LAPORAN KASUS observasi febris.docx

52
LAPORAN KASUS OBSERVASI FEBRIS Penyusun : Nadiah binti Ahmad Lutfi 030.07.307 Pembimbing : Dr. Riza, Sp. A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA PERIODE 1 APRIL  8 JUNI 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 

Transcript of LAPORAN KASUS observasi febris.docx

Page 1: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 1/52

LAPORAN KASUS

OBSERVASI FEBRIS

Penyusun :

Nadiah binti Ahmad Lutfi 030.07.307

Pembimbing :

Dr. Riza, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK 

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

PERIODE 1 APRIL – 8 JUNI 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA 

Page 2: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 2/52

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

•   Nama : An. A

•  Umur : 7 tahun (21/06/2005)

•  JK : Laki-laki

•  Agama : Islam

•  Suku : Jawa

•  Alamat : Jl. Bawal 1 no.11 RT 005/009 Koja

•  Tanggal masuk RS : 7 April 2013

Orang tua/wali

Ayah

•   Nama : Tn. E

•  Agama : Islam

•  Suku : Jawa

•  Pekerjaan: Buruh

•  Alamat Pekerjaan : -

•  Penghasilan : ±Rp.1.950.000/bulan

Ibu

•   Nama : Ny. S

•  Agama : Islam

Page 3: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 3/52

•  Suku : Jawa

•  Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

•  Alamat Pekerjaan : -

•  Penghasilan : -

Wali

 Nama :

Agama :

Pekerjaan :

Alamat Pekerjaan :

Penghasilan :

Hubungan dengan orang tua : Anak kandung

Suku bangsa/bangsa :

ANAMNESIS 

Dilakukan autoanamnesis dan alloananamnesis dengan ibu pasien pada hari Selasa tanggal 9

April 2013 pada jam 14.00 WIB.

KELUHAN UTAMA : Demam sejak lima hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

KELUHAN TAMBAHAN : Kepala pusing, batuk, pilek, mual, nyeri ulu hati, muntah, mencret

dan nafsu makan berkurang.

Page 4: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 4/52

RIWAYAT PERJALANAN PEYAKIT :

5 hari SMRS, ibu pasien mengatakan bahwa pasien panas tinggi tiba-tiba pada malam

hari. Demam naik turun, tidak disertai menggigil, berkeringat dan mengigau. Pasien juga

mengeluhkan kepala pusing. Ibu pasien juga sempat mengukur panas menggunakan thermometer 

dan mengaku suhu tubuh pasien meningkat yaitu 39.9 C dan panas turun yaitu suhu tubuh 37.3 C

setelah pasien meminum obat penurun panas.

4 hari SMRS, ibu pasien mengatakan pasien demam, batuk dan pilek. Demam naik turun,

 panas turun setelah pasien meminum obat penurun panas dan pada siang hari panas naik lagi.

Batuknya berdahak, bening, kental dan sukar dikeluarkan. Pasien kemudian mendapatkan

rawatan di IGD RSUD Koja dan diberikan obat. Setelah minum obat keluhan berkurang.

3 hari SMRS, ibu pasien mengatakan pasien masih demam, batuk dan pilek. Buang air 

 besar cair, tiga kali per hari, sebanyak setengah gelas, warna kuning kecoklatan, berampas, tidak 

 berlendir dan berdarah. Selain itu, pasien juga berasa mual, nyeri ulu hati, muntah dan nafsu

makan berkurang. Muntah setiap kali makan, sebanyak satu per tiga gelas, isi muntah berisi

makanan yang dimakan. Buang air kecil biasa dan tidak ada keluhan.

1 hari SMRS, ibu pasien mengatakan pasien masih demam, batuk, pilek, mencret, mual,

muntah, nyeri perut dan tidak mau makan. Pasien kemudian mendapatkan pengobatan di

 puskesmas dan keluhan berkurang setelah minum obat.

Beberapa jam SMRS, pasien datang ke IGD RSUD Koja dibawa oleh orang tua nya

karena keluhannya tidak sembuh setelah mendapatkan pengobatan dan untuk mendapatkan

 perawatan lanjut di rumah sakit.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya dan dirawat di rumah sakit pada tahun

2010. Riwayat asma dan alergi makanan disangkal.

Page 5: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 5/52

RiWAYAT PENYAKIT KELUARGA:

Tidak ada ahli keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat asma dan

alergi pada keluarga disangkal.

RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN

KEHAMILAN Morbiditas Kehamilan Tidak ada

Perawatan Antenatal Teratur 1 bulan dua kali ke puskesmas

KELAHIRAN Tempat Kelahiran Puskesmas

Penolong Persalinan Dokter 

Cara Persalinan -  Spontan

-  Tidak ada penyulit atau kelainan

Masa Gestasi Cukup Bulan

Keadaan Bayi -  Berat lahir: 3500 gr 

-  Panjang: 55 cm

-  Lingkar kepala: tidak diketahui

-  Langsung Menangis

Kulit warna merah-   Nilai Apgar: tidak diketahui

-  Kelainan Bawaan: tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan/ kelahiran : Tidak ada kelainan bermakna.

Page 6: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 6/52

RIWAYAT PERKEMBANGAN

● Pertumbuhan gigi I : 5 bulan

● Psikomotor  

- Tengkurap : 3 bulan - Berjalan : 12 bulan

- Duduk : 7 bulan - Bicara : 24 bulan

- Berdiri : 10 bulan - Membaca/Menulis : 4 tahun

● Perkembangan Pubertas 

- Rambut Pubis : belum berkembang

- Payudara : belum berkembang

- Menarche : belum berkembang

●Gangguan Perkembangan Mental/Emosi

Bila ada, jelaskan :

Kesimpulan riwayat perkembangan: Riwayat perkembangan sesuai umur pasien saat itu.

RIWAYAT MAKANAN

Umur (bulan) ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0-2 +

2-4 +

4-6 +

6-8 + + + +

8-10 + + + +

10-12 + + + +

2 tahun + + + +

Page 7: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 7/52

Umur diatas 1 tahun

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah

 Nasi/Pengganti 3x/hari, satu piring

Sayur 3x/hari, satu porsi kecil

Daging 2x/minggu,satu potong

Telur 3x/minggu, satu butir 

Ikan 3x/minggu, satu potong

Tahu 3x/minggu, satu potong

Tempe 3x/minggu, satu potong

Susu (merk/takaran) 1x/minggu, satu gelas

Kesulitan makan bila ada, jelaskan :

Kesimpulan riwayat makanan : Nafsu makan berkurang sejak sakit.

RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)

BCG 2 X X

DPT/DT 2 4 6

POLIO 0 2 4

CAMPAK 9 X X

HEPATITIS B 0 1 6

MMR X X

IPA

Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar lengkap.

Page 8: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 8/52

RIWAYAT KELUARGA (Corak Reproduksi)

No Tgl Lahir

(umur)

Jenis

Kelamin

Hidup Lahir

Mati

Abortus Mati

(sebab)

Keterangan

Kesehatan

1 12 tahun Perempuan + Sehat

2 7 tahun Laki-laki + Sehat

3

4

5

RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN

Perumahan :

- Menyewa 

- Keadaan rumah : tinggal berempat, pasien dan orang tua nya serta kakak.

- Daerah/lingkungan : padat penduduk, ventilasi cukup, sekitar rumah tidak ada

yang menderita penyakit yang serupa. Pasien memakai

sumber air dari PAM.

Kesimpulan riwayat lingkungan perumahan : Lingkungan perumahan tidak sesuai dengan

standar.

Ayah Ibu

 Nama Tn.E Ny.S

Perkawinan ke- I I

Umur saat menikah 30 27

Pendidikan terakhir (tamat – kelas/tingkat) SD SD

Agama Islam Islam

Suku bangsa Jawa Jawa

Page 9: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 9/52

Keadaan kesehatan Baik Baik 

Kosanguitas - -

Penyakit, bila ada - -

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteria - Jantung -

Cacingan - Diare - Ginjal -

Demam

Berdarah

+  Kejang - Darah -

Demam

Thypoid

- Kecelakaan - Radang Paru -

Otitis - Morbili - Tuberculosis -

Parotitis - Operasi - Lainnya -

PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 9 April 2013, Pukul 14.00 WIB)

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Berat Badan : 35 kg

Tinggi Badan : 135 cm

Status Gizi (CDC) : BB/U : 35/26 x 100% = 134.62%

TB/U : 135/127 x 100% = 106.30%

BB/TB : 35/30 X 100% = 116,67%

Kesan: Gizi baik 

Page 10: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 10/52

Tanda Vital

Frekuensi Nadi : 72x/menit, reguler, isi cukup, equal.

Suhu Tubuh : 36,5oC

Frekuensi Napas : 28x/menit, reguler, tipe pernafasan abdominothorakal

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Kepala : normocephali, rambut hitam distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat isokor, Diameter 

3mm/3mm, RCL+/+, RCTL+/+, mata cekung (-/-)

Telinga : normotia, sekret -/-, serumen +/+

Hidung : lapang, deviasi septum (-), concha hiperemis (-/-)

Mulut : Bibir basah, selaput lendir basah, palatum utuh, lidah tidak kotor 

Gigi : tidak ada karies

Faring : hiperemis

Tenggorokan : dalam batas normal

Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar 

Toraks

Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : SN vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : supel, datar, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba

membesar, bising usus (+) meningkat, turgor kulit baik 

Genitalia : kelamin laki-laki

Anggota Gerak : akral hangat, sianosis (-), oedem (-)

Page 11: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 11/52

Tulang Belakang : scoliosis (-), lordosis (-), kiposis (-)

Status Neurologis

Tanda rangsang meningeal :

- Kaku kuduk : -

- Bruzinsky I : -

- Bruzinsky II : -

- Laseque : -

- Kerniq : -

Reflek Patologis :

- Babinsky : -

- Oppenheim : -

Reflek Fisiologis :

- Biceps : +/+

- Triceps : +/+

- Patella : +/+

- Achilles : +/+

Page 12: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 12/52

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 7 April 2013)

Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan

Hematologi

Hb 13,9 13,7 – 17,5 g/dl

Leukosit 6,200 4.200 - 9.100 /uL

Hematokrit 41 40 - 51 %

Trombosit 208.000 140.000 - 440.000 /uL

Diabetes

GDS 94 60-100 mg/dl

Elektrolit

 Na 130 134-146 mmol/LK 3,08 3,4-4,5 mmol/l

Cl 94 96-108 mmol/l

RESUME

Seorang pasien An. A, laki-laki berumur 7 tahun datang ke IGD RSUD Koja dengan

keluhan demam sejak 5 hari SMRS. Demam tinggi dan naik turun. Pasien juga merasakan kepala

 pusing, batuk berdahak bening, pilek, mual, nyeri ulu hati, muntah, diare dan nafsu makan

 berkurang. Muntah setiap kali makan, sebanyak satu per tiga gelas dan isi muntah makanan yang

dimakan. Diare, frekuensi tiga kali per hari, sebanyak setengah gelas, warna kuning kecoklatan,

 berampas, tidak berlendir dan berdarah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan gizi baik, tampak 

sakit ringan, dan kesadaran compos mentis. Frekuensi nadi 72x/menit, suhu tubuh 36,5oC,

frekuensi napas 28x/menit, tekanan darah 90/60mmHg dan bising usus meningkat. Pada

 pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan kelainan.

Page 13: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 13/52

DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja :

-  Viral infection

-  Diare akut tanpa dehidrasi

- Diagnosis Banding :

-  Daire akut tanpa dehidrasi et causa infeksi bakteri

-  Demam tifoid

Rencana Pemeriksaan Lanjut

-  Tes widal

PENATALAKSANAAN 

-  IVFD RA 15 tpm

-  Ranitidin 2 x 40 mg IV

-  Vectrine 3 x 1 cth

-  Zircum syrup 1 x 1 cth

-  PCT syrup 3 x 1 cth

PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam

Ad Functionam : ad bonam

Ad Sanationam : ad bonam

Page 14: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 14/52

Follow up tanggal 9 April 2013 

S : Demam (-), kepala pusing (-), batuk (+), pilek (+), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-),

BAB lembek (+), 1 x/hari, warna kuning kecoklatan, nafsu makan baik.

O : Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

 Nadi : 72x/menit

TD : 90/60 mmHg

RR : 28x /menit

Suhu : 36,50

C

Abdomen : supel, datar, nyeri tekan epigastrium (-), bising usus (+)

A : viral infection

Diare akut tanpa dehidrasi

P : IVFD RA 15 tpm

Ranitidin 2 x 40 mg IV

Vectrin syrup 3 x 1 cth

Zircum syrup 1x1 cth

PCT syr 3 x 1 cth

Pasien pulang

Page 15: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 15/52

ANALISA KASUS

Diagnosis Kerja

1.Viral infection

-  emam sejak hari terjadi tiba-tiba terus-menerus terkadang turun namun

tidak pernah mencapai suhu normal dan fluktuasi suhu ang terjadi lebih dari  

-  Batuk dan pilek. Batuknya berdahak, bening, kental dan sukar dikeluarkan.

-  Pada pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan kelainan. Demam yang tidak 

diketahui penyebabnya, sebagian terbesar adalah sindrom virus.

2.Diare akut tanpa dehidrasi

-  Buang air besar konsistensi cair sejak 3 hari SMRS, terjadi tiba-tiba, frekuensi

3x/hari, volume sebanyak setengah gelas, warna kuning kecoklatan, berampas, tidak 

 berlendir dan berdarah.

-  Muntah setiap kali makan, volume sebanyak satu per tiga gelas, isi muntah berisi

makanan yang dimakan.

-  Buang air kecil biasa dan tidak ada keluhan.

-  Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis dan

tanda-tanda vital dalam batas normal. Mata tidak cekung, mulut dan lidah basah,

 bising usus meningkat dan turgor kulit kembali cepat.

Page 16: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 16/52

Patofisiologi Demam

Page 17: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 17/52

Terapi

Secara umum, pasien yang mengalami demam akan disarankan untuk meningkatkan

hidrasi, karena demam juga dapat merupakan salah satu manifestasi dari dehidrasi tubuh, selain

itu peningkatan hidrasi terbukti dapat membantu menurunkan demam.

1.IVFD RA 15 tpm

-  Merupakan terapi cairan

-  Rehidrasi

2.Ranitidin 2 x 40 mg IV 

-  Antasida

-  Dyspepsia prophylaxis

-  Dosis: 1-2 mg/kgBB/hr 

3.Parasetamol syrup 3 x 1 Cth

-  Antipiretik (menurunkan demam)

-  Dosis PCT: 20 mg/kgBB

4.Zircum syrup 1 x 1 Cth

-  Suplemen zinc

-  Mengurangi keparahan dan durasi dari diare

-  Dosis: 10-20mg/hari selama 10-14 hari

5.Vectrine syrup 3 x 1 Cth

-  Mukolitik, sebagai pengencer lendir pada gangguan saluran pernafasan akut dan

kronik.

-  Dosis: 5 ml, 3 kali sehari

Page 18: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 18/52

TINJAUAN PUSTAKA

Latar Belakang 1,2

Demam merupakan salah satu keluhan utama yang paling sering disampaikan orang tua

 pada waktu membawa anaknya ke dokter atau ke tempat pelayanan kesehatan. Beragam penyakit

memang biasanya dimulai dengan manifestasi berupa demam, terutama penyakit infeksi pada

umumnya, juga dehidrasi, gangguan pusat pengatur panas, keracunan termasuk oleh obat, proses

imun, dan sebagainya. Sebanyak 10-15% anak yang dibawa ke dokter adalah karena demam.

Demam pada umumnya tidak berbahaya tetapi demam tinggi dapat membahayakan. Penelitian di

luar negeri menunjukkan bahwa 95% ibu merasa khawatir bila anaknya demam.

Demam merupakan salah satu gejala yang diperlukan dalam menentukan diagnosis.

Penilaian demam dengan menggunakan termometer masih jarang dilakukan oleh ibu di rumah.

Penelitian di Arab Saudi mendapatkan hanya 24% ibu menggunakan termometer. Penilaian suhu

tubuh yang paling banyak (94%) dilakukan ibu justru dengan menggunakan perabaan. Hal

tersebut menjadi kendala untuk mendapatkan data yang obyektif tentang demam. Tidak semua

demam memerlukan antipiretika karena demam justru merupakan petunjuk bahwa pada anak 

sedang terjadi proses penyakit.

Pada umumnya demam dengan suhu yang tidak tinggi tidak membahayakan. Di luar 

negeri sebagian besar anak yang demam ditangani sendiri oleh ibu dengan memberi antipiretika

(48%) dan hanya 18% saja yang dibawa ke dokter atau sarana kesehatan. Tindakan ibu

memberikan antipiretika dipengaruhi oleh kekhawatiran akan bahaya demam, pemahaman ibu

tentang demam dan hambatan yang terjadi. Di samping itu golongan antipiretika tertentu

(parasetamol atau ibuprofen) merupakan tindakan pertolongan pertama yang praktis dan cukup

aman pada anak yang menderita demam yang cukup tinggi oleh sebab penyakit apapun, sebelum

mencari pertolongan dokter atau pusat pelayanan kesehatan. Sementara itu ibu harus mampumendeteksi apakah demam pada anaknya memang perlu diberi terapi atau hanya pengawasan.

Demikian pula apakah demam telah turun sehingga tidak perlu pemberian antipiretika lagi.

Page 19: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 19/52

1.Definisi Demam 3,4 

Demam atau pireksia merupakan kata yang diambil dari bahasa yunani yang berarti api

(pyro). Demam merupakan suatu keadaan peningkatan suhu diatas normal yang disebabkan

 perubahan pada pusat pengaturan suhu tubuh. Suhu normal tubuh berbeda tergantung dari daerah

 pengukuran. Batasan normal suhu tubuh antara lain sebagai berikut :

1.  Temperatur oral berkisar antara 33,2 – 38,20C

2.  Temperatur rektal berkisar antara 34,4 – 37,80C

3.  Temperatur aksila berkisar antara 35,5 – 37,50C

4.  Temperatur membran timpani berkisar pada 35,4 – 37,80C

Suhu tubuh bervariasi pada setiap individunya, tergantung pada berbagai faktor; antara

lain umur, jenis kelamin, lingkungan, temperature ruangan, tingkat aktivitas, dan sebagainya.

Peningkatan suhu tubuh tidak selalu mengisyaratkan terjadinya demam. Sebagai contoh,

 peningkatan suhu tubuh pada seseorang akan meningkat pada keadaan peningkatan metabolisme

tubuh (latihan fisik), tetapi hal tersebut tidak didefinisikan sebagai demam, karena pusat

 pengaturan suhu tubuh di otak berada pada batas normal.

2.Pengaturan Suhu Tubuh 5,8

2.1. Keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas

Pengaturan suhu memerlukan mekanisme perifer yang utuh, yaitu keseimbangan

 produksi dan pelepasan panas, serta fungsi pusat pengatur suhu di hipotalamus yang mengatur 

seluruh mekanisme. Bila laju pembentukan panas dalam tubuh lebih besar daripada laju

hilangnya panas, timbul panas dalam tubuh dan temperatur tubuh meningkat. Sebaliknya, bila

kehilangan panas lebih besar, panas tubuh dan temperatur tubuh akan menurun.

Page 20: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 20/52

2.1.1 Produksi Panas

Dalam tubuh, panas diproduksi melalui peningkatkan  Basal Metabolic Rate (BMR).

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan  Basal Metabolic Rate antara lain: (1) laju metabolisme

dari semua sel tubuh; (2) laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot; (3)

metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin, epinefrin, norepinefrin dan

 perangsangan simpatis terhadap sel; (5) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh

meningkatnya aktivitas kimiawi didalam sel sendiri.

Pada keadaan istirahat, berbagai organ seperti otak, otot, hati, jantung, tiroid, pankreas

dan kelenjar adrenal berperan dalam menghasilkan panas pada tingkat sel yang melibatkan

adenosin trifosfat (ATP). Bayi baru lahir menghasilkan panas pada jaringan lemak coklat, yang

terletak terutama dileher dan skapula. Jaringan ini kaya akan pembuluh darah dan mempunyai

 banyak mitokondria. Pada keadaan oksidasi asam lemak pada mitokondria dapat meningkatkan

 produksi panas sampai dua kali lipat. Dewasa dan anak besar mempertahankan panas dengan

vasokonstriksi dan memproduksi panas dengan menggigil sebagai respon terhadap kenaikan

suhu tubuh. Aliran darah yang diatur oleh susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam

mendistribusikan panas dalam tubuh. Pada lingkungan panas atau bila suhu tubuh meningkat,

 pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus mempengaruhi serabut eferen dari sistem saraf otonom

untuk melebarkan pembuluh darah (vasodilatasi). Peningkatan aliran darah dikulit menyebabkan

 pelepasan panas dari pusat tubuh melalui permukaan kulit kesekitarnya dalam bentuk keringat.

Dilain pihak, pada lingkungan dingin akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga akan

mempertahankan suhu tubuh.

2.1.2 Kehilangan Panas

Berbagai cara panas hilang dari kulit ke lingkungan dapat melalui beberapa cara yaitu:

(1) Radiasi : kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu jenis

gelombang elektromagnetik. Dimana melalui cara ini tidak menggunakan sesuatu perantara

apapun. Secara umum enam puluh persen panas dilepas secara radiasi; (2) Konduksi : kehilangan

 panas melalui permukaan tubuh ke benda-benda lain yang bersinggungan dengan tubuh, dimana

terjadi pemindahan panas secara langsung antara tubuh dengan objek pada suhu yang berbeda.

Page 21: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 21/52

Dibandingkan dengan posisi berdiri, anak pada posisi tidur dengan permukaan kontak yang lebih

luas akan melepas panas lebih banyak melalui konduksi; (3) Konveksi : pemindahan panas

melalui pergerakan udara atau cairan yang menyelimuti permukaan kulit; (4) Evaporasi :

kehilangan panas tubuh sebagai akibat penguapan air melalui kulit dan paru-paru, dalam bentuk 

air yang diubah dari bentuk cair menjadi gas; dan dalam jumlah yang sedikit dapat juga

kehilangan panas melalui urine dan feses.

Faktor fisik jelas akan mempengaruhi kemampuan respon perubahan suhu. Pelepasan

 panas pada bayi sebagian besar disebabkan oleh karena permukaan tubuhnya lebih luas dari pada

anak yang lebih besar.

2.2 Konsep “Set -  Point” dalam pengaturan suhu tubuh 

Konsep “Set - Point” dalam pengaturan temperatur yaitu semua mekanisme pengaturan

temperatur yang terus-menerus berupaya untuk mengembalikan temperatur tubuh kembali ke

tingkat “Set - Point”.  Set-point  disebut juga tingkat temperatur krisis, yang apabila suhu tubuh

seseorang melampaui diatas  set-point  ini, maka kecepatan kehilangan panas lebih cepat

dibandingkan dengan produksi panas, begitu sebaliknya. Sehingga suhu tubuhnya kembali ke

tingkat set-point . Jadi suhu tubuh dikendalikan untuk mendekati nilai set-point . 

2.3 Peranan Hipotalamus dalam pengaturan suhu tubuh. 

Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik, dan

hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada area

 preoptik hipotalamus anterior 

Telah dilakukan percobaan pemanasan dan pendinginan pada suatu area kecil di otak 

dengan menggunakan apa yang disebut dengan thermode. Alat ini dipanaskan dengan elektrik 

atau dialirkan air panas, atau didinginkan dengan air dingin. Dengan menggunakan thermode,

area preoptik hipotalamus anterior diketahui mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif 

terhadap panas dan dingin. Neuron-neuron ini diyakini berfungsi sebagai sensor suhu untuk 

mengontrol suhu tubuh. Apabila area preoptik dipanaskan, kulit diseluruh tubuh dengan segera

mengeluarkan banyak keringat, sementara pada waktu yang sama pembuluh darah kulit diseluruh

Page 22: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 22/52

tubuh menjadi sangat berdilatasi. Jadi hal ini merupakan reaksi yang cepat untuk menyebabkan

tubuh kehilangan panas, dengan demikian membantu mengembalikan suhu tubuh kembali

normal. Oleh karena itu, jelas bahwa area preoptik hipotalamus anterior memiliki kemampuan

untuk berfungsi sebagai termostatik pusat kontrol suhu tubuh. Walaupun sinyal yang ditimbulkan

oleh reseptor suhu dari hipotalamus sangat kuat dalam mengatur suhu tubuh, reseptor suhu pada

 bagian kulit dan beberapa jaringan khusus dalam tubuh juga mempunyai peran penting dalam

 pengaturan suhu.

Daerah spesifik dari interleukin-1 (IL-1) adalah regio preoptik hipotalamus anterior, yang

mengandung sekelompok saraf termosensitif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III,

disebut juga sebagai korpus kalosum lamina terminalis (OVLT) yaitu batas antara sirkulasi dan

otak. Saraf termosensitif ini terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan darireseptor kulit dan otot. Saraf yang sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat dengan

 penghangatan atau penurunan dingin, sedang saraf yang sensitif terhadap dingin meningkat

dengan pendinginan atau penurunan dengan penghangatan. Telah dibuktikan bahwa IL-1

menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan merangsang cold-sensitive neurons. Korpus

kalosum lamina terminalis (OVLT) mungkin merupakan sumber prostaglandin. Selama demam,

IL-1 masuk kedalam ruang perivaskular OVLT melalui jendela kapiler untuk merangsang sel

untuk memproduksi prostaglandin E-2 (PGE-2); secara difusi masuk kedalam regio preoptik 

hipotalamus anterior untuk menyebabkan demam atau bereaksi dalam serabut saraf dalam

OVLT. PGE-2 memainkan peran penting sebagai mediator, terbukti dengan adanya hubungan

erat antara demam, IL-1 dan peningkatan kadar PGE-2 di otak. Penyuntikan PGE-2 dalam

 jumlah kecil kedalam hipotalamus binatang, memproduksi demam dalam beberapa menit, lebih

cepat dari pada demam yang diinduksi oleh IL-1.

Hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan thermostatic set-point yang akan

memberi isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis untuk memulai menahan panas

(vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil). Keadaan ini dibantu dengan tingkah laku

manusia yang bertujuan untuk menaikkan suhu tubuh, seperti mencari daerah hangat atau

menutup tubuh dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melanjut sampai suhu tubuh mencapai

 peningkatan  set-point . Peningkatan  set-point  kembali normal apabila terjadi penurunan

konsentrasi IL-1 atau pemberian antipiretik dengan menghambat sintesis PGE-2. PGE-2

Page 23: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 23/52

diketahui mempengaruhi secara negative feed-back  dalam pelepasan IL-1, sehingga dapat

mengakhiri mekanisme ini yang awalnya diinduksi demam. Sebagai tambahan, arginin

vasopresin (AVP) beraksi dalam susunan saraf pusat untuk mengurangi  pyrogen induced fever .

Kembalinya suhu menjadi normal diawali oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui peningkatan

aliran darah kulit yang dikendalikan oleh serabut saraf simpatis.

3.Etiologi Demam 4,6

Demam terjadi oleh karena perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada

hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis (faktor 

 perangsang koloni granulosit-makrofag, interferon dan interleukin), jejas jaringan (infark, emboli

 pulmonal, trauma, suntikan intramuskular, luka bakar), keganasan (leukemia, limfoma,

hepatoma, penyakit metastasis), obat-obatan (demam obat, kokain, amfoterisin B), gangguan

imunologik-reumatologik (lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid), penyakit radang

(penyakit radang usus), penyakit granulomatosis (sarkoidosis), ganggguan endokrin

(tirotoksikosis, feokromositoma), ganggguan metabolik (gout, uremia, penyakit fabry,

hiperlipidemia tipe 1), dan wujud-wujud yang belum diketahui atau kurang dimengerti (demam

mediterania familial). Umumnya demam pada anak disebabkan oleh virus yang sembuh sendiri.Tetapi sebagian kecil dapat berupa infeksi bakteri serius diantaranya meningitis bakterialis,

 bakterimia, pneumonia bakterialis, infeksi saluran kemih, enteritis bakteri, infeksi tulang dan

sendi.

4.Patogenesis Demam 1,10

Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah

adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubah  set-point  di hipotalamus,

menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas.

Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen

eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk-

Page 24: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 24/52

 produk bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan

 pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor 

 Necrosis Factor  (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-11 (IL-11).

Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap

 pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan

sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.

4.1 Pirogen Eksogen

Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya,

 pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk merangsang sintesis

interleukin-1 (IL-1). Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai pirogen eksogen, misalnya

endotoksin, bekerja langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun

Page 25: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 25/52

DDT dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek langsung terhadap

hipotalamus. Beberapa bakteri memproduksi eksotoksin yang akan merangsang secara langsung

makrofag dan monosit untuk melepas IL-1. Mekanisme ini dijumpai pada scarlet fever dan toxin

 shock syndrome. Pirogen eksogen dapat berasal dari mikroba dan non-mikroba.

4.1.1Pirogen Mikrobial

4.1.1.1 Bakteri Gram-negatif 

Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya  Escherichia coli, Salmonela) disebabkan

adanya heat-stable factor  yaitu endotoksin, yaitu suatu pirogen eksogen yang pertama kaliditemukan. Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida (LPS).

Endotoksin menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis (dose-related ).

Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam darah,

keduanya akan difagositosis oleh leukosit, makrofag jaringan dan natural killer cell  ( NK cell ).

Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan interleukin-1,

kemudian interleukin-1 tersebut mencapai hipotalamus sehingga segera menimbulkan demam.

Endotoksin juga dapat mengaktifkan sistem komplemen dan aktifasi faktor hageman, seperti

yang terdapat pada gambar 1.4 dan gambar 1.5

4.1.1.2 Bakteri Gram-positif 

Pirogen utama bakteri gram-positif (misalnya Stafilokokus) adalah peptidoglikan dinding

sel. Bakteri gram-positif mengeluarkan eksotoksin, dimana eksotoksin ini dapat menyebabkan

 pelepasan daripada sitokin yang berasal dari T-helper  dan makrofag yang dapat menginduksi

demam. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini menerangkan

Page 26: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 26/52

 perbedaan prognosis yang lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri gram-negatif.

Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya demam yang disebabkan infeksi pneumokokus

diduga proses imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh basil gram-positif 

(misalnya difteri, tetanus, dan botulinum) pada umumnya demam yang ditimbulkan tidak begitu

tinggi dibandingkan dengan gram-positif piogenik atau bakteri gram-negatif lainnya.

4.1.1.3 Virus

Telah diketahui secara klinis bahwa virus dapat menyebabkan demam. Pada tahun 1958,

dibuktikan adanya pirogen yang beredar dalam serum kelinci yang mengalami demam setelah

disuntik virus influenza. Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan cara

melakukan invasi secara langsung ke dalam makrofag, reaksi imunologis terjadi terhadap

komponen virus yang termasuk diantaranya yaitu pembentukan antibodi, induksi oleh interferon

dan nekrosis sel akibat virus.

4.1.1.4 Jamur 

Produk jamur baik yang mati maupun yang hidup, memproduksi pirogen eksogen yang

akan merangsang terjadinya demam. Demam pada umumnya timbul ketika produk jamur berada

dalam peredaran darah. Anak yang menderita penyakit keganasan (misalnya leukemia) disertai

demam yang berhubungan dengan neutropenia sehingga mempunyai resiko tnggi untuk terserang

infeksi jamur invasif.

4.1.2 Pirogen Non-Mikrobial 

4.1.2.1 Fagositosis 

Page 27: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 27/52

Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk 

terjadinya demam, seperti dalam proses transfusi darah dan anemia hemolitik imun ( immune

hemolytic anemia).

4.1.2.2 Kompleks Antigen-antibodi 

Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai akibat reaksi

antigen terhadap antibodi yang beredar, yang tersensitisasi (immune fever ) atau oleh antigen

yang teraktivasi sel-T untuk memproduksi limfokin, dan kemudian akan merangsang monosit

dan makrofag untuk melepas interleukin-1 (IL-1). Contoh demam yang disebabkan oleh

immunologically mediated diantaranya lupus eritematosus sistemik (SLE) dan reaksi obat yang

 berat. Demam yang berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin lebih mungkin

disebabkan oleh akibat interaksi kompleks antigen-antibodi dengan leukosit dibandingkan

dengan pelepasan IL-1.

4.1.2.3 Steroid 

Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia.  Ethiocholanolon dan metabolik 

androgen diketahui sebagai perangsang pelepasan interleukin-1 (IL-1).  Ethiocholanolon dapat

menyebabkan demam hanya bila disuntikan secara intramuskular (IM), maka diduga demam

tersebut disebabkan oleh pelepasan interleukin-1 (IL-1) oleh jaringan subkutis pada tempat

suntikan. Steroid ini diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya demam pada pasien dengan

sindrom adrogenital dan demam yang tidak diketahui sebabnya ( fever of unknown origin =

 FUO).

4.1.2.4 Sistem Monosit-Makrofag 

Page 28: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 28/52

Sel mononuklear bertanggung jawab terhadap produksi interleukin-1 (IL-1) dan

terjadinya demam. Granulosit polimorfonuklear tidak lagi diduga sebagai penanggung jawab

dalam memproduksi interleukin-1 (IL-1) oleh karena demam dapat timbul dalam keadaan

agranulositosis. Sel mononuklear selain merupakan monosit yang beredar dalam darah perifer 

 juga tersebar di dalam organ seperti paru (makrofag alveolar), nodus limfatik, plasenta, rongga

 peritoneum dan jaringan subkutan. Monosit dan makrofag berasal dari  granulocyte-monocyte

colony-forming unit  (GM-CFU) dalam sumsum tulang, kemudian memasuki peredaran darah

untuk tinggal selama beberapa hari sebagai monosit yang beredar atau bermigrasi ke jaringan

yang akan berubah fungsi dan morfologi menjadi makrofag yang berumur beberapa bulan. Sel-

sel ini berperan penting dalam pertahanan tubuh termasuk diantaranya merusak dan

mengeliminasi mikroba, mengenal antigen dan mempresentasikannya untuk menempel pada

limfosit, aktivasi limfosit-T dan destruksi sel tumor (Tabel 1.1). Keadaan yang berhubungan

dengan perubahan fungsi sistem monosit-makrofag diantaranya bayi baru lahir, kortikosteroid

dan terapi imunosupresif lain, lupus eritematosus sistemik (SLE), sindrom Wiskott-Aldrich dan

 penyakit granulomatosus kronik. Dua produk utama monosit-makrofag adalah interleukin-1 (IL-

1) dan Tumor necroting factor (TNF).

4.2 Pirogen Endogen 

4.2.1 Interleukin-1 (IL-1) 

Interleukin-1 (IL-1) disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel sekretori,

dengan bantuan enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui membran sel

kedalam sirkulasi. Interleukin-1 (IL-1) dianggap sebagai hormon oleh karena mempengaruhi

organ-organ yang jauh. Penghancuran interleukin-1 (IL-1) terutama dilakukan di ginjal.

Interleukin-1 (IL-1) terdiri atas 3 struktur polipeptida yang saling berhubungan, yaitu 2

agonis (IL-α dan IL-β) dan sebuah antagonis (IL-1 reseptor antagonis). Reseptor antagonis IL-

1 ini berkompetisi dengan IL-α dan IL-β untuk berikatan dengan reseptor IL-1. Jumlah relatif 

IL-1 dan reseptor antagonis IL-1 dalam suatu keadaan sakit akan mempengaruhi reaksi inflamasi

menjadi aktif atau ditekan. Selain makrofag sebagai sumber utama produksi IL-1, sel kupfer di

Page 29: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 29/52

hati, keratinosit, sel langerhans pankreas serta astrosit juga memproduksi IL-1. Pada jaringan

otak, produksi IL-1 oleh astrosit diduga berperan dalam respon imun dalam susunan saraf pusat

(SSP) dan demam sekunder terhadap perdarahan SSP.

Fagositosis Antigen Mikrobial dan Non-mikrobial

Memproses dan mempresentasikan Peran utama mekanisme pertahanan sebelum antigen

antigen dipresentasikan pada sel-T

Aktivasi sel-T Sel-T menjadi aktif hanya setelah kontak antigen pada

 permukaan monosit-makrofag

Tumorisidal Umumnya disebabkan oleh TNFSekresi dari :

Interferon α dan β Mempengaruhi respon imun, anti virus, anti proliferatif 

IL-1 Efek primer pada hipotalamus untuk mengindusi demam,

aktivasi sel-T dan produksi antibodi oleh sel-B

IL-6 Induksi demam dan hepatic acute phase proteins, aktivasi

sel-B dan stem cell, resistensi non spesifik pada infeksi

IL-8 Aktivasi neutrofil dan sintesis IgE

IL-11 Efek pada sel limfopoetik dan mieloid/eritroid, perangsangan

sekresi T-cell dependent B-cell

Tumor necrosis factor Aktivasi selular, aktivasi anti tumor 

Prostaglandin Beraksi sebagai supresi imun, mengurangi IL-1

Lisozim Zat penting bagi proses peradangan

Tabel 1.1 Fungsi utama sistem Monosit-Makrofag

Interleukin-1 mempunyai banyak fungsi, fungsi primernya yaitu menginduksi demam

 pada hipotalamus untuk menaikkan suhu. Peran IL-1 diperlukan untuk proliferasi sel-T serta

aktivasi sel-B, maka sebelumnya IL-1 dikenal sebagai lymphocyte activating factor  (LAF) dan

Page 30: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 30/52

 B-cell activating factor  (BAF). Interleukin-1 merangsang beberapa protein tertentu di hati,

seperti protein fase akut misalnya fibrinogen, haptoglobin, seruloplasmin dan CRP, sedangkan

sintesis albumin dan transferin menurun. Secara karakteristik akan terlihat penurunan konsentrasi

zat besi (Fe) serta seng (Zn) dan peningkatan konsentrasi tembaga (Cu). Keadaan hipoferimia

terjadi sebagai akibat penurunan asimilasi zat besi pada usus dan peningkatan cadangan zat besi

dalam hati. Perubahan ini mempengaruhi daya tahan tubuh hospes oleh karena menurunkan daya

serang mikroorganisme dengan mengurangi nutrisi esensialnya, seperti zat besi dan seng. Dapat

timbul leukositosis, peningkatan kortisol dan laju endap darah.

Fungsi utama Interleukin-1 :

Induksi demam Stimulasi Prostaglandin-E2 (PGE-2)

Aktivasi sel-T dan sel-B Reaksi fase akut

Respon inflamasi Proteolisis otot

Supresi nafsu makan Absorpsi tulang

Stimulasi Kolagenase Rasa kantuk/tidur 

4.2.2 Tumor Necrosis Factor (TNF) 

Tumor necrosis factor  ditemukan pada tahun 1968. Sitokin ini selain dihasilkan oleh

monosit dan makrofag, limfosit, natural killer cells (sel NK), sel kupffer juga oleh astrosit otak,

sebagai respon tubuh terhadap rangsang atau luka yang invasif. Sitokin dalam jumlah yang

sedikit mempunyai efek biologik yang menguntungkan. Berbeda dengan IL-1 yang mempunyai

aktivitas anti tumor yang rendah, TNF mempunyai efek langsung terhadap sel tumor. Ia

mengubah pertahanan tubuh terhadap infeksi dan merangsang pemulihan jaringan menjadi

normal, termasuk penyembuhan luka. Tumor necrosis factor  juga mempunyai efek untuk 

merangsang produksi IL-1, menambah aktivitas kemotaksis makrofag dan neutrofil serta

meningkatkan fagositosis dan sitotoksik.

Page 31: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 31/52

Meskipun TNF mempunyai efek biologis yang serupa dengan IL-1, TNF tidak 

mempunyai efek langsung pada aktivasi  stem cell  dan limfosit. Seperti IL-1, TNF dianggap

sebagai pirogen endogen oleh karena efeknya pada hipotalamus dalam menginduksi demam.

Tumor necrosis factor  identik dengan cachectin, yang menghambat aktivitas lipase lipoprotein

dan menyebabkan hipertrigliseridemia serta cachexia, petanda adanya hubungan dengan infeksi

kronik. Tingginya kadar TNF dalam serum mempunyai hubungan dengan aktivitas atau

 prognosis berbagai penyakit infeksi, seperti meningitis bakterialis, leismaniasis, infeksi virus

HIV, malaria dan penyakit peradangan usus. Tumor necrosis factor juga diduga berperan dalam

kelainan klinis lain, seperti artritis reumatoid, autoimmune disease, dan  graft-versus-host 

disease.

4.2.3 Limfosit yang Teraktivasi 

Dalam sistem imun, limfosit merupakan sel antigen spesifik dan terdiri atas 2 jenis yaitu

sel-B yang bertanggung jawab terhadap produksi antibodi dan sel-T yang mengatur sintesis

antibodi dan secara tidak langsung berfungsi sebagai sitotoksik, serta memproduksi respon

inflamasi hipersensitivit tipe lambat. Interleukin-1 berperan penting dalam aktivasi limfosit

(dahulu disebut sebagai LAF). Sel limfosit hanya mengenal antigen dan menjadi aktif setelah

antigen diproses dan dipresentasikan kepadanya oleh makrofag. Efek stimulasi IL-1 pada

hipotalamus (seperti pirogen endogen menginduksi demam) dan pada limfosit-T (sebagai LAF)

merupakan bukti kuat dari manfaat demam. Sebagai jawaban stimulasi IL-1, limfosit-T

menghasilkan berbagai zat seperti yang terdapat dalam tabel 1.2

4.2.4 Interferon 

Interferon dikenal oleh karena kemampuan untuk menekan replikasi virus di dalam sel

yang terinfeksi. Berbeda dengan IL-1 dan TNF, interferon diproduksi oleh limfosit-T yang

Page 32: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 32/52

teraktivasi. Terdapat 3 jenis molekul yang berbeda dalam aktivitas biologik dan urutan asam

aminonya, yaitu interferon-α (INF alfa) interferon-β (INF beta) dan interferon-gama (ITNF

gama). Interferon alfa dan beta diproduksi oleh hampir semua sel (seperti leukosit, fibroblas dan

makrofag) sebagai respon terhadap infeksi virus, sedangkan sintesis interferon gama dibatasi

oleh limfosit-T. Meski fungsi sel limfosit-T pada neonatus normal sama efektifnya dengan

dewasa, namun interferon (khususnya interferon gama) fungsinya belum memadai, sehingga

diduga menyababkan makin beratnya infeksi virus pada bayi baru lahir.

Interferon gama dikenal sebagai penginduksi makrofag yang poten dan menstimulasi sel-

B untuk meningkatkan produksi antibodi. Fungsi interferon gama sebagai pirogen endogen dapat

secara tidak langsung merangsang makrofag untuk melepaskan interleukin-1 (macrophage-

activating factor ) atau secara langsung pada pusat pengatur suhu di hipotalamus. Interferonmungkin mempengaruhi aktivitas antivirus dan sitolitik TNF, serta meningkatkan efisiensi

natural killer cell . Aktivitas antivirus disebabkan penyesuaian dari sistem interferon dengan

 berbagai jalur biokimia yang mempunyai efek anti virus dan beraksi pada berbagai fase siklus

replekasi virus. Interferon juga memperlihatkan aktivitas antitumor baik secara langsung dengan

cara mencegah pembelahan sel melalui pemanjangan jalur siklus multiplikasi sel atau secara

tidak langsung dengan mengubah respon imun. Aktivitas antivirus dan antitumor interferon

terpengaruhi oleh meningkatnya suhu. Interleukin-4 (IL-4), yang menginduksi sintesis

imunoglobulin IgE dan IgG4 oleh sel polimorfonuklear, tonsil atau sel limpa dari manusia sehat

dan pasien alergi, dihalangi oleh interferon gama dan interferon alfa, berarti limfokin ini beraksi

sebagai antagonis IL-4.

Interferon melalui kemampuan biologiknya, dapat digunakan sebagai obat pada berbagai

 penyakit. Interferon alfa semakin sering dipakai dalam pengobatan berbagai infeksi virus, seperti

hepatitis B, C dan delta. Efek toksik preparat interferon diantaranya demam, rasa dingin, nyeri

sendi, nyeri otot, nyeri kepala yang berat, somnolen dan muntah. Demam dapat muncul pada

separuh pasien ang mendapat interferon dan dapat mencapai 40˚ Efek samping ini dapat

diatasi dengan pemberian parasetamol dan prednisolon. Efek samping berat diantaranya gagal

hati, gagal jantung, neuropati dan pansitopenia.

4.2.5 Interleukin-2 (IL-2) 

Page 33: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 33/52

Interleukin-2 merupakan limfokin penting kedua (setelah interferon) yang dilepas oleh

limfosit-T yang terakivasi sebagai respons stimulasi IL-1. Interleukin-2 mempunyai efek penting

 pada pertumbuhan dan fungsi sel-T,  Natural killer cell  (sel NK) dan sel-B. Telah dilaporkan

adanya kasus defisiensi imun kongenital berat disertai dengan defek spesifik dari produksi IL-2.

Interleukin-2 memperlihatkan efek sitotoksik antitumor (terhadap melanoma ginjal, usus besar 

dan paru) sebagai hasil aktivasi spesifik dari natural killer cell (lymphokine-activated killer cell  

atau LAK), yang memiliki aktivitas sototoksik terhadap proliferasi sel tumor. Uji klinis dengan

IL-2 sedang dilakukan saat ini pada tumor tertentu pada anak. Respon neuroblastoma tampak 

cukup baik terhadap terapi imun dengan IL-2. Sayangnya, terapi imun dengan IL-2 dapat

menyebabkan defek kemotaksis neutrofil yang reversibel, diikuti peningkatan kerentanan

terhadap infeksi pada pasien yang menerimanya. Efek samping lainnya diantaranya lemah badan,

demam, anoreksia dan nyeri otot. Gejala ini dapat dikontrol dengan parasetamol. Interleukin-2

menstimulasi pelepasan sitokin lain, seperti IL-1, TNF dan INF alfa, yang akan menginduksi

aktivitas sel endotel, mendahului bocornya pembuluh darah, sehingga dapat menyebabkan

oedem paru dan resistensi cairan yang hebat. Penyakit yang berhubungan dengan defisiensi IL-2

diantaranya SLE (Systemic Lupus Erytematosus), diabetes melitus (DM), luka bakar dan

 beberapa bentuk keganasan.

4.2.6 Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) 

Dari empat hemopoetic colony-stimulating factor yang berpotensi tinggi menguntungkan

adalah eritropoetin,  granulocyte colony-stimulating factor  (G-CSF), dan macrophage colony-

 stimulating factor  (M-CSF). Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor  (GM-CSF)

adalah limfokin lain yang diproduksi terutama oleh limfosit, meskipun makrofag dan sel mast

 juga mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. Fungsi utama GM-CSF adalah

menstimulasi sel progenitor hemopoetik untuk berproliferasi dan berdeferensiasi menjadi

granulosit dan makrofag serta mengatur kematangan fungsinya. Penggunaan dalam pengobatan

diantaranya digunakan untuk pengobatan mielodisplasia, anemia aplastik dan efek mielotoksik 

 pada pengobatan keganasan serta transplantasi. Pemberian GM-CSF dapat disertai dengan

terjadinya demam, yang dapat dihambat dengan pemberian obat anti inflamasi non steroid ( Non

Steriod Anti Inflamation Drug = NSAID) seperti ibuprofen.

Page 34: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 34/52

 

5.Fase Demam 3,7

Fase demam dibagi atas tiga stadium, yang menunjukkan proses dari perjalanan demam

(peningkatan dan penurunan demam). Stadium tersebut antara lain :

1. Stadium inkrementi, ialah stadium dimana suhu tubuh mulai terjadi peningkatan, dapat

muncul mendadak atau perlahan-lahan.

2. Stadium fastigium, ialah puncak dari kejadian demam itu sendiri, dapat berupa puncak 

yang berbentuk datar, tajam (peak), atau parabola. Biladidapat grafik suhu yang bergelombang

sedemikian rupa sehingga didapatkan 2 puncak gelombang dengan variasi diantara 1-3 minggu,

maka disebut demam undulans.

3. Stadium dekrementi, yaitu stadium turunnya suhu tubuh. Apabila suhu turun dengan

mendadak maka keadaan tersebut disebut krisis, bila suhu turun perlahan disebut lisis. Bila suhu

turun mencapai normal kemudian meningkat kembali disebut residif, sedangkan bila suhu

meningkat sebelum suhu turun ke batas normal, maka disebut rekrudensi.

6.Jenis dan Tipe Demam 4,9 

Sampai saat ini, dikenal beberapa tipe demam, yaitu :

1. Demam kontinyu

Merupakan demam yang terus-menerus tinggi dan memiliki toleransi fluktuasi yang tidak lebih

dari 10C. Contoh penyakitnya antara lain; demam dengue, demam tifoid, pneumonia, infeksi

respiratorik, keadaan penurunan sistem imun, infeksi virus, sepsis, gangguan sistem saraf pusat,

malaria falciparum, dan lain-lain.

Page 35: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 35/52

 

2. Demam intermiten

Demam yang peningkatan suhunya terjadi pada waktu tertentu dan kemudian kembali ke suhu

normal, kemudian meningkat kembali. Siklus tersebut berulang-ulang hingga akhirnya demam

teratasi, dengan variasi suhu diurnal > 10C. Demam mendadak tinggi disertai menggigil, suhu

turun secara drastis, setelah serangan demam penderita merasa lelah. Contoh penyakitnya antara

lain; demam tifoid, malaria, septikemia, kala-azar, pyaemia. Ada beberapa subtipe dari demam

intermiten, yaitu :

  Demam quotidian

Demam dengan periodisitas siklus setiap 24 jam, khas pada malaria falciparum dan

demam tifoid

Page 36: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 36/52

Page 37: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 37/52

 

4. Demam berjenjang (step ladder fever )

Demam yang naik secara perlahan setiap harinya, kemudian bertahan suhu selama beberapa

hari, hingga akhirnya turun mencapai suhu normal kembali. Contohnya pada demam tifoid.

Demam naik turun yang >7 hari, pada minggu pertama demam  subfebril (kenaikan suhu tidak 

tinggi), puncak demam makin lama makin tinggi, siang hari suhu badan turun, tapi tidak 

mencapai normal dan meninggi pada malam hari, anak lesu, tidur mengigau, BAB cair; pada

minggu kedua demam tinggi terus-menerus.

5. Demam bifasik (pelana kuda/ saddleback )

Demam yang tinggi dalam beberapa hari kemudian disusul oleh penurunan suhu, kurang

lebih satu sampai dua hari, kemudian timbul demam tinggi kembali. Tipe ini didapatkan pada

 beberapa penyakit,seperti demam dengue, yellow fever ,Colorado tick fever , Rit valley

fever,dan infeksi virus seperti; influenza, poliomielitis, dan koriomeningitis limfositik.

Page 38: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 38/52

 

6. Demam Pel-Ebstein atau undulasi

Suatu jenis demam yang spesifik pada penyakit limfoma hodgkin, dimana terjadi

 peningkatan suhu selama satu minggu dan turun pada minggu berikutnya, dan seperti itu

seterusnya. Demam tipe ini ditemukan juga pada kasus penyakit kolesistitis bruselosis, dan

 pielonefritis kronik.

7. Demam kebalikan pola demam diurnal (typhus inversus)Demam dengan kenaikan temperatur tertinggi pada pagi hari bukan selama senja atau di

awal malam. Kadang-kadang ditemukan pada tuberkulosis milier, salmonelosis, abses hepatik,

dan endokarditis bakterial.

Page 39: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 39/52

 

Klasifikasi berdasarkan lama demam pada anak, dibagi menjadi:

1. Demam kurang 7 hari (demam pendek) dengan tanda lokal yang jelas, diagnosis

etiologik dapat ditegakkan secara anamnestik, pemeriksaan fisis, dengan atau tanpa bantuan

laboratorium,

misalnya tonsilitis akut.

2. Demam lebih dari 7 hari, tanpa tanda lokal, diagnosis etiologik tidak dapat ditegakkan

dengan amannesis, pemeriksaan fisis, namun dapat ditelusuri dengan tes laboratorium, misalnya

demam tifoid.

3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya, sebagian terbesar adalah sindrom virus.

7.Diagnosis Banding Kasus Demam 1,4

Terdapat empat kategori utama demam pada anak, yang dibedakan menjadi :

1. Demam karena infeksi dengan tanda infeksi local. Demam dengan tanda lokal pada anak 

 biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit berikut ini :

a) Infeksi pernapasan bagian atas

−Gejala batuk dan pilek 

− Nyeri menelan

−Rhinorhoea

−Faring hiperemis

−Tonsil hiperemis dan membengkak 

−Detritus pada tonsil

−Pembesaran kelenjar getah bening.

Page 40: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 40/52

 b)Otitis media dan eksterna

−Otorhoea

− Nyeri telinga

−Kanalis akustikus eksternus tampak hiperemis

−Membran timpani hiperemis dan cembung

c)Sinusitis

− Nyeri kepala sekitar orbita

−Rhinorhoea yang berbau atau purulen

− Nyeri perkusi pada daerah yang terkena)

d)Mastoiditis

−Benjolan lunak dan nyeri sekitar daerah mastoid

−Tanda peradangan local

e)Abses tenggorokan

− Nyeri tenggorokan yang cukup hebat pada anak yang lebih besar 

− Nyeri saat menelan

−Kesulitan menelan/ mendorong masuk air liur 

−Pembesaran kelenjar getah bening servikal

f)Infeksi jaringan lunak dan kulit

−Tanda peradangan lokal pada kulit; dapat berupa eritema, kalor,dolor, rubor, pustula, dan lain-

lain.

−Selulitis, abses kulit, dan lain-lain.

Page 41: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 41/52

g)Demam rematik akut

−Tanda peradangan lokal pada sendi

−Karditis, eritema marginatum, nodul subkutan, dan lain-lain.

−Peningkatan LED dan ASTO

2.Demam karena infeksi tanpa tanda infeksi local. Demam yang timbul tanpa disertai tanda-

tanda infeksi lokal,dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :

a)Demam dengue, demam berdarah dengue

−Demam atau riwayat demam mendadak tinggi selama 2-7 hari

−Manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji bendung/ rumple leede positif 

−Pembesaran hati

−Tanda-tanda gangguan sirkulasi

−Peningkatan nilai hematokrit dan hemoglobin, serta penurunan nilai trombosit dan leukosit

−Ada riwayat keluarga atau tetangga sekitar menderita atau tersangka demam berdarah dengue

 b)Demam malaria

−Demam tinggi khas bersifat intermiten

−Demam terus-menerus

−Menggigil, nyeri kepala, berkeringat, dan nyeri otot-sendi

−Anemia

−Hepatosplenomegali

−Hasil apus darah malaria positif 

Page 42: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 42/52

Page 43: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 43/52

f)Keadaan penurunan sistem imun

−Infeksi HIV-AIDS

−Keganasan

−Diabetes mellitus

−Dan lain-lain

3.Demam yang disertai ruam. Demam dapat pula bermanifestasi membentuk ruam tertentu pada

sistem integumen, adapun demam yang memiliki manifestasi ruam, yang sering diderita oleh

anak-anak antara lain :

a)Campak 

−Ruam makula atau papul eritema yang mulai muncul di daerah leher, belakang telinga menuju

ke tubuh dan ektremitas

−Batuk, pilek, nyeri tenggorokan

−Konjungtivitis

−Bercak koplik 

−Riwayat imunisasi campak (-)

 b)Eksantema subitum

−Terutama pada bayi (6-18 bulan)

−Ruam muncul setelah suhu turun

−Ruam biasanya dimulai dari tubuh kemudian menyebar ke ekstremitas

Page 44: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 44/52

c)Demam skarlet (Skarlatina)

-Demam tinggi, tampak sakit berat

-Ruam merah kasar seluruh tubuh, biasanya didahului di daerah lipatan (leher, ketiak, dan lipat

inguinal)

-Peradangan hebat pada tenggorokan dan kelainan lidah (strawberry tongue)

-Pada penyembuhan terdapat kulit bersisik 

d)Demam berdarah dengue

e)Infeksi virus lain

-Chikunguya

-Enterovirus

-Gangguan sistemik dari ringan hingga berat

4.Demam lebih dari tujuh hari

a)Demam tifoid

-Demam lebih dari tujuh hari

-Letargis atau terdapat penurunan kesadaran

-Nyeri perut, kembung, mual, muntah

-Diare atau konstipasi

Page 45: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 45/52

 b)TB milier 

-Demam lama (> 2 minggu)

-Berat badan menurun

-Anoreksia

-Pembesaran hati dan/atau limpa

-Batuk 

-Tes tuberkulin positif 

-Riwayat kontak dengan penderita TB

-Gambaran milier pada foto thorax dada

C)Endokarditis infektif 

-Berat badan turun

-Pucat

-Jari tabuh

-Bising jantung

-Pembesaran limpa

-Petekie

-Splinter haemorrhages pada kuku

-Hematuria mikroskopik 

Page 46: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 46/52

d)Demam rematik akut

-Bising jantung yang dapat berubah-ubah sewaktu-waktu

-Artritis/ atralgia

-Gagal jantung

-Takikardia

-Pericardial friction rub

-Fokus infeksi streptokokal

e)Abses dalam

-Demam tanpa fokus infeksi yang jelas

-Radang setempat atau nyeri

-Tanda-tanda spesifik tergantung tempatnya (otak, paru, hepar,ginjal, dll

f)Demam malaria

8.Penatalaksanaan Demam 4, 10 

Tidak semua kasus demam harus diturunkan dengan segera, tidak sedikit kasus demam

yang turun dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus. Walau begitu, demam tentu saja tidak 

membuat pasien merasa nyaman, bahkan terkadang jika tidak diturunkan dapat meningkat tiba-

tiba ke level yang membahayakan. Menurut data statistik yang ada, kerusakan pada otak pada

umumnya terjadi jika suhu tubuh mendekati 420C (107,6

0F). Secara umum, pasien yang

mengalami demam akan disarankan untuk meningkatkan hidrasi, karena demam juga dapat

merupakan salah satu manifestasi dari dehidrasi tubuh, selain itu peningkatan hidrasi terbukti

dapat membantu menurunkan demam. Resiko hiponatremia relatif yang disebabkan oleh

 peningkatan masukan cairan dapat dikurangi dengan menggunakan formula cairan rehidrasi oral

yang sesuai, dengan kadar elektrolit seimbang. Penanganan sederhana lain yang dapat dilakukan

ialah dengan memberikan kompres hangat pada daerah peredaran darah besar; misalnya dileher,

Page 47: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 47/52

ketiak, dan lipat inguinal. Tujuan kompres hangat pada daerah tersebut ialah untuk membuat

hangat daerah sekitar pembuluh darah besar tersebut,dan kemudian akan menghangatkan darah

itu sendiri. Keadaan tersebut akan merangsang pusat pengaturan suhu untuk menurunkan

termostat ke titik yang lebih rendah dari sebelum, sehingga manifestasi yang dapat kita lihat pada

 pasien yaitu proses berkeringat dan kulit yang memerah (flushing),karena vasodilatasi pembuluh

darah, sebagai upaya pembuangan panas tubuh.

Medikasi yang utama untuk penatalaksanaan demam ialah dengan pemberian antipiretik.

Contoh antipiretik yang sering digunakan untuk kasus demam antara lain; parasetamol,

ibuprofen, dan asam asetilsalisilat. Pada beberapa sumber mengatakan antipiretik asam asetil

salisilat dan ibuprofen lebih efektif untuk penatalaksanaan demam pada anak, sekaligus

mengurangi gejala prodromal lain yang menyertai demam, karena efek analgetiknya lebih kuat

dibandingkan dengan parasetamol. Namun begitu, asam asetil salisilat dan ibuprofen memiliki

resiko perdarahan lambung dan gangguan agregasi trombosit yang lebih tinggi dibandingkan

dengan parasetamol. Oleh karena itu, obat tersebut tidak dianjurkan untuk diberikan pada kasus

demam yangdisertai perdarahan, misalnya pada demam berdarah dengue, purpura

trombositopenik idiopatik, ulkus peptikum, dan lain-lain. Pada umumnya antipiretik digunakan

 bila suhu tubuh anak lebih dari 380C. Orang tua dan sebagian besar dokter memberikan

antipiretik pada setiap keadaan demam. Seharusnya antipiretik tidak diberikan secara automatis,

tetapi memerlukan pertimbangan. Pemberian antipiretik harus berdasarkan kenyamanan anak,

 bukan dari suhu yang tertera pada angkatermometer saja. Saat ini pemberian resep antipiretik 

terlalu berlebihan,antipiretik diberikan untuk keuntungan orang tua daripada si anak. Meski tidak 

ada efek samping antipiretik pada perjalanan penyakit, namun terdapat beberapa bukti yang

memperlihatkan efek yang merugikan. Indikasi pemberian antipiretik, antara lain :

1. Demam lebih dari 390C yang berhubungan dengan gejala nyeri atau tidak nyaman, biasa timbul

 pada keadaan otitis media atau mialgia.

2. Demam lebih dari 40,50C

3. Demam berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme. Keadaan gizi kurang,

 penyakit jantung, luka bakar, atau pasca operasi,memerlukan antipiretik.

4. Anak dengan riwayat kejang atau delirium yang disebabkan demam.

Page 48: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 48/52

Klasifikasi Antipiretik  

Obat antipiretik dalam dikelompokkan dalam empat golongan; yaitu para aminofenol

(parasetamol), derivat asam propionat (ibuprofen dan naproksen), salisilat (aspirin, salisilamid),

dan asam asetik (indometasin). Namun yang akan dibahas pada bagian ini ialah antipiretik yang

sering dipakai pada penatalaksanaan demam pada anak; yaitu parasetamol, ibuprofen, dan

aspirin.

1. Parasetamol (Asetaminofen)

Parasetamol merupakan metabolit aktif asetanilid dan fenasetin. Saat ini parasetamol

merupakan antipiretik yang biasa dipakai sebagai antipiretik dan analgesik dalam pengobatan

demam pada anak. Keuntungannya, terdapat dalam sediaan sirup, tablet, infus, dan supositoria.

Cara terakhir ini merupakan alternatif bila obat tidak dapat diberikan per oral; misalnya anak 

muntah, menolak pemberian cairan, mengantuk, atau tidak sadar. Beberapa penelitian

menunjukkan efektivitas yang setara antara parasetamol oral dan supositoria. Dengan dosis yang

sama daya terapeutik antipiretiknya setara dengan aspirin,hanya parasetamol tidak mempunyai

daya antiinflamasi, oleh karena itutidak digunakan pada penyakit jaringan ikat seperti artritis

reumatodi. Parasetamol juga efektif menurunkan suhu dan efek samping lain yang berasal dari

 pengobatan dengan sitokin, seperti interferon dan pada pasien keganasan yang menderita infeksi.

Dosis parasetamol lazim yangdigunakan untuk menurunkan suhu ialah 10-15 mg/kgBB per 

dosis, makaakan tercapai konsentrasi efek antipiretik dan direkomendasikan diberikan setiap 4

 jam. Dosis parasetamol 20 mg/kgBB tidak akan menambah daya penurunan suhu tetapi

memperpanjang efek antipiretik sampai 6-8 jam.Setelah pemberian dosis terapeutik, penurunan

demam terjadi setelah 30 menit, puncaknya sekitar 3 jam, dan demam akan rekurendalam 3-4

 jam setelah pemberian. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 30 menit. Makanan yang

mengandung karbohidrat tinggi akan mengurangi absorpsi sehingga menghalangi penurunan

demam. Parasetamol mempunyai efek samping ringan bila diberikan dalam dosis biasa. Tidak 

akan timbul perdarahan saluran cerna, nefropati, maupun koagulopati. Obat yang dilaporkan

mempunyai interaksi denganparasetamol, diantaranya adalah warfarin, metoklopramid, beta

 bloker,dan klopromazin.

Page 49: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 49/52

2.Ibuprofen

Ibuprofen ialah suatu derivat asam propionat yang mempunyai kemampuan antipiretik,

analgesik, dan antiinflamasi. Seperti antipiretik lain dan NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory

Drug), ibuprofen beraksi dengan memblokade sintesis PGE-2 melalui penghambatan

siklooksigenasi. Sejak tahun 1984 satu-satunya NSAID yang direkomendasikan sebagai

antipiretik di Amerika Serikat adalah ibuprofen, sedangkan di Inggris sejak tahun 1990. Obat ini

diserap dengan baik oleh saluran cerna, mencapai puncak konsentrasi serum dalam 1 jam. Kadar 

efek maksimal untuk antipiretik (sekitar 10 mg/L) dapat dicapai dengan dosis 5 mg/kgBB, yang

akan menurunkan suhu tubuh 20C selama 3-4 jam. Dosis 10 mg/kgBB/hari dilaporkan lebih

 poten dan mempunyai efek supresi demam lebih lama dibandingkan dengan dosis setara

 parasetamol. Awitan antipiretik tampak lebih dini dan efek lebih besar pada bayi daripada anak 

yang lebih tua. Ibuprofen merupakan obat antipiretik kedua yang paling banyak dipakai setelah

 parasetamol.Efek antiinflamasi serta analgesik ibuprofen menambah keunggulan dibandingkan

dengan parasetamol dalam pengobatan beberapa penyakit infeksi yang berhubungan dengan

demam. Indikasi kedua pemakaian ibuprofen adalah artritis reumatoid. Dengan dosis 20-40

mg/kgBB/hari, efeknya sama dengan dosis aspirin 60-80 mg/kgBB/hari disertai efek samping

yang lebih rendah. Pemberian sitokin (misalnya GM-CSF) seringkali menyebabkan demam dan

mialgia, ibuprofen ternyata obat yang efektif untuk mengatasi efek samping tersebut. Ibuprofen

mempunyai keuntungan pengobatan dengan efek samping ringan dalam penggunaan yang luas.

Beberapa efek samping yang dilaporkan disebabkan adanya penyakit yang sebelumnya telah ada

 pada anak tersebut dan bukan disebabkan oleh pengobatannya.Di pihak lain efek samping

 biasanya berhubungan dengan dosis dansedikit lebih sering dibandingkan dengan parasetamol

dalam dosis antipiretik. Reaksi samping ibuprofen lebih rendah daripada aspirin.Anak yang

menelan 100 mg/kgBB tidak menunjukkan gejala, bahkan sampai dosis 300 mg/kgBB seringkali

asimptomatik. Tatalaksana kasus keracunan ibuprofen, dilakukan pengeluaran obat dengan

muntah (kumbah lambung), arang aktif, dan perawatan suportif secara umum. Tidak ada

antidotum spesifik terhadap keracunan ibuprofen.

Page 50: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 50/52

3.Salisilat

Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik-analgetik yang luas dipakai

dalam bidang kesehatan anak. Di Amerika Serikat pangsa pasar salisilat mencapai 70%

sedangkan parasetamol hanya mencapai 30%, di Inggris kecenderungannya terbalik. Dalam

 penelitian perbandingan antara aspirin dan parasetamol dengan dosissetara terbukti kedua

kelompok mempunyai efektivitas antipiretik yangsama tetapi aspirin lebih efektif sebagai

analgesik. Setelah dilaporkan adanya hubungan antara sindrom Reye dan aspirin, Committee on

Infectious Diseases of the American Academy of Pediatrics, berkesimpulan pada laporannya

tahun 1982, bahwa aspirin tidak dapat diberikan pada anak dengan cacar air atau dengan

kemungkinan influenza. Walaupun demikian, aspirin masih digunakan secara luas di berbagai

tempat di dunia, terutama di negara berkembang. Kekurangan utama aspirin adalah tidak stabil

dalam bentuk larutan (oleh karena itu hanya tersedia dalam bentuk tablet), dan efek samping

lebih tinggi daripada parasetamol dan ibuprofen. Adapula peningkatan insidensi interaksi dengan

obat lain, termasuk antikoagulan oral (menyebabkan peningkatan resiko perdarahan),

metoklopramid dan kafein, serta natrium valproat (menyebabkan terhambatnya metabolisme

natrium valproat).Adapun indikasi pemakaian aspirin ialah sebagai berikut :

1. Sebagai antipiretik/ analgetik, aspirin tidak lagi direkomendasikan. Dosis 10-15 mg/kgBB

memberikan efek antipiretik yang efektif. Dapat diberikan 4-5 kali per hari, oleh karena waktu

 paruh di dalam darah sekitar 3-4 jam.

2. Pada penyakit jaringan ikat seperti artritis reumatoid dan demam reumatik, dosis awal ialah 80

mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis. Dosis ini kemudian disesuaikan untuk mempertahankan kadar 

salisilat dalam darah sekitar 20-30 mg/dL. Oleh karena akhir-akhir dilaporkan adanya sindrom

Reye pada kasus artritis reumatoid yangmendapat aspirin, maka aspirin tidak lagi dipakai pada

 pengobatan artritis reumatoid.

3. Thromboxane A2 merupakan vasokonstriktor poten dan sebagai platelet aggregation agent yang

terbentuk dari asam arakidonat melalui siklus siklooksigenase. Aspirin menghambat

siklooksigenase sehingga mempunyai aktivitas antitrombosit dan fibrinolitik rendah,

direkomendasikan bagi anak dengan penyakit kawasaki, penyakit jantung bawaan sianotik, dan

 penyakit jantung koroner.

Page 51: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 51/52

 

Kontraindikasi pemberian aspirin

a) Infeksi virus, khususnya infeksi saluran napas bagian atas atau cacar air. Aspirin dapat

menyebabkan sindrom Reye.

 b) Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), pada keadaan iniaspirin dapat menyebabkan

anemia hemolitik.

c) Anak yang menderita asma, dapat menginduksi hipersensitifitas karena penggunaan aspirin

(aspirin-induced hypersensitivity), berupa urtikaria, angioedema, rhinitis, dan hiperreaktivitas

 bronkus. Aspirin dapat menghambat sintesis, yang mempengaruhi efek dilatasi bronkus. Akhir-

akhir ini terbukti adanya peningkatan pembentukan leukotrien pada keadaan asma yang

diinduksi aspirin. Leukotrien merupakan vasokonstriktor poten terhadap otot-otot polos

salurannapas.

d) Pada pasien yang akan mengalami pembedahan atau pasien yang memiliki kecenderungan untuk 

mengalami perdarahan, aspirin dapat menghambat agregasi trombosit yang bersifat reversibel.

Efek samping yang timbul pada kadar salisilat darah< 20 mg/100 mL, umumnya dianggap

sebagai efek samping sedangkan gejala yang timbul pada kadar yang lebih tinggi disebut

keracunan. Gambaran yang saling tumpang tindih timbul diantara kedua kelompok tersebut. Efek 

samping berasal dari efek langsung terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis

 prostaglandin pada organ-organ terkena. Pada anak besar gambaran klinis menunjukkan alkalosis

respiratorik, sedangkan pada anak yang lebih muda fase alkalosis respiratorik terjadi singkat dan

ketika anak tiba di rumah sakit sudah terjadi asidosis metabolik bercampur dengan alkalosis

respiratorik. Pada bayi atau keracunan salisilat berat, keseimbangan asam-basa sangat terganggu

ditandai dengan penurunan pH (dapat kurang dari 7,0). Alkalosis respiratorik menunjukkan

adanya keracunan ringan atau tanda awal keracunan berat. Pemeriksaan laboratorium yang harus

dilakukan adalah; darah perifer lengkap, kadar salisilat, gula dalam darah, enzim hati, waktu

 protrombin, analisis gas darah, bikarbonat serum, ureum dan elektrolit.

Page 52: LAPORAN KASUS observasi febris.docx

7/18/2019 LAPORAN KASUS observasi febris.docx

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-kasus-observasi-febrisdocx 52/52

DAFTAR PUSTAKA

1.  Anonim. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Cetakan ke-dua belas. Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FKUI : Jakarta, 2007.

2.  Poerwoko, dkk. Demam pada anak: perabaan kulit, pemahaman dan tindakan ibu.

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUGM : Yogyakarta, 2003.

3.  Roespandi H, dr., Nurhamzah W, dr. Buku Saku Panduan Pelayanan

KesehatanAnak di Rumah Sakit, Cetakan I. Tim Adaptasi Indonesia-WHO :

Jakarta, 2009.

4.  Soedarmo SSP, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi 2. Badan

Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia : Jakarta, 2010.

5.  Patofisiologi Demam. Didapatkan dari

http://coretanmedis.blogspot.com/2012/09/demam-pada-anak.html

6.  Bellig L.L. 2005. Fever. Didapatkan dari

http://www.eMedicine.com.Inc/fever/topic359.htm

7.  Powel R.K. 2004. Fever. In : Richard E.B., Robert M.K., Hal B.J. Nelson

Textbook of Pediatrics. Volume 2. 17th

edition. Philadelpia. Saunders. 839-841.

8.  Ganong F.W. 2003. Temperature Regulation. Review of Medical Physiology. 21st 

edition. San Francisco. Lange Medical Book Mc Graw Hill. 254-259.

9.  Kayman H. Management of Fever: making evidence-based decisions. Clin Pediatr. Jun2003

(42); 3836.

10.  Sumarno S.P.S., Herry G., Sri Rezeki S.H. 2002. Demam, Patogenesis dan

Pengobatan. Buku Ajar Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. IDAI. Edisi

1. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 27-38.

11.  Lau AS, Uba A, Lehman D. Infectious Diseases. Dalam: Rudolph AM, Kamei RK,Overby KJ,

 penunting udolph’s fundamental of pediatrics Edisi ke-2. NewYork:McGraw-Hill.

2002;312-7.10.

12.  Dinarello A.C., Gelfan A.J. 2001. Fever and Hypertermia. Didapatkan dari