Laporan Inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) Grobogan Lengkap 2013_uploaded by Wahyu Dwi Pranata
-
Upload
wahyu-dwi-pranata -
Category
Documents
-
view
310 -
download
4
description
Transcript of Laporan Inventaris Benda Cagar Budaya (BCB) Grobogan Lengkap 2013_uploaded by Wahyu Dwi Pranata
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kabupaten Grobogan sebagai daerah industri dan perdagangan
yang berbasis pertanian diupayakan memiliki kemajuan pesat dan
keunggulan di bidang industri pengolahan produk pertanian dan juga
menjadi daerah penghasil komoditas perdagangan dari hasil pertanian
daerah Grobogan itu sendiri.
Perkembangan pembangunan Kabupaten Grobogan saat ini,
sesuai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
Kabupaten Grobogan Tahun 2005-2025 maupun Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-
2013, memiliki visi yang diterapkan dalam pembangunan Kabupaten
Grobogan pada periode lima tahun ke depan (tahun 2011-2016) yaitu:
"Terwujudnya Kabupaten Grobogan sebagai daerah industri dan
perdagangan yang berbasis pertanian, untuk mencapai masyarakat yang
sehat, cerdas dan lebih sejahtera."
Penjelasan di atas memberikan gambaran daerah Grobogan
merupakan daerah berpotensi bagi perkembangan kota kabupaten.
Dengan demikian, perubahan di daerah ini cukup pesat dan meningkat
akibat aktivitas pembangunan dan lahan yang mendukung sebagai salah
satu tempat strategis dalam perpindahan manusia dan barang. Berkaitan
dengan hal tersebut, bangunan-bangunan kuna yang ada dikhawatirkan
akan terkesampingkan atau cenderung dihilangkan untuk pembangunan
fasilitas-fasilitas yang dianggap lebih memenuhi permintaan kemajuan
jaman. Kondisi tersebut dapat mengancam keberadaan cagar budaya.
Di sisi lain, keberadaan cagar budaya perlu dilestarikan antara
lain untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa, serta
2
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sesuai amanat Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, maka
salah satu langkah awal pelestarian cagar budaya adalah registrasi. Oleh
karena itu, sebagai tindakan awal pelestarian, maka Balai Pelestarian
Cagar Budaya Jawa Tengah melakukan Inventarisasi Benda Cagar Budaya
tidak bergerak yang terdapat di Kabupaten Grobogan.
B. DASAR HUKUM
1. Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993 tentang Pelaksanaan
Undang-undang nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 52 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai
Pelestarian Cagar Budaya;
4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
37/PMK.02/2012 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2013.
5. DIPA Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah Nomor
023.15.2.427832/2013 Tanggal 5 Desember 2012, revisi ke-2 tanggal 15
April 2013
6. Surat Keputusan Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah
nomor 850/401.KP/BPCB/P-IV/2013 tanggal 29 April 2013 tentang
Penunjukan Pelaksana Kegiatan Inventarisasi Cagar Budaya Tidak
Bergerak Kabupaten Grobogan Tahun 2013.
7. Surat Tugas Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah nomor
184/103.UM/BPCB/P-V/2013 tanggal 8 Mei 2013 tentang Inventarisasi
Cagar Budaya Tidak Bergerak Kabupaten Grobogan.
3
C. MAKSUD, TUJUAN, DAN SASARAN
Maksud kegiatan ini adalah sebagai upaya perekaman data
berupa visual, piktorial, maupun verbal terhadap bangunan yang diduga
sebagai cagar budaya di Kabupaten Grobogan.
Tujuan inventarisasi cagar budaya tidak bergerak adalah
1. Melakukan pendataan potensi cagar budaya
2. Melestarikan cagar budaya dengan cara penggalian data atau sumber
referensi penting dalam menentukan dan merencanakan kegiatan
pelestarian, pemanfaatan dan pengelolaan cagar budaya yang dapat
diakses oleh lembaga purbakala, lembaga non purbakala dan
masyarakat umum untuk pertimbangan konservasi kawasan Kabupaten
Grobogan.
Sasaran kegiatan meliputi :
1. Bangunan / Situs kategori cagar budaya tidak bergerak di wilayah
Kabupaten Grobogan.
2. Data arkeologis, teknis dan data lainnya yang memiliki kaitan dengan
peninggalan sejarah dan purbakala hasil pendataan / inventarisasi
Dengan kegiatan pendataan ini diharapkan dapat terwujud
cermin potensi cagar budaya di Kabupaten Grobogan.
D. ANGGARAN
Anggaran yang telah diserap melalui kegiatan ini sebesar Rp.
44.414.000,00 (Empat puluh empat juta empat ratus empat belas ribu
rupiah) yang berasal dari anggaran Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa
Tengah Tahun Anggaran 2013 yang terdiri dari Belanja Bahan Rp
3.729.000,00, belanja honor output Rp 2.950.000,00, belanja perjalanan
transport dalam kota Rp 1.650.000,00, belanja perjalanan dan akomodasi
4
Rp 34.510.000,00, dan belanja jasa profesi Rp 1.575.000,00 dengan jangka
waktu pelaksanaan satu bulan, mulai tanggal 6 Mei hingga 5 Juni 2013.
E. TIM INVENTARISASI
1. Penanggung Jawab : Dra. Sri Ediningsih, M. Hum.
2. Ketua Tim : Bagus Ujianto, SS.
3. Sekretaris Pelaksana : Sutarto
4. Arkeolog : Winda Artista Harimurti, SS.
5. Arkeolog : Wahyu Broto Raharjo, SS.
6. Arsitek : Sulistyo Andayaningrum, ST.
7. Pengolah Data : Iwuk Trikiswarsiki, SS.
8. Fotografer : Sunarno
9. Juru Kamera Video : Sunardi
F. KOORDINASI
Pelaksanaan kegiatan diawali dengan koordinasi berupa
pertemuan antara Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak
Kabupaten Grobogan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah
yang telah diangkat melalui Surat Keputusan Balai Pelestarian Cagar
Budaya Jawa Tengah No. 850/401.KP/BP3/P-IV/2013 tanggal 29 April 2013,
beserta narasumber dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Grobogan yang telah ditunjuk melalui Surat Keputusan Balai Pelestarian
Cagar Budaya Jawa Tengah No. 851/401.KP/BP3/P-IV/2013 tentang
Penunjukan Narasumber Inventarisasi Benda Cagar Budaya Tidak
Bergerak Kabupaten Grobogan Tahun 2013 tanggal 29 April 2013.
Dalam kesempatan pertemuan ini, pihak Dinas Kebudayaan
Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Grobogan menyambut
gembira kegiatan yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya
5
Jawa Tengah karena kegiatan ini selaras dengan program pemerintah
kabupaten untuk lebih mendayagunakan peninggalan-peninggalan
budaya.
Selanjutnya, setelah menyampaikan salam serta maksud
pelaksanaan kegiatan, dijelaskan bahwa kegiatan ini akan dibantu oleh
para narasumber yang berasal dari unsur Dinas Kebudayaan Pariwisata,
Pemuda dan Olah raga kabupaten Grobogan. Diterangkan bahwa setelah
dilakukannya kegiatan inventarisasi berupa pendataan di lapangan,
laporan hasil inventarisasi juga akan disampaikan kepada Dinas
Kebudayaan Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Grobogan
untuk dilanjutkan kepada Bupati. Hal tersebut selaras dengan amanat
Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya bahwa ujung
dari kegiatan ini bukan hanya sebatas pendaftaran namun harus
ditindaklanjuti dengan penetapan Bupati. Dalam laporan juga akan
disampaikan rekomendasi bagi upaya tindak lanjut pengelolaan cagar
budaya yang berada di wilayah Kabupaten Grobogan.
6
II. SEJARAH GROBOGAN
A. LEGENDA
1. Asal Mula Nama Grobogan
Grobogan berasal dari kata Grobog yang dalam ucapnya menjadi
"grogol". yaitu alat penangkap binatang buas. Sejalan dengan
penjelasan tersebut, maka Grobogan adalah sebuah daerah yang
digunakan sebagai daerah perburuan. Daerah ini merupakan daerah
perburuan Sultan Demak (Atmodarminto, 1962 : 119) atau merupakan
daerah persembunyian para bandit dan penyamun zaman Kerajaan
Demak Pajang (Atmodarminto, 1955 : 123). Pada zaman Kartasura
daerah ini merupakan daerah tempat tinggal tokoh-tokoh peperangan
(Babad Kartasura, 79), misalnya : Adipati Puger, Pangeran Serang, dan
Ng. Kartodirjo.
Menurut legenda yang dikisahkan secara lisan di daerah
Grobogan, terdapat rombongan dari pasukan Kerajaan Demak dipimpin
oleh Sunan Ngudung dan Sunan Kudus menyerbu Kerajaan Majapahit.
Akibat dari penyerbuan tersebut, Kerajaan Majapahit mengalami
kekalahan hingga akhirnya runtuh. Sunan Ngudung memasuki Istana
Kerajaan Majapahit yang telah kosong, dia menemukan banyak pusaka
Majapahit yang ditinggalkan.
Setelah selesainya perampasan senjata tersebut, seluruh benda
rampasan dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam suatu wadah yang
dinamakan grobog yang nantinya digunakan sebagai barang boyongan
ke Kerajaan Demak. Demi kelancaran perjalanan menuju Demak
lgrobog tersebut harus ditinggal di suatu daerah. Grobog dititipkan
kepada penguasa daerah saat itu. Sebagai kenangan, maka tempat
tersebut diberi nama “Grobogan”, yaitu tempat grobog.
7
Grobog adalah sebuah tempat atau wadah yang digunakan
untuk menyimpan uang atau barang yang dibuat dari kayu agar benda
yang tersimpan lebih mudah dibawa. Di lain tempat, grobog juga
difungsikan untuk mengangkut hewan hasil buruan atau bahkan
biasanya grobog berbentuk persegi atau bulat dengan ukuran yang
bermacam-macam tergantung benda yang akan disimpan di dalamnya.1
2. Asal Mula nama Purwodadi
Purwodadi sebagai kota Kabupaten Grobogan mempunyai
arti yaitu "purwa" berarti "permulaan" (Jawa : kawitan). "dadi" artinya
"jadi" (Jawa : dumadi). Selanjutnya dapat diterjemahkan dalam
bahasa Jawa, “purwaning dumadi: sangkan paraning dumadi”. Hal ini
dikaitkan dengan cerita Aji Saka dalam penciptaan aksara Jawa-nya
yang di dalamnya terkandung ajaran filsafat hidup dan kehidupan
manusia "manunggaling kawula gusti", dari sejak asal mula manusia di
dunia ini.2
B. GROBOGAN MASA KLASIK
Sejarah masa klasik di Kabupaten Grobogan terkait cerita rakyat
tentang Aji Saka dan Kerajaan Medang Kamulan. Sementara itu hasil
inventarisasi Cagar Budaya Kabupaten Grobogan Tahun 2013, ditemukan
pula situs Medang Kamulan yang terletak di Dusun Medang Kamulan, Desa
Banjarejo, Kecamatan Gabus. Masyarakat setempat percaya bahwa daerah
ini merupakan lokasi kerajaan Medang Kamulan, karena nama
kampung/dusun tersebut adalah Medang Kamulan.
Saat ini lokasi tersebut banyak ditemukan fragmen keramik Cina
dan fragmen gerabah serta sebagian arealnya mengandung butir-butir
emas. Menurut informasi penduduk, di areal ini juga banyak ditemukan
1 http://mastonofisip.blog.uns.ac.id/files/2010/04/lokasi2.pdf 2 http://grobogan.8k.com/kabupaten.htm
8
artefak seperti patung/arca dan topeng yang terbuat dari emas, mata uang
kepeng serta tembikar dan keramik.
Perkataan Medang Kamulan terdiri dari dua kata: Medang dan
Kamulan. Perkataan Medang Medang) berarti "ibu kota". Buktinya :
1. Prasasti Mantyasih berangka tahun 907 M ditemukan di desa Kedu.
Antara lain menyebutkan : "rahyangta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu".
(Slametmulyana, Sriwijaya: hal. 147). Artinya pembesar-pembesar
terdahulu yang memerintah di Medang Poh Pitu, atau pembesar-
pembesar yang memerintah terdahulu yang beribu kota di Poh Pitu.
2. Prasasti Tengaran yang ditemukan di Jombang, Jawa Timur bercerita
pemindahan Ibu kota Medang dari Poh Pitu ke Mamratipura, dan raja
Wawa mengatakan ibukotanya "ri Medang ri Bhumi Mataram", artinya
"di Medang di Bumi Mataram". Dan nama ibukota ini dalam prasasti
Tengaran tersebut disebut pula "Medang i Bumi Mat i Watu" yang
artinya "Ibukota di Bhumi Mat i Watu" (Casparis, I, 1950 : hal. 39-42).
Sedang Kamulan berasal dari kata dasar "mula" mendapatkan
awalan "ka" dan akhiran "an", membentuk kata benda. Arti "mula" adalah
awal, asal, atau akar. Untuk memperoleh penjelasan tentang kata "mula"
tersebut, dikemukakan contoh-contoh seperti yang diajukan oleh Casparis
dalam Prasasti Indonesia I (1950).
Batu dari Siman, Kediri (OJO 28) menyebutkan beberapa kali
"Sang Hyang Dharma Kamulan", yang artinya "Mula Sang Hyang Dharma"
Maksudnya adalah "pendahulu yang telah tiada, atau sebuah tempat
pemakaman nenek moyang". Selanjutnya dalam Prasasti Singasari
disebutkan (OJO 38) "apan ngakai gunung wangkali kamulan Kahyangan ia
pangawan" yang artinya "sebab inilah gunung Wangkali dari Kahyangan di
Pangawan". Jadi disini kata "mula" berhubungan dengan "gunung suci,
pendahulu, cikal bakal atau suci.
9
Dalam Prasasti Karangtengah (824 M) diceritakan bahwa Ratu
Pramodhawardhani (Prasasti Sri Kahulunan th 842) mendirikan "Kamulan"
di Bhumi Sambhara (Budhara). Di sini arti "Kamulan" adalah makam nenek
moyang dan tempat pemujaan. Dari penjelasan di atas kita dapat
menduga mungkin yang dimaksudkan dengan kata "mula" di sini adalah
"asal, cikal bakal, awal atau permulaan kejadian." Jadi Medang Kamulan
berarti ibukota yang pertama.
Melihat sebutan-sebutan ibukota seperti Medang i Poh Pitu,
Medang i Mat i Watu, Medang ri Mamratipura, ri Medang ri Bhumi
Mataram, bahwa agaknya ibukota tersebut selalu berpindah-pindah
tempat, sebab mungkin terdesak oleh penguasa lain, bencana alam dan
lain-lain. Sehingga ibukota kerajaan dari Majapahit ke Sengguruh; dari
Majapahit ke Bintara, Demak; Mataram Islam : dari Kerta ke Plered; dari
Plered ke Wanakerta atau Kartasura, dan dari Kartasura berpindah ke
Surakarta, dan sebagainya.
Beberapa ahli menunjuk letak kota Medang sebagai berikut :
1. Di sekitar Prambanan, karena terdapat peninggalan sejarah berupa
candi sehingga dapat diasumsikan sebagai pusat ibukota kerajaan
Medang. Inilah pendapat Krom (1957 : 40). Cerita Bandung Bandawasa
berperang dengan Prabu Baka di Prambanan dan cerita terjadinya
Candi Sewu dan Candi Rara Jonggrang berlokasi di Prambanan.
(Ranggawarsita, III, 1922).
2. Letaknya di Purwodadi, daerah Grobogan, sebab di situ terdapat desa
Medang Kamulan, Kesanga, dan sebagainya yang berkaitan dengan
Ceritera Aji Jaka Linglung. Serta di desa Kesanga terdapat puing-puing
bekas istana kerajaan yang diduga bekas istana kerajaan Medang.
(Raffles, 1978).
3. Purbatjaraka dalam bukunya "Enkele Oud platsnamen" dalam TBG,
1933, menyatakan bahwa letak Medang Kamulan di sekitar Bagelen
� �
(Purworejo), sebab di daerah itu terdapat desa bernama Awu-awu
langit dan desa Watukura. Dyah Watukura adalah nama lain bagi
Balitung, salah seorang keturunan Raja Sanjaya. Desa Awu-awu Langit
artinya mendung atau Medang
Dari beberapa pendapat tersebut, yang jelas bahwa ibukota
kerajaan Mataram selalu berpindah-pindah. Sebagai ibukota permulaan
adalah Purwodadi, daerah Grobogan, kemudian berpindah ke sekitar
Prambanan, kemudian berpindah ke daerah Kedu, dan berpindah ke
Prambanan lagi, baru sesudah itu berpindah ke Jawa Timur.
Alasan menentukan ibukota pertama di Purwodadi adalah :
1. "Purwa" berarti "permulaan" (Jawa: kawitan). "Dadi" artinya "jadi"
(Jawa : dumadi). Hal ini dikaitkan dengan ceritera Aji Saka dengan
Carakan Jawanya yang mengandung hidup, dan kehidupaan manusia
"Manunggaling Kawula Gusti", dari sejak asal mula manusia di dunia.
2. Bila ditinjau letak geografisnya, memang lebih sesuai, sebab di daerah
tersebut mudah mencari air, padahal setiap makhluk membutuhkan air.
Daerah ini memanfaatkan air sungai Lusi dan beberapa anak sungainya
untuk lalu lintas, pengairan kebutuhan hidup sehari-hari.
Di dalam Primbon Jayabaya (hal.27) dikatakan bahwa Aji Saka
naik takhta di negara Sumedang Purwacarita. Perkataan "SuMedang" di
sini bukanlah kota Sumedang di Jawa Barat sekarang, tetapi dimaksudkan
kota Medang yang sangat baik. Jadi Sumedang Purwacarita artinya ibukota
Medang yang sangat baik bagi (negara) Purwacarita. Purwa berarti
permulaan; carita berarti cerita, kejadian. Dengan demikian Sumedang
Purwacarita identik dengan Medang Kamulan yang lahir di Mataram yang
pertama kali.
Keberadaan kerajaan Medang Kamulan dapat dikatakan setengah
mitologis karena belum ditemukan bukti-bukti arkeologis yang dapat
memberikan penjelasan akurat tentang kerajaan tersebut. Medang
� �
Kamulan sendiri diceritakan sebelumnya diperintah oleh Prabu Dewata
Cengkar yang kejam, kemudian dapat dikalahkan oleh Aji Saka yang
kemudian menjadi raja di kerajaan tersebut. Aji Saka sendiri dipercaya oleh
masyarakat Jawa adalah tokoh yang melahirkan aksara Jawa Baru.
Cerita tentang Aji Saka ini diawali dari kisah Prabu Isaka yang
berkuasa di dataran Lampung berasal dari tanah Hindu. Prabu Isaka
tersebut turun tahta dan digantikan oleh patihnya yang bernama Patih
Belawan. Dalam kisah selanjutnya, Raja Isaka yang dikawal oleh empat
orang pergi ke tanah Jawa dan mendirikan sebuah perguruan. Sejak saat
itu dia bergelar Sang Mudhik Bathara Tupangku. Sang Bathara mengajarkan
berbagai ilmu, diantaranya ilmu kesusastraan, ilmu penitisan (inkarnasi),
dan ilmu keagamaan. Pengembaraan Sang Bathara berlanjut hingga ke
suatu daerah yang bernama Medang Kamulan dengan rajanya bernama
Prabu Dewata Cengkar.
Dalam Sekar Jangka Jagad dikisahkan bahwa Prabu Dewata
Cengkar adalah raja yang jahat dan kejam, karena suka makan daging
manusia. Sang Bathara akhirnya mampu mengalahkan Prabu Dewata
Cengkar dengan cara membentangkan ikat kepalanya hingga dapat
menutupi seluruh wilayah Medang Kamulan. Di sinilah pengikut Prabu
Dewata Cengkar harus mengakui kekalahan, dan harus menyingkir dari
negeri Medang Kamulan (dikiaskan dengan menyeburkan diri ke laut
menjadi seekor buaya putih). Sang Bathara menguasai daerah tersebut
dengan gelar Sri Maha Prabu Lobang Widayaka3 atau lebih dikenal dengan
sebutan Aji Saka. Ketika Aji Saka menjadi raja, ditandai dengan sengkalan
"nir wuk tanpa jalu" yang berarti angka tahun 1000 Saka atau 1078 Masehi.4
3 Primbon jayabaya dalam www.mastonofisip.blog.uns.id 4 Tahun Saka diciptakan berdasarkan peringatan penobatan Prabu Kanishka di India pada
tahun 79 M = 1 Saka. Tahun Saka mengikuti peredaran Matahari. Di Jawa terdapat tradisi penggunaan sengkalan tersebut. Apabila menggunakan perhitungan tahun Matahari, disebut Surya Sengkala, dan bila menggunakan perhitungan peredaran Bulan di sebut Candra Sangkala. Dalam kisah yang lain, lahirnya Candra Sangkala adalah sejak masa Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645) yaitu menciptakan Tahun Jawa dengan perhitungan peredaran Bulan (sejak 1555 Saka atau tahun 1633 Masehi).
� �
HIngga saat ini, data historis berupa prasasti atau data tertulis lain
mengenai Aji Saka belum ditemukan. Dimungkinkan tokoh Aji Saka
merupakan tokoh bayangan untuk menunjukkan keberadaan pengaruh
Agama Hindu di Tanah Jawa. Pengaruh Agama Hindu dikiaskan dalam
lambang “desthar” atau ikat kepala. Ikat kepala melambangkan otak
dimana manusia berfikir atau dimana sumber dari segala ilmu
pengetahuan.
Sementara itu sengkalan Nir Wuk Tanpa Jalu, memiliki arti
harafiah “Hilang Rusak Tanpa Susuh” (ayam jantan) atau Hilang Rusak
Tanpa Kekuatan Laki-Laki. Maksudnya negara atau masyarakat kacau
tanpa kekuatan laki-laki, karena tenaga laki-laki "dimakan" oleh Dewata
Cengkar. Ungkapan ini merupakan kias bagi mereka yang diperkerjakan
untuk membangun bangunan suci berupa candi-candi yang tidak sedikit
jumlahnya. Misalnya: candi Borobudur, Pawon, Mendut, Sari, Kalasan,
Sewu, dan Ratu Baka.
Pada masa berikutnya, pada akhir masa kekuasaan Majapahit,
wilayah Grobogan merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit. Grobogan
mempunyai arti penting sebagai wilayah pemasok padi bagi Kerajaan
Majapahit. Terdapat nama Buyut Masharar di desa Getas yang menjadi
"juru sabin sang Prabu". Selain itu muncul pula beberapa nama di wilayah
Kabupaten Grobogan, seperti Ki Ageng Tarub dan Bondan Kejawan atau
Lembu Peteng yang dimakamkan di Desa Tarub, Desa Tawangharjo,
Kabupaten Grobogan.
Sengkalan adalah perhitungan tahun yang diwujudkan dalam bentuk rangkaian kata menjadi kalimat atau berupa gambar yang menunjukkan angka tahun. Kalimat itu harus menggambarkan keadaan pada waktu tahun itu. Tujuan untuk memperingati suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia dalam masyarakat dan bernegara. Sengkalan dalam bentuk kalimat disebut Sengkalan Lamba, sedang sengkalan yang diujudkan dalam bentuk gambar atau benda, disebut Sengkalan Memet. Tiap kata dalam kalimat atau gambar diberi nilai yang berbeda-beda antara 0 - 9 dengan mengingat akan adanya guru dasanama, guru karya, guru jarwa, dan sebagainya.
� �
C. GROBOGAN MASA ISLAM
1. Masa Akhir Kerajaan Majapahit
Pada awal masa Islam terdapat nama-nama seperti Ki Buyut
Masharar, Ki Ageng Tarub, dan Bondan Kejawan yang diindikasikan
merupakan tokoh-tokoh Islam dalam lingkungan istana Kerajaan
Majapahit. Ki Buyut Masharar merupakan juru sabin bagi Kerajaan
Majapahit yang telah beragama Islam. Sedangkan Ki Ageng Tarub
yang berada di Desa Tarub adalah tokoh Islam yang menjadi
kepercayaan Prabu Brawijaya.
Tokoh Bondan Kejawan merupakan putra Prabu Brawijaya dari
pernikahannya dengan Puteri Wandan Kuning. Karena menurut
ramalan ahli nujum anak ini akan membunuh ayahnya, maka oleh raja,
Bondan Kejawan dititipkan kepada juru sabin raja, Ki Buyut Masharar.
Setelah dewasa Bondan Kejawan diberikan kepada Ki Ageng Tarub
untuk berguru agama Islam dan ilmu kesaktian. Oleh Ki Ageng Tarub,
namanya diubah menjadi Lembu Peteng. Dia dikawinkan dengan putri
Ki Ageng Tarub bernama Dewi Nawangsih. Setelah Ki Ageng Tarub
meninggal dunia, Lembu Peteng menggantikan kedudukan
mertuanya, dengan nama Ki Ageng Tarub II.
Perkawinan Bondan Kejawan atau Lembu Peteng dengan
Nawangsih berputera Ki Ageng Getas Pendawa. Dari Ki Ageng Getas
Pendawa lahirlah Bagus Sogom alias Syekh Abdurrahman alias Ki
Ageng Sela yang kemudian menurunkan Ki Ageng Henis. Dari data
sejarah Ki Ageng Henis ini nantinya berputera Ki Ageng Pemanahan
yang menurunkan Sutawijaya atau Mas Ngabehi Loring Pasar atau
Panembahan Senapati, yang nantinya menjadi raja pertama Kerajaan
Mataram.5
5 http://bagusharun.blogspot.com/2012/09/3-ki-ageng-selo-muhammad-abdurrohman_24.html
� �
2. Masa Kerajaan Demak
Pada masa kerajaan Demak, wilayah Grobogan merupakan
daerah perdikan di mana muncul beberapa tokoh, antara lain Ki
Ageng Sela. Ki Ageng Sela mendirikan masjid di Desa Sela, Kecamatan
Tawang Harjo, Kabupaten Grobogan 10 km sebelah timur Kota
Purwodadi yang masih berdiri hingga sekarang. Dalam cerita, Ki
Ageng Sela lebih dikenal sebagai tokoh sakti yang mampu
menangkap halilintar (bledheg). Ki Ageng Sela memiliki murid Joko
Tingkir yang nantinya menjadi raja di Kerajaan Pajang.
3. Masa Kerajaan Pajang
Pada masa Kerajaan Pajang, Jaka Tingkir yang bergelar
Sultan Hadiwijaya sang penguasa Pajang merupakan murid Ki Ageng
Sela. Sultan Hadiwijaya yang menjadi menantu Sultan Trenggono dari
Demak akhirnya mampu mengganti Dinasti Demak.
Kerabat dari Ki Ageng Sela banyak yang mengabdi di Pajang,
yaitu Ki Ageng Henis, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Penjawi (putra
angkat Ki Ageng Sela). Ikatan kerabat dari Sela tersebut dengan
Pajang bertambah erat dengan diangkatnya putera Ki Ageng
Pemanahan, yaitu Raden Bagus atau Bagus Srubut yang dalam Serat
Kanda di sebut Raden Mas Danang, menjadi putera angkat Sultan
Hadiwijaya. Putera angkat itu diberi nama Sutawijaya, dan karena
tempat tinggalnya di sebelah utara pasar Pajang maka disebut Mas
Ngabehi Loring Pasar. Pengangkatan ini dimaksudkan sebagai
"lanjaran" atau pengantar agar Sultan segera memperoleh putera
sendiri dari permaisuri.
Kisah selanjutnya, Kerajaan Pajang terjadi kerusuhan yang
dilakukan oleh Haryo Penangsang. Dalam kerusuhan tersebut peran
Grobogan sangat penting, karena tokoh-tokoh dari Sela seperti Ki
Ageng Pemanahan, Ki Ageng Panjawi, Ki Juru Martani dan Sutawijaya
� �
mampu menumpas Haryo Penangsang. Sebagai hadiahnya maka Ki
Ageng Pemanahan memperoleh bumi Mataram, dan Panjawi
memperoleh daerah Pati. Sedang Juru Martani dan Sutawijaya
mengikuti Ki Ageng Pemanahan di Bumi Mataram.
Ki Ageng Pemanahan di Bumi Mataram menjabat setingkat
Kadipaten. Sepeninggal Ki Ageng Pemanahan pada tahun 1575,
kedudukan sebagai adipati Bumi Mataram digantikan oleh Sutawijaya.
4. Masa Kerajaan Mataram Islam
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya, Kerajaan Pajang terjadi
perebutan kekuasaan antara Arya Pangiri dan Pangeran Benowo.
Tahun 1586 Arya Pangiri dibunuh oleh pangeran Benowo atas bantuan
Sutawijaya. Selanjutnya atas kerelaan Benowo, kekuasaan Pajang
diserahkan kepada Sutawijaya. Dengan demikian seluruh kekuasaan
Pajang, termasuk wilayah Grobogan berada di bawah kuasa
Mataram.
Pada masa selanjutnya, tahun 1646 Sunan Amangkurat I
mengadakan perjanjian dengan Kompeni Belanda. Tindakan Sunan
inilah yang menjadi awal mula Mataram secara berangsur-angsur
jatuh di bawah kuasa Kompeni Belanda. Banyak bangsawan yang
tidak senang dan akhirnya melakukan pemberontakan. Pada masa
pemberontakan Trunajaya, Karaton Plered berhasil diduduki musuh.
Menurut kepercayaan Jawa, istana yang telah diduduki
musuh akan hilang kesaktiannya. Oleh karena itu Sunan Amangkurat II
tidak mau menempati istana Plered lagi. Akhirnya dipilihlah
Wanakerta sebagai istana baru dengan diberi nama Kartasura
Adiningrat.
� �
D. MASA KOLONIAL6
1. Masa Mataram Kartasura
Kemenangan Mataram atas para pemberontakan Trunajaya
dibantu oleh Kompeni Belanda. Oleh karena itu Kerajaan Mataram
dengan Kompeni Belanda mengadakan perjanjian yang dikenal
dengan sebutan Kontrak Kendeng. Isinya pantai utara Jawa
digadaikan kepada Kompeni Belanda dan juga beberapa daerah
Mancanegari seperti Blora, Jipang, Grobogan, dan Cengkal Sewu.
Susuhunan Ngalaga tidak senang terhadap tindakan Sunan
Amangkurat tersebut. Maka dia bersiap-siap menyerbu Kartasura.
Pertentangan antara Sunan Ngalaga dengan Sunan Amangkurat II ini
dapat diselesaikan setelah keduanya mengetahui duduk perkaranya.
Sunan Ngalaga kembali menjadi P. Puger dan bertempat tinggal di
Kartasura dengan mendapatkan "lungguh" 4000 karya.
Pada tahun 1703 Sunan Amangkurat II mangkat dan diganti
oleh putranya Sunan Amangkurat III. Raja yang masih muda ini selalu
berbeda pendapat dengan P. Puger. Akhirnya pada Tahun 1708 P.
Puger minta bantuan kepada Kompeni Belanda agar diangkat menjadi
Sunan Kartasura. Oleh Kompeni permintaan tersebut dikabulkan dan
P. Puger diangkat menjadi Sunan Kartasura dengan gelar Susuhunan
Paku Buwono I. dengan upah daerah-daerah Demak, Grobogan, Sela
dan daerah sekitar Semarang sampai Ungaran diambil oleh Kompeni
sebagai wilayah Kompeni .
Pada masa Sunan Paku Buwono I, yaitu pada tahun 1709
diadakan perjanjian dengan Kompeni. Isi pokok perjanjian tersebut
antara lain daerah Semarang dan sekitarnya digadaikan kepada
Kompeni, termasuk didalamnya daerah-daerah Demak, kudus, Blora,
Jepara, Pati, Grobogan, Kendal.
6 http://grobogan.go.id/profil-daerah/sejarah/masa-mataram-kartosuro-surakarta.html
� �
Pada masa Amangkurat IV terdapat seorang abdi pekatik
yang sangat dekat dengan raja bernama Wongso Dipo. Karena
jasanya dapat menyelamatkan jiwa Sunan ketika terjadi perang
dengan Pangeran Blitar dan P. Purboyo di Mataram, akhirnya dia
diangkat menjadi Bupati Grobogan dengan gelar Tumenggung
Martapura pada hari Senin, 21 Jumadilakir, tahun Jimakir, 1650 atau 4
Maret 1726. Dalam pengangkatan itu disebutkan daerah-daerah yang
menjadi wilayah kekuasaan Kabupaten Grobogan, adalah: Sela, Teras
Karas, Wirosari, Grobogan, Santenan, dan beberapa daerah di
Sukowati bagian utara Bengawan Sala.
Pada waktu itu wilayah Grobogan masuk dalam wilayah
Mancanagari. Mancanagari ialah daerah taklukan Raja. Pendudukan
sebagai daerah yang berkewajiban "seba" kepada raja setahun sekali
yaitu pada hari besar "Gerebeg". Daerah ini merupakan daerah vasal
yang terdiri dari daerah Mancanagari Kilen dan Mancanagari Wetan
serta pengangkatan Ng. Wongsodipo sebagai Bupati Grobogan
dengan gelarnya RTumenggung Martapura.
Dalam sejarah Jawa, jabatan Bupati adalah Bupati Prajurit,
Sebutannya Adipati. Tugasnya adalah menyediakan prajurit dan
tenaga untuk raja dan kerajaan sehingga Bupati ini harus bertempat
tinggal di Kutagara. Di samping tugas tersebut, maka dia harus pula
menyediakan kebutuhan istana, kain-kain, dan sebagainya. Pemimpin
dari beberapa Bupati tersebut diangkat Bupati Nayoko atau Wedono
Bupati Sepuh (Serat Adhel : 11-13).
Bupati jenis ini memiliki wilayah yang pasti dan sistem
pemerintahan yang tetap. Hal ini seperti pada zaman kerajaan yang
diketahui adanya Bupati Panekar, Bupati Numbak Anyar, Bupati Bumi
Gede, dan Bupati Penumping. Kota Kartasura pada waktu itu sedang
dalam keadaan kacau, maka Tumenggung Martapura masih tetap di
� �
Kartasura. Sedang pengawasan terhadap daerah Grobogan
diserahkan kepada kemenakan sekaligus menantunya, yaitu RT.
Suryonegoro (Suwandi). Tugasnya adalah menciptakan struktur
pemerintahan Kabupaten Pangreh Praja, seperti adanya Bupati Patih,
Kaliwon, Panewu, Mantri dan seterusnya, hingga jabatan Bekel di
desa-desa.
Setelah Sunan Amangkurat IV mangkat, maka digantikan oleh
putranya yang bergelar Sunan Paku Buwono (PB) II (1727 - 1749).
Sunan PB II masih terlalu muda sehingga sebagai penasehat ditunjuk
Patih Danurejo yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap
raja. Patih tersebut sangat membenci Belanda. Ia mendapatkan
dukungan Ibu suri raja Ratu Amangkurat. Demikian pula Tumenggung
Martapura, Bupati Grobogan, dapat mempengaruhi hati Sunan
sehingga membenci Belanda. Pada tahun 1731 Tumenggung
Martapura meminta kepada Bupati Demak. T. Joyoningrat untuk
mengusir Belanda dari Semarang. Usaha ini berhasil. Tumenggung
Joyoningrat melaporkan bahwa mereka telah bersepakat dengan
para Bupati pesisir. Sementara itu orang-orang Tionghoa mengangkat
seorang Kapten bernama Kapten Sinseh sebagai pemimpin mereka.
Mereka mengkoordinasi kekuatan Tionghoa di daerah Demak, Pati,
Santenan, dan Grobogan.
Oleh karena Sikap PB II yang kurang menguntungkan, maka
Tumenggung Martapura kembali ke Grobogan dan mengangkat
dirinya sebagai Adipati Puger. Adipati Puger bekerjasama dengan
masyarakat Tionghoa di Kartasura untuk menghancurkan PB II.
Atas bantuan Kapitan Sepanjang, Bupati Pati, Tumenggung
Mangunonen, dan Bupati Grobogan, Adipati Martapura Puger, maka
Raden Mas Garendi, putera P. Teposono, dan salah seorang cucu
Sunan Amangkurat III, diangkat menjadi raja Kartasura dengan gelar
�
Susuhunan Kuning. Karaton Kartasura dapat dikuasai pada tanggal 30
Juni 1742. Peristiwa ini disebut Geger Pecinan yang berakibat PB II
menyingkir ke Laweyan dan akhirnya ke Ponorogo.
Atas bantuan pasukan Cakraningrat dari Madura, akhirnya
Karaton bisa direbut kembali oleh PB II. Sunan Kuning menyerah,
namun tidak halnya Adipati Martapura di Grobogan; RM Sahid atau
RM Suryokusumo di Nglaroh; P. Singosari di Keduwang, P. Buminoto
di Wiraka dan lain-lain. Dengan hancurnya Karaton Kartasura, maka
pusat kerajaan harus dipindah ke Solo7 dan digantinya namanya
menjadi Surakarta Hadiningrat.
2. Peran Grobogan dalam Perjuangan Pangeran Mangkubumi
dan Adipati Mangkunegara
Walaupun Karaton sudah dipindahkan ke Surakarta
Hadiningrat, negara masih tetap dalam keadaan kacau.
Pemberontakan masih tetap merajalela. Salah satunya adalah Adipati
Martapura yang berganti nama menjadi Panembahan Puger. Sejak
saat itulah wilayah Grobogan dijadikan tempat perjuangan yang
berpusat di desa Glagah. Sayangnya pasukan Panembahan Puger
diserang oleh Kompeni dan mengalami kekalahan sampai harus
melarikan diri ke semarang.
Di lain pihak, Pangeran Mangkubumi, adik PB II, juga keluar
dari istana dan melakukan pemberontakan karena dihina oleh Patih
Pringgoloyo. Maka Panembahan Puger bergabung dengan Pangeran
Mangkubumi dan diangkat sebagai Adipati Puger (kembali pada
namanya yang lama). Sesudah penobatan itu, adipati Puger
7 Dalam beberapa referensi ditulis Desa Sala
� �
diperintahkan kembali ke Grobogan untuk menaklukkan daerah-
daerah sekitarnya dan selanjutnya menyerbu ke Surakarta.
Sementara itu pasukan Pangeran Mangkubumi di Sembuyan
sampai di Grobogan dan bertemu dengan Adipati Puger. Mereka
menghadap Pangeran Mangkubumi di desa Ramun, Grobogan. Tidak
lama kemudian mereka berangkat ke Sembuyan dengan membawa
1500 prajurit. Dari Sembuyan Pangeran Mangkubumi kembali ke
Jekawal, Sukowati. Dari Jekawal terus ke Barat lewat arah Wirosari,
Sela. Dari sini terus ke arah barat daya menyusuri lereng Merbabu dan
Merapi menuju ke Kedu terus ke Mataram. Di desa Banaran, daerah
Nanggulan, Gunung Gamping, Pangeran Mangkubumi mengangkat
diri menjadi Susuhunan Kabanaran (daerah Kulon Progo) pada
tanggal 11 Desember 1749. Sejak saat itu daerah Banaran dijadikan
pusat Perlawanan Mangkubumi. Sementara itu di Karaton Kasunanan
Surakarta, pada tanggal yang sama, Sunan PB II yang dalam keadaan
sakit keras menandatangani Surat Perjanjian yang dibawa oleh
Hogendorp. Namun Mangkubumi tidak memperdulikan sehingga
mampu menguasai Pantura.
Menghadapi perang Mangkubumi, Belanda melaksanakan
politik pecah belah (devide et empera). Usaha ini kelihatan hasilnya
saat Sunan Kabanaran dapat dipisahkan dari Pangeran Adipati
Mangkunegara. Di samping itu Mayor Hogendorp melalui utusannya
Syech Ibrahim dapat membujuk Sunan Paku Buwono II untuk
membagi kerajaannya untuk Sunan sendiri dan untuk Sunan
Kabanaran. Di lain pihak pada hari Ahad Legi, 4 Besar, Dai, 1679 atau
22 September 1754, Komisaris Jendral N Hartingh menghadap Sunan
Kabanaran di desa Padagangan, sebelah barat laut kota Surakarta,
untuk mengadakan pembicaraan perjanjian antara Sunan Surakarta
dengan Kabanaran. Selanjutnya pada hari kamis Kliwon, 29
Rabingulakir, Be, 1680 atau 13 Pebruari 1755 diadakan perjanjian di
� �
desa Giyanti, wilayah Lebak Jatisari antara Sunan Paku Buwono II
dengan Sunan Kabanaran. Naskah perjanjian disahkan pada 1 Sapar,
Jumakir, 1682.
Dalam perjanjian tersebut, sebagai wilayah Mancanegara,
Grobogan termasuk wilayah Kasultanan bersama-sama dengan
Madiun, separuh Pacitan, Magetan, Caruban, Jipang (Bojanegara),
Teras Karas (Ngawen), Sela, Warung (Kuwu-Wirosari). Kompeni
meminta agar daerah Pesisir dan Madura tidak dibagi, sebab sudah
diserahkan kepada Kompeni berdasarkan perjanjian dengan Sunan
Paku Buwono II (1749) dan Sunan Paku Buwono III (1751). Daerah yang
dibagi adalah daerah Mancanagari Kilen dan Wetan. Daerah-daerah
mancanegara ini sebelumnya merupakan daerah koordinatif Bupati
Pati, Caruban, dan Kediri. Namun Sunan juga memiliki daerah
kekuasaan di daerah Grobogan seluas 35000 karya.
Dalam perjanjian antara Daendels dengan Pangeran Adipati
Aryo Mangkunegara di Yogyakarta, tanggal 10 Januari 1811, ditetapkan
bahwa uang-uang pantai yang harus dibayar oleh Guperman Belanda
dihapus. Kedua, kepada Guperman Belanda diserahkan sebagian
Kedu, beberapa daerah di Semarang, Demak, Jepara, Salatiga, distrik-
distrik Grobogan, Wirosari, Sesela, Warung, Jipang, dan Japan. Ketiga,
kepada Yogyakarta diberikan daerah sekitar Boyolali, Galo, dan distrik
Cauer Wetan.
Selanjutnya Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara juga
mengadakan perjanjian di Salatiga pada hari Jumat Pon, 5 Jumadilakir,
Be, Windu Adi, 1681 atau 25 Maret 1757. Mangkunegara memperoleh
tanah lungguh 4000 karya, yang terdiri dari Laroh, Sembuyan,
Matesih, Wiraka, Keduwang, Ngawen, separuh kota Surakarta,
Karang Anyar, dan Baturetno.
� �
Kemudian berdasarkan perjanjian dengan pemerintah Inggris,
pada hari sabtu, 1 Agustus 1812 daerah-daerah enclave di Salatiga,
Demak, dan Grobogan dikembalikan kepada Sunan, dan sebagai
gantinya Inggris mengambil seluruh kota pelabuhan, pasar-pasar,
sarang burung, Kedu, Wirasaba, Blora, Jombang, dan Pacitan. Sebagai
gantinya Sunan mendapatkan pajak pelabuhan, pasar, dan lain-lain
tersebut sebesar 120.000 ringgit tiap tahun.
Pada 22 Juni 1830 antara Sunan dengan Belanda diadakan
perjanjian, yang isinya antara lain: daerah Sela, Kuwu, dan Kradenan
dimasukkan ke dalam wilayah Sukowati. Pada masa Perang
Diponegoro, di beberapa daerah Grobogan, seperti Purwodadi,
Wirosari dan Mangor tenggelam dalam api peperangan melawan
Belanda.
Pada tahun 1848 di daerah Grobogan dilanda kemiskinan dan
kelaparan sehingga banyak masyarakat yang meninggal. Hal tersebut
dipicu adanya penyimpangan pelaksanaan Cultuur Stelsel (Sistem
Tanam Paksa), seperti tanah yang dipakai bisa lebih dari 1/5 bagian,
selisih harga tidak diberikan ke petani, kegagalan panen ditanggung
petani, serta rakyat masih diwajibkan kerja rodi. Dengan
penyimpangan tersebut aparat pemerintah dan Bupati dapat
mengumpulkan Cultuur procenten8 yang banyak untuk memperkaya
diri di atas penderitaan rakyat9.
Pada tahun 1928, berdasarkan Staatsblad 1928 No. 117,
Kabupaten Grobogan mendapat tambahan dua distrik dari Kabupaten
Demak yaitu Distrik Manggar dengan ibukota di Godong dan Distrik
Singenkidul dengan ibukota di Gubug. Kemudian pada tahun 1933
memperoleh tambahan Asistenan Klambu dari Distrik Undaan Kudus.
8 cultuur procenten yaitu hadiah atau bonus bagi pelaksana sistem tanam paksa yang dapat menyerahkan hasil tanaman melebihi ketentuan yang telah ditetapkan 9 http://www.pustakasekolah.com/sistem-tanam-paksa-culture-stelsel-di-indonesia.html
� �
3. Eksploitasi Sumber Daya Alam
a.a.a.a. Minyak Bumi
Di Dusun Bapo, Desa Bendoharjo, Kecamatan Gabus
kabupaten Grobogan ditemukan beberapa kilang minyak yang
dibangun pada masa penjajahan Belanda. Lokasi yang oleh
masyarakat disebut Boran tersebut hingga kini masih digunakan
masyarakat dengan memanfaatkan sisa struktur bangunan yang
dibangun Belanda tersebut dengan cara yang masih tradisional.
Kandungan minyak di wilayah Cepu dan Grobogan tersebut
ditemukan pada tahun 1894 oleh Andrian Stoop. Andrian Stoop
melakukan pengeboran pertamanya di Desa Ledok, serta
menyimpulkan bahwa di sekitar Panolan terdapat ladang minyak
yang berkualitas tinggi dalam jumlah yang besar. Kilang Cepu
merupakan kilang minyak kedua yang dibangun de Dordtsche. Hasil
dari penambangan minyak digunakan sebagai bahan bakar lampu
gas untuk penerangan jalan di Jawa. De Dordtsche mengimpor
sendiri lampu gas yang ditawarkan untuk dijual kepada kotapraja-
kotapraja.
Untuk memanfaatkan kandungan lilin dalam residu, maka
pada tahun 1895 dibangun pabrik lilin di Cepu. Setelah proses
distilasi dihasilkan lilin parafin keras dan lilin parafin lunak. Lilin
parafin keras dijual sebagai lilin untuk penerangan, sedangkan lilin
parafin lunak harus dicampur dulu dengan lilin korek api Skotlandia
atau Amerika dan sedikit lilin Cina sebelum dapat dijual untuk
keperluan industri batik.
b.b.b.b. Kayu Jati
Penanganan terhadap hutan di wilayah Hindia Belanda telah
dilakukan oleh pemerintah Belanda sejak tahun 1849 dengan
mendatangkan ahli hutan dari Jerman. Aturan pengelolaan terus
� �
mengalami perbaikan, hingga pada tahun 1865 lahir Staatblad
nomor 96 yang dapat dikatakan sebagai Undang-Undang
Kehutanan yang pertama, yang memuat pedoman dan petunjuk
yang mengelola atau mengeksploitasi hutan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Purwodadi diawali
pengelolaan Hutan Kradenan Utara yang dibentuk tahun 1917
bersamaan dengan dibentuknya Perusahaan Jati di Jawa Madura,
tahun 1918. Bagian Hutan Grobogan dibentuk Perusahaan Jati, dan
tahun 1922 Bagian Hutan Sambirejo juga dibentuk pula Perusahaan
Jati. Pengukuran lahan di Kesatuan pemangkuan Hutan Purwodadi
baru dilaksanakan tahun 1930 berdasarkan ” Gouvernements Besluit
Van Den Hoofd Insspecteur ” nomor : 6672/Ai tanggal 21 Nopember
1930 dan nomor 09/9072 tanggal 18 Desember 1930. Kesatuan
Pengelolaan Hutan Jati sempat dihentikan tahun 1938 dan tahun
1940 pengelolaan hutan jati diserahkan kembali dari Djatibedrijf
kepada Jawatan Kehutanan milik Pemerintah sampai tahun 1942.10
4. Masa Politik Etis11
Gagasan dasar politik etis berasal dari tulisan C. Th. van
Deventer yang dimuat dalam de Gids pada tahun 1899 yang berjudul
“Een Ereschuld” yang berarti Hutang Budi. Dalam tulisan ini
dikemukakan bahwa kemakmuran Negeri Belanda sebagai bangsa
yang bermoral harus membayar hutang dengan menyelenggarakan
trias atau trilogy antara lain irigasi, emigrasi dan edukasi.
Pelaksanaan politik Etis tetap tak lepas dari kepentingan
kolonial Belanda. Implementasi politik etis tidak pernah lepas dari
kolonialistis – eksploitatis. Politik Etis dimaksudkan untuk mengakhiri
wingwest (daerah keuntungan), maka selama periode 1900 – 1925
10 http://perumperhutani.com/profil/sejarah/ 11 A. Daliman., Prof., Sejarah Indonesia abad XIX – Awal Abad, Sistem Politik Kolonial dan
Administrasi Pemerintah Hindia – Belanda, Yogyakarta: Ombak Dua, 2012.
25
banyak dilakukan perubahan misalnya dalam pertanian, irigasi, lalu
lintas, peternakan, pendidikan dan emigrasi.
Di bidang irigasi, dibangun banyak bangunan-bangunan irigasi
dan bendungan. Di Grobogan terdapat Bendungan Glapan, Sedadi dan
Wilalung. Namun dalam kenyataannya bangunan-bangunan irigasi
tersebut bukan untuk kesejahteraan rakyat, namun lebih memenuhi
kebutuhan perkebunan (onderneming) dan kebutuhan ekonomi
kolonial lainnya.
Demikian pula halnya pembangunan jaringan Rel Kereta Api.
Pembangunan stasiun dan jaringan kereta api bukan semata untuk
kepentingan rakyat, namun bertujuan untuk memperlancar
pengangkutan tanaman-tanaman ekspor dari pedalaman ke
pelabuhan-pelabuhan. Bagi kepentingan pemerintahan, jaringan jalan
kereta api digunakan untuk mengendalikan pemerintahan dan
menjaga keamanan.
Di Grobogan juga didirikan beberapa Rumah Gadai dan Bank
Penyimpanan. Hal tersebut merupakan bagian dari rencana Politik Eis
agar rakyat terbebas dari cengkraman lintah darat.
Bidang pendidikan juga merupakan salah satu bagian utama
dari politik etis. Sebagai realisasinya, Pemerintah Hindia-Belanda
mendirikan sekolah-sekolah. Pada abad XX sistem Sekolah Desa atau
Volksschool diperkenalkan kepada masarakat. Volksschool memiliki
masa pendidikan 5 tahun. Pembangunan dan penyelenggaraan
Volksschool dipercayakan kepada masyarakat, sementara pemerintah
hanya memberikan subsidi dan bimbingan. Bagi siswa yang berprestasi
diberi kesempatan untuk melanjutkan ke Vervolgschool selama 2
tahun. Sekolah ini diperuntukkan untuk golongan rakyat biasa.
Guna memenuhi kebutuhan pendidikan bagi golongan
menengah, pemerintah mendirikan HIS (Holland Inlandse School)
setara dengan Sekolah Dasar. Bahasa pengantar yang digunakan
�
Bahasa Belanda. Masa pendidikan selama 7 tahun. Di wilayah
Grobogan, HIS didirikan di Desa Purwodadi, sebuah bangunan yang
sekarang difungsikan untuk SMP N 1 Purwodadi. Dari HIS, siswa bisa
meneruskan ke MULO dan berlanjut ke AMS.
Dari data tersebut terlihat bahwa pendidikan bersifat
diskriminatif. Pendidikan yang dilaksanakan hanya tingkat rendah
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan seperti
mandor dan pelayan.
E. MASA PENDUDUKAN JEPANG
Pada masa pendudukan Jepang, terjadi perubahan tata
pemerintahan daerah, yaitu dengan Undang-undang No. 27 tahun 1942.
Menurut undang-undang ini seluruh Jawa kecuali daerah Vorstenlanden
dibagi atas : Syuu (Karesidenen), Si (Kotapraja), Ken (Kabupaten), Gun
(Distrik), Son (Onder Distrik), dan Ku (Kelurahan/Desa).
Pada Bulan Maret 1942 di masa Perang Dunia II daerah Grobogan
juga tidak luput dari pendudukan tentara Jepang. Pada waktu itu Bupati
Grobogan R. Adipati Ario Soekarman Martohadinagoro meninggalkan kota
(Purwodadi) dan mengungsi di Pesanggrahan Argomulyo (milik Perhutani).
Tetapi tidak lama kemudian oleh Jepang diserahkan kembali ke Purwodadi
dengan ditetapkan sebagai Kentyo (Bupati) Grobogan. Pada tahun 1944
Bupati Ario Soekarman di pindah ke Semarang, digantikan oleh R Soegeng
sampai Tahun 1946.
F. MASA KEMERDEKAAN
Tahun 1948, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang
No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 1 UU ini
menyatakan bahwa Daerah Negara Republik Indonesia tersusun dalam tiga
tingkatan, yaitu : Propinsi, Kabupaten, Desa (Kota Kecil). Selanjutnya
berdasarkan UU No. 13 Tahun 1950 dibentuk Daerah-daerah Tingkat II di
�
lingkungan Propinsi Jawa Tengah. Dengan demikian UU inilah yang
mendasari pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Grobogan.
Melalui Perda Kabupaten Dati II Grobogan No. 11 Tahun 1991
ditetapkan bahwa Hari Jadi Kabupaten Grobogan adalah : Hari Senin
Kliwon, 21 Jumadil Akhir 1650 atau 4 Maret 1726 atau 1 Rajab 1138 H yaitu
pada saat diangkatnya Raden Tumenggung Martapura sebagai Bupati
Mancanagari di Grobogan. Raden Tumenggung Martapura inilah yang
sampai sekarang dianggap sebagai Bupati Grobogan yang pertama.
Pengangkatan Bupati Grobogan atas diri Ng. Wongsodipo atau
Tumenggung Martapura atau Adipati Puger disertai dengan penyerahan
kekuasaan atas daerah-daerah yang menjadi wilayahnya. Ini berarti,
bahwa pengangkatan Bupati di sini adalah sebagai Bupati Kepala Daerah.
Sebagai Bupati Patih adalah RT Suryonegoro. Dalam perkembangan
selanjutnya sebagai Bupati Kepala Daerah, Adipati Puger menguasai
daerah-daerah Demak, Santenan, Cengkal Sewu, Wirosari, Sela, Teras,
Karas, Blora dan Jipang, serta daerah-daerah di Sukowati bagian utara
Bengawan Sala. Sedang sebutan Adipati merupakan sebutan bagi seorang
Bupati Mancanagari yang memiliki kedaulatan atas daerah-daerah yang
dikuasainya.
Penataan administrasi wilayah sudah barang tentu dilakukan
secara bertahap dan baru pada masa pembentukan Kabupaten Pangreh
Praja (1847) sistem administrasi Kabupaten sudah boleh dikatakan
mendekati sempurna, seperti Kabupaten Daerah Tingkat II sekarang. Di
samping itu Adipati Puger atau Tumenggung Martapura menjabat Bupati
Grobogan sampai meninggalnya (1753), dan nantinya dia digantikan oleh
menantunya : RT Suryonagoro dengan gelarnya RT Yudonagoro.
Dari penjelasan di atas, maka tanggal 4 Maret 1726 dapat
ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Grobogan telah ada dan jelas
memiliki perangkat yang diisyaratkan bagi adanya sebuah Kabupaten,
yaitu adanya : wilayah, rakyat, dan pemerintahan, walaupun belum
sempurna (Senin, 21 Jumadilakir, 1650).
Selanjutnya sebagai akhir uraian dari bab ini perlu disebutkan
para Bupati yang pernah memerintah di Kabupaten Grobogan. Menurut
data yang ada Kabupaten Grobogan dengan ibu kota Grobogan pindah ke
kota Purwodadi terjadi pada Tahun 1864. Peristiwa ini hanyalah
merupakan perpindahan pusat pemerintahan Kabupaten Grobogan. Jadi
tidak terjadi perubahan status daerah tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya kita ketahui bahwa pada 1928
(Staatbald, 1928 No. 117) Kabupaten Grobogan mendapatkan tambahan
dua distrik (Kawedanan) dari Kabupaten Demak, yaitu :
1. Kawedanan distrik Manggar dengan ibukotanya di Godong
2. Kawedanan distrik Singen Kidul dengan ibukotanya di Gubug.
Maka jumlah desa di dalam wilayah Kabupaten Grobogan
dengan tambahan dua Kawedanan tersebut yang semula terdiri atas 129
desa menjadi 280 desa sampai sekarang. Pada tanggal 1 Januari 1930
(Staatblad 1930, No. 3) berdirilah Regent Schapsraad (Dewan Katapaten)
Grobogan sebagai badan ekonomi dimana Regent (Bupati) sebagai
ketuanya.
Pada Bulan April 1932 asistenan Karangasem Kawedanan
Wirosari dihapus dan dalam Bulan September 1933, asistenan Gadoh
Kawedanan Manggar juga dihapus (Staatblad 1932, No. 16; Staatblad 1933,
No. 51). Kemudian mendapatkan tambahan asistenan Klambu Distrik
Undaan Kabupaten Kudus.
Pada Bulan Maret 1942 di masa Perang Dunia II daerah
Grobogan juga tidak luput dari pendudukan tentara Jepang. Pada waktu
itu Bupati Grobogan R. Adipati Ario Soekarman Martohadinagoro
meninggalkan kota (Purwodadi) dan mengungsi di Pesanggrahan
�
Argomulyo (milik Perhutani). Tetapi tidak lama kemudian oleh Jepang
diserahkan kembali ke Purwodadi dengan ditetapkan sebagai Kentyo
(Bupati) Grobogan. Pada tahun 1944 Bupati Ario Soekarman di pindah ke
Semarang, digantikan oleh R Soegeng sampai Tahun 1946.
Nama-nama Bupati yang pernah memerintah Kabupaten
Grobogan sejak Adipati Martapura Tahun 1726 adalah sebagai berikut :
a. Pada waktu ibukota Kabupaten menetap di Kota Grobogan
1. Adipati Martapura atau Adipati Puger : 1726 -
2. RT. Suryonagoro Suwandi atau RT. Yudonagoro.
3. RT. Kartodirjo : 1761 - 1768
4. RT. Yudonagoro : 1768 - 1775
5. R. Ng. Sorokerti atau RT. Abinaro : 1775 - 1787
6. RT. Yudokerti atau Abinarong II : 1787 - 1795.
7. RM. T. Sutoyudo : 1795 - 1801.
8. RT. Kartoyudo : 1801 - 1815.
9. RT. Sosronagoro I : 1815 - 1840.
10. RT. Sosronagoro II : 1840 - 1864.
b. Setelah ibukota Kabupaten menetap di Kota Purwodadi Tahun 1864.
1. Adipati Martonagoro : 1864 - 1875.
2. RM. Adipati Ario Yudonagoro : 1875 - 1902.
3. RM. Adipati Ario Haryokusumo : 1902 - 1908.
4. Pangeran Ario Sunarto : 1908 - 1933, Pencipta Trilogi Pedesaan
yaitu di desa-desa harus ada Sekolah Dasar, Balai Desa, dan
Lumbung Desa.
5. R. Adipati Ario Sukarman Martohadinegoro : 1933 - 1944.
6. R. Sugeng : 1944 - 1946.
7. R. Kaseno : 1946 -1948.
8. M. Prawoto Sudibyo : 1948 - 1949.
� �
9. R. Subroto : 1949 - 1950.
10. R. Sadono : 1950 - 1954.
11. Haji Andi Patopoi : 1954 - 1957. Bupati Kepala Daerah.
12. H. Abdul Hamid sebagai Pejabat Bupati dan Ruslan sebagai Kepala
Daerah yang memerintah sama-sama; 1957-1958.
13. R. Upoyo Prawirodilogo, Bupati Kepala Daerah merangkap Ketua
DPRDGR 1958 - 1964. Bupati inilah yang memprakarsai
pembangunan monumen obor Ganefo I di Mrapen.
14. Supangat; Bupati Kepala Daerah merangkap Ketua DPRGR : 1964 -
1967.
15. R. Marjaban, Pejabat Bupati Kepala Daerah : 1967 - 1970.
16. R. Umar Khasan, Pejabat Bupati Kepala Daerah : 1970 - 1974
17. Kolonel Inf. H. Soegiri, Bupati Kepala Daerah : 11 Juli 1974 - 11 Maret
1986.
18. Kolonel H. Mulyono US : Bupati Kepala Daerah : 11 Maret 1986 - 11
Maret 1996.
19. Kolonel Inf. T. Soewito , Bupati Kepala Daerah : 11 Maret 1996 - 2001
20. Agus Supriyanto, SE. sebagai Bupati dan H.Bambang Pudjiono,SH
sebagai Wakil Bupati Grobogan : 11 Maret 2001 - 2006
21. H.Bambang Pudjiono, SH. sebagai Bupati dan H.Icek Baskoro,SH
sebagai Wakil Bupati Grobogan : 2006 - 2011.
22. H.Bambang Pudjiono, SH. sebagai Bupati dan H.Icek Baskoro,SH
sebagai Wakil Bupati Grobogan : 2011 - 2016.
G. DATA CAGAR BUDAYA
Kabupaten Grobogan yang terungkap baik dari sejarah, legenda,
maupun artefaktual memberikan gambaran peran penting daerah ini dari
masa Klasik Bindu-Budha, Islam, hingga Kolonial. Data artefaktual tersebut
perlu dilestarikan karena mempunyai nilai penting bagi perkembangan
� �
daerah Grobogan. Data tersebut diinventarisasi sebagai data cagar budaya
karena memiliki kriteria :
1. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
2. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,
agama, dan/atau kebudayaan; dan
4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadianbangsa.
Dengan demikian dapat diperikan data yang diduga sebagai
cagar budaya seperti tabel berikut:
No No. Inv. Nama BCB / Situs Alamat Jenis
BCB Periode Posisi
1
11-15/
Gbo/2013/
TB/1
Masjid Ki Ageng
Sela
Ds. Sela , Kec.
Tawangharjo Makam Islam
S7 05 52.7
E111 00 02.8
2
11-15/
Gbo/2013/
TB/2
Gereja Kristen
Jawa Tengah
Utara
Dsn. Kaliceret, Ds.
Mrisi, Kec.
Tanggungharjo
Gereja Kolonial S7 06 42.2
E110 39 05.0
3
11-15/
Gbo/2013/
TB/4
Makam Bupati RT.
Adipati Mertohadi
Negoro
Kompl. Makam
Sedomukti,
Ngembak, Purwodadi
Makam Islam S7 05 41.6
E110 52 42.2
4
11-15/
Gbo/2013/
TB/6
Stasiun Kedungjati Ds. Kedungjati, Kec.
Kedungjati Stasiun Kolonial
S7 09 49.25
E110 38 06.5
5
11-15/
Gbo/2013/
TB/7
Klenteng Hok An
Bio
Jl. Suhada No. 1
Purwodadi Klenteng Kolonial
S7 04 49.4
E110 54 52.8
6
11-15/
Gbo/2013/
TB/9
Masjid Jami'
Baiturrahman
Dsn. Ngaringan, Ds.
Tawangharjo, Kec.
Wirosari
Masjid Islam S7 04 41.0
E111 05 25.2
7
11-15/
Gbo/2013/
TB/10
Masjid An Nur Ds. Kuwu, Kec.
Kradenan Masjid Islam
S7 07 26.4
E111 07 42.1
�
No No. Inv. Nama BCB / Situs Alamat Jenis BCB Periode Posisi
8
11-15/
Gbo/2013/
TB/11
Stasiun Tanggung Ds. Tanggungharjo,
Kec. Tanggungharjo Stasiun Kolonial
S7 05 29.6
E110 36 12.6
9
11-15/
Gbo/2013/
TB/12
Stasiun Gundih Ds. Geyer, Kec. Geyer Stasiun Kolonial S7 13 07.2
E110 54 00.7
10
11-15/
Gbo/2013/
TB/13
Makam Ki Ageng
Sela
Ds. Sela , Kec.
Tawangharjo Makam Islam
S7 05 51.8
E111 00 01.6
11
11-15/
Gbo/2013/
TB/14
Makam Ki Ageng
Tarub
Ds. Tarub, Kec.
Tawangharjo Makam Islam
S7 03 45.5
E111 00 55.1
12
11-15/
Gbo/2013/
TB/15
Makam RM.
Bondan Kejawan
Ds. Tarub, Kec.
Tawangharjo Makam Islam
S7 03 45.5
E111 00 55.1
13
11-15/
Gbo/2013/
TB/16
Bak Kontrol
Saluran Air
Jatipohon
Dsn. Krajan RT 4 RW
2, Ds. Jatipohon, Kec.
Grobogan
Reservoir Kolonial S6 59 34.8
E110 55 40.8
14
11-15/
Gbo/2013/
TB/17
Sumber Air
Jatipohon
Dsn. Sumber, Ds.
Jatipohon, Kec.
Grobogan
mata air Kolonial S6 59 07.7
E110 55 46.4
15
11-15/
Gbo/2013/
TB/18
Kolam Renang
Jatipohon
Dsn. Sumber, Ds.
Jatipohon, Kec.
Grobogan
Kolam
Renang Kolonial
S6 59 08.1
E110 55 46.0
16
11-15/
Gbo/2013/
TB/19
Rumah City View
Dsn. Sumber, Ds.
Jatipohon, Kec.
Grobogan
Rumah Kolonial S6 59 09.9
E110 55 46.4
17
11-15/
Gbo/2013/
TB/20
Pendapa
Kawedanan
Grobogan
Jl. Pangeran Puger
110, Kec. Grobogan Pendapa Kolonial
S7 01 22.6
E110 55 20.7
18
11-15/
Gbo/2013/
TB/21
Rumah Dinas
Wedana Grobogan
Jl. Pangeran Puger
110, Kec. Grobogan Rumah Kolonial
S7 01 22.6
E110 55 20.7
19
11-15/
Gbo/2013/
TB/22
Bekas Penjara
Kawedanan
Grobogan
Jl. Pangeran Puger
110, Kec. Grobogan Kantor Kolonial
S7 01 22.6
E110 55 20.7
� �
No No. Inv. Nama BCB / Situs Alamat Jenis BCB Periode Posisi
20
11-15/
Gbo/2013/
TB/23
Makam Adipati
Puger Martapura
Jl. Pangeran Puger,
Kec. Grobogan Makam Islam
S7 01 21.1
E110 55 12.2
21
11-15/
Gbo/2013/
TB/24
Pendapa
Kecamatan Gubug
Jl. Jendral A. Yani
No.24, Gubug Kantor Kolonial
S7 03 15.0
E110 39 57.9
22
11-15/
Gbo/2013/
TB/25
Rumah Dinas
Camat Gubug
Jl. Jendral A. Yani
No.24, Gubug Kantor Kolonial
S7 03 15.0
E110 39 57.9
23
11-15/
Gbo/2013/
TB/26
TK Bhayangkari 40
Gubug
Jl. Bhayangkara, Kec.
Gubug Sekolah Kolonial
S7 03 17.4
E110 40 08.9
24
11-15/
Gbo/2013/
TB/27
Masjid An Nur
Gubug
Jl. Bhayangkara, Kec.
Gubug Masjid Islam
S7 03 11.5
E110 39 58.2
25
11-15/
Gbo/2013/
TB/28
Kantor Balai
Pengelolaan
Sumberdaya Air
Serang Lusi Juana
Jl. Jenderal Sudirman,
Kec. Godong Stasiun Kolonial
S7 01 28.3
E110 46 35.2
26
11-15/
Gbo/2013/
TB/29
Rumah Tinggal Jl. Bhayangkara No.
62 Gubug Rumah Kolonial
S7 03 15.7
E110 40 04.0
27
11-15/
Gbo/2013/
TB/30
SMP Keluarga
Gubug
Jl. Bhayangkara No.
63 Gubug Sekolah Kolonial
S7 03 17.3
E110 40 08.1
28
11-15/
Gbo/2013/
TB/31
Stasiun Gubug Ds. Kuwaron, Kec.
Gubug Stasiun Kolonial
S7 03 39.2
E110 40 10.2
29
11-15/
Gbo/2013/
TB/32
Rumah Dinas KAI Ds. Kuwaron, Kec.
Gubug Rumah Kolonial
S7 03 35.3
E110 40 05.8
30
11-15/
Gbo/2013/
TB/33
Rumah Dinas KAI Ds. Kuwaron, Kec.
Gubug Rumah Kolonial
S7 03 35.1
E110 40 05.1
31
11-15/
Gbo/2013/
TB/34
Rumah Dinas KAI Ds. Kuwaron, Kec.
Gubug Rumah Kolonial
S7 03 34.8
E110 40 04.8
� �
No No. Inv. Nama BCB / Situs Alamat Jenis BCB Periode Posisi
32
11-15/
Gbo/2013/
TB/35
Rumah Dinas KAI Ds. Kuwaron, Kec.
Gubug Rumah Kolonial
S7 03 33.8
E110 40 03.5
33
11-15/
Gbo/2013/
TB/36
Bekas Stasiun
Godong
Ds. Godong, Kec.
Godong Stasiun Kolonial
S7 01 21.2
E110 46 22.2
34
11-15/
Gbo/2013/
TB/37
Watu Bobot
Mrapen
Dsn. Mrapen, Ds
Manggarmas, Kec.
Godong
Petilasan Islam S7 01 21.4
E110 41 59.6
35
11-15/
Gbo/2013/
TB/38
Tugu Ganefo
Mrapen
Dsn. Mrapen, Ds
Manggarmas, Kec.
Godong
Tugu Kemer-
dekaan
S7 01 21.4
E110 41 59.6
36
11-15/
Gbo/2013/
TB/39
Api Abadi Mrapen
Dsn. Mrapen, Ds
Manggarmas, Kec.
Godong
Cagar
budaya
alam
- S7 01 21.4
E110 41 59.6
37
11-15/
Gbo/2013/
TB/40
SD Kristen
Kaliceret
Dsn. Kaliceret, Ds.
Mrisi, Kec.
Tanggungharjo
Gedung Kolonial S7 06 40.5
E110 39 05.6
38
11-15/
Gbo/2013/
TB/41
Rumah Pendeta
GKJ Kaliceret
Dsn. Kaliceret, Ds.
Mrisi, Kec.
Tanggungharjo
Gedung Kolonial S7 06 40.8
E110 39 07.8
39
11-15/
Gbo/2013/
TB/42
Gereja Kristen
Jawa Kaliceret
Dsn. Kaliceret, Ds.
Mrisi, Kec.
Tanggungharjo
Gereja Kolonial S7 06 40.0
E110 39 07,6
40
11-15/
Gbo/2013/
TB/43
BKPH Padas Ds. Kedungjati, Kec.
Kedungjati Gedung Kolonial
S7 09 37.1
E110 37 59.1
41
11-15/
Gbo/2013/
TB/45
Gudang KAI
Kedungjati
Ds. Kedungjati, Kec.
Kedungjati Gedung Kolonial
S7 09 49.25
E110 38 06.5
42
11-15/
Gbo/2013/
TB/46
Rumah Dinas KAI Ds. Kedungjati, Kec.
Kedungjati Rumah Kolonial
S7 09 49.25
E110 38 06.5
43
11-15/
Gbo/2013/
TB/47
Polsek Kedungjati Ds. Kedungjati, Kec.
Kedungjati Gedung Kolonial
S7 09 43.8
E110 37 58.1
� �
No No. Inv. Nama BCB / Situs Alamat Jenis BCB Periode Posisi
44
11-15/
Gbo/2013/
TB/48
Rumah Dinas KAI Ds. Tanggungharjo,
Kec. Tanggungharjo Rumah Kolonial
S7 05 29.6
E110 36 12.6
45
11-15/
Gbo/2013/
TB/49
Masjid Jami'
Zaidattut Taqwa
Dsn. Brebes, Ds.
Glapan, Kec. Gubug Masjid Islam
S7 06 41.0
E110 41 10.7
46
11-15/
Gbo/2013/
TB/50
Bendung Glapan Ds. Glapan, Kec.
Gubug Reservoir Kolonial
S7 06 34.1
E110 41 20.6
47
11-15/
Gbo/2013/
TB/51
Jembatan
Bendung Glapan
Ds. Glapan, Kec.
Gubug Struktur Kolonial
S7 06 29.3
E110 41 18.7
48
11-15/
Gbo/2013/
TB/52
Stasiun Kradenan Ds. Kradenan, Kec.
Kradenan Stasiun Kolonial
S7 08 59.2
E111 08 42.1
49
11-15/
Gbo/2013/
TB/53
Tugu Perang
Kemerdekaan
Kedungjati
Ds. Kradenan, Kec.
Kradenan Tugu Kolonial
S7 08 59.2
E111 08 42.1
50
11-15/
Gbo/2013/
TB/54
Rumah Dinas KAI Ds. Kradenan, Kec.
Kradenan Rumah Kolonial
S7 09 00.7
E111 08 41.1
51
11-15/
Gbo/2013/
TB/55
Rumah Dinas KAI Ds. Kradenan, Kec.
Kradenan Rumah Kolonial
S7 09 00.7
E111 08 41.1
52
11-15/
Gbo/2013/
TB/56
KANTOR UPT
RESORT SINTELIS
4.7. KRADENAN
Ds. Kradenan, Kec.
Kradenan Rumah Kolonial
S7 09 00.7
E111 08 41.1
53
11-15/
Gbo/2013/
TB/57
KPH Kradenan Ds. Kradenan, Kec.
Kradenan Kantor Kolonial
S7 09 01.1
E111 08 45.8
54
11-15/
Gbo/2013/
TB/58
Rumah Dinas
Bupati Grobogan
Jl. S. Parman No. 1
Purwodadi Kantor Kolonial
S7 04 56.2
E110 55 03.0
55
11-15/
Gbo/2013/
TB/59
Pendapa Bupati
Grobogan
Jl. S. Parman No. 1
Purwodadi Kantor Kolonial
S7 04 56.2
E110 55 03.0
� �
No No. Inv. Nama BCB / Situs Alamat Jenis
BCB Periode Posisi
56
11-15/
Gbo/2013/
TB/60
Kantor
Kesbanglinmas
Jl. DI. Panjaitan No. 6
Purwodadi Kantor Kolonial
S7 04 51.7
E110 55 10.4
57
11-15/
Gbo/2013/
TB/61
Kantor BKD
Purwodadi
Jl. Jend. Sudirman No.
83 Purwodadi Kantor Kolonial
S7 04 54.4
E110 54 59.9
58
11-15/
Gbo/2013/
TB/62
Kodim 0717
Purwodadi
Jl. Suhada No. 1
Purwodadi Kantor Kolonial
S7 04 48.2
E110 54 57.0
59
11-15/
Gbo/2013/
TB/63
SMPN 1 Purwodadi
JL. Mayjen Sutoyo
Siswomiharjo No. 6
Purwodadi
Kantor Kolonial S7 05 16.2
E110 55 05.2
60
11-15/
Gbo/2013/
TB/64
Masjid Jami
Purwodadi
Jl. Jend. Sudirman
Purwodadi Masjid Islam
S7 04 51.7
E110 54 58.6
61
11-15/
Gbo/2013/
TB/65
Kantor PMI
Grobogan
JL. Piere Tendean No.
5A Purwodadi Kantor Kolonial
S7 05 04.6
E110 55 08.8
62
11-15/
Gbo/2013/
TB/66
Rumah Dinas
Polsek Purwodadi
Jl. Bhayangkara No. 5
Purwodadi Kantor Kolonial
S7 04 49.1
E110 55 06.8
63
11-15/
Gbo/2013/
TB/67
Bekas Stasiun
Purwodadi
Jl. A. Yani Purwodadi-
Grobogan Stasiun Kolonial
S7 05 01.1
E110 54 41.0
64
11-15/
Gbo/2013/
TB/68
Bank Panin Jl. Letjen Suprapto
No. 30-31 Purwodadi Kantor Kolonial
S7 05 07.6
E110 54 52.0
65
11-15/
Gbo/2013/
TB/69
Rumah Tinggal Go
Peng Hong
Jl. Letjen Suprapto
Purwodadi Rumah Kolonial
S7 05 10.5
E110 54 52.2
66
11-15/
Gbo/2013/
TB/70
Rumah Tinggal Jl. Suprapto No. 54
Purwodadi Rumah Kolonial
S7 05 13.6
E110 54 52.0
67
11-15/
Gbo/2013/
TB/71
Rumah Tinggal Jl. Bhayangkara No. 2
Purwodadi Rumah Kolonial
S7 04 49.1
E110 55 06.8
� �
No No. Inv. Nama BCB / Situs Alamat Jenis
BCB Periode Posisi
68
11-15/
Gbo/2013/
TB/72
Kantor Pemasaran
Hasil Hutan
Jl. Gatot Subroto No.
7 Purwodadi Kantor Kolonial
S7 04 53.7
E110 55 10.6
69
11-15/
Gbo/2013/
TB/73
Rumah Dinas BRI
Purwodadi
Jl. DI. Panjaitan
Purwodadi Rumah Kolonial
S7 04 50.8
E110 55 09.2
70
11-15/
Gbo/2013/
TB/74
GKJTU Purwodadi Jl. Kartini No. 9
Purwodadi Gereja Kolonial
S7 05 03.3
E110 55 01.9
71
11-15/
Gbo/2013/
TB/75
Rumah Pastur GKJ
Purwodadi
Jl. Kartini No. 11
Purwodadi Rumah Kolonial
S7 05 03.3
E110 55 01.9
72
11-15/
Gbo/2013/
TB/76
Bekas Rumah
Dinas Bupati
Grobogan
Jl. DI. Panjaitan
Purwodadi Rumah Kolonial
S7 05 04.3
E110 55 10.2
73
11-15/
Gbo/2013/
TB/77
Bangsal RSU
Purwodadi
Jl. DI. Panjaitan No.
36 Purwodadi Kantor Kolonial
S7 05 03.8
E110 55 10.8
74
11-15/
Gbo/2013/
TB/78
Stasiun Ngrombo Dsn. ngrombo, Ds.
Depok, Kec. Toroh Stasiun Kolonial
S7 08 43.0
E110 54 03.2
75
11-15/
Gbo/2013/
TB/79
Rumah Dinas KAI Dsn. ngrombo, Ds.
Depok, Kec. Toroh Rumah Kolonial
S7 08 42.9
E110 54 06.0
76
11-15/
Gbo/2013/
TB/80
Situs Medang
Kamulan
Dsn. Medang
Kamulan, Ds.
Banjarejo, Kec. Gabus
Situs Klasik S7 06 45.8
E111 12 56.4
77
11-15/
Gbo/2013/
TB/81
Stasiun Sulur Ds. Sulursari, Kec.
Gabus Stasiun Kolonial
S7 10 27.1
E111 13 22.2
78
11-15/
Gbo/2013/
TB/82
Rumah Dinas KAI Ds. Sulursari, Kec.
Gabus Rumah Kolonial
S7 10 27.1
E111 13 22.2
79
11-15/
Gbo/2013/
TB/83
KPH Sulursari Ds. Sulursari, Kec.
Gabus Gedung Kolonial
S7 10 43.3
E111 13 08.4
�
No No. Inv. Nama BCB / Situs Alamat Jenis BCB Periode Posisi
80
11-15/
Gbo/2013/
TB/84
Tambang Minyak
Padas
Ds. Bendoharjo, Kec.
Gabus
Kilang
Minyak Kolonial
S7 09 11.3
E111 14 09.7
81
11-15/
Gbo/2013/
TB/85
Tambang Minyak
Padas
Ds. Bendoharjo, Kec.
Gabus
Kilang
Minyak Kolonial
S7 09 11.3
E111 14 09.7
82
11-15/
Gbo/2013/
TB/86
Tambang Minyak
Padas
Ds. Bendoharjo, Kec.
Gabus
Kilang
Minyak Kolonial
S7 09 14.5
E111 14 08.9
83
11-15/
Gbo/2013/
TB/87
Tambang Minyak
Padas
Ds. Bendoharjo, Kec.
Gabus
Kilang
Minyak Kolonial
S7 09 10.6
E111 14 00.9
84
11-15/
Gbo/2013/
TB/88
Rumah Dinas
Perhutani Segara
Gunung
Ds. Segorogunung,
Kec. Gabus Rumah Kolonial
S7 12 45.2
E111 12 57.5
85
11-15/
Gbo/2013/
TB/89
Makam R.
Abdullah Kuwu
Ds. Kuwu, Kec.
Kradenan Makam Islam
S7 07 25.8
E111 07 41.0
86
11-15/
Gbo/2013/
TB/90
Klenteng Hok Ling
bio
Ds. Kuwu, Kec.
Kradenan Klenteng
S7 07 23.6
E111 07 24.7
87
11-15/
Gbo/2013/
TB/91
Pendapa
Kawedanan
Wirosari
Dsn. Ngaringan, Ds.
Tawangharjo, Kec.
Wirosari
Pendapa Kolonial S7 04 35.6
E111 05 29.1
88
11-15/
Gbo/2013/
TB/92
Stasiun
Gambringan
Dsn. Pucang, Ds.
Tambirejo, Kec. Toroh Stasiun Kolonial
S7 08 37.6
E110 54 53.9
89
11-15/
Gbo/2013/
TB/93
Tandon Air Stasiun
Gambringan
Dsn. Pucang, Ds.
Tambirejo, Kec. Toroh Kantor Kolonial
S7 08 37.9
E110 54 55.1
90
11-15/
Gbo/2013/
TB/94
Gedung Resort
Inspeksi Jalam Rel
Gambringan
Dsn. Pucang, Ds.
Tambirejo, Kec. Toroh Kantor Kolonial
S7 08 37.6
E110 54 58.7
91
11-15/
Gbo/2013/
TB/95
Rumah Dinas KAI Dsn. Pucang, Ds.
Tambirejo, Kec. Toroh Rumah Kolonial
S7 08 37.6
E110 54 53.9
� �
No No. Inv. Nama BCB / Situs Alamat Jenis BCB Periode Posisi
92
11-15/
Gbo/2013/
TB/96
Rumah Dinas KAI Dsn. Pucang, Ds.
Tambirejo, Kec. Toroh Rumah Kolonial
S7 08 37.6
E110 54 53.9
93
11-15/
Gbo/2013/
TB/97
Rumah Dinas KAI Dsn. Pucang, Ds.
Tambirejo, Kec. Toroh Rumah Kolonial
S7 08 37.6
E110 54 53.9
94
11-15/
Gbo/2013/
TB/98
Rumah Dinas KAI Dsn. Pucang, Ds.
Tambirejo, Kec. Toroh Rumah Kolonial
S7 08 37.6
E110 54 53.9
95
11-15/
Gbo/2013/
TB/99
Rumah Dinas KAI Dsn. Pucang, Ds.
Tambirejo, Kec. Toroh Rumah Kolonial
S7 08 37.6
E110 54 53.9
96
11-15/
Gbo/2013/
TB/100
Rumah Dinas KAI Dsn. Pucang, Ds.
Tambirejo, Kec. Toroh Rumah Kolonial
S7 08 37.6
E110 54 53.9
97
11-15/
Gbo/2013/
TB/101
Gedong Papak Ds. Geyer, Kec. Geyer Rumah Kolonial S7 13 08.0
E110 54 06.3
98
11-15/
Gbo/2013/
TB/102
Balai Pertemuan
KPH Gundih Ds. Geyer, Kec. Geyer Kantor Kolonial
S7 12 42.6
E110 54 12.0
99
11-15/
Gbo/2013/
TB/103
Rumah Dinas Adm
KPH Gundih Ds. Geyer, Kec. Geyer Rumah Kolonial
S7 12 47.5
E110 54 11.8
100
11-15/
Gbo/2013/
TB/104
Rumah Dinas KAI Ds. Geyer, Kec. Geyer Rumah Kolonial S7 12 42.6
E110 54 12.0
101
11-15/
Gbo/2013/
TB/105
UPT Resor Sintelis
4.5 Gundih Ds. Geyer, Kec. Geyer Kantor Kolonial
S7 13 07.2
E110 54 00.7
102
11-15/
Gbo/2013/
TB/106
Reservoir Stasiun
Gundih Ds. Geyer, Kec. Geyer Reservoir Kolonial
S7 13 08.5
E110 53 58.7
103
11-15/
Gbo/2013/
TB/107
Rumah Dinas KAI Ds. Geyer, Kec. Geyer Rumah Kolonial S7 13 09.5
E110 54 06.0
104
11-15/
Gbo/2013/
TB/108
Depo Loko Ds. Geyer, Kec. Geyer Kantor Kolonial S7 12 59.3
E110 53 58.6
� �
1. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : MASJID KI AGENG SELA
NAMA SEBELUMNYA : Masjid Ki Ageng Sela
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/01
JENIS : Masjid
PERIODE : Islam
KELETAKAN :
Astronomi : S7 03 45.5 E111 00 55.1
DUSUN :
DESA : Sela
KECAMATAN : Tawangharjo
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : Karaton Surakarta Hadiningrat
STATUS PENGELOLAAN : Karaton Surakarta Hadiningrat
TAHUN PEMBANGUNAN : Abad XV
TAHUN RENOVASI : Pada tahun 2012, Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Jawa Tengah melakukan renovasi pada
bagian atap dan pengelupasan cat.
LATAR BELAKANG SEJARAH : Nama asli Ki Ageng Ngabdurahman Sela, menurut
sebagian masyarakat adalah Bagus Sogom. Menurut
naskah-naskah babad ia dipercaya sebagai keturunan
langsung Brawijaya, raja terakhir Majapahit.
Dikisahkan, Brawijaya memiliki anak bernama Bondan
Kejawan , yang tidak diakuinya. Bondan Kejawan
berputra Ki Getas Pandawa. Kemudian Ki Getas
Pandawa berputra Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela
berputra beberapa orang putri dan seorang putra
bergelar Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis
berputra Ki Ageng Pemanahan, penguasa pertama
Mataram.
FUNGSI : Masjid
� �
UKURAN :
PANJANG : 16 m
LEBAR : 25 m
TINGGI : 9,5 m
LUAS AREA : 5400 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : Pemukiman dan makam
SELATAN : Pemukiman
TIMUR : Pemukiman
BARAT : Komplek pemakaman
KONDISI LINGKUNGAN : Berada di tengah pemukiman
ARAH HADAP : Timur
DISKRIPSI : Masjid memiliki atap tumpang dan sebagian besar
komponen bangunan terbuat dari kayu, terutama
bagian dinding ruang utama dan tiang. Penambahan
bangunan terdapat di bagian serambi yang diperlebar
ke arah timur dengan konstruksi beton cor. Masjid
telah mengalami renovasi pada tahun 2012 yaitu
perbaikan konstruksi atap, terutama bagian genting
dan kerangka serta pengelupasan cat yang
sebelumnya melapisi bagian dinding ruang utama.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Ki Ageng Sela merupakan leluhur dari raja-raja Pajang
dan Mataram.
ILMU PENGETAHUAN
:
Ilmu pengetahuan mengenai arsitektur masjid kuna di
Jawa
PENDIDIKAN :
AGAMA/KEBUDAYAAN : Salah satu tujuan wisata religi di Kabupaten Grobogan
AKSESIBILITAS : Dapat diakses dengan menggunakan mobil, motor
dan jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Pelapukan bahan karena rayap
AKTIFITAS MANUSIA : Pengembangan tanpa konsep pelestarian keaslian
REKOMENDASI : Perawatan rutin
�
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 10 Mei 2013
PETA KABUPATEN
MASJID KI AGENG SELA
Sela , Tawangharjo,
Grobogan
Pendapa dan Ruang Utama dilihat dari
arah utara Pendapa Masjid Ki Ageng Sela
� �
2. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : GEREJA KRISTEN JAWA TENGAH UTARA KALICERET
NAMA SEBELUMNYA : Salatiga Zending
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/02
JENIS : Gereja
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 06 42.2 E110 39 05.0
DUSUN : Kaliceret
DESA : Mrisi
KECAMATAN : Tanggung Harjo
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : Salatiga Zending
BARU : GKJTU Kaliceret
STATUS PENGELOLAAN : GKJTU Kaliceret
TAHUN PEMBANGUNAN : 1930an
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH : Pertama-tama datanglah orang-orang dari Salatiga
Zending membangun rumah dari welit/ilalang yang
dulunya berlokasi di Pastori GKJ Kaliceret. Rumah
welit tersebut dipakai untuk mengabarkan Injil melalui
bidang kesehatan. Beberapa orang yang sembuh dari
penyakitnya tidak mau kembali ke daerah asalnya,
tetapi menetap di Kaliceret dan menjadi penganut
Kristen. Jadi tempat itu di samping sebagai balai
pengobatan juga dipakai sebagai tempat ibadah juga
sekaligus pastori. Mereka yang pernah tinggal di
tempat itu adalah Pdt. Steisen, Pdt. Prusdey, dan Pdt.
Panenga.
FUNGSI : Gereja
UKURAN :
PANJANG : 19 m
LEBAR : 12 m
TINGGI : 8 m
LUAS AREA :
� �
BATAS-BATAS :
UTARA : Pemukiman
SELATAN : Pemukiman
TIMUR : Jalan raya
BARAT : Pemukiman
KONDISI LINGKUNGAN : Pemukiman
ARAH HADAP : Timur
DISKRIPSI : Bangunan gereja dibangun sepenuhnya dari kayu
yang pada bagian bawah diperkuat dengan besi.
Bangunan utama dikelilingi dengan teras berkolom
balok kayu. Konstruksi atap terbuat dari kayu yang
ditutup dengan genteng pres. Lantai telah diganti
keramik. Bagian teras depan terdapat hiasan lisplang.
Pintu terbuat dari kayu berbentuk kupu tarung dan
jendela juga berbentuk kupu tarung dengan motif
krepyak.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Terkait dengan keberadaan zending atau misionaris
Jerman pada masa kolonial Belanda
ILMU PENGETAHUAN
:
Pemakaian konstruksi kayu untuk bangunan pada
areal dengan struktur tanah labil
PENDIDIKAN :
Perpaduan penyebaran Kristen melalui media
kesehatan dan pendidikan.
AGAMA/KEBUDAYAAN
: Penyebaran agama Kristen di wilayah Grobogan pada
masa Kolonial.
AKSESIBILITAS : Berada di tepi jalan raya
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Pelapukan kayu kalau tidak dilakukan treatment
AKTIFITAS MANUSIA :
REKOMENDASI : Konservasi dan rehabilitasi bangunan kayu
DATA INFORMAN : Bp. Samuel (66 tahun)
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 11 Mei 2013
� �
PETA KABUPATEN
GEREJA KRISTEN
JAWA TENGAH UTARA
KALICERET
Mrisi, Tanggung Harjo,
Grobogan
Façad Bangunan GKJTU Kaliceret Dinding Barat GKJTU Kaliceret
� �
3. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : MAKAM RT. ADIPATI MERTOHADI NEGORO
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/04
JENIS : Makam
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 05 41.6 E110 52 42.2
DUSUN :
DESA : Ngembak
KECAMATAN : Purwodadi
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : Pemkab Grobogan
STATUS PENGELOLAAN : Pemkab Grobogan
TAHUN PEMBANGUNAN : 1875
TAHUN RENOVASI : -
LATAR BELAKANG SEJARAH : RT. Adipati Mertohadi Negoro merupakan bupati
Grobogan yang memerintah antara tahun 1864 - 1875.
FUNGSI : Makam
UKURAN :
PANJANG : 1,8 m
LEBAR : 0,8 m
TINGGI : 0,6 m
LUAS AREA : 100 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : Pemakaman
SELATAN : Hutan
TIMUR : Hutan
BARAT : Pekarangan
KONDISI LINGKUNGAN : Berada di sekitar pemakaman umum
ARAH HADAP : Selatan
� �
DISKRIPSI : Makam Bupati RT Adipati Mertohadi Negoro berada di
tempat paling tinggi di area pemakaman Muktiharjo.
Terdapat paseban di sebelah selatan makam berupa
bangunan beratap kampung yang dilengkapi dengan
teralis besi. Atap dan dinding terbuat dari bahan seng.
Kondisi makam sudah mengalami perubahan di
antaranya lantai ditutup keramik baru. Bangunan
makam terdiri dari 2 makam dan terdapat beberapa
makam kecil di sekelilingnya. Makam utama bagian
jirat dan nisan terbuat dari marmer berwarna putih.
Kondisi cungkup cukup terawat, namun lingkungan
tidak terawat.
NILAI PENTING :
HISTORIS : Sejarah pemerintahan di Kabupaten Grobogan
ILMU PENGETAHUAN : Ragam nisan dan jirat pada makam kuna
PENDIDIKAN :
KEBUDAYAAN
: Tempat pemakaman seorang pemimpin diletakkan di
tempat tinggi atau bukit.
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Berada di alam terbuka
AKTIFITAS MANUSIA :
Pembiaran dan Pengembangan kawasan tanpa
memperhatikan konsep pelestarian cagar budaya
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 17 Mei 2013
�
PETA KABUPATEN
MAKAM RT. ADIPATI
MERTOHADI NEGORO
Ngembak, Purwodadi,
Grobogan
Cungkup dan Makam Bupati RT. Adipati
Mertohadi Negoro
Gambar Detail Makam Bupati RT. Adipati
Mertohadi Negoro
� �
4. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : STASIUN KEDUNGJATI
NAMA SEBELUMNYA : Stasiun Kedung jati
NO. INVENTARISASI : 183/04.58167/Kej/BQ
11-15/Gbo/2013/TB/06
SURAT KEPUTUSAN :
JENIS : Stasiun
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN
Astronomi : S 7 9 49,03 E 110 38 8.37
DUSUN : Kedungjati
DESA : Kedungjati
KECAMATAN : Kedungjati
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK
LAMA : NIS (Nederland Indische Spoorweg Maatschappij)
BARU : PT. KERETA API INDONESIA
STATUS PENGELOLAAN : PT. KERETA API INDONESIA
TAHUN PEMBANGUNAN : 21 Mei 1873
TAHUN RENOVASI : 1907
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: Stasiun ini dibangun oleh perusahaan NIS (Nederland
Indische Spoorweg Maatschappij) setelah jalur kereta
api Samarang - Tanggung yang merupakan jalur
pertama di pulau Jawa beroperasi pada tahun 1867.
Jalur pertama tersebut diteruskan menjadi jalur
Semarang — Yogyakarta melalui Solo agar lebih
menguntungkan bagi kepentingan militer Belanda pada
masa itu serta pengangkutan hasil perkebunan. Stasiun
Kedungjati mulai dioperasikan, bersamaan dengan
selesai dan dibukanya KA jalur Semarang -
Yogyakarta untuk umum.
RIWAYAT PENELITIAN : Studi Teknis Arkeologis Stasiun Kedung Jati, Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, 2011
FUNGSI : Stasiun
DOKUMENTASI :
� �
UKURAN
PANJANG : 93 m
LEBAR : 25 m
TINGGI : 12 m
LUAS :
BATAS-BATAS
UTARA : Pemukiman
SELATAN : Pemukiman
TIMUR : Pemukiman
BARAT : Pemukiman
KONDISI LINGKUNGAN : Pemukiman
ARAH HADAP : Barat
DISKRIPSI : Stasiun Kedungjati semula dibangun dengan konstruksi
kayu dan tahun 1907 dibangun kembali dengan
konstruksi baja dan dinding bata. Arsitekturnya mirip
dengan Stasiun Willem I atau Stasiun Ambarawa yang kini
jadi Museum Kereta Api Ambarawa. Stasiun Kedungjati
memiliki emplasemen ganda dengan bangunan utama
berada di antara dua rel di sisi utara dan selatannya.
Salah satu sisi relnya tertutup atap yang menjadi satu
dengan bangunan stasiun. Stasiun ini terdiri dari satu
bangunan utama yang di dalamnya terdapat ruang
tunggu (peron), loket karcis, kantor pengelola dan lain-
lain. Bangunan utama berkonstruksi baja bentang lebar
yang menaungi ruang tunggu, ruang administrasi, ruang
kepala stasiun dan loket penjualan karcis. Penghawaan
bangunan dirancang teliti dengan ruang tunggu berupa
ruang setengah terbuka yang dibatasi tembok rendah
dan atap tinggi sehingga udara mengalir lancar. Fasilitas
stasiun (ruang kepala stasiun, administrasi, dan loket
penjualan karcis) disusun secara linier sepanjang
bangunan yang berbentuk empat persegi panjang sejajar
rel. Keunikan arsitektur Stasiun Kedungjati terutama
pada penggunaan bata ekspos sebagai ornamen dan
aksen pada tepian pintu, jendela dan dinding yang
inspirasinya berasal dari arsitektur Eropa abad 19. Ciri
khas tersebut saat ini dipertajam dengan finishing cat
yang menonjolkan karakter ornamen bata ekspos.
Konstruksi baja yang digunakan pada struktur bangunan
utama dan emplasemen masih kokoh hingga saat ini.
� �
NILAI PENTING
HISTORIS : salah satu stasiun tertua di Indonesia
ILMU PENGETAHUAN : Perkembangan ilmu arsitektur pada pemanfaatan
sarana transportasi massal
PENDIDIKAN :
KEBUDAYAAN : Salah satu cikal bakal pemanfaatan sarana transportasi
massal untuk mobilitas pada masa kolonial.
AKSESIBILITAS : Dapat diakses dengan mobil dan tidak jauh dari jalan
raya.
ANCAMAN
PROSES ALAM : Pelapukan
AKTIVITAS MANUSIA :
REKOMENDASI : Konservasi bangunan kayu
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL / Waktu : 12 Mei 2013
�
PETA KABUPATEN
STASIUN KEDUNGJATI
Kedungjati,
Kedungjati, Grobogan
Stasiun Kedungjati Ruang PPKA Stasiun Kedungjati
Lantai Ruang Tunggu Kelas Eksekutif Ruang Tunggu kelas Ekonomi
� �
5. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : TEMPAT IBADAH TRI DHARMA HOK AN BIO
NAMA SEBELUMNYA : Hok An Bio
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/07
JENIS : Klenteng
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN
ASTRONOMI : S7 04 49.4 E110 54 52.8
ALAMAT : Jalan Suhada No. 1
KECAMATAN : Purwodadi
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK
LAMA :
BARU :
STATUS PENGELOLAAN :
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI :
Tahun 2013 dilakukan pengecatan seluruh
bangunan
LATAR BELAKANG SEJARAH : sejak dahulu digunakan sebagai tempat ibadah
masyarakat Tionghoa di Grobogan
FUNGSI : tempat Ibadah Tri Dharma
UKURAN
PANJANG : 11,3 m
LEBAR : 6,5 m
TINGGI : 8,3 m
LUAS AREA : 1800 m2
BATAS-BATAS
UTARA : Jalan Raya (jalan Suhada)
SELATAN : pemukiman
TIMUR : pertokoan
BARAT : pemukiman dan pertokoan
KONDISI LINGKUNGAN : pemukiman dan pertokoan
ARAH HADAP : timur
� �
DESKRIPSI : Bangunan sebagian besar terbuat dari kayu
didominasi warna merah dan kuning. Bagian teras
disangga dengan 4 buah tiang kayu yang masing-
masing tiang terdapat tulisan cina. Di bagian atas
terdapat banyak ukiran dan tumbuhan serta hewan
mitologi dan dewa-dewa. Selain ukiran terdapat
juga lukisan cerita. Untuk masuk ke altar utama
terdapat pintu masuk berbentuk teralis yang
terbuat dari kayu. Di sisi kanan-kiri pintu masuk
terdapat gambar kilin dan ukiran relief cerita. Altar
utama ditempatkan arca Hok Tek Chen Sin (Dewa
Amurwabumi). Perubahan terdapat pada sebagian
dinding yang dilapisi dengan keramik, lantai diganti
dengan traso dan genting sudah diganti dengan
genting pres. Di sebelah selatan bangunan altar
utama terdapat bangunan untuk kantor pengurus
dan juga altar pemujaan. Bangunan ini sebagian
besar juga terbuat dari kayu serta terdapat banyak
ukiran. Pada bagian jendela dibuat bentuk teralis. Di
komplek ini terdapat prasasti berhuruf cina yang
sebagian hurufnya sudah aus.
NILAI PENTING
HISTORIS :
sejarah keberadaan masyarakat Tionghoa di
Grobogan
ILMU PENGETAHUAN : Ragam bangunan tridharma/ klenteng
PENDIDIKAN :
Pendidikan moral berlatar belakang agama
Tridharma
AGAMA :
Perkembangan agama konghucu dan Budha di
Grobogan
AKSESIBILITAS : mobil, motor dan jalan kaki
ANCAMAN
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA : pengembangan fungsi bangunan
REKOMENDASI :
DATA INFORMAN : Parjaka (45 Tahun)
PENINJAUAN :
Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Tahun 2013
SURVEYOR :
Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Tahun 2013
TANGGAL : 15 May 2013
� �
PETA KABUPATEN
KLENTENG HOK AN BIO
Jln. Suhada No. 1
Purwodadi, Grobogan
Ruang Pemujaan Utama Klenteng Hok An
Bio Ruang kantor Klenteng Hok An Bio
� �
6. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : MASJID JAMI' BAITURRAHMAN WIROSARI
NAMA SEBELUMNYA : Masjid Jami' Baiturrahman Wirosari
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/09
JENIS : Masjid
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 04 41.0 E111 05 25.2
DUSUN :
DESA : Wirosari
KECAMATAN : Wirosari
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : Kyai Reso Ngulomo
BARU : Pemerintah Kabupaten Grobogan
STATUS PENGELOLAAN : Takmir Masjid
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI : -
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: Masjid Dibangun oleh Kyai Reso Ngulomo. Tokoh Kyai
Reso Ngulomo merupakan putra dari Abdul Karim
(Pendiri Baitul Makmur Alun-alun Purwodadi) yang masih
keturunan dari Ki Ageng Panjawi dari Pati. Pada masanya,
masjid Wirosari merupakan masjid terbesar se-
Kawedanan Wirosari.
FUNGSI : Masjid
UKURAN :
PANJANG : 13,5 m
LEBAR : 13 m
TINGGI :
LUAS AREA : 2600 m2
� �
BATAS-BATAS :
UTARA : Pemukiman
SELATAN : Pemukiman
TIMUR : Jalan Raya
BARAT : Jalan Raya
KONDISI LINGKUNGAN : Di lingkungan pemukiman
ARAH HADAP : Timur
DISKRIPSI : Bangunan berdenah persegi. Sudah banyak mengalami
perubahan. Komponen-komponen pendukung
bangunan telah diganti tembok. Bangunan terdiri dari
ruang utama, pawestren dan serambi. Ruang utama
beratap tumpang yang ditopang oleh 4 (empat) buah
soko guru yang masih asli. Secara Façad , terdapat 3
(tiga) buah pintu kayu. Pintu yang terpasang di utara
dan selatan merupakan pintu lama. Dinding ruang
utama dilapisi dengan keramik. Bagian serambi sudah
direnovasi total. Pilar bagian serambi dirubah menjadi
pilar beton dengan atap bentuk limasan.
NILAI PENTING :
HISTORIS : Sejarah perkembangan Kabupaten Grobogan
ILMU PENGETAHUAN : Ragam Arsitektur bangunan Masjid
PENDIDIKAN :
AGAMA/KEBUDAYAAN : Sejarah perkembangan Islam di Grobogan
AKSESIBILITAS : Berada di pinggir jalan raya
ANCAMAN :
PROSES ALAM : -
AKTIFITAS MANUSIA : Pengembangan tanpa konsep pelestarian cagar budaya
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN : M. Khaliq
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 17 Mei 2013
�
PETA KABUPATEN
MASJID JAMI'
BAITURRAHMAN
Wirosari, Wirosari,
Grobogan
Façad Bangunan Masjid Jami Wirosari Ruang Utama Masjid Jami Wirosari
� �
7. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : MASJID AN-NUUR KUWU
NAMA SEBELUMNYA : Masjid An-Nuur Kuwu
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/10
JENIS : Masjid
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 07 26.4 E111 07 42.1
DUSUN :
DESA : Kuwu
KECAMATAN : Kuwu
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : Takmir masjid
STATUS PENGELOLAAN : Takmir masjid
TAHUN PEMBANGUNAN : 1818
TAHUN RENOVASI : Masjid dibangun secara besar-besaran pada tahun 2000.
Mustaka diganti dengan bahan seng dengan bentuk yang
sama. Pawestren dibangun pada tahun 2003. Sementara
pagar masjid yang terbuat dari bahan tembok dibongkar
pada tahun 1998.
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: Masjid An-Nur Kuwu didirikan pada tahun 1818 0leh R.
Abdullah yang sekarang dimakamkan di belakang Masjid.
Beliau semula sebagai penghulu. Pada masa dulu, seluruh
pernikahan se-Karesidenan Kradenan dilaksanakan di
Masjid Kuwu. Tokoh R. Abdullah adalah putra Abdul
Kharim (Pendiri Baitul Makmur Alun-alun Purwodadi)
yang masih keturunan dari Ki Ageng Panjawi dari Pati.
FUNGSI : Masjid
UKURAN :
PANJANG : 25 m
LEBAR : 15 m
TINGGI :
LUAS AREA : 1800 m2
� �
BATAS-BATAS :
UTARA : Pasar (Kios dan pertokoan)
SELATAN : Pasar (Kios dan pertokoan)
TIMUR : Jl. Sura Jenggala / Pasar Kuwu
BARAT : Pemukiman
KONDISI LINGKUNGAN : Berada di lingkungan pasar Kuwu
ARAH HADAP : Timur
DISKRIPSI : Semula masjid ini seluruhnya terbuat dari bahan
kayu. Kondisi sekarang ini sebagian besar
komponen bangunan merupakan komponen baru
dengan dinding tembok. Bangunan terdiri dari
ruang utama, serambi dan pawestren. Bagian yang
masih asli di antaranya sebagian plafon ruang
utama dan mimbar. Ruang utama berdenah
persegi empat dengan atap berbentuk tajuk
tumpang dua dengan penutup atap yang telah
digantu dengan genteng pres. Atap disangga
dengan 4 buah saka guru berbahan kayu yang dicat
warna hijau. Lantai telah ditutup dengan keramik.
NILAI PENTING :
HISTORIS : Sejarah perkembangan Kabupaten Grobogan
ILMU PENGETAHUAN : Ragam Arsitektur bangunan Masjid
PENDIDIKAN :
AGAMA/KEBUDAYAAN : Sejarah perkembangan Islam di Grobogan
AKSESIBILITAS : Berada di tepi jalan raya
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA : Pengembangan tanpa konsep pelestarian
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN : M. Khaliq
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak
Kab. Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 17 Mei 2013
� �
PETA KABUPATEN
MASJID AN-NUUR
Kuwu, Kuwu,
Grobogan
Façad Bangunan Masjid An Nuur Kuwu Ruang Utama Masjid An Nuur Kuwu
�
8. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : STASIUN TANGGUNG
NAMA SEBELUMNYA : Stasiun Tanggoeng
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/11
JENIS : Stasiun
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S 7 05 29,6 E 110 36 12,6
DUSUN :
DESA : Tanggung Harjo
KECAMATAN : Tanggung Harjo
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : NIS
BARU : PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)
STATUS PENGELOLAAN : PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)
TAHUN PEMBANGUNAN : 1864
TAHUN RENOVASI : 1910 diubah menjadi bangunan baru. Pada tahun
1996 terdapat penambahan bangunan yang
berfungsi sebagai rumah sinyal.
LATAR BELAKANG SEJARAH : Stasiun Tanggung merupakan stasiun tertua di
Indonesia. Halte Tanggoeng mulai dikerjakan pada 17
Juni 1864. Pembukaan halte tersebut dilakukan oleh
Gubernur Jenderal LAJW Baron Sloet van Beel
Pembukaan Halte Tanggoeng bersamaan dengan
peresmian jalur kereta api pertama di Jawa,
Samarang-Tanggoeng sepanjang 25 km.
Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM)
alias Maskapai Kereta api Hindia Belanda yang
membangun jalur kereta api itu, menempatkan Halte
Tanggoeng sebagai halte pemberhentian kereta api
dari Stasiun Samarang (Semarang).
FUNGSI : Stasiun
� �
UKURAN :
PANJANG : 22 m
LEBAR : 6,6 m
TINGGI : 6,4 m
LUAS AREA :
BATAS-BATAS :
UTARA : Rumah Dinas dan Pemukiman
SELATAN : Rel
TIMUR : -
BARAT : -
KONDISI LINGKUNGAN : Berada di tengah pemukiman
ARAH HADAP : Selatan
DISKRIPSI : Stasiun berdenah persegi empat dengan atap
bebentuk pelana yang ditutup dengan genteng pres.
Srawing terpasang di sisi barat dan timur terbuat dari
bahan kayu. Di sisi utara dan selatan terdapat
emperan yang disangga oleh 5 buah tiang besi
berbentuk lingkaran. Di sisi barat terdapat ruang
tunggu dengan tiang kayu. Lantai stasiun ditutup
dengan tegel kasar. Dinding bangunan stasiun terbuat
dari bahan kayu jati. Kondisi stasiun terawat dan
difungsikan dengan baik. Terdapat penambahan
rumah sinyal di emperan sisi barat
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Stasiun Tanggung merupakan salah satu stasiun halte
pertama di Pulau Jawa dan bukti pemakaian sarana
transportasi massal untuk mobilitas.
ILMU PENGETAHUAN : Pemanfaatan tenaga mesin untuk sarana tranportasi
PENDIDIKAN :
KEBUDAYAAN
: Pemanfaatan sarana transportasi massal pada masa
kolonial.
AKSESIBILITAS : Terdapat akses jalan melalui stasiun yang dapat dilalui
mobil
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Pelapukan bahan bangunan
AKTIFITAS MANUSIA :
REKOMENDASI : Konservasi bangunan kayu
� �
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12 Mei 2013
PETA KABUPATEN
STASIUN TANGGUNG
Tanggung Harjo,
Tanggung Harjo,
Grobogan
Stasiun Tanggung Emplasemen Stasiun Tanggung
� �
9. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : STASIUN GUNDIH
NAMA SEBELUMNYA : -
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/12
JENIS : Stasiun
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN
ASTRONOMI : S7 13 07.2 E110 54 00.7
DUSUN :
DESA : Geyer
KECAMATAN : Geyer
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK
LAMA : NIS
BARU : PT. KERETA API INDONESIA
STATUS
PENGELOLAAN : PT. KERETA API INDONESIA DAOP VI Yogyakarta
TAHUN
PEMBANGUNAN : 1870
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG
SEJARAH
:
Di masa lalu, stasiun ini adalah awal dimulainya jalur dengan
3 rel, yaitu rel lebar 1435 mm ditambah sebuah rel lagi di
dalamnya sehingga kereta dengan lebar sepur 1067 mm bisa
melewati jalur itu. Hal ini harus dilakukan supaya perjalanan
kereta dari dua arah tidak terhambat, karena pada saat itu
rel dari arah Gambringan berukuran 1067 mm sementara
dari Brumbung lebar relnya 1435 mm. Jalur 3 rel ini
terbentang sampai ke Stasiun
Lempuyangan di Yogyakarta sebelum dibongkar paksa
oleh Kekaisaran Jepang pada tahun 1942.
FUNGSI : stasiun
UKURAN
PANJANG : 47,65 m
LEBAR : 15 m
TINGGI : 7 m
LUAS AREA :
� �
BATAS-BATAS
UTARA : pekarangan
SELATAN : pekarangan
TIMUR : Pemukiman
BARAT : hutan
KONDISI
LINGKUNGAN : Pemukiman
ARAH HADAP : timur
DESKRIPSI
:
Stasiun Gundih merupakan stasiun dengan jenis stasiun
pulau, yaitu terletak di tengah-tengah jalur rel. Bangunan
memiliki arsitektur indis dengan atap berbentuk perisai.
Bagian Façad bangunan terdapat kuncungan yang
dilengkapi hiasan berupa list plang. Pintu masuk utama
berada di tengah-tengah yang kanan-kiri terdapat jendela
kaca. Terdapat bangunan emplasemen di sisi kanan-kiri
bangunan stasiun. Di areal ini terdapat beberapa bangunan
yaitu Depo loko, rumah dinas pegawai, kantor resor Sinkel
4,5 Gundih, tangki air, rumah kepala stasiun dan kamar
mandi.
NILAI PENTING
HISTORIS : sejarah transportasi di Kabupaten Grobogan
ILMU
PENGETAHUAN :
awal dimulainya jalur dengan 3 rel dan dengan 2 jenis rel
yang berbeda (1067 mm dan 1435 mm)
PENDIDIKAN :
KEBUDAYAAN :
pemanfaatan sarana transportasi massal pada masa kolonial
di Kabupaten Grobogan
AKSESIBILITAS : mobil, motor dan jalan kaki
ANCAMAN
PROSES ALAM :
AKTIFITAS
MANUSIA : Perawatan yang kurang memadai
REKOMENDASI : konservasi bangunan kayu
DATA INFORMAN : Sapto - Kepala Stasiun Gundih
PENINJAUAN :
Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab. Grobogan
2013
SURVEYOR :
Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab. Grobogan
2013
TANGGAL : 18-May-13
� �
PETA KABUPATEN
STASIUN GUNDIH
Geyer, Geyer, Grobogan
Façad Stasiun Gundih Emplasemen Stasiun Gundih
�
10. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : MAKAM KI AGENG SELA
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/13
JENIS : Makam
PERIODE : Islam
KELETAKAN :
Astronomi : S7 03 45.5 E111 00 55.1
DUSUN :
DESA : Sela
KECAMATAN : Tawangharjo
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : Karaton Surakarta Hadiningrat
STATUS PENGELOLAAN : Karaton Surakarta Hadiningrat
TAHUN PEMBANGUNAN : Abad XV
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: Nama asli Ki Ageng Ngabdurahman Sela, menurut
sebagian masyarakat adalah Bagus Sogom. Menurut
naskah-naskah babad ia dipercaya sebagai keturunan
langsung Brawijaya, raja terakhir Majapahit.
Dikisahkan, Brawijaya memiliki anak bernama Bondan
Kejawan , yang tidak diakuinya. Bondan Kejawan
berputra Ki Getas Pandawa. Kemudian Ki Getas
Pandawa berputra Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela
berputra beberapa orang putri dan seorang putra
bergelar Ki Ageng Henis. Ki Ageng Henis berputra Ki
Ageng Pemanahan yang kemudian berputera
Sutawijaya, penguasa pertama Mataram.
FUNGSI : Makam
UKURAN :
PANJANG : 2,4 m
LEBAR : 1,4 m
TINGGI : 30 cm
LUAS AREA :
� �
BATAS-BATAS :
UTARA : Madrasah
SELATAN : Pemakaman
TIMUR : Masjid Ki Ageng Sela
BARAT : Madrasah
KONDISI LINGKUNGAN : Berada 1 komplek dengan Masjid Ki Ageng Sela
ARAH HADAP : Selatan
DISKRIPSI : Bangunan cungkup beratap tajug dengan dinding
sudah berupa tembok yang dilengkapi dengan teras
yang disangga dengan tiang kayu. Bagian lantai sudah
diganti dengan keramik. Bagian makam/ jirat juga
sudah dilapis dengan keramik, sedangkan nisan masih
asli dari batu andesit. Kondisi cungkup sebagian telah
rusak, terutama di bagian atap yang sedikit melesak,
dan beberapa bagian dinding serta lantai sudah retak.
Tiang penyangga teras yang terbuat dari kayu juga
sudah mulai keropos serta miring.
NILAI PENTING :
HISTORIS
:
Ki Ageng Sela merupakan leluhur raja-raja Pajang dan
Mataram.
ILMU PENGETAHUAN
:
Ilmu pengetahuan mengenai arsitektur makam kuna di
Jawa
PENDIDIKAN :
AGAMA : Leluhur dari Kerajaan Pajang dan Mataram yang
berlatar belakang agama Islam
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, dan jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Konstruksi kayu sudah banyak yang keropos
AKTIFITAS MANUSIA :
REKOMENDASI : Konservasi dan rehabilitasi bangunan cungkup
DATA INFORMAN : -
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 11 Mei 2013
� �
PETA KABUPATEN
MAKAM KI AGENG
SELA
Sela , Tawangharjo,
Grobogan
Cungkup Makam
Gapura Makam Jirat dan Nisan Makam
� �
11. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN/ SITUS : MAKAM KI AGENG TARUB (JAKA TARUB)
NAMA SEBELUMNYA : Makam Ki Ageng Tarub (Jaka Tarub)
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/14
JENIS : Makam
PERIODE : Islam
KELETAKAN
ASTRONOMI : S7 03 45.5 E111 00 55.1
DUSUN : Tarub
DESA : Tarub
KECAMATAN : Tawangharjo
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK
LAMA :
BARU : Karaton Surakarta Hadiningrat
STATUS PENGELOLAAN : Karaton Surakarta Hadiningrat
TAHUN PEMBANGUNAN : Abad XV
TAHUN RENOVASI : Semula merupakan bangunan kayu. Pada tahun
1992 dinding kayu yang rusak diganti tembok
dengan lapisan keramik. Lantai semula merupakan
tatanan batu bata dengan ukuran besar. Plavon
diganti eternit pada tahun 1998. Pemasangan
teralis di bagian dalam cungkup dilakukan pada
tahun 2009.
LATAR BELAKANG SEJARAH : Jaka Tarub dikisahkan merupakan putra dari Syekh
Maulana Maghribi, seorang ulama penyebar agama
Islam yang menikah dengan Dewi Retno Roso
Wulan, adik dari Sunan Kalijaga. Setelah dewasa,
Jaka Tarub menikah dengan seorang bidadari yang
turun dari kahyangan yang bernama Dewi Nawang
Wulan. Dari hasil pernikahannya lahir Dewi Nawang
Sih yang kelak menikah dengan Putra Brawijaya V.
Dari pernikahan tersebut kelak melahirkan raja-raja
yang berkuasa di tanah Jawa.
FUNGSI : Makam
�
UKURAN
PANJANG : 3,5 m
LEBAR : 1,6 m
TINGGI : 0,6 m
BATAS-BATAS
UTARA : Pekarangan
SELATAN : Pekarangan
TIMUR : Pemukiman
BARAT : pekarangan
KONDISI LINGKUNGAN : Berada di areal yang banyak ditumbuhi pohon jati
ARAH HADAP : Timur
DESKRIPSI : Bangunan cungkup seluruhnya berupa bangunan
baru dengan dinding tembok. Atap tumpang
bergenting pres. Lantai bangunan telah diganti
dengan keramik. Bagian makam di dalam cungkup
berupa lapisan keramik, termasuk bagian jirat.
Sekeliling jirat diberi pengaman teralis besi.
Bagian yang masih asli yaitu nisan batu andesit.
NILAI PENTING
HISTORIS : Jaka Tarub dipercaya sebagai leluhur raja-raja
Mataram Islam
ILMU PENGETAHUAN :
Dapat dikaji sebagai bahan penulisan sejarah
kerajaan Mataram Islam
PENDIDIKAN :
KEBUDAYAAN : Budaya ziarah kubur
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA :
Pengembangan tanpa konsep pelestarian cagar
budaya
REKOMENDASI : Perawatan Rutin
DATA INFORMAN : KRT. Hastana Adipura
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak
Kab. Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 10-May-13
� �
PETA KABUPATEN
MAKAM KI AGENG
TARUB
Tarub, Tawangharjo,
Grobogan
Cungkup Makam Jirat dan Nisan Makam
� �
12. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : MAKAM RM BONDAN KEJAWAN
NAMA SEBELUMNYA : Makam RM Bondan Kejawan
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/15
JENIS : Makam
PERIODE : Islam
KELETAKAN
ASTRONOMI : S7 03 45.5 E111 00 55.1
DUSUN :
DESA : Tarub
KECAMATAN : Tawangharjo
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK
LAMA : Karaton Surakarta Hadiningrat
BARU : Karaton Surakarta Hadiningrat
STATUS PENGELOLAAN : Karaton Surakarta Hadiningrat
TAHUN PEMBANGUNAN : Abad XV
TAHUN RENOVASI :
Pada tahun 1997 sampai 1998 dilakukan renovasi besar-
besaran
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: Bondan Kejawan merupakan anak kandung dari raja
Majapahit terakhir, yaitu Brawijaya V. Bondan Kejawan
kemudian diambil sebagai anak angkat dan menjadi
menantu Ki Ageng Tarub. Hasil pernikahan RM. Bondan
Kejawan dengan Nawangsih (Putri Jaka Tarub) nantinya
melahirkan raja-raja Mataram Islam
FUNGSI : Makam
UKURAN
PANJANG : 2,6 m
LEBAR : 1,6 m
TINGGI : 0,6 m
LUAS AREA :
� �
BATAS-BATAS
UTARA : Pekarangan
SELATAN : Pekarangan
TIMUR : Pemukiman
BARAT : pekarangan
KONDISI LINGKUNGAN : Berada di areal yang banyak ditumbuhi pohon jati
ARAH HADAP : Timur
DESKRIPSI : Bangunan cungkup seluruhnya sudah berupa bangunan
baru dengan dinding tembok. Bangunan tersebut
memiliki atap tumpang bergenting pres. Lantai
bangunan juga telah diganti dengan keramik porselain.
Bagian makam yang berada di bagian dalam cungkup
juga telah mengalami perubahan dengan diberi lapisan
keramik, termasuk bagian jirat. Bagian yang masih asli
yaitu bagian nisan yang terbuat dari batu andesit.
NILAI PENTING
HISTORIS :
Makam tokoh yang menurunkan keluarga penguasa
Mataram Islam
ILMU PENGETAHUAN :
Dapat dikaji sebagai bahan penulisan sejarah kerajaan
Mataram Islam
PENDIDIKAN :
KEBUDAYAAN : Budaya ziarah kubur
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA : Pengembangan tanpa konsep pelestarian cagar budaya
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN : KRT. Hastana Adipura
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 10-May-13
� �
PETA KABUPATEN
MAKAM RM BONDAN
KEJAWAN
Tarub, Tawangharjo,
Grobogan
Cungkup Makam Jirat dan Nisan Makam
� �
13. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : BAK KONTROL SALURAN AIR
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/16
JENIS : Bak air
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S6 59 34.8 E110 55 40.8
DUSUN : Krajan RT 4 RW 2
DESA : Sumber
KECAMATAN : Grobogan
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : PDAM Kab. Grobogan
STATUS PENGELOLAAN :
TAHUN PEMBANGUNAN : 1925
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH : bangunan ini adalah salah satu bagian sejarah
penyaluran air bersih di daerah Grobogan
FUNGSI : kontrol penyaluran air bersih
UKURAN :
PANJANG : 2,45 m
LEBAR : 2,4 m
TINGGI : 1,7 m
LUAS AREA :
BATAS-BATAS :
UTARA : pemukiman
SELATAN : pemukiman
TIMUR : jalan raya
BARAT : pemukiman
KONDISI LINGKUNGAN : berada di tepi jalan raya
ARAH HADAP : Timur
�
DISKRIPSI : Bangunan berbentuk tabung setengah lingkaran
yang di bagian atasnya dilengkapi pintu dan
cerobong. Di bagian dalam bangunan ini terdapat
pipa yang menyalurkan air bersih dari Pegunungan
Kapur Utara (pegunungan yang terletak di sebelah
utara Kabupaten Grobogan) serta pipa yang
menyalurkan air tersebut ke arah kota grobogan.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
terkait dengan sejarah penyediaan air bersih untuk
Grobogan dan sekitarnya
ILMU PENGETAHUAN
:
Teknologi distribusi air dari pegunungan ke wilayah
perkotaan.
PENDIDIKAN : Mengajarkan tentang pemanfaatan air bersih
AGAMA/KEBUDAYAAN
: Pemanfaatan air pegunungan untuk konsumsi
masyarakat perkotaan.
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Pencemaran lingkungan
AKTIFITAS MANUSIA : penebangan hutan oleh masyarakat
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Tahun 2013
TANGGAL : 11-May-13
� �
PETA KABUPATEN
BAK KONTROL
SALURAN AIR
Sumber, Grobogan,
Grobogan
Bangunan Bak kontrol Saluran air Jatipohon
Inskripsi angka tahun pendirian bangunan Kondisi di dalam bangunan
�
14. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : SUMBER AIR JATIPOHON
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/17
JENIS : Mata Air
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S6 59 07.7 E110 55 46.4
DUSUN : Sumber
DESA : Jatipohon
KECAMATAN : Grobogan
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : PDAM Kab. Grobogan
STATUS PENGELOLAAN :
TAHUN PEMBANGUNAN : 1925
TAHUN RENOVASI : 1990an
LATAR BELAKANG SEJARAH : Merupakan sumber mata air yang pada masa
kolonial Belanda dimanfaatkan untuk sumber air
bersih yang disalurkan ke wilayah kota Grobogan
dan Purwodadi.
FUNGSI : penyaluran air bersih
UKURAN :
PANJANG : 3,3 m
LEBAR : 3,1 m
TINGGI : 3 m
LUAS AREA : 220 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : hutan
SELATAN : Pemukiman
TIMUR : Pemukiman
BARAT : hutan
�
KONDISI LINGKUNGAN : berada di lereng pegunungan yang masih banyak
hutan
ARAH HADAP : selatan
DISKRIPSI : Berupa kolam mata air yang diberi pelindung berupa
bangunan berbentuk rumah yang di dalamnya
terdapat pipa yang dialirkan ke kolam untuk
kemudian diteruskan ke pipa yang mengarah ke
kota.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Terkait dengan sejarah penyediaan air bersih untuk
Grobogan dan sekitarnya
ILMU PENGETAHUAN
:
Teknologi distribusi air dari pegunungan ke wilayah
perkotaan.
PENDIDIKAN : Mengajarkan tentang pemanfaatan air bersih
AGAMA/KEBUDAYAAN
: Pemanfaatan air pegunungan untuk konsumsi
masyarakat perkotaan
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA : Penebangan hutan dan pertambangan
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 11-May-13
PETA KABUPATEN
MATA AIR JATIPOHON
Jatipohon, Grobogan,
Grobogan
Bangunan pelindung sumber air dan kolam
penyaluran
Kondisi di dalam bangunan
pelindung
�
15. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : KOLAM RENANG JATIPOHON
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/18
JENIS : Kolam Renang
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S6 59 08.1 E110 55 46.0
DUSUN : Sumber
DESA : Jatipohon
KECAMATAN : Grobogan
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : Perhutani Kab. Grobogan
STATUS PENGELOLAAN : saat ini dikelola oleh pemerintah desa setempat
TAHUN PEMBANGUNAN : 1925
TAHUN RENOVASI : 1990
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: Didirikan pada masa kolonial dimanfaatkan sebagai
kolam renang/pemandian yang mengambil sumber air
dari mata air samping timur kolam renang.
FUNGSI : Kolam Renang
UKURAN :
PANJANG : 26 m
LEBAR : 21 m
TINGGI : 3 m
LUAS AREA :
BATAS-BATAS :
UTARA : hutan
SELATAN : Pemukiman
TIMUR : Pemukiman
BARAT : hutan
�
KONDISI LINGKUNGAN : berada di lereng pegunungan
ARAH HADAP : timur
DISKRIPSI : Terdiri dari satu kolam berukuran besar yang memiliki
kedalaman 2,5 - 3 meter. Kondisi kolam renang telah
mengalami perubahan yaitu dengan dilapisinya dinding
kolam dengan keramik.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Munculnya tempat rekreasi berupa pemandian
buatan/kolam renang di daerah Grobogan
ILMU PENGETAHUAN : Pemanfaatan air untuk sarana rekreasi dan olah raga
PENDIDIKAN :
Mengajarkan hidup sehat dengan olah raga dan
rekreasi.
KEBUDAYAAN
: Tempat peristirahatan dan bagian dari pengawasan
kawasan hutan lindung dan sumber air Jatipohon
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Berada di tempat terbuka
AKTIFITAS MANUSIA : Pencemaran lingkungan dan penebangan pohon
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 11-May-13
�
PETA KABUPATEN
KOLAM RENANG
JATIPOHON
Jatipohon, Grobogan,
Grobogan
Kolam renang dilihat dari arah tenggara
�
16. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN/ SITUS : PENGINAPAN CITY VIEW
NAMA SEBELUMNYA : Rumah tinggal milik Tionghoa
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/19
JENIS : Rumah Tinggal
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN
ASTRONOMI : S6 59 09.9 E110 55 46.4
DUSUN : Sumber
DESA : Jatipohon
KECAMATAN : Grobogan
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK
LAMA : Warga Tionghoa
BARU : Perhutani
STATUS PENGELOLAAN : Perhutani
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI : Sejak tahun 1950-an, bangunan ditinggalkan dan tidak
difungsikan dengan baik. Pada tahun 2006
difungsikan kembali oleh Perhutani dengan
memperbaiki genteng, pembuatan kamar mandi
modern dan pengecatan ulang
LATAR BELAKANG SEJARAH : Diperkirakan dibangun bersamaan dengan
pembuatan kolam renang yang berada di sebelah
utaranya. Bangunan semula milik warga Tionghoa
yang digunakan untuk rumah huni. Kemudian pada
tahun 1950, bangunan menjadi hak milik Perhutani
namun tidak difungsikan dengan baik. Mulai tahun
2006, bangunan digunakan untuk home stay bagi
para wisatawan Sumber Jatipohon.
FUNGSI : Homestay
UKURAN
PANJANG : 14,3 m
LEBAR : 13,7 m
TINGGI : 7,8 m
LUAS AREA : 900 m2
�
BATAS-BATAS
UTARA : Kolam renang
SELATAN : Wisata Sumber Jatipohon
TIMUR : Jalan kampung dan pemukiman
BARAT : Pemukiman
KONDISI LINGKUNGAN : Di lingkungan Sumber Air Jatipohon
ARAH HADAP : Timur
DESKRIPSI : Bangunan memiliki atap limasan kombinasi genteng
pres diteruskan dengan Plafon eternit. Pintu bahan
kaca bingkai kayu jati bentuk kupu tarung,
sedangkan jendela bahan kayu dilengkapi dengan
engsel putar. Di atas pintu dan jendela terdapat
lobang ventilasi. Rumah terbagi menjadi 4 kamar
yang masing-masing telah dibangun kamar mandi
baru. Lantai ditutup dengan tegel motif, sedang di
bagian dapur ditutup dengan keramik merah. Di
sebelah utara bangunan terdapat bangunan sebagai
Rumah jaga. Bangunan rumah jaga berdenah segi
lima dengan atap berbentuk limasan
NILAI PENTING
HISTORIS : Dari dulu hingga sekarang merupakan rumah
peristirahatan sekaligus pengawasan kawasan hutan
lindung dan sumber air Jatipohon
ILMU PENGETAHUAN :
Salah satu model arsitektur pada kawasan di lereng
bukit yang menghadap ke arah Kota Grobogan.
PENDIDIKAN :
Pemilihan material bangunan yang sesuai dengan
lokasi sekitar.
KEBUDAYAAN : Pemilihan lokasi peristirahatan
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA :
Pemanfaatan tanpa konsep pelestarian cagar
budaya
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN : Penjaga
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 10-May-13
PETA KABUPATEN
PENGINAPAN CITY VIEW
Jatipohon, Grobogan,
Grobogan
Bangunan dilihat dari arah utara Bangunan dilihat dari arah timur
Interior bangunan Lantai ruang utama
�
17. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : PENDAPA UPTD DISPORABUDPAR KEC. GROBOGAN
NAMA SEBELUMNYA : Pendapa Kawedanan Grobogan
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/20
JENIS : Kantor
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 01 22.6 E110 55 20.7
DUSUN : Jalan Pangeran Puger no. 110
DESA : Grobogan
KECAMATAN : Grobogan
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : Kawedanan Grobogan
BARU : Disporabudpar Kab. Grobogan
STATUS PENGELOLAAN : Disporabudpar Kab. Grobogan
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: Kawedanan adalah wilayah administrasi kepemerintahan
yang berada di bawah kabupaten dan di atas kecamatan
yang berlaku pada masa Hindia-Belanda. Menurut arsip
Kab. Grobogan berdasarkan babad Pecina, Hari Jadi
Kabupaten Grobogan jatuh pada hari Senin, 21
Jumadilakir, 1650 atau 4 Maret 1726. Pada saat itu
Susuhunan Amangkurat IV mengangkat seorang abdi
yang berjasa kepada Sunan, bernama Ng. Wongsodipo
menjadi Bupati Monconegari dengan nama Tumenggung
Martapura . Dalam pengangkatan ini ditetapkan pula
wilayah yang menjadi daerah kekuasaannya, yaitu Sela,
Teras, Karas, Wirosari, Santenan, Grobogan, dan
beberapa daerah di Sukowati bagian Utara Bengawan
Sala. Sampai pada tahun 1864 ibukota Kabupaten
Grobogan berada di wilayah Grobogan, sebelum akhirnya
dipindah di Purwodadi. Dengan demikian, kantor
kawedanan Grobogan tersebut tentu pernah digunakan
sebagai salah satu kantor pusat pemerintahan
Kabupaten Grobogan pada waktu itu.
FUNGSI : Kantor
� �
UKURAN :
PANJANG : 12 m
LEBAR : 12 m
TINGGI : 6,4 m
LUAS AREA :
BATAS-BATAS :
UTARA : pemukiman
SELATAN : pemukiman
TIMUR : pemukiman
BARAT : jalan raya (Jalan Pangeran Puger, Grobogan)
KONDISI LINGKUNGAN : berada di lingkungan pemukiman
ARAH HADAP : barat
DISKRIPSI : Berupa satu komplek yang terdiri dari 4 (empat) buah
bangunan, yang terdiri dari Pendapa , bangunan utama,
dapur dan bekas penjara. Bangunan Pendapa belum
banyak mengalami perubahan. Bangunan Pendapa
memiliki konstruksi dari kayu dengan atap berbentuk
tajuk yang sudah diganti dengan genteng pres. Atap
disangga oleh 4 buah saka guru, 12 saka rawa dan 20
saka pangrawit. Lantai dilapisi dengan tegel kasar yang
masih asli namun beberapa bagian sudah melesak.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Sejarah struktur administrasi pemerintahan Kab.
Grobogan pada masa kolonial
ILMU PENGETAHUAN
:
Ilmu pengetahuan tentang arsitektur bangunan
perpaduan antara kolonial dan Jawa.
PENDIDIKAN :
Memberikan pemahaman sistem pemerintahan yang
dibangun pada masa kolonial
AGAMA/KEBUDAYAAN : Adanya ruang publik di lingkungan pemerintahan
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Tanah yang labil mengakibatkan lantai melesak
AKTIFITAS MANUSIA : tidak terawat
REKOMENDASI : Rehabilitasi bangunan kayu
� �
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab. Grobogan
thn 2013
SURVEYOR : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab. Grobogan
thn 2013
TANGGAL : 11-May-13
PETA KABUPATEN
UPTD DISPORABUDPAR
KEC. GROBOGAN
Jl. Pangeran Puger No.
110, Grobogan,
Grobogan
Pendapa Bekas Kawedanan Grobogan
�
18. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : KANTOR UPTD DISPORABUDPAR KEC. GROBOGAN
NAMA SEBELUMNYA : Kantor Kawedanan Grobogan
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/21
JENIS : Kantor
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 01 22.6 E110 55 20.7
DUSUN : Jalan Pangeran Puger no. 110 Grobogan
DESA : Grobogan
KECAMATAN : Grobogan
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : Kawedanan Grobogan
BARU : Disporabudpar Kab. Grobogan
STATUS PENGELOLAAN : Disporabudpar Kab. Grobogan
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH : kantor kawedanan Grobogan pernah digunakan
sebagai kantor pusat pemerintahan Kabupaten
Grobogan.
FUNGSI : Kantor
UKURAN :
PANJANG : 15,4 m
LEBAR : 12 m
TINGGI : 6780 m2
LUAS AREA :
BATAS-BATAS :
UTARA : pemukiman
SELATAN : pemukiman
TIMUR : pemukiman
BARAT : jalan raya (Jalan Pangeran Puger, Grobogan)
KONDISI LINGKUNGAN : berada di lingkungan pemukiman
ARAH HADAP : barat
� �
DISKRIPSI : Berupa satu komplek yang terdiri dari 4 (empat) buah
bangunan, yang terdiri dari Pendapa , bangunan
utama, dapur dan bekas penjara. Bangunan Pendapa
belum banyak mengalami perubahan. Bangunan
utama bergaya Indis yang terdiri dari 5 (lima) ruangan
dengan atap berbentuk perisai. Desain pintu dengan
model kuputarung yang terbuat dari kayu. Bagian
jendela juga terbuat dari kayu dengan bentuk krepyak
dan kuputarung. Di atas pintu terdapat ventilasi
dengan teralis besi. Kelengkapan bangunan lain yaitu
adanya kamar mandi dan dapur. Pada sisi selatan
bangunan terdapat sisa doorloop yang
menghubungkan dengan bangunan di selatan
bangunan kantor kawedanan. Akan tetapi sekarang
bangunan di sisi selatan kawedanan merupakan
bangunan baru yang berfungsi sebagai taman kanak-
kanak (TK).
NILAI PENTING :
HISTORIS :
sejarah struktur administrasi pemerintahan Kab.
Grobogan pada masa kolonial
ILMU PENGETAHUAN
:
Model bangunan fasilitas untuk pegawai
pemerintahan di tingkat kawedanan.
PENDIDIKAN :
Bahan kajian ilmu pemerintahan yang dibangun pada
masa kolonial
KEBUDAYAAN : Budaya pembagian kekuasaan pemerintahan
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Berada di kawasan terbuka
AKTIFITAS MANUSIA : tidak terawat
REKOMENDASI : Rehabilitasi bangunan
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Tahun 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Tahun 2013
TANGGAL : 11-May-13
� �
PETA KABUPATEN
UPTD
DISPORABUDPAR KEC.
GROBOGAN
Jl. Pangeran Puger No.
110, Grobogan,
Grobogan
Rumah Dinas Bekas Kawedanan Grobogan
� �
19. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : BEKAS PENJARA KAWEDANAN GROBOGAN
NAMA SEBELUMNYA : Penjara Kawedanan Grobogan
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/22
JENIS : Kantor
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 01 22.6 E110 55 20.7
DUSUN : Jalan Pangeran Puger no. 110 Grobogan
DESA : Grobogan
KECAMATAN : Grobogan
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : Kawedanan Grobogan
BARU : Disporabudpar Kab. Grobogan
STATUS PENGELOLAAN : Disporabudpar Kab. Grobogan
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH : Bangunan dalam keadaan rusak dan tidak
dipergunakan tersebut merupakan bekas penjara
yang difungsikan saat pemerintahan Kabupaten
Grobogan beribukota di Grobogan.
FUNGSI :
UKURAN :
PANJANG : 8,4 m
LEBAR : 4 m
TINGGI : 4,5 m
LUAS AREA :
BATAS-BATAS :
UTARA : pemukiman
SELATAN : pemukiman
TIMUR : pemukiman
BARAT : jalan raya (Jalan Pangeran Puger, Grobogan)
KONDISI LINGKUNGAN : berada di lingkungan pemukiman
ARAH HADAP : barat
� �
DISKRIPSI : Berupa satu komplek yang terdiri dari 4 (empat)
buah bangunan, yang terdiri dari Pendapa ,
bangunan utama, dapur dan bekas penjara. Bekas
penjara terletak di sisi barat daya dari bangunan
kawedanan, semula bangunan ini digunakan
untuk TK. Namun kondisi sekarang sudah rusak.
Bangunan ini sudah tidak memiliki pintu dan
jendela karena sudah rusak, bahkan sebagian
atap juga sudah roboh.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
sejarah struktur administrasi pemerintahan Kab.
Grobogan pada masa kolonial
ILMU PENGETAHUAN : Model bangunan yang memiliki fungsi khusus
PENDIDIKAN : Penanaman kedisiplinan dan taat hukum.
AGAMA/KEBUDAYAAN
: Pembuatan bangunan khusus untuk orang-orang
yang melanggar hukum.
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Berada di kawasan terbuka
AKTIFITAS MANUSIA : tidak terawat
REKOMENDASI : Rehabilitasi bangunan dengan didahului kajian
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN :
SURVEYOR : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan
TANGGAL : 11-May-13
� �
PETA KABUPATEN
BEKAS PENJARA
KAWEDANAN
GROBOGAN
Jalan Pangeran Puger
no. 110, Grobogan,
Grobogan
Bekas Penjara Kawedanan Grobogan
�
20. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : MAKAM ADIPATI PUGER MARTAPURA
NAMA SEBELUMNYA : Makam Pangeran Puger
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/23
JENIS : Makam
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 01 21.1 E110 55 12.2
DUSUN :
DESA : Grobogan
KECAMATAN : Grobogan
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : Pemkab Grobogan
STATUS PENGELOLAAN : Kasultanan Yogyakarta
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH : Pada masa Amangkurat IV terdapat seorang abdi
bernama Wongso Dipo. Karena jasanya dapat
menyelamatkan jiwa Sunan ketika terjadi perang
dengan Pangeran Blitar dan P. Purboyo di
Mataram, akhirnya dia diangkat menjadi Bupati
Grobogan dengan gelar Tumenggung Martapura.
Peristiwa ini terjadi pada hari Senin, 21 Jumadilakir,
tahun Jimakir, 1650 atau 4 Maret 1726. Dalam
pengangkatan tersebut disebutkan wilayah
kekuasaan Kabupaten Grobogan, adalah : Sela,
Teras Karas, Wirosari, Grobogan, Santenan, dan
Sukowati bagian utara Bengawan Sala.
FUNGSI : Makam
UKURAN :
PANJANG : 2 m
LEBAR : 1,8 m
TINGGI : 0,5 m
LUAS AREA :
� �
BATAS-BATAS :
UTARA : Jalan kampung
SELATAN : Pemukiman
TIMUR : Masjid
BARAT : Pemukiman
KONDISI LINGKUNGAN :
ARAH HADAP : utara
DISKRIPSI : Makam telah diganti kayu jati. Di dalam cungkup
dimakamkan pula Kyai RM. Hasan Zaimul Abidin
(pendiri masjid), RM. Seco Pawiro dan RM. Seco
Taruno.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Terkait dengan sejarah perkembangan Kadipaten
Grobogan
ILMU PENGETAHUAN
:
Sebagai bahan kajian penulisan sejarah
perkembangan Daerah Grobogan pada masa
Mataram Islam.
PENDIDIKAN :
AGAMA/KEBUDAYAAN
: Terkait dengan perkembangan wilayah perdikan di
luar pusat pemerintahan Mataram Islam
AKSESIBILITAS : Terdapat akses jalan masuk
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA :
Pengembangan tanpa konsep pelestarian cagar
budaya
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN : Muhammad Ismail (73 Tahun)
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak
Kab. Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12 Mei 2013
� � �
PETA KABUPATEN
MAKAM ADIPATI
PUGER MARTAPURA
Grobogan, Grobogan
Jirat dan Nisan Makam Adipati dan Istri Cungkup makam
� � �
21. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : PENDAPA KECAMATAN GUBUG
NAMA SEBELUMNYA : Pendapa Kawedanan Gubug
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/25
JENIS : Kantor
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 03 15.0 E110 39 57.9
DUSUN : Jl. Jendral A. Yani No.24
DESA :
KECAMATAN : Gubug
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : Pemkab Grobogan
STATUS PENGELOLAAN : Kecamatan Gubug
TAHUN PEMBANGUNAN : 1928
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH : Kawedanan adalah wilayah administrasi
kepemerintahan yang berada di bawah kabupaten
dan di atas kecamatan yang berlaku pada masa
Hindia-Belanda. Menurut arsip Kab. Grobogan
berdasarkan babad Pecina, Hari Jadi Kabupaten
Grobogan jatuh pada hari Senin, 21 Jumadilakir, 1650
atau 4 Maret 1726. Pada saat itu Susuhunan
Amangkurat IV mengangkat seorang abdi yang
berjasa kepada Sunan, bernama Ng. Wongsodipo
menjadi Bupati Monconegari dengan nama
Tumenggung Martapura . Dalam pengangkatan ini
ditetapkan pula wilayah yang menjadi daerah
kekuasaannya, yaitu Sela, Teras, Karas, Wirosari,
Santenan, Grobogan, dan beberapa daerah di
Sukowati bagian Utara Bengawan Sala. pada 1928
(Staatbald, 1928 No. 117) Kabupaten Grobogan
mendapatkan tambahan dua kawedanan dari
Kabupaten Demak, yaitu :
1. Kawedanan distrik Manggar dengan ibukotanya di
Godong
2. Kawedanan distrik Singen Kidul dengan ibukotanya
di Gubug.
� �
FUNGSI : Kantor kecamatan
UKURAN :
PANJANG : 17,25 m
LEBAR : 15,6 m
TINGGI : 9,6 m
BATAS-BATAS :
UTARA : Pemukiman
SELATAN : Pemukiman
TIMUR : Pemukiman
BARAT : jalan raya
KONDISI LINGKUNGAN :
berada di lingkungan pemukiman dan pertokoan di
tepi jalan
ARAH HADAP : barat
DISKRIPSI : Terdiri dari 2 unit bangunan yaitu Pendapa dan
bangunan utama. Bangunan Pendapa memiliki atap
berbentuk joglo dengan konstruksi kayu. Kondisi
komponen Pendapa masih banyak yang asli.
Perubahan terjadi pada genteng yang diganti dengan
genting pres, lantai keramik dan adanya plafon serta
umpak yang menyangga tiang dan soko guru diganti
dengan bata semenan. Saka guru memiliki ukuran 24 x
24 cm dan saka rowo memiliki ukuran 18 x 18 cm.
Bangunan utama memiliki gaya arsitektur indis
dengan atap berbentuk tajuk. Perubahan terjadi pada
genteng yang diganti dengan genteng pres dan lantai
yang awalnya menggunakan tegel sekarang diganti
dengan keramik. Perubahan lainnya yaitu adanya
penambahan ruang dan jendela diganti dengan
jendela kaca. Penghubung antara Pendapa dengan
bangunan utama menggunakan talang yang terbuat
dari plat besi.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Sejarah struktur administrasi pemerintahan
Kabupaten Grobogan pada masa kolonial
ILMU PENGETAHUAN
:
Ilmu pengetahuan tentang arsitektur bangunan
perpaduan antara kolonial dan Jawa
PENDIDIKAN :
Memberikan pemahaman sistem pemerintahan yang
dibangun pada masa kolonial
AGAMA / KEBUDAYAAN : Perubahan sistem pemerintahan pada masa kolonial
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
� � �
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Bangunan cukup terawat
AKTIFITAS MANUSIA :
Pemanfaatan dan pengembangan tanpa konsep
pelestarian kawasan cagar budaya
REKOMENDASI : Konservasi bangunan kayu
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 11-May-13
PETA KABUPATEN
PENDAPA KECAMATAN
GUBUG
Jl. A. Yani 24 Gubug,
Grobogan
Pendapa Bekas Kawedanan Gubug
� � �
22. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : RUMAH DINAS CAMAT GUBUG
NAMA SEBELUMNYA : Rumah Dinas Wedana Gubug
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/25
JENIS : Rumah Tinggal
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 03 15.0 E110 39 57.9
DUSUN : Jl. Jendral A. Yani No.24
DESA :
KECAMATAN : Gubug
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : Pemkab Grobogan
STATUS PENGELOLAAN : Kecamatan Gubug
TAHUN PEMBANGUNAN : 1928
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH : Bangunan dipergunakan sebagai rumah tinggal
asisten Bupati/wedana setelah Kabupaten Grobogan
mendapatkan tambahan dua kawedanan dari
Kabupaten Demak, yaitu :
1. Kawedanan distrik Manggar dengan ibukotanya di
Godong
2. Kawedanan distrik Singen Kidul dengan ibukotanya
di Gubug.
FUNGSI : Kantor kecamatan
UKURAN :
PANJANG : 17,25 m
LEBAR : 16,7 m
TINGGI : 9,6 m
BATAS-BATAS :
UTARA : Pemukiman
SELATAN : Pemukiman
TIMUR : Pemukiman
BARAT : jalan raya
� � �
KONDISI LINGKUNGAN :
berada di lingkungan pemukiman dan pertokoan di
tepi jalan
ARAH HADAP : barat
DISKRIPSI : Terdiri dari 2 unit bangunan yaitu Pendapa dan
bangunan utama.. Bangunan utama memiliki gaya
arsitektur indis dengan atap berbentuk tajuk.
Perubahan terjadi pada genteng yang diganti dengan
genteng pres dan lantai yang awalnya menggunakan
tegel sekarang diganti dengan keramik. Perubahan
lainnya yaitu adanya penambahan ruang dan jendela
diganti dengan jendela kaca. Penghubung antara
Pendapa dengan bangunan utama menggunakan
talang yang terbuat dari plat besi.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Sebagai bangunan pendukung Kawedanan Gubug
pada masa kolonial
ILMU PENGETAHUAN
:
Pendopo dan bangunan pendukung di sekitarnya
merupakan tipologi pusat pemerintahan pada tingkat
kawedanan
PENDIDIKAN :
Memberikan pemahaman tentang fasilitas bagi tokoh
publik pada sistem pemerintahan masa kolonial
AGAMA / KEBUDAYAAN : Perubahan sistem pemerintahan pada masa kolonial
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Pelapukan bangunan
AKTIFITAS MANUSIA :
REKOMENDASI : Rehabilitasi bangunan kayu
DATA INFORMAN : Rehabilitasi bangunan
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 11-May-13
� � �
PETA KABUPATEN
RUMAH DINAS
KECAMATAN GUBUG
Jl. A. Yani 24 Gubug,
Grobogan
Dinding Utara Rumah dinas Bekas
Kawedanan Gubug
Dinding Selatan Rumah dinas Bekas
Kawedanan Gubug
� � �
23. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS :
TAMAN KANAK-KANAK KEMALA BHAYANGKARI
40 GUBUG
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/26
JENIS : sekolahan
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 03 17.4 E110 40 08.9
DUSUN : Jalan Bhayangkara No. 80 Gubug
DESA : Gubug
KECAMATAN : Gubug
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : Yayasan Kemala Bhayangkari
STATUS PENGELOLAAN : Yayasan Kemala Bhayangkari
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH : Bekas rumah tinggal yang dimanfaatkan sebagai
sekolah.
FUNGSI : sekolahan
UKURAN :
PANJANG : 14,3 m
LEBAR : 13,4 m
TINGGI : 7,2 m
LUAS AREA : 900 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : Pemukiman
SELATAN : jalan raya
TIMUR : jalan
BARAT : SMP Keluarga
KONDISI LINGKUNGAN : pertokoan dan pemukiman
ARAH HADAP : selatan
� �
DISKRIPSI : bangunan bergaya arsitektur indis dengan bagian
depan/Façad berdenah menyerupai huruf "U"
(teras berada di tengah dengan diapit 2 ruang).
Bangunan sudah mengalami perubahan
diantaranya yaitu bagian lantai diganti dengan
keramik, jendela diganti dengan jendela kaca
berwarna gelap serta genting diganti dengan
genting pres.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Keberadaan permukiman kolonial di wilayah
Kawedanan Gubug
ILMU PENGETAHUAN : Bangunan rumah tinggal bergaya arsitektur indis
PENDIDIKAN :
KEBUDAYAAN
: Terbentuknya permukiman baru yang terintegrasi
dengan Kawedanan, fasilitas umum, jalan,
sehingga membentuk pola kota di Kawedanan
Gubug
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA :
Pengembangan tanpa konsep pelestarian cagar
budaya
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak
Kab. Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12-May-13
� � �
PETA KABUPATEN
TK KEMALA
BHAYANGKARI 40
Jalan Bhayangkara No.
80 Gubug, Grobogan
Façad TK Kemala Bhayangkari Gubug
� � �
24. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : MASJID AN-NUUR GUBUG
NAMA SEBELUMNYA : Masjid An-Nuur
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/27
JENIS : Masjid
PERIODE : Islam
KELETAKAN :
Astronomi : 7° 3'12.01"S 110°39'59.97"E
DUSUN : Jl. Jendral A. Yani Gubug
DESA : Gubug
KECAMATAN : Gubug
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : Takmir masjid
STATUS PENGELOLAAN : Takmir masjid
TAHUN PEMBANGUNAN : 1822
TAHUN RENOVASI : 1903 dan 2013
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: Berdasarkan prasasti pendirian masjid yang
ditempelkan di atas pintu masuk, Bangunan masjid
mulai didirikan tahun 1822 dan selanjutnya didirikan
menara pada tahun 1903. Gambar masjid dan menara
ini terekam dalam gambar foto tahun 1912 yang
diterbitkan oleh KITLV.
FUNGSI : Tempat ibadah
UKURAN :
PANJANG : 25 m
LEBAR : 45 m
TINGGI : 25 m
LUAS AREA : 1300 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : Pemukiman
SELATAN : Jl. A. Yani
TIMUR : Pemukiman
BARAT : Pemukiman
KONDISI LINGKUNGAN : Pemukiman
ARAH HADAP : Timur
� � �
DISKRIPSI : Bangunan masjid lama yang hampir semua bagian
telah diperbarui. Jejak kekunaan didapatkan dari data
foto KITLV yang diterbitkan tahun 1912 berupa
sebuah masjid bangunan kayu dengan menara
semenan.
NILAI PENTING :
HISTORIS : Penyebaran Islam masa kolonial
ILMU PENGETAHUAN : Merunut perkembangan arsitektur masa kolonial
PENDIDIKAN : Pendidikan Islam
AGAMA/KEBUDAYAAN : Perkembangan Islam di wilayah Gubug
AKSESIBILITAS : Berada di tepi jalan raya
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA :
Pengembangan tanpa konsep pelestarian cagar
budaya
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 17 Mei 2013
� �
PETA KABUPATEN
MASJID AN-NUUR
Jl. A. Yani Gubug,
Grobogan
Façad Masjid An Nuur Gubug Prasasti Pendirian Masjid
Masjid An Nuur Gubug, Foto Diambil tahun 1912, Koleksi Islam Stichting Leiden
� � �
25. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN :
KANTOR BALAI PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR
SERANG LUSI JUANA
NAMA SEBELUMNYA : Rumah tinggal pengawas perairan Kali Lusi
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/28
JENIS : kantor
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 01 28.3 E110 46 35.2
DUSUN : Jalan Jenderal Sudirman
DESA : Kemantren
KECAMATAN : Godong
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : Pemerintah Propinsi Jawa Tengah
STATUS PENGELOLAAN : BPSDA Serang Lusi dan Juana
TAHUN PEMBANGUNAN : 1918
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: Sejak dahulu digunakan sebagai kantor pengelola air di
wilayah kabupaten Grobogan khususnya wilayah
kecamatan Godong dan sekitarnya. Keberadaan instansi
pengelolaan sumber daya air diperkuat dengan
diterbitkannya Algemeen Water Reglement, yang berisi
tentang pengaturan air. Adapun bendungan yang dibuat
antara lain di Sedadi, Wilalung dan Glapan yang sampai
sekarang masih difungsikan.
FUNGSI : kantor
UKURAN :
PANJANG : 16,4 m
LEBAR : 9,5 m
TINGGI : 7,2 m
LUAS AREA : 3000 m2
� � �
BATAS-BATAS :
UTARA : jalan raya (jalan Jenderal Sudirman)
SELATAN : Pengairan kabupaten (Barat Daya)
TIMUR : pemukiman dan pertokoan
BARAT : Garasi
KONDISI LINGKUNGAN : berada di lingkungan pemukiman di tepi jalan raya
ARAH HADAP : utara
DISKRIPSI : Berupa komplek perkantoran yang terdiri dari
beberapa komponen bangunan, akan tetapi hanya 1
(satu) bangunan yang masih asli, bangunan yang lain
merupakan bangunan tambahan. Bangunan ini
memiliki arsitektur indis dengan atap berbentuk
perisai dan genting sudah diganti dengan genting
pres. Bagian depan/Façad terdapat semacam teras
yang ditutup dengan kaca dengan bingkai kayu serta
terdapat pintu kaca. Di bagian bawah atap terdapat
angka tahun 1918, kemungkinan angka tahun tersebut
merupakan tahun didirikannya bangunan tersebut.
Bagian jendela menggunakan kayu dengan berbentuk
kupu tarung dengan model krepyak dengan ukuran
tinggi 2,2 m dan lebar 1,4 m. Masing-masing jendela
pada bagian atasnya diberi semacam tritisan
tambahan dengan bahan asbes. Perubahan terjadi
pada bagian atap yang diganti dengan genting, lantai
sudah diganti keramik dan tritisan jendela diganti
dengan asbes.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
sejarah tentang tata kelola air di kabupaten Grobogan
khususnya Kecamatan Godong
ILMU PENGETAHUAN
:
Instansi yang mengelola sumber daya air sudah dibuat
pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Termasuk
berkedudukan di wilayah Godong, yang dahulu
berupa kawedanan.
PENDIDIKAN :
Pendidikan pengelolaan dan pemanfaatan air di
Kabupaten Grobogan dan sekitarnya, khususnya
Sungai Lusi
AGAMA/KEBUDAYAAN
: Bukti adanya institusi yang khusus menangani tata
kelola air
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
� � �
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA : Pembangunan tanpa konsep pelestarian
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12-May-13
PETA KABUPATEN
BALAI PENGELOLAAN
SUMBERDAYA AIR
SERANG LUSI JUANA
Jalan Jenderal Sudirman,
Godong, Grobogan
Façad Bangunan Dinding sebelah barat
� � �
26. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : RUMAH TINGGAL
NAMA SEBELUMNYA : Penggilingan Padi
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/29
JENIS : Rumah
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 03 15.7 E110 40 04.0
DUSUN : Jl. Bhayangkara No. 62 Gubug
DESA : Gubug
KECAMATAN : Gubug
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU :
STATUS PENGELOLAAN : Pribadi
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: Dahulu digunakan sebagai tempat penggilingan padi
yang dibangun oleh warga Tionghoa
FUNGSI : Rumah tinggal
UKURAN :
PANJANG : 21,7 m
LEBAR : 10 m
TINGGI : 7,3 m
LUAS AREA : 6000 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : Jalan Raya
SELATAN : Pemukiman
TIMUR : Pertokoan
BARAT : Pertokoan
KONDISI LINGKUNGAN : Di tepi jalan raya di pusat pertokoan
ARAH HADAP : utara
� � �
DISKRIPSI : Bangunan terdiri dari Rumah (bangunan utama) dan di
bagian belakang adalah bangunan bekas penggilingan
padi. Bangunan utama bergaya arsitektur indis beratap
berbentuk limasan dan ditutup dengan genteng. Di
bagian depan dan samping masih asli menggunakan
tegel. Kondisi bangunan secara umum tidak terawat,
baik bangunan depan maupun bangunan belakang.
Bangunan belakang sudah tidak digunakan lagi dan
beberapa bagian telah runtuh atau ditutupi semak
belukar. Halaman yang luas ditumbuhi semak belukar.
Beberapa bagian tembok telah mengalami kerusakan
dan retak. Rumah dilengkapi dengan pagar teralis besi
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Sejarah perekonomian daerah Gubug dan sekitarnya
terkait usaha di bidang sarana prasarana pertanian
ILMU PENGETAHUAN
:
Munculnya teknologi baru dalam pengelolaan padi dari
alat tradisional ke mesin modern
PENDIDIKAN :
KEBUDAYAAN
: Perubahan budaya dari tradisonal ke modern dalam
pengelolaan padi
AKSESIBILITAS : Di tepi jalan dan dapat ditempuh dengan mobil
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Pembiaran
AKTIFITAS MANUSIA : Pembiaran hingga kerusakan alami
REKOMENDASI : Perawatan dan perbaikan
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12 Mei 2013
� �
PETA KABUPATEN
RUMAH TINGGAL
Jl. Bhayangkara No. 62
Gubug, Grobogan
Façad Bangunan Bangunan bagian belakang, bekas
penggilingan padi
� � �
27. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : SMP KELUARGA
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/30
JENIS : Sekolah
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 03 17.3 E110 40 08.1
DUSUN : Jalan Bhayangkara No. 63 Gubug
DESA : Gubug
KECAMATAN : Gubug
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : Yayasan Mardi Lestari
STATUS PENGELOLAAN : Yayasan Mardi Lestari
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH :
FUNGSI : Sekolahan
UKURAN :
PANJANG : 14 m
LEBAR : 6,4 m
TINGGI : 10 m
LUAS AREA : 900 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : pemukiman
SELATAN : jalan raya (Jalan Bhayangkara)
TIMUR : TK Bhayangkari
BARAT : pertokoan
KONDISI LINGKUNGAN : pertokoan dan pemukiman
ARAH HADAP : barat
� �
DISKRIPSI : Bangunan sudah banyak mengalami perubahaan,
yaitu adanya ruang tambahan yang digunakan untuk
ruang kelas. Bangunan asli terdiri dari 2 (dua) lantai
dengan bagian bawah/ lantai I menggunakan
tembok, sedangkan bagian lantai II menggunakan
kayu. Bangunan memiliki arsitektur indis dengan
bentuk atap berupa atap pelana, genting sudah
diganti asbes. Pada bagian atap terdapat hiasan
listplang dari kayu. Denah berbentuk persegi
panjang, jendela di lantai I berupa teralis besi dan
pintu terbuat dari kayu, sedangkan di bagian lantai 2
menggunakan jendela kayu dengan bentuk krepyak
kupu tarung.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
ILMU PENGETAHUAN
:
Bangunan rumah tinggal yang dialihfungsikan
menjadi bangunan sekolah
PENDIDIKAN :
AGAMA/KEBUDAYAAN
: Terbentuknya permukiman baru yang terintegrasi
dengan Kawedanan, fasilitas umum, jalan, sehingga
membentuk pola kota di Kawedanan Gubug
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA :
pengembangan fungsi bangunan tanpa konsep
pelestarian
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12-May-13
� �
PETA KABUPATEN
SMP KELUARGA
Jl. Bhayangkara No. 63,
Gubug, Grobogan
Bangunan baru berdampingan dengan
bangunan lama Bagian belakang bangunan lama
�
28. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : STASIUN GUBUG
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI :
091/04.58164/GUB/ BD (inv. PT. KERETA API
INDONESIA)
11-15/Gbo/2013/TB/31
JENIS : Stasiun
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 03 39.2 E110 40 10.2
DUSUN : Kuwaron
DESA : Gubug
KECAMATAN : Gubug
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : NIS
BARU : PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)
STATUS PENGELOLAAN :
PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV
Semarang
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI : Tahun 2007 lantai diganti keramik. Tahun 2013
didirikan bangunan persinyalan dan telekomunikasi
untuk kepentingan pembangunan jalan rel ganda
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: Sejak masa kolonial berfungsi sebagai stasiun. Dahulu
Stasiun ini tidak memiliki emplasement karena
berfungsi untuk melayani persilangan. Stasiun Gubug
tidak melayani tiket penumpang sejak 1 Mei 2012.
FUNGSI : Stasiun
UKURAN :
PANJANG : 32,3 m
LEBAR : 4 m
TINGGI : 5,7 m
LUAS AREA :
� �
BATAS-BATAS :
UTARA : pemukiman
SELATAN : pemukiman
TIMUR : pekarangan
BARAT : jalan raya
KONDISI LINGKUNGAN : pemukiman
ARAH HADAP : utara
DISKRIPSI : Bangunan stasiun memiliki denah persegi panjang.
Terdiri dari 3 ruang yang terdiri dari 3 ruang kantor,
dan ruang tunggu penumpang. Ruang tambahan
berupa ruang pemantau sinyal dan ruang generator.
Bagian emplasement memakai konstruksi kayu,
beratap asbes yang terletak di samping stasiun serta
menaungi sepur/ jalur kereta api dan peron. Terdapat
hiasan listplang di ruang tunggu penumpang. Pintu
stasiun menggunakan pintu kayu kupu tarung dengan
model krepyak. Stasiun Gubug berfungsi untuk
persilangan kereta dan untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang atau barang secara terbatas.
NILAI PENTING :
HISTORIS : Sejarah transportasi di Kabupaten Grobogan
ILMU PENGETAHUAN
:
penggunaan alat transportasi modern pada masa
kolonial
PENDIDIKAN :
AGAMA/KEBUDAYAAN
: pemanfaatan sarana transportasi massal pada masa
kolonial di Kabupaten Grobogan
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA :
pengembangan fungsi bangunan tanpa konsep
pelestarian
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12-May-13
� �
PETA KABUPATEN
STASIUN GUBUG
Kuwaron, Gubug,
Grobogan
Stasiun Gubug Emplasemen Stasiun Gubug
� �
29. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : RUMAH DINAS STASIUN GUBUG
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI :
2/04.58164/GUB/ EMPL GUBUG (inv. PT. KERETA API
INDONESIA)
11-15/Gbo/2013/TB/32
JENIS : Rumah
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 03 34.8 E110 40 04.8
DUSUN : Kuwaron
DESA : Gubug
KECAMATAN : Gubug
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)
STATUS PENGELOLAAN :
PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV
Semarang
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: pada masa lalu digunakan sebagai rumah dinas pejabat
stasiun gubug
FUNGSI : -
UKURAN :
PANJANG : 9,7 m
LEBAR : 8,3 m
TINGGI : 6,2 m
LUAS AREA : 400 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : pemukiman
SELATAN : jalan
TIMUR : jalan
BARAT : pemukiman
KONDISI LINGKUNGAN : pemukiman
ARAH HADAP : selatan
� �
DISKRIPSI : Berupa bangunan dengan luas 70 m², dinding tembok
bata yang diberi perkuatan dengan kayu. Atap
berbentuk pelana/kampung dengan genting kripik.
Pintu masih menggunakan pintu kayu dan jendela juga
kayu.
NILAI PENTING :
HISTORIS : Bagian sejarah keberadaan Stasiun Gubug
ILMU PENGETAHUAN
:
Sebagai kajian tipologi kawasan stasiun, yang dilengkapi
dengan rumah dinas dan fasilitas pendukung lainnya
PENDIDIKAN :
KEBUDAYAAN
: Terbentuknya budaya efisiensi waktu dan keteraturan
di lingkungan stasiun
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA : rusak karena tidak terawat
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12-May-13
� �
PETA KABUPATEN
RUMAH DINAS STASIUN
GUBUG
Kuwaron, Gubug,
Grobogan
Façad Bangunan Bagian samping bangunan
128
30. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : RUMAH DINAS STASIUN GUBUG
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI :
3/04.58164/GUB/ EMPL GUBUG (inv. PT. KERETA API
INDONESIA)
11-15/Gbo/2013/TB/33
JENIS : Rumah
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 03 35.1 E110 40 05.1
DUSUN : Kuwaron
DESA : Gubug
KECAMATAN : Gubug
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)
STATUS PENGELOLAAN :
PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV
Semarang
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: pada masa lalu digunakan sebagai rumah dinas pejabat
stasiun gubug
FUNGSI : rumah tinggal
UKURAN :
PANJANG : 11 m
LEBAR : 8 m
TINGGI : 6,2 m
LUAS AREA : 362 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : pemukiman
SELATAN : jalan
TIMUR : pemukiman
BARAT : pemukiman
KONDISI LINGKUNGAN : pemukiman
ARAH HADAP : selatan
� �
DISKRIPSI : Rumah sudah banyak mengalami perubahan di bagian
Façad . Perubahan tersebut adalah penggantian jendela,
pintu dan tambahan teras. Atap bangunan utama
berbentuk pelana dengan genting kripik, sedangkan
atap teras menggunakan seng. Lantai juga sudah diganti
dengan keramik.
NILAI PENTING :
HISTORIS : Bagian sejarah keberadaan Stasiun Gubug
ILMU PENGETAHUAN
:
Sebagai kajian tipologi kawasan stasiun, yang dilengkapi
dengan rumah dinas dan fasilitas pendukung lainnya
PENDIDIKAN :
AGAMA/KEBUDAYAAN
: Terbentuknya budaya efisiensi waktu dan keteraturan
di lingkungan stasiun
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA : Pembiaran hingga kerusakan alami
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12-May-13
� � �
PETA KABUPATEN
RUMAH DINAS STASIUN
GUBUG
Kuwaron, Gubug,
Grobogan
Façad Bangunan
� � �
31. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : RUMAH DINAS STASIUN GUBUG
NAMA SEBELUMNYA : Rumah Dinas Stasiun Gubug
NO. INVENTARISASI :
4/04.58164/GUB/ EMPL GUBUG (inv. PT. KERETA API
INDONESIA)
11-15/Gbo/2013/TB/34
JENIS : Rumah
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi :
DUSUN : Kuwaron
DESA : Gubug
KECAMATAN : Gubug
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : PT. Kereta Api Indonesia
STATUS PENGELOLAAN : PT. Kereta Api Indonesia DAOP IV Semarang
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: pada masa lalu digunakan sebagai rumah dinas pejabat
Stasiun Gubug
FUNGSI : rumah tinggal
UKURAN :
PANJANG : 7,6 m
LEBAR : 6,3 m
TINGGI : 6,2 m
LUAS AREA : 245 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : pemukiman
SELATAN : jalan
TIMUR : pemukiman
BARAT : pemukiman
KONDISI LINGKUNGAN : pemukiman
ARAH HADAP : selatan
� �
DISKRIPSI : Rumah memiliki gaya arsitektur indis dengan tambahan
komponen berupa teras di bagian depan. Atap bangunan
berbentuk limasan dengan genting sudah diganti dengan
genting pres. Sebagian bangunan menggunakan komponen
kayu. Pintu dan jendela berbentuk kuputarung dengan
model krepyak. Bagian lantai sudah diganti dengan
keramik.
NILAI PENTING :
HISTORIS : Bagian sejarah keberadaan Stasiun Gubug
ILMU PENGETAHUAN
:
Sebagai kajian tipologi kawasan stasiun, yang dilengkapi
dengan rumah dinas dan fasilitas pendukung lainnya
PENDIDIKAN :
KEBUDAYAAN
: Terbentuknya budaya efisiensi waktu dan keteraturan di
lingkungan stasiun
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA : Pembiaran hingga kerusakan alami
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab. Grobogan
Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12-May-13
� � �
PETA KABUPATEN
RUMAH DINAS STASIUN
GUBUG
Kuwaron, Gubug,
Grobogan
Façad Bangunan
� � �
32. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : RUMAH DINAS STASIUN GUBUG
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI :
1/04.58164/GUB/ EMPL GUBUG (inv. PT. KERETA API
INDONESIA)
11-15/Gbo/2013/TB/35
JENIS : Rumah
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 03 33.8 E110 40 03.5
DUSUN : Kuwaron
DESA : Gubug
KECAMATAN : Gubug
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : PT. Kereta Api Indonesia
STATUS PENGELOLAAN : PT. Kereta Api Indonesia DAOP IV Semarang
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: pada masa lalu digunakan sebagai rumah dinas
pejabat stasiun gubug
FUNGSI : rumah tinggal
UKURAN :
PANJANG : 13,75 m
LEBAR : 8,75 m
TINGGI : 6,2 m
LUAS AREA :
BATAS-BATAS :
UTARA : pemukiman
SELATAN : jalan
TIMUR : pemukiman
BARAT : jalan
KONDISI LINGKUNGAN : pemukiman
ARAH HADAP : selatan
� � �
DISKRIPSI : Rumah memiliki gaya arsitektur indis dengan atap
berbentuk limasan bergenting kripik. Bagian Façad
terdapat teras yang diberi bingkai-bingkai kayu. Pintu
dan jendela berbentuk kuputarung dan terbuat dari
kayu. Untuk bagian jendela dengan model krepyak.
Perubahan terjadi di bagian lantai yang sudah diganti
keramik.
NILAI PENTING :
HISTORIS : Bagian sejarah keberadaan Stasiun Gubug
ILMU PENGETAHUAN
:
Sebagai kajian tipologi kawasan stasiun, yang
dilengkapi dengan rumah dinas dan fasilitas
pendukung lainnya
PENDIDIKAN :
KEBUDAYAAN
: Terbentuknya budaya efisiensi waktu dan keteraturan
di lingkungan stasiun
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA :
Pengembangan tanpa konsep pelestarian cagar
budaya
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12-May-13
� � �
PETA KABUPATEN
RUMAH DINAS STASIUN
GUBUG
Kuwaron, Gubug,
Grobogan
Façad Bangunan Interior ruang tamu
� � �
33. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : BEKAS STASIUN GODONG
NAMA SEBELUMNYA : Stasiun Godong
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/36
JENIS : stasiun
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 01 21.2 E110 46 22.2
DUSUN : Jalan Jenderal Sudirman
DESA : Godong
KECAMATAN : Grobogan
KABUPATEN :
PEMILIK :
LAMA :
BARU : PT. Kereta Api Indonesia
STATUS PENGELOLAAN : PT. Kereta Api Indonesia
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: Dahulu merupakan stasiun yang menghubungkan jalur
kereta api dari Demak menuju Purwodadi
FUNGSI : Rumah Toko
UKURAN :
PANJANG : 63 m
LEBAR : 9 m
TINGGI : 6,2 m
LUAS AREA : 700 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : pemukiman
SELATAN : jalan raya
TIMUR : pertokoan
BARAT : pertokoan
KONDISI LINGKUNGAN :
berada di lingkungan pemukiman dan pertokoan di tepi
jalan raya
ARAH HADAP : selatan
� �
DISKRIPSI : Dilihat dari sisa sisanya, bangunan stasiun dan bagian
emplasement dahulu kemungkinan besar terbuat dari
kayu dengan denah berbentuk persegi panjang, dengan
posisi emplasement berada satu garis lurus dengan
bangunan stasiun. Saat ini stasiun beralih fungsi sebagai
komplek pertokoan. Yang tersisa dari stasiun addalah
bagian atap, sedangkan bagian dinding saat ini sudah
disekat-sekat untuk dijadikan pertokoan.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
pemanfaatan sarana transportasi massal pada masa
kolonial di Kabupaten Grobogan
ILMU PENGETAHUAN
:
penggunaan alat transportasi modern pada masa
kolonial
PENDIDIKAN :
KEBUDAYAAN
: pemanfaatan sarana transportasi massal pada masa
kolonial di Kabupaten Grobogan
AKSESIBILITAS : Mobil, motor, jalan kaki
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA : alih fungsi bangunan dan pembiaran menuju kerusakan
REKOMENDASI : Sosialisasi arti penting cagar budaya
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12-May-13
� � �
PETA KABUPATEN
BEKAS STASIUN
GODONG
Jl. Jenderal Sudirman,
Godong, Grobogan
Bangunan dilihat dari arah barat Bangunan dilihat dari arah timur
� � �
34. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN : RUMAH WATU BOBOT
NAMA SEBELUMNYA : Watu Bobot
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/37
JENIS :
PERIODE : islam
KELETAKAN :
Astronomi : S7 01 21.4 E110 41 59.6
DUSUN : Mrapen
DESA : Manggarmas
KECAMATAN : Godong
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : Ibu Parminah (Waris Wedana Masa kerajaan Demak)
BARU : Pemprov. Jawa Tengah (Mulai Juni 2012)
STATUS PENGELOLAAN : Keluarga Ibu parminah
TAHUN PEMBANGUNAN : Bertahap
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH : Cerita rakyat tentang perjalanan Sunan Kalijaga saat
perjalanan pulang setelah merebut Kekuasaan
Kerajaan Majapahit. Di lokasi tersebut bersitirahat
sejenak. Sebagian rombongan kemudian mencoba
membuat masakan namun tidak dijumpai air dan api.
Sunan Kalijaga menancapkan tongkat ke tanah, ketika
tongkatnya dicabut keluarlah api. Kemudian berjalan
agak ke timur beliau menancapkan tongkatnya ketika
dicabut mengeluarkan air jernih. Api dan air tersebut
menjadi Api Abadi Mrapen dan Sendang Roso Wulan.
Ketika hendak berangkat melanjutkan perjalanan,
salah satu pembawa benda kerajaan mengeluh tetang
beratnya salah satu umpak bekas Kerajaan Majapahit.
Maka Sunan Kalijaga menyuruh meninggalkan benda
berupa “umpak” tiang kerajaan Majapahit. Sekarang
benda tersebut dinamakan Watu Bobot.
FUNGSI : Petilasan
� � �
UKURAN :
PANJANG : 3,4 m
LEBAR : 3 m
TINGGI : 6 m
LUAS AREA :
BATAS-BATAS :
UTARA : Pekarangan
SELATAN : Api Mrapen
TIMUR : Pekarangan
BARAT : Rumah Ibu Parminah
KONDISI LINGKUNGAN : Di lingkungan Api Abadi Mrapen
ARAH HADAP : Selatan
DISKRIPSI : Pendapa terbuat dari bahan kayu yang sudah dicat.
Bebepapa bagian diukur. Bangunan memiliki atap
berbentuk joglo dengan konstruksi kayu dan ditutup
dengan genteng kodok. Atap disangga dengan tiang
kayu berukir. Plavon terbuat dari bahan eternit.
Bagian lantai ditutup dengan keramik warna merah
berukuran 30 x 30 Cm.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Jejak perjalanan sejarah pergantian masa klasik
menuju Islam
ILMU PENGETAHUAN
:
Dapat dikaji terkait dengan perjalanan syiar Islam
Sunan Kalijaga
PENDIDIKAN : Penyebaran agama Islam di Grobogan
KEBUDAYAAN : Pelestarian nilai kepercayaan masyarakat
AKSESIBILITAS : Kendaraan roda dua dan empat
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA : Pengembangan tanpa konsep pelestarian kawasan
REKOMENDASI : Penataan kawasan wisata
DATA INFORMAN : Ibu Rubi
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 13 Mei 2013
� �
PETA KABUPATEN
RUMAH WATU BOBOT
Manggarmas, Godong,
Grobogan
Pendapa Watu Bobot Watu Bobot
� � �
35. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : TUGU GANEFO I
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/38
JENIS : Tugu
PERIODE :
KELETAKAN :
Astronomi : S7 01 21.4 E110 41 59.6
DUSUN : Mrapen
DESA : Manggarmas
KECAMATAN : Godong
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : Ibu Parminah (Waris Wedana masa kerajaan Demak)
BARU : Pemprov. Jawa Tengah (Mulai Juni 2012)
STATUS PENGELOLAAN : Keluarga Ibu Parminah
TAHUN PEMBANGUNAN : 1963
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH : Desa Mrapen telah memberikan andil dalam sejarah
keolahragaan nasional. GANEFO tanggal 1 Nopember
1963 menggunakan api dari kompleks api abadi
Mrapen sebagai sumber obornya.
FUNGSI : Tugu peringatan
UKURAN :
PANJANG : 1,6 m
LEBAR : 1,6 m
TINGGI : 3,6 m
LUAS AREA :
BATAS-BATAS :
UTARA : Pekarangan
SELATAN : Api Mrapen
TIMUR : Pekarangan
BARAT : Rumah Ibu Parminah
� � �
KONDISI LINGKUNGAN : Di lingkungan Api Abadi Mrapen
ARAH HADAP : Selatan
DISKRIPSI : Berupa tugu peringatan berbentuk obor. Tugu ini
terletak di komplek api abadi Mrapen. Tugu ini
didirikan dalam rangka pelaksanaan Ganefo I.
Terdapat Prasasti yang berbunyi, " Pada hari
Djumuat Tg. 11-11-1963 Djam 14.20 Telah diambil Api
Abadi dari tempat ini untuk digunakan menjalankan
obor Ganefo I".
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Peringatan sejarah peristiwa pada masa
pemerintahan Orde Lama
ILMU PENGETAHUAN
:
Sebagai bukti pelaksanaan event olahraga
internasional pada masa orde lama/Ganefo
PENDIDIKAN :
Mengajarkan spirit perjuangan dalam mencapai
kemenangan
AGAMA/KEBUDAYAAN
: Budaya menghormati sejarah melalui monumen dan
prasasti Ganefo
AKSESIBILITAS : Kendaraan roda dua dan empat
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Berada di alam terbuka
AKTIFITAS MANUSIA : Pembiaran
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN : Ibu Rubi
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 13 Mei 2013
� � �
PETA KABUPATEN
TUGU GANEFO I
Manggarmas, Godong,
Grobogan
Tugu Ganefo I
� � �
36. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : API ABADI MRAPEN
NAMA SEBELUMNYA : -
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/39
JENIS : Cagar Budaya bentukan alam
PERIODE :
KELETAKAN :
Astronomi : S7 01 21.4 E110 41 59.6
DUSUN : Mrapen
DESA : Manggarmas
KECAMATAN : Godong
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : Ibu Parminah (Waris Wedana Masa kerajaan Demak)
BARU : Pemprov Jawa Tengah (Mulai Juni 2012)
STATUS PENGELOLAAN : Keluarga Ibu Parminah
TAHUN PEMBANGUNAN : 1963
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH : Desa Mrapen telah memberikan andil dalam sejarah
keolahragaan nasional. GANEFO tanggal 1 Nopember
tahun 1963 menggunakan api dari kompleks api
abadi Mrapen sebagai sumber obornya. Selanjutnya
hingga saat ini, semua peristiwa olah raga
menggunakan api Mrapen sebagai sumber api obor
yang dibawa berkeliling hingga kegiatan
berlangsung di istana olah raga.
FUNGSI : Tempat pengambilan api berbagai peristiwa nasional
UKURAN :
PANJANG : 1 m
LEBAR : 1 m
TINGGI : 40 cm
LUAS AREA : 1 ha
� � �
BATAS-BATAS :
UTARA : Pekarangan
SELATAN : Api Mrapen
TIMUR : Pekarangan
BARAT : Rumah Ibu Parminah
KONDISI LINGKUNGAN : Di lingkungan Api Abadi Mrapen
ARAH HADAP : Selatan
DISKRIPSI : Berupa api yang keluar dari tanah. Api ini tidak pernah
padam. Lingkungan Sumber Api Mrapen saat ini
dimanfaatkan sebagai area wisata terdiri dari sumber
api, sumber air panas, dan tugu peringatan berbentuk
obor.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Berkait cerita rakyat tentang bagian sejarah kerajaan
Demak
ILMU PENGETAHUAN
:
Merupakan cagar budaya alam terkait berbagai
peristiwa nasional terutama dalam bidang olah raga
PENDIDIKAN :
Mengajarkan spirit perjuangan dalam mencapai
kemenangan
KEBUDAYAAN
: Ritual pengambilan api untuk event olahraga nasional
hingga saat ini
AKSESIBILITAS : Dapat dicapai dengan kendaraan roda empat
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA : Pemeliharaan yang kurang memadai
REKOMENDASI : Konservasi lingkungan
DATA INFORMAN : Ibu Rubi
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 13 Mei 2013
� �
PETA KABUPATEN
API ABADI MRAPEN
Manggarmas, Godong,
Grobogan
Api Abadi Mrapen
� � �
37. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : SD KRISTEN KALICERET
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/40
JENIS : Gedung Sekolah
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 06 40.5 E110 39 05.6
DUSUN : Kaliceret
DESA : Mrisi
KECAMATAN : Tanggungharjo
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : PI Salatiga Zending
BARU : GKJTU
STATUS PENGELOLAAN : GKJTU
TAHUN PEMBANGUNAN : 1930-an
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH : Mulai dibuka sebagai sekolah “Ongko Loro/angka
dua” atau Sekolah Dasar kelas Dua di Balai Pelatihan
Perawat Pribumi (belakang loji) berdasarkan
pertimbangan sebagai tempat mendidik/melatih
calon-calon perawat pribumi, pendidikan dasar
sangat penting bagi masyarakat. Pada masa Jepang,
sekolah berhenti, karena baik gereja, loji, maupun
balai perawat pribumi dikuasai oleh Jepang. Jaman
kemerdekaan sekolah dimulai lagi dan pada jaman
perang kemerdekaan tahun 1947-1948 sekolah
sempat dipindahkan ke desa Mliwang. Baru tahun
1970 oleh Bp.Sutrisno Yuwono sekolah diminta agar
diselenggarakan lagi di Kaliceret dan menempati loji
kembali. Pada rumah kapandhitan/loji juga pernah
dikembangkan sekolah tehnik (ST) dan kemudian
menjadi SMP PGRI. Untuk saat ini kompleks SD
Kristen Kaliceret ditambah local baru ditambah
gedung TK Kristen Kaliceret.
FUNGSI : Sekolah
� � �
UKURAN :
PANJANG : 19 m
LEBAR : 12 m
TINGGI : 9 m
LUAS AREA : 4020 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : Perpustakaan
SELATAN : Sekolah Inpres
TIMUR : Jalan Raya
BARAT : Pemukiman
KONDISI LINGKUNGAN : Timur
ARAH HADAP : Timur
DISKRIPSI : Bangunan utama berupa rumah panggung yang
sebagian besar komponen bangunan terbuat dari
bahan kayu termasuk bagian dinding, plavon dan
lantai. Bagian façade terdapat kuncungan yang
diberi hiasan lisplank. Pintu dan jendela terbuat dari
kayu dengan bentuk kupu tarung bermotif krepyak.
Pada tiap-tiap atas pintu terdapat ventilasi yang
diberi hiasan panah. Secara umum kondisinya kurang
terawat. Banyak papan yang sudah melengkung dan
keropos. Bagian talang dan plavon juga sebagian
sudah keropos. Umpak memiliki lebar 0,8 M
memanjang sepanjang lebar bangunan.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Penyebaran Kristen di Grobogan melalui media
pendidikan
ILMU PENGETAHUAN : Kontruksi bangunan panggung bahan kayu
PENDIDIKAN :
Perkembangan pendidikan berlatar belakang Agama
Kristen
AGAMA/KEBUDAYAAN : Perkembangan Agama Kristen di Grobogan
AKSESIBILITAS : kendaraan roda dua dan empat, dekat jalan raya
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA : Kurang terawat
� � �
REKOMENDASI : Perbaikan bagian yang rusak
DATA INFORMAN : Ibu Ester (60 Th)
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12 Mei 2013
PETA KABUPATEN
SD KRISTEN KALICERET
Mrisi, Godong,
Grobogan
Façad Bangunan
� �
38. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : RUMAH PENDETA GKJ KALICERET
NAMA SEBELUMNYA : Kantor dan Ruang Obat RS. Kristen Kaliceret
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/41
JENIS : Gedung
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 06 40.5 E110 39 05.6
DUSUN : Kaliceret
DESA : Mrisi
KECAMATAN : Tanggungharjo
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : Pekabaran Injili Salatiga Zending
BARU :
Yayasan Pergerakan Kristen Widya Wacana
Salatiga
STATUS PENGELOLAAN :
Yayasan Pergerakan Kristen Widya Wacana
Salatiga
TAHUN PEMBANGUNAN : 1930-an
TAHUN RENOVASI : -
LATAR BELAKANG SEJARAH : Pertama-tama datanglah orang-orang dari
Salatiga Zending membangun rumah dari
welit/ilalang yang dulunya berlokasi di Pastori GKJ
Kaliceret yang sekarang ini. Rumah welit tersebut
oleh orang-orang asing tersebut dipakai untuk
mengabarkan Injil melalui bidang kesehatan.
Beberapa orang yang sembuh dari penyakitnya
tidak mau kembali ke daerah asalnya, tetapi
menetap di Kaliceret dan menganut Kristen. Lama
kelamaan balai pengobatan juga semakin
berkembang, sehingga dibuatlah rumah sakit
Kaliceret yang menjadi satu-satunya rumah sakit
di grobogan waktu itu. Tetapi karena keberadaan
jalan yang menuju ke kaliceret waktu itu rusak,
maka rumah sakit Kaliceret berangsur-angsur
mengalami kemunduran dan akhirnya mati.
FUNGSI : Rumah Pendeta
� � �
UKURAN :
PANJANG : 9,2 m
LEBAR : 8 m
TINGGI : 6,2 m
LUAS AREA :
BATAS-BATAS :
UTARA : Pemukiman
SELATAN : Kantor
TIMUR : Pemukiman
BARAT : Jalan Raya
KONDISI LINGKUNGAN : Berada di lingkungan pemukiman Kristiani
ARAH HADAP : Barat
DISKRIPSI : Bangunan berdenah segi empat dengan atap
berbentuk pelana
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Penyebaran agama Kristen di Grobogan melalui
media sarana pengobatan
ILMU PENGETAHUAN
:
Pengetahuan tentang pengobatan modern pada
masa kolonial
PENDIDIKAN :
Memberikan pemahaman kepada masyarakat
akan ilmu pengobatan modern
AGAMA : Penyebaran Agama Kristen di Grobogan
AKSESIBILITAS : Dapat diakses dengan mobil dan tidak jauh dari
jalan raya.
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Pelapukan kayu dan lapisan tanah yang melesak
AKTIFITAS MANUSIA : Kurang dirawat
REKOMENDASI : Perawatan rutin
DATA INFORMAN : Bp. Samuel (66 Tahun)
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak
Kab. Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12 Mei 2013
� � �
PETA KABUPATEN
RUMAH PENDETA GKJ
KALICERET
Mrisi, Godong,
Grobogan
Façad Bangunan
� � �
39. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : GEREJA KRISTEN JAWA KALICERET
NAMA SEBELUMNYA : Gereja Rumah Sakit Kristen
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/42
JENIS : Gereja
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 06 40.5 E110 39 05.6
DUSUN : Kaliceret
DESA : Mrisi
KECAMATAN : Tanggungharjo
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : Pemberitaan Injil Salatiga Zending
BARU : Yayasan Pergerakan Kristen Widya Wacana Salatiga
STATUS PENGELOLAAN : Yayasan Pergerakan Kristen Widya Wacana Salatiga
TAHUN PEMBANGUNAN : 1930-an
TAHUN RENOVASI : -
LATAR BELAKANG SEJARAH : kitab ”Babad Zending di Tanah Jawi” karangan J.D.
WOLTERBEEK, bahwa gereja dibangun oleh
perkumpulan Salatiga Zending (S Z) dalam misinya
mengembangkan agama Kristen di tanah Jawa. pada
tahun 1892 pendeta C.R.Kuhnen diangkat menjadi
pendeta di Kaliceret. Saat itu di Kaliceret sudah ada
beberapa warga yang memeluk agama Kristen, dan
sudah melaksanakan kegiatan pertemuan jamaah
setiap hari Minggu pagi. Sebagai pemimpin jamaah
kadang pendeta yang datang dari Salatiga, atau
kadang dipimpin warga setempat. Selama menjadi
pendeta di wilayah Kaliceret, beliau tinggal di dusun
Kaliceret. Sepeninggal pendeta Kuhnen, yang
bertugas menjadi pendeta di Kaliceret adalah tuan
Kabelitz yang bertugas sampai tahun 1927.
Diperkirakan gereja Kristen, kantor rumah sakit serta
rumah sakit Kristen yang ada di dusun Kaliceret
didirikan antara tahun 1904 sampai tahun 1927.
Melihat cukup lama pendeta Kabelitz bertugas di
wilayah dusun Kaliceret, sehingga diperkirakan
ketiga bangunan tersebut didirikan secara
berurutan. Adapun yang didirikan pertama kali tentu
� � �
bangunan gereja Kristen, mengingat sebagian besar
penduduk dusun Kaliceret adalah pemeluk agama
Kristen. Adapun sebagai tempat pelaksanaan
pasamuan (doa kebaktian bersama) waktu itu
berada di rumah milik penduduk, sehingga
dibutuhkan sebuah gereja. Dengan kebutuhan itu,
maka pembangunan gereja tersebut dilaksanakan.
Pada tahun 1930, Gereja dibagi menjadi dua utara
dan selatan
FUNGSI : Gereja
UKURAN :
PANJANG : 18 m
LEBAR : 6 m
TINGGI : 8,5 m
LUAS AREA : 3250 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : Pemukiman
SELATAN : Kantor
TIMUR : Pemukiman
BARAT : Jalan Raya
KONDISI LINGKUNGAN : Berada di lingkungan pemukiman Kristiani
ARAH HADAP : Barat
DISKRIPSI : Bangunan berdenah segi empat dengan atap
berbentuk pelana tumpang 2 dengan kuncugan di
bagian façade. Konstruksi atap dari bahan kayu yang
ditutup dengan genteng keripik. Di bagian emperan
terdapat tiang penyangga yang terbuat dari bahan
kayu. Pintu dan jendela dengan bahan kayu jati
berbentuk kupu tarung. Lantai ditutup dengan tegel
abu-abu. kondisi tegel sudah banyak yng melesak
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Penyebaran Kristen di Grobogan melalui media
pendidikan dan sarana kesehatan
ILMU PENGETAHUAN :
PENDIDIKAN : Penyebaran nilai-nilai moral
AGAMA/KEBUDAYAAN : Perkembangan Agama Kristen di Grobogan
AKSESIBILITAS : Dapat diakses dengan mobil dan tidak jauh dari jalan
raya.
� � �
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Pelapukan kayu dan lapisan tanah yang melesak
AKTIFITAS MANUSIA : Kurang dirawat
REKOMENDASI :
Perbaikan kerusakan pada komponen kayu dan
lantai
DATA INFORMAN : Bp. Samuel (66 Tahun)
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12 Mei 2013
PETA KABUPATEN
GEREJA KRISTEN JAWA
KALICERET
Mrisi, Godong,
Grobogan
Façad Bangunan
� �
40. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : BKPH PADAS
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/43
JENIS : Gedung
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 09 37.1 E110 37 59.1
DUSUN : Jl. Perintis Kemerdekaan Kedung Jati
DESA : Kedungjati
KECAMATAN : Kedungjati
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : Perum Perhutani
BARU : Perum Perhutani
STATUS PENGELOLAAN :
TAHUN PEMBANGUNAN : -
TAHUN RENOVASI : Sejak masa kolonial dimanfaatkan sebagai pos
pemanfaatan hasil hutan.
LATAR BELAKANG SEJARAH :
FUNGSI : kantor
UKURAN :
PANJANG : 12 m
LEBAR : 11 m
TINGGI : 8 m
LUAS AREA : 1650 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : Pemukiman
SELATAN : Pekarangan
TIMUR : Jalan Raya
BARAT : Pekarangan
KONDISI LINGKUNGAN : Berada di lingkungan pertanian / perkebunan
ARAH HADAP : Timur
� � �
DISKRIPSI : Berupa rumah panggung dengan denah persegi 4
yang komponen bangunan terbuat dari kayu.
Bangunan memiliki arsitektur indis dengan atap
bentuk perisai bergenting kripik. Bagian depan
terdapat teras yang disangga dengan tiang kayu.
Luas Umpak bagian bawah 110 x 95 dan bagian atas
40 x45 Cm dengan tinggi 1 M
NILAI PENTING :
HISTORIS : sejarah eksploitasi sumberdaya alam di Grobogan
ILMU PENGETAHUAN
:
pembuatan rumah panggung dan berbahan kayu
untuk daerah dengan struktur tanah yang labil.
PENDIDIKAN :
Memberikan pemahaman kepada masyarakat
tentang eksploitasi masa kolonial
KEBUDAYAAN :
AKSESIBILITAS : berada di tepi jalan utama kec. Kedungjati
ANCAMAN :
PROSES ALAM : sebagian kayu sudah lapuk
AKTIFITAS MANUSIA :
REKOMENDASI : konservasi bangunan kayu
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12 Mei 2013
� � �
PETA KABUPATEN
PERUM PERHUTANI
UNIT I JAWA TENGAH
Jl. Perintis Kemerdekaan
Kedung Jati, Grobogan
Façad Bangunan Pintu masuk utama
� � �
41. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : GUDANG STASIUN KEDUNG JATI
NAMA SEBELUMNYA : Rumah Dinas
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/45
JENIS : Rumah Tinggal
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : 7° 9'47.31"S 110°38'5.77"E
DUSUN : Kedungjati
DESA : Kedungjati
KECAMATAN : Kedungjati
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : PT. KERETA API INDONESIA
STATUS PENGELOLAAN : PT. KERETA API INDONESIA
TAHUN PEMBANGUNAN : 1873
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH :
FUNGSI : Rumah Tinggal
UKURAN :
PANJANG : 21 m
LEBAR : 8 m
TINGGI : 8 m
LUAS AREA :
BATAS-BATAS :
UTARA : Jalan Kampung
SELATAN : Pekarangan
TIMUR : Pekarangan
BARAT : Pekarangan
KONDISI LINGKUNGAN :
Berada di lingkungan Pemukiman kawasan
Stasiun Kereta Api Kedungjati
ARAH HADAP : Utara
� �
DISKRIPSI : Dua buah Bangunan gudang dalam keadaan rusak dan
sudah dipergunakan lagi. Gudang pertama berada
mepet dengan jalan rel, sementara gudang kedua
berdampingan dengan pemukiman.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Bagian Sejarah transportasi masa kolonial di
Grobogan
ILMU PENGETAHUAN :
PENDIDIKAN :
AGAMA/KEBUDAYAAN :
AKSESIBILITAS : Dapat diakses dengan mobil dan tidak jauh dari jalan
raya.
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA : Pembiaran menuju kerusakan
REKOMENDASI : Perbaikan komponen yang rusak
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12 Mei 2013
� � �
PETA KABUPATEN
GUDANG STASIUN
KEDUNG JATI
Kedungjati, Kedungjati,
Grobogan
Gudang I Gudang II
� � �
42. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : RUMAH DINAS STASIUN KEDUNGJATI
NAMA SEBELUMNYA : Rumah Dinas Stasiun Kedungjati
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/46
JENIS : Rumah Tinggal
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : 7° 9'45.32"S 110°38'9.15"E
DUSUN : Kedungjati
DESA : Kedungjati
KECAMATAN : Kedungjati
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : PT. KERETA API INDONESIA
STATUS PENGELOLAAN : PT. KERETA API INDONESIA
TAHUN PEMBANGUNAN : 1873
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH : Stasiun Kedungjati merupakan salah satu stasiun
tertua di Indonesia setelah Stasiun Tanggung.
FUNGSI : Rumah Tinggal
UKURAN :
PANJANG : 12,8 m
LEBAR : 21 m
TINGGI : 8 m
LUAS AREA : 1500 m
BATAS-BATAS :
UTARA : Jalan Kampung
SELATAN : Pekarangan
TIMUR : Pekarangan
BARAT : Pekarangan
KONDISI LINGKUNGAN :
Berada di lingkungan Pemukiman kawasan
Stasiun Kereta Api Kedungjati
ARAH HADAP : Utara
� � �
DISKRIPSI : Bangunan bergaya indis dengan model setangkup
kembar ruangan kiri kanan mengapit teras model
terbuka yang diberikan dua buah pintu yang tampak
tinggi pada sudut kiri dan kanannya. Ruang tengah
merupakan bagian inti yang terdiri dari 3 ruang untuk
kamar tidur, dan ruang keluarga. Di bagian belakang
merupakan bangunan terpisah yang dihubungkan
sebuah doorlop digunakan sebagai fasilitas untuk
dapur dan kamar mandi. Kontruksi bangunan adalah
bangunan permanen semenan dengan atap genting
yang telah mengalami pergantian.
NILAI PENTING :
HISTORIS : Bagian sejarah Stasiun Kedungjati
ILMU PENGETAHUAN
:
Tahan lamanya bangunan tembok buatan Belanda di
daerah dengan tanah yang cukup labil.
PENDIDIKAN :
KEBUDAYAAN
: Pemberian fasilitas rumah dinas bagi pegawai
pemerintah
AKSESIBILITAS : Dapat diakses dengan mobil dan tidak jauh dari jalan
raya.
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
Faktor cuaca membuat sebagian dinding dan
komponen kayu menjadi lapuk
AKTIFITAS MANUSIA :
REKOMENDASI : Perbaikan komponen yang rusak
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12 Mei 2013
� � �
PETA KABUPATEN
RUMAH DINAS STASIUN
KEDUNGJATI
Kedungjati, Kedungjati,
Grobogan
Façad Bangunan Ruang Tamu di teras depan
� � �
43. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : KANTOR KEPOLISIAN SEKTOR KEDUNGJATI
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/47
JENIS : Gedung Kantor
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi : S7 09 43.8 E110 37 58.1
DUSUN : Kedungjati
DESA : Kedungjati
KECAMATAN : Kedungjati
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA :
BARU : Polsek Kedungjati
STATUS PENGELOLAAN : Kepolisian RI Sektor Kedungjati
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG SEJARAH : Bangunan rumah tinggal yang kemudian
dialihtangankan kepada kepolisian
FUNGSI : Kantor Polisi
UKURAN :
PANJANG : 14,7 m
LEBAR : 14,1
TINGGI : 6,8 m
LUAS AREA : 1200 m2
BATAS-BATAS :
UTARA : Pemukiman
SELATAN : Pertokoan
TIMUR : Pertokoan
BARAT : Jalan Peritis Kemerdekaan
KONDISI LINGKUNGAN : Berada di tepi jalan
ARAH HADAP : Timur
� �
DISKRIPSI : Bangunan indis dengan sebagian besar
menggunakan bahan kayu, termasuk di bagian
dinding. Genteng telah diganti genteng pres dan
lantai telah ditutup dengan keramik. Bangunan
berbentuk U. bagian teras disangga dengan tiang
kayu. Terdapat alih fungsi dan modifikasi bentuk di
bagian sisi selatan. Plafon di bagian teras diganti
dengan asbes. Sebagian dinding diganti dengan
tembok karena pelapukan kayu. Pintu dan jendela
dengan bahan kayu model kupu tarung. Di atas pintu
terdapat ventilasi yang terbuat dari teralis besi
berbentuk sulur suluran.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
ILMU PENGETAHUAN : Bangunan arsitektur kayu untuk keperluan publik
PENDIDIKAN : Contoh penggunaan material kayu pada bangunan
AGAMA/KEBUDAYAAN :
AKSESIBILITAS : Di tepi jalan raya dan Dapat diakses mobil.
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Pelapukan kayu
AKTIFITAS MANUSIA : Penggantian komponen kayu menjadi tembok
REKOMENDASI : Perbaikan komponen yang rusak
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12 Mei 2013
� � �
PETA KABUPATEN
POLSEK KEDUNGJATI
Kedungjati, Kedungjati,
Grobogan
Façad Bangunan Dinding Selatan
� � �
44. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : RUMAH DINAS STASIUN TANGGUNG
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/48
JENIS : Rumah Tinggal
PERIODE : Kolonial
KELETAKAN :
Astronomi :
DUSUN :
DESA : Tanggung Harjo
KECAMATAN : Tanggung Harjo
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : NIS
BARU : PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)
STATUS PENGELOLAAN : PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)
TAHUN PEMBANGUNAN : 1864
TAHUN RENOVASI :
LATAR BELAKANG
SEJARAH
: Stasiun Tanggung yang dibangun pada tahun 1864
membutuhkan Rumah Dinas Kepala Stasiun yang
dibangun di belakang bangunan stasiun
FUNGSI : Rumah Dinas
UKURAN :
PANJANG : 7 m
LEBAR : 7 m
TINGGI : 6 m
LUAS AREA :
BATAS-BATAS :
UTARA : Pemukiman
SELATAN : Stasiun Tanggung
TIMUR : Pemukiman
BARAT : Pemukiman
KONDISI LINGKUNGAN : Berada di tengah pemukiman
ARAH HADAP : Timur
� � �
DISKRIPSI : bangunan panggung yang berdenah segi empat. Atap
berbentuk limasan dengan penutup genteng kripik. Di
tepi atap terdapat lisplang berukir. Dinding terbuat dari
papan kayu jati. Pintu dan jendela di bagian façade
terbuat dri kaya yang dibingkai dengan kayu. Namun
jendela di beberapa kamar terbuat dari bahan kayu
dengan bentuk kuputarung motif krepyak. Bangunan
disangga dengan umpak semen. Tangga terdapat di
bagian depan dengan bahan kayu. Bangunan cukup
terawat, namun tidak dengan halaman rumah.
NILAI PENTING :
HISTORIS :
Fasilitas di Stasiun Tanggung, yang merupakan salah
satu stasiun tertua di Pulau Jawa
ILMU PENGETAHUAN :
PENDIDIKAN :
KEBUDAYAAN
: Terbentuknya budaya efisiensi waktu dan keteraturan
di lingkungan stasiun
AKSESIBILITAS : Terdapat akses jalan melalui stasiun yang dapat dilalui
mobil
ANCAMAN :
PROSES ALAM : Pelapukan kayu
AKTIFITAS MANUSIA :
REKOMENDASI : Perbaikan komponen yang rusak
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12 Mei 2013
� �
PETA KABUPATEN
RUMAH DINAS STASIUN
TANGGUNG
Tanggung Harjo,
Tanggung Harjo,
Grobogan
Façad Bangunan Dinding bagian depan
173
45. INVENTARISASI CAGAR BUDAYA TIDAK BERGERAK
NAMA BANGUNAN / SITUS : MASJID JAMI’ BAIDATUT TAQWA
NAMA SEBELUMNYA :
NO. INVENTARISASI : 11-15/Gbo/2013/TB/49
JENIS : Masjid
PERIODE :
KELETAKAN :
Astronomi : S7 06 41.0 E110 41 10.7
DUSUN : Brebes
DESA : Glapan
KECAMATAN : Gubug
KABUPATEN : Grobogan
PEMILIK :
LAMA : Desa
BARU : Desa
STATUS PENGELOLAAN : Takmir Masjid
TAHUN PEMBANGUNAN :
TAHUN RENOVASI : 2012
LATAR BELAKANG SEJARAH :
FUNGSI : Masjid
UKURAN :
PANJANG : 7,7 m
LEBAR : 7,5 m
TINGGI : 6,7 m
LUAS AREA : 726 m
BATAS-BATAS :
UTARA : Pemukiman
SELATAN : Pemukiman
TIMUR : Pemukiman
BARAT : Pemukiman
KONDISI LINGKUNGAN : Berada di tengah pemukiman
ARAH HADAP : Timur
� � �
DISKRIPSI : Bangunan masjid mengalami perubahan dengan
adanya penambahan serambi dan teras di sisi timur
maupun kanan kiri masjid. Pembangunan masjid
masih mempertahankan keaslian bangunan utama
masjid. Atap masjid berbentuk tajuk tumpang 2 yang
ditutup dengan genteng pres. Atap disangga dengan
4 buah soko guru yang terbuat dari kayu jati dengan
ukuran 26 x 26 Cm dengan umpak dari bahan batu.
Sementara itu di bagian mihrab terlihat lebih
menonjol ke arah barat. Ruangan mihrab berbentuk
panggung dimana penyangganya telah diganti
dengan semen. Dinding mihrab masih menggunakan
bahan kayu jati. Dinding ruang utama masjid terbuat
dari kayu, demikian pula lantai masjid terbuat dari
bahan yang sama. Pintu masuk ruang utama
dimodifikasi menjadi pintu geser, sedangkan jendela
telah diganti dengan bahan kaca. Komponen kayu
dilapisi polytur dengan warna kuning kecoklatan.Di
dalam masjid ditemukan bedug dan kentongan serta
di dalam mihrab terdapat yoni.
NILAI PENTING
HISTORIS : Bukti sejarah perkembangan Islam di wilayah Gubug
ILMU PENGETAHUAN
:
Penggunaan konstruksi kayu dan bentuk panggung
untuk daerah dengan tanah yang labil
PENDIDIKAN :
AGAMA/KEBUDAYAAN : sebagai sarana peribadatan di wilayah Gubug
AKSESIBILITAS : Dapat diakses dengan mobil dan di tepi jalan raya.
ANCAMAN :
PROSES ALAM :
AKTIFITAS MANUSIA : Pengembangan tanpa konsep pelestarian
REKOMENDASI : Perbaikan komponen yang rusak
DATA INFORMAN :
PENINJAUAN : Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
SURVEYOR : Tim Inventarisasi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kab.
Grobogan Thn. 2013
TANGGAL : 12 Mei 2013
� � �
PETA KABUPATEN
ERROR: stackunderflow
OFFENDING COMMAND: ~
STACK: