Laporan Kasus PARU

60
Laporan Kasus “CA BRONKOGENIK” Oleh : NIA SARI NASTITI LUBIS NURHASANAH M. LEFI PERDANA PEMBIMBING dr. ERNETI AZIZ, Sp.P KEPANITERAAN KLINIK SENIOR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB BAGIAN ILMU PENYAKIT PARU 1

description

ok

Transcript of Laporan Kasus PARU

Page 1: Laporan Kasus PARU

Laporan Kasus

“CA BRONKOGENIK”

Oleh :

NIA SARI NASTITI LUBIS

NURHASANAH

M. LEFI PERDANA

PEMBIMBING

dr. ERNETI AZIZ, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB

BAGIAN ILMU PENYAKIT PARU

RSUD KOTA SIAK SRI INDRAPURA

2016

1

Page 2: Laporan Kasus PARU

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji syukur penulis panjatkan atas rahmat dan nikmat Allah

SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “CA

BRONKOGENIK”. Laporan kasus ini diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti ilmu

penyakit paru di RSUD Tengku Rafi’an Siak Sri Indrapura

Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis banyak mendapat bantuan

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak hingga akhirnya laporan kasus ini dapat

selesai tepat pada waktunya. Oleh karena itu sepantasnya penulis mengucapkan terima

kasih kepada dokter pembimbing dr. Erneti aziz, Sp.P dari bagian Ilmu Penyakit paru

RSUD Tengku Rafi’an Siak Sri Indrapura atas bimbingannya selama menjalani kepanitraan

klinik bagian Penyakit paru dan dapat menyelesaikan penulisan dan pembahasan laporan

kasus ini.

Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari

kesempurnaan, penulis mohon maaf atas segala kesalahan, sehingga kritik dan saran dari

pembaca yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan penulisan

laporan kasus berikutnya.

Siak Sri Indrapura, 20 Juni 2016

Penyusun

2

Page 3: Laporan Kasus PARU

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................................................3

BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................................4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi....................................................................................................................6

II.2 Etiologi....................................................................................................................7

II.3 Faktor risiko.............................................................................................................7

II.4 Patogenesis..............................................................................................................10

II.5 Manifestasi klinis.....................................................................................................10

II.6 Deteksi dini..............................................................................................................13

II.7 Diagnosis.................................................................................................................14

II.8 Klasifikasi................................................................................................................19

II.9 Pengobatan...............................................................................................................24

II.10 Pencegahan............................................................................................................29

II.11 Prognosis................................................................................................................29

BAB III ILUSTRASI KASUS...........................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................42

3

Page 4: Laporan Kasus PARU

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lebih dari 90% tumor paru-paru merupakan tumor ganas, dan sekitar 95% tumor

ganas ini termasuk karsinoma bronkogenik. Karsinoma bronkogenik adalah tumor

malignan yang timbul dari epithelium bronchial. Karsinoma sel bronkiolar/ alveolar berasal

dari kantung udara (alveoli) di paru-paru. Kanker ini bisa merupakan pertumbuhan tunggal,

tetapi sering kali menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru.

Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi. Di USA, ditemukan satu dari

tiga kasus kematian akibat kanker disebabkan karena kanker paru, dimana kurang lebih

170.000 kasus ditemukan tiap tahunnya. Kelangsungan hidup 5 tahun sebesar 14%, kanker

paru menyebabkan kematian lebih banyak dibandingkan kanker colorectal, payudara dan

prostate.

Di USA tahun 2000 dilaporkan 164.100 kasus, dimana hanya 1% pasien kanker

paru berusia < 30 tahun, 10% berusia > 70 tahun, rata-rata usia terbanyak pada usia 60

tahun. Di Inggris ditemukan 40.000 kasus, Sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4

kanker terbanyak. Di RS kanker Dharmais Jakarta tahun 1998 tumor paru menduduki

urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim. Karena sistem pencatatan kita yang

belum baik, prevalensi pastinya belum diketahui tetapi klinik tumor dan paru di rumah sakit

merasakan benar peningkatannya. Di negara berkembang lain dilaporkan insidensinya naik

dengan cepat, antara lain karena konsumsi rokok berlebihan seperti di Cina yang

mengkonsumsi 30% rokok dunia. Sebagian kanker paru mengenai pria (65%), life time risk

1:13 dan pada wanita 1:20.

4

Page 5: Laporan Kasus PARU

Karsinoma bronkogenik merupakan salah satu penyebab utama kematian. Menurut

data WHO 1 juta dari 6 juta orang meninggal di seluruh dunia karena penyakit ini. Pria

lebih banyak terkena daripada wanita dengan 5 years survival rate < 15%. Insidens tertinggi

terjadi pada usia antara 55-65 tahun peningkatan ini dipercaya ada hubungannya dengan

makin tingginya kebiasaan merokok sigaret.

5

Page 6: Laporan Kasus PARU

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kanker Paru (Karsinoma Bronkogenik) adalah tumor malignan yang timbul dari

Bronkus. Tumor seperti ini adalah epidermoid, biasanya terletak dalam bronki yang besar.

Atau mungkin adenokarsinoma, yang timbul jauh di luar paru. Lebih dari 90% kanker paru-

paru berawal dari bronki (saluran udara besar yang masuk ke paru-paru), kanker ini disebut

karsinoma bronkogenik, yang terdiri dari: Karsinoma sel skuamosa, Karsinoma sel kecil

atau karsinoma sel gandum, Karsinoma sel besar Adenokarsinoma.

Karsinoma sel alveolar berasal dari kantong udara (alveoli) di paru-paru. Kanker ini

bisa merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di

paru-paru. Tumor paru-paru yang lebih jarang terjadi adalah: Adenoma (bisa ganas atau

jinak) Hamartoma kondromatous (jinak) Sarkoma (ganas) Limfoma merupakan kanker dari

sistem getah bening, yang bisa berasal dari paru-paru atau merupakan penyebaran dari

organ lain.

Banyak kanker yang berasal dari tempat lain menyebar ke paru-paru. Biasanya

kanker ini berasal dari payudara, usus besar, prostat, ginjal, tiroid, lambung, leher rahim,

rektum, buah zakar, tulang dan kulit.

6

Page 7: Laporan Kasus PARU

2.2 Etiologi

Seperti kanker lainnya penyebab pasti dari kanker paru belum diketahui, tetapi

paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan

faktor penyebab utama di samping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan

lain-lain6.

Terjadinya karsinoma paru berkaitan erat dengan rokok dan polusi udara. Merokok

merupakan faktor risiki utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan

sekitar 70% pada wanita. Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap, semakin besar resiko

untuk menderita kanker paru-paru.

2.3 Faktor risiko

1. Merokok

Lebih dari 80% dari kanker paru-paru adalah akibat dari merokok. Perokok

memiliki risiko sepuluh kali lipat lebih besar untuk menderita kanker paru

dibandingkan non perokok. Setiap tahunnya , 3000 orang dewasa yang merupakan

perokok pasif meninggal karena kanker paru7. Orang yang sudah berhenti merokok

memiliki resiko yang lebih rendah terkena kanker paru dibandingkan dengan perokok

aktif, tetapi orang dengan riwayat perokok mempunyai faktor resiko lebih tinggi

dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai riwayat merokok8.. Hasil statistik

dan observasi klinik menunjukkan adanya hubungan positif antara rokok dan kanker

paru. Bukti statistik menunjukkan bahwa 87 % kanker paru terjadi pada perokok aktif

ataupun yang baru berhenti. Pada sejumlah studi retrospektif, beberapa hal yang

mempengaruhi frekuensi terjadinya kanker paru diantaranya jumlah konsumsi rokok

tiap harinya, kecenderungan untuk menghisap dan lamanya kebiasan merokok tersebut6.

Tar yang dihasilkan rokok merupakan bahan karsinogenik, menempel pada mukosa

saluran nafas dan dalam waktu yang lama menimbulkan perubahan sel epitel : silia

7

Page 8: Laporan Kasus PARU

epitel menghilang, sel cadangan hiperplasia dan mengalami metaplasia sel skuamos.

Lambat laun sel epitel berubah dalam bentuk displasia dan kemudian menjadi

karsinoma dalam bentuk berbagai tipe histopatologi6.

2. Marijuana

Marijuana mengandung tar dalam jumlah yang lebih banyak daripada rokok. Karena

penggunaan marijuana dilakukan dengan cara menghisap dalam, maka tar yang dihisap

akan semakin banyak dibandingkan dengan menghisap rokok sehingga tar tersebut akan

semakin bertahan lama di dalam paru-paru9.

3. Bahan industri

Beberapa paparan zat industri tertentu meningkatkan risiko berkembangnya kanker

paru. zat-zat terkait dengan kanker paru-paru diantaraya uranium, arsenic, vinyl

chloride, chromates nikel, batu bara produk, mustard gas, kloromethyl ethers, bensin,

dan solar. Radiasi ion pada pekerja tambang uranium dengan dosis tinggi merupakan

karsinogenik6, 10. Paparan terhadap asbes adalah faktor risiko yang signifikan untuk

suatu jenis kanker paru-paru . Pekerja asbes yang merokok memiliki resiko 50-100 kali

menderita kanker paru-paru. Asbestos sering menimbulkan mesotelioma

4. Penyakit paru-paru

Beberapa penyakit paru-paru, seperti TBC, meningkatkan kemungkinan terjadinya

kanker paru, terutama di daerah paru yang telah mengalami fibrosis. Seseorang yang

telah mendapatkan pengobatan kanker paru lebih besar kemungkinan untuk menjadi

kanker paru berulang.

8

Page 9: Laporan Kasus PARU

5. Diet

Diet juga dapat menjadi faktor risiko untuk kanker paru-paru. Beberapa laporan

telah menunjukkan bahwa diet rendah dalam buah-buahan dan sayuran dapat

meningkatkan kesempatan mendapatkan kanker 11.

6. Faktor Genetik

Risiko kanker paru-paru mungkin akan lebih tinggi jika orang orang tua, saudara

kandung , atau anak-anak telah terkena kanker paru-paru. Factor ini bisa datang dari

satu atau banyak hal, seperti kebiasaan merokok dalam keluarga dimana situasi yang

seperti ini dapat menjadikan anggota keluarga yang tidak merokok menjadi seorang

perokok aktif. Pada beberapa orang ada juga yang mendapatkan warisan gen kanker

dari orangtuanya8.

Kanker paru secara klinis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : Karsinoma sel

kecil dan karsinoma non sel kecil. onkogenOnkogen yang terlibat dalam proses

terjadinya kanker paru diantaranya c-MYC, K-RAS, EGFR dan HER-2/neu. Tumor

suppressor genes yang paling sering terinaktivasi meliputi p53, RB, p16INK4a, and

multiple loci on chromosome 3p. Mutasi dari p53 merupakan hal yang paling sering

terjadi pada baik karsinoma sel kecil ataupun karsinoma non sel kecil. Pada karsinoma

sel kecil, sering terjadi perubahan pada c-MYC dan RB, sedangkan pada karsinoma non

sel kecil berhubungan dengan mutasi pada RAS dan p16INK4a.

7. Polusi udara

Polusi udara juga berperan penting dalam meningkatnya insiden kanker paru saat

ini.Polusi udara tidak hanya didapat dari outdoor melainkan indoor juga sangat

berpengaruh. Polusi udara indoor diantaranya disebabkan oleh radon.12,13

9

Page 10: Laporan Kasus PARU

Mekanisme patogenesisnya melalui proses inhalasi dan deposisi pada bronkus. Pada

beberapa negara, polusi udara meningkatkan risiko kanker paru-paru. Tetapi risiko ini

jauh lebih sedikit daripada yang disebabkan oleh merokok14

2.4 Patogenesis

Sama halnya dengan kanker pada tempat-tempat lain, karsinoma paru didasari oleh

adanya abnormalitas genetik yang menyebabkan berubahnya epitel bronkus menjadi

jaringan neoplasma. Sebuah sel normal dapat menjadi sel kanker apabila oleh berbagai

sebab yang menyebabkan ketidakseimbangan antara fungsi onkogen dengan gen tumor

supresor dalam proses tumbuh dan kembangnya sebuah sel. Perubahan atau mutasi gen

yang menyebabkan terjadinya hiperekspresi onkogen dan atau kurang/hilangnya fungsi gen

tumor supresor menyebabkan sel tumbuh dan berkembang tak terkendali. Perubahan ini

berjalan dalam beberapa tahap atau yang dikenal dengan proses multistep carcinogenesis.

Perubahan pada kromosom, misalnya hilangnya heteroginiti kromosom atau LOH juga

diduga sebagai mekanisme ketidaknormalan pertumbuhan sel pada sel kanker. Dari

berbagai penelitian telah dapat dikenal beberapa onkogen yang berperan dalam proses

karsinogenesis kanker paru, antara lain gen myc, gen k-ras. Sedangkan kelompok gen

tumor supresor antara lain gen p53, gen rb15.

2.5 Manifestasi Klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala berarti dalam

stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat:

a. Lokal (tumor tumbuh setempat) :

Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis

Hemoptisis

Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas

Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

Atelektasis 6.

10

Page 11: Laporan Kasus PARU

b. Invasi lokal :

Nyeri dada

Dispnea karena efusi pleura

Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia

Sindrom vena kava superior

Sindrom horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

Suara serak karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent

Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis

servikalis 6.

c. Gejala metastasis :

Pada otak, tulang, hati, adrenal

Limfadenopati servikal dan supraklavikula

11

Page 12: Laporan Kasus PARU

d. Sindrom paraneoplastik : terdapat pada 10 % kanker paru, dengan gejala:

Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam

Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi

Hipertrofi osteoartropati

Neurologic: dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer

Neuromiopati

Endokrin: sekresi berlebihan hormone paratiroid

Dermatologic: eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh

Renal: SIADH (syndrome of inappropriate andiuretic hormone)6.

e. Asimtomatik dengan gejala radiologis

Sering pada perokok dengan PPOK yang terdeteksi secara radiologis

Kelainan berupa nodul soliter

12

Page 13: Laporan Kasus PARU

2.6 Deteksi Dini

Deteksi kanker paru biasanya dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik

serta pemeriksaan penunjang. Diteksi dini dilakukan pada subyek dengan resiko tinggi3.

Laki-laki , dengan usia lebih dari 40 tahun , perokok

Paparan industri tertentu.

dengan satu atau lebih keluhan : batuk darah, batuk kronik, berat badan menurun,

nyeri dada.

Golongan yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan gejala-

gejala diatas dan riwayat tentang anggota keluarga dengan penyakit paru bisa dijadikan

pertimbangan yang berarti.

National Cancer Institute (NCI) di USA menganjurkan skrining dilakukan setiap 4

bulan dan terutama ditujukan pada laki-laki >40 tahun, perokok >1 bungkus per hari

dan atau bekerja di lingkungan berpolusi yang memungkinkan terjadinya kanker paru

(pabrik cat, plastik, asbes, dll)6.

13

Page 14: Laporan Kasus PARU

Skema : Alur Diagnosis Deteksi Dini Kanker Paru

2.7 Diagnosis

a. Keluhan utama:

Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen) lebih dari 3

minggu

Batuk darah

Sesak napas

Suara serak

Nyeri dada yang persisten

14

Page 15: Laporan Kasus PARU

Sulit / sakit menelan

Benjolan di pangkal leher

Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa

nyeri yang hebat.

Tidak jarang yang pertama terlihat adalah keluhan akibat metastasis di luar paru,

seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau

patah tulang. Ada pula keluhan yang tidak khas seperti :

Berat badan berkurang

Nafsu makan hilang

Demam hilang timbul

Sindrom paraneoplastik, seperti hypertrophic pulmonary osteoartheopathy,

trombosis vena perifer dan neuropatia.

Keluhan ringan terjadi pada mereka yang masih dalam stage dini yaitu  stage

I dan II. Data di Indonesia maupun laporan negara maju kebanyakan kasus kanker

paru  terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada stage lanjut (stage III dan IV).

(IPD)

b. Pemeriksaan penunjang

a) Foto rontgen dada dapat mendeteksi 61 % tumor paru. Pada kanker paru,

pemeriksaan foto rontgen dada ulang diperlukan juga untuk menilai

doubling time-nya. Kebanyakan kanker paru mempunyai doubling time

antara 37 – 465 hari. Bila doubling time > 18 bulan, berarti tumor benigna.

Tanda-tanda tumor benigna lainnya adalah lesi berbentuk bulat konsentris,

solid, dan adanya kalsifikasi yang tegas. Pemeriksaan foto rontgent dada

dengan cara tomografi lebih akurat menunjang kemungkinan adanya tumor

paru, bila dengan cara foto dada biasa tidak dapat memastikan keberadaan

tumor.

15

Page 16: Laporan Kasus PARU

Pemeriksaan CT scan pada torak lebih sensitif daripada pemeriksaan foto

dada biasa, karena bisa mendeteksi kelainan atau nodul dengan diameter minimal 3

mm, walaupun positif palsu untuk kelainan sebesar itu mencapai 25 – 60 %. Bila

fasilitas ini memungkinkan, pemeriksaan CT scan dapat digunakan sebagai

pemeriksaan skrining kedua setelah foto dada biasa.

16

Pola Foto Rontgen Dada Berdasarkan Gambaran HistologiSquamous cell carcinoma

Small cell

Adeno carcinoma

Large cell

Masa hilar atau perihilar

40 % 78 % 17 % 32 %

Lesi parenkim< 4 cm> 4 cm

9 %19 %

21 %8 %

45 %26 %

18 %41 %

Obstruksi, pneumonitis, kolaps, atau konstriksi daerah peripleural

31 % 32 % 74 % 65 %

Mediastinal enlargement

2 % 13 % 3 % 10 %

Page 17: Laporan Kasus PARU

b) Sitologi sputum menemukan sel kanker pada sputum atau dahak penderita,

hasil positif biasanya ditemukan jika kanker ada di dalam saluran napas.

Kepositifan pemeriksaan ini < 10% dan sangat bergantung pada tehnik

pasien membantukkan dahak yang akan diperiksa. Dahak yang diperiksa

harus dahak segar pagi hari dan segera dibawa ke laboratorium patologi

anatomi untuk diproses.

c) Bronkoskopi adalah pemeriksaan visual dari cabang-cabang tenggorokan

dan paru-paru yang dilakukan oleh spesialis penyakit paru dengan

menggunakan ruang lingkup yang fleksibel. Bronkoskopi menggunakan

sikat kecil untuk mengumpulkan sel-sel dari lapisan jaringan sistem

pernafasan, bilasan dari jaringan pernapasan untuk analisis sel, dan biopsi

(pengangkatan dan pemeriksaan dalam jumlah kecil jaringan). Jika

bronkoskopi masih unrevealing, atau "negatif," jarum biopsi dapat

dilakukan.

d) Biopsi jarum, dengan panduan CT, dapat dilakukan pada area yang

mencurigakan pada paru-paru atau pleura. Aspirasi jarum halus (FNA)

17

Page 18: Laporan Kasus PARU

menggunakan jarum, ramping berongga yang melekat pada jarum suntik.

Jarum dimasukkan ke dalam massa mencurigakan dan itu mendorong maju

mundur untuk membebaskan beberapa sel, yang disedot (dibuat) ke dalam

jarum suntik dan yang dioleskan pada slide kaca untuk analisis. jarum besar,

atau biopsi inti, menggunakan besar lubang jarum untuk mendapatkan

sampel jaringan untuk analisis.

e) Bone scan juga dapat dilakukan untuk menyingkirkan kecurigaan metastasis

ke tulang. Metastasis adalah proses dimana sel-sel kanker melepaskan diri

dari perjalanan, tumor asli, dan tumbuh dalam bagian tubuh lainnya.

Tes pencitraan yang lebih baru, yang disebut CT / PET imaging fusi,

menggabungkan teknologi CT scan dengan teknologi PET (tomografi emisi positif)

scan. PET scan melibatkan suntikan gula berbasis radiofarmaka, yang berjalan

melalui tubuh dan mengumpul di organ dan jaringan. PET scan digunakan untuk

mendeteksi sel-sel kanker dalam tubuh dan CT scan memberikan gambar detail

yang dapat menentukan lokasi dan ukuran kanker. Bila hasil tes ini "melebur"

(dibawa bersama-sama), gambar yang memberikan informasi diagnostik yang lebih

lengkap. CT / PET pencitraan fusi dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis

beberapa bentuk kanker paru-paru.

Jika tidak ada bukti dari metastasis, pasien mungkin akan mengalami

mediastinoscopy, inspeksi bedah mediastinum (jaringan dan organ dari tengah dada,

seperti jantung, pembuluh besar, dan tenggorokan). Dalam prosedur ini, sebuah

perangkat yang fleksibel kecil dengan kamera, yang disebut endoskop, dimasukkan

ke dada melalui sayatan di bagian atas sternum, dan rongga dada kemudian

diperiksa.

Kelenjar getah bening mediastinum biasanya dikeluarkan selama prosedur ini.

Jika kelenjar getah bening mediastinal adalah "negatif" (tidak mengandung sel-sel

18

Page 19: Laporan Kasus PARU

kanker), pasien mungkin menjadi kandidat untuk operasi. Namun, jika kelenjar

getah bening mediastinum adalah "positif" (mengandung sel kanker) atau normal

besar pada pencitraan (yang menunjukkan keterlibatan tumor), pasien tidak

dianggap sebagai calon bedah.

f) Tes darah dapat dilakukan untuk mencari "penanda kanker paru-paru"-

yaitu, unsur-unsur dalam darah yang berkaitan dengan adanya kanker paru-

paru. Sebagai contoh, kanker paru-paru dapat diindikasikan oleh kelainan

pada berikut ini.

I. PTH (hormon paratiroid) tingkat PTH atau terkait PTH protein dapat

membantu untuk membedakan kanker paru-paru dari kanker pleura atau

penyakit lainnya.

II. CEA (Carcinoma Embryonic Antigen) protein sistem kekebalan tubuh

yang ada dalam adenocarcinoma, termasuk adenokarsinoma paru-paru.

Peningkatan tingkat preoperative CEA biasanya menunjukkan prognosis

yang buruk. Tingkat CEA lebih besar dari 50 dapat menunjukkan kanker

paru stadium lanjut dan harus mencegah perawatan oleh reseksi.

III. CYFRA21-1 (cytokeratin fragmen 19) protein kanker paru-paru.

2.8 Klasifikasi

Histopatologi15

Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru–paru (1977) :

1. Karsinoma Bronkogenik.

a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).

Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel

termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara

khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan

19

Page 20: Laporan Kasus PARU

menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa

centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening

hilus, dinding dada dan mediastinum.

b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).

Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.

Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel

bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan

sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus,

demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.

c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).

Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat

mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus

dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru

– paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui

pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak

menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.

d. Karsinoma sel besar.

Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat

buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam.

Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer,

tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat

yang jauh.

e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.

20

Page 21: Laporan Kasus PARU

f. Lain – lain.

a) Tumor karsinoid (adenoma bronkus).

b) Tumor kelenjar bronchial.

c) Tumor papilaris dari epitel permukaan.

d) Tumor campuran dan Karsinosarkoma

e) Sarkoma

f) Tak terklasifikasi.

g) Mesotelioma.

h) Melanoma.

21

Page 22: Laporan Kasus PARU

Klasifikasi berdasarkan TNM16

22

Page 23: Laporan Kasus PARU

Stage 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan IV yang ditentukan menurut International Staging

System for Lung Cancer 1997, berdasarkan sistem TNM :

Stadium kanker TX N0 M0

Stadium 0 Tis N0 M0

Stadium IA T1 N0 M0

Stadium IB T2 N0 M0

Stadium IIA T1 N1 M0

Stadium IIB T2

T3

N1

N0

M0

M0

Stadium IIIA T1

T2

T3

N2

N2

N1,N2

M0

M0

M0

stage IIIB AnyT N3 M0

23

Page 24: Laporan Kasus PARU

T4 any N M0

stage IV any T any N M1

2.9 Pengobatan

Tujuan pengobatan tumor :6

Kuratif : menyembuhkan atau memperpanjang masa bebas penyakit dan

meningkatkan angka harapan hidup pasien.

Paliatif : mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal : mengurangi dampak fisik

maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.

Suportif : menunjang pengobatan kuratif paliatif dan terminal seperti pemberian

nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, growth factor obat anti nyeri dan obat

anti infeksi.

Terdapat beda fundamental perangai biologi Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)

dengan Small Cell Lung Cancer (SCLC) sehingga pengobatannya harus dibedakan :

NSCLC (Non Small Cell Lung Cancer)

Staging TNM yang didasarkan ukuran (T) kelenjar getah bening yang terlibat (N)

dan ada tidaknya metastase bermanfaat sekali dalam penentuan tata laksana NSCLC ini.

Staging dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dengan perhatian

khusus pada keadaan sistemik, kardio pulmonal, neurologi, dan skeletal. Hitung jenis sel

darah tepi dan pemeriksaan kimia darah diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya

metastase ke sumsum tulang, hati dan tengkorak.

24

Page 25: Laporan Kasus PARU

Pengobatan NSCLC. Terapi bedah adalah pilihan pertama pada stadium I atau II

pada pasien dengan yang adekuat sisa cadangan parenkim parunya. Reseksi paru

biasanya ditoleransi baik bila prediktif “post reseksi Fevi” yang didapat dari

pemeriksaan spirometri peroperatif dan kuantitatif ventilasi perfusi scanning melebihi

1000 ml. Luasnya penyebaran intra torak yang ditemui saat operasi menjadi pegangan

luas prosedur operasi yang dilaksanakan. Lobektomi atau pneumonektomi tetap sebagai

standar di mana segmentektomi dan reseksi baji bilobektomi atau reseksi sleeve jadi

pilihan pada situasi tertentu.

Survival pasien yang di operasi pada stadium I mendekati 60%, pada stadium II 26-

37 % dari IIa 17-36,3 %. Pada stadium III A mendekati masih ada kontroversi mengenai

keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding torak terdapat

metastasis.

Pasien stadium III b dan IV tidak dioperasi Combined modality therapy yaitu

gabungan radiasi, kemoterapi dengan operasi (dua atau tiga modalitas) dilaporkan

memperpanjang survival dari studi-studi yang masih berlangsung.

Radioterapi

Pada beberapa kasus yang inoperable, radio terapi dilakukan sebagai pengobatan

kuratif dan bisa juga sebagai terapi ajuvan/paliatif pada tumor dengan komplikasi

seperti mengurangi efek obstruktif/penekanan terhadap pembuluh darah/bronkus.

25

Page 26: Laporan Kasus PARU

Efek samping yang sering adalah disfagia karena esofagitis post radiasi, sedangkan

pneumonitis post radiasi jarang terjadi (<10%). Radiasi dengan dosis paruh yang

bertujuan kuratif secara teoritis bermanfaat pada kasus yang inoperabel tapi belum

disokong data percobaan klinis yang sahih. Keberhasilan memperpanjang survival

sampai 20% dengan cara radiasi dosis paruh ini didapat dari kasus-kasus stadium I usia

lanjut, kasus dengan penyakit penyerta sebagai penyulit operasi atau pasien yang

menolak dioperasi.

Pasien dengan metastasis sebatas N1-2 atau saat operasi terlihat tumor sudah

merambat sebatas sayatan operasi maka radiasi post operasi dianjurkan untuk diberikan.

Radiasi preoperasi untuk mengecilkan ukuran tumor agar misalnya pada reseksi lebih

komplit pada pancoast tumor atau stadium III b dilaporkan bermanfaat dari beberapa

sentra kanker. Radiasi paliatif pada kasus sindrom vena cava superior atau kasus

dengan komplikasi dalam rongga dada akibat kanker seperti hemoptisis, batuk refrakter,

atelektasis, mengurangi nyeri akibat metastasis kranium dan tulang, juga amat berguna.6

Kemoterapi

Prinsip kemoterapi

Sel kanker memiliki sifat perputaran daur sel lebih tinggi dibandingkan sel

normal. Dengan demikian tingkat mitosis dan proliferasi tinggi. Sitostatika

kebanyakan efektif terhadap sel bermitosis. Ada beberapa hal yang dapat

mempengaruhi kegagalan pencapaian target pengobatan antara lain:

a. Resistensi terhadap sitostatika

b. Penurunan dosis sitostatika di mana penurunan dosis sebesar 20% akan menurunkan

angka harapan sembuh sekitar 50%

c. Penurunan intensitas obat di mana jumlah obat yang diterima selama kurun waktu

tertentu kurang.

26

Page 27: Laporan Kasus PARU

Untuk mengatasi hal tersebut di atas, dosis obat harus diberikan secara optimal dan

sesuai jadwal pemberian. Kecuali terjadi hal-hal yang jika diberikan sitostatika akan

lebih membahayakan jiwa.

Penggunaan resimen kemoterapi agresif (dosis tinggi) harus didampingi dengan

rescue sel induk darah yang berasal dari sumsum tulang atau darah tepi yang akan

menggantikan sel induk darah akibat mieloablatif. Penilaian respons pengobatan kanker

dapat dibagi menjadi lima golongan seperti :

a. Remisi komplit, tidak tampak seluruh tumor terukur atau lesi terdeteksi selama lebih

dari 4 minggu.

b. Remisi parsial, tumor mengecil >50% tumor terukur atau >50% jumlah lesi

terdeteksi menghilang.

c. Stable disease pengecilan 50% atau <25% membesar.

d. Progresif tampak beberapa lesi baru atau >25% membesar.

e. Lokoprogresif : tumor membesar di dalam radius tumor (lokal).

Penggunaan kemoterapi pada pasien NSCLC dalam dua dekade terakhir ini sudah di

teliti. Untuk pengobatan kuratif kemoterapi dikombinasikan secara terintegrasi dengan

modalitas pengobatan kanker lainnya pada pasien dengan penyakit lokoregional lanjut.

Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari stadium IIIA

dan untuk pengobatan paliatif.

Kemoterapi adjuvan diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran lokoregional

tumor dapat direseksi lengkap, cara pemberian diberikan setelah terapi lokal definitif

dengan pembedahan, radioterapi atau keduanya.

Kemoterapi neoadjuvan diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran

lokoregional tumor dapat direseksi lengkap. Terapi definitif dengan pembedahan,

radioterapi, atau keduanya diberikan di antara siklus pemberian kemoterapi.

27

Page 28: Laporan Kasus PARU

Pemilihan obat

Kebanyakan obat sitostatik mempunyai aktivitas cukup baik pada NSCLC

dengan tingkat respons antara 15-33%, walaupun demikian penggunaan obat

tunggal tidak mencapai remisi komplit. Kombinasi beberapa sitostatik telah banyak

diteliti untuk meningkatkan tingkat respons yang akan berdampak pada harapan

hidup.

Terapi Biologi

BCG, levamisole, interferon dan interleukin, penggunaannya dengan kombinasi

modalitas lainnya hasilnya masih kontroversial.

Terapi Gen

Akhir-akhir ini dikembangkan penyelarasan gen (Chimeric) dengan cara

transplantasi stem sel dari darah tepi maupun sumsum tulang alogenik.

SCLC (Small Cell Lung Cancer)

SCLC dibagi menjadi dua yaitu :

1. Limited-stage disease yang diobati dengan tujuan kuratif (kombinasi kemoterapi

dan radiasi) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20%

2. Extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka respons terapi

inisial sebesar 60-70% dan angka respons terapi komplit sebesar 20-30%. Angka

median-survival time untuk limited-stage disease adalah 18 bulan dan untuk

extensive-stage disease adalah 9 bulan.

28

Page 29: Laporan Kasus PARU

2.10 Pencegahan

Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti

merokok dapat mengurangi resiko terkena kanker paru. Penelitian dari kelompok

perokok yang berusaha berhenti merokok, hanya 30% yang berhasil.

2.11 Prognosis

Small Cell Lung Cancer (SCLC)

Dengan adanya perubahan terapi dalam 15-20 tahun belakangan ini kemungkinan

hidup rata-rata yang tadinya < 3 bulan meningkat menjadi 1 tahun.

Pada kelompok Limited Disease kemungkinan hidup rata-rata naik menjadi 1-2

tahun, sedangkan 20% daripadanya tetap hidup dalam 2 tahun.

30% meninggal karena komplikasi lokal dari tumor

70% meninggal karena karsinomatosis

50% bermetastasis ke otak (autopsi)

Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)

Yang terpenting pada prognosis kanker paru ini adalah menentukan stadium dari

penyakit

Dibandingkan dengan jenis lain dari NSCLC, karsinoma skuamosa tidaklah

seburuk yang lainnya. Pada pasien yang dilakukan tindakan bedah, kemungkinan

hidup 5 tahun setelah operasi adalah 30%.

Survival setelah tindakan bedah, 70% pada occult carcinoma ;35-40% pada

stadium I ; 10-15% pada stadium II dan kurang dari 10% pada stadium III

75% karsinoma skuamosa meninggal akibat komplikasi torakal, 25% karena

ekstra torakal, 2% di antaranya meninggal karena gangguan sistem saraf sentral.

40% adenokarsinoma dan karsinoma sel besar meninggal akibat komplikasi

torakal, 55% karena ekstra torakal.

15% adenokarsinoma dan karsinoma sel besar bermetastasis ke otak dan 8-9%

meninggal karena kelainan sistem saraf sentral.

29

Page 30: Laporan Kasus PARU

Kemungkinan hidup rata-rata pasien tumor metastasis bervariasi, dari 6 bulan

sampai dengan 1 tahun, dimana hal ini sangat tergantung pada : performance

status (skala Karnofsky), luasnya penyakit, adanya penurunan berat badan dalam

6 bulan terakhir.

Performance Status Berdasarkan Skala Who Dan Skala Karnofsky

Performance Status Skala WHO Skala Karnofsky

Aktivitas normal 0 90-100

Keluhan (+), berjalan dan merawat diri sendiri 1 70-80

Aktivitas dalam waktu > 50%, kadang perlu bantuan 2 50-60

Aktivitas dalam waktu 50%, perlu bantuan 3 30-40

Di tempat tidur, perlu waktu 4 10-20

30

Page 31: Laporan Kasus PARU

BAB III

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

- Nama : Tn. P

- Umur : 60 Tahun

- Alamat : Kampung dalam, Siak

- Pekerjaan : Wiraswasta

- Status : Menikah

- Agama : Islam

- No. RM : 000679

- Ruangan : Ruang 3

- Tanggal masuk : 30 mei 2016

II. ANAMNESIS (alloanamnesis)

a. Keluhan Utama :

Sesak

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Pasien mengaku sesak nafas yang dirasakan

sudah sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit, sesak semakin kuat sekitar 5 bulan

sejak dikemoterapi yang pertama, keluhan sesak nafas kadang diikuti dengan dada

terasa nyeri. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk sudah sejak 2 tahun, batuk

berdahak(+), bewarna merah sejak 6 bulan belakangan ini, saat ini pasien mengeluhkan

batuknya semakin berkurang dan dahaknya sudah tidak ada. Pasien juga mengeluhkan

tubuhnya terasa lemah, nafsu makan menurun, dan badan dirasakan semkain kurus.

31

Page 32: Laporan Kasus PARU

c. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat diabetes mellitus (-)

Riwayat penyakit jantung koroner (-)

Riwayat asma(-)

Konsumsi OAT(-)

d. Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti pasien. Ayah pasien tidak memiliki

riwayat hipertensi dan juga diabetes mellitus. Riwayat penyakit jantung, asma,

tuberkulosis, alergi, dan keganasan disangkal.

e. Riwayat Kebiasaan :

Pasien memiliki riwayat merokok dari tamat SMP dengan frekuensi merokok 3-4

bungkus/hari, dan juga pasien suka mengkonsumsi alkohol.

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Vital sign

Keadaan umum : tampak sakit berat

Kesadaran : komposmentis

GCS : 13

Tekanan darah : 120/90 mmHg

Respirasi : 28 x/menit

Nadi : 90 x/menit

Suhu : 36,8 0C

b. Status Generalis :

Kepala : Dalam batas normal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : Dalam batas normal

32

Page 33: Laporan Kasus PARU

Hidung : Dalam batas normal

Leher : Benjolan (-), pembesaran KGB (-)

Thorax :

Cor : deviasi kekanan, iktus cordis tidak terlihat, BJ I-II reguler, tidak

terdapat bunyi gallop dan murmur,.

Paru

o Inspeksi : Bentuk dan gerakan dinding simetris kiri dan kanan.

Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan.

o Palpasi : Vocal fremitus melemah pada paru kanan

o Perkusi : Redup pada paru kanan.

o Auskultasi : Ditemukan suara ekspirasi memanjang, rhonki(-/-)

wheezing(-/-)

Abdomen :

o Inspeksi : Perut datar, tidak ada venektasi, scars, lesi dan ruam.

o Auskultasi : Bising usus didengar dalam batas normal

o Palpasi : Supel, nyeri tekan pada epigastrium, nyeri ketok

tidak ada. Hepar dan lien tidak teraba.

o Perkusi : Timpani, tidak ada shifting dullness.

Ekstremitas : Kaki kanan edema (-), piting edema(-), akral hangat, CRT <

2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

33

Page 34: Laporan Kasus PARU

Hasil Laboratorium

Tanggal : 30 mei 2016

Pemeriksaan darah rutin :

- Hb : 11,1 gr/dl

- Leukosit : 12.900 mm3

- Eritrosit : 3.056.000mm3

- Hematokrit : 32,6%

- Trombosit : 434.000mm3

Glukosa darah

GDS: 158 mg/dl

Tes fungsi ginjal

a. Ureum : 25 mg/dl

b. Kreatinin : 0,9 mg/dl

c. Asam urat : 5,4 mg/dl

Tes fungsi hati : SGOT: 65 mg/dl

: SGPT: 19 mg/dl

Pemeriksaan rongten

34

Page 35: Laporan Kasus PARU

35

Page 36: Laporan Kasus PARU

Pemeriksaan CT-scan thorak

36

Page 37: Laporan Kasus PARU

RESUME

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas. Pasien mengaku sesak nafas yang

dirasakan sudah sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit, sesak semakin kuat sekitar

5 bulan sejak dikemoterapi yang pertama, keluhan sesak nafas kadang diikuti dengan

dada terasa nyeri. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk sudah sejak 2 tahun, batuk

berdahak(+), bewarna merah sejak 6 bulan belakangan ini, saat ini pasien mengeluhkan

batuknya semakin berkurang dan dahaknya sudah tidak ada. Pasien juga mengeluhkan

tubuhnya terasa lemah, nafsu makan menurun, dan badan dirasakan semkain kurus.

Riwayat hipertensi tidak ada, DM tidak ada, asma tidak ada, penyakit jantung

tidak ada dan riwayat konsumsi OAT tidak ada.

Hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya ekspirasi memanjang. Hasil

laboratorium dalam batas normal. Hasil foto toraks PA ditemukan adanya deviasi cor

kekanan tak jelas membesar, aorta melebar, kemudian pada pulmo didapatkan

kesuraman dan bercak opak pada paru kanan, hilus melebar.

V. DIAGNOSA

Ca bronkogenic stadium IV

VI. PENATALAKSANAAN

a. Non-medikamentosa

Istirahat dan mengurangi aktivitas berlebihan

Tirah baring

Oksigen

b. Medikamentosa

- IVFD RL 16 tpm (makro)

- Injeksi dexametasone 3x1

- Injeksi neurobion 1x1

37

Page 38: Laporan Kasus PARU

- Ventolin 3x1

- Mst 2x1

- Ksr 3x1

- Codein 3x1o mg

- PCT tab 3x1

38

Page 39: Laporan Kasus PARU

c. LEMBAR FOLLOW-UP

Tanggal FOLLOW-UP Terapi 13-06-2016

S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 130/90 mmHg HR : 90x/i T : 36,80C RR : 28x/i Assessment : tumor paru stadium IV

- IVFD RL 16 tpm

(makro)

- Ventolin inhaler k/p

- Ventolin Nebulizer k/p

- Dexametasone

3x0,5mg

- Mst 2x15 mg

- Ksr 1x1

- Laksadin syr 1x10cc

14-06- 2016

S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 110/80 mmHg HR : 88x/i T : 36,50C RR : 30x/i Assessment : tumor paru stadium IV

- IVFD RL 16 tpm

(makro)

- Ventolin inhaler k/p

- Ventolin Nebulizer k/p

- Dexametasone

3x0,5mg

- Mst 2x15 mg

- Ksr 1x1

- Laksadin syr 1x10cc

15-06- 2016

S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 110/80 mmHg HR : 90x/i T : 36,70C RR : 28x/i Assessment : tumor paru stadium IV

- IVFD RL 16 tpm

(makro)

- Ventolin inhaler k/p

- Ventolin Nebulizer k/p

- Dexametasone

3x0,5mg

- Mst 2x15 mg

39

Page 40: Laporan Kasus PARU

- Ksr 1x1

- Laksadin syr 1x10cc

16-06- 2016

S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 130/80 mmHg HR : 88x/i T : 36 0C RR : 25x/i Assessment : tumor paru stadium IV

- IVFD RL 16 tpm

(makro)

- Ventolin inhaler k/p

- Ventolin Nebulizer k/p

- Dexametasone

3x0,5mg

- Mst 2x15 mg

- Ksr 1x1

- Laksadin syr 1x10cc

17-06- 2016

S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 120/80 mmHg HR : 90x/i T : 36,50C RR : 28x/i Assessment : tumor paru stadium IV

- IVFD RL 16 tpm

(makro)

- Ventolin inhaler k/p

- Ventolin Nebulizer k/p

- Dexametasone

3x0,5mg

- Mst 2x15 mg

- Ksr 1x1

- Laksadin syr 1x10cc

18-06-2016

S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 130/90 mmHg HR : 88x/i T : 370C RR : 28x/i Assessment : tumor paru stadium IV

- IVFD RL 16 tpm

(makro)

- Ventolin inhaler k/p

- Ventolin Nebulizer k/p

- Dexametasone

3x0,5mg

- Mst 2x15 mg

40

Page 41: Laporan Kasus PARU

- Ksr 1x1

- Laksadin syr 1x10cc

19-06-2016

S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 110/80 mmHg HR : 85x/i T : 36,50C RR : 28x/i Assessment : tumor paru stadium IV

- IVFD RL 16 tpm

(makro)

- Ventolin inhaler k/p

- Ventolin Nebulizer k/p

- Dexametasone

3x0,5mg

- Mst 2x15 mg

- Ksr 1x1

- Laksadin syr 1x10cc

20-06-2016

S/ sesak nafas (+), batuk kering (-), badan pegal-pegal (+), tidak bisa tidur (+)O/ Ku: pasien tampak sakit berat Kes: komposmentis GCS : E4 V5 M4 13 TD : 110/80 mmHg HR : 88x/i T : 36,80C RR : 28x/i Assessment : tumor paru stadium IV

- IVFD RL 16 tpm

(makro)

- Ventolin inhaler k/p

- Ventolin Nebulizer k/p

- Dexametasone

3x0,5mg

- Mst 2x15 mg

- Ksr 1x1

- Laksadin syr 1x10cc

41

Page 42: Laporan Kasus PARU

DAFTAR PUSTAKA

1. Wilson, Loraine M. Tumor Ganas Paru-Paru dalam Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Ed.4 Jakarta : EGC, 1995

2. Jusuf, Anwar dkk. Perhimpunan dokter paru indonesia dan perhimpunan

onkologi indonesia. Kanker paru: jenis karsinoma bukan sel kecil. Pedoman

nasional untuk diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. 2005

3. Ferlay J, Bray F, Pisani P and Parkin DM. GLOBOCAN 2002: Cancer Incidence,

Mortality and Prevalence Worldwide. IARC CancerBase No. 5, Version 2.0,

Lyon: IARC Press, 2004.

4. Amin Zulkifli, Bahar Asril, Tumor paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

Jilid II, Edisi Ketiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 2001.Boyle P and Ferlay J, Cancer

incidence and mortality in Europe, 2004. Annal Oncol (2005):16;481

5. Anonim, 2006, Kanker Pembunuh Nomor Satu, Info Aktual, Koran media

Indonesia, No.9204/Tahun XXXVI

6. Amin, Zulkifli. Kanker Paru. Dalam: Sudoyo, Aru W dkk. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Departemen ilmu penyakit dalam

FKUI. 2006. Hal. 1005-11

7. Respiratory Health Effects of Passive Smoking. Lung Cancer and Other

Disorders,   Washington DC, US Environmental Protection Agency, 1992

8. Brownson RC, Alavanja MCR, Caporaso N, Berger E, Change JC. Family history

of cancer and risk of lung cancer in lifetime non-smokers and long-term ex-

smokers. International Journal of Epidemiology 1997;26:256–263

9. International Agency for Research on Cancer (IARC). IARC Monographs on the

Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans and their Supplements: A complete

list. Tobacco Smoking and Tobacco Smoke Volume 83 (2002).

42

Page 43: Laporan Kasus PARU

10. Van Cleemput J, De Raeve H, Verschakelen JA, Rombouts J, Lacquet

LM, Nemery B:  Surface of localized pleural plaques quantitated by computed

tomography scanning: no relation with cumulative asbestos exposure and no

effect on lung function.   Am J Respir Crit Care Med  2001; 163:705-710

11. Institute of Medicine (IOM), Food and Nutrition Board, Subcommittees on Upper

Reference Levels of Nutrients and Interpretation and Uses of Dietary Reference

Intakes, and the Standing Committee on the Scientific Evaluation of Dietary

Reference Intakes. A Report of the Panel on Dietary Antioxidants and Related

Compounds: Dietary Reference Intakes for Vitamin C, Vitamin E, Selenium and

Carotenoids (2000).

12. Samet JM:  Indoor radon and lung cancer: estimating the risks.   West J

Med  1992; 156:25-29.

13. Pershagen G, Akerblom G, Axelson O, Clavensjo B, Damber L, Desai G, Enflo

A, Lagarde F, Mellander H, Svartengren M, et al:  Residential radon exposure

and lung cancer in Sweden.   N Engl J Med  1994; 330:159-164.

14. National Research Council (NRC), Committee on Passive Smoking.

Environmental Tobacco Smoke: Measuring Exposures and Assessing Health

Effects (1986)

15. Silvestri GA, Tanoue LT, Margolis ML, Barker J, Detterbeck F: The noninvasive

staging of non–small cell lung cancer. The guidelines. Chest.. 123: 2003; 147S-

156S

16. Mountain CF. Revisions in the international staging system for lung cancer.

Chest, 111:1710-7, 1997

43