Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

191

Transcript of Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Page 1: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...
Page 2: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan

Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) Tahun 2019 Deputi Bidang Koordinasi

Ekonomi Makro dan Keuangan. Laporan Kinerja ini merupakan wujud pertanggungjawaban

kepada pemangku kepentingan selain untuk memenuhi prinsip efektifitas, efisiensi

transparansi dan akuntabilitas.

Capaian kinerja Tahun 2019 merupakan hasil kerja yang dicapai oleh Deputi Bidang

Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan selama satu tahun yang mengacu pada Penetapan

Kinerja Tahun 2019. Capaian Kinerja juga merupakan implementasi dari Sistem Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang meliputi : perencanaan strategis, perencanaan

kinerja, pengelolaan kinerja, dan capaian kinerja serta evaluasi kinerja untuk selanjutnya

dilakukan analisis dalam rangka perbaikan kinerja pada tahun berikutnya.

Landasan hukum dalam penyusunan LAKIP Tahun 2019 adalah amanat dari Peraturan

Pemerintah Nomor : 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi

Pemerintah, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 29 Tahun 2014 tentang Sistem

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), Peraturan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara Nomor : 12 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi dan Implementasi SAKIP,

dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : 9 Tahun 2015 tentang

Perjanjian Kinerja dan Indikator Kinerja Utama di lingkungan Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian. Laporan Kinerja juga berpedoman pada Sembilan Prioritas Nasional

Nawacita, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, dan

Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 2015-2019, serta

Perjanjian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2019.

Untuk itu, Laporan Kinerja Tahun 2019 ini diharapkan dapat memberikan informasi

yang bermanfaat kepada seluruh pihak yang terkait mengenai pelaksanaan tugas dan fungsi

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, sehingga dapat memberikan umpan

balik untuk peningkatan kinerja tahun berikutnya, serta semakin meningkatkan transparansi

dalam pelaksanaan good governance.

Jakarta, Januari 2020

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

Iskandar Simorangkir

User
Typewritten Text
User
Typewritten Text
ttd.
Page 3: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

i

RINGKASAN EKSEKUTIF

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan pada Tahun 2019 memiliki

program utama yaitu Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian dengan Sasaran

Strategis. Pengukuran kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun

2019 mengacu pada 4 Sasaran Program yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja antara

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dengan Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian. Sasaran Program pertama yaitu Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif yang

ditargetkan mencapai 75% pada akhir tahun 2019. Sasaran Program kedua yaitu Tercapainya

Target Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diukur dengan tercapainya target

penyaluran sebesar 140 T pada tahun 2019. Sasaran Program ketiga yaitu Terwujudnya

Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian yang diukur dengan Jumlah Paket Rekomendasi Hasil

Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan. Sasaran Program

keempat yaitu Terwujudnya Koordinasi dan Pengendalian Kebijakan Perekonomian yang

diukur dengan Jumlah Paket Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro dan

Keuangan.

Hasil pelaksanaan program dan kegiatan dapat disampaikan sebagai berikut : Keuangan

inklusif merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional Indonesia dengan tujuan

untuk mengurangi kesenjangan pendapatan, percepatan penanggulangan kemiskinan, dan

mendorong pertumbuhan ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Indonesia. Hasil Survei Nasional Keuangan Inklusif untuk mengukur akses masyarakat kepada

layanan keuangan formal di Indonesia telah dipublikasikan pada Oktober 2019. Hasilnya

sebanyak 70,3 persen orang dewasa pernah menggunakan produk atau layanan yang

ditawarkan oleh lembaga keuangan formal dan 55,7 persen orang dewasa memiliki akun.

Survei OJK di tahun 2019 menunjukkan bahwa Indeks Keuangan Inklusif mencapai 76,19

persen sehingga target 2019 telah tercapai.

Sejak disalurkan kembali dengan skema subsidi bunga pada Agustus 2015, total

akumulasi penyaluran KUR sampai dengan 31 Desember 2019 telah mencapai Rp473,39

triliun dengan NPL yang relatif rendah sebesar 1,1%. Pada tahun 2019 Komite Kebijakan

Pembiayaan Bagi UMKM telah menetapkan target penyaluran KUR sebesar 140 triliun dengan

subsidi bunga KUR sebesar Rp 11,97 triliun dalam APBN tahun 2019. Tingkat suku bunga

KUR tahun 2019 yaitu tetap sebesar 7% efektif per tahun. Subsidi bunga KUR tahun 2019

pada masing-masing skema sama dengan tahun 2018 yaitu KUR Mikro sebesar 10,5%, KUR

Kecil 5,5%, dan KUR Penempatan TKI 14%. Penyaluran KUR masih diprioritaskan pada sektor

produksi. Adapun target penyaluran KUR di sektor produksi tersebut sebesar minimal 60%

dari total penyaluran KUR. Total realisasi penyaluran KUR dari Januari sampai dengan

Page 4: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

ii

Desember 2019 sudah mencapai Rp140,08 Triliun. Selanjutnya, telah diterbitkan Permenko

Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur: 1) penurunan suku bunga KUR menjadi 6 persen

efektif per tahun, 2) peningkatan plafon KUR tahun 2020 menjadi sebesar Rp190 Triliun, dan

3) peningkatan plafon KUR mikro dari Rp25 juta per penerima KUR menjadi Rp50 juta per

penerima KUR.

Selaku Sekretaris Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP), Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi

Makro dan Keuangan telah melakukan koordinasi penguatan kebijakan melalui: 1) penerbitan

Permen PPN/Kepala Bappenas Nomor 6 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyusunan Kebijakan

Pengendalian Inflasi, 2) Penyusunan panduan cadangan pangan pemda, 3) dan Pelaksanaan

HLM. Dalam rangka memperkuat koordinasi pusat dan daerah dilakukan berbagai program

kegiatan diantaranya pelaksanaan Rakornas Pengendalian Inflasi dan pembentukan TPID yang

telah mencapai 100 persen. Selain itu, pengembangan data dan informasi dilakukan melalui:

1) pengembangan data stok PIHPS, 2) penguatan website tpin, dan 3) penguatan statistik

inflasi.

Untuk investasi pada industri pionir yaitu memiliki keterkaitan luas, Deputi bidang

Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan melakukan koordinasi pemberian fasilitas tax

holiday berupa pengurangan PPh Badan sebesar 100% (untuk investasi minimal Rp500 miliar)

atau sebesar 50% (untuk investasi minimal Rp100 miliar). Pengajuan permohonan dan

persetujuan tax holiday telah dijalankan melalui Online Single Submisson (OSS). Sampai

dengan 31 Desember 2019 telah disetujui pemberian fasilitas tax holiday kepada 60 Wajib

Pajak dengan total rencana investasi sebesar Rp1.045 Triliun dengan Penyerapan tenaga kerja

sebesar 45.723 tenaga kerja. Selain itu, terdapat insentif fiskal tax allowance yang juga telah

diselaraskan dengan sistem OSS. Untuk mendorong industri yang terlibat dalam vokasi,

diberikan fasilitas super deduction berupa pengurangan penghasilan bruto maksimal sebesar

200% untuk vokasi dan 300% untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Untuk industri

padat karya, fasilitas diberikan berupa pengurangan neto sebesar 60% dari jumlah investasi

(investment allowance). Serta sebagai peraturan turunan super deduction vokasi telah

diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 128 tahun 2019 tanggal 09 September 2019.

Selain program prioritas tersebut, Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan juga telah

mengkoordinasikan program regular, yaitu 1) sinergi sistem pembayaran, 2) sinergi

pengendalian sektor jasa dan pengembangan basis data ekonomi dan keuangan, 3)

pengembangan skema pembiayaan inovatif untuk pengembangan ekonomi daerah dan sektor

riil, 4) penyusunan regulasi yang mendukung pengembangan ekonomi daerah dan sektor riil,

5) pemantauan perkembangan ekonomi daerah dan sektor riil, 6) koordinasi kebijakan terkait

restrukturisasi/privatisasi, 7) penyempurnaan regulasi terkait PKLN, dan 8) koordinasi

Page 5: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

iii

kebijakan terkait penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN), serta program dan kegiatan

koordinasi ekonomi makro dan keuangan lainnya

Pencapaian Sasaran Program dan target Indikator Kinerja Utama Deputi Bidang

Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan tahun 2019 diikhtisarkan sebagai berikut:

1. Dari 4 Indikator Kinerja Utama yang telah ditetapkan, semua Indikator pencapaiannya

telah sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

2. Konsolidasi dari capaian kinerja seluruh Indikator Kinerja Utama Deputi Bidang

Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan pada Tahun 2019, menghasilkan perhitungan

capaian Nilai Kinerja Organisasi (NKO) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di

Tahun 2019, yaitu sebesar 100,34%.

Pencapaian kinerja sebagai hasil Sasaran Program dan Indikator Kinerja Deputi Bidang

Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2019 dijabarkan pada tabel di bawah ini.

Sasaran Program Indikator Kinerja Utama Target Realisasi %

Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif

Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif

75% 76% 101,3%

Tercapainya Target Penyaluran KUR

Tercapainya Target Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Rp. 140 T Rp.140,08 T 100,06%

Terwujudnya Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian

Jumlah Paket Rekomendasi Hasil Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan

1 Paket Rekomendasi

1 Paket Rekom 100%

Terwujudnya Koordinasi dan Pengendalian Kebijakan Perekonomian

Jumlah Paket Rekomendasi Hasil Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan

1 Paket Rekomendasi

1 Paket Rekom 100%

Nilai Kinerja Organisasi (NKO) 100,34%

Terkait dengan akuntabilitas keuangan dan penggunaan anggaran, Pagu anggaran

yang dikelola Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan pada Tahun 2019

adalah sebesar Rp 14.800.000.000,00,. Sampai dengan 31 Desember 2019, dari total pagu

belanja, telah teralisasi sebesar Rp 14.735.728.488,00 atau mencapai 99,57 dari alokasi

anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa pada Tahun 2019, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi

Makro dan Keuangan telah melaksanakan rencana kerja yang ditetapkan dalam dokumen

anggaran (DIPA), serta mencapai target atas setiap keluaran (output) yang diperjanjikan,

dengan mengoptimalisasi besaran pagu anggaran yang tersedia.

Page 6: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

iv

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat sejumlah tantangan dalam pencapaian

sasaran. Untuk itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan senantiasa

berupaya meningkatkan kinerja dari tahun ke tahun agar dapat bekerja dengan lebih efektif

dan efisien.

Dengan penyusunan laporan kinerja Tahun 2019 ini diharapkan dapat memberikan

informasi yang akurat dan bermanfaat kepada seluruh pihak yang terkait mengenai

pelaksanaan tugas dan fungsi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan,

sehingga dapat memberikan umpan balik untuk peningkatan kinerja tahun berikutnya, serta

semakin meningkatkan transparansi dalam pelaksanaan good governance di lingkungan

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan.

Jakarta, Januari 2020

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

Iskandar Simorangkir

User
Typewritten Text
.ttd
Page 7: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

CAPAIAN PEREKONOMIAN NASIONAL

Page 8: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

CAPAIAN PROGRAM PRIORITAS - KUR

Page 9: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI)

Realisasi Program Peningkatan Tabungan Masyarakat1

97%96%

94%

91%

99%

2015 2016 2017 2018 2019

Persentase Penyelesaian PengaduanMasyarakat

176 199 242 276 302

4.474 4.900 5.363 5.704 6.043

2015 2016 2017 2018 Nov-19

Total Simpanan* dan Jumlah Rekening

Rekening (Juta) Nominal (Rp Triliun)

Peningkatan Akses Pembiayaan Usaha Mikro dan Kecil

Penetapan Hari Indonesia Menabung

2

Peningkatan Simpanan Masyarakat Perlindungan Konsumen

Program Mekaar Bank Wakaf Mikro (BWM)* Pembiayaan Ultra Mikro (UMi)

2,1

4,16,0

2017 2018 2019

Jumlah Nasabah (Juta)

17,5 Triliun(tahun 2019)

Kredit Usaha Rakyat (KUR)

1,52,5

3

2017 2018 2019

Dana yang disediakanpemerintah (Rp Triliun)

Jumlah penyaluran54 BWM 17

Provinsi

Rp31,5

milyar

24.021

santri/wati

3.060 Kelompok Usaha Masyarakat sekitar Pesantren (KUMPI)

*)s.d 30 Oktober 2019

2015 2016 2017 2018 2019

Realisasi(Rp Triliun)

23 94 97 120 140.08

Debitur(Juta)

1 4.4 4.1 4.4 4.7

Pemerintah menetapkan SNKI dengan tujuan mendorong pertumbuhan ekonomi, percepatan penanggulangan kemiskinan,

pengurangan kesenjangan antar individu dan antar daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Mempercepat Sertifikasi Hak Properti Masyarakat yang Dapat Dijadikan Agunan3

Peningkatan Layangan Keuangan Digital dan Transaksi Nontunai4

Optimalisasi Dalam Layanan Agen5

Realisasi penyaluran kredit menggunakan agunan dari

Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT)

Jumlah Agen Laku Pandai dan agen Layanan Keuangan Digital meningkat

Perlu harmonisasi peraturan untuk mengoptimalisasi peran kedua agen

BI dan OJK telah menandatangani MoU terkait harmonisasi kedua agen

Rp124,6 milyar 3.276 individu

0.13 0.200.39 0.380.28

0.74 0.820.95

2016 2017 2018 2019

Jumlah Agen Bank (Juta)

LKD Laku Pandai

• Transaksi nontunai di tol telahdilaksanakan

• 458 kab/kota dari 542 daerah(kab/kota) telah melakukantransaksi nontunai (tahun 2019)

QRIS

• Disalurkan kepada9,8 juta KPM

• 511 Kab/Kota

• Disalurkan kepada 15juta KPM

• Pembuatan 13,98 jutarekening KPM.

Diimplementasikan di 15 provinsi,60 kota dan 205 kabupaten

Proyek percontohan pembukaanrekening tabungan dengan e-KYCtelah dilaksanakan oleh Bank BRIdi Tanjungpinang & Mandiri diJakarta

*)s.d. semester 2/2019

PKH E-Retribusi Pasar

*)selama tahun 2018 *)s.d. semester 2/2019

BPNT E-KYC

Beroperasi mulaiJanuari 2020

CAPAIAN PROGRAM PRIORITAS - SNKI

Page 10: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

Jan

Mar

Mei

Juli

Sep

t

No

v

Jan

Mar

Mei

Juli

Sep

t

No

v

Jan

Mar

Mei

Juli

Sep

t

No

v

Jan

Mar

Mei

Juli

Sep

t

No

v

Jan

Mar

Mei Ju

l

Sep

t

No

v

2015 2016 2017 2018 2019

Perkembangan Tingkat Inflasi (%)

Umum

Inti

Administrated Price

Volatile Food

Pengendalian Inflasi

Realisasi Inflasi dalam Sasaran1

3.353.02

3.61

3.132.72

2015 2016 2017 2018 2019

Realisasi Inflasi dalam kisaran Sasaran

Realisasi Inflasi Batas Sasaran

Koordinasi dan sinergi antara Pemerintah dan Bank Indonesia telah berhasil menjaga realisasi inflasi selama 2015-2019

terkendali dalam rentang sasaran. Sejak tahun 2017 sudah ditetapkan target inflasi Volatile Food (VF).

Inflasi VF 2017 2018 2019

Realisasi 0,71 3,39 4,30

Target 4% - 5% max 5% < 5%

Dalam rangka menjaga tingkat inflasi dalam rentang sasaran, maka dibentuk Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), Tim

Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi, dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten/Kota

Perkembangan Jumlah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)2

20

27

33.21

43.23

57.48

2015 2016 2017 2018 2019

Tingkat Partisipasi TPID dalam Penilaian Kinerja(%)

445

507524 532

542

2015 2016 2017 2018 2019

Perkembangan Jumlah TPID

Terjadi peningkatan partisipasi pelaporan kinerja

TPID dari 20,0% pada tahun 2015 menjadi 57,48%

pada 2019

Sampai dengan tahun 2019, jumlah TPID yang

terbentuk sebanyak 542 yang terdiri dari 34 TPID

Provinsi dan 508 TPID Kabupaten/Kota

CAPAIAN PROGRAM PRIORITAS – PENGENDALIAN INFLASI

Page 11: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Insentif Fiskal

Dalam rangka mendorong industri, pemerintah mengeluarkan berbagai insentif fiskal guna mengembangkan industri

manufaktur, meningkatkan investasi, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi

TAX ALLOWANCETAX HOLIDAYSUPER DEDUCTIONVOKASI & LITBANG

INVESTMENT ALLOWANCE

Fasilitas berupapenguranganpenghasilan netosebesar 60% dari jumlahinvestasi untuk industripadat karya tertentu

Fasilitas penguranganPPh Badan sebesar100% (untuk investasiminimal Rp500 miliar)atau sebesar 50%(untuk investasi minimalRp100 miliar)

Super Deduction Vokasi

• Penguranganpenghasilan brutomaksimal 200% atasbiaya dalam rangkakegiatan penyediaanpraktik kerja,pemagangan, dan/ataupembelajaran

Super Deduction Litbang

• Penguranganpenghasilan brutomaksimal 300% atasbiaya litbang yangdilakukan di Indonesia

Fasilitas berupainvestment allowance sebesar 30%, penyusutan dan amortisasi dipercepatPPh dividen 10% dan tambahan kompensasikerugian yang lebihlama dari 5 tahun

PARADIGMA PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN

Trust & Verify

• Proses kemudahan di awal sejalan dengan prinsip self assessment

• Verifikasi dalam rangka pengawasan

Simplicity&

Certainty

• Sederhana dalam prosedur

• Memberikan kepastian atas hak dan kewajiban

INSENTIF FISKAL: TAX HOLIDAY

Penanaman modal baru pada Industri Pionir dengan nilaiinvestasi minimal Rp 500 miliar

• 18 sektor• 169 KBLI

• 100% (untuk Tax Holiday)• 50% (untuk Mini Tax Holiday)

Tax Holiday:

Investasi Rp500 M s.d. < Rp1 T –> 5 tahun Investasi Rp1 T s.d. < Rp5 T –> 7 tahun Investasi Rp5 T s.d. < Rp15 T –> 10 tahun Investasi Rp15 T s.d < Rp30 T –> 15 tahun Investasi minimal Rp30 T –> 20 tahunMini tax holiday:

Investasi Rp100 M s.d. < Rp500 M

• 50% selama 2 tahun (untuk tax holiday)• 25% selama 2 tahun (mini tax holiday)

Otomasi, diputuskan dengan Sistem OSS

WP yang dapat diberikan T/H

Persentase pengurangan T/H

Jangka Waktu

Masa Transisi

Proses

45.723

Tenaga Kerja

Rp1045 Triliun

Rencana Investasi

Jumlah Propinsi 2014Jumlah Negara

60 SK

Jumlah SK Fasilitas

57 WP

Capaian Tax Holiday (T/H) s.d Tahun 2019

Berdasar PMK No. 150 Tahun 2018 ada 18 Sektor Industri yang mendapat Tax Holiday

CAPAIAN PROGRAM PRIORITAS – INSENTIF FISKAL

Page 12: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

PERISTIWA-PERISTIWA PENTING TAHUN 2019

Page 13: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

PERISTIWA-PERISTIWA PENTING TAHUN 2019

Page 14: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF..........................................................................................................................iBAB I.......................................................................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG.......................................................................................................................1B. ORGANISASI DAN FUNGSI.........................................................................................................3C. KAPASITAS ORGANISASI............................................................................................................ 4D. ISU STRATEGIS............................................................................................................................6E. SISTEMATIKA PENYAJIAN LAPORAN KINERJA..........................................................................7

BAB II......................................................................................................................................................9

A. RENCANA STRATEGIS.................................................................................................................9B. PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2019.........................................................................................11C. PENGUKURAN KINERJA............................................................................................................13

BAB III.................................................................................................................................................. 15

A. PROGRAM PRIORITAS DAN PROGRAM REGULER TAHUN 2019...........................................15B. CAPAIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2019..........................................................27C. PERBANDINGAN CAPAIAN KINERJA..................................................................................... 139

BAB IV................................................................................................................................................144

A. Capaian Renstra Tahun 2015 – 2019................................................................................... 144B. Capaian Koordinasi Bidang Ekonomi Tahun 2015-2019.....................................................146C. Isu Strategis Tahun 2020-2024.............................................................................................172

BAB V................................................................................................................................................ 177

Page 15: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perekonomian global tahun 2019 masih menghadapi tantangan yang tidak ringan.

Berbagai Lembaga Internasional memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun 2019

mengalami perlambatan. Dalam laporan Bank Dunia, hampir seluruh negara berkembang di

Asia Pasifik mengalami perlambatan ekonomi. Negara-negara besar seperti AS, Eropa, China,

Jepang, dan India juga mengalami perlambatan. Bahkan beberapa negara telah mengalami

resesi. Sumber perlambatan tersebut antara lain disebabkan perang dagang AS dan China,

meningkatnya ketidakpastian geopolitik di sejumlah negara, melemahnya arus investasi, dan

perlambatan aktivitas manufaktur. Perlambatan perekonomian global ini direspon dengan

pelonggaran kebijakan di sejumlah negara melalui penurunan suku bunga termasuk Indonesia

yang sudah menurunkan suku bunga BI sebanyak 4 (empat) kali selama tahun 2019 menjadi

5%.

Ditengah ketidakpastian ekonomi global, perekonomian Indonesia mampu tumbuh

dalam kisaran 5 persen. Bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak Triwulan 2-2019

telah berada di peringkat kedua dibawah China diantara negara-negara G20. Keberhasilan

mempertahankan pertumbuhan ekonomi tersebut tidak terlepas dari keberhasilan kebijakan

pemerintah mempertahankan daya beli masyarakat sehingga konsumsi domestik sebagai

motor penggerak ekonomi dapat dipertahankan tetap tumbuh tinggi (kontribusi konsumsi

rumah tangga 57% dari total PDB). Selain pertumbuhan ekonomi yang stabil, kualitasnya juga

semakin membaik yang tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil pada kisaran 3

persen dan penurunan tingkat pengangguran menjadi 5,28 persen (Agustus 2019), tingkat

kemiskinan 9,22 persen (September 2019), dan rasio gini 0,38 (September 2019).

Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Inflasi

5.56

5.01 4.88

5.03 5.07 5.17

5.02

2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

8.36

3.35 3.02 3.61 3.13 2.72

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Inflasi

Page 16: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

2

Gambar I.2. Tingkat Kemiskinan, Rasio Gini, dan Tingkat Pengangguran

Sejalan dengan Program Prioritas Nasional dalam Nawacita, RPJMN 2015-2019 dan RKP

Tahun 2019, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan menyusun dan

menetapkan Rencana Kerja (Renja) 2019 berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019

sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas dan fungsi. Pada tahun 2019 Deputi Bidang

Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan memiliki 4 (empat) program prioritas yaitu Strategi

Nasional Keuangan Inklusif (SNKI), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Tim Pengendalian Inflasi Pusat

(TPIP), dan Insentif Fiskal serta 8 (delapan) program reguler.

Hasil evaluasi atas kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

tergambar pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) 2019.

Pertama, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berbasis

ekonomi pasar yang adil, maka program Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi sarana untuk

mengembangkan sektor UMKM.

Kedua, untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan

antar individu dan antar daerah, telah dikeluarkan strategi nasional yang dituangkan dalam

Perpres Nomor 82 Tahun 2016 Tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Survei

OJK di tahun 2019 menunjukkan Indeks Keuangan Inklusif sebesar 76,19 persen sehingga

target 2019 telah tercapai.

Ketiga, untuk menjaga tingkat inflasi dalam rentang sasaran, berdasarkan Keppres

Nomor 82 Tahun 2016 Tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional, maka dibentuklah Tim

Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi, dan Tim

Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten/Kota.

Keempat, dalam rangka mendorong industri, pemerintah mengeluarkan berbagai insentif

fiskal guna mengembangkan industri manufaktur, meningkatkan investasi, penyerapan tenaga

11.22

9.22

Mar

'13

Sep

'13

Mar

'14

Sep

'14

Mar

'15

Sep

'15

Mar

'16

Sep

'16

Mar

'17

Sep

'17

Mar

'18

Sep

'18

Mar

'19

Sep

'19

Tingkat Kemiskinan 0.408

0.38 M

ar-1

3S

ep-1

3M

ar-1

4S

ep-1

4M

ar-1

5S

ep-1

5M

ar-1

6S

ep-1

6M

ar-1

7S

ep-1

7M

ar-1

8S

ep-1

8M

ar-1

9S

ep-1

9

Rasio Gini

6.18

5.28

Feb'

13A

ug'1

3Fe

b'14

Aug

'14

Feb'

15A

ug'1

5Fe

b'16

Aug

'16

Feb'

17A

ug'1

7Fe

b'18

Ags

'18

Feb'

19A

gs'1

9

Tingkat Pengangguran

Page 17: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

3

kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Untuk meningkatkan investasi telah terbitkan kebijakan

fasilitas tax holiday, kebijakan tax allowance, keduanya telah diselaraskan dengan sistem OSS.

Untuk mendorong industri yang terlibat dalam vokasi, diberikan fasilitas super deduction.

Selain program prioritas tersebut, terdapat 8 (delapan) program regular yaitu 1) sinergi

sistem pembayaran, 2) sinergi pengendalian sektor jasa dan pengembangan basis data

ekonomi dan keuangan, 3) pengembangan skema pembiayaan inovatif untuk pengembangan

ekonomi daerah dan sektor riil, 4) penyusunan regulasi yang mendukung pengembangan

ekonomi daerah dan sektor riil, 5) pemantauan perkembangan ekonomi daerah dan sektor riil,

6) koordinasi kebijakan terkait restrukturisasi/privatisasi, 7) penyempurnaan regulasi terkait

PKLN, dan 8) koordinasi kebijakan terkait penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN),

serta program dan kegiatan koordinasi ekonomi karo dan keuangan lainnya.

B. ORGANISASI DAN FUNGSI

Dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun 2015

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

dicantumkan bahwa Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merupakan

unsur pelaksana tugas dan fungsi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Bidang

Ekonomi Makro dan Keuangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan secara struktural membantu

pekerjaan dan bertanggungjawab kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan

tugas pokok “Menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan

pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga (K/L) yang

terkait dengan isu di bidang ekonomi makro dan keuangan” dan menjalankan fungsinya

untuk:

1. Melakukan koordinasi, dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan

kebijakan K/L di bidang ekonomi makro dan keuangan;

2. Melakukan pengendalian pelaksanaan kebijakan K/L di bidang ekonomi makro dan

keuangan;

3. Melakukan pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang ekonomi makro dan

keuangan; dan

4. Melaksanakan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian.

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi

Makro dan Keuangan membawahi 5 (lima) lima unit Eselon II yang terdiri dari:

1. Asisten Deputi Fiskal;

Page 18: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

4

2. Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran;

3. Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil;

4. Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;

5. Asisten Deputi Badan Usaha Milik Negara; dan

Gambar I.3. Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro Dan Keuangan

C. KAPASITAS ORGANISASI

1. Sumber Daya Manusia

Jumlah pegawai di Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan tahun 2019

adalah 86 orang yang terdiri dari 60 PNS/ASN dan 27 Tenaga Pendukung dengan rincian

sebagai berikut:

Tabel I.1. Data Jumlah Pegawai Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

Unit Kerja

Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pegawai Tidak Tetap (PTT)

Total

Es. I Es. II Es. III Es. IV Pelaksana Teknis/ Analis/ Lainnya

Penge- mudi

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

1 - - - - - 1 2

Asisten Deputi Fiskal - 1 2 6 8 2 1 20

DEPUTI BIDANG KOORDINASI EKONOMI

MAKRO DAN KEUANGAN

Asisten Deputi Fiskal

Asisten Deputi Moneter dan

Neraca

Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi

Daerah dan Sektor Riil

Asisten Deputi Pasar Modal dan

Lembaga

Asisten Deputi Badan Usaha Milik

Negara

Bidang Penerimaan

Negara

Bidang Program dan Tata Kelola

Bidang Pengeluaran

Negara dan Pembiayaan

Bidang Moneter

Bidang Neraca

Pembayaran

Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah

Bidang Sektor Riil

Bidang Pasar Modal dan Lembaga

Bidang Perbankan

Bidang BUMN Industri

Bidang BUMN Usaha

Jasa

Page 19: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

5

Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran

- - 2 3 6 6 - 17

Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil

- 1 - 4 6 2 1 14

Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

- 1 2 3 6 10 1 23

Asisten Deputi Badan Usaha Milik Negara - 1 1 3 3 1 1 10

Total 1 4 7 19 29 21 5 86

Tabel I.2. Komposisi Pegawai Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin

Jumlah (orang) Persentase (%)

Pendidikan

SMA 6 4,7

D3 23 30,2

S1 27 31,4

S2 26 26,7

S3 5 7,0

Total 86 100

Jenis Kelamin

Laki-Laki 47 54.7

Perempuan 39 45,3

Total 86 100

2. Pagu Anggaran

Sesuai dengan Perjanjian Kinerja Tahun 2019, maka pagu anggaran untuk mendukung

pelaksanaan kegiatan pada Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

tahun 2019 adalah sebesar Rp.14.800.000.000,- dengan rincian sebagai berikut:

Page 20: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

6

Tabel I.3. Alokasi Anggaran Tahun 2019

Kegiatan Anggaran (Rp)

Koordinasi Kebijakan Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran

- Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) 1.000.000.000

- Moneter dan Neraca Pembayaran 1.500.000.000

Koordinasi Kebijakan Bidang BUMN 1.500.000.000

Koordinasi Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil

1.500.000.000

Koordinasi Kebijakan Bidang Fiskal 1.800.000.000

Koordinasi Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

- Strategi Nasional Keuangan Inklusif 5.000.000.000

- Kredit Usaha Rakyat (KUR) 1.000.000.000

- Pasar Modal dan Lembaga Keuangan 1.500.000.000

Total 14.800.000.000

D. ISU STRATEGIS

Dalam rangka mencapai target kinerja tahunan seperti yang telah ditetapkan dalam

dokumen perencanaan dan mewujudkan manajemen pemerintahan yang efisien, efektif,

transparan, dan akuntabel, serta berorientasi pada hasil, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi

Makro dan Keuangan menuangkannya kedalam Perjanjian Kinerja dengan Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian sebagai bentuk tanggung jawab dalam pencapaian target

kinerja.

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, setidaknya terdapat isu strategis yang

menjadi bagian dari koordinasi Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan

Keuangan.

Pertama, koordinasi menjaga pertumbuhan ekonomi sehingga dapat menciptakan

tambahan lapangan pekerjaan yang cukup bagi angkatan kerja baru yang pada akhirnya

akan mengurangi pengangguran dan tingkat kemiskinan. Selain itu tugas yang tidak kalah

pentingnya adalah menjaga dan mengendalikan inflasi tetap rendah guna menjaga tingkat

daya beli masyarakat.

Kedua, koordinasi menjaga kredibilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) agar optimal dalam memberikan daya dorong pada pertumbuhan ekonomi. Dalam

konteks ini, perlu dijaga agar penerimaan negara khususnya dari sektor perpajakan tetap

tumbuh tinggi namun dengan tetap menjaga keberlangsungan sektor riil dan menjaga iklim

investasi tetap kondusif.

Page 21: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

7

Ketiga, koordinasi mendorong peningkatan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

dalam kontribusi pembangunan di Indonesia melalui penguatan modal BUMN, program

penyertaan modal negara, dan memfasilitasi BUMN agar mendapatkan sumber dana murah

dan jangka panjang sesuai dengan karakteristik pembiyaan infratruktur yang memang

membutuhkan pembiyaan dalam jangka panjang

Keempat, koordinasi dalam meningkatkan arus investasi dengan jalan menjaga iklim

investasi tetap kondusif dan memberikan relaksasi fiskal guna meningkatkan daya saing

investasi.

Kelima, mendorong tumbuhnya UMKM sebagai salah satu pilar utama pembangunan

ekonomi Indonesia dengan jalan memberikan dukungan kemudahan akses pembiyaan

UMKM dengan proses yang mudah, cepat dan tingkat suku bunga yang kompetitif.

Keenam, melakukan harmonisasi kebijakan di tingkat pusat dan daerah sehingga salah

satu agenda pembangunan yang tercantum dalam nawacita yakni membangun dari

pinggiran dapat terealisasi dengan baik.

E. SISTEMATIKA PENYAJIAN LAPORAN KINERJA

Sistematika dalam penulisan laporan program dan kegiatan Deputi Bidang Koordinasi

Ekonomi Makro dan Keuangan dalam penulisan Lakip 2019, adalah:

Ringkasan Eksekutif

Berisi penjelasan ringkas mengenai isi Laporan Kinerja.

Infografis

Berisi gambaran singkat dalam infografis mengenai Capaian Koordinasi Bidang Ekonomi

Tahun 2015-2019, Ikhtisar Capaian Kinerja Tahun 2019, peristiwa-peristiwa penting di

tahun 2019, dan ikhtisar lainnya.

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini disajikan latar belakang penyusunan LAKIP, penjelasan umum organisasi dan

fungsi, kapasitas organisasi, Isu Strategis tahun 2019 yang dijabarkan dalam mandat dan

peran strategis Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan sebagaimana yang

dituangkan dalam RPJMN, Nawacita, dan Rencana Kerja Pemerintah, diuraikan pula

sistematika penyajian Laporan Kinerja.

BAB II Perencanaan Kinerja

Pada bab ini diuraikan penjelasan mengenai Rencana Strategis Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian meliputi Sasaran, Visi dan Misi Kementerian yang didukung oleh Visi

dan Misi Unit Kerja Eselon I, dan diuraikan mengenai Renstra. Selanjutnya, diuraikan

mengenai Perjanjian Kinerja Tahun 2019 dan Metode Pengukuran Kinerja.

Page 22: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

8

Bab III Akuntabilitas Kinerja

Pada bab ini terdiri atas beberapa subbab yaitu:

a. Program Prioritas dan Program Reguler Tahun 2019. Pada Subbab ini disajikan deskripsi

Program Prioritas dan Program Reguler pada Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro

dan Keuangan pada Tahun 2019;

b. Capaian Indikator Kinerja Utama Tahun 2019 pada Subbab ini disajikan capaian kinerja

untuk setiap sasaran program sesuai dengan hasil pengukuran kinerja.

c. Capaian Kinerja Keuangan akan diuraikan pelaksanaan anggaran;

d. Akuntabilitas Keuangan Subbab ini diuraikan realisasi anggaran yang digunakan untuk

mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen Perjanjian Kinerja;

e. Analisis Faktor Ketercapaian Kinerja Subbab ini menyajikan faktor-faktor yang

mendukung keberhasilan organisasi dalam mencapai target yang telah ditetapkan;

Bab IV Capaian 2015-2019 dan Isu Strategis Tahun 2020-2024

Pada bab ini diuraikan Capaian Renstra Tahun 2015-2019, Capaian Koordinasi Bidang

Ekonomi Tahun 2015-2019, dan Isu Strategis Tahun 2020-2024.

BAB V Penutup

Pada bab ini diuraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah-langkah

di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan capaian kinerjanya.

Page 23: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

9

BAB II

PERENCANAAN KINERJA

A. RENCANA STRATEGIS

Visi, Misi, dan Tujuan serta Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian Tahun 2015-2019 berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian Nomor 11 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian serta kondisi

umum, permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi. Adapun visi dan misi tersebut

ditrumuskan sebagai berikut :

1. Visi dan Misi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Visi Kementerian Koordinator Bidang Perekonoian

“Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembangunan di bidang

ekonomi makro dan keuangan yang efektif dan berkelanjutan”

Visi ini mendukung Visi Presiden:

“Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berdasarkan

Gotong Royong”

Misi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

“Menjaga dan Memperbaiki Koordinasi dan Sinkronisasi Penyusunan Kebijakan serta

Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Perekonomian”

Misi tersebut merupakan peran dan fungsi Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian dalam mendukung Misi Presiden:

“Mewujudkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia yang Tinggi, Maju dan Sejahtera

serta Mewujudkan Bangsa yang Berdaya Saing”

2. Visi dan Misi Unit Kerja Eselon I

Visi unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan disusun

untuk mendukung Visi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yaitu “Terwujudnya

koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembangunan ekonomi yang efektif dan

berkelanjutan”. Visi tersebut merupakan rumusan umum dalam rangka mewujudkan sasaran

program/kegiatan rencana strategis maupun rencana kerja dalam memberikan dukungan

terhadap tujuan kementerian.

Dalam rangka mewujudkan Visi tersebut di atas, maka Misi unit organisasi Deputi

Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, yaitu: “Menjaga dan memperbaiki

koordinasi dan sinkronisasi penyusunan kebijakan, serta pengendalian pelaksanaan kebijakan

di bidang ekonomi makro dan keuangan”.

Page 24: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

10

Misi tersebut merupakan langkah peran fungsi unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi

Ekonomi Makro dan Keuangan dalam mengupayakan terlaksananya Misi Kementerian yang

diwujudkan melalui koordinasi dan sinkronisasi kinerja lintas sektor di bidang ekonomi makro

dan keuangan.

Pengendalian pelaksanaan kebijakan/program secara intensif diupayakan untuk

mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam proses pencapaian kinerja

sejak dini, sehingga progres kinerja dalam melaksanakan kebijakan/program di bidang

ekonomi makro dan keuangan dapat berjalan dengan optimal, transparan dan akuntabel.

Berdasarkan Visi dan Misi diatas, “tujuan” unit organisasi Bidang Koordinasi Ekonomi

Makro dan Keuangan dirumuskan sebagai “Terwujudnya kebijakan di Bidang Ekonomi

Makro dan Keuangan yang inklusif dan berkelanjutan melalui koordinasi dan sinkronisasi

kebijakan di bidang ekonomi makro dan keuangan, pengendalian pelaksanaan kebijakan di

bidang ekonomi makro dan keuangan, perluasan akses pembiayaan bagi usaha mikro kecil

(UMK)”.

Tujuan unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

ditetapkan dalam kurun waktu 5 tahun kedepan (periode 2015-2019) dan merupakan bagian

integral dari tujuan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ang disusun dengan

mempertimbangkan kondisi potensi dan permasalahan, dan tantangan yang dihadapi

organisasi.

3. Rencana Strategis

Rencana strategi (Renstra) merupakan pedoman bagi Kedeputian Ekonomi Makro dan

Keuangan dalam merancang program dan kegiatan serta penganggaran dalam periode jangka

menengah (2015-2019). Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2017

tentang Sinkronisasi Proses Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Nasional, serta

Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan, dan Pengendalian

Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah, maka

Kemenko Perekonomian dan unit-unit kerja didalamnya melakukan penyesuaian Renstra

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tahun 2015-2019, yang sebelumnya

ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: 11

tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tahun

2015-2019. Merujuk pada perundangan tersebut Renstra dan rumusan ukuran kinerja

disesuaikan agar lebih relevan dengan hasil yang akan dicapai.

Penyesuaian Renstra yang dituangkan dalam Peta Strategis Deputi Bidang Koordinasi

Ekonomi Makro dan Keuangan meliputi :

Page 25: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

11

1. Stabilitas Sektor Keuangan melalui: persentase realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan

persentase inklusi keuangan.

2. Pertumbuhan Investasi melalui: jumlah permohonan izin penanaman modal yang

mengajukan insentif fiskal; menjaga refocusing anggaran prioritas infrastruktur;

pembiayaan infrastruktur oleh BUMN.

3. Stabilitas Harga Pangan melalui: realisasi inflasi kelompok Volatile Food (VF) 4% dan

realisasi inflasi kelompok AP 4.3%.

4. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah dan Sektor Rill yang Optimal melalui:

persentase pertumbuhan ekonomi spasial dan tingkat pertumbuhan Pembentukan Modal

Tetap Bruto (PMTB) Nasional.

Sasaran Strategis yang akan dicapai dalam perencanaan kinerja Tahun 2019 adalah:

1. Pertama, Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif sebesar 75%.

2. Kedua, Tercapainya Target Penyaluran KUR.

3. Ketiga, Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan

Keuangan.

4. Keempat, Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan.

Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai pencerminan tingkat capaian Sasaran Strategis

adalah :

1. Pertama, Indeks Keuangan Inklusif dengan Target sebesar 75%.

2. Kedua, Target Penyaluran KUR sebesar Rp.140 Triliun.

3. Ketiga, Jumlah Paket Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi

Makro dan Keuangan.

4. Keempat, Jumlah Paket Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro dan

Keuangan.

Rencana Kinerja merupakan penjabaran tahunan Renstra Unit Organisasi Deputi Bidang

Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2015-2019 yang berisi gambaran sasaran

atau kondisi hasil yang akan dicapai dalam kurun waktu lima tahun sesuai dengan tugas,

fungsi, dan peran yang diamanahkan. Penyusunan Renstra Deputi tersebut mengacu pada

Renstra Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Rencana Pembangunan

Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019.

B. PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2019

1. Perjanjian Kinerja

Dengan berpedoman pada Renstra dan memperhatikan rancangan awal Rencana Kerja

(Renja), unit organisasi Deputi I telah menyusun Renja Tahun 2019 yang memuat kebijakan,

program, dan kegiatan yang meliputi kegiatan pokok serta kegiatan pendukung untuk

Page 26: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

12

mencapai sasaran hasil sesuai dengan program induk yang didukung. Renja dirinci menurut

indikator keluaran, sasaran keluaran pada tahun rencana, prakiraan sasaran tahun

berikutnya, pagu indikatif sebagai indikasi pagu anggaran, serta pelaksanaannya.

Untuk mencapai sasaran strategis dan sasaran pendukung lainnya yang berkaitan

dengan isu strategis, pada tahun 2019 unit organisasi Deputi I melaksanakan kegiatan-

kegiatan yang berkaitan dengan:

1. Kegiatan Kebijakan Bidang Fiskal serta Program Insentif Fiskal.

2. Kegiatan Kebijakan Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran serta Program Penurunan

Tingkat Inflasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP).

3. Kegiatan Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Rill.

4. Kegiatan Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan serta Program

Kebijakan Perluasan Akses Pembiayaan Bagi UMK melalui Skema Penyaluran Kredit

Berpenjaminan dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta Program Prioritas Sistem

Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

5. Kegiatan Kebijakan Bidang Badan Usaha Milik Negara.

Dalam rangka mencapai strategi organisasi dan meningkatkan kinerja, Deputi Bidang

Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan melakukan perjanjian kinerja dengan Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian. Hal ini didukung dengan perjanjian kinerja dari level

pejabat tertinggi sampai ke pelaksana berdasarkan tugas dan fungsinya.

Kontrak Kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pegawai dengan atasan

langsung yang berisi pernyataan kesanggupan untuk mencapai Indikator Kinerja Utama

dengan target yang telah ditetapkan. IKU yang bersifat cascade dari atasan, indikator dalam

kontrak kinerja individu tertuang dalam laporan kinerja bulanan pegawai.

Penetapan Perjanjian Kinerja pada dasarnya adalah pernyataan komitmen untuk

mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun tertentu dengan

mempertimbangkan sumber daya yang dikelolanya. Tujuan khusus penetapan kinerja adalah

untuk:

1. Meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur;

2. Sebagai wujud nyata komitmen antara penerima dengan pemberi tugas;

3. Sebagai dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran

organisasi;

4. Menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur; dan

5. Sebagai dasar pemberian reward atau penghargaan dan sanksi.

Pencapaian sasaran strategis unit organisasi Deputi I diukur dengan Indikator Kinerja

Utama (IKU) dimana penyusunan IKU disesuaikan dengan level organisasi atau

Page 27: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

13

kewenangan yang dimiliki oleh pejabat yang bersangkutan. Oleh karena itu Indikator-

indikator kinerja dan target tahunan yang digunakan dalam penetapan kinerja ini adalah

indikator kinerja utama tingkat eselon I.

2. Rencana Kinerja Tahun 2019

Sasaran program, indikator kinerja, dan target Deputi I sebagaimana yang telah

dituangkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2019 adalah sebagai berikut:

Tabel II.1. Perjanjian Kinerja Tahun 2019

No. Sasaran Program Indikator Kinerja Target

1. Tercapainya Indeks

Keuangan Inklusif

Indeks Keuangan Inklusif 75%

2. Tercapainya Target

Penyaluran KUR

Target Penyaluran KUR 140 Triliun Rupiah

3. Terwujudnya Koordinasi

dan Sinkronisasi

Kebijakan Ekonomi

Makro dan Keuangan

Jumlah Paket Rekomendasi Hasil

Koordinasi dan Sinkronisasi

Kebijakan Ekonomi Makro dan

Keuangan

1 Paket Rekomendasi

4. Terwujudnya

Pengendalian Kebijakan

Ekonomi Makro dan

Keuangan

Jumlah Paket Rekomendasi Hasil

Pengendalian Kebijakan Ekonomi

Makro dan Keuangan

1 Paket Rekomendasi

C. PRNGUKURAN KINERJA

Pengukuran tingkat capaian kinerja Kedeputian I Tahun 2019 dilakukan dengan cara

membandingkan antara target pencapaian indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam

Penetapan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2019

dengan realisasinya. Nilai Kinerja Organisasi (NKO) diperoleh melalui penghitungan dengan

menggunakan data target dan realisasi IKU yang tersedia. Dengan membandingkan antara

data target dan realisasi IKU, akan diperoleh indeks capaian IKU.

Formula penghitungan capaian IKU adalah sebagai berikut:

Capaian IKU

(kinerja)

=

Realisasi × 100%

Target

Adapun status indeks capaian IKU adalah sebagai berikut:

Page 28: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

14

Tabel 2.2

Indeks Capaian IKU

Hijau Kuning Merah

100 ≤ X ≤ 120

(memenuhi ekspektasi)

80 ≤ X < 100

(belum memenuhi ekspektasi)

X < 80%

(tidak memenuhi ekspektasi)

Nilai Capaian Kinerja dihitung berdasarkan penilaian capaian IKU yang dilakukan

berdasarkan hasil perhitungan dari data realisasi menggunakan rumusan pada manual IKU.

Dalam hal pada suatu periode tertentu ternyata belum tersedia data realisasi, maka capaian

IKU pada periode tersebut dianggap belum tersedia (n.a.), bukan diberikan nilai 0 (nol).

Ruang lingkup Pengelolaan Kinerja di lingkungan Bidang Koordinasi Ekonomi Makro

dan Keuangan meliputi pengumpulan data kinerja sebagaimana tertuang dalam dokumen

Penetapan Kinerja/Perjanjian Kinerja, Pengukuran Data Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan

Monitoring dan Evaluasi. Setiap Entitas Akuntabilitas Kinerja di seluruh tingkatan, melakukan

koordinasi pengelolaan data kinerja dengan cara mencatat, mengolah, dan melaporkan data

kinerja.

Mekanisme Pengumpulan data kinerja telah diatur melalui Peraturan Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: 14 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: 9 Tahun 2015 tentang Perjanjian Kinerja

dan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,

serta Peraturan Sekretaris Kementerian Koordinator Nomor 1 Tahun 2018 tentang Petunjuk

Teknis Pengelolaan Kinerja di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Pelaksanaan pengumpulan data, pelaporan, serta monitoring atas capaian kinerja dilakukan

dalam Sistem Manajemen Kinerja secara terintegrasi dan dapat diakses secara luas oleh publik

melalui sistem aplikasi ekon-GO (Evaluasi Kinerja Online-Gerai Otomatisasi), di laman situs

http://kinerja.ekon.go.id., E-Monev, SMART, dan berbagai data base dalam unit kerja.

Tingkat capaian kinerja unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan

Keuangan Tahun 2019 dilakukan dengan cara membandingkan antara target (rencana)

dengan realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) pada setiap sasaran strategis yang telah

tertuang dalam Penetapan Kinerja Kedeputian I Tahun 2019 sebagai berikut :

SASARAN STRATEGIS

Nama Sasaran Strategis

Indikator Kinerja Utama

Target Realisasi Kinerja Status

Ekspektasi

Page 29: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

15

BAB III

AKUNTABILITAS KINERJA TAHUN 2019

A. PROGRAM PRIORITAS DAN PROGRAM REGULER TAHUN 2019

1. PROGRAM PRIORITAS

1) Indeks Keuangan Inklusif SNKI

Dalam rangka memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan, pemerintah

telah menetapkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Peraturan Presiden Nomor: 82

tahun 2016 telah diterbitkan sebagai dasar penetapan SNKI. Strategi ini dimaksudkan sebagai

pedoman bagi kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan

instansi terkait lainnya dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan keuangan

melalui kegiatan masing-masing secara bersama dan terpadu. Implementasi SNKI yang

terpadu diperlukan untuk mencapai target keuangan inklusif yaitu persentase jumlah

penduduk dewasa yang memiliki akses layanan keuangan pada lembaga keuangan formal

sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) pada akhir tahun 2019.

Dalam rangka pelaksanaan SNKI maka dibentuk Dewan Nasional Keuangan Inklusif

(DNKI) yang diketuai oleh Presiden dan secara harian diketuai oleh Menteri Koordinator

Bidang Perekonomian. Dewan Nasional bertugas melakukan koordinasi dan sinkronisasi

pelaksanaan SNKI; mengarahkan langkah-langkah dan kebijakan untuk penyelesaian

permasalahan dan hambatan pelaksanaan SNKI; dan melakukan monitoring dan evaluasi

pelaksanaan SNKI. Dewan Nasional dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Kelompok Kerja

(Pokja) dan Sekretariat. Kelompok kerja keuangan inklusif terdiri dari 7 (tujuh) Pokja yang

meliputi: Pokja Edukasi Keuangan; Pokja Hak Properti Masyarakat; Pokja Fasilitas Intermediasi dan

Saluran Distribusi Keuangan; Pokja Pelayanan Keuangan pada Sektor Pemerintah; Pokja

Perlindungan Konsumen; Pokja Kebijakan dan regulasi; dan Pokja Infrastruktur Teknologi

Informasi Keuangan.

Tugas dan keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat ditetapkan melalui Keputusan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Harian Dewan Nasional Nomor: 225

Tahun 2018 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

selaku Ketua Harian Dewan Nasional Nomor 93 Tahun 2017 tentang Kelompok Kerja dan

Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif yang ditetapkan tanggal 27 Agustus 2018.

Mekanisme dan tata kerja Dewan Nasional diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator

Bidang Perekonomian Nomor: 6 Tahun 2017 tentang Mekanisme dan Tata Kerja Dewan

Nasional Keuangan Inklusif yang ditetapkan tanggal 23 Oktober 2017. Tugas dan kedudukan

Sekretariat secara administratif berada pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Page 30: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

16

Adapun tugas Sekretariat meliputi:

1. Menetapkan target dan indikator keuangan inklusif yang disepakati oleh seluruh

pokja yang dituangkan dalam surat keputusan Sekretariat Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian/Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

selaku Ketua Sekretariat.

2. Menyusun rencana kegiatan tahunan kesekretariatan.

3. Melakukan monitoring capaian target tahunan keuangan inklusif yang telah

ditetapkan.

4. Melakukan koordinasi dengan Pokja.

5. Melakukan sosialisasi terkait program dan capaian Strategi Nasional Keuangan

Inklusif;

6. Menyusun dan menyampaikan laporan kepada Ketua Harian.

7. Melaksanakan tugas terkait lainnya berdasarkan arahan dari Ketua Dewan Nasional.

2) Target Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Dalam rangka meningkatkan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah

(UMKM) Pemerintah memandang perlu dikembangkannya akses pembiayaan dari perbankan

dan lembaga keuangan bukan bank, mengingat masih terbatasnya kemampuan UMKM untuk

memperoleh akses tersebut. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program prioritas

dalam mendukung kebijakan pemberian kredit/pembiayaan modal kerja kepada sektor

UMKM yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan memperluas akses pembiayaan

bagi pelaku UMKM, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya

dapat memperluas kesempatan kerja. Pemerintah telah membentuk Komite Kebijakan

Pembiayaan bagi UMKM dengan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite

Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM, yang diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun

2015, untuk mensinergikan kebijakan atas pengembangan akses pembiayaan. Komite

Kebijakan bertanggung jawab kepada Presiden, diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian dengan beranggotakan 9 Menteri, 2 Kepala Badan, serta Sekretaris Kabinet.

Adapun tugas Komite Kebijakan meliputi: 1) merumuskan dan menetapkan kebijakan

pembiayaan bagi UMKM termasuk penetapan prioritas bidang usaha; 2) melakukan

monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan pembiayaan bagi UMKM, dan 3)

mengambil langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan

kebijakan pembiayaan bagi UMKM. Sekretariat Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM

berada di Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian. Tugas dan fungsi Sekretariat KomiteKomite Kebijakan

Kredit Usaha Rakyat (KUR) berada di Keasdepan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

Page 31: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

17

KUR dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM Nomor 11 Tahun 2017 tentang

Pedoman Pelaksanaan KUR yang berlaku secara efektif mulai 1 Januari 2018 dan Peraturan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2018 tentang Perubahan

Permenko No 11 Tahun 2017 yang berlaku sejak tanggal 31 Oktober 2018 serta Peraturan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua

Permenko No 11 Tahun 2017 yang berlaku sejak tanggal 30 Juli 2019.

3) Insentif Fiskal

Pemerintah menyadari bahwa kebijakan fiskal memiliki peran dalam mendorong

pertumbuhan ekonomi, melalui pemberian stimulus untuk meningkatkan investasi.

Pemerintah merumuskan berbagai kebijakan untuk meningkatkan investasi, mendorong

kemudahan berusaha, mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, dan meningkatkan

kinerja ekspor. Kebijakan pemerintah dalam mendorong investasi dan ekspor merupakan

suatu rangkaian kebijakan yang terintegrasi dari seluruh pemangku kepentingan. Kebijakan

nasional ini mencakup penyediaan infrastruktur untuk mendorong kegiatan ekonomi,

koordinasi antara kementerian/lembaga pembina sektor, dan perumusan kebijakan fiskal yang

mampu menstimulasi aktivitas perekonomian.

Dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi dan menjaga keberlanjutan penerimaan

negara di tengah berbagai tantangan global dan domestik, kebijakan pemberian insentif

diupayakan lebih tepat sasaran dalam mendorong peningkatan investasi dan daya saing.

Insentif perpajakan yang lebih tepat sasaran diharapkan dapat meningkatkan keunggulan

produk ekspor di luar negeri maupun produk lokal dalam menghadapi produk impor di dalam

negeri. Dengan keunggulan produk yang dimiliki, diharapkan dunia usaha di dalam negeri

mampu bertahan dan berkembang di tengah ketidakpastian perekonomian. Selain itu

peningkatan investasi untuk industri hulu dapat menjamin ketersedian bahan baku dan

barang intermediate di dalam negeri. Melalui kebijakan tersebut selain menurunkan biaya

produksi di dalam negeri dan mendorong ekspor, juga mengurangi defisit neraca

perdagangan dalam rangka mewujudkan aktivitas perekonomian dan industrialisasi yang

stabil. Di sisi lain, aturan perpajakan yang ramah terhadap dunia usaha diharapkan juga dapat

meningkatkan iklim investasi di dalam negeri. Secara umum, upaya ini perlu diprioritaskan

mengingat sebagian besar porsi penerimaan perpajakan masih didukung oleh wajib pajak

badan, meskipun pada akhirnya pemberian insentif juga akan meningkatkan penerimaan dari

wajib pajak orang pribadi.

Dalam perspektif yang lebih luas, peningkatan investasi dapat memberikan eksternalitas

yang lebih luas seperti, peningkatan penyerapan tenaga kerja, peningkatan aktivitas ekonomi

Page 32: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

18

baik dengan mitra usaha maupun lingkungan di sekitar lokasi penanaman modal, terdapat

transfer teknologi melalui kegiatan produksi dan riset yang dilakukan. Meningkatnya aktivitas

ekonomi tersebut tentunya akan memberikan dampak pada peningkatan penerimaan

perpajakan di masa yang akan datang.

Dalam perumusan kebijakan pemberian insentif yang lebih tepat sasaran untuk

mendorong peningkatan investasi dan daya saing, pada tahun 2019, Deputi Bidang Koordinasi

Ekonomi Makro dan Keuangan, mengkoordinasikan penyusunan rekomendasi kebijakan

insentif fiskal, yaitu :

a. Rekomendasi Kebijakan Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan

(Tax Holiday).

b. Rekomendasi Kebijakan Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman

Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Di Daerah-Daerah Tertentu (Tax

Allowance).

c. Rekomendasi Kebijakan Pemberian Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto Atas

Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran dalam

Rangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi

Tertentu (Super deduction vokasi).

4) Penurunan Tingkat Inflasi Melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat

Karakter inflasi nasional banyak dipengaruhi oleh sisi pasokan dan menimbulkan

konsekuensi perlunya kebijakan diluar kebijakan moneter Bank Indonesia dalam rangka

pengendaliannya. Koordinasi lintas sektor dan lintas daerah strategis untuk dilanjutkan dalam

wadah Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN). Berdasarkan Keppres No 23 Tahun 2017

tentang TPIN, Menko Perekonomian ditetapkan sebagai Ketua TPIP dengan Gubernur BI,

Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri sebagai wakil Ketua serta pimpinan K/L terkait

sebagai anggota.

Berdasarkan Peraturan pelaksana Keppres, yaitu Keputusan Menko Perekonomian

Nomor: 148 tahun 2017 tentang Tugas dan Keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat TPIP,

telah menetapkan Deputi Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan sebagai Kepala

Sekretariat TPIP. Sekretariat TPIP berfungsi untuk membantu peran kelompok kerja (Pokja)

Daerah TPIP dalam melakukan sinkronisasi kebijakan Pusat-Daerah dan pembinaan TPID.

Selama tahun 2019, TPIP telah melaksanakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian

kebijakan dalam pengendalian inflasi dan telah menghasilkan beberapa capaian sebagai

berikut:

Page 33: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

19

a) Realisasi inflasi tahun 2019 sebesar 2,72% (yoy) berada pada rentang sasaran yang

ditetapkan yaitu sebesar 3,5%±1%, lebih rendah dibandingkan tahun 2018 sebesar

3,13% (yoy) dan bahkan merupakan terendah dalam 2 dekade terakhir.

b) Diterbitkannya Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 6 Tahun 2019 tentang

Tata Cara Penyusunan Kebijakan Pengendalian lnflasi dalam Dokumen Perencanaan

Pembangunan Nasional.

c) Tingkat Partisipasi Evaluasi Kinerja TPID untuk penilaian tahun 2019 (57,38%);

meningkat dibandingkan tahun 2018 (43,23%).

d) Pengembangan data dan informasi melalui koordinasi pengembangan data pasokan

PIHPS dan efektifitas penggunaan webiste tpin.id;

e) Penguatan Statistik Inflasi melalui koordinasi dukungan data dari Kementerian teknis

kepada BPS.

f) Diterbitkannya Kepdeputi No. 6 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Pelaksanaan Evaluasi

Kinerja Tahunan TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota Oleh Kelompok Kerja Daerah

TPIP.

2. PROGRAM REGULER

1) Sinergi Sistem Pembayaran

Dalam rangka merespon tantangan arus digitalisasi dan perkembangan teknologi yang

pesat dan cepat khususnya teknologi finansial (tekfin), yang telah mengubah cara/sistem

sistem pembayaran di masyarakat dari tunai ke non tunai, maka penguatan arah kebijakan

sistem pembayaran perlu didukung oleh komitmen kuat dari berbagai pihak. Dalam rangka

menjaga komitmen tersebut diperlukan koordinasi yang diarahkan untuk memberikan daya

dukung yang optimal bagi terciptanya sistem pembayaran nasional yang aman, efisien, andal

dan inklusif.

2) Penguatan Sinergi Pengendalian Sektor Jasa dan Pengembangan Basis Data Ekonomi dan

Keuangan

Dalam lima tahun terakhir Indonesia mengalami permasalahan defisit transaksi berjalan,

hal ini terutama diakibatkan oleh defisit neraca jasa yang sudah berlangsung lebih dari tiga

puluh tahun terakhir. Sementara disisi lain sektor jasa mempunyai potensi yang cukup besar

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Peran sektor jasa terhadap perekonomian sebesar

43,79% pada Triwulan III 2019. Sektor jasa juga memiliki kemampuan yang besar dalam

menyerap tenaga kerja, tercatat penyerapan tenaga kerja sektor jasa dalam tahun 2018 adalah

sebesar 43.97%. Sektor jasa juga berperan penting dalam suatu aktivitas produksi. Tercatat

Page 34: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

20

34% dari total output jasa digunakan sebagai permintaan antara (input antara) sektor lainnya.

Untuk itu, diperlukan penataan pada sektor jasa dalam upaya pengurangan defisit tersebut.

Dalam rangka penyusunan kebijakan pada bidang moneter dan neraca pembayaran

diperlukan analisis kebijakan yang didukung oleh informasi dan data terkait perekonomian

makro baik dalam skala global maupun nasional. Selain itu, perlu juga dilakukan asesmen

yang berkelanjutan baik sektor moneter maupun eksternal secara berkesinambungan.

Asesmen ini juga didukung dengan analisis data sekunder dan monitoring melalui

Kementerian/Lembaga, Pemerintah daerah dan pelaku usaha untuk melihat langsung kondisi

di lapangan.

3) Pengembangan Skema Pembiayaan Inovatif untuk Pengembangan Ekonomi Daerah dan

Sektor Riil

Pinjaman Daerah

Pemerintah daerah memiliki keterbatasan dalam hal keuangan untuk memenuhi

kebutuhan pembangunannya. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh pemerintah

daerah adalah melakukan pinjaman. PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) merupakan

BUMN yang diberi amanat langsung oleh Kementerian Keuangan untuk memberikan

pinjaman daerah. Untuk mempercepat proses pinjaman dalam rangka pembangunan daerah,

Kemenko Perekonomian bersama Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan PT

Sarana Multi Infrastruktur (Persero) telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama Pelaksanaan

Nota Kesepahaman Percepatan Pinjaman Daerah dalam rangka Pembangunan Infrastruktur di

daerah. Beberapa kegiatan yang mendukung pelaksanaan program tersebut adalah rapat

evaluasi pelaksanaan pinjaman daerah yang dilaksanakan secara triwulanan, rapat inisiasi

pinjaman daerah untuk membahas usulan pinjaman dari masing-masing pemerintah daerah,

dan monitoring serta evaluasi pelaksanaan penyaluran pinjaman daerah.

Obligasi Daerah

Obligasi daerah merupakan salah satu alternatif pembiayaan bagi daerah dalam rangka

pembangunan daerah. Kebutuhan pembiayaan infrsatruktur di daerah mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun. Disisi lain, kemampuan APBN/D dalam membiayai

pembangunan infrastruktur sangat terbatas. Untuk itulah diperlukan peran swasta dan

masyarakat untuk ikut serta dalam pembiayaan infrastruktur dalah satunya melalui skema

obligasi daerah.

Pemberdayaan SHAT

Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan SHAT bagi pelaku usaha mikro dan kecil, petani

nelayan dan pembudi daya ikan masih melanjutkan amanat MoU Pemberdayaan SHAT bagi

Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, Petani, Nelayan dan Pembudidaya Ikan. Pemberdayaan ini

Page 35: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

21

bertujuan untuk memberikan kemudahaan bagi masyarakat untuk memperoleh pembiayaan

bagi usahanya.

Kerja Sama Daerah

Setiap daerah pasti saling membutuhkan dan saling bertukar sumberdaya yang

dimilikinya. Untuk itu, Kemenko Perekonomian sangat medorong pemerintah daerah untuk

saling bekerjasama dalam memenuhi kebutuhannya masing-masing. Hal ini juga sesuai

dengan amanat PP No. 28 Tahun 2018 tentang Kerja Sama Daerah. Upaya Kemenko

Perekonomian dalam mendorong kerja sama antar daerah adalah dengan melakukan kajian

pengembangan kerja sama daerah sebagai stimulus bagi pemerintah daerah.

Koordinasi dan Sinkronisasi Sistem Resi Gudang (SRG)

Sistem pembiayaan perdagangan sangat diperlukan bagi dunia usaha untuk menjamin

kelancaran usahanya terutama bagi usaha kecil dan menengah yang umumnya menghadapi

masalah pembiayaan karena keterbatasan akses dan jaminan kredit. Sistem Resi Gudang

merupakan salah satu instrumen penting dan efektif dalam sistem pembiayaan perdagangan.

Sistem Resi Gudang dapat memfasilitasi pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan

inventori atau barang yang disimpan di gudang. Sistem Resi Gudang juga bermanfaat dalam

menstabilkan harga pasar dengan memfasilitasi cara penjualan yang dapat dilakukan

sepanjang tahun. Di samping itu, Sistem Resi Gudang dapat digunakan oleh Pemerintah untuk

pengendalian harga dan persediaan nasional.

Definisi Sistem Resi Gudang menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang

Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan,

penjaminan, dan penyelesaian transaksi resi gudang. Resi gudang merupakan dokumen bukti

kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang.

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) selaku badan pengawas

melaksanakan tugas pembinaan, pengaturan, dan pengawasan terhadap kegiatan yang

berkaitan dengan Sistem Resi Gudang. Dalam menjalankan tugasnya, Bappebti berkoordinasi

dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam rangka menyusun rencana/

program dan evaluasi kinerja Sistem Resi Gudang.

4) Penyusunan Regulasi yang Mendukung Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil

PP Pengelolaan Keuangan Daerah

Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan

dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga

Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kementerian PPN/Bappenas,

Kemenkum HAM dan Kemensetneg dalam melakukan penyusunan kebijakan terkait

Page 36: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

22

pengelolaan keuangan daerah yang merupakan kebijkan lintas sektor dan berimplikasi luas

pada kinerja Kementerian atau Lembagai lain. Penyusunan PP Pengelolaan Keuangan Daerah

merupakan amanat dari UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sebelumnya,

aturan pengelolaan keuangan daerah diatur dalam PP No. 56 Tahun 2005.

Rancangan Peraturan Pemerintah Hak Keuangan dan Belanja

Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan

dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga

Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum HAM

dan Kemensetneg dalam melakukan penyusunan kebijakan terkait hak keuangan dan belanja

kepala daerah dan wakil kepada daerah yang merupakan kebijkan lintas sektor dan

berimplikasi luas pada kinerja Kementerian atau Lembagai lain. Penyusunan RPP Hak dan

Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepada Daerah merupakan amanat dari UU No. 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Rancangan Perpres Pemberian Penghargaan dan/atau Sanksi kepada Kementerian/

Lembaga dan Pemerintah Daerah

Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan

dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga

Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum HAM,

Kemensetneg, Setkab dan BKPM dalam melakukan penyusunan kebijakan dalam memberikan

penghargaan dan/atau sanksi bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang

bertujuan untuk meningkatkan kinerja anggran, pelayanan perizinan berusaha terintegrasi

secara elektronik dan percepatan pelaksanaan berusaha untuk medorong investasi di daerah.

Rancangan Perpres Standar Harga Satuan Regional

Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan

dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga

Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum HAM,

Kemensetneg, Setkab dan BKPM dalam melakukan penyusunan kebijakan dalam pengelolaan

keuangan daerah. Sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 51 ayat (3) Peraturan

Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, maka perlu

dilakukan penyusunan Peraturan Presiden tentang Standar Harga Satuan Regional.

Regulasi Turunan Perpres 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik

(SPBE)

Page 37: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

23

Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan

dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga

Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Bappenas, Kemenkominfo, BPKP,

dan BPPT dalam melakukan penyusunan kebijakan dalam penyelenggaraan Sistem

Pemerintahan Berbasis Elektronik yang terintegrasi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.

Penyusunan Peremendagri tersebut merupakan amanat Pasal 222 PP No.12 Tahun 2019

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional (KDPEN)

Kondisi perekonomian nasional saat ini diwarnai dengan penurunan nilai ekspor,

tersentralisasinya pasar ekspor, dan komposisi produk ekspor yang masih didominasi sektor

komoditas. Di sisi lain, perkembangan sektor pariwisata Indonesia merupakan peluang yang

perlu ditangkap dan dimanfaatkan sebagai sumber penerimaan devisa. Untuk mengatasi

kondisi tersebut, disusunlah strategi pembiayaan ekspor nasional yang diarahkan pada

kegiatan yang menghasilkan devisa, kegiatan yang menghemat devisa dalam negeri, dan/atau

kegiatan yang meningkatkan kapasitas produksi nasional. Strategi terkait pembiayaan ekspor

nasional dirumuskan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia berkoordinasi dengan

pemangku kepentingan (termasuk Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian) yang

kemudian dijadikan sebuah kompilasi Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional. Dalam

rangka mendorong usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi, serta pelaku usaha yang

memiliki penjualan tahunan tertentu untuk mengembangkan barang dan/atau jasa yang

berorientasi ekspor, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia memberikan dukungan melalui

pemberian fasilitas pembiayaan ekspor nasional. Hal ini dilaksanakan dalam rangka

mendukung capaian/visi perekonomian Indonesia ke depan yang mampu tumbuh secara

inklusif dan berkelanjutan.

Buku Kumpulan Peraturan Terkait Pengembangan Ekonomi Daerah

Dalam rangka implementasi Regulaory Impact Analysis (RIA), Keasdepan Ekonomi

Daerah dan Sektor Riil telah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dalam penyusunan

kebijakan/peraturan perundang-undangan khususnya dibidang pengembangan ekonomi

daerah. Buku kumpulan peraturan terkait pengembangan ekonomi daerah dapat memberkan

kemudahan bagi pemerintah dalam mengakses peraturan tersebut.

5) Pemantauan Perkembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil

Pemantauan perkembangan ekonomi daerah dan sektor riil dilakukan melalui beberapa

kegiatan sebagai berikut:

Laporan Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Spasial Triwulanan

Page 38: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

24

Laporan Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Spasial Triwulanan dilakukan

setiap triwulanan dengan menganalisis sektor tertentu serta provinsi yang memiliki

karakteristik yang sesuai dengan sektor yang dianalisis. Laporan analisis ini disusun sebagai

sarana untuk menginformasikan kondisi aktual perekonomian nasional dan bagaimana

keterkaitannya dengan perekonomian daerah yang ditujukan kepada para stakeholder baik di

internal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian maupun di lingkungan eksternal,

khususnya para pimpinan pemerintah daerah dan kementerian/lembaga terkait.. Dengan

adanya laporan ini para pemangku kepentingan tersebut diharapkan dapat mengawal dan

melaksanakan kebijakan yang telah dibuat secara komprehensif dan berkelanjutan baik oleh

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Pemetaan potensi daerah

Pemetaan Potensi Daerah bertujuan untuk menganalisis isu perkembangan dan

tantangan sektor strategis di daerah. Adapun pemetaan potensi membahas berbagai indikator

perekonomian daerah seperti pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari sisi pengeluaran dan

lapangan usaha, inflasi, komoditas strategis, hingga isu sosial seperti kemiskinan,

ketenagakerjaan, indeks pembangunan manusia dll. Pemetaan potensi daerah rutin dilakukan

berdasarkan pulau maupun provinsi pilihan yang memberikan kontribusi terhadap

perekonomian nasional.

Pengumpulan data untuk Diseminasi Outlook dan Kebijakan Perekonomian 2019;

Pengumpulan data untuk Diseminasi Outlook dan Kebijakan Perekonomian 2019

bertujuan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian 2019 dan target

perekonomian 2020. Pengumpulan data dilakukan dalam rangka merealisasikan sasaran

pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya dipaparkan dalam Diseminasi. Diseminasi

memaparkan berbagai kebijakan Kemenko Perekonomian yang dilaksanakan bersama dengan

Kementerian/Lembaga di bawah koordinasinya untuk mencapai target-target tersebut.

Laporan ini diawali pembahasan mengenai perkembangan perekonomian secara global

yang meliputi pertumbuhan ekonomi, perdagangan, pasar komoditas, kebijakan moneter,

kebijakan fiskal, dan pasar finansial. Bagian kedua merupakan pembahasan mengenai

perkembangan perekonomian Indonesia, mencakup pertumbuhan ekonomi, kebijakan

moneter, kebijakan fiskal, neraca pembayaran, dan perkembangan investasi. Bagian ketiga

membahas mengenai tantangan dan peluang perekonomian yang dilihat dari sisi eksternal dan

internal. Kemudian, bagian keempat pembahasan berfokus pada realisasi pertumbuhan

ekonomi sektoral 2019 dan target pertumbuhan tahun 2020 beserta kebijakan pendorongnya.

Selanjutnya, bagian kelima pembahasan mengenai kebijakan-kebijakan prioritas di bawah

koordinasi Kemenko Perekonomian.

Page 39: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

25

Penyusunan Kajian Pengembangan Industri Kimia Nasional

Peran industri pengolahan dalam perekonomian Indonesia saat ini adalah sekitar 20%.

Dengan ukuran sebesar itu, pertumbuhannya ke depan akan mempengaruhi pertumbuhan

perekonomian secara keseluruhan. Hal tersebut dapat melalui peningkatan nilai tambah

bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, maupun peningkatan penerimaan

devisa dari ekspor. Di antara sub sektor industri pengolahan, industri kimia memiliki peran

yang cukup penting karena sebagian besar produk yang dihasilkan oleh industri ini

merupakan input bagi industri lainnya. Oleh karena itu, pengembangan industri kimia akan

memberikan dampak berganda melalui perkembangan industri-industri turunannya. Industri

kimia adalah industri yang kompleks dengan produk yang sangat bervariasi dan rute proses

yang sangat beragam. Perekonomian yang kuat perlu didorong oleh industri kimia yang kuat

pula. Pemahaman mengenai karakteristik industri kimia sangat diperlukan sebelum

merumuskan dukungan yang tepat untuk mendorong tumbuhnya industri ini di dalam negeri.

Kajian ini dilakukan untuk merumuskan rekomendasi yang dapat digunakan untuk

menumbuhkan industri ini dalam rangka mencapai struktur industri kimia yang mandiri,

sehat dan berdaya saing.

Penyusunan analisis defisit fiskal dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi,

pengangguran dan kemiskinan

Kondisi perekonomian global diperkirakan masih melambat sampai tahun 2020.

Perlambatan tersebut sangat mungkin memengaruhi kinerja perekonomian Indonesia selama

Indonesia menganut sistem perekonomian terbuka. Untuk menjaga momentum pertumbuhan

ekonomi domestik agar tetap stabil, maka perlu disusun suatu rekomendasi kebijakan

mendorong daya beli masyarakat. Kegiatan dilakukan melalui proses analisis data dan FGD

bersama stakeholder terkait.

Penyusunan Penguatan Strategi Terintegrasi Optimalisasi Pembangunan Infrastruktur

dalam Mendorong Pertumbuhan Sektor Industri di Jawa Tengah

Salah satu permasalahan terjadinya gap antara pertumbuhan ekonomi dengan

pembangunan infrastruktur yang tengah dilakukan adalah konektivitas. Terdapat kesenjangan

konektivitas yang tercipta antara pusat-pusat pertumbuhan seperti kawasan industri/kluster

produksi pangan dengan proyek-proyek strategis nasional maupun sarana dan prasarana yang

dibangun oleh Kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Oleh karena itu, untuk

memastikan bahwa pembangunan infrastruktur sudah optimal dan memberikan dampak bagi

masyarakat, dalam ruang lingkup sebagai faktor konektivitas, perlu dilakukan penguatan

strategi yang lebih terintegrasi.

Sejalan dengan penerapan teknologi informasi diberbagai bidang, terdapat terminologi

yang dikenal dengan Dashboard Management System. Sistem ini mempunyai beberapa

Page 40: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

26

manfaat seperti fungsi monitoring, predictive analytics dan early warning system. Oleh karena

itu, penguatan strategi terintegrasi dapat memanfaatkan sistem monitoring dan pengendalian

berbasis teknologi informasi (Dashboard Management System) diharapkan dapat menjadi

solusi terutama dalam mengoptimalisasi pembangunan infrastruktur dan mendorong

pertumbuhan sektor industri.

Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)

ICCTF merupakan suatu program peningkatan ekonomi masyarakat dalam menghadapi

dampak perubahan iklim. Dalam hal ini Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan sebagai

wali amanat secara rutin terlibat dalam monitoring progress program dan kegiatannya.

6) Koordinasi Kebijakan terkait Restrukturisasi/Privatisasi

Program restrukturisasi merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan

BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal

perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Restrukturisasi

dilaksanakan dalam 2 bentuk yaitu restrukturisasi sektoral dan restrukturisasi perusahaan.

Restrukturisasi sektoral dilaksanakan sesuai dengan kebijakan sektor dan/atau ketentuan

peraturan perundang-undangan. Salah satunya adalah pembentukan induk perusahaan

(Holding). Restrukturisasi perusahaan meliputi peningkatan daya saing usaha, penataan

hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku badan usaha,

termasuk di dalamnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan

menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik serta restrukturisasi

internal yang mencakup keuangan, organisasi/manajemen, operasional, sistem dan prosedur.

7) Penyempurnaan regulasi terkait Pinjaman Komersial Luar Negeri/PKLN (Revisi Keppres 52/

1972 dan Keppres 39/1991)

Kebutuhan pendanaan pembangunan proyek prioritas seperti infrastruktur diperkirakan

mencapai Rp 5.519,4 Triliun selama periode 2015-2019 dimana BUMN diharapkan

memberikan kontribusi sebesar Rp 1.066,2 Triliun. Dengan kebutuhan dana yang besar, tidak

mungkin jika hanya mengandalkan sumber pendanaan dari internal perusahaan. Pendanaan

dari eksternal seperti pinjaman komersial luar negeri merupakan salah satu alternatif

pembiayaan yang memungkinkan dilihat dari tawaran term and condition yang lebih

kompetitif dan keterbatasan likuiditas perbankan dalam negeri. Kebijakan PKLN sebagaimana

diatur dalam Keppres 59/1972 dan Keppres 39/1991 dirasa sudah tidak sesuai dengan

perkembangan terkini dalam berbagai hal sehingga perlu dilakukan perubahan. Kemenko

Perekonomian, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia sedang menyusun rancangan

Page 41: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

27

peraturan presiden untuk menyempurnakan pengaturan terkait pinjaman komersial luar

negeri.

8) Koordinasi Kebijakan terkait Penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN)

Salah satu sasaran pembinaan dan pengembangan BUMN adalah meningkatnya peran

BUMN dalam pembangunan melalui peningkatan pelayanan publik. Guna mendukung hal

tersebut, Pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan penambahan PMN dari APBN

dalam rangka memperkuat struktur permodalan BUMN. Selain itu, PMN juga diberikan dalam

rangka meningkatkan kapasitas Perusahaan. Berdasarkan PP 72/2016 tentang Perubahan atas

PP 44/2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan

Perseroan Terbatas, sumber PMN yang berasal dari APBN meliputi kekayaan negara berupa

dana segar, Barang Milik Negara (BMN), piutang negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas,

saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas; dan/atau aset negara lainnya. PMN

Tunai diberikan dalam rangka mendukung penugasan Pemerintah dalam pembangunan

infrastruktur Pemerintah. Sedangkan PMN Non Tunai diberikan Pemerintah berupa BUMN

yang berasal dari APBN yang telah dioperasionalkan dan/atau digunakan oleh BUMN

(Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya/BPYBDS) dalam rangka

penatausahaan BUMN.

B. CAPAIAN INDIKATOR KINERJA UTAMA TAHUN 2019

Capaian Tahun 2019

Tingkat capaian kinerja unit organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan

Keuangan Tahun 2019 dilakukan dengan cara membandingkan antara target (rencana)

dengan realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) yang telah tertuang dalam Penetapan Kinerja

Kedeputian I Tahun 2019. Perhitungan tingkat capaian kinerja Kedeputian I Tahun 2019

berdasarkan hasil pengukurannya dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1. Capaian Kinerja Kedeputian I

SASARAN STRATEGIS 1

Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif

Indikator Kinerja

Target Realisasi Kinerja

Indeks Keuangan Inklusif 75% 76% 101,3%

SASARAN STRATEGIS 2

Tercapainya Target Penyaluran KUR.

Page 42: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

28

Indikator Kinerja

Target Realisasi Kinerja

Target Penyaluran KUR Rp. 140 Triliun Rp. 140,08 T 100,06%

SASARAN STRATEGIS 3

Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan

Indikator Kinerja

Target Realisasi Kinerja

Jumlah Paket Rekomendasi Koordinasi

dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi

Makro dan Keuangan

1 Paket

Rekomendasi

1 Paket

Rekomendasi 100%

SASARAN STRATEGIS 4

Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan

Indikator Kinerja

Target Realisasi Kinerja

Jumlah Paket Rekomendasi

Pengendalian Kebijakan Ekonomi

Makro dan Keuangan

1 Paket

Rekomendasi

1 Paket

Rekomendasi 100%

Rata-Rata Capaian Kinerja 100,34%

Presentase rencana realisasi untuk Sasaran Strategis 1 dan 2 masing-masing adalah

101,3% dan 100,06%, sedangkan Sasaran Strategis ketiga mencapai 100% dan Sasaran

Strategis keempat tercapai 100%.

Berdasarkan realisasi tersebut dengan demikian capaian rata-rata atas indikator kinerja

Tahun 2019 adalah sebesar 100,34% merupakan rata-rata penjumlahan dari masing-masing

indikator kinerja dibagi tiga. Dengan demikian status kinerja Deputi Bidang Koordinasi

Ekonomi Makro dan Keuangan untuk sasaran strategis 1, 2, 3 dan 4 berwarna HIJAU,

sebagaimana telah dijabarkan pada subbab Metode Pengukuran dan Kriteria Ukuran

Keberhasilan.

SASARAN STRATEGIS 1 TERCAPAINYA INDEKS KEUANGAN INKLUSIF

SASARAN STRATEGIS 1

Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif

Indikator Kinerja

Target Realisasi Kinerja Memuaskan

Indeks Keuangan Inklusif 75% 76% 101,3%

Page 43: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

29

1) Capaian Tingkat Keuangan Inklusif Tahun 2019

Perpres 82/2016 mentargetkan 75% penduduk dewasa memiliki akses layanan

keuangan formal di tahun 2019. Untuk melakukan pengukuran capaian keuangan inklusif dan

menentukan kebijakan yang tepat dari sisi permintan, dilakukan survei di masyarakat.

Beberapa survei menunjukkan bahwa kondisi keuangan inklusif di Indonesia mengalami

peningkatan signifikan sejak 2016. Hasil Survei OJK di 2019 menunjukkan Indeks Keuangan

Inklusif sebesar 76.19%, sehingga target 2019 telah tercapai. Sebaliknya inklusi keuangan

syariah menurun dari 11,6% pada tahun 2016 menjadi 9% pada tahun 2019. Tren meningkat

juga konsisten dengan angka dari Global Findex, dimana indeks keuangan inklusif pada tahun

2011, 2014, dan 2017 berturut-turut sebesar 19.6%, 36.1%, dan 48.9%.

Peningkatan tersebut disebabkan oleh masifnya program pemerintah yang menyasar

segmen masyarakat yang menjadi fokus target keuangan inklusif seperti pekerja migran dan

keluarganya melalui program penciptaaan ekosistem keuangan di daerah kantong pekerja

migran melalui program Desmigratif (Desa Migran Produktif); masyarakat berpendapatan 40%

terendah melalui program Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai

(BPNT); pengusaha mikro dan kecil melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra

Mikro (UMi); kelompok wanita melalui program PNM Mekaar; kelompok pelajar, mahasiswa

dan pemuda melalui SimPel dan SiMuda; Kelompok Masyarakat Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS) melalui akses keuangan bagi disabilitas; dan Masyarakat yang

tinggal di daerah tertinggal, perbatasan, dan pulau-pulau terluar antara lain melalui program

Bangga Papua.

Sekretariat DNKI bekerjasama dengan Kantar/Intermedia telah melakukan survei

keuangan inklusif Indonesia tahun 2018 yang hasilnya telah diperoleh pada bulan Agustus

2019. Hasil dari survei tersebut sesuai dengan estimasi Sekretariat DNKI pada 2018, yaitu

sebesar 70,3% masyarakat dewasa Indonesia pernah mengakses layanan keuangan formal. Dari

sisi kepemilikan, 55.7% penduduk dewasa Indonesia memiliki akun di lembaga keuangan

formal, dimana porsi laki-laki dan perempuan pemilik akun relatif sama (55.6% perempuan

dewasa dan 55.7% pada pria dewasa). Hal tersebut diperkirakan hasil dari program bantuan

pemerintah nontunai kepada perempuan membantu menekan kesenjangan gender dalam

kepemilikan akun.

Program pemerintah yang menargetkan wilayah pedesaan dan perkotaan juga

berkontribusi terhadap peningkatan kepemilikan akun. Survei SNKI 2018 menunjukkan bahwa

48.9% penduduk dewasa di kawasan perdesaan memiliki akun, dibandingkan dengan 61.2%

penduduk dewasa perkotaan. Di antara 2016 dan 2018, kepemilikan akun hampir dua kali

lipat di wilayah pedesaan, bertumbuh sebesar 24,2 pp, dibanding pertumbuhan 16,4 pp di

wilayah perkotaan.

Page 44: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

30

Salah satu hasil penting dari survei Global Findex tahun 2017 adalah diketahui alasan

mengapa penduduk dewasa tidak memiliki rekening di lembaga keuangan. Sebanyak 72%

menyatakan karena tidak memiliki uang yang cukup, sepertiga dari mereka menyatakan

karena jarak, 32% menyatakan karena biaya administrasi, dan 25% orang menyatakan karena

tidak memiliki dokumen yang dipersyaratkan.

Sebagian temuan tersebut konsisten dengan Survei SNKI 2018 terkait alasan tidak

memiliki rekening, dimana 52.2% responden menyampaikan tidak memiliki cukup uang,

20.5% menyampaikan tidak membutuhkan, 16.3% menyatakan lebih suka uang tunai. Di sisi

lain, berbeda dengan hasil survei Global Findex 2017, Survei SNKI 2018 menunjukkan hanya

3.3% penduduk dewasa yang tidak memiliki akun disebabkan oleh tidak memiliki dokumen

kependudukan yang dipersyaratkan, 2.9% karena jarak kantor lembaga keuangan yang terlalu

jauh, dan 2.6% karena biaya administrasi terlalu tinggi. Hal itu dapat disebabkan oleh

perbedaan jumlah dan lokasi sampel dari kedua survei keuangan inklusif tersebut. Global

Findex 2017 di Indonesia hanya melibatkan 1,000 responden, sedangkan Survei SNKI 2018

sebanyak 6,695 responden.

Global Findex 2017 menyampaikan bahwa terdapat potensi percepatan keuangan

inklusif melalui program yang mendorong adopsi teknologi digital secara lebih masif. 77%

penduduk dewasa memiliki telepon seluler, namun 64% dari mereka belum memiliki rekening

bank; sebanyak 32% penduduk dewasa memiliki akses ke internet; dan sebanyak 35%

penduduk dewasa sudah melakukan pembayaran secara non tunai.

Berkebalikan dengan Global Findex 2017, hasil survei SNKI 2018 menyampaikan bahwa

penduduk dewasa Indonesia yang tidak memiliki akun menunjukan tingkat kesiapan yang

relatif rendah untuk adopsi layanan keuangan digital. Indikator kunci terkait kesiapan

kepemilikan akun, seperti kartu identitas, literasi dasar dan jarak ke lembaga keuangan formal

ditemukan tinggi di kalangan masyarakat yang belum terjamah layanan keuangan formal.

Namun indikator digital seperti kepemilikan ponsel cerdas (30.4%) dan kartu SIM (60.6%),

serta kemampuan menggunakannya seperti bertukar pesan singkat (61.2%), ditemukan

rendah. Mendorong penggunaan pembayaran dan transfer skala mikro serta tabungan sangat

diperlukan untuk mengungkit permintaan kepemilikan akun di antara masyarakat yang saat

ini tidak memilikinya.

Sepanjang semester pertama 2019, Lembaga Perbankan telah mendukung program

Keuangan Inklusif melalui penambahan titik akses layanan keuangan berupa peningkatan

jumlah ATM dan agen bank.

Untuk mengetahui dan melakukan sosislisasi perkembangan mutakhir dari tingkat

Keuangan Inklusif Indonesia, Sekretariat Dewan Nasional Keuangan Inklusif melakukan:

a) Penyelenggaraan diseminasi Survei Nasional Inklusi Keuangan tahun 2018, yang telah

Page 45: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

31

dilaksanakan pada 14 November 2019.

b) Melakukan persiapan Survei SNKI 2019/2020 yang akan dilakukan pada awal tahun

2020. Salah satu perubahan dari Survei 2018 adalah dilakukan penyesuaian kuisioner

(perubahan alur, penyederhanaan materi kuisioner, serta memasukkan lebih banyak

unsur ekonomi/keuangan syariah), dan peningkatan jumlah sampel/responden.

2) Rekomendasi Kebijakan Percepatan Capaian Target Tingkat Keuangan Inklusif

Mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor: 8 Tahun 2016 tentang SNKI yang

mentargetkan 75% penduduk dewasa memiliki akses layanan keuangan formal di tahun 2019,

dan mempertimbangkan potensi percepatan keuangan inklusif melalui adopsi teknologi digital

secara lebih masif, maka dicanangkan strategi percepatan keuangan inklusif berupa:

No Program Kerja Perkembangan

1 Peningkatan Simpanan

Masyarakat

1. Hari Indonesia Menabung ditetapkan pada Agustus 2019

dan Peluncuran Aksi Indonesia Menabung dilaksanakan

pada Oktober 2019.

2. Peningkatan tabungan BSA,termasuk simpanan pelajar

(SimPel) yang signifikan

2 Peningkatan Akses

Pembiayaan Usaha Mikro dan

Kecil

1. Peningkatan akses pembiayaan untuk UMKM melalui KUR,

Mekaar, Bank Wakaf Mikro (BWM), dan Kredit Ultraa

Mikro (UMi).

3 Percepatan Sertifikasi Hak

Properti Masyarakat untuk

Agunan

1. Realisasi penyaluran pembiayaan via Pemberdayaan SHAT;

2. Pendataan surat keterangan kelahiran ternak dan

penggunaannya sebagai salah satu agunan;

3. Surat Keterangan Kelahiran Ternak yang berasal dari

perusahaan breeding sebagai agunan kredit/pembiayaan

UMKM.

4 Peningkatan Layanan

Keuangan Digital dan

Nontunai

1. Di tahun 2019, dari total 542 daerah (prov/kab/kota),

458 kab/kota telah melakukan transaksi nontunai;

2. Proyek percontohan pembukaan rekening tabungan

dengan e-KYC di skala nasional sudah berjalan, namun

pemanfaatan di skala nasional belum terlaksana;

5 Optimalisasi dalam Layanan

Agen Bank

1. Regulasi bersama BI-OJK terkait agen Bank;

2. Kajian tentang pajak reklame agen bank.

Sebagai strategi keuangan inklusif OJK telah mengembangkan beberapa produk tabungan

yang dibutuhkan masyarakat yaitu tabungan Basic Saving Account (BSA), rekening tabungan

tanpa biaya admistrasi, rekening tabungan untuk pelajar (Simpel), dan rekening tabungan

untuk pemuda/mahasiswa (Simuda). Produk-produk tabungan tersebut mempereoleh

tanggapan baik dari masyarakat terlihat dari jumlah penabung dan nilai tabungan yang terus

meningkat, seperti tercermin dari peningkatan rekening simpanan di perbankan dari 276 juta

Page 46: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

32

rekening dengan nilai Rp5.704 triliun pada tahun 2018 menjadi 302 juta rekening dengan

nilai Rp6.043 triliun.

Program SNKI tidak hanya meningkatkan tabungan, tetapi juga meningkatkan

penyaluran pembiayaan untuk UMKM. Pada program kedua ini telah berhasil ditingkatkan

pembiayaan Usaha Mikro dan Kecil, yang berupa KUR, Mekaar, bank wakaf mikro dan kredit

ultra mikro. Dapat dilaporkan realisasi KUR pada tahun 2019 sebesar Rp140,08 triliun dan

diberikan kepada 4,7 juta debitur. Sementara penyaluran pembiayaan mekaar untuk kelompok

wanita telah mencapai 6 juta nasabah/debitur pada tahun 2019, kredit ultra mikro telah

disediakan dana sebesar Rp3 triliun pada tahun 2019.

Program ketiga dilakukan dengan memanfaatkan sertitifkasi aset masyarakat, khususnya

tanah untuk dapat dijadikan agunan oleh usaha mikro dan kecil, dengan nilai kredit masih

relatif kecil sebesar Rp124,6 miliar dengan debitur sebanyak 3.276.

Program keempat terkait dengan Gerakan Non-Tunai yang dikembangkan Bank

Indonesia. Selain itu, program ini juga berfokus pada penggunaan atau adopsi teknologi digital

untuk layanan keuangan.

Pemerintah telah memulai mendorong transaksi non-tunai oleh Pemerintah Daerah. Di

tahun 2019, dari total 542 daerah (prov/kab/kota) sebanyak 458 kab/kota telah melakukan

transaksi non-tunai. Untuk terus mendorong hal ini, di tahun 2020 direncanakan adanya

MoU antara Kementerian Koordinator Perekonomian, Bank Indonesia, dan Kementerian

Dalam Negeri. Selain hal diatas, telah digunakan juga QRIS (Quick Respons Indonesia

standard) untuk meningkatkan transaksi pembayaran non tunai/digital serta menciptakan

interkonesiktas berbagai perusahaan penyelenggara jasa system pembayaran (Go Pay, OVO,

LinkAja, Dana dan lainnya).

Capaian yang dapat dilaporkan adalah telah dilakukan proyek percontohan penggunaan

data e-KTP dan data biometrik dalam proses e-KYC saat pembukan rekening oleh BRI di

Tanjung Pinang dan Bank mandiri di Jakarta. Namun, pemanfaatan di skala nasional belum

terlaksana karena terbatasnya kapasitas akses KTP elektronik dan masih mahalnya biaya

pengadaan peralatan identifikasi biometrik penabung.

Yang kelima adalah Program terkait harmonisasi agen laku pandai bank dari OJK dengan

agen Layanan Keuangan Digital (LKD) dari BI. Memorandum of Understanding {MoU} antara

BI dan OJK terkait sinergi agen laku pandai dan Layanan Keuangan Digital telah

ditandatangani.

Output/hasil koordinasi:

1) Surat nomor B/SNKI/03/SES.DNKI/01/2019 tanggal 23 Januari 2019 tentang

Permintaan Penyampaian Laporan Kinerja Keuangan Inklusif 2018 dan Rencana Kinerja

2019;

Page 47: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

33

2) Surat Nomor SNKI/15/SES.DNKI/03/2019 tanggal 5 Maret 2019 perihal Undangan

Rapat Pembahasan Porgram Kerja Poka I Edukasi Keuangan, Pokja V Perlindungan

Konsumen dan Sekretariat DNKI;

3) Surat Nomor SNKI/16/SES.DNKI/03/2019 tanggal 5 Maret 2019 perihal Undangan

Rapat Pembahasan Porgram Kerja Poka Hak Properti Masyarakat dan Pokja VII

Infrastruktur dan Teknologi Informasi Keuangan;

4) Surat Nomor SNKI/17/SES.DNKI/03/2019 tanggal 5 Maret 2019 perihal Undangan

Rapat Pembahasan Porgram Kerja Poka III Fasilitasi intermediasi, Pokja IV Pelayanan

Keuangan serta Pokja VI Kebijakan dan Regulasi;

5) Surat Nomor SNKI/31/SES.DNKI/06/2019 tanggal 19 Juni 2019 perihal Pembahasan

Program Kerja Harmonisasi Layanan Keuangan Digital (LKD) DAN Laku Pandai (LP)

Tahun 2019;

6) Surat Nomor SNKI/34/SES.DNKI/06/2019 tanggal 25 Juni 2019 perihal Undangan

Rapat pembahasan Pelaksanaan Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai dalam Rangka

Mendukung Pembangunan Manusia dan Kebudayaan;

7) Surat Nomor B/SNKI/45/SES.DNKI/07/2019 tanggal 10 Juli 2019 perihal Permintaan

Data PTSL dan Pemanfaatan Sertipikat untuk Akses Layanan Keuangan secara Periodik;

8) Surat Nomor B/SNKI/81/SES.DNKI/10/2019 tanggal 31 Oktober 2019 perihal

Permintaan Data PTSL dan Pemanfaatan Sertipikat untuk Akses Layanan Keuangan

secara Periodik;

Outcome/dampak :

1) Mempercepat pencapaian target indeks keuangan inklusif Indonesia sebesar 75% di

tahun 2019.

2) Meningkatnya sinergi program dan pelaksanaan rencana aksi keuangan inklusif tahun

2019.

3) Penetapan Hari Indonesia Menabung dan Aksi Indonesia Menabung

Pertumbuhan ekonomi suatu negara didukung oleh tabungan masyarakat, disamping

konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net ekspor. Semakin tinggi tingkat tabungan

masyarakat di suatu negara maka akan menggerakkan roda perekonomian karena

ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk pembangunan dan investasi baik di sektor riil

maupun sektor keuangan. Sementara itu, akses keuangan adalah hak dasar masyarakat untuk

meningkatkan kesejahteraan. Salah satu pemenuhan kebutuhan layanan keuangan yang

paling mendasar adalah melalui kepemilikan rekening di bank atau lembaga keuangan non

bank, sebelum mendapatkan akses layanan keuangan yang lain.

Page 48: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

34

Grafik 3.1. Perkembangan DPK dan MPS serta rasio Saving to GDP Indonesia.

Rasio Gross Saving to GDP Indonesia menunjukkan peningkatan, namun masih relatif

rendah (30.78%) jika dibandingkan China (47%), Singapura (48%), Philipina (44%), Thailand

(31%), dan Middle Income (31%). Dengan kondisi tersebut, maka pemerintah perlu

melaksanakan program nasional untuk mendorong peningkatan tabungan masyarakat.

World Bank merilis data yang menunjukkan 48.9% penduduk dewasa di Indonesia

tahun 2017 telah memiliki rekening di bank, meningkat dari 36,1% di tahun 2014. Untuk

mencapai target 75% tersebut inklusi keuangan harus meningkat 26,1% selama 2 tahun

(2018-2019). Dengan kata lain sekitar 51,53 juta penduduk dewasa yang belum memiliki

akses ke layanan keuangan pada lembaga keuangan formal, harus di-inklusi-kan (asumsi

populasi penduduk berusia 15 tahun ke atas tahun 2019 sebesar 197.438.600, berdasarkan

data BPS).

Sementara itu Sekretariat DNKI mengadakan Survei Nasional Keuangan Inklusif 2018

yang hasilnya dikeluarkan pada tahun 2019 dengan gambaran bahwa 55.7% penduduk

dewasa Indonesia telah memiliki akun di lembaga keuangan formal (ownership) dan 70.3%

dari penduduk dewasa Indonesia pernah menggunakan akun lembaga keuangan formal

(access/usage). Sedangkan berdasarkan hasil survey OJK terkait literasi keuangan didapat

angka literasi Indonesia sebesar 29.66% pada tahun 2016. Untuk mengejar target inklusi

keuangan sebesar 75% di akhir tahun 2019 dibutuhkan tingkat literasi masyarakat yang

tinggi.

Mempertimbangkan butir-butir tersebut, dipandang perlu dilakukan langkah-langkah

strategis yang bersifat massif dan global untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan

layanan dan produk lembaga keuangan, terutama pentingnya menghidupkan budaya

menabung. Diharapkan dengan demikian masyarakat akan semakin paham dan sadar akan

pentingnya menabung bagi dirinya sendiri, keluarga, dan negara, serta pentingnya memiliki

akses ke produk dan layanan keuangan lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

Berdasarkan hal diatas, langkah konkrit yang dilakukan adalah:

0.35

0.35

0.36 0.360.36

0.35920.3634

0.370.37

0.34

0.34

0.35

0.35

0.36

0.36

0.37

0.37

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Perkembangan DPK dan MPS

Giro Tabungan Simpanan Berjangka MPS

28

29

30

31

32

33

34

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

%

Tahun

Rasio Savings to GDP Indonesia

Sumber: BPS dan OJK Sumber: IMF dan World Bank

Page 49: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

35

a) Dilakukan Kampanye Peningkatan Kesadaran Masyarakat terhadap Keuangan Inklusif

Melihat rendahnya tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia, maka diadakan

suatu gerakan yang bersifat masif dan berskala nasional yang akan menggerakkan

seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan tindakan aktif untuk mengakses

keuangan. Diharapkan gerakan ini akan menjadi gerakan aktif yang akan menyasar

kelompok masyarakat dengan populasi yang besar.

Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan keuangan inklusif dan

mendorong mereka melakukan langkah aktif dengan mengakses layanan keuangan

tabungan sebagai akses awal untuk masuk ke layanan keuangan.

b) Penetapan Hari Indonesia Menabung

Hari Indonesia Menabung ditetapkan pada tanggal 20 Agustus 2019 melalui Keputusan

Presiden No. 26 Tahun 2019 tentang Hari Indonesia Menabung. Hari Indonesia

Menabung dirayakan setiap tanggal 20 Agustus. Pemilihan tanggal 20 Agustus

dilakukan karena merupakan hari pertama kampanye gerakan masal menabung

nasional dengan peluncuran Tabungan Pembangunan Nasional (Tabanas) dan Tabungan

Asuransi Berjangka (Taska) pada 20 Agustus 1971.

c) Aksi Indonesia Menabung

Penetapan Hari Indonesia Menabung (HIM) merupakan bagian dari Aksi Indonesia

Menabung. Tujuan dari AIM antara lain:

Mendorong lebih banyak masyarakat yang membuka rekening tabungan atau e-

money registered;

Memberi pengetahuan kepada masyarakat umum untuk sadar dan mengetahui

kegunaan dari rekening yang mereka miliki;

Mendorong masyarakat untuk aktif menggunakan rekening yang mereka miliki.

Segmen sasaran dari AIM adalah Pelajar dan pemuda (melalui produk Simpanan Pelajar/

SimPel dan Simpanan Mahasiswa dan Pemuda/SiMuda); Perempuan; Pekerja; PMI dan

Keluarga; dan Petani dan Nelayan.

d) Aksi Menabung Pelajar

Menindaklanjuti Rekomendasi Implementasi Produk Simpanan Pelajar pada tahun 2018,

DNKI dengan didukung regulasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan

Kementerian Agama, mencanangkan Aksi Menabung Pelajar yang dilaksanakan pada

2019. Latar belakang pelajar menjadi target prioritas keuangan inklusif adalah:

i. Potensi Pelajar sangat besar. Data BPS 2017/2018 jumlah pelajar (PAUD-SMA)

adalah 69,3 juta;

Page 50: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

36

ii. Dengan memperkuat literasi keuangan di kalangan pelajar, kebiasaan menabung

generasi muda akan meningkat. Hal ini menjadi sumber pembiayaan pembangunan,

yang memperkuat ketahanan sistem keuangan;

iii. Jika seluruh pelajar terinklusi keuangan, maka target keuangan inklusif jangka

panjang dapat tercapai;

Program Aksi menabung Pelajar (One Student One Account) terdiri dari:

i. Produk SimPel dan Pengembangannya;

ii. Kerjasama Perbankan (Bank Goes to School);

iii. Roadmap One Student One Account ;

iv. Monitoring dan Evaluasi.

Diharapkan dengan penetapan Hari Indonesia Menabung dan Aksi Indonesia

Menabung, maka akan memperlihatkan keikutsertaaan Pemerintah dalam mendorong

masyarakat untuk menabung, sekaligus menunjukkan pentingnya gerakan menabung sebagai

langkah awal peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, diharapkan Pemerintah ikut

serta aktif membangun budaya menabung di masyarakat sejak dini.

Grafik 3. 2. Perkembangan Tabungan SimPel

Output/hasil koordinasi:

1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2019 Tentang Hari Indonesia

Menabung;

2) Surat Nomor SNKI/18/SES.DNKI/03/2019 tanggal 28 Maret 2019 perihal Permohonan

Audiensi Program Aksi Menabung kepada Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi

Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika;

30,967 211,221 326,123 347,447

3,005,922

9,972,454

17,007,508

21,584,281

0

5,000,000

10,000,000

15,000,000

20,000,000

25,000,000

2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8 T W 3 2 0 1 9

TABUNGAN SIMPEL

Sekolah Rekening

Rp 842,7 M

Nominal

Rp 1,98 T

Rp 6,64 T

Rp 8,76 T

Page 51: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

37

3) Surat Nomor SNKI/58/SES.DNKI/08/2019 tanggal 14 Agustus 2019 perihal Undangan

Rapat Pembahasan Persiapan Perayaan Hari Indonesia Menabung;

4) Surat Nomor B/SNKI/60/SES.DNKI/08/2019 tanggal 15 Agustus 2019 perihal

Permohonan Partisipasi dalam Perayaan Hari Indonesia Menabung kepada gubernur

Sulawesi Selatan;

5) Surat Nomor SNKI/60/SES.DNKI/08/2019 tanggal 12 Agustus 2019 perihal Undangan

Rapat Perayaan Hari Indonesia Menabung;

6) Surat Nomor B/SNKI/61/SES.DNKI/08/2019 tanggal 15 Agustus 2019 perihal

Permohonan Partisipasi dalam Perayaan Hari Indonesia Menabung kepada gubernur

Sulawesi Utara;

7) Surat Nomor B/SNKI/62/SES.DNKI/08/2019 tanggal 15 Agustus 2019 perihal

Permohonan Partisipasi dalam Perayaan Hari Indonesia Menabung kepada Gubernur

Jawa Timur;

8) Surat Nomor SNKI/85/SES.DNKI/09/2019 tanggal 11 September 2019 perihal

Undangan Rapat Persiapan Perayaan Hari Indonesia Menabung;

Outcome/Dampak :

1) Mempercepat pencapaian target indeks keuangan inklusif Indonesia sebesar 75% di

tahun 2019 melalui segmen sasaran SNKI;

2) Memperkuat komitmen dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan seluruh

pihak dalam rangka implementasi Peraturan Presiden Nomor: 82 Tahun 2016 tentang

Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

4) Pilot Penggunaan Data Kependudukan dan Biometrik oleh Penyedia Jasa Keuangan untuk e-

KYC.

Meskipun cakupan kepemilikan identitas digital (e-KTP) di Indonesia hampir mencapai

seluruh penduduk dewasa Indonesia, tidak berlaku demikian untuk ranah inklusi keuangan.

Berdasarkan the Global Findex Database 2017, hanya 49% populasi orang dewasa Indonesia

yang memiliki rekening bank. Contoh di banyak negara berkembang menunjukkan bahwa

Know Your Customer, disingkat KYC, digital telah menjadi penggerak motor inklusi keuangan

dan Indonesia memiliki potensi untuk bisa mengimplementasikan prosedur yang sama dalam

skala besar dikarenakan:

• Sudah tersimpannya data demografi dan biometrik kependudukan secara elektronik;

• Meningkatnya jumlah dan cakupan wilayah jaringan agen jasa keuangan untuk

masyarakat berpendapatan rendah;

• Sudah berjalannya 2 (dua) uji coba solusi KYC digital untuk pembukaan rekening;

• Penggunaan e-KTP untuk otentifikasi bantuan sosial non tunai.

Page 52: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

38

Bagi penyedia jasa keuangan, implementasi KYC digital berpotensi menurunkan biaya,

meningkatkan efisiensi dan kenyamanan bagi nasabah dalam mengakses produk dan jasa

keuangan. Untuk mengupayakan hal tersebut, penyedia jasa keuangan menggunakan berbagai

variasi metode KYC dengan berpijak pada peraturan yang berlaku, contohnya antara lain:

proses KYC manual (berbasis kertas dan tatap muka), ataupun menggunakan alat elektronik

untuk pengambilan data biometrik dengan atau tanpa tatap muka.

Pelaksanaan pilot project dilakukan oleh beberapa pihak seperti:

1. Sekretariat DNKI, yang berperan sebagai manajer proyek;

2. Direktorat Jenderal Dukcapil, Kementerian Dalam Negeri, berperan dalam proses

pemanfaatan data biometrik dan regulasi terkait;

3. BI dan OJK, berperan dalam penyesuaian kebijakan/regulasi terkait dengan regulasi e-

KYC;

4. Pelaku Usaha Jasa Keuangan, sebagai pelaksana lapangan pilot dan penyedia sistem

pendukung penyelenggaraan pilot (agen bank, edc, SoP, pelatihan kepada peserta pilot

project di lapangan;

5. Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang berperan dalam penyediaan jaringan

dalam pelaksanaan pilot.

6. Microsave, sebagai pelaksana studi.

Gambar 3.2. Proses e-KYC

Calon NasabahMembuka RekeningBank

1 2

Staf/ Agen Penyedia Jasa KeuanganMelayani Calon

Nasabah

3

Calon Nasabah Memberikan Nomor NIKdanMelektakkanSidikJari/Memindai

Facial Recognition padaReader

4

Rp

7 6 5

Dukcapil melakukanautentikasi databiometrikdengan basis data KTP-el dan memberikan jawaban YA/TIDAK. Jika YA, Dukcapil akan

mengirimkansebagiandatakependudukan

Form aplikasiterisi sebagian/semua secaraotomatis di sistempenyedia

jasakeuangan

No rekening dihasilkan dan sudah dapat

digunakan olehnasabah

proses matching

Data KTP-elEncrypted

MetodeAutentikasi Pembukaan

Rekening Bank SecaraOnline

Page 53: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

39

Pelaku usaha jasa keuangan yang terlibat adalah Bank BRI dan Bank Mandiri dengan peran

sebagai berikut:

1. Bank BRI

Pembukaan rekening BSA konsep baru menggunakan kolaborasi teknologi face recognition

dan bantuan agen BRIlink. Teknologi face recognition digunakan untuk mengubah metode

verifikasi konvensional. Selain itu, tanda tangan digital digunakan untuk menggantikan

metode tanda tangan konvensional, dan konsep ini menawarkan akses alternatif terhadap

layanan keuangan yang lebih fleksibel daripada kanal perbankan tradisional untuk calon

nasabah. Berikut adalah alur pembukaan rekening BSA dalam konsep baru ini:

Pembukaan Rekening BSA melalui proses digital tidak menghilangkan fungsi tatap muka

secara langsung, dimaka tatap muka diwakilkan oleh Agen Brilink, Face Recognition

berfungsi sebagai proses verifikasi dari sisi Bank untuk membuat rekening BSA.

2. Bank Mandiri

Bank Mandiri akan menggunakan sidik jari sebagai data biometrik yang akan diotentikasi

oleh Ditjen Dukcapil secara daring melalui smart EDC dengan skema sebagai berikut.

Gambar 3.3. Proses e-KYC Bank Mandiri

No Bank Lokasi Jumlah Agen

Target Jumlah

Pembukaan Rekening

Baru

1 Bank Mandiri Bogor, Ciamis,

Jogjakarta, Kediri 15 360

2 Bank BRI

9 kota/kabupaten di

Jawa, Sumatera, NTT,

Sulawesi, dan

Kalimantan.

100 1.000

Konsumen Agen BRIlink (Tatap Muka/KYC) e-KTP Face Recognition (Verifikasi)

Digital Signature atau bisa memilih tanda tangan basah Rekening Tabungan

Elektronik.

Page 54: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

40

Output/hasil koordinasi

a) Surat Nomor T/SNKI/20/SES.DNKI/5/2019 tanggal 26 Mei 2019 tentang Tindak Lanjut

Pilot Project KYC elektronik dengan Memanfaatkan Data Kependudukan kepada

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri;

b) Surat Nomor T/SNKI/21/SES.DNKI/5/2019 tanggal 26 Mei 2019 tentang Tindak Lanjut

Pilot Project KYC elektronik dengan Memanfaatkan Data Kependudukan kepada Direksi

PT BRI (Persero) Tbk;

c) Surat Nomor T/SNKI/22/SES.DNKI/5/2019 tanggal 26 Mei 2019 tentang Tindak Lanjut

Pilot Project KYC elektronik dengan Memanfaatkan Data Kependudukan kepada Direksi

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk;

d) Surat Nomor SNKI/51/SES.DNKI/8/2019 tanggal 14 Agustus 2019 perihal Pembahasan

Strategi Akselerasi Inklusi Keuangan mealui Jaringan Agen Tekfin;

e) Surat Nomor SNKI/93/SES.DNKI/9/2019 tanggal 25 September 2019 perihal Diskusi

dengan Ahli Infrastruktur Identitas Digital dari India;

f) Surat Nomor B/SNKI/04/SES.DNKI/01/2019 tanggal 23 Januari 2019 perihal

Permintaan Data Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) 2015 kepada Deputi Bidang

Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat

Wakil Presiden;

Outcome/dampak :

1) Mempercepat pencapaian target indeks keuangan inklusif Indonesia sebesar 75% di

tahun 2019.

2) Memperkuat komitmen dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan seluruh

pihak dalam rangka implementasi Peraturan Presiden Nomor: 82 Tahun 2016 tentang

Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

3) Mengidentifikasi tantangan, serta mengukur biaya dan waktu yang dibutuhkan dari

proses KYC yang sudah dilakukan dan potensi inovasi untuk proses KYC di masa

mendatang saat pembukaan akun jasa keuangan.

5) Survei Nasional Keuangan Inklusif 2018/2019

Untuk mengukur pencapaian target utama, akhir 2018 hingga awal 2019 Satuan Tugas

Survei dari Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) melakukan survei nasional keuangan

inklusif dengan representasi nasional untuk mengukur akses masyarakat kepada layanan

keuangan formil di Indonesia pada akhir 2018. Survei tersebut dilaksanakan dengan

dukungan dari Bill & Melinda Gates Foundation, Kantar, dan RISE Indonesia.

Peningkatan inklusi keuangan tercermin dari beberapa sumber data dan indikator yang

berbeda. Sumber data ini termasuk survei Global Findex dari Bank Dunia, Survei Nasional

Page 55: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

41

Literasi dan Inklusi Keuangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan program Financial

Inclusion Insights (FII) dari Kantar yang dilaksanakan bekerja sama dengan DNKI. Inklusi

keuangan di Indonesia diukur melalui akses berupa penggunaan layanan keuangan formal

dan kepemilikan akun.

Gambar.3.4. Indikator Keuangan Inklusif (sampai dengan TW III 2019)

Tabel 3.2, Indikator Dimensi Akses SNKI TW III 2019 YTD.

Akses per 100.000 penduduk

dewasaDec-18 Sep-19

Jumlah kantor layanan bank 15.84 15.64 -1.26%

Jumlah mesin ATM 54.95 53.94 -1.85%

Jumlah agen Layanan Keuangan

Digital198.00 194.70 -1.67%

Jumlah agen Laku Pandai 419.00 483.08 15.29%

Perubahan YtD

Page 56: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

42

Tabel 3.3.Indikator Dimensi Akses SNKI TW III 2019 YTD.

Survei SNKI dilaksanakan di 33 provinsi (dikarenakan provinsi Sulawesi Tengah tengah

mengalami bencana tsunami dan likuifaksi, namun sampel tetap mewakili seluruh

Indonesia/34 provinsi), dengan jumlah total sampel sebesar 6.695 responden; pengoleksian

data dilaksanakan oleh 180 enumerator. Hasil Survei Nasional Keuangan Inklusif Tahun 2018

adalah sebagai berikut:

a. 55,7% orang dewasa memiliki akun dan 70,3% pernah menggunakan produk atau jasa

yang ditawarkan oleh lembaga keuangan formal. Pertumbuhan inklusi keuangan akan

dicapai dengan mengubah pengguna produk dan layanan keuangan yang tidak terdaftar

menjadi pemilik akun;

b. Produk dan layanan bank paling banyak digunakan. Selain bank, pemberi pinjaman

multifinance, koperasi dan lembaga keuangan mikro, pergadaian dan penyedia uang

elektronik berbasis seluler adalah kontributor utama akses keuangan;

c. Kepemilikan akun terendah di sektor pertanian dan tertinggi di antara para profesional

dan pegawai pemerintah. Digitalisasi pembayaran bagi pekerja di sektor pertanian dan

informal merupakan sarana penting untuk memperluas inklusi keuangan;

d. Pemilik akun bank sangat aktif; 88,2% menggunakan akun mereka dalam 90 hari

terakhir. Tingginya tingkat penggunaan akun bank menunjukkan bahwa kepemilikan

akun sangat didorong oleh sisi permintaan. Perluasan kepemilikan akun bank

membutuhkan penawaran produk dan jasa, seperti pembayaran mikro uang elektronik,

yang memenuhi kebutuhan konsumen secara lebih beragam;

Penggunaan per 1.000

penduduk dewasaDec-18 Sep-19

Jumlah rekening DPK di bank 1,588.99 1,598.51 0.60%

Jumlah Rekening Tabungan di

Bank*1,376.94 1,450.51 5.34%

Jumlah uang elektronik terdaftar di

agen LKD57.76 423.30 632.81%

Jumlah rekening kredit perbankan 230.47 237.73 3.15%

Jumlah rekening kredit UMKM 75.15 80.23 6.76%

Rasio kredit UMKM terhadap total

kredit (amount)19.27% 19.71% 2.28%

Keterangan: *= Data LPS Sumber: Bank Indonesia, OJK, dan LPS

Perubahan YtD

Page 57: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

43

e. Kepemilikan akun meningkat lebih dari 20 poin persentase dibandingkan dengan 2016.

Keberhasilan elektronifikasi program bantuan pemerintah telah mendorong

pertumbuhan kepemilikan akun. Diperkirakan 38 juta orang dewasa telah menjadi

pemilik akun baru, dimana sebagian besar dari mereka menerima bantuan pemerintah

melalui transfer digital;

f. Proporsi wanita dan pria pemilik akun seimbang. Kesenjangan gender mengecil antara

2016 dan 2018 seiring pertumbuhan kepemilikan akun sebesar 23,9 pp di kalangan

perempuan, dibandingkan dengan 17,3 pp di kalangan laki-laki. Bantuan pemerintah

nontunai kepada kaum perempuan membantu menekan kesenjangan gender dalam

kepemilikan akun;

g. Kepemilikan akun lebih umum di wilayah perkotaan, tetapi tumbuh lebih cepat di

pedesaan. Di antara 2016 dan 2018, kepemilikan akun hampir dua kali lipat di wilayah

pedesaan, bertumbuh sebesar 24,2 pp, dibanding pertumbuhan 16,4 pp di wilayah

perkotaan. Program bantuan pemerintah yang menargetkan daerah pedesaan dan

perkotaan secara merata berkontribusi terhadap peningkatan kepemilikan akun;

h. Kepemilikan akun bertumbuh lebih cepat di antara orang dewasa berpendapatan rendah

dibanding yang berpendapatan lebih tinggi. Jumlah pemilik akun hampir dua kali lipat

di antara orang dewasa yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan. Program

bantuan pemerintah yang menargetkan masyarakat miskin telah menyokong

peningkatan kepemilikan akun;

i. Kepemilikan akun penduduk di luar Jawa lebih tinggi daripada di Jawa. Disparitas

geografi paling tinggi dalam kepemilikan akun adalah antara daerah tertinggal dan

maju, merefleksikan kesenjangan yang cukup besar antara masyarakat di bawah dan

atas garis kemiskinan. Tidak ada perbedaan yang signifikan antar provinsi di wilayah

Timur dan Barat;

j. Kesadaran agen perbankan meningkat drastis setelah 2016, khususnya di wilayah

pedesaan. Penduduk Indonesia menikmati akses agen perbankan yang luas. Masyarakat

di rural lebih sadar lokasi agen bank di banding urban, mengimbangi rendahnya

densitas cabang bank dan ATM di wilayah pedesaan;

k. Pertumbuhan kepemilikan ponsel cerdas mendorong pertumbuhan pembayaran digital.

Penetrasi ponsel cerdas sangat memberi ruang bagi tumbuhnya ekosistem layanan

konsumen berbasis aplikasi piranti lunak, seperti yang disediakan ‘super app’.

Permintaan akan pembayaran nontunai di ekosistem ini sudah semestinya mendorong

kepemilikan akun di kalangan penduduk masyarakat yang belum memilikinya.

Output/hasil Koordinasi

Page 58: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

44

a) Surat Nomor SNKI/08/SES/DNKI/02/2019 tanggal 11 Februari 2019 perihal

Undangan Rapat Tindak Lanjut Hasil Pre-Test Survei Nasional Keuangan Inklusif;

b) Surat Nomor B/SNKI/20/SES/DNKI/04/2019 tanggal 1 April 2019 perihal Undangan

Pelaksanaan Survei Nasional Keuangan Inklusif;

c) Surat Nomor B/SNKI/14/SES.DNKI/03/2019 tanggal 1 Maret 2019 perihal Undangan

Pelatihan Koordinator dan Enumerator Survei Nasional Keuangan Inklusif;

d) Surat Nomor SNKI/105/SES/DNKI/11/2019 tanggal 11 November 2019 perihal

Permohonan menjadi Panelis Pada Peluncuran Hasil Survei Nasional Inklusi Keuangan

Indonesia 2018 kepada Enny Sri Hartati, INDEF;

e) Surat Nomor SNKI/106/SES/DNKI/11/2019 tanggal 11 November 2019 perihal

Permohonan menjadi Panelis Pada Peluncuran Hasil Survei Nasional Inklusi Keuangan

Indonesia 2018 kepada Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia;

f) Surat Nomor SNKI/107/SES/DNKI/11/2019 tanggal 11 November 2019 perihal

Permohonan menjadi Panelis Pada Peluncuran Hasil Survei Nasional Inklusi Keuangan

Indonesia 2018 kepada Deputi Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia;

g) Surat Nomor SNKI/108/SES/DNKI/11/2019 tanggal 11 November 2019 perihal

Undangan Peserta Peluncuran Hasil Survei Nasional Keuangan Inklusif Indonesia 2018;

h) Surat Nomor B/SNKI/09/SES/DNKI/02/2019 tanggal 19 Februari 2019 perihal

Undangan Rapat Pembahasan Materi Pelatihan Survei Nasional Keuangan Inklusif;

i) Surat Nomor T/SNKI/10/SES/DNKI/02/2019 tanggal 19 Februari 2019 perihal

Undangan Rapat Tim Satgas Survei Nasional Keuangan Inklusif;

Outcome/dampak :

1) Mampu mengukur progress inklusi keuangan dan menentukan program yang tepat

sasaran untuk pencapaian target indeks keuangan inklusif Indonesia sebesar 75% di

tahun 2019.

2) Memperkuat komitmen dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan seluruh

pihak dalam rangka implementasi Peraturan Presiden Nomor: 82 Tahun 2016 tentang

Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

6) Peta Akses Layanan Keuangan dan Data Management Information System (DMIS) SNKI

Melihat hasil implementasi program Keuangan Inklusif di beberapa negara seperti

Nigeria, Tanzania, dan India, maka dipandang perlu adanya suatu program untuk melihat

kesiapan Indonesia secara sumber daya dan infrastruktur untuk percepatan keuangan inklusif.

Pemetaan Geospasial berbasis web adalah suatu program yang banyak di aplikasikan untuk

hal ini. Aplikasi ini bertujuan untuk melihat keberadaan titik akses keuangan dan ketersediaan

Page 59: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

45

infrastruktur, yang dapat digunakan sebagai masukan dalam pengambilan keputusan baik

dari sisi pemerintah, regulator, dan pelaku industri.

Dikembangkan bersama Women’s World Banking dan Pulse Lab Jakarta, pengembangan

Peta Akses Layanan Keuangan dimaksudkan agar para perumus kebijakan dapat

meningkatkan akses layanan keuangan secara kuantitas dan kualitas, sehingga pada akhirnya

menunjang peningkatan layanan keuangan secara keseluruhan. Peta interaktif ini

menampilkan sebaran layanan keuangan di seluruh provinsi di Indonesia sampai ke tingkat

kabupaten dan kecamatan serta dapat di overlay dengan layer data demografi dan data kondisi

sosial-ekonomi Indonesia. Peta ini dapat memberikan gambaran yang akurat terkait infomasi-

informasi penting yang dapat digunakan oleh perumus kebijakan dalam perencanaan dan

pembuatan keputusan.

Data yang ditayangkan Peta Akses Layanan Keuangan dikumpulkan dari sejumlah

lembaga pemerintah, seperti Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia (kantor cabang bank,

ATM, dan agen bank), Kementerian Komunikasi dan Informatika (cakupan jaringan 2G, 3G,

dan 4G), Badan Pusat Statistik (data demografi), serta Tim Nasional Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan/TNP2K (PBDT). Data tersebut diolah melalui konversi alamat

titik akses layanan keuangan menjadi koordinat maupun penerjemahan angka ke dalam

visualisasi peta.

DMIS SNKI diinisiasi Sekretariat DNKI untuk menguatkan integritas dan transparansi

manajemen pelaksanaan, pemantauan, pelaporan, dan evaluasi efektivitas pelaksanaan

program dan kebijakan terkait. Ke depannya, mekanisme pelaporan seluruh Pokja dapat

difasilitasi melalui portal ini. Portal ini juga menyediakan analisis detail berbasis spatial

berdasarkan indikator-indikator sosial-ekonomi yang diolah menggunanan data-data

pemerintah. Alat analisis akan membantu perumus kebijakan untuk lebih tajam dan akurat

dalam membuat perencanaan dan kebijakan.

Upaya mewujudkan target utama keuangan inklusif nasional merupakan tanggung

jawab bersama dari seluruh kementerian/lembaga anggota Dewan Nasional Keuangan

Inklusif, yang dijalankan sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Page 60: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

46

Gambar 3.5.

Laman Peta Akses Layanan Keuangan yang memuat lokasi ATM.

Gambar 3.6.

Laman Peta Akses Layanan Keuangan yang memuat lokasi ATM, kantor cabang bank, dan agen bank.

Page 61: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

47

Gambar 3.7. Laman Peta Akses Layanan Keuangan (agen bank dan jaringan telco).

Hal yang akan dilakukan adalah sosialisasi DMIS SNKI dan Peta Akses Layanan

Keuangan pada tahun 2020. DMIS SNKI saat ini dapat diakses melalui website snki.go.id

setelah melakukan login pada http://snki.go.id/dmis/. Sedangkan Peta Akses Layanan

Keuangan dapat diakses melalui http://snki.go.id/dmis/petamap/menu/52.

Gambar 3.8. Laman muka DMIS SNKI

Page 62: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

48

Output/Hasil Koordinasi

a) Surat Nomor SNKI/19/SES.DNKI/03/2019 tanggal 28 Maret 2019 perihal Undangan

Rapat Pemanfaatan Data Agen Bank untuk Peta Keuangan Inklusif Nasional;

b) Surat Nomor SNKI/58/SES.DNKI/08/2019 tanggal 7 Agustus 2019 perihal Permohonan

Bantuan Pengembangan Hosting DENMAS-KUR Dan Mail Server SNKI;

Outcome/Dampak :

1) Mengukur progress inklusi keuangan dan menentukan program yang tepat sasaran

untuk pencapaian target indeks keuangan inklusif Indonesia sebesar 75% di tahun 2019.

2) Memperkuat komitmen dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan seluruh

pihak dalam rangka implementasi Peraturan Presiden Nomor: 82 Tahun 2016 tentang

Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

7) Pilot Project Percontohan Percepatan Keuangan Inklusif

Ekosistem Digital di Desa Tanjung Batu, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur dan Desa

Pegagan Kidul, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Di tahun 2017, 92 juta (49%) penduduk dewasa telah memiliki rekening di lembaga

keuangan formal. Namun, masih terdapat tantangan yang harus dihadapi untuk terus

mendukung peningkatan keuangan inklusif tersebut. Diantara rekening yang telah ada,

terdapat sekitar 30% (27,6 juta rekening) yang tidak aktif (tidak digunakan dalam 12 buIan

terakhir). Survey yang sama juga menunjukkan bahwa 62% dari penduduk yang tidak

memiliki rekening tersebut tinggal di daerah rural dan hampir setengahnya, 45 juta,

menabung secara semi-formal atau lainnya.

Salah satu sektor yang disasar oleh pemerintah adalah nelayan dan pembudidaya

di Indonesia. Secara jumlah, potensi nelayan dan pembudidaya termasuk besar yaitu

1.364.377 nelayan dan 1.621.145 pembudidaya (Kementerian Kelautan dan Perikanan;

2019). Kelompok nelayan dan pembudidaya juga termasuk ke dalam kelompok segmen

sasaran Keuangan lnklusif yang masih rendah. Adapun ciri kelompok tersebut adalah

angkatan kerja dengan usia penduduk 15 tahun ke atas dan hanya menyelesaikan pendidikan

dasar atau tidak menempuh pendidikan sama sekali. Segmen nelayan yang disasar berlokasi di

Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Timur dan merupakan binaan ARUNA. Mereka akan dibina

dan diberikan penyaluran KUR melalui BRI dengan akses layanan agen bank.

Sektor lain yang disasar adalah Pekerja Migran Indonesia di Cirebon. Pilot project ini

akan mengaplikasikan program edukasi keuangan dan penciptaan ekosistem pemanfaatan

produk dan jasa keuangan formal untuk di satu desa dimana terdapat program pemerintah

yang sudah berjalan dari Kemenaker (Desa Migran Produktif) dan/atau BNP2TKI (Komunitas

Keluarga Buruh Migran). Sampai dengan 2018, terdapat lebih dari 250 desa dari lokasi

Page 63: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

49

program Desmigratif dan 49 desa dari lokasi program KKBM. Pilot project ini akan menyasar

calon Pekerja Migran Indonesia (PMI), keluarga PMI, dan PMI Purna.

Kegiatan yang dilakukan antara lain:

1. Peningkatan literasi keuangan nelayan dan keluarga

Sebelum mendapatkan akses terhadap produk dan jasa keuangan formal, khususnya

kredit, para nelayan ARUNA atau Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya harus

memiliki literasi keuangan yang baik. Hal ini sangat diperlukan untuk membantu

mereka dalam memilih dan menggunakan produk dan jasa keuangan sesuai kebutuhan

mereka. Pengelolaan keuangan yang baik juga dibutuhkan untuk membantu target

segmen dapat mengelola pendapatan dan pengeluaran dengan baik dan sesuai

kebutuhan, agar dapat mengembalikan pinjaman KUR. Dengan demikian, nelayan

dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Adapun program peningkatan literasi keuangan dimulai dengan melakukan baseline

survey dan needs assessment. Sebagai tahap awal, dua kegiatan ini akan memberikan

gambaran secara khusus mengenai literasi keuangan nelayan, kebutuhan spesifik

mereka terhadap produk dan jasa keuangan formal, identifikasi pelatih literasi

keuangan yang cocok untuk nelayan dan keluarga, serta tingkat literasi keuangan calon

pelatih. Selain itu, needs assessment juga akan memberikan gambaran titik akses,

produk dan jasa keuangan yang telah ada di sekitar target segmen, dukungan

aparat desa dan tokoh masyarakat terhadap kegiatan literasi keuangan, peran

tim dalam peningkatan literasi dan lain sebagainya.

Adapun metode yang digunakan adalah pengumpulan data statistik, diskusi kelompok,

wawancara mendalam dan observasi langsung. Setelah data dikumpulkan, tim S-

DNKI akan melakukan analisa dan mengembangkan modul literasi keuangan yang

tepat. Modul ini akan merefleksikan situasi dan kebutuhan spesifik dari target segmen

calon penerima kredit dan keluarganya. Modul ini akan diajarkan terlebih dahulu

kepada pelatih literasi keuangan yang telah teridentifikasi. Modul dimaksud juga

akan dilengkapi dengan alat peraga sesuai kebutuhan pelatih literasi, nelayan dan

keluarga. Topik-topik literasi keuangan yang akan dimasukkan ke modul ini dapat

diketahui secara spesifik setelah analisa dilakukan.

Selanjutnya, tim S-DNKI melakukan Training of Trainers (ToT) kepada pelatih literasi

keuangan yang telah terpilih. Sesudah ToT, para pelatih akan melakukan pelatihan

langsung kepada kelompok-kelompok nelayan dan keluarga yang juga akan didampingi

oleh Tim S-DNKI. Kedepannya, para pelatih diharapkan dapat secara mandiri

melakukan pelatihan kepada kelompok-kelompok target segmen lainnya dan tidak

Page 64: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

50

tergantung kepada Tim S-DNKI. Hal ini akan membantu ketika ingin mereplikasikan

pelatihan ini ke lokasi lainnya.

2. Peningkatan akses dan penggunaan produk keuangan

Peningkatan akses terhadap produk dan jasa keuangan akan terjadi melalui

pembukaan rekening KUSUKA dan pemberikan KUR kepada nelayan dan PMI. Dengan

program literasi keuangan yang tepat, diharapkan nelayan dan keluarganya dapat

meningkatkan penggunaan kartu KUSUKA (debit) yang akan mereka terima.

Penggunaannya diharapkan tidak terbatas pada penarikan tunai akan tetapi juga

transaksi non- tunai lainnya seperti transfer, pembayaran tagihan listrik/air/pajak,

pembelian pulsa, pembelian barang kebutuhan dan lain sebagainya.

Selain itu, dengan sosialisasi dan edukasi yang tepat, kelompok target segmen juga

memiliki kesempatan untuk meningkatkan akses terhadap produk dan jasa keuangan

lain sesuai kebutuhan mereka. Tim S-DNKI, berkoordinasi dengan pelaksana lapangan,

juga akan memperkenalkan produk dan jasa keuangan lainnya yang relevan untuk

target segmen dan keluarganya dengan mengacu pada hasil analisa baseline survey

dan needs assessment.

Output/hasil Koordinasi

a) Surat Nomor SNKI/102/SES.DNKI/11/2019 tanggal 6 November 2019 perihal

Undangan Acara Peluncuran Proyek Percontohan Percepatan Keuangan Inklusif di Desa

Pegagan Kidul, Kabupaten Cirebon;

b) Surat Nomor SNKI/119/SES.DNKI/11/2019 tanggal 6 November 2019 perihal

Undangan Acara Peluncuran Proyek Percontohan Percepatan Keuangan Inklusif di Desa

Tanjung Batu, Kabupaten Berau;

c) Surat Nomor T/SNKI/08/SES.DNKI/02/2019 tanggal 12 Februari 2019 perihal

Permohonan Rekomendasi Tindak Lanjut Pilot Project Keuangan Inklusif Segmen Pelaku

Usaha Kelautan dan Perikanan kepada Sekretariat Jenderal, Kementerian Kelautan dan

Perikanan

Outcome/dampak :

1) Mempercepat pencapaian target indeks keuangan inklusif Indonesia sebesar 75% di

tahun 2019;

2) Memperkuat komitmen dan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan seluruh

pihak dalam rangka implementasi Peraturan Presiden Nomor: 82 Tahun 2016 tentang

Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

Page 65: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

51

8) Penyelenggaraan Indonesia Financial Inclusion Forum (IFIF)

Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya terhadap inklusi keuangan melalui

berbagai program dalam mendorong inklusi keuangan yang telah berjalan cukup lama.

Dimulai lebih dari tiga dekade lalu, ketika Pemerintah Indonesia memulai program untuk

menyediakan tabungan dan kredit bagi petani dan rumah tangga miskin. Hal tersebut

dipertegas dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No.82 Tahun 2016 tentang Strategi

Nasional Keuangan Inklusif. Melalui Perpres tersebut, Pemerintah menguatkan komitmennya

untuk mencapai inklusi keuangan melalui strategi bersama dan terpadu yang melibatkan

berbagai pemangku kepentingan terdiri dari kementerian, lembaga, Pemerintah Daerah,

badan usaha, dan pihak-pihak lainnya di bawah koordinasi Dewan Nasional Keuangan

Inklusif (DNKI).

Sejak pembentukannya, DNKI telah fokus pada upaya pembukaan akses untuk segmen

masyarakat yang belum tersentuh atau memiliki keterbatasan terhadap layanan jasa keuangan

di Indonesia, melalui berbagai program diantaranya: penyaluran bantuan sosial secara

nontunai/elekronifikasi bantuan sosial; pengembangan penyaluran Kredit Usaha Rakyat

(KUR); dan inisiasi produk layanan keuangan untuk segmen tertentu. Hasil yang telah dicapai

menunjukkan tren peningkatan indeks keuangan inklusif. Meskipun demikian, pencapaian ini

tidak menandai akhir dari upaya inklusivitas, dimana masih terdapat banyak ruang inovasi

dalam rangka meningkatkan tingkat inklusi keuangan lebih jauh lagi.

Tahun 2019 merupakan momentum yang tepat diselenggarakannya Indonesia Financial

Inclusion Forum (IFIF) karena pada akhir tahun ini target keuangan inklusif Indonesia telah

ditetapkan sebesar 75%, selain itu juga merupakan tahun berakhirnya Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, sehingga perlu dilakukan review terhadap

progres yang telah dicapai dan kendala yang dihadapi di tahun-tahun sebelumnya, posisi pada

saat ini, serta peluang dan tantangan yang ada di masa mendatang. Seiring dengan akan

terbentuknya pemerintahan baru di akhir tahun 2019 dan penyusunan RPJMN 2020-2024.

Dalam pelaksanaan program-programnya, DNKI juga bekerja sama dengan berbagai

mitra pembangunan, termasuk dengan Bank Dunia. mMlalui Financial Inclusion Support

Framework (FISF) yang diprakarsai pada tahun 2013, Bank Dunia menyediakan kerangka

dukungan yang bertujuan untuk mempercepat dan meningkatkan efektivitas reformasi dan

program-program di beberapa negara, termasuk Indonesia, untuk mencapai tujuan inklusi

keuangan nasional. Dengan berakhirnya FISF pada tahun 2019, melalui kegiatan ini, Forum

juga dapat terinfokan mengenai capaian dan progres yang telah dilakukan melalui dukungan

FISF terhadap upaya inklusi keuangan di Indonesia.

Page 66: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

52

DNKI menjadi tuan rumah IFIF 2019 pada 25 September 2019. Forum mempertemukan

para pembuat kebijakan terkemuka, perwakilan dari lembaga pemerintah, mitra

pembangunan, industri jasa keuangan, dan akademisi.

Dua puluh pembicara nasional dan internasional dari Amerika Serikat, Belanda, India,

Singapura, dan Malaysia, yang memiliki keahlian dalam masalah keuangan inklusif berbagi

pengetahuan mereka dan mendiskusikan pelajaran yang muncul dari inovasi dalam program

pemerintah, penggunaan teknologi, dan perlindungan konsumen, untuk mendorong inklusi

keuangan ke depan Indonesia. Lebih dari 300 peserta hadir.

IFIF juga berfungsi sebagai media untuk meninjau kemajuan NFIS dan untuk

mengidentifikasi solusi dan inovasi yang diusulkan dalam menangani peluang dan tantangan

untuk agenda inklusi keuangan pasca 2019. Adapun kegiatan IFIF mengusung tema Ïnovasi

untuk Mendorong Inklusi Keuangan, serta memiliki tujuan sebagai berikut :

a. Memperkuat dan memperluas jaringan multi-sektoral pembuat kebijakan dan praktisi

inklusi keuangan, dan untuk memberikan informasi terkini tentang pekerjaan DNKI

untuk mempercepat inklusi keuangan di Indonesia. Dengan demikian, diharapkan

semua pemangku kepentingan dapat memiliki pemahaman yang sama dan lebih

komprehensif;

b. Memberikan masukan untuk agenda kebijakan dan untuk mempertajam strategi

pelaksanaan dalam mendorong inklusi keuangan yang lebih baik ke depan; dan

c. Belajar dari praktik terbaik global tentang inovasi untuk mempercepat inklusi keuangan.

Output/Hasil Rekomendasi:

1. Keuangan inklusif untuk mencapai tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan sosial.

Program-program yang dilakukan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan kelompok

sasaran di bagian bawah piramida.. Berdasarkan data OJK, angka literasi keuangan di

Indonesia masih sangat rendah. Masalah ini juga menjadi salah satu prioritas yang harus

ditangani di SDNKI. Seringkali tantangannya adalah mengubah pola perilaku/kerangka

berpikir mereka untuk mengakses lembaga keuangan formal dan bukan lembaga

informal.

2. Pemerintah memainkan peran penting dalam mendorong distribusi, konektivitas, dan

data. Indonesia harus memikirkan bagaimana strategi unicorn dapat melakukan

distribusi yang baik, sehingga ada banyak cara dapat dilakukan oleh sektor swasta.

Pemerintah juga harus menggunakan data, mengumpulkan informasi, beradaptasi

dengan teknologi baru, dan membantu membangun ekosistem digital. Selanjutnya

adalah pemantauan dan dukungan sebagai upaya untuk meningkatkan inklusi

keuangan. Selanjutnya, melindungi konsumen dan menciptakan ekosistem yang

mendukung. Ini bukan tindakan satu kali, tetapi upaya bersama yang berkelanjutan.

Page 67: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

53

3. Diperlukan sinergi antar pemangku kebijakan untuk membuat implementasi berbagai

program efektif dalam mencapai target inklusi keuangan.

Data Dukung :

a) Surat Nomor SNKI/88/SES.DNKI/08/2019 tanggal 30 Agustus 2019 perihal Undangan

Indonesia Financial Inclusion Forum (IFIF) 2019;

b) Surat Nomor SNKI/71/SES.DNKI/08/2019 tanggal 30 Agustus 2019 perihal

Permohonan Panelis kepada Mr. Hendra Tan untuk kegiatan Indonesia Financial

Inclusion Forum (IFIF) 2019;

c) Surat Nomor SNKI/72/SES.DNKI/08/2019 tanggal 30 Agustus 2019 perihal

Permohonan Panelis kepada Mr. Harish Natarajan untuk kegiatan Indonesia Financial

Inclusion Forum (IFIF) 2019;

d) Surat Nomor SNKI/73/SES.DNKI/08/2019 tanggal 30 Agustus 2019 perihal

Permohonan Panelis kepada Mr. Emilio Hernandez untuk kegiatan Indonesia Financial

Inclusion Forum (IFIF) 2019;

e) Surat Nomor SNKI/75/SES.DNKI/08/2019 tanggal 30 Agustus 2019 perihal

Permohonan Panelis kepada Mr. Greeta Bull untuk kegiatan Indonesia Financial

Inculsion Forum (IFIF) 2019.

SASARAN STRATEGIS 2 TERCAPAINYA TARGET PENYALURAN KUR

SASARAN STRATEGIS 2

Tercapainya Target Penyaluran KUR.

Indikator Kinerja

Target Realisasi Kinerja Memuaskan

Target Penyaluran KUR Rp. 140 Triliun Rp. 140,08 T 100,06%

Sebagaimana telah disebut dimuka bahwa Usaha skala Mikro, Kecil, dan Menengah

(UMKM) merupakan sektor yang menopang perekonomian Indonesia. Hal ini mendorong

Pemerintah untuk terus menciptakan dan mendukung program pemberdayaan ekonomi

berbasis kerakyatan agar mampu tumbuh menjadi usaha yang berkelanjutan dengan skala

usaha yang lebih besar.

Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program prioritas dalam mendukung

kebijakan pemberian kredit/pembiayaan modal kerja kepada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah untuk meningkatkan daya saing dan memperluas akses pembiayaan bagi pelaku

UMKM.

Page 68: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

54

Pada tahun 2019, Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM telah menetapkan target

penyaluran KUR sebesar 140 triliun dengan porsi penyaluran sektor produksi sebesar minimal

60% dari total penyaluran. Tingkat suku bunga KUR tahun 2019 yaitu tetap sebesar 7% efektif

per tahun. Subsidi bunga KUR tahun 2019 pada masing-masing skema sama dengan tahun

2018 yaitu KUR Mikro sebesar 10,5%, KUR Kecil 5,5%, dan KUR Penempatan TKI 14%.

Penyaluran KUR masih diprioritaskan pada sektor produksi yaitu sektor ekonomi di luar sektor

perdagangan. Adapun target penyaluran KUR di sektor produksi tahun 2019 sebesar minimal

60% dari total penyaluran KUR.

Tabel 3.4. Progress Penyaluran KUR Tahun 2019.

Penyaluran KUR sampai dengan 31 Desember 2019 sudah mencapai Rp 140,08 triliun

(100,06% dari target tahun 2019 sebesar Rp140 triliun) kepada 4.729.380 debitur. Total

realisasi penyaluran KUR dari Agustus 2015 sampai dengan 31 Desember 2019 sebesar Rp

473,39 triliun kepada 18,61 juta debitur dengan outstanding sebesar Rp 153,18 triliun, dan

NPL 1,06% dengan rincian NPL KUR Mikro 1,58%, KUR Kecil 0,58%, dan KUR Penempatan

TKI 2,17%.

Gambar 3.9. Penyaluran KUR berdasarkan skema.

Page 69: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

55

Tabel 3.5. Akumulasi Penyaluran KUR

Tabel 3.6. Penyaluran KUR berdasarkan sektor ekonomi.

Penyaluran KUR masih didominasi untuk skema KUR Mikro (63,21%) diikuti dengan

skema KUR Kecil (36,37%) dan KUR TKI (0,42%). Kinerja ini menunjukkan keberpihakan

pemerintah terhadap pemerataan akses pembiayaan untuk usaha kecil.

Output/Hasil koordinasi:

a. Realisasi Penyaluran KUR Menurut Sektor Ekonomi

Porsi penyaluran KUR menurut Sektor Ekonomi sampai dengan 31 Desember 2019 di

Dominasi Oleh sektor Perdagangan sebesar 48%, kemudian disusul sektor Pertanian,

Perburuan dan Kehutanan sebesar 26%, Sektor Industri Pengolahan sebesar 8%, Sektor

Pariwisata sebesar 8%, dan lain-lain.

b. Realisasi Penyaluran KUR Menurut Provinsi

Berdasarkan sebaran wilayah, penyaluran KUR selama tahun 2019 tertinggi masih

didominasi oleh wilayah Jawa, yaitu Jawa Tengah (Rp 24,54 triliun), Jawa Timur (Rp

24,49 triliun), dan Jawa Barat (Rp 17,58 triliun). Sedangkan di luar pulau Jawa, sebaran

penyaluran KUR yang tinggi adalah di Provinsi Sulawesi Selatan (Rp 8,13 triliun),

Sumatera Utara (Rp 5,88 triliun), dan Bali (Rp 5,39 triliun).

Page 70: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

56

Tabel 3.7. Penyaluran KUR berdasarkan penyalur.

c. Realisasi Penyaluran KUR Menurut Penyalur KUR

Kinerja penyaluran KUR 1 Januari 2019 sampai dengan 31 Desember 2019

menunjukkan tren capaian yang positif. Penyaluran KUR tertinggi dicapai oleh BRI (Rp

87,90 T); Bank Mandiri (Rp 24,99 T); BNI (Rp 17,76 T) dan BTN (Rp 91 M). Sedangkan

untuk kinerja penyaluran Bank Umum Swasta (Rp 2,17 T), BPD (Rp 6,8 T), Perusahaan

Pembiayaan (Rp 313 M) dan Koperasi (Rp 38 M).

d. Realisasi penyaluran KUR di sektor produksi

Porsi penyaluran KUR sektor produksi (pertanian, perikanan, industri, konstruksi,

pariwisata dan jasa-jasa) tahun 2019 sampai dengan 31 Desember 2019 sebesar 51,57%

(dari target yang ditetapkan sebesar 60%).

Gambar 3.9. Penyaluran KUR berdasarkan sektor.

Outcome/Dampak :

a) Mendorong tercapainya penyaluran KUR sektor produksi sesuai dengan target yang

ditetapkan Komite Kebijakan pembiayaan bagi UMKM.

b) Meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR kepada usaha produktif.

c) Mempercepat pengembangan skala usaha UMKM produktif melalui KUR.

1. Rekomendasi Optimalisasi Penyaluran KUR sektor Produksi melalui Fasilitasi dan sosialisasi

penyaluran KUR di daerah Sentra-Sentra Produksi

Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi %

1 PT. BRI (Persero) 75,710 75,710 100.00% 12,039 12,009 99.75% 222 181 81.61% 87,971 87,900 99.92%2 PT. Bank Mandiri (Persero) 1,850 1,845 99.76% 23,125 23,121 99.98% 25 25 99.83% 25,000 24,991 99.97%3 PT. BNI (Persero) 2,000 1,945 97.26% 15,500 15,506 100.04% 500 308 61.60% 18,000 17,760 98.67%4 PT. BTN (Persero) 2 1 61.18% 118 90 76.23% - - 0.00% 120 91 76.01%5 Bank Umum Swasta 647 546 84.46% 1,635 1,580 96.60% 130 44 33.71% 2,412 2,170 89.96%6 Bank Pembangunan Daerah 632 528 83.52% 6,798 6,298 92.64% 4 - 0.00% 7,434 6,826 91.82%7 Perusahaan Pembiayaan - - 0.00% - - 0.00% 350 313 89.31% 350 313 89.31%8 Koperasi Simpan Pinjam 41.00 34.65 84.50% 8 3.20 42.69% - - 0.00% 49 38 78.04%

TOTAL 80,881 80,610 99.66% 59,224 58,608 98.96% 1,231 871 70.72% 141,336 140,088 99.12%

KUR Mikro KUR KecilNo Penyalur

KUR Penempatan TKI Total

Page 71: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

57

Dalam rangka memberikan kemudahan pemberian kredit kepada UMKM khususnya di sektor

produksi yaitu sektor pertanian, perburuan dan kehutanan; sektor kelautan dan perikanan; sektor

industri pengolahan; sektor kontruksi dan sektor jasa produksi, maka Komite Kebijakan telah

menetapkan porsi penyaluran minimum KUR di sektor produksi yaitu sebesar 60%.

Salah satu kebijakan untuk optimalisasi penyaluran KUR di sektor produksi tersebut

adalah dengan disusunnya skema KUR Khusus yang merupakan KUR yang diberikan kepada

kelompok yang dikelola secara bersama dalam bentuk klaster dengan menggunakan mitra

usaha untuk komoditas perkebunan rakyat dan peternakan rakyat serta perikanan rakyat

dengan plafon kredit paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) setiap

individu anggota kelompok.

Dalam rangka optimalisasi penyaluran KUR Khusus dan sesuai amanat Peraturan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Nomor 11 Tahun 2017 sebagaimana telah diubah dalam

Permenko Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR),

Komite Kebijakan juga telah menyusun Pedoman Pelaksanaan Teknis Kredit Usaha Rakyat

Khusus. Pedoman tersebut berisi ringkasan analisa kredit/pembiayaan di masing – masing

sektor KUR Khusus. Penyalur KUR dapat menggunakan pedoman tersebut sebagai acuan dalam

penyaluran KUR Khusus. Selain itu, berdasarkan Permenko 11 Tahun 2017 sebagaimana

diubah dalam Permenko 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR, sektor garam

rakyat telah masuk dalam sektor produksi.

Memperhatikan kebutuhan kredit/pembiayaan untuk UMKM di sektor peternakan

rakyat, perikanan rakyat, dan garam rakyat yang masih cukup tinggi namun minat perbankan

dalam menyalurkan kredit/pembiayaan di sektor ini masih relatif rendah, maka perlu

didorong pemberian KUR di sektor peternakan rakyat, perikanan rakyat, dan garam rakyat.

Salah satu upaya pemerintah dalam mendorong penyaluran KUR di sektor peternakan rakyat,

perikanan rakyat, dan garam rakyat ini adalah dengan mendorong keterlibatan pemerintah

daerah serta lembaga terkait untuk mendukung perbankan dalam penyaluran KUR di sektor

peternakan rakyat, perikanan rakyat, dan garam rakyat. Untuk KUR peternakan rakyat,

Pemerintah telah melaksanakan kegiatan ”Sinergi Aksi KUR Khusus Peternakan Rakyat”

dimana pemerintah daerah melalui Badan Usaha Milik Petani (BUMP) menjadi offtaker bagi

peternak lokal. Selain itu, dibangun pula kandang komunal yang merupakan salah satu bentuk

Corporate Social Responsibility (CSR) dari Penjamin KUR.

Dalam rangka percepatan penyaluran KUR sektor peternakan rakyat, perikanan rakyat,

dan garam rakyat serta memperhatikan masih rendahnya sosialisasi skema KUR di sektor

peternakan rakyat, perikanan rakyat, dan garam rakyat, maka perlu disusun suatu acara yang

dapat memberikan efek yang cukup masif yaitu penyaluran KUR sektor peternakan rakyat,

Page 72: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

58

perikanan rakyat, dan garam rakyat yang dihadiri oleh Presiden RI. Dalam kesempatan

tersebut, Presiden RI diundang untuk hadir dan menyerahkan penyaluran KUR sektor

peternakan rakyat, perikanan rakyat, dan garam rakyat di lokasi utama penyaluran KUR sektor

peternakan rakyat, perikanan rakyat, dan garam rakyat. Selain di lokasi utama tersebut, pada

kesempatan tersebut juga disalurkan secara serentak KUR sektor peternakan rakyat, perikanan

rakyat, dan garam rakyat di 6 lokasi lainnya. Pada lokasi-lokasi tersebut, juga dilakukan acara

pendukung dalam rangka mensosialisasikan skema KUR di sektor peternakan rakyat,

perikanan rakyat, dan garam rakyat.

Output/Hasil Koordinasi:

Sekretariat komite kebijakan melakukan kegiatan fasilitasi penyaluran KUR sektor

produksi di beberapa daerah yang dihadiri langsung oleh bapak Menko Perekonomian dan

Presiden diantaranya:

Penyaluran KUR Peternakan Rakyat, di lokasi utama Pujon, Malang Jawa Timur dan

paralel di 5 lokasi lainnya: Magelang, Garut, Lampung Tengah, Sinjai dan Sumba Timur.

Penyaluran KUR Ketahanan Pangan di Tasikmalaya.

Penyaluran KUR Perikanan Rakyat di lokasi utama Demak, Jawa Tengah dan paralel di 5

lokasi lainnya: OKU Timur, Cirebon, Kolaka, Mataram, Lamongan.

Penyaluran KUR Garam Rakyat di lokasi utama Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur dan

pararel di 5 lokasi lainnya: Indramayu, Rembang, Jeneponto, Kupang, dan Bima

Penyaluran KUR Sektor Pariwisata di Kabupaten Banyuwangi provinsi Jawa Timur

Penyaluran KUR Peternakan Rakyat di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan

Data Dukung

a) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor B/KUR/73/

D.I.M.EKON/03/2019 tentang Permohonan Penyelenggaraan Penyaluran KUR

Perikanan Rakyat kepada Direktur Utama PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.

b) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor B/KUR/75/

D.I.M.EKON/03/2019 tentang Permintaan Dukungan Fasilitasi dan Koordinasi Acara

Penyaluran KUR Perikanan Rakyat kepada Bupati Cirebon.

c) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor B/KUR/77/

D.I.M.EKON/03/2019 tentang Permintaan Dukungan Fasilitasi dan Koordinasi Acara

Penyaluran KUR Perikanan Rakyat kepada Bupati Ogan Komering Ulu Timur.

d) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor B/KUR/78/

D.I.M.EKON/03/2019 tentang Permintaan Dukungan Fasilitasi dan Koordinasi Acara

Penyaluran KUR Perikanan Rakyat kepada Walikota Mataram.

Page 73: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

59

e) Laporan pelaksanaan kegiatan penyaluran KUR Peternakan Rakyat, di lokasi utama

Pujon, Malang Jawa Timur dan paralel di 5 lokasi lainnya: Magelang, Garut, Lampung

Tengah, Sinjai dan Sumba Timur.

f) Laporan pelaksanaan kegiatan Penyaluran KUR Ketahanan Pangan di Tasikmalaya.

g) Laporan pelaksanaan kegiatan Penyaluran KUR Perikanan Rakyat di lokasi utama

Demak, Jawa Tengah dan paralel di 5 lokasi lainnya: OKU Timur, Cirebon, Kolaka,

Mataram, Lamongan.

h) Laporan pelaksanaan kegiatan penyaluran KUR Garam rakyat di lokasi utama Kabupaten

Pamekasan, Jawa Timur dan paralel di 5 lokasi lainnya, yaitu: Indramayu, Rembang,

Kupang, dan Bima.

i) Laporan pelaksanaan kegiatan sosialisasi KUR di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur.

j) Laporan pelaksanaan kegiatan sosialisasi KUR di Kota Malang Jawa Timur.

Outcome/dampak :

a) Optimalisasi penyaluran KUR di sektor peternakan rakyat, perikanan rakyat, dan garam

rakyat.

b) Meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap skema KUR di sektor peternakan

rakyat, perikanan rakyat, dan garam rakyat.

2. Rekomendasi kebijakan terkait perluasan penerima KUR melalui Peraturan Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua

Permenko Nomor 11 Tahun 2017 tentang pedoman pelaksanaan KUR

Dalam rangka memperluas pelaksanaan KUR dan mendorong pertumbuhan dan

pemerataan ekonomi maka perlu dilakuan perluasan penerima manfaat KUR. Perluasan

penerima kredit usaha rakyat diberikan kepada Pensiunan PNS, anggota TNI/Polri dan/atau

PNS, TNI/Polri yang akan memasuki masa pensiun serta penambahan skema pembiayaan

sesuai dengan akad syariah. Komite Kebijakan Pembiayaan UMKM telah melakukan revisi

peraturan Permenko Nomor 11 Tahun 2017 tentang pedoman pelaksanaan KUR dengan

menambahkan penerima kredit usaha rakyat kepada Pensiunan PNS, anggota TNI/Polri

dan/atau PNS, TNI/Polri yang akan memasuki masa pensiun serta penambahan skema

pembiayaan sesuai dengan akad syariah. Pada tanggal 30 Juli 2019 diundangkan Peraturan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua

Permenko Nomor 11 Tahun 2017 tentang pedoman pelaksanaan KUR.

Capaian Output/hasil Koordinasi:

Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2019 tentang

Perubahan Kedua Permenko Nomor 11 Tahun 2017 tentang pedoman pelaksanaan KUR.

Outcome/dampak :

Page 74: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

60

a) Optimalisasi kebijakan pembiayaan bagi UMKM khususnya KUR.

b) Memperluas penerima KUR.

c) Meningkatkan pengembangan skala usaha UMKM.

3. Rekomendasi kebijakan terkait restrukturisasi kredit untuk debitur KUR terdampak gempa

di Sulawesi Tengah

Sesuai dengan Keputusan Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM

tanggal 27 Desember 2018 serta menindaklanjuti Keputusan Dewan Komisioner OJK nomor

33/KDK.03/2018 tentang Penetapan Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Sigi di

Provinsi Sulawesi Tengah sebagai daerah yang memerlukan perlakuan khusus terhadap kredit

atau pembiayaan bank, maka komite kebijakan perlu melakukan relaksasi terhadap debitur

KUR terdampak gempa. Sebagai upaya meminimalkan beban yang ditanggung oleh debitur

KUR berdampak bencana alam, maka Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM memberikan

kebijakan restrukturisasi KUR sebagai berikut:

1) Besaran suku bunga KUR tetap sebesar 7% efektif per tahun.

2) Penambahan plafon KUR terhadap debitur terdampak bencana

3) Jangka waktu perpanjangan terhadap debitur terdampak bencana.

4) Kebijakan resturkturisasi terhadap debitur KUR yang terdampak bencana alam hanya

dapat dilakukan kepada debitur KUR dengan kolektibilitas terkahir lancar (kol – 1)

sampai dengan kolektibilitas kurang lancar (kol – 3).

5) Memperhatikan bencana di Sulawesi tengah menyebabkan sebagian besar agunan

tambahan atas KUR hilang dan/atau berpindah posisi sehingga tidak sesuai dengan

lokasi yang tertera dalam sertifikat tanah, maka debitur KUR tidak perlu mempersiapkan

agunan tambahan baru.

6) Proses klaim atas debitur KUR yang meninggal dunia diserahkan kepada penilaian

Penyalur KUR atas keberlanjutan usaha yang dibiayai oleh KUR.

7) Dalam rangka perluasan penyaluran KUR di daerah terdampak bencana alam, maka

penyaluran KUR dapat diberikan kepada debitur existing kredit komersial yang

usahanya terkena dapak bencana alam sehingga mengakibatkan debitur tersebut turun

kelas kembali menjadi UMKM dan masuk dalam kriteria penerima KUR.

8) Grace period bagi debitur KUR berdampak bencana alam ditetapkan paling lama 12

(dua belas) bulan.

Output/hasil Koordinasi:

Surat Nomor S-06/D.I.M.EKON/01/2019 perihal Penegasan Perlakukan Khusus KUR

untuk Debitur Terdampak Gempa di Sulawesi Tengah, berikut beberapa hal yang

disampaikan antara lain:

Page 75: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

61

Outcome/dampak :

a) Tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite Kebijakan

Pembiayaan bagi UMKM.

b) Penyempurnaan regulasi kebijakan pembiayaan UMKM terkait KUR.

4. Rekomendasi Kebijakan terkait pelaksanaan pemberian penghargaan bagi Stakeholder

program KUR

Dalam rangka mengapresiasi kinerja stakeholder KUR dalam melaksanakan program

KUR tahun 2019, Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM memberikan penghargaan

kepada Pemerintah Daerah terbaik, Penyalur KUR terbaik, Penjamin KUR terbaik, dan

Kantor Wilayah Perbendaharaan Pendukung Program KUR terbaik. Pemberian

penghargaan kepada stakeholder program KUR dengan tujuan untuk:

1) Memberikan apresiasi kepada Pemerintah Daerah yang telah meng-upload data calon

debitur potensial KUR ke SIKP dengan jumlah terbanyak dan berkualitas,

mengkoordinasikan para pihak terkait KUR di daerah, membangun infrastruktur,

mengalokasikan anggaran dan SDM untuk mendukung KUR, serta berinovasi dalam

mendorong penyaluran KUR di sektor produksi.

2) Memberikan apresiasi kepada Penyalur KUR yang telah menyalurkan KUR sesuai

dengan plafon yang telah didistribusikan.

3) Memberikan apresiasi kepada Penjamin KUR yang telah menjamin KUR sesuai dengan

peraturan yang berlaku.

4) Memberikan inspirasi dan mendorong kepada Pemerintah Daerah yang lain agar

meningkatkan kinerjanya dalam mendata, mendampingi dan meng-upload calon

debitur potensial ke dalam SIKP, serta tugas-tugas lainnya sebagaimana diatur dalam

peraturan terkait KUR.

5) Memotivasi Kanwil Dirjen Perbendaharaan seluruh Indonesia untuk lebih aktif dalam

mendampingi Pemerintah Daerah di wilayahnya dalam meng-upload data calon

penerima KUR.

Proses penilaian penghargaan bagi stakeholder KUR ini dilaksanakan oleh Tim Penilai

dan Tim Teknis, Tim Penilai diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan

Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Anggota Tim Penilai terdiri dari

pejabat Eselon II Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan,

Kementerian Koperasi dan UKM, serta pejabat terkait dari Bank Indonesia, Otoritas Jasa

Keuangan, LIPI, dan akademisi dari Universitas Indonesia. Tim Teknis diketuai oleh Kepala

Bidang Perbankan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Anggota Tim Teknis

Page 76: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

62

terdiri dari pejabat dan pegawai yang terkait dari Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Bank Indonesia,

Otoritas Jasa Keuangan, LIPI, dan akademisi dari Universitas Indonesia. Adapun kriteria

penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai dan Tim Teknis tersebut yaitu terkait: Pemenuhan

tugas-tugas terkait Program KUR, Upaya pendukung penyaluran KUR sektor produksi,

Penetapan pemenang melalui penilaian aspek kualitatif berdasarkan dokumen, presentasi, dan

wawancara.

Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM telah menyelesaikan tahapan-tahapan

penilaian dalam rangka pemberian penghargaan kepada stakeholder pendukung program

KUR tahun 2019. Penilaian dilaksanakan terhadap para pihak terkait KUR tersebut, yang telah

berpartisipasi aktif dalam program KUR pada periode sampai dengan Desember 2018. Adapun

rincian untuk masing – masing kategori yaitu: 37 Penyalur KUR, 6 Penjamin KUR, 548

Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah mendapatkan user name SIKP,

dan 33 Kanwil Ditjen Perbendaharaan. Terhadap masing-masing kategori telah dilakukan

penilaian berdasarkan 3 tahap penilaian. Tahap pertama menilai aspek pemenuhan tugas-

tugas terkait Program KUR. Tahap kedua menilai upaya pendukung penyaluran KUR di sektor

produksi. Kemudian, tahap ketiga menilai aspek kualitatif berdasarkan dokumen.

Output/hasil koordinasi:

Hasil penilaian Penghargaan KUR untuk masing-masing kategori adalah sebagai berikut:

a. Penyalur KUR

i. Peringkat pertama diraih oleh PT BNI (Persero) Tbk;

ii. Peringkat kedua diraih oleh PT BRI (Persero) Tbk;

iii. Peringkat ketiga diraih oleh PT Mandiri (Persero) Tbk;

b. Penjamin KUR

i. Peringkat pertama diraih oleh Perum Jamkrindo (Persero);

ii. Peringkat kedua diraih oleh PT Jaminan Pembiayaan Askrindo Syariah (Persero)

Tbk;

iii. Peringkat ketiga diraih oleh PT Askrindo (Persero) Tbk;

c. Pemerintah Daerah Provinsi

i. Peringkat pertama diraih oleh Provinsi Jawa Tengah;

ii. Peringkat kedua diraih oleh Provinsi Kepulauan Riau;

iii. Peringkat ketiga diraih oleh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;

d. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa

i. Peringkat pertama diraih oleh Kota Yogyakarta;

ii. Peringkat kedua diraih oleh Kabupaten Purworejo;

iii. Peringkat ketiga diraih oleh Kabupaten Kulonprogo;

Page 77: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

63

e. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di luar Pulau Jawa

i. Peringkat pertama diraih oleh Kabupaten Tanah Laut;

ii. Peringkat kedua diraih oleh Kabupaten Bangli;

iii. Peringkat ketiga diraih oleh Kabupaten Sidenreng Rappang;

Pengumuman Penghargaan bagi Pendukung KUR (KUR Award) dilaksanakan pada hari

Kamis, 19 Desember 2019 di Ruang Graha Sawala Lantai 1 Gedung Ali Wardhana. Acara

Pengumuman Penghargaan KUR dihadiri oleh Bapak Menko Perekonomian selaku Ketua

Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM, Menteri Koperasi dan UKM, Wakil Menteri

Perdagangan, pimpinan lembaga anggota Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM,

nominasi kategori Penyalur KUR, nominasi kategori Pemerintah Daerah, nominasi kategori

Penjamin KUR, dan nominasi kategori Kanwil Ditjen Perbendaharaan.

Data dukung :

a. Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor 4 tahun

2019 tentang Tim Penilai dan Tim Teknis Pemberian Penghargaan kepada Penyalur

Kredit Usaha Rakyat, Penjamin Kredit Usaha Rakyat, Pemerintah Daerah, dan Kantor

Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku Pendukung Program Kredit Usaha

Rakyat, ditetapkan tanggal 11 Januari 2019.

b. Nota Dinas KUR/125/D.I.M.EKON/11/2019 tentang hasil penilaian Penghargaan KUR

untuk masing-masing kategori yaitu penyalur KUR, penjamin KUR, Pemerintah Daerah

Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa, dan pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota di luar Pulau Jawa.

c. Nota Dinas Nomor KUR/134/D.I.M.EKON/11/2019 tentang Pengumuman

Penghargaan bagi Pendukung KUR (KUR Award).

Outcome/dampak :

a) Tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite Kebijakan

Pembiayaan bagi UMKM.

b) Meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR di sektor produksi.

c) Meningkatkan komitmen pihak-pihak terkait KUR dalam rangka optimalisasi

pelaksanaan program KUR.

5. Rekomendasi kebijakan terkait penyelesaian permasalahan pembayaran Imbal Jasa

Penjaminan (IJP) KUR tahun 2014

Latar belakang permasalahan tunggakan IJP atas selisih lebih penyaluran KUR Tahun

2014 karena masih terdapat tagihan IJP KUR untuk periode Oktober – Desember 2014 yang

belum terbayar. Adapun permasalahan yang mendasari belum dapat terbayarnya tagihan IJP

Page 78: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

64

tersebut adalah adanya ketentuan pada Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor

190/PMK.05/2014 tanggal 1 Oktober 2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Imbal Jasa

Penjaminan KUR, yaitu: Target penyaluran tahunan KUR yang ditetapkan oleh Komite

Kebijakan dan penjaminan KUR yang masih berjalan merupakan batas tertinggi dasar

perhitungan pembayaran IJP KUR. Selisih lebih dari penyaluran KUR yang melampaui target

penyaluran tahunan KUR sebagaimana dimaksud tidak diberikan IJP – KUR. Pada tanggal 3

Juli 2019 telah dilaksanakan Rapat Koordinasi Komite Kebijakan dengan salah satu topiknya

adalah penyelesaian permasalahan pembayaran Imbal Jasa Penjaminan (IJP) KUR tahun 2014.

Hasil rapat koordinasi memutuskan bahwa tagihan IJP KUR tahun 2014 dapat dibayarkan

sampai dengan plafon masing-masing bank penyalur setelah diverifikasi oleh Badan Pemeriksa

Keuangan Pemerintah Tindak lanjut hasil rapat koordinasi tersebut, telah dikeluarkan surat

Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor: T/KUR/273/D.I.M.EKON/ 08/2019 tanggal

27 Agustus perihal Tindak Lanjut Penyelesaian Pembayaran IJP KUR Tahun 2014.

Output/hasil Koordinasi:

Surat Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor: T/KUR/273/D.I.M.EKON/

08/2019 tanggal 27 Agustus perihal Tindak Lanjut Penyelesaian Pembayaran IJP KUR

Tahun 2014.

Outcome/Dampak :

a) Tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite Kebijakan.

b) Penyempurnaan regulasi kebijakan pembiayaan UMKM terkait KUR.

6. Rekomendasi kebijakan tentang monitoring dan evaluasi penyalur Kredit Usaha Rakyat

dengan NPL diatas 5%

Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No 11 Tahun 2017

tentang Pedoman pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat pasal 34 bahwa salah satu indikator

keberhasilan KUR yaitu tingkat kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Deputi

Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Sekretaris Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM

telah melakukan evaluasi penyaluran KUR kepada Penyalur KUR dengan NPL diatas 5%

diantaranya: Bank NTB Syariah, Bank NTT, Bank Sinarmas, Maybank, BTPN, serta penghentian

sementara pelaksanaan KUR Mikro dan Kecil Bank Artha Graha.

Output/hasil koordinasi:

a. Surat nomor T/KUR/191/D.I.M.EKON/05/2019 tanggal 22 Mei 2019 perihal Evaluasi

Pelaksanaan KUR PT. Bank NTB Syariah.

b. Surat nomor B/KUR/190/D.I.EKON/05/2019 tanggal 22 Mei 2019 perihal Evaluasi

Pelaksanaan KUR PT. BPD NTT.

Page 79: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

65

c. Surat nomor B/KUR/188/D.I.M.EKON/05/2019 Penghentian Sementara Pelaksanaan

KUR Mikro dan Kecil PT. Bank Artha Graha Int., Tbk.

d. Surat nomor T/KUR/221/D.I.M.EKON/07/2019 tanggal 4 Juli 2019 perihal Evaluasi

Pelaksanaan KUR Bank Sinarmas.

e. Surat nomor T/KUR/223/D.I.M.EKON/07/2019 tanggal 4 Juli 2019 perihal Evaluasi

Pelaksanaan KUR Maybank.

f. Surat nomor T/KUR/222/D.I.M.EKON/07/2019 tanggal 4 Juli 2019 perihal Evaluasi

Pelaksanaan KUR Bank BTPN.

g. Surat nomor B/KUR/290/D.I.M.EKON/10/2019 tanggal 9 Oktober 2019 perihal

Evaluasi Pelaksanaan KUR Bank Sulselbar.

h. Surat nomor B/KUR/291/D.I.M.EKON/10/2019 tanggal 9 Oktober 2019 perihal

Evaluasi Pelaksanaan KUR Bank Sultra.

Outcome/dampak :

a) Meningkatkan efektivitas pelaksanaan KUR sesuai dengan pengaturan yang diamanatkan

dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: 11 Tahun 2017

tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.

b) Mendorong tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite

Kebijakan.

7. Rekomendasi kebijakan tentang penyusunan integrasi data kependudukan ke Sistem

Informasi Kredit Program (SIKP)

Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.11 Tahun 2017 tentang

Pedoman pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat Pasal 9 bahwa Penyaluran KUR oleh Penyalur KUR

mengacu pada basis data yang tercantum dalam Sistem Informasi Kredit Program (SIKP).

Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas data di SIKP, akan dilakukan penambahan validasi

NPWP dan validasi NIK untuk memperkuat validitas data calon debitur KUR. Validasi NPWP

terhadap calon debitur individu dan badan usaha dengan jumlah akad lebih dari Rp 50 juta,

dilakukan dengan pertukaran data elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak. Validasi NIK

untuk data calon debitur individu dengan database kependudukan Direktorat Jenderal

Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Data yang divalidasi terbatas,

yaitu NIK, tanggal lahir, dan jenis kelamin. Jika ketiga data tersebut valid maka akan dijadikan

data calon debitur KUR. KTP-el dipilih sebagai salah satu persyaratan validasi karena salah

satu persyaratan KUR yaitu memiliki KTP-el. Meski perbankan sudah melakukan validasi KTP

(validasi ganda).

Output/Hasil Koordinasi:

Page 80: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

66

Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) telah ditambahkan fitur validasi NPWP dan validasi

NIK untuk memperkuat validitas data calon debitur KUR. Validasi NPWP menggunakan

data elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak dan validasi NIK dengan database

kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam

Negeri.

Outcome/dampak :

a) Meningkatkan efektivitas pelaksanaan KUR agar sesuai dengan pengaturan yang

diamanatkan dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor: 11

Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.

b) Mendorong tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite

Kebijakan.

8. Rekomendasi kebiijakan tentang monitoring pelaporan penyaluran KUR oleh UUS bank

umum penyalur KUR pada Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) dengan Ditjen

Perbendaharaan Kementerian Keuangan

Merujuk pada peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua

Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM no. 11 tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan

KUR Pasal 29, telah diatur mengenai mekanisme pelaporan penyaluran KUR oleh penyalur

KUR kepada Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM secara berkala setiap bulan dengan

pelaporan paling lama tanggal 10 (sepuluh) pada bulan berikutnya, meliputi:

a) Laporan yang disampaikan oleh kantor pusat penyalur KUR melalui Sistem Informasi

Kredit Program (SIKP).

b) Laporan secara tertulis kepada Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

selaku Sekretaris Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM sesuai format laporan

sebagaimana terlampir pada Permenko No.11 Tahun 2017 jo. Permenko No. 8 Tahun

2018.

Output/hasil Koordinasi:

Surat nomor B/EK.04.04/08/D.I.M.EKON/01/2019 tanggal 16 Januari 2019 perihal

Pelaporan Penyaluran KUR di SIKP bagi Bank Umum Penyalur KUR yang memiliki

Unit Usaha Syariah (UUS).

Outcome/Dampak :

a) Regulasi kebijakan pembiayaan UMKM terkait KUR Syariah yang lebih baik.

b) Meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR syariah.

9. Rekomendasi kebijakan terkait Konversi Kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia

(KBLI) kedalam Kode Laporan Bank Umum (LBU) Sektor Pariwisata

Page 81: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

67

Dalam rangka optimalisasi penyaluran KUR, khususnya di sektor produksi serta

memperluas penyaluran KUR dan mendorong pertumbuhan pemerataan ekonomi maka

pemerintah melalui Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM menetapkan Peraturan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi

UMKM Nomor: 8 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM Nomor: 11 Tahun

2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Permenko tersebut antara lain

mengatur skema KUR Pariwisata yang menjadi salah satu sektor produksi dan menjadi

prioritas penyaluran KUR, perluasan kriteria sektor ekonomi yang dapat dibiayai KUR menjadi

seluruh usaha produktif dan layak dibiayai yang menghasilkan barang dan/atau jasa untuk

memberikan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan bagi pelaku usaha, serta menambah

cakupan plafon untuk KUR Khusus yaitu dari dibatasi hanya diatas Rp.25 juta sampai dengan

Rp.500 juta per individu menjadi sampai dengan Rp.500 juta per individu.

Skema KUR untuk sektor pariwisata yaitu KUR yang diberikan untuk kegiatan usaha

produktif dalam rangka mendukung usaha pariwisata di 10 lokasi Destinasi Pariwisata

Prioritas (DPP) dan 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dengan plafon

kredit/pembiayaan sesuai kebutuhan usahanya. Sekretariat Komite Kebijakan Pembiayaan bagi

UMKM bekerjasama dengan Bank Indonesia dengan mengkonversi 62 Kode Klasifikasi Baku

Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) sektor pariwisata kedalam Kode Laporan Bank Umum

(LBU). Hasil konversi tersebut dapat dijadikan pedoman bagi Penyalur KUR untuk pelaporan

penyaluran KUR Pariwisata.

Output/hasil koordinasi:

Surat Nomor B/KUR/101/D.I.M.EKON/03/2019 perihal Konversi Kode KBLI ke LBU

untuk Pelaporan KUR Pariwisata.

Outcome/dampak :

a) Meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR pariwisata.

b) Penyempurnaan regulasi kebijakan pembiayaan UMKM terkait KUR.

10. Rekomendasi kebijakan terkait peningkatan penyaluran KUR kepada Kelompok Usaha

Bersama (KUBE)

Berdasarkan Nota Dinas EK.04.04/286/D.I.M.EKON.4/07/2019 Tanggal 1 Juli 2019,

Nota Dinas KUR/310/D.I.M.EKON.4/07/2019 Tanggal 23 Juli 2019 dan Nota Dinas

KUR/367/DI.M.EKON.4/08/2019 Tanggal 16 Agustus 2019, belum terdapat penyaluran

KUR kepada KUBE meskipun telah terdapat ketentuan mengenai KUBE yang dapat menerima

pembiayaan KUR sebagaimana tercantum pada Permenko No 11 Tahun 2017 jo. Permenko No

8 Tahun 2018 jo. Permenko No 6 Tahun 2019. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal

Page 82: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

68

tersebut ialah sulitnya mindset KUBE yang sebelumnya merupakan penerima hibah, untuk

berubah mengembangkan usahanya melalui pembiayaan lain salah satunya melalui Program

KUR. Kemenko Perekonomian Cq. Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

bekerjasama dengan Kemenko PMK dan Kemensos berkoordinasi dalam rangka sinkronisasi

data KUBE yang berpotensi untuk naik kelas dengan mengakses pembiayaan KUR.

Berdasarkan monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara bersama, disepakati

pelaksanaan pilot project dalam rangka optimalisasi penyaluran KUR kepada KUBE dengan

lokasi pilot project yaitu di Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data yang

diperoleh dari Dinas Sosial Kabupaten Lumajang, terdapat 18 KUBE yang berminat untuk

mengajukan pembiayaan KUR. Pilot project dilaksanakan sejak tanggal 12 Agustus 2019

dengan diawali sosialisasi mengenai penyaluran KUR kepada KUBE di Dinas Sosial Pemerintah

Kabupaten Lumajang, diikuti dengan kunjungan kepada 4 (empat) KUBE yang berpotensi

memperoleh pembiayaan KUR. Penyalur KUR yang terlibat pada pilot project (BRI, Bank

Mandiri, BNI, BRI Syariah) berikutnya melakukan review dan assessment terhadap

keseluruhan 18 KUBE yang berminat mengajukan pembiayaan KUR di Kab. Lumajang,.

Sekiranya terdapat realisasi penyaluran KUR, penjaminan KUR dilakukan oleh Perum

Jamkrindo untuk penyaluran secara skema konvensional dan oleh Jamkrindo Syariah untuk

penyaluran KUR secara skema Syariah.

Sebagaimana tercantum dalam Nota Dinas Nomor KUR/453/D.I.M.EKON.4/10/2019

Tanggal 2 Oktober 2019 dan Nota Dinas Nomor KUR/553/D.I.M.EKON.4/11/2019 Tanggal

6 November Tahun 2019, berkaitan dengan telah dilaksanakannya sosialisasi KUR kepada 18

KUBE yang terdapat di Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur, Penyalur KUR telah

melakukan survei dan assessment kepada 18 KUBE dimaksud. Terdapat realisasi penyaluran

KUR kepada KUBE produktif yang layak meliputi KUBE Bina Mandiri, KUBE Sejahtera, KUBE

Ranuyoso, KUBE 76, KUBE Anugrah Kalipepe, dan KUBE Udaya Sahita. Penjaminan KUR untuk

penyaluran KUR tersebut dilaksanakan Perum Jamkrindo untuk skema konvensional dan

Jamkrindo Syariah untuk skema Syariah dengan serta Dinas Sosial Pemkab. Penyaluran KUR

kepada KUBE di Kabupaten Lumajang bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Lumajang

yang akan menjadi pendamping bagi setiap KUBE yang sedang dan akan mendapatkan

pembiayaan KUR.

Berkenaan dengan suksesnya pilot project akses KUBE terhadap KUR di Kabupaten

Lumajang, Jawa Timur, Kemenko Perekonomian, Kemenko PMK, dan Kemensos dengan

melibatkan pemerintah daerah melakukan implementasi kegiatan tersebut di Kabupaten Kulon

Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada Tanggal 28-30 Oktober 2019 dalam rangka

meningkatkan KUBE dalam mengembangkan usahanya. Sebelum melakukan penyaluran KUR,

telah dilakukan monitoring dan evaluasi KUBE pelaksana Program Bantuan Pangan Non Tunai

Page 83: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

69

(BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), serta KUBE yang berpotensi akses KUR di Kab.

Kulon Progo. Selain monev, dilakukan sosialisasi KUR kepada 75 KUBE yang memiliki potensi

untuk mengaksis KUR yang dilakukan di Kantor Pemkab Kulon Progo, Provinsi DIY. Sebagai

tindak lanjut monev, dilakukan pembagian 114 KUBE kepada 4 penyalur KUR (BRI, BNI, Bank

Mandiri, dan BRI Syariah, sekiranya ada realisasi penyaluran KUR kepada KUBE produktif dan

layak dimaksud, penjaminan KUR tersebut akan dilakukan oleh Askrindo dan Askrindo

Syariah.

Output/hasil koordinasi:

Laporan pelaksanaan kegiatan pilot project yang dilaksanakan sejak tanggal 12 Agustus

2019 dengan diawali sosialisasi mengenai penyaluran KUR kepada KUBE di Dinas Sosial

Pemerintah Kabupaten Lumajang.

Outcome/dampak :

a) Tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite Kebijakan

Pembiayaan bagi UMKM.

b) Penyempurnaan regulasi kebijakan pembiayaan UMKM terkait KUR.

11. Rekomendasi kebijakan terkait penyusunan Peraturan Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat

Dalam rangka mendorong pengembangan UMKM, memperluas cakupan penerima

pembiayaan di sektor formal dengan suku bunga yang rendah, serta menyesuaikan kebutuhan

modal bagi UMKM, Sekretariat Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM menyusun usulan

perubahan skema KUR yang dirumuskan dalam Rancangan Peraturan Menteri Koordinator

Bidang Perekonomian. Usulan perubahan skema KUR mencakup antara lain: 1) Penurunan

suku bunga dari 7% menjadi 6%; 2) Meningkatkan maksimum plafon KUR Mikro dari Rp25

juta menjadi Rp50juta; 3) Peningkatan target penyaluran KUR tahun 2020-2024.

Usulan perubahan skema KUR untuk tingkat suku bunga dan perubahan plafon untuk

KUR Mikro serta peningkatan target penyaluran KUR tahun 2020-2024 telah dibahas dalam

Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM pada tanggal 12 November 2019

yang dipimpin oleh Menko Perekonomian. Dalam kesempatan Rakor tersebut, telah disetujui

usulan perubahan tingkat suku bunga, perubahan plafon untuk KUR Mikro, dan peningkatan

target penyaluran KUR tahun 2020-2024. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi pada tahun

2020 masih berkisar 5,17%; pertumbuhan kredit UMKM sebesar 8,48% (yoy); serta tingkat

inflasi masih terjaga ditingkat 2,88%, maka plafon penyaluran KUR 2020 diharapkan

mengalami pertumbuhan sebesar 10%-12% per tahun.

Output/hasil koordinasi:

Page 84: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

70

Berdasarkan Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM yang

dipimpin oleh Bapak Menko Bidang Perekonomian pada hari Selasa, 12 November

2019 telah disetujui beberapa usulan perubahan kebijakan untuk KUR Tahun 2020.

Gambar 3.10. Penyaluran KUR berdasarkan sektor.

Naskah Urgensi Rancangan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Rancangan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian tentang Pedoman

Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Adapun ketentuan kebijakan KUR tahun 2020 telah diatur dalam Peraturan Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Kredit Usaha Rakyat yang ditetapkan pada tanggal 27 Desember 2019 dan diundangkan

pada tanggal 2 Januari 2020.

Outcome/Dampak :

a) Meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR kepada usaha produktif.

b) Meningkatkan kapasitas daya saing UMKM.

c) Mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

Page 85: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

72

SASARAN STRATEGIS 3 TERWUJUDNYA KOORDINASI DAN SINKRONISASI KEBIJAKAN

EKONOMI MAKRO DAN KEUANGAN

SASARAN STRATEGIS 3

Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan

Indikator Kinerja

Target Realisasi Kinerja Memuaskan

Jumlah Paket Rekomendasi

Koordinasi dan Sinkronisasi

Kebijakan Ekonomi Makro dan

Keuangan

1 Paket

Rekomendasi

1 Paket

Rekomendasi 100%

A. Program Prioritas

1. Menjaga Stabilitasi Inflasi Kelompok Harga Pangan Bergejolak Dan Kelompok Harga

Yang Diatur Pemerintah

(Realisasi Inflasi Kelompok Volatile Food (VF) Dan Administered Price (AP)

Dalam rangka menjaga daya beli dan mendorong konsumsi masyarakat serta

mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, pemerintah berkomitmen untuk

tetap menjaga realisasi inflasi tahun 2019 pada rentang sasaran yang ditetapkan yaitu

sebesar 3,5%±1%. Namun dalam pencapaian target tersebut masih terdapat beberapa

tantangan yang umumnya berasal dari: (i) Kelompok komoditas volatile food terutama

didorong oleh komoditas pangan strategis yang bersifat mudah rusak (perishable); (ii)

Kelompok komoditas yang masuk dalam administered prices yaitu berupa kenaikan harga

tiket angkutan udara yang tidak hanya memberatkan masyarakat tetapi juga berdampak

pada penurunan kinerja sektor-sektor lainnya.

Output/hasil koordinasi:

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyelenggarakan rapat koordinasi

ditingkat pimpinan kementerian/lembaga pada saat-saat tertentu seperti pada saat

menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) maupun saat terjadi gejolak harga.

Rapat tersebut diselenggarakan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan pengendalian

inflasi yang bersifat strategis yang nantinya akan diimplementasikan baik di level pusat

maupun daerah.

Dalam rangka menjaga pencapain realisasi inflasi volatile food (VF) pada maksimal

5% sesuai dengan kesepakatan HLM serta menjaga realisasi inflasi administered price tetap

stabil, telah dilaksanakan rapat koordinasi sebagai berikut:

a) Pelaksanaan High Level Meeting tanggal 29 Januari 2019 (penetapan program

kerja TPIP 2019).

Page 86: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

73

b) Pelaksanaan High Level Meeting tanggal 10 Juli 2019 (komitmen menjaga inflasi

dalam rentang sasarannya).

c) Rapat Koordinasi Persiapan Ramadhan dan Idul Fitri tanggal 24 April 2019

d) Pelaksanaan Rapat Koordinasi dalam rangka evaluasi harga tiket angkutan udara

pada tanggal 30 April 2019, 11 Juni, 22 Juli 2019

Berdasarkan hasil koordinasi tersebut maka dikeluarkan beberapa surat baik ke

Kementerian/Lembaga maupun TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota, sebagai berikut :

a) Surat Menko selaku ketua TPIP kepada Ketua TPID (Ka. Daerah) No. EK.2.1-

85/M.EKON/04/2019 tentang Menjaga Ketersediaan dan Keterjangkauan Harga

di Bulan Puasa dan Hari Raya Idul Fitri 2019.

b) Surat Menko Perekonomian kepada Seluruh Gubernur, Bupati, dan Walikota No.

EK.2.1-322/M.EKON/12/2019 tentang Menjaga Ketersediaan dan

Keterjangkauan Harga di Libur Natal 2019 dan Tahun Baru 2020.

c) Surat Deputi kepada Dirjen Perhubungan Udara, Kemenhub No. EK.2.1/72/

D.I.M.EKON/02/2019 tentang Apresiasi dan dan Permohonan Komitmen dan

Dukungan Perbaikan Statistik Inflasi Tarif Angkutan Udara.

d) Surat Deputi kepada Dirjen Perhubungan Udara, Kemenhub No. EK.2.1/440/

D.I.M.EKON/12/2019 tentang Permintaan Dukungan Data Tarif Angkutan Udara

Dan Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama.

Outcome/dampak :

a) Terkendalinya realisasi inflasi volatile food (VF) sebesar 4,30% (yoy). Realisasi ini

dibawah kesepakatan target yang ditetapkan pada High Level Meeting (HLM) TPIP

pada 29 Januari 2019 yang menetapkan inflasi VF dijaga pada maksimal 5%.

b) Minimalnya realisasi inflasi administered price (AP) yang pada tahun 2019

sebesar 0,51% (yoy).

2. Insentif Fiskal

Kebijakan pemberian insentif perpajakan meliputi pengurangan pajak penghasilan

badan. Dalam perumusannya, kebijakan optimalisasi pendapatan negara diarahkan untuk

tetap menjaga iklim investasi. Kebijakan tersebut dilaksanakan melalui beberapa strategi

kebijakan yang meliputi: i) optimalisasi penerimaan; ii) kebijakan pajak untuk daya saing;

iii) insentif perpajakan yang tepat sasaran untuk peningkatan investasi; iv) transparansi

informasi di bidang perpajakan; dan v) peningkatan kepatuhan dan pengawasan.

Kebijakan insentif perpajakan yang tepat sasaran merupakan prasyarat yang utama

agar insentif yang diberikan pemerintah mampu memberikan dampak yang baik bagi

pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka mencapai tujuan kebijakan insentif perpajakan yang

tepat sasaran pemerintah perlu memperhatikan aspek akuntabilitas pelaksanaan

Page 87: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

74

pemberian insentif, yang didukung juga dengan pengawasan dan evaluasinya. Hal ini

dipandang perlu dalam upaya untuk menghindari inefisiensi dalam pemberian insentif

yang akan berdampak pada optimalisasi penerimaan negara.

a. Rekomendasi Kebijakan Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Tax

Holiday)

Dalam rangka mendorong peningkatan nilai investasi di Indonesia melalui investasi

langsung pada industri pionir dari tingkat hulu hingga tingkat hilir, Pemerintah telah

memperluas cakupan bidang usaha yang dapat diberikan fasilitas pengurangan Pajak

Penghasilan Badan (tax holiday) serta melakukan penyelarasan pelaksanaan dengan sistem

Online Single Submission (OSS).

Pemerintah terus berusaha melakukan perbaikan kebijakan dalam pemberian insentif

fiskal. Melalui paradigma baru pemberian insentif fiskal seperti Certainty & Simplicity

Pemerintah memberikan kepastian dan kemudahan dalam meperoleh fasilitas. Upaya

perbaikan dilakukan pada beberapa aspek seperti:

Kepastian besaran pengurangan potongan pajak penghasilan sebesar 100%

Kepastian manfaat investasi berdasarkan besarnya penanaman modal

Kepastian bidang usaha yang dapat diberikan fasilitas

Permohonan pengajuan fasilitas melalui OSS

Untuk investasi pada industri pionir yaitu memiliki keterkaitan luas, memberi nilai

tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, dan memiliki nilai

strategis bagi perekonomian, diberikan fasilitas tax holiday berupa pengurangan PPh

Badan sebesar 100% (untuk investasi minimal Rp500 miliar) atau sebesar 50% (untuk

investasi minimal Rp100 miliar). Untuk KBLI yang dapat diberikan fasilitas tax holiday

telah diterbitkan Peraturan BKPM Nomor 1 Tahun 2019 tanggal 23 Januari 2019.

Melalui upaya perbaikan dimaksud, pelaku usaha memberikan respon positif melalui

meningkatnya jumlah persetujuan fasilitas tax holiday sejak masa berlakunya PMK 35

tahun 2018 dan PMK 150 tahun 2018, dibandingkan dalam pengaturan PMK 130 tahun

2011 dan PMK 159 tahun 2015, seperti tergambar dalam bagan berikut:

Page 88: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

75

Grafik 3.3. Perkembangan Penyusunan Tax Holiday.

Simplifikasi prosedur permohonan fasilitas tax holiday melalui Online Single

Submission (OSS). Melalui sistem dimaksud Wajib Pajak yang memenuhi kriteria/

persyaratan dapat langsung mendapatkan notifikasi persetujuan dan jangka waktu fasilitas

tax holiday yang didapatkan. Setelah itu OSS akan meneruskan kepada sistem DJP

(Kementerian Keuangan) untuk dapat diproses penerbitan surat keputusan penetapan

pemberian fasilitas tax holiday.

Sejak berlakunya PMK 35/2018 dan PMK 150/2018 sampai dengan Triwulan IV

2019 fasilitas tax holiday diberikan kepada diberikan kepada 60 Wajib Pajak dengan

capaian sebagai berikut:

Kelompok industri yang diberikan fasilitas tax holiday meliputi: 22 WP Infrastruktur

ekonomi, 23 WP industri logam, 13 WP yang bergerang di bidang industri kimia, dan

2 WP yang bergerak di bidang elektronika dan IT.

Total rencana penanamanan modal sebesar Rp 1.045,9 Triliun, dengan penanaman

modal terbesar mencapai Rp 123 triliun.

Penanaman modal dimaksud diperkirakan menyerap 45.723 tenaga kerja.

Berdasarkan asal investasinya, penanaman modal berasal dari 14 negara

Penanaman modal tersebar di 20 provinsi di Indonesia

b. Rekomendasi Kebijakan Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal

di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Di Daerah-Daerah Tertentu (Tax

Allowance)

Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2019 tentang Fasilitas

Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di

5

0

43

0 10 20 30 40 50

2011

2015

2018

Perkembangan Persetujuan Tax Holiday

Persetujuan Fasilitas Tax Holiday

Page 89: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

76

Daerah-Daerah Tertentu, evaluasi pelaksanaan ketentuan fasilitas tax allowance dilakukan

dalam koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Sejumlah capaian

program sejak tahun 2007 sampai dengan Triwulan III 2019 adalah sebagai berikut:

Persetujuan pemberian fasilitas tax allowance diberikan kepada 163 WP dengan 163

surat keputusan Menteri Keuangan. Dari jumlah tersebut 71 WP berdasarkan 82

Surat Keputusan Menteri Keuangan telah memanfaatkan fasilitas tax allowance.

Total rencana penanamanan modal sebesar Rp258,8 Triliun, dengan nilai

penanaman modal sebesar Rp25 triliun pada tahun 2018 dan Rp11,7 triliun sampai

dengan triwulan III 2019.

Dari rencana penanaman modal dimaksud, Rp181,6 triliun telah direalisasikan

investasinya. Adapun Rp16 triliun telah direalisasikan pada tahun 2018 dan sampai

dengan triwulan III 2019 telah direalisasikan Rp13,3 triliun.

c. Rekomendasi Kebijakan Pemberian Fasilitas Pengurangan Penghasilan Bruto Atas

Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran dalam

Rangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi

Tertentu (Super deduction vokasi)

Dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia

diperlukan adanya program yang mempertemukan kebutuhan dunia usaha dan dunia

industri dengan ketersediaan tenaga kerja yang berkualitas dan berdaya saing. Seiring

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menghasilkan barang dan

jasa dengan nilai keekonomian yang tinggi, pelaku usaha dan pelaku industri diharapkan

dapat berperan serta dalam menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas

dan berdaya saing.

Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan

Pemerintah nomor 45 tahun 2019 tanggal 25 Juni 2019 untuk memberikan insentif super

deduction sebesar 200% bagi pelaku usaha dan pelaku industri yang melakukan kegiatan

vokasi. Selain insentif super deduction untuk kegiatan vokasi, dalam Peraturan Pemerintah

tersebut juga diatur kebijakan insentif super deduction untuk kegiatan penelitian dan

pengembangan sebesar 300% serta insentif investment allowance untuk industri padat

karya yang memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.

Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif super deduction untuk kegiatan vokasi,

seperti:

Batasan besaran pengurangan penghasilan bruto,

Cakupan lembaga pendidikan dan peserta kegiatan vokasi,

Jenis-jenis biaya yang dapat diberikan insentif,

Jenis-jenis kompetensi yang dapat diberikan insentif, dan

Page 90: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

77

Tata cara pengajuan dan pelaporan insentif

Diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128 tahun 2019 tentang

Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja,

Pemagangan, dan/atau Pembelajaran dalam rangka Pembinaan dan Pengembangan

Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Tertentu.

Output/hasil koordinasi :

Dalam rangka penyusunan rekomendasi kebijakan di bidang insentif fiskal, Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian melakukan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan

dengan Kementerian/Lembaga terkait, khususnya Kementerian Keuangan, Kementerian

Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan,

Kementerian PUPR, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata,

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Ketenagakerjaan, serta

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Data dukung hasil koordinasi dan

sinkronisasi kebijakan insentif fiskal yang disusun, antara lain:

a) Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan

untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-

Daerah Tertentu

b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128 tahun 2019 tentang Pemberian

Pengurangan Penghasilan Bruto atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja,

Pemagangan, dan/atau Pembelajaran dalam rangka Pembinaan dan Pengembangan

Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Tertentu

c) Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 1 Tahun 2019 tentang

Rincian Bidang Usaha dan Jenis Produksi Industri Pionir yang Dapat Diberikan

Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Serta Pedoman dan Tata Cara

Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan

d) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 47 Tahun 2019 tentang Kriteria Dan/Atau

Persyaratan dalam rangka Memperoleh Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman

Modal di Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu pada Sektor Industri

e) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor

B/EK.01.01/272/D.I.M.EKON/08/2019 tanggal 26 Agustus 2019 tentang Bidang

Usaha yang Dapat Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Industri Padat Karya

(Investment Allowance)

f) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor

B/EK.01.01/255/D.I.M.EKON/08/2019 tanggal 7 Agustus 2019 tentang Daftar

Kompetensi yang Diajarkan pada SMK/MAK, BLK dan Politeknik yang Dapat

Diberikan Fasilitas Super Deduction untuk Kegiatan Vokasi

Page 91: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

78

g) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor

B/EK.01.01/209/D.I.M.EKON/06/2019 tanggal 19 Juni 2019 tentang Pengaturan

Fasilitas Super Deduction untuk Kegiatan Vokasi

h) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor

B/EK.01.01/180/D.I.M.EKON/05/2019 tanggal 8 Mei 2019 tentang Penyusunan

Peraturan Tekanis Pemanfaatan Fasilitas Tax Allowance

i) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor

B/EK.01.01/177/D.I.M.EKON/04/2019 tanggal 30 April 2019 tentang Bidang

Usaha yang Dapat Diberikan Fasilitas Tax Allowance

j) Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor

B/EK.01.01/140/D.I.M.EKON/03/2019 tanggal 22 Maret 2019 tentang Permintaan

Penyusunan Peraturan Menteri Keuangan tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk

Kawasan Ekonomi Khusus

Outcome/dampak :

a) Pengurangan Defisit Neraca Transaksi Berjalan seiring dengan terpenuhinya bahan

baku industri hulu melalui pasar domestik

b) Peningkatan penanaman modal sebagai respon terhadap pemeberian fasilitas

pengurangan pajak penghasilan

c) Penyerapan tenaga kerja atas kegiatan penanaman modal baru atau perluasan pada

industri pionir, industri padat karya dan bidang usaha serta daerah tertentu

d) Peningkatan aktivitas kegiatan ekonomi di sekitar industri yang tumbuh

e) Terwujudnya link and match antara kebutuhan tenaga kerja pada dunia usaha dan

dunia industri dengan ketersediaan tenaga kerja yang berkualitas dan berdaya saing.

f) Terwujudnya kepastian dan transparansi dalam proses permohonan fasilitas melalui

Online Single Submisson (OSS).

d. Omnibus Law Perpajakan (Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan dan Fasilitas

Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian)

Di tengah kondisi perekonomian global yang penuh tantangan dan sangat dinamis

antara lain disebabkan oleh fluktuasi harga komoditas, kebijakan perdagangan, dan

kenaikan suku bunga negara lain, fundamental ekonomi Indonesia tetap sehat. Indonesia

masih mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi berkualitas di kisaran 5%, dengan

pendorong utama berasal dari konsumsi dan investasi domestik. Dalam rangka menjaga

stabilitas dan daya tahan ekonomi, serta untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi

nasional diperlukan pendanaan atau likuiditas dalam negeri yang memadai, yang

bersumber dari penerimaan pajak dan dukungan sektor swasta. Pertumbuhan ekonomi

dapat dipercepat dan diperkuat melalui dukungan pemerintah dalam rangka

Page 92: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

79

meningkatkan investasi dan iklim usaha yang kondusif, mendorong pertumbuhan industri

atau usaha yang berdaya saing tinggi, dan memberikan perlindungan serta pengaturan

yang berkeadilan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah menjalankan sejumlah strategi

berdasarkan program prioritas Pemerintah, mulai dari penyederhanaan regulasi melalui

Omnibus Law (khususnya RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan) hingga

implementasi Online Single Submission (OSS) versi terbaru. Omnibus Law Perpajakan yang

mengemas serangkaian ketentuan dalam undang-undang lain khususnya di bidang

perpajakan kedalam satu undang-undang untuk mendorong sumber dana dari dalam

negeri untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui pengamanan modal dalam

negeri dan mendorong masuknya modal dari luar negeri antara lain melalui kebijakan

penurunan tarif pajak penghasilan badan dan penerapan ketentuan atas perdagangan

melalui sistem elektronik untuk menjamin Indonesia mendapatkan hak pemajakan atas

transaksi dimaksud dan kesetaraan perlakuan perpajakan antara pengusaha dalam negeri

dan luar negeri.

Output/hasil koordinasi :

Rekomendasi sinkronisasi dan koordinasi Omnibus Law diperoleh melalui

serangkaian pembahasan, baik dalam tingkat teknis (rapat pembahasan antarkementerian/

PAK) maupun dalam rapat koordinasi, dengan melibatkan kementerian/Lembaga dan

stakeholder terkait, antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian,

Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Sekretariat Negara, dan Sekretariat Kabinet.

Output terkait sinkronisasi dan koordinasi Omnibus Law Perpajakan adalah sebagai

berikut:

a) Nota Dinas Asisten Deputi Fiskal Nomor EK.1.1/109/D.I.M.EKON.1/08/2019 hal

Hasil Rapat Lanjutan Pembahasan Antarkementerian Penyusunan Rancangan

Undang-Undang Kebijakan Perpajakan untuk Memperkuat Perekonomian.

b) Nota Dinas Asisten Deputi Fiskal Nomor EK.1.1/110/D.I.M.EKON.1/08/2019 hal

Rapat Pleno Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi Rancangan

Undang-Undang Kebijakan Perpajakan untuk Memperkuat Perekonomian.

c) Nota Dinas Asisten Deputi Fiskal Nomor EK.1.1/110/D.I.M.EKON.1/12/2019 hal

Rapat Pleno Pengharmonisasian, Pembulatan, dan Pemantapan Konsepsi Rancangan

Undang-Undang Kebijakan Perpajakan untuk Memperkuat Perekonomian.

d) Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk

Penguatan Perekonomian

Outcome/dampak :

a) Peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia;

Page 93: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

80

b) Peningkatan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor;

c) Peningkatan kepastian hukum dan mendorong minat warga negara asing untuk

bekerja di Indonesia yang dapat mendorong alih keahlian dan pengetahuan bagi

peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia;

d) Peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak; dan

e) Terciptanya keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha

luar negeri.

B. Program Reguler

1. Sinergi Sistem Pembayaran

Dalam rangka merespon tantangan arus digitalisasi dan perkembangan teknologi

yang pesat dan cepat khususnya teknologi finansial (tekfin), yang telah mengubah

cara/sistem sistem pembayaran di masyarakat dari tunai ke nontunai, maka penguatan

arah kebijakan sistem pembayaran perlu didukung oleh komitmen kuat dari berbagai

pihak. Dalam rangka menjaga komitmen tersebut diperlukan koordinasi yang diarahkan

untuk memberikan daya dukung yang optimal bagi terciptanya sistem pembayaran

nasional yang aman, efisien, andal dan inklusif.

Output/hasil koordinasi:

a) Koordinasi dan pemantauan pengaturan crypto currency sebagai aset/komoditi yang

diperdagangkan di bursa berjangka.

b) Dukungan koordinasi penerbitan Permendag Nomor : 99 Tahun 2018 Tentang

Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto

Asset).

c) Koordinasi dan pemantauan pelaksanaan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN)

d) Koordinasi dan pemantauan pelaksanaan Elektronifikasi Jalan Tol.

Outcome/dampak :

Terlaksananya sistem pembayaran tunai dan nontunai yang ajek (perkembangan

pesat pembayaran nontunai tidak mendistorsi pembayaran tunai) serta perluasan dan

percepatan penerapan eletronifikasi nontunai di berbagai area.

2. Sinergi Pengendalian Sektor Jasa dan Pengembangan Basis Data Ekonomi dan Keuangan

Sektor jasa mempunyai pangsa sebesar 43 persen PDB dan berpotensi dalam

mendukung ekspor nasional. Sehingga merupakan salah satu potensi dalam peningkatan

pertumbuhan ekonomi nasional. Terdapat beberapa permasalahan pokok dalam penataan

sektor jasa berupa: proses bisnis yang belum jelas, regulasi di beberapa K/L, belum

tersedianya data-data sektor jasa, Dilakukan oleh banyak K/L dan direktorat Jenderal

terkait, namun K/L yang khusus menangani sektor jasa belum tersedia, mayoritas pelaku

Page 94: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

81

jasa adalah pekerja informal, serta rendahnya daya saing pelaku jasa. Sementara itu,

Neraca perdagangan jasa merupakan bagian yang penting dalam analisis kerentanan

sektor eksternal. Dalam lima tahun terakhir Indonesia mengalami permasalahan defisit

transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan Indonesia yang salah satunya disumbang oleh

defisit neraca perdagangan jasa telah berlangsung lebih dari tiga puluh empat tahun,

terutama disumbang oleh defisit pada jasa transportasi barang (freight).

Dalam hal permasalahan daya saing sektor jasa domestik mengakibatkan masuknya

tenaga kerja Asing, sehingga diperlukan peningkatan Skills pelaku jasa pada setiap sektor.

Oleh karena itu, diperlukan identifikasi permasalahan dari seluruh sektor jasa untuk

memetakan permasalahan dan menyusun strategi kedepan dalam rangka mendorong

pengembangan sektor jasa nasional.

Output/hasil koordinasi:

a) Koordinasi penataan sektor jasa nasional melalui TKBJ pada Kementerian

Perdagangan

b) Koordinasi teknis antara Kemenko Perekonomian, Kemendag dan asosiasi sektor jasa

nasional

c) Koordinasi sektor jasa keuangan pada wilayah KEK

d) Koordinasi penyusunan Roadmap sektor jasa pendidikan dgn TKBJ Kemendag

e) Koordinasi penyusunan Roadmap sektor jasa Kesehatan dgn TKBJ Kemendag,

Kemenkes, Asosiasi, CEDS Unpad

f) Koordinasi penyusunan kegiatan TKBJ tahun 2020

g) Penyusunan kajian Industri manufaktur berorientasi ekspor

h) Koordinasi terkait informasi kegiatan sektor jasa dgn LPEI dan K/L

i) Koordinasi pelaku jasa Informasi dan telekomunikasi melalui asosiasi Blockchain

j) Koordinasi sektor jasa Kota Batam: Jasa kesehatan dan pendidikan

k) Koordinasi sektor jasa keuangan; pertemuan dengan pelaku Fintech

Outcome/dampak :

Melalui koordinasi ini diharapkan dapat terjadi pengurangan defisit transaksi berjalan

khususnya yang bersumber dari neraca jasa.

3. Pengembangan Skema Pembiayaan Inovatif untuk Pengembangan Ekonomi Daerah dan

Sektor Riil

a) Pinjaman Daerah

Kemenko Perekonomian bersama Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam

Negeri, dan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) telah menandatangani Perjanjian Kerja

Sama Pelaksanaan Nota Kesepahaman Percepatan Pinjaman Daerah dalam rangka

Pembangunan Infrastruktur di daerah. Beberapa kegiatan yang mendukung pelaksanaan

Page 95: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

82

program tersebut diantaranya rapat evaluasi pelaksanaan pinjaman daerah yang

dilaksanakan secara triwulanan, rapat inisiasi pinjaman daerah untuk membahas usulan

pinjaman dari masing-masing pemerintah daerah, dan monitoring serta evaluasi

pelaksanaan penyaluran pinjaman daerah.

1) Rapat Evaluasi Pinjaman Daerah TW I 2019 pada tanggal 18 April 2019.

Rapat bertujuan untuk membahas evaluasi pelaksanaan pinjaman daerah triwulan I

2019, update dan tindak lanjut rapat kuartal IV-2018, dan beberapa isu strategi

dalam pelaksanaan pinjaman daerah. Adapun jumlah komitmen pinjaman daerah

per 31 Maret 2019 mencapai Rp4.341 miliar untuk 29 fasilitas proyek (25 fasilitas

diantaranya melebihi masa jabatan kepala daerah). Nilai outstanding mencapai

Rp2.363 miliar untuk 24 fasilitas (19 fasilitas diantaranya melebihi masa jabatan

kepala daerah). Nilai tersebut meningkat jika dibandingkan periode yang sama

ditahun sebelumnya. Selama periode 1 Januari hingga 31 Maret telah dilakukan dua

penandatanganan perjanjian pinjaman daerah yaitu Prov. Sulawasi Utara (nilai

pinjaman Rp100 miliar) dan Kota Manado (nilai pinjaman Rp120 miliar).

2) Rapat Evaluasi Pinjaman Daerah TW II 2019 pada tanggal 17 Juli 2019

Rapat bertujuan untuk membahas evaluasi pelaksanaan pinjaman daerah triwulan II

2019, isu-isu strategis pinjaman daerah dan arah kebijakan pinjaman daerah ke

depan. Jumlah komitmen pinjaman daerah sd 31 Juni 2019 sama dengan triwulan

sebelumnya sebesar Rp4,3 Trilyun, dengan nilai outstanding mencapai Rp2,6 Trilyun.

Selama periode 1 April hingga 30 Juni telah dilakukan penandatanganan perjanjian

pinjaman daerah kepada 5 (lima) pemda yaitu Kab. Ogan Komeling Ulu Timur, Kota

Banjar Baru, Kab. Kepahiyang (2 fasilitas), Kab. Sorong (2 fasilitas) dan Kota Tanjung

Balai dimana sebagian besar pinjaman digunakan untuk pinjaman daerah. Selain itu,

dalam rapat juga membahas isu-isu strategis pelaksanaan pinjaman daerah antara

lain: Pinjaman daerah jangka panjang; Pelaksanaan forum SOP Link; dan

Pencegahan tidak pidana korupsi.

3) Rapat Evaluasi Pinjaman Daerah TW III 2019 pada tanggal 12 November 2019

Rapat bertujuan untuk membahas evaluasi pelaksanaan pinjaman daerah triwulan III

2019, isu-isu strategis pinjaman daerah diantaranya update Risk Mitigation Protocol

(RMP) dan pembahasan hasil kajian dari KPK atas pelaksanaan pinjaman daerah.

Total komitmen pinjaman daerah PT SMI per 30 September 2019 sebesar Rp4.561,12

miliar dengan total outstanding sebesar Rp2.736,0 miliar. Risiko gagal bayar atas

pelaksanaan pinjaman daerah melalui PT SMI relatif rendah. Hal tersebut tercermin

dari sebagian besar pemerintah daerah yang melakukan penandatanganan pinjaman

daerah pasca ditetapkannya forum RMP sudah menyampaikan dokumen RAPBD

2020 dan telah menganggarkan kewajiban bunga serta pokoknya dalam RAPBD

Page 96: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

83

2020. Sedangkan untuk Kabupaten Lombok Tengah dan Prov. Sulawesi Utara masih

dalam proses KUA PPAS sehingga belum menyampaikan dokumen RAPBD.

4) Monitoring Pelaksanaan Pinjaman Daerah di Lombok Tengah pada tanggal 11 s.d 12

Juli 2019

Kegiatan monitoring dan evaluasi atas perencanaan anggaran maupun proyek,

dampak dan kualitas atas pembangunan proyek Pemerintah Kabupaten Lombok

Tengah yang telah dibiayai menggunakan pinjaman daerah dengan proyek

pembangunan 15 (lima belas) ruas jalan dengan nilai Rp91,61 Milyar (sudah selesai

dengan proses pelunasan dipercepat) dan proyek pembangunan pasar dengan nilai

Rp979,76 Milyar (on going).

5) Rapat Pembahasan Inisiasi Pinjaman Daerah

Sampai dengan tahun 2019, terdapat beberapa kali rapat pembahasan usulan

pinjaman dari Pemerintah Daerah diantaranya: (a) Rapat inisiasi pinjaman daerah

Pemda Kota Mataram, Kab. Bandung Barat dan Kab. Donggala pada tanggal 26 Juli

2019. (b) Rapat inisiasi pinjaman daerah Pemda Kab. Kapuas, Pemda Kab. Tapanuli

Tengah, Kab. Musi Banyuasim, Kab. Palopo dan Pemda Kab. Lombok Timur pada

tanggal 10 September 2019 di PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). (c) Rapat

inisiasi pinjaman daerah Pemda Prov. Sulawesi Tenggara, Prov. Maluku Utara, Kab.

Tapin, Kab. Maluku, Kab. Tabalong, Kab. Merangin pada tanggal 19 November 2019.

6) Seminar Nasional: Akselerasi Inovasi Pembiayaan untuk Pecepatan Pembangunan

Infrastruktur Daerah pada tanggal 9 Maret 2019 di Malang.

Dalam rangka memberikan gambaran kepada Pemda tentang skema pembiayaan

infrastruktur yang dapat dimanfaatkan Pemda dan menyinkronkan kebijakan antara

kementerian/lembaga yang menangani pembiayaan pembangunan pasca Revisi

Peraturan Pemerintah tentang Pinjaman Daerah serta mendorong keterlibatan

masyarakat atau swasta untuk ikut serta dalam mendanai pembiayaan pembangunan

di daerah, Kementerian Koordinator Perekonomian telah menyelenggarapan Seminar

Nasional “Akselerasi Inovasi Pembiayaan untuk Pecepatan Pembangunan Daerah”

yang dihadiri oleh Pemerintah Daerah dan narasumber dari lintas kementerian/

lembaga a.l Kemendagri, Kemenkeu dan PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero).

7) Regional Rountable on Infrastructure Governance: Regulation, Governance and

Transparancy – Building the Foundation of Sustainable Development in Seoul yang

dilaksanakan pada tanggal 21 sd 25 Mei 2019.

Kegiatan bertujuan sebagai capacity building dan sharing knowledge pengembangan

good governance dalam pembangunan infrastruktur khususnya dalam pembiayaan

infrastruktur.

Page 97: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

84

Output/Hasil Koordinasi:

Rekomendasi kebijakan hasil koordinasi dan sinkronisasi yang disampaikan melalui

Nota Dinas sebagai berikut:

1) ND-2/D.I.M.EKON.3/1/2019 tentang Laporan Rapat Evaluasi Pelaksanaan Nota

Kesepahaman dan Perjanjian Kerjasama Koordinasi Percepatan Pinjaman Daerah.

2) Ek.3.1/38/D.I.M.EKON.3/3/2019 tentang Laporan Akselerasi Inovasi Pembiayaan

untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah.

3) Ek.3.1/54/D.I.M.EKON.3/4/2019 tentang Laporan Rapat Evaluasi Pelaksanaan

Pinjaman Daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Triwulan I.

4) EK.3.1/85/D.I.M.EKON.3/4/2019 tentang Permohonan Surat Tugas Monitoring dan

Evaluasi Pinjaman Daerah di Lombok Tengah.

5) Ek.3.1/91/D.I.M.EKON.3/7/2019 tentang Laporan Rapat Evaluasi Pelaksanaan

Pinjaman Daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Triwulan II.

6) Ek.3.1/164/D.I.M.EKON.3/7/2019 tentang Laporan Rapat Inisiasi Pinjaman Daerah

melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).

Hasil rekomendasi kebijakan tersebut juga disampaikan kepada para pihak yang

terlibat dalam pelaksanaan pijaman daerah melalui Surat Penyampaian Notulensi Rapat

Pinajaman Daerah sebagai berikut:

1) S-03/D.I.M.EKON.3/1/2019 tentang Risalah Rapat Satu Tahun Evaluasi Pelaksanaan

Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama Percepatan Pinjaman Daerah

2) EK.31/93/D.I.M.EKON.3/4/2019 Risalah Rapat Evaluasi Pelaksanaan Pinjaman

Daerah Triwulan 1 Th. 2019

Outcome/Dampak :

1) Terjalinnya koordinasi dan kerja sama dalam pelaksanaan pinjaman daerah antar

stakeholder.

2) Meningkatnya jumlah pinjaman daerah dan pemerintah daerah yang melakukan

pinjaman daerah.

3) Rendahnya risiko penyaluran pinjaman daerah.

b) Obligasi Daerah

Kebutuhan pembiayaan infrsatruktur di daerah mengalami peningkatan dari tahun

ke tahun. Disisi lain, kemampuan APBN/D dalam membiayai pembangunan infrastruktur

sangat terbatas. Untuk itulah diperlukan peran swasta untuk ikut serta dalam pembiayaan

infrastruktur dalah satunya melalui skema obligasi daerah. Selama proses pelaksanaannya,

terdapat 3 (tiga) Pemerintah Daerah yang berencana menerbitkan obligasi daerah yaitu

Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Kemenko

Perekonomian, Kementeian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, OJK, Bank Indonesia

Page 98: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

85

dan lembaga donor (a.l ADB, World Bank) berkoordinasi untuk mendampingi Pemerintah

Daerah dalam menerbitkan obligasi daerah.

Proses pelaksanaan melalui beberapa kegiatan seperti rapat, FGD dan sosialisasi

sebagai berikut:

1) Rapat rencana penerbitan obligasi daerah DKI Jakarta pada tanggal 24 Januari 2019

di Kantor Setda Prov. DKI Jakarta

2) Rapat Update Teknis Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah Provinsi Jawa Tengah

pada tanggal 20 Februari 2019 di Hotel PO Semarang untuk membahas kepastian

waktu penerbitan obligasi daerah, progress rencana kerja dan persiapan

3) Diskusi Project Selection Obligasi Daerah Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 26

Februari 2019 di Gedung Balai Kota DKI Jakarta.

4) Focus Group Discussion terkait penerbitan obligasi daerah pada tanggal 26 Maret

2019 di Provinsi Bali. FGD merupakan tindaklanjut dari hasil audiensi antara OJK

dan Gubernur Prov. Bali untuk memberikan gambaran terkait obligasi daerah sebagai

alternatif pembiayaan infrastruktur di Provinsi Bali.

5) Rapat koordinasi persiapan penerbitan obligasi daerah di Jawa Tengah tanggal 29

April – 2 Mei 2019 di Semarang, Solo dan Salatiga bersama Gubernur Jawa Tengah,

Tim Pusat dan DPRD Prov Jateng untuk membahas jenis-jenis proyek yang akan

dibiayai menggunakan obligasi daerah dan ijin prinsip DPRD.

6) Rapat lanjutan pembahasan persetujuan prinsip DPRD dalam rangka penerbitan

obligasi daerah pada tanggal 10-11 Mei 2019 di Semarang, Jawa Tengah.

7) Rapat rencana penerbitan obligasi daerah Provinsi Jawa Barat pada tanggal 18 Juli

2019 di Gedung Sekretariat Prov Jawa Barat. Bertujuan mendiskusikan rencana

penerbitan obligasi daerah Provinsi Jawa Barat serta fact finding hambatan

penerbitan obligasi daerah. Sebelumya, Pemda Provinsi Jawa Barat pernah berencana

menerbitkan obligasi daerah pada tahun 2013, namun terkendala pada jenis proyek

yang akan dibiayai menggunakan obligasi daerah.

8) Rapat Update Penerbitan Obligasi Daerah Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Barat

dan DKI Jakarta pada tanggal 16 Agustus 2019 di OJK Jakarta.

9) Bimbingan Teknis Obligasi Daerah pada tanggal 12 September 2019 di Surabaya.

Bertujuan untuk sharing knowledge kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur agar

menggunakan alternatif pembiayaan diluar APBD.

10) FGD Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah Provinsi Jawa Barat pada tanggal 13

Desember 2019 di Bandung, Prov Jawa Barat.

Selain berbagai rapat dan FGD, Kemenko Perekonomian juga melakukan koordinasi

dengan ADB melalui TA-SIAP untuk memberikan dukungan kepada Pemerintah Daerah

dalam mempersiapkan penerbitan obligasi daerah diantaranya Technical Assistance dalam:

Page 99: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

86

1) Penyusunan shadow issuance Pemda Prov. Jawa Tengah oleh Mandiri Sekuritas.

2) Penyusunan feasibility study proyek Tlogo Edu Park di Prov. Jawa Tengah oleh PwC.

3) Daily Consultant untuk penyusunan buku panduan lembaga profesi penundang

pasar modal dalam penerbitan obligasi daerah.

Output/hasil koordinasi :

1) ND-24/D.I.M.EKON.3/1/2019 tentang Laporan Rapat rencana penerbitan obligasi

daerah DKI Jakarta.

2) EK.3.1/112/D.I.M.EKON.3/8/2019 tentang Laporan Rapat Rencana Penerbitan

Obligasi Daerah Provinsi Jawa Barat.

3) EK.3.1/112/D.I.M.EKON.3/8/2019 tentang Pemohonan Penetapan Surat

Permohonan Pertemuan Gubernur Provinsi Jawa Tengah terkait Obligasi Daerah.

4) EK.3.1/166/D.I.M.EKON.3/12/2019 tentang FGD Persiapan Penerbitan Obligasi

Daerah Provinsi Jawa Barat.

Rekomendasi kebijakan tersebut juga disampaikan kepada para pihak yang terlibat

dalam pelaksanaan pijaman daerah melalui surat nomor EK.3.1/239/ D.I.M.EKON.3/

12/2019 tentang konfirmasi TA ADB yang ditujukan Kepala Biro Kerja Sama Teknik Luar

Negeri (Kemensetneg) yang menyatakan bahwa PwC merupakan TA yang ditugasi untuk

menyusun FS atas Tlogo Edu Park di Prov. Jawa Tengah.

Outcome/dampak :

1) Terjalinnya koordinasi dan kerja sama dalam pelaksanaan obligasi daerah antar

stakeholder.

2) Meningkatnya jumlah pemerintah daerah yang berminat untuk menerbitkan obligasi

daerah sebagai alternatif pembiayaan infrastruktur diluar APBN/D.

3) Tersusunnya dokumen pendukung proyek (FS) Tlogo Edu Park Provinsi Jawa Tengah.

c) Pemberdayaan SHAT

Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan SHAT bagi pelaku usaha mikro dan kecil, petani

nelayan dan pembudi daya ikan masih melanjutkan amanat MoU Pemberdayaan SHAT bagi

Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, Petani, Nelayan dan Pembudidaya Ikan Nomor 37/SKB/

XII/2017; 593/9395/SJ; 14/KB/M.KUKM/XI/2017; 07/MoU/HK.220/M/12/2017;

16/MEN-KP/KB/XII/2017 tanggal 27 November 2017 dan telah diturunkan dalan PKS

Pemberdayaan SHAT bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil, Petani, Nelayan dan Pembudidaya

Ikan Nomor 29/skb-400/iv/2018;500/1738/Bangda/2018; 01/PKS/ Dep.2/IV/2018/

03/MoU/OT.160/B/04/2018; 01/PKS/DJPT-KKP/IV/2018; 01/DJPB-KKP/PKS/IV/2018

yang telah ditandatangani pada tahun 2018.

Adapun rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pemberdayaan SHAT di

tahun 2019 antara lain:

Page 100: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

87

1) Pada tanggal 15 Februari 2019, di Kementerian Kelautan dan Perikanan telah

dilaksanakan rapat koordinasi penyusunan petunjuk teknis Kegiatan Fasilitasi

Sertipikasi Hak Atas Tanah Perikanan bagi Nelayan. Penyusunan juknis ini bisa

dijadikan salah satu dasar dan pedoman dalam penyusunan Juknis SHAT secara

umum sebagaimana mandat dari MoU dan PKS SHAT.

2) Tanggal 21 Februari 2019 di Kemenko Perekonomian dilaksanakan rapat koordinasi

peningkatan sinergi lintor di tahun 2019, membahas hal-hal yang akan menjadi

fokus kerjasama lintor dalam meningkatkan capaian program pemberdayaan SHAT

pada tahun 2019.

3) Pada tanggal 3 Mei 2019, dilaksanakan rapat koordinasi penyusunan Draft Pedoman

Umum Pemanfaatan SHAT bersama seluruh lintor pusat. Pada rapat ini, Kemendagri

sebagai penanggung jawab penyusunan draft meminta masukan K/L lintor mengenai

substansi yang perlu diatur dalam pedoman umum untuk memudahkan daerah

dalam melaksanakan proses pemberdayaan SHAT.

4) Tanggal 28 Juni 2019, dilakasanakan rapat koordinasi pembahasan langkah

peningkatan integrasi data lintor. Bertujuan membahas rancangan template data

pemberdayaan SHAT dari seluruh lintor serta langkah-langkah yang dapat dilakukan

dalam rangka meningkatkan integrasi data antar semua lintor.

Output/hasil Koordinasi :

1. IPW.5.1/31/D.I.M.EKON.3/02/2019 tanggal 25 Februari 2019 tentang

Penyampaian Notulensi Rapat Koordinasi Lintor pusat yang dilaksanakan pada

tanggal 21 Februari 2019.

2. EK.3.1/84/D.I.M.EKON.3/07/2019 tanggal 2 Juli 2019 tentang laporan rapat

koordinasi linto yang telah dilaksanakan pada tanggal 28 Juni 2019.

Outcome/Dampak :

Dengan adanya berbagai kegiatan pemberdayaan program SHAT maka koordinasi

lintas sektor dalam percepatan pemberdayaan SHAT semakin meningkat.

d) Kerja Sama Daerah

Pelaksanaan kegiatan Pengembangan Kerja Sama Daerah merupakan implementasi

dari turunan dari PP No 28 tahun 2018. Kegiatan ini merupakan Program Reguler dari

Asdep Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil.

Adapun rangkaian kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka kerja sama daerah di

tahun 2019 antara lain:

1) Pada tanggal 15 Januari 2019, dilaksanakan rapat pembahasan Informasi terkini

tentang pelaksanaan Kerja Sama Daerah terkait basis data dan perkembangan

penyusunan Permendagri tentang Kerja Sama Daerah.

Page 101: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

88

2) Pada tanggal 27 Februari 2019 dilaksanakan rapat pembahasan rencana pelaksanaan

Kajian Pengembangan Kerja Sama Daerah di Provinsi Banten. Dalam hal ini Kemenko

bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kerja Sama Antar

Daerah (LEKAD) yang telah lama bergerak dibidang kerja sama daerah di beberapa

provinsi di Indonesia.

3) Pada tanggal 29 Maret 2019, sebagai tindak lanjut dari rencana pelaksanaan Kajian

Pengembangan Kerja Sama Daerah di Provinsi Banten, Tim LEKAD mengusulkan tiga

kabupaten di Provinsi Banten yang akan dijadikan fokus kerja sama daerah yaitu

Kabupaten Pandeglang, Kabupeten Serang, dan Kabupaten Lamongan.

4) Pada tanggal 2 April 2019 dilaksanakan rapat koordinasi membahas langkah-

langkah persiapan pelaksanaan workshop serta pembagian tugas antara Menko

Perekonomian dengan Pemerintah Provinsi Banten serta Tim LEKAD.

5) Pada tanggal 11 April 2019 di Provinsi Banten dilaksanakan Worskhop Kajian

Pengembangan Kerja Sama Daerah di Provinsi Banten dengan mengundang dinas-

dinas terkait dari masing-masing kabupaten yang telah ditetapkan. Dari workshop ini

telah ditemukan tiga potensi kerja sama yang dapat dilakukan yaitu, Inovasi

Teknologi Pertanian, pengembangan pangan lokal, serta peningkatan pemasaran

produk. Hasil dari workshop ini juga telah dipresentasikan oleh Tim LEKAD pada

tanggal 16 Mei 2019 di Kemenko Perekonomian.

6) Hasil workshop disampaikan kepada masing-masing kabupaten melalui diseminasi

yang dilaksanakan pada tanggal 16 Juli 2019 di Kantor Bappeda Provinsi Banten.

Dalam diseminasi ini juga disampaikan terkait langkah selanjutnya yaitu penyusunan

MoU dan PKS antar kabupaten sebagai bentuk komitmen pelaksanaan Kerjasama

daerah di Provinsi Banten.

7) Pada tangal 8 Agustus 2019 dilaksanakan rapat koordinasi penyusunan draft MoU

dan PKS Kerja Sama Daerah antara Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, dan

Kabupaten Lebak. Rapat dihadiri oleh seluruh dinas terkait pada kabupaten dimaksud

serta perwakilan dari Pemerintah Provinsi Banten. Dari rapat ini telah disusun draft

MoU dan PKS yang selanjutnya akan di bahas di Provinsi Banten.

Output/Hasil Koordinasi :

Dari kegiatan tersebut dihasilkan output berupa nota dinas tentang Laporan rapat

koordinasi persiapan perlaksanaan Kajian Kerja Sama Daerah di Provinsi Banten,

laporan kajian, dan draft MoU dan PKS.

Outcome/dampak :

Meningkatnya koordinasi antar kabupaten dan kabupaten dengan provinsi dalam

rangka implementasi kerja sama daerah di Provinsi Banten.

Page 102: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

89

4. Penyusunan Regulasi yang Mendukung Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil

a) Peraturan Pemerintah Pengelolaan Keuangan Daerah

Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan

dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga

Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kementerian PPN/Bappenas,

Kemenkum HAM dan Kemensetneg dalam melakukan penyusunan kebijakan terkait

pengelolaan keuangan daerah yang merupakan kebijkan lintas sektor dan berimplikasi luas

pada kinerja Kementerian atau Lembagai lain. Penyusunan PP Pengelolaan Keuangan

Daerah merupakan amanat dari UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Sebelumnya, aturan pengelolaan keuangan daerah telah diatur dalam PP No. 56 Tahun

2005.

PP terkait pengelolaan keuangan daerah telah selesai diharmonisasikan di Kemenkum

HAM dan telah disampaikan kepada Kemensetneg pada tahun 2018. Dalam proses

penyusunannya, Kemenko Perekonomian juga menyampaikan beberapa usulan pasal. Pada

bulan Februari 2019, Kemenko Perekonomian mendapat surat dari Menteri Sekretaris

Negara No. B-268/Kemensetneg/D-1/HK.02.03/05/2018 perihal Permohonan Paraf

Kembali atas Naskah Asli Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah. Berdasarkan reviu oleh Keasdepan Ekoda dan Sektor Riil, seluruh substansi dalam

draft tersebut sudah sesuai dengan hasil pembahasan dan sesuai dengan usulan pasal yang

disampaikan, selanjutnya dilakukan pemarafan oleh Bapak Menteri Koordinator Bidang

Perekonomian serta disampaikan kembali kepada Kemensetneg untuk diproses lebih lanjut.

Output/hasil koordinasi:

1) ND-28/D.I.M.EKON.3/2/2019 tentang Masukan terhadap Rancangan Peraturan

Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

2) PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan daerah yang ditetapkan

pada 6 Maret 2019 oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan pada tanggal 12

Maret 2019 oleh Menteri Hukum dan HAM.

Outcome/dampak:

Penetapan peraturan pengganti PP No. 56 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah menjadi PP No. 12 Tahun 2019.

b) Rancangan Peraturan Pemerintah Hak Keuangan dan Belanja

Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan

dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga

Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum

HAM dan Kemensetneg dalam melakukan penyusunan kebijakan terkait hak keuangan dan

Page 103: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

90

belanja kepala daerah dan wakil kepada daerah yang merupakan kebijakan lintas sektor

dan berimplikasi luas pada kinerja Kementerian atau Lembaga lain. Penyusunan RPP Hak

dan Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepada Daerah merupakan amanat dari UU No. 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Penyusunan RPP Hak dan Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepada Daerah telah

selesai tahap PAK dan Harmonisasi di Kemenkum HAM pada tahun 2018, namun setelah

disampaikan kepada Kemensetneg, Mensetneg melalui surat No. B-1034/M.Setneg/D-

1/HK/0202/12/2018 menyampaikan bahwa draft RPP tersebut dikembalikan kepada

Menteri Dalam Negeri selaku pemrakarsa dan perlu dibahas kembali bersama kementerian

terkait terutama dalam merumuskan besaran dana operasional Kepada Daerah dan Wakil

Kepala Daerah. Untuk mendidaklanjuti surat tersebut maka dilakukan rapat yang

diselenggarakan oleh Kemendagri pada tanggal 25 April 2019 di Hotel Aryaduta dan pada

tanggal 1 Juli 2019 yang diselenggarakan oleh Kemensetneg. Karena penyampaian RPP

tersebut pada saat menjelang Pemilu, maka sebagaimana arahan Presiden agar

kementerian/lembaga tidak mengusulkan kebijakan baru, maka proses penetapan draft

tersebut ditunda.

Output/hasil koordinasi:

1) EK.3.1/62/D.I.M.EKON.3/04/2019 tentang Laporan Rapat Pembahasan RPP Hak

Keuangan dan Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

2) EK.3.1/83/D.I.M.EKON.3/07/2019 tentang Laporan Rapat Pembahasan RPP Hak

Keuangan dan Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Outcome/dampak yang diharapkan:

Tersusunnya draft RPP Hak Keuangan dan Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah.

c) Rancangan Perpres Pemberian Penghargaan dan/atau Sanksi kepada Kementerian/

Lembaga dan Pemerintah Daerah

Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan

dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga

Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum

HAM, Kemensetneg, Setkab dan BKPM melakukan penyusunan kebijakan dalam

memberikan penghargaan dan/atau sanksi bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah

Daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja anggran, pelayanan perizinan

berusaha terintegrasi secara elektronik dan percepatan pelaksanaan berusaha untuk

medorong investasi di daerah.

Dalam penyusunan RPerpres tersebut, telah dilakukan harmonisasi di Kemenkum

HAM pada tanggal 19 Maret 2019 yang dihadiri oleh seluruh kementerian/lembaga

Page 104: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

91

terkait. Selanjutnya, Kementerian Keuangan menyampaikan draft kepada Kemensetneg dan

ditindaklanjuti melalui rapat yang diselenggarakan pada tanggal 31 Juli 2019. Karena

perlu dilakukan konfirmasi lebih lanjut atas beberapa pasal sehingga pada tanggal 6

Agustus 2019 kembali dilaksanakan rapat di Kementerian Keuangan. Dalam rapat tersebut

seluruh peserta rapat telah menyepakati hasil pembahasan dan masing-masing perwakilan

telah melakukan pemarafan atas draft Rprepres untuk diproses lebih lanjut.

Output/hasil koordinasi:

1) EK.3.1/44D.I.M.EKON.3/8/2019 tentang Laporan Rapat Pembahasan RPerpres

Pemberian Penghargaan dan/atau Sanksi kepada Kementerian Negara/Lembaga dan

Pemerintah Daerah.

2) EK.3.1/113/D.I.M.EKON.3/8/2019 tentang Laporan Rapat Pembahasan RPerpres

Pemberian Penghargaan dan/atau Sanksi kepada Kementerian Negara/Lembaga dan

Pemerintah Daerah.

Outcome/dampak :

Tersusunnya draft RPerpres Pemberian Penghargaan dan/atau Sanksi kepada

Kementerian Negara/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

d) Rancangan Perpres Standar Harga Satuan Regional

Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan

dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga

Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum

HAM, Kemensetneg, Setkab dan BKPM dalam melakukan penyusunan kebijakan dalam

pengelolaan keuangan daerah. Sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 51 ayat

(3) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah, maka perlu dilakukan penyusunan Peraturan Presiden tentang Standar Harga

Satuan Regional.

Dalam penyusunan draft RPerpres tersebut, kegiatan yang telah dilakukan yaitu:

1) Pada tanggal 8 Juli 2019, dilaksanakan rapat di Kemenkumham untuk harmonisasi

atas hasil Pembahasan Antar Kementerian (PAK) serta legal drafting.

2) Sebagai tindak lanjut dari rapat sebelumnya, telah dilaksanakan beberapa kali rapat

pembahasan perancangan Dratf RPerpres tentang Standar Harga Satuan Regional

antara lain tanggal 11 Juli 2019 dan 12 Juli 2019. Dalam rapat ini disepakati

beberapa perubahan substansial serta legal drafting-nya.

3) Tanggal 7 Oktober 2019, dilaksanakan rapat finalisasi Draft RPerpres tentang

Standar Harga Satuan Regional di Kementerian Sekretaris Negara, dimana juga

dilakukan perubahan-berubahan legal drafting.

Page 105: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

92

4) Saat ini proses penyusunan telah selesai dilaksanakan dan tengah dalam proses

permohonan paraf kepada para menteri dan selanjutnya ditetapkan oleh Presiden.

Output/hasil koordinasi:

1. EK.3.1/81/D.I.M.EKON.3/06/2019 tanggal 24 Juni 2019 tentang Laporan Rapat

Pembahasan RPerpres Standar Harga Satuan Regional tanggal 20 Juni 2019.

2. EK.3.1/127/D.I.M.EKON.3/10/2019 tanggal 7 Oktober 2019 Laporan Rapat

Pembahasan RPerpres Standar Harga Satuan Regional tanggal 4 Oktober 2019.

3. EK.3.1/01/D.I.M.EKON.3/01/2019 tanggal 2 Januari 2020 tentang Masukan

terhadap Rancangan Peraturan Presiden tentang Standar Harga Satuan Regional.

Outcome/dampak :

Tersusunnya draft RPerpres tentang Standar Harga Satuan Regional.

e) Regulasi Turunan Perpres 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis

Elektronik (SPBE)

Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan

dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga

Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Bappenas, Kemenkominfo,

BPKP, dan BPPT dalam melakukan penyusunan kebijakan dalam penyelenggaraan Sistem

Pemerintahan Berbasis Elektronik yang terintegrasi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.

Penyusunan Peremendagri tersebut merupakan amanat Pasal 222 PP No.12 Tahun 2019

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Dalam rangka menghasilkan kebijakan SPBE yang terintegrasi maka Kemenko

Perekonomian, Kemendagri, Kemenkeu, Kominfo, BPKP, Kemenpan-RB melalukan

benchmarking ke Jepang untuk mengetahui arsitektur e-government di Jepang sehingga

dapat menjadi gambaran bagi k/l untuk menyusun arsitektur e-gov. Benchmarking

dilaksanakan pada tanggal 9 s.d 18 Februari 2019. Jepang menjadi negara tujuan

benchmarking dikarenakan telah menerapkan sistem pemerintahan berbasis IT sejak tahun

2000 dan sudah terintegrasi secara penuh pada tahun 2003.

1) Untuk menindaklanjuti benchmarking, maka pada tanggal 5 Maret 2019 dilakukan

rapat koordinasi tingkat eselon 1 yang dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi

Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian untuk mengetahui update

pengintegrasian sistem pengelolaan keuangan daerah.

2) Selain itu, untuk menggali informasi lebih lanjut terkait SPBE, Kemenko

Perekonomian mengundang perwakilan Kemenpan-RB dan Kominfo untuk

melakukan FGD Sharing Knowlegde.

Output/hasil koordinasi :

Page 106: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

93

a. Nota Dinas EK.3.1/35/D.I.M.EKON.3/2/2019 tentang Laporan Kegiatan

Benchmarking E-Government Architecture and Implementation di Jepang.

b. Nota Dinas EK.3.1/76/D.I.M.EKON.3/2/2019 tentang Update Hasil Mapping Sistem

Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dalam Pengelolaan Keuangan Daerah

c. Surat Keluar EK.3.1/247/D.I.M.EKON/7/2019 tentang Penyampaian Hasil Mapping

Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dalam Pengelolaan Keuangan Daerah

yang ditujukan kepada Kemendagri, Kemenkeu dan Bappenas.

d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2019 tentang

Sistem Informasi Pemerintahan Daerah

Outcome/dampak :

a) Tersusunnya hasil mapping Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dalam

Pengelolaan Keuangan Daerah.

b) Tersusunnya turunan PP No.12 Tahun 2019 dalam bentuk Peraturan Menteri Dalam

Negeri Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi

Pemerintahan Daerah.

f) Koordinasi Implementasi Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional (KDPEN)

Saat ini Indonesia masih dihantui oleh kesenjangan antarwilayah yang cukup tinggi,

dimana perekonomian di Indonesia bagian barat lebih pesat dibandingkan Indonesia

bagian timur. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, daerah-daerah di Indonesia

didorong untuk meningkatkan ekspor daerahnya dengas komoditas unggulan/potensial

yang tersedia di daerah tersebut. Tidak hanya itu, industri yang ada di daerah juga harus

dipersiapkan sehingga mampu memiliki daya saing yang tinggi, terutama pada industri

yang berorientasi ekspor sesuai industri prioritas pada Roadmap Industri 4.0 (makanan

dan minuman, tekstil dan pakaian, elektronik, otomotif, dan kimia). Selanjutnya, karena

Indonesia kaya akan sumber daya alam dan potensi pariwisata yang besar, diperlukan juga

hilirisasi hasil sumber daya alam dan pengembangan destinasi wisata baru berkelas dunia

agar mampu memberikan dampak positif ke perekonomian daerah dan nasional.

• FGD terkait Strategi Pengembangan Pembiayaan Ekspor Nasional

• Sosialisasi Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional

Output/hasil koordinasi:

a) Nota Dinas Nomor EK.3.3/45/D.I.M.EKON.3/04/2019 tentang Masukan atas

Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional.

b) Peraturan dan Perundangan yang dihasilkan Peraturan Pemerintah 43 Tahun 2019

tentang Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional

Outcome/dampak :

Kondisi perekonomian nasional saat ini diwarnai dengan penurunan nilai ekspor,

tersentralisasinya pasar ekspor, dan komposisi produk ekspor yang masih didominasi

Page 107: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

94

sektor komoditas. Di sisi lain, perkembangan sektor pariwisata Indonesia merupakan

peluang yang perlu ditangkap dan dimanfaatkan sebagai sumber penerimaan devisa.

Untuk mengatasi kondisi tersebut, Pemerintah melakukan strategi PEN yang

diarahkan pada kegiatan yang menghasilkan devisa, kegiatan yang menghemat

devisa dalam negeri, dan/atau kegiatan yang meningkatkan kapasitas produksi

nasional. Selain itu, Peraturan Pemerintah ini mengatur pula metode perdagangan

jasa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang

Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan

Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2014 tentang Perdagangan yang meliputi pasokan lintas batas, konsumsi di luar

negeri, keberadaan komersial, atau perpindahan manusia. Selanjutnya, strategi PEN

dirumuskan oleh LPEI berkoordinasi dengan pemangku kepentingan yang kemudian

dicantumkan dan dilaksanakan melalui RJP.

Dengan terbitnya kebijakan dasar PEN, diharapkan akan mendorong terciptanya

iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan ekspor nasional; mempercepat

peningkatan ekspor nasional; membantu peningkatan kemampuan produksi nasional

yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan ekspor; dan mendorong

pengembangan UMKM & koperasi untuk mengembangkan produk yang berorientasi

ekspor.

g) Buku Kumpulan Peraturan Terkait Pengembangan Ekonomi Daerah

Dalam rangka implementasi Regulaory Impact Analysis (RIA), Keasdepan Ekonomi

Daerah dan Sektor Riil telah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dalam

penyusunan kebijakan/peraturan perundang-undangan khususnya dibidang

pengembangan ekonomi daerah.

Selama periode 2017 s.d 2019 telah disusun 5 (lima) Peraturan Pemerintah dalam

mendorong ekonomi daerah yang kami rangkung dalam buku ”Kumpulan Peraturan

Terkait Pengembangan Ekonomi Daerah Periode 2017 s.d 2019”. Adapun Peraturan

Pemerintah yang sudah disusun adalah:

1. PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah;

2. PP Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah;

3. PP Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah;

4. PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pinjaman Daerah; dan

5. PP Nomor 24 Tahun 2019 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian

Kemudahan Penanaman Modal di Daerah.

Ouput/hasil koordinasi

a. EK.3.1/155/D.I.M.EKON.3/11/2019 tentang Penyampaian Buku Kumpulan

Peraturan Terkait Pengembangan Ekonomi Daerah

Page 108: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

95

b. Buku Kumpulan Peraturan Terkait Pengembangan Ekonomi Daerah

Outcome/dampak :

Tersusunnya buku Kumpulan Peraturan Terkait Pengembangan Ekonomi Daerah dan

Tersampaikannya buku tersebut kepada stakeholder.

Kebijakan yang Terkait dengan Bidang BUMN

Maksud dan tujuan BUMN sebagaimana diatur dalam UU 19/2003 tentang BUMN

adalah memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada

umumnya dan penerimaan negara pada khususnya, mengejar keuntungan,

menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang

bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, menjadi perintis

kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi,

dan turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi

lemah, koperasi, dan masyarakat.

Dalam rangka melaksanakan amanah dalam UU 19/2003 tersebut maka sasaran

pembinaan dan pengembangan BUMN dalam jangka menengah adalah meningkatnya

peran BUMN dalam perekonomian/pembangunan melalui peningkatan pelayanan publik

BUMN, pemantapan struktur BUMN dan peningkatan kapasitas BUMN.

Sejalan dengan peran BUMN sebagai agent of development dan sebagai kepanjangan

tangan Pemerintah, BUMN diharapkan berpartisipasi dalam pembangunan nasional seperti

pembangunan proyek strategis atau prioritas infrastruktur Pemerintah. Sesuai amanat

dalam RPJMN 2015-2019 dalam mewujudkan bangsa yang berdaya saing, salah satunya

melalui pembangunan infrastruktur dan ketersediaan energi. Selain itu, salah satu arah

kebijakan umum pembangunan nasional 2015-2019 yaitu mempercepat pembangunan

infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan. Peran BUMN dalam pembangunan

infrastruktur diarahkan untuk memperkuat konektivitas nasional sehingga mencapai

keseimbangan pembangunan, mempercepat penyediaan infrastruktur perumahan dan

kawasan pemukiman serta infrastruktur kelistrikan, menjamin ketahanan air, pangan dan

energi untuk mendukung ketahanan nasional dan mengembangkan sistem transportasi

massal perkotaan. Kesemuanya dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan meningkatkan

peran kerjasama Pemerintah-Swasta.

Beberapa kebijakan Pemerintah tersebut dilaksanakan khususnya dalam hal

pembiayaan melalui penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) dan persetujuan

Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) serta penguatan struktur BUMN (termasuk

pembentukan Holding). Upaya-upaya pencapaian kebijakan di bidang BUMN tidak

terlepas dari kegiatan-kegiatan koordinasi perencanaan, sinkronisasi, monitoring dan

evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang BUMN lainnya yang sewaktu-waktu menjadi

Page 109: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

96

permasalahan aktual yang harus diselesaikan oleh Kemenko Perekonomian melalui

koordinasi antar Kementerian/Lembaga terkait.

5. Koordinasi Kebijakan terkait Restukturisasi/Privatisasi

Program restrukturisasi merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan

BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal

perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Restrukturisasi

dilaksanakan dalam 2 bentuk yaitu restrukturisasi sektoral dan restrukturisasi perusahaan.

Restrukturisasi sektoral dilaksanakan sesuai dengan kebijakan sektor dan/atau ketentuan

peraturan perundang-undangan. Salah satunya adalah pembentukan induk perusahaan

(Holding). Restrukturisasi perusahaan meliputi peningkatan daya saing usaha, penataan

hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku badan usaha,

termasuk di dalamnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan

menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik serta

restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi/manajemen, operasional,

sistem dan prosedur.

Koordinasi pelaksanaan restrukturisasi / privatisasi BUMN dilakukan melalui rapat

Pembahasan Antar Kementerian (PAK) dan harmonisasi antar instansi, terkait pembahasan

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan kajian Holding. Koordinasi dan sinkronisasi

yang dilakukan antara lain:

1) Rapat PAK dan Harmonisasi RPP dan Kajian terkait Pembentukan Holding BUMN

Farmasi kepada PT. Bio Farma (Persero) melalui pengalihan saham Negara pada PT.

Kimia Farma Tbk dan PT. Indofarma Tbk.

Pembentukan Holding ini dilatarbelakangi karena banyaknya tantangan industri

farmasi di Indonesia seperti tingginya ketergantungan impor bahan baku yang

digunakan dalam industri farmasi, proses supply chain yang tidak efisien yang

mengakibatkan biaya produksi dan distribusi farmasi menjadi tinggi, ketimpangan

kapabilitas dan inovasi antar perusahaan farmasi domestik, harga obat branded yang

mahal, tingkat permintaan produk generik yang tinggi dan sebagainya. Holding

BUMN Farmasi memposisikan PT. Bio Farma (Persero) sebagai induknya.

Pembentukan holding BUMN Farmasi telah terwujud melalui penetapan Peraturan

Pemerintah No. 76 Tahun 2019.

2) Rapat PAK terkait RPP dan Kajian terkait Pembentukan Holding BUMN Sektor

Maritim

Pembentukan Holding Maritim dalam rangka memberi nilai tambah dan

menumbuhkan ekonomi nasional serta menjadi Perusahaan berkelas dunia dalam

Page 110: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

97

Sektor Maritim. Holding BUMN Sektor Maritim memposisikan PT. Industri Kapal

Indonesia (Persero) sebagai induknya. Holding BUMN Sektor Maritim akan

melibatkan 4 sektor dengan anggota holding sebagai berikut:

a) Sektor Perkapalan, yaitu PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (PT DKB Persero), PT

Dok & Perkapalan Surabaya (PT DPS Persero).

b) Sektor Pelabuhan, yaitu PT Pelabuhan Indonesia I (PT Pelindo I Persero), PT

Pelabuhan Indonesia II (PT Pelindo II Persero), PT Pelabuhan Indonesia III (PT

Pelindo III Persero) dan PT Pelabuhan Indonesia IV (PT Pelindo IV Persero).

c) Sektor Kawasan, yaitu PT Pengusahaan Daerah Industri Pulau Batam (PT PDIPB

Persero).

d) Sektor Logistik, yaitu PT Varuna Tirta Prakasya (PT VTP Persero).

3) Rapat PAK terkait RPP dan Kajian terkait Pembentukan Holding BUMN Perasuransian

dan Penjaminan melalui pengalihan saham Negara pada PT. Asuransi Kerugian Jasa

Raharja, PT. Asuransi Kredit Indonesia, PT. Asuransi Jasa Indonesia dan (Perum)

Jaminan Kredit Indonesia.

Pembentukan Holding ini dalam rangka meningkatkan stabilitas dan inklusi

keuangan nasional serta memperkuat sektor asuransi. Holding BUMN Perasuransian

dan Penjaminan memposisikan PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero)

sebagai induknya.

4) Rapat PAK terkait RPP dan Kajian terkait Pembentukan Holding Jasa Survey

Pembentukan Holding ini dalam rangka memperkuat peran Pemerintah terkait

dengan stabilitas nasional dalam hal safety, security dan quality produk-produk

dalam negeri dan luar negeri serta meningkatkan sinergi dari seluruh BUMN.

Holding Jasa Survey memposisikan PT. Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) sebagai

induknya.

6. Koordinasi Kebijakan Terkait Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN)

Sejalan dengan peran sebagai agent of development, BUMN dalam menjalankan

aktivitasnya memerlukan dana yang cukup baik dari sumber internal maupun eksternal.

Kebutuhan akan pembiayaan dari sumber eksternal merupakan sebuah keniscayaan yang

diperlukan untuk mendukung operasional perusahaan. Sumber pembiayaan dalam bentuk

pinjaman komersial luar negeri merupakan salah satu opsi yang menarik dilihat dari

berbagai sisi seperti ketersediaan likuiditas serta term and condition. Sesuai dengan

Keppres 39/1991 Tentang Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Komersial Luar Negeri,

Kemenko Perekonomian merupakan Ketua Tim PKLN. Tugas Tim PKLN diantaranya adalah

mengkoordinasikan pengelolaan semua PKLN yang diperlukan oleh BUMN dan BUMS yang

terkait proyek Pemerintah.

Page 111: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

98

Dalam proses pemberian persetujuan permohonan PKLN dari Menko Perekonomian,

diperlukan koordinasi antara Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia selaku Tim PKLN. Rapat koordinasi

tersebut selanjutnya ditindaklanjuti dengan permohonan tanggapan PKLN kepada Tim

PKLN. Koordinasi dan sinkronisasi dilakukan antara lain:

1) Rapat Pembahasan Permohonan Persetujuan PKLN PT. Pertamina (Persero)

Persetujuan PKLN ini untuk penerbitan global bond senilai USD2.500.000.000 (dua

miliar lima ratus juta dollar) dalam rangka pembiayaan proyek yang bersifat

pengembangan bisnis seperti pembangunan terminal dan depot LPG, kilang minyak

RDMP Balikpapan, proyek langit biru Cilacap dan sebagainya.

2) Rapat Pembahasan Permohonan Persetujuan PKLN PT. Medco Ratch Power Riau

Permohonan persetujuan PKLN ini untuk pinjaman sebesar USD222.000.000 (dua

ratus dua puluh dua juta dollar) dalam rangka pendanaan proyek Pembangkit Listrik

Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Riau yang berlokasi di Kelurahan Industri Tenayan,

Pekanbaru, Riau.

3) Rapat Pembahasan Permohonan PKLN PT. Indo Raya Tenaga

Permohonan persetujuan PKLN ini untuk pinjaman sebesar USD2.612.000.000 (dua

miliar enam ratus dua belas juta dollar) dalam rangka pendanaan proyek PLTU Jawa

9 & 10 yang berlokasi di Suralaya, Cilegon, Banten.

4) Rapat Pembahasan Permohonan Persetujuan PKLN PT. Pertamina EP Cepu

Permohonan persetujuan PKLN ini senilai USD1.878.000.000 (satu miliar delapan

ratus tujuh puluh delapan juta dollar) dalam rangka pendanaan proyek Jambaran

Tiung Biru (JTB).

7. Koordinasi Kebijakan Terkait Penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN)

Salah satu sasaran pembinaan dan pengembangan BUMN adalah meningkatnya

peran BUMN dalam pembangunan melalui peningkatan pelayanan publik. Guna

mendukung hal tersebut, Pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan penambahan

PMN dari APBN dalam rangka memperkuat struktur permodalan BUMN. Selain itu, PMN

juga diberikan dalam rangka meningkatkan kapasitas Perusahaan. Berdasarkan PP

72/2016 tentang Perubahan atas PP 44/2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan

Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas, sumber PMN yang

berasal dari APBN meliputi kekayaan negara berupa dana segar, Barang Milik Negara

(BMN), piutang negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas, saham milik negara pada

BUMN atau Perseroan Terbatas; dan/ atau aset negara lainnya. PMN Tunai diberikan

dalam rangka mendukung penugasan Pemerintah dalam pembangunan infrastruktur

Pemerintah. Sedangkan PMN Non Tunai diberikan Pemerintah berupa BUMN yang berasal

Page 112: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

99

dari APBN yang telah dioperasionalkan dan/atau digunakan oleh BUMN (Bantuan

Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya / BPYBDS) dalam rangka penatausahaan

BUMN.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dengan Kementerian/

Lembaga lainnya melalui pelaksanaan koordinasi Rapat PAK dan harmonisasi terkait RPP

Penambahan PMN serta kajian Penambahan PMN pada BUMN terkait, bekerja sama

mendorong BUMN untuk mendukung upaya pembangunan mencapai pertumbuhan

ekonomi yang cukup tinggi, pemerataan, dan stabilitas ekonomi yang cukup mantap.

Koordinasi dan sinkronisasi yang dimaksud antara lain:

1) Rapat PAK dan Harmonisasi terkait RPP Penambahan PMN Tunai pada Lembaga

Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)

Penambahan PMN pada LPEI sebesar Rp 2.500.000.000.000 (dua triliun lima ratus

miliar rupiah) untuk mendukung program ekspor nasional, termasuk penugasan

khusus Pemerintah kepada LPEI.

2) Rapat PAK dan Harmonisasi terkait Penambahan PMN Tunai pada PT. PLN (Persero)

Penambahan PMN pada PT. PLN (Persero) sebesar Rp 6.500.000.000.000 (enam

triliun lima ratus miliar rupiah) untuk menyelenggarakan pembangunan

infrastruktur ketenagalistrikan yaitu pembangunan pembangkit, transmisi dan gardu

listrik serta distribusi yang akan dilaksanakan pada seluruh wilayah Indonesia.

3) Rapat PAK dan Harmonisasi terkait Penambahan PMN Tunai pada PT. Sarana

Multigriya Finansial (PT. SMF)

Penambahan PMN pada PT. SMF sebesar Rp 800.000.000.000 (delapan ratus miliar

rupiah) untuk membangun dan mengembangkan pasar pembiayaan sekunder

perumahan, serta menjaga kesinambungan pembiayaan perumahan yang terjangkau

oleh masyarakat berpenghasilan rendah melalui penyediaan sumber dana jangka

menengah atau jangka panjang sektor perumahan.

4) Rapat PAK dan Harmonisasi terkait Penambahan PMN Tunai pada PT. Hutama Karya

(Persero)

Penambahan PMN pada PT. Hutama Karya (Persero) sebesar Rp 10.500.000.000.000

(sepuluh triliun lima ratus miliar rupiah) dalam rangka percepatan pelaksanaan

pembangunan jalan tol di Sumatera.

5) Rapat PAK dan Harmonisasi terkait Penambahan PMN Non Tunai pada PT. Pelabuhan

Indonesia I

Penambahan PMN pada PT. PLN (Persero) sebesar Rp 527.133.217.252,50 (lima

ratus dua puluh tujuh miliar seratus tiga puluh tiga juta dua ratus tujuh belas ribu

dua ratus lima puluh dua rupiah lima puluh sen) yang berasal dari pengalihan BMN

pada Kementerian Perhubungan berupa fasilitas pelabuhan Dumai dan fasilitas

Page 113: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

100

pelabuhan Gunung Sitoli, yang pengadaannya bersumber dari APBN Tahun

Anggaran 2000, 2001, 2002,2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 dan

2011.

6) Rapat PAK dan Harmonisasi terkait Penambahan PMN Non Tunai pada PT. PLN

(Persero)

Penambahan PMN pada PT. PLN (Persero) sebesar Rp 4.028.229.700.959 (empat

triliun dua puluh delapan miliar dua ratus dua puluh sembilan juta tujuh ratus ribu

sembilan ratus lima puluh sembilan rupiah) yang berasal dari pengalihan BMN pada

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berupa Pembangkit Listrik Tenaga

Diesel (PLTD) di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, serta Pembangkit Listrik Tenaga

Air (PLTA) di Provinsi Jawa Timur, yang pengadaannya bersumber dari APBN Tahun

Anggaran 1998/1999, 1999/2000, 2002,2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008,

2009, 2010, 2011, 2012, 2013 dan 2015.

Output/hasil koordinasi :

a) Koordinasi kebijakan terkait Penambahan PMN ke Modal Saham PT. Bio Farma

(Persero) dalam rangka Pembentukan Holding Farmasi dengan ditetapkannya PP

Nomor 76 Tahun 2019

b) Surat Persetujuan PKLN PT. Pertamina (Persero) Nomor: PKLN-59/D.I.M.EKON/

05/2019 tanggal 3 Mei 2019

c) Surat Persetujuan PKLN PT. Medco Ratch Power Riau Nomor: PKLN-76/

D.I.M.EKON/06/2019 tanggal 14 Juni 2019

d) Surat Persetujuan PKLN PT. Indo Raya Tenaga Nomor: PKLN-97/D.I.M.EKON/

07/2019 tanggal 23 Juli 2019

e) Surat Persetujuan PKLN PT. Pertamina EP Cepu Nomor: PKLN-139/M.EKON/

06/2019 tanggal 27 Juni 2019.

f) Koordinasi kebijakan terkait Penambahan PMN Tunai pada Lembaga Pembiayaan

Ekspor Indonesia (LPEI) dengan ditetapkannya PP Nomor 44 Tahun 2019

g) Koordinasi kebijakan terkait Penambahan PMN Tunai pada PT. PLN (Persero)

dengan ditetapkannya PP Nomor 51 Tahun 2019

h) Koordinasi kebijakan terkait Penambahan PMN Tunai pada PT. Sarana Multigriya

Finansial (PT. SMF) dengan ditetapkannya PP Nomor 58 Tahun 2019

i) Koordinasi kebijakan terkait Penambahan PMN Tunai pada PT. Hutama Karya

(Persero) dengan ditetapkannya PP Nomor 61 Tahun 2019

j) Koordinasi kebijakan terkait Penambahan PMN Non Tunai pada PT. Pelabuhan

Indonesia I dengan ditetapkannya PP Nomor 10 Tahun 2019

k) Koordinasi kebijakan terkait Penambahan PMN Non Tunai pada PT. PLN (Persero)

dengan ditetapkannya PP Nomor 60 Tahun 2019

Page 114: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

101

Outcome/dampak :

a) Penambahan PMN memperkuat struktur permodalan dan meningkatkan kapasitas

usaha serta leveraging pendanaan perusahaan.

b) Restrukturisasi merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN

yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal

perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan.

c) Izin persetujuan PKLN menjadi upaya Pemerintah bersama Tim PKLN untuk

meminimalkan resiko pinjaman yang dilakukan oleh BUMN dan BUMS yang terkait

proyek Pemerintah.

KOORDINASI DAN SINKRONISASI KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO DAN KEUANGAN

LAINNYA.

1. Kebijakan Cukai Hasil Tembakau

Berdasarkan data dari WHO, tingkat prevalensi perokok Indonesia selalu menduduki

peringkat pertama di dunia dalam satu dekade terakhir. Dengan melihat realita ini,

pemerintah berupaya untuk melakukan penurunan angka tersebut. Sebagaimana diketahui

bahwa rokok sangat berhubungan erat dengan masalah kesehatan, termasuk isu stunting

dan gizi buruk pada balita. Dalam rangka untuk mengatasi isu-isu tersebut dan juga

mendukung pelaksanaan RPJMN 2020-2024 yang salah satu agenda utamanya adalah

peningkatan kualitas sumber daya manusia dan berdaya saing, maka pada tahun 2019,

pemerintah telah berani melakukan terobosan dalam upaya penurunan angka prevalensi

perokok Indonesia, yaitu kebijakan cukai tahun 2020 melalui Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 152 Tahun 2019. Dalam kebijakan tersebut, diputuskan kenaikan cukai sampai

dengan 23% dan kenaikan harga jual eceran (HJE) sampai dengan 35%. Kenaikan yang

tinggi tersebut diharapkan mampu mengurangi konsumsi rokok dan mengurangi

keterjangkauan harga rokok untuk tingkat remaja.

Output/hasil koordinasi :

Rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan cukai hasil tembakau tahun 2020

diperoleh melalui serangkaian pembahasan antar kementerian terkait, yaitu

Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan,

termasuk asosiasi yang tergabung pada masyarakat anti rokok dan asosiasi industry

rokok. Output dari kegiatan sinkronisasi dan koordinasi tersebut adalah telah

selesainya ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152 Tahun 2019 tentang

Kebijakan Cukai Hasil Tembakau Tahun 2020.

Outcome:

a) Penurunan tingkat prevalensi perokok Indonesia.

b) Peningkatan indeks pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.

Page 115: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

102

c) Penurunan angka stunting.

2. Kebijakan Cukai Plastik

Peningkatan komposisi sampah plastik sudah sampai dalam tahap yang

memprihatinkan. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2018

menunjukan adanya peningkatan komposisi sampah plastik dari total timbulan sampah

nasional, dari 14% pada tahun 2013 menjadi 16% pada tahun 2016. Untuk mengatasi isu

tersebut, pemerintah selanjutnya menetapkan Perpres Nomor 83 Tahun 2018, yang isinya

memerintahkan kepada seluruh Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah untuk

melakukan langkah-langkah dalam rangka mengurangi polusi sampah plastik, khususnya

yang telah mencemari perairan Indonesia. Salah satu tindakan pencegahan pencemaran

sampah plastic tersebut adalah dengan pengenaan cukai untuk kantong plastik.

Output/hasil koordinasi :

Rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pengenaan cukai berupa kantong

plastik diperoleh melalui serangkaian pembahasan antar kementerian terkait, yaitu

Kementerian Keuangan, KLHK, Kementerian Perindustrian, Kemenko Bidang

Kemaritiman, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sekretariat Negara, Sekretariat

Kabinet. Output dari kegiatan tersebut berupa Draft Rancangan Peraturan

Pemerintah tentang Barang Kena Cukai Berupa Kantong Plastik, yang saat ini telah

final dalam PAK dan sedang dilakukan proses pengharmonisasia di Kementerian

Hukum dan HAM.

Outcome/dampak :

Setelah kebijakan tersebut disahkan, diharapkan dampak pengenaan cukai kantong

plastik tersebut akan mengurangi konsumsi kantong plastik sehingga mampu

mengurangi pencemaran sampah plastik.

Page 116: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

103

SASARAN STRATEGIS 4. TERWUJUDNYA PENGENDALIAN KEBIJAKAN EKONOMI MAKRO

DAN KEUANGAN

SASARAN STRATEGIS 4

Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan

Indikator Kinerja

Target Realisasi Kinerja Memuaskan

Jumlah Paket Rekomendasi

Pengendalian Kebijakan

Ekonomi Makro dan

Keuangan

1 Paket

Rekomendasi

1 Paket

Rekomendasi 100%

a) Insentif Fiskal

a) Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai

Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak yang Bersifat Strategis

Melalui kuasa Pasal 16B Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan

PPnBM), Pemerintah dapat memberikan fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan yang

pengaturannya dilaksanakan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah untuk:

a. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam daerah pabean;

b. penyerahan barang kena pajak tertentu atau penyerahan jasa kena pajak tertentu;

c. impor barang kena pajak tertentu;

d. pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud tertentu dari luar daerah pabean

di dalam daerah pabean; dan

e. pemanfaatan jasa kena pajak tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah

pabean.

Merujuk pada ketentuan tersebut Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor

81 Tahun 2015 (PP 81/2015) memberikan fasilitas PPN dibebaskan bagi barang kena

pajak (BKP) yang dikategorikan sebagai barang stategis. Berdasarkan peraturan yang

diundangkan pada tanggal 9 November 2015 tersebut, barang bersifat strategis yang

antara lain meliputi mesin dan peralatan pabrik, ternak, bibit atau benih, pakan ternak,

pakan ikan, bahan pakan, dan bahan baku kerajinan perak, atas impor maupun

penyerahannya di dalam negeri dibebaskan dari pengenaan PPN. Namun demikian dalam

implementasinya beberapa sektor ekonomi mengusulkan perlunya penyesuaian PP

81/2018 dengan latar belakang sebagai berikut:

a. Liquefied natural gas (LNG)

Page 117: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

104

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252 Tahun 2012 (PMK 252/2012) antara lain

mengatur bahwa LNG sebagai bukan barang kena pajak (non-BKP) sehingga tidak

dikenai PPN. Putusan MA No.5 P/HUM/2018 membatalkan sebagian ketentuan

dalam PMK 252/2012, yaitu menetapkan bahwa LNG merupakan BKP sehingga

dikenai PPN. Pengenaan PPN atas LNG akibat Putusan MA mendapatkan keberatan

dari pelaku usaha karena dinilai menimbulkan dampak negatif, baik secara mikro

maupun makro. Atas dasar ini LNG diusulkan dapat diberikan fasilitas PPN melalui

perubahan PP 81/2015.

b. Listrik

Listrik merupakan salah satu barang strategis yang telah dibebaskan PPN berdasarkan

PP 81/2015. Namun pada praktiknya terdapat komponen biaya yang tidak dapat

dipisahkan dengan biaya pemakaian rekening listrik seperti biaya beban. PP 81/2015

perlu diubah dengan mempertegas cakupan listrik yang diberikan fasilitas PPN

dibebaskan.

c. Komoditi kelautan dan perikanan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116 Tahun 2017 (PMK 116/2017) mengatur

jenis barang kebutuhan pokok sebagai non-BKP yang tidak dikenai PPN. Ikan tidak

termasuk sebagai non BKP dalam PMK tersebut. Putusan MA No.32 P/HUM2018

menyatakan PMK 116/2017 bertentangan dengan UU PPN sepanjang tidak

memasukkan komoditi ikan sebagai jenis barang kebutuhan pokok (non-BKP) yang

tidak dikenai PPN. Untuk menjalankan putusan tersebut Pemerintah akan melakukan

revisi PMK 116/2017. Revisi PMK tersebut dengan memasukkan ikan sebagai non

BKP akan berdampak pada PP 81/2015 karena berdasarkan PP 81/2015 ikan

merupakan BKP strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN. PP 81/2015 perlu

diubah untuk mengeluarkan cakupan ikan yang dikategorikan sebagai non-BKP

dalam revisi PMK 116/2017.

Output/hasil koordinasi:

Rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan fasilitas PPN dibebaskan untuk

BKP bersifat strategis diperoleh melalui serangkaian pembahasan, baik dalam tingkat

teknis (rapat pembahasan antarkementerian/PAK) maupun dalam rapat koordinasi,

dengan melibatkan kementerian/Lembaga dan stakeholder terkait, antara lain

Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber

Daya Mineral, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia, dan Kementerian Sekretariat Negara. Output terkait pengendalian

kebijakan fasilitas PPN dibebaskan untuk BKP bersifat strategis adalah sebagai

berikut:

Page 118: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

105

a. Nota Dinas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor

EK.1.1/82/D.I.M.EKON/07/2019 tanggal 5 Juli 2019 tentang Pelaporan

Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah

Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak

Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai.

b. Nota Dinas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor

EK.1.1/94/D.I.M.EKON/12/2019 tanggal 17 Juli 2019 tentang Pelaporan Terkait

Permohonan Penyelesaian Putusan Mahkamah Agung perihal Pajak Pertambahan

Nilai atas Liquefied Natural Gas.

c. Nota Dinas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Nomor

EK.1.1/147/D.I.M.EKON/12/2019 tanggal 23 Desember 2019 tentang Pelaporan

Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah

Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak

Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai.

d. Surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan kepada Kepala

Badan Kebijakan Fiskal dengan nomor EK.1.1/226/D.I.M.EKON/07/2019 tanggal

11 Juli 2019 hal Tindak Lanjut Hasil Koordinasi RPP Perubahan PP Nomor 81

Tahun 2015.

e. Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian kepada Mahkamah Agung

dengan nomor EK.1.1/158/M.EKON/07/2019 tanggal 17 Juli 2019 hal

Permohonan Konsultasi.

f. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah

Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak

Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai.

Outcome/dampak :

a. Peningkatan daya saing;

b. Peningkatan kepastian hukum;

c. Peningkatan rasio elektrifikasi secara nasional;

d. Percepatan pemenuhan kebutuhan tenaga listrik yang lebih efisien; dan

e. Tersedianya harga listrik yang terjangkau oleh masyarakat luas.

Page 119: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

106

b) Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Berupa Kendaraan Bermotor

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai

dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN dan PPnBM) mengatur bahwa selain

pengenaan PPN, atas penyerahan barang kena pajak tergolong mewah yang dilakukan

pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam daerah pabean dalam kegiatan

usaha atau pekerjaannya dan atas impor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenai

juga PPnBM. Pengaturan kebijakan PPnBM di Indonesia terbagi atas dua kategori, yaitu

PPnBM atas barang kena pajak tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan PPnBM

atas barang kena pajak tergolong mewah non kendaraan bermotor. PPnBM atas barang

kena pajak berupa kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41

Tahun 2013 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22

Tahun 2014 (PP 41/2013 stdtd. PP 22/2014). Merujuk regulasi tersebut pengenaan

PPnBM didasarkan pada kapasitas mesin kendaraan bermotor, yaitu semakin besar

kapasitas mesin maka semakin tinggi tarif PPnBMnya.

Pengembangan kendaraan bermotor berbasis listrik menjadi salah satu prioritas

Pemerintah di sektor industri otomotif dalam rangka penguatan Revolusi Industri 4.0.

Selain sesuai dengan peta jalan industri otomotif, pengembangan kendaraan listrik

dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan ketahanan energi melalui pengurangan

ketergantungan bahan bakar fosil, mewujudkan kualitas udara bersih dan ramah

lingkungan serta komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

Dukungan percepatan program kendaraan bermotor listrik, khususnya berbasis baterai

(battery electric vehicle), diwujudkan Pemerintah melalui penerbitan Peraturan Presiden

Nomor 55 Tahun 2019 (Perpres 55/2019) yang salah satunya mengatur mengenai

pemberian insentif PPnBM.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka mendorong penggunaan kendaraan

bermotor yang hemat energi dan ramah lingkungan, memberikan keseimbangan

pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dan mengendalikan pola

konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, perlu untuk mengatur kembali

Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak

Penjualan atas Barang Mewah melalui revisi PP 41/2013 stdtd. PP 22/2014.

Output/hasil koordinasi:

Rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan PPnBM kendaraan bermotor

diperoleh melalui serangkaian pembahasan, baik dalam tingkat teknis (rapat pembahasan

antarkementerian/PAK) maupun dalam rapat koordinasi, dengan melibatkan

kementerian/Lembaga dan stakeholder terkait, antara lain Kementerian Keuangan,

Kementerian Perindustrian, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kementerian

Page 120: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

107

Sekretariat Negara. Output terkait pengendalian kebijakan PPnBM kendaraan bermotor

adalah sebagai berikut:

a. Nota Dinas Asisten Deputi Fiskal Nomor EK.1.1/50/D.I.M.EKON.1/04/2019 hal

Hasil Konsinyering Pembahasan Antarkementerian Penyusunan Rancangan Peraturan

Pemerintah tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan

Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

b. Nota Dinas Asisten Deputi Fiskal Nomor EK.1.1/91/D.I.M.EKON.1/06/2019 hal

Hasil Konsinyering Pembahasan Antarkementerian Penyusunan Rancangan Peraturan

Pemerintah tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan

Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

c. Nota Dinas Asisten Deputi Fiskal Nomor EK.1.1/129/D.I.M.EKON.1/09/2019 hal

Rapat Pembahasan Tanggapan/Masukan Kementerian ESDM atas RPP PPnBM

Kendaraan Bermotor.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 (PP 73/2019) tentang Barang Kena

Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak

Penjualan atas Barang Mewah. Peraturan yang diundangkan tanggal 16 Oktober

2019 dan mulai berlaku dua tahun sejak diundangkan tersebut menggantikan PP

41/2013 stdtd. PP 22/2014. Muatan pokok yang terkandung dalam regulasi tersebut

sebagai hasil pengendalian pelaksanaan kebijakan PPnBM kendaraan bermotor

sebelumnya adalah sebagai berikut:

PP 41/2013 stdtd. PP

22/2014 PP 73/2019

Dasar Pengenaan Kapasitas mesin Kapasitas mesin, konsumsi bahan bakar,

tingkat emisi CO2

Peneglompokkan

Kapasitas Mesin

Diesel: 3 kelompok

≤ 1500, 1500-2500,

>2500 cc

Gasoline: 4 kelompok

≤ 1500, 1500-2500,

2500- 3000, >3000 cc

3 kelompok

≤ 3000, > 3000 cc – 4.000 cc, >4.000cc

Pengelompokkan

Tipe Sedan

Sedan dan non-sedan Tidak membedakan sedan dan non-sedan

Prinsip pengenaan Semakin besar kapasitas

mesin (cc) semakin tinggi

tarif pajak

Semakin rendah emisi semakin rendah

tarif pajak;

Semakin besar kapasitas mesin (cc)

semakin tinggi tarif pajak

Program (insentif) Kendaraan bermotor

hemat energi dan harga

terjangkau (KBH2)

KBH2, hybrid electric vehicle (HEV),

plug-in HEV, flexy engine, electric

vehicle

Outcome/dampak :

Page 121: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

108

a. Dalam kaitannya dengan pemberlakuan regulasi tersebut setelah dua tahun terhitung

sejak tanggal diundangkan akan memberikan kepastian berusaha bagi pelaku usaha

untuk menyesuaikan bisnis dan meminimalkan terjadinya market shock yang dapat

berakibat terganggunya investasi saat ini;

b. Peningkatan pertumbuhan industri otomotif khususnya melalui strategi peningkatan

ekspor dari produksi kendaraan tipe sedan;

c. Percepatan pengembangan program kendaraan bermotor listrik yang low carbon dan

hemat energi; dan

d. Penguatan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

2. Menjaga Stabilitasi Inflasi Kelompok Harga Pangan Bergejolak Dan Kelompok Harga

Yang Diatur Pemerintah

a) Rekomendasi Kebijakan Terkait Pengendalian Inflasi

Dalam rangka menjaga laju inflasi yang rendah dan stabil, sebagai prasyarat

pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan bagi

peningkatan kesejahteraan masyarakat, Kemenko Perekonomian melaksanakan koordinasi,

sinkronisasi dan pengendalian kebijakan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan

pemerintah. Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor: 23 Tahun 2017

tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN). TPIN terdiri dari Tim Pengendalian

Inflasi Pusat (TPIP), Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi dan TPID Kabupaten/

Kota. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ditetapkan Keppres sebagai ketua TPIP.

Peraturan pelaksanaan Keppres, yaitu Keputusan Menko Perekonomian Nomor: 148

tahun 2017 tentang Tugas dan Keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat TPIP telah

menetapkan Deputi Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan sebagai Kepala

Sekretariat TPIP. Sekretariat TPIP berfungsi untuk membantu peran kelompok kerja (Pokja)

Daerah TPIP dalam melakukan sinkronisasi kebijakan Pusat-Daerah dan pembinaan TPID.

Dalam rangka menunjang hal-hal di atas, Sekretariat mengkoordinasikan

penyelenggaraan:

a) Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) TPIN pada 26 Juli 2019, merupakan forum

tertinggi dalam koordinasi pengendalian inflasi yang dipimpin oleh Wakil Presiden

yang diikuti oleh Tim Pengendalian Inflasi Pusat, Tim Pengendalian Inflasi Daerah

Provinsi dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten/Kota. Penyelenggaraan

Rakornas TPIN merupakan penegasan Pemerintah akan pentingnya sinergi antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mencapai sasaran inflasi nasional,

sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional, di tengah

ketidakpastian ekonomi global. Dalam kegiatan tersebut, secara tegas Presiden

memberikan arahan kepada seluruh pihak.

Page 122: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

109

b) High Level Meeting (HLM) tingkat Menteri, merupakan forum rapat koordinasi yang

diselenggarakan 2 (dua) kali dalam setahun yaitu pada tanggal 29 Januari 2019 dan

10 Juli 2019. HLM dihadiri oleh anggota TPIP dengan tujuan untuk penyusunan

rekomendasi penetapan sasaran inflasi, koordinasi kebijakan sektoral dalam rangka

mencapai sasaran inflasi, dan koordinasi kebijakan pusat daerah dalam rangka

mencapai sasaran inflasi.

c) Rapat Koordinasi Menteri pada tanggal 24 April 2019 diselenggarakan dalam rangka

perumusan kebijakan-kebijakan pengendalian inflasi menjelang HBKN Ramadhan

dan Idul Fitri Tahun 2019.

d) Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah (Rakorpusda) pada tanggal 21 November 2019,

merupakan forum rapat kordinasi yang diselenggarakan untuk menghasilkan

kesepakatan tindak lanjut dan implementasi hasil Rakornas di tingkat daerah.

Rakorpusda dihadiri oleh Sekretaris Daerah Provinsi dan Sekretaris Daerah

Kabupaten/Kota selaku pelaksana harian TPID.

Output/hasil koordinasi:

1) Penguatan Koordinasi Pusat dan Daerah

a) Terlaksananya Rakornas Pengendalian Inflasi 2019 pada tgl 25 Juli 2019. Hasil

rakornas telah disampaikan kepada anggota TPIP dan TPID melalui surat Menko

No.EK.2.1/201/M.EKON/08/2019.

b) Terlaksananya Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah pada tgl 21 November 2019.

Hasil Rakorpusda ditindaklanjuti melalui surat Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi

Makro dan Keuangan No. EK.2.1/392/D.I.M.EKON/11/2019 kepada Dirjen

Minyak dan Gas serta Dirjen Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM.

2) Koordinasi Pencapaian sasaran Inflasi Volatile Food 4-5%

a) Pelaksanaan High Level Meeting tanggal 29 Januari 2019 (penetapan program

kerja TPIP 2019).

b) Surat Menko selaku ketua TPIP kepada Ketua TPID (Ka. Daerah) No. EK.2.1-85/

M.EKON/04/2019 tentang Menjaga Ketersediaan dan Keterjangkauan Harga di

Bulan Puasa dan Hari Raya Idul Fitri 2019.

c) Pelaksanaan High Level Meeting tanggal 10 Juli 2019 (komitmen menjaga inflasi

dalam rentang sasarannya).

d) Surat Menko Perekonomian kepada Presiden No. EK.2.1-153/M.EKON/07/ 2019

tentang Laporan Pelaksanaan Tugas dan Hasil High Level Meeting Tim

Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) Semester I-2019.

e) Surat Menko kepada Gubernur Sumut, Sulut dan Sulteng No. EK.2.1/202-204/

08/2019 tentang Realisasi Inflasi Semester 1 Di Atas Sasaran Nasional.

Page 123: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

110

f) Surat Menko kepada seluruh ketua TPID No. EK.2.1/205/08/2019 Terkait

Pencapaian Inflasi Tahun 2019.

g) Surat Deputi kepada seluruh Sekda No. EK.2.1-270/D.I.M.EKON/08/2019

tentang Mitigasi Dampak Kenaikan Harga Cabai.

h) Surat Menko Perekonomian kepada Seluruh Gubernur, Bupati, dan Walikota No.

EK.2.1-322/M.EKON/12/2019 tentang Menjaga Ketersediaan dan

Keterjangkauan Harga di Libur Natal 2019 dan Tahun Baru 2020.

3) Tindak Lanjut Roadmap Pengendalian Inflasi Nasional 2019-2021;

a) Koordinasi Pengumpulan Dan Sinkronisasi Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi

2019-2021.

b) Pemantauan Implementasi Roadmap Ke K/L Dan TPID Provinsi/Kabupaten/Kota.

c) Penerbitan Permen Menteri PPN/Bappenas No. 6 Tahun 2019 tentang Tata Cara

Penyusunan Kebijakan Pengendalian lnflasi dalam Dokumen Perencanaan

Pembangunan Nasional.

d) Penyusunan Panduan Cadangan Pangan Pemerintah Daerah.

4) Dukungan Koordinasi Disaggregasi Survei Biaya Hidup 2018

a) Surat Deputi kepada Dirjen Telekomunikasi, Kemenkominfo No. EK.2.1/58/

D.I.M.EKON/02/2019 tentang Permohonan Komitmen dan Dukungan Perbaikan

Statistik Inflasi Tarif Pulsa Ponsel.

b) Surat Deputi kepada Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag No.

EK.2.1/59/ D.I.M.EKON/02/2019 tentang Permohonan Komitmen/Dukungan

Perbaikan Statistik Beras.

c) Surat Deputi kepada Dirjen Perhubungan Udara, Kemenhub No. EK.2.1/72/

D.I.M.EKON/02/2019 tentang Apresiasi dan dan Permohonan Komitmen dan

Dukungan Perbaikan Statistik Inflasi Tarif Angkutan Udara.

d) Surat Deputi kepada Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag No. EK.2.1/

385/D.I.M.EKON/11/2019 tentang Permohonan Penyampaian Terkini

Harmonisasi Kualitas Beras.

e) Surat Deputi kepada Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kemenkominfo

No. EK.2.1/439/D.I.M.EKON/12/2019 tentang Ucapan Terima Kasih Dan

Apresiasi Atas Dukungan Perbaikan Statistik Inflasi Tarif Pulsa Ponsel.

f) Surat Deputi kepada Dirjen Perhubungan Udara, Kemenhub No. EK.2.1/440/

D.I.M.EKON/12/2019 tentang Permintaan Dukungan Data Tarif Angkutan Udara

Dan Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama.

Outcome/dampak :

Tercapainya sasaran inflasi tahun 2019 yang telah ditetapkan pemerintah

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 93/PMK.Oll/2014 yaitu sebesar

Page 124: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

111

3,5±1% dan tercapainya sasaran inflasi volatile food (VF) sebagaimana ditetapkan

dalam High Level Meeting Pengendalian Inflasi 29 Januari 2019 dan penegasan

ulang komitmen menjaga realisasi Inflasi VF maksimal 5% dalam HLM pada 10 Juli

2019.

b) Rekomendasi Kebijakan Terkait Evaluasi Kinerja Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID)

Dalam rangka mengukur efektivitas koordinasi pengendalian inflasi yang

dilaksanakan TPID serta mendukung evaluasi dan apresiasi TPID dilakukan evaluasi kinerja

TPID setiap tahun, dimulai dari tahun 2012. Evaluasi tahun 2019 dilaksanakan atas

program kerja TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota tahun 2018. Dalam menghasilkan

rekomendasi, Sekretariat bekerjasama dengan Pokja Daerah melakukan serangkaian

kegiatan untuk menilai aspek proses/intensitas kegiatan, dan penilaian aspek outcome.

Rekomendasi penetapan pemenang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Koordinator

Bidang Perekonomian selaku ketua TPIP. Hasil rekomendasi dijadikan dasar pemberian

penghargaan TPID terbaik/berprestasi yang diberikan oleh Presiden dalam Rakornas.

Output/hasil koordinasi:

a) Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 275 tahun 2019 tentang

Penetapan Nominasi dan Penerima Penghargaan TPD Award 2019.

b) Berita Acara Rapat Peleno Penetapan Pemenang TPID Award 2019 No. BA-01/

SET.TPIP/07/2019 tanggal 12 Juli 2019.

c) Surat Deputi No. EK.2.1/4340D.I.M.EKON/12/2019 tentang penyampaian hasil

evaluasi kinerja TPID Tahun 2018.

d) Kepdeputi No. 6 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Pelaksanaan Evaluasi Kinerja

Tahunan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi dan Tim Pengendalian Inflasi

Daerah Kabupaten/Kota Oleh Kelompok Kerja Daerah Tim Pengendalian Inflasi

Pusat.

Outcome/dampak :

a) Semakin banyak TPID yang berpartisipasi dalam evaluasi penilaian kinerja dalam

pengendalian inflasi di daerahnya.

b) Penyempurnaan kriteria penilaian kinerja TPID yang semakin berkualitas.

c) Rekomendasi Kebijakan Terkait Terlaksananya Fungsi Kesekretariatan Tim Pengendali

Inflasi Pusat (TPIP)

Sekretariat TPIP sesuai dengan amanat Keppres No.23 tentang Tim Pengendalian

Inflasi Nasional berfungsi untuk mendukung Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan antar

K/L anggota TPIP dalam mencapai sasaran Inflasi yang ditetapkan. Disamping itu

Sekretariat TPIP juga berperan dalam pembinan daerah, dimana sebelum diterbitkannya

Page 125: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

112

Keppres, pembinaan TPID dilakukan oleh Kelompok Kerja Nasional TPID (Pokjanas TPID)

yang diketuai oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kemenko

Perekonomian. Setelah diterbitkannya Keppres, maka terdapat penyesuaian tugas sesuai

dengan fungsi kementerian yang mana tugas pembinaan daerah dilakukan oleh Direktur

Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri selaku ketua Kelompok

Kerja (Pokja) Daerah TPIP. Dalam rangka reposisi, Sekretariat TPIP tetap berperan

bersama-sama Pokja Daerah dalam pembinaan daerah.

Output/hasil koordinasi:

a) TPID terbentuk 100% (terakhir TPID di Pulau Taliabu, Maluku Utara).

b) Buku Panduan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

c) Terselenggaranya capacity building TPID dan klinik konsultasi. Selama tahun 2019

telah dilakukan 40 kali capacity building TPID dan 50 kali konsultasi TPID. Dengan

kegiatan ini diharapkan dapat menjadi arahan bagi daerah yang masih dalam fase

building awareness, yaitu tahap awal membangun kesadaran pentingnya koordinasi

kebijakan untuk mendukung pengendalian inflasi di daerah, serta menjadi sharing

discussion bagi daerah yang telah masuk fase fostering commitment yaitu tahap

dimana koordinasi kebijakan pengendalian inflasi mulai menjadi perhatian bersama

setiap elemen dalam TPID.

Outcome/dampak :

Terselenggaranya fungsi kesekretariatan dengan baik sesuai dengan tugasnya dalam

Kepmenko No. 143 Tahun 2017 yaitu pemeliharaan laman website resmi dan

kompilasi laporan TPID (melalui menu pelaporan dalam website tpin.id)

Terbentuknya TPID di seluruh daerah otonom (542 TPID terdiri dari 34 TPID

Provinsi dan 508 TPID Kabupaten/Kota). Dengan telah terbentuknya TPID di seluruh

daerah menunjukkan semakin besarnya kesadaran dan arti penting dari upaya

menjaga stabilitas harga bagi pembangunan ekonomi yang berkesinambungan di

daerah. Kedepan pembentukan TPID diarahkan tidak hanya sebagai bentuk

kesadaran dan komitmen daerah atas pengendalian inflasi, tetapi bagaimana agar

upaya pengendalian inflasi telah terintegrasi dalam rencana kerja seluruh institusi

terkait, sehingga rekomendasi kebijakan yang dihasilkan menjadi komitmen bersama

dan bahkan rumusan kebijakan yang dihasilkan sudah mengarah pada isu struktural.

3. Pemantauan Perkembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil

a) Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah: Meeting Incentive

Convention and Exhibition (MICE) sebagai Key Driver Pertumbuhan Ekonomi Baru di

Provinsi Jawa Timur, NTB dan Kepulauan Riau

Page 126: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

113

Di tengah menurunnya pertumbuhan

ekonomi global, Indonesia dituntut untuk dapat

menemukan sektor unggulan yang mampu

menjadi penggerak utama (key driver)

petumbuhan ekonomi. Apabila melihat tren dan

menganalisis berbagai sektor akhir-akhir ini,

sektor pariwisata muncul lebih dominan

dibandingkan sektor lain.

Oleh karena itu, pemerintah saat ini sedang

fokus untuk mengeluarkan program dan

kegiatan untuk mendorong sektor-sektor yang

yang mampu mendorong pertumbuhan sekaligus

menjadi sumber penerimaan devisa, salah

satunya adalah sektor pariwisata. Kebijakan

pemerintah terkait sektor pariwisata dapat

mendukung potensi sektor pariwisata diantaranya PP Nomor 50 Tahun 2011 tentang

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025 diatur bahwa

terdapat 88 kawasan wisata strategis nasional. Selanjutnya, Pemerintah melalui Perpres

Nomor 3 Tahun 2016 telah menetapkan 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)

atau yang sering dipopulerkan dengan istilah 10 Bali Baru. Beberapa daerah yang

termasuk di dalamnya akan dianalisis mendalam untuk mengetahui seberapa besar potensi

pariwisata dapat dikembangkan di daerah tersebut. Berikut beberapa daerah yang

dilakukan identifikasi peluang pengembangan industri pariwisata, antara lain:

a) Provinsi Jawa Timur dengan potensi salah satu kota wisata yang sangat populer

adalah Kota Batu wilayah Malang dan objek wisata Gunung Bromo.

b) Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan potensi Objek wisata pantai yang berada di

Pulau Lombok diantaranya adalah Pantai Gili Trawangan, Pantai Senggigi, dan wisata

gunungnya yang menantang yaitu Gunung Rinjani.

c) Provinsi Kepulauan Riau sebagai salah satu daerah destinasi MICE serta potensi

wisata pantai salah satunya Batam.

Proses pelaksanaan identifikasi peluang pengembangan industri pariwisata di daerah

terpilih tersebut adalah :

a) FGD bersama Badan Pusat Statistik untuk melihat perkembangan bagaimana

pertumbuhan ekonomi sektor akomodasi makan minum secara keseluruhan

mempengaruhi PDB. MICE sebagai bagian kegiatan ekonomi dari Pariwisata tercatat

di sektor akomodasi makan minum.

Page 127: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

114

b) Rapat Kerja bersama Expert di Bidang Ekonomi Pariwisata dan MICE untuk

mendalami analisis, historical trend, potensi MICE di Indonesia. Bagaimana Indonesia

dapat memanfaatkan sektor MICE sebagai alternatif pertumbuhan ekonomi berbasis

pariwisata, dan bagaimana best practice di negara-negara lain yang sering

menyelenggarakan kegiatan besar berbasis MICE.

c) Pemetaan potensi sumber pertumbuan ekonomi di daerah yang terkait MICE: Jawa

Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara. Kegiatan ini dilakukan untuk

melihat secara riil potensi MICE pada ketiga provinsi tersebut. Serta hambatan,

tantangan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah untuk

mendorong sektor pariwisata, terkhusus MICE.

d) Rapat Koordinasi Finalisasi Penyusunan Asesmen TW-IV 2018 untuk melakukan

penyusunan dan penyesuaian informasi serta keruntutan pada penyusunan Asesmen

TW-IV 2018.

Output/hasil koordinasi :

a. Nota Dinas Nomor E.K.3.4/47/D.I.M.EKON.3/4/2019 tentang Penyampaian Analisis

Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah: Potensi MICE sebagai Key

Driver Pertumbuhan Ekonomi Baru.

b. Surat Nomor S-107 s.d 117/D.I.M.EKON.3/4/2019 tentang Penyampaian Analisis

Sektoral dan Analisis Spasial Triwulanan IV Tahun 2018 kepada stakeholder terkait.

c. Capaian Kinerja Program berupa Buku Asesmen Analisis Perkembangan PDB/PDRB

Sektoral dan Ekonomi Daerah dengan tema “Potensi MICE sebagai Key Driver

Pertumbuhan Ekonomi Baru” dengan ringkasan sebagai berikut: Pembangunan

Pariwisata nasional perlu memperhatikan masalah dan kendala yang paling krusial

sektor pariwisata Indonesia terkait promosi, infrastruktur, kesehatan dan kebersihan,

keberlanjutan lingkungan, iklim usaha/investasi, keterbukaan internasional,

lingkungan bisnis dan sumber daya manusia. MICE harus didorong untuk menjadi

unggulan pariwisata. Salah satu contoh MICE yang dapat dikatakan berhasil dan

sukses diselenggarakan oleh Indonesia adalah IMF-World Bank Annual meeting

menjelang akhir tahun 2018 di Bali. Acara ini memberikan dampak ekonomi yang

besar terhadap sektor pariwisata dan sektor-sektor terkait lainnya baik dampak

langsung maupun tidak langsung.

Outcome/dampak :

MICE memberikan pemetaan kebijakan-kebijakan yang telah dilaksanakan di tiga

Provinsi yaitu Jawa Timur, NTB dan Kepulauan Riau. Basis informasi yang disediakan

secara primer ataupun sekunder bermanfaat untuk pemerintah pusat membantu

merumuskan kebijakan sektoral yang terkait sektor pariwisata dengan skala nasional,

ataupun kebijakan khusus di beberapa daerah. Pemerintah Daerah juga dapat

Page 128: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

115

melihat best practice dan menganalisa seluk beluk MICE untuk diidentifikasi dan

disesuaikan dengan daerahnya. Bagi stakeholder MICE merupakan referensi dalam

rangka membuat keputusan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif serta

menambah informasi dan wawasan.

b) Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah: Kolaborasi E-

Commerce dan Ritel Konvensional untuk Mendorong Sektor Perdagangan Nasional

(Daerah Potensial Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Gorontalo)

Dengan semakin gencarnya perang dagang yang menyebabkan ketidakpastian

ekonomi global, Indonesia dituntut untuk tidak selalu bergantung pada perekonomian

global dan memperkuat perekonomian domestik. Salah satu sektor yang memenuhi kriteria

tersebut adalah adalah sektor perdagangan.

Sebagai salah satu sektor penyumbang PDB terbesar, sektor perdagangan memiliki

pengaruh penting dalam perekonomian Indonesia. Pangsa yang cukup besar terhadap PDB

dipengaruhi salah satunya oleh banyaknya

jumlah usaha sektor perdagangan.

Jika sebelumnya sektor perdagangan hanya

bersifat konvensional atau penjual dan pembeli

bertemu secara langsung, kini perdagangan

dapat dilakukan melalui dunia maya dan jejaring

sosial. Semakin banyaknya platform e-commerce

artinya semakin banyak fasilitas untuk

melakukan perdagangan secara daring.

Kehadiran e-commerce sebagai salah satu model

bisnis baru di tengah perkembangan era

digitalisasi tentu saja menggerakan

perekonomian Indonesia termasuk sektor

perdagangan.

Untuk mendorong pertumbuhan di level

nasional, tentu tidak lepas dari peran

pembangunan di daerah. Identifikasi beberapa daerah yang memiliki peluang

pengembangan perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, yaitu:

1) Provinsi Jawa Timur dengan jumlah usaha menengah besar terbanyak di Indonesia,

selain itu Jawa Timur juga menjadi jalur perdagangan ke Indonesia Timur;

2) Provinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu daerah di luar Pulau Jawa yang

mengalami pertumbuhan sektor perdagangan tertinggi pada triwulan I tahun 2019.

Di samping memiliki tingkat konsumsi yang tinggi, nilai ekspor di daerah ini relatif

tinggi dibanding daerah lainnya dan nilai impornya;

Page 129: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

116

3) Provinsi Gorontalo merupakan provinsi yang sangat mengandalkan sektor

perdagangan besar dan eceran setelah sektor pertanian. Perkembangan sektor

perdagangan di provinsi ini dalam beberapa waktu terakhir juga sangat tinggi jika

dibandingkan dengan sektor lainnya. Dan pada triwulan I tahun 2019 mencatatkan

pertumbuhan yang sangat tinggi.

Proses pelaksanaan penyusunan Analisa kolaborasi E-Commerce dan ritel konvensional di

daerah terpilih tersebut adalah :

1) FGD bersama BPS untuk mengumpulkan informasi awal penulisan laporan terkait

data sektor perdagangan yang dikeluarkan oleh BPS.

2) FGD Peran E-commerce terhadap Sektor untuk mengumpulkan informasi terkait

peran E-commerce terhadap sektor perdagangan dengan narasumber dari BPS,

Kementerian Keuangan, Indonesia E-Commerce Association, LPEM FEB UI, DKEM

Bank Indonesia.

3) Pemetaan Potensi daerah Kalimantan Tengah, Jawa Timur dan Gorontalo yang

memiliki pertumbuhan dan kontribusi sektor perdagangan yang tinggi. Monitoring

dan evaluasi pada ketiga provinsi tersebut dilakukan untuk mengumpulkan data dan

informasi pendukung terkait perkembangan kinerja dan isu terkini terkait sektor

perdagangan besar dan eceran.

4) Finalisasi penulisan untuk membahas draft penulisan dan kontinuitas serta

konsistensi alur penulisan sebelum diterbitkan.

Output/hasil koordinasi:

1. Nota Dinas nomor E.K.3.4/99s.d.107/D.I.M.EKON.3/8/2019 tentang Penyampaian

Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah : Kolaborasi E-

Commerce dan Ritel Tradisional untuk Mendorong Sektor Perdagangan Nasional.

2. Nota Dinas nomor E.K.3.4/109/D.I.M.EKON.3/8/2019 tentang tentang

Penyampaian Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah:

Kolaborasi E-Commerce dan Ritel Tradisional untuk Mendorong Sektor Perdagangan

Nasional.

3. Surat Nomor S-181 s.d 185/D.I.M.EKON.3/8/2019 tentang Penyampaian Analisis

Sektoral dan Analisis Spasial Triwulanan I Tahun 2019 kepada stakeholder terkait.

4. Capaian Kinerja Program berupa Buku Asesmen Laporan Perkembangan PDB/PDRB

Sektoral dan Daerah Triwulan I 2019 dengan tema “Kolaborasi E-Commerce dan

Ritel Tradisional untuk Mendorong Sektor Perdagangan Nasional” dengan ringkasan

sebagai berikut: Salah satu sektor yang dapat menjadi penopang perekonomian

Indonesia di tengah kondisi ekonomi global seperti saat ini adalah sektor

perdagangan dalam negeri. Tercatat sejak tahun 2010, sektor perdagangan stabil

menyumbang di kisaran angka 13 persen terhadap total PDB. Berdasarkan sensus

Page 130: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

117

ekonomi tahun 2016, jumlah usaha sektor perdagangan mencapai 12,26 juta usaha.

Dengan jumlah sebanyak itu menandakan bahwa 46 persen usaha di Indonesia

didominasi oleh sektor perdagangan. Saat ini terdapat perubahan bentuk dan pola

transaksi dari pola konvensional beralih ke arah digital yang ditandai dengan

banyaknya platform E-commerce. Kehadiran E-commerce seolah membuat pasar

tradisional maupun ritel modern mengalami penurunan kinerja. Namun demikian,

jika kita lihat pada Indeks Penjualan Riil (IPR) justru terus mengalami pertumbuhan

dari waktu ke waktu.

Secara spasial, terbentuknya analisis terkait sektor perdagangan pada provinsi Jawa

Timur, Kalimantan Tengah dan Gorontalo sebagai acuan pemerintah daerah dalam

pengembangan dan penentuan kebijakan. Dari ketiga provinsi di atas sektor

perdagangan merupakan salah satu penyumbang terbesar pada triwulan I 2019,

Jawa Timur merupakan kontributor tersebesar ke-2 pada sektor ini, karena sebagai

pusat perdagangan untuk pengiriman barang dan jasa pada wilayah tengah maupun

timur Indonesia. Untuk keunggulan sektor perdagangan Kalimantan Tengah sebagai

penunjang ekspor dan satu-satunya provinsi yang memberikan surplus pada neraca

perdagangan Indonesia. Provinsi Gorontalo yaitu provinsi yang menunjukkan

pertumbuhan yang pesat pada triwulan I 2019 terutama perdagangan produk

perikanan dan perdagangan sektor pertanian terutama jagung, padi, serta lainnya.

Outcome/dampak :

Pemetaan kebijakan di Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Gorontalo untuk

memastikan bahwa kebijakan pemerintah daerah telah sejalan dengan kebijakan E-

commerce pemerintah pusat. Selain itu, daerah dengan potensi besar tersebut dapat

dipantau dan dikawal dengan baik dalam penciptaan pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Laporan analisis ekonomi daerah diharapkan dapat membantu

menginformasikan berbagai kebijakan berkaitan dengan ritel tradisional dan ritel

digital sebagai bahan pertimbangan stakeholder untuk membuat kebijakan,

menambah informasi dan wawasan tentang sistem perdagangan ritel dan digital di

daerah.

a) Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonoi Daerah: Sektor Pertambangan

& Penggalian: Kesinambungan di Tengah Gejolak Penurunan Harga? di Provinsi

Kalimantan Timur, Riau dan Papua

Page 131: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

118

Sektor pertambangan Indonesia

memberikan Kontribusi yang sangat besar bagi

perekonomian Indonesia. Kondisi produksi hulu

migas dan konsentrat logam utama di tahun

2019 diperkirakan cenderung stagnan bahkan

menurun. Pertambangan bijih logam turun

22,13 persen akibat penurunan produksi

beberapa komoditi tambang, seperti PT Freeport

Indonesia (PTFI) yang memasuki tahap fase akhir

penambangan di tambang terbuka (Grasberg

Open Pit) dan mulai transisi ke tambang bawah

tanah (Grasberg Block Cave (GBC)).

Memperhatikan kinerja sektor

pertambangan yang berfluktuatif terutama

karena faktor harga yang sangat bergantung

pada harga global, perlu diupayakan adanya peningkatan nilai tambah bagi produk-

produk pertambangan. Pemerintah terus berupaya mendorong hilirisasi produk

pertambangan dengan ditetapkannya aturan pelarangan ekspor barang mentah beberapa

produk mineral seperti nikel dan alumina.

Salah satu upaya untuk menjaga kestabilan harga melalui pengelolaan suplai serta

dalam upaya untuk meningkatkan peran batu bara dalam suplai energy mix dalam negeri,

Pemerintah mengeluarkan kebijakan DMO atau Domestic Market Obligation.

Pembahasan sektor pertambangan ini tentu saja akan diperdalam dengan

mengidentifikasi provinsi-provinsi yang memiliki kontribusi besar terhadap sektor

pertambangan nasional. Adapun provinsi-provinsi tersebut adalah sebagai berikut:

1) Kalimantan Timur, penyumbang nomor satu sektor pertambangan nasional dengan

komoditas utamanya adalah batu bara. Ketika harga batu bara cenderung mengalami

tren penurunan ditambah adanya kebijakan DMO, perekonomian Kalimantan Timur

cukup terdampak.

2) Riau, merupakan provinsi penyumbang sektor pertambangan utama dari komoditas

minyak dan gas bumi. Perusahan migas berskala dunia seperti Chevron, memiliki

ladang minyak di Riau. Namun Riau juga mulai meningkatkan produksi batu bara

walaupun belum sebesar kapasitas Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan.

3) Papua merupakan provinsi tempat PTFI berada. Kontraksi pertumbuhan PDRB

provinsi Papua dalam setahun terakhir, disumbang oleh kinerja negatif

pertambangan logam mulia dari PTFI.

Page 132: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

119

Proses pelaksanaan penulisan analisis Sektor Pertambangan & Penggalian:

Kesinambungan di Tengah Gejolak Penurunan Harga adalah sebagai berikut:

1) FGD Pembahasan Perkembangan PDB/PDRB Triwulan II 2019 dan Produktivitas

Tenaga Kerja Indonesia untuk membahas perkembangan PDB dan PDRB sisi lapangan

usaha dan komponen pengeluaran serta membahas profil ketenagakerjaan Indonesia

dan produktivitas tenaga kerja Indonesia secara nasional maupun sektoral.

2) Rapat Koordinasi Pembahasan Profil, Kinerja, dan Isu Terkini Sektor Pertambangan

dan Penggalian dengan Keasdepan Industri Ekstraktif untuk membahas profil,

kinerja, dan isu terkini terkait sektor pertambangan dan penggalian.

3) Pemetaan Potensi daerah yang memiliki pertumbuhan dan kontribusi sektor

pertambangan dan penggalian yang tinggi yaitu Provinsi Riau dan Kalimantan Timur.

Pemetaan potensi daerah dilakukan ke provinsi tersebut untuk mengidentifikasikan

isu perkembangan dan tantangan sektor pertambangan dan penggalian serta

membahas kebijakan yang telah diterapkan masing-masing pemerintah daerah dan

hambatan dalam pengimplementasiannya.

4) Rapat Koordinasi Finalisasi Laporan Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Spasial

Triwulan III 2019 untuk untuk membahas finalisasi Laporan Perkembangan PDB/

PDRB Sektoral dan Spasial Triwulan II 2019 terkait sektor pertambangan dan

penggalian.

Output/hasil koordinasi:

a. Nota Dinas nomor E.K.3.4/132/D.I.M.EKON.3/10/2019 tentang Penyampaian

Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah: Kesinambungan

di Tengah Gejolak Penurunan Harga?

b. Nota Dinas nomor EK.3.4/134s.d.143/D.I.M.EKON.3/10/2019 tentang

Penyampaian Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah:

Kesinambungan di Tengah Gejolak Penurunan Harga?

c. Surat Nomor S-218 s.d 220/D.I.M.EKON.3/10/2019 tentang Penyampaian

Analisis Sektoral dan Analisis Spasial Triwulanan II Tahun 2019 kepada

stakeholder terkait.

d. Capaian Kinerja Program berupa Buku Asesmen Analisis Perkembangan

PDB/PDRB Sektoral Ekonomi Daerah dengan tema “Sektor Pertambangan &

Penggalian: Kesinambungan di Tengah Gejolak Penurunan Harga?” dengan

ringkasan sebagai berikut: Sektor pertambangan Indonesia memberikan kontribusi

yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Kontribusi pertambangan

terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia adalah sebesar 7,26 persen

(angka triwulan II 2019). Sejumlah kebijakan telah disusun dan

diimplementasikan pemerintah untuk dapat mendorong sektor ini ke arah yang

Page 133: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

120

positif. Salah satunya adalah kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) untuk

komoditas batubara. Permasalahan di sektor pertambangan juga ditandai dengan

penurunan ekspor yang disebabkan oleh perlambatan ekonomi global serta

fluktuatif harga komoditas di pasar internasional. Isu fundamental mendominasi

pergerakan harga komoditas sektor pertambangan. Efek perang dagang juga mulai

merembet salah satunya pada komoditas batu bara Indonesia yang tercermin pada

penurunan harga global. Dari sisi regional, provinsi Kalimantan Timur yang

memberikan penopang perekonomian daerah pada sektor pertambangan dan

sebagai kontributor ekspor utama untuk Indonesia. Sedangkan Provinsi Papua

meskipun penghasil utama sektor pertambangan, namun pada triwulan II 2019

merupakan provinsi yang terkena shock penurunan pertumbuhan yang signifikan

sama seperti Provinsi Riau pertumbuhannya melambat namun tidak sedalam

provinsi Papua.

Outcome/dampak :

a) Pembangunan secara umum

Di tengah gejolak perubahan harga minyak dunia, sektor pertambangan terdampak

cukup signifikan. Sektor ini juga terimbas dari adanya perang dagang global yang

menyebabkan turunnya kinerja ekspor terutama pada komoditas batu bara. Terlepas

dari kondisi eksternal yang masih dipenuhi ketidakpastian, asesmen ini memberikan

analisis dan identifikasi terkait perlambatan pertumbuhan sektor pertambangan guna

mengevaluasi kinerja lapangan usaha pertambangan domestik. Asesmen ini juga

mengulas pemetaan daerah strategis dan potensial untuk mengembangkan sektor

pertambangan dan rekomendasi kebijakan yang telah dilakukan pemerintah pusat

serta daerah untuk menyampaikan informasi kepada para pembaca maupun

stakeholder terkait.

Asesmen ini dapat digunakan referensi dalam rangka membuat kebijakan di sektor

pertambangan dan penggalian serta menambah informasi dan wawasan tentang

potensi sektor pertambangan yang ada di Indonesia, khususnya di Provinsi Papua,

Kalimantan Timur dan Riau.

b) Pembangunan perekonomian

Kontribusi sektor pertambangan terhadap perekonomian nasional maupun penerimaan

negara cukup besar. Salah satu kebijakan dalam meningkatkan kinerja sektor

pertambangan, terutama dalam peningkatan kebutuhan energi dalam negeri,

dilakukan melalui Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO). Selain itu,

kebijakan peningkatan nilai tambah mineral juga dilakukan melalui pembanguna

smelter.

Page 134: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

121

d) Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonoi Daerah: Sektor Transportasi

dan Logistik Sebagai Pendukung Peningkatan Daya Saing Nasional (Daerah Potensial

Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Barat)

Transportasi sangat erat kaitannya dengan

infrastruktur. Oleh karena itu, dengan

pembangunan infrastruktur yang masih menjadi

prioritas pemerintah dalam lima tahun ke depan

diharapkan akan menggerakan sektor

transportasi nasional. Infrastruktur transportasi

merupakan penunjang bagi pertumbuhan

sektor-sektor prioritas, terutama dalam menekan

biaya produksi melalui efisiensi logistik.

Tantangan logistik juga muncul dari belum

terkoneksinya infrastruktur transportasi yang

empat tahun terakhir masif dibangun melalui

Proyek Strategis Nasional, sehingga kebutuhan

logistik untuk menghubungan pusat-pusat

pertumbuhan ekonomi dengan hub-hub logistik

belum terpenuhi. Oleh karena itu, dalam laporan kali ini juga akan dibahas kebijakan

pemerintah dalam rangka optimalisasi pembangunan infrastruktur yang sudah eksis

maupun pembangunan yang akan dijalankan di kemudian hari.

Pembahasan secara spasial, diperdalam pada provinsi yang memiliki kontribusi besar

terhadap sektor transportasi nasional dan juga berpotensi menjadi katalis pertumbuhan

sektor utama lainnya di masing-masing provinsi. Adapun provinsi-provinsi tersebut adalah

sebagai berikut:

1) Jawa Timur sebagai daerah yang difokuskan untuk pembangunan infrastruktur

konektivitasnya melalui Perpres Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Percepatan

Pembangunan Ekonomi Kawasan Jawa Timur Tahun 2020-2024 diharapkan dapat

meningkatkan investasi, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya

saing di kawasan ekonomi Jawa Timur, serta perekonomian nasional dapat tumbuh

secara terintegrasi dan berkelanjutan.

2) Jawa Tengah sebagai daerah yang industrinya mulai berkembang membutuhkan

konektivitas transportasi sebagai penunjang logistik baik industri maupun pangan

(pertanian). Saat ini penopang perekonomian provinsi Jawa Tengah adalah sektor

industri pengolahan, sehingga ketersediaan berbagai pilihan moda transportasi

sangat oleh perusahaan. Dengan terbitnya Perpres Nomor 79 Tahun 2019 tentang

Percepatan Pembangunan Ekonomi Kawasan Jawa Tengah Tahun 2020-2024

Page 135: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

122

diharapkan mampu mempercepat konektivitas antardaerah untuk meningkatkan

sistem logistik.

3) Sumatera Barat merupakan provinsi dengan pangsa ekonomi tertinggi kedua setelah

Sumatera Utara di Pulau Sumatera. Sektor transportasi dan pergudangan sangat

dominan di provinsi ini, setelah pertanian dan perdagangan.

Proses asesmen Sektor Transportasi dan Logistik Sebagai Pendukung Peningkatan

Daya Saing Nasional Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Barat dilaksanakan

sebagai berikut :

a) FGD peran sektor logistik bersama Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia untuk

membahas perkembangan sektor logistik nasional. Transportasi merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari sistem logistik nasional untuk mendorong daya saing.

b) FGD peran jasa transportasi dengan mengundang stakeholder terkait untuk

membahas peran BUMN dalam mendorong kinerja sektor transportasi dan logistik

nasional serta membahas perkembangan holding maritim.

c) FGD perkembangan sektor transportasi bersama BPS untuk membahas

perkembangan sektor transportasi dan pergudangan serta analisis penyusunan data

transportasi.

d) Pemetaan Potensi Daerah yang memiliki pertumbuhan dan kontribusi sektor

transportasi dan pergudangan yang tinggi yaitu provinsi Jawa Timur dan Sumatera

Barat.

e) Rapat koordinasi finalisasi untuk membahas finalisasi.

Output/Hasil koordinasi:

1) Nota Dinas nomor E.K.3.4/7/D.I.M.EKON.3/1/2020 tentang Penyampaian Analisis

Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah: “Sektor Transportasi dan

Logistik Sebagai Pendukung Peningkatan Daya Saing Nasional”.

2) Nota Dinas nomor E.K.3.4/8 s.d. E.K.3.4/5/D.I.M.EKON.3/1/2020 tentang

Penyampaian Analisis Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah:

“Sektor Transportasi dan Logistik Sebagai Pendukung Peningkatan Daya Saing

Nasional”.

3) Surat Nomor S-2 s.d 7/D.I.M.EKON.3/1/2020 tentang Penyampaian Analisis

Perkembangan PDB/PDRB Sektoral dan Ekonomi Daerah Triwulan III Tahun 2019:

“Sektor Transportasi dan Logistik Sebagai Pendukung Peningkatan Daya Saing

Nasional” kepada stakeholder terkait.

4) Capaian Kinerja Program berupa Buku Asesmen Analisis Perkembangan PDB/PDRB

Sektoral Ekonomi Daerah dengan tema “Sektor Transportasi dan Logistik Sebagai

Pendukung Peningkatan Daya Saing Nasional” dengan ringkasan sebagai berikut:

Page 136: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

123

Secara khusus, kinerja sektor transportasi dan pergudangan pada triwulan III tahun

2019 tumbuh sebesar 6,63 persen (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan pada

triwulan yang sama pada tahun lalu yang tumbuh sebesar 5,65 persen. Selain itu,

sektor transportasi dan pergudangan merupakan penopang terbesar keenam bagi

pertumbuhan ekonomi nasional. Kinerja sektor transportasi erat kaitanya dengan

kinerja sektor logistik yang menjadi indikator daya saing, maka diperlukan perhatian

khusus dari pemerintah dengan merumuskan berbagai kebijakan yang tepat

diantaranya a) pengembangan tol laut sebagai sarana baru pengangkutan logistik

kelautan; b) rencana pembentukan holding BUMN maritim dalam optimalisasi Sistem

Logistik Nasional (Sislognas); c) pembangunan sistem logistik nasional melalui

pembentukan cetak biru Sislognas maupun implementasi rencana aksi; dan d)

peningkatan konektivitas infrastruktur di Indonesia.

Kinerja sektor transportasi dan pergudangan merupakan salah satu bagian yang

penting dalam peningkatan perekonomian daerah meskipun pada kenyataannya

kinerjanya masih bervariasi antara daerah satu dengan lainnya. Dari hasil analisis

pemetaan daerah berdasarkan kontribusi sektor transportasi dan pergudangan

terhadap perekonomian daerah tersebut, telah dipilih tiga provinsi yakni Provinsi

Sumatera Barat, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi Jawa Timur. Tiga provinsi ini

Untuk Jawa Tengah dan Jawa Timur tumpuan utama sektor transportasi yaitu jalur

darat sebagai kegiatan utama logistik. Sedangkan Sumatera Barat perkembangan

sektor transportasi sangat responsif sebagai pendukung kegiatan sektor utama,

dimana pertanian dan perdagangan, menjadikan sektor transportasi sebagai moda

penunjang distribusi. Oleh karena itu, sektor transportasi di Sumatera Barat akan

berkembang sejalan dengan perkembangan arus perdagangan dan logistik bahan

pangan pertanian hasil produksi lokal menuju intra dan antar provinsi.

Outcome/dampak :

Asesmen memetakan kebijakan-kebijakan terkait sektor transportasi dan logistik yang

telah dilaksanakan di 3 Provinsi yaitu provinsi Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa

Timur. Laporan analisis ekonomi daerah khusus sektor transportasi dan logistik dapat

digunakan sebagai referensi dalam rangka membuat keputusan maupun kebijakan

membangun sektor transportasi dan logistik, baik oleh stakeholder maupun

pemerintah pusat serta daerah sebagai katalis dalam pembangunan sektor-sektor

lainnya di daerah.

e. Analisis Pengembangan Industri Kimia Nasional

Peran industri pengolahan dalam perekonomian Indonesia saat ini adalah sekitar 20

persen, sehingga pertumbuhannya ke depan akan mempengaruhi pertumbuhan

perekonomian secara keseluruhan. Hal ini dapat melalui peningkatan nilai tambah bahan

Page 137: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

124

baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, maupun peningkatan penerimaan

devisa dari ekspor.

Di antara sub sektor industri pengolahan, industri kimia memiliki peran yang cukup

penting karena sebagian besar produk yang dihasilkan oleh industri ini merupakan input

bagi industri lainnya. Oleh karena itu, pengembangan industri kimia akan memberikan

dampak berganda melalui perkembangan industri turunannya. Namun demikian, industri

kimia nasional masih belum tumbuh secara optimal bila dibandingkan dengan kebutuhan

sektor ekonomi lain terhadap industri ini. Hal ini tampak terlihat dari fakta-fakta sebagai

berikut: (1) kontribusinya pada total output perekonomian Indonesia masih di bawah rata-

rata dunia; (2) kontribusi pada defisit perdagangan secara konsisten; (3) pohon industri

yang belum berkembang; dan (4) keterkaitan industri yang masih lemah.

Selain fakta tersebut di atas, beberapa faktor berikut menjadi tantangan kurang

bersaingnya indutri kimia nasional di pasar ASEAN: (1) kurangnya ketersediaan feedstock,

(2) kurang optimalnya pemanfaatan instrumen kawasan industri dan (3) belum

terbentuknya learning society dalam skala yang cukup untuk menjamin tumbuhnya pohon

industri kimia di dalam negeri.

Kajian Pengembangan Industri Kimia diselenggarakan bekerjasama dengan Tim

Universitas Prasetya Mulya. Penyusunan kajian diawali dengan proses penulisan yang

dilakukan dengan pengumpulan data dan informasi melalui proses FGD dan Monitoring

serta Evaluasi ke Pemerintah Daerah maupun pelaku usaha.

a) FGD Kajian Pengembangan Industri Kimia dengan Tim Prasetiya Mulya membahas

rancangan awal dan kerangka penulisan;

b) FGD Penyusunan Metodologi dan Hasil Pemetaan Pengembangan Subsektor Industri

Kimia;

c) Pemetaan Potensi daerah dilakukan di provinsi yang berkontribusi tinggi terhadap

sektor industri kimia dan provinsi yang tumbuh di luar cluster industri, yaitu

Pemerintah Daerah Provinsi Banten (Kota Cilegon dan Kota Serang) dan Pemerintah

Daerah Provinsi Kepulauan Riau.

d) Monitoring dan Evaluasi PT. Unilever Oleochemical di KEK Sei Mangkei Sumatera

Utara dan ke PT, Chandra Asri, Jakarta untuk mengidentifikasi tantangan dan

permasalahan dalam pengembangan industri kimia serta evaluasi atas kebijakan yang

telah dikeluarkan pemerintah.

e) Sharing Knowledge dengan Kementerian Perindustrian terkait isu terkini

Pengembangan Industri Kimia Hulu dan Hilir.

Output/hasil koordinasi:

Capaian Kinerja Program berupa Buku Hasil Kajian Pengembangan Industri Kimia

Nasional dengan ringkasan sebagai berikut:

Page 138: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

125

a) Industri kimia merupakan salah satu industri yang penting untuk dikembangkan oleh

Pemerintah karena keterkaitannya dengan industri lainnya serta besarnya

eksternalitas yang dihasilkan dari pembelajaran di industri ini. Meskipun penting,

saat ini kinerja industri kimia domestik masih jauh dari optimal. Untuk bisa

berkontribusi positif pada pertumbuhan perekonomian nasional, sektor industri ini

harus mencari jalan untuk mengubah kondisi defisitnya menjadi surplus dalam hal

neraca perdagangan.

b) Untuk menghadapi tantangan tersebut, rekomendasi kebijakan untuk pengembangan

industri kimia: (a) Koordinasi antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian

ESDM mengenai pasokan dan harga feedstock serta energi untuk kebutuhan industri

hulu; (b) koordinasi dan harmonisasi dukungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

untuk implementasi dukungan fiskal dalam rangka mendorong investasi dan

pengetahuan; (c) pemanfaatan instrumen Kawasan Industri dan Kawasan Ekonomi

Khusus pada lokasi dekat sumber feedstock dan sumber energi yang bertujuan

pencapaian pertumbuhan yang berkesinambungan; (d) pemilihan pengelola Kawasan

yang mampu memberikan layanan utilitas dan infrastruktur bagi perusahaan dalam

Kawasan; (e) meningkatkan kinerja utilitas infrastruktur konektivitas pendukung

Kawasan; (f) memberikan peluang bagi perusahaan dalam Kawasan untuk

melakukan ekspansi kapasitas atau naik ke rantai nilai yang lebih tinggi, dan lain-

lain.

c) Kajian ini memetakan kebijakan dan rekomendasi yang telah ditentukan waktunya,

baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang dalam mendukung

pertumbuhan industri kimia ke depan berdasarkan riset yang telah dilakukan.

Outcome/dampak yang diharapkan:

a) Penyediaan feedstock dan energi.

Peningkatan koordinasi antara Kementerian Perindustrian dengan Kementerian

Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai pasokan dan harga feedstock serta

energi untuk kebutuhan industri pertrokimia.

Optimalisasi Pengembangan PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI)

sebagai pabrik pertrokimia terpadu setelah diakuisisi oleh PT. Pertamina sebagai

feedstock.

b) Pengembangan Kawasan Industri dengan pendekatan linkage.

Belajar dari pengalaman Singapura dalam mengembangkan industri kimianya

melalui pendekatan penyediaan feedstock dan pemanfaatan instrumen kawasan

industri secara terintegrasi. Dengan penerapan konsep ‘plug and play’ sehingga

investor hanya perlu fokus pada investasi dan operasi terkait dengan fasilitas

Page 139: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

126

produksinya, sedangkan dukungan infrastruktur dan utilitas disiapkan oleh

pengelola kawasan. Selain itu, pusat penelitian dan pelatihan dikembangkan

dan dioperasikan bersama dengan para pelaku usaha di kawasan industri

tersebut.

Pengembangan Kawasan industri Teluk Bintuni oleh Kementerian Perindustrian

dapat menjadi kesempatan bagi Pemerintah untuk memastikan bagaimana

dukungan-dukungan fiskal dan non fiskal yang telah disiapkan untuk

pengembangan kawasan dapat diimplementasikan.

c) Substitusi Impor

Pemerintah perlu melakukan asesmen terhadap pilihan kelompok produk

impor yang strategis untuk disubstitusi dengan pasokan dari dalam negeri.

Dengan kriteria yang dapat menjadi pertimbangan untuk penentuannya adalah

yang terkait dengan skenario industri domestik ke depan – dikaitkan dengan

skenario rantai nilai global dan jenis produk-produk apa yang strategis

mendukung pencapaian skenario industri tersebut.

Substitusi impor dapat dilaksanakan dengan membangun industri penyedia

basic chemicals di klaster yang memproduksi produk antara dan hilir. Misalkan

di Cilegon untuk produksi ethylene. Di sisi lain untuk klaster yang surplus,

dibangun industri turunannya. Misalkan di Bontang (surplus ammonia dan

methanol) dibangun industri pupuk majemuk. Untuk mengarah pada

penggunaan renewable feedstocks perlu dibangun klaster oleo chemical yang

mengolah produk turunan CPO di area yang berdekatan dengan perkebunan

kelapa sawit.

f. Analisis Proyeksi Pertumbuhan Pengeluaran Dan Sektoral

Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 berkisar antara 5,20% – 5,30%,

dengan rincian komponen pengeluaran dan spasial sebagai berikut:

Page 140: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

127

Dari sisi pengeluaran, konsumsi diproyeksi akan meningkat seiring tumbuhnya

pencipataan lapangan kerja, adanya rapel dan gaji ke 13, perluasan bantuan sosial yang

tepat sasaran dan tepat waktu, momentum pemilihan umum, serta tingkat inflasi yang

relatif stabil dan terjaga.

Konsumsi pemerintah juga akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan

negara dan mengurangi belanja-belanja yang kurang produktif, serta penyerapan APBN

yang dijalankan dengan optimal sesuai dengan prinsip value for money. Penyelesaian

pembangunan infrastruktur terutama melalui pembiayaan alternatif serta perbaikan iklim

berinvestasi diperkirakan akan menjadi faktor pendorong meningkatnya investasi.

Dari sisi lapangan usaha, sektor industri pengolahan akan menjadi andalan dan

bertumbuh lebih tinggi seiring dengan pencanangan Industri 4.0 maupun menguatnya

nilai tukar rupiah.

Dari sisi spasial, pertumbuhan ekonomi Jawa diperkirakan membaik, sedangkan

pertumbuhan di beberapa wilayah timur Indonesia relatif melambat. Hal ini ditengarai

berbagai kejadian bencana alam seperti yang terjadi di NTB, Gorontalo, dan Papua.

Proses Analisis Proyeksi Pertumbuhan Pengeluaran Dan Sektoral dilaksanakan melalui

seangkaian kegiatan sebagai berikut :

a) Koordinasi Internal, untuk menanalisis pertumbuhan ekonomi sisi sektoral,

pengeluaran dan spasial dan finalisasi buku laporan outlook perekonomian 2019-

2020.

b) Koordinasi dengan eksternal dilakukan bebeapa kali Focus Group Discussion (FGD)

dengan para akademisi, ekonom, serta peneliti, dengan rincian sebagai berikut:

1) FGD model pertumbuhan ekonomi dengan akedemisi dari IPB, UGM, Universitas

Brawijaya, UNAIR, Universitas Diponegoro, Universitas Hasanuddin, Universitas

Indonesia, ITB, dan Universitas Padjajaran.

Sisi Pengeluaran Sisi Spasial

Konsumsi RT 5.10-5.15 Sumatera 4.87-5.00

Investasi 7.00 Jawa 5.80-5.89

Konsumsi

Pemerintah 4.25-5.15 Bali Nusra 3.63-3.92

Ekspor 6.00-6.61 Kalimantan 2.44-2.76

Impor 5.18-6.30 Sulawesi 7.18-7.28

Papua Maluku 1.14-1.23

Nasional 5.2-5.3

Page 141: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

128

2) FGD model pertumbuhan ekonomi dengan reviewer dari Badan Kebijakan Fiskal

(BKF).

3) Seminar Diseminasi Outlook Perekonomian di berbagai daerah seperti Surabaya pada

tanggal 26 Juni 2019, Medan pada tanggal 1 Juli 2019, Bogor pada tanggal 10 Juli

2019, Bandung pada tanggal 25 Juli 2019, Denpasar pada tanggal 5 Agustus 2019

dan Semarang pada tanggal 13 Agustus 2019. “Outlook Perekonomian Indonesia

2019” dalam format acara seminar sebagai salah satu kesempatan bagi seluruh

pemangku kepentingangan untuk mengakses informasi mengenai proyeksi

perekonomian Indonesia dan arah kebijakan pemerintah di tahun 2019.

Output/hasil koordinasi:

Capaian Kinerja Program berupa Buku Outlook Perekonomian

Outcome/dampak yang diharapkan:

a) Pembangunan secara umum

Di tengah ketidakpastian global dan perlambatan aktivitas perekonomian dunia,

diperkirakan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 mulai mengalami

stabilisasi. Analisis proyeksi pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran, sektoral,

maupun spasial dapat menjadi indikator capaian pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi. Selain itu angka outlook pertumbuhan ini dapat menjadi instrumen untuk

memonitor implementasi kebijakan prioritas dalam mencapai pertumbuhan ekonomi

yang ditargetkan.

b) Pembangunan perekonomian

Perekonomian Indonesia pada tahun 2020 diprediksi tumbuh sebesar 5,30 persen.

Hal ini sejalan dengan mulai stabilnya perekonomian global dan mulai membaiknya

perekononomian nasional. Analisis proyeksi pertumbuhan ekonomi ini akan menjadi

surveillance dan mengawal implementasi kebijakan untuk memperkuat sektor riil

dan perekononomian daerah.

c) Stakeholder

Hasil analisis outlook perekonomian sisi pengeluaran, sektoral dan spasial dapat

menjadi informasi dan rekomendasi bagi para pembuat kebijakan baik di tingkat

pusat maupun daerah. Diharapkan dari hasil analisis tersebut dapat terbangun

sinergi antara Pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, asosiasi dan

pelaku usaha untuk membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi lebih baik.

g. Analisis Defisit Fiskal dalam Menorong Pertumbuhan Ekonomi

Kondisi perekonomian global diperkirakan masih melambat sampai tahun 2020.

Perlambatan tersebut sangat mungkin memengaruhi kinerja perekonomian Indonesia yang

menganut sistem perekonomian terbuka. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,

pemerintah dapat melakukan beberapa hal diantaranya meningkatkan belanja pemerintah.

Page 142: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

129

Peningkatan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya

mengurangi tingkat kemiskinan dan menurunkan angka pengangguran.

Di tengah ketidakpastian global yang diperkirakan berlanjut tahun depan, diperlukan

kebijakan fiskal yang counter-cyclical agar Indonesia dapat bertahan di tengah kondisi

tersebut. Tentu saja aspek keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability) harus tetap menjadi

perhatian. Penerimaan negara yang optimal, belanja pemerintah yang berkualitas, serta

pengelolaan pembiayaan yang berkelanjutan menjadi pilar utama dalam menjaga

keberlanjutan fiskal.

Dalam jangka menengah panjang, agar pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh sesuai

target yang ditetapkan, diperlukan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) untuk tumbuh

lebih tinggi lagi, yaitu pada kisaran 7 – 8 persen. Selain dari peran swasta, sumber investasi

pemerintah pun harus ditingkatkan. Pelebaran defisit APBN fiskal bisa menjadi stimulus

bagi pertumbuhan ekonomi nasional di tengah pelemahan pertumbuhan ekonomi global

dan penerimaan pajak yang moderat. Sementara itu, dengan melihat gap output potensial

perekonomian Indonesia yang masih lebar, kenaikan permintaan yang didorong oleh

stimulus fiskal tidak akan memberikan tekanan yang tinggi terhadap inflasi. Pencapaian

target defisit fiskal dapat ditetapkan melebar sebesar 3 persen bukan dalam waktu 1 tahun

namun dalam konteks jangka waktu yang lebih panjang. Misalnya rata-rata 3% dicapai,

sesuai masa kerja kabinet pemerintahan, selama 5 tahun.

Proses Pelaksanaan Analisis Defisit Fiskal dalam Menorong Pertumbuhan Ekonomi

dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu :

1) Koordinasi Internal, dalam kegiatan analisis defisit telah dilakukan dalam rangka

membahas dan mendiskusikan peningkatan defisit fiskal dan dampaknya terhadap

pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan pengentasan kemiskinan.

2) FGD dengan Staf Khusus Menko Perekonomian membahas model pertumbuhan

ekonomi yang di driver oleh penguatan ekonomi domestik seperti konsumsi dan

investasi, serta pembahasan defisit fiksal melalui peningkatan investasi melalui

penerapan Omnibus Law 2-3 tahun ke depan.

Output/hasil koordinasi :

Tersusunnya Analisis Defisit Fiskal untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Outcome/dampak yang diharapkan :

Analisis defisit fiskal diharapkan dapat mendorong tercapainya pertumbuhan

ekonomi dan pada akhirnya mengurangi tingkat kemiskinan dan menurunkan angka

pengangguran. Namun demikian terdapat hal yang harus diperhatikan bahwa

peningkatan defisit fiskal memunculkan risiko crowding-out effect. Peningkatan

stimulus fiskal yang dibiayai dari penerbitan seluruhnya oleh surat utang negara

berpotensi menimbulkan risiko kenaikan biaya bunga deposito bank dan pada

Page 143: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

130

akhirnya mendorong kenaikan suku bunga kredit. Hasil analisis merekomendasikan

untuk dilakukan memitigasi risiko crowding-out effect dengan mengupayakan

kenaikan pembiayaan APBN melalui: (1) Kombinasi sumber pembiayaan yang berasal

dari pasar SBN dan pinjaman program, baik yang berasal dari bilateral maupun

multilateral (ADB, The World Bank, dan KFW); (2) Penerbitan SBN melalui kombinasi

penerbitan melalui pasar SBN domestik dan global bond.

h. Optimalisasi Infrastruktur dalam Mendorong Pertumbuhan Sektor Industri

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya, antara lain melalui

pembangunan infrastruktur. Pemerintah memiliki program Infrastruktur Proyek Strategis

Nasional (PSN). PSN adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah

Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan

pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan pembangunan daerah.

Kegiatan Optimalisasi Infrastruktur ini melakukan piloting di Provinsi Jawa Tengah.

Provinsi ini berada pada posisi sentral di Pulau Jawa, namun kontribusi perekonomian

provinsi tersebut kepada perekonomian nasional masih jauh di bawah Provinsi Jawa Barat,

Jawa Timur, Banten, dan DKI Jakarta. Laju pertumbuhan perekonomian rata-rata provinsi

Jawa Tengah juga masih di bawah keempat provinsi tersebut. Untuk menghindari semakin

besarnya kesenjangan perekonomian, perlu diambil kebijakan strategis dan harus

dilaksanakan secara optimal.

Berdasarkan hasil piloting terdapat temuan penting bahwa perencanaan optimal atas

infrastruktur yang terintegrasi dapat menekan biaya transportasi, sehingga mampu

mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. PSN yang telah dibangun oleh

Pemerintah diharapkan dapat menjadi backbone pertumbuhan ekonomi di daerah. Untuk

mengoptimalkan PSN tersebut, perlu didukung secondary infrastruktur, baik yang menjadi

kewenangan Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah. Konektivitas antara PSN,

secondary infrastruktur dengan kawasan/kluster industri diharapkan dapat menekan biaya

logistik yang sangat dibutuhkan bagi perkembangan sektor Industri.

Pelaksanaan penyusunan strategi optimalisasi infrastruktur dalam mendorong

pertumbuhan sektor industri dilaksnakan melalui tahap-tahap:

1) Dalam rangka penyusunan strategi terintegrasi serta pengembangan sistem

monitoring dan pengendalian berbasis teknologi informasi terhadap optimalisasi

pembangunan infrastruktur dalam mendorong pertumbuhan sektor industri

dilakukan piloting di provinsi Jawa Tengah. FGD dilaksanakan bersama dengan

Bapeda Prov. Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas PUPR, Dinas

Page 144: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

131

Pertanian, Pakar Transportasi Undip, dan PT Sri Rejeki Isman Tbk di Solo, Jawa

Tengah.

2) Seminar Diseminasi penyusunan strategi terintegrasi optimalisasi pembangunan

infrastruktur dalam mendorong pertumbuhan sektor industri di Semarang, Jawa

Tengah.

3) Rapat Kerja/Koordinasi Persiapan

a) Inisiasi Optimalisasi Infrastruktur

b) Pembahasan Infrastruktur Konektivitas Sektor Industri di Provinsi Jawa Tengah

c) Pemetaan Sistem Monitoring Infrastruktur Terintegrasi untuk Industri di Jawa

Tengah

Output/hasil koordinasi :

a. Nota Dinas Nomor EK.3.4/68/D.I.M.EKON/11/2019 tentang Undangan Seminar

Diseminasi Sistem Monitoring dan Pengendalian Optimalisasi Pembangunan

Infrastruktur dalam mendorong Industri Provinsi Jawa Tengah

b. Nota Dinas Nomor EK.3.4/367-369/D.I.M.EKON/11/2019 tentang Permohonan

Narasumber Sistem Monitoring Optimalisasi Pembangunan Infrastruktur Jawa

Tengah kepada Kepala Bappeda (367), Asdep Tata Ruang dan Kawasan Strategis

Ekonomi Kemenko Perekonomian (368), dan Kepala Pusat Pengembangan Kawasan

Strategis BPIW (369).

c. Kegiatan ini menghasilkan dua inovasi, yaitu pertama, policy brief yang berisi

sembilan rekomendasi penting yang berfungsi sebagai check list untuk memastikan

apakah daerah sudah optimal didalam memanfaatkan infrastruktur yang sudah

dibangun. Kedua, kegiatan ini juga menghasilkan sistem aplikasi yang dapat

digunakan untuk memetakan jalur logistik dan kluster industri yang sudah ada, arah

pengembangan kawasan industri yang akan dibangun, serta identifikasi proyek

pembangunan infrastruktur serta jadwal waktu penyiapan/ pelaksanaannya. Data ini

diharapkan dapat digunakan sebagai alat monitoring digital dan early warning untuk

melakukan proses debottlenecking.

Outcome/dampak yang diharapkan:

Dengan adanya Sistem Monitoring dan Pengendalian Optimalisasi Pembangunan

Infrastruktur dalam mendorong Industri Provinsi Jawa Tengah diharapkan akan

membantu merumuskan langkah koordinasi dan proses debottlenecking yang

diperlukan dalam mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi serta pertumbuhan

sektor industri. Sistem ini dapat membantu pemerintah daerah dalam proses

penyelesaian kerangka umum pembiayaan infrastruktur daerah dengan

mengoptimalkan APBD dan sumber-sumber pembiayaan infrastruktur lainnya, dan

infrastruktur daerah terintegrasi dengan proyek infrastruktur yang dibangun oleh

Page 145: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

132

pemerintah pusat. Dalam jangka menengah-panjang rekomendasi yang dihasilkan

dari kegiatan ini diharapkan mampu menekan ketimpangan antardaerah dan

meningkatan laju pertumbuhan ekonomi daerah melalui pertumbuhan sektor

industri, tersedianya lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan pada akhirnya

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Melalui peningkatan konektivitas,

diharapkan biaya distribusi barang antar daerah menjadi lebih rendah dan

mendorong efisiensi serta kestabilan harga.

2. Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)

ICCTF merupakan suatu program peningkatan ekonomi masyarakat dalam

menghadapi dampak perubahan iklim. Dalam hal ini Deputi Bidang Ekonomi Makro dan

Keuangan sebagai wali amanat secara rutin terlibat dalam monitoring progress program

dan kegiatannya.

Pelaksanaan program dan kegiatan ICCTF antara lain :

1) Program ICCTF saat ini telah terlaksana dengan baik di beberapa wilayah di

Indonesia, oleh karena itu Kemenko Perekonomian bermaksud melakukan replikasi

program tersebut pada daerah lain. Untuk merancang program dan kegiatan

replikasi tersebut pada tanggal 31 Januari 2019 telah dilaksanakan diskusi dengan

ICCTF mengenai beberapa program yang mungkin direplikasi, yaitu: (1) Pemanfaatan

Biogas; (2) Proyeksi Iklim dan Strategi Adaptasi Sistem Budidaya Intensifikasi Padi;

dan (3) Pengembangan Hutan Mangrove di Belitung.

2) Pada tanggal 10 Oktober 2019, Kemenko Perekonomian meninjau proyek ICCTF di

Belitung. Proyek tersebut adalah pengembangan wisata mangrove di provinsi Bangka

Belitung yang berhasil merubah lokasi bekas tambang menjadi kawasan wisata

mangrove yang dikelola oleh masyarakat sekitar yang tergabung dalam HKM Juru

Sebrang.

Output/hasil koordinasi :

1. Nota Dinas nomor EK.3.1/69/D.I.M.EKON.3/5/2019 tanggal 13 Mei 2019 tentang

laporan rapat koordinasi rencana replikasi program ICCTF tahun 2019

2. Nota Dinas nomor EK.3.1/31/D.I.M.EKON.3/10/2019 tanggal 16 Oktober 2019

tantang Laporan Monitoring Evaluasi Proyek ICCTF di Belitung.

Outcome/dampak :

Dilaksanakannya ICCTF dengan konsekuen diharapkan terjadi peningkatan

penghasilan masyarakat yang cukup baik, sementara disisi lain terjadi penurunan

resiko perubahan iklim.

Page 146: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

133

4. Penyempurnaan (Regulasi terkait PKLN (Revisi Keppres 52/1972 dan Keppres

39/1991)

Kebutuhan pendanaan pembangunan proyek prioritas seperti infrastruktur

diperkirakan mencapai Rp 5.519,4 Triliun selama periode 2015-2019 dimana BUMN

diharapkan memberikan kontribusi sebesar Rp 1.066,2 Triliun. Dengan kebutuhan dana

yang besar, tidak dimungkinkan jika hanya mengandalkan sumber pendanaan dari

internal perusahaan. Pendanaan dari eksternal seperti pinjaman komersial luar negeri

merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang memungkinkan dilihat dari tawaran

term and condition yang lebih kompetitif dan keterbatasan likuiditas perbankan dalam

negeri. Kebijakan PKLN sebagaimana diatur dalam Keppres 59/1972 dan Keppres

39/1991 dirasa sudah tidak sesuai dengan perkembangan terkini dalam berbagai hal

sehingga perlu dilakukan perubahan. Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan dan

Bank Indonesia saat ini sedang menyusun rancangan peraturan presiden untuk

menyempurnakan pengaturan terkait pinjaman komersial luar negeri. Pada tahun 2019

proses revisi Keppres 59/1972 dan Keppres 39/1991 dalam bentuk RPerpres tentang

Utang Luar Negeri terkait Pemerintah belum dapat diselesaikan sehingga akan dilanjutkan

kembali pada tahun 2020. Pada tahun 2019, koordinasi dan sinkronisasi terkait PKLN yang

dilakukan Kemenko Perekonomian selaku ketua tim PKLN adalah :

1) Rapat Koordinasi terkait pembahasan arah revisi Keppres 59/1972 dan Keppres

31/1991

Kebijakan PKLN sebagaimana diatur dalam Keppres 59/1972 dan Keppres 39/1991

dirasa sudah tidak sejalan dengan kondisi saat ini. Tim PKLN yang terdiri dari

Kemenko Perekonomian, Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan telah

melakukan beberapa kali koordinasi pembahasan terkait revisi Keppres PKLN

tersebut. Namun sampai saat ini, masih dalam proses pembahasan. Selain itu, masih

terdapat perbedaan pandangan (pending issues) dari berbagai instansi terkait ruang

lingkup pengaturan persetujuan PKLN.

2) Rapat Pembahasan Legal Opinion terkait Rencana PT. Freeport Indonesia

mengajukan pendanaan luar negeri

PT. Freeport Indonesia berencana mendapatkan pinjaman sebesar kurang lebih

USD3.000.000.000 (tiga miliar dollar) untuk pembangunan smelter tembaga dan

infrastruktur pendukung lainnya. Pinjaman direncanakan diperoleh dari lembaga

keuangan luar negeri dan dalam negeri termasuk di antaranya Bank BUMN.

Berdasarkan hasil rapat, telah dimintakan tanggapan secara resmi kepada tim PKLN,

yang menyatakan bahwa rencana pinjaman PT. Freeport Indonesia tersebut termasuk

pinjaman yang perlu persetujuan Tim PKLN.

3) Pembahasan terkait Klarifikasi Rencana PT. Garuda Indonesia (Persero) mengajukan

Page 147: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

134

pendanaan luar negeri

PT. Garuda Indonesia (Persero) berencana mengajukan pendanaan luar negeri

sebesar USD750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta dollar) melalui private

placement (utang) dan/atau Sukuk/Obligasi Global untuk melakukan refinancing

dan reprofiling. Atas rencana pendanaan tersebut, Deputi Bidang Koordinasi

Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, menyampaikan

permohonan tanggapan kepada Kementerian BUMN untuk memastikan apakah

rencana tersebut sudah sejalan dengan kebijakan Kementerian BUMN.

Output /hasil koordinasi :

1. Usulan Rapat Koordinasi tingkat Menteri pembahasan arah revisi Keppres 59/1972

dan Keppres 31/1991 Nomor: PKLN-98/D.I.M.EKON/07/2019.

2. Tanggapan atas Permohonan Konfirmasi PKLN PT Freeport Indonesia No:

356/D.I.M.EKON/10/2019 tanggal 25 Oktober 2019.

3. Tanggapan atas Rencana Pendanaan Luar Negeri PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk,

No: 384/D.I.M.EKON/11/2019 tanggal 22 November 2019.

Outcome/dampak :

Koordinasi pembahasan substansi / bahan untuk penyempurnaan regulasi terkait

PKLN (revisi Keppres 59/1972 dan Keppres 39/1991) dalam rangka memberikan

kepastian hukum bagi pelaku usaha (BUMN dan swasta).

5. Monitoring Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun

Anggaran 2019

Instrumen kebijakan fiskal melalui APBN berfungsi untuk mendukung

perekonomian melalui fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. APBN juga dipergunakan

sebagai instrumen countercyclical untuk menghadapi risiko perlambatan ekonomi.

Monitoring APBN dilakukan sebagai upaya memantau realisasi APBN setiap triwulan

sehingga antara target yang direncanakan selaras dengan pelaksanaannya. Monitoring

APBN dilakukan untuk Triwulan I-2019, Semester I-2019, dan Monitoring terhadap

risiko pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2019.

Output/Hasil Koordinasi:

1) Nota Dinas dengan Nomor EK.1.3/65/D.I.M.EKON/05/2019 tanggal 23 Mei 2019

perihal Laporan Monitoring Fiskal Triwulan I Tahun Anggaran 2019.

2) Nota Dinas dengan Nomor EK.1.3/106/D.I.M.EKON/08/2019 tanggal 22 Agustus

2019 perihal Laporan Monitoring Fiskal Semester I Tahun Anggaran 2019.

Outcome/Dampak yang diharapkan:

Page 148: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

135

Pemantauan perkembangan realisasi penerimaan Negara, pengeluaran Negara, dan

pembiayaan anggaran dalam APBN Triwulan I dan Semester I Tahun Anggaran 2019.

6. Penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun

2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing

pada Perusahaan Perasuransian

Dalam rangka mendukung upaya pengembangan dan peningkatan pertumbuhan

industri perasuransian di Indonesia, perlu dilakukan penyempurnaan konsep Grand

Fathering yang saat ini telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun

2018 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian menjadi konsep Strong

Grandfathering. Selain itu dalam rangka mendukung proses pemisahan unit syariah dari

perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi induk sebagaimana amanat Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, perlu adanya pemberian

pengecualian batasan Kepemilikan Asing bagi pemegang saham asing pada perusahaan

asuransi syariah dan perusahaan reasuransi syariah hasil pemisahan unit syariah dari

perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi induk yang telah diberikan pengecualian

batasan Kepemilikan Asing. Oleh karena itu perlu dilakukan Revisi atas PP Nomor 14

Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian.

Output/hasil Koordinasi:

1) Surat dari Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan kepada Kepala

Badan Kebijakan Fiskal dengan nomor EK.1.3/237/D.I.M.EKON/07/2019 tanggal

17 Juli 2019 perihal Usulan Nama Anggota Tim Panitia Antarkementerian dan/atau

Antar nonkementerian Rancangan Peraturan Pemerintah tentang perubahan atas PP

Nomor 14 Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian

(RPP Perubahan PP Kepemilikan Asing).

2) Nota Dinas Asisten Deputi kepada Deputi dengan Nomor EK.1.4/157/

D.I.M.EKON.1/11/2019 tanggal 28 November 2019 perihal Laporan Hasil Rapat

Pleno RPP Perubahan PP Nomor 14 Tahun 2018 (PP 14/2018) Tentang Kepemilikan

Asing pada Perusahaan Perasuransian.

3) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 14 Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan

Perasuransian

Outcome/dampak Kebijakan

1) Menjaga Pertumbuhan dan Perkembangan Industri Asuransi.

2) Mendorong spin-off unit usaha syariah Perusahaan asuransi dengan pemberian

strong grand fathering untuk unit usaha syariah hasil spin-off.

Page 149: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

136

7. Kebijakan Pengedalian Pelaksanaan Kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Kebijakan pengendalian Penerimaan Negara Bukan Pajak difokuskan untuk

menginventarisasi tarif dan jenis PNBP pada Kementerian/Lembaga, dalam rangka untuk

menyelaraskan dengan kebijakan yang sedang dijalankan oleh Kemenko Bidang

Perekonomian. Kebijakan pengendalian inventarisasi tarif dan jenis PNBP pada

Kementerian/Lembaga bertujuan untuk:

Mendukung simplifikasi dan kebijakan kemudahan berusaha.

Mengendalikan kenaikan tarif dan jenis PNBP Kementerian/Lembaga agar tidak

berdampak terhadap inflasi.

Menjaga kenaikan tarif dan jenis PNBP Kementerian/Lembaga agar tidak

menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

Menjaga kenaikan tarif dan jenis PNBP Kementerian/Lembaga agar tidak

memberatkan dunia usaha dan masyarakat.

Mendukung kebijakan ekonomi berkeadilan melalui pemberian diskon tarif bagi

masyarakat tidak mampu dan mahasiswa.

Mengoptimalisasikan sumber-sumber penerimaan negara.

Output/hasil koordinasi :

Pada tahun 2019, Tim PAK PNBP telah melakukan revisi terhadap beberapa PP

tentang Jenis dan Tarif PNBP pada Kementerian. Sebagian besar masih berupa draft

peraturan pemerintah karena masih dalam tahap PAK dan proses harmonisasi, dan

sebagian telah disahkan. Adapun daftar dimaksud yaitu sebagai berikut:

1. PP Nomor 2 Tahun 2020 tentang Jenis dan Tarif PNBP Kementerian Sosial;

2. PP Nomor 28 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif PNBP Kementerian Hukum dan

HAM;

3. PP Nomor 74 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif PNBP BSN

4. Draft PP PNBP Kementerian Perindustrian;

5. Draft PP PNBP Kementerian Perhubungan;

6. Draft PP PNBP Kementerian Pertanian;

7. PP Nomor 54 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif PNBP KPK

Outcome/dampak :

Dampak yang diharapkan dari kebijakan pengendalian PNBP tersebut adalah:

Mendukung simplifikasi dan kebijakan kemudahan berusaha.

Mengendalikan kenaikan tarif dan jenis PNBP Kementerian/Lembaga agar tidak

berdampak terhadap inflasi.

Menjaga kenaikan tarif dan jenis PNBP Kementerian/Lembaga agar tidak

menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

Page 150: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

137

Menjaga kenaikan tarif dan jenis PNBP Kementerian/Lembaga agar tidak

memberatkan dunia usaha dan masyarakat.

Mendukung kebijakan ekonomi berkeadilan melalui pemberian diskon tarif bagi

masyarakat tidak mampu dan mahasiswa.

Mengoptimalisasikan sumber-sumber penerimaan negara.

8. Rekomendasi Pengendalian Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

Sesuai dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 tahun

2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,

Asisten Deputi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan mempunyai tugas menyiapkan

koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, pelaksanaan kebijakan, dan

pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di

bidang keuangan serta menyiapkan koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan dan

pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan penguatan keuangan

berbasis nasional.

Output/hasil Koordinasi:

Pengukuran capaian IKU Paket Rekomendasi Pengendalian Kebijakan yang terkait

dengan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Tahun 2019 telah mencapai target

yang ditetapkan. Sebanyak 1 (satu) paket rekomendasi pengendalian kebijakan Bidang

Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, telah dihasilkan dan ditindaklanjuti oleh

Kementerian/Lembaga teknis, diantaranya berupa rekomendasi kebijakan sebagai berikut:

1) Monitoring dan Evaluasi Penyalur KUR dengan NPL diatas 5%

Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No 11 Tahun

2017 tentang Pedoman pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat pasal 34 bahwa salah satu

indikator keberhasilan KUR yaitu tingkat kredit bermasalah atau Non Performing Loan

(NPL). Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan selaku Sekretaris Komite Kebijakan

Pembiayaan bagi UMKM telah melakukan evaluasi penyaluran KUR kepada Penyalur KUR

yang NPL di atas 5% diantaranya: Bank NTB Syariah, Bank NTT, Bank Sinarmas, Maybank,

BTPN, dan Bank Sulselbar serta penghentian sementara pelaksanaan KUR Mikro dan Kecil

Bank Artha Graha.

2) Kunjungan Lapangan dalam rangka Monitoring dan Evaluasi KUR

Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 11 Tahun

2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat bahwa Komite Kebijakan

Pembiayaan Bagi UMKM melakukan pengawasan atas pelaksanaan KUR sebagai tindakan

yang bersifat preventif. Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM melakukan monitoring

terhadap pelaksanaan dan kinerja KUR paling kurang 1 kali dalam 6 bulan. Sehubungan

Page 151: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

138

dengan hal tersebut, Komite Kebijakan telah melakukan monitoring secara on desk setiap

bulannya. Monitoring tersebut mencakup ketepatan format pelaporan, ketepatan

penyampaian laporan, jumlah data UMKM yang telah diunggah ke dalam Sistem Informasi

Kredit Program, serta jumlah username dan password yang dikeluarkan oleh Komite

Kebijakan.

Selain itu Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM juga melakukan monitoring

kunjungan lapangan kepada debitur penerima KUR dan penyalur KUR di daerah. Adapun

metodenya dengan melakukan wawancara langsung kepada debitur yang telah

mendapatkan KUR untuk memperoleh informasi tentang implementasi program KUR mulai

dari latar belakang debitur, kapasitas usaha debitur, mekanisme pengajuan dan pencairan

kredit serta manfaat yang diperoleh debitur setelah memperoleh pembiayaan dari KUR.

Selama tahun 2019, komite Kebijakan telah melakukan 10 (sepuluh) kegiatan kunjungan

lapangan.

Outcome/dampak :

Tercapainya penyaluran KUR sesuai dengan target yang ditetapkan Komite Kebijakan

Pembiayaan bagi UMKM, penyempurnaan regulasi kebijakan pembiayaan UMKM

terkait KUR.

Page 152: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

139

C. PERBANDINGAN CAPAIAN KINERJA

1) Realisasi Anggaran

Pagu anggaran Tahun 2019 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

adalah sebesar Rp.14.800.000.000,- sama besar dengan pagu anggaran pada tahun

sebelumnya. Adapun realisasi pada akhir tahun sebesar Rp.14.735.728.488,- atau 99,57%

dengan penyerapan aktual lebih tinggi dari yang ditargetkan sebesar 98%, sehingga Selisih

Lebih Antar Perhitungan Anggaran (SILPA) hanya sebesar Rp.64.271.512,- atau 0,43%.

Tabel 3.8 Realisasi Anggaran Per Kegiatan Tahun Anggaran 2019

No. Kegiatan Pagu Realisasi

Anggaran %

1 Kebijakan Bidang Fiskal 1.800.000.000 1.792.374.026 99,58%

2 Kebijakan Bidang Moneter Neraca Pembayaran

2.500.000.000

2.488.981.685

99,56%

3 Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil

1.500.000.000

1.497.620.312

99,84%

4 Kebijakan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

7.500.000.000

7.465.381.043

99,54%

5 Kebijakan Bidang Badan Usaha Milik Negara

1.500.000.000

1.491.371.422

99,42%

Total Realisasi

14.800.000.000 14.735.728.488 99,57%

Bila dibandingkan dengan realisasi anggaran tahun 2018 maka terjadi kenaikan dalam

realisasi anggaran Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan tahun 2019.

Hal ini menggambarkan kinerja serta kemampuan kedeputian dan unit-unit Eselon II dalam

mengoptimalkan anggaran program dan kegiatan-kegiatan yang dirancang dan dilaksanakan.

Page 153: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

140

Grafik 3.4. Perbandingan Realisasi Anggaran Tahun Anggaran 2018 dan 2019

Realisasi Anggaran Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2019

dalam kerangka biaya per sasaran yang dicapai ditunjukkan dalam tabel 3.9 sebagai berikut:

1,8

00,0

00,0

00

2,5

00

,00

0,0

00

1,5

00,0

00,0

00

7,5

00,0

00,0

00

1,5

00,0

00,0

00

1,7

97,4

11,6

46

2,4

81,8

36,3

90

1,4

93,9

85,6

66

7,3

58,3

13,2

64

1,4

66,9

95,6

55

99.86% 99.27%

99.60%

98.11% 97.80%

-

1,000,000,000

2,000,000,000

3,000,000,000

4,000,000,000

5,000,000,000

6,000,000,000

7,000,000,000

8,000,000,000

9,000,000,000

10,000,000,000

Asdep Fiskal (2503) Asdep Moneter(2492)

Asdep Ekoda Riil(2501)

Asdep PMLK (2518) Asdep BUMN (2498)

2018

PAGU 2018 (Rupiah) REALISASI 2018 (Rupiah) % 2018

1,8

00,0

00,0

00

2,5

00,0

00,0

00

1,5

00,0

00,0

00

7,5

00,0

00,0

00

1,5

00,0

00,0

00

1,7

92,

374

,026

2,4

88,

981,

685

1,4

97,

62

0,31

2

7,4

65,3

81,0

43

1,4

91,3

71,4

22

99.58% 99.56% 99.84% 99.54%

99.42%

-

1,000,000,000

2,000,000,000

3,000,000,000

4,000,000,000

5,000,000,000

6,000,000,000

7,000,000,000

8,000,000,000

9,000,000,000

10,000,000,000

Asdep Fiskal (2503) Asdep Moneter(2492)

Asdep Ekoda Riil(2501)

Asdep PMLK (2518) Asdep BUMN (2498)

2019

PAGU 2019 (Rupiah) REALISASI 2019 (Rupiah) % 2019

Page 154: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

141

Tabel 3.9

Realisasi Anggaran untuk Mencapai Sasaran (cost per outcome)

Sasaran Program

Jenis Kegiatan

Sasaran Kegiatan

Pagu

Realisasi

%

Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif Sebesar 68%

Rekomendasi Kebijakan Pembiayaan UMK (KUR)

Terwujudnya rekomendasi kebijakan Pembiayaan UMK (KUR)

5.000.000.000

4.974.137.584

99,48%

Tercapainya Target Penyaluran KUR

Daftar Rencana Kerja dan Kebijakan untuk Peningkatan Akses dan Kualitas Layanan Keuangan Formal

Terwujudnya rekomendasi Rencana Kerja dan Kebijakan untuk Peningkatan Akses dan Kualitas Layanan Keuangan Formal

1.000.000.000

996.116.897

99,61%

Terwujudnya Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian

Rekomendasi Kebijakan Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian

Terwujudnya rekomendasi Sinkronisasi Kebijakan Perekonomian

5.462.170.000

5.448.403.807

99,75%

Terwujudnya Koordinasi dan Pengendalian Kebijakan Perekonomian

Rekomendasi Kebijakan Koordinasi dan Pengendalian Kebijakan Perekonomian

Terwujudnya rekomendasi Kebijakan Koordinasi dan Pengendalian Kebijakan Perekonomian

3.071.180.000 2.997.085.027 97,59%

Tercapainya Layanan Dukungan Adiministrasi Kegiatan dan Tata Kelola Kedeputian I

Layanan Dukungan Administrasi Kegiatan dan Tata Kelola Kedeputian I

Tercapainya Layanan Dukungan Adiministrasi Kegiatan dan Tata Kelola Kedeputian I

320.650.000 319.985.173 99,79%

2) Efisiensi Pemanfaatan Sumber Daya

Pelaksanaan analisis efisensi pemanfaatan sumber daya dihitung berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan Nomor: 214/PMK.02/2017 tentang Pengukuran dan Evaluasi Kinerja

Anggaran atas Pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga.

Pengukuran efisiensi dilakukan dengan membandingkan penjumlahan dari selisih antara

perkalian pagu anggaran keluaran dengan capaian keluaran (CKK) dan realisasi anggaran

keluaran, dengan penjumlahan dari perkalian pagu anggaran keluaran dengan capaian

keluaran. Rumus untuk pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:

Keterangan:

E : Efisiensi

PAKi : Pagu Anggaran Keluaran i

RAKi : Realisasi Anggaran Keluaran i

CKi : Capaian Keluaran i

Page 155: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

142

Berdasarkan hasil perhitungan pada Capaian Kinerja Keluaran (Output) Kegiatan pada

bagian sebelumnya, dapat dihitung tingkat efisiensi anggaran Deputi Bidang Koordinasi

Ekonomi Makro dan Keuangan dalam pencapaian kinerja di tahun 2019 berdasarkan adata

berikut:

Tabel 3.9

Realisasi Anggaran untuk Kegiatan (cost per outpu)

No. Output Capaian Keluaran

Kegiatan (CKK) Pagu (Rp.) Realisasi (Rp.)

1 Rekomendasi Kebijakan Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran

1 1.500.000.000 1.494.081.860

2 Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Bidang Moneter (Inflasi)

1 1.000.000.000 994.899.825

3 Rekomendasi Kebijakan yang Terkait dengan Bidang BUMN

1 950.000.000 947.354.316

4 Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan yang Terkait dengan Bidang BUMN

1 550.000.000 544.017.106

5 Rekomendasi Kebijakan yang terkait dengan Bidang Ekonomi Daerah dan Sektor Riil

1 1.238.820.000 1.236.792.741

6 Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan yang Terkait dengan Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil

1 261.180.000 260.827.571

7 Rekomendasi Kebijakan Hasil Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Fiskal

1 773.350.000 772.458.880

8 Rekomendasi Hasil Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan yang Terkait dengan Bidang Fiskal

1 706.000.000 699.929.973

9 Layanan Dukungan Administrasi Kegiatan dan Tata Kelola di Lingkungan Kedeputian I

1 320.650.000 319.985.173

10 Rekomendasi Kebijakan yang Terkait dengan Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

1 1.000.000.000 997.716.010

11 Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Bidang Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang Terkait dengan Pembiayaan

1 500.000.000 497.410.552

12 Rekomendasi Kebijakan Pembiayaan Usaha Mikro dan Kecil

1 1.000.000.000 996.116.897

13 Rekomendasi Kebijakan Keuangan Inklusif 1

5.000.000.000 4.972.872.584

Total 14.800.000.000 14.734.463.487

Berdasarkan data tersebut, dapat dihitung bahwa capaian efisiensi Deputi Bidang

Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Tahun 2019 adalah sebesar 0.44%. Hal ini

menunjukkan bahwa pada Tahun 2019 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan

Keuangan berhasil melaksanakan rencana kerja yang ditetapkan dalam dokumen anggaran

(DIPA), serta mencapai target atas setiap keluaran (output) yang diperjanjikan, dengan

mengoptimalisasi besaran pagu yang tersedia.

Page 156: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

143

3) Analisis Faktor Ketercapaian Kinerja

Keberhasilan capaian kinerja yang dilakukan oleh Deputi Bidang Koordinasi

Ekonomi Makro dan Keuangan didukung oleh faktor-faktor internal maupun eksternal,

koordinasi yang dilakukan selama ini baik internal maupun ekternal terus diperbaiki dan

ditingkatkan dalam rangka mendukung tercapainya keberhasilan koordinasi organisasi,

faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Koordinasi eksternal Antara Eselon I di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian, maupun Kementerian/Lembaga dan stakeholder dalam lingkup

koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terkait program-program

nasional dan strategis yang berkaitan dengan isu-isu Ekonomi Makro dan Keuangan

sesuai dengan bidangnya dilaksanakan dengan intensif. Koordinasi lintas sektor baik

dengan dilaksanakan sebagi pengambil kebijakan, pelaksana program, maupun

pengendali kegiatan.

b. Bersama Sekretariat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam hal ini Biro

Perencanaan telah melakukan Penajaman Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019

Tingkat Kementerian dan Tingkat Eselon I, sehingga berdampak pada penetapan

sarasan strategis dan indikator-indikator yang lebih sesuai dengan Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian maupun seluruh unit kerja dibawahnya.

Koordinasi pelaporan kegiatan telah dilakukan dengan diterapkannya pelaporan

melalui media elektronik.

Bersama dengan Biro Umum dilakukan koordinasi yang bersifat dukungan pelayanan

bagi terlaksananya tugas dan fungsi.

c. Penajaman Renstra 2015-2019 sebagai salah satu upaya untuk lebih meningkatkan

kesadaran dan implementasi terhadap Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

(SAKIP) yang baik dilingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hal ini

juga berdampak pada perbaikan dalam proses perencanaan, pengukuran, pelaporan

dan evaluasi kinerja dari tingkat pimpinan tinggi sampai dengan staf pelaksana.

d. Koordinasi internal di lingkungan kedeputian Ekonomi Makro dan Keuangan

dilaksanakan seminggu sekali pada hari senin dengan melibatkan Eselon I dan Eselon

II, membahas rencana kegiatan dan isu-isu strategis seminggu ke depan, realisasi

anggaran, sumber daya manusia, serta permasalahan dan kendala kegiatan.

Page 157: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

144

BAB IV

CAPAIAN RENCANA STRATEGIS DAN KOORDINASI BIDANG EKONOMI DAN KEUANGAN

TAHUN 2015-2019 SERTA ISU STRATEGIS TAHUN 2020-2024

A. Capaian Renstra Tahun 2015 – 2019

Tahun 2019 merupakan tahun akhir dari periode lima tahun pelaksanaan Rencana Strategis

Tahun 2015-2019 Kedeputian bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. Berdasarkan hal tersebut, Lakip Tahun 2019

ini juga menyajikan capaian atas Renstra Tahun 2015-2019 Kedeputian bidang Koordinasi

Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian. Penyajian

data capaian kinerja dilakukan dengan membandingkan capaian sasaran strategis pada tahun

2015-2019, berdasarkan target yang dicantumkan dalam Rencana Strategis (Renstra) dengan

realisasi yang mampu dicapai..

Pada dokumen Renstra Tahun 2015-2019, terdapat tiga Sasaran Strategis (SS) pada

Kedeputian Ekonomi Makro dan Keuangan, yaitu:

SS. Terwujudnya Koordinasi Dan Sinkronisasi Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan

Keuangan

Persentase Rekomendasi Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan Keuangan

SS. Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan

Keuangan

Persentase Rekomendasi Pelaksanaan Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan

Keuangan

SS. Terwujudnya Perluasan Akses Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Dan Kecil (UMK)

Tercapainya target penyaluran kredit berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Ketiga SS di atas dilaksanakan pada kinerja tahun 2015, 2016, dan 2017. Seiring dengan

upaya untuk lebih manajamkan sasaran strategis dan penetapan kinerja yang lebih relevan,

maka pada penetapan kinerja pada tahun 2018 dan 2019 SS tersebut disesuaikan dengan

program-program dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Kedeputian Ekonomi Makro dan

Keuangan. Adapun perubahan-perubahan tersebut tidak semata pada SS, tetapi juga Indikator

Kinerja Utama (IKU) – nya. Terdapat SS yang tetap namun IKUnya mengalami perubahan.

Atau SS dipertajam agar lebih mengena pada rencana program, misalnya SS. Terwujudnya

Koordinasi Dan Sinkronisasi Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan Keuangan dengan IKU

Persentase Rekomendasi Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan Keuangan menjadi

Terwujudnya Koordinasi Dan Sinkronisasi Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan

Page 158: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

145

Keuangan dengan IKU Jumlah Paket Rekomendasi Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan

Ekonomi Makro dan Keuangan. Atau Terwujudnya perluasan akses pembiayaan bagi Usaha

Mikro dan Kecil (UMK) menjadi Tercapainya Target Penyaluran KUR.

Adapun perubahan Sasaran Strategis dan IKU tersebut adalah :

SS. Tercapainya Indeks Keuangan Inklusi

Indeks keuangan inklusif

SS. Tercapainya Target Penyaluran KUR

Target penyaluran KUR

SS. Terwujudnya Koordinasi, Sinkronisasi, dan Pengendalian bidang Koordinasi Ekonomi

Makro dan Keuangan

Jumlah Paket Rekomendasi Kebijakan bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

SS. Terwujudnya Koordinasi Dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro Dan Keuangan

Jumlah Paket Rekomendasi Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan

Keuangan

SS. Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro Dan Keuangan

Jumlah Paket Rekomendasi Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro Dan Keuangan

Tabel 4.1. Ringkasan Capaian Renstra Tahun 2015 – 2019

Sasaran Strategis

dan Indikator

Kinerja Utama

Target (T) dan Realisasi (R)

2015 2016 2017 2018 2019

T R T R T R T R T R

SS. Terwujudnya Koordinasi Dan Sinkronisasi Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan Keuangan Persentase Rekomendasi Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan Keuangan

80 100 80 100 100 100 na na na na

SS. Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan Keuangan Persentase Rekomendasi Pelaksanaan Kebijakan Di Bidang Ekonomi Makro Dan Keuangan

80 100 80 100 100 100 na na na na

SS. Terwujudnya Perluasan Akses Pembiayaan Bagi Usaha Mikro Dan Kecil (UMK) Tercapainya Target Penyaluran Kredit Berpenjaminan Kredit Usaha Rakyat

30 26,7 100 T 94,4 106,7 96,7 na na na na

SS. Tercapainya Indeks Keuangan Inklusi

Page 159: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

146

Indeks keuangan inklusif

68 70 75 76,1

SS. Tercapainya Target Penyaluran KUR Target penyaluran KUR na na na na na na 120 120,4 140 140,08

SS. Terwujudnya Koordinasi, Sinkronisasi, dan Pengendalian bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Jumlah Paket Rekomendasi Kebijakan bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan

na na na na na na 1 PR 1 PR na na

SS. Terwujudnya Koordinasi Dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro Dan Keuangan Jumlah Paket Rekomendasi Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan

na na na na na na na na 1 PR 1 PRi

SS. Terwujudnya Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro Dan Keuangan Jumlah Paket Rekomendasi Pengendalian Kebijakan Ekonomi Makro Dan Keuangan

na na na na na na na na 1 PR 1 PR

Nilai Kinerja Organisasi 2015 - 2019

96,33 115 98 101,09 100,34

Nilai kinerja organisasi yang dapat dicapai tahun 2015 – 2019 adalah : 96,33 (2105);

115 (2016); 98 (2017); 101,9 (2018); dan 100,34 (2019).

B. Capaian Koordinasi Bidang Ekonomi Tahun 2015-2019

Sejalan dengan Program Prioritas Nasional dalam Nawacita dan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019, capaian koordinasi Deputi Bidang Koordinasi

Ekonomi Makro dan Keuangan dalam periode tahun 2014-2019 adalah beberapa program

dan kegiatan yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:

1. Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Rapat Koordinasi Komite Kebijakan tanggal 15 Desember 2014 menghasilkan perbaikan

dan perubahan skema pelaksanaan KUR 2015. Pada tanggal 7 Mei 2015 telah diterbitkan

Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan bagi Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah. Rapat Kabinet Terbatas tanggal 17 Juni 2015 memutuskan

bahwa suku bunga KUR untuk debitur adalah maksimal 12% efektif per tahun. Hasil ratas

tersebut ditindaklanjuti oleh Pemerintah melalui Komite Kebijakan dengan pemberian subsidi

bunga. Perubahan jenis subsidi pemerintah dari Imbal Jasa Penjaminan menjadi subsidi bunga

dituangkan melalui Keppres Nomor 19 tahun 2015 tanggal 15 Juli 2015 tentang Perubahan

atas Keppres 14 Tahun 2015.

Page 160: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

147

Peraturan Menteri Keuangan No. 146/PMK.05.2015 tentang Tata Cara Pembayaran

Subsidi Bunga Kredit Usaha Rakyat diterbitkan tanggal 30 Juli untuk melengkapi ketentuan

terkait pelaksanaan KUR skema baru. Sedangkan untuk acuan para pihak dalam melaksanaan

KUR diterbitkan Peraturan Menko Perekonomian Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pedoman

Pelaksanaan KUR yang meliputi lampiran I KUR Mikro, lampiran II KUR Ritel dan lampiran III

KUR TKI, pada tanggal 7 Agustus 2015. Setelah ditandatanganinya Perjanjian Kerjasama

Pembiayaan antara Bank Pelaksana dengan Kuasa Pengguna Anggaran, serta Perjanjian

Kerjasama Penjaminan KUR antara Bank Pelaksana dengan Perusahaan Penjamin pada tanggal

13 Agustus 2015. Meskipun dengan skema subsidi bunga, namun KUR skema baru tetap

berpenjaminan. Adapun mekanisme penetapan kerjasama penjaminan antara Penyalur KUR

dan Penjamin KUR ditetapkan secara business to business, sementara imbal jasa penjaminan

yang dibayar oleh Penyalur KUR ke Penjamin KUR merupakan bagian dari subsidi bunga yang

dibayarkan Pemerintah, bukan menjadi beban tambahan untuk debitur KUR.

Permenko No. 6/2015 yang baru berlaku selama dua bulan selanjutnya diusulkan untuk

direvisi mengingat kesulitan para Penyalur KUR untuk menyalurkan KUR pada sektor yang

dibatasi yaitu hanya meliputi sektor pertanian, perikanan, industri pengolahan, dan sektor

perdagangan yang terkait ketiga sektor tersebut. Untuk menampung aspirasi tersebut, Komite

Kebijakan menetapkan Permenko Nomor 8 Tahun 2015, tanggal 26 Oktober 2015. Perluasan

sektor yang diatur di dalam Permenko No. 8/2015 yaitu sektor perdagangan tidak dibatasi lagi

melainkan meliputi seluruh usaha di sektor perdagangan serta sebagian sektor jasa-jasa.

Penetapan suku bunga KUR sebesar 12% selanjutnya dikaji untuk diturunkan menjadi

9%. Sebagai landasan hukum bagi turunnya suku bunga yang dibebankan pada debitur dari

12% menjadi 9% pada tahun 2016, diterbitkan Permenko Nomor 13 Tahun 2015 pada tanggal

30 Desember 2015.. Sesuai dengan arahan Presiden pada Rapat Terbatas tentang Kebijakan

Suku Bunga pada tanggal 28 Januari 2016. penetapan suku bunga KUR menjadi single digit

dimaksudkan untuk mendorong perbankan di Indonesia agar menetapkan suku bunga kredit

menjadi single digit. Penurunan suku bunga KUR tersebut bertujuan untuk memperluas akses

UMKM terhadap kredit yang murah sehingga dapat meningkatkan kapasitas dan daya saing

mereka

Penurunan suku bunga KUR menjadi 7% ditetapkan mulai berlaku sejak 1 Januari 2018.

Sebagai tindak lanjut arahan Presiden dalam Rapat Kabinet Terbatas tentang KUR, maka suku

bunga KUR kembali diturunkan menjadi 6% efektif per tahun. Penurunan suku bunga tersebut

diatur melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 8 Tahun 2019

tentang Pedoman Pelaksanaan KUR yang berlaku efektif sejak 2 Januari 2020.

Page 161: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

148

Grafik 4.1. Tren Penurunan Suku Bunga KUR (suku bunga dalam persen)

Pada awal disalurkannya KUR skema subsidi bunga, untuk menjadi Penyalur KUR dan

Penjamin KUR harus mendapatkan persetujuan Komite Kebijakan yang dituangkan dalam

Surat Keputusan Menko Perekonomian. Penyalur KUR tahap pertama yang ditunjuk adalah

bank BRI, BNI dan Mandiri, sedangkan Penjamin KUR yang ditunjuk adalah Perum Jamkrindo

dan PT. Askrindo dengan Keputusan Menko Perekonomian No. 170 Tahun 2015 tentang Bank

Pelaksana dan Perusahaan Penjamin KUR. Penyalur KUR bertambah dengan terbitnya

Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor: 188 Tahun 2015 tentang

Penetapan Penyalur Kredit Usaha Rakyat dan Perusahaan Penjamin KUR, tanggal 30 Oktober

2015. Adapun penambahan penyalur KUR yaitu: Bank Sinarmas, Maybank, BPD Kalimantan

Barat, dan BPD Nusa Tenggara Timur.

Ketentuan tentang prosedur untuk menjadi Penyalur KUR selanjutnya diubah dengan

terbitnya Permenko No. 13/2015 tentang Perubahan atas Permenko No. 8/2015 yang berlaku

sejak 1 Januari 2016. Menko Perekonomian tidak lagi menerbitkan SK penunjukan bagi

Penyalur KUR, tetapi sepanjang bank atau lembaga keuangan bukan bank telah memenuhi

persyaratan sebagai Penyalur KUR, maka dapat menjadi Penyalur KUR.

Perubahan kebijakan KUR berikutnya adalah untuk menambahkan koperasi sebagai

penyalur KUR dan agar KUR dapat disalurkan menggunakan prinsip syariah. Untuk

mengakomodir kebutuhan tersebut, maka diterbitkan Permenko Nomor 9 Tahun 2016 tentang

Perubahan Kedua atas Permenko No. 8/2015 yang berlaku sejak tanggal 10 November 2016.

Dalam Permenko No. 9/2016 tersebut diatur kesamaan persyaratan untuk menjadi Penyalur

KUR bagi perbankan maupun non perbankan termasuk koperasi. Pada prinsipnya diatur

bahwa koperasi yang ingin menjadi Penyalur KUR harus mendapatkan rekomendasi sehat dan

berkinerja baik dari Kementerian Koperasi dan UKM selaku pengawas koperasi. Persyaratan

selanjutnya yang harus dipenuhi sama persis dengan persyaratan yang diberlakukan bagi

lembaga keuangan lainnya, yaitu mempunyai kerjasama dengan Penjamin KUR, dan online

system dengan SIKP. Terkait dengan KUR skema syarish, mengingat dalam prinsip syariah

12

9 9

7 7

2015 2016 2017 2018 2019

Page 162: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

149

tidak mengenal bunga dan tidak menggunakan istilah kredit, maka dalam Permenko No.

9/2016 ditambahkan istilah margin dan pembiayaan. Dalam Permenko 6/2019, dilakukan

perluasan KUR Syariah dari sebelumnya hanya bisa menggunakan akad Murabahah, saat ini

KUR Syariah dapat menggunakan akad syariah lainnya.

Agar penyaluran KUR dapat didorong lebih besar ke sektor selain perdagangan, Rapat

Koordinasi setingkat Menteri pada bulan Januari 2017 memutuskan target KUR untuk

disalurkan ke sektor produksi minimal 40%. Yang dimaksud dengan sektor produksi adalah

sektor yang menambah jumlah barang dan/atau jasa, atau singkatnya adalah sektor non-

perdagangan. Komite Kebijakan merasa perlu menetapkan target tersebut mengingat

penyaluran KUR dari tahun 2007 sampai dengan akhir 2016 mayoritas disalurkan ke sektor

perdagangan. Tidak ada produk baru yang dihasilkan oleh sektor perdagangan. Jumlah barang

dan jasa di pasar tetap, hanya diperdagangkan diantara masyarakat. Semakin panjang rantai

perdagangan tersebut, semakin tinggi harga barang, yang akhirnya berakibat inflasi dan

pertumbuhan ekonomi yang semakin menurun. Sektor perdagangan dengan sendirinya akan

turut meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah produk di masyarakat. Target minimal

penyaluran KUR ke sektor produksi tersebut terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya,

yaitu minimal 50% di tahun 2018, dan minimal 60% di tahun 2019. Memperhatikan kinerja

penyaluran KUR sektor produksi yang masih belum optimal, maka pada tahun 2020 target

penyaluran KUR sektor produksi tetap sebesar minimal 60% dari total penyaluran KUR.

Grafik 4.2. Target dan Realisasi Penyaluran KUR 2015-2019 (dalam Triliun Rupiah)

Total realisasi penyaluran KUR dari Agustus 2015 sampai dengan 31 Desember 2019

sebesar Rp 473,39 triliun yang disalurkan kepada 18,61 juta debitur. Penyaluran KUR masih

didominasi untuk skema KUR Mikro (63,21%) diikuti dengan skema KUR Kecil (36,37%) dan

KUR TKI (0,42%). Kinerja ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pemerataan

23

94 97

120

140,08

30

100 110

120

140

0

20

40

60

80

100

120

140

2015 2016 2017 2018 2019

Realisasi Target

Page 163: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

150

akses pembiayaan untuk usaha kecil. Penyaluran KUR untuk tahun 2019 sampai dengan 31

Desember 2019 sudah mencapai Rp 140,08 triliun (100,06% dari target tahun 2019 sebesar

Rp140 triliun) kepada 4.729.380 debitur.

2. Capaian Strategi Nasional Keuangan Inklusif 2016-2019

Perpres 82/2016 mentargetkan 75% penduduk dewasa memiliki akses layanan

keuangan formal di tahun 2019. Untuk melakukan pengukuran capaian keuangan inklusif dan

dilakukan survei di masyarakat. Beberapa survei yang dilaksanakan oleh lembaga yang berbeda

menunjukkan bahwa kondisi keuangan inklusif di Indonesia menunjukkan tren peningkatan

yang signifikan.

Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan dari Otoritas Jasa Keuangan OJK

yang digunakan sebagai dasar mengukur realisasi terhadap target indeks kuangan inklusi

menunjukkan Indeks Keuangan Inklusif sebesar 76.19% pada tahun 2019, meningkat dari

67,8% pada tahun 2016, sehingga target 2019 tercapai. Meskipun terdapat penurunan

capaian inklusi keuangan syariah dari 11,6% pada tahun 2016 menjadi 9% pada tahun 2019.

Tren meningkat juga konsisten dengan angka dari Global Findex, dimana indeks keuangan

inklusif pada tahun 2011, 2014, dan 2017 berturut-turut sebesar 19.6%, 36.1%, dan 48.9%.

Survei Financial Inclusion Insights (FII) – SNKI yang menggunakan pendekatan

kepemilikan (akun), juga menunjukkan tren peningkatan yang sama dengan dua survei yang

dilakukan lembaga yang sebelumnya. Tahun 2014 capaian inklusi keuangan adalah 31,3%,

meningkat menjadi 34,2% (2015), 35,1% (2016), dan 55,7% (2019). Sementara hasil survei

FII-SNKI menggunakan pendekatan penggunaan hasilnya lebih tinggi, yaitu sebesar 70,3%.

Survei tersebut dilaksanakan di 33 provinsi (dikarenakan provinsi Sulawesi Tengah tengah

mengalami bencana tsunami dan likuifaksi, namun sampel tetap mewakili seluruh

Indonesia/34 provinsi), dengan jumlah total sampel sebesar 6.695 responden.

Meskipun dengan beberapa sumber data dan indikator yang berbeda, seluruhnya

meninjukkan kecenderungan peningkatan inklusi keuangan di Indonesia. Namun dibanding

dengan Jepang dan Singapura yang telah mencapai 98% atau India dan China sebesar 80%,

indeks keuangan inklusi keuangan Indonesia masih tertinggal.

Page 164: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

151

Gambar 4.1. Capaian Target Indeks Keuangan Inklusif

Page 165: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

152

3. Kebijakan Insentif Fiskal

Dalam kurun waktu 2015-2019, Pemerintah terus berupaya menurunkan

ketergantungan bahan baku industri dari luar negeri. Penurunan defisit neraca perdagangan

menjadi salah satu fokus kebijakan Pemerintah. Formulasi kebijakan dalam rangka mendorong

ekspor dan mengurangi impor antara lain melalui kebijakan insentif yang tepat sasaran,

sehingga berkurangnya potensi penerimaan negara dapat dialokasikan secara tepat untuk

mengurangi impor dan mendorong ekspor sehingga akan meningkatkan aktivitas ekonomi.

Melalui kebijakan insentif fiskal seperti kebijakan tax holiday dan tax allowance, selain

menumbuhkan industri pionir juga mendorong kegiatan investasi dan menciptakan lapangan

pekerjaan. Selain itu, pengaturan kebijakan diarahkan untuk menarik investasi untuk hilirisasi

sumber daya alam di kawasan Industri (KI) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berbasis

industri, terutama yang dibangun di luar Jawa.

Sejak berlakunya PMK 35/2018 dan PMK 150/2018 sampai dengan Triwulan IV 2019

fasilitas tax holiday diberikan kepada diberikan kepada 60 Wajib Pajak dengan capaian

sebagai berikut:

Kelompok industri yang diberikan fasilitas tax holiday meliputi: 22 WP Infrastruktur

ekonomi, 23 WP industri logam, 13 WP yang bergerang di bidang industri kimia, dan 2

WP yang bergerak di bidang elektronika dan IT.

Total rencana penanamanan modal sebesar Rp 1.045,9 Triliun, dengan penanaman modal

terbesar mencapai Rp 123 triliun.

Penanaman modal dimaksud diperkirakan menyerap 45.723 tenaga kerja.

Penanaman modal tersebar di 20 provinsi di Indonesia

Terkait Tax Allowance pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78

tahun 2019 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang

Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu sebagai revisi atas PP 18/2015 jo PP

9/2016. Tujuan penerbitan regulasi dimaksud adalah untuk mendorong peningkatan investasi

langsung guna mendorong pertumbuhan ekonomi dalam rangka pemerataan

pembangunan.Sejumlah capaian program Tax Allowance sejak tahun 2007 sampai dengan

Triwulan III 2019 adalah sebagai berikut:

Persetujuan pemberian fasilitas tax allowance diberikan kepada 163 WP dengan 163 surat

keputusan Menteri Keuangan. Dari jumlah tersebut 71 WP berdasarkan 82 Surat

Keputusan Menteri Keuangan telah memanfaatkan fasilitas tax allowance.

Total rencana penanamanan modal sebesar Rp258,8 Triliun, dengan nilai penanaman

modal sebesar Rp25 triliun pada tahun 2018 dan Rp11,7 triliun sampai dengan triwulan

III 2019.

Page 166: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

153

Dari rencana penanaman modal dimaksud, Rp181,6 triliun telah direalisasikan

investasinya. Adapun Rp16 triliun telah direalisasikan pada tahun 2018 dan sampai

dengan triwulan III 2019 telah direalisasikan Rp13,3 triliun.

Dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia

diperlukan adanya program yang mempertemukan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri

dengan ketersediaan tenaga kerja yang berkualitas dan berdaya saing.. Sehubungan dengan

hal tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2019

tanggal 25 Juni 2019 untuk memberikan insentif super deduction sebesar 200% bagi pelaku

usaha dan pelaku industri yang melakukan kegiatan vokasi dalam menciptakan sumber daya

manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing. Selain insentif super deduction untuk

kegiatan vokasi, dalam Peraturan Pemerintah tersebut juga diatur kebijakan insentif super

deduction untuk kegiatan penelitian dan pengembangan sebesar 300% serta insentif

investment allowance untuk industri padat karya yang memiliki nilai strategis bagi

perekonomian nasional.

Secara garis besar pencapaian insentif fiskal 2015-2019 adalah sebagai berikut:

Jenis Insentif Fiskal Progress

Tax Holiday Telah Terbit Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/ 2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.

Telah Terbit Peraturan BKPM Nomor 1 Tahun 2019 yang memuat KBLI yang dapat diberikan fasilitas tax holiday.

Pengajuan permohonan dan persetujuan tax holiday telah dijalankan melalui OSS,

Per 31 Desember 2019 telah terbit 60 KMK pemberian fasilitas tax holiday;

Tax Allowance Telah terbit PP Nomor 78/ 2019 sebagai revisi atas PP 18/2015 jo PP 9/2016

Super Deduction Telah terbit PP Nomor 45 Tahun 2019 tanggal 25 Juni 2019 sebagai payung hukum pemberian insentif super deduction vokasi, super deduction litbang, dan investment allowance,

Telah terbit Peraturan Menteri Keuangan nomor 128 tahun 2019 tentang fasilitas super deduction vokasi;

Super deduction litbang,

Investment allowance

Sedang dalam proses perumusan (RPMK)

Tabel 4.2. Pencapaian Kebijakan Insentif Fiskal 2015-2019

Page 167: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

154

4. Capaian Tim Pengendalian Inflasi Pusat

1) Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi

Rakornas merupakan forum tertinggi dalam koordinasi pengendalian inflasi

dilaksanakan sebagai bentuk penegasan komitmen Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan

Bank Indonesia untuk mendukung pengendalian inflasi. Rakornas dilaksanakan setiap tahun

dengan mengusung tema yang disesuaikan dengan arah kebijakan yang sedang menjadi fokus

pemerintah dengan tetap mendukung upaya pencapaian sasaran inflasi nasional.

Rakornas dibuka dan dipimpin langsung oleh Presiden/Wakil Presiden RI didampingi

Menko Perekonomian, Gubernur Bank Indonesia, para Menteri/Pejabat setingkat Menteri

anggota TPIP serta dihadiri seluruh kepala daerah baik provinsi dan kabupaten/kota selaku

ketua TPID. Palaksanaan Rakornas tahun 2019 merupakan Rakornas ke X.

Penguatan kelembagaan melalui landasan hukum yang kuat diperlukan guna

mendukung penguatan kapasitas serta koordinasi dalam rangka sinkronisasi program dan

kebijakan di tingkat pusat dan daerah untuk mencapai sasaran inflasi yang telah ditetapkan.

a) Keppres No 23/2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN)

Dengan ditetapkan Keputusan Presiden No. 23 Tahun 2017 tentang Tim Pengendalian

Inflasi Nasional (TPIN), maka koordinasi pengendalian inflasi pengendalian inflasi

seluruhnya dilebur menjadi Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN) yang terdiri dari

Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota. Menko

Perekonomian sebagai Ketua TPIP dan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan

Keuangan sebagai Ketua Sekretariat TPIP.

b) Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia nomor 10

tahun 2017 tentang Mekanisme dan Tata Kerja Tim Pengendalian Inflasi Pusat, Tim

Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi, dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten/

Kota.

c) Kepmenko No. 148 Tahun 2017 tentang Tugas dan Keanggotaan Kelompok Kerja dan

Sekretariat Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) sebagai landasan penyusunan tugas

dan keanggotaan Sekretariat, kelompok kerja (Pokja) Pusat dan Pokja Daerah.

2) Koordinasi Penyusunan dan Penetapan Peta Jalan Pengendalian Pengendalian Inflasi 2015-

2018 dan 2019-2021.

Dalam kurun waktu 2015-2019, realisasi inflasi tahunan telah berhasil dijaga pada

rentang sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia nomor 93/PMK.011/2014 tentang Sasaran Inflasi Tahun 2016, Tahun 2017,

Tahun 2018, dan PMK No. 124/PMK. 010/2017 tentang sasaran inflasi Tahun 2019, Tahun

2020, Tahun 2021. Realisasi inflasi pada 2015-2019 masing-masing pada level 3,35%

(2015); 3,02% (2016); 3,61% (2017); 3,13% (2018) dan 2,72% (2019). Secara umum,

Page 168: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

155

terkendalinya inflasi tidak terlepas dari hasil koordinasi yang solid antara Pemerintah Pusat,

Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia serta komitmen berbagai pihak dalam menjalankan

Peta Jalan Pengendalian Inflasi 2015 – 2018 yang diikuti oleh Peta Jalan Pengendalian Inflasi

2019-2021

Grafik 4.3. Perkembangan Tingkat Inflasi 2015-2019 (%)

3) Koordinasi Pembentukan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)

Pada tahun 2008, forum koordinasi pengendalian inflasi di tingkat daerah (TPID)

terbentuk. TPID dibentuk karena adanya kesadaran bahwa pencapaian inflasi nasional bukan

semata-mata kerja Pemerintah dan Bank Indonesia saja, namun juga Pemerintah Daerah.

Inflasi nasional sebagian besar (80%) dibentuk oleh daerah (di luar Jakarta).

Sejak diterbitkannya Keppres Nomor 23 Tahun 2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi

Nasional, saat ini TPID telah terbentuk diseluruh daerah diakhiri dengan terbentuknya TPID

Kepulauan Taliabu pada April 2019. Jumlah TPID sebanyak 542 yang terdiri dari 34 TPID

Provinsi dan 508 TPID Kabupaten/Kota.

Grafik 4.4. Perkembangan Jumlah TPID

-2

3

8

13

Jan

Ap

r

Juli

Okt

Jan

Ap

r

Juli

Okt

Jan

Ap

r

Juli

Okt

Jan

Ap

r

Juli

Okt

Jan

Ap

r

Jul

Okt

2015 2016 2017 2018 2019

Perkembangan Tingkat Inflasi (%) Umum

Inti

Administrated Price

Volatile Food

2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6 2 0 1 7 2 0 1 8 2 0 1 9

38 64

86

183

396 445

507 524 532 542 Perkembangan Jumlah TPID

Page 169: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

156

2015 – 2016 : Dokumen Program Unggulan (OPS)/TPID 2017 – 2019 : Dokumen Penilaian/TPID Keterangan : Dokumen penilaian merupakan laporan terkait komponen kooordinasi, rekomendasi kebijakan, dan

akuntabilitas serta OPS

4) Pembangunan dan pemeliharaan Website tpin.id

Pemeliharaan laman web (website) resmi Tim Pengendalian Inflasi Pusat merupakan

salah satu tugas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Kauangan sebagai Sekretariat

TPIP. Wesite tpin.id yang sebelumnya bernama pokjanastpid.id mengalami pembaharuan fitur

yang dilakukan secara bersama dengan pokja pusat dan pokja daerah (share admin

berjenjang) untuk memantau, mengisi konten dan meemanfaatkan situs oleh stakeholders.

5) Evaluasi Kinerja TPID Tahunan

Dalam rangka memberikan evaluasi atas kinerja TPID pada tahun sebelumnya dan untuk

mengukur efektivitas koordinasi pengendalain inflasi daerah serta memberikan apresiasi atas

peran aktif TPID, dilakukan evaluasi atas kinerja TPID Provinsi, TPID Kabupaten/Kota IHK dan

TPID Kabupaten/Kota Non IHK setiap tahun dimulai dari tahun 2012. Evaluasi kinerja

meliputi penilaian atas beberapa aspek yaitu aspek proses/intensitas kegiatan, aspek output

(program unggulan) dan penilaian aspek outcome.

Pada penilaian kinerja TPID tahun 2018 (award 2019) rekomendasi penetapan

pemenang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku

ketua TPIP, dimana tahun-tahun sebelumnya ditetapkan melalui keputusan bersama pejabat

setingkat eselon I dari Kemenko Perekonomian, Bank Indonesia, Kementerian Dalam Negeri

dan Kementerian PPN/Bappenas. Hasil rekomendasi tersebut dijadikan dasar pemberian

penghargaan TPID terbaik/berprestasi oleh Presiden/Wakil presiden dalam Rakornas.

Capaian lainnya dalam evaluasi kinerja TPID juga terlihat dari semakin banyaknya TPID

yang berpartisipasi dalam penilaian kinerja pada setiap tahunnya.

Grafik 4.5. Tingkat Partisipasi TPID

20 27

33.21

43.23

57.48

0

10

20

30

40

50

60

70

2015 2016 2017 2018 2019

Tingkat Partisipasi TPID dalam Penilaian Kinerja (%)

Page 170: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

157

5. Privatisasi BUMN dan Pinjaman Komersial Luar Negeri

BUMN memiliki peran yang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui

perannya sebagai agen pembangunan (agent of development). Sejalan dengan peran BUMN

tersebut dan dalam rangka mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur serta

peningkatan kapasitas usaha, telah dilakukan program privatisasi BUMN Tahun 2015 dan

Program Tahunan Privatisasi (PTP) Tambahan 2016 melalui penerbitan saham baru (right

issue). Dalam hal ini, agar besaran persentase kepemilikan Pemerintah atas BUMN tersebut

tetap, maka Pemerintah ikut mengambil bagian / hak nya melalui Hak Membeli Efek Terlebih

Dahulu (HMETD), dengan memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN.

Menko Perekonomian selaku Ketua Komite Privatisasi Perseroan telah menetapkan arahan atas

Program Tahunan Privatisasi 2015 (PTP 2015) dan Program Tahunan Privatisasi Tambahan

2016 (PTP Tambahan 2016) melalui Surat Menko Nomor S-291/M.EKON/01/2015 dan

Nomor S-178/M.EKON/07/2016 yang terdiri atas:

PTP 2015 PTP Tambahan 2016

PT Adhi Karya (Persero) Tbk

HMETD: Rp1,4 Triliun

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk

HMETD: Rp4 Triliun

PT Waskita Karya (Persero) Tbk

HMETD: Rp3,5 Triliun

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk

HMETD: Rp1,5 Triliun

PT Aneka Tambang (Persero) Tbk

HMETD: Rp3,5 Triliun

PT Jasa Marga (Persero) Tbk

HMETD: Rp1,25 Triliun

PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk

HMETD: Rp2,25 Triliun Tabel 4.3. Program Tahunan Privatisasi Tahun 2015-2016

Terkait dengan sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur, BUMN didorong

melaksanakannya secara mandiri maupun bersama mitra dari swasta. Pinjaman Komersial

Luar Negeri (PKLN) merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan dalam pelaksanaan

pembangunan. Sesuai dengan Keppres Nomor 39 Tahun1991 tentang Koordinasi Pengelolaan

PKLN, Menko Perekonomian selaku Ketua Tim PKLN berwenang memberikan persetujuan

PKLN BUMN maupun mitra BUMN yang digunakan dalam rangka proyek pembangunan.

Selama tahun 2015-2019, Ketua Tim PKLN telah memberikan 37 (tiga puluh tujuh)

penguatan pembiayaan infrastruktur melalui mekanisme PKLN, dimana 10 (sepuluh) di

antaranya merupakan proyek BUMN yaitu:

Page 171: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

158

Tahun BUMN/Mitra BUMN Nilai PKLN

2015

PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk* USD 500.000.000

PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk* USD 260.900.000

PT. PLN (Persero) Tbk* USD 3.130.000.000

2016

PT. Mabar USD 500.000.000

PT. Binsar Natorang Energi USD 156.000.000

PT. PLN (Persero)* USD 50.000.000

PT. Cirebon Energi Prasana USD 1.700.000.000

PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero)* USD 100.000.000

BP Berau (SKK Migas) USD 5.000.000.000

PT. Supreme Energy Muara Laboh USD 500.000.000

UPC Sidrap Bayu Negeri USD 120.000.000

PT. Telkom Indonesia (Persero) Tbk* USD 141.695.000

PT. Inpola Mitra Elektroindo USD 13.000.000

PT. Shenhua Guohua Pembangkitan Jawa Bali USD 1.318.000.000

2017

PT. Tenaga Listrik Bengkulu USD 270.000.000

PT. North Sumatra Hydro Energy USD 1.000.000.000

PT. Shenhua Guohua Lion Power Indonesia USD 576.000.000

PT. Energi Bayu Jeneponto USD 118.000.000

PT. Kereta Cepat Indonesia China USD 4.553.000.000

PT. Jasa Marga (Persero) Tbk* USD 300.000.000

PT. Bhumi Jati Power (Stand By Loan) USD 300.000.000

2018

PT. Supreme Energi Rantau Dedap USD 640.000.000

PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk* USD 400.000.000

PT. Infrastruktur Terbarukan Adiguna USD 6.750.000

PT. Infrastruktur Terbarukan Buana USD 6.750.000

PT. Infrastruktur Terbarukan Cemerlang USD 6.750.000

PT. Infrastruktur Terbarukan Lestari USD 20.000.000

PT. Pelindo III (Persero)* USD 1.000.000.000

PT. GCL Indo Tenaga USD 175.800.000

PT. Cirebon Energi Prasarana USD 328.800.000

PT. Huadian Bukit Asam USD 63.700.000

PT. Jawa Satu Power USD 1.067.000.000

PT. Jawa Satu Regas USD 244.000.000

2019 PT. Pertamina (Persero)* USD 2.500.000.000

PT. Medco Ratch Power Riau USD 222.000.000

PT. Indo Raya Tenaga USD 2.612.000.000

PT. Pertamina EP Cepu* USD 1.878.000.000 Tabel 4.4. Nominal Pinjaman Komersial Luar Negeri

6. Di bidang Fiskal

Kebijakan Cukai Tembakau

Kebijakan cukai tahun 2015 s.d. 2019 lebih diarahkan untuk optimalisasi penerimaan

negara dan penyederhanaan kebijakan cukai. Untuk mencapai tersebut, pemerintah telah

menyusun roadmap cukai tembakau (simplifikasi struktur cukai) dan berencana akan

memberlakukan penggabungan produksi untuk jenis SKM dan SPM. Dengan pemberlakuan

simplifikasi struktur cukai terlihat jumlah pabrik rokok yang semakin berkurang dan produksi

Page 172: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

159

rokok yang menurun. Dari sisi APBN, penerimaan cukai mengalami peningkatan dan target

yang ditetapkan selalu tercapai dengan realisasi penerimaannya. Berikut grafik penerimaan

cukai terhadap APBN.

Grafik 4.6. penerimaan cukai terhadap APBN.

Penurunan Tarif Pajak Penghasilan UMKM

Pada tahun 2017, jumlah usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) di Indonesia mencapai

62,93 juta unit atau 99,9% dari total usaha di Indonesia mampu memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Melihat perannya yang signifikan terhadap

perekonomian, dalam upaya pengembangan UMKM Pemerintah menetapkan serangkaian

kebijakan, baik terkait aspek perizinan, pembiayaan, logistik, pengembangan produk, sumber

daya manusia, penciptaan pasar, maupun perpajakan. Pada aspek perpajakan, sebagai upaya

mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary tax compliance)

dari sektor UMKM, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib

Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Melalui regulasi ini salah satu kebijakan yang

diatur adalah bagi Wajib Pajak UMKM dengan peredaran bruto (omzet) setahun di bawah

Rp4,8 miliar dikenakan pajak penghasilan dengan tarif sebesar 1% yang bersifat final, yaitu

besaran pajak dihitung langsung dengan didasarkan pada jumlah peredaran bruto setiap

bulan. Meskipun kontribusinya relatif kecil namun penerimaan pajak penghasilan final

UMKM menunjukkan tren peningkatan pada periode 2013-2017 sebagaimana pada grafik

4.7.

Page 173: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

160

Sumber: Kementerian Keuangan

Grafik.4.7. Komposisi Penerimaan PPh Final UMKM Tahun 2013 - 2017

Untuk lebih mendorong peran serta masyarakat dalam kegiatan ekonomi formal dan

lebih memberikan keadilan serta kemudahan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan,

dilakukan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 melalui penerbitan

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha

yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Regulasi

yang diundangkan tanggal 8 Juni 2019 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2018 memuat

pokok-pokok perubahan antara lain sebagai berikut:

a. Tarif PPh final diturunkan dari 1% menjadi 0,5%.

b. Wajib Pajak dapat memilih untuk menggunakan tarif PPh final UMKM atau

menggunakan tarif PPh sesuai ketentuan umum (UU PPh).

c. Penetapan jangka waktu pemanfaatan pengenaan tarif PPh final dengan kategori :

• 7 tahun pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi;

• 4 tahun pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer,

atau firma;

• 3 tahun pajak bagi Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas.

Kebijakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tersebut, utamanya

terkait penurunan tarif PPh final dari 1% menjadi 0,5%, dalam jangka pendek diperkirakan

memberikan efek pada penurunan penerimaan pajak penghasilan dari sektor UMKM. Namun

demikian, dengan kebijakan relaksasi ini diharapkan sektor UMKM akan semakin berkembang

Page 174: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

161

dan meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang melakukan pembayaran pajak dalam jangka

panjang sehingga berdampak pula pada penerimaan pajak dari sektor UMKM.

Pengaturan Tarif Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi

Untuk pemberian perlakuan yang sama (equal treatment) dalam pengenaan pajak

penghasilan atas bunga obligasi terhadap seluruh Wajib Pajak reksa dana dan Wajib Pajak KIK

yang meliputi dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif (DINFRA-KIK),

dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif (DIRE-KIK), dan efek beragun aset

berbentuk kontrak investasi kolektif (EBA-KIK) maka Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun

2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi telah diubah dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah

Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi (PP

100/2013 stdtd. PP 16/2009). Adapun regulasi tersebut dilakukan perubahan kembali

melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua

Atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan Atas

Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.

Muatan pokok perubahan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun

2019 adalah sebagai berikut:

a. Obligasi adalah surat utang, surat utang negara, dan obligasi daerah, yang berjangka

waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Ketentuan perpajakan yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2019 juga akan diberlakukan kepada obligasi

syariah yang saat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2009. Dalam

PP dimaksud dinyatakan ketentuan perpajakan yang berlaku umum berlaku pula untuk

kegiatan usaha berbasis syariah (mutatis mutandis).

b. Pemberian perlakuan perpajakan yang sama dengan Wajib Pajak Reksadana atas

penghasilan berupa bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau

diperoleh Wajib Pajak DINFRA KIK, DIRE KIK, dan EBA KIK, yang terdaftar atau tercatat

pada Otoritas Jasa Keuangan, yaitu dikenakan PPh final sebesar 5% (s.d tahun 2020),

dan sebesar 10% (mulai tahun 2021 dan seterusnya).

Kebijakan Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Tidak Dipungut

Dengan tujuan untuk lebih mendorong daya saing industri angkutan darat, air, dan

udara; dan menjamin tersedianya peralatan pertahanan dan keamanan yang memadai untuk

melindungi wilayah Republik Indonesia serta untuk lebih memberikan kepastian hukum

dalam pemberian fasilitas PPN tidak dipungut atas alat angkutan tertentu dan jasa terkait alat

angkutan tertentu, Pemerintah melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015

tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak

Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai dengan

Page 175: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

162

menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan

Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat

Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai.

Pokok perubahan utama dalam regulasi tersebut yaitu penambahan objek fasilitas PPN

tidak dipungut berupa pemanfaatan jasa dari luar daerah pabean yang meliputi jasa

persewaan pesawat udara yang dimanfaatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga

nasional..

7. Bidang Moneter dan Neraca Pembayaran (MNP)

Tersusunnya laporan perekonomian terkini

Laporan perekonomian terkini baik berupa Laporan bulanan dan triwulanan yang

disusun secara rutin meliputi bahan paparan perekonomian terkini (RED) bulanan yang

menyajikan ringkasan perekonomian terkini, laporan inflasi bulanan, laporan ekspor impor

bulanan, laporan sistem keuangan dan sistem pembayaran bulanan, laporan pertumbuhan

ekonomi (PDB) dan laporan neraca pembayaran triwulanan, serta laporan ekonomi mingguan

serta laporan pasar yang terbit harian.

Pengendalian Sektor Jasa Nasional

Sektor jasa mempunyai potensi yang cukup besar sebagai salah satu pendongkrak

pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor jasa juga terus mengalami peningkatan terlihat dari

share tahun 2017 sebesar 43,63 persen meningkat dari 40,67 persen pada tahun 2010.

Berdasarkan sektor, sektor jasa/tersier masih unggul dengan share 43,59 persen, sekunder

32,03 persen, dan primer 21,29 persen. Sektor jasa juga terus tumbuh di atas sektor primer

maupun sekunder dengan pertumbuhan sebesar 5,9 persen (yoy).

Pada tahun 2019, dengan share sebesar 43,84% terhadap PDB Sektor jasa mampu

menciptakan lapangan pekerjaan dengan 48,94% dari total pekerja berasal dari sektor jasa.

Subsektor perdagangan dan ritel merupakan penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di

sektor jasa yang sebagian besar diisi oleh tenaga kerja informal dan tidak terampil. Dari total

output jasa, 34% diantaranya digunakan sebagai permintaan antara (input antara) dalam

suatu aktivitas produksi.

Penguatan statistik jasa diperlukan dalam rangka menyempurnakan asesmen kondisi

terkini sektor jasa nasional. Juga pemahaman yang sama antar masing-masing sektor

penyelenggara dan pelaku usaha akan proses bisnis sektor jasa, kompilasi data serta

penggunaan metodologi pengukuran dan pencatatan yang mengikuti kaidah yang berlaku

umum dan diakui secara internasional.

Sejak tahun 2016 Kemenko Bidang Perekonomian sebagai memimpin pelaksanaan

koordinasi dengan Kementerian/Lembaga dan melakukan kajian sektor jasa pariwisata. Tahun

Page 176: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

163

2017 bersama K/L yang melaksanakan tugas sektor jasa menghasilkan sebuah draft rumusan

Road map Sektor Jasa dalam mendukung pembangunan dan perekonomian nasional serta

meningkatkan daya saing. Tahun 2018, diketahui bahwa data sektor jasa belum sepenuhnya

masuk dalam perhitungan PDB dan banyak sektor jasa informal yang belum diketahui serta

ditangani pendataannya baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Dengan Kerja sama

antara Kemenko Perekonomian, BI, dan BPS dilaksanakan pertemuan-pertemuan dengan

seluruh K/L yang mengurusi sektor jasa nasional untuk membahas metodologi statistik serta

analisis sektor jasa menggunakan aplikasi teknologi meister task.

Selain pencatatan statistik sektor jasa nasional, dilakukan beberapa koordinasi terkait

peningkatan kapasitas sumber daya pelaku jasa (upgrade skills) melalui kunjungan ke apple

academy bersama dengan K/L serta LAN RI. Menindaklanjuti upgrade skills sektor jasa pada

bidang IT, pada tahun 2019 dilaksanakan pelatihan Artificial Intelligent dengan melibatkan

Pemerintah Kota Malang serta Babe sebuah provider IT. Di Kota Batam dilakukan upgrade

skills terkait sektor jasa kesehatan, pendidikan dan IT. Selain itu dilaksanakan pertemuan dan

seminar dengan Asosiasi Blockchain internasional di Jakarta, Thailand dan Singapura.

Untuk Koordinasi Tingkat Kementerian, lebih lanjut Kementerian perdagangan dengan

koordinasi Kemenko Perekonomian telah mengaktifkan kembali Tim Koordinasi Sektor Jasa

Nasional (TKBJ) dengan serangkaian kegiatan seperti perencanaan sektor jasa nasional dalam

RPJMN 2019-2024.

8. Bidang Ekonomi Daerah dan Sektor Riil (Ekoda)

Pengembangan Skema Pembiayaan Inovatif untuk Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor

Riil

a. Regulatory Impact Analysis (RIA) (Inpres 7 tahun 2017)

Menyusun buku panduan RIA yang menjadi panduan bagi kementerian/lembaga teknis

yang berada di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian dalam penyusunan regulasi.

Capaian regulasi yang telah dianalisis melaui RIA antara lain Peraturan Menteri Keuangan

terkait peta kapasitas fiskal daerah; peraturan-peraturan terkait skema pembiayaan

inovatif; kebijakan pemberdayaan masyarakat pasca penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah

(SHAT); kebijakan terkait insentif dan kemudahan investasi di daerah; serta kebijakan

terkait pengelolaan keuangan daerah.

b. Pinjaman Daerah (Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah)

Capaian terkait koordinasi percepatan pinjaman daerah adalah telah ditandatanganinya

Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama antara Kemenko Perekonomian, Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan PT Sarana Multi Infrastruktur pada 28

Desember 2017. Selain itu, telah pula disusun Risk Management Protocol untuk

Page 177: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

164

meminimalisir risiko dalam penyaluran pinjaman daerah kepada pemerintah daerah.

Setelah ditandatanganinya Nota Kesepahaman dan PKS tersebut, terjadi peningkatan

outstanding maupun komitmen pinjaman daerah. Adapun sebagian besar dana pinjaman

daerah tersebut digunakan untuk pembangunan jalan, jembatan, dan rumah sakit.

c. Obligasi Daerah : Merupakan alternatif pembiayaan infrastruktur sesuai dengan amanat

Undang-undang dalam rangka mendukung program prioritas nasional untuk mempercepat

pembangunan infrastruktur. Provinsi Jawa Tengah dan DKI Jakarta menjadi pilot project

dalam penerbitan obligasi daerah. Adapun target penerbitan obligasi daerah di Jawa

Tengah yaitu Agustus 2020, sementara untuk DKI Jakarta pada awal tahun 2021. Selain

pinjaman daerah dan obligasi daerah, terdapat pula rencana untuk penerbitan sukuk

daerah dan pengembangan pembiayaan melalui blended finance, yang hingga saat ini

masih dalam tahap pembahasan.

d. Insentif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk Kontrak Investasi

Kolektif Dana Investasi Real Estate (KIK DIRE)

Dari hasil kajian ditemukan bahwa pemberian insentif BPHTB berdampak pada

peningkatan pendapatan daerah (PAD) secara tidak langsung dari sektor terkait lainnya.

Sejauh ini, beberapa daerah sudah merevisi Perkada terkait BPHTB tersebut, diantaranya

Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Total KIK DIRE yang sudah terbit hingga saat ini

sebanyak 4 (empat) yaitu DIRE Grandmall Solo, DIRE Plaza Indonesia, DIRE Pergudangan,

dan DIRE Perhotelan (Salak Heritage).

e. Percepatan Pemberdayaan Sertipikasi Hak Atas Tanah (SHAT)

Tergabung dalam Pokja Pusat, Kemenko Perekonomian telah melakukan kajian terhadap

pengembangan skema model pemberdayaan di Kota Kendari untuk perikanan tangkap dan

Kabupaten Demak untuk perikanan budidaya. Pengembangan pemberdayaan tersebut

diupayakan untuk mencapai pasar yang lebih luas dan bekerjasama dengan PT Aruna

mengembangkan aplikasi pasarlaut.com. Saat ini sedang dibangun dashboard data untuk

memudahkan anggota Pokja mengakses data sertipikasi dan pemberdayaan lintas sektor.

f. Kerja Sama Daerah

Kajian kerja sama daerah mengidentifikasi isu dan permasalahan yang terjadi daerah dan

solusi yang dapat dilakukan melalui kerja sama antar daerah. Kerja sama antar daerah ini

merupakan pengembangan ekonomi daerah sesuai prinsip otonomi dan desentralisasi

daerah. Adapun pilot project yang sejauh ini sudah berjalan yaitu kerjasama daerah antara

Kab Serang, Kab Lebak, dan Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Keasdepan ekodariil

Berperan aktif sebagai fasilitator mulai dari identifikasi isu dan permasalahan hingga

penyusunan nota kesepakatan antar daerah yang bekerjasama. Juga turut serta dalam

Page 178: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

165

pembahasan RPermendagri tentang Kerja Sama Daerah yang merupakan petunjuk teknis

turunan dari PP Kerjasama Daerah.

g. Sistem Resi Gudang (SRG) pada Pusat Logistik Berikat (PLB) sebagai upaya pemerintah

dalam mendorong kinerja ekspor. Untuk mendorong perkembangan PLB lebih cepat lagi,

salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengkombinasikan PLB dengan skema

pembiayaan Resi Gudang, yaitu memanfaatkan PLB sebagai tempat penimbunan guna

pembiayaan Sistem Resi Gudang (SRG) komoditas tertentu.

Penyusunan Regulasi yang Mendukung Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil

a. PP Pengelolaan Keuangan Daerah RPP Standar Harga Satuan Regional,

Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan dan

Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga

Pemerintah, Kemenko Perekonomian berkoordinasi bersama dengan Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum

HAM, Kemensetneg, Setkab dan BKPM dalam melakukan penyusunan kebijakan dalam

pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan

Pasal 51 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah, maka dilakukan penyusunan Peraturan Presiden tentang Standar Harga

Satuan Regional.

b. RPP Standar Akuntansi Desa,

Sebagai turunan PP 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Telah dilakukan

pembahasan antar kementerian (PAK), harmonisasi, dan rapat koordinasi level eselon 1

antara Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuanga, Kementerian Dalam Negeri,

KemenkumHAM, Kemensetneg, Kemendes PDT, BPKP, dan KSAP mengenai RPP Standar

Akuntansi Desa. Masih terdapat catatan dari Kemendagri terkait kewenangan penyusunan

standar, kesulitan penggunaan basis akrual, ketidakseragaman kemampuan desa dalam

menerapkan standar akutansi pemerintahan desa, dan pengelolaan keuangan desa.

Sehubungan dengan hal tersebut, masih akan dilakukan pembahasan lanjutan untuk level

menteri.

c. Implementasi e-government dalam pengelolaan keuangan daerah

Proses penyusunan RPermendagri terkait pengelolaan keuangan daerah sebagai turunan

dari PP Pengelolaan Keuangan Daerah. Selain itu, dalam rangka percepatan dan perluasan

digitalisasi daerah, telah dibuat Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama antara

Kemenko Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian

Komunikasi dan Informatika, dan Bank Indonesia tentang Koordinasi Percepatan dan

Perluasan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah dalam rangka Mendukung Tata

Page 179: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

166

Kelola Keuangan, Keuangan Inklusif, dan Perekonomian Nasional. Adapun NK dan PKS

tersebut menjadi landasan terbentuknya Pokjanas P2DD dan TP2DD Provinsi serta TP2DD

Kabupaten/Kota.

d. RUU Pelaporan Keuangan

Melalui Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil, Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian tergabung dalam Panitia Antar Kementerian (PAK)

dalam penyusunan RUU Pelaporan Keuangan. turut terlibat dalam penyusunan Rancangan

Undang-undang (RUU) Pelaporan Keuangan yang diinisiasi oleh Pusat Pembinaan Profesi

Keuangan, Kementerian Keuangan. RUU PK disusun untuk menjadi payung hukum bagi

pelaporan keuangan demi tercapainya realibilitas, integritas, efisiensi, dan profesionalitas.

e. Regulasi Turunan Perpres 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik

(SPBE)

Sebagaimana diamatkan dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan dan

Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga

Pemerintah, Kemenko Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian

Keuangan, Kementerian Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Bappenas, Kemenkominfo,

BPKP, dan BPPT melakukan penyusunan kebijakan dalam penyelenggaraan SPBE yang

terintegrasi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. Penyusunan Peremendagri tersebut

merupakan amanat Pasal 222 PP No.12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah.

f. Koordinasi penyusunan RPP Kebijakan Dasar Pembiayan Ekspor Nasional (KDPEN)

RPP KDPEN disusun dalam rangka melaksanakan Pasal 4 Undang-undang nomor 2 Tahun

2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dimana Pemerintah

menetapkan kebijakan dasar pembiayaan ekspor nasional. Selain itu, RPP ini disusun untuk

menjawab permasalahan dan tantangan ekspor seperti penurunan nilai ekspor,

tersentralisasinya pasar ekspor, dan komposisi produk ekspor yang masih didominasi sektor

komoditas. Peluang untuk menangkap perkembangan sektor pariwisata Indonesia

merupakan peluang yang perlu didukung dan dimanfaatkan sebagai sumber penerimaan

devisa. Kebijakan pembiayaan ekspor nasional ini telah diundangkan ke dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 49 Tahun 2019 tentang Kebijakan Dasar Pembiayaan Ekspor Nasional.

g. PP Insentif dan Kemudahan Investasi oleh Pemerintah Daerah (PP 24 tahun 2019)

Disusun dalam rangka memberikan insentif dan kemudahan investasi kepada swasta oleh

Pemerintah Daerah agar investor berminat menanamkan investasinya di daerah tersebut.

Penyusunan PP tersebut dilakukan bersama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Badan

Koordinasi Penanaman Modal.

Page 180: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

167

h. RPerpres Pemberian Penghargaan dan/atau Sanksi bagi Kementerian/Lembaga dan

Pemerintah Daerah

Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan investasi di daerah sebagaimana diamatkan

dalam Inpres 7 No. 2017 tentang Pengambilan, Pengawasan dan Pengendalian Pelaksanaan

Kebijakan di Tingkat Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah, Kemenko

Perekonomian telah berkoordinasi bersama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian

Dalam Negeri (selaku pemrakarsa), Kemenpan-RB, Kemenkum HAM, Kemensetneg, Setkab

dan BKPM dalam melakukan penyusunan kebijakan dalam memberikan penghargaan

dan/atau sanksi bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang bertujuan untuk

meningkatkan kinerja anggaran, pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara

elektronik dan percepatan pelaksanaan berusaha bagi untuk medorong investasi di daerah.

Pemantauan Perkembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil

Pemantauan dilakukan sebagai pendalaman potensi sektor di daerah serta menyusun

analisis kuantitatif penyusunan proyeksi pertumbuhan ekonomi secara spasial maupun

sektoral.

a. Asesmen Triwulanan

1) Pembangunan Infrastruktur sebagai Akselerator Pertumbuhan Ekonomi, dengan tiga daerah

potensial: Provinsi D.I. Yogyakarta, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara sebagai tujuan

assessmen.

Pertumbuhan tersebut didorong oleh signifikannya

pertumbuhan PMTB dari sisi pengeluaran dan sektor

konstruksi dari sisi lapangan usaha. Sebagai akselerator

pertumbuhan, sektor konstruksi merupakan sektor yang

memiliki keterkaitan yang cukup tinggi terhadap sektor

lainnya seperti, pengadaan Listrik Gas dan Air (LGA),

Pertambangan, Real Estat dan sebagainya. Sehingga sektor ini sangat penting dalam

mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih akseleratif baik secara nasional maupun

regional. Berdasarkan hal tersebut, laporan analisis sektoral dan spasial triwulan ini disusun

untuk mendalami peran dan dampak infrastruktur melalui kinerja sektor konstruksi.

Beberapa assesmen yang dilaksanakan pada tahun 2019 telah disampaikan pada bab III

dalam laporan LAKIP ini, yaitu Potensi Meeting Incentive Convention Exhibition (MICE)

sebagai Key Driver Pertumbuhan Ekonomi Baru; Kolaborasi E-Commerce dan Ritel Tradisional

untuk Mendorong Sektor Perdagangan Nasional; Kesinambungan di Tengah Gejolak

Penurunan Harga; dan Sektor Transportasi dan Logistik Sebagai Pendukung Peningkatan Daya

Saing Nasional

Page 181: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

168

b. Analisis Sektor Industri Potensial

1) Industri Berorientasi Ekspor

i. Industri Tekstil dan Produk Tekstil, yang dianalisis dari sisi ekspor, industri Tekstil dan

Produk Tekstil (TPT) memiliki porsi yang cukup besar meskipun pertumbuhannya

menurun. Produk ekspor dari industri TPT tergolong produk yang kurang kompleks

meskipun memiliki nilai RCA yang tinggi. Sebaliknya, produk ekspor dari industri

elektronik dan mesin tergolong kompleks tetapi nilai RCA < 0.5. Dalam jangka pendek,

pengembangan industri dapat difokuskan pada industri TPT sedangkan dalam jangka

difokuskan pada industri elektronik dan mesin untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

nasional

ii. Industri Baja memiliki nilai yang strategis untuk

dikembangkan. Industri baja merupakan bahan input bagi

sub sektor lainnya, seperti industri otomotif/transportasi (8%)

dan infrastruktur/konstruksi (78%). Dengan pertumbuhan

yang tinggi dikedua sektor tersebut, permintaan domestic

diperkirakan masih akan cukup tinggi. Permintaan domestik

diperkirakan tumbuh dengan rata-rata pertahun sebesar 6% dalam 5 – 7 tahun ke

depan.

iii. Industri Elektronik Indonesia masih berkembang meskipun menunjukkan pertumbuhan

yang menurun dari tahun sebelumnya, tetapi memiliki peluang yang besar untuk

dikembangkan dengan baik. Masih bergantung pada impor dan memiliki nilai tambah yang

kecil yang disebabkan masih terkonsentrasi pada perakitan sederhana. Pada jangka panjang

industri elektronik merupakan salah satu alternatif utama yang dapat dikembangkan

karena memiliki multiplier effect yang tinggi bagi industri lainnya.

Merujuk Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035,

Pemerintah telah menetapkan industri elektronika dan telematika termasuk di dalam

industri prioritas karena merupakan salah satu sektor dengan tingkat pertumbuhan cukup

tinggi.

2) Sektor Ekspor dan Investasi dengan judul Menjaga Momentum Pertumbuhan Melalui

Peningkatan Ekspor dan Investasi, dengan tiga daerah potensial: Provinsi Riau, Maluku, dan

Jawa Tengah sebagai tujuan analisis.

Sektor perikanan yang berpotensi untuk

dikembangkan dengan cara meningkatkan sinergi antara

program pembiayaan KUR Khusus Perikanan dan Program

Pembiayaan Ekspor National Interest Account (NIA) oleh

Page 182: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

169

Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan Kementerian Keuangan. Sektor perikanan

dapat menjadi salah satu sektor yang dapat disupport program NIA, dengan mengidentifikasi

perusahaan sektor perikanan yang beroperasi di bawah kapasitas produksi maksimalnya. Sisa

kapasitas produksi tersebut diharapkan dapat digunakan untuk mendorong ekspor dalam

jangka pendek.

3) Pertanian dengan judul “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif melalui Sektor

Pertanian” daerah potensial: Provinsi Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara

Sektor pertanian tumbuh cukup baik didorong oleh

pertumbuhan pada subsektor tanaman pangan serta

hortikultura. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB

cukup tinggi, yaitu sebesar 13,6%. Sektor pertanian

menyerap 30% dari total pekerja. Mayoritas penduduk

miskin bekerja di sektor pertanian, khususnya sub sektor

tanaman pangan, yaitu sebesar 45,8%. Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah dengan

tingkat ketimpangan yang relatif tinggi. Pengembangan sektor pertanian menjadi salah satu

alternatif pengentasan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan antar daerah/pendapatan di

Sulawesi Selatan.

c. Kajian Sektoral

1) Pengembangan Model Estimasi Pertumbuhan Ekonomi Spasial

Pengembangan model estimasi pertumbuhan ekonomi spasial disusun untuk mengetahui

pertumbuhan ekonomi daerah dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Pengembangan model Bersama Lembaga DEFINIT ini juga bertujuan untuk mengembangkan

kerangka analisis dan prediksinya perkembangan ekonomi secara kuantitatif.

2) Proyeksi pertumbuhan sektoral

Proyeksi pertumbuhan sectoral dituangkan dalam bentuk

outlook dan Kebijakan Perekonomian Indonesia. Terdapat

beberapa sektor yang menjadi unggulan, yaitu Industri

Pengolahan, Konstruksi, Perdagangan Besar, Transportasi dan

Pergudangan, Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum, Ilmu

Komunikasi serta Jasa Keuangan. Pertumbuhan sektor unggulan

yang signifikan sejalan dengan arah kebijakan ekonomi untuk

mendorong industri, pariwisata, serta ekonomi digital.

Page 183: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

170

3) Kajian Pengembangan Industri Elektronik di Jawa Barat

Bekerjasama dengan Universitas Padjadjaran. Pada jangka panjang industri elektronik

merupakan salah satu alternatif utama yang dapat dikembangkan karena memiliki multiplier

effect yang tinggi bagi industri lainnya. Merujuk Rencana Induk Pembangunan Industri

Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035, pemerintah telah menetapkan industri elektronika dan

telematika termasuk di dalam industri prioritas karena merupakan salah satu sektor dengan

tingkat pertumbuhan cukup tinggi. Hasil kajian ini menunjukan industri elektronik di Jawa

Barat memiliki kontribusi paling dominan terhadap kinerja industri elektronika nasional.

Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Barat yang memiliki kinerja dan ekspor produk elektronika

terbesar ialah Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kota Depok, Kabupaten Bogor dan

Kabupaten Sukabumi.

Kajian Pengembangan Industri Kimia Nasional pada tahun 2019 telah disampaikan pada

bab III pada laporan LAKIP yang sama.

d. Asesmen Regional

Assesmen regional dilakukan di beberapa daerah untuk mengetahui dan menganalisis

masing-masing sektor yang memiliki keunggulan kompetitif dan prioritas guna

pengoptimalan dalam pembangunan daerah. Kemampuan setiap daerah berbeda dalam

pembangunan, yang dipengaruhi oleh adanya perbedaan potensi sumber daya yang dimiliki,

seperti sumber daya alam, sumber daya manusia dan sebagainya. Oleh karena itu

pengembangan ekonomi sektor potensial memberikan kontribusi terbesar terhadap kemajuan

ekonomi daerah sebagai prioritas kebijakan yang harus dikembangkan. Beberapa profil

perekonomian provinsi tersebut adalah :

Provinsi Banten

Provinsi Jawa Barat

Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

Provinsi Bangka Belitung

Provinsi Kepulauan Riau

Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Bali

Provinsi Maluku Utar

Provinsi Sulawesi Barat

Provinsi Sulawesi Utara

Provinsi NTT

Provinsi Kalimantan Selatan

Provinsi Sulawesi Selatan

Page 184: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

171

Provinsi Sumatera Selatan

Povinsi Papua Barat

Analisis dilakukan terhadap karakteristik potensi daerah seperti kondisi perekonomian

terkini, tenaga kerja, kemiskinan, pengangguran, dan indikator lainnya pada masing-masing

provinsi tersebut.

Koordinasi dan Sinergisi Kebijakan Perekonomian Daerah dan Sektor Riil Lainnya

a. Competitiveness for Industrial Modernization and Trade Acceleration (CITA) SIGAP

Merupakan program pinjaman Pemerintah berbasis kebijakan atau Policy Based Loan

(PBL) dari Asian Development Bank (ADB). Pinjaman tersebut diinisiasi oleh Pemerintah

Indonesia melalui Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan

Risiko (DJPPR). Dalam rangka proses pemberian pinjaman dengan mekanisme PBL ini,

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengimplementasikan beberapa reformasi

kebijakan (policy reform) khususnya sektor – sektor yang berkaitan dengan program CITA

ADB. Adapun output dari kegiatan ini yaitu tersusunnya draft policy matrix CITA program

loan yang akan menjadi dasar penarikan loan dari ADB untuk pembiayaan APBN TA 2020.

b. Analisis defisit fiskal dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan

kemiskinan dan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) yang dilaksanakan pada

tahun 2019 telah disampaikan pada bab III dalam laporan ini.

C. Isu Strategis Tahun 2020-2024

Sebagai tindak lanjut Leader Offsite Meeting (LOM) Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan telah menyusun

Rencana Program Kerja Jangka Pendek (Quick Wins 2020) dan Rencana Program Kerja Jangka

Menengah (Program Kerja Tahun 2020-2024) sebagai berikut :

1. Quick Wins 2020

1) Optimalisasi Penyaluran KUR Sektor Produksi melalui Model Klaster

Tujuan Optimalisasi Penyaluran KUR Sektor Produksi melalui Model Klaster adalah

meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR kepada usaha produktif, meningkatkan

kapasitas daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah, dan mendorong pertumbuhan

ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Uraian kegiatan dari program ini adalah :

Memastikan tercapainya target penyaluran KUR;

Memastikan tercapainya target penyaluran KUR sektor produksi;

Mendorong penyaluran KUR di sektor produksi melalui klaster bisnis Model One Village

One Product (OVOP) dengan skema KUR Khusus;

Page 185: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

172

Menjaga tingkat NPL KUR dibawah 5%;

Monitoring dan evaluasi ketepatan sasaran penyaluran KUR.

2) Pengembangan Keuangan Syariah berbasiskan Pondok Pesantren

Tingkat inklusi keuangan syariah di Indonesia baru mencapai 9% dan tingkat literasi

keuangan syariah baru mencapai 8,93% (OJK, 2019). Hal tersebut dirasakan belum optimal,

mengingat Indonesia ialah negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia dengan

87,18% dari total penduduk 232,5 juta jiwa ialah muslim. Perlu dilakukan kegiatan

pengembangan keuangan syariah berbasiskan pondok pesantren, saat ini telah dilakukan

pembahasan dengan K/L dan diperlukan implementasi pada 3 Pondok Pesantren.

Sasaran/tujuan dari Pengembangan Keuangan Syariah berbasiskan Pondok Pesantren

adalah peningkatan Inklusi dan Literasi Keuangan Syariah bagi civitas pondok pesantren dan

masyarakat sekitar pondok pesantren, dan pemberdayaan ekonomi pesantren dan masyarakat

sekitar pondok pesantren melalui pengembangan keuangan syariah. Kegiatan Pengembangan

Keuangan Syariah berbasiskan Pondok Pesantren dilaksanakan dengan cara:

Mendukung target inklusi keuangan sebesar 90% pada tahun 2024 melalui peningkatan

inklusi dan literasi keuangan syariah;

Mendukung peningkatan share keuangan syariah pada keuangan nasional menjadi 20%

pada tahun 2020;

Mendorong perekonomian masyarakat sekitar pondok pesantren melalui keuangan

syariah, terintegrasi halal value chain.

3) Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Daerah.

Digitalisasi Transaksi Daerah adalah suatu upaya untuk mengubah transaksi

pengeluaran dan penerimaan pemerintah daerah, dari tunai menjadi non tunai berbasis

digital, melalui berbagai kanal pembayaran untuk mewujudkan efisiensi, efektifitas dan

transparansi tata kelola keuangan pemerintah melalui infrastruktur yang aman dan handal.

Target QuickWins Digitalisasi Transaksi Daerah:

Penandatanganan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama digitalisasi transaksi

daerah pada tanggal 2 Desember 2019 (tertunda karena adanya kendala dari beberapa

pimpinan Kementerian/Lembaga yang berhalangan hadir, untuk kemudian dijadwalkan

kembali pada tanggal 13 Februari 2020).

Pembentukan Pokjanas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD).

2. Program Kerja Tahun 2020-2024

1) Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Page 186: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

173

Sebagai amanat dari Inpres Nomor 6 tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan

Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah serta dalam

rangka melaksanakan Keputusan Presiden Nomor 14 sebagaimana diubah dalam Keputusan

Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan akan

melanjutkan kebijakan Program KUR dengan melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan, pengendalian dan pencapaian

penyaluran KUR.;

Melakukan langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam rangka

perencanaan, pengendalian dan pencapaian penyaluran dan kebijakan KUR;

Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengendalian dan pencapaian

penyaluran KUR.

Hal-hal tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan dan memperluas

penyaluran KUR kepada usaha produktif, meningkatkan kapasitas daya saing usaha mikro,

kecil, dan menengah, serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.

Sasaran Program KUR tahun 2020 s.d. 2024 adalah sebagai berikut :

Tahun 2020 2021 2022 2023 2024

Target Penyaluran KUR 190 T 220 T 250 T 285 T 325 T

Pertumbuhan Target realisasi KUR (%) 16 % 14 % 14 % 14 % 14 %

Target Sektor Produksi 60% 60% 60% 60% 60%

2) Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI)

Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mempercepat penanggulangan

kemiskinan, mengurangi kesenjangan antar individu dan antar daerah, Pemerintah telah

mengeluarkan kebijakan keuangan inklusif melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun

2016. Pada pelaksanaan program dan kegiatan SNKI 2020-2024 Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian, Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan akan dilakukan hal-hal sebagai

berikut:

Melaksanakan Koordinasi dan sinkronisasi perencanaan, pengendalian, dan pencapaian

kebijakan terkait keuangan inklusif;

Melakukan langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam rangka

perencanaan, pengendalian, dan pencapaian kebijakan terkait keuangan inklusif; dan

Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengendalian dan pencapaian target

keuangan inklusif.

Page 187: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

174

Hal-hal tersebut dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan akses masyarakat terhadap

layanan keuangan formal, mengurangi kesenjangan antarindividu dan antardaerah,

mempercepat penanggulangan kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sasaran Program SNKI tahun 2020 s.d. 2024 adalah sebagai berikut :

Tahun 2020 2021 2022 2023 2024

Indeks Keuangan Inklusif 79% 82% 85% 88% 90%

3) Penurunan Inflasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP)

Sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang, Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Tahun 2020 – 2024, sasaran inflasi tahun 2020-

2024 “dijaga stabil dengan tren menurun”, dan menjadi sekitar 2,7% pada tahun 2024.

Pencapaian sasaran tersebut diupayakan melalui penyelesaian permasalahan struktural,

pengelolaan ekspektasi, dan penguatan koordinasi. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro

dan Keuangan dalam rangka mencapai sasaran inflasi tahun 2020-2024 dimaksud akan

melakukan hal-hal sebagai berikut:

Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan, pengendalian, dan pencapaian

sasaran inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah;

Melakukan langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam rangka

perencanaan, pengendalian, dan pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan oleh

pemerintah; dan

Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengendalian dan pencapaian sasaran

inflasi.

Hal-hal tersebut dilaksanakan dengan tujuan Menjaga realisasi inflasi dalam rentang

sasaran yang telah ditetapkan.

Sasaran Program Penurunan Inflasi melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) tahun

2020 s.d. 2024 adalah sebagai berikut :

Tahun 2020 2021 2022 2023 2024

Sasaran Inflasi 3%

±1%

3%

±1%

3%

±1%

2,5 %

±1%

2,5%

±1%

4) Insentif Fiskal

Program insentif fiskal merupakan perumusan rekomendasi kebijakan di bidang fiskal

untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mendorong daya saing melalui pemberian insentif

fiskal untuk industri padat karya, insentif super deduction litbang, serta fasilitas di KEK dan

Page 188: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

175

kawasan industri. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan merumuskan

rekomendasi kebijakan insentif fiskal dengan tujuan melindungi dan mendorong

pengembangan industri padat karya, meningkatkan peran serta wajib pajak dalam kegiatan

penelitian dan pengembangan, dan mendorong pembangunan pada Kawasan Ekonomi Khusus

dan Kawasan Industri

Sasaran Program Insentif Fiskal tahun 2020 s.d. 2024 adalah sebagai berikut :

Perumusan kebijakan pemberian fasilitas perpajakan untuk industri padat karya

(investment allowance);

Perumusan kebijakan pemberian fasilitas super deduction untuk kegiatan penelitian dan

pengembangan; dan

Perumusan kebijakan pemberian fasilitas dan kemudahan di KEK dan kawasan industri.

5) Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Daerah

Pendapatan asli daerah saat ini masih didominasi oleh penerimaan pajak daerah,

sementara retribusi masih kecil sehingga berpotensi untuk ditingkatkan melalui digitalisasi

yang akan mempermudah masyarakat dalam bertransaksi. Digitalisasi transaksi pemerintah

daerah adalah suatu upaya untuk mengubah transaksi pendapatan dan belanja pemerintah

daerah dari cara tunai menjadi non tunai berbasis digital. Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian Perekonomian bersama-sama dengan Kementerian Dalam Negeri, Bank

Indonesia, Kementerian Keuangan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama

dan berkoordinasi dalam mendukung inovasi, percepatan, dan perluasan digitalisasi transaksi

daerah, pengintegrasian pengelolaan keuangan daerah, serta mendorong integrasi ekonomi

dan keuangan digital. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan akan

merumuskan rekomendasi kebijakan Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Daerah

dengan tujuan:

Meningkatkan efektivitas layanan publik, efisiensi, kesehatan fiskal, serta mendukung

transparansi dan governance Pemerintah; dan

Mengurangi ketergantung daerah terhadap pendanaan yang bersumber dari APBN

melalui peningkatan PAD sebesar sebesar 11,1 %.

Sasaran Program Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Daerah tahun 2020

s.d. 2024 adalah sebagai berikut :

Tahun 2020 2021 2022 2023 2024

Penandatanganan NK dan PKS ETP 100%

Pembentukan Pokjanas P2DD 100%

Pembentukan Tim P2DD di Provinsi dan 180 360 542

Page 189: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

176

Kabupaten/Kota (akumulatif) Pemda Pemda Pemda

Penyusunan Draft Perpres ETP 100%

Pengimplementasian e-retribusi di daerah

dengan menggunakan QRIS pada Pasar

tradisional, Pariwisata dan Parkir (akumulatif)

180

Pemda

360

Pemda

542

Pemda

Penyelenggaraan championship 100% 100% 100% 100%

Page 190: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

177

BAB V PENUTUP

Capaian kinerja Deputi I pada tahun 2019 secara keseluruhan menunjukkan hasil yang

baik dan rata-rata mencapai target yang telah ditetapkan pada awal tahun, hal itu ditunjukkan

dengan capaian indikator Sasaran Strategis 1 : Tercapainya Indeks Keuangan Inklusif

mencapai 101,3% dari target 75% dengan realisasi mencapai 76%; Sasaran Strategis 2 :

Tercapainya Target Penyaluran KUR 100,06% atau Rp.140,08 Triliun dari target yang

ditetapkan sebesar Rp.140 Triliun; Sasaran Strategis 3 : Terwujudnya Koordinasi, dan

Sinkronisasi Kebijakan Ekonomi Makro dan Keuangan dengan target 1 (satu) Paket

Rekomendasi dapat tercapai; dan Sasaran Strategis 4 : Terwujudnya Pengendalian Kebijakan

Ekonomi Makro dan Keuangan dengan target 1 (satu) Paket Rekomendasi dapat tercapai.

Menunjuk pada capaian kinerja tahun 2019, pada prinsipnya program-program utama

dapat dilaksanakan seluruhnya, seperti KUR, SNKI, TPID, dan Insentif Fiskal serta program-

program regular seperti rekomendasi koordinasi kebijakan yang terkait dengan bidang BUMN,

seperti restukturisasi/privatisasi, PKLN, dan penyertaan modal negara. Di bidang ekonomi

daerah antara lain pengembangan skema pembiayaan inovatif, penyusunan regulasi yang

mendukung pengembangan ekonomi daerah dan sector riil, seperti penyusunan regulasi

melalui implementasi RIA.

Pada rencana 2020-2024 program-program dan kegiatan utama masih dilanjutkan,

yaitu: Program Kredit Usaha Rakyat, Strategi Keuangan Inklusi, Insentif Fiskal, ditambah

program baru Percpatan dan Perluasan Digitalisasi Transksi Daerah. Beberapa program dan

kegiatan masih memerlukan koordinasi, sinkronisasi, maupun pengendaliannya, seperti

pengendalian sektor jasa dan pengembangan basis data ekonomi dan keuangan dan program

pengembangan ekonomi dan keuangan Syariah. Sebagian program dan kegiatan tersebut ada

yang telah diusulkan menjadi program kerja Pada tahun 2020.

Dalam rangka peningkatan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)

yang baik, Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan terus berupaya

meningkatkan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian baik internal maupun eksternal

sebagai tindak lanjut dari evaluasi atas implementasi sistem akuntabilitas kinerja, sebagai

berikut:

1. Perencanaan Kinerja, dalam penyusunan Sasaran Kinerja dan Sasaran Strategis/Program

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan semaksimal mungkin berupaya

mendekatkan penilaian kinerja yang berorientasi kepada Outcome dan menggunakan

indikator kinerja yang lebih spesifik dan dapat diukur melalui Key Monitoring Indicator

(KMI).

Page 191: Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan ...

Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan 2019

178

2. Pengukuran Kinerja, Ekon GO, E-Monev, dan Smart, serta alat analisis lainnya seperti

hasil kajian, hasil analisis, serta laporan monitoring dan evaluasi dioptimalkan sebagai

alat bantu dalam pengumpulan data dan pemantauan capaian kinerja program dan

kegiatan dan anggaran secara periodik, disertai dengan narasi dan data dukung dengan

mekanisme kerja yang terstruktur atau ter-cashcading.

3. Pelaporan Kinerja, Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) selain disampaikan

kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku pimpinan tertinggi juga dapat

diakses melalui web kinerja.ekon.go.id serta dilaporkan kepada Kementerian

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

4. Evaluasi Internal, tindaklanjut dari evaluasi yang dilaksanakan oleh Inspektorat selaku

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) menjadi perhatian dalam rangka

peningkatkan dan akuntabilitas kinerja yang lebih baik.

Masih banyak tantangan yang harus diwujudkan dalam melaksanakan RPJMN 2020-

2024, Renstra Kementerian, Rencana Kerja berdasarkan tugas dan fungsi dimasa mendatang

yang harus disikapi dengan bentuk kerja nyata yang positif, dan meningkatkan kinerja

organisasi menuju perbaikan yang lebih baik serta akuntabel. Meskipun program bersifat

makro, namun demikian melalui laporan kinerja dari program dan kegiatan yang

dilaksanakan diharapkan dapat memberikan informasi yang baik dan tranparan kepada

pimpinan dan seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi unit kerja Deputi Bidang

Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan.

Laporan kinerja akuntabilitas ini menjadi pedoman dan umpan balik terhadap

peningkatan kinerja, serta berdampak signifikan terhadap peningkatan kinerja Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian, khususnya unit kerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi

Makro dan Keuangan sehingga dapat digunakan sebagai bahan dalam merumuskan kebijakan

yang terintegrasi dan berkelanjutan yang mendukung Sasaran Strategis dan Program Nasional.