laporan mikro koe fen
-
Upload
toshio-bidam -
Category
Documents
-
view
708 -
download
10
Transcript of laporan mikro koe fen
Judul Percobaan : Uji Koefisien Fenol
Tanggal Praktilum : 14 Desember 2010
Kelas / Kelompok : III.G / 3
BAB 1
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Pengawasan terhadap mikroorganisme penyebab penyakit telah menjadi
pemikiran para ahli semenjak penyakit-penyakit mulai dikenal. Berbagai macam
substansi telah dicoba untuk memilih yang paling tepat guna menghilangkan
pencemaran oleh jasad renik terhadap benda-benda baik hidup ataupun mati.
Bahan anti mikroba yang ditemukan memiliki keefektifan yang bermacam-
macam, dan pengunaannya pun ditujukan terhadap hal-hal yang berbeda-beda
pula. Salah satu jenis anti mikroba dikenal sebagai disinfektan, merupakan suatu
zat (biasanya kimia) yang dipakai untuk maksud disinfeksi pada bahan-bahan tak
bernyawa.
Fenol adalah salah satu contoh disinfektan yang efektif dalam membunuh
kuman. Pada konsentrasi rendah, daya bunuhnya disebabkan karena fenol
mempresipitasikan protein secara aktif, dan selain itu juga merusak membran sel
dengan menurunkan tegangan permukaannya. Dengan persetujuan para ahli dan
peneliti, fenol dijadikan standar pembanding untuk menentukan aktivitas sesuatu
desinfektan.
Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk desinfeksi harus diuji
keefektifannya. Cara menentukan daya sterilisasi zat-zat tersebut adalah dengan
melakukan tes koefisien fenol. Uji ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas
suatu produk (desinfektan) dengan daya bunuh fenol dalam kondisi tes yang sama.
Berbagai pengenceran fenol dan produk yang dicoba dicampur dengan suatu
volume tertentu biakan Salmonella thyphosa atau Staphylococcus aureus.
II. Tujuan Praktikum
Untuk mengevaluasi daya anti mikroba suatu desinfektan, perlu diperkirakan
potensi kekuatannya dan efektifitas desinfektan antara lain : konsentrasi, lamanya
kontak sebagai pembunuh atau penghambat pertumbuhan. Salah satu cara untuk
mengukur efektifitas suatu desinfektan terhadap mikroorganisme adalah dengan
membandingkannya terhadap fenol standar yang disebut sebagai uji koefisien
fenol.
III. Tinjauan Pustaka
Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir Joseph
Lister saat mempraktikkan pembedahan antiseptik. Fenol merupakan komponen
utama pada anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP
(trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa anestitika
oral, misalnya semprotan kloraseptik
Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang
digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti
bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah
mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan
sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad
renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan
dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan
pakaian.
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai
antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan
antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik
tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat
keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu
cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada
kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam
proses sterilisasi.
Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat
menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganime yang akan
dimatikan. Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik
(pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya
difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan
serta aplikasinya.
Macam-macam desinfektan yang digunakan:
1. Alkohol
Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit.
Alkohol yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi
unguk mendesinfeksi permukaan, namun ADA tidak menganjurkkan pemakaian
alkohol untuk mendesinfeksi permukaan oleh karena cepat menguap tanpa
meninggalkan efek sisa.
2. Aldehid
Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran
gigi, baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid merupakan
desinfektan yang kuat. Glutaraldehid 2% dapat dipakai untuk mendesinfeksi alat-
alat yang tidak dapat disterilkan, diulas dengan kasa steril kemudian diulas
kembali dengan kasa steril yang dibasahi dengan akuades, karena glutaraldehid
yang tersisa pada instrumen dapat mengiritasi kulit/mukosa, operator harus
memakai masker, kacamata pelindung dan sarung tangan heavy duty. Larutan
glutaraldehid 2% efektif terhadap bakteri vegetatif seperti M. tuberculosis, fungi,
dan virus akan mati dalam waktu 10-20 menit, sedang spora baru alan mati
setelah 10 jam.
3. Biguanid
Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara luas dalam
bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak, misalnya 0,4%
larutan pada detergen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub), 0,2%
klorheksidin glukonat pada larutan air digunakan sebagai bahan antiplak
(Corsodyl) dan pada konsentrasi lebih tinggi 2% digunakan sebagai desinfeksi
geligi tiruan. Zat ini sangat aktif terhadap bakteri Gram(+) maupun Gram(-).
Efektivitasnya pada rongga mulut terutama disebabkan oleh absorpsinya pada
hidroksiapatit dan salivary mucus.
4. Senyawa halogen. Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan
melepaskan ion halide. Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan
karat pada logam dan cepat diinaktifkan oleh bahan organik (misalnya Chloros,
Domestos, dan Betadine).
5. Fenol
Larutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk membersihkan
alat yang terkontaminasi oleh karena tidak dapat dirusak oleh zat organik. Zat ini
bersifat virusidal dan sporosidal yang lemah. Namun karena sebagian besar
bakteri dapat dibunuh oleh zat ini, banyak digunakan di rumah sakit dan
laboratorium.
6. Klorsilenol
Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan
sebagai antiseptik, aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan
penggunaannya terbatas sebagai desinfektan (misalnya Dettol).
Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi
umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi,
yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol, yaitu
senyawa kimia yang mengandung gugus –OH, golongan halogen atau senyawa
terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung
gugus –X, golongan fenol dan fenol terhalogenasi, golongan garam amonium
kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida.
Telah dilakukan perbandingan koefisien fenol turunan aldehid (formalin dan
glutaraldehid) dan halogen (iodium dan hipoklorit) terhadap mikroorganisme
Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi yang resisten terhadap ampisilin
dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan dari disinfektan turunan aldehid dan
halogen yang dibandingkan dengan fenol dengan metode uji koefisien fenol .
Fenol digunakan sebagai kontrol positif, aquadest sebagai kontrol negatif dan
larutan aldehid dan halogen dalam pengenceran 1 : 100 sampai 1 : 500 dicampur
dengan suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi resisten
ampisilin yang telah diinokulum, keburaman pada tabung pengenceran
menandakan bakteri masih dapat tumbuh. Nilai koefisien fenol dihitung dengan
cara membandingkan aktivitas suatu larutan fenol dengan pengenceran tertentu
yang sedang diuji. Hasil dari uji koefisien fenol menunjukan bahwa disinfektan
turunan aldehid dan halogen lebih efektif membunuh bakteri Staphylococcus
aureus dengan nilai koefisien fenol 3,57 ; 5,71 ; 2,14 ; 2,14 berturut-turut untuk
formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit, begitu juga dengan bakteri
Salmonella typhi, disinfektan aldehid dan halogen masih lebih efektif dengan nilai
koefisien fenol 1,81 ; 2,72 ; 2,27 dan 2,27 berturut-turut untuk formalin,
glutaraldehid, iodium dan hipoklorit.
BAB 2
METODELOGI
Alat
1. Tabung reaksi
2. Jarum ose
3. Lampu spirtus
4. Rak
5. Stopwatch
Bahan
1. Medium NB
2. Aqua dest steril
3. Staphyloococcus aureus dalam agar
4. Fenol
Cara Kerja
1. Pembuatan media
Media kaldu nutrisi (Nutrient Broth) dimasukkan dalam 21 tabung reaksi ukuran
20 x 150 mm, volume masing-masing dibuat 5 ml. Komposisi perliter terdiri dari
pepton 10 g, ekstrak daging 5 g, dan NaCl 5 g; pH akhir 6,8.
2. Bakteri Staphylococcus aureus ditanam pada agar nuutrisi miring dan diinkubasi
pada suhu 370 C selama 24-48 jam. Biakan dari agar miring diinokulasikan pada
media kaldu nutrisi dan diinkubasi padasuhu 370 Cselama 24 jam. Buat
pengenceran sesuai dengan larutan Mc. Farland III, kemudian lakukan
pengenceran dengan larutan NaCl fisiologis hingga diperoleh pengenceran 10 x,
100x dan 1000x
3. Dibuat larutan persediaan baku fenol 2% dengan cara menimbang 2 g kristal fenol
dalam 100 ml air suling steril ( disesuaikan dengan kebutuhan), kemudian
diencerkan kembali larutan tersebut sehingga diperoleh perbandingan 1:80 , 1:90
dan 1:100, volume yang dibutuhkan untuk pengujian adalah 5ml baku fenol.
4. Dibuat larutan desinfektan 1% dengan cara 1ml desinfektan ditambahkan 99ml air
suling steril lakukan pengenceran sehingga diperoleh pengenceran 1 : 100, 1 :
110, 1: 120, dan 1: 130. pengenceran dibuat dalam tabung-tabung reaksi volume
desinfektan yang diperlukan dalam pengujian adalah 5ml.
5. Proses okulasi
a. Siapkan 12 tabung berisikan larutan fenol dengan perbandingan pengenceran
yang telah dibuat tambahkan 0,5 ml biakan hasil pengenceran 100x, catat
waktu kontak, masukan dalam vortex mixer untuk menghomogenkan.
b. Pasang timer biarkan kontak selama 5 menit kemudian lakukan transfer
pertama dengan jalan menginokulasi 1 jarum ose dari tabung fenol ke dalam
medium NB, inkubasi biakan selama 24-48jam.
c. Lakukan hal yang sama setalah kontak 10 dan 15 menit (lakukan duplo untuk
masing-masing inokulum.
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
A. Larutan uji Fenol 2 %
NO. PENGENCERAN 5MENIT 10MENIT 15 MENIT KET
1. 1 : 80 + + + Keruh
2. 1 : 90 + + + Keruh
3. 1 : 100 + + + Keruh
(+) Keruh : ada pertumbuhan
(-) Jernih : tidak ada pertumbuhan
B. Larutan Desifektan
Desifektan : Super pel
Komposisi Super pel :
NO. PENGENCERAN 5 MENIT 10MENIT 15MENIT KET
1. 1 : 100 - + +
2. 1: 110 - + +
3. 1 : 120 + + +
4. 1 : 130 + + -
Pembahasan
Koefisien fenol adalah hasil bagi dari faktor pengenceran tertinggi desinfektan dengan
faktor pengenceran tertinggi baku fenol yang masing-masing dapat membunuh bakteri
uji dalam jangka waktu 10 menit, tetapi tidak membunuh dalam jangka waktu 5
menit.
Pada praktikum kali ini larutan baku fenol dengan faktor pengenceran 1:80 , 1:90 dan
1:100 menunjukan bahwa bakteri masih tetap hidup meski di menit ke 15. Hal ini
menunjukan ke gagalan dari praktikum. Kegagalan dari praktikum ini dapat
disebabkan karena perlakuan yang tidak aseptis dan steril saat penggerjaan, larutan
baku fenol pengencerannya tidak akurat dan terjadinya kontaminasi.
Sedangkan pada Desifektan pada pengenceran 1:100 dan 1:110menunjukan pada
menit Ke-5 bakteri telah mati namun pada menit ke 10 dan ke 15 bakteri masih
tumbuh. Kekeruhan yang terjadi pada menit ke 10 dan ke 15 merupakan suatu ke
tidak wajaran mungkin di akibatkan terjadinya kontaminasi.
Desifektan pada pengenceran 1:120 menunjukan densifektan tidak bekerja
menghambat pertumbuhan bakteri karena dari menit awal hingga ke 15 bakteri tetap
tumbuh.
Desifektan pada pengenceran 1:130 menunjukan bakteri baru mati pada menit ke 15
hal ini membuktikan kerja densifektan kurang cepat membunuh bakteri.
Oleh karena kesalahan yang kami lakukan pada praktikum ini, kita tidak dapat
melakukan perhitungan koefisien fenol.Terjadinya hal ini dapat diakibatkan oleh
berbagai faktor kemungkinan. Faktor-faktor kemungkinan penyebab terjadinya
kesalahan kami antara lain adalah:
* Pengerjaan praktikum secara paralel
Kegagalan yang terjadi dalam praktikum ini mungkin juga disebabkan oleh
pengerjaan tabung Uji Disinfektan secara paralel yang saat itu dimaksudkan untuk
mempersingkat waktu pengerjaan. Pengerjaan secara paralel tersebut telah
mengakibatkan ketidakakuratan dan ketidaktelitian perhitungan waktu yang
diperlukan.
* Ketidakakuratan dalam pengambilan kuman menggunakan ose
Dalam menginokulasi kuman uji terhadap desinfektan, kami memindahkan kuman
tersebut hanya dengan 1 ose. Dengan penggunaan ose, terdapat kemungkinan kuman
tidak terangkat sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Sebab pada percobaan
kami, banyak kuman yang mati. Pengambilan kuman dengan 2 ose mungkin dapat
lebih akurat.
* Penggunaan spiritus yang berlebihan
Banyaknya kuman yang mati juga dapat disebabkan terlalu seringnya dilakukan
flambir pada pembuatan inokulum dan pada penginokulasian kuman uji terhadap
desinfektan. Kuman S. aureus dan S. thyphosa tumbuh optimum pada suhu 37°C, oleh
karena itu tidak diperlukan suhu panas yang berlebihan.
* Pengenceran desinfektan yang tidak akurat
Pada percobaan kali ini, kami mungkin juga melakukan kesalahan ketika melakukan
pengenceran desinfektan ke dalam 1:80, 1:100, 1:110, 1:120 dan 1:130. Pengenceran
yang dilakukan tidak akurat, yaitu terlalu banyak desinfektan yang terkandung dalam
1:80 atau 1:100, sehingga desinfektan terlalu pekat dan tidak sebanding dengan
jumlah kuman yang dibiakkan.
BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
Fenol adalah salah satu contoh disinfektan yang efektif dalam membunuh kuman.
Pada konsentrasi rendah, daya bunuhnya disebabkan karena fenol mempresipitasikan
protein secara aktif, dan selain itu juga merusak membran sel dengan menurunkan
tegangan permukaannya. Dengan persetujuan para ahli dan peneliti, fenol dijadikan
standar pembanding untuk menentukan aktivitas sesuatu disinfektan.
Tujuan dari praktikum uji koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi daya anti
mikroba suatu desinfektan dengan memperkirakan potensi dan efektifitas desinfektan
berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak terhadap kuman dan
membandingkannya terhadap fenol standard yang disebut koefisien fenol.
Koefisien fenol adalah hasil bagi dari faktor pengenceran tertinggi desinfektan dengan
faktor pengenceran tertinggi baku fenol yang masing-masing dapat membunuh bakteri
uji dalam jangka waktu 10 menit, tetapi tidak membunuh dalam jangka waktu 5
menit.
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan
kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan
jalam membunuh mikroorganisme patogen. Disinfektan yang tidak berbahaya bagi
permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik.
Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme
pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda mati. Desinfektan dapat
pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya tergantung dari toksisitasnya.
Dari percobaan yang kami lakukan tidak dapat diambil kesimpulan karena tidak
ditemukan hasil yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Pelczar, Michael, J., 1986, Dasar- Dasar Mikrobiologi, Universitas Indonesia, Jakarta
Cassan, F. 2008. Britannica illustrated science library 2009: Plants, algae and fungi. Encyclopedia Britannica, London: iii + 101 hlm.
Gandjar, I., I.K. Koentjoro, W. Mangunwardoyo, & L. Soebagya. 1992. Pedoman praktikum mikrobiologi dasar. Departemen Biologi, FMIPA UI: vii + 79 hlm.