Laporan pemisahan senyawa dengan metode kromatografi
description
Transcript of Laporan pemisahan senyawa dengan metode kromatografi
PEMISAHAN SENYAWA DENGAN KROMATOGRAFI
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PERCOBAAN
Sampel Eluen Jumla noda Rf
Minyak Cengkeh PE:metanol = 4:0
PE:metanol = 0:4
PE:metanol = 3:7
PE:metanol = 7:3
2
1
1
1
0,02 ; 0,16
0,4
0,46
0,14
Minyak Sereh PE:metanol = 4:0
PE:metanol = 3:7
2
1
0,02 ; 0,28
0,7
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini akan diteliti komponen dari minyak atsiri dengan
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Kromatografi lapis tipis merupakan
salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan
memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran.
Prinsip kerjanya yakni memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara
sampel dengan pelarut yang digunakan.
Metode ini memiliki dua komponen utama, yaitu fasa diam dan fasa gerak.
Fasa diam merupakan fasa (bagian) yang tetap dan tidak bergerak dalam sebuah
sistem, sedangkan fasa gerak adalah fasa yang melalui lapisan yang menyelubungi
permukaan fasa diam. Pada umumnya fase diam dari bentuk plat silika dan fase
geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau
campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran
antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak
tersebut.
Kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina
yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel
silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis
seringkali juga mengandung substansi yang ditambahkan kedalamnya, di mana dapat
berpendar flour ketika diberi pancaran sinar ultraviolet (UV). Fase gerak merupakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.
Fase diam yang digunakan pada kromatografi lapis tipis di percobaan ini yakni
berupa lempeng/plat berukuran 2x6 cm yang disebut juga TLC. TLC ini mengandung
jel silika di mana merupakan bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon
dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada
permukaan jel silika, atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada permukaan
jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si. Permukaan jel silika sangat polar dan
karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa
yang sesuai di sekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-
dipol.
Berikut merupakan gambar yang menunjukkan bagian kecil dari permukaan
silika.
Sedangkan fase gerak yang digunakan yakni campuran larutan PE dan
metanol dengan perbandingan yang bervariasi. Variasi perbandingan campuran
larutan PE dan metanol ini bertujuan agar dapat diperoleh larutan PE dan metanol
yang mana memiliki polaritas yang sesuai dengan yang dibutuhkan pada karakteristik
sampel (minyak atsiri), mulai dari yang polaritasnya rendah sampai polaritas yang
tinggi.
Awalnya pada TLC dibuat pembatas berupa garis 0,5 cm dari bawah dan 0,5
cm dari atas menggunakan pensil dan setetes minyat atsiri diteteskan pada garis
batas bawah. Fungsi diberi penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan
posisi awal dan posisi akhir dari tetesan tersebut.
Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan dalam
sebuah gelas pengembang (chamber) di mana berisi campuran larutan PE dan
metanol dengan perbandingan yang bervariasi, kemudian ditutup. Alasan untuk
menutup gelas pengembang (chamber) adalah untuk meyakinkan bawah kondisi
dalam gelas pengembang tersebut terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Kondisi jenuh
dalam gelas pengembang (chamber) dengan uap mencegah penguapan pelarut.
Untuk mengetahui bentuk noda (bercak-bercak) pada TLC tidak dapat diamati
dengan mata telanjang. Namun, harus menggunakan bantuan sinar UV. Penyinaran
sinar UV pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan
posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap. Sementara UV
tetap disinarkan pada lempengan. Pada posisi bercak-bercak yang timbul kemudian
ditandai menggunakan pensil dan melingkarinya.
Ketika pelarut mulai membasahi lempengan, pelarut pertama akan
melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis
dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan kromatografi
sebagaimana halnya pergerakan pelarut. Bagaimana cepatnya senyawa-senyawa di
bawa bergerak ke atas pada lempengan, tergantung pada kelarutan senyawa dalam
pelarut, besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut, dan
tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan jel silika.
Senyawa yang dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat (terjerap)
pada jel silika lebih kuat dibanding senyawa lainnya. Penjerapan merupakan
pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan. Terdapat perbedaan
bahwa ikatan hidrogen pada tingkatan yang sama dan dapat larut dalam pelarut
pada tingkatan yang sama pula. Hal ini tidak hanya merupakan atraksi antara
senyawa dengan jel silika saja, melainkan atraksi antara senyawa dan pelarut juga
merupakan hal yang penting. Hal ini akan mempengaruhi bagaimana mudahnya
senyawa ditarik pada larutan keluar dari permukaan silika.
Nilai Rf yang diperoleh dari percobaan berbeda-beda pada setiap
perbandingan senyawa eluen. Hal ini dikarenakan pada setiap campuran
perbandingan antara eluen PE dan metanol akan mengubah jenis kepolaran pada
eluen. Oleh karena itu, kepolaran larutan sangat berpengaruh pada proses
kromatografi ini.
Di dalam kromatografi, berlaku suatu prinsip umum: LIKE DISSOLVE LIKE,
artinya polar menyukai yang polar dan tak polar menyukai tak polar. Dalam hal ini,
fasa diam yang polar akan mengikat lebih kuat komponen yang relatif polar,
sedangkan fasadiam yang tak polar akan mengikat lebih kuat komponen-komponen
yang juga tak polar. Hal yang sama berlaku bagi fasa gerak. Fasa gerak yang polar
akan melarutkan lebih baik komponen yang juga polar, sebaliknya fasa gerak yang
tak polar akan melarutkan relatif lebih baik komponen yang juga tak polar.
Berdasarkan hasil percobaan pada larutan eluen PE diperoleh hasil pada
minyak cengkeh nilai Rf nya 0,02 dan 0,16. Sebagai pembanding dari komposisi pada
minyak cengkeh yaitu eugenol di mana memiliki nilai Rf 0,5, hasil ini masih dikatakan
sangat jauh dari pembandingnya. Sedangkan pada minyak sereh diperoleh nilai Rf
nya 0,02 dan 0,28. Sebagai pembanding dari komposisi pada minyak sereh yaitu
geraniol (Rf standar nya 0,43) dan sitronellol (Rf standar nya 0,63). Hasil pada minyak
sereh pada nilai Rf 2 yakni 0,28 cukup mendekati nilai Rf standar dari sitronellol.
Sehingga, pada noda kedua ini dimungkinkan merupakan kandungan sitronellol pada
minyak sereh.
Berdasarkan pada larutan eluen metanol diperoleh hasil pada minyak
cengkeh yang mana nilai Rf nya diperoleh 0,4. Hasil ini cukup mendekati
pembandingnya yaitu eugenol yang mana memiliki nilai Rf 0,5.
Berdasarkan pada larutan eluen PE:metanol yakni 7:3 diperoleh hasil pada
minyak cengkeh yang mana nilai Rf nya diperoleh 0,14. Hasil ini sangat jauh dari
pembandingnya yaitu eugenol yang mana memiliki nilai Rf 0,5. Sehingga hasil ini
tidak dapat digunakan.
Berdasarkan pada larutan eluen PE:metanol 3:7 diperoleh hasil pada minyak
cengkeh yang mana nilai Rf nya diperoleh 0,46. Hasil ini hampir mendekati nilai Rf
pembandingnya yaitu eugenol (Rf nya 0,5). Sehingga noda ini dapat dipastikan
sebagai eugenol. Sementara itu, pada minyak sereh diperoleh nilai Rf nya 0,7. Hasil
ini hampir mendekati nilai Rf pembandingnya yaitu sitronellol (Rf standar nya 0,63)
walaupun kelebihan. Sehingga, dapat dipastikan bahwa noda tersebut merupakan
kandungan sitronellal.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
Minyak Cengkeh
o PE:metanol =4:0
o PE:metanol = 0:4
o PE:metanol = 3:7
o PE:metanol = 7:3
Minyak Sereh
o PE:metanol = 4:0
o PE:metanol = 3:7