laporan kasus bronkopneumonia

54
BAB I PENDAHULUAN Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasn Akut) merupakan padanan istilah bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (selaput paru). Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). 3 ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia atau bronkopneumonia, terutama pada bayi dan balita.4 Dalam pelaksanaan pemberantasan penyakit pneumonia semua bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun bronkopneumonia) disebut pneumonia saja. 1

description

laporan kasus bronkopneumonia

Transcript of laporan kasus bronkopneumonia

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasn Akut) merupakan padanan istilah bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (selaput paru). Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli). 3

ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia atau bronkopneumonia, terutama pada bayi dan balita.4

Dalam pelaksanaan pemberantasan penyakit pneumonia semua bentuk pneumonia (baik pneumonia maupun bronkopneumonia) disebut pneumonia saja. Bronkopneumonia adalah radang paru-paru akut yang mengenai satu atau beberapa lobus yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat. Bronkopneumonia merupakan salah satu bentuk infeksi saluran pernapasan bawah akut (ISPbA).5

World Health Organitation (WHO) tahun 2005 menyatakan Propotional Mortality Ratio (PMR) balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6 - 2,2 juta dan sekitar 70% terjadi di negara-negara berkembang, terutama di Afrika dan Asia Tenggara.6 Pada tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat ke-6 di dunia untuk kasus pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai enam juta jiwa.7

Berdasarkan data WHO penyakit saluran pernafasan akut salah satu penyumbang dari banyak penyebab kesakitan dan kematian. Pada tahun 2000 di El Salvador, Incidence Rate (IR) ISPA 252 per 1.000 penduduk dengan proporsi 52% pada umur dibawah 5 tahun. IR pneumonia dan bronkopneumonia 44,7 per 1.000 penduduk dengan proporsi 38,3% pada umur dibawah 1 tahun.9

Insiden ISPA (Pnemonia) di Indonesia tiap tahun sekitar 2,33 juta 4,66 juta kasus. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, angka kesakitan ISPA menduduki peringkat ketiga sebesar 24%, setelah penyakit gigi dan mulut sebesar 60% dan penyakit refraksi dan penglihatan sebesar 31%.12

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, pneumonia merupakan penyakit yang tergolong kedalam ISPA dengan PMR 80-90%. PMR pneumonia pada balita berturut-turut pada tahun 2000, 2001, 2002, 2003, dan 2004 masing-masing 30,1% (20 provinsi), 22,6% (20 provinsi), 22,1% (29 propinsi), 29,5% (24 propinsi), dan 27,1% (23 propinsi).13

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2007, jumlah kematian akibat penyakit sistem napas pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia sebanyak 7.214 dari 197.780 penderita dengan Case Fatality Rate (CFR) 3,65% dan 8.190 dari 205.076 penderita dengan CFR 3,99% tahun 2008. Target cakupan penemuan kasus program

ISPA nasional pada pneumonia balita 76% dari perkiraan jumlah kasus, namun cakupan penemuan kasus baru mencapai 18,8% (laporan dari 26 provinsi).3

Menurut hasil penelitian Ramadhaniati di Laboratorium Mikrobiologi RS Dr. M. Djamil Padang tahun 2006, hasil pemeriksaan mikrobiologis penderita infeksi paru non tuberkolosis menunjukkan bahwa dari 85 permintaan pemeriksaan mikrobiologis yang mencantumkan diagnosis klinis sebagai infeksi paru non tuberkolosis, sebagian besar ditegakkan diagnosis sebagai bronkopneumonia (69,42%), bronkitis kronik (20%), bronkiektasis (4,7 %), bronkitis akut (3,53 %), dan abses paru (2,35 %).14

BAB 2

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

A. Identitas Penderita

Nama

: Putri ZaliaUmur

: 5 Tahun, 5 bulan Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam Suku

: Aceh

Anak ke

: 2Alamat

: Ds. teungoh Pirak, kec. Matang kuliNo. MR

: 06.11.83Tanggal Masuk

: 10 Oktober 2014

Tanggal Keluar

: 16 Oktober 2014 PBJB. Identitas Orang Tua

Nama Ayah

: Tn. I AUmur

: 36 tahun

Pekerjaan

: PetaniPendidikan

: SMANama Ibu

: Ny. HUmur

: 31 tahun

Pekerjaan

: Ibu Rumah TanggaPendidkan

: SMAII. DATA DASAR

ANAMNESIS Alloanamnesis ( Anamnesis dengan orang tua pasien)a. Keluhan Utama

Lemas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakitb. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien masuk dari IGD RSU Cut Meutia dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang lalu, ibu pasien mengaku pasien mengalami batuk selama 3 hari smrs seperti ada cairan didalam paru pasien. pasien juga mengalami demam tinggi 2 hari yang lalu. pasien merupakan anak ke 2, dengan persalinan normal. c. Riwayat Penyakit dahulu :

Pasien sebelumnya pernah menderita batuk 1 bulan sebelum masuk ke rumah sakit tanpa mengalami sesak, ibu pasien mengaku hanya berobat dipuskesmas. setelah itu batuk berkurang. d. Riwayat penyakit keluarga

Keluarga pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa dengan pasien.e. Riwayat penggunaan obat

Untuk menurunkan demam, orang tua pasien sering memberikan obat penurun panas yang dijual bebas di pasaran. Pasien beberapa kali dibawa berobat puskesmas untuk menghilangkan batuknya.f. Riwayat Kehamilan dan Persalinan1. Riwayat Kehamilan

Pasien adalah anak ke dua, ibu psien tidak memiliki riwayat keguguran sebelumnya. Pada masa akhir kehamilan ibu sempat mengalami perdarahan dan ditangani langsung oleh bidan yang datang ke rumah. 2. Riwayat Kelahiran

Pasien lahir yang ditangani oleh bidan, lahir pervaginam dengan berat badan lahir 1.700 gram dan segera menangis. Ibu pasien mengaku pasien lahir dengan usia kehamilan kurang bulan.g. Riwayat Makanan

Saat lahir sampai usia 5 bulan pasien masih mendapatkan ASI. Namun pasien sudah mendapat pisang yang dihaluskan sejak usia 3 bulan. h. Riwayat Imunisasi

Pasien mendapatkan 5 imunisasi dasar lengkap.

i. Riwayat Tumbuh Kembang

Ibu pasien mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan pasien normal dan berat badan pasien terus bertambah.III. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2014a. Kesan Umum :

Keadaan umum tampak sedikit lemas dan sesakb. Tanda Vital

1. Heart rate : 84 x/menit, regular

2. Laju nafas : 60x/menit, reguler3. Tekanan darah: Tidak diperiksa4. Suhu

: 36,7 0 C5. Kesadaran : Compos Mentis6. Berat Badan : 5,2 Kg7. Panjang Badan : 58 cm c. Status Gizi

Status Gizi : BBS / BBI x 100%

: BBI menurut grafik CDC 5,2 kg

: { / } x 100%

: 0 x 100 %

: % ( Gizi )d. Status General

Kepala

Bentuk: Normocephali, luka (-).Rambut: Hitam, lurus, tidak mudah dicabutWajah: Simetris, fascies coley (-) deformitas (-), oedema (-) Mata: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil bulat (+/+) pupil isokor (+/+) reflek cahaya (+/+), sekret (-/-) oedema (-) Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-), deviasi septum (-), pernapasan cuping hidung (-), konka hiperemis (-/-)

Telinga: Bentuk dan ukuran normal, membran timpani intak, hiperemis (- /-) sekret (-/-) massa (-)Mulut: Sianosis (-), sariawan (-), beslag (-), karies gigi (+), tonsil dan faring dalam batas normal Kulit Kuning langsat, turgor normal, sianosis (-), ikterik (-) pucat (+) Leher

Inspeksi: Simetris, luka (+) hiperemis (-) Palpasi: Perbesaran KGB (-), perbesaran tiroid (-), massa (-) Thorax

Inspeksi: Bentuk normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi intercosta (-) luka (-) memar (-)

Palpasi: Fremitus normal, massa (-)

Perkusi : Sonor (+/+)

Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V Perkusi: Batas atas jantung : ICS III, linea parasternal sinistra Batas kanan jantung : ICS IV, linea parastesnal dextra

Batas kiri jantung : ICS IV, linea parasternal sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-) Abdomen Inspeksi : Bentuk simetris (+), cembung (+) luka (-)

Palpasi : Supel (+) hepatomegali (+) teraba 2cm dibawah arcus costae kanan, splenomegali (+) teraba di schuffner 2Perkusi : Timpani (+), asites (-)

Auskultasi : Bising usus normal Genitalia

Tidak diperiksa

Anus Tidak Diperiksa

Ekstremitas :

SuperiorInferior

Akral Dingin-/--/-

Akral Sianosis-/--/-

CRT6 tahun mengingat tingginya risiko infeksi yang berbahaya pasca splenektomi (Hoffrand, 2012).

4. Transplantasi sumsum tulang

Merupakan terapi definitif pada pasien yang memiliki donor yang histokompatibel dan akses ke fasilitas transplantasi. Transplantasi sumsumtulang telah berhasil pada kasus ekstrem tertentu. Bahkan jika thalasemia terdiagnosis di dalam uterus, telah dilaporkan keberhasilan transplantasi darah tali pusat. Pada penderita thalasemia yang terdiagnosis lebih dini jika dilakukan terapi transplantasi sumsum tulang sebelum timbulnya kerusakan organ akibat kelebihan besi, sekitar 80% pasien akan bebas penyakit dalam jangka waktu yang panjang dan dapat dianggap sembuh. Walaupun memberi prospek kesembuhan permanen, namun transplantasi sumsum tulang tidak menyelesaikan masalah. Hanya menjadikan pasien yang mulanya harus menjalani transfusi, menjadi tidak transfusi. Karena gen thalasemia masih ada (carrier) sehingga dapat diturunkan pada keturunan berikutnya (Harrison, 2000; Amalia, 2011; Hoffrand, 2012).3.8 Pencegahan

Pencegahan adalah kunci terbaik dalam mengurangi prevalensi penderita thalasemia di Indonesia. Berdasarkan penapisan pembawa sifat thalasemia dan diagnosis prenatal, telah dapat turun secara bermakna kejadian thalasemia pada anak-anak di Yunani, Siprus, Italia. Di Indonesia program pencegahan thalasemia mayor telah dikaji oleh Departemen Kesehatan melalui program Health Technology Assessment (HTA), dimana beberapa butir rekomendasi sebagai hasil kajian, diusulkan dalam pogram prevalensi thalasemia, termasuk teknik dan metoda uji saring laboratorium, strategi pelaksanaan dan aspek medikolegal, psikososial, dan agama (Harrison, 2000; PAPDI, 2009; Amalia, 2011).1. Pencegahan primer

Salah satu cara penapisan pembawa sifat thalasemia adalah dengan melakukan skrining pada pasangan yang akan menikah, jika kedua pasangan merupakan pembawa gen thalasemia maka perlu diberi edukasi mengenai efek sosial dan psikologis bagi anak-anak mereka di masa yang akan datang. Cara untuk diagnosis prenatal dalam upaya pencegahan ini adalah melalui analisis DNA sel cairan amnion, namun pada beberapa kasus perlu diambil resiko untuk memperoleh sel darah merah janin untuk pengukuran sintesis rantai globin (Harrison, 2000; PAPDI, 2009; Amalia, 2011)

2. Pencegahan sekunder

Berdasarkan hubungan langsung antara usia dan prevalensi terjadinya komplikasi pada thalasemia, dibutuhkan evaluasi khusus untuk penderita yang berusia >15 tahun. Hal ini dikarenakan komplikasi umum pada pasien thalasemia seperti endokrinopati, penyakit hati dan jantung terjadi pada usia dewasa. Dalam pencegahan sekunder ini hal yang paling penting dilaksanakan adalah diagnosis sedini mungkin dan pemeriksaan fisik teratur yang sangat berperan dalam deteksi dini komplikasi yang dapat terjadi (Vahidi, 2011).

.

BAB IV

PENUTUP

Demikian telah dilaporkan suatu laporan kasus Thalassemia Mayor pada seorang anak perempuan berusia 4 tahun 9 bulan yang dirawat di Seulanga 3 Ruang Anak RSUD Cut Meutia Aceh Utara. Pasien telah didiagnosa menderita thalassemiaa mayor lewat pemeriksaan laboratorium sejak berusia 2,5 tahun dan rutin mendapatkan tranfusi darah setiap bulan. Pasien datang melalui IGD dengn keluhan lemas dan pucat, keluhan berulang yang dialami pasien setiap mendekati tanggal transfusi. Dari hasil pemeriksaan lab didapatkan hasil Hb mengalami penurunan (8,1) sehingga pasien mendapatkan terapi berupa transfusi PRC sebanyak 1 x 175 cc dan obat oral berupa asam folat serta parasetamol sirup. Pasien seharusnya diperbolehkan pulang apabila Hb pasca stranfusi sudah mencapai angka normal, namun pasien memutuskan pulang atas permintaan sendiri setelah proses tranfusi selesai. Saat pulang, menurut pengakuan orang tua pasien, pasien sudah dalam keadaan yang lebih baik dibandingkan dengan keadaan saat masuk rumah sakit.DAFTAR PUSTAKAAnggororini, D, 2010, Korelasi kadar ferritin serum dengan kematangan seksual pada anak penyandang thalasemia mayor, Majalah kedokteran indonesia, Volume: 60, Nomor: 10, Hal. 462-467.

Amalia, P, 2011, Mutasi genetik thalasemia, Semijurnal farmasi dan kedokteran ethical digest, Nomor: 86, Hal. 55-62.Darling D. THALASSEMIA. Artikel, www.daviddarling.info (diakses 5 agustus 2014)Dewi, S., 2009, Karakteristik penderita thalasemia yang rawat inap di rumah sakit umum pusat H. Adam Malik Medan tahun 2006-2008, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan

Freund, M, 2012, Atlas hematologi heckner, Edisi 11, Jakarta, EGC.

Ganie, RA. 2005. Thalassemia : permasalahan dan penanganannya , dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada Fakultas Kedokteran, Diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara .

Hassan R dan Alatas H. 2007. Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak. bagian 19 Hematologi hal. 419-450 ,Bagian ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

Harrison, 2000, Hematologi dan onkologi, Buku ajar ilmu penyakit dalam, Volume 4, Edisi 13, Jakarta, EGC.Hoffrand AV, 2012, Kapita selekta hematolog, Edisi 4, Jakarta, EGC.Kowalak, JP, 2012, Sistem hematologi, Buku ajar patofisiologi, Jakarta, EGC.Kumar, V, 2012, Sistem hematopoetik dan limfoid, Buku ajar patologi robbins, Volume 2, Edisi 7, Jakarta, EGC.

Lissauer, Tom, 2011, Provide advice for all mother to optimize chance of healthy baby, Neonatologi at a glance, Edisi 2, England, Blackwell Publishing.

Miall, L, 2012, Anemia and pallor, Pediatric at a glance, Edisi 3, England, Blackwell Publishing.Nelson, 2000, Ilmu kesehatan anak, Volume 2, Edisi 15, Jakarta, EGC.

Rahajeng, 2012, Yayasan Thalassaemia Indonesia, Diakses 5 Agustus 2014 http://www.thalassaemia-yogyakarta.orgSacher, Ronal A, 2004, Penyakit sel darah merah, Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium, Edisi 11, Jakarta, EGC.

PAPDI, 2009, Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid II, edisi V, Jakarta, FK UI.Vahidi, AA, 2011, The frequency of - thalasemia major complications in patients referred to Kerman center for special diseases during 6 months, Jurnal of kerman university of medical science, Volume 18 Nomor 4, diakses 12 Juli 2013; http://webamooz.kmu.ac.ir/en/index.php/kmus/article/view/31WHO, 2011, Sickle-cell disease and other haemoglobin disorders, diakses 5 Agustus 2014; http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs308/en/Widyastuti, E., 2013. Analisi Kadar SGOT, SGPT dan Ureum, Kreatinin Berdasarkan Lama Transfusi pada Penderita Thalassemia Mayor (Studi kasus di RSUD Majalengka). Skripsi. Universitas Muhammadyah Semarang, Semarang.

6