Analisis Fundamental HMSP

download Analisis Fundamental HMSP

of 19

Transcript of Analisis Fundamental HMSP

Analisa Fundamental PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk.

oleh Aryacipta Subandrio [email protected] 2011

1

Analisis IndustriIndustri Hasil Tembakau (IHT) sampai saat ini masih mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional terutama di daerah penghasil tembakau, cengkeh dan sentra sentra produksi rokok, antara lain dalam menumbuhkan industri/jasa terkait, penyediaan lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Dalam situasi krisis ekonomi, IHT tetap mampu bertahan dan tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), bahkan industri ini mampu memberikan sumbangan yang cukup signifikan dalam penerimaan negara. Dalam pengembangan IHT, aspek ekonomi masih menjadi pertimbangan utama dengan tidak mengabaikan faktor dampak kesehatan. Industri Hasil Tembakau mendapatkan prioritas untuk dikembangkan karena mengolah sumber daya alam, menyerap tenaga kerja cukup besar baik langsung maupun tidak langsung (10 juta orang) dan sumbangannya dalam penerimaan negara (cukai) tahun 2006 Rp. 42,03 triliyun sedangkan tahun 2007 sebesar Rp 43,54 triliun. Sesuai dengan kriteria yang ditetapkan seperti banyak menyerap tenaga kerja, menggunakan/ mengolah SDA dalam negeri dan memiliki potensi ekspor maka Industri tembakau dengan produksi utama rokok/ sigaret merupakan salah satu industri dalam kelompok industri makanan dan minuman yang memenuhi kriteria untuk dikembangkan. Namun demikian, IHT dewasa ini dihadapkan pada berbagai permasalahan antara lain isu dampak merokok terhadap kesehatan baik di tingkat global yang disponsori oleh WHO sebagaimana tertuang dalan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan di tingkat nasional pengendalian produk tembakau tertuang dalam PP No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Di samping itu, IHT juga dihadapkan pada masalah kebijakan cukai yang tidak terencana dengan baik, tidak transparan dan lebih berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan negara tanpa mempertimbangkan kemampuan industri rokok dan daya beli masyarakat ditambah dengan maraknya produksi dan peredaran rokok ilegal.

2

Kecenderungan Yang Akan Terjadi pada IHTHal-hal Pokok yang diatur dalam FCTC antara lain meliputi: 1. Penerapan pajak yang tinggi dengan tujuan kesehatan 2. Pelarangan penjualan produk tembakau kepada anak dibawah umur 3. Pelarangan penjualan rokok dalam batangan/dalam jumlah kecil

Penerapan pajak yang tinggi terhadap produk tembakau akan berdampak terhadap penurunan produksi dan konsumsi tembakau disamping itu akan mendorong peningkatan produksi dan peredaran rokok tanpa cukai (rokok ilegal) Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan adanya kampanye anti merokok diberbagai negara akan cukup efektif untuk mengatasi perkembangan industri rokok. Meskipun penjualan di Amerika dan Eropa Barat menurun, namun volume penjualan rokok di Asia dan Eropa Timur cenderung meningkat sebagai dampak perusahaan tersebut berhasil mendapatkan pangsa pasar yang signifikan terutama di negara-negara yang sedang berkembang yang mempunyai populasi aktif merokok. Perusahaan tersebut mengakuisisi industri rokok utama lokal dan mulai menawarkan produk-produk mulai dari merek lokal asli yang telah populer dan merek internasional yang telah dikenal luas. Adanya kecenderungan perusahaan rokok besar memperluas pasar-pasar baru terutama di negara yang belum berkembang karena di negara tersebut belum kuat gerakan anti merokok baik oleh pemerintah maupun organisasai non pemerintah. Perusahaan rokok besar mempunyai kecenderungan untuk membeli perusahaan rokok kecil yang tidak dapat bersaing dengan perusahaan besar yang mempunyai fasilitas modern. Kondisi ini menjadikan pasar global rokok hanya dikuasai oleh beberapa industri besar seperti Phillip Morris, Japan Tobacco International, Reemmstma. Disisi lain adanya pengaturan pengendalian tembakau secara global melalui FCTC berdampak terhadap pengembangan IHT di dalam negeri. Selanjutnya untuk pengembangan Industri Hasil Tembakau (IHT) di dalam negeri pemerintah bersama stakeholder terkait telah menyusun Roadmap IHT 2007-2020 dengan prioritas untuk jangka menengah (2010-2015) pada aspek penerimaan, kesehatan dan tenaga kerja

3

sedang untuk jangka panjang (2015-2020) aspek kesehatan menjadi prioritas yang lebih dibanding aspek penerimaan dan tenaga kerja. Disamping itu produksi rokok tahun 2020 dibatasi maksimal mencapai 260 milyar batang. Pengendalian tembakau secara global yang terkait dengan penerapan pajak yang tinggi terhadap produk tembakau akan berdampak terhadap penurunan produksi rokok dari sisi hilirnya dan penurunan permintaan tembakau dan cengkeh dari sisi hulunya.

Permintaan dan PenawaranProduksi rokok tahun 2000 sebesar 239,5 milyar batang terus mengalami penurunan sampai dangan tahun 2003 yang produksinya hanya mencapai 192,3 milyar batang atau turun rata-rata sebesar 7,01 % per tahun. Sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 produksi rokok mengalami kenaikan menjadi sebesar 231,0 milyar batang. Selanjutnya perilaku pasar per jenis rokok mengalami perubahan diantaranya sebagai berikut : 1. Sigaret Putih Mesin (SPM) dalam tahun 2000 mempunyai pangsa pasar sebesar 10,7% turun menjadi 7,0 % pada tahun 2009. 2. Sigaret Kretek Mesin (SKM) dalam tahun 2000 mempunyai pangsa pasar sebesar 50,3% naik menjadi 58 % pada tahun 2009. 3. Sigaret Kretek Tangan (SKT) dalam tahun 2000 mempunyai pangsa pasar sebesar 39% turun menjadi 37% pada tahun 2009.

Gambar 1. Perkembangan Pangsa Pasar Per Jenis Produk Tembakau

Sumber: Roadmap Pengembangan IHT, Departemen Perindustrian 2009

4

Peluang & AncamanPeluang

Berkembangnya teknologi olahan tembakau rendah tar dan nikotin Pengembangan pasar rokok rendah tar dan nikotin cukup besar baik domestik maupun ekspor Belum optimalnya penguasaan pasar terutama pasar negara-negara berkembang

Ancamanan Adanya pengawasan secara global terhadap tembakau dan olahannya melalui ketentuan FCTC Maraknya peredaran rokok illegal Tindakan proteksisionisme di beberapa negara tujuan ekspor, terutama di negara-negara maju.

Kerangka Pengembangan IHT

Sumber: Roadmap Pengembangan IHT, Departemen Perindustrian 2009

5

Analisis PerusahaanBisnisPada tahun 2010, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) menghasilkan kemajuan yang baik dalam kondisi persaingan yang ketat. Total volume penjualan tumbuh sejalan dengan volume produksi Indonesia, sehingga pangsa pasar tetap stabil. Penjualan bersih konsolidasi sebesar Rp43,4 triliun untuk tahun 2010, meningkat 11,3% dari Rp39,0 triliun yang dicapai di tahun 2009. Volume penjualan tahunan Perseroan tumbuh 3,9% menjadi 78,8 miliar batang. Di tengah persaingan yang ketat, Perseroan berhasil mempertahankan posisi nomor satu di industri rokok dengan pangsa pasar 29,1% di Indonesia.

Merek-merek unggulan HMSP tetap berada pada 10 merek rokok teratas di Indonesia dalam hal pangsa pasar. Kelompok merek premium Sampoerna A menghasilkan inovasi berupa A Flava, rokok pertama di Indonesia yang menawarkan dua rasa dalam satu rokok menggunakan kapsul di dalam filternya. Kelompok merek Sampoerna A, yang mencakup merek unggulan perseroan, yaitu A Mild, mempertahankan posisi sebagai merek rokok dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia. Kelompok merek Sampoerna A tumbuh sebanyak 1,1 miliar batang sehingga mencapai 31,6 miliar batang selama setahun penuh.

Selama tahun 2010, perseroan juga meluncurkan sejumlah produk baru pada pada segmen harga menengahbawah yang keseluruhan pangsa pasarnya tumbuh menjadi 43,4% pada 2010 dari 42,3% di tahun 2009. Perseroan meluncurkan Sampoerna PAS, merek sigaret kretek tangan di kelas harga terjangkau, dan Vegas Mild, merek sigaret kretek mesin di kelas harga yang sama pada segmen rendah tar rendah nikotin (Low-Tar Low-Nicotine / LTLN). Produk yang tersedia di Lampung dan seluruh kota di Jawa ini ditawarkan dengan harga jual eceran dan menghasilkan volume penjualan 711 juta batang pada 2010. Peluncuran Sampoerna PAS mendukung kelompok merek Sampoerna Kretek yang mencatat penurunan volume hanya sebesar 0,3 miliar batang pada 2010 dibandingkan dengan penurunan volume sebesar 2,1 miliar batang pada 2009.

6

Portofolio merek sigaret kretek tangan (SKT) unggulan Sampoerna, Dji Sam Soe, yang juga dikenal sebagai Rajanya Kretek menunjukkan peningkatan sebesar 0,4% menjadi 19,2 miliar batang, ditengah keseluruhan volume segmen SKT yang stabil. Pendapatan total yang dicapai oleh penjualan rokok SKT perseroan sebesar Rp19,4 triliun, meningkat 5,5% dibandingkan pencapaian tahun 2009 sebesar Rp18,4 triliun, terutama dari kelompok merek Dji Sam Soe dan Sampoerna Kretek. Penjualan kelompok merek Dji Sam Soe sebesar Rp14,1 triliun, tumbuh 7,7% pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2009 sebesar Rp13,1 triliun. Kelompok merek Dji Sam Soe menyumbangkan masingmasing 24,4% dan 30,4% dari volume dan nilai penjualan domestik di tahun 2010 dibandingkan 25,2% dan 31,4% di tahun 2009. Volume penjualan kelompok merek Sampoerna Kretek menurun 2,8% dari 10,5 miliar batang di tahun 2009 menjadi 10,2 miliar batang di tahun 2010. Kelompok merek Sampoerna Kretek menyumbangkan masing-masing 13,0% dan 10,5% dari volume dan nilai penjualan rokok domestik pada tahun 2010 dibandingkan 13,9% dan 11,7% di tahun 2009.

Penjualan Domestik 2010 Berdasarkan Jenis Merek

10.50% 13.20% Marlboro Sampoerna A 30.40% 40.40% U Mild Dji Sam Soe Sampoerna kretek

5.50%

Sumber: Laporan keuangan 2010, diolah

7

100.00%

Penjualan Berdasarkan Segmen Geografis 16.00%14.00% 12.00% 10.00% 8.00%

95.00%

90.00%

85.00%

6.00% 4.00% Domestik Luar 2.00% 0.00% 2005 2006 2007 2008 2009 2010

80.00%

75.00%

Sumber: Laporan keuangan, diolah

Pangsa Pasar HMSP35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% 2010Sumber: Laporan keuangan, diolah

2009

2008

2007

2006

2005

2004

8

Efektivitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Penjualan per karyawan (Rupiah)1,800,000,000 1,600,000,000 1,400,000,000 1,200,000,000 1,000,000,000 800,000,000 600,000,000 400,000,000 200,000,000 2004Sumber: Laporan keuangan, diolah

2005

2006

2007

2008

2009

2010

50,000 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 -

Perbadingan Jumlah Karyawan Tetap dengan Total Penjualan

45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000

Penjualan (miliar Rp) 2004 2005 2006 2007

jumlah karyawan 2008 2009 2010

5,000 -

Sumber: Laporan keuangan, diolah

9

Risiko dan Manajemen RisikoUsaha Perseroan tidak terlepas dari risiko-risiko yang timbul dari pengaruh berbagai faktor eksternal dan internal. Faktor-faktor eksternal tersebut antara lain: Perubahan yang signifikan atas sistem cukai dan perubahan signifikan pada regulasi industri rokok di Indonesia Kondisi ekonomi, sosial dan politik Persaingan usaha Perubahan selera dan kesukaan perokok dewasa Rokok palsu dan/atau selundupan Melemahnya Rupiah terhadap mata uang asing Kenaikan tingkat suku bunga Risiko-risiko lainnya antara lain meliputi tuntutan hukum, kegagalan peluncuran produk baru, dan fluktuasi harga tembakau, cengkih dan bahan baku lainnya. Perseroan senantiasa berusaha mengurangi risiko usaha melalui lingkungan pengendalian internal yang kuat, penyusunan rencana tak terduga dan perlindungan asuransi. Selama tahun 2010, tidak ada tuntutan hukum yang mempengaruhi hasil usaha Perseroan secara signifikan.

10

ManajemenStruktur Orginasisai 2010

Sumber: Laporan keuangan 2010

Gaji & Kompensasi2004 Jumlah direktur & komisaris Total gaji & kompensasi (miliar Rp) Rata-rata gaji & kompensasi (miliar Rp)Sumber: Laporan keuangan, diolah

2005 13 166.1 12.78

2006 10 26.6 2.66

2007 11 35.7 3.25

2008 10 79.5 7.95

2009 10 66.5 6.65

2010 11 41.7 3.79

13 202.4 15.57

11

Finansialdalam miliar Rupiah Laporan Neraca (Simplified) Aktiva Lancar Aktiva Tidak Lancar Jumlah Aktiva

20016,762 1,943 9,471

20026,984 1,745 9,817

20036,956 2,140 10,198

20048,835 2,176 11,699

20058,729 2,399 11,935

20069,432 3,228 12,660

200711,056 4,625 15,681

200811,037 5,097 16,134

200912,689 5,077 17,716

201015,769 4,756 20,525

Kewajiban Lancar Kewajiban Jangka Panjang Jumlah Kewajiban Minority Interest Modal Saham Saldo Laba Jumlah Ekuitas Jumlah Pasiva Laporan Rugi Laba (Simplified) Pendapatan Beban pokok pendapatan Pendapatan Kotor Beban Operasional Laba Operasional Beban dan Pendapatan Lain Laba Sebelum Pajak Penghasilan Laba Bersih Saldo Lain-lain Belanja Modal Biaya Depresiasi & Amortisasi

2,673 2,407 5,080 229

2,084 2,338 4,422 194

1,710 2,488 4,198 232

3,872 2,651 6,523 317 1,009 3,850

5,117 1,996 7,113 246 1,038 3,538 4,576 11,935

5,613 1,260 6,873 93 1,036 4,658 5,694 12,660

6,213 1,401 7,614 3 1,075 6,989 8,064 15,681

7,642 442 8,084 2 1,109 6,939 8,048 16,134

6,747 503 7,250 4 1,065 9,397 10,462 17,716

9,779 531 10,310 1 1,080 9,134 10,214 20,525

4,162 9,471

5,201 9,817

5,768 10,198

4,859 11,699

200114,067 9,994 4,073 1,420 2,653 435 2,218 955

200215,129 10,542 4,587 1,860 2,727 160 2,567 1,671

200314,675 10,153 4,522 2,129 2,393 194 2,199 1,407

200417,647 11,840 5,807 2,624 3,183 124 3,059 1,992

200524,660 17,439 7,221 3,281 3,940 215 3,725 2,383

200629,545 21,092 8,453 3,278 5,175 (170) 5,345 3,530

200729,788 21,026 8,762 3,177 5,585 240 5,345 3,624

200834,680 24,695 9,985 3,760 6,225 428 5,797 3,895

200938,972 27,744 11,228 3,963 7,265 52 7,213 5,087

201043,382 30,726 12,656 3,945 8,711 (37) 8,748 6,421

327 256

766 368

752 297

1,337 303

1,124 443

608 556 390

12

Rasio FinansialFinancial Ratio Return on Equity (ROE) Return on Asset (ROA) Debt to Equity (DER) % gross profit % SGA exp Depreciation Tax Capex / net income Net income / sales Historical upward net income / sales Growth on retain earning (saldo laba) growth retain earning every years Criteria (based on Buffettology, 2008) > 20% for competitive durable company > 10% for competitive durable company < 0.80 for competitive durable company gross profit > 40% for durable competitive advantage 30% - 80% gross profit for durable competitive advantage < 10% gross profit tax ratio in Indonesia 25% - 30% < 50% for competitive durable company > 20% for competitive durable company

2001Return on Equity(ROE) Return on Asset (ROA) Debt to Equity (DER) % gross profit % SGA exp Depreciation Tax Capex / net income Net income / sales Historical upward net income / sales Growth on retain earning (saldo laba)

200232.13% 17.02% 0.85 30.32% 18.02% 34.90% 11.05%

200324.39% 13.80% 0.73 30.81% 16.31% 36.02% 9.59%

200441.00% 17.03% 1.34 32.91% 18.04% 5.63% 34.88% 16.42% 11.29%

200552.08% 19.97% 1.55 29.28% 15.98% 10.61% 36.03% 32.14% 9.66%

200662.00% 27.88% 1.21 28.61% 17.52% 8.90% 33.96% 21.30% 11.95%

200744.94% 23.11% 0.94 29.41% 18.75% 15.26% 32.20% 36.89% 12.17%

200848.40% 24.14% 1.00 28.79% 17.95% 11.26% 32.81% 28.86% 11.23%

200948.62% 28.71% 0.69 28.81% 18.64% 5.42% 29.47% 11.95% 13.05%

201062.86% 31.28% 1.01 29.17% 20.08% 0.55% 26.60% 1.07% 14.80%

average43.94% 21.30% 1.06 29.71% 18.01% 8.23% 35.38% 21.23% 11.16%

22.95% 10.08% 1.22 28.95% 18.86% 56.94% 6.79%

X X X X X

Piotroski F-Score Piotroski F-Score merupakan kriteria untuk menilai kondisi fundamental perusahaan yang memiliki Book to Market (BM) value yang tinggi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa BM value adalah kebalikan dari Price to Book ratio (P/BV ratio). Secara intuitif, BM value yang tinggi menunjukkan bahwa suatu ratio) sahamnya tidak diapresiasi oleh pasar dengan harga yang tinggi. Piotroski menemukan bahwa biasanya saham dengan BM value yang tinggi berada dalam kondisi keuangan yang tidak begitu bagus.

13

Piotroski memberikan sembilan kriteria scoring untuk suatu saham. Data inputnya dengan mudah dapat diperoleh dari laporan keuangan sehingga relatif mudah untuk dihitung. Saham yang lolos pada kriteria tertentu akan diberikan skor 1. Dengan demikian skor maksimum untuk Piotroski F-Score adalah 9. Saham-saham dengan skor 8-9 dapat dikatakan memiliki kondisi keuangan yang cukup kuat sedangkan saham dengan skor 1-2 cenderung memiliki kondisi keuangan yang lemah. Untuk setiap kriteria yang berhasil dipenuhi, berikan nilai 1. 1. 2. 3. 4. 5. Net Income: Berikan skor 1 apabila net income positif. Operating Cash Flow: Berikan skor 1 apabila operating cash flow positif. Return On Assets: Berikan skor 1 apabila ROA lebih tinggi daripada ROA tahun sebelumnya. Quality of Earnings: Berikan skor 1 apabila operating cash flow lebih besar daripada net income. Long-Term Debt vs. Assets: Berikan skor 1 apabila rasio long-term debt to assets lebih rendah dari tahun sebelumnya. (Skor 1 juga diberikan apabila tidak memiliki utang walaupun aset meningkat). Current Ratio: Berikan skor 1 apabila current ratio meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Shares Outstanding: Berikan skor 1 apabila jumlah saham beredar tidak lebih besar dibandingkan dengan tahun sebelumnya Gross Margin: Berikan skor 1 apabila gross margin lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Asset Turnover: Berikan skor 1 apabila pertumbuhan penjualan lebih tinggi daripada pertumbuhan aset (asset turnover lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu). Test Apakah net income positif? Apakah operating cash flow positif? Apakah ROA lebih tinggi daripada tahun sebelumnya? Apakah operating cash flow > net income? Apakah long-term debt to assets lebih rendah dari tahun sebelumnya? Apakah current ratio lebih tinggi dari tahun sebelumnya? Apakah tidak ada pertambahan jumlah saham beredar? Apakah gross margin lebih tinggi dari tahun sebelumnya? Apakah asset turnover lebih tinggi dari tahun sebelumnya? F-score Y/T Y Y Y Y Y T Y Y T Skor 1 1 1 1 1 0 1 1 0 7

6. 7. 8. 9.

no Kriteria 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Net Income Operating Cash Flow Return on Assets Quality of Earnings Long term Debt Vs Assets Curren Ration Shares outstanding Gross Margin Asset turnover

14

Perbandingan Rasio FinansialAnalisis DupontKode Saham GGRM HMSP RMBA Saham Gudang Garam Tbk Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk Bentoel International Inv. Tbk Tax Effect 0,73 0,73 0,59 Non Operating Factors 0,97 1,00 0,72 Operating Margin 15,54% 20,08% 5,72% Asset Turnover 1,23 2,11 1,82 Financial Leverage 1,45 2,01 2,30 ROE 19,56% 62,87% 10,27%

Sumber: laporan keuangan 2010, diolah

Metode Dupont merupakan suatu metode yang dikembangkan untuk melihat darimana laba bersih suatu perusahaan berasal sehingga dapat melihat apakah pertumbuhan laba tersebut bersifat berkelanutan atau tidak. Secara umum, metode Dupont mengukur 5 rasio yang mendasari pertumbuhan laba bersih perusahaan antara lain: 1. Tax Effect yang dihitung menggunakan rumus Earning After Tax (EAT) dibagi Earning Before Tax (EBT). Berdasarkan tarif umum pajak penghasilan atas perusahaan korporasi di Indonesia yang berkisar antara 20% - 30%, maka rasio yang wajar untuk ini adalah berkisar antara 0.8 hingga 0.7. Maka berdasarkan hasil analisis ketiga saham produsen rokok yang terdapat di BEI,GGRM & HMSP masuk dalam kategori wajar. Sedangkan RMBA tergolong tidak wajar karena tarif pajak yang harus dibayar mencapai 41% (1-0,59). 2. Non Operation Effect yang dihitung menggunakan rumus Earning Before Tax (EBT) dibagi dengan Earning Before Interest and Tax (EBIT). Rasio ini bertujuan untuk menghitung seberapa besar kontribusi biaya dan penghasilan yang sifatnya non operasional terhadap keuntungan perusahaan. Rasio yang ideal untuk Non Operation Effect bukan besar atau kecil, akan tetap idealnya adalah mendekati 1. Rasio yang lebih besar dari 1 menunjukkan perusahaan memiliki pendapatan di luar kegiatan operasional perusahaan. Jika dilihat berdasarkan hasil, HMSP memiliki keunggulan dalam rasio dengan skor 1, diikuti GGRM dengan skor 0,97 dan RMBA dengan skor 0,72. 3. Operating Margin yang dihitung menggunakan rumus Operating Profit dibagi Sales. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin besar pula margin yang diperoleh perusahaan dalam setiap kegiatan penjualannya. Rasio ini hanya memperhitungkan hal yang sifatnya operasional. Jika dilihat berdasarkan hasil, sekali lagi, HMSP memiliki keunggulan dalam rasio dengan skor 20,08%, diikuti GGRM dengan skor 15,54% dan RMBA dengan skor 5,72%.

15

4. Sales Turnover yang dihitung menggunakan rumus Sales dibagi dengan Total Asset. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan perusahaan memiliki kemampuan menjual yang sangat bagus. Besaran rasio ini biasanya berbeda antara perusahaan berbasis jasa dengan perusahaan berbasis produksi. Untuk perusahaan berbasis jasa, rasio ini umumnya lebih dari 1 sementara untuk produksi lebih kecil dari 1. Cara yang paling baik adalah membandingkan rasio untuk perusahaan sejenis. Pada rasio ini, berdasarkan hasil analisis, HMSP juga memiliki rasio yang tertinggi sebesar 2,11. Diikuti RMBA sebesar 1,82 dan GGRM sebesar 1,23. 5. Financial Leverage yang dihitung menggunakan rumus Total Asset dibagi dengan Total Equity. Total Equity yang digunakan adalah total ekuitas berdasarkan nilai buku. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar pula hutang yang diambil oleh perusahaan. Pada rasio ini, GGRM memiliki nilai paling baik sebesar 1,45, kemudia HMSP sebesar 2,01 dan RMBA sebesar 2,3.

Cash BurnCash flow merupakan bensin bagi suatu perusahaan. Tanpa adanya asupan cash flow, perusahaan tidak akan dapat beroperasi dengan sempurna. Jika suatu perusahaan menghabiskan uang lebih cepat daripada menghasilkan uang dari bisnisnya maka perusahaan tersebut dikatakan melakukan cash burning atau gampangnya lebih besar pasak daripada tiang. Sama seperti kita juga, apabila pengeluaran lebih besar daripada pemasukan, maka kita akan mendapatkan masalah di kemudian hari. Perusahaan yang laba bersihnya positif belum tentu cash flow-nya juga positif. Pendapatan dicatat ketika terjadi penjualan. Namun apabila pembayarannya secara kredit, tidak ada cash flow yang masuk. Penjualan tersebut akan tercatat ke dalam account receivable (piutang usaha) dan tidak menambah cash flow. Sebagai contoh katakanlah perusahaan membukukan penjualan secara kredit sebesar Rp 10 miliar. Setelah dikurangi dengan segala macam biaya, didapatkan laba bersih sebesar Rp 1 miliar. Perusahaan akan mencatat laba bersihnya adalah sebesar Rp 1 miliar. Karena penjualannya secara kredit, maka tidak ada cash flow yang masuk. Kasus tersebut memang cukup ekstrim karena biasanya tidak semua penjualan dilakukan secara kredit. Meskipun begitu, kita mengetahui bahwa laba bersih yang tinggi tidak menjamin bahwa cash flow perusahaan sehat. Analisis terhadap cash flow akan membantu kita untuk mendeteksi apakah suatu perusahaan berpotensi menjadi cash burner.

16

Aspek lainnya yang dapat membantu kita untuk mendeteksi adanya cash burning adalah working capital. Working capital adalah selisih antara current asset dengan current liabilities atau biasa disebut dengan modal kerja. Idealnya, suatu perusahaan memiliki working capital positif yang memberikan indikasi bahwa perusahaan tersebut akan mampu memenuhi seluruh kewajiban jangka pendeknya. Perusahaan yang memiliki working capital negatif tentu saja harus berusaha untuk mencari dana segar untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Sumber dana yang paling sehat tentu saja adalah operating cash flow. Berdasarkan operating cash flow dan working capital, kita dapat mengkategorikan perusahaan menjadi empat jenis:

Cash Burn pada saham-saham perusahaan rokok yang terdapat di Bursa Efek Indonesia Current Asset 3,053,134 22,908,293 15,768,558 Current Liabilities 1,221,291 8,481,933 9,778,942 Net Working Capital 1,831,843 14,426,360 5,989,616 Cash Flow from Operations 563,862 2,872,598 7,059,975 Working Capital Cash Flow

RMBA GGRM HMSP

+ + +

+ + +

Safe

Sumber: laporan keuangan 2010, diolah

17

Valuasi

Analisis Discounted Cash FlowAsumsiTarif pajak CAGR Beban pokok terhadap pendapatan Beban operasional terhadap pendapatan Aktiva tetap terhadap pendapatan Depresiasi terhadap asset tetap Aktiva lancar terhadap pendapatan Kewajiban lancar terhadap pendapatan 25.00% 13.33% 70.43% 11.43% 12.46% 10.10% 36.46% 20.63%

Perhitungan Free Cash Flow to Firm EBIT x (1-tax)Depreciation & Amortitation Capital Expenditure Perubahan Net Working Capital

2011F 6,687 619 1,987 1,792 3,527

2012F 7,579 701 1,517 1,037 5,725

2013F 8,589 794 1,720 1,176 6,488

2014F 9,734 900 1,949 1,332 7,353

2015F 11,031 1,020 2,209 1,510 8,333

2016F 12,502 1,156 2,503 1,711 9,444

Free Cash Flow To Firm Dalam miliar Rupiah

WACC (Weighted Average Cost of Capital) Cost of Debt Kupon obligasi Cost Of Equity Expected Return Market Risk Free Beta HMSP Biaya Modal Kewajiban / Total Aset Ekuitas / Total Aset WACC 10.75% 20.00% 7.25% 0.431 12.75% 50.23% 49.64% 11.74% rate kupon obligasi yang pernah dikeluarkan yang jatuh tempo pada Oktober 2009 Rata-rata Return IHSG jangka panjang SBI 9 Bulan Data Bloomberg

Terminal Cash FlowLast Cash Flow Terminal Growth WACC Terminal Cash Flow 9,444 6.00% perkiraan pertumbuhan ekonomi ke depan 11.74% 174,329 18

Entreprise ValueTahun 1 2 3 4 5 6 CF 3,527 5,725 6,488 7,353 8,333 9,444 Terminal CF Total CF 3,527 5,725 6,488 7,353 8,333 183,773 PV @ WACC 0.894916 0.800874 0.716714 0.641399 0.573998 0.513680 Entreprise Value Cash and equivalent Long Term Debt Equity Value Shares Outstanding PV CF 3,156 4,585 4,650 4,716 4,783 94,400 116,291 3,210 531 118,970 4,383,000,000

174,329

Fair ValueHarga 14 Juli 2011 Return Wajar

27,143.5829,400.00 -7.67%

19