Laporan Penelitian 2014 4

109
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM Peningkatan peran KUMKM di daerah tertinggal/terisolir merupakan bagian dari upaya mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, khususnya daerah pedesaan dalam upaya pengentasan kemiskinan. Sungguhpun sebagian besar masyarakat di daerah tertinggal/terisolir diperbatasan hidup dari sektor pertanian, namun dalam membangun daerah tertinggal/terisolir bukan semata hanya ditujukan untuk mengembangkan sektor pertanian saja, melainkan mencakup seluruh kegiatan pembangunan yang meliputi seluruh aspek kehdupan masyarakat. Dengan demikian pembangunan ekonomi daerah tertinggal/terisolir mestinya bisa dirajut melalui pendekatan keterpaduan pengembangan dan pertumbuhan antar sektor yang ada. Perlunya penekanan pembangunan daerah tertinggal/terisolir tidak lain untuk menjaga perimbangan pembangunan dengan daerah lain yang lebih maju dan dinamis. Daerah Tertinggal merupakan daerah kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Penetapan daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria dasar yaitu : perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antarnegara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana, dan daerah rawan konflik. Ke-6 (enam) kriteria tersebut diolah dengan menggunakan data Potensi Desa (PODES) 2003 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2002 dan data Keuangan Kabupaten 2004 dari Departemen Keuangan. Berdasarkan pendekatan tersebut, maka ditetapkan 199 kabupaten dikategorikan kabupaten tertinggal yang didalammnya juga tercakup daerah terisolir dan terpencil. Jumlah tersebut 43% dari jumlah keseluruhan kabupaten yang ada di Indonesia, dimana sebanyak 123 kabupaten (62%) berada pada Kawasan Timur Indonesia, 58 kabupaten (29%) berada di Sumatera, dan Jawa-Bali 18 kabupaten (9%). Penyebaran daerah Tertinggal di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.1 KAJIAN PENYUSUNAN MODEL PENINGKATAN KUMKM DI DAERAH TERTINGGAL/TERISOLIR 2014 1.1. LATAR BELAKANG

description

Laporan Hasil Kajian Kementerian Koperasi dan UKM RI guna pengembangan UKM sebagai sektor strategis di Indonesia sekaligus mendukung program NAWACITA Bapak Presiden Jokowi Dodo

Transcript of Laporan Penelitian 2014 4

  • Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    Peningkatan peran KUMKM di daerah tertinggal/terisolir merupakan bagian dari upaya

    mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, khususnya daerah pedesaan dalam

    upaya pengentasan kemiskinan. Sungguhpun sebagian besar masyarakat di daerah tertinggal/terisolir

    diperbatasan hidup dari sektor pertanian, namun dalam membangun daerah tertinggal/terisolir bukan

    semata hanya ditujukan untuk mengembangkan sektor pertanian saja, melainkan mencakup seluruh

    kegiatan pembangunan yang meliputi seluruh aspek kehdupan masyarakat. Dengan demikian

    pembangunan ekonomi daerah tertinggal/terisolir mestinya bisa dirajut melalui pendekatan

    keterpaduan pengembangan dan pertumbuhan antar sektor yang ada. Perlunya penekanan

    pembangunan daerah tertinggal/terisolir tidak lain untuk menjaga perimbangan pembangunan dengan

    daerah lain yang lebih maju dan dinamis.

    Daerah Tertinggal merupakan daerah kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan

    daerah lain dalam skala nasional, dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Penetapan daerah

    tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria

    dasar yaitu : perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan

    keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang

    berada di daerah perbatasan antarnegara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana, dan

    daerah rawan konflik. Ke-6 (enam) kriteria tersebut diolah dengan menggunakan data Potensi Desa

    (PODES) 2003 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2002 dan data Keuangan Kabupaten

    2004 dari Departemen Keuangan. Berdasarkan pendekatan tersebut, maka ditetapkan 199 kabupaten

    dikategorikan kabupaten tertinggal yang didalammnya juga tercakup daerah terisolir dan terpencil.

    Jumlah tersebut 43% dari jumlah keseluruhan kabupaten yang ada di Indonesia, dimana sebanyak 123

    kabupaten (62%) berada pada Kawasan Timur Indonesia, 58 kabupaten (29%) berada di Sumatera,

    dan Jawa-Bali 18 kabupaten (9%). Penyebaran daerah Tertinggal di Indonesia dapat dilihat pada

    Gambar 1.1

    KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2014

    1.1. LATAR BELAKANG

  • Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    Gambar 1.1 Peta Penyebaran Lokasi Daerah Tertinggal di Indonesia

    Pada akhir-akhir ini pengembangan wilayah perbatasan menjadi perhatian pemerintah karena

    memiliki arti penting dan strategis terkait dengan otonomi daerah, perdagangan bebas, strategi

    globalisasi, dan bahkan pada konteks kedaulatan nasional. Sunguhpun demikian, kawasan perbatasan

    di Indonesia ditandai dengan kesenjangan pembangunan dengan negara tetangga, kemiskinan yang

    tinggi, isolasi karena akses yang sulit, kualitas sumber daya yang rendah, serta sarana prasarana yang

    minim. Pada umumnya wilayah perbatasan merupakan daerah tertinggal/terisolir dimana secara umum

    rawan baik dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.

    Fenomena yang sangat menonjol adalah maraknya kegiatan illegal logging, illegal trading, arus migrasi

    ilegal (illegal traficking), serta bergesernya patok-patok pembatas antar negara. Mengingat kerugian

    yang besar yang dapat ditimbulkan secara ekonomi dan politik, pembangunan kawasan perbatasan

    menjadi sangat penting untuk dilakukan agar daerah tersebut tidak menjadi daerah tertinggal/terisolir.

    Paradigma yang semestinya digunakan adalah menjadikan kawasan perbatasan justru sebagai

    halaman/wilayah muka. Pengalihan halaman belakang menjadi halaman muka berarti menuntut

    pengembangan ekonomi kawasan perbatasan dengan pengalokasian sumber daya nasional untuk

    mengatasi rendahnya tingkat ekonomi eksisting kawasan perbatasan. Pada konteks inilah,

    pembangunan ekonomi lokal dengan peningkatan peran KUMKM dapat menjadi salah satu alternatif

  • Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    bagi pengembangan kawasan perbatasan. Pemberdayaan KUMKM ini semestinya dilaksanakan

    secara simultan dalam kerangka kerja yang komprehensif dengan berbagai upaya lain seperti

    pendidikan, pemberdayaan masyarakat, pembangunan sosial, penyediaan infrastruktur dan lainnya.

    Keseluruhan kerja tersebut diarahkan untuk mendukung tegaknya kedaulatan nasional di kawasan

    perbatasan negara.

    Oleh karena itu, untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah dan meningkatkan peran

    KUMKM dalam pembangunan daerah tertinggal/terisolir di kawasan perbatasan, maka perlu dilakukan

    kajian untuk mendeskripsikan potensi daerah yang bisa dikelola KUMKM dan/serta merumuskan model

    peningkatan peran KUMKM dalam mendorong partisipasi masyarakat membangun ekonomi daerah

    perbatasan.

    1.2. PERMASALAHAN

    Daerah tertinggal/terisolir di kawasan perbatasan merupakan daerah yang memerlukan

    pengembangan yang terarah dan terencana dengan baik. Maka pendekatan dalam peningkatan peran

    UMKMK ditujukan untuk meningkatan kualitas dan kemanfaatannya bagi masyarakat lingkungannya.

    Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan peningkatan peran KUMKM untuk menangani potensi daerah

    melalui pengembangan kegiatan usaha produktif pada sektor yang bisa dikembangkan. Peningkatan

    peran KUMKM dalam menangani potensi ekonomi daerah tertinggal/terisolir dimaksudkan untuk

    meningkatkan kemampuan ekonomi dan pemerataan pembangunan, sehingga KUMKM yang

    umumnya terdiri dari petani, pedagang, pengrajin atau bentuk usaha produktif lainnya bisa ikut

    berpatisipasi dalam pembangunan daerah.

    Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini

    dapat diindentifikasikan sebagai berikut :

    1. Bagaimanan potensi daerah dapat dikembangkan untuk mendukung peningkatan peran KUMKM

    di daerah tertinggal/terisolir kawasan perbatasan;

    2. Bagaimana kondisi KUMKM dan pemasalahan yang dihadapi, sehinggga KUMKM di daerah

    tertinggal/terisolir kawasan perbatasan perkembangannya lamban jika dibandingkan dengan

    daerah lain;

  • Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    3. Bagaimana prospek pengembangan dan peningkatan peran KUMKM di daerah tertinggal/terisolir

    kawasan perbatasan untuk masa mendatang dalam memanfaatkan potensi daerah.

    1.3. TUJUAN DAN MANFAAT

    Tujuan kajian ini adalah :

    1. Mengetahui potensi ekonomi daerah tertinggal/terisolir kawasan perbatasan yang bisa ditangani

    KUMKM;

    2. Menyusun model pemberdayaan KUMKM dalam pengembangan sektor ekonomi daerah

    tertinggal/terisolir kawasan perbatasan;

    Sedangkan manfaat yang diharapkan dari kajian ini adalah sebagai masukan bagi

    pengembangan kebijakan dalam peningkatan peran KUMKM dalam pembangunan daerah

    tertinggal/terisolir kawasan perbatasan.

    1.4. RUANG LINGKUP

    Lingkup kajian terdiri atas dua : (1) pembahasan makro, dan (2) pembahasan mikro.

    Pembahasan makro membahas hal-hal yang berhubungan dengan potensi daerah. Analisis ini

    diperlukan untuk memperoleh informasi tentang potensi daerah yang bisa mendukung pembangunan

    UMKMK di masa mendatang. Isi pembahasan makro terdiri atas : (1) gambaran umum daerah kajian,

    (2) keadaan kependudukan, dan (3) potensi perekonomian daerah sektor pertanian, perindustrian,

    perdagangan, pertambangan, dan sector lainnya. Untuk potensi sumber daya manusia dan potensi

    ekonomi daerah sengaja dipilih yang mempunyai keunggulan komperatif bagi pengembangan KUMKM.

    Pembahasan mikro ditujukan guna melihat prosfek pengembangan KUMKM yang dititik beratkan pada

    : (1) potensi KUMKM yang mempunyai prosfek untuk dikembangkan, (2) perkembangan dan prosfek

    usaha UMKMK yang telah ada dan (3) kelembagaan KUMKM baik yang telah ada maupun yang bisa

    dikembangkan. Analisis perkembangan kondisi makro dan mikro akan dilihat secara kuantitas maupun

    kualitas. Pembahasan makro dan mikro juga ditujukan untuk melihat faktor kelemahan, kekuatan,

    tantangan, dan peluang KUMKM untuk bisa memanfaatkan potensi ekonomi daerah. Atas dasar

    analisis kondisi mikro dan makro maka dijadikan dasar bagi penyusunan model peningkatan peran

    UMKMK. Untuk lebih jelasnya, maka lingkup kajain ini dapat dikelompokkan sebagai berikut :

  • Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    1. Identifikasi dan analisis potensi ekonomi daerah terutama sektor pertanian, dan sektor

    perdagangan, dll.

    2. Identifikasi dan analisis potensi KUMKM yang dapat dikembangkan bagi peningkatan

    kesejahteraan masyarakat.

    3. Penyusunan model peningkatan peran KUMKM dalam pengembangan potensi unggulan daerah

    kawasan perbatasan

    1.5. OUTPUT

    Output dari kajian ini adalah :

    1. Terdiskripsinya permasalahan yang dihadapi masyarakat daerah tertinggal/terisolir dalam

    memanfaatkan potensi ekonomi daerah;

    2. Terdiskripsinya potensi ekonomi daerah tertinggal antara lain : sektor pertanian, sektor

    perdagangan, dll.

    3. Terdiskripsinya potensi KUMKM yang dapat dikembangkan bagi peningkatan kesejahteraan

    masyarakat.

    4. Tersusunnya model peningkatan KUMKM dalam pengembangan ekonomi daerah tertinggal

    kawasan perbatasan

  • 6 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    2.1 KERANGKA PIKIR

    Perkembangan perekonomian masyarakat di daerah tertinggal/terisolir kawasan perbatasan

    harus diakui masih jauh tertinggal bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Pengertian pembangunan

    daerah tertinggal/terisolir adalah melakukan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang

    dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan sarana fisik,

    menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal

    dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya (KPDT, 2006). Kesenjangan sosial ekonomi

    masyarakat daerah tertinggal/terisolir diperbatasan dengan masyarakat negara tetangga

    mempengaruhi watak dan pola hidup masyarakat setempat dan berdampak negatif bagi pengamanan

    daerah perbatasan dan rasa nasionalisme. Maka tidak jarang daerah perbatasan sebagai pintu masuk

    atau tempat transit pelaku kejahatan dan teroris. Oleh sebab itu, banyak kalangan menginginkan

    perubahan pradigma pembangunan daerah tertinggal/terisolir diperbatasan dari sisi pemberian

    anggaran dilihat tidak sebagai membangun halaman belakang negara tapi membangun halaman

    depan negara.

    Pembangunan daerah tertinggal/terisolir di kawasan perbatasan melalui peningkatan peran

    KUMKM berarti mendorong partisipasi masyarakat daerah tertinggal/terisolir di perbatasan dalam

    pembangunan daerahnya terutama dalam upaya pengentasan kemiskinan. Pemberdayaan KUMKM

    dalam menangani potensi daerah merupakan suatu alternative bagi pengembangan daerah

    tertinggal/terisolir pada konteks kompleksitas kawasan perbatasan, walaupun disadari bahwa

    pengembangan ekonomi kawasan perbatasan mestinya dilaksanakan secara simultan dalam kerangka

    kerja yang komperhensif dengan berbagai upaya lain seperti : pendidikan, pemberdayaan masyarakat,

    pembangunan sosial, penyediaan infrastruktur dan lainnya. Oleh sebab itu, dalam penyusunan model

    peningkatan peran KUMKM di daerah tertinggal/terisolir di kawasan perbatasan disusun kerangka pikir

    sebagai berikut :

    KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2014

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2014

    Gambar 2.1. Kerangka Pikir Kajian Penyusunan Model Peningkatan KUMKM di daerah Tertinggal /Terisolir

    Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM 7

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR

    8 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    2.2 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAERAH TERTINGGAL/TERISOLIR

    Pada umumnya daerah yang berada diperbatasan dengan negara tetangga merupakan daerah

    tertinggal/terisolir. Penanganan daerah perbatasan negara, pada hakekatnya merupakan bagian dari

    upaya perwujudan ruang wilayah nusantara sebagai satu kesatuan geografi, politik, ekonomi, sosial

    budaya dan pertahanan keamanan (Sabarno, 2001). Pada umumnya daerah pebatasan belum

    mendapat perhatian secara proporsional, dapat dilihat dari kurangnya sarana prasarana pengamanan

    daerah perbatasan dan aparat keamanan di perbatasan. Hal ini telah menyebabkan terjadinya

    berbagai permasalahan seperti, perubahan batas-batas wilayah, penyelundupan barang dan jasa serta

    kejahatan trans nasional (transnational crimes). Ketahanan wilayah perbatasan perlu mendapatkan

    perhatian secara sungguh-sungguh karena kondisi tersebut akan mendukung ketahanan nasional

    dalam kerangka NKRI.Keamanan wilayah perbatasan mulai menjadi concern setiap pemerintah yang

    wilayah negaranya berbatasan langsung dengan negara lain.

    Terdapat sekitar 20 kabupaten di wilayah perbatasan sebagai daerah tertinggal yang

    merupakan bagian dari 199 daerah tertinggal berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005.

    Penentuan daerah tertinggal mengacu pada beberapa kriteria, misalnya tingkat kemiskinan, pendidikan

    dan kesehatan, ketersediaan infrastruktur, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas pelayanan

    publik, kondisi geografis, dan kondisi sumber daya alam yang rendah. Menurut Eddy MT. Sianturi, SSi

    dan Nafsiah, SP, Peneliti Puslitbang Strahan Balitbang Dephan Pengembangan daerah perbatasan

    perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah mengingat daerah perbatasan suatu negara

    mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya

    alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Pembangunan wilayah perbatasan pada hakekatnya

    merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis

    dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional, hal tersebut ditunjukkan oleh karakteristik

    kegiatan antara lain :

    1. Mempunyai dampak penting bagi kedaulatan negara.

    2. Merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat

    sekitarnya.

    3. Mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di

    wilayah lainnya yang berbatasan dengan wilayah maupun antar negara.

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR

    9 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    4. Mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala regional maupun

    nasional.

    Pembangunan di daerah tertinggal/terisolir dihadapkan pada kendala yang cukup berat,

    permasalahan yang dihadapi daerah tertinggal/terisolir (KPDT, 2004), mencakup : (1) permasalahan

    pengembangan ekonomi lokal yaitu keterbatasan pengelolaan sumberdaya lokal dan belum

    terintegrasinya dengan kawasan pusat pertumbuhan, (2) permasalahan pengembangan sumberdaya

    manusia yaitu rendahnya kualitas sumberdaya manusia, (3) permasalahan kelembagaan, terutama

    rendahnya kemampuan kelembagaan aparat dan masyarakat daerah tertinggal/terisolir, (4)

    permasalahan kurangnya sarana dan prasarana terutama transportasi darat, laut dan udara;

    telekomunikasi dan energi, serta keterisolasian daerah, dan (5) permasalahan karakteristik daerah

    terutama berkaitan dengan daerah rawan bencana (kekeringan, banjir, longsor, kebakaran hutan,

    gempa bumi, dan lainnya) serta rawan konflik sosial.

    Untuk mengatasi permasalahan yang dikemukakan di atas, Kementerian PDT mengambil

    strategi dasar yang terdiri atas empat pilar :

    Pertama, meningkatkan kemandirian masyarakat dan daerah tertinggal melalui : (1) pengembangan

    ekonomi lokal, (2) pemberdayaan masyarakat, (3) penyediaan prasarana dan sarana local/pedesaan,

    dan (4) peningkatan kapasitas kelembagaan daerah, dunia usaha, dan masyarakat;

    Kedua, mengoptimalkan pemanfaatan potensi wilayah, melalui : (1) penyediaan informasi potensi

    sumberdaya wilayah, (2) pemanfaatan teknologi tepat guna, (3) peningkatan investasi dan kegiatan

    produksi, (4) pemberdayaan dunia usaha dan UMKM, dan (5) pembangunan kawasan produksi;

    Ketiga, memperkuat integrasi ekonomi antara daerah tertinggal dan daerah maju, melalui: (1)

    pengembangan jaringan ekonomi antar wilayah, (2) pengembangan jarimgam prasarana antar wilayah,

    dan (3) pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah;

    Keempat, meningkatkan penanganan daerah khusus yang memiliki karakteristik keterisolasian,

    dilakukan melalui: (1) pembukaan keterisolasian daerah (pedalaman, pesisir dan pulau kecil terpencil),

    (2) penanganan komunitas adat terasing, dan (3) pembangunan daerah perbatasan dan pulau-pulau

    kecil.

    Penanganan daerah perbatasan khususnya daerah terpencil selama ini memang belum dapat

    dilakukan secara optimal dan kurang terpadu, serta seringkali terjadi tarik-menarik kepentingan antara

    berbagai pihak baik secara horizontal, sektoral maupun vertikal. Banyak ditemukan kebijakan

    dilapangan yang tidak saling mendukung dan atau kurang sinkron satu sama lain. Koordinasi yang

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR

    10 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    dibangun belum sinergi dan terpadu sehingga hal ini sering menimbulkan masalah. Koordinasi

    pengelolaan daerah tertinggal/terisolir di kawasan perbatasan, hendaknya melibatkan banyak instansi

    (Departemen/LPND), baik instansi terkait di tingkat pusat maupun antar instansi pusat dengan

    pemerintah daerah. Selain itu, belum terkoordinasinya pengembangan kawasan perbatasan antar

    negara dengan kerjasama ekonomi sub regional, seperti yang ditemui pada wilayah perbatasan antara

    Malaysia Timur dengan Kalimantan dengan KK Sosek Malindo dan BIMP-EAGAnya, serta dengan

    rencana pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Sanggau di Kalimantan

    Barat dan KAPET SASAMBA di Kalimantan Timur yang secara konseptual dan operasional perlu

    diarahkan dan dirancang untuk menumbuhkan daya saing, kompabilitas dan komplementaritas dengan

    wilayah negara tetangga.

    Siapa yang bertanggung jawab dalam membina masyarakat di perbatasan, menyediakan,

    memelihara infrastruktur terutama daerah yang sulit dijangkau, sebenarnya tidak perlu dipersoalkan

    lagi. Pemerintah pusat, pemerintah daerah Tingkat I dan Tingkat II mempunyai tanggung jawab yang

    sama untuk membangun dan mensejahterakan masyarakat di daerah tertinggal/terisolir terutama di

    daerah perbatasan antara negara. Perkembangan masyarakat tertinggal/terisolir terutama sekitar

    daerah perbatasan negara, mestinya tidak lepas dari perhatian semua pihak dimana penanganan

    masalah daerah batas negara tidak domain hanya urusan pemerintah pusat saja, tetapi pemerintah

    daerah dan masyarakat harus tahu dan memahami kebijakan yang selayaknya disepakati bersama.

    Komitmen dan kebijakan Pemerintah untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi dalam

    pembangunan wilayah perbatasan telah mengalami reorientasi yaitu dari orientasi keamanan (security

    approach) menjadi orientasi kesejahteraan/pembangunan (prosperity/development approach). Adanya

    reorientasi ini diharapkan penanganan pembangunan kawasan perbatasan di Kalimantan dilakukan

    dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut :

    1. Pendekatan keamanan yang diterapkan Mabes TNI di dalam penanganan KK Sosek Malindo,

    walaupun berbeda namun diharapkan dapat saling menunjang dengan pendekatan

    pembangunan.

    2. Penanganan KK Sosek Malindo selama ini ternyata tidak tercipta suatu keterkaitan (interface)

    dengan program pengembangan kawasan dan kerjasama ekonomi regional seperti BIMP-EAGA,

    yang sebenarnya sangat relevan untuk dikembangkan secara integrative dan komplementatif

    dengan KK Sosek Malindo

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    11 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    3. Terkait dengan beberapa upaya yang telah disepakati di dalam pengembangan kawasan

    perbatasan antar negara, khususnya di Kalimantan dengan KK Sosek Malindonya, diperlukan

    pertimbangan terhadap upaya percepatan pengembangan kawasan perbatasan tersebut melalui

    penanganan yang bersifat lintas sektor dan lintas pendanaan

    Selain itu, Isu pengembangan daerah perbatasan yang terkategorikan terpencil lainnya secara

    umum diilustrasikan sebagai berikut :

    1. Kaburnya garis perbatasan wilayah negara akibat rusaknya patok-patok di perbatasan

    Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur menyebabkan sekitar 200 hektare hutan wilayah

    Republik Indonesia berpindah masuk menjadi wilayah Malaysia (Media Indonesia, 21 Juni 2001).

    Ancaman hilangnya sebagian wilayah RI di perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia Timur

    akibat rusaknya patok batas negara setidaknya kini menjadi 21 patok yang terdapat di

    Kecamatan Seluas, kabupaten Bengkayang, memerlukan perhatian. Selain di Kabupaten

    Bengkayang, kerusakan patok-patok batas juga terjadi di wilayah Kabupaten Sintang dan

    Kapuas Hulu, masing-masing berjumlah tiga dan lima patok (Media Indonesia, 23 Juni 2001).

    2. Pengelolaan sumber daya alam belum terkoordinasi antar pelaku sehingga memungkinkan

    eksploitasi sumber daya alam yang kurang baik untuk pengembangan daerah dan masyarakat.

    Misalnya, kasus illegal lodging yang juga terkait dengan kerusakan patok-patok batas yang

    dilakukan untuk meraih keuntungan dalam penjualan kayu. Depertemen Kehutanan pernah

    menaksir setiap bulannya sekitar 80.000-100.000 m3 kayu ilegal dari Kalimantan Timur dan

    sekitar 150.000 m3 kayu ilegal dari Kalimantan barat masuk ke Malaysia (Kompas, 20 Mei 2001).

    3. Kepastian hukum bagi suatu instansi dalam operasionalisasi pembangunan di wilayah

    perbatasan sangat diperlukan agar peran dan fungsi instansi tersebut dapat lebih efektif.

    Contohnya, Perum Perhutani yang ditugasi Pemerintah untuk mengelola HPH eks PT. Yamaker

    di perbatasan Kalimantan-Malaysia baru didasari oleh SK Menhut No. 3766/Kpts-II/1999 tanggal

    27 Mei 1999, namun tugas yang dipikul Perhutani meliputi menata kembali wilayah perbatasan

    dalam rangka pelestarian sumber daya alam, perlindungan dan pengamanan wilayah perbatasan

    dan pengelolaan hutan dengan system tebang pilih . Tugas ini bersifat lintas sektoral dan lintas

    wilayah sehingga diperlukan dasar hukum yang lebih tinggi.

    4. Pengelolaan kawasan lindung lintas negara belum terintegrasi dalam program kerja sama

    bilateral antara kedua negara, misalnya keberadaan Taman Nasional Kayan Mentarang yang

    terletak di Kabupaten Malinau dan Nunukan, di sebelah Utara Kalimantan Timur, sepanjang

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    12 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    perbatasan dengan Sabah Malaysia, seluas 1,35 juta hektare. Taman ini merupakan habitat lebih

    dari 70 spesies mamalia, 315 spesies unggas dan ratusan spesies lainnya.

    5. Kawasan perbatasan mempunyai posisi strategis yang berdampak terhadap hankam dan politis

    mengingat fungsinya sebagai outlet terdepan Indonesia, dimana terjadi banyak pelintas batas

    baik dari dan ke Indonesia maupun Malaysia. Ancaman di bidang hankam dan politis ini perlu

    diperhatikan mengingat kurangnya pos lintas batas legal yang disepakati oleh kedua belah pihak,

    misalnya di Kalimantan Barat dengan Serawak/Sabah hanya ada 2 pos lintas batas legal dari 16

    pos lintas batas yang ada.

    6. Kemiskinan akibat keterisolasian kawasan menjadi pemicu tingginya keinginan masyarakat

    setempat menjadi pelintas batas ke Malaysia berlatar belakang untuk memperbaiki

    perekonomian masyarakat mengingat tingkat perekonomian Malaysia lebih berkembang.

    7. Kesenjangan sarana dan prasarana wilayah antar kedua wilayah negara pemicu orientasi

    perekonomian masyarakat, seperti di Kalimantan, akses keluar (ke Malaysia) lebih mudah

    dibandingkan ke ibukota kecamatan/kabupaten di wilayah Kalimantan.

    8. Tidak tercipta keterkaitan antar kluster social ekonomi baik kluster penduduk setempat maupun

    kluster binaan pengelolaan sumber daya alam di kawasan, baik keterkaitan ke dalam maupun

    dengan kluster pertumbuhan di negara tetangga.

    9. Adanya masalah atau gangguan hubungan bilateral antar negara yang berbatasan akibat adanya

    peristiwa-peristiwa baik yang terkait dengan aspek ke-amanan dan politis, maupun pelanggaran

    dan eksploitasi sumber daya alam yang lintas batas negara, baik sumber daya alam darat

    maupun laut.

    Rencana Pembangunan Daerah Tertinggal tertuang dalam Rencana Pengurangan

    Ketimpangan Pembangunan Daerah, Bab 26 dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

    Tahun 2004-2009 memiliki sasaran : Terwujudnya percepatan pembangunan di wilayah-wilayah cepat

    tumbuh dan strategis, wilayah tertinggal, termasuk wilayah perbatasan dalam suatu sistem wilayah

    pengembangan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis; melalui kebijakan :

    1. Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat

    tumbuh sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu

    sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis melalui keterkaitan mata-rantai proses

    industri dan distribusi.

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    13 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    2. Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dan

    terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat

    dan dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain.

    Mengacu pada RPJM Nasional 2004-2009 dan mempertimbangkan kompleknya permasalahan

    di daerah tertinggal menuntut pembangunannya harus dilaksanakan secara menyeluruh dan sistemik,

    untuk itu langkah yang harus diambil adalah:

    1. Pendekatan perwilayahan (regional development approach).

    2. Koordinasi antar sektor secara sinergi

    3. Keterpaduan rencana pusat dan rencana daerah

    4. Diarahkan pada kerangka sistem yang berkesinambungan

    2.3 KEBIJAKAN PENINGKATAN PERAN KUMKM

    Perekonomian Indonesia di masa mendatang diperkiranakan semakin membaik sebagai

    dampak dari kondisi ekonomi global, regional dan adanya perbaikan sarana dan prasarana yang dapat

    menunjang kegiatan ekonomi domestic. Namun beberapa isu yang perlu dicermati antara lain : (1)

    tingginya pengangguran, (2) rendahnya investasi, dan (3) biaya ekonomi tinggi. Ketiga issu ini harus

    cepat direspon pemerintah khususnya dalam menentukan kebijakan pengembangan ekonomi nasional

    pada tahun 2005-2009. Kondisi perekonomian Indonesia yang pernah ambruk pada masa lalu

    disebabkan antisipasi yang lamban dari pengambil keputusan yang membiarkan perekonomian

    Indonesia hanya bertumpu pada beberapa usaha skala besar (konglomerat). Pada hal dalam

    perkembangannya peran KUMKM ternyata tidak dapat disangkal telah membawa kondisi perbaikan

    ekonomi nasional. BPS (2008) menyebutkan bahwa jumlah UMKM tercatat 51,3 juta atau 99,90 %

    dari total jumlah unit usaha.UMKM menyerap tenaga kerja sebanyak 90,9 juta atau 99,40 % dari total

    angkatan kerja. Kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB sebesar 56,70 %. Kemudian sumbangan

    UMKM terhadap penerimaan devisa negara melalui kegiatan ekspor sebesar Rp 75,80 triliun atau

    19,90 % dari total nilai ekspor. Dengan berbagai spefikasinya, terutama modalnya yang kecil sampai

    tidak terlalu besar, dapat merubah produk dalam waktu yang tidak terlalu lama dan manajemennya

    yang relatif sederhana serta jumlahnya yang banyak dan tersebar di wilayah nusantara, menyebabkan

    UMKM memiliki daya tahan yang cukup baik terhadap berbagai gejolak ekonomi. Pada sisi lain dalam

    pengembangan KUMKM ditemukan banyak masalah yang mesti diatasi. Badan Pusat Statistik (2003)

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    14 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapi KUMKM antara lain: 1) Kurang permodalan; 2)

    Kesulitan dalam pemasaran; 3) Persaingan usaha ketat; 4) Kesulitan bahan baku; 5) Kurang teknis

    produksi dan keahlian; 6) Keterampilan manajerial kurang; 7) Kurang pengetahuan manajemen

    keuangan; 8) Iklim usaha yang kurang kondusif (perijinan, aturan/ perundangan)

    Berdasarkan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor : 01/Per /M.KUKM /1/2014 Tentang

    Rencana Strategis Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2014 - 2014, yang ditetapkan pada tanggal

    18 Januari 2014. Secara nasional arah kebijakan di bidang koperasi dan UKM ditujukan pada

    peningkatan akses pembiayaan bagi Koperasi dan Usaha Mikro dan Kecil, khususnya Kredit Usaha

    Rakyat (KUR). Selain itu dilaksanakan revitalisasi sistem pendidikan pelatihan dan penyuluhan

    perkoperasian bagi anggota dan pengelola Koperasi serta calon anggota dan kader Koperasi. Hal ini

    ditujukan pada peningkatan usaha masyarakat yang dapat menurunkan tingkat kemiskinan atau

    peningkatan kesejahtraan masyarakat miskin.

    Strategi Pemberdayaan Koperasi dan UMKM diarahkan kepada pembangunan kompetensi

    inovasi dan teknologi, sehingga dapat lebih berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang

    berkelanjutan serta dapat meningkatkan posisi tawar dan efisiensi usaha secara lebih terukur dan

    terlembaga melalui perkoperasian. Untuk itu, perlu diperbaiki lingkungan usaha yang lebih kondusif

    bagi peningkatan daya saing Koperasi dan UMKM . Seiring dengan itu, perlu juga dilakukan

    peningkatan akses usaha Koperasi dan UMKM kepada sumber daya produtif, serta ditingkatkan juga

    kapasitas, kompetensi, dan produktivitas usaha.

    Sejalan dengan strategi tersebut dan dengan mempertimbangkan kondisi internal maupun

    eksternal ke depan, maka arah kebijakan prioritas bidang pemberdayaan Koperasi dan UMKM yang

    akan ditempuh dalam priode lima tahun mendatang melalui 5 (lima) fokus prioritas, melalui :

    1. Peningkatan Iklim usaha yang kondusif bagi Koperasi dan UMKM

    2. Peninkatan akses terhadap sumber daya produktif

    3. Pengembangan produk dan pemasaran bagi Koperasi dan UMKM

    4. Peningkatan daya saing SDM Koperasi dan UMKM

    5. Pengutan Kelembagaaqn Koperasi

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    15 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    Peningkatan peran KUMKM dalam pembangunan daerah tertinggal/terisolir di perbatasan

    merupakan langkah dan upaya mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan daerah.

    Oleh sebab itu, pemberdayaan Koperasi dan UMKM dapat dilakukan melalui;

    1. Revitalisasi peran Koperasi dan perkuatan posisi UMKM dengan (a) Memperbaiki akses

    Koperasi dan UMKM terhadap permodalan, tekologi, informasi dan pasar, serta (b) memperbaiki

    iklim usaha;

    2. Mengotimalkan pemanfaatan sumberdaya pembangunan dan;

    3. Mengembangkan potensi sumberdaya lokal.

    Untuk tujuan tersebut di atas, Kementerian Negara Koperasi dan UKM bekerjasama dengan

    instasi terkait dan pemerintah daerah provinsi serta pemda kabupaten/kota, telah melaksanakan

    program-program pemberdayaan Koperasi dan UMKM yang difokuskan pada ;

    1. Pemberdayaan Institusional UMKM dalam bentuk program:1) Penyederhanaan Perizinan dan

    pengembangan system perizinan satu pintu, serta bagi usaha mikro perizinan cukup dalam

    bentuk registrasi usaha; 2) Penataan Peraturan Daerah (Perda) untuk mendukung

    pemberdayaan KUMKM; 3) Penataan dan penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan

    yang berkaitan dengan pengembangan KUMKM; 4) Pengembangan koperasi berkualitas, dan 5)

    Revitalisasi koperasi

    2. Peningkatan Akses UMKM terhadap Sumber-Sumber Pendanaan : 1) Pengembangan berbagai

    Skim Perkreditan untuk UMKM ;1) Program pembiayaan produktif koperasi dan usaha mikro; 2)

    Program pembiayaan wanita usaha mandiri dalam rangka pemberdayaan perempuan, keluarga

    sehat dan sejahtera ; 3) Program skim pendanaan komoditas KUMKM melalui Resi gudang.

    3. Pemberdayaan di Bidang Produksi melalui Bantuan Sektor Usaha Selektif sebagai stimulant; 1)

    Program pengembangan Pengadaan Pangan Koperasi dengan sistem Bank Padi; 2) Program

    pengembangan usaha KUMKM melalui pengadaan bibit Kakao Jambu Mente dan Jarak; 3)

    Program pengembangan usaha penangkapan ikan; 4) Program pengembangan usaha sarana

    penunjang perikanan; 5) Program pengembangan usaha budidaya ternak; 6) Program bantuan

    perkuatan alat penecah batu; 7) Program bantuan perkuatan pengolahan eceng gondok dan alat

    tenun bukan mesin; 8) Program pengembangan penggunaan LPG dan bioenerji untuk

    mendukung kegiatan produksi UMKM; 9) Program pemberdayaan UMKM melalui

    pengembangan Pembangkit Listrik tenaga Matahari (PLTMH); dan 10) Pemberdayaan KUMKM

    melalui usaha pengolahan dan budidaya Rumput Laut

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    16 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    4. Pengembangan Jaringan Pemasaran; 1) Promosi produk UMKM; 2) Modernisasi usaha ritel

    koperasi; 3) Pengembangan sarana pemasaran UMKM; 4) Pengembangan Trading Board dan

    Data Center; dan 5) Pameran di dalam dan di Luar negeri

    5. Pemberdayaan Sumberdaya UMKM; 1) Penumbuhan Wirausaha baru ; 2) Peningkatan

    kemampuan teknis dan manajerial Koperasi dan UMKM; 3) Pengembangan kualitas layanan

    Koperasi; 4) Pendidikan dan pelatihan perkoperasian bagi kelompok usaha produktif; dan 5)

    Pengembangan prasarana dan sarana pendidikan dan pelatihan

    6. Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya UMKM dan Koperasi; 1) Pengkajian,

    Penelitian Dan Pengembangan Potensi Kendala Dan Permasalah Koperasi dan UKM; 2) Diskusi

    Permasalahan dan Isu-isu strategis dalam proses pemberdayaan UMKM; 3) Sosialisasi hasil-

    hasil kajian, penelitian, pengembangan dan diskusi pemberdayaan Koperasi dan UKM, melalui

    penerbitan buku, jurnal dan majalah Ilmiah; dan 4) Pengkaderan dan Pengawasan kinerja aparat

    dan Sumberdaya Koperasi dan UMKM

  • 17 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    Metodologi kajian yang akan dilakukan sangatlah erat kaitannya dengan tujuan yang akan

    dicapai dan ketersedian data dan informasi yang didapat serta beberapa pertimbangan lainnya, seprti

    pemenuhan tujuan penelitian. Untuk mengidentifikasikan berbagi permasalahan yang ada serta

    membahas solusinya akan dilaksanakan dengan menggunakan metode Diskusi Terbatas/Focus Group

    Discussion (FGD).

    3.1 KERANGKA ANALISIS KAJIAN

    Langkah awal dari kajian ini dimulai dari menelaah dan menganalisis kembali kebijakan yang

    terkait dengan peningkatan peran UMKMK secara umum dan kebijakan tentang pengembangan

    daerah tertinggal/terisolir. Kemudian mencermati fakta penerapan di lapangan secara situasional

    berdasarkan dukungan data primer (survey lapangan) dan masukan dari diskusi terbatas (FGD) di

    lokasi kajian. Atas dasar data dari kedua perolehan sumber data tersebut maka disusun model

    peningkatan peran UMKMK di daerah tertinggal/terisolir. Secara diagram langkah diatas dapat dilihat

    berikut ini :

    KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2014

  • Gambar 3.1 : Kerangka Analisis Kajian

    Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM 18

    KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2014

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    19 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    3.2 PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI

    1. Data sekunder dikumpulkan dari studi literatur melalui berbagai sumber dan hasil penelitian

    sebelumnya, buku literatur sampai dengan materi yang diperoleh melalui jaringan internet yang

    terkait dengan ekonomi pembangunan, pembangunan wilyah, pembangunan pedesaan dan

    berbagai hasil penelitian/kajian pengembangan daerah tertinggal/ terisolir; dan dari instansi

    terkait di daerah : (1) Kantor Statistik provinsi dan kabupaten, (2) Kantor Koperasi

    Kabupaten,(3) Instansi terkait di daerah meliputi : Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas

    Perindustrian, Perbankan, BKPM, (4) Gerakan Koperasi.

    2. Data Primer, diambil langsung dari lapangan baik melalui wawancara (interview) maupun

    melalui daftar pertanyaan (kuesioner);

    3. Focus Group Discussion

    Kegiatan dilaksanakan dengan instansi terkait di daerah, perguruan tinggi, pemerhati

    pembangunan daerah, LSM , dan UKMKM;

    3.3 LOKASI KAJIAN

    1. Kegiatan ini akan dilaksanakan di 2 provinsi yaitu : Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara

    Timur.

    2. Lokasi kajian dipilih daerah tertinggal yang berada didaerah perbatasan pada 2 (dua) lokasi

    diatas, yaitu Kabupaten Sanggau (Kalbar) dan Kabupaten Belu untuk (NTT). Pemilihan lokasi

    dengan pertimbangan bahwa daerah perbatasan tersebut merupakan daerah tertinggal dan

    terisolir yang memerlukan perhatian untuk dikembangkan mengingat kedua kabupaten

    tersebut berada di perbatasan antar Negara

    3.4 POPULASI DAN SAMPEL

    Populasi dari penelitian ini adalah stakeholder di kabupaten Sanggau maupun di kabupaten

    Belu Oleh karena itu penarikan sampel dilakukan secara purposive. Untuk memperoleh data dan

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    29 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    informasi ditetapkan sebagai responden adalah: usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, koperasi,

    dinas/instansi, dan expert. Penyebaran sampel dan responden dapat dilihat pada Tabel berikut:

    Tabel 3-1. Penyebaran Sampel untuk Survei Lapangan dan FGD

    No

    Kabupaten

    Usaha

    Mikro

    Usaha

    Kecil

    Usaha

    Menengah

    Dinas

    Terkait

    Pemuka

    Masykat

    Expert

    Total

    1 Sanggau 5 5 5 5 5 3 28

    2 Belu 5 5 5 5 5 3 28

    Total 10 10 10 10 10 6 56

    3.5 PENGOLAHAN DATA

    Data yang terkumpul dari lapangan diinventarisasi dan diklasifikasikan berdasarkan kategori

    pemenuhan karakteristik data yang sudah ditentukan terlebih dahulu dilakukan editing dan seterusnya

    ditabulasi berdasarkan klasifikasi yang ditetapkan. Terhadap hasil tabulasi kemudian dilakukan

    pengecekan ulang untuk memastikan keakuratan dan kelogisan penyajiannya. Untuk data yang tidak

    valid dan tidak merepresentasikan keadaan sebenarnya dari responden akan dibuang. Entri data akan

    dilakukan setelah data divalidasi dan sudah layak untuk diolah. Data diolah dalam bentuk spreadsheet

    agar mudah dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan berbagai program aplikasi statistik. Adapun

    langkah pengolahan data melalui proses sebagai berikut :

    1. Pengembangan struktur database

    Membangun struktur basis data yang akan digunakan untuk mempermudah analisis dan

    selanjutnya dimasukkan ke dalam kompute,

    2. Entri data ke komputer

    Memasukkan data ke dalam basis data yang telah dirancang, setiap nilai yang diperoleh

    dimasukkan variabel yang tepat. Kemudian dimasukkan dalam komputer sehingga akan

    menghasilkan data yang informatif.

    3. Transformasi data

    Mengambil data dari variabel yang telah ada di dalam basis data komputer untuk kebutuhan

    analisis

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    21 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    3.6 ANALISA DATA

    Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan banyak ditentukan atas dasar pengamatan

    dari objek yang diteliti. Adapun analisa data yang digunakan dalam kajian ini adalah :

    1. Analisis deskriptif untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh

    sebagai acuan untuk melihat karakteristik data yang diperoleh. Untuk melakukan analisis

    terhadap data primer yang diambil pada kegiatan kajian ini akan digunakan metode analisis

    statistic sederhana (simple descriptive statistic) sebagaimana yang dikemukakan oleh Welch &

    Comer (1998). .Perlakuan dan pengolahan akan dilakukan terhadap distribusi frekuensi,

    tendensi pemusatan dan penyebaran (Draper & Smith,1981). Teknik ini digunakan karena

    secara sederhana dapat menggambarkan kecenderungan yang terdapat pada suatu populasi.

    Dengan melihat kecenderungan dari data yang terolah, maka kita akan dapat memprediksikan

    kemungkinan maupun alternatip yang ada dari data.

    2. Analisis AHP untuk melihat pengembangan potensi UKMKM. dan potensi UMKMK. Menurut

    Saaty (1975), AHP merupakan teori pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala ratio

    dari perbandingan pasangan yang diskret maupun kontinue. Pengukurannya bisa secara

    aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan perasaan dan preferensi. Sedangkan

    prinsip yang digunakan pada AHP adalah : 1) dekomposisi, 2) pendapat yang bersifat

    komperatif, 3)sentisis terhadap prioritas, dan 4) konsestensi dalam pemikiran

    3. Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengetahui sejauh mana sektor-sektor di

    suatu daerah atau sektor-sektor apa saja yang merupakan sektor basis atau leading sector.

    Hasil dari analisis ini akan memperlihatkan sektor yang berperan secara dominan sebagai

    sektor basis dan sektor yang tidak berperan secara dominan disebut sebagai sektor non basis.

    Pengelompokan sektor basis dan non basis berdasarkan besaran LQ yang diperoleh dari hasil

    analisis adalah sebagai berikut:

    LQ < 1 , berarti sektor tersebut memiliki potensi yang kecil untuk menjadi sector basis

    wilayah

    LQ = 1 , berarti sektor tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan lokalnya dan dapat

    berpotensi sebagai kegiatan basis ekonomi wilayah.

    LQ > 1 , berarti sektor tersebut merupakan sektor basis ekonomi wilayah

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    22 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    3.7 PELAKSANA KEGIATAN

    Kegiatan ini dilaksanakan secara swakelola dilakukan pada tahun 2014 dengan dana APBN,

    dibawah pengarahan Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK dan Asdep Urusan Penelitian

    UKM dengan Tim sesuai Surat Keputusan Sekretaris Menteri Negara KUKM, sebagai berikut:

    1. Ketua : Indra Idris, SE, MM

    2. Wakil Ketua : Drs. Saudin Sijabat, MM

    3. Anggota : Ferry Indraputra, SE

    Drs. Joko Sutrisno, MM

    Iskandar

    Yori Andriani, SS

    4.

    Tenaga Ahli :

    Prof. Dr. Buyung

    Drs. Syaiful Abidin, MM

    5.

    Pengolah Data :

    Mohammad Thoriq Bahri

    6.

    Penulis Laporan :

    Indra Idris, SE, MM

    Drs. Saudin Sijabat, MM

    Drs. Syaiful Abidin, MM

  • 3.8 JADUAL PELAKSANAAN KEGIATAN

    Tabel 3-2. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

    Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM 23

    KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2014

  • 24 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

  • 24 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    Kajian ini dilakukan pada dua provinsi yang mempunyai kawasan perbatasan dengan negara

    tetangga yaitu : Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Negara Timor Leste dan Provinsi Kalimantan

    Barat dengan Negara Malaysia. Adapun kawasan perbatasan pada dua provinsi tersebut yang menjadi

    objek kajian masing-masing berada pada Kabupaten Belu dan Kabupaten Sanggau. Gambaran umum

    lokasi kajian dapat dikemukakan secara ringkas berikut ini :

    4.1. PROVINSI NTT

    Provinsi Nusa Tenggara Timur terletak di belahan Selatan Indonesia dan berdampingan

    dengan Negara tetangga Timor Leste dan benua Australia, Merupakan wilayah kepulauan yang terdiri

    dari 599 (lima ratus sembilan puluh sembilan) pulau, 411 (empat ratus sebelas) sudah mempunyai

    nama dan 188 (seratus delapan puluh delapan) saat ini belum mempunyai nama. Dari seluruh pulau

    yang ada, 69 (enam puluh sembilan) pulau diantaranya telah berpenghuni sedangkan 530 (lima ratus

    tiga puluh) pulau belum berpenghuni.

    Dilihat dari letak geografis Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagian wilayahnya berbatasan

    dengan Negara Timor Leste, seperti Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten

    Kupang dan Kabupaten Alor yang hanya dipisahkan oleh laut Sawu. Wilayah provinsi ini juga dikelilingi

    oleh lautan dengan wilayah-wilayah pesisir yang karakteristiknya berlainan. Provinsi Nusa Tenggara

    Timur terdiri dari 19 (sembilan belas) Kabupaten dan 1 (satu) Kota sebagaimana dapat dilihat pada

    Tabel 4-1.

    KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2014

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    25 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    Tabel 4-1. Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa/Kelurahan

    Sumber : NTT Dalam Angka 2009

    Pertumbuhan ekonomi NTT mengalami peningkatan jika dibandingkan triwulan I 2014.

    pertumbuhan ekonomi selama triwulan II, tercatat sebesar 5,24%;year on year. Pada triwulan

    mendatang, akselerasi pertumbuhan ekonomi NTT diperkirakan akan tumbuh lebih baik dibandingkan

    triwulan II. Pada triwulan III-2014, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berada pada kisaran 4,8%

    5,1%. Indeks keyakinan dan ekspektasi konsumen yang cenderung optimis menjadi salah satu

    sentimen positif. Kontribusi sektor pertanian, perdagangan dan jasa masih tetap dominan. Sektor

    pertanian, sebagai sektor unggulan tumbuh signifikan dibandingkan triwulan lalu. Dari sisi penggunaan,

    peningkatan pendapatan masyarakat menjadi salah satu pendorong aktivitas konsumsi.

    Sejalan dengan kondisi nasional, pergerakan tekanan inflasi NTT pada triwulan II-2014

    meningkat menjadi 10,68%; year on year. Peningkatan inflasi untuk Provinsi NTT terjadi baik di Kota

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    26 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    Kupang, maupun untuk Maumere. Selama triwulan II, tekanan paling dominan berasal dari kelompok

    bahan makanan. Secara umum, Kupang dan Maumere termasuk kota di Indonesia dengan persistensi

    yang cukup tinggi. Kondisi geografis yang dikelilingi oleh laut, dan tingkat ketergantungan cukup tinggi

    kepada daerah lain, menyebabkan kedua kota tersebut rentan terhadap fluktuasi harga.

    Tabel 4-2. Indikator Ekonomi Provinsi NTT

    Indicator III-2009 IV-2009 I-2014 II-2014

    PDRB Harga Konstan (Rp. Miliar) 3019.37 3147.72 2958.24 3052.02

    Pertumbuhan PDRB (yoy, %) 2.64% 4.14% 4.02% 5.24%

    Laju Inflasi Tahunan (yoy, %)

    Kupang 6.02% 6.49% 9.03% 11.08%

    Maumere 2.45% 5.22% 7.02% 8.52%

    4.1.1. Kabupaten Belu

    Kabupaten Belu sebagai salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur

    wilayahnya berada di sebelah Timur berbatas dengan Negara Timor Leste, dan terletak pada koordinat

    1240-1260 lintang selatan. Posisinya sangat strategis berada pada persimpangan Negara Timor Leste

    serta pada titik silang antara Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten TTU. Adapun batas wilayah

    Kabupaten Belu : sebelah Utara dengan Selat Ombai, sebelah Selatan dengan Laut Timor, sebelah

    Timur dengan Negara Timor Leste serta sebelah barat dengan Kabupaten Timor Tengah Utara dan

    Timor Tengan Selatan. Luas wilayah 2,445.57 Km2 atau 5.16% dari luas wilayah daratan Povinsi Nusa

    Tenggara Timur. Bentuk topografi wilayah merupakan daerah datar berbukit-bukit hingga pegunungan

    dengan sungai-sungai yang mengalir ke Utara dan Selatan mengikuti arah kemiringan lerengnya.

    Kabupaten Belu terbagi dalam 24 Kecamatan, luas dan kecamatan dapat dilihat pada Table berikut :

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    27 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    Tabel 4-3. Luas Daerah Kabupaten Belu Menurut Kecamatan

    Kecamatan

    Districk

    Luas

    Area

    ( Km2)

    Persentase

    Percentage

    (1) (2) (3)

    01. Malaka Barat 87,41 3,57

    02. Rinhat 151,72 6,20

    03. Wewiku 97,90 4,00

    04. Weliman 88,25 3,61

    05. Malaka Tengah 168,69 6,90

    06. Sasita Mean 65,48 2,68

    07. Io Kufeu 67,79 2,77

    08. Botin Leobele 39,03 1,60

    09. Malaka Timur 83,28 3,41

    10. Laen Manen 94,02 3,84

    11. Raimanuk 179,42 7,34

    12. Kobalima 120,95 4,95

    13. Kobalima Timur 96,11 3,93

    14. Tasifeto Barat 224,19 9,17

    15. Kakuluk Mesak 187,54 7,67

    16. Nanaet Dubesi 60,25 2,46

    17. Kota Atambua 24,90 1,02

    18. Atambua Barat 15,55 0,64

    19. Atambua Selatan 15,73 0,64

    20. Tasifeto Timur 211,37 8,64

    21. Raihat 87,20 3,57

    22. Lasiolat 64,48 2,64

    23. Lamaknen 105,90 4,33

    24. Lamaknen Selatan 108,41 4,43

    Kabupaten Belu 2 445,57 100,00

    Sumber : Potensi Desa (PODES) 2008, BPS

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    28 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    Wilayah datar terletak di bagian selatan memanjang sampai ke tenggara pada pesisir pantai

    Laut Timor dengan kemiringan kurang dari 2%, sedangkan daerah datar berombak sampai

    bergelombang 3-40% hampir merata di seluruh wilayah yaitu mencapai 55.86% dari luas wilayah.

    Wilayah pegunungan (>40%) terdapat di wilayah tengah ke arah Timur dengan luas wilayah sekitar

    17.40%. Sebagian besar Kabupaten Belu bertekstur tanah sedang yang meliputi hampir seluruh

    wilayah dan sebagian kecil bertekstur tanah halus dan kasar. Jenis tanah yang ada seperti tanah

    aluvial dapat di jumpai di dataran Besikama, sepanjang pantai Selatan dan sedikit di Utara, dan pada

    umumnya jenis tanah ini sangat subur karena banyak mengandung unsur hara.

    Gambar 4.1. Peta Kabupaten Belu

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    29 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    4.1.1.1. Sarana dan Prasana

    Sarana dan prasarana merupakan indikator yang diperlukan untuk mengetahui sejauhmana

    daya dukungnya terhadap aktivitas perekonomian di Kabupaten Belu. Pembangunan ekonomi dan

    pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan daerah terkait erat dan sangat dipengaruhi oleh

    kondisi dan daya dukung sarana dan prasarana yang ada. Secara umum kondisi sarana dan

    prasarana di Kabupaten Belu dapat digambarkan berikut ini :

    a. Transportasi Darat

    Sebagai bagian dari sistem transportasi regional yang terpadu, transportasi darat diharapkan

    bisa mendukung urat nadi kehidupan sosial, politik, kebudayaan, dan Hankam di Kabupaten Belu.

    Sistem transportasi yang ditata baik dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah pedesaan baik

    untuk keperluan lalulintas perdagangan barang/material maupun manusia sebagai faktor produksi

    sehingga pada gilirannya dapat memperpendek jarak kesenjangan tingkat pembangunan dengan

    daerah perkotaan.

    Sampai akhir tahun 2008 di Kabupaten Belu telah dibangun jalan sepanjang 932.55 Km terdiri

    dari: jalan Kabupaten 611,62 Km (65,58%), jalan Provinsi 247,93 km (26,59%) dan jalan Negara 73.00

    km (7.83%) Dilihat dari aspek kualitas permukaan jalan yang berkategori diaspal 603,69 Km (64,74%),

    kerikil/ diperkeras 269,64 Km (28,89%) dan jalan tanah sepanjang 59,49 Km (6,37%). Kendatipun

    panjang jalan tanah relatif masih cukup banyak namun hampir semua desa yang tersebar di wilayah

    Kabupaten Belu dapat dijangkau dengan kendaran umum. Dalam kurun waktu 2006-2008 jumlah

    berbagai jenis kendaraan bermotor menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2006 jumlah kendaraan

    bermotor roda dua 15 384 unit dan meningkat tajam menjadi 23 518 unit pada tahun 2008 atau naik

    34,59%. Kendaraaan roda empat untuk angkutan penumpang (mikrolet dan bus) pada tahun 2006

    sebanyak 1 228 unit dan meningkat menjadi 1 316 unit pada tahun 2008 atau naik 6,69%. Sedangkan

    untuk kendaraan angkutan barang (truk, light truk, dan pick up pada periode waktu yang sama

    mengalami peningkatan 19,37%. Dari jumlah kendaraan roda empat tersebut yang berfungsi sebagai

    kendaraan umum sebanyak 493 unit dengan perincian untuk angkutan penumpang 303 unit (naik

    4,62%) dan angkutan barang 190 unit (turun 57,37%) dari tahun yang lalu.

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    30 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    b. Perhubungan Laut

    Wilayah Kabupaten Belu bukan daerah kepulauan, tapi perhubungan laut merupakan salah

    satu sarana yang cukup penting untuk menunjang aktivitas perekonomian daerah. Disini terdapat

    pelabuhan laut Atapupu yang terletak di Kecamatan Kakuluk Mesak dan kegiatan pelabuhan relatif

    ramai karena mempunyai jaringan angkutan laut yang sifatnya regular. Sesuai data akhir tahun 2008

    terdapat 481 kali kunjungan kapal yang semuanya berklasifikasi sebagai pelayaran nusantara. Jumlah

    bongkar barang pada tahun 2006 sebanyak 84 803 ton, meningkat menjadi 106 646 ton (25,76%) pada

    tahun 2007 dan pada tahun 2008 menurun menjadi 98 735 ton (turun 7,42%). Sedangkan banyaknya

    muat barang lewat pelabuhan Atapupu pada tahun 2006 sebanyak 19 786,8 ton menurun menjadi 15

    370 ton (turun 22,32%) pada tahun 2007 dan pada tahun 2008 meningkat lagi menjadi 23 801 ton

    (naik 54,85%). Volume bongkar jauh lebih tinggi dari volume barang yang dimuat menunjukkan bahwa

    hasil produksi Kabupaten Belu yang diantar pulaukan ke daerah lain masih sangat terbatas, dan

    sebaliknya lebih menjadi wilayah pasar hasil produksi dari Jawa dan daerah lainnya.Jumlah

    penumpang yang datang pada tahun 2007 sebanyak 3 007 dan pada tahun 2008 tercatat sebanyak

    561 orang (turun 81,34%). Sedangkan yang berangkat pada tahun 2007 sebanyak 2 431 orang dan

    pada tahun 2008 tercatat 1 363 orang atau turun 43,93%.

    c. Perhubungan Udara

    Kabupaten Belu mempunyai satu pelabuhan udara yakni pelabuhan udara Haliwen, dimana

    jumlah pesawat yang datang dan berangkat pada tahun 2008 sebanyak 86 kunjungan pesawat. Bila

    dibandingkan dengan tahun 2007, pesawat yang datang dan berangkat tercatat 98 kunjungan sehingga

    mengalami penurunan sebesar 12,24%. Jumlah penumpang yang datang dan berangkat pada tahun

    2008 sebanyak 1 535 orang yang terdiri dari 714 orang yang datang dan 821 yang berangkat

    dibandingkan dengan tahun 2007 jumlah penumpang yang datang dan berangkat tercatat sebanyak 2

    154 orang atau turun sebesar 28,74%.

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    31 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    d. Pos dan Telekomunikasi

    Pos dan telekomunikasi merupakan sarana yang amat penting mencakup jangkauan

    pelayanan regional, nasional dan internasional sehingga arus informasi dan data dapat menjangkau

    seluruh dimensi ruang dengan baik dan lancer. Meningkatnya permintaan akan jasa pos dan

    telekomunikasi merupakan konsekuensi logis dari adanya kemajuan pembangunan dan meningkatnya

    kesejahteraan masyarakat. PT Pos dan Giro serta PT Telkom tentunya diharapkan mampu

    meningkatkan kinerja pelayanannya sejalan dengan meningkatnya permintaan masyarakat.

    Pada tahun 2008 di Kabupaten Belu tercatat satu buah kantor pos dan 5 kantor pos pembantu,

    dimana sepanjang tahun 2008 melayani pengiriman surat sebanyak 32 674 buah paket surat dengan

    rincian surat biasa 7 789 buah atau 23,84%, kilat 23 845 atau 72,98% dan surat tercatat 1 040 buah

    atau 3,18%. Sedangkan jumlah barang yang dipaketkan dan jumlah uang yang diweselkan masing-

    masing sebanyak 17 602,5 kg dan Rp 3 602 314 225,- Untuk sarana telekomunikasi terdapat satu

    buah kantor telepon BUMN, dengan jumlah pelanggan sampai akhir tahun 2007 sebanyak 3,119

    sambungan pelanggan dengan perincian : pemerintah 395 sambungan atau 12.66% dan 2,724

    sambungan atau 87.34% adalah pelanggan swasta dan perorangan. Dibandingkan tahun lalu, jumlah

    pelanggan telepon mengalami peningkatan sebesar 41.52%.

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    32 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    e. Kesehatan

    Pembangunan bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh

    pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan murah. Program dan kegiatan di bidang kesehatan

    diarahkan untuk tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang baik dan pada gilirannya tercipta

    kehidupan yang sehat dan produktif. Pada tahun 2008 ketersediaan sarana kesehatan secara umum

    mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya antara lain Puskesmas naik

    10,53%, Puskesmas Pembantu naik 6,25% dan Balai Pengobatan juga meningkat 15,38%. Jumlah

    tenaga pelayanan kesehatan (medis dan paramedis) juga mengalami peningkatan signifikan seperti S1

    kesehatan (15,00%), D3 kesehatan (86,07%) perawat dan bidan (21,92 % dan 0,43 %). Jumlah

    penderita rawat jalan pada Puskesmas, selama tahun 2008 sebanyak 599 410 kali kunjungan (pasien)

    atau turun 3,00% dibanding dengan keadaan tahun lalu. Dari jumlah kunjungan tersebut, komposisi

    jenis penyakit yang dominan masing-masing infeksi saluran pernafasan (ispa), 29,27%, dan rematik

    14,70%.

    Penderita rawat inap selama tahun 2008 pada RSU Atambua sebanyak 882 kunjungan

    (pasien) atau turun 30,00% dari keadaan tahun sebelumnya. Komposisi penyakit dominan untuk

    kunjungan rawat inap masing-masing TBC (30,38%), ISPA (19,50%), Dyspepsia (10,77%), Bronchitis

    (8,39%), dan penyakit lainnya (20,86%). Jumlah pasangan usia subur (PUS) pada tahun 2008

    sebanyak 48 998 pasang, dimana 34 951 (71,33%) diantarannya adalah peserta pasangan peserta KB

    aktif. Metode kontrasepsi yang digunakan pasangan KB aktif sebanyak 83,61% memilih KB suntik,

    sedangkan sisanya pil (6,26%), IUD (2,69%), Implant (4,63%), MOW dan MOP (2,23%) dan cara

    kondom (0,58%).

    f. Pendidikan

    Keberhasilan pembangunan suatu bangsa banyak dipengaruhi tingkat pendidikan sebagaian

    besar penduduknya. Semakin tinggi tingkat pendidikan akan membawa dampak positif bagi masa

    depan berbagai bidang kehidupan, baik sosial maupun ekonomi. Demikian pentingnya peranan

    pendidikan , maka tidaklah mengherankan apabila pendidikan senantiasa mendapat perhatian

    pemerintah maupun dari kalangan swasta. Peningkatan partisipasi sekolah dari berbagai lapisan

    masyarakat tentunya harus diimbangi penyediaan sarana fisik pendidikan maupun tenaga guru yang

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    33 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    memadai. Pada tahun 2008 jumlah Taman Kanak-Kanak 24 unit dengan jumlah murid 1 066 siswa,

    jumlah sekolah SD 338 unit, SLTP 48 unit ,SLTA umum 21 unit dan kejuruan 11 unit. Dibandingkan

    dengan tahun lalu, guru SD meningkat 6,89%, guru SLTP (1,56%) dan SLTA (1,37%). Sementara

    untuk jumlah murid masing-masing jenjang pendidikan yaitu SD naik 3,85% SLTP turun 6,35%, dan

    SLTA meningkat 3,52%.

    Dilihat dari tingkat pendidikan berdasarkan hasil Susenas 2008 memperlihatkan bahwa

    sebanyak 68,79% penduduk umur 10 tahun ke atas berpendidikan paling tinggi cuma tamat SD.

    Sedangkan sisanya tamat SLTP (15,61%), tamat SLTA (12,95%), serta tamat akdemi dan perguruan

    tinggi cuma 3,10%. Sebagai perbandingan Sensus Penduduk 2000 menunjukkan bahwa penduduk

    umur 5 tahun keatas pada tahun 2000, sampai tingkat SD (82,62%), tamat SLTP (8,68%), tamat SLTA

    (7,54 %), tamat akademi dan sarjana 1,15%. Persentase penduduk umur 10 tahun keatas yang buta

    huruf pada tahun 2008 hanya 17,80%, dimana lebih dari separuhnya adalah kaum perempuan. Ini

    memperlihatkan bahwa pendidikan bagi kaum perempuan masih dianggap kurang perlu oleh sebagian

    besar masyarakat di Kabupaten Belu. Masih rendahnya tingkat pendidikan formal dari sebagian besar

    penduduk Kabupaten Belu akan sangat mempengaruhi akselerasi pembangunan, dan kecepatan

    transformasi tenaga kerja dari sektor ekonomi tradisional ke sektor-sektor ekonomi modern.

    g. Fasilitas Perdagangan dan Jasa

    Kebijakan di sektor perdagangan selalu diarahkan untuk menjamin penyebaran serta

    ketersediaan berbagai barang kebutuhan secara lebih merata dengan harga yang dapat dijangkau

    daya beli masyarakat. Fasilitas di sektor perdagangan merupakan sektor yang sangat strategis dalam

    mata rantai aktivitas ekonomi karena berperan sebagai mediator antara rumah-tangga konsumen dan

    rumahtangga produsen. Sebagai jaringan distribusi yang melayani kebutuhan masyarakat baik untuk

    barang konsumtif maupun produktif. Fasilitas perdagangan antara lain pasar, kios/warung,

    toko/pertokoan, pusat perbelanjaan di kawasan dengan penduduk yang berjumlah 30.000 penduduk,

    pusat perbelanjaan niaga dengan 120.000 penduduk, pusat perbelanjaan niaga & industri dengan

    480.000 penduduk.

    Pasar. Saat ini sudah terdapat beberapa unit pasar yang tersebar di kecamatan-kecamatan,

    namun masih ada kecamatan yang belum memiliki pasar, terutama kecamatan yang baru dimekarkan.

    Umumnya pasar yang ada berupa pasar mingguan sedangkan pasar harian hanya terdapat di

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    34 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    beberapa kecamatan seperti Kecamatan Kota Atambua dan Kecamatan Malaka Tengah di Betun.

    Khususnya di kawasan perbatasan dengan Negara Timor Leste, dikembangkan pasar perbatasan

    seperti pasar Motaain, Pasar Turiskain, Pasar Builalu, dan pasar Motamauk. Dalam perkembangan

    kedepan diharapkan pada setiap ibu kota kecamatan terdapat sebuah pasar harian.

    Kios/Warung. Fungsi utama yang diemban sebuah warung/kios adalah tempat penjualan

    barang-barang keperluan sehari-hari. Radius pelayanan maksimal 500 m ( 78,57 ha); sedangkan

    wilayah pelayanan minimal 7,5 ha, dengan jumlah penduduk pendukung untuk satu unitnya 250 jiwa.

    Jumlah kebutuhan kios/warung di Kabupaten Belu pada akhir Tahun 2008 adalah sebanyak 2.143 unit

    yang menyebar di daerah permukiman di seluruh wilayah kecamatan.

    Toko/Pertokoan. Fungsi utama sebuah unit toko/pertokoan adalah pelayanan penjualan

    barang-barang kebutuhan sehari-hari. Lokasinya dekat dengan pusat permukiman, di sekitar taman-

    taman atau lembaga pendidikan. Jumlah penduduk pendukung untuk keberadaan 1 unit toko adalah

    2.500 orang; luas persil yang dibutuhkan minimal 1.200 m2, dengan building coverage 40 %. Jumlah

    kebutuhan toko untuk melayani penduduk di Kabupaten Belu pada akhir tahun perencanaan (2016)

    sebanyak 214 unit toko, menyebar disetiap wilayah kecamatan dalam kawasan permukiman.

    Berdasarkan kriteria-kriteria sebagaimana disebutkan di atas maka pada tahun 2016 mendatang

    dibutuhkan adanya fasilitas perdagangan seperti ditampilkan pada Tabel 4-4.

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    35 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    Tabel 4-4. Proyeksi Kebutuhan Fasilitas Perdagangan di Kabupaten Belu per Wilayah Kecamatan

    Tahun 2016

    No. Kecamatan Pasar Kios/ Warung Toko

    01 Malaka Barat 1 126 13

    02 Rinhat 1 83 8

    03 Wewiku 1 106 11

    04 Weliman 1 113 11

    05 Malaka Tengah 1 205 21

    06 Sasitamean 1 129 13

    07 Malaka Timur 1 60 6

    08 Laen Manen 1 87 9

    09 Raimanuk 1 80 8

    10 Kobalima 1 137 14

    11 Tasifeto Barat 1 140 14

    12 Kakuluk Mesak 1 90 9

    13 Tasifeto Timu r 1 120 12

    14 Raihat 1 86 9

    15 Lasiolat 1 42 4

    16 Lamaknen 1 118 12

    17 Kota Atambua 1 401 40

    Kab. Belu : 17 2.143 214

    Sumber : Hasil analisis.

    4.1.1.2 Perkembangan Sektor Sektor Produksi

    a. Sektor Pertanian

    Sawah banyak dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tanaman pangan seperti tanaman padi,

    jagung kacang tanah, kacang kedele, dan kacang hijau. Lahan pertanian dibedakan menjadi lahan

    basah dan lahan kering. dari seluruh lahan yang ada di Kabupaten Belu lahan basah (sawah) hanya

    mencakup 3,Bo .%, sedangkan lahan keringnya mencapai 96,13%. Tabel 4-6 berikut menampilkan luas

    panen dan produksi tanaman pada di Kabupaten Belu. Pada tahun 2007 hingga tahun 2009 luas lahan

    ,panen terbesar terdapat di kecamatan Malaka Timur dan pada tahun 2008 lahan panen terluas berada

    di kecamatan Tasifeto Timur sedangkan untuk produksi padi (beras) pada tahun 2007 hingga 2009

    produksi tertinggi terdapat di Kecamatan Mataka Tengah, selanjutnya tahun 2008 produksi tertinggi

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    36 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    terdapat di Kecamatan Malaka Timur dan pada tahun 2008 antara Kecamatan Malaka Timur dan

    Laenmanen sama-sama memproduksi sebanyak 400 ton. Secara keseluruhan produksi tanaman

    pangan menurun dari tahun 2007 hingga 2009.

    Tabel 4-5. Produksi Tanaman Pangan, Kabupaten Belu, Tahun 2007-2009 (000 ton)

    No . Jenis Tanaman 2007 2008 2009

    1 Padi 20,86 15,14 7,85

    2 Jagung 49,88 52,72 48,24

    3 Ubi kayu 39,33 38,05 4,17

    4 Ubi jalar 1,64 2,30 0,36

    5 Kacang tanah 0,68 0,62 0,32

    6 Kacang kedele 0,16 - -

    7 Kacang hijau 3,70 4,18 3,54

    8 Lain-lain - - 0,16

    Jumlah 116,25 113,01 64,64

    Produksi tanaman pangan paling besar dalam arti tonasenya adalah tanaman jagung

    mencapai 48,24 ribu ton pada tahun 2009. Tingkat produksi ini lebih rendah bila dibanding dengan

    produksi jagung pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tabel 4.5 diatas terlihat bahwa kuantitas jagung

    paling dominan sedangkan produksi terendah oleh kacang tanah, bahkan untuk Kacang kedele

    nampak tidak ada produksi pada tahun 2008 dan 2009. Sedangkan luas panen dan produksitanaman

    padi menurut kecamatan di Kabupaten Belu Tahun 2006-2009 dapat dilihat pada Table 4.6 berikut

    Tabel 4-6. Luas Panen dan ProduksiTanaman Padi menurut Kecamatan di Kabupaten Belu

    Tahun 2006-2009

    No Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)

    2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

    1 Malaka Barat 1.086 799 803 70 3.896 258 1.296 336

    2 Rinhat 32 - - - 121 - - -

    3 Wewiku - - - - - - - -

    4 Weliman - - - 49 - - - 367

    5 Malaka Tengah 832 653 658 146 2.918 2.048 1.028 371

    6 Sasitamean 95 80 86 36 370 270 145 372

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    37 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    No Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)

    2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009

    7 Malaka Timur 862 775 798 4 3.362 262 1.357 400

    8 Laenmanen - - - 5 - - - 400

    9 Raimanuk - - - 49 - - - 367

    10 Kobalima 232 205 220 444 843 646 340 370

    11 Tasifeto Barat 715 450 463 163 2.086 1.521 787 370

    12 Kakulukmesak 783 104 115 46 2.784 344 200 370

    13 Kota Atambua 55 35 40 74 211 118 68 372

    14 Tasifeto Timur 523 550 633 863 2.036 1.671 957 370

    15 Raihat 451 560 562 236 1.759 1.903 956 371

    16 Lasiolat - - - - - - - -

    17 Lamaknen 125 420 419 325 477 142 712 370

    Kab.Belu : 5.791 4.631 4.797 2510 20.863 9.183 7.846 5.206

    Sumber : Indikator Ekonomi Kabupaten Belu 2006 & 2009.

    Pertanian lahan kering, di Kabupaten Belu untuk luas panen padi ladang kering hanya 80 ha

    dengan rata-rata produksi 1,89 ton/ha dan jumlah gabah kering giling yang dihasilkan hanya sebanyak

    151 ton dan beras sebanyak 90 ton. Areal tanam padi ladang ini juga hanya terdapat di beberapa

    kecamatan yaitu: Malaka Barat, Malaka Tengah, Kobalima, Tasifeto Barat, Tasifeto Timur, dan

    Lamaknen. Hal ini dimungkinkan karena kondisi tanah yang ada masih memungkinkan untuk ditanami

    padi.

    Hasil produksi tanaman lain, seperti tanaman jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan

    kacang hijau yang juga menjadi andalan bagi pendapatan sebagian masyarakat di Kabupaten Belu

    menurut data per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 4-7 berikut :

    Tabel 4-7. Produksi Jagung, Ubi Kayu, Ubi Jalar, Kacang Tanah, dan Kacang Hijau per Kecamatan di

    Kabupaten Belu, Tahun 2008

    Kecamatan Jagung

    Ubi

    Kayu

    Ubi

    Jalar

    Kacang

    Tanah

    Kacang

    Hijau

    Malaka Barat 5.830 148 0 0 540

    Rinhat 3.900 12.893 22 105 488

    Wewiku 24 383 0 0 1.088

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    38 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    Kecamatan

    Jagung Ubi

    Kayu

    Ubi

    Jalar

    Kacang

    Tanah

    Kacang

    Hijau

    Weliman 771 261 0 0 572

    Malaka Tengah 2.873 1.276 176 0 246

    Sasitamean 1.918 4.419 308 30 214

    Malaka Timur 4.524 4.477 0 27 147

    Laenmanen 20 563 80 0 4

    Raimanuk 4 1.047 35 0 19

    Kobalima 2.563 757 379 54 1.568

    Tasifeto Barat 3.059 3.924 27 41 147

    Kakulukmesak 518 664 187 16 8

    Kota Atambua 137 180 27 4 20

    Tasifeto Timur 1.096 1.605 1.083 74 862

    Raihat 2.000 3.863 1.716 97 294

    Lasiolat 9 0 0 16 0

    Lamaknen 3.037 10.533 176 233 268

    Jumlah 32.283 46.993 4.216 697 6.485

    Sumber : Belu Dalam Angka 2009, BPS Kabupaten Belu

    Produksi jagung pada tahun 2008 mencapai 32.283 ton dengan produksi tertinggi dihasilkan di

    Kecamatan Malaka Barat sebanyak 5.830 ton dan produksi terendah dihasilkan kecamatan Raimanuk

    yaitu sebanyak 4 ton. Untuk jenis tanaman ubi kayu, produksi pada tahun 2008 mencapai 46.993 ton

    dengan daerah penghasil tertinggi Kecamatan Rinhat sebanyak 12.893 ton dan Kecamatan Lamaknen

    sebanyak 10.533 ton. Sedangkan produksi terendah ada di Kecamatan Malaka Barat yaitu sebanyak

    148 ton. Untuk ubi jalar, produksi tertinggi dicapai Kecamatan Raihat sebanyak 1.716 ton dan terendah

    sebanyak 22 ton di Kecamatan Rinhat dengan total produksi ubi jalar sebanyak 4.216 ton selama tahun

    2008.

    Tanaman kacang tanah merupakan komoditas yang memberikan hasil terendah dibandingkan

    jenis tanaman Iainnya yaitu mencapai 697 ton selama tahun 2008. Jenis tanaman ini hanya dihasilkan

    di 11 kecamatan dengan produksi tertinggi di Kecamatan Lamaknen dan terendah di Kota. Atambua

    dengan jumlah produksi masing-masing 233 ton dan 4 ton. Untuk komoditas kacang hijau, daerah

    penghasil terbanyak adalah Kecamatan Kobalima dengan hasil produksi mencapai 1.568 ton dan

    terendah di Kecamatan Laenmanen sebanyak 4 ton.

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    39 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    b. Sub Sektor Perkebunan

    Sektor perkebunan termasuk sektor produksi yang memberikan sumber kehidupan penduduk.

    Tanaman perkebunan yang dikembangkan di Kabupaten Belu meliputi kapuk, kemiri, kelapa, kopi,

    jambu mete, kakao, pinang, dan tembakau. Hasil produksi tanaman perkebunan selama tahun 2008

    dapat dilihat pada Tabel 4-8.

    Tabel 4-8. Produksi Tanaman Perkebunan Kabupaten Belu selama Tahun 2008,

    Kecamatan Kapuk

    (ton)

    Kemiri

    (ton)

    Kelapa

    (ton)

    Kopi

    (ton)

    Jambu

    Mente

    (ton)

    Kakao

    (ton)

    Pinang

    (ton)

    Tembakau

    (ton)

    Malaka Barat 1,68 0 1.627,74 0 0 2,03 0 0

    Rinhat 2,37 324,15 69,36 2,78 2,78 0 20,79 0

    Wewiku 1,68 0 1.627,74 0 0 2,18 3,0 39,0

    Weliman 1,56 16,44 584,83 0 0 15,45 3,19 41,67

    Malaka Tengah 3,57 26,97 4,331,43 0,11 0 0,63 11,80 0

    Sasitamean 1,49 302,36 55,69 1,54 1,02 0 18,53 0

    Malaka Timur 3,78 137,68 408,16 2,08 9,40 0,04 11,0 0

    Laenmanen 2,02 51,0 0 0 1,76 0 4,31 0

    Raimanuk 0,92 19,77 0 0 1,88 0 4,26 0

    Kobalima 6,64 140,77 476,11 1,03 15,04 0,24 18,61 0

    Tasifeto Barat 0,97 80,13 23,47 3,11 30,39 0,02 10,71 0

    Kakulukmesak 1,36 1,43 55,22 0 2,01 0 0,88 0

    Kota Atambua 1,22 3,52 23,85 0,33 1,43 0,01 0,59 0

    Tasifeto Timur 1,97 92,78 26,16 2,43 30,08 0,01 4,15 0

    Raihat 1,11 21,27 14,59 0,76 4,01 0 8,01 0

    Lasiolat 0,95 109,49 26,16 1,80 9,44 0 11,50 0

    Lamaknen 1,45 0 37,95 20,65 0,72 0 14,76 0

    Jumlah 34,74 1.327,76 9.354,54 36,62 100,56 20,61 146.09 80,67

    Sumber : Belu dalam Angka 2009, BPS Kabupaten Belu

    Kemiri merupakan jenis tanaman perkebunan yang menghasilkan produksi terbanyak

    dibandingkan dengan jenis tanaman perkebunan lainya yaitu 1.327,76 ton pada tahun 2008. Kemiri

    hampir dihasilkan di semua kecamatan kecuali di Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Wewiku dan

    Kecamatan Lamaknen. Produksi kemiri tertinggi dihasilkan Kecamatan Rinhat (324,15 ton) dan

    terendah ada di Kecamatan Kakulukmesak (1,43 ton). Setelah itu, diikuti tanaman pinang dengan hasil

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    40 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    146,09 ton, produksi tertinggi dihasilkan di Rinhat (20,79 ton) dan produksi terendah di Kota Atambua

    (0,59 ton). Jambu mete dengan hasil produksi tertinggi pada Kecamatan Tasifeto Barat (30,39 ton} dan

    terendah pada Kecamatan Lamaknen. Hanya terdapat dua kecamatan yang menghasilkan tanaman

    perkebunan tembakau yaitu di Kecamatan Wewiku (39 ton) dan Kecamatan Weliman (41,67 ton). Tiga

    jenis tanaman lain yaitu kopi terdapat di Kecamatan Lamaknen, kakao di Kecamatan Weliman, dan

    kapuk di Kecamatan Kobalima, sedangkan tanaman kelapa hamper ditemukan di semua kecamatan

    dengan produksi terbanyak di Kecamatan Malaka Tengah (4,331,43 ton) dan produksi terendah di

    Kecamatan Tasifeto Barat (23,47 ton).

    c. Sub Sektor Peternakan

    Sektor peternakan termasuk sektor unggulan bagi Kabupaten Belu karena mampu

    menyumbang 14,27% PDRB Kabupaten Belu atau sebesar Rp 127,95 milyar pada tahun 2008. Jenis

    ternak yang dikembangkan adalah kuda, sapi, kerbau, kambing, domba, babi, ayam kampung, dan itik.

    Peternakan dikembangkan hanya sebagai usaha rumah tangga. Banyak dan jenis ternak yang

    dihasilkan Kabupaten Belu pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 4-9.

    Tabel 4-9. Banyak Ternak Menurut Jenis Ternak Per Kecamatan di Kabupaten Belu, 2008

    Kecamatan Kuda Sapi Kerbau Kambing Domba Babi Ayam

    Kampung Itik

    Malaka Barat 117 8.359 11 667 - 11.744 72.724 -

    Rinhat 104 6.245 7 318 - 3.411 21.227 -

    Wewiku -

    Weliman -

    Malaka Tengah 212 7.216 81 529 - 5.219 17.404 1.071

    Sasitamean 383 7.152 11 886 - 5.545 27.483 542

    Malaka Timur 271 17.437 491 2.216 - 8.459 26.513 133

    Laenmanen -

    Raimanuk -

    Kobalima 295 9.130 275 994 - 4.137 8.379 587

    Tasifeto Barat 188 12.672 426 980 - 4.243 11.264 138

    Kakulukmesak 3 4.926 126 875 - 1.601 7.095 121

    Kota Atambua 3 2.525 6 492 2.829 4.746 714

    Tasifeto Timur 55 7.235 93 540 - 2.166 13.832 640

    Raihat 65 2.754 190 394 19 1.307 4.803 734

    Lasiolat -

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    41 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    Lamaknen 823 6.438 88 829 - 3.968 13.082 66

    Jumlah 2.524 92.089 1.805 9.720 19 54.359 228.552 4.746

    Sumber : Belu dalam Angka 2009, BPS Kabupaten Belu

    Dari data terlihat ayam kampong, sapi, dan babi, merupakan ternak yang banyak

    dikembangkan di tiap kecamatan, kemudian baru diikuti jenis ternak lainnya.

    d. Sub Sektor Kehutanan

    Pada tahun 2008 di Kabupaten Belu tercatat seluas 51.641,25 ha diperuntukkan sebagai hutan

    lindung, 3.189,28 ha untuk hutan produksi, 8.531,72 ha sebagai hutan cagar alam, dan 4.699,20 ha

    untuk hutan suaka marga satwa. Luas hutan berdasarkan Padu Serasi TGHK-RTRWP NTT yang telah

    disahkan dengan SK Gubernur No. 64 Tahun 1996 luas kawasan hutan di Kabupaten Belu adalah

    69.401,45 ha. Menurut data BPS yang berasal dari Dinas Kehutanan Kabupaten Belu, luas kawasan

    hutan adalah 71.562,00 ha. Ada perbedaan luas kawasan sebanyak uas 2.160,55 ha. Perbedaan luas

    disebabkan ada kawasan yang diperuntukan bagi kawasan suaka margasatwa seluas 2.875,68 ha.

    Tabel 4-10. Luas Kawasan Hutan berdasarkan Luas Hutan Kesepakatan di Kabupaten Belu, Tahun

    2008 (dalam Ha)

    No. Jenis Hutan Luas Padu serasi

    1 Hutan Lindung 50.239,00 51.841,25

    2 Hutan produksi 3.415,00 3.189,28

    3 Hutan konversi 1.140,00 1.140,00

    3 Hutan Cagar Alam 9.193,00 8.531,72

    4 Suaka Margasatwa 7.575,00 4.699,32

    J U M L A H 71.562,00 69.401,45

    Sumber: Belu dalam Angka 2009, BPS Kabupaten Belu dan Dinas Kehutanan

    Dilihat dari penyebaran lokasinya hutan produksi terluas terdapat di dalam kelompok hutan

    Oenunu seluas 2.350 ha, sedangkan untuk hutan konversi berada di kelompok hutan Uabau-Atapupu

    seluas 1.140 ha, dan hutan lindung di Fatukasar dengan luas 2.000 ha. Kawasan hutan cagar alam

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    42 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    berada di kelompok hutan Maubesi seluas 9.193 ha dan kawasan suaka marga satwa berada di

    kelompok hutan Kaferi dengan luas 7.575 (Tabel 4-11)

    Tabel 4-11. Penyebaran Lokasi Hutan berdasarkan TGHK di Kabupaten Belu

    No. Fungsi Hutan Kelompok Hutan Luas (Ha)

    1 Hutan Produksi Halilulik 675,00

    Udukama - 220,00

    Wemata 170,00

    Oenunu 2.350,00

    2 Hutan Konversi Uabau-Atapupu 1.140,00

    3 Hutan Lindung Selie 800,00

    Fatukaduak 1.594,00

    Tukubesi 195,00

    Bifennasi-

    Sonmahole

    15.050

    Lakaan Mandeau 30.600

    Fatukasar 2.000,00

    4 Cagar alam Maubesi 9.193,00

    5 Suaka margasatwa Kaferi 7.575,00

    Total 71.562,00

    Sumber: Dinas Kehutanan Kabupaten.Belu

    Hasil hutan di Kabupaten Belu memberikan kontribusi yang tidak sedikit terhadap

    pembentukan PDRB Kabupaten Belu. Secara keseluruhan kontribusi sektor kehutanan pada PDRB

    Kabupaten Belu pada tahun 2008 mencapai Rp 849 juta. Kayu jati olahan dan kayu cendana olahan

    memberikan kontribusi yang paling dominan dalam hasil hutan, masing-masing Rp 6,3 milyar untuk

    kayu jati olahan dan Rp 2,62 milyar untuk kayu cendana olahan. Sedangkan untuk hasil ikutan, asam

    biji memberikan kontribusi sebesar Rp 986,26 juta dengan total volume sebanyak 1.972,52 ton. Kemiri

    isi merupakan jenis hasil hutan ikutan yang memiliki total volume tertinggi sebanyak 1.972,52 ton

    dengan total nilai Rp 144,12 juta. Namun perlu diketahui bahwa komoditas ini belum dibudidayakan

    secara khusus, masih merupakan tanaman pekarangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 4-12.

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    43 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    Tabel 4-12. Produksi Hutan di Kabupaten Belu, Tahun 2008

    No. Jenis Produk Unit Produksi Harga

    (Rp000/Unit)

    Nilai total

    (Rp juta)

    Ka yu pertu kangan:

    1 Kayu jati olahan M3 6.343,43 1.000 6.343,43

    2 Kayu rimba olahan M3 28,40 650 18,46

    3 Kayu mahoni olahan M3 - - -

    4 Kayu cendana camp. M3 52.328 50 2.616,40

    Hasil ikutan:

    5 Kemiri biji Kg 28.575,00 0,50 14,29

    6 Kemiri isi Kg 96.080,00 1,50 144,12

    7 Asam biji ton 1.972,52 0,50 986,26

    8 Asam isi Kg 16.000,00 0,80 12,8

    9 Lilin Kg 800,00 0,50 0,40

    10 Madu liter 50.710,00 7,50 380,36

    . 11 Sarang burung kg 364.00 7,50 2,73

    11 Kayu Cendana global ton 13.530,00 7,50 101,48

    12 Kayu cendana camp. ton 52.328 50,00 2.616,40

    13 JUMLAH - - - 12.250,87

    Sumber : Dinas Kehutanan, Kabupaten Belu, 2008

    Keberadaan hutan mangrove di perairan pantai di Kabupaten Belu berperan terhadap

    perkembangan produksi ikan tangkap laut karena salah satu fungsi hutan mangrove adalah sebagai

    tempat pemijahan dan tempat asuh ikan dan biotanah lainnya. Sebaran dan kondisi mangrove di

    Kabupaten Belu dapat dilihat pada Tabel 4-13.

    Tabel 4-13. Sebaran dan Kondisi Mangrove di Kabupaten Belu, 2008

    No

    Kecamatan

    Panjang Garis

    Pantai

    (km)

    Luasan

    (ha)

    Besaran

    Kerusakan

    (ha)

    Kisaran

    Kerusakan

    WO

    Keterangan

    1 Kobalima 18,10 3.246,0 1.217,25 26-50 Sedang

    2 Malaka Tengah 10,40 3.125,0 1.953,13 51-75 Berat

    3 Malaka Barat 54,44 2.042,3 1.276,44 51-75 Berat

  • KKAAJJIIAANN PPEENNYYUUSSUUNNAANN MMOODDEELL PPEENNIINNGGKKAATTAANN KKUUMMKKMM DDII DDAAEERRAAHH TTEERRTTIINNGGGGAALL//TTEERRIISSOOLLIIRR 2010

    44 Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK Asdep Urusan Penelitian UKM

    No

    Kecamatan

    Panjang Garis

    Pantai

    (km)

    Luasan

    (ha)

    Besaran

    Kerusakan

    (ha)

    Kisaran

    Kerusakan

    WO

    Keterangan

    4 Kakulukmesak 26,86 553,7 346,07 51-75 Berat

    5 Tasifeto Timur 5,36 226,0 141,25 51-75 Berat

    J u m l a h 115,16 9.193,0 4.934,14

    Sumber. Dinas Kehutanan Kabupaten Belu, 2008

    Berdasarkan data di atas Kabupaten Belu memiliki hutan mangrove seluas 9.193 ha yang

    terletak disepanjang pantai Utara dan Selatan. Mayoritas hutan mangrove dapat dijumpai di pantai

    Selatan yang meliputi Kecamatan Kobalima, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat.

    Lebih dari 50% hutan mangrove berada dalam kondisi rusak berat dengan k