Laporan Pendahuluan Bayi Dengan Asfiksia

40
LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA NEONATORUM Oleh: Nama: Putu Nihita Trisa NIM: 14.901.0970 Kelompok: 50

description

maternitas

Transcript of Laporan Pendahuluan Bayi Dengan Asfiksia

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA NEONATORUM

Oleh:Nama: Putu Nihita TrisaNIM: 14.901.0970Kelompok: 50

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI BaliProgram Profesi NersTahun 2014

A. Konsep Dasar Penyakit1. DefinisiAsfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Asfiksia neonaturum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998). Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (WHO, 1999). Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001). Jadi asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan sehingga menimbulkan terjadinya hipoksia yang progresif dan penimbunan CO2 yang dapat membahayakan fungsi organ vital bayi.

2. EpidemiologiAsfiksia merupakan penyebab utama bayi lahir mati dan kematian neonatus. Asfiksia juga sering menimbulkan gejala sisa berupa kelainan neurologi. Insiden asfiksia di negara maju berkisar antara 1,0 1,5% bergantung pada masa gestasi dan berat lahir. Insiden asfiksia pada bayi matur di Indonesia berkisar 0,5% sedangkan bayi prematur sekitar 0,6%. Prevalensi asfiksia sekitar 3% kelahiran (1998) atau setiap tahunnya sekitar 144/900 bayi dilahirkan dalam keadaan asfiksia sedang sampai berat (Deslidel, Hj. 2012).Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih besar. Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur. Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar. Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%).3. Etiologia. Faktor ibu Hipoksia ibu Keracunan CO Hipotensi akibat perdarahan Gangguan kontraksi uterus Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Hipertensi pada penyakit eklampsiab. Faktor plasenta Plasenta tipis Plasenta kecil Plasenta tidak menempel Solusio plasenta Perdarahan plasentac. Faktor fetus Kompresi umbilikus Tali pusat menumbung Tali pusat melilit leher Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahird. Faktor neonatus Prematur Kelainan kongential Pemakaian obat anestesi Trauma yang terjadi akibat persalinan

4. Faktor Predisposisia. Faktor dari ibu Gangguan his, misalnya: hipertoni dan tetani Hipotensi mandadak pada ibu karena perdarahan, misalnya: plasenta previa Hipertensi pada eklampsia Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasentaeb. Faktor dari janin Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat Depresi pernafasan karena obat obatan yang diberikan kepada ibu Ketuban keruh

5. PatofisiologiBayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru-parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen. Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen; bradikardia (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan, takipnu (pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru dan sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah.

Pathway:

6. KlasifikasiAda dua macam jenis asfiksia, yaitu:a. Asfiksia pallida (putih)b. Asfiksia livida (biru)

Klasifikasi asfiksia dapat dilihat melalui skor APGAR. APGARSkor

Apperance/Tampilan Merah muda pada badan dan ekstremitas Merah muda pada badan, biru pada ekstremitas biru seluruhnya210

Pulse/Nadi > 100 < 100 Tidak ada210

Grimace/Iritabilitas/Refleks Menangis keras Menangis lemah Tidak ada respon terhadap stimulus210

Activity/Aktivitas (Tonus Otot) Aktif bergerak Bergerak terbatas Kaku (fleksi)210

Respiratory/Pernapasan Tangisan keras dan kuat Hipoventilasi Tidak210

a. Tanpa asfiksia nilai APGAR skornya 8 -10b. Asfiksia sedang nilai APGAR skornya 4 7c. Asfiksia berat nilai APGAR skornya 0 3

7. Gejala Klinisa. Gejala klinis pada asfiksia pallida dan livida:Asfiksia PallidaAsfiksia Livida

Warna kulitPucatKebiru-biruan

Tonus ototSudah kurangMasih baik

Reaksi rangsanganNegativePositive

Bunyi jantungTak teraturMasih teratur

PrognosisJelekLebih baik

b. Bayi pucat dan kebiru-biruan c. Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.d. Usaha bernafas minimal atau tidak ada.e. Hipoksiaf. Asidosis metabolik atau respiratorg. Perubahan fungsi jantungh. Kegagalan sistem multiorgani. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

8. Pemeriksaan FisikKulitWarna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.

KepalaKemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.

MataWarna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.

HidungTerdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.

MulutBibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.

TelingaPerhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.

LeherPerhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.

ThoraxBentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.

AbdomenBentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.

UmbilikusTali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda tanda infeksi pada tali pusat.

GenetaliaPada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.

AnusPerhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeces.

EkstremitasWarna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.

RefleksPada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf pusat atau adanya patah tulang

9. Pemeriksaan PenunjangLaboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat: a. PaO2 < 50 mm H2Ob. PaCO2 > 55 mm H2c. pH < 7,30

10. Prognosisa. Asfiksia ringan/normal: Baikb. Asfiksia Sedang: Tergantung kescepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa baik.c. Asfiksia berat: Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau kelainan syaraf permanen.Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainanneurologis yang permanen misalnya cerebral palsy, mental retardation

11. Penanganana. Terapi SuportifTindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru tahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :1. Memastikan saluran nafas terbuka : Meletakkan bayi pada posisi yang benar. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka2. Memulai pernapasan : Lakukan rangsangan taktil Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif3. Mempertahankan sirkulasi darah :Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan.4. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :1. Tindakan Umuma. Pengawasan suhub. Pembersihan jalan nafasc. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan2. Tindakan khususa. Asfiksia beratResusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding torak. Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.b. Asfiksia sedangStimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.b. Terapi Medikamentosa 1. Epinefrin Indikasi: Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belun ada respon. Sistotik Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg 0,03 mg/ kgBB). Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu 2. Volume Ekspander Indikasi: Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada respon dengan resueitasi. Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat.Jenis Cairan : Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak. 3. Bikarbonat Indikasi: Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia Harus disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia. Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (74%). Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara i.v dengan kecepaten min 2 menit. Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak.4. NaloksonNalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi pernapasan.Indikasi: Depresi psmapasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelurn persalinan. Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil. Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi.Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml) Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan1. Pengkajiana. Sirkulasi Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik). Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.b. Eliminasi Dapat berkemih saat lahir.c. Makanan/ cairan Berat badan : 2500-4000 gram Panjang badan : 44-45 cm Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)d. Neurosensori Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma). Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang) Pernafasan Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi. Keamanan Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi). Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)

2. Diagnosa Keperawatana. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mukus dalam jumlah berlebih, asfiksia intrauterus.b. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi, imaturitas pusat pernapasan, penurunan energi/kelelahan.c. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membran kapiler alveolar.d. Risiko infeksi b.d pemajanan pada agen-agen infeksius.e. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.f. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.

3. Rencana Asuhan KeperawatanDiagnosa KeperawatanTujuan dan Kriteria HasilIntervensiRasional

Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mukus dalam jumlah berlebih, asfiksia intrauterus.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan jalan nafas bersih pasien.Kriteria hasil:1. Tidak ada suara napas tambahan.2. Tidak ada sianosis.3. RR 30 - 60 x/mnt.4. Membran mukosa merah muda.

1. Perhatikan RR, upaya pernapasan, warna, HR dan adanya refleks batuk serta tanda-tanda distres pernapasan.

2. Tempatkan bayi miring atau posisi semi fowler.3. Perhatikan hidung tersumbat, suction sebelum pemberian makan sesuai dengan indikasi.

4. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction.5. Pantau suhu bayi. Kontrol lingkungan untuk meningkatkan kesejukan bila suhu bayi meningkat.6. Pantau saturasi oksigen dan GDA.

7. Berikan oksigen sesuai dengan indikasi.8. Tempatkan bayi pada pemantau kardiopulmonal. Lakukan tindakan resusitasi bila tepat.9. Berikan informasi kepada orang tua tentang kondisi bayi.1. Takipnea, takikardi, sianosis, pernapasan cuping hidung atau mengorok menandakan hipoksia dan kegagalan pernapasan.2. Menurunkan risiko aspirasi.

3. Peningkatan sumbatan hidung dan produksi mukus mempengaruhi pernapasan khususnya selama pemberian makan.4. Mengetahui efektifitas dari suction.

5. Pireksia berkenaan dengan stimulasi SSP meningkatkan laju metabolisme dan kebutuhan oksigen.

6. Menunjukkan tingkat keadekuatan oksigen dalam tubuh.7. Memenuhi kebutuhan oksigen bayi. 8. Mungkin perlu pada kasus pengaruh pernapasan berat.

9. Menurunkan kecemasan orang tua

Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi, imaturitas pusat pernapasan, penurunan energi/kelelahan.Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan pola nafas menjadi efektif.Kriteria hasil :1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.2. Ekspansi dada simetris.3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal (RR = 30 60 x/mnt).

1. Kaji RR dan pola pernapasan. Perhatikan adanya apnea dan perubahan frekuensi jantung, tonus otot, dan warna kulit berkenan dengan prosedur/perawatan.2. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lendir.3. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang dapat memperberat depresi pernapsan pada bayi.4. Posisikan bayi pada abdomen atau posisi terlentang dengan gulungan kain di bawah bahu untuk menghasilkan sedikit hiperekstensi.5. Pertahankan suhu tubuh tetap optimal.

6. Berikan rangsangan taktil yang segera bila terjadi apnea. Perhatikan adanya sianosis atau bradikardi. Anjurkan kontak dengan orang tua.

7. Pantau pemeriksaan laboratorium.

8. Berikan oksigen sesuai indikasi.2) Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.9. Berikan obat sesuai indikasi: Natrium bikarbonat Antibiotik

Kalsium glukonat

Aminofilin

Pankuronium bromida (pavulon)

Larutan glukosa1. Membantu dalam mengkaji pola pernapasan bayi.

2. Untuk membersihkan jalan nafas.

3. Magnesium sulfat dan narkotik menekan pusat pernapasan dan aktivitas SSP.

4. Posisi ini dapat memudahkan pernapasan dan menurunkan episode apnea, khususnya hipoksia, asidosis metabolik, atau hiperkapnia.

5. Bahkan hanya sedikit peningkatan atau penurunan suhu tubuh dapat manimbulkan apnea.6. Merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan kembalinya pernapasan spontan. Kadang-kadang bayi mengalami kejadian apnea lebih sedikit atau tidak ada atau bradikardi bila orang tua menentuh dan berbicara pada mereka.7. Hipoksia, asidosis metabolik, hiperkapnia, hipoglikemia dan sepsis dapat memperberat serangan apnea.8. Perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatkan fungsi pernapasan.9. Obat-obatan diperlukan: Memperbaiki asidosis Mengatasi infeksi pernapasan atau sepsis Hipokalsemia mempredisposisikan bayi pada apnea. Dapat meningkatkan aktifitas pusat pernapasan dan menurunkan sensitivitas terhadapCO2, menurunkan frekuensi apnea. Mengakibatkan relaksasi otot rangka yang mungkin perlu bila bayi secara mekanis terventilasi. Mencegah hipoglikemia.

Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membran kapiler alveolar.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan ... x 24 jam diharapkan pertukaran gas adekuat.Kriteria hasil :1. Bayi tidak sesak nafas (RR 30 60 x/mnt)2. PO2: 60 80 mmHg; PCO2: 30 37 mHg3. pH normal: 7,35 7,44

1. Kaji RR, kedalaman, dan upaya pernapasan. Observasi dan laporkan tanda-tanda distres pernapasan.

2. Auskultasi bunyi napas secara teratur.

3. Auskultasi nadi apikal, perhatian adanya sianosis.

4. Cegah komplikasi iatrogenik berkenaan dengan stres dingin, ketidakseimbangan metabolik, dan ketidak cukupan kalori.5. Pantau oksimetri nadi.6. Pantau pemeriksaan lab sesuai indikasi: pH serum

GDA

7. Berikan oksigen hangat dan lembab, berikan ventilasi bantuan sesuai indikasi.8. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi: Natrium bikarbonat

Derivat xantin spt aminofilin (teofilin etilenediamin)

Tolazolme HCL (Priscoline)

Dopamin

1. Bayi dengan perubahan pertumbuhan lebih rentan terhadap distres pernapasan berkenaan dengan asfiksia kronis pada bayi.2. Adanya krekels/ronki menunjukkan kongesti pernapasan dan kebutuhan terhadap intervensi.3. Takipnea, bradiardi dan sianosis dapat terjadi pada respon terhadap perubahan kadar oksigen.4. Komplikasi ini meningkatkan kebutuhan metabolik dan oksigen.

5. Mengidentifikasi keefektifan terapi.6. Hasil lab menunjukkan:

Mendeteksi kemungkinan asidosis metabolik yang terjadi akibat ketidak adekuatan masukan O2. Menunjukkan derajat hiposia/hiperkapnia.7. Memperbaikimencegah hipoksemia, hiperkapnia, dan ketidakseimbangan asam-basa pernapasan.

Memperbaiki ketidakseimbangan metabolik/asidosis yang diakibatkan dari asidosis respiratori yang lama. Bronkodilator simpatomimetik mungkin bermanfaat dalam mengatasi apnea prematuritas. Vasodilator kuat yang merelaksasikan otot polos untuk memaksimalkan upaya sirkulasi/oksigenasi pada kasus aspirasi mekonium. Mengimbangi efek hipotensif dari pemberian priscoline.

Risiko infeksi b.d pemajanan pada agen-agen infeksius.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi.Kriteria hasil :1. Bebas dari cidera/ komplikasi.2. Orang tua dapat mendeskripsikan teknik pertolongan pertama1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.2. Pakai sarung tangan steril.

3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.4. Pertahankan hygiene bayi dengan memandikan/melap bayi dan mengganti popok.5. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.6. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis1. Untuk mencegah infeksi nosokomial.

2. Untuk mencegah infeksi nosokomial.3. Pengkajian sedini mungkin untuk mencegah adanya infeksi yang bertambah parah.

4. Kebersihan bayi mencegah terjadinya infeksi bakteri melalui kulit.

5. Pendidikan terhadap keluarga memungkinkan respon cepat terhadap gejala infeksi yang dialami bayi.6. Mencegah infeksi Hepatitis B

Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan suhu tubuh normal.Kriteria Hasil :1. Temperatur badan dalam batas normal (36,5 37,5 0C).2. Tidak terjadi distress pernafasan.3. Bayi tidak gelisah.

1. Kaji suhu dengan sering. Ulangi tiap 15 menit selama penghangatan ulang.2. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat spt inkubator.3. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit.4. Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah.5. Pantau suhu di dalam ruangan atau inkubator.

6. Pantau penambahan berat badan berturut-turut. Bila penambahan berat badan tidak adekuat, tingkatkan suhu lingkungan sesuai indikasi.

7. Kolaborasi pemberian obat: Fenobarbital

Natrium bikarbonat1. Hipotermi membuat bayi cenderung mengalami stres dingin.

2. Mempertahankan lingkungan tetap hangat dan mencegah stres dingin.

3. Untuk mendeteksi lebih awal perubahan yang terjadi guna mencegah komplikasi.

4. Mencegah kehilangan panas melalui evaporasi.5. Hipertermi akibat peningkatan laju metabolisme , kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terjadi bila suhu lingkungan terlalu tinggi.6. Ketidakadekuatan penambahan berat badan meskipun asupan kalori adekuat dapat menandakan bahwa kalori digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh, memerlukan peningkatan suhu lingkungan.

Membantu mencegah kejang berkenaan dengan perubahan fungsi SSP yang disebabkan oleh hipertermi. Memperbaiki asidosis yang dapat terjadi pada hipotermi dan hipertermi.

Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan koping keluarga adekuat.Kriteria Hasil :1. Keluarga percaya dapat mengatasi masalah.2. Keluarga dapat mencapai kestabilan prioritas.3. Keluarga mempunyai rencana darurat.4. Keluarga dapat mengatur ulang cara perawatan.1. Tentukan tipe proses keluarga.

2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.1. Untuk mengetahui tindakan yang tepat untuk diberikan.2. Untuk mempersiapkan psikologi keluarga.3. Untuk memanfaatkan dukungan yang ada dari keluarga.

4. Untuk mengatasi situasi yang tidak terduga.

10. ImplementasiImplementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat.

11. Evaluasi1. Dx: Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mukus dalam jumlah berlebih, asfiksia intrauterus.a. Jalan nafas bersih pasien.b. Tidak ada suara napas tambahan.c. Tidak ada sianosis.d. RR 30 - 60 x/mnt.e. Membran mukosa merah muda. 2. Dx: Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi, imaturitas pusat pernapasan, penurunan energi/kelelahan.a. Pola nafas menjadi efektif.b. Ekspansi dada simetris.c. Tidak ada bunyi nafas tambahan.d. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal (RR = 30 60 x/mnt).3. Dx: Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membran kapiler alveolar.a. Pertukaran gas adekuat.b. Bayi tidak sesak nafas (RR 30 60 x/mnt)c. PO2: 60 80 mmHg; PCO2: 30 37 mHgd. pH normal: 7,35 7,444. Dx: Risiko infeksi b.d pemajanan pada agen-agen infeksius.pemajanan pada agen-agen infeksius.a. Bebas dari cidera/ komplikasi.b. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama5. Dx: Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.a. Temperatur badan dalam batas normal (36 37 0C).b. Tidak terjadi distress pernafasan.c. Tidak gelisah.6. Dx: Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.a. Keluarga percaya dapat mengatasi masalah.b. Keluarga dapat mencapai kestabilan prioritas.c. Keluarga mempunyai rencana darurat.d. Keluarga dapat mengatur ulang cara perawatan.

Daftar Pustaka

Amir, Idam dan Vera Muna Manoe. 2003. Gangguan Fungsi Multi Organ Pada Bayi Asfiksia Berat. Available: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-2-6.pdf (10 November 2014)Daslidel, Hj. 2012. Buku Ajar Asuhan Neonatus, Bayi, & Balita. Jakarta: EGCDepkes RI. 2008. Pencegahan dan Penatalaksanan Asfiksia Neonatorum. Available: http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=276&Itemid=142 (10 November 2014)Herdman, T. Heather. 2011. Diagnosa Keperawatan Nanda. Jakarta: EGCMyers, Ehren. 2012. Keterampilan Klinis Untuk Perawat. Jakarta: Erlangga