Laporan Hasil Kajian Kota Bogor

7
LAPORAN HASIL KAJIAN PEMBIAYAAN FASILITAS KESEHATAN KOTA BOGOR Oleh: Bachrul Elmi 1. Rekomendasi Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar (basic need) masyarakat. Pemerintah Kota Bogor telah mengagendakan sebagai kota sehat yang hendak dicapai paling lambat tahun 2006. Alokasi APBD tahun 1998/1999 sebagian besar (57,25 persen) untuk belanja pegawai, sementara itu untuk biaya kesehatan hanya 4,0 persen. Sejak pelaksanaan otonomi daerah, penyediaan dana kesehatan dari APBN, disatukan dalam Dana Alokasi Umum (DAU), hal ini berakibat semakin kurang transparannya penyediaan dana kesehatan dalam APBD. Agar Dinas Kesehatan Kota dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat golongan miskin direkomendasikan sebagai berikut: Dilakukan subsidi silang, melalui peningkatan pelayanan kepada golongan mampu dengan tarif pengobatan lebih tinggi, agar dapat membantu biaya pengobatan golongan miskin, antara lain untuk pelayanan dari dokter spesialis. Alokasi dana APBD untuk Puskesmas, termasuk biaya pelayanan dan pengadaan obat bagi pasien dan masyarakat agar disediakan sesuai dengan “biaya standar orang sehat”. Melalui alokasi belanja pembangunan agar disediakan dana untuk penambahan fasilitas RSUD dan Puskesmas. Penyediaan pelayanan kesehatan dapat diprogramkan melalui partisipasi masyarakat. 2. Permasalahan Kesehatan adalah salah satu faktor yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas masyarakat. Biaya-biaya yang diperlukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat semakin mahal, namun anggaran biaya yang dialokasikan selalu kurang mencukupi. Disamping itu faktor-faktor seperti urbanisasi dan meningkatnya F:\bapekki\kajian\Bachrul - Laporan P.Bachrul.doc

description

Laporan Hasil Kajian Kota Bogor

Transcript of Laporan Hasil Kajian Kota Bogor

Page 1: Laporan Hasil Kajian Kota Bogor

LAPORAN

HASIL KAJIAN PEMBIAYAAN FASILITAS KESEHATAN KOTA BOGOR

Oleh: Bachrul Elmi

1. Rekomendasi

Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar (basic need) masyarakat. Pemerintah

Kota Bogor telah mengagendakan sebagai kota sehat yang hendak dicapai paling lambat

tahun 2006. Alokasi APBD tahun 1998/1999 sebagian besar (57,25 persen) untuk belanja

pegawai, sementara itu untuk biaya kesehatan hanya 4,0 persen.

Sejak pelaksanaan otonomi daerah, penyediaan dana kesehatan dari APBN,

disatukan dalam Dana Alokasi Umum (DAU), hal ini berakibat semakin kurang

transparannya penyediaan dana kesehatan dalam APBD. Agar Dinas Kesehatan Kota dapat

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat golongan miskin direkomendasikan sebagai

berikut:

• Dilakukan subsidi silang, melalui peningkatan pelayanan kepada golongan mampu

dengan tarif pengobatan lebih tinggi, agar dapat membantu biaya pengobatan golongan

miskin, antara lain untuk pelayanan dari dokter spesialis.

• Alokasi dana APBD untuk Puskesmas, termasuk biaya pelayanan dan pengadaan obat

bagi pasien dan masyarakat agar disediakan sesuai dengan “biaya standar orang sehat”.

• Melalui alokasi belanja pembangunan agar disediakan dana untuk penambahan fasilitas

RSUD dan Puskesmas.

• Penyediaan pelayanan kesehatan dapat diprogramkan melalui partisipasi masyarakat.

2. Permasalahan

Kesehatan adalah salah satu faktor yang dibutuhkan untuk meningkatkan

produktivitas masyarakat. Biaya-biaya yang diperlukan untuk meningkatkan pelayanan

kesehatan kepada masyarakat semakin mahal, namun anggaran biaya yang dialokasikan

selalu kurang mencukupi. Disamping itu faktor-faktor seperti urbanisasi dan meningkatnya

F:\bapekki\kajian\Bachrul - Laporan P.Bachrul.doc

Page 2: Laporan Hasil Kajian Kota Bogor

jumlah orang miskin perkotaan telah meningkatkan kebutuhan pelayanan kesehatan.

Sebelum pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001, sejumlah pembiayaan kesehatan

dialokasikan melalui program Inpres Kesehatan. Dengan berlakunya otonomi daerah,

kebutuhan pembiyaan kesehatan digabungkan ke dalam Dana Alokasi Umum, sehingga

Pemerintah Daerah Kota Bogor juga menentukan prioritas dan program serta

pembiayaannya untuk suatu tahun anggaran. Artinya bisa saja terjadi pergeseran prioritas

pembiayaan yang lebih besar jumlahnya, yang misalnya disediakan untuk membiayai

pembangunan prasarana jalan kota, pasar, terminal dan sebagainya.

3. Tujuan Penelitian

Kota Bogor sebagai salah satu linterland dari Metropolitan DKI Jakarta, dalam

beberapa tahun terakhir telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, seperti dalam

peningkatan jumlah urbanisasi, jumlah bangunan, prasarana jalan dan sebagainya. Selain

dari itu kota ini menjadi salah satu tempat wisata dan tempat tinggal bagi orang-orang

Jakarta. Konsep pengembangan kota sebelumnya yaitu “Jabotabek” sepertinya telah

berubah karena mulai tahun 2001 dilaksanakan otonomi daerah.

Menyikapi keadaan tersebut, Dinas Kesehatan Kota menyusun program “Bogor

Kota Sehat” tahun 2006. Kemudian muncul pertanyaan, akankah pemerintah kota ini dapat

mewujudkan visi pembangunan kota tersebut, mengingat masih banyak program-program

pembangunan yang cenderung lebih diprioritaskan.

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi ketersediaan fasilitas kesehatan yang ada,

kemudian mengamati kebutuhan masyarakat atas pelayanan kesehatan serta alokasi dana

dalam APBD untuk pelayanan tersebut. Selanjutnya diidentifikasi juga dampak kebijakan

otonomi daerah terhadap pola pembiayaan pelayanan kesehatan Kota Bogor.

4. Metodologi Penelitian

a. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup studi ini mencakup pertama, kajian terhadap keadaan pada beberapa

jenis prasarana yang sangat signifikan dampaknya terhadap kegiatan ekonomi dan

kesejahteraan masyarakat secara umum yang meliputi prasarana dalam bidang fasilitas

F:\bapekki\kajian\Bachrul - Laporan P.Bachrul.doc

Page 3: Laporan Hasil Kajian Kota Bogor

umum yaitu air bersih, pelayanan dasar yaitu pendidikan dan kesehatan, serta dalam

bidang transportasi yaitu jalan. Kedua, analisis terhadap sumber-sumber dan pola

pembiayaan prasarana yang mencakup pembiayaan terhadap investasi (pembangunan fisik)

serta pembiayaan operasi dan pemeliharaan (OM).

b. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis komparatif

dengan menggunakan metode statistik deskriptif sederhana. Analisis deskriptif dilakukan

untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai kondisi kesenjanganan

prasarana yang terjadi di daerah penelitian, serta mengetahui berbagai faktor yang

menyebabkan terjadinya kesenjangan tersebut. Analisis komparatif dilakukan untuk

melihat perkembangan kondisi prasarana dan pembiayaan pembangunan prasarana dari

waktu ke waktu khususnya pada masa sebelum dan sesudah pelaksanaan otonomi daerah

dan desentralisasi fiskal.

c. Teknik Pengambilan Sampel

Pemilihan sampel dalam kajian ini dilakukan dengan metode purposive sampling,

yaitu Kota Bogor. Pemilihan sampel tersebut dilakukan atas dasar pertimbangan

keterbatasan dana yang tersedia dan pengenalan yang cukup luas atas kota yang menjadi

obyek penelitian. Disamping itu pemilihan sampel tersebut juga didasarkan atas

pertimbangan pesatnya perkembangan penduduk dan urbanisasi di kota yang digunakan

sebagai sampel dan relatif kompleksnya permasalahan prasarana di kota tersebut, sehingga

dengan demikian dengan dana yang sangat terbatas dapat diperoleh hasil penelitian yang

cukup representatif dalam menggambarkan permasalahan yang sedang dihadapi.

d. Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang digunakan dalam melakukan analisis adalah berupa data primer

dan data sekunder. Pengumpulan data primer akan dilakukan melalui survei ke lapangan

secara langsung yang disertai dengan wawancara terbuka dan tertutup yang dilakukan

dengan pejabat dalam ruang lingkup penelitian. Data yang diperlukan meliputi keadaan

F:\bapekki\kajian\Bachrul - Laporan P.Bachrul.doc

Page 4: Laporan Hasil Kajian Kota Bogor

prasarana baik secara kuantitatif (coverage) maupun secara kualitatif, perkembangan

investasi, serta sumber-sumber pembiayaannya. Data sekunder diperoleh dari publikasi

instansi yang bertanggung jawab terhadap jenis prasarana tertentu antara lain seperti

publikasi pemerintah kota yang menjadi obyek penelitian, publikasi BPS, dan publikasi

lainnya.

F:\bapekki\kajian\Bachrul - Laporan P.Bachrul.doc

Page 5: Laporan Hasil Kajian Kota Bogor

5. Temuan

Alokasi APBD

% APBDA. PENDAPATAN

1. Pajak Daerah Rp 7.179.340 2. Retribusi Rp 7.221.860

Pelayanan Kesehatan Rp 696.753 Sampah Rp 1.230.347 KTP dan Catatan Sipil Rp 119.228 Pemakaian Kekayaan Daerah Rp 36.450 Peruntukan Tanah Rp 62.057 Izin Trayek Rp 120.792 Laba BUMD Rp 683.356 Lain-lain Rp 548.750

3. Penerimaan Subsidi Rp 69.590.056 Pemerintah PusatBagi Hasil Pajak Rp 10.589.945 Bagi Hasil Non Pajak Rp 250.000 A Rp 44.928.470 Pembangunan Rp 12.462.057 Lain-lain Rp 1.687.499

B. BELANJA Rp 72.217.329 1. Belanja Rutin Rp 46.618.484 2. Belanja Barang Rp 13.844.462 3. Pemeliharaan Rp 1.265.425 4. Perjalanan Rp 162.900 5. Operasional Perusahaan Umum Rp 2.903.000 6. Angsuran Pinjaman Rp 669.260 7. Sumbangan ke Desa Rp 579.699 8. Lain-lain Rp 6.174.099

C. PENGELUARAN PEMBANGUNAN Rp 38.303.796 1. Sektor Industri Besar Rp 19.231.898 50,22. Sektor Pertanian dan Kehutanan Rp 50.000 3. Sektor Sumber Daya Air dan Irigasi Rp 315.514 4. Sektor Sumber Tenaga Kerja Rp 250.000 5. Sektor Perdagangan, Pengembangan Rp 35.000 Usaha Nasional6. Sektor Transportasi Rp 1.829.925 4,77. Sektor Pariwisata Rp 4.817.308 12,58. Sektor Pembangunan Permukiman Rp 70.000 9. Sektor Lingkungan Hidup Rp 877.100 10. Sektor Pendidikan Kebudayaan Rp 1.211.687 3,1 Nasional11. Sektor Kependudukan Rp 3.467.299 9,012. Sektor Kesehatan, Kesejahteraan Rp 1.557.354 4,0 Sosial13. Sektor Perumahan dan Permukiman Rp 666.773 14. Sektor Agama Rp 617.000 15. Sektor IPTEK Rp 125.000 16. Sektor Hukum Rp 165.000 17. Sektor Aparatur Pemerintah Rp 2.626.938 6,818. Sektor Politik, Penerangan dan Rp 375.000 Komunikasi19. Ketertiban Umum Rp 15.000

(Ribuan Rp.)APBD Kota Bogor 2000

Sesuai alokasi APBD di atas, sektor kesehatan hanya mendapat jatah 4,0 persen,

pendidikan kebagian 3,1 persen dan sektor transportasi 4,7 persen. Bagian terbesar APBD

F:\bapekki\kajian\Bachrul - Laporan P.Bachrul.doc

Page 6: Laporan Hasil Kajian Kota Bogor

2000 Kota Bogor adalah sektor Industri Besar dan Pariwisata. APBD itu masih bersifat

birokrat dan belum mengutamakan pemberian pelayanan kepada rakyat miskin.

Dana APBD Untuk Kesehatan

a. Jumlah Belanja Pegawai Rp 253.116 Rp 419.441 Rp 377.497 Rp 4.379.904 Jumlah Belanja Barang Rp 123.350 Rp 154.350 Rp 96.800 Rp 125.952 Jumlah Belanja Pemeliharaan Rp 20.000 Rp 17.500 Rp 18.000 Rp 33.200 Jumlah Belanja Perjalanan Dinas Rp 12.500 Rp 10.000 Rp 7.200 Rp 25.000

b. Belanja Modal/Investasi/Proyek Rp 187.117 Rp 4.050 Rp 165.000 Rp 1.998.000

(Ribuan Rp.)TAHUN ANGGARANALOKASI DANA BIDANG KESEHATAN

1998/1999 1999/2000 2000 2001

Prasarana dan Sarana Kesehatan

1. Berapa Jumlah Rumah Sakit yang adaTahun Anggaran 1996 s/d. 2000a. RSUD 1) Kapasitas Inap

2) Rawat Jalanb. R.S. Swastac. Puskesmasd. Puskesmas Pembantu

2. Tenaga Dokter dan Paramedisa. Berapa jumlah dokter yang bertugas di masing-

masing Rumah Sakit dan Puskesmas1) Dokter Umum 33 36 74 29 85 29 85 292) Dokter Spesialis 50 0 58 0 61 0 64 03) Bidan 20 87 27 87 127 88 127 884) Perawat 62 166 82 172 137 93 137 935) Pegawai TU (non medik) 1103 106 1112 171 1267 176 1273 176

b. Jumlah pasien yang dilayani rata-rata perbulan 7550 19380 15100 16210oleh masing-masing Rumah Sakit dan Puskesmas 332067 361375 327521 227776Jenis penyakit yang diderita pasien

c. Sarana Pengobatan yang tersedia di Rumah Sakitdan Puskesmas1) BP Umum 5) Pencegahan Peny. Menular2) BP Gigi 6) Penanggulangan Gizi Buruk3) KIA/KB 7) Pemberantasan Peny. Menular4) Spesialis 8) Penyuluhan Kes. Masyarakat

3. Biaya-biaya pengobatan pasiena. Biaya Pemeriksaanb. Pemakaian Obat

4. Pencegahan penyakit menular% Pelayanan

2000 2001PRASARANA DAN SARANA KESEHATAN

40%

8501000

1999/2000

RS

45%

8501500

45%

8501500

45%

8501500

Tidak adaTidak adaTidak ada

RS Pusk PuskRSPuskRSPusk

0

2023400

0

2319

442317

0

23

0

17

4

Tidak ada

1998/1999

00

F:\bapekki\kajian\Bachrul - Laporan P.Bachrul.doc

Page 7: Laporan Hasil Kajian Kota Bogor

Dana APBD untuk kesehatan tahun anggaran 1998/1999 sebesar 42,4 persen untuk

membayar gaji, tahun 1999/2000 belanja pegawai menjadi 69,2 persen dan tahun anggaran

2000 belanja pegawai sebesar 50,7 persen untuk tahun 1998/1999, 25,4 persen tahun

1999/2000 dan 14,5 persen tahun 2000. hal ini sebagai salah satu indikasi terjadinya

penurunan pelayanan kesehatan pada beberapa tahun terakhir.

F:\bapekki\kajian\Bachrul - Laporan P.Bachrul.doc