Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

21
BAB I PENDAHULAUAN 1.1 LATAR BELAKANG Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi dalam analisis.Prosedur titrasi yang berdasarkan reaksi redoks dapat memerlukan suhu yang dinaikkan , penambahan katalis, atau pereaksi berlebih disusul dengan titrasi kembali. Pereaksi berlebih biasanya ditambahkan dan kita harus dapat mengambil kelebihannya dengan mudah sehingga ia tidak akan bereaksi dengan titran pada titrasi selanjutnya. Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. Bebrapa contoh dari titrasi redoks antara lain adalah titrasi permanganometri dan titrasi iodometri/iodimetri. Titrasi iodometri menggunakan larutan iodium (I2) yang merupakan suatu oksidator sebagai larutan standar. Larutan iodium dengan konsentrasi tertentu dan jumlah berlebih ditambahkan ke dalam sampel, sehingga terjadi reaksi antara sampel dengan iodium. Selanjutnya sisa iodium yang berlebih dihiung dengan cara mentitrasinya dengan larutan standar yang berfungsi sebagai reduktor . Hubungan reaksi redoks dan perubahan energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoks melibatkan perpindahan elektron; Arus listrik adalah perpindahan elektron; Reaksi redoks dapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksi redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah sel elektrokimia. Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah persamaan Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi syarat. Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran

description

Kafein Organik

Transcript of Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Page 1: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

BAB I

PENDAHULAUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada titrasi

redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai reduktor

atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi dalam

analisis.Prosedur titrasi yang berdasarkan reaksi redoks dapat memerlukan suhu yang

dinaikkan , penambahan katalis, atau pereaksi berlebih disusul dengan titrasi kembali.

Pereaksi berlebih biasanya ditambahkan dan kita harus dapat mengambil kelebihannya

dengan mudah sehingga ia tidak akan bereaksi dengan titran pada titrasi selanjutnya.

Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara

dengan jumlah ekuivalen dari reduktor.

Bebrapa contoh dari titrasi redoks antara lain adalah titrasi permanganometri dan titrasi

iodometri/iodimetri. Titrasi iodometri menggunakan larutan iodium (I2) yang merupakan

suatu oksidator sebagai larutan standar. Larutan iodium dengan konsentrasi tertentu dan

jumlah berlebih ditambahkan ke dalam sampel, sehingga terjadi reaksi antara sampel dengan

iodium. Selanjutnya sisa iodium yang berlebih dihiung dengan cara mentitrasinya dengan

larutan standar yang berfungsi sebagai reduktor .

Hubungan reaksi redoks dan perubahan energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoks

melibatkan perpindahan elektron; Arus listrik adalah perpindahan elektron; Reaksi redoks

dapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksi

redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah sel elektrokimia.

Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah persamaan

Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi syarat.

Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau

sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran

Page 2: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan reaksi redoks

memegang peran penting, selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat

oksidator dan reduktor juga sangat berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik

mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah.

Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan mebuat kurva titrasi antara

potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator. Dengan

memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator sering

kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai

indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol

dengan kalium dikromat.

Beberapa titrasi redoks menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya titrasi redoks

yang melibatkan iodine. Indikator yang lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah juga

sering dipakai untuk titrasi redoks jika kedua indicator diatas tidak dapat diaplikasikan,

misalnya ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin.

Contoh titrasi redoks yang terkenal adalah iodimetri, iodometri, permanganometri

menggunakan titrant kalium permanganat untuk penentuan Fe2+ dan oksalat, Kalium

dikromat dipakai untuk titran penentuan Besi(II) dan Cu(I) dalam CuCl. Bromat dipakai

sebagai titrant untuk penentuan fenol, dan iodida (sebagai I2 yang dititrasi dengan tiosulfat),

dan Cerium(IV) yang bisa dipakai untuk titrant titrasi redoks penentuan ferosianida dan

nitrit.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang penulis dapat berikan adalah :

1. Berapakah konsentrasi dalam sampel teh ?

Page 3: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

1.3 TUJUAN

Tujuan yang dapat diberikan oleh penulis adalah :

1. Untuk mengetahui konsentrasi dari sampel the.

1.3 MANFAAT

Manfaat yang penulis dapat berikan Adalah :

1. Agar mahasiswa dapat memahami dan mengerti mengenai titrasi redoks

2. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan menerapkan titrasi redoks dalam pengujian.

Page 4: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi Redoks

Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke

reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya

penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau

reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan

elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi.

Reaksi redoks secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :

Ared + Boks Aoks + Bred

Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain, ada

kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya:

Ni(s) + Cu2+

(l) Ni2+

+ Cu(s)

Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni2+

dan Cu2+

di reduksi menjadi logam Cu

Page 5: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Titrasi redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titrant dan analit.Titrasi redoks

banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang bersifat sebagai

oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan sulfite dalam

minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan

menggunakan kalium dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat

dengan menggunakan permanganate, penentuan besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya.

Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan reaksi redoks

memegang peran penting, selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat

oksidator dan reduktor juga sangat berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik

mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah.

Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan mebuat kurva titrasi antara

potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator. Dengan

memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator sering

kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai

indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol

dengan kalium dikromat.

Beberapa titrasi redoks menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya titrasi redoks

yang melibatkan iodine. Indikator yang lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah juga

sering dipakai untuk titrasi redoks jika kedua indicator diatas tidak dapat diaplikasikan,

misalnya ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin.

Contoh titrasi redoks yang terkenal adalah iodimetri, iodometri, permanganometri

menggunakan titrant kalium permanganat untuk penentuan Fe2+ dan oksalat, Kalium

dikromat dipakai untuk titran penentuan Besi(II) dan Cu(I) dalam CuCl. Bromat dipakai

sebagai titrant untuk penentuan fenol, dan iodida (sebagai I2 yang dititrasi dengan tiosulfat),

dan Cerium(IV) yang bisa dipakai untuk titrant titrasi redoks penentuan ferosianida dan

nitrit.

Page 6: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

2.2 Penentuan Titik Akhir Titrasi Redoks

Seperti yang telah kita ketahui bahwa titik akhir titrasi(TAT) redoks dapat dilakukan dengan

megukur potensial larutan dan dengan menggunakan indicator. TAT dengan mengukur

potensial memerlukan peralatan yang agak lebih banyak deperti penyediaan voltameter dan

elektroda khisus, dan kemudian diikuti dengan pembuatan kurva titrasi redoks maka dengan

alasan kemudahan dan efisiensi maka TAT dengan menggunakan indicator yang lebih

banyak untuk diaplikasikan.

Beberapa Jenis Indikator Pada Titrasi Redoks

Indikator Sendiri

Apabila titrant dan analit salah satunya sudah berwarna, sebagai contoh penentuan oksalat

dengan permanganate dimana lautan oksalat adalah larutan yang tidak berwarna sedangkan

permanganate berwarna ungu tua, maka warna permanganate ini dapat dipakai sebagai

indicator penentuan titik akhir titrasi. Pada saat titik akhir titrasi terjadi maka warna larutan

akan berubah menjadi berwarna merah muda akibat penambahan sedikit permanganate.

Karena titik akhir titrasi terjadi setelah titik equivalent terjadi (baca: TAT diamati setelah

penambahan sejumlah kecil permanganate agar tampak warna merah muda ) maka

penggunaan blanko sangat dianjurkan untuk mengkoreksi hasil titrasi pada waktu melakukan

Page 7: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

titrasi ini. Contoh lain titrasi redoks yang melibatkan indicator sendiri adalah titrasi alkohol

dengan menggunakan kalium dikromat.

Indikator Amilum

Indikator amilum dipakai untuk titrasi redoks yang melibatkan iodine. Amilum dengan

iodine membentuk senyawa kompleks amilum-iodin yang bewarna biru tua. Pembentukan

warna ini sangat sensitive dan terjadi walaupun I2 yang ditambahkan dalam jumlah yang

sangat sedikit. Titrasi redoks yang biasa menggunakan indicator amilum

adalah iodimetri dan iodometri.

Indikator Redoks

Indikator redoks melibatkan penambahan zat tertentu kedalam larutan yang akan dititrasi.

Zat yang dipilih ini biasanya bersifat sebagai oksidator atau reduktor lemah atau zat yang

dapat melakukan reaksi redoks secara reversible. Warna indicator dalam bentuk teroksidasi

dengan bentuk tereduksinya berbeda sehingga perubahan warna ini dapat dipakai untuk

penentuan titik akhir titrasi redoks. Reaksi indicator dapat dituliskan sebagai berikut: (Inox

bentuk teroksidasi dan Inred bentuk tereduksi)

Inox + ne- <-> Inred

Indikator redoks berubah warnanya pada kisaran potensial tertentu (hal ini analog dengan

perubahan indicator asam –basa yang berubah pada kisaran pH tertentu untuk membacanya

Anda bisa mengikuti link ini). Jadi jika suatu indicator redoks mengalami reaksi berikut:

Inox + n’H+ + ne- <-> Inred Eo

Maka potensial larutan dapat dinyatakan sebagai berikut:

E = Eo + 0.0591/n log [Inox][H+]n’ / [Inred]

E = Eo + 0.0591/n log [Inox]/[Inred] + 0.0591/n x n’ log [H+]

Karena perubahan warna terjadi terjadi pada saat [Inox]/[Inred] nilainya 10/1 atau 1/10 dan

asumsikan n’=1 maka persamaan diatas menjadi:

E1 = Eo + 0.0591/n log 1/10 + 0.0591/n x log [H+]

E1 = Eo + E o + 0.0591 log [H+] – 0.0591/n

Jadi pada saat Eo = constant dan pH = Constant maka nilai E menjadi

Page 8: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

E1 = constant – 0.0591/n ……..(1)

E2 = Eo + 0.0591/n log 10/1 +0. 0591/n x log [H+]

E2 = Eo + E o + 0.0591 log [H+] + 0.0591/n

Jadi pada saat Eo = constant dan pH = Constant maka nilai E menjadi

E2 = constant +0.0591/n ……..(2)

Jadi Range E agar terjadi perubahan warna indicator redoks adalah:

Erange = E2-E1 = 0.0591/n – 0.0591/n = 0.118V/n

Titik akhir titrasi akan tergantung pada:

Eo

pH

Syarat Indikator redoks

Indikator harus bisa megalami raksi reduksi atau oksidasi dengan cepat.

Indikator harus dapat mengalami reaksi redoks reversibel dengan cepat sehingga bila

terjadi penumpukan massa titrant atau analit maka sistem tidak akan mengalami reaksi

oksidasi atau reduksi secara gradual.

Contoh indikator redoks adalah ferroin Tris (1, 10 phenanthroline) iron(II)Sulfate yang

dipakai untuk titrasi Besi(II) dengan Ce(IV), dimana bentuk teroksidasi ferooin berwarna

biru muda dan bentuk tereduksinya berwarna merah darah.

Dengan syarat reaksi tidak melibatkan ion poliatomik seperti CrO42- dan tidak melibatkan

ion hydrogen. Indeks 1 untuk setengah reaksi oksidasi dan 2 untuk setengah reaksi reduksi.

Kurva titrasi dibuat dengan mengeplotkan potensial larutan terhadap volume larutan titrant

yang ditambahkan (modifikasi alat dapat dilihat pada gambar) dimana 1 merupakan

elektroda untuk mengukur potensial atau dapat berupa pH meter, dan 2 merupakan alat

untuk tempat titrant. Setelah titrant ditambahkan maka larutan diaduk dengan stir magnetic

agar reaksi berjalan merata dan cepat.

Page 9: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

2.3 Prinsip Titrasi

Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapandan

pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang dilepaskan

oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator. Ada dua

cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode bilangan oksidasi dan

metode setengah reaksi (metode ion elektron).

Hubungan reaksi redoks dan perubahan energi adalah sebagai berikut: Reaksi

redoksmelibatkan perpindahan elektron; Arus listrik adalah perpindahan elektron; Reaksi

redoks dapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat menghasilkan

reaksi redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah sel

elektrokimia. Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah

persamaan Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi

syarat. Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor

atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran.

2.4 Reaksi Reduksi Oksidasi (Redoks)

Pada reaksi redoks ini yang terjadi adalah reaksi antara senyawa atau ion yang bersifat

oksidator sebagai analit dengan senyawa atau ion yang bersifat reduktor sebagai titran,

begitu pula sebaliknya. Berdasarkan larutan bakunyang digunakan, titrasiolsidasi- reduksi

dibagi atas :

1). Oksidimetri , adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat

sebagai oksidator.

Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah :

1. Permanganometri, larutan bakunya : KMnO4

2. Dikromatometri, larutan bakunya : K2Cr2O7

3. Serimetri, larutan bakunya : Ce(SO4)2, Ce(NH4)2SO4

4. Iodimetri, larutan bakunya : I2

Page 10: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

2). Reduksimetri , adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat

sebagai reduktor.

Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah :

Iodo met r i, larutan bakunya : Na2S2O3 . 5H2O

2.5 Kurva Titrasi Redoks

Sebelum kita belajar untuk menggambar kurva titrasi redoks maka kita harus mempelajari

terlebih dahulu bagaimana mencari konstanta kesetimbangan reaksi redoks. Konstanta

tersebut dapat dipakai untuk mencari konsentrasi spesies yang terlibat dalam reaksi redoks

pada saat titik equivalent terjadi. Potensial sel akan benilai “nol” pada saat kesetimbangan

tercapai atau dengan kata lain penjumlahan potensial setengah reaksi reduksi dan setengah

reaksi oksidasi akan sama dengan “nol”,

Dengan syarat reaksi tidak melibatkan ion poliatomik seperti CrO42- dan tidak melibatkan

ion hydrogen. Indeks 1 untuk setengah reaksi oksidasi dan 2 untuk setengah reaksi reduksi.

Kurva titrasi dibuat dengan mengeplotkan potensial larutan terhadap volume larutan titrant

yang ditambahkan (modifikasi alat dapat dilihat pada gambar) dimana 1 merupakan

elektroda untuk mengukur potensial atau dapat berupa pH meter, dan 2 merupakan alat

untuk tempat titrant. Setelah titrant ditambahkan maka larutan diaduk dengan stir magnetic

agar reaksi berjalan merata dan cepat. Berikut kurva titrasi antara larutan Besi(II)amonium

sulfat dengan 0.02 M kalium permanganat (analit dibuat dari 95 mL Besi(II)amonium sulfat

kira-kira 0.02 M ditambah dengan 5 mL asam sulfat pekat.

Dari gambar diketahui bahwa titik akhir titrasi diperoleh pada saat penambahan KMnO4

sebanyak 20.4 mL.

Maka mmol KMnO4 = 0.02 M x 20.4 mL = 0.408 mmol

Mmol Besi(II) = 5 x 0.408 = 0.00204 mol

[Fe2+] = 0.00204 mol/0.1 L = 0.0204

2.6 Macam-macam Titrasi Redoks

Page 11: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Dikenal berbagai macam titrasi redoks yaitu permanganometri, dikromatrometri, serimetri,

iodo-iodimetri dan bromatometri.

1. Permanganometri

Permanganometri adalah titrasi redoks yang menggunakan KMnO4 (oksidator kuat) sebagai

titran. Dalam permanganometri tidak dipeerlukan indikator , karena titran bertindak sebagai

indikator (auto indikator). Kalium permanganat bukan larutan baku primer, maka larutan

KMnO4 harus distandarisasi, antara lain dengan arsen(III) oksida (As2O3) dan Natrium

oksalat (Na2C2O4). Permanganometri dapat digunakan untuk penentuan kadar besi, kalsium

dan hidrogen peroksida. Pada penentuan besi, pada bijih besi mula-mula dilarutkan dalam

asam klorida, kemudian semua besi direduksi menjadi Fe2+, baru dititrasi secara

permanganometri. Sedangkan pada penetapan kalsium, mula-mula .kalsium diendapkan

sebagai kalsium oksalat kemudian endapan dilarutkan dan oksalatnya dititrasi dengan

permanganat.

Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium permanganat,

yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan

oksidasi atau redoks. Kalium permanganat telah digunakan sebagai pengoksida secara

meluas lebih dari 100 tahun. Reagensia ini mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan

indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Permanganat bereaksi secara

beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7

Dalam suasana asam atau [H+] ≥ 0,1 N, ion permanganat mengalami reduksi menjadi ion

mangan (II) sesuai reaksi :

MnO4- + 8H+ +5e- Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 Volt

Dalam suasana netral, ion permanganat mengalami reduksi menjadi mangan dioksida seperti

reaksi berikut :

MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O Eo = 1,70 Volt

Dan dalam suasana basa atau [OH-] ≥ 0,1 N, ion permanganat akan mengalami reduksi

sebagai berikut:

Page 12: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

MnO4- + e- MnO42- Eo = 0,56 Volt

Svehla, G. 1995. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro.

Kalman Media Pustaka. Jakarta.

2. Dikromatometri

Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai

oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah dari

permanganat. Kalium dikromat merupakan standar primer. Penggunaan utama

dikromatometri adalah untuk penentuan besi(II) dalam asam klorida.

3. iodimetri

Titrasi dengan iodium ada dua macam yaitu iodimetri (secara langsung), dan iodometri (cara

tidak langsung). Dalam iodimetri iodin digunakan sebagai oksidator, sedangkan dalam

iodometri ion iodida digunakan sebagai reduktor. Baik dalam iodometri ataupun iodimetri

penentuan titik akhir titrasi didasarkan adanya I2 yang bebas. Dalam iodometri digunakan

larutan tiosulfat untuk mentitrasi iodium yang dibebaskan. Larutan natrium tiosulfat

merupakan standar sekunder dan dapat distandarisasi dengan kalium dikromat atau kalium

iodidat.

Dalam suatu titrasi, bila larutan titran dibuat dari zat yang kemurniannya tidak pasti, perlu

dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan tersebut digunakan zat baku yang disebut larutan

baku primer, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara penimbangan

zat secara seksama yang digunakan untuk standarisasi suatu larutan karena zatnya relatif

stabil. Selain itu, pembakuan juga bisa dilakukan dengan menggunakan larutan baku

sekunder, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara dibakukan oleh

larutan baku primer, karena sifatnya yang labil, mudah terurai, dan higroskopis

(Khopkar, 1990).

Iodimetri merupakan titrasi redoks yang melibatkan titrasi langsung I2 dengan suatu agen

pereduksi. I2 merupakan oksidator yang bersifat moderat, maka jumlah zat yang dapat

ditentukan secara iodimetri sangat terbatas, beberapa contoh zat yang sering ditentukan

Page 13: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

secara iodimetri adalah H2S, ion sulfite, Sn2+, As3+ atau N2H4. Akan tetapi karena sifatnya

yang moderat ini maka titrasi dengan I2 bersifat lebih selektif dibandingkan dengan titrasi

yang menggunakan titrant oksidator kuat.

Pada umumnya larutan I2 distandarisasi dengan menggunakan standar primer As2O3,

As2O3 dilarutkan dalam natrium hidroksida dan kemudian dinetralkan dengan penambahan

asam. Disebabkan kelarutan iodine dalam air nilainya kecil maka larutan I2 dibuat dengan

melarutkan I2 dalam larutan KI, dengan demikian dalam keadaan sebenarnya yang dipakai

untuk titrasi adalah larutan I3-.

I2 + I- -> I3-

Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah sampai

basa lemah. Pada pH tinggi (basa kuat) maka iodine dapat mengalami reaksi

disproporsionasi menjadi hipoiodat.

I2 + 2OH- <-> IO3- + I- + H2O

Sedangkan pada keadaan asam kuat maka amilum yang dipakai sebagai indicator akan

terhidrolisis, selain itu pada keadaan ini iodide (I-) yang dihasilkan dapat diubah menjadi I2

dengan adanya O2 dari udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam.

4I- + O2 + 4H+ -> 2I2 + 2H2O

Titrasi dilakukan dengan menggunakan amilum sebagai indicator dimana titik akhir titrasi

diketahui dengan terjadinya kompleks amilum-I2 yang berwarna biru tua. Beberapa reaksi

penentuan denga iodimetri ditulis dalam reaksi berikut:

H2S + I2 -> S + 2I- + 2H+

SO32- + I2 + H2O -> SO42- + 2I- + 2H+

Sn2+ + I2 -> Sn4+ + 2I-

H2AsO3 + I2 + H2O -> HAsO42- + 2I- + 3H+

4. Bromatometri

Page 14: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari ion bromat

(BrO3). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini menunjukkan bahwa

kalium bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi.

Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam

lingkungan asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan akan

menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat, dan bromin yang dibebaskan akan

merubah larutan menjadi warna kuning pucat, warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah

untuk menetapkan titik akhir. (2)

Bromin yang dibebaskan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap yang tinggi dan

mudah menguap, karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu terendah mungkin, serta

labu yang dipakai untuk titrasi harus ditutup.

Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan untuk menetapkan senyawa-

senyawa organik aromatis dengan membentuk tribrom substitusi. Metode ini dapat juga

digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk trivalent walaupun

tercampur dengan stanum valensi empat. (2)

Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodida menjadi iod, sementara

dirinya direduksi menjadi brimida :

BrO3- + 6H+ + 6I+ Br- + 3I2 + 3H2O

Tidak mudah mengikuti serah terima elektron dalam hal ini, karena suatu reaksi asam basa

(penetralan H+ menjadi H2O) berimpit dengan tahap redoksnya. Namun nampak bahwa 6

ion iodida kehilangan 6 elektron, yang pada gilirannya diambil oleh sebuah ion bromat

tunggal. (4)

(muhammadcank.files.wordpress.com/.../laporann-lengkap-bromo-bromatometri.doc)

Syarat-syarat larutan baku primer yaitu

1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni

2. Mudah dikeringkan

3. Stabil

Page 15: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

4. Memiliki massa molar yang besar

5. Reaksi dengan zat yang dibakukan harus stoikiometri sehingga dicapai dasr

perhitungan

Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium

tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. larutan tidak

boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi

dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama.

Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat

Page 16: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deksriptif dengan studi kepustakaan.

3.2 Tempat dan Waktu

3.2.1 Tempat

1. Di Jln.MT Haryono I No.5

3.2.2 Waktu

1. Hari Kamis, Tanggal 29 Maret 2012, PKL 17.00-10.00 WITA.

3.3. Alat dan Bahan

1. labu takar 100 mL

2. Erlenmeyer

3. Timbangan

4. Gelas beker

5. Kertas saring

6. Corong

7. Batang pengaduk

8. Buret

9. Larutan amilum

10. Teh sepeda balap

11. Akuades

12. Alkohol

13. H2SO4 10%

14. Larutan iodium 0,1 N

15. Indikator kanji.

3.4 Proses Pengolahan

A. Preparasi Sampel Teh

1. Ditimbang 25 gram teh kering, dimasukkan dalam gelas beker.

Page 17: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

2. Ditambahkan 100 mL akuades, kemudian didihkan larutan sampai 30 menit sambil

diaduk sesekali. Angkat, lalu disaring.

3. Diuapkan filtrat yang diperoleh hingga volumenya berkurang menjadi sekitar 20 mL,

diangkat dan didinginkan filtrat.

B. Analisis Kadar Kafein dalam Teh

1. Dimasukkan filtrat teh hasil preparasi dalam labu takar 100 mL, ditambahkan 25 mL

alkohol, dikocok sekitar 5 menit sampai homogen.

2. Ditambahkan 5 mL H2SO4 10% dan 20 mL larutan iodium 0,1 N ke dalam labu

takar, diencerkan sampai batas, kemudian kocok larutan sampai homogen.

3. Diambil 20 mL larutan, dimasukkan dalam erlenmeyer, ditambahkan indikator kanji.

4. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna biru hilang. Titrasi dilakuakn

sebanyak 3 kali pengulangan.

Page 18: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL

4.1 Pembahasan

Pada analisa kadar kafein dalam teh, alkohol yang digunakan dalam percobaan berguna

untuk memisahkan senyawa organik dengan zat organik yang terkandung dalam teh, karena

dalam teh tidak hanya mengandung teh tetapi juga mengandung zat-zat lain seperti minyak

oli yang merupakan pewangi teh. Penambahan asam sulfat membuat reaksi berada dalam

suasana agar reaksi yang terjadi, karena kepekatan lebih besar dalam larutan asam daripada

dalam larutan netral dan lebih basa dengan adanya ion iodium yang ditambah dan kelebihan

iodium setelah terjadi reaksi adisi.

Penggunaan natrium thiosulfat sebagai larutan yang akan terurai dalam larutan belerang

sebagai endapan. Akan tetapi reaksinya berlangsung lambat dan tidak terjadi apabila

thiosulfat dititrasi dengan larutan berasam. Pada iodium jika larutannya tidak diaduk maka

reaksi antara iodium dengan thiosulfat jauh lebih cepat dari pada penguraian. Iodium

mengoksidasi thiosulfat menjadi ion tetraionat reaksinya

I2 + 2S2O32-

2I- + S4O6

2-

Pada titrasi digunakan indikator kanji yang berbentuk ion komplek berwarna biru yang

berasal dari amilum, reaksi yang menunjukkan adalah sebagai berikut:

I2 + amilum I2-amilum.

Setelah dilakukan titrasi maka reaksi yang terjadi adalah:

I2 + 2S2O32-

2I- + S4O6

2-

Penggunaan indikator kanji atau amilum ini dalam proses titrasi natrium thiosulfat dan teh

karena natrium thiosulfat lebih kuat pereaksinya dibandingkan dengan amilum sehingga amilum

atau larutan kanji tersebut dapat didesak keluar dari proses reaksi tersebut. Jadi hal ini

Page 19: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

menyebabkan warna berubah kembali seperti semula setelah dilakukannya titrasi dengan natrium

thiosulfat. Dari perhitungan diperoleh massa kafein sebesar 1,637 gram, sehingga konsentrasi

kafein pada proses titrasi dengan menggunakan sampel teh sepeda balap adalah 65,48%.

4.2 Hasil

preparasi sampel teh

Langkah Percobaan Hasil Pengamatan

Ditimbang teh kering

Dimasukkan dalam gelas beker

m = 2,5 gram

Ditambahkan akuades 100 mL,

didihkan selama 30 menit.Diangkat

lalu disaring

_

Filtrat diuapkan hingga volumenya

berkurang menjadi 20 mL, diangkat

lalu dinginkan.

_

analisis kadar kafein dalam teh

Langkah Percobaan Hasil Pengamatan

Filtrat teh hasil preparasi dimasukkan dalam

labu takar 100 mL, ditambahkan 25 mL

alkohol, dikocok sekitar 5 menit sampai

homogen

_

Ditambahkan 5 mL H2SO4 10% dan larutan

iodium 0,1 N ke dalam labu takar, diencerkan

sampai batas kemudian kocok samapai

homogen

_

20 mL larutan diambil, dimasukkan dalam

erlenmeyer, ditambahkan indikator kanji

_

Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga

warna biru hilang

Vrata-rata campuran = 20 mL

Vrata-rata Na2S2O7 = 4,95 mL

Page 20: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Massa kafein yang terkandung dalam teh sepeda balap adalah sebesar 1,637 gr.

2. Kadar kafein pada teh sepeda balap sebesar 65,48%.

3. Standarisasi digunakan untuk mengetahui konsentrasi atau normalitas dari suatu

larutan.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan terhadap makalah ini adalah :

Sebaiknya pembuatan makalah ini diharapkan didahului dengan praktikum agar mahasiswa

dapat memahami dan mengerti bagaimana proses percobaan tentang aplikasi atau percobaan

dari titrasi redoks ( reduksi-oksidasi ). Sehingga mahasiswa dapat mengerti dan paham akan

makalah yang akan dibuat.

Page 21: Laporan Kafein Kelompok 2 -Revisi

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Irfan, Anshary. 1986. Penuntun Pelajaran Kimia. Ganeca Exact, Bandung.

Karyadi, Benny. 1994. Kimia 2. Balai Pustaka, Jakarta.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. ITB, Bandung.

Vogel,1985. Analisa Anorganik Kualitatis. Kalmen Media Pustaka, Jakarta