laporan kasus PUTRI REZKI.doc
-
Upload
rukiyah-mayastira -
Category
Documents
-
view
227 -
download
0
Transcript of laporan kasus PUTRI REZKI.doc
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
RSUD Raden Mattaher Jambi
PRESENTASI KASUS
November 2015
Oleh : Putri Rezki, S.Ked
Pembimbing : dr. Rianita Juniati, Sp.PD
PENDAHULUAN
Pada kasus ini dilaporkan seorang perempuan usia 44 tahun, datang dengan keluhan nyeri
ulu hati menjalar ke pinggang, perut terasa penuh, terasa menyesak ke dada, mual ,
muntah, BAK yang sedikit ,nyeri, pinggang terasa sakit, badan lemas, bengkak pada
kedua kaki dan sesak dibuat diagnosa CKD Stage V ec PNC. Telah dilakukan
pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan hasil leukosit 5,0 . 103/mm3, eritrosit
1,93 . 106/mm3, hemoglobin 5,0 L g/dl (menurun), hematokrit 14,5 L %, trombosit 126 .
103/mm3, DGS 148 g/dl. 3 minggu sebelum masuk RS pasien dirawat dibagian jantung
RSUD Raden Mattaher dengan gagal jantung, gastritis kronis dan CKD. Hasil
laboratorium leukosit 4,4 . 103/mm3, eritrosit 2,37 . 106/mm3, hemoglobin 6,3 L g/dl
(menurun), hematokrit 18,5 L %, trombosit 239 . 103/mm3. Ureum 200,7 mg/dl dan
kreatinin 13,3 mg/dl. Hal ini menarik karena pada saat dirawat dibagian jantung belum
dilakukan hemodialisa seharusnya pasien ini sudah dianjurkan untuk melakukan
hemodialisa karena fungsi ginjal sudah terganggu.
Pada anamnesa didapatkan : (Penderita masuk ke IGD pada tanggal 10 November
2015). Pasien merupakan rujukan dari RS. Abdul Manap dengan diagnosis CKD dengan
anemia berat. Pasien sempat di rawat 1 hari di RS Abdul Manap sebelum dirujuk ke
RSUD Raden Mattaher.
Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati menjalar kepinggang sejak 2 hari
SMRS. Keluhan nyeri pinggang awalnya muncul ± 1 tahun yang lalu, nyeri muncul
kadang-kadang sehingga pasien tidak ada berobat. keluhan lebih sering muncul sejak ± 2
bulan yang lalu. Nyeri muncul mendadak dan dirasakan hilang timbul. Nyeri muncul saat
melakukan aktivitas maupun sedang tidak melakukan aktivitas, serta tidak berkurang
dengan istirahat. Pasien juga mengeluh bengkak pada kedua kaki, tangan dan muka.
1
Bengkak pertama kali dirasakan. Semula bengkak dibiarkan karena bengkak menetap
pasien berobat ke dokter dan bengkak berkurang. BAK terasa sakit, sulit untuk mulai
BAK, keluar sedikit-sedikit, warna kekuningan, darah (-) dan kadang disertai demam (+)
dan menggigil (+) diberi obat demam turun. Kebiasaan minum air sedikit sejak usia
muda.
± 1 bulan yang lalu pasien mengeluh mual (+), muntah (+) ˃ 10 kali dalam sehari
setiap makan dan minum, darah (-). Nyeri ulu hati (+) Perut terasa penuh kadang terasa
menyesak didada, perut kembung. Nafsu makan menurun. Badan lemas, Pusing dirasakan
tidak setiap hari, pusing seperti sempoyongan atau berputar. Pasien mengeluh sesak
nafas, sesak timbul tiba-tiba, sesak tidak dipengaruhi cuaca atau pun aktivitas. Demam
(+) 1 hari SMRS, demam terus menerus naik turun, diberi sanmol demam turun,
menggigil (+) berkeringat (-). Batuk (-), pilek (-). Riwayat keluhan yang sama tidak ada
(-), riwayat demam (+), riwayat penyakit ginjal (-), riwayat hipertensi (+) sejak 3 tahun
yang lalu. Pasien mengatakan obat hipertensi di minum jika mengeluh sakit kepala saja.
Obat dibeli sendiri di apotik. Pasien terakhir minum obat hipertensi ± 3 bulan yang lalu
dan jarang kontrol. Tidak ada riwayat minum jamu atau obat nyeri. Tidak ada riwayat
kencing manis dan sakit kuning. Riwayat penyakit jantung (+) dalam keluarga.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum : Sakit Sedang , Compos
Mentis, Tekanan Darah 170/100 mmHg, Pernafasan 24 x/menit, nadi 90 x/menit dan
suhu 36,5 0C. Pada kepala rambut tidak mudah dicabut, Konjungtiva anemis (+/+), sklera
ikterik (-), refleks cahaya (+) dan pupil isokor (+/+). Pada leher JVP 5+2 cm H2O, HJR
(-), Kelenjar Getah Bening tak teraba. Spider nevi (-). Pada thoraks bentuk dan gerak
simetris. Batas paru hepar intercosta space V kanan peranjakan 2 cm, mamae simeris kiri
dan kanan, tidak ada benjolan, spider nevi (-), rambut axilla (+). Pada jantung Ictus
Cordis tak terlihat, teraba di intercostal space V linea midclaviculer sinistra, tidak kuat
angkat, thrill (-). Batas kanan linea strenalis dekstra ICS III, kiri linea midclavicularis
sinistra, batas atas intercostal space III kiri. Bunyi jantung S1S2 normal, S3 (-), S4(-),
murmur (-). Paru VF, sonor, VR, VBS kiri kanan, Ronchi -/-, Wheezing -/-. Pada
abdomen didapatkan supel, undulasi (-) dan pada perkusi shifting dullnes (+), lembut,
hepar dan lien tidak teraba, NT (+) epigastrum, BU (+) Normal, nyeri ketok CVA (+/+),
Venektasi (-), Rambut Pubis (+). Ekstremitas Edema -/-, Akral hangat, ujung jari pucat
2
(+), Capillary Refill < 2” , palmar eritem -/-. Rectal toucher : sphincter kuat, ampula tidak
kolaps, mukosa berbenjol-benjol, hemoroid (-). ST : Feses (-), Melena (-), Darah (-).
Pada pemeriksaan penunjang ( Pada tanggal 10 November 2015 ) didapatkan hasil
laboratorium leukosit 5,0 . 103/mm3, eritrosit 1,93 . 106/mm3, hemoglobin 5,0 L g/dl
(menurun), hematokrit 14,5 L %, trombosit 126 . 103/mm3, DGS 148 g/dl, ureum 238,2
mg/dl, kreatinin 18,3 mg/dl, natrium 131,25 , kalium 5,01 , chlorida 101,30, calcium 1,11
, SGOT 17 u/L, SGPT 33 U/L. Seromarker hepatitis: HbsAG (-), anti HbsAG (-).HCV (-)
Dibuat diagnosa CKD ec chronic obstruktif nefropati. Di terapi Tirah baring,
IVFD RL : EAS = 2 : 1 20 gtt/i, furosemid 2x1 amp, natrium bicarbonat 3x1 tab, calos
3x1 tab, As. Folat 2x1, Amlodipin 1x5mg, Rencana HD dan Transfusi.
Pada perawatan hari ke 2 (11 November 2015) pasien meneluh nyeri ulu hati
menjalar ke pinggang (+), BAK sedikit, badan lemas, mual (+). Pada pemeriksaan fisik
TD 160/100 mm/Hg, HR 88x/i, RR 24x/i, T 36,8oC. Terapi tirah baring, IVFD RL : EAS
= 2 : 1 20 gtt/i, furosemid 2x1 amp, natrium bicarbonat 3x1 tab, calos 3x1, As. Folat 2x1,
Amlodipin 1x5mg, Rencana HD dan Transfusi.
Pada hari perawatan ke 3 (12 November 2015) nyeri ulu hati, pinggang terasa
pegal (+), badan lemas (+).Pada pemeriksaan fisik TD 150/100 mm/Hg, HR 84x/i, RR
22x/i, T 36,5oC. Terapi tirah baring, IVFD RL : EAS = 2 : 1 20 gtt/i, furosemid 2x1 amp,
natrium bicarbonat 3x1 tab, calos 3x1, As. Folat 2x1, Amlodipin 1x5mg, dan rencana
HD, USG abdomen dan Transfusi.
Pada hari perawatan ke 4 (13 November 2015) badan lemas (+),pinggang terasa
pegal (+) . Pada pemeriksaan fisik TD 160/100 HR 87x/i RR 22x/i T 36,5. Dari hasil
USG abdomen hepar tampak vaskuler melebar, tidak tampak lesi fokal dan bilier duktus
normal. Lien dan pankreas normal, ginjal kiri dan kanan ekositas hiperecoic homogen
HN (-), batu (-), ukuran mengecil. Kandung empedu dan vesika urinaria normal. Kesan
CKD bilateral dengan asites + kardiac liver. Terapi tirah baring, IVFD RL : EAS = 2 : 1
20 gtt/i, furosemid 2x1 amp, natrium bicarbonat 3x1 tab, calos 3x1, As. Folat 2x1,
Amlodipin 1x5mg, dan rencana HD (tanggal 14 November 2015) dan Transfusi serta
pemasang CDL.
Pada perawatan hari ke 5 (14 November 2015) keluhan masih tetap sama. Pada
pemeriksaan fisik TD 160/100 HR 88 x/i RR 22x/i T 36,7. Terapi tirah baring, IVFD
3
RL : EAS = 2 : 1 20 gtt/i, furosemid 2x1 amp, natrium bicarbonat 3x1 tab, calos 3x1, As.
Folat 2x1, Amlodipin 1x5mg, dan rencana HD hari ini dan Transfusi. Hasil laboratorium
pre HD ureum 250m/dl, kreatinin 18,1 mg/dl. Rencana HD hari ini dan transfusi intra
HD.
PEMBAHASAN
Permasalahan pasien ini adalah :
Gejala yang didapatkan pada pasien ini hampir secara keseluruhan merupakan
gejala dari gagal ginjal kronis.
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,dan pada
umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap,
berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Menurunnya fungsi ginjal menimbulkan manifestasi klinis berbagai organ.Selain
itu adanya beberapa faktor risiko pada pasien ini meliputi, kebiasaan intake cairan yang
sedikit dan riwayat hipertensi yang tidak terkontrol. Pada CKD biasanya gambaran klinis
sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius,
batu traktus urinarius, hipertensi, SLE, dan sebagainya.
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Didapatkan sindrom
uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan
volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis.
Dari anamnesis kemungkinan yang menjadi penyebab terjadinya penyakit ginjal
kronik pada pasien ini adalah adanya penyakit hipertensi yang tidak terkontrol atau
pielonefritis kronis. Hipertensi ini akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke ginjal
yang akan menyebabkan terjadinya gangguan ginjal yang irreversibel. Setelah itu gejala-
gejala uremia sudah dirasakan oleh pasien ini seperti sesak, mual, muntah, lemas, tidak
nafsu makan dan kencing yang sedikit. Uremia ini terjadi sebagai akibat sudah terjadinya
penurunan fungsi ginjal terutama nefron yang akan menyebabkan gangguan klinis dan
4
metabolik akibat penimbunan substansia nitrogen dan ion anorganik lainnya di dalam
tubuh.
Pielonefritis merupakan infeksi bakterial yang menyebabkan peradangan di pelvis,
tubulus dan jaringan interstitial dari satu atau dua ginjal. Pielonefritis dibagi dua yaitu
pielonefritis akut dan pielonefritis kronis. Pielonefritis akut merupakan suatu infeksi
bakterial akut yang terjadi pada kaliks, pelvis, dan kortek ginjal. Pielonefritis kronis
merupakan penyakit infeksi kronis pada ginjal yang memicu terjadinya perubahan
struktur ginjal berupa fibrosis (pembentukan jaringan parut) pada korteks, perubahan
bentuk kaliks ginjal dan atrofi ginjal. Pielonefritis kronis merupakan penyebab terjadinya
gagal ginjal kronik yang membutuhkan terapi pengganti ginjal seperti transplantasi atau
dialisis. Gejala dari PNC sering tidak jelas. Biasanya pasien datang karena mengalami
gangguan fungsi ginjal akibat kerusakan ginjal. Biasanya gejala yang terjadi pada tahap
ini sama dengan gejala gagal ginjal kronik berupa hilangnya nafsu makan, penurunan
berat badan, hipertensi dan anemia. Pielonefritik kronis merupakan hasil dari episode
pielonefritis akut yang berulang, akan didapatkan riwayat demam intermiten, nyeri
panggul, dan disuria. Gejala lain meliputi gejala frekuensi, nokturia, poliuria, bakteriuria
dan piuria, tanda infeksi saluran urinarius tidak dapat dijadikan tolak ukur infeksi ginjal.
Dari pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan darah pasien cukup tinggi yaitu
170/110 mmHg, pada abdomen didapatkan asites, nyeri ketok CVA (+/+) keadaan
anemia yang dilihat dari konjungtiva anemis dan pada ekstremitas tampak pucat. Anemia
itu terjadi akibat penurunan produksi eritropoetin di dalam tubuh akibat kerusakan ginjal.
Selain itu asupan zat besi dan asam folat yang sedikit. Akibat tidak adanya nafsu makan
pada kebanyakan pasien gagal ginjal kronik. Selain itu keadaan uremia bisa
menyebabkan terjadi penekanan sumsum tulang dalam proses pembentukan sel darah
merah. Anemia ini biasanya terjadi pada 80-90% pasien gagal ginjal kronik.
Sementara itu dari hasil dari pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnose
gagal ginjal kronik yaitu hasil pemeriksaan darah rutin yang memberikan data terjadinya
penurunan kadar Hb (5,0 gr/dl), lalu hasil faal ginjal yang memberikan data nilai ureum
238,2 mg/dl, kreatinin 18,3 mg/dl. Elektrolit natrium 131,25 , kalium 5,01 , chlorida
101,30, calcium 1,11 , SGOT 17 u/L, SGPT 33 U/L. Seromarker hepatitis: HbsAG (-),
anti HbsAG (-).HCV (-). Dari hasil USG abdomen CKD bilateral dengan asites + kardiac
5
liver Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya berupa urinalisis,
hapusan sel darah tepi (untuk menilai morfologi sel darah merah), albumin serum,
rontgen thorax (menilai ada tidaknya kelainan kardio pulmonal).
Berdasarkan hasil pemeriksaam darah tadi, kita bisa menentukan derajat kerusaan
ginjal pada pasien ini dengan menghitung LFGnya.
Creatinin clearance test (ml/mnt) = (140-umur)x BB
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
Wanita: x 0,85
= (140-44 tahun)x40 kg
(72 x 18,3 mg/dl) x 0,85
= 3.840
1.119,96
= 3,4 ml/mnt
Hasil perhitungan LFG pada pasien ini adalah 3,4 ml/mnt dan harus mendapat
terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis, peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal..
Sesuai dengan kriteria penegakan gagal ginjal kronik yaitu :
Menurut The National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome
Quality Initiative (KDOQI), kriteria penyakit ginjal kronik sebagai berikut :
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi ≥ 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG), dengan manifestasi berupa kelainan patologi atau kelainan laboratorik
pada darah, urin, atau kelainan pada pemeriksaan radiologi.
2. LFG < 60 ml/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan
ginjal.
Kriteria PGK (kerusakan fungsi atau struktur ginjal yang berlangsung lebih dari 3
bulan)(KDIGO, 2013)
Petanda kerusakan ginjal (satu atau lebih) :
1. Albuminuria (AER _ 30 mg/24 jam;
2. ACR _ 30 mg/g [_ 3 mg/mmol])
3. Abnormalitas pada sedimen urin
6
4. Gangguan elektrolit dan abnormalitas yang berhubungan dengan
5. kerusakan tubulus
6. Abnormalitas pada pemeriksaan histologi
7. Abnormalitas struktural pada pemeriksaan imaging
8. Riwayat transplantasi ginjal
Penurunan LFG LFG < 60 ml/min/1.73 m2 (kategori LFG G3a–G5)
Menurut klasifikasinya berdasarkan laju filtrasi glomerulus, pada pasien ini telah
mengalami gagal ginjal kronik stage V dan harus mendapat terapi pengganti ginjal berupa
hemodialisis, peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.
Perencanana Tatalaksana Penyakit Gagal Ginjal Kronik Sesuai Dengan Derajatnya:
Derajat LFG
(ml/mn/1,73 m2
Rencana tatalaksana
1
2
3
4
5
≥ 90
60-89
30-59
15-29
< 15
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
pemburukan fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskuler
Menghambat perburukan fungi ginjal
Evaluasi dan terapi komplikasi
Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal
Selama di rumah sakit terapi yang diberikan kepada pasien berupa terapi non
farmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis berupa oksigen, tirah baring
dan pengaturan diet makanan. Terapi farmakologis pada pasien ini meliputi pemberian
obat dieuretik yang berguna untuk mengurangi oedema pada tungkainya dan bisa juga
7
untuk menurunkan tekanan darah serta bekerja untuk menghambat reabsorbsi dari
natrium dan klorida di proximal, tubula distal dan dilengkung Henle. Lalu pemberian
natrium bikarbonat untuk mengurangi kadar ureum dalam darah dan untuk menjaga ph
darah agar tetap dalam batas normal. Calos (kalsium bikarbonat) diberikan untuk
mencegah terjadinya osteodistrofi ginjal yang merupakan pengurangan masa tulang
akibat gangguan metabolisme Ca. Pemberian asam folat untuk membantu mengurangi
anemia. Pemakaian obat antihipertensi selain untuk memperkecil resiko kardiovaskular
juga sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan
mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertropi glomerulus. Nutrisi bagi pasien ini
perlu diperhitungkan, pemberian diet Protein diberikan 0,6-0,8/kgBB/hari. Jumlah kalori
yang diberikan sekitar 30-35 kkal/kgBB/hari.
Pasien direncanakan untuk tranfusi PRC untuk menaikkan kadar hemoglobin pada
pasien. Lalu terapi pengganti ginjal berupa dialysis yang dijadwalkan untuk pasien ini.
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang
belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal. Terdapat indikasi tindakan terapi
dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu: perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen(BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5
dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah dan astenia berat.
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD
kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan.
A. Indikasi hemodialisis segera antara lain (Daurgirdas et al., 2007):
1. Kegawatan ginjal
a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5mmol/l )
8
e. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
f. Uremia ( BUN >150 mg/dL)
g. Ensefalopati uremikum
h. Neuropati/miopati uremikum
i. Perikarditis uremikum
j. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
k. Hipertermia
2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
B. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan
seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis.
Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien
yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru
perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al.,
2007):
a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e. Komplikasi metabolik yang refrakter.
Kontraindikasi Hemodialisa
Dalam kaitan dengan kontraindikasi absolute hemodialisa, ada sangat sedikit
kontraindikasi untuk hal ini dang mungkin yang paling sering adalah tidak adanya akses
vascular dan toleransi pada hemodialisis prosedur yang buruk, selain juga terdapat
ketidakstabilan hemodinamik yang parah.
Kontraindikasi Relatif Terapi Dialisis antara lain:
- malignansi stadium lanjut ( kecuali multiple myeloma)
- penyakit Alzeima’s
- multi infak dementia
9
- sindrom hepatorenal
- sirosis hati tingkat lanjut dengan ensefalopati
- hipotensi
- penyakit terminal
- organic brain syndrome
Efek samping HD yang dapat terjadi antara lain :
- sakit punggung
- nyeri dada
- sakit kepala
- hipotensi
- gatal dikulit
- rasa kram dikaki
- mual dan muntah
- demam dan menggigil (jarang)
- komplikasi berat yang jarang terjadi: reaksi alergi, banyak sel-sel darah merah
pecah, adanya gelembung udara yang menyumbat pembuluh darah, kadar oksigen
yang rendah dalam darah.
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai
dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang
telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu
pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah kecil risiko penurunan fungsi ginjal),
pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan
aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.
Edukasi dan penjelasan yang baik kepada pasien tentang penyakit dan
prognosisnya sangat penting, Sehingga pasien dapat benar-benar mengerti dan lebih tahu
kondisi kesehatan sekarang serta tindakan yang perlu dilakukan.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra K, Gagal ginjalkronik. Dalam Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I,
Simadibrata Mk, Setiadi S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4.
Jakarta: Balai penerbit FK-UI; 2006. hal. 570-573.
2. Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A, editor. Panduan
pelayanan medic. Jakarta; PB PAPDI: 2008. hal 572
3. Burnside, Glynn MC. Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1995. Hal 278
4. Juariani A. Dukungan Sosian Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal Yang
Melakukan Hemodialisa. FK USU.
5. Fuller, K., Catherine C. G., 2009, Pathology: Implication For The Physical
Therapist, United Stated of America : Saunders Elsevier.
11