LAPORAN HASIL PENELITIAN CALON DOSEN TAHUN ......Willet et al., (2002) menyatakan bahwa makanan yang...
Transcript of LAPORAN HASIL PENELITIAN CALON DOSEN TAHUN ......Willet et al., (2002) menyatakan bahwa makanan yang...
LAPORAN HASIL PENELITIAN CALON DOSEN
TAHUN ANGGARAN 2018
ASUPAN SERAT, INDEKS GLIKEMIK PANGAN DAN STATUS GIZI
PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI PUSKESMAS SOSIAL
PALEMBANG
Tim Peneliti :
Eliza, S.Gz, M. Si Imelda Telisa, S.Gz, M.P
Manuntun Rotua, SKM, M.Kes
PRODI D-III GIZI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALEMBANG
TAHUN 2018
ii
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul : Asupan Serat, Indeks Glikemik Pangan dan Status
Gizi Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di
Puskesmas Sosial Palembang
2. Peneliti 2.1 Ketua Peneliti / Peneliti
Utama
a. Nama Lengkap : Eliza, S.Gz, M.Si b. Jenis Kelamin : Perempuan c. NIP/Golongan : 197702082001122002 / III.c
d. Strata/ Jabatan Fungsional : S2 / -
e. Prodi / Jurusan : D-III Gizi
e. Bidang Ilmu : Gizi
f. Alamat Kantor : Jln. Sukabangun I Km. 6,5 Palembang
g. No. HP / e-mail : 081367112221 / [email protected]
2.2 Anggota / Peneliti I a. Nama Lengkap : Imelda Telisa, S.Gz, MP b. Jenis Kelamin : Perempuan c. NIP/Golongan : 197711102001122002 / III.c d. Strata/ Jabatan Fungsional : S2 / - Anggota / Peneliti II
a. Nama Lengkap : Manuntun Rotua, SKM, M.Kes b. Jenis Ke lamin : Perempuan c. NIP/Golongan : 196303121991032012 / IV.a d. Strata/ Jabatan Fungsional : S2 / -
3. 1. Jurusan : Gizi 3. 2. Prodi : D III
4. Jangka Waktu Penelitian : 3 bulan
5. Lokasi Penelitian : Puskesmas Sosial Palembang
6. Jumlah Dana Penelitian : Rp. 7.500.000,-
Menyetujui,
Pembantu Direktur I
Eddy Susanto, SKM, M.Kes NIP. 195612111983031004
Menyetujui,
Ka.Prodi D III
Hana Yuniarti, SKM, M.Kes NIP. 195706031982012004
Palembang, Desember 2018 Ketua Peneliti,
Eliza, S.Gz, M.Si NIP. 197702082011122002
Mengesahkan
Direktur Poltekkes
Drg. Nur Adiba Hanum, M.Kes
NIP. 19620602198912001
iii
ABSTRAK
International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013 menyatakan bahwa lebih dari 382 juta orang di dunia penderita Diabetes mellitus. Indonesia merupakan negara yang menempati urutan ke-5 di dunia dengan jumlah penderita diabetes sebanyak 8,5 juta jiwa. Data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2013, jumlah penderita Diabetes mellitus di Sumatera Selatan mencapai 21.418 orang, sedangkan tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 17.541 penderita, sementara di tahun 2015, mengalami peningkatan lagi menjadi 22.042 penderita. Berdasarkan data dari profil kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010, prevalensi penyakit Diabetes mellitus tertinggi berada di Kota Palembang sebesar 22,79%.
Perencanaan makan yang tidak baik menyebabkan tidak adanya keseimbangan asupan zat gizi pada penderita Diabetes mellitus. Hasil penelitian yang telah dilakukan Nurgajayanti (2017) di wilayah kerja Puskesmas Jetis Provinsi Yogyakarta menyatakan bahwa responden yang memiliki asupan serat kurang dari 25 g/hari ditemukan 31 orang (86,11%).
Pada penderita Diabetes mellitus tipe II asupan serat yang kurang menyebabkan penimbunan lemak dalam tubuh sehingga menyebabkan kenaikan berat badan dan memiliki risiko 6,9 kali lebih besar untuk tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
Willet et al., (2002) menyatakan bahwa makanan yang mengandung indeks glikemik yang tinggi dapat meningkatkan resistensi insulin dan penurunan kerja pangkreas karena memproduksi insulin lebih banyak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asupan serat, indeks glikemik pangan, status gizi dan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus di Puskesmas Sosial Kota Palembang.
Uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara asupan serat, asupan indeks glikemik pangan, status gizi berdasarkan lingkar pinggang, status gizi berdasarkan komposisi lemak tubuh, status gizi berdasarkan lemak visceral dengan kadar glukosa darah pasien diabetes mellitus di Puskesmas Sako Palembang. Namun uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) dengan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus.
Dari hasil penelitian ini diperlukan pengarahan kepada pasien diabetes mellitus bahwa gaya hidup merupakan hal yang penting dalam mengontrol kadar glukosa darah. Penerapan gaya hidup sehat seperti mengkonsumsi makanan tinggi serat, mengurangi mengkonsumsi makanan/ minuman yang mengandung indeks glikemik yang tinggi serta banyak melakukan aktivitas fisik supaya dapat menurunkan berat badan.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’la, berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Asupan
Serat, Indeks Glikemik Pangan dan Status Gizi pada Pasien Diabetes Mellitus di
Puskesmas Sosial Palembang”. Penulisan penelitian ini dibiayai oleh DIPA
Poltekkes Palembang dimana peneliti mendapatkan dana sebagai penelitian
calon dosen.
Dalam penulisan penelitian ini disadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya
bimbingan, bantuan, dorongan, serta petunjuk dari semua pihak tidak mungkin ini
dapat diselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Ibu drg. Nur Adiba Hanum, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Palembang.
2. Ibu Hana Yuniarti, SKM, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Gizi Poltekkes
Kemenkes Palembang.
3. Bapak Eddy Susanto, SKM, M.Kes, selaku reviewer.
4. Ibu Dra. Sarmalina Simamora, Apt, M.Kes, selaku reviewer.
5. Kepala Puskesmas, Tenaga medis dan para medis beserta staf
Puskesmas Sosial Palembang.
6. Saudara Jesika Sri Raskuri, A.Md.Gz dan Trisna Nopelita, A.Md.Gz,
selaku enumerator dalam pengambilan data pada penelitian ini.
7. Segenap dosen dan staf di Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes
Palembang, atas dukungan dan bantuannya selama melaksanakan
penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan
yang lebih baik.
Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua dan
apa yang kita lakukan mendapat Ridho dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Aamiin
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ......................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................
ABSTRAK …………………………………..…………………………………
KATA PENGANTAR …………………………………………………………
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….
i
ii
iii
v
vi
viii
ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... A. Latar Belakang ........................................................................ B. Rumusan Masalah .................................................................. C. Tujuan Penelitian ....................................................................
1. Tujuan Umum ................................................................... 2. Tujuan Khusus ..................................................................
D. Manfaat Penelitian .................................................................. E. Luaran Penelitian………………………………….....…………
1 1 3 3 3 3 4 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
A. Telaah Pustaka ....................................................................... 1. Diabetes Mellitus .............................................................. 2. Serat Makanan ………....................................................... 3. Indeks Glikemik Pangan ................................................... 4. Status Gizi ………. ............................................................
B. Kerangka Teori …................................................................... C. Kerangka Konsep ………………………………………………. D. Variabel Penelitian……………………………………………….. E. Definisi Operasional ................................................................
5 5 5 9
12 14 16 17 17 17
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................
A. Ruang Lingkup ....................................................................... B. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................ C. Besar Sampel……………………………………………………. D. Populasi dan Sampel .............................................................. E. Jenis dan Pengumpulan Data ................................................ F. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data ..............................
20 20 20 20 21 21 22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………..
A. A. Gambaran Umum Puskesmas Sosial…………………………. B. Karakteristik Responden………………………………………….
C. Analisis Univariat………………………………………………….
D. Analisis Bivariat……………………………………………………
24
24
26
30
33
vi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………..
A. Kesimpulan ………….…………………………………………….
B. Saran ...……………………………………………………………..
41
41
42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perbedaan Gambaran Klinis Diabetes Tipe 1 dan Tipe 2 …………... 6
2. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa …………………………… 7
3. Kandungan Serat dalam 100 gram Bahan Makanan ………………... 11
4. Kandungan Serat dalam 100 gram Sayuran dan Buah ……………... 12
5. Kandungan Indeks Glikemik Berbagai Pangan ……………………… 13
6. Jumlah Penduduk ……………………………………………………….. 25
7. Distribusi Ketenagaan Puskesmas Sosial Palembang …………........ 26
8. Distribusi Frekuensi Responden menurut Jenis Kelamin …………… 27
9. Distribusi Frekuensi Responden menurut Pekerjaan ………………... 28
10. Distribusi Frekuensi Responden menurut Pendidikan ………………. 28
11. Distribusi Frekuensi Responden menurut Riwayat Penyakit
Keluarga …………………………………………………………………..
29
12. Distribusi Frekuensi Responden menurut Kadar Glukosa Darah ….. 30
13. Distribusi Frekuensi Asupan Serat Responden ……………………… 30
14. DIstribusi Frekuensi Indeks Glikemik Pangan Responden …………. 31
15. Distribusi Frekuensi Status Gizi berdasarkan IMT …………………... 31
16. Distribusi Frekuensi Status Gizi berdasarkan Lingkar Pinggang …… 32
17. Distribusi Frekuensi Status Gizi berdasarkan Komposisi Lemak
Tubuh ……………………………………………………………………...
32
18. Distribusi Frekuensi Status Gizi berdasarkan Lemak Viseral ……… 33
19. Hubungan antara Asupan Serat dengan Kadar Glukosa Darah pada
Pasien Diabetes Mellitus ………………………………………………..
33
20. Hubungan antara Asupan Indeks Glikemik Pangan dengan Kadar
Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Mellitus ……………………….
34
21. Hubungan antara IMT dengan kadar Kadar Glukosa Darah pada
Pasien Diabetes Mellitus ………………………………………………..
36
22. Hubungan antara Lingkar Pinggang dengan Kadar Glukosa Darah
pada Pasien Diabetes Mellitus ………………………………………….
37
viii
23. Hubungan antara Komposisi Lemak Tubuh dengan Kadar Glukosa
Darah pada Pasien Diabetes Mellitus ………………………………….
38
24. Hubungan antara Lemak Viseral dengan Kadar Glukosa Darah
pada Pasien Diabetes Mellitus ………………………………………….
39
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kandungan Indeks Glikemik Pangan Berbagai Pangan …….…........ 48
2. Inform Concern …………………………………………………………...
3. Form Identitas Pasien ……………………………………………………
4. Form Recall ……………………………………………………………….
5. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ……………………..……………….
6. Surat Izin Penelitian ……………………………………………………...
49
50
51
52
53
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang besar.
Diperkirakan 347 juta orang di dunia menderita Diabetes mellitus (WHO,
2013). Diabetes mellitus menduduki peringkat ke-2 di dunia dibandingkan
penyakit lain. International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013
menyatakan bahwa lebih dari 382 juta orang di dunia penderita Diabetes
mellitus. Indonesia merupakan negara yang menempati urutan ke-5 di dunia
dengan jumlah penderita diabetes sebanyak 8,5 juta jiwa.
Data hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa
proporsi penduduk umur ≥15 tahun dengan Diabetes mellitus (DM) adalah
5.7% (Depkes, 2008). Pada tahun 2013 dilakukan survei kembali dan
terdapat peningkatan proporsi penduduk umur ≥15 tahun dengan diabetes
mellitus (DM) yakni sebesar 6.9% (Kemenkes, 2013).
Data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2013,
jumlah penderita Diabetes mellitus di Sumatera Selatan mencapai 21.418
orang, sedangkan tahun 2014 mengalami penurunan menjadi 17.541
penderita, sementara di tahun 2015, mengalami peningkatan lagi menjadi
22.042 penderita. Berdasarkan data dari profil kesehatan Provinsi Sumatera
Selatan tahun 2010, prevalensi penyakit Diabetes mellitus tertinggi berada di
Kota Palembang sebesar 22,79% dibandingkan dengan Kabupaten/Kota
lainnya di Provinsi Sumatera Selatan seperti kabupaten OKI sebesar 1,42%
dan kabupaten Musi Banyuasin hanya sebesar 1,03% (Dinas Kesehatan
Kota Palembang, 2013).
Penderita Diabetes mellitus pada dasarnya bisa hidup normal jika
menjalani empat pilar yaitu mentaati edukasi, terapi gizi medis, latihan
jasmani, dan terapi farmakologis (Perkeni, 2015).
Perencanaan makan yang tidak baik menyebabkan tidak adanya
keseimbangan asupan zat gizi pada penderita Diabetes mellitus. Hasil
2
penelitian yang telah dilakukan Nurgajayanti (2017) di wilayah kerja
Puskesmas Jetis Provinsi Yogyakarta menyatakan bahwa responden yang
memiliki asupan serat kurang dari 25 g/hari ditemukan 31 orang (86,11%).
Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rimbawan
(2004) yaitu asupan serat pangan responden Diabetes mellitus hanya 11,9
g/hari, sehingga responden memiliki kadar glukosa darah puasa tidak
terkontrol.
Pada penderita Diabetes mellitus tipe II asupan serat yang kurang
menyebabkan penimbunan lemak dalam tubuh sehingga menyebabkan
kenaikan berat badan dan memiliki risiko 6,9 kali lebih besar untuk tidak
dapat mengendalikan kadar glukosa darah (Nurgajayanti, 2017).
Willet et al., (2002) menyatakan bahwa makanan yang mengandung
indeks glikemik yang tinggi dapat meningkatkan resistensi insulin dan
penurunan kerja pangkreas karena memproduksi insulin lebih banyak.
Mirarefin et al,. (2014) menyatakan bahwa peningkatkan lemak tubuh
terutama adipositas viseral yang sering menyertai penuaan dapat
berkontribusi untuk pengembangan resistensi insulin. Mekanisme DM tipe 2
diketahui bahwa penuaan menurunkan sensitivitas insulin dan perubahan
atau tidak cukup kompensasi fungsional sel beta dalam memproduksi
insulin.
Menurut Arif (2014), obesitas dan kelebihan berat badan
berhubungan dengan risiko kejadian DM Tipe 2. Status gizi obesitas
menyebabkan resistensi insulin yang dapat berdampak buruk terhadap
jaringan sehingga menimbulkan komplikasi kronis terutama obesitas sentral
karena lipolisis pada obesitas sentral lebih resisten terhadap efek insulin
dibandingkan dengan adiposit di daerah lain (Pusparini, 2007).
Zhang et al., (2014) juga menyatakan bahwa adanya hubungan yang
erat antara status gizi lebih dengan status glukosa darah. Wahyuni (2013)
menyatakan bahwa persentase lemak tubuh wanita lebih tinggi daripada
pria, terutama pada perut, lemak pada organ perut lebih mudah diolah untuk
3
menjadi energi. Ketika lemak diolah menjadi energi kadar asam lemak dalam
darah meningkat, tingginya asam lemak di dalam darah sehingga resistensi
terhadap insulin juga meningkat.
B. Rumusan Masalah
Wahyuni (2013) menyatakan bahwa persentase lemak tubuh wanita
lebih tinggi daripada pria, terutama pada perut, lemak pada organ perut lebih
mudah diolah untuk menjadi energi. Ketika lemak diolah menjadi energi
kadar asam lemak dalam darah meningkat, Tingginya asam lemak di dalam
darah menyebabkan resistensi insulin juga meningkat.
Penelitian Bintanah (2012) menyatakan bahwa ada hubungan antara
asupan serat dengan kadar glukosa darah. Semakin rendah asupan serat,
maka semakin tinggi kadar glukosa darah. Hal tersebut dikarenakan serat
pangan mampu menyerap air dan mengikat glukosa, sehingga mengurangi
ketersediaan glukosa. Serat juga dapat mengikat kelebihan serta membuang
glukosa darah (Witasari, 2009).
Mengingat prevalensi penyakit Diabetes mellitus di Indonesia masih
sangat tinggi begitu pula prevalensi penyakit Diabetes mellitus untuk
Provinsi Sumatera Selatan juga tinggi yaitu 22,79% , maka peneliti tertarik
untuk meneliti tentang asupan serat, indeks glikemik pangan dan status gizi
pada pasien Diabetes mellitus di Puskesmas Sosial Palembang.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asupan serat, indeks glikemik pangan, status gizi dan
kadar glukosa darah pada pasien Diabetes mellitus di Puskesmas Sosial
Kota Palembang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengukur kadar glukosa darah pasien Diabetes mellitus di
Puskesmas Sosial Kota Palembang Tahun 2018.
4
b. Mengidentifikasi karakteristik pasien Diabetes mellitus (umur, jenis
kelamin, pekerjaan) di Puskesmas Sosial Kota Palembang Tahun
2018.
c. Menganalisis asupan serat dan indeks glikemik pangan pada pasien
Diabetes mellitus di Puskesmas Sosial Kota Palembang Tahun 2018.
d. Mengukur status gizi pada pasien Diabetes mellitus di Puskesmas
Sosial Kota Palembang Tahun 2018.
e. Menganalisis hubungan antara asupan serat dengan kadar glukosa
darah pada pasien Diabetes mellitus di Puskesmas Sosial Kota
Palembang Tahun 2018.
f. Menganalisis hubungan antara indeks glikemik pangan dengan kadar
glukosa darah pada pasien Diabetes mellitus di Puskesmas Sosial
Kota Palembang Tahun 2018.
g. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan kadar glukosa
darah pada pasien Diabetes mellitus di Puskesmas Sosial Kota
Palembang Tahun 2018.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Jurusan Gizi
Dapat menambah referensi di bidang gizi klinik dan dapat dijadikan
bahan penelitian untuk selanjutnya.
2. Bagi Penderita dan Masyarakat
Memberikan pengetahuan bagi pasien, keluarga dan masyarakat dalam
upaya memperbaiki dan meningkatkan status kesehatan serta untuk
mencegah risiko penyakit Diabetes mellitus.
3. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk memberikan
informasi kepada pasien Diabetes mellitus tentang pentingnya asupan
serat dan indeks glikemik pangan dan status gizi pada pasien Diabetes
mellitus di Puskesmas Sosial Palembang.
E. Luaran Penelitian
Hasil penelitian akan dipublikasi di Jurnal Nasional.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Diabetes Mellitus
a. Pengertian Diabetes mellitus
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang bersifat
kronik, ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah sebagai
akibat dari adanya gangguan penggunaan insulin, sekresi insulin, atau
keduanya (ADA, 2014).
DM tipe I adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai
oleh kenaikan kadar gula darah akibat destruksi (kerusakan) sel beta
pankreas karena suatu sebab tertentu yang menyebabkan produksi
insulin tidak ada sama sekali sehingga penderita sangat memerlukan
tambahan insulin dari luar (Perkeni, 2015).
Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi
akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit
menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap di
hasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II
dianggap sebagai non insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
(Corwin, 2001).
b. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe II
Patofisiologi Diabetes mellitus dapat diawali dari penurunan
jumlah insulin yang menyebabkan glukosa sel menurun atau tidak ada
sama sekali, sehingga energi di dalam sel untuk metabolisme seluler
berkurang, kondisi tersebut direspon tubuh dengan meningkatkan
kadar glukosa darah. Respon tersebut antara lain sensasi lapar,
mekanisme lipolisis dan glukoneogenesis. Jika respon tersebut terjadi
berkepanjangan maka tubuh mengalami penurunan protein jaringan
dan menghasilkan benda keton. Kondisi ini dapat mengakibatkan
ketosis dan ketoasidosis (Daniels dan Nicoll, 2012).
6
c. Gambaran Klinis Diabetes Mellitus Tipe II
Penderita Diabetes mellitus biasanya tidak menyadari bahwa
dirinya telah mengidap Diabetes mellitus. Beberapa keluhan yang
harus diketahui atau dicurigai adanya Diabetes mellitus dalam diri
seseorang menurut Perkeni (2015) adalah sebagai berikut:
1) Poliuria (banyak kencing)
2) Polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum)
3) Polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus–menerus)
4) Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
5) Lemas, mudah lelah, semutan
6) Penglihatan kabur
7) Penyembuhan luka yang buruk
8) Disfungsi ereksi pada pasien pria
9) Gatal pada kelamin pasien wanita
Penderita diabetes tipe 1 dan tipe 2 memiliki gambaran klinis
yang berbeda, perbedaan gambaran klinis tersebut akan dijelaskan
pada tabel 1 berikut ini.
Tabel. 1
Perbedaan Gambaran Klinis Diabetes Tipe 1 dan Tipe 2.
Diabetes tipe 1 Diabetes tipe 2
a. Tubuh tidak bisa memproduksi insulin, atau jumlahnya minim sekali.
b. Sekitar 10% kasus diabetes adalah tipe 1.
c. Umumnya terjadi di usia anak-anak atau remaja.
d. Disebabkan oleh kelainan system kekebalan tubuh.
e. Sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen.
f. Penyakitnya muncul tiba-tiba dan berkembang cepat, hanya beberapa bulan, langsung menjadi penyakit kronis.
a. Insulin bisa dihasilkan, tapi tubuh tidak bisa menerimanya.
b. Sekitar 90% kasus diabetes adalah tipe 2.
c. Umumnya terjadi di usia dewasa di atas 30 tahun.
d. Faktor risiko utama adalah kegemukan/ obesitas.
e. Sel penghasil insulin tidak rusak.Penyakit berkembang lambat, butuh waktu bertahun-tahun, umumnya akibat pola hidup tidak sehat.
Sumber : Perkeni, 2015
7
d. Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe II
Diagnosa Diabetes mellitus perlu dilakukan untuk mengetahui
kadar glukosa darah dalam tubuh. Menurut American Diabetes
Association (2016), cara untuk mendiagnosa Diabetes mellitus yaitu test
random glukosa yang dilakukan dengan memeriksa kadar glukosa darah
setiap hari, biasanya dilakukan pada penderita Diabetes mellitus yang
sudah parah. Dinyatakan Diabetes mellitus jika kadar glukosa darah
sewaktu 200 mg/dl.
Diagnosis Diabetes mellitus tidak hanya didasarkan atas
ditemukanya glukosa pada urin saja. Diagnosis pemeriksan kadar
glukosa darah dari pembuluh vena sedangkan untuk melihat dan
mengontrol hasil terapi dapat dilakukan dengan memeriksa kadar glukosa
darah kapiler dengan glukometer.
Tabel 2
Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa
Glukosa darah Pemeriksaan Bukan
DM
Belum
Pasti DM DM
Kadar glukosa
darah Plasma vena <100 100-199 ≥200
sewaktu (mg/dl)
Darah
kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar glukosa
darah Plasma vena <100 100-125 ≥126
puasa (mg/dl)
Darah
kapiler <90 90-99 ≥100
Sumber: Perkeni, 2015.
e. Faktor Penyebab Diabetes Mellitus Tipe II
Orang yang mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya Diabetes mellitus
Tipe II, yaitu :
1. Usia
Risiko DM pada usia 40–59 tahun secara signifikan dipengaruhi
oleh status gizi. Orang dengan status gizi lebih memiliki risiko lebih
tinggi untuk mengalami DM (Wannamethee et al., 2004).
Kadar glukosa darah
sewaktu (mg/dl)
Kadar glukosa
darah puasa (mg/dl)
8
2. Obesitas atau kegemukan
Yanita dkk (2016) dan Fatimah (2015) menyatakan bahwa orang
yang berusia ≥ 45 tahun dengan status gizi overweight mempunyai
risiko 9 kali untuk terjadinya DM tipe 2 dibandingkan dengan yang
berumur kurang dari 45 tahun dengan status gizi overweight.
Zhang et al., (2014) juga menyatakan bahwa adanya hubungan
yang erat antara status gizi lebih dengan status glukosa darah.
Wahyuni (2013) menyatakan bahwa persentase lemak tubuh wanita
lebih tinggi daripada pria, terutama pada perut, lemak pada organ
perut lebih mudah diolah untuk menjadi energi. Ketika lemak diolah
menjadi energi kadar asam lemak dalam darah meningkat, tingginya
asam lemak di dalam darah sehingga resistensi terhadap insulin juga
meningkat.
3. Pola makan
Pola makan yang serba instan saat ini memang sangat digemari
oleh sebagian masyarakat perkotaan. Pola makan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan tubuh dapat menjadi penyebab DM.
4. Riwayat Diabetes mellitus pada keluarga
Sekitar 15-20% penderita NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes
mellitus) mempunyai riwayat keluarga DM sedangakan IDDM (Insulin
Dependen Diabetes mellitus) sebanyak 57% berasal dari keluarga
DM.
5. Kurang aktivitas fisik
Voulgari et al., (2012) menyatakan bahwa aktivitas fisik
merupakan elemen kunci dalam pencegahan dan manajemen
obesitas dan DM. Aktivitas fisik secara teratur efisien mendukung
penurunan berat badan, mengontrol peningkatan glikemik, dan dapat
mencegah atau menunda diagnosis DM tipe 2. Selain itu, aktivitas
fisik positif mempengaruhi profil lipid, tekanan darah, mengurangi
tingkat kardiovaskular dan mortalitas, serta mengembalikan kualitas
hidup pasien DM tipe 2.
9
f. Klasifikasi Diabetes melitus
Berdasarkan etiologis, Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 4
tipe yaitu : (Perkeni, 2015) :
1) DM tipe 1 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh
kenaikan kadar gula darah akibat destruksi (kerusakan) sel beta
pankreas karena suatu sebab tertentu yang menyebabkan produksi
insulin tidak ada sama sekali sehingga penderita sangat memerlukan
tambahan insulin dari luar.
2) DM tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh
kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas dan atau fungsi insulin (resistensi insulin).
3) DM gestasional adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa darah yang terjadi pada wanita hamil, biasanya
terjadi pada usia 24 minggu masa kehamilan, dan setelah melahirkan
kadar gula darah kadar gula darah kembali normal.
4) DM tipe lain adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh
kenaikan kadar gula darah akibat defek genetik fungsi sel beta, efek
genetik fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena
obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan DM.
2. Serat Makanan
Komposisi kimia serat makanan bervariasi tergantung dari komposisi
dinding sel tanaman penghasilnya. Pada dasarnya komponen-komponen
penyusun dinding sel tanaman terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin,
lignin, gum, mucilage yang serat kesemuanya ini termasuk ke dalam serat
makanan. Metabolisme serat makanan tidak sama dengan makronutrien
lainnya. Beberapa serat makanan dapat difermentasi oleh mikroorganisme
dalam usus besar. Jenis dan jumlah serat yang dapat difermentasi sangat
bervariasi. Selulosa tahan terhadap fermentasi sedangkan β-glukan sangat
mudah difermentasi dan sempurna didegradasi dalam kolon (Tensiska,2008).
Mekanisme serat terhadap penurunan kadar glukosa darah pada
penderita DM tipe II sangat dipengaruhi oleh penyerapan karbohidrat di dalam
10
usus. Semakin rendah karbohidrat yang diserap oleh tubuh maka semakin
rendah kadar glukosanya, dalam hal ini serat dapat menurunkan efisiensi
penyerapan karbohidrat yang dapat menyebabakan menurunnya respon
insulin. Apabila respon insulin menurun, kerja pankreas akan semakin ringan
sehingga dapat memperbaiki fungsi pankreas dalam memproduksi insulin
(Astawan, 2012).
Asupan serat dianjurkan 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut
air yang terdapat di dalam sayur dan buah. Menu seimbang rata-rata
memenuhi kebutuhan serat sehari (Almatsier, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bintanah dkk (2012), ada
hubungan antara asupan serat dengan kadar glukosa darah. Semakin rendah
asupan serat, maka semakin tinggi kadar glukosa darah. Hal tersebut
dikarenakan serat pangan mampu menyerap air dan mengikat glukosa,
sehingga mengurangi ketersediaan glukosa. Serat juga dapat mengikat
kelebihan serta membuang glukosa darah (Witasari, 2009).
The American cancer society, the American heart association, dan the
American diabetic association menyarankan agar mengkonsumsi 25-35 gr
serat makanan perhari dari berbagai jenis bahan makanan. Kandungan serat
yang tinggi dalam makanan mempunyai indeks glikemik yang rendah
sehingga dapat memperpanjang pengosongan lambung yang dapat
menurunkan sekresi insulin dan kolesterol total dalam tubuh.
Menurut Almatsier (2010) terdapat dua golongan serat, yaitu serat
tidak dapat larut dan larut dengan air. Serat yang tidak dapat larut air adalah
selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Sedangkan serat yang larut dalam air
adalah pektin, gum, mukilase, glukan dan alga. Serat larut tidak dapat dicerna
oleh enzim pencernaan manusia tetapi larut dalam air panas, sedangkan serat
tidak larut tidak dapat dicerna dan juga tidak larut dalam air panas.
11
Tabel 3 Kandungan Serat Dalam 100 Gram Bahan Makanan
No Jenis Bahan Makanan Serat (g)
Serealia
1 Beras hitam 20,1
2 Beras lading 5,9
3 Beras tumbuk 3,8
4 Jagung kuning 10
5 Jagung putih 10
Umbi dan hasil olahan
6 Gembili 4,2
7 Ubi kuning 4,2
8 Ubi putih mentah 4
9 Keripik kentang 3,8
10 Keriipik ubi 14,3
Kacang dan biji-bijian
11 Kacang merah 26,3
12 Kacang hitam 22,8
13 Kacang kuning 15,1
14 Kacang mentega 13
15 Biji mete 12,9
16 Kacang hijau 7,5
17 Kacang kedelai 3,2
18 Kacang bogor 2,5
Sumber: Departemen Kesehatan RI (2001)
12
Tabel 4
Kandungan Serat Dalam 100 Gram Sayuran dan Buah
Sumber: Departemen Kesehatan RI (2001)
3. Indeks Glikemik Pangan
Willet et al. (2002.) menyatakan bahwa makanan yang mengandung
indeks glikemik yang tinggi dapat meningkatkan resistensi insulin dan
penurunan kerja pangkreas karena memproduksi insulin lebih banyak.
Berikut ini kandungan IG beberapa pangan dapat dilihat pada Tabel 5.
No Jenis Bahan Makanan Serat (g)
Sayur-sayuran
1 Rebung 9,7
2 Daun kelor 8,2
3 Daun ubi kuning 6,4
4 Kulit melinjo 5
5 Daun ubi putih 4,8
6 Bakung 3,8
7 Daun singkong 3,5
8 Daun kubis 3,4
9 Kacang Panjang 2,7
Buah-buahan
1 Mangga manalagi 11,8
2 Markisa 11,4
3 Mangga benggala 5,8
4 Kawista 4,6
5 Rambutan binjai 3,8
6 Jambu bol 3,5
7 Jeruk banjar 5,4
8 Pisang gapi 11,7
9 Mangga kwini 6,5
10 Pisang kapok 5,7
11 Pisang goroho 4,6
12 Jambu biji putih 4,5
13 Kranji 3,6
14 Salak medan 3,2
13
Tabel 5
Kandungan Indeks Glikemik Berbagai Pangan
Jenis Nama Pangan Indeks glikemik
Ukuran saji
Kandungan KH (g/ukuran saji)
Beban Glikemik
Kue Kue pisang (dengan gula)
45-65 80 g 38 18
Kue pisang (tanpa gula)
39-55 80 g 29 16
Kue coklat 35-41 111 g 52 20 Kue bolu 40-52 63 g 36 17 Donat 76 47 g 23 17
Jus Jus apel, murni (tanpa pemanis)
34-54 - - -
Jus wortel, segar
35-51 250 ml 23 10
Jus anggur (tanpa pemanis)
48 250 ml 22 11
Jus jeruk 66 - - - Jus nanas 46 250 ml 34 16 Jus tomat (tanpa gula)
34-42 250 ml 9 4
Minuman Coca-cola, soft drink
63 250 ml 26 16
Fanta orange, soft drink
62-74 250 ml 34 23
Susu condensed, sweetened
55-67 250 ml 136 83
Gula Gula Fruktosa 17-21 10 g 10 2 Glukosa 96-102 10 g 10 10 Madu 50-60 25 g 18 10 Sukrosa 63-73 10 g 10 7
Sumber: Rimbawan dan Siagian 2004
Oba et al., (2013) menyatakan bahwa konsumsi makanan yang
mengandung indeks glikemik (IG) yang tinggi secara sering berhubungan
positif terhadap peningkatan risiko kejadian DM terutama pada usia paruh
baya.
Rimbawan dan Siagian (2004) menyatakan bahwa kandungan IG
tinggi yaitu >70. Kandungan IG dipengaruhi oleh proses pemasakan bahan
pangan seperti biskuit yang dimasak dengan cara di panggang. Monro dan
Shaw (2008) mengungkapkan juga bahwa biskuit memiliki IG kategori
sedang sekitar 55-69, sedangkan kategori tinggi dengan IG 77 yaitu biskuit
buah. Mirmiran et al., (2014) menyatakan bahwa konsumsi makanan manis
seperti biskuit, cake, coklat, permen, dan minuman ringan dapat
14
meningkatkan asupan kalori dan berpengaruh terhadap kejadian metabolik
sindrom dengan indikator peningkatan glukosa darah puasa, lingkar
pinggang yang berlebih, HDL kolesterol yang rendah, peningkatan kolesterol
LDL dan trigliserida. Kandungan Indeks glikemik berbagai pangan lainnya
dapat dilihat pada Lampiran 1.
4. Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan (absorbsi),
dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Penilaian status gizi secara
langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu antropometri, klinis, biokimia,
dan biofisik, sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu
survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa et al.
2002).
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah salah satu cara untuk mengukur
status gizi seseorang. Menurut Supariasa et al., (2002), penggunaan IMT
hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT tidak
dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan.
Disamping itu, IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit)
lainnya seperti edema, asites, dan hepatomegali.
Tobias et al., 2014 menemukan bahwa seseorang yang semakin
gemuk memiliki tingkat risiko terhadap DM dengan melihat IMT (indeks
massa tubuh) yang lebih dari 25.0. Jerant et al., (2015) menyatakan bahwa
IMT yang berlebih pada orang DM akan memiliki kaitan yang erat terhadap
status kesehatan fisik yang lebih buruk dibandingkan dengan seseorang
yang non DM. Status kesehatan fisik yang semakin buruk akan
memperparah konsisi pasien dan akan menyebabkan kematian.
Waspadji et al., (2013) yang melakukan studi di Desa Ende, Nusa
Tenggara Timur menyatakan bahwa status gizi berdasarkan kategori lingkar
pinggang pada wanita lebih banyak memiliki status gizi obes (>80 cm),
sedangkan pada pria tergolong status gizi normal. Hal yang sama yang
ditemukan oleh Assah et al., (2015) juga menemukan bahwa status gizi
15
pada wanita ditemukan lebih gemuk dibandingkan dengan status gizi pria.
Hal tersebut dipengaruhi oleh aktivitas fisik pria lebih tinggi dibandingkan
dengan aktivitas fisik wanita.
Soniya et al., (2014) menyatakan bahwa komposisi lemak tubuh
memiliki hubungan dengan IMT dan berperan dalam terjadinya DM tipe 2.
Komposisi lemak tubuh wanita lebih tinggi daripada pria sehingga wanita
lebih berisiko terhadap terjadinya DM tipe 2. Meisinger et al., 2006
menunjukkan bahwa lingkar pinggang berpengaruh terhadap kejadian DM
tipe 2. Pria yang memiliki lingkar pinggang lebih dari 90 cm dan wanita yang
memiliki lingkar pinggang lebih dari 80 cm memiliki risiko terhadap kejadian
DM.
Lemak viseral adalah salah satu dari dasar kondisi klinis pada
kejadian metabolik sindrom yang merupakan penyebab terjadinya risiko
penyakit kardiovaskular seperti DM, dislipidemia, peningkatan tekanan
darah, dan memiliki pengaruh terhadap aterosklerosis (Unno et al., 2012).
Obesitas viseral memiliki hubungan yang tinggi dengan kejadian DM tipe 2
dan resistensi insulin dianggap sebagai penyebab peningkatan angka
kesakitan di dunia (Tchemof A and Despres, 2013).
Anjana et al., (2004) menyatakan bahwa lemak viseral memiliki
korelasi yang kuat terhadap kejadian DM. Lemak viseral yang tinggi pada
orang yang gemuk memiliki hubungan yang lebih tinggi terhadap kejadian
DM. Lemak viseral berbanding lurus terhadap diameter lingkar perut dan
komposisi lemak abdominal. Lemak viseral dan lemak abdominal
berasosiasi terhadap kejadian DM tipe 2. Lemak viseral dan lemak
abdominal keduanya berkorelasi satu sama lain terhadap lingkar pinggang
dan diameter sagital perut (saggital abdominal diameter/SAD). Selain itu,
lemak viseral juga dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin dalam
hubungannya terhadap kejadian DM.
16
B. Kerangka Teori
Dikutip dari : Murray et al., dalam Amanina 2015.
Diabetes Melitus
Faktor yang mempengaruhi kadar gula darah : 1. Enzim 2. Hormon
3. Sistem
Gastroinstestinal
4. Stress
5. Asupan
karbohidrat
Faktor lain yang
mempengaruhi kadar
gula darah :
Gaya hidup yang
diabetogenik :
1. Asupan serat &
indeks glikemik
2. Aktivitas fisik yang
rendah
3. Obesitas
Kadar Glukosa
Darah
Penatalaksanaan
Diabetes Melitus:
1. 1. Edukasi
2. 2. Terapi gizi 3. medis
3. Latihan jasmani
4. 4. Farmakologi
5.
1. Gejala Akut
a.Banyak makan (Polifagia)
b.Banyak Kencing (Polyuria)
c.Banyak minum (Polydipsi)
2. Gejala Kronik
a.Kesemutan
b.Kulit terasa panas
c.Rasa tebal dikulit
d.Kram
e.Mudah capek
f. Mata kabur
g.Gigi mudah lepas dan
goyang
17
C. Kerangka Konsep
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen : Asupan serat, Indeks glikemik pangan dan
status gizi
2. Variabel Dependen : Kadar glukosa darah pasien DM.
E. Definisi Operasional
a. Kadar Glukosa Darah
Tingkat konsentrasi glukosa dalam darah yang dinyatakan dalam mg/dL.
Kadar glukosa darah yang diambil yaitu kadar glukosa darah sewaktu
ditentukan dari mengambil darah kapiler pada suatu waktu tanpa adanya
puasa. Pengambilan darah akan dilakukan 2 jam setelah makan pagi
Cara ukur : Pengukuran langsung
Alat ukur : Gluko meter
Hasil ukur : Hiperglikemia : 200 mg/dL
Normal : < 200 mg/dL
(Perkeni, 2015).
Skala ukur : ordinal
Asupan serat
Asupan Indeks Glikemik Pangan
Kadar Glukosa
Darah
Status gizi :
• IMT
• Lingkar perut
• Komposisi lemak tubuh
• Lemak viseral
18
b. Asupan Indeks Glikemik Pangan
Asupan Indeks glikemik pangan merupakan tingkatan pangan menurut
efeknya terhadap kadar glukosa darah, yang diperoleh dari metode recall
24 jam.
Cara ukur : Wawancara
Alat ukur : Recall 24 jam
Hasil ukur :Rendah : < 55
Sedang : 55-70
Tinggi : > 70
(Miller, 1996 dalam Rimbawan dan Siagian, 2004).
Skala ukur : Ordinal
c. Asupan Serat
Asupan serat merupakan banyaknya konsumsi serat yang dikonsumsi oleh
responden dan diperoleh dari metode recall 24 jam.
Cara ukur : Wawancara
Alat ukur : Recall 24 jam
Hasil ukur : baik : 20 g / hari
kurang : < 20 g / hari
(Perkeni, 2015)
Skala ukur : Ordinal.
d. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi antara makanan
dengan tubuh manusia diukur dengan menggunakan indeks massa tubuh
(IMT), selain itu dengan menggunakan pengukuran lingkar pinggang,
komposisi lemak tubuh, dan lemak viseral.
1. IMT : yaitu rasio dari berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi
badan (m).
Cara ukur : Penimbangan BB dan pengukuran TB
Alat ukur : Timbangan dan Microtoise
Hasil ukur : Kurus ( IMT < 18,5)
Normal (18.5 ≤ IMT < 25.0)
Overweight (25.0 ≤ IMT < 27.0)
Obesitas (IMT ≥ 27.0)
19
Skala ukur : Ordinal.
2. Lingkar pinggang : pengukuran lingkar pinggang pada pasien DM
dilakukan tanpa menggunakan baju dengan menggunakan pita ukur.
Cara ukur : Pengukuran lingkar pinggang
Alat ukur : pita ukur
Hasil ukur : Normal (pria < 90 cm, wanita < 80 cm)
Gemuk (pria ≥ 90 cm, wanita ≥ 80 cm)
Skala ukur: Ordinal.
3. Komposisi lemak tubuh
Cara ukur : Pengukuran menggunakan BIA
Alat ukur : BIA (Body Index Analazer)
Hasil ukur : Kurus (pria < 13, wanita < 25)
Normal (13 ≤ pria < 24; 25 ≤ wanita <35)
Lebih (pria ≥ 24; wanita ≥ 35)
(Gallagher et al., 2000)
Skala ukur : Ordinal.
4. Lemak viseral. Pengukuran lemak viseral dengan menggunakan BIA.
Cara ukur : Pengukuran menggunakan BIA
Alat ukur : BIA (Body Index Analazer)
Hasil ukur : Normal : < 10
Gemuk : ≥ 10
(Unno et al., 2012)
Skala ukur : Ordinal.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sosial Kota Palembang Provinsi
Sumatera Selatan pada bulan Oktober sampai November Tahun 2018.
B. Jenis Penelitian dan Racangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian epidemiologi yang
bersifat observasional analitik dengan menggunakan desain cross sectional
study.
C. Besar Sampel
Besar sampel menggunakan rumus Lemeshow (1997) sebagai berikut :
Z (1-ɑ/2).P.Q
d2
n = 1,96 . 0,22 . 0,78
(0,1)2
n = 0,33
0,01
n = 33,6 + 10%
n = 33,6 + 3,3
n = 37 orang
Keterangan
Z(1-α/2) : Koefisien kepercayaan 95% (1,96)
P : Pravalensi rata-rata Diabetes Mellitus di
Palembang (22,79%)
Q : 1-P
d : Presisi (10%)
n : Jumlah sampel
n
=
21
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien rawat jalan penyakit
Diabetes Melitus Tipe II di Puskesmas Sosial Kota Palembang.
2. Sampel
Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling
yaitu pengambilan subjek dengan pertimbangan penelitian dimana unsur
dikehendaki terdapat pada kriteria. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah
sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Pasien Diabetes Melitus tipe II rawat jalan di Puskesmas Sosial
Kota Palembang.
2) Dalam keadaan sadar dan mampu berkomunikasi dengan baik.
3) Bersedia menjadi responden.
b. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
1) Wanita hamil
2) Komplikasi dengan penyakit hipertensi, penyakit jantung dan gagal
ginjal
E. Jenis dan Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer ini terdiri dari data tentang pasien Diabetes mellitus
yang dilakukan melalui wawancara langsung di Puskesmas Sosial Kota
Palembang dengan menggunakan alat bantu formulir identitas yang
terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, pekerjaan dan alamat
serta kadar glukosa dalam darah.
b. Data Sekunder
Data sekunder ini terdiri dari data mengenai gambaran umum
lokasi penelitian dan alamat tempat tinggal responden.
22
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Data Primer.
1) Data identitas responden, diperoleh melalui wawancara langsung
kepada responden dengan form identitas responden.
2) Data asupan makanan responden diperoleh dengan
wawancara dengan metode food record 3 x 24 jam.
3) Melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar
pinggang, komposisi lemak tubuh dan lemak viseral . Data berat
badan (kg), komposisi lemak tubuh dan lemak viseral diukur
dengan menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA)
merek Omron. Pengukuran tinggi badan dengan menggunakan
microtoise dengan kapasitas 200 cm dan ketelitian 0,1 cm.
Lingkar pinggang diukur menggunakan pita pengukur dengan
ketelitian 0,1 cm.
4) Melakukan pengukuran kadar glukosa darah dengan
menggunakan glucometer.
b. Data Sekunder.
1) Data mengenai gambaran umum lokasi penelitian diperoleh
melalui observasi.
2) Data identitas responden pasien rawat jalan.
3) Alamat tempat tinggal responden diperoleh melalui observasi.
3. Alat Pengumpulan Data
a. Data mengenai asupan serat dan indeks glikemik pangan
menggunakan Form food record 3 x 24 jam
b. Data pengukuran status gizi menggunakan Bioelectrical Impedance
Analysis (BIA)
c. Data mengenai glukosa darah dengan menggunakan glucometer.
F. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
a. Editing (Pengeditan data)
Data-data yang didapat dari instrumen penelitian diteliti kembali
apakah sudah benar dan dapat diproses lebih lanjut.
23
b. Coding (pengkodean data)
Coding ini berupa usaha mengklasifikasikan jawaban-jawaban atau
hasil-hasil yang ada menurut macamnya secara ringkas dengan
menggunakan kode-kode.
c. Entry Data (memasukkan data)
Setelah data selesai di coding dan buku kode selesai dibuat, tahap
berikutnya adalah memasukkan data ke dalam tabulasi. Kemudian
dibuat tabulasinya dalam bentuk distribusi frekuensi. Data tersebut
terdiri dari :
1) Data identitas responden pasien Diabetes Mellitus.
2) Data tentang asupan zat gizi pasien berdasarkan hasil food
record 3x24 jam. Data diolah dengan menggunakan Nutrisurvey,
lalu dibandingkan dengan perhitungan kebutuhan per orang per
hari.
3) Data tentang kadar glukosa darah.
d. Cleaning Data (pembersihan data)
Pembersihan data adalah memastikan bahwa data tersebut benar
adanya dan benar-benar sudah bebas dari kesalahan.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan variabel bebas (asupan
serat, indeks glikemik pangan dan status gi) dan variabel terikat (kadar
glukosa darah) untuk memperoleh gambaran atau karakteristik dengan
membuat tabel distribusi frekuensi dan dilakukan dengan narasi.
b. Analisis Bivariat
Data yang diperoleh dianalisis disajikan dalam bentuk tabel dengan
penjelasan deskriftif. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi square.
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Gambaran Umum Puskesmas Sosial
1. Sejarah Puskesmas Sosial
Puskesmas Sosial awalnya terletak di Jalan Sosial Komplek PSBD sosial
dibangun dan digunakan pada tahun 1978, namun pada tahun 2013 Puskesmas
Sosial dibangun di Jalan H. Sanusi Lr. Mekar Kelurahan Sukabangun Kecamatan
Sukarami Kota Palembang dan digunakan mulai bulan Januari 2014.
2. Keadaan Umum
Perbatasan wilayah kerja Puskesmas Sosial Palembang dengan wilayah
sekitarnya, sebagai berikut :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Kolonel H. Burlian
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Sukamaju Kenten
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sukarami
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Talang Aman.
Wilayah kerja Puskesmas Sosial mencakup dua kelurahan yaitu
Kelurahan Sukabangun dengan luas tanah 360 Ha dengan 48 RT dan 7 RW
sedangkan Kelurahan Sukajaya luas 540 Ha dengan 108 RT dan 10 RW. Jadi
luas wilayah kerja Puskesmas Sosial 900 Ha. Luas wilayah kerja 900 ha yang
terdiri dari 2 kelurahan binaan yaitu Kelurahan Sukabangun dan Kelurahan
Sukajaya.
3. Keadaan Kependudukan
Jumlah penduduk 63.810 jiwa, paling tinggi jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 32.288 jiwa sedangkan jumlah penduduk perempuan hanya 31.522
jiwa.
25
Tabel 6 Jumlah Penduduk
Kelurahan Jenis Kelamin
Total Laki-laki Perempuan
Sukabangun 8,435 8,716 17,151
Sukajaya 23,853 22,806 46,659
Jumlah 32,288 31,522 63,81
Sumber : Data Sasaran Puskesmas Sosial Tahun 2018
4. Keadaan Ekonomi
Di wilayah kerja Puskesmas Sosial kebanyakan pekerjaan penduduk PNS
6.868 jiwa, ABRI 565 jiwa, wiraswasta 2.787 jiwa, , BUMN 686 jiwa, pensiunan
311 jiwa, dagang 2.184 jiwa, swasta 12.291 jiwa, wirakawuri 93 jiwa, tani, 750
jiwa, jasa 1.444 jiwa, pelajar 12.198 dan mahasiswa 4.538 jiwa. Lainnya 13.995
jiwa.
a. Tindakan Medik Ringan
Jahitan Luka Penjahitan, Jahitan Luka dalam Penjahitan, Ganti Verban,
Insisi Abses, Sirkumvisi/ Khitanan, Tindik Daun Telinga, Pemasangan dan
Pencabutan IUD, Pemasangan Implant, Pencabutan Implant, Penyuntikan
ATS, Eksplorasi Luka, Ekstresi Benda Asing pada THT, Elektro Kardiologi
(EKG), Pasang Kateter, Pasang Infus, O2 dalam / 15 menit, Ekstrasi kuku,
Pasang Bidai, Pemeriksaan IVA (Insfeksi Visual Asam Asetat)
b. Tindakan Medik Gigi
1) Pencabutan Gigi
Pencabutan gigi sulung, pencabutan gigi untuk satu gigi graham kesatu,
pencabutan gigi untuk satu gigi graham kedua, pencabutan gigi untuk
satu gigi permanan depan, pencabutan gigi untuk satu gigi kedelapan/
graham
2) Insisi Abses Gigi
3) Tumpatan Gigi
Tumpatan gigi sementara, tumpatan gigi dengan glassionomer.
26
c. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
1) Darah rutin
Pemeriksaan Hb (Hemoglobin), pemeriksaan hitung jumlah leukosit,
pemeriksaan hitung jumlah trombosit,pemeriksaan hitung jumlah
eritrosit, pemeriksaan hitung jumlah hematocrit, pemeriksaan hitung
jenis leukosit (Differential Count Darah), pemeriksaan hematologi
2) Golongan Darah Rutin, Dahak/ Sputum, Malaria, Rhesus, Tes Kehamilan,
Reduksi Urine, Protein Urine, Gula Darah (GDS), Asam Urat, Kolesterol.
5. Tenaga Kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan Puskesmas Sosial dapat dilihat pada tabel 7
berikut ini.
Tabel 7
Distribusi Ketenagaan Puskesmas Sosial Palembang
No Tenaga Jumlah (orang)
1 Dokter Umum 3
2 Dokter Gigi 1
3 Perawat 10
4 Perawat gigi 1
5 Bidan 13
6 Kesehatan Masyarakat 3
7 Apoteker 2
8 Ahli Gizi 2
9 Analis Laboratorium 1
10 Sanitarian 1
Sumber : Profil Puskesmas Sosial 2018
B. Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari
tiga variabel, diantaranya adalah jenis kelamin, pekerjaan dan pendidikan.
1. Jenis Kelamin
Karakteristik responden menurut jenis kelamin dikategorikan menjadi
dua yaitu laki-laki dan perempuan. Distribusi frekuensi responden menurut
umur dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.
27
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin
Jenis kelamin n %
Laki-Laki 30 37.5
Perempuan 50 62.5
Total 80 100
Berdasarkan tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden adalah perempuan yaitu 62.5% dan laki-laki 37.5%.
Hal ini sesuai dengan penelitiaan Erniati (2013) yang menyatakan bahwa
penderita Diabetes mellitus berjenis kelamin perempuan sebesar 78,9%, lebih
tinggi dari responden berjenis kelamin laki-laki. Perempuan lebih banyak
menderita Diabetes mellitus karena sebagian besar perempuan memiliki berat
badan yang berlebih dan setelah dilakukan recall makanan, responden
perempuan lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat dan lemak sehingga
terjadinya penumpukan lemak dalam tubuh dan memicu timbulnya obesitas.
Menurut Irawan (2010), bahwa perempuan lebih berisiko mengidap
diabetes karena secara fisik perempuan memiliki peluang peningkatan indeks
massa tubuh yang lebih besar karena Insulin berfungsi untuk metabolisme gula
dalam darah. Timbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh penderita
obesitas dapat mengakibatkan resistensi insulin yang berpengaruh terhadap
kadar gula darah penderita diabetes mellitus dan sindroma siklus bulanan
(premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang membuat distribusi lemak
tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut, sehingga
perempuan mudah terkena Diabetes mellitus Tipe II.
2. Pekerjaan
Karakteristik responden menurut pekerjaan dikategorikan menjadi enam
yaitu pensiunan/tidak bekerja, PNS/TNI/Polri, wiraswasta/pedagang laki-laki dan
perempuan. Distribusi frekuensi responden menurut umur dapat dilihat pada
tabel 9.
28
Tabel 9 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pekerjaan
Pekerjaan n %
Pensiunan/Tidak Bekerja 17 21.3
PNS/TNI/Polri 2 2.5
Wiraswasta/Pedagang 12 15.0
Pegawai Swasta 6 7.5
Ibu Rumah Tangga 39 48.8
Buruh 4 5.0
Total 80 100
Berdasarkan tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden adalah ibu rumah tangga yaitu 48.8%.
3. Pendidikan
Karakteristik responden menurut pendidikan dikategorikan menjadi empat
SD, SLTP, SLTA dan Akademi / Perguruan Tinggi. Distribusi frekuensi
responden menurut pendidikan dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan
Pendidikan n %
Dasar 29 36.3
Menengah 43 53.7
Tinggi 8 10.0
Total 80 100
Pendidikan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu pendidikan dasar
(tidak sekolah, SD tidak tamat, SD dan SLTP), Pendidikan menengah (SLTA)
dan pendidikan tinggi (Akademi/PT).
Berdasarkan tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden termasuk pada kategori berpendidikan menengah yaitu sebesar
53,7%.
29
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden dengan
tingkat pendidikan menegah belum mengetahui tentang apa sebenarnya yang
dimaksud dengan diet Diabetes mellitus yang selama ini dianjurkan ahli gizi
selama mereka melakukan konsultasi di Puskesmas Sosial.
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit
Diabetes Melitus Tipe II. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi biasanya akan
memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan, dengan adanya pengetahuan
tersebut oarang akan memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya (Irawan,
2010).
Menurut Ramadahan (2015), peningkatan kejadian diabetes didorong
oleh faktor pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap kejadian Diabetes
mellitus. Orang dengan pendidikan tinggi biasanya memiliki pengetahuan
banyak tentang kesehatan dan orang yang memiliki tingkat pendidikannya
rendah biasanya kurang pengetahuan. Dengan adanya pengetahuan tersebut
orang akan memiliki kesadaran untuk menjaga kesehatan.
4. Riwayat Keluarga
Karakteristik responden menurut riwayat penyakit dalam keluarga
dikategorikan menjadi dua yaitu ada dan tidak ada menderita Diabetes mellitus.
Distribusi frekuensi responden menurut riwayat penyakit keluarga dapat dilihat
pada tabel 11.
Tabel 11
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Penyakit Keluarga n %
Ada 35 43.8
Tidak ada 45 56.3
Total 80 100
Berdasarkan Tabel 11 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden tidak mempunyai riwayat keluarga yang menderita Diabetes mellitus
yaitu sebesar 56.3%.
30
C. Analisis Univariat
Analisa univariat digunakan untuk mendeskripsikan setiap variabel yang
diteliti. Pendeskripsian tersebut dapat dilihat pada gambaran distribusi frekuensi
dari variabel yang diteliti yaitu kadar glukosa darah, asupan serat, indeks
glikemik pangan, status gizi (IMT, lingkar pinggang, komposisi lemak tubuh dan
lemak visera) yang disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.
1. Kadar Glukosa Darah Responden
Kadar glukosa darah responden yang diambil adalah glukosa darah
sewaktu yang dikategorikan menjadi dua yaitu tinggi (hiperglikemia) dan
normal. Distribusi frekuensi responden menurut kadar glukosa darah sewaktu
dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kadar Glukosa Darah
Kadar Glukosa Darah n %
Hiperglikemia 48 60.0
Normal 32 40.0
Total 80 100
Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat bahwa sebagian besar kadar
glukosa darah responden di Puskesmas Sosial Palembang memiliki kadar
glukosa darah dengan kategori hiperglikemia sebanyak 48 responden
(60.0%).
2. Asupan Serat Responden
Distribusi frekuensi asupan serat dapat dilihat pada tabel 13 berikut ini.
Tabel 13 Distribusi Frekuensi Asupan Serat Responden
Asupan Serat n %
Kurang 54 67.5
Baik 26 32.5
Total 80 100
31
Berdasarkan tabel 13 dapat dilihat bahwa sebagian besar asupan
serat responden kurang yaitu sebanyak 54 responden (67.5%).
3. Indeks Glikemik Pangan Responden
Distribusi frekuensi asupan indeks glikemik pangan responden dapat
dilihat pada tabel 14.
Tabel 14 Distribusi Frekuensi Indeks Glikemik Pangan Responden
Indeks Glikemik Pangan N %
Rendah 1 1.3
Sedang 10 12.5
Tinggi 69 86.2
Total 80 100
Berdasarkan tabel 14 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
mengonsumsi makanan yang memiliki indeks glikemik pangan tinggi yaitu
sebanyak 69 responden (86.2%).
4. Status Gizi Responden
Penilaian status gizi responden di Puskesmas Sosial Palembang diukur
menggunakan indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang, komposisi lemak
tubuh dan lemak visceral.
a. Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Distribusi frekuensi Indeks massa tubuh dapat dilihat pada tabel 15
berikut ini.
Tabel 15
Distribusi Frekuensi Status Gizi Berdasarkan IMT
Indeks Massa Tubuh n %
Kurus 1 1.3 Normal 36 45.0 Overweight 16 20.0 Obesitas 27 33.7
Total 80 100
32
Berdasarkan tabel 15 dapat dilihat bahwa sebagian besar status gizi
responden berdasarkan IMT dengan kategori normal yaitu sebanyak 36
responden (45.0%).
b. Status Gizi berdasarkan Lingkar Pinggang
Distribusi frekuensi status gizi berdasarkan lingkar pinggang dapat
dilihat pada tabel 16 berikut ini.
Tabel 16
Distribusi Frekuensi Status Gizi berdasarkan Lingkar Pinggang
Lingkar Pinggang n %
Obesitas 46 57.5
Normal 34 42.5
Total 80 100
Berdasarkan tabel 16 dapat dilihat bahwa sebagian besar status gizi
responden berdasarkan pengukuran lingkar pinggang dengan kategori
obesitas yaitu sebanyak 46 responden (57.5%).
c. Status Gizi Responden Komposisi Lemak Tubuh
Distribusi frekuensi status gizi berdasarkan komposisi lemak tubuh
dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 17
Distribusi Frekuensi Status Gizi berdasarkan Komposisi Lemak Tubuh
Komposisi Lemak Tubuh n %
Kurus 3 3.7
Normal 42 52.5
Lebih 35 43.8
Total 80 100
Berdasarkan tabel 17 dapat dilihat bahwa sebagian besar status gizi
responden berdasarkan komposisi lemak tubuh dengan kategori normal yaitu
sebanyak 42 responden (52.5%).
33
d. Status Gizi Responden Lemak Viseral
Distribusi frekuensi status gizi berdasarkan lemak visceral dapat dilihat
pada tabel 18.
Tabel 18
Distribusi Frekuensi Status Gizi berdasarkan Lemak Viseral
Lemak Viseral N %
Obesitas 44 55.0
Normal 36 45.0
Total 80 100
Berdasarkan tabel 18 dapat dilihat bahwa sebagian besar status gizi
responden berdasarkan lemak viseral dengan kategori obesitas yaitu sebanyak
44 responden (55.0%).
D. Analisis Bivariat
1. Hubungan antara Asupan Serat dengan Kadar Glukosa Darah pada Pasien
Diabetes Mellitus
Hubungan antara asupan serat dengan kadar glukosa darah pada
pasien Diabetes mellitus di Puskesmas Sosial Palembang dapat dilihat pada
tabel 19.
Tabel 19
Hubungan antara Asupan Serat dengan Kadar Glukosa Darah pada Pasien
Diabetes Mellitus
Asupan Serat
Glukosa Darah Jumlah
P value
OR Hiperglikemia Normal
n % n % n %
Kurang 37 68.5 17 31.5 54 100 0.025 2.968
Baik 11 42.3 15 57.7 26 100
Total 48 60.0 32 40.0 80 100
Berdasarkan tabel 19 dapat dilihat bahwa pasien dengan kadar glukosa
darah yang tinggi (hiperglikemia) banyak terjadi pada pasien dengan asupan
serat kurang yaitu sebesar 68.5% dibandingkan dengan pasien dengan
asupan serat baik (11,1%).
34
Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square
didapatkan nilai p = 0,025 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara asupan serat dengan kadar glukosa darah pada
pasien Diabetes mellitus.
Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Muliani (2013)
yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara asupan serat
dengan kadar gula darah pasien.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bintanah, dkk (2012)
menyatakan bahwa ada hubungan antara asupan serat dengan kadar glukosa
darah. Semakin rendah asupan serat, maka semakin tinggi kadar glukosa
darah. Hal tersebut dikarenakan serat pangan mampu menyerap air dan
mengikat glukosa, sehingga mengurangi ketersediaan glukosa. Serat juga
dapat mengikat kelebihan serta membuang glukosa darah (Witasari, 2009).
Kandungan serat yang tinggi dalam makanan mempunyai indeks
glikemik yang rendah sehingga dapat memperpanjang pengosongan lambung
yang dapat menurunkan sekresi insulin dan kolesterol total dalam tubuh.
2. Hubungan antara Indeks Glikemik Pangan dengan Kadar Glukosa Darah
pada Pasien Diabetes Mellitus
Hasil analisis mengenai hubungan antara asupan indeks glikemik
pangan dengan kadar glukosa darah dapat dilihat pada tabel 20.
Tabel 20
Hubungan antara Asupan Indeks Glikemik Pangan dengan
Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Mellitus
Asupan Indeks Glikemik Pangan
Glukosa Darah Jumlah
P value OR Hiperglikemia Normal
N % N % n %
Tinggi 45 65.2 24 34.8 69 100 0.018 5.000
Sedang 3 27.3 8 72. 11 100
Total 48 60.0 32 40.0 80 100
Berdasarkan tabel 20 dapat dilihat bahwa pasien dengan kadar glukosa
darah yang tinggi (hiperglikemia) banyak terjadi pada pasien dengan asupan
35
indeks glikemik pangan tinggi yaitu sebesar 65.2% dibandingkan dengan
pasien dengan asupan indeks glikemik sedang (27.3%).
Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square
didapatkan nilai p = 0,018 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara asupan indeks glikemik dengan kadar glukosa darah
pada pasien Diabetes mellitus.
Hasil penelitian ini sama dengan yang dilakukan oleh Astuti, Ani dan
Maulani (2017) yang menyatakan bahwa indeks glikemik pangan yang tinggi
mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kadar glukosa darah pasien
DM tipe II.
Willet et al., (2002.) menyatakan bahwa makanan yang mengandung
indeks glikemik yang tinggi dapat meningkatkan resistensi insulin dan
penurunan kerja pangkreas karena memproduksi insulin lebih banyak.
Makanan yang mengandung indeks glikemik pangan yang tinggi banyak
terdapat pada makanan dan minuman yang manis karena banyak
mengandung glukosa yang sangat tinggi.
Menurut Rimbawan dan Siagian (2004) banyak pangan
berkarbohidrat seperti beras, kentang dan roti yang dapat dicerna dan
diserap sangat cepat sehingga dapat meningkatkan kadar glukosa darah.
Karbohidrat dalam pangan yang dapat dipecah dengan cepat selama proses
percernaan memiliki indeks glikemik tinggi. Jika karbohidrat dalam pangan
dipecah secara lambat sehingga pelepasan glukosa ke dalam darah berjalan
lambat memiliki indeks glikemik rendah.
Oba et al., (2013) menyatakan bahwa konsumsi makanan yang
mengandung indeks glikemik (IG) yang tinggi secara sering berhubungan
positif terhadap peningkatan risiko kejadian DM. Mirmiran et al., (2014)
menyatakan bahwa konsumsi makanan manis seperti biskuit, cake, coklat,
permen, dan minuman ringan dapat meningkatkan asupan kalori dan
berpengaruh terhadap kejadian metabolik sindrom dengan indikator
peningkatan glukosa darah puasa, lingkar pinggang yang berlebih, HDL
kolesterol yang rendah, peningkatan kolesterol LDL dan trigliserida.
36
3. Hubungan antara Status Gizi dengan Kadar Glukosa Darah pada Pasien
Diabetes Mellitus
Pada penelitian ini status gizi menggunakan indikator berdasarkan
Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar pinggang, komposisi lemak tubuh dan
lemak viseral. Hubungan antara status gizi dengan dengan kadar glukosa
darah pada pasien Diabetes mellitus di Puskesmas Sosial Palembang
dapat dilihat pada tabel 21, 22, 23 dan 24 berikut ini.
a. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Glukosa Darah
Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tabel 21
Hubungan antara IMT dengan Kadar Glukosa Darah
pada Pasien Diabetes Mellitus
Indeks Massa Tubuh
Glukosa Darah Jumlah
P value
OR Hiperglikemia Nomal
N % N % n %
Obesitas 27 62.8 16 37.2 43 100 0.583 -
Normal 21 56.8 16 43.2 37 100
Total 48 60.0 32 40.0 80 100
Berdasarkan tabel 21 dapat dilihat bahwa pasien dengan kadar
glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) terjadi pada pasien dengan
indeks massa tubuh yang obesitas yaitu sebesar 62.8% dan pasien
dengan IMT normal (56.8%).
Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square
didapatkan nilai p = 0,583 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara status gizi berdasarkan IMT dengan
kadar glukosa darah pada pasien Diabetes mellitus.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yunianto (2015) yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara IMT
dengan kadar glukosa darah. Jerant et al., (2015) menyatakan bahwa
IMT yang berlebih pada orang DM akan memiliki kaitan yang erat
terhadap status kesehatan fisik yang lebih buruk dibandingkan dengan
seseorang yang tidak DM. Status kesehatan fisik yang semakin buruk
akan memperparah kondisi pasien dan akan menyebabkan kematian.
37
b. Hubungan antara Lingkar Pinggang dengan Kadar Glukosa Darah
pada Pasien Diabetes Mellitus
Tabel 22
Hubungan antara Lingkar Pinggang dengan Kadar Glukosa Darah
pada Pasien Diabetes Mellitus
Lingkar Pinggang
Glukosa Darah Jumlah
P value
OR Hiperglikemia Normal
N % N % N %
Obesitas 39 84.8 7 15.2 46 100 0.000 15.476
Normal 9 26.5 25 73.5 34 100
Total 48 60.0 32 40.0 80 100
Berdasarkan tabel 22 dapat dilihat bahwa pasien dengan kadar
glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) banyak terjadi pada pasien
dengan lingkar pinggang yang obesitas yaitu sebesar 84.8% dibandingkan
dengan pasien dengan lingkar pinggang yang normal (26.5%).
Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square
didapatkan nilai p = 0.000 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara status gizi berdasarkan lingkar pinggang dengan
kadar glukosa darah pada pasien Diabetes mellitus.
Hasil penelitian ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan
Manungkalit, dkk (2015) dan Yunianto (2015) yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan besarnya nilai lingkar pinggang dengan nilai kadar gula
darah.
Penelitian Meisinger et al., (2006) menunjukkan bahwa lingkar
pinggang berpengaruh terhadap kejadian DM tipe 2. Pria yang memiliki
lingkar pinggang lebih dari 90 cm dan wanita yang memiliki lingkar
pinggang lebih dari 80 cm memiliki risiko terhadap kejadian DM.
Zhang et al., (2013) menyebutkan bahwa obesitas sentral sangat
berpengaruh terhadap status glukosa darah. Obesitas sentral dapat diukur
berdasarkan ukuran lingkar pinggang yang merupakan indikator obesitas
viseral dan terkait dengan kejadian gangguan metabolik. Oleh karena itu,
38
mempertahankan status gizi normal pada usia paruh baya harus
dipertahankan agar terhindar dari kejadian obesitas.
DM Tipe 2 sangat erat hubungannya dengan obesitas.
Berdasarkan laporan International Diabetes Foundation (IDF) tahun 2011
menunjukkan bahwa 80% dari penderita diabetes memliki berat badan
berlebih. Pada orang yang obesitas, terdapat kelebihan kalori akibat makan
yang berlebih sehingga menimbulkan penimbunan lemak di jaringan kulit.
Resistensi insulin akan timbul pada daerah yang mengalami penimbunan
lemak sehingga akan menghambat kerja insulin di jaringan tubuh dan otot.
Hal ini menyebabkan glukosa tidak dapat diangkat ke dalam sel sehingga
akan meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Mc Wright (2008) dalam
Adnan (2013) menjelaskan bahwa timbunan lemak bebas yang tinggi
dapat menyebabkan meningkat-nya up-take sel terhadap asam lemak
bebas dan memacu oksidasi lemak yang pada akhirnya akan menghambat
penggunaan glukosa dalam otot.
c. Hubungan antara Komposisi Lemak Tubuh dengan Kadar Glukosa Darah
pada Pasien Diabetes Mellitus
Tabel 23
Hubungan antara Komposisi Lemak Tubuh dengan
Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Mellitus
Komposisi Lemak Tubuh
Glukosa Darah Jumlah p
value OR Hiperglikemia Normal
N % n % N %
Obesitas 26 74.3 9 25.7 35 100 0.021 3.020
Normal 22 48.9 23 51.1 45 100
Total 48 60.0 32 40.0 80 100
Berdasarkan tabel 23 dapat dilihat bahwa pasien dengan kadar
glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) banyak terjadi pada pasien
dengan komposisi lemak tubuh yang obesitas yaitu sebesar 74.3%
dibandingkan dengan pasien dengan komposisi lemak tubuh yang normal
(48.9%).
Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square
didapatkan nilai p = 0.021 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
39
yang signifikan antara status gizi berdasarkan komposisi lemak tubuh
dengan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes mellitus.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Soniya et al., (2014)
yang menyatakan bahwa komposisi lemak tubuh memiliki hubungan
dengan kadar gukosa darah dan berperan dalam terjadinya DM mellitus
tipe 2. Komposisi lemak tubuh wanita lebih tinggi daripada pria sehingga
wanita lebih berisiko terhadap terjadinya DM tipe 2.
Waspadji (2004) menyatakan bahwa timbunan lemak yang
berlebih didalam tubuh dapat mengakibatkan resistensi insulin yang
berpengaruh terhadap kadar gula darah penderita diabetes melitus.
d. Hubungan antara Lemak Viseral dengan Kadar Glukosa Darah pada
Pasien Diabetes Mellitus
Tabel 24
Hubungan antara Lemak Viseral dengan Kadar Glukosa Darah
pada Pasien Diabetes Mellitus
Lemak Viseral
Glukosa Darah Jumlah
p value OR Hiperglikemia Normal
n % n % n %
Obesitas 33 75.0 11 25.0 44 100 0.002 4.200
Normal 15 41.7 21 58.3 36 100
Total 48 60.0 32 40.0 80 100
Berdasarkan tabel 24 dapat dilihat bahwa pasien dengan kadar
glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) banyak terjadi pada pasien
dengan lemak viseral yang obesitas yaitu sebesar 75.0% dibandingkan
dengan pasien yang lemak viseralnya normal (41.7%).
Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi-square
didapatkan nilai p = 0. 002, maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara status gizi berdasarkan lemak viseral
dengan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Anjana et al., (2004)
yang menyatakan bahwa lemak viseral memiliki korelasi yang kuat
40
terhadap kadar glukosa darah pada DM. Lemak viseral yang tinggi pada
seseorang memiliki hubungan yang lebih tinggi terhadap kadar glukosa
darah.
Lemak viseral adalah salah satu dari dasar kondisi klinis pada
kejadian metabolik sindrom yang merupakan penyebab terjadinya risiko
penyakit kardiovaskular seperti DM, dyslipidemia dan peningkatan
tekanan darah (Unno et al., 2012). Obesitas viseral memiliki hubungan
yang tinggi dengan kejadian DM tipe 2 dan resistensi insulin dianggap
sebagai penyebab peningkatan angka kesakitan di dunia (Tchemof A
and Despres, 2013).
Lemak viseral berbanding lurus terhadap diameter lingkar perut
dan komposisi lemak abdominal. Lemak viseral dan lemak abdominal
berasosiasi terhadap kejadian DM tipe 2. Lemak viseral dan lemak
abdominal keduanaya berkorelasi satu sama lain terhadap lingkar
pinggang dan diameter sagital perut (saggital abdominal diameter/SAD).
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sebagian besar kadar glukosa darah responden di Puskesmas Sosial
Palembang memiliki kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemia) yaitu
sebanyak 48 responden (60.0%).
2. Sebagian besar asupan serat responden kurang yaitu sebanyak 54
responden (67.5%).
3. Sebagian besar responden mengonsumsi makanan yang memiliki indeks
glikemik pangan tinggi yaitu sebanyak 69 responden (86.2%).
4. Sebagian besar status gizi responden berdasarkan IMT dengan kategori
normal yaitu sebanyak 36 responden (45.0%).
5. Sebagian besar status gizi responden berdasarkan pengukuran lingkar
pinggang dengan kategori obesitas yaitu sebanyak 46 responden
(57.5%).
6. Sebagian besar status gizi responden berdasarkan komposisi lemak
tubuh dengan kategori normal yaitu sebanyak 42 responden (52.5%).
7. Sebagian besar status gizi responden berdasarkan lemak viseral dengan
kategori obesitas yaitu sebanyak 44 responden (55.0%).
8. Ada hubungan yang signifikan antara asupan serat dengan kadar
glukosa darah pada pasien Diabetes mellitus.
9. Ada hubungan yang signifikan antara asupan indeks glikemik pangan
dengan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes mellitus.
10. Tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi berdasarkan
Indeks Massa Tubuh dengan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes
mellitus.
11. Ada hubungan yang signifikan antara status gizi berdasarkan lingkar
pinggang dengan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes mellitus.
12. Ada hubungan yang signifikan antara status gizi berdasarkan komposisi
lemak tubuh dengan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes mellitus.
42
13. Ada hubungan yang signifikan antara status gizi berdasarkan lemak
viseral dengan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus.
C. Saran
1. Gaya hidup merupakan hal yang penting dalam mengontrol kadar glukosa
darah pada pasien DM. Pasien diharapkan dapat menerapkan gaya hidup
sehat seperti mengonsumsi makanan yang tinggi serat yang banyak
terdapat dalam sayur dan buah, mengurangi mengonsumsi makanan/
minuman yang mengandung indeks glikemiks yang tinggi serta banyak
melakukan aktivitas fisik supaya dapat menurunkan berat badan.
2. Petugas kesehatan sebaiknya dapat memberikan konsultasi dan
penyuluhan tentang gaya hidup yang sehat kepada pasien agar kadar
glukosa darah terkontrol.
43
DAFTAR PUSTAKA
Adnan M, Mulyati T, Isworo JT. 2013. Hubungan Indeks massa tubuh (IMT) dengan kadar gula darah penderita diabetes melitus (DM) tipe 2 rawat jalan di RS tugurejo semarang. Jurnal Gizi Muhammadiyah Semarang.
Amanina A. 2015. Hubungan Asupan Karbohidrat dan Serat dengan Kejadian
Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Purwosari. Surakarta.
Almatsier S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
American Diabetes Association. 2014. Genetics of Diabetes.
http://www.diabetes.org/diabetes.basics/genetics-of-diabetes.html.
Diakses tanggal 8 Februari 2018.
_____________________. 2016. Diagnosing Diabetes and Learning About
Prediabetes. http://www.diabetes.org/diabetes-basics/diagnosis. Diakses
tanggal 8 Februari 2018.
Anjana M, Sandeep S, Deepa R, Vimaleswaran Ks, Farooq S, Mohan V. 2004. Visceral and central abdominal fat and anthropometry in relation to diabetes in Asian Indians. Diabetes Care 27 (12): 2948–2953.
Arif M. 2014. Obesitas dan Kelebihan berat badan berhubungan dengan risiko
Kejadian DM Tipe 2. htt2p://digilib.unila.ac.id/2447/11/BAB%2011.pdf.
Diakses tanggal 23 Januari 2018.
Assah F, Mbanya JC, Ekelund U, Wareham N, BrageS. 2015. Patterns and correlates of objectively measured free-living physical activity in adults in rural and urban Cameroon. J Epidemiol Community Health.0:1–8. doi:10.1136/jech-2014-205154.
Astawan T. 2012. Sehata Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Tiga Serangkai:
Solo.
Bintanah S. 2012. Asupan Serat dengan Kadar Gula Darah, Kolesterol Total dan
Status Gizi pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit
Roemani Semarang.
Corwin EJ. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC (E-Book).
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/KTI.pdf. Diakses tanggal 26
Januari 2018.
44
Daniels R dan Nicoll LH. 2012. Contemporary Medical Surgical Nursing Second
Editions. Delmar: Cengage Learning, Canada: 1591-1614
Departemen Kesehatan RI. 2001.Pedoman Pengendalian Diabetes Mellitus dan
Penyakit Metabolik. Jakarta (ID).
___________. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta (ID): Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Dinas Kesehatan Kota Palembang. 2013. Profil Dinas Kesehatan Palembang
Tahun 2013. http://dinkes.palembang.go.id/tampung/dokumen/dokumen-
122-166.pdf. Diakses tanggal 6 Februari 2018.
Fatiman RN. 2015. Diabetes Mellitus Tipe 2.
http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/31787259/511-570-
1-PB. Diakses tanggal 10 Februari 2018.
International Diabetes Federation. 2011. Diabetes Evidence Demands Real Action From The Un Summit On Non-Communicable Diseases. [http://www.idf.org/diabetes-evidence-demands-real-action-un-summit-non-communicable-diseases].
International Diabetes Federation (IDF). 2015. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition.
http://www.idf.org/diabetes-evidence-demands-realaction-unsummit-non-
communicable-disease. Diakses tanggal 12 Januari 2018.
Irawan D. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2
di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007).
Thesis Universitas Indonesia.
Jerant A, Bertakis KD, Franks P. 20015. Body mass index and health status in diabetic and non-diabetic individuals. Nutrition & Diabetes. 5: e152. doi:10.1038/nutd.2015.2.
Kementerian Kesehatan. 2011. Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko
Diabetes Melitus. Jakarta (ID) : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta (ID):
Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Meisinger C, Döring A, Thorand B, Heier M, Löwel H. 2006. Body fat distribution and risk of type 2 diabetes in the general population: are there differences between men and women? The MONICA/KORA Augsburg Cohort Study. Am J Clin Nutr.84:483–489.
45
Mirarefin M, Sharifi F, Fakhrzadeh F, Amini MR, Ghaderpanahi M, Shoa NZ, Badamchizadeh Z, TajalizadeKhoob Y, Nazari N, Larijani B. 2014. Waist circumference and insulin resistance in elderly men: an analysis of Kahrizak elderly study. Journal of Diabetes & Metabolic Disorders. 13 (28) : 1-7.
Mirmiran P, Bahadoran Z, Delshad H, Azizi F. 2014. Effects of energy-dense
nutrient-poor snacks on the incidence of metabolic syndrome: A prospective approach in Tehran Lipid and Glucose Study. Nutrition. 30 : 538–543. doi: 10.1016/j.nut.2013.09.014.
Monro JA, Shaw M. 2008. Glycemic impact, glycemic glucose equivalents,
glycemic index, and glycemic load: definitions, distinctions, and implications. Am J Clin Nutr. 87(suppl): 237S–43S.
Manungkalit M, Kusnanto, Ana DAP. 2015. Hubungan Lingkar Pinggang Dengan
Faktor Risiko Diabetes Mellitus (Tekanan Darah, Kadar Gula Darah Dan Indeks Massa Tubuh) Pada Usia Dewasa Awal Di Wilayah Kecamatan Gerih Kabupaten Ngawi. Jurnal Ners LENTERA, Vol. 3, No. 1.
Muliani U. 2013. Asupan Zat-Zat Gizi dan Kadar Gula Darah Penderita DM Tipe
2 Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 2,325-332
Nurgajayanti C. 2017. Hubungan antara Status Gizi, Asupan Karbohidrat, Serat
dan Aktivitas Fisik dengan Kadar Glukosa Darah pada Pasien Rawat
Jalan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Jetir Kota Yogyakarta.
Oba S, Nanri A, Kurotani K, Goto A, Kato M, Mizoue T, Noda M, Inoue M, Tsugane S. 2013. Dietary glycemic index, glycemic load and incidence of type 2 diabetes in Japanese men and women: the Japan public health center-based prospective study. Nutrition Journal.12(165) : 1 – 10.
PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia 2015. http://pbperkeni.or.id/doc/konsensus.pdf.
Diakses tanggal 4 Februari 2018..
Pusparini. 2007. Obesitas Sentral, Sindroma Metabolik dan Diabetes Mellitus
Tipe 2. File://C:/Users/user/Downloads/312-630-1-SM%20(4).pdf. Diakses
30 Desember 2017.
Rimbawan dan Siagian. 2004. Indeks Glikemik Pangan. Bogor : Penebar
Swadaya.
Rosalina. 2008. Hubungan asupan karbohidrat, serat, dan indeks massa tubuh (IMT) dengan kadar glukosa darah penderita diabetes melitus tipe 2 di RSUD dr. agoesdjam ketapang. Artikel Penelitian Program Studi Imu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
46
Soniya I, Devi MA, Rosemary S. 2014. Body composition in diabetes mellitus. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS). 13(1-10): 68-70.
Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Buku
Kedokteran EGC.
Tensiska. 2008. Serat Makanan. Jurusan Teknologi Industri Pangan. Fakultas
Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjadjaran. Jawa Barat.
Tobias DK, Jackson CL, O’Reilly EJ, Ding EL, Willett WC, Manson JE, Hu FB. 2014. Body-mass index and mortality among adults with incident type 2 diabetes. N Engl J Med. 370:233-44.doi: 10.1056/NEJMoa1304501.
Unno M, Furusyo N, Mukae H, Koga T, Eiraku K, Hayashi J. 2012. The utility of
viseral fat level by bioelectrical impedance analysis in the screening of metabolic syndrome. J Athreroscler Thromb. 19 : 462 – 470.
Voulgari C, Pagoni S, vinik A, Poirier P. 2012. Exercise improves cardiac
autonomic function in obesity and diabetes. Metabolism Clinical and Experimental. 62 : 602 – 621. doi : 10.1016/j.metabol.2012.09.005.
Wahyuni S. 2013. Diabetes Mellitus pada Perempuan Usia Reproduksi di
Indonesia. Program Studi Kesehatan Masyarakat.
Waspadji, Sarwono, Kartini Sukardji, Meida Oktarina. 2004. Pedoman Diet Diabetes Melitus.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. __________, Soewondo P, Subekti I, Soebandi S, Harbuwono DS, Pramono LA,
Supali T. 2013. Ende diabetes study: diabetes and its characteristics in rural areaEast Nusa Tenggara. Med J Indones. 22: 30 – 38.
Witasari U, Setianingrum R, Siti Z. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan,
Asupan Karbohidrat dan Serat dengan Pengendalian Kadar Glukosa
Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Jurnal penelitian Sains
dan Teknologi Vol. 10 No. 2. 2009: 130-138. Program Studi Gizi, Fakultas
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Wannamethee SG, Shaper AG, Walker M. 2004. Overweight and obesity and weight change in middle aged men: impact on cardiovascular disease and diabetes. J Epidemiol Community Health. 59:134–139. doi: 10.1136/jech.2003.015651.
Willett W, Manson J, Liu S. 2002.Glycemic index, glycemic load, and risk of type
2 diabetes. Am J Clin Nutr.76(suppl):274S–80S.
Yanita dkk. 2016. Obesitas Abdominal Sebagai Faktor Risiko Peningkatan Kadar
Glukosa Darah.
47
Yunianto AE. 2015. Pengetahuan, Gaya Hidup, Dan Status Gizi Serta Kaitannya Dengan Status Glukosa Darah Pada Pria Dan Wanita Perdesaan. Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Zhang L, Shen Y, Zhou J, Pan Jm, Yu Hy, Chen Hb, Li Q, Li M, Bao Yq, Jia Wp.
2014. Relationship between waist circumference and elevation of carotid intima-media thickness in newly-diagnosed diabetic patients. Biomed Environ Sci. 27(5): 335-342. doi: 10.3967/bes2014.058.
48
Lampiran 1. Kandungan Indeks Glikemik Pangan Berbagai Pangan
Jenis Nama Pangan Indeks
Glikemik
Ukuran
Saji
Kandungan KH
(g/ukuran saji)
Beban
Glikemik
Minuman
olahraga
Gatorade 65-91 250 ml 15 12
Isostar 55-85 250 ml 18 13
Sport plus 68-80 250 ml 17 13
Sustagen 34-52 250 ml 49 21
Milo, dilarutkan air 52-58 250 ml 16 9
Quik, cokelat 48-58 250 ml 7 4
Quik, stroberi 56-72 250 ml 8 5
Roti
Oat bread 60 30 g 19 12
Roti (tepung beras) 63-81 30 g 18 8
Roti, tepung gandum hitam 41-45 30 g 12 5
Roti, tepung terigu 50-56 30 g 20 10
Serealia
Barley (kanada) 24-26 150 g 42 11
Barley (hordeum vulgare) 37-49 150 g 42 26
Barley, cracked (Tunisia) 50 150 g 42 21
Barley, rolled (Australia) 61-71 150 g 38 25
Jagung 59 - - -
Beras putih 54-84 150 g 43 30
Terigu (india) 21-39 50 g 38 11
Terigu (Kanada) 42 50 g 33 14
Quick cooking wheat
(Australia)
43-65 150 g 47 25
Mie instan, didihkan 2
menit
46-48 180 g 40 19
Macaroni, didihkan 5 menit 45 180 49 22
Spageti, didihkan 7 menit 27-38 180 g 44-52 14-17
Dairy
product
Es krim 54-68 50 13 8
Susu 23-31 250 ml 12 3
Pudding 40-48 100 g 16 7
Yogurt, tidak spesifik
(Kanada)
32-40 200 ml 9 3
Yogurt, rendah lemak, gula
(Australia)
26-40 200 ml 31 10
Yogurt, bebas lemak
(Australia)
21-25 200 ml 14 3
Susu kedelai, full fat (3%) 39-49 250 ml 17 8
Susu kedelai, reduce fat
(1.5%), 120 Ca, light
41-47 250 ml 17 8
Yogurt kedelai, peach, dan
manga, 2% lemak, gula
47-53 200 ml 26 13
Polong dan
kacang-
kacangan
Buncis, didihkan 17 menit 24-32 150 g 25 7
Kacang polong, didihkan 22 150 g 9 2
Kacang kedelai 15-21 150 g 6 1
Kacang hijau 32 - - -
Kacang merah 27 - - -
Kacang tanah 23 - - -
49
Lampiran 2. Inform Consent
INFORM CONSENT
(SURAT PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI RESPONDEN)
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Tanggal Lahir / Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Bersedia dan mau ikut berpartisipasi menjadi responden pada penelitian yang
berjudul: “Asupan Serat, Indeks Glikemik Pangan dan Status Gizi Pada
Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Sosial Palembang”, yang dilakukan
oleh Saudara Eliza, S.Gz, M.Si (Dosen Prodi D III Gizi Poltekkes Kemenkes
Palembang).
Tindakan yang akan dilakukan adalah :
1. Wawancara konsumsi makanan
2. Pengukuran status gizi secara antropometri.
3. Pengukuran kadar glukosa darah
Responden berhak untuk mengetahui status gizi dan kadar glukosa
darahnya.
Responden
(……………………….)
50
Lampiran 3. Form Identitas Pasien
DATA IDENTITAS PASIEN
No. Responden : …………………………
Nama : …………………………
Tempat / Tgl lahir : …………………………
Jenis Kelamin : L / P
Alamat : ………………………………………………………………….
……………………………………………………………………
Pendidikan Terakhir :
1. SD 2. SLTP 3. SLTA 4. Akademi / PT
Pekerjaan :
1. Pensiunan / Tidak bekerja 2. PNS/TNI/Polri 3. Wiraswasta / Pedagang 4. Pegawai Swasta 5. Ibu Rumah Tangga 6. Buruh / Tukang
Pengukuran :
1. TB =…………………..cm 2. BB = ………………….kg 3. Lingkar pinggang = ………………….cm 4. Komposisi lemak tubuh = ……………….. 5. Lemak viseral =…………………
51
Lampiran 4. Form Recall
FORM RECALL KONSUMSI MAKANAN
Kode Sampel :
Nama Responden : ………………..
Hari/Tanggal :
Waktu
Makan
Hidangan Bahan Makanan Berat
URT Gram
Pagi
Selingan
Siang
Selingan
Malam
Selingan
52
Lampiran 5. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Foto Kegiatan Penelitian
53
54
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian