Laporan Baru Ag Rlbm
-
Upload
gabriella-sila-s -
Category
Documents
-
view
85 -
download
0
Transcript of Laporan Baru Ag Rlbm
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah atau sampah yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan karena
pembuangan sampah atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah atau sampah juga
merupakan suatu bahan yang tidak berarti dan tidak berharga, tapi kita tidak
mengetahui bahwa limbah juga bisa menjadi sesuatu yang berguna dan
bermanfaat jika diproses secara baik dan benar. Limbah atau sampah juga bisa
berarti sesuatu yang tidak berguna dan dibuang oleh kebanyakan orang, mereka
menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu
lama maka akan menyebabkan penyakit padahal dengan pengolahan sampah
secara benar maka bisa menjadikan sampah ini menjadi benda ekonomis.
Tidak ada teknologi yang dapat mengolah sampah tanpa meninggalkan
sisa. Oleh sebab itu, pengolahan sampah selalu membutuhkan lahan sebagai
tempat pembuangan akhir (TPA). Prinsip asal buang sampah tanpa memilah-
milah dan mengolahnya terlebih dahulu selain akan menghabiskan lahan yang
sangat luas sebagai tempat pembuangan akhir, juga merupakan pemborosan
energi dan bahan baku yang sangat terbatas tersedia di alam. Sebaliknya
mengolah dan menggunakan sampah sebagai bahan baku sekunder dalam proses
produksi adalah suatu penghematan bahan baku, energi dan sekaligus mengurangi
pencemaran lingkungan (Sidik, 1985).
Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa
yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi sehingga diperlakukannya sebagai
barang buangan yaitu sampah dan limbah. Istilah buangan, sampah dan limbah
memang mempunyai pengertian yang berbeda, namun karena perbedaannya
sangat tipis, sehingga ketiga istilah ini sering dicampuradukkan. Misalnya, istilah
sampah seringkali disebut dengan istilah limbah padat atau buangan padat
walaupun sebenarnya kurang tepat (Hadiwijoto, 1983).
Pengelolaan sampah adalah salah satu kebutuhan untuk setiap daerah.
Sejalan dengan proses desentralisasi pembangunan yang di dalamnya terkandung
tujuan dari pelaksanaan pembangunan dengan pendekatan pengembangan dan
penataan wilayah perlu terus ditingkatkan. Hal tersebut dimaksudkan agar
1
pembangunan daerah dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam
pemanfaatan dan sumber dana pembangunan daerah. Dalam rangka itu
pengolahan sampah di perkotaan perlu dilakukan sebagai salah satu upaya yang
diharapkan menghasilkan manfaat yang berkelanjutan (sustainable) (Bakri, 1992).
Persoalan sampah perlu segera mendapatkan antisipasi dari Pemerintah,
terkait sebelum hal tersebut menjadi masalah yang cukup serius dalam kehidupan
kota. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu tindakan agar persoalan sampah bisa
sedikit berkurang. Begitu juga dengan persoalaan sampah di fakultas Teknik
sendiri khususnya untuk sampah organik yaitu sampah-sampah dedaunan.
Sampah-sampah organik ini dibiarkan begitu saja tanpa dilakukan perngolahan.
Oleh karena itu pada kesempatan kali ini kami ingin membantu untuk
memberikan solusi bagi Fakultas Teknik agar sampah-sampah tersebut bisa diolah
dengan cara membuat kompos aerob.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka pengolahan limbah dapat dilakukan
dengan skala laboratorium yaitu dengan membuat kompos secara aerob.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Membuat kompos dari sampah organik daun kering yang berada disekitar
Fakultas Teknik.
2. Memberikan sebuah solusi terhadap pengolahan limbah organik berskala
rumah tangga.
1.4 Manfaat
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
1. Mengurangi volume/ukuran sampah organik yang berada di area Fakultas
Teknik.
2. Mengurangi kebutuhan lahan sebagai tempat penimbunan sampah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sampah
Limbah atau sampah yaitu limbah atau kotoran yang dihasilkan karena
pembuangan sampah atau zat kimia dari pabrik-pabrik. Limbah atau sampah juga
merupakan suatu bahan yang tidak berarti dan tidak berharga, tapi kita tidak
mengetahui bahwa limbah juga bisa menjadi sesuatu yang berguna dan
bermanfaat jika diproses secara baik dan benar. Limbah atau sampah juga bisa
berarti sesuatu yang tidak berguna dan dibuang oleh kebanyakan orang, mereka
menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna dan jika dibiarkan terlalu
lama maka akan menyebabkan penyakit padahal dengan pengolahan sampah
secara benar maka bisa menjadikan sampah ini menjadi benda ekonomis.
Metode pengelolaan sampah tergantung oleh tipe zat sampah dan tanah yg
digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area. Pengolahan sampah dapat
dilakukan dengan metode penggunaan kembali yang disebut daur ulang.Sampah
yang didaur ulang ialah sampah yang memiliki nilai sehingga menjadi peluang
usaha seperti pupuk kompos. Ada beberapa cara daur ulang , pertama adalah
mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari
bahan yang bisa dibakar untuk membangkitkan listrik. Seperti zat tanaman , sisa
makanan atau kertas , bisa diolah dengan menggunakan proses biologis untuk
kompos, atau dikenal dengan istilah pengkomposan.Hasilnya adalah kompos yang
bisa digunakan sebagai pupuk dan gas methana yang bisa digunakan untuk
membangkitkan listrik.
Faktor – faktor yang perlu kita perhatikan sebelum kita mengolah sampah
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Jumlah Limbah
Sedikit dapat dengan mudah kita tangani sendiri. Banyak dapat
membutuhkan penanganan khusus tempat dan sarana pembuangan.
2. Sifat fisik dan kimia limbah
Sifat fisik mempengaruhi pilihan tempat pembuangan, sarana
penggankutan dan pilihan pengolahannya. Sifat kimia dari limbah padat
3
akan merusak dan mencemari lingkungan dengan cara membentuk
senyawa-senyawa baru.
3. Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Karena lingkungan ada yang peka atau tidak peka terhadap pencemaran,
maka perlu kita perhatikan tempat pembuangan akhir (TPA), unsur yang
akan terkena, dan tingkat pencemaran yang akan timbul.
4. Tujuan akhir dari pengolahan
Terdapat tujuan akhir dari pengolahan yaitu bersifat ekonomis dan bersifat
non-ekonomis. Tujuan pengolahan yang bersifat ekonomis adalah dengan
meningkatkan efisiensi pabrik secara menyeluruh dan mengambil kembali
bahan yang masih berguna untuk di daur ulang atau di manfaat lain.
Sedangkan tujuan pengolahan yang bersifat non-ekonomis adalah untuk
mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.
2.1.1 Jenis dan Karakteristik Sampah
2.1.1.1 Jenis Sampah
Pada prinsipnya sampah dibagi menjadi sampah padat, sampah cair
dan sampah dalam bentuk gas (fume, smoke). Sampah padat dapat dibagi
menjadi beberapa jenis yaitu :
1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya
a. Sampah Anorganik misalnya : logam-logam, pecahan gelas, dan
plastik
b. Sampah Organik misalnya : sisa makanan, sisa pembungkus dan
sebagainya
2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar
a. Mudah terbakar misalnya : kertas, plastik, kain, kayu
b. Tidak mudah terbakar misalnya : kaleng, besi, gelas
3. Berdasarkan dapat tidaknya membusuk
a. Mudah membusuk misalnya : sisa makanan, potongan daging
4
b. Sukar membusuk misalnya : plastik, kaleng, kaca (Dainur, 1995)
2.1.1.2 Karakteristik Sampah
1. Garbage yaitu jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan
atau sayuran dari hasil pengolahan yang sebagian besar terdiri dari zat-zat
yang mudah membusuk, lembab, dan mengandung sejumlah air bebas.
2. Rubbish terdiri dari sampah yang dapat terbakar atau yang tidak dapat
terbakar yang berasal dari rumah-rumah, pusat-pusat perdagangan, kantor-
kantor, tapi yang tidak termasuk garbage.
3. Ashes (Abu) yaitu sisa-sisa pembakaran dari zat-zat yang mudah terbakar
baik dirumah, dikantor, industri.
4. “Street Sweeping” (Sampah Jalanan) berasal dari pembersihan jalan dan
trotoar baik dengan tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin yang
terdiri dari kertas-kertas, daun-daunan.
5. “Dead Animal” (Bangkai Binatang) yaitu bangkai-bangkai yang mati
karena alam, penyakit atau kecelakaan.
6. Houshold Refuse yaitu sampah yang terdiri dari rubbish, garbage, ashes,
yang berasal dari perumahan.
7. Abandonded Vehicles (Bangkai Kendaraan) yaitu bangkai- bangkai mobil,
truk, kereta api.
8. Sampah Industri terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri-
industri, pengolahan hasil bumi.
9. Demolition Wastes yaitu sampah yang berasal dari pembongkaran gedung.
10. Construction Wastes yaitu sampah yang berasal dari sisa pembangunan,
perbaikan dan pembaharuan gedung-gedung.
11. Sewage Solid terdiri dari benda-benda kasar yang umumnya zat organik
hasil saringan pada pintu masuk suatu pusat pengelolahan air buangan.
5
12. Sampah khusus yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus
misalnya kaleng-kaleng cat, zat radiokatif. (Mukono, 2006)
2.2 Kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau
anaerobic. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik
mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah
mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk
lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang,
pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator
pengomposan.
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-
rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan
merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk
dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang
dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan
lepasnya gas metana ke udara.
Sampah organik adalah sampah yang bisa mengalami pelapukan
(dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau (sering
disebut dengan kompos). Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan
organik seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, sampah,rumput, dan bahan lain
yang sejenis yang proses pelapukannya dipercepat oleh bantuan manusia. Sampah
pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan,
jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik sehingga
lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat
beragam, tetapi secara umum minimal 75% terdiri dari sampah organik dan
sisanya anorganik.
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam
dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses
pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk
6
mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-
teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang,
maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan
didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami.
Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat
berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi
sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic,
seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik
industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan
murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit.
Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri
dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan
mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan
organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat
dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya
untuk.memperbaiki.sifat kimia, fisika dan biologi tanah,.sehingga.produksi tan
aman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah
dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali
tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan
penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media
tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia. Bahan baku pengomposan
adalah semua material orgaengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran
hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian.
2.2.1 Kompos Aerob dan Anaerob
Secara alami, proses pembusukan berjalan dalam kondisi aerobik dan
anaerobik secara bergantian. Hal inilah yang menyebabkan proses pembusukan
relatif lambat. Hasil akhir pembusukan buatan yang dilakukan oleh manusia
secara aerobik maupun anaerobik, disebut kompos. Pembuatan kompos aerobik
dilakukan di tempat yang terbuka karena mikroorganisme yang berperan dalam
proses tersebut membutuhkan oksigen. Sementara pembuatan kompos anaerobik
7
dapat dilakukan di tempat tertutup karena mikroorganisme yang berperan tidak
membutuhkan oksigen dalam kehidupannya.
2.2.2 Prinsip Pembuatan Kompos
2.2.2.1 Aerobik
Pengomposan aerobik berjalan dengan kondisi terbuka. Dalam hal ini, bebas
bersentuhan langsung dengan bahan kompos. Pengontrolan terhadap kadar air,
suhu, pH, kelembapan, ukuran bahan, volume tumpukan bahan, dan pemilahan
bahan perlu dilakukan secara intensif untuk mempertahankan proses
pengomposan agar stabil sehingga diperoleh proses pengomposan yang optimal,
kualitas maupun kecepatannya.
Faktor kualitas dan kecepatan sangat menentukan kredibiltas perusahaan
yang bergerak di bidang komposting karena hal ini mempengaruhi biaya
operasional dan penentuan target perusahaan. Pengomposan metode aerobik tanpa
bantuan aktivator dapat berlangsung selama 40-55 hari. Hasil akhir pengomposan
aerobik berupa bahan yang menyerupai tanah berwarna hitam dan kecokelatan,
remah dan gembur, suhunya normal, dan cenderung komstan atau tetap. Apabila
bentukanya sudah seperti ini maka kompos aerobik siap digunajan pada tanaman
atau dikemas dalam wadah.
2.2.2.2 Anaerobik
Pengomposan anaerobik terjadi tanpa bantuan udara atau oksigen sedikit
pun. Dengan demikian, dalam pembuatannya selain membutuhkan bangunan
khusus yang tertutuo rapat. Sebenarnya pembuatan kompos secara anaerobik ini
tidak jauh berbeda dengan pembuatan biogas atau pembuatan septi tank. Hasil
pengomposan anaerobik berupa CH4, H2S, H2, CO2, asam asetat, asam butirat,
asam laktat, etanol, metanol dan hasil sampingan berupa lumpu. Lumpur inilah
yang akan dijadikan sebagai pupuk atau kompos.
Kegiatan operasional sehari-hari pada pengomposan secara anaerobik
tidak sesibuk pengomposan secara aerobik. Meskipun demikian, biaya awal serta
pembuatan bak fermentasi lebih rumit dan lebih mahal daripada pembuatan
kompos secara aerobik. Kontrol yang harus dilakukan pada proses ini adalah pH
8
dan suhu. Kadar airnya diupayakan dalam kondisi basah atau tergenang. Kontrol
pH dan suhu harus dilakukan karena pembuatan kompos anaerobik berlangsung
dengan bantuan bakteri pembentu gas metan yang sangat rentan dengan kondisi
pH dan suhu. Bakteri metan akan keracunan serta berhenti baraktivitas pada pH
kurang dari 6,2. Kontrol suhu untuk daerah tropis seperti Indonesia mungkin
dapat ditiadakan karena suhu ideal dapat tercipta dengan mengatur desain bak
fermentasi.
Bakteri yang berperan dalam pengomposan anaerobik yaitu :
Bakteri pembentuk senyawa asam : pseudomonas, lavobacterium,
Escherichia, Aerobacter.
Bakteri pembentuk gas metan, karbondioksida, hidrogen sulfida, hidrogen
dan nitrogen: Methanolbacterium omelianskii, Methanolbacterium
sohngenii, Methanolbacterium suboxydans, Methanolbacterium
propionicum, Methanolbacterium formicum, Methanolbacterium
ruminantium, Methanobacterium mazei.
Pengomposan anaerobik berpeluang baguss diterapkan pada jenis samoah
berprotein tunggu yang biasanya terdapat dalam buangan sampah rumah tangga,
pasar, restoran, pemotongan hewan, atau hotel. Pengomposan anaerobik juga
memungkinkan untuk menampung sampah organik secara kontinyu setiap hari.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengomposan anaerobik
menyangkut rasio C/N, ukuran bahan, kadar air (Rh), derajat kesamaan (pH),
temperatur (suhu) dan aerasi.
2.2.3 Teknik Pembuatan Kompos
2.2.3.1 Aerobik
Teknik pengomposan yang lazim digunakan dan sering dipublikasikan
adalah secara aerobik, yaitu pengomposan dengan memanfaatkan bakteri aerobik.
Teknologinya terfokus pada cara agar bakteri aerobik ini dapat bertahan hidup
serta bekerja lebih baik, lebih efektif, dan lebih efisien. Persyaratan mutlak untuk
mempertahankan kehidupannya adalah dengan mengatur sirkulasi udara di dalam
bahan atau menyediakan udara yang cukup dalam proses pembuatannya.
9
2.2.3.2 Anaerobik
Pada dasarnya, pembuatan kompos anaerobik dilakukan di tempat yang
tertutup rapat. Mikroorganisme yang berperan tidak membutuhkan oksigen dalam
kehidupannua sehingga teknik pengomposan ini terjadi tanpa bantuan udara atau
oksigen sedikit pun. Pengomposan anaerobik dapat dilakukan dengan beberapa
alternatif yaitu tipe trench ( model parit), menggunakan drum bekas, atau dengan
bantuan EM-4.
2.3.4 Manfaat Kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan
bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat
bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini
membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba
tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik
kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil
panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas
metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di
tempat pembuangan sampah.
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
10
3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang
granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air.
Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas
mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu
seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah
meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh
tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan
pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos
memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada
kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman
yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik
dibandingkan dengan NPK.
11
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Pembuatan kompos secara aerob dimulai sejak awal bulan April 2012
dengan skala kecil atau skala rumah tangga. Praktek akan dilakukan di
Laboratorium Teknik Lingkungan.
3.2 Alat dan Bahan
Pembuatan kompos secara aerob untuk skala rumah tangga akan dilakukan
dengan alat sebagai berikut :
3.2.1 Alat
Berikut ini barang-barang yang digunakan dalam pembuatan alat
komposter sederhana skala rumah tangga yaitu Tong, besi penahan.
Selain itu pada proses pembuatan alat komposter sederhana skala rumah
tangga ini dibutuhkan beberapa alat penunjang seperti palu,gergaji dan bor.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kompos yaitu Sampah
Organik (daun-daun kering), cat minyak dan EM4.
3.3 Gambar Alat
Gambar 3.1. Bak Komposter secara Aerob
12
3.4 Cara Kerja
Sampah organik dicacah
Sampah yang sudah dicacah tersebut dimasukkan kedalam drum
Sampah disemprot kemudian di aduk-aduk dan didiamkan untuk proses
pengomposan
3.5 Diagram Alir
3.6 Proses Pembuatan Alat
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk membuat/merangkai
komposter drum
b. Potong bagian tengah drum. Lubangi bagian bawah, samping kiri dan
kanan drum dengan menggunakan solder hingga diperoleh lubang sebagai
tempat sirkulasi udara.
c. Buatkan alas atau dudukan komposter yang terbuat dari besi agar
komposter tidak rusak karena adanya banjir.
d. Setelah tempatnya selesai,letakkan komposter drum di atas dudukan
tersebut.
3.7 Proses Pembuatan kompos
1. Pemilahan Sampah
Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik pemilahan harus
dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses
dan mutu kompos yang dihasilkan
13
Survey barang
Pembuatan proposal
Pembuatan alat
Pembuatan kompos
Hasil
2. Pengecil Ukuran Sampah
Pengecil ukuran dilakukan supaya sampah dapat dengan mudah dan
cepat didekomposisi menjadi kompos.
3. Penyusunan Tumpukan
Sampah organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecilan
ukuran kemudian dimasukkan ke dalam tong.
4. Penyiraman
Penyiraman pertama dilakukan dengan menyiram EM4 ke tumpukan
sampah daun kering tersebut sebagai starter bakteri agar sampah dapat
cepat terdekomposisi. Setelah itu setiap hari di semprot dengan air
biasa supaya sampah tersebut terjaga kelembabannya.
5. Pengadukan
Pengadukan dilakukarn terhadap bahan baku dan tumpukan yang
terlalu kering (kelembapan kurang dari 50%). Suhu pada pembuatan
kompos ini harus tetap terjaga dalam kondisi panas sekitar 40 – 70’ C.
6. Pematangan
Pengomposan berjalan selama 1 hingga 2 bulan, suhu tumpukan akan
semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan. Pada saat itu
tumpukan sampah seharusnya telah lapuk, berwarna coklat tua atau
kehitaman pertanda kompos telah jadi. Akan tetapi pada pembuatan
kompos ini tidak berhasil dilakukan.
14
MARET APRIL MEI JUNI
I II III IV V VI VII I II III IV V VIVI
II II III IV V VI VII I II III IV V VI VII
minggu 1
minggu 2
minggu 3
minggu 4
pembutan alat
pengumpulan bahan
proses pengomposan
Penulisan Laporan
3.8 Rencana Kegiatan dan Rencana Biaya
3.8.1 Rencana Kerja
15
3.9 Rincian Biaya
Penelitian ini memperlukan dana untuk penyediaan alat dan bahan
seperti yang terinci seperti dibawah ini :
No Barang Banyak Barang Harga Barang (Rp) Total Harga (Rp)
1 Tong 1 buah 120.000 120.0002 Cat Minyak 1 kaleng 45.000 45.0003 Besi penahan 2 buah 12.000 24.0004 Kawat kasa 1M2 18.000 18.0005 EM4 1 buah 25.000 25.000
JUMLAH (Rp) 232.000Sumber : Hasil Penelitian
Barang-barang yag telah tersedia sebelumnya tidak dilakukan pembelian kembali.
Pembuatan alat ini sebagian menggunakan barang-barang yang tidak digunakan
lagi tetapi masih layak untuk digunakan.
16
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Pembuatan alat komposter sederhana dengan skala rumah tangga
dirancang secara terbuka sebagai tempat pengomposan. Pada proses
pengomposan secara aerobik mikroorganisme yang berperan dalam proses
tersebut membutuhkan oksigen. Dalam hal ini, bebas bersentuhan langsung
dengan bahan kompos. Proses pembuatan kompos ini dilakukan pada bulan april
2012 dengan volume sampah yang dihasilkan dari daun kering tersebut 2 kg.
Sampah dedaunan kering yang telah didapat dipotong-potong kecil secara manual
gunanya agar dapat mempercepat proses pembusukan kompos tersebut. Setelah
daun mendapatkan hasil potongan yang diinginkan daun-daun tersebut
dimasukkan kedalam komposter yang terbuat dari drum. Pada proses
pengomposan aerobik dibutuhkan bahan EM4 (effective microorganism 4) berupa
larutan cair berwarna kuning kecoklatan. Microorganisme efektif atau EM adalah
suatu kultur campuran berbagai mikroorganisme yang bermanfaat (terutama
bakteri fotosintesis , bakteri asam laktat, ragi, Actinomycetes dan jamur peragian)
yang dapat digunakan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba
tanah dan dapat memperbaiki pertumbuhan serta jumlah mutu hasil tanah. EM4
ini dicampur pada awal pembuatan kompos sebagai starter mikroorganisme.
Pada proses pembuatan sampah yang diolah menjadi kompos tersebut
tidak adanya dekomposisi/pembusukan yang terjadi sehingga proses
pengomposan yang dihasilkan tidak berhasil. Ketidakberhasilan ini disebabkan
karena tidak terkontrolnya faktor-faktor sebagai pemicu proses pengomposan
seperti kadar air, suhu, pH, kelembaban, ukuran bahan, rasio C/N, aerasi, dan
pengecilan bahan perlu dilakukan secara intensif untuk mempertahankan proses
pengomposan agar stabil sehingga diperoleh proses pengomposan yang optimal.
Disini kami juga menambahkan kompos yang telah jadi ke atas kompos yang
kami buat, gunanya sebagai starter pembentukan kompos lagi. Akan tetapi juga
tidak mengalami perubahan apa-apa sehingga tidak dapat dipastikan volume
sampah yang terjadi setelah proses pengomposan.
17
Berikut dibawah ini gambar dari kondisi sampah:
Gambar 4.1 Kondisi Awal Sampah
Gambar 4.2 Kondisi Sampah Sampah Setelah Proses Pengomposan
18
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari laporan ini adalah :
1. Hasil dari kegiatan penelitian ini adalah kompos yang dibuat dari sampah
organik yaitu dedaunan kering.
2. Tidak berhasilnya pembuatan kompos ini disebabkan karena kurang
terkontrolnya kadar air, suhu, pH, kelembaban, ukuran bahan, rasio C/N,
aerasi, dan pengecilan bahan.
3. Komposter bisa dijadikan sebagai solusi utama untuk mengurangi
timbulan sampah skala rumah tangga.
4. Volume sampah daun kering sebelum dijadikan kompos sebesar 2 kg,
sedangkan volume sampah yang telah dijadikan kompos tidak dapat
diketahui besarnya. Hal ini di sebabkan karena tidak berhasilnya kompos
yang akan dibuat.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diambil adalah :
- Sebaiknya dalam pemotongan sampah organik harus diperhatikan besar
kecilnya ukuran dari sampah tersebut.
19
DAFTAR PUSTAKA
Bakri, A. R..1992.”Pengelolaan Sampah Pemukiman dan Partisipasi Masyarakat
dalam Pelaksanaannya di Kota Administratif Depok”. Tesis
Program Pascasarjana IPB.
Dainur,1992.”Ilmu Kesehatan Masyarakat”. Widya Medika. Jakarta
Hadiwijoto, S.1983.”Penanganan dan Pemanfaatan Sampah”.Penerbit Yayasan
Idayu. Jakarta.
Mukono, 2006.“Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan”. Airlangga University
Press, Surabaya.
Sidik, M.A,. 1985.”Tehnologi Pemusnahan Sampah dengan Incinerator dan
Landfill”. Jakarta: Direktorat Riset Operasi dan Manajemen. Deputi
Bidang Analisa Sistem Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
20