DOK. Pengawasan Teknis Pembangunan Gedung Serba Guna (Otsus)_2
Laporan Kajian Pengelolaan Otsus
-
Upload
yuspi-ardy -
Category
Documents
-
view
327 -
download
18
Transcript of Laporan Kajian Pengelolaan Otsus
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 1
BAB 1PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Selama pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) di Provinsi Papua, daerah ini
telah menerima dana dalam jumlah besar. Total dana yang diterima dalam kurun
2002-2012 berjumlah Rp33,7 Trilyun, dan bila digabung dengan penerimaan dana
Otsus Provinsi Papua Barat total dana mencapai Rp41,2 Trilyun. Ada dua jenis dana
yang diterima dalam rangka pelaksanaan Otsus, yaitu dana yang setara dengan 2
persen dari total Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional, dan dana tambahan
Infrastruktur.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 34 UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua, dana yang disalurkan dalam rangka Otsus Papua harus dialokasikan
untuk membangun dan mengejar ketertinggalan Papua, khususnya penduduk asli
Papua. Target dan sasaran yang menjadi perhatian adalah bidang pendidikan,
kesehatan, infrastruktur, dan perekonomian rakyat. Dana ini dialokasikan setiap
tahun dari APBN dan ditransfer dalam 3 sampai 4 tahapan ke kas daerah
Pemerintah Provinsi Papua. Sesuai ketentuan UU 21/2001 dana ini juga dibagikan
ke kabupaten/kota di Provinsi Papua.
Setelah berumur 12 tahun, Otonomi Khusus Papua masih menuai kritikan yang
antara lain mempermasalahkan pengelolaan dan penggunaan dana Otsus Papua.
Ada yang mengkritisi dengan mengatakan bahwa dana itu tidak dirasakan dan tidak
menyentuh kebutuhan penduduk asli Papua. Kritikan lain menyebut bahwa dana
Otsus hanya dinikmati oleh segelintir elite Papua dan tidak memberi dampak
perbaikan pada sektor pendidikan dan kesehatan. Juga belum ada rambu-rambu
pengelolaan keuangan Otsus sehingga potensil dikorupsi dan disalahgunakan.
Institusi pemerintahan banyak dituding sebagai lembaga yang paling
bertanggungjawab atas masalah pengelolaan keuangan Otsus (Salle, 2011).
Kesalahan pertama dialamatkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan
DPRP, antara lain karena regulasi yang mengatur pengelolaan dana Otsus, dan
merupakan tanggungjawab Pemda Provinsi Papua, sampai saat ini belum
ditetapkan. Selain itu warga sering mengangkat masalah rendahnya transparansi
pengalokasian dana Otsus, pengalokasian untuk bidang pendidikan dan kesehatan,
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 2
bantuan keuangan dan prasarana kepada pengusaha informal (mama-mama
Papua), dan sebagainya. Kesalahan kedua dialamatkan ke Pemerintah kabupaten
dan kota yang ikut dinilai telah memanfaatkan dana untuk kepentingan pribadi dan
mengalokasikan dana melenceng dari tujuan untuk memajukan pelayanan dasar.
Banyak pimpinan dan pejabat daerah tertentu dinilai menghambur-hamburkan uang
rakyat dari sumber dana Otsus saat bepergian ke luar daerah. Pelayanan publik
sangat kurang karena banyak pimpinan dan pejabat daerah, termasuk anggota
dewan hanya menghabiskan waktu di luar daerah mereka. Kesalahan ketigadialamatkan pada Pemerintah. Pemerintah juga ikut dipersalahkan karena dinilai
tidak mengawasi dan memberi panduan atau arahan pengelolaan dana dana Otsus.
Pemerintah dinilai sengaja membiarkan masalah pengelolaan dan penyalahgunaan
dana Otsus. Sejak awal Pemerintah mengetahui bahwa pengelolaan dana Otsus
harus diatur dengan Perdasus, tetapi Pemerintah tidak memberi sanksi atas
kelalaian menyusun Perdasus. Wacana publik yang menginginkan agar dana Otsus
dikelola terpisah dari sumber dana lain tidak pernah difasilitasi atau pun dijelaskan.
Hal ini membuat kebingungan berkepanjangan di Papua.
Dalam mekanisme perencanaan dan penganggaran di Pemda Provinsi Papua,
dana Otsus yang diterima dari Pemerintah didistribusikan 40 persen untuk Provinsi
Papua dan 60 persen untuk kabupaten/kota. Untuk dana yang dikelola Pemda
Provinsi Papua, direncanakan penggunaannya melalui program dan kegiatan pada
sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan ketentuan: (1) tidak boleh
dianggarkan bagi belanja aparatur–kecuali bagi aparatur yang langsung memberi
pelayanan kepada warga, (2) dialokasikan untuk bidang pendidikan minimal 30
persen, bidang kesehatan minimal 15 persen, bidang infrastruktur, dan bidang
perekonomian rakyat.
Dana yang diafektasikan bagi daerah kabupaten dan kota direncanakan oleh
masing-masing pemda dalam APBD. Untuk menjaga agar dana dialokasikan sesuai
ketentuan dan kebijakan Otsus Papua, Bappeda Provinsi Papua memberi arahkan
melalui mekanisme usulan perencanaan dari kabupaten/kota yang dikenal sebagai
Usulan Rencana Definitif (URD). Setiap Pemda yang telah menerima alokasi
anggaran dari sumber Otsus menyusun daftar rencana penggunaan dana yang
disusun oleh Bappeda kabupaten/kota kemudian dibahas bersama di Bappeda
Provinsi Papua, yang berikut dikenal sebagai Rencana Definitif (RD). Rencana
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 3
Definitif ini yang telah memperoleh persetujuan Bappeda Provinsi menjadi dasar
untuk pengalokasian anggaran dalam APBD kabupaten/kota.
Sejak tahun 2006, dana Otsus juga dialokasikan ke kampung dan distrik melalui
program Rencana Strategik Pembangunan Kampung (RESPEK). Dana ini
dialokasikan Pemerintah Provinsi Papua dalam bentuk Block Grants. Bantuan
diberikan dalam bentuk tunai untuk direncanakan penggunaannya secara partisipatif
oleh warga kampung. Beberapa prinsip good governance seperti transparansi,
akuntabilitas, partisipatif, dan pengawasan warga menjadi harus mendapat perhatian
dalam program RESPEK. Warga kampung merencanakan, melaksanakan, dan
mengawasi sendiri setiap program dan kegiatan. Walau disain program RESPEK ini
dinilai positif untuk meningkatkan pembangunan dari bawah (bottom up planning)
sejumlah kelemahan masih ditemukan ditingkat pelaksanaan.
Dana Otsus yang dialirkan ke Provinsi Papua telah dialokasikan untuk berbagai
kebutuhan dan tuntutan pembangunan pelayanan publik di Papua. Banyak program
pembangunan yang telah dilaksanakan Pemda Provinsi Papua, pemda kabupaten
dan kota, dan warga kampung melalui RESPEK (Bappeda, 2007). Hasil-hasil
pembangunan senyatanya sudah terlihat di berbagai sudut-sudut kota dan pelosok
kampung. Pembangunan prasarana dan sarana pelayanan pendidikan serta
kesehatan terus dibangun. Prasarana jalan dan jembatan dibangun dan dipelihara,
menggunakan dana Otsus, sehingga banyak jalan-jalan tembus untuk
menghubungkan pusat pemerintahan dengan kampung-kampung yang semula
terisolasi akhirnya dapat ditembus dan dilalui kendaraan. Dengan demikian
penduduk kampung sudah mulai mendapatkan pelayanan dasar dan menjual hasil
pertanian ke pasar-pasar lokal.
Pelayanan dasar untuk pendidikan dan kesehatan merupakan bidang dan
urusan pemerintahan yang selalu mendapat perhatian pemerintah daerah. Sebagai
contoh dalam APBD Provinsi Papua TA 2011, pelayanan dasar mendapat alokasi
belanja masing-masing Rp263 miliyar (13 persen) untuk bidang pendidikan dan
Rp475 miliyar (24 persen). Dalam APBD kabupaten/kota untuk TA 2011 pelayanan
dasar secara rata-rata memperoleh plafon anggaran masing-masing Rp112 miliyar
(17 persen) untuk pendidikan dan Rp55 miliyar (19 persen) untuk kesehatan. Bila
APBD provinsi dan APBD 29 kabupaten/kota digabungkan pada TA 2011, tercatat
alokasi bidang pendidikan Rp3,51 trilyun (17 persen), dan bidang kesehatan Rp2,07
trilyun (10 persen).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 4
Alokasi dana yang sangat besar untuk pendidikan dan kesehatan seharusnya
sudah dapat memperbaiki pelayanan bagi penduduk asli Papua baik yang ada di
kampung-kampung maupun perkotaan. Namun ternyata dari sejumlah indikator
pendidikan dan kesehatan ditemukan masih banyak masalah yang belum
diselesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam bidang pendidikan indikator buta huruf
Papua terus meningkat. Persentase penduduk buta huruf untuk usia sekolah (umur
sampai 15 tahun) meningkat dari 24,94 persen pada tahun 2003 menjadi 35,92
persen pada tahun 2011. Umur produktif yang buta huruf di Papua pada tahun 2011
mencapai 34,83 persen dari jumlah penduduk. Indikator ini sangat buruk dibanding
rata-rata Indonesia yang hanya 2,30 persen. Masalah bidang kesehatan yang
banyak disoroti adalah masih kurangnya prasarana dan sarana Puskesmas dan
Pustu. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua memperkirakan masih 2600
kampung yang belum mempunyai Pustu. Kalau Pustu saja tidak ada di daerah itu,
juga dipastikan tenaga kesehatan tidak ada di kampung-kampung. Bila diukur dari
keberadaan prasarana kesehatan, cakupan pelayanan kesehatan di Papua
diperkirakan baru mencapai 29 persen (1.000 kampung dari total 3.500 kampung).
Semua fakta di atas kemudian menimbulkan tanda tanya dan keraguan
masyarakat, yaitu “kemana uang Otsus itu?” Kajian ini diarahkan untuk menjawab
pengelolaan keuangan Otsus dalam bidang kesehatan dan pendidikan, dengan
harapan bahwa hasil kajian nantinya dapat digunakan sebagai informasi dalam
pengambilan kebijakan pemerintah daerah untuk implementasi otonomi khusus yang
lebih baik dan penyediaan informasi kepada warga yang selama ini menantikan
kinerja pembangunan di era otonomi khusus.
1.2. Pokok PermasalahanPokok permasalahan dirumuskan dalam pertanyaan penelitian berikut:
1. Bagaimana perencanaan dan pengelolaan keuangan dana Otsus di bidang
pendidikan dan kesehatan?
2. Masalah apa yang menjadi perhatian publik dalam perencanaan dan
pengelolaan Otsus Papua, dan mengapa?
3. Kebijakan apa yang dapat ditempuh untuk memperbaiki perencanaan dan
pengelolaan dana Otsus bidang pendidikan dan kesehatan?
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 5
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan Kajian1. Mengidentifikasi dan meriviu masalah perencanaan dan pengelolaan keuangan
yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Papua untuk pelayanan pendidikan
dan kesehatan;
2. Mengidentifikasi dan meriviu aspek perencanaan dan pengelolaan keuangan
yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus untuk peningkatan pelayanan dasar
pendidikan dan kesehatan;
3. Merumuskan alternatif kebijakan untuk perbaikan perencanaan dan pengelolaan
keuangan yang bersumber dari dana Otonomi Khusus Papua untuk peningkatan
pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Manfaat KajianStudi ini diharapkan dapat memberi kontribusi (manfaat) dalam penyusunan
kebijakan Pemerintah Provinsi Papua untuk menjawab berbagai permasalahan
pengelolaan Dana Otsus Papua. Sejumlah fenomena dan permasalahan yang
berhasil diidentifikasi dalam kajian ini dapat digunakan sebagai data dan informasi
untuk merumuskan kebijakan yang lebih komprehensif untuk pengelolaan Dana
Otsus Papua dalam bidang pendidikan dan kesehatan; yang kemudian dapat
direplikasi untuk bidang prioritas lainnya.
Secara khusus studi ini diharapkan dapat:
1. Memberikan informasi yang lengkap tentang perencanaan dan pengelolaan dana
Otsus untuk bidang pendidikan dan kesehatan yang ada di tingkat Pemerintah
Daerah Provinsi Papua, dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi ini;
2. Memberikan rekomendasi untuk perbaikan perencanaan dan pengelolaan
keuangan Otsus untuk meningkatkan pelayanan bidang pendidikan dan
kesehatan;
3. Meningkatkan kepekaan aparat perencana pembangunan dan pengelola
keuangan Otsus terhadap berbagai isu dan masalah pengelolaan keuangan
yang menjadi perhatian masyarakat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 6
1.4. Ruang Lingkup dan Kerangka Pemikiran
Ruang Lingkup KajianKegiatan penelitian ini dibatasi dalam ruang lingkup berikut:
1. Perencanaan dan pengelolaan Dana Otonomi Khusus untuk bidang pendidikan
dan kesehatan selama periode 5 tahun terakhir (2007–2012)
2. Tahap perencanaan difokuskan pada Musrenbang dan partisipasi warga,
program dan kegiatan prioritas pendididikan dan kesehatan termasuk indikator
kinerjanya dan alokasi pendanaan, dan kepatuhan;
3. Tahap pelaksanaan program dan kegiatan fokus pada partisipasi warga,
transparansi pelaksanaan, kompetensi SDM pelaksana kegiatan dan
pengawasan;
4. Tahap penatausahaan difokuskan pada kualifikasi pengelola keuangan, kualitas
dan ketepatan waktu pelaporan;
5. Tahap pencatatan keuangan (akuntansi) dan pelaporan difokuskan pada
kualifikasi tenaga keuangan, pencatatan belanja dan aset (barang modal),
transparansi hasil pembangunan;
6. Tahap pemeriksaan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan difokuskan pada
kualifikasi dan kompetensi tenaga pemeriksa internal (inspektorat), ruang lingkup
pemeriksaan, dan tindak lanjut hasil pemeriksaan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 7
Gambar 1.1Kerangka Pemikiran
Regulasi
Peraturan Pengelolaan KeuanganNegara/Daerah
Peraturan Perencanaan dan PenganggaranBidang Pendidikan dan Kesehatan
Peraturan PerbendaharaanNegara/Daerah
Peraturan Pemeriksaan danPertanggungjawaban Keuangan
Negara/Daerah
Transparansi
Akuntabilitas
Pengawasan danPemeriksaan
Tindak Lanjut dan Enforcement
Regulasi yang berpengaruh terhadap pengelolaan dana Otsus bidang pendidikandan kesehatan
Isu dan Wacana Keuangan Otsus Papua Klasifikasi MasalahPengelolaan KeuanganBidang Pendidikan dan
KesehatanOleh Pejabat Pengelola Keuangan(BUD dan Kepala SKPD)
Oleh Dewan, Lembaga Kultural,Lembaga Adat, LSM
Oleh Pakar dan Pengamat
Oleh pemerintah distrik, kampung,warga
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 8
BAB 2METODOLOGI KAJIAN
2.1 Disain PenelitianPendekatan yang digunakan kajian ini adalah studi kasus (case study). Yin
(2009) menjelaskan kasus sebagai “an event, an entity, an individual or even a unit
of analysis. It is an empirical inquiry that investigates a contemporary phenomenon
within its real life context using multiple sources of evidence”. Noor (2008) melihat
studi kasus “as being concerned with how and why things happen, allowing the
investigation of contextual realities .... Case study is ... intended to focus on a
particular issue, feature or unit of analysis. Eisenhardt (1989) menyebut “The case
study is a research strategy which focuses on understanding the dynamics present
with in single settings”.
Literatur menjelaskan dua bentuk kasus yaitu, kasus tunggal (single case) dan
kasus jamak (multiple cases). Eisenhardt (1989, p.534) menjelaskan bahwa studi
kasus tunggal dan kasus jamak telah berhasil dipakai untuk membangun teori-teori
baru. Studi ini menggunakan desain kasus jamak.
Studi kasus merupakan salah satu pendekatan penelitian kualitatif yang
menggunakan proses logika induktif, yaitu penarikan kesimpulan umum dari
kasus-kasus individual atau sampel. Logika induktif dibangun dari paham empirisme;
yang berbeda dari logika deduktif yang mengikuti paham rasionalis.
2.2 Prinsip Dasar KajianPrinsip dasar yang digunakan dalam kajian ini adalah merumuskan
rekomendasi kebijakan dalam pengelolaan dana otsus untuk meningkatkan
pelayanan dari pemerintah daerah terhadap masyarakat asli Papua khususnya di
bidang pendidikan, kesehatan dan gizi, infrastruktur dasar kampung, dan
pemberdayaan ekonomi masyarakat, berdasarkan prinsip-prinsip efektifitas, partisi-
patif, transparansi dan akuntabilitas.
2.3 Pendekatan KajianSecara garis besarnya pendekatan penelitian yang digunakan dalam kajian ini
adalah mixed method research yaitu suatu metodologi penelitian yang memberikan
asumsi filosofis dalam menunjukkan arah atau memberi petunjuk cara pengumpulan
data dan menganalisis data serta perpaduan pendekatan kuantitatif dan kualitatif
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 9
melalui beberapa fase proses penelitian. Model yang digunakan adalah triangulasi
yang bertujuan untuk memperoleh data yang berbeda tetapi saling melengkapi
(complementary) dalam mengamati dan mengkaji masalah-masalah penelitian pada
topik yang sama. Model ini digunakan karena ingin dibandingkan dan dibedakan
secara langsung terhadap hasil analisis statistik deskriptif kuantitatif dengan temuan
kualitatif atau untuk memvalidasi dan mengekspansi hasil kuantitatif dengan data
kualitatif.
Adapun yang dimaksud statistik deskriptif kuantitatif adalah metoda yang
digunakan untuk menganalisis informasi yang dapat dikuantitatifkan atau data yang
dapat diukur dan dimanipulasi misalnya dalam bentuk persamaan, tabel, grafik.
Pendekatan kuantitatif dalam kajian ini digunakan untuk: mempelajari berbagai
kecenderungan, meramalkan dampak kebijakan yang diambil dan memperkirakan
persoalan-persoalan yang potensial terjadi, serta menjadi dasar pertimbangan dalam
pengembangan berbagai alternatif rencana yang akan diambil. Dalam hal ini objek
yang diamati tidak perlu diberi perlakuan sebagaimana halnya dengan penelitian
eksperimental. Pengamatan dilakukan hanya untuk menelusuri peristiwa-peristiwa
yang secara empiris telah terjadi, kemudian merunut kebelakang melalui data
tersebut untuk mengungkap faktor-faktor penyebab terjadinya peristiwa yang diamati.
Metoda yang digunakan dalam pendekatan ini adalah deskriptif yang mempunyai
tujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta-
fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
Selanjutnya pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan
pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena
sosial dan masalah manusia. Adapun metoda yang diterapkan dalam pendekatan
kualitatif kali ini adalah FGD (Focus Group Discussion). Ada beberapa pertimbangan
mengapa teknik FGD digunakan dalam kajian ini yaitu (1) melalui FGD akan diperoleh
informasi-informasi penting dan lebih mendalam mengenai faktor-faktor apakah yang
menyebabkan pengaruh dari suatu variabel terhadap variabel lainnya yang diamati
lebih besar atau kecil, (2) FGD dapat menstimulasi ide-ide dan konsep baru
berdasarkan temuan dari model kuantitatif, dan (3) dengan FGD dapat ditafsirkan
hasil-hasil evaluasi secara lebih baik, serta mempelajari perilaku dan keinginan dari
masyarakat yang dinilai. FGD yang dilakukan tidak ditata ketat dan tidak formal,
dengan maksud agar diperoleh informasi yang lebih komprehensif, mendalam dan
terbuka.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 10
2.4 Ruang LingkupLingkup Wilayah
Lingkup wilayah dari kajian ini terdiri atas tiga bagian yaitu daerah-daerah yang
terletak di dataran rendah mudah akses, pesisir sulit akses, dan pegunungan.
Lingkup Obyek StudiSesuai dengan topik yang diangkat dalam kajian ini, secara agregat objek studi
yang diamati merupakan input, output dan outcome dari pelaksanaan perencanaan
dan penganggaran dana Otsus Papua, khususnya yang terkait dengan pelayanan
terhadap masyarakat asli Papua di sektor pendidikan dan kesehatan dan gizi.
Lingkup KegiatanUntuk mendapatkan hasil yang optimal, maka kajian ini dilaksanakan
berdasarkan tahapan-tahapan penelitian yang sistematis, terstruktur dan
komprehensif yang meliputi:
1. Tahap persiapan. Merupakan tahap paling awal dengan kegiatan antara lain
merumuskan dan mengidentifikasi indikator-indikator kinerja Otsus yang
mencakup indikator output, outcome dan impact, terutama yang terkait dengan
pelayanan pendidikan, kesehatan dan gizi masyarakat. Indikator-indikator Otsus
yang telah dirumuskan dan diidentifikasi tersebut nantinya akan digunakan
sebagai instrumen monitoring dan evaluasi pada pelayanan pemerintah daerah
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat asli Papua.
2. Tahap Pengumpulan Data, pengkajian dan analisis data. Semua hasil
identifikasi data pada tahap persiapan akan dikaji dan dianalisis secara lebih
mendalam, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan acuan yang akurat dan
sistematis dalam rangka penyusunan kajian pengelolaan dana Otsus untuk
peningkatan pelayanan masyarakat asli Papua.
3. Tahap Konsolidasi. Merupakan tahapan untuk menemukenali temuan-temuan
hasil analisis data, yang kemudian merumuskan dan menetapkan strategi-
strategis kebijakan peningkatan pelayanan dari pemerintah daerah kepada
masyarakat asli Papua, terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan dan gizi,
infrastruktur kampung, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
4. Tahap penulisan laporan. Merupakan tahap akhir dari kajian ini yang akan
menghasilkan rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang terkait dengan
pengelolaan dana Otsus dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat asli Papua menuju tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 11
2.5 Fokus dan Lokus PenelitianTopik penelitian sosial mengandung unsur fokus dan lokus. Fokus berkenaan
dengan satu pokok masalah atau pokok perhatian di antara beberapa atau banyak
masalah yang berkaitan dengan bidang/disiplin ilmu tertentu. Sedangkan lokus
berkenaan dengan tempat terjadinya masalah atau tempat dilaksanakan penelitian
atas suatu masalah.
Proses penetapan lokus dan fokus penelitian dalam kajian ini dapat dijabarkan
dengan singkat sebagai berikut.
Tabel 2.1Fokus dan Lokus Penelitian
Fokus Bidang/Disiplin Ilmu Lokus PenelitianPerencanaan Penganggaran Organisasi Sosial SKPD Legislatif Individu
PenetapanSasaran Strategis
Penetapan outputdan outcome
PenetapanIndikator KinerjaOtsus
Penetapankebutuhananggaran Otsus
Penetapan prioritasanggaran Otsus
Pelaksanaananggaran
Pertanggungjawaban anggaran
Sekolah Kelompok belajar Puskesmas Rumah Sakit LSM Asosiasi
Bappeda Pendidikan Kesehatan SKPD Lainnya
yang terkait dengansektor pendidikandankesehatan
DPRP MRP
Guru Dokter Rumah
tangga Tokoh Adat
dan Agama
2.6 Populasi, Sampel dan Teknik SamplingSesuai dengan ruang lingkup wilayah dan lokus penelitian yang telah
ditetapkan, maka populasi yang akan diamati dalam kajian ini adalah seluruh
organisasi sosial, SKPD dan lembaga legislatif yang berada di wilayah dataran
rendah mudah akses, pesisir sulit akses dan pegunungan.
Teknik sampling yang digunakan adalah multistage non random sampling.
Teknik ini adalah mengambil sampel melalui beberapa tahap, hingga tahap yang
dianggap jenuh, serta dilaksanakan secara non random. Secara singkat
pengambilan sampel dengan teknik ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tahap pertama, menentukan sampel kabupaten pengamatan dari masing-
masing tipologi wilayah. Asumsi pengambilan sampel yang digunakan pada tahap ini
adalah:
1. Sampel kabupaten yang diambil adalah representatif untuk mewakili masing-
masing wilayah menurut tipologi. Di mana setiap kabupaten dapat dibagi menurut
tipologinya yaitu: (a) wilayah pegunungan: Kabupaten Jayawijaya, Tolikara,
Puncak Jaya, Puncak, Dogiyai, Nduga, Pegunungan Bintang, Deiyai, Yalimo,
Intan Jaya, (b) wilayah pesisir sulit akses: Kabupaten Mamberamo Tengah,
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 12
Mamberamo Raya, Asmat, Mappi, Waropen, Kepulauan Yapen, Boven Digoel,
Mimika, Keerom, Sarmi (c) wilayah dataran mudah akses: Kabupaten Supiori,
Biak Numfor, Jayapura, Nabire, Merauke, dan Kota Jayapura.
2. Setiap tipologi wilayah diambil sampel 3 kabupaten yang terdiri atas 1 kabupaten
induk, dan 2 kabupaten DOB (Daerah Otonom Baru) dengan ketentuan yang
telah berdiri di bawah tahun 2004. Jika dalam satu tipologi wilayah ada lebih dari
satu kabupaten induk, maka diambil kabupaten induk yang terbanyak
menghasilkan DOB (Daerah Otonom Baru).
Berdasarkan asumsi-asumsi di atas maka dapat ditetapkan beberapa kabupaten
sampel seperti dibawah ini.
Tahap kedua. Setelah ditetapkan kabupaten yang menjadi sampel, tahap
berikutnya menentukan wilayah distrik sampel pada masing-masing kabupaten.
Dasar pertimbangan menetapkan sampel distrik adalah distrik yang merupakan
ibukota kabupaten. Oleh karena ada 9 sampel kabupaten yang merupakan DOB, ini
berarti jumlah sampel distrik adalah 9 distrik.
Tahap ketiga. Pada setiap distrik ditetapkan sampel kampung/kelurahan yang
akan diamati sebanyak 2 kampung/kelurahan, yaitu kampung/kelurahan yang
menjadi ibukota distrik, dan satu kampung lainnya yang letaknya tidak lebih dari
100km dari ibukota distrik serta mudah dijangkau melalui darat. Dengan demikian
jumlah kampung/kelurahan yang dijadikan sampel adalah sebanyak 18
kampung/kelurahan.
Tabel 2.2Pengambilan Sampel Wilayah
Tipologi Wilayah Kabupaten Sampel Distrik Kampung
Daerah Pegunungan
Tolikara (DOB) Karubaga BanggeriKel. Karubaga
Pegunungan Bintang (DOB) OksibilOkmakotBanumdol
Jayawijaya (Induk) Wamena Kota Wamena kotaKel. Sinakma kampung Uweme
Pesisir Sulit Akses
Supiori (DOB) Supiori Kota WakreMarsram
Asmat (DOB) Agats SyuruBis Agats
Sarmi (DOB) Sarmi Kota SawarSarmo
Kepulauan Yapen (Induk) Seru WainakawiniMariadei
Dataran Mudah AksesKeerom (DOB) Arso Kota Arso
Kwimi
Merauke (Induk) Distrik Merauke KotaWasurWendu
Ibu Kota Provinsi Kota Jayapura Muara Tami Sko YambeHoltekamp
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 13
Tahap keempat. Pada setiap kabupaten sampel akan diambil sampel yang
sesuai dengan lokus penelitian yangdapat mewakili organisasi sosial, eksekutif dan
legisltaif yaitu SKPD, Rumah Sakit, DPRD, LSM. Sedangkan pada sampel
kampung/kelurahan diambil sampel yang mewakili populasi Sekolah Dasar,
Kelompok belajar, Puskesmas. Sedangkan untuk lokus penelitian individu adalah
yang mewakili populasi guru, dokter, tokoh adat, tokoh agama, dan rumah tangga.
Dimana rumah tangga yang dijadikan sampel adalah Orang Asli Papua, pribumi,
sudah berkeluarga, dan menetap di daerah pengamatan paling lama 10 tahun.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 14
TABEL 2.3 TABEL UKURAN UKURAN SAMPEL PER LEMBAGA DAN MASYARAKAT
Wilayah
LEMBAGA SOSIAL LEMBAGA EKONOMI EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF INDIVIDU
Sekolah (SD & SMP) Puskesmas RS Koperasi Kelompok Kerja SKPD DPRD MRP Tokoh RT Jumlah
(unit) (unit) (unit) (unit) (Kelompok) (Dinas) (org) (org) (org) (org) (org)
TolikaraDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30
Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60
Pegunungan BintangDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30
Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60
JayawijayaDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30
Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60
AsmatDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30
Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60
SarmiDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30
Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60
Kepulauan YapenDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30
Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60
KeeromDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30
Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60
SupioriDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30
Total 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60
MeraukeDistrik 2 1 1 1 1 6 2 3 27 30Kampung 1 1 1 1 3 27 30
Total 3 2 1 2 2 6 2 6 52 58Kota Jayapura 3 2 1 2 2 6 2 6 54 60
Total 30 20 10 20 20 60 20 60 538 598
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 15
2.7 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan DataJenis data yang dikumpulkan dalam studi ini meliputi data sekunder dan primer.
Data sekunder merupakan sekumpulan data yang diperoleh, diliput dan dikumpulkan
dari berbagai laporan yang telah dipublikasikan oleh sebuah institusi sebelumnya.
Sedangkan data primer merupakan raw data atau data dasar yang langsung diliput
pada objek yang diamati melalui suatu teknik pengumpulan data tertentu.
Sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan, data yang dikumpulkan
dapat juga dibagi menjadi dua jenis pengukuran yakni data kualitatif dan kuantitatif.
Data kualitatif yang dimaksudkan dalam kajian ini merupakan persepsi, pandangan
atau pendapat dari seseorang atau sekelompok orang yang terkait dengan topik
permasalahan. Sedangkan data-data kuantitatif dapat berbentuk skala interval
maupun rasio seperti pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, Gini Ratio, Indeks Pemba-
ngunan Manusia, Angka Partisipasi Sekolah, Angka Gizi Buruk, dan lain-lain.
Menurut sumbernya data yang dihimpun dalam studi ini dapat berasal dari
instansi pemerintahan seperti BPS, Bappeda, Dinas Pendidikan, dan sebagainya.
Atau yang bersumber pada lembaga-lembaga non pemerintah seperti lembaga-
lembaga donor, LSM, asosiasi, dan organisasi lainnya.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam kajian ini adalah:
1. Penyebaran Kuesioner/AngketPenyebaran kuesioner/angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang
lain yang dijadikan responden untuk dijawab. Jenis kuesioner yang disebar
merupakan kuesioner tertutup, yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa
sehingga responden diminta untuk memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan
pemahaman, pengetahuan dan pengalaman sendiri.
2. Wawancara MendalamWawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Adapun metoda wawancara yang
digunakan adalah wawancara terpimpin, dimana panduan wawancara telah disusun
terlebih dahulu untuk mengarahkan informan menjawab sesuai dengan fokus
permasalahan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 16
3. Studi KepustakaanStudi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh sejumlah data sekunder serta
berbagai kajian empiris yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yang
dilakukan dengan cara mempelajari berbagai literatur maupun laporan-laporan
periodik (bulanan/tahunan) yang tersedia pada objek penelitian.
4. Focus Group DiscussionFocus Group Discussion atau FGD adalah teknik pengumpulan data yang
umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna
sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk
mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang
terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan untuk
menghindari pemaknaan yang salah dari peneliti terhadap fokus masalah yang
sedang diteliti.
2.8 Alat Analisis Data1. Analisis Statistik Deskriptif Kuantitatif
Statistik deskriptif kuantitatif merupakan penerapan metoda statistik untuk
mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menganalisis data kuantitatif secara
deskriptif. Kegiatan yang termasuk dalam kategori tersebut adalah kegiatan
pengumpulan data, pengelompokan data, penentuan nilai dan fungsi statistik,
serta yang terakhir termasuk pembuatan grafik dan gambar.
Dalam kajian ini statistik deskriptif kuantitatif berfungsi untuk menerangkan
keadaan, gejala atau persoalan-persoalan yang ditemukan dalam implementasi
kebijakan Otsus, baik itu yang bersumber pada data-data sekunder maupun primer.
Beberapa metoda statistik deskriptif yang digunakan dalam kajian ini antara lain:
distribusi frekwensi, crosstab analysis, angka indeks, time series analysis, ukuran-
ukuran pemusatan, korelasi dan model regresi.
2. Analisis Studi KasusAnalisis studi kasus dalam studi ini mengikuti saran Eisenhardt (1989, pp.539-
543) yang mengenalkan dua tahap analisis. Pertama, analisis kasus terpisah (within-
case analysis). Analisis ini dilakukan untuk setiap data yang terdapat dalam setiap
kasus. Sederhananya analisis ini ditujukan untuk mendalami fenomena setiap kasus,
namun sangat penting karena analisis ini mampu mengeksplisitkan data yang sangat
kompleks (Gersick, 1988, Pettigrew, 1988). Within-case analysis dilakukan dengan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 17
menggunakan content analysis untuk tiap satuan kasus (misalnya kasus
penganggaran, kasus pelaksanaan, sampai dengan kasus dana RESPEK). Analisis
ini belum membantu peneliti untuk mengeneralisasi atau membangun pengetahuan
atau teori baru.
Kedua, analisis antar kasus (cross-case analysis) yang dinilai Eisenhardt dapat
membantu peneliti menemukan hubungan antar fenomena dalam dua atau lebih
kasus. Eisenhardt (1989, p.540) menawarkan tiga taktik untuk cross-case analysis.
“One tactic is to select categories or dimensions, and then to look for within group
similarities couple with intergroup differences. ... A second tactic is to select pairs of
cases and then to list similarities and differences between pairs. ... A third strategy is
to divide the data by data sources”. Untuk kepentingan analisis data dalam penelitian
ini digunakan taktik yang pertama, yaitu membangun kategori berdasarkan dimensi
(dimensi pemda Papua, BPK dan masyarakat). Untuk kepentingan generalisasi dan
perumusan prosposisi, studi ini menggunakan cancept mapping.
Caudle (2004) menjelaskan analisis data kualitatif “means making sense of
relevant data gathered from sources such interviews, on-site observation, and
documents and then respondingly presenting the data reveal”. Pengertian ini
membuka lebar berbagai metoda untuk analisis data kualitatif. Ratcliff (2009)
menginventarisir ada 15 metoda analisis data kualitatif yang sering digunakan dalam
studi kualitatif, diantaranya dua yang digunakan dalam studi ini yaitu analisis isi
(content anaylisis) dan concept mapping analysis.
Content AnalysisAnalisis isi yang digunakan studi ini adalah qualitative content analysis yang
disebut oleh Hsieh & Shannon (2005) sebagai summative content analysis.
Qualitative content analysis mempunyai fokus perhatian pada isi (makna) dari teks
dalam konteksnya. Data yang digunakan bisa dalam bentuk lisan, tertulis, ataupun
elektronik. Tahap analisis isi yang dilakukan penelitian ini adalah (1) menghimpun
informasi dari pemberitaan media web, (2) mengidentifikasi fenomena utama yang
dipermasalahkan, (3) mendalami fenomena melalui pengamatan dan diskusi teman
sejawat, (4) merumuskan fenomena utama pengelolaan Dana Otsus, dan (5)
mengkategorikan fenomena dalam matriks analisis dimensi.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 18
Concept MappingConcept mapping merupakan proses pemetaan konsep dalam bentuk diagram
alur untuk membentuk pengertian dan makna yang utuh dari himpunan isu dan
masalah yang terjadi dalam satu konteks. Ide pemetaan konsep ini banyak dipakai
penelitian kualitatif karena dinilai berguna untuk merangkum data kualitatif - reduce
qualitative data (Novak, 1998). Daley (2005) menjelaskan bahwa dengan
menggunakan concept mapping, data teks antara 40 sampai 50 halaman dapat
dituangkan dalam satu lembar kertas saja.
2.9 Kerangka AnalisisKerangka analisis dari studi ini diawali dengan mengamati sistem perencanaan
yang dilaksanakan dalam penggunaan dana Otsus yang disusun berdasarkan
regulasi dan peraturan yang berlaku. Selanjutnya dilihat apakah ada integrasi yang
baik antara perencanaan dengan pendanaan atau penganggaran yang bersumber
dari Otsus.
Setelah ditelusuri keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran, tahap
berikutnya adalah mengamati bagaimana pelaksanaan anggaran dana Otsus
tersebut dilakukan, dimana ada 4 aspek yang menjadi fokus yaitu pelaksanaan
anggaran, monitoring dan evaluasi, penatausahaan dan akuntansi, serta pelaporan
dan tindak lanjut.
Seluruh tahapan penggunaan dana Otsus tersebut, mulai dari perencanaan,
penganggaran, hingga pelaksanaan anggaran, akan dilihat apakah telah
menggunakan asas partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Sehingga nantinya
dapat dinilai lebih jauh bagaimana efektifitas penggunaan dana Otsus terhadap
upaya untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat Orang Asli Papua yang
diwujudkan sebagai output, outcome dan impact.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 19
Gambar 2.1Kerangka Analisis
2.10 Definisi KonsepPartisipasi
Dalam pelasanaan pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah;
partisipasi rakyat merupakan hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan proses
pembangunan itu sendiri. Karena masyarakatlah yang mengetahui secara objektif
kebutuhan mereka.
Soetrisno (1995), memberikan dua macam definisi tentang partisipasi (rakyat)
masyarakat dalam pembangunan, yaitu: pertama, partisipasi rakyat dalam
pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap rencana/proyek pembangunan
yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya
partisipasi rakyat dalam definisi ini diukur dengan kemauan rakyat untuk ikut
bertanggungjawab dalam pembiayaan pembangunan, baik berupa uang maupun
tenaga dalam melaksanakan proyek pembangunan pemerintah. Kedua, partisipasi
rakyat merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat, dalam
merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil
pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat tidak
IMPLIKASIKEBIJAKAN
PERENCANAANREGULASIPERENCANAAN OTSUS
PENGANGGARANPENDANAAN
OUTPUTS
PELAKSANAAN ANGGARANMONITORING & EVALUASIPENATAUSAHAAN & AKUNTANSIPELAPORAN & TINDAK LANJUT
PELAKSANAAN
OUTCOMES
PARTISIPATIF; TRANSPARAN
SI ;AKU
NTABILITAS
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 20
hanya diukur dengan kemauan rakyat untuk menanggung biaya pembangunan,
tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan
proyek yang akan dibangun di wilayah mereka.
Bank Dunia (Suhartanta, 2001) memberikan definisi partisipasi sebagai suatu
proses para pihak yang terlibat dalam suatu program/proyek, yang ikut
mempengaruhi dan mengendalikan inisiatif pembangunan dan pengambilan
keputusan serta pengelolaan sumber daya pembangunan yang mempengaruhinya.
Partisipasi sebagai salah satu elemen pembangunan merupakan proses
adaptasi masyarakat terhadap perubahan yang sedang berjalan. Dengan demikian
partisipasi mempunyai posisi yang penting dalam pembangunan. Sumodingrat(1988) menambahkan, bahwa prasyarat yang harus terdapat dalam proses
pembangunan berkelanjutan adalah dengan mengikutsertakan semua anggota
masyarakat/rakyat dalam setiap tahap pembangunan.
Conyers (1991) memberikan tiga alasan utama sangat pentingnya partisipasi
masyarakat dalam pembangunan, yaitu: (1) Partisipasi masyarakat merupakan suatu
alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat
setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan dan proyek akan gagal,
(2) Masyarakat mempercayai program pembagunan jika dilibatkan dalam proses
persiapan dan perencanaannya, karena masyarakat lebih mengetahui seluk beluk
proyek dan merasa memiliki proyek tersebut, (3) Partisipasi merupakan hak
demokrasi masyarakat dalam keterlibatannya di pembangunan.
(http://bagasaskara.wordpress.com). Dengan demikian partisipasi yang dimaksud
dalam kajian ini adalah bahwa;
1. Pemerintahan daerah memberikan kesempatan yang lebih luas dan leluasa
kepada masyarakat Papua untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
publik menyangkut kebutuhan mereka sendiri.
2. Jika semakin besar partisipasi publik (masyarakat Papua) dalam pengambilan
keputusan, maka hasilnya akan lebih relevan dengan kebutuhan publik, bahkan
dukungan publik terhadap keputusan yang diambil akan semakin kuat.
TransparansiTransparansi adalah memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur
kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak
untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 21
pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan
ketaatannya pada peraturan perundang-undangan (KK, SAP,2005).
Penyelengaraan pemerintahan yang transparan akan memiliki kriteria sebagai
berikut: (1) Adanya pertanggungjawaban terbuka; (2) Adanya aksesibilitas terhadap
laporan keuangan; (3) Adanya publikasi laporan keuangan, hak untuk tahu hasil
audit dan ketersediaan informasi kinerja.
Dalam ranah keuangan publik, UU 17/2003 menuntut adanya transparansi dan
akuntabilitas dalam keuangan publik. Laporan keuangan memang merupakan salah
satu hasil dari transparansi dan akuntabilitas keuangan publik. Ini berarti laporan
keuangan yang disusun pun harus memenuhi syarat akuntabilitas dan transparansi.
Dari konsep dan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
“Transparansi” dalam kajian ini adalah suatu upaya pemerintah daerah yang
secara sengaja menyediakan semua informasi menyangkut dana Otsus Papua yang
mampu dirilis secara legal baik positif maupun negatif secara akurat, tepat waktu,
seimbang, dan tegas, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan penalaran
publik dan mempertahankan tanggung jawab organisasi atas tindakan, kebijakan,
dan praktiknya.
AkuntabilitasSemakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bersih (good governance dan clean government) telah
mendorong pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang jelas,
tepat, teratur, dan efektif yang dikenal dengan “Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP)”.
Penerapan sistem tersebut bertujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bertanggung
jawab dan bebas dari praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Terdapat
berbagai definisi tentang akuntabilitas, dapat diuraikan sebagai berikut: (1).
Sjahruddin Rasul menyatakan bahwa akuntabilitas didefinisikan secara sempit
sebagai kemampuan untuk memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas
tindakan “seseorang” atau “sekelompok orang” terhadap masyarakat secara luas
atau dalam suatu organisasi. Dalam konteks institusi pemerintah, “seseorang”
tersebut adalah pimpinan instansi pemerintah sebagai penerima amanat yang harus
memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan amanat tersebut kepada
masyarakat atau publik sebagai pemberi amanat. (2). J.B. Ghartey menyatakan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 22
bahwa akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang
berhubungan dengan stewardship yaitu apa, mengapa, siapa, ke mana, yang mana,
dan bagaimana suatu pertanggungjawaban harus dilaksanakan. (3) Ledvina V.Carino mengatakan bahwa akuntabilitas merupakan suatu evolusi kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan oleh seorang petugas baik yang masih berada pada jalur
otoritasnya atau sudah keluar jauh dari tanggung jawab dan kewenangannya. Setiap
orang harus benar-benar menyadari bahwa setiap tindakannya bukan hanya akan
memberi pengaruh pada dirinya sendiri saja. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa
tindakannya juga akan membawa dampak yang tidak kecil pada orang lain. Dengan
demikian, dalam setiap tingkah lakunya seorang pejabat pemerintah harus
memperhatikan lingkungannya. (4) Akuntabilitas juga dapat berarti sebagai
perwujudan pertanggungjawaban seseorang atau unit organisasi, dalam mengelola
sumber daya yang telah diberikan dan dikuasai, dalam rangka pencapaian tujuan,
melalui suatu media berupa laporan akuntabilitas kinerja secara periodik. Sumber
daya dalam hal ini merupakan sarana pendukung yang diberikan kepada seseorang
atau unit organisasi dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas yang telah
dibebankan kepadanya. Wujud dari sumber daya tersebut pada umumnya berupa
sumber daya manusia, dana, sarana prasarana, dan metoda kerja. Sedangkan
pengertian sumber daya dalam konteks negara dapat berupa aparatur pemerintah,
sumber daya alam, peralatan, uang, dan kekuasaan hukum dan politik. (5)
Akuntabilitas juga dapat diuraikan sebagai kewajiban untuk menjawab dan
menjelaskan kinerja dari tindakan seseorang atau badan kepada pihak-pihak yang
memiliki hak untuk meminta jawaban keterangan dari orang atau badan yang telah
diberikan wewenang untuk mengelola sumber daya tertentu. Dalam konteks ini,
pengertian akuntabilitas dilihat dari sudut pandang pengendalian dan tolok ukur
pengukuran kinerja. Selanjutnya Akuntabilitas juga dapat diartikan sebagai proses
mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan
yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara periodik (KK, SAP,2005). Akuntabilitas merupakan kewajiban
menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab atau menerangkan
kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi
kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk minta keterangan akan
pertanggungjawaban (LAN, 2003).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 23
Dari berbagai definisi akuntabilitas seperti tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit
organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan
akuntabilitas kinerja secara periodik. Dengan demikian akuntabilitas merupakan: (1)
Salah satu pilar dari konsep tata kelola pemerintahan yang baik (good government
governance), (2) Adanya akuntabilitas memungkinkan masyarakat memperoleh
informasi yang mereka butuhkan untuk menilai apakah tindakan pemerintah
didasarkan pada nilai-nilai penting dari tata pemerintahan yang baik, seperti
efektivitas, integritas, demokrasi, dan transparansi.
Dana Otonomi KhususSesuai Pasal 34 ayat 3 huruf e, bahwa yang dimaksud dana Otonomi Khusus
Papua adalah Penerimaan Khusus dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus
yang besarnya setara dengan 2 (dua) persen dari plafon Dana Aloksi Umum
Nasional, yang terutama ditujukkan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan;
dan, huruf f, Dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang
besarannya ditetapkan antara pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi
pada tiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan
infrastruktur.
Selanjutnya pasal 36 ayat 2 menyatakan bahwa sekurang-kurangnya 30 (tiga
puluh) persen penerimaan sebagaian dimaksud dalam pasal 34 ayat 3 dialokasikan
untuk biaya pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) persen untuk
kesehatan dan perbaikan gizi.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 24
BAB 3KONDISI UMUM SOSIAL EKONOMI DAERAH
3.1 KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN SUPIORIA. Pembangunan Ekonomi Daerah
Sejak dimekarkan dari kabupaten induknya Biak Numfor pada tanggal 18
Desember tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2003, Kabupaten Supiori telah menunjukkan geliat pembangunan ekonomi
daerahnya.
Tabel 3.1Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Supiori
Tahun 2008-2012
TahunPDRB
ADHB (Juta Rp) persen ADHK (Juta Rp) persen2008 303,671.45 16.19 110,849.69 8.582009 336,963.35 10.96 118,113.78 6.552010 376,462.79 11.72 125,952.07 6.642011 407,968.01 8.37 131,447.48 4.362012 440,639.40 8.01 138,423.98 5.31
Sumber: PDRB Kabupaten Supiori, 2012
Pembangunan ekonomi Supiori selama lima tahun terakhir menunjukkan
perkembangan yang cukup pesat, hal ini tercermin melalui perkembangan PDRB
berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan. Tahun 2008 PDRB Supiori
menurut harga berlaku mengalami pertumbuhan 16,19 persen, terjadi penurunan di
tahun 2012 menjadi 8,01 persen namun secara nominal menunjukkan peningkatan.
Hal yang sama terjadi pada harga konstan, pada tahun 2008 bertumbuh sebesar
8,58 persen hingga 2012 mengalami penurunan menjadi 5,31 persen.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Supiori selama lima tahun terakhir
cenderung mengalami penurunan, di tahun 2008 mencapai 8,58 persen turun
menjadi 6,55 persen tahun 2009 naik lagi menjadi 6,64 persen namun di tahun 2011
menurun dua poin menjadi 4,36 persen hingga tahun 2012 mencapai angka 5,31
persen. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Supiori kurun waktu tersebut sebesar 6,29
persen.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 25
8.58
6.55 6.64
4.365.31
2008 2009 2010 2011 2012
6.249.17
2.69
12.05
4.137.25
5.22
18.31
6.26
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
Gambar 3.1Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Supiori Tahun 2008-2012
Sumber: PDRB Kabupaten Supiori, 2013
Berdasarkan sektor ekonomi, pada tahun 2012 sektor dengan pertumbuhan
tertinggi adalah listirk dan air bersih sebesar 17,12 persen, diikuti sektor perda-
gangan, hotel dan restoran sebesar 8,95 persen, diurutan ketiga sektor pertam-
bangan dan penggalian sebesar 8,45 persen. Sektor ekonomi yang mengalami
pertumbuhan paling rendah adalah sektor pertanian sebesar 3,23 persen dan sektor
bangunan 4,60 persen.
Gambar 3.2Pertumbuhan Rata-Rata Ekonomi Sektoral
Kabupaten Supiori Tahun 2008-2012
Secara rata-rata dalam kurun waktu lima tahun terakhir pertumbuhan sektor
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan paling tinggi dari sektor lainnya yaitu
sebesar 18,31 persen, diikuti sektor listrik dan air bersih sebesar 12,05 persen diikuti
oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 9,17 persen. Sektor dengan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 26
pertumbuhan rata-rata paling rendah adalah sektor industri pengolahan sebesar 2,69
persen.
Struktur perekonomian Kabupaten Supiori sangat dipengaruhi oleh besarnya
sumbangan atau peranan masing-masing sektor ekonomi dalam membentuk nilai
tambahperekonomian. Dengan mengetahui struktur perekonomin suatu daerah
dapat diketahui corak perekonomian daerah tersebut. Berikut tersaji struktur
perekonomian Kabupaten Supiori.
Tabel 3.2Struktur Perekonomian Kabupaten Supiori Tahun 2008-2012
Sektor 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-Rata
Pertanian 44.22 44.47 44.5 44.72 43.84 44.35Pertambangan dan Penggalian 1.26 1.3 1.31 1.4 1.44 1.34Industri Pengolahan 2.82 2.78 2.63 2.57 2.46 2.65Listrik dan Air Bersih 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02Bangunan 11.82 11.55 11.2 11.33 11.25 11.43Perdagangan, Hotel dan Restoran 18.47 19.97 19.28 18.78 19.43 19.19Pengangkutan dan Komunikasi 8.1 7.89 7.7 7.75 7.96 7.88Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 2.52 2.53 3.82 3.69 3.75 3.26Jasa-Jasa 10.77 9.49 9.65 9.74 9.85 9.90Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00Sumber: PDRB Kabupaten Supiori, 2012
Struktur perekonomian Kabupaten Supiori hingga saat ini masih didominasi
oleh sektor pertanian, kontribusi rata-rata sektor pertanian tahun 2008–2010 sekitar
44,35 persen. Sektor pertanian memberikan kontribusi paling besar karena mayoritas
Penduduk Supiori memiliki mata pencaharian sebagai nelayan serta didukung oleh
posisi geografis wilayah kepulauan, sehingga mereka menjadikan sub sektor
perikanan laut menjadi salah satu sumber penghasilan utama. Di posisi kedua sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 19,19 persen diikuti sektor jasa-jasa
sebesar 9,90.
Sektor listrik dan air bersih merupakan sektor dengan kontribusi paling kecil
terhadap perekonomian Supiori, rata-rata kontribusinya sebesar 0,02 persen. Selain
itu terdapat 3 sektor lainnya yang memiliki kontribusi dibawah 5 persen antara lain,
sektor bangunan, pertambangan dan penggalian, listrik dan air bersih serta
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 27
66.2
66.9
2
67.5
5
68.0
6
68.4
6
62.7
5
63.4
1
64 64.5
3
64.9
4
5960616263646566676869
2006 2007 2008 2009 2010
Supiori Papua
B. Kualitas Pembangunan ManusiaKualitas pembangunan manusia Kabupaten Supiori diukur melalui angka IPM.
Sejak tahun 2006 hingga 2010 angka IPM Supiori berkisar antara 66.2–68.46 berada
di atas IPM Papua kurun waktu tersebut. Menurut kriteria Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB), maka IPM tersebut masuk dalam kategori kinerja pembangunan
manusia “menengah atas”. Perkembangan IPM Supiori dan Papua tahun 2006–2010
terlihat dalam gambar dibawah.
Gambar 3.3IPM Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua Tahun 2006-2010
Selama kurun waktu 2006–2010, IPM Supiori mengalami tren peningkatan,
keadaan ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan pembangunan daerah yang
meliputi bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi telah efektif dilaksanakan
sehingga meningkatkan derajat atau kualitas hidup masyarakat dibanding kabupaten
lainnya di Papua. Rata-rata angka IPM Supiori selama kurun waktu tersebut sebesar
67,44 berada di atas rata–rata Provinsi Papua sebesar 63,93.
Berikut akan di sajikan komponen-komponen IPM Supiori yang meliputi Angka
Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-Rata Lama Sekolah (RLS)
dan Pengeluaran Riil (PR). Salahsatu komponen dalam penyusunan angka IPM
adalah AHH. Semakin tinggi AHH, memberikan indikasi semakin tinggi kualitas fisik
penduduk suatu daerah. AHH dapat digunakan sebagai alata untuk mengevaluasi
kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan derajat kesehatan
penduduk. Angka ideal untuk AHH adalah 85.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 28
94.1 95.4 95.4 95.7 96.16
66.875.4 75.4 75.6 75.6
2006 2007 2008 2009 2010
Supiori Papua
65 65.3 65.5 65.7 65.96
67.6 67.9 68.1 68.4 68.6
2006 2007 2008 2009 2010
Supiori Papua
Gambar 3.4Angka Harapan Hidup Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua
Tahun 2006–2010
Rata-rata angka harapan hidup Kabupaten Supiori kurun waktu 2006–2010
sebesar 65,49, angka ini menunjukkan bahwa rata-rata tahun hidup yang dijalani
oleh penduduk Supiori sejak lahir sampai meninggal adalah 64,49 tahun. AHH
Kabupaten Supiori kurun waktu tersebut berada dibawah rata-rata Provinsi Papua
sebesar 68,12. Jika dibandingkan dengan angka idealnya maka AHH Supiori dan
Papua masih jauh, dibutuhkan terobosan untuk memperbesar AHH tersebut.
Kemampuan membaca dan menulis dipandang sebagai kemampuan dasar
minimal yang harus dimiliki oleh setiap individu, agar paling tidak memiliki peluang
untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Angka Melek Huruf (AMH)
menunjukkan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan
menulis huruf latin atau huruf lainnya, AMH ideal adalah 100.
Gambar 3.5Angka Melek Huruf Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua
Tahun 2006-2010
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 29
2006 2007 2008 2009 2010
7.7 7.7 7.7 8 8.03
6.5 6.5 6.5 6.6 6.66
Supiori Papua
Angka melek huruf Supiori cenderung mengalami peningkatan sejak tahun
2006 hingga 2010. Pada tahun 2006 AMH Supiori sebesar 94,1 persen hingga tahun
2010 mencapai 96,16 persen dengan rata-rata sebesar 95,35 persen. Jika tahun
2010 AMH Supiori sebesar 96,16 persen, maka dapat dinyatakan bahwa 96,16
persen penduduk yang sudah bisa membaca dan menulis hanya 3,84 persen
penduduk yang masih buta huruf. Jika jumlah penduduk Supiori berusia 15 tahun ke
atas kira-kira berjumlah 10000 jiwa berarti ada sekitar 384 jiwa diantaranya yang
belum bisa membaca dan menulis.
Gambar 3.6Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua
Tahun 2006-2010
Rata-rata lama sekolah digunakan untuk mengidentifikasi jenjang kelulusan
terakhir yang ditamatkan oleh penduduk suatu daerah. Rata-rata lama sekolah
digunakan sebagai indikator SDM yang berkualitas. Angka rata-rata lama sekolah
Supiori cenderung meningkat, tahun 2006 angka rata-rata lama sekolah sebesar 7,7
sampai tahun 2010 mencapai angka 8,03, dengan rata-rata kurun waktu tersebut
sebesar 7,83. Angka rata-rata lama sekolah Supiori lebih tinggi dari Papua, tahun
2006 rata-rata lama sekolah Papua adalah 6,5 hingga tahun 2010 mencapai angka
6,66.
Angka rata-rata lama sekolah Kabupaten Supiori tahun 2010 sebesar 8,03
tahun, angka ini menunjukkan bahwa rata-rata penduduk di Supiori baru bisa
menikmati pendidikan rata-rata sampai kelas VIII (Kelas 2 SMP), atau belum
mencapai wajib belajar 9 tahun secara penuh.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 30
200 2007 2008 2009 2010
585.
8
588.
97 595.
83
597.
09
598.
086
593.
42
593.
42 599.
65 603.
88
606.
384
Supiori Papua
Gambar 3.7Pendapatan Riil Kabupaten Supiori dan Provinsi Papua
Tahun 2006-2010
Rata-rata pengeluaran konsumsi riil merupakan komponen dalam penyusunan
Indeks Standar Hidup. Selanjutnya dilakukan penyesuian dengan menggunakan
rumus Atkinson. Berbeda dengan komponen kesehatan dan pendidikan yang
kontribusinya sulit diperbesar karena berkaitan dengan kondisi sosial dan budaya
masyarakat setempat. Pengeluaran riil yang disesuaikan akan semakin meningkat
seiring dengan kesejahteraan penduduk sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi
dan pemerataan pendapatan.
Pengeluaran riil penduduk Kabupaten Supiori tahun 2006 berkisar Rp585.800
per tahun sampai dengan tahun 2010 meningkat hingga menjadi Rp598,086 per
tahun, sedangkan pengeluaran riil yang ideal sebesar Rp737.720 per tahun. Bila
dibandingkan dengan angka idealnya maka kemampuan penduduk Supiori untuk
memenuhi penghidupan yang layak masih jauh dari target seharusnya. Diharapkan
dengan alokasi dana otsus ke Supiori dapat meningkatkan pembangunan ekonomi
daerah sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat.
C. Kemiskinan Dan Ketimpangan PendapatanJumlah penduduk miskin di Kabupaten Supiori berfluktuasi cenderung
meningkat pada tahun terakhir. Pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin sebanyak
6.900 atau 53.25 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk miskin yang tersebar
terus menurun sebanyak 6.110 jiwa atau sebesar 50,92 persen pada tahun 2008 dari
total penduduk.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 31
6900
6110 6230
72007000
7220
53.25 50.92 50.6645.82
42.73 42.57
0
10
20
30
40
50
60
54005600580060006200640066006800700072007400
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Penduduk Miskin Prosentase
Gambar 3.8Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Supiori Tahun 2007-2012
Berdasarkan gambar di atas, terlihat pula bahwa dari sisi jumlah penduduk
terjadi fluktuasi namun dari sisi prosentase justru cenderung mengalami penurunan.
Hingga tahun 2012 jumlah penduduk miskin sebanyak 7.220 atau 42,57 persen dari
total jumlah penduduk Supiori.
Tingkat pemerataan pendapatan akan terjadi jika semua orang mendapatkan
distribusi pendapatan yang sama rata, atau dengan kata lain Rasio Gini-nya adalah
sama dengan nol (Gini Ratio=0). Jadi singkatnya rasio Gini adalah rasio tentang
distribusi pendapatan dengan angka kisaran 0 sampai dengan 1. dan jika G
mendekati 0 berarti distribusi pendapatan yang diterima hampir sama dengan
banyak penduduk.
Tercatat pada tahun 2010 Gini Ratio Kabupaten Supiori sebesar 0,23
sedangkan Papua sebesar 0,36. Besaran angka ini menunjukkan bahwa terjadi
ketimpangan pendapatan penduduk Supiori dalam kategori sedang. Pada tahun
2010 sebanyak 25,37 berpendapatan rendah, 39,38 berpendapatan sedang dan
35,25 berpendapatan tinggi.
D. Infrastruktur DaerahBerdasarkan data BPS tahun 2012, panjang jalan di seluruh wilayah Kabupaten
Supiori mencapai 158,60 Km. Berdasarkan pengelolaanya, 73,77 persen merupakan
jalan kabupaten dan 26,23 persen merupakan jalan provinsi. Berdasarkan jenis
permukaannya, 61,22 persen dari seluruh jalan di Supiori merupakan jalan beraspal,
32,47 persen masih berupa kerikil dan 6,31 persen berupa jalan tanah.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 32
Tabel 3.3Panjang Jalan Provinsi dan Kabupatendi Kabupaten Supiori Tahun 2008–2012
(dalam Km)Tahun Provinsi Kabupaten2008 48,35 70,532009 48,35 70,532010 41,60 100,502011 41,60 117,002012 41,60 117,00
Sumber: Supiori Dalam Angka, 2013
Hingga tahun 2012 panjang jalan provinsi sepanjang 41,60 Km terdapat
penurunan panjang jalan dari tahun 2008 sepanjang 48,35 Km. Terlihat bahwa status
jalan yang diurus provinsi mulai berkurang pada tahun 2010, pada tahun tersebut
terjadi peningkatan dari 70,53 km menjadi 100,50 km hingga tahun 2012 menjadi
117 km.
Tabel 3.4Panjang Jalan Provinsi dan Kabupaten Menurut
Jenis Permukaan Kabupaten Supiori Tahun 2008–2012(dalam Km)
TahunProvinsi Kabupaten
Aspal Kerikil Tanah Aspal Kerikil Tanah2008 48,35 48,43 22,102009 48,35 48,43 22,102010 41,60 52,50 38,00 10,002011 41,60 55,50 51,50 10,002012 41,60 55,50 51,50 10,00
Sumber: Supiori Dalam Angka, 2013
Kegiatan pembangunan atau pembukaan jalan baru di Supiori meningkat dari
tahun ke tahun dengan tujuan untuk menghubungkan transportasi barang dan jasa
serta manusia antar kampung dan distrik. Pada tahun 2010 telah terjadi peningkatan
pembangunan jalan dari tahun sebelumnya, jalan beraspal bertambah 15,9 Km
sehingga menjadi 38 Km, jalan tanah bertambah 10 Km. Pada tahun 2011 jalan
beraspal bertambah 13,5 Km sehingga menjadi 51,50 Km.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 33
Tabel 3.5Panjang Jembatan Menurut Jenis Konstruksi
Kabupaten Supiori Tahun 2008–2012(dalam Meter)
Tahun Baja Beton Kayu Jumlah2008 365 50 695 11102009 365 50 549 9642010 365 50 549 9642011 415 67 489 9712012 415 67 489 971
Sumber: Supiori Dalam Angka, 2013
Panjang jembatan di Supiori mengalami peningkatan selama tahun 2008–2012,
jembatan konstruksi baja pada tahun 2008 sepanjang 365 meter pada tahun 2012
meningkat menjadi 415 meter. Jembatan beton sepanjang 50 meter di tahun 2008
meningkat menjadi 67 meter pada tahun 2012, sedangkan jembatan kayu justru
mengalami penurunan dari 695 tahun 2008 meter menjadi 489 meter di tahun 2012.
3.2 KONDISI UMUM SOSIAL EKONOMI KABUPATEN ASMATA. Pembangunan Ekonomi Daerah
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Asmat mengalami
peningkatan dalam kurun waktu 2008–2012. PDRB Asmat atas dasar harga berlaku
tahun 2008 bernilai Rp464.149 milyar dan meningkat hingga mencapai Rp866,083
milyar pada tahun 2012 atau dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 16,91 persen.
PDRB atas dasar harga konstan juga mengalami hal yang sama, pada tahun 2008
tercatat sebesar Rp210.549 milyar dan mencapai Rp295.533 milyar pada tahun 2012
dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 8,88 persen.
Tabel 3.6PDRB Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012 (juta rupiah)
TahunPDRB ADHB PDRB ADHK
Nilai persen Nilai persen2008 464.149,55 210.549,302009 521.394,18 12,33 218.939,86 3,992010 619.893,54 18,89 241.466,31 10,292011 730.130,57 17,78 266.751,85 10,472012 866.083,41 18,62 295.533,53 10,79
Sumber: PDRB Kabupaten Asmat, 2012
Sektor pertanian memberikan kontribusi tertinggi dalam pembentukan nilai
PDRB Kabupaten Asmat dalam kurun waktu 2008–2012. Sektor pertanian
memberikan kontribusi rata-rata sebesar 39,35 persen. Di urutan kedua terdapat
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 34
sektor jasa-jasa yang menyumbang rata-rata sebesar 35,47 persen. Di posisi ketiga
diikuti oleh sektor bangunan dengan kontribusi rata-rata sebesar 12,90 persen.
Tabel 3.7Struktur Perekonomian Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012
(dalam persen)Sektor Ekonomi (Lapangan Usaha) 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-Rata
Pertanian 42,81 42,50 39,75 37,22 34,47 39,35Pertambangan dan Penggalian 0,11 0,11 0,11 0,09 0,08 0,10Industri Pengolahan 1,20 1,25 1,24 1,21 1,12 1,20Listrik dan Air Bersih 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01 0,00Bangunan 11,82 12,99 13,38 13,11 13,22 12,90Perdagangan, Hotel, dan Restoran 5,80 6,13 6,11 6,07 6,16 6,06Pengangkutan dan Komunikasi 2,94 3,25 3,29 3,32 3,25 3,21Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1,66 1,74 1,74 1,71 1,69 1,71Jasa-Jasa 33,66 32,01 34,38 37,27 40,00 35,47Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: PDRB Kabupaten Asmat, 2012
Kontribusi di sektor pertanian bagi perkonomian yang cukup besar dapat
memperlihatkan bahwa meskipun dengan kondisi tanah di Kabupaten Asmat yang
berlumpur tapi dapat menghasilkan produksi tanaman pangan yang baik. Kondisi
sebaliknya di sektor listrik dan air bersih, dari angka yang diperoleh menunjukkan
kontribusi sektor ini sama sekali tidak ada.
Gambar 3.9Struktur Perekonomian Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012
Sumber: PDRB Kabupaten Asmat, 2012
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Asmat selama kurun waktu empat tahun
terakhir berfluktuasi ringan dengan kecenderungan menurun. Setiap tahun
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 35
pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 10,29 persen, namun di tahun 2009
pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 8,89 persen. Selain itu laju pertumbuhan
rata-rata untuk sektor ekonomi Kabupaten Asmat sangat variatif. Sektor listrik dan air
bersihmengalami pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 22,78 persen, disusul
sektor jasa-jasa sebesar 14 persen, sektor bangunan sebesar 11,97 persen.
Tabel 3.8Pertumbuhan Rata-Rata Sektor Ekonomidi Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012
(dalam persen)Sektor Ekonomi (Lapangan Usaha) 2009 2010 2011 2012 Rata-
RataPertanian 3,24 3,14 3,44 2,62 3,11Pertambangan dan Penggalian 8,67 6,47 -4,74 -1,47 2,23Industri Pengolahan 8,32 8,88 7,87 3,27 7,09Listrik dan Air Bersih 12,34 10,45 34,85 33,50 22,78Bangunan 14,35 13,57 8,22 11,73 11,97Perdagangan, Hotel, dan Restoran 9,90 9,99 9,70 12,38 10,49Pengangkutan dan Komunikasi 14,96 11,53 11,51 8,43 11,61Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9,32 10,02 8,62 9,26 9,31Jasa-Jasa -1,12 18,47 19,75 18,91 14,00
Sumber: PDRB Kabupaten Asmat, 2012
B. Kualitas Pembangunan ManusiaJumlah penduduk Asmat berfluktuasi untuk kurun waktu 2008–2012. Pada
tahun 2009 penduduk Asmat berjumlah 77 ribu jiwa turun menjadi 76 ribu jiwa pada
tahun 2010, namun meningkat terus hingga mencapai 81 ribu jiwa pada tahun 2012.
Penduduk laki-laki lebih banyak dibanding penduduk perempuan hal ini
menyebabkan sex ratio mengalami peningkatan selama kurun waktu tersebut. Rata–
rata pertumbuhan penduduk Asmat selama lima tahun terakhir sebesar 1,79 persen.
Gambar 3.10Jumlah Penduduk Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012
Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka Tahun 2012
40,0
18
40,0
33
40,2
05
42,6
44
42,3
87
36,9
78
36,9
93
36,3
58
39,4
53
39,3
09
76,996 77,026 76,56382,097 81,696
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
32,000
34,000
36,000
38,000
40,000
42,000
44,000
2008 2009 2010 2011 2012
LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 36
Jumlah penduduk Kabupaten Asmat yang masuk dalam usia produktif (15-54
tahun) cukup banyak yaitu sebesar 43.379 jiwa atau 52,84 persen dari total
penduduk Kabupaten Asmat, sedangkan usia antara 0-14 tahun mencapai 36.486
jiwa atau 44,44 persen. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa jumlah penduduk
yang berpotensi untuk masuk dalam usia produktif cukup banyak.
Gambar 3.11Piramida Penduduk Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012
Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka Tahun 2012
IPM Kabupaten Asmat dalam kurun waktu 2008–2011 lebih jelek dibanding
Provinsi Papua. Secara rata-rata IPM Asmatsebesar 51,15 sedangkan IPM Provinsi
Papua sebesar 64,71. Ada tiga komponen IPM yang lebih rendah di Kabupaten
Asmat dibanding dengan Provinsi Papua, yaitu angka harapan hidup, rata-rata lama
sekolah, dan angka melek huruf.
Gambar 3.12Perkembangan IPM Kabupaten Asmat dan Provinsi Papua Tahun 2008–2011
8,000 6,000 4,000 2,000 0 2,000 4,000 6,000 8,000
00-04
10-14
20-24
30-34
40-44
50-54
60-64
70-74
PEREMPUAN LAKI-LAKI
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 37
Lanjutan Gambar 3.12
Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka dan IPM Provinsi Papua, Tahun 2008-2012
C. Kemiskinan Dan Ketimpangan PendapatanJumlah penduduk miskin di Kabupaten Asmat cenderung stabil. Antara tahun
2007 sampai dengan 2010 jumlah penduduk miskin cenderung sama dengan rata-
rata 14.841 jiwa atau 19,31 persen dari total jumlah penduduk. Namun, pada tahun
2011 jumlah penduduk miskin meningkat sebanyak 3.410 jiwa atau 2,85 persen dari
total jumlah penduduk, hal ini memperlihatkan bahwa kontribusi dana Otsus belum
konsisten dalam menanggulangi kemiskinan.
Gambar 3.13Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Asmat Tahun 2007–2011
Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka Tahun 2012
D. Infrastruktur DaerahKondisi alam Kabupaten Asmat dengan beribukotakan Agats amat unik dan
terkenal dengan istilah kota di atas papan. Hal ini membuat pembangunan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 38
infrastruktur di Asmat memerlukan strategi yang khusus dan pastinya membutuhkan
dana yang tidak sedikit.
Tabel 3.9Jenis dan Jumlah Permukaan Jalan
di Kabupaten Asmat Tahun 2008–2012(dalam meter)
Jenis 2008 2009 2010 2011 2012Jalan Tanah 47.653 50.453 63.957 70.291 71.091Jalan Jembatan Kayu 42.528 52.674 83.727 87.193 94.323,34Jalan Baja Komposit 360 360 460 460 1.112Jalan Jembatan Beton - - 267 567 892Jumlah 90.541 103.487 148.411 158.511 167.323,34
Sumber: Kabupaten Asmat Dalam Angka Tahun 2013
Dari tabel 3.9 terlihat dari empat jenis permukaan jalan hanya jalan jembatan
kayu yang mengalami peningkatan jumlah panjang jalan, yaitu 42.528 meter pada
tahun 2008 menjadi 94.323 meter pada tahun 2012, hal ini terjadi karena hampir di
semua distrik di Asmat menggunakan jembatan papan untuk melakukan kegiatan
perjalanan. Selain jalan jembatan yang mengalami peningkatan, jalan tanah juga
mengalami peningkatan, permukaan tanah ini hanya terdapat di beberapa distrik
saja, seperti di distrik pantai kasuari. Sedangkan jalan beton dan baja hanya terdapat
di ibukota kabupaten saja, yaitu di distrik agats.
3.3. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN JAYAWIJAYAA. Pembangunan Ekonomi Daerah
Perubahan nilai PDRB atas dasar harga berlaku dari tahun ke tahun
dipengaruhi oleh perubahan kuantum produksi dan perubahan harga. Oleh karena
itu, kenaikan PDRB atas dasar harga berlaku tidak selalu menunjukkan adanya
perbaikan ekonomi. Bisa saja peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku
disebabkan oleh faktor inflasi yang tinggi. Untuk melihat ada tidaknya perbaikan
ekonomi digunakanlah PDRB atas dasar harga konstan yang diperoleh dari PDRB
atas dasar harga berlaku yang telah dibebaskan dari faktor perubahan harga.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 39
Tabel 3.10PDRB Kabupaten Jayawijaya Atas
Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 2005-2009(dalam juta rupiah)
TAHUN PDRBBerlaku Konstan
2005 478.082,26 344.672,552006 530.148,03 359.644,122007 646.732,43 392.769,252008 787.502,02 430.077,512009 931.488,05 470.812,22
Sumber: BPS Kabupaten Jayawijaya
Struktur ekonomi suatu daerah tercermin melalui seberapa besar peranan
masing‐masing sektor ekonomi/lapangan usaha terhadap jumlah total nilai tambah
dari seluruh sektor/lapangan usaha. Struktur ekonomi suatu daerah biasa disajikan
dari PDRB atas dasar harga berlaku. Dari persentase sumbangan masing‐masing
sektor/lapangan usaha, akan terlihat struktur ekonomi suatu daerah sehingga bisa
diketahui ciri khas ekonomi, andalan, potensi, hasil pembangunan ataupun
perubahan akibat kebijakan publik dari pemerintah daerah. Semakin besar kontribusi
suatu sektor/lapangan usaha terhadap PDRB, semakin besar pula dominasi
sektor/lapangan usaha tersebut dalam menggerakkan perekonomian daerah.
Apabila suatu sektor/lapangan usaha yang paling dominan mengalami penurunan
nilai tambah yang dihasilkan, maka struktur ekonomi juga akan mengalami
perubahan karena kontribusinya yang cukup besar.
Gambar 3.14Pertumbuhan PDRB Kabupaten Jayawijaya
Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tahun 2005-2009(dalam juta rupiah)
27.6029.85
11.99
6.52
11.36 10.73
5.61
3.30
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
2006 2007 2008 2009
BerlakuKonstan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 40
Pertumbuhan suatu sektor/lapangan usaha yang lebih lambat jika dibanding
sektor/lapangan usaha lain juga dapat menyebabkan pergeseran struktur ekonomi.
Struktur ekonomi Kabupaten Jayawijaya pada tahun 2009 tidak jauh berbeda dengan
tahun sebelumnya. Seperti kondisi secara umum di bagian pegunungan tengah,
sektor pertanian menjadi sektor dominan dalam pembentukan PDRB Kabupaten
Jayawijaya. Sektor ini memberi andil lebih dari 30 persen tiap tahunnya. Pada tahun
2009, sektor yang sangat bergantung pada alam ini memberi kontribusi 33,90
persen. Jika dilihat dari tahun 2005, maka terlihat bahwa peranan yang diberikan
sektor ini cenderung mengalami penurunan. Berbeda dengan sektor jasa‐jasa, sektor
ini justru mengalami peningkatan selama kurun watu 5 tahun terakhir. Sektor
jasa‐jasa memberikan kontribusi sebesar 23,50 persen terhadap perekonomian
Jayawijaya pada tahun 2009, meningkat dibanding tahun‐tahun sebelumnya (22,23
persen di tahun 2008; 22,39 persen di tahun 2007; 20,53 persen di tahun 2006; dan
18,33 persen di tahun 2005).
Pembangunan infrastruktur (jalan dan jembatan), fasilitas kesehatan, gedung
perkantoran dan penambahan jumlah pegawai semakin marak setelah Kabupaten
Jayawijaya mengalami pemekaran. Hal ini mendorong adanya aktifitas ekonomi di
sektor bangunan dan sektor jasa‐jasa yang pada akhirnya meningkatkan peranan
kedua sektor tersebut terhadap perekonomian Kabupaten Jayawijaya. Sektor
bangunan memberi andil 8,71 persen, lebih besar dari peranan tahun sebelumnya
yang hanya sebesar 8,05 persen. Sektor pengangkutan dan transportasi serta sektor
perdagangan, hotel, dan restoran juga mendapat imbas dari lebih terbukanya akses
ke wilayah tersebut. Selama tahun 2005, peranan kedua sektor ini cenderung
mengalami peningkatan dengan kontribusi lebih dari 10 persen. Peranan sektor
industri pengolahan serta sektor listrik dan air bersih terhadap pembentukan nilai
tambah di Kabupaten Jayawijaya relatif konstan dengan kontribusi masing‐masing
sebesar 0,33 persen dan 0,27 persen pada tahun 2009. Jika dicermati lebih jauh,
selama lima tahun terakhir kontribusi sektor primer semakin menurun. Sebaliknya,
kontribusi sektor sekunder dan tersier semakin meningkat. Peningkatan ini
disebabkan oleh tingginya lajupertumbuhan ekonomi sektor pengangkutan dan
komunikasi dari kelompok sektor tersier serta sektor bangunan dari kelompok sektor
sekunder.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 41
B. Kualitas Pembangunan Manusia (IPM)IPM merupakan gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapaian
pembangunan manusia di suatu daerah, sebagai dampak dari kegiatan
pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Perkembangan angka IPM,
memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan
manusia pada suatu daerah.
Kinerja pembangunan manusia Kabupaten Jayawijaya tercermin pada angka
IPM tahun 2009 yang mencapai angka 55.09. Pencapaian angka IPM tersebut
lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya yang hanya
sebesar 47.75. Dengan pencapaian IPM 48.16, maka Kabupaten Yalimo menurut
Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan
Bangsa‐Bangsa (PBB) masuk dalam kategori kinerja pembangunan manusia
”menengah bawah” dengan angka pencapaian IPM antara 50.0 sampai 65.9.
Jika dibanding dengan daerah di sekitar Jayawijaya, pencapaian angka IPM
Kabupaten Jayawijaya paling tinggi. IPM Kabupaten Mamberamo Tengah (48.18),
Nduga (47.74), Yalimo (48.16), Lanny Jaya (49.22), Yahukimo (51.48) dan
Tolikara.
3.4. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN TOLIKARAA. Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan perekonomian suatu daerah terbentuk dari berbagai macam
kegiatan ekonomi yang timbul di daerah, yang dikelompokkan ke dalam sektor-
sektor ekonomi sebagai stimulus kebersinambungan pembangunan daerah. Salah
satu indikator yang digunakan untuk mengukur capaian kinerja dan arah
perekembangan ekonomi daerah dalam kurun waktu tertentu dapat ditelaah melalui
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektoral. Pembangunan sektoral di
Kabupaten Tolikara meliputi sektor pertanian, sektor pertambanga dan penggalian,
sektor industri pengolahan, sektor listrik dan air bersih, sektor bangunan, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.
Perkembangan perekonomian di Kabupaten Tolikara dalam kurun waktu 5
tahun terakhir (2008-2012) ditunjukkan dengan adanya perkembangan PDRB
(ADhB dan ADhK). Pada tahun 2012 PDRB (ADhB) mencapai 598,57 miliar rupiah
dengan tingkat perkembangannya sebesar 106,52 persen. Bila dibandingkan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 42
dengan tahun 2008, maka PDRB (ADhB) mencapai 302,82 miliar rupiah dengan
tingkat perkembangan sebesar 126,58 persen. Sementara itu, untuk PDRB (ADhK
2000) pada tahun 2013 mencapai 226,25 miliar rupiah dengan tingkat
perkembangan sebesar 103,30 persen. Sedangkan pada tahun 2008 PDRB (ADhK
2000) mencapai 168,17 miliar rupiah dengan tingkat perkembangannya sebesar
88,20 persen. Berikut disajikan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten
Tolikara berdasarkan Atas Dasar Harga Berlaku (ADhB) dan Atas Dasar Harga
Konstan (ADhK) pada Tabel 3.10 dan perkembangan PDRB selama 5 tahun
terakhir pada Gambar 3.15.
Tabel 3.11PDRB Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2012
Berdasarkan ADhB dan ADhKTAHUN ADhB ADhK
2008 302.823,21 168.166,392009 386.399,15 187.275,622010 501.754,04 207.378,982011 561.920,90 219.018,662012 598.574,17 226.246,77
Sumber: BPS Kabupaten Tolikara
Berdasarkan gambar 3.15 dapat diilustrasikan bahwa perkembangan PDRB
atas dasar harga berlaku (ADhB) lebih besar persentase perkembangannya bila
dibandingkan dengan PDRB berdasarkan atas dasar harga konstan (ADhK 2000).
Hal ini dikarenakan adanya laju pertumbuhan inflasi yang cenderung meningkat
setiap tahunnya. Perkembangan PDRB ADhB dan ADhK mulai menurun pada tahun
2010 sampai dengan tahun 2012 hal ini dikarenakan daya beli masyarakat menurun
dan kurang efektifnya pemerintahan sebagai akibat terjadinya kekosongan kepala
daerah dalam waktu yang cukup lama.
Gambar 3.15Perkembangan PDRB Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2012
Berdasarkan ADhB dan ADhK
27.60 29.85
11.996.52
11.36 10.73
5.61 3.300.005.00
10.0015.0020.0025.0030.0035.00
2006 2007 2008 2009
BerlakuKonstan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 43
Struktur Perekonomian DaerahBerdasarkan Tabel dan Gambar di bawah dapat dijelaskan bahwa selama 5
tahun terakhir (2008–2012) perekonomian di Kabupaten Tolikara didominasi oleh
sektor primer dengan rata-rata share sebesar 59,99 persen dan disusul sektor tersier
rata-rata kontribusinya sebesar 27,01 persen dan sektor sekunder rata-rata sharenya
sebesar 13,01 persen.
Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terbesar pada sektor primer
adalah sektor pertanian sebagai “leading sector”, dalam perekonomian daerah
Kabupaten Tolikara. Pada tahun 2012 sektor pertanian memberikan kontribusi
sebesar 54,42 persen walaupun terjadi penurunan sebesar 13,65 persen selama
kurun waktu 5 tahun bila dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 68,07 persen
namun sektor pertanian memberikan andilnya di atas 50 persen. Besarnya kontribusi
sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB ADhK 2000 Kabupaten Tolikara
disebabkan karena hampir semua masyarakat di Kabupaten Tolikara bergerak di
sektor pertanian. Sementara sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2012
sharenya hanya sebesar sebesar 0,48 persen dan tahun 2008 hanya sebesar 0,53
persen.
TABEL 3.12Kontribusi Sektoral Kabupaten Tolikara ADhK 2000Berdasarkan 3 Kelompok Sektoral Tahun 2008–2012
NO LAPANGAN USAHATAHUN
2008 2009 2010 2011 2012
SEKTOR PRIMER1 PERTANIAN 68.07 62.16 57.34 55.38 54.422 PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 0.53 0.55 0.52 0.47 0.48
SEKTOR SEKUNDER3 INDUSTRI PENGOLAHAN 0.54 0.55 0.47 0.42 0.384 LISTRIK DAN AIR BERSIH 0.00 0.00 0.03 0.02 0.025 BANGUNAN 10.09 12.06 12.48 13.20 14.78
SEKTOR TERSIER6 PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 4.44 4.63 4.86 5.04 5.087 PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 2.72 3.18 3.91 4.69 4.708 KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 0.45 0.47 0.60 0.64 0.639 JASA – JASA 13.16 16.41 19.80 20.12 19.50
TOTAL PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00Sumber: Data Diolah
Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi cukup besar pada sektor tersier
adalah sektor jasa-jasa andilnya di atas 10 persen, disusul sektor perdagangan,
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 44
hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan andilnya di bawah 5 persen. Sedangkan pada
kelompok sektor sekunder selama kurun waktu 5 tahun terakhir, sektor bangunan
memberikan share bagi pembentukan PDRB Kabupaten Tolikara di atas 10 persen
sementara sektor listrik dan air bersih serta sektor industri pengolahan share-nya di
bawah 1 persen.
Gambar 3.16Kontribusi Sektor Primer, Sektor Sekunder, Sektor Tersier
Kabupaten Tolikara Tahun 2008–2012
Pertumbuhan EkonomiPertumbuhan ekonomi masing-masing sektor di Kabupaten Tolikara selama
periode 2008–2013 dapat disajikan pada Tabel di bawah ini.
0.0010.0020.0030.0040.0050.00
60.00
70.00
2008 2009 2010 2011 2012
68.6062.72
57.85 55.86 54.90
10.63 12.60 12.97 13.65 15.18
20.77 24.68 29.17 30.50 29.92 SEKTOR PRIMER
SEKTOR SEKUNDER
SEKTOR TERSIER
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 45
TABEL 3.13Laju Pertumbuhan Sektoral ADhK Menurut
Lapangan Usaha Kabupaten Tolikara Tahun 2008–2012NO LAPANGAN USAHA TAHUN
2008 2009 2010 2011 2012
1 PERTANIAN 6.65 1.70 2.13 2.02 1.51
2 PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 11.32 16.29 3.50 -3.39 5.26
3 INDUSTRI PENGOLAHAN 13.42 12.58 -4.91 -5.11 -6.69
4 LISTRIK DAN AIR BERSIH 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
5 BANGUNAN 29.19 33.09 14.59 11.75 15.66
6 PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 15.02 16.13 16.46 9.45 4.16
7 PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 40.71 29.81 36.32 26.76 3.46
8 KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASAPERUSAHAAN
18.59 16.34 42.10 13.04 1.88
9 JASA – JASA 39.38 38.83 33.61 7.34 0.11
LAJU PDRB 13.38 11.36 10.73 5.61 3.30
Sumber: Data Diolah
Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tolikara selama kurun waktu 2008–2012
mengalami pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2012 laju pertumbuhan ekonomi
sebesar 3,30 persen yang merupakan laju pertumbuhan terendah selama 5 tahun
terakhir, sedangkan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 13,38 persen.
Hal ini disebabkan rendahnya daya beli masyarakat dan belum memadainya
pembangunan infrastruktur wilayah di Kabupaten Tolikara. Perkembangan laju
pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun terakhir, sejak tahun 2008 sampai dengan
2012 dapat disajikan pada Gambar 3.17 dibawah ini.
Gambar 3.17Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2012
13.3811.36 10.73
5.61
3.30
0.002.004.006.008.00
10.0012.0014.0016.00
2008 2009 2010 2011 2012
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 46
Berdasarkan Gambar 3.17 di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi
di Kabupaten Tolikara selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan yang cukup
drastis. Hal ini menunjukkan lesunya perekonomian di Kabupaten Tolikara.
PDRB Perkapita
Pendapatan Perkapita (PDRB Perkapita) Kabupaten Tolikara selama kurun
waktu 4 tahun terakhir (2008 - 2011) dapat disajikan pada Gambar 3.18.
Gambar 3.18PDRB Perkapita Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2011
Pendapatan perkapita di Kabupaten Tolikara pada tahun 2008 sebesar 3,41
juta rupiah dan dapat dijelaskan bahwa setiap per jiwa penduduk yang ada di
Kabupaten Tolikara dalam satu tahun tersebut mampu menghasilkan nilai tambah
bruto sebesar 3,41 Juta rupiah atau sekitar Rp690.000,- per bulan. Pendapatan
perkapita terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2009 mencapai 3,71 juta
rupiah, yang artinya bahwa penduduk mampu menghasilkan nilai tambah burto
sebesar 3,71 juta rupiah atau sekitar Rp730.000,- per bulan. Namun memasuki
tahun 2010 pendapatan perkapita menurun secara dramastis sampai pada besaran
1,81 juta rupiah atau dapat dikatakan bahwa kemampuan penduduk dalam
menghasilkan pembentukan nilai tambah bruto hanya sebesar 1,81 juta rupiah atau
sekitar hanya Rp150.000,- per bulan dan kondisi yang sama terjadi pada tahun 2011
pendapatan perkapita hanya sebesar 1,81 juta rupiah atau sekitar hanya
Rp140.000,- per bulan. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan menunjukkan bahwa
pendapatan penduduk di Kabupaten Tolikara masih relatif sangat kecil.
InflasiSalah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian suatu
negara atau daerah adalah melalui inflasi. Perubahan indikator ini akan berdampak
terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi. Dalam perspektif ekonomi, inflasi
3.413.71
1.811.81
0
1
2
3
4
2008 2009 2010 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 47
merupakan fenomena moneter dalam negeri suatu negara, dimana naik turunnya
inflasi cenderung mengakibatkan terjadi gejolak ekonomi akibat perubahan harga.
Perubahan harga yang terjadi akibat inflasi akan berdampak pada perubahan daya
beli masyarakat, dalam kondisi tertentu peningkatan inflasi menimbulkan efek bagi
masyarakat secara luas melalui penurunan pendapatan riil. Inflasi sebagai fenomena
moneter dan salah satu indikator ekonomi makro memiliki implikasi yang luas bagi
perekonomian, apabila tidak dikendalikan secara hati-hati.
Tingkat inflasi di Kabupaten Tolikara selama kurun waktu 5 tahun (2008-2012)
dapat disajikan pada Gambar 3.19 berikut.
Gambar 3.19Laju Pertumbuhan Inflasi Kabupaten Tolikara Tahun 2008–2012
Dalam dimensi ekonomi makro, tekanan inflasi yang terjadi pada tahun 2011
sebesar 16.43 persen dipicu oleh terjadinya peningkatan pengeluaran konsumsi
masyarakat, pengeluaran investasi dan juga pengeluaran pemerintah di Kabupaten
Tolikara. Misalkan pada bulan-bulan tertentu permintaan barang dan jasa jauh
melampaui penawaran pasar, sehingga menekan harga barang-barang dan jasa
cenderung untuk meningkat. Memasuki tahun 2012 laju pertumbuhan inflasi menurun
secara dramatik yang tercatat sebesar 6,51 persen. Menurut Boediono, apabila laju
pertumbuhan inflasi di bawah 10 persen maka ini merupakan angin segar bagi dunia
usaha dalam menjalankan bisnisnya sehingga perekonomian akan berjalan dengan
baik. Berdasarkan kelompok sektoral maka laju pertumbuhan inflasi di Kabupaten
Tolikara disajikan pada Gambar 3.20 di bawah ini.
10.1611.65
14.5816.43
6.51
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
2008 2009 2010 2011 2012
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 48
Gambar 3.20Laju Pertumbuhan Inflasi Kabupaten Tolikara
Berdasarkan Kelompok Sektoral Tahun 2008-2012
Laju pertumbuhan inflasi pada sektor primer cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan dua kelompok sektor lainnya, yaitu sektor sekunder dan sektor
tersier. Pada sektor primer laju inflasi terendah pada tahun 2012 tercatat sebesar
4,73 persen. Sementara laju pertumbuhan inflasi pada sektor sekunder cenderung
fluktuatif dan laju inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 11,48 persen dan
laju inflasi terendah pada tahun 2008 sebesar 7,15 persen. Sedangkan sektor tersier
laju pertumbuhan inflasi mulai tahun 2008 yang tercatat sebesar 15,06 persen
mengalami peningkatan (slightly increased) sampai dengan tahun 2011 sebesar
24,43 persen dan memasuki tahun 2012 mulai mengalami penurunan secara tajam
(sharply decreased) sampai pada angka laju inflasinya sebesar 5,39 persen.
B. Kualitas Pembangunan Manusia
Kualitas pertumbuhan suatu negara maupun daerah bukan hanya ditentukan
oleh komponen modal alam, modal fisik, dan modal sosial akan tetapi sangat penting
juga ditopang oleh modal manusianya. Ke empat komponen tersebut merupakan
aset-aset produktif yang harus saling bersinergi satu dengan yang lainnya. Berikut
akan dipaparkan kualitas pembangunan manusia di Kabupaten Tolikara melalui
beberapa indikator berikut.
PendidikanSumber daya manusia berperan penting terhadap kemajuan suatu bangsa,
oleh karena itu perlu diupayakan peningkatan sumber daya manusia demi
tercapainya keberhasilan pembangunan. Salah satu upaya untuk meningkatkan
7.03 6.71 5.604.85
5.46
7.15 7.3611.48
7.82
4.73
15.06
21.2724.21
24.43
5.39
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
2008 2009 2010 2011 2012
SEKTOR PRIMER
SEKTOR SEKUNDER
SEKTOR TERSIER
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 49
sumber daya manusia adalah peningkatan kualitas melalui bidang pendidikan.
Pembangunan di bidang pendidikan meliputi pembangunan pendidikan formal
maupun informal.
Titik berat pendidikan formal adalah peningkatan mutu pendidikan dan perluasan
pendidikan dasar. Selain itu, ditingkatkan pula kesempatan belajar pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai sasaran tersebut, berbagai upaya
dilakukan oleh pemerintah misalnya dengan meningkatkan sarana dan prasarana
pendidikan, perbaikan kurikulum, bahkan semenjak tahun 1994 pemerintah juga
telah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun dan sampai saat ini masih
melanjutkan program wajib belajar 6 tahun. Dengan semakin lamanya usia wajib
belajar ini diharapkan tingkat pendidikan anak semakin membaik dan tentunya
akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan penduduk.
Partisipasi sekolah penduduk Kabupaten Tolikara dalam pendidikan sekolah
dasar hingga sekolah menengah diharapkan akan dapat memberikan kualitas
sumber daya manusia di masa yang akan datang. Ukuran-ukuran yang digunakan
untuk mengkaji partisipasi sekolah merupakan suatu indikator proses yang
menunjukkan proses pendidikan atau bagaimana program pendidikan diimple-
mentasikan di masyarakat. Angka partisipasi sekolah di Kabupaten Tolikara dapat
disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.14Angka Partisipasi Sekolah Menurut Tingkat Usia Sekolah
Di KabupatenTolikara, Tahun 2011Usia Sekolah Tolikara Jayawijaya Papua
7–12 62,93 76,05 73,36
13–15 66,26 73,29 71,29
16–18 31,23 46,25 50,55
Sumber: Susenas Kor Tahun 2011
Angka partisipasi sekolah dapat menggambarkan berapa banyak penduduk
usia pendidikan yang sedang bersekolah, sehingga terkait dengan pengentasan
program wajib belajar. Indikator inilah yang digunakan sebagai petunjuk berhasil
tidaknya program tersebut. Sebagai standar program wajib belajar dikatakan
berhasil jika nilai APS SD dan APS SMP sebesar 100 persen.
Hasil SUSENAS tahun 2011 menunjukan bahwa capaian APS untuk usia 7-
15 tahun nilainya di bawah dibawah 100 persen, yaitu 62,93 persen untuk usia 7-12
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 50
tahun dan 66,26 persen untuk usia 13-15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa APS
SD/sederajat dan APS SMP/sederajat belum memenuhi target wajib belajar,
sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan kebijakan pemerintah tentang
program wajib belajar 9 tahun di Kabupaten Tolikara belum berhasil. Relatif
besarnya APS usia 13-15 tahun dibanding APS usia 7-12 tahun bukan
mengindikasikan partisipasi sekolah pada jenjang SMP lebih besar dari pada
jenjang SD, melainkan menunjukan ada beberapa anak usia 13-15 tahun yang
sekolah bukan pada jenjangnya (SD).
Sebagian besar penduduk di Kabupaten Tolikara (usia 10 tahun ke atas)
belum/tidak mempunyai ijazah SD yaitu mencapai 70,64 persen. Masih rendahnya
tingkat pendidikan penduduk akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia
yang rendah, yang pada akhirnya tidak dapat berperan optimal dalam
pembangunan.
KesehatanPeranan tenaga medis seperti dokter, bidan, dan tenaga medis lainnya dalam
proses penolong kelahiran makin meningkat. Jika pada tahun 2010 proses
persalinan terakhir yang ditangani oleh tenaga medis hanya sebesar 21,06
persen kini meningkat drastis menjadi 31,91 persen pada tahun 2011.
Peranan tenaga medis dalam proses penolong kelahiran pertama dan terakhir
terlihat bahwa ada perubahan persentase penolong kelahiran. Hal ini menunjukan
bahwa ada kecenderungan kelahiran balita yang mula-mula ditolong oleh bukan
tenaga medis (keluarga, dukun dan lainnya) kemudian karena mengalami
permasalahan dalam proses kelahiran penanganan selanjutnya dilakukan oleh
tenaga medis.
Sementara jumlah sarana prasarana kesehatan puskesmas pada tahun
2011 di Kabupaten Tolikara sebanyak 15 puskesmas dan 20 puskesmas
pembantu. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Tolikara yang
sebanyak 121.097 jiwa, berarti setiap puskesmas harus melayani sebanyak 8.073
penduduk, dan setiap puskesmas pembantu harus melayani sebanyak 6.055
penduduk.
Sedangkan jumlah tenaga medis yang tersedia sebanyak 76 orang rincian
20 orang dokter dan 56 orang tenaga bidan. Masing-masing tenaga medis
mempunyai peranan penting terhadap kesehatan masyarakat dengan rata-rata
setiap orang tenaga medis melayani sekitar 1.593 penduduk Kabupaten Tolikara.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 51
Masih sedikitnya jumlah sarana dan tenaga kesehatan yang ada di Kabupaten
Tolikara dapat menghambat masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan.
Apalagi sebaran sarana dan tenaga medis tersebut tidak merata, dari 35 distrik
yang ada, sarana kesehatan puskesmas hanya terdapat di 15 distrik. Tabel berikut
menyajikan jumlah puskesmas dan dokter di Kabupaten Tolikara Tahun 2011.
Tabel 3.15Jumlah Puskesmas dan Dokter Kabupaten Tolikara Tahun 2011
Fasilitas dan Tenaga Kesehatan TotalJumlah Penduduk 121.097Jumlah Puskesmas 15Jumlah Pustu 20Rasio Penduduk Per Puskesmas 8.073Rasio Penduduk Per Pustu 6.055Jumlah Tenaga Medis (Dokter & Bidan) 76Jumlah Penduduk Per Tenaga Medis 1.595
Sumber: IPM Kabupaten Tolikara, 2012
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Tolikara
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan gambaran komprehensif
mengenai tingkat pencapaian pembangunan manusia di suatu daerah, sebagai
dampak dari kegiatan pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut.
Perkembangan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM), memberikan indikasi
peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia pada suatu daerah.
Perkembangan pembangunan manusia di Kabupaten Tolikara selama periode
2008 -2011 disajikan pada Gambar berikut ini.
Gambar 3.21Perkembangan IPM Kabupaten Tolikara Periode 2008-2011
Selama periode 2008–2011 perkembangan pembangunan manusia di
Kabupaten Tolikara mengalami perkembangan tren yang positif. Capaian IPM
64.00 64.53 64.9465.40
50.90 51.50 52.0052.40
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
2008 2009 2010 2011
IPM
IPM PAPUAIPM TOLIKARA
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 52
mengalami kenaikan sebesar 1,5 poin dari 50,90 pada Tahun 2008 menjadi 52,40
pada Tahun 2011. Menurut Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) masuk dalam kategori kinerja
pembangunan manusia “menengah bawah”, yaitu besaran capaian IPM antara
50,00–65,90.
C. Kemiskinan dan Ketimpangan PendapatanFenomena kemiskinan (poverty) dan ketimpangan pendapatan (inequality
income)hampir dialami oleh semua negara atau wilayah di seluruh belahan
dunia.Perbedaannya hanya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat
kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi serta tingkat kesulitan
mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu
Negara atau wilayah. Pembangunan ekonomi di Kabupaten Tolikara bertujuan untuk
mengurangi fenomena ekonomi makro seperti kemiskinan dan ketimpangan
pendapatan. Potret angka penduduk miskin di Kabupaten Tolikara disajikan di
gambar bawah ini:
Gambar 3.22Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Tolikara Tahun 2008-2011
Selama kurun waktu 4 tahun (2008-2011) angka kemiskinan di Kabupaten
Tolikara masih cukup tinggi. Pada tahun 2008 angka kemiskinan sebesar 45,30
persen dan memasuki tahun 2009 cenderung menurun sampai pada angka 44,63
persen selanjutnya pada tahun 2010 mengalami kondisi remained stable atau angka
kemiskinan tetap di 44,63 persen dan menurun cukup tajam memasuki tahun 2011
sampai menembus angka kemiskinan sebesar 41,18 persen.
Peningkatan nilai tambah bruto (PDRB) setiap tahunnya di Kabupaten Tolikara
belum tentu mencerminkan meratanya distribusi pendapatan. Dalam kenyataannya
menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat di Kabupaten Tolikara tidak merata
sehingga menimbulkan terjadinya disparitas pendapatan. Berdasarkan PDRB
45.3044.63
44.63
41.18
38.00
40.00
42.00
44.00
46.00
2008 2009 2010 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 53
perkapita di Kabupaten Tolikara maka pada tahun 2008 pendapatan perkapita
mencapai 3,41 juta rupiah dan dapat dijelaskan bahwa setiap per jiwa penduduk
yang ada di Kabupaten Tolikara dalam satu tahun tersebut mampu menghasilkan
nilai tambah bruto sebesar 3,41 Juta rupiah atau sekitar Rp690.000,- per bulan.
Sementara pada tahun 2010 pendapatan perkapita menurun secara dramastis
sampai pada besaran 1,81 juta rupiah atau dapat dikatakan bahwa kemampuan
penduduk dalam menghasilkan pembentukan nilai tambah bruto hanya sebesar 1,81
juta rupiah atau sekitar hanya Rp150.000,- per bulan.
D. Infrastruktur DaerahTransportasi dan Komunikasi
Transportasi merupakan salah satu pilar dasar perekonomian suatu wilayah.
Jika transportasi untuk di wilayah tersebut mudah dilalui maka lalu lintas barang
dan manusia akan dengan mudah dilakukan. Jalan dan angkutan darat merupakan
bentuk transportasi yang harus dimiliki dengan baik karena transportasi ini
paling murah sehingga dapat meningkatkan perekonomian. Hal ini terlihat dari
kenyataan bahwa pada umumnya daerah yang memiliki jaringan angkutan darat
dan jalan yang baik akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat
dibandingkan daerah yang terisolir.
Pada tahun 2010, panjang jalan yang ada di Karubaga masih sangat kecil,
total hanya ada sekitar 57 km yang terdiri dari 12 km jalan provinsi dan 45 km jalan
kabupaten. Jalan tersebut pun baru sebagian kecil saja yang di aspal baru sekitar 5
km yang diaspal (2 km jalan provinsi dan 3 km jalan kabupaten), sedangkan jalan
sisanya masih sangat jelek yang terdiri dari 10 km jalan kerikil (Jl Provinsi) dan 42 km
jalan tanah (jalan Kabupaten). Jika dilihat dari kondisinya pun hampir 90 persen
persen jalan yang dibuat sudah rusak. Kerusakan ini dikarenakan jalan sudah
dipaksa digunakan meskipun belum diperkeras atau diaspal dengan baik.
Dengan kondisi jalan dan angkutan darat yang masih sangat kurang ini tentu
akan berdampak negatif dalam keadaan ekonomi di Kabupaten Tolikara. Hal ini
terlihat dari mahalnya harga-harga barang yang ada di Kabupaten Tolikara dan
tumbuh lambatnya perekonomian.
Sektor Komunikasi juga masih belum berkembang, walaupun sebenarnya
sektor ini juga sangat dibutuhkan. Dengan adanya komunikasi yang lancar maka
pertukaran informasi dapat dilakukan dengan cepat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 54
Pertambangan dan EnergiSektor pertambangan dan energi merupakan sektor sampai saat ini masih
tertinggal dan belum ada perkembangan sama sekali. Sektor Energi, Kabupaten
Tolikara bisa dikatakan sangat tertinggal. Pasokan Listrik yang dihasilkan hanya
dari listrik PLTD milik pemda yang hanya bisa menjangkau daerah di sebagian distrik
karubaga dan belum bisa dialirkan secara 24 jam, namun hanya dari jam 18.00-
23.59 WIT, dan tidak setiap hari menyala dan bahkan jika terjadi kerusakan bisa
sampai lebih dari 1 minggu tidak menyala, diperparah lagi jika pasokan bahan bakar
solar yang sering terhambat membuat listrik tidak bisa dihasilkan. Untuk penduduk
yang berada di Karubaga dan Bokondini masih bisa merasakan listrik, namun untuk
distrik yang lain hanya mengandalkan solar cell bantuan pemda atau yang dapat
bantuan program respek.
Tabel 3.16Unit Pembangkit Listrik di Kabupaten Tolikara Menurut Distrik
Tahun 2009-2011DISTRIK 2009 2010 2011
KARUBAGA 1 1 1BOKONDINI 1 1 1KEMBU 1 0 0LAINNYA 0 0 0
TOTAL 3 2 2Sumber: Statistik Daerah Kab.Tolikara
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa ketersediaan unit pembangkit
listrik di Kabupaten Tolikara sangat minim karena hanya melayani 3 distrik dari 43
distrik yang ada di Kabupaten Tolikara. Ketersediaan produksi listrik yang ada di
Kabupaten Tolikara (yang berasal dari listrik Pemda) tidak ada perubahan dari
tahun 2008 sampai tahun 2010 yaitu hanya sebesar 2,5 MWh saja. Pada tahun
2011, karena terjadi kerusakan yang berlarut-larut menyebabkan listrik tidak bisa
dinyalakan tiap hari, produksinya menurun drastis dan produksi sama seperti
tahun 2007 yang hanya sebesar 1,5 MWh saja.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 55
3.5. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANGA. Pembangunan Ekonomi Daerah
Nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi yang terangkum
dalam PDRB kabupaten Pegunungan Bintang mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Selama lima tahun terakhir telah terjadi perkembangan yang cukup signifikan.
Pada tahun 2006, nilai tambah yang dihasilkan adalah sebesar 193.32 miliar rupiah.
Nilai ini terus meningkat dan mencapai 646.88 miliar rupiah pada tahun 2010 atau
meningkat sebesar 334.62 persen.
Gambar 3.23Nilai PDRB Kabupaten Pegunungan Bintang
Tahun 2006-2010 (Dalam Miliar Rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011
Struktur EkonomiStruktur ekonomi suatu wilayah biasa disajikan dari PDRB atas dasar harga
berlaku. Dari struktur ekonomi akan terlihat berapa persen sumbangan masing-
masing sektor sehingga ini bisa menggambarkan ciri khas ekonomi, andalan,
potensi, hasil pembangunan ataupun perubahan kebijakan publik dari pemerintah
daerah. Perekonomian kabupaten Pegunungan Bintang hingga tahun 2009 masih
didominasi oleh sektor pertanian. Namun demikian, pada tahun 2010 peranan sektor
ini terhadap pembentukan nilai PDRB kabupaten ini mengalami penurunan yang
cukup signifikan hingga menjadi sektor tertinggi kedua setelah sektor bangunan.
Tahun 2006, kontribusi sektor pertanian adalah 72.78 persen dan terus mengalami
penurunan hingga menjadi 34.59 persen di tahun 2010. Di tahun 2010, sektor
bangunan mempunyai peranan yang paling besar di antara sektor lainnya dengan
persentase sebesar 36.07 persen.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 56
Penurunan peranan sektor pertanian tersebut disebabkan oleh meningkatnya
kontribusi sektor bangunan dan sektor jasa-jasa khususnya sejak tahun 2006. Pada
tahun 2006, peranan sektor bangunan hanya 9.44 persen, namun sejak tahun 2007
persentase ini mengalami peningkatan hingga menjadi 16.80 persen dan terus
meningkat hingga menjadi 36.07 persen pada tahun 2010 yang sekaligus
menjadikan sektor bangunan menjadi kontributor tertinggi meskipun peranannya
tidak jauh berbeda dengan sektor pertanian. Pertumbuhan sektor bangunan
dipengaruhi juga oleh pembangunan infrastruktur baik oleh pemerintah maupun oleh
swasta yang juga berdampak pada sektor penggalian.
Sektor Jasa-jasa memberi kontribusi 17.40 persen terhadap pembentukan
PDRB kabupaten Pegunungan Bintang pada tahun 2010 dan berada di urutan ketiga
pada peranannya terhadap PDRB. Urutan keempat adalah sektor pengangkutan dan
komunikasi di mana pada tahun 2010 berperan sebesar 6.34 persen, sedikit
menurun dari kontribusi pada tahun 2009 (6.78 persen). Selanjutnya, peranan sektor
perdagangan, hotel dan restoran pada tahun 2010 memberi kontribusi sebesar 4.89
persen.
Sementara itu, dua sektor lainnya, yaitu sektor pertambangan dan penggaliaan
serta sektor keuangan, persewaaan dan jasa perusahaan, berperan hanya di bawah
0.61 persen. Belum ada aktifitas ekonomi di sektor listrik dan air bersih juga sektor
industri pengolahan, sehingga pada tahun 2010 ini tidak tercipta nilai tambah dari
kedua sektor tersebut.
Gambar 3.24Struktur Perekonomian Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2006-2010
(dalam persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 57
Pertumbuhan EkonomiLaju pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator makro yang
menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Indikator ini biasanya digunakan
untuk menilai sampai seberapa jauh keberhasilan pembangunan suatu daerah dalam
periode waktu tertentu. Dengan demikian indikator ini dapat pula dipakai untuk
menentukan arah kebijakan pembangunan yang akan datang. Pertumbuhan yang
positif menunjukkan peningkatan perekonomian dan sebaliknya.
Pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan menjadi acuan untuk mengukur
kinerja ekonomi suatu daerah. Berdasarkan ukuran ini, pertumbuhan PDRB
diperoleh dari peningkatan komponen indikator produksi, dengan tingkat harga
dianggap relatif tetap.
Aktifitas ekonomi di Kabupaten Pegungungan Bintang menunjukkan
pertumbuhan sebesar 11.33 persen, melambat dibanding pertumbuhan ekonomi
tahun sebelumnya yang mencapai 13.51 persen. Selama tiga tahun yaitu, periode
2006-2008, pertumbuhan ekonomi di Pegunungan Bintang selalu menunjukkan
peningkatan. Setelah tumbuh 8.63 persen pada tahun 2006, kemudian menjadi
11.59 persen pada tahun 2007 dan meningkat lagi 28.99 persen pada tahun 2008.
Gambar 3.25Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2006-2010
(dalam persen)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 58
B. Kualitas Pembangunan ManusiaAngka Harapan Hidup
Salah satu komponen dalam penyusunan angka IPM adalah Angka Harapan
Hidup. Semakin tinggi Angka Harapan Hidup, memberikan indikasi semakin tinggi
kualitas fisik penduduk suatu daerah. Angka Harapan Hidup Kabupaten Pegunungan
Bintang tahun 2010 sebesar 65,76 tahun. Terjadi peningkatan dibanding tahun 2009
sebesar 65,55 tahun.
Angka Melek HurufKemampuan membaca dan menulis dipandang sebagai kemampuan dasar
minimal yang harus dimiliki oleh setiap individu, agar paling tidak memiliki peluang
untuk terlibat dan berpartisipasi dalam pembangunan. Angka melek Huruf
menunjukkan persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan
menulis. Pada tahun 2010, penduduk usia 15 tahun keatas di Kabupaten
Pegunungan Bintang yang dapat membaca dan menulis sudah mencapai 36,61
persen. Dengan kata lain, terjadi peningkatan dari tahun 2009 sebesar 31,76 persen.
Rata-rata Lama SekolahRata-rata lama sekolah digunakan untuk mengidentifikasi jenjang kelulusan
pendidikan penduduk suatu daerah. Angka Rata-rata Lama Sekolah di Kabupaten
Pegunungan Bintang tahun 2010 sebesar 2,45 tahun. Dengan kata lain penduduk di
Kabupaten Pegunungan Bintang baru bisa menikmati pendidikan rata-rata sampai
dengan kelas 3 Sekolah Dasar (SD). Nilai ini sama dengan tahun 2009.
Pengeluaran Riil Yang DisesuaikanRata-rata pengeluaran konsumsi rill merupakan komponen dalam Indeks
Standar Hidup. Rata-rata pengeluaran riil penduduk Kabupaten Pegunungan
Bintang, yaitu sekitar Rp583.940,- per tahun untuk tahun 2010. Dan Rp582.550,-
untuk keadaan tahun 2009.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pegunungan BintangIPM merupakan gambaran komprehensif mengenai tingkat pencapaian
pembangunan manusia di suatu daerah, sebagai dampak dari kegiatan
pembangunan yang dilakukan di daerah tersebut. Perkembangan angka IPM
memberikan indikasi peningkatan atau penurunan kinerja pembangunan manusia
pada suatu daerah.
Kinerja pembangunan manusia Kabupaten Pegunungan Bintang tercermin
pada angka IPM tahun 2010 yang mencapai angka 49,85. Pencapaian angka IPM
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 59
tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2009 yaitu sebesar
48,54.
Gambar 3.26Perkembangan IPM Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2004-2010
Sumber: BAPPEDA & BPS Kab.Pegunungan Bintang, 2011
Menurut konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan
Bangsa–Bangsa (PBB), dengan capaian IPM sebesar 49,85 maka Kabupaten
Pegunungan Bintang masih termasuk dalam kategori kinerja pembangunan manusia
Rendah karena angka capaian IPM di bawah 50,00.
Gambar 3.27Perkembangan Komponen IPM Kabupaten Pegunungan Bintang
Tahun 2009-2010
Sumber: BAPPEDA & BPS Kab.Pegunungan Bintang, 2011
C. Kemiskinan Dan Ketimpangan PendapatanPDRB perkapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan oleh
masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Sedangkan PDRN
perkapita merupakan gambaran pendapatan yang diterima oleh masing-masing
penduduk sebagai keikutsertaan dalam proses produksi. Kedua indikator tersebut
biasanya digunakan untuk mengukur tingkat pengukuran kemakmuran penduduk
suatu daerah. Dengan meningkatnya perekonomian Pegunungan Bintang dan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 60
melambatnya pertumbuhan penduduk, secara nominal terjadi peningkatan dalam
pendistribusian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) maupun Pendapatan
Regional PerKapita.
Gambar 3.28PDRB Perkapita Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2006-2010
(dalam rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011
PDRB Perkapita diperoleh dari hasil penghitungan PDRB dibagi dengan jumlah
penduduk pertengahan tahun. Besaran ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk
pertengahan tahun dalam arti bahwa semakin tinggi jumlah penduduk akan semakin
kecil besaran PDRB perkapita wilayah tersebut. Semakin tinggi PDRB perkapita
suatu wilayah semakin balk tingkat perekonomian wilayahnya, walaupun ukuran ini
tidak dapat memperlihatkan kesenjangan pendapatan antar penduduk. Meskipun
masih terdapat keterbatasan, indikator ini cukup memadai untuk mengetahui tingkat
perekonomian suatu wilayah dalam lingkup makro, paling tidak sebagai acuan
memantau kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan produk domestik barang
dan jasa wilayah tersebut. PDRB sebagai salah satu indikator makro ekonomi di
Kabupaten Pegunungan Bintang menunjukkan peningkatan dalam kurun waktu 5
tahun terakhir. Selanjutnya besaran PDRB tersebut perlu diberi penimbang yaitu
jumlah penduduk, karena penduduk merupakan pelaku pembangunan yang
menghasilkan output (PDRB).
Selama 5 tahun terakhir PDRB perkapita juga mengalami kenaikan yang cukup
signifikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, nilai PDRB perkapita Kabupaten
Pegunungan Bintang mencapai 9.89 juta atau meningkat sebesar 28.17 persen dari
tahun sebelumnya dan jika dibandingkan dengan empat tahun sebelumnya yaitu
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 61
tahun 2006, nilai PDRB perkapita tahun 2010 tersebut telah meningkat 257.59
persen.
Selanjutnya, pendapatan perkapita penduduk yang mencerminkan pendapatan
yang diterima masing-masing penduduk akibat keikutsertaannya dalam proses
ekonomi tahun 2010 sebesar Rp8.628.782 rupiah atau mengalami kenaikan sebesar
28.17 persen dibandingkan tahun 2009 yang sebesar Rp6.732.249.
Gambar 3.29Pendapatan Perkapita Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2006-2010
(dalam rupiah)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kab.Pegunungan Bintang, 2011
3.6. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN KEPULAUAN YAPENA. Pembangunan Ekonomi Daerah
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Yapen kurun waktu 2007–2011
berfluktuasi dan cenderung menurun pada tahun terakhir. Rata-rata pertumbuhan
ekonomi kurun waktu tersebut sebesar 5,84 persen. Sektor ekonomi ekonomi
dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi adalah sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan sebesar 19,60 persen, diikuti sektor pengangkutan
dan komunikasi sebesar 8,88 persen. Pada posisi ketiga ditempati oleh sektor listrik
dan air bersih dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,85 persen. Sektor dengan
pertumbuhan ekonomi paling rendah selama tahun 5 tahun tersebut adalah sektor
pertambangan dan penggalian sebesar 2,34 persen.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 62
Gambar 3.30Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2007–2011
(dalam persen)
Pada Tahun 2011, Kabupaten Kepulauan Yapen terdiri dari 14 distrik dengan
106 kampung dan 5 kelurahan. Dari 14 distrik tersebut terdapat 2 distrik baru yaitu
distrik Pulau Kurudu yang merupakan pemekaran dari distrik Raimbawi dan distrik
Pulau Yerui yang merupakan pemekaran dari distrik Wonawa. Hal ini terjadi
dikarenakan suatu kondisi yang mana jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan
Yapen berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2011 adalah 87.574 jiwa. Dengan luas
wilayah 3.131 km2, berarti kepadatan penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen adalah
28 jiwa/km2. Distrik dengan penduduk terbanyak adalah Distrik Yapen Selatan yaitu
sebanyak 41.861 jiwa atau 50,5 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan
Yapen. Sedangkan Distrik Pulau Yerui merupakan distrik dengan jumlah penduduk
terkecil yaitu 339 jiwa atau hanya 0,4 persen dari jumlah penduduk Kabupaten
Kepulauan Yapen.
Kabupaten Kepulauan Yapen pada tahun 2011 memiliki produksi padi sebesar
43,5 ton. Distrik yang menghasilkan padi tersebut adalah distrik Kosiwo. Produksi
tanaman pangan terbesar adalah ubi kayu yaitu sebesar 3.416,96 ton, produksi
terbesar kedua adalah ubi jalar yaitu sebesar 2.163,77 ton, dan terbesar ketiga
adalah komoditi jagung sebesar 518,33 ton.
Pada tahun 2011, luas panentanaman sayuran di Kabupaten Kepulauan Yapen
sebesar 315,90 ha. Luas panen terbesar adalah luas panen cabe yaitu 108,4 ha (34
persen), sehingga cabe juga merupakan produksi sayuran terbanyak yaitu 219,5 ton.
Produksi sayuran terbesar kedua dan ketiga adalah kacang panjang dan bayam
yaitu 212,24 ton dan 178,2 ton. Komoditi buah-buahan yang banyak dihasilkan di
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 63
Kabupaten Kepulauan Yapen yaitu durian, pisang dan nangka dengan nilai produksi
masing-masing yaitu 790,20 ton, 501,20 ton dan 366,3 ton.
Pertumbuhan riil PDRB di kabupaten Kepulauan Yapen tumbuh sebesar 7,89
persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 5,12
persen.
B. Kualitas Pembangunan ManusiaIPM memberikan suatu potret akan pembangunan manusia yang dimulai dari
sisi kondisi fisik maupun non fisik dari pembangunan manusia itu sendiri dengan
indek komposit yang ada. Kondisi Pembangunan manusia yang ada di Kabupaten
Kepulauan Yapen masih berada pada kondisi yang dapat dikatakan belum mencapai
hasil yang maksimal meski dalam beberapa tahun terakhir angka yang dihasilkan
dari IPM di Kabupaten Kepulauan Yapen menduduki urutan keempat di Provinsi
Papua namun tidak menjadi tolak ukur apabila disesuaikan dengan kondisi di
lapangan karena masyarakat maupun pemerintah merasakan belum tercapainya
hasil yang diharapkan dapat mengatasi masalah di bidang penddikan, kesehatan
dan daya beli masyarakat yang selama ini menjadi tolak ukur yang menentukan
besarnya angka IPM yang menunjukkan meningkatnya kualitas dari pembangunan
manusia itu sendiri. Berikut IPM Kabupaten Kepulauan Yapen tahun 2004 sampai
2011.
Tabel 3.17Indikator Pembangunan Manusia Kabupaten Kepulauan Yapen
Tahun 2004-2011Tahun Angka
Harapan Hidup(Tahun)
AngkaMelek
Huruf (%)
Rata-rataLama Sekolah
(tahun)
Pengeluaran perkapita disesuaikan
(Ribu Rupiah)
IPM
2004 64,70 85,60 6,30 611,30 65,10
2005 65,70 86,00 6,40 620,20 66,40
2006 66,00 86,60 6,50 621,74 67,00
2007 66,57 88,12 6,50 627,00 68,06
2008 67,01 88,12 6,50 631,91 68,68
2009 67,52 88,28 6,53 632,24 69,13
2010 68,04 88,82 6,58 634,83 69,69
2011 68,55 89,11 6,63 636,30 70,19Sumber: BPS Provinsi Papua
Berbagai upaya telah dilakukan baik dengan menggunakan dana APBD dari
kabupaten maupun provinsi sampai dengan alokasi dana APBN untuk mengatasi hal
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 64
tersebut namun tetap masih terasa belum mencapai sasaran yang ada. Hal ini juga
harus dimaklumi karena begitu luas jangkauan pemerintah atau pulau-pulau yang
merupakan bagian dari kabupaten Kepulauan Yapen sehingga menjadi sulit
manakala mengukur dengan menjumlahkan secara keseluruhan karena akan
menurunkan angka IPM untuk kabupaten Kepulaun Yapen.
Menurut UNDP (1995), paradigma pembangunan manusia ada empat
komponen utama yaitu Produktivitas, Ekuitas, Kesinambungan dan Pemberdayaan.
IPM merupakan salah satu indikator penting yang digunakan dalam perencanaan
kebijakan dan evaluasi pembangunan. IPM itu sendiri mencakup 3 hal penting yaitu
usia hidup, pengetahuan, dan hidup layak. Untuk angka harapan hidup di kabupaten
Kepulauan Yapen mengalami peningkatan dari tahun 2004 yang bernilai 64,70
menjadi 68,55 pada tahun 2010 (BPS, 2012). Kemudian dari sumber yang sama,
untuk pembangunan pendidikan di Kabupaten Kepulauan Yapen mengalami
peningkatan yang relatif cukup baik dimana angka persentase penduduk yang melek
huruf semakin meningkat, dimana pada tahun 2004 sebesar 85,60 meningkat
menjadi 89,11 pada tahun 2011. Namun untuk rata-rata lama sekolah mengalami
peningkatan yang tidak terlalu signifikan seperti melek huruf di atas yaitu pada tahun
2004 sebesar 6,30 menjadi 6,63 pada tahun 2011. Kemudian kemampuan atau daya
beli masyarakat juga mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu
sebesar Rp636.300,- atau dapat dihitung naik 1,47 poin dari tahun sebelumnya.
Untuk peningkatan IPM sendiri telah naik 0,5 sampai dengan 1 untuk tujuh tahun
terakhir.
C. Kemiskinan Dan Ketimpangan PendapatanPada tahun 2011, jumlah rumah tangga tercatat 17.412 rumah tangga (Ruta).
Rata-rata anggota rumah tangga adalah 5 jiwa dalam satu rumah tangga. Rasio jenis
kelamin di Kabupaten Kepulauan Yapen adalah 106,2. Hal ini berarti jumlah
penduduk laki-laki lebih banyak 6,2 persen dibanding jumlah penduduk perempuan.
Berikut terlihat jelas pada gambar di bawah ini.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 65
Gambar 3.31Penduduk Kabupaten Kepulauan Yapen menurut Jenis Kelamin dan Distrik
Berdasarkan Sakernas 2010, jumlah penduduk berumur 15 tahun keatas yang
bekerja sebanyak 39.924 orang, yang terdiri dari 23.503 laki-laki dan 16.421
perempuan. Sebagian besar penduduk yang bekerja berada pada usia 25-54 tahun
yaitu sebesar 28.033 orang. Penduduk di Kabupaten Kepulauan Yapen sebagian
besar bekerja di bidang pertanian yaitu sebesar 58 persen dari jumlah penduduk
yang bekerja. Sebagian besar penduduk yang bekerja tersebut bekerja selama lebih
dari tiga puluh lima jam selama seminggu.
Capaian kesejahteraan masyarakat suatu wilayah sangat tergantung pada
potensi sumber daya yang dimiliki dan bagaimana potensi yang ada dapat dikelola
dan dimanfaatkan dengan baik. Salah satu indikator yang dipakai untuk melihat atau
menggambarkan tingkat perekonomian masyarakat adalah laju pertumbuhan
angkatan kerja yang terserap di lapangan pekerjaan. Tingginya angkatan kerja di
suatu daerah akan menggerakan perekonomian di daerah tersebut.
TPAK merupakan salah satu indikator yang menggambarkan seberapa banyak
angkatan kerja yang aktif secara ekonomi, pendapatan rumah tangga dalam hal ini
juga perlu diberi perhatian lebih karena dampaknya yang sangat luas terhadap taraf
kesejahteraan terhadap kemiskinan. Dengan demikian masalah ketenagakerjaan
secara langsung berkaitan dengan masalah kemiskinan.
Berikut dapat dilihat jumlah penganggur di Kabupaten Kepulauan Yapen dari
tahun 2007 sampai 2011.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 66
Gambar 3.32Jumlah Penganggur di Kabupaten Kepulauan Yapen
Tahun 2007-2011
D. Infrastruktur DaerahPada tahun 2011 panjang jalan di Kabupaten Kepulauan Yapen yang dibangun
oleh pemerintah adalah 505.857 km, terdiri dari 51.107 km jalan nasional, 141.500
km jalan provinsi dan 313.250 km jalan kabupaten. Panjang jalan yang diaspal
adalah 247.625 km atau 49 persen dari keseluruhan jalan. Menurut kondisi jalan, 40
persen jalan di Kabupaten Kepulauan Yapen berada pada kondisi sedang, 27 persen
jalan dalam kondisi rusak, 11 persen jalan pada kondisi rusak berat dan hanya 22
persen jalan yang berada dalam kondisi baik.
Gambar 3.33Panjang Jalan Menurut Pemerintahan yang Berwenang
di Kabupaten Kepulauan Yapen, Tahun 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 67
Tabel 3.18Panjang Jalan Menurut Pemerintahan yang Berwenangdi Kabupaten Kepulauan Yapen, 2007-2011 (dalam km)
3.7. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN KEEROMA. Pembangunan Ekonomi Daerah
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Keerom mengalami
peningkatan dalam kurun waktu 2006–2011. PDRB Keerom atas dasar harga
berlaku tahun 2006 bernilai Rp415,973 milyar dan meningkat hingga mencapai
Rp964,386 milyar pada tahun 2011 atau dengan pertumbuhan rata-rata sebesar
18,34 persen. PDRB atas dasar harga konstan juga mengalami hal yang sama, pada
tahun 2006 tercatat sebesar Rp230,273 milyar dan mencapai Rp387,111 milyar pada
tahun 2011 dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 10,95 persen.
Tabel 3.19PDRB Kabupaten Keerom Tahun 2006–2011 (juta rupiah)
TahunPDRB ADHB PDRB ADHK
Nilai persen Nilai persen
2006 415,973.33 230,273.60
2007 497,529.48 19.61 257,775.68 11.94
2008 581,498.53 16.88 287,105.50 11.38
2009 705,340.22 21.30 320,912.67 11.78
2010 839,966.74 19.09 352,132.35 9.73
2011 964,386.47 14,81 387,111.09 9,93
Sumber: PDRB Kabupaten Keerom, 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 68
Sektor pertanian memberikan kontribusi tertinggi dalam pembentukan nilai
PDRB Kabupaten Keerom dalam kurun waktu 2006–2011. Sektor pertanian
memberikan kontribusi rata-rata sebesar 30,71 persen. Di urutan kedua terdapat
sektor bangunan yang menyumbang rata-rata sebesar 27,02 persen. Di posisi ketiga
diikuti oleh sektor jasa-jasa dengan kontribusi rata-rata sebesar 16,02 persen.
Tabel 3.20Struktur Perekonomian Kabupaten Keerom Tahun 2007–2011
(dalam persen)Sektor Ekonomi (Lapangan Usaha) 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-
RataPertanian 33.81 32.41 30.36 28.93 28.06 30.71Pertambangan dan Penggalian 1.25 1.34 1.36 1.46 1.42 1.37Industri Pengolahan 9.54 9.01 8.85 8.94 9.01 9.07Listrik dan Air Bersih 0.13 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12Bangunan 24.07 26.67 27.62 28.69 28.05 27.02Perdagangan, Hotel, dan Restoran 9.09 9.04 9.33 9.67 10.16 9.46Pengangkutan dan Komunikasi 3.38 3.43 3.43 3.42 3.36 3.41Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 2.79 2.83 2.97 2.64 2.89 2.82Jasa-Jasa 15.94 15.16 15.96 16.12 16.94 16.02Sumber: PDRB Kabupaten Keerom, 2011
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Keerom selama kurun waktu lima tahun
terakhir berfluktuasi ringan dengan kecenderungan menurun. Setiap tahun
pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 10,95 persen, namun di tahun 2010-2011
pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 9,73 dan 9,93 persen. Sektor bangunan
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan kontribusi sebesar 36,99 persen
Gambar 3.34Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Keerom Tahun 2007–2011
(dalam persen)I.
II.
Sumber: PDRB Kabupaten Keerom, 2011
11.94 11.3811.789.739.93
02468
101214
2007 2008 2009 2010 2011
Pert
umbu
han
(%)
Tahun16.61%
1.79%7.71%
0.11%
36.99%12.02%
3.36%3.06%
18.34%
PERTANIAN
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK & AIR BERSIH
BANGUNAN
PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN
JASA-JASA
Kontribusi Sektor Terhadap Pertumbuhan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 69
Laju pertumbuhan rata-rata untuk sektor ekonomi Kabupaten Keerom sangat
variatif. Sektor bangunan mengalami pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 15,15
persen, disusul sektor pertambangan dan penggalian sebesar 14,44 persen, sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 13,84 persen. Sektor dengan pertumbuhan
paling lambat dalam kurun waktu pengamatan adalah sektor pertanian sebesar 5,66
persen.
Gambar 3.35Pertumbuhan Rata-Rata Sektor Ekonomi di Kabupaten Keerom
Tahun 2007–2011 (dalam persen)
Sumber: PDRB Kabupaten Keerom, 2011
Berdasarkan analisis Location Quetiont (LQ) terdapat lima sektor unggulan.
Sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan
dan sektor bangunan merupakan sektor unggulan berdasarkan analisis LQ atas lima
tahun data (tahun 2007-2011). Jika sektor pertanian dipilah menurut sub sektor,
terungkap informasi bahwa sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan
dan hasilnya serta sub sektor kehutanan merupakan tiga sub sektor yang unggul
dalam bidang pertanian. Sub sektor tanaman bahan makanan yang secara visual
mendukung ketersediaan kebutuhan konsumsi penduduk Kabupaten Keerom dan
Kota Jayapura, namun dalam analisis LQ sub sektor ini ternyata bukan merupakan
sektor basis. Sub sektor perikanan belum menunjukkan keunggulannya dalam
perekonomian Keerom.
5.66
14.449.15
9.86
15.1513.84
10.53
11.9812.49
Pertanian
Pertambangan danPenggalianIndustri Pengolahan
Listrik dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel &RestoranPengangkutan danKomunikasi
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 70
Tabel 3.21Sektor–Sektor Basis di Kabupaten Keerom
Sektor Ekonomi (Lapangan Usaha) 2007 2008 2009 2010 2011
PERTANIAN 0.974 0.994 1.004 1.022 1.045
Tanaman Bahan Makanan 0.763 0.767 0.755 0.757 0.751
Tanaman Perkebunan 6.571 6.546 6.611 6.695 6.690
Peternakan dan Hasilnya 1.181 1.143 1.149 1.140 1.131
Kehutanan 1.557 1.650 1.691 1.713 1.851
Perikanan 0.011 0.016 0.012 0.013 0.013
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 1.095 1.067 1.106 1.162 1.085
INDUSTRI PENGOLAHAN 1.881 1.946 2.024 2.096 2.143
LISTRIK DAN AIR BERSIH 0.268 0.284 0.298 0.305 0.323
BANGUNAN 1.861 1.926 1.951 1.840 1.688
PERDAGANGAN, HOTEL, DAN RESTORAN 0.696 0.697 0.724 0.755 0.790
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 0.272 0.268 0.263 0.257 0.252
KEUANGAN, PERSEWAAN, &JASA PERUSAHAAN 0.595 0.575 0.470 0.436 0.481
JASA-JASA 1.031 0.917 0.919 0.896 0.919Sumber: PDRB Kabupaten Keerom 2011 (data diolah)
B. Kualitas Pembangunan ManusiaIPM Kabupaten Keerom dalam kurun waktu 2007–2010 lebih baik dibanding
Provinsi Papua. Secara rata-rata IPM Keerom sebesar 68,68 sedangkan IPM
Provinsi Papua sebesar 64,33. Ada tiga komponen IPM yang lebih tinggi di
Kabupaten Keerom dibanding dengan Provinsi Papua, yaitu rata-rata lama sekolah,
angka melek huruf, dan pengeluran riil. Satu-satunya komponen IPM Keerom yang
lebih rendah dibanding Provinsi Papua adalah angka harapan hidup. Pada tahun
2007 capaian IPM Keerom sebesar 68 sedangkan Papua 63,41. Pada tahun 2010
IPM Keerom mencapai angka 69,26 sedangkan Papua mengalami kenaikan hingga
mencapai 64,94.
Gambar 3.36Perkembangan IPM Kabupaten Keerom dan Provinsi Papua
Tahun 2007–2010
Sumber: IPM dan ASPM Kabupaten Keerom, 2011
6061626364656667686970
20072008
20092010
68 68.55 68.89 69.26
63.41 64.44 64.53 64.94
Keerom Papua
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 71
42,5
82
44,4
02
46,2
82
48,5
36
49,1
33
11,0
00
11,5
00
11,5
00
11,7
00
11,4
00
27.07 27.2925.57
24.1221.98
0
5
10
15
20
25
30
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah Penduduk Penduduk Miskin Prosentase
Rata-rata lama sekolah Keerom di tahun 2007 sebesar 7,30 sedangkan Papua
hanya mencapai 6,52 pada tahun 2010 Keerom mencapai angka 7,36 sedangkan
Papua mengalami peningkatan dengan angka 6,66. Angka melek huruf Keerom di
tahun 2007 sebesar 91,10 sedangkan Papua sebesar 75,41, hingga tahun 2010
Keerom mencapai angka 92,15 dan Papua sampai pada angka 67,10.
Tabel 3.22Perkembangan Komponen IPM Kabupaten Keerom Tahun 2007–2010
TahunRata-Rata LamaSekolah (Tahun)
Angka MelekHuruf (persen)
Angka HarapanHidup (Tahun)
Pengeluaran Rill(Rp)
Keerom Papua Keerom Papua Keerom Papua Keerom Papua2007 7.30 6.52 91.10 75.41 66.70 67.90 609.40 593,4202008 7.30 6.52 91.10 75.41 66.80 68.10 615.84 599,6502009 7.32 6.57 91.12 75.58 66.93 68.35 618.70 603,8802010 7.36 6.66 92.15 6.66 67.10 68.60 618.86 606,360
Sumber: IPM dan ASPM Keerom, 2011
Merujuk pada kondisi di atas maka pemerintah daerah Keerom maupun Papua
perlu melakukan peningkatan kinerja pelayanan dalam pengelolaan dana otsus
khusus pada bidang atau sektor prioritas seperti kesehatan dan pendidikan untuk
meningkatkan kulitas hidup masyarakat.
C. Kemiskinan dan Ketimpangan PendapatanPenduduk miskin di Kabupaten Keerom kurun waktu 2007–2011 mengalami
peningkatan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Misalnya pada tahun
2007 penduduk Keerom sebanyak 42.582 jiwa penduduk miskin berjumlah 11.000
atau 27.07 persen dari jumlah penduduk. Pada tahun 2009 jumlah penduduk Keerom
sebanyak 46.262 jiwa, penduduk miskinnya berjumlah 11.500 atau 25,57 persen
dari jumlah penduduk.
Gambar 3.37Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Keerom Tahun 2007–2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 72
Pada tahun 2008, gini ratio Kabupaten Keerom sebesar 0,32, besaran angka
gini ratio ini menerangkan bahwa ketimpangan pendapatan antara miskin dan kaya
berada dalam kategori sedang. Pada tahun ini pula diketahui bahwa terdapat 19,17
persen berpendapatan rendah, 39,07 berpendapatan sedang dan 41,76 berpen-
dapatan tinggi.
D. Infrastruktur DaerahPanjang jembatan dan jalan di Kabupaten Keerom mengalami peningkatan
yang cukup pesat. Pada tahun 2007 panjang jembatan mengalami peningkatan yang
cukup pesat yaitu sebesar 369 meter atau sebesar 305,49 persen dan di beberapa
tahun berikutnya juga mengalami peningkatan, tapi tidak terlalu signifikan. Selain itu,
pada tahun 2006 total panjang jalan 1002,36 km hingga tahun 2010 mencapai
1225,31 km. Berdasarkan statusnya, terdiri dari jalan kabupaten, provinsi dan
nasional, pada tahun 2010 proporsi terbesar merupakan jalan kabupaten sebesar 70
persen, 27 persen merupakan jalan nasional dan 3 persen jalan provinsi.
Gambar 3.38Panjang Jembatan dan Jalan Menurut Status di Kabupaten Keerom
Tahun 2006–2010
Sumber: Keerom Dalam Angka 2007-2011 (data diolah)
Kualitas jalan yang dibuat oleh pemerintah cukup bagus. Kondisi jalan di
Kabupaten Keerom sebagian besar dalam kondisi baik yaitu sebesar 48 persen,
19,76 persen dalam kondisi sedang, 18,41 persen rusak dan 13,83 persen dalam
kondisi rusak berat.
287.30 287.30 304.40 325.30 325.3012.70 12.70 28.42 32.70 32.70
702.36 750.06 773.06 814.31 867.31
1002.36 1050.06 1105.88 1172.31 1225.31
0
300
600
900
1200
1500
2006 2007 2008 2009 2010
Negara Provinsi Kabupaten Total
91.0
0
369.
00
386.
12
425.
12
413.
12
305.49
4.64 10.10 -2.82
-50.00
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
0.0050.00
100.00150.00200.00250.00300.00350.00400.00450.00
2006 2007 2008 2009 2010
Pert
umbu
han
(%)
Panj
ang
Jem
bata
n (M
)
Panjang Jembatan Pertumbuhan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 73
Gambar 3.39Persentase Panjang Jalan Menurut Kondisi di Kabupaten Keerom
Tahun 2007–2010
Sumber: DDA Kabupaten Keerom 2007-2011
3.8. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN SARMIA. Pembangunan Ekonomi Daerah
Perekonomian Kabupaten Sarmi terus mengalami peningkatan hingga tahun
2011. Hal ini ditunjukkan dengan total nilai tambah yang dihasilkan dari aktivitas
perekonomian pada wilayah ini yang terus menerus meningkat sejak tahun 2007
hingga tahun 2011. Total nilai tambah yang terangkum dalam Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sarmi atas dasar harga berlaku pada tahun
2011 mencapai 853,38 miliar rupiah. PDRB Kabupaten Sarmi atas dasar harga
berlaku tahun 2011 meningkat 134,14 miliar rupiah atau 18,65 persen dari
tahun 2010 yang bernilai 719,24 miliar rupiah. Jika dibandingkan dengan tahun
2007, PDRB Kabupaten Sarmi atas dasar harga berlaku tahun 2011 mengalami
peningkatan 448,43 miliar rupiah atau 110,74 persen.
Gambar 3.40Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sarmi Berdasarkan
Harga Konstan dan Harga Berlaku Tahun 2007-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
184,486.40202,721.32 221,414.05 244,213.25 266,149.89
404,953.25502,672.94
601,534.95717,294.51
853,376.18
-
200,000.00
400,000.00
600,000.00
800,000.00
1,000,000.00
2007 2008 2009 210 2011
19.0832.40 26.45
48.00 48.0021.7719.66 26.39
19.76 19.7631.2226.91 28.79
18.41 18.4127.93 18.37 13.83 13.83
0
20
40
60
80
100
2006 2007 2008 2009 2010
Baik Sedang Rusak Rusak Berat
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 74
Struktur Ekonomi kabupaten Sarmi sejak tahun 2007 hingga tahun 2011,
sektor pertanian merupakan kontributor terbesar terhadap pembentukan nilai PDRB
Kabupaten Sarmi. Walaupun demikian, peranan sektor pertanian terhadap
pembentukan nilai PDRB Kabupaten Sarmi dalam lima tahun terakhir ini terus
mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2007, sektor pertanian
memberikan kontribusi sebesar 56,63 persen terhadap PDRB Kabupaten Sarmi,
sedangkan pada tahun 2011, kontribusi sektor pertanian menurun menjadi 45,57
persen terhadap pembentukan nilai PDRB Kabupaten Sarmi.
Penurunan kontribusi (peranan) sektor pertanian dipengaruhi oleh peningkatan
nilai tambah yang terjadi pada sektor-sektor lainnya secara khusus sektor bangunan.
Fenomena yang sama juga terjadi di kabupaten-kabupaten pemekaran baru lainnya
dimana hingga saat ini banyak melakukan kegiatan konstruksi fisik berupa
perkantoran, perumahan, jalan dan lain sebagainya yang diperlukan dalam
mendukung percepatan proses pembangunan daerah tersebut. Demikian halnya
dengan Kabupaten Sarmi dimana sektor bangunan mengalami peningkatan peranan
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 sektor bangunana memiliki kontribusi 12,96
persen, kemudian meningkat pada tahun 2011 menjadi 24,37 persen. Kondisi ini
membuat sektor bangunan sejak tahun 2007 menjadi kontributor tertinggi kedua
setelah sektor pertanian. Kontributor tertinggi ketiga adalah sektor jasa-jasa yang
juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun khususnya sejak tahun 2007
hingga tahun 2011.Pada tahun 2007, sektor ini berkontribusi 5,36 persen dan
terus meningkat menjadi 10,92 persen pada tahun 2011.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 75
Gambar 3.41Struktur Perekonomian Kabupaten Sarmi Berdasarkan Harga Berlaku
Tahun 2007–2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Untuk sektor lainnya memiliki pertumbuhan ekonomi kurang dari 10 persen.
Sekor yang memiliki pertumbuhan ekonomi terendah pada tahun 2011 yaitu sektor
pertanian dengan pertumbuhan hanya 2,94 persen.
Gambar 3.42Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
B. Kualitas Pembangunan ManusiaIndeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks pembangunan manusia merupakan indikator yang menunjukan kualitas
hidup manusia dalam suatu wilayah berdasarkan penghitungan dari komponen-
komponen penyusun IPM yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata
lama sekolah dan pengeluaran rill masyarakat. Berdasarkan data survei, IPM
Kabupaten Sarmi cenderung meningkat setiap tahunnya. Capaian IPM Kabupaten
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2007 2008 2009 2010 2011
56.63 51.84 48.47 45.68 42.57
1.25 1.611.58 1.61
1.53
2.812.58
2.29 2.131.92
0.200.20
0.200.21 0.18
12.96 17.00 19.54 22.00 24.37
7.45 6.99 6.79 6.67 6.54
9.40 9.63 9.45 9.32 9.09
3.94 2.97 2.78 1.82 2.89
5.36 7.18 8.89 10.56 10.92 Jasa-Jasa
Keuangan, Persewaan, & JasaPerusahaan
Pengangkutan & Komunikasih
Perdagangan, Hotel & Restoran
Konstruksi/ Bangunan
Listrik dan Air Bersih
5.59
9.88 9.2210.3
8.98
0
2
4
6
8
10
12
2007 2008 2009 2010 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 76
Sarmi pada tahun 2011 adalah sebesar 67,15 lebih tinggi dari capaian angka IPM
provinsi Papua sebesar 65,36, bisa dikatakan terjadi peningkatan kinerja
pembangunan manusia di Kabupaten Sarmi.
Gambar 3.43Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Usia Harapan HidupAngka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan banyak tahun yang dapat
ditempuh oleh seseorang selama hidup (secara rata-rata). Angka Harapan Hidup
merupakan perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada
pola mortalitas menurut umur. Berdasarkan data survei, angka harapan hidup
penduduk di Kabupaten Sarmi terus mengalami peningkatan dan memberikan
indikasi semakin tinggi kualitas. Pada tahun 2007 AHH Kabupaten Sarmi sebesar
66,13, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 66,46, namun
angka ini jika ditelusuri masih rendah dari AHH Provinsi Papua pada tahun 2011
sebesar 68,85. Jika AHH Kabupaten Sarmi dan Provinsi Papua disandingkan
dengan AHH ideal, maka belum mencapai angka ideal yaitu 75 tahun. AHH dapat
memberika gambaran kualitas pembangunan manusia karena, Semakin tinggi
Angka Harapan Hidup, memberikan indikasi semakin tinggi kualitas fisik penduduk
suatu daerah.
65.966.35 66.65 66.84 67.15
63.4164.00
64.5364.94
65.36
6162636465666768
2007 2008 2009 2010 2011
Sarmi Papua
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 77
Gambar 3.44Angka Harapan Hidup Penduduk Kabupaten Sarmi Tahun 2007–2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Angka Melek HurufAngka Melek Huruf (AMH) menunjukkan persentase penduduk usia 15 tahun ke
atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Berdasarkan
data sensus menunjukan bahwa angka melek huruf Kabupaten Merauke terus mengalami
kenaikan setiap tahunnya hingga mencapai 87,67 persen ditahun 2011. Namun angka ini
masih dibawah dari angka ideal yaitu 100 persen, tetapi masih lebih tinggi dari Provinsi
Papua yaitu 75,81. Kemampuan membaca dan menulis merupakan hal yang sangat
penting bagi penduduk karena dipandang sebagai kemampuan dasar minimal yang
harus dimiliki oleh setiap individu, agar paling tidak memiliki peluang untuk terlibat
dan berpartisipasi dalam pembangunan.
Gambar 3.45Angka Melek Huruf Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
66.13
66.17
66.26
66.35
66.46
67.90
68.10
68.35
68.60
68.85
75
75
75
75
75
60 62 64 66 68 70 72 74 76
2007
2008
2009
2010
2011
Ideal
Papua
Sarmi
87.1
87.1
87.11
87.55
87.67
75.41
75.41
75.58
66.6
75.81
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
0 20 40 60 80 100 120
2007
2008
2009
2010
2011
Ideal
Papua
Sarmi
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 78
Rata-Rata Lama SekolahRata-rata Lama Sekolah (RLS), menggambarkan lamanya penddidikan yang
ditempuh, dapat disetarakan dengan jenjang pendidikan. Berdasarkan data sensus,
rata-rata lama sekolah Kabupaten Sarmi Rata-rata lama sekolah digunakan untuk
mengidentifikasi jenjang kelulusan pendidikan penduduk suatu daerah dan bisa bisa
digunakan sebagai indikator SDM yang berkualitas.
Gambar 3.46Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Pengeluaran RillPengeluaran rill merupakan kemampuan penduduk untuk memenuhi
penghidupan layak yaitu sebesar Rp737.720. Data survei menunjukan, pengeluaran
rill penduduk di Kabupaten Sarmi dari tahun 2007 terus mengalami peningkatan
hingga mencapai Rp616.740 ditahun 2011. Capaian pengeluaran rill sebesar
Rp616.740 bisa dikatakan bahwa kemampuan penduduk Kabupaten Sarmi untuk
memenuhi penghidupan yang layak telah mencapai 83,60 persen dari target
pengeluaran riil ideal. Sedangkan, Provinsi Papua capaian pengeluaran riil sebesar
Rp609.180 atau 82,58 persen, sehingga bisa dikatakan kemampuan penduduk untuk
memenuhi penghidupan Kabupaten Sarmi lebih baik dari Provinsi Papua.
Gambar 3.47Pengeluaran Rill Penduduk Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi, 2012
6.4
6.4
6.42
6.44
6.45
6.52
6.52
6.57
6.66
6.69
6
6
6
6
6
5.6 5.8 6 6.2 6.4 6.6 6.8
2007
2008
2009
2010
2011
Ideal
Papua
Sarmi
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 79
C. Kemiskinan dan Ketimpangan PendapatanGaris kemiskinan sering diartikan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan
minimum makanan dan minuman yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori
perkapita perhari ditambah dengan kebutuhan minimum bukan makanan yang
mencakup perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Rata-rata pengeluaran
perkapita penduduk diperoleh dari data Susenas yang dilaksanakan setiap tahun.
Berdasarkan data Susenas tahun 2011, di Kabupaten Sarmi dengan garis
kemiskinan sebesar 258.002 rupiah/kapita/bulan.
Gambar 3.48Garis Kemiskinan (Poverty Line) Penduduk Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Penduduk miskin adalah Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Berdasarkan data susenas, penduduk
miskin.
Gambar 3.49Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
199,459237,225
258,002
189,428212,418 230,729
- 50,000
100,000 150,000 200,000 250,000 300,000
2008 2009 2010
Sarmi Papua
8,280
5,230
7,100
- 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000
2008
2009
2010
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 80
D. Infrastruktur DaerahJaringan Jalan
Panjang jalan Kabupaten Sarmi terus mengalami peningkatan dari tahun 2007
sampai tahun 2011. Pada tahun 2007 dan 2008 tidak ada peningkatan, tetapi pada
tahun 2009 mengalami peningkatan dari 335,85 km2 menjadi 495,85 km2. Pada
tahun 2010 kembali meningkat sebesar 593,45, tetapi tahun 2011 tidak ada
peningkatan.
Gambar 3.50Panjang Jalan Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
(dalam Km)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Komposisi jaringan jalan berdasarkan pengelolaannya terdiri dari jalan negara,
prvoinsi dan kabupaten. Data survei tercermin, pada tahun 2007 dan 2008 tidak
terjadi peningkatan jaringan jalan, tetapi pada tahun 2009 jaringan jalan provinsi dan
negara mengalami peningkatan. Selanjutnya pada tahun 2010 jaringan jalan negara,
provinsi dan kabupaten meningkat demikian juga tahun 2011.
Gambar 3.51Komposisi Jalan Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
(dalam Km)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
385.85
385.85
495.85
593.45
593.45
0 100 200 300 400 500 600 700
2007
2008
2009
2010
2011
17 17 17147.9 147.9
174 174214
213.6 213.6194.85 194.85237.85
231.95 231.95
0
100
200
300
400
500
600
700
2007 2008 2009 2010 2011
Kabupaten
Provinsi
Negara
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 81
Jenis permukaan di Kabupaten Sarmi tergolong dalam tiga kategori yaitu jalan
aspal, kerikil dan tanah. Dari tahun 2007 sampai 2011 jenis permukaan jalan aspal
terus meningkat, demikian juga dengan jalan kerikil, terus berkurang karena
meningkat ststusnya, tetapi jenis permukaan jalan tanah jumlahnya masih tetap
artinya belum ada peningkatan.
Gambar 3.52Jenis Permukaan Jalan Kabupaten Sarmi, Tahun 2007-2011
(dalam Km)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Kondisi jalan di Kabupaten Sarmi dari tahun 2007 sampai 2011 kondisinya
terus menerus meningkat. Jaringan jalan dengan kondisi baik misalnya, tahun 2007
jumlahnya 258 km, kemudian pada tahun 2011 meningkat sebesar 393,83. Demikian
juga jalan dengan kondisi sedang, tahun 2007 sebesar 129, selanjutnya meningkat di
tahun 2011 sebesar 315.
Gambar 3.53Kondisi Jalan Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
(dalam Km)
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
58.65
58.65
94
111.8
111.8
327.2
327.2
250.85
210.55
210.55
95.1
95.1
95.1
95.1
95.1
0 100 200 300 400 500 600
2007
2008
2009
2010
2011
Aspal
Karikil
Tanah
258 258 266.88
393.88 393.88129 129
229
299 315
64.5 64.5
97
217 225
0
200
400
600
800
1000
2007 2008 2009 2010 2011
Rusak
Sedang
Baik
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 82
Angkutan DaratJumlah angkutan penumpang dan barang yang beroperasi di Kabupaten Sarmi
dari tahun ke tahun terus menerus meningkat. Tahun 2007 misalnya, jumlah
angkutan darat berjumlah 254 kemudian tahun 2011 meningkat jumlahnya menjadi
543.
Gambar 3.54Jumlah Angkutan Darat Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Jenis angkutan darat yang beroperasi di Kabupaten Sarmi jika dikelompokkan
terdiri dari kendaraan roda dua dan roda empat. Kendaraan roda empat yang banyak
beroperasi adalah kendaraan Light Truck dikuti dengan Mini Bus dan Pickup.
Selanjutnya, kendaraan roda dua juga banyak beroperasi dan dari tahun ke tahun
terus meningkat.
Tabel 3.23Jumlah Angkutan Darat Di Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
No Jenis Kendaraan 2011 2010 2009 2008 20071 Sedan 2 2 2 2 22 Jeep 24 9 9 9 43 Minibus 170 145 85 85 584 Microbus 34 29 31 31 215 Bus 2 3 41 41 26 Pickup 121 101 59 59 487 Light Truck 165 165 147 147 1148 Truck 7 3 3 3 59 Pemadam Kebakaran 2 2 0 0 0
10 Ambulans 5 0 0 0 011 Mobil Jenazah 2 0 0 0 012 Traktor 9 0 0 0 013 Sepeda Motor 2749 2738 2250 2250 1463
Jumlah 3292 3197 2627 2627 1717
254377 377
459543
0
200
400
600
2007 2008 2009 2010 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 83
Angkutan UdaraPesawat yang datang dan berangkat melalui bandar udara Apawer Sarmi
cenderung menurun. Jumlah pesawat yang datang dan pergi lebih banyak terjadi
pada tahun 2008 dan 2009, selanjutnya mengalami penurunan yang signifikan pada
tahun 2010 dan 2011.
Gambar 3.55Jumlah Pesawat Datang dan Berangkat Di Bandar Udara Apawer
Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Demikian juga penumpang datang dan berangkat melalui bandara Apawer
Sarmi cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2009 jumlah penumpang yang
datang dan berangkat sangat tinggi, tetapi terjadi penurunan yang drastis dan tajam
di tahun 2010. Penurunan penumpang datang dan berangkat diakibatkan telah
dibangunya jembatan Nimboton yang menghubungkan pusat pemerintahan sarmi
dengan wilayah-wilayah sekitarnya.
441605
53 215
441
605
53
215
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2008 2009 2010 2011
Berangkat
Datang
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 84
Gambar 3.56Jumlah Penumpang Datang dan Berangkat di Bandar Udara Apawer
Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Banyaknya bagasi bongkar dan muat di Bandar Udara Apawer Kabupaten
Sarmi tahun 2008-2011 cendrung menurun. Tahun 2009 jumlah bagasi yang di
bongkar dan muat cukup tinggi, tetapi mengalami penurunan yang drastis dan tajam
pada tahun 2010. Penurunan ini tentunya dipengaruhi oleh kurangnya jumlah
penerbangan atau dapat dikatakan jumlah pesawat yang datang dan pergi dari
wilayah ini rendah.
Gambar 3.57Banyaknya Bagasi Bongkar Muat di Bandar Udara Apawer
Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
Kondisinya berbeda dengan bagasi, jumlah kargo yang bongkar dan muat di
Bandara Apawer mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kondisi ini menunjukan
bahwa masih banyak penduduk yang menggunakan jasa kargo.
3,661
124 928
4,745
641,162
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
2009 2010 2011
Berangkat
Datang
28,453
39,649
3,138 7,727
38,18031,078
3,249 8,914
- 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000
2008 2009 2010 2011
Muat
Bongkar
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 85
5.33
9.07 8.556.12
11.0612.59
10.798.38
02468
101214
2008 2009 2010 2011
Merauke Papua
51.17 49.00 47.30 45.15 42.82
1.28 1.49 1.53 1.62 1.719.88 10.61 11.46 10.81 11.48
37.66 38.89 39.71 42.42 43.98
010203040506070
2007 2008 2009 2010 2011
Pertanian Pertamb&PenggalianIndustri&Bangunan Jasa-jasa
Gambar 3.58Banyaknya Kargo Bongkar dan Muat Di Bandar Udara Apawer
Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Sarmi 2012
3.9. KONDISI SOSIAL EKONOMI KABUPATEN MERAUKEA. Pembangunan Ekonomi Daerah
Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Merauke cenderung melambat dan
berada dibawah rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua. Walaupun
sempat di tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Merauke meningkat pesat sebesar 9,07
persen dibandingkan tahun 2008, namun untuk tahun 2009-2011 laju pertum-
buhannya terus menerus lambat, dan menjadi 6,12 persen di tahun 2011.
Pertumbuhan ekonomi Merauke juga terlihat lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan ekonomi Papua, setiap tahunya terlihat deviasi sekitar 3,44 persen
lebih rendah.
Gambar 3.59Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Merauke dan Provinsi Papua, dan
Struktur Perekonomian Kabupaten Merauke Tahun 2007-2011
Kontribusi sektor pertanian cenderung menurun, sedangkan sektor jasa-jasa
terus meningkat, sehingga di tahun 2011 terjadi perubahan struktur ekonomi. Namun
perubahan struktur ini tidak berjalan normal karena berubah dari sektor pertanian ke
270
1206
1641
455
455264
0
500
1000
1500
2000
2500
2009 2010 2011
Bongkar Muat
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 86
2.11 2.15 2.24 2.32
3.47 3.53 3.463.29
1.791.55
2.20
3.37
1.05 1.13 1.19 1.23
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
2008 2009 2010 2011
Tanaman Bahan MakananTanaman PerkebunanPeternakan & hasilnyaKehutananPerikananPertambangan dan PenggalianIndustri PengolahanListrik, Gas, dan Air BersihBangunanPerdagangan, Hotel, dan RestoranPengangkutan dan TelekomunikasiKeuangan, Persewaan dan Js PershJasa-Jasa
sektor jasa-jasa. Secara rata-rata selama tahun 2007-2011 struktur perekonomian
masih didominasi oleh sektor pertanian yang dapat menyumbang secara
keseluruhan terhadap perekonomian wilayah rata-rata 47,09 persen per tahun.
Adapun sektor pertanian yang paling besar kontribusinya adalah sektor perikanan
(26,69 persen) dan sektor tanaman bahan makanan (11,77 persen).
Sektor perikanan, peternakan, pertambangan dan penggalian, serta listrik, gas
dan air bersih merupakan sektor-sektor basis yang menjadi unggulan Kabupaten
Merauke. Berdasarkan analisa LQ sektoral sepanjang tahun 2008-2011, terlihat
keempat sektor tersebut mempunyai angka LQ lebih besar dari satu dengan rata-rata
per tahun sekitar 1,15 sampai dengan 3,44, yang menandakan keempatnya
merupakan basis perekonomian, dan menjadi stimulus bagi perekonomian wilayah
Merauke.
Gambar 3.60Perkembangan Sektor Basis Di Kabupaten Merauke Tahun 2008-2011
Sumber: BPS Merauke, 2011 (diolah)
B. Kualitas Pembangunan ManusiaKualitas pembangunan manusia di Kabupaten Merauke tampak lebih baik bila
dibandingkan Provinsi Papua secara keseluruhan. Sebagaimana yang tercermin
pada perkembangan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) selama tahun 2007-2010
terlihat jelas angka IPM Kabupaten Merauke cenderung selalu lebih tinggi
dibandingkan IPM Provinsi Papua. Hingga tahun 2010 IPM Kabupaten Merauke
telah mencapai 65,31, sedangkan IPM Papua sebesar 64,94.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 87
Tabel 3.24Perkembangan IPM dan Komponen-Komponennya
Di Kabupaten Merauke dan Provinsi Papua Tahun 2007-2010Tahun
Rata-rata Lama Sekolah Angka Melek Huruf Angka Harapan Hidup Pengeluaran Riil IPMMerauke Papua Merauke Papua Merauke Papua Merauke Papua Merauke Papua
2007 7,30 6,52 87,80 75,41 62,60 67,90 592.700 593.420 64.03 63.412008 8,48 6,52 87,10 75,41 62,13 68,10 595.940 599.650 64.00 64.442009 8,63 6,57 87,37 75,58 62,25 68,35 597.200 603.880 64.77 64.532010 9,33 6,66 87,99 6,66 62,37 68,60 597.460 606.360 65.31 64.94
Sumber: BPS Kabupaten Merauke (2011)
Meskipun selalu kelihatan lebih tinggi dibandingkan Papua, akan tetapi gap IPM
antara Kabupaten Merauke dengan Provinsi Papua semakin lama semakin
berkurang setiap tahunnya. Selain itu kualitas pembangunan kesehatan serta
ekonomi masyarakat di Kabupaten Merauke ternyata masih lebih rendah
dibandingkan Provinsi Papua. Jika di tahun 2007 gap IPM dengan Papua adalah
sebesar 0,62 poin, maka di tahun 2010 telah berkurang menjadi 0,37 poin. Hal ini
mengindikasikan bahwa ada kabupaten lain di Provinsi Papua yang memiliki
perkembangan pembangunan manusianya lebih cepat dibandingkan kabupaten
Merauke. Disamping itu juga terindikasi bahwa Angka Harapan Hidup dan Rata-rata
Pengeluaran Riil di Kabupaten Merauke masih jauh lebih rendah dibandingkan rata-
rata Papua, yang mencerminkan kualitas pembangunan kesehatan dan ekonomi
rumah tangga di Kabupaten Merauke dibawah beberapa daerah lainnya di Papua.
C. Kemiskinan Dan Ketimpangan PendapatanPada peta kemiskinan Provinsi Papua, Merauke merupakan kabupaten yang
paling rendah memiliki jumlah penduduk miskin, bahkan tingkat kemiskinannya
terbilang rendah di Indonesia. Selama tahun 2008-2010 misalkan, jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Merauke rata-rata hanya 27.214 orang per tahun atau 3,63
persen dari total penduduk miskin di Provinsi Papua per tahun. Tingkat
kemiskinannya cenderung mengalami penurunan setiap tahun, dengan rata-rata
sekitar 15,22 persen per tahun. Akan tetapi secara absolut jumlah penduduk miskin
sebenarnya terlihat bertambah di tahun 2010 bila dibandingkan tahun 2009.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 88
26.6
8
26.5
1
28.4
6
733.
10
760.
35
761.
60
0
200
400
600
800
2008 2009 2010
Merauke Papua
jumlah penduduk miskin (ribu org)
15.69 15.44 14.54
37.08 37.53 36.80
0
10
20
30
40
50
2008 2009 2010Merauke Papua
tingkat kemiskinan (%)
Gambar 3.61Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan
Di Kabupaten Merauke dan Provinsi Papua Tahun 2008-2010
Sumber: BPS Kabupaten Merauke, 2007-2011 (data diolah)
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) di Kabupaten Merauke pada tahun 2010
adalah sebesar 3,79 sedangkan P2 (Indeks Keparahan Kemiskinan) Kabupaten
Merauke pada tahun yang sama adalah sebesar 1.49. Ini berarti bahwa, tingkat
kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin di Kabupaten Merauke
terhadap garis kemiskinan, ternyata cukup tinggi (hampir mendekati nilai 4).
Sementara gambaran tingkat intensitas atau keparahan kemiskinan penduduk di
Kabupaten Merauke, tercatat sebesar 1.49, ini berarti masih berada di bawah nilai
ambang batas DSI (Distributionally Sensitive Index). Dengan kata lain, kondisi
kemiskinan penduduk di Kabupaten Merauke secara makro belum begitu parah, bila
dibandingkan dengan Provinsi Papua yang diatas DSI=2 (P2=3,37) pada tahun 2010
atau 2,80 pada tahun 2011.
Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Merauke paling banyak menyebar di
Distrik Merauke. Berdasarkan Data Terpadu Program Perlindungan Sosial
(BDTP2S), jumlah rumah tangga miskin di Distrik Merauke sebesar 18,5 persen. dan
jumlah individu sebesar 19,6 persen. Kemudian menyusul Distrik Tanah Miring,
dengan tingkat kesejahteraan RT sebesar 10,9 persen dan individu sebesar 9,9
persen. Distrik lainnya yang juga tinggi kemiskinannya adalah Distrik Jagebob yang
memiliki tingkat kesejahteraan Rumah Tangga untuk ketiga Desil sebanyak 8,6
persen dan Distrik Kurik untuk kelompok individu sebesar 8,78 persen.
Pendapatan per kapita di Kabupaten Merauke melaju dengan cukup pesat,
namun hal itu tidak diimbangi dengan perbaikan distribusi pendapatan, sehingga
pembangunan yang dihasilkan dapat dikatakan kurang berkualitas. Selama tahun
2007-2011 rata-rata pertumbuhan pendapatan per kapita sekitar 5,39 persen per
tahun, dimana pada tahun 2011 tercatat sebesar Rp8,01 juta. Sedangkan angka Gini
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 89
0.320.31
0.34 0.350.33
0.30 0.30 0.30 0.31
0.390.35 0.32
0.37 0.37 0.41
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
2007 2008 2009 2010 2011KOTA DESA KOTA-DESA
gini ratio (% )
6.50 6.73 7.16 7.85 8.01
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
2007 2008 2009 2010 2011
pendapatan per kapita (Rp juta)
271.00 271.00 271.00 271.00 271.00
233.41 233.41 233.41 233.41 233.41
1031.09 1040.13 1073.91 1098.63 1103.74
1535.50 1544.54 1578.32 1603.04 1608.15
0
300
600
900
1200
1500
1800
2007 2008 2009 2010 2011
Negara Provinsi Kabupaten Total
(panjang jalan (km)17.67%
30.95%39.28%
12.10%
BaikSedangRusakRusak Berat
Total = 1573 km
Persentase Kondisi Jalan (rata-rata 2007-2011)
Ratio mengalami kenaikan dari 0,35 di tahun 2007 menjadi 0,41 di tahun 2011.
Meskipun kesenjangan distribusi pendapatan di Kabupaten Merauke masuk kategori
rendah dan sedang, namun angkanya cederung mengalami peningkatan. Kondisi ini
dipicu oleh perbedaan aktivitas perekonomian yang mencolok yang berdampak pada
kesenjangan distribusi pendapatan yang meningkat antara kota dan desa.
Gambar 3.62Pendapatan Per Kapita dan Gini Ratio Di Kabupaten Merauke Tahun 2007-2011
Sumber: BPS Merauke (2011)
D. Infrastruktur DaerahPembangunan infrastruktur jalan di Kabupaten Merauke mengalami pening-
katan yang lambat. Misalnya tahun 2007 panjang jalan adalah 1535,50 km, pada
tahun 2011 hanya meningkat menjadi 1608,15 km. Selama 2007-2011 pemerintah
sangat aktif melakukan pembangunan infrastruktur jalan, sedangkan pemerintah
pusat dan provinsi panjang jalannya belum bertambah atau meningkat. Kondisi jalan
di Kabupaten Merauke rata-rata 51,38 persen kondisinya rusak dan rusak berat.
Sedangkan yang tergolong baik dan rusak ringan (sedang) rata-rata 48,62 persen
per tahun.
Gambar 3.63Panjang Jalan Menurut Status Kewenangan dan Kondisi Jalan
di Kabupaten Merauke Tahun 2007-2011
Sumber: BPS Kabupaten Merauke, 2007-2011 (data diolah)
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 90
186.16Kimaan
125.82Kurik
115.47Noukenjerai
105.20Okaba
101.33Muting
99.40
91.80
81.45
71.1262.7260.0049.8532.841.40
550.57
KimaamKurikNoukenjeraiOkabaMutingMeraukeIlwayabElikobelJagebobTanah MiringAnimhaSemanggaSotaMalind
Pembangunan jalan yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten sebagian
besar terkonsentrasi pada beberapa distrik yang jauh terletak di pedalaman.
Berdasarkan data inventaris jalan yang dipublikasikan oleh Dinas PU (2011) tercatat
panjang ruas jalan pada daerah-daerah pedalaman tersebut adalah 186,16 km pada
Distrik Kimaan, 115,47 km pada Distrik Noukenjerai, 105,20 km pada Distrik Okaba,
dan 101,33 km pada Distrik Muting. Kemudian di salah satu daerah transmigrasi
yaitu Distirk Kurik sepanjang 125,82 km. Sisanya 550,57 km tersebar ke 9 distik
lainnya secara tidak merata.
Gambar 3.64Daftar Inventaris Jalan Kabupaten Merauke Tahun 2011
Sumber: APBD Kabupaten Merauke, 2007-2011 (data diolah)
Pelayanan transportasi berikutnya yang cukup besar mendorong perekonomian
wilayah selama ini adalah transportasi udara. Dengan didukung fasilitas Bandara
(Pelabuhan Udara) Mopah yang berkapasitas pesawat besar jenis Boeing 737 (seri
200, 300, 400 dan MD-90) dan pesawat ukuran sedang/kecil (ATR42, DHC-6,
CN235), terlihat frekwensi penerbangan yang datang/pergi ke/dari Merauke bisa
mencapai 2.532 unit pesawat per tahun, dengan jumlah penumpang 78.627 orang
per tahun, dan bongkar muat barang 454.198 ton per tahun. Maskapai yang
melayani penerbangan selama ini adalah Merpati yang merupakan partner
pemerintah dengan sistem KSO, dan Lion Air yang merupakan maskapai
penerbangan swasta. Beberapa bandara perintis juga tersedia di Kabupaten
Merauke yaitu Bandara Okaba dan Kimaam yang memiliki kapasitas pesawat jenis
DHC-6, yang dilayani oleh maskapai penerbangan Merpati.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 91
Infrastruktur perhubungan lainnya yang juga sangat vital dalam menunjang
pembangunan daerah Kabupaten Merauke adalah transportasi laut dan sungai.
Untuk melayani jalur pelayaran dari dan ke Merauke baik itu melalui pelayaran
samudera maupun perintis telah tersedia Pelabuhan Laut Merauke yang memiliki
kapasitas 158 m, Draft 6 m dan GT 7.341. Pemerintah Kabupaten Merauke juga
memiliki beberapa kapal laut yang melayani rute lokal yakni KM. Lady Mariana, KM.
Maroka Ehe, dan KM. Muli Anem. Selain itu juga memiliki Kapal Tangker. Rata-rata
per tahunnya jumlah penumpang turun naik di Pelabuhan Laut Merauke adalah
35.584 orang, dengan bongkar muat barang sekitar 312.973,80 ton/m3 per tahun.
3.10.KONDISI SOSIAL EKONOMI KOTA JAYAPURAA. Pembangunan Ekonomi Daerah
Struktur ekonomi Kota Jayapura sebagai ibu kota 7 pemerintahan dan pusat
pemerintahan, sehingga menjadi tumpuan aktivitas pemerintahan, perdagangan dan
jasa.Tabel di bawah memperlihatkan perubahan struktur ekonomi regional Kota
Jayapura dalam 9 tahun kurun waktu pengamatan (2000-2009) pada data Badan
Pusat Statistik (BPS, 2011) menunjukkan bahwa di antara sektor-sektor ekonomi
yang memberikan kontribusi penting terhadap PDRB, sektor jasa-jasa, terutama jasa
pemerintah, memberikan kontribusi terbesar, yakni lapangan usaha jasa-jasa lebih
dari 20persen, Hal ini memberikan gambaran bahwa denyut nadi perekonomian Kota
Jayapura masih didominasi oleh kegaiatan pemerintahan, terutama dalam bentuk
penyediaan infrastruktur pembagunan berupa sarana dan prasarana, untuk lapangan
usaha lainnya juga megalami pertumbuhan tetapi masih dibawah lapangan usaha
jasa-jasa. Masih pada tahun 2000 lapangan usaha lainnya yang mengalami
pertumbuhan berturut-turut lapangan usaha Perdagangan, Hotel dan Restoran
sebesar 19.22 persen, lapangan usaha Bangunan sebesar 16.31 persen, lapangan
usaha Pengangkutan Dan Komunikasi sebesar 14.56 persen, lapangan usaha
Pertanian sebesar 10.66 persen, lapangan usaha Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan sebesar 6.35 persen, Industri Pengolahan sebesar 6.13 persen,
lapangan usaha Listrik dan Air Bersih sebesar 1.07 persen, lapangan usaha
Pertambangan dan Penggalian sebesar 0.72 persen.
Pada tahun 2001 lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi
terjadi pada lapangan usaha jasa-jasa sebesar 27,70 persen lebih tinggi dari tahun
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 92
2000 sedangkan lapangan usaha terendah untuk tahun 2001 sebesar 0.70 persen
pada lapangan usaha Pertambangan dan Penggalian.
Selama Periode 2000-2009, pertumbuhan ekonomi Kota Jayapura relatif
fluktuatif, yakni pertumbuhan terendah tahun 2009 (0,60 persen) pada lapangan
usaha Pertambangan dan Penggalian inipun masih lebih rendah dibandingkan dari
tahun 2000 hingga tahun 2008, dan pertumbuhan tertinggi tahun 2009 untuk
lapangan usaha jasa-jasa sebesar 17,68 persen namun ini lebih rendah
dibandingkan dari tahun 2000 hingga 2008. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh
kondisi perekonomian lokal, regional, nasional, dan global, terutama dalam
pengaruhnya terhadap kinerja lapangan jasa-jasa, perdagangan, hotel, restoran dan
komunikasi.
Tabel 3.25Struktur Perekonomian Kota Jayapura Tahun 2000-2009 (dalam persen)
Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1. P E R T A N I A N 10.66 10.55 9.86 9.30 8.82 8.40 9.12 8.42 8.10 7.311.1. Tanaman Bahan Makanan 2.04 2.12 1.96 1.77 1.70 1.64 1.70 1.55 1.54 1.361.2. Tanaman Perkebunan 0.34 0.35 0.39 0.42 0.40 0.40 0.42 0.40 0.38 0.341.3. Peternakan dan hasilnya 1.03 1.04 1.05 1.01 0.98 0.94 0.86 0.80 0.76 0.671.4. Kehutanan 0.29 0.28 0.27 0.27 0.26 0.26 0.24 0.22 0.21 0.191.5. Perikanan 6.97 6.77 6.19 5.83 5.48 5.15 5.89 5.45 5.21 4.752. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 0.72 0.70 0.68 0.67 0.64 0.65 0.67 0.63 0.65 0.602.1. Minyak dan Gas Bumi - - - - - - - - - -2.2. Pertambangan Tanpa Migas - - - - - - - - - -2.3. Penggalian 0.72 0.70 0.68 0.67 0.64 0.65 0.67 0.63 0.65 0.603. INDUSTRI PENGOLAHAN 6.13 5.63 5.54 5.13 4.89 4.69 4.93 4.64 4.49 4.153.1. Industri Besar/Sedang 3.47 3.23 3.34 3.14 3.06 2.92 2.77 2.57 2.41 2.143.2. Industri Kecil Kerajinan RT 2.66 2.40 2.20 1.98 1.83 1.77 2.15 2.07 2.08 2.003.3. Industri Pengilangan Minyak Bumi - - - - - - - - - -4. LISTRIK DAN AIR BERSIH 1.07 1.02 1.15 1.06 0.97 0.89 0.93 0.86 0.80 0.724.1. Listrik 0.64 0.61 0.76 0.71 0.66 0.60 0.55 0.51 0.48 0.434.2. Air Bersih 0.42 0.41 0.39 0.35 0.31 0.28 0.37 0.34 0.32 0.295. B A N G U N A N 16.31 15.77 15.49 15.89 16.99 17.67 19.70 20.17 20.08 18.246. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 19.22 18.29 19.17 19.93 20.16 20.52 17.10 16.48 16.49 15.816.1. Perdagangan 16.63 15.71 16.46 17.26 17.52 17.81 14.46 13.82 13.75 13.236.2. H o t e l 1.46 1.42 1.32 1.30 1.31 1.36 1.54 1.57 1.65 1.546.3. Restoran 1.13 1.16 1.38 1.37 1.34 1.35 1.10 1.09 1.09 1.047. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 14.56 14.09 13.80 16.78 18.46 20.32 18.31 18.36 19.16 18.917.1. Angkutan Jalan Raya 5.02 4.48 4.21 4.13 4.06 4.11 4.40 4.21 4.22 4.037.2. Angkutan Laut 3.41 3.47 3.56 3.38 3.31 3.21 3.06 2.91 2.83 2.707.3. Angkutan Sungai 0.19 0.21 0.20 0.18 0.17 0.15 0.15 0.14 0.13 0.117.4. Angkutan Udara - - - - - - - - - -7.5. Jasa Penunjang Angkutan 0.83 0.80 0.81 0.77 0.74 0.73 0.77 0.76 0.76 0.747.6. Komunikasi 5.12 5.12 5.02 8.33 10.18 12.12 9.93 10.34 11.22 11.338. KEU, SEWAAN & JS PERUSAHAAN 6.35 6.24 5.79 5.40 5.41 5.17 8.45 11.07 11.75 16.588.1. Bank 2.19 2.27 2.14 1.95 2.11 1.86 4.70 7.44 8.02 12.748.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank 1.22 1.12 1.07 1.05 1.03 0.97 1.03 0.96 0.93 0.958.3. Sewa Bangunan 2.12 2.13 1.89 1.76 1.66 1.77 2.09 2.06 2.16 2.278.4. Jasa Perusahaan 0.82 0.73 0.69 0.64 0.61 0.57 0.64 0.61 0.63 0.629. JASA-JASA 24.99 27.70 28.53 25.85 23.67 21.69 20.80 19.38 18.48 17.689.1. Pemerintahan Umum 20.16 22.59 23.59 21.18 19.21 17.30 16.36 15.09 14.11 13.479.2. Jasa Sosial Kemasyarakatan 1.86 1.99 1.96 1.83 1.71 1.64 1.56 1.49 1.55 1.529.3. Jasa Hiburan dan Rekreasi 1.59 1.77 1.66 1.59 1.55 1.58 1.68 1.64 1.64 1.549.4. Jasa perorangan dan RT 1.38 1.35 1.32 1.26 1.20 1.17 1.20 1.16 1.18 1.14PDRB ADHB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber: BPS, data diolah 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 93
Pertumbuhan EkonomiPertumbuhan ekonomi pada tabel di bawah, memperlihatkan bahwa lapangan
usaha Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan dan lapangan usaha Pengangkutan
dan Komunikasi selama tahun 2001-2009 secara rata-rata memberikan kontribusi
terbesar, yakni lebih dari 20 persen. Di antara sektor-sektor/lapangan usaha ekonomi
yang memberikan kontribusi penting terhadap PDRB Kota Jayapura di Rinci Menurut
Sektor tahun 2001-2009 adalah untuk Lapangan Usaha Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perusahaan rata-rata sebesar 24.02 persen, diikuti Lapangan Usaha
Pengangkutan dan Komunikasi dengan rata-rata 21.61 persen, Lapangan Usaha
Bangunan rata-rata 15.99 persen, Lapangan Perdagangan, Hotel dan Restoran
Usaha rata-rata 15.72 persen, Lapangan Usaha Pertambangan Dan Penggalian
rata-rata 12.85 persen, Lapangan Usaha Jasa-jasa rata-rata 11.65 persen.
Sedangkan yang terendah adalah Lapangan Usaha Listrik dan Air Bersih rata-rata
9.84 persen, Lapangan Usaha Industri Pengolahan rata-rata 9.63 persen, Lapangan
Usaha Pertanian rata-rata 9.32 persen.
Tabel. 3.26Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Kota Jayapura
Dirinci Menurut Sektor Tahun 2001-2009 (dalam persen)Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 2007 2008 2009 Rata2
1. P E R T A N I A N 11.81 11.95 10.93 13.02 12.32 4.54 5.22 4.77 9.321.1. Tanaman Bahan Makanan 17.45 11.03 6.32 13.93 14.18 3.13 8.64 2.72 9.671.2. Tanaman Perkebunan 17.20 32.71 25.16 14.27 18.37 6.88 4.67 2.22 15.181.3. Peternakan dan hasilnya 13.68 21.31 13.02 15.83 13.78 4.56 3.97 3.13 11.161.4. Kehutanan 8.82 14.24 18.66 17.19 16.14 4.87 3.48 3.80 10.901.5. Perikanan 9.74 9.62 10.81 11.97 10.85 4.77 4.53 5.84 8.522. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 11.13 15.45 16.12 14.72 18.44 6.29 12.85 7.84 12.852.1. Minyak dan Gas Bumi - - - - - - - - -2.2. Pertambangan Tanpa Migas - - - - - - - - -2.3. Penggalian 11.13 15.45 16.12 14.72 18.44 6.29 12.85 7.84 12.853. INDUSTRI PENGOLAHAN 3.81 17.80 9.02 13.52 13.24 6.61 5.96 7.08 9.633.1. Industri Besar/Sedang 5.25 23.79 10.84 15.86 12.62 4.82 2.75 3.03 9.873.2. Industri Kecil Kerajinan RT 1.94 9.72 6.27 9.80 14.28 8.93 9.95 11.77 9.083.3. Industri Pengilangan Minyak Bumi - - - - - - - - -4. LISTRIK DAN AIR BERSIH 8.46 34.05 9.18 8.98 7.32 4.55 2.58 3.58 9.844.1. Listrik 7.28 49.40 10.49 10.33 7.05 4.75 2.39 3.85 11.944.2. Air Bersih 10.26 11.44 6.59 6.21 7.89 4.25 2.86 3.19 6.595. B A N G U N A N 9.28 17.59 20.75 27.35 22.73 15.91 8.94 5.38 15.996. PERDAG, HOTEL & RESTORAN 7.53 25.45 22.40 20.53 20.03 9.08 9.51 11.23 15.726.1. Perdagangan 6.79 25.45 23.40 20.90 19.94 8.15 8.92 11.64 15.656.2. H o t e l 10.10 11.06 15.92 19.76 22.55 14.99 15.37 7.81 14.706.3. Restoran 15.08 43.18 16.68 16.55 18.70 12.99 8.58 11.30 17.887. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 9.32 17.28 43.18 31.00 29.89 13.54 14.17 14.50 21.617.1. Angkutan Jalan Raya 0.97 12.54 15.32 17.32 19.36 8.48 9.75 10.65 11.807.2. Angkutan Laut 15.05 22.69 11.81 16.52 14.51 7.62 6.44 10.63 13.167.3. Angkutan Sungai 24.99 12.94 7.42 9.40 5.31 2.64 1.91 3.38 8.507.4. Angkutan Udara - - - - - - - - -7.5. Jasa Penunjang Angkutan 9.74 20.47 11.48 15.07 16.45 12.54 9.40 11.93 13.387.6. Komunikasi 13.02 17.43 95.36 45.59 40.47 17.85 18.65 17.24 33.208. KEU, SEWA & JS PERUSAHAAN 11.01 11.04 9.77 19.38 12.74 48.28 16.12 63.80 24.028.1. Bank 17.13 13.06 7.24 29.06 3.65 79.26 17.97 84.31 31.46
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 94
Lanjutan dari Tabel 3.20..................Lapangan Usaha 2001 2002 2003 2004 2005 2007 2008 2009 Rata2
8.2. Lembaga Keuangan Bukan Bank 3.08 14.38 15.59 16.57 11.64 5.79 6.45 18.27 11.478.3. Sewa Bangunan 13.32 6.21 9.65 12.66 25.51 11.87 14.79 21.66 14.468.4. Jasa Perusahaan 0.57 13.77 8.91 12.99 11.22 7.67 13.22 14.57 10.369. JASA-JASA 25.25 23.34 6.68 9.04 8.13 5.47 4.32 11.00 11.659.1. Pemerintahan Umum 26.61 25.07 5.66 8.04 6.27 4.44 2.27 10.75 11.149.2. Jasa Sosial Kemasyarakatan 21.07 17.69 9.65 11.49 13.31 8.37 13.40 13.93 13.619.3. Jasa Hiburan dan Rekreasi 25.88 12.31 12.98 16.36 19.66 10.20 9.70 9.25 14.549.4. Jasa perorangan dan RT 10.35 17.08 12.53 13.03 15.64 9.22 11.64 12.52 12.75PDRB ADHB 12.99 19.74 17.73 19.12 17.95 13.21 9.41 16.02 15.77
Sumber: BPS, data diolah 2011
Tabel di atas, Pembentukan PDRB ADHB Kota Jayapura selama periode 2001-
2009 relatif fluktuatif. Yakni tertinggi pada 2005 (17.95 persen) dan terendah pada
2008 (9.41 persen), adapun Rinci Pembentukan PDRB ADHB Jayapura tertinggi
mencapai17.95 persen pada tahun 2005, berikut pembentukan PDRB ADHB
sebesar 19.74 persen pada tahun 2002, pada tahun 2003 pembentukan PDRB
ADHB sebesar 17.73 persen, pembentukan PDRB ADHB sebesar 19.12 persen
pada tahun 2004, pada tahun 2009 pembentukan PDRB ADHB sebesar 16.02
persen, pada tahun 2007 pembentukan PDRB ADHB sebesar 13.21 persen, pada
tahun 2001 pembentukan PDRB ADHB sebesar 12.99 persen,dan terakhir pada
tahun 2008 pembentukan PDRB ADHB Kota Jayapura terendah sebesar 9.41
persen.
Tingkat Kesejahteraan PendudukTujuan Pembangunan Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 alinea 4 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehudupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan
pembagunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah. Keberhasilan
pembangunan Kota Jayapura, salah satunya dapat dilihat dari pencapaian Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), dimana untuk mencapai IPM tersebut, salah satu
komponen utama yang mempengaruhinya yaitu indikator pendapatan per kapita
selain status kesehatan dan pendidikan. Dengan demikian pendapatan per kapita
merupakan salah satu upaya utama untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, yang pada gilirannya mendukung percepatan pembangunan Nasional.
Data Badan Pusat Statistik (BPS,2011) pada Tabel di bawah menggambarkan
kondisi Perkembangan PDRB Per Kapita Kota Jayapura periode tahun 2004 hingga
2009.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 95
Tabel 3.27Perkembangan PDRB Per Kapita Kota Jayapura Tahun 2004-2009
Tahun PDRB Perkapita(Rp)
Perkembangan(%)
Pertumbuhan(%)
2004 12.182.202,72 180.19 20.22
2005 13.166.287,76 194.75 8.08
2006 15.202.866,69 224.87 15.47
2007 18.666.275,94 276.10 22.78
2008 20.617.390,81 304.96 10.45
2009 23.199.567,76 343.15 12.52Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)
Tabel di atas menggambarkan kondisi pertumbuhan pendapatan per kapita
Kota Jayapura yang merupakan suatu indikator penting untuk melihat dan
mengetahui kenaikan kesejahteraan penduduk kota Jayapura periode tahun 2004
hingga tahun 2009. Pergerakan (fluktuasi) dari Pertumbuhan pendapatan per kapita
ini dapat dijadikan indikator untuk menilai berhasil-tidaknya suatu rezim
pemerintahan, makin tinggi pertumbuhan ekonomi yang dicapai, maka semakin
dianggap berhasil, sebaliknya semakin rendah pertumbuhan (atau terus terjadinya
penurunan tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita), maka dapat dianggap
rezim pemerintahan tersebut telah gagal dalam membawa perekonomian
kota/daerah tersebut menuju perbaikan. Pertumbuhan pendapatan per kapita kota
Jayapura pada tahun 2007 lebih dominan sebesar 22.78 persen. Pada tabel di atas
terlihat sejak awal tahun 2004 pertumbuhan pendapatan per kapita kota Jayapura
sudah menunjukkan kecenderungan terjadi penurunan dari 20.22 persen menjadi
8.08 persen pada tahun 2005, pada tahun 2005 pertumbuhan pendapatan per kapita
sebesar 8.08 persen mengalami kenaikkan hingga tahun 2007 sebesar 22.78
persen. Pada tahun 2007 pertumbuhan pendapatan per kapita kota Jayapura
mengalami kecenderungan penurunan dari 22.78 persen menjadi 10.45 persen pada
tahun 2008. Pada tahun 2008 pertumbuhan pendapatan per kapita sebesar 10.45
persen mengalami kenaikkan hingga tahun 2009 sebesar 12.52 persen.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 96
Tabel 3.28Indikator Makro Kependudukan (dalam persen)
Indikator Kependudukan 2005 2006 2007 20081. IPM 72.1 73.1 73.84 74.562. Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) n.a 24,916 25.308 n.a3. Kondisi Pekerjaan Penduduk:
a. Penduduk Yang Bekerja 49.78 49.39 49.30 49.38b. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 61.43 60.34 57.18 57.26c. Tingkat Kesempatan Kerja 81.02 81.85 86.24 -d. Tingkat Pengangguran Terbuka 18.97 18.15 18.15 18,10
Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)
Tabel di atas menjelaskan beberapa indikator makro kesejahteraan penduduk
Kota Jayapura tahun 2005-2008 bila dilihat dari aspek sosial yang dapat dijelaskan
sebagai berikut.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Jayapura yang memadukan dari
ukuran usia harapan hidup, tingkat pendidikan dan pendapatan riil, seperti pada
Tabel di atas, IPM Kota Jayapura mulai dari tahun 2005 merangkak naik dengan
stabil sampai dengan tahun 2008.
Pada tahun 2006 proporsi warga/penduduk Kota Jayapura yang hIdup dibawah
garis kemiskinan sebanyak 24,916 jiwa meningkat menjadi 25,308 jiwa pada tahun
2007, ini menunjukkan bahwa Kota Jayapura tidak dapat menekan tingkat
kemiskinan.
Pada tahun 2005, penduduk yang bekerja sebesar 49.78 persen, pada tahun
2006 penduduk yang bekerja menurun menjadi 49.39 persen dan menurun lagi pada
tahun 2007 sebesar 49.30 persen. Pada tahun 2008 penduduk yang bekerja naik
menjadi 49.39 persen. Adapun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja antara tahun 2005
dengan tahun 2006 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja menurun dari 61.43 persen
menjadi 60.34 persen, dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja pada tahun 2007 terus
turun menjadi 57.18 persen, hal ini menunjukkan banyak dari orang-orang yang
kurang mencari pekerjaan. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja telah meningkat dari
57.18 persen pada tahun 2007 menjadi menjadi 57.26 persen pada tahun 2008.
Banyak dari orang-orang ini akan masih mencari pekerjaan yang menyerap di
sektor/lapangan usaha yang menyerap tenaga kerja terbesar. Meningkatnya
Partisipasi Angkatan Kerja adalah indikasi bahwa baik laki-laki atau perempuan
harus mampu mendapat pekerjaan dan menyumbang pada penghasilan keluarga.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 97
Tingkat Pengangguran Terbuka. Memperoleh pekerjaan yang berupah baik
ataupun tidak telah menjadi semakin sulit. Tingkat Pengangguran Terbuka pada
tahun 2005 sebesar 18.97 persen dan terus menurun hingga tahun 2008, dimana
Tingkat Pengangguran Terbuka pada tahun 2006 dan tahun 2007 sama yaitu
sebesar 18.15 persen, Tingkat Pengangguran Terbuka pada tahun 2008 hanya
mencapai 18.10 persen lebih rendah dibandingkan dengan Tingkat Pengangguran
Terbuka pada tahun 2006 dan 2007 yang mencapai 18.15 persen.
Tata Pemerintahan dan Penduduk KotaKota Jayapura merupakan ibukota dari Provinsi Papua dengan memiliki wilayah
strategis sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian dari Provinsi Papua. Kota
Jayapura memiliki tata pemerintahan dengan jumlah distrik sebanyak 6 distrik. Total
kelurahan pada Kota Jayapura sebanyak 24 kelurahan, dan total kampung yang
tersebar pada wilayah kota, yakni sebanyak 15 kampung.
Tabel 3.29Tata Pemerintahan Di Kota Jayapura
Distrik Ibu kota Distrik BanyaknyaKelurahan Kampung
Abepura Kotabaru 8 3Jayapura Selatan Entrop 4 3Jayapura Utara Tanjung Ria 7 1Muara Tami Skouw Mabo 2 6Heram Waena 3 2
Total 24 15Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)
Jumlah kampung terbanyak pada wilayah Kota Jayapura, berada pada distrik
Muara Tami dengan jumlah kampung sebanyak 6 dan jumlah kelurahan hanya 2
kelurahan. Hal ini menunjukan belum adanya perhatian khusus dari pemerintah Kota
Jayapura bagi Distrik Muara Tami, dalam hal peningkatan administrasi tata
pemerintahan, yang jika dilihat secara wilayah administrasi dari Distrik Muara Tami,
posisinya yang berada di pinggiran Kota, yang berbatasan langsung dengan
Kabupaten Keerom, dan jauh dari wilayah Kota Jayapura itu sendiri. Sebaliknya
Distrik Abepura dan Distrik Jayapura Utara memiliki masing-masing Kelurahan
sebanyak 8 dan 7 kelurahan serta 3 dan 1 Kampung yang tersebar pada kedua
wilayah distrik tersebut. Sedangkan 2 Distrik lainnya yakni Distrik Jayapura Selatan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 98
dan Distrik Heram pada wilayah Kota Jayapura, memiliki jumlah Kelurahan masing-
masing sebanyak 4 dan 3 serta jumlah kampung sebanyak 3 dan 2 kampung.
Kota Jayapura memiliki luas wilayah sebesar 940 Km2, yang didalamnya
terdapat 5 Distrik. Tabel 3.6 menunjukan luas wilayah pada Kota Jayapura.
Tabel 3.30Luas Wilayah Kota Jayapura
Distrik Luas Wilayah (Km2) Persentase (%)Abepura 155.7 8.00Jayapura Selatan 43.4 6.62Jayapura Utara 51 5.43Muara Tami 626.7 66.67Heram 63.2 6.72Kota Jayapura 940 100.00
Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)
Kota Jayapura dengan luas 940 Km2 terletak diantara 1300-1410 Bujur Timur
dan 10271-30 491 Lintang Selatan. Distrik Muara Tami merupakan Distrik terluas
626.7 Km2 atau sekitar 66.67 persen dari total luas Kota Jayapura, sedangkan batas
wilayah Kota Jayapura meliputi; Sebelah utara berbatasan Samudera Pasifik, selatan
berbatasan Distrik Arso Kabupaten Keerom, timur berbatasan Papua New Guinea
dan sebalah barat berbatasan Distrik Depapre Kabupaten Jayapura.
Tabel diatas juga menunjukan tentang luas wilayah Kota Jayapura, yakni Distrik
Abepura dengan luas wilayah sebesar 155.7 Km2, berikutnya Jayapura Selatan
dengan luas wilayah sebesar 43.4 Km2, Distrik Jayapura Utara memiliki luas wilayah
sebesar 51 Km2,dan Distrik Heram memiliki luas wilayah sebesar 63.2 Km2. Total
luas wilayah Kota Jayapura sebesar 940 Km2.
Tabel 3.31Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Jayapura Menurut DistrikDistrik Luas Wilayah
(Km2)Jumlah Penduduk
(jiwa)Kepadatan(jiwa/km2)
Muara Tami 626.7 11238 18Abepura 155.7 64440 414Heram 63.2 35547 562Jayapura Selatan 43.4 64436 1485Jayapura Utara 51 66564 1305
Total 940 242225 258Sumber: BPS Kota Jayapura, 2010 (data diolah)
Pada Tabel di atas menunjukan tingkat kepadatan penduduk dengan total
jumlah Penduduk sebesar 242.225 Jiwa pada wilayah Kota Jayapura, yang tersebar
pada 5 Distrik di wilayah Kota Jayapura. Pada Distrik Muara Tami dengan Luas
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I 99
wilayah terluas di wilayah Kota Jayapura yakni 626,7 Km2, memiliki Jumlah
Penduduk sebesar 11.238 Jiwa. Pada wilayah distrik Muara Tami dengan memiliki
luas yang besar, tetapi tingkat jumlah penduduk yang relatif sedikit. Hal ini
kemungkinan diakibatkan wilayah distrik Muara Tami adalah distrik yang dianggap di
pinggiran Kota Jayapura yang sebagian besar penduduk Tranmigrasi. Berikutnya
adalah Distrik Abepura dengan memiliki luas wilayah yakni 155,7 Km2, yang memiliki
Jumlah Penduduk sebesar 64.440 Jiwa. Kemudian Distrik Heram memiliki luas
wilayah yakni 63.2 Km2, yang memiliki Jumlah Penduduk sebesar 35547 Jiwa. Distrik
Jayapura Selatan memiliki luas 43.4 Km2, memiliki Jumlah Penduduk sebesar 64.436
Jiwa. Distrik Jayapura Utara memiliki luas wilayah sebesar 51 Km2 dengan memiliki
jumlah penduduk sebesar 66.564 Jiwa.
3.11.PROFIL RESPONDENA. Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, maka 74 persen sampel yang diwawancarai
berjenis kelamin laki-laki dan 26 persen berjenis kelamin perempuan. Kepulauan
Yapen yang memiliki persentase terbesar jumlah sampel laki-laki.
Tabel 3.32Responden Menurut Jenis Kelamin Per-Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota L P TotalAsmat 53 7 60Jayawijaya 43 17 60Keerom 52 8 60Kepulauan Yapen 56 3 59Kota Jayapura 37 21 58Merauke 41 19 60Pegunungan Bintang 31 29 60Sarmi 42 18 60Supiori 40 17 57Tolikara 42 18 60Total 437 157 594Pesentase (%) 73,57 26,43 100
Sumber: Data primer dioleh 2013
Selanjutnya berdasarkan mata pencaharian atau pekerjaan, maka 52 persen
sampel bekerja disektor pertanian, kemudian disusul ibu rumah tangga sebesar 10
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I100
persen urutan kelompok sampel yang terkecil adalah peternak hanya 0,84 persen.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut.
B. Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Tabel 3.33Responden Menurut Jenis Pekerjaan Per-Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota IRT AparatKampung Nelayan Petani Peternak Swasta Tokoh Total
Asmat 0 1 2 1 0 56 0 60
Jayawijaya 3 1 0 48 0 5 3 60
Keerom 2 0 0 38 0 19 1 60
Kepulauan Yapen 1 0 6 38 0 11 3 59
Kota Jayapura 17 2 4 30 0 4 1 58
Merauke 10 6 4 26 0 12 2 60
Pgunungan Bintang 5 0 0 41 0 13 1 60
Sarmi 8 8 9 13 0 18 4 60
Supiori 8 2 1 38 0 7 1 57
Tolikara 8 1 0 36 5 3 7 60
Total 62 21 26 309 5 148 23 594
Pesentase 10,438 3,535 4,377 52,020 0,842 24,92 3,87 100Sumber: Data Primer Diolah 2013
C. Responden Berdasarkan Jenjang PendidikanBerdasarkan jenjang pendidikan yang diraih oleh para reponden yang berhasil
wawancarai, ternyata 36 persen atau 213 orang tamatan SMU, 33 persen 198 orang
tamatan SD, 150 orang atau 25 persen tamatan SMP, terakhir 6 persen atau 33
orang tamatan Diploma/S1. Dengan data jenjang pendidikan responden seperti ini
maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan responden untuk memahami dan
mengerti setiap pertanyaan penelitian sangat baik. Sehingga data yang perolehpun
valid.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I101
Tabel 3.34Responden Menurut Jenjang Pendidikan Akhir Per-Kabupaten/KotaKabupaten/Kota SD SMP SMU DIPL/S1 Total
Asmat 29 16 15 0 60Jayawijaya 14 16 28 2 60Keerom 25 17 16 2 60Kepulauan Yapen 10 15 27 7 59Kota Jayapura 22 12 22 2 58Merauke 7 28 21 4 60Pgunungan Bintang 26 9 17 8 60Sarmi 17 10 29 4 60Supiori 22 10 23 2 57Tolikara 26 17 15 2 60Total 198 150 213 33 594Pesentase 33,333 25,253 35,859 5,556 100
Sumber: Data Primer diolah 2013
D. Reponden Berdasarkan UmurBerdasarkan usia responden, maka 32 persen atau 189 orang sampel berusia
antara 31–40 tahun, usia 21–30 tahun sebanyak 25 persen atau 150 orang dan
urutan terkecil pada usia kurang dari 20 tahun hanya 2 persen atau 9 orang. Dengan
demikian maka dapat disimpulkan bahwa responden yang diambil dalam penelitian
ini sangat mengerti dan memahami persoalan pelaksanaan Otonomi Khusus Papua
saat ini.
Tabel 3.35Responden Menurut Umur Per-Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota ≤ 20 21 - 30 31 - 40 41 - 50 51 - 60 > 60 TotalAsmat 3 14 21 14 8 0 60Jayawijaya 2 17 26 11 2 2 60Keerom 0 23 10 14 13 0 60Kepulauan Yapen 0 11 14 22 11 1 59Kota Jayapura 1 10 15 16 13 3 58Merauke 1 8 23 18 8 2 60Pegunungan Bintang 1 28 22 7 1 1 60Sarmi 1 21 11 12 11 4 60Supiori 0 13 13 12 12 7 57Tolikara 0 5 34 19 2 0 60Total 9 150 189 145 81 20 594Persentase 1,515 25,253 31,818 24,411 13,636 3,367 100
Sumber: Data Primer diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I102
E. Responden Berdasarkan Tanggungan KeluargaData pada tabel di bawah menunjukkan jumlah anggota keluarga yang menjadi
tanggung jawab satu orang kepala keluarga. Data pada tabel menunjukkan bahwa
tanggungan keluarga terbesar antara 2–6 jiwa sebanyak 67 persen atau 398 orang,
urutan kedua ditempati oleh tanggungan antara 7-10 anggota keluarga sebanyak 24
persen sampel. Sedangkan tanggungan keluarga terkecil pada tanggungan kurang
dari 2 orang hanya 8 persen dan lebih dari 10 orang hanya 1 persen.
Tabel 3.36Responden Menurut Tanggungan Keluarga per-Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota ≤ 2 jiwa 2 - 6 jiwa 7 - 10 jiwa > 10 jiwa TotalAsmat 16 36 7 1 60Jayawijaya 4 42 14 0 60Keerom 5 37 18 0 60Kepulauan Yapen 2 51 6 0 59Kota Jayapura 2 38 17 1 58Merauke 3 41 16 0 60Pegunungan Bintang 7 40 12 1 60Sarmi 5 42 12 1 60Supiori 3 37 16 1 57Tolikara 2 34 22 2 60Total 49 398 140 7 594Persentase (%) 8,25 67,00 23,57 1,18 100
Sumber: Data Primer diolah 2013
F. Responden Berdasarkan Lama berdomisili
Selanjutnya responden berdasarkan lama berdomisili, maka 86,20 persen atau
512 orang tinggal lebih dar 14 tahun di lokasi penelitian, hanya 0,3 persen atau 2
orang yang tinggal kurang dari 2 tahun di lokasi penelitian. Dapat disimpulkan bahwa
sampel dalam penelitian ini adalah Orang Asli Papua (OAP) yang benar-benar
berasal dan mewakili wilayah lokasi penelitian.
Tabel 3.37Responden Menurut Lama Tahun Menetap Per-Kabupaten/KotaKabupaten/Kota ≤ 6 6 - 10 10 - 14 > 14 Total
Asmat 0 2 0 58 60Jayawijaya 0 2 12 46 60Keerom 1 3 4 52 60Kepulauan Yapen 0 4 2 53 59Kota Jayapura 0 2 6 50 58Merauke 0 1 2 57 60Pgunungan Bintang 1 16 6 37 60Sarmi 0 5 2 53 60Supiori 0 6 3 48 57Tolikara 0 1 1 58 60Total 2 42 38 512 594Persentase 0,34 7,07 6,40 86,20 100Sumber: Data Primer diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I103
G. Responden Berdasarkan Status KemiskinanData pada Tabel di bawah menunjukkan status kemiskinan sampel per-
kabupaten/kota. Dari data terlihat bahwa ternyata secara total atau 90 persen
sampel yang berhasil diwawancarai berstatus keluarga miskin, sedangkan hanya 10
persen sampel yang berstatus kelaurga tidak miskin. Hal ini berarti bahwa walaupun
Otonomi Khusus ini sudah berjalan hampir 13 tahun namun mayoritas Orang Asli
Papua (OAP) masih dililit kemiskinan dan kebodohan. Dana Otsus yang sudah
mencapai 40-an Trilyun Rupiah hanya mengalir sampai di kalangan tertentu saja.
Tabel 3.38Responden Menurut Status Kemiskinan Per-kabupaten/kota
Kabupaten/Kota Miskin Tidak Miskin TotalAsmat 100,00 0,00 100,00Jayawijaya 91,30 8,70 100,00Keerom 91,10 8,90 100,00Kepulauan Yapen 93,80 6,30 100,00Kota Jayapura 87,50 12,50 100,00Merauke 78,30 21,70 100,00Pegunungan Bintang 100,00 0,00 100,00Sarmi 86,70 13,30 100,00Supiori 90,70 9,30 100,00Tolikara 91,70 8,30 100,00Total 90,20 9,80 100,00Keterangan:1. Rata-rata garis kemiskinan seluruh kabupaten/kota (BPS 2012) 333.836,38 (Rp)2. Rata-rata jumlah anggota keluarga responden 6 (Org)3. Responden dinyatakan miskin jika pendapatan kurang 2.003.018,28 (Rp)
Sumber: Data Primer dioleh 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I104
BAB 4PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS
4.1 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN SUPIORI4.1.1 KOMPOSISI DANA OTSUS
Kabupaten Supiori menerima dana otonomi khusus dengan total Rp430 milyar
sejak tahun 2004 sampai tahun 2012, dengan rata-rata Rp47,7 milyar per tahun
dengan tren penerimaan meningkat setiap tahunnya. Alokasi dana otsus bagi
Kabupaten Supiori paling kecil jika dibandingkan dengan alokasi yang diterima oleh
kabupaten lainnya. Selama kurun waktu lima tahun terakhir (tahun 2008–2012) rata-
rata penerimaan dana otonomi khusus Supiori terhadap total penerimaan provinsi
Papua adalah sebesar 3,6 persen. Persentase tertinggi dana otonomi khusus
sebesar 4,21 persen diterima pada tahun 2008 sedangkan persentase terendah
sebesar 3,08 persen diterima pada tahun 2011 dan 2012.
Tabel 4.1Realisasi Penerimaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten Supiori
Tahun 2008–2012 (dalam milyar rupiah)Tahun Provinsi Supiori Persentase2008 1,344,181,353,000 56,618,905,000 4.212009 1,265,990,000,000 49,020,000,000 3.872010 1,298,710,000,000 49,020,000,000 3.772011 1,619,999,996,000 49,973,170,000 3.082012 2,025,511,167,000 62,482,231,000 3.08
Sumber: RD Otsus Kabupaten Supiori Tahun 2008–2012
Kurun waktu lima tahun terakhir dana Otsus yang diterima Kabupaten Supiori
cenderung meningkat, misalnya pada tahun 2008 alokasi yang diterima sebesar
Rp56,619 milyar turun menjadi Rp49,020 milyar tahun 2009, tahun 2010 penerimaan
sama sebesar tahun sebelumnya namun pada tahun 2011 meningkat menjadi
Rp49,973 milyar. Pada tahun 2012 dana otsus yang diterima Kabupaten Supiori
meningkat dari tahun sebelumnya menjadi Rp62,483 milyar atau sebesar 3,08 dari
total dana otsus Provinsi Papua.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I105
Tabel 4.2Alokasi Dana Otonomi Khusus Pada Sektor Prioritas Kabupaten Supiori
Tahun 2010 dan 2012 (dalam milyar rupiah)
Tahun Dana Otsus(Rp)
Pendidikan Kesehatan Ekonomi InfrastrukturRp % Rp % Rp % Rp %
2010 49,020 14,616 29.82 7,350 14.99 8,800 17.95 7,325 14.942012 62,482 5,444 8.71 4,000 6.40 2,000 3.20 38,500 61.62
Rata-Rata 55,751 10,030 19.26 5,675 10.70 5,400 10.58 22,913 38.28Sumber: RD Otsus Kabupaten Supiori Tahun 2010 & 2012
Alokasi dana otsus untuk sektor prioritas seperti pendidikan, kesehatan,
ekonomi kerakyatan dan infrastruktur dasar tahun 2010, sesuai dengan dengan
amanat otsus. Pada tahun 2010, sektor pendidikan mendapat alokasi sebesar 29,82
atau 30 persen, sektor pendidikan sebesar 14,99 atau 15 persen, sektor ekonomi
kerakyatan mendapat alokasi sebesar 17,95 atau 18 persen sedangkan infrastruktur
mendapat alokasi sebesar 14,94 atau 15 persen. Pada tahun 2012 sebagaian besar
dana otsus (62 persen) diperuntukkan bagi sektor infrastuktur, sektor pendidikan
memperoleh alokasi sebesar 9 persen, kesehatan 6 persen dan ekonomi kerakyatan
mendapat alokasi sebesar 3 persen.
4.1.2 DANA OTSUS SEKTOR PENDIDIKANAlokasi dana otsus sektor pendidikan di Kabupaten Supiori tahun anggaran
2010 sebesar Rp15 milyar atau 30 persen dari total dana otsus. Alokasi anggaran
tersebut digunakan untuk membiayai program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh
Dinas Pendidikan Kabupaten Supiori. Alokasi anggaran paling besar digunakan
untuk membiayai program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan
sebesar Rp4,398 milyar atau 30 persen, diikuti oleh program wajib belajar pendidikan
dasar sembilan tahun yang menyerap anggaran sebesar Rp2,877 milyar atau 20
persen dari total anggaran sektor pendidikan.
Program atau kegiatan yang mendapat alokasi anggaran paling kecil adalah
program rekruitmen tenaga pendidik sebesar Rp125 juta atau 0,9 persen dan
program pendidikan luar sekolah dan pemuda olahraga sebesar Rp150 juta atau
sebesar 1 persen. Pada tahun 2012 sektor pendidikan di Supiori mendapat alokasi
dana Otsus sebesar Rp5,444 milyar, program peningkatan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan memperoleh alokasi anggaran paling besar yaitu Rp3,621 milyar atau
67 persen. Selanjutnya program wajib belajar pendidikan dasar Sembilan tahun
menyerap anggaran sebesar Rp977 juta atau 18 persen. Program pendidikan umum
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I106
dan kejuruan memperoleh anggaran sebesar Rp557 juta atau 10 persen sedangkan
alokasi terkecil ditujukan untuk membiayai pendidikan anak usia dini sebesar 5
persen atau Rp290 juta.
4.1.3 DANA OTSUS SEKTOR KESEHATANDana otsus bagi sektor atau bidang kesehatan mengalami penurunan dari
tahun 2010 sebesar Rp7,350 milyar menjadi Rp4 milyar tahun 2012. Dana otsus
bidang kesehatan di kelola oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Supiori. Tahun
anggaran 2010 alokasi anggaran ditujukan untuk membiayai 6 (enam) program
bidang kesehatan dengan alokasi sebagai berikut:
1. Program upaya kesehatan masyarakat, Rp3,915 milyar (53 persen);
2. Program perbaikan gizi masyarakat, Rp1 milyar (14 persen);
3. Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular, Rp1,245 milyar (17 persen);
4. Program kemitraan peningkatan pelayanan kesehatan, Rp790 juta (11 persen);
5. Program peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur, Rp150 juta (2 persen);
6. Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur, Rp250 juta (3 persen).
Alokasi dana otsus tahun 2012 sebesar Rp4 milyar di kelola oleh Dinas
Kesehatan Supiori sebesar Rp2 milyar dan RSUD Supiori sebesar Rp2 milyar.
Program yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan meliputi: program obat dan
perbekalan kesehatan sebesar Rp550 juta, program upaya kesehatan sebesar
Rp870 juta, program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat sebesar
Rp30 juta, program kesehatan dan pemberdayaan masyarakat sebesar Rp200 juta,
dan program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular sebesar Rp349
juta. RSUD Supiori mengelola dana otsus Rp2 milyar yang dialokasi untuk program
kemitraan peningkatan pelayanan kesehatan sebesar Rp1,448 milyar atau 72,4
persen, program obat dan perbekalan kesehatan sebesar Rp552 juta atau 27,6
persen.
4.1.4 DANA OTSUS INFRASTRUKTUR DASARDana otsus bidang infrastruktur dasar di kelola oleh Dinas Pekerjaan Umum
dan Perhubungan Kabupaten Supiori. Pada tahun 2010, alokasi dana Otsus sebesar
Rp7,325 milyar, yang digunakan untuk pembangunan jembatan rangka baja Kali
Wabudori tahap akhir sebesar Rp2,500 milyar, pemeliharaan periodik jalan
Sorendiweri–Yenggarbun sebesar Rp2,350 milyar, pengadaan dan pemasangan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I107
Guard Reel (Pengaman Jalan) sebesar Rp759 juta dan pembangunan rumah layak
huni Type 36 sebesar Rp1,725 milyar.
Pada tahun dana otsus bidang infrastruktur yang dikelola sebesar Rp38,500
milyar, dialokasi untuk: pembangunan rumah masyarakat sebesar Rp36,480 milyar,
biaya perencanaan dan pengawasan sebesar Rp1,520 milyar, revitalisasi jaringan air
bersih di Kampung Wakre sebesar Rp200 juta serta pembangunan dan pemeli-
haraan jaringan air bersih di Desa Duber sebesar Rp300 juta.
4.1.5 DANA OTSUS EKONOMI KERAKYATANDana otonomi khusus sektor atau bidang ekonomi kerakyatan Kabupaten
Supiori tahun anggaran 2010 sebesar Rp8,800 milyar, Dinas Pertanian dan
Kehutanan mengelola Rp3,000 milyar atau 34 persen, Dinas Perikanan dan Kelautan
mengelola Rp2,500 milyar atau 28 persen sedangkan Bagian Perekonomian Daerah
mengelola Rp3,300 milyar atau 38 persen dari total dana otsus bidang ekonomi
kerakyatan.
Tabel 4.3Alokasi Dana Otonomi Khusus Pada Sektor Ekonomi Kerakyatan
Kabupaten Supiori Tahun 2010 (dalam juta rupiah)SKPD Program Besar
Anggaran Prosentase
Dinas Pertanian dan Kehutanan Program peningkatan sumberdaya manusia 1,075 35,83Program peningkatan produksi pertanian 357 11,67Program peningkatan ketahanan pangan 200 6,67Program penanggulangan dan pencegahan penyakithewan menular 60 2
Program peningkatan produksi hasil peternakan 140 4,67Program pemanfaatan potensi SDA dan pemantapankawasanProgram penerapan teknologi tepat guna peternakan 200 6,67Program pembinaan hutan 220 7,33Program perlindungan dan konservasi SDA 670 22,33
Jumlah 3,000 100Dinas Perikanan dan Kelautan Program pengembangan perikanan tangkap 803 32,10
Program Pemberdayaan masyarakat dalampengawasan pengendalian sumber daya 498 19,90
Program pengembangan kawasan budidaya air laut,air payau, dan air tawar 700 28
Program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir 500 20Jumlah 2,500 100
Perekonomian Daerah Program pemberdayaan ekonomi kampung 3,000 91Program monitoring dan evaluasi 300 9
Jumlah 3,300 100Total Ekonomi Kerakyatan 8,800
Sumber: RD Otsus Kabupaten Supiori, 2010
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I108
Pada tahun 2012 alokasi dana otonomi khusus untuk bidang ekonomi
kerakyatan mengalami penurunan yang cukup drastis dari tahun 2010 sebesar
Rp8,800 milyar menjadi Rp2 milyar. Alokasi dana otsus sebesar Rp2 milyar dikelola
secara merata oleh empat (4) SKPD, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas
Perikanan dan Kelautan, Bappeda dan Dinas Kebudayaan Pariwisata masing-
masing mengelola dana sebesar Rp500 juta. Program kerja yang dilaksanakan oleh
masing-masing SKPD dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.4Alokasi Dana Otonomi Khusus Pada Sektor Ekonomi Kerakyatan
Kabupaten Supiori Tahun 2012 (dalam juta rupiah)SKPD Program Besar
Anggaran Persentase
Dinas Pertanian dan Kehutanan Program peningkatan ketahanan pangan (pertaniandan perkebunan) 150 30
Program peningkatan produksi pertanian danperkebunan 150 30
Program peningkatan hasil peternakan 100 20Program pengembangan agribisnis hasil hutan kayudan non kayu 100 20
Jumlah 500 100Dinas Perikanan dan Kelautan Program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir 50 10
Program pemberdayaan masyarakat dalampengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan 75 15
Program pengembangan budidaya perikanan 300 60Program pengembangan perikanan tangkap 75 15
Jumlah 500 100BAPPEDA Monitoring, evaluasi dan pelaporan 500 100
Jumlah 500 100Dinas Kebudayaan &Pariwisata Program pengembangan kemitraan 300 60
Program pengembangan keragaman budaya 200 40Jumlah 500 100
Total Ekonomi Kerakyatan 2,000Sumber: RD Otsus Kabupaten Supiori, 2012
4.2 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN ASMAT4.2.1 KOMPOSISI DANA OTSUS
Dana Otsus yang diterima Kabupaten Asmat perioda tahun anggaran 2009
sampai dengan 2012 berjumlah Rp246 milyar. Besaran dana yang diterima juga
sangat berfluktuatif, misalnya dana Otsus untuk bidang pendidikan dari tahun 2009
dana yang dialokasikan sebesar Rp14 milyar dan pada tahun 2012 meningkat
sebesar Rp18 milyar. Selain dana yang dialokasikan meningkat, ada juga sektor atau
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I109
bidang yang mengalami penurunan alokasi dana, misalnya sektor infrastruktur yang
pada tahun 2009 dana yang dialokasikan sebesar Rp25 milyar dan pada tahun 2012
menurun tajam sehingga dana yang dialokasikan hanya sebesar Rp10 milyar. Tetapi
secara keseluruhan dana Otsus yang diterima oleh Kabupaten Asmat setiap
tahunnya mengalami peningkatan sebesar rata-rata 2,19 persen.
Tabel 4.5Jumlah Dana Otonomi Khusus di Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012
Sektor/Bidang 2009 2010 2011 2012 Total 4 tahunPendidikan 14.904.334.703 14.937.012.750 17.924.415.300 18.949.653.800 66.715.416.553
Kesehatan 8.962.160.822 8.962.207.650 8.962.207.650 9.474.826.500 36.361.402.622
Infrastruktur 25.424.224.853 20.911.817.850 16.286.817.850 10.941.030.500 73.563.891.053
Ekonomi Kerakyatan 10.424.730.622 14.937.012.750 19.992.069.200 24.299.999.200 69.653.811.772
Total Dana Otsus 59.715.453.009 59.748.053.010 63.165.512.011 63.665.512.012 246.294.530.042
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012
Proporsi dana Otsus terhadap total pendapatan Kabupaten Asmat pada tahun
2009 sampai dengan 2012 berfluktuatif. Pada tahun anggaran 2009 proporsi dana
Otsus terhadap total pendapatan sebesar 4,10 persen, lalu pada tahun 2011
menurun sebesar 3,87 persen, namun pada tahun 2012 proporsi dana Otsus naik
sebesar 7,43 persen. Hal ini terjadi bisa disebabkan dari total pendapatan yang
diterima oleh Kabupaten Asmat secara keseluruhan.
Gambar 4.1Proporsi Dana Otsus Terhadap Total Pendapatan
di Kabupaten Asmat Tahun 2007–2011
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)
Peruntukan dana Otsus di Kabupaten Asmat selama tahun 2009 sampai
dengan 2012 bergerak berfluktuasi, dapat terlihat di gambar bawah ini, yaitu bidang
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I110
infrastruktur setiap tahun mengalami penurunan dan ekonomi kerakyatan yang
mengalami peningkatan setiap tahun hal yang sama juga di bidang pendidikan
meskipun peningkatannya tidak terlalu signifikan.
Gambar 4.2Jumlah Penggunaan Dana Otsus Per Bidang
di Kabupaten Asmat Tahun 2007–2011
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)
Bila dihitung penerimaan dana Otsus antara tahun 2009 sampai dengan 2012
dan peruntukan untuk beberapa bidang prioritas yang diamanatkan oleh UU Otsus,
maka bidang pendidikan belum memenuhi amanat Otsus, karena belum mencapai
30 persen peruntukan dana untuk bidang pendidikan. Sedangkan bidang kesehatan
sudah memenuhi amanat UU Otsus, yaitu sebesar 15 persen.
Gambar 4.3Proporsi Penggunaan Dana Otsus Per Bidang
di Kabupaten Asmat Tahun 2007–2011
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)
27%
15%30%
28%
Pendidikan
Kesehatan
Infrastruktur
Ekonomi Kerakyatan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I111
Dana Otsus yang digulirkan oleh pemerintah pusat pada Provinsi Papua tidak
dialokasikan secara langsung ke tangan masyarakat namun biasanya direalisir
dalam bentuk program dan kegiatan. Apabila dana Otsus yang diterima oleh Pemda
Kabupaten Asmat setiap tahunnya dibagi kepada setiap penduduk asli orang Papua
maka besarnya dana Otsus perkapita terlihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.6Dana Otonomi Khusus Per Kapita Kabupaten Asmat
Menurut Jumlah Penduduk Tahun 2009-2012Tahun Dana Otsus
(Rp)Jumlah Penduduk
(Jiwa)Dana Otsus
Per Kapita (Rp)2009 59.715.453.009 77.026 775.263,592010 59.748.053.010 76.563 780.377,642011 63.165.512.011 82.097 769.400,982012 63.665.512.012 81.696 779.297,79
Sumber: Rencana Definitif Otsus Asmat dan Kabupaten Asmat Dalam Angka 2009-2012
Total dana Otsus perkapita di Kabupaten Asmat berfluktuasi selama tahun 2009
s/d 2012. Perkapita tertinggi berada pada tahun 2010 dan yang terendah berada
pada tahun 2009, namun selisih setiap tahun tidak terlalu besar, hal ini menunjukkan
bahwa dana Otsus yang dialokasikan selama empat tahun terakhir dapat mencukupi
kebutuhan penduduk Kabupaten Asmat secara keseluruhan.
4.2.2 OTSUS SEKTOR PENDIDIKANAlokasi dana Otsus untuk sektor pendidikan belum sesuai dengan ketentuan.
Sesuai dengan amanat UU Otsus tentang Peruntukan dana Otsus untuk sektor
pendidikan yaitu 30 persen, alokasi dana Otsus di bidang pendidikan rata-rata
mencapai 27,03 persen selama empat tahun anggaran. Hal ini menunjukkan
komitmen yang belum maksimal dari pemerintah Kabupaten Asmat untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. Namun bila dilihat tren selama
empat tahun pengamatan terdapat peningkatan alokasi setiap tahun sebesar 8,65
persen.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I112
Gambar 4.4Alokasi Dana Otsus Bidang Pendidikandi Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)
4.2.3 OTSUS SEKTOR KESEHATANAlokasi dana Otsus untuk sektor kesehatan telah sesuai dengan ketentuan dan
amanat UU Otsus. Sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi Papua tentang
Peruntukan dana Otsus untuk sektor kesehatan yaitu 15 persen selama lima tahun
pengamatan. Pertumbuhan alokasi dana Otsus untuk kesehatan selama empat
tahun rata-rata 1,91 persen, hal ini memperlihatkan komitmen yang baik dari
Pemerintah kabupaten Asmat untuk memperbaiki pelayanan kesehatan, meskipun
pada tahun 2011 dan 2012 mengalami penurunan alokasi dana.
Gambar 4.5Alokasi Dana Otsus Bidang Kesehatandi Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I113
4.2.4 OTSUS INFRASTRUKTUR DASARAlokasi dana Otsus untuk sektor infrastruktur tiap tahun mengalami
penurunan. Rata-rata penurunan sebesar 23,20 persen, jumlah tersebut disebabkan
karena banyak dana untuk infrastruktur diambil dari sumber yang lain, seperti DAU.
Gambar 4.6Alokasi Dana Otsus Bidang Infrastrukturdi Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)
4.2.5 OTSUS EKONOMI KERAKYATANAlokasi dana Otsus untuk bidang ekonomi kerakyatan sangatmeningkat
selama empat tahun pengamatan. Rata-rata alokasi dana Otsus sebesar Rp17,4
milyar. Jumlah tersebut masih tergolong kecil apabila melihat potensi alam dan
sumber daya manusia yang dimiliki oleh Kabupaten Asmat. Diperlukan perhatian
yang lebih dalam hal alokasi anggaran dana Otsus, sehingga beberapa program
pemerintah daerah Kabupaten Asmat seperti peningkatan teknologi agro-Industri,
peningkatan penerapan teknologi pertanian dan perkebunan, peningkatan jumlah
produksi pertanian dan perkebunan, membuka akses pemasaran hasil produksi
pertanian, peternakan dan budi daya perikanan yang potensinya di alam Asmat
sungguh luar biasa.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I114
Gambar 4.7Alokasi Dana Otsus Bidang Ekonomi Kerakyatan
di Kabupaten Asmat Tahun 2009–2012
Sumber: Rencana Definitif Otsus Kabupaten Asmat Tahun 2009-2012 (data diolah)
4.3 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN JAYAWIJAYA4.3.1 KOMPOSISI DANA OTSUS
Tabel 4.7Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana OtsusKabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012
No Bidang Tahun 2009Jumlah dana
Tahun 2010Jumlah dana
Tahun 2011Jumlah dana
Tahun 2012Jumlah dana Jumlah
1. Bid. Fisik & Prasarana 11.912.687.500 3.192.200.000 983.000.000 3.741.856.700 19.829.744.2002. Bidang Ekonomi 22.238.735.663 5.703.457.250 7.845.300.000 53.247.266.632 89.034.759.5453. Bidang Sosial budaya 29.815.569.927 50.418.917.750 53.573.980.000 22.476.173.368 156.284.641.045
Jumlah 63.966.993.090 59.314.575.000 62.402.280.000 79.465.296.700Sumber: Data Primer diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I115
Gambar 4.8Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus
Kabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012
Dalam bentuk Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus (URD) diarahkan
total dana yang dialokasi pada Bidang Sosial budaya mendapat alokasi anggaran
terbesar pada tahun anggaran 2009-2012 sebesar Rp156.284.641.045 (63,45
persen). Bidang Ekonomi mendapatkan alokasi anggaran dengan jumlah
Rp89.034.759.545 (36,15 persen) dan Bidang Fisik dan Prasarana tahun anggaran
2009-2012 di Kabupaten Jayawijaya mendapatkan alokasi terkecil dengan jumlah
anggaran Rp19.829.744.200 (8,05 persen).
Tabel 4.8Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus
Kabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009No Bidang Tahun Anggaran 2009
Jumlah dana %
1. Bidang Sosial budaya 29.815.569.927 472. Bidang Ekonomi 22.238.735.663 353. Bidang Fisik dan Prasarana 11.912.687.500 19
Jumlah 63.966.993.090 100Sumber: Data Primer diolah 2013
11,9133,192 983 3,742
22,239
5,703 7,845
53,247
29,816
50,419 53,574
22,476
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
2009 2010 2011 2012
Juta
an (R
p)
Bidang Fisik&Prasarana Bidang Ekonomi Bidang Sosial budaya
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I116
Gambar 4.9Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana OtsusKabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009
Alokasi usulan Rencana Definitif dana Otsus (URD) untuk pengembangan
Ekonomi Rakyat tahun 2009 sebesar Rp22.238.735.663 (35 persen), Alokasi dana
untuk Bidang Fisik dan prasarana tahun 2009 sebesar Rp11.912.687.500 (19
persen), dan untuk bidang Sosial budaya sebesar Rp29.815.569.927 (47 persen)
yang merupakan persentase terbesar pada tahun 2009.
Tabel 4.9Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus
Kabupaten Jayawijaya Tahun 2010
No Bidang Tahun Anggaran 2010Jumlah dana %
1. Bidang Fisik dan Prasarana 3.192.200.000 52. Bidang Ekonomi 5.703.457.250 103. Bidang Sosial budaya 50.418.917.750 85
Jumlah 59.314.575.000 100Sumber: Data Primer diolah 2013
Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan persentase terbesar pada
tahun 2010 di Kabupaten Jayawijaya mendapat alokasi usulan Rencana Definitif
dana Otsus (URD) untuk Bidang Sosial budaya dengan besarnya dana sebanyak
Rp50.418.917.750 atau 85 persen, prosentase berikut 10 persen pada Bidang
Ekonomi sebesar Rp5.703.457.250 dan persentase terkecil pada bidang Fisik dan
Prasarana yaitu sebesar Rp3.192.200.000 atau 5 persen.
47%
35%
19% Bidang Sosial budayaBidang EkonomiBidang Fisik dan Prasarana
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I117
Gambar 4.10Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus
Kabupaten Jayawijaya Tahun 2010
Tabel 4.10Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus
Kabupaten Jayawijaya Tahun 2011No Bidang Tahun Anggaran 2011
Jumlah dana %1. Bidang Fisik dan Prasarana 983.000.000 22. Bidang Ekonomi 7.845.300.000 133. Bidang Sosial budaya 53.573.980.000 86
Jumlah 62.402.280.000 100Sumber: Data Primer diolah 2013
Berdasarkan data pada tabel di atas memperlihatkan bahwa alokasi usulan
Rencana Definitif dana Otsus (URD) untuk Alokasi dana untuk Bidang Fisik dan
prasarana tahun 2011 sebesar Rp983.000.000 (2 persen), pengembangan Ekonomi
Rakyat tahun 2011 sebesar Rp7.845.300.000 (13 persen), dan untuk bidang Sosial
budaya sebesar Rp53.573.980.000 (86 persen) yang merupakan persentase
terbesar pada tahun 2011.
Gambar 4.11Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus
Kabupaten Jayawijaya Tahun 2011
5% 10%
85%
Bidang Fisik dan Prasarana
Bidang Ekonomi
Bidang Sosial budaya
2%13%
86%
Bidang Fisik dan Prasarana
Bidang Ekonomi
Bidang Sosial budaya
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I118
Tabel 4.11Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus
Kabupaten Jayawijaya Tahun 2012No Bidang Tahun Anggaran 2012
Jumlah dana %
1. Bidang Fisik dan Prasarana 3.741.856.700 52. Bidang Ekonomi 53.247.266.632 673. Bidang Sosial budaya 22.476.173.368 28
Jumlah 79.465.296.700 100Sumber: Data Primer diolah 2013
Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan persentase terbesar pada
tahun 2012 di kabupaten Jayawijaya mendapat alokasi usulan Rencana Definitif
dana Otsus (URD) yaitu untuk Bidang ekonomi dengan besarnya dana sebanyak
Rp53.247.266.632 atau 67 persen, persentase berikut 28 persen pada Bidang Sosial
Budaya sebesar Rp22.476.173.368 dan persentase terkecil pada bidang Fisik dan
Prasarana yaitu sebesar Rp3.741.856.700 atau 5 persen, ini masih ada kenaikan
dari tahun sebelumnya yang hanya 2 persen.
Gambar 4.12Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus
Kabupaten Jayawijaya Tahun 2012
4.3.2 OTSUS BIDANG SOSIAL BUDAYATabel 4.12
Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana Otsus Bidang SosbudKabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012
Sumber: Data Primer diolah 2013
5%
67%
28%Bidang Fisik dan Prasarana
Bidang Ekonomi
Bidang Sosial budaya
TahunJumlah Dana OtsusBid. Pendidikan danKesehatan (Sosbud)
%
2009 29.815.569.927 24,962010 50.418.917.750 25,002011 53.573.980.000 28,382012 22.476.173.368 29,76
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I119
Dari tabel dan gambar diatas memperlihatkan bahwa alokasi usulan Rencana
Definitif dana Otsus yaitu untuk Bidang Sosbud (pendidikan dan Kesehatan) dari
tahun 2009-2012 terjadi kenaikan. Pada tahun 2009 besarnya Rp29.815.569.927
atau 24,96 persen, Tahun 2010 sebesar Rp50.418.917.750 (25 persen), Tahun 2011
(URD) sebesar Rp53.573.980.000 (28,38 persen) dan Tahun 2012 sebesar
Rp50.418.917.750 (29,76 persen).
4.3.3 OTSUS INFRASTRUKTUR DASARTabel 4.13
Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana OtsusBidang Fisik dan Prasarana di Kab. Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012
Sumber: Data Primer diolah 2013
Tabel dan gambar adalah alokasi usulan Rencana Definitif dana Otsus yaitu
untuk Bidang Infrastruktur dari tahun 2009-2012 terjadi penurunan. Pada tahun 2009
besarnya Rp11.912.687.500 (42,58 persen), Tahun 2010 sebesar Rp3.192.200.000
(35,00 persen), Tahun 2011 sebesar Rp 983.000.000 (25,78 persen) dan Tahun
2012 sebesar Rp3.741.856.700 (17,19 persen).
4.3.4 OTSUS EKONOMI KERAKYATANTabel 4.14
Rekap Alokasi Usulan Rencana Definitif Dana OtsusBidang Ekonomi di Kabupaten Jayawijaya Tahun Anggaran 2009-2012
Sumber: Data Primer diolah 2013
TahunJumlah Dana Otsus
Bid. Infrastruktur%
2009 11.912.687.500 42,58
2010 3.192.200.000 35,00
2011 983.000.000 25,78
2012 3.741.856.700 17,19
Tahun Jumlah Dana OtsusBidang Ekonomi %
2009 22.238.735.663 17,46
2010 5.703.457.250 25,00
2011 7.845.300.000 31,65
2012 53.247.266.632 38,17
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I120
Tabel dan Gambar di atas adalah rekap alokasi usulan Rencana Definitif dana
Otsus yaitu untuk Bidang Ekonomi dari tahun 2009-2012 terjadi kenaikan. Pada
tahun 2009 besarnya Rp22.238.735.663 atau 17,46 persen, Tahun 2010 sebesar
Rp5.703.457.250 (25,00 persen), Tahun 2011 sebesar Rp7.845.300.000 (31,65
persen) dan Tahun 2012 sebesar Rp53.247.266.632 (38,17 persen).
Bidang Ekonomi (Ekonomi Kerakyatan). Orientasi pembangunan ekonomi
rakyat memang sudah pada jalurnya, yakni pemberdayaan ekonomi masyarakat
Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya, pada tahun 2009 Bidang ekonomi
mencakup Dinas dan Badan yaitu 1) Dinas Peternakan Dan Perikanan (3 program
dan 4 kegiatan), 2) Dinas Pertanian Dan Perkebunan (4 Program dan 7 kegiatan), 3)
Dinas Perindagkop (2 program dan 3 kegiatan), 4) Badan Penyuluhan Pertanian Dan
Kehutanan (2 program dan 2 kegiatan).
Pada tahun 2010 Bidang ekonomi mencakup beberapa Dinas dan Badan yaitu
1) Dinas Koperasi, Perindustrian Dan Perdagangan (2 program dan 2 kegiatan), 2)
Badan Ketahanan Pangan Dan Penyuluhan Pertanian (2 program dan 2 kegiatan), 3)
Dinas Kehutanan (1 program dan 2 kegiatan), 4) Dinas Perikanan dan Peternakan (1
program dan 1 kegiatan). Pada tahun 2011 Bidang ekonomi mencakup Dinas dan
Badan yaitu 1) Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (1 program dan 1
kegiatan), 2) Dinas Tanaman Pangan dan Perkebunan (2 program dan 4 kegiatan),
3) BP4K dan Ketahanan Pangan (1 program dan 2 kegiatan), 4) Dinas Perikanan
dan Peternakan (1 program dan 3 kegiatan). Pada tahun 2012 Bidang ekonomi
mencakup Dinas dan Badan yaitu 1) Dinas Tanaman Pangan dan Perkebunan (1
program dan 6 kegiatan), 2) BP4K dan Ketahanan Pangan (1 program dan 2
kegiatan), 3) Dinas Kehutanan (2 program dan 2 kegiatan), 4) Dinas Perikanan dan
Peternakan (2 program dan 4 kegiatan).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I121
4.4 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN PEGUNUNGANBINTANG
4.4.1 KOMPOSISI DANA OTSUS
Tabel 4.15Komposisi Dana Otsus Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009-2012
Sumber: Rencana Definitif Dana Otsus Kab. Pegunungan Bintang, 2009-2012
4.4.2 DANA OTSUS SEKTOR PENDIDIKANAnggaran dan Realisasi Dana Otsus untuk pelayanan di sektor Pendidikan
Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2009-2012 sebagai berikut:
Tabel 4.16Komposisi Dana Otsus Sektor Pendidikan
Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009–2012
URAIAN TAHUN2009 2010 2011 2012
Anggaran 19.123.449.500 18.147.100.000 18.340.981.500 25.058.962.400Realisasi 18.793.724.500 13.127.293.000 12.977.885.500 16.131.632.248Presentase KenaikanPertahun - -30,15% -1,14% 24,30%
Efektifitas PenggunaanDana Otsus 98,28persen 72,34% 70,76% 64,37%
Sumber: Laporan Realisasi Dana Otsus Kab.Pegunungan Bintang, 2009-2012
NO BIDANG/URUSANTAHUN 2009 TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012
ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%)
1 Pendidikan 19.123.449.500 32,01 18.147.100.000 38,09 18.340.981.500 28,41 25.058.962.400 30,44
2 Kesehatan 9.109.623.000 15,25 9.018.158.000 18,93 7.673.437.500 11,89 12.572.350.000 15,27
3 Pemuda dan Olahraga 406.450.000 0,68 - - 950.000.000 1,47 800.965.000 0,97
4 Kesejahteraan Sosial 5.546.800.000 9,28 - - 300.000.000 0,46 270.200.000 0,33
5 BPMPK 15.000.000.000 25,11 10.950.000.000 22,98 21.500.000.000 33,30 23.926.625.000 29,06
6 PemberdayaanPerempuan
500.000.000 0,84 - - - - 200.000.000 0,24
7 Pertanian 4.517.625.000 7,56 2.367.825.000 4,97 2.500.000.000 3,87 2.481.550.000 3,01
8 Pekerjaan Umum 2.996.524.500 5,02 3.476.000.000 7,30 8.291.125.000 12,84 3.945.995.000 4,79
9 Perhubungan 400.000.000 0,67 2.150.000.000 4,51 2.900.000.000 4,49 7.068.340.000 8,59
10 BAPPEDA - - - - - - 500.000.000 0,61
11 Kehutanan DanPerkebunan
1.260.000.000 2,11 1.034.425.000 2,17 1.350.000.000 2,09 1.631.950.000 1,98
12 Perindagkop 887.580.000 1,49 500.000.000 1,05 750.000.000 1,16 737.350.000 0,90
13 BPP - - - - - - 3.134.200.000 3,81
TOTAL 59.748.052.000 100 47.643.508.000 100 64.555.544.000 100 82.328.487.400 100
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I122
4.4.3 SEKTOR KESEHATANAnggaran dan Realisasi Dana Otsus untuk pelayanan di sektor Kesehatan
Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2009-2012 sebagai berikut:
Tabel 4.17Komposisi Dana Otsus Sektor Kesehatan
Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009–2012
URAIAN TAHUN2009 2010 2011 2012
Anggaran 9.109.623.000 9.018.158.000 7.673.437.500 12.761.950.000Realisasi 9.059.622.000 6.778.462.000 3.183.740.000 8.207.275.000Presentase KenaikanPertahun - -25% -53% 158%
Efektifitas PenggunaanDana Otsus 99,45% 75,16% 41,49% 64,31%
Sumber: Laporan Realisasi Dana Otsus Kab.Pegunungan Bintang, 2009-2012
4.4.4 INFRASTRUKTUR DASARAnggaran dan Realisasi Dana Otsus untuk pelayanan di sektor Infrastruktur
Dasar Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2009-2012 sebagai berikut:
Tabel 4.18Komposisi Dana Otsus Infrastruktur Dasar
Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009–2012
URAIAN TAHUN2009 2010 2011 2012
Anggaran 2.996.524.500 3.476.000.000 8.291.125.000 3.945.995.000Realisasi 2.996.524.500 1.337.297.000 6.253.554.400 3.742.673.500Presentase KenaikanPertahun - -55,37% 367,63% -40,15%
Efektifitas PenggunaanDana Otsus 100% 38,47% 75,42% 94,85%
Sumber: Laporan Realisasi Dana Otsus Kab.Pegunungan Bintang, 2009-2012
4.4.5 EKONOMI KERAKYATANAnggaran dan Realisasi Dana Otsus untuk pelayanan di sektor Ekonomi
Kerakyatan Kabupaten Pegunungan Bintang pada Tahun 2009–2012 sebagai
berikut:
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I123
Tabel 4.19Komposisi Dana Otsus Ekonomi Kerakyatan
Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2009–2012
URAIANTAHUN
2009 2010 2011 2012Anggaran 6.665.205.000 3.902.250.000 4.600.000.000 7.985.450.000
Realisasi 6.603.957.211 3.871.160.000 2.244.378.000 7.130.231.950Presentase KenaikanPertahun - -41,38% -42,02% 217,69%
EfektifitasPenggunaan DanaOtsus
99,08% 99,20% 48,79% 89,29%
Sumber: Laporan Realisasi Dana Otsus Kab. Pegunungan Bintang, 2009-2012.
4.5 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN SARMI4.5.1 KOMPOSISI DANA OTSUS
Tren rencana dan realisasi belanja Otsus Kabupaten Sarmi tahun cenderung
menurun setiap tahunnya. Tahun 2008 misalnya, rencana dan realisasi belanja
Otsus terlihat cukup tinggi dibanding tahun-tahun berikutnya yaitu tahun 2009 dan
2010. penerimaan daerah yang bersumber dari dana Otsus berdasarkan gambar di
bawah terlihat cenderung fluktuatif setiap tahunnya. Penerimaan tertinggi terjadi
ditahun 2008 tetapi selanjutnya pada tahun-tahun berikut menurun.
Efektifitas pengelolaan pendapatan di Kabupaten Sarmi relatif lebih baik.
Tercermin selama tahun 2007-2011 tingkat efektifitas pendapatan (rasio realisasi
dan target) di Kabupaten Sarmi mencapai 89,93 persen per tahun.
Gambar 4.13Efektifitas Rencana dan Realisasi Belanja Otsus
Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Bappeda Provinsi Papua
64,2
93,0
55
62,0
13,2
52
59,7
92,5
41
51,1
60,7
00
59,9
60,3
40
52,6
36,8
84
2,279,8038,631,841 7,323,456
0
10,000,000
20,000,000
30,000,000
40,000,000
50,000,000
60,000,000
70,000,000
Plan Real Plan Real Plan Real
2008 2009 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I124
Proporsi belanja pada bidang-bidang cenderung mengalami fluktuasi,
kesehatan misalnya, tren-nya cenderung menurun, sedangkan bidang pelayanan
umum dan ekonomi cenderung meningkat. Secara umum, alokasi dana Otsus
terbesar adalah bidang pelayanan umum dan ekonomi, selanjutnya yang terendah
adalah bidang kesehatan.
Gambar 4.14Komposisi Rencana dan Realisasi Belanja Otsus
Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Bappeda Provinsi Papua
4.5.2 OTSUS SEKTOR PENDIDIKANProporsi alokasi dana otsus untuk bidang pendidikan Kabupaten Sarmi dapat
dikatakan sudah sesuai dengan amanat Undang-Undang Otsus yaitu rata-rata diatas
30 persen pertahunnya. Walaupun secara proporsih cukup tinggi, tetapi dari sisi
jumlah real menurun setiap tahunnya.
Gambar 4.15Rencana dan Realisasi Belanja Otsus Bidang Pendidikan
Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Bappeda Provinsi Papua
31.57 32.17 30.07 32.20 27.47 31.26
15.08 15.07 13.10 10.64 13.92 13.22
17.73 20.0815.64 12.14 18.10 11.51
35.63 32.68 41.19 45.02 40.52 44.01
PLAN REAL PLAN REAL PLAN REAL
2008 2009 2011PENDIDIKAN KESEHATAN INFRASTRUKTUR EKONOMI & PELAY. UMUM
20,294,990 19,949,875 17,978,000 16,472,700 16,469,200 16,453,599
PLAN REAL PLAN REAL PLAN REAL
2008 2009 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I125
4.5.3 OTSUS SEKTOR KESEHATANAlokasi dana Otsus bidang Kesehatan setiap tahunnya cenderung fluktuatif,
baik darisisi jumlah maupun proporsi. Alokasi dana Otsus tertinggi terjadi pada tahun
2008 dan terendah terjadi pada tahun 2009. Secara proporsial, realisasi tertinggi
terjadi pada tahun 2008 sedangkan terendah terjadi pada tahun 2009.
Gambar 4.16Rencana dan Realisasi Belanja Otsus Bidang Kesehatan
Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Bappeda Provinsi Papua
4.5.4 OTSUS INFRASTRUKTUR DASARAlokasi dana otsus untuk bidang infrastruktur dasar menempati posisi ketiga
tertbesar, dari keempat bidang dan setiap tahunnya cenderung fluktuatif. Terdapat
selisih yang besar stiap tahunnya antara rencana dan realisasi belanja setiap
tahunnya. Realisasi belanja terbesar terjadi di tahun 2008 dan terendah terjadi di
tahun 2010
Gambar 4.17Rencana dan Realisasi Belanja Otsus Bidang Infrastruktur Dasar
Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Bappeda Provinsi Papua
4.5.5 OTSUS EKONOMI KERAKYATANEkonomi kerayatan dan pelayanan umum merupakan bidang yang mendapat
alokasi alokasi dana Otsus terbesar setiap tahunnya dan jumlahnya cenderung
meningkat setiap tahunnya. Selisih rencana dan realisasi belanja bidang Ekonomi
kerakyatan dan pelayanan umum, rata-rata 2 milyar pertahunnya.
9,692,400 9,346,7527,834,541
5,442,4268,345,200
6,958,600
PLAN REAL PLAN REAL PLAN REAL
2008 2009 2011
11,400,000 12,451,3499,350,000
6,210,51010,850,000
6,060,599
PLAN REAL PLAN REAL PLAN REAL
2008 2009 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I126
Gambar 4.18Rencana dan Realisasi Belanja Otsus Bidang Infrastruktur Dasar
Kabupaten Sarmi Tahun 2007-2011
Sumber: Bappeda Provinsi Papua
4.6 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN TOLIKARA4.6.1 KOMPOSISI ALOKASI DANA OTSUS
Sebagaimana diketahui bahwa implementasi Otonomi Khusus Papua dimulai
sejak tahun 2002, namun dalam studi ini hanya ditampilkan komposisi dan besaran
alokasi dana Otsus pada tahun 2010, 2011, 2012 dan 2013 menurut bidang prioritas
sesuai amanat UU 21/2001 di Kabupaten Tolikara sebagaimana ditampilkan dalam
berikut ini.
Tabel 4.20Komposisi Alokasi Dana Otsus Kabupaten Tolikara, Tahun 2010-2013BIDANG TAHUN
2010 % 2011 % 2012 % 2013 %PENDIDIKAN 10.682.655.800 17 27.630.000.000 46 27.481.432.000 36 25.145.730.000 31
KESEHATAN 9.874.736.000 16 8.187.827.000 13 10.994.640.000 14 16.723.110.000 20
INFRASTRUKTURDASAR
3.582.699.998 5 5.072.288.000 8 750.000.000 0,009 22.247.500.000 27
EKONOMI RAKYAT 8.450.231.999 14 Nihil 0 2.800.000.000 3 450.000.000 0,005BIDANG LAINNYA 27.157.728.203 45 18.070.225.000 30 34.303.536.800 44 16.541.961.000 20JUMLAH 59.748.052.000 59.960.340.000 76.329.608.800 81.108.301.000Sumber: Data Laporan Otsus Bappeda dan diolah (2013)
Sesuai amanat UU Otsus dan aturan pelaksanaan lainnya telah mengatur
tentang besaran presentase alokasi setiap bidang prioritas yaitu bidang pendidikan
(30 persen), bidang kesehatan (15 persen), bidang infrastruktur (20 persen), bidang
ekonomi kerakyatan (15 persen) dan bidang lainnya (20 persen).
Berdasarkan data Tabel diatas menunjukkan bahwa besaran alokasi dana
Otsus untuk Kabupaten Tolikara pada setiap tahun mengalami peningkatan dalam
kuantitasnya. Sedangkan pembagian alokasi dana berdasarkan bidang-bidang
prioritas Otsus mengalami fluktuatif dan bahkan pada Tahun 2011 bidang ekonomi
rakyat tidak mendapatkan alokasi dana sama sekali. Dari tabel diatas terlihat bahwa
22,905,665 20,265,27624,630,000 23,035,064 24,295,940 23,164,086
PLAN REAL PLAN REAL PLAN REAL
2008 2009 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I127
rata-rata bidang yang mendapat alokasi dana terbesar selama 4 tahun terakhir
adalah bidang lain sebesar 34 persen, bidang pendidikan sebesar 32 persen,
kemudian bidang kesehatan sebesar 15 persen, bidang infrastruktur sebesar 10
persen, dan bidang ekonomi sebesar 4 persen. Dengan demikian rata-rata bidang
yang mendapatkan prosentasi dana terbesar adalah bidang lain yaitu 34 persen,
sedangkan bidang yang mendapatkan prosentasi alokasi terkecil adalah bidang
ekonomi kerakyatan yaitu hanya 4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah
Kabupaten Tolikara tidak konsisten dan tidak taat aturan dalam membagi alokasi
dana Otsus tiap bidang prioritas sesuai amanat Undang-Undang. Pada hal
seharusnya bidang pendidikan harus mendapatkan alokasi tertinggi minimal 30
persen dan diikuti bidang-bidang prioritas lain.
Selanjutnya dialokasikan pula dana pemberdayaan dan perlindungan orang
asli Papua setiap tahun, namun sasaran dan target kegiatan tidak seluruhnya
dinikmati secara langsung oleh rakyat Papua yang ada di kampong-kampung karena
lebih banyak untuk membiayai bantuan keagamaan, bantuan bahan bangunan,
monitoring dan evaluasi otsus, seni dan budaya serta lembaga adat dan bantuan
sosial lainnya. Dampaknya belum menunjukkan hasil yang signifikan, karena belum
mampu keluar dari kemiskinan dan keterbelakangan guna peningkatan kesejah-
teraan orang asli Papua di Kabupaten Tolikara. Sementara itu pada sisi lainnya
bahwa kemampuan daya serap dana Otsus setiap bidang prioritas dinilai sangat
baik karena berdasarkan data realisasi dana Otsus setiap tahun rata-rata 99persen.
Target dan Realisasi Dana OTSUS
Tabel 4.21Target dan Realisasi Dana Otsus Kabupaten Tolikara, Tahun 2010-2013
B i d a n gT a h u n
2010 2011 2012 2013Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9Pendidikan 10.682.655.800 10.682.655.800 27.630.000.000 27.630.000.000 27.481.432.000 27.481.432.000 25.145.730.000
Dalampelaksanaan
atau
tahun berjalan
Kesehatan 9.874.736.000 9.860.714.000 8.187.827.000 8.187.827.000 10.994.640.000 10.492.840.000 16.723.110.000Infrastruktur 3.582.699.998 3.572.500.000 5.072.288.000 4.489.000.000 750.000.000 750.000.000 22.247.500.000
Ek. Rakyat 8.450.231.999 8.286.118.037 NIHIL NIHIL 2.800.000.000 2.800.000.000 450.000.000Bidang lain 27.157.728.203 26.385.674.202 18.070.225.000 18.070.225.000 34.303.536.800 34.303.536.800 16.541.961.000
Jumlah &Capaian
59.748.052.000 58.787.812.039(98%)
59.960.340.000 59.581.848.587(99,37%)
76.329.608.800 75.827.808.800(99,24%)
81.108.301.000
Sisa Dana 960.239.961 378.491.413 501.800.000Sumber: Laporan Otsus Bappeda dan Diolah (2013)
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I128
Dari data tabel diatas menunjukkan bahwa dalam tiga tahun terakhir yaitu
Tahun 2010, 2011 dan 2012 antara target anggaran dan realisasi anggaran masih
berkisar 98-99 persen oleh karena ada bidang tertentu yang tidak dapat
direalisasikan seluruhnya (100 persen), diantaranya pada Tahun 2010 hanya bidang
lain dapat terealisasi sebesar 98 persen, pada Tahun 2011 hanya bidang
infrastruktur dapat direalisasikan sebesar 99,37 persen dan Tahun 2012 hanya
bidang kesehatan dapat terealisasi sebesar 99,24 persen. Sementara untuk tahun
2013 belum dapat disajikan realisasinya karena masih tahun berjalan pada saat
penelitian ini. Artinya bahwa setiap tahun selalu ada dana sisa yang disetor ke kas
daerah Kabupaten Tolikara karena tidak terserap seluruhnya atau 100 persen.
Walaupun demikian kondisi ini tidak terlalu mempengaruhi target kinerja
capaian pengelolaan dana Otsus pada tahun berjalan karena sisa dana yang tidak
terealisasikan hanya rata-rata berkisar 0,75 persen dari seluruh total alokasi dana
yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara untuk membiayai bidang-bidang
prioritas Otonomi Khusus Papua yang meliputi bidang pendidikan, kesehatan,
infrastruktur, ekonomi kerakyatan dan bidang strategis lainnya sesuai amanat
Undang-Undang OTSUS di Papua.
Selanjutnya dapat dijelaskan bidang-bidang prioritas Otonomi Khusus
berdasarkan data dan informasi dari Komposisi Alokasi Dana Otsus serta data
Target dan Realisasi Pengelolaan Dana Otsus sebagaimana ditampilkan dan
diuraikan pada Tabel di atas.
4.6.2 DANA OTSUS BIDANG PENDIDIKANDana Otsus bidang pendidikan yang dialokasikan Pemerintah Kabupaten
Tolikara secara kuantitasnya cukup memuaskan karena cenderung konsisten
besaran alokasi dana sesuai amanat Undang-Undang Otonomi Khusus yaitu dibatas
30 persen dari total dana Otonomi Khusus yang diterima Pemerintah Kabupaten
Tolikara. Hal ini terlihat dari data tabel diatas bahwa besaran alokasi dana di bidang
pendidikan masing adalah pada tahun 2010 jumlah alokasi dana sebesar
Rp10.682.655.800 atau 17 persen, tahun 2011 sebesar 7.630.000.000 atau 46
persen, tahun 2012 sebesar 27.481.432.000 atau 36 persen, dan Tahun 2013
sebesar Rp25.145.730.000 atau 31 persen. Artinya bahwa hanya tahun 2010
sebesar 17 persen sedangkan tahun 2011, 2012, dan 2013 telah dialokasikan di atas
30 persen atau telah memenuhi prosentasi alokasi sesuai ketentuan yang berlaku.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I129
Alokasi dana bidang pendidikan dimaksud digunakan untuk membiayai program dan
kegiatan sarana dan prasarana pendidikan, peralatan dan fasilitas sekolah, biaya
operasional sekolah, pengadaan pakaian seragam, pendidikan non formal,
pengembangan kualitas tenaga pendidikan, pengembangan pendidikan khusus
seperti kerja sama dengan Lembaga Pendidikan Yohanes Surya di Serpong, dan
program strategis lainnya.
Selanjutnya dari data target dan realisasi pengelolaan dana otsus pada bidang
pendidikan dinilai sangat baik karena realisasi dan kemampuan penyerapan dana
setiap tahun rata-rata di atas 99 persen, dimana pada tahun 2010, tahun 2011 dan
tahun 2012 bahwa realisasi penyerapan dana masing-masing sebesar 100 persen
atau seluruh dana yang dialokasikan telah diserap dengan baik dalam program dan
kegiatan yang direncanakan di Kabupaten Tolikara.
Sementara itu dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati oleh
masyarakat dalam pembangunan pendidikan di Kabupaten Tolikara belum dapat
dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi yang
memadai dan akurat dalam studi ini.
4.6.3 DANA OTSUS BIDANG KESEHATANKebijakan alokasi dana otsus di bidang kesehatan di Kabupaten Tolikara
berdasarkan data dalam Tabel di atas menggambarkan bahwa secara kuantitatif
besarannya cukup fluktuatif yaitu alokasi dana pada Tahun 2010 sebesar
Rp9.874.736.000 atau 16 persen, tahun 2011 sebesar 8.187.827.000 atau 13
persen, tahun 2012 sebesar Rp10.994.640.000 atau 14 persen dan tahun 2013
sebesar Rp16.723.110.000 atau 20 persen. Berdasarkan peraturan bahwa besaran
alokasi dana otsus bidang kesehatan minimal adalah 15 persen. Jika dilihat dari data
alokasi dana dari tabel tersebut bahwa prosentasi alokasi dana otsus bidang
kesehatan pada tahun 2010 dan tahun 2013 diatas 15 persen atau telah memenuhi
amanat peraturan yang berlaku, sedangkan alokasi dana tahun 2011 dan tahun 2012
dibawah 15 persen atau tidak memenuhi alokasi minimal yang ditentukan dalam
peraturan. Hal ini tentu juga mempengaruhi terhadap penyusunan rencana program
dan kegiatan yang tentu tidak dapat menjawab seluruhnya dari usulan program dan
kegiatan yang ditetapkan dalam Usulan Rencana Definitif (URD) maupun
Musrenbang Kabupaten Tolikara.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I130
Sementara itu dari aspek target dan realisasi pengelolaan dana otsus bidang
kesehatan berdasarkan data Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa realisasi dan
penyerapan dana pada tahun 2010 adalah sebesar 99,85 persen, realisasi tahun
2011 sebesar 100 persen, realisasi tahun 2012 sebesar 99,24 persen. Artinya bahwa
kemampuan penyerapan dana yang direalisasikan bidang Kesehatan rata-rata
adalah 99 persen atau kategori sangat baik.
Namun demikian, dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati
oleh masyarakat dalam pembangunan kesehatan di Kabupaten Tolikara belum dapat
dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi yang
memadai dan akurat dalam studi ini.
4.6.4 DANA OTSUS BIDANG INFRASTRUKTURKebijakan pengalokasian dana Otsus di bidang infrastruktur di Kabupaten
Tolikara berdasarkan data yang diperoleh, kemudian setelah ditampilkan dalam
Tabel 4.20 menunjukkan bahwa masih jauh dibawah standar minimal alokasi dana
yang ditentukan dalam peraturan yaitu sebesar 20 persen, dimana pada tahun 2010
alokasi dana sebesar Rp3.582.699.998 atau 5 persen, pada Tahun 2011 sebesar
Rp5.072.288.000 atau 8 persen, pada tahun 2012 sebesar Rp750.000.000 atau
0,009 persen dan pada tahun 2013 sebesar Rp22.247.500.000 atau 27 persen.
Artinya alokasi dana pada tahun 2010, 2011 dan 2012 jauh lebih kecil nilai
anggarannya atau di bawah prosentasi minimal yang ditentukan dalam peraturan
yang berlaku, dan hanya baru tahun 2013 saja yang diatas 20 persen. Dengan
demikian kebijakan penganggaran Pemerintah Kabupaten Tolikara pada bidang ini
tidak konsisten dan kurang memberi perhatian pada hal kondisi infrastruktur di
Kabupaten Tolikara masih jauh dari memadai sebagaimana yang dibutuhkan oleh
masyarakat Kabupaten Tolikara.
Selanjutnya dari aspek target dan realisasi dana Otsus bidang infrastruktur
dapat dijelaskan berdasarkan data Tabel diatas bahwa realisasi penyerapan dana
infrastruktur tahun 2010 sebesar 99 persen dari target dana Rp3.582.699.998,
realisasi tahun 2011 sebesar 88,5 persen dari target dana Rp5.072.288.000,
realisasi tahun 2012 sebesar 100 persen dari target dana Rp750.000.000 sedangkan
realisasi tahun 2013 belum dapat dihitung karena masih tahun anggaran berjalan.
Kemudian dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati oleh
masyarakat dalam pembangunan infrastruktur di Kabupaten Tolikara belum dapat
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I131
dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi yang
memadai dan akurat dalam studi ini.
4.6.5 DANA OTSUS BIDANG EKONOMI KERAKYATANKebijakan alokasi dana otsus bidang ekonomi rakyat di Kabupaten Tolikara
selama 4 tahun terakhir sangat kecil sehingga belum berpihak pada pengembangan
ekonomi rakyat. Hal ini dapat terlihat dari data Tabel di atas bahwa alokasi dana
untuk bidang ekonomi kerakyatan tahun 2010 sebesar Rp8.450.231.999 atau 14
persen, tahun 2011 sebesar Rp0,- atau 0 persen atau tidak mendapat alokasi dana
Otsus, tahun 2012 sebesar Rp2.800.000.000 atau 3 persen dan tahun 2013
dialokasikan sebesar Rp450.000.000 atau 0,005 persen.
Dengan demikian total dana yang dialokasikan untuk bidang ekonomi
kerakyatan selama 4 tahun terakhir hanya sebesar Rp11.700.231.999 atau 4 persen
dari total alokasi dana Otsus Kabupaten Tolikara sebesar Rp277.147.301.800.
Bidang ini mendapat alokasi terkecil dari tiga bidang prioritas Otsus dan bidang
strategis lainnya. Kondisi ini tentu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi rakyat yang
berdampak kepada pendapatan dan daya beli masyarakat yang masih rendah
sehingga belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, dari aspek target dan realisasi dana otsus bidang ekonomi
rakyat dapat dijelaskan berdasarkan data Tabel diatas bahwa realisasi tahun 2010
sebesar Rp8.286.118.037 atau 98 persen dari target Rp8.450.231.999, target dan
realisasi tahun 2011 tidak ada karena tidak mendapat alokasi dana Otsus, realisasi
tahun 2012 sebesar Rp2.800.000.000 atau 100 persen dari target Rp2.800.000.000,
sedangkan realisasi tahun 2013 belum dapat diketahui karena masihdalam
pelaksanaan program atau tahun berjalan dari target Rp450.000.000.
Selanjutnya dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati oleh
masyarakat dalam pembangunan ekonomi kerakyatan di Kabupaten Tolikara belum
dapat dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi yang
memadai dan akurat dalam studi ini.
4.6.6 DANA OTSUS BIDANG PRIORITAS LAINKebijakan pengalokasian dana otsus di Kabupaten Tolikara, selain di alokasi
untuk empat bidang prioritas juga dialokasikan untuk bidang strategis lainnya dengan
jumlah alokasi dana yang cukup besar. Berdasarkan data dalam Tabel diatas bahwa
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I132
alokasi dana otsus di bidang prioritas lain selama empat tahun terakhir yaitu alokasi
tahun 2010 sebesar Rp27.157.728.203 atau 45 persen, alokasi tahun 2011 sebesar
Rp18.070.225.000 atau 30 persen, alokasi tahun 2012 sebesar Rp34.303.536.800
atau 44 persen, dan alokasi tahun 2013 sebesar Rp16.541.961.000 atau 20 persen.
Dengan demikian jumlah alokasi dana yang dianggarkan selama 4 tahun
terakhir pada bidang ini sebesar Rp96.073.451.003 atau 34 persen dari total dana
Otsus Kabupaten Tolikara sebesar Rp277.147.301.800,- selama periode tahun
2010–2013. Artinya bidang ini mendapat alokasi dana yang cukup signifikan
dibandingkan dengan 4 bidang prioritas Otsus itu sendiri.
Sementara itu, dari aspek target dan realisasi alokasi dana Otsus pada bidang
prioritas lain berdasarkan data Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa realisasi dana
tahun 2010 sebesar Rp26.385.674.202 atau persen dari target Rp27,157.728.203,
realisasi dana Tahun 2011 sebesar Rp18.070.225.000 atau 100 persen dari target
Rp18.070.225.000, realisasi tahun 2012 sebesar Rp34.303.536.800 atau 100 persen
dari target Rp34.303.536.800, target tahun 2013 sebesar Rp16.541.961.000 dan
realisasi belum ada data final karena masih tahun berjalan.
Selanjutnya dari aspek hasil dan dampak yang dirasakan dan dinikmati oleh
masyarakat dalam pembangunan bidang prioritas lain Otsus di Kabupaten Tolikara
belum dapat dijelaskan secara detail karena tidak didukung oleh data dan informasi
yang memadai dan akurat dalam studi ini.
4.7 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN KEPULAUANYAPEN
4.7.1 DANA OTSUS BIDANG SOSIAL BUDAYA
Tabel 4.22Alokasi Dana Otsus dan Realisasi di Bidang Sosial Budaya
Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2008–2012TAHUN ALOKASI DANA (Rp) REALISASI (Rp)
2008 Rp. 34.049.533.000,- Rp. 34.049.533.000,-
2009 Rp. 32.937.425.100,- Rp. 32.937.425.100,-
2010 Rp. 39.487.802.000,- Rp. 39.487.802.000,-
2011 Rp. 40.709.265.600,- Rp. 40.709.265.600,-
2012 Rp. 47.483.013.000,- Rp. 47.483.013.000,-Sumber: RD Kabupaten Kep. Yapen (diolah) 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I133
Untuk tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012 bidang Sosial Budaya
merupakan salah satu bidang yang menggunakan anggaran yang bersumber dari
dana Otsus, dimana sektor Pendidikan dan Kesehatan masuk di dalamnya. Bidang
sosial budaya mendapatkan porsi dana yang cukup besar dari 2 bidang lainnya yaitu
Infrastruktur dan Ekonomi. Hal ini dikarenakan untuk bidang sosial sendiri yang
kemudian dipecah menjadi beberapa bagian di dalamnya terdapat 2 sektor prioritas
lainnya yaitu sektor Pendidikan dan Kesehatan yang menerima porsi yang besar
sesuai amanat yang terkandung dalam Undang-Undang Otsus.
Dari tahun ke tahun terlihat peningkatan porsi dana yang dialokasikan bagi
sektor ini. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga pada tahun 2009 mendapat
porsi dana 29 persen dari total alokasi dana sebesar 61,19 persen yang tersebar di 9
SKPD. Kemudian untuk Dinas kesehatan sebesar 18,1 persen dari total alokasi.
Pada tahun 2010 porsi anggaran untuk kedua sektor tetap persentasenya, hanya
berubah pada nilai atau jumlah uangnya juga program kegiatannya. Pada tahun
2012 terjadi peningkatan sebesar 1 persen dari Dinas Kesehatan yang tadinya
hanya 29 persen menjadi 30 persen. Kemudian untuk Dinas Kesehatan menurun
menjadi 14,64 persen dari tahun 2010 yang tadinya 18,1 persen. Tentunya
diharapkan hasilnya akan jauh lebih menyentuh dengan jumlah yang besar bahkan
meningkat terus setiap tahunnya. Namun apabila diamati dalam masyarakat di
Kabupaten Kepulauan Yapen dengan berbagai program dan kegiatan yang ada
sampai dengan saat ini masih dirasakan kurang menyentuh kebutuhan mendasar
masyarakat Asli Papua sampai dengan tingkatan yang paling bawah. Seluruh
Rencana Definitif terealisasikan seluruhnya dalam berbagai dokumen hasil laporan
program dan kegiatan sesuai dengan anggaran yang dialokasikan, meskipun ada
kendala namun dapat diselesaikan setelah adanya temuan dari BPK maupun
inspektorat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I134
4.7.2 DANA OTSUS BIDANG INFRASTRUKTURTabel 4.23
Alokasi Dana Otsus dan Realisasi di Bidang InfrastrukturKabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2008–2012
TAHUN ALOKASI DANA (Rp) REALISASI (Rp)2008 Rp. 11.740.000.000,- Rp. 11.740.000.000,-2009 Rp. 10.485.000.000,- Rp. 10.485.000.000,-2010 Rp. 7.950.000.000,- Rp. 7.950.000.000,-2011 Rp. 8.807.494.400,- Rp. 8.807.494.400,-2012 Rp. 14.384.735.500,- Rp. 14.384.735.500,-
Sumber: RD Kabupaten Kep. Yapen (diolah)
Pada tahun anggaran 2008 sampai 2012 dana Otsus yang dialokasikan bagi
bidang Infrastruktur nilainya mengecil mulai dari 11 milyar sampai dengan 8 milyar
rupiah. Kemudian pada tahun 2012 nilainya meningkat menjadi 14 milyar rupiah atau
porsi dananya sebesar 20,05 persen dari total alokasi dana Otsus pada tahun 2012.
Kenaikan ini juga perlu disikapi baik dengan mengawal dan memberikan monitoring
yang baik terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh SKPD terkait. Karena nilai
tersebut tentunya harus menghasilkan infrastruktur yang mampu menjembatani
kondisi geografis Kabupaten Kepulauan Yapen yang sebagian besar harus dijangkau
dengan jalan laut oleh karena itu titik-titik yang akan dibangun untuk menjangkau
distrik yang masih belum tembus oleh jalan darat sedang dikerjakan. Harapan bahwa
peningkatan untuk infrastruktur akan membawa sedikit perubahan yang signifikan
bagian seluruh aspek kehidupan.
4.7.3 DANA OTSUS BIDANG EKONOMI
Tabel 4.24Alokasi Dana Otsus dan Realisasi di Bidang Ekonomi
Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2008–2012TAHUN ALOKASI DANA (Rp) REALISASI (Rp)
2008 Rp. 14.594.045.000,- Rp. 14.594.045.000,-
2009 Rp. 9.807.307.900,- Rp. 9.807.307.900,-
2010 Rp. 9.807.307.900,- Rp. 9.807.307.900,-
2011 Rp. 5.602.850.000,- Rp. 5.602.850.000,-
2012 Rp. 8.343.565.000,- Rp. 8.343.565.000,-Sumber: RD Kabupaten Kep. Yapen (diolah)
Dana Otsus yang di alokasikan bagi bidang Ekonomi apabila dilihat pada tabel
di atas, tahun anggaran 2012 dana Otsus mengalami peningkatan setelah selama 4
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I135
tahun anggaran terakhir mengalami penurunan. Yang menjadi hasil wawancara
beberapa SKPD terkait bidang ini ada terdapat SKPD yang tidak menerima alokasi
dana Otsus dalam pelaksanaan program dan kegiatan di SKPD terkait bahkan
hampir 2 tahun terakhir dalam alokasi anggaran. Padahal apabila ditinjau kembali
SKPD tersebut merupakan salah satu SKPD yang programnya langsung menyentuh
kepada masyarakat yang hasilnya langsung dapat dinikmati. Belum dapat diketahui
secara jelas alasan tidak diberikannya dana, namun untuk program dan kegiatan
yang selama ini dilaksanakan bersumber dari pusat selain APBD.
4.8 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN KEEROM4.8.1 KOMPOSISI ALOKASI DANA OTSUS
Kabupaten Keerom terbentuk pada tahun 2002 berdasarkan UU 26 Tahun
2002, namun kegiatan pemerintahan baru mulai dilaksanakan pada tahun 2003.
Pada tahun 2003 Kabupaten Keerom mendapat alokasi dana otsus dalam bentuk
fresh money sebesar Rp5 milyar, untuk tahun 2013 sesuai SK Gubernur Provinsi
Papua Kabupaten Keeerom mendapatkan alokasi dana otonomi khusus sebesar
Rp84 milyar. Alokasi dana otsus Kabupaten Keerom selama beberapa tahun tersaji
sebagai berikut.
Tabel 4.25Realisasi, Persentase dan Pertumbuhan Alokasi Dana Otonomi Khusus
Kabupaten Keerom Tahun 2008-2012Tahun Realisasi
(Rp)Persentase
(%)Pertumbuhan
(%)2008 63,641,476,000 4,73 6,382009 55,100,000,000 4,35 -13,422010 55,100,000,000 4,24 0.002011 61,398,744,000 3,79 11,432012 76,767,803,000 3,79 25,03
Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008 - 2012
Kurun waktu 2003–2012 total alokasi dana otonomi khusus yang diterima
Kabupaten Keerom sebesar Rp495 milyar dengan rata-rata penerimaan selama
kurun waktu tersebut sebesar Rp49 milyar. Selama lima tahun terakhir penerimaan
dana otsus berfluktuasi dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,88 persen
sedangkan rata-rata persentase terhadap total dana otus Papua sebesar 4,18
persen.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I136
4.8.2 DANA OTSUS SEKTOR PENDIDIKANAlokasi dana otsus Kabupaten Keerom untuk sektor pendidikan cenderung
meningkat tahun 2008–2012. Selama kurun waktu tersebut alokasi anggaran sektor
pendidikan sesuai dengan amanat otsus yaitu dianggarkan sebesar 30 persen atau
rata-rata 30,14 persen. Pada tahun 2008 alokasianggaran sektor pendidikan sebesar
Rp19,100 milyar atau 30,01 persen dari total dana otsus, tahun 2009 menurun
Rp18,138 milyar atau 32,92 persen hingga tahun 2012 alokasi dana otsus sektor
pendidikan sebesar Rp18,500 milyar. Alokasi anggaran sektor pendidikan dapat
dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 4.26Alokasi Dana Otonomi Khusus Sektor Pendidikan
Kabupaten Keerom Tahun 2008-2012 (dalam milyar)Tahun Dana Otsus Pendidikan Persentase2008 63,641 19,100 30.012009 55,100 18,138 32.922010 55,100 16,638 30.202011 61,399 20,543 33.462012 76,768 18,500 24.10
Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008-2012
Beberapa program atau kegiatan sektor pendidikan dengan menggunakan
dana otsus selama beberapa tahun terakhir, sebagai berikut:
1. Tahun Anggaran 2011
a. Penyelenggaran pendidikan gratis wajib belajar 9 tahun sebesar Rp6,812
milyar;
b. Pembekana kemampuan (life skill) murid SD pada Surya Institute sebesar
Rp1,320 milyar;
c. Penyelenggaraan pendidikan gratis tingkat SMA/SMK sebesar Rp5,241
milyar;
d. Penyediaan beasiswa bagi mahasiswa asli Keerom di Papua sebesar
Rp1,523 milyar;
e. Penyelenggaraan ujian nasional tingkat SD, SMP dan SMA/SMK sebesar
Rp1,500 milyar.
2. Tahun Anggaran 2012
a. Pembebasan biaya pendidikan SD/MI sebesar Rp3 milyar;
b. Pembebasan biaya pendidikan SMP/MTs sebesar Rp2,300 milyar;
c. Pengelolaan pendidikan dan tenaga kependidikan yang bertugas di daerah
khusus sebesar Rp2,200 milyar
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I137
d. Pembebasan biaya pendidikan SMA/MA/SMK sebesar Rp4,500 milyar;
e. Ujian Nasional tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MI/SMK sebesar Rp1,567
milyar;
f. Beasiswa mahasiswa asli Keerom sebesar Rp2,396 milyar
Selain kegiatan-kegiatan tersebut terdapat pula kegiatan lainnya yang bernilai
kurang dari Rp1 milyar seperti: pengembangan kurikulum, pengembangan
pendidikan berpola asrama, pengembangan sekolah model kontekstual Keerom,
pembinaan dan penyelenggaraan olimpiade dan lomba-lomba sejenisnya tingkat
SMP/MTs bagi anak Papua, ujian nasional (UN) tingkat SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA/SMK dan kesetaraan (paket A,B,C), biaya penyediaan tenaga kontrak
dinas P dan P, pemilihan guru, kepala sekolah dan pengawas berprestasi, dan
workshop pengembangan kelompok profesi guru (KKG,MGMP,KKKS,MKKS dan
MKPS).
4.8.3 DANA OTSUS SEKTOR KESEHATANSektor kesehatan memperoleh alokasi dana otsus rata-rata sebesar 15,36
persen tahun anggaran 2008–2012 atau telah sesuai dengan amanat UU Otsus.
Pada tahun 2008 alokasi anggaran sektor kesehatan sebesar Rp9,541 milyar ata
14,99 persen, menurun tahun 2009 sebesar Rp9,069 milyar atau 16,46 persen pada
tahun 2010 menurun menjadi Rp8,295 milyar atau 15,05 persen, namun pada tahun
2011 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya menjadi Rp10,392 milyar atau
16,93 persen. Pada tahun 2012 alokasi anggaran sektor pendidikan menurun
menjadi Rp10,250 milyar atau 13,35. Alokasi dana otsus sektor kesehatan kurun
waktu 2008-2012 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.27Alokasi Dana Otonomi Khusus Sektor Kesehatan
Kabupaten Keerom Tahun 2008-2012 (dalam milyar)Tahun Dana Otsus Kesehatan Persentase2008 63,641 9,541 14.992009 55,100 9,069 16.462010 55,100 8,295 15.052011 61,399 10,392 16.932012 76,768 10,250 13.35
Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008-2012
Alokasi dana otsus sektor kesehatan selain dikelola oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Keerom juga dikelola oleh pihak Rumah Sakit Kwaingga. Misalnya pada
tahun 2011 dari total dana sektor kesehatan sebesar Rp10,392 milyar terdapat Rp3
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I138
milyar yang dikelola RS. Kwaingga yang diperuntukkan untuk kegiatan pelayanan
kesehatan gratis sebesar Rp1 milyar, pelayanan dalam gedung jasa medis dan
paramedic sebesar Rp787 juta, pengadaan obat pasien rawat inap sebesar Rp626,5
juta.
Pada tahun 2012 RS Kwaingga mendapat alokasi dana otsus sebesar Rp2
milyar seluruh dana tersebut digunakan untuk pelayanan kesehatan gratis bagi
masyarakat. Berikut sajikan kegiatan-kegiatan sektor kesehatan yang dibiayai dana
Otsus.
1. Tahun Anggaran 2011
a. Pendidikan kelas bidan sebesar Rp1,2 milyar;
b. Pelayanan kesehatan gratis sebesar Rp1 milyar;
c. Penyediaan tambahan kinerja tenaga kesehatan untuk 8 puskesmas sebesar
Rp679 juta;
d. Penyediaan tenaga kesehatan pegawai tidak tetap (tenaga kontrak) sebesar
Rp800 juta;
e. Pelayanan puskesmas keliling daerah terpencil, perbatasan dan terisolir
sebesar Rp749 juta;
f. Penyediaan PMT berbahan local dan vitamin bagi ibu hamil KEK dan balita
sebesar Rp588 juta, dan lain-lain.
2. Tahun Anggaran 2012
a. Pelayanan kesehatan gratis sebesar Rp1,400 milyar;
b. Pelayanan kesehatan daerah terpencil sebesar Rp1,109 milyar;
c. Pendidikan kelas khusus bidan untuk putra daerah Papua sebesar Rp925 juta;
d. Penyediaan tenaga kesehatan pegawai tidak tetap sebesar Rp887 juta;
e. Pengendalian penyakit HIV sebesar Rp100 juta;
f. Penyediaan biaya transport penerbangan ke kampung sangat terpencil
sebesar Rp280 juta;
g. Pengadaaan bahan/sarana hidup sehat, promosi dan peningkatan pelayanan
kesehatan di posyandu sebesar Rp250 juta;
h. Distribusi logistik ke PKM dan jaringan sebesar Rp200 juta; dan lain
sebagainya.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I139
4.8.4 DANA OTSUS INFRASTRUKTUR DASARDana otsus yang dialokasi untuk pembangunan infrastruktur dasar kurun
waktu lima tahun terakhir cukup bervariatif, tahun 2008 dialokasi sebesar Rp12
milyar atau 18,86 persen turun menjadi Rp8,103 milyar atau 14,71 persen tahun
2009 kemudian turun lagi menjadi Rp6,053 milyar atau 10,99 persen tahun 2010.
Pada tahun 2011 meningkat Rp8,278 milyar atau 13,48 persen, meningkat di tahun
2012 menjadi Rp8,760 milyar atau 11,41 persen. Alokasi dana otsus untuk sektor
infrastruktur dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.28Alokasi Dana Otonomi Khusus Sektor InfrastrukturKabupaten Keerom Tahun 2008-2012 (dalam milyar)
Tahun Dana Otsus Infrastruktur Persentase2008 63,641 12,000 18.862009 55,100 8,103 14.712010 55,100 6,053 10.992011 61,399 8,278 13.482012 76,768 8,760 11.41
Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008-2012
Dana otsus sektor infrastruktur tahun anggaran 2011–2012 dikelola oleh BK3,
Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas PU dan Badan Pemberdayaan Masyarakat
Kampung. Pada tahun 2011 alokasi anggaran sebesar Rp8,278 milyar, Rp7,978
milyar dikelola oleh BK3 digunakan untuk: 1) pembangunan infrastruktur lingkungan,
2) pembangunan perumahan masyarakat dan 3) energi listrik yang tersebar di Distrik
Towe, Waris dan Web. Sedangkan Rp300 juta dikelola oleh Dinas Pertambangan
dan Energi untuk pengadaan dan pemasangan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga
Listrik).
Pada tahun 2012 alokasi anggaran sebesar Rp8.760 milyar dikelola oleh BK3
sebesar Rp7,623 milyar untuk kegiatan pembangunan infrastruktur lingkungan,
pembangunan perumahan masyarakat dan energi listrik di Distrik Towe Waris dan
Web. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kampung mengelola
dana sebesar Rp237 juta yang digunakan untuk pengadaan solar cell, sedangkan
Dinas PU mengelola dana sebesar Rp900 juta yang digunakan untuk pembangunan
jembatan ruas Woor–Bewan (tahap II) dan pengawasan teknis pembangunan
jembatan ruas Woor–Bewan (tahap II).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I140
4.8.5 DANA OTSUS EKONOMI KERAKYATANAlokasi dana otonomi khusus untuk bidang ekonomi kerakyatan tahun 2008–
2012 rata-rata sebesar 5,99 persen dari total alokasi dana otsus Kabupaten Keerom.
Alokasi terbesar kurun waktu tersebut pada tahun 2010 sebesar Rp4,100 milyar atau
7,44 persen dari total alokasi dana otsus, alokasi anggaran terkecil pada tahun 2011
sebesar Rp3,138 milyar atau 5,11 persen.
Tabel 4.29Alokasi Dana Otonomi Khusus Sektor Ekonomi Kerakyatan
Kabupaten Keerom Tahun 2008-2012 (dalam milyar)Tahun Dana Otsus Ekonomi
KerakyatanPersentase
2008 63,641 3,800 5.972009 55,100 3,972 7.212010 55,100 4,100 7.442011 61,399 3,138 5.112012 76,768 3,250 4.23
Sumber: RD Otsus Kabupaten Keerom, 2008-2012
Alokasi dana otsus sektor ekonomi kerakyatan pada tahun 2011 sebesar
Rp3,138 milyar, namun pada tahun tersebut terdapat alokasi tertentu yang dikelola
oleh BK3 dan Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan untuk kegiatan
ekonomi kerakyatan. BK3 mengelola dana otsus sebesar Rp2,518 milyar
diperuntukan pada kegiatan pembangunan ekonomi produktif yang tersebar pada
Distrik Web, Towed dan Waris. Sedangkan Dinas Koperasi, Perindustrian dan
Perdagangan mengelola sebesar Rp4,050 milyar yang diperuntukan pada kegiatan-
kegiatan seperti, pembangunan sanggar kerja industri batik motif Keerom, bantual
modal kerja industri di Senggi, bantuan modal kerja dan peralatan industri motif
Keerom, pengadaan bapok dan biaya angkutan bapok, pemberdayaan koperasi
melalui bantuan perkuatan modal serta berbagai pelatihan dalam rangka
pengembangan industri rumah tangga (home industry).
Pada tahun 2012 alokasi dana otsus bidang ekonomi kerakyatan dikelola
Dinas Koperasi, perindustrian dan perdagangan dalam bentuk, seperti: perkuatan
modal KSP/KSU, bantuan subsidi angkutan bahan pokok di Distrik Towe,
pembangunan kios percontohan di empat distrik, bantuan perkuatan barang kios,
bantuan tenda untuk pedagang kaki lima, bantuan bahan, mesin dan peralatan IKM
serta kegiatan pendampingan dan pelatihan dalam rangka penguatan ekonomi
masyarakat. Selain itu, BK3 mengelola dana otsus sebesar Rp2,339 milyar untuk
kegiatan ekonomi produktif.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I141
4.9 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN MERAUKE4.9.1 KOMPOSISI ALOKASI DANA OTSUS
Berdasarkan komposisi dana otsus pada tabel diatas, dijelaskan bahwa
alokasi dana otsus setiap tahunnya dalam kurun waktu 2008-2012, senantiasa ada
alokasi untuk bidang urusan wajib dan untuk bidang urusan pilihan.
Tabel 4.30Komposisi Dana Otonomi Khusus Kabupaten Merauke
Tahun 2008–2012
Sumber: Data Bappeda Kab. Merauke
Urusan wajib seperti; pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perencanaan
pembangunan, dan tanaman pangan, setiap tahun ada alokasinya dari dana otsus.
Dana Otsus yang dialokasikan untuk belanja sektor pendidikan belummemenuhi amanat dari Undang-Undang Otsus, sedangkan untuk sektorkesehatan telah memenuhi, dengan kecenderungan yang semakin meningkatdan membaik. Adapun alokasi belanja untuk bidang infrastruktur, ekonomi, dan lain
lain yang bersumber dari dana otsus cenderung berfluktuatif sepanjang tahun 2008-
2012. Di mana yang paling besar adalah infrastruktur yang mendapat porsi 30
persen per tahun.
Sementara, urusan wajib lainnya seperti; perhubungan, pemberdayaan
masyarakat kampung, pemberdayaan perempuan, pemuda dan olah raga tidak rutin
alokasinya dari dana Otsus setiap tahunnya.
ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%) ALOKASI DANA (%)
1 Pendidikan 14.594.404.600 25 13.136.600.000 24 13.925.500.000 26 17.901.778.659 29,5 10.400.000.000 17,2
2 Kesehatan 8.100.000.000 14 8.250.000.000 15 8.250.000.000 15,4 5.500.000.000 9,08 5.000.000.000 8,25
3 Rumah Sakit Umum Daerah 1.000.000.000 2 3.000.000.000 5,45 3.000.000.000 5,61 3.000.000.000 4,95 3.000.000.000 4,95
4 Dinas Tanaman Pangan 2.800.000.000 5 4.000.000.000 7,27 4.000.000.000 7,48 2.000.000.000 3,3 2.000.000.000 3,3
5 Dinas Kehutanan & Perkebunan 696.654.936 1 1.500.000.000 2,73 1.510.500.000 2,82 1.500.000.000 2,48 1.500.000.000 2,48
6 Dinas Peternakan 1.099.383.836 2 1.500.000.000 2,73 1.500.000.000 2,8 1.500.000.000 2,48 1.500.000.000 2,48
7 Dinas Perikanan & Kelautan 696.654.936 1 1.500.000.000 2,73 1.500.600.000 2,81 1.100.000.000 1,82 1.100.000.000 1,82
8 Dinas Pekerjaan Umum 15.116.614.092 26 9.000.000.000 16,4 13.596.169.000 25,4 18.257.358.341 30 17.159.137.000 28
9 Dinas Kebudayaan & Pariwisata 400.000.000 1 600.000.000 1,09 600.000.000 1,12 - - - -
10 Kantor Migrasi & Permukiman 2.500.000.000- 4 5.000.000.000 9,09 - - - - - -
11 TATAPEM (DISTRIK) 6.000.000.000 10 - - - - - - - -
12 SETDA 4.750.865.600 8 - - - - - - 9.100.000.000 15
13 BAPPEDA 300.000.000 1 700.000.000 1,27 300.000.000 0,56 450.000.000 0,74 450.000.000 0,74
14 Dinas Perhubungan - - 4.000.000.000 7,27 3.069.565.000 5,74 3.178.934.000 5,25 3.178.934.000 5,25
15 Dinas Kesejahteraan Sosial dan PMK - - 2.000.000.000 3,64 1.413.200.000 2,64 5.000.000.000 8,25 5.000.000.000 8,25
16 Bagian Pemberdayaan Perempuan - - 413.400.000 0,75 413.400.000 0,77 500.000.000 0,83 500.000.000 0,83
17 Dinas Pemuda Olah Raga dan PLS - - 400.000.000 0,73 - - 700.000.000 1,16 700.000.000 1,16
18 Inspektorat - - - - 400.000.000 0,75 - - - -TOTAL 58.054.578.000 100 55.000.000.000 100 53.478.934.000 100 60.588.071.000 100 60.588.071.000 100
TAHUN 2012
Sumber : Data Bappeda Kab.Merauke
KOMPOSISI DANA OTONOMI KHUSUS KABUPATEN MERAUKETAHUN 2008 - 2012
NO BIDANG/URUSANTAHUN 2008 TAHUN 2009 TAHUN 2010 TAHUN 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I142
Di lain pihak, untuk urusan pilihan ada yang rutin menerima alokasi dari dana
Otsus, seperti; kehutanan, peternakan, dan perikanan. Hal ini, disebabkan karena
bidang urusan tersebut secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan
kabupaten. Selanjutnya, nampak pada tabel diatas, bahwa alokasi dari dana Otsus
kabupaten merauke untuk pelaksanaan pengawasan internal dalam hal ini
inspektorat, tidak rutin dialokasikan. Artinya, dapat dikatakan bahwa untuk
pengawasan internal terhadap penggunaan dana otonomi khusus di Kabupaten
Merauke tidak dibiayai rutin dari sumber dana Otsus melainkan dibiayai dari sumber
lain juga.
4.9.2 DANA OTSUS SEKTOR PENDIDIKANTabel 4.31
Alokasi Dana Otsus Per Bidang Sektor PendidikanKabupaten Merauke Tahun 2008–2012
Sumber: RD Otsus Kab. Merauke (Data Diolah)
Alokasi dana otsus sektor pendidikan, untuk bidang pendidikan dasar
(DIKDAS) pada tahun 2008 sampai dengan 2009, lebih besar jumlah dan
prosentasenya dibandingkan dengan alokasi untuk bidang pendidikan menengah
(DIKMEN). Di tahun 2010 sampai dengan 2012, alokasi dana otsus sektor
pendidikan tidak hanya fokus pada Dikdas dan Dikmen, melainkan sudah mencakup
pendidikan dasar, menengah, atas dan tinggi. Dengan menyatu dalam satu bidang
yang disebut bidang pendidikan.
Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana Jumlah Dana Jumlah Dana1. Bidang Pendidikan 6.094.404.600 41,76 6.198.032.000 47,18 - - - - - -2. Bidang Pendidikan SD 8.500.000.000 58,24 6.938.568.000 52,82 - - - - - -3 Bidang Pendidikan - - - 13.925.500.000 100 17.901.778.659 100 10.400.000.000 100
Jumlah 14.594.404.600 100 13.136.600.000 100 13.925.500.000 100 17.901.778.659 100 10.400.000.000 100
Alokasi Dana Otsus Per Bidang pada Sektor PendidikanDi Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012
Sumber : RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)
TA 2012Bidang
TA 2008 TA 2009 TA 2010 TA 2011No
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I143
Tabel 4.32Alokasi Dana Otsus Sektor Pendidikan Kabupaten Merauke
Tahun 2008-2012Tahun Jumlah Dana Otsus (Milyar) Jumlah Dana Otsus Sektor Pendidikan
(Milyar)persen
2008 58.054.578.000 14.594.404.600 25,142009 55.000.000.000 13.136.600.000 23,88
2010 53.478.934.000 13.925.500.000 26,04
2011 60.588.071.000 17.901.778.659 29,55
2012 60.588.071.000 10.400.000.000 17,17
Sumber: RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)
Alokasi dana Otsus untuk bidang urusan sektor pendidikan, terus mengalami
peningkatan. Namun, belum sesuai dengan amanat UU Otsus tentang Peruntukkan
dana Otsus bagi sektor pendidikan yakni sekurang-kurangnya 30 persen dari dana
otsus yang diterima daerah, alokasi dana Otsus dalam 5 (lima) tahun terakhir
mencapai paling tinggi 29,55 persen (tahun 2011). Hal ini, menunjukkan pemerintah
kabupaten Merauke belum konsisten untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
4.9.3 OTSUS SEKTOR KESEHATANTabel 4.33
Alokasi Dana Otsus Per Bidang Sektor KesehatanKabupaten Merauke Tahun 2008–2012
Sumber: RD Otsus Kab. Merauke (Data Diolah)
Alokasi dana otsus sektor kesehatan, untuk bidang kesehatan prosentasenya
senantiasa lebih besar dari pada rumah sakit. Untuk bidang kesehatan, dalam dua
tahun terakhir alokasinya menurun. Walaupun, secara keseluruhan jumlah dana
otsus di kabupaten Meraukemengalami peningkatan. Artinya, ada perubahan
komposisi untuk bidang kesehatan di tahun 2011 dan 2012. Alokasi untuk rumah
sakit, jumlahnya tetap dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2012 yakni sebesar 3
milyar, namun prosentasenya meningkat dari 26,6 persen di tahun 2009 menjadi
37,5 persen di tahun 2012. Hal ini desebabkan karena jumlah alokasi dana otsus
kabupaten merauke terus bertambah.
Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana %1. Bidang Kesehatan 8.100.000.000 89,01 8.250.000.000 73,33 8.250.000.000 73,33 5.500.000.000 64,71 5.000.000.000 62,502. Bidang Rumah Sakit 1.000.000.000 10,99 3.000.000.000 26,67 3.000.000.000 26,67 3.000.000.000 35,29 3.000.000.000 37,50
Jumlah 9.100.000.000 100 11.250.000.000 100 11.250.000.000 100 8.500.000.000 100 8.000.000.000 100
Sumber : RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)
Alokasi Dana Otsus Per Bidang pada Sektor KesehatanDi Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012
TA 2012No Bidang
TA 2008 TA 2009 TA 2010 TA 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I144
Tabel 4.34Alokasi Dana Otsus Sektor Kesehatan Kabupaten Merauke
Tahun 2008-2012Tahun Jumlah Dana Otsus
(Milyar)Jumlah Dana Otsus Sektor Kesehatan
(Milyar) %
2008 58.054.578.000 9.100.000.000 15,67
2009 55.000.000.000 11.250.000.000 20,45
2010 53.478.934.000 11.250.000.000 21,04
2011 60.588.071.000 8.500.000.000 14,03
2012 60.588.071.000 8.000.000.000 13,20Sumber: RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012(Data Diolah)
Alokasi dana Otsus untuk sektor kesehatan telah sesuai dengan amanat UU
Otsus tentang peruntukkan dana Otsus, mencapai 20 persen di tahun 2009 dan 21
persen di tahun 2010. Namun dalam dua tahun terakhir prosentasenya menurun
menjadi 14 persen di tahun 2011 dan 13 persen di tahun 2012. Artinya, alokasi dana
Otsus sektor kesehatan, makin kecil walapun jumlah dana otsus kabupaten Merauke
terus meningkat. Hal ini, menunjukkan pemerintah kabupaten Merauke tetap
konsisten untuk memperbaiki pelayanan kesehatan, walaupun alokasi ke sektor
kesehatan makin kecil.
4.9.4 OTSUS INFRASTRUKTUR DASARTabel 4.35
Alokasi Dana Otsus Per Bidang Sektor Infrastruktur Dasardi Kabupaten Merauke Tahun 2008–2012
Sumber: RD Otsus Kab. Merauke (Data Diolah)
Alokasi dana otsus pada sektor infrastruktur dasar, didistribusi ke 3 (tiga)
bidang yang memberikan pelayanan dasar bagi masyarakat yakni: Bidang Fisik
Prasarana, Bidang Bina Marga, dan Bidang Cipta Karya. Alokasi untuk bidang fispra,
dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir hanya sekali dialokasikan pada tahun
2008. Sementara Alokasi untuk bidang Bina Marga, yang baru dialokasikan pada
tahun 2009, rutin sampai dengan tahun 2012. Dan alokasi untuk bidang Cipta Karya,
yang baru dialokasikan pada tahun 2010, rutin sampai dengan tahun 2012.
Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana %1. Bidang Fispra 15.116.614.092 100 - - - - - - - -2 Bidang Bina Marga & - - 9.000.000.000 100 7.478.934.000 55,01 5.000.000.000 38,46 7.620.068.341 44,413 Bidang Cipta Karya, - - - - 6.117.235.000 44,99 8.000.000.000 61,54 9.539.068.659 55,59
Jumlah 15.116.614.092 100 9.000.000.000 100 13.596.169.000 100 13.000.000.000 100 17.159.137.000 100
TA 2012
Alokasi Dana Otsus Per Bidang pada Sektor Infrastruktur Dasar
Sumber : RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)
Di Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012
No BidangTA 2008 TA 2009 TA 2010 TA 2011
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I145
Tabel 4.36Alokasi Dana Otsus Sektor Infrastruktur Kabupaten Merauke
Tahun 2008-2012Tahun Jumlah Dana Otsus
(Milyar)Jumlah Dana Otsus Sektor Infrastruktur
(Milyar) %
2008 58.054.578.000 15.116.614.092 26,042009 55.000.000.000 9.000.000.000 16,362010 53.478.934.000 13.596.169.000 25,422011 60.588.071.000 13.000.000.000 21,462012 60.588.071.000 17.159.137.000 28,32
Sumber: RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)
Alokasi dana otsus untuk sektor Infrastruktur dasar, mengalami peningkatan
dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Hal ini, menujukkan bahwa pemerintah
Kabupaten Merauke bertekad memperlancar akses masyarakat terhadap semua
bentuk pelayanan masyarakat (pendidikan dan kesehatan), melalui penyediaan dan
perbaikan jalan dan jembatan, perumahan dan air bersih.
4.9.5 OTSUS EKONOMI KERAKYATANTabel 4.37
Alokasi Dana Otsus Per Bidang Sektor Ekonomi Rakyatdi Kabupaten Merauke Tahun 2008–2012
Sumber: RD Otsus Kab. Merauke (Data Diolah)
Alokasi dana otsus pada sektor ekonomi rakyat, terdistribusi ke 4 (empat)
bidang yakni: Bidang Kelautan dan Perikanan, Bidang Peternakan, Bidang
Kehutanan, dan Bidang Tanaman Pangan. Bidang tanaman pangan merupakan
bidang yang menerima alokasi terbesar dari total alokasi sektor ekonomi rakyat.
Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana % Jumlah Dana %
1. Bidang Kelautan & Perikanan 696.654.936 13,16 1.500.000.000 17,65 1.500.600.000 17,63 1.100.000.000 18,03 1.100.000.000 18,032. Bidang Peternakan 1.099.383.836 20,77 1.500.000.000 17,65 1.500.000.000 17,62 1.500.000.000 24,59 1.500.000.000 24,593 Bidang Kehutanan 696.654.936 13,16 1.500.000.000 17,65 1.510.500.000 17,75 1.500.000.000 24,59 1.500.000.000 24,594 Bidang Tanaman Pangan 2.800.000.000 52,90 4.000.000.000 47,06 4.000.000.000 47 2.000.000.000 32,79 2.000.000.000 32,79
Jumlah 5.292.693.708 100 8.500.000.000 100 8.511.100.000 100 6.100.000.000 100 6.100.000.000 100
Alokasi Dana Otsus Per Bidang pada Sektor Ekonomi RakyatDi Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012
Sumber : RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)
No BidangTA 2008 TA 2009 TA 2010 TA 2011 TA 2012
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I146
Tabel 4.38Alokasi Dana Otsus Sektor Ekonomi Kerakyatan
Kabupaten Merauke Tahun 2008-2012
Tahun Jumlah Dana Otsus(Milyar)
Jumlah Dana Otsus Sektor EkonomiKerakyatan (Milyar) %
2008 58.054.578.000 5.292.693.708 9,122009 55.000.000.000 8.500.000.000 15,452010 53.478.934.000 8.511.100.000 15,912011 60.588.071.000 6.100.000.000 10,072012 60.588.071.000 6.100.000.000 10,07
Sumber: RD Otsus Kab.Merauke, 2008-2012 (Data Diolah)
Alokasi dana otsus sektor ekonomi kerakyatan, dalam 2 (dua) tahun terakhir
makin kecil baik jumlah maupun prosentasenya, walaupun secara keseluruhan
jumlah dana otonomi khusus meningkat dalam kurun waktu 5 tahun (2008-2012).
4.10 PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KOTA JAYAPURA4.10.1 KOMPOSISI ALOKASI DANA OTSUS
Pada Tabel di bawah terlihat bahwa alokasi Dana Otonomi Khusus di Kota
Jayapura dapat dialokasikan ke beberapa SKPD, beberapa SKPD yang tidak
kontinyu menerima alokasi Dana Otonomi Khusus. Sedangkan SKPD-SKPD yang
Tupoksinya menyentuh langsung masyarakat Papua secara kontinyu menerima
Alokasi Dana Otonomi Khusus Papua, misalnya Dinas Pendidikan, Kesehatan, dan
Pekerjaan Umum.
Tabel 4.39Alokasi Dana Otsus Di 4 Bidang Prioritas Di Kota Jayapura
TAHUN EKONOMI KESEHATAN PENDIDIKAN INFRASTRUKTUR2008 1.600.000.000 7.208.990.350 19.029.050.000 12.950.000.000,002009 7.297.200.000 4.725.000.000,00 15.320.468.000,00 1.144.969.000,002010 7.819.290.350 5.817.314.550,00 13.472.579.100,00 15.624.413.000,002011 7.561.358.120 9.173.550.000,00 12.950.000.000,00 10.368.386.320,002012 7.818.415.500 19.029.050.000,00 12.954.741.950,00 18.217.687.100,00
Sumber: RD Kota Jayapura 2008-2012
4.10.2 OTSUS BIDANG PENDIDIKANBerikut ini akan ditampilkan Perkembangan Alokasi dan Realisasi Dana
Otonomi Khusus ke beberapa SKPD, dan akan diawali dengan SKPD yang
merupakan prioritas berdasarkan amanat UU Nomor 21 Tahun 2001.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I147
Tabel 4.40Alokasi Dana Otsus Bidang Pendidikan Kota Jayapura
TAHUN ALOKASI DANA(Rp)
REALISASI(Rp)
persenReals
UU Otsus
2008 19.029.050.000 19.323.256.108,00 1,015 0,302009 15.320.468.000,00 15.289.064.327,00 0,998 0,314
2010 13.472.579.100,00 14.136.601.200,00 1,049 0,265
2011 12.950.000.000,00 13.234.867.000,00 1,022 0,25
2012 12.954.741.950,00 12.348.324.950,00 0,953 0,212Sumber: Bappeda Kota Jayapura, 2013.
Informasi pada Tabel di atas memperlihatkan bahwa ternyata alokasi dana
Otonomi Khusus pada sektor Pendidikan di Kota Jayapura sangat berfluktuasi, yakni
pada tahun 2008 dan 2009 mencapai 30 persen dan 31 persen sesuai amanat UU
Otsus, namun setelah 3 tahun terakhir semakin menurun yakni tahun 2010
alokasinya hanya mencapai 26 persen, dan pada tahun 2012 menjadi 21 persen.
4.10.3 OTSUS BIDANG KESEHATANAlokasi Dana Otonomi Khusus ke Bidang Kesehatan sejak tahun 2008
berfluktuasi, khusus alokasi tahun 2009 yang sangat jauh dari yang seharusnya
dialokasikan, yakni dari 11 persen tahun 2008 turun menjadi 0,097 persen tahun
2009. Kemudian meningkatkan menjadi 18 persen di tahun 2011 selanjutnya turun
menjadi 15 persen sesuai amanat Otsus. Sebenarnya alokasi dana Otsus di bidang
kesehatan pada 2 tahun terakhir telah memenuhi amanat UU Otsus.
Tabel 4.41Alokasi Dana Otsus Bidang Kesehatan Kota Jayapura
TAHUN ALOKASI DANA (Rp) REALISASI (Rp) persenRealisasi Otsus
2008 7.208.990.350 7.194.100.933,00 0,998 0,1132009 4.725.000.000,00 4.724.139.260,00 1,000 0,0972010 5.817.314.550,00 5.636.843.235,00 0,969 0,1142011 9.173.550.000,00 5.733.092.349,00 0,625 0,1762012 9.319.477.050,00 7.784.567.345,00 0,835 0,153
Sumber: Bapeda Kota Jayapura 2013
4.10.4 OTSUS BIDANG INFRASTRUKTURData pada tabel di bawah memperlihatkan bahwa alokasi dana Otsus ke
bidang Infrastruktur fisik sangat berfluktuasi. Peningkatan yang cukup tajam terjadi
tahun 2010 mencapai 31 persen, selanjutnya menurun tahun 20 persen tahun 2011,
kemudian meningkat kembali menjadi 29 persen pada tahun 2012.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I148
Tabel 4.42Alokasi Dana Otsus Bidang Pekerjaan Umum Kota Jayapura
TAHUN ALOKASI REALISASI PERSENREALISASI
PERSENALOKASI
2008 12.950.000.000,00 10.014.043.200,00 0,77 0,20422009 1.144.969.000,00 11.303.463.200,00 9,872 0,02352010 15.624.413.000,00 12.464.588.450,00 0,798 0,3072011 10.368.386.320,00 13.417.965.182,00 1,294 0,1972012 18.217.687.100,00 17.635.245.940,00 0,968 0,289
Sumber: Data Bappeda Kota 2013
Selanjutnya ditampilkan data alokasi Dana Otsus untuk mendorong ekonomi
kerakayatan sebagai salah satu sektor prioritas yang diatur di dalam UU No. 2001
Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Tabel 4.43Alokasi Dana Otsus Bidang Ekonomi Kerakyatan Kota Jayapura
TAHUN ALOKASI DANA (Rp) REALISASI (Rp) PERSENTASE(persen)
2008 1.600.000.000,00 1.595.447.000,00 0,9972009 7.297.200.000,00 7.510.264.700,00 1,0292010 7.819.290.350,00 7.786.842.065,00 0,9962011 7.561.358.120,00 6.945.943.020,00 0,9192012 7.818.415.500,00 7.476.909.300,00 0,956
Sumber : Data RD Otsus Kota Jayapura 2008–2012
Sedangkan secara keseluruhan alokasi dana Otonomi Khusus sektor
prioritas,yakni infrastruktur, Pendidikan, Kesehatan, dan ekonom, selama 5 tahun
terakhir memperlihatkan perkembangan yang fluktuatif, hanya bidang ekonomi
hampir mengalami peningkatan yang relative kecil setiap tahun anggaran.
Gambar 4.19Alokasi Dana Otsus untuk 4 Bidang Prioritas Selama 4 Tahun di Kota Jayapura
(Tahun 2008–2012)
1 2 3 4 5
INFRASTRUKTUR 12,950,000,00 1,144,969,00 15,624,413,0 10,368,386,3 18,217,687,1
PENDIDIKAN 19,029,050,0 15,320,468,0 13,472,579,1 12,950,000,0 12,954,741,9
KESEHATAN 7,208,990,35 4,725,000,00 5,817,314,55 9,173,550,00 19,029,050,0
EKONOMI 1,600,000,000 7,297,200,00 7,819,290,35 7,561,358,12 7,818,415,50
0.0010,000,000,000.0020,000,000,000.0030,000,000,000.0040,000,000,000.0050,000,000,000.0060,000,000,000.0070,000,000,000.00
dala
m ju
taan
rupi
ah
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I149
BAB 5KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS PAPUA
5.1 REGULASIPeraturan yang berkaitan dengan penerimaan dan pengelolaan dana Otonomi
khusus Papua diatur dalam beberapa tingkatan. Pertama pada tingkat undang-
undang dikenal ada Undang-Undang Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 2001 Tanggal 21 November 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi
Papua (UU 21/2001). Dalam Pasal 34 UU 21/2001 mengatur penerimaan,
peruntukan, dan pembagian dana. Terkait penerimaan diatur penerimaan Papua
dalam rangka Otsus, yaitu (1) penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA) yang
merupakan selisih persentase penerimaan menurut UU 21/2001 dan persentase
penerimaan yang diterima daerah lain menurut UU 33/2004 tentang Perimbangan
Keuangan, (2) penerimaan setara 2 persen dari DAU Nasional, dan (3) dana
tambahan infrastruktur.
Penerimaan Provinsi Papua dari Sumber Daya Alam (SDA) belum pernah
direalisir karena sumber penerimaan minyak dan gas (migas) tidak ada di daerah ini.
Khusus penerimaan dari Pertambangan Umum (dari PT Freeport Indonesia) tidak
termasuk dalam penerimaan SDA Otsus karena tidak ada selisih persentase
sebagaimana dijelaskan di atas. Penerimaan setara 2 persen dari DAU Nasional
diterima Papua sejak tahun anggaran 2002.
Peruntukan dana Otsus hanya diatur secara umum dalam UU 21/2001. Untuk
dana setara 2 persen dari DAU Nasional diarahkan untuk pendidikan dan kesehatan,
sedang dana tambahan infrastruktur diperuntukkan guna pembangunan infrastruktur
makro seperti jalan, jembatan, dermaga, dan lapangan terbang. Dana Otsus yang
besarnya setara 2 persen dari DAU Nasional diatur dalam UU 21/2001 untuk
dibagikan kepada kabupaten/kota yang diatur secara adil dan berimbang dengan
Perdasus, dengan memberikan perhatian khusus pada daerah-daerah yang
tertinggal.
Selain UU 21/2001 di atas, pemekaran Provinsi Papua Barat yang ditetapkan
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2008 (UU 35/2008)
tanggal 25 Juli 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. UU
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I150
35/2008 mengatur keuangan yang diterima dalam rangka Otsus. Khusus dana yang
besarnya setara 2 persen dari DAU Nasional dibagi 70 persen untuk Provinsi Papua
dan 30 persen untuk Provinsi Papua Barat.
Kedua, di tingkat Kementerian Keuangan diatur 2 keputusan, yaitu keputusan
yang menetapkan jumlah (nilai) dana Otsus, dan keputusan yang mengatur tahapan
pencairan. Keputusan Menteri Keuangan tentang jumlah dana Otsus Papua
ditetapkan sekitar November–Desember sebelum tahun pelaksanaan anggaran yang
direncanakan. Perihal tahapan pencairan; pada periode tahun anggaran 2002 -2011
dicairkan dalam 4 termin (Permenkeu 47/KMK.07/2002):
1. Penyaluran triwulan pertama pada bulan Februari 15% (lima belas persen).
2. Penyaluran triwulan kedua pada bulan April sebesar 30% (tiga puluh persen).
3. Penyaluran triwulan ketiga pada bulan Juli sebesar 40% (empat puluh persen).
4. Penyaluran triwulan keempat pada bulan Oktober sebesar 15% (lima belas
persen).
Mulai tahun anggaran 2012 Pemerintah menyetujui pencairan dana Otsus dalam 3
tahap (Permenkeu 06/PMK.07/2012):
1. Penyaluran tahap I sebesar 30% (tiga puluh persen) pada bulan Maret;
2. penyaluran tahap II sebesar 45% (empat puluh lima persen) pada bulan Juli; dan
3. penyaluran tahap III sebesar 25% (dua puluh lima persen) pada bulan Oktober.
Di tingkat Provinsi Papua, peraturan yang perlu ditetapkan adalah Peraturan
Daerah Khusus untuk Pembagian dan Pengelolaan Dana Otsus. Peraturan ini relatif
bermasalah sepanjang pelaksanaan Otsus Papua (sejak 2002). Dua penyebab
utama tidak ditetapkannya Perdasus ini sampai 2013. Pertama, MRP terlambat
ditetapkan dalam masa Pemerintahan Solossa, sehingga Provinsi Papua hanya
menetapkan Perda No. 4 tahun 2004 tentang pembagian dan pengelolaan dana
Otsus. Kedua, dalam masa Pemerintahan Suebu-Hesegem telah disusun draf
Perdasus untuk hal yang sama namun gagal ditetapkan sebagai dampak
perselisihan antara eksekutif dan legilastiaf (DPRP). Tidak ada yang tahu persis
tentang perselisihan ini, namun sampai akhir masa jabatan Suebu-Hesegem
Perdasus tidak ditetapkan. Perdasus ini baru dapat disusun dan disetujui DPRP di
tahun 2013.
Gubernur Provinsi Papua juga mengatur peruntukan dan pengelolaan dana
Otsus melalui Keputusan Gubernur. Keputusan Gubernur ini ditetapkan setiap tahun
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I151
untuk mengatur alokasi dana Otsus bagi urusan yang menjadi kewajiban Otsus,
termasuk target dan sasaran yang dituju.
Peraturan Daerah tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah
merupakan peraturan yang harus disusun dan dipatuhi pemerintah daerah dalam
penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan anggaran dari sumber APBD Provinsi
Papua. Peraturan ini juga sangat terlambat disusun dan ditetapkan sehingga
Pemerintah Provinsi Papua harus mengacu pada Permendagri 13/2006 dan
perubahannya, yang hanya merupakan pedoman untuk Pemda mengatur lebih lanjut
dalam Perda. Perda Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Provinsi
Papua baru dapat ditetapkan pada Desember 2013.
5.2 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN/KOTA5.2.1 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN SUPIORI5.2.1.1 PARTISIPASI
Hasil olah data menunjukkan bahwa partisipasi dalam pengelolaan dana
Otsus meliputi tujuh fokus pengelolaan berdasarkan penilaian SKPD dengan skor
sebesar 0,5982 (59,82 persen) atau memuaskan, Lembaga Pendidikan dan
Kesehatan (LPK) memberikan penilaian dengan skor 50 persen atau cukup
memuaskan, sedangkan individu atau masyarakat memberikan penilaian dengan
skor 68,42 persen atau memuaskan.
Tabel 5.1Skor Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus Kabupaten Supiori
Fokus Pengelolaan PartisipasiSKPD LPK Individu
Perencanaan 0,5000 0,5000 0,7018Penganggaran 0,6250 0,6667 0,7018Pelaksanaan Anggaran 0,7143 0,5000 0,7719Pengawasan dan Monitoring 0,6250 0,5000 0,5965Penatausahaan 0,5000Pelaporan dan PI 0,5000 0,5000Tindak Lanjut 0,6250 0,3333 0,6491Pencapaian 0,5982 0,5000 0,6842Prestasi C C BSumber: Hasil Survei, 2013 (diolah)
Penilaian individu atau masyarakat pada aspek partisipasi terhadap semua
tahapan pengelolaan dana otsus bernilai di atas 50 persen, artinya keterlibatan
masyarakat dalam setiap tahapan atau fokus pengelolaan sangat terbuka luas
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I152
kecuali dalam hal penatausahaan dan peloporan serta pengawasan internal karena
pada kedua tahapan tersebut bukan merupakan tanggungjawab individu atau
masyarakat. Penilaian tertinggi diberikan pada tahapan pelaksanaan anggaran
sebesar 0,7719 atau 77,19 persen, persepsi terendah dengan skor sebesar 0,5965
atau 59,65 persen pada tahapan pengawasan dan monitoring.
LPK pada aspek partisipasi memberikan penilaian tertinggi pada tahapan
penganggaran dengan nilai skor sebesar 0,6667 (66,67 persen) atau memuaskan
sedangkan penilaian terendah diberikan pada tahapan tindak lanjut dengan hasil
skor sebesar 33,33 persen atau tidak memuaskan. Ketidakpuasan LPK pada
tahapan tindak lanjut disebabkan oleh pembatasan dalam mengelola dana otsus
hingga pada pelaporan dan pengendalian internal saja sedangkan tindak lanjut
biasanya tidak dilakukan oleh LPK.
SKPD memberikan penilaian tertinggi pada tahap pelaksanaan anggaran
dengan nilai skor sebesar 0,7143 sedangkan penilaian terendah sebesar 0,5000
atau 50 persen diberikan pada tahapan perencanaan dan pelaporan atau
pengendalian internal. Keadaan ini sesuai dengan jawaban salah satu bendahara
SKPD bahwa SKPD kurang melibatkan masyarakat Orang Asli Papua dalam
penyusunan perencanaan kegiatan yang bersumber pada dana otsus, karena
perencanaan kegiatan sampai tahapan akhir pengelolaan dilakukan dalam struktur
SKPD pada tingkat bagian atau sub bagian. Sedangkan tindaklanjut biasanya tidak
dilakukan atau bukan merupakan prioritas, padahal tindak lanjut menjamin
keberlanjutan pelaksanaan suatu kegiatan atau program hingga mencapai target
tertentu.
Gambar 5.1Web Skor Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus di Kabupaten Supiori
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I153
Tingkat partisipasi pengelolaan dana Otsus secara keseluruhan memiliki skor
nilai di atas 50 persen berdasarkan penilaian seluruh kelompok responden. Skor
penilaian tertinggi sebesar 66,45 persen atau memuaskan pada partisipasi
penganggaran sedangkan skor nilai terendah sebesar 50 persen (cukup
memuaskan) diberikan pada partisipasi pelaporan dan pengendalian internal serta
penatausahaan. Memang pada tahapan penatausahaan maupun pelaporan dan
pengendalian internal tidak dapat dilakukan oleh semua orang atau semua pihak,
aktivitas tersebut hanya dapat dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu dengan
kapasitas atau keahlian tertentu sehingga tidak melibatkan banyak pihak.
5.2.1.2 TRANSPARANSIAspek transparansi pengelolaan dana otonomi khusus mendapat penilaian
yang berbeda diantara kelompok responden. SKPD memberikan penilaian sebesar
57,14 persen atau cukup memuaskan, LPK memberikan penilaian sebesar 12,38
persen atau tidak memuaskan, sedangkan individu atau masyarakat memberikan
penilaian terhadap aspek tranparansi sebesar 57,54 persen atau cukup memuaskan.
Tabel 5.2Skor Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus Kabupaten Supiori
Fokus Pengelolaan TransparansiSKPD LPK Individu
Perencanaan 0,3750 0,1667 0,5965Penganggaran 0,5000 0,3333 0,5614Pelaksanaan Anggaran 0,0000 0,0000 0,5965Pengawasan dan Monitoring 0,5000 0,0000 0,5263Penatausahaan 0,8750 0,1667Pelaporan dan PI 0,8750 0,2000Tindak Lanjut 0,8750 0,0000 0,5965Pencapaian 0,5714 0,1238 0,5754Prestasi C E CSumber: Hasil Survei, 2013 (diolah)
Pada aspek transparansi untuk setiap tahapan pengelolaan dana Otsus pihak
SKPD memberikan penilaian tertinggi sebesar 0,8750 atau 87,50 persen pada
tahapan penatausahaan, pelaporan dan pengendalian internal serta tindak lanjut. Hal
ini menunjukkan bahwa pihak SKPD selaku pengelola dana Otsus telah berupaya
untuk memberikan informasi secara terbuka ketika melakukan penatausahaan
keuangan, pelaporan dan pengawasan internal hingga tindak lanjut untuk
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I154
menunjukkan kinerja pengelolaan dana Otsus. Sedangkan skor dengan nilai
terendah yaitu sebesar 0,0000 diberikan untuk tahap pelaksanaan anggaran. Pada
tahapan ini memang SKPD tidak menyampaikan secara terbuka karena proses
pelaksanaan anggaran dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu dalam struktur
SKPD yang memiliki kemampuan tertentu.
Pihak individu atau masyarakat merasa cukup puas atas aspek tranparansi
pada tahapan perencanaan, pelaksanaan anggaran dan tindak lanjut. Penilaian yang
diberikan adalah sebesar 59,65 persen untuk masing-masing tahapan, sedangkan
penilaian terendah diberikan untuk tahapan pengawasan dan monitoring dengan nilai
persepsi sebesar 0,5263 atau 52,63 persen.
Aspek transparansi menurut penilaian LPK belum secara maksimal
diwujudkan oleh pemerintah daerah dalam rangka pengelolaan dana Otsus selama
ini di Kabupaten Supiori. Hal ini dapat dilihat pada penilaian yang diberikan oleh LPK
pada beberapa tahapan dengan skor bernilai 0,0000, yaitu pelaksanaan anggaran,
pengawasan dan monitoring, serta tindak lanjut. Penilaian tertinggi sebesar 33,33
persen diberikan untuk menilai proses pada tahap penganggaran, walaupun
merupakan nilai tertinggi namun besaran nilai ini masuk dalam kategori “tidak
memuaskan”.
Gambar 5.2Web Skor Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus di Kabupaten Supiori
Penilaian kelompok responden terhadap aspek transparansi dengan skor
penilaian berkisar antara 19,88 persen (pelaksanaan anggaran) hingga 53,75 persen
(penatausahaan). Responden merasa sangat tidak puas terhadap proses
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I155
pelaksanaan anggaran Otsus, dengan alasan bahwa pada tahapan ini pihak-pihak
yang dianggap berperan dan mengambil bagian dalam proses ini tidak secara
terbuka menyampaikan kinerjanya kepada semua pihak. Padahal pada tahapan atau
proses ini kinerja pelaksana anggaran sangat menentukan kualitas pelayanan yang
ditujukan kepada masyarakat terutama Orang Asli Papua sebagai kelompok prioritas
penerima pelayanan yang dibiayai melalui dana Otsus.
5.2.1.3 AKUNTABILITASAkuntabilitas pengelolaan dana otonomi khusus di Kabupaten Supiori dinilai
secara berbeda diantara kelompok responden. Di tingkat SKPD Penilaian yang
diberikan secara keseluruhan mulai dari tahap perencanaan hingga tindak lanjut
adalah sebesar 0,6743 atau 67,43 persen atau memuaskan. LPK merasa tidak
memuaskan sehingga memberikan penilaian dengan skor sebesar 33,33 persen,
sedangkan individu atau masyarakat memberikan penilaian sebesar 52,63 persen
atau cukup memuaskan.
Tabel 5.3Skor Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus Kabupaten Supiori
Fokus Pengelolaan AkuntabilitasSKPD LPK Individu
Perencanaan 0,7500 0,3333 0,5439Penganggaran 0,6667 0,1667 0,4737Pelaksanaan Anggaran 0,4286 0,1667 0,6140Pengawasan dan Monitoring 0,7500 0,3333 0,5439Penatausahaan 0,3750 0,5000Pelaporan dan PI 1,0000 0,3333 0,5263Tindak Lanjut 0,7500 0,5000 0,4561Pencapaian 0,6743 0,3333 0,5263Prestasi B D CSumber: Hasil Survei, 2013 (diolah)
Penilaian terhadap aspek akuntabilitas untuk setiap tahapan pengelolaan
dana otsus juga berbeda antar kelompok responden. SKPD memberikan penilaian
dengan skor tertinggi sebesar 100 persen pada tahapan pelaporan dan
pengendalian internal, penilaian dengan skor nilai terendah sebesar 42,86 persen
pada tahap pelaksanaan anggaran. Sehubungan dengan skor nilai ini, SKPD
menyatakan sangat puas atas pelaporan dan pengendalian secara internal yang
dilakukan terhadap pelaksanaan kegiatan atau program yang dibiayai melalui dana
otsus. Namun, SKPD merasa cukup puas dalam pelaksanaan anggaran karena pada
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I156
tahapan ini secara institusi sudah di serahkan kepada bagian atau subbagian yang
secara struktural berada didalam SKPD.
LPK memberikan penilaian aspek akuntabilitas terhadap setiap tahapan
pengelolaan dana otsus secara berbeda dengan SKPD sebagai induk institusinya.
Penilaian tertinggi diberikan pada tahap penatausahaan dan tindak lanjut dengan
skor sebesar 50 persen (cukup memuaskan), sedangkan penilaian terendah
diberikan pada tahap penganggaran dan pelaksanaan anggaran dengan sebesar
16,67 persen. LPK selama ini hanya menerima paket kegiatan atau program beserta
anggarannya sehingga proses penatausahaannya dilakukan pada tingkat LPK,
sedangkan tahap penganggaran dan pelaksanaan anggaran biasanya dilakukan di
tingkat SKPD.
Gambar 5.3Web Skor Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus di Kabupaten Supiori
Individu merasa puas terhadap pelaksanaan anggaran Otsus yang
dilaksanakan selama ini, beberapa kegiatan dalam bentuk fisik dapat secara
langsung dapat dilihat dan dirasakan oleh individu dan masyarakat. Pelaksana
anggaran juga secara terbuka menyampaikan informasi kepada publik walaupun
pada kegiatan tertentu informasinya dibatasi pada pihak-pihak tertentu. Pada
tahapan tindak lanjut menurut pandangan individu atau masyarakat cukup
memuaskan karena berbagai alasan, seperti ada kegiatan yang tidak dapat
dilaksanakan secara berkelanjutan sehingga tidak mengakomodir respon
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I157
masyarakat. Kalaupun ada kegiatan yang bersifat kontinyu kurang memperhatikan
umpan balik dari masyarakat.
Semua kelompok responden sepakat bahwa tahapan penganggaran
merupakan fokus yang perlu diseriusi dalam pertanggungjawabannya. Responden
merasa cukup puas terhadap pertanggungjawaban penganggaran yang
dilaksanakan selama ini. Namun pada tahap selajutnya pada pelaksanaan
penganggaran semua responden menyatakan bahwa pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran sudah dilakukan secara baik.
5.2.1.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIBeberapa isu–isu strategis dalam penelitian ini antara lain:
1. Keterlambatan pencairan dana Otsus dari Provinsi Papua selama ini
mengganggu kinerja pemerintah daerah dalam mengalokasi atau membiayai
program atau kegiatan yang direncanakan. Alokasi anggaran atau dana Otsus
untuk sektor atau bidang kesehatan dan pendidikan tidak sesuai dengan amanat
UU Otsus. Alokasi terbesar justru di alokasi pada bidang infrastruktur (tahun
2012, infrastruktur mendapat 77 persen dari dana Otsus).
2. Program atau kegiatan otsus yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah tidak
sesuai atau menyentuh kebutuhan masyarakat. Pembagian beras gratis kepada
setiap kepala keluarga Non PNS dan PNS kurun waktu 2 tahun terakhir
menyebabkan sebagian masyarakat mengurangi aktivitas bertani. Masyarakat
menumpuk beras dirumah lalu dijual kepada pedagang di Supiori dan Biak.
Berikut adalah beberapa rekomendasi yang disampaikan sehubungan dengan
pengelolaan dana otsus di Kabupaten Supiori.
1. Monitoring dan evaluasi penggunaan dana otonomi khusus;
2. Rencana aksi percepatan dan pengalokasian dana otsus sesuai amanat UU
Otsus;
3. Penyusunan petunjuk teknis (juknis) perencanaan, penganggaran, pelaksanaan
anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausahaan, pelaporan dan
pengawasan internal serta tindak lanjut pengelolaan dana otsus.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I158
5.2.2 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN ASMAT5.2.2.1 PARTISIPASI
Penerapan sistem pemerintahan yang terdesentralisasi memberikan
kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan. Masyarakat mendapatkan kembali kesetaraan politik dalam
menjalankan roda pemerintahannya. Desentralisasi politik bertujuan untuk
memberikan lebih banyak kesempatan dan kekuasaan kepada para warga negara di
dalam pengambilan keputusan publik. Desentralisasi politik ini identik dengan
demokratisasi, yaitu dengan asumsi bahwa semakin besar partisipasi publik dalam
pengambilan keputusan, maka hasilnya akan lebih relevan dengan kebutuhan publik,
bahkan dukungan publik terhadap keputusan yang diambil akan semakin kuat.
Partisipasi sangat penting karena mengandung aspek dasar kemanusiaan.
Semua orang ingin dihargai melalui peran dan partisipasi mereka dan semua orang
ingin berperan dalam kegiatan apa pun yang secara langsung mempengaruhi
kehidupan mereka. Dalam era Otonomi Khusus di Tanah Papua, Pemerintah
Provinsi Papua melakukan kebijakan kependudukan dalam bentuk kebijakan
afirmatif untuk mempercepat partisipasi penduduk asli Papua di semua sektor
pembangunan, termasuk dalam bentuk orang-orang asli Papua memperoleh ke-
sempatan dan diutamakan untuk memperoleh pekerjaan dalam semua bidang
pekerjaan (Pasal 61 dan 62, UU 21/2001).
Partisipasi masyarakat Papua khususnya di Kabupaten Asmat di dalam tahap
perencanaan dan manajemen pembangunan diupayakan lebih terlembaga, sehingga
rencana dan program pembangunan dapat disesuaikan dengan kebutuhan-
kebutuhan daerah dan kelompok yang beraneka ragam, yang pada akhirnya
memungkinkan terumuskannya program-program yang lebih realistis dan efektif.
Hasil pengolahan data kuesioner tentang pendapat masyarakat, lembaga kesehatan,
dan beberapa lembaga pemerintah di Kabupaten Asmat terhadap Partisipasi
masyarakat yang sebesar-besarnya dilaksanakan dalam perencanaan, pelaksanaan
dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan
pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, pemuda, kelompok
usaha lokal dan kaum perempuan dapat dilihat pada pembahasan berikut ini.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I159
Gambar 5.4Web Capaian Skor Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus
di Kabupaten Asmat
Sumber: Data Primer (diolah, 2013)
Berdasarkan gambar web capaian skor tingkat partisipasi pengelolaan dana
Otsus di atas, terlihat skor tertinggi adalah di fokus Pengawasan dan Monitoring
dengan capaian sebesar 0,6000 atau 60 persen. Hal ini terjadi karena dalam proses
penggunaan anggaran partisipasi masyarakat Asmat dalam bentuk pengawasan dan
monitoring cukup memuaskan dalam mengawal penggunaan anggaran agar dana
Otsus yang dipakai tepat sasaran. Pertanyaan yang diangkat dalam aspek ini adalah
apakah masyarakat menilai OAP sudah aktif berpartisipasi dalam memonitor
kegiatan yang bersumber dari dana Otsus. Hasil survei memperlihatkan bahwa
tingkat capaian skor dari SKPD terkait partisipasi, apakah semua pejabat diberi
kesempatan mengawasi dan menindak lanjuti hasil monitoring. Dari hasil survei
terlihat tingkat partisipasi pejabat dalam pengawasan penggunaan dana Otsus
sangat memuaskan, karena hal itu memperlihatkan salah satu bentuk komitmen dari
para pejabat SKPD untuk turut menjamin tingkat efisiensi pengelolaan dana Otsus,
hal ini dapat ditunjukkan dari skor tingkat capaian sebesar 1,0000 atau 100 persen.
Selain itu senada dengan opini SKPD, tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan
pengawasan dan monitoring sudah baik. Meskipun tingkat capaian skor baik, masih
terdapat beberapa kritik terhadap proses pengawasan yaitu seperti kadang-kadang
pelaksanaan pengawasan macet disebabkan karena anggota masyarakat yang
dilibatkan tidak kompak ataupun hanya terbatas pada kelompok atau personal-
personal tertentu saja yang melakukan pengawasan dan monitoring.
0.49440.5516
0.5413
0.6000
0.2000
0.2143
0.5857
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00Perencanaan
Penganggaran
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan dan MonitoringPenatausahaan
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I160
Tabel 5.4Skor Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan
Dana Otsus Kabupaten AsmatFokus Pengelolaan SKPD LP&K* Individu
Perencanaan 1,0000 0,2000 0,2833Penganggaran 0,5714 0,4000 0,6833Pelaksanaan Anggaran 0,8571 0,0000 0,7667Pengawasan dan Monitoring 1,0000 0,2000 0,6000Penatausahaan - 0,2000 -Pelaporan dan PI 0,4286 0,0000 -Tindak Lanjut 0,8571 0,2000 0,7000Jumlah Skor 4,7143 1,2000 3,0333Maksimum 6,0000 7,0000 5,0000Pencapaian 0,7857 0,1714 0,6067Prestasi B E B
Sumber; Data Primer (diolah, 2013)*Lembaga Pendidikan dan Kesehatan
Sedangkan menurut lembaga pendidikan dan kesehatan, tingkat partisipasi
dalam pengawasan dan monitoring tidak memuaskan, hal ini dapat dilihat dari tingkat
capaian skor yang hanya mencapai 0,2000 atau 20 persen. Hasil yang berbeda
dengan masyarakat dan SKPD ini disebabkan karena terbatasnya akses yang
diberikan kepada pihak sekolah untuk mengawasi dan memonitor program/kegiatan
yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan. Selain itu dari pihak puskesmas, jarang
sekali terlibat langsung dalam mengawasi dan memonitor penggunaan dana yang
bersumber dari dana Otsus dalam menentukan kebutuhan peningkatan jumlah
sarana dan prasarana puskesmas seperti penambahan dokter, perawat, fasilitas–
fasilitas kesehatan, dan lain-lain.
5.2.2.2 TRANSPARANSITransparansi merupakan upaya yang secara sengaja menyediakan semua
informasi yang mampu dirilis secara legal baik positif maupun negatif secara akurat,
tepat waktu, seimbang, dan tegas, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan
penalaran publik dan mempertahankan tanggung jawab organisasi atas tindakan,
kebijakan, dan praktiknya.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I161
Gambar 5.5Web Capaian Skor Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus
di Kabupaten Asmat
Sumber: Data Primer (diolah, 2013)
Tingkat transparansi pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Asmat sudah
berjalan dengan baik. Fokus dalam pelaksanaan yang memiliki capaian skor tertinggi
adalah fokus Pelaporan dan Pengawasan Internal sebesar 0,6286 atau 62,86
persen. Kegiatan pelaporan dan pengawasan internal merupakan salah bentuk nyata
dari aspek transparansi pengelolaan dana Otsus. Dari survei yang dilakukan kepada
SKPD, skor capaian tingkat transparansi dalam bentuk prosedur pengaduan/
komplain dari masyarakat OAP tentang pelayanan SKPD sebesar 0,8571 atau 85,71
persen, hasil ini menunjukkan tingkat transparansi dalam bentuk rekomendasi dari
hasil pengawasan internal telah diketahui oleh pejabat, dan 50 persen lebih pegawai
dalam SKPD. Selain itu tingkat capaian pelaporan dan pengawasan internal di
lembaga pendidikan dan kesehatan hanya sebesar 0,4000 atau 40 persen, hal ini
memperlihatkan bahwa maupun ke sekolah dan puskesmas/rumah sakit cukup baik
dalam menerapkan SOP pelayanan pendidikan yang digunakan sekolah maupun di
SOP pelayanan kesehatan di rumah sakit/puskesmas, dan selalu dikomunikasikan
kepada pegawai dan masyarakat secara terbuka.
0.5944
0.5722
0.3810
0.49440.5286
0.6286
0.6167
0.00
0.25
0.50
0.75
1.00Perencanaan
Penganggaran
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan danMonitoringPenatausahaan
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I162
Tabel 5.5Skor Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan
Dana Otsus Kabupaten AsmatFokus Pengelolaan Individu SKPD L P&K*
Perencanaan 0,5833 1,0000 0,2000Penganggaran 0,5167 1,0000 0,2000Pelaksanaan Anggaran 0,6000 0,1429 0,4000Pengawasan dan Monitoring 0,2833 1,0000 0,2000Penatausahaan - 0,8571 0,2000Pelaporan dan PI - 0,8571 0,4000Tindak Lanjut 0,6500 1,0000 0,2000Jumlah Skor 2,6333 5,8571 1,8000Maksimum 5,0000 7,0000 7,0000Pencapaian 0,5267 0,8367 0,2571Prestasi C A D
Sumber; Data Primer (diolah, 2013)*Lembaga Pendidikan dan Kesehatan
Namun hal berbeda dalam capaian skor di fokus Pelaksanaan Anggaran yaitu
sangat tidak memuaskan. Isu transparansi pada tahap pelaksanaan anggaran
melihat isu dalam masyarakat adalah bagaimana penilaian mereka terhadap
transparansi pelaksanaan proyek dari sumber dana Otsus sudah bagi pengusaha
OAP, dan informasi keuangan RESPEK sudah transparan disampaikan kepada
warga. Dari hasil survei terhadap SKPD, capaian skor sangat minimal yaitu sebesar
0,1429 atau 14,29 persen. Hal ini menunjukkan tingkat transparansi di dalam
lingkungan SKPD tidak memuaskan, hal ini terjadi karena Kabupaten Asmat belum
menggunakan Layanan Pengadaan Secara Elektornik (LPSE), sehingga Kegiatan
atau proyek dari sumber Otsus belum dimasukkan dalam LPSE.
Hasil yang sangat berbeda diperoleh dari persepsi masyarakat, tingkat
pelaksanaan anggaran yang berasal dari dana Otsus bisa dikatakan memuaskan,
hal tersebut dapat terlihat dari capaian skor sebesar 0,6000 atau 60 persen. Begitu
pun dengan persepsi dari pihak lembaga pendidikan dan kesehatan yang mencapai
skor sebesar 0,4000 atau 40 persen, meskipun skornya lebih kecil dibandingkan
tingkat capaian masyarakat, namun hasil ini memperlihatkan tingkat transparansi
dalam pelaksanaan anggaran, cukup baik.
5.2.2.3 AKUNTABILITASAkuntabilitas merupakan salah satu pilar dari konsep tata kelola pemerintahan
yang baik (good government governance). Adanya akuntabilitas memungkinkan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I163
masyarakat memperoleh informasi yang mereka butuhkan untuk menilai apakah
tindakan pemerintah didasarkan pada nilai-nilai penting dari tata pemerintahan yang
baik, seperti efektivitas, integritas, demokrasi, dan transparansi.
Akuntabilitas dapat menjembatani kesenjangan informasi antara pemerintah
daerah dengan publik. Kesenjangan informasi yang sedikit akan memperbaiki
komunikasi antara pemerintah daerah dan publik sehingga menghasilkan hubungan
yang baik serta mendorong untuk terciptanya rasa percaya publik kepada
pemerintah daerah. Oleh karena itu, akuntabilitas dapat digunakan oleh pemerintah
daerah untuk menunjukkan legitimasi mereka guna memperoleh dukungan dari
masyarakat.
Gambar 5.6Web Capaian Skor Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus
di Kabupaten Asmat
Sumber: Data Primer (diolah, 2013)
Tingkat akuntabilitas dalam tahap perencanaan penggunaan dana Otsus
Kabupaten Asmat dianggap sudah baik. Kegiatan perencanaan merupakan tahapan
awal yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mencari, mengetahui,
merumuskan atau memformulasikan hal apa saja yang menjadi permasalahan dan
kebutuhan masyarakat untuk dijadikan program kerja yang diharapkan dapat
mensejahterakan masyarakat. Pertanyaan diajukan untuk mendapatkan persepsi
masyarakat tentang perencanaaan pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Asmat,
yaitu apakah mereka diundang untuk hadir dalam Musyawarah Rencana
Pembangunan Daerah (Musrenbang) di level pemerintahan Distrik atau Kampung.
0.7278
0.3968
0.2794
0.63890.5286
0.3778
0.4071
0.00
0.25
0.50
0.75
1.00Perencanaan
Penganggaran
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan dan MonitoringPenatausahaan
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I164
Dari hasil survei di pihak SKPD, tingkat akuntabilitas dalam tahap
perencanaan sudah sangat memuaskan, hal ini ditunjukkan dengan tingkat capaian
skor sebesar 1,0000 atau 100 persen. Hal yang tidak terlalu berbeda terdapat dari
persepsi lembaga pendidikan dan kesehatan, di mana total capaian skor hanya
mencapai 0,4000 atau 40 persen, hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
akuntabilitas dalam tahap perencanaan yang menyangkut pendidikan serta
kesehatan berjalan dengan cukup memuaskan. Sedangkan dari penilaian individu
terhadap tingkat akuntabilitas dalam tahap perencanaan mencapai skor 0,7833 atau
78,33 persen, capaian ini menggambarkan penilaian masyarakat terhadap
pelaksanaan Musrenbang dianggap telah merencanakan penggunaan dana Otsus
secara baik.
Tabel 5.6Skor Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan
Dana Otsus Kabupaten AsmatFokus Pengelolaan Individu SKPD L P&K*
Perencanaan 0,7833 1,0000 0,4000Penganggaran 0,1333 0,8571 0,2000Pelaksanaan Anggaran 0,0667 0,5714 0,2000Pengawasan dan Monitoring 0,7167 1,0000 0,2000Penatausahaan 0,8571 0,2000Pelaporan dan PI 0,1333 1,0000 0,0000Tindak Lanjut 0,4500 0,5714 0,2000Jumlah Skor 2,2833 5,8571 1,4000Maksimum 6,0000 7,0000 7,0000Pencapaian 0,3806 0,8367 0,2000Prestasi D A D
Sumber; Data Primer (diolah, 2013)*Lembaga Pendidikan dan Kesehatan
Skor capaian untuk tingkat akuntabilitas terendah terdapat pada fokus
Pelaksanaan Anggaran yaitu hanya sebesar 0,2794 atau 27,94 persen. Isu
akuntabilitas pada tahap pelaksanaan anggaran melihat isu dalam masyarakat
adalah bagaimana penilaian mereka terhadap kelompok pendamping kampung,
apakah sudah terampil dalam pertanggungjawaban keuangan RESPEK atau tidak.
Dari hasil survei terhadap SKPD, capaian skor cukup tinggi yaitu sebesar 0,5714
atau 57,14 persen. Hal ini menunjukkan tingkat akuntabilitas dalam pelaksanaan
anggaran di dalam lingkungan SKPD baik, hal ini terjadi karena Pengusaha asli
Papua di Kabupaten Asmat telah mendapatkan kerja sesuai amanat Perpres 84
tahun 2012 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Rangka Percepatan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I165
Pembangunan Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat. Meskipun pada
kenyataannya hal ini masih cukup sulit, sehingga pelaku usaha dari AOP masih
didampingi oleh para pelaku usaha yang berasal dari luar Asmat.
Hasil yang sangat berbeda diperoleh darimasyarakat, tingkat pelaksanaan
anggaran yang berasal dari dana Otsus sangat tidak memuaskan, hal tersebut dapat
terlihat dari capaian skor hanya sebesar 0,0667 atau 6,67 persen. Begitu pun
dengan persepsi dari pihak lembaga pendidikan dan kesehatan yang mencapai skor
sebesar 0,2000 atau 20 persen, meskipun skornya tidak lebih kecil dibandingkan
tingkat capaian masyarakat, namun hasil ini memperlihatkan tingkat akuntabilitas
dalam pelaksanaan anggaran masih kurang, karena, misalnya pihak Rumah
Sakit/Puskesmas tidak dilibatkan oleh Dinas Kesehatan dalam melakukan evaluasi
program atas dana Otsus yang digunakan setiap tahun anggaran.
5.2.2.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIBeberapa isu strategis yang bisa diungkapkan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Transparansi penggunaan dana Otsus sangat rendah. Rendahnya akunta-bilitas
dalam pelaporan penggunaan dana Otsus menggambarkan rendahnya
keinginan Kabupaten Asmat untuk penerapan transparansi pelaporan keuangan.
Tidak adanya transparansi penggunaan dana Otsus akan menimbulkan dampak
negatif yang sangat luas dan dapat merugikan masyarakat, khususnya di
Kabupaten Asmat. Dampak negatif tersebut antara lain dapat menimbulkan
ketidaktepatan dalam alokasi sumber daya seperti dana dan manusia,
memunculkan ketidakadilan bagi masyarakat, penyalahgunaan wewenang dan
kekuasaan. Oleh karena itu perlu pembenahan sistem pengelolaan dana Otsus
mulai dari perencanaan sampai dengan tindak lanjut atas temuan pengelolaan.
Dalam hal birokrasi maupun administrasi penggunaan dana Otsus perlu
dievaluasi dan diperbaiki agar kinerja pengelolaan dana Otsus semakin baik dan
dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam perencanaan sampai
pertanggungjawaban.
2. Selain itu diperlukan juga untuk meningkatkan transparansi untuk penentuan
kebijakan dalam bentuk peraturan yang bisa mewujudkan perbaikan dan
meningkatkan akuntabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah. Segala
upaya yang bisa dilakukan seperti dengan secara terbuka dan tepat
menyediakan semua informasi yang mampu dirilis secara legal baik positif
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I166
maupun negatif secara akurat, tepat waktu, seimbang, dan tegas, dengan tujuan
untuk meningkatkan pemahaman masyarakat, contohnya dengan cara
menerbitkan laporan alokasi dana Otsus dalam surat kabar lokal atau dengan
memajang secara cukup dan jelas dalam Majalah Dinding (Mading) di setiap
kantor Pemerintahan yang strategis. Hal tersebut harus dipertimbangkan dan
dilakukan agar dapat mengembalikan tingkat kepercayaan publik terhadap
pemerintah daerah.
Berdasarkan beberapa isu yang diangkat di atas, maka hasil kajian ini dapat
merekomendasikan:
1. Pemerintah daerah Kabupaten Asmat melakukan sosialisasi kegiatan yang
menggunakan dana Otsus, hal ini merupakan salah satu bentuk transparansi.
2. Dalam hal partisipasi, perlu melibatkan perwakilan dari setiap kampung, tokoh
adat, tokoh agama, tokoh perempuan untuk duduk bersama-sama dalam
merencanakan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus, meskipun selama ini
diklaim sudah berjalan, tapi kurang maksimal.
3. Memberikan informasi formal maupun nonformal kepada masyarakat tentang
kegiatan apa saja yang menggunakan dana Otsus, seperti mading atau
menggunakan teknologi media elektronik, dll.
4. Selalu melibatkan lembaga-lembaga kesehatan maupun pendidikan seperti,
puskesmas dan sekolah dalam merencanakan penggunaan dana Otsus sampai
pada pertanggungjawaban.
5. Membuat SOP yang khusus dilaksanakan di Kabupaten Asmat dan harus
dipastikan SOP tersebut tidak bertentangan dengan Juknis yang telah
dikeluarkan dari Provinsi.
6. Melakukan kegiatan yang berkelanjutan dan selalu ada alokasi dana Otsus yang
jelas setiap tahun supaya kegiatan yang telah dilakukan tidak berhenti di tengah
perjalanan, contohnya sistem pemasaran bagi petani dan nelayan lokal.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I167
5.2.3 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATENJAYAWIJAYA
5.2.3.1 PARTISIPASITabel 5.7
Olah Data SKPD Kabupaten Jayawijaya
FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN Jumlah
Skor Maksimum Pencapaian PrestasiPartisipasi Transparansi Akuntabilitas
Perencanaan 0,5556 0,8889 0,8889 2,3333 3,0000 0,7778 BPenganggaran 0,6667 0,7778 0,6667 2,1111 3,0000 0,7037 BPelaksanaan Anggaran 0,7778 0,5556 0,7778 2,1111 3,0000 0,7037 BPengawasan danMonitoring 0,7778 0,7778 0,7778 2,3333 3,0000 0,7778 B
Penatausahaan 0,8889 0,8889 1,7778 2,0000 0,8889 APelaporan dan PI 0,0000 0,8889 0,7778 1,6667 3,0000 0,5556 CTindak Lanjut 0,6667 0,8333 0,8333 2,3333 3,0000 0,7778 B
Jumlah Skor 3,4444 5,6111 5,6111 14,6667 20,0000 0,7333
Maksimum 6,0000 7,0000 7,0000 20,0000Pencapaian 0,5741 0,8016 0,8016 0,7333
Prestasi C A A BSumber: Data Diolah 2013
Dari tabel di atas Skor capaian partisipasi, transparansi, akuntabilitas SKPD di
Kabupaten Jayawijaya. Hasil analisa secara keseluruhan maka fokus pengelolaan
Dana otsus dari aspek pengelolaan tentang pendapat SKPD tentang Partisipasi
adalah 0,5741 dengan Prestasi (C), maka dikatakan Cukup Memuaskan, berikut
pendapat SKPD tentang Transparansi adalah 0,8016 dengan Prestasi (A), maka
dikatakan Sangat memuaskan, pendapat SKPD tentang Akuntabilitas adalah 0,8016
dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan, maka secara keseluruhan
fokus pengelolaan Dana Otsus dari aspek pengelolaan tentang pendapat SKPD
tentang Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas, yang dikaitkan dengan masing-
masing aspek pengelolaan dikatakan pendapat SKPD dalam fokus pengelolaan
penyusunan perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Penga-
wasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan dan Pemeriksanaan Internal dan
Tindak Lanjut di Kabupaten Jayawijaya dalam keikut sertaan yang terlibat, maka
dari hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat pendapat SKPD
adalah 0,7333, (0,60) dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I168
Tabel 5.8Skor Capaian Partisipasi SKPD di Kabupaten Jayawijaya
FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN
PartisipasiPerencanaan 0,5556Penganggaran 0,6667Pelaksanaan Anggaran 0,7778Pengawasan danMonitoring 0,7778
Penatausahaan -Pelaporan dan PI 0,0000Tindak Lanjut 0,6667Jumlah Skor 3,4444
Maksimum 6,0000Pencapaian 0,5741Prestasi C
Sumber: Data Diolah 2013
Dari tabel 5.8. Skor capaian Partisipasi SKPD, dan gambar web capaian skor
partisipasi SKPD di Kabupaten Jayawijaya. SKPD di Kabupaten Jayawijaya dalam
aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi, pendapat SKPD tentang fokus
pengelolaan perencanaan adalah 0,5556 dengan Prestasi (C), maka dikatakan
cukup memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi,
pendapat SKPD kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran
adalah 0,6667 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek
pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi, pendapat SKPD tentang fokus
pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0,7778 dengan prestasi (B),
maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi,
pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring
adalah 0,7778 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek
pengelolaan Dana Otsus untuk Partisipasi, pendapat SKPD tentang fokus
pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PIadalah 0,0000 dengan prestasi (E), maka
dikatakan sangat tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi
pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Tindak Lanjut adalah 0,6667
dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan.
Hasil analisa secara keseluruhan fokus pengelolaan Dana Otsus untuk
Partisipasi pada SKPD dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran,
Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Pelaporan dan PI, dan Tindak
Lanjut dalam keterlibatan SKPD makai hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I169
ratanya pendapat SKPD untuk olah data Lembaga ini adalah 0,5741 (0,40) dengan
Prestasi (C), maka dikatakan Cukup memuaskan.
Tabel 5.9Olah Data Lembaga Pendidikan dan Kesehatan
di Kabupaten Jayawijaya
FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN Jumlah
Skor Maksimum Pencapaian PrestasiPartisipasi Transparansi Akuntabilitas
Perencanaan 0,1667 0,5000 0,5000 1,1667 3,0000 0,3889 DPenganggaran 0,6667 0,3333 0,1667 1,1667 3,0000 0,3889 DPelaksanaan Anggaran 0,0000 0,5000 0,1667 0,6667 3,0000 0,2222 DPengawasan danMonitoring 0,0000 0,1667 0,5000 0,6667 3,0000 0,2222 D
Penatausahaan 0,6667 1,0000 0,3333 2,0000 3,0000 0,6667 BPelaporan dan PI 0,2000 0,6667 0,3333 1,2000 3,0000 0,4000 CTindak Lanjut 0,5000 0,3333 0,3333 1,1667 3,0000 0,3889 D
Jumlah Skor 2,2000 3,5000 2,3333 8,0333 21,0000 0,3825
Maksimum 7,0000 7,0000 7,0000 21,0000Pencapaian 0,3143 0,5000 0,3333 0,3825
Prestasi D C D CSumber: Data Diolah 2013
Dari Tabel Skor capaian partisipasi, transparansi, akuntabilitas Lembaga
Pendidikan dan Kesehatandi Kabupaten Jayawijaya. Maka dapat dilihat hasil analisa
secara keseluruhan fokus pengelolaan dana otsus dari aspek pengelolaan tentang
pendapat dari Lembaga Pendidikan dan kesehatan dinilai dari Aspek pengelolaan
Dana otsus untuk Partisipasi pencapaiannnya rata-ratanya adalah 0,3143 (0,20),
dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan, dan Transparan
pencapaiannnya rata-ratanya adalah 0,5000 (0,40) dengan prestasi (C), maka
dikatakan cukup memuaskan dan Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Partisipasi
Akuntabilitas pencapaiannya rata-ratanya adalah 0,3333 (0,20), dengan prestasi (D),
maka dikatakan tidak memuaskan.
Secara keseluruhan Aspek pengelolaan untuk data Lembaga Pendidikan dan
kesehatan dalam fokus pengelolaan Penyusunan Perencanaan, dan Penganggaran,
pelaksanaan anggaran, pengawasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan
dan PI dan tindak lanjut dalam keterlibatan Lembaga Pendidikan dan kesehatan
khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam keikutsertaan memuaskan yang terlibat
langsung atau tidak terlibat langsung, pencapaiannnya rata-ratanya pendapat
responden Lembaga Pendidikan dan kesehatan adalah 0,3825, (0,40) dengan
prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I170
Tabel 5.10Skor Capaian Partisipasi oleh Lembaga Pendidikan dan kesehatan
Kabupaten Jayawijaya
FOKUSPENGELOLAAN
ASPEKPENGELOLAAN
PartisipasiPerencanaan 0,1667Penganggaran 0,6667Pelaksanaan Anggaran 0,0000Pengawasan danMonitoring 0,0000
Penatausahaan 0,6667Pelaporan dan PI 0,2000Tindak Lanjut 0,5000Jumlah Skor 2,2000Maksimum 7,0000Pencapaian 0,3143Prestasi D
Sumber: Data Diolah 2013
Dari tabel di atas dan gambar web capaian skor partisipasi untuk data
lembaga Pendidikan dan Kesehatan mengenai Aspek pengelolaan Partisipasi dari
Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek
pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan
kesehatan tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,1667 dengan prestasi
(E), maka dikatakan Sangat Tidak memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana
otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus
pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0.6667 dengan prestasi (B), maka
dikatakan memuaskan.
Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga
Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan
Anggaran adalah 0.0000 dengan prestasi (E), maka dikatakan Sangat Tidak
memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga
Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan
Monitoring adalah 0.6667 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek
pengelolaan Dana Otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan
kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Penatausahaan adalah 0.6667
dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus
untuk partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I171
pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PI adalah 0.2000 dengan Prestasi (D), maka
dikatakan tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk partisipasi,
pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal
tindak Lanjut adalah 0.5000 dengan Prestasi (C), maka dikatakan cukup
memuaskan.
Hasil analisa secara keseluruhan fokus peneglolaan Dana Otsus untuk
partisipasi Lembaga Pendidikan dan kesehatan dalam penyusunan perencanaan,
dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Penata-
usahaan, Pelaporan dan PI, dan tindak lanjut dalam keterlibatan Lembaga
Pendidikan dan kesehatan maka hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya
pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan untuk olah data Lembaga ini adalah
0.3143, (0,20) dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan.
Tabel 5.11Olah Data Individu di Kabupaten Jayawijaya
FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN Jumlah
Skor MaksimumPartisipasi Transparansi Akuntabilitas
Perencanaan 0.3167 0.5167 0.5000 1.3333 3.0000Penganggaran 0.2833 0.5667 0.3333 1.1833 3.0000Pelaksanaan Anggaran 0.3667 0.4833 0.3333 1.1833 3.0000Pengawasan dan Monitoring 0.4500 0.5833 0.3500 1.3833 3.0000Pemeriksanaan Internal 0.4500 0.4500 1.0000Tindak Lanjut 0.4667 0.5667 0.4167 1.4500 3.0000
Jumlah Skor 1.8833 2.7167 2.3833 6.9833 16.0000Maksimum 5.0000 5.0000 6.0000 16.0000Pencapaian 0.3767 0.5433 0.3972 0.4365
Prestasi D C D CSumber: Data Diolah 2013
Dari tabel Skor capaian partisipasi, transparansi, akuntabilitas Individu di
Kabupaten Jayawijaya. Hasil analisa secara keseluruhan maka fokus pengelolaan
Dana otsus dari aspek pengelolaan tentang pendapat responden untuk data individu
tentang Partisipasi adalah 0.3767 dengan Prestasi (D), maka dikatakan Tidak
memuaskan karena ada sebagian Masyarakat Orang Asli Papua di kampung yang
mengatakan belum pernah/tidak diberi kesempatan berpartisipasi dalam pengusulan
rencana anggaran kampung, belum pernah/tidak berpartisipasi dalam program dan
kegiatan yang dibiayai oleh dana Otsus dengan baik, (misalkan keterlibatan dalam
program Respek), belum berperan aktif dalam mengawasi dan mengevaluasi
program dan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus (misalkan dalam
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I172
pengelolaan dana Respek), untuk tindak lanjut dari penyalahgunaan dana Otsus
(misalkan Dana Respek) selalu menjadi perhatian masyarakat Orang Asli Papua di
Kampung.
Pendapat responden untuk data individu ini tentang Transparansi adalah
0.5433 dengan Prestasi (C), maka dikatakan Cukup Memuaskan karena ada yang
mengatakan sudah pernah dan ada juga yang mengatakan tidak transparan dalam
menyusun perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai dana Otsus
(Musrenbang Kampung dan Distrik), pendapat responden untuk data individu
tentang Akuntabilitas adalah 0.3972 dengan Prestasi (D) maka dikatakan Tidak
memuaskan karena Pelaksanaan Musrenbang tidak merencanakan penggunaan
dana Otsus secara memuaskan, Warga tidak mengetahui jumlah dana Otsus yang
diturunkan pada setiap Tahun Anggaran APBD, belum ada sanksi bagi Orang Asli
Papua yang salah dalam menggunakan dana Otsus di Kampung (misanya
penggelapan dana Respek), Pelaporan penggunaan dana Otsus (misalnya dana
Respek) belum dibuat tepat waktu, Tindak lanjut penyalahgunaan dana Otsus
(misalnya pelanggaran pada dana Respek) tidak sesuai aturan, maka secara
keseluruhan Aspek pengelolaan dikatakan pendapat responden untuk data
individu/masyarakat dalam fokus pengelolaan Penyusunan Perencanaan, dan
Penganggaran, pelaksanaan anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Pemeriksaan
Internal dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan Masyarakat Orang Asli Papua
khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam keikutsertaan baik yang terlibat langsung
atau tidak terlibat langsung masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama,
tokoh perempuan dan masyarakat setempat, maka dari hasil analisis keseluruhan
pencapaiannnya rata-ratanya pendapat responden untuk data individu/masyarakat
adalah 0,4365, (0,40) dengan Prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I173
Tabel 5.12Skor Capaian Partisipasi oleh Individu
di Kabupaten Jayawijaya
FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN
PartisipasiPerencanaan 0.3167Penganggaran 0.2833Pelaksanaan Anggaran 0.3667Pengawasan dan Monitoring 0.4500Pemeriksanaan InternalTindak Lanjut 0.4667Jumlah Skor 1.8833Maksimum 5.0000Pencapaian 0.3767Prestasi D
Sumber: Data Diolah 2013
Dari tabel dan gambar web capaian skor partisipasi tentang data Individu
mengenai Aspek pengelolaan Partisipasi Masyarakat Orang Asli Papua khususnya di
Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi,
pendapat responden untuk data individu/masyarakat tentang fokus pengelolaan
perencanaan adalah 0.3167 dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan.
Dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Partisipasi, pendapat responden untuk
data individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0.2833
dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana
otsus untuk partisipasi, pendapat responden untuk data individu tentang fokus
pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0.3667 dengan prestasi (D),
maka dikatakan tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi,
pendapat responden untuk data individu tentang fokus pengelolaan dalam hal
Pengawasan dan Monitoring adalah 0.4500 dengan prestasi (C), maka dikatakan
cukup memuaskan.
Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk partisipasi, pendapat responden untuk
data individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Tindak Lanjut adalah 0.4667
dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Pendapat masyarakat/
responden untuk data individu tentang penyusunan perencanaan, dan pengang-
garan, pengelolaan dana Otsus (URD) pihak SKPD memuaskan melibatkan atau
tidak melibatkan masyarakat seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
perempuan dan masyarakat/individu, diperoleh hasil analisis pencapaiannnya rata-
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I174
ratanya berada pada 0,20, dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan,
sedangkan aspek pengelolaan dana Otsus untuk Partisipasi yang berfokus
pengelolaan tentang Pengawasan dan Monitoring dan Tindak lanjut oleh masyarakat
Orang Asli Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam pengelolaan dana
Otsus (URD) pihak SKPD yang dinilai oleh individu/masyarakat seperti tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan, diperoleh hasil analisis adalah
pencapaiannnya rata-ratanya pendapat responden untuk data individu adalah 0,40,
dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan.
Hasil analisa secara keseluruhan fokus pengelolaan Dana otsus untuk
partisipasi masyarakat dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran,
Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring dan tindak lanjut dalam
keterlibatan Masyarakat Orang Asli Papua khususnya di Kabupaten dalam
keiutsertaan atau tidak melibatkan langsung masyarakat seperti okoh masyarakat,
tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu dari hasil analisis adalah
pencapaiannnya rata-ratanya pendapat responden untuk data individu adalah
0.3767 (0,20) dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan.
5.2.3.2 TRANSPARANSITabel 5.13
Skor Capaian Transparansi oleh SKPD di Kabupaten JayawijayaFOKUS
PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN
TransparansiPerencanaan 0,8889Penganggaran 0,7778Pelaksanaan Anggaran 0,5556Pengawasan danMonitoring 0,7778
Penatausahaan 0,8889Pelaporan dan PI 0,8889Tindak Lanjut 0,8333Jumlah Skor 5,6111Maksimum 7,0000Pencapaian 0,8016Prestasi ASumber: Data Diolah 2013
Dari tabel dan gambar web capaian skor transparansi tentang data SKPD di
Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi,
maka pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,8889
dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan. Dalam aspek
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I175
pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat SKPD kesehatan tentang
fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0,7778 dengan prestasi (B),
maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi,
pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah
0,5556 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan. Aspek pengelolaan
Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam
hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0,7778 dengan Prestasi (B), maka dikatakan
memuaskan. Dari aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat
SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Penatausahaan adalah 0,8889 dengan
prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus
untuk Transparansi, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaporan
dan PI adalah 0.8889 dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan.
Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi pendapat SKPD tentang fokus
pengelolaan dalam hal Tindak Lanjut adalah 0.8333 dengan prestasi (A), maka
dikatakan sangat memuaskan.
Hasil analisa secara keseluruhan fokus peneglolaan Dana Otsus untuk
Transparansi pada SKPD dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran,
Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan
dan PI, dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan SKPD makai hasil analisis adalah
pencapaiannnya rata-ratanya pendapat SKPD untuk olah data SKPD adalah 0.8016
(0,80) dengan prestasi (A), maka dikatakan sangat memuaskan.
Tabel 5.14Skor Capaian Transparansi oleh Lembaga Pendidikan dan Kesehatan
di Kabupaten Jayawijaya
FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN
Transparansi
Perencanaan 0,5000
Penganggaran 0,3333
Pelaksanaan Anggaran 0,5000Pengawasan danMonitoring 0,1667
Penatausahaan 1,0000
Pelaporan dan PI 0,6667
Tindak Lanjut 0,3333
Jumlah Skor 3,5000
Maksimum 7,0000
Pencapaian 0,5000Prestasi C
Sumber: Data Diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I176
Dari tabel dan gambar web capaian skor transparansi tentang data lembaga
Pendidikan dan Kesehatan mengenai Aspek pengelolaan Transparansi dari
Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek
pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi, pendapat Lembaga Pendidikan dan
kesehatan tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,5000 dengan Prestasi
(C), maka dikatakan Cukup memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana Otsus
untuk Transparansi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus
pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0.3333 dengan Prestasi (D), maka
dikatakan Tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi,
pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal
Pelaksanaan Anggaran adalah 050000 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup
memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi, pendapat
Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal
Pengawasan dan Monitoring adalah 0.1667 dengan prestasi (E), maka dikatakan
Sangat tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi,
pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal
Penatausahaan adalah 1.0000 dengan prestasi (A), maka dikatakan sangat
memuaskan.
Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat Lembaga
Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PI
adalah 0.6667 dengan prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan
Dana Otsus untuk Transparansi pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan
tentang fokus pengelolaan dalam hal Tindak Lanjut adalah 0.3333 dengan prestasi
(D), maka dikatakan Tidak memuaskan.
Hasil analisa secara keseluruhan fokus peneglolaan Dana otsus mengenai
Transparansi pada Lembaga Pendidikan dan kesehatan dalam penyusunan
perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan
Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan dan PI, dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan
Lembaga Pendidikan dan kesehatan maka hasil analisis adalah pencapaiannnya
rata-ratanya pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan untuk olah data
Lembaga ini adalah 0.5000, (0,40) dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup
memuaskan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I177
Tabel 5.15Skor Capaian Transparansi oleh Individu di Kabupaten Jayawijaya
FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN
TransparansiPerencanaan 0.5167Penganggaran 0.5667Pelaksanaan Anggaran 0.4833Pengawasan dan Monitoring 0.5833Pemeriksanaan InternalTindak Lanjut 0.5667Jumlah Skor 2.7167Maksimum 5.0000Pencapaian 0.5433Prestasi C
Sumber: Data Diolah 2013.
Dari tabel dan gambar web capaian skor transparansi tentang data Individu
mengenai Aspek pengelolaan Transparansi pada Masyarakat Orang Asli Papua
khususnya, memuaskan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan
masyarakat/individu di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana Otsus
untuk transparansi, pendapat responden untuk data individu tentang fokus
pengelolaan perencanaan adalah 0.5167 (0,40) dengan Prestasi (C), maka
dikatakan cukup memuaskan.
Dalam aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat
responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan
masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah
0.5667 (0,40) dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan
Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat responden
untuk data dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan
masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran
adalah adalah 0.4833, (0,40) dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup
memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Transparansi, pendapat
responden untuk tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan
masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan
Monitoring adalah 0.5833 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan.
Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Transparansi, pendapat responden dari tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I178
pengelolaan dalam hal tindak lanjut adalah 0.5667 dengan prestasi (C), maka
dikatakan cukup memuaskan.
Hasil analisa secara keseluruhan fokus penegelolaan Dana Otsus untuk
Transparansimasyarakat dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran,
pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring dan Tindak Lanjut dalam
keterlibatan masyarakat Orang Asli Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya
dalam pengelolaan dana Otsus (URD) pihak SKPD yang dinilai oleh tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu di peroleh
hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat responden untuk data
individu adalah 0.5433 (0,40), dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup
memuaskan.
5.2.3.3 AKUNTABILITASTabel 5.16
Skor Capaian Akuntabilitas oleh SKPD di Kabupaten JayawijayaFOKUS
PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN
AkuntabilitasPerencanaan 0,8889Penganggaran 0,6667Pelaksanaan Anggaran 0,7778Pengawasan danMonitoring 0,7778
Penatausahaan 0,8889Pelaporan dan PI 0,7778Tindak Lanjut 0,8333Jumlah Skor 5,6111Maksimum 7,0000Pencapaian 0,8016Prestasi A
Sumber: Data Diolah 2013
Dari tabel dan gambar web capaian skor akuntabilitas tentang data SKPD di
Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Akuntabilitas,
pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,8889 dengan
prestasi (A), maka dikatakan Sangat memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana
otsus untuk Akuntabilitas pendapat SKPD kesehatan tentang fokus pengelolaan
dalam hal Penganggaran adalah 0,6667 dengan Prestasi (B), maka dikatakan
memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Akuntabilitas, pendapat SKPD
tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0,7776 dengan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I179
Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana Otsus untuk
Akuntabilitas, pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan
dan Monitoring adalah 0,7778 dengan Prestasi (B), maka dikatakan memuaskan.
Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat SKPD tentang fokus
pengelolaan dalam hal Penatausahaan adalah 0,8889 dengan Prestasi (A), maka
dikatakan Sangat memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas,
pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PIadalah
0,7778 dengan prestasi (B), maka dikatakan memuaskan. Aspek pengelolaan Dana
otsus untuk Akuntabilitas pendapat SKPD tentang fokus pengelolaan dalam hal
Tindak Lanjut adalah 0.8333 dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangat
memuaskan.
Hasil analisa secara keseluruhan fokus pengelolaan Dana Otsus untuk
Akuntabilitas pada SKPD dalam penyusunan Perencanaan, dan Penganggaran,
Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan
dan PI, dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan SKPD maka hasil analisis adalah
pencapaiannnya rata-ratanya pendapat SKPD untuk olah data SKPD adalah 0.8016
(0,80) dengan prestasi (A), maka dikatakan sangat memuaskan.
Tabel 5.17Skor Capaian Akuntabilitas oleh Lembaga Pendidikan dan kesehatan
Kabupaten JayawijayaFOKUS PENGELOLAAN Skor
Perencanaan 0,5000Penganggaran 0,1667Pelaksanaan Anggaran 0,1667Pengawasan danMonitoring 0,5000
Penatausahaan 0,3333Pelaporan dan PI 0,3333Tindak Lanjut 0,3333
Jumlah Skor 2,3333Maksimum 7,0000Pencapaian 0,3333Prestasi D
Sumber: Data Diolah 2013
Dari tabel dan gambar web capaian skor akuntabilitas tentang data lembaga
Pendidikan dan Kesehatan mengenai Aspek pengelolaan Akuntabilitas dari
Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek
pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I180
kesehatan tentang fokus pengelolaan perencanaan adalah 0,5000 dengan Prestasi
(C), maka dikatakan Cukup memuaskan. Dalam aspek pengelolaan Dana otsus
untuk Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan entang fokus
pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah 0.1667 dengan Prestasi (E), maka
dikatakan Sangat tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk
partisipasi, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan
dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0.1667 dengan Prestasi (E), maka
dikatakan Sangat tidak memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk
Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus
pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0.5000 dengan Prestasi
(C), maka dikatakan Cukup memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk
Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus
pengelolaan dalam hal Penatausahaan adalah 0.3333 dengan Prestasi (D), maka
dikatakan tidak memuaskan. Dari aspek pengelolaan Dana Otsus untuk
Akuntabilitas, pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus
pengelolaan dalam hal Pelaporan dan PI adalah 0.3333 dengan Prestasi (D), maka
dikatakan tida memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas,
pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan tentang fokus pengelolaan dalam hal
Tindak Lanjut adalah 0.5000 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup
memuaskan.
Hasil analisa secara keseluruhan fokus pengelolaan Dana otsus untuk
Akuntabilitas pada Lembaga Pendidikan dan kesehatan dalam penyusunan
perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan
Monitoring, Penatausahaan, Pelaporan dan PI, dan tindak lanjut dalam keterlibatan
Lembaga Pendidikan dan kesehatan maka hasil analisis adalah pencapaiannnya
rata-ratanya pendapat Lembaga Pendidikan dan kesehatan untuk olah data
Lembaga ini adalah 0.3333, (0,20) dengan Prestasi (D), maka dikatakan tidak
memuaskan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I181
Tabel 5.18Skor capaian Akuntabilitas oleh Individu di Kabupaten Jayawijaya
FOKUS PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN
AkuntabilitasPerencanaan 0.5000Penganggaran 0.3333Pelaksanaan Anggaran 0.3333Pengawasan dan Monitoring 0.3500Pemeriksanaan Internal 0.4500Tindak Lanjut 0.4167Jumlah Skor 2.3833Maksimum 6.0000Pencapaian 0.3972Prestasi DSumber: Data Diolah 2013
Dari tabel dan gambar web capaian skor akuntabilitas tentang data Individu
mengenai Aspek pengelolaan Akuntabilitas individu/Masyarakat Orang Asli Papua
(OAP) khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam aspek pengelolaan Dana otsus
untuk Akuntabilitas, pendapat responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh
agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan
perencanaan adalah 0.5000 dengan prestasi (C), maka dikatakan cukup
memuaskan.
Dalam aspek pengelolaan Dana Otsus untuk Akuntabilitas, pendapat
responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan
masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal Penganggaran adalah
0.3333 dengan prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Aspek pengelolaan
Dana otsus untuk Akuntabilitas pendapat responden untuk data tokoh masyarakat,
tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan
dalam hal Pelaksanaan Anggaran adalah 0.3333 dengan Prestasi (D), maka
dikatakan tidak memuaskan.
Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat responden untuk
data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu
tentang fokus pengelolaan dalam hal Pengawasan dan Monitoring adalah 0.3500
dengan (D), maka dikatakan Tidak memuaskan memuaskan. Aspek pengelolaan
Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat responden untuk data tokoh masyarakat,
tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan
dalam hal Pemeriksanaan Internal adalah 0.3500 dengan (D), maka dikatakan tidak
memuaskan. Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas, pendapat
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I182
responden untuk data tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan
masyarakat/individu tentang fokus pengelolaan dalam hal tindak lanjut adalah
0.4167 dengan Prestasi (C), maka dikatakan cukup memuaskan.
Pendapat tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/
individu tentang penyusunan perencanaan adalah 0,5000, Pemeriksanaan Internal
adalah 0.3500 dan Tindak Lanjut adalah 0.4167, pengelolaan dana Otsus (URD),
pihak SKPD memuaskan melibatkan atau tidak melibatkan masyarakat seperti tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu diperoleh hasil
analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya berada pada 0,40, dengan prestasi (C),
maka dikatakan cukup memuaskan.
Sedangkan Aspek pengelolaan Dana otsus untuk Akuntabilitas yang berfokus
pengelolaan tentang Penganggaran adalah 0.3333 dikatakan tidak memuaskan,
Pelaksanaan Anggaran adalah 0.3333 dikatakan tidak memuaskan, Pengawasan
dan Monitoring adalah 0.3500 dikatakan tidak memuaskan, oleh masyarakat Orang
Asli Papua khususnya di Kabupaten Jayawijaya dalam pengelolaan dana Otsus
(URD), pihak SKPD yang dinilai oleh individu/masyarakat seperti tokoh masyarakat,
tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/individu diperoleh hasil analisis
adalah pencapaiannya rata-ratanya pendapat responden adalah 0,20, dengan
prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan.
Hasil analisa secara keseluruhan fokus penegelolaan Dana otsus untuk
partisipasi tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan masyarakat/
individu dalam penyusunan perencanaan, dan penganggaran, Pelaksanaan
Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Pemeriksanaan Internal dan tindak lanjut
dalam keterlibatan masyarakat orang asli Papua (OAP) khususnya di Kabupaten
dalam keikutsertaan atau tidak melibatkan langsung masyarakat seperti tokoh
masyarakat, masyarakat individu dari hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-
ratanya pendapat responden untuk data individu adalah 0.3972, (0,20) dengan
Prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan.
5.2.3.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIBeberapa isu–isu strategis yang terungkap dalam penelitian ini antara lain:
1. Aspek pengelolaan dana otsus dalam hal partisipasi di Kabupaten Jayawijaya
hasil analisis adalah SKPD dengan penilain prestasi (C), maka dikatakan cukup
memuaskan, sedangkan untuk Lembaga pendidikan dan Kesehatan serta
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I183
Individu mempunyai prestasi (D), maka dikatakan tidak memuaskan. Partisipasi
SKPD, Skor yang diperoleh sebesar 3,444 menunjukkan bahwa tingkat
partisipasi SKPD di Distrik Wamena Kota Kabupaten Jayawijaya dalam
pelaporan dan PI dana Otsus tergolong dalam kategori “sangat tidak
memuaskan”. Partisipasi Lembaga Pendidikan dan kesehatan, skor yang
diperoleh sebesar 2,2000 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi lembaga
Pendidikan dan kesehatan, di Distrik Wamena Kota Kabupaten Jayawijaya
dalam pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring dan perencanaan
penggunaan dana Otsus tergolong dalam kategori “sangat tidak memuaskan”.
Partisipasi Individu (Masyarakat) mempunyai skor terendah di bandingkan
dengan Partisipasi Lembaga dan SKPD, dimana individu (masyarakat) yang
diperoleh skor sebesar 1,8833 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi
masyarakat di Distrik Wamena Kota Kabupaten Jayawijaya dalam
penganggaran, perencanaan dan pelaksanaan anggaran dana Otsus tergolong
dalam kategori “tidak memuaskan”. Hal ini disebabkan oleh tidak dilibatkannya
masyarakat dalam Musrembang Kampung bahkan Musrembang Distrik,
sehingga masyarakat tidak mengetahui tentang berbagai kegiatan pembangunan
yang akan dibiayai dari sumber dana Otsus.
2. Aspek pengelolaan dana otsus dalam hal transparansi di Kabupaten Jayawijaya
hasil analisis adalah SKPD dengan prestasi (A), maka dikatakan sangat
memuaskan, sedangkan untuk Lembaga pendidikan dan Kesehatan serta
Individu mempunyai penilaian prestasi (C), maka dikatakan Cukup memuaskan.
3. Aspek pengelolaan dana Otsus dalam hal Akuntabilitas di Kabupaten Jayawijaya
hasil analisis adalah SKPD dengan prestasi (A), maka dikatakan Sangat
memuaskan, sedangkan untuk Lembaga pendidikan dan Kesehatan serta
Individu (masyarakat) mempunyai penilaian prestasi (D), maka dikatakan tidak
memuaskan.
4. Masyarakat sangat berharap Otonomi Khusus Papua dapat membawa
perubahan dan kehidupan baru di tanah Papua. Karena harapan yang besar ini,
publik (masyarakat) tak henti-hentinya menyoroti berbagai aspek yang telah
dijanjikan Otonomi Khusus. Mereka terus menyuarakan agar pelayanan
pendidikan, kesehatan, dan pembangunan prasarana dasar seperti perumahan,
air bersih, dan listrik dapat diperhatikan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I184
5. Persoalan kemudian muncul karena pemerintah daerah membelanjakan dana itu
tidak transparan dan akuntabel. Sebagian besar publik di Papua, dan lebih
khusus penduduk asli Papua, melihat bahwa dana itu tidak beres dalam
perencanaan dan pengelolaannya. Bahkan dari pihak pejabat dan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) juga menyadari bahwa masih banyak pengalokasian dana
Otsus yang kurang tepat dan masih harus ditata ulang. Sayang sekali bahwa
kesadaran akan kekurangan itu tidak segera ditindak lanjuti dengan
permemuaskanan, sehingga kekecewaan atas pengelolaan dana publik itu terus
berlanjut.
6. Karena kenyataan bahwa dana itu tidak transparan dalam pengelolaannya,
banyak pejabat daerah dan pegawai negeri sipil asli Papua memberikan solusi
agar dana itu dikelola di luar proses penganggaran harus transparansi sesuai
aturan perundangan keuangan negara harus diterapkan untuk dana Otonomi
Khusus Papua.
7. Kesiapan dan kemampuan pengusaha lokal (kelompok kerja) masih sangat
terbatas. Dalam merespon kebijakan dan keberpihakan kepada pengusaha lokal
dalam mendapatkan prioritas ”lebih” untuk mengerjakan proyek (kegiatan),
banyak pengusaha lokal kalah bersaing dari pengusaha pendatang. Saran agar
pembinaan dan perhatian bagi pengusaha lokal mendapat perhatian; namun
dalam kenyataannya kompetensi pengusaha lokal dalam bermitra dengan
pemberi kerja kurang mampu menyamai kompetensi pengusaha pendatang.
Upaya–upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan
pengelolaan dana Otsus, antara lain:
1. Dalam rangka pelaksanaan otonomi mengenai aspek pengelolaan dana otsus
dalam hal partisipasi dan akuntabilitas yang berfokus pengelolaan Penyusunan
Perencanaan, Penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan
Monitoring, Pelaporan dan PI dan tindak Lanjut dalam keterlibatan Lembaga
pendidikan dan Kesehatan serta Individu (masyarakat) perlu mendapat perhatian
pemerintah dalam memberikan kebijakan dan memberikan advokasi tentang
peraturan yang sedang berlaku.
2. Dalam rangka pelaksanaan otonomi kampung dalam mengelola keuangan di
kampung, kapasitas masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi (Kelompok
simpan pinjam dan kelompok Kerja), Pemerintahan Distrik sampai pemerintahan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I185
di Kampung harus diperkuat agar mampu memahami pentingnya keuangan
kampung dan pola serta mekanisme pengelolaannya, lebih khusus pemerintah
kampung diperkuat kapasitasnya dalam merencanakan, memformulasikan,
mengalokasikan dan mengontrol.
5.2.4 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATENPEGUNUNGAN BINTANGPengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang melibatkan
SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan serta masyarakat. Pengelolaan dana
Otsus tersebut ditinjau dari tiga aspek yakni aspek Partisipasi, aspek Transparansi
dan aspek Akuntabilitas. Setiap aspek pengelolaan dana Otsus berfokus pada
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring,
penatausahaan, pelaporan dan pemeriksaan internal, serta tindak lanjut.
Pengelolaan dana Otsus oleh SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang
secara keseluruhan sudah berjalan dengan Baik. Hal ini ditunjukkan oleh total skor
capaian Pengelolaan Dana Otsus untuk SKPD yang diperoleh sebesar 0,7232
dengan prestasi B yakni Baik. Sedangkan, pengelolaan dana Otsus untuk Lembaga
Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang secara keseluruhan
sangat tidak berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh total skor capaian
Pengelolaan Dana Otsusuntuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan yang diperoleh
sebesar 0,1905 dengan prestasi E yakni Sangat Tidak Baik. Dan selanjutnya,
pengelolaan dana Otsus menurut Induvidu/masyarakat di Kabupaten Pegunungan
Bintang secara keseluruhan berjalan dengan cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh
total skor capaian Pengelolaan Dana Otsus untuk Individu yang diperoleh sebesar
0,5906 dengan prestasi C yakni Cukup Baik.
Tabel 5.19Total Skor Capaian Pengelolaan Dana Otsus
Kabupaten Pegunungan BintangFokus Pengelolaan SKPD LPK Individu
Perencanaan 2,0000 0,4000 1,4167Penganggaran 2,2500 1,0000 1,3167Pelaksanaan Anggaran 1,5893 0,2000 2,4500Pengawasan dan Monitoring 2,1250 0,4000 1,5833Penatausahaan 1,7500 0,8000 -Pelaporan dan PI 2,3750 0,8000 0,7833Tindak Lanjut 2,3750 0,4000 1,9000
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I186
Lanjutan Tabel 5.19Fokus Pengelolaan SKPD LPK Individu
Jumlah Skor 14,4643 4,0000 9,4500Maksimum 20,0000 21,0000 16,0000Pencapaian 0,7232 0,1905 0,5906Prestasi B E C
Sumber: Data diolah, 2013
5.2.4.1 PARTISIPASIPengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang yang melibatkan
SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan seperti Sekolah, Rumah Sakit dan
Puskesmas, maupun masyarakat ditinjau dari Aspek Partisipasi dapat dijelaskan
dengan mengunakan analisis WEB. Analisis WEB ini menggambarkan Pengelolaan
dana Otsus dari Aspek Partisipasi dengan berfokus pada perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penata-
usahaan, pelaporan dan pemeriksaan internal, serta tindak lanjut.
SKPD Lembaga Pendidikan & Kesehatan
Individu
Gambar 5.7Skor Capaian WEB Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus
Kabupaten Pegunungan Bintang
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I187
Pengelolaan dana Otsus oleh SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang
ditinjau dari Aspek Partisipasi sudah berjalan dengan Baik. Hal ini ditunjukkan oleh
skor capaian Partisipasi SKPD yang diperoleh sebesar 0,6875 dengan prestasi B
yakni Baik. Selama Otonomi Khusus berjalan di Provinsi Papua, perencanaan dana
Otsus memang dilakukan oleh setiap SKPD selaku pengguna anggaran. Dalam
melakukan perencanaan penggunaan dana Otsus, SKPD di Kabupaten Pegunungan
Bintang telah melibatkan semua lapisan masyarakat terutama orang asli Papua
(OAP) melalui pelaksanaaan Musrembang di tingkat kampung sampai dengan
tingkat kabupaten. Dalam penganggaran program/kegiatan, SKPD telah melibatkan
lebih dari setengah Orang Asli Papua di SKPD dalam penyusunan RKA SKPD dari
sumber dana Otsus. Dalam pelaksanaan anggaran, SKPD memberikan kesempatan
kepada beberapa Pengusaha Orang Asli Papua untuk mendapatkan kegiatan SKPD
yang pendanaannya bersumber dari Dana Otsus.
Tabel 5.20Skor Capaian Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus
Kabupaten Pegunungan BintangFokus Pengelolaan SKPD LPK Individu
Perencanaan 0,6250 0,4000 0,2833Penganggaran 0,7500 0,6000 0,2833Pelaksanaan Anggaran 0,8750 0,0000 0,7667Pengawasan dan Monitoring 0,6250 0,0000 0,6833Penatausahaan - 0,4000 -Pelaporan dan PI 0,5000 0,2000 -Tindak Lanjut 0,7500 0,2000 0,7667Jumlah Skor 4,1250 1,8000 2,7833Maksimum 6,0000 7,0000 5,0000Pencapaian 0,6875 0,2571 0,5567Prestasi B D C
Sumber: Data diolah, 2013.
SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang memberikan kesempatan kepada
semua pejabat SKPD untuk ikut dalam monitoring dan mengawasi serta menindak
lanjuti hasil monitoring program/kegiatan yang bersumber dari dana Otsus. Dalam
melakukan pelaporan dan pemeriksaan internal berbagai program/kegiatan dari
sumber dana Otsus, SKPD membuat prosedur pengaduan/Komplain dari masya-
rakat orang asli Papua tentang pelayanan SKPD. Untuk menindaklanjuti temuan
BPK pada program/kegiatan dari sumber dana Otsus, pejabat dalam setiap SKPD
terkait selalu melakukan pembahasan tindak lanjut temuan BPK tersebut.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I188
Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Partisipasi Lembaga Pendidikan
dan Kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang tidak berjalan dengan Baik. Hal
ini ditunjukkan oleh skor capaian Partisipasi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan
yang diperoleh sebesar 0,2571 dengan prestasi D yakni Tidak Baik. Selama ini,
dalam perencanaan pengelolaan dana Otsus, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan
seperti Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Rumah Sakit dan Puskesmas
tidak dilibatkan secara langsung dalam perencanaan alokasi dana Otsus pada
bidang pendidikan dan kesehatan. Tetapi dalam penganggaran dana Otsus, pihak
Sekolah serta pihak Rumah Sakit dan Puskesmas tetap mendapatkan alokasi dalam
program dan kegiatan yang direncanakan oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini
SKPD Pendidikan dan Kesehatan. Memang pada dasarnya pihak Sekolah, Rumah
Sakit dan Puskesmas tidak bisa mengusulkan program dan kegiatan yang
sebenarnya dibutuhkan oleh mereka sesuai kondisi yang dialami, tetapi perencanaan
dan penganggaran alokasi dana Otsus pada bidang pendidikan dan kesehatan
masih menyentuh mereka seperti Pembebasan SPP Siswa, Bantuan Dana
Operasional Sekolah, dan lain-lain. Menurut Lembaga Pendidikan, pihak Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah pernah sekali diundang untuk mengikuti Rakor
bersama Dinas Pendidikan terkait sosialisasi kegiatan di bidang pendidikan di
Kabupaten Pegunungan Bintang. Dalam pelaksanaan anggaran, Lembaga
Pendidikan seperti sekolah tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan anggaran
pembangunan gedung sekolah yang didanai dari dana Otsus. Bahkan pengusulan
penambahan Ruang Kelas Belajar (RKB) oleh pihak sekolah tidak pernah
direalisasikan karena alasan pembangunan sekolah hanya dipusatkan pada
kawasan pendidikan saja. Sedangkan untuk dana Otsus bidang kesehatan, diketahui
bahwa sejak tahun 2005 dana Otsus di bidang kesehatan tidak diperuntukan untuk
pembangunan fisik gedung maupun renovasi gedung termasuk Rumah Sakit dan
Puskesmas. Dana Otsus hanya digunakan untuk pelayanan kesehatan seperti
pengadaan obat-obatan dan membiayai pasien ke rumah sakit rujukan di Jayapura.
Dalam hal pengawasan dan monitoring, pihak sekolah tidak diberi akses untuk
mengawasi dan memonitor program/kegiatan yang bersumber dari dana Otsus yang
dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan. Selain itu, Pihak Rumah Sakit/Puskesmas tidak
terlibat langsung dalam mengawasi dan memonitor penggunaan dana yang
bersumber dari dana Otsus dalam menentukan kebutuhan peningkatan jumlah
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I189
sarana dan prasarana Rumah Sakit/Puskesmas seperti penambahan dokter,
perawat, fasilitas-fasilitas kesehatan, dan lain-lain.
Dalam hal pelaporan dan pemeriksaan internal berbagai program/kegiatan
dari sumber dana Otsus, tidak ada prosedur pengaduan atau komplain dari
masyarakat asli Papua tentang pelayanan pendidikan di Sekolah Dasar dan Sekolah
Menengah Pertama. Serta tidak ada prosedur pengaduan/Komplain dari masyarakat
asli Papua yang disediakan oleh Rumah Sakit/Puskesmas tentang pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit maupun Puskesmas. Dalam hal tindak lanjut,
Pimpinan/Kepala Sekolah tidak ikut terlibat dalam menindaklanjuti temuan BPK
tentang pengelolaan dana Otsus. Selain itu, pihak Rumah Sakit/Puskesmas tidak
melibatkan stafnya untuk menindaklanjuti hasil temuan pengelolaan dana Otsus, jika
ditemukan adanya kasus oleh BPK.
Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Partisipasi Individu/masyarakat di
Kabupaten Pegunungan Bintang berjalan dengan cukup baik. Hal ini ditunjukkan
oleh skor capaian Partisipasi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan yang diperoleh
sebesar 0,5567 dengan prestasi C yakni Cukup Baik. Dalam perencanaan
pengelolaan dana Otsus, masyarakat asli Papua menyatakan bahwa mereka tidak
dilibatkan dalam Musrembang Kampung bahkan Musrembang Distrik, sehingga
masyarakat tidak mengetahui tentang berbagai kegiatan pembangunan yang akan
dibiayai dari sumber dana Otsus. Dalam penganggaran, masyarakat menilai bahwa
warga Orang Asli Papua bukan PNS tidak diberi kesempatan berpartisipasi saat
pengusulan anggaran di SKPD terkait sebagai pengguna anggaran dari sumber
dana Otsus.
Dalam pelaksanaan anggaran, masyarakat kampung menilai bahwa
pengusaha Orang Asli Papua sudah diberi kesempatan melaksanakan proyek yang
dibiayai dari sumber dana Otsus. Selain itu, warga kampung di Pegunungan Bintang
telah berpartisipasi dalam kegiatan RESPEK secara baik. Dalam hal pengawasan
dan monitoring, masyarakat menilai bahwa Orang Asli Papua sudah aktif dalam
memonitor program/kegiatan yang bersumber dari dana Otsus. Selama ini,
masyarakat juga telah mengawasi langsung berbagai kegiatan RESPEK yang
dilakukan di kampung. Dalam hal tindak lanjut, masyarakat kampung menilai bahwa
tindak lanjut penyalahgunaan dana RESPEK selalu menjadi perhatian warga
kampung. Masyarakat mengenal dana Otsus melalui Program RESPEK dan karena
program RESPEK langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I190
5.2.4.2 TRANSPARANSIPengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang yang melibatkan
SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan seperti Sekolah, Rumah Sakit dan
Puskesmas, maupun masyarakat ditinjau dari Aspek Transparansi dapat dijelaskan
dengan mengunakan analisis WEB. Analisis WEB ini menggambarkan Pengelolaan
dana Otsus dari Aspek Transparansi dengan berfokus pada perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausa-
haan, pelaporan dan pemeriksaan internal, serta tindak lanjut.
Pengelolaan dana Otsus oleh SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang
ditinjau dari Aspek Transparansi sudah berjalan dengan Baik. Hal ini ditunjukkan
oleh skor capaian Transparansi SKPD yang diperoleh sebesar 0,6607 dengan
prestasi B yakni Memuaskan. Selama berjalannya Otsus di Kabupaten Pegunungan
SKPD Lembaga Pendidikan & Kesehatan
Individu
Gambar 5.8Skor Capaian WEB Transparansi Pengelolaan Dana Otsus
Kabupaten Pegunungan Bintang
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I191
Bintang, perencanaan berbagai program/kegiatan yang dibiayai dari sumber dana
Otsus di sampaikan oleh SKPD hanya kepada pihak-pihak terkait yakni kepada
pemda Provinsi, Bappeda, Dinas Keuangan di Kabupaten, dan DPR sehingga
seluruh lapisan masyarakat tidak mengetahui tentang perencanaan penggunaan
dana Otsus yang dilakukan SKPD bagi peningkatan pelayanan terhadap masyarakat
Orang Asli Papua. Walaupun Musrembang tingkat Kabupaten dilaksanakan tetapi
tidak menjamin adanya keterbukaan informasi tentang perencanaan penggunaan
dana Otsus di kabupaten. Dalam penganggaran, pegawai orang asli Papua dalam
SKPD mengetahui alokasi dana untuk berbagai program/kegiatan dari sumber dana
Otsus. Dalam pelaksanaan anggaran, Kabupaten Pegunungan Bintang belum
menggunakan Layanan Pengadaan Secara Elektornik (LPSE) sehingga berbagai
kegiatan dari sumber dana Otsus belum bisa dimasukkan dalam LPSE.Dalam hal
pengawasan dan monitoring, hasil pengawasan dan monitoring program/kegiatan
yang bersumber dari dana Otsus dibahas dalam rapat oleh pejabat di SKPD. Dalam
hal penatausahaan keuangan, penggunaan dan laporan pelaksanaan anggaran
dana Otsus diketahui oleh pejabat-pejabat eselon III pada setiap SKPD pengguna
dana Otsus. Dalam hal pelaporan dan pengawasan internal, rekomendasi
pengawasan internal diketahui oleh pejabat SKPD dan 50 persen lebih pegawai
dalam SKPD. Dalam hal tindak lanjut, pada umumnya tindak lanjut temuan BPK
terkait pengelolaan dana Otsus diketahui pejabat dalam SKPD pengguna dana
Otsus.
Tabel 5.21Skor Capaian Web Transparansi Pengelolaan Dana Otsus
Kabupaten Pegunungan BintangFokus Pengelolaan SKPD LPK Individu
Perencanaan 0,5000 0,0000 0,8167Penganggaran 0,7500 0,0000 0,7667Pelaksanaan Anggaran 0,0000 0,0000 0,8500Pengawasan dan Monitoring 0,7500 0,0000 0,7167Penatausahaan 0,8750 0,0000 -Pelaporan dan PI 0,8750 0,2000 -Tindak Lanjut 0,8750 0,2000 0,8667Jumlah Skor 4,6250 0,4000 4,0167Maksimum 7,0000 7,0000 5,0000Pencapaian 0,6607 0,0571 0,8033Prestasi B E A
Sumber: Data diolah, 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I192
Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Transparansi bagi Lembaga
Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang sangat tidak berjalan
dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Transparansi Lembaga
Pendidikan dan Kesehatan yang diperoleh sebesar 0,0571 dengan prestasi E yakni
Sangat Tidak Baik. Dalam perencanaan setiap Program/kegiatan pendidikan dasar
dan menengah dari sumber dana Otsus yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan
tidak diinformasikan kepada kepala sekolah, guru dan komite sekolah. Selain itu,
rencana program/kegiatan pembangunan bidang kesehatan dari dana Otsus yang
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan melalui Rumah Sakit/Puskesmas tidak di
sampaikan secara terbuka kepada semua pihak.
Dalam penganggaran, tidak diketahui dengan jelas oleh Kepala sekolah, guru
dan komite sekolah tentang adanya sumber dana Otsus yang digunakan untuk
pembangunan sekolah maupun untuk program/kegiatan sekolah yang lainnya baik
dalam hal jumlah dana, maupun peruntukannya. Selain itu, Kepala Rumah
Sakit/Puskesmas juga tidak dapat mengetahui secara pasti berapa jumlah anggaran
dana Otsus yang menjadi bagiannya dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
yang maksimum kepada masyarakat melalui Rumah Sakit/Puskesmas. Dalam
pelaksanaan anggaran, setiap pembangunan dan renovasi gedung atau ruang
sekolah yang bersumber pada dana Otsus tidak diinformasikan oleh pihak sekolah
melalui papan proyek, banner, spanduk, atau media lainnya. Dalam hal pengawasan
dan monitoring, tidak ada mekanisme yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten
untuk memberikan informasi kepada sekolah terkait dengan transparansi program
dan anggaran pendidikan dari sumber dana Otsus.
Selain itu, dalam upaya meningkatkan kebijakan transparansi anggaran, pihak
Rumah Sakit/Puskesmas tidak membuat sistem informasi anggaran yang standar
untuk masyarakat. Dalam hal penatausahaan keuangan, komite sekolah atau orang
tua siswa tidak mengetahui laporan pertanggungjawaban kegiatan yang didanai dari
dana Otsus. Selain itu, Pihak Rumah Sakit/Puskesmas tidak membuat laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan yang didanai dari dana Otsus. Dalam hal
pelaporan dan pemeriksaan internal, tidak ada SOP Pelayanan Pendidikan yang
digunakan sekolah, dan tidak selalu dikomunikasikan kepada tenaga guru, pegawai
dan masyarakat secara terbuka. Selain itu, SOP pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit/Puskesmas telah dikomunikasikan tetapi tidak diketahui secara terbuka oleh
dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya, dan masyarakat. Dalam hal tindak lanjut,
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I193
hasil temuan BPK atas pelaksanaan anggaran dana Otsus pendidikan tidak selalu
diinformasikan oleh Pemerintah Kabupaten dan atau DPRD kepada sekolah maupun
komite sekolah. Selain itu, jika ada hasil temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus
pada Rumah Sakit/Puskesmas tidak selalu diinformasikan kepada seluruh dokter,
perawat, dan tenaga kesehatan lainnya.
Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Transparansi bagi
Induvidu/masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang berjalan dengan sangat
baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Transparansi untuk Individu yang
diperoleh sebesar 0,8033 dengan prestasi A yakni Sangat Baik. Dalam perencanaan
dan penganggaran berbagai program/kegiatan dari sumber dana Otsus, masyarakat
menilai bahwa pelaksanaan Musrembang kampung, distrik bahkan Musrenbang
kabupaten sudah transparan dalam perencanaan dan penganggaran program dan
kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus. Dalam pelaksanaan anggaran, penilaian
masyarakat kampung terhadap proyek yang dibiayai dari sumber dana Otsus sudah
transparan bagi pengusaha orang asli Papua, dan juga penilaian masyarakat
kampung terhadap keuangan RESPEK sudah transparan disampaikan kepada
seluruh warga kampung. Tetapi perlu diketahui bahwa warga/masyarakat kampung
di Pegunungan Bintang mengetahui/memahami program RESPEK sebagai suatu
program tersendiri dari pemerintah Provinsi Papua dan tidak dibiayai dengan dana
Otsus karena selama ini tidak pernah ada transparansi/keterbukaan informasi
kepada masyarakat bahwa program RESPEK merupakan program yang dibiayai dari
sumber dana Otsus.
Dalam hal pengawasan dan monitoring berbagai program/kegiatan dari
sumber dana Otsus, masyarakat kampung menilai bahwa informasi kegiatan
RESPEK sudah disampaikan secara terbuka kepada seluruh warga kampung.
Dalam hal tindak lanjut, masyarakat kampung menilai bahwa tindak lanjut
penyalahgunaan dana RESPEK secara terbuka diinformasikan di tingkat distrik, dan
pemerintah daerah.
5.2.4.3 AKUNTABILITASPengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang yang melibatkan
SKPD, Lembaga Pendidikan dan Kesehatan seperti Sekolah, Rumah Sakit dan
Puskesmas, maupun masyarakat ditinjau dari Aspek Akuntabilitas dapat dijelaskan
dengan mengunakan analisis WEB. Analisis WEB ini menggambarkan Pengelolaan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I194
dana Otsus dari Aspek Akuntabilitas dengan berfokus pada perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausa-
haan, pelaporan dan pemeriksaan internal, serta tindak lanjut.
Pengelolaan dana Otsus oleh SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang
ditinjau dari Aspek Akuntabilitas sudah berjalan dengan sangat baik. Hal ini
ditunjukkan oleh skor capaian Akuntabilitas SKPD yang diperoleh sebesar 0,8163
dengan prestasi A yakni Sangat Baik.Selama Otsus berjalan di Kabupaten
Pegunungan Bintang, SKPD melakukan penyusunan perencanaan kegiatan-kegiatan
dari sumber dana Otsus dalam sebuah dokumen perencanaan khusus untuk
dilaporkan kepada pemerintah Provinsi Papua. Dalam penganggaran, Pejabat SKPD
terkait setuju dengan alokasi dana Otsus untuk pendidikan sebesar 30 persen dan
kesehatan sebesar 15 persen. Dan SKPD menyusun rencana anggaran dana Otsus
SKPD Lembaga Pendidikan & Kesehatan
Induvidu
Gambar 5.9Skor Capaian WEB Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus
Kabupaten Pegunungan Bintang
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I195
berdasarkan UU No. 21 tentang Otonomi Khusus dan juga peraturan yang telah
ditetapkan pemerintah Provinsi Papua. Dalam pelaksanaan anggaran, pengusaha
asli Papua telah mendapatkan pekerjaan/kegiatan dari sumber dana Otsus.
Pemberian pekerjaan kegiatan terhadap Pengusaha Orang Asli Papua berpedoman
pada Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2012 mengenai Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua Dan Provinsi
Papua Barat. Dalam hal pengawasan dan monitoring, SKPD di Kabupaten
Pegunungan Bintang rutin melaksanakan monitoring pekerjaan yang bersumber dari
dana Otsus. Terkait pelaksanaan monitoring dan evaluasi tersebut, Pemerintah
Provinsi telah menyusun peraturan dan pedoman mengenai pelaksanaan monitoring
dan evaluasi dana Otsus yang digunakan oleh SKPD pada saat melakukan
monitoring dan evaluasi kegiatan dana Otsus. Dalam hal penatausahaan keuangan,
SKPD telah membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus
sesuai dengan aturan yang berlaku dan SKPD menyusun laporan
pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus tersebut berdasarkan peraturan dan
pedoman yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Provinsi Papua. Dalam hal
pelaporan dan pengawasan internal, tidak selalu dilakukan pemeriksaan oleh
Inspektorat Kabupaten Pegunungan Bintang terhadap dana Otsus. Dalam hal tindak
lanjut, ada sanksi yang diberikan oleh SKPD terhadap pelanggaran penggunaan
dana Otsus di SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang.
Tabel 5.22Skor Capaian Web Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus
Kabupaten Pegunungan BintangFokus Pengelolaan SKPD LPK Individu
Perencanaan 0,8750 0,0000 0,3167Penganggaran 0,7500 0,4000 0,2667Pelaksanaan Anggaran 0,7143 0,2000 0,8333Pengawasan dan Monitoring 0,7500 0,4000 0,1833Penatausahaan 0,8750 0,4000 -Pelaporan dan PI 1,0000 0,4000 0,7833Tindak Lanjut 0,7500 0,0000 0,2667Jumlah Skor 5,7143 1,8000 2,6500Maksimum 7,0000 7,0000 6,0000Pencapaian 0,8163 0,2571 0,4417Prestasi A D C
Sumber: Data diolah, 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I196
Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Akuntabilitas bagi Lembaga
Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Pegunungan Bintang tidak berjalan dengan
baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Akuntabilitas Lembaga Pendidikan dan
Kesehatan yang diperoleh sebesar 0,2571 dengan prestasi D yakni Tidak
Memuaskan. Dalam perencanaan selama ini, kebijakan pembangunan pendidikan
yang dibiayai dari dana Otsus memang telah dirumuskan dan tertuang dalam
dokumen URD serta terdapat juga dalam perencanaan SKPD (RENSTRA-SKPD),
dan telah memperhatikan keputusan gubernur Papua. Namun, seringkali yang
menjadi kebutuhan utama pihak sekolah justru tidak terakomodir dalam URD
tersebut. Selain itu, pelaksanaan kegiatan atau program pembangunan bidang
kesehatan di Rumah Sakit/Puskesmas yang dibiayai dengan dana Otsus seringkali
tidak sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam
penganggaran dana Otsus, pihak sekolah mengetahui bahwa alokasi dana Otsus
untuk bidang pendidikan telah sesuai dengan keputusan Gubernur yakni 30 persen.
Selain itu, pihak Rumah Sakit/Puskesmas ikut dilibatkan oleh Dinas Kesehatan,
dalam melakukan evaluasi program atas dana Otsus yang digunakan setiap
tahunnya. Dalam pelaksanaan anggaran, pihak sekolah tidak mengetahui
besarnyaalokasi dana Otsus untuk setiap sekolah dari total alokasi dana Otsus
sebesar 30 persen untuk bidang pendidikan. Selain itu, pihak Rumah
Sakit/Puskesmas tidak ikut dilibatkan Dinas Kesehatan, dalam melakukan evaluasi
program atas dana Otsus. Dalam hal pengawasan dan monitoring, pihak sekolah
maupun pihak Rumah Sakit/Puskesmas selalu dilibatkan dalam pembuatan laporan
progres pelaksanaan anggaran dana Otsus. Dalam hal penatausahaan keuangan,
Dinas Pendidikan memberikan sanksi ataupun penghargaan kepada sekolah yang
melaksanakan anggaran dana Otsus. Selain itu, pihak Rumah Sakit/Puskesmas juga
dilibatkan oleh Dinas Kesehatan dalam pembuatan pertanggungjawaban kegiatan
bidang kesehatan yang didanai dari dana Otsus.
Dalam hal pelaporan dan pengawasan internal, Inspektorat Kabupaten dan
Provinsi selalu melakukan pemeriksaan internal terhadap penggunaan dana Otsus
bidang pendidikan yang digunakan oleh pihak sekolah dan juga terdapat laporan
pengawasan internal kegiatan yang didanai dari dana otsus di Rumah
Sakit/Puskesmas. Dalam hal tindak lanjut, selama ini tidak ada tindak lanjut yang
diimplementasikan oleh Pemerintah Kabupaten atau penegak hukum terhadap
pelanggaran-pelanggaran dalam penggunaan dana Otsus yang dilaksanakan oleh
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I197
pihak sekolah. Dan juga tidak terdapat laporan tindak lanjut jika ditemukan ada kasus
dalam penggunaan dana otsus pada Rumah Sakit/Puskesmas.
Pengelolaan dana Otsus ditinjau dari Aspek Akuntabilitas bagi
Induvidu/masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang berjalan dengan cukup
baik. Hal ini ditunjukkan oleh skor capaian Akuntabilitas untuk Individu yang
diperoleh sebesar 0,4417 dengan prestasi C yakni Cukup Baik. Dalam perencanaan,
masyarakat kampung menilai bahwa pelaksanaan Musrenbang kampung bahkan
Musrenbang Kabupaten tidak merencanakan penggunaan dana Otsus secara baik
untuk menjawab kebutuhan masyarakat asli Papua. Dalam penganggaran,
masyarakat kampung di Pegunungan Bintang tidak mengetahui jumlah dana Otsus
yang diturunkan ke kabupaten pada setiap Tahun Anggaran APBD. Dalam
pelaksanaan anggaran, masyarakat kampung di Pegunungan Bintang menilai bahwa
kelompok pendamping kampung sudah terampil dalam pertanggungjawaban
keuangan RESPEK. Dalam hal pengawasan dan monitoring, masyarakat kampung
belum melihat adanya sanksi yang diberikan bagi orang asli papua yang salah
menggunakan dana RESPEK. Dalam hal pelaporan dan pemeriksaan internal,
masyarakat kampung menilai bahwa pelaporan Dana RESPEK telah dibuat tepat
waktu. Dalam hal tindak lanjut, masyarakat kampung menilai bahwa tindak lanjut
terhadap penyalahgunaan/penyelewengan dana RESPEK belum sesuai dengan
aturan yang berlaku.
5.2.4.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIIsu-isu strategis yang bisa dikemukakan dari Kabupaten Pegunungan Bintang,
antara lain:
1. Di Kabupaten Pegunungan Bintang tidak terdapat prosedur pengaduan dan
komplain dari masyarakat orang asli Papua tentang pelayanan SKPD.
2. Lembaga pendidikan dan kesehatan (sekolah, puskesmas/rumah sakit) di
Kabupaten Pegunungan Bintang kurang dilibatkan dalam tahapan perencanaan
pengelolaan dana Otsus.
3. SKPD di Kabupaten Pegunungan Bintang belum melaksanan Layanan LPSE.
4. Informasi pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari dana otsus tidak secara
rinci mencatumkan sumber dan jumlah dana Otsus.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I198
5. Lembaga pendidikan dan kesehatan seperti sekolah, puskesmas/rumah sakit
kurang memperoleh informasi tentang setiap program dan kegiatan yang dibiayai
dana otsus dan besaran dananya.
6. SOP pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai sumber dari dana otsus
kurang dikomunikasikan secara terbuka kepada tenaga pendidik, tenaga
kependidikan, komite sekolah, perawat, dokter.
7. Temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus tidak disampaikan kepada pihak
sekolah, rumah sakit, puskesmas.
8. Masyarakat di Kabupaten Pegunungan Bintang kurang mengetahui program dan
kegiatan yang bersumber dari dana Otsus, namun masyarakat lebih mengetahui
program Respek. Masyarakat memang mengetahui program dan kegiatan
Respek tetapi tidak mengetahui sumber dana yang membiayai program Respek
tersebut.
9. Hasil penggunaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang kurang
disampaikan kepada masyarakat.
Dari berbagai isu strategis yang dikemukakan di atas dapat direkomendasikan
beberapa hal penting terkait pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan
bintang. Rekomendasi tersebut antara lain:
1. Perlu ada prosedur pengaduan dan komplain dari masyarakat orang asli Papua
tentang pelayanan SKPD melalui penyediaan kotak saran/pengaduan/SMS
Centre/call centre
2. Keterlibatan DPRD Kabupaten Pegunungan Bintang sejak merumuskan Usulah
Rencana Definitif (URD) perlu ditingkatkan sehingga dokumen Rencana Definitif
dapat konsisten dengan URD.
3. Lembaga pendidikan dan kesehatan (sekolah, puskesmas/rumah sakit) perlu
dilibatkan dalam tahapan perencanaan pengelolaan dana Otsus dengan cara
diundang dan aktif dalam rapat koordinasi.
4. Kabupaten Pegunungan Bintang harus melaksanakan dan memperkuat LPSE
dan ULP (Unit Layanan Pengadaan).
5. Informasi pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus harus secara
rinci mencatumkan sumber dan jumlah dana Otsus dalam papan informasi atau
baliho/banner.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I199
6. Lembaga pendidikan dan kesehatan harus memperoleh informasi tentang setiap
program dan kegiatan yang dibiayai dana Otsus dan besaran dananya dengan
cara meyampaikan dokumen perencanaan dan penganggaran dana Otsus.
7. SOP pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai sumber dari dana otsus
harus dikomunikasikan secara terbuka kepada tenaga pendidik, tenaga
kependidikan, komite sekolah, perawat dan dokter misalnya dalam bentuk
informasi yang ditempel pada mading atau buku
8. Temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang
harus disampaikan kepada pihak sekolah, rumah sakit, puskesmas dalam bentuk
dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) penggunaan dana Otsus.
9. Perlu ada sosialisasi tentang program dan kegiatan yang bersumber dari dana
Otsus kepada masyarakat misalnya program Respek dibiayai dari dana Otsus.
10. Hasil penggunaan dana Otsus di Kabupaten Pegunungan Bintang harus
disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk informasi yang bisa diakses
melalui media massa.
11. Perlu adanya regulasi tentang keterbukaan informasi pengelolaan dana Otsus.
5.2.5 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN SARMI5.2.5.1 PARTISIPASI
Secara umum partisipasi SKPD dalam pengelolaan dana Otsus dikatakan
sudah cukup baik. Hasil survei menunjukan fokus pengelolaan dalam perencaan,
pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring dikatakan sudah baik dengan
masing-masing skor 0,6250, 0,6250 dan 0,6250. Sedangkan penganggaran,
palaporan dan pemerikasaan internal dan tidak lanjut pengelolaannya dikatakan
cukup baik. Kondisi yang menunjukan cukup baiknya partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan adalah (1) SKPD selalu melibatkan masyarakat OAP dalam
penyusunan perencanaan kegiatan yang menggunakan dana Otsus, yang diatur
dengan mekanisme tertentu; (2) Lebih dari setengah OAP dalam SKPD ini terlibat
dalam penyusunan RKA SKPD dari sumber dana Otsus; (3) Ada beberapa
Pengusaha Orang Asli Papua yang mendapatkan kegiatan SKPD yang
pendanaannya bersumber dari Dana Otsus; (4) semua pejabat diberi kesempatan
untuk ikut dalam monitoring, semua pejabat diberi kesempatan mengawasi dan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I200
0.6250
0.5000
0.6250
0.6250
0.4286
0.5714
0.000.200.400.600.801.00
Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan
Monitoring
Pelaporandan PI
Tindak Lanjut
menindak lanjuti hasil monitoring; (5) Ada pembahasan tindak lanjut atas temuan
BPK oleh pejabat.
Tabel 5.23Skor Capaian Partisipasi SKPD Dalam Pengelolaan Dana Otsus
Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013
Sedangkan, pengelolaan dana Otsus pada lembaga pendidikan dan
kesehatan secara umum dikatakan tidak baik pengelolaannya. Hasil survei
menunjukan, perencanaan, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring,
pelaporan dan pengawasan internal dan tindak lanjut diketahui tidak baik
pengelolaannya dengan skor 0,3409, 0,2273, 0,3409, 0,2558 dan 0,3409. Namun,
fokus pengelolaan dalam penganggaran dan penatausahaan pengelolaan dapat
dikatakan cukup baik dengan skor 0,6047 dan 0,5227. Beberapa hal yang
menyebabkan tidak baiknya pengelolaan dana otsus adalah (1) Pihak sekolah dan
puskesmas tidak biasa diundang untuk membahas perencanaan program dan
kegiatan pendidikan yang dibiayai Otsus pada Musrenbang Kampung, Distrik,
Kabupaten, atau rapat-rapat koordinasi di Dinas Pendidikan; (2) Sekolah dan
puskesmas tidak diberi kesempatan oleh Dinas Pendidikan untuk menyusun
kebutuhan anggaran sesuai dengan perencanaan; (3) Pihak sekolah dan puskesmas
terlibat langsung dalam pelaksanaan anggaran pembangunan gedung sekolah yang
didanai dari dana Otsus (tidak melalui Dinas Pendidikan); (4) Pihak sekolah dan
Puskesmas kurang terlibat langsung dalam mengawasi dan memonitor penggunaan
dana yang bersumber dari dana Otsus dalam menentukan kebutuhan peningkatan
jumlah sarana dan prasarana Rumah Sakit/Puskesmas seperti penambahan dokter,
Fokus Pengelolaan SKPD
Perencanaan 0,6250
Penganggaran 0,5000
Pelaksanaan Anggaran 0,6250
Pengawasan & Monitoring 0,6250
Penatausahaan
Pelaporan dan PI 0,4286
Tindak Lanjut 0,5714
Jumlah Skor 3,3750
Maksimum 6,0000
Pencapaian 0,5625
Prestasi C
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I201
0.1429 0.5714
0.14290.0000
0.1429
0.00000.000.200.400.600.801.00
Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan
Monitoring
Pelaporandan PI
Tindak Lanjut
perawat, fasilitas-fasilitas kesehatan, dan lain-lain; (5) tidak tersedianya prosedur
pengaduan atau Komplain dari masyarakat Orang Asli Papua tentang pelayanan
pendidikan di Sekolah (SD atau SMP) dan Puskesmas tentang pelayanan kesehatan
di Rumah Sakit/Puskesmas; (6) Pimpinan/Kepala Sekolah kurang terlibat dalam
menindaklanjuti temuan pengelolaan dana Otsus.
Tabel 5.24Skor Capaian Partisipasi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan Dalam
Pengelolaan Dana Otsus Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013
Fokus Pengelolaan Lembaga
Perencanaan 0,3409
Penganggaran 0,6047
Pelaksanaan Anggaran 0,2273
Pengawasan dan Monitoring 0,3409
Penatausahaan 0,5227
Pelaporan dan PI 0,2558
Tindak Lanjut 0,3409
Jumlah Skor 2,6332
Maksimum 7,0000
Pencapaian 0,3762
Prestasi DSumber: Data Diolah 2013
Selain itu, secara umum pengelolaan dana otsus pada masyarakat dapat
dikatakan cukup baik. Hasil survei menunjukan Perencanaan Penganggaran,
Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring, Pemeriksanaan Internal dan
Tindak Lanjut pengelolaanya dikatakan cukup baik sedangkan pada fokus
pengelolaan perencanaan dikatakan tidak baik. Secara umum partisipasi masyarakat
dikatakan cukup baik ditunjukan dengan (1) Masyarakat biasa diundang untuk hadir
dalam kegiatan Musrenbang Distrik atau Kampung dalam menyusun suatu rencana
program dan kegiatan kampung; (2) Masyarakat Orang Asli Papua di kampung diberi
kesempatan berpartisipasi dalam pengusulan rencana anggaran kampung; (3)
Masyarakat Orang Asli Papua yang ada di Kampung telah berpartisipasi dalam
program dan kegiatan yang dibiayai oleh dana Otsus dengan baik, (misalkan
keterlibatan dalam program Respek); (4) Masyarakat Orang Asli Papua berperan
aktif dalam mengawasi dan mengevaluasi program dan kegiatan yang bersumber
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I202
0.5667
0.5333
0.63330.5833
0.7833
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan Monitoring
Tindak Lanjut
dari dana Otsus (misalkan dalam pengelolaan dana Respek); (5) Tindak lanjut dari
penyalahgunaan dana Otsus (misalkan Dana Respek) selalu menjadi perhatian
masyarakat Orang Asli Papua di Kampung.
Tabel 5.25Skor Capaian Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Dana Otsus
Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013Fokus Pengelolaan Masyarakat
Perencanaan 0,3962
Penganggaran 0,4154
Pelaksanaan Anggaran 0,5519
Pengawasan& Monitoring 0,4808
Pemeriksanaan Internal
Tindak Lanjut 0,5904
Jumlah Skor 2,4346
Maksimum 5,0000
Pencapaian 0,4869
Prestasi C
5.2.5.2 TRANSPARANSISecara umum tingkat transparansi pengelolaan dana Otsus pada SKPD di
Kabupaten Sarmi dikatakan sangat tidak memuaskan/baik. Data hasil survei
menunjukan Secara umum tingkat transparansi pengelolaan dana orsus pada SKPD
prestasinya sangat tidak memuaskan/baik dengan skor 0,4869. Kondisi yang
mengambarkan sangat tidak memuaskan/baiknya tingkat transparansi pengelolaan
dana Otsus di lembaga pendidikan dan kesehatan adalah (1) Kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai dengan dana Otsus tidak secara
terbuka di sampaikan kepada semua pihak; (2) Lebih dari setengah OAP dalam
SKPD ini tidak mengetahui alokasi penggunaan dana Otsus; (3) Daerah ini sudah
menggunakan Layanan Pengadaan Secara Elektornik (LPSE). Kegiatan dari sumber
Otsus sudah dimasukkan dalam LPSE; (4) hasil pengawasan dan monitoring
dibahas dalam rapat oleh pejabat di SKPD ini; (5) Penggunaan dan laporan
pelaksanaan anggaran dana Otsus tidak diketahui oleh pejabat eselon 3 pada
SKPD tersebut; (6) Tindak lanjut temuan BPK diketahui pejabat dalam SKPD ini.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I203
0.1429 0.5714
0.14290.0000
0.14290.1429
0.00000.000.200.400.600.801.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoringPenatausahaan
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
Tabel 5.26Skor Capaian Transparansi SKPD Dalam Pengelolaan Dana Otsus
Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013
Tingkat transparansi pengelolaan dana otsus pada lembaga pendidikan dan
kesehatan secara umum dikatakan pengelolaannya tidak memuaskan. Hasil survei
menunjukan capaian prestasinya adalah E dengan skor 0,1633. Beberapa hal yang
mengambarkan tidak baiknya tingkat transparansi pengelolaan dana otsus adalah
(1) Program dan atau kegiatan pendidikan dasar dan menengah dan puskesmas
dari sumber dana otsus yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan selalu
diinformasikan kepada kepala sekolah, guru dan komite sekolah; (2) Kepala sekolah,
guru dan komite, kepala puskesmas, para medis mengetahui dengan jelas adanya
sumber dana Otsus yang digunakan untuk pembangunan sekolah (jumlah uang, dan
peruntukan); (3) Pembangunan dan renovasi gedung atau ruang sekolah atau
puskesmas yang bersumber pada dana Otsus selalu diinformasikan oleh sekolah
atau puskesmas melalui Papan Proyek, banner, spanduk, atau media lainnya; (4)
tidak adanya mekanisme yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten untuk
memberikan informasi kepada sekolah dan puskesmas terkait dengan transparansi
program dan anggaran pendidikan dari sumber dana Otsus (5) Laporan pertang-
gungjawaban kegiatan yang didanai dari dana Otsus diketahui oleh komite sekolah
atau orang tua siswa; (6) Pihak Rumah Sakit/Puskesmas membuat laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan yang didanai dari dana Otsus yang
dapat diketahui oleh masyarakat; (7) SOP Pelayanan Pendidikan yang digunakan
Fokus Pengelolaan SKPD
Perencanaan 0,1429
Penganggaran 0,5714
Pelaksanaan Anggaran 0,1429
Pengawasan& Monitoring 0,0000
Penatausahaan 0,1429
Pelaporan dan PI 0,1429
Tindak Lanjut 0,0000
Jumlah Skor 1,1429
Maksimum 7,0000
Pencapaian 0,1633
Prestasi E
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I204
0.00000.0000
0.00000.00000.0000
0.25000.0000
0.000.200.400.600.801.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan MonitoringPenatausahaan
Pelaporan danPI
Tindak Lanjut
sekolah, Puskesmas dan tidak selalu dikomunikasikan kepada tenaga guru,
pegawai, para medis dan masyarakat secara terbuka; (8) SOP pelayanan kesehatan
di Rumah Sakit/Puskesmas telah dikomunikasikan dan diketahui secara terbuka oleh
dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya, dan masyarakat; (9) Hasil temuan BPK
atas pelaksanaan anggaran dana Otsus pendidikan tidak selalu diinformasikan oleh
Pemerintah Kabupaten Pemda dan atau DPRD kepada sekolah dan atau komite
sekolah dan puskesmas.
Tabel 5.27Skor Capaian Transparansi Lembaga Pendidikan dan Kesehatan Dalam
Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Sarmi Tahun 2013
Fokus Pengelolaan Lembaga
Perencanaan 0,2955
Penganggaran 0,3409
Pelaksanaan Anggaran 0,2500
Pengawasan & Monitoring 0,1591
Penatausahaan 0,4318
Pelaporan dan PI 0,5349
Tindak Lanjut 0,3256
Jumlah Skor 2,3377
Maksimum 7,0000
Pencapaian 0,3340
Prestasi D
Secara umum tingkat transparansi pengelolaan dana otsus pada masyarakat
secara umum dikatakan cukup baik. Hasil survei menunjukkan, capaian prestasinya
transparansi pengelolaan dana Otsus adalah cukup baik dengan skor 0,46554.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa (1) MUSRENBANG sudah transparan dalam
perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus; (2)
MUSRENBANG sudah transparan dalam penganggaran program dan kegiatan yang
diabiayai dari dana Otsus; (3) proyek dari sumber Otsus sudah transparan bagi
pengusaha OAP, saya menilai keuangan RESPEK sudah transparan disampaikan
kepada warga; (4) informasi kegiatan RESPEK sudah disampaikan secara terbuka
kepada warga kampung; (5) tindak lanjut penyalahgunaan dana RESPEK secara
terbuka diinformasikan di tingkat distrik, dan pemda.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I205
0.5667
0.4167
0.51670.5667
0.36670.000.200.400.600.801.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan Monitoring
Tindak Lanjut
Tabel 5.28Skor Capaian Transparansi Masyarakat Dalam Pengelolaan Dana Otsus
Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013
Fokus Pengelolaan Masyarakat
Perencanaan 0,4596
Penganggaran 0,4346
Pelaksanaan Anggaran 0,4788
Pengawasan dan Monitoring 0,4788
Pemeriksanaan Internal
Tindak Lanjut 0,4750
Jumlah Skor 2,3269
Maksimum 5,0000
Pencapaian 0,4654
Prestasi C
5.2.5.3 AKUNTABILITASSecara umum akuntabilitas pengelolaan dana otsus pada SKPD di Kabupaten
Sarmi dikatakan sudah baik. Hasil survei menunjukkan, capaian akuntabilitas
pengelolaan dana Otsus adalah 0,7832 dengan prestasi sudah baik. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa (1) Penyusunan perencanaan kegiatan-kegiatan Otsus
dibuat dalam sebuah dokumen perencanaan khusus untuk dilaporkan kepada
pemerintah provinsi; (2) Anggaran Kegiatan atau program pembangunan daerah
yang dibiayai dengan dana Otsus dimasukkan kedalam dokumen anggaran; (3)
Pelaksanaan anggaran kegiatan dilaporkan dalam bentuk pertanggungjawaban; (4)
Pengawasan dan Monev Dana Otsus di SKPD dilakukan secara kontinue dalam
pertanggungjawaban kepada publik; (5) SKPD telah membuat laporan
pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus sesuai dengan aturan yang berlaku;
Apakah terdapat penghargaan apabila melaporkan tepat waktu; Apakah terdapat
sanksi apabila terlambat melaporkan; (6) Terdapat aturan/norma tentang jenis,
persentase, program & kegiatan untuk OAP; (7) ekomendasi tersebut ditindaklanjuti
oleh SKPD Anda yang diperiksa antara lain dengan melakukan perbaikan SPI,
tindakan administratif, dan/atau penyetoran kas/penyerahan aset ke
negara/daerah/perusahaan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I206
1.0000
0.8571
0.6250
0.7500
0.7500
0.8750
0.6250
0.000.200.400.600.801.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan
MonitoringPenatausahaa
n
Pelaporandan PI
Tindak Lanjut
Tabel 5.29Skor Capaian Akuntabilitas SKPD Dalam Pengelolaan Dana Otsus
Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013Fokus Pengelolaan SKPD
Perencanaan 1,0000
Penganggaran 0,8571
Pelaksanaan Anggaran 0,6250
Pengawasan& Monitoring 0,7500
Penatausahaan 0,7500
Pelaporan dan PI 0,8750
Tindak Lanjut 0,6250
Jumlah Skor 5,4821
Maksimum 7,0000
Pencapaian 0,7832
Prestasi B
Tingkat akuntabilitas pengelolaan dana Otsus oleh lembaga pendidikan dan
kesehatan dikatakan tidak memuaskan/baik. Data hasil survei menunjukan skor
capaian akuntabilitas pengelolaan dana Otsus oleh lembaga pendidikan dan
kesehatan adalah 0,3744 dengan prestasi tidak memuaskan/baik. Kondisi yang
mengindikasikan penilaian atas skor ini adalah (1) Pelaksanaan kegiatan atau
program pembangunan pendidikan dasar dan kesehatan yang dibiayai dengan dana
otsus tidak sesuai rencana yang ditetapkan sebelumnya; (2) Kepala Sekolah dan
Kepala Puskesmas tidak ikut dilibatkan Dinas Pendidikan, dalam melakukan evaluasi
program atas dana Otsus yang digunakan setiap tahun ajaran; (3) Pihak sekolah dan
puskesmas tidak dilibatkan dalam pembuatan laporan progres pelaksanaan
anggaran; (4) Laporan pengawasan dan monitoring kegiatan sekolah dan
puskesmas yang didanai dari dana Otsus rutin disusun oleh sekolah; (5) Sekolah
dan puskesmas tidak dilibatkan dalam pembuatan pertanggungjawaban kegiatan
yang didanai dari dana Otsus; (6) Terdapat laporan pengawasan internal kegiatan
yang didanai dari dana Otsus; (7) Tidak terdapat laporan tindak lanjut atas temuan
penggunaan dana otsus pada kegiatan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I207
0.2500
0.3750
0.00000.0000
0.2500
0.2500
0.00000.000.200.400.600.801.00
Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan
MonitoringPenatausahaa
n
Pelaporandan PI
Tindak Lanjut
Tabel 5.30Skor Capaian Akuntabilitas Lembaga Pendidikan dan Kesehatan Dalam
Pengelolaan Dana Otsus Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013
Fokus Pengelolaan Lembaga
Perencanaan 0,3256
Penganggaran 0,2955
Pelaksanaan Anggaran 0,2500
Pengawasan& Monitoring 0,4318
Penatausahaan 0,4091
Pelaporan dan PI 0,5000
Tindak Lanjut 0,4091
Jumlah Skor 2,6210
Maksimum 7,0000
Pencapaian 0,3744
Prestasi D
Secara umum akuntabilitas pengelolaan dana Otsus pada masyarakat
dikatakan tidak memuaskan/baik. Data survei menunjukkan, skor capaian
akuntabilitas pengelolaan dana Otsus pada masyarakat adalah 0,3554 dengan
prestasi tidak memuaskan/baik. Beberapa hal yang menyebabkan kurangnya
pengelolaan dana otsus adalah (1) MUSRENBANG telah merencanakan
penggunaan dana Otsus kurang berjalan dengan baik; (2) Warga tidak mengetahui
jumlah dana Otsus yang diturunkan pada setiap Tahun Anggaran APBD; (3)
pengusaha OAP kurang trampil dalam pertanggungjawaban keuangan dari kegiatan
yang dikerjakan, saya menilai kelompok pendamping kampung sudah trampil dalam
pertanggungjawaban keuangan RESPEK; (4) pengawasan dana RESPEK kurang
dilakukan pemda kabupaten, (5) Kurangnya sanksi bagi OAP yang salah
menggunakan dana RESPEK; (5) pelaporan dana RESPEK dibuat tidak tepat waktu;
(6) tindak lanjut penyalahgunaan dana RESPEK belum sesuai aturan.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I208
Tabel 5.31Skor Capaian Akuntabilitas Masyarakat Dalam Pengelolaan Dana Otsus
Di Kabupaten Sarmi Tahun 2013
Fokus Pengelolaan Masyarakat
Perencanaan 0,4327
Penganggaran 0,2731
Pelaksanaan Anggaran 0,3846
Pengawasan& Monitoring 0,3308
Pemeriksanaan Internal 0,3769
Tindak Lanjut 0,3346
Jumlah Skor 2,1327
Maksimum 6,0000
Pencapaian 0,3554
Prestasi D
5.2.5.4 ISU-ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIIsu-isu strategis pengelolaan dana Otsus di Kabupaten Sarmi dapat dilihat
aspek partisipasi, transparansi dan akuntabilitas, partisipasi pada tingkat SKPD dan
Masyarakat sudah berjalan cukup baik, tetapi pada lembaga pendidikan dan
kesehatan belum optimal karena disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Belum terdapat prosedur pengaduan dan komplen dari masyarakat orang asli
Papua tentang pelayanan SKPD;
2. Lembaga pendidikan dan Kesehatan (sekolah, puskesma/rumah sakit) kurang
dilibatkan dalam tahapan perencanaan pengelolaan dana Otsus;
3. Belum ada pemahaman yang baik tetang kegiatan yang bersumber dari dana
Otsus;
4. Sebagian besar wilayah kabupaten/kota belum melaksanan layanan LPSE;
5. Papan informasi pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus tidak
secara rinci mencatumkan sumber dan jumlah dana Otsus;
6. Lembaga pendidikan dan kesehatan seperti sekolah, puskesma/rumah sakit
kurang memperoleh informasi tentang setiap program dan kegiatan yang dibiayai
dana otsus dan besaran dananya;
0.4333
0.5000
0.45000.2833
0.3500
0.3000
0.000.200.400.600.801.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan Monitoring
PemeriksanaanInternal
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I209
7. SOP pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai sumber dari dana
Otsus kurang dikomunikasikan secara terbuka kepada tenaga pendidik, tenaga
kependidikan, komite sekolah, perawat, dokter;
8. Temuan BPK atas pengelolaan dana otsus tidak disampaikan kepada pihak
sekolah, rumah sakit, puskesmas;
9. Laporan Pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus tidak tepat waktu;
10. Laporan pertanggungjawaban pengunaan dana Otsus belum sesuai dengan
aturan atau juknis
11. Rekomendasi temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus di beberapa wilayah
kurang ditindaklanjuti;
12. Kurangnya sanksi yang tegas terhadap penyalahgunaan dana Otsus;
13. Kurangnya Monitoring dan evaluasi dana Otsus oleh dinas terhadap sekolah,
puskesmas dan rumah sakit.
Beberapa rekomendasi atau langkah kongkrit yang perlu dilakukan
pemerintah daerah antara lain:
1. Pada Perlu ada prosedur pengaduan dan komplen dari masyarakat orang asli
Papua tentang pelayanan SKPD;
2. Lembaga pendidikan dan kesehatan (sekolah, puskesma/rumah sakit) perlu
dilibatkan dalam tahapan perencanaan pengelolaan dana Otsus dengan cara:
3. Setiap wilayah kabupaten/kota harus melaksanan Layanan LPSE;
4. Papan informasi pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari dana Otsus harus
secara rinci mencatumkan sumber dan jumlah dana Otsus;
5. Lembaga pendidikan dan kesehatan seperti sekolah, puskesma/rumah sakit
harus memperoleh informasi tentang setiap program dan kegiatan yang dibiayai
dana Otsus dan besaran dananya;
6. SOP pelayanan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai sumber dari dana
Otsus harus dikomunikasikan secara terbuka kepada tenaga pendidik, tenaga
kependidikan, komite sekolah, perawat, dokter;
7. Temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus harus di sampaikan kepada pihak
sekolah, rumah sakit, puskesmas;
8. Perlu ada sosialisasi tentang program dan kegiatan yang bersumber dari dana
Otsus kepada masyarakat misalnya program respek dibiayai dari dana Otsus;
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I210
9. Perlu penyampaian melalui media cetak/elektronik/massa kepada masyarakat
tentang program dan kegiatan yang didanai oleh dana Otsus seperti Porgram
Respek;
10. Hasil penggunaan dana Otsus harus di sampaikan kepada masyarakat;
11. Perlu adanya regulasi tentang keterbukaan informasi pengelolaan dana Otsus;
12. Laporan Pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus harus tepat waktu;
13. Laporan pertanggungjawaban pengunaan dana Otsus harus dibuat sesuai
dengan aturan atau juknis;
14. Rekomendasi temuan BPK atas pengelolaan dana Otsus di beberapa wilayah
kabupaten/kota harus ditindaklanjuti;
15. Harus ada sanksi tegas terhadap penyalahgunaan dana Otsus;
16. Laporan Pertanggungjawaban penggunaan dana Otsus harus diserahkan tepat
waktu;
17. Laporan pertanggungjawaban pengunaan dana Otsus harus dibuat sesuai
dengan aturan atau juknis;
18. Harus ada sanksi tegas terhadap kepala sekolah, kepala puskesmas dan kepala
rumah sakit atas penyalahgunaan dana Otsus.
5.2.6 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATENTOLIKARA
5.2.6.1 PARTISIPASIMenurut Schumacher (1973), manusia itu mampu untuk membangun diri
mereka sendiri tanpa mengharuskan terlebih dahulu menghilangkan ketimpangan
struktural yang ada dalam masyarakat. Selanjutnya dikatakan bahwa strategi yang
paling tepat untuk menolong orang miskin (underprivileged people) adalah “memberi
kail daripada ikan”, dengan demikian poor people dapat mandiri. Namun demikian,
apabila orang miskin tidak diberikan hak untuk mengail di “sungai”, maka
kehidupannya tidak akan menjadi lebih baik. Ini artinya bahwa untuk tercapainya
keberhasilan pembangunan masyarakat maka segala program perencanaan,
pelaksanaan serta evaluasi pembangunan harus melibatkan masyarakat.
Menurut Conyers (1981) partisipasi masyarakat (society participation) dalam
perencanaan sangatlah penting, hal ini dikarenakan (a) partisipasi masyarakat
merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan
sikap masyarakat setempat; (b) masyarakat akan lebih mempercayai program
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I211
kegiatan pembangunan apabila dilibatkan dalam persiapan dan perencanaannya,
karena masyarakat cenderung lebih mengetahui seluk beluk program dan kegiatan
dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program dan kegiatan tersebut; (c)
mendorong partisipasi umum karena akan timbul anggapan bahwa merupakan suatu
hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan.
Berikut disajikan hasil pengolahan data Satuan Kerja Perangkat Daerah di
Kabupaten Tolikara dari aspek partisipasi dalam pengelolaan dana otonomi khusus.
Tabel 5.32Klasifikasi Skoring
Excellent/Fully Acceptable 80 -100% 0.80 A Sangat MemuaskanVery Good/Substantially Acceptable 60 – 79% 0.60 B MemuaskanGood/Fairly Acceptable 40 – 59% 0.40 C Cukup MemuaskanModerate/Partially Acceptable 20 – 39% 0.20 D Tidak MemuaskanPoor/Not Acceptable 00 – 19% 0.00 E Sangat Tidak Memuaskan
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel dan Gambar di bawah dapat
dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara dari aspek partisipasi
terhadap perencanaannya (planning) sebesar 0.4444, penganggaran (budgeting)
0.2222, pelaksanaan anggaran (budgeting execution) 0.6667, pengawasan dan
monitoring (controlling and monitoring) 0.8889, pelaporan dan pemeriksaan internal
(reporting and internal auditing) 0.6667 dan tindak lanjut (follow up) 0.5556.
Tabel 5.33Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus SKPD
di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN
PARTISIPASIPerencanaan 0.4444Penganggaran 0.2222Pelaksanaan Anggaran 0.6667Pengawasan & Monitoring 0.8889Penatausahaan -Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.6667Tindak Lanjut 0.5556Jumlah Skor 3.4444Maksimum 6.0000Pencapaian 0.5741Predikat C
Sumber: Data Diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I212
Gambar 5.10Participation Web Analyses of Government Institutions
Hal ini dapat dijelaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten
Tolikara telah cukup memuaskan (0.4444) melibatkan masyarakat dalam
penyusunan rencana program dan kegiatan melalui penjaringan aspirasi masyarakat
(Jaring ASMARA). Selanjutnya dari aspek tindak lanjut (follow up) dinilai cukup
memuaskan (0.5556) yang artinya bahwa apabila ada penyelewengan penggunaan
dana otonomi khusus hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maka
pimpinan SKPD akan segera menindaklanjutinya. Sementara itu dari aspek
penganggaran dinilai tidak memuaskan (0.2222) karena ada kecenderungan
penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD hanya disusun oleh pihak-pihak
tertentu dalam instansi tersebut. Sedangkan dari aspek pelaksanaan anggaran,
pelaporan serta pelaksanaan internal masing-masing berpredikat baik dengan skor
0.6667 (Budgeting Execution) dan 0.6667 (Reporting and Internal Auditing). Hal ini
menunjukkan bahwa SKPD terkait telah melibatkan pengusaha orang asli papua
(OAP) dalam proses pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dari dana otonomi
khusus. Hal senada, dalam aspek pelaporan dan pemeriksaan internal telah baik
diselenggarakan oleh aparat pengawas internal (inspektorat). Ditinjau dari aspek
pengawasan dan monitoring dinilai sangat baik (0.8889), ini artinya bahwa instansi
terkait telah melakukan pengawasan dan monitoring meja maupun lapangan secara
berkala terhadap seluruh program dan kegiatan dalam tahun anggaran berjalan.
Selama ini, pengalokasian dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah
daerah Kabupaten Tolikara sudah “cukup memuaskan” mendapatkan “predikatnilai C”, dengan besaran pencapaian skor 0.5741 atau 57.41 persen (range 40persen–59 persen).
0.4444
0.2222
0.6667
0.8889
0.6667
0.5556
0.000.200.400.600.801.00
Perencanaan
Penganggaran
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan dan Monitoring
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I213
Sedangkan Keterlibatan lembaga pendidikan (sekolah) dan lembaga
kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus
di Kabupaten Tolikara dapat disajikan pada Tabel hasil pengolahan data dan
Gambar Participation Web Analyses of Education and Health Institutions dari aspek
partisipasi dalam pengelolaan dana otonomi khusus,sebagai berikut:
Tabel 5.34Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus
Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN
PARTISIPASIPerencanaan 0.3333Penganggaran 0.3333Pelaksanaan Anggaran 0.3333Pengawasan & Monitoring 0.5000Penatausahaan 0.5000Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.1667Tindak Lanjut 0.5000Jumlah Skor 2.6667Maksimum 7.0000Pencapaian 0.3810Predikat DSumber: Data Diolah 2013
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel di atas dan Gambar di bawah
dapat dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada
Lembaga Pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (Puskesmas dan Rumah
Sakit) di Kabupaten Tolikara dari aspek partisipasi terhadap perencanaannya
(planning) sebesar 0.3333, penganggaran (budgeting) 0.3333, pelaksanaan
anggaran (budgeting execution) 0.3333, pengawasan dan monitoring (controlling and
monitoring) 0.5000, penatausahaan 0.5000, pelaporan dan pemeriksaan internal
(reporting and internal auditing) 0.1667 dan tindak lanjut (follow up) 0.5000.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I214
Gambar 5.11Participation Web Analyses of Education and Health Institutions
Ini artinya bahwa lembaga pendidikan (pihak sekolah) dan lembaga kesehatan
(Puskesmas dan Rumah Sakit) tidak secara langsung dilibatkan dalam penyusunan
rencana program dan kegiatan, pengalokasian dana otonomi khusus tidak
sepenuhnya dikelola oleh lembaga pendidikan dan kesehatan. Namun demikian,
fenomena yang menarik adalah lembaga pendidikan dan kesehatan telah cukup
memuaskan (0.5000) dilibatkan dalam mengawasi dan memonitor penggunaan dana
otonomi khusus yang dikelola di lingkungannya. Selanjutnya, dari aspek
penatausahaan mendapatkan predikat cukup memuaskan (0.5000) karena lembaga
pendidikan dan kesehatan secara langsung melakukan pembukuan administrasi
pengelolaan keuangan atas alokasi dana otonomi khusus yang dikelola oleh
lembaga tersebut. Sedangkan dari aspek tindak lanjut (follow up) dinilai cukup
memuaskan (0.5000) karena apabila ada temuan kasus penyelewengan dana
otonomi khusus maka pihak sekolah dan pihak puskesmas serta rumah sakit
langsung menindaklanjutinya. Hal yang kontradiktif adalah aparat pengawas internal
(inspektorat) tidak melakukan pengawasan dan pembinaan secara baik (0.1667).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selama ini, pengalokasian
dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah daerah Kabupaten Tolikara
“tidak memuaskan” dan mendapatkan ”predikat nilai D”, dengan besaran
pencapaian skor 0.3810 (range 20–39 persen).
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus di
Kabupaten Tolikara dapat disajikan pada Tabel hasil pengolahan data individu (tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh adat serta masyarakat) dan Gambar Participation
0.3333
0.3333
0.3333
0.5000
0.1667
0.5000
0.000.200.400.600.801.00
Perencanaan
Penganggaran
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan dan Monitoring
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I215
Web Analyses of Society dari aspek partisipasi dalam pengelolaan dana otonomi
khusus,sebagai berikut:
Tabel 5.35Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Individu
di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN
PARTISIPASIPerencanaan 0.0167Penganggaran 0.0000Pelaksanaan Anggaran 0.4667Pengawasan & Monitoring 0.5000Pemeriksaan Internal -Tindak Lanjut 0.4000Jumlah Skor 1.3833Maksimum 5.0000Pencapaian 0.2767Predikat D
Sumber: Data Diolah, 2013
Gambar 5.12Participation Web Analyses of Society
Berdasarkan web analyses di atas dapat dijelaskan bahwa ada fenomena
yang menarik dalam proses perencanaan dan penganggaran dana Otonomi Khusus
di Kabupaten Tolikara yang ditunjukkan oleh perolehan hasil skor masing-masing
sebesar 0,0167 (planning) dan 0,0000 (budgeting). Hal ini mengindikasikan bahwa
selama ini mekanisme perencanaan pembangunan di Kabupaten Tolikara tidak
pernah melibatkan masyarakat dalam musrenbang distrik dan atau kampung untuk
membahas tentang prioritas program dan kegiatan pembangunan serta pengusulan
rencana anggaran sesuai dengan kebutuhan real masyarakat baik di tingkat distrik
0.0167
0.0000
0.46670.5000
0.40000.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00Perencanaan
Penganggaran
Pelaksanaan AnggaranPengawasan dan Monitoring
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I216
maupun kampung. Ada kecenderungan usulan program dan kegiatan yang diajukan
dalam musrenbang kabupaten merupakan rumusan yang telah disusun oleh kaum
birokrat sendiri sehingga pada saat program dan kegiatan tersebut digulirkan kepada
masyarakat tidak sesuai dengan kondisi spesifik dan kebutuhan real masyarakat
setempat. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Riyadi dan
Bratakusumah (2004) bahwa perencanaan pembangunan tidak mungkin hanya
dilakukan di atas kertas tanpa melihat realitas di lapangan. Data valid di lapangan
sebagai data primer merupakan ornamen-ornamen penting yang harus ada dan
digunakan menjadi bahan dalam kegiatan perencanaan pembangunan.
Hal yang sangat kontradiktif adalah walaupun perencanaan (planning) dan
penganggaran (budgeting) mendapatkan predikat skore poor/not acceptable dengan
range antara 00–19 persen namun pelaksanaan anggaran, pengawasan dan
monitoring (controlling and monitoring) serta tindak lanjut (follow up) berpredikat
cukup memuaskan (good/fairly acceptable), masing-masing skornya sebagai berikut
0,4667 (budgeting execution), 0,5000 (controlling and monitoring) dan 0,4000 (follow
up). Fenomena ini memberikan makna bahwa masyarakat di tingkat distrik maupun
kampung di Kabupaten Tolikara dalam kenyataannya hanya mengetahui bahwa
Respek merupakan program Gubernur sejak Tahun 2007 yang bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama kebutuhan infrastruktur dasar
wilayah. Respek lebih popular karena labelisasi yang lebih gencar dibanding
Otonomi Khusus, padahal Respek bersumber dari dana Otonomi Khusus. Sehingga
masyarakat memberikan apresiasi dan pencitraan yang jauh lebih baik untuk
program Respek bila dibandingkan dengan program dan kegiatan lain yang dibiayai
oleh dana Otonomi Khusus. Secara keseluruhan tingkat partisipasi (participation)masyarakat di Kabupaten Tolikara “tidak memuaskan” (moderate/partially
acceptable) dengan perolehan skor pencpaian 0.2767 khususnya dari aspek
pelibatan dalam pengelolaan dana otonomi khusus karena “berpredikat nilai D”dengan range 20–30 persen.
Berikut disajikan Tabel perbandingan aspek partisipasi pengelolaan dana
otonomi khusus dari ketiga stakeholders yakni, Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD), Lembaga Pendidikan dan Lembaga Kesehatan serta Masyarakat sebagai
berikut:
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I217
Tabel 5.36Perbandingan Aspek Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus
Antar Stakeholders di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN SKPD LEMBAGA PENDIDIKAN &
KESEHATANMASYARAKAT
Perencanaan 0.4444 0.3333 0.0167Penganggaran 0.2222 0.3333 0.0000Pelaksanaan Anggaran 0.6667 0.3333 0.4667Pengawasan & Monitoring 0.8889 0.5000 0.5000Penatausahaan 0.5000 -Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.6667 0.1667 -Tindak Lanjut 0.5556 0.5000 0.4000Jumlah Skor 3.4444 2.6667 1.3833Maksimum 6.0000 7.0000 5.0000Pencapaian 0.5741 0.3810 0.2767
Predikat C D DSumber: Data Diolah 2013
Berdasarkan Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa menurut Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) masyarakat di Kabupaten Tolikara telah dilibatkan cukup
memuaskan dan mendapatkan predikat nilai C dengan besaran pencapaiannya
0.5741 (57.41persen). Itu artinya proses penjaringan aspirasi masyarakat melalui
musrenbang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah (SKPD) sehingga
pemerintah mendapatkan informasi yang cukup memuaskan bagi pemilihan dan
penetapan program dan kegiatan strategis yang bersumber dari dana otonomi
khusus sehingga dalam implementasinya benar-benar sesuai dengan kebutuhan
masyarakat setempat atau tepat sasaran bagi orang asli papua (OAP).
Hal ini sangat kontradiktif dengan hasil perolehan skor menurut lembaga
pendidikan (pihak sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, dewan guru dan komite
sekolah) dan lembaga kesehatan (puskesmas dan rumah sakit) serta masyarakat
yang meliputi tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh perempuan dan
masyarakat asli Papua di Kabupaten Tolikara. Dalam kenyataannya, lembaga
pendidikan dan kesehatan serta masyarakat menilai bahwa selama ini pelibatan
dalam pengelolaan dana otonomi khusus tidak berjalan sebagaimana mestinya, hal
ini ditunjukkan dengan predikat nilai D (tidak memuaskan) dengan perolehan skor
masing-masing 0.3810 (38.10 persen) dan 0.2767 (27.67 persen). Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam penyusunan program dan kegiatan yang bersumber
dari dana otonomi khusus pemerintah daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara tidak
melibatkan lembaga pendidikan dan kesehatan serta masyarakat sehingga ada ada
program dan kegiatan yang tidak tepat sasaran untuk masyarakat asli Papua.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I218
5.2.6.2 TRANSPARANSITransparansi penyelenggaraan pemerintahan memiliki arti yang sangat
penting di mana masyarakat diberikan kesempatan untuk mengetahui kebijakan
yang akan dan telah diambil oleh pemerintah. Bahkan dengan adanya transparansi
penyelenggaraan pemerintahan tersebut, masyarakat dapat memberikan feedback
atau outcomes terhadap kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah. Ini berarti
bahwa transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat memberikan
makna yang sangat berarti yakni disamping sebagai salah satu wujud pertanggung
jawaban pemerintah kepada rakyat, kecuali itu pula dapat menciptakan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik atau good governance dan juga dapat
mengurangi kesempatan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Menurut Mardiasmo (2003) mengemukakan bahwa transparansi adalah
keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan keuangan daerah
sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Berikut disajikan
Tabel dan Gambar yang merupakan hasil pengolahan data Satuan Kerja Perangkat
Daerah di Kabupaten Tolikara dari aspek transparansi dalam pengelolaan dana
otonomi khusus.
Tabel 5.37Transparansi Pengelolaan Dana Otsus SKPD
di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN
TRANSPARANSIPerencanaan 0.4444Penganggaran 0.4444Pelaksanaan Anggaran 0.1111Pengawasan & Monitoring 0.6667Penatausahaan 0.7778Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.7778Tindak Lanjut 0.5556Jumlah Skor 3.7778Maksimum 7.0000Pencapaian 0.5397Predikat C
Sumber: Data Diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I219
Gambar 5.13Transparency Web Analyses of Government Institutions
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel dan Gambar di atas dapat
dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara dari aspek transparansi
terhadap perencanaannya (planning) sebesar 0.4444, penganggaran (budgeting)
0.4444, pelaksanaan anggaran (budgeting execution) 0.1111, pengawasan dan
monitoring (controlling and monitoring) 0.6667, penatausahaan 0.7778, pelaporan
dan pemeriksaan internal (reporting and internal auditing) 0.7778 serta tindak lanjut
(follow up) 0.5556.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten
Tolikara telah cukup memuaskan (0.4444) menyampaikan secara terbuka mengenai
program dan kegiatan kepada masyarakat. Selanjutnya dari aspek pengganggaran
(budgeting) dinilai cukup memuaskan (0.4444) yang artinya pengalokasian
penggunaan dana otonomi khusus telah diketahui oleh orang asli papua yang
bekerja di SKPD terkait. Sementara itu dari aspek tindak lanjut (follow up) dinilai
cukup memuaskan (0.5556) karena apabila ada temuan penyelewengan dana
otonomi khusus akan ditindaklanjuti oleh pimpinan SKPD terkait. Ditinjau dari aspek
pengawasan dan monitoring, penatausahaan serta pelaporan dan pemeriksaan
internal dinilai baik dengan skor masing-masing 0.6667, 0.7778 dan 0.7778 ini
artinya bahwa instansi terkait telah melakukan pengawasan dan monitoring meja
maupun lapangan secara berkala terhadap seluruh program dan kegiatan dalam
tahun anggaran berjalan dan proses pengajuan permintaan dana, pembukuan dan
pertanggung jawaban penggunaan dana serta pelaporan secara terbuka
0.4444
0.4444
0.1111
0.66670.7778
0.7778
0.5556
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00Perencanaan
Penganggaran
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan danMonitoringPenatausahaan
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I220
disampaikan kepada seluruh pejabat di lingkungan SKPD terkait. Selama ini,
pengalokasian dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah daerah
Kabupaten Tolikara sudah “cukup transparan” karena mendapatkan ”predikatnilai C”,dengan besaran pencapaian skor 0.5397 atau 53.97 persen (range 40–59
persen).
Hasil pengolahan data dari aspek transparansi pengelolaan dana Otonomi
Khusus pada lembaga pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (Puskesmas
dan Rumah Sakit) di Kabupaten Tolikara dapat disajikan pada Tabel tranparansi
pengelolaan dana otonomi khusus dan Gambar transparency web analyses of
education and health institutions sebagai berikut:
Tabel 5.38Transparansi Pengelolaan Dana Otsus
Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN
TRANSPARANSIPerencanaan 0.3333Penganggaran 0.5000Pelaksanaan Anggaran 0.5000Pengawasan & Monitoring 0.0000Penatausahaan 0.6667Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.8333Tindak Lanjut 0.5000Jumlah Skor 3.3333Maksimum 7.0000Pencapaian 0.4762Predikat C
Sumber: Data Diolah 2013
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel di atas dan Gambar di bawah
dapat dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada
Lembaga Pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (Puskesmas dan Rumah
Sakit) di Kabupaten Tolikara dari aspek transparansi terhadap perencanaannya
(planning) sebesar 0.3333, penganggaran (budgeting) 0.5000, pelaksanaan
anggaran (budgeting execution) 0.5555, pengawasan dan monitoring (controlling and
monitoring) 0.0000, penatausahaan 0.6667, pelaporan dan pemeriksaan internal
(reporting and internal auditing) 0.8333 dan tindak lanjut (follow up) 0.5000.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I221
Gambar 5.14Transparency Web Analyses of Education and Health Institutions
Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan program dan kegiatan pada
tahun berjalan tidak disampaikan secara terbuka kepada lembaga pendidikan (pihak
sekolah), yakni kepala sekolah, dewan guru dan komite sekolah dan lembaga
kesehatan (Pustu, Puskesmas dan Rumah Sakit) sehingga dari aspek perencanaan
perolehan skornya 0.3333 dengan predikat tidak memuaskan. Namun demikian,
fenomena yang menarik adalah dari aspek penganggaran, pelaksanaan anggaran,
tindak lanjut mendapatkan predikat cukup memuaskan dengan perolehan skor
masing-masing 0.5000, 0.5000, dan 0.5000, meskipun dari aspek pengawasan dan
monitoring sangat tidak memuaskan dengan perolehan skor 0.000. Hal ini
menunjukkan bahwa selama ini pengalokasian, pengelolaan, dan pelaksanaan
anggaran otonomi khusus sudah berjalan cukup memuaskan sesuai dengan
mekanisme dan prosedur yang berlaku walaupun belum terbangun sistem informasi
anggaran yang standar untuk masyarakat di Kabupaten Tolikara. Selanjutnya,
apabila ditinjau dari aspek pelaporan dan pertanggungjawaban program dan
kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus, yakni penatausahaan dinilai
baik (0.6667) karena pihak sekolah dan pihak kesehatan mengetahui penggunaan
dana otonomi khusus. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selama
ini, pengalokasian dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah daerah
Kabupaten Tolikara “cukup memuaskan” diinformasikan kepada lembaga
pendidikan dan kesehatan dan mendapatkan ”predikat nilai C”, dengan besaran
pencapaian skor 0.4762 atau 47.62 persen (range 40–59 persen).
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel dan Gambar transparency
web analyses of society di bawah ini maka dapat dijelaskan bahwa penyelenggaraan
0.33330.5000
0.50000.0000
0.6667
0.8333
0.5000
0.000.200.400.600.801.00
Perencanaan
Penganggaran
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan danMonitoringPenatausahaan
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I222
pemerintahan di Kabupaten Tolikara belum transparan, artinya bahwa transparansi
belum dibangun atas dasar pijakan kebebasan arus informasi yang memadai. Akses
terhadap arus informasi hanya dimiliki oleh kaum birokrat publik tanpa memberikan
kesempatan kepada seluruh komponen masyarakat dalam pengambilan keputusan.
Dari sisi perencanaan (planning), penganggaran (budgeting) dan pelaksanaan
anggaran (budgeting execution )bila dikaji dari aspek pengelolaan dana Otonomi
Khusus maka besaran skoring masing-masing sebagai berikut 0,000 (planning),
0,0167 (budgeting) dan 0,1833 (budgeting execution) dengan predikat poor/not
acceptable (range 00-19 persen). Menurut Smith (2004), hal ini mengindikasikan
bahwa selama ini proses pembuatan peraturan dan atau kebijakan pemerintah
daerah Kabupaten Tolikara, belum melibatkan partisipasi masyarakat dan
memperhatikan kebutuhan masyarakat (standard procedural requirements), di
samping itu pula, dalam penyusunan perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan
anggaran program dan kegiatan pembangunan belum pernah dilakukan komunikasi
dua arah/dialog antara pemerintah daerah dengan masyarakat (consultation
processes).
Menurut pandangan masyarakat bahwa selama ini monitoring and evaluation
yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Tolikara sudah cukup
memuaskan dengan perolehan skor sebesar 0,4000, meskipun dalam kenyataannya
apabila ada penyimpangan penggunaan dana Otonomi Khusus tidak ditindaklanjuti
secara baik dan terbuka disampaikan kepada masyarakat. Perolehan skoring tindak
lanjut pengelolaan dana Otonomi Khusus sebesar 0,2000 dengan predikat
moderate/partially acceptable.
Tabel 5.39Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Individu
di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN
ASPEK PENGELOLAANTRANSPARANSI
Perencanaan 0.0000Penganggaran 0.0167Pelaksanaan Anggaran 0.1833Pengawasan & Monitoring 0.4000Pemeriksaan Internal -Tindak Lanjut 0.2000Jumlah Skor 0.8000Maksimum 5.0000Pencapaian 0.1600Predikat E
Sumber: Data Diolah, 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I223
Gambar 5.15Transparency Web Analyses of Society
Secara keseluruhan tingkat transparansi (transparency) masyarakat di
Kabupaten Tolikara sangat “tidak memuaskan” (poor/not acceptable) dengan
perolehan skor pencapaian 0.1600 atau 16.00 persen khususnya karena
”berpredikat nilai E dengan range 00–19 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
selama ini pengelolaan dana otonomi khusus di Kabupaten Tolikara tidak secara
transparan diinformasikan kepada masyarakat.
Berikut disajikan Tabel tentang perbandingan aspek transparansi pengelolaan
dana otonomi khusus dari ketiga stakeholders yakni, Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD), Lembaga Pendidikan dan Lembaga Kesehatan serta Masyarakat sebagai
berikut:
Tabel 5.40Perbandingan Aspek Transparansi Pengelolaan Dana Otsus
Antar Stakeholders di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN SKPD LEMBAGA PENDIDIKAN &
KESEHATAN MASYARAKAT
Perencanaan 0.4444 0.3333 0.0000Penganggaran 0.4444 0.5000 0.0167Pelaksanaan Anggaran 0.1111 0.5000 0.1833Pengawasan & Monitoring 0.6667 0.0000 0.4000Penatausahaan 0.7778 0.6667 -Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.7778 0.8333
-Tindak Lanjut 0.5556 0.5000 0.2000Jumlah Skor 3.7778 3.3333 0.8000Maksimum 7.0000 7.0000 5.0000Pencapaian 0.5397 0.4762 0.1600Predikat C C E
Sumber: Data Diolah 2013
0.0000
0.0167
0.18330.4000
0.2000 0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00Perencanaan
Penganggaran
Pelaksanaan AnggaranPengawasan dan Monitoring
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I224
Berdasarkan Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa menurut Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara telah cukup transparan dan
mendapatkan “predikat nilai C (cukup memuaskan)”, dengan besaran
pencapaiannya 0.5397 atau 53.97 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa
pemerintah daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara cukup transparan dalam
pengelolaan dana otonomi khusus baik terhadap lembaga pendidikan dan kesehatan
maupun masyarakat yang terdiri dari tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan,
tokoh masyarakat dan masyarakat setempat. Hal ini senada dengan hasil perolehan
skor lembaga pendidikan dan kesehatan, yakni 0.4762 atau 47.62 persen dengan
memperoleh predikat nilai C, yakni cukup memuaskan.Namun demikian, pandangan pihak pemerintah, lembaga pendidikan dan
kesehatan sangat bertolak belakang dengan pendapat para tokoh agama, tokoh
adat, tokoh perempuan, tokoh masyarakat dan masyarakat setempat, yang menilai
bahwa selama ini pengelolaan dana otonomi khusus hanya diketahui oleh aparat
pemerintah, dalam artian bahwa masyarakat tidak pernah mengetahui tentang
perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan anggaran yang dijabarkan dalam
bentuk program dan kegiatan pembangunan yang dibiayai oleh dana otonomi
khusus, hal ini ditunjukkan dengan hasil predikat nilai E untuk aspek transparansi
dengan perolehan skor 0.1600 atau 16.00 persen (sangat tidak memuaskan).
5.2.6.3 AKUNTABILITASHughes (1992) menegaskan bahwa organisasi pemerintah dibuat oleh dan
untuk publik, karenanya perlu mempertanggungjawabkannya kepada publik.
Selanjutnya dikemukakan oleh Hatry (1980) apakah dana publik telah digunakan
secara tepat untuk tujuan dimana dana publik tersebut ditetapkan dan tidak
digunakan secara menyimpang. Akuntabilitas merupakan standar eksternal yang
menentukan kebenaran suatu tindakan oleh birokrasi publik (Finner dalam Darwin
(1993).
Berikut disajikan hasil pengolahan data Satuan Kerja Perangkat Daerah pada
Tabel dan Gambar di Kabupaten Tolikara dari aspek akuntabilitas dalam
pengelolaan dana otonomi khusus.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I225
Tabel 5.41Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus SKPD
di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN
AKUNTABILITASPerencanaan 0.5556Penganggaran 0.6667Pelaksanaan Anggaran 0.8889Pengawasan & Monitoring 0.8889Penatausahaan 0.6667Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.6667Tindak Lanjut 0.3333Jumlah Skor 4.6667Maksimum 7.0000Pencapaian 0.6667Predikat B
Sumber: Data Diolah 2013
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel di atas dan Gambar di bawah
dapat dijelaskan bahwa pengelolaan dana otonomi khusus yang dialokasikan pada
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara dari aspek
akuntabilitas terhadap perencanaannya (planning) sebesar 0.5556, penganggaran
(budgeting) 0.6667, pelaksanaan anggaran (budgeting execution) 0.8889,
pengawasan dan monitoring (controlling and monitoring) 0.6667, pelaporan dan
pemeriksaan internal (reporting and internal auditing) 0.6667 dan tindak lanjut (follow
up) 0.3333.
Gambar 5.16Accountability Web Analyses of Government Institutions
0.55560.6667
0.8889
0.88890.6667
0.6667
0.3333
0.000.200.400.600.801.00
Perencanaan
Penganggaran
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan danMonitoringPenatausahaan
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I226
Hal ini dapat dijelaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten
Tolikara telah cukup memuaskan (0.5556) membuat dokumen perencanaan yang
memuat seluruh program dan kegiatan yang dibiayai dengan dana otonomi khusus
dan secara berkala membuat laporan triwulanan kepada Pemerintah Daerah Provinsi
Papua. Sedangkan aspek penganggaran, penatausahaan dan pelaporan
memperoleh predikat baik dengan besaran perolehan skor yang sama yaitu 0.6667.
Hal ini menunjukkan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) telah
mengetahui dan memahami dengan baik alokasi dana otonomi khusus untuk sektor
pendidikan dan kesehatan serta setiap tahun melaksanakan program dan kegiatan
yang dibiayai melalui dana otonomi khusus yang telah tertuang dalam dokumen
perencanaan masing-masing SKPD, salah satu bentuk dokumennya yaitu Rencana
Strategis (RENSTRA SKPD) yang kemudian dijabarkan dalam rencana kerja
tahunan SKPD (RENJA). Selain itu, SKPD telah memuaskan membuat laporan
pertanggungjawaban penggunaan dana otonomi khusus secara berkala kepada
pemerintah daerah Provinsi Papua.
Ditinjau dari aspek pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring yang
dilakukan oleh SKPD sudah dilaksanakan dengan sangat memuaskan yang
ditunjukkan oleh perolehan skor yang sama sebesar 0.8889. Hal ini mengindikasikan
bahwa sesuai amanat Perpres 84 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah, maka SKPD telah memberikan kepercayaan dan melibatkan pengusaha
orang asli papua (OAP) dalam melaksanakan program dan kegiatan yang dibiayai
dengan dana otonomi khusus dalam rangka percepatan pembangunan Provinsi
Papua dan Papua Barat dan juga telah sangat baik melaksanakan pengawasan dan
monitoring program dan kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus.
Namun demikian, apabila ditinjau dari aspek tindak lanjut (follow up) dinilai
tidak memuaskan (0.3333) yang artinya bahwa apabila ada penyelewengan
penggunaan dana otonomi khusus yang dilakukan oleh pejabat pelaksana anggaran
tidak dikenakan sanksi (punishment) dan tidak ditindaklanjuti secara baik oleh
pimpinan SKPD. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa selama ini,
Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten Tolikara telah mempertanggung
jawabkan penggunaan dana otonomi khusus secara “memuaskan” dan
mendapatkan ”predikat nilai B” dengan besaran pencapaian skor 0.6667 atau66.67 persen (range 60-79 persen).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I227
Hasil pengolahan data dari aspek akuntabilitas pengelolaan dana Otonomi
Khusus pada lembaga pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (Puskesmas
dan Rumah Sakit) di Kabupaten Tolikara dapat disajikan pada Tabel akuntabilitas
pengelolaan dana otonomi khusus dan Gambar accountability web analyses of
education and health institutions. Hal ini menunjukkan bahwapengelolaan dana
otonomi khusus yang dialokasikan pada lembaga pendidikan (sekolah) dan lembaga
kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) di Kabupaten Tolikara dari aspek
akuntabilitas terhadap perencanaannya (planning) sebesar 0.000 penganggaran
(budgeting) 0.3333, pelaksanaan anggaran (budgeting execution) 0.3333,
pengawasan dan monitoring (controlling and monitoring) 0.5000, penatausahaan
0.3333, pelaporan dan pemeriksaan internal (reporting and internal auditing) 0.6667
dan tindak lanjut (follow up) 0.6667.
Tabel 5.42Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus
Lembaga Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN
AKUNTABILITASPerencanaan 0.0000Penganggaran 0.3333Pelaksanaan Anggaran 0.3333Pengawasan & Monitoring 0.5000Penatausahaan 0.3333Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.6667Tindak Lanjut 0.6667Jumlah Skor 3.3333Maksimum 7.0000Pencapaian 0.4048Prestasi C
Sumber: Data Diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I228
Gambar 5.17Accountability Web Analyses of Education and Health Institutions
Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa perencanaan program dan kegiatan pada
tahun berjalan tidak dirumuskan dan dituangkan secara baik dalam usulan rencana
definitif SKPDdan dalam dokumen perencanaan lainnya seperti rencana strategis
SKPD sehingga dari aspek perencanaan perolehan skornya 0.000 dengan predikat
sangat tidak memuaskan sehingga berimbas kepada sisi penganggaran,
pelaksanaan anggaran dan penatausahaan yang dinilai tidak memuaskan dengan
besaran perolehan skor yang sama yakni 0.3333. Hal ini menunjukkan bahwa
lembaga pendidikan dan lembaga kesehatan tidak mengetahui besaran alokasi dana
otonomi khusus dan juga tidak dilibatkan secara penuh dalam proses pengelolaan
dana otonomi khusus. Sementara dari aspek pengawasan dan monitoring dinilai
cukup memuaskan (0.5000), yang dapat diartikan bahwa program dan kegiatan yang
merupakan urusan bidang pendidikan dan kesehatan sudah cukup memuaskan
diawasi, dimonitor dan dievaluasi secara kontinyu pada tahun anggaran berjalan.
Sedangkan aspek pelaporan dan pemeriksaan internal serta tindak lanjut
mendapatkan predikat baik dengan perolehan skor yang sama yakni sebesar 0.6667.
Hal ini menunjukkan bahwa aparat pengawas internal dalam hal ini Inspektorat
secara berkala melakukan pengawasan internal terhadap laporan penggunaan dana
otonomi khusus. Dan apabila ada temuan penyimpangan dalam penggunaan dana
tersebut maka akan tindak lanjuti ke ranah hukum.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selama ini,
pengalokasian dana otonomi khusus yang dikelola oleh pemerintah daerah
Kabupaten Tolikara “cukup memuaskan” dipertanggung jawabkan mendapatkan
0.00000.3333
0.3333
0.50000.3333
0.6667
0.6667
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00Perencanaan
Penganggaran
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan danMonitoringPenatausahaan
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I229
”predikat nilai C”, dengan besaran pencapaian skor 0.4048 atau 40.48 persen(range 40–59 persen).
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel dan Gambar dibawah ini
dapat dijelaskan bahwa penganggaran dengan skor 0,0000 (budgeting) dan
pelaksanaan anggarannya dengan skor 0,0167 berada diantara range 00–19 persen
dan atau berpredikat poor/not acceptable, yang artinya bahwa selama ini masyarakat
asli Papua di Kabupaten Tolikara tidak pernah mengetahui besaran peruntukkan
dana Otonomi Khusus yang digulirkan kepada masyarakat dan bentuk pertanggung
jawaban penggunaan dana Otonomi Khusus. Sedangkan perencanaan, pengawasan
dan evaluasi, serta pemeriksaan internal masing-masing skornya 0,2500, 0,2500,
dan 0,2667 berpredikat moderate/partially acceptable. Ini menunjukkan bahwa
pemerintah daerah Kabupaten Tolikara belum melakukan pengawasan dana
Otonomi Khusus secara optimal dan belum secara berkala membuat laporan
penggunaan dana Otonomi Khusus. Namun demikian apabila terjadi penyimpangan
dalam penggunaan dana Otonomi Khusus sudah ada tindakan nyata lebih lanjut
yang cukup memuaskan dari pemerintah daerah sesuai dengan ranah hukum yang
berlaku (0,4333).
Tabel 5.43Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Individu
di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAAN
AKUNTABILITASPerencanaan 0,2667Penganggaran 0,0000Pelaksanaan Anggaran 0,0167Pengawasan & Monitoring 0,2500Pemeriksaan Internal 0,2500Tindak Lanjut 0,4333Jumlah Skor 1,2167Maksimum 6,0000Pencapaian 0,2028Predikat D
Sumber: Data Diolah, 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I230
Gambar 5.18Accountability Web Analyses of Personal
Secara keseluruhan tingkat akuntabilitas (accountability) di Kabupaten
Tolikara tidak memuaskan (moderate/partially acceptable) dengan perolehan skor
pencapaian 0.2028 (20.28 persen) karena berpredikat D dengan range 20–39
persen. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini pengelolaan dana otonomi khusus di
Kabupaten Tolikara tidak secara baik dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.
Berikut disajikan Tabel tentang perbandingan aspek akuntabilitas pengelolaan
dana otonomi khusus dari ketiga stakeholders yakni, Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD), Lembaga Pendidikan dan Lembaga Kesehatan serta Masyarakat sebagai
berikut:
Tabel 5.44Perbandingan Aspek Akuntabilitas
Pengelolaan Dana Otsus Antar Stakeholders di Kabupaten TolikaraFOKUS PENGELOLAAN SKPD LEMBAGA PENDIDIKAN
& KESEHATANMASYARAKAT
Perencanaan 0.5556 0.0000 0.2667Penganggaran 0.6667 0.3333 0.0000Pelaksanaan Anggaran 0.8889 0.3333 0.0167Pengawasan & Monitoring 0.8889 0.5000 0.2500Penatausahaan 0.6667 0.3333 -Pelaporan dan Pemeriksaan Internal 0.6667 0.6667 -Tindak Lanjut 0.3333 0.6667 0.4000Jumlah Skor 4.6667 2.8333 1.3833Maksimum 7.0000 7.0000 5.0000Pencapaian 0.6667 0.4048 0.2767Predikat B C D
Sumber: Data Diolah 2013
0.2667
0.0000
0.0167
0.2500
0.2500
0.4333
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00Perencanaan
Penganggaran
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan dan Monitoring
Pemeriksanaan Internal
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I231
Berdasarkan Tabel di atas dapat dijelaskan bahwa menurut Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara bahwa pemerintah daerah
setempat accountable dengan ”predikat nilai B” (memuaskan) dengan besaran
pencapaiannya 0.6667 (66.67 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah
daerah (SKPD) di Kabupaten Tolikara secara bertanggung jawab mengelola dana
otonomi khusus baik dari aspek pengelolaan keuangan, dokumen administrasi dan
bukti-bukti fisik di lapangan. Sedangkan menurut penilaian lembaga pendidikan dan
kesehatan bahwa selama ini pemerintah daerah (SKPD) terkait cukup bertanggung
jawab dalam pengelolaan dana otonomi khususnya, dengan mendapatkan ”predikatnilai “C” (cukup memuaskan) dan perolehan skornya sebesar 0.4048 (40.48persen).
Sebaliknya pandangan pihak pemerintah, lembaga pendidikan dan kesehatan
sangat bertolak belakang dengan pendapat para tokoh agama, tokoh adat, tokoh
perempuan, tokoh masyarakat dan masyarakat setempat, yang menilai bahwa
selama ini pengelolaan dana otonomi khusus tidak dilakukan secara bertanggung
jawab oleh aparat pemerintah di Kabupaten Tolikara. Hal ini ditunjukkan dengan
”predikat nilai D” (tidak memuaskan) dan perolehan skornya sebesar 0.2028
(20.28 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa selama ini pengelolaan dana otonomi
khusus di Kabupaten Tolikara tidak dilaksanakan secara bertanggung jawab
sehingga belum menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat asli Papua.
5.2.6.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIBerdasarkan uraian dan analisis di atas, maka dapat dirumuskan beberapa isu
strategis perlu dikaji dan dibahas dalam studi berikut ataupun menjadi masukan bagi
Pemerintah Kabupaten Tolikara yaitu:
1. Peningkatan alokasi dana Otsus setiap tahun tidak berbanding lurus dengan
peningkatan kesejahteraan rakyat orang asli Papua;
2. Pembagian prosentase alokasi dana per bidang prioritas tidak sesuai dengan
ketentuan Otsus;
3. Prosentase alokasi dana di bidang ekonomi kerakyatan sangat kecil, sehingga
belum mampu menggerakkan roda ekonomi rakyat orang asli Papua;
4. Lembaga pendidikan dan kesehatan belum dilibatkan secara penuh dalam
pengelolaan dana otonomi khusus karena program dan kegiatan yang
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I232
bersumber dari dana otonomi khusus di handle secara langsung oleh Dinas
Pendidikan dan Dinas Kesehatan;
5. Masyarakat yang berdomisili di pinggiran kota dan bahkan pedalaman tidak
mengetahui tentang dana otonomi khusus yang diperuntukkan bagi masyarakat
asli Papua (indigenous peoples);
6. Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan penganggaran dana
Otsus sesuai mekanisme yang berlaku;
7. Masyarakat Tolikara lebih banyak mengetahui dan terlibat dalam program
Respek daripada mengetahui dan terlibat dalam program OTSUS secara
keseluruhan.
Beberapa rekomendasi kebijakan dan program pada masa yang akan datang
adalah:
1. Pemerintah Daerah perlu konsisten dengan aturan dalam kebijakan menentukan
besaran persentasi alokasi dana otsus per bidang dan program;
2. Kebijakan program sebaiknya lebih didorong untuk peningkatan ekonomi rakyat
orang asli Papua agar rakyat orang Papua mampu keluar dari lingkaran
kemiskinan dan ketergantungan hidup bagi rakyat di Kabupaten Tolikara;
3. Pemberdayaan Orang Asli Papua (OAP) harus tetap menjaga dan memelihara
tradisi dan budaya serta kelangsungan hidup masyarakat asli Papua (indigenous
peoples);
5.2.7 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATENKEPULAUAN YAPEN
5.2.7.1 PARTISIPASIUntuk tahapan Partisipasi secara umum baik untuk SKPD, Lembaga
Pendidikan dan Kesehatan serta Individu dapat disampaikan berdasarkan hasil
survey dan kumpulan data yang telah diolah, maka untuk SKPD capaian yang
diperoleh adalah 0,8889 kemudian untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan
sebesar 0,3952 dan untuk Individu memperoleh nilai sebesar 0,3920. Untuk setiap
kelompok dapat dilihat untuk masing-masing aspek pengelolaan dana Otsus di
bawah ini.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I233
Tabel 5.45Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Kep. Yapen
Fokus Pengelolaan SKPD Lembaga Pendidikan& Kesehatan
Individu
Perencanaan 0,8333 0,3333 0,4746Penganggaran 0,8333 0,6000 0,3500Pelaksanaan Anggaran 1,0000 0,3333 0,3729Pengawasan dan Monitoring 0,8333 0,5000 0,2373Penatausahaan 0,5000Pelaporan dan PI 0,8333 0,1667 0,5254Tindak Lanjut 1,0000 0,3333 0,4746Pencapaian 0,8889 0,3952 0,3920Prestasi A D D
Untuk partisipasi di SKPD secara keseluruhan dari berbagai aspek yang ada
mulai dari perencanaan sampai dengan tindak lanjut seperti tercantum dalam tabel di
atas maka dapat dikatakan bahwa capaian tertinggi dengan nilai total 1,0000 ada
pada dua aspek yaitu Pelaksanaan anggaran dan Tindak lanjut. Sedangkan untuk
hal yang lainnya memiliki nilai yang sangat baik capaiannya yaitu di atas 0,8000
tanpa adanya nilai pada tahapan Penatausahaan yang hanya terdapat di Lembaga
Pendidikan dan Kesehatan sehingga capaian yang dimiliki untuk SKPD adalah
0,8889 dengan prestasi A. Hal ini juga merupakan gambaran kondisi SKPD yang
selama ini mengelola dana Otsus yang telah berupaya untuk melaksanakan setiap
tahapan dengan maksimal, namun tidak menutup kemungkinan bahwa hal tersebut
juga mengalami kendala yang menjadi tantangan bagi pimpinan SKPD yang baru
saja dilantik dalam melanjutkan setiap tahapan yang ada pada tahun-tahun
selanjutnya.
Untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan apabila kita melihat aspek yang
dinilai maka dapat ditemukan bahwa tingkatan partisipasi baik dalam tahapan
perencanaan sampai dengan tindak lanjut memiliki rata-rata yang sangat tidak baik
dimana hanya ada tiga tahapan yang tingkat partisipasinya dinilai cukup baik yaitu
Penganggaran, Pengawasan dan monitoring, dan Penatausahaan. Sedangkan
aspek lain yang menjadikan aspek partisipasi menjadi rendah yaitu Perencanaan,
Pelaksanaan anggaran, Pelaporan dan PI, dan Tindak lanjut. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya tahapan yang tidak diikuti oleh Lembaga Pendidikan dan Kesehatan yang
terkait dengan pengelolaan dana Otsus sehingga untuk aspek partisipasi menjadi
rendah dalam capaian maupun prestasinya yaitu hanya mendapatkan nilai 0,3952
atau dengan prestasi D.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I234
Kelompok yang diharapkan mampu memberikan respon terhadap baik
buruknya pengelolaan dana Otsus adalah Individu yang terdiri dari Masyarakat
Orang Asli Papua yang tidak bekerja sebagai PNS. Dari berbagai tahapan mulai dari
Perencanaan sampai dengan Tindak lanjut yang terlihat pada tabel di atas maka
dapat dilihat aspek Partisipasi yang ada hanya satu tahapan yaitu Pelaporan dan PI
yang mendapat nilai 0,5254. Selain dari tahapan tersebut nilai yang dicapai untuk
tahapan dalam pengelolaan dana Otsus adalah Tidak Memuaskan dan
menyebabkan aspek Partisipasi untuk Individu atau masyarakat yang ada di
Kabupaten Kepulauan Yapen menjadi rendah dengan capaian sebesar 0,3920 atau
dengan Prestasi D.
Dari ketiga kelompok responden yang memberikan respon terhadap aspek
Partisipasi dalam pengelolaan dana Otsus dimana terdapat beberapa hal menonjol
yang membedakan tingkat Partisipasi di antara ketiga kelompok tersebut. Untuk
tingkat partisipasi yang memiliki capaian sangat baik atau dalam rata-rata yang
dikategorikan cukup adalah SKPD yang mana mendapatkan capaian prestasi B
dengan skor 0,7833. Hal ini terjadi berdasarkan data yang diperoleh dari responden
dimana tingkat partisipasi dalam berbagai cakupan pengelolaan dana Otsus yang
ada pada SKPD dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini tidak sejalan dengan Aspek
Partisipasi yang ada pada Lembaga Pendidikan dan Kesehatan maupun Individu
atau Masyarakat sebagai penerima manfaat langsung atas setiap anggaran yang
dikelola, dimana tahapan yang masih sangat jauh dari jangkauan mereka seperti
keikutsertaan dalam perencanaan mulai dari tingkatan yang terendah sampai
dengan mengawasi berbagai program kegiatan yang didanai dengan dana Otsus.
Hal ini menyebabkan rendahnya capaian yang diperoleh seperti tampak pada
gambar berikut.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I235
Gambar 5.19Aspek Partisipasi Dalam Pengelolaan Dana Otsus
di Kabupaten Kepulauan Yapen
5.2.7.2 TRANSPARANSIUntuk tahapan Transparansi secara umum baik untuk SKPD, Lembaga
Pendidikan dan Kesehatan serta Individu dapat disampaikan berdasarkan hasil
survey dan kumpulan data yang telah diolah, maka untuk SKPD capaian yang
diperoleh adalah 0,6429 kemudian untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan
sebesar 0,1905 dan untuk Individu memperoleh nilai sebesar 0,2772. Untuk setiap
kelompok dapat dilihat untuk masing-masing aspek pengelolaan dana Otsus di
bawah ini.
Tabel 5.46Aspek Transparansi Dalam Pengelolaan Dana Otsus
di Kabupaten Kepulauan YapenFokus Pengelolaan SKPD Lembaga Pendidikan
& KesehatanIndividu
Perencanaan 0,5000 0,1667 0,3559Penganggaran 0,6667 0,1667 0,2167Pelaksanaan Anggaran 0,0000 0,0000 0,2203Pengawasan dan Monitoring 0,6667 0,0000 0,2881Penatausahaan 0,8333 0,1667Pelaporan dan PI 0,8333 0,5000 0,3051Tindak Lanjut 1,0000 0,3333 0,3559Pencapaian 0,6429 0,1905 0,2772Prestasi B E D
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I236
Untuk Transparansi di SKPD dari berbagai tahapan yang Tindak lanjut yang
mendapatkan nilai sangat baik dengan total 1,0000 namun pada tahapan penting
lainnya seperti yang tampak yaitu Pengangggaran tidak mendapatkan nilai sama
sekali sehingga memperoleh nilai 0. Untuk tahapan yang lain nilainya rata-rata
mencapai Baik. Pada penganggaran yang menyebabkan aspek Transparansi
menjadi nol atau tidak ada sama sekali karena pada SKPD khususnya yang
mengelola uang dengan persentase yang besar belum semua mendapatkan
informasi tentang alokasi penggunaaan dana Otsus. Hal ini tidak kemudian
menurunkan nilai capaian untuk SKPD maka diperoleh nilai 0,6429 dengan prestasi
B.
Untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan apabila kita melihat aspek yang
dinilai maka dapat ditemukan bahwa aspek Transparansi pada tahapan Pelaksanaan
anggaran dan tahapan Pengawasan dan monitoring dapat dilihat capaiannya yang
tidak seperti diharapkandimana capaiannya sampai pada nilai terendah yaitu 0,0000.
Hal ini dikarenakan berbagai kegiatan yang menggunakan atau bersumber dari dana
Otsus belum disampaikan secara terbuka bagi umumnya masyarakat dan khususnya
pengelola kepada para anggota di berbagai tingkatan pelayanan. Dari semua
tahapan hanya Pelaporan dan PI yang mencapai nilai 0,5000 sehingga untuk aspek
transparansi capaian maupun prestasinya yaitu Sangat tidak baik dengan
mendapatkan nilai 0,1905 atau dengan prestasi E.
Kelompok Individu yang merupakan Masyarakat Orang Asli Papua di dalam
memberikan respon terhadap aspek Transparansi adalah menjadi Tidak baik karena
dapat dilihat dari semua tahapan yang ada kecuali tahapan Penatausahaan yang
tidak dilakukan dalam kelompok ini rata-rata kecil karena dari seluruh tahapan yang
ada aspek transparansi yang diharapkan mampu membuka pemahaman masyarakat
dalam alokasi dana Otsus dan program kegiatan yang menggunakan dana Otsus
menjadi cukup sulit diakses sampai dengan dimonitoring dan tidak ada wadah yang
komunikatif dalam menyampaikan berbagai masukan dalam hal penggunaan dana
Otsus yang ada sehingga dari berbagai tahapan mulai dari Perencanaan sampai
dengan Tindak lanjut yang terlihat pada tabel di atas maka dapat dilihat aspek
Transparansi untuk Individu atau masyarakat yang ada di Kabupaten Kepulauan
Yapen menjadi Tidak baik dengan capaian sebesar 0,2772 atau dengan Prestasi D.
Dari ketiga kelompok responden yang memberikan respon terhadap aspek
Transparansi dalam pengelolaan dana Otsus hanya kelompok SKPD yang memiliki
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I237
capaian yang masuk pada kategori yang baik, sedangkan kedua kelompok lainnya
yaitu Lembaga Pendidikan dan Kesehatan sama-sama meniliki capaian yang tidak
dapat dikategorikan baik dalam aspek ini, sehingga menjadi pekerjaan tambahan
bagi semua pihak untuk terus berbenah diri dengan kondisi yang ada sehingga
semua kelompok bisa sejalan dalam merencanakan sampai menindaklanjuti
pengelolaan dana Otsus dan yang terpenting berujung pada kesejahteraan
masyarakat atau Orang Asli Papua yang mana menjadi amanat dalam Undang-
Undang No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Hal ini
jelas terlihat pada gambar jaring laba-laba berikut.
Gambar 5.20Aspek Transparansi Dalam Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Kep. Yapen
5.2.7.3 AKUNTABILITASUntuk Aspek Akuntabiitas secara umum baik untuk SKPD, Lembaga
Pendidikan dan Kesehatan serta Individu dapat disampaikan berdasarkan hasil
survei dan kumpulan data yang telah diolah, maka untuk SKPD capaian yang
diperoleh adalah 0,8333 kemudian untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan
sebesar 0,3095 dan untuk Individu memperoleh nilai sebesar 0,2141. Untuk setiap
kelompok dapat dilihat untuk masing-masing aspek pengelolaan dana Otsus di
bawah ini.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I238
Tabel 5.47Aspek Akuntabilitas Dalam Pengelolaan Dana Otsus
di Kabupaten Kepulauan Yapen
Untuk aspek Akuntabilitas di SKPD secara keseluruhan dari berbagai aspek
yang ada mulai dari perencanaan sampai dengan tindak lanjut seperti tercantum
dalam tabel di atas maka dapat dikatakan bahwa capaian tertinggi dengan nilai total
1,0000 ada pada tiga tahapan yaitu Penganggaran, Pelaksanaan anggaran,
Pelaporan dan PI. Sedangkan untuk hal yang lainnya memiliki nilai yang sangat baik
capaiannya yaitu di atas 0,8000 untuk dua tahapan dan yang terendah adalah
tahapan Penatausahaan yaitu sebesar 0,5000. Sehingga dengan capaian yang rata-
rata baik membuat nilai yang diperoleh SKPD adalah 0,8333 dengan prestasi A. Hal
ini juga merupakan gambaran kondisi SKPD yang selama ini mengelola dana Otsus
yang telah dipercayakan dengan memperhatikan apa yang diamanatkan dalam
Undang-Undang tentang Otsus namun tentunya terlepas dari itu persoalan yang
terjadi di lapangan yang menjadi temuan terus diperbaiki dalam meningkatkan
kinerja dari setiap SKPD dimana dana tersebut dipercayakan untuk dikelola.
Untuk Lembaga Pendidikan dan Kesehatan apabila kita melihat aspek
Akuntabilitas yang termasuk di dalamnya tahapan-tahapan dari Perencanaan sampai
dengan Tindak lanjut, hanya tahapan Pelaporan dan PI yang mencapai prestasi C
dengan nilai 0,6667 sehingga rata-rata dari capaian hanya 0,3000 dan satu tahapan
yang bernilai 0 maka aspek Akuntabilitas di Lembaga Pendidikan dan Kesehatan
menjadi rendah dalam capaian maupun prestasinya yaitu hanya mendapatkan nilai
0,3095 atau dengan prestasi D. Apabila kita lihat rendahnya aspek ini bagi kelompok
Lembaga Pendidikan dan Kesehatan adalah karena dalam tahapan-tahapan awal
lembaga ini.
Fokus Pengelolaan SKPD Lembaga Pendidikan& Kesehatan
Individu
Perencanaan 0,8333 0,3333 0,1695Penganggaran 1,0000 0,0000 0,2000Pelaksanaan Anggaran 1,0000 0,1667 0,2881Pengawasan dan Monitoring 0,6667 0,3333 0,2034Penatausahaan 0,5000 0,3333Pelaporan dan PI 1,0000 0,6667 0,2373Tindak Lanjut 0,8333 0,3333 0,1864Pencapaian 0,8333 0,3095 0,2141Prestasi A D D
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I239
Pada Individu aspek Akuntabilitas sangat kecil dengan rata-rata capaian yang
sama sehingga apabila diperhatikan pada gambar jaring mengerucut ke titik nol
karena capaian yang sangat kecil. Rendahnya capaian aspek Akuntablitas di
kelompok individu atau masyarakat disebabkan oleh tingkat pemahaman yang masih
belum dilibatkan secara maksimal dalam semua tahapan yang ada sehingga capaian
yang diperoleh adalah sebesar 0,2141 atau dikatakan Tidak memuaskan atau
dengan Prestasi D.
Dari ketiga kelompok responden yang memberikan respon terhadap aspek
Akuntabilitas dengan baik dalam pengelolaan dana Otsus hanyalah kelompok SKPD
yang mana rata-rata penilaian berdasarkan data yang ada semua menunjukkan hasil
yang baik, sehingga apabila dibandingkan dengan kedua kelompok lain yaitu
Lembaga Pendidikan dan Kesehatan dan Individu akan terlihat dalam jaring laba-
laba banyak hal yang menjadi bahan perbaikan bagi SKPD untuk lebih terus
memberikan ruang kepada kelompok lain untuk dana turut serta aktif dalam
mengawal pengelolaan dana Otsus sehingga hasil yang akan datang akan jauh lebih
merata untuk semua pihak, untuk ketiga gambar berdasarkan data yang ada di
lapangan tampak pada gambar berikut.
Gambar 5.21Aspek Akuntabilitas Dalam Pengelolaan Dana Otsus di Kabupaten Kep. Yapen
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I240
5.2.7.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIDengan berbagai keadaan dan kondisi yang ada terdapat beberapa isu
strategis seperti terangkum dari berbagai sumber sebagai berikut:
1. Otsus sangat berharga dan menjadi suatu harapan banyak Orang Asli Papua
namun dana tersebut oleh masyarakat dirasakan tidak menyentuh sampai
kepada masyarakat pada tingkatan yang terbawah.
2. Otsus dalam dokumen penganggaran terkadang tidak masuk kepada SKPD
yang menyangkut pelayanan yang membawa manfaat langsung kepada
masyarakat atau yang bersentuhan langsung kepada masyarakat.
3. Masyarakat banyak yang menyampaikan melalui berbagai sumber bahwa tidak
pernah menikmati dana Otsus meskipun hal tersebut dijawab oleh SKPD dalam
bentuk berbagai kegiatan yang berupa penyediaan sarana dan prasarana publik.
4. Pembagian porsi dana yang 60persen kepada daerah dirasakan masih tidak
mencukupi mengingat kemudian dibagi kepada 29 kabupaten dan 1 kota
sehingga mengurusi masyarakat yang merupakan urusan pemerintah kabupten
dan kota hal ini menjadi sulit karena banyak hal yang akhirnya tidak mampu
tercover kebutuhannya sehingga masyarakat sering melampiaskan dalam demo
yang menolak Otsus itu sendiri.
Berikut beberapa Rekomendasi yang perlu untuk diperhatikan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Yapen, antara lain:
1. Perlu dibuatkan suatu perencanaan yang mampu mengakomodir kepentingan
masyarakat tanpa melupakan prioritas pelaksanaan yang dikondisikan sesuai
dengan keuangan daerah. Dokumen tersebut harus memiliki dasar yang tepat
sehingga dikemudian hari tidak terjadi kesalahan dalam melakukan
perencanaan. Perbaikan dalam penyusunan berbagai dokumen perencanaan
sampai dengan APBD disahkan.
2. Untuk program dan kegiatan agar disesuaikan dengan kebutuhan daerah di
masing-masing kabupaten. Akan sangat tepat menghindari kebijakan yang
dibuat generalisasi antar kabupaten satu dengan kabupaten yang lain mengingat
kondisi geografis dan tingkat kebutuhan prioritas yang berbeda sehingga
penganggaran yang dibuat akan lebih tepat sasaran.
3. Masyarakat yang dilibatkan dalam kegiatan yang menggunakan alokasi
anggaran dana otsus adalah Orang Asli Papua tentunya dengan mengacu pada
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I241
amanat Undang-Undang Otsus namun disesuaikan dengan peraturan yang
berlaku.
4. Kondisi masing-masing SKPD seperti di SKPD Pendidikan alokasi dana
diharapkan untuk bisa memecahkan masalah mendasar yang dialami oleh para
tenaga pendidik seperti sertifikasi. Karena hal ini juga yang sering menjadi
masalah para guru yang belum disertifikasi yang berdampak pada kegiatan
belajar mengajar bagi siswa sekolah.
5.2.8 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATEN KEEROM5.2.8.1 PARTISIPASI
Partisipasi dalam pengelolaan dana otsus meliputi tahapan perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penata-
usahaan, pelaporan dan pengendalian internal serta tindak lanjut. Skor pengolahan
data aspek partisipasi menurut penilaian SKPD sebesar 0,6667 atau 66,67 persen,
lembaga pendidikan dan kesehatan memberikan penilaian sebesar 0,3929 atau
39,29 persen sedangkan individu atau masyarakat memberikan penilaian terhadap
aspek partisipasi sebesar 33,33 persen.
Tabel 5.48Skor Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otonomi Khusus
Kabupaten KeeromFokus Pengelolaan Partisipasi
SKPD LPK IndividuPerencanaan 0,6667 0,2500 0,3667Penganggaran 0,3333 1,0000 0,3500Pelaksanaan Anggaran 0,8333 0,2500 0,3167Pengawasan dan Monitoring 0,8333 0,2500 0,2667Penatausahaan 0,7500Pelaporan dan PI 0,8333 0,2000Tindak Lanjut 0,5000 0,0000 0,3667Pencapaian 0,6667 0,3929 0,3333Prestasi B D D
Sumber: Hasil Survei (diolah), 2013
Berdasarkan tahapan pengelolaan dana otsus pihak SKPD memberikan
penilaian tertinggi pada tahapan pelaksanaan anggaran, pengawasan dan
monitoring serta pelaporan dan pengendalian internal dengan skor sebesar 83,33
persen (kategori sangat memuaskan) untuk masing-masing tahapan tersebut.
Indikasi dari penilaian tersebut adalah SKPD telah melaksanakan tupoksinya
padatahapan pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring serta pelaporan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I242
dan pengendalian internal secara baik dan melibatkan semua pihak yang
berkompeten dalam tahapan-tahapan tersebut.
Skor nilai terendah aspek partispasi oleh SKPD diberikan pada tahapan
penganggaran sebesar 33,33 persen dengan kategori tidak memuaskan. Sejak
dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Keerom Program BK3 (Bantuan Keuangan
Kepada Kampung) diberikan wewenang untuk mengalokasi dana otsus untuk
beberapa kegiatan atau program, kondisi ini menyebabkan SKPD bergantung pada
alokasi yang kerjakan oleh BK3 serta memiliki kapasitas yang terbatas dalam proses
penganggaran.
Lembaga pendidikan dan kesehatan memberikan penilaian tertinggi pada
aspek partisipasi untuk tahapan penganggaran sebesar 1,000 atau 100 persen.
Telah dijelaskan di atas bahwa alokasi dana Otsus pada kegiatan yang bersifat
teknis dialokasikan langsung melalui BK3 kepada lembaga atau institusi teknis
sehingga proses penganggaran sepenuhnya dilaksanakan oleh lembaga teknis.
Misalnya alokasi dana otsus untuk bidang kesehatan dialokasi kepada Dinas
Kesehatan dan RSUD Kwaingga. Sedangkan penilaian terendah oleh lembaga
pendidikan dan kesehatan pada tahapan tindak lanjut sebesar 0,0000. Pada tahapan
ini lembaga atau institusi teknis di bawah SKPD tidak turut serta karena feedback
yang disampaikan kepada BK3 atas pelaksanaan program atau kegiatan yang
dibiayai dana otsus tidak direspon dengan baik.
Peran serta individu dan masyarakat (tokoh adat, tokoh agama, tokoh
masyarakat) dalam pengelolaan dana otsus selama ini sangat terbatas, sejak
tahapan perencanaan hingga tindak lanjut. Hal dapat dilihat skor penilaian yang
diberikan berkisar antara 26,67–36,67 persen atau berada dalam kategori tidak
memuaskan. Skor tertinggi 36,67 persen diberikan pada tahap pengawasan dan
monitoring sedangkan 36,67 persen adalah skor yang diberikan oleh individu atau
masyarakat pada tahapan perencanaan dan tindak lanjut.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I243
Gambar 5.22Web Skor Tingkat Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus Kabupaten Keerom
Secara keseluruhan penilaian yang diberikan oleh SKPD, lembaga pendidikan
dan kesehatan dan individu dapat dilihat pada web skor di atas. Penilaian tertinggi
diberikan pada tahapan penatausahaan dengan skor sebesar 75 persen
(memuaskan), sedangkan penilaian terendah dengan skor 28,89 persen (tidak
memuaskan) diberikan pada tahap tindak lanjut. Penatausahaan memiliki nilai
tertinggi karena penilaian pada tahap ini hanya diberikan oleh lembaga pendidikan
dan kesehatan.
5.2.8.2 TRANSPARANSIPada aspek transparansi pengelolaan dana otsus pihak SKPD memberikan
nilai sebesar 0,5952 atau 59,52 persen (cukup memuaskan), lembaga pendidikan
dan kesehatan memberikan penilaian sebesar 0,5000 atau 50 persen (cukup
memuaskan), sedangkan individu atau masyarakat memberikan penilaian terhadap
aspek tranparansi sebesar 0,2667atau 26,67 (tidak memuaskan).
Tabel 5.49Skor Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus Kabupaten KeeromFokus Pengelolaan Transparansi
SKPD LPK IndividuPerencanaan 0,6667 0,7500 0,1833Penganggaran 0,8333 0,5000 0,2167Pelaksanaan Anggaran 0,5000 0,0000 0,2833Pengawasan dan Monitoring 0,5000 0,5000 0,3333Penatausahaan 0,6667 0,5000Pelaporan dan PI 0,3333 0,7500Tindak Lanjut 0,6667 0,5000 0,3167Pencapaian 0,5952 0,5000 0,2667Prestasi C C D
Sumber: Hasil Survei (diolah), 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I244
Dalam hal transparansi pengelolaan dana otonomi khusus SKPD memberikan
penilai tertinggi pada tahap penganggaran dengan skor sebesar 0,8333 atau 83,33
persen (sangat memuaskan) sedangkan nilai terendah diberikan pada tahap
pelaporan dan pengendalian internal sebesar 0,3333 atau 33,33 persen (tidak
memuaskan). Lembaga pendidikan dan kesehatan memberikan penilaian tertinggi
untuk aspek transparansi pada tahapan perencanaan yaitu sebesar 0,7500 atau 75
persen sedangkan skor penilaian terendah diberikan pada tahap pelaksanaan
anggaran yaitu sebesar, 0.0000.
Individu atau masyarakat selama ini masih menganggap bahwa pemerintah
daerah tidak transparan atau tidak terbuka dalam menyampaikan informasi terkait
pengelolaan dana otsus pada semua proses atau tahapan, mulai dari tahapan
perencanaan hingga tindak lanjut. Persepsi tertinggi sebesar 0,3333 atau 33,33
persen diberikan pada tahap pengawasan dan monitoring sedangkan persepsi
terendah diberikan pada tahap perencanaan dengan nilai sebesar 0,1833 atau 18,33
persen. Berdasarkan skor penilaian tersebut disimpulkan bahwa individu atau
masyarakat tidak puas atas transparansi pemerintah daerah dalam mengelola dana
otsus, ada kesan bahwa masyarakat hanya sebagai objek pelaksanaan Otsus di
Kabupaten Keerom.
Gambar 5.23Web Skor Tingkat Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus Kabupaten Keerom
Pelaksanaan anggaran dana Otsus belum diwujudkan secara baik selama ini
di Kabupaten Keerom, Program BK3 sebagai eksekutor dana otsus belum bekerja
secara maksimal. Sinergi pelaksanaan anggaran perlu di bangun antara BK3, SKPD,
lembaga pendidikan dan kesehatan maupun individu atau masyarakat. Skor
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I245
penilaian terhadap tranparansi pelaksanaan anggaran sebesar 26,11 persen
merupakan aspirasi ketidakpuasan individu atau masyakarat selama ini.
Tranparansi pada tahapan penatausahaan pengelolaan dana otsus dianggap
cukup memuaskan, skor penilaian yang di berikan oleh SKPD maupun lembaga
pendidikan dan kesehatan sebesar 58,34 persen. Artinya SKPD dan lembaga
pendidikan dan kesehatan sudah cukup transparan menyampaikan proses
penatausahaan atas kegiatan yang bersumber dari Otsus.
5.2.8.3 AKUNTABILITASAspek akuntabilitas pengelolaan dana otsus berdasarkan penilaian SKPD
dengan skor 0,6905 atau 69,05 persen, lembaga pendidikan dan kesehatan
memberikan penilaian sebesar 0,5714 atau 57,14 persen, sedangkan individu atau
masyarakat memberikan penilaian sebesar 0,2861 atau 28,61 persen.
SKPD telah mempertanggungjawabkan kinerjanya dalam pengelolaan dana
Otsus pada setiap tahapan sesuai aturan undang-undang. Pihak SKPD memberikan
penilai di atas 0,6000 (60 persen) atau “memuaskan” pada beberapa tahapan
pengelolaan dana otsus kecuali pada tahapan pelaksanaan anggaran.Pada tahap ini
skor penilaian SKPD hanya sebesar 0,3333 atau 33,33 persen masuk dalam kategori
tidak memuaskan.
Tabel 5.50Skor Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus Kabupaten KeeromFokus Pengelolaan Akuntabilitas
SKPD LPK IndividuPerencanaan 0,8333 0,2500 0,3000Penganggaran 0,6667 0,7500 0,2000Pelaksanaan Anggaran 0,3333 0,2500 0,2667Pengawasan dan Monitoring 0,6667 0,7500 0,3667Penatausahaan 0,8333 0,5000Pelaporan dan PI 0,6667 0,7500 0,3333Tindak Lanjut 0,8333 0,7500 0,2500Pencapaian 0,6905 0,5714 0,2861Prestasi B C D
Sumber: Hasil Survei (diolah), 2013
Lembaga pendidikan dan kesehatan memberikan penilaian tentang
akuntabilitas pengelolaan keuangan tertinggi pada tahapan penganggaran,
pengawasan dan monitoring, pelaporan dan pengawasan internal, serta tahapan
tindak lanjut dengan nilai masing-masing tahapan sebesar 0,7500 (75 persen).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I246
Sedangkan skor penilaian terendah diberikan pada tahapan perencanaan dan
pelaksanaan anggaran, masing-masing dengan nilai sebesar 0,2500 atau 25 persen
sehingga masuk dalam kategori tidak memuaskan.
Persepsi individu atau masyarakat tentang akuntabilitas pengelolaan dana
otsus tertinggi pada tahap pengawasan dan monitoring dengan nilai 0,3667 (36,67
persen) sedangkan penilaian persepsi terendah pada pengganggaran dengan nilai
0,2000 (20 persen). Jika diamati secara keseluruhan individu atau masyarakat
memberikan penilaian “tidak memuaskan” terhadap akuntabilitas pengelolaan dana
otsus pada setiap tahapan. Keadaan ini terlihat dari respon tertulis responden yang
menyatakan bahwa dana Otsus sudah masuk pada tingkat RT namun tidak dapat
memenuhi atau tidak sesuai dengan kebutuhan yang mereka harapkan. Ada pula
yang menyatakan bahwa selama ini kegiatan pembangunan di kampung yang
dibiayai oleh dana Otsus tidak dikoordinasikan baik dengan kepala kampung,
Bamuskam, ketua RT, dan tokoh masyarakat.
Gambar 5.24Web Skor Tingkat Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan
Dana Otonomi Khusus Kabupaten Keerom
Akuntabilitas pelaksanaan anggaran masih menjadi perhatian serius
pemerintah Kabupaten Keerom. Skor penilaian secara total atas akuntabilitas
pelaksanaan anggaran sebesar 28,33 persen. Sedangkan skor tertinggi untuk aspek
akuntabilitas pada tahap penantausahaan sebesar 66,67 persen. Berdasarkan hasil
indepth interview terhadap responden diketahui bahwa pelaksanaan anggaran otsus
selama ini masih berpedoman pada petunjuk teknis yang dibuat di tingkat provinsi.
Kondisi ini menyebabkan pelaksanaan anggaran tidak fleksibel dan masih kaku,
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I247
sehingga perlu dilakukan penyesuaian atau perubahan atas petunjuk teknis
pengelolaan anggarannya.
5.2.8.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIJumlah penduduk orang asli Papua lebih sedikit dibanding penduduk Non
Papua, perbandingan 40 persen orang asli Papua dan 60 persen Non Papua. Orang
asli Papua lebih banyak berdomisili pada kampung-kampung dan distrik di wilayah
terpencil, terisolir dan di sepanjang perbatasan. Orang asli Papua yang berada di
daerah perkotaan tersebar secara tidak merata pada kampung-kampung perkotaan.
Kegiatan sektor kesehatan seperti pembangunan puskesmas, pustu,
posyandu dengan menggunakan dana Otsus perlu mempertimbangkan wilayah
domisili orang asli Papua. Pembebasan biaya studi sebaiknya dilakukan khusus bagi
murid atau siswa asli Papua terutama suku asli Keerom mulai dari tingkat SD, SMP
sampai SMA atau SMK. Pembebasan biaya studi tidak harus berdasarkan sekolah
atau tingkatan pendidikan, karena bisa salah sasaran.
Keterlibatan semua pihak terutama masyarakat dalam pengelolaan dana
otonomi khusus masih sangat terbatas, mulai dari proses perencanaan hingga
tahapan evaluasi atau tindak lanjut. Berdasarkan isu stetegis yang disampaikan di
atas berikut direkomendasikan program atau kegiatan sebagai berikut:
1. Pendataan ulang penduduk Asli Papua di seluruh distrik baik yang berada
diwilayah perkotaan maupun wilayah terisolir, terpencil dan perbatasan;
2. Pembangunan Puskesmas, Pustu, Posyandu pada wilayah domisili orang asli
Papua;
3. Pembebasan biaya studi bagi murid atau siswa asli Papua terutama suku asli
Keerom;
4. Evaluasi dan monitoring penggunaan dana Otsus.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I248
5.2.9 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS KABUPATENMERAUKEPengelolaan Dana Otsus Kabupaten Merauke rata-rata cukup baik
sebagaimana yang terlihat dari prestasi yang dicapai ketiga stakeholder (SKPD,
Lembaga dan Individu). Di mana, pengelolaan dana Otsus pada SKPD mencapai
prestasi yang baik (“B”), pada lembaga pendidikan dan kesehatan (Sekolah, Rumah
Sakit dan Puskesmas) mencapai presetasi cukup baik (“C”), dan pada individu (tokoh
masyarakat dan rumah tangga) mencapai prestasi cukup baik (“C”).
Gambar 5.25Web Capaian Pengelolaan Dana Otsus Kabupaten Merauke
Secara terinci, dapat dilihat pengelolaan dana Otsus Kabupaten Merauke dari
aspek: Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas. Menurut ketiga stakeholder yakni:
SKPD, Lembaga dan Individu.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I249
5.2.9.1 PARTISIPASIPartispasi SKPD berdasarkan hasil survei terhadap responden yang berasal
dari SKPD teknis, tentang aspek partisipasi dalam pengelolaan dana Otsus, ternyata
cukup baik atau dapat dikatakan prestasinya “C”. Artinya, SKPD telah melibatkan
berbagai pihak dalam tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Dalam tahapan
perencanaan sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan skor capaian sebesar 0,83,
namun tahapan pelaporan dan pemeriksaan internal tidak baik dengan skor capaian
sebesar 0,33. Hal ini, disebabkan karena tidak ada rekomendasi dari pihakpemeriksa internal untuk diketahui oleh 50 (lima puluh) persen pegawai.
Tabel 5.51Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus SKPD
di Kabupaten Merauke
FOKUS PENGELOLAAN SKPD
Perencanaan 0,833Penganggaran 0,500Pelaksanaan Anggaran 0,667Pengawasan dan Monitoring 0,833Pelaporan dan PI 0,333Tindak Lanjut 0,667Jumlah Skor 3,833Maksimum 6,000Pencapaian 0,639Prestasi CSumber: Data Diolah, 2013
Partisipasi Lembaga. Survei terhadap responden, yang berasal dari lembaga
pendidikan (sekolah) dan lembaga kesehatan (puskesmas dan rumah sakit)
menunjukkan bahwa aspek partisipasi dalam pengeloaan dana Otsus, ternyata
cukup baik atau dapat dikatakan prestasinya “C”. Artinya lembaga telah dilibatkan
dalam tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Dalam tahapan penganggaran dinilai
baik, hal ini ditunjukkan dengan skor capaian sebesar 0,67, namun tahapan
pelaksanaan anggaran tidak baik dengan skor capaian sebesar 0,33. Hal ini,disebabkan karena lembaga (pihak sekolah, pihak rumah sakit dan pihakpuskesmas) tidak terlibat langsung dalam pengelolaan anggaran untukpembangunan atau renovasi gedung atau ruang baik di sekolah, rumah sakitdan puskesmas.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I250
Tabel 5.52Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Lembaga
di Kabupaten Merauke
FOKUS PENGELOLAAN LEMBAGA
Perencanaan 0,500Penganggaran 0,667Pelaksanaan Anggaran 0,333Pengawasan dan Monitoring 0,667Penatausahaan 0,667Pelaporan dan PI 0,500Tindak Lanjut 0,500Jumlah Skor 3,833Maksimum 7,000Pencapaian 0,548Prestasi CSumber: Data Diolah, 2013
Partispasi Individu. Hasil survei terhadap responden individu (tokoh
masyarakat dan rumah tangga), tentang aspek partisipasi dalam pengelolaan dana
Otsus, ternyata cukup memuaskan atau dapat dikatakan prestasinya “C”. Artinya,
tokoh masyarakat dan rumah tangga dilibatkan dalam tiap tahapan pengelolaan
dana Otsus. Dalam tahapan perencanaan cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan
skor capaian sebesar 0,695, namun tahapan pelaksanaan anggaran tidak baik
dengan skor capaian sebesar 0,367. Hal ini, disebabkan karena lembaga (pihaksekolah, pihak rumah sakit dan pihak puskesmas) tidak terlibat langsungdalam pengelolaan anggaran untuk pembangunan atau renovasi gedung atauruang baik di sekolah, rumah sakit dan puskesmas.
0,50
0,67
0,33
0,67
0,50
0,500.000.200.400.600.801.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoring
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
LEMBAGA C
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I251
Tabel 5.53Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Individu
di Kabupaten Merauke
FOKUS PENGELOLAAN INDIVIDU
Perencanaan 0,695Penganggaran 0,559Pelaksanaan Anggaran 0,367Pengawasan dan Monitoring 0,441Tindak Lanjut 0,661Jumlah Skor 2,723Maksimum 5,000Pencapaian 0,545Prestasi CSumber: Data Diolah, 2013
Perbandingan Partispasi SKPD, Lembaga dan Individu. SKPD telah
melaksanakan hampir semua tahapan pengelolaan dana Otsus secara baik,
Lembaga hanya terlibat pada tahapan perencanaan dan penganggaran, Individu
hanya terlibat pada tahapan perencanaan sebatas formalitas saja. Artinya, bahwa
pemerintah Kabupaten Merauke sebagai agen dalam pengelolaan dana Otsus,
belum sepenuhnya mampu melibatkan pemilik sumber daya, dalam hal ini lembaga
dan individu.
5.2.9.2 TRANSPARANSITransparansi SKPD berdasarkan hasil survei terhadap responden yang
berasal dari SKPD teknis, tentang aspek transparansi dalam pengelolaan dana
Otsus, ternyata baik atau dapat dikatakan prestasinya “B”. Artinya, SKPD telah
terbuka memberi informasi kepada berbagai pihak dalam tiap tahapan pengelolaan
dana Otsus. Hampir semua tahapan pengelolaan dana Otsus mencapai skor yang
sangat baik (0,833), hanya saja tahapan penganggaran dan pelaksanaan anggaran
yang mencapi skor yang baik (0,667) dan cukup baik (0,500). Dalam perencanaan,pengawasan dan monitoring sampai dengan tahapan tindak lanjut SKPDmemberikan informasi kepada masyarakat, namun tidak memberikan informasiberapa besar alokasi dana Otsus yang dikelola dan untuk membiayai apa saja.Hal ini disebabkan karena informasi tentang dana Otsus hanya diketahui levelpimpinan (Kepala SKPD, Kabid dan Kasie)
0,31
0,28
0,360.45
0,46
0.000.200.400.600.801.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoring
Tindak Lanjut
INDIVIDU C
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I252
Tabel 5.54Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus SKPD
di Kabupaten Merauke
FOKUS PENGELOLAAN SKPD
Perencanaan 0,833Penganggaran 0,667Pelaksanaan Anggaran 0,500Pengawasan dan Monitoring 0,833Penatausahaan 0,833Pelaporan dan PI 0,833Tindak Lanjut 0,833Jumlah Skor 5,333Maksimum 7,000Pencapaian 0,762Prestasi BSumber: Data Diolah, 2013
Survei terhadap responden, yang berasal dari lembaga pendidikan (sekolah)
dan lembaga kesehatan (puskesmas dan rumah sakit) menunjukkan bahwa aspek
transparansi dalam pengeloaan dana Otsus, ternyata cukup memuaskan atau dapat
dikatakan prestasinya “C”. Artinya lembaga telah menerima informasi dalam tiap
tahapan pengelolaan dana Otsus. Lembaga menilai tahapan perencanaan tidak
terbuka ini ditunjukkan dengan skor capaian sebesar 0,333, namun yang menjadi
aneh pada tahapan penganggaran yang dinilai baik dengan skor capaian sebesar
0,667. Hal ini, disebabkan karena dinas (SKPD) menyusun program dankegiatan tidak memberikan informasi kegiatan apa saja yang dapat dibiayaidari dana otsus, sehingga pihak sekolah, puskesmas dan rumah sakit tidakmengetahui kegiatan apa saja yang dapat diusulkan untuk memperoleh alokasidana otsus.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I253
Tabel 5.55Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Lembaga
di Kabupaten Merauke
FOKUS PENGELOLAAN LEMBAGA
Perencanaan 0,333Penganggaran 0,667Pelaksanaan Anggaran 0,500Pengawasan dan Monitoring 0,500Penatausahaan 0,667Pelaporan dan PI 0,667Tindak Lanjut 0,500Jumlah Skor 3,833Maksimum 7,000Pencapaian 0,548Prestasi CSumber: Data Diolah, 2013
Hasil survei terhadap responden individu (tokoh masyarakat dan rumah
tangga), tentang aspek transparansi dalam pengelolaan dana Otsus, ternyata cukup
baik atau dapat dikatakan prestasinya “C”. Artinya, tokoh masyarakat dan rumah
tangga mengetahui tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Dalam tahapan
perencanaan individu menilai cukup baik dengan skor capaian 0,525 sedangkan
dalam tahapan pelaksanaan anggaran dan tindak lanjut tidak baik, dengan skor
capaian sebesar 0,356. Individu senantiasa mengetahui tentang pelaksanaan
Musrenbang, tetapi Individu tidak pernah mengtahui bahwa ada tindak lanjut
terhadap pihak yang melakukan penyalhgunaan dana Otsus. Hal ini, disebabkankarena tokoh masyarakat dan rumah tangga melihat yang terjadi denganprogram respek bahwa ada penyalahgunaan dana yang diketahui oleh semuapihak tetapi tidak ada sikap dan aturan bagaimana sanksi bagi pelakunya.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I254
Tabel 5.56Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus Individu
di Kabupaten Merauke
FOKUS PENGELOLAAN INDIVIDU
Perencanaan 0,525Penganggaran 0,525Pelaksanaan Anggaran 0,483Pengawasan dan Monitoring 0,559Tindak Lanjut 0,356Jumlah Skor 2,449Maksimum 5,000Pencapaian 0,490Prestasi CSumber: Data Diolah, 2013
SKPD tidak transparan pada tahapan pelaksanaan anggaran, Lembaga tidak
mengetahui perencanaan yang disusun oleh SKPD (dinas terkait), Individu tidak
mengetahui tindak lanjut yang dilakukan terhdap pihak yang menyalahgunakan dana
Otsus.Artinya, bahwa pemerintah Kabupaten Merauke sebagai agen informasi dalam
pengelolaan dana Otsus, belum sepenuhnya mampu memberikan informasi kepada
pemilik sumber daya, dalam hal ini lembaga dan individu.
5.2.9.3 AKUNTABILITAS
Berdasarkan hasil survei terhadap responden yang berasal dari SKPD
teknis, tentang aspek akuntabilitas dalam pengelolaan dana Otsus, ternyata
memuaskan atau dapat dikatakan prestasinya “B”. Artinya, SKPD telah menyusun
pertanggungjawaban ke berbagai pihak dalam tiap tahapan pengelolaan dana Otsus.
Hampir semua tahapan pengelolaan dana Otsus mencapai skor yang sangat baik
dan baik, hanya tahapan pelaksanaan anggaran yang dinilai cukup baik dengan skor
capaian sebesar 0,5000. Dimana, SKPD mebuat dokumen URD dan RD dan setiap
tahun melaksanakan kegiatan yang bersumber dari dana otsus serta melibatan
pengusaha asli Papua sesuai amanat Perpres No.84 tahun 2012.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I255
Tabel 5.57Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus SKPD
di Kabupaten Merauke
FOKUS PENGELOLAAN SKPD
Perencanaan 0,833Penganggaran 0,833Pelaksanaan Anggaran 0,500Pengawasan dan Monitoring 0,667Penatausahaan 0,833Pelaporan dan PI 0,833Tindak Lanjut 0,833Jumlah Skor 5,333Maksimum 7,000Pencapaian 0,762Prestasi BSumber: Data Diolah, 2013
Survei terhadap responden, yang berasal dari lembaga pendidikan (sekolah)
dan lembaga kesehatan (puskesmas dan rumah sakit) menunjukkan bahwa aspek
akuntabilitas dalam pengeloaan dana Otsus, ternyata cukup memuaskan atau dapat
dikatakan prestasinya “C”. Artinya lembaga bertanggungjawab dalam tiap tahapan
pengelolaan dana Otsus. Dalam tahapan pelaporan dan pemeriksaan internal dinilai
sangat baik dengan skor capaian sebesar 0,833, namun tahapan tindak lanjut dinilai
cukup baik dengan skor capaian sebesar 0,500. Lembaga bersedia diperiksa internal
oleh pihak yang berwenang, namun hanya sebatas pemeriksaan tanpa ada tindak
lanjut. Hal ini, disebabkan karena tidak ada aturan yang diberlakukan untukmenindaklanjuti.
0,83
0,83
0,50
0,67
0,83
0,83
0,83
0.000.200.400.600.801.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoringPenatausahaan
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
SKPD B
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I256
Tabel 5.58Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Lembaga
di Kabupaten Merauke
FOKUS PENGELOLAAN LEMBAGA
Perencanaan 0,667Penganggaran 0,500Pelaksanaan Anggaran 0,500Pengawasan dan Monitoring 0,500Penatausahaan 0,667Pelaporan dan PI 0,833Tindak Lanjut 0,500Jumlah Skor 4,167Maksimum 7,000Pencapaian 0,595Prestasi CSumber: Data Diolah, 2013
Hasil survei terhadap responden individu (tokoh masyarakat dan rumah
tangga), tentang aspek akuntabilitas dalam pengelolaan dana Otsus, ternyata tidak
memuaskan atau dapat dikatakan prestasinya “D”. Artinya, tokoh masyarakat dan
rumah tangga mengetahui tiap tahapan pengelolaan dana Otsus. Individu menilai
tahapan perencanaan dengan skor capaian sebesar 0,610 dibanding tahapan
lainnya dengan skor capaian yang dinilai tidak baik. Hal ini, disebabkan karenatokoh masyarakat dan rumah tangga membuat perencanaannya. Tetapi, tidakmengetahui berapa besar alokasi dana otsus yang diterima, kepada siapadialokasikan dan untuk kegiatan apa, sehingga hanya bisa berperan sebagaipenonton pada tahap setelah perencanaan.
0,67
0,50
0,50
0,500,67
0,83
0,50
0.000.200.400.600.801.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoringPenatausahaan
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
LEMBAGA C
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I257
Tabel 5.59Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus Individu
di Kabupaten Merauke
FOKUS PENGELOLAAN INDIVIDU
Perencanaan 0,610Penganggaran 0,339Pelaksanaan Anggaran 0,333Pengawasan dan Monitoring 0,136Pelaporan dan PI 0,356Tindak Lanjut 0,271Jumlah Skor 2,045Maksimum 6,000Pencapaian 0,341Prestasi DSumber: Data Diolah, 2013
Perbandingan Akuntabilitas, Lembaga dan Individu. SKPD sudah
akuntabilitas, Lembaga menilai tahapan tindak lanjut belum dilaksanakan, Individu
membuat perencanaan dan tahapan setelah perencanaan, tidak ada penganggaran
yang dibuat. Artinya, bahwa pemerintah Kabupaten Merauke sebagai agen dalam
pengelolaan dana Otsus, belum sepenuhnya mampu membuat pertanggungjawaban
kepada pemilik sumber daya, dalam hal ini lembaga dan individu.
5.2.9.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIIsu–Isu Strategis1. Alokasi dana otsus untuk bidang pendidikan jika dilihat rata-rata per tahun belum
memenuhi amanat Undang-Undang Otsus Papua.
2. Pelaksanaan Otsus di Kabupaten Merauke belum transparan. Hal ini disebabkan
dari dana-dana Otsus yang mengalir ke Kabupaten Merauke belum
disosialisasikan peruntukannya kepada masyarakat.
3. Komunikasi dan informasi juga belum optimal antara SKPD teknis di Kabupaten
Merauke dan Lembaga (Pendidikan dan Kesehatan) penerima manfaat dana
Otsus.
4. Pelaksanaan Anggaran di Kabupaten Merauke, belum melibatkan Pengusaha
Asli Papua untuk melaksanakan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus,
sebagaimana diatur dalam Perpres No. 84 tahun 2012.
0.61
0.34
0.33
0.140.36
0.27
0.000.200.400.600.801.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoring
PemeriksanaanInternal
Tindak Lanjut
INDIVIDU D
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I258
Rekomendasi1. Perlu disusun regulasi yang mengatur tentang alokasi dan pengelolaan dana
Otsus
2. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masayarakat tentang alokasi dana Otsus dan
peruntukkannya.
3. Perlu dilakukan sosialisasi tentang Perpres No. 84 tahun 2012 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Rangka Percepatan Pembangunan
Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat.
5.2.10 ANALISIS PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS KOTA JAYAPURABerdasarkan WEB pengelolaan dana Otsus secara total menunjukkan bahwa
dari 7 aspek mencapai nilai di atas 79 persen. Atau mencapai prestasi “A” artinya
pengelolaan Dana Otsus di Kota Jayapura secara total sangat baik dari sisi
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring,
penatausahaan, pelaporan & PI, serta tindak lanjut jika ada temuan.
Menurut responden bahwa semua regulasi untuk mengelola dana Otsus
sudah di tetapkan oleh pemerintah provinsi dan pelaksanaannya dilaksanakan oleh
SKPD di kota. Hal ini juga tercermin pada pemberian proyek kepada pengusaha
OAP. Mereka yang trackrecordnya baik akan dibina guna mendapatkan
kegiatan/proyek.
Gambar 5.26Web Capaian Pengelolaan Dana Otsus Kota Jayapura
0.9333
0.8667
0.7333
0.8000
1.0000
0.7333
0.7333
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoringPenatausahaan
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I259
Secara umum pengelolaan dana Otonomi Khusus di Kota Jayapura ditinjau
dari aspek Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas “Sangat Memuaskan”. Hal ini
berarti bahwa secara umum pengelolaan dana otonomi khusus sangat partisipatif,
sangat Transparansi dan sangat akuntabilitas.
Namun penilaian responden yakni SKPD, Lembaga dan Masyarakat agak
bervariasi dan akan dibahas perkelompok responden berikut ini.
5.2.10.1 PARTISIPASITabel 5.60
Capaian dan Prestasi Aspek Partisipasi PengelolaanDana Otsus Kota Jayapura
FOKUS PENGELOLAAN ASPEK PENGELOLAANSKPD Lembaga Masyarakat
Perencanaan 1,0000 0,8333 0,8276Penganggaran 0,8000 0,3333 0,5690Pelaksanaan Anggaran 0,8000 0,3333 0,7759Pengawasan dan Monitoring 0,8000 0,5000 0,6207Penatausahaan - 0,8333 -Pelaporan dan PI 0,2000 0,5000 -Tindak Lanjut 1,0000 0,6667 0,6552Jumlah Skor 4,6000 4,0000 3,4483Maksimum 6,0000 7,0000 5,0000Pencapaian 0,7667 0,5714 0,6897Prestasi B C BSumber: Data Primer diolah 2013
Hasil analisis menunjukkan bahwa Tingkat Partisipasi Dalam Perencanaan
Penggunaan Dana Otsus pada tingkat SKPD di Kota Jayapura menunjukkan angka
100 persen atau sangat memuaskan.Hal ini berarti dari aspek perencanaan
penggunaan Dana Otsus selama ini sangat baik. Hal yang sama juga diikuti dari
aspek tindak lanjut menunjukkan angka yang sama, artinya tindak lanjut terhadap
temuan BPK sangat baik. Penganggaran, pelaksanaan serta pengawasan mencapai
angka 80 persen berarti sangat baik.Hal ini terbukti dengan hasil wawancara dengan
responden sebagai berikut:
- Tingkat partisipasi pada SKPD karena selalu melibatkan OAP dalam penyusunan perencanaan kegiatan yangmenggunakan dana Otsus, khususnya 8 OAP yang ada di SKPD
- Tidak semua dana otsus digunakan untuk kegiatan yang menyentuh OAP, tetapi dampaknya terhadap seluruhwarga kota jayapura,
- Tidak ada mekanisme pengaduan masyarakat dan biasanya hanya di internal SKPD saja.(Sekret. Dinkes Kota, Sekret Bappeda)
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I260
0.8333
0.3333
0.3333
0.5000
0.5000
0.6667
0.000.200.400.600.801.00
Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan Monitoring
Pelaporan danPI
Tindak Lanjut
PARTISIPASI Lembaga = C
Gambar 5.27WEB Capaian Tingkat Partisipasi pada SKPD, Lembaga dan Masyarakat
Hal yang sama juga diikuti dari aspek tindak lanjut menunjukkan angka yang
sama, artinya tindak lanjut terhadap temuan BPK sangat baik. Penganggaran,
pelaksanaan serta pengawasan menunjukkan angka 80 persen berarti sangat baik.
Selanjutnya aspek pelaporan & pengawasan internal pengelolaan dana Otsusmendapat nilai 0,2000 berarti sangat tidak memuaskan. Ini berarti partisipasi
dalam pelaporan & Pengawasan Internal sangat buruk di tingkat SKPD. Aspek ini
berpengaruh sehingga pada pencapaian Partisipasi adalah 0.7667 ini berarti tingkat
partisispasi di tingkat SKPD baik. Hal ini menjadi perhatian ke depan dalam proses
pelaksanaan Otsus.
Partisipasi di tingkat Lembaga. Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kota
Jayapura dalam aspek pengelolaan Dana Otsus menunjukkan prestasi nilai C,
seperti ditunjukkan pada WEB di atas. Aspek Partisispasi dalam pengelolaan Dana
Otsus mencapai nilai 0,571 dengan Prestasi (C), maka dikatakan Cukup
1.0000
0.8000
0.8000
0.8000
0.2000
1.0000
0.000.200.400.600.801.00
Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan Monitoring
Pelaporan danPI
Tindak Lanjut
PARTISIPASI SKPD = B
0.8276
0.5690
0.77590.6207
0.65520.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00Perencanaan
Penganggaran
Pelaksanaan AnggaranPengawasan danMonitoring
Tindak Lanjut
PARTISIPASI Masyarakat = B
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I261
memuaskan. Hal yang paling baik pada aspek partisipasi adalah perencanaan dan
Penataausahaan. Sedangkan fokus lainnya berada di bawah 6 persen. Pada aspek
Transparansi pengelolaan Dana Otsus mencapai nilai 0,429 dengan Prestasi C,
maka dapat dikatakan Cukup Memuaskan. Fokus Pengelolaan pada Aspek yang
mendapat nilai baik adalah pada aspek Pengganggaran adalah 0,6667, sedangkan
aspek perencanaan, pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring masing-
masing mendapat nilai sebesar 0,5000 atau Cukup. Selebihnya fokusnya
memberikan nilai tidak memuaskan. Artinya foku-fokus ini menurut Responden
lembaga pendidikan dan kesehatan kurang memuaskan dan bermasalah. Kondisi ini
jika dihubungkan dengan data sampel lapangan pada lembaga menyatakan bahwa:
Selanjutnya sampel pendidikan menyatakan bahwa dari sisi Partisipasidalam perencanaan “pada saat musrembang di distrik seharusnya kamidiundang untuk menyatakan pikiran akan dunia pendidikan/program kerja”.Kami tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan program tetapi hanya dimintamasukan proposal saja”.
Kondis ini mencerminkan bahwa pada saat dilakukan musrembang kampung
dan distrik belum melibatkan semau stackholder yang ada di wilayah kampung.
Terutama lembaga-lembaga pengguna dana otonomi khusus. Hal ini menjadi
perhatian pengelola dana otsus terutama pihak SKPD terkait. Selain itu, proses
musrembang perlu dilakukan dengan benar artinya mencari mekanisme yang
membuat semua stackholder mengemukakan pendapat baik lisan maupun tertulis
dan sangat perlu menghindari diri dari forum hanya sekedar memenuhi persyaratan.
Partisipasi di tingkat Masyarakat. Partisipasi sangat penting karena
mengandung aspek dasar kemanusiaan. Semua orang ingin dihargai melalui peran
dan partisipasi mereka dan semua orang ingin berperan dalam kegiatan apa pun
yang secara langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Dalam era Otonomi
Khusus di Tanah Papua, Pemerintah Provinsi Papua melakukan kebijakan
kependudukan dalam bentuk kebijakan afirmatif untuk mempercepat partisipasi
penduduk asli Papua di semua sektor pembangunan, termasuk dalam bentuk orang-
- Setiap tahun anggaran kami dapat alokasi dana Otonomi Khusus, tetapi hanya pernahsekali dilibatkan dalam proses penyusunan rencana.
- Biaya yang digunakan untuk membangun bidang kesehatan tidak pernahdisampaikan/dilaporkan kepada kami di puskesmas
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I262
orang asli Papua memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk memperoleh
pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan (Pasal 61 dan 62, UU 21/2001).
Partisipasi masyarakat Papua khususnya di Kota Jayapura di dalam tahap
perencanaan dan managemen pembangunan diupayakan lebih terlembaga,
sehingga rencana dan program pembangunan dapat disesuaikan dengan
kebutuhan-kebutuhan daerah dan kelompok yang beraneka ragam, yang pada
akhirnya memungkinkan terumuskannya program-program yang lebih realistis dan
efektif. Hasil pengolahan data kuesioner tentang pendapat masyarakat, lembaga
kesehatan, dan beberapa lembaga pemerintah di Kota Jayapura terhadap Partisipasi
masyarakat yang sebesar-besarnya dilaksanakan dalam perencanaan, pelaksanaan
dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan
pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, pemuda, kelompok
usaha lokal dan kaum perempuan dapat dilihat pada pembahasan berikut ini. Berikut
ini akan ditampilkan WEB Tingkat Partisipasi masyarakat Distrik Muara Tami dalam
menjalankan program dan kegiatan yang dibaiyai Dana Otonomi Khusus.
Pada tahap perencanaan merupakan tahapan awal yang dilakukan oleh
pemerintah daerah dalam mencari, mengetahui, merumuskan apa saja yang menjadi
kebutuhan masyarakat untuk dijadikan program dan kegiatan kerja yang diharapkan
dapat mensejahterakan masyarakat. Pertanyaan diajukan untuk mendapatkan
persepsi masyarakat tentang perencanaaan pengelolaan dana Otsus di Kota
Jayapura, yaitu apakah mereka diundang untuk hadir dalam Musyawarah Rencana
Pembangunan Daerah (Musrenbang) di level pemerintahan Distrik atau Kampung.
Dari hasil survei yang dilakukan terhadap masyarakat terlihat skor yang
dicapai sebesar 0,6987 atau 69,87 persen untuk penilaian masyarakat, dan Prestasi
yang dicapai adalah B. Prestasi tersebut mencerminkan tingkat partisipasi
masyarakat dalam ikut terlibat merencanakan program dan kegiatan yang berasal
dari penggunaan dana Otsus Memuaskan, dalam arti Baik. Berarti musrembang
yang selama ini dilakukan dapat melibatkan seluruh komponen masyarakat yang ada
di kota Jayapura.
Aspek Pengelolaan yang belum optimal pada Fokus Pengelolaan padatahap partisispasi ini adalah “Penganggaran, Pengawasan dan Monitoring,serta Tindak lanjut. Diharapkan Ke depan aspek-aspek ini menjadi perhatian
perbaikan agar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I263
5.2.10.2 TRANSPARANSITingkat Transparansi pada responden SKPD menunjukkan pencapaian
0,8857 dengan Prestasi A. Ini berarti bahwa menurut pihak SKPD bahwa
pengelolaan dana Otsus sangat transparan serta terbuka bagi semua stackholder
yang berkepentingan.
Tabel 5.61Capaian dan Prestasi Aspek Transparansi Pengelolaan
Dana Otsus Kota JayapuraFOKUS
PENGELOLAANASPEK PENGELOLAAN
Transparansi SKPD Transparansi Lembaga Transparansi MasyarakatPerencanaan 0,8000 0,5000 0,6897Penganggaran 1,0000 0,6667 0,5517Pelaksanaan Anggaran 0,8000 0,5000 0,3793Pengawasan danMonitoring 0,8000 0,5000 0,8276
Penatausahaan 1,0000 0,3333 -Pelaporan dan PI 1,0000 0,3333 -Tindak Lanjut 0,8000 0,1667 0,1207Jumlah Skor 6,2000 3,0000 2,5690Maksimum 7,0000 7,0000 5,0000Pencapaian 0,8857 0,4286 0,5138Prestasi A C CSumber: Data Primer diolah 2013
Ada 3 aspek yang transparansi mencapai 100 persen yakni
penganggaran, penatausahaan, pelaporan & Pengawasan Internal. Ini berarti
Tingkat transparansi pengelolaan dana Otsus menurut SKPD sangat transparan. Hal
ini terbukti dengan pencapaian 89 persen dan prestasi A. Hal ini juga terbukti, ketika
ada temuan BPK, selalu ada tindak lanjut dari pejabat SKPD, terutama membahas
temuan dan biasanya dipimpin kepala Bappeda. Hal ini searah dengan wawancara
dengan pihak SKPD Kota Jayapura seperti berikut.
Lembaga = C
- Monitoring kegiatan Otsus selalu dilakukan oleh Bappeda- Hasil Monitoring selalu dilaporkan langsung ke Wali Kota.- Publik menilai bahwa Otsus gagal, karena itu perlu dilakukan skala-skala prioritas,
dan pengukuran capaian perbidang(Sek. Bappeda)
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I264
Gambar 5.28WEB Capaian Tingkat Transparansi pada SKPD, Lembaga dan Masyarakat
Transparansi merupakan upaya yang secara sengaja menyediakan semua
informasi yang mampu dirilis secara legal baik positif maupun negatif secara akurat,
tepat waktu, seimbang, dan tegas, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan
penalaran publik dan mempertahankan tanggung jawab organisasi atas tindakan,
kebijakan, dan praktiknya.
Penilaian dari Lembaga Pendidikan dan Kesehatan terhadap tingkat
transparansi pengelolaan dana Otsus mendapat capaian 43 persen atau prestasi C
(cukup memuaskan). Penilaian paling buruk terjadi pada Tindak Lanjut mencapai 17
persen atau sangat tidak memuaskan. Hal ini berarti menurut lembaga bahwa tindak
lanjut dari permasalahan pengelolaan dana otsus selama ini kurang mendapat
respon perbaikan yang berarti. Oleh karena itu, ke depan sangat perlu mendapat
0.80001.0000
0.8000
0.80001.0000
1.0000
0.8000
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan
Monitoring
Penatausahaan
Pelaporan danPI
Tindak Lanjut
SKPD = A
0.5000
0.6667
0.5000
0.50000.3333
0.3333
0.1667
0.000.200.400.600.801.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan
Monitoring
Penatausahaan
Pelaporan danPI
Tindak Lanjut
Lembaga = C
0.6897
0.5517
0.3793
0.8276
0.12070.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoring
Tindak Lanjut
Masyarakat = C
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I265
perhatian perbaikan. Selanjutnya penilaian dari individu mewakili masyarakat tidak
berbeda jauh dengan penilaian dari lembaga.
Penilaian masyarakat terhadap tingkat transparansi dalam tahap
perencanaan mencapai skor 0,6897 atau 68,97 persen, capaian ini menggambarkan
pada tahap perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus sudah
Baik atau memuaskan, contohnya dalam kegiatan Musrenbang di Kota Jayapura
sudah dilaksanakan cukup terbuka kepada semua komponen masyarakat.
Selanjutnya Fokus pengelolaan yang memberikan kontribusi kepada tingkat
transparansi terbesar adalah hanya pada Pengawasan dan Monitoring mencapai
skor sebesar 0,8276 atau 83 persen. Selebihnya mencapai skor di bawah 60 persen.
Hal ini sangat terbukti dengan capaian 0,5138 atau 51 persen dengan Prestasi C.
Artinya transparansi selama pengelolaan dana Otonomi Khusus di pandang Cukupmemuaskan.
Ada beberapa Fokus pengelolaan yang masih perlu mendapat perhatian
serius dalam perbaikan pada aspek transparansi adalah tinjaklanjut (0,121 persen),
dan pelaksanaan (0,379 persen).
5.2.10.3 AKUNTABILITASKonsep Akuntabilitas merupakan konsep tata kelola pemerintahan yang
baik (good government governance). Akuntabilitas dapat memungkinkan masyarakat
memperoleh informasi yang mereka butuhkan untuk menilai apakah tindakan
pemerintah didasarkan pada nilai-nilai penting dari tata pemerintahan yang baik,
seperti efektivitas, integritas, demokrasi, dan transparansi.
Akuntabilitas dapat menjembatani kesenjangan informasi antara pemerintah
daerah dengan publik. Kesenjangan informasi yang sedikit akan memperbaiki
komunikasi antara pemerintah daerah dan publik sehingga menghasilkan hubungan
yang baik serta mendorong untuk terciptanya rasa percaya publik kepada
pemerintah daerah. Oleh karena itu, akuntabilitas dapat digunakan oleh pemerintah
daerah untuk menunjukkan legitimasi mereka guna memperoleh dukungan dari
masyarakat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I266
Tabel 5.62Capaian dan Prestasi Aspek Akuntabilitas Pengelolaan
Dana Otsus Kota JayapuraFokus Penelitian SKPD Lembaga Masyarakat
Perencanaan 1,0000 0,5000 0,6897Penganggaran 0,8000 0,6667 0,6207Pelaksanaan Anggaran 0,6000 0,3333 0,3684Pengawasan danMonitoring 0,8000 0,5000 0,2241
Penatausahaan 1,0000 0,8333 -Pelaporan dan PI 1,0000 0,3333 0,2586Tindak Lanjut 0,4000 0,3333 0,1552Jumlah Skor 5,6000 3,5000 2,3167Maksimum 7,0000 7,0000 6,0000Pencapaian 0,8000 0,5000 0,3861Prestasi A C D
Sumber : Data Primer diolah 2013
Analisis SKPD. Dari Hasil analisis secara keseluruhan fokus peneglolaan
Dana otsus untuk Akuntabilitas pada SKPD dalam penyusunan Perencanaan, dan
Penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Pengawasan dan Monitoring,
Penatausahaan, Pelaporan dan PI, dan Tindak Lanjut dalam keterlibatan SKPD
maka hasil analisis adalah pencapaiannnya rata-ratanya pendapat SKPD untuk olah
data SKPD adalah 0.800 (0,80) dengan Prestasi (A), maka dikatakan Sangatmemuaskan. Menurut Penilaian SKPD bahwa Akuntabilitas pada proses
perencanaan, penatausahaan serta Pelaporan dan PI mencapai 100 persen atau
sangat baik.
Selanjutnya penganggaran, pengawasan dan monitoring dalam pelaksanaan
dana otsus mencapai 80 persen. Artinya 2 aspek ini Memuaskan. Hal ini terbukti
dengan pencapaian 80 persen dengan prestasi “A”. Sedangkan pada aspek tindak
lanjut ditinjau dari sisi akuntabilitas mencapai nilai 40 persen atau cukup
memuaskan. Aspek ini perlu mendapat perhatian.
Analisis Lembaga. Lembaga Pendidikan dan kesehatan di Kota Jayapura
dalam aspek pengelolaan Dana otsus untuk partisipasi, pendapat Lembaga
Pendidikan dan kesehatan meninjukkan prestasi nilai C, hal ini seperti ditunjukkan
pada WEB di atas. Berikut ini akan diuraikan masing-masing Aspek seperti berikut.
Aspek Partisispasi dalam pengelolaan Dana Otsus mencapai nilai 0,571 dengan
Prestasi (C), maka dikatakan Cukup memuaskan. Hal yang paling baik pada aspek
partisipasi adalah perencanaan dan Penataausahaan. Sedangkan fokus lainnya
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I267
berada di bawah 6 persen. Pada aspek Transparansi pengelolaan Dana otsus
mencapai nilai 0,429 dengan Prestasi C, maka dapat dikatakan Cukup Memuaskan.
Fokus Pengelolaan pada Aspek yang mendapat nilai baik adalah pada aspek
Pengganggaran sebesar 0,6667, sedangkan aspek perencanaan, pelaksanaan
anggaran, pengawasan dan monitoring masing-masing mendapat nilai sebesar
0,5000 atau Cukup. Selebihnya fokusnya memberikan nilai tidak memuaskan.
Artinya foku-fokus ini menurut Responden lembaga pendidikan dan kesehatan
kurang memuaskan dan bermasalah.
Selanjutnya Akuntabilitas mencapai Nilai sebesar 0,500 maka Prestasinya adalah
= C. pada aspek Akuntabilitas ini fokus pengelolaan yang memberi kontribusi sangat
memuaskan hanya pada Fokus pengelolaan pada Panatausahaan sebesar 0,8333,
diikuti oleh penganggaran sebesar 0,666. Sedangkan fokus pengelolaan lainnya
hanya berada di bawah 0,500. Kondisi ini jika dihubungkan dengan data sampel
lapangan pada lembaga menyatakan bahwa:
Selanjutnya sampel pendidikan menyatakan bahwa dari sisi Partisipasidalam perencanaan “pada saat musrembang di distrik seharusnya kamidiundang untuk menyatakan pikiran akan dunia pendidikan/program kerja”.Kami tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan program tetapi hanya dimintamasukan proposal saja”.
Kondisi ini mencerminkan bahwa pada saat dilakukan musrembang
kampung dan distrik belum melibatkan semau stackholder yang ada di wilayah
kampung. Terutama lembaga-lembaga pengguna dana otonomi khsus. Hal ini
menjadi perhatian pengelola dana Otsus terutama pihak SKPD terkait.
Dari hasil survei yang dilakukan terlihat skor yang dicapai sebesar 0,3861atau 38,61 persen untuk penilaian masyarakat, dan Prestasi yang dicapai adalah
Nilai “D”. Artinya tingkat akuntabilitas pengelolaan Dana Otonomi Khusus diKota Jayapura Tidak memuaskan. Prestasi tersebut mencerminkan tingkat
akuntabilitas pemerintah dalam menyediakan informasi dan data yang “tidakmemuaskan” kepada masyarakat umum. Terutama informasi menyangkut
- Setiap tahun anggaran kami dapat alokasi dana Otonomi Khusus, tetapi hanyapernah sekali dilibatkan dalam proses penyusunan rencana.
- Biaya yang digunakan untuk membangun bidang kesehatan tidak pernahdisampaikan/dilaporkan kepada kami di puskesmas
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I268
pelaporan pengelolaan dana otonomi khusus kepada masyarakat publik. Artinya
peloparan terhadap penggunaan dana otonomi khusus pada daerah sampel tidak
akuntabel kepada masyarakat. Dengan perkataan lain bahwa informasi tentang
pengelolaan Dana Otsus tidak dipublikasikan.
Gambar 5.29WEB Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus di Kota Jayapura
Aspek Pengelolaan yang belum optimal pada Fokus Pengelolaan pada tahap
akuntabilitas adalah “Tindak lanjut (0,1552), Pengawasan dan Monitoring (0,2241),
Pemeriksaan Internal (0,2586). Artinya akuntabilitas sampai saat ini belum dianggap
menjadi kebutuhan masyarakat oleh pemerintah daerah.
0.5000
0.6667
0.3333
0.5000
0.8333
0.3333
0.3333
0.000.200.400.600.801.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoringPenatausahaan
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
Lembaga = C
0.6897
0.6207
0.3684
0.2241
0.2586
0.15520.000.200.400.600.801.00
Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoring
PemeriksanaanInternal
Tindak Lanjut
1.0000
0.8000
0.6000
0.8000
1.0000
1.0000
0.40000.000.200.400.600.801.00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan MonitoringPenatausahaan
Pelaporan danPI
Tindak Lanjut
SKPD = A
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I269
5.2.10.4 Isu Strategis dan RekomendasiIsu Strategis1. Menurut Penilaian Lembaga dan Masyarakat bahwa Tingkat Partisipasi,
Transparansi serta Akuntabilitas dalam pengelolaan dana Otsus kurang
memuaskan masyarakat terutama OAP sebagai objek. Dalam Perencanaan
yang dilakukan melalui musrembang kampung dan musrembang distrik tidak
melibatkan lembaga pendidikan dan kesehatan dalam proses perencanaan awal.
2. Masyarakat lebih banyak dilibatkan dalam prses perencanaan penggunaan dana
Respek daripada Dana Otsus.
3. Informasi tentang belanja Respek lebih mudah diperoleh masyarakat daripada
belanja Pemerintah Menggunakan dana Otsus.
4. Masyarakat yang berdomisili di pinggiran kota dan bahkan pedalaman tidak
mengetahui tentang dana otonomi khusus yang diperuntukkan bagi masyarakat
asli Papua (indigenous peoples);
Rekomendasi1. Sangat perlu melibatkan lembaga pengguna dana Otsus untuk melakukan
Perencanaan mulai dari musrembang kampung dan musrembang distrik sampai
di tingkat Kota Jayapura.
2. Dalam penyususan URD, Bapeda perlu melibatkan SKPD pengguna dana Otsus
dan pembahasan URD harus ada konsistensi alokasi terhadap sektor prioritas
yang diamanatkan dalam UU 21 tahun 2001.
3. Untuk keterbukaan informasi, setiap pengguna dana Otsus wajib menyajikan
informasi tentang dana Otsus yang digunakan melalui papan informasi.
4. Pemerintah Daerah perlu membuat regulasi tentang pengelolaan dana Otsus
untuk mengakomidir ke-khusus-an Masyarakat Asli Papua.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I270
5.3 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS BERDASARKANTIPOLOGI WILAYAHBerdasarkan sampel wilayah yang telah ditetapkan sebagai daerah
pengamatan terhadap lokus penelitian, maka berikut ini akan dianalisis capaian dari
tiga (3) aspek pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua berdasarkan 3 Tipologi
Wilayah.
5.3.1 PartisipasiCapaian Partisipasi SKPD Berdasarkan Tipologi Wilayah
Partisipasi di tingkat SKPD dalam mengelola dana Otonomi Khusus
berdasarkan Tipologi Wilayah dapat ditunjukkan pada. Dari hasil olahan data yang
ditampilkan pada tabel tersebut menunjukkan prestasi di Wilayah Pegunungan
Cukup Memuaskan atau nilai “C”, di wilayah Sulit Akses Memuaskan atau nilai“B”, dan di wilayah Mudah Akses juga Memuaskan atau nilai “B”. Namun Fokus
Pengelolaan yang belum optimal di ke-3 tipologi wilayah adalah pada “Pelaporandan Pengawasan Internal”. Kekurangan yang paling menonjol pada fokus ini adalah
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai dengan dana Otsus
belum secara terbuka di sampaikan kepada semua pihak. Dalam Pengelolaan Dana
Otsus ternyata belum banyak masyarakat mendapat akses informasi penggunaan
dana Otsus. Hal ini diduga sebagai salah satu faktor yang memicu penilaian
masyarakat terhadap Otsus di Papua selalu gagal. Sehingga sangat perlu menjadi
perhatian perbaikan ke depan di semua wilayah.
Selanjutnya Fokus yang juga masih perlu mendapat perhatian adalah
“Penganggaran”. Karena secara rata-rata prestasinya masih di bawah 60 persen
atau mendapat nilai C. Artinya bahwa aspek penganggaran secara rata-rata belum
melibatkan semua komponen di dalam SKPD untuk melakukan perencanaan
maupun penggunaan anggaran.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I271
Tabel 5.63Capaian dan Prestasi Aspek Partisipasi SKPD pada Pengelolaan
Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Provinsi PapuaFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses
Perencanaan 0,542 0,740 0,833Penganggaran 0,546 0,632 0,544Pelaksanaan Anggaran 0,773 0,799 0,767Pengawasan dan Monitoring 0,764 0,771 0,822PenatausahaanPelaporan dan PI 0,389 0,548 0,456Tindak Lanjut 0,657 0,763 0,722Jumlah Skor 3,671 4,253 4,144Maksimum 6,000 6,000 6,000Pencapaian 0,612 0,709 0,691Prestasi C B B
Sumber: Data Primer diolah 2013
Partisipasi LembagaPrestasi Partisipasi Lembaga Berdasarkan Tipologi Wilayah
Partisipasi di Tingkat Lembaga khusunya pada Puskesmas, SD dan SMP
sampel dalam mengelola dana Otonomi Khusus Papua berdasarkan Tipologi wilayah
dapat ditunjukkan pada Tabel di bawah. Dari hasil olahan data menunjukkan bahwa
semua Fokus Pengelolaan yang belum optimal terjadi di ke-3 tipologi wilayah. Hal ini
terbukti dengan nilai prestasi “C” atau Cukup Memuaskan untuk wilayah mudah
akses, sedangkan wilayah sulit akses dan pegunungan mencapai prestasi “D” atau“Kurang Memuaskan”. Pada wilayah muda akses hanya dua aspek yang
menunjukkan fokus pengelolaan baik yakni: “Penganggaran” dan
“Penantausahaan”. Selebihnya mencapai nilai di bawah 60 persen. Prestasi kurang
baik ini mencerminkan bahwa pihak sekolah dan puskesmas selama ini tidak
dilibatkan membahas perencanaan dan pelaksanaan serta monitoring program dan
kegiatan pendidikan dan kesehatan yang dibiayai dana Otsus-Musrembang
kampung, distrik, kabupaten, atau rapat-rapat dinas pendidikan dan kesehatan. Hal
ini terjadi karena yang terlibat hanya kepala dinas berserta jajarannya. Tidak
terlibatnya lembaga pengguna dana otonomi khusus ini menjadi faktor utama
penilaian lembaga terhadap gagalnya pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua. Oleh
karena itu, ke depan pelaksanaan Musrembang harus dilakukan dengan baik mulai
dari kampung sampai di Kabupaten/kota.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I272
Tabel 5.64Capaian dan Prestasi Aspek Partisipasi Lembaga pada Pengelolaan
Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Provinsi PapuaFokus Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses
Perencanaan 0,300 0,294 0,528Penganggaran 0,533 0,560 0,667Pelaksanaan Anggaran 0,111 0,244 0,306Pengawasan dan Monitoring 0,167 0,300 0,472Penatausahaan 0,522 0,336 0,750Pelaporan dan PI 0,189 0,202 0,417Tindak Lanjut 0,400 0,217 0,389Jumlah Skor 2,222 2,152 3,528Maksimum 7,000 7,000 7,000Pencapaian 0,317 0,307 0,504Prestasi D D CSumber: Data Primer diolah 2013
Partisipasi Individu/MasyarakatPrestasi Partisipasi Lembaga Berdasarkan Tipologi Wilayah
Secara teori, partisipasi rakyat merupakan kerjasama yang erat antara
perencana dan rakyat, dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan
mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai, (Soetrisno,1995). Merujuk
pada konsep teori tersebut, maka berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap
tingkat parstisipasi masyarakat terlihat skor yang dicapai sebesar 0,403 atau 40,3persen untuk penilaian masyarakat wilayah pegunungan, 0,582 atau 58,2 persenuntuk penilaian masyarakat wilayah sulit akses dan 0,535 atau 53,5 persen penilaian
masyarakat di wilayah mudah akses. Prestasi yang dicapai utuk 3 tipologi wilayah
adalah C atau Cukup memuaskan. Prestasi tersebut mencerminkan tingkat
partisipasi masyarakat yang ikut terlibat merencanakan program dan kegiatan yang
berasal dari penggunaan dana Otsus belum optimal. Hal ini terjadi karena
masyarakat lebih mengenal dan mengetahui program Respek daripada kegiatan
yang dibiayai dengan Dana Otsus Papua. Hal ini berarti musrembang yang selama
ini dilakukan belum sepenuhnya dapat melibatkan seluruh komponen masyarakat
yang ada di setiap wilayah, selain itu sumber dana untuk setiap program dan
kegiatan kurang disosialisasikan kepada masyarakat.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I273
Tabel 5.65Capaian dan Prestasi Aspek Partisipasi Individu/Masyarakat pada Pengelolaan
Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Provinsi PapuaFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses
Perencanaan 0,206 0,507 0,630Penganggaran 0,189 0,567 0,493Pelaksanaan Anggaran 0,533 0,636 0,486Pengawasan dan Monitoring 0,544 0,504 0,443Pemeriksanaan InternalTindak Lanjut 0,544 0,664 0,561Jumlah Skor 2,017 2,879 2,613Maksimum 5,000 5,000 5,000Pencapaian 0,403 0,576 0,523Prestasi D C CSumber: Data Primer diolah 2013
Aspek Pengelolaan yang belum optimal pada Fokus Pengelolaan pada tahap
partisispasi untuk masyarakat wilayah pegunungan adalah “Perencanaan” dan“Penganggaran”. Ternyata dalam Musrenbang Distrik dan Kampung kurang
melibatkan masyarakat, selain itu warga Orang Asli Papua yang bukan PNS belum
diberi kesempatan berpartisipasi saat pengusulan anggaran. Hal ini menjadiperhatian serius untuk perbaikan ke depan. Selanjutnya Wilayah Sulit Akses,
Aspek Pengelolaan yang kurang melibatkan partisipasi masyarakat adalah
“Perencanaan” dan “Pengawasan dan Monitoring”. Aspek yang belum optimal
melibatkan partisipasi masyarakat di wilayah mudah akses adalah “Pengawasandan Monitoring” dan “Penganggaran”. Oleh karena itu diharapkan aspek-aspek
yang belum optimal dilaksnakan di setiap wilayah sangat perlu mendapat perhatian
perbaikan serius, agar dapat memperbaiki penilaian negatif masyarakat bahwa
peleksanaan Otonomi Khusus di Papua gagal dalam mensejahterkan rakyat Orang
Asli Papua.
5.3.2 TransparansiPrestasi Transparansi SKPD Berdasarkan Tipologi Wilayah
Dari tujuh (7) Fokus Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua berdasarkan
penilaian SKPD pertipologi wilayah, ternyata menunjukan prestasi pada semua
Aspek Pengelolaan mendapat nilai “B” atau memuaskan. Fokus pengelolaan yang
nilai kontribusinya paling rendah di ketiga wilayah adalah pada pelaksanaananggaran. Artinya sangat kurang pada pelaksanaan anggaran, dimana kegiatan-
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I274
kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai dengan dana otsus secara
terbuka tidak disampaikan kepada semua pihak, baik di wilayah mudah akses,
maupun di wilayah sulit akses dan wilayah pegunungan. Oleh karena itu, diharapkan
ke-depan penyampaian informasi tentang penggunaan Dana Otsus kepada
masyarakat Asli Papua melalui semua media diharuskan. Termasuk OAP yang tidak
dapat membaca dan menulis di wilayah sulit akses dan pegunungan.
Tabel 5.66Capaian dan Prestasi Aspek Transparansi SKPD pada Pengelolaan
Dana Otsus Berdasarkan Tipologi Wilayah Provinsi PapuaFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses
Perencanaan 0,611 0,594 0,767Penganggaran 0,657 0,635 0,833Pelaksanaan Anggaran 0,222 0,098 0,600Pengawasan dan Monitoring 0,731 0,698 0,711Penatausahaan 0,847 0,829 0,833Pelaporan dan PI 0,847 0,766 0,722Tindak Lanjut 0,755 0,969 0,767Jumlah Skor 4,671 4,589 5,233Maksimum 7,000 7,000 7,000Pencapaian 0,667 0,656 0,748Prestasi B B B
Sumber: Data Primer diolah 2013
Transparansi LembagaPrestasi Transparansi Lembaga Berdasarkan Tipologi Wilayah
Berdasarkan sampel wilayah kajian, ternyata Responden lembaga
pendidikan dan kesehatan di wilayah pegunungan memberikan penilaian terhadap
aspek tingkat transparansi, mencapai prestasi nilai “D” atau “tidak memuaskan”.
Penilaian tidak memuaskan ini sebagai akibat dari ke 7 Fokus Pengelolaan nilai
persentasenya berada di bawah 50 persen. Artinya bahwa Program dan atau
kegiatan pendidikan dasar dan menengah dari sumber dana Otsus tidak
diinformasikan kepada kepala sekolah, guru dan komite sekolah. Selain itu, tidak
dilakukan sosialisasi sumber dana dan peruntukan kepada Kepala sekolah, guru,
dan komite tentang adanya sumber dana Otsus untuk sekolahnya (jumlah uang, dan
peruntukan).
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I275
Tabel 5.67Capaian dan Prestasi Aspek Transparansi Lembaga pada Pengelolaan
Dana Otsus Berdasarkan Tipologi WilayahFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses
Perencanaan 0,278 0,133 0,528Penganggaran 0,278 0,175 0,611Pelaksanaan Anggaran 0,333 0,100 0,333Pengawasan dan Monitoring 0,056 0,050 0,500Penatausahaan 0,556 0,133 0,500Pelaporan dan PI 0,567 0,338 0,583Tindak Lanjut 0,344 0,133 0,389Jumlah Skor 2,411 1,063 3,444Maksimum 7,000 7,000 7,000Pencapaian 0,344 0,152 0,492Prestasi D E D
Sumber: Data Primer diolah 2013
Selanjutnya kegiatan atau program pembangunan bidang kesehatan yang
dibiayai dengan dana otsus secara terbuka tidak disampaikan kepada Kepala
Puskesmas sehingga tidak dapat mengetahui secara pasti berapa jumlah dana yang
menjadi bagiannya dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang maksimum.
Ternyata selama ini hanya kepala dinas pendidikan, kepala dinas kesehatan dan
kepala Rumah Sakit beserta jajarannya yang terlibat dalam aspek pengelolaan Dana
Otsus. Artinya perencanaaan masih menganut perencanaan dari atas (top down).
Penilaian yang lebih buruk justru dari Lembaga pada wilayah sulit akses memberikan
penilaian terhadap tingkat transparansi, mencapai prestasi nilai “E” atau “sangattidak memuaskan atau sangat buruk”. Artinya keterbukaan informasi tentang
sumber dan peruntukkan dana Otsus Papua tidak sampai ke pihak guru-guru dan
tenaga kesehatan di wilayah sulit akses.
Transparansi Individu/MasyarakatPrestasi Transparansi Individu/masyarakat Berdasarkan Tipologi Wilayah
Kajian ini bertujuan menganalisis penilaian masyarakat terhadap upaya
pemerintah daerah menyediakan semua informasi pengelolaan dana Otsus Papua
yang mampu dirilis secara legal baik positif maupun negatif secara akurat, tepat
waktu, seimbang, dan tegas, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan
penalaran masyarakat dan mempertahankan tanggung jawab pemerintah atas
tindakan, kebijakan, dan praktiknya dalam menyelenggarakan Otonomi Khusus di
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I276
Papua. Penilaian masyarakat sampel di Wilayah Pegunungan, Wilayah Sulit Akses
dan Wilayah Mudah Akses terhadap 7 Fokus Pengelolaan dan dihubungkan dengan
tingkat transparansi dalam tahap Perencanaan, Pengelolaan dan Tindak lanjut
pencapaian di bawah 60 persen, capaian ini memberi gambaran bahwa pada tahap
perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus baru mencapai
tahap “cukup memuaskan”. Artinya dalam kegiatan Musrenbang di ke–3 wilayah
sampel relatif terbuka, terutama kegiatan Respek. Hal ini sangat terbukti dengan
capaian 0,502 atau 50,2 persen dengan Prestasi C untuk wilayah pegunungan.
Tabel 5.68Capaian dan Prestasi Aspek Transparansi Pengelolaan
Dana Otsus Berdasarkan Tipologi WilayahFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah AksesPerencanaan 0,444 0,526 0,466Penganggaran 0,450 0,428 0,431Pelaksanaan Anggaran 0,506 0,483 0,382Pengawasan dan Monitoring 0,567 0,416 0,573Pemeriksanaan InternalTindak Lanjut 0,544 0,480 0,264Jumlah Skor 2,511 2,333 2,117Maksimum 5,000 5,000 5,000Pencapaian 0,502 0,467 0,423Prestasi C C C
Sumber: Data Primer diolah 2013
Wilayah sulit akses capaian 47 persen dan wilayah mudah akses capaian 43
persen. Artinya transparansi dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus dipandang
Cukup memuaskan. Namun capaian masih di bawah 60 persen sehingga sangat
perlu mendapat perhatian serius dalam perbaikan di semua wilayah sampel.
5.3.3 AkuntabilitasPrestasi Akuntabilitas pada SKPD Berdasarkan Tipologi Wilayah
Secara konsep, Akuntabilitas memungkinkan masyarakat memperoleh
informasi yang mereka butuhkan untuk menilai apakah tindakan pemerintah
didasarkan pada nilai-nilai penting dari tata pemerintahan yang baik, seperti
efektivitas, integritas, demokrasi, dan transparansi. Jika dihubungkan konsep di atas
dengan kajian ini maka dari aspek Akuntabilitas maupun angka skor pengelolaan
Otsus SKPD di wilayah pegunungan menunjukan prestasi “B” atau memuaskan,
wilayah sulit akses menunjukan prestasi “B” atau Memuaskan dan wilayah mudah
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I277
akses juga menunjukkan prestasi yang sama yaitu memuaskan atau nilai “B”.
Artinya penilaian lembaga terhadap akuntabilitas pelaksanaan Otsus memuaskan
dan sangat memuaskan. Artinya bahwa Penyusunan perencanaan kegiatan-kegiatan
Otsus dibuat dalam bentuk dokumen perencanaan khusus untuk dilaporkan kepada
pemerintah provinsi. Selain itu, Pejabat SKPD sangat setuju alokasi dana Otsus
bidang pendidikan 30 persen, kesehatan 15 persen. Oleh karena itu prestasi yang
telah dicapai ini perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan.
Tabel 5.69Capaian dan Prestasi Aspek Akuntabilitas SKPD Pengelolaan
Dana Otsus Berdasarkan Tipologi WilayahFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses
Perencanaan 0,773 0,896 0,889Penganggaran 0,694 0,845 0,767Pelaksanaan Anggaran 0,794 0,656 0,478Pengawasan dan Monitoring 0,806 0,792 0,711Penatausahaan 0,810 0,621 0,889Pelaporan dan PI 0,815 0,969 0,833Tindak Lanjut 0,639 0,695 0,689Jumlah Skor 5,331 5,473 5,256Maksimum 7,000 7,000 7,000Pencapaian 0,762 0,782 0,751Prestasi B B B
Sumber: Data Primer diolah 2013
Akuntabilitas LembagaPrestasi Akuntabilitas pada Lembaga Berdasarkan Tipologi Wilayah
Berdasarkan hasil penilaian sampel lembaga terhadap tingkat akuntabilitas
peleksanaan pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua terbukti bahwa wilayah
pegunungan dan sulit akses keduanya mencapai Prestasi “D“ atau “tidakmemuaskan”. Artinya pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam peneglolaan
dana Otsus kepada Publik (pihak sekolah dan puskesmas) tidak memuaskan.
Secara kasar dapat dikatakan bahwa selama ini akuntabilitas pengelolaan dana
otsus tidak baik. Dalam arti bahwa pelaksanaan kegiatan atau program
pembangunan bidang kesehatan di Rumah Sakit/Puskesmas dan sekolah yang
dibiayai dengan dana Otsus selalu turun tanpa melibatkan pihak puskesmas atau
guru melakukan perencanan terlebih dahulu. Selain itu, pelaporan penggunaan dana
otsus selama ini pihak sekolah dasar dan SLTP maupun tenaga kesehatan di
puskesmas tidak ada akses.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I278
Tabel 5.70Capaian dan Prestasi Aspek Akuntabilitas Lembaga pada Pengelolaan
Dana Otsus Berdasarkan Tipologi WilayahFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses
Perencanaan 0,167 0,329 0,472Penganggaran 0,300 0,185 0,639Pelaksanaan Anggaran 0,233 0,133 0,361Pengawasan dan Monitoring 0,467 0,217 0,583Penatausahaan 0,356 0,321 0,667Pelaporan dan PI 0,467 0,313 0,639Tindak Lanjut 0,333 0,258 0,528Jumlah Skor 2,322 1,756 3,889Maksimum 7,000 7,000 7,000Pencapaian 0,332 0,251 0,556Prestasi D D C
Sumber: Data Primer diolah 2013
Akuntabilitas Individu/MasyarakatPrestasi Akuntabilitas pada Individu/Masyarakat Berdasarkan Tipologi Wilayah
Hasil kajian ini menunjukan bahwa ternyata Penilaian Masyarakat wilayah
Pegununga, wilayah sulit akses dan wilayah mudah akses terhadap Akuntabilitas
dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus “Tidak Memuaskan” dari semua Fokus
Pengelolaan Dana Otsus. Hal ini terbukti dengan prestasi “ D”. Menurut masyarakat
sampel bahwa pengelolaan dana otonomi khusus selama ini tidak akuntabel. Hal ini
menjadi perhatian pemerintah daerah baik di Provinsi maupun di kabupaten/kota.
Tabel 5.71Capaian dan Prestasi Aspek Akuntabilitas Individu pada Pengelolaan
Dana Otsus Berdasarkan Tipologi WilayahFokus Pengelolaan Wilayah Pegunungan Wilayah Sulit Akses Wilayah Mudah Akses
Perencanaan 0,361 0,499 0,511Penganggaran 0,200 0,293 0,431Pelaksanaan Anggaran 0,394 0,285 0,416Pengawasan dan Monitoring 0,261 0,335 0,378Penatausahaan 0,494 0,269 0,373Pelaporan dan PI 0,372 0,302 0,287Tindak Lanjut 2,083 1,982 2,397Jumlah Skor 6,000 6,000 6,000Maksimum 0,347 0,330 0,400Pencapaian D D D
Sumber: Data Primer diolah 2013
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I279
5.3.4 Isu-Isu Strategis dan RekomendasiIsu-Isu Strategis1. Kajian ini menemukan bahwa Pengeloaan yang belum optimal di wilayah
Pegunungan, wilayah sulit akses dan wilayah mudah akses adalah “Pelaporandan Pengawasan Internal”. Kekurangan yang paling menonjol pada fokus ini
adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD dan dibiayai dengan
dana otsus belum secara terbuka di sampaikan kepada publik.
2. Lembaga pendidikan SD, SMP serta Puskesmas serta rumah sakit menunjukkan
bahwa semua Fokus Pengelolaan belum optimal baik wilayah pegunungan
maupun di wilayah sulit akses dan wilayah mudah akses. Hal ini terbukti dengan
nilai prestasi “C” atau Cukup Memuaskan untuk wilayah mudah akses,
sedangka wilayah sulit akses dan pegunungan mencapai prestasi “D” atau“Kurang Memuaskan”. Artinya pemerintah tidak melibatkan Guru dan tenaga
medis melakukan perencanaan, pelaksanaan dan monitoring belanja dana
Otsus.
3. Aspek Pengelolaan yang belum optimal pada Fokus Pengelolaan pada tahap
partisispasi untuk masyarakat wilayah pegunungan adalah “Perencanaan” dan“Penganggaran”. Ternyata dalam Musrenbang Distrik dan Kampung kurang
melibatkan masyarakat, selain itu warga Orang Asli Papua yang bukan PNS
belum diberi kesempatan berpartisipasi saat pengusulan anggaran.
4. Tingkat transparansi pada Fokus pengelolaan yang nilai kontribusinya paling
rendah di ketiga wilayah sampel adalah pada pelaksanaan anggaran. Artinya
selama ini kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai
dengan dana otsus secara terbuka tidak disampaikan kepada semua pihak yang
membutuhkan, baik di wilayah mudah akses, maupun di wilayah sulit akses dan
wilayah pegunungan.
5. Berdasarkan sampel wilayah kajian, ternyata Responden lembaga pendidikan
dan kesehatan di wilayah pegunungan memberikan penilaian terhadap aspek
tingkat transparansi, mencapai prestasi nilai “D” atau “tidak memuaskan”.
Penilaian tidak memuaskan ini sebagai akibat dari ke 7 Fokus Pengelolaan nilai
persentasenya berada di bawah 50 persen. Artinya bahwa Program dan atau
kegiatan pendidikan dasar dan menengah serta kegiatan untuk pelayanan
kesehatan di puskesmas maupun rumah sakit dari sumber dana otsus tidak
diinformasikan kepada kepala sekolah, guru dan komite sekolah maupun
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I280
petugas medis. Selain itu, tidak dilakukan sosialisasi sumber dana dan
peruntukan kepada Kepala sekolah, guru, dan komite maupun tenaga medis
tentang adanya sumber dana Otsus dan peruntukan).
6. Penilaian masyarakat sampel di Wilayah Pegunungan, Wilayah Sulit Akses dan
Wilayah Mudah Akses terhadap 7 Fokus Pengelolaan dan dihubungkan dengan
tingkat transparansi dalam tahap Perencanaan, Pengelolaan dan Tindak lanjut
pencapaian di bawah 60 persen, capaian ini memberi gambaran bahwa pada
tahap perencanaan program dan kegiatan yang dibiayai dari dana Otsus belum
transparan. Kegiatan yang nyata di wilayah mereka hanya Respek.
7. Dari Aspek Akuntabilitas pengelolaan Otsus SKPD di wilayah pegunungan
menunjukan dan wilayah mudah akses mencapai prestasi “B” atau
memuaskan, dan wilayah sulit akses mencapai prestasi “A” atau SangatMemuaskan. Artinya penilaian lembaga terhadap akuntabilitas pelaksanaan
Otsus memuaskan dan sangat memuaskan di semua wilayah.
8. Tingkat Akuntabilitas peleksanaan pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua
terbukti bahwa wilayah pegunungan mencapai Prestasi “D“ atau “tidakmemuaskan”. Wilayah sulit akses hasil penilaian mencapai Prestasi “D“ atau
“tidak memuaskan”. Artinya pertanggungjawaban pemerintah daerah dalam
peneglolaan dana Otsus kepada Publik tidak memuaskan. Secara kasar dapat
dikatakan bahwa selama ini banyak kegiatan yang guru-guru dan tenaga medis
tidak tahu asal kegaiatan dan asal sumber dananya.
9. Penilaian Masyarakat wilayah Pegunungan, wilayah sulit akses dan wilayah
mudah akses terhadap Akuntabilitas dalam pengelolaan dana Otonomi Khusus
“Tidak Memuaskan” dari semua Fokus Pengelolaan Dana Otsus. Hal ini terbukti
dengan prestasi “D”. Menurut masyarakat sampel bahwa pengelolaan dana
otonomi khusus selama ini tidak akuntabel. Hal ini menjadi perhatian pemerintah
daerah baik di Provinsi maupun di kabupaten/kota.
Rekomendasi1. Sangat perlu informasi kegiatan dan sumber dana Otsus yang transparan
kepada publik melalui papan nama kegiatan, media masa eloktronik maupun
visual.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I281
2. Dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan monitoring kegiatan kegiatan yang
yang dibiayai melalui dana Otonomi Khusus Papua sangat pelu melibatkan
semua komponen masyarakat Papua.
3. Pemerintah Sangat Perlu meramu model Musrembang yang lebih komunikatif
dan melibatkan semua komponen masyarakat terlibat aktif.
5.4 KINERJA OUTPUT PENGELOLAAN DANA OTSUS PROVINSI PAPUABerdasarkan WEB Total pengelolaan dana Otsus menunjukkan bahwa dari 7
aspek mencapai nilai di atas 70 persen. Atau mencapai prestasi “B”. Artinya
pengelolaan Dana Otsus di Provinsi Papua secara total “BAIK” atau “MEMUASKAN”
dan belum mencapai “Sangat Memuaskan” dari sisi perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan anggaran, pengawasan dan monitoring, penatausahaan, pelaporan &
PI, serta tindak lanjut jika ada temuan. Belum mencapai sangat memuaskan karena
berbagai kendala.
Gambar 5.30Capaian dan Prestasi Total Aspek Pengelolaan Dana Otsus
Sumber; Data Primer diolah, 2013
Ada dua Fokus pengelolaan yang menjadi perhatian ke depan dalam
pengelolaan dana Otsus mencapai “sangat memuaskan” atau sangat baik adalah
Pelaksanaan anggaran dan panatausahaan. Dari sisi pelaksanaan anggaran selalu
terlambat karena mekanisme yang panjang dan juga para birokrat di daerah selalu
tidak konsisten dalam pelaksanaan anggaran (rencana lain, pelaksanaan lain).
0.7215
0.6727
0.5677
0.75460.7917
0.7059
0.7331
0.000.200.400.600.801.00Perencanaan
Penganggaran
Pelaksanaan Anggaran
Pengawasan danMonitoringPenatausahaan
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I282
Menurut responden bahwa semua regulasi untuk mengelola dana otsus
sudah di tetapkan oleh pemerintah provinsi dan pelaksanaannya oleh semua SKPD
di kabupaten/kota.
5.4.1 PARTISIPASIPrestasi pada aspek Partisipasi pada SKPD mendapat nilai B, artinya
“memuaskan”. Fokus Pengelolaan Dana Otsus yang berkontribusi tertinggi yakni
pada pengawasan dan monitoring, selanjutnya diikuti oleh pelaksanaan anggaran.
Fokus pengelolaan yang nilai paling rendah adalah pelaporan dan penganggaran.
Artinya tingkat partisipasi kurang di pelaporan dan penganggaran. Artinya sampai
saat ini belum terdapat prosedur pengaduan/Komplain dari masyarakat OAP tentang
pelayanan SKPD. Oleh karena itu perlu disiapkan sarana untuk pengaduan
masyarakat terhadap pelayanan yang menggunakan dana Otsus.
Prestasi yang dicapai pada aspek Partisipasi dan Transparansi sama–
sama mencapai hasil “tidak memuaskan” atau nilai “D”. Pendapat tidak
memuaskan ini sebagai akibat dari 1 aspek yakni: Partisispasi, nilai persentasenya
berada di bawah 50 persen. yakni 37 persen. Artinya bahwa pengelolaan dana Otsus
Papua selama ini tidak melibatkan guru-guru lembaga pendidikan tingkat dasar danmenengah serta tenaga perawat terlibat dalam beberapa fokus (pertanayan
penelitian: apakah Pihak sekolah biasa diundang untuk membahas perencanaan
program dan kegiatan pendidikan yang dibiayai Otsus pada Musrenbang Kampung,
Distrik, Kabupaten, atau rapat-rapat koordinasi di Dinas Pendidikan) (Pihak Rumah
Sakit/Puskesmas dilibatkan dalam proses penyusunan rencana kegiatan atau
program pembangunan bidang kesehatan yang dibiayai dengan dana otsus).
Ternyata selama ini hanya kepala dinas pendidikan, kesehatan dan kepala Rumah
Sakit saja yang terlibat.
Dari aspek partisipasi dalam pengelolaan dana otsus responden masyarakat
menunjukkan prestasi yang “Cukup memuaskan” atau Cukup Baik”. Fokus
pengelolaan yang sangat mendukung prestasi ini hanya pada fokus pengelolaan
pada Tindak lanjut dan pelaksanaan anggaran. Rata-rata penilaian yang dicapai
pada aspek partisipasi berada di bawah 50 persen. Fokus yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaan Dana Otsus ke depan adalah aspek perencanaan. Menurut
masyarakat bahwa aspek perencanaan selama ini belum banyak melibatkan
masyarakat. Perencanaannya lebih bersifat top down sehingga tidak menyentuh
kebutuhan masyarakat asli Papua.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I283
Gambar 5.31WEB Capaian Tingkat Partisipasi Pengelolaan Dana Otsus Provinsi Papua
WEB PARTISIPASI
0,36840,5714
0,2281
0,3158
0,2679
0,33330,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoring
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
LEMBAGA
0,4503
0,4435
0,58180,4975
0,5970 0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoring
Tindak Lanjut
MASYARAKAT
0,6806
0,5694
0,7746
0,7778
0,4648
0,7042
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoring
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
SKPD
5.4.2 TRANSPARANSISKPD. Penilai SKPD menunjukkan Prestasi pada aspek Transparansi
mendapat nilai B, berarti “memuaskan”. Nilai memuaskan ini sangat didukung oleh
Fokus pengeloaan pada tindak lanjut, penatausahaan, pelaporan & PI, pengawasan.
Fokus pengelolaan yang nilai kontribusinya paling rendah adalah pada pelaksanaan
anggaran. Artinya sangat kurang pada pelaksanaan anggaran, di mana kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD yang dibiayai dengan dana otsus secara
terbuka tidak disampaikan kepada semua pihak. Oleh karena itu, diharapkan ke-
depan penyampaian informasi tentang penggunaan Dana Otsus kepada masyarakat
Asli Papua melalui semua media diharuskan.
Responden lembaga memberikan penilaian terhadap tingkat Transparansi
berada di bawah 60 persen. Atau “cukup memuaskan”. Artinya bahwa pengelolaan
dana Otsus Papua selama ini kurang transparan kepada masyarakat, terutama guru
pendidik tingkat dasar dan menengah serta tenaga perawat terlibat dalam beberapa
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I284
pokus pengelolaan dana otsus. Hal ini diindikasikan bahwa pengeloaan dana
otonomi khusus selama ini kurang transparan kepada tenaga guru dan mantri/suster
di puskesmas atau rumah sakit. Oleh karena itu perlu transparansi mulai dari tahap
perencanaan sampai ke monitoring.
Gambar 5.32WEB Capaian Tingkat Transparansi Pengelolaan Dana Otsus
di Provinsi Papua
WEB PARTISIPASI
0,36840,5714
0,2281
0,3158
0,2679
0,33330,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoring
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
LEMBAGA
0,4503
0,4435
0,58180,4975
0,59700,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoring
Tindak Lanjut
MASYARAKAT
0,6806
0,5694
0,7746
0,7778
0,4648
0,7042
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoring
Pelaporan dan PI
Tindak Lanjut
SKPD
Dari aspek transparansi, semua aspek penilaian dari masyarakat mendapat
bobot nilai di bawah 50persen, kecuali pengawasan dan monitoring memiliki bobot
nilai 0,5076. kondisi ini terbukti dengan prestasi yang dicapai cukup baik. Hal ini
berarti tingkat partisipasi kepada masyarakat relatif baik. Fokus yang perlu mendapat
perhatikan serius adalah Tindak lanjut, penganggaran dan pelaksanaan anggaran.
5.4.3 AKUNTABILITASPada aspek Transparansi SKPD memberi nilai B, artinya “memuaskan”. Nilai
memuaskan ini sangat didukung oleh Fokus pengeloaan pada pelaporan dan
Pengawasan Internal, diikuti oleh perencanaan, pengawasan dan monitoring,
penganggaran, sedangkan fokus pengelolaan pada tindak lanjut mendapat nilai
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I285
paling rendah. Berarti bahwa tingkat akuntabilitas sangat kurang tindak lanjut.
(Apakah Ada pembahasan tindak lanjut temuan BPK oleh pejabat)
Gambar 5.33WEB Capaian Tingkat Akuntabilitas Pengelolaan Dana Otsus di Provinsi Papua
WEB AKUNTABILITAS
0,8451
0,7681
0,6571
0,7778
0,75000,8750
0,6479
0,000,200,400,600,801,00
Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan MonitoringPenatausahaan
Pelaporan danPI
Tindak Lanjut
SKPD
0,33330,3448
0,2241
0,37930,4310
0,4483
0,3448
0,000,200,400,600,801,00
Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasandan MonitoringPenatausahaan
Pelaporan danPI
Tindak Lanjut
LEMBAGA
0,4604
0,3069
0,37840,3255
0,3676
0,3187
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00Perencanaan
Penganggaran
PelaksanaanAnggaran
Pengawasan danMonitoring
PemeriksanaanInternal
Tindak Lanjut
MASYARAKAT
Jika dilihat dari aspek Akuntabilitas maupun angka skor pengelolaan Otsus,
menunjukkan prestasi yang tidak memuaskan atau nilai “D”. Artinya penilaian
lembaga terhadap akuntabilitas tidak memuaskan. Secara kasar dapat dikatakan
bahwa selama ini akuntabilitas pengelolaan dana otsus tidak baik. Dalam arti bahwa
pelaksanaan kegiatan atau program pembangunan bidang kesehatan di Rumah
Sakit/Puskesmas dan sekolah yang dibiayai dengan dana Otsus selalu turun tanpa
melibatkan pihak puskesmas atau guru melakukan perencanan terlebih dahulu.
Selain itu, pelaporan penggunaan dana otsus selama ini pihak sekolah dasar dan
SLTP maupun tenaga kesehatan di puskesmas tidak tahun.
Penilaian Masyarakat terhadap Akuntabilitas dalam pengelolaan dana
Otonomi Khusus “Tidak Memuaskan” dari semua Fokus Pengelolaan Dana Otsus.
Hal ini terbukti dengan prestasi “D”. Menurut masyarakat sampel bahwa pengelolaan
dana otonomi khusus selama ini belum akuntabel.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I286
5.4.4 ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASIIsu–isu Strategis1. Orang asli Papua lebih banyak berdomisili pada kampung-kampung dan distrik di
wilayah terpencil, terisolir. Orang asli Papua yang berada di daerah perkotaan
tersebar secara tidak merata pada kampung-kampung perkotaan. Oleh karena
itu program dan kegiatan sektor kesehatan dan pendidikan dengan
menggunakan dana otsus perlu mempertimbangkan wilayah domisili orang asli
Papua.
2. Transparansi penggunaan dana Otsus sampai saat ini masih sangat rendah.
Rendahnya akuntabilitas dalam pelaporan penggunaan dana Otsus
menggambarkan rendahnya keinginan pemerintah daerah untuk penerapan
transparansi pelaporan keuangan. Tidak adanya transparansi penggunaan dana
Otsus akan menimbulkan dampak negatif yang sangat luas masyarakat. Dampak
negatif tersebut antara lain dapat menimbulkan semakin merosotnya
kepercayaan masyarakat kepada pemerintahsebagai pelayan publik. Oleh
karena itu perlu pembenahan sistem pengelolaan dana Otsus. Dalam hal
birokrasi maupun administrasi penggunaan dana Otsus perlu dievaluasi dan
diperbaiki agar kinerja pengelolaan dana Otsus semakin baik dan dapat
meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam perencanaan sampai
pertanggungjawaban.
3. Keterlibatan semua pihak terutama masyarakat dalam pengelolaan dana
otonomi khusus masih sangat terbatas, mulai dari proses perencanaan hingga
tahapan evaluasi atau tindak lanjut. Lembaga pendidikan dan kesehatan belum
dilibatkan secara penuh dalam pengelolaan dana otonomi khusus karena
program dan kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus di handle
secara langsung oleh Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan.
4. Masyarakat yang berdomisili di pinggiran kota dan bahkan pedalaman tidak
mengetahui tentang dana otonomi khusus yang diperuntukkan bagi masyarakat
asli Papua (indigenous peoples). Otsus sangat berharga dan menjadi suatu
harapan banyak Orang Asli Papua namun dana tersebut oleh masyarakat
dirasakan tidak menyentuh sampai kepada masyarakat pada tingkatan yang
terbawah.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I287
Otsus dalam dokumen penganggaran terkadang tidak masuk ke unit-unit yang
melakukan pelayanan yang dapat menyentuh langsung ke masyarakat seperti
puskesmas dan sekolah tingkat dasar dan menengah pertama.
RekomendasiBerdasarkan beberapa isu yang diangkat di atas, maka hasil kajian ini dapat
merekomendasikan:
1. Pendataan ulang penduduk Asli Papua di seluruh distrik baik yang berada
diwilayah perkotaan maupun wilayah terisolir, terpencil dan perbatasan,
sehingga akan memudahkan pemerintah daerah untuk melakukan pelayanan
yang dapat menyentuh OAP. Perlu Pembangunan Puskesmas, Pustu,
Posyandu dan sekolah-sekolah pada wilayah domisili orang asli Papua.
2. Pemerintah daerah sangat perlu melakukan sosialisasi kegiatan yang
menggunakan dana Otsus, hal ini merupakan salah satu bentuk transparansi.
Memberikan informasi formal maupun nonformal kepada masyarakat tentang
kegiatan apa saja yang menggunakan dana Otsus, seperti mading, melaukan
dialog dengan masyarakat melalui media masa maupun media on-line seperti
TV dan radio.
3. Melibatkan perwakilan dari setiap kampung, tokoh adat, tokoh agama, tokoh
perempuan untuk duduk bersama-sama dalam merencanakan kegiatan yang
bersumber dari dana Otsus, meskipun selama ini diklaim sudah berjalan, tapi
kurang maksimal. Selalu melibatkan lembaga-lembaga kesehatan maupun
pendidikan seperti, puskesmas dan sekolah dalam merencanakan penggunaan
dana Otsus sampai pada pertanggungjawaban.
4. Melakukan kegiatan yang berkelanjutan dan selalu ada alokasi dana Otsus
yang jelas setiap tahun supaya kegiatan yang telah dilakukan tidak berhenti di
tengah perjalanan, contohnya sistem pemasaran bagi petani dan nelayan lokal.
Pemerintah Daerah perlu konsisten dengan aturan dalam Kebijakan
menentukan besaran persentasi alokasi dana Otsus per bidang prioritas.
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I288
BAB 6PENUTUP
6.1 ISU-ISU STRATEGISOrang asli Papua lebih banyak berdomisili pada kampung-kampung dan
distrik di wilayah terpencil, terisolir serta Orang asli Papua yang berada di daerah
perkotaan tersebar secara tidak merata pada kampung-kampung di pinggiran
perkotaan. Sehingga membutuhkan biaya yang cukup besar untuk menjangkau
mereka dengan pelayanan kesehatan maupun pendidikan.
Keterlibatan semua pihak terutama masyarakat dalam pengelolaan dana
otonomi khusus masih sangat terbatas, mulai dari proses perencanaan hingga
tahapan evaluasi atau tindak lanjut. Lembaga pendidikan dan kesehatan belum
dilibatkan secara penuh dalam pengelolaan dana otonomi khusus karena program
dan kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus hanyasecara langsung
diikuti oleh pejabat di tingkat SKPD atau Dinas yang bersangkut, dalam arti bahwa
perenacanaan lebih mengarah ke topdown; Kondisi ini terjadi merata di wilayah
mudah akses, wilayah sulit akses maupun wilayah pegunungan.
Transparansi penggunaan dana Otsus sampai saat ini masih sangat rendah.
Rendahnya akuntabilitas dalam pelaporan penggunaan dana Otsus menggambarkan
rendahnya keinginan pemerintah daerah untuk penerapan transparansi pelaporan
keuangan. Kondisi terjadi merata baik di wilayah pegunugan, wilayah sulit akses
maupun wilayah mudah akses. Kekurangan yang paling menonjol pada fokus ini
adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD dan dibiayai dengan dana
Otsus belum secara terbuka di sampaikan kepada publik. Rendahnya transparansi
penggunaan dana Otsus akan menimbulkan dampak negatif yang sangat luas di
masyarakat. Dampak negatif tersebut antara lain dapat menimbulkan semakin
merosotnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sebagai pelayan publik.
Masyarakat yang berdomisili di wilayah mudah akses, wilayah sulit akses
maupun wilayah pegunungan kurang mengetahui tentang dana otonomi khusus yang
diperuntukkan bagi masyarakat asli Papua. Hal terjadi karena saat musrembang di
tingkat kampung, dan distrik kurang melibatkan masyarakat dan pihak sekolah
maupun tenaga medis. Format Musrembang yang selama ini dilakukan Pemerintah
daerah kurang melibatkan masyarakat untuk merencanakan apa yang mereka
butuhkan, sehingga dana otsus yang sangat berharga dan menjadi suatu harapan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I289
banyak Orang Asli Papua namun dana tersebut oleh masyarakat dirasakan tidak
menyentuh sampai kepada masyarakat pada tingkatan yang terbawah. Dana Otsus
dalam dokumen penganggaran terkadang tidak masuk ke unit-unit yang memberikan
pelayanan yang menyentuh langsung kepada masyarakat asli Papua.
6.2 REKOMENDASIPendataan ulang penduduk Asli Papua di seluruh distrik baik yang berada di
wilayah mudah akses, wilayah sulit akses maupun wilayah pegunungan yang
terpencil dan perbatasan, sehingga akan memudahkan pemerintah daerah untuk
melakukan pelayanan. Perlu Pembangunan Puskesmas, Pustu, Posyandu dan
sekolah-sekolah pada wilayah domisili orang asli Papua. Sangat perlu program dan
kegiatan bidang kesehatan maupun pendidikan yang menggunakan dana Otsus
perlu mempertimbangkan wilayah domisili orang asli Papua.
Sangat perlu melibatkan perwakilan dari setiap komponen masyarakat
kampung yakni: tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan untuk duduk bersama-
sama dalam merencanakan kegiatan yang bersumberi dari dana Otsus, meskipun
selama ini diklaim sudah berjalan, tetapi kurang maksimal. Perlu juga melibatkan
kepala puskesmas, para mantri dan suster maupun guru-guru SD dan SMP untuk
duduk sama-sama merencanakan penggunaan dana Otsus sampai pada
pertanggungjawaban. Karena selama ini banyak sekali kegiatan yang turun tiba-tiba
ke wilayah pelayanan mereka. Perlu diramu kembali Model Musrembang yang
selama ini dilaksanakan karena kurang komunikatif dan kurang melibatkan semua
masyarakat yang membutuhkan pelayanan.
Perlu pembenahan sistem pengelolaan dana Otsus. Dalam hal ini birokrasi
maupun administrasi penggunaan dana Otsus perlu dievaluasi dan diperbaiki agar
kinerja pengelolaan dana Otsus semakin baik dan dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas dalam perencanaan sampai pertanggungjawaban.
Pemerintah daerah sangat perlu melakukan sosialisasi kegiatan yang
menggunakan dana Otsus, hal ini merupakan salah satu bentuk transparansi.
Memberikan informasi formal maupun nonformal kepada masyarakat tentang
kegiatan apa saja yang menggunakan dana Otsus, seperti mading, dialog di media
eloktronik seperti TV dan Radio maupun di media massa lainnya.
Sangat perlu melakukan kegiatan yang berkelanjutan dan selalu ada alokasi
dana Otsus yang jelas setiap tahun anggaran agar kegiatan yang telah dilakukan
Kajian Pengelolaan Dana Otsus Untuk Peningkatan Pelayanan Masyarakat Asli Papua I290
tidak berhenti di tengah perjalanan, contohnya sistem pemasaran bagi petani dan
nelayan lokal. Pemerintah Daerah perlu konsisten dalam pelaksanaan anggaran
sesuai perencanaan dan alokasi saat perencanaan awal dilakukan, oleh karena itu
sangat perlu melibatkan DPRD dan semua stakeholder dalam penyusunan URD
Otsus sehingga kegiatan yang dilaksanakan tidak berbeda dengan Rencana Definitif
(RD).