Laporan kasus diabetik

45
KAKI DIABETIK I. PENDAHULUAN Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Pada penderita DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan pembuluh darah besar (makrovaskuler). Pada tingkat mikrovaskuler, manifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada retina mata (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik) dan otot jantung (kardiomiopati). Sedangkan pembuluh darah besar (makrovaskular) dapat ditemukan komplikasi pada otak (stroke), jantung (Acute Coronary Syndrome) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). 1 Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahawa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam suatu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan insulin. 2 1

description

mempermudah mengetahui komplikasi penyakit diabetik

Transcript of Laporan kasus diabetik

Page 1: Laporan kasus diabetik

KAKI DIABETIK

I. PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan

metabolik ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek

sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Pada penderita DM

dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan

anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat

pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan pembuluh darah besar

(makrovaskuler). Pada tingkat mikrovaskuler, manifestasi komplikasi kronik

DM dapat terjadi pada retina mata (retinopati diabetik), glomerulus ginjal

(nefropati diabetik) dan otot jantung (kardiomiopati). Sedangkan pembuluh

darah besar (makrovaskular) dapat ditemukan komplikasi pada otak

(stroke), jantung (Acute Coronary Syndrome) dan pembuluh darah perifer

(tungkai bawah). 1

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes

Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan

bahawa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam suatu

jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan

sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan

akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau

relatif dan gangguan insulin.2

Sejak ditemukannya insulin tahun 1921 oleh Banting dan Best,

komplikasi Diabetes Mellitus (DM) berangsur-angsur bergeser dari

komplikasi akut ke komplikasi kronik. Salah satu komplikasi menahun dari

DM adalah kelainan pada kaki yang disebut sebagai kaki diabetik. Kaki

Diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik Diabetes Mellitus yang

paling ditakuti oleh para penderita DM karena dapat mengakibatkan

terjadinya cacat bahkan kematian. Hampir sepertiga dari kasus DM yang

dirawat punya masalah dengan kakinya.3

Salah satu komplikasi penyakit DM yang sering dijumpai adalah kaki

diabetik, yang dapat bermanifestasikan sebagai ulkus, infeksi dan

gangrene dan artropati Charcot. Sekitar 15% penderita DM dalam

1

Page 2: Laporan kasus diabetik

perjalanan penyakitnya akan mengalami komplikasi ulkus diabetika

terutama ulkus di kaki. Sekitar 14-24% di antara penderita kaki diabetika

tersebut memerlukan tindakan amputasi. Muha J melaporkan satu diantara

lima penderita ulkus DM memerlukan tindakan amputasi. Berdasarkan

studi deskriptif dilaporkan bahawa 6-30% pasien yang pernah mengalami

amputasi dikemudian hari akan mengalami risiko re-amputasi dalam waktu

1-3 tahun setelah amputasi pertama.4

II. EPIDEMIOLOGI

Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetes masih

merupakan besar. Sebagaian besar perawatan penyandang DM selalu

menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih

tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun

2003). Nasib para penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat

buruk. Sebanyak 14.3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi

dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.1

Salah satu komplikasi menahun dari DM adalah kelainan pada kaki

yang disebut sebagai kaki diabetik. Di negara berkembang prevalensi kaki

diabetik didapat jauh lebih besar dibanding dengan negara maju yaitu kira-

kira 2-4%. Data dari beberapa negara tertentu menunjukkan bahwa 10-

20% penderita harus dirawat di rumah sakit akibat problem kaki diabetik. Di

Amerika Serikat, persoalan kaki diabetik merupakan sebab utama

perawatan bagi pasien DM. Pada penelitian selama 2 tahun 16%

perawatan akibat kaki diabetik. Diperkirakan sebanyak 15% pasien DM

akan mengalami persoalan kaki dalam kehidupan bersama DM.

Keberhasilan pengelolaan tukak diabetik berkisar diantara 57-94%

bergantung pada besarnya tukak tersebut. Prevalensi tukak diabetik pada

penduduk sekitar 2-10%. Sebenarnya hanya sebagian kecil persoalan kaki

diabetik kemudian berlanjut sampai memerlukan amputasi tungkai bawah

sebanyak 15-19% pada pasien DM. Penelitian lain pula menunjukkan 5-

15% pada pasien DM.5

Sebanding dengan meningkatnya prevalensi penderita DM, angka

kejadian kaki diabetik seperti ulkus, infeksi, gangren kaki dan artropati

Charcot semakin meningkat. Diperkirakan sebanyak 15% penderita DM

2

Page 3: Laporan kasus diabetik

dalam perjalanan penyakitnya akan mengalami komplikasi ulkus diabetika

terutama ulkus kaki diabetika. Sekitar 14-24% di antara penderita kaki

diabetika tersebut memerlukan tindakan amputasi. Lebih dari 90% ulkus

akan sembuh apabila diterapi secara komprehensif dan multidisipliner,

melalui upaya; mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi

tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist),

penanganan infeksi, debridement, revaskularisasi dan tindakan bedah

elektif, profilaktif, kuratif atau emergensi sesuai dengan indikasi.6

III. PATOFISIOLOGI

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada

penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada

pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun neuropati

motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit

dan otot yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi

tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya

ulkus.1

Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah

merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga

akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.1

1. Neuropati

Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat

dengan pathogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal

menyerang saraf halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut

sebagai fenomena dying back, di mana ada teori yang menyatakan

semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jika

dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata ekstremitas bawah

lebih dulu yang terkena. Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan

aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf (keadaan ini

bersama dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain akan

mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah ke perifer

sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan bahkan

gangrene. Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol

(glukosa sorbitol fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan

3

Page 4: Laporan kasus diabetik

saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar

mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam

jaringan saraf akan mengganggu kerja metabolik sel Schwann dan

menyebabkan hilangnya akson.2

Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini

perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, paresthesia,

berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik dan gangguan motorik

yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot

dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer

(mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial atau sistem saraf

otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare

nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis,

hipotensi postural, dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom

diabetik dapat menderita infark miokardial akut tanpa nyeri, pasien ini

juga dapat kehilangan respons katekolamin terhadap hipoglikemia dan

tidak menyedari reaksi-reaksi hipoglikemia.2

1.1. Neuropati sensorik

Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan

daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai

ambang proteksi dari kaki ditemukan oleh normal tidaknya fungsi saraf

sensoris kaki. Pada keadaan normal sensasi yang diterima

menimbulkan reflex untuk meningkatkan reaksi pertahanan dan

menghindarkan diri dari rangsangan yang menyakitkan dengan cara

mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih

besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah

kemudian respons dikirim melalui saraf motorik. Pada penderita DM

yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik (karena

gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak

menyadari adanya trauma kecil namun sering pasien tidak merasakan

adanya tekanan besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui

setelah timbul infeksi, nekrosis atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan

dapat membahayakan keselamatan pasien.2,4

4

Page 5: Laporan kasus diabetik

Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada

pasien DM, seperti:2

1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada

tumit karena lama berbaring, dekubitus)

2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek. (luka, tertusuk paku/jarum)

3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).

1.2. Neuropati otonom

Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan

terutama adalah akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf

otonom ini mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat

berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vasomotor dan lain-lain.

Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama

pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi,

kering dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya

timbul selulitis, ulkus maupun gangrene. Selain itu neuropati otonom

juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi

penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi,

fungsi dan sifat viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari

kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus.2,4

1.3. Neuropati Motorik

Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot

instrinsik yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan

gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah dermis sehingga terjadi

kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan

gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki,

perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada

telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal

(claw foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus

tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah menjadi ulkus

dan akhirnya gangren.2,4

Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat

neuropati yang klasik dengan 4 tahap perkembangan.2

1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan

bengkak.

5

Page 6: Laporan kasus diabetik

2) Terjadi disolusi, fragmentasi dan fraktur pada persendian

tarsometatarsal.

3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.

4) Timbul ulserasi plantaris pedis.

2. Fokus Infeksi

Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui

jalur muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung

tendon dan otot, baik pada kaki maupun pada tungkai sehingga terjadi

sellulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di atas kapsul metatarsal

pada sisi plantar pedis.2

Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah

terbentuk gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya

kaki. Di samping itu, 50% dari kasus ulkus/gangrene diabetes akan

mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur

untuk berkembangnya bakteri patogen. Jika kadar gula darah tidak

terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal ini disebabkan karena

pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti katekolamin,

kortisol, hormone pertumbuhan dan glucagon.) yang menyebabkan

meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga

menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem

immunologi. Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis

sel PMN membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk

mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat

erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber

energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang

mengalami kekurangan insulin.2

3. Vaskulopati

Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan

permukaan dalam lapisan dalam arteri sehingga aliran lamellar berubah

menjadi turbulen yang berakibat pada mudahnya terbentuk thrombus.

Pada stadium lanjut seluruh lumen arteri akan tersumbat dan manakala

aliran kollateral tidak cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan gangrene

6

Page 7: Laporan kasus diabetik

yang luas. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM

antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah

perifer yang terutama sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita

muda, pembuluh darah yang paling awal mengalami angiopati adalah

arteri tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes juga sering mengenai

bagian distal dari arteri femoralis profunda, arteri poplitea, arteri tibialis

dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal dari tungkai

menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang

menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang

memerlukan amputasi. Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit,

penebalan membrana basalis serta penurunan produksi prostasiklin

(vasodilator dan anti platelet aggregating agent) akan memacu

terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa

ini akan mengakibatkan timbulnya iskemis organ dan/atau jaringan yang

bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.2

Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa

disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme antara lain:7

Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari

protein dan makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan

perubahan sifat antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan

menyebabkan perubahan tekanan intravaskular akibat gangguan

keseimbangan NO dan prostaglandin.

Overekspresi growth factor meningkatkan proliferasi sel endotel dan

otot polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.

Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG)

melalui jalur glikotik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan

aktivitas PKC. Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi

terjadinya vasokonstriksi.

Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stress oksidatif.

Keadaan hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya

stress oksidatif dan peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small

dense LDL-cholestrol (oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik.

7

Page 8: Laporan kasus diabetik

Disamping itu peningkatan kadar asam lemak bebas dan keadaan

hiperglikemia dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid dan protein.

Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombitik dan

agregasi platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor

antara lain penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas

fibrinolitik akibat peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM

Tipe 2 terjadi peningkatan aktivitas koagulasi akibat engaruh

berbagai faktor seperti pembentukan advanced glycosylatin end

products (AGEs) dan penurunan sintesis heparin sulfat.

Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi

dengan disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang

dapat menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel

sehingga akan terjadi disfungsi endotel.

IV. GAMBARAN KLINIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dengan penentuan

tipe angiopati dan neuropati berupa kelainan mikroangiopati atau

makroangiopati, sifat obstruksi dan status vaskuler.8

1. Neuropati diabetik, secara klinis dapat dijumpai parestesi, hiperestesi,

nyeri radikuler, hilangnya reflek tendon, hilangnya sensibilitas,

anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk kaki

karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan sendi.

2. Tanda tanda dan gejala-gejala mikroangiopati (penurunan akibat aliran

darah ke tungkai) meliputi intermittent claudication, nyeri yang terdapat

pada telapak atau kaki depan pada saat istirahat atau malam hari, tidak

ada denyut a. poplitea atau denyut a. tibialis superior, kulit menipis atau

berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan, tidak ada rambut pada tungkai

dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area yang terkena

ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat.

3. Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangrene panas

karena walaupun nekrosis, daerah akral ini tampak merah dan terasa

hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian

distal. Biasanya terdapat ulkus diabetic pada telapak kaki.

4. Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah,

sedangkan secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu:

8

Page 9: Laporan kasus diabetik

a. Pain (nyeri)

b. Paleness (kepucatan)

c. Paresthesia (parestesia dan kesemutan)

d. Pulselessness (denyut nadi hilang)

e. Paralysis (kelumpuhan)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut

pola dari Fontaine, yaitu:

- Stadium I: asimptomatis atau gejala tidak khas seperti kesemutan.

- Stadium II: terjadi intermittent claudication.

- Stadium III: timbul nyeri saat istirahat.

- Stadium IV: berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia

(ulkus)

V. KLASIFIKASI

1. Klasifikasi Edmonds (King’s College Hospital, London 2004-2005)1

Stage 1: Normal Foot

Stage 2: High Risk Foot

Stage 3: Ulcerated Foot

Stage 4: Infected Foot

Stage 5: Necrotic Foot

Stage 6: Unsalvable Foot

2. Klasifikasi Wagner1

Wagner 0: kulit intak/utuh.

Wagner 1: tukak superficial

Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)

Wagner 3: tukak dalam dengan infeksi

Wagner 4: tukak dalam dengan gangrene terlokalisasi

Wagner 5: tukak dengan gangrene luas seluruh kaki.

9

Page 10: Laporan kasus diabetik

3. Klasifikasi Texas1

Stadium Tingkat

0 1 2 3

A Tanpa tukak atau pasca tukak, kulit intak/utuh.

Luka superficial tidak samka sampai tendon atau kapsul sendi

Luka sampai tendon atau kapsul sendi

Luka sampai tulang/sendi.

B Dengan infeksi

C Dengan infeksi

D Dengan infeksi

4. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot,

2003)1

Impaired Perfusion

123

NonePAD + but not criticalCritical limb ischemia

Size/Extent in mm2

Tissue

Loss/

Depth

1

2

3

Superficial full thickness, not deeper than dermis

Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous

structures, fascia, muscle or tendon.

All subsequent layers of the foot involved including

bone and or joint.

Infection 1

2

3

4

No symptoms or signs of infection

Infection of skin and subcutaneous tissue only

Erythema >2cm or infection involving subcutaneous

structures.

No systemic signs of inflammatory response.

Infection with systemic manifestation:

Fever, leucocytosis, shift to the left

Metabolic instability

Hypotension, azotemia

Impaired

Sensation

1

2

Absent

Present

5. Klasifikasi Liverpool1

10

Page 11: Laporan kasus diabetik

Klasifikasi primer:

Vaskular

Neuropati

Neuroiskemik

Klasifikasi sekunder

Tukak sederhana, tanpa komplikasi

Tukak dengan komplikasi

VI. DIAGNOSIS

Melakukan diagnosis kaki diabetik merupakan hal yang sangat

penting karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Penilaian kaki

diabetik dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Anamnesis aktivitas harian, sepatu yang

digunakan, pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri

tungkai saat beraktivitas, durasi menderita DM, penyakit komorbid,

kebiasaan (merokok,alkohol), obat-obat yang sedang dikonsumsi, riwayat

menderita ulkus/amputasi sebelumnya.9

Pada penderita kaki diabetik, sering dikeluhkan nyeri saat

beristirahat. Sewaktu melakukan pemeriksaan fisik, pada perabaan sering

terasa dingin. Pulsasi pembuluh darah juga kurang kuat. Selain itu, sering

juga ditemukan terdapat gangren sampai ulkus.5

Pemeriksaan fisik adalah seperti inspeksi kaki untuk mengamati

terdapat luka/ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, penderita

sensasi vibrasi/rasa berkurang/hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis

menurun atau hilang. Pemeriksaan penunjang seperti X-Ray, EMG, dan

pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah kaki diabetik menjadi

infeksi dan menentukan kuman penyebabnya.6

Pemeriksaan laboratorium ditentukan berdasarkan gejala klinis, tetapi

pemeriksaan berikut adalah berguna sebagai garis asas dalam

kebanyakan penyakit lain yaitu pemeriksaan darah lengkap (untuk

mengetahui anemia atau polycythemia), elektrolit serum, urea dan creatinin

(untuk mengetahui fungsi ginjal), serum bilirubin, alkali fosfatase, gamma

transferase glutamyl, aspartat transminase (untuk menilai fungsi hati),

11

Page 12: Laporan kasus diabetik

glukosa darah dan HbAIc (untuk menilai resiko penyakit pembuluh

darah/arteri).10

Antara pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita

kaki diabetik adalah menilai API (Ankle Pressure Index) dengan Doppler.

Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan Transcutaneous Oxygen

Tension. Pemeriksa juga bisa dilakukan Duplex Ultrasonography pada

penderita kaki diabetik. Untuk melihat keadaan pembuluh darah pada

penderita kaki diabetik, pemeriksaan angiography juga bisa dilakukan.

Pemeriksaan API berdasarkan perbandingan antara tekanan arteri daerah

ankle joint biasanya menggunakan arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis

posterior dibandingkan dengan arteri brakialis. Pada keadaan normal

tekanan arteri daerah ankle lebih besar dari tekanan arteri brakialis

sehingga nilai API lebih besar dari satu. Bila nilai API dibawah 0.9

mempunyai arti klinis kemungkinan terjadi gangguan vaskularisasi perifer,

nilai API dibawah 0.5 arti klinis tidak ada vaskularisasi perifer. Kriteria

Rose, terjadi gejala klaudiasio intermitten nilai API dibawah 0.8. Pada

beberapa peneliti berpendapat bahwa untuk penilaian API normal bila nilai

>1.2, mempunyai arti klinis untuk terjadi gangguan vaskuler <1,0, secara

klinis tidak ada vaskularisasi bila nilai API <0.6.5

VII. PENATALAKSANAAN

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan

terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.

Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para

penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita

kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.1

Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara rinci pada semua

orang dengan ulkus maupun neuropati perifer atau peripheral arterial

disease.3

Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk dipasir dan air.

Periksa kaki setiap hari dan laporkan pada dokter apabila ada kulit

terkelupas atau daerah kemerahan atau luka.

Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.

12

Page 13: Laporan kasus diabetik

Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoles krim

pelembab ke kulit yang kering.

Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan

terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha

pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut.

Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya

ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah. Penyuluhan diperlukan

untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki yang insensitif, alas kaki

perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut.

Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai alas kaki

yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk

kasus dengan permasalahan vascular, latihan kaki perlu diperhatikan benar

untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan

dibahas lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder.1

2. Pencegahan Sekunder

Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat

diperlukan. Berbagai hal yang perlu ditangani dengan baik agar diperoleh

hasil pengelolaan yang sangat maksimal dapat digolongkan sebagai

berikut, dan semuanya harus dikelola bersama.

Mechanical control (pressure control)

Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing

area pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih

besar tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk

mencapai keadaan weight bearing dapat dilakukan antara lain dengan

removable cast walker, total contant casting, temporary shoes, felt padding,

crutches, wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles. Berbagai cara

surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka seperti

dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah

(misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles

tendon lengthening, dan partial calcanectomy.)1

Wound Control

Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang dengan merupakan

hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus

dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah

13

Page 14: Laporan kasus diabetik

debridement yang adekuat. Debridement yang baik dan adekuat akan

sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan

tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari

ulkus/gangren. Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk

mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan saline sebagai pembersih

luka atau iodine encer, senyawa perak sebagai bagian dari dressing, dll.

Demikian pula berbagai cara debridement non surgical dapat dimanfaatkan

untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat

enzim. Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka

tidak akan beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan

epitelisasi. Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat

pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum

dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik.1,3

Microbiological control (infection control)

Pengobatan infeksi secara agresif, jika terlihat tanda klinis infeksi

(indikasi adanya kolonisasi dari pertumbuhan organism pada hasil usap

bukan merupakan infeksi jika tidak ada gejala klinis. Data mengenai pola

kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang berbeda.

Antibotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan

kuman dan resistansinya. Karena itu untuk lini pertama pemberian

antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman gram

positif dan negatif ( misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan

dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya

metronidazol).1,3

Vascular Control

Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan

luka. Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai

keadaan dan kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer

dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu

kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea

dan arteri femoralis serta pengukuran tekanan darah. Disamping itu, saat

ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan

pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif,

14

Page 15: Laporan kasus diabetik

seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure,

TcPO2 dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi.1,3

Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan

pengelolaan kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu

berupa:

1. Modifikasi Faktor Risiko 1

Berhenti merokok

Memperbaiki faktor risiko terkait arteriosklerosis (hiperglikemia,

hipertensi, dislipidemia).

2. Terapi Farmakologis

Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan

pada kelainan akibat arteriosklerosis di tempat lain (jantung, otak),

mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan

bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki

penyandang DM, tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup

kuat untuk menganjurkan pemakaian ubat secara rutin guna

memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang

DM.1

3. Revaskularisasi

Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada

klaudikasio intermitten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat

dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan

angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang jelas.1

Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas

terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur

endovascular (PTCA). Pada keadaan sumbatan akut dapat dilakukan

tromboarterektomi. Dengan berbagai teknik bedah tersebut,

vaskularisasi distal dapat diperbaiki sehingga hasil pengelolaan ulkus

diharapkan lebih baik, sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung

pada berbagai faktor lain yang turut berperan. Selain itu, terapi

hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi

dan oksigenisasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi

adjuvant. Walaupu demikian, masih banyak kendala untuk menerapkan

terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik.1

15

Page 16: Laporan kasus diabetik

Metabolic Control

Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa

darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai

faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.

Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi

harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu

kesembuhan luka.berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaik, seperti

kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenisasi jaringan serta fungsi

ginjal.1,3

Educational Control

Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik.

Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik

maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung

berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.1

VIII. PROGNOSIS

Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi

pada kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang

menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik sehingga mekanisma

radang menjadi tidak efektif. Faktor kedua adalah lingkungan gula darah

yang subur untuk perkembangan bakteri pathogen dan faktor ketiga ialah

karena adanya pintas arteriovenosa di subkutis yang terbuka hingga aliran

nutrien tidak sampai ke tempat infeksi.2

Selain ketiga faktor diatas, masih ada banyak lagi faktor lain yang ikut

berpengaruh dalam terbentuknya kaki diabetik. Pendidikan dan

sosioekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan yang kurang

mengenai diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya serta

kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan diabetes mellitus

yang dideritainya. Status gizi yang yang rendah memiliki keterkaitan

dengan rendahnya respon imun sehingga mempermudahkan terjadinya

infeksi.1,2

Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemantauan

penyakit diabetes mellitus secara kepanjangan antara lain :11

16

Page 17: Laporan kasus diabetik

1. Pemantauan kadar glukosa darah secara berfrekuensi (sebaiknya

dapat dilakukan oleh pasien secara mandiri)

2. Pemeriksaan kadar HbA1c (2-4kali/tahun)

3. Edukasi pasien mengenai manajemen diabetes mellitus (setiap tahun)

4. Edukasi dan terapi gizi medis (setiap tahun)

5. Pemeriksaan mata (setiap tahun)

6. Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter dan setiap hari oleh pasien

sendiri)

7. Tes saring untuk nefropati diabetik (urinalisis-setiap tahun)

8. Pengukuran tekanan darah (setiap tiga bulan)

9. Pemeriksaan profil lipid dan kreatinin serum (setiap tahun)

10. Imunisasi influenza/pneumococcus

11. Pertimbangkan terapi antiplatelet.

17

Page 18: Laporan kasus diabetik

KAKI DIABETIK

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. D

Umur : 01-07-1957 / 56 tahun

Jenis Kelamin :Perempuan

Alamat :Jl. Sengkang

Nomor RM : 627592

Tanggal MRS : 04 Oktober 2013

II. SUBJEKTIF

Anamnesis

KU : Luka pada kaki kiri

AT : dialami sejak ± 3 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit.

Awalnya luka akibat tertusuk paku pada telapak kaki kiri kemudian

menimbulkan luka yang makin meluas hampir 2/3 kaki kiri, tidak

sembuh dan luka terasa nyeri dan terbakar. Luka juga

mengeluarkan pus dan bau tidak sedap. Saat ini kaki pasien di

perban. Demam tidak ada. Riwayat demam ada 2 bulan yang lalu,

Sakit kepala tidak ada, Penglihatan kabur ada sejak 1 bulan yang

lalu, batuk tidak ada, riwayat batuk tidak ada.Sesak napas tidak

ada, nyeri dada tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada, dan

nyeri ulu hati tidak ada, lemah badan ada. berat badan menurun ±

3 bulan ini sekitar ± 20 kg. Pasien juga mengalami polidipsi,

polifagi, dan poliurin.

Nafsu makan cukup

BAB: biasa, kuning.

BAK: via kateter

Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Riwayat DM sejak ± 10 tahun yang lalu, tidak berobat teratur, dan

obat yang dikonsumsi adalah Glibenclamid.

Riwayat hipertensi tidak ada

Riwayat penyakit jantung di sangkal

Riwayat penyakit ginjal tidak ada

Riwayat keluarga DM ada, tante pasien

18

Page 19: Laporan kasus diabetik

III. OBJEKTIF

A. Keadaan Umum : sakit sedang/gizi kurang/Composmentis

B. Tanda Vital dan Antropometri

a. Tekanan darah : 120/70 mmHg

b. Nadi : 96 x/ menit

c. Pernapasan : 24 x/menit, Tipe : Thorakoabdominal

d. Suhu : 36,7 ºC

e. BB : 34 kg

f. TB : 153 cm

g. IMT : 14,52 kg/m (kurang)

C. Pemeriksaan Fisis

Kepala

o Ekspresi : normal

o Simetris muka : simetris kiri = kanan

o Deformitas : -

o Rambut : hitam, lurus, sukar dicabut

Mata

o Eksoftalmus/enoftalmus : -/-

o Gerakan : ke segala arah

o Tekanan bola mata : tidak diperiksa

o Kelopak mata : edema palpebra (-)

o Konjunctiva : anemis +/+

o Kornea : jernih

o Sklera : ikterus -/-

Telinga

o Pendengaran : dalam batas normal

o Tophi : (-)

o Nyeri tekan di proc. Mastoideus : (-)

Hidung

o Perdarahan : (-)

o Sekret : (-)

19

Page 20: Laporan kasus diabetik

Mulut

o Bibir : sianosis (-)

o Gigi : normal, caries (-)

o Gusi : normal, perdarahan (-)

o Lidah : kotor (-)

o Tonsil : T1-T1, hiperemis (-)

o Faring : hiperemis (-)

Leher

o Kelenjar getah bening: tidak ada pembesaran

o Kelenjar gondok : tidak ada pembesaran

o DVS : R-2 cmH2O

o Pembuluh darah : tidak ada kelainan

o Kaku kuduk : (-)

o Tumor : (-)

Dada

o Inspeksi :

Bentuk : Normochest, pergerakan

napas : Simetris, kiri sama

dengan kanan.

Pembuluh darah : tidak ada kelainan

Buah dada : tidak ada kelainan

Paru

o Palpasi

Sela iga : kiri=kanan

Fremittus raba : vocal fremitus kiri = kanan

Nyeri tekan : (-)

Massa tumor : (-)

o Perkusi

Paru kiri : sonor

Paru kanan : sonor

Batas paru hepar : ICS VI Anterior Dextra

20

Page 21: Laporan kasus diabetik

o Auskultasi

Bunyi pernapasan : vesikuler,

Bunyi tambahan : Rh- Rh- Wh- Wh-

Rh - Rh- Wh- Wh-

Rh- Rh - Wh- Wh-

Jantung

o Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

o Palpasi : ictus cordis tidak teraba

o Perkusi : pekak, batas jantung kesan normal

o Auskultasi : BJ I/II murni reguler, bising (-)

Perut

o Inspeksi : datar, ikut gerak napas

o Auskultasi : peristaltik (+), kesan normal

o Palpasi : NT (-), MT (-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : ballottement (-)

o Perkusi : timpani (+)

Punggung / paru belakang

Inspeksi : Gerakan napas simetris kiri dan kanan.

Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)

Perkusi :

Batas paru belakang kanan : setinggi vertebra Th.X

Batas paru belakang kiri : setinggi vertebra Th.XI

Nyeri ketok : (-)

Auskultasi : BP : vesikuler,

BT : Rh -/-, Wh -/-

Alat Kelamin : tidak diperiksa

Anus dan rektum : tidak diperiksa

Ekstremitas : Tampak lesi pada telapak kaki sinistra

21

Page 22: Laporan kasus diabetik

Sampai 2/3 kaki sinistra dengan ukuran cm-

cm, hiperemis (+), pus (+), jaringan nekrosis

(+), bengkak (+), nyeri tekan (+), bau (+).

IV. ASSESSMENT

Kaki diabetik sinistra

DM tipe 2 Non Obese

Anemia

1. Penatalaksanaan Awal

- Diet DM kkal/hari

- IVFD NaCl 0,9% 32 TPM

- Inj. Ceftriaxon 2 gram /8 jam/drips

- Metronidazol 0,5 gram/8 jam/drips

- Ciprofloksasin 0,2 gram/12 jam/drips

- injeksi insulin

Novorapid : 4-4-4 IU

Levemir : 0-0-6IU

- Rawat luka pagi dan sore

2. Rencana Pemeriksaan

- EKG

- Kontrol GDP/hari, GDS premeal

- Darah rutin, ureum, kreatinin, GDS, GDP, GD2PP, SGOT, SGPT,

Profil lipid, elektrolit.

- Periksa HbA1C, GDS Pre meal (siang dan malam), GDP/ hari

- Kultur Pus dan sensitivitas antibiotik

- Foto pedis AP/ lateral

- Konsul Endokrin Metabolik dan Bedah Ortopedi

22

Page 23: Laporan kasus diabetik

Hasil pemeriksaan darah tgl 04-10-2013

Parameter Hasil Nilai rujukan

WBC 12,9 4,00-10,00 x 103/uL

RBC 3,14 4,00-6,00 x 106/uL

HGB 8,9 12,0-14,0 mg/ dl

HCT 27,5 37,0-43,0 %

PLT 510 150-400 x 103/uL

GDS 292 140 mg/dl

Ureum 29 10-50 mg/dl

Creatinin 0,7 < 1,3 mg/dl

GOT/GPT 10/11 < 38 U/L / <41 U/L

Na 133 136-145 mmol

K 4,8 3,5-5,1 mmol

Cl 97 97-111 mmol

23

Page 24: Laporan kasus diabetik

Follow Up

Tanggal Subjective (S), Objektive (O),

Assesment (A)

Planning (P)

05/10/2013

T: 120/70 mmHg

N : 92x/menit

P:24x/menit

S: 36,7ºC

GDP= 186 mg/dl

GDS

Siang : 227 mg/dl

Malam : 201

mg/dl

S : Luka pada kaki kiri, nyeri (+)

BAK : via kateter

BAB : lancar, kuning

O: SS/GK/CM

Kep: Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

DVS : R-2cm H2O

Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor: BJ I/II murni reguler

Abd: H/L TTB, NT (-), peristaltik

(+) N

Ext: luka pada 2/3 kaki

sinistra, pus(+), darah (+),

edema (+), pulsasi arteri

dorsalis pedis +/+

A:- Kaki diabetic S

- DM tipe 2 non obese

Diet DM 2100

kkal/hari

IVFD NaCl 0,9%

32 tts/mnt

Inj. Ceftriaxone 2

gr / 8j /drips

Ciprofloxacin 0,2

gr /12j/ drips

Metronidazole 0,5

g / 8j / drips

novorapid 4-4-4

levermir 0-0-6

P: GDS pre-meal

GDP/hari

Kultur pus dan sensitivitas

antibiotik

Rawat luka pagi dan sore

06/10/2013

T: 120/80 mmHg

N :92x/menit

P:22x/menit

S: 36,7ºC

GDP= 153 mg/dl

GDS

S : Luka pada kaki kiri, nyeri (+)

BAK : via kateter

BAB : lancar, kuning

O: SS/GK/CM

Kep: Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

DVS : R-2cm H2O

Diet DM 2100

kkal/hari

IVFD NaCl 0,9%

32 tts/mnt

Inj. Ceftriaxone 2

gr / 8j / drips

Ciprofloxacin 0,2

24

Page 25: Laporan kasus diabetik

Siang : 204 mg/dl

Malam:186mg/

dl

Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor: BJ I/II murni reguler

Abd: H/L TTB, NT (-), peristaltik

(+) N

Ext: luka pada pedis

sinistra, pus(+), darah (+),

edema (+), pulsasi arteri

dorsalis pedis +/+

A:- Kaki diabetic S

- DM tipe 2 non obese

GDP : 105 mg/dl

GD2PP :

HBA1c : 8,2 %

Kol. Total : 140 mg/dl

Kol. HDL : 25 mg/dl

Kol. LDL : 101 mg/dl

Trigliserida : 65 mg/dl

gr /12j/ drips

Metronidazole 0,5

g / 8j / drips

novorapid 4-4-4

levermir 0-0-6

P: GDS pre-meal

GDP/hari

Kultur pus dan sensitivitas

antibiotik

Rawat luka pagi dan sore

07/10/2013

T: 120/80 mmHg

N :88x/menit

P:22x/menit

S: 36,5ºC

GDP : 148 mg/dl

GDS

siang : 184 mg/dl

malam : 166mg/dl

S : Luka pada kaki kiri, nyeri (+)

BAK : via kateter

BAB : lancar, kuning

O: SS/GK/CM

Kep: Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

DVS : R-2cm H2O

Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor: BJ I/II murni reguler

Abd: H/L TTB, NT (-), peristaltik

(+) N

Ext: luka pada pedis

sinistra, pus(+), darah (+),

edema (+), pulsasi arteri

dorsalis pedis +/+

A:- Kaki diabetic S

Diet DM 2100

kkal/hari

IVFD NaCl 0,9%

32 tts/mnt

Inj. Ceftriaxone 2

gr / 8j / drpis

Ciprofloxacin 0,2

gr /12j/ drips

Metronidazole 0,5

g / 8j / drips

novorapid 4-4-4

levermir 0-0-6

P: GDS pre-meal

GDP/hari

Kultur pus dan sensitivitas

antibiotik

25

Page 26: Laporan kasus diabetik

- DM tipe 2 non obese

Rawat luka pagi dan sore

08/10/2013

T: 120/80 mmHg

N :82x/menit

P:20x/menit

S: 36,7ºC

GDP : 155 mg/dl

GDS siang : 202

malam : 194

S : Luka pada kaki kiri, nyeri (+)

BAK : via kateter

BAB : lancar, kuning

O: SS/GK/CM

Kep: Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

DVS : R-2cm H2O

Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor: BJ I/II murni reguler

Abd: H/L TTB, NT (-), peristaltik

(+) N

Ext: luka pada 2/3 kaki

sinistra, pus(+), darah (+),

edema (+), pulsasi arteri

dorsalis pedis +/+

A:- Kaki diabetic S

- DM tipe 2 non obese

Diet DM 2100

kkal/hari

IVFD NaCl 0,9%

28 tts/mnt

Inj. Ceftriaxone 2

gr / 8j / drips

Ciprofloxacin 0,2

gr /12j/ drips

Metronidazole 0,5

g / 8j / drips

novorapid 4-4-4

leveermir 0-0-6

P: GDS pre-meal

GDP/hari

Kultur pus dan sensitivitas

antibiotik

Rawat luka pagi dan sore

09/10/2013

T: 120/80 mmHg

N :88x/menit

P:20x/menit

S: 36,5ºC

GDP= 143

GDS siang : 200

malam : 186

S : Luka pada kaki kiri, nyeri (+)

BAK : via kateter

BAB : lancar, kuning

O: SS/GK/CM

Kep: Anemis (-), ikterus (-),

sianosis (-)

DVS : R-2cm H2O

Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-)

Cor: BJ I/II murni reguler

Abd: H/L TTB, NT (-), peristaltik

(+) N

Ext: luka pada 2/3 kaki

sinistra, pus(+), darah (+),

edema (+) , pulsasi arteri

Diet DM 1700

kkal/hari

IVFD NaCl 0,9%

28 tts/mnt

Inj. Ceftriaxone 2

gr / 8j / drips

Ciprofloxacin 0,2

gr /12j/ drips

Metronidazole 0,5

g / 8j / drips

novorapid 4-4-4

levermir 0-0-6

P: GDS pre-meal

26

Page 27: Laporan kasus diabetik

dorsalis pedis +/+

A:- Kaki diabetic S

- DM tipe 2 non obese

GDP/hari

Kultur pus dan sensitivitas

antibiotik

Rawat luka pagi dan sore

RESUME

Seorang perempuan, 56 tahun,masuk rumah sakit dengan keluhan luka

pada kaki kiri ± 3 bulan yang lalu. Awalnya tertusuk paku pada telapak kaki kiri

kemudian menimbulkan luka yang makin meluas hingga 2/3 kaki kiri, tidak

sembuh dan luka terasa nyeri dan terbakar. Luka juga mengeluarkan pus dan

bau tidak sedap. Demam tidak ada, Riwayat demam ada 2 bulan yang lalu,

Penurunan penglihatan ada 1 bulan yang lalu. Lemah badan ada, riwayat sering

lapar ada, riwayat sering minum ada, dan riwayat sering kencing ada.

Penurunan berat badan ada 3 bulan yang lalu, berat badan menurun ± 3

bulan sekitar ± 20 kg.Nafsu makan biasa. BAB: biasa, kuning. BAK: via kateter.

Riwayat DM sejak ± 10 tahun yang lalu, tidak berobat teratur, dan obat yang

dikonsumsi adalah Glibenclamid. Riwayat hipertensi tidak ada, riwayat Penyakit

jantung disangkal, riwayat penyakit ginjal tidak ada, riwayat keluarga DM ada

tante pasien.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi kurang serta

komposmentis.Tekanan darah 120/70 mmHg dan nadi 96x/menit, pernapasan

24x/menit dan suhu dalam batas normal.Pada ekstremitas tampak lesi pada

telapak dan 2/3 kaki sinistra, hiperemis (+), pus (+), jaringan nekrosis (+), edema

(+), nyeri tekan (+), bau (+), pulsasi a.dorsalis pedis sinistra (+).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, penurunan

kadar Hb, anemia, trombositopenia, dan hiperglikemia.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang

lainnya, maka pasien ini didiagnosis sebagai kaki diabetik sinistra + DM tipe 2

Non Obese + Anemia.

27

Page 28: Laporan kasus diabetik

DISKUSI

Pasien ini masuk rumah sakit dengan keluhan luka pada telapak kaki kiri

meluas sampai 2/3 kaki kiri ± 3 bulan yang lalu. Awalnya tertusuk paku kemudian

menimbulkan luka yang semakin meluas, tidak sembuh, terasa nyeri dan

terbakar serta keluar pus. Pemeriksaan status gizi, didapatkan IMT pasien

tersebut 14,52 Kg/m yang digolongkan dalam kategori kurang. Dari hasil

anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2.

Dari pernyataan tersebut alur pikir menjadi terarah pada kaki diabetik. Hasil dari

anamnesis mendalam lagi didapatkan bahwa pasien telah mengidap DM sejak

10 tahun yang lalu. Kaki diabetik terutama terjadi pada penderita Diabetes

mellitus yang telah menderita 6 bulan atau lebih, apabila kadar glukosa darah

tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan

vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi

vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan

adanya robekan/luka pada kaki yang terinfeksi.

Hasil pemeriksaan fisik yang bermakna yaitu pada bagian ektermitas

bawah. Didapati Tampak lesi dengan ukuran 2/3, hiperemis (+), pus (+), darah

(+), jaringan nekrosis (+), edema (+), nyeri tekan (+), bau (+), pulsasi a.dorsalis

pedis (+).

Klasifikasi kaki diabetes mengikut Wagner

Grade 0 : tidak ada ulkus pada kaki yang beresiko tinggi

Grade 1 : ulkus superfisial yang melibatkan keseluruhan lapisan kulit

namun tidak jaringan di bawahnya

Grade 2 : ulkus dalam, berpenetrasi sampai ke ligamen dan otot, tapi

tanpa keterlibatan tulang atau pembentukan abses

Grade 3 : ulkus dalam dengan selulitis atau pembentukan abses, sering

dengan osteomielitis

Grade 4 : gangren terlokalisasi

Derajat 5  : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia dan hiperglikemia.

Foto pedis AP/Lateral didapatkan erosi os cuboid (S/ osteomyelitis), tendinitis os

calcaneus pedis sinistra, dan gas gangren pedis sinistra. Maka dari hasil

anamnesa, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang lainnya, dapat kita

28

Page 29: Laporan kasus diabetik

simpulkan bahwa Ny.D didiagnosis dengan kaki diabetik sinistra Wagner III, DM

tipe 2 Non Obese, dan anemia.

Luka yang tak kunjung sembuh pada kaki pasien ini merupakan salah

satu gejala dari komplikasi kronik DM yaitu vaskulopati dimana terjadi

ketidakrataan permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamellar berubah

menjadi turbulen yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada

stadium lanjut seluruh lumen arteri akan tersumbat dan mana kala aliran kolateral

tidak cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. Pada awal

muncul luka, pasien merasa ada gangguan sampai pasien tersebut melihatnya,

hal ini menunjukkan adanya gejala neuropati yang biasanya terjadi pada

penderita DM. Neuropati pada pasien penderita DM diakibatkan oleh karena

adanya gangguan jalur poliol (glukosa >> sorbitol >> fruktosa) yang selanjutnya

akan menimbulkan gangguan pada sel saraf dan menyebabkan hilangnya akson

sehingga kecepatan konduksi motorik akan berkurang.

Prinsip tata laksana yang diberlakukan mencakup pengendalian faktor

metabolik, infeksi, maupun vaskular.Pengendalian infeksi misalnya, berkaitan

erat dengan pemberian antibiotik yang tepat dan sesuai dengan kultur. Namun,

jika hasil kultur belum ada, maka yang dilakukan di lapangan adalah pemberian

antibiotik triple blind therapy yang terdiri atas Ceftriaxone, Ciprofloxacin, dan

Metronidazole. Kombinasi ini dimaksudkan sebagai antibiotik spektrum luas,

yang dapat mencegah berkembangnya bakteri Gram positif, Gram negatif,

maupun bakteri anaerob. Pemberian kombinasi antibiotik ini diberikan sebagai

pengobatan awal sementara menunggu hasil kultur pus dan sensitivitas antibiotik

yang dilakukan. Terapi ini bersifat agresif sebab pada penderita kaki diabetik

terdapat vaskulopati dan hiperglikemi yang merupakan lingkungan kondusif bagi

bakteri untuk berkembang biak dan memperlambat sembuhnya luka.

Dari hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan GDS 292 mg/dl, sehingga

dapat dilihat bahwa pengobatan dengan obat yang selama ini dikonsumsi tidak

cukup berhasil bagi penderita. Adapun untuk kontrol gula darah pasien,

pengobatan yang dilakukan adalah dengan memberikan terapi insulin karena

sudah ada indikasi pemakaian insulin yaitu adanya infeksi berat. Saat ini tersedia

berbagai jenis insulin, mulai dari human insulin sampai insulin analog. Memahami

farmakokinetik berbagai jenis insulin menjadi landasan dalam penggunaan

insulin sehingga pemakaiannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan tubuh .

29

Page 30: Laporan kasus diabetik

Untuk memenuhi kebutuhan insulin basal dapat digunakan insulin kerja

menengah (intermediateacting insulin ) atau kerja panjang (long – acting insulin);

sementara untuk memenuhi kebutuhan insulin prandial (setelah makan)

digunakan insulin kerja cepat (short-acting insulin) atau insulin kerja sangat cepat

(rapid- atau ultra-rapid acting insulin).

Adapun perhitungan dosis insulin untuk pasien tersebut :

Dosis insulin : 34 kg x 0,5 = 18 UI/hari

Insulin praprandial : 18 UI x 60 % = 12 UI/SC

(diberikan tiga kali sebelum makan 4-4-4)

Insulin basal : 18 UI x 40% = 6 UI/SC

(diberikan satu kali jam sepuluh malam. 0-0-6 )

Selain dari pemberian terapi farmakologis diatas, pasien juga

memerlukan terapi non farmakologis berupa edukasi agar komplikasi-komplikasi

lain dari DM dapat dicegah dan agar pasien dapat memahami pentingnya

keteraturan mengkonsumsi obat dan pengontrolan gula darah. Hal lain yang juga

perlu diperhatikan adalah menjaga ketat kadar glukosa darah pasien dengan

pemantauan berkala dan dengan menjaga asupan makan.

Perawatan kaki diabetes yang teratur akan mencegah atau mengurangi

terjadinya komplikasi kronik pada kaki diabetes. Oleh karena itu selain antibiotik

dan insulin, hal yang tidak kalah penting yang harus diperhatikan yaitu perawatan

luka pada kaki diabetik. Dimana, balutan luka harus ganti sebanyak 2 kali/hari.

Pasien juga perlu diberitahu untuk menjaga kebersihan kaki, memakai pelembab

agar kulit tidak kering, memakai alat pelindung kaki saat berjalan dan memeriksa

keadaan kaki setiap hari agar tidak menambah luka-luka baru.

30