Laporan Kasus THT

35
Laporan Kasus OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT FK Unsyiah/ RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Oleh: M Rasyid Ridho Ifanda Nurul Hidayat Faizul Giffari Gazawali Hafizh Arief Anggi Fathanah Br H Pembimbing Dr. Novina Rahmawati, M. Si. Med., Sp. THT-KL i

description

Laporan Kasus THT

Transcript of Laporan Kasus THT

Laporan Kasus

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik SeniorPada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT FK Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Oleh:

M Rasyid RidhoIfanda Nurul HidayatFaizul Giffari GazawaliHafizh AriefAnggi Fathanah Br H

PembimbingDr. Novina Rahmawati, M. Si. Med., Sp. THT-KL

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN THTFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALARSU Dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Otitis Media Supuratif Kronik. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah saw. yang telah membawa umat manusia ke masa yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.Referat ini merupakan salah satu tugas dalam menjalankan kepanitraan Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Novina Rahmawati, M. Si. Med., Sp. THT-KL yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak terhadap referat ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.

Banda Aceh, April 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN JUDULi

KATA PENGANTARii

DAFTAR ISIiii

BAB I PENDAHULUAN1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA22.1. Definisi22.2. Etiologi22.3. Patofisiologi32.4. Klasifikasi42.5. Diagnosis62.6. Tatalaksana82.7. Komplikasi92.8. Prognosis10

BAB III LAPORAN KASUS113.1. Identitas pasien113.2. Anamnesis113.3. Pemeriksaan Fisik123.4. Pemeriksaan Penunjang143.5. Diagnosis153.6. Tatalaksana153.7. Prognosis16

BAB IV PEMBAHASAN17

BAB V PENUTUP19

DAFTAR PUSTAKA20

4

iii

BAB IPENDAHULUAN

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah peradangan kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani disertai sekret yang keluar dari telinga tengah secara terus menerus atau hilang timbul selama lebih dari 2 bulan.Hal ini disebabkan oleh faktor higiene yang kurang, faktor sosioekonomi, gizi yang rendah, kepadatan penduduk, serta masih adanya kesalahpahaman masyarakat terhadap penyakit ini sehingga mereka tidak berobat sampai tuntas. Komplikasi ini bisa hanya otorrhea yang menetap, mastoiditis, labirinitis, paralisis saraf fasialis sampai pada komplikasi serius seperti abses intrakranial atau thrombosis.1,2Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan penyakit infeksi telinga tengah dan sangat sering terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, penyakit OMSK dikenal dengan istilah congek, kopok, toher, curek, teleran, atau telinga berair. Angka kejadian OMSK di negara berkembang sangat tinggi dibandingkan dengan negara maju. Prevalens OMSK di Indonesia secara umum adalah 3,9%. Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak dan jarang dimulai setelah dewasa. OMSK terjadi karena terjadi Otitis Media Supuratif Akut (OMSA) gagal mengalami penyembuhan sempurna. Beberapa faktor yang menyebabkan OMSK menjadi kronik adalah gangguan fungsi tuba Eustachius yang kronis, perforasi membran timpani yang menetap, adanya perubahan patologik yang menetap di telinga tengah, dan obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. 3Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna karena terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik. Penyakit OMSK ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah kronis ini dapat berganda, gangguan pertama berhubungan dengan infeksi telinga tengah yang terus menerus (hilang timbul) dan gangguan kedua adalah kehilangan fungsi pendengaran yang disebabkan kerusakan mekanisme hantaran suara dan kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan infeksi langsung.3

18

17

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1. 2. 2.1. DefinisiOtitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel udara tulang mastoid. Otitis media dapat terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa. Infeksi kronis di telinga tengah dapat menyebabkan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul.5Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah radang kronik telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan yang terjadi terus-menerus atau hilang timbul.Dalam kurun waktu lebih dari 2 bulan, diperkirakan sudah terdapat kerusakan dan terjadi kelainan patologik yang ireversibel, yang dapat ditandai dengan menurunnya fungsi pendengaran. Pada otitis media tipe ini, sekret yang dihasilkan dapat berupa sekret purulen, serosa, maupun mukoid.5,67

2.2. EtiologiFaktor-faktor yang menyebabkan otitis media supuratif kronik antara lain6:1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis8 akibat:a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.b. Obstruksi anatomik tuba eustachius parsial/total2. Perforasi membran timpani yang menetap3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah.4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi (timpanosklerosis).5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum, atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

2.3. PatofisiologiOMSK dibagi dalam 2 jenis, yaitu benigna atau tipe mukosa, dan maligna atau tipe tulang. Berdasarkan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif juga dikenal tipe aktif dan tipe inaktif atau tipe tenang.3Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa dan tidak mengenai tulang, jarang menimbulkan komplikasi berbahaya, dan tidak terdapat kolesteatom.. Sedangkan pada OMSK tipe maligna, peradangan yang terjadi dapat mendestruksi tulang pendengaran dan disertai dengan kolesteatom.3Tipe perforasi pada membran timpani juga dapat membantu menentukan jenis OMSK yang terjadi. Berdasarkan letaknya, perforasi membran timpani dibagi menjaditipe sentral, marginal, atau atik. Pada tipe sentral, perforasi terjadi di pars tensa. Pada perforasi tipe marginal, perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulcus timpanikum. Sedangkan pada tipe atik,perforasi terjadi pada pars flaksida.9,10Pada dasarnya, telinga tengah adalah bagian organ telingan yang steril. Meskipun terdapat mikroorganisme di nasofaring dan faring, proses fisiologis tubuh melalui fungsi silia pada tuba eustachius mencegah mikroorganisme tersebut masuk ke dalam telinga tengah. Turunnya fungsi tuba eustachius yaitu fungsi ventilasi, fungsi drainase, dan fungsi proteksi dapat terganggu oleh karena adanya oklusi yang terjadi. Oklusi pada tuba eustachius dapat terjadi oleh karena peradangan maupun tumor. Peradangan umumnya terjadi akibat infeksi maupun mekanisme alergi.3,10Infeksi pada telinga tengah yangterjadi secara akut disebut otitis media akut. Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi menjadi 5 stadium, yaitu stadium oklusi tuba eustachius, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi, dan stadium resolusi. Otitis media akut yang tidak ditangani dengan baik yang ditandai dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul disebut sebagai otitis media supuratif kronik.3

2.4. Klasifikasi2.4.1. Otitis Media Supuratif Kronik Benigna3OMSK tipe benigna merupakan tipe aman. Proses peradangan terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak terdapat kolesteatom.9Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk, ketika pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan antibiotiklokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.11Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit.2Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan sisa pada bagian tepinya3. Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada mukosa sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid da setelah satu atau dua kali pengobatan local abu busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari perforasi besar tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.12

2.4.2. Otitis Media Supuratif Kronik MalignaOMSK tipe maligna merupakan tipe bahaya. OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Perforasi terletak pada marginal atau di atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma dengan perforasi subtotal. Komplikasi yang timbul dapat menjadi lebih fatal. Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna putih mengkilat.5,9Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom.3Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Proses deskuamasi yang terus menerus terjadi berakibat pada bertambahnya ukuran kolesteatom. Kolesteatom dapat muncul akibat terperangkapnya epitel mukosa membran timpani dan cavum timpani yang terlepas. Kolesteatom dibagi atas 2 jenis, yaitu kolesteatoma kongenital dan kolesteatoma akuisital. Kolesteatom kongenital terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga dengan membran timpani utuh tanpa adanya tanda infeksi. Sedangkan kolesteatom akuisital terbagi atas 2, yaitu kolesteatoma akuisital primer yang tejadi akibat proses invaginasi lapisan mukosa membran timpani oleh karena adanya tekanan negatif dalam kavum timpani, dan kolesteatom akuisital sekunder yang terbentuk setelah perforasi membran timpani. Pada kolesteatom akuisital sekunder, kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel telinga ke dalam kavum timpani ataupun akibat metaplasia epitel mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama.3,13

2.5. DiagnosisUntuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan kliniksebagaiberikut :1. Pemeriksaan AudiometriPada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, Brady, dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan (audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yangekivalen dengan skala ANSI 1969.14Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 196914: Normal: -10 dB sampai 26 dB Tuli ringan: 27 dB sampai 40 dB Tuli sedang: 41 dB sampai 55 dB Tuli sedang berat: 56 dB sampai 70 dB Tuli berat: 71 dB sampai 90 dB Tuli total: lebih dari 90 dB.Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu:a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB.b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif30-50 dB apabila disertai perforasi.c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.e. Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.

2. Pemeriksaan RadiologiPemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah:a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakantulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.

2.6. TatalaksanaPrinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kartikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu penulis menganjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat.11Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.2Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu melakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.10Prinsip terapi OMSK tipe maligna ialah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanopplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.10Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus adantrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis. Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.Terapi pada OMSK sering lama dan harus berulang-ulang karena:1. Adanya perforasi membran timpani yang permanen2. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal3. Telah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid4. Gizi dan kebersihan yang kurang

2.7. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi akibat OMSK diantaranya9,10: Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan atau ketulian. Mastoiditis Cholesteatoma Abses apidural Paralisis wajah Labirin titis Paralisis nervus fasialis fistula labirin labirinitis labirinitis supuratif petrositis tromboflebitis sinus lateral abses ekstra dural abses subdural meningitis abses otak hidrosefalus otitis

2.8. PrognosisBiasanya OMSK berespon terhadap terapi dapat terjadi dalam beberapa bulan. Biasanya kerusakan bukan merupakan suatu ancaman bagi kehidupan penderita tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan dapat berakhir dengan komplikasi yang serius.

BAB IIILAPORAN KASUS

3.1. Identitas PasienNama: Tn. NUmur: 49 tahunJenis kelamin: Laki-lakiPekerjaan: Pegawai negeri sipilAlamat: LambaroSuku: AcehNo. CM:1-00-75-58Tanggal masuk:20-04-2015Tanggal pemeriksaan:20-04-2015

3.2. Anamnesis3.3. 3.1. 3.2. 3.2.1. Keluhan utamaKeluar cairan dari telinga kanan

3.2.2. Keluhan tambahanTelinga berdengung, nyeri telinga, dan sakit kepala.

3.2.3. Riwayat penyakit sekarangPasien datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan sejak 2 minggu yang lalu. Telinga mengeluarkan cairan berwarna putih, kental, berbau disangkal, jumlah sedikit, hilang timbul, tidak ada yang memperberat maupun yang memperingan. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala sebelah kanan dan telinga kanan berdengung (+). Batuk (), kepala pusing berputar (), demam ().

3.2.4. Riwayat penyakit dahuluPasien pernah mengeluarkan cairan putih kehijauan dan tidak berbau 4 tahun yang lalu dari telinga kanan dan dianjurkan untuk dilakukan tindakan operasi,namun pasien menolak.

3.2.5. Riwayat penyakit keluargaKeluarga pasien tidak ada yang mengeluhkan keluhan yang serupa. Riwayat atopi pada keluarga disangkal.

3.2.6. Riwayat penggunaan obatPasien mengonsumsi obat namun dari dokter spesialis, namun pasien tidak mengingat nama obatnya.

3.2.7. Riwayat kebiasaan sosialPasien merokok sebanyak 2 bungkus sehari.

3.4. Pemeriksaan Fisik3.5. 5.1. 5.2. 1. 2. 3. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.4.1. Vital signKesadaran: Kompos mentisTekanan darah: 120/70mmHgLaju nadi: 82 kali/menitLaju pernapasan: 20 kali/menitSuhu tubuh: 36,7 C

3.4.2. Status lokalis1. TelingaDekstraSinistra

PreauricularTragus sign (-)Tragus sign (-)

CAELapangLapang

SerumenTidak adaTidakada

SecretAda, jernihTidakada

Membrane timpaniPerforasi di atikIntak

Reflex cahayaTidak adaArah jam 7

RetroauricularFistel (-), abses (-)Fistel (-), abses (-)

2. Hidung (Rhinoskopi anterior)DekstraSinistra

MukosaHiperemis (-)Hiperemis (-)

SecretTidakadaTidakada

MassaTidakadaTidakada

Konka inferiorEutrofiEutrofi

Septum nasiDeviasi (-)Deviasi (-)

PasaseudaraLancarLancar

3. OrofaringDekstraSinistra

TonsilT1T1

KriptaTidak adaTidak ada

DetritusTidakadaTidakada

PerlengketanTidakadaTidakada

SikatrikTidakadaTidakada

FaringDekstraSinistra

MukosaMerah mudaMerah muda

GranulTidak adaTidakada

BulgingTidakadaTidakada

Reflex muntahNormalNormal

Arkus faringSimetrisSimetris

UvulaSimetrisSimetris

4. MaksilofasialDekstraSinistra

LetakSimetrisSimetris

Parese N. kranialis VIITidakadaTidakada

MassaTidak adaTidakada

HematomTidakadaTidakada

3.6. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 9 Maret 2015CT Scan Temporal Non Kontras

Tampak perselubungan air cell mastoid kanan dan kiri Tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus, stapes) dan kokhlea intak, tidak tampak destruksi Canalis akustikus internus baikKesan: mastoiditis bilateral

Tanggal 23 Maret 2015Foto Rontgen Thoraks PA

Cor: bentuk dan ukuran normal Pulmo: tak tampak kelainan Sinus costophrenicus kanan dan kiri tajamKesimpulan: foto thoraks normal

Pemeriksaan AudiometriRata-rata ambang pendengaran AD: 47,5 dBRata-rata ambang pendengaran AS: 60 dB

3.7. DiagnosisOtitis media supuratifkronik tipe maligna dextra

3.8. Tatalaksana1. OperatifMastoidektomi radikal (21 April 2015)Laporan operasi: Pasien ditidurkan dalam posisi supine dengan general anestesi Dilakukan disinfeksi pada area operasi dengan menggunakan povidone iodine kemudian ditutup dengan duk steril Dilakukan penandaan insisi oada retro aurikular Infiltrasi menggunakan pehacain pada daerah yang akan diinsisi Insisi dilakukan pada +/- 5mm dari sulkus retroaurikular dextra Insisi tangensial ke arah liang telinga Pengambilan graft dari fascia temporalis superfisial Dibuat anterior base flap Dilakukan pengeboranpada dinding MAE posterior Evaluasi perfotrasi, perforasi di cistic Elevasi membran timpani dan anulus, tampak os maleus mobile, tampak jaringan granulasi, dibersihkan, tamoak erosi pada stapes Dilakukan graft pada membran timpani, difiksasi dengan sponge gel Menutup luka dengan Polysorb 4.0 dan Surgipro 4.0 Dilakukan dressing luka dengan Sofratulle dan dilapisi kasa Tindakan selesai

Instruksi post-operasi Evaluasi berkala vital sign dan parese N. Kranialis VII Diet M II IVFD RL 20gtt/menit Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam Inj. Ketorolac 3% 1 amp/8 jam

2. Edukasi Menghindari masuknya air dalam telinga Tidak membersihkan telinga dengan cotton bud terlalu dalam

3.9. PrognosisQuo ad vitam: dubia ad malamQuo ad functionam: dubia ad malamQuo ad sanactionam: dubia ad bonam

BAB IVPEMBAHASAN

Otitis media merupakan peradangan yang terjadi pada telinga tengah. Dalam hal ini, ada empat organ yang menjadi organ target infeksi yaitu membran timpani, cavum timpani, tulang mastoid, dan tuba eustachius. Otitis media bermula dari adanya gangguan pada tuba eustachius berupa oklusi tuba yang dapat disebabkan oleh adanya infeksi, reaksi alergi, maupun trauma telinga.3Gangguan pada tuba eustachius selanjutnya akan menganggu fungsi ventilasi, fungsi drainase, dan fungsi proteksi dari tuba itu sendiri. Keluhan telinga yang dialami pasien berawal sejak kurang lebih 6 tahun yang lalu. Pasien awalnya merasakan nyeri pada telingan kanan yang diikuti oleh rasa berdengung.Pasien tidak mengingatadanya infeksi tenggorokan sebelumnya yang mendahului keluhan telinga nyeri dan berdengung. Pasien menyangkal ada riwayat trauma pada telinga sebelumnya. Adanya riwayat alergi juga disangkal oleh pasien.Nyeri yang dirasakan pasien dapat terjadi oleh karena proses peradangan [ada telinga tengah itu sendiri. Nyeri dapat pula terjadi oleh karena adanya nyeri pada organ lain yang dipersarafi oleh Nervus Kranialis V, IX, dan X dan menyebabkan nyeri alih pada bagian telinga tengah seperti tonsilitis, infeksi gigi, infeksi tenggorokan, dan gangguan pada sendi rahang. Dari hasil anamnesis, tidak ditemukan adanya riwayat gangguan pada organ-organ yang telah disebutkan yang memungkinkan terjadinya nyeri pada telinga tengah. Dari hal ini, dapat disimpulkan bahwa nyeri berasal dari telinga tengah itu sendiri.Rasa berdengung yang dirasakan pasien dapat terjadi oleh karena peningkatan aliran darah pada A. Carotis Interna. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap adanya infeksi pada telinga. Rasa berdengung juga dapat terjadi oleh karena oklusi pada tuba eustachius yang menyebabkan gangguan pada fungsi ventilasi, sehingga terjadi sensasi berdengung.Oklusi pada tuba eustachius menyebabkan gangguan drainase telinga tengah. Gangguan drainase akan menyebabkan terjadinya penumpukan cairan pada telinga tengah. Kemudian, oklusi yangterjadi pada telinga tengah juga mengakibatkan terjadinya penurunan keefektifan fungsi silia. Penurunan fungsi silia mengakibatkan terjadinya proses supurasi dan peningkatan sekret purulen yang dihasilkan oleh mekanisme peradangan. Penumpukan sekret yang terus menerusakan menekan membran timpani dan menyebabkan iskemik dan selanjutnya menyababkan nekrosis membran timpani. Nekrosis pada membran timpani akan mengakibatkan perforasi yang menjadi tempat keluarnya cairan mukopurulen dari telinga tengah.2 tahun setelah kejadian telinga terasa nyeri dan berdengung, pasien mulai merasakan cairan keluar dari liang telinga dan diikuti oleh berkurangnya pendengaran pada telinga kanan. Cairan yang keluar berwarna kehijauan dan kental. Namun, dari pengakuan pasien, cairan yang keluar dari telinga tidak berbau.Keluarnya cairan dari telinga terjadi diduga oleh karena mekanisme otitis media akut yang menyebabkan perforasi pada membran timpani, keluarnya cairan mukopurulen dari telinga tengah, dan berkurangnya fungsi pendengaran.Fungsi pendengaran berkurang oleh karena adanya perforasi pada membran timpani. Perforasi pada membran timpani menyebabkan penurunan hantaran getaran udara. Penurunan fungsi pendengaran juga terjadi oleh karena adanya destruksi tulang-tulang pendengaran oleh proses radang.Pada pemeriksaan fisik pada telinga kanan dijumpai aurikula normal tanpa nyeri tekan, MAE normal, CAE yang lapang, hiperemis, dengan serumen minimal. Pada pemeriksaan menggunakan otoskop didapatkan nyeri tekan pada CAE. Pada pemeriksaan membran timpani ditemukan membran timpani hiperemis, perforasi membran timpani pada pars flaksida anterior dengan tepi tebal bergranular, serta tampak kolesteatom melalui celah perforasi. Telinga kiri dalam batas normal.Dari pemeriksaan fisik dan anamnesis dapat simpulkandiagnosis sementara pasien yaitu otitis media supuratif kronik (OMSK). CAE hiperemis dan adanya perforasi pada membran timpani yang menjelaskan penurunan fungsi pendengaran pada pasien. Perforasi terjadi pada pars flaksida menunjukkan OMSK yang terjadi merupakan tipe maligna. Hal tersebut diperkuat dengan adanya kolesteatom yang menandakan OMSK tipe maligna. Tepi yang tebal pada perforasi membran timpani menunjukkan perforasi sudah terjadi dalam jangka waktu yang lama. Hal ini sesuai dengan hasil anamnesis yang menyebutkan bahwa keluhan telinga berair sudah dialami pasien sejak kurang lebih 4 tahun sebelumnya.Pasien selanjutnya ditindaklanjuti dengan tindakan operatif. Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya dekstruksi tulang pendengaran yang lebih parah yang dapat disebabkan oleh adanya kolesteatom. Penting untuk dilakukan edukasi pada pasien mengenai tindakan operatif itu sendiri. Edukasi mengenai cara kesehatan telinga juga dapat diberikan.

BAB VPENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Chronic otitis media. Pocket book of hospital care for children. 2 ed. Geneva: WHO Library Cataloguing; 2013. p. 184.

2. Komplikasi otitis media supuratif. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. p. 78-86.

3. Kelainan telinga tengah. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. 6 ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. p. 64-77.

4. OReilly RC, Soundar S, Tonb D, Bolling L, Yoo E, Nadal T et al. The Role of Gastric Pepsin in the Inflammatory Cascade of Pediatric Otitis Media. Int J Occup Med Environ Health. 2015;141(4):350-7.

5. Adunka OF, Buchman CA, editor. Otology, Neurotology, and Lateral Skull Base Surgery: An Illustrated Handbook. New York: Thieme Publisher; 2011.

6. Health WK, editor. Professional Guide to Diseases. Philadelphia: Wolters Kluwer Health; 2012.

7. Kingsnorth A, Bowley D, editor. Fundamentals of Surgical Practice: A Preparation Guide for the Intercollegiate MRCS Examination. Cambridge: Cambridge University Press; 2011.

8. Otitis media. In: Hamid M, Sismanis A, editor. Medical Otology and Neurotology: A Clinical Guide to Auditory and Vestibular Disorders. New York: Thieme Publisher; 2011. p. 110-24.

9. Smouha EE, Bojrab DI, editor. Cholesteatoma. New York: Thieme Publisher; 2011.

10. Hughes GB, Pensak ML, editor. Clinical Otology. 3 ed. New York: Thieme Publisher; 2011.

11. Ahmad S. Antibiotics in chronic suppurative otitis media: A bacteriologic study. Egyptian Journal of Ear, Nose, Throat and Allied Sciences. 2013;14(3):191-4.

12. Khan MM. Safe chronic suppurative otitis media. Endoscopic Color Atlas of Ear Diseases. 1 ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2011. p. 48-55.

13. Khan MM. Unsafe chronic suppurative otitis media. Endoscopic Color Atlas of Ear Diseases. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2011. p. 90-114.

14. Gangguan pendengaran dan kelainan telinga. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. p. 10-22.