LAPORAN KASUS BBDM THT

13
 LAPORAN KASUS BBDM SEORANG ANAK PEREMPUAN 9 TAHUN DENGAN TONSILITIS KRONIK DAN LIMFADENITIS TB Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher  Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Pembimbing dr. Rer Budiarti! "p. THT - KL! #si. #ed Disusun Oleh: #oni$a " ari %una&an ''()())*')((+, #aidah ul/a ''()())0')((+* 1ulia 2vita "ari " ''()())*')((+3 4li/a 5asahta R ''()())0')((++ 4raka 5uuliana ''()())*')((6( 7l/ien 5oer 8K5 ''()())0')((+6 Kusumaningrum ''()())*')((6) 4lan 4nderson B ''()())0')((6( Indra Kusuma ''()())*')()(6 Bo99 4di :handra ''()())0')((3* "te/anus "atria D ''()())'''(),, ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKBEDAH KEPALA LEHER FA KULT AS KEDOKTERAN UNI!ERSITAS DIPONEGORO SEMARANG "#$%

description

LAPORAN KASUS BBDM THT

Transcript of LAPORAN KASUS BBDM THT

LAPORAN KASUS BBDMSEORANG ANAK PEREMPUAN 9 TAHUN DENGAN TONSILITIS KRONIK DAN LIMFADENITIS TB

Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan seniorIlmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Pembimbingdr. Rery Budiarti, Sp. THT - KL, Msi. Med

Disusun Oleh:Monica Sari Gunawan22010113210069Mazidah Zulfa22010114210063

Yulia Evita Sari S22010113210068Alifa Nasyahta R22010114210066

Aryazka Nuzuliana22010113210070Olfien Noer PKN22010114210067

Kusumaningrum22010113210071Alan Anderson B22010114210070

Indra Kusuma22010113210107Bobby Adi Chandra22010114210083

Stefanus Satria D22010112220199

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK-BEDAH KEPALA LEHERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG2014

A. RINGKASANSeorang anak perempuan, usia 9 tahun rujukan dari poli anak dengan diagnosis limfadenitis TB datang ke klinik kesehatan THT - KL RSUP Dr.Kariadi dengan keluhan sejak usia 3 bulan tidur mendengkur, demam(+) naik turun. Dari pemeriksaan orofaring didapatkan tonsil ukuran T3-3, kripte melebar, permukaan tidak rata.

B. TERMINOLOGI1. Gembrebeg:gejala dimana telinga terasa penuh seperti kemasukan air karena adanya kelainan pada telinga luar ataupun telinga tengah2. FDC:Fixed Drugs Combination : kombinasi obat untuk TB lini pertama3. Tonsil:jaringan limfe di mulut bagian belakang untuk menyaring bakteri / mikroorganisme lain4. Limfadenitis:peradangan kelenjar getah bening, bisa terjadi pada kelenjar getah bening di leher, aksila, atau inguinal C. DAFTAR MASALAH1. Apa indikasi tonsilektomi pada pasien ini?2. Apa diagnosis banding untuk tidur mendengkur?3. Setelah terapi TB selesai dan tonsil mengecil, apakah tetap dilakukan tonsilektomi?4. Mengapa rinoskopi posterior dan laringoskopi indirek sulit dilakukan?5. Apakah tonsil dapat mengecil setelah pengobatan TB?6. Pada pasien ini apakah tonsillitis kronik dan limfadenitis TB berkaitan atau berdiri sendiri?7. Mengapa muncul detritus?

D. PEMBAHASAN DAFTAR MASALAH1. Apa indikasi tonsilektomi pada pasien ini?Ada 2 indikasi tonsilektomi, yaitu : Indikasi absolut : abses peritonsil, fokal infeksi, hipertrofi, disfagia berat, komplikasi CPC, biopsi Indikasi relatif : sering berulang, 3 episode sakit / lebih dalam 1 tahun, halitosis

Jadi, indikasi pada pasien ini adalah : Indikasi absolut : curiga sebagai fokal infeksi, hipertrofi T3-T3, biopsy Indikasi relatif : sering sakit berulang2. Apa diagnosis banding untuk tidur mendengkur?Oropharyng: Hipertofi adenoid, septum deviasi, polip nasalNasopharyng: Hipertrofi tonsil, makroglossusLaringopharyng: tumor dapat menyebabkan stridor3. Setelah terapi TB selesai dan tonsil mengecil, apakah tetap dilakukan tonsilektomi?Ya, karena indikasi pasien ini adalah indikasi absolut, jadi akan tetap dilakukan tonsilektomi4. Mengapa rinoskopi posterior dan laringoskopi indirek sulit dilakukan?Karena pada saat pemeriksaan pasien menangis sehingga tidak kooperatif terhadap pemeriksaan5. Apakah tonsil dapat mengecil setelah pengobatan TB?Bisa ya bisa tidak. Tonsil dapat mengecil apabila benar hipertrofi tonsil yang terjadi adalah karena limfadenitis TB. Tidak dapat mengecil apabila diagnosis tonsillitis kronik berdiri sendiri tanpa ada hubungan dengan limfadenitis TB6. Pada pasien ini apakah tonsillitis kronik dan limfadenitis TB berkaitan atau berdiri sendiri?Belum diketahui, tetapi dicurigai kedua hal tersebut saling berkaitan7. Mengapa muncul detritus?Pada tonsillitis kronik, jaringan tonsil akan membesar dan terbentuk jaringan ikat sehingga pembuluh darah yang membawa obat ke permukaan tonsil terhalang. Hal ini menyebabkan terjadinya penumpukkan bakteri di kripte-kripte tonsil

E. SASARAN BELAJAR1. Diagnosis pasien berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang2. Riwayat penyakit dahulu pasien3. Palatal phenomena4. Initial plan diagnosis5. Pemeriksaan penunjang untuk TB tonsil?6. Indikasi tonsilektomi7. Diagnosis banding

F. PEMBAHASAN SASARAN BELAJAR1. Dasar diagnosis (Tonsilitis TB) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjanga. Anamnesis : pasien konsulan dari bagian anak dengan diagnosis limfadenitis TBRPSYang dicariYang didapat

Keluhan utamatidur mendengkur

LokasiTonsilitis TB : tonsila palatinaFariritis TB : Dinding posterior, arcus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole, palatum durumTonsila palatina

OnsetKronis 3 bulan SMRS

KualitasSuara dengkuran, sesak, kualitas tidur, kualitas aktivitas sehari-hariSuara mendengkur keras, tidak sampai sesak nafas, tidak terbangun dari tidur karena sesak. Pasien terbangun dengan segar dipagi hari dan dapat beraktivitas (bersekolah) seperti biasanya

Kuantitasterus-menerusterus-menerus

Kronologis--

Faktor Memperberat--

Faktor Memperingan--

Gejala Penyerta Sulit menelan Nyeri telan Bernafas lewat mulut (ngowoh) Demam ngelemeng tidak respon terhadap terapi Berat badan tidak naik atau penurunan berat badan yang telah diberi tatalaksana gizi tetap belum ada perbaikan Batuk lebih dari 3 minggu tidak respon terhadap terapi Pembesaran kelenjar getah bening (leher, ketiak, lipat paha) Pembengkakan tulang/sendi Demam (+) ngelemeng, naik turun kadang-kadang sampai sekarang

Riwayat Penyakit Lain Riwayat TB di organ lain Riwayat batuk lama disangkal Riwayat penurunan berat badan disangkal Riwayat sering nyeri telan disangkal Riwayat demam tanpa penyebab yang jelas > 2 minggu (+) Riwayat TB paru pengobatan 2 minggu minum obat FDC, 1 strip/hari

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat batuk lama dengan pengobatan lebih dari 6 bulan-

Lain-lain Riwayat kontak dengan penderita TB Kebersihan rongga mulut-

b. Pemeriksaan FisikDiperiksaYang dicariYang didapat

AktivitasKurang (lesu)normoaktif

Status giziKurangBuruk BB : 25 kg Usia : 9 tahun BB/U : persentil 25-50

SuhuDemam T1/>T1, permukaan tidak rata, kripte melebarT3/T3, permukaan tidak rata, kripte melebar

Leher lateralskrofuloderma (benjolan multiple, diskret, kenyal, tidak nyeri tekan, warna kulit sama dengan sekitarnya, ulkus, bridging, warna livid)pembesaran nnll (-/+) sepanjang m.SCM kecil-kecil, tidak nyeri, tidak nyeri tekan, warna seperti sekitar

c. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaanYang dicariYang didapat

Tes tuberculinDiameter >5mmTest tuberkulin (+)

Rontgen thoraksGambaran pembesaran kelenjar hilus, paratrakeal, atelektasis, efusi pleura, dan gambaran milierDalam batas normal

Kultur dahakDitemukan bakteri M. tuberculosis (sangat sulit dilakukan pada anak dan kemungkinan hasil positif sangat kecil)BTA (-)

Histologi tonsilGranuloma sel epiteloid kaseosa, sel datia langhans -

Pengecatan BTA tonsilBTA (+)-

Biopsi (FNA) nnllHiperplasia reaktif-

PCR TB(belum dapat membedakan TB aktif, infeksi TB, atau pasca TB)-

Uji serologi (PAP TB, Myco-dot TB, IgG dan IgM TB)(pada anak tidak lebih baik daripada tes tuberculin)-

2. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat batuk lama disangkal Riwayat penurunan berat badan disangkal Riwayat sering nyeri telan disangkal Riwayat demam tanpa penyebab yang jelas > 2 minggu (+) Riwayat TB paru pengobatan 2 minggu minum obat FDC, 1 strip/hari

3. Palatal phenomenaCara kita memeriksa ada tidaknya fenomena Palatum Mole yaitu dengan mengarahkan cahaya lampu kepala kedalam dinding belakang nasofaring secara tegak lurus. Normalnya kita akan melihat cahaya lampu yang terang benderang, kemudian pasien kita diminta untuk mengucapkan iii.Selain perubahan dinding belakang nasofaring menjadi lebih gelap akibat gerakan palatum mole, bayangan gelap dapat juga disebabkan cahaya lampu kepala tidak tegak lurus masuk ke dalam dinding belakang nesofaring. Setelah pasien mengucapkan iii, palatum mole akan kembali bergerak kebawah sehingga benda gelap akan menghilang dan dinding belakang nesofaring akan terang kembali.Fenomena palatum mole positif bilamana palatum mole bergerak saat pasien mengucapkan iii dimana akan tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang nesofaring berubah menjadi lebih gelap. Sebaliknya, fenomena palatum mole negative apabila palatum mole tidak bergerak sehingga tidak tampak adanya benda gelap yang bergerak ke atas dan dinding belakang nesofaring tetap terang benderang.Fenomena palatum mole negative dapat kita temukan pada 4 kelainan, yaitu:a. Paralisis palatum mole pada post difterib. Spasme palatum mole pada abses peritonsilc. Hipertrofi adenoidd. Tumor nesofaring: karsinoma nesofaring, abses retrofaring dan adenoid

4. Initial plan diagnosisa. Histologi tonsilb. Pengecatan BTA tonsilc. Biopsi tonsild. PCR TBe. Uji serologi

5. Pemeriksaan untuk TB paru selain biopsiDiagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis, baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak, batuk bukan merupakan gejala utama. Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan. Kesulitan menegakkan diagnosis pasti pada anak disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen sputum.

Pertimbangkan Tuberkulosis pada anak jika:1. Anamnesis: Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh. Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu. Batuk kronik 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze. Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.2. Pemeriksaan fisis Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal. Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat menurut panjang/tinggi badan. Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang.3. Pemeriksaan penunjang Uji tuberkulin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa negatif pada anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS, gizi buruk atau baru menderita campak. Endoskopi Tes tuberkulin X-foto thorax Kultur dahak Histologi tonsil Pengecatan BTA tonsil Biopsi tonsil PCR TB Uji serologiUntuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak, IDAI merekomendasikan diagnosis TB anak dengan menggunakan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai, seperti terlihat pada tabel berikut.Tabel 1. Sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB anak

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor 6 (sama atau lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan dan lain-lainnya (yang mungkin tidak dapat dilakukan di rumah sakit ini).Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini: Tanda bahaya: Kejang, kaku kuduk Penurunan kesadaran Kegawatan lain, misalnya sesak napas Foto dada menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura. Gibus, koksitis

6. Indikasi tonsilektomiTonsilektomi merupakan tindakan pembedahan (eksisi) pada tonsil palatina. Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.a. Indikasi Absolut Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomib. Indikasi Relatif Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten.Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Quinsy), tonsilektomi dapat dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses. Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik. Akan tetap semua bentuk tonsilitis kronik tidak sama, gejala dapat sangat sederhana seperti halitosis, debris kriptus dari tonsil (cryptic tonsillitis) dan pada keadaan yang lebih berat dapat timbul gejala seperti nyeri telinga dan nyeri atau rasa tidak enak di tenggorok yang menetap. Indikasi tonsilektomi mungkin dapat berdasarkan terdapat dan beratnya satu atau lebih dari gejala tersebut dan pasien seperti ini harus dipertimbangkan sebagai kandidat untuk tonsilektomi karena gejala tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup walaupun tidak mengancam nyawa,

KontraindikasiTerdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah:a. Gangguan perdarahanb. Risiko anestesi yang besar atau penyakit beratc. Anemiad. Infeksi akut yang berat

7. Diagnosis bandingTerdapat beberapa diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai berikut :a. Penyakit-penyakit dengan pembentukan Pseudomembran atau adanya membran semu yang menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa) Tonsilitis DifteriDisebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi tiga golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut yang berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar. Mononukleosis InfeksiosaTerjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).b. Penyakit Kronik Faring Granulomatus Faringitis TuberkulosaMerupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien adalah buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien juga mengeluh nyeri hebat di tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher. Faringitis LuetikaGambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.

Lepra (Lues)Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan timbulnya jaringan ikat. Aktinomikosis FaringTerjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi yang lunak.Penyakit-penyakit diatas umumnya memiliki keluhan berhubungan dengan nyeri tenggorokan (odinofagi) dan kesulitan menelan (disfagi). Diagnosis pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, foto X-ray dan biopsi jaringan.

DAFTAR PUSTAKA1. http://www.ichrc.org/481-tuberkulosis-diagnosis2. buk.depkes.go.id/index.php?option=com3. http://reference.medscape.com/article/872119-overview#a04