Laporan Harian II
-
Upload
dwy-martha -
Category
Documents
-
view
64 -
download
5
description
Transcript of Laporan Harian II
LAPORAN HARIAN (LOG BOOK)
Hal yang dipelajari adalah : Konsep BronkoPneumonia
Penyakit Bronkopnumonia
Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut,
biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi
sebagian dari salah satu atau kedua paru. Bronkopneumonia sebagai penyakit
yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu
bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.
Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak
adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang
atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan
sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya
penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika
yang tidak sempurna.
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok
walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan
oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten
terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan
derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini.
Bronkopneumonia lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri. Bakteri-bakteri ini
menginvasi paru melalui 2 jalur, yaitu dengan :
1. Inhalasi melalui jalur trakeobronkial.
2. Sistemik melalui arteri-arteri pulmoner dan bronkial.
Bakteri-bakteri yang sering menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus
bronkopneumonia adalah :
1. Bakteri gram positif : Pneumococcus, Staphylococcus aureus,.
Streptococcus hemolyticus
2. Bakteri gram negative, Haemophilus influenzae,. Klebsiella pneumoniae
Pneumococcus
Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan yang
bertanggung jawab atas lebih dari 90% kasus bronkopneumonia pada masa kanak-
kanak.(7) Pneumococcus jarang yang menyebabkan infeksi primer, biasanya
menimbulkan peradangan pada paru setelah adanya infeksi atau kerusakan oleh
virus atau zat kimia pada saluran pernafasan.(8)
Angka kejadiannya meningkat atau paling sering terjadi pada akhir musim dingin
dan awal musim semi. Insidens tertinggi pada masa kanak-kanak usia 4 tahun
pertama kehidupan. Hal ini mungkin disebabkan oleh penyebarannya yang
cenderung meningkat di dalam suatu populasi yang relatif tertutup (seperti taman
kanak-kanak, rumah penitipan anak).(7)
Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran nafas bagian atas
atau nasofaring. Awalnya terjadi edema reaktif yang mendukung multiplikasi
organisme-organisme ini serta penyebarannya ke bagian paru lain yang
berdekatan.
Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau saliva
dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru karena adanya efek gravitasi.
Organisme ini setelah mencapai alveoli akan menimbulkan respon yang khas
yang terdiri dari 4 tahap yang berurutan, yaitu :
1. Kongesti (4 s/d 12 jam pertama). Eksudat serosa masuk ke
dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya). Paru-paru tampak merah
dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin dan lekosit polimorfonuklear
mengisi alveoli.
3. Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari). Paru-paru tampak kelabu
karena lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang
terserang.
4. Resolusi (7 s/d 11 hari). Eksudat mengalami lisis dan
direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya
semula.
I. Analisis dan sintesis 1 Keterampilan klinik yang dilakukan (sesuai
dengan kasus kelolaan)
Tindakan Keperawatan yang dilakukan adalah : Batuk Efektif
Data pasien :
Nama klien : Tn MN
Tanggal : 5 November 2009
Diagnosa medis : Bronkopenumonia
Diagnosa keperawatan : Tidak efektifan jalan napas sehubungan dengan
penumpukkan sekret yang berlebihan dijalan napas.
Tujuan tindakan :
Latihan nafas dalam :
a. Meningkatkan Kemampuan pasien untuk batuk efektif
b. Mencegah meningkatnya tekanan intraabdominal sehingga ekspansi paru
maksimal
c. Membersihkan jalan nafas dari sekret sehingga udara secara optimal masuk
kedalam paru-paru.
d. Meningkatkan ventilasi
Prinsip-Prisip Tindakan dan Rasional
1. Sebelumnya dilakukan fisioterapi dada seperti perkusi, vibrasi dan batuk
efektif
2. Fisioterapi dapat membantu pergerakan sekret dari jalan nafas diperifer yang
diameter kecil kejalan nafas yang berdiameter lebih besar (perry & potter,
2006). Adapun caranya :
a) Perkusi : penepukan pada daerah punggung sekitar lokasi paru dengan
menggunakan kedua telapak tangan yang berbentuk kubah , sehingga akan
dihasilkan resonansi udara dan akan mempengaruhi sekret disepanjang
bronkus, menggentarkan sekret yang menempel dan lepas sehingga
memudahkan mengeluarkannya.
b) Vibrasi : menggetarkan dinding dada bersamaan dengan mengeluarkan
napas dengan teknik pussep lip breathing untuk melepaskan sekretyang
menempel disepanjang bronkus
c) Batuk Efektif :
I. Dilakukan dengan cara pasien dengan pusisi duduk , dengan badan
agak condong kedepan. Bila adanay nyeri dada bagian tersebut
disupport dengan telapak tangan.
II. Latihan batuk efektif diberikan untuk mening katkan kemampuan
pasien untuk batuk dan mencegah peningkatkan tekanan intra
abdomen sehingga membantu mengurangi rasa tidak nyaman saat
bernafas.
3. Hasil yang didapatkan dan maknanya :
a) Pasien dan keluarga dapat mengerti apa tujuan batuk efektif
b) Sekret yang keluar hanya sedikit, berwarna agak kekuningan dan sulit untuk
dikeluarkan
c) Pernafasan pasien 28 x permenit. Terdengar bunyi ronkhi ketika
diauskultasi.
Analisis
1. Sekret yang berlebihan akan menggangu jalan udara keparu-paru, dengan
bantuan batuk efektif diharapkan dapat membantu membersihkan jalan
nafas. Hal ini dapat disebabkan anak belum mampu batuk dengan baik dan
benar karena sesak ketika bernafas.
2. Sekret yang dikeluarkan sedikit kemungkinan juga karena konsistensi
kental dan lengket di saluran pernafasan sehingga batuk efektif yang
dilakukan tidak dapat mengeluarkan mukus yang lebih banyak.
3. Penerapan fisioterapi dada yang dilakukan yang kurang optimal dapat juga
mempengaruhi keberhasilan batuk efektif selain dengan terapi farmkologi
Tindakan Keperawatan yang dapat membantu pengeluaran sekret antara lain
adalah :
a. Anjurkan minum air putih yang cukup untuk mempertahankan
hidrasi pasien (1-2 liter perhari bila tidak ada kontraindikasi)
b. Memobilisasi pasien miring kanan dan kiri setiap 2 jam sekali
c. Lakukan fisioterapi dada yang sesuai dan efektif
Evaluasi diri
1. Dapat dilakukan sendiri
2. Perlu meningkatkan kemampuan analisis dan kemampuan fisioterapi dada.
Referensi
Doengoes, M.E, ( 2002 ), Nursing Care Plane : Guidelines for Planning & Documenting Patient Care, 3th ed, FA. Davis.
Hardjasaputra,dkk, (2002), Data Obat di Indonesia , edisi ke-10, Grafidian Medipress, Jakarta.
Potter, Patricia A, ( 2006), Buku ajar Fundamental keperawatan; konsep, proses , dan praktik, Volume 2, RGC. Jakarta.
Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2006). Patofisiologi, Konsep Klinis s Indonesia, Jakarta.
LAPORAN HARIAN (LOG BOOK)
Hal yang dipelajari adalah : Oral Rehidrasi Terapi (ORT)
Pedoman intervensi yang dikeluarkan oleh Centers For Disease Control
and Prevention (CDC,2003) yang didukung oleh AAP (American Academy
Pediatric)tahun 2004 yang menyatakan bahwa Oral Rehidrasi Terapi (ORT)
digunakan untuk penanganan dehidrasi ringan sampai sedang pada pasien dengan
akut gastroenteritis. Sedangkan WHO tidak mendukung pernyataan tersebut
sehingga masih ada di beberapa departemen emergency dan dokter di pelayanan
kesehatan tidak menggunakan ORT sebagai terapi pada dehidrasi ringan sampai
sedang melainkan langsung menggunakan terapi IV untuk penanganannya. ORT
sangat direkomendasikan sebagai terapi utama untuk penanganan dehidrasi ringan
sampai sedang. Dari hasil meta analisis juga menyatakan bahwa ORT sangat
efektif untuk rehidrasi dalam hal menangani dehidrasi ringan-sedang dan sangat
optimal digunakan untuk anak dibawah usia 5 tahun yang berisiko tinggi terhadap
dehidrasi.
ORT hanya diindikasikan untuk penanganan dehidrasi ringan-sedang
sedangkan penanganan untuk dehidrasi berat adalah terapi IV. Adapun tanda-
tanda dehidrasi ringan-sedang adalah mulut kering, tidak ada pengeluaran air
mata, mata cekung, pasien tampak kehausan dan tanda-tanda dehidrasi berat
adalah letargi, nadi lemah dan turgor kulit kembali sangat lambat.
Penggunaan ORT berlawanan dengan terapi IV sebagai hidrasi pada
pasien dengan dehidrasi ringan-sedang. ORT merupakan bagian dari nursing
filosofi yaitu perawatan secara menyeluruh (holistic care) dengan mengutamakan
kenyamanan pasien dan autonomi serta keterlibatan keluarga dalam menangani
anak yang sakit. Beberapa evidence based menunjukkan bahwa ORT sebagai
terapi dalam penanganan dehidrasi ringan sampai sedang pada infant dan anak
adalah sangat efektif, aman, relatif murah, serta mudah untuk digunakan
Implikasi terhadap Pelayanan kesehatan
Pedoman penggunaan ORT pada pelayanan kesehatan sebagai penanganan pada
anak yang mengalami dehidrasi ringan-sedang yang dikeluarkan oleh AAP tetapi
kurang didukung oleh WHO, meskipun beberapa evidence based menyatakan
bahwa ORT sangat efektif untuk dehidrasi ringan-sedang serta lebih cepat dalam
proses penyembuhan serta dapat mengurangi stress pada anak akibat dari tindakan
invasif (seperti terapi Intra Vena). Selain itu, Penggunaan ORT sebagai terapi
pada dehidrasi ringan-sedang akan mengakibatkan anak lebih fleksibel untuk
dirawat di rumah sehingga dapat mengurangi Length Of Stay di rumah sakit.
Analisis
Tn. H jenis kelamin laki-laki, agama Islam, umur 25 tahun dengan diagnosa:
diare akut dehidrasi sedang, 3 hari sebelum MRS, klien mengeluh perutnya sakit,
kemudian mencret, konsistensi berak cair, warna kuning, tak ada ampas, ada
lendir tak ada darah, bau amis. Klien muntah setiap kali mencret, yang
dimuntahkan air dan lendir kurang lebih 0,5 cangkir. Klien juga panas, jenis
makan di rumah adala nasi, sayur, lauk dan makanan tambahan seperti bubur
kacang ijo, ketam hitam. diet TKTPRS, bubur kasar dan susu. Fontanel anterior :
sudah menutup, tidak cekung.
Pada Tn. H. ORT dapat diberikan untuk mengatasi masalah cairan dan
rehidrasi pasien. Pemberian cairan yang adekuat melalui oral yang dapat sar
lmemulihkan balance cairan pasiensehingga tidak menyebabkan masalah-masalah
lain yang berkaitan dengan keseimbangan cairan.
Pemberian makanan tambahan dan jenis makanan yang diberikan pada pasien
Tn. H semestinya harus di evaluasi, karena saluran pencernaan anak masih dalam
proses pertumbuhan jadi masih perlu adaptasi dan penyesuaian terhadap makanan
yang diberikan. Sesuaikan makanan yang diberikan, dengan keadan Tn. H. Bila
terpaksa diberikan maka berikan secara bertahap dan sedikit demi sedikit agar
proses adaptasi dari saluran pencernaan Tn. H berjalan dengan baik terhadap
makanan yang diberikan.
II. Analisis dan sintesis 1 Keterampilan klinik yang dilakukan(sesuai dengan
kasus kelolaan)
Tindakan Keperawatan yang dilakukan adalah : Memfasilitasi pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit.
Tujuan tindakan keseimbangan cairan dan elektrolit serta mencegah komplikasi
pada klien/pasien yang mengalami gangguan cairan dan elektrolit.
Daa pasien :Nama pasien : Tn. H
Umur : 25 tahun
Diagnosa diagnosa: diare akut dehidrasi sedang,
Diagnosa keperawatan : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta
mencegah bd diare.
Prinsip-prinsip tindakan :
1. Klien/pasien dan keluarga diberikan informasi tentang beberapa
cara pemberian cairan dan elektrolit.
2. Macam dan jenis cairan dan elektrolit disiapkan.
3. Tempat cairan yang sesuai disiapkan.
4. Peralatan dan cairan/elektrolit ditentukan :Per oral, Intravena,
CVP, Implantable venous access device, NGT
5. Kebersihan dan sterilitas dijaga.
6. Kulit pasien dibersihkan
7. Jenis dan teknik pemberian diidentifikasi.
8. Tindakan dan prosedur keperawatan ditentukan, antara lain
pengaturan dan pengendalian cairan, perubahan diet.
9. Infeksi lokal dicegah.
10. Teknik dan prosedur pemberian cairan dan elektrolit dilaksanakan
berdasarkan SOP.
11. Tetesan dan aliran cairan diatur.
12. Kondisi dan keluhan serta respon pasien diobservasi/ dipantau.
13. Data implementasi digunakan, antara lain: Turgor kulit, Cairan
masuk dan keluar, Tanda-tanda vital, Berat badan
14. Hasil yang dicapai diidentifikasi.
15. Respon dan keluhan klien/pasien dan tanda-tanda klinis
klien/pasien diteliti/dipantau.
16. Pemberian cairan/elektrolit diobservasi.
17. Hasil pemeriksaan penunjang dicek/ dibandingkan dan dilaporkan.
18. Keadaan emergensi (kritis) dalam pemberian cairan, dilaporkan
kepada dokter.
19. Hasil pengkajian dicatat.
20. Aktifitas tindakan keperawatan dicatat dan dilaporkan pada saat
diserah terimakan.
21. Respon dan perkembangan klien/pasien ditentukan.
22. Jumlah cairan dan alat yang dipakai dicatat.
23. Dokumen ditandatangani.
Analisis
Dari data yang ditemukan pada Tn. H Kebutuhan cairan masih dapat
dikompensasi dengan pemberian ORT. Dari EBP yang dijelaskan bahwa
penanangan diare dengan dehidrasi ringan pada Tn. H akan memenuhi kebutuhan
cairan atau mampu menggantikan serta membentuk keseimbangan cairan pada
Tn. H. Selain tergantung kelembaban udara, serta berat badan, aktivitas,
keseimbangan cairan elektrolit juga dipengaruhi suhu Tn. H. Penanganan
menurunkan suhu tubuh anak secepat dilakukan, anak yang mengalami demam
akan meningkatkan metabolisme dan nenghasilkan panas. Bila demam pasien
tidak ditangani akan tentu dapat memperlambat proses rehidrasi pasien
Referensi
Doengoes, M.E, ( 2002 ), Nursing Care Plane : Guidelines for Planning & Documenting Patient Care, 3th ed, FA. Davis.
Hardjasaputra,dkk, (2002), Data Obat di Indonesia , edisi ke-10, Grafidian Medipress, Jakarta.
Hidayat A Aziz Alimul (2008), Buku Saku Praktikum, Keperawatan Anak, EGC,
Muscari , M. E (2005) Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik, Jakarta, EGC
Potter, Patricia A, ( 2006), Buku ajar Fundamental keperawatan; konsep, proses , dan praktik, Volume 2, RGC. Jakarta.
Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2006). Patofisiologi, Konsep Klinis s Indonesia, Jakarta.
Wong DL (2003), Essensial of Pediatric Nursing, St louis, Mosby Company
LAPORAN HARIAN (LOG BOOK)
Hal yang dipelajari adalah : Kajian Nasogastric Tubes (NGT)
Nasogastric Tubes (NGT) sering digunakan untuk menghisap isi lambung, juga
digunakan untuk memasukan obat-obatan dan makananan. NGT ini digunakan hanya
dalam waktu yang singkat. (Metheny & Titler, 2001).
Tindakan pemasangan Selang Nasogastrik
adalah proses medis yaitu memasukkan sebuah
selang plastik (selang nasogastrik, NG tube)
melalui hidung, melewatu tenggorokan dan
terus sampai dalam lambung.
Nasogastrik:
Menunjuk kepada jalan dari hidung sampai ke lambung. Selang Nasogastrik adalah
suatu selang yang dimasukkan melalui hidung ( melewati nasopharynx dan esophagus )
menuju ke lambung. Singkatan untuk Nasogastrik adalah NG. Selangnya disebut selang
Nasogastrik. "Nasogastric" terdiri dari dua kata, dari bahasa Latin dan dari bahasa
Yunani, Naso adalah suatu kata yang berhubungan dengan hidung dan berasal dari Latin
“nasus”untuk hidung atau moncong hidung. Gastik berasal dari bahasa Yunani “gaster”
yang artinya the paunch ( perut gendut ) atau yang berhubungan dengan perut. Istilah
“nasogastric” bukanlah istilah kuno melainkan sudah disebut pada tahun 1942.
Definisi NGT
Selang Nasogastrik atau NG tube adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung
sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberikan nutrisi dan obat-obatan kepada
seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan, cairan, dan obat-obatan
secara oral. Juga dapat digunakan untuk mengeluarkan isi dari lambung dengan cara
disedot.
Tujuan dan Manfaat Tindakan Naso Gastric Tube digunakan untuk:
1. Mengeluarkan isi perut dengan cara menghisap apa yang ada dalam
lambung(cairan,udara,darah,racun
2. Untuk memasukan cairan( memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi)
3. Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa subtansi isi
lambung
4. Persiapan sebelum operasi dengan general anaesthesia
5. Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan operasi
pneumonectomy untuk mencegah muntah dan kemungkinan aspirasi isi lambung
sewaktu recovery (pemulihan dari general anaesthesia)
Komplikasi yang dapat muncul karena pemasanagna NGT :
1. Komplikasi mekanis : Sondenya tersumbatdan dislokasi dari sonde, misalnya
karena ketidaksempurnaan melekatkatnya sonde dengan plester di sayap
hidung.
2. Komplikasi pulmonal: misalnya aspirasi. Dikarenakan pemberian NGT
feeding yang terlalu cepat
3. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde
- Yang menyerupai jerat
- Yang menyerupai simpul
- Apabila sonde terus meluncur ke duodenum atau jejunum.
4. Hal ini dapat langsung menyebabkan diare, komplikasi yang disebabkan oleh
zat nutrisi
Analisis
Pada Ny. R. dalam keadaan diare memungkin saja akan mencetuskan masalah
baru misalnya gangguan pada kulit dan bahkan infeksi. Kondisi saat ini Ny. R
menderita gangguan bronkopneomonia dimana terjadi penurunan daya tahan tubuh
terhadap serangan kuman pathogen jadi ini salah satu factor yang perlu sekali
diperhatikan agar pasien terhidar dari sesuatu hal membuat penyakitnya bertambah
parah.
Melakukan personal hyigiene sesuai dengan protap yang berlaku sangat
diperlukan pada Ny. R untuk menjaga kenyamanan dan safety, hal ini perlu juga
diinformasikan dan diketahui bagaimana cara dan pelaksanaannya sesuai dengan
prosedur oleh keluarga pasien.
Identifikasi dan Analisis hal yang dipelajari terkait kasus adalah :
Analisis 1 keterampilan klinik
1. Tindakan kepearawatan yang dilakukan : Memberikan makan per NGT
Data Pasien :
Nama klien : Ny. R
Diagnosa medis : Broncopneumonia
Tanggal dilakuakan : 16 Oktober 2009
2. Diagnosa Keperawatan :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd penurunan intake
3. Tujuan tindakan :
Memasukan makanan kedalam lambung untuk
memperbaiki/mempertahankan status nutris kien
Untuk memberikan obat
Pemberian makan per NGT untuk klien :
i. Gangguan menelan, gangguan reflek
(berhubungan dengan masalah neurologis)
ii. Defisit nutrisi berhubungan dengan
menurunannya masukan makana atau kondisi hipermetabolisme
iii. Ketidakmampuan makanan bd
pembedahan atau proses penyakit akut ( perry dan Potter, 2005)
Prinsip-prinsip tindakan dan Rasional :
1. Makanan yang diberikan adalah makan, atau fprmula khusus
makanan, makanan yang dihaluskan/diblender. Makanan yang diberikan melalui
NGT akan langsung masuk kedalam lambung tanpa melaui proses pencernaan
mekanik dan kimiawi mulut, sehingga makanan harus dapat siap diolah dalam
lambung melaui proses mekanik kimiawi yang akan membentuk chyme.
2. Residu lambung harus dicek sebelum memasukan makanan, bila
residu makakan kurang darim50 cc maka pemberian makanan ditunda sampai 1
jam, jika setelah 1 residu masih tidak keluar lapor kepada dokter yang merawat
untuk program selanjutnya
3. Hindari mendorong makanan untuk mencegah regurgitasi lambung,
kecepatan yang direkomendasikan adalah pemberian dengan ketinggian 45 cm dari
abdomen.
4. Perhatikan interkasi obat dengan makanan terutama dengan susu.
Bahaya yang kemungkinan bisa terjadi dan cara pencegahannya :
1. Aspirasi makanan kealam saluran pernafasan yang
mengakibatkan pneumonia. Pada saat meberikan makan pertahankan posisi
pertahankan kepal tempat tidur samapai dengan minimal 30o (Perry & Potter
2006).
2. Kesalahan penempatan selang ( masukan kesaluaran
pernafasan). Lakukan pengkajian yang rutin dan setiap 12 jam sekai terhadap
posisi selang
3. Resiko infeksi karena selang dapat menjadi rservoir
untuk kuman patogen nasokomial
Hasil yang didapatkan dan maknanya :
1. makananyang diberikan
adalah susu formula 70 ml + 20 cc air putih = 90 CC
2. Tidak muntah saat diberikan,
tetapi terdengar suara nafas pada klien.
3. Komplikasi NGT tidak ada.
Analisis :
- Ny. R mengalami kesulitan untuk intake cairan karena keadaan pasien yang
sesak, gejala berupa bunyi nafas tambahan rokhi, ada tarikan dinding rongga
dada dan perut nafas, cepat dandangkal
- Pemberian makan cair diberikan sedikit demi sedikit dengan waktu 15 – 20
menit untuk mencegah aspirasi pada kliendan tidak menstimulus gaster.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan :
- Timbang berat badan
- Observasi terhadap tanda dehidrasi dan kekurangan intake nutrisi
- Pantau hasil lab : Hb, HtProtein seru, elektrolit, dan bun
Evaluasi diri :
Perlu pembelajaran yang lebih banyak lagi agar dapat mengkaji kebutuhan
nutris klien secara komprehensif dan perlu setiap saat melakukan tindakan
ketrampilan keperawatan yang lebih banyak karena penulis bekerja di institusi
pendidikan jadi tindakan dan ketrampilan keperawatan sangat jarang dilakukan.
\
Referensi :
Doengoes, M.E, ( 2002 ), Nursing Care Plane : Guidelines for Planning & Documenting Patient Care, 3th ed, FA. Davis.
Hardjasaputra,dkk, (2002), Data Obat di Indonesia , edisi ke-10, Grafidian Medipress, Jakarta.
Potter, Patricia A, ( 2006), Buku ajar Fundamental keperawatan; konsep, proses , dan praktik, Volume 2, RGC. Jakarta.
Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2006). Patofisiologi, Konsep Klinis s Indonesia, Jakarta.