laporan pemasakan buah.docx

30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komiditi hortikultura yang banyak diusahakan petani dan penting di Indonesia adalah pisang. Departemen Pertanian (2004) menyatakan bahwa produksi pisang Indonesia dari tahun 1997-2004 menempati urutan pertama diantara produksi buah-buahan lainnya, meski mengalami kenaikan yang tidak stabil, produksi tahun 2004 merupakan yang tertinggi dibandingkan tahuntahun sebelumnya yakni sebesar 4,5 juta ton. Pisang merupakan komoditas hortikultura yang rentan terhadap kerusakan. Produk hortikultura memiliki karakteristik yang khas dimana aktivitas metabolisme masih tetap berlangsung walaupun sudah dipanen. Salah satu proses metabolisme tersebut adalah respirasi, yaitu proses penguraian senyawa-senyawa organik kompleks menjadi senyawa terlarut yang lebih sederhana (Wills et al., 1989). Menurut Simmonds (1996), peralihan dari fase non klimaterik ke fase klimaterik pada beberapa komoditi disertai dengan terjadinya aktifitas respirasi dari lintasan pentosa fosfat ke glikolisis (lintasan Embden-Meyerhof-Parnas). Dalam penanganan pasca panen terdapat senyawa penting yang dapat mempercepat tercapainya kemasakan buah sehingga mempercepat laju kehilangan air. Selain itu pemberian etilen juga akan meningkatkan laju respirasi, yang merombak karbohidrat dalam buah menjadi karbondioksida. Laju repirasi pada sejumlah produk pasca panen secara nyata terpacu oleh

Transcript of laporan pemasakan buah.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu komiditi hortikultura yang banyak diusahakan petani dan penting di

Indonesia adalah pisang. Departemen Pertanian (2004) menyatakan bahwa produksi pisang

Indonesia dari tahun 1997-2004 menempati urutan pertama diantara produksi buah-buahan

lainnya, meski mengalami kenaikan yang tidak stabil, produksi tahun 2004 merupakan

yang tertinggi dibandingkan tahuntahun sebelumnya yakni sebesar 4,5 juta ton.

Pisang merupakan komoditas hortikultura yang rentan terhadap kerusakan. Produk

hortikultura memiliki karakteristik yang khas dimana aktivitas metabolisme masih tetap

berlangsung walaupun sudah dipanen. Salah satu proses metabolisme tersebut adalah

respirasi, yaitu proses penguraian senyawa-senyawa organik kompleks menjadi senyawa

terlarut yang lebih sederhana (Wills et al., 1989). Menurut Simmonds (1996), peralihan

dari fase non klimaterik ke fase klimaterik pada beberapa komoditi disertai dengan

terjadinya aktifitas respirasi dari lintasan pentosa fosfat ke glikolisis (lintasan Embden-

Meyerhof-Parnas).

Dalam penanganan pasca panen terdapat senyawa penting yang dapat mempercepat

tercapainya kemasakan buah sehingga mempercepat laju kehilangan air. Selain itu

pemberian etilen juga akan meningkatkan laju respirasi, yang merombak karbohidrat dalam

buah menjadi karbondioksida. Laju repirasi pada sejumlah produk pasca panen secara

nyata terpacu oleh hormon etilen. Pada buah-buahan klimaterik, makin tinggi konsentrasi

etilen yang diberikan sampai pada tingkat kritis, makin cepat pemacuan respirasinya.

Peningkatan respirasi akan mempercepat perombakan karbohidrat didalam buah,

sehingga bobot buah akan menurun. Dibanding dengan buah klimaterik lainnya, pisang

termasuk buah dengan laju produksi etilen yang moderat dan laju respirasi rendah (Paull,

1993). Penelitian Dominguez dan Verdrell (1993) dalam Afa dkk. (2013) pada pisang

Dwarf Cavendish menujukkan adanya peningkatan laju respirasi dan laju produksi etilen

pada proses pemasakan buah.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian diketahui bahwa kesalahan dalam penanganan

pasca panen memberikan kontribusi hilangnya 25-80 persen hasil panen buah dan sayuran

(Wills et al., 1989). Berbagai upaya dilakukan untuk menghambat pematangan dan

penurunan kualitas buah pisang. Salah satunya ialah dengan memberikan bahan-bahan

kimia secara eksogen. Salah satu bahan kimia yang dapat digunakan untuk menunda

pematangan buah pisang adalah KMnO4. Penggunaan KMnO4 mampu menyerap etilen

yang keluar dari jaringan buah.

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa senyawa KMnO4 mampu menunda

kematangan buah pisang. Menurut Sholihati (2004), secara umum perlakuan bahan

penyerap KMnO4 memberikan pengaruh terhadap penghambatan pematangan dengan

ditekannya produksi etilen dan dapat dipertahankannya warna hijau, tekstur serta aroma

pisang Raja selama 15 hari pada suhu 28ºC dan 45 hari pada suhu 13ºC. Penelitian

Anggreayani (2005) juga menunjukkan bahwa KMnO4 lebih mampu mempertahankan

kondisi pisang Mas selama masa penyimpanan dengan menekan perubahan susut bobot,

PTT, pH dan kelunakan kulit buah dibandingkan penundaan pematangan dengan

menggunakan Ethylene Block. Penelitian lain yang dilakukan Santosa et al. (2010) juga

menunjukkan bahwa penggunaan KMnO4 pada butiran tanah liat dengan konsentrasi 30 g

per kg buah segar dapat mempertahankan masa simpan pisang Raja Bulu sampai 18 hari

disimpan pada suhu kamar (27–30oC). Berdasarkan penelitian-penelitian di atas yang

menunjukkan bahwa KMnO4 dan CaCO3 mampu menghambat pemasakan buah, maka

dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian KMnO4 dan CaCO3 terhadap kualitas

buah pisang.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh penggunaan KMnO4 dan CaCO3 terhadap kualitas buah

pisang?

2. Bahan kimia (KMnO4 atau CaCO3) manakah yang memberikan pengaruh lebih

besar untuk memperpanjang daya simpan pisang?

C. Tujuan

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan KMnO4 dan CaCO3 terhadap kualitas

buah pisang.

2. Untuk mengetahui bahan kimia (KMnO4 atau CaCO3) yang lebih berpengaruh

untuk memperpanjang daya simpan buah pisang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tanaman Pisang

Pisang adalah tanaman yang berasal dari kawasan Asia Tenggara (termasuk

Indonesia), kemudian tanaman ini menyebar luas ke kawasan Afrika, Ameriaka Selatan

dan Amerika Tengah. Penyebaran tanaman pisang menyebar sampai kesuruh dunia,

yaitu dari daerah tropis dan sub tropis (Suyanti dan Supriyadi, 2008 dalam Siagian,

2009).

Pisang merupakan tanaman semak yang berbatang semu (pseudostem) dan

berbonggol besar yang dapat tumbuh menjadi tunas anakan, tingginya antara 1-4

meter, daunnya melebar, panjang, tulang daunnya besar dan tepinya tidak mempunyai

ikatan yang kompak, bunganya tunggal hanya sekali berbunga selama hidupnya

(Sunarjono, 2000).

Buah pisang kaya akan vitamin C, vitamin B6, vitamin A, thiamin, riboflavin dan

niacin. Dalam setiap 100 gram daging pisang masak mengandung 70 gr air, 1.2 gr

protein, lemak 0.3 gr lemak, 27 gr pati, 0.5 gr serat dan 400 mg Kalium (Ashari,

1995). Menurut PKBT (2007), kandungan vitamin C satu buah pisang setara dengan

2 buah apel. Pisang kaya akan mineral Kalsium (Ca) sehingga mengkonsumsi

pisang setelah makan akan membantu menetralisir efek negatif konsumsi garam dan

monosodium glutamat (MSG) yang berlebih. Serta mengandung kalium (K) yang

berfungsi menjaga keseimbangan air tubuh, kenormalan tekanan darah, fungsi jantung

dan kerja otot.

B. Sifat Fisiologis Buah Klimaterik

Pisang tergolong buah klimaterik, ditandai dengan peningkatan CO2 secara

mendadak, yang dihasilkan seama pematangan. Klimaterik adalah suatu periode

mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu dimana selama proses tersebut terjadi

serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen, hal

tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan (Syarif dan Irawati, 1988).

Buah klimaterik akan mengadakan reaksi respirasi bila etilen diberikan dalam

tingkat praklimaterik dan tidak peka terhadap etilen setelah kenaikan respirasi dimulai

(Pantastico, 1993).

C. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Respirasi

Respirasi merupakan proses metabolism biologis dengan menggunakan oksigen

dalam perombakan senyawa komplek untuk menghasilkan CO2, air dan sejumlah besar

electron-elektron.

Adanya aktivitas respirasi pada hasil pertanian dapat menyebabkan hasil pertanian

menjadi matang. Proses pematangan ini merupakan hasil perubahan warna, aroma dan

tekstur dari buah yang terjadi secara bertahap sehingga menjadi buah yang siap

dinikmati (Hadiwitanto dan Soehadi, 1981).

Faktor-faktor yang mempengaruhi resprasi ada dua, yaitu:

1. Faktor Internal

Semakin tinggi tingkat perkembangan organ, maka semakin tinggi pula jumlah

yang CO2 dihasilkan. Susunan kimiawi jaringan memengaruhi laju respirasi, dimana

pada buah yang mengandung karbohidrat, maka laju respirasi menjadi semakin cepat,

sedangkan pada buah yang memiliki kulit yang tebal maka laju respirasinya rendah

(Pantastico, 1993).

2. Faktor Eksternal

Pada umumnya laju respirasi meningkat 2-2,5 kali tiap kenaikan suhu 100C.

pemberia etilen pada praklimaterik akan meningkatkan laju respirasi. Selain itu faktor

danya O2 juga mempengaruhi laju respirasi, karena semakin tinggi kadar O2 maka laju

respirasi semakin cepat. Begitupun dengan kadar CO2, yang dapat menimbulkan

gangguan laju respirasi paa buah tersebut (Pantastico, 1993).

D. Tinjauan Umum Etilen

Etilen merupakan hormone pertumbuhan alami yang mempercepat pematangan

pada buah dn sayur dengan meningkatkan laju respirasi sehingga mengurangi masa

simpan. Etilen juga meningkatkan laju degradasi klorofil pada sayur dan buah (BPOM

RI, 2013).

Secara umum, etilen merupakan bahan yang tidak diinginkan untuk penyimpanan

produk segar, sehingga etilen harus disingkirkan dari lingkungan agar dapat

memperlambat pematangan dan pelayuan segingga masa simpan bisa lebih lama

(BPOM RI, 2013).

Menurut Julianti dan Nurminah (2006), beberapa alasan etilen harus disingkirkan,

yaitu:

1. Dalam jumlah sedikit sudah dapat menurunkan mutu dan masa simpan produk

2. Dapat meningkatkan laju respirasi sehingga mempercepat pelunkan dan

pembusukan buah

3. Mempercepat degradasi klorofil yang menyebabkan kerusakan pasca panen

lainnya

Produksi etilen pada buah tau sayur berkaitan dengan aktivitas respirasi, yaitu pada

penggunaan O2 pada kehidupannya, oleh karena itu apabila produksi etilen tinggi maka

laju respirasi juga meningkat dengan ditandai oleh penggunaan O2 oleh tanaman. Pada

buah klimaterik, tidak banyak O2 yang diserap untuk respirasi (Kartasapoetra, 1994).

E. Bahan Penyerap Etilen

Karena keberadaannya yang harus disingkirkan , maka dibutuhkan bahan

penjerap etilen untuk mencegah proses pematangan buah. Beberapa bahan yang

dapat digunakan untuk menjerap etilen, yaitu:

1. Kalium Permanganat (KMnO4)

KMnO4 merupakan bahan penjerap etilen yang sangan umum digunakan

oleh masyarakat. KMnO4 mengoksidasi etilen menjadi etanol dan asetat, dan

didalam proses ini terjadi perubahan warna dari ungu menjadi coklat yang

menandakan proses penjerpan etilen (Coles dkk., 2003).

Menurut Sholihati (2004), perlakuan penjerap KMnO4 terhadap penekanan

produksi etilen adalah dengan memecah ikatan rangkap etilen menjadi etilen

glikol dan mangan dioksida, serta memperlambat proses perubahan fisik dan

kimia buah yang ditandai dengan warna tetap hijau sampai pada akhir

penyimpanan dan

kekerasan yang dapat dipertahankan serta tingginya kadar pati, rendahnya kadar

gula, dan susut bobot yang cenderung rendah. Prinsipnya, KMnO4 yang ada di

dalam bahan penjerap akan menyerap etilen yang berada di sekitar produk.

Reaksi pengikatan etilen oleh KMnO4 sebagai berikut : 2 KMnO4 + 3 C2H4 +

4H2O -> 2 MnO2 + 3 CH2OHCH2OH + 2 KOH.

Menurut Sholihati (2004), secara umum perlakuan bahan penyerap etilen

kalium permanganat memberikan pengaruh terhadap penghambatan pematangan

dengan ditekannya produksi etilen dan dapat dipertahankannya warna hijau,

tekstur serta aroma pisang Raja selama 15 hari pada suhu 28ºC dan 45 hari

pada suhu 13ºC. Selain KMnO4, Ethylene Block merupakan zat kimia

yang berfungsi menyerap etilen yang ada di lingkungan sekitar buah dan

sayuran. Namun berdasarkan penelitian Anggreayani (2005), KMnO4 lebih

mampu mempertahankan kondisi pisang Mas selama masa penyimpanan

dengan menekan perubahan susut bobot, pH dan kelunakan kulit buah

dibandingkan penundaan pematangan dengan menggunakan Ethylene Block.

Adapun sifat dan karakteristik dari KMnO4 , yaitu :

1. Kristal berwarna ungu hampir jelas atau hampir gelap

2. Berat jenis 2,703 g/cc

3. Berat molekul 158

4. KMnO4 merupakan bahan oksidasi dan bahan antiseptik

5. KMnO4 mudah rusak bila terkena cahaya matahari langsung, karena dapat

membentuk pengendapan dari MnO2

2. CaCO3 (Kalsium Karbonat)

Kalsium karbonat mengandung ion Ca2+ dan CO32-. Kalsium memiliki

kemampuan dalam menghambat laju respirasi, menunda senesen pada beberapa

organ tanaman dan menghambat aktifitas enzim-enzim yang menyebabkan

kelunakan pada buah sehingga dapat menghambat pematangan. Menurut

Kerbel dan Njoroge (1993), kalsium (Ca) dapat menghambat proses

pematangan dan memperpanjang masa simpan buah tomat dengan

menghambat produksi etilen tanpa mempengaruhi pH, padatan total terlarut

maupun warna buah.

Qiu dkk (1995) dalam Sambeganarko (2008) melaporkan bahwa perlakuan

CaCl2 pada buah pepaya efektif menghambat peluanakan dan perubahan warna

buah dengan meningkatnya konsentrasi kalsium dalam buah. Namun Meilawati

(2005) dalam Sambeganarko (2008) melaporkan bahwa aplikasi CaCl2

prapanen konsentrasi tinggi terhadap kualitas buah tomat dapat mempengaruhi

kandungan Ca pada buah secara proporsional, tetapi tidak dapat

menghambat indeks perubahan warna kulit buah, kelunakan, kandungan asam

tertitrasi, laju respirasi selama penyimpanan dan tidak dapat mempertahankan

kekerasan buah tomat.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan menggunakan rancangan penelitian ekperimen murni

karena menggunakan 3 variabel: variabel manipulasi, variabel respon, variable kontrol.

Adanya respon terhadap perlakuan menunjukan bahwa peneLitian bersifat

eksperimental.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dialakukan di Laboratorium Fisiologi Jurusan Biologi, Fakultas MIPA,

UNESA pada hari Rabu, 4 November 2015.

C. Variabel Penelitian

Adapun variabel dalam penelitian ini, yaitu

1. Variabel Manipulasi : Jenis senyawa penghambat kematangan buah

(KMnO4 dan CaCO3)

2. Variabel Kontrol : Jenis buah, berat bahan penyerap etilen, jenis tempat

penyimpanan, jenis penutup dan lama penyimpanan

3. Variabel Respon : Susut bobot, warna, tekstur, rasa dan pH buah

pisang.

D. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah

timbangan, kain kasa, plastik transparan, beaker glass. Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah buah pisang, KMnO4, CaCO3, Kertas pH, dan aquades.

E. Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap satu

faktor. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian adalah Kontrol (buah yang hanya

diletakkan di dalam beaker glass), KMnO4 (beaker glass + buah + KMnO4), CaCO3

(Beaker glass + buah +larutan CaCO3.). Setiap unit percobaan disimpan dalam suhu

ruang (25-27º C).

F. Pelaksanaan

1. Perlakuan terhadap buah.

Buah dipanen satu hari sebelum perlakuan, selanjutnya diberi perlakuan. buah

pisang direndam dicuci kemudian dikeringanginkan untuk selanjutnya diberi perlakuan.

2. Pembuatan penyerap etilen

a. KMnO4

Menimbang 6,5 gram KMnO4 diambil dan dikemas kedalam plastik transparan

dengan keadaan terbuka. Penggunaan KMnO4 dimasukkan kedalam beaker glass,

namun diupayakan agar KMnO4 tidak menyentuh pisang.

b. CaCO3

Menimbang 6,5 gram CaCO3 diambil dan dikemas kedalam plastic transparan

dengan keadaan terbuka. Penggunaan CaCO3 dimasukkan kedalam beaker glass,

namun diupayakan agar CaCO3 tidak menyentuh pisang .

G. Pengamatan

Pengamatan buah dilakukan dengan menggunakan sampel destruktif dan dilakukan

pada hari ke-0 dengan tujuan untuk mendapatkan data awal kondisi pisang sebelum

buah diberi perlakuan dan penyimpanan, dilanjutkan pada hari ke-2, 4 dan 6 setelah

perlakuan.

1. Warna Buah

Warna Pengujian untuk mengetahui perubahan warna pada kulit buah pisang

ditentukan berdasarkan indeks skala warna kulit buah pisang. Menurut Turner (1997),

tahapan kematangan pisang berdasarkan pada derajat warna kulit buah yang nilainya

antara 1 sampai dengan 8, nilai tersebut adalah :

Setelah diberi perlakuan,masing-masing satuan percobaan disimpan dalam ruangan dengan suhu kamar (26-27ºC).

2. Susut Bobot

Sampel pisang terlebih dahulu ditimbang sebelum diberi perlakuan untuk

memperoleh nilai bobot awal

Rumus perhitungan :

Susut Bobot = A – B x 100%

A

Keterangan :

A = Bobot awal simpan buah pisang (gram)

B = Bobot akhir buah pisang pada hari pengamatan ke-2, 4 dan 6, (gram)

3. pH (derajat keasaman)

pH adalah derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau

kebasaan yang dimiliki oleh suatu bahan. Yang dimaksudkan keasaman di sini adalah

konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air. Nilai pH pada buah – buahan berbeda

tergantung jenis dan varietasnya dan juga tingkat kematangan buah tersebut. pH didalam

buah berkaitan dengan kadar asam yang terkandung didalamnya. Makin asam buah

tersebut, maka makin kecil pula nilai pHnya. Pengukuran pH dapat dilakukan dengan

menggunakan indikator pH.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Secara umum perlakuan penyimpanan buah pisang yang diberi perlakuan

bahan penyerap etilen (KMnO4 dan CaCO3) tidak memberikan pengaruh yang

begitu besar pada setiap perlakuan terhadap parameter yang diamati (Tabel 1).

Tabel 4 . 1. Hasil Perlakuan Bahan Penyerap Etilen KMnO4 dan CaCO3 Terhadap Kematangan Buah Pisang Kepok

Perlakuan ParameterHari Setelah Perlakuan (Ke-)

0 2 4 6

Kontrol

Indeks Warna

Hijau KuningKuning lebih banyak dari

hijau

Kuning kecoklatan

Hijau KuningKuning lebih banyak dari

hijau

Kuning kecoklatan

Hijau KuningKuning lebih banyak dari

hijau

Kuning kecoklatan

Berat56, 97 56,25 - -61,33 60,01 59,81 58,9554,68 53,46 53,57 -

pH buah- 5 5 5- 5 5 5- 5 5 5

Tekstur Buah

Keras Lembut Lembut Sangat lembut

Keras Lembut Lembut Sangat lembut

Keras Lembut Lembut Sangat lembut

Rasa Buah- Manis Manis Manis - Manis Manis Manis- Manis Manis Manis

KMnO4

Indeks Warna

HijauHijau dengan

sedikit kuning

Kuning lebih banyak dari

hijau

Kuning kecoklatan

HijauHijau dengan

sedikit kuning

Kuning lebih banyak dari

hijau

Kuning kecoklatan

HijauHijau dengan

sedikit kuning

Kuning lebih banyak dari

hijau

Kuning kecoklatan

Berat55,59 54,29 54,12 53,6759,43 58,25 - -51,20 50,22 49,93 -

pH buah- 5 5 5- 5 5 5- 5 5 5

Tekstur Buah Keras Lembut Lembut Lembut Keras Lembut Lembut LembutKeras Lembut Lembut Lembut

Rasa Buah

- Manis sedikit sepat

Manis sedikit kecut Manis

- Manis sedikit sepat Manis Manis

- Manis sedikit sepat Manis Manis

CaCO3

Indeks Warna

HijauHijau dengan

sedikit kuning

Hijau pada bagian ujung

Kuning kecoklatan

HijauHijau dengan

sedikit kuning

Hijau pada bagian ujung

Kuning kecoklatan

HijauHijau dengan

sedikit kuning

Hijau pada bagian ujung

Kuning kecoklatan

Berat57,48 56,47 - -61,03 59,80 59,28 -60,71 59,69 59,30 59,16

pH buah- 5 5 5- 5 5 5- 5 5 5

Tekstur Buah

Keras Lembut Lembut Terlalu Lembut

Keras Lembut Lembut Terlalu Lembut

Keras Lembut Lembut Terlalu Lembut

Rasa Buah- Manis Manis Manis - Manis Manis Manis - Manis Manis Manis

Berdassarkan data di atas maka dapat diketahui susut bobot dari masing masing perlakuan pada Tabel 4.2 berikut ini.Tabel 4.2. Susut Bobot Buah Pisang Kepok Pada Setiap Perlakuan.

Perlakuan Hari ke-2 4 6

Kontrol 1,32 1,52 2,38KMnO4 1,3 1,47 1,92CaCO3 1,02 1,41 1,55

B. Analisa Data

Berdasarkan data hasil pengamatan yang telah dilakukan diketahui bahwa

pemberian KMnO4 maupun CaCO3 tidak memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap penundaan pematangan buah. Perbedaan dari setiap perlakuan hanya sedikit.

Beberapa indikator yang diuji cobakan dalam penelitian ini seperti warna, tekstur rasa,

dan pH dari perlakuan KMnO4 dan CaCO3 tidak menenjukkan perbedaan yang nyata

dengan kontrol, Namun susut bobot dari masing-masing perlakuan menunjukkan

perbedaan (Tabel 4.1 dan Tabel 4.2). Berdasarkan data di atas diketahui bahwa susut

bobot terendah diperoleh pada pemberian CaCO3 sedangkan susut bobot tertinggi

diperoleh pada perlakuan kontrol (Tabel 4.2). Berdasarkan indikator pH, semua

perlakuan memiliki pH yang sama yaitu 5. Tekstur buah untuk semua perlakuan, pada

hari ke-2 sudah lembut dan warnanya sudah menguning. Rasa buah pada setiap

perlakuan tidak jauh berbeda yaitu manis dengan sedikit kecut samapi manis (Tabel

4.1).

C. Pembahasan

Dari hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan diketahui bahwa jenis

penyerap etilen yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

warna, tekstur, dan rasa dari buah pisang kepok, namun perlakuan jenis penyerap

etilen memberikan pengaruh terhadap susut bobot buah pisang kepok. Perlakuan

pemberian CaCO3 memberikan susut bobot terendah dibandingkan dengan pemberian KMnO4.

Susut bobot ini mempunyai hubungan positif dengan jumlah gas CO2 dan air yang

dilepaskan. Kehilangan berat pada buah diakibatkan oleh proses respirasi dan

tranpirasi pada buah tersebut. Meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan

perombakan senyawa seperti karbohidrat dalam buah dan menghasilkan CO2, energy

dan air yang menguap melalui permukaan kulit buah yang menyebabkan kehilangan

bobot pada buah pisang kepok.

Kalsium karbonat yang diberikan pada buah mampu mengurangi susut buah

karena senyawa ini mengandung kalsium yang mampu menghambat respirasi.

Penggunaan CaCO3 bertujuan untuk mengikat gas CO2 yang terkandung dalam udara.

Kerbel dan Njoroge (1993) menyatakan bahwa kalsium memiliki kemampuan dalam

menghambat laju respirasi, menunda senesen pada beberapa organ tanaman, dan

menghambat aktifitas enzim-enzim yang menyebabkan kelunakan pada buah

sehingga dapat menghambat pematangan dan mampu memperpanjang masa simpan

buah dengan menghambat produksi etilen.

Mekanisme kerja kalsium dalam menghambat proses pemasakan berkaitan dengan

penyusunan dinding sel dan enzim penyebab proses pemasakan, baik pada kulit buah

maupun daging buahnya. Pengikatan ion kalsium pada gugus polimer poligalakturonat

(PG) mampumempertahankan integritas dinding sel sehingga pelunakan buah menjadi

terhambat (Kramel et al., 1989 dalam Setijorini dan Sulistiana, 2001).

Pada penelitian ini juga diketahui bahwa pemberian KMnO4 mampu memberikan

susut bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hal ini karena KMnO4

dapat mengoksidasi etilen, sehingga dapat menekan laju respirasi buah sehingga

proses penguapan pada buah terhambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wills dkk.

(1981), yang menyatakan bahwa etilen dapat dihancurkan oleh KMnO4 sebagai

oksidator yang kuat.

Buah pisang yang disimpan selama 6 hari mengalami peningkatan warna

dari hijau menjadi kuning kecoklatan. Menurut Apandi (1984), perubahan warna

merupakan sintesis pigmen tertentu, seperti karotenoid dan flavonoid disamping

terjadinya perombakan klorofil, sehingga karotenoid yang sudah ada namun tidak ada

menjadi nyata dan berubah menjadi berwarna kecoklatan jika terlalu masak.

Pada penelitian ini juga diketahui terjadi perubahan tekstur buah dari keras

menjadi lunak. Kartasapoetra (1994) menyatakan bahwa perubahan tekstur selama

proses pematangan terjadi karena adanya degradasi pektat, lignin, selulosa dan

hemiselulosa oleh aktivitas enzim pectin metal esterase dan poligalakturonase dalam

proses pematangan buah. Oleh karena itu, terjadi perubahan dari keras menjadi lunak.

Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada indikator tekstur

pemberian KMnO4 dan CaCO3 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan

kontrol. Hal tersebut tidak sesuai dengan penelitian Susila (1995) yang menyatakan

bahwa kalsium mampu meningkatkan kekerasan pada buah. Adanya ikatan kovelen

antara kalsium dengan fraksi pektin bertanggung jawab dalam kekerasan buah yang

diberi perlakuan CaCl2 (Siddiqua dan Bangerth, 1995 dalam Setijorini dan Sulistiana,

2001).

Secara keseluruhan, pemberian bahan penyerap etilen KMnO4 dan CaCO3 dalam

penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penundaan pemasakan

buah pisang kepok. Hal tersebut dapat dikarenakan pisang kepok uji sudah

menujukkan kematangan sebelum diberi perlakuan. Menurut Sulatri, (2014)

menyatakan bahwa laju respirasi dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Salah satu faktor internal yang mempengaruhi laju respirasi adalah tingkat

perkembangan organ (ukuran buah, buah kamba, klimakterik, rippening dan puncak

klimakterik). Apabila suatu buah telah matang, maka laju respirasinya akan turun.

Buah yang berukuran besar akan memiliki laju respirasi yang besar pula dan hasil

titrasi yang kecil. Sedangkan untuk buah yang memiliki densitas kamba maka akan

terbentuk rongga-rongga sehingga menyebabkan laju respirasi per unit turun.

Selain faktor internal, laju respirasi juga dipengaruhi oleh aktor ekstrenal seperti

suhu. Penutupan buah dengan plastik saat uji coba dilakukan menyebabkan

peningkatan suhu di dalam gelas beker. Hal tersebut menyebabkan terjadinya

peningkatan laju respirasi sehingga mempercepat pemasakan buah. Menurut Kays (1991) dalam Sulastri (2104), untuk beberapa produk hasil pertanian, dengan kenaikan suhu penyimpanan sebesar 100C akan mengakibatkan naiknya laju respirasi sebesar 2 sampai 2,5 kali, tetapi di atas suhu 350C laju respirasi akan menurun karena aktivitas enzim terganggu yang menyebabkan terhambatnya difusi oksigen.

BAB V

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Afa LO, Mualim L, Aliyah M. 2013. Daya Simpan Pisang Raja Pada Pemberian Asam Salisilik atau Kalsium Klorida. Jurnal Agriplus. Vol 23(3): 236-241.

Anggreayani, H. 2005. Pengaruh Pengendalian Pematangan Sistem Kemas Terhadap Kondisi Pisang (Musa paradisiaca L) Varietas Mas Pada Dua Suhu Simpan. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ashari, S. 1995. Holtikultural-Aspek Budidaya. Jakarta: UI Press

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2013. Info POM. Vol 14 (2).

Departemen Pertanian. 2004. Statistik Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta http://www.deptan.go.id

Coles, R., McDowell and M.J. Kirwan. 2003. Food Packaging Technology. Denmark: Blackwell Publishing

Hadiwiyoto, S. dan Soehadi. 1981. Penanganan Lepas Panen 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Julianti, E. dan M. Nurminah. 2006. Buku Ajar Teknologi Pengemasan. Medan: USU Press.

Kartasapoetra, A,G. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarata: Rineka Cipta

Kerbel E.L dan C.K. Njoronge. 1993. Effect of Postharvest Calcium Treatment on Soluble Solid, pH, Firmness and Colour of Stored Tomato Friuts. J. A fr. Agric. 58(3): 111-116

Pantastico, E.R.B., 1993. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayuran Tropika dan Subtropika. Terjemahan Kamariyani. Yogyakarta: UGM Press.

Pusat Kajian Buah Tropika (BKPT). 2007. Database Buah-buahan Tropika, Pisang, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. http://www.rusnasbuah.or.id.

Sambeganarko, A. 2008. Pengaruh Aplikasi KMnO4, Ethylene Block, Larutan CaCl2, dan CaO terhadap Kualitas dan Umur Simpan Pisang Varietas Raja Bulu. Bogor: IPB

Santosa, E., Winarso DW & Kholidi 2010, ‘The use of clay as potassium permanganate carrier to delay the ripening of Raja Bulu banana’, J.Hort., vol. 1, no. 2, pp. 89-96.

Setijorini, L. D dan Sulistiana, S. 2001. Studi Tentang Penggunaan Kalsium Klorida (CaCl2) Dalam Mempertahankan Kualitas dan Menghambat Proses

Pemasakan Buah Tomat (Lycopercison esculentum) Selama Penyimpanan. Laporan penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Terbuka.

Sholihati. 2004. Kajian Penggunaan Bahan Penyerap Etilen Kalium Permanganat Untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Raja (Musa paradisiaca varSapientum L ) Tesis. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Siagian, F. Hotman. 2009. Penggunaan Bahan Penjerap Etilen pada Penyimpanan Pisang Barangan dengan Kemasan Atmosfer Termodifikasi Aktif. Skripsi. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.

Simmonds, MW. 1966. Bananas – 2nd Edition. New York. Longman, Inc.

Sunarjono, H.H., 2000. Prospek Perkebunan Buah. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sulastri, L. 2014. Pola Respirasi Pada Berbagai Perlakuan (Doc). (Online) diakses melalui www. Scribe .com.

Susila, A.D. 1995. Studi Pecah Buah dalam Rangka Peningkatan Kualitas Buah Tomat. Tesis. Tidak dipublikasikan. Program Pasca Sarjana. Bogor: IPB.

Suyanti, dan A. Supriyadi. 2008. Pisang, Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar. Jakarta: Penebar Swadaya.

Syarif, R. dan A. Irawati. 1998. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

Wills, R. B. H, W. B. Mc. Galsson, D. Graham, T.H. Lee and E. G. Hall. 1989. Postharvest an Introduction to the Physiology and Handling of Fruit and Vegetables. An AVI Book, Van Nostrand Reinhold, New York.

Skor Warna kulitP1 P2 P3 P4 P5

U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U3 U1 U2 U31 Hijau

2 Hijau dengan sedikitkuning

3 Hijau kekuningan

4 Kuning dengan sedikithijau

5 Kuning, ujung dan PangkalBerwarna hijau

6

7

Kuning penuhKuning penuh denganbintik kehitaman

Tekstur1 Sangat lunak2 Lunak3 Agak lunak4 Keras5 Sangat keras

Rasa Daging Buah

1 Sangat tidak manis (sangatsepet)

2 Tidak manis (sepet)3 Agak manis4 Manis5 Sangat Manis

Warna Daging Buah1 Kuning pucat2 Kuning biasa3 Kuning cerah4 Kunig kemerahan5 Kuning kecoklatan6 Kuning kehitaman

Aroma Daging Buah1 Sangat tidak harum2 Tidak harum3 Agak harum4 Harum5 Sangat harum

Tingkat kesukaan1 Sangat tidak suka2 Tidak suka3 Suka4 Sangat suka

Lampiran 1. Format Uji Organoleptik

Panelis : Komoditi : Pisang Kepok

Analisis ke :

Beri tanda (√ ) dalam kotak sesuai dengan penilaian