LAPORAN Fisio Lab Mata

13
Laporan Fisio Blok 6 Mekanisme Penglihatan Kelompok: A4 NAMA NIM TANDA TANGAN Elistia Tripuspita 102010173 Sella Triamami 102011168 Putri Setiawati 102013417 Asriana Timang 102014081 Panji Dewantoro 102014118 Stela Angelia Dj Babua 102014180 Gabriel Hezekiah Hadisaputro 102014221 Yohana BR Sidabalok 102014250 1. Model Mata Cenco-Ingersoll Tujuan: 1. Menyebutkan nama dan fungsi semua bagian model mata Cenco- Ingersoll yang menirukan mata sebagai susunan optik. 2. Mendemonstrasikan berbagai keadaan di bawah ini dengan menggunakan model mata Cenco-Ingersoll: a. Peristiwa aberasi sferis serta tindakan koreksi b. Mata emetrop tanpa atau dengan akomodasi

description

mata mereka

Transcript of LAPORAN Fisio Lab Mata

Page 1: LAPORAN Fisio Lab Mata

Laporan Fisio Blok 6 Mekanisme Penglihatan

Kelompok: A4

NAMA NIM TANDA TANGAN

Elistia Tripuspita 102010173

Sella Triamami 102011168

Putri Setiawati 102013417

Asriana Timang 102014081

Panji Dewantoro 102014118

Stela Angelia Dj Babua 102014180

Gabriel Hezekiah Hadisaputro 102014221

Yohana BR Sidabalok 102014250

1. Model Mata Cenco-Ingersoll

Tujuan:

1. Menyebutkan nama dan fungsi semua bagian model mata Cenco-Ingersoll yang

menirukan mata sebagai susunan optik.

2. Mendemonstrasikan berbagai keadaan di bawah ini dengan menggunakan model mata

Cenco-Ingersoll:

a. Peristiwa aberasi sferis serta tindakan koreksi

b. Mata emetrop tanpa atau dengan akomodasi

c. Mata miop serta tindakan koreksi

d. Mata hipermetrop serta tindakan koreksi

e. Mata astigmat serta tindakan koreksi

Page 2: LAPORAN Fisio Lab Mata

f. Mata afakia serta tindakan koreksi

Alat yang diperlukan:

1. Model mata Cenco-Ingersoll dengan perlengkapannya

2. Optotip Snellen

3. Seperangkat lensa

4. Mistar

Cara kerja:

1. Mata sebagai susunan optic

Pelajari model mata Cenco-Ingersoll dengan perlengkapannya:

a. Sebuah bejana yang berisi air hampir penuh

b. “Kornea”

c. “Retina” yang dapat diletakkan di 3 tempat yang berbeda

d. Benda yang bercahaya (lampu). Perhatikan arah anak panah.

e. Kotak yang berisi:

- “iris”

- 4 lensa sferis masing-masing berkekuatan: +2D, +7D, +20D, -1,75D.

- 2 lensa silindris masing-masing berkekuatan: +1,75D dan -5,5D.

A. Lebar Pupil dan Aberasi Sferis

1. Pasang lensa sferis +7D di tempat lensa kristaline (di L).

2. Pasang retina di R.

3. Arahkan model mata ke sebuah jendela yang jauhnya 7m atau lebih.

Perhatikan bayangan jendela yang terjadi pada lempeng retina.

4. Tempatkan sekarang iris di G1 dan perhatikan perubahan bayangan yang terjadi.

Hasil Percobaan

No. Perlakuan Bayangan yang terbentuk

1. Lensa sferis +7D diletakkan (tanpa iris) Bayangan terbentuk jelas di retina

2. Lensa sferis +7D diletakkan (dengan iris) Bayangan terbentuk jelas di retina

Pembahasan:

Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya, karena adanya

iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur mirip cincin di dalam aqueous

humor. Lubang berbentuk bulat di tengah iris sebagai tempat masuknya cahaya ke interior mata

disebut pupil. Ukuran lubang ini dapat disesuaikan dengan kontraksi otot-otot iris untuk menerima

sinar lebih banyak atau lebih sedikit. Karena serat otot memendek ketika berkontraksi maka pupil

Page 3: LAPORAN Fisio Lab Mata

menjadi lebih kecil ketika otot sirkular berkontraksi dan membentuk cincin yang lebih kecil.

Keadaan ini terjadi pada saat sinar terang sehingga dilakukan untuk mengurangi jumlah cahaya yang

masuk ke mata. Sementara ketika otot radial berkontraksi, maka pupil bertambah ukurannya. Dilatasi

pupil ini terjadi pada cahaya temaram agar sinar masuk ke mata lebih banyak. Serat saraf

parasimpatis menyarafi otot sirkular (untuk berkontraksi), sedangkan serat simpatis menyarafi otot

radial (untuk dilatasi). Dengan demikian, jumlah cahaya yang masuk ke mata diatur oleh iris.

Sedangkan sinar yang masuk akan dibiaskan untuk difokuskan dan menjadi bayangan di retina. Di

retina terdapat sel fotoreseptor (sel batang dan kerucut) untuk mengubah energi cahaya menjadi

sinyal listrik untuk ditransmisikan ke SSP. Pada retina terdapat tiga lapisan yakni lapisan paling luar

yang terdiri dari sel batang dan kerucut yang ujung-ujung peka cahayanya menghadap ke koroid.

Kemudian ada sel bipolar di lapisan tengah. Terakhir adalah sel ganglion di lapisan dalam. Sinar

harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai fotoreseptor di semua bagian retina

kecuali di fovea karena lapisan sel ganglion dan bipolar tersisih ke tepi sehingga cahaya langsung

mengenai fotoreseptor. Kemudian fotoreseptor bersinaps dengan sel bipolar, selanjutnya berakhir di

sel ganglion yang akson-aksonnya membentuk saraf optic untuk trnasmisi sinyal ke otak.

Neurotransmitter dibebaskan dari ujung sinaps fotoreseptor mengakibatkan hiperpolarisasi reseptor

yang diinduksi oleh cahaya. Sel bipolar seperti fotoreseptor memperlihatkan potensial berjenjang.

Potensial aksi baru muncul di sel ganglion untuk merambatkan pesan visual melalui jarak yang jauh

ke otak. Kemudian potensial membrane dan kecepatan pelepasan neurotransmitter fotoreseptor

kembali ke keadaan sebelum eksitasi dan tidak ada lagi potensial aksi yang disalurkan ke korteks

penglihatan. 1

Bayangan pada retina berada dalam keadaan terbalik. Namun, hubungan reseptor-reseptor retina

sedemikian rupa sehingga sejak lahir semua bayangan terbalik di retina dilihat sebagai tegak lurus

dan diproyeksikan ke lapangan pandang di sisi kontralateral dari daerah retina yang terangsang.Bila

bayangan retina dibuat tidak terbalik oleh lensa-lensa khusus, objek justru terbalik saat dilihat.

Bila m. siliaris dalam keadaan istirahat, berkas sinar parallel yang jatuh di mata yang optiknya

normal (emetropia) akan difokuskan di retina. Selama relaksasi ini dipertahankan , maka berkas sinar

dari benda yang kurang dari 6m akan difokuskan di belakang retina dan akibatnya benda tampak

kabur. 2

B. Hipermetropia

1. Arahkan model mata tetap ke jendela dan tetap gunakan sferis +7D sebagai lensa

kristalina

2. Setelah diperoleh bayangan tegas (no A ad. 4) pindahkan retina ke Rh.

Perhatikan bayangan menjadi kabur lagi.

Page 4: LAPORAN Fisio Lab Mata

3. Koreksi kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 sebagai kaca

mata sehingga bayangan menjadi ‘tegas’ kembali.

4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang Saudara pasang di S1 atau S2.

Hasil percobaan:

Jenis dan kekuatan lensa yang dipakai adalah lensa sferis +2 D dan diletakkan di S1 maupun S2

(sama saja hasilnya).

Pembahasan:

Pada beberapa orang, bola mata berukuran lebih pendek daripada normal dan sinar yang sejajar

difokuskan di belakang retina. Kelainan ini disebut hipermetropia atau hiperopia (penglihatan jauh).

Akomodasi yang terus-menerus bahkan sewaktu melihat benda jauh dapat sedikit mengkompensasi

kelainan, tetapi kerja otot terus menerus dapat berakibat pada kelelahan, rasa nyeri kepala, dan

penglihatan menjadi kabur. Kelainan ini bisa diperbaiki dengan menggunakan kacamata lensa

konveks (cembung) atau sferis positif dan membantu daya bias mata dalam memperpendek jarak

focus. 2

C. Miopia

1. Tingkat lensa sferis positif dari S1 atau S2. Kembalikan retina ke R. Perhatikan bayangan

yang tetap tegas.

2. Pindahkan retina ke Rm.

Perhatikan bayangan menjadi kabur.

3. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 sebagai kaca

mata sehingga bayangan menjadi tegas.

4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang Saudara pasang di S1 atau S2.

Hasil percobaan:

Jenis dan kekuatan lensa yang dipakai adalah lensa sferis -1,75D dan diletakkan di S1 maupun S2

(sama saja hasilnya).

Pembahasan:

Pada myopia (penglihatan dekat), garis tengah anteroposterior bola mata terlalu panjang. Miopia

bersifat genetik. Pada manusia ada korelasi positif antara tidur dalam ruangan bercahaya sebelum

berumur 2 tahun dan timbulnya miopi. Bentuk mata tampaknya dapat ditentukan oleh refraksinya.

Pada orang yang berusia muda, aktivitas pekerjaan yang berkaitan dengan benda-benda dekat,

misalnya belajar bisa mempercepat myopia. Kelainan ini bisa diatasi dengan kacamata lensa

bikonkaf (sferis negatif) yang membuat berkas cahaya sejajar lebih berdivergen (menyebar) sebelum

masuk ke mata. 2

Page 5: LAPORAN Fisio Lab Mata

D. Astigmatisme

1. Angkat lensa sferis negatif dari S1/S2 dan pindahkan rentina ke R.

2. Letakkan lensa silindris -5.5D di S1. Perhatikan sebagian bayangan menjadi kabur.

3. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1/S2 dan mengatur arah

sumbunya sehingga seluruh bayangan menjadi tegas.

4. Catat jenis, kekuatan dan arah sumbu lensa yang saudara pasang di S1/S2.

Catatan: Untuk latihan B, C, dan D model mata Cenco-Ingersoll disusun sebagai mata dalam

keadaan tidak berakomodasi(istirahat).

Hasil percobaan:

Jenis dan kekuatan lensa yang dipakai adalah lensa silindris +5,5, dan arah sumbu lensa 900.

Pembahasan:

Pada astigmatisme kelengkungan kornea tidak rata sehingga berkas sinar mengalami refraksi

yang tidak sama.3

Kesalahan refraksi yang terjadi karena berkas-berkas cahaya jatuh pada garis-garis diatas rentina,

dan bukan pada titik-titik tajam. Ini disebabkan oleh berubahnya bentuk lengkung lensa. Keadaan ini

dapat diperbaiki dengan menggunakan lensa silindris atau cembung.4

E. Mata Afakia

1. Buat susunan seperti yang didapat pada A ad.4.

2. Angkat lensa kristalina sehingga terjadi mata afakia, yaitu mata tanpa lensa kristalina.

3. Perbaiki mata afakia ini dengan salah satu lensa sferis positif yang dipasang sebagai kaca

mata di S1 atau S2 supaya bayangan menjadi lebih tajam.

4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 atau S2.

Hasil percobaan: Jenis dan kekuatan lensa yang dipakai adalah lensa sferis +7 dioptri, dan diletakkan

di S1 dan S2(sama saja hasilnya).

Pembahasan:

Afakia adalah satu keadaan di mana mata telah kehilangan kanta kristalin yang asal (ketiadaan

kanta mata) melalui pembedahan disebabkan oleh katarak (kanta kristalin berkabut). Seperti Iris

tremulan atau iris bergoyang, Bilik mata dalam,Hipermetropia tinggi dan biasanya sampai +10,00

sampai dengan +12,00 Dioptri., Untuk membaca dekatdiperlukan tambahan lensa +3,00 Dioptri.5

2. Perimetri

Pemeriksaan Luas Lapang Pandang(Perimetri)

1. Suruh OP duduk membelakangi cahaya menghadap alat perimeter.

Page 6: LAPORAN Fisio Lab Mata

2. Tutup mata kiri OP dengan sapu tangan.

3. Letakkan dagu OP di tempat sandaran dagu yang dapat diatur tingginya, sehingga tepi bawah

mata kanannya terletak setinggi bagian atas batang vertikal sandaran dagu.

4. Siapkan formulir.

5. Suruh OP memusatkan penglihatannya pada titik fiksasi di tengah perimeter. Selama

pemeriksaan, penglihatan OP harus tetap dipusatkan pada titik fiksasi tersebut.

6. Gunakan benda yang dapat digeser (lidi yang ada bulatan warna-warni) pada busur perimeter

untuk pemeriksaan luas lapang pandang. Pilih bulatan berwarna putih dengan diameter sedang

pada benda tersebut.

7. Gerakkan perlahan-lahan bulatan putih itu menyusuri busur dari tepi kiri orang percobaan ke

tengah. Tepat pada saat OP melihat bulatan putih tersebut penggerseran dihentikan.

8. Baca tempat penghentian itu pada busur dan catat pada formulir dengan tepat.

9. Ulangi tindakan no.7 dan 8 pada sisi busur yang berlawanan tanpa mengubah posisi busur.

10. Ulangi tindakan no. 7,8,9 pada sisi busur tiap kali diputar 300 sesuai arah jarum jam dari

pemeriksa, sampai posisi busur vertikal.

11. Kembalikan busur pada posisi horizontal seperti semula. Pada posisi ini tidak perlu dilakukan

pencatatan lagi.

12. Ulangi tindakan no. 7,8,9 setelah memutar busur tiap kali 300 berlawanan arah jarum jam dari

pemeriksa, sampai tercapai posisi busur 600dari bidang horizontal.

13. Periksa juga lapang pandang OP untuk berbagai warna lain: merah, hijau, kuning, dan biru,

dengan cara yang sama seperti di atas.

14. Lakukan juga pemeriksaan lapang pandang untuk mata kiri hanya dengan bulatan berwarna

putih.

Hasil percobaan:

Lampiran

Page 7: LAPORAN Fisio Lab Mata

Pembahasan:

Lapang pandang masing-masing mata adalah area yang dapat dilihat oleh sebuah mata pada

suatu jarak tertentu. Dibagi menjadi bagian nasal (medial) dan bagian temporal (lateral). Proses

pemetaan lapang pandang disebut perimetri, dengan menggunakan alat yang disebut perimeter.

Perimetri dilakukan dengan menutup satu mata, dengan mata lain melihat pada suatu titik sentral di

depan matanya. Kemudian suatu bintik kecil cahaya atau benda kecil digerakkan ke arah titik sentral

ini di seluruh lapangan pandang, ke arah nasal dan lateral serta ke atas dan ke bawah, dan orang yang

diperiksa memberitahu jika bintik cahaya atau benda tersebut sudah terlihat dan bila tidak terlihat.

Pada saat yang sama, dibuat peta lapang pandang mata yang diperiksa, yang menunjukkan area orang

tersebut dapat atau tidak dapat melihat target. Dengan memperhatikan lokasi dimana target tidak

terlihat dan menjadi terlihat lagi, bintik buta juga dapat dipetakan.

Di bagian lapangan pandang yang ditempati diskus optikus terdapat sebuah titik buta (blind

spot). Titik buta di bagian lain lapangan pandang disebut skotoma. Pada retinitis pigmentosa, bagian-

bagian retina mengalami degenerasi dan terjadi pengendapan berlebihan pigmen melanin di bagian-

bagian ini. Proses biasanya berawal di retina perifer dan kemudian meluas kearah tengah.

Tabel di atas menunjukkan lapang pandang yang normal. Tetapi bila dilihat, besarnya lapang

pandang warna putih lebih besar dibandingkan dengan lapang pandang dari warna lain, baik pada

Lapangan Pandang Normal

Temporal 85o

Temporal Bawah 85o

Bawah 65o

Nasal Bawah 50o

Nasal 60o

Nasal Atas 55o

Atas 45o

Temporal Atas 55o

Total 500o

Page 8: LAPORAN Fisio Lab Mata

mata kanan maupun mata kiri. Hal ini disebabkan karena warna putih sebenarnya merupakan suatu

kombinasi dari semua panjang gelombang cahaya. Selanjutnya, sensasi putih ini akan dapat

ditimbulkan bila retina dirangsang oleh kombinasi tiga warna terpilih yang akan merangsang sel

kerucut tersebut secara hampir sama. Hal ini menyebabkan mata mampu menerima rangsangan

warna ini dengan baik.

Besarnya lapang pandang pada warna yang lain selain warna putih dipengaruhi oleh masing-

masing panjangnya gelombang dari masing-masing warna tersebut. Secara berurutan dari lapang

pandang yang terbesar hingga terkecil adalah warna merah, kuning, biru dan hijau. Hal ini

menunjukkan bahwa panjang gelombang dari warna merah ini memberikan rangsangan pada sel

kerucut merah, begitu pula dengan warna-warna lain sebagaimana telah disebutkan pada landasan

teori yang disebutkan di atas.

Kesimpulan : Luas lapang pandang warna putih paling besar dan merah paling kecil.

3. Pemeriksaan Buta Warna

Alat:

1. Buku pseudoisokromatik Ishihara

Cara Kerja:

1. Suruh orang percobaan mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku

pseudoisokromatik Ishihara.

2. Catat hasil pemeriksaan saudara dalam formullir yang tersedia.

Hasil percobaan:

OP mampu mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku Pseudoisokromatik

Ishihara dan OP tersebut tidak menderita kelaianan buta warna.

Pembahasan:

Buta warna adalah, suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk

menangkap suatu spektrum warna tertentu akibat faktor genetis. Buta warna merupakan kelainan

genetik / bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya, kelainan ini sering juga disebaut

sex linked, karena kelainan ini dibawa oleh kromosom X. Artinya kromosom Y tidak membawa

faktor buta warna. Hal inilah yang membedakan antara penderita buta warna pada laki dan wanita.

Seorang wanita terdapat istilah pembawa sifat' hal ini menujukkan ada satu kromosom X yang

membawa sifat buta warna. Wanita dengan pembawa sifat, secara fisik tidak mengalami kelalinan

buta warna sebagaimana wanita normal pada umumnya. Tetapi wanita dengan pembawa sifat

berpotensi menurunkan pada generasi berikutnya.

Page 9: LAPORAN Fisio Lab Mata

Daftar Pustaka

1. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2009: 213, 218, 224.

2. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2001: 148-50.

3. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2009: 216.

4. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis.

5. Ilyas, Sidarta. 2003. Ilmu Penyakit Mata, edisi 2. Balai penerbit FK UI; Jakarta.