91,5% 14 8,5% 164 100,0%

Tamat SLTA/MA 190 90,9% 19 9,1% 209 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 29 96,7% 1 3,3% 30 100,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 12 100,0% 0 0,0% 12 100,0%

Pegawai swasta 66 94,3% 4 5,7% 70 100,0%

Page 84: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

58

Wiraswasta 106 89,8% 12 10,2% 118 100,0%

Petani 4 57,1% 3 42,9% 7 100,0%

Buruh 92 90,2% 10 9,8% 102 100,0%

Lainnya 33 86,8% 5 13,2% 38 100,0%

Tidak kerja 343 89,3% 41 10,7% 384 100,0%

Total 656 89,7% 75 10,3% 731 100,0%

Dalam tabel C-13. terlihat bahwa dari 713 responden terdapat proporsi

responden yang mengalami kondisi depresi di masa lalu sebesar 75 (10,3%) dan

proporsi yang tidak depresi ada 656 (89,7%). Dari responden yang depresi

dimasa lalu tersebut terlihat bahwa proporsi perempuan (10,5%) lebih banyak

daripada laki-laki (9,8%), Lebih banyak pada kelompok umur 55-64 tahun

(14,3%), lebih banyak pada status perkawinan cerai mati (22,2%), pendidikan

tidak pernah sekolah (17,8%), dan pada kelompok petani (42,9%).

Tabel C-14. Proporsi Kondisi normal di Kota Bogor tahun 2017

Normal

Total Normal Tidak Normal

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 220 80,0% 55 20,0% 275 100,0%

Perempuan 369 80,9% 87 19,1% 456 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 96 73,8% 34 26,2% 130 100,0%

25-34 135 78,9% 36 21,1% 171 100,0%

35-44 151 87,3% 22 12,7% 173 100,0%

45-54 114 83,2% 23 16,8% 137 100,0%

55-64 61 72,6% 23 27,4% 84 100,0%

65+ 32 88,9% 4 11,1% 36 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 82 73,9% 29 26,1% 111 100,0%

Kawin 468 81,5% 106 18,5% 574 100,0%

Cerai Hidup 8 80,0% 2 20,0% 10 100,0%

Cerai Mati 31 86,1% 5 13,9% 36 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 36 80,0% 9 20,0% 45 100,0%

Tidak tamat SD/MI 98 82,4% 21 17,6% 119 100,0%

Tamat SD/MI 136 82,9% 28 17,1% 164 100,0%

Tamat SLTP/MTS 131 79,9% 33 20,1% 164 100,0%

Tamat SLTA/MA 160 76,6% 49 23,4% 209 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 28 93,3% 2 6,7% 30 100,0%

Pekerjaan

Page 85: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

59

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 11 91,7% 1 8,3% 12 100,0%

Pegawai swasta 57 81,4% 13 18,6% 70 100,0%

Wiraswasta 99 83,9% 19 16,1% 118 100,0%

Petani 5 71,4% 2 28,6% 7 100,0%

Buruh 87 85,3% 15 14,7% 102 100,0%

Lainnya 24 63,2% 14 36,8% 38 100,0%

Tidak kerja 306 79,7% 78 20,3% 384 100,0%

Total 589 80,6% 142 19,4% 731 100,0%

Dalam tabel C-14 terlihat bahwa secara keseluruhan di Kota Bogor,

proporsi responden normal (tidak menderita cemas, depresi atau psikotik)

adalah 80,6% dan proporsi yang tidak normal (mengalami gangguan jiwa cemas,

depresi atau psikotik) adalah 19,4%. Responden tidak normal, dengan proporsi

pada kelompok laki-laki sebesar 20%, dan pada perempuan 19,1%. Gangguan

jiwa sebagian besar terjadi pada kelompok responden usia 55-64 tahun (27%)

dan usia 15-24 tahun (26,2%). Gangguan jiwa lebih banyak terjadi pada

responden dengan status perkawinan belum kawin (26,1%), hampir merata pada

semua tingkat pendidikan, kecuali yang sedikit pada kelompok tamat

diploma/sarjana (6,7%). Proporsi gangguan jiwa lebih tinggi pada kelompok

responden dengan pekerjaan kategori lainnya, misal tukang parkir, ojeg.

Tabel C-15. Proporsi Kondisi gangguan mental emosional satu bulan terakhir di Kota

Bogor, tahun 2017

Gangguan mental emosional

Total Tidak Ya

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 221 80,4% 54 19,6% 275 100,0%

Perempuan 368 80,7% 88 19,3% 456 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 100 76,9% 30 23,1% 130 100,0%

25-34 139 81,3% 32 18,7% 171 100,0%

35-44 147 85,0% 26 15,0% 173 100,0%

45-54 111 81,0% 26 19,0% 137 100,0%

55-64 63 75,0% 21 25,0% 84 100,0%

65+ 29 80,6% 7 19,4% 36 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 90 81,1% 21 18,9% 111 100,0%

Kawin 467 81,4% 107 18,6% 574 100,0%

Page 86: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

60

Cerai Hidup 6 60,0% 4 40,0% 10 100,0%

Cerai Mati 26 72,2% 10 27,8% 36 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah

31 68,9% 14 31,1% 45 100,0%

Tidak tamat SD/MI 88 73,9% 31 26,1% 119 100,0%

Tamat SD/MI 136 82,9% 28 17,1% 164 100,0%

Tamat SLTP/MTS 133 81,1% 31 18,9% 164 100,0%

Tamat SLTA/MA 175 83,7% 34 16,3% 209 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 26 86,7% 4 13,3% 30 100,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD

11 91,7% 1 8,3% 12 100,0%

Pegawai swasta 58 82,9% 12 17,1% 70 100,0%

Wiraswasta 92 78,0% 26 22,0% 118 100,0%

Petani 3 42,9% 4 57,1% 7 100,0%

Buruh 86 84,3% 16 15,7% 102 100,0%

Lainnya 32 84,2% 6 15,8% 38 100,0%

Tidak kerja 307 79,9% 77 20,1% 384 100,0%

Total 589 80,6% 142 19,4% 731 100,0%

Tabel C-15. menunjukkan proporsi gangguan mental emosional satu

bulan terakhir. Proporsi responden dengan gangguan mental emosional

sebanyak 19,4 persen. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. 1

dari 4 responden kelompok umur 55-64 tahun berada dalam kondisi gangguan

mental emosional. Paling banyak ditemukan pada responden dengan status

cerai hidup, tingkat pendidikan belum pernah sekolah (31,1%), dan bekerja

sebagai petani (57,1%).

Tabel C-16. Proporsi Pengobatan medis saat ini pada gangguan jiwa di Kota Bogor, Tahun 2017

Mencari pengobatan medis Cemas Depresi Psikotik

n = 38 % n = 62 % n = 69 %

Tidak 24 63,2% 45 72,6% 62 89,9%

Ya 14 36,8% 17 27,4% 7 10,1%

Fasilitas yang dikunjungi

Puskesmas/klinik/praktik dokter

13 92,9% 16 94,1% 4 57,1%

RSU 4 28,6% 4 23,5% 2 28,6%

RS Jiwa 0 0% 0 0% 3 42,9%

Lainnya 1 7,1% 1 5,9% 1 14,3%

Page 87: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

61

Tabel C-16 menunjukkan sejumlah36,8 % penderita cemas yang meng-

akses pelayanan kesehatan dan sejumlah 27,4% penderita depresi melakukan hal

yang sama. Dengan demikian, treatmentgap pada responden gangguan cemas di

Kota Bogor adalah 63,2% dan 72,6% pada gangguan depresi. Sebagian besar

responden cemas, mereka menuju Puskesmas/klinik/praktik dokter (92,9%)

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Demikian juga responden yang

mengalami depresi, sebagian besar mengakses Puskesmas/klinik/praktik dokter

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan (94,1%). Pada responden yang

mengalami gangguan psikotik, hanya 10,1% yang mengakses pelayanan

kesehatan, atau terjadi treatmentgap sebesar 89,9%. Pada responden psikotik

yang mengakses layanan kesehatan, semua layanan dikunjungi, puskesmas

(57,1%), RS Jiwa (42,9%), RSU (28,6%) dan tempat lain seperti praktik bidan

(14,3%).

Tabel C-17. Proporsi Alasan tidak berobat pada gangguan jiwa di Kota Bogor, Tahun 2017

Alasan tidak berobat Cemas Depresi Psikotik

n = 24 % n = 45 % n = 62 %

Ketidaknyamanan saat berobat 6 25,0% 10 22,2% 4 6,5%

Kesulitan transportasi 2 8,3% 7 15,6% 5 8,1%

Merasa tidak perlu berobat 17 70,8% 35 77,8% 41 66,1%

Bukan penyakit medis 11 45,8% 28 62,2% 46 74,2%

Dapat diobati secara tradisional 5 20,8% 8 17,8% 6 9,7%

Merasa takut/malu 5 20,8% 10 22,2% 8 12,9%

Tidak tahu ada layanan keswa 4 16,7% 14 31,1% 5 8,1%

Lainnya 5 20,8% 13 28,9% 18 29,0%

Pada responden Kota Bogor, yang mengalami gangguan cemas maupun

depresi namun tidak mengakses pelayanan kesehatan, memiliki alasan paling

banyak adalah merasa tidak perlu berobat (70,8% pada cemas dan 77,8% pada

Page 88: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

62

depresi) dan menganggap bahwa gejala yang dialami bukan merupakan penyakit

medis (45,8% pada gangguan cemas dan 62,2% pada gangguan depresi). Begitu

juga pada responden psikosis, tidak berobat dengan alasan merasa tidak perlu

berobat (66,1%) dan menganggap bahwa gejala yang dialami bukan merupakan

penyakit medis (74,2%).

Tabel C-18. Proporsi Pengalaman menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap

mati berdasarkan karakteristik (N=731)

Pernah

berniat

Pernah

membuat

rencana

Pernah

melakukan

percobaan

n % n % n %

Jenis kelamin

Laki-laki 21 7,6 3 1,1 2 0,7

Perempuan 32 7,0 5 1,1 5 1,1

Kelompok Umur (tahun)

15-24 11 8,5 2 1,5 1 0,8

25-34 18 10,5 3 1,8 3 11,8

35-44 12 6,9 3 1,7 3 1,7

45-54 8 5,8 0 0 0 0

55-64 3 3,6 0 0 0 0

65-74 1 3,3 0 0 0 0

75+ 0 0 0 0 0 0

Status Kawin

Belum Kawin 9 8,1 2 1,8 2 1,8

Kawin 42 7,3 6 1,0 5 0,9

Cerai Hidup 0 0 0 0 0 0

Cerai Mati 2 5,6 0 0 0 0

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah

4 8,9 0 0 1 2,2

Tidak tamat SD/MI 11 9,2 1 0,8 1 0,8

Tamat SD/MI 9 5,5 1 0,6 1 0,6

Tamat SLTP/MTS 10 6,1 1 0,6 1 0

Tamat SLTA/MA 19 9,1 5 2,4 4 1,9

Tamat D1/D2/D3 0 0 0 0 0 0

Tamat PT 0 0 0 0 0 0

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BU 0 0 0 0 0 0

Page 89: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

63

MD

Pegawai swasta 7 10 1 1,4 0 0

Wiraswasta 9 7,6 2 1,7 3 2,5

Petani 3 42,9 0 0 0 0

Buruh 5 4,9 1 1,0 1 1,0

Lainnya 1 2,6 0 0 0 0

Tidak kerja 28 7,3 4 1,0 3 0,8

Total 53 7,3 8 1,1 7 1

Dalam tabel C.18. terlihat bahwa dari 53 responden yang pernah berniat

bunuh diri terdapat proporsi laki-laki (7,6%) sedikit lebih banyak dari pada laki-

laki (7,0%), Lebih banyak pada kelompok umur 25-34 tahun (10,5%), lebih

banyak pada kelompok belum kawin (8,1%), pendidikan yang tidak tamat SD

(9,2%), Tamat SLTA/MA (9,1%), dan juga Tidak/ belum pernah sekolah (8,9%).

Dan pada pekerjaan sebagai pegawai swasta dan petani (42,9%).

Dari 8 responden yang pernah membuat rencana bunuh diri terdapat

proporsi yang sama antara perempuan dan laaki-laki (1,1 %) , haampir merata

pada kelompok umur 15-24 tahun, 25-34 tahun, dan 35-44 tahun, lebih banyak

pada kelompok belum kawin (1,8%), pendidikan yang Tamat SLTA/MA (2,4%) dan

pada pekerjaan sebagai wiraswasta (1,7%).

Dari 7 responden yang pernah melakukan percobaan bunuh diri terdapat

proporsi perempuan (1,1 %) lebih banyak dari pada proporsi laki-laki (0,7%),

Lebih banyak pada kelompok umur 25-34 tahun (11,8%), lebih banyak pada

kelompok belum kawin (1,8%), pendidikan yang Tamat SLTA/MA (1,9%) dan pada

pekerjaan sebagai wiraswasta (2,5%)

C.3. Kabupaten Jombang

Dalam penelitian kesehatan jiwa di komunitas, Kota Bogor terpilih 724

responden dalam penelitian ini. Responden tersebar di Kecamatan Diwek dan

Kecamatan Perak.

Tabel C-19. Proporsi Kondisi gangguan jiwa cemas di Kabupaten Jombang, Tahun 2017

Cemas

Total Tidak Ya

Page 90: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

64

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 286 99,0% 3 1,0% 289 100,0%

Perempuan 413 94,9% 22 5,1% 435 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 77 96,3% 3 3,8% 80 100,0%

25-34 145 98,0% 3 2,0% 148 100,0%

35-44 144 98,0% 3 2,0% 147 100,0%

45-54 136 93,8% 9 6,2% 145 100,0%

55-64 96 95,0% 5 5,0% 101 100,0%

65+ 101 98,1% 2 1,9% 103 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 103 98,1% 2 1,9% 105 100,0%

Kawin 502 96,2% 20 3,8% 522 100,0%

Cerai Hidup 6 85,7% 1 14,3% 7 100,0%

Cerai Mati 88 97,8% 2 2,2% 90 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 26 96,3% 1 3,7% 27 100,0%

Tidak tamat SD/MI 91 92,9% 7 7,1% 98 100,0%

Tamat SD/MI 147 97,4% 4 2,6% 151 100,0%

Tamat SLTP/MTS 156 96,3% 6 3,7% 162 100,0%

Tamat SLTA/MA 240 97,6% 6 2,4% 246 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 39 97,5% 1 2,5% 40 100,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 10 90,9% 1 9,1% 11 100,0%

Pegawai swasta 65 97,0% 2 3,0% 67 100,0%

Wiraswasta 115 98,3% 2 1,7% 117 100,0%

Petani 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%

Buruh 125 96,2% 5 3,8% 130 100,0%

Lainnya 132 97,8% 3 2,2% 135 100,0%

Tidak kerja 231 95,1% 12 4,9% 243 100,0%

Total 699 96,5% 25 3,5% 724 100,0%

Dengan menggunakan kuesioner MINI, kondisi gangguan kesehatan jiwa

saat ini akan digambarkan. Pada tabel C.19. menunjukkan proporsi cemas di

Kabupaten Jombang lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki.

Proporsi cemas perbedaannya cukup besar yakni dengan range 4,1%.

Proporsi cemas, berdasarkan kelompok umur tertinggi ada pada umur 45-

54 tahun (6,2%). Berdasarkan status kawin, proporsi cemas, lebih besar pada

kelompok cerai hidup dibandingkan status kawin, belum kawin dan cerai mati.

Jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan yang telah dicapai, proporsi

terbesar untuk cemas ada pada mereka yang berpendidikan ‘tidak tamat SD/MI’

Page 91: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

65

dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. Berdasarkan jenis pekerjaan,

pekerjaan PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD merupakan kelompok yang memiliki

proporsi tertinggi untuk cemas, dibandingkan kelompok jenis pekerjaan lainnya.

Tabel C-20 Proporsi Kondisi gangguan jiwa depresi di Kabupaten Jombang, Tahun 2017

Depresi

Total Tidak Ya

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 282 97,6% 7 2,4% 289 100,0%

Perempuan 415 95,4% 20 4,6% 435 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 76 95,0% 4 5,0% 80 100,0%

25-34 147 99,3% 1 0,7% 148 100,0%

35-44 141 95,9% 6 4,1% 147 100,0%

45-54 139 95,9% 6 4,1% 145 100,0%

55-64 93 92,1% 8 7,9% 101 100,0%

65+ 101 98,1% 2 1,9% 103 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 101 96,2% 4 3,8% 105 100,0%

Kawin 506 96,9% 16 3,1% 522 100,0%

Cerai Hidup 6 85,7% 1 14,3% 7 100,0%

Cerai Mati 84 93,3% 6 6,7% 90 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 26 96,3% 1 3,7% 27 100,0%

Tidak tamat SD/MI 89 90,8% 9 9,2% 98 100,0%

Tamat SD/MI 149 98,7% 2 1,3% 151 100,0%

Tamat SLTP/MTS 154 95,1% 8 4,9% 162 100,0%

Tamat SLTA/MA 239 97,2% 7 2,8% 246 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 40 100,0% 0 0,0% 40 100,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 8 72,7% 3 27,3% 11 100,0%

Pegawai swasta 64 95,5% 3 4,5% 67 100,0%

Wiraswasta 115 98,3% 2 1,7% 117 100,0%

Petani 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%

Buruh 124 95,4% 6 4,6% 130 100,0%

Lainnya 133 98,5% 2 1,5% 135 100,0%

Tidak kerja 232 95,5% 11 4,5% 243 100,0%

Total 697 96,3% 27 3,7% 724 100,0%

Page 92: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

66

Pada tabel C.20. menunjukkan proporsi depresi di Kabupaten Jombang

lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki. Proporsi depresi,

berdasarkan kelompok umur tertinggi ada pada umur 55-64 tahun (6,2%), yang

disusul kelompok 15-24 tahun (5%). Berdasarkan status kawin, proporsi depresi,

lebih besar pada kelompok cerai hidup dibandingkan status kawin, belum kawin

dan cerai mati.

Jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan yang telah dicapai, proporsi

terbesar untuk depresi ada pada responden yang berpendidikan ‘tidak tamat

SD/MI’ dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. Berdasarkan jenis pekerjaan,

pekerjaan PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD merupakan kelompok yang memiliki

proporsi tertinggi untuk depresi, dibandingkan kelompok jenis pekerjaan lainnya,

dengan angka proporsi 27,3%.

Tabel C-21Proporsi Kondisi gangguan jiwa psikotik di Kabupaten Jombang, Tahun 2017

Psikotik

Total Tidak Ya

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 272 94,1% 17 5,9% 289 100,0%

Perempuan 414 95,2% 21 4,8% 435 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 72 90,0% 8 10,0% 80 100,0%

25-34 141 95,3% 7 4,7% 148 100,0%

35-44 140 95,2% 7 4,8% 147 100,0%

45-54 135 93,1% 10 6,9% 145 100,0%

55-64 97 96,0% 4 4,0% 101 100,0%

65+ 101 98,1% 2 1,9% 103 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 94 89,5% 11 10,5% 105 100,0%

Kawin 498 95,4% 24 4,6% 522 100,0%

Cerai Hidup 6 85,7% 1 14,3% 7 100,0%

Cerai Mati 88 97,8% 2 2,2% 90 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 25 92,6% 2 7,4% 27 100,0%

Tidak tamat SD/MI 93 94,9% 5 5,1% 98 100,0%

Tamat SD/MI 148 98,0% 3 2,0% 151 100,0%

Tamat SLTP/MTS 153 94,4% 9 5,6% 162 100,0%

Tamat SLTA/MA 229 93,1% 17 6,9% 246 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 38 95,0% 2 5,0% 40 100,0%

Pekerjaan

Page 93: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

67

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 9 81,8% 2 18,2% 11 100,0%

Pegawai swasta 60 89,6% 7 10,4% 67 100,0%

Wiraswasta 108 92,3% 9 7,7% 117 100,0%

Petani 19 90,5% 2 9,5% 21 100,0%

Buruh 128 98,5% 2 1,5% 130 100,0%

Lainnya 130 96,3% 5 3,7% 135 100,0%

Tidak kerja 232 95,5% 11 4,5% 243 100,0%

Total 686 94,8% 38 5,2% 724 100,0%

Pada tabel C.21. diketahui bahwa proporsi psikotik pada responden

penelitian sedikit lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan. Untuk

proporsi psikotik, kelompok umur paling muda yakni 15-24 tahun yang memiliki

proporsi tertinggi yakni sebesar 10% dibandingkan kelompok umur yang lebih

tua. Berdasarkan status kawin, proporsi psikotik lebih besar pada kelompok cerai

hidup dibandingkan status kawin, belum kawin dan cerai mati. Jika dilihat

berdasarkan tingkat pendidikan yang telah dicapai, Proporsi tertinggi kejadian

psikotik pada mereka yang tidak/ belum pernah sekolah (7,4%), kemudian diikuti

mereka yang ‘tamat SLTA/MA’ (6,9%). Berdasarkan jenis pekerjaan, pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD merupakan kelompok yang memiliki proporsi

tertinggi untuk psikotik dibandingkan kelompok jenis pekerjaan lainnya.

Tabel C-22. Proporsi Kondisi depresi masa lalu di Kabupaten Jombang, Tahun 2017

Riwayat gangguan depresi

Total Tidak Ya

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 282 97,6% 7 2,4% 289 100,0%

Perempuan 410 94,3% 25 5,7% 435 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 74 92,5% 6 7,5% 80 100,0%

25-34 145 98,0% 3 2,0% 148 100,0%

35-44 139 94,6% 8 5,4% 147 100,0%

45-54 138 95,2% 7 4,8% 145 100,0%

55-64 94 93,1% 7 6,9% 101 100,0%

65+ 102 99,0% 1 1,0% 103 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 99 94,3% 6 5,7% 105 100,0%

Kawin 502 96,2% 20 3,8% 522 100,0%

Cerai Hidup 6 85,7% 1 14,3% 7 100,0%

Page 94: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

68

Cerai Mati 85 94,4% 5 5,6% 90 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 25 92,6% 2 7,4% 27 100,0%

Tidak tamat SD/MI 91 92,9% 7 7,1% 98 100,0%

Tamat SD/MI 147 97,4% 4 2,6% 151 100,0%

Tamat SLTP/MTS 152 93,8% 10 6,2% 162 100,0%

Tamat SLTA/MA 237 96,3% 9 3,7% 246 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 40 100,0% 0 0,0% 40 100,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 9 81,8% 2 18,2% 11 100,0%

Pegawai swasta 65 97,0% 2 3,0% 67 100,0%

Wiraswasta 113 96,6% 4 3,4% 117 100,0%

Petani 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%

Buruh 125 96,2% 5 3,8% 130 100,0%

Lainnya 132 97,8% 3 2,2% 135 100,0%

Tidak kerja 227 93,4% 16 6,6% 243 100,0%

Total 692 95,6% 32 4,4% 724 100,0%

Dalam tabel C.22. terlihat bahwa dari 724 responden di Kabupaten

Jombang terdapat proporsi responden yang mengalami kondisi depresi di masa

lalu sebesar 32 (4,4%) dan proporsi yang tidak depresi ada 692 (95,6%). Dari

responden yang depresi dimasa lalu tersebut terlihat bahwa proporsi

perempuan (5,7%) lebih banyak daripada laki-laki (2,4%), Lebih banyak pada

kelompok umur 15-24 tahun (7,5%), lebih banyak pada status perkawinan cerai

hidup (14,3%), pendidikan tidak pernah sekolah (7,4%), dan pada kelompok

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD (18,2%).

Tabel C-23Proporsi Kondisi gangguan mental emosional satu bulan terakhir di

Kabupaten Jombang, Tahun 2017

Gangguan mental emosional

Total Tidak Ya

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 282 97,6% 7 2,4% 289 100,0%

Perempuan 409 94,0% 26 6,0% 435 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 78 97,5% 2 2,5% 80 100,0%

25-34 142 95,9% 6 4,1% 148 100,0%

35-44 142 96,6% 5 3,4% 147 100,0%

45-54 136 93,8% 9 6,2% 145 100,0%

55-64 93 92,1% 8 7,9% 101 100,0%

Page 95: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

69

65+ 100 97,1% 3 2,9% 103 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 101 96,2% 4 3,8% 105 100,0%

Kawin 503 96,4% 19 3,6% 522 100,0%

Cerai Hidup 5 71,4% 2 28,6% 7 100,0%

Cerai Mati 82 91,1% 8 8,9% 90 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 25 92,6% 2 7,4% 27 100,0%

Tidak tamat SD/MI 89 90,8% 9 9,2% 98 100,0%

Tamat SD/MI 145 96,0% 6 4,0% 151 100,0%

Tamat SLTP/MTS 154 95,1% 8 4,9% 162 100,0%

Tamat SLTA/MA 239 97,2% 7 2,8% 246 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 39 97,5% 1 2,5% 40 100,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 9 81,8% 2 18,2% 11 100,0%

Pegawai swasta 66 98,5% 1 1,5% 67 100,0%

Wiraswasta 114 97,4% 3 2,6% 117 100,0%

Petani 20 95,2% 1 4,8% 21 100,0%

Buruh 124 95,4% 6 4,6% 130 100,0%

Lainnya 129 95,6% 6 4,4% 135 100,0%

Tidak kerja 229 94,2% 14 5,8% 243 100,0%

Total 691 95,4% 33 4,6% 724 100,0%

Kondisi gangguan mental emosional berdasarkan instrumen SRQ akan

digambarkan berikut ini. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi tertinggi gangguan

mental emosional ada pada perempuan dibandingkan laki-laki.

Proporsi tertinggi kondisi gangguan kesehatan emosional dalam satu

bulan terakhir pada kelompok umur 55-64 tahun, yang memiliki status cerai

hidup, pada tingkat pendidikan ‘tidak tamat SD/MI’, dan yang memiliki pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya.

Tabel C-24 Proporsi Kondisi normal di Kabupaten Jombang, Tahun 2017

Normal

Total Normal Tidak normal

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 265 91,7% 24 8,3% 289 100,0%

Perempuan 390 89,7% 45 10,3% 435 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 67 83,8% 13 16,3% 80 100,0%

25-34 139 93,9% 9 6,1% 148 100,0%

35-44 134 91,2% 13 8,8% 147 100,0%

Page 96: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

70

45-54 126 86,9% 19 13,1% 145 100,0%

55-64 89 88,1% 12 11,9% 101 100,0%

65+ 100 97,1% 3 2,9% 103 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 90 85,7% 15 14,3% 105 100,0%

Kawin 477 91,4% 45 8,6% 522 100,0%

Cerai Hidup 5 71,4% 2 28,6% 7 100,0%

Cerai Mati 83 92,2% 7 7,8% 90 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 24 88,9% 3 11,1% 27 100,0%

Tidak tamat SD/MI 86 87,8% 12 12,2% 98 100,0%

Tamat SD/MI 143 94,7% 8 5,3% 151 100,0%

Tamat SLTP/MTS 143 88,3% 19 11,7% 162 100,0%

Tamat SLTA/MA 221 89,8% 25 10,2% 246 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 38 95,0% 2 5,0% 40 100,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 8 72,7% 3 27,3% 11 100,0%

Pegawai swasta 58 86,6% 9 13,4% 67 100,0%

Wiraswasta 108 92,3% 9 7,7% 117 100,0%

Petani 19 90,5% 2 9,5% 21 100,0%

Buruh 120 92,3% 10 7,7% 130 100,0%

Lainnya 125 92,6% 10 7,4% 135 100,0%

Tidak kerja 217 89,3% 26 10,7% 243 100,0%

Total 655 90,5% 69 9,5% 724 100,0%

Tabel C-25.Proporsi Pengobatan medis saat ini

Mencari pengobatan medis cemas Depresi Psikotik

n = 25 % n = 27 % n = 24 %

Tidak 13 52,0% 15 55,6% 17 70,8%

Ya 12 48,0% 12 44,4% 7 29,2%

Fasilitas yang dikunjungi

Puskesmas/klinik/praktik dokter 8 66,7% 6 50,0% 1 14,3%

RSU 2 16,7% 2 16,7% 4 57,1%

RS Jiwa 0 0,0% 1 8,3% 3 42,9%

Lainnya 4 33,3% 4 33,3% 2 28,6%

Tabel C.25. menunjukkan sejumlah 48,0% penderita cemas dari responden

Kabupaten Jombang yang mengakses pelayanan kesehatan dan sejumlah 55,6%

penderita depresi melakukan hal yang sama. Dengan demikian, treatmentgap

pada responden gangguan cemas di Kota Bogor adalah 52,0 % dan 55,6 % pada

gangguan depresi. Sebagian besar responden cemas, mereka menuju

Puskesmas/klinik/praktik dokter (66,7%) untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan. Demikian juga responden yang mengalami depresi, sebagian besar

mengakses Puskesmas/klinik/praktik dokter untuk mendapatkan pelayanan

Page 97: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

71

kesehatan (50,0%). Sejumlah 29,2% responden yang memiliki gejala psikosis

mengakses layanan kesehatan, atau sekitar 70,8% terjadi treatmentgap pada

responden psikosis di Kabupaten Jombang. Fasilitas yang dikunjungi oleh

penderita psikosis adalah yang utama RSU (57,1%), RS Jiwa (42,9%), Fasilitas

Lainnya (28,6%) dan Puskesmas/klinik/praktik dokter (14,3%).

Tabel C-26. Proporsi Alasan tidak berobat

Alasan tidak berobat cemas Depresi Psikotik

n = 13 % n = 25 % n = 17 %

Ketidaknyamanan saat berobat 0 0,0% 0 0,0% 1 5,9%

Kesulitan transportasi 1 7,7% 0 0,0% 2 11,8%

Merasa tidak perlu berobat 10 76,9% 11 73,3% 12 70,6%

Bukan penyakit medis 8 61,5% 8 53,3% 13 76,5%

Dapat diobati secara tradisional 0 0,0% 1 6,7% 1 5,9%

Merasa takut/malu 1 7,7% 0 0,0% 0 0,0%

Tidak tahu ada layanan keswa 1 7,7% 1 6,7% 1 5,9%

Lainnya 1 7,7% 3 20,0% 1 5,9%

Pada responden Jombang, yang mengalami gangguan cemas maupun

depresi namun tidak mengakses pelayanan kesehatan, memiliki alasan paling

banyak adalah merasa tidak perlu berobat (76,9% pada cemas dan 73,3% pada

depresi) dan menganggap bahwa gejala yang dialami bukan merupakan penyakit

medis (61,5% pada gangguan cemas dan 53,3% pada gangguan depresi). Pada

responden psikosis yang tidak mengakses layanan kesehatan, paling banyak

menganggap bahwa penyakit yang diderita bukan penyakit medis (76,5%), dan

merasa tidak perlu berobat (70,6%).

Tabel C-27.Proporsi Pengalaman menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap

mati berdasarkan karakteristik (N=724) di Kabupaten Jombang, Tahun 2017

Pernah berniat Pernah membuat

rencana Pernah melakukan

percobaan

n % n % n %

Page 98: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

72

Jenis Kelamin

Laki-laki 3 1,0% 2 0,7% 1 0,3%

Perempuan 3 0,7% 1 0,2% 2 0,5%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

25-34 0 0,0% 0 0,0% 1 0,7%

35-44 3 2,0% 2 1,4% 1 0,7%

45-54 2 1,4% 0 0,0% 0 0,0%

55-64 1 1,0% 1 1,0% 1 1,0%

65+ 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Status kawin

Belum Kawin 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Kawin 6 1,1% 3 0,6% 3 0,6%

Cerai Hidup 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Cerai Mati 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 1 3,7% 1 3,7% 0 0,0%

Tidak tamat SD/MI 1 1,0% 0 0,0% 0 0,0%

Tamat SD/MI 1 0,7% 1 0,7% 1 0,7%

Tamat SLTP/MTS 3 1,9% 1 0,6% 1 0,6%

Tamat SLTA/MA 0 0,0% 0 0,0% 1 0,4%

Tamat Diploma/Sarjana 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Pegawai swasta 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Wiraswasta 1 0,9% 1 0,9% 0 0,0%

Petani 1 4,8% 0 0,0% 0 0,0%

Buruh 1 0,8% 0 0,0% 0 0,0%

Lainnya 2 1,5% 1 0,7% 1 0,7%

Tidak kerja 1 0,4% 1 0,4% 2 0,8%

Total 6 0,8% 3 0,4% 3 0,4%

Dalam tabel C.27. terlihat bahwa dari 6 responden yang pernah berniat

bunuh diri terdapat proporsi laki-laki (1,0%) sedikit lebih banyak dari pada laki-

laki (0,7%), Lebih banyak pada kelompok umur 35-44 tahun (2,0%), lebih banyak

pada kelompok kawin (1,1%), pendidikan yang Tidak/ belum pernah sekolah

(3,7%) , Dan pada pekerjaan sebagai petani (4,8%).

Dari 3 responden yang pernah membuat rencana bunuh diri terdapat

proporsi yang sedikit lebih tinggi pada kelompok laki-laki (0,7%) daripada

perempuan (0,2%), lebih banyak pada kelompok umur 35-44 tahun (1,4%),

terjadi pada kelompok kawin (0,6%), pendidikan Tidak/ belum pernah sekolah

Page 99: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

73

(3,7%) dan pada pekerjaan sebagai wiraswasta (0,9%), lainnya (0,7%) dan tidak

bekerja (0,4%).

Dari 3 responden yang pernah melakukan percobaan bunuh diri terdapat

proporsi perempuan (0,5 %) lebih banyak dari pada proporsi laki-laki (0,3%),

Lebih banyak pada kelompok umur 55-64 tahun (1,0%), lebih banyak pada

kelompok kawin (0,6%), pendidikan yang Tamat SD/MI (0,7%) dan pada

responden yang tidak bekerja (0,8%) dan dengan pekerjaan lainnya, misal ojeg,

tukang parkir (0,7%).

C.4. Kabupaten Tojo Una-una

Di Kabupaten Tojo Una Una, dari 718 responden yang diwawancara,

perempuan lebih banyak yang mengalami gangguan jiwa cemas dibandingkan

dengan kaum laki-laki. Menurut kelompok umur, responden pada kelompok

umur 55 – 74 terbanyak yang mengalami gangguan jiwa cemas. Responden

dengan status kawin cerai mati juga lebih banyak mengalami gangguan cemas.

Menurut pendidikan, responden yang Tidak/ belum pernah sekolah paling

banyak mengalami cemas, disusul responden tidak tamat SD/MI. Menurut jenis

pekerjaan, responden petani paaling banyak mengalami gangguan jiwa cemas.

Tabel C-28 Proporsi Kondisi gangguan jiwa cemas di Kabupaten Tojo Una-una, Tahun 2017

Cemas

Total Tidak Ya

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 293 91,6% 27 8,4% 320 100,0%

Perempuan 342 85,9% 56 14,1% 398 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 152 95,0% 8 5,0% 160 100,0%

25-34 118 95,2% 6 4,8% 124 100,0%

35-44 152 87,4% 22 12,6% 174 100,0%

45-54 125 84,5% 23 15,5% 148 100,0%

55-64 55 77,5% 16 22,5% 71 100,0%

65+ 33 80,5% 8 19,5% 41 100,0%

Page 100: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

74

Status kawin

Belum Kawin 159 97,0% 5 3,0% 164 100,0%

Kawin 425 86,9% 64 13,1% 489 100,0%

Cerai Hidup 16 84,2% 3 15,8% 19 100,0%

Cerai Mati 35 76,1% 11 23,9% 46 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 8 80,0% 2 20,0% 10 100,0%

Tidak tamat SD/MI 89 80,9% 21 19,1% 110 100,0%

Tamat SD/MI 183 85,9% 30 14,1% 213 100,0%

Tamat SLTP/MTS 147 91,3% 14 8,7% 161 100,0%

Tamat SLTA/MA 156 93,4% 11 6,6% 167 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 52 91,2% 5 8,8% 57 100,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 34 94,4% 2 5,6% 36 100,0%

Pegawai swasta 13 92,9% 1 7,1% 14 100,0%

Wiraswasta 59 90,8% 6 9,2% 65 100,0%

Petani 176 80,7% 42 19,3% 218 100,0%

Buruh 13 100,0% 0 0,0% 13 100,0%

Lainnya 125 91,9% 11 8,1% 136 100,0%

Tidak kerja 215 91,1% 21 8,9% 236 100,0%

Total 635 88,4% 83 11,6% 718 100,0%

Tabel C-29 Proporsi Kondisi gangguan jiwa depresi di Kabupaten Tojo Una-una, Tahun

2017

Depresi

Total Tidak Ya

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 288 90,0% 32 10,0% 320 100,0%

Perempuan 335 84,2% 63 15,8% 398 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 153 95,6% 7 4,4% 160 100,0%

25-34 116 93,5% 8 6,5% 124 100,0%

35-44 149 85,6% 25 14,4% 174 100,0%

45-54 127 85,8% 21 14,2% 148 100,0%

55-64 51 71,8% 20 28,2% 71 100,0%

65+ 27 65,9% 14 34,1% 41 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 161 98,2% 3 1,8% 164 100,0%

Kawin 411 84,0% 78 16,0% 489 100,0%

Cerai Hidup 15 78,9% 4 21,1% 19 100,0%

Cerai Mati 36 78,3% 10 21,7% 46 100,0%

Page 101: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

75

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 8 80,0% 2 20,0% 10 100,0%

Tidak tamat SD/MI 86 78,2% 24 21,8% 110 100,0%

Tamat SD/MI 174 81,7% 39 18,3% 213 100,0%

Tamat SLTP/MTS 150 93,2% 11 6,8% 161 100,0%

Tamat SLTA/MA 153 91,6% 14 8,4% 167 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 52 91,2% 5 8,8% 57 100,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 33 91,7% 3 8,3% 36 100,0%

Pegawai swasta 12 85,7% 2 14,3% 14 100,0%

Wiraswasta 60 92,3% 5 7,7% 65 100,0%

Petani 174 79,8% 44 20,2% 218 100,0%

Buruh 12 92,3% 1 7,7% 13 100,0%

Lainnya 123 90,4% 13 9,6% 136 100,0%

Tidak kerja 209 88,6% 27 11,4% 236 100,0%

Total 623 86,8% 95 13,2% 718 100,0%

Tabel C.29. menunjukkan pada responden Tojo Una-una, perempuan

lebih banyak yang mengalami depresi dibandingkan dengan kaum laki-laki.

Menurut kelompok umur, responden pada kelompok umur 65+ terbanyak yang

mengalami depresi. Responden dengan status kawin cerai (mati dan hidup) juga

lebih banyak mengalami gangguan depresi. Menurut pendidikan, responden

yang tidak tamat SD/MI paling banyak mengalami depresi. Menurut jenis

pekerjaan, responden petani paaling banyak mengalami gangguan jiwa depresi.

Tabel C-30. Proporsi Kondisi gangguan jiwa psikotik di Kabupaten Tojo Una-una, Tahun

2017

Psikotik

Total Tidak Ya

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 311 97,2% 9 2,8% 320 100,0%

Perempuan 387 97,2% 11 2,8% 398 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 159 99,4% 1 0,6% 160 100,0%

25-34 121 97,6% 3 2,4% 124 100,0%

35-44 166 95,4% 8 4,6% 174 100,0%

45-54 147 99,3% 1 0,7% 148 100,0%

55-64 68 95,8% 3 4,2% 71 100,0%

65+ 37 90,2% 4 9,8% 41 100,0%

Status kawin

Page 102: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

76

Belum Kawin 163 99,4% 1 0,6% 164 100,0%

Kawin 472 96,5% 17 3,5% 489 100,0%

Cerai Hidup 18 94,7% 1 5,3% 19 100,0%

Cerai Mati 45 97,8% 1 2,2% 46 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 10 100,0% 0 0,0% 10 100,0%

Tidak tamat SD/MI 107 97,3% 3 2,7% 110 100,0%

Tamat SD/MI 205 96,2% 8 3,8% 213 100,0%

Tamat SLTP/MTS 160 99,4% 1 0,6% 161 100,0%

Tamat SLTA/MA 160 95,8% 7 4,2% 167 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 56 98,2% 1 1,8% 57 100,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 36 100,0% 0 0,0% 36 100,0%

Pegawai swasta 13 92,9% 1 7,1% 14 100,0%

Wiraswasta 64 98,5% 1 1,5% 65 100,0%

Petani 212 97,2% 6 2,8% 218 100,0%

Buruh 13 100,0% 0 0,0% 13 100,0%

Lainnya 126 92,6% 10 7,4% 136 100,0%

Tidak kerja 234 99,2% 2 0,8% 236 100,0%

Total 698 97,2% 20 2,8% 718 100,0%

Tabel C.30. menunjukkan pada responden Tojo Una-una, proporsi

gangguan jiwa psikotik sama pada perempuan dengan kaum laki-laki. Menurut

kelompok umur, responden pada kelompok umur 65+ terbanyak yang

mengalami psikotik. Responden dengan status kawin cerai hidup lebih banyak

mengalami gangguan psikotik. Menurut pendidikan, responden yang Tamat

SLTA/MA paling banyak mengalami psikotik. Menurut jenis pekerjaan,

responden yang bekerja di bidang lainnya (nelayan, ojeg, dll) paaling banyak

mengalami gangguan jiwa psikotik, disusul pada responden yang berstatus

pegawai swasta.

Tabel C-31. Proporsi Kondisi normal di Kabupaten Tojo Una-una, Tahun 2017

Normal

Total Normal

Tidak Normal

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 272 85,0% 48 15,0% 320 100,0%

Perempuan 310 77,9% 88 22,1% 398 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

Page 103: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

77

15-24 146 91,3% 14 8,8% 160 100,0%

25-34 111 89,5% 13 10,5% 124 100,0%

35-44 138 79,3% 36 20,7% 174 100,0%

45-54 118 79,7% 30 20,3% 148 100,0%

55-64 46 64,8% 25 35,2% 71 100,0%

65+ 23 56,1% 18 43,9% 41 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 156 95,1% 8 4,9% 164 100,0%

Kawin 380 77,7% 109 22,3% 489 100,0%

Cerai Hidup 13 68,4% 6 31,6% 19 100,0%

Cerai Mati 33 71,7% 13 28,3% 46 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 7 70,0% 3 30,0% 10 100,0%

Tidak tamat SD/MI 78 70,9% 32 29,1% 110 100,0%

Tamat SD/MI 163 76,5% 50 23,5% 213 100,0%

Tamat SLTP/MTS 140 87,0% 21 13,0% 161 100,0%

Tamat SLTA/MA 145 86,8% 22 13,2% 167 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 49 86,0% 8 14,0% 57 100,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 32 88,9% 4 11,1% 36 100,0%

Pegawai swasta 12 85,7% 2 14,3% 14 100,0%

Wiraswasta 58 89,2% 7 10,8% 65 100,0%

Petani 155 71,1% 63 28,9% 218 100,0%

Buruh 12 92,3% 1 7,7% 13 100,0%

Lainnya 114 83,8% 22 16,2% 136 100,0%

Tidak kerja 199 84,3% 37 15,7% 236 100,0%

Total 582 81,1% 136 18,9% 718 100,0%

Tabel C-32. Proporsi Kondisi depresi masa lalu di Kabupaten Tojo Una-una, Tahun 2017

Riwayat depresi masa lalu

Total Tidak Ya

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 311 97,2% 9 2,8% 320 100,0%

Perempuan 379 95,2% 19 4,8% 398 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 157 98,1% 3 1,9% 160 100,0%

25-34 122 98,4% 2 1,6% 124 100,0%

35-44 166 95,4% 8 4,6% 174 100,0%

45-54 141 95,3% 7 4,7% 148 100,0%

55-64 64 90,1% 7 9,9% 71 100,0%

65+ 40 97,6% 1 2,4% 41 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 163 99,4% 1 0,6% 164 100,0%

Kawin 469 95,9% 20 4,1% 489 100,0%

Page 104: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

78

Cerai Hidup 18 94,7% 1 5,3% 19 100,0%

Cerai Mati 40 87,0% 6 13,0% 46 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 10 100,0% 0 0,0% 10 100,0%

Tidak tamat SD/MI 102 92,7% 8 7,3% 110 100,0%

Tamat SD/MI 205 96,2% 8 3,8% 213 100,0%

Tamat SLTP/MTS 158 98,1% 3 1,9% 161 100,0%

Tamat SLTA/MA 160 95,8% 7 4,2% 167 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 55 96,5% 2 3,5% 57 100,0%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 34 94,4% 2 5,6% 36 100,0%

Pegawai swasta 12 85,7% 2 14,3% 14 100,0%

Wiraswasta 63 96,9% 2 3,1% 65 100,0%

Petani 207 95,0% 11 5,0% 218 100,0%

Buruh 12 92,3% 1 7,7% 13 100,0%

Lainnya 130 95,6% 6 4,4% 136 100,0%

Tidak kerja 232 98,3% 4 1,7% 236 100,0%

Total 690 96,1% 28 3,9% 718 100,0%

Tabel C-33. Proporsi Kondisi gangguan mental emosional di Kabupaten Tojo Una-una,

Tahun 2017

Ganggaun mental emosional

Total Tidak Ya

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 289 90,3% 31 9,7% 320 100,0%

Perempuan 312 78,4% 86 21,6% 398 100,0%

Kelompok Umur (tahun)

15-24 151 94,4% 9 5,6% 160 100,0%

25-34 112 90,3% 12 9,7% 124 100,0%

35-44 136 78,2% 38 21,8% 174 100,0%

45-54 126 85,1% 22 14,9% 148 100,0%

55-64 49 69,0% 22 31,0% 71 100,0%

65+ 27 65,9% 14 34,1% 41 100,0%

Status kawin

Belum Kawin 156 95,1% 8 4,9% 164 100,0%

Kawin 400 81,8% 89 18,2% 489 100,0%

Cerai Hidup 13 68,4% 6 31,6% 19 100,0%

Cerai Mati 32 69,6% 14 30,4% 46 100,0%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 8 80,0% 2 20,0% 10 100,0%

Tidak tamat SD/MI 76 69,1% 34 30,9% 110 100,0%

Tamat SD/MI 171 80,3% 42 19,7% 213 100,0%

Tamat SLTP/MTS 146 90,7% 15 9,3% 161 100,0%

Tamat SLTA/MA 147 88,0% 20 12,0% 167 100,0%

Tamat Diploma/Sarjana 53 93,0% 4 7,0% 57 100,0%

Pekerjaan

Page 105: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

79

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 33 91,7% 3 8,3% 36 100,0%

Pegawai swasta 11 78,6% 3 21,4% 14 100,0%

Wiraswasta 59 90,8% 6 9,2% 65 100,0%

Petani 169 77,5% 49 22,5% 218 100,0%

Buruh 12 92,3% 1 7,7% 13 100,0%

Lainnya 117 86,0% 19 14,0% 136 100,0%

Tidak kerja 200 84,7% 36 15,3% 236 100,0%

Total 601 83,7% 117 16,3% 718 100,0%

Pada tabel C.33. diinformasikan proporsi responden dengan gangguan

mental emosional (GME), dan terbanyak terjadi responden perempuan, pada

usia 55 – 74 tahun dengan status cerai hidup atau mati, tingkat pendidikan tidak

tamat SD/MI dengan pekerjaan pegawai swasta atau petani. Seperlima

responden perempuan mengalami GME, bekerja pegawai swasta atau petani.

Sekitar sepertiga responden perempuan, status kawain cerai (hidup atau mati)

dan tidak tamat SD/MI yang menderita GME.

Tabel C-34. Proporsi Pengobatan medis saat ini

Mencari pengobatan medis Cemas Depresi Psikotik

n = 83 % n = 95 % n = 28 %

Tidak 56 67,5% 62 65,3% 14 77,8%

Ya 27 32,5% 33 34,7% 4 22,2%

Fasilitas yang dikunjungi

Puskesmas/klinik/praktik dokter 24 88,9% 24 72,7% 2 50,0%

RSU 8 29,6% 9 27,3% 2 50,0%

RS Jiwa 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Lainnya 1 3,7% 4 12,1% 0 0,0%

Tabel C.34 menunjukkan sejumlah 32,5% penderita cemas dari responden

Kabupaten Tojo Una-una yang meng-akses pelayanan kesehatan dan sejumlah

34,7% penderita depresi melakukan hal yang sama. Dengan demikian,

treatmentgap pada responden gangguan cemas di Kabupaten Tojo Una-una

adalah 67,5% dan 65,3% pada gangguan depresi. Sebagian besar responden

cemas, mereka menuju Puskesmas/klinik/praktik dokter (88,9%) untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan. Demikian juga responden yang mengalami

depresi, sebagian besar mengakses Puskesmas/klinik/praktik dokter untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan (72,7%). Pada responden psikosis, baru

Page 106: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

80

22,2% yang mengakses layanan kesehatan, artinya terjadi treatmentgap 77,8%.

Fasilitas yang dikunjungi oleh responden psikosis adalah

Puskesmas/klinik/praktik dokter (50%) dan RSU (50%).

Tabel C-35. Proporsi Alasan tidak berobat

Alasan tidak berobat cemas Depresi Psikotik

n = 56 %

n = 62 % n = 14 %

Ketidaknyamanan saat berobat 0 0,0% 2 3,2% 0 0,0%

Kesulitan transportasi 7 12,5% 10 16,1% 0 0,0%

Merasa tidak perlu berobat 36 64,3% 48 77,4% 9 64,3%

Bukan penyakit medis 23 41,1% 18 29,0% 3 21,4%

Dapat diobati secara tradisional 4 7,1% 3 4,8% 1 7,1%

Merasa takut/malu 7 12,5% 4 6,5% 4 28,6%

Tidak tahu ada layanan keswa 9 16,1% 15 24,2% 2 14,3%

Lainnya 7 12,5% 2 3,2% 0 0,0%

Pada responden Tojo Una-una, yang mengalami gangguan cemas maupun

depresi namun tidak mengakses pelayanan kesehatan, memiliki alasan paling

banyak adalah merasa tidak perlu berobat (64,3% pada cemas dan 77,4% pada

depresi) dan menganggap bahwa gejala yang dialami bukan merupakan penyakit

medis (41,1% pada gangguan cemas dan 29,0% pada gangguan depresi). Pada

responden yang tidak mengakses layanan kesehatan, memiliki alasan merasa

tidak perlu berobat (64,3%), Merasa takut/malu (28,6%) dan menganggap bahwa

yang dialami bukan merupakan penyakit medis (21,4%).

Tabel C-36. Proporsi Pengalaman menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap

mati berdasarkan karakteristik di Kabupaten Tojo Una-una, Tahun 2017 (N=718)

Pernah berniat Pernah membuat

rencana Pernah melakukan

percobaan

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 6 1,9% 2 0,6% 1 0,3%

Perempuan 14 3,5% 6 1,5% 4 1,0%

Kelompok Umur (tahun)

Page 107: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

81

15-24 1 0,6% 0 0,0% 0 0,0%

25-34 1 0,8% 2 1,6% 1 0,8%

35-44 8 4,6% 3 1,7% 2 1,1%

45-54 3 2,0% 0 0,0% 0 0,0%

55-64 5 7,0% 1 1,4% 1 1,4%

65+ 2 4,9% 2 4,9% 1 2,4%

Status kawin

Belum Kawin 0 0,0% 1 0,6% 0 0,0%

Kawin 14 2,9% 4 0,8% 3 0,6%

Cerai Hidup 1 5,3% 1 5,3% 1 5,3%

Cerai Mati 5 10,9% 2 4,3% 1 2,2%

Tingkat Pendidikan

Tidak/ belum pernah sekolah 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Tidak tamat SD/MI 8 7,3% 2 1,8% 0 0,0%

Tamat SD/MI 6 2,8% 1 0,5% 1 0,5%

Tamat SLTP/MTS 2 1,2% 2 1,2% 1 0,6%

Tamat SLTA/MA 3 1,8% 2 1,2% 2 1,2%

Tamat Diploma/Sarjana 1 1,8% 1 1,8% 1 1,8%

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Pegawai swasta 1 7,1% 0 0,0% 0 0,0%

Wiraswasta 1 1,5% 0 0,0% 0 0,0%

Petani 9 4,1% 4 1,8% 2 0,9%

Buruh 0 0,0% 0 0,0% 0 0,0%

Lainnya 4 2,9% 2 1,5% 1 0,7%

Tidak kerja 5 2,1% 2 0,8% 2 0,8%

Total 20 2,8% 8 1,1% 5 0,7%

Dalam tabel C.36. terlihat bahwa dari 20 responden yang pernah berniat

bunuh diri lebih banyak pada proporsi perempuan (3,5%) dari pada laki-laki

(1,9%), Lebih banyak pada kelompok umur 55-64 tahun (7,0%), lebih banyak

pada kelompok cerai mati (1,9%), pendidikan yang Tidak tamat SD (7,3%) , Dan

pada pekerjaan sebagai pegawai swasta (7,1%).

Dari 8 responden yang pernah membuat rencana bunuh diri terdapat

proporsi yang sedikit lebih tinggi pada kelompok perempuan (1,5%) daripada

laki-laki (0,6%), lebih banyak pada kelompok umur 65+ tahun (4,9%), terjadi pada

kelompok cerai hidup (5,3%), pendidikan Tidak tamat SD/MI (1,8%) dan Tamat

Diploma/Sarjana (1,8%), pada pekerjaan sebagai petani (1,8%),dan lainnya

(1,5%).

Page 108: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

82

Dari 5 responden yang pernah melakukan percobaan bunuh diri terdapat

proporsi perempuan (1,0 %) lebih banyak dari pada proporsi laki-laki (0,3%),

Lebih banyak pada kelompok umur 65+ tahun (2,4%), lebih banyak pada status

perkawinan cerai hidup (5,3%), pendidikan Tamat Diploma/Sarjana (1,8%) dan

pada responden petani (0,9%), yang tidak bekerja (0,8%) dan dengan pekerjaan

lainnya, misal ojeg, tukang parkir (0,7%).

D. Program Kesehatan Jiwa Yang Berbasis Masyarakat Dan Fasilitas Kesehatan

Penggalian secara kualitatif dilakukan sebagai bagian dari penelitian ini

dilakukan untuk mendapatkan gambaran bagaimana upaya mengatasi masalah

gangguan kesehatan jiwa dari perspektif provider kesehatan serta bagaimana

persepsi masyarakat terkait kesehatan jiwa. Dari hasil penggalian secara

kualitatif ini diharapkan akan dapat tergambarkan kendala ataupun kesenjangan

yang ada terkait pelayanan kesehatan jiwa dari persepsi masyarakat dan

penyelenggara pelayanan kesehatan.

Penggalian informasi dilakukan di tiga wilayah, yaitu Kota Bogor, Kabupaten

Jombang dan Kabupaten Tojo Una-Una. Pada bagian ini akan disajikan hasil

secara keseluruhan di tiga lokasi tersebut. Untuk gambaran hasil secara lebih

rinci di masing-masing wilayah tersebut akan disajjikan dalam bagian terpisah

(4.F.1, 4.F.2, dan 4.F3). Berikut ini penjelasan hasil penggalian informasi secara

kualitatif secara umum di ketiga lokasi penelitian.

Gambaran Upaya Kesehatan Jiwa berbasis Masyarakat dan Program Kesehatan

Jiwa Di Kabupaten

Secara umum dari informasi yang didapatkan di tiga wilayah studi

didapatkan beberapa poin utama terkait program kesehatan jiwa berbasis

masyarakat adalah mencakup dukungan dari pemerintah di sektor kesehatan

setempat untuk kegiatan di masyarakat, peran sektor non-kesehatan atau aparat

Page 109: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

83

pemerintah lain yang terkait upaya kesehatan jiwa, kebutuhan yang dirasakan

oleh masyarakat dalam penanganan orang dengan gangguan jiwa.

Dukungan dari pemerintah, terutama di sektor kesehatan baik di tingkat

puskesmas, dinas kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi pada umumnya

adalah dalam bentuk pembinaan atau peningkatan kapasitas tenaga kesehatan,

dukungan ketersedian sarana medis untuk pelayanan penderita gangguan jiwa,

dukungan kebijakan dan regulasi terkait, serta pemberdayaan masyarakat

setempat. Untuk fungsi pembinaan dan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan

untuk pelayanan kesehatan jiwa lebih banyak diperankan oleh dinas kesehatan di

tingkat provinsi. Sementara peran dinas kesehatan di tingkat kabupaten/kota

lebih bersifat teknis pelayanan, pelaporan dan pencatatan data serta koordinasi

di fasilitas kesehatan termasuk di Rumah Sakit dan Puskesmas.

Puskesmas merupakan unit penting dalam sektor kesehatan yang

mempunyai peran krusial dalam pelaksanaan dan keberlangsungan upaya

kesehatan jiwa berbasis masyarakat. Pengalaman di Kabupaten Jombang

menunjukkan peran penanggung jawab kesehatan jiwa di Puskesmas yang sangat

besar dalam pendekatan di masyarakat untuk penanganan penderita gangguan

jiwa termasuk dalam program pelepasan pasung. Semangat dan dedikasi yang

tinggi dari tenaga kesehatan dapat meningkatkan kesadaran dan peran serta

masyarakat untuk mendukung program bebas pasung dan aktif terlibat dalam

kegiatan rehabilitasi penderita gangguan jiwa.

Dukungan ketersediaan sarana medis dan non medis untuk pelayanan

penderita gangguan jiwa juga merupakan salah satu faktor penting. Akses

terhadap obat masih terbatas pada dukungan pemerintah serta layanan fasilitas

kesehatan juga masih terbatas pada fasilitas pemerintah. Masyarakat dengan

keterbatasan ekonomi cukup sulit untuk mempunyai pilihan lain selain dari

sarana yang disediakan oleh pemerintah.

Regulasi ataupun kebijakan terkait kesehatan jiwa masih sangat terbatas

terutama di Kabupaten Touna dan Kota Bogor. Sementara di Kabupaten

Jombang, dukungan kebijakan tampak lebih kuat dengan dicanangkannya misi

Page 110: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

84

‘Jatim bebas pasung 2017’ pada tahun 2012, meskipun pada kenyataannya masih

belum tercapai. Komitmen nyata para pengambil kebijakan untuk mendukung

program pencegahan dan pengendalian gangguan kesehatan jiwa sangat

berperan dalam terciptanya dan keberlangsungan kegiatan terkait program

kesehatan jiwa baik di sektor pelayanan ataupun pengobatan serta

pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat dalam upaya atupun kegiatan terkait

kesehatan jiwa masih belum terlihat di kota Bogor maupun Kabupaten Touna.

Sementara Kabupaten Jombang sudah dapat menunjukkan keberhasilan upaya

rehabiliasi penderita gangguan jiwa dan pelepasan pasung melalui peran serta

aktif dari masyarakat setempat. Pengalaman yang positif dari Kabupaten

Jombang dapat menjadi pembelajaran bagi wilayah lain di Indonesia dengan

modifikasi sesuai dengan potensi lokal maupun kapasitas sumber daya wilayah

setempat termasuk budaya setempat.

Beberapa fakta yang menjadi ‘milestone’ dalam penanganan gangguan

kesehatan jiwa di Kabupaten Jombang diantaranya adalah pencanangan Jatim

Bebas Pasung 2017 oleh Gubernur; Pembentukan Posyandu Jiwa dan

Pembentukan Tim Pembina/Pelaksana Kesehatan Jiwa Berbasis Masyarakat.

Beberapa kunci keberhasilan yang bisa menjadi pembelajaran dari

kabupaten Jombang dalam implementasi upaya kesehatan jiwa adalah sebagai

berikut:

a. Dukungan yang kepemimpinan yang significan.

Dukungan dari pimpinan atau pembuat kebijakan dari setiap

tingkatan di daerah cukup berperan sangat significant dalam program

kesehatan jiwa di Provinsi Jawa Timur dan khususnya di Kabupaten

Jombang. Diawali dari komitmen Gubernur Jawa Timur di tahun 2012

yang mencanangkan ‘Jatim bebas pasung 2017’, para sektor

pemerintahan terkait di tingkat Kabupaten menindaklanjuti dengan

berbagai upaya, termasuk pembentukan Tim Pembina/Pelaksana

Kesehatan Jiwa Masyarakat yang fokus pada upaya pelepasan

Page 111: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

85

penderita gangguan jiwa dari pemasungan dan isolasi, sistem

pemantauan dan pencatatan kasus gangguan jiwa, peningkatan

kapasitas tenagan kesehatan di Puskesmas untuk pelayanan penderita

gangguan jiwa, serta rehabilitasi penderita gangguan jiwa berbasis

masyarakat melalui kegiatan ‘ Posyandu Jiwa’.

b. Peran aktif tenaga kesehatan di Puskesmas

Tenaga kesehatan penangggung jawab dari pelayanan kesehatan jiwa

merupakan kepanjangan tangan dari bidang pencegahan dan

pengendalian gangguan kesehatan jiwa yang dalam struktur dinas

kesehatan Kabupaten Jombang berada dalam seksi atau bagian yang

sama dengan pencegahan dan pengendalian Penyakit Tidak Menular.

Tenaga penanggung jawab kesehatan jiwa di Puskesmas mempunyai

peran penting dalam inisiasi dan keberlanjutan dari program

kesehatan jiwa berbasis masyarakat, dimana perannya termasuk

menjalin kerjasama dengan para tokoh agama dan tokoh masyarakat,

aparat desa dan kecamatan, serta kader kesehatan; melihat secara

lebih sensitif akan potensi budaya dan tradisi masyarakat setempat

atau ‘culturally sensitive’ untuk dapat digunakan dalam melalukan

pendekatan ke masyarakat sasaran. Tenaga kesehatan juga dapat

menjadi ‘personnal branded’ untuk kegiatan kesehatan jiwa di

masyarakat, dimana masyarakat merasa terbantu dan terlayani

dengan baik dalam mengatasi masalah dengan ODGJ (Orang Dengan

Gangguan Jiwa). Salah satu motor utama dari kegiatan Posyandu Jiwa

ini adalah tenaga kesehatan penanggung jawab kesehatan jiwa di

Puskesmas yang berkarakter sosial tinggi dan kemampuan komunikasi

yang sangat baik dengan masyarakat sekitar termasuk dengan

keluarga penderita ODGJ.

c. Komunikasi dan koordinasi yang efektif dari lintas sektor dan semua

stakeholder terkait

Page 112: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

86

Hubungan yang harmonis antara semua pihak yang terkait dalam

mendukung kegiatan kesehatan jiwa memberikan dampak positif bagi

keberlanjutan program kesehatan jiwa. Kegiatan posyandu jiwa yang

dilakukan satu kali dalam seminggu merupakan forum tempat

pertemuan semua pihak yang mendukung program rehabilitasi ODGJ.

d. Karakteristik spesifik lokal : Peran tokoh agama dan masyarakat

Peran dan dukungan aktif dari para tokoh agama dan tokoh

masyarakat juga merupakan tonggak keberhasilan keberlangungan

program kesehatan jiwa berbasis masyarakat. Karakteristik spesifik

untuk Kabupaten Jombang adalah kentalnya peran tokoh agama

dalam kehidupan masyarakat, dimana kabupaten ini juga dikenal

dengan banyaknya pondok pesantren dan disebut juga sebagai kota

santri.

Sementara itu, hasil utama dari penggalian dari perspektif penyelenggara

keehatan terhadap program kesehatan jiwa dapat dilihat dari Tabel D.1.

Tabel D-1. Topik Utama Hasil Penggalian Informasi tentang Program Kesehatan Jiwa di

tiga wilayah (Bogot, Jombang, Touna) dari perspektif penyelenggara kesehatan.

Topik Dinkes Prov Dinkes Kab Puskesmas RSUD

Masalah kesehatan jiwa

Sudah menjadi prioritas sejak tahun 2012 dengan misi Gurbernur ‘Jatim bebas Pasung 2017’

Belum menjadi prioritas di Sulteng

Menjadi salah satu prioritas pada tahun 2016 dan 2017 di Jombang Belum menjadi prioritas di Kab. Touna Sudah menjadi perhatian di Kota Bogor

Kesehatan jiwa penting

Cenderung terjadi peningkatan kasus gangguan jiwa; belum menjadi prioritas; pasung sudah menurun meskipun masih banyak (19) di tahun 2017 di Jombang; Kasus cenderung meningkat di Kota Bogor;

Page 113: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

87

kebijakan Surat edaran terkait upaya pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat; pembentukan TPKJM (tim Pembina/Pengarah Kesehatan Jiwa Masyarakat)

Meningkatkan kapasitas puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa (GP plus, perawat jiwa) melalui pelatihan nakes dan pelatihan kader

Pembentukan Posyandu Jiwa, setidaknya satu Posyandu jiwa per Puskesmas

Pelayanan pasien gangguan jiwa integrasi antara psikiater dan psiokolog; belum ada kebijakan terkait pelayanan paripurna pasien gangguan jiwa.

Perencanaan dan pembiayaan

Perencanaan kegiatan sesuai dengan mekanisme yang ada fokus pada peningakatan kapasitas kabupaten dalam melaksanan pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat; Pembentukan TPKJM; Pembiayaan masih terbatas pada APBD dan sedikit dari CSR

Perencanaan kegiatan mengikuti kebijakan provinsi dan nasional; dana dari APBD;

Perencanaan sesuai mekanisme yang ada di daerah; Dana dari APBD, BOK, BPSJ, CSR

Dana melalui BPJS; subsidi silang antara BPJS dan RS; obat dipilih yang efektif; keterlambatan ketersediaan obat masih terjadi; biaya psikoterapi lebih mahal dan sering tidak mencukupi dan tidak menjadi bagian dari BPJS;

Topik Dinkes Prov Dinkes Kab Puskesmas RSUD

Pelaksanaan program

TPKJM, Pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat

Edukasi kesehatan jiwa; pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat, GP plus, perawat jiwa, pembentukan tim TPKJM, lepas pasung

Posyandu jiwa, edukasi masyarakat, kunjungan ruah pasien psikotik, lepas pasung

Pelayanan pasien (rata-rata 20 pasien sehari); edukasi (leaflet) untuk pencegahan bunuh diri, kesehatan tempat kerja.

Lintas sektor Dinas sosial, melalui kegiatan TPKJM terdapat 25 sektor terkait; semua aktif berperan dalam pertemuan rutin setahun dua kali

Yayasan/padepokan, Dinsos; Melalui kegiatan TPKJM

CSR (industri plywood)

Kerja sama dengan organisasi profesi

Page 114: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

88

Sumber daya Dana terbatas dari APBD, tidak ada dana dari Kemkes Pusat

Tenaga sudah memadai; obat dari APBD terbatas tetapi mendapat dukungan dari Provinsi.

Tenaga terbatas pada perawat dan belum pernah dilatih kesehatan jiwa; dana terbatas menggunakan BOK

Sarana masih belum optimal; jenis obat sudah sangat memadai; beban kerja psikiater dan perawat sudah memadai; Tersedia kesempatan untuk peningkatan kapasitas psikiater (Rp.3 juta per tahun).

Peran serta masyarakat

Melalui posyandu jiwa

Kader jiwa, pimpinan pondok pesantren,

Kader posyandu jiwa, tokoh agama (pesantren)

Posyandu jiwa

Hasil temuan topik utama secara lebih rinci di masing-masing wilayah studi

kualitatif, dapat dilihat pada penjelasan berikut:

Jombang :

- Program kesehatan jiwa menjadi prioritas sejak tahun 2012 dengan misi

Gurbernur ‘Jatim bebas Pasung’. Disertai Surat edaran terkait upaya

pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat. Pembentukan TPKJM

- Salah satu prioritas pada tahun 2016 dan 2017 di kabupaten Jombang. Hal

ini merupakan salah satu bentuk nyata sektor pemerintah untuk mengatasi

permasalah gangguna kesehatan jiwa di Kabupaten Jombang serta upaya

mewujudkan Jatim Bebas Pasung 2017.

- Cenderung terjadi peningkatan kasus gangguan jiwa di Kabupaten

Jombang. Berdasarkan data pencatatan di RSUD Kabupaten Jombang,

menunjukkan adanya peningkatan kasus ODGJ baik dari aspek jumlah kasus

maupun jumlah kunjungan. Hal ini menunjukkan peningkatan besaran

masalah dan kebutuhan akan pelayanan yang lebih memadai untuk

penanganan kasus dengan keluhan gangguan jiwa, serta salah satu

gambaran juga akan kesadaran masyarakat untuk mencari pengobatan

medis terkait gangguan jiwa selain pengobatan non medis (dukun atau

tokoh agama, dll) yang masih banyak diterapkan di daerah.

- Pembentukan Posyandu Jiwa, setidaknya satu Posyandu jiwa di setiap

wilayah kerja Puskesmas. Posyandu Jiwa merupakan salah satu bentuk

Page 115: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

89

pemberdayaan masyarakat dengan pendampingan dari pemerintah atau

aparat setempat untuk penanganan ODGJ dalam masa rehabilitasi.

Kegiatan dalam Posyandu Jiwa mencakup peningkatan ketrampilan ODGJ

agar dapat mandiri dalam aspek finansial atau ekonomi, mandiri secara

interaksi sosial, mandiri dalam mewarat diri dan kesehatan serta

ketrampilan dalam pendekatan religi.

- Keberadaan peran Kader jiwa dan tokoh agama atau pondok pesantren

merupakan juga aspek ‘enabler’ atau pendukung keberhasilan kegiatan

penanganan ODGJ. Kabupaten Jombang yang dikenal dengan pondok

pesantren terkenal serta mendapat julukan kota Santri, juga merupkan

potensi lokal untuk penanganan ODGJ. Salah satu tujuan alternatif pecarian

pengobatan penderita ODGJ adalah tempat pemondokan atau pesantren

ataupun tokoh agama. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Kabupaten

Jombang terutama dalam memberikan pembinaan dan pengawasan

pondok pensantren dalam menangani ODGJ untuk mencegah terjadinya

penyimpangan dalam menangani ODGJ.

Tojo Una:

- Gangguan kesehatan jiwa merupakan salah satu masalah utama.

Kabupaten Touna masih belum menjadikan masalah kesehatan jiwa

sebagai prioritas program kesehatan. Hal ini menjadikan tantangan

tersendiri bagi pemerintah baik di tingkat Kabupaten, Provinsi dan Pusat.

Beberapa pembelajaran dari pengalaman kabupaten lain ataupun

provinsi lain dapat dijadikan langkah awal untuk membuka atau

mendapatkan dukungan pemerintah setempat.

- Keterbatasa sumber daya, khususnya tenaga medis spesialis kesehatan

jiwa RSUD masih terbatas. Hanya satu psikiater PTT yang membantu di

RSUD. Dengan demikian beberapa strategi lain perlu dikembangkan untuk

mengatasi keterbatasan sumber daya untuk pelayaan kesehatan jiwa di

kabupaten ini.

Page 116: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

90

- Dalam pelayanan penderita gangguan kesehatan jiwa masih diperlukan

saran pendukung termasuk ketersediaan pedoman pelayanan kesehatan

jiwa di RS dan Puskesmas.

- Kabupaten Touna merupakan kabupaten yang mempunyai proporsi

gangguan mental emosional tertinggi di bandingkan seluruh kabupaten di

Indonesia pada tahun 2013 (Riskesdas 2013). Hasil penggalian secara

kualitatif menunjukkan permasalahan ekonomi dan rumah tangga

merupakan penyebab terpicunya gangguan kesehatan jiwa.

Kota Bogor:

- Pemahaman mengenai kesehatan pada masyarakat meliputi kesehatan

jasmani dan rohani. Penyebab terjadinya gangguan kejiwaan yaitu

masalah ekonomi, masalah sosial dan juga narkoba.

- Tidak ada tradisi atau budaya khusus terkait penanganan kesehatan jiwa

di masyarakat.

- Pola pencarian pelayanan kesehatan jiwa mencakup non medis dan medis

(Puskesmas dan RSJ). Non medis, mencakup ustadz maupun tabib.

- Program: Belum ada yang spesifik untuk kesehatan jiwa di masyarakat.

Integrasi deteksi gangguan jiwa dalam kegiatan Posbindu PTM.

- Program membantu ODGJ ke RS tanpa melalui rujukan dari Puskesmas.

Pelayanan berbasis RS. Akses obat bisa langsung melalui Puskesmas, Poli

Jiwa.

Secara umum beberapa kendala/kesenjangan terkait program kesehatan jiwa

dari hasil penggalian informasi secara kualitatif adalah sebagai berikut:

- Dukungan pemerintah daearah setempat masih belum optimal, meskipun

data besaran masalah gangguan kesehatan jiwa menunjukkan angka yang

relatif tinggi. Belum tersedianya dukungan kebijakan dan regulasi yang

memadai menjadi salah satu kendala bagi tenaga keseahtan di Puskesmas

Page 117: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

91

maupun Dinas Kesehatan untuk dapat mengatasi permasalahan

gangguan kesehatan jiwa secara lebih efektif.

- Keterbatasan sumber daya terkait tenaga dan sarana pendukung di

tingkat yang paling hulu (Puskesmas) masih menjadi kendala. Belum

semua Puskesmas mendapatkan pelatihan pelayanan kesehatan jiwa

serta belum semua Provinsi memiliki jumlah psikiater yang memadai

sesuai dengan kebutuhan.

- Aspek pencegahan dan promosi masih terkendala dengan instrumen

deteksi dini yang masih belum tersedia khususnya untuk deteksi dini di

populasi umum. Instrumen yang digunakan masih terbatas pada

instrumen SRQ (yang digunakan di Riskesdas) dan instrumen klinik yang

digunakan oleh tenaga medis di fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan

keterbatasan ini, maka menjadi tantangan bagi semua pihak terkait untuk

menemukan kasus sedini mungkin serta mencegah dampak negatif

gangguan jiwa seperti kekerasan fisik, kekerasan mental serta untuk

mencegah kasus gangguan jiwa berat.

- Sarana terkait proses rehabilitasi ODGJ masih juga sangat terbatas. Dinas

Sosial yang menjadi penyelenggara tersedianya sarana ini masih belum

mampu menyediakan sesuai dengan kebutuhan di daerah.

- Upaya pencegahan berbasis tatanan tertentu (sekolah atau tempat kerja

atau tatanan lainnya) masih terbatas dilakukan oleh banyak pihak yang

berbeda dan tersebar tanpa koordinasi yang sistematis.

- Pola pencarian pengobatan yang masih mengutamakan terapi non medis

untuk ODGJ. Hasil kualitatif menunjukkan adanya peran keluarga yang

lebih cenderung memilih pengobatan non medis untuk ODGJ.

Page 118: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

92

Berdasarkan penggalian informasi secara kualitatif didapatkan beberapa poin

utama untuk arah ke depan yang dapat menjadi pertimbangan bagi program

kesehatan jiwa sebagai berikut:

- Pengembangan instrumen deteksi dini untuk masalah kesehatan jiwa

yang spesifik seperti depresi, kecemasan, psikotik untuk sasaran populasi

umum di masyarakat.

- Penguatan proses Advokasi terhadap lintas program dan lintas sektor di

tingkat pusat dan daerah agar dapat terbentuk dukungan kebijakan dan

regulasi di tingkat daerah sehingga program kesehatan jiwa dapat

berjalan secara efektif dan memadai sesuai dengan kebutuhan masing-

masing daerah.

- Peningkatan kapasitas daerah dalam pelayanan ODGJ di tingkat

Puskesmas dan RS serta dalam aspek preventif promotif, kuratif dan

rehabiliatif.

Pengobatan medis - RS

Pengobatan medis - Puskesmas

Pengobatan

sendiri

Keluarga/teman

Tradisional/non medis

Gangguan/masalah perilaku muncul

Page 119: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

93

- Peningaktan kerja sama lintas sektor dan sektor swasta untuk

ketersediaan sarana pra sarana yang berkelanjutan dan berfungsi baik

untuk rehabilitasi ODGJ agar dapat hidup dengan normal dan mandiri.

- Peningkatan peran serta masyarakat dalam pencegahan masalah

gangguan jiwa serta proses rehabilitasi ODGJ yang dapat sejalan dengan

program pemerintah

- Kemitraan yang harmonis dan berkelanjutan antara penyelenggara

kesehatan medis dan non medis (alternatif) agar dapat mencegah

dampak negatif gangguan jiwa.

- Penyediaan dan distribusi yang lebih merata untuk tenaga ahli atau

spesialis kesehatan jiwa di daerah sesuai dengan kebutuhan.

D.1. Kualitatif Kota Bogor

Indonesia sudah memiliki undang –undang mengenai kesehatan jiwa

yaitu UU nomor 18 tahun 2014. Lahirnya undang-undang ini diharapkan dapat

memberikan perlindungan dan menjamin pelayanan kesehatan jiwa bagi Orang

dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ),

memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komperehensif dan

berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

bagi setiap orang terutama ODMK dan ODGJ. Tiga tahun setelah lahirnya UU

mengenai kesehatan jiwa ini diharapkan daerah sudah mengupayakan pelayanan

kesehatann jiwa yang optimal. Salah satu daerah yang ingin diketahui layanan

kesehatan jiwanya ialah Jawa Barat yang berdasarkan hasil Riskesdas termasuk

dalam provinsi yang memiliki tingkat gangguan mental emosional yang tinggi

(Riskesdas 2013). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih rinci mengenai

pelayanan gangguan jiwa di Jawa Barat (dengan diwakili Kota Bogor).

Page 120: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

94

1. Pemahaman tentang gangguan kesehatan jiwa (depresi, cemas, psikotik) dari

perspektif

Berdasarkan hasil wawancara mendalam, dengan kader yang merupakan

kader jiwa, menunjukkan bahwa mereka sudah cukup memahami mengenai

kesehatan jiwa. Sebagian besar dari mereka menyebutkan bahwa kesehatan

meliputi kesehatan jasmani dan rohani. Seorang kader berinisial S menyebutkan

bahwa orang yang sehat jiwa nya yaitu seperti pada petikan berikut ini :

“Yang nggak berpikiran aneh- aneh lah, normal gitu, biasa- biasa

melakukan aktifitas gitu. Kalau itu kan kadang- kadang ada aneh-

anehnya gitu..”.

Lebih lanjut kader tersebut menyebutkan ciri-ciri orang yang sehat jiwa nya

seperti kutipan dibawah ini :

“Yang tenang, bisa menghadapi suasana gitulah, cara kita aja kalau

misalnya kita liat orang marah ya jangan dikawan marahnya, gitu aja kita

hadapi dengan tenang gitu, tapi kan kita berarti kalau kita dia marah kita

marah, otomatis ya termasuk juag itu,hahaha..”

Seorang pasien ODGJ menyebutkan bahwa kesehatan termasuk “sehat

pikiran”. Seorang kader berinisial C menyebutkan bahwa kesehatan jiwa sangat

penting, seperti kutipannya berikut ini :

“Kesehatan jiwa, kalau ngeliat ibu saya ya, ibu saya kan jadi kayak

depresi gitu. Jadinya kasihan juga juga ya, kesehatan jiwa tuh penting

gitu kayak yang gelisah gitu..”

Dari sisi tenaga kesehatan, dalam hal ini menurut Kepala Bidang P2M

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang berhasil diwawancarai, masalah

kesehatan jiwa yang terdapat di Provinsi Jawa Barat mulai dari yang ringan

seperti cemas, depresi sampai tingkat berat yaitu psikosis. Kepala Seksi

Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Kota Bogor menyampaikan bahwa untuk Kota

Bogor, jumlah ODGJ yang terjaring di lapangan masih di bawah angka RISKESDAS.

Akan tetapi hal ini mungkin disebabkan karena banyak yang belum terjaring,

karena stigma yang masih ada di masyarakat. Seorang informan dari Kelurahan

Page 121: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

95

Sindang barang juga menyebutkan bahwa masalah kejiwaan masih banyak yang

belum terjaring karena masyarakat malu untuk mengakui bahwa ada masalah

kejiwaan yang dialami. Seperti yang disampaikan oleh informan pemegang

program jiwa di dinkes Kota Bogor tersebut :

“Sifat di masyarakat ini masih stigma ya. Jadi, yang punya ODGJ, mereka

menyembunyikan. Jadi mereka tidak terbuka sama kita, ke petugas

kesehatan.”

Informasi dari pihak Rumah Sakit Marzoeki Mahdi (RSMM) yang ditemui

menyampaikan bahwa masalah kesehatan jiwa semakin meningkat belakangan

ini. Namun begitu, angka pasung di Jawa Barat menurut mereka sudah menurun

dan kejadiannya lebih banyak berada di daerah kabupaten di Jawa Barat

dibandingkan dengan di perkotaan. Seperti disampaikan dalam kutipan berikut

ini :

“Kecenderungan meningkat tuh, kecenderungan meningkat. Nah ini

mungkin aja apakah disebabkan karena kesadarannya sudah meningkat

ya tentang gangguan kejiwaan itu seperti apa, karena memang dari

rumah sakit ini pun selain pelayanan ada pelayanan kesehatan jiwa di

dalam, dan juga kita ada kegiatan yang di luar rumah sakit tentang

kesehatan jiwa ini ya..”

Faktor penyebab terjadinya masalah kesehatan jiwa menurut seorang

kader di kelurahan tanahsereal yaitu bisa disebabkan karena masalah ekonomi,

juga bisa disebabkan karena pengaruh narkoba. Seorang informan kader dari

sindang barang juga mengungkapkan hal yang sama, ia menambahkan bahwa

faktor penyebab terjadinya masalah kejiwaan juga bisa disebabkan karena

terjadinya bencana ataupun kehilangan seseorang yang sangat dicintai. Hal ini

serupa dengan pengakuan 2 orang ODGJ di sindang barang maupun di

tanahsereal bahwa faktor penyebab dirinya mengalami gangguan kejiwaan yaitu

karena penggunaan narkoba. Seorang programmer kesehatan jiwa

Page 122: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

96

mengungkapkan bahwa faktor ekonomi merupakan faktor yang sering menjadi

penyebab terjadinya gangguan kejiwaan, selain itu juga karena masalah atau

faktor sosial. Berikut kutipan nyadari programer jiwa berinisial Y :

“tapi rata- rata memang ekonomi. Yang dateng ke sini itu apa ya, rata-

rata memang oramg tidak mampu. Terus kemudian masalah perceraian

juga. Sosial deh, masalah sosial...”

Masalah kesehatan jiwa menurut tenaga kesehatan yang ditemui mulai

menjadi perhatian belakangan ini. Seperti yang disampaikan oleh Kepala Seksi

Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang menyebutkan bahwa

kesehatan jiwa saat ini mulai mendapat perhatian, dimana pada tahun 2010 misi

Gurbernur Jawa Barat salah satu nya adalah “Jawa Barat bebas Pasung 2018”.

Sejalan dengan hal ini, disampaikan juga oleh programmer kesehatan jiwa dari

Dinas Kesehatan Kota Bogor, dimana program kesehatan jiwa mulai naik daun

tahun 2017. Pelaksanaannya digandeng dari berbagai pihak serta diikutsertakan

dalam berbagai program kesehatan (PTM, lansia, haji, PKPR dan penanggulangan

bencana), seperti kutipan dibawah ini dari programmer keswa Dinas Kesehatan

Kota Bogor:

“Tapi kalau misalnya kita mau runut dari keterkaitan program,

sebenernya kesehatan jiwa sekarang lagi, trendingnya lagi diajak oleh

semua program. Jadi dari semua program, contoh misalnya haji, lansia,

terus..”

2. Tradisi dan budaya terkait kesehatan jiwa (depresi, cemas, psikotik)

Tradisi dan budaya terkait kesehatan jiwa tidak banyak terdapat di Kota

Bogor. Kegiatan yang dilakukan di masyarakat dalam rangka pembinaan rohani

yaitu pelaksanaan pengajian di lingkungan setempat. Namun dari dua kelurahan

yang dikunjungi, hanya di satu kelurahan saja (Tanah Sareal) pelaksanaan

pengajian dilakukan. Pengajian dilakukan untuk anak-anak, remaja maupun

orangtua. Selain pelaksanaan pengajian yang rutin dilaksanakan, juga dilakukan

perayaan hari-hari besar agama. Pada kegiatan ini, peserta yang datang dari

Page 123: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

97

masyarakat lebih banyak dibandingkan dengan pengajian yang rutin

dilaksanakan, seperti dikatakan kader S dalam kutipan di bawah ini :

“Kalau anak rutin setiap abis maghrib, kalau ibu- ibu tuh hari jum’at sama

Sabtu, kalau bapak- bapaknya habis, eh malem jum’at, malem minggu,

remajanya

3. Program dan kebijakan yang ada terkait kesehatan jiwa :

a. Pelaksanaan

Pelaksanaan program kesehatan jiwa di dinas kesehatan provinsi Jawa

Barat tahun 2017 masih belum banyak. Ini dikarenakan organisasi struktur

kesehatan jiwa baru terbentuk di bawah pencegahan dan pengendalian penyakit

tidak menular sehingga anggaran masih dari APBN bukan dari APBD provinsi.

Menurut informan yang merupakan kepala seksi kesehatan jiwa mengatakan

pelaksanaan program kesehatan jiwa yang ada tidak banyak. Berikut jawaban

informan mengenai program pelaksanaan kesehatan jiwa di Provinsi Jawa Barat.

“Untuk tahun ini sih untuk yang rencana jiwa kegiatannya, pelatihan. Kita

fokus ke pelatihan. Jadi ada pelatihan untuk deteksi dini untuk kesehatan

sama pelatihan kekerasan pada anak, seharusnya.”

“Pelatihan guru BK sama guru kesehatan, kalau ga salah. Nah itu

terutama untuk life skill. Life skill nya jadi untuk yang terutama dia penah

kena konflik, kemudian untuk teman sebaya pergaulannya seperti apa..

Itu udah sih sebenernya. Dan itu kerja sama juga sama dengan BISMIK”.

“Kita kan juga ada kegiatan untuk program berhenti merokok sama PTR

di setiap sekolah. Itu ada 100 anak. Nah itu kita masukan juga

sebenernya. Ada unsur jiwanya.”

Selain di provinsi, program kegiatan kesehatan jiwa juga harus dilakukan

di dinas kesehatan Kota Bogor. Program yang dilakukan di dinkes kota menyasar

pada masyarakat melalui Puskesmas, untuk jajaran dinas kesehatan kota Bogor

dan ada juga untuk DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kota Bogor .

Berikut wawancara dengan dinkes Kota Bogor;

Page 124: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

98

“Kalau di puskesmas, kita sudah melakukan deteksi jiwa terhadap seluruh

masyarakat yang ada, targetnya ya.. Maksudnya, jadi seluruh”.

“Posbindu PTM namanya. Jadi kita udah punya posbindu PTM 460

jumlahnya, 465. Nah di situ, semua melakukan deteksi terhadap penyakit

tidak menular”.

“kita memasukan screening jiwa juga. Jadi kalau nantinya setiap

puskesmas itu memilah masyarakat menjadi 3. Ada yang sehat, ada yang

beresiko terhadap jiwa, ada yang ODGJ, ada yang bermasalah memang

jiwanya. Jadi kalau tadi angka SRQ nya positif menunjukkan depresi, nah

kita lanjutkan dengan pemeriksaan metode 2 menit di puskesmas”.

Informan lain dinkes Kota Bogor menambahkan program yang

dilaksanakan dinkes kota yaitu pelatihan dokter dan kader jiwa di Puskesmas,

kemudian beberapa program jiwa yang dilakukan bersama dengan program

kesehatan lain seperti deteksi Penyakit Tidak Menular (PTM), program

penaggulangan bencana, program haji dan lain-lain.

“Ngerefresh, dan kita mau bangunin temen-temen yang sebenernya udah

punya tapi enggak diaktifkan, ga diberdayakan si kadernya itu. Jadi mau

direfresh sekaligus buat temen-temen yang memang sudah punya dia

mau nambah-nambah lagi, kita akomodir untuk kita latih. Itu sekitar 100

orang kader. Terus juga kita udah ada rencana kegiatan untuk pelatihan

dokter dan perawat PJ jiwa, keswa.”

“Terus juga ada kegiatan lagi.. ACT. ACT itu lebih ke kolaborasi siih.

Sebenernya leading sektornya RSMM. Jadi kami itu, di dinas sebagai

sektor yang terkait mau membuat evaluasi bersama mereka.”

“Sebenernya kesehatan jiwa sekarang lagi, trendingnya lagi diajak oleh

semua program. Jadi dari semua program, contoh misalnya haji, lansia,

terus.. PTM sendiri ya, korelasinya itu besar sekali. Sama PKPR, temen-

Page 125: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

99

temen PKPR itu remaja UKS, pokonya PKPR ya. Terus, temen-temen dari

bencana, penanggulangan bencana juga kadang itu juga. Sekarang nih

lagi banyak diajak nih, lagi banyak dikolaborasikan.”

Pelaksanaan program kesehatan jiwa dilakukan berdasarkan ketersediaan

anggaran APBD Kota Bogor.

“Kita berbasis anggaran ya.. kalau berdasarkan basis anggarana, kita

masih ngikut dari seksi yang lama, dan uang pun masih di sana. Karena

SOTK berubah, uang ga bisa.. E.. ga bisa ikutan berubah”.

Kebijakan dari dinkes Kota Bogor dalam penanganan gangguan jiwa

Rujukan pasien jiwa dari Puskesmas (faskes 1) dapat langsung ke RS Marzuki

Mahdi (Faskes 3), kebijakan lainnya ialah diperbolehkannya Puskesmas (layanan

primer)untuk memberikan obat jiwa.

“Jadi ke faskes 1 baru di rujuk ke kita. dan juga pemangku kebijakan

pemerintah daerah nih juga care juga, care gitu ya. Jadi apa dari

puskesmas bisa langsung ke kita, biasanya kan faskes 1 harus ke faskes 2,

iya kan baru ke kita. Kalau untuk Bogor itu bisa langsung. langsung dari

faskes 1 ke Marzoeki mahdi, padahal notabenenya adalah faskes 3 kita.

Nah itu memang kebijakan dari pemdanya juga gitu ya.”

b. Kendala

Kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kegiatan kesehatan jiwa di

dinas kesehatan Provinsi Jawa Barat diantaranya ialah bahwa program jiwa

belum banyak dilirik untuk dilakukan apalagi jadi andalan program kesehatan.

Berikut jawaban informan dinkes provinsi Jawa Barat;

“Ya itu tadi, salah satunya tadi masih seksi baru, seperti yang tadi sudah

diceritakan. Kemudian juga, e.. apa yah. Kalau saya kira, kalau saya lihat

jiwa tuh belum sebagai.. E.. Apa yah.. Sesuatu bidang yang seksi gitu

loh... belum bisa menjual. Kalau kayak AIDS kan menjual. Kita tuh

pengennya nih, harus bisa menjual dulu nih. Menjual kayak gimana rupa,

kita kemas sedemikian rupa.”

Page 126: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

100

Kendala lainnya ialah tumpang tindihnya kegiatan yang dilakukan dinkes

provinsi dengan rumah sakit jiwa. Hal ini karena rumah sakit juga memiliki

perhatian terhadap masalah kesehatan jiwa ke masyarakat.

“Takutnya tumpang tindih sih, tumpang tindihnya jiwa kita berpecah

sama RSJ. Takutnya itu aja sih. Selebihnya Insyaa Allah ga ada sih.”

Kendala yang kurang lebih sama juga terjadi di dinkes kota yaitu program dinkes

tumpang tindih dengan kementrian.

“Karena program se-dinas itu, makin sekarang, yang saya rasain, makin

jelimet, makin banyak, dan “Ko perasaan duplikasi ya”, misalnya gitu ya.

Akhirnya kami, sebenernya dari kementrian itu sendiri yang menduplikasi

itu tanpa merka sadari, di program ini ada.. Sebenernya kalau mau

disatuin sama ko tujuannya, beda aja judulnya, gitu kan..”

Sedangkan kendala yang ditemui di Puskesmas antara lain menurut

informan ialah:

“masalah keterampilan atau pengetahuan programmer jiwa yang sdh

lama tidak dilatih kemudian pedoman penanganan pasien jiwa juga

belum ada, lau supervisi dari dinas kesehatan provinsi dan pusat tidak

pernah ada . masalah stigma juga masih ad, beberapa pasien yang

keluarga nya menolak utk dibawa ke puskesmas”

c. Rencana ke depan

Dinas kesehatan Provinsi Jawa Barat memiliki beberapa rencana

mengenai kesehatan jiwa di tahun depan diantaranya mengemas kegiatan

kesehatan jiwa menjadi lebih menarik sehingga menjadi program yang

diunggulkan untuk dilaksanakan, lalu juga agar lebih mengena dinkes provinsi

ingin bekerja sama dengan orang di luar pemerintahan lalu juga ada seminar

juga.

“Kita tuh pengennya nih, harus bisa menjual dulu nih. Menjual kayak

gimana rupa, kita kemas sedemikian rupa. Kita nanti ada orang-orang

yang di luar pemerintahan. Kata dokter Risa bilang, ada CSR nya yang

Page 127: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

101

ngebantu. Pengennya sih ke arah sana untuk tahun depan. Tapi untuk

tahun ini kita kerja sama mah udah kerja sama sih. Nanti insyaa Allah ada

kegiatan juga.”

Perencanaan untuk tahun depan, dinkes Kota Bogor ingin memperbaiki

deteksi dini kesehatan jiwa agar masalah kesehatan jiwa dapat diketahui lebih

dini sehingga penanganannya dapat lebih optimal.

“Mungkin ke depannya ya itu, melakukan deteksi dini itu yang harus

dikejar, dibuat lagi inovasinya harus gimana niihh..”

d. Kebutuhan

Kebutuhan yang dianggap penting ke depannya oleh dinkes Provinsi Jawa

Barat ialah memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan yang menangani masalah

jiwa, baik untuk dokter maupun perawat yang nantinya dapat melakukan

layanan jiwadan deteksi dini masalah kesehatan jiwa selain di rumah sakit khusus

jiwa. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, hal yang akan dilakukan oleh dinkes

Provinsi Jawa Barat ialah dengan melakukan pelatihan. Pelatihan ini dilakukan

agar dokter percaya diri melakukan deteksi masalah gangguan jiwa di kabupaten

atau kota dan kemudian di Puskesmas.

“Kita tuh pengennya nih, harus bisa menjual dulu nih. Menjual kayak

gimana rupa, kita kemas sedemikian rupa. Kita nanti ada orang-orang

yang di luar pemerintahan. Kata dokter Risa bilang, ada CSR nya yang

ngebantu. Pengennya sih ke arah sana untuk tahun depan. Tapi untuk

tahun ini kita kerja sama mah udah kerja sama sih. Nanti insyaa Allah ada

kegiatan juga.”

Sedangkan kebutuhan program di dinkes Kota Bogor ke depannya ialah

pelaksanaan deteksi dini kesehatan jiwa dan penambahan SDM baik di dinas

kesehatan maupun di Puskesmas sehingga pelaksanaan program jiwa dapat lebih

optimal. Informan menyampaikan:

“Mungkin kekurangannya, setelah saya evaluasi ya itu, kebutuhan deteksi

dini di awal harus lebih.. Di awal lebih banyaklah...”

“Sedangkan tenaga, kita tidak ada pengangkatan PNS dari tahun 2013.

Terus honorer, di kota Bogor ini tidak boleh ada honorer.”

Page 128: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

102

4. Peran dan kebutuhan pelayanan dan pencegahan kesehatan jiwa

Sebagian besar kader maupun ODGJ yang diwawancara menyampaikan

bahwa pelayanan terkait kesehatan jiwa di Kota Bogor telah cukup memuaskan.

Baik dari pelayanan di puskesmas maupun di RSJ Kota Bogor. Seorang kader

menyebutkan bahwa pasien ODGJ di wilayahnya yang telah mendapatkan

pengobatan, sebulan sekali melakukan kontrol dan pengambilan obat jiwa di

Puskesmas. Sementara itu kontrol ke RSJ dilakukan setahun sekali. Pada saat

kontrol ke RSJ tersebut pasien melakukan pemeriksaan ke psikiater untuk

menentukan pengobatan atau terapi yang selanjutnya dilakukan. Kebutuhan

pelayanan kesehatan jiwa dirasakan tidak ada masalah. Bagi yang bermasalah

ekonomi, bisa didaftarkan untuk mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS)

sehingga bisa mendapatkan pengobatan tanpa harus membayar. Namun, ada

juga yang berpendapat bahwa berobat ke RSJ itu susah, hal ini dikarenakan

masyarakat belum mengetahui alur proses pengobatan jalan di RSJ, seperti

kutipan dari kader S berikut :

“Cuma kadang- kadang ya kalau ini kan nggak tahu jalurnya dia bu. Kalau

dia yang dapet KIS dapet apa kan harusnya ke rumah sakit, ini rumah

sakitnya gak tahu kan, asal masuk, kadang- kadang ditolak. Karena

mereka nggak mengerti alurnya. Bilangnya gak bagus karena itu, karena

ngak ngerti jalurnya aja. Sebenarnya kalau tahu jalurnya bagus..”.

Seorang kader dari sindang barang juga menyebutkan bahwa menurutnya

pelayanan kesehatan jiwa yang didatangi oleh para penderita ODGJ yaitu di

Puskesmas Sindang barang dan RSJ Marzoeki Mahdi. Begitu pula dengan ODGJ

dari sindang barang yang diwawancarai. Seorang ODGJ menyatakan bahwa

pelayanan kesehatan di RSJ sudah baik. Akan tetapi dirinya pernah merasakan

cukup lama pada saat melakukan kontrol ke RSJ. Seperti kutipan ODGJ Z berikut

ini:

“nunggu nya lama. pertama ke sepuluh kayaknya ya. 10 hari, itu jam 8

sampai jam 8 lagi saya rasain itu..”

Page 129: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

103

Ia menyatakan bahwa hal itu terjadi di awal-awal dirinya melakukan

pemeriksaan di RSJ. Saat ini waktu yang dibutuhkan untuk sekali kontrol ke RSJ

sudah tidak terlalu lama lagi.

Seorang ODGJ di kelurahan Sindang barang mengaku bahwa ia berobat ke

Puskesmas setiap 2 minggu sekali, yaitu untuk mengambil obat. Dari sini bisa

dikatakan bahwa pemberian obat disesuaikan dengan ketersediaan obat masing-

masing puskesmas, sehingga ada yang memberikan obat jiwa sebulan sekali,

namun ada juga yang memberikan obat jiwa per 2 mingguan.

Upaya pelayanan kesehatan alternatif seperti membawa ke ahli agama

(ustadz) selain pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan juga ditemukan

berdasarkan informasi dari beberapa informan, ODGJ dan masyarakat. Akan

tetapi upaya pengobatan alternatif tersebut tidak membuahkan hasil, sehingga

ODGJ akhirnya dibawa ke fasilitas kesehatan (RSJ dan puskesmas).

Upaya pencegahan masalah kesehatan jiwa yang dilakukan di Kelurahan

Tanahsereal menurut salah seorang kader yaitu seperti kegiatan Karang Taruna,

kemudian penyuluhan di Posbindu juga pernah dilakukan yang mengenai

kesehatan jiwa.

Berdasarkan wawancara dengan TOMA diketahui bahwa masih ada kebutuhan

pendanaan agar bisa melaksanakan kegiatan-kegiatan pencegahan masalah

kejiwaan di masyarakat.

5. Stigma dan persepsi terkait gangguan kesehatan jiwa (cemas, depresi,

psikotik)

Stigma atau pandangan masyarakat terhadap penderita ODGJ masih

terjadi di masyarakat. Stigma ini dirasa sudah mulai berkurang, akan tetapi

masih ada. Sebagai contoh, dari seorang kader menyebutkan bahwa masih ada

stigma yaitu keluarga masih menyembunyikan anggota keluarga yang mengalami

gangguan jiwa. Stigma yang ada membuat pasien depresi dan cemas masih

belum tertangani karena terkendala stigma tentang sakit jiwa jika berobat ke

RSJ/puskesmas poli jiwa. Seperti yang diungkapkan programer jiwa Y berikut;

Page 130: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

104

“Saya kira gini ya, orang Indonesia itu teh sudah seperti saya katakan

malu dengan penyakitnya dan ketidakterbukaan itu loh gitu loh. Misalnya

contoh, saya banyak menemukan misalnya dia itu sebenarnya butuh

bantuan, misalnya contoh nggak bisa tidur, gitu ya, terus kemudian nafsu

makannya berkurang, terus sebenarnya punya banyak masalah di rumah

gitu kan, tapi bilangnya carangkeul, badan saya capek- capek, pegel-

pegel. Dikasih minum obat otomatis kan nanti kan balik lagi kalau

obatnya habis kan tidak menyelesaikan masalah. Nah kadang- kadang,

udah- udah yang seperti itu juga nggak- nggak mau terbuka. Ada juga tuh

yang saya pernah dapat dia dari orang berada sampai ngejual rumah ke

dukun, dia bilang guna- guna, ada juga begitu, gitu. Jadi kalau misalnya

ini ada dulu ya, saya kan nama poli saya dulu- dulu bukan poli curhat, poli

jiwa. Saya di bawah dulu”

Hal ini sama persis dengan pengakuan seorang pasien cemas, yang

merasa takut untuk melakukan pemeriksaan lanjutan ke RSJ karena khawatir

akan penilaian buruk di masyarakat.

Seorang kader dari tanahsereal menyatakan bahwa di lingkungannya

tidak terdapat stigma atau pandangan yang buruk terhadap ODGJ. Seperti

dikatakan kader S dalam kutipan berikut ini :

“Lingkungan di sini mah biasa aja nerima aja sih, pada dirangkul gitu

diajak ini, jadi gak diasingkan..”(kader s tanahsereal).

Berbeda dengan kelurahan tanah sereal, di sindang barang kader

menyatakan bahwa masih terdapat stigma terhadap penderita ODGJ, seperti

dinyatakan oleh kader C dalam kutipan berikut:

“kadang ada ya. Jadinya seperti, jangan deket- deket sama itu, dia

soalnya agak stress, gitu bilangnya. Tapinya orang yang jiwanya itu

nggak mau juga dibilang gitu, negatif warga ya ke yang jiwa. Iya gitu,

suka jangan dideketin, jangan terlalu deket- deket, padahal kalau dia

Page 131: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

105

nggak ngamuk- ngamuk, kata saya nggak usah takut, jadi anak kecil juga

pada takut..”

Berbeda dengan pengakuan dari petugas kesehatan diatas, seorang ODGJ

dari kelurahan sindang barang yang diwawancarai memberi keterangan bahwa

dirinya tidak merasakan adanya perbedaan perlakuan (diskriminasi) serta

perbuatan-perbuatan yang kurang menyenangkan dari para tetangga nya.

Seorang tokoh masyarakat yang menjadi saksi terhadap terjadinya

peristiwa pembunuhan oleh ODGJ menyatakan bahwa setelah peristiwa

pembunuhan tersebut, masyarakat agak sulit untuk bisa menerima ODGJ

tersebut ke tengah-tengah masyarakat lagi, karena mereka khawatir kejadian

akan terulang kembali. Kutipan berikut ini :

“Ada sampai yang bilang gini “Udah aja suntik mati...”

6. Upaya pelayanan gangguan kesehatan jiwa (cemas, depresi, psikotik)

a. Nakes

Kota Bogor memiliki Rumah Sakit Marzoeki Mahdi (RSMM) yang

merupakan rujukan nasional penanganan masalah gangguan jiwa. Layanan

terhadap penderita gangguan jiwa yang utama ialah pengobatan. Seperti yang

dikatakan oleh informan dokter jiwa di RSMM

“jadi dengan pengobatan farmasi dan juga non- farmasi.”

“Rumah sakit Marzoeki Mahdi ini, kita ada pemberian psikofarmaka itu di

poliklinik, itu kan pengobatan seperti rutin seperti ini, itu untukobat-

obatannya.”

Sedangkan pelayanan non farmasi ada kegiatan rehabilitasi psikososial,

edukasi ke masyarakat, serta pemantauan pasung di masyarakat. Informan

menambahkan

“Nah biasanya dengan non farmasi ini kita melakukan dengan rehabilitasi

psikososial itu ya. Jadi misalnya dia apa namanya ya mungkin dengan

Page 132: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

106

terapi- terapi perilaku, terapi kognitifnya ya. kemudian vikasionalnya,

artinya latihan- latihan kerjanya.”

Kepala instalasi rehabilitasi psikososial menjelaskan kegiatan rehabilitasi

psikososial yang dilakukan RSMM kepada ODGJ. Rehabilitasi psikososial ini

dilakukan agar ODGJ dapat kembali menjalankan aktifitas sehari-hari seperti

fungsinya sebelum mengalami gangguan jiwa.

“rehabilitasi psikososial itu merupakan modalitas terapi untuk orang

dengan gangguan jiwa, begitu. jadi orang yang gangguan jiwa itu kan

mengalami yang namanya disabilitas atau ketidakmampuan

mengerjakan aktifitas dan fungsi sehari- harinya, misalnya gara- gara ada

halusinasi ada bisikan- bisikan, lihat bayangan atau ada delusi, dia takut,

waswas, nggak mau keluar rumah, atau ada gejala negatif dari penyakit

schyzophreniaatau mood nya yang menurun pada depresi, atau ada

gangguan- gangguan yang lainnya ya membuat dia gak bisa

menjalankan aktifitas sehari- hari”

Kegiatan rehabilitasi psikososoal diawali dengan psikoedukasi yaitu

pemberian materi mengenai kesehatan jiwa pengetahuan mengenai gejalayang

dialami, bagaimana mengenali gejala yang dialami, apa yang perlu dilakukan jika

mengalami gejala gangguan jiwa dan kemana mencari pertolongan jika

mengalami gejala gangguan jiwa. Psikiater yang merupakan informan

menjelaskan

“Psikoedukasi tuh pemberian materi kesehatan jiwa dengan tujuan

meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan kemampuan pasien

mengenali penyakitnya gitu, jadi psikoedukasi itu rutin kita kasih tentang

apa sih gejala-gejala gangguan jiwa, apa sih yang dilakukan kalau kamu

terkena gangguan jiwa. Pilihan pengobatannya apa, dan pengobatannya

apa, pentingnya melakukan terapi bicara bagaimana, gitu ya. Efek

samping obatnya seperti apa. Dengan pasien lebih menyadari apa yang

Page 133: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

107

terjadi pada dirinya, dan mengetahui apa yang dia harus kerjakan, itu

akan mempercepat proses pemulihan.”

Kegiatan lain dalam rehabilitasi psikososial ialah keterampilan sosial bagi

ODGJ karena biasanya kemampuan sosial penderita menurun. Berikut informasi

dari psikiater RSMM;

“kita ada yang namanya latihan keterampilan sosial. Jadi pasien itu

kemampuan keterampilan sosialnya”

“nah itu ada terapi atau latihan keterampilan sosial, atau social skill

training, diajarin lagi kamu kalau ada orang berbicara, tatap matanya,

badannya agak maju ke depan, kemudian bilang ya oh gitu ya, atau

mengulan apa yang dia ucapkan, untuk menunjukkan kamu dengerin dia.

jadi orang yang diajak ngobrolpun enak ngobrolnya dengan pasien.

Pemulihan daya pikir juga dilatih dalam rehabilitasi psikososial yaitu

dengan remediasi kognitif, penderita dilatih untuk memusatkan pikiran,

kemampuan berkonsentrasi, serta memperbaiki kemampuan ingatannya. Seperti

dikatakan informan;

“Orang dengan gangguan jiwa itu megalami gangguan di kognitifnya.

Kognitif itu apa, kemampuan untuk memusatkan perhatian, kemampuan

untuk berkonsentrasi, kemampuan untuk kemudian apa namanya

memori gitu ya, daya ingat, dan kemampuan memecahkan masalah,

kecepatan motoriknya, kelancaran ngobrolnya itu semua kognitif. Nah

pada gangguan jiwa kognitifnya sudah terganggu juga, sehingga kita

perlu lakukan namanya latiihan remediasi kognitif.”

Kemandirian penderita juga perlu diupayakan agar dapat memiliki

penghasilan, pelatihan mengenai berbagai keterampilan juga diajarkan di

rehabilitasi psikososial yang disebut terapi okupasi dan vokasional.

Page 134: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

108

“Nah ini buatan mereka nih, bikin gerabah dari tanah liat, bikin kerajinan

sulaman seperti ini, kerajinan flanel.”

“Terus bikin telor asin, ada perkebunan, tanaman organik dan hidroponik,

itu dia yang dilakukan di rehab.”

“latihan namanya latihan keterampilan hidup, nah ini juga dilatih, latihan

keterampilan hidup. Jadi gimana sih cara beresin tempat tidur,

menyiapkan meja makan, kebersihan diri.”

Selain pengobatan yang dilakukan di rumah sakit, RSMM juga berperan

aktif melakukan pendampingan ke Puskesmas. Psikiater S mengatakan bahwa

bidang kesehatan jiwa masyarakat(keswamas) di RSMM banyak melakukan

pendampingan ke Puskesmas dan turun ke masyarakat. Seperti disampaikan;

“kita ke puskesmas- puskesmas selain pendampingan, terapi ya terhadap

orang dengan gangguan jiwa, juga edukasi tentang atau memberikan

apa namanya apa itu gangguan jiwa, penyuluhan, apa itu maksudnya

gangguan jiwanya ininya bagaimana, ciri- cirinya, terus kemudian

bagaimana ininya kelanjutannya atau bagaimnana juga keluaarganya

gitu”

Rumah sakit Marzoeki Mahdi juga gencar mendatangi masyarakat jika

mendapat informasi ada yang mengalami pasung. Psikiater S menambahkan;

“terus kita juga ngadain atau berkoordinasi dengan dinas setempat

tentang pembebasan pasung, ya gitu. kemudian kerjasama dengan dinas

sosial, ya untuk yang gelandangan, psikotik, gitu. Jadi untuk kalau

menurut saya sih kita sudah berusaha untuk pokoknya bahwa kesehatan

jiwa itu penting gitu aja”

Selain di rumah sakit, Puskesmas di Kota Bogor juga sudah melaksanakan

layanan kesehatan jiwa. Beberapa Puskesmas sudah melaksanakan poli jiwa yang

melayani pasien gangguan jiwa maupun pasien kesehatan jiwa. Puskesmas

Page 135: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

109

mengubah nama poli jiwa menjadi poli curhat agar masyarakat yang memiliki

masalah gangguan jiwa maupun masalah kesehatan jiwa mau datang mencari

pengobatan tanpa terstigma negatif. Berikut kutipan wawancara dengan

responden:

“Jadi kalau misalnya ini ada dulu ya, saya kan nama poli saya dulu- dulu

bukan poli curhat, poli jiwa. Saya di bawah dulu.”

“Nah waktu saya buka tadinya itu dia poli, poli jiwa, pasien itu nunggunya

nggak di sini. Nunggunya (di) tukang bubur noh di depan. Malu, malu.

Terus datangnya siang- siang. Udah sepi. Nanti dipanggil tuh siapa gitu

orangnya siapa gitu suka teriak- teriak gitu. Nah kemari- kemari jadi

kesadaran mereka udah dibuat ini poli curhat senang mereka, jadi

sekarang pun, kayak tadi ada anak sekolah, mereka juga dateng ke sini,

gitu. Jadi mungkin sebutan pelabelan itu juga penting ya gitu”.

Kegiatan pelayanan jiwa Puskesmas di Kota Bogor ada beberapa bentuk.

Selain poli jiwa, Puskesmas juga memiliki program ACT (Assertive Community

Treatment) yang bekerja sama dengan rumah sakit Marzoeki Mahdi dalam

bentuk kunjungan tim Puskesmas dan rumah sakit mengunjungi pasien.

“Belum nanti lagi kita program pengembangan kita kan banyak bu, di

jiwa ini. Ada namanya ACT (Assertive Community Treatment), kita itu

bekerjasama dengan Marzoeki Mahdi. Jadi ini program yang memang

dikhususkan untuk pasie- pasien gangguan jiwa berat. Jadi nanti multi

disiplin ilmu kita turun ke lapangan gitu ya. Jadi kita nanti mengunjungi

pasien, jadi settingnya setting bukan rumah sakit, jadi kita yang

ngunjungin.”

Selain ACT Puskesmas juga memiliki program pemberdayaan pasien

melalui kegiatan SHG (Self Help Group). Kegiatan ini berupa terapi kelompok

berisi pemberdayaan kepada pasien gangguan jiwa agar dapat memiliki keahlian

untuk mandiri.

Page 136: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

110

“Kan masih ada program- program pengembangan yang lainnya.

Contohnya saya harus SHG (self- help group) untuk pasien- pasien

gangguan jiwa, iya jadi karena mereka itu dengan adanya terapi

kelompok seperti itu jadi dia merasa tidak sendiri. Sama keluarganya juga

diterapi gitu.”

Partisipasi masyarakat dalam pelayanan masalah kesehatan jiwa amat

penting. Salah satu sumber daya yang memiliki peran penting dalam membantu

Puskesmas dalam menangani masalah kesehatan jiwa di masyarakat ialah kader.

Kota Bogor memiliki kader kesehatan jiwa yang berperan dalam melakukan

deteksi masyarakat yang memiliki masalah kesehatan jiwa. Kader mendatangi

rumah masyarakat dan melakukan deteksi apakah ada anggota keluarga yang

memiliki masalah kesehatan jiwa.

“Kerena kader saya door to door. Kita punya deteksi yang satu tahun

sekali mereka itu harus meng update data, meng update data berapa

jumlah kelompok sehat, berapa jumlah kelompok resiko, berapa jumlah

gangguan.”

Selain membentuk kader jiwa, Puskesmas juga memiliki kebijakan

penanganan gangguan jiwa dengan membentuk kelurahan siaga jiwa. Kelurahan

siaga jiwa ini dibentuk berawal dari kerja sama dengan Fakultas Ilmu

Keperawatan UI. Kelurahan siaga jiwa ini dibentuk agar ada partisipasi

masyarakat dalam membantu pasien gangguan jiwa untuk berobat dan kembali

ke masyarakat.

“Kebijakannya kalau di puskesmas ya jelas kita sudah punya kelurahan

siaga sehat jiwa, terus kemudian kita ada polinya, terus kemudian yang

jelas kita mengedepankan pasien itu ya, maksudnya bener- bener

bagaimana dia bisa mandiri”.

Page 137: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

111

b. Masyarakat dan toma

Upaya pelayanan kesehatan jiwa menurut salah satu informan tokoh

masyarakat di Kota Bogor sudah bagus. Hal ini karena masyarakat sudah memiliki

KIS sehingga pengobatan gratis. Penerimaan Puskesmas di masyarakat juga

sangat baik.

“Penerimaan puskesmas sini, bagus. Karena kan di warga saya ini udah

mempunyai KIS ya, satu-satu tuh.”

c. Pasien

Pelayanan kesehatan jiwa merupakan aspek penting dalam

penanggulangan masalah kesehatan jiwa. Pelayanan jiwa di Kota Bogor terutama

dilakukan di rumah sakit dan juga di Puskesmas. Menurut informan penderita

ODGJ berinisial T, pelayanan yang diterima di Puskesmas sudah cukup bagus.

“enak, yaa cocok aja ama itunya, (petugasnya) Baik- baik aja, kadang

suka cerewet doang”

Selain itu, penderita mengaku lebih memilih untuk berobat ke Puskesmas

karena dekat sehingga pemeriksaan dan pengambilan obat lebih mudah

dilakukan dan obat selalu tersedia.

“udah cocok sih obatnya, manjur yang dikasih ama buyeni. cocok

kayaknya iya”

(Obat) ada terus , nggak pernah kosong gitu ada ajah”

Selain ke Puskesmas, penderita juga ada yang ke rumah sakit yaitu ke

RSMM. Pelayanan di RSMM pada penderita berinisial Z terkadang dia juga ke

rumah sakit. Ia dan keluarganya mengakui kalau pelayanan di RSMM sudah baik.

“baik, dokternya baik, dibilang harus ada kegiatan”

“sudah baiklah...”

Namun demikian, tidak semua penderita mencari pengobatan ke

pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun Puskesmas. Salah satu

penderita gangguan cemas berinisial L mengatakan tidak mencari pengobatan ke

Page 138: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

112

rumah sakit maupun Puskesmas karena khawatir dengan stigma dan pandangan

masyarakat jika ia pergi ke rumah sakit yang identik dengan gangguan jiwa

tersebut.

“Tapi nanti tembusan aja di warga-warga. Aku mah cicing wae pura-pura

ga tahu kan. Nanti teh “Laras, bener bukan kamu pergi Marzuki Mahdi?”,

cenah. “Kata siapa”. Laras pura-pura kayak gitu kan. “Ih ada kabar

burung, Laras masuk ke itu tuh, yang sebelah orang-orang pada diitu”,

cenah. Ya Laras mah ga ma bohong yah “Iyah Laras ke Marzuki Mahdi.

Tapi Laras bukan ke tempat gilanya”, kata Laras gitu. “Laras mau tes

kecemasan, Laras mau tes jiwa”, kata Laras. “Laras, tes jiwa itu te gila..”

katanya gitu. Sotoy kan dia? Aku mah nanggepin lagi kan malah jadi

emosi nanti. “Oh tes jiwa tuh tes gila?” “iyah”, cenah. Yaudah, pergi

langsung Laras. Mau gimana lagi. Aku dilawan, aku yag stres nanti.”

7. Upaya pencegahan gangguan kesehatan jiwa (cemas, depresi, psikotik)

terkait kegiatan dan sumber daya

a. Nakes

Upaya pencegahan gangguan jiwa perlu dilakukan agar masalahnya tidak

semakin bertambah. Namun hal ini diakui belum banyak dilakukan. Psikiater di

RSMM mengakui bahwa pencegahan gangguan jiwa masih berupa kegiatan-

kegiatan peringatan saja, namun belum ada kegiatan preventif dan promotif

yang terprogram.

“Tapi untuk promosi ya itu kayaknya masih belum, promosi kesehatan

jiwanya tuh masih belum, walaupun suda ada event- event tentang

kesehatan jiwa, untuk bunuh diri, kesehatan anak, geriatri ya itu sudah

ada tapi hanya sebatans itu hanya waktu event aja, hari kesehatan terus

kemudian tentang bunuh diri hanya itu saja event- event itu aja”

Dinkes Kota Bogor mengatakan, upaya pencegahan amat perlu dilakukan.

Dinkes kota Bogor akan mengupayakan pencegahan masalah kesehatan jiwa

dengan melakukan deteksi dini masalah kesehatan jiwa. harapan dari deteksi ini

Page 139: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

113

ialah dapat menemukan masalah kesehatan jiwa lebih awal sehingga

pengobatannya tidak terlalu berat. Seperti dikatakan oleh pelaksana program

kesehatan jiwa;

“Kalau tahun depan, preventif promotifnya itu, dengan case findingnya

lebih banyak, kita bisa mencegah orang yang tadinya gejala, tidak bisa

menjadi gangguan. Kan ketika dia sudah gangguan, dia butuh obat lah,

untuk apa... Tapi kalau sudah bisa dicegah dari ranah depannya, berarti

kan dia Cuma perbaiki apa-apanya, lebih ke preventifnya ya..

Pencegehanya, gitu.”

b. Masyarakat (kasus dan normal), kader dan toma

Kegiatan pencegahan masalah kesehatan jiwa yang dilakukan di

masyarakat di Kota Bogor diantaranya ialah membentuk organisasi anak-anak

muda untuk menjaga kebersamaan dan memberikan kegiatan positif pengisi

waktu luang agar anak muda tidak terjerumus ke hal-hal yang kurang baik;

“Organisasi anak-anak muda, apa ya.. Cuma hanya untuk kebersamaan

aja bu. Saya bina untuk kebersamaan.”

“Kadang-kadang kan grup ini.. Enggak lah.. Takut kedengeran sama

orang, ga enak. Cuma saya membina seperti itu, kebersamaan. Selalu

saya pantau dengan mereka, kebersamaan dengan mereka, gitu aja.

Kegiatan saya di lingkungan sebagai RT”

“Nah kalau penyuluhan gitu ga ada. Tapi saya suka bercanda, “Ulah

bengong atuh budak ngora teh, engke stress geura. Hayuk kumaha

carana.., gitu.”

Organisasi pemuda ini dibuat agar ada kegiatan karena banyak yang

masih menganggur. Organisasi pemuda ini diarahkan menjadi sarana bertukar

pikiran, ajang berkegiatan positif. Pengangguran ini menjadi celah masuknya

narkoba yang menurut informan tokoh masyarakat yang diwawancara menjadi

penyebab beberapa warganya mengalami gangguan jiwa. Berikut kutipannya;

Page 140: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

114

“kebanyakan anak-anak muda ini, suka main ini ya, kartu domino.

Makanya saya kalau bisa, kalau bisa ini lepaskan. Jangan ini.. Kalau mau

kumpul-kumpul aja bertuker pikiran, kalau mau kerja nanti seperti apa.

Jangan sampe ada yang nganggur. Bahkan saya diajukan malam jumat

ini suka dibawa ke mushola, acara pengajian Yasin gitu bu. Tapi ada juga

yang membandel, yang udah nurut juga ada. Ga semua jadi, enggak.”

Alasan tokoh masyarakat tersebut memantau karena jangan sampai ada

warga yang terlibat masalah dan kemudian terjerat narkoba dan kemudian

mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami salah satu warganya.

“saya menjadi kepengurusan, anak-anak mudanya jangan sampai ada

yang terlibat obat, narkoba, gitu ya, yang saya jaga seperti itu aja. dan

kalau memang faktornya ekonomi, banyak yang kekurangan, banyak.

Kalau di warga saya banyak.”

“Kalau anda semua kayak begini, orang tua kamu kalau kerja dia ada

apa-apa, kamu bisa ga untuk menjamin diri kamu seandainya dibawa ke

kantor polisi. Yang akan menanggung siapa?, contoh.. Makanya saya

bilang Ibroh contoh saya bu”

Kesimpulan

1. Pemahaman mengenai kesehatan pada masyarakat meliputi kesehatan

jasmani dan rohani. Seorang pasien ODGJ menyebutkan bahwa kesehatan

termasuk “sehat pikiran”. Gangguan jiwa mengalami peningkatan

kejadiannya di Provinsi Jawa Barat, khususnya Kota Bogor. Penyebab

terjadinya gangguan kejiwaan yaitu masalah ekonomi, masalah sosial dan

juga narkoba.

2. Tradisi dan budaya terkait kesehatan jiwa tidak banyak terdapat di Kota

Bogor. Kegiatan yang dilakukan di masyarakat dalam rangka pembinaan

rohani yaitu pelaksanaan pengajian di lingkungan setempat.

Page 141: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

115

3. Pelayanan kesehatan yang dikunjungi oleh pasien ODGJ yaitu Puskesmas

dan RSJ. Pelayanan kesehatan pertama yang dikunjungi adalah Puskesmas,

untuk deteksi lebih lanjut dan pemberian obat dilakukan di RSJ. Sebelum

mengunjungi pelayanan kesehatan, beberapa orang pasien juga

mengunjungi pelayanan kesehatan alternatif, seperti ustadz maupun tabib.

4. Stigma masih terjadi di lingkungan Kota Bogor, meskipun sudah berkurang.

Stigma yang terjadi di masyarakat ini menyebabkan pasien kejiwaan urung

melakukan pemeriksaan di fasilitas kesehatan, sehingga tidak bisa

mendapatkan pelayanan kesehatan dengan tepat.

5. Masalah kesehatan jiwa melai diperhatikan baik di Dinkes Provinsi Jawa

Barat maupun di Dinkes Kota Bogor, salah satunya ialah karena misi

gubernur Jawa Barat “Jawa Barat Bebas Pasung 2018”. Masalah kesehatan

jiwadi tahun 2017 juga dirasa sedang naik daun oleh dinkes Kota Bogor dan

digandeng berbagai pihak dan diikutsertakan dalam berbagai program

kesehatan(PTM, lansia, haji, PKPR, penanggulangan bencana).

6. Kebijakan mengenai kesehatan jiwa juga mulai ada yaitu di dinkes Provinsi

Jawa Barat mengupayakan pemberdayaan ODGJ untuk diterima bekerja

melalui Perda. Kebijakan di Dinkes Kota Bogor untuk mempermudah

penderita mendapatkan layanan ialah dengan kebijakan rujukan pasien

jiwa dari Puskesmas (faskes 1) dapat langsung ke RS Marzuki Mahdi (Faskes

3), kebijakan lainnya ialah diperbolehkannya Puskesmas (layanan primer)

untuk memberikan obat jiwa, ACT kerja sama dengan RS Marzuki Mahdi.

7. Pengobatan yang komprehensif juga sudah ada di Kota Bogor melalui

RSMM dengan program rehabilitasi psikososial kepada ODGJ yang berupa

pemberian social skill, psikoedukasi, remediasi kognitif serta pelatihan life

skill serta keterampilan. Kerja sama dengan Puskesmas dan

mengikutsertakan masyarakat dalam penanggulangan gangguan jiwa sudah

ada melalui program ACT (Assertive Community Treatment) dimana

masyarakat dapat mengupayakan pertolongan kepada penderita gangguan

jiwa langsung ke RSMM.

Page 142: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

116

8. Beberapa Puskesmas sudah memiliki poli jiwa yang melayani gangguan jiwa

masyarakat baik berupa konsultasi maupun pemberian obat jiwa.

9 Pelayanan di RSMM dan Puskesmas yang melayani gangguan jiwa dirasa

sudah cukup baik baik dari tenaga kesehatannya maupun ketersediaan

obat jiwa.

10. Kerja sama lintas sektor sudah mulai dilakukan. Di Dinkes Provinsi Jawa

Barat sudah bekerja sama dengan dinas sosial, MenkoPMK, Kementrian

Sosial, Kementrian Kesehatan, kemudian BPJS dan kepolisian untuk

menangani gangguan jiwa. sedangkan di Kota Bogor kerja sama yang

dilakukan antara lain dengan FIK UI, LSM peduli skizofrenia, disnaker, juga

ke swasta untuk pemberdayaan ODGJ, serta LSM peduli skizofrenia.

11. Kendala yang dihadapi baik dari dinkes Provinsi Jawa Barat, dinkes Kota

Bogor dan Puskesmas ialah kendala pendanaan serta ketersediaan SDM.

Tenaga yang ada saat ini juga merangkap memegang program lainnya

sehingga tidak fokus menangani program jiwa.

12. Peran serta masyarakat di Kota Bogor sudah mulai dibangun salah satunya

ialah dengan adanya kader jiwa yang membantu mendeteksi warga yang

terindikasi mengalami masalah gangguan jiwa, kelurahan Siaga Jiwa serta

program ACT.

Kabupaten Jombang

D2. Hasil Kualitatif Kabupaten Jombang

Upaya Pencegahan dan Pengendalian Gangguan Kesehatan Jiwa dari Perspektif

Provider Kesehatan

1. Masalah Kesehatan Jiwa

Masalah kesehatan jiwa telah menjadi prioritas di dinkes provinsi sejak

tahun 2012 dengan misi ‘Jatim bebas pasung’. Hal ini disusul oleh dinkes

kabupaten yang baru memprioritaskan masalah kesehatan jiwa pada tahun 2016

dan 2017. Sebaliknya, RSUD menyatakan bahwa pasung belum menjadi prioritas

Page 143: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

117

meskipun terjadi peningkatan kasus gangguan jiwa. Meskipun begitu, rumah

sakit mengakui bahwa pasung sudah menurun meskipun masih terbilang banyak

yaitu 19 orang pada tahun 2017.

“Pasien dengan gangguan jiwa di kab Jombang tercatat makin meningkat namun

sayangnya belum menjadi prioritas dalam anggaran.” (Kabid Dinkes Kabupaten)

Kepala seksi pencegahan dan pengendalian PTM dan kesehatan jiwa juga

menyampaikan bahwa kesehatan jiwa merupakan salah satu prioritas, meskipun

masih belum didukung oleh alokasi dana yang dirasakan masih belum optimal

oleh dinas kesehatan kabupaten.

“kalau prioritas sdh jadi prioritas, tapi jadi PTM keswa masih baru anggaran yg

dikucurkan dari APBD masih terlalu sedikit tapi kami dapat dana dari BOK, kita

juga ikut dalam pembinaan tenaga medis kesehatan karena yang punya

anggaran utk kapasitas itu di TPSDK maka kita kita ikut disitu dlm masalah teknis

kita yangmenyediakan. Kebetulan anggarannya ikut ke psdk. Peningkatan

sumber daya kesehatan”(Ka Sie PPTM dan Jiwa)

Penanggung jawab program kesehatan jiwa di Puskesmas Cukir dan

Puskesmas Dukuh Klopo juga menyatakan bahwa kesehatan jiwa belum menjadi

prioritas. Faktor penyebab kesehatan jiwa berdasarkan kedua puskesmas yaitu

ekonomi, genetik, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Penyebab lainnya

dapat berasal dari masalah putus cinta, lingkungan, dan epilepsi/ trauma kepala.

2. Kebijakan

Pada tahun 2014, Gubernur mencanangkan Jawa Timur bebas pasung tahun

2017. Namun, banyak daerah yang belum mencapai target sehingga tahun

pencapaian mundur menjadi tahun 2019. Pada tingkat Provinsi, kebijakan terkait

kesehatan jiwa masih dalam bentuk surat edaran (SE) Gubernur untuk Jawa

Timur bebas pasung, dan juga sudah ada SK Gubernur untuk pembentukan tim

Page 144: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

118

TPKJM (Tim Pengarah Kesehatan Jiwa Masyarakat) untuk membantu pemerintah

daerah dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa. Tim TPKJM di tingkat Provinsi

mencakup 25 instansi dari polda, dinas social , depag , perindustrian, pariwisata,

dan kantor dinas lainnya, termasuk dari perguruan tinggi. Kegiatan dan anggaran

TPKJM ini ditetapkan dalam SK Gubernur untuk TPKJM. Di tingkat Pusat TPKJM

merupakan Tim Pembina Kesehatan Jiwa Masyarakat, sedangkan di tingkat

Kabupaten/Kota merupakan Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat.

Dukungan SK di tingkat Provinsi harus diperbaharui setiap tahun, dengan Kepala

Dinas Kesehatan Jawa Timur sebagai ketua di tingkat Provinsi dan Gubernur

Jatim sebagai pembina serta Sekda Provinsi Jatim sebagai pengarah.

Dinkes kabupaten menyambut baik kebijakan TPKJM ini dan berupaya

untuk menerapkan. Upaya yang dilakukan yaitu dengan meningkatkan kapasitas

puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa melalui pelatihan

tenaga kesehatan dan kader, diantaranya dokter umum (GP plus) dan perawat

jiwa. Dari pelatihan ini diharapkan dapat mendukung pembentukan posyandu

jiwa dengan jumlah minimal satu posyandu per puskesmas. Di sisi lain, kebijakan

terkait pelayanan paripurna pasien gangguan jiwa di rumah sakit belum

terbentuk. Pelayanan pasien gangguan jiwa di RSUD baru terbatas integrasi

antara psikiater dan psikolog. Penanggung jawab program kesehatan jiwa

Puskesmas Cukir menyatakan kebijakan terkait program menyesuaikan dengan

Standar Pelayanan Minimal (SPM).

“Awal-awal dulu program jiwa stagnan. Tidak ada perkembangan yang

signifikan.” (PJ Program Keswa Puskesmas Dukuh Klopo)

3. Perencanaan dan Pembiayaan

Perencanaan kesehatan jiwa dibuat berdasarkan kebijakan provinsi dan

nasional. Di tingkat provinsi telah terbentuk Tim Pengarah Kesehatan Jiwa

Masyarakat (TPKJM). TPKJM merupakan kerjasama lintas sektor yang melibatkan

seluruh SKPD. Perencanaan anggaran pada dinas kesehatan kabupaten melalui

mekanisme bottom up dari puskesmas. Semua program di dinas kesehatan

Page 145: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

119

mengajukan anggaran kemudian dirapatkan dalam forum bersama untuk

memutuskan prioritas sesuai renstra nasional.

Sumber pembiayaan utama kesehatan jiwa adalah APBD (tidak ada dana

dari Kementerian Kesehatan). Selain itu, ada tambahan dari perusahaan yaitu

dana CSR. Puskesmas juga dapat memanfaatkan dana BOK dan BPJS. Namun

demikian, dana puskesmas hanya cukup untuk kunjungan petugas puskesmas.

Penanggung Jawab Program Kesehatan Jiwa Puskesmas Cukir dan Dukuh Klopo

menyatakan bahwa ada rencana anggaran posyandu jiwa berasal dari dana JKN.

“Operasional posyandu jiwa memakai uang pribadi untuk biaya konsumsi.

Karena tidak ada bantuan dari puskesmas.” (PJ Program Keswa Puskesmas Cukir)

BPJS menjadi sumber pendanaan di rumah sakit. Mekanisme lainnya

berupa subsidi silang antara BPJS dan rumah sakit. Adapun kendala yang

dihadapi yaitu biaya psikoterapi tidak ditanggung oleh BPJS. Biaya psikoterapi

cenderung lebih tinggi dan lebih sering tidak mencukupi sehingga hanya pasien

yang benar-benar membutuhkan yang mendapatkan terapi apabila antrian

pasien cukup banyak. Selain itu, keterlambatan ketersediaan obat masih terjadi

di rumah sakit.

“rata2 itu. Pernah sampai 1 jam lebih. Bkn pasien psikotik. Pasien yang anak

gangguan tingkah laku. Lama2 saya mikir kalau 1 jam pasien lainnya nunggu ,

akhirnya kalau butuh psikoterapy lebih lama saya rujuk ke psikolog. Dia

pasiennya belum terlalu banyak jadi bisa bantu utk pskoterapy. Hanya kalau bpjs

tertanggung sepertinya fee nya lebih tinggi dari yg di kembalikan bpj s”.

“ . . kecuali kalau pasien saya sedikit semua saya psikoteraphy bisa. Waktunya

juga tidak ada. Kalau pasien saya sedikit waktu saya ada bisa psikoterapy . kalau

pasiennya banyak saya pilih yang butuh. . itu ditanggung rumah sakit jadinya

tidak bpjs. Rugi rs.” (psikiater rumah sakit)

Page 146: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

120

Perencanaan kegiatan dan anggaran program kesehatan jiwa dibuat

berdasarkan Surat Edaran Jawa Timur bebas pasung. Sumber anggaran program

berasal dari APBD provinsi dan APBD kabupaten (beberapa kabupaten).

Sementara itu, dana dekon tidak tersedia. Anggaran ini disediakan untuk validasi

data, koordinasi TPKJM, peningkatan pengetahuan petugas, dan pelatihan kader.

Penyerapan anggaran keswa sampai 15 September 2017 adalah 64% dari alokasi

1,75 milyar. Dana kesehatan jiwa cukup rendah apabila dibandingkan dengan

alokasi APBD provinsi untuk dinkes yaitu sebesar 123 milyar (10%).

"Utk jiwanya sendri 1,75 M. Penyerapannya baru 64% sampai 15 september . .

dari decon kita jiwa khusus tidak ada yang ada utk nafsa . . kegiatannya validasi

data , tpkjm koordinasi tpkjm, peningkatan pengetahuan petugas dan pelatihan

kader . langsung propinsi yang mengerjakan kita yang dating kesana disediakan

tempat disana." (PJ program Dinkes Jatim)

Sumber dana lainnya adalah dari CSR yang selama ini sudah berjalan dari PT.

Mercy. Disamping itu, ada juga dan dari dana pajak Rokok. Dana dekon dari

Pusat hanya ada untuk Napza.

Perencanaan dan pembiayaan program kesehatan jiwa di Puskesmas Cukir

menghadapi masalah tersendiri. Kepala puskesmas menyatakan bahwa

pelaksanaan program keswa belum optimal disebabkan oleh sistem keuangan

yang tidak disiplin. Program yang sudah direncanakan tidak terlaksana karena

BOK terlambat cair. Sebagai contoh, kegiatan bulan September tidak diikuti oleh

pencairan dana pada bulan tersebut. Keterlambatan bisa mencapai enam bulan.

Dana talangan pernah digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan, tetapi pada

akhirnya dana BOK tidak cair. Masalah lain yang timbul adalah tidak terserapnya

dana karena ketidaksinkronan perencanaan kegiatan antara puskesmas dan

dinkes. Puskesmas menganggarkan dana training, tetapi dinkes tidak

menyelenggarakan kegiatan training. Akibatnya, dana keswa puskesmas tidak

terserap.

Page 147: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

121

"dana ini sebenarnya problem tidak tau apa karena system keuangan di Negara

kita atau di jombang itukan tidak bias on time. Maksudnya begini ketika kegiatan

bln September seharusnya kita sdh ada dana utk kegiatan bln September, rata2

tidak ada. Bok itu yang kan cair itu januari februari maret, april ini baru

diinformasikan baru mau cair sekarang sdh bln September kalau system

anggaran seperti ini kan artinya saya harus nalangin dulu. Kacau balau. Tidak

ada jalan keluar sampai saat ini. . . Karena pengalaman yang dulu sdh di talangin

ternyata dananya tidak cair. Tahun lalu kan bln juli agustus sdh di stop oleh

pemerintah itu yang dana bok." (Kapuskes Cukir)

Dana BOK pada tahun 2017 yaitu sebesar 400 juta. Ini artinya dana yang

harus terserap sekitar 50 juta per bulan. Dana ini dialokasikan untuk transportasi

kunjungan pasien dan pembentukan posyandu jiwa. Peningkatan alokasi dana

sangat diharapkan untuk operasional posyandu, insentif kader, dan

pembangunan rumah singgah.

"tinggi ini 400 jt an tahun ini. Pokoknya tidap bln harus menyerap 50 jt sekitar

segitu". (Kapuskes Cukir)

4. Pelaksanaan Program

Edukasi kesehatan jiwa dilaksanakan pada hampir seluruh institusi

kesehatan. RSUD mengkhususkan materi edukasi untuk pencegahan bunuh diri

dan kesehatan tempat kerja. Rata-rata kunjungan pasien di rumah sakit adalah

dua puluh orang sehari. Di tempat lain, puskesmas dibantu kader melaksanakan

kunjungan rumah sebagai usaha jemput bola menemukan pasien pasung dan

melaksanakan perawatan sebelum lepas pasung. Dinkes kabupaten membentuk

TPKJM yang salah satu tugasnya untuk membantu puskesmas melaksanakan

lepas pasung. Pasien lepas pasung beserta pasien gangguan jiwa lainnya

mendapat pengobatan dan menjalani rehabilitasi di posyandu jiwa. Dinas

Kabupaten menyatakan bahwa renstra daerah sudah menyesuaikan dengan

Page 148: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

122

renstra nasional termasuk dalam program kesehata jiwa. Program kesehatan

jiwa meliputi promotif, preventif, rehabilitatif, dan kuratif.

Program kesehatan jiwa di baik di Puskesmas Cukir maupun Dukuh klopo

berjalan baik. Di Puskesmas Dukuh Klopo, jumlah kader cukup banyak, tetapi

jarang mendapat pelatihan. Posyandu dilakukan setiap Jum’at, yaitu minggu

pertama karaoke, minggu kedua pengajian, minggu ketiga keterampilan, dan

minggu keempat posyandu jiwa. Rekreasi ke tempat wisata dan jambore juga

rutin diadakan. Hal yang perlu mendapat perhatian adalah belum tersedianya

tempat untuk pelaksanaan kesehatan jiwa. Pelaksaan posyandu jiwa masih

meminjam balai desa Dukuh Klopo.

“Program Keswa Kecamatan Cukir berjalan lancar. Cakupan melebihi target.” (PJ

Program Kesehatan Jiwa Puskesmas Cukir)

Kepala seksi PTM Dinkes Jombang melaksanakan program lepas pasung

bersama tim penanganan kesehatan jiwa masyarakat (TPKJM). Program ini

dipimpin oleh dinsos. Sebelum lepas pasung, dinkes melakukan perawatan

terhadap pasien yaitu memandikan, membuat penampilan pasien menjadi

menarik, dan melatih sanitasi pribadi. Program ini dibantu oleh tiga pilar yaitu

kepala desa dan perangkatnya, babinsa bintara pembina desa (angkatan darat),

dan babin kamtib (polsek) serta sukarelawan dari masyarakat. Setelah lepas

pasung, dinsos merawat pasien berdasarkan pola pengembangan dan pola

keterampilan untuk mengembalikan pasien secara sosial. Selain itu, dinsos juga

menjaga ketahanan pangan dan melakukan pemberdayaan masyarakat.

"Kita punya program lepas pasung yang kebetulan leadingnya dinas social kita

support dinas kesehatan sebelum lepas pasung itu kita bergerak duluan dengan

tenaga sukarela di jombang sini ada 3 pilar itu ada dari pemerintahan desa, ada

dari babinsar ada dari kepolisian ada perangkat pamong. Jadi sebelum dilepas

kita sdh melakukan treatment2 seperti memandikan membuat penampilan mrk

Page 149: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

123

menarik, kemudian yang paling utama sanitasi pribadi yang mereka harus

bisa."(Kasie PTM Dinkes Jombang)

Pelaksanaan program kesehatan jiwa di Dinkes Jombang sudah merambah

media elektronik. Tim promkes membuat pesan kesehatan menarik yang

disiarkan di stasiun radio swasta. Ini merupakan program edukasi. Tema yang

diangkat sesuai dengan kebutuhan masyarakat, misalnya DBD saat musim hujan,

gizi, dan materi tentang kesehatan jiwa.

"Promkes kerjasama dengan radio membentuk suatu pesan yang menarik karena

di sutrada oleh radio kita punya materi mrk yang menyarkan. Ini radio daerah

tapi swasta. Suara jombang itu punyanya kominfo kemudian dari dinas

pendidikan jg punya terus ada beberapa radio swata yang py mou dengan

promkes. . banyak ada 3 atau 4 radio." (Kasie PTM Dinkes Jombang)

Ketersediaan obat menjadi hal yang utama. Kasie PTM Dinkes Jombang

menyatakan APBD untuk pengadaan obat terbatas termasuk obat jiwa. Meskipun

demikian, ketersediaan obat mendapat dukungan penuh dari provinsi sehingga

masalah dapat diminimalisir. Hal ini sejalan dengan PJ program Dinkes Jatim yang

menyatakan bahwa ketersediaan obat cukup dan distribusi obat tidak

bermasalah. Kendala datang dari kepatuhan minum obat pasien. Lain halnya

dengan pendapat psikiater rumah sakit yang menyatakan bahwa distribusi obat

bermasalah. Biarpun begitu, obat-obat yang disediakan BPJS di rumah sakit

beragam dan cukup memuaskan.

" Yang jadi kendala obat. Karena apbd kita juga sangat terbatas sekali utk

pengadaan obat termasuk di dalam obat jiwa tapi kami dapat dukungan penuh

dari propinsi saya sendiri belum tau propinsi itu dari mana atau mungkin obatnya

dari pusat kita jg tidak tau. Tapi mungkin juga apbd propinsi. Kita kan tidak tau.

Page 150: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

124

Di propinsi kalau saya kontak butuh obat itu ada. Dikirim kadang Kalau tidak bias

kita ambil kesana." (Kasie PTM Dinkes Jombang)

" tidak ada masalah kalau sampai ke pasien kendalanya kadang2 tidak diminum.

kalau stock lebih dari cukup dianggarkan 18 bln." (PJ program dinkes Jatim)

"ada banyak dan kalau menurut saya cukup memuaskan kalau pilihan obatnya.

Selama bpjs tidak ada masalah. Hanya beberapa ada keterlamabatan tapi tidak

lama masalahnya mungkin di distribusinya . yang marah2 farmasinya." (Psikiater

rumah sakit)

5. Lintas Sektor

Program kesehatan jiwa berjalan melibatkan kerjasama lintas sektor. Dinas

kesehatan bekerjasama dengan dinas sosial dalam melaksanakan program. Tim

lintas sektor yang dibentuk bernama TPKJM, yang terdiri dari 25 sektor SKPD,

termasuk polda. TPKJM aktif mengadakan pertemuan rutin dua kali dalam

setahun. Selain itu, kerjasama juga melibatkan yayasan/ padepokan. Tempat-

tempat tersebut menyelenggarakan terapi untuk pasien dengan gangguan jiwa.

Mereka bersedia berkolaborasi dengan puskesmas. Yayasan menyentuh terapi

spiritual dan puskesmas dari segi terapi medis. Lain halnya dengan rumah sakit,

RSUD bekerjasama dengan organisasi profesi.

Dinas kesehatan kabupaten bekerjasama lintas sektor untuk program

kesehatan jiwa, yaitu dengan balai latihan kerja (BLK), dinas pariwisata, dinas

sosial, dan dinas pendidikan. Di Puskesmas Cukir dan Dukuh Klopo, lintas sektor

yang terlibat yaitu Babinsa, Babinkamtibmas, dan petugas desa/ kelurahan. LSM

juga dilibatkan oleh puskesmas Dukuh Klopo. Kerjasama lintas sektoral berjalan

baik.

“babinsa mendukung. 3 pilar juga mendukung . . bpk miskan, pak hermanu sama

kepala desa. Pak hermanu polisi, pak miskan babinsa.” (kader keswa Dukuh

Klopo)

Page 151: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

125

Dinas kesehatan Jatim mengawali upaya kerjasama lintas sektor di tingkat

provinsi. Tim ini terdiri dari seluruh SKPD, diantaranya dinsos, depag,

perindustrian, pariwisata, termasuk polda dan perguruan tinggi. Aspek legal

mengacu pada SK TPKJM yang dikeluarkan tahun 2014. SK ini menegaskan

struktur komando, yaitu tingkat pusat sebagai pembina, tingkat provinsi sebagai

pengarah, dan tingkat kabupaten sebagai pelaksana. Perbaruan SK pada Maret

2017 berisi spesifikasi struktur yaitu gubernur sebagai pembina, sekda sebagai

pengarah, dan kepala dinkes Jatim sebagai ketua di provinsi. Sejauh ini PJ

program dinkes Jatim menilai bahwa peran antar sektor dan koordinasi belum

optimal. Ketua tim dapat berasal dari Bappeda sebagai penentu anggaran.

Kejelasan peran juga diperlukan agar tidak saling mengandalkan. Kemudian

koordinasi yang harus lebih intensif dengan pihak industri dalam hal pemasaran

produk dan syarat ketentuan barang untuk dijual. Ini merupakan upaya bantuan

dari pihak industri terhadap hasil karya pasien posbindu.

“ . .sebagai leading tidak harus kesehatan sebenarnya , bisa jadi bapeda .

sebagai penentu anggaran kan bapeda jadi tidak harus kesehatan. Supaya

mereka sama2 menjalankan . .”

“ . . itu tadi dalam pemasaran dalam arti belum memenuhi sayarat utk dijual

seperti itu. Kalau mnrt saya sdh layak mungkin kurang koordinasi . . “ (PJ

Program Dinkes Jatim)

Implementasi kerjasama lintas sektor dapat dilihat di wilayah kerja

Puskesmas Dukuh Klopo. Pembentukan kerjasama lintas sektor bermula tahun

2014 setelah PJ keswa Dukuh Klopo mendapat pelatihan perawat jiwa. Tim ini

berperan dalam pelaksanaan program di lapangan, beberapa diantaranya yaitu

berkoordinasi dengan dinkes terkait penyediaan obat, penyediaan bahan-bahan

keterampilan posyandu jiwa, pengawalan saat rekreasi/ terapi sosialisasi, dan

penyediaan sarana transportasi. Kendala lintas sektor yang paling utama adalah

Page 152: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

126

dari pihak keluarga. Masalah kesehatan jiwa tidak menjadi prioritas keluarga

yang memiliki kondisi ekonomi yang lemah.

“. . Kemudian disitu kan obat mahal saya koordinasi lagi dengan dinkes

terutama kami tim itu tadi . ..”

“. . baik dari kader, teman2, lintas sektoral intinya jadi tukang sampah kalau ada

ale2 beks diambil. .”

“. .kemudian kita Alhamdulillah sdh terapi sosialisasi itu tiap 6 bln sekali rekreasi

sama pak babinsa itu tadi. Ikut smua . . kita pakai mobilnya dinsos itu . . truk

yang ada tutupnya itu, punyanya kemensos . .ya mobil box, seperti box nya

tentara itu kita hanya kasih bensin saja sama kasih makan supirnya.”

“ . . yang sulit ya factor keluarga yang bergerak lintas sektoralnya, ada pamong

ngeterne , kita sdh pernah edukasi keluarga tapi ya pancet mawon jadi seakan

akan org dengan gangguan jiea tek’e bu anik, tek’e deso, ngeten bu. Jadi kalau

nggak kadernya yang jemput . .”

“ . . factor keluarga adalah nomer 1 , karena begini saya ini mau marah sama

keluarga gini, wong duwe keluarga kok ndak di ramut, nggak marahnya saya

jangankan ngopeni anaknya yang jiwa makan besok aja masih cari. Jadi 90%

dari pasien2 kami adlah dibawah ekonomi lemah. . .” (PJ keswa Dukuh Klopo)

6. Sumber Daya

Sumber daya manusia program kesehatan jiwa di dinkes kabupaten sudah

memadai. Untuk optimalisasi, perlu ditambah dan ditingkatkan jumlah dan

kualitasnya. Begitu juga dengan tenaga perawat di puskesmas yang terbatas,

bahkan ada perawat yang belum pernah dilatih kesehatan jiwa. Di RSUD,

psikiater menyatakan bahwa sarana ruangan untuk melakukan terapi kurang

memadai. meskipun begitu, jumlah psikiater dan perawat jiwa serta beban kerja

sudah memadai. dana untuk peningkatan kapasitas psikiater pun tersedia

sebesar tiga juta rupiah per tahun. Lain halnya di puskesmas, sumber daya

manusia baik di Puskesmas Cukir maupun Dukuh Klopo masih terbatas.

Page 153: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

127

“Jumlah SDM kurang . . di puskesmas satu orang bisa memegang beberapa

program . . tidak pernah menerima pelatihan.” (PJ Program Kesehatan Jiwa

Puskesmas Cukir)

“kalau poli jiwa kurang tempat utk tes2 itu belum ada . seandai saya butuh utk

periksa MMi, itu ruangnya tidak ada. Tmpt utk mengerjakannya tidak ada. . .

disitu sambil org lalu lalang tidak enak. Kalaupun ada bisa dipakai ber 2 saya

dengan psikolog nya. Psikolog juga butuh ruang begitu.” (psikiater rumah sakit)

7. Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat sangat besar dalam mendukung program

kesehatan jiwa. Mereka mendukung dengan memberi informasi tetangga yang

memiliki gejala gangguan jiwa dan membawanya ke posyandu jiwa. Para kader

membantu pekerjaan perawat jiwa di posyandu. Dalam pembentukan posyandu

jiwa dan kolaborasi rehabilitasi, puskesmas juga bekerjasama dengan pimpinan

pondok pesantren/ tokoh agama. Namun, penanggung jawab program

kesehatan jiwa Puskesmas Cukir menyatakan bahwa peran masyarakat kurang

optimal karena kurangnya jumlah petugas sehingga pelaksanaan program jiwa

belum maksimal.

“Potensi masyarakat cukup bagus. . dapat dilihat dari keaktifan mereka dalam

posyandu jiwa.” (Dinkes Kabupaten)

“Masyarakat proaktif memberi informasi kepada petugas dan kader apabila

menemui masyarakat dengan tanda-tanda sakit jiwa.” (PJ Program Kesehatan

Jiwa Puskesmas Dukuh Klopo).

Peran organisasi di luar pemerintahan cukup besar dalam upaya pencegahan dan

pengendalian gangguan kesehatan jiwa. Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah

bekerjasama dengan organisasi profesi setempat dan kalangan akademisi sejak

Page 154: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

128

pemerintah Provinsi Jawa Timur mencanangkan misi ‘Jatim Bebas Pasung tahun

2017’ pada tahun 2012, melalui pembentukan Tim Pembina/Pengarah Kesehatan

Jiwa Berbasis Masyarakat. Di tingkat Provinsi, beberapa universitas/lembaga

pendidikan yang terlibat dalam tim tersebut adalah beberapa univeristas di Jawa

Timur, seperti Universitas Jember, Universitas Muhamadiyah Jember, STIKES

Karya Husada Pare Kediri, STIKES Surabaya.

Sementara di tingkat Kabupaten, kerjasama melalui pembentukan Surat

Keputusan keterlibatan pakar dari akademisi atau universitas. Untuk Kabupaten

Jombang, telah bekerjasama dengan salah satu dosen Universitas Brawijaya yang

berlatar belakang psikologi untuk membantu pelaksanaan program kesehatan

jiwa berbasis masyarakat. Pengalaman pribadi dari dosen yang bersangkutan

menyatakan bahwa kebutuhan para penderita gangguan jiwa adalah dalam

aspek beradaptasi dengan lingkungan masyarakat sekitar karena, khususnya

dalam aspek mengatasi stigma di masyarakat, ketrampilan hidup secara mandiri

dalam aspek ekonomi dan sosial, serta ketrampilan menjaga kesehatan atau

berperilaku hidup sehat serta mengatasi stress lebih baik. Intervensi ke arah

adaptasi di tingkat keluarga dan masyarakat, pengobatan rutin dan

pendampingan peningkatan ketrampilan individu dalam aspek sosial, ekonomi

dan kesehatan, telah dilakukan di wilayah terbatas di Kabupaten Jombang,

Lamongan dan Keidiri pada tahun 2012. Hasil penerapan penanangan gangguan

kesehatan jiwa di masyarakat ini menunjukkan hasil yang positif bagi penderita

gangguan jiwa atau ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) di lokasi setempat serta

bagi masyarakat sekitar. Informan seorang psikolog dari Universitas Brawijaya

menyatakan sebagai berikut:

“….di penelitian saya mau mengambil ttg penanganan pelepasan pasung

berbasis masyarakat. Awalnya kita punya dipropinsi itu cari pindah ke rumah

sakit. Ternyata setelah kita evaluasi hasilnya kurang optimal karena pulang dari

rmh sakit banyak re-pasung lagi. Jadi kami melihat ini ada ada miss yang tidak

Page 155: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

129

kita kerjakan. Akhirnya dari penelitian itu kita kembangkan dengan pelepasan

pasung berbasis masyarkat..”

Penerapan intervensi mencakup proses pelepasan kasus pasung secara bertahap,

meningkatkan kemampuan para penderita gangguan jiwa atau bekas kasus

pasung dalam kemandirian secara ekonomi, sosial dan kesehatan. Pelepasan

kasus pasung dilakukan secara bertahap dalam beberap jam dan selanjutnya bisa

benar-benar bebas dengan pendampingan pihak keluarga dan petugas

kesehatan. Dalam proses pelepasan pasung petugas kesehatan juga melibatkan

lintas sektor, aparat setempat serta tokoh masyarakat. Proses pelepasan pasung

ini diawali dengan memberikan edukasi kepada keluarga dan masyarakat

setempat akan pentingnya menangani orang dengan gangguan jiwa dengan

menghilangkan stigma dan menerima dengan baik peran sosial dan ekonomi

mantan pasung dalam kegiatan di masyarakat. Di samping itu, pendampingan

oleh tenaga kesehatan Puskesmas untuk kepatuhan minum obat juga merupakan

peran penting dalam keberhasilan program pelepasan pasung. Pada tahap awal,

tim dari TPKJM membutuhkan setidaknya dua bulan untuk meyakinkan warga

atau masyarakat sekitar untuk menghilangkan stigma dan menerima mantan

pasung. Pendekatan yang dilakukan termasuk pendekatan kepada tokoh

masyarakat setempat, seperti kepala desa, kader kesehatan, dan aparat

setempat lainnya. Stigma yang ada di masyarakat pada umumnya terkait

perasaan aman yang menjamin bahwa penderita gangguan jiwa atau mantan

pasung tidak akan melukai orang lain atau diri sendiri. Di samping itu, keluarga

juga merasa belum yakin akan keberhasilan pengobatan penderita ODGJ apakah

akan terbebas atau sembuh dari gangguan jiwa. Tim TPKJM menjadi bagian dari

pedampingan keluarga dalam proses pelapasan pasung ini dan meyakinkan

masyarakat akan keamanan masyarakat setempat, karena jaminan keamanan ini

merupakan hal utama yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Informan dari tim TPKJM di Kabupatem Jombang menyatakan bahwa

pengalaman penerapan penanganan gangguan kesehatan jiwa di masyarakat di

Page 156: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

130

tiga lokasi tersebut di atas, menunjukkan hasil yang positif dan selanjutnya

mendapat sambutan baik juga dari pemerintah daerah untuk penerapannya di

kabupaten/kota lainnya di Jawa Timur.

Pada prinsipnya upaya yang dilakukan oleh TPJKM menggunakan prinsip

‘community mental health nursing’, seperti yang disampaikan oleh informan dari

Universitas Brawijaya (tim TPKJM Kab Jombang), dimana konsep ini

diperkenalkan oleh Kementrian Kesehatan pada tahun 2012. Tim TPKJM akan

memberikan pelatihan kepada tenaga kesehatan penanggung jawab kesehatan

jiwa di tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota maupun Puskesmas secara

berjenjang. Pelatihan juga disertai dengan petunjuk teknis dan modul sesuai

tingkatan basic, intermediate dan advance. Lama pelatihan di tingkat Provinsi

adalah 5 hari sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota rata-rata selama 3 sampai

dengan 6 hari tergantung dari dana yang ada. Tenaga kesehatan yang dilatih

diharapkan sebanyak dua orang dari masing-masing Puskesmas. Kegiatan

tersebut didukung oleh dana dari Provinsi dan sebagian dari Kabupaten/Kota.

Salah satu bentuk upaya kesehatan jiwa berbasis masyarakat adalah melalui

terbentuknya ‘Posyandu Jiwa’. Menurut informan dari tim TPKJM, kegiatan

Posyandu Jiwa ini sudah diperkenalkan ke semua puskesmas di seluruh Provinsi

Jawa Timur. Meskipun pada kenyataannya masih belum semua puskesmas di

provinsi Jawa Timur dapat melaksanakan kegiatan Posyandu Jiwa.

Informan dari tim TPKJM Kabupaten Jombang meyatakan beberapa hal yang

perlu dilakukan ke depannya adalah program kesehatan jiwa yang mengarah

pada upaya promotif dan preventif yang lebih efektif dan mencapai sasaran,

termasuk sasaran di sekolah untuk usia anak dan remaja serta sasaran di tempat

kerja.

Informasi terkait peran organisasi atau lembaga di luar pemerintah dalam

penanganan penderita gangguan jiwa yang spesifik terjadi di Kabupaten Jombang

Page 157: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

131

adalah peran dari kelompok religi. Kabupaten Jombang secara umum cukup

dikenal dengan sumber pendidikan agama Islam oleh beberapa pondok

pesantren. Seperti yang diungkapkan oleh informan tim TPKJM Kabupaten

Jombang, masih ada keluarga ODGJ yang mempercayai pondok pesantren

ataupun pendekatan agama sebagai salah satu cara untuk mengobati gangguan

jiwa. Para pemuka agama masih dianggap sebagai salah satu tokoh yang dapat

memberikan saran untuk kesembuhan gangguan jiwa. Terapi yang digunakan

pada dasarnya lebih ke arah terapi ‘doa’ atau ‘rukyah’ untuk mengeluarkan

pengaruh non medis yang dianggap sebagai penyebab terjadinya gangguan jiwa.

Meskipun demikian, ada salah satu lembaga sosial yang memberikan pelayanan

gangguan jiwa secara non medis dengan cara yang menyimpang di Kabupaten

Jombang ini. Lembaga sosial ini (disebut secara inisial: GCK) didukung secara

finansial dari swasta dan luar negri atas koordinator perorangan pemerhati

kesehatan jiwa, dan sudah memberikan pelayanan atas izin dari Dinas Sosial

setempat. Penyimpangan yang dilakukan oleh lembaga sosial ini adalah

menggunakan kekerasan fisik sebagai bagian dari terapi penanganan penderita

gangguan jiwa.

8. Saran/ Harapan

Harapan untuk keberlanjutan program kesehatan jiwa membutuhkan

perbaikan dari tenaga kesehatan sebagai pelaku kesehatan jiwa. Pengadaan

anggaran dana dari pusat dapat membantu optimalisasi program. Sarana

pendukung seperti modul, juknis pelayanan ksesehatan jiwa, dan instrumen

standar deteksi dini gangguan kesehatan jiwa dibutuhkan untuk keseragaman

pencatatan pelaporan serta monitoring evaluasi program. Peningkatan kapasitas

kabupaten dalam pencegahan dan penanganan kasus gangguan jiwa perlu

diintensifkan. Hal ini terutama untuk mendukung program posyandu jiwa

minimal satu posyandu per puskesmas. Adanya anggaran yang cukup untuk

pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat terutama untuk biaya operasional per

pertemuan. Tersedianya rumah singgah baik di lingkungan masyarakat maupun

di rumah sakit agar pasien mendapat perawatan memadai setelah menjalani

Page 158: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

132

perawatan dan adaptasi dalam kehidupan bermasyarakat. Rumah sakit juga

membutuhkan ruang inap khusus pasien jiwa dan tempat untuk rehabilitasi

kognitif.

“kalau jangka pendek ingin ada rawat inap khusus utk psikiater rsud dan

rehabilitasi khusus psikiatri yang Utk rehabilitasi kongitif sama social skill latihan

social utk pasien2 schizofrenia yangber gaulnya sulit itu utk bengkel2 utk social

skillnya. Terus rehabilitasi kongitif itu nanati bisa diapaki pasien psikiatri sama

pasien pasca stroke yang ada gangguan kongitif . Terus rawat inap yang utk

gangguan jiwa. Tidak butuh banyak banyak 10/6 bed tidak apa2 yang penting

ada.” (psikiater rumah sakit)

Dinas kesehatan kabupaten menyarankan perlu adanya produk hukum

untuk program kesehatan jiwa, diantaranya kebijakan nasional Indonesia bebas

pasung dan SK menteri terkait kesehatan jiwa. Kebutuhan lain yaitu pokja

nasional untuk program kesehatan jiwa. Puskesmas Cukir dan Dukuh Klopo

menekankan kebutuhan dana untuk pemberdayaan . Hal ini penting sebagai

tindak lanjut pasca pengobatan. Selain itu, rumah singgah serta pembinaan dan

pelatihan petugas/ kader sangat penting untuk keberhasilan keberlanjutan

program.

9. Kendala

Pelaksanaan kesehatan jiwa memiliki beberapa kendala untuk optimalisasi

pencapaian program, diantaranya masalah dana. Anggaran kesehatan jiwa

terbatas, dana yang diberikan selalu lebih rendah dari yang diusulkan, dan

pencairan dana sering terlambat. Sistem pencatatan juga masih terlalu umum

sehingga spesifikasi format laporan menjadi suatu kebutuhan. Selain itu, hal-hal

terkait mekanisme atau teknis juga menjadi kendala, diantaranya belum

tersedianya mekanisme penanganan pasien yang tidak punya keluarga. sistem

rujukan di rumah sakit belum optimal, belum tersedianya jaringan (link) resmi

untuk konsultasi/ pendampingan psikiater di puskesmas, serta strategi khusus

Page 159: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

133

untuk edukasi keluarga masyarakat untuk menangani kasus pasung. Sumber

daya tenaga kesehatan juga masih belum memadai dalam hal rasio penanganan

kasus jiwa.

Upaya Pencegahan dan Pengendalian Gangguan kesehatan Jiwa dari Persepsi

Masyarakat

1. Persepsi tentang sehat dan kesehatan jiwa

Sehat menurut pasien dengan gangguan jiwa yaitu saat nafsu makan baik,

dapat berekreasi, dan memiliki pikiran jernih. Sedangkan, kesehatan jiwa

diartikan sebagai stres, dan memiliki banyak pikiran. Kondisi fisik yang dirasakan

pasien saat mengalami gangguan keehatan jiwa yaitu nafas berat, gelisah, lemas,

tidak nafsu makan, kesulitan menelan makanan, mual, sakit maag, pusing, dan

diare. Salah satu penyebab gelisah yang pasien rasakan adalah karena masalah

keluarga.

“Sehat itu waras, alhamdulillah.” (pasien depresi)

“Penyebab sumpek adalah anak saya susah dibilangin seperti menggoda saja ke

saya . . dulu-dulu lemes, ngedrop, tidak mau makan, nelen makan susah, habis

masak mual, suka mau pingsan, maag.” (pasien cemas)

2. Stigma

Stigma merupakan anggapan negatif terhadap seseorang. Pasien dengan

gangguan jiwa selalu mendapat stigma dari masyarakat, terutama pada pasien

yang berperilaku tidak normal sampai melakukan kekerasan pada orang lain.

Penghapusan stigma membutuhkan waktu yang cukup panjang. Hambatan

pertama yang dihadapi untuk merawat pasien pasung adalah stigma masyarakat.

Edukasi kepada masyarakat dan jaminan keselamatan dapat mengubah

pandangan negatif masyarakat.

Page 160: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

134

“Dulu masyarakat susah menerima pasien ODGJ apalagi bekas pasien pasung

namun lambat laun sekarang sudah bisa menerima dengan baik.” (Kader)

3. Pencarian pengobatan

Pencarian pengobatan salah satunya dipengaruhi oleh budaya dan

kepercayaan. Sebelumnya apabila masyarakat sakit terutama sakit jiwa,

pengobatan yang dituju adalah pengobatan tradisional kepada dukun dan kyai.

Kader yang merawat orang dengan gangguan jiwa berusaha untuk mengajak dan

menjemput pasien dari rumahnya menuju puskesmas atau posyandu. Setelah

beberapa waktu, pasien dengan sadar datang sendiri.

Pasien cemas dan depresi yang diwawancarai menyatakan bahwa mereka

tidak pernah ke dukun atau kyai. Pasien cemas merasa malas ke dokter karena

dapat membeli obat sendiri. Tindakan yang dilakukan pasien apabila merasa

gelisah yaitu tidur. Pasien memiliki riwayat kesehatan yang cukup buruk yaitu

tidak makan selama tiga bulan. Akses puskesmas cukup terjangkau dan sikap

petugas baik. Pasien cemas tidak pernah mengikuti posyandu.

“Kalau sakit ya harusnya ke dokter biar tahu sakitnya tapi saya lebih seneeng

minum promag saja.” (pasien cemas)

4. Pelayanan Kesehatan Jiwa

Kader merupakan lini terdepan dalam pelaksanaan program kesehatan

jiwa. Kader memiliki kesabaran dan sifat telaten dalam merawat orang dengan

gangguan jiwa. Kegiatan posyandu jiwa yaitu membuat makanan anak-anak

dengan gangguan jiwa dan melatih keterampilan sulam. Kegiatan berlangsung

baik dan anak-anak aktif. Kegiatan dilakukan setiap Jum’at yaitu minggu pertama

menyanyi, minggu kedua pengajian, minggu ketiga keterampilan, dan minggu

keempat posyandu jiwa. Kader selalu mengingatkan kepada pasien bahwa dia

harus berbincang dengan orang lain dan tidak boleh menyendiri. Terapi yang

diajarkan kepada pasien jiwa yaitu menghilangkan suara palsu/ halusinasi,

Page 161: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

135

komunikasi dengan teman, minum obat rutin, berbicara pada teman, dan

berdo’a. Anggaran satu kali kegiatan posyandu yaitu 150.000 rupiah untuk

konsumsi. Makanan yang disajikan bervariasi tergantung ketersediaan dana.

Tidak semua pasien mengikuti kegiatan posyandu.

“Tahu ada posyandu jiwa tapi tidak pernah mengikuti karena males.” (pasien

cemas)

“Rutin ikut kegiatan jiwa seminggu sekali.” (pasien depresi)

5. Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat adalah kunci keberhasilan program kesehatan

jiwa. Kader menyatakan bahwa peran serta masyarakat sangat baik dan kompak.

Hal ini didukung oleh kerjasama lintas sektor. Tiga pilar merupakan istilah yang

mereka gunakan, yaitu polisi, babinsa, dan kelurahan. Pelaksanaan bebas pasung

merupakan hal yang tidak mudah karena berisiko menghadapi kemungkinan

penolakan masyarakat, seperti aksi demo yang dilakukan masyarakat dan

kemungkinan perilaku berbahaya dari perilaku pasien itu sendiri. Dengan

kerjasama lintas sektor, hal tidak terduga dapat diminimalisir.

“bagus responnya. Ia bu senang . ia ikut mendukung . bahkan ada yang

memberitau, bu kok tetangga saya begini, bu anik yang mengunjungi rumah

akhirnya dibawa ke sini.” (kader Dukuh Klopo)

6. Kapasitas Kesehatan

Kapasitas kesehatan merupakan hal pendukung keberhasilan program

kesehatan jiwa. Kader menyatakan bahwa fasilitas kesehatan untuk pasien ODGJ

masih kurang mendapat perhatian. Selain itu, petugas dan kader kurang

mendapat pelatihan.

Page 162: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

136

“saya minta pemerintah pusat mau mendukung dan membantu kegiatan

posyandu jiwa disini.” (kader Dukuh Klopo)

7. Kendala

Kendala yang dihadapi kader yaitu tantangan untuk meningkatkan

kesabaran karena menghadapi berbagai karakter orang dengan gangguan jiwa.

Dana operasional terbatas sehingga membuat petugas mencari dana

sumbangan.

“kan biasanya kamuitu harus begini bekerja begitu, tapi kan tidak bisa bu kita

harus telaten . saya kalau tiap hari disini itu anak2 itu saya suruh begini mau bu.

Sekarang ini dikerjakan terus dia mau kita harus bisa mencari selahnya gitu bu.

Anak itu kalau tidak diatasnya dia marah seenaknya sendiri begitu, jadi kita

harus telaten sabar.” (kader Dukuh Klopo)

D3. Hasil Kualitatif Kab. Tojo Una-Una

Indonesia sudah memiliki undang – undang mengenai kesehatan jiwa yaitu UU

nomor 18 tahun 2014. Lahirnya undang-undang ini diharapkan dapat

memberikan perlindungan dan menjamin pelayanan kesehatan jiwa bagi Orang

dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ),

memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komperehensif dan

berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

bagi setiap orang terutama ODMK dan ODGJ (tambahin referensi). Tiga tahun

setelah lahirnya UU mengenai kesehatan jiwa ini diharapkan daerah sudah

mengupayakan pelayanan kesehatan jiwa yang optimal. Salah satu daerah yang

ingin diketahui layanan kesehatan jiwanya ialah Sulawesi Tengah yang

berdasarkan hasil Riskesdas merupakan provinsi yang memiliki tingkat gangguan

mental emosional yang tertinggi (Riskesdas 2013). Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui lebih rinci mengenai pelayanan dan program kesehatan jiwa di

Sulawesi Tengah (dengan diwakili Kota Tojo Una-Una).

Page 163: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

137

1. Pemahaman tentang gangguan kesehatan jiwa (depresi, cemas,

psikotik)

a. PJ Program Keswa

Walaupun Sulawesi Tengah memiliki prevalensi gangguan mental

emosional tertinggi nasional yang terbukti dari tingginya kunjungan

pasien jiwa ke rumah sakit namun nampaknya hal ini belum

mendapatkan perhatian serius dari instansi terkait setempat.

Pemahaman beberapa informan mengenai gangguan kesehatan jiwa

sudah cukup baik, namun demikian perhatian dari instansi nya masih

dirasa belum maksimal. Program kesehatan jiwa belum menjadi program

prioritas di wilayah Touna. Hal ini yang diungkapkan oleh beberapa

informan di bawah ini :

“secara keseluruhan kalo menurut laporan dari rumah sakit,

sekarang hampir 80 persen jiwa” (S, PJ Keswa Dinkes)

”dapat 1 orang yang dipasung dan itu sudah saya bebaskan

alhamdulillah, pengobatan 1 tahun sudah kembali seperti biasa.

Sekarang sayasedang pantau, itur umahnya itu depannya kantor

bupati, saking begitunya tidak ada perhatian” (V, PJ Keswa PKM

AmpanaTimur)

“kemaren kita mencoba masukan RUK 2017, rencana usulan

kegiatan, namun karena kekurangan dana, jadi kita tidak

mendapatkan dana.......................jiwa ini kan masuk ke kesehatan

pengembangan, dia bukan esensial, jadi kita utamakan dulu

esensialnya” (S, PJ Keswa Ampana Barat)

Dalam usahanya memerangi gangguan jiwa, sampai saat ini di Touna

belum ada jalinan kerjasama antara sektor kesehatan dengan sektor

Page 164: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

138

lainnya. Setiap instansi bergerak sendiri-sendiri karena ketidaktahuan

petugas mengenai instansi/lembaga yang dapat diajak bekerja bersama

sehubungan dengan program kesehatan jiwa., seperti yang dikatakan

oleh beberapa informan di bawah ini:

“baru ada yang jelas ini MOU dengan BNN, tapi BNN dia fokus ke

penyalahgunaan (narkoba), dinas sosial hanya membantu

betangkap” (V, PJ Keswa PKM AmpanaTimur)

“anggaran 2018, kita mau sosialisasi sama dinas-dinas yang terkait

seperti dinas sosial, pendidikan, sama lembaga-lembaga yang

terkait, cuman belom ada di acc, cuman rencananya itu” (S, PJ

Keswa Dinkes)

“Bantuan dari dinas sosial kita tidak tau apa yang mereka kasihkan,

jadi hubungan itu sebatas mereka minta data kita kasih, memang

karena tidak ada, maksudnya belom ada kerjasama. kita baru tau

kemaren ternyata ada dinas-dinas skpd yang berhubungan dengan

kita” (S, PJ Keswa PKM Ampana Barat)

Mengenai sikap dan perilaku petugas terhadap individu yang mengalami

gangguan jiwa di Touna sampai saat ini cukup baik dan akrab. Petugas

sangat memperhatikan kepatuhan berobat penderita, bahkan beberapa

petugas mendatangi rumah penderita untuk memberikan obat ke rumah

penderita. Hal ini disebabkan karena menurut pengakuan beberapa

informan sampai saat ini masih terdapat ODGJ yang dipasung/dikucilkan.

Berkaitan dengan hal ini beberapa informan mengatakan sebagai berikut

:

“saya rasa ada sih (stigma/pengucilan), maksudnya biar tidak

kelihatan kan, biasanya kalo kita turun kan pasti mereka tidak

Page 165: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

139

memperlihatkan itu, tapi kalo saya kan orang sini juga, pasti kalo

wataknya orang sini pasti begitu. Pasti dia akan mengucilkan” (W,

Ka Sie PTM&Keswa)

“dikurung di kamar, karena merasa cuman bikin repot saja. Kalo

pasien jiwa ini kan pengobatannya bersambung, kalo habis obat

datang lagi, itu juga pengaruh keluarga yang tidak mau pusing.

Mungkin juga masalah keuangan karena jauh, jadi lebih baik

dikurung di rumah”(S, PJ Keswa Dinkes)

b. Masyarakat

Pemahaman beberapa informan dari sisi masyarakat di Touna mengenai

kesehatan masih perlu ditingkatkan. Beberapa mengaitkan dengan sisi

rohani, sedangkan lainnya dikaitkan dengan kemampuan seseorang

bekerja. Bagi mereka Berdasarkan hasil wawancara mendalam, hanya

kader yang menyebutkan bahwa kesehatan rohani merupakan salah satu

elemen kesehatan. Sedangkan orangtua ODGJ mengaitkan kadar

kesehatan seseorang dengan kemampuan bekerja seperti dalam petikan

berikut ini :

“sehat jasmani, rohani, fisiknya juga” (T, Kader )

“Biasa-biasa saja. Ketawa dia ketawa, waktu marah dia marah, kalo

sehat. Aktivitas normal” (S, Kader)

“(disebut sehat jika) bagus, kerja lancar. Karena tiada penyakit yang

datang. Kalo sakit,berpikir tidak bisa, karena badan tidak normal”

(A, Orangtua ODGJ)

Apalagi jika dikaitkan dengan kesehatan jiwa, belum semua informan yang

merupakan bagian dari masyarakat mengetahui mengenai kesehatan jiwa.

Page 166: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

140

Salah seorang tokoh masyarakat mengaitkan masalah kesehatan termasuk

masalah kesehatan jiwa dengan kemampuan masyarakat sekitar untuk

mengakses makanan seperti pada petikan berikut ini :

“penduduk asli ini dari segi ilmu pengetahuan sangat minim,

kemudian kehidupannya itu, cari pagi untuk tengah hari, cari tengah

hari untuk malam, kebanyakan masyarakat disini itu hidupnya, jadi

saya berpikiran dengan pola itu maka terjadilah itu macam-macam

modelnya penyakit. kalo disini banyak itu sudah biasa termasuk ini

ilang pikiran. Jadi menurut saya, jaminan sehari itu tidak memenuhi

standar yang diinginkan oleh kesehatan, dalam segi makan tidak

teratur dan tidak ada makan tidak kenyang, dan lain sebagainya.

Sebagai pengamatan dan yang ada di lingkungan saya disini” (D,

Toma)

Saat ditanyakan mengenai penyebab gangguan jiwa, hampir semua

informan masyarakat di Touna menjawab penyebab gangguan jiwa di

Touna adalah karena keturunan, penyalahgunaan obat, masalah ekonomi,

putus sekolah dan masalah keluarga. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh

beberapa informan di bawah ini :

“jadi waktu itu papa meninggal, tiba-tiba, tidak sakit begitu kan.

Rasa sedih ditinggal tiba-tiba, sampe-sampe pernah saya tidur di

kuburnya bapaknya saya waktu itu. Jadi stres” (Y, ODGJ)

“kalo sebatas pengetahuan saya, (penyebabnya) katanya kan stres,

ato dari turunan lah, ato beban keluarga, jadi beban pikiran setau

saya” (T, Kader)

“paling banyak disini masalah rumah tangga sih, Yang kedua

mungkin banyakan pasien saya mikirin anak-anaknya sih, entah

Page 167: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

141

anaknya nakal atau anaknya jauh dari keluarga. Yang ketiga faktor

yang paling sering ya faktor ekonomi, mungkin karena lapangan

kerja juga kurang kan disini, kebanyakan petani” (M, dokter SpKJ)

Namun terdapat hal yang menarik terkait tingginya gangguan jiwa

kecemasan yang terjadi kepada pegawai di Tojo Una-Una, dimana stres dan

ketakutan akan mutasi jabatan menjadi penyebab yang cukup sering

disebut. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan dalam

kutipan berikut :

“karena sekarang kan kebanyakan pegawai, ansietas kan sudah

masuk jiwa, makanya itu sudah agak tinggi persentasenya” (S, PJ

Keswa Dinkes Kab)

“kecemasan tinggi, banyak politik disini kan, dengar-dengar banyak

masuk nama dimutasi padahal tidak” (V, PJ Keswa PKM Ampana

Timur)

Mengenai sikap dan perilaku informan terhadap individu yang mengalami

gangguan jiwa, berbeda dengan pengakuan PJ Program Keswa, masyarakat

Touna tidak memberikan stigma negatif terhadap ODGJ. Meskipun

demikian tidak semua informan mengatakan mereka menentang

pemasungan/pengasingan kepada ODGJ, hal ini dikarenakan mereka takut

akan keselamatan dirinya. Hal ini seperti yang diungkapkan pada kutipan

berikut :

“jangan…bagaimana caranya, biar dikasih obat apa, terkecuali kalo

dia sudah merusak. Maksudnya, ada kan orang gila lain, yang bikin

takut” (S, Kader)

“Tidak ada yang menjauhi. Tetap ada sifat persaudaraan itu muncul,

membantu yang susah” (D, Toma)

Page 168: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

142

“masyarakat disini sih so far oke sih, kita ngga kasih stigma orang

apa gitu, ngga. “disini stigmanya ngga sampe kayak gitu cuman dari

beberapa pasien yang pendidikannya cukup tinggi ya, itu mereka

men-stigma-kan diri sendiri, buat mereka tuh kalo berobat ke poli

jiwa itu pasti orang gila, tapi dari mereka sendiri ya bukan dari

masyarakat”(M, dokter SpKJ)

Berkaitan dengan peran masyarakat terhadap kasus gangguan jiwa di

Touna, masyarakat sudah cukup baik meskipun perlu lebih ditingkatkan.

Peran masyarakat masih dominan dalam pelaporan kasus. Salah satu

puskesmas sudah mencoba membentuk kader jiwa, namun tugas mereka

juga hanya sekedar melaporkan. Belum ada inisiatif upaya pencegahan

ataupun percepatan penyembuhan gangguan jiwa. Hal ini seperti yang

dikatakan oleh beberapa informan berikut :

“kemaren itu saya coba itu membentuk kader. Kader jiwa begitu

karena saya berpengalaman kemaren program mempergunakan

masyarakat berbentuk kader, jadi saya itu hanyamenunggu laporan

dari mereka jadi saya tinggal kesana” (S, PJ Keswa PKM Amapana

Barat)

“kurangya, dari swasta, masyarakat, masih kurang (perannya)” (S, PJ

Keswa Dinkes Kab)

2. Tradisi dan budaya terkait kesehatan jiwa (depresi, cemas, psikotik)

Tidak terdapat aktifasi tradisi dan budaya yang secara khusus bertujuan

untuk mencegah/menanggulangi gangguan jiwa di Tojo Una-Una. Seperti

yang diutarakan kedua kader pada kutipan di bawah ini :

“tidak ada” (S dan T, kader)

Page 169: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

143

3. Program dan kebijakan yang ada terkait kesehatan jiwa :

a. Pelaksanaan

Sejauh ini belum banyak program-program yang berkaitan dengan

kesehatan jiwa di Dinas Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una. Program

kesehatan jiwa di dinas kesehatan kabupaten Tojo Una-Una tahun 2017

hanya 2 kegiatan yaitu investigasi dan evaluasi pelayanan keswa di

puskesmas. Pada tahun sebelumnya bagian kesehatan jiwa berada di bawah

sie kesehatan khusus, baru pada tahun 2017 bagian kesehatan jiwa

dipindahkan ke sie PTM, hal ini seperti yan dikatakan oleh salah seorang

informan di bawah ini:

“Kalo untuk kesehatan jiwa juga, kemaren penyakit tidak menular

memang harus di P2 tapi kesehatan jiwa sebelum-sebelumnya itu

masih di kesehatan khusus. Pas dibentuk penyakit tidak menulardan

seksi penyakit tidak menular, kesehatan jiwa dengan gangguan

indra, dimasukan kedalam PTM” (W, Ka Sie PTM&Keswa)

“kalo dari dinas kegiatan kita cuman 2 bu, yang turun itu investigasi

ya terus pelayanan dan sekaligus ada evaluasi juga ke puskesmas,

dengan dokter ahli jiwa, satunya ini kegiatan pelatihan, 2017 ini tapi

belom dilaksanakan karena baru saya usulkan di perubahan

anggaran” (W, Ka Sie PTM&Keswa)

Ketika ditanyakan mengenai anggaran, anggaran bagian kesehatan jiwa di

dinkes kab Touna selama ini berasal dari DAU APBD, sedangkan dana

kesehatan jiwa di Puskesmas berasal dari DAU, BOK dan kapitasi JKN. Proses

pengusulan kegiatan dan besaran anggaran dimulai dari Ka Sie PTM Keswa

dan PJ Keswa Dinkes Kab yang kemudiaan dibawa ke bagian perencanaan

Dinkes Kab, lalu akan dirapatkan, baru kemudian diputuskan oleh DPRD. Hal

ini seperti kutipan di bawah ini :

Page 170: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

144

“di dinas kesehatan itu untuk keswanya sumber dananya DAU

APBD. Nah terus untuk puskesmas, disana kan puskesmas ada 3

sumber anggaran, ada DAU, BOK, JKN” (W, Ka Sie PTM&Keswa)

“dari tuker2 pikiran nanti diusulkan ke bagian program

perencanaan. Mungkin itu yang dibawa nanti ke pembahasan di

dewan” (S, PJ Keswa Dinkes Kab)

Walaupun di Touna memiliki keterbatasan anggaran, dukungan kebijakan

daerah, kekurangan tenaga dan sarana pendukung, namun hal ini tidak

membuat PJ keswa di puskesmas menyerah. Mereka tetap melakukan

screening penderita bahkan mengantarkan obat ke rumah ODGJ dengan

memanfaatkan kegiatan puskesmas lainnya seperti pada kutipan di bawah

ini :

“untuk kesehatan jiwa tidak ada (dana untuk TA 2017). Saya tetap

antar pasien, merujuk, pasien jiwa yang butuh bantuan saya

langsung turun” (V, PJ Keswa PKM Ampana Timur)

“bawakan obatnya kesini (ke rumah)” (M, Orangtua ODGJ)

“jadi saya sisihkan waktu saya disaat saya penjaringan penderita TB

ato kusta sekaligus jiwa. Beres itu, saya coba buat rencana, mencari

masalah terus apa penyebab masalahnya terus jalan keluarnya apa,

jadi kemaren memang sih untuk menyelesaikan masalah itu,

penyuluhan, penjaringan, dengan sosialisasi. Kemaren saya coba

prioritaskan kalo masalah penyuluhan itu biasanya sudah

pengalaman kemaren-kemaren, cuman sebatas disitu saja, jadi saya

coba penjaringan. Jadi waktu penjaringan saya bisa tau apa

masalahnya. Yang diusulkan penjaringan” (S, PJ Keswa PKM Ampana

Barat)

Page 171: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

145

Berbagai intervensi skrining jiwa telah dilakukan di Touna. Salah satunya

kegiatan skrining jiwa yang saat ini telah dilakukan juga kepada lansia lewat

posyandu lansia dan kepada anak sekolah melalui UKS. Berkaitan dengan

hal ini beberapa informan menguatkan:

“kalo untuk kemaren, tidak ada. Karena dia berbarengan sama PTM

jadi jika ada yang mengeluh sakit kepala, sakit ulu hati yang

berkepanjangan, fisik ke PTM, jika tidak ada normal, dirujuk ke jiwa.

Begitu juga dengan UKS kita terintegrasi di sini, kalo dia turun

lapangan terus dapat anak-anak yang mentalnya terganggu, dia

buatkan rujukan internal ke pengelola jiwa” (S, PJ Keswa PKM

Ampana Barat)

“Saya kan sekarang turun di UKS, tadi kebetulan itu penjaringan,

jadi di kelas 1 itu saya periksa giginya timbangannya, tinggi

badannya, segala macem. Terus kita kasih kuesioner, disitu ada

penilaian guru2nya tentang tingkat emosional, misalnya ada anak

yang sering gelisah, suka berdiri, ganggu temannya apa semua” (V,

PJ Keswa PKM Ampana Timur)

b. Kendala

Dalam upaya eliminasi gangguan jiwa di Tojo Una-Una, dari hasil wawancara

diperoleh informasi masih terdapat beberapa kendala berkaitan dengan

eliminasi gangguan jiwa. Kendala tersebut antara lain adalah adanya

masalah keterbatasan dana, kurangnya tenaga kesehatan, minimnya fasilitas

pendukung, kelangkaan obat, rendahnya pengetahuan masyarakat

mengenai gangguan jiwa, serta sedikitnya perhatian dari instansi terkait. Hal

ini seperti yang dikatakan oleh beberapa informan di bawah ini :

“jadi disini kan masalahnya masih banyak masyarakat yang belum

mengenal tanda2 apa itu penyakit gangguan jiwa, jadi sedangkan

yang berkunjung ke puskesmas ini yang bulan agustus sudah 40

Page 172: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

146

orang, itu yang kami rujuk belom yang diobati” (S, PJ Keswa PKM

Ampana Barat)

“Jadi perawatan jiwa gabung sama penyakit dalam, sama

bedah............................. untuk perawat yang khusus untuk di

perawatan jiwa sendiri masih kurang. dokternya juga sebetulnya

masih kurang ya, maksudnya dengan jumlah pasien sekarang ini

gitu. uangnya juga kurang. Terus terutama obat sering abis. jadi

banyak yang obat kurang” (M, dokter SpKJ)

“cuman kalo jiwa memang belum, kurang, tidak ada (dana) malah,

kalo bukan pusat” (S, Ka TU PKM Ampana Timur)

Seringnya perpindahan posisi PJ Keswa di puskesmas juga menjadi

hambatan tersendiri terkait terbatasnya dana pelatihan jiwa. Ketiadaan

petunjuk teknis penanganan ODGJ untuk tenaga kesehatan dan fasilitas

kesehatan terkait aturan pemberian obat oleh selain dokter SpKJ juga

turut menghambat upaya eliminasi gangguan jiwa. Hal ini diungkapkan

oleh informan berikut:

“kendalanya lagi di puskesmas untuk pelaksanaan kesehatan jiwa,

SDMnya kurang, petugas jiwanya, itu kan pengelola cadangan

sedangkan dokter saja dokter umum kan tidak berani untuk

mendiagnosa ini psikotik ato apa kan, itu harus psikiater karena kan

aturan untuk pemberian obat itu kan tidak bisa dari perawat” (W,

Ka Sie PTM&Keswa)

c. Rencana ke depan

Oleh karena itu berkaitan dengan rencana ke depan, beberapa informan

mengemukakan mempunyai beberapa rencana terkait kesehatan jiwa.

Rencana tersebut antara lain adalah kegiatan terkait kesehatan di

Page 173: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

147

Kabupaten Tojo Una-Una diantaranya adalah penjaringan dan

pertemuan lintas sektor seperti tertuang pada kutipan di bawah ini :

“anggaran 2018, kita mau sosialisasi sama dinas-dinas yang terkait

seperti dinas sosial, pendidikan, sama lembaga-lembaga yang

terkait, cuman belom ada di acc, cuman rencananya itu” (S, PJ

Keswa Dinkes Kab)

“nanti bulan, tanggal 30 rencananya akan kita adakan rapat lintas

sektor, jadi disitu kita akan menggunakan peran kita masing2.

Mengundang pak camat, kantor lurah, pkk nya, tokoh agamanya,

skpd” (V, PJ Keswa PKM Ampana Timur)

“2018 kemaren kita coba lagi mengusulkan (penjaringan), tapi

belom ada hasil, semoga itu sudah diterima, karena kemaren itu

kita berdasarkan hasil responden kemaren, dari situ kita cari

ansietas harusnya 50 lebih itu yang lebih tinggi itu psikotik,

psikotiknya kita cari 8, lebih dari 8 kita dapat” (S, PJ Keswa PKM

Ampana Barat)

d. Kebutuhan

Dalam mendukung berhasilnya eliminasi gangguan jiwa, dari hasil

wawancara diperoleh informasi mengenai kebutuhan berkaitan dengan

hal tersebut. Kebutuhan yang dianggap penting ke depannya oleh PJ

program ialah pendampingan, pemberian pelatihan, penambahan dana,

penambahan tenaga kesehatan, pembuatan juknis serta pemberian

fasilitas pendukung. Dinkes Kab Tojo Una-Una memang telah

bekerjasama dengan Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah melakukan

pelatihan. Namun pelatihan ini hanya diikuti perwakilan puskesmas dan

Page 174: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

148

tidak rutin dilakukan. Hal ini seperti yang diktakan oleh beberapa

informan:

“kalo undang2 sih (ada), justru teknisnya ya (yg belum ada). saya

kesulitan menterjemahkan bagaimana ini di lapangan. pedoman

apa yang harus kita lakukan dan apa yang kita harapkan dari

masyarakat” (A, Ka Bid P2PL Dinkes Prov)

“dokter minimal dua lah.............. paling perawat butuh 5 lah” (M,

dokter SpKJ)

“Sebenarnya sih (perlu pelatihan) ke pengelola-pengelola

programnya, biar lebih paham, karena disini yang pengelola

program biasanya rangkap, karena kurang pegawai jadi biasa 1

orang rangkap berapa program, makanya bisa tidak fokus” (S, PJ

Keswa Dinkes Kab)

“Kalo di jiwa sih ada (juknis) begitu bagus di kesehatan jiwa ada

yang psikotik obatnya ini, jadi biar puskesmas yang berikan

pengobatan sesuai juknis sesuai SOP kan, karena obat jiwa keras”

(W, Ka Sie PTM&Keswa Dinkes Kab)

4. Peran dan kebutuhan pelayanan dan pencegahan kesehatan jiwa

Ketika ditanyakan mengenai peran dan kebutuhan pelayanan dan

pencegahan kesehatan jiwa, sebagian besar kader maupun ODGJ yang

diwawancara mendalam mengatakan bahwa pelayanan terkait kesehatan

jiwa di Touna masih perlu mendapat perhatian. Penanganan medis bukanlah

pilihan pertama bagi masyarakat untuk menangani masalah gangguan jiwa

yang acapkali mereka anggap sebagai akibat gangguan setan, keturunan.

Untuk tindakan kontrol khususnya ke Poli Jiwa Rumah Sakit dilakukan setiap

2 minggu sekali. Penderita ODGJ juga masih dapat dibujuk untuk meminum

obatnya secara rutin walaupun untuk beberapa kasus obat harus diantarkan

oleh petugas puskesmas ke rumah. Proses pembuatan rujukan ke Poli Jiwa

Page 175: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

149

Rumah Sakit oleh Puskesmas juga mudah untuk dilakukan. Namun bukan

berarti layanan kesehatan jiwa di Tojo Una-Una terbebas dari keluhan,

keluhan yang disampaikan masyarakat umumnya berkisar pada mahalnya

biaya transportasi ke Rumah Sakit, lamanya waktu tunggu pasien di Poli Jiwa

Rumah Sakit serta kelangkaan obat seperti kutipan berikut:

“sering dibawa ke dukun kalo ke desa, apa itu namanya untuk

kesehatan, puskesmas, ato rumah sakit, biasa yang ada uang. yang

tidak ada duit itu yang biasanya sudah tidak bisa diobati lagi. paling

obatnya tradisional, sepengetahuan orang itu” (D, Tokoh

Masyarakat)

“sebagian ada, sebagian tidak (ketersediaan obat di rumah

sakit)............... di ampana 164 saya punya nomor urutan. menunggu

lama karena banyak pasien. karena banyak jadi (ruang tunggu) tidak

cukup, biasa berdiri diluar” (A, Orangtua ODGJ)

“kebanyakan berpikir terlalu mahal” (T, Kader)

5. Stigma dan persepsi terkait gangguan kesehatan jiwa (cemas, depresi,

psikotik)

Dari hasil wawancara dengan beberapa informan diketahui bahwa ternyata

masih terdapat stigma terhadap enderita ODGJ. Stigma atau pandangan

masyarakat terhadap penderita ODGJ masih terjadi di masyarakat Touna.

Meskipun stigma saat ini dirasa sudah mulai berkurang, akan tetapi masih

ada beberapa masyarakat yang menurut informan mempunyai stigma

terhadap penderita ODGJ. Menurut beberapa informan, masih terdapat

ODGJ yang dipasung/dikurung oleh keluarga seperti yang dikatakan berikut

ini:

“sebenernya saya tidak setuju (pasung), cuman saya tidak bisa tidur

karena dia ini kalo bejalan, bejalan terus, tidak tau pulang, jadi saya

Page 176: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

150

gelisah. Kalo dia kambuh, dimana saja dia pergi jalan saya harus

mencari, padahal saya juga ada pekerjaan” (A, orangtua ODGJ)

“orang-orang disitu takut dengan saya” (Y, ODGJ)

“saya juga sudah turun di puskesmas, yang dipasung masih ada.

Kenapa masih dipasung karena alasannya si keluarga, kalo dia

dilepas dia merusak, jadi takut kan. Disini kalo pemasungan ada

sekitar 4 orang kalo ngga salah” (W, Ka Sie PTM&Keswa Dinkes Kab)

“kalo dulu pemahaman begitu, masih (dipasung). Sekarang setelah

adanya pemegang program pemerintah, sudah minta maaf bu,

kemaren juga suami saya kan kepala dinas dukcapil ada keliling

mengenai data-data pendataan, sampai didapat itu yang dipasung,

begitu langsung dikasih pemahanan masyarakat bahwa orang gila

itu tidak bisa dipasung begitu” (S, Ka TU PKM Ampana Timur)

6. Upaya pelayanan gangguan kesehatan jiwa (cemas, depresi, psikotik)

Walaupun Tojo Una-Una memiliki kasus gangguan jiwa yang tinggi namun

daerah ini belum memiliki Rumah Sakit Jiwa. Layanan terhadap penderita

gangguan jiwa dilakukan di Puskesmas dan Poli Jiwa Rumah Sakit Umum.

Pelayanan kesehatan jiwadi Rumah Sakit Umum hanya dilakukan oleh 1

orang dokter SpKJ tidak tetap dan tanpa adanya perawat khusus jiwa.

Sedangkan pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas dilakukan oleh dokter

umum dan penanggung jawab program keswa masing-masing puskesmas

yang telah diberi pelatihan. Kurangnya tenaga kesehatan, langkanya obat

dan ketiadaan petunjuk teknis pemberian obat menyebabkan layanan

kurang maksimal di Puskesmas dan tumpukan pasien di Rumah Sakit Umum.

Hal ini seperti yang terungkap dari beberapa informan di bawah ini :

“cuman sekarang kendalanya lagi di puskesmas untuk pelaksanaan

kesehatan jiwa, SDMnya kurang, petugas jiwanya, itu kan pengelola

cadangan sedangkan dokter saja dokter umum kan tidak berani

Page 177: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

151

untuk mendiagnosa ini psikotik ato apa kan, itu harus psikiater” (W,

Ka Sie PTM&Keswa Dinkes Kab)

“jadi banyak yang obat kurang. Jadi pasien saya nih kayak, kenapa

pasien saya yang rawat inap jadi banyak, karena pasien saya kurang

obat semua. Obatnya kan yang biasa dia minum tiba-tiba ngga ada

gitu kan, kambuh semua” (M, dokter SpKJ)

“yang waktu kemaren kita turun ke puskesmas itu, kendalanya kalo

dari pasien itu masalah jarak, terus yang kedua itu obat.

pengadaannya. Mungkin cuman obat yang generik, karena dokter

kan pake obat yang dosisnya diatas. Cuman penyediaan obat disini

yang masih sangat terbatas. Mungkin karena itu dia pikir juga kan di

puskesmas sama, untuk dinas kan dokter ahli jiwanya ngga ada,

takutnya pemberian obatnya takut di salah gunakan. Makanya

orang kebanyakan ke rumah sakit, disana kan stok obatnya ada” (S,

PJ Keswa Dinkes Kab)

Khusus pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas, layanan yang diberikan

tidak terbatas di Puskesmas namun petugas puskesmas juga melakukan

penjemputan ODGJ ke lapangan serta mengantarkan obat ke rumah.

Bantuan kendaraan operasional sangat diharapkan oleh PJ Keswa. Hal ini

terungkap saat wawancara seperti tercantum dalam kutipan di bawah ini :

“anggaran itu yang ada hanya untuk pengobatan, pelacakan tidak

ada, cuman dari pengelola jiwanya itu, yang kendalanya itu kasian

pengelola jiwanya ini kendaraan, karena baru motor, motornya

yang sudah tua. Kedua, ketika membawa pasien itu tidak mungkin

dia mau ojek, dia gandeng dengan motor, bahayakan keselamatan

jiwa” (S, Ka TU PKM AmpanaTimur)

Page 178: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

152

“(Petugas puskesmas) bawakan obatnya kesini” (M, orangtua ODGJ)

7. Upaya pencegahan gangguan kesehatan jiwa (cemas, depresi, psikotik)

terkait kegiatan dan sumber daya

a. Nakes

Upaya pencegahan gangguan jiwa perlu segera dilakukan agar besaran

masalah dapat berkurang. Namun upaya pencegahan ini diakui belum

banyak dilakukan. Sosialisasi mengenai gangguan kejiwaan masih terbatas

pada keluarga atau masyarakat sekitar ODGJ saja. Kegiatan kesehatan

jiwa di Tojo Una-Una didominasi oleh tindakan kuratif. Masih banyak

masyarakat yang tidak memahami dan mengenali gangguan jiwa sehingga

penanganannya seringkali terlambat, hal ini seperti yang dikatakan oleh

beberapa informan berikut:

“belum ada kayaknya, kalo untuk kesehatan jiwa untuk preventif

saya liat kebanyakan kegiatannya kuratif” (W, Ka Sie PTM&Keswa

Dinkes Kab)

“Sebenarnya bagus bu disini ini untuk sosialisasi penyuluhan

masyarakat mengenai jiwa bisa bu, cuman itu lagi-lagi anggaran” (S,

Ka TU PKM Ampana Timur)

b. Masyarakat (kasus dan normal), kader dan toma

Tidak ada kegiatan pencegahan masalah kesehatan jiwa yang dilakukan

oleh masyarakat di Tojo Una-Una. Hal ini kemungkinan disebabkan

karena minimnya pengetahuan masyarakat akan gangguan kejiwaan, cara

penanganan dan cara pencegahannya.

Kesimpulan

1. Program kesehatan jiwa di Tojo Una-Una masih belum menjadi prioritas.

Page 179: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

153

2. Kebijakan kesehatan jiwa di Propinsi maupun kabupaten masih mengacu

dari kebijakan Pusat.

3. Pelayanan kesehatan jiwa di Touna masih perlu ditingkatkan, dengan

banyaknya penderita ODGJ di Touna, maka perlu adanya tambahan

dokter spesialis jiwa baik di RSUD maupun di Puskesmas.

4. Perlu ditingkatkan sosialisasi dan penyuluhan tentang penemuan kasus,

pencegahan serta penanganan ODGJ di Touna, agar pengetahuan

masyarakat lebih meningkat.

Page 180: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

154

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh hasil validitas kuesioner MINI

depresi,cemas dan psikosis yang dinyatakan melalui nilai sensistivitas,spesifisitas,

prediksi positif dan prediksi negative. Kuesioner depresi (episode depresi), cemas

(gangguan cemas menyeluruh) dan psikosis mempunyai nilai sensitivitas dan

spesivisitas diatas 60%, meskipun tampaknya lebih memiliki nilai yang lebih tinggi

yaitu sekitar 80% untuk spesifisitas. Hal ini diperkuat oleh nilai prediksi negative

yang sangat tinggi yatu sekitar 90%. Gambaran demikian menunjukkan bahwa

kuesioner ini lebih peka untuk menyatakan orang yang tidak mengalami

gangguan depresi, cemas, psikosis benar-benar tidak mengalami gangguan.

Beberapa contoh penelitian pada populasi umum menggunakan MINI

International Neuropsychiatric Interview dalam populasi umum antara lain ialah

penelitian di Malaysia yang ingin mengetahui distres psikologis serta depresi

pada wanita bekerja. Pewawancara dilatih oleh psikiater senior yang telah ahli

dalam menggunakan wawancara MINI. Partisipan ditanyakan melalui telepon

menggunakan instrument MINI. Pemilihan partisipan penelitian berdasarkan

metode pengambilan sampel multistage cluster sampling di daerah Bandar Baru

Bangi. Sejumlah 307 partisipan berhasil diwawancarai secara lengkap (Marhani

dkk, 2011).

Penelitian lain yang menggunakan MINI dilakukan di Perancis pada tahun

2013 untuk mendiagnosa psikosis di populasi imigran dengan pewawancara

perawat dan psikolog. Perawat dan psikolog dilatih menggunakan rekaman

wawancara video selama 3 hari oleh ahli dari WHO. Kemudian diagnosa perawat

dan psikolog ini dikonfirmasi kembali oleh psikiater yang ahli dalam masalah

kejiwaan lintas budaya. Partisipan penelitian yang diwawancara ada sebanyak 37

063 orang yang dipilih dengan metode pemilihan sampel berdasarkan kuota yang

mewakili populasi umum di Perancis (Amad dkk, 2013).

Page 181: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

155

Penelitian lain yang menggunakan MINI pada populasi yang umum ialah

penelitian di Korea Selatan pada partisipan lansia berusia 65 tahun ke atas untuk

mengetahui hubungan antara penggunaan alkohol dan gangguan jiwa. Sejumlah

1118 partisipan direkrut melalui simple random sampling. Partisipan yang

berhasil direkrut pada penelitian ini sejumlah 714 orang diundang untuk

diwawancara di rumah sakit Seoul National University Bundang Hospital dan bagi

partisipan yang tidak bisa datang wawancara dilakukan di rumah. Hasil dari

penelitian ini ialah kebiasaan minum alkohol dengan tujuan sosial berhubungan

dengan tingkat depresi yang lebih rendah (Kim dkk, 2009).

Kesepakatan antar penilai baik psikiater maupun enumerator dinyatakan

melalui nilai agreement kappa atau inter rater reliability. Nilai kappa antar

psikiater sebesar 92% menunjukkan kesepakan yang sangat tinggi ( almost

perfect) (Haynes, 1991). Meskipun nilai kesepakatan antar psikiater sangat baik,

akan lebih baik bila penilaian kesepakatan tidak hanya berdasrkan nilai kappa

saja, tetapi menilai intra class correlation coefficient (ICC). Bahkan akn lebih baik

apabila penilaian dilakukan menurut pertanyaan atau ranah/kluster/domain

kuesioner. Nilai kappa akan sangat bergantung pada besarnya prevalensi serta

variasi subjek yang dinilai (Mandrekar, 2011)(Ditcher, 2014).

Pada laporan ini digunakan istilah proporsi karena hasil penelitian ini

belum memperhitungkan bobot untuk setiap kota yang dijadikan lokasi

penelitian. Proporsi gangguan cemas meyeluruh di 3 wilayah (Bogor, Jombang

dan Tojo una-una) sebesar 6,7%. Angka ini jauh melebihi hasil survey dengan alat

ukur yang sama yaitu MINI di India yang menyebutkan prevalensi ganguan cemas

menyeluruh di negara tersebut pada tahun 2015 sebesar 0,57% atau 5,7 per

1000 populasi yang berusia 18 tahun ke atas (Gururaj, 2016).

Proporsi depresi di 3 wilayah adalah 8,5%. Jenis diagnosis depresi saat ini

berdasarkan alat ukur MINI adalah depresi mayor sehingga proporsi ini

merupakan current major depression episode. Dengan alat ukur yang sama ,

survey di India tahun 2015 mendapatkan hasil prevalensi episode depresi 2,7%

Page 182: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

156

pada populasi berusia 18 tahun keatas (Gururaj, 2016). Survei kesehatan jiwa di

Thailand pada tahun 2008 juga menggunakan alat ukur sama mendapatkan hasil

sebesar 2,4% pada populasi berusia 15-59 tahun

(prasri.go.th/upic/ie.php/9a177a07fd2b9b9f.pdf). Apabila ditelusuri

berdasarkan kelompok umur, proporsi tertingggi episode depresi saat ini pada

penelitian ini berasal dari kelompok umur 55-64 tahun yaitu sebesar 10,2 %.

Perbedaan yang cukup tinggi dibandingkan dua survei kesehatan jiwa di India

dan Thailand perlu ditelusuri lebih lanjut . Bahkan di wilayah yang proporsinya

terendah sekalipun yaitu Jombang (3,7%) tetap lebih tinggi dibandingkan

prevalensi dikedua negara lain tersebut.

Alat ukur MINI dapat menilai sekaligus diagnosis depresi masa lalu (life

time). Pada penelitian ini didapat hasil sebesar 6,2%. Angka ini mendekati hasil

survey di India yang memperoleh hasil prevalensi depresi masa lalu sebesar

5,25%. Karakteristik gangguan depresi merupakan penyakit yang dapat berulang.

Oleh karena itu, dengan adanya angka proporsi sebesar 6,2% (life time)

ditambah yang saat ini (current) menderita depresi sebesar 8,5% memerlukan

intervensi agar gangguan tidak terus menerus berulang sehingga menimbulkan

penurunan produktivitas serta kualitas hidup.

Gangguan psikotik masih merupakan masalah di negara negara

berkembang seperti Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013

menyebutkan sekitar 14,3% penderita skizofrenia atau psikosis yang berada di

masyarakat pernah mengalami pemasungan dalam hidupnya (Litbangkes, 2013).

Pada penelitian diperoleh proporsi gangguan psikotik yang pernah dialami (life

time) populasi sebesar 7,1%. Angka ini sangat tinggi dibandingkan survei dengan

alat ukur serupa di India yang mendapatkan hasil bahwa terdapat hanya 0,4%

atau 4 per 1000 populasi dewasa di India yang pernah menderita psikosis. Survei

yang serupa di Thailand memperoleh hasil prevalensi psikosis sebesar 8.8% atau

8,8 per 1000 populasi yang mengalami psikosis (Gururaj, 2016)( Phanthunane ,

2010). Sedangkan Riskesdas tahun 2013 menyebutkan terdapat 1,7 per 1000

populasi yang pernah mengalami psikosis, meskipun Riskesdas menggunakan

Page 183: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

157

kuesioner yang berbeda bahkan sangat sederhana. Angka yang tinggi ini

terutama terdapat di kota Bogor yaitu sebesar 13,3%.

Proporsi populasi yang mengalami gangguan jiwa ( salah satu atau

campuran cemas, depresi saat ini, depresi masa lalu dan psikosis) berdasrkan

hasil penelitian ini sebesar 16,0%. Proporsi tertinggi terdapat di kota Bogor yaitu

sebesar 19,4%. Survei kesehatan jiwa pada umumnya menyebutkan “any

disorder” untuk mengelompokkan subyek yang mempunyai salah satu atau lebih

gangguan jiwa. Di India prevalensi any disorder sebesar 10,6% 1. Dibandingkan di

India, proporsi ini tergolong tinggi karena survei kesehatan jiwa di India

menggunakan versi lengkap MINI (full version) pada saat pengumpulan data.

Dengan versi lengkap , maka ada sekitar 16 any disorder yang mampu

diidentifikasi, sedangkan pada penelitian hanya menggunakan sebagian dari

versi lengkap MINI yaitu dipilih hanya penilaian untuk gangguan cemas

menyeluruh, episode depresi saat ini dan masa lalu, risiko bunuh diri dan

psikosis.

Gangguan mental emosional atau distres psikologik dinilai dengan alat

ukur SRQ . Proporsi populasi yang mengalami gangguan mental emosional

sebesar 13,4 %. Angka ini lebih inggi dua kali lipat dibandingkan hasil prevalensi

gangguan mental emosional pada Riskesdas 2013 yang menyebutkan prevalensi

sebesar 6% (Litbangkes, 2013). Pada Riskesdas 2013, prevalensi gangguan mental

emosional di Provinsi Jawa Barat khususnya kota Bogor termasuk prevalensi

tinggi demikian dengan Provinsi Sulawesi Tengah khususnya Kabupaten Tojo

Una Una. Riskesdas menyebutkan prevalensi di Kota Bogor sebesar 28,1% dan di

Kabupaten Tojo Una-Una sebesar37,1%.

Penelitian ini telah melakukan prosedur yang sesuai untuk sebuah survey

atau penelitian kesehatan jiwa. Prosedur pemilihan sampel dilakukan berjenjang

dan alat ukur untuk menilai gangguan jiwa yang digunakan juga merupakan alat

ukur yang telah banyak digunakan di negara lain baik untuk penelitian klinis serta

komunitas. MINI yang digunakan adalah versi 5 yang disusun berdasarkan

kriteria diagnostik ICD-10. Adapun beberapa perbedaan hasil pada penelitian ini

Page 184: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

158

dibandingkan hasil survey di negara lain dapat disebabkan berbagai faktor antara

lain jumlah sampel, enumerator, waktu, kelompok umur dan lain-lain. Survei

kesehatan jiwa di India dilaksanakan pada tahun 2015-2016, menggunakan

sampel sebesar 34.000 populasi dengan kriteria umur dewasa yaitu 18 tahun

keatas, sedangkan survey kesehatan jiwa di Thailand menggunakan sampel

sebanyak 20.579 orang untuk menilai depresi dan 11.700 pada saat menilai

skizofrenia dan psikosis. Survei di Thailand dilakukan pada tahun 2003 dan 2008.

Populasi yang diikutsertakan dibatasi berusia 15-59 tahun. Disamping hal-hal

tersebut, survey di Thailand menggunakan angka penyesuaian (adjust ratio) pada

saat menghitung prevalensi skizofrenia (Gururaj, 2016)( Phanthunane , 2010)

(prasri.go.th/upic/ie.php/9a177a07fd2b9b9f.pdf).

Berdasarkan hasil penelitian ini secara umum proporsi gangguan jiwa

cemas menyeluruh, episode depresi saat ini dan seumur hidup serta gangguan

jiwa apapun (any disorder) lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki.

Hal ini sejalan dengan kepustakaan yang telah ada sebelumnya yaitu common

mental disorder (cemas, depresi dan lain-lain) lebih tinggi pada perempuan.

Pernyataan tersebut berdasarkan telaah sistematik dan meta analisis terhadap

kepustakaan yang berasal dari tahun 1980 hingga 2013 (Steel, 2014). Hal ini

sejalan dengan penelitian Riberio et al di Brazil, yang menyatakan prevalensi

depresi penduduk usia 20 tahun ke atas lebih besar pada perempuan

dibandingkan pada laki-laki (Riberio, 2016).

Keterbatasan penelitian

Jumlah sampel penelitian ini yang sebesar 2173 masih sangat kecil

dibandingkan survey kesehatan jiwa sesungguhnya. Untuk gangguan jiwa yang

sangat kecil prevalensinya seperti psikosis diperlukan jumlah sampel yang sangat

besar.

Page 185: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

159

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan:

1. Nilai Validitas instrumen MINI untuk depresi adalah Sensistivitas 60,68%,

Spesifisitas 80,8%; untuk cemas adalah Sensistivitas 68,94%, Spesifisitas

80,36%; dan untuk psikotik adalah Sensistivitas 79,28%, Spesifisitas 82,15%.

Nilai reliabilitas instrumen MINI untuk depresi adalah 0,472; untuk cemas

adalah 0,399; dan untuk psikotik adalah 0,577.

2. Proporsi gangguan jiwa pada keseluruhan sampel penelitian untuk cemas

adalah 6,7%; proporsi depresi adalah 8,5%; dan proporsi psikotik adalah

7,1%. Secara terinci proporsi gangguan jiwa pada sampel responden di Kota

Bogor adalah: cemas sebesar 5,2%; depresi sebesar 7,7%; dan psikotik

sebesar 13,3%. Proporsi gangguan jiwa pada sampel responden di

Kabupaten Jombang adalah: cemas sebesar 3,5%; depresi sebesar 3,7%; dan

psikotik sebesar 5,2%. Proporsi gangguan jiwa pada sampel responden di

Kabupaten Tojo Una-una adalah: cemas sebesar 11,6%; depresi sebesar

13,2%; dan psikotik sebesar 2,8%.

3. Treatment gap gangguan jiwa pada keseluruhan sampel penelitian untuk

cemas adalah 63,7%; depresi sebesar 66,3%; dan psikotik sebesar 83,8%.

4. Program kesehatan jiwa berbasis masyarakat dan fasilitas mencakup

dukungan dari pemerintah di sektor kesehatan setempat untuk kegiatan di

masyarakat, peran sektor non-kesehatan. Dukungan dari pemerintah,

terutama di sektor kesehatan baik di tingkat puskesmas, dinas kesehatan

Kabupaten/Kota dan Provinsi pada umumnya adalah dalam bentuk

pembinaan atau peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, dukungan

ketersedian sarana medis untuk pelayanan penderita gangguan jiwa,

dukungan kebijakan dan regulasi terkait, serta pemberdayaan masyarakat

setempat. Pemberdayaan masyarakat dalam upaya ataupun kegiatan terkait

kesehatan jiwa masih belum terlihat di kota Bogor maupun Kabupaten

Page 186: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

160

Touna. Sementara Kabupaten Jombang sudah dapat menunjukkan

keberhasilan upaya rehabiliasi penderita gangguan jiwa dan pelepasan

pasung melalui peran serta aktif dari masyarakat setempat.

Saran :

1. Nilai reliabilitas instrumen dianggap masih kategori sedang. Diharapkan

dalam pelaksanaan penggunaan instrumen MINI depresi, cemas dan psikotik

ini dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah berpengalaman dalam

program kesehatan jiwa, seperti minimal tenaga perawat jiwa atau perawat

yang sudah terlibat dalam prograam kesehatan jiwa. Hal ini terkait

pendalaman interpretasi istilah atau makna dalam instrumen.

2. Program kesehatan jiwa memerlukan banyak dukungan dari semua pihak,

baik sektor kesehatan maupun non-kesehatan. Sektor kesehatan diharapkan

dapat berperan lebih aktif dalam menjalin komunikasi dan koordinasi

sehingga dapat dampak positif bagi keberlanjutan program kesehatan jiwa.

Dukungan Karakteristik spesifik lokal juga merupakan tonggak keberhasilan

keberlangungan program kesehatan jiwa berbasis masyarakat.

Page 187: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

161

DAFTAR PUSTAKA

Amad, A., Guardia, D., Salleron, J., Thomas, P., Roelandt, J. L., & Vaiva, G.

Increased prevalence of psychotic disorders among third-generation

migrants: results from the French Mental Health in General Population

survey. Schizophrenia research. 2013: 147(1), 193-195.

Badan Litbang Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI;2013.

Dichter MN, Schwab CGG, Meyer G, Bartholomeyczik S, Dortmann O, Halek M.

Measuring the quality of life in mild to very severe dementia:Testing the

inter-rater and intra-rater reliability of the German version of the

QUALIDEM. Int Psychogeriatr. 2014;26:5:825-36.

Gururaj G, Varghese M, Benegal V, Rao G, Pathak K, Singh L, et al. National

mental health survey of India : prevalence, pattern and outcomes.

National Institute of Mental Health and Neuro Sciences; 2016

Kementerian Kesehatan. Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan

Pendekatan Keluarga Sehat. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016.

Kessler, R.C., DuPont, R., Berglund, P., Wittchen, H. Impairment in Pure and

Comorbid Generalized Anxiety Disorder and Major Depression at 12 Months

in Two National Surveys. AmJ Psychiatry 1999; 156:1915-1923.

Kim, KW, Choi, E, Lee, SB, Park, JH, Lee, JJ, Huh, Y., et al. Prevalence and

neuropsychiatric comorbidities of alcohol use disorders in an elderly

Korean population. International journal of geriatric psychiatry. 2009:

24(12), 1420-1428.

Page 188: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

162

Lemeshow, Stanley. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press: 1997.

Mandrekar JN. Measures of Interrater Agreement. J Thorac Oncol. 2011;6:6-7.

Marhani, M., Salina, A. A., ZamZam, R., Razali, R., & MR, R. S. Prevalence of

psychological distress and depressive disorders among married working

women in Malaysia. Malaysian Journal of Psychiatry. 2011: 20(1).

Murti, Bhisma. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press: 2003.

Phanthunane P, Vos T, Whiteford H, Bertram M, Udemratn P. Schizophrenia in

Thailand: prevalence and buden of disease. Population health metric.

2010;8 (24).

Riberio DS, Edinilza. Prevalence of Depression and Depression Care for

Populations Registered in Primary Care in Two Remote Cities in the

Brazalian Amazon. [jurnalelektronik, PLOS ONE I DOI:

10.137/journal.pone.0150046 March 1,2016] diunduhbulanDesember

2017.

Sackett Dl, Haynes, R. B., Guyatt, G. H. & Tugwell, P. . Clinical epidemiology: a

basic science for clinical medicine. Boston: Little, Brown and Company;

1991.

Sheehan DV, Lecrubier Y, Sheehan KH, et all. The Validity of the Mini

International Neuropsychiatric Interview (MINI) according to the SCID-P and

its reliability. Eur Psychiatry 1997; 12: 232-241

Sheehan DV, Lecrubier Y, Sheehan KH, et all. 1998. The Mini International of

Neuropsychiatric Interview (MINI): The development and validation of

astructured diagnostic psychiatric interview for DSM­IV and ICD_X. J.Clin

Psychiatry, 59/suppl 20/22­33

Page 189: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

163

Steel Z, Marnanae C, Iranpour C, Chey T, Jackson JW, Patel V, et al. The global

prevalence of common mental disorder; a systematic review and meta

analysis 1980-2013. Int J Epidemiol. 2014;43(2):476-93.

The Prevalence of Major Depressive Disorders in Thailand: Results from the

Epidemiology of Mental Disorders National Survey 2008 [Internet]. 2008.

Available from: prasri.go.th/upic/ie.php/9a177a07fd2b9b9f.pdf.

WHO, 2013. Mental Health Action Plan 2013 – 2020.

World Health Organizaion. mhGAP guideline update.Geneve: WHO Press.2015.

Page 190: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

164

LAMPIRAN

Page 191: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

165

KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

STUDI KESEHATAN JIWA PADA BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA 2017

I.PENGENALAN TEMPAT

1 Provinsi : JAWA BARAT (31)/ JAWA TIMUR (35) / SULAWESI TENGAH (72)

2 Kabupaten/Kota : KOTA BOGOR (71) / KAB JOMBANG (17 ) / TOJO UNA-UNA (09)

3 Kecamatan : 4 Desa/Kelurahan :

5 Nomor Urut Rumah Tangga :

6 Nomor Urut Individu : II. KETERANGAN PENGUMPUL DATA

1 Nama Pengumpul Data:

3 Tanda tangan Pengumpul Data

2

Tanggal Pengumpulan Data: (tgl-bln-thn) - -

4 Nama Peneliti:

6 Tanda tangan Peneliti

5 Tanggal. Pengecekan: (tgl-bln-thn) - -

III. KETERANGAN INDIVIDU

1 Nama

2 Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan 3 Status kawin 1. Belum kawin 2. Kawin 3. Cerai Hidup 4. Cerai Mati 4 Tanggal Lahir Tanggal Bulan Tahun Umur 5 Status Pendidikan 1. Tidak/ belum pernah

sekolah 2. Tidak tamat SD/MI

3. Tamat SD/MI 4. Tamat SLTP/MTS

5. Tamat SLTA/MA 6. Tamat D1/D2/D3

7. Tamat PT

6 Status Pekerjaan

Utama 1. PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD 2. Pegawai swasta

3. Wiraswasta 4. Petani

5. Nelayan 6. Buruh

7. Lainnya 8. Tidak kerja

7 Asal suku :(Kode Jawaban digunakan untuk mengisi 7a. Suku Bapak dan 7b.Suku Ibu)

a. Suku Bapak

PILIHAN KODE JAWABAN:

a1.

a2. Sebutkan.............................

01.Aceh 02.Batak 03.Minang 04.Melayu 05.Palembang

08.Jawa 09.Madura 10.Bali 11.Gorontalo 12.Bugis

14.Makasar 15.Arab 16.Cina 17.Lainnya

b. Suku Ibu b1.

Page 192: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

166

06.Betawi 07.Sunda

13.Minahasa b2. Sebutkan.............................

8

a. No Telepon/HP Pribadi ART: b. No. Telepon/HP Pribadi Pendamping:

- -

IV. KUINTIL INDEKS KEPEMILIKAN

1 Apa jenis sumber penerangan rumah? 1. Listrik/PLN 2. Llistrik Non PLN

3.Petromaks/Aladin 4.Pelita/Senter/ Obor/ Lilin

2 Jenis Sumber air utama untuk kebutuhan minum?

01 Air kemasan 02. Air Isi Ulang 03. Air Ledeng/PAM 04 Air ledeng eceran/membeli

05. Sumur bor/Pompa 06. Sumur Air Terlindung 07. Sumur gali tak terlindung 08. Mata air terlindung

09. Mata air tak terlindung 10. Penampungan air hujan 11 Air sungai/danau/Irigasi

3 Apa jenis bahan bakar/energi utama yang digunakan untuk memasak?

1. Listrik 2. Gas/Elpiji

3. Minyak Tanah 4. Arang/briket/batok kelapa

5. Kayu bakar

4 a. Penggunaan fasilitas tempat buang air besar sebagian besar anggota rumah tangga

1. Milik sendiri 2. Milik bersama 3. Umum Tidak AdaP4c

b. Jenis kloset yang digunakan

1. Leher Angsa 2. Plengsengan

3. Cemplung/cubluk/lubang tanpa lantai 4. Cemplung/cubluk/lubang tanpa lantai

c. Tempat pembuangan akhir tinja

1. Tangki septik 2. SPAL

3. Kolam/sawah 4. Sungai/danau/laut

5. Lubang tanah 6. Pantai/tanah lapang/kebun

7. Lainnya

5 Apakah (RUMAH TANGGA) memiliki barang-barang sebagai berikut: (ISIKAN KODE 1”YA” ATAU 2”TIDAK”)

a. Sepeda motor c. TV/TV kabel e. Gas 12 Kg atau lebih b. Perahu motor d. Mobil f..Lemari Es/Kulkas g. Pemanas air untuk mandi

V. AKSES DAN PELAYANAN KESEHATAN

Sekarang kami akan menanyakan jenis fasilitas kesehatan terdekat termasuk alat transportasi, waktu tempuh, dan perkiraan biaya dari rumah ke setiap pelayanan kesehatan terdekat tersebut:

(Pengertian dekat: bisa dalam satu atau beda kabupaten/ kota, kecamatan, kelurahan, desa dimana rumah tangga berada)

Jenis Fasilitas Kesehatan

ketersediaan fasillitas

1 Ya 2. Tidak Jika jawaban berkode „2‟

lanjut ke JENIS

FASILITAS KESEHATAN berikutnya

Alat transportasi yang bisa digunakan sekali jalan dari rumah

ke fasilitas kesehatan tersebut

Waktu Tempuh

Kira-kira berapa biaya perjalanan dari rumah ke fasilitas kesehatan tersebut

(Rp)

1.mobil pribadi 2.kendaraan umum 4.Jalan kaki 8.Sepeda motor

16. sepeda 32. perahu 64. transortasi udara 128.lainnya Jam Menit

Bila jawaban lebih dari 1 jumlahkan kode jawaban alat transportasi yang digunakan

(1) (2) (3) (4) (5)

1. RS Pemerintah

Page 193: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

167

2. RS Swasta 3. Puskesmas/P.Pembantu 4. Praktik Dokter/Klinik 5. Praktik Bidan/ RS

Bersalin 6. Posyandu 7. Poskesdes/Poskentren 8. Polindes

VI. GANGGUAN DEPRESI Selama 2 minggu terakhir:

1 Apakah [NAMA] secara terus menerus merasa sedih, depresif atau murung, hampir sepanjang hari, hampir setiap hari?

1. Ya 2. Tidak 2

Apakah [NAMA] hampir sepanjang waktu kurang berminat terhadap banyak hal atau kurang bisa menikmati hal-hal yang biasanya [NAMA] nikmati?

1. Ya 2. Tidak 3 Apakah [NAMA] merasa lelah atau tidak bertenaga, hampir sepanjang waktu? 1. Ya 2. Tidak 4

Apakah nafsu makan [NAMA] berubah secara mencolok atau apakah berat badan [NAMA] meningkat atau menurun tanpa upaya yang disengaja?

1. Ya 2. Tidak 5

Apakah [NAMA] mengalami gangguan tidur hampir setiap malam (kesulitan untuk mulai tidur, terbangun tengah malam, terbangun lebih dini, tidur berlebihan)?

1. Ya 2. Tidak 6

Apakah [NAMA] berbicara atau bergerak lebih lambat daripada biasanya, gelisah, tidak tenang atau mengalami kesulitan untuk tetap diam?

1. Ya 2. Tidak 7

Apakah [NAMA] kehilangan kepercayaan diri, atau apakah [Nama] merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain?

1. Ya 2. Tidak 8 Apakah [NAMA] merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? 1. Ya 2. Tidak 9

Apakah [NAMA] mengalami kesulitan berpikir atau berkonsentrasi, atau apakah mempunyai kesulitan untuk mengambil keputusan?

1. Ya 2. Tidak 10

Apakah [NAMA] berfikir lebih baik mati, berniat bunuh diri, mencoba bunuh diri, atau menyakiti diri sendiri?

1. Ya 2. Tidak Jika minimal 2 jawaban berkode 1 “Ya” pada pertayaan 1-3, dan minimal 2 jawaban berkode 1 “Ya” pada

pertanyaan 4-10, maka lanjut ke pertanyaan no. 11. Kondisi lainnya lanjut ke pertanyaan 16 (Riwayat Gangguan Depresi)

11 Sebelum merasakan terus menerus sedih (depresif) saat ini, apakah [NAMA] pernah merasa baik saja selama sekurangnya 2 bulan?

1. Ya 2. Tidak

12 Untuk semua keluhan yang disebutkan di atas (1 s/d 10 kondisi depresif saat ini), apakah [NAMA] minum obat atau menjalani pengobatan medis?

1. Ya P.13 2. Tidak P.15

13 Jika jawaban no. 13 Ya, di mana [Nama] menjalani pengobatan medis?

a. Puskesmas/Klinik/Praktik Dokter umum 1. Ya 2. Tidak

b. RS Umum 1. Ya 2. Tidak

c. RS Jiwa 1. Ya 2. Tidak

Page 194: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

168

d. Lainnya, sebutkan... 1. Ya 2. Tidak

14 Nama obat apa yang diberikan? Kode jenis obat (diisi oleh enumerator dan peneliti)

a. 1. Anti depresi 2. Anti cemas 3. Anti psikotik 4. Obat untuk keluhan

fisik 5. Vitamin 6. Herbal/ jamu 7. Lainnya(sebutkan) 8. Tidak ingat/ tidak

tahu

b.

c.

d.

e. 15 Jika jawaban no.12 Tidak, maka sebutkan alasannya: a. Ketidaknyamanan saat berobat 1. Ya 2. Tidak b. Kesulitan transportasi 1. Ya 2. Tidak c. Merasa tidak perlu berobat/dapat sembuh sendiri/dapat diatasi sendiri 1. Ya 2. Tidak

d. Bukan penyakit medis 1. Ya 2. Tidak

e. Dapat diobati secara tradisional atau alternatif 1. Ya 2. Tidak f. Merasa takut/malu 1. Ya 2. Tidak

g. Tidak tahu ada layanan kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan 1. Ya 2. Tidak

h. Lainnya, sebutkan... 1. Ya 2. Tidak

16. Riwayat Gangguan Depresi

Sekarang saya ingin menanyakan kondisi [NAMA] di masa lalu

Selama hidup [NAMA] pernahkah selama dua minggu atau lebih merasa depresif dan mengalami hal-hal sebagai berikut:

a. Apakah [NAMA] secara terus menerus merasa sedih, depresif atau murung, hampir sepanjang hari, hampir setiap hari?

1. Ya 2. Tidak b.

Apakah [NAMA] hampir sepanjang waktu kurang berminat terhadap banyak hal atau kurang bisa menikmati hal-hal yang biasanya [NAMA] nikmati?

1. Ya 2. Tidak c. Apakah [NAMA] merasa lelah atau tidak bertenaga, hampir sepanjang waktu? 1. Ya 2. Tidak d.

Apakah nafsu makan [NAMA] berubah secara mencolok atau apakah berat badan [NAMA] meningkat atau menurun tanpa upaya yang disengaja?

1. Ya 2. Tidak e.

Apakah [NAMA] mengalami gangguan tidur hampir setiap malam (kesulitan untuk mulai tidur, terbangun tengah malam, terbangun lebih dini, tidur berlebihan)?

1. Ya 2. Tidak f.

Apakah [NAMA] berbicara atau bergerak lebih lambat daripada biasanya, gelisah, tidak tenang atau mengalami kesulitan untuk tetap diam?

1. Ya 2. Tidak g.

Apakah [NAMA] kehilangan kepercayaan diri, atau apakah [Nama] merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain?

1. Ya 2. Tidak h. Apakah [NAMA] merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? 1. Ya 2. Tidak

Page 195: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

169

i. Apakah [NAMA] mengalami kesulitan berpikir atau berkonsentrasi, atau apakah mempunyai kesulitan untuk mengambil keputusan?

1. Ya 2. Tidak j.

Apakah [NAMA] berfikir lebih baik mati, berniat bunuh diri, mencoba bunuh diri, atau menyakiti diri sendiri?

1. Ya 2. Tidak Jika salah satu jawaban pertanyaan 16 adalah “Ya”, maka dilanjutkan ke pertanyaan 17.

Jika pertanyaan 11 terisi dan semua jawaban pertanyaan 16 adalah “Tidak”, maka dilanjutkan ke pertanyaan 21.

Jika pertanyaan 11 tidak terisi dan semua jawaban pertanyaan 16 adalah “Tidak”, maka dilanjutkan ke pertanyaan 22

17 Apakah [NAMA] minum obat atau menjalani pengobatan medis untuk kondisi depresif masa lalu?

1. Ya 2. Tidak P.19

18 Jika jawaban no.17 Ya, di mana [Nama] menjalani pengobatan medis?

a. Puskesmas/Klinik/Praktik Dokter umum 1. Ya 2. Tidak

b. RSU 1. Ya 2. Tidak

c . RS Jiwa 1. Ya 2. Tidak

d. Lainnya, sebutkan... 1. Ya 2. Tidak

19 Jika jawaban no.17 adalah TIDAK, maka sebutkan alasannya:

a. Ketidaknyamanan saat berobat 1. Ya 2. Tidak

b. Kesulitan transportasi 1. Ya 2. Tidak

c. Merasa tidak perlu berobat/dapat sembuh sendiri/dapat diatasi sendiri 1. Ya 2. Tidak

d. Bukan penyakit medis 1. Ya 2. Tidak

e. Dapat diobati secara tradisional atau alternatif 1. Ya 2. Tidak f. Takut/malu 1. Ya 2. Tidak

g. Tidak tahu ada layanan kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan 1. Ya 2. Tidak

h. Lainnya, sebutkan... 1. Ya 2. Tidak

21 Apakah [NAMA] pernah melakukan hal-hal di bawah ini untuk mengendalikan keluhan-keluhan depresif (saat ini dan masa lalu) tersebut?

- Olahraga rutin 1. Ya 2. Tidak - Aktivitas spiritual/meditasi 1. Ya 2. Tidak - Aktifitas rekreasional 1. Ya 2. Tidak - Relaksasi/latihan nafas dalam 1. Ya 2. Tidak - Mengkonsumsi alkohol 1. Ya 2. Tidak

Page 196: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

170

- Mengkonsumsi narkoba dan sejenisnya 1. Ya 2. Tidak - Lainnya, sebutkan:……………………………………………………………………………….. 1. Ya 2. Tidak 22 Selama Seumur hidup:

a. Apakah [NAMA] pernah berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau

berharap bahwa [NAMA] mati? 1. Ya 2. Tidak

b. Apakah [NAMA] pernah membuat rencana untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri? 1. Ya 2. Tidak

c. Apakah [NAMA] pernah melakukan percobaan untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri?

1. Ya 2. Tidak

VII. GANGGUAN CEMAS Selama 6 bulan terakhir:

1 Apakah [NAMA] khawatir berlebihan atau cemas perihal 2 atau lebih masalah hidup sehari-hari yang lebih daripada orang lain? Atau apakah orang mengatakan bahwa [Nama] khawatir berlebihan? Apakah kekhawatiran ini muncul hampir setiap hari?

1. Ya 2. Tidak

2 Merasa denyut jantung tak teratur, cepat atau berdebar keras? 1. Ya 2. Tidak 3 Berkeringat? 1. Ya 2. Tidak 4 Gemetar atau bergetar? 1. Ya 2. Tidak 5 Merasa mulut kering? 1. Ya 2. Tidak 6 Mengalami kesulitan bernafas? 1. Ya 2. Tidak 7 Merasa tercekik? 1. Ya 2. Tidak 8 Merasa nyeri, tertekan atau tidak enak di dada? 1. Ya 2. Tidak 9 Mengalami mual atau gangguan perut? 1. Ya 2. Tidak 10 Kepala pusing, sempoyongan, melayang atau pingsan? 1. Ya 2. Tidak 11 Merasa asing dengan sekeliling [Nama] atau dengan bagian tubuh[NAMA]? 1. Ya 2. Tidak 12 Takut bahwa [NAMA] akan menjadi gila, kehilangan kendali atau pingsan? 1. Ya 2. Tidak 13 Takut bahwa [NAMA] akan mati? 1. Ya 2. Tidak 14 Mengalami rasa panas atau dingin yang menjalar di wajah, leher dan dada? 1. Ya 2. Tidak 15 Merasa kesemutan atau baal pada bagian-bagian tubuh [NAMA]? 1. Ya 2. Tidak 16 Merasa sakit, nyeri atau tegang otot? 1. Ya 2. Tidak 17 Merasa gelisah, tidak bisa santai? 1. Ya 2. Tidak

Page 197: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

171

18 Merasa pikiran tegang? 1. Ya 2. Tidak 19 Merasa sulit menelan, atau kerongkongan tersumbat? 1. Ya 2. Tidak 20 Mudah kaget/terkejut? 1. Ya 2. Tidak 21 Sulit berkonsentrasi, atau merasa pikiran kosong? 1. Ya 2. Tidak 22 Merasa mudah tersinggung? 1. Ya 2. Tidak 23 Sulit tidur karena kekhawatiran [NAMA]? 1. Ya 2. Tidak

Jika salah satu atau lebih jawaban pertanyaan no 1 s/d 23 adalah YA lanjut ke pertanyaan no 24 Jika SEMUA jawaban pertanyaan no 1 s.d 23 adalah TIDAK maka lanjut ke pertanyaan no BLOK PSIKOSIS

24 Untuk keluhan yang disebutkan di atas (1 s/d 23), apakah [NAMA] minum obat atau menjalani pengobatan medis?

1. Ya 2. Tidak P.27

25 Jika jawaban no. 24 Ya, di mana [Nama] menjalani pengobatan medis?

a. Puskesmas/Klinik/Praktik Dokter umum 1. Ya 2. Tidak

b. RSU 1. Ya 2. Tidak

c. RS Jiwa 1. Ya 2. Tidak

d. Lainnya, sebutkan... 1. Ya 2. Tidak

26 Jenis obat apa yang diberikan? Kode jenis obat a.

1. Anti depresi 2. Anti cemas 3. Anti psikotik 4. Obat untuk

keluhan fisik 5. itamin 6. Herbal/jamu 7. Lainnya

(sebutkan) 8. Tidak ingat/ tidak

tahu

b.

c.

d.

e.

27 Jika jawaban no.24 adalah TIDAK, maka sebutkan alasannya:

a. Ketidaknyamanan saat berobat 1. Ya 2. Tidak

b. Kesulitan transportasi 1. Ya 2. Tidak

c. Merasa tidak perlu berobat/dapat sembuh sendiri/dapat diatasi sendiri 1. Ya 2. Tidak

d. Bukan penyakit medis 1. Ya 2. Tidak

e. Dapat diobati secara tradisional atau alternatif 1. Ya 2. Tidak f. Merasa takut/malu 1. Ya 2. Tidak

Page 198: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

172

g. Tidak tahu ada layanan kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan 1. Ya 2. Tidak h. Lainnya, sebutkan... 1. Ya 2. Tidak

28 Apakah [NAMA] pernah melakukan hal-hal di bawah ini untuk mengendalikan keluhan-keluhan kondisi cemas tersebut?

a. Olahraga rutin 1. Ya 2. Tidak

b. Aktivitas spiritual/meditasi 1. Ya 2. Tidak

c. Aktivitas rekreasional 1. Ya 2. Tidak

d. Relaksasi/latihan nafas dalam 1. Ya 2. Tidak

e. Mengkonsumsi alkohol 1. Ya 2. Tidak f. Mengkonsumsi narkoba dan sejenisnya 1. Ya 2. Tidak g. Lainnya, sebutkan................................................................................. 1. Ya 2. Tidak

VIII. GANGGUAN PSIKOTIK

1

Apakah keluarga atau teman [NAMA] pernah menganggap pikiran [NAMA] aneh atau tidak

umum/lazim? (KODE YA HANYA UNTUK CONTOH YANG DIBERIKAN JELAS MERUPAKAN IDE-

IDE KEBESARAN, HIPOKONDRIASIS, KEHANCURAN, BERSALAH …..........)

1. Ya 2. Tidak

Contoh:

2

Pernahkah [NAMA] yakin seseorang/orang-orang sedang memata-matai [Nama], atau sedang berkomplot melawan [NAMA], atau mencoba menyakiti [NAMA]?

1. Ya 2. Tidak

Contoh:

3 Pernahkah [NAMA] meyakini seseorang sedang membaca pikiran [NAMA] atau bisa mendengar pikiran [NAMA] atau bahwa [NAMA] sungguh bisa membaca atau mendengar apa yang sedang dipikirkan oleh orang lain?

1. Ya 2. Tidak

Contoh:

4 Pernahkah [NAMA] meyakini seseorang atau suatu kekuatan di luar [NAMA] memasukkan ide/pikiran yang bukan milik [NAMA] ke dalam pikiran [NAMA], atau menyebabkan [NAMA] bertindak yang bukan seperti diri [NAMA] biasanya?

1. Ya 2. Tidak

Contoh:

5

Pernahkah [NAMA] meyakini sedang dikirimi pesan khusus melalui TV, radio atau koran, atau bahwa seseorang yang tidak [NAMA] kenal secara khusus tertarik pada [NAMA]?

1. Ya 2. Tidak

Contoh :

6

Pernahkah [NAMA] mendapat penampakan atau pernahkah melihat hal-hal yang orang lain tidak bisa melihatnya?

1. Ya 2. Tidak

Contoh:

7

Pernahkah [NAMA] mendengar sesuatu yang orang lain tidak dapat mendengarnya, seperti suara orang berbisik, berbicara, berkomentar, menyuruh?

1. Ya 2. Tidak

Page 199: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

173

Contoh :

Jika semua jawaban pertanyaan no.1-7 adalah Tidak, maka dilanjutkan ke BLOK X

Jika mengalami salah satu dari pertanyaan no. 1-7 no.8. 8 Apakah anda mengalami (gejala 1 – 7) dalam satu bulan terakhir? 1. Ya 2. tidak 9 a. Selama hidup [NAMA] apakah [NAMA] mengalami (Gejala 1-7) lebih dari satu kali

1. Ya 2. Tidak BLOK X

b. Kapan episode gejala tersebut terjadi? .......... bulan yang lalu

10 Untuk semua keluhan yang di sebutkan di atas (1 s/d 7), apakah [NAMA] pernah minum obat atau menjalani pengobatan medis?

1. Ya 2. Tidak ke no 13

11 Jika jawaban no.10 adalah Ya, dimana [Nama] menjalani pengobatan medis

a. Puskesmas/Klinik/Praktik Dokter umum 1. Ya 2. Tidak b. RSU 1. Ya 2. Tidak c. RS Jiwa 1. Ya 2. Tidak d. Lainnya, sebutkan... 1. Ya 2. Tidak 12 Jenis obat apa yang diberikan? Kode jenis obat a. 1. Anti depresi

2. Anti cemas 3. Anti psikotik 4. Obat untuk keluhan

fisik 5. Vitamin 6. Herbal/jamu 7. Lainnya (sebutkan) 8. Tidak ingat/ tidak tahu

b. c. d. e. 13 Jika jawaban no.10 adalah Tidak, sebutkan alasannya

a. Ketidaknyamanan saat berobat 1. Ya 2. Tidak b. Kesulitan transportasi 1. Ya 2. Tidak c. Merasa tidak perlu berobat/dapat sembuh sendiri/dapat diatasi sendiri 1. Ya 2. Tidak d. Bukan penyakit medis 1. Ya 2. Tidak e. Dapat diobati secara tradisional atau alternatif 1. Ya 2. Tidak f. Merasa takut/malu 1. Ya 2. Tidak g. Tidak tahu ada layanan kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan 1. Ya 2. Tidak h. Lainnya, sebutkan... 1. Ya 2. Tidak

Page 200: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

174

14 Apakah [NAMA] pernah melakukan hal-hal di bawah ini untuk mengendalikan keluhan-keluhan di atas?

a. Olahraga rutin 1. Ya 2. Tidak

b. Aktivitas spiritual/meditasi 1. Ya 2. Tidak

c. Aktifitas rekreasional 1. Ya 2. Tidak

d. Relaksasi/latihan nafas dalam 1. Ya 2. Tidak

e. Mengkonsumsi alkohol 1. Ya 2. Tidak f. Mengkonsumsi narkoba dan sejenisnya 1. Ya 2. Tidak g. Lainnya, sebutkan.......................................................................................... 1. Ya 2. Tidak

IX. RIWAYAT GANGGUAN JIWA

1. Apa pernah [NAMA] diagnosis gangguan jiwa yang ditetapkan tenaga kesehatan 1. Ya 2. Tidak

a. Depresi 1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu/tidak ingat b. Cemas 1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu/tidak ingat c. Psikosis/Skizofrenia 1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu/tidak ingat

2

Apakah [NAMA] pernah didiagnosis /dinyatakan menderita gangguan jiwa lain (selain depresi, cemas, psikotik) oleh tenaga kesehatan

1. Ya 2. Tidak

Sebutkan............................ Jika pertanyaan nomor 1 (a-c) dan 2 semua jawaban adalah Tidak BLOK X SRQ

3 Siapa yang pertama kali menyampaikan diagnosis gangguan jiwa kepada [NAMA] ISIKAN KODE 1”YA” ATAU 2”TIDAK”

a. Dokter spesialis kedokteran jiwa (psikiater) d. Dokter umum

b. Psikolog e. Perawat

c. Psikiater/Psikolog f. Lainnya, sebutkan ........................................

4 Kapan pertama kali [NAMA] didiagnosis gangguan jiwa (tahun)

X. SRQ

DITANYAKAN UNTUK KONDISI 1 BULAN TERAKHIR Untuk lebih mengerti kondisi kesehatan *NAMA+ kami akan mengajukan 20 pertanyaan yang memerlukan jawaban ”Ya” atau “Tidak”. Kalau [NAMA] kurang mengerti kami akan membacakan sekali lagi, namun kami tidak akan menjelaskan/ mendiskusikan.

Page 201: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

175

Jika [NAMA] ada pertanyaan akan kita bicarakan setelah selesai menjawab ke 20 pertanyaan. UNTUK PERTANYAAN 1-20, ISIKAN DENGAN KODE 1=YA ATAU 2=TIDAK

1. Apakah [NAMA] sering menderita sakit kepala? 11. Apakah [NAMA] merasa sulit untuk menikmati kegiatan sehari-hari?

2. Apakah [NAMA] tidak nafsu makan? 12. Apakah [NAMA] sulit untuk mengambil keputusan?

3. Apakah [NAMA] sulit tidur? 13. Apakah pekerjaan [NAMA] sehari-hari terganggu?

4. Apakah [NAMA] mudah takut? 14. Apakah [NAMA] tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup?

5. Apakah [NAMA] merasa tegang, cemas atau kuatir? 15.

Apakah [NAMA] kehilangan minat pada berbagai hal?

6. Apakah tangan [NAMA] gemetar? 16. Apakah [NAMA] merasa tidak berharga? 7. Apakah pencernaan [NAMA] terganggu/ buruk? 17.

Apakah [NAMA] mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup?

8. Apakah [NAMA] sulit untuk berpikir jernih? 18. Apakah [NAMA] merasa lelah sepanjang waktu? 9. Apakah [NAMA] merasa tidak bahagia? 19.

Apakah [NAMA] mengalami rasa tidak enak di perut?

10. Apakah [NAMA] menangis lebih sering? 20. Apakah [NAMA] mudah lelah?

Page 202: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

176

RELIABILITAS ITEM PERTANYAAN

KUESIONER DEPRESI

PERTANYAAN Value

Asymp. Std.

Error(a) Approx.

T(b) Approx.

Sig.

P4.1 Apakah [NAMA] secara terus menerus merasa sedih, depresif atau murung, hampir sepanjang hari, hampir setiap hari?

0,388 0,125 3,628 0,000

P4.2 Apakah [NAMA] hampir sepanjang waktu kurang berminat terhadap banyak hal atau kurang bisa menikmati hal-hal yang biasanya [NAMA] nikmati?

0,384 0,114 4,248 0,000

P4.3 Apakah [NAMA] merasa lelah atau tidak bertenaga, hampir sepanjang waktu?

0,569 0,096 5,491 0,000

P4.4 Apakah nafsu makan [NAMA] berubah secara mencolok atau apakah berat badan [NAMA] meningkat atau menurun tanpa upaya yang disengaja?

0,515 0,117 4,832 0,000

P4.5 Apakah [NAMA] mengalami gangguan tidur hampir setiap malam (kesulitan untuk mulai tidur, terbangun tengah malam, terbangun lebih dini, tidur berlebihan)?

0,481 0,111 4,496 0,000

P4.6 Apakah [NAMA] berbicara atau bergerak lebih lambat daripada biasanya, gelisah, tidak tenang atau mengalami kesulitan untuk tetap diam?

0,550 0,117 5,355 0,000

P4.7 Apakah [NAMA] kehilangan kepercayaan diri, atau apakah [Nama] merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain?

0,750 0,089 7,037 0,000

P4.8 Apakah [NAMA] merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri?

0,192 0,097 2,177 0,030

P4.9 Apakah [NAMA] mengalami kesulitan berpikir atau berkonsentrasi, atau apakah mempunyai kesulitan untuk mengambil keputusan?

0,595 0,093 5,597 0,000

P4.10 Apakah [NAMA] berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap bahwa [Nama] mati?

-0,019 0,015 -0,221 0,825

Page 203: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

177

RELIABILITAS KUESIONER CEMAS

PERTANYAAN Value

Asymp.

Std.

Error(a)

Approx.

T(b)

Approx.

Sig.

P5.1 Apakah [NAMA] khawatir berlebihan atau cemas

perihal 2 atau lebih masalah hidup sehari-hari

yang lebih daripada orang lain? Atau apakah

orang mengatakan bahwa [Nama] khawatir

berlebihan? Apakah kekhawatiran ini muncul

hampir setiap hari?

0,468 0,100 4,470 0,000

P5.2 Merasa denyut jantung tak teratur, cepat atau

berdebar keras? 0,474 0,104 4,545 0,000

P5.3 Berkeringat? 0,424 0,102 4,003 0,000

P5.4 Gemetar atau bergetar? 0,529 0,110 4,945 0,000

P5.5 Merasa mulut kering? 0,495 0,113 4,822 0,000

P5.6 Mengalami kesulitan bernafas? 0,401 0,132 3,948 0,000

P5.7 Merasa tercekik? 0,108 0,120 1,502 0,133

P5.8 Merasa nyeri, tertekan atau tidak enak di dada? 0,558 0,107 5,359 0,000

P5.9 Mengalami mual atau gangguan perut? 0,471 0,098 4,557 0,000

P5.10 Kepala pusing, sempoyongan, melayang atau

pingsan? 0,500 0,096 4,687 0,000

P5.11 Merasa asing dengan sekeliling [Nama] atau

dengan bagian tubuh[NAMA]? 0,587 0,141 5,481 0,000

P5.12 Takut bahwa [NAMA] akan menjadi gila,

kehilangan kendali atau pingsan? 0,516 0,116 4,903 0,000

P5.13 Takut bahwa [NAMA] akan mati? 0,477 0,110 4,814 0,000

P5.14 Mengalami rasa panas atau dingin yang

menjalar di wajah, leher dan dada? 0,441 0,123 4,235 0,000

P5.15 Merasa kesemutan atau baal pada bagian-

bagian tubuh [NAMA]? 0,491 0,098 4,582 0,000

P5.16 Merasa sakit, nyeri atau tegang otot? 0,371 0,103 3,490 0,000

P5.17 Merasa gelisah, tidak bisa santai? 0,529 0,100 4,932 0,000

P5.18 Merasa pikiran tegang? 0,632 0,089 5,930 0,000

P5.19 Merasa sulit menelan, atau kerongkongan

tersumbat? 0,379 0,143 3,609 0,000

P5.20 Mudah kaget/terkejut? 0,507 0,103 4,775 0,000

P5.21 Sulit berkonsentrasi, atau merasa pikiran

kosong? 0,540 0,101 5,034 0,000

P5.22 Merasa mudah tersinggung? 0,727 0,080 6,876 0,000

P5.23 Sulit tidur karena kekhawatiran [NAMA]? 0,475 0,102 4,474 0,000

Page 204: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

178

RELIABILITAS KUESIONER PSIKOSIS

PERTANYAAN Value

Asymp.

Std.

Error(a)

Approx.

T(b)

Approx.

Sig.

P6.1 Apakah keluarga atau teman [NAMA] pernah

menganggap pikiran [NAMA] aneh atau tidak

umum/lazim?

0,637 0,149 6,084 0,000

P6.2 Pernahkah [NAMA] yakin seseorang/orang-

orang sedang memata-matai [Nama], atau

sedang berkomplot melawan [NAMA], atau

mencoba menyakiti [NAMA]?

0,436 0,148 4,091 0,000

P6.3 Pernahkah [NAMA] meyakini seseorang sedang

membaca pikiran [NAMA] atau bisa mendengar

pikiran [NAMA] atau bahwa [NAMA] sungguh

bisa membaca atau mendengar apa yang

sedang dipikirkan oleh orang lain?

0,537 0,165 5,268 0,000

P6.4 Pernahkah [NAMA] meyakini seseorang atau

suatu kekuatan di luar [NAMA] memasukkan

ide/pikiran yang bukan milik [NAMA] ke dalam

pikiran [NAMA], atau menyebabkan [NAMA]

bertindak yang bukan seperti diri [NAMA]

biasanya?

0,463 0,186 4,318 0,000

P6.5 Pernahkah [NAMA] meyakini sedang dikirimi

pesan khusus melalui TV, radio atau koran, atau

bahwa seseorang yang tidak [NAMA] kenal

secara khusus tertarik pada [NAMA]?

0,515 0,189 4,827 0,000

P6.6 Pernahkah [NAMA] mendapat penampakan atau

pernahkah melihat hal-hal yang orang lain tidak

bisa melihatnya?

0,491 0,126 4,649 0,000

P6.7 Pernahkah [NAMA] mendengar sesuatu yang

orang lain tidak dapat mendengarnya, seperti

suara orang berbisik, berbicara, berkomentar,

menyuruh?

0,729 0,115 6,813 0,000

Page 205: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

179

RELIABILITAS KUESIONER SRQ

Value

Asymp. Std.

Error(a) Approx.

T(b) Approx.

Sig.

H01 Apakah [NAMA] sering menderita sakit kepala? 0,528 0,094 4,937 0,000

H02 Apakah [NAMA] tidak nafsu makan? 0,438 0,125 4,141 0,000

H03 Apakah [NAMA] sulit tidur? 0,661 0,094 6,190 0,000

H04 Apakah [NAMA] mudah takut? 0,651 0,101 6,131 0,000

H05 Apakah [NAMA] merasa tegang, cemas atau kuatir? 0,521 0,092 5,060 0,000

H06 Apakah tangan [NAMA] gemetar? 0,510 0,114 4,769 0,000

H07 Apakah pencernaan [NAMA] terganggu/ buruk? 0,535 0,113 4,995 0 H08 Apakah [NAMA] sulit untuk berpikir jernih? 0,571 0,106 5,353 0,000

H09 Apakah [NAMA] merasa tidak bahagia? 0,545 0,121 5,087 0,000

H10 Apakah [NAMA] menangis lebih sering? 0,638 0,117 5,953 0,000

H11 Apakah [NAMA] merasa sulit untuk menikmati kegiatan sehari-hari? 0,356 0,129 3,316 0,001

H12 Apakah [NAMA] sulit untuk mengambil keputusan? 0,527 0,103 4,929 0,000

H13 Apakah pekerjaan [NAMA] sehari-hari terganggu? 0,548 0,142 5,112 0,000

H14 Apakah [NAMA] tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup? 0,112 0,149 1,120 0,263

H15 Apakah [NAMA] kehilangan minat pada berbagai hal? 0,393 0,137 3,669 0,000

H16 Apakah [NAMA] merasa tidak berharga? 0,689 0,118 6,572 0,000

H17 Apakah [NAMA] mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup?

TIDAK ADA YANG POSITIF PADA WAWANCARA PERTAMA

H18 Apakah [NAMA] merasa lelah sepanjang waktu? 0,511 0,113 4,816 0,000

H19 Apakah [NAMA] mengalami rasa tidak enak di perut? 0,680 0,089 6,365 0,000

H20 Apakah [NAMA] mudah lelah? 0,529 0,091 5,126 0,000

Page 206: LAPORAN PENELITIAN STUDI KESEHATAN JIWA PADA …

180

RELIABILITAS RIWAYAT DEPRESI

PERTANYAAN Value

Asymp.

Std.

Error(a)

Approx.

T(b)

Approx.

Sig.

P4.1 Apakah [NAMA] secara terus menerus merasa

sedih, depresif atau murung, hampir sepanjang

hari, hampir setiap hari?

0,251 0,112 2,340 0,019

P4.2 Apakah [NAMA] hampir sepanjang waktu kurang

berminat terhadap banyak hal atau kurang bisa

menikmati hal-hal yang biasanya [NAMA]

nikmati?

0,416 0,117 3,875 0,000

P4.3 Apakah [NAMA] merasa lelah atau tidak

bertenaga, hampir sepanjang waktu? 0,257 0,120 2,393 0,017

P4.4 Apakah nafsu makan [NAMA] berubah secara

mencolok atau apakah berat badan

[NAMA] meningkat atau menurun tanpa upaya

yang disengaja?

0,213 0,124 1,974 0,048

P4.5 Apakah [NAMA] mengalami gangguan tidur

hampir setiap malam (kesulitan

untuk mulai tidur, terbangun tengah malam,

terbangun lebih dini, tidur berlebihan)?

0,153 0,113 1,489 0,137

P4.6 Apakah [NAMA] berbicara atau bergerak lebih

lambat daripada biasanya,

gelisah, tidak tenang atau mengalami kesulitan

untuk tetap diam?

0,366 0,123 3,455 0,001

P4.7 Apakah [NAMA] kehilangan kepercayaan diri,

atau apakah [Nama] merasa tak

berharga atau bahkan lebih rendah daripada

orang lain?

0,534 0,114 4,953 0,000

P4.8 Apakah [NAMA] merasa bersalah atau

mempersalahkan diri sendiri? 0,267 0,116 2,507 0,012

P4.9 Apakah [NAMA] mengalami kesulitan berpikir

atau berkonsentrasi, atau apakah

mempunyai kesulitan untuk mengambil

keputusan?

0,290 0,114 2,722 0,006

P4.10 Apakah [NAMA] berniat untuk menyakiti diri

sendiri, ingin bunuh diri atau

berharap bahwa [Nama] mati?

0,642 0,166 5,951 0,000