LAPORAN HASIL PENELITIAN KOPSI Kenormalan Baru: …
Transcript of LAPORAN HASIL PENELITIAN KOPSI Kenormalan Baru: …
LAPORAN HASIL PENELITIAN KOPSI
Kenormalan Baru: Perubahan Sistem Pembelajaran Pada Masa Pandemi
Covid-19 Di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir
Tim Peneliti :
DWI NUR MUHAMMAD
MUHAMAD AKBAR
Bidang Lomba Penelitian :
ISH
SMA Negeri 2 Unggulan Talang Ubi
Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir
Provinsi Sumatera Selatan
Tahun 2020
KENORMALAN BARU: PERUBAHAN SISTEM PEMBELAJARAN
PADA MASA PANDEMI COVID-19
DI KABUPATEN PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR
Dwi Nur Muhammad1, Muhamad Akbar2, dan Agung Dirga Kusuma3
1Program Studi IPS, 2Program Studi MIPA SMA Negeri 2 Unggulan Talang Ubi,
Kab. Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan 31211, Tel : (0713) 3921475,
e-mail: [email protected] 3Alumni Program Studi Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Yogyakarta
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan sistem pembelajaran yang diterapkan sekolah,
dampak yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 terhadap sistem tersebut, dan mengetahui
bagaimana sekolah, guru, orang tua, dan peserta didik menghadapi situasi kenormalan baru dalam
menjalankan sistem pembelajaran. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Penukal Abab Lematang
Ilir Provinsi Sumatera Selatan.
Dalam memahami fenomena perubahan sistem pembelajaran pada masa pandemi covid-19, peneliti
menggunakan pendekatan penelitian campuran (mixed method) yang menggabungkan antara
pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Teknik pengumpulan data secara kuantitatif yang digunakan
adalah angket atau kuesioner, sedangkan untuk kualitatif menggunakan wawancara dan observasi.
Kegiatan analisis data secara kuantitatif meliputi pengolahan dan penyajian data, melakukan
perhitungan untuk mendeskripsikan data dan melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan
uji statistik. Sedangkan proses analisis data kualitatif menggunakan empat tahap penyusunan yaitu
tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perubahan sistem pembelajaran yang diterapkan sekolah pada
peserta didik di Kabupaten PALI belum sepenuhnya siap dan efektif. Hal ini terkait dengan teori
Pierre Bordieu dengan konsep Habitus yang merujuk pada kebiasaan seorang individu. Semua
informan memiliki kendala yang berbeda-beda dalam menerima perubahan sistem pembelajaran.
Sekolah, guru, orang tua, dan peserta didik menghadapi suasana adaptasi kenormalan baru ini
dengan berbagai kendala. Dalam menjalankan sistem pembelajaran, guru diwajibkan untuk belajar
lagi demi meningkatan kompetensi bidang teknologi, orang tua diharuskan mengawasi proses
belajar peserta didik di rumah, dan peserta didik terdominasi diwajibkan untuk menuntaskan capaian
kurikulum yang sudah disiapkan sekolah meskipun dengan berbagai kendala.
Kata kunci: perubahan sistem pembelajaran, covid-19, habitus
BAB 1. PENDAHULUAN
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada 28 Mei 2020 mengumumkan bahwa terdapat
24.538 kasus positif Covid-19 dengan rincian 16.802 dalam perawatan, 6.240 sembuh, dan 1.496
meninggal dunia. Selanjutnya terdapat 942 kasus positif Covid-19, 123 sembuh, dan 25 meninggal
dunia di Provinsi Sumatera Selatan (https://covid19.go.id/peta-sebaran). Hingga 27 Mei 2020 status
Kabupaten Penukal Abab Lematang lir (PALI) masih zona hijau. Status zona hijau yang selama ini
disandang Kabupaten (PALI), Sumatera Selatan kini berubah menjadi zona kuning setelah satu
Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dinyatakan positif Covid-19 serta jubir gugus tugas Covid-19
provinsi Sumatera Selatan secara resmi mengumumkan satu warga PALI terkonfirmasi virus corona
pada 28 Mei 2020. Terkonfirmasinya pasien positif Covid-19 di Kabupaten PALI mulai membuat
resah masyarakat. Dengan perubahan situasi ini, gugus tugas percepatan penanganan Covid-19
Kabupaten PALI memperketat pengawasan dan mengumpulkan data bagi warga yang pernah
bersentuhan dengan PDP yang ditetapkan positif.
Sejak Maret 2020 memang Kab. PALI masih zona hijau akan tetapi kegiatan belajar mengajar di
sekolah dilaksanakan dari rumah secara daring guna mencegah penyebaran virus Covid-19. Kondisi
pandemi Covid-19 memang memberikan dampak yang multidimensional tidak terkecuali pada
bidang pendidikan. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa Corona belum dapat ditaklukkan
membuat pemerintah Indonesia ingin berdamai dengan corona. Muncul padanan kata baru yang
disebut kenormalan baru.
Kenormalan baru yang diwacanakan pemerintah juga berdampak pada kegiatan pendidikan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah menunggu pertimbangan dari Gugus Tugas
Penanganan Covid-19. Hingga kini belum ada kepastian kapan tahun ajaran baru 2020/2021 dibuka.
Tentu ini akan menimbulkan polemik di masyarakat.
Menurut Mendikbud, Nadiem Makarim, di banyak negara, tahun ajaran baru relatif tetap. Namun,
belum ada keputusan kapan akan dibuka. Ia menampik telah ada keputusan sekolah dibuka Juli
mendatang. Kemendikbud menilai saat ini tidak diperlukan adanya perubahan tahun ajaran maupun
tahun akademik. Tetapi metode belajarnya apakah belajar dari rumah atau di sekolah akan
berdasarkan pertimbangan Gugus Tugas (https://tirto.id/fDaQ).
Realitas sosial kenormalan baru tidak bisa dihindari, konsep sekolah di rumah (home-schooling)
tidak pernah menjadi pilihan utama dalam wacana pendidikan nasional akan tetapi untuk situasi saat
ini, mau tidak mau harus dijalankan. Meski makin populer, penerapan pembelajaran online (online
learning) selama ini hanya terbatas pada Universitas Terbuka, program kuliah bagi karyawan di
sejumlah universitas dan kursus-kursus tambahan (online courses). Tetapi, kebijakan physical
distancing untuk memutus penyebaran wabah, memaksa perubahan dari pendidikan formal di
bangku sekolah menjadi belajar dari rumah, dengan sistem online, dalam skala nasional.
Kondisi ini memaksa masyarakat Kab. PALI yang notabennya adalah kabupaten baru yang
penduduknya mayoritas petani karet kesulitan. Masalah tidak hanya terbatas pada bidang ekonomi
dimana para orang tua kesulitan membeli paket internet karena harga karet yang merosot tajam, akan
tetapi masalah jaringan internet yang tidak stabil di beberapa wilayah Kab. PALI ikut menambah
daftar kendala yang dihadapi pelajar maupun masyarakat. Belum lagi sekolah yang tidak siap
menghadapi kondisi ini dengan guru-guru yang tidak sedikit gagap teknologi.
Realitas sosial atau kenyataan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat seperti pandemi Covid-19
ini sangat menarik dibahas, apalagi ketika muncul wacana kenormalan baru atau kehidupan setelah
pandemi, bahkan jangan-jangan kehidupan di masa pandemi yang panjang. Oleh karena itu peneliti
tertarik untuk membahas penelitian dengan judul; “Kenormalan Baru: Perubahan Sistem
Pembelajaran Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir”.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan dalam penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Kasus positif Covid-19 di Indonesia terus meningkat
2. Kasus positif Covid-19 di Provinsi Sumatera Selatan terus meningkat
3. Kabupaten PALI tidak lagi ditetapkan sebagai zona hijau ketika satu kasus positif Covid-19
diumumkan pada 27 Mei 2020
4. Kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara daring atau belajar dari rumah
5. Masyarakat Kab. PALI kesulitan memenuhi kebutuhan paket internet untuk anak-anak
belajar online
6. Dampak multidimensional yang ditimbulkan dari realitas sosial pandemi Covid-19
7. Jaringan internet yang tidak stabil di beberapa wilayah Kab. PALI
Sekolah belum sepenuhnya siap menghadapi sistem pembelajaran online
8. Guru-guru yang kurang berkompeten dalam pelaksanaan pembelajaran online
9. Adanya kesenjangan sosial antara peserta didik kelas atas dengan peserta didik kelas bawah
yang memiliki ekonomi lemah.
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan diatas, maka diperoleh
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perubahan sistem pembelajaran di masa pandemi Covid-19 yang diterapkan
sekolah pada peserta didik di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir ?
2. Apa dampak yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 terhadap sistem pembelajaran yang
diterapkan oleh sekolah ?
3. Bagaimana sekolah, guru, orang tua, dan peserta didik menghadapi situasi kenormalan baru
dalam menjalankan sistem pembelajaran daring sebagai dampak dari pandemi Covid-19 ?
Dilihat dari rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan dilaksanakannya penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis perubahan sistem pembelajaran yang diterapkan sekolah dan dampak yang
ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 terhadap sistem tersebut.
2. Mengetahui bagaimana sekolah, guru, orang tua, dan peserta didik menghadapi situasi
kenormalan baru dalam menjalankan sistem pembelajaran sebagai dampak dari pandemi
Covid-19.
3. Memberikan kontribusi terhadap berkembangnya ilmu-ilmu sosial, khususnya ilmu
sosiologi, terutama bahasan mengenai realitas baru yang terjadi di masyarakat yaitu
kenormalan baru.
4. Dapat dipakai sebagai acuan atau bahan rujukan bagi penelitian-penelitian sejenis untuk
tahap selanjutnya atau dijadikan informasi ilmiah bagi kepentingan ilmu pengetahuan yang
diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khusunya pada bidang sosiologi
5. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang dampak pandemi Covid-19 terhadap
pelaksanaan sistem pembelajaran daring pada peserta didik di Kecamatan Talang Ubi
Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Kenormalan Baru
Menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Kenormalan baru adalah keadaan normal yang baru (belum
pernah ada sebelumnya). Kenormalan baru merupakan padanan dari istilah Bahasa Inggris
yaitu new normal.
Menurut Watiknas (Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional) dalam Langkah
Strategis Transformasi Digital Sebagai Fundamental Kondisi Kenormalan Baru (2020)
menyatakan bahwa ada empat situasi setelah pandemi Covid-19 yang disebut Kenormalan
Baru Indonesia. Adapun empat situasi tersebut menyangkut:
1. Solidaritas Sosial; banyak korban nyawa akibat Covid-19 melahirkan masyarakat
baru yang penuh empati, welas asih dan syarat solidaritas sosial.
2. Media Digital; dengan adanya Covid-19 konsumen menghindari kontak fisik
manusia, mereka beralih menggunakan media virtual/digital.
3. Stay at Home; gaya hidup baru tinggal dirumah dengan aktivitas working-living-
playing, karena adanya social distancing.
4. Dasar Piramida; mengacu pada piramida Maslow, konsumen kini berkeser
kebutuhannya dari puncak piramida yaitu aktualisasi diri dan esteem ke dasar
piramida yaitu, makanan, kesehatan, dan keamanan jiwa raga.
Pengaruh Pandemi Covid-19 Terhadap Pendidikan
Sekitar 25 juta anak sekolah dasar di Indonesia kini belajar di bawah ancaman pandemi Covid-19.
Seperti dilakukan oleh banyak negara, untuk mencegah penularan virus corona di sekolah, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan surat edaran bertanggal 24 Maret 2020 yang mengatur
pelaksanaan pendidikan pada masa darurat penyebaran coronavirus. Kebijakan “Belajar dari
Rumah” ini tepat untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan sekolah, namun survei awal
dan terbatas menunjukkan implementasinya masih beragam di lapangan.
Virus ini pun memaksa kehidupan sosial harus berubah, termasuk metode pembelajaran. Selama ini,
pendidik berkutat pada metode pembelajaran konvensional, yaitu tatap muka di kelas antara guru
dengan peserta didik. Proses pembelajaran, diskusi, tanya-jawab, dan bimbingan semua berlangsung
tatap muka. Sekarang harus menggali diri kepada metode belajar dalam jaringan atau disingkat
daring (online). Masih terbatasnya kepemilikan komputer/laptop dan akses internet, misalnya,
merupakan masalah utama yang berdampak pada tidak meratanya akses pembelajaran online.
Temuan ini sama dengan yang terjadi di negara maju seperti di Amerika Serikat, Inggris, juga negara
tetangga Singapura.
Pada awal April lalu, dari Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) melakukan riset untuk
mengetahui implementasi kebijakan “Belajar dari Rumah.” Riset mensurvei sekitar 300 orang tua
siswa sekolah dasar di 18 kabupaten dan kota di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa
Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Utara (Kaltara), dan Jawa Timur. Hasil menunjukkan adanya
ketimpangan akses media pembelajaran, yang semakin dalam antara anak-anak dari keluarga
ekonomi mampu dan kurang mampu. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hanya sekitar 28%
responden yang menyatakan anak mereka belajar dengan menggunakan media daring
(https://theconversation.com/riset-dampak-covid-19-potret-gap-akses-online-belajar-dari-rumah-
dari-4-provinsi-136534).
Sistem Pembelajaran Daring
Secara umum, Pembelajaran Daring bertujuan memberikan layanan pembelajaran bermutu secara
dalam jaringan (daring) yang bersifat masif dan terbuka untuk menjangkau audiens yang lebih
banyak dan lebih luas. Pembelajaran daring adalah pembelajaran yang diselenggarakan melalui
jejaring web. Setiap mata kuliah/pelajaran menyediakan materi dalam bentuk rekaman video atau
slideshow, dengan tugas-tugas mingguan yang harus dikerjakan dengan batas waktu pengerjaan yang
telah ditentukan dan beragam sistem penilaian (Bilafaqih dan Qomarudin, 2015).
Teori Habitus Pierre Bordieau
Peneliti akan menggunakan teori habitus yang dikemukakan oleh Pierre Bordieau dalam
menganalisis pembahasan penelitian. Hal ini didasari dengan adanya habitus antara kelas atas dan
kelas bawah dalam sistem pembelajaran daring. Dimana habitus kelas atas mendominasi, sementara
kelas bawah mengalami alienasi terhadap sistem pembelajaran daring karena terbatasnya akses dan
peralatan teknologi serta kemampuan ekonomi.
Pendidikan menurut Bourdieu menjadi reproduksi sosial kelas, melalui penyebaran habitus kelas
sosial dominan. Reproduksi sosial kelas itu terjadi, ketika seorang guru masih menjadi kelas
dominasi dan murid menjadi kelas terdominasi. Intinya seorang murid tidak bisa melakukan
transformasi ideologi kelas sosialnya yang terdominasi, jika diberikan habitus oleh guru habitus
kelas terdominasi (malas, pendiam, penakut, terlalu patuh, pasrah pada nasib, tidak kreatif, hanya
ibadah tidak berusaha). Habitus diperoleh sebagai akibat dari ditempatinya posisi di dunia sosial
dalam waktu yang panjang (Ritzer & Goodman, 2012).
Suatu identitas, atribut, serta praktek sosial dapat disebut sebagai bentuk kekerasan simbolik jika hal
tersebut disalahkenali sebagai sesuatu yang absah dan terberi serta kemampuan untuk menjamin
terjadinya kesalahkenalan tersebut disebut kuasa. Kesalahkenalan tersebut merupakan hal yang
“dipaksakan” secara halus untuk memahami suatu realitas sehingga ada pihak tertentu yang lebih
diuntungkan sementara ada pihak lain yang dirugikan (Indi Aunullah, 2006).
Kesalahkenalan tersebut dimungkinkan oleh habitus sebagai sistem skema produksi praktek
sekaligus sistem skema persepsi dan apresiasi atas praktek (Pierre Bordieu, 2011). Persepsi yang
dibentuk oleh habitus menjadikan dunia sosial yang ditempati oleh agen sebagai realitas sosial yang
sudah terbukti dengan sendirinya.
Kemampuan untuk mengonstruksi realitas dunia sosial sebagai sesuatu yang terberi ini oleh
Bourdieu disebut sebagai kuasa simbolik. Kuasa simbolik ini bekerja melalui
tatanan gneoseological, yaitu pemaknaan yang paling dekat dengan dunia sosial untuk
menyembunyikan suatu relasi kuasa yang membentuk persepsi tersebut. Pemaknaan ini, yang
menyembunyikan suatu relasi kuasa di baliknya, disusun oleh suatu sistem simbol yang memiliki
kegunaan tidak hanya sebagai sarana komunikasi, namun juga sebagai sarana dominasi dikarenakan
sistem simbol tersebut dideterminasi oleh relasi kuasa yang tersembunyi di baliknya (Pierre Bordieu,
1991).
Pada ranah pendidikan, modal yang paling dicari adalah modal kultural dalam berbagai bentuknya.
Bourdieu menjelaskan terdapat tiga bentuk modal kultural: bentuk menubuh yaitu ilmu dan
pengetahuan yang ada dalam diri agen; bentuk terbenda yaitu dalam bentuk benda-benda kultural
seperti buku, lukisan, kamus, peralatan, mesin, dan semacamnya; dan dalam
bentuk terinstitusional yaitu dalam bentuk kualifikasi pendidikan seperti ijazah dan sertifikat, yang
harus dibedakan dari bentuk terbenda lainnya karena bentuk ini selalu mengandaikan garansi
institusional (Pierre Bordieu, 1986).
Ranah pendidikan tidak dilihat Bourdieu hanya pada tataran pendidikan formal di sekolah-sekolah
ataupun di perguruan tinggi. Pembentukan habitus seorang agen sudah dilakukan dari masa kanak-
kanak yang terjadi dalam lingkup struktur sosial terkecil, yaitu keluarga. Habitus yang dibentuk
sejak dari keluarga kemudian mendasari penataan pengalaman dalam sekolah (terutama penerimaan
terhadap sekolah dan asimilasi pesan pedagogis khusus) serta persepsi dan apresiasi terhadap
kegiatan pedagogis berikutnya (Pierre Bordieu, 1977).
Ranah pendidikan, walau sudah terinstitusionalisasi secara resmi pada sebuah sistem struktur sosial
yang liberal dan sekuler, masih memiliki tingkat otonomi yang rendah. Hal ini berkaitan dengan
fungsi pendidikan sebagai sarana internalisasi habitus ke dalam diri agen. Apa yang direproduksi
dalam sekolah, sebagai sarana kegiatan pedagogis yang sahih, tidak lain adalah kultur dominan yang
berkontribusi terhadap reproduksi struktur relasi kuasa dalam dunia sosial di mana sistem
pendidikan yang dominan cenderung menjamin monopoli kekerasan simbolik yang dianggap sah
oleh sistem yang berkuasa. Dengan demikian, pendidikan bertujuan untuk mereproduksi sistem yang
sudah mapan. Sebuah sistem yang dibentuk serta dipaksakan secara halus oleh kelompok dominan
yang berkuasa demi kepentingan material dan simbolik mereka. Kelompok dominan, sebagai
pemegang modal terbanyak dalam berbagai bentuknya, akan selalu memaksakan secara halus
habitusnya kepada kelompok subordinat (Pierre Bordieu, 1990).
BAB 3. METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian campuran (mixed
method) yang menggabungkan antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Sebagaimana
dikemukakan oleh Creswell (2013) bahwa, “Penelitian metode campuran merupakan pendekatan
penelitian yang mengkombinasikan atau mengasosiasikan bentuk kualitatif dan bentuk kuantitatif.”
Penelitian ini merupakan penelitian fenomena sosial, yaitu perubahan sistem pembelajaran di masa
pandemi Covid-19 yang diterapkan sekolah pada peserta didik di Kabupaten Penukal Abab
Lematang Ilir.
Menurut Tashakori & Teddlie dalam Putra & Hendarman (2013) terdapat tiga keunggulan dari
penelitian campuran yaitu: (1) Penelitian metode campuran sanggup menjawab pertanyaan
penelitian yang tidak mampu dijawab oleh metodologi yang lain. (2) Penelitian metode campuran
memberikan proses pengambilan kesimpulan yang lebih baik (atau lebih kuat). (3) Metode campuran
memberikan peluang untuk menyajikan keanekaragaman pandangan yang lebih besar.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan strategi metode campuran sekuensial/bertahap
(sequential mixed methods) terutama strategi eksplanatoris sekuensial. Creswell (2013)
mengemukakan bahwa: Strategi metode campuran sekuensial/ bertahap (sequential mixed methods)
merupakan prosedur-prosedur di mana di dalamnya peneliti berusaha menggabungkan atau
memperluas penemuan-penemuannya yang diperoleh dari satu metode dengan penemuan-
penemuannya dari metode yang lain.
Strategi eksplanatoris sekuensial merupakan penelitian metode campuran yang lebih condong pada
kuantitatif, sebagaimana dikemukakan oleh Creswell (2013) bahwa, “Strategi eksplanatoris
sekuensial merupakan strategi yang cukup populer dalam penelitian metode campuran sering kali
digunakan oleh para peneliti yang lebih condong pada proses kuantitatif.” Menurut Creswell (2013)
bahwa, “Strategi eksplanatoris sekuensial diterapkan dengan pengumpulan data analisis data
kuantitatif pada tahap pertama yang diikuti oleh pengumpulan dan analisis data kualitatif pada tahap
kedua yang dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif.” Dalam penelitian ini prioritas diberikan
pada data kuantitatif, kemudian hasil kuantitatif diperdalam dengan data kualitatif.
Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif menurut Silalahi (2012) bahwa, “Penelitian deskriptif menyajikan satu gambar
yang terperinci tentang satu situasi khusus, setting sosial, atau hubungan.” Hal tersebut sependapat
dengan Zuriah (2009) bahwa, “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk
memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian, secara sistematis dan akurat,
mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.” Dengan menggunakan metode deskriptif
diharapkan dapat memaparkan realitas sosial sebenarnya mengenai wacana kenormalan baru:
Perubahan Sistem Pembelajaran Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Kabupaten Penukal Abab
Lematang Ilir.
Desain Penelitian
Untuk menjelaskan langkah-langkah dalam melaksanakan penelitian ini penulis membuat
desain penelitian sebagai bentuk rencana peneliti dalam membuat alur, mengumpulkan data dan
kemudian menganalisisnya agar kegiatan penelitian yang dilakukan dapat lebih efektif dan efisien.
Tentang desain penelitian dijelaskan Nasution (2007) bahwa, “Desain penelitian merupakan rencana
tentang cara mengumpulkan dan menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta
serasi dengan tujuan penelitian itu.” Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif
dengan pendekatan penelitian campuran (mix method), hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yang
dilakukan yaitu menganalisis perubahan sistem pembelajaran yang diterapkan sekolah dan dampak
yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 terhadap sistem tersebut dan mengetahui bagaimana
sekolah, guru, orang tua, dan peserta didik menghadapi situasi kenormalan baru dalam menjalankan
sistem pembelajaran sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
.
Gambar 1. Desain Penelitian
Keterangan:
X1 : Masa Pandemi Covid-19
X2 : Wacana Kenormalan Baru
Y : Perubahan Sistem Pembelajaran
Dalam desain penelitian ini dijabarkan variabel independen (X1) adalah, masa pandemi
Covid-19 dan variabel intervening (X2) adalah wacana kenormalan baru, variabel dependen (Y)
adalah perubahan sistem pembelajaran.
Menurut Tuckman dalam Sugiyono (2009) variabel intervening adalah variabel yang secara
teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen menjadi
hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur. Variabel intervening merupakan
variabel penyela antara yang terletak di antara variabel independen dengan variabel dependen,
sehingga variabel independen tidak langsung memengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel
dependen.
Selanjutnya peneliti kemukakan secara garis besar alur penelitian. Sesuai karakteristik
metode kombinasi sequential explanatory, dimana pada tahap pertama penelitian menggunakan
metode kuantitatif dan pada tahap kedua menggunakan metode kualitatif. Dengan demikian
penelitian kombinasi dilakukan untuk menjawab rumusan masalah penelitian kuantitatif dan
rumusan masalah kualitatif, atau rumusan masalah yang berbeda tetapi saling melengkapi. Dalam
alur penelitian ini peneliti menempuh prosedur penelitian kuantitatif sebagai berikut:
1. Menentukan masalah/potensi dan rumusan masalah
2. Melakukan kajian teori dan merumuskan hipotesis.
3. Mengumpulkan dan analisis data untuk menguji hipotesis.
4. Membuat kesimpulan berdasarkan hasil pengujian hipotesis
Selanjutnya menempuh prosedur penelitian kualitatif sebagai berikut:
1. Menentukan sumber data penelitian.
2. Mengumpulkan dan menganalisis data kualitatif.
X1 Y
X2
3. Menganalisis data kuantitatif dan data kualitatif
4. Memberikan kesimpulan
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Talang Ubi Kabupaten PALI dan tempat yang disepakati
antara peneliti dan informan antara lain sekolah informan, rumah informan, rumah peneliti, dan
tempat makan. Pada saat penelitian masih dalam suasana PSBB atau tidak memungkinkan
melaksanakan wawancara tatap muka, maka wawancara dilakukan secara virtual menggunakan
aplikasi yang tersedia dalam gawai seperti whatsapp dan telegram. Dengan subyek atau informan
penelitian yaitu peserta didik, guru, dan orang tua di Kabupaten PALI.
Waktu Penelitian
Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dan pengambilan data dilaksanakan dalam jangka waktu dua
bulan, setelah proposal ini diterima dan lolos seleksi Kompetisi Penelitian Siswa Indonesia (KOPSI).
Sesuai jadwal dari panitia, penelitian akan dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Minggu ke-3
bulan September 2020.
Objek Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian maka peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam
penentuan objek penelitian. Artinya, teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin
dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang
diteliti (Sugiono, 2013: 54). Kriteria objek yang dipilih sesuai dengan tujuan penelitian yaitu: orang
tua, guru, dan peserta didik jenjang SD, SMP, dan SMA di Kabupaten PALI. Sekolah yang dipilih
peneliti yang mewakili populasi sampel adalah SDN 6 Talang Ubi, SMPN 2 Penukal Utara, SDN 3
Abab, SMAN 1 Penukal, SDN 11 Tanah Abang, dan SMAN 2 Unggulan Talang Ubi.
Populasi Dan Sampel
Populasi
Menurut Sugiyono (2009) bahwa, “Populasi wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya.”
Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa yang menjadi populasi itu seluruh data yang menjadi
perhatian peneliti dan tidak hanya orang atau manusia, akan tetapi benda atau objek lainnya bisa
menjadi populasi asalkan mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti dalam ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh sekolah jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA yang ada di Kabupaten PALI sebanyak
216 sekolah.
Tabel 1. Keadaan Populasi Penelitian Berdasarkan Jumlah Sekolah Tahun 2020
Jenjang Jumlah
SD/MI 127
SMP/MTs 53
SMA/SMK/MA 36
Total 216
Sumber : data Dinas Pendidikan Kab. PALI 2020
Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi, yang oleh
peneliti dipandang mewakili populasi target. Untuk itu sampel diambil dari sebagian jumlah dan
karakteristik yang dimiliki populasi saja tidak mengambil keseluruhan untuk diteliti dan dipandang
mewakili populasi target. Karakteristik sampel ditentukan oleh peneliti untuk memenuhi kebutuhan
data dilapangan secara objektif, karakteristik itu sendiri dijadikan sebagai bentuk identitas bagi
responden dalam memberikan data, diantaranya: jenjang, lokasi sekolah, akreditasi. Dari 216
sekolah yang ada di Kabupaten PALI, peneliti mengambil 6 sekolah yang mewakili populasi sampel
yaitu, SDN 6 Talang Ubi, SMPN 2 Penukal Utara, SDN 3 Abab, SMAN 1 Penukal, SDN 11 Tanah
Abang, dan SMAN 2 Unggulan Talang Ubi.
Tabel 1. Sampel Penelitian
Keterangan:
Untuk mendapatkan sampel diperlukan pertimbangan penentuan teknik sampling. Pada
penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Artinya kami menentukan sampel
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan peneliti sebelumnya. Jumlah pada tabel tersebut dianggap
peneliti mewakili populasi penelitian berdasarkan pertimbangan-pertimbangan seperti, waktu,
keterjangkauan lokasi, kemampuan peneliti, dan mengingat adanya pembatasan keluar rumah dalam
masa pandemi Covid-19 yang tidak memungkinkan peneliti mengambil data lebih besar.
Variabel Penelitian
Terdapat dua macam variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas atau variabel independen,
dan variabel terikat atau variabel dependen. Sebagaimana menurut Sugiyono (2011).
Variabel bebas atau independen adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat), sedangkan variabel terikat atau dependen
merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Dalam penelitian ini dijabarkan variabel independen (X1) adalah, masa pandemi Covid-19 dan
variabel intervening (X2) adalah wacana kenormalan baru, variabel dependen (Y) adalah perubahan
sistem pembelajaran.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan angket atau
kuesioner sebagai alatnya. Penentuan metode dalam pengumpulan data menjadi sesuatu yang
penting bagi peneliti untuk menentukan hasil dari penelitian tersebut. Menurut Sugiyono (2009)
terdapat dua hal utama yangmempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen
penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Dalam penelitian selain dibutuhkan metode yang tepat,
perlu juga memilih teknik dan pengumpulan data yang relevan agar hasil dari penelitiannya objektif.
Menurut Bungin (2011) “Metode pengumpulan data adalah bagian instrumen pengumpulan data
yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu penelitian.” Oleh karena itu teknik pengumpulan data
yang digunakan harus sesuai dengan sifat dan karakteristik penelitian yang dilakukan. Karena
penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian campuran (mixed method) maka dalam
pengumpulannya menggunakan teknik pengumpulan pendekatan kuantitatif dan pendekatan
kualitatif. Untuk kuantitatif teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket atau kuesioner,
sedangkan untuk kualitatif menggunakan wawancara dan observasi dalam pengumpulan datanya.
Angket Atau Kuesioner
Menurut Sugiyono (2009) “Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.”
Sedangkan kuesioner menurut Zuriah (2009) adalah “Suatu alat pengumpul informasi dengan cara
menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula.” Kemudian
Riduwan (2012) menyatakan bahwa, “Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang
lain bersedia memberikan respons (responden) sesuai dengan permintaan pengguna.” Berdasarkan
pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa angket atau kuesioner merupakan salah satu alat
mengumpulkan data dalam penelitian dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada responden
dengan tujuan memperoleh data dan informasi yang lengkap mengenai suatu masalah.
Sasaran dalam penyebaran angket adalah guru, peserta didik, dan orang tua/wali peserta didik yang
sudah dianggap sebagai sampel atau yang dianggap mewakili dari keseluruhan objek penelitian.
Sehingga dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui angket ini dapat membantu
peneliti dalam mencari dan mengumpulkan data dari lapangan. Angket disebar menggunakan
aplikasi google form.
Observasi
Menurut Bungin (2011) “Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan
pengamatannya melalui hasil kerja pancaindera mata serta dibantu dengan pancaindera lainnya.”
Sedangkan menurut Riduwan (2012) “Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke
objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan.”
Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa observasi merupakan salah satu
teknik pengumpulan data dalam penelitian dengan melakukan pengamatan langsung objek yang
akan diteliti yang dalam pengamatannya menggunakan pancaindera mata.
Observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi langsung. Menurut Zuriah (2009)
“Observasi langsung yaitu observasi yang dilakukan dimana observer berada bersama objek yang
diselidiki.”Alasan peneliti melakukan teknik pengumpulan data dengan observasi di antaranya untuk
memperoleh data dari objek penelitian yang tidak bisa didapatkan melalui wawancara dan angket,
kemudian dengan observasi peneliti dapat berbaur langsung dengan objek penelitian di lapangan.
Sehingga dengan observasi peneliti bisa melihat secara langsung keadaan yang sebenarnya di
lapangan.
Dokumentasi
Menurut Arikunto (2010) dokumentasi yaitu “Mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan
sebagainya.” Sedangkan menurut Riduwan (2012) “Dokumentasi adalah ditujukan untuk
memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-
peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data yang relevan penelitian.”
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dokumentasi merupakan teknik
pengumpulan data dengan mencari data langsung dari tempat penelitian yang meliputi data yang
relevan seperti buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film
dokumenter, surat kabar dan sebagainya.
Dalam penelitian ke lapangan, peneliti akan menggunakan teknik ini untuk mendapatkan bahan
maupun informasi yang mendukung penelitian ini, serta sebagai bagian dari teknik pengumpulan
data yang lain untuk saling menguatkan. Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data-data seperti
data berbagai dokumen yang akan menguatkan penelitian ini dan foto-foto sebagai bukti otentik di
lapangan.
Instrumen Penelitian
Sugiyono (2011) menjelaskan bahwa “instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai
variabel yang diteliti.” Dengan demikian jumlah variabelakan menentukan banyaknya instrumen
penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu masa pandemi COVID-19 sebagai
variabel X1 dan wacana kenormalan baru sebagai variabel intervening X2 serta perubahan sistem
pembelajaran sebagai variabel Y. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu angket atau
kuesioner dan pedoman wawancara.
ANALISIS DATA
Analisis Data Kuantitatif
Kegiatan analisis data meliputi pengolahan dan penyajian data, melakukan perhitungan untuk
mendeskripsikan data dan melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji statistik.
Penyajian data dan analisis data melalui data yang terkumpul dari lapangan bisa disajikan dalam
bentuk tabel, grafik, maupun diagram. Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif adalah menguji teori, membangun fakta, menunjukkan
hubungan dan pengaruh serta perbandingan antar variabel, memberikan deskripsi statistik, menaksir
dan meramalkan hasilnya.
Analisis Data Kualitatif
Menurut Miles & Huberman dalam Sugiyono (2009, hlm. 337) aktivitas dalam analisis data
kualitatif di antaranya data reduction, data display, dan conclusion drawing verification. Adapun
dalam penelitian ini langkah-langkah yang akan ditempuh dijabarkan sebagai berikut:
Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data menurut Sugiyono (2009, hlm. 338) artinya “merangkum, memilah hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak
perlu.” Dalam melakukan reduksi data peneliti harus mempunyai wawasan yang luas, sebagaimana
dikemukakan oleh Sugiyono (2009, hlm. 339) bahwa “Reduksi data merupakan proses berpikir
sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi.”
Display Data (Penyajian Data)
Menurut Sugiyono (2009, hlm. 341) “dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.”
Selanjutnya Miles & Huberman (dalam Sugiyono, 2009, hlm. 341) mengatakan, yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat
naratif.
Conclusion drawing/verification
Langkah ke tiga dalam analisis data menurut Miles & Huberman dalam Sugiyono (2009, hlm. 345)
adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dalam hal ini kesimpulan yang diambil harus kredibel
yang didukung oleh bukti. Kesimpulan kredibel menurut Sugiyono (2009, hlm. 345) merupakan
“kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data.”
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelumnya peneliti menargetkan jumlah sampel kuantitatif terdiri dari 85 guru, 170 peserta didik,
dan 29 orang tua. Kemudian untuk sampel penelitian kualitatif terdiri dari 17 guru, 25 peserta didik,
dan 17 orang tua. Jumlah pada rencana sampel tersebut tidak terpenuhi. Kondisi pandemi covid-19
yang semakin memburuk membuat proses pengambilan data terhambat. Belum lagi pengambilan
data di kecamatan lainnya di Kabupaten PALI terpaksa ditunda karena terkendala kebijakan
pemerintah daerah untuk berada di rumah saja. Pengambilan data melalui sistem daring juga
terhambat karena terbatasnya jumlah peserta didik yang memiliki alat komunikasi seperti gawai,
terutama peserta didik yang duduk di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Kondisi
kian memburuk ketika mendapati temuan bahwa banyak orang tua yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan kuota internet, yang membuat peneliti kesulitan untuk berkomunikasi. Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan seperti, waktu, keterjangkauan lokasi, kemampuan peneliti, dan
mengingat adanya pembatasan keluar rumah dalam masa pandemi Covid-19 yang tidak
memungkinkan peneliti mengambil data lebih besar, maka peneliti berhasil mengumpulkan sampel
kuantitatif terdiri dari 39 guru, 89 peserta didik, dan 38 orang tua. Kemudian untuk sampel
penelitian kualitatif terdiri dari 12 guru, 20 peserta didik, dan 7 orang tua. Data ini dianggap peneliti
sudah mewakili populasi penelitian.
Sebelum membahas topik utama terkait dengan perubahan sistem pembelajaran di masa pandemi
Covid-19 ada baiknya kita melihat tingkat kesukaan informan terhadap sistem pembelajaran dalam
jaringan (daring). berikut data kuantitatif yang berhasil kami kumpulkan melalui pengisian aplikasi
google form yang kami berikan kepada kepala sekolah atau wakil kurikulum masing-masing sekolah
yang menjadi sampel penelitian.
Gambar 1. Diagram Orang Tua, Diagram Peserta Didik, Diagram Orang Tua
Seperti yang kita lihat pada gambar 1 tingkat persentase guru yang menyukai atau setuju dengan
pembelajaran daring ini adalah sebanyak 76,9% dari total informan yang kami dapatkan Namun, jika
kita melihat diagram peserta didik hanya 47,2% dari jumlah peserta didik yang menyukai sistem
pembelajaran daring. Hal ini menunjukkan bahwa tidak sampai separuh dari jumlah seluruh peserta
didik yang menyukai atau setuju dengan sistem pembelajaran daring ini. Kemudian pada diagram
orang tua yang menyukai dan setuju dengan sistem pembelajran daring hanya 36,8% saja. Dari
ketiga diagram tersebut dapat disimpulkan bahwa ada yang salah dengan sistem pembelajaran dalam
jaringan (daring) ini.
Dalam penyelenggaraan sistem pembelajaran daring, tentunya kendala yang umumnya dirasakan
oleh guru, peserta didik, maupun orang tua adalah ketersediaan kuota maupun akses internet.
Namun, setelah peneliti mengkaji lebih dalam lagi ternyata banyak sekali kendala lain yang
dirasakan guru, peserta didik maupun orang tua. Dari informasi yang telah peneliti dapatkan,
ditemukan bahwa peran guru sebagai pendidik belum bisa sejalan dengan perubahan sistem
pembelajaran ini. Beberapa guru justru belum memahami situasi dan keadaan peserta didik maupun
orang tuanya. Terdapat 43,6% guru yang memberikan hukuman terhadap peserta didik yang tidak
mengikuti pembelajaran tanpa mendengarkan kendala yang dialami peserta didik terlebih dahulu.
Peneliti mendapati bahwa perubahan sistem pembelajaran daring ini memberikan dampak yang
bersifat multidimensional. Secara tidak langsung sistem ini merubah struktur dan tatanan kehidupan
keluarga. Meskipun orang tua telah menyepakati kontrak dengan guru untuk melakukan fungsi
pengawasan ketika anak belajar dari rumah, fungsi pengawasan ini tidak dapat berjalan maksimal
dikarenakan orang tua juga memiliki peran untuk bekerja di sektor publik, ibu yang bekerja di sektor
privat (melaksanakan tugas di rumah) juga merasa kesulitan mengawasi anak dalam proses
pembelajaran. Pada awalnya fungsi pengawasan ini berjalan baik, akan tetapi lama-kelamaan fungsi
ini menjadi longggar lantaran orang tua harus bekerja ekstra guna memenuhi kebutuhan hidup
dikarenakan terdapat banyak potongan pendapatan yang didapat orang tua yang bekera di kantor,
dan terdapat penurunan pendapatan bagi yang menjadi pedagang dan petani karet di tengah pandemi.
Hal ini menyebabkan anak-anak tidak mengikuti proses pembelajaran daring yang dilaksanakan
sekolah. Masalah baru muncul ketika manajemen sekolah tidak bisa mengontrol tugas yang
diberikan masing-masing guru ke peserta didik yang menjadi beban bagi peserta didik.
Perubahan Sistem Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19
Masa pandemi Covid-19 telah memberikan dampak yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat di
Indonesia. Sederet perubahan kebijakan diterapkan pemerintah guna menyesuaikan sistem
pembelajaran dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini. Kementerian Pendidikan di Indonesia telah
mengeluarkan kebijakan untuk meliburkan sekolah dan mengganti Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM) dengan menggunakan sistem dalam jaringan (Daring).
Secara tidak sadar, dengan adanya pandemi COVID-19 ini, dunia pendidikan dipaksa untuk
bertransformasi dengan pembelajaran daring, tentunya belum semuanya siap. Berbagai macam
media pembelajaran baik dari pemerintah maupun swasta sudah tersedia. Media tersebut dapat
menunjang kualitas pendidikan, karena pendidikan juga merupakan tolak ukur keberhasilan
pembangunan suatu bangsa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Edaran
Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 yang berisi tentang Ujian Nasional, Belajar Dari Rumah, Ujian
Sekolah, Ujian Kenaikan Kelas, PPDB 2020, dan BOS BOP. Pada kebijakan belajar dari rumah, ada
empat poin yang kami tangkap yaitu:
1. Siswa tidak dibebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum
2. Difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup antara lain mengenai covid-19
3. Tugas dan aktivitas disesuaikan dengan minat dan kondisi siswa, serta mempertimbangkan
akses dan fasilitas belajar di rumah
4. Bukti atau produk aktivitas belajar dari rumah diberi umpan balik yang bersifat kualitatif
dari guru, tanpa harus berupa skor/ nilai kualitatif.
Perubahan Sistem Pembelajaran di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir
Pandemi Covid-19 berdampak pada dunia pendidikan, termasuk kegiatan belajar mengajar di
sekolah. Adanya wabah virus corona ini menghambat kegiatan belajar mengajar yang biasanya
berlangsung secara tatap muka. Kendati begitu, pandemi ini mampu mengakselerasi pendidikan 4.0.
Sistem pembelajaran dilakukan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi informasi. Namun
begitu, ada tantangan besar dalam pelaksanaan model pembelajaran jarak jauh. Salah satunya, guru
dan peserta didik belum terbiasa menggunakan sistem pembelajaran yang bersifat blended dan
sepenuhnya online.
Dari informasi yang kami dapatkan, proses belajar mengajar di kabupaten PALI juga disesuaikan
dengan kondisi yang pandemi Covid-19. Kegiatan pembelajaran dialihkan menjadi sistem dalam
jaringan (daring). Namun tidak sedikit sekolah yang menerapkan sistem luar jaringan (luring). Bagi
peserta didik yang tidak bisa mengikuti kegiatan pembelajaran daring, beberapa sekolah
memberikan kesempatan untuk peseerta didik tersebut datang ke sekolah dan mengikuti kegiatan
pembelajaran secara luring. Dari wawancara yang telah kami lakukan, terdapat sekitar 10% peserta
didik yang datang ke sekolah untuk mengikuti pembelajaran secara luring karena beberapa kendala,
diantaranya tidak memiliki gawai 10%, tidak memiliki kuota internet 52%, tidak memiliki akses
jaringan internet 38%.
Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Kegiatan Pembelajaran yang Diterapkan
Sekolah
Beberapa dampak yang dirasakan peserta didik pada proses belajar mengajar di rumah adalah para
peserta didik merasa dipaksa belajar jarak jauh tanpa sarana dan prasarana memadai di rumah.
Keluhan yang banyak dirasakan peserta didik adalah ketersediaan kuota dan akses internet. Kendala
selanjutanya peserta didik selama belajar di rumah yaitu peserta didik belum terbiasa belajar jarak
jauh karena selama ini kegiatan pembelajaran dilaksanakan melalui tatap muka, peserta didik
merasakan adanya sesuatu yang hilang selama belajar di rumah. Peserta didik telah terbiasa berada
di sekolah dan berinteraksi dengan teman-temannya. Namun, selama belajar di rumah peserta didik
hanya dapat berinteraksi dengan orang tua dan membuat peserta didik merasa jenuh belajar di
rumah. Secara tidak sadar selama berada di rumah kemampuan peserta didik dalam menyerap
pelajaran yang diberikan guru pun menurun. Sekitar 80% informan merasa dirugikan karena nilai
mereka yang menurun selama belajar di rumah. Dengan demikian dibutuhkan dukungan dan kerja
sama orang tua untuk memberikan pengawasan terhadap anaknya selama belajar.
Dampak yang dirasakan para orang tua adalah pengeluaran yang ikut bertambah karena selama
belajar daring, orang tua harus membelikan kuota internet untuk anaknya agar dapat mengikuti
kegiatan pembelajaran. Kendala selanjutnya yang dirasakan orang tua yaitu mereka harus
meluangkan lebih ekstra waktu kepada anak anak mendampingi belajar online. Tak sedikit orang tua
yang memprotes karena tidak bisa mengawasi anaknya selama belajar di rumah. Alasan yang paling
banyak di berikan orang tua adalah karena mereka juga harus bekerja selama anaknya belajar
dirumah. Tak sedikit juga orang tua yang ikut belajar bersama anak-anaknya dan ikut membantu
mengerjakan tugas anak-anaknya. Dengan sistem pembelajaran daring orang tua ikut menyadari
betapa susahnya mengawasi satu anak dalam belajar sedangkan guru yang harus mengawasi sekitar
20-40 anak di sekolah.
Dampak yang dirasakan guru yaitu guru kesulitan untuk memantau atau melihat perkembangan
peserta didik selama belajar di rumah. Kompetensi guru dalam menggunakan teknologi akan
mempengaruhi kualitas program belajar mengajar oleh karena itu guru diharuskan untuk mengikuti
pelatihan guna menunjang sistem pembelajaran daring. Tak hanya peserta didik yang terkendala
kuota dan akses internet, guru pun juga merasakan hal yang sama. Kendala selanjutnya yaitu para
guru belum terbiasa dalam melakasanakan moda pembelajaran jarak jauh, dengan adanya metode
pembelajaran jarak jauh membuat para guru perlu waktu untuk beradaptasi dan mereka menghadapi
perubahan baru yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas hasil belajar. Banyak guru
yang kesulitan dalam memberikan materi dan peserta didik yang merasakan secara langsung karena
mereka pun kesulitan dalam menyerap materi yang diberikan tersebut. Selain itu, ketidakmauan
beberapa peserta didik dalam mengikuti pembelajaran juga menjadi pekerjaan rumah bagi guru. Tak
sedikit guru yang harus menyempatkan waktunya untuk datang ke rumah peserta didik untuk
membujuknya mengikuti kegiatan pembelajaran.
Strategi Sekolah Dalam Menghadapi Suasana Adaptasi Kenormalan Baru
Dalam menghadapi perubahan sistem pembelajaran dalam susasana adaptasi kenormalan baru ini,
tentunya pihak sekolah menjadikan momentum ini menjadi bagian dari proses untuk meningkatkan
kemampuan, baik guru maupun juga manajemen di sekolah. Dalam perubahan sistem pembelajaran
ini guru telah dipaksa untuk belajar lagi dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang dapat
menunjang Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang diselenggarakan secara daring. Di samping itu
jika tidak memungkinkan, guru dapat belajar secara otodidak dengan memanfaatkan artikel atau
jurnal ilmiah dan juga dapat melalui aplikasi seperti youtube. Perubahan sistem pembelajaran ini
menuntut guru untuk meningkatkan kompetensi penguasaan Informasi teknologi.
Dalam mempersiapkan Kegiatan Belajar mengajar (KBM) pada saat susasana adaptasi kenormalan
baru, sekolah harus menjamin peserta didik benar-benar mematuhi protokol kesehatan dan pihak
sekolah wajib menyediakan sarana dan prasarana cuci tangan yang layak untuk warga sekolah.
Kesuksesan pembelajaran daring selama masa Covid-19 ini tergantung pada kedisiplinan semua
pihak. Oleh karena itu, pihak sekolah di sini perlu membuat skema dengan menyusun manajemen
yang baik dalam mengatur sistem pembelajaran daring. Hal ini dilakukan dengan membuat jadwal
yang sistematis, terstruktur dan simpel untuk memudahkan komunikasi orang tua dengan sekolah
agar peserta didik yang belajar di rumah dapat terpantau secara efektif.
Strategi Guru Dalam Menghadapi Suasana Adaptasi Kenormalan Baru
Sistem pembelajaran daring (dalam jaringan) merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap muka
secara langsung antara guru dan siswa tetapi dilakukan melalui online yang menggunakan jaringan
internet. Guru harus memastikan kegiatan belajar mengajar tetap berjalan, meskipun peserta didik
berada di rumah. Solusinya, guru dituntut dapat mendesain media pembelajaran sebagai inovasi
dengan memanfaatkan media daring (online). Sistem pembelajaran dilaksanakan melalui perangkat
personal computer (PC) atau laptop yang terhubung dengan koneksi jaringan internet. Guru dapat
melakukan pembelajaran bersama di waktu yang sama menggunakan grup di media sosial seperti
WhatsApp (WA), telegram, instagram, aplikasi zoom ataupun media lainnya sebagai media
pembelajaran. Dengan demikian, guru dapat memastikan siswa mengikuti pembelajaran dalam
waktu yang bersamaan, meskipun di tempat yang berbeda. Dari hasil penelitian guru menggunakan
bantuan aplikasi dalam melaksanakan pembelajaran daring. 61,5% guru menggunakan google
classroom, 20% menggunakan whatsapp, 4% menggunakan edmodo, 15% menggunakan aplikasi
lainnya (zoom meeting, webex, google meet, telegram, teams, dan lain sebagainya).
Gambar 2. Diagram Aplikasi Pembelajaran Daring
Beberapa guru di sekolah mengaku, jika pembelajaran daring ini tidak seefektif kegiatan
pembelajaran tatap muka langsung, karena beberapa materi harus dijelaskan secara langsung dan
lebih lengkap. Selain itu materi yang disampaikan secara daring belum tentu bisa dipahami semua
siswa. Berdasarkan pengalaman mengajar secara daring, sistem ini hanya efektif untuk memberi
penugasan, dan kemungkinan hasil pengerjaan tugas-tugas ini diberikan ketika siswa akan masuk,
sehingga kemungkinan akan menumpuk.
Mengamati pengalaman dari beberapa guru tersebut, maka guru juga harus siap menggunakan
teknologi sesuai dengan perkembangan zaman. Guru harus mampu membuat model dan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa di sekolahnya. Penggunaan beberapa aplikasi pada
pembelajaran daring sangat membantu guru dalam proses pembelajaran ini. Guru harus terbiasa
mengajar dengan memanfaatkan media daring kompleks yang harus dikemas dengan efektif, mudah
diakses, dan dipahami oleh siswa.
Dengan demikian guru dituntut mampu merancang dan mendesain pembelajaran daring yang ringan
dan efektif, dengan memanfaatkan perangkat atau media daring yang tepat dan sesuai dengan materi
yang diajarkan. Walaupun dengan pembelajaran daring akan memberikan kesempatan lebih luas
dalam mengeksplorasi materi yang akan diajarkan, namun guru harus mampu memilih dan
membatasi sejauh mana cakupan materinya dan aplikasi yang cocok pada materi dan metode belajar
yang digunakan.
Strategi Peserta Didik Menghadapi Suasana Adaptasi Kenormalan Baru
Peserta didik merupakan komponen yang paling diutamakan dalam kegiatan pembelajaran.
Mengingat indikator keberhasilan suatu pendidikan bergantung pada peserta didik itu sendiri.
Peserta didik telah berusaha semaksimal mumgkin untuk mengikuti perubahan sistem pembelajaran
di masa pandemi Covid-19 ini .Tak hanya guru saja yang harus belajar lagi, banyak dari peserta
didik yang juga mengikuti seminar online yang dapat menambah wawasan dan juga berguna dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran yang disajikan secara daring.
Permasalahan yang terjadi bukan hanya terdapat pada sistem media pembelajaran akan tetapi
ketersediaan kuota yang membutuhkan biaya cukup tinggi harganya bagi peserta didik guna
memfasilitasi kebutuhan pembelajaran daring. Kuota yang dibeli untuk kebutuhan internet menjadi
melonjak dan banyak diantara orangtua peserta didik yang tidak siap untuk menambah anggaran
dalam menyediakan jaringan internet.
Hal ini pun menjadi permasalahan yang sangat penting bagi peserta didik, jam berapa mereka harus
belajar dan bagaimana data (kuota) yang mereka miliki, sedangkan orangtua mereka yang
berpenghasilan rendah atau dari kalangan menengah kebawah (kurang mampu). Hingga akhirnya hal
seperti ini dibebankan kepada orangtua yang ingin anaknya tetap mengikuti pembelajaran daring.
Pembelajaran daring tidak bisa lepas dari jaringan internet. Koneksi jaringan internet menjadi salah
satu kendala yang dihadapi peserta didik yang tempat tinggalnya sulit untuk mengakses internet,
apalagi peserta didik tersebut tempat tinggalnya di daerah pedesaan, terpencil dan tertinggal.
Kalaupun ada yang menggunakan jaringan seluler terkadang jaringan yang tidak stabil, karena letak
geografis yang masih jauh dari jangkauan sinyal seluler. Hal ini juga menjadi permasalahan yang
banyak terjadi pada peserta didik yang mengikuti pembelajaran daring sehingga kurang optimal
pelaksanaannya.
Gambar 3. Diagram Persentase Kesulitan Anak Mengikuti Pembelajaran Daring
Dari hasil penelitian, 64% peserta didik mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
daring yang dilakukan oleh sekolah. Setelah di wawancara lebih dalam, alasan utamanya adalah
ketersediaan kuota internet, akses jaringan, dan tidak memiliki gawai. Adapun beberapa strategi
informan (peserta didik) dalam menghadapi suasana adaptasi kenormalan baru dalam sistem
pembelajaran ini adalah dengan belajar sambil bekerja. 84% dari 64% informan yang mengalami
kesulitan menjalani kehidupan sebagai pelajar sambil bekerja. Beberapa pekerjaan yang mereka
lakukan adalah, tukang parkir, penjaga toko, petani karet, petani sawit, dan tukang ojek. Dampak
multidimensional dari pandemi Covid-19 merubah tatanan kehidupan pelajar. Selain belajar, mereka
harus membantu orang tua mereka bekerja guna memenuhi kebutuhan kuota internet untuk belajar.
Tak sedikit dari mereka yang merelakan waktunya untuk bekerja.
Masalah tidak berhenti di sini saja, karena jadwal belajar dan bekerja berjalan pada waktu yang
sama, maka tidak sedikit dari peserta didik yang kadang melewatkan waktu belajar daring. Hal ini
berdampak pada materi yang disampaikan oleh guru tidak diserap dengan baik oleh peserta didik.
65,2% peserta didik mengatakan bahwa hasil pembelajaran yang mereka peroleh selama proses
pembelajaran daring tidak mengalami peningkatan.
Gambar 4. Diagram Persentase Hasil Pembelajaran Daring
Strategi Orang Tua Menghadapi Suasana Adaptasi Kenormalan Baru
Menurut orang tua para peserta didik, cara untuk menghadapi perubahan sistem pembelajaran pada
suasana adaptasi kenormalan baru adalah sebisa mungkin membagi waktu antara bekerja dan
mengawasi anak dalam belajar. Sebagai orang tua, tentu mereka harus memberikan pengawasan
selama anak belajar di rumah. Namun di sisi lain mereka juga perlu bekerja untuk mencari nafkah
guna membelikan kuota internet untuk anaknya belajar. Jadi, mereka harus membagi waktu. Ramai
diberbagai media sosial yang menceritakan pengalaman orang tua siswa selama mendampingi anak-
anaknya belajar baik positif maupun negatif. Seperti misalnya ternyata ada orangtua yang sering
marah-marah karena mendapatkan anaknya yang sulit diatur sehingga mereka tidak tahan dan
menginginkan anak mereka belajar kembali di sekolah. Kejadian ini memberikan kesadaran kepada
orang tua bahwa mendidik anak itu ternyata tidak mudah, diperlukan ilmu dan kesabaran yang
sangat besar. Sehingga dengan kejadian ini orangtua harus menyadari dan mengetahui bagaimana
cara membimbing anak-anak mereka dalam belajar. Mendampingi anak belajar dari rumah, sambil
orang tua mengerjakan pekerjaan yang harus diselesaikan dari kantor atau dari rumah memang
menjadi tantangan tersendiri. Yang perlu dingat adalah orang tua di rumah bukan untuk
menggantikan semua peran guru di sekolah. Dari hasil penelitian yang dilakukan, berikut adalah
beberapa strategi orang tua dalam menghadapi suasana adaptasi kenormalan baru perubahan sistem
pembelajaran di tengah pandemi:
1. Membuat jadwal dan aturan bersama antara anak dan orang tua
2. Membangun komunikasi positif bagi anak
3. Melakukan kegiatan-kegiatan sederhana yang menyenangkan bersama anak
4. Mendampingi anak ketika sedang melaksanakan proses pembelajaran daring di rumah
5. Membangun komunikasi dengan guru dan pihak sekolah
Analisis Perubahan Sistem Pembelajaran Pada Masa Pandemi Covid-19 Di
Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir Dalam Perspektif Habitus Pierre Bordieau
Bourdieu merumuskan konsep habitus sebagai analisis sosiologis dan filsafati atas perilaku manusia.
Dalam arti ini, habitus adalah nilai-nilai sosial yang dihayati oleh manusia, dan tercipta melalui
proses sosialisasi nilai-nilai yang berlangsung lama, sehingga mengendap menjadi cara berpikir dan
pola perilaku yang menetap di dalam diri manusia tersebut. Habitus seseorang begitu kuat, sampai
mempengaruhi tubuh fisiknya. Habitus yang sudah begitu kuat tertanam serta mengendap menjadi
perilaku fisik disebutnya sebagai Hexis (Reza A.A Wattimena: 2012).
Setiap kelas akan memiliki habitus yang berbeda-berbeda. Habitus inilah yang kemudian dipaksakan
kelas dominan kepada kelas terdominasi. Kelas dominan akan selalu memaksakan habitusnya
melalui berbagai mekanisme kekuasaan.
Pendidikan bagi Bourdieu, hanyalah sebuah alat untuk mempertahankan eksistensi kelas dominan.
Sekolah pada dasarnya hanya menjalankan proses reproduksi budaya (cultural reproduction), sebuah
mekanisme sekolah, dalam hubungannya dengan institusi yang lain, untuk membantu mengabadikan
ketidaksetaraan ekonomi antargenerasi. Kelas dominan mempertahankan posisinya melalui apa yang
disebut Illich-hidden curriculum, sekolah memengaruhi sikap dan kebiasaan siswa dengan
menggunakan budaya kelas dominan. Kelas dominan memaksakan kelas terdominasi untuk bersikap
dan mengikuti budaya kelas dominan melalui sekolah. Sekolah hampir selalu menerapkan budaya
kelas dominan dalam aktivitasnya. Siswa dari latar belakang kelas bawah (kelompok minoritas di
sekolah) mengembangkan cara berbicara dan bertindak yang biasa digunakan kelas dominan atau
yang biasa diistilahkan Bourdieu dengan habitus.
Sekolah-sekolah menurut Bourdieu merupakan tempat untuk menyosialisasikan habitus kelas
dominan sebagai jenis habitus yang alami dan memosisikan habitus kelas dominan sebagai satu-
satunya habitus yang tepat dan paling baik serta memperlakukan setiap anak (siswa) seolah-olah
mereka memiliki akses yang sama kepada habitus tersebut. Kelas dominan yang dimaksud oleh
peneliti dalam penelitian ini adalah peserta didik dari kalangan ekonomi menengah ke atas, guru,
dan sekolah sebagai struktur sosial. Sedangkan kelas terdominasi adalah peserta didik dari kalangan
ekonomi menengah kebawah.
Dari hasil penelitian, peneliti menangkap bahwa ada yang tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah
dalam Surat Edaran MENDIKBUD Nomor 4 Tahun 2020 khususnya pada bagian belajar dari
rumah.
Pada poin pertama dalam peraturan belajar dari rumah, disebutkan bahwa siswa tidak dibebani
tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum. Namun, fakta yang peneliti dapat adalah banyak
guru yang mengajar daring menuntut siswanya untuk menuntaskan seluruh capaian kurikulum,
apabila siswa tersebut tidak mampu dalam mengikutinya karena beberapa alasan, nilai siswa tersebut
akan dikurangkan. Hal ini sangat menguntungkan kelas dominan karena mereka memiliki akses
untuk menjangkau kegiatan proses pembelajaran terutama menuntaskan seluruh capaian kurikulum.
Sedangkan kelas terdominasi tidak memiliki akses yang cukup untuk menuntaskan seluruh capaian
kurikulum dikarenakan kendala jaringan internet maupun ketersediaan kuota. Orang tua mereka
tidak mampu dalam memenuhi kuota belajar anak. Solusi sistem pembelajaran luring yang diberikan
sekolah bukan tanpa masalah, tidak sedikit guru yang kurang memberikan perhatian bagi anak-anak
yang belajar luring karena guru fokus mengajar daring di waktu bersamaan dengan pembelajaran
luring.
Poin kedua menyebutkan bahwa difokuskan pada kecakapan hidup mengenai Covid-19, sedangkan
yang peneliti dapatkan adalah sangat sedikit sekali guru-guru yang mengajarkan tentang kecakapan
hidup mengenai Covid-19 maupun kecakapan hidup lainnya yang disesuaikan dengan bahan ajar.
Lagi-lagi baik siswa dari kelas dominasi dan kelas terdominasi sama-sama tidak mendapatkan
pengajaran tentang kecakapan hidup, tetapi fokus menuntaskan capaian kurikulum. Dalam hal ini
guru dan sekolah selaku struktur sosial yang berada di kelas dominasi menggunakan kuasanya untuk
memberikan sistem pembelajaran.
Poin ketiga disebutkan bahwa tugas dan aktivitas disesuaikan dengan minat dan kondisi siswa, serta
mempertimbangkan aspek dan fasilitas belajar dari rumah. Sedangkan, yang peneliti temui adalah
guru memberikan banyak tugas kepada siswa tanpa melihat minat dan kondisi siswa, banyak siswa
yang kurang memiliki fasilitas merasa kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan
guru.
Poin keempat menyebutkan bahwa bukti atau produk aktivitas belajar dari rumah diberi umpan balik
yang bersifat kualitatif dari guru, tanpa harus berupa skor/nilai kuantitatif. Tapi, nyatanya peneliti
mendapatkan informasi bahwa guru masih memberi nilai kepada siswanya berupa angka. Guru tidak
menjelaskan apa kesalahan dari siswa yang mengerjakan tugas tersebut.
Sistem pembelajaran daring ini sangat menguntungkan kelas dominan dan sangat merugikan kelas
terdominasi karena kelas dominan (ekonomi kelas atas) memiliki banyak fasilitas dalam menunjang
sistem pembelajaran daring ini berupa smartphone/android/laptop dan kuota internet. Mereka mudah
untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan guru. Sedangkan, kelas terdominasi (ekonomi kelas
bawah) mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru karena
kurangnya fasilitas dalam menunjang sistem pembelajaran daring berupa smartphone/android/laptop
dan kuota internet. Ketidakadaan fasilitas membuat kelas terdominasi harus menyelesaikan tugas ke
tempat jasa rental yang jelas harganya cukup mahal untuk di daerah kabupaten PALI. Contohnya
untuk mencetak satu naskah tugas per lembar siswa harus membayar Rp. 2000,-. Jika satu naskah
terdapat 10 lembar maka mereka akan membayar Rp. 20.000,-. Itu baru satu mata pelajaran, jika
dalam seminggu mereka membuat 5 naskah maka biaya yang diperlukan jadi Rp. 100.000,-.
Bayangkan jika satu keluarga terdapat lebih dari satu anak yang sekolah, belum lagi di masa
pandemi banyak orang tua yang tidak bekerja dan mengandalkan bantuan pemerintah. Memang akan
ada bantuan dari pemerintah untuk memenuhi kuota setelah sistem pembelajaran ini dimulai dari
bulan maret 2020 lalu, hingga tengah september 2020 bantuan ini belum juga sampai ke peserta
didik. Bantuan kuota internet yang diberikan pemerintah akan sedikit banyak membantu kelas
terdominasi untuk mengikuti proses pembelajaran daring, akan tetapi bagaimana dengan mereka
yang tidak dapat menjangkau jaringan? tidak punya gawai? Dan fasilitas penunjang lainnya. Kami
simpulkan bahwa pelajar di Kabupaten PALI belum siap secara penuh melakukan sistem
pembelajaran daring, walaupun mau tidak mau ini adalah pilihan terbaik di masa pandemi. Fakta
sosial lain yang kami temukan adalah para pelajar yang harusnya memanfaatkan teknologi untuk
mempermudah proses belajar malah sebaliknya dimanfaatkan oleh teknologi, contohnya gawai.
Fenomena yang berkembang adalah mereka lebih sibuk bermain game online dari pada belajar,
hingga tidak sedikit siswa yang dipanggil ke sekolah karena sering absen mengikuti proses belajar
daring. Alasan mereka rata-rata sama, main game sampai larut malam atau saat proses pembelajaran
berlangsung mereka juga membuka game online. Jika terus berlanjut maka ini akan juga menjadi
habitus yang menetap di dalam diri pelajar tersebut. Hal ini akan berdampak multidimensional,
bukan hanya pada bidang pendidikan, tetapi juga kualitas sumber daya manusia Indonesia juga
menurun.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian perubahan sistem pebelajaran pada masa pandemi COVID-19 di
Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, peneliti dapat menyimpulakn bahwa:
a) Perubahan sistem pembelajaran yang diterapkan sekolah pada peserta didik di Kabupaten PALI
belum sepenuhnya siap dan efektif. Hal ini terkait dengan teori Pierre Bordieu dengan konsep
Habitus yang merujuk pada kebiasaan seorang individu. Semua informan memiliki kendala
yang berbeda-beda dan tidak semua informan menerima perubahan sistem pembelajaran ini.
b) Sekolah, guru, orang tua, dan peserta didik menghadapi suasana adaptasi kenormalan baru ini
dengan berbagai ketidaksiapan. Dalam menjalankan sistem pembelajaran, guru diwajibkan
untuk belajar lagi demi meningkatan kompetensi di bidang informasi teknologi, orang tua
diharuskan untuk mengawasi proses belajar peserta didik di rumah padahal mereka harus
bekerja, dan peserta didik dipaksa untuk terus menatap layar smartphone, computer, maupun
internet selama mengikuti kegiatan pembelajaran yang mungkin berdampak langsung pada
kesehatan peserta didik karena paparan radiasi yang dimiliki smarphone cukup besar. Selain itu
peserta didik terdominasi (golongan menengah ke bawah) dipaksa untuk menuntaskan
pencapaian kurikulum meskipun dengan segala kendala
c) Suasana adaptasi kenormalan baru menuntut seluruh pihak untuk melakukan persiapan. Sekolah
harus siap menyediakan sarana dan prasarana terkait protokol kesehatan selama melaksanakan
kegiatan pembelajaran, orang tua harus siap membekali anaknya dengan Alat Pelindung Diri
(APD), dan peserta didik harus siap mematuhi kebijakan yang telah diberikan oleh pihak
sekolah selama melaksanakan kegiatan pembelajaran.
d) Berdasarkan teori Pierre Bordieu, sistem pembelajaran daring di masa pandemi Covid-19
menguntungkan kelas dominasi (ekonomi kelas atas) karena mereka memiliki fasilitas untuk
menunjang pembelajaran daring dan merugikan kelas terdominasi (ekonomi kelas bawah)
karena mereka kurang memiliki fasilitas untuk menunjang pembelajaran daring.
Saran
a) Perlu adanya kebijakan yang diberikan oleh pemerintah melalui pihak sekolah terkait dengan
sarana dan prasarana yang mempermudah peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
yang disajikan secara daring.
b) Pemerintah perlu mencari alternatif lain dalam menyelenggarakan sistem pembelajaran karena
hanya dengan Daring Method saja kegiatan pembelajaran tidak akan berjalan dengan efektif.
c) Perlu adanya rencana pembelajaran yang jelas dan sistematis bagi guru kedepannya demi
terselenggaranya sistem pembelajaran yang efektif.
d) Perlu adanya konsep bagi para guru dalam menyampaikan materi agar tidak tidak terkesan
monoton yang membuat peserta didik merasa bosan dan malah membuat peserta didik memilih
untuk bermain game.
e) Untuk peserta didik yang lebih mementingkan bermain game dibandingkan mengikuti kegiatan
pembelajaran, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk melakukan pemblokiran
sementara game yang terindikasi dapat menggangu proses kegiatan pembelajaran peserta didik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam penyusunan laporan hasil penelitian ini tidak terlepas dukungan dari berbagai pihak. Peneliti
secara khusus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu. Peneliti banyak menerima bimbingan, petunjuk dan bantuan serta dorongan dari berbagai
pihak baik yang bersifat moral maupun material. Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT dengan segala rahmat serta karunia-Nya yang memberikan kekuatan bagi
peneliti dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini.
2. Kepada kedua orang tua tercinta yang selama ini telah membantu peneliti dalam bentuk
perhatian, kasih sayang, semangat, serta doa yang tidak henti-hentinya mengalir demi
kelancaran dan kesuksesan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Kepada Bapak Agung Dirga Kusuma S.Pd, selaku guru pembimbing yang selalu
memberikan bimbingan, arahan, dorongan, dan semangat kepada peneliti, sehingga laporan
hasil penelitian ini dapat terselesaikan.
4. Segenap guru dan seluruh staf akademik yang selalu membantu dalam memberikan fasilitas,
ilmu, serta pendidikan pada peneliti hingga dapat menunjang dalam penyelesaian laporan
hasil penelitian ini.
5. Kepada para guru, orang tua, dan peserta didik yang menjadi narasumber karena telah
memberikan kesempatan bagi peneliti untuk dapat melangsungkan penelitian dan
memperoleh data.
6. Teman-teman seperjuangan penelitian, Rangga dan Shafa dari SMAN 2 Unggulan Talang
Ubi yang telah memberikan banyak masukan serta dukungan kepada peneliti.
7. Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam proses Penyelesaian
penelitian yang tidak bisa penelti sebutkan satu persatu Semoga Allah SWT senantiasa
membalas semua kebaikan yang telah diberikan yang telah diberikan. Semoga penelitian ini
dapat bermanfaat bagi peneliti umumnya kepada para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Bilafaqih, yusuf dan Qomarudin, M. Nuh. 2015. Esensi Pengembangan Pembelajaran Daring. Deepublish,
Yogyakarta. Bourdieu, Pierre and Jean-Claude Passeron. 1990. Reproduction in Education, Society and Culture. terj. dari
bahasa Prancis oleh Richard Nice.Sage Publications Ltd, London.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. 2020. https://covid19.go.id/peta-sebaran 29 Mei 2020
Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Salemba Humanika,
Jakarta. Indi Aunullah. 2006. Bahasa dan Kuasa Simbolik dalam Pandangan Pierre Bourdieu. Skrips. Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Inovasi Untuk Sekolah Anak Indonesia. 2020. https://theconversation.com/riset-dampak-covid-19-potret-
gap-akses-online-belajar-dari-rumah-dari-4-provinsi-136534 29 Mei 2020 Jonathan, Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosda Karya, Bandung.
Pierre Bourdieu. 1977. Outline of a Theory of Practices. Cambridge University Press, Cambridge
Pierre Bourdieu. 1986. “The Forms of Capital”. terj. dari bahasa Jerman oleh Richard Nice dalam J. G. Richardson (Ed.). Handbook for Theory and Research for the Sociology of Education. Greenwood
Press, New York.
Pierre Bourdieu. 1991. Language and Power. Polity Press, Cambridge. Pierre Bourdieu. 2011. Choses Dites: Uraian dan Pemikiran, terj. Ninik Rohani Sjams. Kreasi Wacana,
Bantul.
Ritzer & Goodman. 2012. Teori Sosiologi Klasik – Post Modern Edisi Terbaru (Trans: Nurhadi). Kreasi
Wacana, Yogyakarta.
Lampiran 1. Pedoman Angket (Googleform)
ANGKET GURU
1. Apakah bapak/Ibu setuju dengan adanya sistem pembelajaran daring? 2. Apakah Bapak/Ibu selalu mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
sebelum mengajar?
3. Adakah usaha Bapak/Ibu untuk membuat kelas tetap kondusif di masa pandemi Covid-19
saat kegiatan pembelajaran daring berlangsung?
Jika ada, tuliskan!
4. Aplikasi apa yang Bapak/Ibu gunakan dalam melaksanakan pembelajaran daring?
Pilihan : Whatsapp, telegram, GC, Edmodo, Teams, lainnya
5. Apakah Bapak/Ibu mahir menggunakan teknologi?
6. Apakah Bapak/Ibu memiliki kendala dalam proses pembelajaran daring?
7. Apakah Bapak/Ibu memberikan hukuman terhadap peserta didik yang tidak mengikuti
pembelajaran daring?
8. Apakah Bapak/Ibu selalu menyediakan soal evaluasi untuk peserta didik tiap akhir kegiatan
pembelajaran?
9. Apakah Bapak/Ibu selalu menggunakan media dalam proses pembelajaran daring?
10. Apakah Bapak/Ibu selalu menggunakan alat peraga dalam proses pembelajaran daring?
11. Apakah yang Bapak/Ibu lakukan ketika ada peserta didik yang tidak ikut atau tertib
mengikuti jadwal kegiatan pembelajaran?
12. Apakah Bapak/Ibu selalu mempertimbangkan validitas dan relevansi materi ketika
Bapak/Ibu memilih materi pembelajaran untuk peserta didik?
13. Apa Bapak/Ibu menggunakan sumber belajar pada saat melaksanakan pembelajaran daring? 14. Apakah Bapak/Ibu sudah berlaku adil terhadap seluruh peserta didik dalam melaksanakan
pembelajaran daring?
15. Apa yang Bapak/Ibu lakukan terhadap peserta didik yang tidak mengikuti pembelajaran daring?
16. Apakah Bapak/Ibu memberikan kemudahan bagi peserta didik yang tidak memiliki gawai?
17. Apakah Bapak/Ibu memberikan kemudahan bagi peserta didik yang tidak memiliki akses
internet? 18. Apakah Bapak/Ibu memberikan motivasi bagi peserta didik yang kurang memiliki semangat
belajar secara daring?
ANGKET PESERTA DIDIK
1. Apakah anda setuju dengan adanya sistem pembelajaran daring?
2. Apakah anda mengalami kesulitan untuk membeli paket internet?
3. Apakah anda siap menghadapi sistem pembelajaran daring di masa pandemi Covid-19?
4. Apakah semua guru anda melaksanakan sistem pembelajaran daring? Jika Tidak, berapa guru dari
jumlah mata pelajaran yang melaksanakan?
5. Apakah guru anda menggunakan aplikasi pembelajaran daring?
6. Apakah guru anda menggunakan media dalam proses pembelajaran daring?
7. Apakah materi yang diberikan guru dalam pembelajaran daring dapat anda serap dengan baik?
8. Apakah anda mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran daring yang dilakukan oleh
sekolah?
9. Apakah guru anda bersikap adil saat memberikan perlakuan kepada semua peserta didik dalam
pembelajaran daring?
10. Adakah kebijaksanaan guru dalam mentoleransi peserta didik yang tidak bisa mengikuti
pembelajaran daring?
11. Apakah guru anda memberikan soal penilaian untuk peserta didik tiap akhir kegiatan pembelajaran?
12. Apakah anda pernah tidak mengikuti penbelajaran daring?
13. Apakah anda merasa dirugikan dengan adanya sistem pembelajaran daring? 14. Apakah anda diberikan hukuman saat anda tidak mengikuti pembelajaran daring?
15. Apakah guru memberikan kemudahan ketika anda sedang kesulitan mendapatkan akses internet ?
16. Apakah hasil pembelajaran anda mengalami peningkatan ketika belajar secara daring?
ANGKET ORANG TUA
1. Apakah Bapak/Ibu ikut membantu mempersiapkan kebutuhan anak anda dalam mengikuti program
belajar dari rumah?
2. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan adanya sistem pembelajaran daring?
3. Adakah hambatan yang Bapak/Ibu temui dalam menghadapi sistem pembelajaran daring?
4. Apakah sekolah memberikan kebijakan terhadap perubahan sistem pembelajaran di masa pandemi?
5. Apakah ada kontak antara guru dan orang tua dalam memantau sistem pembelajaran daring? 6. Apakah Bapak/Ibu selalu memberikan perhatian ketika anak Bapak/Ibu mengikuti pembelajaran
daring?
7. Apakah anak Bapak/Ibu memiliki kendala dalam proses pembelajaran daring? 8. Apakah Bapak/Ibu mampu menyediakan kebutuhan anak dalam mengikuti pembelajaran daring?
9. Apakah Bapak/Ibu merasa dirugikan dengan adanya sistem pembelajaran daring?
10. Apakah Bapak/Ibu merasa puas dengan hasil belajar anak Bapak/Ibu secara daring di masa
pandemi?
Lampiran 2. Pedoman Wawancara
WAWANCARA MENDALAM GURU
1. Bagaimana pengalaman anda selama melaksanakan pembelajaran jarak jauh? 2. Untuk mempersiapkan pembelajaran jarak jauh, kemampuan apa yang ingin anda tingkatkan
sebagai guru?
3. Apa kemampuan literasi digital yang telah anda miliki/kuasai?
4. Seberapa besar frekuensi anda dalam mengoperasikan computer, smartphone, dan internet? 5. Berapakah presentase siswa di kelas anda yang memiliki android/smartphone?
6. Berapa presentase siswa di kelas anda yang memiliki paket data internet?
7. Moda pembelajaran apa saja yang dapat diterapkan di kelas Bapak/Ibu? 8. Apa saja jenis pelatihan yang pernah Bapak/Ibu ikuti untuk menunjang sistem pembelajaran?
9. Bagaimana usaha Bapak/Ibu untuk membuat kelas tetap kondusif di masa pandemi?
10. Bagaimana Bapak/Ibu menghadapi perubahan sistem pembelajaran di masa pandemi?
11. Bagaimana cara Bapak/Ibu menyelenggarakan kegiatan pembelajaran daring untuk membuat peserta didik aktif?
12. Bagaimana Bapak/Ibu memberikan perlakuan terhadap peserta didik yang tidak mengikuti
pembelajaran daring? 13. Bagaimana kiat Bapak/Ibu untuk mengembangkan sistem pembelajaran yang disajikan secara
daring?
14. Adakah kendala Bapak/Ibu dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara daring? Jika ada, apa saja?
WAWANCARA MENDALAM PESERTA DIDIK
1. Bagaimana pendapat anda tentang perubahan sistem pembelajaran di masa pandemi?
2. Bagaimana cara anda menghadapi kesulitan saat mengikuti pembelajaran daring?
3. Bagaimana cara guru memberikan informasi pembelajaran daring? 4. Bagaimana perlakuan guru kepada teman yang tidak mengikuti pembelajaran daring?
5. Apakah anda lebih menyukai belajar secara daring atau tatap muka di sekolah? Berikan alasannya!
6. Bagaimana hasil belajar yang didapat ketika belajar secara daring? 7. Apakah menurut anda sistem pembelajaran daring ini menguntungkan? Berikan alasannya!
8. Bagaimana perubahan sistem pembelajaran di masa pandemi COVID-19 yang diterapkan sekolah
kepada anda?
9. Apa pendapat anda tentang wacana kenormalan baru dalam melaksanakan sistem pembelajaran? 10. Bagaimana harapan anda terhadap sistem pembelajaran yang diterapkan pemerintah?
11. Apa saja kekurangan dari sistem pembelajaran daring menurut anda?
12. Apa saja kelebihan dari sistem pembelajaran daring menurut anda? 13. Menurut anda, apa saja yang hilang dari sistem pembelajaran yang diterapkan pada masa pandemi
COVID-19
WAWANCARA MENDALAM ORANG TUA
1. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu terhadap perubahan sistem pembelajaran di masa pandemi?
2. Bagaimana dampak perubahan sistem pembelajaran yang terjadi pada anak Bapak/Ibu ? 3. Bagaimana kebijakan sekolah terhadap perubahan sistem pembelajaran?
4. Bagaimana bentuk pengawasan Bapak/Ibu terhadap anak ketika sedang belajar secara daring?
5. Bagaimana cara Bapak/Ibu menghadapi situasi di tengah pandemi yang mengharuskan anak belajar dari rumah?
6. Apakah Bapak/Ibu membantu anak ketika ia tidak bisa mengerjakan soal evaluasi yang diberikan?
7. Bagaimana perubahan pola belajar yang anak Bapak/Ibu alami saat ini?
8. Apakah anak Bapak/Ibu mengalami perubahan perilaku selama belajar dari rumah? 9. Apa saja kendala yang anak Bapak/Ibu alami dalam mengikuti sistem pembelajaran jarak jauh?
10. Apakah Bapak/Ibu lebih menyukai anak belajar secara daring atau tatap muka di sekolah? Berikan
alasannya!
Lampiran 3. Pedoman Observasi
Berilah tanda cek () pada kolom “Ya” apabila aspek yang diamati muncul dan berilah tanda cek
pada kolom “Tidak” apabila aspek yang diamati tidak muncul serta tuliskan deskripsi mengenai
aspek yang diamati jika diperlukan.
Tabel 1. Instrumen Lembar Observasi Guru
Nomor
Aspek-aspek yang diamati
Pemunculan Hasil
Pengamatan
Ya Tidak
1. Guru menggunakan media yang membuat
peserta didik aktif dalam pembelajaran daring.
2. Guru menggunakan media pembelajaran yang
sesuai dengan kompetensi dasar
3. Guru menyusun skenario pembelajaran daring yang
sesuai
dengan perkembangan peserta didik
4. Guru menyusun skenario pembelajaran sesuai
dengan materi pembelajaran
5. Guru menyampaikan kompetensi yang akan
dicapai
kepada peserta didik
6. Guru mengaitkan materi pembelajaran
dengan pengetahuan lain yang relevan
7. Guru mengaitkan materi dengan realitas kehidupan
8. Guru melaksanakan pembelajaran daring sesuai
dengan
kompetensi yang akan dicapai
9. Guru melaksanaan pembelajaran kontekstual
10. Guru menyelenggarakan proses pembelajaran yang
berorientasi pada kegiatan peserta didik
11. Guru menggunakan aplikasi online dalam
melaksanakan pembelajaran daring secara efektif
12. Guru menggunakan aplikasi online dalam
melaksanakan pembelajaran daring secara efisien
13. Guru mengutamakan keterlibatan peserta didik
dalam
pemanfaatan media pembelajaran daring
14. Guru memantau kemajuan belajar peserta didik
15. Guru melaksanakan evaluasi akhir sesuai dengan
kompetensi peserta didik
16. Guru menyusun rangkuman pembelajaran
dengan melibatkan peserta didik
17. Guru memberikan tugas pengayaan tindak lanjut
18. Guru bersifat adil terhadap semua peserta didik
Berilah tanda cek () pada kolom “Ya” apabila aspek yang diamati muncul dan berilah tanda cek
pada kolom “Tidak” apabila aspek yang diamati tidak muncul serta tuliskan deskripsi mengenai
aspek yang diamati jika diperlukan.
Tabel 2. Instrumen Lembar Observasi Peserta Didik
Nomor
Aspek-aspek yang diamati
Pemunculan Hasil
Pengamatan
Deskripsi
Kegiatan
Ya Tidak
1. Peserta didik mengikuti pembelajaran daring
dengan aktif
2. Peserta didik mengikuti pembelajaran daring
dengan tepat waktu
3. Peserta didik mengerjakan tugas yang diberikan
dalam pembelajaran daring
4. Kegiatan peserta didik di rumah
Tabel 3. Instrumen Lembar Observasi Orang Tua/Wali Peserta Didik
Nomor
Aspek-aspek yang diamati
Pemunculan Hasil
Pengamatan
Deskripsi
Kegiatan
Ya Tidak
1. Kegiatan Orang Tua di rumah
2. Aktivitas Orang Tua di luar rumah (terkait
pekerjaan)
3. Dukungan orang tua terhadap perubahan sistem
pembelajaran
4. Apakah orang tua aktif membantu peserta didik
melaksanakan proses belajar dari rumah
5. Adakah hambatan yang dihadapi orang tua dalam
mendukung proses belajar dari rumah
Lampiran 4. Dokumen Contoh Hasil Wawancara
Hasil Wawancara
Guru
1. Apa pengalaman anda selama mengajar daring di masa pandemi Covid-19?
Jawab: sebenarnya terkait pengalaman itu sangat banyak sekali, ada negatif dan positifnya. Positifnya
adalah terus mengasah peserta didik dalam hal penguasaan terhadap IT. Kemudian yang kedua, dari
sisi negatifnya bagi saya selaku guru adalah susahnya untuk mengkoordinir siswa dalam satu kelas,
tidak semuanya bisa ikut.
2. Untuk mempersiapkan pembelajaran jarak jauh, kemampuan apa yang ingin anda tingkatkan sebagai
seorang guru?
Jawab: kalau dari diri saya pribadi selaku guru tentunya untuk meningkatkan kualitas di bidang IT.
3. Apa kemampuan literasi digital yang telah anda kuasai?
Jawab: untuk literasi digital, saya harus banyak membaca dan googling terutama jurnal-jurnal
pendidikan, bagaimana cara saya untuk mengakses media yang diberikan oleh google, salah satunya
adalah google classroom, bagaimana proses pengerjaannya sampai siswa tersebut mengumpulkan
tugas hingga saya mengoreksinya atau mengevaluasinya.
4. Seberapa besar frekuensi anda dalam mengoperasikan android/laptop/internet dalam jangka waktu
sehari?
Jawab: mungkin sekitar 70%. bila dalam satuan jam, maksimal pembelajaran dimulai dari jam 07.30-
12.00, artinya kurang lebih 6-8 jam sehari, karena selain mengajar, saya juga mengecek bagaimana
prosesnya.
5. Berapa presentase peserta didik yang memiliki android/smartphone?
Jawab: sebenarnya bervariasi karena saya mengajar di beberapa kelas yang berbeda tapi
Alhamdulillah sekitar 85% peserta didik sudah memiliki android.
6. Berapa presentase peserta didik yang memiliki kuota internet?
Jawab: ini sebenarnya salah satu poin minus kalau menurut saya selaku guru selama mengajar daring,
karena tidak semuanya peserta didik itu bisa memiliki kuota internet, presentasenya kemungkinan
sekitar 50%.
7. Moda pembelajaran apa yang anda terapkan di kelas anda?
Jawab: sebenarnya ada yang daring dan luring, jika mereka terkendala di sinyal/kuota mereka belajar
luring, tetapi tetap memperhatikan protokol kesehatan. Kemudian, untuk daring saya menggunakan
media diantaranya google classroom, untuk materi yang sifatnya harus saya jelaskan saya
menggunakan aplikasi zoom meeting, saya juga menggunakan aplikasi whatsapp.
8. Adakah pelatihan yang pernah anda ikuti untuk menunjang sistem pembelajaran daring ?
Jawab: sejauh ini saya belajar sendiri atau otodidak, sebenarnya ada beberapa kesempatan yang
memberikan peluang untuk belajar tetapi saya belum ada waktu.
9. Bagaimana usaha anda agar kelas menjadi kondusif selama pandemi Covid-19?
Jawab: untuk membuat kegiatan belajar mengajar pada saat daring menjadi tertib bagi saya itu sangat
susah, kita harus benar-benar memantau siswa dan tidak semua siswa bisa ikut kelas zoom, mungkin
saya akan berikan teguran jika mereka ikut zoom tetapi mereka tidak menggunakan pakaian seragam,
dan saya akan berikan waktu untuk mereka mengganti pakaian.
10. Bagaimana cara anda menghadapi perubahan sistem pembelajaran di masa pandemi Covid-19 ?
Jawab: ya saya harus belajar, kata kuncinya seperti itu, tidak mungkin saya menentang. Sekarang
kondisinya seperti ini, saya mau berbeda itu tidak bisa dan juga pemerintah menyuruh untuk sekolah
secara daring dari saya pribadi sisi positifnya ya saya harus belajar, intinya harus belajar.
11. Bagaimana perlakuan anda terhadap siswa yang tidak mengikuti pembelajaran daring? apakah diberi
hukuman?
Jawab: Setelah satu kali pertemuan saya buat rekapannya, kemudian siapa yang tidak mengikuti kelas
atau tidak mengumpulkan tugas, saya akan kerja sama dengan wali kelas, saya akan menyarankan
siswa tersebut agar mengikuti kelas dan segera mengumpulkan tugas walau terlambat. Menurut saya
itu bukan hukuman, itu adalah salah satu cara kita mengedukasi ke peserta didik agar mereka sadar
pentingnya belajar daring ini.
12. Bagaimana kiat anda untuk mengembangkan sistem pembelajaran daring ini?
Jawab: saya sudah mencoba beberapa cara, salah satunya membuat video pembelajaran, jadi secara
otodidak saya juga menggunakan aplikasi ice cream. Tujuan saya membuat itu adalah agar siswa
tidak bosan dan termotivasi lagi untuk belajar.
13. Apa saja kendala selama mengajar daring di masa pandemi Covid-19?
Jawab: yang pertama kendala kuota sudah pasti, kemudian kendala kelelahan mata karena kita kontak
langsung dengan android dan laptop yang tentunya tidak sedikit radiasi yang disebarkan oleh benda-
benda elektronik itu, jadi membuat kita mudah lelah. Kemudian faktor sinyal juga, terkadang ada
kuota tapi sinyal tidak mendukung, itu bisa menjadi kendala juga.
14. Menurut anda pribadi lebih suka belajar secara daring atau luring tatap muka di kelas?
Jawab: saya pribadi sangat mendukung belajar secara luring, karena belajar secara luring, kita
langsung tahupserta didik ini jelas atau tidak, daya serapnya bagaimana terhadap materi yang saya
berikan.
15. Apa harapan anda kedepannnya terhadap sistem pembelajaran daring?
Jawab: harapannya satu, pembelajaran daring segera berakhir, karena beberapa dampak negatif sudah
saya rasakan, untuk penilaian peserta didik sedikit sulit dalam pembelajaran daring.
Hasil Wawancara
Peserta Didik
1. Apa pendapat anda tentang sistem pembelajaran daring?
Jawab: Kurang bagus. lebih baik belajar di sekolah, saya lebih mudah memahami materi.
2. Apa saja kesulitan belajar secara daring?
Jawab: belajarnya susah, mahalnya kuota, sering gangguan sinyal saat belajar. saya sekarang tidak
punya kuota dan hp saya sedang rusak.
3. Lalu bagaimana anda belajar daring jika hp anda rusak?
Jawab: saya tidak belajar daring, saya belajar secara luring ke sekolah. Tetapi, tetap mematuhi
protokol kesehatan.
4. Apakah ada bantuan/kebijakan sekolah?
Jawab: sejauh ini belum ada bantuan dari sekolah saya, mereka menyuruh kami untuk belajar ke
sekolah.
5. Apa perlakuan guru jika anda tidak ikut kelas atau mengumpulkan tugas? apa diberi hukuman?
Jawab: tidak, mereka tidak memberikan hukuman. Mereka menyuruh kami agar segera
mengumpulkan tugas secepatnya.
6. Anda lebih menyukai belajar daring atau luring? apa alasannya?
Jawab: luring tatap muka di sekolah. Karena materi yang diberikan mudah dipahami sehingga saya
mudah untuk mengerjakan soal. Terlebih bisa bermain bersama teman-teman di sekolah.
7. Bagaimana hasil belajar anda selama belajar secara daring?
Jawab: nilai saya menurun karena materi yang diberikan susah untuk dipahami.
8. Apa harapan anda terhadap pembelajaran daring?
Jawab: harapannya ingin segera masuk sekolah seperti biasa kembali. Agar saya bisa bertemu teman-
teman saya di sekolah dan bermain bersama.
9. Apa kekurangan belajar secara daring?
Jawab: saya tidak bisa bertemu teman-teman saya, saya tidak bisa bermain. Materi yang diberikan
susah dipahami. Harga kuota yang cukup mahal bagi saya, susah sinyal, terlebih sekarang hp saya
sedang rusak.
10. Apa kelebihan belajar secara daring?
Jawab: menurut saya mungkin bisa sambil santai belajarnya.
Hasil Wawancara
Orang Tua
1. Apa pendapat anda tentang sistem pembelajaran daring di masa pandemi Covid-19?
Jawab: sangat mengganggu. Terutama saya sebagai orang tua tidak bisa leluasa mengawasi
bagaimana anak belajar di rumah.
2. Bagaimana dampak dari belajar daring terhadap anak anda?
Jawab: terlalu banyak dampak terhadap anak-anak. Pertama, anak keseringan main, walaupun ada
kuota jika tidak ada pengawasan lebih, anak lebih memilih untuk bermain game online daripada
belajar daring. Kedua, anak sudah jarang bergaul dengan dunia luar, karena di rumah terus, anak jadi
bermain hp terus.
3. Adakah kebijakan dari sekolah terhadap sistem pembelajaran daring?
Jawab: saat ini mungkin belum ada. Sekolah menyuruh anak mengerjakan tugas, dan setiap
minggunya dikumpulkan ke sekolah.
4. Apa perlakuan guru jika anak tidak mengerjakan tugas?
Jawab: kena hukum. Anak dimarahi terkadang dikasih tugas piket bersih-bersih sekolah jika tidak
mengumpulkan tugas.
5. Bagaimana bentuk pengawasan anda terhadap anak anda selama belajar daring?
Jawab: masalah pengawasan, saya ini pekerjaannya pedagang, jadi saya tidak selalu mengawasi anak
dalam belajar karena saya harus bekerja. Saya mengawasi anak itu Cuma sebentar. Tugas dikasih di
hp saya lalu saat di sore hari saat saya pulang bekerja barulah saya mengawasi anak itupun Cuma
sebentar.
6. Bagaimana cara anda menyikapi perubahan sistem pembelajaran daring?
Jawab: saya harus bisa membagi waktu untuk anak dan bekerja. Mengurus anak itu pasti tapi di sisi
lain saya juga harus bekerja demi menghidupi keluarga, saya harus memegang semua kendali, sebagai
ibu rumah tangga sekaligus guru anak.
7. Apa anda membantu anak anda jika tidak bisa mengerjakan tugas yang diberikan guru?
Jawab: pasti. Jika anak tidak bisa mengerjakan soal, saya memberi petunjuk/wawasan kepada anak,
saya menyuruh anak untuk mencari dulu di buku, jika memang tidak bisa barulah saya yang
membantu.
8. Bagaimana pola belajar selama pandemi Covid-19?
Jawab: pola belajarnya tidak rutin, hasilnya tidak menjamin.
9. Apa hasil dari pembelajaran secara daring?
Jawab: nilai anak saya menurun, lebih bagus saat anak belajar di sekolah.
10. Apa anak ibu mengalami perubahan perilaku selama belajar secara daring?
Jawab: ya benar, anak saya sering marah, menangis. Karena jika kami sebagai orang tua tidak seperti
seorang guru, kalau guru bisa menjelaskan materi dengan cukup baik tetapi saya sebagai orang tua
tidak bisa seperti itu, tetapi kakmi bisa sedikit membantu.
11. Apa saja kendala yang anak anda alami selama belajar daring?
Jawab: banyak kendala, dari paket data. Keluarga saya bukan keluarga mampu jadi cukup kesulitan
untuk membeli paket data. Kedua, anak kadang tidak mengerti cara pengisiannya bagaimana.
Terkadang sinyalnya hilang.
12. Apa harapan ibu terhadap sistem pembelajaran daring?
Jawab: saya berharap agar belajar secara daring cepat selesai, pandemi Covid-19 cepat selesai, agar
cepat masuk sekolah seperti biasa, saya sudah kerepotan terhadap sistem pembelajaran daring ini.
Lampiran 5. Biodata Ketua Peneliti
Kode Registrasi Project ISH22073
Nama Lengkap
(Sesuai KTP/Kartu Pelajar)
Dwi Nur Muhammad
NISN 0040573383
Posisi dalam Penelitian Ketua
Jenis Kelamin Laki-Laki
Tempat Lahir Pendopo
Tanggal Lahir 22 Mei 2004
Nomor Induk Siswa 1692
Kelas XI
Peminatan/Jurusan IPS
Alamat Rumah Jalan: Merdeka Simpang 5 RT 002, RW 007
Kelurahan/Desa: Talang Ubi Timur
Kecamatan: Talang Ubi
Kabupaten/Kota: PALI (Penukal Abab Lematang Ilir)
Provinsi: Sumatera Selatan
Nomor Telpon Rumah 082178253886
Nomor Ponsel 081294283155
E-mail Siswa [email protected]
Nama Ibu Kandung Ponirah
Ukuran Kaos/T-Shirt XL
Lomba Penelitian yang Pernah Diikuti 2
Tahun Terakhir
Nama Sekolah SMA Negeri 2 Unggulan Talang Ubi
Provinsi: Sumatera Selatan
Kabupaten/Kota: PALI (Penukal Abab Lematang Ilir)
Status Negeri
Alamat Sekolah Jalan: Jl.Bongas No. 421
Kelurahan/Desa: Talang Kerangan
Kecamatan: Talang Ubi
Nomor Telpon Sekolah (0713) 3921475
E-mail Sekolah [email protected]
Nama Lengkap Guru Pembimbing Agung Dirga Kusuma
Jenis Kelamin Laki-Laki
Mata Pelajaran/Bidang Studi Sosiologi
NIP/Nomor Register Guru 199208172015031004
Nomor Ponsel Guru Pembimbing 081278116689
E-mail guru [email protected]
Lampiran 6. Biodata Anggota Peneliti
Kode Registrasi Project ISH22073
Nama Lengkap
(Sesuai KTP/Kartu Pelajar)
Muhamad Akbar
NISN 0041272957
Jenis Kelamin Laki-Laki
Tempat Lahir Muara Enim
Tanggal Lahir 24 Oktober 2004
Nomor Identitas Siswa 1665
Kelas XI
Peminatan/jurusan IPA
Alamat Rumah Jalan: Pahlawan
Kelurahan/Desa: Talang Ubi Selatan
Kecamatan: Talang Ubi
Kabupaten/Kota: PALI (Penukal Abab Lematang Ilir)
Provinsi: Sumatera Selatan
Nomor Telepon Rumah 082374810424
Nomor Ponsel 082269774810
E-mail Siswa [email protected]
Nama Ibu Kandung Irma wati
Ukuran Kaos/T-Shirt L
Lomba Penelitian yang Pernah Diikuti 2 Tahun
Terakhir
Nama Sekolah SMA Negeri 2 Unggulan Talang Ubi
Provinsi: Sumatera Selatan
Kabupaten/Kota: Penukal Abab Lematang Ilir
Status Negeri
Alamat Sekolah Jalan: Bongas, Nomor. 421
Kelurahan/Desa: Talang Kerangan
Kecamatan: Talang Ubi
Nomor Telepon Sekolah (0713) 3921475
E-mail Sekolah [email protected]
Nama Lengkap Guru Pembimbing Agung Dirga Kusuma
Jenis Kelamin Laki-Laki
Mata Pelajaran Sosiologi
NIP/Nomor Register Guru 199208172015031004
Nomor Ponsel Guru Pembimbing 081278116689
E-mail Guru [email protected]
Lampiran 7. Surat Izin Penelitian