LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan...

88
1 LAPORAN PENELITIAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH TAHUN 2015-2030

Transcript of LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan...

Page 1: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

1

LAPORAN PENELITIAN

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG

TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN

KEPARIWISATAAN DAERAH

TAHUN 2015-2030

Page 2: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

2

TIM PENELITI

1. Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.MH

2. I Ketut Sudiarta, SH.MH

Page 3: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

3

KATA PENGANTAR

Setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi

dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada

masyarakat demikian amant Pasal 18 ayat 6 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang

Kepariwisataan mewajibkan bagi kabupaten atau kota yang menyusun

Rencana Induk Pembangunan kepariwisataan diatur dalam bentuk

Peraturan daerah, diperlukan pula argumentasi tentang (urgensi)

membentuk Peraturan Daerah tersebut, yang secara garis besar meliputi

argumentasi filosofis, sosiologis, dan yuridis.

Dalam kerangka inilah perlu disusun Naskah Akademik Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Rencana Induk

Pembangunan Kepariwsataan Daerah Tahun 2015 - 2030.

Tim Peneliti

Page 4: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

4

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………………. 2 Daftar Isi ……………………………………………………………………….. 3

Daftar Tabel…………………………………………………………………….. 5

Daftar Matrik…………………………………………………………………… 5

BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 6

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................... 6

1.2 Identifikasi Masalah ..................................................... 7 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademis 8

1.4 Metode ....................................................................... 9

a. Pendekatan ............................................................. 9 b. Sumber Bahan Hukum ........................................... 11

c. Pengumpulan Bahan Hukum .................................. 13

d. Analisis .................................................................. 13

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS .............. 14

2.1 Kajian Teoritik Tentang Kepariwisataan ....................... 14 2.2 Kajian terhadap Asas/Prinsip yang terkait dengan

Penyusunan Norma Hukum Kepariwisataan ................

16

2.3 Kajian terhadap Praktik Penyelenggara, Kondisi Yang

ada, Serta Permasalahan yang dihadapi Masyarakat ....

19 2.4 Kajian terhadap implikasi penerapan Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan yang akan diatur dalam

peraturan daerah terhadap aspek ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan.. .............................................

31

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT ...........................

39

3.1 Kajian Terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang

Memuat Kondisi Hukum yang ada ...............................

39 3.2. Kajian Terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Badung

yang memuat kondisi hukum yang ada terkait dengan

Kepariwisataan ............................................................

64

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS 72

4.1 Landasan Filosofis ....................................................... 72

4.2 Landasan Sosiologis .................................................... 73

4.3 Landasan Yuridis ......................................................... 75

Page 5: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

5

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG

LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

76

5.1. Jangkauan dan Arah Pengaturan Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan.....................................

76

5.2. Ruang Lingkup Materi dan Jangkauan Pengaturan

Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan. ..........

77

BAB VI PENUTUP ..................................................................... 86

6.1 Kesimpulan .................................................................. 86

6.2 Saran ........................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 87

LAMPIRAN

Konsep Awal Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung

Tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata (RIPARDA)

Kabupaten Badung……………………………………………………………..

87

Page 6: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

6

DAFTAR TABEL

No Nama Tabel hal

1 Tabel 2.1 Kawasan Pariwisata di Kabupaten Badung Tahun

2009

20

2 Tabel 2.2 Daftar DTW, Jenis Wisata, dan Lokasi Per Kecamatan di Kabupaten Badung

21

3 Tabel 2.3 Daftar DTW yang berpotensi untuk dikembangkan

di Kabupaten Badung

22 4 Tabel 2.4 Jumlah Usaha Akomodasi di Kabupaten Badung

Tahun 2005-2011

23

5 Tabel 2.5 Perkembangan Jumlah Restoran, Rumah Makan, Bar, dan Catering di Kabupaten Badung Tahun

2006-2011

24

6 Tabel 2.6 Daftar Biro Perjalanan Wisata dan Cabang di Kabupaten Badung Tahun 2011

25

7 Tabel 2.7 Daftar Konsultan Pariwisata di Kabupaten Badung

Tahun 2011

28

8 Tabel 2.8 Data Kunjungan Wisatawan Nusantara ke Kabupaten Badung

28

9 Tabel 2.9 Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Kab.

Badung Tahun 2007-2011

29 10 Tabel 2.10 Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Tahun 2010 30

11 Tabel 2.11 Pengeluaran Wisatawan Nusantara Tahun 2010 30

DAFTAR MATRIK

No Nama Matrik Hal

1 Peraturan Perundang-Undangan dan Rumusan Norma Yang Berkaitan Dengan Kewenangan Kabupaten Bidang

Kepariwisataan.........................................................................

39

2 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Yang memuat Kondisi

Hukum Yang Ada terkait dengan Kepariwisataan ...................

65

Page 7: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Secara filosofis Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Badung dilandasi oleh pemikiran bahwa pembangunan nasional

adalah untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat di

dalam Undang-Undang Dasar 1945, pada hakekatnya adalah pembangunan

manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat

Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan,

kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat

Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila.

Secara filosofis, pembangunan kepariwisataan memerlukan

perencanaan induk, yang mempunyai peranan yang sangat strategis dalam

menjamin keberlanjutan penyelenggaraan kepariwisataan. Untuk itu maka

penyelenggaraan kepariwisataan perlu diatur dan dibina demi

kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat,

sekaligus untuk mewujudkan pengelolaan kepariwisataan yang serasi,

selaras dan seimbang. Melalui penetapan rencana induk pembangunan

kepariwisataan (RIPPARDA) diharapkan dapat menopang dan menunjang

tujuan pembangunan di Kabupaten Badung yang berlandaskan prinsip Tri

Hita Karana.

Dari aspek sosiologis, paradigma pembangunan kepariwisataan yang

bertumpu semata mata pada aspek ekonomis sudah saatnya ditinggalkan

dan diganti dengan paradigm baru pembangunan kepariswisataan yang

berbasis pada keserasian antara manfaat ekonomi dengan keseimbangan

lingkungan, sosial dan budaya. Paradigma baru memandang

kepariwisataan sebagai salah satu sumber daya yang mempunyai nilai

ekonomi dengan tidak mengorbankan aspek lingkungan yang bersifat

eksploitatif. Pembangunan kepariwisataan dilakukan dengan pendekatan

yang konprehensif dari hulu, sejak sebelum pembangunan tersebut

berpotensi memunculkan dampak negatif, sampai kehilir, yaitu pada fase

kepariwisataan tersebut sudah berkembang dan dirasakan manfaatnya oleh

masyarakat maupun pemerintah. Pembangunan kepariwisataan dengan

paradigma baru tersebut dilakukan melalui kegiatan penyusunan rencana

induk dan penetapan rencana induk tersebut menjadi peraturan daerah.

Penetapan peraturan daerah tentang rencana induk pembangunan

kepariwisataan akan memperkuat paradigma baru pembangunan

kepariwisataan yang sejalan dengan konsep pembangunan berlandaskan

Tri Hita Karana.

Page 8: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

8

Dari aspek yuridis Pemerintah Kabupaten Badung sampai akhir

tahun 2014 memiliki beberapa ketentuan regulasi terkait dengan

keperiwisataan, namun belum memiliki Peraturan Daerah tentang Rencana

Induk Pengembangan Pembangunan Kepariwisataan.

Dengan latar belakang pemikiran secara filosofis, sosiologis, dan

yuridis tersebut di atas, maka penyusunan Naskah Akademik Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Pembangunan

Kepariwisataan dipandang perlu guna mendapatkan kajian yang mendalam

dan konprehensif baik secara teoritik maupun pemikiran ilmiah dalam

merumuskan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang

Pembangunan Kepariwisataan.

1.2.Identifikasi Masalah

Kajian hukum perundang-undangan atau kajian terhadap suatu

pengaturan menyangkut dua isu pokok, yakni penormaan materi muatan

dan prosedur pembentukan. Kajian ini focus pada upaya penyusunan

naskah akademik rancangan peraturan daerah, oleh karena itu berada

pada isu penormaan materi muatan atau perumusan materi muatan

sebagai suatu aturan yang mengandung norma hukum.

Isu perumusan aturan melingkupi beberapa sub isu yakni : a)

landasan, b) asas-asas dalam pengaturan, c) batas-batas kewenangan

pengaturan dan d) ruang lingkup materi muatan pengaturan.

Dikaitkan dengan isu pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Badung,

maka kajian ini dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:

1. Destinasi :

a. Ketimpangan pembangunan antar wilayah Badung bagian Utara,

Tengah, dan Selatan.

b. Pelanggaran atas kawasan suci, sempadan jurang, dan sempadan

pantai.

c. Pelanggaran tata ruang wilayah.

d. Pengelolaan limbah yang belum mengikuti standar baku

pengelolaan.

e. Kemacetan lalu lintas, terutama di wilayah Badung bagian selatan.

f. Terbatasnya sumber daya air permukaan dan penggunaan sumber

daya tanah yang tidak terkendali.

g. Alih fungsi lahan pertanian menjadi fasilitas penunjang pariwisata.

h. Kebersihan lingkungan daya tarik yang tidak terjaga.

i. Bangunan gedung usaha pariwisata mengabaikan langgam

arsitektur tradisional Bali.

Page 9: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

9

j. Rendahnya pemahaman dan interpretasi daya tarik wisata (DTW).

k. Aksessibiltas menuju ke beberapa DTW masih minim.

l. Kemacetan lalu lintas di wilayah Badung Utara sebagai akibat

adanya pasar tumpah.

m. Alternative moda transportasi (angkutan laut) untuk mengatasi

kemacetan lalu lintas sekaligus sebagai atraksi wisata.

n. Rawan bencana seperti : tsunami, banjir dan longsor.

2. Industri Pariwisata

a. Ketersediaan akomodasi wisata yang melebihi kapasitas terutama

di wilayah Badung Selatan.

b. Masifnya perkembangan akomodasi (villa illegal).

c. Peningkatan SDM pariwisata yang berbasis masyarakat masih

sangat rendah.

d. Hygine sanitasi belum diterapkan secara optimal.

e. Kurang tertatanya lay-out bangunan restoran.

f. Persaingan usaha yang kurang sehat.

3. Pemasaran

a. Belum optimalnya pemasaran pariwisata yang berbasis IT.

b. Citra pariwisata kurang baik.

c. Keterpaduan antara stackholders pariwisata dalam pemasaran

belum optimal.

d. Pengembangan pasar untuk agrowisata, ekowisata dan desa wisata

belum berjalan dengan baik.

e. Peningkatan kualitas pariwisata melalui peningkatan lama tinggal

(length of stay) dan daya beli (spending power) wisatawan.

4. Kelembagaan

a. Pengolalaan dan penataan DTW belum optimal.

b. Desa wisata yang telah ditetapkan belum berkembang secara

optimal.

1.3.Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang diungkapkan

diatas, tujuan dan kegunaan penyusunan naskah akademik dirumuskan

sebagai berikut:

1. Tujuan penyusunan naskah akademik ini yakni :

a. Untuk merumuskan landasan ilmiah penyusunan Rancangan

Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Badung tentang

pembangunan kepariwisataan.

Page 10: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

10

b. Untuk merumuskan arah dan cakupan ruang lingkup materi bagi

penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten

Badung tentang pembangunan kepariwisataan.

2. Kegunaan penyusuanan naskah akademik ini, yakni :

a. Hasil kajian hukum ini diharapkan berguna sebagai masukan bagi

pembuat Rancangan Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten

Badung tentang pembangunan kepariwisataan.

b. Hasil kajian hukum ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak yang

berkepentingan dalam pembuatan Peraturan Daerah Pemerintah

Kabupaten Badung tentang pembagunan kepariwisataan.

1.4.Metode

Penyusunan naskah akademik pada dasarnya merupakan suatu

kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan

naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode

penelitian hukum. Penelitian hukum dapat dilakukan melalui metode

yuridis normatif dan metode yuridis empiris.

Dalam penyusunan akademik ini dilakukan penelitian hukum dengan

metode yuridis normatif dengan melakukan studi pustaka yang menelaah

(terutama bahan hukum primer yang berupa Peraturan Perundang-

undangan dan dokumen hukum lainnya). Dalam penelitian ini juga

dilakukan wawancara, untuk verifikasi bahan hukum primer dan diskusi

(focus group discussion), dan rapat dengar pendapat. Berdasarkan metode

penelitian hukum di atas, langkah-langkah yang dilakukan dalam

penelitian ini antara lain:

a. Pendekatan

Penelitian hukum mengenal beberapa metode pendekatan, yaitu

pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep

(conseptual approach), pendekatan analitis (analytical approach),

pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan historis

(historical approach), pendekatan filsafat (philosophical approach) dan

pendekatan kasus (case approach)1

Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik

ranperda ini adalah pendekatan perundang-undangan ( statute approach),

pendekatan konsep (conseptual approach), pendekatan analitis (analytical

approach) dan pendekatan filsafat (philosophical approach).

Pendekatan perundang-undangan (statute approach), dilakukan

dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

pembangunan kepariwisatan antara lain:

Page 11: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

11

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5587), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5657).

b. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725).

c. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil ( Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4739).

d. Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966).

e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.(Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5059).

f. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah

Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737).

g. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional.(Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4833).

h. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana

Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4562).

i. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011

Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar,

Badung, Gianyar, Dan Tabanan.(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 121)

Page 12: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

12

j. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang

Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung.(Lembaran Daerah

Provinsi Bali Tahun 2005 Nomor 5).

k. Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 26 Tahun 2013 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung.(Lembaran

Daerah Kabupaten Badung Tahun 2013 Nomor 26, Tambahan

Lembaran Daerah Kabupaten Badung Nomor 25).

Pendekatan konsep hukum (conceptual approach) dilakukan dengan

menelaah konsep-konsep para ahli mengenai kepariwisataan, pengelolaan

pariwisata dan konsep-konsep lain yang terkait. Pendekatan analitis

(analytical approach) adalah suatu pendekatan yang dilakukan dengan

menguraikan aturan hukum yang terkait dengan pembangunan

kepariwsataan sehingga mendapatkan komponen-komponen pengelolaan

pariwisata atau unsur-unsurnya untuk dapat ditetapkan dalam suatu

persoalan tertentu. Pendekatan filsafat (philosophical approach) adalah

pendekatan yang dilakukan dengan menelaah asas-asas yang terkandung

dan/atau melandasi kaidah hukum kepariwisataan.

b. Sumber Bahan Hukum.

Sumber bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer

dan hukum bahan hukum sekunder2. Bahan hukum primer adalah segala

dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum, dalam hal ini, bahan

hukum primer yang dipergunakan dalam penyusunan naskah akademik ini

terdiri atas:

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor

244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5587), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5657).

b. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725).

c. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil ( Lembaran Negara Republik

Page 13: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

13

Indonesia Tahun 2007 Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4739).

d. Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966).

e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.(Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5059).

f. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah

Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737).

g. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional.(Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4833).

h. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana

Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4562).

i. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014

Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011

Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar,

Badung, Gianyar, Dan Tabanan.(Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 121)

j. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang

Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung.(Lembaran Daerah

Provinsi Bali Tahun 2005 Nomor 5).

k. Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 26 Tahun 2013 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung.(Lembaran

Daerah Kabupaten Badung Tahun 2013 Nomor 26, Tambahan

Lembaran Daerah Kabupaten Badung Nomor 25).

Bahan hukum sekunder adalah dokumen atau bahan hukum yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperi hasil

penelitian atau karya tulis para ahli hukum yang memiliki relevansi dengan

penelitian ini.

Bahan hukum informatif berupa informasi dari lembaga atau pejabat,

baik dari lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung maupun para pihak

Page 14: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

14

yang membidangi tentang kepariwisataan. Bahan ini digunakan sebagai

penunjang dan untuk mengkonfirmasi bahan hukum primer dan sekunder.

c. Pengumpulan Bahan Hukum

Metode pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara:

a. Studi dokumenter dan kepustakaan untuk bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder.

b. Untuk bahan informatif dilakukan dengan studi lapangan yaitu

wawancara dan FGD (focus group discussion).

d. Analisis

Terhadap bahan-bahan hukum yang terkumpul dilakukan

interpretasi secara hermeneutikal yaitu Berdasarkan pemahaman tata

bahasa (gramatikal) yakni Berdasarkan makna kata dalam konteks

kalimatnya, aturan hukum dipahami dalam konteks latar belakang sejarah

pembentukannya (historikal) dalam kaitannya dengan tujuan yang ingin

diwujudkannya (teleologikal) yang menentukan isi hukum positif itu (untuk

menemukan ratio legis-nya) serta dalam konteks hubungannya dengan

aturan hukum positif yang lainnya (sistimatikal) dan secara kontekstual

merujuk pada faktor-faktor kenyataan kemasyarakatan dan kenyataan

ekonomi (sosiologikal) dengan mengacu pandangan hidup serta nilai-nilai

cultural dan kemanusiaan fundamental (philosophical) dalam proyeksi ke

masa depan (futurelogikal)3 .

Page 15: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

15

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

2.1.Kajian Teoritik Tentang Kepariwisataan

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan

Bab I Pasal 1 dinyatakan bahwa Kepariwisataan adalah keseluruhan

kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta

multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan

negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesame

wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.

Pembangunan adalah suatu proses perubahan kearah yang lebih baik

yang di dalamnya meliputi upaya-upaya perencanaan, implementasi dan

pengendalian,dalam rangka penciptaan nilai tambah sesuai yang

dikehendaki. Pembangunan kepariwisataan diwujudkan melalui

pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan

memperhatikan keaneka ragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan

alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata. Pembangunan

kepariwisataan nasional meliputi:

a. Destinasi Pariwisata;

b. Pemasaran Pariwisata;

c. Industri Pariwisata; dan

d. Kelembagaan Kepariwisataan.

Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu

atau lebih wilayah administrative yang di dalamnya terdapat Daya Tarik

Wisata, Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata, aksesibilitas,serta masyarakat

yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya Kepariwisataan. Daya Tarik

Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai

yang berupa keaneka ragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan

manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.

Aksesibilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana dan prasarana

transportasi yang mendukung pergerakan wisatawan dari wilayah asal

wisatawan ke Destinasi Pariwisata maupun pergerakan di dalam wilayah

Destinasi Pariwisata dalam kaitan dengan motivasi kunjungan wisata.

Prasarana Umum adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang

pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan

berfungsi sebagaimana semestinya. Fasilitas Umum adalah sarana

pelayanan dasar fisik suatu lingkungan yang diperuntukkan bagi

masyarakat umum dalam melakukan aktifitas kehidupan keseharian.

Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang secara khusus

Page 16: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

16

ditujukan untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan,

keselamatan wisatawan dalam melakukan kunjungan ke Destinasi

Pariwisata.

Pemasaran Pariwisata adalah serangkaian proses untuk menciptakan,

mengkomunikasikan,menyampaikan produk wisata dan mengelola relasi

dengan wisatawan untuk mengembangkan Kepariwisataan dan seluruh

pemangku kepentingannya. Industri Pariwisata adalah kumpulan Usaha

Pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau

jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan

pariwisata.Kelembagaan Kepariwisataan adalah kesatuan unsur beserta

jaringannya yang dikembangkan secara terorganisasi, meliputi Pemerintah,

Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat, sumber daya manusia,

regulasi dan mekanisme operasional, yang secara berkesinambungan guna

menghasilkan perubahan ke arah pencapaian tujuan di bidang

Kepariwisataan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Undang-Undang No. 10

Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan pasal 8 menyebutkan bahwa

Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk

pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk

pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan

kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan kepariwisataan

kabupaten/kota. Rencana induk pembangunan kepariwisataan

kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota.

Penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan dilakukan

dengan melibatkan pemangku kepentingan. Rencana induk pembangunan

kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi perencanaan

pembangunan industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran, dan

kelembagaan kepariwisataan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011

Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun

2010-2025 menyebutkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

Nasional yang selanjutnya disebut dengan RIPPARNAS adalah dokumen

perencanaan pembangunan kepariwisataan nasional untuk periode15 (lima

belas) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2025.

RIPPARNAS menjadi pedoman penyusunan Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Provinsi. RIPPARNAS dan Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan Provinsi menjadi pedoman penyusunan Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten/Kota. Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kabupaten yang selanjutnya disebut

dengan RIPPARDA Kabupaten adalah dokumen perencanaan pembangunan

kepariwisataan daerah untuk periode 10 (lima belas) tahun terhitung sejak

tahun 2015 sampai dengan tahun 2025.

Page 17: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

17

2.2. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang terkait dengan Penyusunan

Norma Hukum Kepariwisataan.

Asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang

secara teoritik meliputi Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

yang baik yang bersifat formal dan Asas Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan yang baik yang bersifat materiil. Asas pembentukan

perundang-undangan yang baik dan bersifat formal dituangkan dalam

Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 (khususnya dalam pembentukan

Peraturan Daerah, asas-asas tersebut diatur pula dalam pasal 137 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (selanjutnya

disebut UU Pemda), “Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan

peraturan perundang-undangan” yang meliputi :

1. Kejelasan tujuan;

2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;

4. Dapat dilaksanakan;

5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

6. Kejelasan rumusan; dan

7. Keterbukaan.

Sedangkan asas-asas materiil pembentukan peraturan perundang-

undangan yang baik diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU No 12

Tahun 2011 (khususnya berkenaan dengan peraturan daerah diatur dalam

Pasal 138 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemda), yakni materi muatan Peraturan

Perundang-undangan mengandung asas:

1. Pengayoman;

2. Kemanusiaan;

3. Kebangsaan;

4. Kekeluargaan;

5. Kenusantaraan;

6. Bhineka tunggal ika;

7. Keadilan;

8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

9. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

10. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Selain asas tersebut, Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat

berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-

undangan yang bersangkutan. Mengenai asas-asas materiil yang lain sesuai

dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan tertentu dijelaskan

dalam Penjelasan Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011, yang

dimaksud dengan asas sesuai dengan bidang hukum masing-masing antara

lain:

Page 18: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

18

a. Dalam Hukum Pidana misalnya asas legalitas, asas tiada hukuman

tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak

bersalah.

b. Dalam Hukum Perdata misalnya dalam hukum perjanjian antara lain

asas kesepakatan, asas kebebasan berkontrak, dan asas itikad baik.

Relevansi asas-asas formal pembentukan perundang-undangan yang

baik dengan pengaturan penyelenggaraan pembangunan kepariwisataandi

Kabupaten Badung dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, kejelasan tujuan. Pengaturan Pembanguanan

Kepariwisataan di Pemerintah Kabupaten Badung bertujuan:

1) meningkatkan kualitas dan kuantitas Destinasi Pariwisata;

2) mengkomunikasikan Destinasi Pariwisata Indonesia dengan

menggunakan media pemasaran secara efektif, efisien dan

bertanggung jawab

3) mewujudkan Industri Pariwisata yang mampu menggerakkan

perekonomian nasional; danmengembangkan Kelembagaaan

Kepariwisataan dan tata kelola pariwisata yang mampu

1) mensinergikan Pembangunan Destinasi Pariwisata, Pemasaran

Pariwisata, dan Industri Pariwisata secara profesional, efektif dan

efisien

2) Ketegasan mengenai larangan dalam pembangunan

kepariwisataan

3) Ketertiban dalam penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan;

4) Kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab instansi terkait di

Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dalam pembangunan

kepariwisataan.

Kedua, kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. Contoh:

Pengaturan Pembangunan Kepariwisataan dengan Peraturan Daerah

dilakukan Bupati Badung dengan persetujuan bersama DPRD Kabupaten

Badung. Rangcangan dapat berasal dari Bupati atau dari DPRD Kabupaten

Badung, dalam konteks ini Rancangan Perda tentang Pembangunan

Kepariwisataan Daerah ini merupakan inisiatif Bupati Kabupaten Badung.

Ketiga, kesesuaian antara jenis dan materi muatan.Pengaturan

pembanguanan kepariwisataan dapat dengan Peraturan Daerah.Adapun

materi pokok yang diatur dengan Peraturan Daerah mengacu pada

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pembanguanan

kepariwisataan, seperti kajian dalam bab-bab berikutnya dalam kajian

naskah akademis ini.

Keempat, dapat dilaksanakan. Agar asas ini dapat diwujudkan dengan

dibentuknya peraturan daerah tentang pembangunan kepariwisataan

daerah, harus memperhatikan beberapa aspek: (1) filosofi, yakni ada

jaminan keadilan dalam penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan di

Page 19: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

19

Kabupaten Badung; (2) yuridis, ada jaminan kepastian hukum dalam

penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan di Pemerintah Kabupaten

Badung, termasuk substansinya tidak boleh bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan (3) sosiologis,

penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan di Pemerintah Kabupaten

Badung memang dapat memberikan manfaat, baik bagi pemerintah daerah

maupun bagi masyarakat, termasuk substansinya tidak bertentangan

dengan kepentingan umum.

Kelima, kedayagunaan dan kehasilgunaan.Asas ini dapat diwujudkan

sepanjang penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan di Pemerintah

Kabupaten Badung memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat

dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Keenam, kejelasan rumusan.Asas ini dapat terwujud dengan

pembentukan Peraturan daerah tentang penyelenggaraan pembangunan

kepariwisataan di Pemerintah Kabupaten Badung, sesuai persyaratan

teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika dan

pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah

dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi

dalam pelaksanaannya.Singkatnya, rumusan aturan hukum dalam

Peraturan daerah tentang pembangunan kepariwisataan menjamin

kepastian.

Ketujuh, keterbukaan.Proses pembentukan Peraturan Daerah ini

harus menjamin partisipasi masyarakat, dalam artian masyarakat dijamin

haknya untuk memberikan masukan, baik tertulis maupun lisan, serta

kewajiban Pemerintah Daerah untuk menjamin masukan tersebut telah

dipertimbangkan relevansinya. Untuk terselenggaranya partisipasi

masyarakat itu, maka terlebih dahulu Pemerintah Daerah memberikan

informasi tentang proses pembentukan Peraturan daerah tentang

pembangunan kepariwisataan ini.

Relevansi asas-asas materiil pembentukan peraturan perundang-

undangan yang baik dengan pengaturan pembangunan kepariwisataan

dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, keadilan.Peraturan Daerah tentang pembangunan

kepariwisataan harus mencerminkan keadilan secara proposional bagi

setiap warga masyarakat tanpa kecuali.Tuntutan keadilan mempunyai dua

arti, dalam arti formal keadilan menuntut bahwa hukum berlaku

umum.Dalam arti materiil dituntut agar hukum sesuai dengan cita-cita

keadilan dalam masyarakat. Demikian pula dalam penyusunan norma

hukum pembangunan kepariwisataan dimaksudkan untuk berlaku umum.

Agar mendapatkan rumusan norma hukum tentang pembangunan

kepariwisataan sesuai dengan aspirasi keadilan yang berkembang dalam

masyarakat, maka harus diadakan konsultasi publik.

Page 20: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

20

Kedua, kesamaan kedudukan dalam hukum dan

pemerintahan.Berdasarkan asas ini materi muatan peraturan daerah

tentang pembangunan kepariwisataan tidak berisi ketentuan-ketentuan

yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang antara lain agama,

suku, ras, golongan, gender, atau status sosial. Inti dari kesamaan adalah

keadilan, yang menjamin perlakuan yang sama, sesuai hak dan

kewajibannya.

Ketiga, ketertiban dan kepastian hukum.Agar peraturan daerah

tentang pembangunan kepariwisataan dapat menimbulkan ketertiban

dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.Jaminan

kepastian hukum mempunyai dua arti.Pertama, kepastian hukum dalam

arti kepastian pelaksanaannya, yakni bahwa hukum yang diundangkan

dilaksanakan dengan pasti oleh negara.Kedua, kepastian hukum dalam arti

kepastian orientasi, yakni hukum harus sedemikian jelas sehingga

masyarakat dan pemerintah serta hakim dapat berpedoman

padanya.Masing-masing pihak dapat mengetahui tentang hak dan

kewajibannya.Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan kepastian hukum

adalah kepastian hukum dalam arti kepastian orientasi. Ini berarti norma

hukum pembangunan kepariwisataan harus sedemikian jelas sehingga

masyarakat dan pemerintah daerah serta hakim dapat berpedoman

padanya, terutama masyarakat dapat dengan jelas mengetahui hak dan

kewajiban dalam kaitannya dengan pembangunan kepariwisataan,

termasuk norma hukum tentang sanksi atas pelanggarannya tidak boleh

berlaku surut.

Keempat, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Dalam

konteks penyusunan norma hukum pembangunan kepariwisataan harus

ada keseimbangan beban dan manfaat, atau kewajiban dengan hak yang

didapatkannya. Juga harus ada keseimbangan antara sanksi antara

aparatur dan masyarakat ketika melakukan kelalaian atau pelanggaran.

2.3. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang ada Serta Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat.

Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada serta permasalahan yang dihadapi masyarakat berkaitan dengan kepariwisataan

di Kabupaten Badung diuraikan dalam beberapa aspek dibawah ini.

1. Destinasi Pariwisata

Destinasi pariwisata yang terdapat di Kabupaten Badung meliputi daya

tarik wisata (DTW) dan kawasan pariwisata. Sebanyak 33 DTW tersebar di

semua kecamatan, dan umumnya berupa wisata alam, wisata budaya, dan

Page 21: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

21

wisata buatan. Seluruh DTW tersebut ditetapkan berdasarkan Peraturan

Bupati Badung Nomor 7 Tahun 2005, tanggal 7 Februari 2005 tentang

Daya Tarik Wisata di Kabupaten Badung. Daerah Badung Selatan memiliki

potensi wisata alam, sebagian besarnya berupa wisata pantai, taman

bakau, dan pelestarian penyu. Sedangkan wisata budayanya berupa Pura

dan desa tradisional, dan wisata buatan berupa Monumen GWK dan

Tempat Rekreasi Water Boom Park and Spa.

Wilayah-wilayah yang dijadikan sebagai kawasan pariwisata di

Kabupaten Badung meliputi 3 (tiga) kawasan, yaitu Nusa Dua, Kuta, dan

Tuban. Ketiga kawasan tersebut ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah

Provinsi Daerah No. 16 Tahun 2009, Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi Bali.

Selengkapnya ditampilkan pada Tabel 2.1 yang memaparkan Kawasan

Pariwisata, dan Tabel 2.2 yang memaparkan DTW di Kabupaten Badung,

serta Tabel 2.3 yang memaparkan DTW yang berpotensi untuk

dikembangkan.

Tabel 2.1.

Kawasan Pariwisata di Kabupaten Badung Tahun 2009

No Nama

Kawasan Desa/Kel Kecamatan Batas Fisik

1. Nusa Dua Benoa

Jimbaran

Unggasan Pecatu

Kuta

Selatan

Kuta Selatan

Kuta

Selatan Kuta

Selatan

Utara: Batas selatan

Bandara Ngurah Rai ;

Timur: Pantai Timur Kel (Tuban, Jimbaran dan

Benoa) ;

Selatan: Pantai Selatan Kel (Benoa, Ungasan, Pecatu) ;

Barat: Pantai Barat Desa

(Pecatu, Jimbaran dan Tuban).

2. Kuta Kuta

Kerobokan

Canggu

Kuta

Kuta Utara

Kuta Utara

Utara: Batas utara kel./desa

(Canggu dan Kerobokan) ;

Timur: Batas Timur Kel. (Kerobokan dan Kuta) ;

Selatan: Batas selatan Kel.

Kuta ; Barat: Pantai Barat

Kel/desa (Kerobokan dan

Kuta).

3. Tuban Tuban Kuta Utara: Jalan Bakungsari,

Mertasari dan Tujungmekar-

By Pass ;

Timur: By pass Ngurah Rai ;

Page 22: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

22

Selatan: Batas utara

Bandara Udara Ngurah Rai ;

Barat: Pantai Barat Kel. Kuta dan Tuban.

Sumber : Perda Provinsi Bali Nomor 16/2009 tentang RTRW Provinsi Bali

Tabel 2.2

Daftar DTW, Jenis Wisata, dan Lokasi Per Kecamatan

di Kabupaten Badung

No. Nama DTW Jenis Wisata Lokasi

Desa/Kel. Kecamatan

1. Kawasan Luar Pura Uluwatu

Wisata

Budaya Pecatu

Kuta

Selatan

2. Pantai Nyang-Nyang Wisata Alam Pecatu

Kuta

Selatan

3. Pantai Padang-Padang Wisata Alam Pecatu

Kuta Selatan

4. Pantai Labuan Sait Wisata Alam Pecatu

Kuta

Selatan

5. Pantai Suluban Wisata Alam Pecatu

Kuta Selatan

6. Pantai Batu Pageh Wisata Alam Unggasan

Kuta

Selatan

7. Pantai Samuh Wisata Alam Benoa

Kuta

Selatan

8. Pantai Geger Sawangan Wisata Alam Benoa

Kuta Selatan

9. Pantai Nusa Dua Wisata Alam Benoa

Kuta

Selatan

10. Pantai Tanjung Benoa Wisata Alam

Tanjung Benoa

Kuta Selatan

11. Pelestarian Penyu di

Deluang Sari Wisata Alam

Tanjung

Benoa

Kuta

Selatan

12.

Taman Rekreasi Hutan

Bakau Wisata Alam

Tanjung

Benoa

Kuta

Selatan

13. Pantai Jimbaran Wisata Alam Jimbaran

Kuta

Selatan

14.

Garuda Wisnu Kencana

(GWK)

Wisata

Budaya Jimbaran

Kuta

Selatan

15. Pantai Kedonganan Wisata Alam Tuban Kuta

16. Pantai Kuta Wisata Alam Kuta Kuta

17. Waterboom

Wisata

Buatan Kuta Kuta

18. Pantai Legian Wisata Alam Legian Kuta

19. Monumen Tragedi Wisata Kuta Kuta

Page 23: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

23

No. Nama DTW Jenis Wisata Lokasi

Desa/Kel. Kecamatan

Kemanusiaan Budaya

20. Pantai Peti Tenget Wisata Alam Kerobokan Kuta Utara

21. Pantai Berawa Wisata Alam Tibubeneng Kuta Utara

22. Pantai Canggu Wisata Alam Canggu Kuta Utara

23. Pantai Seseh Wisata Alam Munggu Mengwi

24. Pura Sadha Kapal

Wisata Budaya

Kapal Mengwi

25.

Kawasan Luar Pura Taman

Ayun

Wisata

Budaya Mengwi Mengwi

26.

Kawasan Pura Keraban

Langit

Wisata

Budaya Sading Mengwi

27. Desa Wisata Baha Wisata Alam Baha Mengwi

28. Bumi Perkemahan Blahkiuh

Wisata

Remaja Blahkiuh Abiansemal

29. Alas Pala Sangeh Wisata Alam Sangeh Abiansemal

30. Tanah Wuk Wisata Alam Sangeh Abiansemal

31. Air Terjun Nungnung Wisata Alam Pelaga Petang

32. Wisata Agro Pelaga Wisata Alam Pelaga Petang

33. Kawasan Luar Pura Puncak Tedung

Wisata Alam Pelaga Petang

Sumber : Profil Pariwisata Kabupaten Badung, 2012

Tabel 2.3

Daftar DTW yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Badung

No. Nama Objek Wisata Jenis Wisata Lokasi

Kecamatan Desa/Kel.

1. Pantai Dreamland Wisata Alam Kuta Selatan Pecatu

2. Pantai Blue Point Wisata Alam Kuta Selatan Pecatu

3. Pantai Bingin Wisata Alam Kuta Selatan Pecatu

4. Pantai Tegal Wangi Wisata Alam Kuta Selatan Pecatu

5. Water Park Wisata Buatan Kuta Selatan Pecatu

6. Pantai Gunung Payung Wisata Alam Kuta Selatan Ungasan

7. Pantai Pandawa Wisata Alam Kuta Selatan Kutuh

8. Water Sport Wisata Alam Kuta Selatan Tanjung Benoa

9. Selancar Air Wisata Alam Kuta Kuta

10. Pantai Echo Wisata Alam Kuta Utara Tibubeneng

11. Pantai Batu Bolong Wisata Alam Kuta Utara Canggu

12. Pantai Pererenan Wisata Alam Mengwi Pererenan

13. Pantai Batu Ngaus Wisata Alam Mengwi Cemagi

14. Pantai Mangening Wisata Alam Mengwi Cemagi

Sumber : Profil Pariwisata Kabupaten Badung, 2012

Page 24: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

24

Menyusul dikeluarkannya Peraturan Bupati Badung No 43 Tahun

2014 Kabupaten badung kembali menetapkan 3 (tiga) daya tarik wisata

yaitu : Daya Tarik Wisata Pantai Pandawa, Daya Tarik Wisata Bali Elephant

Camp dan Daya Tarik Wisata Jembatan Tukad Bangkung. Selain itu

melalui Peraturan Bupati Badung No 47 Tahun 2010 Kabupaten Badung

menetapkan 11 (sebelas) desa wisata di Kabupaten Badung yaitu; Desa

Bongkasa Pertiwi, Desa Pangsan, Desa Petang, Desa Plaga, Desa Belok,

Desa Carang Sari , Desa Sangeh, Desa Baha, Desa Kapal, Desa Mengwi,

dan Desa Munggu.

2. Industri Pariwisata

Industri pariwisata di Kabupaten Badung dibentuk oleh perusahaan

yang bergerak pada bidang akomodasi wisata (hotel dan restoran), BPW

(biro perjalanan wisata), , tourist attraction, dan pusat oleh-oleh.

Perkembangan industri pariwisata di Kabupaten Badung saat ini terbilang

sangat cepat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan

yang melakukan perjalanan, ditambahnya jalur-jalur penerbangan dengan

rute-rute baru, investasi besar-besaran dibidang pariwisata seperti

pembukaan destinasi wisata dengan produk-produknya yang baru,

meningkatnya pembangunan sarana akomodasi, sampai pada perbaikan

infrastruktur.

Industri Pariwisata Kabupaten Badung lebih banyak berkembang di

Kawasan Badung Selatan (Kelurahan Kuta Utara, Kuta dan Kuta Selatan).

Perkembangan akomodasi wisata serta pusat oleh-oleh sangat signifikan

dalam 10 tahun terakhir.

a. Akomodasi dan Restoran

Berdasarkan Tabel 2.4. akomodasi wisata yang terdapat di Kabupaten

Badung terus mengalami peningkatan. Data pada tahun 2012

menunjukkan, akomodasi terbanyak adalah pondok wisata sebanyak 647

unit dengan jumlah kamar 2.870 kamar. Kemudian hotel melati sebanyak

642 unit dengan jumlah kamar sebanyak 19.248 kamar, dan hotel bintang

sebanyak 98 unit dengan jumlah kamar sebanyak 16.360 kamar. Maka,

total kamar yang tersedia di Kabupaten Badung adalah 40.806 kamar.

Tabel 2.4

Jumlah Usaha Akomodasi di Kabupaten Badung Tahun 2005-2011

No.

Tahun

Jenis Akomodasi Wisata (Unit) Total Kama

r

Hotel Bin tang

Jmlh Kama

r

Hotel Melat

i

Jmlh Kama

r

Pondok

Wisata

Jmlh Kama

r

Kon dote

l

Jmlh Kama

r

1. 2005 90 14.92 337 8.368 143 689 1 30 24.00

Page 25: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

25

2 9

2. 2006 94 15.35

0 347 8.618 165 799 3 102

24.869

3. 2007 94 15.35

0 379 9.260 239 1.323 3 102

26.035

4. 2008 96 16.01

6 472

10.528

325 1.730 3 102 28.37

6

5. 2009 98 16.36

0 505

11.463

395 1.986 7 775 30.58

4

6. 2010 98 16.36

0 541

12.657

475 2.296 13 1.700 33.01

3

7. 2011 98 16.36

0 596

15.561

599 2.696 15 1.793 36.41

0

8. 2012*) 98 16.36

0 642

19.248

647 2.870 18 2.328 40.80

6

Sumber : Badung dalam Angka. 2012 dan Disparda Kab. Badung, 2012, *)

Hingga Juni 2012

Selanjutnya, Tabel 2.5. menampilkan jumlah restoran, rumah makan,

bar, dan catering, yang terus mengalami peningkatan tiap tahunnya.

Pertambahan terbanyak berupa restoran dari 150 unit dan 16.543 kursi

pada tahun 2006, menjadi 384 unit dan 32.395 kursi pada tahun 2011,

atau rata-rata bertambah 45 unit/tahun dan 3.170 kursi/tahun. Demikian

juga dengan fasilitas penunjang akomodasi lainnya terus bertambah

walaupun tidak sebanyak restoran.

Tabel 2.5.

Perkembangan Jumlah Restoran, Rumah Makan, Bar, dan Catering

di Kabupaten Badung Tahun 2006-2011

No.

T a h u n

Restoran Rumah Makan B a r Catering

Jumlah

Jumlah

Kursi

Jumlah

Jumlah

Kursi

Jumlah

Jumlah

Kursi

Jumlah

Jumlah

Kotak

1. 2006 158 16.543 436 25.437 311 9.914 4 400

2. 2007 205 20.241 443 25.897 324 10.346 4 400

3. 2008 236 22.299 451 26.208 336 11.096 4 400

4. 2009 273 24.667 453 26.298 343 11.380 5 3.400

5. 2010 330 28.735 458 26.485 346 11.555 5 3.400

6. 2011 384 32.395 470 27.129 351 11.747 6 3.500

Pertumbuhan

Rata-Rata

(2006-2011)

19,73 13,23 1,54 1,32 2,54 3,36 24,17 142,16

Sumber : Badung dalam Angka, 2012

Page 26: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

26

b. Biro Perjalanan Wisata (BPW)

Jumlah BPW yang terdapat di Kabupaten Badung adalah sebanyak 95

perusahaan atau 29,7 % dari total BPW yang terdapat di Provinsi Bali.

Meskipun pada tahun 2011 jumlahnya mengalami peningkatan menjadi

320 perusahaan, namun masih tidak dapat kembali seperti pada tahun

2009 yang mencapai 611 perusahaan.

Tabel 2.6

Daftar Biro Perjalanan Wisata dan Cabang di Kabupaten Badung Tahun 2011

No Kelompok dan Nama BPW

1 All Star Bali Wisata

2 Alliance Vast

3 Alia Travel Sense

4 Asia Koleksi Travel

5 Anek Bintang Surya

6 Amanda Legian Tours

7 Abad Bali Wisata

8 Adi Tours And Travel

9 Bali Bahagia Holiday Tour & Travel PT

10 Bahagia Dewata Wisata

11 Bali Bersama Prima Sakti

12 Bali Dorada Tours

13 Bali Duta Express

14 Bali Pesona Wisata

15 Bali Megah Wisata

16 Bali ITO PT

17 Bali Suzuya

18 Bali Segara Utama

19 Bali Cipta Bahari T&T

20 Bali Rasa Sayang T&T

21 Bali Intan Graha

22 Bali Damai T&T

23 Bali Arrow

24 Bali Becik

25 Bali Untukmu

26 Bali Partners Tour & Travel

27 Bali Tri Dinamik

28 Bali Mara Wisata T&T

29 Baliku Beda

Page 27: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

27

No Kelompok dan Nama BPW

30 Bali Wish International

31 Baliaga T&T

32 Bali Surga Liburan

33 Be Wish International

34 BPW Satriavi ( Aerotravel)

35 Bravo Indonesia

36 Carefree Bali Holiday

37 Coconut Bali Tours PT.

38 Cosmo Bali

39 Catur Lintas Wisata

40 Ceria T&T PT

41 Cempaka Krisna Jaya

42 Calvinku Internasional

43 Cendrawasih Ceria Internasional

44 Dongan Sahuta T&T

45 Giri Puncak Sari PT.

46 Golden Rama Express

47 Gajah Bali Wisata

48 Harum Indah Sari

49 Halo Bali

50 Indo Net Travel

51 Inti Citra Selaras

52 Intra Jasatamasya Era Wisata

53 Jatra Idola Tour

54 Jelajah Turunan Enam

55 Kaya Bali Tour & Travel

56 Kuta Emas

57 Kuta Cemerlang Bali Jaya

58 Kharisma Gayatri Mandiri

59 Kirana Bali Wisata

60 Khrisna Tohpati Perdana

61 Kuta Cemerlang Bali Convex

62 Lotusindo Asia Tour

63 Look Asia Bali

64 Mava Holidays

65 Maju Ika Jaya

66 Modernika Citra Wisata

67 Natourin Wisata

68 Nusa Dua Inti Raya

69 Naga Perkasa Mandiri

70 Oleg Bali Internasional

71 Purana Mitra Selaras PT.

72 Paradise Bali Indah

73 Prima Agung Wisata

74 Pateo Permata Wisata

Page 28: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

28

No Kelompok dan Nama BPW

75 Pranayama Ayumjay

76 Padma Nuansa Wisata T&T

77 Pearl Tour & Travel

78 Pollow Indonesia

79 Prima Indo Wisata

80 Rama Wira Perdana

81 Rivon Angkasa Jaya Abadi

82 Sarana Nusa Wisata

83 Sinar Wahana Bali

84 STO Travel

85 Selamat Jalan Tour Bali

86 Siam Moters International Travel

87 Susana Tour & Travel

88 Top Bali Citra Wisata

89 Tria Uma Wisata

90 Tropical Sejahtera

91 Trinita Dunia Wisata

92 Valencia Intan Permata

93 Varia Indo Perdana Wisata PT.

94 Windys Bali Dewata Agung

95 Wina Graha Wisesa Travel

c. MICE

Perkembangan MICE di Kabupaten Badung sudah mencapai hasil yang

cukup menggembirakan. Adanya elemen-elemen pariwisata terkait seperti

Dinas Pariwisata yang juga telah bekerja sama dengan Bali Hotels

Association, INCCA (Indonesia Congress and Convention Association), ASITA,

Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI), dan institusi serupa, membuat

Kabupaten Badung menjadi tujuan MICE di dunia nantinya. Hal ini

terbukti dengan banyaknya kegiatan dunia yang diselenggarakan di

Kabupaten Badung seperti UNFCC dan Asian Beach Games di Nusa Dua.

Perkembangan dunia MICE di Bali dan khususnya Kabupaten Badung telah

menjamah sektor perhotelan, hal ini dibuktikan dimana hampir semua

hotel bintang 5 memiliki fasilitas standard meeting seperti meeting venue,

dan departemen yang mengatur khusus berlangsungnya MICE di hotel

tersebut.

d. Konsultan Pariwisata

Menurut penjelasan UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,

terdapat definisi Konsultan Pariwisata, yaitu usaha yang menyediakan

saran dan rekomendasi mengenai studi kelayakan, perencanaan,

pengelolaan usaha, penelitian, dan pemasaran di bidang kepariwisataan.

Page 29: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

29

Kegiatan usaha jasa konsultan pariwisata meliputi: studi kelayakan;

perencanaan; pengawasan; manajemen; dan penelitian. Lingkup usaha jasa

konsultan pariwisata meliputi bidang: usaha jasa pariwisata; pengusahaan

obyek dan daya tarik wisata; serta usaha sarana wisata.

Usaha jasa konsultan pariwisata diselenggarakan oleh badan usaha

yang berbentuk perseroan terbatas (PT) atau koperasi yang maksud dan

tujuannya tercantum dalam akte pendirian. Usaha jasa konsultan

pariwisata terbuka untuk Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

dan undang-undang yang berlaku. Berikut adalah Konsultan Pariwisata

yang terdapat di Kabupaten Badung.

Tabel 2.7

Daftar Konsultan Pariwisata di Kabupaten Badung Tahun 2011

No Konsultan Pariwisata

1 Exotic Konsulting Indonesia

2 Globalindo Nusantara

3 Success 569

Sumber : Data Direktori Dinas Pariwisata Prov. Bali, 2011

3. Pemasaran Pariwisata

a. Kunjungan Wisatawan

Jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Kabupaten Badung

melalui Bandara Ngurah Rai setiap tahun mengalami peningkatan,

sedangkan jumlah wisatawan nusantara mengalami peningkatan yang

signifikan. Pada tahun 2009 wisatawan nusantara yang datang sebanyak

212.375 orang, pada tahun 2011 sebanyak 509.328 orang atau mengalami

peningkatan lebih dari 2 (dua) kali lipat. Sedangkan wisatawan

mancanegara yang datang pada tahun 2007 sebanyak 1.668.531 orang dan

pada Tahun 2011 sebanyak 2.826.709 atau meningkat sebesar 69,41%.

Jumlah data kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara ke

Kabupaten Badung dapat dilihat padaTabel 2.7.

Tabel 2.8 Data Kunjungan Wisatawan Nusantara ke Kabupaten Badung

Tahun 2009-2011

No. Bulan Tahun

2009 2010 2011

1 Januari 20.100 18.112 22.533

2 Pebruari 20.135 18.480 24.529

Page 30: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

30

3 Maret 15.356 17.775 20.616

4 April 11.710 17.151 28.688

5 Mei 16.324 10.995 28.215

6 Juni 5.722 27.062 36.878

7 Juli 20.846 27.483 34.234

8 Agustus 17.712 17.187 27.606

9 September 19.113 23.252 89.815

10 Oktober 19.245 21.355 50.155

11 Nopember 19.478 26.696 87.952

12 Desember 26.634 26.949 58.107

JUMLAH 212.375 252.497 509.328

Sumber : Badung dalam Angka, 2012

Tabel 2.9.

Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Kab. Badung

Tahun 2007-2011

No. Bulan Jumlah

2007 2008 2009 2010 2011

1. Januari 109.875 140.275 164.962 170.170 209.093

2. Februari 118.483 153.757 139.282 182.566 207.195

3. Maret 119.458 153.534 159.315 192.745 207.907

4. April 125.393 147.836 179.889 185.675 224.704

5. Mei 129.039 160.223 182.337 200.608 209.058

6. Juni 145.500 171.301 189.734 225.976 245.652

7. Juli 164.972 183.325 224.955 253.696 283.524

8. Agustus 167.031 187.879 222.760 244.616 258.337

9. September 152.804 181.314 208.220 231.329 258.440

10. Oktober 146.385 181.084 211.132 231.221 247.565

11. November 142.124 164.920 175.489 198.279 221.603

12. Desember 147.467 166.851 211.142 218.281 253.591

JUMLAH 1.668.531 1.992.299 2.269.217 2.535.162 2.826.709

Sumber : Badung dalam Angka, 2012 b. Jumlah Pengeluaran Wisatawan

Menurut data Neraca Satelit Pariwisata Daerah (NESPARDA)

Kabupaten Badung Tahun 2010 yang diterbitkan oleh BPS Kabupaten

Badung, tercatat bahwa sebanyak 1,795 juta orang wisatawan nusantara

dan 1,67 juta orang wisatawan mancanegara ke Kabupaten Badung pada

tahun yang sama, yaitu tahun 2010.Pengeluaran wisatawan nusantara per

harinya adalah Rp. 409.000,00, dengan lama tinggal selama 5,06 hari.

Sedangkan lama tinggal wisatawan mancanegara di Kabupaten

Badung adalah 6,08 hari dengan pengeluaran sebesar US$128,14. Maka

disimpulkan jika total pengeluaran wisatawan nusantara pada tahun 2010

Page 31: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

31

adalah sebesar Rp. 3,72 triliun, sedangkan pengeluaran wisatawan

mancanegara adalah sebesar Rp. 13,08 triliun (asumsi Rp. 9.000,00/$).

Tabel 2.10.

Pengeluaran Wisatawan Mancanegara Tahun 2010

No. Rincian Pengeluaran Jumlah

(juta rupiah) Distribusi

1. Akomodasi 5.570.074,41 42,57

2. Makanan dan Minuman 941.291,55 7,19

3. Penerbangan Domestik 4.515.304,21 34,51

4. Transport Lokal 166.872,95 1,28

5. Belanja 619.297,25 4,73

6. Hiburan 212.144,61 1,62

7. Kesehatan dan Kecantikan 138.146,99 1,06

8. Pendidikan 14.392,28 0,11

9. Paket Wisata Lokal 61.043,62 0,47

10. Tamasya 97.066,05 0,74

11. Pramuwisata 41.909,85 0,32

12. Souvenir 475.480,78 3,63

13. Lainnya 230.228,91 1,76

Total 13.083.253,47 100,00

Sumber : Nesparda Kabupaten Badung, 2010

Tabel 2.11

Pengeluaran Wisatawan Nusantara Tahun 2010

No. Rincian Pengeluaran Jumlah

(juta rupiah) Distribusi

1. Akomodasi 838.733,99 22,53

2. Makanan dan Minuman 259.080,14 6,96

3. Angkutan Darat 135.672,39 3,64

4. Angkutan K.A. 852,81 0,02

5. Angkutan Air 13.547,87 0,36

6. Angkutan Udara 1.761.823,99 47,32

7. Bahan Bakar Pelumas 123.649,15 3,32

8. Sewa Kendaraan 29.084,26 0,78

9. Jasa Perbaikan Kendaraan 7.323,31 0,20

10. Paket Perjalanan 222.177,22 5,97

11. Pramuwisata 1.040,01 0,03

12. Pertunjukan Seni 402,70 0,01

13. Museum dan Jasa Kebudayaan 8.969,30 0,24

14. Jasa Hiburan Rekreasi 46.989,90 1,26

15. Belanja/Cinderamata 207.488,36 5,57

16. Lainnya 66.522,93 1,79

Total 3.723.358,32 100,00

Sumber : Nesparda Kabupaten Badung, 2010

Page 32: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

32

Berdasarkan Tabel di atas, yang memaparkan tentang distribusi

pengeluaran wisatawan mancanegara, disimpulkan jika pengeluaran

terbesar wisman terdistribusi pada akomodasi, yaitu sebesar 42,57%.

Kemudian disusul penerbangan domestik, sebesar 34,51%, serta

pengeluaran untuk makanan dan minuman sebesar 7,19%. Sedangkan

Tabel 2.10. , yang memaparkan tentang distribusi pengeluaran wisatawan

nusantara, disimpulkan jika pengeluaran terbesar wisnus terdistribusi pada

angkutan udara sebesar 47,32%, disusul akomodasi sebesar 22,53%, %,

serta pengeluaran untuk makanan dan minuman sebesar 6,96%.

4. Kelembagaan Kepariwisataan

Kelembagaan Kepariwisataan merupakan suatu integrasi antara

pemerintah, organisasi, pelaku pariwisata, peraturan, dan teknis

pelaksanaan, yang berlangsung secara terus-menerus, agar tujuan

kepariwisataan dapat tercapai. Organisasi kepariwisataan yang ada di

Kabupaten Badung terdiri dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia

(PHRI), BPPD, Pengelola DTW, dan POKDARWIS.

2.4. Kajian terhadap implikasi penerapan Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan yang akan diatur dalam peraturan daerah terhadap

aspek ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan.

Pariwisata telah diakui sebagai lokomotif pembangunan ekonomi

dibanyak negara berkembang di dunia, dan para ahli menjadikan industri tanpa asap (smokeless industry) ini sebagai paspor menuju pembangunan.

Sebagai industri terbesar di dunia, pariwisata dianggap sebagai sarana

untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dengan manfaat yang sangat signifikan di bidang ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan, serta memberi

kesempatan seluas luasnya bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan

kesejahteraannya (Sharpley, 2002).

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, digariskan dengan tegas bahwa kepariwisataan merupakan

bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara

sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya

yang hidup di masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta

kepentingan nasional. Hal ini selanjutnya dijabarkan dalam PP Nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional

Tahun 2010 – 2025, dimana terdapat empat hal pokok yang menjadi

perhatian dalam pembangunan kepariwisataan di Indonesia, yakni aspek: destinasi; industri; pemasaran dan promosi; serta kelembagaan.

Page 33: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

33

Penegasan serta penjabaran tersebut mengindikasikan tentang

pentingnya perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata

sedemikian rupa agar pembangunannya dapat berkelanjutan dan memberikan manfaat optimal kepada masyarakat. Perencanan dan

pengelolaan destinasi maupun daya tarik wisata secara profesional dan

berkelanjutan, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan akan menentukan tiga hal pokok berikut, yakni: a) keunggulan daya tarik

destinasi tersebut bagi pasar wisatawan; b) manfaatnya secara ekologi,

ekonomi, sosial dan budaya bagi masyarakat dan daerah; serta c) daya

saingnya di antara pasar destinasi pariwisata international (Damanik & Teguh, 2012).

Sejumlah alasan penting kenapa prinsip-prinsip keberlanjutan

(sustainability) perlu diterapkan dalam pengelolaan destinasi pariwisata khususnya di Indonesia: pertama semakin tajamnya kompetisi destinasi di

tingkat global maupun nasional; kedua tingginya variasi dan ketimpangan

perkembangan destinasi pariwisata di tanah air; dan ketiga rendahnya daya saing pariwisata Indonesia dibandingkan dengan negara-negara

tetangga. Apabila destinasi pariwisata tidak dikelola secara professional

dalam kerangka keberlanjutan, maka akan sulit diharapkan destinasi tersebut memiliki daya saing tinggi dalam jangka panjang (Osmanovic,

Kenjic, & Zrnic, 2010).

Mengelola destinasi pariwisata agar dapat berkelanjutan sangat

ditentukan oleh pandangan ke depan dari kebijakan (forward-looking policies) dan philosopi manajemen yang dianut, yang mampu membangun

hubungan harmonis antara masyarakat lokal, sektor usaha swasta, dan

pemerintah. Keharmonisan hubungan tersebut berkaitan erat dengan praktik-praktik pembangunan guna meningkatkan manfaat ekonomi yang

selaras dengan perlindungan terhadap alam, sosial budaya, dan

lingkungan, sehingga kehidupan masyarakat lokal maupun destinasi dapat meningkat kualitasnya (Edgell, Allen, Smith, & Swanson, 2008).

Pertanyaannya adalah apakah mungkin destinasi pariwisata tersebut

berkelanjutan secara ekonomi bagi pelaku usaha pariwisata dan

masyarakat lokal, sementara dalam waktu yang bersamaan pembangunan tersebut sangat peka terhadap isu-isu lingkungan, budaya dan sosial?

Menurut Edgell, S.L,. (2006) jawaban singkatnya adalah sangat mungkin,

karena kebijakan pariwisata berkelanjutan harus ditentukan oleh kondisi alam dan lingkungan terbangun, disertai dengan perlindungan terhadap

keberlanjutan masyarakat lokal. Edgell, selanjutnya menguraikan bahwa

lebih dari sekedar kepentingan ekonomi, kebijakan pembangunan destinasi pariwisata harus fokus pada prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan,

yakni: (1) memanfaatkan secara optimum sumberdaya lingkungan,

memelihara proses-preses ekologi essential, dan melakukan konservasi terhadap natural heritage dan keragaman biologi; (2) menghargai keaslian

nilai-nilai sosial budaya dari komunitas lokal, melakukan konservasi

terhadap bangunan dan living cultural heritage serta nilai-nilai tradisional,

berkontribusi pada pemahaman antar budaya dan adanya sikap saling menghargai; dan (3) memastikan dalam jangka panjang akan memberikan

manfaat sosial ekonomi secara layak kepada semua pemangku kepentingan

Page 34: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

34

dengan distribusi yang adil, termasuk kesempatan kerja yang stabil dan

kesempatan memperoleh penghasilan, serta berkontribusi kepada upaya

pengentasan kemiskinan. Pembangunan pariwisata berkelanjutan membutuhkan partisipasi dari

seluruh stakeholders serta kepemimpinan politik yang kuat untuk

memastikan adanya partisipasi yang luas dalam membangun konsensus bersama. Pembangunan berkelanjutan merupakan proses yang terus

menerus dan membutuhkan monitoring yang tidak pernah berhenti

terhadap dampak-dampak yang ditimbulkannya.

Dari perspektif manajemen destinasi pariwisata, karakteristik produk wisata yang berbeda dengan produk jasa lainnya, membutuhkan

implementasi pengelolaan yang ketat dan berbeda, karena pada dasarnya

manajemen destinasi pariwisata bertujuan untuk menjamin kualitas destinasi itu sendiri dan kepuasan berwisata. Secara singkat, tujuan

pengelolaan destinasi dapat dibagi menjadi dua: pertama untuk melindungi

asset, dan sumberdaya wisata dari penurunan mutu dan manfaat bagi pengelola, masyarakat lokal, maupun wisatawan; kedua meningkatkan

daya saing destinasi pariwisata melalui tawaran pengalaman berwisata yang

berkualitas kepada wisatawan. Semakin tinggi kualitas pengalaman yang dapat ditawarkan, maka semakin tinggi pula potensi daya saing destinasi

tersebut. Daya saing yang tinggi inilah menjadi faktor kunci yang

menjamin keberlanjutan perkembangan destinasi tersebut, karena jumlah

wisatawan dan pengeluarannya akan terus meningkat, sehingga memberikan dampak positif kepada pelaku usaha, komunitas lokal,

pemerintah, dan lingkungan setempat (RAMBOLL Water & Environment,

2003). Sejumlah manfaat yang dapat diperoleh dari pengelolaan destinasi

pariwisata yang dilakukan secara professional, antara lain: (1)

meningkatnya kepuasan wisatawan sebagai akibat dari semakin baiknya kualitas pelayanan berwisata di destinasi; (2) meningkatnya daya saing

destinasi, sehingga dapat menarik investor lebih banyak untuk

menanamkan modalnya; (3) jaminan atas keberlanjutan ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan semakin kuat; (4) ter-ciptanya kemitraan yang

semakin kuat dari para pemangku kepentingan; dan (5) perbaikan serta

inovasi secara terus menerus atas seluruh atribut destinasi pariwisata

(European Communities, 2003; Kim & Lee, 2004; Anonim, 2007; Damanik & Teguh, 2012).

Berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan tujuan pembangunan

pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Badung dengan berbagai manfaat di bidang ekonomi, sosial budaya maupun lingkungan hidup bagi masyarakat

lokal dimana pembangunan tersebut dilaksanakan, maka diperlukan

sejumlah kebijakan pemerintah yang akan dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Kepariwisataan. Peraturan yang akan

disusun diharapkan dapat mencarikan solusi terhadap berbagai isu penting

mengenai kepariwisataan di Kabupaten Badung, yang selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011

dan dituangkan dalam aspek-aspek ekonomi, sosial budaya, dan

lingkungan hidup, sebagai berikut:

Page 35: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

35

1.Aspek Ekonomi

a. Adanya ketimpangan pembangunan antar wilayah Kabupaten Badung Bagian Utara, Tengah dan Selatan, yang berdampak pula terhadap

ketim-pangan pendapatan masyarakat di wilayah-wilayah tersebut.

Tingkat pendapatan per kapita masyarakat di Badung Selatan bisa jauh lebih tinggi daripada saudara-saudaranya di utara, sehingga

ketimpangan ini apabila dibiarkan dapat memicu terjadinya berbagai

permasalahan di bidang sosial dan keamanan di wilayah tersebut.

b. Ketersedian akomodasi wisata yang melebihi kapasitas (over supply) terutama di Badung Selatan. Hal ini berdampak pada semakin

rendahnya rataan harga kamar (average room rate), sehingga

berpengaruh terhadap yield dari usaha jasa akomodasi tersebut. Dalam jangka panjang hal ini berakibat pada turunnya keuntungan

pengusaha, rendahnya take home pay karyawan, serta menurunnya

pendapatan pajak pemerintah. c. Masifnya perkembangan akomodasi (villa) illegal yang juga

memperparah kondisi supply jasa akomodasi di Kabupaten Badung.

Selain memperburuk kondisi persaingan yang akan menekan harga

kamar, potensi pajak pemerintah menjadi hilang, karena pengusaha jasa akomodasi yang illegal tersebut akan berusaha untuk

menghindari pajak pemerintah.

d. Pengembangan pasar untuk agrowisata, ekowisata dan desa wisata belum dilakukan. Selain konsep produk dari ke tiga jenis wisata

tersebut belum jelas, variasi kegiatan wisata yang dapat dilakukan

juga belum berkembang dengan baik. Hal tersebut berdampak pada masih sulitnya menyusun konsep pemasaran yang tepat dari produk-

produk wisata yang sesungguhnya sangat potensial untuk

dikembangkan di Badung. Belum lagi permasalahan keterpaduan antara stakeholders pariwisata dalam pemasaran yang belum

terintegrasi, sehingga kegiatan pemasaran destinasi pariwisata di

Kabupaten Badung dirasakan juga belum optimal. Pemanfaatan IT

dalam pemasaran produk wisata di Badung perlu terus ditingkatkan, mengingat media ini relatif mudah dan murah serta sudah menjadi

kebutuhan primer bagi sebagian besar masyarakat dunia.

e. Peningkatan kualitas pariwisata melalui peningkatan lama tinggal (length of Stay) dan daya beli (spending power) wisatawan. Hal ini

hanya dapat dilakukan melalui peningkatan variasi produk dan

kualitas daya tarik wisata yang ada, sehingga wisatawan bisa tinggal lebih lama pada destinasi di Kabupaten Badung.Pengeluarannyapun

akan semakin banyak, karena berbagai variasi produk yang bisa

mereka beli. f. Kemacetan lalu lintas terutama di Badung Selatan, serta alternatif

moda trasportasi (angkutan laut) untuk mengatasi kemacetan

sekaligus sebagai tambahan variasi atraksi wisata di Badung.

Terfokusnya pembangunan sarana wisata di Badung selatan, berdampak buruk pada semakin tingginya intensitas kendaraan yang

lalu lalang di wilayah tersebut, sehingga kemacetan lalu lintas tidak

Page 36: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

36

dapat dihindari. Hal ini menimbulkan inefisiensi di bidang ekonomi,

pencemaran udara, stress, dan dampak buruk lainnya. Dibutuhkan

kebijakan yang bernas untuk mencari solusi terhadap persoalan yang semakin lama semakin memburuk tersebut, salah satunya adalah

membangun moda trasportasi laut yang menghubungkan satu lokasi

dengan lokasi lainnya di Badung maupun Kabupaten lainnya. g. Peningkatan SDM Pariwisata yang berbasis masyarakat belum optimal.

Disinyalir oleh banyak pihak, bahwa SDM pariwisata terutama yang

bersumber dari masyarakat lokal masih perlu ditingkatkan

kualitasnya. Peningkatan kualitas SDM ini merupakan keniscayaan, mengingat tingkat persaingan pariwisata yang semakin tajam.

Kemampuan pengelolaan (manajemen) daya tarik wisata yang ada di

masyarakat (terutama di perdesaan) harus ditingkatkan secara berkelanjutan, sehingga mampu mengintepretasikan dengan baik daya

tarik wisata yang ada di wilayah mereka, serta menghasilkan aktivitas

wisata variatif yang dapat memberikan pengalaman berwisata unik kepada wisatawan.

2.Aspek Sosial Budaya a. Pelanggaran atas kawasan suci, sempadan jurang, dan sempadan

pantai. Pembangunan sarana wisata yang dilakukan investor di

beberapa kawasan pariwisata di Kabupaten Badung yang

mengabaikan bhisama kawasan suci, dapat melukai perasaan Umat Hindu di Bali. Gangguan perasaan ini dapat menimbulkan berbagai

persoalan di bidang sosial budaya, misalnya perasaan terganggu dan

tidak nyaman mereka dalam melakukan persembahyangan karena keberadaan fasilitas wisata yang terlalu dekat dengan Pura yang

merupakan tempat suci umat Hindu. Demikian pula kecenderungan

para pengusaha yang membangun fasilitas wisatanya di tepi jurang dan melanggaar sempadan, yang bisa sangat berbahaya karena

adanya kemungkinan longsor misalnya. Pembangunan sarana wisata

seperti hotel, maupun restoran dan sarana wisata lainnya di banyak tempat di Badung juga tidak sedikit yang mengabaikan keselamatan

dan estetika lingkungan, karena dibangun sangat berdekatan dengan

bibir pantai (melanggar sempadan pantai). Bahkan di wilayah Canggu ada hotel besar yang sengaja menutup (memagari) pantai,

dengan alasan sudah mendapat dukungan Desa Adat. Hal-hal

semacam ini perlu diatur dalam Peraturan Daerah agar tidak menjadi

contoh buruk bagi daerah lainnya di Badung. b. Pelanggaran tata ruang wilayah. Banyak kasus di Kabupaten Badung

yang wilayahnya sudah tidak cocok lagi dengan peruntukannya

sesuai dengan ketentuan yang diatur pemerintah. Misalnya jalur hijau yang berubah menjadi kawasan permukiman dan kawasan

perdagangan atau kawasan lainnya. Kondisi demikian tentu dapat

mengacaukan tata ruang wilayah yang dapat berakibat buruk pada aktivitas manusia yang ada di dalamnya.

c. Alih fungsi lahan pertanian ke fasilitas pariwisata. Bali sempat

memperoleh predikan daerah yang mampu berswasembada beras.

Page 37: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

37

Namun dalam beberapa tahun terakhir, hal tersebut sudah tidak lagi

terdengar. Hal ini tentu terjadi sebagai akibat dari alih fungsi lahan

pertanian yang konon terjadi lebih dari 1.000 ha setiap tahun. Pembangunan sarana prasarana wisata yang masif terjadi di Badung

sebagai dampak dari pesatnya pertumbuhan kepariwisataan di Bali

berakibat pada dialihkannya fungsi lahan pertanian tersebut menjadi fungsi lainnya. Padahal budaya pertanian di Bali dengan subak serta

budaya turunannya menjadi daya tarik wisata yang dikagumi

wisatawan dan menjadi sumberdaya wisata yang tiada habis-

habisnya. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dalam bentuk pembuatan kebijakan yang dapat

melindungi alih fungsi lahan tersebut, misalnya pembuatan Perda

Pertanian Abadi dengan mengkonservasi daerah-daerah pertanian yang masih tersisa di Kabupaten Badung.

d. Langgam bangunan gedung usaha pariwisata mengabaikan

arsitektur tradisional Bali. Saat ini banyak bangunan sarana pariwisata maupun jenis bangunan lainnya khususnya yang ada di

Kabupaten Badung, mengabaikan ciri khas bangunan Bali. Jika hal

tersebut terus terabaikan maka Bali bisa kehilangan karakternya sebagai daerah tujuan wisata dengan branding wisata budaya.

3. Aspek Lingkungan

a. Pengelolaan limbah belum mengikuti standar baku pengelolaan. Pesatnya pembangunan sarana wisata, khususnya di Badung selatan

akan menyisakan limbah sebagai konsekuensi aktivitas yang

dilakukannya. Bagi sarana wisata yang bertaraf international, masalah limbah mampu mereka atasi, sehingga hasil olahannya telah

memenuhi persyaratan baku mutu limbah yang layak untuk dibuang

ke lingkungan atau dimanfaatkan untuk kebutuhan lain, seperti untuk menyiram tanaman. Namun tidak sedikit sarana wisata lain

yang hasil pengolahan limbahnya belum mampu memenuhi baku

mutu lingkungan, bahkan diduga tidak sedikit sarana wisata yang tidak mengolah sama sekali limbah yang dihasilkannya.

b. Terbatasnya sumber daya air permukaan dan penggunaan sumber

daya tanah yang tidak terkendali. Hal ini merupakan masalah sangat serius terutama di Badung selatan yang pembangunan sarana

wisata maupun permukimannya sangat masif. Keterbatasan

ketersediaan air permukaan yang mampu disupply oleh perusahaan

air minum, memaksa pengusaha di bidang pariwisata maupun masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya dengan

membuat sumur dalam. Hal ini sangat berbahaya, karena apabila

tidak terkendali, maka interusi air laut tidak akan terhindarkan. c. Kebersihan lingkungan daya tarik wisata yang tidak terjaga. Di

beberapa daya tarik wisata yang ada di Kabupaten Badung masalah

sampah menjadi persoalan serius, terutama sampah plastik. Perilaku masyarakat yang belum sadar terhadap masalah kebersihan

lingkungan memperparah kondisi tersebut. Mereka dengan tanpa

risih akan membuang sampah pada lokasi yang sepatutnya tidak

Page 38: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

38

pantas dibuangi sampah. Di Pura Luhur Uluwatu misalnya,

walaupun di areal pura cukup bersih, namun pemedek dengan

seenaknya membuang sampah ke arah jurang di sisi utara pura. Di lokasi daya tarik wisata lain, misalnya Pantai Kuta, masalah sampah

terutama saat musim angin barat tiba juga hampir-hampir tidak

tertangani. Ke dua contoh tersebut membutuhkan penanganan serius dengan pembuatan sistem penanganan sampah terpadu,

sehingga masalah sampah di DTW dapat tertangani dengan tuntas.

d. Kemacatan lalu lintas di Badung Utara akibat pasar tumpah. Pasar

tradisional dimana masyarakat menggelar barang dagangannya sampai ke pinggir jalan raya, serta para pembeli yang tidak sabar

ingin cepat-cepat memperoleh barang yang dibutuhkannya,

mengakibatkan aktivitas jual beli di pasar tersebut “tumpah” ke jalan raya. Kondisi pasar seperti ini dijumpai di beberapa wilayah Badung

Utara ( Pasar Sibang Gede,Pasar Mambal, Pasar Blahkiuh), yang

menghambat laju kendaraan wisatawan menuju daya tarik wisata yang ingin mereka kunjungi.

e. Ketersediaan parkir yang sangat minim pada wilayah yang

pariwisatanya berkembang pesat. Pada saat puncak-puncak kunjungan dimana wisatawan datang dalam jumlah banyak dan

bersamaan waktunya, kendaraan mereka tidak bisa ditampung di

areal parkir yang tersedia, sehingga kemacetan tidak bisa

dihindarkan. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan keamanan, stress, dan terutama terhambatnya wisatawan menuju destinasi

berikutnya yang mereka ingin kunjungi.

f. Rawan bencana seperti: tsunami, banjir dan longsor. Pada musim hujan saat intensitas turunnya air hujan demikian tinggi, banjir

sudah menjadi langganan di Bali dan pada beberapa wilayah Badung

khususnya. Demikian juga tanah longsor terutama di Badung Utara yang kondisi topografinya berbukit, serta tanah yang labil. Di Wilayah

Badung Selatan yang topografinya landai dengan ketinggian sampai 0

dpl, memiliki potensi yang cukup tinggi terjadi tsunami saat ada gempa bumi. Kondisi ini perlu diantisipasi terutama berkaitan

dengan mekanisme peringatan dini dan penanganan pasca bencana.

g. Higiene sanitasi belum diterapkan dengan optimal. Hal ini merupakan persoalan yang sangat serius terutama pada usaha

pariwisata yang berhubungan dengan makanan dan minuman,

seperti seafood cafe misalnya. Sudah cukup sering kejadian dimana

guide maupun travel agent mengeluh (complain) kepada pengelola cafe karena tamu mereka sakit perut sampai dirawat di rumah sakit

setelah mereka mengkonsumsi makanan di cafe tersebut. Selain

merugikan para pengelola cafe karena mereka dimintai biaya perawatan tamu selama mereka dirawat di rumah sakit, yang

terburuk adalah citra pariwisata Bali menjadi kurang baik.

Pemerintah seharusnya menetapkan dengan tegas dan ketat standar higiene dan sanitasi bagi pengusaha restoran, rumah makan, cafe,

atau dengan sebutan lain yang berusaha di wilayah Badung.

Page 39: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

39

Pengawasan terhadap penerapan higiene dan sanitasi lingkungan

inipun harus dilakukan secara berkesinambungan.

h. Kurang tertatanya lay out bangunan restoran. Lay out bangunan restoran atau rumah makan perlu diatur agar bisa memenuhi paling

tidak standar minimum yang dibutuhkan. Hal ini akan berpengaruh

terhadap keamanan dan kenyamanan wisatawan yang berkunjung, selain dapat menimbulkan citra positif terhadap restoran dan rumah

makan tersebut.

Page 40: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

40

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

3.1.Kajian Terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang Memuat Kondisi Hukum yang ada.

Kajian berupa evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan terkait, dilakukan untuk mengetahui kondisi hukum atau peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai Rencana Induk

Pembangunan Pariwisata Kabupaten Badung, serta untuk mengetahui posisi dari peraturan daerah yang baru, guna menghindari terjadinya

tumpang tindih pengaturan. Kajian terhadap peraturan perundang-

undangan yang memuat kondisi hukum yang ada, mempergunakan pendekatan perundangan-undangan dengan melihat jenis, hierarki dan

materi muatan peraturan perundang-undangan berkaitan dengan

kewenangan pemerintah kabupaten tentang pengaturan kepariwisataan.

Dengan mempergunakan rujukan ketentuan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 peraturan perundang-undangan dan

rumusan norma yang berkaitan dengan kewenangan kabupaten bidang

kepariwisataan, ditampilkan dalam tabel berikut dibawah ini

Matrik 1. Peraturan Perundang-Undangan dan Rumusan Norma Yang

Berkaitan Dengan Kewenangan Kabupaten Bidang Kepariwisataan.

No Peraturan

Perundang-

Undangan

Rumusan Normanya Analisis

1 Undang-Undang

Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun

1945

Pasal 18 ayat 6

Pemerintahan daerah

berhak menetapkan peraturan daerah dan

peraturan perundang-

undangan lain untuk melaksanakan otonomi

dan tugas pembantuan

Pemerintah daerah

Kabupaten Badung

mempunyai wewenang untuk

menetapkan

peraturan daerah tentang untuk

melaksanakan

otonomi.

Dengan demikian Pemerintah

Kabupaten Badung,

mempunyai wewenang untuk

menetapkan

Peratuuran Daerah tentang Rencana

Induk

Pembangunan

Page 41: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

41

Pariwisata

Kabupaten Badung

2 Undang-Undang

Nomor 69 Tahun 1958 tentang

Pembentukan

Daerah-daerah Tingkat II Dalam

Wilayah Daerah-

daerah Tingkat I Bali, Nusa

Tenggara Barat

dan Nusa Tenggara Timur

(Lembaran

Negara Republik

Indonesia Tahun 1958 Nomor

122, Tambahan

Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor

1655);

BAB II

TENTANG URUSAN RUMAH TANGGA DAN

KEWAJIBAN DAERAH

Pasal 4 (2) Apabila daerah yang

dibentuk menurut

pasal 1 adalah suatu Daerah Swapraja, maka

dengan tidak

mengurangi ketentuan dimaksud dalam ayat 1,

untuk sementara waktu

sampai diadakan

ketentuan lain, segala urusan rumah-tangga

Daerah Swapraja yang

bersangkutan itu menurut peraturan-

peraturan yang ada

tidak merupakan urusan Pemerintah

Pusat, menjadi urusan

daerah tingkat II yang bersangkutan;

Berdasarkan

ketentuan ini Pemerintah

Kabupaten Badung

mempunyai kewenangan untuk

mengatur urusan

rumah tangga termasuk

didalamnya urusan

kepariwisataan

3 Undang-Undang

Nomor 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang.

( Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun

2007 Nomor 68,

Tambahan Lembaran Negara

Republik

Indonesia Nomor

4725).

Pasal 5

(5)Penataan ruang

berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri

atas penataan ruang

kawasan strategis nasional, penataan

ruang kawasan strategis

provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis

kabupaten/kota.

Pasal 11 (1)Wewenang pemerintah

daerah kabupaten/kota

dalam enyelenggaraan penataan ruang meliputi:

a. pengaturan,

pembinaan, dan pengawasan

terhadap

Berdasarkan

ketentuan Undang-

Undang Nomor 26 Tahun 2007,

Pemerintah

Kabupaten Badung mempunyai

wewenang untuk

melakukan perencanaan tata

ruang wilayah

kabupaten.

Kegiatan

penyusunan

RIPPARDA merupakan satu

kegiatan yang

selaras dengan perencanaan tata

ruang wilayah

Page 42: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

42

pelaksanaan

penataan ruang

wilayah kabupaten/kota dan

kawasan strategis

kabupaten/kota;

b. pelaksanaan penataan ruang

wilayah

kabupaten/kota; c. pelaksanaan

penataan ruang

kawasan strategis kabupaten/kota; dan

d.kerja sama penataan

ruang antar kabupaten/ kota.

(2)Wewenang pemerintah

daerah kabupaten/kota

dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah

kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b meliputi:

a. perencanaan tata ruang wilayah

kabupaten/ kota;

b. pemanfaatan ruang wilayah

kabupaten/kota;

dan

c. pengendalian pemanfaatan ruang

wilayah

kabupaten/kota. (3)Dalam pelaksanaan

penataan ruang kawasan

strategis kabupaten/kota sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf c,

pemerintah daerah kabupaten/kota

melaksanakan:

a. penetapan kawasan strategis

kabupaten/kota;

b. perencanaan tata

kabupaten.

Page 43: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

43

ruang kawasan

strategis

kabupaten/kota; c. pemanfaatan ruang

kawasan strategis

kabupaten/kota;

dan d. pengendalian

pemanfaatan ruang

kawasan strategis kabupaten/kota.

(4)Dalam melaksanakan

kewenangan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat

(2), pemerintah daerah kabupaten/kota

mengacu pada pedoman

bidang penataan ruang

dan petunjuk pelaksanaannya.

(5)Dalam pelaksanaan

wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

ayat (2), ayat (3), dan

ayat (4), pemerintah daerah kabupaten/kota:

a. menyebarluaskan

informasi yang berkaitan dengan

rencana umum dan

rencana rinci tata

ruang dalam rangka pelaksanaan

penataan ruang

wilayah kabupaten/kota; dan

b. melaksanakan

standar pelayanan minimal bidang

penataan ruang.

(6) Dalam hal pemerintah daerah abupaten/kota

tidak dapat memenuhi

standar pelayanan minimal bidang

penataan ruang,

pemerintah daerah

Page 44: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

44

provinsi dapat

mengambil langkah

penyelesaian sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-

undangan.

3 Undang-Undang

Nomor 27 Tahun

2007 tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir

dan Pulau-pulau Kecil ( Lembaran

Negara Republik

Indonesia Tahun

2007 Nomor 84, Tambahan

Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor

4739).

Pasal 55

(1)Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada tingkat

kabupaten/kota

dilaksanakan secara terpadu yang

dikoordinasi oleh dinas

yang membidangi

kelautan dan perikanan. (2)Jenis kegiatan yang

dikoordinasikan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. penilaian setiap

usulan rencana kegiatan tiap-tiap

pemangku

kepentingan sesuai dengan perencanaan

Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil terpadu; b. perencanaan

antarinstansi, dunia

usaha, dan masyarakat;

c. program akreditasi

skala kabupaten/kota;

d. rekomendasi izin

kegiatan sesuai dengan kewenangan

tiap-tiap dinas

otonom atau badan

daerah; serta e. penyediaan data dan

informasi bagi

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil skala

Berdasarkan

ketentuan Undang-

Undang Nomor 27 Tahun 2007 ini,

kabupaten

mempunyai wewenang untuk

mengelola wilayah

pesisir yang

dilaksanakan secara terpadu oleh dinas

yang

membidanginya.

Page 45: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

45

kabupaten/kota.

(3)Pelaksanaan kegiatan

sebagaimana imaksud pada ayat (2) diatur oleh

bupati/walikota.

4 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor

10 Tahun 2009

tentang Kepariwisataan (

Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 11,

Tambahan

Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor

4966 )

Pasal 8

(1)Pembangunan kepariwisataan

dilakukan berdasarkan

rencana induk pembangunan

kepariwisataan yang

terdiri atas rencana induk pembangunan

kepariwisataan nasional,

rencana induk

pembangunan kepariwisataan provinsi,

dan rencana induk

pembangunan kepariwisataan

kabupaten/kota.

(2)Pembangunan

kepariwisataan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

bagian integral dari

rencana pembangunan

jangka panjang nasional

Pasal 9

(1)Rencana induk

pembangunan

kepariwisataan nasional sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 ayat (1)

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2)Rencana induk

pembangunan

kepariwisataan provinsi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 ayat (1)

diatur dengan Peraturan Daerah provinsi.

(3)Rencana induk

Undang-Undang No

10 Tahun 2009, memberi wewenang

kepada daerah

kabupaten untuk menetapkan

rencana induk

pembangunan kepariwisataan

kabupaten/kota

dengan Peraturan

Daerah kabupaten/kota.

Page 46: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

46

pembangunan

kepariwisataan

kabupaten/kota sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 ayat (1)

diatur dengan Peraturan

Daerah kabupaten/kota. (4)Penyusunan rencana

induk pembangunan

kepariwisataan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (2),

dan ayat (3) dilakukan dengan melibatkan

pemangku kepentingan.

(5)Rencana induk pembangunan

kepariwisataan

sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) meliputi perencanaan

pembangunan industri

pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran,

dan kelembagaan

kepariwisataan.

Pasal 29

Pemerintah provinsi berwenang:

a. menyusun dan

menetapkan rencana

induk pembangunan kepariwisataan provinsi;

b. mengoordinasikan

penyelenggaraan kepariwisataan di

wilayahnya;

c. melaksanakan pendaftaran, pencatatan,

dan pendataan

pendaftaran usaha pariwisata;

d. menetapkan destinasi

pariwisata provinsi; e. menetapkan daya tarik

wisata provinsi;

f. memfasilitasi promosi

Page 47: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

47

destinasi pariwisata dan

produk pariwisata yang

berada di wilayahnya; g. memelihara aset provinsi

yang menjadi daya tarik

wisata provinsi; dan

h. mengalokasikan anggaran

kepariwisataan.

5 Undang-

Undang

Nomor 32 Tahun 2009

tentang

Perlindungan

dan Pengelolaan

Lingkungan

Hidup ( Lembaran

Negara

Republik Indonesia

Tahun 2009

Nomor 140, Tambahan

Lembaran

Negara

Republik Indonesia

Nomor 5059

).

Pasal 63

(3) Dalam perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup,

pemerintah

kabupaten/kota

bertugas dan berwenang:

a. menetapkan

kebijakan tingkat kabupaten/kota;

b. menetapkan dan

melaksanakan KLHS tingkat

kabupaten/kota;

c. menetapkan dan melaksanakan

kebijakan mengenai

RPPLH

kabupaten/kota; d. menetapkan dan

melaksanakan

kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL;

e. menyelenggarakan

inventarisasi sumber daya alam dan emisi

gas rumah kaca

pada tingkat kabupaten/kota;

f. mengembangkan dan

melaksanakan kerja

sama dan kemitraan; g. mengembangkan dan

menerapkan

instrumen lingkungan hidup;

h. memfasilitasi

Salah satu

kewenangan

Kabupaten yakni menetapkan

kebijakan tingkat

kabupaten

berkaitan dengan pengelolan

lingkungan hidup

pembentukan RIPPARDA

Kabupaten,

berkaitan dengan kebijakan tingkat

kabupaten yang

substansi materinya berkaitan dengan

pengelolaan

lingkungan. Dengan

demikian Undang-Undang Pengelolan

Lingkungan Hidup

relevan dirujuk sebagai ketentuan

mengingat dalam

Ranperda RIPPARDA yang

akan dibentuk.

Page 48: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

48

penyelesaian

sengketa;

i. melakukan pembinaan dan

pengawasan

ketaatan

penanggung jawab usaha dan/atau

kegiatan terhadap

ketentuan perizinan lingkungan dan

peraturan

perundang-undangan;

j. melaksanakan

standar pelayanan minimal;

k. melaksanakan

kebijakan mengenai

tata cara pengakuan keberadaan

masyarakat hukum

adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat

hukum adat yang

terkait dengan perlindungan dan

pengelolaan

lingkungan hidup pada tingkat

kabupaten/kota;

l. mengelola informasi

lingkungan hidup tingkat

kabupaten/kota;

m. mengembangkan dan melaksanakan

kebijakan sistem

informasi lingkungan hidup tingkat

kabupaten/kota;

n. memberikan pendidikan,

pelatihan,

pembinaan, dan penghargaan;

o. menerbitkan izin

lingkungan pada

Page 49: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

49

tingkat

kabupaten/kota; dan

p. melakukan penegakan hukum

lingkungan hidup

pada tingkat

kabupaten/kota.

6 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan

Daerah (Lembaran

Negara Republik

Indonesia Tahun

2014 Nomor 244, Tambahan

Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor

5587).

Pasal 12

(1). ... (2). ...

(3)Urusan Pemerintahan

Pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

11 ayat (1) meliputi:

a. kelautan dan

perikanan; b. pariwisata;

c. pertanian;

d. kehutanan; e. energi dan sumber

daya mineral;

f. perdagangan; g. perindustrian; dan

h. transmigrasi.

Urusan

Pemerintahan Pilihan adalah

Urusan

Pemerintahan yang wajib

diselenggarakan

oleh Daerah sesuai

dengan potensi yang dimiliki Daerah.

Pendapatan Asli Daerah Kabupaten

Badung salah

satunya bersumber dari sektor

Pariwisata.

Pariwisata bagi

Pemerintah

kabupaten Badung,

merupakan salah satu penghasil

devisa, dengan

demikian salah satu urusan pilihan yang

diselenggarakan

oleh Pemerintah Kabupaten Badung

adalah urusan

pilihan bidang pariwisata.

Dengan demikian

Undang-undang ini relevan

dipergunakan

sebagai salah satu ketentuan

mengingat dari

Page 50: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

50

rencana

pembentukan

RIPPARDA Kabupaten Badung.

7 Peraturan

Pemerintah

Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian

Urusan Pemerintahan

antara

Pemerintah, Pemerintahan

Daerah Provinsi

dan

Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota

(Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun

2007 Nomor 82, Tambahan

Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor

4737);

Pasal 7

(1) ... (2) ...

(3)Urusan pilihan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)

adalah urusan

pemerintahan yang secara nyata ada dan

berpotensi untuk

meningkatkan

kesejahteraan masyarakat sesuai

dengan

kondisi,kekhasan dan potensi unggulan daerah

yang bersangkutan.

(4)Urusan pilihan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) meliputi:

a.kelautan dan perikanan;

b. pertanian;

c. kehutanan;

d.energi dan sumber daya mineral;

e.pariwisata;

f. industri; g. perdagangan;dan

h. ketransmigrasian.

(5).Penentuan urusan pilihan ditetapkan oleh

pemerintahan daerah.

Berdasarkan Lampiran

Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor

38 Tahun 2007 tanggal 9 Juli 2007, pada hurup Q

diatur pembagian urusan

pemerintahan bidang pariwisata.

Kewenangan

Berdasarkan

ketentuan Pasal 6

Peraturan Daerah Kabupaten Badung

No. 4 Tahun 2008

tentang Urusan Pemerintahan yang

Menjadi

Kewenangan Kabupaten Badung,

Pariwisata

ditetapkan sebagai

salah satu urusan pilihan.

Dalam menentukan Pariwisata sebagai

urusan pilihan,

salah satu kewenangan yang

dimiiki oleh

pemerintahan daerah kabuapten

adalah penetapan

kebijakan skala

kabupaten berupa RIPP Kabupaten.

Dalam Peraturan ini tidak dijelaskan apa

yang dimaksud

dengan RIPP, namun berdasarkan

kelaziman dalam

penetapan kebijakan

kepariwisataan,

RIPP ini lazim

diterjemahkan atau dibaca Rencana

Induk

Pembangunan Pariwisata.

Page 51: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

51

Pemerintahan Daerah

kabupaten diatur sebagai

berikut : 1. ...

2. ...

3. Sub Bidang Kebijakan

Bidang Kepariwisataan. 1. Kebijakan

1. Pelaksanaan

kebijakan nasional,provinsi

dan penetapan

kebijakan skala kabupaten:

a. RIPP

Kabupaten. b. ...

c. ...

d. Pelaksanaan

kebijakan nasional dan

provinsi serta

penetapan pedoman

pengembangan

destinasi pariwisata

skala

kabupaten. 4....

5.Sub Bidang Kebijakan

Bidang Kebudayaan dan

Pariwisata. 1. Rencana induk

pengembangan

sumber daya kebudayaan dan

pariwisata nasional

skala kabupaten. 2. Pelaksanaan

kebijakan

nasional/provinsi dan penetapan kebijakan

kabupaten dalam

pengembangan sumber daya manusia

kebudayaan dan

pariwisata skala

Dari analisis ini,

maka dapat

dikatakan, Peraturan

Pemerintah Nomor

38 tahun 2007,

dapat dipergunakan sebagai salah satu

ketentuan

mengingat dalam Rancangan

Peraturan Daerah

Kabupaten Badung tentang RIPPARDA

Kepariwisataan.

Page 52: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

52

kabupaten.

3. Pelaksanaan

kebijakan nasional /provinsi dan

penetapan kebijakan

kabupaten penelitian

kebudayaan dan pariwisata skala

kabupaten.

8 Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2010 tentang

Cagar Budaya, ( Lembaran

Negara Republik

Indonesia Tahun

2010 Nomor 130, Tambahan

Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor

5168 ).

Pasal 64

Pengamanan Cagar

Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61

dan Pasal 62 harus

memperhatikan

pemanfaatannya bagi kepentingan sosial,

pendidikan,

pengembangan ilmu pengetahuan, agama,

kebudayaan, dan/atau

pariwisata.

Pasal 67

(1)Setiap orang dilarang

memindahkan Cagar

Budaya peringkat

nasional, peringkat provinsi, atau peringkat

kabupaten/kota, baik

seluruh maupun bagian-bagiannya,

kecuali dengan izin

Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai

dengan tingkatannya.

Pasal 72

(1)Pelindungan Cagar

Budaya dilakukan

dengan menetapkan batas-batas

keluasannya dan

pemanfaatan ruang melalui sistem Zonasi

berdasarkan hasil

Cagar Budaya pemanfaatannya

dapat untuk

kepentingan sosial, pendidikan,

pengembangan ilmu

pengetahuan,

agama, kebudayaan,

dan/atau

pariwisata.

Bupati mempunyai

kewenangan berkaitan dengan

pemanfaatan cagar

budaya untuk kepentingan

pariwisata.

Berdasarkan

ketentuan ini, maka UU No 11 Tahun

2010, relevan

dirujuk sebagai salah satu

ketentuan

mengingat dalam Rancangan perda

yang akan dibentuk.

Page 53: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

53

kajian.

(2)Sistem Zonasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

oleh:

a. Menteri apabila telah

ditetapkan sebagai Cagar Budaya nasional

atau mencakup 2 (dua)

provinsi atau lebih; b.gubernur apabila

telah ditetapkan

sebagai Cagar Budaya provinsi atau

mencakup 2 (dua)

kabupaten/kota atau lebih; atau

c.bupati/wali kota

sesuai dengan

keluasan Situs Cagar Budaya atau

Kawasan Cagar Budaya

di wilayah kabupaten/kota.

Pasal 109 (2)Setiap orang yang tanpa

izin gubernur atau izin

bupati/wali kota, membawa Cagar Budaya

ke luar wilayah provinsi

atau kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2)

dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau

denda paling sedikit

Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak

Rp100.000.000,00 (seratus

juta rupiah).

9 Peraturan Pemerintah

Republik

Pasal 4 (1)RIPPARNAS menjadi

pedoman bagi

RIPPARNAS dan Rencana Induk

Pembangunan

Page 54: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

54

Indonesia Nomor

50 Tahun 2011

Tentang Rencana Induk

Pembangunan

Kepariwisataan

Nasional Tahun 2010-2025.(

(Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun

2011 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara

Republik

Indonesia Nomor 4562).

pembangunan

kepariwisataan

nasional. (2)RIPPARNAS

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) menjadi

pedoman penyusunan Rencana Induk

Pembangunan

Kepariwisataan Provinsi.

(3)RIPPARNAS dan

Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan

Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2) menjadi

pedoman penyusunan

Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan

Kabupaten/Kota.

Kepariwisataan

Provinsi

dipergunakan menjadi pedoman

penyusunan

Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan

Kabupaten.

Persoalan hukum yang ditemui

sampai saat

dilakukan kajian ini, Rencana Induk

Pembangunan

Kepariwisataan Provinsi Bali,

sampai saat ini

belum ditetapkan.

Dengan demikian Rencana Induk

Pembangunan

Kepariwisataan Provinsi Bali, tidak

dipergunakan

sebagai salah satu ketentuan

mengingat dari

Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan

Kabupaten Badung.

10 Peraturan Pemerintah

Nomor 15 Tahun

2010 tentang Penyelengaraan

Penataan Ruang

(Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun

2010 Nomor 21).

Pasal 153 (1)Peraturan zonasi

kabupaten/kota

merupakan penjabaran dari ketentuan umum

peraturan zonasi yang

ditetapkan dalam rencana tata ruang

wilayah

kabupaten/kota.

(2)Peraturan zonasi kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan

daerah

Ketentuan ini menunjukkan

bahwa Pemerintah

Daerah Kabupaten mempunyai

wewenang untuk

menetapkan peraturan daerah

tentang Rencana

Induk

Pembangunan Kepariwisataan

Kabupaten Badung.

Peraturan Pemerintah Nomor

15 Tahun 2010

Page 55: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

55

kabupaten/kota.

(3)Peraturan zonasi

kabupaten/kota merupakan dasar

dalam pemberian

insentif dan disinsentif,

pemberian izin, dan pengenaan sanksi di

tingkat

kabupaten/kota. Pasal 154

(1)Peraturan zonasi

kabupaten/kota memuat zonasi pada

setiap zona

peruntukan. (2)Zona peruntukan

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1)

merupakan suatu bagian wilayah atau

kawasan yang

ditetapkan dalam rencana tata ruang

untuk mengembankan

suatu fungsi tertentu sesuai dengan

karakteristik zonanya.

(3)Ketentuan zonasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) meliputi:

a. ketentuan kegiatan

dan penggunaan ruang yang

diperbolehkan,

diperbolehkan dengan syarat, dan

yang tidak

diperbolehkan; b. ketentuan intensitas

pemanfaatan ruang

paling sedikit terdiri atas:

1. koefisien dasar

bangunan maksimum;

2. koefisien lantai

bangunan

tentang

Penyelengaraan

Penataan Ruang relevan dirujuk

sebagai salah satu

ketentuan

mengingat dalam Perda RIPPARDA

Kabupaten Badung

yang akan dibentuk.

Page 56: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

56

maksimum;

3. ketinggian

bangunan maksimum; dan

4. koefisien dasar

hijau minimum.

c. ketentuan prasarana dan sarana

minimum sebagai

kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

mendukung

berfungsinya zona secara optimal; dan

d. ketentuan lain yang

dibutuhkan untuk mengendalikan

pemanfaatan ruang

pada kawasan cagar

budaya, kawasan rawan bencana,

kawasan

keselamatan operasi penerbangan, dan

kawasan lainnya

sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-

undangan. (4)Selain ketentuan zonasi

sebagaimana dimaksud

pada ayat (3), dalam

wilayah kota memuat ketentuan lain yang

dibutuhkan untuk

mengendalikan perkembangan

penggunaan lahan

campuran, sektor informal, dan

pertumbuhan gedung

pencakar langit.

11 Peraturan

Pemerintah

Nomor 50 Tahun 2011 tentang

Rencana Induk

Pasal 4

(1)RIPPARNAS menjadi

pedoman bagi pembangunan

kepariwisataan

Berdasarkan

Peraturan

Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011

Kabupaten Badung

Page 57: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

57

Pembangunan

Kepariwisataan

Nasional Tahun 2010-2025

(Lembaran

Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 125,

Tambahan

Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor

4562).

nasional.

(2)RIPPARNAS

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi

pedoman penyusunan

Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan

Provinsi.

(3)RIPPARNAS dan Rencana Induk

Pembangunan

Kepariwisataan Provinsi sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat

(2) menjadi pedoman penyusunan Rencana

Induk Pembangunan

Kepariwisataan

Kabupaten/Kota.

mempunai

wewenang untuk

menetapkan Peraturan Daerah

berkaitan dengan

RIPPARDA

Kabupaten.

12 Peraturan

Pemerintah Nomor 27 Tahun

2012 tentang

Izin Lingkungan (Lembaran

Negara Republik

Indonesia Tahun

2012 Nomor 48.Tambahan

Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor

5285).

Pasal 1

Angka 1 Izin Lingkungan adalah

izin yang diberikan kepada

setiap orang yang melakukan Usaha

dan/atau Kegiatan yang

wajib Amdal atau UKL-UPL

dalam rangka perlindungan dan

pengelolaan lingkungan

hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha

dan/atau Kegiatan.

Angka 2

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang

selanjutnya disebut Amdal,

adalah kajian mengenai

dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan

yang direncanakan pada

lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses

pengambilan keputusan

Usaha pariwisata

merupakan usaha yang menediakan

barang dan /atau

jasa bagi pemenuhan

kebutuhan

wisatawan dan

penyelenggaraan pariwisata.

Dalam kasus-kasus

tertentu, berkaitan dengan usaha

pariwisata wajib

memperhatikan dan memenuhi Izin

Lingkungan.

Dengan demikian, Peraturan

Pemerintah Nomor

27 Tahun 2012

tentang Izin Lingkungan relevan

dipergunakan

sebagai salah satu ketentuan

mengingat dalam

Page 58: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

58

tentang penyelenggaraan

Usaha dan/atau Kegiatan.

Angka 3

Upaya Pengelolaan

Lingkungan Hidup dan

Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang

selanjutnya disebut UKL-

UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap

Usaha dan/atau Kegiatan

yang tidak berdampak penting terhadap

lingkungan hidup yang

diperlukan bagi proses pengambilan keputusan

tentang penyelenggaraan

Usaha dan/atau Kegiatan.

Angka 4

Usaha dan/atau Kegiatan

adalah segala bentuk aktivitas yang dapat

menimbulkan perubahan

terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan

dampak terhadap

lingkungan hidup.

Rancangan

Peraturan Daeah

tentang Rencana Induk

Pembangunan

Kepariwisataan

Daerah Tahun 2015-2030 yang

akan dibentuk.

13 Peraturan Presiden

Republik

Indonesia Nomor 51 Tahun

2014

Tentang Perubahan atas

Peraturan

Presiden Nomor

45 Tahun 2011 Tentang

Rencana Tata

Ruang Kawasan Perkotaan

Denpasar,

Pasal 2 Pengaturan penataan

ruang diselenggarakan

untuk: a. mewujudkan

ketertiban dalam

penyelenggaraan penataan ruang;

b. memberikan kepastian

hukum bagi seluruh

pemangku c. kepentingan dalam

melaksanakan tugas

dan tanggung jawab d. serta hak dan

kewajibannya dalam

Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 51 Tahun

2014 Tentang

Perubahan atas

Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun

2011

memberikan

kewenangan kepada Kabupaten untuk

melakukan

penataan ruang termasuk

didalammnya

Page 59: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

59

Badung,

Gianyar, Dan

Tabanan.(Lembaran Negara

Republik

Indonesia Tahun

2014 Nomor 121).

penyelenggaraan

penataan

e. ruang; dan f. mewujudkan keadilan

bagi seluruh

pemangku

kepentingan g. dalam seluruh aspek

penyelenggaraan

penataan ruang.

Pasal 3

Pengaturan penataan ruang disusun dan

ditetapkan oleh

Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan

pemerintah daerah

kabupaten/kota sesuai

dengan kewenangannya.

Pasal 4

(1). ... (2). ...

(3)Pengaturan penataan

ruang oleh pemerintah daerah kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 meliputi penyusunan dan

penetapan:

a. rencana tata ruang

wilayah kabupaten/kota,

rencana tata

(7) ruang kawasan strategis

kabupaten/kota,

rencana detail (8) tata ruang

kabupaten/kota

termasuk peraturan zonasi

(9) yang ditetapkan dengan

peraturan daerah (10) kabupaten/kota; dan

a. ketentuan tentang

perizinan, bentuk dan

menata kawasan

sebagai kawasan

pariwisata yang dituangkan dalam

RIPPARDA

Kabupaten.

Page 60: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

60

besaran insentif

(11) dan disinsentif, serta

sanksi administratif, yang ditetapkan dengan

peraturan

bupati/walikota.

Pasal 5

(1)Selain penyusunan dan

penetapan peraturan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4,

Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan

pemerintah daerah

kabupaten/kota dapat menetapkan peraturan

lain di bidang penataan

ruang sesuai

kewenangan berdasarkan ketentuan

peraturan perundang

undangan.

14 Peraturan

Daerah Provinsi Bali Nomor 5

Tahun 2005

tentang

Persyaratan Arsitektur

Bangunan

Gedung. (Lembaran

Daerah Provinsi

Bali Tahun 2005 Nomor 5).

Pasal 21

Gubernur

mengkoordinasikan

pengendalian persyaratan

arsitektur bangunan gedung, penggunaan

symbol fungsi, dan

symbol keagamaan dengan pemerintah

kabupaten/kota

Untuk menjamin

kepastian dan ketertiban hukum

dalam

penyelenggaraan

bangunan gedung, setiap bangunan

gedung harus

diselenggarakan secara tertib dan

terkendali. Karena

pengendalian langsung tentang

persyaratan

arsitektur bangunan sesuai

dengan semangat

otonomi daerah

sebagaimana diatur dalam Undang –

Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, maka

Page 61: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

61

Kabupaten/Kota

harus membuat

peraturan daerah kabupaten/kota

yang memat

ketentuan tentang

persyaratan arsitektur

bangunan gedung

dengan mengadopsi, menjabarkan, dan

lebih memperinci

subsansi Peraturan Daerah ini agar

memiliki kekhasan

sesuai potensi daerah dan lebih

mudah ditetapkan.

Keseluruhan

maksud dan tujuan pengaturan tersebut

dilandasi oleh asas

kemanfaatan, keselamatan ,

keseimbangan, dan

keserasian bangunan gedung

dengan

lingkungannya, bagi kepentingan

masyarakat yang

berperikemanusiaan

dan berkeadilan.

15 Peraturan

Daerah Provinsi Bali Nomor 16

Tahun 2009

tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi

Bali.(Lembaran

Daerah Provinsi Bali Tahun 2009

Nomor 16,

Tambahan Lembaran

Daerah Provinsi

Pasal 91

(7) Instansi pelaksana

program pemanfaatan

ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

dapat dilakukan oleh:

a. pemerintah;

b. pemerintah provinsi;

c. pemerintah

kabupaten/kota; d. dunia usaha;

e. Kerjasama

Melalui Peraturan

Daerah Peraturan Daerah Provinsi Bali

Nomor 16 Tahun

2009. Pemerintah Provinsi

memberikan

kewenangan

penyelenggaraan pemanfaatan ruang

kepada kabupaten.

Berdasarkan hal tersebut diatas,

maka Perda Provinsi

Page 62: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

62

Bali Nomor 15). Pemerintah dan

Swasta (KPS); dan

f. masyarakat.

Pasal 131

(1) Pemerintah provinsi menyelenggarakan

penataan ruang untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(2) Dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan

penataan ruang,

pemerintah provinsi memberikan

kewenangan

penyelenggaraan

penataan ruang kepada pemerintah

kabupaten/kota.

Bali No 16 Tahun

2009 relevan

dipergunakan sebagai salah satu

ketentuan

mengingat

Ranperda RIPPARDA

Kabupaten Badung

yang akan dibentuk.

16 Peraturan

Daerah Provinsi Bali Nomor 2

Tahun 2012

tentang

Kepariwisataan Budaya Bali.

(Lembaran

Daerah Provinsi Bali Tahun 2012

Nomor 2,

Tambahan Lembaran

Daerah Provinsi

Bali Nomor 2).

Pasal 11

(3) Dalam

mengembangkan

destinasi pariwisata

sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

Pemerintah Provinsi

dapat bekerja sama dengan

Kabupaten/Kota.

Pasal 20

Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten/Kota dapat

bekerjasama untuk

melakukan promosi kepariwisataan Bali.

Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012

tentang

Kepariwisataan

Budaya Bali, memberikan arah

dan sejalan dengan

Ranperda RIPPARDA yang akan dibentuk.

17 Peraturan Daerah

Kabupaten

Pasal 6 (1)Urusan pilihan

sebagimana dimaksud

Rumusan ketentuan ini

menentukan,

Page 63: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

63

Badung No. 4

Tahun 2008

tentang Urusan Pemerintahan

yang Menjadi

Kewenangan

Kabupaten Badung.(Lembar

an Daerah

Kabupaten Badung Tahun

2008 Nomor 4,

Tambahan Lembaran

Daerah

Kabupaten Badung Nomor

4).

dalam Pasal 4

berpotensi untuk

meningkatkan kesejahteraan

masyarakat sesuai

dengan

kondisi,kekhasan, dan potensi yang ada di

daerahyang

bersangkutan; (2)Berdasarkan analisis

terhadap Produk

Domestik Regional Bruto(PDRB) mata

pencaharian penduduk,

pemanfaatan lahan dan pengembangan potensi

yang ada di daerah,

maka urusan pilihan

yang dilaksanakan meliputi bidang:

a. pariwisata;

b.pertanian; c. perdagangan

d. ...

Selanjutnya dalam Lampiran Peraturan

Daerah ini ditentukan

sebagai berikut : A. Urusan

Pemerintahan

Bidang Pariwisata.

Sub Bidang Kebijakan Bidang kepariwisataan.

Sub-sub bidang

Kebijakan. Urusan Pemerintahan

Daerah Kabupaten.

1. Pelaksanaan kebijakan

nasional,propinsi

dan penetapan kebijakan skala

kabupaten:

a. RIPP Kabupaten

b. ...

2. Pelaksanaan Bidang

Pemerintah

Daerah

Kabupaten Badung

menentukan

Pariwisata

sebagai salah satu urusan

pilihan.

Berdasarkan

urusan pilihan

ini, Pemerintah Kabupaten

Badung

mempunai kewenangan

untuk

menyusun

RIPPARDA Kabupaten.

Page 64: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

64

Kepariwisataan

3. Kebikaan bidang

Pariwisata: i. Rencana induk

pengembangan

sumber daya

kebudayaan dan pariwisata

nasional skala

kabupaten

18 Peraturan

Daerah

Kabupaten Badung No. 2

Tahun 2012

tentang

Kepariwisataan.(Lembaran

Daerah

Kabupaten Badung Tahun

2012 Nomor 2,

Tambahan Lembaran

Daerah

Kabupaten Badung Nomor

2).

Pasal 8

(1)Pembangunan Kepariwisataan

dilakukan berdasarkan

Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Daerah.

(2)Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan Daerah

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), mencakup visi dan misi serta

tahapan sasaran yang

akan diwujudkan, kebijakan dan strategi

untuk pemberdayaan

masyarakat,

pembangunan daya tarik wisata,

pembangunan destinasi

pariwisata, pembangunan usaha

pariwisata, pemasaran

pariwisata serta pengorganisasian

kepariwisataan dalam

rangka mewujudkan tujuan penyelenggaraan

kepariwisataan.

(3)Penyusunan Rencana

Induk Pembangunan Kepariwisataan

sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan

pemangku kepentingan.

Peraturan Daerah

Kabupaten Badung

No. 2 Tahun 2012, sejalan dan searah

dengan Ranperda

RIPPARDA yang

akan dibentuk.

Page 65: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

65

Pasal 11

Pemerintah Daerah

bersama lembaga yang

terkait menyelenggarakan

penelitian dan pengembangan

kepariwisataan untuk

mendukung pembangunan kepariwisataan.

19 Peraturan

Daerah

Kabupaten

Badung No. 26 Tahun 2013

tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah

Kabupaten

Badung.(Lembaran Daerah

Kabupaten

Badung Tahun 2013 Nomor 26,

Tambahan

Lembaran

Daerah Kabupaten

Badung Nomor

25).

Pasal 3

Penataan Ruang Wilayah

Kabupaten bertujuan untuk mewujudkan

Kabupaten

Badung sebagai Pusat Kegiatan Nasional dan

destinasi pariwisata

internasional yang berkualitas, berdaya

saing dan berjatidiri

budaya Bali melalui sinergi pengembangan Wilayah

Badung Utara, Badung

Tengah dan Badung

Selatan secara berkelanjutan

berbasis kegiatan

pertanian, jasa dan kepariwisataan menuju

kesejahteraan Masyarakat

sebagai implementasi dari falsafah Tri Hita Karana.

Peraturan Daerah

Kabupaten Badung

No. 26 Tahun 2013

tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten

Badung, searah dan sejalan dengan

Rancangan

RIPPARDA Kabupaten Badung

yang akan

dibentuk.

3.2.Kajian Terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Badung yang

memuat kondisi hukum yang ada terkait dengan Kepariwisataan.

Penelusuran terhadap beberapa Peraturan Daerah Kabupaten Badung,

yang memuat kondisi hukum terkait dengan kepariwisataan, sejalan dan

searah dengan RIPPARDA Kabupaten Badung dapat ditampilkan pada matrik dibawah ini.

Page 66: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

66

Matrik 2.Peraturan Daerah Kabupaten Badung yang memuat kondisi

hukum yang ada terkait dengan Kepariwisataan.

No Peraturan Daerah Rumusan

Normanya

Analisis

1 Peraturan Daerah Kabupaten Badung

No. 4 Tahun 2008

tentang Urusan Pemerintahan yang

Menjadi Kewenangan

Kabupaten Badung;

Pasal 6 (1)Urusan pilihan

sebagimana

dimaksud dalam Pasal 4 berpotensi

untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat sesuai

dengan

kondisi,kekhasan,

dan potensi yang ada di daerahyang

bersangkutan;

(2)Berdasarkan analisis terhadap

Produk Domestik

Regional Bruto(PDRB) mata pencaharian

penduduk,

pemanfaatan lahan dan pengembangan

potensi yang ada di

daerah, maka urusan

pilihan yang dilaksanakan

meliputi bidang:

a. pariwisata; b.pertanian;

c. perdagangan

d. ... Selanjutnya dalam

Lampiran Peraturan

Daerah ini ditentukan sebagai berikut :

A. Urusan

Pemerintahan Bidang

Pariwisata. Sub Bidang Kebijakan

Bidang

kepariwisataan. Sub-sub bidang

Kebijakan.

Peraturan Daerah Kabupaten

Badung No. 4

Tahun 2008, menentukan

salaah satu

urusan pilihan yang dijalankan

oleh Pemerintah

Daerah kabupaten

Badung adalah Urusan

Kepariwisataan.

Salah satu

kebijakaan bidang

Pariwisata di Kabupaten

Badung, yang

menjadi kewenangan dari

Pemerintah

Kabupaten

Badung yakni membentuk

Rencana induk

pengembangan sumber daya

kebudayaan dan

pariwisata nasional skala

kabupaten.

Page 67: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

67

Urusan Pemerintahan

Daerah Kabupaten.

1.Pelaksanaan

kebijakan

nasional,propinsi dan penetapan kebijakan

skala kabupaten:

a. RIPP Kabupaten b. ...

2. Pelaksanaan

Bidang Kepariwisataan

3. Kebikaan

bidang Pariwisata: i. Rencana induk

pengembangan

sumber daya

kebudayaan dan pariwisata

nasional skala

kabupaten.

2 Peraturan Daerah

Kabupaten Badung

No.2 Tahun 2012 tentang

Kepariwisataan.

(Lembaran Daerah

Kabupaten Badung Tahun 2012 Nomor

2,Tambahan

Lembaran Daerah Kabupaten Badung

Nomor 2).

Pasal 8

(1)Pembangunan Kepariwisataan

dilakukan

berdasarkan

Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan

Daerah. (2)Rencana Induk

Pembangunan

Kepariwisataan Daerah

sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), mencakup

visi dan misi serta

tahapan sasaran

yang akan diwujudkan,

kebijakan dan

strategi untuk pemberdayaan

masyarakat,

Peraturan Daerah

Kabupaten

Badung No. 2 Tahun 2012,

sejalan dan searah

dengan Ranperda

RIPPARDA yang akan dibentuk.

Page 68: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

68

pembangunan daya

tarik wisata,

pembangunan destinasi

pariwisata,

pembangunan

usaha pariwisata, pemasaran

pariwisata serta

pengorganisasian kepariwisataan

dalam rangka

mewujudkan tujuan

penyelenggaraan

kepariwisataan. (3)Penyusunan

Rencana Induk

Pembangunan

Kepariwisataan sebagaimana

dimaksud pada

ayat (1) dilakukan dengan melibatkan

pemangku

kepentingan.

Pasal 11

Pemerintah Daerah

bersama lembaga

yang terkait

menyelenggarakan penelitian dan

pengembangan

kepariwisataan untuk mendukung

pembangunan

kepariwisataan.

3 Peraturan Daerah

Kabupaten Badung No. 26 Tahun 2013

tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Badung.(Lembaran

Pasal 3

Penataan Ruang

Wilayah Kabupaten

bertujuan untuk mewujudkan

Kabupaten

Peraturan Daerah

Kabupaten Badung No. 26

Tahun 2013

tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah

Page 69: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

69

Daerah Kabupaten

Badung Tahun 2013

Nomor 26, Tambahan Lembaran

Daerah Kabupaten

Badung Nomor 25).

Badung sebagai Pusat

Kegiatan Nasional

dan destinasi pariwisata

internasional

yang berkualitas,

berdaya saing dan berjatidiri budaya

Bali melalui sinergi

pengembangan Wilayah Badung

Utara, Badung

Tengah dan Badung Selatan

secara berkelanjutan

berbasis kegiatan pertanian, jasa dan

kepariwisataan

menuju

kesejahteraan Masyarakat sebagai

implementasi dari

falsafah Tri Hita Karana.

Kabupaten

Badung, searah

dan sejalan dengan

Rancangan

RIPPARDA

Kabupaten Badung yang

akan dibentuk.

4 Peraturan Daerah

Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun

2013 tentang

Pengelolaan

Sampah. ( Lembaran Daerah Kabupaten

Badung Tahun 2013

Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah

kabupaten Badung

Nomor 7).

Pasal 4

Pengelolaan Sampah bertujuan untuk

meningkatkan

kebersihan,

kesehatan masyarakat dan

kualitas lingkungan

yang kondusif serta menjadikan sampah

sebagai sumber daya

yang potensial.

Tujuan

pengelolaan sampah dalam

Perda ini sejalan

dengan tujuan

pengembangan kepariwisataan

yang akan

dibentuk yang dituangkan dalam

RIPPARDA

Kabupaten Badung.

5 Peraturan Daerah

Kabupaten Badung

Nomor 8 Tahun 2013 tentang

Kawasan Tanpa

Rokok. ( Lembaran Daerah Kabupaten

Badung Tahun 2013

Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah

kabupaten Badung

Pasal 10

Tempat umum

sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (2) huruf

g meliputi : a.pasar modern;

b.pasar tradisional;

c.tempat wisata; d.tempat hiburan;

e.hotel;

Page 70: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

70

Nomor 8). f.restoran;

g.tempat rekreasi;

h.halte; i.terminal angkutan

umum;

j.terminal angkutan

barang; k.pelabuhan; dan

l.bandara.

6 Peraturan Daerah

Kabupaten Badung

Nomor 9 Tahun 2010 tentang Izin

Ganguan. (

Lembaran Daerah

Kabupaten Badung Tahun 2010 Nomor

9, Tambahan

Lembaran Daerah Kabupaten Badung

Nomor 9).

Pasal 2

(1) Maksud

ditetapkannya Peraturan Daerah

ini dalam rangka

pembinaan,

pengendalian dan pengawasan

terhadap kegiatan

usaha/ tempat usaha guna

terciptanya iklim

usaha yang kondusif di daerah.

(2) Tujuan

ditetapkannya Peraturan Daerah

ini untuk

memberikan

legalitas, dasar hukum dan

kepastian hukum

dalam pelaksanaan kewenangan

daerah dalam

pemberian perizinan kepada

masyarakat dan

sebagai upaya untuk mencegah

timbulnya

gangguan terhadap

kesehatan, keselamatan,

ketentraman dan/

atau kesejahteraan terhadap

kepentingan

Tujuan

ditetapkannya

Peraturan Daerah ini untuk

mencegah

timbulnya

gangguan terhadap

kesehatan,

keselamatan, ketentraman dan/

atau

kesejahteraan terhadap

kepentingan

umum, searah dengan Ranperda

tentang RIPPARDA

Kabupaten

Badung yang akan dibentuk.

Page 71: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

71

umum.

Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten

Badung

Nomor : 9 Tahun

2010 Tanggal: 23

Nopember 2010

Tentang: Izin Gangguan

Tempat-tempat

usaha lainnya yang wajib memiliki Izin

Gangguan

sebagaimana dimaksud pada

angka I nomor 21

adalah :

43.Usaha di bidang

pariwisata yaitu :

1)Restoran, rumah makan, kafe;

2) Bar;

3) Bilyar; 4) Diskotik;

5) Club malam;

6) Panti pijat; 7)Bioskop, sinema;

8)Bola etangkasan;

9) Barber shop;

10) Karaoke; 11)Hotel bintang,

Hotel melati;

12)Hotel transit; 13) Losmen;

14)Penginapan

remaja; 15)Pondok wisata;

16)Mandala wisata;

17) Wisma; 18) ...

7 Peraturan Daerah

Kabupaten Badung

Pasal 3

(1)Objek Retribusi

Page 72: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

72

Nomor 12 Tahun

2013 Tentang

Retribusi Tempat Penjualan Minuman

Beralkohol. (

Lembaran Daerah

Kabupaten Badung Tahun 2013 Nomor

12, Tambahan

Lembaran Daerah kabupaten Badung

Nomor 12).

adalah pemberian

izin tempat

penjualan minuman

beralkohol disuatu

tempat tertentu.

(2)Tempat tertentu sebagaimana

dimaksud pada

ayat (1) adalah: a.pengecer

minuman

beralkohol golongan B

dan/atau

golongan C ditempatlainnya

termasuk toko

Bebas Bea (duty free shop);

b.penjual

minuman

beralkohol golongan B

dan/atau

golongan C untuk diminum

langsung

ditempat, meliputi:

1.Hotel

berbintang :

-Hotel berbintang 3,

-Hotel

berbintang 4, dan

-Hotel

berbintang 5. 2.Restoran, Bar,

termasuk

Pub, Karaoke dan Klab

malam.

c.pengecer dalam

kemasan minuman beralkohol untuk

tujuan kesehatan.

Page 73: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

73

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

4.1.Landasan Filosofis

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun

2011 menentukan landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan

yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan

pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana

kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila

dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Berdasarkan pertimbangan filosofis sebagaimana dimaksudkan diatas,

pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang dimuat dalam

Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Rencana Induk

Pembangunan Kepariwisataan yag dibentuk mengacu pada prinsip

pengembangan kepariwisataan.

Prinsip pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Badung yang

tertuang dalam Peraturan Daerah ini, terdiri atas :

a. nilai-nilai Tri Hita Karana sebagai landasan filosofis pembangunan

kepariwisataan Bali.

b. pariwisata berkelanjutan.

c. berbasis pemberdayaan masyarakat.

d. pendayagunaan potensi local.

e. keterpaduan antarsektor dan antarwilayah.

f. memberikan kepuasan kepada wisatawan.

g. mematuhi kode etik pariwisata dunia.

Berdasarkan pada prinsip-prinsip pengembangan kepariwisataan seperti

yang disebutkan diatas, visi Pembangunan Kepariwisataan Daerah adalah

Kabupaten Badung sebagai destinasi pariwisata yang berkualitas, berdaya

saing global, berkelanjutan, dan berbasis budaya lokal berlandaskan Tri

Hita Karana.

Dengan visi Kabupaten Badung sebagai destinasi pariwisata yang

berkualitas, berdaya saing global, berkelanjutan, dan berbasis budaya lokal

berlandaskan Tri Hita Karana, misi yang diemban dalam pembangunan

kepariwisataan di Kabupaten Badung,dirumuskan sebagai berikut :

a. Mengembangkan Kabupaten Badung sebagai pintu gerbang

pariwisata Bali dan destinasi pariwisata berkualitas yang memiliki

daya tarik wisata alam, budaya, sehingga memberikan pengalaman

yang berkesan bagi wisatawan.

Page 74: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

74

b. Mengembangkan industri pariwisata yang berdaya saing global

melalui peningkatan kualitas produk, layanan, kepedulian terhadap

lingkungan alam, sosial dan budaya, sertifikasi dan akreditasi usaha,

serta mewujudkan investasi di bidang industri pariwisata secara

selektif dan terbatas dengan prioritas pengembangan usaha kecil dan

menengah yang mempertimbangkan daya dukung (carrying capacity).

c. Meningkatkan citra kepariwisataan Kabupaten Badung sebagai

destinasi pariwisata berkualitas melalui pemasaran yang terpadu

dan inovatif dengan target pasar wisatawan yang berkualitas.

d. Mewujudkan tata kelola kepariwisataan secara terintegrasi dan

berbasis masyarakat yang didukung oleh sumber daya manusia

yang profesional.

4.2. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang

menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis

sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan

masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.

Fakta empiris yang dirumuskan dalam Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan dituangkan dalam tujuan dan sasaran pembangunan

kepariwisataan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat

pada umumnya, dan masyarakat Kabupaten Badung pada khususnya.

Tujuan Pembangunan Kepariwisataan Daerah meliputi:

a. Destinasi Pariwisata.

1. Terwujudnya kawasan pantai yang bersih, indah, aman dan

nyaman sebagai basis keunggulan daya saing kepariwisataan

Badung.

2. Meningkatnya keragaman daya tarik wisata serta terwujudnya

perkembangan pariwisata secara merata sesuai daya dukung.

3. Meningkatnya kualitas higiene dan sanitasi, kelestarian lingkungan

dan keanekaragaman hayati, serta kelestarian budaya untuk

meningkatkan citra destinasi.

4. Meningkatnya aksesibilitas dan daya dukung kawasan.

5. Meningkatnya kontribusi pariwisata bagi pelestarian tradisi dan

budaya, peningkatan kapasitas sosial dan perekonomian

masyarakat lokal secara berkeadilan.

b. Industri Pariwisata.

1. Terwujudnya struktur industri pariwisata yang kuat dan produk

pariwisata berdaya saing tinggi serta berkelanjutan.

2. Terwujudnya manajemen dan pelayanan usaha pariwisata yang

kredibel dan berdaya saing tinggi.

Page 75: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

75

3. Meningkatnya kesempatan berusaha dan akses pasar terhadap

produk industri kecil dan menengah dan usaha pariwisata skala

mikro, kecil dan menengah yang dikembangkan masyarakat lokal.

c. Pemasaran Pariwisata.

1. Meningkatnya citra kepariwisataan Kabupaten Badung sebagai

destinasi pariwisata yang aman, nyaman, dan berdaya saing.

2. Terciptanya komunikasi dan relasi yang baik dengan wisatawan

dan pasar-pasar utama serta semakin bertumbuhnya pasar baru

yang sedang berkembang guna meningkatkan jumlah kunjungan

wisatawan secara berkelanjutan.

d. Kelembagaan Pariwisata.

1. Meningkatnya peran organisasi kepariwisataan baik di lingkungan

pemerintah maupun swasta sebagai pilar strategis pembangunan

kepariwisataan yang berdaya saing dan berkelanjutan.

2. Terwujudnya sumberdaya manusia pariwisata di lingkungan

pemerintah yang berkemampuan tinggi dan profesional, serta di

tingkat dunia usaha dan masyarakat yang kompeten dan

mempunyai kemampuan kewirausahaan.

3. Terwujudnya tata kelola kepariwisataan yang baik dan bertanggung

jawab, mencakup aspek perencanaan, koordinasi, implementasi,

dan pengendalian.

4. Terbangunnya jejaring kerja (networking) dan kerjasama yang

harmonis antarpemangku kepentingan dalam rangka

meningkatkan kualitas pengelolaan pariwisata.

Selain tujuan pembangunan kepariwisataan daerah seperti tersebut

diatas, landasan sosiologis pengaturan Rencana Induk Pengembangan

Kepariwisataan Daerah Kabupaten Badung, dituangkan sebagai sasaran

pembangunan kepariwisataan,diharapkan dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat terdiri atas:

a. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan

mancanegara.

b. Peningkatan lama tinggal.

c. Peningkatan jumlah pengeluaran wisatawan.

d. Penyeimbangan pengembangan kepariwisataan di wilayah Badung

Selatan dan Badung Utara melalui wisata perdesaan, agrowisata,

ekowisata dan wisata jenis lainnya yang berbasis alam perdesaan

dan pertanian.

Page 76: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

76

4.3. Landasan Yuridis

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun

2011 menentukan landasan landasan yuridis merupakan pertimbangan

atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk

mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan

mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang

akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan

masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang

berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu

dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru.

Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah

ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis

peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya

berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau

peraturannya memang sama sekali belum ada.

Persoalan hukum tentang Rencana Induk Pengembangan

Kepariwisataan Daerah Kabupaten Badung yang akan dibentuk, dari sisi

landasan yuridis berhubungan dengan kekosongan hukum dan

peraturannya memang sama sekali belum ada, dimana Peraturan Daerah

tentang Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Daerah Kabupaten

Badung yang diharapkan berfungsi sebagai rencana induk kepariwisataan,

belum terbentuk sebagaimana diperintahkan oleh Undang-Undang Nomor

10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (3).

Page 77: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

77

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI

MUATAN PERATURAN DAERAH

5.1. Jangkauan dan Arah Pengaturan Rencana Induk Pengembangan

Kepariwisataan.

Naskah Akademik ini berfungsi mengarahkan ruang lingkup materi

muatan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Rencana

Induk Pengembangan Kepariwisataan yang akan dibentuk. Sasaran yang

akan diwujudkan dalam pengaturan Rencana Induk Pengembangan

Kepariwisataan ini, terdiri atas tujuan dan sasaran pembangunan

kepariwisataan daerah Kabupaten Badung.

Adapun tujuan pembangunan kepariwisataan daerah Kabupaten

Badung yang akan diwujudkan dalam pengaturan Rencana Induk

Pengembangan Kepariwisataan ini meliputi:

a. Destinasi Pariwisata.

1. Terwujudnya kawasan pantai yang bersih, indah, aman dan

nyaman sebagai basis keunggulan daya saing kepariwisataan

Badung;

2. Meningkatnya keragaman daya tarik wisata serta terwujudnya

perkembangan pariwisata secara merata sesuai daya dukung;

3. Meningkatnya kualitas higiene dan sanitasi, kelestarian lingkungan

dan keanekaragaman hayati, serta kelestarian budaya untuk

meningkatkan citra destinasi;

4. Meningkatnya aksesibilitas dan daya dukung kawasan; dan

5. Meningkatnya kontribusi pariwisata bagi pelestarian tradisi dan

budaya, peningkatan kapasitas sosial dan perekonomian

masyarakat lokal secara berkeadilan.

b. Industri Pariwisata.

1. Terwujudnya struktur industri pariwisata yang kuat dan produk

pariwisata berdaya saing tinggi serta berkelanjutan.

2. Terwujudnya manajemen dan pelayanan usaha pariwisata yang

kredibel dan berdaya saing tinggi.

3. Meningkatnya kesempatan berusaha dan akses pasar terhadap

produk industri kecil dan menengah dan usaha pariwisata skala

mikro, kecil dan menengah yang dikembangkan masyarakat lokal.

c. Pemasaran Pariwisata.

1. Meningkatnya citra kepariwisataan Kabupaten Badung sebagai

destinasi pariwisata yang aman, nyaman, dan berdaya saing; dan

Page 78: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

78

2. Terciptanya komunikasi dan relasi yang baik dengan wisatawan

dan pasar-pasar utama serta semakin bertumbuhnya pasar baru

yang sedang berkembang guna meningkatkan jumlah kunjungan

wisatawan secara berkelanjutan.

d. Kelembagaan Pariwisata.

1. Meningkatnya peran organisasi kepariwisataan baik di lingkungan

pemerintah maupun swasta sebagai pilar strategis pembangunan

kepariwisataan yang berdaya saing dan berkelanjutan.

2. Terwujudnya sumberdaya manusia pariwisata di lingkungan

pemerintah yang berkemampuan tinggi dan profesional, serta di

tingkat dunia usaha dan masyarakat yang kompeten dan

mempunyai kemampuan kewirausahaan.

3. Terwujudnya tata kelola kepariwisataan yang baik dan bertanggung

jawab, mencakup aspek perencanaan, koordinasi, implementasi,

dan pengendalian.

4. Terbangunnya jejaring kerja (networking) dan kerjasama yang

harmonis antarpemangku kepentingan dalam rangka

meningkatkan kualitas pengelolaan pariwisata.

Sedangkan sasaran pembangunan kepariwisataan daerah, yang akan

diwujudkan dalam dalam pengaturan Rencana Induk Pengembangan

Kepariwisataan ini meliputi:

a. peningkatan jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan

mancanegara.

b. peningkatan lama tinggal.

c. peningkatan jumlah pengeluaran wisatawan.

d. penyeimbangan pengembangan kepariwisataan di wilayah Badung

Selatan dan Badung Utara melalui wisata perdesaan, agrowisata,

ekowisata dan wisata jenis lainnya yang berbasis alam perdesaan dan

pertanian.

5.2. Ruang Lingkup Materi dan Jangkauan Pengaturan Rencana Induk

Pengembangan Kepariwisataan.

Ruang lingkup materi muatan, arah dan jangkauan pengaturan

Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Kabupaten Badung

mencakup:

Page 79: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

79

a. Ketentuan umum.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011, Lampiran II

menentukan ketentuan umum tersebut sebagai berikut:

1. Ketentuan Umum memuat rumusan akademik mengenai pengertian

istilah, dan frasa.

2. Ketentuan umum diletakkan dalam bab satu. Jika dalam Peraturan

Perundang-undangan tidak dilakukan pengelompokan bab,

ketentuan umum diletakkan dalam pasal atau beberapa pasal awal.

3. Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal.

4. Ketentuan umum berisi:

a. batasan pengertian atau definisi.

b. singkatan atau akronim yang dituangkan dalam

batasanpengertian atau definisi.

c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau

beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang

mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan

tersendiri dalam pasal atau bab.

5. Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi,

singkatan atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing

uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab dan diawali dengan

huruf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik.

6. Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata

atau istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam pasal atau

beberapa pasal selanjutnya.

7. Apabila rumusan definisi dari suatu Peraturan Perundang-undangan

dirumuskan kembali dalam Peraturan Perundang-undangan yang

akan dibentuk, rumusan definisi tersebut harus sama dengan

rumusan definisi dalam Peraturan Perundang-undangan yang telah

berlaku tersebut.

8. Rumusan batasan pengertian dari suatu Peraturan Perundang

undangan dapat berbeda dengan rumusan Peraturan

Perundangundangan yang lain karena disesuaikan dengan

kebutuhan terkait dengan materi muatan yang akan diatur.

9. Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun kata

atau istilah itu diperlukan pengertiannya untuk suatu bab, bagian

atau paragraf tertentu, kata atau istilah itu diberi definisi.

10. Jika suatu batasan pengertian atau definisi perlu dikutip kembali di

dalam ketentuan umum suatu peraturan pelaksanaan, maka

rumusan batasan pengertian atau definisi di dalam peraturan

pelaksanaan harus sama dengan rumusan batasan pengertian atau

Page 80: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

80

definisi yang terdapat di dalam peraturan lebih tinggi yang

dilaksanakan tersebut.

11. Karena batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim

berfungsi untuk menjelaskan makna suatu kata atau istilah maka

batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim tidak

perlu diberi penjelasan, dan karena itu harus dirumuskan dengan

lengkap dan jelas sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda.

12. Penulisan huruf awal tiap kata atau istilah yang sudah didefinisikan

atau diberi batasan pengertian dalam ketentuan umum ditulis

dengan huruf kapital baik digunakan dalam norma yang diatur,

penjelasan maupun dalam lampiran.

13. Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum

mengikuti ketentuan sebagai berikut:

a. pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan

lebih dahulu dari yang berlingkup khusus.

b. pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok yang

diatur ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu.

c. pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya

diletakkan berdekatan secara berurutan.

Berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksudkan diatas, maka

ketentuan umum yang dirumuskan dalam Rencana Induk Pengembangan

Kepariwisataan Daerah ini, antara lain:

1. Daerah adalah Kabupaten Badung.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Badung.

3. Bupati adalah Bupati Badung.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD

adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Badung.

5. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Tahun 2015-

2030, yang selanjutnya disingkat RIPPARDA Tahun 2015-2030

adalah pedoman utama bagi perencanaan, pengelolaan, dan

pengendalian pembangunan kepariwisataan di tingkat kabupaten

yang berisi prinsip, visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi,

dan program yang perlu dilakukan oleh para pemangku kepentingan

dalam pembangunan kepariwisataan.

6. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang

atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk

tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan

daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

Page 81: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

81

7. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung

berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.

8. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan

pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul

sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi

antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,

pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha.

9. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.

10. Destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam

satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya

tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta

masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya

kepariwisataan.

11. Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling

terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi

pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan

pariwisata.

12. Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau

jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan

pariwisata.

13. Fasilitas penunjang pariwisata adalah produk dan pelayanan yang

dibutuhkan untuk menunjang terpenuhinya kebutuhan berwisata

wisatawan.

14. Pemasaran pariwisata adalah serangkaian proses untuk

menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan produk wisata,

dan mengelola relasi dengan wisatawan untuk mengembangkan

kepariwisataan dan seluruh pemangku kepentingannya.

15. Kelembagaan kepariwisataan adalah kesatuan unsur beserta

jaringannya yang dikembangkan secara terorganisasi, meliputi

Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat, sumber

daya manusia, regulasi, dan mekanisme operasional yang secara

berkesinambungan guna menghasilkan perubahan ke arah

pencapaian tujuan di bidang kepariwisataan.

16. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,

keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam,

Page 82: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

82

budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan

kunjungan wisatawan.

17. Kawasan daya tarik wisata (KDTW) adalah kawasan yang berada di

luar Kawasan Pariwisata yang memiliki lebih dari satu daya tarik

wisata.

18. Kawasan pariwisata (KP) adalah adalah kawasan strategis pariwisata

yang berada dalam geografis satu atau lebih wilayah administrasi

desa/kelurahan yang di dalamnya terdapat potensi daya tarik wisata,

aksesibilitas yang tinggi, ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas

pariwisata serta aktivitas sosial budaya masyarakat yang saling

mendukung dalam perwujudan kepariwisataan.

19. Kawasan strategis pariwisata (KSP) adalah adalah kawasan yang

memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk

pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam

satu atau lebihaspek,seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan

budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan

hidup, serta pertahanan dan keamanan.

20. Kawasan pengembangan pariwisata (KPP) adalah suatu ruang

pariwisata yang mencakup luasan area tertentu sebagai suatu

kawasan dengan komponen kepariwisataannya, serta memiliki

karakter atau tema produk wisata tertentu yang dominan dan

melekat kuat sebagai komponen pencitraan kawasan tersebut.

21. Berwawasan lingkungan adalah konsep pembangunan berkelanjutan

yang mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber daya

manusia dengan cara menyelaraskan aktivitas manusia dengan

kemampuan sumber daya alam untuk menopangnya.

22. Berbasis masyarakat adalah konsep pengembangan dengan

melibatkan masyarakat Daerah dan dapat dipertanggungjawabkan

dari aspek sosial dan lingkungan hidup.

23. Pariwisata perdesaan adalah suatu kegiatan pariwisata di wilayah

perdesaan yang menawarkan daya tarik wisata berupa suasana

perdesaan, baik kehidupan sosial, ekonomi, adat-istiadat, arsitektur

bangunan, maupun struktur tata ruang desa yang unik dan menarik.

24. Agrowisata adalah suatu kegiatan pariwisata yang memanfaatkan

usaha pertanian dan segala aktivitas terkait sebagai daya tarik wisata

untuk tujuan rekreasi dan edukasi, serta memberikan nilai tambah

bagi usaha pertanian tersebut.

Page 83: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

83

25. Ekowisata adalah suatu konsep pengembangan dan penyelenggaraan

kegiatan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan untuk

perlindungan, serta berintikan partisipasi aktif masyarakat, dan

dengan penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran,

berdampak negatif minimal, memberikan kontribusi positif terhadap

pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi kawasan

lindung, kawasan terbuka, kawasan alam, serta kawasan budaya.

26. Wisata edukasi adalah kegiatan wisata yang menawarkan

pengalaman pembelajaran langsung terkait daya tarik wisata yang

dikunjungi, bermuatan pendidikan dan pengetahuan.

27. Zonafikasi adalah pembagian atau pemecahan suatu areal menjadi

beberapa bagian, sesuai dengan fungsi dan tujuan pengelolaan.

b. Materi Pokok Yang Diatur.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011, Lampiran II

menentukan materi pokok yang akan diatur disusun dengan berpedoman

pada kriteria sebagai berikut:

1. Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab

ketentuan umum, dan jika tidak ada pengelompokkan bab, materi

pokok yang diatur diletakkan setelah pasal atau beberapa pasal

ketentuan umum.

2. Pembagian materi pokok ke dalam kelompok yang lebih kecil

dilakukan menurut kriteria yang dijadikan dasar pembagian.

3. Pembagian berdasarkan hak atau kepentingan yang dilindungi,

seperti pembagian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

4. pembagian berdasarkan urutan/kronologis, seperti pembagian dalam

hukum acara pidana, dimulai dari penyelidikan, penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tingkat pertama,

tingkat banding, tingkat kasasi, dan peninjauan kembali.

5. pembagian berdasarkan urutan jenjang jabatan, seperti Jaksa Agung,

Wakil Jaksa Agung, dan Jaksa Agung Muda.

Berdasarkan pada pedoman kriteria diatas, materi pokok yang diatur

dalam Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Daerah Kabupaten

Badung terdiri dari :

No Bab Tentang Pasal

1 I Ketentuan Umum 1

2 II Kedudukan, Ruang Lingkup, dan Jangka Waktu 2- 5

Page 84: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

84

Perencanaan

3 III Prinsip, Visi dan Misi 6 – 8

4 IV Tujuan, Sasaran dan Kebijakan 9 - 11

5 V Strategi Pembangunan Kepariwisataan 12 – 16

6 VI Rencana Pengembangan Perwilayahan Pariwisata 17 – 40

7 VII Rencana Program Pembangunan Pariwisata 41

8 VIII Pengawasan dan Pengendalian 42

9 IX Ketentuan Penutup 43-44

RIPPARDA Kabupaten Badung Tahun 2015-2030 mempunyai kedudukan

sebagai berikut :

a. Merupakan penjabaran dari visi dan misi pembangunan Daerah serta

kebijakan pembangunan yang berlaku.

b. Sebagai dasar hukum dan dasar pertimbangan di dalam menyusun

Rencana Pembangunan Jangka Pendek, Menengah dan Panjang

Bidang Pariwisata dan Rencana Strategis Dinas Pariwisata Daerah.

c. Sebagai dasar perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian

pembangunan kepariwisataan Daerah.

Dengan jangka waktu terhitung mulai dari Tahun 2015 – 2030, maka

RIPARDA Kabupaten Badung, direncanakan dalam 3(tiga) periode yaitu :

a. Rencana jangka pendek, Tahun 2015-2020;

b. Rencana jangka menengah, Tahun 2015-2025;dan

c. Rencana jangka panjang, Tahun 2015-2030.

Ada 2 (dua) pemikiran yang dapat diutarakan untuk pengaturan lebih

lanjut dari tiap rencana tersebut diatas, pemikiran pertama diatur lebih

lanjut dalam bentuk peraturan bupati. Logika hukumnya, karena hierarki

norma hukum yang bersifat pengaturan dibawah Perda yaitu Peraturan

Bupati. Akan tetapi dari sudut substansi materi yang diatur berupa

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah, substansi materinya

terlalu luas untk diatur dalam peraturan bupati.

Pemikiran kedua, diatur tersendiri dalam bentuk peraturan daerah.

Argumentasi hukum nya, bahwa Badung berdasarkan Pasal 6 Peraturan

Daerah Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan

Pemerintah yang menjadi Kewenangan Kabupaten Badung, Pariwisata

ditetapkan sebagai salah satu urusan pilihan. Selanjutnya berdasarkan

ketentuan Pasal 236 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

Page 85: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

85

tentang Pemerintahan Daerah, menentukan Untuk menyelenggarakan

Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan, Daerah membentuk Perda.

Dengan demikan berdasarkan argumen hukum diatas, maka

Rencana jangka pendek, Tahun 2015-2020, Rencana jangka menengah,

Tahun 2015-2025, dan Rencana jangka panjang, Tahun 2015-2030 yang

diatur dalam RIPPARDA lebih tepat dituangkan dalam Peraturan Daerah.

c. Ketentuan Sanksi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011, Lampiran

II khususnya berkaitan dengan pengaturan sanksi pidana menentukan jika

diperlukan. Hal ini berarti pengaturan sanksi pidana dalam Peraturan

Daerah tidak bersifat mutlak, tergantung dari kebutuhan. Dalam Peraturan

Daerah Kabupaten Badung tentang Rencana Induk Pengembangan

Kepariwisataan Daerah yang akan dibentuk tidak memerlukan pengaturan

tentang sanksi pidana.

d. Ketentuan Peralihan.

Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian pengaturan tindakan

hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan

Perundang-undangan yang lama terhadap Peraturan Perundang-undangan

yang baru, yang bertujuan untuk:

1. menghindari terjadinya kekosongan hukum.

2. menjamin kepastian hukum.

3. memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak

perubahan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

4. mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara.

Berdasarkan kajian pada landasan yuridis, ditemukan bahwa belum

ada pengaturan berupa Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang

Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Daerah. Dengan tidak

adanya peraturan daerah tentang Rencana Induk Pengembangan

Kepariwisataan, maka tidak ada kajian berupa penyesuaian pengaturan

tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan

Peraturan Daerah lama terhadap Peraturan Perundang-undangan yang

baru. Dengan demikian, dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung

tentang Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Daerah ini tidak

mengatur tentang Ketentuan Peralihan.

Page 86: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

86

Page 87: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

87

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan kajian yang telah di lakukan, dapat ditarik kesimpulan;

a. Bahwa Kabupaten Badung belum mempunyai Peraturan Daerah

tentang Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Daerah.

b. Berdasarkan keseluruhan pengkajian secara normatif dan praktek

empiris, maka perlu disusun Peraturan Daerah tentang Rencana

Induk Pengembangan Kepariwisataan Daerah.

c. Dasar kewenangan daerah untuk membentuk Peraturan Daerah

diatur dalam Pasal 236 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur Untuk

menyelenggarakan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan,

Daerah membentuk Perda. Peraturan Daerah dibentuk oleh DPRD

dengan persetujuan bersama kepala Daerah. Peraturan Daerah

tentang Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Daerah

juga ditentukan secara tegas dalam Pasal 8 ayat (1) danPasal 9 ayat

(3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

6.2. Saran

a. Menyiapkan segera Peraturan Daerah yang mengatur tentang

Rencana jangka pendek, Rencana jangka menengah dan Rencana

jangka panjang beserta Peraturan Bupati sebagai bentuk

pendelegasian kewenangan mengatur.

b. Agar diselenggarakan proses konsultasi publik sehingga masyarakat

dapat memberikan masukan dalam penyusunan Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Badung tentang Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Daerah,sesuai dengan asas

keterbukaan dan ketentuan tentang partisipasi masyarakat dalam

Pasal 96 UU P3 2011 dan Pasal 354 ayat (4) UU Pemerintahan Daerah 2004. Dalam Pasal 354 ayat (4) UU Pemerintahan Daerah 2004. Pasal

partisipasi masyarakat dalam bentuk :

a. konsultasi publik;

b. musyawarah;

c. kemitraan;

d. penyampaian aspirasi;

e. pengawasan; dan/atau

f. keterlibatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan

Page 88: LAPORAN PENELITIAN - repositori.unud.ac.id · kegiatan penelitian, sehingga metode yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik yakni penelitian hukum yang berbasiskan metode penelitian

88

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. http. Retrieved December 15, 2013, from

www.ret.gov.au/tourism /decuments/tourism industri development_

best_practice_destination _manag ement-planning_framework.

Bernard Arief Sidharta, “Penelitian hukum normative” analisis

penelitian philosophical dan dogmatical”, dalam Soelistyowati Irianto dan Sidharta, eds., 2009, Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi,

Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

C.F.G Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum di Indonesia Pada

Akhir Abad ke 2, Alumni, Bandung.

Damanik, J., & Teguh, F. 2012. Manajemen Destinasi Pariwisata:

Sebuah Pengantar Ringkas. Yogyakarta: Kepel Press.

Edgell, D. L., Allen, M. D., Smith, G., & Swanson, J. R. 2008. Tourism

Policy and Planning: Yesterday, Today and Tomorrow. Great Britain: Elsevier

Inc.

Edgell, S. L. 2006. Managing Sustainable Tourism: A Legacy for the Future. Binghamton, NY: The Haworth Hospitality Press.

European Communities, 2003. A Manual for Evaluating the Quality Performance of Tourist Destinations and Services. Enterprise DG Publication, Luxembourg.

Kim, D. K., & Lee, T. H. 2004. Public and Private Partnership for Facilitating Tourism Investment in the APEC Member Economies. Seoul: Korea

Asia-Pacific Economic Coorporation.

Osmanovic, J., Kenjic, V., & Zrnic, R. 2010. Destination Management: Concensus for Competitiveness. Tourism & Hospitality Management

Organisation Conference Proceedings.

Peter Mahmud Marzuki; 2005, Penelitian Hukum, Jakarta

Interpratama Offset.

LAMPIRAN 1. KONSEP AWAL RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN

BANDUNG TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN

PARIWISATA (RIPPARDA) KABUPATEN BADUNG.