Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN...

18
Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN MAMALIA DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW) HIMPUNAN MAHASISWA KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN IPB 2012

Transcript of Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN...

Page 1: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

Laporan EKSPLORASI DAN

INVENTARISASI

KEANEKARAGAMAN MAMALIA

DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG

WALAT (HPGW)

HIMPUNAN MAHASISWA KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN

EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

IPB

2012

Page 2: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

BAB I

PENDAHULUHAN

I.I Latar Belakang

Satwaliar jenis mamalia merupakan bagian dari mega biodiversitas yang dimiliki oleh

negara Indonesia. Mamalia juga merupakan salah satu kelas dalam kingdom animalia yang

memiliki beberapa keistimewaan baik dalam hal fisiologi maupun dalam susunan saraf dan

tingkat intelegensianya (van Hoeve 1992). Tercatat, 515 jenis mamalia terdapat di Indonesia

dan nilai tersebut merupakan yang tertinggi di dunia atau 12% dari keseluruhan jenis yang

terdapat di dunia (McNeely dan Jeffrey 1992). Dari jumlah tersebut tidak kurang dari 210

jenis terdapat di Pulau Sumatra (Wilson et al 2005).

Mamalia memegang peranan penting di kehidupan liar sebagai salah satu penyeimbang

dalam ekosistem. Sebagai contoh, van Hoeve (2002) menyebutkan bahwa mamalia

menempati berbagai trophic level dalam rantai makanan mulai dari mamalia herbivora

sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga mamalia karnivora sebagai

pemangsa urutan teratas (top predator).

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) yang memiliki luas 359 Ha merupakan

salah satu kawasan hutan dengan tujuan pendidikan yang memiliki biodiversitas yang sangat

tinggi, salah satunya adalah mamalia. Di dalam HPGW terdapat hutan tanaman yang

dibangun sejak 1951/1952 dengan jenis tanaman damar (Agathis loranthifolia). Saat ini, telah

banyak tanaman lain diantaranya adalah pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii),

mahoni (Swietenia macrophylla), dan lain sebagainya. Di dalam kawasan HPGW juga

muncul sekurangnya tujuh tempat sumber air yang mengalir sepanjang tahunnya. Adanya

komponen habitat yang utuh dapat menunjang kehidupan mamalia di Hutan Pendidikan

Gunung Walat yang baik.

Studi tentang keanekaragaman jenis mamalia sangatlah penting untuk dilakukan,

karena dapat menghasilkan data dasar yang bisa digunakan sebagai salah satu pedoman

pengelolaan suatu kawasan konservasi. Menurut Santosa (1995) dalam beberapa data yang

diambil dalam studi keanekaragaman jenis mamalia meliputi kondisi fisik kawasan, flora dan

fauna yang terdapat dalam habitatnya. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu studi mengenai

keanekaragaman jenis dan inventarisasi satwaliar jenis mamalia di kawasan Hutan

Pendidikan Gunung Walat (HPGW).

Page 3: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

I.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai:

1. Kondisi habitat mamalia di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

2. Keanekaragaman jenis dan status perlindungan mamalia di Hutan Pendidikan

Gunung Walat..

3. Indeks keanekaragaman jenis, kemerataan jenis, dan kekayaan jenis mamalia di Hutan

Pendidikan Gunung Walat.

I.3 Manfaat

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperbarui data

mengenai mamalia yang ada di Hutan Pendidikan Gunung Walat sehingga dapat digunakan

sebagai bahan dasar untuk mengambil kebijakan yang bermanfaat bagi pengelolaan kawasan

Hutan Pendidikan Gunung Walat.

Page 4: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan ekspedisi dilaksanakan pada tanggal 24-26 Februari 2011 di Hutan

Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

2.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. Binokuler untuk membantu mengidentifikasi jenis mamalia yang letaknya jauh

dari pengamat.

2. Kompas untuk menentukan arah transek dan sudut posisi satwaliar dengan arah

transek.

3. Meteran untuk mengukur dan menentukan panjang transek.

4. Kamera untuk alat dokumentasi.

5. Tally sheet untuk memudahkan pendataan hasil pengamatan.

6. Trap untuk menangkap binatang pengerat (rodentia).

7. Buku panduan mamalia untuk membantu identifikasi mamalia.

8. Senter dan baterai sebagai penerangan pada saat pengamatan malam.

9. Tali rafia dan tambang sebagai batas areal pengamatan.

10. Pita sebagai tanda penemuan satwa.

11. Dry wet untuk mengukur kelembaban habitat.

12. GPS untuk memetakan lokasi penemuan satwa.

Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Alkohol dan suntikan untuk pengawetan spesimen.

2. Gypsum untuk membuat cetakan jejak mamalia yang ditemukan.

3. Botol specimen untuk tempat pengawetan specimen.

4. Buku panduan lapang mamalia untuk membantu identifikasi mamalia.

2.3 Metode pengambilan data

Data yang dikumpulkan yaitu jenis dan jumlah individu jenis, penyebaran, waktu

perjumpaan, aktivitas satwa, dan substrat ditemukannya satwa.

Page 5: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

2.3.1 Pengamatan langsung

1) Metode Transek Jalur (Strip Transect).

Metode ini merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam pengumpulan

data jenis dan jumlah individu satwaliar. Panjang dan lebar jalur yang digunakan disesuaikan

dengan kondisi topografi dan kerapatan tegakan pada lokasi pengamatan. Data yang

dikumpulkan berdasarkan pada perjumpaan langsung dengan satwa mamalia yang berada

pada lebar jalur pengamatan.

Gambar 1 Inventarisasi mamalia dengan metode jalur.

Keterangan : To = titik awal jalur pengamatan, Ta = titik akhir jalur pengamatan, P =

posisi pengamat, r = jarak antara pengamat dengan tempat terdeteksinya satwa liar, S =

posisi satwa liar.

2) Penggunaan perangkap (Trapping)

Metode ini digunakan untuk menginventarisasi mamalia kecil di lantai hutan, seperti

tikus. Perangkap dipasang secara purposive pada habitat tertentu yang diduga merupakan

habitat utama bagi berbagai mamalia kecil, misalnya lubang di pohon, bekas lubang di tanah,

bekas sampah dan sejenisnya. Hal ini dimaksudkan agar peluang penangkapan semakin

besar. Perangkap yang digunakan adalah live trap sehingga satwa yang tertangkap tidak akan

mati.

Gambar 2 Pemasangan live trap.

S1

To P1

S2

Arah lintasan

pengamat

T

1

Page 6: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

3) Pengamatan cepat (Rapid Assesment)

Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis-jenis mamalia yang terdapat di lokasi

pengamatan. Pengamatan tidak harus dilakukan pada suatu jalur khusus atau lokasi khusus.

Pengamat cukup mencatat jenis-jenis mamalia yang ditemukan, misalnya pada saat

melakukan survei lokasi, berjalan diluar waktu pengamatan, dan sebagaianya. Metode ini

dapat digunakan untuk mengetahui jenis-jenis mamalia yang berada di lokasi pengamatan,

tetapi tidak dapat digunakan untuk menghitung pendugaan populasi.

2.3.2 Studi literatur

Studi literatur digunakan sebagai bahan acuan untuk mendapatkan data awal mengenai

keberadaan berbagai spesies mamalia pada lokasi pengamatan berdasarkan hasil penelitian

sebelumnya dan sebagai pembanding dengan hasil penelitian yang akan dilakukan, sehingga

dapat diketahui apakah terjadi penurunan jumlah jenis atau penambahan jumlah jenis.

2.3.3 Kondisi Habitat

Data habitat berupa kondisi cuaca, suhu udara dan kelembaban udara diambil pada

awal dan akhir pengamatan. Data suhu udara dan kelembaban udara hanya diambil pada satu

titik karena kondisi habitat di setiap lokasi pengamatan tidak jauh berbeda satu dengan yang

lain. Parameter lain yang diambil datanya yaitu topografi, penutupan tajuk (cover) , intensitas

cahaya, substrat lantai hutan, ketebalan serasah, serta vegetasi pohon dan tumbuhan bawah

dominan di setiap lokasi. Parameter tersebut dicatat saat melakukan pengamatan pagi.

2.4 Analisis Data

2.4.1 Indeks Kekayaan Jenis

Kekayaan jenis mamalia dihitung dengan menggunakan metode Margalef (Ludwig &

Reynolds, 1998). Persamaan untuk menemukan jumlah kekayaan jenis adalah :

Keterangan : Dmg = Indeks Margalef

N = Jumlah Individu seluruh jenis

S = Jumlah jenis mamalia

Page 7: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

2.4.2 Indeks keanekaragaman jenis (H’)

Ludwig dan Reynold (1998) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis mamalia

ditentukan dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon–Wiener dengan rumus :

H’= -∑pi ln pi; dimana pi =

Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

ni = Jumlah individu setiap jenis

N = Jumlah individu seluruh jenis

Untuk menentukan keanekaragaman jenis mamalia, maka digunakan klasifikasi nilai

indeks keanekaragaman Shanon-Wieners seperti tabel II-1 berikut:

Tabel 1 Klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shanon-wiener

Nilai indeks

Shanon-Wiener

Kategori

> 3

1 – 3

< 1

Keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap

spesies tinggi dan kestabilan komunitas tinggi

Keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap

spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang

Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap

spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah

2.4.3 Indeks kemerataan jenis (J’)

Ludwig dan Reynold (1998) menyatakan bahwa proporsi kelimpahan jenis mamalia

dihitung dengan menggunakan indeks kemerataan yaitu :

J’ =

Keterangan : J’ = Indeks kemerataan

H’ = Indeks keanekaragaman jenis

S = jumlah jenis

Penentuan indeks kemerataan ini berfungsi untuk mengetahui kemerataan setiap jenis

mamalia dalam areal pengamatan yang ditentukan, sehingga dapat diketahui keberadaan

dominansi jenis mamalia.

Page 8: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

2.4.4 Kelimpahan jenis relatif

Untuk mengetahui kelimpahan jenis relatif, digunakan persamaan Persentase

Kelimpahan Relatif (Brower & Zar, 1997):

Keterangan : Psi = Nilai persen kelimpahan jenis ke-i

n = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah individu total

2.4.5 Analisis habitat

Kondisi habitat dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif berdasarkan hasil analisis

vegetasi untuk menggambarkan kondisi habitat mamalia yang diamati.

Psi= ni/N x 100%

Page 9: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Habitat

Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) secara geografis berada pada lintang

106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS dengan luas

kawasan 359 Ha. HPGW terletak pada ketinggian 460-715 m dpl dengan topografi yang

bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan bagian

utara memiliki topografi yang semakin curam. Untuk iklim di daerah HPGW menurut

Schimdt dan Ferguson termasuk tipe B dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara

1600-4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari hari 29° C dan minimum 19° C di

malam hari(Hutan Pendidikan Gunung Walat, 2012)

Jenis tanah di HPGW berupa tipe Tropohumult (Latosol Merah Kekuningan), Tipe

Tropodult (Latosol Coklat), tipe Dystropept ( Pedsolik Merah Kekuningan) dan tipe

Troporent (Litosol). Pada umumnya di kawasan HPGW dominasi jenis tanah yaitu tanah

Latosol Merah kekuningan (Isnugroho,2000)

Untuk kondisi vegetasi kawsan HPGW didominasi oleh kelompok tumbuhan jenis

(Agathis dammara), tusam-pinus (Pinus merkusii), mahoni (Swietenia macrophylla),

beberapa jenis pinus asing (P.oocarpa, P.caribaea, P.insularis), sonokeling (Dalbergia

latifolia), rasamala (Altingia excelsa), cendana (Santalum album), puspa (Schima wallichii),

sengon (Paraserianthes falcataria), jenis-jenis acacia (Acacia auriculiformis dan

A.mangium).

Dalam monitoring mamalia kali ini Hutan Pegunungan Gunung Walat di bagi menjadi

enam titik jalur pengamataan yang masing-masing jalur memiliki kondisi habitat yang

berbeda. Pada tabel 2 akan dijelaskan mengenai kondisi habitat pada masing-masing jalur

pengamatan.

Page 10: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

Tabel 2 Deskripsi Habitat pada Masing-masing Jalur

Jalur Kondisi Jalur Vegetasi Dominan Tutupan Tajuk

I Beraspal, sebagian tidak beraspal

atau jalannya bertanah

Agathis dammara,

Schima wallichii, dan

Pinus merkusii

+++

II Jalan beraspal yang cukup lebar Agathis dammara

dan Schima wallichii ++

III Jalan beraspal Agathis dammara +++

IV Jalan setapak yang menanjak

berupa tanah basah Pinus merkusii +++

V

Berupa jalan setapak yang

kondisi kanan dengan kiri

tanahnya becek

Agathis dammara ++

VI

Berupa jalan setapak yang

permanen oleh semen dan juga

ada sebagian jalan yang berupa

kerikil dan tanah liat yang becek.

Agathis dammara +++

Keterangan :

++++ : Kerapatan sangat tinggi

+++ : Kerapatan tinggi

++ : Kerapatan sedang

+ : Kerapatan terbuka

Gambar 3 Peta Jalur Pengamatan Mamalia

Page 11: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

Selain pengamatan di enam jalur diatas tim juga melakukan pengamatan di Goa Putih

yang merupakan daerah kawasan karst yang ada di HPGW. Pengamatan dalam Goa ini

dilakukan untuk mendapatkan keanekaragaman jenis kelelawar. Disekitar mulut goa terdapat

rumpun bambu dan beberapa pohon rambutan. Kawasan goa yang berbatasan langsung

dengan sawah dan kebun warga ini memiliki dua aula goa dengan tipe gua horisontal yang

didalamnya terdapat mengalir sebuah sungai.

3.2 Indeks keanekaragaman jenis, kekayaan jenis, dan kemerataan jenis mamalia.

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan menyajikan beberapa parameter

inventarisasi satwa berupa, nilai indeks keanekaragaman jenis (H), kekayaan jenis (Dmg) dan

kemerataan jenis (J’) mamalia yang disajikan disajikan dalam Tabel 4.

Gambar 4 Jejak Babi Hutan (Sus scrofa)

Tabel 4 Indeks keanekaragaman jenis (H’), kekayaan jenis (Dmg), dan kemerataan jenis (J’)

mamalia.

No Nama jenis Nama ilmiah Jumlah satwa

ditemukan H Dmg J’

1 Monyet Ekor

Panjang Macaca fascicularis 20

1,233 1,526 0,634

2 Musang Luwak Paradoxurus

hermaphroditus 1

3 Bajing Kelapa Callosciurus notatus 23

4 Barong

Horsefield

Hipposideros

larvatus 1

5 Prok BrukHutan Rhinolophus

accumilatus 4

6 Prok Bruk Biasa Rhinolophus affinis 1

7 Babi Hutan Sus scrofa 1

Page 12: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, ditemukan tujuh jenis mamalia

secara langsung maupun tidak langsung dengan diperkuat dengan bukti keberadaan satwa

seperti penemuan jejak satwa, kotoran, dan jenis pakannya. Enam jenis mamalia ditemukan

secara langsung yaitu Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Bajing Kelapa

(Callosciurus notatus), Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus), Barong Horsefield

(Hipposideros larvatus), Prok Bruk Hutan (Rhinolophus accuminatus), dan Prok Bruk Biasa

(Rhinolophus affinis). Dengan menggunakan metode tidak langsung, ditemukan Babi Hutan

(Sus scrofa) melalui jejak kakinya dan Musang melalui kotoran beserta pakannya.

Gambar 5 Prok Bruk

Dari keenam jalur pengamatan, macaca hanya ditemukan di jalur 1 dan jalur 2, dengan

komposisi dijalur 1 terdiri dari 10 individu dan jumlah yang sama juga ditemukan di jalur 2.

Sedangkan bajing kelapa dapat ditemukan di seluruh jalur (kecuali jalur 4). Keberadaan

macaca di jalur tersebut terkait dengan keberadaaan jenis pakan, tempat bermain serta pohon

tidurnya. Buah teurep, strobilus dari pohon pinus serta daun muda agatis merupakan beberapa

jenis pakan di jalur 1 dan 2. Selain adanya pohon pakan tadi, kondisi kerapatan tajuknya

tergolong sedang – tinggi juga merupakan faktor penyebab terpilihnya kedua jalur tersebut

sebagai habitat macaca. Aktifitas arboreal yang dilakukannya membuat macaca

membutuhkan kondisi kerapatan tajuk yang saling bersambungan (kerapatan sedang - tinggi).

Data menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis mamalia dari seluruh jalur adalah

1,233 yang menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis sedang, penyebaran jumlah individu

tiap spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang. Suatu ekosistem dikatakan stabil jika

mempunyai keanekaragaman yang tinggi (Ludwig dan Reynold, 1998). Keadaan stabil terjadi

karena transfer energi dan materi dapat berjalan dengan lancar. Namun, tidak semua

ekosistem ditentukan oleh adanya keanekaragaman hayati yang tinggi, karena terdapat

beberapa ekosistem yang memiliki keanekaragaman jenis yang rendah namun berada pada

kondisi yang stabil.

Page 13: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

Indeks kekayaan jenis menunjukkan kondisi kekayaan jenis suatu spesies di suatu

habitat. Nilai indeks yang semakin tinggi menunjukkan semakin banyaknya jumlah jenis

yang terdapat di suatu habitat tertentu. Berdasarkan hasil analisis data, nilai indeks kekayaan

mamalia pada jalur yang diamati sebesar 1,526.

Indeks kemerataan jenis dapat menunjukkan sebaran suatu spesies disuatu habitat

apakah merata atau didominasi oleh spesies tertentu saja. Semakin mendekati satu, maka

suatu habitat mempunyai kemerataan jenis yang bagus. Indeks kemerataan jenis mempunyai

kisaran nilai 0-1. Indeks kemerataan jenis di HPGW 0,634 yang menunjukkan bahwa

kondisi habitat HPGW ini memiliki kemerataan jenis yang cukup karena angka indeks

kemerataan jenis menunjukan nilai yang mendekati satu. Suatu habitat yang dikatakan

komposisi mamalia merata di seluruh luasan area habitat apabila nilai indeks kemerataannya

mendekati satu.

Pemasangan 25 trap yang tersebar di jalur-jalur pengamatan belum berjalan maksimal.

Salah satu penyebab utama dari ketidak berhasilan pemasangan trap yaitu kondisi cuaca yang

tidak mendukung. Hujan yang mengguyur HPGW pada malam hari selama berlangsungnya

kegiatan pengamatan menyebabkan jenis-jenis rodentia tidak mau beraktivitas, dan ini

mengakibatkan pemasangan trap belum mendapatkan hasil yang maksimal.

3.3 Kelimpahan Jenis Relatif Mamalia

Kelimpahan relatif suatu jenis dapat menunjukkan dominansi jenis tersebut pada suatu

habitat. tabel 5 menyajikan data Kelimpahan relatif masing-masing jenis mamalia yang

ditemukan secara langsung di HPGW.

Tabel 5 Kelimpahan relatif (Psi) setiap jenis pada tiap lokasi pengamatan secara langsung.

No Nama jenis Nama ilmiah Jumlah Psi

(%)

1 Monyet Ekor Panjang Macaca fascicularis 20 40

2 Bajing Kelapa Callosciurus notatus 23 46

3 Musang Luwak Paradoxurus hermaphroditus 1 2

4 Barong Horsefield Hipposideros larvatus 1 2

5 Prok Bruk Hutan Rhinolophus accumilatus 4 8

6 Prok Bruk Biasa Rhinolophus affinis 1 2

Menurut hasil penelitian mamalia yang mendominasi habitat di HPGW adalah bajing

kelapa (Callosciurus notatus) dengan nilai indeks kelimpahan jenis sebesar 46%. Kelimpahan

ini menujukkan banyaknya jumlah suatu jenis dibandingkan jumlah individu dari jenis

lainnya. Kondisi kelimpahan suatu jenis pada suatu habitat dapat dipengaruhi oleh berbagai

hal, antara lain dari faktor kesesuaian habitat akan semua kebutuhan jenis tersebut,

Page 14: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

keberhasilan dalam menerapkan strategi adaptasi, toleransi yang tinggi terhadap gangguan

dan sebagainya. HPGW memiliki jenis tegakan dan tipe tajuk yang cocok dengan habitat

Bajing kelapa. Kelimpahan pakan dan ketersediaan shelter yang baik mengakibatkan populasi

Bajing kelapa di HPGW stabil dan cenderung meningkat. Pakan bajing di HPGW diantaranya

strobilus dan terkadang menjilat-jilati getah pinus.

3.4 Status Perlindungan Mamalia di Hutan Pendidikan Gunung Walat

Dalam upaya melestarikan keanekaragaman hayati, Indonesia telah meratifikasi lima

konvensi terkait keanekaragaman hayati. Kelima konvensi tersebut antara lain Konvensi

RAMSAR, CITES, Konvensi Keanekaragaman Hayati, Protocol Kyoto, dan Konvensi Bio-

safety (Noerdjito et al 2005). Disamping itu, pemerintah Indonesia telah menetapkan

beberapa aturan perundang-undangan dalam mendukung upaya konservasi sumberdaya alam

dan kehutanan. Aturan perundang-undangan tersebut adalah sebagai berikut;

1. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya

2. Undang-undang RI No.41 Th. 1999 tentang kehutanan

3. Peraturan pemerintah RI No.7 Th. 1999 tentang pengawetan tumbuhan dan satwa

4. Peraturan pemerintah RI No. 8 Th. 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan

satwaliar.

Dengan adanya penelitian ini, diketahui ternyata hampir semua jenis mamalia yang

terdapat di Hutan Pendidikan Gunung Walat dilindungi sesuai dengan peraturan perundangan

yang berlaku. Dari enam jenis mamalia yang teridentifikasi secara langsung keberadaannya,

terdapat dua jenis mamalia yang termasuk dalam daftar jenis mamalia yang telah dilindungi

oleh CITES yaitu masuk kedalam Apendix II dan Apendix III. Sementara mamalia yang telah

dilindungi oleh IUCN terdapat enam jenis. Untuk analisis status perlindungan menurut

IUCN (International Union for Conservation of Nature) seluruh spesies yang ditemukan

mendapat status LC (Least concern), namun dari keenam jenis mamalia tersebut tidak ada

yang dilindungi oleh PP RI No. 7 Th. 1999 tentang pengawetan tumbuhan dan satwa. Status

perlindungan mamalia dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.

Page 15: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

Tabel 6 Daftar Jenis Mamalia yang Dilindungi di Hutan Pendidikan Gunung Walat

Nama jenis Nama inggris Nama ilmiah Suku CITES

Appendix IUCN

PP. No. 7 Th.

1999

Babi hutan Wild Boar Sus scrofa Suidae - LC -

Monyet Ekor Panjang Long-tailed macaque Macaca fascicularis Cercopithecidae II LC -

Barong Horsefield Intermediate roundleaf bat Hipposideros larvatus Hipposideridae - LC -

Prok Bruk Hutan Acuminate horseshoe bat Rhinolophus acuatus Rhinolophidae - -

Prok Bruk Biasa Intermediate horseshoe bat Rhinolophus affinis Rhinolophidae - LC -

Musang luwak Common Palm Civet Paradoxurus hermaphroditus Viveridae III LC -

Bajing kelapa Plantain Squirrel Callossciurus notatus Sciuridae - LC -

Ket: EN: Endangered; LC : Least Concern; NT : Near Threatened

Page 16: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

BAB IV

KESIMPULAN

Hutan pendidikan Gunung Walat memiliki tutupam vegetasi yang rapat. Tumbuhan

dominan yang dapat dijumpai adalah suku-suku dari Araucariaceae, Pinaceae, tumbuhan

bawah, liana, dan beberapa jenis paku-pakuan. Nilai keanekaragaman yang dimiliki

dikategorikan sedang dengan ditemukannya enam jenis mamalia ditemukan secara langsung

yaitu Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Bajing Kelapa (Callosciurus notatus),

Musang Luwak (Paradoxurus hermaphroditus), Barong Horsefield (Hipposideros larvatus),

Prok Bruk Hutan (Rhinolophus accumilatus), dan Prok Bruk Biasa (Rhinolophus affinis).

Menurut hasil penelitian mamalia yang mendominasi habitat di HPGW adalah bajing kelapa

(Callosciurus notatus).

Page 17: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

Daftar Pustaka

Andayani N, Brockelman W, Geissmann T, Nijman V, Supriatna J. 2008. Hylobates moloch.

In: IUCN 2009. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2009.2.[terhubung

berkala] http://www.iucnredlist.org. (18 Februari 2010).

CITES. 2000. Summary of The Status of Wild Populations of Species Listed on CITES

Appendix I and The Difficulty of Keeping or Breeding Specimens of These Species in

Captivity. [terhubung berkala] http://www.cites.org/common/com/AC/ 16/E16-Inf-

15.pdf. (18 Februari 2010).

Corbet G B, Hill JE. 1992. Mammals of the Indo-Malayan Region: A Systematic Review.

Oxford, UK : Oxford University Press.

Dasman RF, JP Milton and PH Freeman. 1973. Ecological Principles for Economic

Development. John Willey and Sons Ltd. Loud. 252p.

Groves CP. 2001. Primate taxonomy. Smithsonian Institution Press, Washington DC, USA.

Hutan Pendidikan Gunung Walat. 2012. Kondisi Umum. [terubung berkala]

http://www.gunungwalat.netidkondisi-umum.htm. (8 Maret 2012).

Isnogroho, N J. 2000. Keanekaragaman Binatang Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat

pada Keadaan Curah Hujan yang Berbeda [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor:

Fakultas Kehutanan.

Jinarto, S. Perdagangan illegal ancaman serius kelestarian satwa langka. [terhubung

berkala] http://www.sitinjaunews.com. (19 Febuari 2011)

Laymon SA, and RH Barrett. 1986. Developing and testing habitat-capability models:

pitfalls and recommendations. Hal. 87-91 dalam J. Verner, ML IMorrison dan CJ

Ralph, editor. Wildlife 2000: modeling habitat relationships of terrestrial vertebrates.

Univ. Wisconsin Press, Madison.

Lunde D, Aplin K, Molur S. 2008. Hystrix brachyura. In: IUCN 2009. IUCN Red List of

Threatened Species. Version 2009.2. [terhubung berkala] http://www.iucnredlist.org.

(20 Februari 2010).

Ludwig JA and Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology: A Primer on Methods and

Computing. New York: John Wilwy and Sons.

Molur S, Srinivasulu C, Srinivasulu B, Walker S, Nameer PO, Ravikumar L. 2005. Status of

non-volant small mammals: Conservation Assessment and Management Plan

(C.A.M.P) workshop report. Zoo Outreach Organisation / CBSG-South Asia,

Comibatore, India.

Page 18: Laporan EKSPLORASI DAN INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN ...gunungwalat.ipb.ac.id/wp-content/uploads/2015/11/2012_Monitoring... · sebagai predator tumbuhan pada urutan terbawah hingga

Napier JR dan PH Napier. 1967. A hand Book Of Living Primate. New York: Academic

Press.

Nijman V. 2000. Geographic Distribution of Ebony Leaf Monkey Trachypithecus auratus (E.

Geoffroy Saint-Hilaire, 1812) (Mammalia: primates: Cercopithecidae). Contributions

to Zoology 69(3).

Nijman V, Supriatna J. 2008. Trachypithecus auratus. In: IUCN 2009. IUCN Red List of

Threatened Species. Version 2009.2. [terhubung berkala] http://www.iucnredlist.org.

(20 Februari 2010).

Permenhut [Peraturan Mentri Kehutanan]. 2008. Arahan Strategi Konservasi Spesies

Nasional. P. 57/Menhut-II/2008. Jakarta : Departemen Kehutanan.

Prilyanto NC. 2008. Perilaku Harian Lutung jawa (Trachypithecus auratus, Geoffroy 1812)

Di Resor Pemangku Hutan Claket, Mojokerto. [Abstrak]. Departemen Biologi. Institut

Teknologi Sepuluh November.

Saimin S. 2001. Pendugaan Parameter Demografi Populasi Owa Kelawat (Hylobathes mulleri

funerus Geoffroy, 1850) di Hutan Simpan Kabili-Sepilok Sandakan Sabah, Malaysia

[Skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor.

Sari, D. 2010. Analisis Kesesuaian Referensi Habitat Surili di Taman Nasional Gunung

Halimun Salak Jawa Barat. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Tesis.

Sastrapadja S, Adisoemarto S, Boeadi, Munaf HB, dan Pranowo, 1982. Beberapa Jenis

Mamalia. Bogor : Lembaga Biologi Nasional-LIPI Nasional.

Supriatna J dan Wahyono EH. 2000. Panduan Lapang Primata Indonesia. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia.

Suyanto A, Yoneda M, Maryanto I, Maharadatunkamsi and Sugardjito J. 2002. Checklist of

the Mammals of Indonesia. Bogor: LIPI-JICA-PHKA. Joint Project for Biodiversity

Conservation in Indonesia.

Tilson R. 1994. Population Biology and Analyses for Sumatran Tigers. In Sumatran Tiger

Population and Habitat Viability Analysis Report eds, Departemen Kehutanan. 2003.

Van Horne B. 1983. Density as a Misleading Indicator of Habitat Quality. The Journal of

Wildlife Management, Vol. 47, No. 4. (Oct., 1983), pp. 893-901.

Wilcove, D.S., C. H. McLellan & A.P. Dobson. 1986. Habitat Fragmentation in the temperate

zone, M. E. Soule (ed). Conservation Biologi: The science of scarcity and diversity,

Sunderland, MA : Sinauer Associates