Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

135
LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISET PENGEMBANGAN & PENERAPAN (PNBP) JUDUL PENELITIAN STRATEGI PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN PADA LEMBAGA LEGISLATIF DI KABUPATEN BANGKALAN PROVINSI JAWA TIMUR Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun TIM PENGUSUL: 1 . Dr. Ani Purwanti, S.H., M.Hum 0021086209 2 . Dr. Budi Ispriyarso,S.H,M.Hum 0008126204 3 . Hasyim Asy’ari,S.H,M.Si,Ph.D 0003037303 4 . Dyah Wijaningsih, SH,.M.Hum 0019026802 Bidang Ilmu Hukum

Transcript of Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Page 1: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

LAPORAN AKHIRPENELITIAN RISET PENGEMBANGAN & PENERAPAN

(PNBP)

JUDUL PENELITIAN

STRATEGI PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN PADA

LEMBAGA LEGISLATIF DI KABUPATEN BANGKALAN

PROVINSI JAWA TIMUR

Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun

TIM PENGUSUL:

1. Dr. Ani Purwanti, S.H., M.Hum 0021086209

2. Dr. Budi Ispriyarso,S.H,M.Hum 0008126204

3. Hasyim Asy’ari,S.H,M.Si,Ph.D 0003037303

4. Dyah Wijaningsih, SH,.M.Hum 0019026802

Dibiayai Oleh Universitas Diponegoro Sumber Dana PNBP DIPA Undip

Tahun Anggaran 2015 Nomor : DIPA : 023.04.2.189815/2015

Tanggal 14 Nopember 2014

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

NOVEMBER 2015

Bidang Ilmu Hukum

Page 2: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIRPENELITIAN RISET PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN

(RPP)

1. Judul Kegiatan : Strategi Peningkatan Partisipasi Perempuan

Pada Lembaga Legislatif Di Kabupaten

Bangkalan Provinsi Jawa Timur.

2. Bidang Penelitian : Ilmu Hukum

3. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Dr. Ani Purwanti, S.H., M.Hum.

b. Jenis Kelamin : Perempuan

c. NIP/NIDN : 19620821 198703 2 003/0021086209

d. Fakultas/Jurusan/Lab : Hukum/Hukum dan Masyarakat

e. Pusat Penelitian :

f. Telpon/Faks (Kantor) :

g. Telpon/Faks (Rumah) :

h. Nomor HP : +628156509104

4. Waktu Penelitian : 1 April – 10 Nopember 2015 (8 Bulan)

5. Pembiayaan :

a. Tahun pertama : Rp. 50.000.000,-

b. Tahun kedua : Rp. 50.000.000,-

c. Tahun ketiga :

d. Biaya dari Instansi lain :

Semarang, November 2015

Mengetahui,

Dekan FH UNDIP

Prof.Dr H R.Benny Riyanto,S.H,C.N,M.Hum

NIP.19620410 198703 1 003

Ketua Peneliti

Dr. Ani Purwanti, S.H., H.Hum

19620821 198703 2 003/ 0021086209

ii

Page 3: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER..............................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

RINGKASAN.........................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1. Latar Belakang..............................................................................................1

1.2. Permasalahan.................................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................8

2.1. Sejarah Perjuangan Perempuan di Indonesia................................................8

2.2. Affirmative Action.......................................................................................16

2.3. Partisipasi Perempuan di Bidang Politik.....................................................18

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT.................................................................21

3.1. Tujuan..........................................................................................................21

3.2. Manfaat........................................................................................................21

3.3 Keterkaitan Penelitian Kontribusi Penelitian Dalam Pengembangan Iptek-

Sosbud................................................................................................................22

3.4. Luaran Penelitian.........................................................................................23

BAB IV METODE PENELITIAN.....................................................................24

4.1. Jenis penelitian............................................................................................25

4.2. Pendekatan...................................................................................................26

4.3. Lokasi Penelitian.........................................................................................27

4.4. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data..............................................28

iii

Page 4: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

4.5. Analisis Data................................................................................................31

BAB V HASIL YANG DICAPAI.......................................................................34

5.1. Instrumen Perundang-Undangan Nasional yang Mengatur Keterlibatan

Perempuan dalam Politik....................................................................................34

5.2. Kebijakan Penyelenggara Pemilu Terkait Peningkatan Partisipasi

Perempuan di Lembaga Legislatif......................................................................47

5.3. Kebijakan Badan Pengawas Pemilu (KPU) Terkait Peningkatan Partisipasi

Perempuan di Lembaga Legislatif......................................................................56

5.4. Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/Puu-Xi/2013 Tentang

Pengujian Pasal 215 Huruf (B) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang

Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.....................................................................57

5.5. Keterwakilan Perempuan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa

Timur..................................................................................................................64

5.6. Profil Kabupaten Bangkalan.......................................................................67

5.7. Representasi Perempuan di DPRD Kabupaten Bangkalan.........................69

5.8. Hasil Penulisan Artikel Untuk Jurnal Nasional Terakreditasi dan Jurnal

Internasional.......................................................................................................79

5.9. Rencana Tahapan Berikutnya......................................................................79

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................80

6.1. Kesimpulan..................................................................................................80

6.2. Saran............................................................................................................81

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................82

iv

Page 5: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

RINGKASANPerempuan mempunyai hak konstitusional yang sama dengan laki laki

meskipun demikian sampai saat ini posisi perempuan masih banyak berada di sekitar ranah domestik, selain itu mayoritas perempuan Indonesia masih mengalami marjinalisasi, sub ordinasi, mempunyai beban ganda dan stereotype tertentu serta mengalami kekerasan baik di wilayah publik maupun domestik. Fakta tersebut menjadikan permasalahan kesenjangan dan ketimpangan gender di masyarakat, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk menguranginya, salah satunya adalah dengan mengupayakan peningkatan jumlah perempuan (partisipasi perempuan) di bidang politik khususnya di lembaga legislatif.

UUD N RI Tahun 1945, khususnya Pasal 28 H Ayat (2) menegaskan bahwa “ setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.” Ketentuan lainnya adalah telah diratifikasi Konvensi CEDAW( Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Against Women melalui Undang Undang Nomer 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, dimana negara diwajibkan melakukan langkah tindak untuk mewujudkan kesenjangan dan persamaan de fakto antara laki laki dan perempuan. Jaminan ini hendaknya tertuang secara yuridis dalam peraturan perundang-undangan dan diberlakukan secara nyata.Berdasar latar belakang diatas dan sejalan dengan reformasi yang berlangsung sejak tahun 1998, Indonesia telah mengundangkan regulasi dengan memasukkan kebijakan khusus untuk mewujudkan dan menaikkan keterlibatan perempuan khususnya pada lembaga legislatif. Kebijakan khusus tersebut dikenal dengan prinsip “ Affirmative Action “ atau diskriminasi positif dan telah diterapkan pada UU Partai Politik dan UU Pemilu Legislatif. Affirmative Action bersifat sementara, sehingga apabila tujuan dan sasaran untuk mencapai kesetaraan telah tercapai atau kelompok-kelompok yang dilindungi telah terintegrasi, maka kebijakan tersebut tidak lagi diterapkan.

Penelitian ini memaparkan pengaturan secara keseluruhan regulasi yang terkait dengan partisipasi perempuan pada lembaga legislatif dan strategi peningkatannya di Kabupaten Bangkalan. Metode yang digunakan adalah dengan pendekatan sosio legal yaitu melalui pendekatan yang memadukan antara penelitian hukum dan penelitian non hukum (tektual dan kontekstual) terkait partisipasi perempuan pada lembaga legislatif di Indonesia.

Dinamika pengaturan partisipasi perempuan pada lembaga legislative mulai ada menjelang pemilu legislatif tahun 2004 berlanjut pemilu tahun 2009 dan tahun 2014 melalui UU No 31 Tahun 2002,UU No 2 Tahun 2008 dan UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Selain itu terdapat pada UU No 12 Tahun 2003, UU No 10 Tahun 2008 dan UU No 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, dan jumlah perempuan yang terpilih menjadi anggota legislatif secara nasional mencapai 11,09 % untuk pemilu 2004, tahun 2009 sebesar 18,04 % dan pada pemilu 2014 turun menjadi sekitar 17,3%. Representasi partisipasi perempuan pada lembaga Legislatif di Proinsi Jawa Timur sebesar 18

v

Page 6: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

% dan KabupatenBangkalan representasinya adalah “nol” yaitu tidak ada sama sekali perempuan yang menjadi anggota Legislatif. Faktor budaya, pemahaman dan penafsiran agama, serta pola kepemimpinan serta rendahnya pendidikan menjadi penyebabnya.. Hasil tersebut jauh sebagaimana diamanatkan UU yaitu sebesar 30%.. Srategi yang dilakukan adalah pemberdayaan perempuan di bidang pendidikan, ekonomi, selain itu dilakukan upaya peningkatan pemahaman akan penafsiran agama melalui pemuka agama dan pemuka masyarakat dan elite partai politik.

Kata Kunci : peningkatan, strategi, perempuan, lembaga legislatif, Bangkalan.

vi

Page 7: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perempuan adalah bagian dari ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang

memiliki hak-hak yang sama dengan kaum laki-laki. Hak-hak yang sama yang

dimiliki perempuan dan laki-laki menjadi wujud secara alamiah yang

menandakan adanya kesetaraan kedudukan antara perempuan dan laki-laki.

Namun, dalam perkembangannya timbul asumsi-asumsi yang dibentuk dan

diyakini oleh mereka sendiri dalam hubungannya dengan peran, fungsi, dan

tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang terstruktur dalam

kehidupan sosial budaya. Konsep ini dalam pelaksanaannya menimbulkan

banyak kesenjangan dan ketimpangan gender.

Sebagai negara yang berdaulat pasca proklamasi pada tanggal 17 Agustus

1945, Indonesia mengawali proses bernegara dengan pembentukan Undang-

Undang Dasar Tahun 1945 yang digunakan sebagai landasan hukum yang kuat

dalam mengatur penyelenggaraan sistem ketatanegaraannya.1 Tujuan

pembentukan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menjadi tolak ukur supaya

tercipta kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan, dengan demikian, dalam

mewujudkan kemakmuran, keadilan, dan kesejahteraan yang berimbang negara

berhak dan berwenang melakukan pembuatan atau pengaturan apapun untuk

mencapai kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan termasuk di dalamnya

keadilan gender.

Salahsatu aspek mendasar dari pembangunan manusia yang berkeadilan

adalah partisipasi politik. Kajian yang dilakukan oleh United National

Development Programme menunjukkan adanya kerangka analitis hubungan

antara partisipasi politik perempuan dan tata pemerintahan yang baik, selain itu

1 Jimly, Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Pusat Studi HTN UI, 2004, hal. 13

1

Page 8: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

juga memberikan beberapa contoh dimana pemberian kesempatan bagi

perempuan untuk terlibat dalam pembuatan keputusan telah meningkatkan

kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, Selain itu, dalam

perkembangannya perempuan juga telah diakui sebagai pelaku perubahan dan

pembangunan pada tingkat global meskipun secara tradisional perempuan lebih

dipandang sebagai pihak penerima peran aktif. Kondisi ini menciptakan banyak

peluang untuk menyusun tatanan masyarakat yang lebih adil, dimana hak-hak

asasi manusia di lindungi dan kesetaraan gender menjadi norma yang

diterapkan dalam kerangka sosial dan kelembagaan.2

Di Indonesia perkembangan dari permasalahan serta implementasi

partisipasi perempuan di bidang politik atau Affirmative Action sebesar 30%

berkembang ke arah bagaimana memenuhi kuota tersebut dan bagaimana

perempuan bisa dan mampu memenuhinya serta apakah laki laki termasuk

Partai Politik mau memberikan kesempatan itu. Affirmative Actiondidefinisikan

sebagai langkah untuk mengupayakan kemajuan dalam hal kesetaraan

kesempatan, yang lebih bersifat substantif dan bukannya formalitas, bagi

kelompok-kelompok tertentu. seperti kaum perempuan atau minoritas

kesukuan yang saat ini kurang terwakili di posisi-posisi yang menentukan di

masyarakat dengan secara eksplisist mempertimbangkan karakter khusus jenis

kelamin atau kesukuan yang selama ini menjadi dasar terjadinya diskriminasi.3

Upaya meningkatkan partisipasi perempuan di bidang politik di

Indonesia secara substansi sudah ada dengan diadopsinya prinsip Affirmative

Action dalam regulasi, pengaturan perundang-undangan terkait pengaturan

partisipasi perempuan sudah terakomodir dalam Undang Undang Partai Politik

dan Undang Undang Pemilu, sehingga permasalahan lain yang harus terus

dikaji adalah bagaimana pelaksanaan hukumnya, para penegak hukumnya serta

sistemnya, misalnya bagaimana implementasi prinsip Affirmative Action

2 Partisipasi Politik Perempuan dan Tata Pemerintahan yang Baik, Tantangan Abad 21. United Nations Development Programme, 2003, hlm 7

3 D Clayton & Faye J Crosby, Justice,Gender and affrirmative Action, dalam Ani Widyani Soetjipto, Panduan Parlemen Indonesia tahun 2001, hal. 227

2

Page 9: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan, termasuk bagaimana

implementasi atau pelaksanaan dari masalah partisipasi perempuan di bidang

politik.

Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan pilar-pilar penyangga karena

semakin kokoh pilar-pilar ini semakin baik implementasinya sebaliknya

semakin lemah pilar pilar tersebut semakin rapuh juga permasalahan

pelaksanaannya di masyarakat. Pilar-pilar tersebut meliputi:4Sistem pengaturan

perundang-undangan; pelaksanaan hukumnya; penegak hukumnya, dan; sistem

peradilan.

Kebijakan Affirmative Action yang telah dimasukkan ke dalam Undang-

Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilu hanya terkesan akomodatif

saja, prinsip Affirmative Action hanya dijadikan sebagai syarat prosedur formal

yang tidak melihat esensi keterlibatan perempuan di bidang politik. Misalnya

dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Jo Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2011 Tentang Partai Politik, keterwakilan 30 persen perempuan dalam

kepengurusan partai politik hanya sebagai syarat pendirian Partai Politik, sama

halnya dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu

Anggota DPR, DPD dan DPRD, keterwakilan 30 persen perempuan dalam

kepengurusan partai politik digunakan sebagai syarat awal Partai Politik untuk

lolos menjadi Partai Politik peserta Pemilu Tahun 2014 serta keterwakilan 30

persen perempuan dalam pencalonan Anggota DPR, DPD dan DPRD hanya

digunakan sebagai syarat agar partai politik tidak dicoret dari keterlibatannya

di daerah pemilihan (Dapil). Sehingga, adanya Undang-Undang Partai Politik

dan Undang-Undang Pemilu belum sepenuhnya memberikan kontribusi yang

maksimal dalam pemberdayaan perempuan. Jika dilihat dari Anggaran Dasar

(AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Partai Politik Peserta Pemilu Tahun

2014, hanya ada 3 Partai Politik yang mencantumkan secara eksplisit

pemberdayaan perempuan di dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran

4 Dahnial Khaumarga. Menuju supremasi Hukum Jurnal Law Review. Universitas Pelita Harapan. 2003. hlm 12

3

Page 10: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Rumah Tangga (ART). Adapun ketiga Partai Politik yang telah mencantumkan

secara eksplisit pemberdayaan perempuan di dalam Anggaran Dasar (AD) dan

Anggaran Rumah Tangga (ART) yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),

Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Dengan demikian, perihal keterlibatan perempuan di bidang politik masih

terkesan formalitas saja sehingga hal ini berimplikasi kepada tingkat

keterpilihan perempuan di lembaga legislatif yang belum mampu mencapai

keterwakilan 30 persen sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang.

Pada prinsipnya gerakan perjuangan kaum perempuan di Indonesia tidak

berhenti ketika perempuan telah mampu memenuhi kuota 30 persen di bidang

politik. Menurut Ani Soetjipto5 ada beberapa problematika terkait kebijakan

Affirmative Action yang ada di Indonesia yaitu Pertama, keterlibatan

perempuan menjadi anggota parlemen harus didukung modal finansial dan

jaringan yang memadai, namun minim modal politik. Minimnya sentuhan

langsung dengan kelompok marjinal membuat amat sulit berharap agar mereka

akan memahami sepenuhnya kepentingan dan aspirasi kelompok perempuan;

Kedua, kesenjangan pemaknaan politik yang “tidak nyambung” bagi publik

antara mereka yang berjuang di akar rumput dengan mereka yang berjuang di

arena politik (parpol dan Parlemen). Pemahaman publik tentang politik masih

kental diwarnai dengan pemahaman lama dan kuno yang melihat politik selalu

dalam artian formal (parpol, parlemen, undang-undang, dst). Politik belum

dipahami sebagai sesuatu yang relevan dengan kehidupan perempuan sehari-

hari; dan Ketiga, kondisi perempuan yang berada pada dua dunia sekaligus

(privat dan publik) memiliki beban yang lebih besar. Tidak jarang mereka

justru mengorbankan kehidupan pribadinya demi perjuangan kesetaraan bagi

kaumnya. Perempuan harus menyadari dan mampu mengatasi kendala-kendala

yang umumnya muncul ketika mereka hendak terlibat aktif dalam dunia politik

Affirmative Action sudah diterapkan tiga kali dalam Pemilihan Umum

5Ani Soetjipto, Politik Harapan: Perjalanan Politik Perempuan Indonesia Pasca Reformasi, Tangerang: Marjin Kiri, 2011, hal. 122-126

4

Page 11: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

yaitu pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2004 yang diatur dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 menghasilkan keterwakilan

perempuan sebesar 11,2% atau 62 perempuan dari total 550 anggota DPR.

Sementara pada Pemilihan Umum Tahun 2009 yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2008 dan diakomodirnya Keputusan Mahkamah

Konstitusi terkait suara terbanyak menghasilkan 18,6% atau 104 perempuan

dari total 560 anggota DPR. Sedangkan pada Pemilihan Umum Tahun 2014

yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 menghasilkan

keterwakilan perempuan sebesar 17,32% atau 97 orang dari total 560 anggota

DPR. Pada Pemilihan Umum Tahun 2014, keterwakilan perempuan di

Parlemen mengalami penurunan dari Pemilihan Umum Tahun 2009.

Provinsi Jawa Timur merupakan Provinsi yang mempunyai

Kabupaten/Kota terbanyak di Indonesia yaitu sebanyak 38 Kabupaten/Kota.

Pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014, Provinsi Jawa

Timur memiliki Jumlah Pemilih yang terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT)

adalah 30.398.771 orang dengan rincian pemilih laki-laki mencapai 14.957.258

orang dan pemilih perempuan 15.441.513 orang. Jika dilihat rasio jumlah

pemilih berdasarkan jenis kelamin, jumlah pemilih perempuan masih lebih

banyak dibandingkan jumlah pemilih laki-laki di Provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis pada tahun 2014 tentang

StudiImplementasi Partisipasi Perempuan di Bidang Politik Khususnya pada

Lembaga Legislatif di Era Reformasi di Provinsi Jawa Timur, pada Pemilu

Tahun 2014, dari 38 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat

jumlah keterpilihan Perempuan di DPRD Kabupaten/Kota mengalami

kenaikan, jika Pemilu Tahun 2009 jumlah total keterpilihan perempuan di

DPRD Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur adalah 228 orang (14%),

sedangkan Pada Pemilu Tahun 2014 jumlah total keterpilihan perempuan di

DPRD Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur meningkat menjadi 280 orang

(16,7%). Namun Pada Pemilu Tahun 2014 Jumlah keterpilihan perempuan di

DPRD Provinsi Jawa Timur menurun jika dibandingkan pada Pemilu Tahun

5

Page 12: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

2009. Pada Pemilu Tahun 2009 jumlah total keterpilihan perempuan di DPRD

Provinsi Jawa Timur adalah 18 Orang (18%), sedangkan Pada Pemilu Tahun

2014 Jumlah keterpilihan perempuan di DPRD Provinsi Jawa Timur

mengalami penurunan menjadi 15 orang (15%).

Dari 38 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur hanya ada 4 Kota yang

memenuhi persentase jumlah keterwakilan perempuan di DPRD

Kabupaten/Kota yang memenuhi ketentuan perundang-undangan. Adapun 4

Kota yang memenuhi persentase jumlah keterwakilan perempuan di DPRD

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur yakni Kota Surabaya 17 Orang (34%)

dari 50 Orang Anggota DPRD Kota Surabaya, Kota Madiun 10 Orang (33,3%)

dari 30 Orang Anggota DPRD Kota Madiun, Kota Kediri 10 Orang (33,3%)

dari 30 Orang Anggota DPRD Kota Kediri, Kota Probolinggo 10 Orang

(33,3%) dari 30 Orang Anggota DPRD Kota Probolinggo. Sedangkan

persentase paling rendah keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Timur ada di Kabupaten Bangkalan yang sama sekali tidak

memiliki keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten Bangkalan, kemudian

Kabupaten Sampang 1 Orang (2,2%) dari 45 Orang DPRD Kabupaten

Sampang dan Kota Pasuruan 1 Orang (3,3%) dari 30 Orang DPRD Kota

Pasuruan. Dengan demikian, berdasarkan data pada Pemilu Anggota DPR,

DPD dan DPRD Tahun 2014 di Provinsi Jawa Timur masih terdapat sebanyak

34 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur yang belum memenuhi kuota 30

persen keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana yang

ditentukan peraturan perundang-undangan. Bahkan ada satu Kabupaten yang

sangat ekstrim tidak memiliki keterwakilan perempuan di DPRDnya.

Berdasarkan pembahasan tersebut di atas untuk meningkatkan partisipasi

perempuan pada lembaga legislatif, perlu adanya suatu strategi peningkatan

partisipasi perempuan pada Lembaga Legislatif khususnya pada Kabupaten

Bangkalan, Kabupaten Sampang dan Kabupaten Pasuruan yang ada di Provinsi

Jawa Timur. Untuk mencapai peningkatan partisipasi perempuan pada

Lembaga Legislatif khususnya di Provinsi Jawa Timur baik itu di DPRD

6

Page 13: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Provinsi Jawa Timur maupun di DPRD Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi

Jawa Timur harus diupayakan hal hal di tingkat politis yaitu dengan

keterlibatan negara dalam memberikan regulasi yang mewajibkan partai politik

dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangganya (ART) untuk

memberdayakan perempuan serta mengubah sistem keterpilihan calon dalam

Pemilu dari cara proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup

dengan mewajibkan Partai Politik memberikan keterwakilan perempuan 30

persen di dalam calon terpilih. Selain itu, stategi yang penting untuk dilakukan

oleh stakeholder (pemangku kebijakan) adalah dengan melakukan berbagai

upaya dibidang struktural dan kultural terkait partisipasi perempuan pada

lembaga legislatif.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan pembahasan pada bagian pendahuluan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana perkembangan pengaturan partisipasi perempuan pada Lembaga

Legislatif di Indonesia?

b. Bagaimana strategi peningkatan partisipasi perempuan pada Lembaga

Legislatif di Kabupaten Bangkalan?

7

Page 14: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Perjuangan Perempuan di Indonesia

Pergerakan Perempuan di Indonesia telah dimulai, mendahului

pembentukan Indonesia sebagai suatu negara merdeka. Sosok simbol

perjuangan kaum perempaun tercermin dalam diri Kartini sebagai seorang

perempuan pribumi dalam kondisi dan situasi sosial yang terbingkai dalam

frame feodalisme tradisional jawa.6

Gerakan kaum perempuan di Indonesia tumbuh dan berkembang

mengikuti perkembangan dan kemunculan nasionalisme modern Bangsa

Indonesia.7 Perjuangan kaum perempuan dalam era nasionalisme modern

Indonesia dimulai melalui Kongres Perempuan Indonesia I yang

diselenggarakan pada tanggal 22 Desember 1928. Kongres Perempuan

Indonesia I merupakan awal dari suatu organized movement dalam perjuangan

kaum perempuan.

Revolusi Indonesia pada tahun 1945 yang ditandai dengan kemerdekaan

Indonesia sebagai suatu negara berdaulat memberikan lembaran baru dalam

sejarah pergerakan kaum perempuan. Pasang surut gerakan kaum perempuan

berjalan linier dengan perubahan rezim kuasa pemerintahan. Corak kuasa turut

6 Kartini muncul sebagai symbol perjuangan kaum perempuan dalam pendobrakan kultural melalui surat-surat Kartini yang diterbitkan pada permulaan tahun 1900 dan tulisan-tulisan dalam majalah dan surat kabar perempuan yang diterbitkan pada tahun 1900an, seperti Putri Hindia (1909), Sunting Melayu (1912), Wanita Sworo (1913), Putri Mardika (1919), Penuntun Istri (1918), Istri Utomo, Perempuan Bergerak, PIKAT, Suara Aisyiyah (1925), menggambarkan keinginan dan cita-cita untuk maju

7 Nsionalisme modern ditandai ketika makna kebangsaan Indonesia telah menjadi suatu identitas bersama melampaui kedaerahan dan agama. Lihat Yudi Latif dalam Negara Paripurna, halaman 305-328

8

Page 15: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

serta mempengaruhi posisi dan kedudukan perempuan dalam kehidupan sosial

sehingga perjuangan perempuan melakukan penyesuaian dan metamorfosis

gerakan. Perjuangan perempuan di Indonesia tidak luput dari fluktuasi ragam

gerakan feminis pada tataran global. Kongres Perempuan Indonesia sebagai

embrio dari Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) yang terbentuk pada tahun

1945 menjadi salah satu media bagi pergerakan perempuan memperluas area

pergerakan pada bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, serta pada forum

internasional.8

Pada tahun 1968 dibentuk Komisi Nasional Kedudukan Wanita

Indonesia (KNKWI), yang beranggotakan tokoh-tokoh perempuan, praktisi dan

wakil-wakil dari berbagai Departemen. KNKWI bertugas memantau hal-hal

yang menyangkut peranan dan kedudukan perempuan di Indonesia di berbagai

bidang, guna mengetahui berbagai kekurangan dan kebutuhannya, serta

menyampaikan rekomendasi perbaikan atau kesimpulan penelitiannnya kepada

pemerintah atau organisasi yang relevan. KNKWI sebagai salah satu organisasi

perjuangan kaum perempuan telah melakukan berbagai macam pergerakan

baik pada tingkat domestik maupun global.9

Pada tahun 1960 diundangkan UU Nomer 5 tahun 1960 tentang

8 Gerakan Perempuan turut berjalan mengikuti perkembangan konsep HAM dalam 2 (dua) generasi yaitu hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial dan budaya yang berkembang dalam kehidupan politik modern

9 Peran KNKWI dalam tataran global salah satunya adalah menerjemahkan Declaration on the Elimination of Discrimination Against Women, diadopsi oleh Majelis Umum PBB tahun 1967. KNKWI membantu Departemen Luar Negeri dalam membahas dan menyampaikan usul-usul perbaikan rancangan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Anggota KNKWI Ibu Suwarni Salyo, SH (alm) yang duduk sebagai wakil Indonesia di UN Commission on the Status of Women, bersama-sama dengan wakil dari India, telah mengusulkan dimasukannya perlindungan dan pemenuhan hak perempuan pedesaan dalam rancangan konvensi. Usul tersebut diterima, dan menjadi Pasal 14 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

9

Page 16: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Peraturan Dasar Pokok Agraria. Pasal 9 ayat (2) menentukan:

“Tiap-tiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah dan mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”.

Ketentuan ini menjamin hak perempuan untuk memiliki hak atas tanah

dan memanfaatkan hasil atas pemilikan itu.10

Tahun 1978 dapat dicatat sebagai awal dari tonggak sejarah baru gerakan

memajukan perempuan di Indonesia. Dalam GBHN 1978 untuk pertama

kalinya dimuat Bab Peranan Wanita dalam Pembangunan dan Pembinaan

Bangsa (Dalam GBHN 1983, 1988 dan 1993 menjadi Peranan Wanita dalam

Pembangunan Bangsa). Pada tahun yang sama diangkat seorang Menteri Muda

Urusan Peranan Wanita dalam Kabinet Pembangunan III. REPELITA III

memuat bab mengenai kebijakan, langkah-tindak dan program Program

Peningkatan Peranan Wanita dalam Pembangunan (P2W). Selain itu,

disediakan anggaran pembangunan untuk membiayai program dan proyek

P2W. Tahun 1978 dapat dianggap sebagai awal dimasukkannya permasalahan

perempuan dalam politik pemerintahan, yang berarti bahwa pemerintah

bertanggung jawab dalam perumusan kebijakan, pelaksanaan program dan

kegiatan memajukan perempuan, dan menyediakan uang negara untuk

membiayai pelaksanaannya sebagai bagian dari rencana pembangunan

nasional. Rakyat, melalui wakil-wakilnya di DPR, khususnya Komisi VIII,

10 Ketentuan yang terdapat di dalam UU Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 menandakan bahwa hukum nasional Idnonesia telah mengakui dan menjamin hak perempuan dalam kepemilikan benda mendahului hak-hak perempuan yang disebutkan dalam CEDAW maupun ICCPR. UU Pokok Agrari menandakan bahwa hukum nasional Indonesia lebih visioner dalam kaitannya dengan pengakuan dan jaminan terhadap hak-hak kaum perempuan.

10

Page 17: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

mempunyai tanggung jawab untuk memantau kebijakan dan pelaksanaan

program dan kegiatan memajukan perempuan, serta memberikan saran bagi

upaya pengembangan dan penyempurnaannya. Kedudukan Menteri Muda

Urusan Peranan Wanita ditingkatkan menjadi Menteri Negara Urusan Peranan

Wanita dalam Kabinet Pembangunan IV pada tahun 1983. Pada tahun 1999

diubah namanya menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan.11

Walaupun demikian kuatnya kemauan politik untuk memajukan

perempuan, dalam prakteknya banyak hambatan yang dihadapi. Masih kurang

dipahaminya arti kebijakan, program dan kegiatan untuk meningkatkan

kedudukan dan peranan perempuan dalam keluarga dan pembangungan sebagai

bagian integral dari pembangunan bangsa dan pembangunan nasional, terutama

di kalangan perencana dan pelaksana pembangunan, masih sedikitnya jumlah

perempuan dalam kedudukan perencanaan dan pengambilan keputusan, belum

dipahaminya metode pendekatan untuk mengintegrasikan permasalahan

perempuan dalam kebijakan.

Mayoritas peserta Kongres datang dari perempuan kalangan atas,

meskipun organisasi perempuan kiri mulai mewarnai. Kongres II perempuan di

Jakarta (1935) dan Kongres III di Bandung (1938) menunjukkan

kecenderungan yang semakin populis dari gerakan perempuan. Orientasi

kepada perempuan kelas bawah mulai menguat, meski dalam hal program tidak

selalu konsisten. Dari konggres tersebut tidak ada satupun organisasi yang

11 Peran Perempuan di era pemerintahan Orde Baru lebih di arahkan pada kegiatan non politis, serta lebih menekankan peran perempuan pada fungsi dalam kehidupan keluarga, hal ini dapat dilihat dari dibentuknya program Ibu-Ibu Pembinaan Kesejahteraan Keluarga oleh pemerintah Orde Baru.

11

Page 18: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

tergabung dalam Kongres Perempuan Indonesia (KPI) mengeluarkan

pernyataan terbuka menolak dan melawan penjajahan kolonial, kecuali Sarekat

Rakyat dan Istri Sedar. Kedua kelompok ini secara konsisten mendorong agar

kaum perempuan terlibat dalam perjuangan kemerdekaan. Seperti yang

diucapkan Soekarno pada 1932 :

“Saat ini perjuangan kaum perempuan yang terpenting bukanlah demi kesetaraan, karena di bawah kolonialisme laki-laki juga tertindas. Maka, bersama-sama dengan laki-laki, memerdekakan Indonesia. Karena hanya di bawah Indonesia yang merdekalah, kaum Perempuan akan mendapatkan kesetaraannya”.12

Di tengah-tengah ombak besar nasionalisme yang siang malam menyerbu

mimpi-mimpi para pemuda, mayoritas kelompok lainnya memfokuskan diri

semata pada pendidikan, pemberantasan buta huruf dan soal-soal

keperempuanan. Meskipun hal ini juga amat penting, namun tanpa keterlibatan

dalam perjuangan kemerdekaan, semua persoalan kesetaraan akan gagal

menghasilkan pembebasan dalam bentuk yang paling sederhana sekalipun.

Saskia Eleonora Wieringa menyebut perkembangan pergerakan

perempuan tersebut di atas sebagai periode kedua. Tidak dijelaskan apa yang

melandasi timbulnya pembagian waktu demikian, namun kelihatannya, pasca

kehancuran PKI dan gerakan kiri 1926, ada upaya untuk mengorganisasi

gerakan secara berbeda dari sebelumnya. Harus juga dilihat bahwa situasi

gerakan pembebasan nasional saat itu, secara fisik dan terutama intlektual,

mulai tumbuh dewasa. Perbedaan-perbedaan ideologis terumuskan dan terbaca

12 Pentingnya perluasan gerakan dan perjuangan kaum perempuan yang melampaui “vrouwen-emancipatie” disampaikan oleh Soekarno sebagaimana yang ditulisnya di dalam “Kongres Kaum Ibu” dalam Suluh Indonesia Muda tahun 1928, yaitu perjuangan kaum perempuan dalam pencapaian suatu Bangsa Indonesia yang utuh.

12

Page 19: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

jelas mulai strategi dan taktik yang dimunculkan, baik oleh PKI, PNI, PI, dan

berbagai wadah lainnya. Tokoh-tokoh yang menjadi magnet dari gerakan ini

mulai muncul dan mendapatkan tempatnya sendiri-sendiri di hati dan telinga

rakyat namun kemajuan yang paling terang benderang adalah,

dipergunakannya partai politik sebagai alat perjuangan untuk merebut

kekuasaan dan membebaskan Indonesia.

Pada perkembangannya, peristiwa di masa lalu sulit hilang dari lintasan

sejarah,hal ini terlihat pada Pemilihan Umum Maret 2009 beredar isu bahwa

salah satu kader PKB, Nursyahbani Katjasungkana berkaitan dengan PKI,

padahal sejarah mencatat PKB merupakan pecahan dari Nahdatul Ulama yang

memiliki kedekatan dengan PKI maupun salah satu organisasi massa-nya13.

Pada saat reformasi Tahun 1999 mengambil alih posisi Soeharto, salah satu

mantan Ketua Nasional Gerwani yaitu Ibu Sulami berbicara perihal

kebohongan yang dilakukan oleh rezim Orde Baru dalam membersihkan PKI

dan pidato tersebut disambut dengan protes dari Aisyah yang melakukan aksi

walk out.

Gerwani, sebagai salah satu turunan dari PKI, dituduh ikut terlibat dalam

pembunuhan 5 jenderal di tahun 1965, dimana anggota Gerwani hadir saat para

jenderal dibunuh dan disiksa. Trauma tersebut agaknya masih membekas,

bahkan ketika Abdulrahman Wahid mencoba untuk menghapus larangan hak

pilih untuk mantan anggota PKI mendapat banyak tentangan, terutama dari

13 Saskia Eleonora Weiringa. Sexual Slander and tge 1965/66 Mass Killings in Indonesia : Political and Methodological Considerations. Journal of Contamporary Asia. Routledge, New York & London . 2011. hlm 545

13

Page 20: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

pihak FPI, serta menyulut gelombang demonstrasi di beberapa tempat.14

Trauma sejarah tahun 1965-1966 membuat gerakan-gerakan yang non-

mainstream terlihat seperti gerakan yang terlarang, seperti gerakan perempuan,

sehingga diperlukan keberanian yang luar biasa besar untuk berkumpul dan

mendirikan organisasi perempuan seperti Kalyanamitra di tahun 1984 maupun

APIK di tahun 1990.

Issue keterlibatan Gerwani kemudian dijadikan alat propaganda politik

bagi Soeharto untuk melengserkan Presiden Soekarno dan melakukan

pembantaian massal atas pihak-pihak yang dianggap berbau komunis,

keterlibatan gerwani kemudian menjadikan gerakan perempuan menerima label

atas trauma sejarah gejolak polkitik Indonesia. Terlebih baik anggota kader

gerwani maupun anggota non-gerwani yang merupakan penjaga Cakrabirawa

merupakan orang yang loyal terhadap Presiden Soekarno15.

Di sisi lain, pengakuan kesaksian dari Gerwani yang ada di lokasi

Lubang Buaya mengatakan sebaliknya bahwa para Gerwani sendiri tidak

terlibat atas peristiwa penyulikan, penyiksaan, maupun pembunuhan terhadap

para Jenderal. Para perempuan yang berada di Lubang Buaya kemudian keluar-

masuk penjara beberapa kali. Dari kesaksian korban yang mengalami

penangkapan, perempuan yang ditangkap dipaksa untuk telanjang dan menari

dihadapan para penyiksa sembari di-foto.16 Foto telanjang tersebut kemudian

justru dijadikan alat bukti untuk menjatuhkan Gerwani.

Weiringa mengatakan bahwa fitnah yang dituduhkan atas Gerwani tidak

14 Ibid hlm 54615 Ibid hlm 55116 Ibid 552

14

Page 21: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

bisa dilepaskan dari ketakutan atas posisi perempuan di ruang publik. Di era

Soekarno, posisi politik perempuan mendapatkan apresiasi. Gerwani yang

termasuk organisasi kiri turut serta dalam pemberdayaan masyarakat

perempuan tani serta menentang paham gender tradisional mengenai sumur,

dapur & kasur. Ketakutan tersebut bebarengan momentumnya dengan posisi

Soekarno dan PKI yang memiliki banyak pendukung, Soeharto yang melihat

fenomena ini kemudian memutuskan untuk membersihkan PKI untuk sekaligus

menggulingkan Soekarno. Pemberontakan Gerwani atas struktur patriarkis

dianggap sama menakutkanya dengan pemberontakan revolusi ala komunis,

dengan demikian bubarnya Gerwani mengembalikan posisi maskulin dalam

masyarakat orde baru Soeharto menjadi sepenuhnya patriarkis.17

Jatuhnya Soeharto melalui reformasi 1998 tidak menghilangkan label

yang terlanjur melekat pada Gerwani. Tidak adanya penegakan hukum yang

tegas terhadap para Jenderal yang terlibat dalam pelanggaran HAM. Hal

tersebut ditegaskan Saskia Weiringa bahwa 1998 tidak ubahnya seperti

restorasi dari kekuatan para penguasa terdahulu, era pasca-reformasi tetap

menjadikan tubuh perempuan sebagai obyek, yang puncaknya ada pada

permohonan judicial review atas Undang-Undang Pornografi di tahun 2008.

Saskia Weiringa mengharapkan peran dari para akademisi dengan

menunjukkan bahwa:

1. Masih terjadi ketidakseimbangan realasi di masyarakat Indonesia (khususnya antara laki laki dan perempuan)

17 “General Soeharto has intervened and turned those defiant, seductive, dangerous and castrating women intp the very symbol of obedience and motherhood.” (Jenderal Soeharto mengintervensi para perempuan yang dianggap menyimpang, berbahaya, yang dituduh memotong [penis para jenderal] menjadi perempuan yang patuh.) Ibid., hlm 556

15

Page 22: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

2. Gagalnya pemahaman adanya relasi antara gender terhadap peristiwa sejarah.

3. Ketidaktahuan atau buta gender masih terus berlanjut dan4. Masih terdapat etidakmampuan untuk berkonstribusi atas

emansipasi di berbagai sektor sosial di Indonesia.18

2.2. Affirmative Action

Ciri-ciri hukum modern adalah digunakannya secara aktif hukum dengan

sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.19 Kesadaran tersebut

menyebabkan hukum modern menjadi instrumental kehidupan sosial yang ada

yang dengan kesadarannya dibentuk dari kemauan sosial, golongan, elit dalam

masyarakat. Cita-cita untuk maju dan gerakan memajukan perempuan di

Indonesia merupakan suatu proses dan dilaksanakan secara berkelanjutan,

sebagai bagian integral dari pembangunan negara dan bangsa.

Berkaitan dengan topik dalam penelitian ini, maka Affirmative Action

menjadi sesuatu yang menarik untuk dibahas lebih lanjut. Affirmasi dalam

bidang politik didefinisikan sebagai langkah untuk mengupayakan kemajuan

dalam hal kesetaraan kesempatan, yang lebih bersifat substantif dan bukannya

formalitas, bagi kelompok-kelompok tertentu. seperti kaum perempuan atau

minoritas kesukuan yang saat ini kurang terwakili di posisi-posisi yang

menentukan di masyarakat dengan secara eksplisist mempertimbangkan

karakter khusus jenis kelamin atau kesukuan yang selama ini menjadi dasar

terjadinya diskriminasi

Affirmative Action sudah diterapkan tiga kali dalam penyelenggaran 18 Ibid hlm 56019 Lihat David M.Trubeck, Toward a Social Theroy of Law: An Essay on the Study of Law and

Development, dalam Yale Law Journal, Vol. 82, 1972, hal. 4-5; lihat, Donald Black, Sociological Justice, Oxford University Press, 1989, hal 44.

16

Page 23: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Pemilu yaitu pada Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2004 yang diatur dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 menghasilkan keterwakilan

perempuan sebesar 11,2% atau 62 perempuan dari total 550 anggota DPR.

Sementara pada Pemilihan Umum Tahun 2009 yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2008 dan diakomodirnya Keputusan Mahkamah

Konstitusi terkait suara terbanyak menghasilkan 18,6% atau 104 perempuan

dari total 560 anggota DPR. Sedangkan pada Pemilihan Umum Tahun 2014

yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 menghasilkan

keterwakilan perempuan sebesar 17,32% atau 97 orang dari total 560 anggota

DPR, sehingga pada Pemilihan Umum Tahun 2014, keterwakilan perempuan

di Parlemen mengalami penurunan daripada Pemilihan Umum Tahun 2009.

Partai politik memainkan peran sentral dalam dinamika sosial dan

dinamika politik, kehadiran partai politik merupakan konsekuensi dari suatu

negara demokrasi yang menganut sistem perwakilan. Oleh karena itu,

keterlibatan politik perempuan dalam proses demokrasi adalah bagian inherent

dari demokrasi.. Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik

modern yang demokratis. Ciri partai politik modern menurut Riswandha

Imawan adalah sebagai berikut: menerima pluralisme, non-sekterian, non-

diskriminatif, inklusif.20 Selanjutanya, menurut Klingememann, Hofferbert, dan

Budge, demokrasi modern adalah demokrasi perwakilan, partai-partai politik

memainkan peranan penting dalam proses perwakilan, selain itu wakil-wakil

20 Riswanda Imawan, Dalam Materi Kuliah: Partai Politik, Pemilu, dan Legislasi Daerah, pada Program Sekolah Pasca Sarjana - Program Studi Ilmu Politik, Konsentarsi Politik Lokal dan Otonomi Daerah, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Juli 2009.

17

Page 24: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

yang dipilih mewakili rakyatnya untuk bertindak demi tujuan-tujuan rakyat.21

2.3. Partisipasi Perempuan di Bidang Politik

Salah satu aspek mendasar dari pembangunan manusia adalah partisipasi

politik. Kajian yang dilakukan oleh United National Development Programme

menunjukkan adanya kerangka analitis hubungan antara partisipasi politik

perempuan dan tata pemerintahan yang baik juga memberikan beberapa contoh

dimana pemberian kesempatan bagi perempuan untuk terlibat dalam

pembuatan keputusan telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara

keseluruhan.. Hal ini menciptakan banyak peluang untuk menyusun tatanan

masyarakat yang lebih adil, dimana hak-hak asasi manusia di lindungi dan

kesetaraan gender menjadi norma yang diterapkan dalam kerangka sosial dan

kelembagaan.22

Untuk pertama kali Indonesia mengesahkan pengaturan partisipasi

perempuan di bidang politik yang merupakan terobosan yaitu Undang Undang

Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik yang diberlakukan sejak 27

Desember 2002 dan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemillu

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan

Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang

diberlakukan mulai 11 Maret 2003. Ketentuan yang termuat dalam dalam

kedua Undang Undang tersebut mengatur keadilan gender dalam rekruitmen

21 Kligemann, Richard, Budge, Partai, Kebijakan & Demokrasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2005, hal 1-3.

22 Partisipasi Politik Perempuan dan Tata Pemerintahan yang Baik, Tantangan Abad 21. United Nations Development Programme, 2003, hlm 7

18

Page 25: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

dan manajemen partai politik dan kuota 30% keterwakilan perempuan dalam

pencalonan anggota legislatif, sehingga bisa dikatakan merupakan langkah

progresif dalam konstitusional terkait peningkatan partisipasi perempuan dalam

politik.

Ketentuan ini berlanjut pada Undang Undang Nomor 2 Tahun 2008 dan

Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Undang Undang Nomor 10

Tahun 2008 dan Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah. Di dalam Undang Undang tersebut partai politik

diharuskan memasukkan 30% perempuan dalam pengajuan menjadi bakal

calon Legislatif. Selain itu di dalam Undang Undang tersebut ada keharusan

partai untuk memasukkan setidaknya 1 orang perempuan dalam setiap 3 bakal

calon Legislatif (zipper system).

Pengaturan partisipasi perempuan di bidang politik khususnya Legislatif

merupakan politik hukum yang diambil Indonesia untuk mengatur sakaligus

meningkatkan partisipasi perempuan di bidang politik, sehingga semua

stakeholder yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, partai politik, Komisi Pemilihan

Umum yang institusi atau lembaga terkait misalnya Kantor Pemberdayaan

Perempuan Dan Anak, Komisi Nasional Perempuan, Lembaga Swadaya

Masyarakat termasuk lembaga kajian hendaknya memenuhi pengaturan

tersebut.

19

Page 26: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

20

Page 27: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT

3.1. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan

pengaturan partisipasi perempuan pada Lembaga Legislatif pasca Era

Reformasi. Selain itu untuk mengetahui strategi yang tepat dalam

meningkatkan partisipasi perempuan pada lembaga legislatif di Kabupaten

Bangkalan Provinsi Jawa Timur.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

bagi kalangan akademisi khususnya di bidang Hukum Tata Negara (Kajian

Politik Hukum) dan Hukum dan Gender (Kajian Perempuan dan Politik).

Selain itu diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk Penentu

kebijakan lain yaitu Pemerintah dan DPR, Komisi Pemilihan Umum, Badan

Pengawas Pemilu, Kantor Pemberdayaan Perempuan, Partai Politik agar lebih

memperhatikan pentingnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif serta

mengembangkan program pendidikan politik dan pola rekruitmen bagi calon

legislatif (kader) perempuan pada khususnya dan perempuan lain pada

umumnya dengan melihat berbagai faktor diluar hukum yang

mempengaruhinya.

3.2. Manfaat

Salahsatu aspek mendasar dari pembangunan manusia adalah partisipasi

politik. Kajian yang dilakukan oleh United National Development

Programmemenunjukkan adanya kerangka analitis hubungan antara partisipasi

politik perempuan dan tata pemerintahan yang baik, Selain itu pemberian

kesempatan bagi perempuan untuk terlibat dalam pembuatan keputusan juga

telah terbuktidapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara

keseluruhan. Tujuan lainnya adalah menciptakan banyak peluang untuk

menyusun tatanan masyarakat yang lebih adil, dimana hak-hak asasi manusia

21

Page 28: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

dilindungi dan kesetaraan gender menjadi norma yang diterapkan dalam

kerangka sosial dan kelembagaan.

Dari uraian di atas, permasalahan partisipasi perempuan di bidang politik

adalah sebuah keniscayaan, oleh karena itu setiap negara, termasuk Indonesia,

berusaha mengupayakan peningkatan keterlibatan perempuan di bidang politik

khususnya pada lembaga legislatif di Kabupaten Bangkalan . Dengan demikian

penelitian ini akan memberikan kontribusi terkait strategi peningkatan

partisipasi perempuan pada lembaga legislatif khususnya di Kabupaten

Bangkalan Provinsi Jawa Timur dan DPRD Kabupaten/Kota Provinsi Jawa

Timur lainnya.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan terkait

kebijakan partisipasi perempuan pada Lembaga Infrastruktur Politik ( Partai

Politik, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, Organisasi

Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan Lembaga Suprastruktur

Politik baik Struktural yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pembangunan

Nasional maupun Lembaga Non Struktural yaitu Kantor Pemberdayaan

Perempuan dan Anak dan Komisi Hak Asasi Manusia Perempuan.

3.3 Keterkaitan Penelitian Kontribusi Penelitian Dalam Pengembangan Iptek-Sosbud

Penelitian ini difokuskan dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia

khususnya Sumber Daya Perempuan. Penelitian ini memberikan kontribusi dan

solusi terkait peran penting perempuan di bidang Politik khususnya dalam

peningkatan partisipasi perempuan pada lembaga legislatif di Kabupaten

Bangkalan Provinsi Jawa Timur dan pada DPRD Kabupaten/Kota yang ada di

Provinsi Jawa Timur lainnya. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan

bahan pembuatan kebijakan Pemerintah dan DPR dalam membentuk atau

merevisi Undang-Undang Pemilu Legislatif yang terkait dengan sistem dalam

Pemilihan Umum.. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan memberikan

masukan kepada Pemerintah dan DPR terkait dengan perubahan Undang-

22

Page 29: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Undang Partai Politik, dimana Partai politik diharapkan wajib mempunyai

AD/ART yang berisi program untuk memberdayakan perempuan kader partai

politik pada khususnya dan perempuan pada umumnya. Dengan demikian,

penelitian ini secara tidak langsung telah memberikan kontribusi dalam

pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-Sosial Budaya

3.4. Luaran Penelitian

Luaran penelitian ini adalah, pada akhir tahun penelitian yang berjalan

telah tersusun laporan penelitian yang dipertanggungjawabkan. Selain itu

bagian dari hasil penelitian ini akan dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah

Nasional Terakreditasi dan Jurnal Internasional terindeks Scopus atau

Thomson. Luaran tambahan dari penelitian ini akan menjadi Buku Ajar dan

Bahan Seminar Nasional maupun Internasional.

23

Page 30: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

BAB IVMETODE PENELITIAN

ALIR PENELITIAN

24

Penelitian Pendahuluan (Hibah Fundamental )Kab Bangkalan Jawa Timur

Penelitian Pendahuluan ( Hibah Fundamental ) Kab Sampang Jawa Timur

Penelitian Pendahuluan( Hibah Fundamental )Kab Pasuruan Jatim Timur

Artikel Nasional Terakreditasi

Artikel Internasional Terindeks Scopus & Thomson

Representasi Perempuan Lebih dari 30% di Kota Surabaya, Madiun dan Kediri

Metode Penelitian Sosio Legal Research

Luaran (yang akan dikerjakan) 1 - 2 tahun ke depan

1. Terkait usulan sistem pemilu dalam Revisi UU pemilu Legislatif

2. Usulan Revisi UU Parpol

3. Jurnal Nasional Terakreditasi

4. Jurnal Internasional Terakreditasi

5. Bahan Seminar

6. Bahan ajar

3 Parpol AD/ ART punya ketentuan 30% perempuan dalam Kepengurusan

Page 31: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

4.1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif23dengan pendekatan Socio

Legal Research. Dari pendekatan ini akan ditemukan dinamika perkembangan

pengaturan hukum terkait partisipasi perempuan di bidang politik sejak

kemerdekaan Republik Indonesia sampai Era Reformasi, di samping itu dengan

menggunakan pendekatan Socio Legal Research akan ditemukan kendala dan

permasalahan terkait implementasi Undang Undang Partai Politik dan Undang

Undang Pemilu yang mengatur partisipasi perempuan di bidang politik, di

Kabupaten Bangkalan, Sampang dan Pasuruan. Selain itu juga akan ditemukan

permasalahan di dalam Partai Politik terkait budaya, pengaruh agama juga

masalah kaderisasi dan pendidikan politik terhadap kader perempuan dan

perempuan pada umumnya.

Studi socio legal adalah suatu pendekatan alternatif yang menguji studi

doktrinal terhadap hukum, kata “socio“ dalam socio legal studies

merepresentasikan keterkaitan antar konteks di mana hukum berada (an interface

with a context within which law exists). Itulah sebabnya mengapa ketika seorang

peneliti sosio legal menggunakan teori sosial untuk tujuan analisis, mereka sering

tidak sedang bertujuan untuk memberi perhatian kepada sosiologi atau ilmu sosial

semata, melainkan juga fokus terhadap hukum dan studi hukum.24

23Penelitian kualitatif adalah penelitian di mana sasaran kajian penelitiannya adalah gejala gejala sebagai saling terkait satu sama lainnya dalam hubungan fungsional dan yang keseluruhannya merupakan sebuah satuan yang bulat dan menyeluruh serta holistik atau sistemik, pentingnya konteks dari gejala gejala yang diamati. Selain itu satuan satuan individual tidak dipilah pilahataupun diklasifikasi dalam variable variable. Satuan individual dari gejala diperlakukan sebagai bagian fungsional dari sistemnya, bertingkat dan berada dalam hubungan horisontal maupun vertikal. Tidak ada suatu gejala apapun yang dapat menjelaskan dirinya sendiri, Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, 2007, hlm 5

24 Banakar dan Travers dalam Sulistyowati Irianto, Memperkenalkan Kajian Sosio Legal Dan Implikasi Metodologisnya, Kajian Sosio Legal, Pustaka Larasan, 2012, hlm 3

25

Page 32: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

4.2. Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan Socio Legal Research,25 pendekatan

ini dipilih karena peneliti ingin melihat hukum tidak hanya secara tekstual tetapi

juga dari sisi yang lain yaitu konteks atau masyarakatnya.26 Pendekatan “socio

legal research“ dipilih untuk menjelaskan kelindan antara masalah hukum dan

non hukum dan memerlukan berbagai disiplin ilmu sosial yang digunakan untuk

membantu mengkaji masalah implementasi pengaturan partisipasi perempuan di

masyarakat.

Pendekatan dalam penelitian ini termasuk di dalamnya pendekatan undang

undang, pendekatan sejarah dan pendekatan konsep (filsafat) akan digunakan

secara terus menerus dan saling terkait agar dapat diperoleh data yang selanjutnya

bisa dikaji, dianalisa dan diinterprestasikan sehingga permasalahan dalam

penelitian yaitu dinamika perkembangan pengaturan partisipasi perempuan pada

lembaga legislatif dan implementasi partisipasi perempuan di bidang politik serta

bagaimana revisi atau rekonstruksi kebijakan baru yang secara komprehensif

mengatur partisipasi perempuan di bidang politik khususnya di lembaga legislatif

melalui perubahan UU Pemilu Legislatif mauipun UU Partai Politik..

Soedarto27 mengatakan bahwa “Socio Legal Studies“ adalah metode

pendekatan yuridis dalam arti luas. Metode yuridis dalam arti sempit adalah 25Ada 2 aspek dalam pendekatan Socio Legal Research. Pertama aspek Legal Research yaitu obyek penelitian berupa hukum dalam arti “norm” peraturan perundang-undangan, dan yang kedua sosio research yaitu digunakannya metode dan teori ilmu ilmu sosial terkait dengan hukum untuk membantu peneliti dalam melakukan analisis.Lihat juga dengan pendapat Terry Hutchinson yang mengatakan bahwa socio legal research merupakan bagian dari penelitian hukum dengan istilah “ Fundammental Research “ .Lihat Terry Hutchinson, Researching and Writing in Law, Pyramont NWS, 2002, hlm 9-10.

26 Soerjono Soekanto dkk, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, PT Bina Aksara, Jakarta, 1988, hlm 9

27Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung : Alumni, 1977, hlm 13

26

Page 33: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

penggunaan metode yang hanya melihat hubungan yang logis ataupun dengan

cara lain yang sistematis dalam keseluruhan perangkat norma, sehingga apabila

hukum tidak hanya dilihat dalam hubungannya dengan perangkat norma belaka

dan bahkan terutama dilihat dari pentingnya latar belakang kemasyarakatannya,

hal ini diistilahkan sebagai metode yuridis dalam arti luas.

Karakteristik metode penelitian sosio legal dapat diidentifikasikan kedalam

dua hal yaitu (1) melakukan studi tekstual, pasal pasal dalam peraturan

perundangan dan kebijakan dapat dianalisis secara kritikal dan dijelaskan makna

dan implikasinya terhadap subyek hukum, termasuk kelompok terpinggirkan,

dalam hal ini kelompok perempuan dalam partisipasinya di bidang legislatif,

sehingga berbagai regulasi dari tertinggi yaitu Konstitusi sampai peraturan

terendah akan dilihat dan dianalisis. (2) Studi sosio legal mengembangkan

berbagai metode baru yang merupakan campuran dari metode hukum dengan ilmu

sosial.28

4.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di: (1) Komisi III Dewan Permusyawaratan

Rakyat Republik Indonesia, (2) Dewan Pimpinan Pusat dan Daerah (Wilayah)

Partai Politik, (3) Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten Bangkalan,Sampang dan Pasuruan Jawa Timur (4) Komisi

Pemilihan Umum, (5) Bawaslu, (6) Kantor Pemberdayaan Perempuan Dan Anak,

(7) Komisi Hak Asasi Manusia Perempuan (Komnas HAM) dan (8) Lembaga

Swadaya Masyarakat.

28 Sulistyowati Irianto, Memperkenalkan Kajian Sosio Legal Dan Implikasi Metodologisnya, Pustaka Larasan, Bali, 2011, hlm 5-6

27

Page 34: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

4.4. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

a. Sumber Data

Penelitian ini memerlukan sumber data primer dan sekunder. Sumber data

primer menjadi data utama dalam penelitian ini yang diperoleh dari lapangan yaitu

informasi, data dan bahan yang diperoleh dari narasumber atau informan yang

ditentukan secara purposive sampling dan snowball.

Sumber Data Primer diperoleh dari: (1) Anggota Legislatif DPR, dalam hal

ini Komisi III yang terkait dengan pembuatan regulasi tentang Partai Politik dan

Pemilu;(2) Fungsionaris Partai Politik, Dewan Pimpinan Pusat yang mengetahui

tentang pembuatan dan perubahan AD/ART proses rekruitmen atau pencalegan

termasuk untuk perempuan dan yang mengetahui program program kerja Partai

yang terkait dengan partisipasi perempuan di bidang politik;(3) Asisten Deputi

Pengarusutamaan Gender Bidang Politik, Kantor Pemberdayaan Perempuan Dan

Anak; (4) Komisioner Bidang Kebijakan dan Reformasi Hukum Komisi Hak

Asasi Manusia Perempuan; (5) Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bangkalan

(6) Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Jawa Barat (7) Dewan Perwakilan Rakyat

Kabupaten Sampang dan Pasuruan Provinsi Jawa Timur (8) Perempuan Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat Periode Tahun 2009-2014 maupun yang menjabat

pada Periode sebelumnya; (9) Calon Anggota Legislatif perempuan dan laki laki;

(10) Pakar dari Organisasi Masyarakat, Pers dan Lembaga Swadaya Masyarakat

yang membidangi masalah partisipasi perempuan di bidang politik.

Data Sekunder didapatkan dari: (1) Arsip yang berupa Risalah Sidang DPR

yang membahas tentang pasal pasal terkait dengan Affirmative Action pada

pembahasan Undang Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan

Undang Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Legislatif.Undang

UndangNomor 2 Tahun 2008 dan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2011.

Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 dan Undang Undang Nomor 8 Tahun

2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu bahan yang

28

Page 35: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

berupa risalah Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008

terhadap Kuota 30%Perempuan, dokumen dokumen dari KPU terkait Verifikasi

Partai Politik dan bakal calon Legislatif peserta Pemilu 2014. Selanjutnya

dokumen atau data terkait program kerja dan model rekruitmen dari beberapa

Partai Politik yang bersinggungan dengan permasalahan partisipasi perempuan di

bidang politik (Legislatif).

(2). Data terkait dengan implementasi partisipasi perempuan di bidang politik

di Kabupaten Bangkalan, Sampang dan Pasuruan serta Kota Surabaya, Madiun

serta Kediri di Jawa Timur. Selain itu yaitu bahan yang didapatkan dari Kantor

Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia,

Organisasi Masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang terkait dengan

perempuan dan politik.

(3) Laporan hasil penelitian, disertasi, jurnal, majalah ilmiah, kliping dari

media cetak, artikel, dokumen hukum dan kebijakan terkait politik hukum

pengaturan partisipasi perempuan di Legislatif dan internet yang bersinggungan

dengan materi penelitian ini.

b. Teknik Pengumpulan Data

1. Penelitian kepustakaan (library research)

Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari data sekunder, yang berupa bahan

hukum primer yaitu Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Undang-Undang No. 68 Tahun 1958 tentang Hak-Hak Politik Wanita,

Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Diskriminasi

(CEDAW ), International Covenan on Civil and political Rights (ICCPR),

International Covenan on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR) dan

Convetion for the Elimination of Discrimination Againts Women(CEDAW) serta

Instruksi Presiden No 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender.

Selain itu bahan yang berupa risalah sidang DPR pada saat membahas

Undang Undang Partai Politik dan Undang Undang Pemilu Anggota DPR, DPD,

29

Page 36: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

dan DPRD, Risalah Sidang terkait Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap

Kuota 30% Perempuan Tahun 2008. Selanjutnya berbagai literatur dan jurnal di

Universitas Indonesia, perpustakaan Mahkamah Konstitusi, serta literatur, paper,

hasil penelitian dan dokumen lain yang terkait dengan materi penelitian ini.

Penelitian ini juga menggunakan referensi dan data yang diperoleh dari

Perpustakaan Universitas Diponegoro, Ruang Referensi DPRD Kabupaten

Bangkalan, Sampang dan Pasuruan di Provinsi Jawa Timur, Ruang Referensi

DPRD Provinsi Jawa Timur, LSM

Bahan hukum sekunder juga digali, di mana bahan ini berasal dari pendapat

para pakar mengenai teori-teori yang mendukung obyek penelitian yang berasal

dari buku-buku (literature), pendapat pakar, hasil-hasil penelitian, hasil Karya

Ilmiah, Jurnal dan artikel serta Internet. Selanjutnya adalah bahan hukum tersier

yaitu bahan yang memberikan penjelasan bermakna atau penjelasan lebih lanjut

terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan

adalah kamus dan ensiklopedi dan bahan sejenisnya

2. Penelitian lapangan (field research)

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data primer yang didapatkan

dari wawancara, interview dengan informan, narasumber dan responden.

Penentuan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling dan snow ball.

Narasumber dan informan kunci adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang

membahas Affirmative Action dalam sidang perumusan Undang Undang Partai

Politik dan Undang Undang Pemilu. Narasumber lain adalah Pimpinan Dewan

Pimpinan Pusat dan Daerah dari Partai Politik yang mengetahui tentang

pemrumusan AD/ART dan proses rekruitmen calon legislatif dan program kerja.

Selain itu Direktur Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Komisioner Bidang

Kebijakan Publik Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Komisi Nasional

HAM Perempuan, Komisioner Komisi Pemilihan Umum. Selanjutnya data primer

juga didapatkan dari para anggota legislatif perempuan baik yang sedang

menjalani tugas periode Tahun 2009-2014 maupun yang menjadi anggota

30

Page 37: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Legislatif pada periode sebelumnya. Nara sumber lain adalah fungsionaris

Organisasi Masyarakat, Pers, Lembaga Swadaya Masyarakat.

4.5. Analisis Data

Proses analisis data pada dasarnya bertujuan untuk menampilkan data dalam

bentuk yang mudah dibaca dan dipahami, untuk itu data primer yang diperoleh

akan dianalisa secara kualitatif preskriptif yang terdiri dari 3 kegiatan yaitu

reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah

kegiatan proses pemilihan, penyederhanaan dan transformasi data kasar yang

ditemukan dalam penelitian lapangan. Reduksi data adalah bentuk menganalisa

untuk mempertajam, menggolongkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasikan data sehingga bisa ditarik simpulan. Penyajian data adalah

sebuah kegiatan pemaparan dari informasi atau uraian yang biasanya berupa teks

naratif, grafik, bagan, gambar yang bisa ditarik menjadi beberapa simpulan.

Penarikan simpulan adalah proses verifikasi terkait temuan temuan yang

didapatkan dari penelitian.

Data sekunder yang didapatkan dalam penelitian ini akan dianalisis dengan

logika deduktif yaitu proses mencari kebenaran umum dengan menggunakan teori

teori yang digunakan dalam penelitian ini. Analisis dalam penelitian ini akan

mengggunakan cara interpretatif,29yaitu peneliti mencampurkan pengamatan

peneliti dengan dan penjelasan yang diberikan oleh nara sumber atau informan

melalui wawancara, cerita kehidupan, pengalaman pribadi, studi kasus dan

dokumen lain. Selain itu analisa data akan dilakukan dengan analisis kualitatif

preskriptif yaitu proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya melalui

penafsiran dengan cara memberikan arti yang signifikan terhadap analisis,

menjelaskan pola uraian, dan menghubungkan antara dimensi-dimensi uraian.30

29Norman K. Denzin & Egon Guba. Op.,cit, hlm 35.

30 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kulitatif, PT Remaja Rosda Karya. Bandung. 2007, hlm 103.

31

Page 38: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Analisis kualitatif preskriptif adalah usaha untuk mengambil kesimpulan

berdasarkan pemikiran logis atas berbagai data yang diperlukan melalui kegiatan

menggali, mengungkap, menguraikan, mengidentifikasi, merekonstruksi,

menyusun dan mengolah serta menjabarkannya, menginterprestasikan dengan

pemikiran sistematis, historis untuk selanjutnya menyusun secara logis dan

sistematis sehingga bisa digunakan untuk merancang atau merevisi sebuah

kebijakan atau undang undang dalam hal ini regulasi yang terkait dengan

partisipasi perempuan di bidang politik.

Dalam menganalisis data penulis juga menggunakan teknik triangulasi, yaitu

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data

itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.31.

Pada tahap pengambilan simpulan, peneliti akan mencari hubungan, hipotesis,

kesamaan dari hal hal yang diungkapkan oleh narasumber selanjutnya diambil

keputusan.32

4.6 Luaran Penelitian dan Indikator Capaian

Penelitian ini terkait dengan pengembangan sumber daya manusia, dalam hal ini

adalah pengembangan sumber daya manusia yang berupa peningkatan partisipasi

perempuan pada Lembaga Legislatif khususnya di Provinsi Jawa Timur. Berdasar

pada penelitian yang telah dilakukan (Penelitian Fundamental) maka partisipasi

perempuan di DPRD Provinsi Jawa Timur mengalami penurunan, dan ada

beberapa kota yang angka partisipasi perempuan di Kabupaten Kota di Jawa

Timur sangat rendah yaitu 1 orang perempuan di Pasuruan, 1 orang di Sampang

bahkan “0” atau tidak ada satupun perempuan di DPRD Kabupaten Bangkalan.

Dengan data tersebut maka penelitian ini hendak melihat bagaimana implementasi

31Ibid hlm 178.

32 Mattew B Miles dan Michael A Huberman, Qualitative Data Analisis, Terjemahan Tjejep Rohendi Rohidi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1992, hlm 16

32

Page 39: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

partisipasi perempuan di Kabupaen Bangkalan dan di kota Surabaya, Madiun serta

Kediri yang mempunyai angka partisipasi tinggi. Selain itu luaran yang ingin

dicapai adalah kertas kebijakan yang isinya mengkritisi sistem di dalam Pemilu

Legislatif yang ditengarai menjadikan angka partisipasi perempuan rendah.

Luaran yang lain adalah berdasar data bahwa hanya 3 Parpol yang AD/ARTnya

mempunyai program memberdayakan perempuan kader dan perempuan pada

umumnya, sehingga luaran yang akan didapatkan adalah kertas kebijakan yang

menwajibkan Parpol untuk memasukkan program pemberdayaan perempuan

untuk kader dan perempuan pada umumnya di dalam AD/ARTnya.

Luaran lain dari penelitian ini selain laporan penelitian adalah artikel untuk Jurnal

Nasional terakreditasi dan Jurnal Internasional. Untuk Jurnal Nasional Judulnya

Strategi Peningkatan Partisipasi Perempuan pada Lembaga Legislatif di

Kabupaten Bangkalan Proinsi Jawa Timur. Sedangkan untuk Jurnal Internasional

adalah Scholten’s Open System of law and Rahadjo’s Progressie Law :

Theorithcal Comparison of Law Making and Implementation Seen ffrom the

Perspectie of Gender ( Case Study in Bangkalan East Java)

33

Page 40: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

BAB V HASIL YANG DICAPAI

5.1. Instrumen Perundang-Undangan Nasional yang Mengatur Keterlibatan Perempuan dalam Politik

No Regulasi Nasional Pasal dan Isi Peraturan

1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 27 ayat (1) menetukan bahwa:

Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya

Pasal 28D ayat (3) menentukan bahwa:

Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yg sama dalam pemerintahan

Pasal 28H ayat (2) menetukan bahwa:

Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan

2. UU Republik Indonesia No. 68 Tahun 1958 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Publik Perempuan

Pasal 1 Konvensi menentukan bahwa:Wanita mempunyai hak untuk memilih dalam semua pemilihan atas dasar yang sama dengan laki-laki, tanpa diskriminasi

Pasal 2 Konvensi menentukan bahwa:Wanita mempunyai hak untuk dipilih dalam semua “publicity elected bodies” yang dibentuk berdasarkan perundang-undangan nasional, atas dasar yang sama dengan laki-laki tanpa diskriminasi

Pasal 3 Konvensi menetukan bahwa:Wanita mempunyai hak untuk duduk dalam jabatan yang pemerintahan dan

34

Page 41: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

melaksanakan semua fungsi pemerintahan, tanpa diskriminasi apapun, sesuai perundang-undangan nasional.

3. UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women)

Pasal 4 ayat (1) Konvensi CEDAW juga erat kaitannya dengan pelaksanaan Pasal 7 yang menentukan bahwa: (1) Pembuatan peraturan-peraturan dan melaksanakan tindakan khusus sementara oleh Negara peserta yang ditujukan untuk mempercepat kesetaraan “ de facto “ antara pria dan wanita, tidak dianggap sebagai diskriminasi seperti ditegaskan dalam Konvensi yang sekarang ini, dan sama sekali tidak harus membawa konsekwensi mempertahankan norma norma yang tak sama atau terpisah, peraturan-peraturan dan tindakan tersebut wajib dihentikan jika tujuan kesetaraan dalam kesempatan dan perlakuan telah tercapai.

4. UU Republik Indonesia No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 23 ayat 1 menentukan bahwa:Setiap orang bebas memilih dan mempunyai keyakinan politiknya

Pasal 43 menentukan bahwa:1. Setiap warga 35egara berhak untuk

dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Setiap warga 35egara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

3. Setiap warga 35egara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan

35

Page 42: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

5. UU RI No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang pkok-pokok Kepegawaian.

Pasal 46 menentukan bahwa:Sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan

Pasal 49 ayat 1 menentuka bahwa:Wanita berhak untuk memilih. Dipilih, Diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi, sesuai dengan syarat dan peraturan perundangan-undangan

6. UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik

Pasal 31 Ayat (3) menyatakan:Kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dipilih secara demokratis melalui forum masyarakat partai politik sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

7. UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Pasal 65(1) Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.(2) Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon sebanyak-banyaknya 120% (seratus dua puluh persen) jumlah kursi yang ditetapkan pada setiap Daerah Pemilihan.(3) Pengajuan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:calon anggota DPR disampaikan kepada KPU; calon anggota DPRD Provinsi disampaikan kepada KPU Provinsi yang bersangkutan; dan calon anggota DPRD Kabupaten/Kota disampaikan kepada KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

36

Page 43: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

8. UU Republik Indonesia No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik)

Pasal 55 menentukan bahwa:1. Nama-nama calon sebagaimana

dimanksud dalam Pasal 54 disusun berdasarkan nomor urut

2. Di dalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat(1), setiap 3(tiga) orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang perempuan bakal calon.

[Dalam Putusan No. 22-24/PUU-VI/2008. Mahkahamah Konstitusi memutuskan Pasal 214 huruf a sampai e UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan dengan konstitusi dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Putusan itu merontokan dasar hukum penentuan calon terpilih anggota DPR dan DPRD (Provinsi dan kabupaten/kota) berdasarkan nomor urut menjadi berdasarkan suara terbanyak]

Pasal 3 Kovenan:Negara Pihak Kovenan ini berjanji untuk menjamin hak-hak yang sederajat dengan laki-laki dan perempuan untuk menikmati semua hak sipil dan politik yang diatur dalam Kovenan ini

Pasal 25 Kovenan:Setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan apapun sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa pembatasan yang tidak layak untuk:a. Ikut serta dalam pelaksanaan urusan

pemerintahan, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih secaar bebas;

b. Memilih dan dipilih pada pemilihan umu berkala yang murni, dan dengan hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara

37

Page 44: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

secara rahasia untuk menjamin kebebasan menyatakan keiginan dari para pemilih;

Memperoleh akses pada pelayanan umu di negaranya atas dasar persamaan dalam arti umum

9. UU Republik Indonesia No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

Pasal 17 ayat (2) : Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan.(Dalam Penjelasan Pasal demi Pasal, mengenai Pasal 17 ayat (2) ditentukan:”Yang dimaksud dengan syarat obyektif lainnya antara lain adalah disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, kerjasama, dan dapat dipercaya)Bab II: Pembentukan Partai PolitikPasal 2 ayat 2 menentukan bahwa:Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan 30% (tigapuluh perseratus) keterwakilan perempuan

10. UU Republik Indonesia No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Pasal 20 menetukan bahwa:Kepengurusan Partai Politik tingkat Provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) disusun dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekuarng-kurangnya 30% (tigapuluh perseratus) yang diatur dalam AD dan ART Partai Politik masing-masing

Pasal 53 menentukan bahwa:Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 memuat paling sedikit 30% (tigapuluh peseratus) keterwakilan perempuan.

38

Page 45: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

11. UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

Pasal 2—tentang pembentukan dan kepengurusan partai politik:Ayat (2): “Pendirian dan pembentukan partai politik sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh per seratus) keterwakilan perempuan.”Ayat (5): “Kepengurusan partai politik tingkat pusat sebagaimana dimaksud Ayat (2) disusun dengan menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh per seratus) keterwakilan perempuan.”

Pasal 11 (tetap)—tentang fungsi partai politik:Ayat (1) huruf e: “Partai Politik berfungsi sebagai sarana rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.”

Pasal 20 (tetap)—tentang kepengurusan partai politik:“Kepengurusan partai politik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, disusun dengan memperhatikan keterwakilan perempuan paling rendah 30% yang diatur dalam AD/ART Partai Politik masing-masing.”

Pasal 29—rekrutmen anggota partai politik, bakal calon DPR dan DPDAyat (1): Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi: a. anggota Partai Politik;b. bakal calon anggota Dewan Perwakilan

Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

c. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; dan

d. bakal calon Presiden dan Wakil Presiden.

(1a) Rekrutmen sebagaimana dimaksud

39

Page 46: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui seleksi kaderisasi secara demokratis sesuai dengan AD dan ART dengan mempertimbangkan paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan. Ayat (2): Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang-undangan.Ayat (3): Penetapan atas rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (1a), dan ayat (2) dilakukan dengan keputusan pengurus Partai Politik sesuai dengan AD dan ART.Catatan: ketentuan Pasal 29 disisipkan satu ayat, yakni ayat (1a).

Pasal 31 (tetap)—tentang pendidikan politik:“Partai Politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.”

12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilandaerah, Dan Dewanperwakilan Rakyat Daerah

Pasal 8

(1) Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu terakhir yang memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu berikutnya.(2) Partai politik yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara pada Pemilu sebelumnya atau partai politik baru dapat menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan:a. berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik;b. memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;c. memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima%) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;

40

Page 47: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

d. memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh%) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan;e. menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh%) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat; memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota; g. mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu;h. mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada KPU; dani. menyerahkan nomor rekening dana Kampanye Pemiluatas nama partai politik kepada KPU.

Pasal 15

Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 14 ayat (3) meliputi:

a. Berita Negara Republik Indonesia yang

menyatakan bahwa partai politik tersebut

terdaftar sebagai badan hukum;

b. keputusan pengurus pusat partai politik

tentang pengurus tingkat provinsi dan pengurus

tingkat kabupaten/kota;

c. surat keterangan dari pengurus pusat partai

politik tentang kantor dan alamat tetap pengurus

tingkat pusat, pengurus tingkat provinsi, dan

pengurus tingkat kabupaten/kota;

d. surat keterangan dari pengurus pusat partai

politik tentang penyertaan keterwakilan

perempuan sekurang-kurangnya30% (tiga puluh

%) sesuai dengan ketentuan peraturan

41

Page 48: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

perundang-undangan;

e. surat keterangan tentang pendaftaran nama,

lambang, dan/atau tanda gambar partai politik

dari kementerian yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak

asasi manusia;

f. bukti keanggotaan partai politik paling sedikit

1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu

perseribu) dari jumlah Penduduk pada setiap

kabupaten/kota;

g. bukti kepemilikan nomor rekening atas nama

partai politik; dan

h. salinan anggaran dasar dan anggaran rumah

tangga partai politik sesuai dengan ketentuan

peraturan perundangundangan

Pasal 55

Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 53 memuat paling sedikit 30% (tiga

puluh%) keterwakilan perempuan..

(1) Nama-nama calon dalam daftar bakal calon

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 disusun

berdasarkan nomor urut.

(2) Di dalam daftar bakal calon sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), setiap 3 (tiga) orang

bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1

(satu) orang perempuan bakal calon.

(3) Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) disertai dengan pas foto diri

terbaru.

Pasal 58

(1) KPU melakukan verifikasi terhadap

kelengkapan dan kebenaran dokumen

persyaratan administrasi bakal calon anggota

42

Page 49: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

DPR dan verifikasi terhadap terpenuhinya

jumlah sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh%)

keterwakilan perempuan.

(2) KPU Provinsi melakukan verifikasi terhadap

kelengkapan dan kebenaran dokumen

persyaratan administrasi bakal calon anggota

DPRD provinsi dan verifikasi terhadap

terpenuhinya jumlah bakal calon sekurang-

kurangnya 30% (tiga puluh%) keterwakilan

perempuan.

(3) KPU Kabupaten/Kota melakukan verifikasi

terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen

persyaratan administrasi bakal calon anggota

DPRD kabupaten/kota dan verifikasi terhadap

terpenuhinya jumlah bakal calon sekurang-

kurangnya 30% (tiga puluh%) keterwakilan

perempuan.

Pasal 59

(1) Dalam hal kelengkapan dokumen

persyaratan administrasi bakal calon

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 tidak

terpenuhi, maka KPU, KPU Provinsi, dan KPU

Kabupaten/Kota mengembalikan dokumen

persyaratan administrasi bakal calon anggota

DPR, DPRD provinsi, dan DPRD

kabupaten/kota kepada Partai Politik Peserta

Pemilu.

(2) Dalam hal daftar bakal calon tidak memuat

sekurangkurangnya 30% (tiga puluh%)

keterwakilan perempuan, maka KPU, KPU

Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota

memberikan kesempatan kepada partai politik

43

Page 50: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

untuk memperbaiki daftar bakal calon tersebut.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proses

verifikasi bakal calon anggota DPR, DPRD

provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diatur

dengan peraturan KPU.

Pasal 62

(1) Bakal calon yang lulus verifikasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 disusun

dalam daftar calon sementara oleh:

a. KPU untuk daftar calon sementara anggota

DPR;

b. KPU Provinsi untuk daftar calon sementara

anggota DPRD provinsi; dan

c. KPU Kabupaten/Kota untuk daftar calon

sementara anggota DPRD kabupaten/kota.

(2) Daftar calon sementara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh

ketua dan anggota KPU, KPU Provinsi, dan

KPU Kabupaten/Kota.

(3) Daftar calon sementara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan

nomor urut dan dilengkapi dengan pas foto diri

terbaru.

(4) Daftar calon sementara anggota DPR, DPRD

provinsi, dan DPRD kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diumumkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU

Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya di 1 (satu)

media massa cetak harian dan media massa

elektronik nasional dan 1 (satu) media massa

cetak harian dan media massa elektronik daerah

serta sarana pengumuman lainnya selama 5

44

Page 51: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

(lima) hari.

(5) Masukan dan tanggapan dari masyarakat

disampaikan kepada KPU, KPU Provinsi, atau

KPU Kabupaten/Kot paling lama 10 (sepuluh)

hari sejak daftar calon sementara diumumkan.

(6) KPU, KPU Provinsi, dan KPU

Kabupaten/Kota mengumumkan%tase

keterwakilan perempuan dalam daftar calon

sementara partai politik masing-masing pada

media massa cetak harian nasional dan media

massa elektronik nasional.

Pasal 67

(1) Daftar calon tetap anggota DPR, DPRD

provinsi, dan DPRD kabupaten/kota

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66

diumumkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU

Kabupaten/Kota.

(2) KPU, KPU Provinsi, dan KPU

Kabupaten/Kota mengumumkan%tase

keterwakilan perempuan dalam daftar calon

tetap partai politik masing-masing pada media

massa cetak harian nasional dan media massa

elektronik nasional.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman

teknis pencalonan anggota DPR, DPRD

provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diatur

dengan peraturan KPU.

Pasal 215

Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD

provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari Partai

Politik Peserta Pemilu didasarkan pada

perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di

45

Page 52: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

suatu daerah pemilihan dengan ketentuan

sebagai berikut.

a. Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi,

dan DPRD kabupaten/kota ditetapkan

berdasarkan calon yang memperoleh suara

terbanyak.

b. Dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dengan perolehan suara yang

sama, penentuan calon terpilih ditentukan

berdasarkan persebaran perolehan suara calon

pada daerah pemilihan dengan

mempertimbangkan keterwakilan perempuan.

c. Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

jumlahnya kurang dari jumlah kursi yang

diperoleh Partai Politik Peserta Pemilu, kursi

yang belum terbagi diberikan kepada calon

berdasarkan perolehan suara terbanyak

berikutnya.

46

Page 53: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

5.2. Kebijakan Penyelenggara Pemilu Terkait Peningkatan Partisipasi Perempuan di Lembaga Legislatif

a). Kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Terkait Peningkatan

Partisipasi Perempuan di Lembaga Legislatif

Lembaga penyelenggara Pemilu memiliki posisi strategis

berkaitan dengan penyelenggara Pemilu. Dalam perjalanan politik

Indonesia, lembaga penyelenggara Pemilu mempunyai dinamika

tersendiri. Pada Pemilu 1955, lembaga penyelenggara Pemilu adalah

sejumlah partai politik yang ikut dalam kontestan Pemilu, selama orde

baru lembaga penyelenggara Pemilu dipegang pemerintah. Pada Pemilu

1999, lembaga penyelenggara Pemilu terdiri dari unsur partai politik dan

pemerintah. Selanjutnya untuk Pemilu 2004 lembaga penyelenggaraan

Pemilu diserahkan kepada kalangan independen. Hal ini sesuai dengan

ketentuan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang menegaskan bahwa komisi penyelenggara Pemilu bersifat

nasional, tetap, dan mandiri.33 Pasal 22E ayat (5) UUD 1945

menyebutkan bahwa Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu

komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.

Ketentuan tentang Penyelenggara Pemilu diatur melalui Undang-Undang

No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Penyelenggara Pemilu di Indonesia dilakukan oleh 2 (dua)

lembaga yang bersifat mandiri dan memiliki peran berbeda tetapi

merupakan satu kesatuan sebagai penyelenggara Pemilu. Pasal 1 ayat (5)

33 Nur Hidayat Sardini, Restorasi Penyelenggaraan PEMILU di Indonesia, ( Jakarta: Fajar Media Press, 2011), hal 42

47

Page 54: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Undang-Undang No. 15 tahun 2011 menyebutkan bahwa

penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh 2 (dua) lembaga penyelenggara

Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan

Pengawas Pemilu (Bawaslu). KPU merupakan lembaga penyelenggara

Pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. KPU tersusun atas KPU

yang berkedudukan di Ibu Kota Negara, KPU Provinsi yang

berkedudukan di setiap Ibu Kota Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota

yang berkedudukan di setiap Kabupaten/Kota. Pasal 5 menyatakan

bahwa KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota bersifat hirarkis.

Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu

anggota DPR, DPD dan DPRD diatur di dalam Pasal 8 Undang-Undang

Nomor 15 tahun 2011 yang meliputi:

a. merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal;

b. menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU

Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN;

c. menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan

Pemilu setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan

Pemerintah;

d. mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua

tahapan Pemilu;

e. menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi;

f. memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang

disiapkan dan diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan

data

g. Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan

menetapkannya sebagai daftar pemilih;

h. menetapkan peserta Pemilu;

48

Page 55: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

i. menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara

tingkat nasional berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di

KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan

hasil rekapitulasi penghitungan suara di setiap KPU Provinsi untuk

Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah dengan membuat berita

acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;

j. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat penghitungan

suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan

Bawaslu;

k. menerbitkan keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan

mengumumkannya;

l. menetapkan dan mengumumkan perolehan jumlah kursi anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota

untuk setiap partai politik peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

m. mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan

Perwakilan Daerah terpilih dan membuat berita acaranya;

n. menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian

perlengkapan;

o. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan dan

laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu;

p. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara

anggota KPU Provinsi, anggota PPLN, anggota KPPSLN, Sekretaris

Genderal KPU, dan pegawai Sekretariat Genderal KPU yang terbukti

melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan

penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan

rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan perUndang-

Undangan;

q. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang

berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat;

49

Page 56: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

r. menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye

dan mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;

s. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan

penyelenggaraan Pemilu; dan

t. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai ketentuan peraturan

perUndang-Undangan.

KPU bertugas melakukan penyelenggaraan Pemilu mulai dari

perencanaan hingga pengkordinasian dan penyelenggaraan tiap-tiap

tahapan Pemilu. Untuk menjalankan tugas, KPU berwenang untuk

membentuk peraturan dan keputusan serta pedoman teknis

penyelenggaraan Pemilu. Pasal 119 Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2011 mengatur mengenai praturan dan keputusan KPU. Pasal 119 ayat

(1) menyebutkan bahwa KPU dapat membentuk peraturan KPU dan

Keputusan KPU untuk penyelenggaraan Pamilu yang merupakan

pelaksanaan peraturan perUndang-Undangan. Peraturan KPU ditetapkan

setelah KPU melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR dan

Pemerintah.

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai

Politik menyebutkan secara jelas mengenai fungsi partai politik. Salah

satu fungsi yang dimiliki oleh partai politik berdasarkan peraturan

perUndang-Undangan adalah sebagai sarana rekrutmen politik dalam

proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan

memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.34 Dengan begitu, baik

secara konsep maupun legal formal, partai politik memang berperan dan

34 Pasal 11 ayat (1) huruf e, Undang-Undang No. 2 tahun 2008 tentang Partai Poltik.

50

Page 57: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

memenuhi formula sebagai alat rekrutmen politik dalam pengisian

jabatan publik melalui mekanisme yang sesuai dengan nilai-nilai

demokrasi. Selain itu, partai politik menjadi sarana aktualisasi partisipasi

atau ke ikutsertaan warga negara untuk berpolitik secara aktif. Dengan

demikian, jika berbicara mengenai peran partai politik sebagai sarana

rekrutmen politik, maka tidak dapat melepaskan diri dari aspek metode

seleksi kandidat partai untuk pemilihan pejabat publik.35

Dalam demokrasi, rekrutmen dan seleksi kandidat merupakan

komponen esensial.36 Terdapat dua tahap dalam partai politik sebagai

bentuk rekrutmen politik, yaitu seleksi dan nominasi. Seleksi kandidat

merupakan proses dimana partai politik menentukan tokoh yang layak

untuk direkomendasikan masuk dalam daftar calon di surat suara (ballot),

sedangkan nominasi kandidat merupakan proses pencalonan legal yang

dilakukan oleh penyelenggara pemilu (KPU) sebagai lembaga yang

mengesahkan sejumlah orang tertentu yang diusulkan partai politik dan

memenuhi kualifikasi sebagai calon.

Terdapat beberapa model seleksi yang dapat dilakukan oleh partai

politik. Partai politik dapat menggunakan model seleksi sentralisasi dan

desentralisasi. Seleksi dengan model sentralisasi menyerahkan penentuan

35 Leon D. Epstein, 1975, “Political Parties”, dalam Fred I. Greenstein and Nelson W. Polsby (eds.), 1975, Handbook of Political Science Volume 4: Nongovernmental Politics, (Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company), hlm. 229-277, dalam Hasyim Asy’ ari,” Sistem Pemilu Ramah Perempuan: Sebuah Gagasan Untuk Indonesia”, Jurnal Egaliter No.1, Universitas Genderal Soedirman, Purwoerto, 2006.

36 Austin Ramney, 1995, “Candidate Selection and Recrutment”, dalam Seymour Martin Lipset (ed). The Encyclopedia of Democracy. Volume I (Washington D.C.: Congressional Quarterly Inc). Hlm 163-166, dalam Hasyim Asy’ ari,” Sistem Pemilu Ramah Perempuan: Sebuah Gagasan Untuk Indonesia”, Jurnal Egaliter No.1, Universitas Genderal Soedirman, Purwoerto, 2006

51

Page 58: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

seleksi kandidat sebagai kewenangan kepengurusan partai politik tingkat

nasional tanpa adanya keikutsertaan dari pengurus partai politik tingkat

regional atau lokal, sedangkan model desentralisasi merupakan seleksi

kandidat yang ditentukan oleh kepengurusan partai politik di tingkat

lokal atau regional. Kriteria seleksi tergantung kepada struktur partai,

apakah menganut sentralisasi atau desentralisasi.37

Rekrutmen dalam partai politik dapat disesuaikan dengan sistem

pemilu dan sistem kepartaian. Dalam sistem pemilu single-member two

party district kandidat diharuskan memiliki kedekatan dengan mayoritas

pemilih apa pun komposisi pemilihnya. Sementara jika sistem pemilu

yang digunakan adalah sistem multi-member district, calon yang

ditawarkan harus menggambarkan mayoritas kelompok sosial dalam

daerah pemilihan itu.

Kebijakan KPU melalui regulasi untuk mengakomodir Keterwakilan

Perempuan di Lembaga Legislatif

No Kebijakan KPU Pengaturan

1. Peraturan Komisi Pemilihan

Umum Nomor 05 Tahun 2013

Tentang Tata Cara Penetapan Daerah

Pemilihan Dan Alokasi Kursi Setiap Daerah

Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan

37 Pippa Norris, 1996, “Legislative Recruitment”, dalam Lawrence LeDuce, Richard G. Niemi, and Pippa Norris (eds.), 1996, Comparing Democracies: Elections and Voting in Global Perspective, (California: Sage Publications), hlm. 202-203, dalam Hasyim Asy’ ari,” Sistem Pemilu Ramah Perempuan: Sebuah Gagasan Untuk Indonesia”, Jurnal Egaliter No.1, Universitas Genderal Soedirman, Purwokerto, 2006

52

Page 59: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Rakyat Daerah Provinsi Dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota

Dalam Pemilihan Umum Tahun 2014

2. Peraturan Komisi Pemilihan

Umum Nomor 06 Tahun 2013

Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan

Komisi Pemilihan Umum Nomor 07 Tahun

2012 Tentang Tahapan, Program dan Jadual

Penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Tahun 2014

3. Peraturan Komisi Pemilihan

Umum Nomor 07 Tahun 2013

Tentang Pencalonan Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

4. Peraturan Komisi Pemilihan

Umum Nomor 08 Tahun 2013

Tentang Pencalonan Perseorangan Peserta

Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Daerah.

5. Peraturan Komisi Pemilihan

Umum Nomor 8 Tahun 2012

Pendaftaran, Verifikasi, Dan Penetapan

Partai Politik Peserta Pemilu Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Provinsi, Dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota

6. Peraturan Komisi Pemilihan

Umum Nomor 12 Tahun 2013

Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi

Pemilihan Umum Nomor 04 Tahun 2013

Tentang Pembentukan Dan Tata Kerja

Panitia Pemilihan Luar Negeri Dan

Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara

Luar Negeri Dalam Penyelenggaraan

Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Tahun 2014.

7. Peraturan Komisi Pemilihan

Umum Nomor 13 Tahun 2013

Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi

Pemilihan Umum Nomor 07 Tahun 2013

Tentang Pencalonan Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

53

Page 60: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Rakyat Daerah Provinsi, Dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota

8. Peraturan Komisi Pemilihan

Umum Nomor 14 Tahun 2013

Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi

Pemilihan Umum Nomor 08 Tahun 2013

Tentang Pencalonan Anggota Dewan

Perwakilan Daerah

9. Surat Edaran KPU

229/KPU/IV/2013

Tentang Petunjuk Teknis Tata Cara

Pencalonan Anggota DPR, DPD dan DPRD

10. Surat Edaran KPU

481/KPU/X/2012

Petunjuk Teknis Verifikasi Partai Politik

Calon Peserta Pemilu Tahun 2014

Kebijakan Komisi Pemilihan Umum dalam mengakomodir

Keterwakilan Perempuan dalam Partai Politik didasarkan pada Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR,

DPD dan DPRD yang mewajibkan setiap partai politik peserta Pemilu

tahun 2014 harus mempunyai kepengurusan perempuan 30 persen.

Dalam Proses verifikasi kepengurusan partai politik yang akan menjadi

peserta Pemilu tahun 2014 setidaknya mewajibkan penyelenggara pemilu

memverifikasi keterwakilan 30 persen perempuan dalam pengurus partai

politik, memiliki keanggotaan 1000 atau 1/1000 dari jumlah penduduk di

setiap Kabupaten/Kota, serta memiliki perwakilan di seluruh Provinsi di

Indonesia. Verifikasi faktual partai politik merupakan awal langkah

untuk menguji Partai Politik supaya mempersiapkan diri dalam kontestan

demokrasi tahun 2014 dan juga sebagai wadah untuk menyederhanakan

pola kepartaian di Indonesia. Verifikasi faktual yang dilakukan

penyelenggara pemilu telah menggagalkan 22 partai politik yang mau

54

Page 61: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

menjadi kontestan demokrasi tahun 2014 dan hanya meloloskan 12 partai

politik.

Dalam Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan Anggota

DPRD Kabupaten/Kota, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai

lembaga pelaksana pemilihan umum mengeluarkan regulasi dengan

metode sistem zipper guna mewujudkan partisipasi politik kaum

perempuan sebesar 30 persen. Metode sistem zipper mengharuskan atau

mewajibkan partai politik dalam mengajukan bakal calon Anggota DPR,

DPRD Provinsi dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota menyertakan 30

persen keterwakilan perempuan di setiap daerah pemilihan. Dalam urutan

penempatan daftar calon perempuan dalam Pemilihan Umum Anggota

DPR, DPRD Provinsi dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2014

setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu)

orang perempuan bakal calon. Kebijakan KPU dengan mengakomodir

metode sistem zipper adalah kebijakan affirmative action untuk

mendorong keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga politik serta

dapat memperjuangkan kebijakan publik yang berkaitan dengan

peningkatan sumber daya perempuan.

5.3. Kebijakan Badan Pengawas Pemilu (KPU) Terkait Peningkatan Partisipasi Perempuan di Lembaga Legislatif

Kebijakan Badan Pengawas Pemilu dalam mengawasi

Keterwakilan Perempuan dalam Partai Politik didasarkan pada Undang-

Undang No.8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD

dan DPRD yang mewajibkan setiap partai politik peserta Pemilu tahun

55

Page 62: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

2014 harus mempunyai kepengurusan perempuan 30 persen. Dalam

Proses verifikasi kepengurusan partai politik yang akan menjadi peserta

Pemilu tahun 2014 setidaknya mewajibkan penyelenggara pemilu

memverifikasi keterwakilan 30 persen perempuan dalam pengurus partai

politik, memiliki keanggotaan 1000 atau 1/1000 dari jumlah penduduk di

setiap Kabupaten/Kota, serta memiliki perwakilan di seluruh Provinsi di

Indonesia.

Verifikasi faktual partai politik merupakan awal langkah untuk

menguji Partai Politik supaya mempersiapkan diri dalam kontestan

demokrasi tahun 2014 dan juga sebagai wadah untuk menyederhanakan

pola kepartaian di Indonesia. Verifikasi faktual yang dilakukan

penyelenggara pemilu telah menggagalkan 22 partai politik yang mau

menjadi kontestan demokrasi tahun 2014 dan hanya meloloskan 12 partai

politik. Badan Pengawas Pemilu berperan serta mengawal proses verikasi

partai politik melalui Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum

Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pengawasan atas Pendaftaran, Verifikasi

Partai Politik Calon Peserta Pemilihan Umum, dan Penetapan Partai

Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Melalui Pengawasan yang dilakukan Badan Pengawas Pemilihan Umum

membuat Partai Politik secara kuantitas bekerja maksimal untuk

memenuhi kepengurusan dengan keterwakilan perempuan 30 Persen.

Selain pengawasan verifikasi Faktual Partai politik, Kebijakan Badan

56

Page 63: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Pengawas Pemilu dalam mengawasi Keterwakilan Perempuan dalam

Partai Politik juga terlihat jelas dalam penentuan calon legislatif partai

politik di setiap daerah pemilihan harus memenuhi keterwakilan

perempuan 30 persen. Apabila partai politik tidak dapat menyanggupi

keterwakilan perempuan dalam calon legislatif di daerah pemilihan

tertentu, maka partai politik dalam daerah pemilihan tersebut dicoret

sehingga tidak ada perwakilan partai politik yang tidak dapat

menyanggupi keterwakilan 30 persen calon legislatif. Inilah konsekuensi

untuk menaikkan peran perempuan dalam bidang politik melalui

kewajiban partai politik melibatkan peran serta perempuan minimal 30

persen dalam pengurusan serta mewajibkan 30 persen perempuan calon

legislatif di setiap daerah pemilihan.

5.4. Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/Puu-Xi/2013 Tentang Pengujian Pasal 215 Huruf (B) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XI/2013 adalah

putusan terhadap pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012

yaitu Pasal 215 huruf (b) yang menyatakan Penetapan calon terpilih anggota

DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari Partai Politik Peserta

Pemilu didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu

daerah pemilihan dengan ketentuan sebagai berikut:

Dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan perolehan suara yang sama,

57

Page 64: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

penentuan calon terpilih ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara

calon pada daerah pemilihan dengan mempertimbangkan keterwakilan

perempuan serta penjelasan Pasal 56 ayat (2) yang menyatakan Dalam setiap 3

(tiga) bakal calon, bakal calon perempuan dapat ditempatkan pada urutan 1,

atau 2, atau 3 dan demikian seterusnya, tidak hanya pada nomor urut 3, 6, dan

seterusnya.

Pengujian Pasal 215 huruf (b) dan Penjelasan Pasal 56 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD

diajukan oleh kalangan LSM, Yayasan serta persorangan yang bergerak serta

berjuang dalam kesetaraan gender. Dalam permohonannya, pemohon

mendalilkan bahwa Pengertian frasa “mempertimbangkan” dalam Pasal 215

huruf (b) UU 8/2012 bertentangan dengan Pasal 28H UUD 1945 dikarenakan

Pasal tersebut tidak ada tindakan khusus sementara bagi perempuan untuk

meningkatkan keterwakilan di parlemen. Hal ini bertentangan dengan

ketentuan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan setiap orang berhak

mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan

dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Bahwa kata

mempertimbangkan” tidak memiliki kepastian, dan menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia memiliki arti “memikirkan baik-baik untuk menentukan

dan/atau memintakan pertimbangan dan/atau menyerahkan sesuatu supaya

dipertimbangkan”, maka Pemohon, memohon agar kata “mempertimbangan”

diganti dengan kata “mengutamakan”.

58

Page 65: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Frasa “atau” dalam Penjelasan Pasal 56 ayat (2) UU 8/2012

menyatakan, “Dalam setiap 3 (tiga) bakal calon, bakal calon perempuan dapat

ditempatkan pada urutan 1, atau 2, atau 3 dan demikian seterusnya, tidak hanya

pada nomor urut 3, 6, dan seterusnya” bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2)

UUD 1945. bahwa ketentuan Pasal 56 mengandung makna bahwa bakal calon

perempuan dapat lebih dari 1 orang dalam setiap 3 bakal calon. Namun

demikian Pemohon berbeda pendapat mengenai makna Penjelasan pasal

tersebut. Penjelasan Pasal 56 ayat (2) bermakna bahwa penempatan Nomor

urut bagi bakal calon perempuan terbatas pada Nomor urut 1 (satu), atau 2

(dua), atau 3 (tiga) dan tidak memberikan kesempatan dan kemungkinan

apabila dalam Nomor urut 1 (satu), 2 (dua), 3 (tiga) diisi oleh 2 perempuan atau

lebih. Dengan demikian Penjelasan Pasal telah merugikan perempuan dan

bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 dikarenakan dalam

penempatan urutan, yang berpatokan pada frase “atau” baik secara langsung

maupun tidak langsung, membuat keadaan diskriminatif pada kaum

perempuan, karena penjelasan pasal tersebut tidak membuka peluang

perempuan menempati urutan satu (1) dan atau dua (2) dan atau tiga (3)

Berdasarkan pertimbangan tersebut pemohon memberikan petitum

sebagai berikut:

1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian ini;

59

Page 66: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

2. Menyatakan Pasal 215 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012

tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bertentangan

dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai dalam hal

terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dengan perolehan suara calon pada daerah

pemilihan dengan mengutamakan keterwakilan perempuan;

3. Menyatakan Penjelasan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945, sepanjang tidak

dimaknai dalam setiap 3 (tiga) bakal calon, bakal calon perempuan dapat

ditempatkan pada urutan satu (1) dan atau 2, dan atau 3 dan demikian

seterusnya, tidak hanya pada nomor urut 3, 6, dan seterusnya;

4. Menyatakan Pasal 215 huruf (b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012

tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dalam hal

terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dengan perolehan suara calon pada daerah

pemilihan dengan mengutamakan keterwakilan perempuan;

5. Menyatakan Penjelasan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012

tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

60

Page 67: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “dalam

setiap 3 (tiga) bakal calon, bakal calon perempuan dapat ditempatkan pada

urutan satu (1) dan atau 2, dan atau 3 dan demikian seterusnya, tidak hanya

pada nomor urut 3, 6, dan seterusnya”;

6. Memerintahkan amar Putusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi

Republik Indonesia yang mengabulkan permohonan pengujian Pasal 215

Huruf (b) dan Penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah.

Bahwa terhadap Pengujian Pasal 215 huruf (b) dan Penjelasan Pasal 56

ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR,

DPD dan DPRD diajukan oleh kalangan LSM, Yayasan serta persorangan yang

bergerak serta berjuang dalam kesetaraan gender Mahkamah Konstitusi

memberikan amar putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;

1.1 Frasa “atau” dalam Penjelasan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor

8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316)

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “dan/atau”

61

Page 68: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

1.2 Frasa “atau” dalam Penjelasan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor

8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316) tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai

“dan/atau”;

1.3 Frasa “tidak hanya pada nomor urut 3, 6, dan seterusnya” dalam

Penjelasan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012

tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316) bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

1.4 Frasa “tidak hanya pada nomor urut 3, 6, dan seterusnya” dalam

Penjelasan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012

tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316) tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat;

1.5 Penjelasan Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012

tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

62

Page 69: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316) selengkapnya

menjadi, “Dalam setiap 3 (tiga) bakal calon, bakal calon perempuan

dapat ditempatkan pada urutan 1, dan/atau 2, dan/atau 3 dan demikian

seterusnya,”;

1.6 Frasa “mempertimbangkan” dalam Pasal 215 huruf b Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012

Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5316) bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “mengutamakan”;

1.7 Frasa “mempertimbangkan” dalam Pasal 215 huruf b Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012

Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5316) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak

dimaknai, “mengutamakan”;

1.8 Pasal 215 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran

63

Page 70: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316) selengkapnya

menjadi, “Dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan perolehan suara

yang sama, penentuan calon terpilih ditentukan berdasarkan persebaran

perolehan suara calon pada daerah pemilihan dengan

mengutamakan keterwakilan perempuan”;

2. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik

Indonesia sebagaimana mestinya

5.5. Keterwakilan Perempuan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur dapat dilihat fakta yang konsisten

muncul adalah perempuan anggota DPRD Kabupaten/Kota lebih banyak terpilih

dari partai politik besar, seperti Partai Demokrat, Golkar, PDIP. Total jumlah

anggota DPRD di Provinsi Jawa Timur adalah 100 orang, yang terdiri dari 82

anggota laki-laki (82%) dan 18 anggota perempuan (18%).

Dengan semakin banyaknya kursi yang diperoleh partai politik di DPRD,

semakin besar pula peluang keterpilihan perempuan untuk menduduki kursi di

DPRD Kabupaten/Kota. Partai Demokrat menempati urutan tertinggi (22,89%)

dalam menyumbang perempuan terpilih di DPRD Kabupaten/Kota di Jawa Timur,

diikuti Golkar (16,95%), dan PDIP (13,98%). Partai Demokrat menyumbang lebih

banyak caleg perempuan terpilih terutama di enam daerah: Kota Surabaya (7 dari

15 perempuan terpilih), Kabupaten Pasuruan (4 dari 12 perempuan terpilih), Kota

Pasuruan (3 dari 11 perempuan terpilih), Kota Batu (2 dari 8 perempuan terpilih),

Tuban (2 dari 9 perempuan terpilih), Kediri (1 dari 9 perempuan terpilih). Dapat

pula dikatakan keenam daerah tersebut merupakan basis Partai Demokrat dalam

mendukung keterpilihan perempuan di Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

64

Page 71: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Mayoritas Perempuan terpilih berada di nomor urut 1 sampai 3 di keenam

daerah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa proses penempatan caleg perempuan

oleh partai politik di nomor urut terataslah yang memiliki peluang paling besar

untuk terpilih.

Dari kategori jumlah kursi tersedia di DPRD Kabupaten/Kota paling banyak

di Jawa Timur (50 kursi), persentasi tertinggi keterpilihan perempuan dapat dilihat

di kota surabaya (30%), diikuti Kabupaten Pasuruan (24%), Kota Pasuruan (22%),

Tuban dan Kediri (18%) dan Sidoarjo (16%). Sementara dari kategori jumlah

kursi tersedia di DPRD Kabupaten/Kota di Jawa Timur (25 kursi), persentasi

tertinggi keterpilihan perempuan dapat dilihat di Kota Batu (32%), diikuti Kota

Blitar (16%) dan Kota Mojokerto (12%). Dari data tersebut, maka pola yang

terlihat adalah persentase keterpilihan perempuan yang relatif tinggi berhasil

dicapai oleh daerah-daerah yang memiliki jumlah kursi tersedia di DPRD

Kabupaten/Kota.

Dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur, persentasi tertinggi keterpilihan

perempuan di DPRD Kabupaten/Kota secara keseluruhan di Jawa Timur berada di

Kota Madium (33%) yang memiliki 30 kursi dan 11 Partai Politik yang

memperoleh kursi.

Tingginya persentasi keterpilihan perempuan di DPRD Kota Madium (33%)

jika dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya sejalan dengan tingginya tingkat

keterlibatan perempuan di pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kemampuan

tinggi (prestigious) yakni 45,6% pada tahun 2010. Ini juga berarti bahwa

perempuan memiliki lebih banyak modal sosial-ekonomi-politik untuk dapat

masuk ke politik praktis salah satunya dengan pengembangan jaringan di tempat

kerja. Dalam hal sumbangan perempuan terhadap pendapatan rumah tangga Kota

Madium juga berada pada posisi tertinggi di Provinsi Jawa Timur (37,54%), yang

artinya lebih banyak perempuan mandiri secara finansial sehingga lebih leluasa

dalam menentukan apakah dirinya akan terlibat dalam politik elektoral atau tidak.

Jumlah Anggota Perempuan dan Laki-Laki di DPRD Provinsi,

Kabupaten/Kota di Jawa Timur Hasil Pemilu 2014

65

Page 72: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

DPRD Total Laki-Laki Perempuan Jumlah Partai

Peraih Kursi

Kabupaten Bangkalan 45 44 (97,8%) 1 (2,2 %) 15Kabupaten Banyuwangi 50 43 (86%) 7 (14%) 10Kabupaten Blitar 50 47 (94%) 3 (6%) 10

Kabupaten Bojonegoro 50 43 (86%) 7 (14%) 15

Kabupaten Bondowoso 45 44 (97,8%) 1 (2,2 %) 12

Kabupaten Gresik 50 43 (86%) 7 (14%) 11

Kabupaten Jember 45 40 (89%) 5 (11%) 11

Kabupaten Jombang 45 41 (91%) 4 (9%) 9

Kabupaten Kediri 50 41 (82%) 9 (18%) 13

Kabupaten Lamongan 50 46 (92%) 4 (8%) 10

Kabupaten Lumajang 50 46 (92%) 4 (8%) 11

Kabupaten Madiun 45 40 (89%) 5 (11%) 11

Kabupaten Magetan 45 39 (87%) 6 (13%) 14

Kabupaten Malang 50 43 (86 %) 7 (14 %) 9

Kabupaten Mojokerto 45 37 (82%) 8 (18%) 13

Kabupaten Nganjuk 50 43 (86 %) 7 (14%) 10

Kabupaten Ngawi 45 36 (80%) 9 (20%) 11

Kabupaten Pacitan 45 37 (82 %) 8 (18 %) 11

Kabupaten Pamekasan 45 43 (96%) 2 (4%) 12

Kabupaten Pasuruan 50 38 (76%) 12 (24%) 10

Kabupaten Ponorogo 50 43 (86%) 7 (14 %) 11

Kabupaten Probolinggo 50 42 (84%) 8 (16 %) 12

Kabupaten Sampang 45 44 (98%) 1 (2 %) 14

Kabupaten Sidoarjo 50 42 (84%) 8 (16 %) 9

Kabupaten Situbondo 45 33 (73 %) 12 (27 %) 8

66

Page 73: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Kabupaten Sumenep 50 47 (94%) 3 (6 %) 11

Kabupaten Trenggalek 45 40 (89 %) 5 (11 %) 12

Kabupaten Tuban 50 41 (82%) 9 (18 %) 12

Kabupaten Tulungagung 50 49 (98%) 1 (2 %) 12

Kota Batu 25 17 (68 %) 8 (32 %) 12

Kota Blitar 25 21 (84 %) 4 (16 %) 8

Kota Kediri 30 23 (77 %) 7 (23 %) 13

Kota Madiun 30 20 (67 %) 10 (33 %) 11

Kota Malang 45 35 (78 %) 10 (22 %) 10

Kota Mojokerto 25 22 (88 %) 3 (12 %) 11

Kota Pasuruan 50 39 (78 %) 11 (22 %) 10

Kota Probolinggo 30 21 (70%) 9 (30 %) 11

Kota Surabaya 50 35 (70%) 15 (30 %) 10

Total DPRD Kab/Kota 1.594 1.366 (86%) 228 (14%) -

DPRD Provinsi 100 82 (82 %) 18 (18%) 12

Total Anggota DPRD 1.694 1.448 (85,48%) 246 (14,52 %) -

5.6. Profil Kabupaten Bangkalan

Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu daerah yang terletak di

Pulau Madura yang merupakan wilayah administrasi di Provinsi Jawa Timur

mempunyai luas wilayah 1.260,14 Km2. Secara geografis posisinya berada di

antara 112º–113º BT dan 6º–7º LS yang dibatasi oleh Laut Jawa disebelah

utara, Kabupaten Sampang disebelah timur dan Selat Madura disebelah selatan

dan barat. Dengan luas wilayah mencapai 126.182 Ha, keadaan topografinya

terdiri dari daerah landai seluas 68.454 Ha (54,25%), daerah berombak seluas

67

Page 74: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

45.236 Ha (35,85%), daerah bergelombang seluas 11.773 Ha (9,33%) dan

daerah berbukit seluas 719 Ha (0,57%). Adapun ketinggiannya berkisar antara

12 – 74 m dpl.

Kabupaten Bangkalan terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas

273 desa dan 8 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Bangkalan.

Kabupaten Bangkalan memiliki topografi datar hingga berbukit dengan

sebagian besar wilayahnya telah digunakan untuk kegiatan persawahan dan

tegalan. Secara geologis, Kabupaten Bangkalan terdiri atas 4 (empat) macam

batuan, yaitu alluvium, pleistosin fase sedimen, pleiosin fase gamping dan

meiosin fase sedimen. Berdasarkan peta tanah tinjau, secara umum jenis tanah

di Kabupaten Bangkalan dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu tanah

Zonal dan tanah Azonal. Kelompok tanah Zonal meliputi jenis alluvial, regosol

dan litosol. Sedangkan Kelompok tanah Azonal meliputi jenis-jenis tanah yang

sudah mengalami perkembangan secara lebih sempurna yaitu grumusol,

mediteran dan lain sebagainya. Kemampuan tanah adalah sifat fisik tanah yang

dibatasi oleh beberapa faktor yaitu kemiringan tanah, kedalaman efektif tanah,

erosi, drainase,faktor-faktor pembatas tanah seperti tanah tertutup dan batu-

batuan. Pada umumnya tanah di Kabupaten Bangkalan mempunyai tekstur

sedang dan hanya sebagian kecil saja yang bertekstur halus dan kasar.

Sedangkan kedalaman efektif tanah dikaitkan dengan pengusahaan tanah dan

dibagi menjadi 4 (empat) kelas yaitu 0-30 cm, 30-60 cm, 60-90 cm dan lebih

dari 90 cm.

68

Page 75: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 di Kabupaten

Bangkalan, jumlah pemilih yang terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT)

adalah 956.742 orang, dengan rincian pemilih laki-laki sebanyak 465.640

orang dan pemilih perempuan sebanyak 491.102 orang. Para pemilih

mengunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara (TPS) yang telah

disediakan panitia penyelenggara pemilu di Kabupaten Bangkalan sebanyak

2.557 TPS yang tersebar di 18 kecamatan.

Jika dilihat rasio jumlah pemilih berdasarkan jenis kelamin, jumlah

pemilih perempuan masih lebih banyak dibandingkan jumlah pemilih laki-laki

di Kabupaten Bangkalan. Dengan demikian jumlah pemilih perempuan yang

lebih besar ini daripada jumlah pemilih laki-laki menjadi daya tarik perempuan

untuk dapat berkompetisi dalam Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun

2014.

5.7. Representasi Perempuan di DPRD Kabupaten Bangkalan

Indonesia adalah sebuah negara demokratis yang mengadakan pemilu

secara langsung. Setiap orang juga berhak untuk memilih dan dipilih sebagai

wakil rakyat atau bahkan presiden. Tidak ada batasan untuk calon dalam hal

gender, ras, etnik, kelas, dan lain-lain. Dengan kata lain, syarat utama sang

calon adalah dia seorang warga negara Indonesia, yang sudah siap dan mampu

untuk mencalonkan diri, baik itu sebagai anggota legislatif maupun eksekutif.

Tahun 2014, Indonesia telah mengadakan “hajatan besar” yakni Pemilu

Legislatif (Pileg) 2014. Yang menarik dalam pemilu ini adalah

69

Page 76: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

diberlakukannya (kembali) peraturan mengenai kuota 30 % perempuan. Selain

kuota, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga sudah menerapkan peraturan

terkait Pemilu 2014 dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 7

Tahun 2013 Jo Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 13 Tahun

2013 tentang Aturan Pencalonan DPR, DPRD Provinsi dan DPRD

Kabupaten/Kota; PKPU No. 15 Tahun 2013 Tentang Pedoman Kampanye dan

PKPU No. 17 Tahun 2013 tentang Pelaporan Dana Kampanye. Selain untuk

mengatur secara lebih rinci mengenai tata cara pemilu, termasuk proses

kampanye dan lain-lain, peraturan-peraturan ini juga dibuat berdasarkan

pertimbangan sebagai affirmative action keterwakilan (representasi)

perempuan dalam politik. Dalam catatan sejarah, kebijakan dalam rangka

affirmative action di Indonesia muncul dari serangkaian perjalanan panjang.

Di Kabupaten Bangkalan sendiri, Pemilu Legislatif Tahun 2014 yang

didasarkan pada UU No.8 Tahun 2014 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan

DPRD merupakan perwujudan kedaulatan politik rakyat untuk berpartisipasi

baik untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPD dan DPRD Provinsi

atau DPRD Kabupaten Kota serta juga untuk memilih anggota DPR, DPD dan

DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten Kota

Tuntutan pemenuhan minimal 30 persen keterwakilan perempuan

dalam politik, khususnya di lembaga-lembaga legislatif, kini menjadi salah satu

isu krusial dalam berbagai perdebatan tentang kualitas lembaga-lembaga

demokrasi hasil pemilihan umum. Kepastian hukum affirmative action untuk

keterwakilan perempuan di parlemen terus mendapatkan tantangan. Setelah

70

Page 77: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2008 dengan dalih bahwa

produk hukum ini diskriminatif, kemudian sistem kuota 30% diundangkan lagi

melalui dengan UU No. 8 Tahun 2012 yang mewajibkan partai politik

mencalonkan sekurang-kurangnya 30% perempuan dari total caleg, baik di

tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.

Kabupaten Bangkalan merupakan salah satu-satunya Kabupaten di

Provinsi Jawa Timur yang tingkat keterwakilan perempuannya tidak ada di

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bangkalan pada

Pemilihan Umum tahun 2014. Sedangkan pada Pemilu tahun 2009,

keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Kabupaten Bangkalan hanya diisi satu orang saja yaitu yang berasal dari Partai

Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan berada di Fraksi Pembaharuan Nurani di

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bangkalan.

Adapun komposisi fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Kabupaten Bangkalan periode tahun 2009-2014 yaitu Fraksi Partai

Kebangkitan Bangsa sejumlah 14 orang (31,11 %), Fraksi Reformasi

Perjuangan Rakyat sejumlah 10 orang (22,22 %), Fraksi Pembaharuan Nurani

sejumlah 7 orang (15,55 %), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan sejumlah 5

orang (11,11 %), Fraksi Kebangkitan Nasional Ulama sejumlah 5 orang (11,11

%) dan Fraksi Partai Demokrat sejumlah 4 orang (8,88 %).

Tabel

Komposisi Keanggotaan DPRD Menurut Fraksi dan Jenis Kelamin

Periode Tahun 2009-2014

No Fraksi Laki-laki Perempua Jumlah

71

Page 78: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

n

1 Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa 14 - 14 (31,11 %)

2 Fraksi Partai Demokrat 4 - 4 (8,88 %)

3 Fraksi Partai Persatuan

Pembangunan

5 - 5 (11,11 %)

4 Fraksi Kebangkitan Nasional

Ulama

5 - 5 (11,11 %)

5 Fraksi Pembaharuan Nurani 6 1 7 (15,55 %)

6 Fraksi Reformasi Perjuangan

Rakyat

10 - 10 (22,22 %)

TOTAL 44 (97,77 %) 1 (2,23 %) 45 (100 %)

Sumber Data : Sekretariat DPRD Kabupaten Bangkalan

Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 tingkat pencalonan perempuan di

DPRD Kabupaten Bangkalan setidaknya mengalami kenaikan yang signifikan,

hal ini didasarkan aturan pada UU No.8 Tahun 2014 tentang Pemilu Anggota

DPR, DPD dan DPRD dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 7

Tahun 2013 Jo Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 13 Tahun

2013 tentang Aturan Pencalonan DPR, DPRD Provinsi dan DPRD

Kabupaten/Kota yang menegaskan affirmative action kepada setiap partai

72

Page 79: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

politik dalam mencalonkan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah sekurang-

kurangnya dalam 3 (tiga) calon harus mengikut sertakan sekurang-kurangnya 1

(satu) calon perempuan, dengan ketentuan ketika ada partai politik yang tidak

mematuhi aturan tersebut maka di daerah pemilihan tersebut tidak diikut

sertakan.

Hasil Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Bangkalan

memberikan citra yang buruk bagi keterwakilan perempuan di DPRD

Kabupaten Bangkalan. Hal ini dapat dilihat keterwakilan perempuan di DPRD

Kabupaten Bangkalan sama sekali tidak ada. Jika dilihat dari hasil Pemilu

DPRD Kabupaten Bangkalan Tahun 2014, Partai Gerakan Indonesia Raya

(Gerindra) mendapatkan 10 kursi (20 %), kemudian disusul Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan jumlah 7 (14 %), Partai Demokrat dengan

jumlah 6 (12 %), Partai Persatuan Pembangunan dengan jumlah 6 (12 %),

Partai Kebangkitan Bangsa 5 (10 %) , Partai Amanat Nasional dengan jumlah 4

(8 %), Partai Hati Nurani Rakyat dengan jumlah 4 (8 %), Partai Keadilan

Sejahtera dengan jumlah 3 (6 %), Partai Golkar dengan jumlah 3 (6 %), Partai

Nasional Demokrat dengan jumlah 1 (2 %) dan Partai Keadilan dan Persatuan

Indonesia dengan jumlah 1 (2 %).

Dari Hasil Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Bangkalan

bahwa dari 50 kursi yang tersedia di DPRD Kabupaten Bangkalan semuanya

diisi oleh laki-laki. Hasil ini juga menunjukkan penurunan keterwakilan

perempuan di DPRD Kabupaten Bangkalan. Jika dibandingkan pada hasil

73

Page 80: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Pemilu 2009 di DPRD Kabupaten Bangkalan masih ada 1 orang keterwakilan

perempuan.

Tabel

Komposisi Keanggotaan DPRD Menurut Partai Politik dan Jenis Kelamin

Periode Tahun 2014 - 2019

No Partai Politik Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Partai Gerakan Indonesia Raya 10 - 10 (20 %)

2 PDIP 7 - 7 (14 %)

3 Partai Demokrat 6 - 6 (12 %)

4 Partai Persatuan Pembangunan 6 - 6 (12 %)

5 Partai Kebangkitan Bangsa 5 - 5 (10 %)

6 Partai Amanat Nasional 4 - 4 (8 %)

7 Partai Hati Nurani Rakyat 4 - 4 (8 %)

8 Partai Keadilan Sejahtera 3 - 3 (6 %)

9 Partai Golongan Karya 3 - 3 (6 %)

10 Partai Nasional Demokrat 1 - 1 (2 %)

74

Page 81: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

11 Partai Keadilan dan Persatuan

Indonesia

1 - 1 (2 %)

TOTAL 50 - 50 (100 %)

Sumber Data : Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bangkalan

Berikut ini adalah Daftar Anggota DPRD Kabupaten Bangkalan

Periode 2014-2019 yang terpilih pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD

Tahun 2014:

Dapil 1 (Bangkalan, Arosbaya Socah)

No Nama Anggota DPRD Kabupaten

Bangkalan

Partai Politik

1 Drs H Moh Jamhuri PKB

2 Jauhari SE PDI-P

3 Rokib SE PDI-P

4 RKH Fuad Amin Gerindra

5 Abd Dofir Gerindra

6 Moh Holifi Spd Gerindra

7 Fadhur Rosi Demokrat

8 HM Sudarmo PAN

9 Mahmudi Hanura

Dapil 2 (Geger,Klampis,Sepulu)

75

Page 82: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

No Nama Anggota DPRD Kabupaten

Bangkalan

Partai Politik

1 Bir Aly Nasdem

2 Ach Hariyanto S.sos PKB

3 Fatkurrahman PDI-P

4 Suyitno SE PDI-P

5 Mat Djuri Golkar

6 Muhammad Sahri Gerindra

7 Asis S.IP Demokrat

8 Solihin SE PAN

9 Drs Hosyan SH PPP

Dapil 3 (Kokop,Konang,Tanjung Bumi)

No Nama Anggota DPRD Kabupaten

Bangkalan

Partai Politik

1 Mujiburrahman, SH. PKS

2 M Husni Syakur PDI-P

3 Efendi Gerindra

4 Agus Kurniawan Demokrat

5 Muhlas PAN

6 Mas’udi S.Pdi PPP

7 M Sahrum Dahriyadi Hanura

76

Page 83: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

8 Sofiullah Syarip PKPI

Dapil 4 (Blega,Galis,Modung)

No Nama Anggota DPRD Kabupaten

Bangkalan

Partai Politik

1 Drs HM Muhajir PKB

2 H Musawir SH PKS

3 Agus Salim Pranoto SH PDI-P

4 Mathari Golkar)

5 Kasmu SH Gerindra

6 H Muslech. Gerindra

7 H.Abdurrahman SH Demokrat

8 Nur Hasan SPdi PPP

9 H Fathorrachman Hanura

Dapil 5 (Burneh,Tanah Merah)

No Nama Anggota DPRD Kabupaten

Bangkalan

Partai Politik

1 H Mohmmad Hidayat PKB

2 Muhlis S.sos PKS

3 KH Mukaffi SH M.SI Golkar

77

Page 84: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

4 Fathur Rosi,SE Gerindra

5 Syamsul Arifin Gerindra

6 H Husni Demokrat

7 Abdullah PPP

Dapil 6 (Kamal,Labang,Kwanyar,Tragah)

No Nama Anggota DPRD Kabupaten

Bangkalan

Partai Politik

1 Hotib Marzuki SE PKB

2 Mukaffi PDI-P

3 Imron Royadi SE Gerindra

4 Abdul Rohman S.Ag Demokrat

5 Abd Rahman PAN

6 R Latif Amin Imron PPP

7 M Subhan Aziz. PPP

8 Holilih Hanura

5.8. Hasil Penulisan Artikel Untuk Jurnal Nasional Terakreditasi dan Jurnal

Internasional

Hasil utama dari penelitian ini selain laporan penelitian adalah sebuah artikel

untuk Jurnal Nasional terakreditasi dan Jurnal Internasional. Untuk Jurnal

Nasional Judulnya Strategi Peningkatan Partisipasi Perempuan pada Lembaga

Legislatif di Kabupaten Bangkalan Proinsi Jawa Timur. Sedangkan untuk Jurnal

Internasional adalah Scholten’s Open System of law and Rahadjo’s Progressie

78

Page 85: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Law : Theorithcal Comparison of Law Making and Implementation Seen ffrom

the Perspectie of Gender ( Case Study in Bangkalan East Java)

5.9. Rencana Tahapan Berikutnya

Rencana ke depan adalah menyelesaikan Laporan akhir penelitian, dengan masih

melakukan penelitian lapangan dengan metode wawancara dari beberapa

informan yang belum terlaksana yaitu tokoh masyarakat dan tokoh agama serta

pimpinan partai politik serta Lembaga Swadaya Masyarakat terkait perempuan

dan politik di Kabupaten Bangkalan. Selain itu juga dilakukan di Kota Surabaya

sebagai perbandingan dan Kota Sampang dan Kota Bondowoso.

Selanjutnya penyelesaian penulisan artikel untuk Jurnal Nasional Terakreditasi

dan Jurnal Internasional.

79

Page 86: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari penelitian tersebut diatas, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :

1. Dinamika pengaturan masalah affirmatif action untuk perempuan pada lembaga

legislatif di Indonesia terlihat dinamis atau selalu direvisi, diperbaiki sejak tahun

1945 sampai masa reformasi sekarang ini dan telah memasukkan prinsip

keterwakilan perempuan pada Undang-Undang.. Pengaturannya dimulai dari

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sampai berbagai

Undang-Undang yang menjadi turunannya misalnya UU No 68 Tahun 1958

tentang Ratifikasi Konvensi Hak Publik Perempuan, UU No 7 Tahun 1984

tentang Ratifikasi CEDAW, UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

dan secara khusus pada Undang-Undang tentang Partai Politik Nomor 2 Tahun

2008 dan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor

10 Tahun 2008 dan Nomor 8 Tahun 2012 Pemilihan Umum Anggota DPR,DPD

dan DPRD

2. Jumlah anggota DPRD di Jawa Timur adalah 100 orang yang terdiri dari 82

anggota laki-laki (82%) dan perempuan 18 orang (18%), dengan denmikian

representasi perempuan pada Lembaga Legislatif propiinsi Jawa Timur adalah

sebesar 185. Sedangkan Kabupaten Bangkalan pada periode Tahun 2014-2019

saai ini adalah “nol” yaitu sama sekali tidak ada representasi perempuan di

80

Page 87: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

dalamnya, Kabupaten Sampang dan Bondowoso mempunyai 1 orang perempuan

di DPRD,

3. Implementasi pengaturan 30%i perempuan pada lembaga legislatif di

Kabupaten Bangkalan sangat jauh dari semangat dan amanat Undang-Undang

yaitu sebesar 30%. Permasalahannya adalah budaya patriarkhi yang berkelindan

yang ada pada semua stakeholder terkait dengan perempuan dan politik. Selain itu

pemahaman dan penafsiran agama serta tokoh agama juga menentukan

representasi perempuan di Kabupaten Bangkalan.

6.2. Saran

1 Masih diperlukan sosialisasi yang dilakukan oleh stakeholder yaitu partai

politik, tokoh agama, tokoh masyarakat serta masyarakat luas terkait pentingnya

keterlibatan perempuan pada Lembaga Legislatif. Dengan demikian aakan ada

perempuan mau dan menyiapkan dirinya untuk menjadi calon anggota Legislatif

yang berkualitas dan pada akhirnya dicalonkan oleh Partai Politik dan dipilih oleh

rakyat..

2. Stakeholder terkait perempuan politik harus lebih meningkatkan berbagai upaya

untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas perempuan kadernya di ranah politik

khususnya pada Lembaga Legislatif, baik melalui Partai Politik, Organisasi

Masyarakat, Komisi Pemilihan Umum, Lembaga Swadaya Masyarakat, agar

mempunyai empati terhadap masalah kemasyarakatan termasuk pembuatan

kebijakan berperspektif gender..

81

Page 88: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

DAFTAR PUSTAKABuku

Azed, Abdul Bari dan Makmur Amir 2006, Pemilu dan Partai Politik di Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.

Dicey, A.V. 1957. Introduction to the Study of Law of the Constitution, Mac Migan, LTD, London.

Gaussyah, 2011, Hak Memilih Anggota Polri Dalam Pemilihan Umum Untuk Mewujudkan Negara Indonesia Yang Demokratis, Universitas Indonesia. Jakarta.

Hartono, Sunaryati, 1976, Apakah The Rule of Law itu?Alumni. Bandung.

Hutchinson, Terry. 2002, Researching and Writing in Law, Pyramont NWS,

Irianto, Sulistyowati, 2012. Memperkenalkan Kajian Sosio Legal Dan Implikasi Metodologisnya, Kajian Sosio Legal, Pustaka Larasan.

Kairsy, David (ed). 1990. The Politics of Law, A Progressive Critique. New York: Pantheon Books.

Khaumarga, Dahnial.2003 Menuju supremasi Hukum Jurnal Law Review. Universitas Pelita Harapan.

Kligemann, Richard, Budge. 2005.Partai, Kebijakan & Demokrasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

LJ. van Appeldoorn. 1981, Pengantar Ilmu Hukum diterjemakan oleh Supomo, Pradnya Paramitha Jakarta.

Moleong,, Lexy J. 2007, Metodologi Penelitian Kulitatif, PT Remaja Rosda Karya. Bandung.

Miles, Mattew B dan Michael A Huberman, 1992, Qualitative Data Analisis, Terjemahan Tjejep Rohendi Rohidi, Universitas Indonesia, Jakarta.

Nonet, Philippe dan Philip Zelznick. 2007. Law and Society in Transition : Toward Responsive Law, Terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh Raisul Muttaqin, Hukum Responsif, Nusamedia, Bandung,

Nusantara, Abdul hakim Garuda, 1988, Politk Hukum Indonesia Jakarta YLBHI.

Patilima, Hamid. 2007. Metode Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung,

Soedarto, 1977,Hukum dan Hukum Pidana, Alumni. Bandung.

82

Page 89: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Soekanto, Soerjono dkk, 1988, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, PT Bina Aksara, Jakarta.

Soetjipto , Ani Widyani, 2001, Panduan Parlemen Indonesia.

Suteki, 2011, Satjipto Rahardjo dan Hukum Progresif, Urgensi dan Kritik, Epistema Institute, Jakarta.

Tambunan, A.S.S. 2002, Politik Hukum Berdasarkan UUD 1945, Puporis Publishers. Jakarta.

Wahyono, Padmo,1977 Ilmu Negara Suatu Sistematik dan Penjelasan 14 Teori Ilmu Hukum dari Jellinek, Melati Study Group. Jakarta,.

Weber, Max, 1977. The Theory of Social and Economic Organization, Oxford University Press. New York.

Jimly, Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Pusat Studi HTN UI, 2004.

Partisipasi Politik Perempuan dan Tata Pemerintahan yang Baik, Tantangan Abad 21. United Nations Development Programme, 2003, hlm 7

Dahnial Khaumarga. Menuju supremasi Hukum Jurnal Law Review. Universitas Pelita Harapan. 2003.

D Clayton & Faye J Crosby, Justice,Gender and affrirmative Action, dalam Ani Widyani Soetjipto, Panduan Parlemen Indonesia tahun 2001.

Ani Soetjipto, Politik Harapan: Perjalanan Politik Perempuan Indonesia Pasca Reformasi, Tangerang: Marjin Kiri, 2011.

Saskia Eleonora Weiringa. Sexual Slander and tge 1965/66 Mass Killings in Indonesia : Political and Methodological Considerations. Journal of Contamporary Asia. Routledge, New York & London . 2011.

General Soeharto has intervened and turned those defiant, seductive, dangerous and castrating women intp the very symbol of obedience and motherhood.”(Jenderal Soeharto mengintervensi para perempuan yang dianggap menyimpang, berbahaya, yang dituduh memotong [penis para jenderal] menjadi perempuan yang patuh.) Ibid.

Lihat David M.Trubeck, Toward a Social Theroy of Law: An Essay on the Study of Law and Development, dalam Yale LawJournal, Vol. 82, 1972, hal. 4-5; lihat, Donald Black, Sociological Justice, Oxford University Press, 1989..

83

Page 90: Laporan Kemajuan Penelitian Fundamental EDIT 2015.doc

Partisipasi Politik Perempuan dan Tata Pemerintahan yang Baik, Tantangan Abad 21. United Nations Development Programme, 2003.

Kligemann, Richard, Budge,Partai, Kebijakan & Demokrasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2005.

Riswanda Imawan, Dalam Materi Kuliah: Partai Politik, Pemilu, dan Legislasi Daerah, pada Program Sekolah Pasca Sarjana - Program Studi Ilmu Politik, Konsentarsi Politik Lokal dan Otonomi Daerah, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Banakar dan Travers dalam Sulistyowati Irianto, Memperkenalkan Kajian Sosio Legal Dan Implikasi Metodologisnya, Kajian Sosio Legal, Pustaka Larasan, 2012.

Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung : Alumni, 1977, hlm 13

Soerjono Soekanto dkk, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, PT Bina Aksara, Jakarta, 1988.

Sulistyowati Irianto, Memperkenalkan Kajian Sosio Legal Dan Implikasi Metodologisnya, Pustaka Larasan, Bali, 2011.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kulitatif, PT Remaja Rosda Karya. Bandung. 2007, hlm 103

Mattew B Miles dan Michael A Huberman, Qualitative Data Analisis, Terjemahan Tjejep Rohendi Rohidi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1992.

84