laporan fotogrametri

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.1.1 Mengetahui perhitungan paralaks dengan menggunakan pengukkuran lembar per lembar dan orientasi stereoskopik 1.1.2 Menghitung base photo, tinggi terbang, serta skala foto 1.1.3 Menghitung luas sebenarnya dari delineasi pada foto udara 1.2 Tujuan 1.2.1 Mampu mengetahui perhitungan paralaks dengan menggunakan pengukkuran lembar per lembar dan orientasi stereoskopik 1.2.2 Mampu menghitung base photo, tinggi terbang, serta skala foto 1.2.3 Mampu menghitung luas sebenarnya dari delineasi pada foto udara 1

Transcript of laporan fotogrametri

Page 1: laporan fotogrametri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud

1.1.1 Mengetahui perhitungan paralaks dengan menggunakan pengukkuran

lembar per lembar dan orientasi stereoskopik

1.1.2 Menghitung base photo, tinggi terbang, serta skala foto

1.1.3 Menghitung luas sebenarnya dari delineasi pada foto udara

1.2 Tujuan

1.2.1 Mampu mengetahui perhitungan paralaks dengan menggunakan

pengukkuran lembar per lembar dan orientasi stereoskopik

1.2.2 Mampu menghitung base photo, tinggi terbang, serta skala foto

1.2.3 Mampu menghitung luas sebenarnya dari delineasi pada foto udara

1

Page 2: laporan fotogrametri

BAB II

DASAR TEORI

Fotogrametri atau aerial surveying adalah teknik pemetaan melalui foto

udara. Hasil pemetaan secara fotogrametrik berupa peta foto dan tidak dapat

langsung dijadikan dasar atau lampiran penerbitan peta. Pemetaan secara

fotogrametrik tidak dapat lepas dari referensi pengukuran secara terestris, mulai

dari penetapan ground controls (titik dasar kontrol) hingga kepada pengukuran

batas tanah. Batas-batas tanah yang diidentifikasi pada peta foto harus diukur di

lapangan. Fotogrametri adalah suatu seni, ilmu dan teknik untuk memperoleh

data-data tentang objek fisik dan keadaan di permukaan bumi melalui proses

perekaman, pengukuran, dan penafsiran citra fotografik. Citra fotografik adalah

foto udara yang diperoleh dari pemotretan dari udara yang menggunakan pesawat

terbang atau wahana terbang lainnya. Hasil dari proses fotogrametri adalah berupa

peta foto atau peta garis. Peta ini umumnya dipergunakan untuk berbagai kegiatan

perencanaan dan desain seperti jalan raya, jalan kereta api, jembatan, jalur pipa,

tanggul, jaringan listrik, jaringan telepon, bendungan, pelabuhan, pembangunan

perkotaan, dsb.

Gambar 2.1 Foto udara

(sumber:itenas,pondoksurveyor,dll)

2

Page 3: laporan fotogrametri

(http://geodesy.gd.itb.ac.id/nrahmah/?cat=4)

(http://geodesy.gd.itb.ac.id/nrahmah/?cat=4)

(http://geodesy.gd.itb.ac.id/nrahmah/?cat=4)

Fotogrametri diperlukan karena :

Untuk menentukan letak relatif objek atau fenomena dan untuk menentukan

ukuran lainnya.

Untuk menggambarkannya pada peta.

Salah satu karateristik fotogrametri adalah pengukuran terhadap objek

yang dilakukan tanpa berhubungan perlu berhubungan ataupun bersentuhan secara

langsung dengannya. Pengukuran terhadap objek tersebut dilakukan melalui data

yang diperoleh pada sistem sensor yang digunakan.

Terminologi Close Range atau Rentang Dekat muncul pada saat teknik ini

digunakan untuk objek dengan jarak kurang dari 100 meter dari posisi kamera

berada dekat dengan objek.  Fotogrametri rentang dekat adalah teknik pengukuran

3D tanpa kontak langsung dengan objek, menggunakan kamera

untuk mendapatkan geometri sebuah objek.  

Dalam fotogrametri syarat fundamental yang banyak digunakan adalah

syarat kesegarisan berkas sinar (collinearity condition) yaitu suatu kondisi dimana

titik pusat proyeksi, titik foto dan titik obyek di tanah terletak pada satu garis

dalam ruang. Kondisi ini dinamakan kondisi kolinearitas. 

Pada acara praktikum kali ini, kita akan mencari data melalui pengukuran

dari unsur – unsur fotogrametri. Pengukuran yang dilakukan antara lain :

1. Pengukuran Luas

Dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu alat sederhana, alat mekanik dan

alat elektronik. Dalam hal ini yang digunakan adalah alat sederhana karena

penggunaannya paling cepat. Berdasarkan metode yang digunakan alat

sederhana dibedakan atas :

a. Metode strip; yang digunakan berupa lembaran tembus cahaya yang

padanya ditarik garis-garis sejajar dan berinterval sama besar. Lembaran

tembus cahaya ini ditumpangkan pada objek yang diukur luasnya.

Kemudian ditarik garis-garis tegak lurus pada batas objek sedemikian

3

Page 4: laporan fotogrametri

hingga bagian yang dihilangkan sama dengan bagian yang yang

ditambahkan. Sisi atas segi empat panjang atau sisi atas strip itu

dijumlahkan dan dikalikan dengan intervalnya sehingga diperoleh luas

objek pada foto.

Gambar 2.2 Pengukuran Luas Metode Strip

Dari gambar di atas, luas objek diukur dengan menjumlahkan luas masing-

masing segi empat panjang (Luas ABB’A’ + CDD’C’ + EFF’E’), dimana

AA’, BB’, CC’, DD’, EE’ dan FF’ merupakan interval strip.

(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)

b. Metode bujursangkar; dilakukan dengan kertas milimeter. Kertas

milimeter ini ditumpangkan di atas objek yang diukur luasnya. Dalam

mengukur luas pada objek pada citra dihitung berapa bujur sangkar 1cm x

1cm yang jatuh dalam batas objek yang diukur luasnya. Dari gambar 2.2,

luas objek dapat diukur dengan menjumlahkan bujursangkar yang memuat

luas lebih dari setengah bujursangkar. Jika bujursangkar berjumlah 12

buah dengan skala pada foto adalah 1 : 50.000 (maka 1 cm = 500 m),

maka 1 bujursangkar sama dengan 250.000 m2. dengan demikian luas

objek tersebut adalah 12 x 250.000 m2 sama dengan 3.000.000 m2.

Gambar 2.3 Pengukuran Luas Metode Bujur Sangkar

4

Page 5: laporan fotogrametri

c. Metode jaringan titik; alat ukurnya berupa lembaran tembus cahaya yang

diberi jaringan titik yang masing-masing berjarak sama. Titik itu serupa

dengan titik yang dibuat pada tengah-tengah bujursangkar yang kemudian

bujursangkarnya dihapus. Dalam metode ini kita tinggal menghitung

berapa titik yang masuk dalam batas objek yang diukur luasnya. Tiap titik

dianggap mewakili satu bujursangkar, sehingga tiap titik dikalikan dengan

luas bujursangkar untuk mendapatkan luas objeknya.

(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)

Gambar 2.4 Pengukuran Luas Metode Jaringan Titik

2. Skala Foto Udara Vertikal

Skala foto udara merupakan perbandingan antara jarak pada foto udara dengan

jarak sebenarnya di lapanagan. Skala foto diperlukan untuk menentukan

ukuran objek maupun untuk mengenalinya. Ada beberapa cara untuk

menentukan skala foto udara vertikal, yaitu :

Perbandingan antara panjang fokus dan tinggi terbang. Persamaannya yaitu :

S= fH

dengan S = skala, f = fokus dan H = tinggi terbang.

Membandingkan jarak foto terhadap jarak lapangan, dilakukan bila membawa

foto udara ke lapangan atau kalau tahu jarak sesungguhnya objek di lapangan

dari objek yang tergambar pada foto. Persamaan yang digunakan yaitu :

S=dfdl

dengan S = skala, df = jarak pada foto, dan dl = jarak di lapangan.

Membandingkan jarak pada foto terhadap jarak pada peta yang telah diketahui

jaraknya. Persamaan yang digunakan yaitu :5

Page 6: laporan fotogrametri

dppf

= dfpp

dengan dp = jarak di peta, df = jarak pada foto, pf = skala foto dan pp = skala

pada peta.

3. Basis Foto (Photo Base)

Merupakan jarak antara dua pemotretan berurutan. Hal ini menyebabkan

kenampakan adanya pergeseran titik pusat foto satu dengan foto berikutnya.

Jarak pergeseran pada lembar foto ini disebut photo base atau basis foto.

Besarnya basis foto pada sepasang foto udara adalah rata-rata dari hasil

pengukuran dua basis foto tersebut, persamaannya yaitu :

B=b1+b2

2

dengan B = basis foto, b1 = basis foto 1 dan b2 = basis foto 2.

(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)

4. Paralaks

Merupakan perubahan kedudukan gambaran titik pada foto udara yang

bertampalan yang disebabkan oleh perubahan kedudukan kamera. Paralaks ini

disebut juga dengan paralaks absolut atau paralaks total. Lebih jauh

dikemukakan bahwa paralaks absolut suatu titik adalah perbedaan aljabar yang

diukur sepanjang sumbu x, berpangkal dari sumbu y ke arah titik bersangkutan

yang tergambar pada tampalan foto udara. Hal ini dilandasi oleh asumsi

bahwa masing-masing foto udara itu benar-benar vertikal dan dengan tinggi

terbang yang sama. Pada gambar 2.4, titik A dan B terletak di atas bidang

rujukan dan titik P terletak pada titik utama. Nilai paralaks absolutnya

merupakan jumlah nilai sumbu X masing-masing titik, yaitu jumlah

absolutnya (tanpa tanda negatifnya).

6

Page 7: laporan fotogrametri

Gambar 2.5 Paralaks Titik A, B, dan U

Pengukuran paralaks dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

a. Pengukuran paralaks secara stereoskopik; dilakukan dengan menggunkan

batang paralaks atau meter paralaks (parallax bar) terdiri dari dua keping

kaca yang diberi tanda padanya. Tanda ini disebut tanda apung (floating

mark). Masing-masing keping kaca dipasang pada batang yang dapat

diatur panjangnya yang diatur dengan memutar sekrup mikrometer.

Pengukuran dilakukan setelah foto disetel di bawah pengamatan

stereoskopik. Tanda apung kiri diletakkan pada titik yang akan diukur

paralaksnya di foto kiri, dan tanda apung kanan diletakkan pada titik yang

akan diukur paralaksnya pada foto kanan, dimana peletakan dilakukan

dengan melihat dari stereoskop. Kemudian dilakukan pembacaan pada

sekrup mikrometer yang dibaca dalam milimeter (mm).

b. Pengukuran paralaks secara monoskopik; atau disebut juga cara manual,

dilakukan tanpa menggunakan batang paralaks, melainkan hanya dengan

menggunakan penggaris biasa. Dari gambar 2.5, maka paralaks titik A dan

titik B dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

PA = XA1 – (-XA2) = XA1 + XA2 PB = XB1 – XB2

7

Page 8: laporan fotogrametri

Gambar 2.6 Pengukuran Paralaks dengan Cara Monoskopik

5. Beda Tinggi

Beda tinggi antara dua titik yang tergambar pada tampalan foto dapat diukur

berdasarkan beda paralaksnya.paralaks suatu titik dapat diukur dan dinyatakan

dengan persamaan :

h=Hb

p

dengan h = beda tinggi, H = tinggi terbang, p = beda paralaks dan b = base

foto. Jika beda tinggi, beda paralaks dan base foto diketahui maka tinggi

terbang dapat ditentukan dengan persamaan di atas.

Dari persamaan di atas dapat divariasikan dan menghasilkan beberapa

persamaan, yaitu :

∆ h= H . ∆ PPB+∆ P

dengan ∆h = beda tinggi, HB = tinggi terbang pesawat dari titik B, PB =

paralaks titik B, PA = paralaks titik A, ∆P = selisih paralaks A dan B, H =

tinggi terbang pesawat dari bidang dasar, b = jarak dasar foto (photo base), B

= jarak dasar udara (air base) dan f = jarak fokus lensa kamera. Hasil

pengukuran beda tinggi akan teliti apabila foto udara yang digunakan berskala

1 : 10.000 atau lebih besar.

(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)

6. Pengukuran Jarak Horizontal

Jarak pada foto udara tidak mencerminkan jarak sesungguhnya di lapangan,

karena ada pergeseran. Untuk menentukan jarak horizontal yang

sesungguhnya digunakan cara grafis, karena kalau dengan mengukur relief-8

Page 9: laporan fotogrametri

displacement satu per satu akan membutuhkan waktu lama. Prosedur

pengukurannya yaitu :

a. Tentukan pusat masing-masing foto yang berpasangan.

b. Letakkan miuka pada masing-masing foto udara.

c. Titik pusat foto (n1 dan n2) dan titik pusat foto konjugasi (n1’ dan n2’)

diplot pada mika.

d. Tarik garis dari n1 ke A1 dan ke B1, juga garis n2A2 dan n2B2 pada mika.

e. Masing-masing mika diambil dan dipasang berimpitan hingga n1 berimpit

denagn n1’ dan n2 berimpit dengan n2’.

f. Titik potong antara n1A1 dan n2A2 serta n1B1 dan n2B2 dihubungkan. Garis

penghubung itu adalah jarak AB yang sudah terkoreksi. Sehingga jarak di

lapangan dihitung dengan persamaan = dAB x H/f, dengan dAB = jarak

AB pada foto yang sudah terkoreksi, H = tinggi terbang pesawat dari

bidang dasar dan f = jarak fokus lensa kamera.

Gambar 2.7 Pengukuran Jarak Horizontal Secara Grafis

(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)

9

Page 10: laporan fotogrametri

BAB III

HASIL PERHITUNGAN

Praktikum pada acara fotogrametri yaitu melakukan perhitungan terhadap

foto udara. Perhitungan-perhitungan yang dilakukan, didapat data berupa :

3.1 Perhitungan Paralaks

Pengukuran lembar per lembar

- Pengukuran paralaks A

x A1 = 3 cm

x A2 = 3,2 cm

PA2 = x A1 - (x A2) = x A1 - x A2 = 3−3,2=−0,2 cm

- Pengukuran paralaks B

xB1 = 2,1 cm

xB2 = 2,4 cm

PB 2 = xB1 - (xB2) = xB1 - xB2 = 2,1−2,4=−0,3 cm

Oreintasi Stereoskopik

D= jarak PP1 ke PP2=23,2 cm

dA= jarak A1ke A2=23,4 cm

dB= jarak B1ke B2=23,5 cm

D=D−dA

¿23,2 cm−23,4 cm=−0,2 cm

D= jarak PP1 ke PP2=23,2 cm

¿23,2 cm−23,5cm=−0,3 cm

3.2 Bases Photo

B=b1+b2

2

b1= jarak PP1 keCPP2=23,2 cm

b2= jarak PP1 keCPP1=23,2 cm

10

Page 11: laporan fotogrametri

B=23,2+23,22

=23,2 cm

3.3 Pengukuran Tinggi Terbang

H=H a−bidang dasar

Dimana : H = tinggi terbang

H a=3.800 feet x0,3048 m=11.582,4 m

Bidang dasar = 225 m

H=11.582,4 m−225 m=11.357,4 m

3.4 Skala Foto

S= fH

Dimana :

f = jarak fokus lensa = 88,84 mm

H = tinggi terbang = 11.357,4 m = 11.357.400 mm

S= 88,8411.357.400

¿1 :127.841

3.5 Perhitungan Luas

Skala 1 :127.841

1 cm :1278,41 mm

1 cm2=1.634 .332,128 m2

Metode jaringan titik

Jumlah titik= 14 titik

Luas pada foto = jumlah titik x 1 cm2

Luas pada foto = 14 x 1 cm2 = 14 cm2

Luas sebenarnya = 14 x 1634332,128 m2 = 22880649,792 m2

Metode bujur sangkar

Jumlah kotak =14 buah11

Page 12: laporan fotogrametri

Sisi kotak = 1 cm

Luas pada foto = n kotak x 1 cm2 = 14 x 1 cm2 = 14 cm2

Luas sebenarnya = 14 x 1.634.332,128 m2 = 22.880.649,792 m2

Metode strip

Luas total = L1 + L2 + L3 + L4 +…. + Ln

Luas 1 = 3,5 cm x 1 cm =3,5 cm2

Luas 2 = 4,9 cm x 1 cm =4,9 cm2

Luas 3 = 6,5 cm x 1 cm =6,5 cm2

Luas 4 = 5,9 cm x 1 cm =5,9 cm2

Luas total pada foto = 3,5 + 4,9 + 6,5 + 5,9 = 20,8 cm2

Luas sebenarnya = 20,8 x 1.634.332,128 m2

= 33.994.108,2624 m2

12

Page 13: laporan fotogrametri

BAB IV

PEMBAHASAN

Praktikum pada acara fotogrametri, praktikan diminta untuk meakukan

perhitungan dalam penginderaan jauh pada foto udara dengan menggunakan alat

yang bernama stereoskop. Praktikan melakukan perhitungan berupa angka-angka

pada foto udara supaya mendapatkan data yang diperlukan. Dalam praktikum,

foto udara yang digunakan sebanyak 2 foto udara. Supaya mendapatkan gambar 3

dimensi dari foto udara menggunakan stereoskop. Dari angka-angka yang didapat

menggunakan pengukuran menggunakan penggaris pada kedua foto udara,

kemudian angka-angka tersebut diolah untuk mendapatkan hasil pengukuran

berupa paralaks, perhitungan base photo, skala foto, tinggi terbang, serta luas

daerah pada foto udara.

Sebelum melakukan pengukuran, foto udara diatur sedemikian rupa

sehingga mendapatkan gambar 3 dimensi. Yaitu dengan cara meletakkan dua buah

foto udara di bawah stereoskop. Kemudian mencari dua titik pada peta yang sama

dengan menggunakan jari telunjuk. Setelah itu foto udara digeser-geser hingga

jari telunjuk terlihat berhimpitan. Sehingga didapatkan gambar tiga dimensi.

Kemudian ditempel mika bening sebanyak dua lembar yang telah disambung di

atas foto udara yang terlah menunjukkan gamabr tiga dimensi. Kemudian mika

tersebut ditempel supaya tidak berubah kedudukannya.

4.1 Paralaks

Paralaks merupakan perubahan kedudukan gambaran titik pada foto

udara yang bertampalan yang diakibatkan oleh perubahan kedudukan kamera.

Hal pertama yang dilakukan dalam pengukuran paralaks adalah membuat titik

pada kedua foto udara yang merupakan pusat dari masing-masing foto udara

atau principle point (PP). Caranya yaitu dengan mebuat garis vertikal dan

garis horisontal pada masing-masing foto udara. Pada titik potong dari kedua

garis tersebut merupakan titik pusat dari masing-masing foto udara. Titik 13

Page 14: laporan fotogrametri

pusat pada foto udara yang ada disebelah kiri atau foro udara yang pertama

diberi keterangan PP1. Sedangkan pada foto udara yang berada di sebelah

kanan diberi keterangan PP2.

Yang kedua adalah menentukan titik pusat dari foto udara yang pertama

pada foto udara yang kedua, serta menentukan titik pusat foto udara kedua

pada foto udara yang pertama. Dengan kata lain, mencari titik pusat bayangan

pada foto udara yang satunya. Caranya yaitu melihat dengan stereoskop.

Pertama, meletakkan jari telunjuk kiri pada foto udara yang pertama.

Kemudian dengan jari telunjuk tangan kanan, praktikan mencari titik yang

pada saat dilihat dengan stereoskop kedua jari telunjuk terlihat berhimpitan.

Setelah itu beri tanda pada foto udara yang kedua di tempat jari telunjuk

tangan kanan. Tanda dari hasil pencarian tersebut diberi keterangan CPP2.

Kemudian pada foto udara yang kedua, meletakkan jari telunjuk kiri pada

foto udara yang pertama. Kemudian dengan jari telunjuk tangan kanan,

praktikan mencari titik yang pada saat dilihat dengan stereoskop kedua jari

telunjuk terlihat berhimpitan. Setelah itu beri tanda pada foto udara yang

kedua di tempat jari telunjuk tangan kanan. Tanda dari hasil pencarian

tersebut diberi keterangan CPP1.

Yang ketiga adalah menentukan titik tertinggi dan titik terendah pada

kedua foto udara. Untuk mencari tinggi tertinggi pada foto udara caranya

adalah yang pertama menentukan titik terttinggi pada foto udara yang

pertama. Kemudian meletakkan jari telunjuk kiri pada titik tertinggi foto

udara yang pertama. Titik tertinggi pada foto udara yang pertama diberi

keterangan A1 Kemudian dengan jari telunjuk tangan kanan, praktikan

mencari titik yang pada saat dilihat dengan stereoskop kedua jari telunjuk

terlihat berhimpitan. Setelah itu beri tanda pada foto udara yang kedua di

tempat jari telunjuk tangan kanan. Tanda dari hasil pencarian tersebut diberi

keterangan A2. Sedangkan untuk titik terendah pada foto udara caranya

adalah meletakkan jari telunjuk kiri pada foto udara yang pertama. Titik

terendah pada foto udara yang pertama diberi keterangan B1. Kemudian

dengan jari telunjuk tangan kanan, praktikan mencari titik yang pada saat

14

Page 15: laporan fotogrametri

dilihat dengan stereoskop kedua jari telunjuk terlihat berhimpitan. Setelah itu

beri tanda pada foto udara yang kedua di tempat jari telunjuk tangan kanan.

Tanda dari hasil pencarian tersebut diberi keterangan B2.

Setelah didapat titik-titik tersebut. Kemudian dilakukan pengukuran

dengan menggunakan penggaris. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan

adalah :

- Mengukur jarak dari A1 sampai pada garis vertikal pada foto udara yang

pertama, didapat hasil 3 cm

- Mengukur jarak dari A2 sampai pada garis vertikal pada foto udara yang

kedua, didapat hasil 3,2 cm

- Mengukur jarak dari titik PP1 pada foto udara yang pertama sampai titik

PP2 pada foto udara yang kedua, didapat hasil 23,2 cm

- Mengukur jarak dari titik A1 pada foto udara yang pertama sampai titik A2

pada foto udara yang kedua, didapat hasil 23,4 cm

- Mengukur jarak dari titik B1 pada foto udara yang pertama sampai titik B2

pada foto udara yang kedua, didapat hasil 23,5 cm

Perhitungan yang dicari pada paralaks yaitu :

a. Pengukuran lembar per lembar

Pengukuran dilakukan pada masing-masing foto udara. Yang dicari

yaitu paralaks pada foto udara pertama (PA) dan paralaks kedua (PB). Bila

titik berada di sebekah kiri sumbu Y bernilai negatif dan bila titik berada

di sebelah kana sumbu Y maka bernilai positif. Dari pengukuran yang

sudah dilakuakan untuk jarak dari titik-titik yang ada pada foto udara

didapat nilai XA1 = 3 cm , XA2 = 3,2 cm, XB1 = 2,1 cm dan XB2 = 2,4 cm.

Berdasarkan data dari hasil pengukuran titik-titik tersebut, maka dapat

dilakukan perhitungan paralaks sebagai berikut :

PA2 = x A1 - (x A2) = x A1 - x A2 = 3−3,2=−0,2 cm

PB 2 = xB1 - (xB2) = xB1 - xB2 = 2,1−2,4=−0,3 cm

Dari perhitungan paralaks tersebut, diperoleh hasil untuk paralaks A

sebesar -0,2 cm dan paralaks B sebesar -0,3 cm.

b. Orientasi Stereoskopik

15

Page 16: laporan fotogrametri

Data yang diperhitungan dalam perhitungan padalaks dengan

orientasi stereoskopik adalah jarak dari PP1 ke PP2, jarak A1 ke A2, serta

jarak B1 ke B2. Data tersebut digunakan untuk menghitung paralaks dari

masing-masing titik tertinggi dan titik terendah. Perhitungan paralaks

dengan menggunakan orientasi stereoskopik yaitu :

D= jarak PP1 ke PP2=23,2 cm

dA= jarak A1ke A2=23,4 cm

dB= jarak B1ke B2=23,5 cm

D=D−dA

¿23,2 cm−23,4 cm=−0,2 cm

D= jarak PP1 ke PP2=23,2 cm

¿23,2 cm−23,5cm=−0,3 cm

Sehingga diperoleh data dari hasil perhitungan pada paralaks titik A

sebesar -0,2 cm dan paralaks titik B sebesar -0,3 cm.

4.2 Base Photo

Merupakan jarak antara dua pemotretan berurutan. Hal ini menyebabkan

kenampakan adanya pergeseran titik pusat foto satu dengan foto berikutnya.

Pengukuran base photo dilakukan tidak menggunakan stereoskop. Namun

pengukuran dilakukan menggunakan alat sederhana berupa penggaris.

Pengukuran yang dilakukan yaitu :

- Mengukur jarak titik B1 sampai garis vertikal pada foto udara pertama,

didapat hasil 23,2 cm

- Mengukur jarak titik B2 sampai garis vertikal pada foto udara kedua,

didapat hasil 23,2 cm

Setelah diperoleh data jarak dati titik B1 sampai garis vertikal foto udara

pertama dan jarak dari titik B2 sampai garis vertikal foto udara kedua. Maka

dapat dilakukan perhitungan mencari base photo (B) :

B=b1+b2

2

16

Page 17: laporan fotogrametri

B=23,2+23,22

=23,2 cm

Sehingga diperoleh bese photo dari foto udara sebesar 23,2 cm.

4.3 Tinggi Terbang

Tinggi terbang merupakan jarak antara pesawat yang mengambil foto

udara sampai permukaan laut. Data yang diperlukan untuk mengetahui tinggi

terbang adalah Ha (ketinggian dari pesawat). Ha diketahui sebersar 38.000

feet, serta bidang dasar sebesar 225 m. Langkah pertama yaitu mengubah

satuan dari Ha, dari feet menjadi meter. Dimana 1 feet = 0,3048 m

Ha = 38.000 feet = 38.000 feet x 0,3048 m = 11.582,4 m

Maka :

H=H a−bidang dasar

H=11.582,4 m−225 m=11.357,4 m

Sehingga diperoleh tinggi terbang sebesar 11.357,4 m.

4.4 Skala Foto

Skala foto udara merupakan perbandingan antara jarak pada foto udara

dengan jarak sebenarnya di lapangan. Data yang diperlukan untuk

perhitungan skala foto adalah fokus dari kamera (f) dan tinggi terbang (H).

Fokus dari kamera bisanya tercantum pada masing-masing foto udara yang

terletak dibagian bawah foto udara. Pada foto udara yang digunakan, fokus

dari kamera sebesar 88,84 mm. Serta nilai H sebesar 11.357,4 m. Satuan dari

nilai H diubah terlebih dahulu dari satuan meter menjadi milimeter. Yaitu dari

11.3587,4 m menjadi 11.357.400 mm. Maka :

S= fH

S= 88,8411.357.400

¿1 :127.841

Sehingga diketahui bahwa skala foto = 1 : 127.841 yang artinya 1 cm di

foto udara mewakili 127.841 cm di lapangan.

17

Page 18: laporan fotogrametri

4.5 Perhitungan Luas

Pada foto udara, terdapat tiga macam metode untuk perhitungan luas.

Metode-metode tersebut adalah metode jaringan titik, metode bujur sangkar,

dan metode jaringan strip.

Sebelum melakukan perhitungan luas, hal pertama yang harus dilakuakan

adalah menempelkan satu lembar mika bening di atas foto udara. Kemudian

membuat delineasi untuk daerah yang akan dicari luasnya. Pada praktikum

ini, delineasi dilakukan didaerah berupa awan. Pada perhitungan luas, skala

sangat diperhatikan. Skala pada foto udara yang telah dihitung sebesar 1 :

127.841. Dimana 1 cm pada peta mewakili 1.278,41 m di lapangan. Karena

perhitungan luas sisi x sisi, maka 1 cm2 di foto udara = 1634332,128 m2 di

lapangan. Perhitungan dari masingmasing metode yaitu :

a. Metode jaringan titik

Cara perhitungan dengan menggunakan metode jaringan titik yaitu, mika

yang terdapat delineasi dari daerah yang akan dihitung luasnya ditempel

pada kertas milimeter block. Kemudian daerah yang berada di dalam

delineasi dicari titik tengah dari milimeter block yang memiliki ukuran 1 x

1 cm. Daerah yang berada dalam delineasi yang memenuhi 1 x 1 cm pada

milimeter block diberi tanda titik dari titik tengah milimeter block tersebut.

Sedangkan daerah yang kurang dari setengah 1 x 1 cm milimeter block

tidak perlu diberi titik. Setelah semua daerah delineasi diberi tanda titik,

kemudian jumlah dari titik tersebut dihitung. Dalam praktikum, jumlah

titik pada delineasi sebanyak 14 titik. Sehingga perhitungan luas dengan

metode jaringan titik adalah :

Luas pada foto = jumlah titik x 1 cm2

Luas pada foto = 14 x 1 cm2 = 14 cm2

Luas sebenarnya = 14 x 1634332,128 m2 = 22.880.649,792 m2

Sehingga diperoleh luas daerah delineasi sebesar 22.880.649,792 m2.

Namun, perhitungan luas menggunakan metode jaringan titik ini memiliki

kekurangan. Kekurangan tersebut adalah apabila ada suatu daerah yang

18

Page 19: laporan fotogrametri

cukup luas pada daerah yang telah didelineasi, namun tidak mengenai titik

yang ada pada milimeter block, maka tidak dihitung dan mengurangi luas

wilayah sebenarnya.

b. Metode bujur sangkar

Cara perhitungan dengan menggunakan metode bujur sangkar yaitu, mika

yang terdapat delineasi dari daerah yang akan dihitung luasnya ditempel

pada kertas milimeter block. Kemudian bujur sangkar atau bentuk persegi

ukuran 1 x 1 cm pada milimeter block. Daerah yang berada dalam

delineasi yang memenuhi 1 x 1 cm pada milimeter block diberi angka

berurutan dari 1 sampai bujur sangkar yang dapat memenuhi delineasi

habis. Angka-angka tersebut berada di tengah bujur sangkar pada

milimeter block tersebut. Sedangkan daerah yang kurang dari setengah 1 x

1 cm milimeter block tidak perlu diberi angka, hanya untuk daerah yang

dapat memenuhi ukuran 1 x 1 cm yang lebih dari setengah. Setelah semua

daerah delineasi diberi angka, maka angka yang terakhir menunjukkan

jumlah dari buur sangkar yang dapat memenuhi delineasi. Dalam

praktikum, jumlah titik pada delineasi sebanyak 14 titik. Sehingga

perhitungan luas dengan metode jaringan titik adalah :

Luas pada foto = n kotak x 1 cm2 = 14 x 1 cm2 = 14 cm2

Luas sebenarnya = 14 x 1.634.332,128 m2 = 22.880.649,792 m2

Sehingga diperoleh luas dari delineasi dengan metode bujur sangkar

sebesar 22.880.649,792 m2. Namun, perhitungan luas menggunakan

metode jaringan titik ini memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut adalah

apabila ada suatu daerah yang cukup luas pada daerah yang telah

didelineasi, namun tidak mengenai titik yang ada pada milimeter block,

maka tidak dihitung dan mengurangi luas wilayah sebenarnya.

c. Metode strip

Cara perhitungan dengan menggunakan metode bujur sangkar yaitu, mika

yang terdapat delineasi dari daerah yang akan dihitung luasnya ditempel

pada kertas milimeter block. Kemudan mika ditempelkan pada milimeter

block. Setelah itu, pada delineasi dibuat gari horisontal, dengan gar

19

Page 20: laporan fotogrametri

pertama berada pada batas bagian atas dari delineasi. Kemudian dibbuat

garis horisontal yang sama yang berada di bagian bawahnya dengan jarak

1 cm. Setelah dibuat garis horisontal smapai delineasi pada mika berada di

dalam garis horisontal atau strip, maka pengukuran dapat dimulai.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat sederhana berupa

penggaris. Yang pertama dilakukan adalah membuat garis terluar dari

daerah strip pertama atau yang berada paling atas. Pengukuran luas

tersebut berupa luas persegi panjang. Begitu pula dengan daerah strip di

bawahnya. Pada praktikum terdapat 4 daerah strip atau persegi panjang.

Perhitungan luas tersebut yaitu :

Luas 1 = 3,5 cm x 1 cm =3,5 cm2

Luas 2 = 4,9 cm x 1 cm =4,9 cm2

Luas 3 = 6,5 cm x 1 cm =6,5 cm2

Luas 4 = 5,9 cm x 1 cm =5,9 cm2

Luas total pada foto = 3,5 + 4,9 + 6,5 + 5,9 = 20,8 cm2

Luas sebenarnya = 20,8 x 1.634.332,128 m2

= 33.994.108,2624 m2

Sehingga diperoleh luas dari daerah delineasi dengan menggunakan

metode strip sebesar 33.994.108,2624 m2. Namun, metode strip memiliki

kekurangan. Kekurangan tersebut adalah apabila darah yang berada pada

strip, dan setelah di ambil daris terluar dari masing-masing persegi

panjang, dan banyak daera di dalam persegi panjang yang tidak termasuk

dalam delineasi maka menyebabkan perhitungan luas yang diperoleh akan

lebih luas dari daerah delineasi yang dihitung dengan metode jaringan titik

dan metode bujur sangkar.

20

Page 21: laporan fotogrametri

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

- Perhitungan paralaks dengan menggunakan perhitungan lembar per lember

diperoleh hasil paralaks pada titik A sebesar -0,2 cm, sedangkan paralaks

pada titik B sebesar -0,3 cm

- Perhitungan paralaks dengan menggunakan orientasi stereoskopik

diperoleh hasil perhitungan pada paralaks titik A sebesar -0,2 cm,

sedangkan pada paralaks titik B sebesar -0,3 cm.

- Hasil perhitungan dari base photo sebesar 23,2 cm

- Hasil perhitungan dari tinggi terbang sebesar 127.841 cm di lapangan

- Skala foto hasil perhitungan yaitu 1 : 127.841, yang berarti 1 cm pada

skala mewakili 127.841 pada keadaan sebenarnya

- Perhitungan luas dengan metode jaringan titik dari delineasi pada foto

udara sebesar 22.880.649,792 m2

- Perhitungan luas dengan metode bujur sangkar dari delineasi pada foto

udara sebesar 22.880.649,792 m2

- Perhitungan luas dengan metode jaringan titik dari delineasi pada foto

udara sebesar 33.994.108,2624 m2.

5.2 Saran

- Penyimpanan stereoskopik lebih hati-hati supaya tidak mengalami

kerusakan

- sebaiknya alat praktikum lebih diperbanyak lagi, supaya praktikum dapat

berjalan intensif.

21