Laporan Manajemen Kasu1

21
Laporan Manajemen Kasus Spinal Anestesi 1 Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia RSUD dr. Soeroto Ngawi Disusun oleh: Putri Nurhayati (10711222) Pembimbing : dr. Bambang Triyono, Sp.An., Msi.Med KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN

description

mankas

Transcript of Laporan Manajemen Kasu1

Page 1: Laporan Manajemen Kasu1

Laporan Manajemen Kasus

Spinal Anestesi 1

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia

RSUD dr. Soeroto Ngawi

Disusun oleh:

Putri Nurhayati (10711222)

Pembimbing :

dr. Bambang Triyono, Sp.An., Msi.Med

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU ANESTESI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

RSUD DR. SOEROTO NGAWI

2016

Page 2: Laporan Manajemen Kasu1

Manajemen Kasus Spinal Anestesi

Sectio Caesarea (SC)

IDENTITAS

Nama Pasien : Ny. S

Umur : 30 tahun

Alamat : Mantingan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

No.RM : 154543

Tgl Operasi : 05 Januari 2016

ANAMNESIS

Autoanamnesis dan pengambilan data sekunder dari status pasien pada

tanggal 05 Januari 2016.

a. Keluhan Utama

OS dikirim dari dokter Sp. OG karena diindikasi untuk melahirkan melalui

operasi SC.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada tanggal 05 Januari 2016 pasien datang kerumah sakit membawa rujukan

dari Puskesmas dengan diagnosis G3P2A0 hamil 39 minggu 3 hari dengan Observasi

Inpartu + BSC 3 tahun yang lalu + KPD Mekonial. Kemudian pasien direncanakan

untuk dilakukan operasi Sectio Caesarea secepatnya pada tanggal 05 Januari 2016.

c. Anamnesis Sistem

- Cerebrospinal : pusing (-), demam (-), kejang (-)

- Kardiovaskular : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)

- Respirasi : sesak nafas (-), batuk (-)

- Digesti : BAK normal

- Integumentum : gatal-gatal (-), kemerahan di kulit (-)

- Muskuloskeletal : bengkak pada ekstremitas kaki (-)

Page 3: Laporan Manajemen Kasu1

d. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat asma : (-)

- Riwayat diabetes mellitus : (-)

- Riwayat hipertensi : (-)

- Riwayat alergi : (-)

e. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat asma : (-)

- Riwayat diabetes mellitus : (-)

- Riwayat hipertensi : (-)

- Riwayat alergi : (-)

PEMERIKSAAN FISIK

a. Pemeriksaan Umum

- Keadaan umum : tampak kesakitan

- Kesadaran : compos mentis

- Berat badan : 71 kg

- Tinggi badan : 157 cm

- IMT : 28,12 (Overweight)

- Vital sign

TD : 125/75 mmHg RR : 18 x/menit

HR : 117 x/menit Suhu : 36,7 C

- Kepala : bentuk kepala normal, mesosefal

- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

- Leher : simetris, massa (-), deviasi trakea (-), nyeri tekan (-)

- Thoraks : dada simetris kanan dan kiri, retraksi dinding dada (-)

- Abdomen : perut membuncit (+), straie gravidarum (+)

- Ekstremitas : edema pada ekstremitas bawah (-), akral teraba hangat

b. Pemeriksaan Lokalis (Regio Abdominal)

- Inspeksi : perut buncit (+), striae gravidarum (+)

- Auskultasi : DJJ (+) 140x/menit

- Palpasi : TFU 31 cm, his (+)

- Genitalia : pembukaan 2 cm

Page 4: Laporan Manajemen Kasu1

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 05 Januari 2016 jam 09.02 WIB

WBC

LYM%

MID%

GRAN%

LYM#

GRAN#

RBC

HGB

HCT

MCV

MCH

MCHC

RDW_CV

RDW_SD

PLT

MPV

PDW

PCT

6.2

0.9

0.5

4.8

14.9

77.5

3.81

9.6

31.5

82.7

25.1

304

18.8

54.8

150

8.7

15.7

0.133

10*9/L

%

%

%

10*9/L

10*9/L

10*12/L

g/dL

%

fL

pg

g/dL

%

fL

10*9/L

fL

fL

%

Pemeriksaan Serologi

- Rapid test : negatif

- HBSAg : negatif

DIAGNOSIS

G3P2A0 hamil 39 minggu 3 hari dengan Observasi Inpartu + BSC 3 tahun yang lalu +

KPD Mekonial

TERAPI

Terapi non farmakologi : -

Terapi farmakologi : -

Terapi pembedahan : Sectio Caesarea (SC)

Page 5: Laporan Manajemen Kasu1

PENATALAKSANAAN ANESTESI

Pasien Ny. S usia 30 tahun dengan G3P2A0 hamil 39 minggu 3 hari dengan

Observasi Inpartu + BSC 3 tahun yang lalu + KPD Mekonial. BB : 71 kg, TB : 157

cm, TD : 125/75 mmHg, HR : 117 x/menit, RR : 18 x/menit.

a. Anamnesis

Riwayat hipertensi (-), asma (-), kejang (-), penyakit jantung (-), alergi obat (-)

, gigi goyang (-), MMT jam 06.00 WIB.

b. Konsul ke dokter Spesialis Anestesi jenis anestesi spinal, obat Bupivacain

dan Lidokain

- Teknik : anestesi spinal dengan posisi duduk membungkuk

- Premedikasi : infus WIDA HES 500 cc

- Induksi : Bupivacain spinal 0,5% + Fentanyl

- Maintenance : O2 2 lpm

- Monitoring : tanda vital selama operasi setiap 5 menit, kedalaman

anestesi, cairan dan perdarahan

c. Langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal antara lain :

1. Setelah di monitor, pasien duduk dengan posisi membungkuk, agar posisi

tulang belakang stabil. Pasien dibungkukkan maksimal agar prosesus

spinosus mudah teraba.

2. Menentukan tempat tusukan, yaitu L4-L5 (perpotongan antara garis yang

menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung).

3. Berikan tanda pada tempat tusukan.

4. Tempat tusukan disterilkan dengan betadine dan alkohol.

5. Diberi anestetik lokal pada tempat tusukan, dengan lidokain 2 % sebanyak

2 ml. Jarum spinal besar ukuran 25G dapat langsung digunakan. Lakukan

penusukan jarum spinal pada tempat yang telah ditentukan, dengan sudut

10-30˚ terhadap bidang horizontal kearah kranial. Setelah resistensi

menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan cairan jernih serebrospinal

akan menetes keluar, pasang spuit berisi Bupivacain spinal 0,5 % dan

dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, untuk

meyakinkan posisi jarum tetap baik.

Page 6: Laporan Manajemen Kasu1

JAM 10.10 10.15 10.20 10.25 10.30 10.35 10.40 10.45 10.50 10.55 11.00

TD

(mmHg)

119/

60

128/

77

125/

79

118/

70

100/

60

110/

78

115/

68

121/

77

119/

75

116/

79

127/

70

HR

(x/menit)

121 118 1112 116 101 104 108 105 102 105 108

Cairan masuk : RL ± 1100cc

WIDA HES 500 cc

Cairan keluar : Perdarahan ± 300 cc

Urine ± 150 cc

11.05 11.10 11.15 11.20

112/70 118/74 120/72 126/70

96 105 105 107

Hasil pemantauan tanda vital (tekanan darah dan frekuensi nadi), cairan masuk dan

cairan keluar selama dilakukan anestesi sebagai berikut :

d. Selama operasi berlangsung tidak terjadi hipotensi maupun kenaikan tekanan

darah yang bermakna :

- cairan yang masuk selama operasi 1600 cc

- perdarahan selama operasi : ± 300 cc

- operasi berlangsung 1 jam 10 menit

e. Post operasi

- post operasi rawat di RR (Recovery Room)

- beri oksigen 3 lpm nasal canule

- awasi vital sign setiap 15 menit sampai stabil

- posisi tidur head up (30) sampai 24 jam post op

- bila sistole ≤ 90 mmHg beri ephedrin 10 mg IV

- bila nadi ≤ 60 x/menit beri SA 0,5 mg IV

- bila nyeri kepala hebat lapor dokter Spesialis Anestesi

PEMBAHASAN ANESTESI

Persiapan pra anestesi yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang

sebab-sebab terjadinya kecelakaan anetesia. Sebelum dilakukannya tindakan

Page 7: Laporan Manajemen Kasu1

pembedahan setidaknya harus melakukan kunjungan pasien yang dapat mengurangi

angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan. Persiapan pra bedah meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium, serta klasifikasi status fisik yang biasa menggunakan

klasifikasi ASA (The American Society of Anaesthesiologists).

Anamnesis meliputi apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya

sangat penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapatkan

perhatian khusus misalnya alergi, riwayat asma, diabetes melitus, hipertensi, mual,

muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah, sehingga dapat

menentukan anestesi berikutnya dengan baik. Pemeriksaan fisik meliputi keadaan

gigi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar yang akan mempengaruhi untuk tindakan

laringoskopi intubasi. Keadaan status fisik yang diukur dengan menggunakan

klasifikasi ASA sebagai berikut :

- ASA I : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia

- ASA II : pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang

- ASA III : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin

terbatas

- ASA IV : pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas

rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat

- ASA V : pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan

hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam

- ASA VI : pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil

Pada pembedahan cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.

Pasien Ny.S 30 tahun, dengan diagnosis G3P2A0 hamil 39 minggu 3 hari dengan

Observasi Inpartu + BSC 3 tahun yang lalu + KPD Mekonial. Dari hasil anamnesis,

tidak didapatkan adanya riwayat hipertensi, riwayat asma, alergi obat, kejang dan

tidak terdapat adanya gigi yang goyang. Sehingga pasien dapat diklasifikasikan dalam

ASA 2 E, yaitu pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang dan pembedahan

bersifat emergency.

Pada pasien ini akan dilakukan tindakan anestesi dengan teknik spinal

anestesi. Anestesi spinal adalah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang

subarakhnoid. Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang

intratekal yang menghasilkan analgesia.Pemberian obat lokal anestesi ke dalam ruang

intratekal atau ruang subaraknoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4, L4-5,

Page 8: Laporan Manajemen Kasu1

untuk menghasilkan onset anestesi yang cepat dengan derajat kesuksesan yang tinggi.

Walaupun teknik ini sederhana, dengan adanya pengetahuan anatomi, efek fisiologi

dari anestesi spinal dan faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi anestesi lokal di

ruang intratekal serta komplikasi anestesi spinal akan mengoptimalkan keberhasilan

terjadinya blok anestesi spinal.

Indikasi anestesi spinal  antara lain adalah bedah ekstremitas bawah, bedah

panggul, tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi,

bedah abdomen bawah dan pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri yang

dikombinasikan dengan anastesia umum ringan. Pada pasien ini akan dilakukan

tindakan pembedahan uretroplasty yang termasuk dalam indikasi dilakukannya teknik

spinal anestesi. Kontra indikasi absolut/mutlak anestesi spinal meliputi pasien

menolak, infeksi pada tempat suntikan, riwayat alergi terhadap anestetik lokal,

hipovolemia berat, syok, mendapat terapi antikoagulan, gangguan perdarahan,

tekanan intrakranial meningkat, fasilitas resusitasi minim, kurang pengalaman tanpa

didampingi konsulen anestesi. Sedangkan kontra indikasi relatif meliputi infeksi

sistemik (sepsis, bakteremi), infeksi sekitar tempat suntikan, kelainan neurologis,

kelainan psikis, bedah lama, penyakit jantung, hipovolemia ringan, nyeri punggung

kronis.

Sebelum dilakukan tindakan anestesi terdapat langkah yang harus dilakukan

yaitu premedikasi. Tindakan premedikasi dengan memberikan cairan infus WIDA

HES sebanyak 500 cc yang bertujuan untuk mencegah terjadinya hipotensi.

Komplikasi dari tindakan spinal anestesi adalah sebagai berikut :

a. Hipotensi berat

Akibat blok simpatis, terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan

memberikan infus cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum

tindakan

b. Bradikardi

Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok sampai

T-2.

c. Hipoventilasi

Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas

d. Trauma pembuluh darah

e. Trauma saraf

f. Mual dan muntah

Page 9: Laporan Manajemen Kasu1

g. Gangguan pendengaran

h. Blok spinal tinggi, atau spinal total

Adapun komplikasi pasca tindakan diantaranya :

a. nyeri tempat suntikan

b. nyeri punggung

c. nyeri kepala karena kebocoran likuor

d. retensio urin

e. meningitis

Program pergantian cairan pada Ny. S dengan berat badan 71 kg, lama puasa 4

jam, jumlah perdarahan (JP) 300 cc :

Maintenance (M) = 2 cc/kgBB/jam = 2 x 71 = 142 cc

Stress Operasi (SO) = 6 cc/kgBB/jam = 6 x 71 = 426 cc

Pengganti puasa (PP) = M x jam puasa = 142 x 8 = 1.136 cc

EBV = 70 cc/kgBB = 70 x 71 = 4.900cc

UBL = EBV x 20% = 4.900 x 20%= 980 cc

Kebutuhan cairan

M + SO + ½ PP + 3 (JP) = 142 + 426 + 568 + 900 = 2036 cc

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pemberian cairan selama operasi masih kurang dan dapat ditambahkan saat pasien

berada di ruang pemulihan.

SPINAL ANESTESI

a. Persiapan spinal anestesi

Pada dasarnya persiapan untuk spinal anestesi seperti persiapan pada anestesi

umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,

misalnya ada kelainan anatomi tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga

tak teraba tonjolan prosesus spinosus.

1. Informed consent

2. Pemeriksaan fisik

Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lain-

lainnya

3. Pemeriksaan laboratorium

Page 10: Laporan Manajemen Kasu1

Hemoglobin, hamtokrit, PT (prothrombine time) dan PTT (partial

thromboplastine time).

b. Peralatan spinal anestesi

- peralatan monitor meliputi tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse

oximeter) dan EKG

- peralatan resusitasi/anestesia umum

- jarum spinal

jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, Quincke-Babcock)

atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point, Whitecare).

c. Teknik spinal anestesi

1. Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan ketika

kita visite pre-operatif), sebab bila ada infeksi atau terdapat tanda

kemungkinan adanya kesulitan dalam penusukan, maka pasien tidak perlu

dipersiapkan untuk spinal anestesi.

2. Posisi pasien :

1. Posisi Lateral. Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,5-10cm,

lutut dan paha fleksi mendekati perut, kepala ke arah dada.

2. Posisi duduk. Dengan posisi ini lebih mudah melihat columna

vertebralis, tetapi pada pasien-pasien yang telah mendapat premedikasi

mungkin akan pusing dan diperlukan seorang asisten untuk memegang

pasien supaya tidak jatuh. Posisi ini digunakan terutama bila

diinginkan sadle block.

3. Posisi Prone. Jarang dilakukan, hanya digunakan bila dokter bedah

menginginkan posisi Jack Knife atau prone.

3. Kulit dipersiapkan dengan larutan antiseptik seperti betadine, alkohol,

kemudian kulit ditutupi dengan “doek” bolong steril.

4. Cara penusukan.

Pakailah jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Makin besar nomor jarum,

semakin kecil diameter jarum tersebut, sehingga untuk mengurangi

komplikasi sakit kepala (PDPH=post duran puncture headache),

dianjurkan dipakai jarum kecil. Penarikan stylet dari jarum spinal akan

menyebabkan keluarnya likuor bila ujung jarum ada di ruangan

Page 11: Laporan Manajemen Kasu1

subarachnoid. Bila likuor keruh, likuor harus diperiksa dan spinal analgesi

dibatalkan. Bila keluar darah, tarik jarum beberapa mili meter sampai yang

keluar adalah likuor yang jernih. Bila masih merah, masukkan lagi stylet-

nya, lalu ditunggu 1 menit, bila jernih, masukkan obat anestesi lokal, tetapi

bila masih merah, pindahkan tempat tusukan. Darah yang mewarnai likuor

harus dikeluarkan sebelum menyuntik obat anestesi lokal karena dapat

menimbulkan reaksi benda asing (Meningismus).

4. Obat yang digunakan

1. Bupivacain spinal

Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai

berikut : 1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride.

Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali

lebih kuat daripada asalnya. Pemberian bupivakain isobarik, biasanya

menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total 15-20 mg,

sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume

2-4ml dan total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat melewati sawar darah uri

tetapi hanya dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan,

takifilaksis yang terjadi lebih ringan bila dibandingkan dengan lidokain. Salah

satu sifat yang paling disukai dari bupivakain selain dari kerjanya yang panjang

adalah sifat blockade motorisnya yang lemah. Toksisitasnya lebih kurang sama

dengan tetrakain. Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih panjang

dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mengikat

protein. Dosis maksimal yang aman digunakan adalah 2 mg/kgBB dengan atau

tanpa adrenalin. Durasi 3-8 jam. Pada kasus ini, digunakan bupivacain 0,5%

yang berarti dalam 100 cc pelarut, terdapat 0,5 gram bupivacain. Sediaan yang

digunakan adalah bupivacain ampul yang berisi 4 ml, yang berarti dalam satu

ampul tersebut terdapat 200 mg bupivacain. Jika dilihat dari berat badan pasien

yaitu 72 kg, maka dosis bupivacain yang diperlukan pada pasien ini adalah 144

mg.

2. Fentanyl

Page 12: Laporan Manajemen Kasu1

Fentanyl adalah opioid sintetik yang secara struktur mirip dengan meperidin.

Potensial analgesiknya 75-125 kali lebih besar daripada morfin. Mempunyai

onset dan durasi yang lebih cepat jika dibandingkan dengan morfin hal ini

dikarenakan kelarutan lemak fentanyl yang tinggi. Fentanyl dimetabolisme

dengan cara metilasi menjadi norfentanyl, hydroksipropionil-fentanyl dan

hidroksinorpropionil-fentanyl. Diekskresi melalui urin dan dapat dideteksi 72

jam setelah pemberian iv. Namun <10% tetap tidak termetabolisme dan

diekskresikan melalui urin. Setelah pemberian bolus iv, fentanyl tersebar

terutama pada organ yang kaya vaskularisasi seperti otak, paru-paru dan

jantung. Dosis fentanyl 2-20 µg/kgBB seringkali diberikan sebagai adjuvant

anestesi inhalasi pada saat operasi. Pada pasien diberikan Fentanyl sebanyak 1

cc.

Pada pasien dengan anestesi spinal, sebelum keluar dari recovery room harus

dilihat dahulu Bromage Scorenya, dimana jika Bromage Score ≤ 2 dapat

dipindahkan ke bangsal.

Bromage Score

Kriteria Score

Gerak penuh dari tungkai 0

Tidak mampu ekstensi tungkai 1

Tidak mampu fleksi lutut 2

Tidak mampu fleksi pergelangan kaki 3

Page 13: Laporan Manajemen Kasu1

PEMBAHASAN SECTIO CAESAREA

1. Definisi

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan insisi pada

abdomen dan uterus.

2. Indikasi

Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka

dikelompokkan 4 kategori (Edmonds,2007) :

Kategori 1 atau emergency

Dilakukan sesegera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin. Contohnya

abrupsio plasenta, atau penyakit parah janin lainnya.

Kategori 2 atau urgent

Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu mengancam jiwa

ibu ataupun janinnya. Contohnya distosia.

Kategori 3 atau scheduled

Tidak terdapat penyulit.

Kategori 4 atau elective

Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi

a. Indikasi Ibu : panggul sempit absolut, tumor yang dapat mengakibatkan

obstruksi, plasenta previa, rupture uteri, disfungsi uterus, solutio plasenta.

b. Indikasi janin : kelainan letak janin, gawat janin, ukuran janin (giant baby).

c. Indikasi ibu dan janin : bayi kembar, pre eklamsia dan eklamsia.

3. Jenis operasi section caesarea

a. Sayatan melintang

Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan

melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysisis) di atas

batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. Keuntunganya adalah parut

pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita rupture uteri (robek

rahim) di kemudian hari. Hal ini karna pada masa nifas, segmen bawah rahim

tidak banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih

sempurna.

Page 14: Laporan Manajemen Kasu1

b. Sayatan memanjang (bedah caesar klasik)

Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang memberikan suatu

ruang yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi. Namun, jenis ini kini jarang

dilakukan karena jenis ini labil, rentan terhadap komplikasi

4. Komplikasi

a. Infeksi puerpeural (nifas)

1. Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja

2. Sedang, dengan kertaikan suhu lebih tinggi, disertai dehidrasi, perut sedikit

kembung.

3. Beral, dengan peritonitis dan sepsis, hal ini sering dijumpai pada partus

terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban

yang teah pecah terlalu lama, penanganannya adalah pemberian cairan,

elektrolit dan antibiotik yang ada dan tepat.

b. Perdarahan, disebabkan karena

1. Banyak pembuIuh darah terputus dan terbuka.

2. Antonia uteri

3. Perdarahan pada placenta bed

c. Luka kandung kemih

d. Kemungkinan ruptura uteri spontanea pada kehamilan mendatang.

KESIMPULAN

Langkah-langkah anestesi dan obat-obatan yang digunakan pada kasus ini sudah

sesuai dengan yang seharusnya.