Laporan Harian II

30
LAPORAN HARIAN (LOG BOOK) Hal yang dipelajari adalah : Konsep BronkoPneumonia Penyakit Bronkopnumonia Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu atau kedua paru. Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru. Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak tersebut

description

laporan harian ini digunakan untuk acuan dalam pembelajaran mata kuliah emergency

Transcript of Laporan Harian II

LAPORAN HARIAN (LOG BOOK)

Hal yang dipelajari adalah : Konsep BronkoPneumonia

Penyakit Bronkopnumonia

Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut,

biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi

sebagian dari salah satu atau kedua paru. Bronkopneumonia sebagai penyakit

yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu

bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini

dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.

Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak

adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.

Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang

atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan

sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya

penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika

yang tidak sempurna.

Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok

walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan

oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten

terhadap antibiotik. Adanya organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS

(Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan

derajat kemungkinan terjadinya bronkopneumonia ini.

Bronkopneumonia lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri. Bakteri-bakteri ini

menginvasi paru melalui 2 jalur, yaitu dengan :

1. Inhalasi melalui jalur trakeobronkial.

2. Sistemik melalui arteri-arteri pulmoner dan bronkial.

Bakteri-bakteri yang sering menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus

bronkopneumonia adalah :

1. Bakteri gram positif : Pneumococcus, Staphylococcus aureus,.

Streptococcus hemolyticus

2. Bakteri gram negative, Haemophilus influenzae,. Klebsiella pneumoniae

Pneumococcus

Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan yang

bertanggung jawab atas lebih dari 90% kasus bronkopneumonia pada masa kanak-

kanak.(7) Pneumococcus jarang yang menyebabkan infeksi primer, biasanya

menimbulkan peradangan pada paru setelah adanya infeksi atau kerusakan oleh

virus atau zat kimia pada saluran pernafasan.(8)

Angka kejadiannya meningkat atau paling sering terjadi pada akhir musim dingin

dan awal musim semi. Insidens tertinggi pada masa kanak-kanak usia 4 tahun

pertama kehidupan. Hal ini mungkin disebabkan oleh penyebarannya yang

cenderung meningkat di dalam suatu populasi yang relatif tertutup (seperti taman

kanak-kanak, rumah penitipan anak).(7)

Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran nafas bagian atas

atau nasofaring. Awalnya terjadi edema reaktif yang mendukung multiplikasi

organisme-organisme ini serta penyebarannya ke bagian paru lain yang

berdekatan.

Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau saliva

dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru karena adanya efek gravitasi.

Organisme ini setelah mencapai alveoli akan menimbulkan respon yang khas

yang terdiri dari 4 tahap yang berurutan, yaitu :

1. Kongesti (4 s/d 12 jam pertama). Eksudat serosa masuk ke

dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.

2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya). Paru-paru tampak merah

dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin dan lekosit polimorfonuklear

mengisi alveoli.

3. Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari). Paru-paru tampak kelabu

karena lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang

terserang.

4. Resolusi (7 s/d 11 hari). Eksudat mengalami lisis dan

direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya

semula.

I. Analisis dan sintesis 1 Keterampilan klinik yang dilakukan (sesuai

dengan kasus kelolaan)

Tindakan Keperawatan yang dilakukan adalah : Batuk Efektif

Data pasien :

Nama klien : Tn MN

Tanggal : 5 November 2009

Diagnosa medis : Bronkopenumonia

Diagnosa keperawatan : Tidak efektifan jalan napas sehubungan dengan

penumpukkan sekret yang berlebihan dijalan napas.

Tujuan tindakan :

Latihan nafas dalam :

a. Meningkatkan Kemampuan pasien untuk batuk efektif

b. Mencegah meningkatnya tekanan intraabdominal sehingga ekspansi paru

maksimal

c. Membersihkan jalan nafas dari sekret sehingga udara secara optimal masuk

kedalam paru-paru.

d. Meningkatkan ventilasi

Prinsip-Prisip Tindakan dan Rasional

1. Sebelumnya dilakukan fisioterapi dada seperti perkusi, vibrasi dan batuk

efektif

2. Fisioterapi dapat membantu pergerakan sekret dari jalan nafas diperifer yang

diameter kecil kejalan nafas yang berdiameter lebih besar (perry & potter,

2006). Adapun caranya :

a) Perkusi : penepukan pada daerah punggung sekitar lokasi paru dengan

menggunakan kedua telapak tangan yang berbentuk kubah , sehingga akan

dihasilkan resonansi udara dan akan mempengaruhi sekret disepanjang

bronkus, menggentarkan sekret yang menempel dan lepas sehingga

memudahkan mengeluarkannya.

b) Vibrasi : menggetarkan dinding dada bersamaan dengan mengeluarkan

napas dengan teknik pussep lip breathing untuk melepaskan sekretyang

menempel disepanjang bronkus

c) Batuk Efektif :

I. Dilakukan dengan cara pasien dengan pusisi duduk , dengan badan

agak condong kedepan. Bila adanay nyeri dada bagian tersebut

disupport dengan telapak tangan.

II. Latihan batuk efektif diberikan untuk mening katkan kemampuan

pasien untuk batuk dan mencegah peningkatkan tekanan intra

abdomen sehingga membantu mengurangi rasa tidak nyaman saat

bernafas.

3. Hasil yang didapatkan dan maknanya :

a) Pasien dan keluarga dapat mengerti apa tujuan batuk efektif

b) Sekret yang keluar hanya sedikit, berwarna agak kekuningan dan sulit untuk

dikeluarkan

c) Pernafasan pasien 28 x permenit. Terdengar bunyi ronkhi ketika

diauskultasi.

Analisis

1. Sekret yang berlebihan akan menggangu jalan udara keparu-paru, dengan

bantuan batuk efektif diharapkan dapat membantu membersihkan jalan

nafas. Hal ini dapat disebabkan anak belum mampu batuk dengan baik dan

benar karena sesak ketika bernafas.

2. Sekret yang dikeluarkan sedikit kemungkinan juga karena konsistensi

kental dan lengket di saluran pernafasan sehingga batuk efektif yang

dilakukan tidak dapat mengeluarkan mukus yang lebih banyak.

3. Penerapan fisioterapi dada yang dilakukan yang kurang optimal dapat juga

mempengaruhi keberhasilan batuk efektif selain dengan terapi farmkologi

Tindakan Keperawatan yang dapat membantu pengeluaran sekret antara lain

adalah :

a. Anjurkan minum air putih yang cukup untuk mempertahankan

hidrasi pasien (1-2 liter perhari bila tidak ada kontraindikasi)

b. Memobilisasi pasien miring kanan dan kiri setiap 2 jam sekali

c. Lakukan fisioterapi dada yang sesuai dan efektif

Evaluasi diri

1. Dapat dilakukan sendiri

2. Perlu meningkatkan kemampuan analisis dan kemampuan fisioterapi dada.

Referensi

Doengoes, M.E, ( 2002 ), Nursing Care Plane : Guidelines for Planning & Documenting Patient Care, 3th ed, FA. Davis.

Hardjasaputra,dkk, (2002), Data Obat di Indonesia , edisi ke-10, Grafidian Medipress, Jakarta.

Potter, Patricia A, ( 2006), Buku ajar Fundamental keperawatan; konsep, proses , dan praktik, Volume 2, RGC. Jakarta.

Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2006). Patofisiologi, Konsep Klinis s Indonesia, Jakarta.

LAPORAN HARIAN (LOG BOOK)

Hal yang dipelajari adalah : Oral Rehidrasi Terapi (ORT)

Pedoman intervensi yang dikeluarkan oleh Centers For Disease Control

and Prevention (CDC,2003) yang didukung oleh AAP (American Academy

Pediatric)tahun 2004 yang menyatakan bahwa Oral Rehidrasi Terapi (ORT)

digunakan untuk penanganan dehidrasi ringan sampai sedang pada pasien dengan

akut gastroenteritis. Sedangkan WHO tidak mendukung pernyataan tersebut

sehingga masih ada di beberapa departemen emergency dan dokter di pelayanan

kesehatan tidak menggunakan ORT sebagai terapi pada dehidrasi ringan sampai

sedang melainkan langsung menggunakan terapi IV untuk penanganannya. ORT

sangat direkomendasikan sebagai terapi utama untuk penanganan dehidrasi ringan

sampai sedang. Dari hasil meta analisis juga menyatakan bahwa ORT sangat

efektif untuk rehidrasi dalam hal menangani dehidrasi ringan-sedang dan sangat

optimal digunakan untuk anak dibawah usia 5 tahun yang berisiko tinggi terhadap

dehidrasi.

ORT hanya diindikasikan untuk penanganan dehidrasi ringan-sedang

sedangkan penanganan untuk dehidrasi berat adalah terapi IV. Adapun tanda-

tanda dehidrasi ringan-sedang adalah mulut kering, tidak ada pengeluaran air

mata, mata cekung, pasien tampak kehausan dan tanda-tanda dehidrasi berat

adalah letargi, nadi lemah dan turgor kulit kembali sangat lambat.

Penggunaan ORT berlawanan dengan terapi IV sebagai hidrasi pada

pasien dengan dehidrasi ringan-sedang. ORT merupakan bagian dari nursing

filosofi yaitu perawatan secara menyeluruh (holistic care) dengan mengutamakan

kenyamanan pasien dan autonomi serta keterlibatan keluarga dalam menangani

anak yang sakit. Beberapa evidence based menunjukkan bahwa ORT sebagai

terapi dalam penanganan dehidrasi ringan sampai sedang pada infant dan anak

adalah sangat efektif, aman, relatif murah, serta mudah untuk digunakan

Implikasi terhadap Pelayanan kesehatan

Pedoman penggunaan ORT pada pelayanan kesehatan sebagai penanganan pada

anak yang mengalami dehidrasi ringan-sedang yang dikeluarkan oleh AAP tetapi

kurang didukung oleh WHO, meskipun beberapa evidence based menyatakan

bahwa ORT sangat efektif untuk dehidrasi ringan-sedang serta lebih cepat dalam

proses penyembuhan serta dapat mengurangi stress pada anak akibat dari tindakan

invasif (seperti terapi Intra Vena). Selain itu, Penggunaan ORT sebagai terapi

pada dehidrasi ringan-sedang akan mengakibatkan anak lebih fleksibel untuk

dirawat di rumah sehingga dapat mengurangi Length Of Stay di rumah sakit.

Analisis

Tn. H jenis kelamin laki-laki, agama Islam, umur 25 tahun dengan diagnosa:

diare akut dehidrasi sedang, 3 hari sebelum MRS, klien mengeluh perutnya sakit,

kemudian mencret, konsistensi berak cair, warna kuning, tak ada ampas, ada

lendir tak ada darah, bau amis. Klien muntah setiap kali mencret, yang

dimuntahkan air dan lendir kurang lebih 0,5 cangkir. Klien juga panas, jenis

makan di rumah adala nasi, sayur, lauk dan makanan tambahan seperti bubur

kacang ijo, ketam hitam. diet TKTPRS, bubur kasar dan susu. Fontanel anterior :

sudah menutup, tidak cekung.

Pada Tn. H. ORT dapat diberikan untuk mengatasi masalah cairan dan

rehidrasi pasien. Pemberian cairan yang adekuat melalui oral yang dapat sar

lmemulihkan balance cairan pasiensehingga tidak menyebabkan masalah-masalah

lain yang berkaitan dengan keseimbangan cairan.

Pemberian makanan tambahan dan jenis makanan yang diberikan pada pasien

Tn. H semestinya harus di evaluasi, karena saluran pencernaan anak masih dalam

proses pertumbuhan jadi masih perlu adaptasi dan penyesuaian terhadap makanan

yang diberikan. Sesuaikan makanan yang diberikan, dengan keadan Tn. H. Bila

terpaksa diberikan maka berikan secara bertahap dan sedikit demi sedikit agar

proses adaptasi dari saluran pencernaan Tn. H berjalan dengan baik terhadap

makanan yang diberikan.

II. Analisis dan sintesis 1 Keterampilan klinik yang dilakukan(sesuai dengan

kasus kelolaan)

Tindakan Keperawatan yang dilakukan adalah : Memfasilitasi pemenuhan

kebutuhan cairan dan elektrolit.

Tujuan tindakan keseimbangan cairan dan elektrolit serta mencegah komplikasi

pada klien/pasien yang mengalami gangguan cairan dan elektrolit.

Daa pasien :Nama pasien : Tn. H

Umur : 25 tahun

Diagnosa diagnosa: diare akut dehidrasi sedang,

Diagnosa keperawatan : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit serta

mencegah bd diare.

Prinsip-prinsip tindakan :

1. Klien/pasien dan keluarga diberikan informasi tentang beberapa

cara pemberian cairan dan elektrolit.

2. Macam dan jenis cairan dan elektrolit disiapkan.

3. Tempat cairan yang sesuai disiapkan.

4. Peralatan dan cairan/elektrolit ditentukan :Per oral, Intravena,

CVP, Implantable venous access device, NGT

5. Kebersihan dan sterilitas dijaga.

6. Kulit pasien dibersihkan

7. Jenis dan teknik pemberian diidentifikasi.

8. Tindakan dan prosedur keperawatan ditentukan, antara lain

pengaturan dan pengendalian cairan, perubahan diet.

9. Infeksi lokal dicegah.

10. Teknik dan prosedur pemberian cairan dan elektrolit dilaksanakan

berdasarkan SOP.

11. Tetesan dan aliran cairan diatur.

12. Kondisi dan keluhan serta respon pasien diobservasi/ dipantau.

13. Data implementasi digunakan, antara lain: Turgor kulit, Cairan

masuk dan keluar, Tanda-tanda vital, Berat badan

14. Hasil yang dicapai diidentifikasi.

15. Respon dan keluhan klien/pasien dan tanda-tanda klinis

klien/pasien diteliti/dipantau.

16. Pemberian cairan/elektrolit diobservasi.

17. Hasil pemeriksaan penunjang dicek/ dibandingkan dan dilaporkan.

18. Keadaan emergensi (kritis) dalam pemberian cairan, dilaporkan

kepada dokter.

19. Hasil pengkajian dicatat.

20. Aktifitas tindakan keperawatan dicatat dan dilaporkan pada saat

diserah terimakan.

21. Respon dan perkembangan klien/pasien ditentukan.

22. Jumlah cairan dan alat yang dipakai dicatat.

23. Dokumen ditandatangani.

Analisis

Dari data yang ditemukan pada Tn. H Kebutuhan cairan masih dapat

dikompensasi dengan pemberian ORT. Dari EBP yang dijelaskan bahwa

penanangan diare dengan dehidrasi ringan pada Tn. H akan memenuhi kebutuhan

cairan atau mampu menggantikan serta membentuk keseimbangan cairan pada

Tn. H. Selain tergantung kelembaban udara, serta berat badan, aktivitas,

keseimbangan cairan elektrolit juga dipengaruhi suhu Tn. H. Penanganan

menurunkan suhu tubuh anak secepat dilakukan, anak yang mengalami demam

akan meningkatkan metabolisme dan nenghasilkan panas. Bila demam pasien

tidak ditangani akan tentu dapat memperlambat proses rehidrasi pasien

Referensi

Doengoes, M.E, ( 2002 ), Nursing Care Plane : Guidelines for Planning & Documenting Patient Care, 3th ed, FA. Davis.

Hardjasaputra,dkk, (2002), Data Obat di Indonesia , edisi ke-10, Grafidian Medipress, Jakarta.

Hidayat A Aziz Alimul (2008), Buku Saku Praktikum, Keperawatan Anak, EGC,

Muscari , M. E (2005) Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik, Jakarta, EGC

Potter, Patricia A, ( 2006), Buku ajar Fundamental keperawatan; konsep, proses , dan praktik, Volume 2, RGC. Jakarta.

Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2006). Patofisiologi, Konsep Klinis s Indonesia, Jakarta.

Wong DL (2003), Essensial of Pediatric Nursing, St louis, Mosby Company

LAPORAN HARIAN (LOG BOOK)

Hal yang dipelajari adalah : Kajian Nasogastric Tubes (NGT)

Nasogastric Tubes (NGT) sering digunakan untuk menghisap isi lambung, juga

digunakan untuk memasukan obat-obatan dan makananan. NGT ini digunakan hanya

dalam waktu yang singkat. (Metheny & Titler, 2001).

Tindakan pemasangan Selang Nasogastrik

adalah proses medis yaitu memasukkan sebuah

selang plastik (selang nasogastrik, NG tube)

melalui hidung, melewatu tenggorokan dan

terus sampai dalam lambung.

Nasogastrik:

Menunjuk kepada jalan dari hidung sampai ke lambung. Selang Nasogastrik adalah

suatu selang yang dimasukkan melalui hidung ( melewati nasopharynx dan esophagus )

menuju ke lambung. Singkatan untuk Nasogastrik adalah NG. Selangnya disebut selang

Nasogastrik. "Nasogastric" terdiri dari dua kata, dari bahasa Latin dan dari bahasa

Yunani, Naso adalah suatu kata yang berhubungan dengan hidung dan berasal dari Latin

“nasus”untuk hidung atau moncong hidung. Gastik berasal dari bahasa Yunani “gaster”

yang artinya the paunch ( perut gendut ) atau yang berhubungan dengan perut. Istilah

“nasogastric” bukanlah istilah kuno melainkan sudah disebut pada tahun 1942.

Definisi NGT

Selang Nasogastrik atau NG tube adalah suatu selang yang dimasukkan melalui hidung

sampai ke lambung. Sering digunakan untuk memberikan nutrisi dan obat-obatan kepada

seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan, cairan, dan obat-obatan

secara oral. Juga dapat digunakan untuk mengeluarkan isi dari lambung dengan cara

disedot.

Tujuan dan Manfaat Tindakan Naso Gastric Tube digunakan untuk:

1. Mengeluarkan isi perut dengan cara menghisap apa yang ada dalam

lambung(cairan,udara,darah,racun

2. Untuk memasukan cairan( memenuhi kebutuhan cairan atau nutrisi)

3. Untuk membantu memudahkan diagnosa klinik melalui analisa subtansi isi

lambung

4. Persiapan sebelum operasi dengan general anaesthesia

5. Menghisap dan mengalirkan untuk pasien yang sedang melaksanakan operasi

pneumonectomy untuk mencegah muntah dan kemungkinan aspirasi isi lambung

sewaktu recovery (pemulihan dari general anaesthesia)

Komplikasi yang dapat muncul karena pemasanagna NGT :

1. Komplikasi mekanis : Sondenya tersumbatdan dislokasi dari sonde, misalnya

karena ketidaksempurnaan melekatkatnya sonde dengan plester di sayap

hidung.

2. Komplikasi pulmonal: misalnya aspirasi. Dikarenakan pemberian NGT

feeding yang terlalu cepat

3. Komplikasi yang disebabkan oleh tidak sempurnanya kedudukan sonde

- Yang menyerupai jerat

- Yang menyerupai simpul

- Apabila sonde terus meluncur ke duodenum atau jejunum.

4. Hal ini dapat langsung menyebabkan diare, komplikasi yang disebabkan oleh

zat nutrisi

Analisis

Pada Ny. R. dalam keadaan diare memungkin saja akan mencetuskan masalah

baru misalnya gangguan pada kulit dan bahkan infeksi. Kondisi saat ini Ny. R

menderita gangguan bronkopneomonia dimana terjadi penurunan daya tahan tubuh

terhadap serangan kuman pathogen jadi ini salah satu factor yang perlu sekali

diperhatikan agar pasien terhidar dari sesuatu hal membuat penyakitnya bertambah

parah.

Melakukan personal hyigiene sesuai dengan protap yang berlaku sangat

diperlukan pada Ny. R untuk menjaga kenyamanan dan safety, hal ini perlu juga

diinformasikan dan diketahui bagaimana cara dan pelaksanaannya sesuai dengan

prosedur oleh keluarga pasien.

Identifikasi dan Analisis hal yang dipelajari terkait kasus adalah :

Analisis 1 keterampilan klinik

1. Tindakan kepearawatan yang dilakukan : Memberikan makan per NGT

Data Pasien :

Nama klien : Ny. R

Diagnosa medis : Broncopneumonia

Tanggal dilakuakan : 16 Oktober 2009

2. Diagnosa Keperawatan :

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd penurunan intake

3. Tujuan tindakan :

Memasukan makanan kedalam lambung untuk

memperbaiki/mempertahankan status nutris kien

Untuk memberikan obat

Pemberian makan per NGT untuk klien :

i. Gangguan menelan, gangguan reflek

(berhubungan dengan masalah neurologis)

ii. Defisit nutrisi berhubungan dengan

menurunannya masukan makana atau kondisi hipermetabolisme

iii. Ketidakmampuan makanan bd

pembedahan atau proses penyakit akut ( perry dan Potter, 2005)

Prinsip-prinsip tindakan dan Rasional :

1. Makanan yang diberikan adalah makan, atau fprmula khusus

makanan, makanan yang dihaluskan/diblender. Makanan yang diberikan melalui

NGT akan langsung masuk kedalam lambung tanpa melaui proses pencernaan

mekanik dan kimiawi mulut, sehingga makanan harus dapat siap diolah dalam

lambung melaui proses mekanik kimiawi yang akan membentuk chyme.

2. Residu lambung harus dicek sebelum memasukan makanan, bila

residu makakan kurang darim50 cc maka pemberian makanan ditunda sampai 1

jam, jika setelah 1 residu masih tidak keluar lapor kepada dokter yang merawat

untuk program selanjutnya

3. Hindari mendorong makanan untuk mencegah regurgitasi lambung,

kecepatan yang direkomendasikan adalah pemberian dengan ketinggian 45 cm dari

abdomen.

4. Perhatikan interkasi obat dengan makanan terutama dengan susu.

Bahaya yang kemungkinan bisa terjadi dan cara pencegahannya :

1. Aspirasi makanan kealam saluran pernafasan yang

mengakibatkan pneumonia. Pada saat meberikan makan pertahankan posisi

pertahankan kepal tempat tidur samapai dengan minimal 30o (Perry & Potter

2006).

2. Kesalahan penempatan selang ( masukan kesaluaran

pernafasan). Lakukan pengkajian yang rutin dan setiap 12 jam sekai terhadap

posisi selang

3. Resiko infeksi karena selang dapat menjadi rservoir

untuk kuman patogen nasokomial

Hasil yang didapatkan dan maknanya :

1. makananyang diberikan

adalah susu formula 70 ml + 20 cc air putih = 90 CC

2. Tidak muntah saat diberikan,

tetapi terdengar suara nafas pada klien.

3. Komplikasi NGT tidak ada.

Analisis :

- Ny. R mengalami kesulitan untuk intake cairan karena keadaan pasien yang

sesak, gejala berupa bunyi nafas tambahan rokhi, ada tarikan dinding rongga

dada dan perut nafas, cepat dandangkal

- Pemberian makan cair diberikan sedikit demi sedikit dengan waktu 15 – 20

menit untuk mencegah aspirasi pada kliendan tidak menstimulus gaster.

Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan :

- Timbang berat badan

- Observasi terhadap tanda dehidrasi dan kekurangan intake nutrisi

- Pantau hasil lab : Hb, HtProtein seru, elektrolit, dan bun

Evaluasi diri :

Perlu pembelajaran yang lebih banyak lagi agar dapat mengkaji kebutuhan

nutris klien secara komprehensif dan perlu setiap saat melakukan tindakan

ketrampilan keperawatan yang lebih banyak karena penulis bekerja di institusi

pendidikan jadi tindakan dan ketrampilan keperawatan sangat jarang dilakukan.

\

Referensi :

Doengoes, M.E, ( 2002 ), Nursing Care Plane : Guidelines for Planning & Documenting Patient Care, 3th ed, FA. Davis.

Hardjasaputra,dkk, (2002), Data Obat di Indonesia , edisi ke-10, Grafidian Medipress, Jakarta.

Potter, Patricia A, ( 2006), Buku ajar Fundamental keperawatan; konsep, proses , dan praktik, Volume 2, RGC. Jakarta.

Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. (2006). Patofisiologi, Konsep Klinis s Indonesia, Jakarta.