LAPORAN KASUS Achsanul Kubri Limfadenitis TB FIX-1
-
Upload
achsanul-kubri -
Category
Documents
-
view
37 -
download
2
description
Transcript of LAPORAN KASUS Achsanul Kubri Limfadenitis TB FIX-1
Ilmu Penyakit Dalam FK UR,Oktober 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 1
LAPORAN KASUS
LIMFADENITIS TUBERKULOSIS
Achsanul Kubri1 Marlina Tasril2
1Penulis untuk korespondensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Alamat: Jl. Diponegoro No. 1, Pekanbaru, E-mail : [email protected] Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau
ABSTRAKPendahuluan: Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Dalam penyebarannya terbagi atas dua yaitu Tuberkulosis (TB) Paru dan TB di luar paru. Salah satu TB luar aru adalah Limfadenitis tuberculosis yang merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Limfadenitis TB terlihat pada hampir 35 persen dari TB paru yang meliputi sekitar 15 sampai 20 persen dari semua kasus TB. Beberapa studi didapatkan kelenjar limfe yang terlibat yaitu: 74%-90% pada kelenjar limfe servikalis, 14%-20% pada kelenjar aksila, dan 4%-8% pada kelenjar inguinal. Pada laporan kasus ini akan dibahas tentang pasien yang menderita limfadenitis tuberkulosis.
Laporan kasus: Tn. S (46 th) mengeluhkan benjolan di leher bagian atas dan bawah kiri, pasien baru menyadari benjolan tersebut ketika dirawat di Rumah Sakit. Awalnya benjolan sebesar kelereng berjumlah 2 buah di atas dan 2 di bawah yang dirasakan makin lama makin besar, tidak nyeri, menetap, mobile dan sewarna dengan warna kulit sekitar ukuran 1-4 cm.Pasien mengaku tidak ada benjolan di ketiak dan lipatan paha. Pasien datang ke Rumah sakit dengan keluhan sesak nafas memberat sejak 2 hari yang lalu, pasien merasakan sesak nafas disertai nafas berbunyi.Sesak sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Sesak nafas juga disertai nyeri dada sebelah kanan,nyeri bertambah bila menarik nafas dalam. 10 hari SMRS pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih, demam tinggi naik turun, tidak berkeringat dan tidak menggigil. Pasien juga mengeluhkan ,nafsu makan menurun yang disertai penurunan berat badan sebanyak 6 kg sejak 1 bulan terakhir. Tidak ada riwayat berkeringat malam hari, BAB dan BAK tidak ada keluhan.Riwayat gejala yang sama tidak pernah dialami pasien. Dari hasil pemeriksaan fisik, ditemukan adanya benjolan pada leher berukaran 1-4 cm, benjolan tidak nyeri, konsistensi lunak,mobile. Hasil pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) didapatkan gambaran sitologik sesuai dengan Limfadenitis Tuberkulosis.
Kesimpulan:Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis Limfadenitis Tuberkulosis dengan efusi pleura.
Kata kunci : Limfadenitis Tuberkulosis.
PENDAHULUAN
Ilmu Penyakit Dalam FK UR,Oktober 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 2
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi
kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.1 Dalam
penyebarannya terbagi atas dua yaitu
Tuberkulosis (TB) Paru dan TB di luar paru.
Salah satunya adalah Limfadenitis TB yang
merupakan peradangan pada kelenjar limfe
atau getah bening yang disebabkan oleh
infeksi Mycobacterium tuberculosis.2 Di
Indonesia TB merupakan masalah utama
dalam jaringan kesehatan masyarakat.
Adapun jumlah penderita TB di Indonesia
merupakan peringkat ke-3 terbanyak di
dunia setelah India dan Cina. Tuberkulosis
(TB) merupakan salah satu penyakit yang
telah lama dikenal dan sampai saat ini masih
menjadi penyebab utama kematian di dunia.
Prevalensi TB di Indonesia dan negara-
negara sedang berkembang lainnya cukup
tinggi. Pada tahun 2006, kasus baru di
Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian
besar diderita oleh masyarakat yang berada
dalam usia produktif (15–55 tahun).3
Limfadenitis adalah manifestasi
tuberkulosis ekstraparu yang paling seing
terjadi. Limfadenitis TB adalah manifestasi
lokal dari penyakit sistemik. Insiden
limfadenitis mikobakteri telah meningkat
secara paralel dengan peningkatan kejadian
infeksi mikobakteri di seluruh dunia.
Limfadenitis TB terjadi pada 35 persen dari
TB ekstra paru yang meliputi sekitar 15
sampai 20 persen dari semua kasus TB.4
Limfadenitis TB paling sering
melibatkan kelenjar getah bening servikalis,
kemudian diikuti oleh kelenjar mediastinal,
aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus,
perihepatik dan kelenjar inguinalis.5
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Limfadenitis tuberkulosis (TB)
merupakan peradangan pada kelenjar limfe
atau getah bening yang disebabkan oleh
basil tuberkulosis. 5
Patofisiologi 6
TB ekstraparu merupakan penyakit
TB yang terjadi di luar paru, organ yang
sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis
adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran
kemih, tulang, meningens, peritoneum dan
perikardium. TB primer dapat terjadi pada
seseorang yang terpapar basil tuberkulosis
untuk pertama kalinya. Basil TB akan
masuk ke paru melalui droplet, sampai di
paru, droplet ini akan di fagosit oleh
makrofag dan akan mengalami dua
kemungkinan, Pertama, basil TB akan ,mati
akibat difagosit oleh makrofag. Kedua, basil
TB akan bertahan hidup dengan cara
bermultiplikasi dalam makrofag sehingga
Ilmu Penyakit Dalam FK UR,Oktober 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 3
basil TB akan dapat menyebar secara
limfogen, perkontinuitatum, bronkogen
bahkan hematogen.
Penyebaran basil TB secara limfogen
pertama kali menuju kelenjar limfe regional,
dimana penyebaran basil TB tersebut
mengakibatkan reaksi inflamasi di sepanjang
saluran limfe dan dan kelenjar limfe
regional. Basil TB juga dapat menginfeksi
kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu sebelum
menginfeksi paru. Basil TB ini akan
berdiam di mukosa orofaring setelah basil
TB akan difagosit oleh makrofag dan
dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa
ke kelenjar limfe di leher.
Peningkatan ukuran nodus dapat
disebabkan oleh hal berikut ini :
1.Multiplikasi sel dalam node, termasuk
limfosit, plasma sel, monosit atau histiosit.
2.Infiltrasi sel sel dari luar nodus, misalnya
sel ganas atau neutrofil.3. Drainase sumber
infeksi oleh kelenjar getah bening.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang paling banyak
timbul pada limfadenitis TB yaitu
pembesaran kelenjar getah bening yang
lambat. Limfadenitis TB yang paling sering
melibatkan kelenjar getah bening servikalis,
kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya
oleh kelenjar mediastinal, aksilaris,
mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik
dan kelenjar inguinalis.7
Pembengkakan dapat terjadi secara
unilateral maupun bilateral, tunggal maupun
multipel. Biasanya benjolan tidak nyeri dan
membesar dalam hitungan minggu sampai
bulan . Pada tahap awal, nodus tuberkulosis
dapat berbatas tegas, mobil, tidak lembut
dan melekat pada kulit yang mungkin
menjadi eritematus. Jika terjadi abses, abses
berlanjut menjadi fistel yang berubah
menjadi ulkus khas yang berbentuk tidak
teratur, sekitar lividae, dinding bergaung,
jaringan granulasi tertutup pus seropurulen,
krusta kuning sikatriks memanjang, tidak
teratur. 7
Menurut Jones dan Campbell,
limfadenopati tuberkulosis perifer dapat
diklasifikasikan kedalam lima stadium
yaitu:8
1.Stadium 1 : pembesaran kelenjar yang
berbatas tegas, mobile dan diskret.
2.Stadium 2 : pembesaran kelenjar yang
kenyal serta terfiksasi ke jaringan sekitar
oleh karena adanya periadenitis.
3.Stadium 3 : perlunakan di bagian tengah
kelenjar (central softening) akibat
pembentukan abses.
4.Stadium 4 : pembentukan collar-stud
abscess.
Ilmu Penyakit Dalam FK UR,Oktober 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 4
5.Stadium 5: pembentukan traktus sinus
Adapun gambaran klinis dari
limfadenitis TB bergantung pada
stadiumnya. Pembengkakan yang terjadi
biasanya tidak menimbulkan nyeri kecuali
jika telah terjadi infeksi sekunder bakteri,
pembesaran kelenjar getah bening yang
progresif atau konsidensi dengan infeksi
HIV. Abses kelenjar limfe dapat pecah dan
akan terbentuk sinus yang tidak menyembuh
secara kronis dan membentuk ulkus.5
Diagnosis
Kecurigaan yang tinggi terhadap
infeksi mycobacterium tuberculosis
diperlukan dalam diagnosis di daerah
endemis TB. Pemeriksaan menyeluruh dari
riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik , tes
tuberkulin, pewarnaan basil tahan asam,
pemeriksaan radiologis, dan FNAB akan
membantu untuk mendiagnosis limfadenitis
tb sebelum diagnosis akhir dapat dibuat dari
biopsi dan kultur. Diagnosis banding
mencakup infeksi luas (virus, bakteri atau
jamur ) dan neoplasma (limfoma atau
sarkoma, karsinoma metastasis), hiperplasia
reaktif non-spesifik, sarkoidosis,
toksoplasmosis, penyakit pembuluh darah
kolagen dan penyakit sistem
retikuloendotelial.5
Beberapa pemeriksaan penunjang
yang dapat menegakkan diagnosis
limfadenitis TB yaitu : 10
a. Pemeriksaan laboratorium
- Peningkatan laju endap darah (LED) dan
mungkin dapat disertai denganleukositosis.
- Uji mantoux positif, dilakukan untuk
menunjukkan adanya reaksi imun tipelambat
yang spesifik untuk antigen
mikrobackterium seseorang. Pengukuran
dilakukan 2-10 minggu setelah infeksi. Hasil
positif bila terbentuk indurasi lebih dari 10
mm, intermediate bila indurasi 5-9 mm,
negatif bila < 4 mm.
- Pemeriksaan dengan menggunakan
Enzyme-Linked Immunoadsorbent
Assay(ELISA) dengan memiliki sensitivitas
60-80%.Identifikasi dengan Polymerase
Chain Reaction (PCR) yang masih
terusdikembangkan.
b. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi meliputi
pemeriksaan mikroskopis dan kultur.
Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan
dengan pengunaan pewarnaan Ziehl
Neelsen.Spesimen dapat didapatkan dengan
biopsy aspirasi. Dalam pemeriksaan ini
diperlukan minimal 10.000 basil TB agar
pewarnaan mendapatkan hasil positif. Selain
itu jugakultur dapat dijadikan pebantu dalam
Ilmu Penyakit Dalam FK UR,Oktober 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 5
menegakkan diagnosis limfadenitis TB.
Adanya 10- 100 basil/mm3 cukup untuk
membuat hasil kultur menjadi positif, namun
diperlukan waktu beberapa minggu untuk
mendapatkan hasil kultur.
c. Pemeriksaan Sitologi
Spesimen untuk pemeriksaan sitologi
ini dapat diambil dari biopsi aspirasi
kelenjar limfe. Sensivitas dan spesifitas nya
pemeriksaan ini yaitu 78% dan 99%. Pada
pemeriksaan sitologi ini dapat ditemukan
Langhans giant cell, granuloma
epiteloid,nekrosis kaseosa.
d. Pemeriksaan Radiologis
Foto toraks, USG, CT Scan dan MRI
dapat dilakukan untuk membantu
penegakkan diagnosis limfadenitis TB. Foto
toraks dapat menunjukkan kelainannya pada
TB paru pada 14-20% kasus. USG kelenjar
dapat menunjukkan adanya lesi kistik
multiokular singularatau multipel hipoekoik
yang dikelilingi oleh kapsul tebal.
Pemeriksaan USG dapat dilakukan untuk
membedakan pembesaran kelenjar dapat
diakibatkan oleh infeksi TB, metastatis,
limfoma atau reaksi hyperplasia. Pada
pemebesaran kelenjar diakibatkan infeksi
TB biasanya ditandai dengan fusion
tendency,peripheral halo dan internal
echoes.
Pada CT scan, adanya massa nodus
konglumerasi dengan lusensi sentral, adanya
cincin irregular pada contrast
enhancementserta nodularitas didalamnya,
derajat homogenitas yang bervariasi, adanya
manifestasi inflamasi pada lapisan dermal
dan subkutan mengarahkan pada
limfadenitis TB.
Pada MRI didapatkan adanya massa
yang diskret, konglumerasi, dan konfluens.
Fokus nekrotik, jika ada, lebih sering terjadi
pada daerah perifer dibandingkan sentral,
dan hal ini bersama-sama dengan edema
jaringan lunak membedakannya dengan
kelenjar metastatik.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfadenitis TB
secara umum dibagi dua yaitu terapi
farmakologis dan non farmakologis. Terapi
farmakologis memiliki prinsip yang sama
dengan regimen obat TB sedangkan terapi
non farmakologis meliputi terapi
pembedahan dengan prosedur biopsi
eksisional – aspirasi – insisi dan drainase.10
Perhimpunan Dokter Paru Indinesia
(PDPI) mengklasifikasikan limfadenitis TB
kedalam TB luar paru dengan panduan obat
2RHZE/10RH. The national tuberculosis
programmes di seluruh dunia mengikuti
pedoman, pengobatan diamati secara
Ilmu Penyakit Dalam FK UR,Oktober 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 6
langsung jangka pendek (DOTS). TB
limfadenitis diterapi dengan terapi OAT
kategori TB ekstraparu selama sembilan
bulan 2HRZE / 7HR.10
Adapun kategori Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) terbagi menjadi dua,
yaitu :3
1.OAT utama (first line Antituberculosis
Drugs) dibagi menjadi dua berdasarkan
sifatnya,
- Bakterisidal, golongan yang termasuk yaitu
INH,rifampisin, pirazinamid dan
Streptomisin-
- Bakteriostatik, golongan yang termasuk
yaitu etambutol.
2.OAT sekunder (Second line
Antituberculosis Drugs) yang terdiri dari
Paraaminosalicyclic Acid (PAS),
ethionamid, sikloserin, kanamisin dan
kapreomisin. OAT sekunder ini selain
kurang efektif juga lebih toksik sehingga
jarang dipakai. Adapun prinsip – prinsip
pada pemberian OAT yang harus
diperhatikan untuk memperoleh
keefektifitasan obat yaitu:
- Menghindari penggunaan monoterapi.
-Pengobatan dilakukan dengan pengawasan
langsung (DOT) oleh seorang
PengawasMenelan Obat (PMO) untuk
menjamin kepatuhan penderita dalam
menelan obat. Pengobatan TB diberikan
dalam dua tahap, tahap intensif dan tahap
lanjutan.
Tahap Intensif
- Pada tahap ini, penderita mendapatkan
obat setiap hari dan perlu diawasi
secaralangsung untuk mencegah kekebalan
obat
- Bila pengobatan pada tahap intensif ini
diberikan tepat, biasanya penderita menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu
dua minggu.
- Sebagian besar penderita TB BTA positif
menjadi BTA negatif dalam kurun waktudua
bulan.
Tahap Lanjutan
- Pada tahap lanjutan, penderita
mendapatkan jenis obat yang lebih sedikit
namundalam jangka waktu yang lama
-Tahap lanjutan merupakan tahapan yang
penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah kekambuhan.
Regimen Obat yang digunakan : 3
1. Tahap intensif (dosis harian) :
Isoniazid 300 mg, Rifampisin 600
mg, dan Pirazinamid 1500 mg,
etambutol 900 mg.
2. Tahap Lanjutan (7 bulan) : Isoniazid
300 mg, dan Rifampisin 600 mg.
Efusi Pleura TB 11
Ilmu Penyakit Dalam FK UR,Oktober 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 7
Merupakan efusi pleura yang
disebabkan oleh M.TB yang dikenal juga
dengan pleuritis TB.Selain Limfadenitis
TB , efusi pleura TB merupakan manifestasi
TB ekstraparu yang cukup banyak terjadi.
Efusi pleura TB terjadi akibat pecahnya
fokus perkijuan subpleura paru sehingga
bahan perkijuan dan kuman M.TB masuk ke
rongga pleura dan terjadi interaksi dengan
limfosit T yang akan menghasilkan suatu
hipersensitivitas tipe lambat. Limfosit akan
melepaskan limfokin yang akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas
dari kapiler pleura terhadap protein yang
akan menghasilkan akumulasi cairan pleura.
Gambaran klinisnya dapat berupa
gejala respiratorik seperti nyeri dada , batuk
dan sesak nafas. Diagnosis efusi pleura TB
dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang .
KASUS
Tn. S (46 th) mengeluhkan benjolan di leher
bagian atas dan bawah kiri, pasien baru
menyadari benjolan tersebut ketika dirawat
di Rumah Sakit. Awalnya benjolan sebesar
kelereng berjumlah 2 buah di atas dan 2 di
bawah yang dirasakan makin lama makin
besar, tidak nyeri, mobile dan sewarna
dengan warna kulit sekitar ukuran 1-4
cm.Pasien mengaku tidak ada benjolan di
ketiak dan lipatan paha. Pasien datang ke
Rumah sakit dengan keluhan sesak nafas
memberat sejak 2 hari yang lalu, pasien
merasakan sesak nafas disertai nafas
berbunyi. Sesak dirasakan sepanjang hari,
sesak nafas berkurang dengan istirahat,sesak
disertai nyeri dada jika pasien menarik nafas
dalam,sesak tidak dipengaruhi cuaca dan
tidak ada perbedaan antara siang malam.
Sesak sudah dirasakan sejak 3 bulan yang
lalu. 10 hari SMRS pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak berwarna
putih, demam tinggi naik turun, tidak
berkeringat dan tidak menggigil. Pasien juga
mengeluhkan ,nafsu makan menurun yang
disertai penurunan berat badan sebanyak 6
kg sejak 1 bulan terakhir. Tidak ada
riwayat berkeringat malam hari, BAB dan
BAK tidak ada keluhan.
Riwayat gejala yang sama tidak
pernah dialami pasien. Batuk lama dan
mengkonsumsi obat dalam jangka waktu
lama disangkal. Pasien menyangkal riwayat
penyakit jantung,Hipertensi, DM, ginjal,
tumor di bagian tubuh yang lainnya.
Dalam keluarga, pasien menyangkal
tidak ada riwayat batuk lama maupun
mengkonsumsi obat dalam jangka lama,
Ilmu Penyakit Dalam FK UR,Oktober 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 8
juga tidak ditemukan riwayat penyakit
kanker.
Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi,
kejiwaan dan kebiasaan: Pasien merupakan
seorang wiraswasta, Pasien mempunyai
kebiasaan merokok sejak berumur 26 tahun.
Setiap hari menghabiskan 1 bungkus rokok.
Berhenti merokok sejak 1,5 tahun terakhir.
(IB : 320 ,Perokok Sedang), pasien tidak
mengaku tidak mengkonsumsi alkohol dan
tidak mempunyai riwayat penggunaan tato.
Hasil pemeriksaan umum pasien
didapatkan keadaan umum baik, kesadaran
komposmentis, tekanan darah 120/90
mmHg, nadi 88x / menit reguler ,suhu 36,4o
C, frekuensi nafas 20x / menit. Status gizi
pasien underweight dengan tinggi badan 170
cm, berat badan 53 kg dengan BMI 18,33.
Pada pemeriksaan fisik kepala dan
leher didapatkan mata tidak cekung,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik. tidak ada edema pada preorbital.
Pupil bulat, isokhor 3mm/3mm, Pada
pemeriksaan leher kiri tampak pembesaran
KGB submandibula dengan benjolan
berbentuk kelereng, dengan ukuran 4 cm,
sebanyak 2 buah konsitensi kenyal,
permukaan rata, mobile, tidak nyeri,
sewarna dengan kulit, dan tidak panas. Pada
supraklavikula dirasakan benjolan 2 buah
dengan ukuran 1 cm, konsitensi kenyal,
permukaan rata, mobile, tidak nyeri,
sewarna dengan kulit, dan tidak panas.
Tidak ada pembesaran JVP (5-2 cm).
Hasil pemeriksaan thoraks paru-paru,
pada inspeksi didapatkan gerakan dinding
dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
bagian yang tertinggal, tidak terdapat
retraksi. Pada palpasi, vocal fremitus
simetris normal kanan dan kiri. Pada perkusi
terdapat sonor pada semua lapang paru.
Pada auskultasi suara nafas vesikuler, tidak
ditemukan ronkhi dan tidak ditemukan
wheezing.
Pemeriksaan jantung, pada inspeksi
ictus cordis tidak terlihat, pada palpasi ictus
cordis teraba pada SIK V linea midclavicula,
pada perkusi batas jantung kanan linea
sternalis dextra SIK V dan batas jantung kiri
linea midclavicula sinistra SIK V, pada
auskultasi bunyi jantung I dan II reguler,
tidak ditemukan gallop dan murmur.
Pada pemeriksaan abdomen, pada
inspeksi, perut datar, scar tidak ada, pada
auskultasi, peristaltik usus normal, pada
palpasi, nyeri tekan tidak ada, hepar tidak
teraba, lien tidak teraba, defans muskular
tidak ada, pada perkusi, timpani , asites tidak
ada , shifting dullness tidak ada.
Ilmu Penyakit Dalam FK UR,Oktober 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 9
Pada pemeriksaan ekstremitas
didapatkan akral hangat, tidak ditemukan
edema, CRT < 2 detik, tidak ada
pembesaran kelenjar aksilar dan inguinal.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
hemoglobin 11 gr/dl, hematokrit 30 %,
eritrosit 3.480.000 /uL, leukosit 7.900 /uL,
trombosit 518.000 /uL. Pada pemeriksaan
radiologi, jantung dalam batas normal dan
paru tidak ada kelainan, corakan
bronkovaskular normal dan tidak ada
infiltrate. Pada pemeriksaan FNAB
didapatkan sediaan apusan biopsi aspirasi
kelenjar getah bening supra klavikula
sinistra mengandung matyrisk nekrotik
granular, sel lekosit yang nekrotik serta
matriks fibriller bersebukan sel radang
mononuklea yang sesuai dengan gambaran
sitopatologik Limfadenitis Tuberkulosis.
Pemeriksaan Sputum SPS didapatkan hasil
negatif. Dari hasil thoracosintesis pleura
didaatkan cairan dengan hasil Makroskopis:
volume ± 4.4 mL , Kekeruhan: keruh,
Warna: kuning. Mikroskopis: Jumlah sel:
1.160, Hitung jenis sel: PMN 47, MN: 5,3
Sel abnormal/blas: negatif. Pada pasien ini
telah dilakukan pemasangan WSD dengan
cairan sebanyak 2 liter. Pemeriksaan
Rontgen Thorak yang dilakukan pada saat
pasien masuk ke RS (7 hari sebelum
dilakukan pemeriksaan dan sebelum
dilakukan pemasangan wsd) didapatkan
hasil tampak perselubungan homogen
setinggi ICS 4 pada hemitoraks dextra yang
menutupi sinus, diafragma dan batas dextra
jantung.
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah
Limfadentis Tuberkulosis dengan Efusi
Pleura . Pada pasien ini belum ada terapi
OAT yang diberikan. Rencana terapi dengan
terapi OAT kategori TB ekstraparu 2HRZE /
7RH. Sebelum dilakukan pemeriksaan
pasien sudah dilakukan punksi pleura
dengan cairan 2,5 L bewarna kuning.
Penatalaksanaan simptomatis pada
pasien ini yang berhubungan dengan efusi
pleura dapat dilakukan terapi sebagai
berikuti :
Non farmakologisa. Bed rest
b. Posisi semi flowler
Farmakologisa. Pemberian oksigen nasal kanul 4
L/menit
b. IVFD asering 20 tpm
c. Ambroxol 3x1 tab
d. Curcuma 3x1 tab
e. PCT 3x1
f. Metil Prednisolon 3x20 mg
g. Alprazolam 3x1 tab
Ilmu Penyakit Dalam FK UR,Oktober 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 10
DISKUSI
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan laboratorium penunjang
diagnosis pasien adalah Limfadenitis
Tuberkulosis dengan efusi pleura. Pada
pasien diketahui adanya timbul benjolan
yang terletak di leher atas dan bawah kiri,
benjolan sebesar kelereng yang dirasakan
makin lama makin besar, tidak nyeri,
mobile, menetap dan sewarna dengan kulit
sekitar.Salah satu hal yang dapat dipikirkan
bahwa benjolan pada pasien ini mengarah
pada pembesaran kelenjar getah bening
(KGB). Pada pembesaran KGB oleh infeksi
virus, KGB umumnya bilateral (dua sisi-
kiri/kiri dan kanan), lunak dan dapat
digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri,
kelenjar biasanya nyeri pada penekanan,
baik satu sisi atau dua sisi dan dapat
fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya
kemerahan dan suhu lebih panas dari
sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri. Bila
limfadenitis disebabkan keganasan, tanda-
tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan
tidak dapat digerakkan (terikat dengan
jaringan di bawahnya). Pada infeksi oleh
mikobakterium pembesaran kelenjar
berjalan mingguan-bulanan, walaupun dapat
mendadak.3
Hasil anamnesis lainnya pasien
mengeluhkan sesak nafas disertai nafas
berbunyi. Sesak dirasakan sepanjang hari,
sesak nafas berkurang dengan istirahat,sesak
disertai nyeri dada jika pasien menarik nafas
dalam,sesak tidak dipengaruhi cuaca dan
tidak ada perbedaan antara siang malam dari
hasil rontgen thorak awal menunjukkan
tampak perselubungan homogen setinggi
ICS 4 pada hemitoraks dextra yang
menutupi sinus, diafragma dan batas dextra
jantung.Hal tersebut menunjukkan bahwa
pasien juga menderita TB Ekstraparu
lainnya yaitu efusi pleura TB.
Hasil pemeriksaan penunjang
didapatkan sediaan apusan biopsi aspirasi
kelenjar getah bening supra klavikula
sinistra mengandung matyrisk nekrotik
granular, sel lekosit yang nekrotik serta
matriks fibriller bersebukan sel radang
mononuklea yang sesuai dengan gambaran
sitopatologik Limfadenitis Tuberkulosis.
Peningkatan ukuran nodus mungkin
disebabkan oleh berikut: 1.Multiplication sel
dalam node, termasuk limfosit, plasma sel,
monosit, atau histiosit 2.Infiltrasi sel-sel dari
luar nodus, misalnya sel ganas atau
neutrofil.3.Drainase sumber infeksi oleh
kelenjar getah bening.6
Ilmu Penyakit Dalam FK UR,Oktober 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 11
Pengobatan yang dianjurkan pada
pasien ini adalah terapi OAT kategori TB
ekstraparu 9 bulan 2HRZE / 7RH
. Tahap pengobatan dibagi dua yaitu
intensif (dosis harian) dan lanjutan (dosis 3x
sehari). Pada tahap intensif dengan lamanya
pengobatan 2 bulan dengan obat Isoniazid
300 mg, Rifampisin 600 mg, dan
Pirazinamid 1500 mg, etambutol 900 mg.
Dan 7 bulan pada tahap lanjutan diberikan
obat Isoniazid 300 mg, dan Rifampisin 600
mg.3
KESIMPULAN
Limfadenitis adalah peradangan pada
kelenjar limfe atau getah bening.
Limfadenitistuberkulosis (TB) merupakan
peradangan pada kelenjar limfe atau getah
bening yang disebabkan oleh basil
tuberkulosis. Limfadenitis adalah
manifestasi paling sering dari TB
ekstraparu.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Pharmaceutical Care untuk Penyakit
Tuberkulosis, Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasiaan dan Alat Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2005.
2. Ohasi K, Takamori M, Wada A
Diagnosis and treatment of the lymph
node tuberculosis. American Thoracic
Association. 2014: 1-2
3. Amin Z, Bahar A. Buku ajar Ilmu
Penyakit Dalam: Tuberkulosis Paru.
Ed.4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2006.
4. Sharma S, Mohan K.. Extrapulmonary
Tuberculosis. Departement of Medicine.
All India Institute of Medical Sciences,
New Delhi. Indian J Res .2004120:316-
353.
5. Mohapatra PR, Janmeja AK.
Tuberculous Lymphadenitis. Journal Of
The Association Of India
6. Spelman D.. Tuberculous
Lymphadenitis. Uptodate Journal.2008.
7. Geldmacher H, Taube C, Kroeger C,
Magnussen H, Kirsten DK..Assessment
of lymph node tuberculosis in northern
Germany:a clinical review. Chest
2002:1177-82.
8. Prasanta R,Ashok K. Tuberculous
Lymphadenitis. JAPY. August. .
2009:585-87
9. Fontanilla JM, Barnes A.Current
Diagnosis and Management of
Peripheral Lympadenitis.Clin infect Dis
2011: 555.
Ilmu Penyakit Dalam FK UR,Oktober 2015
Laporan Kasus Limfadenitis TB 12
10. PDPI. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. Indah
Offset Citra Grafika. 2011