LAPORAN KEWIRUS

14
LAPORAN INFRASTRUKTUR KABUPATEN BANDUNG BARAT Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan Kewirausahaan KU4095 Disusun Oleh : Kevin Gosalim 10311022 Ramadhanora 10511080 Rizka Hidayah 10511085 M. Fikri Amrulloh 10511091 Qurrotu A’yun 10511104 Octaviani Setiawati 10511105 KELOMPOK KEAHLIAN ILMU-ILMU KEMANUSIAAN FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG APRIL 2015

description

LAPORAN KEWIRUS

Transcript of LAPORAN KEWIRUS

  • LAPORAN

    INFRASTRUKTUR KABUPATEN BANDUNG BARAT

    Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan Kewirausahaan KU4095

    Disusun Oleh :

    Kevin Gosalim 10311022

    Ramadhanora 10511080

    Rizka Hidayah 10511085

    M. Fikri Amrulloh 10511091

    Qurrotu Ayun 10511104

    Octaviani Setiawati 10511105

    KELOMPOK KEAHLIAN ILMU-ILMU KEMANUSIAAN

    FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

    INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

    APRIL 2015

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    Pembangunan adalah usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan atau perubahan yang berencana dan

    dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka

    pembangunan bangsa (nation building) (SP Siagian, 1973). Dalam setiap aktivitas pembangunan akan

    selalu ada trade-off. Di satu sisi pembangunan mewujudkan pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain

    pembangunan bisa menurunkan kualitas lingkungan. Hal ini menjadi catatan permasalahan pembangunan

    dalam RPJMN 2004 2009. Kerusakan lingkungan yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal, yaitu

    pencemaran air dan tanah, bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca (gas karbon dioksida, gas metan,

    dll), perubahan fungsi lahan, pengalihan DAS, dan sebagainya. Kerusakan tersebut tidak selalu

    menimbulkan dampak yang segera, namun akumulasinya bisa menyebabkan ketidakseimbangan

    ekosistem, seperti terjadinya bencana alam dan perubahan iklim (climate change). Jika hal ini dibiarkan

    terus-menerus, maka kualitas lingkungan yang ada akan mengalami degradasi dan berdampak buruk bagi

    generasi selanjutnya.

    Pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang dijalankan di Indonesia mengacu pada konsep

    pembangunan untuk pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kurang memperhatikan aspek

    lingkungan. Padahal pembangunan ekonomi sangat tergantung pada keberlanjutan sumber daya alam dan

    lingkungan hidup. Sebagai contoh dampak bencana banjir menyebabkan terhentinya aktivitas

    perekonomian yang menyebabkan kerugian ekonomi yang besar. Pertimbangan faktor lingkungan telah

    diatur sejak lama seperti dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 , dan UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan

    dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta juga ditindaklanjuti dalam RPJMN II (2010-2014). Dalam

    RPJP 2005-2024 disebutkan bahwa salah satu misi pembangunan adalah mewujudkan Indonesia yang asri

    dan lestari, dan pembangunan infrastruktur akan mengarah pada konsep peningkatan pelayanan bagi

    peningkatan kualitas lingkungan di masa depan.[1]

    Sejak tahun 2001 Indonesia sudah secara legal menerapkan kebijakan Undang-Undang Nomor 22

    dan 25 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 dan 33 Tahun

    2004. Disamping itu, di Indonesia, terutama di Pulau Jawa telah pula dikembangkan pusat-pusat

    pelayanan publik. Khusus untuk pembangunan pertanian, sebagai contoh di Jawa Barat, pemerintah telah

    mengembangkan sumber-sumber informasi, seperti Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Balai

    Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Balai Besar Diklat Agribisnis Hortikultura (BBDAH), Kantor

    Informasi Penyuluhan Pertanian (KIPP), Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), Pusat Pelatihan Pertanian

    dan Pedesaan Swadaya (P4S) dan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH), Balai

    Diklat Pertanian (BDP), Balai Penelitian Padi (Balitpa) dan Balai Benih (BB).[2]

    Pada tataran yang lebih sempit, seperti di Kabupaten Bandung yang merupakansalah satu contoh

    daerah pinggiran kota1 dari Kota Bandung (Ibukota Provinsi Jawa Barat), infrastruktur dan sumber-

    sumber produktif jauh lebih lengkap dan lebih banyak jumlahnya dibandingkan daerah-daerah lainnya.

    Selain lembaga-lembaga yang disebutkandi atas, Dinas Perindustrian Jawa Barat (2004), juga mencatat

    bahwa di wilayah Bandung Raya terdapat tidak kurang dari 67 unit supermarket dan hypermarket, 100

    unit lebih minimarket dan 120 lebih pasar tradisional. Di Kabupaten Bandung, media dan fasilitas

    komunikasi, seperti televisi, radio, telepon (atau handphone), surat kabar, buku, majalah dan sebagainya,

  • hampir menjangkauibukota desa-desa. Menurut CRI (2002), di Kabupaten dan Kota Bandung terdapat

    sekitar 17 radio komunitas dan sekitar 34 radio komersial (PRSSNI Jawa Barat, 2004). Secara umum,

    masyarakat Kabupaten Bandung juga dapat mengakses sekitar 12 siaran televise nasional, 4 siaran televisi

    lokal, 7 surat kabar nasional dan 5 surat kabar lokal. Disamping itu, di Kabupaten Bandung juga terdapat

    kelompok sosial dan lembaga ekonomi pedesaan, seperti: pesantren, koperasi simpan pinjam, bank

    perkreditan rakyat, lumbung desa, toko sarana produksi pertanian dan kelembagaan non formal lainnya.

    Sedangkan media komunikasi lokal atau ajang-ajang dialog sosial --jika meminjam istilah Soetarto,

    1999-- yang masih eksis ditengah-tengah masyarakat desa adalah kegiatan pengajian, karang taruna,

    pertemuan rutin desa, musyawarah dan gotong royong. Disamping itu, juga terdapat jaring-jaring sosial

    (coping mechanisme) yang berperan dalam penyebaran informasi, perlindungan sosial (keamanan

    pangan) dan keamanan lingkungan.[2]

    Dengan kegiatan-kegiatan tersebut tentunya akan mendukung dan

    mengembangkan infrastruktur yang ada di kabupaten Bandung, terutama kabupaten Bandung Barat.

    Untuk melihat lebih jauh tentang infrastruktur di kabupaten Bandung Barat, kami sebagai mediator akan

    memaparkan sejauh mana kabupaten ini berkembang dan masalah yang dihadapi dalam bidang

    infrastruktur jalan, perdagangan,dan pendidikan.

  • BAB II

    PEMBAHASAN

    Untuk mengetahui lebih jauh tentang infrastruktur di kabupaten Bandung Barat, kami membagi

    menjadi empat tinjauan pembahasan, yaitu kondisi infrastruktur dan realisasi, permasalahan infrastruktur,

    potensi ekonomi dan cara memaksimalkannya.

    2.1 Kondisi Infrastruktur dan realisasi

    Infrastruktur Jalan

    Berikut secara lengkap disajikan data mengenai panjang jaringan jalan di Kabupaten

    Bandung berdasarkan kondisi selama kurun waktu 2008-2010.

    Dalam keberjalanannya ini, pemerintah tidak tinggal diam dengan melakukan

    beberapa tindakan untuk meminimalisir kondisi buruk jalan seperti kerja sama dengan

    PLN untuk tahap pertama dialokasikan untuk jalan Sindangkerta-Celak, Celak-

    Gununghalu. Itu sudah dimulai dengan angka Rp 23 miliar. Lalu berencana membangun

    jalan bypass dari Padalarang hingga Rongga, sepanjang sekitar 56 kilometer dan

    membuat 2 interchange di Cipeundeuy dan kota baru Parahyangan untuk menambah

    aksesibilitas sistem jalan yang sudah ada.[3]

    Ada beberapa feedback dari masyarakat, salah satunya komentar positif akan adanya

    tol cipularang. Bagi warga Bandung Khususnya warga Kabupaten Bandung Barat,

    dengan dibangunnya jalan tol in memberikan dampak yang sangat positif ,

    terlebih dengan adanya gerbang tol yang akses langsung ke pusel Kota Bandung Barat

    serta gerbang tol Padalarang Barat di Cikamuning, kondisi ini memberikan dampak bagi

  • berkembangnya Kabupaten Bandung Barat pada sektor jasa Perdagangan , Industri dan

    Pariwisata.[2]

    Infrastruktur Perdagangan

    Jenis sarana perdagangan yang ada di Kabupaten Bandung Barat meliputi pasar tidak

    permanen, swalayan, restoran, warung kecil, toko, hotel, wisma, Bank, koperasi dan BPR Swasta.

    Berdasarkan hasil perhitungan analisis, di Kabupaten Bandung Barat sarana perdagangan yang

    tidak perlu penambahan sampai akhir tahun rencana adalah sarana perdagangan berupa toko

    karena ketersediaan jumlah yang ada sekarang sudah dapat mengantisipasi kebutuhan yang akan

    datang. Sementara untuk sarana perdagangan pasar dan warung masih membutuhkan

    penambahan begitu juga dengan sarana jasa berupa bank. Sarana perdagangan yang paling

    banyak membutuhkan penambahan sampai akhir tahun rencana (tahun 2028) adalah sarana

    perdagangan berupa warung. Adanya penambahan ini berdampak juga terhadap lahan. Luas lahan

    yang dibutuhkan setiap sarana perdagangan dan jasa berbeda-beda.

    Infrastruktur Pendidikan

    Rata-rata pembangunan sekolah di kabupaten bandung barat telah memadai untuk dijadikan

    sebagai tempat belajar mengajar. Apabila dilihat dari APBN untuk biaya pendidikan yang cukup

    besar dan sering didadakannya kunjungan dari pihak pemerintah maka rata-rata pembangunan di

    sekolah kabupaten bandung barat cukup baik. agar tidak ada tumpang tindih bantuan dengan

    pihak lain, pihaknya juga berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat. CSR di bidang

    perbaikan sekolah itu targetnya adalah sekolah yang tidak tercover bantuan dari APBN ataupun

    APBD.[5]

    Dalam Realisasinya, hampir separuh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten

    Bandung Barat tahun 2015 dialokasikan untuk sektor pendidikan. Dari total biaya belanja sebesar

    Rp 2,144 triliun pada APBD 2015, anggaran pendidikan mencapai sekitar Rp 944

    miliar.Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung Barat, Maman S Sunjaya menuturkan, anggaran

    biaya pendidikan itu terletak pada belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung

    meliputi kegiatan pendidikan termasuk honor bagi tenaga honorer, sedangkan belanja tidak

    langsung mencakup belanja pegawai bagi para tenaga pendidik.Belanja langsung untuk

    pendidikan itu hampir Rp 140 miliar. Yang besar ialah belanja pegawai di belanja tidak langsung,

    yang nilainya sekitar Rp 804 miliar. Itu termasuk gaji guru, tunjangan profesi atau sertifikasi

    guru, maupun tunjangan tambahan penghasilan guru.[5]

    Di samping untuk memenuhi porsi 20% APBD yang diamanatkan dalam undang-undang,

    menurut Pemerintah Kabupaten Bandung Barat juga menargetkan adanya peningkatan indeks

    pembangunan manusia di KBB.Anggaran pendidikan yang mencapai sekitar Rp 944 miliar itu

    berbanding jauh dengan anggaran pembangunan infrastruktur. Di dalam APBD 2015, Pemkab

    Bandung Barat "hanya" mengalokasikan Rp 165 miliar untuk perbaikan infrastruktur.[5]

  • 2.2 Permasalahan Infrastruktur Kabupaten Bandung barat

    Infrastruktur Jalan

    Jalan merupakan faktor penting dalam transportasi, terutama daerah ini yang menghubungkan

    kota karena rute jalan provinsi yang dimilikinya. Namun dalam perkembangannya sampai saat

    ini, kondisi jalan masih banyak yang mengalami kerusakan di beberapa daerah seperti

    Sindangkerta, Cipongkor, Gununghalu, dan Rongga. Kondisi ini semakin terlihat parah karena

    minimnya penerangan jalan di beberapa tempat ruas jalan, contohnya saja di ruas jalan yang

    dikenal dengan nama pengkolan cikubang. Kondisi jalan berkelok di tikungan yang

    terletak di Jalan Raya Purwakarta, Desa Nyalindung, Kecamatan Cipatat ini.[4]

    Infrastruktur Perdagangan

    Banyaknya pasar liar yang mengganggu ruas jalan menyebabkan pemerintah

    mengatur, menata dan mengendalikan pasar yang mengganggu lalulintas yang

    diitegrasikan dengan keberadaan terminal serta fasilitas penduduk lainnya serta

    merelokasikan pasar yang tidak didukung prasarana yang memadai, meliputi :

    Penataan Pasar dan Terminal Tagog Padalarang

    Penataan Pasar Stasiun Padalarang

    Penataan Pasar Batujajar

    Penataan Pasar Panorama Lembang

    Pembangunan Pasar dan Terminal Induk

    .

    Infrastruktur Pendidikan

    Bandung Barat yang berumur 10 tahun keatas memiliki ijasah SD/setara SD. Sedangkan yang

    berijasah Perguruan Tinggi hanya 2,35%. Penyelenggaraan Pendidikan menurut Undang-Undang

    Nomor 20 tahun 2003 belum secara baik di laksanakan di Kabupaten Bandung Barat, walaupun

    Pemerintah memahami bahwa pendidikan merupakan elemen sekaligus indikator penting dan

    strategis dalam pelaksanaan pembangunan sosial-ekonomi masyarakat, tetapi dalam

    implementasinya kualitas penyelenggaraan pendidikan belum mengarah pada peningkatan

    kualitas kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa. Artinya, secara kualitatif dan kuantitatif

    penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Bandung Barat tidak sebanding dengan besarnya

    anggaran yang dikeluarkan.[5]

  • Pembangunan jumlah sekolah baru tidak sebanding dengan peningkatan jumlah warga

    sekolah. Pada tahun 2010, perbandingan ketersediaan sekolah SD/MI di Kabupaten Bandung

    adalah 1 : 252,75. Angka ini menunjukkan bahwa 1 sekolah SD/MI menampung 252

    siswa. Berbeda dengan SD/MA, rasio ketersediaan sekolah untuk jenjang pendidikan

    SMA/MA/SMK mengalami peningkatan. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu

    meningkatnya jumlah sekolah SMA/MA/MK atau tingginya angka putus sekolah pada jenjang

    SMP/MTs.[5]

    2.3 Potensi Ekonomi Kabupaten Bandung Barat

    Kabupaten Bandung Barat memiliki potensi alam dan potensi ekonomi yang memberikan kontribusi

    cukup besar terhadap perkembangan perekonomian daerah maupun nasional. Beberapa potensi yang

    dimiliki Kabupaten Bandung Barat diantaranya adalah sebagai berikut:

    Potensi dari bidang Pertanian

    Lahan pertanian di Kabupaten Barat terdiri dari lahan basah (sawah dan kolam) seluas 12.168

    ha(9,32 %) dan lahan darat seluas 118.409 ha (90,68%) yang terdiri dari lahan pekarangan seluas

    16.691 ha(12,78%), tegalan/kebun seluas 33.359 ha(25,55%), ladang/hutan 24.597 ha(18,84%),

    pengangonan 503ha (0,39%), lain-lain 43.259 ha(33,13%). Kecamatan dengan luas tanam

    pertanian terbanyak adalah Gununghalu, diikuti Cipatat, Sindangkerta, Rongga dan Cihampelas.

    Kecamatan yang memberi kontribusi terbesar dalam komoditas padi sawah adalah Kecamatan

    Sindangkerta, Gununghalu, Cikalongwetan, Cipatat, Cihampelas, dan Rongga. Untuk komoditas

    padi gogo, wilayah kecamatan yang memiliki luas tanam terbesar adalah di Kecamatan Batujajar,

    Cipatat, Sindangkerta, Padalarang, dan Gununghalu. Komoditas lainnya yang luas panennya

    terbesar adalah komoditas jagung, ubi kayu, kacang tanah, ubi jalar, dan kedelai. Komoditas

  • unggulan hortikultura Kabupaten Bandung Barat terdiri atas: (a) sayuran antara lain bawang

    daun, kentang, buncis, petsai/sawi,kacang panjang, labu siam, kembang kol dan jamur, (b) buah-

    buahan antara lain: alpukat, jambu biji, dan Melinjo yang tersebar hampir di 15 kecamatan, (c)

    tanaman hias : Anggrek, glandiola, anthurium,krisan dan sedap malam dengan lokasi penanaman

    difokuskan di Kecamatan Lembang, Batujajar, dan Parongpong.[6]

    Potensi Perkebunan

    Dibandingkan dengan sektor pertanian, sektor perkebunan mimiliki potensi lebih kecil. Hal

    ini disebabkan luas lahan perkebunan di Kabupaten Bandung Barat relatif terbatas yaitu

    13.453,61 hektar (10,28%) dari luas keseluruhan wilayah. Komoditas unggulan perkebunan

    adalah kelapa, karet dan kopi. Masing-masing produksinya adalah 9.155,90 ton, 1.065,90 ton,

    2.068 ton dan 510,56 ton. Lahan perkebunan terkonsentrasi di tiga kecamatan yaitu Cipatat,

    Cipeundeuy dan Cikalongwetan.[6]

    Potensi Peternakan

    Kabupaten Bandung Barat memiliki komoditas peternakan unggulan yang potensial untuk

    dikembangkan yaitu sapi perah yang terbanyak terdapat di Kecamatan Lembang, Cisarua dan

    Parongpong dengan jumlah produksi masing-masing: 17.164 ekor, 6.065 ekor dan 5.058

    ekor.Sapi potong yang banyak dijumpai di Kecamatan Cikalongwetan yaitu 6.443

    ekor.Kerbaudengan populasi tertinggi di Kecamatan Rongga. Populasi kuda di Kabupaten

    Bandung Barat tersebar secara merata di 11 Kecamatan, kecuali di Kecamatan Ngamprah,

    Cisarua, dan Parongpong.Kambing, ternak domba dan kambing tersebar di 15 Kecamatan di

    Kabupaten Bandung Barat dengan sentra utama di kecamatan Rongga, gungunghalu dan

    padalaranag. Unggas, penyebaran populasi ayam buras di Kabupaten Bandung Barat cukup

    merata. Daerah populasi tertinggi terdapat di kecamatan Ngamprah. Populasi ayam petelur paling

    banyak berada di Kecamatan Cipatat, Cipeundeuy, dan Cikalongwetan.[6]

    Potensi Perikanan

    Kabupaten Bandung Barat memiliki dua waduk besar di Jawa Barat yang potensial sebagai

    tempat usaha budidaya ikan di Kolam Jaring Apung (KJA). Potensi ikan KBB adalah 23.337 ton

    per tahun. Dua waduk besar tersebut adalah sebagai berikut:

    Produksi ikan waduk Cirata sebanyak 9 15.829 ton (67,82 %)

    Waduk saguling 7.508 ton (32,18%).

  • Komoditas ikan yang diusahakan berupa nila, patin, ikan mas, ikan lele dan gurame. Potensi

    terbesar usaha KJA adalah Kecamatan Cipeundeuy (waduk Cirata) sekitar 59% produksi total

    produksi KJA. Sedangkan jumlah kolam jaring ikan di Saguling pada tahun 2009 (kecamatan

    Cililin, Cihampelas, batujajar dan Cipongkor) sebanyak 7.261 petak dengan jumlah rumah tangga

    perikanan utama 695 Kepala Keluarga dan rata-rata produksi 6 ton/hari.[6]

    Potensi perdagangan

    Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS pusat berikut adalah data sektor perdagangan ataupun

    jasa di kawasan Bandung Barat:

    Sumber: PODES BPS Pusat

    Potensi Industri

    Perkembangan Industri di daerah Kabupaten Bandung Barat belum tersebar secara merata.

    Industri besar dan sedang terbanyak hanya ada dibeberapa kecamatan yaitu Padalarang, Batujajar

    dan Ngamprah dan sebagian kecil di Lembang. Dalam penciptaan fungsi-fungsi baru di kawasan

    yang potensial, dimana Kecamatan Ngamprah dan Padalarang akan dikembangkan sebagai Pusat

    Utama Kabupaten Bandung Barat serta pusat pemerintah di Kecamatan Ngamprah. Sedangkan

    industri kecil yang paling banyak di Kabupaten Bandung Barat adalah industri anyaman dan

    makanan mencapai 73,16% yang terkonsentrasi di Kecamatan padalarang. Sedangkan industri

    kulit, logam dan gerabah jumlahnya sangat terbatas 1,09%. Jenis usaha yang tergolong

    agroindustri adalah industri makanan dan minuman, karet dan barang dari karet, kulit dan barang

    dari kulit, serta jenis lainnya yang dipasok oleh sektor pertanian dengan persentase kurang dari

    20%.[6]

  • Potensi Pariwisata

    Berdasarkan karakteristiknya obyek wisata Kabupaten Bandung barat dikelompokan atas

    Wisata agro

    Wisata agro (agroturism) merupakan suatu bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan

    usaha agribisnis/pertanian sebagai obyek wisata yang menekankan kepada penjualan jasa

    keindahan, kenyamanan, pendidikan tentang keharmonisan dan kelestarian alam baik dalam

    skala hamparan (perkebunan) maupun skala kecil karena keunikannya seperti cara

    bercocoktanam dan pengolahan hasil pertanian.

    Wisata alam

    o Gn. Tangkuban Perahu di sebelah utara

    o Taman Hutan Ir. H. Juanda di sebelah Selatan

    o Waduk Saguling di sebelah Barat

    o Maribaya di sebelah Timur

    Wisata minat khusus

    Wisata minat khusus merupakan kegiatan pariwisata yang didasari oleh hobi atau

    keingintahuan terhadap sesuatu yang unik dan spesifik seperti ziarah, petualangan, wisata

    geologi dan arkeologi.

    2.4 Cara Memaksimalkan Infrastruktur Kabupaten Bandung Barat

    Infrastruktur Jalan

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan menyatakan

    bahwa jalan sebagai salah satu prasarana perhubungan pada hakikatnya merupakan unsur penting

    dalam usaha pengembangan kehidupan bangsa dan pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa

    untuk mencapai Tujuan Nasional Bangsa Indonesia, yang hendak diwujudkan melalui

    serangkaian program pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu serta berlangsung

    secara terus-menerus.[7]

    Tumbuh dan berkembangnya suatu masyarakat, bangsa dan negara khususnya dan manusia

    pada umumnya, jelas memerlukan peranan jasa angkutan yang mendukung berlangsungnya

    kegiatan usaha masyarakat dan manusia pada umumnya. Untuk itu prasarana jalan menjadi kunci

    utama bagi peningkatan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya dapat terwujudnya

    kesejahteraan masyarakat dan bangsa. Dengan demikian kedudukan dan peranan jaringan jalan

    pada hakikatnya menyangkut hajat hidup orang banyak dan menjadi kewajiban bagi pemerintah

    untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunannya.[7]

    Dalam kegiatan pembangunan jalan, dasar pertimbangan yang harus dijadikan

    landasan antara lain:

    Menstimulasikan dengan kegiatan sosial ekonomi dan budaya;

  • Kriteria pengembangan tidak didasarkan pada kelayakan ekonomi semata,

    tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan banyak faktor (multi criteria)

    meliputi:

    o Aspirasi masyarakat yang berkembang.

    o Dinamika Masyarakat.

    o Pengembangan wilayah.

    o Pemerataan hasil-hasil pembangunan.

    o Aspek Lingkungan.

    o Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan.

    o Aspek investasi.

    Oleh karena itu, untuk memaksimalkan Infrastruktur Jalan, pemerintah harus memikirkan

    aspek di atas dan peningkatan kenyamanan transportasi yang bekerja sama dengan kepala

    desa/wilayah setempat dalam pelaksanaan dan pengawasannya.

    Infrastruktur Perdagangan

    Percepatan pembangunan sektor perdagangan mampu mempercepat pertumbuhan

    ekonomi dan memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam penciptaan lapangan

    usaha serta perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan, mempertahankan

    stabilitas ekonomi dalam mengendalikan inflasi dan mengamankan neraca pembayaran.

    Peningkatan kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam pembentukan PDRB

    menunjukkan bahwa peran perdagangan semakin penting dalam pertumbuhan ekonomi

    baik secara kualitas maupun kuantitas. Peningkatan tersebut didukung oleh oleh sektor

    industri, pertanian, kehutanan, perikanan, pariwisata, pertambangan dan lain-lain yang

    lebih mengedepankan kualitas jasa perdagangan. Sektor UMKM sebagai pelaku industri

    kreatif merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pertumbuhan

    ekspor maupun pasar domestik dengan didukung penataan sistem distribusi yang menjamin

    kelancaran arus barang dan jasa, kepastian usaha dan daya saing produk domestik.[8]

    Contoh strategi pemaksimalan infrastruktur perdagangan : 1) Penguatan struktur

    perekonomian desa dan kota berbasis potensi lokal, 2) Penguatan sistem perdagangan

    berbasis potensi dan sumber daya alam sekitar serta perlindungan produsen pertanian hasil

    bumi, 3) Peningkatan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif yang

    mencakup pengelolaan sumber daya alam menuju ketahanan pangan. Dengan strategi dan

    arah kebijakan peningkatan efektifitas dan efisiensi perdagangan.[8]

    Dari strategi tersebut, contoh prioritas dalam pemaksimalan infrastruktur

    perdagangan adalah : 1) Meningkatnya ketersediaan bahan pokok dan kelancaran

    distribusi. 2) Meningkatnya ekspor ke LN. 3) Meningkatnya kemampuan pelaku ekspor. 4)

    Meningkatnya Kualitas dan kuantitas Usaha Dagang Kecil Menengah (UDKM).[8]

  • Contoh program dalam bentuk kegiatan untuk pengembangan infrastruktur (sarana

    dan prasarana) perdagangan yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan fungsi

    infrastruktur:

    1) Pengadaan Alat-alat Kebersihan Pasar, bertujuan untuk meningkatkan kebersihan

    dan kenyamanan pasar.

    2) Revitalisasi Pasar Tradisional (DAK), berupa rehab los areal bongkar muat,

    penambahan los, kios dan areal parkir.

    3) Revitalisasi Pasar Se Kabupaten, berupa rehab di pasar-pasar.

    4) Perbaikan pasar.

    5) Pengadaan Alat Pemadam Kebakaran, bertujuan untuk meningkatkan keamanan

    pasar.

    6) Sosialisasi dan Relokasi Pasar Tradisional, berupa sosialisasi kepada para

    pedagang pasar.

    7) Perbaikan Pintu dan Instalasi Air/Listrik Pasar Induk, bertujuan untuk

    meningkatkan keamanan dan kenyamanan pasar.

    Infrastruktur Pendidikan

    Untuk infrastruktur pendidikan, kabupaten Bandung Barat memaksimalkannya

    dengan mengalokasikan anggaran untuk pendidikan jauh melebihi anggaran atau dana

    untuk perbaikan dan pengembangan infrastruktur jalan (karena juga dibantu oleh PLN).

    Hal ini karena menurut pemerintah setempat, hal ini harus dilakukan untuk meningkatkan

    IPM (indeks pembangunan manusia) Kabupaten Bandung Barat.

  • BAB III

    PENUTUP

    3.1 Simpulan

    Kami sebagai mediator sudah memaparkan tentang infrastruktur jalan, perdagangan

    dan pendidikan di kabupaten Bandung Barat, memaparkan permasalahannya, potensi

    ekonomi dan cara memaksimalkan infrastruktur untuk diketahui para pembaca.

    3.2 Saran

    Agar lebih maksimal dan berkelanjutan dalam mendapatkan data tentang infrastruktur

    di kabupaten Bandung Barat, dalam pencarian sumbernya perlu dengan metoda observasi

    kepada pihak terkait.

  • DAFTAR PUSTAKA

    [1] Pustra. Sekretaris Jendral. Kementrian pekerjaan Umum. 2010. Kajian Penyelenggaraan

    infrastrukturbidang PU dalam rangka Menngkatkan Kualitas Lingkungan. PT Marga Graha

    Penta.

    [2] Setiawan, Iwan. 2006. Analisis akses desa-desa di Kabupaten Bandung terhadap sumber-sumber

    produktif. Fakultas Pertanian, Universitas Padjajaran.

    [3] http://kabar24.bisnis.com/read/20150311/78/410651/kabupaten-bandung-genjot-pemantapan-

    infrastruktur(diakses pada tanggal 29 Maret 2015 pukul 13.25 WIB)

    [4] http://thepresidentpostindonesia.com/2015/03/11/pemkab-bandung-menargetkan-perbaikan-

    infrastruktur-jalan-mencapai-85/(diakses pada tanggal 29 Maret 2015 pukul 13.32 WIB)

    [5] http://www.pikiran-rakyat.com/node/316337(diakses pada tanggal 29 Maret 2015 pukul

    18.42 WIB)

    [6]http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/01/1-Analisis-Potensi-Ekonomi-dan-

    Pengarahan-Pusat-Pertumbuhan1.pdf(diakses pada tanggal 29 Maret 2015 pukul 18.42 WIB)

    [7]https://pustakanet.wordpress.com/2008/07/27/strategi-pembangunan-infrastruktur-jalan-

    untuk-pengembangan-kabupaten-sarmi/(diakses pada tanggal 29 Maret 2015 pukul 20.58

    WIB)

    [8]http://www.wonosobokab.go.id/data/Transparansi_Anggaran_Daerah/Laporan/LKPJ/LKPJ_2

    013/Bab%204_33_LKPJ_2013_Urusan%20Pilihan_Perdagangan_Paripurna%20DPRD.pdf(diak

    ses pada tanggal 29 Maret 2015 pukul 22.02 WIB)