LAPORAN EKOLOGI BARU

73
CV. Pesisir Lestari Sejahtera Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologihalaman 1/73 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu karang memiliki nilai yang sangat penting bagi ekosistem dan lingkungan di wilayah pesisir Kabupaten Pangkep. Data menunjukkan bahwa kawasan kab. Pangkep memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan beberapa kawasan lain di dunia. Bahkan beberapa ahli karang dan ikan karang dunia menyatakan bahwa kawasan perairan Pangkep termasuk kawasan karang dunia yang memiliki keanekaragaman hayati karang sangat besar, kekayaan kerumbu karang yang besar di Kabupaten Pangkep merupakan modal yang sangat besar untuk membangun daerah serta untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya yang kehidupannya sangat tergantung dari ekosistem pesisir. Sektor perikanan dan parawisata bahari diharapkan akan menjadi penggerak utama roda perekonomian Kabupaten Pangkep. Akan tetapi kegiatan eksploitasi sumberdaya terumbu karang yang tidak ramah lingkungan telah terjadi seperti penggunaan bahan peledak, sianida, serta pengambilan batu karang untuk bahan bangunan. Akibat dari adanya kegiatan tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan yang diindikasikan dengan menurunnya keragaman jenis-jenis ikan karang. Apabila dilihat dari akar permasalahan, maka sebenarnya kerusakan ekosistem terumbu karang pada dasarnya disebabkab oleh dua faktor utama, yaitu kerusakan akibat kegiatan manusia dan kerusakan akibat

Transcript of LAPORAN EKOLOGI BARU

Page 1: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 1/73

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terumbu karang memiliki nilai yang sangat penting bagi ekosistem

dan lingkungan di wilayah pesisir Kabupaten Pangkep. Data menunjukkan

bahwa kawasan kab. Pangkep memiliki keanekaragaman hayati yang sangat

tinggi bila dibandingkan dengan beberapa kawasan lain di dunia. Bahkan

beberapa ahli karang dan ikan karang dunia menyatakan bahwa kawasan

perairan Pangkep termasuk kawasan karang dunia yang memiliki

keanekaragaman hayati karang sangat besar, kekayaan kerumbu karang

yang besar di Kabupaten Pangkep merupakan modal yang sangat besar

untuk membangun daerah serta untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan

masyarakat khususnya yang kehidupannya sangat tergantung dari ekosistem

pesisir. Sektor perikanan dan parawisata bahari diharapkan akan menjadi

penggerak utama roda perekonomian Kabupaten Pangkep.

Akan tetapi kegiatan eksploitasi sumberdaya terumbu karang yang

tidak ramah lingkungan telah terjadi seperti penggunaan bahan peledak,

sianida, serta pengambilan batu karang untuk bahan bangunan. Akibat dari

adanya kegiatan tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan yang

diindikasikan dengan menurunnya keragaman jenis-jenis ikan karang.

Apabila dilihat dari akar permasalahan, maka sebenarnya kerusakan

ekosistem terumbu karang pada dasarnya disebabkab oleh dua faktor

utama, yaitu kerusakan akibat kegiatan manusia dan kerusakan akibat

Page 2: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 2/73

peristiwa alam. Melihat kondisi tersebut, diperlukan suatu upaya peningkatan

pemahaman dan kesadaran masyarakat serta pengelola program yang

nantinya akan banyak terlibat dalam upaya pengelolaan sumberdaya

tersebut bersama-sama serta sesui dengan kondisi daerah.

Kerusakan terumbu karang akibat kegiatan manusia antara lain

seperti pembiusan ikan, penagkapan ikan dengan bom, dan penambangan

karang. Kegiatan penangkapan ikan dengan bahan dan alat yang merusak

seperti tersebut diatas dilakukan karena beberapa alasan antara lain

kemiskinan nelayan sehuingga mereka mencari uang dengan menghalalkan

segala cara, ketidakmampuan dalam penguasaan dalam teknologi

penagkapan ikan, serta yang paling berbahaya adalah karena sifat manusia

yang rakus sehingga menggunakan jalan pintas untuk memperoleh

keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperdulikan kelestarian

sumberdaya.

Kepulauan Spermonde memiliki tingkat keragaman karang yang

cukup tinggi karena terdapat 78 genera dan sub genera, dengan total

spesies 262, seperti yang pernah dicatat oleh Moll (1983). Dilihat dari tingkat

penyebaran karang, sekitar 80 - 87% terdapat di daerah terumbu terluar.

Namun demikian, Jompa (1996) mencatat adanya pengurangan tingkat

penutupan karang hidup dan keragaman jenis (diversity) sebanyak 20%

dalam kurun waktu 12 tahun dibandingkan dengan yang dicatat oleh Moll

(1983), untuk beberapa lokasi yang sama.

Terumbu Karang menjadi sumber bagi kehidupan biota lain

didalamnya sekaligus merupakan sumber kekayaan alam hayati yang tidak

Page 3: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 3/73

ternilai. Terumbu karang sebagai ekosistem khas perairan tropik, merupakan

habitat berbagai biota laut untuk tumbuh dan berkembang biak dalam

kehidupan yang seimbang. Sifat yang menonjol dari terumbu karang adalah

produktivitas dan keanekaragamannya yang tinggi, jumlah spesies yang

banyak dan bentuk morfologi yang sangat bervariasi.

Tapi pada kenyataannya, keberadaan terumbu karang saat ini sudah

banyak yang mengalami degradasi. Salah satu faktor penyebab kerusakan

dari terumbu karang ini adalah karena ulah manusia. Hasil kegiatan manusia

seperti pengeboman, sianida, jangkar kapal, tumpahan minyak dan limbah

domestik, serta eksploitasi yang berlebihan akan menimbulkan kerusakan

habitat pada system terumbu karang dan mempengaruhi keseimbangan

komunitas (Suharsono 1998).

Kondisi ekosistem terumbu karang berdasarkan hasil penelitian P3O-

LIPI dari 416 lokasi yang tersebar di perairan Indonesia menunjukan bahwa

6,49 % dalam kondisi sangat baik; 24,28 % dalam kondisi baik; 28,61 %

dalam kondisi sedang; dan 40,67 % dalam kondisi rusak. Sementara

Kepulauan Spermonde umumnya dalam kondisi ‟sedang‟. Tidak diketahui

dengan jelas potensi terumbu karang masing-masing desa sekitar

Kepulauan Spermonde Pangkep. Menurut Pusat Penelitian Terumbu Karang

Unhas (2002) bahwa terumbu karang di Kabupaten Pangkep sudah

mengalami eksploitasi yang berlebihan.

Untuk itu, diperlukan suatu penelitian dan monitoring mengenai

kondisi ekosistem terumbu karang berbasis desa Coremap Kabupaten

Pangkep.

Page 4: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 4/73

1.2. Dasar Pelaksanaan

Kegiatan penelitian dan monitoring lokal aspek ekologi pada unit

rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang Kabupaten Pangkep Tahun

anggaran 2006 berdasarkan kontrak perjanjian kerjasama No.223/Coremap-

PMLAE/KPA/VIII/06 Tanggal 14 Agustus 2006 dan Surat Perintah Kerja

(SPK) No.227/Coremap-PML-AE/KPA/VIII/06 Tanggal 15 Agustus 2006.

1.3. Tujuan Kegiatan

Tujuan Kegiatan adalah : Terdapatnya informasi mengenai kondisi

terumbu karang di tingkat kabupaten sehingga data yang ada dapat

dimasukkan ke CRMIS dan dapat di analisa hasilnya, sambil melatih tim

kesehatan terumbu karang di Kabupaten dalam hal memasukkan dan

menganalisa data.

1.4. Sasaran Kegiatan

Kawasan terumbu karang di lokasi Coremap di Kabupaten Pangkep.

1.5. Keluaran (Output)

Ditemukan beberapa data terbaru mengenai kondisi terumbu karang

di Kabupaten Pangkep.

Page 5: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 5/73

1.6. Dampak (Outcome)

Tersedianya arahan hasil kajian ilmiah yang berkaitan dengan

pengolaan terumbu karang yang ramah lingkungan di Kabupaten Pangkep,

serta penentuan Daerah Perlindungan Laut (DPL) masing-masing desa.

1.7. Indikator Keberhasilan

Tersedianya data base mengenai kondisi terumbu karang.

1.8. Penyelenggara Kegiatan

Kegiatan Penelitian dan Monitoring Lokal Aspek Ekologi

dilaksanakan oleh CV. Pesisir Lestari Sejahtera dengan susunan tim

pelaksana sebagai berikut :

1. Dr. Ir. H. Najamuddin, Msc. (Tenaga Ahli Bio-ekologi Terumbu

karang)

2. Ir. Hj. Andi Asni, MP. (Ketua Tim Peneliti)

3. Syafyudin Yusuf, ST. MSi. (Tim Peneliti/ Surveyor)

4. Asep Suparman S.Pi (Tim peneliti/ Surveyor)

5. A. Musafir, Spi (Tim Peneliti/ Surveyor)

6. Cawa (Tim peneliti/ Surveyor)

7. Sulfikar Affandi (Tim Peneliti/ Surveyor)

8. Gurdhi, Spi (Staf Administrasi)

Page 6: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 6/73

BAB II

RUANG LINGKUP DAN METODOLOGI

2.1. Waktu Pelaksanaan

Penelitian dan Monitoring lokal aspek ekologi dilaksanakan selama

kurun waktu 2 bulan yaitu bulan Agustus sampai Oktober 2006.

2.2. Lokasi

Lokasi pelaksanaan program ini dilaksanakan di pulau-pulau kecil

dalam lingkungan Kecamatan Liukang Tuppabiring lokasi COREMAP II

Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan.

2.3. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah

survey monitoring kondisi terumbu karang dan interpretasi data.

2.4. Ruang Lingkup

a. Survey dan Monitoring langsung di lokasi terumbu karang yang

berbasis lokasi Desa/pulau.

b. Informasi langsung pada masyarakat dan instansi pemerintah

terkait melalui seminar hasil penelitian.

Page 7: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 7/73

2.5. Metodologi Penelitian

Overview Survey, dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian

pengambilan data.

Pengumpulan data primer, dilakukan dengan cara pengamatan

langsung dilokasi penelitian yang telah di tentukan dengan metode

RRA (Rapid Reef Resources Assesment) dan LST (Line Segment

Transect) untuk mengetahui kondisi terumbu karang pada lokasi

penelitian. Data yang didapatkan dari penelitian dan monitoring di

analisis secara deskriptif, kuantitatif dan kualitatif.

2.5.1 Teknik RRA

Tehnik RRA digunakan untuk mengetahui luasan, jenis dan

bentuk habitat (habitat karang, pasir, pecahan karang dan berbagai

organisme perairan yang ada). Mengingat kawasan yang sangat luas,

maka metode ini dianggap cukup baik untuk mengestimasi persentase

masing-masing habitat tersebut dalam jangka waktu yang singkat.

Teknik ini juga menjadi acuan penempatan lokasi pemasangan line

Segmen transek (LIT).

Tehnik ini dilengkapi dengan peneliti (surveyor) yang dilengkapi

dengan alat tulis bawah air, setelah tiba dilokasi yang diinginkan posisi

diambil dengan menggunakan GPS sebagai titik pertama. Kemudian

surveyor biasanya terdiri dari 2-3 orang tergantung jenis data yang

diinginkan (tiap orang dengan spesialisasi masing-masing),

melakukan pegamatan (dengan snorkeling) dititik tersebut sekitar 10-

Page 8: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 8/73

15 menit. Setelah pengamatan pertama selesai dilanjutkan dengan

pengamatan berikutnya dengan melihat kondisi pulau untuk

menentukan jarak dan jumlah titik yang akan diambil. Penentuan titik

dilakukan berdasarkan keterwakilan masing masing wilayah secara

acak yaitu 3 pulau untuk zona terluar, 3 pulau untuk zona tengah dan

3 pulau unutk zona terdalam Karena ukuran pulau yang relative kecil

maka pengambilan titik disesuaikan dengan kebutuhan yaitu berkisar

antara 4- 6 titik per pulau.

2.5.2 Transek Garis Segmen

Metode Line Segment Transect (LST) digunakan untuk

mengestimasi penutupan karang dan penutupan komunitas benthos

hidup bersama karang, dan dilakukan setelah survey RRA. Posisi

transek ditentukan dengan GPS. Garis transek dibuat dengan

membentangkan meteran sejajar dengan garis pantai sepanjang 50

m. Pengamatan komponen substrat terumbu karang dilakukan pada

setiap titik 0,5 m sehingga jumlah data yang tercatat sebanyak 100

data pada masing-masing transek. Frekuensi kehadiran jenis substrat

dikonversi ke prosentase tutupan komponen. Besar persentase

tutupan karang dengan metode transek garis segmen dapat dihitung

dengan menggunakan rumus (English et al.,1994):

C = a/A x 100%

dimana : C = besar penutupan (%)

a = frekuensi

A = jumlah total data

Page 9: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 9/73

Tabel 1. Kategori kondisi terumbu karang berdasarkan tutupan karang

No Kategori Kondisi Tutupan karang

1 Sangat Bagus 75 – 100 %

2 Bagus 50 – 74,9 %

3 Sedang 25 – 49,9 %

4 Rusak 0 - 24,9 %

2.5.3 Pengamatan Biota Asosiasi

Biota asosiasi diamati secara bebas baik dalam transek maupun di luar

transek, disamping itu juga menggunbakan tehnik wawancara dengan

masyarakat pemanfaat.

2.5.4 Pengamatan Penyebab Kerusakan Terumbu Karang

Kerusakan terumbu karang diakibatkan oleh alam dan manusia.

Indikasi akibat perbuatan manusia dapat dilihat dari hancuran karang

karena bahan peledak, atau jangkar, atau jaring ikan, atau injakan kaki,

dsb. Sedangkan akibat alam misalnya pemangsaan oleh Acanthaster

planci, suhu tinggi, algae, dsb.

Page 10: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 10/73

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. KEPULAUAN SPERMONDE

Kepulauan Spermonde (Spermonde shelf) terdapat di bagian selatan

Selat Makassar, tepatnya di pesisir Barat Daya Pulau Sulawesi. Sebaran

pulau karang yang terdapat di Kepulauan Spermonde terbentang dari utara

ke selatan sejajar pantai daratan Pulau Sulawesi (Van Vuuren, 1920a,b.

dalam de Klerk, 1983).

Kepulauan Spermonde memiliki tingkat keragaman karang yang

cukup tinggi karena terdapat 78 genera dan sub genera, dengan total

spesies 262, seperti yang pernah dicatat oleh Moll (1983). Dilihat dari tingkat

penyebaran karang, sekitar 80 - 87% terdapat di daerah terumbu terluar.

Namun demikian, Jompa (1996) mencatat adanya pengurangan tingkat

penutupan karang hidup dan keragaman jenis (diversity) sebanyak 20%

dalam kurun waktu 12 tahun dibandingkan dengan yang dicatat oleh Moll

(1983), untuk beberapa lokasi yang sama.

Salah satu lokasi target pengambilan biota ornamen akuarium

terumbu karang adalah Kepulauan Spermonde, Makassar (Gambar 2).

Paparan terumbu karang dan perairan Spermonde lebarnya sekitar 40 km

dari daratan Makassar yang terbagi menjadi empat zona berdasarkan jarak

dan pengaruh daratan, yakni : Zona Satu atau “Zona Pinggir” dari pantai

kearah laut lepas sejauh kira-kira 5 km atau hingga kedalaman 20 m. Untuk

Page 11: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 11/73

Zona Dua atau “Zona Dalam” , mulai dari jarak 5 km kearah laut hingga 12,5

km, sedangkan Zona Tiga atau “Zona Tengah” dari jarak 12,5 km ke arah

laut lepas hingga 30 km dengan kedalaman yang bervariasi antara 30 – 50

m. Sementara Zona Empat atau “Zona Terluar” atau barrier reef zone

mulai dari jarak 30 km hingga 40 km batas terluar dari paparan Spermonde

(Hutchinson, 1945 dalam Hoeksema, 1990). Zona ini juga digunakan

dalam penelitian-penelitian selanjutnya di wilayah kepulauan ini (de Klerk,

1983; Moll, 1983; Hoeksema dan Moka, 1989).

Gambar 1. Kawasan Kepulauan Spermonde, Pangkep

Page 12: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 12/73

Zona pertama atau zona bagian dalam merupakan zona terdekat dari

pantai daratan utama Pulau Sulawesi, dengan kedalaman laut rata-rata 10 m

dan substrat dasar yang didominasi oleh pasir berlumpur. Zona kedua,

berjarak kurang lebih 5 km dari daratan Sulawesi, mempunyai kedalaman

laut rata-rata 30 m dan banyak dijumpai pulau karang. Zona ketiga dimulai

pada jarak 12,5 km dari pantai Sulawesi dengan kedalaman laut antara 20 –

50 m. Pada zona ini banyak dijumpai wilayah terumbu karang yang masih

tenggelam. Zona keempat atau zona terluar merupakan zona terumbu

penghalang (barrier reef zone) berjarak 30 km dari daratan utama Sulawesi.

Di sisi timur pulau-pulau karang ini kedalaman lautnya berkisar 40 – 50 m;

sedangkan pada sisi barat dapat mencapai kedalaman lebih dari 100 m.

Page 13: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 13/73

3.2. Pulau Saugi 3.2.1 Kondisi Lokasi

Pulau Saugi merupakan pulau

yang terdekat dengan daratan utama

Pulau Sulawesi. Dalam stratifikasi zonasi

Kepulauan Spermonde, Pulau Saugi

termasuk dalam Zona pinggir / zona I dimana substrat dasar pulau Saugi

yang didominasi oleh pasir berlumpur. Hal ini memyebabkan kondisi

perairannya sangat keruh dengan jarak pandang (visibility) perairan hanya

10 -30 cm.

Dari kondisi substrat yang didominasi pasir berlumpur, beberapa

pulau sekitar Pulau Saugi ditumbuhi oleh tumbuhan bakau sepanjang pantai

membentuk ekosistem mangrove. Di sisi lain substrat berlumpur merupakan

habitat bagi udang-udangan dan kepiting di sekitar perairan ini sehingga

dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat.

3.2.2 Kondisi Terumbu Karang

Sesuai dengan letaknya yang dekat dengan daratan utama dan

muara sungai, maka terumbu karang di Pulau Saugi kurang berkembang.

Kedalaman rata-rata terumbu karang di sekitar pulau ini sekitar 2 - 3 m pada

saat pasang. Artinya sebaran vertikal karang sangat dibatasi oleh kecerahan

perairan.

Tipe terumbu pada Pulau Saugi adalah fringing reef, pada daerah ini

hidup berbagai jenis karang dan algae. Beberapa algae yang hidup pada

Page 14: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 14/73

Tutupan habitat sta 1 P. Saugi

Kr.keras

50%

Rubble

5%

Pasir/ lumpur

10%

Kr.mati

5%

Kr.mati algae

20%

Others

2%

Algae

3%

Kr.lunak

5%

Tutupan Habitat Sta.2 P. Saugi

Rubble

60%

Pasir/lumpu

r

20%

Kr.mati

algae

10%

Algae

5%Others

5%

habitat ini diantaranya Padina, Turbinaria, Gracillaria dan Gelidium. Jenis-

jenis karang yang tercatat pada Pulau saugi adalah :Galaxea, Porites lutea,

Acropora spp. Beberapa koloni karang membentuk microatoll seperti dari

jenis Porites lobata.

Kondisi tutupan karang di Pulau saugi dapat digambarkam pada

Tabel 2 berikut .

Tabel 2 . Prosentase tutupan habitat dan kategori kondisi terumbu karang Pulau Saugi

Lokasi

Station

Tutupan Karang (%)

Kondisi

HC SC

A OT R

S

DC DCA

P. Saugi 1 50 5

3 2 5

10

5 20

Baik

2 0 0 5 5 20 60 0 10 rusak

3 74 2 0 0 4 6 4 10 Baik

Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang mati tertutup algae

Gambar 2. Kondisi Tutupan Karang Pulau Saugi (stasiun 1 dan 2)

Page 15: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 15/73

Tutupan Habitat St.3 P.Saugi

Kr.keras

74%

Kr.mati

algae

10%

Kr.mati

4%

Pasir/lumpu

r

6%

Rubble

4%

Kr.lunak

2%

Gambar 2.. .......Lanjutan (Stasiun 3)

Di Pulau Saugi, karang keras mendominasi tutupan karang sekitar 50

%, sementara algae dan biota jenis lainnya sangat sedikit yaitu sekitar 2 -3

persen dari tutupan karang seluruhnya. Pecahan karang mati atau rubble

sekitar 20 % dan tutupan karang akibat pasir lumpur sekitar 60 persen.

Kerusakan karang terbesar di Pulau Saugi umumnya disebabkan oleh

sedimentasi. Pada zona ini banyak koloni karang yang mati terbungkus

akibat pasir lumpu dan algae. Hal ini karena Pulau Saugi adalah pulau yang

terdekat dengan daratan utama pulau Sulawesi. Secara fisiologi, karang

yang stress akibat tekanan lingkungan cenderung mengeluarkan lendir,

selanjutnya lendir tersebut menjadi biang pelekatan partikel sedimen.

Sementara indikasi kerusakan karang berupa pecahan karang mati /rubble

disebabkan oleh adanya penggunaan bahan peledak untuk mendapatkan

ikan dari terumbu karang.

Tutupan karang yang disebabkan oleh adanya pecahan karang mati

dan karang mati tertutup algae menunjukkan adanya proses perusakan

karang akibat perbuatan manusia dan kematian alami (Tabel 3)

Page 16: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 16/73

Tabel 3. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Saugi

No Penyebab Kerusakan Tingkat kerusakan pada Tiap Stasiun

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

1 Bahan Peledak 2 3 1

2 Alami 2 0 1

3 Sedimentasi 3 4 4

Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah

Dari hasil identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau

Saugi, nampak bahwa kerusakan terbesar disebabkan oleh sedimentasi

sebesar 60 persen (Stasiun 2), kemudian disebabkan oleh penggunaan

bahan peledak 20 persen dan kematian alami sebesar 4-5 persen. Kecilnya

kematian alami akibat serangan makro algae seperti Halimeda yang tumbuh

di antara karang bercabang.

3.2.3 Ikan Karang

Jumlah genera ikan karang yang teramati adalah sebanyak 5 genera,

dengan total 300 ekor. Beberapa genera yang mendominasi berasal dari

family Pomacentridae yaitu Amblyglyphidodon (4 ekor), Neoglyphidon (28

ekor) dan Neopomacentrus (152 ekor). Kesemuanya ini masuk dalam

kategori Mayor spesies Sementara untuk spesies indikator hanya ditemukan

Chaetodon

Pengamatan pada daerah reef top, terdiri atas 240 ekor kelompok

ikan mayor yang didominasi oleh ikan betok biru Pomacentrus pavo, 4 ekor

kelompok ikan indikator

Page 17: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 17/73

Beberapa jenis makro alga yang dikenali antara lain Padina dan

Valonia dijumpai selama pengamatan. Jenis tali arus Cirripathes dan

junceella cukup melimpah, selain akar bahar Antipathes. Jenis spons

penting seperti Callyspongia, Leucetta, Plakinalopha dan xetospongia juga

dijumpai, beberapa ekor kima Tridacna yang berukuran sedang dan kecil

serta teripang hijau Stichopus variegatus.

3.2.4 Kondisi Perairan

Kondisi perairan Pulau Saugi dipengaruhi oleh aktivitas didaratan

utama. Tingkat sedimentasi yang tinggi menyebabkan tingginya sedimentasi

dan kekeruhan perairan. Karakteristik inilah yang menjadi ciri dari perairan

sekitar zona pinggir Kepulauan Spermonde. Zona pinggir sepanjang

Kabupaten Pangkep merupakan hamparan kawasan pertambakan.

Kekeruhan yang tinggi ditandai dengan visibility perairan sekitar 2 m dan

jarak pandang sekitar 30-40 cm, sementara kandungan total suspended

solid (TSS) sekitar 370 ppm.

Suhu perairan terukur sekitar 28o C. Suhu perairan di Pulau Saugi

masih lebih rendah 2oC dibanding yang diukur oleh PPTK (2002) sekitar 30

oC. Selain itu, salinitas diperairan Pulau Saugi tercatat 35 ‰. Tingginya

salinitas ini disebabkan karena suplai air tawar dari Sungai Pangkep ke

daerah perairan pantai sekitarnya saat musim kemarau seperti saat ini terlalu

kecil. Namun bila musim penghujan, daerah ini akan mengalami kekeruhan

yang tinggi dan salinitas yang rendah. Walau demikian tingkat kekeruhan

tetap tinggi karena dasar perairan yang berlumpur.

Page 18: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 18/73

3.3. Pulau Satando

3.3.1. Kondisi Lokasi

Pulau Satando merupakan

pulau yang cukup dekat dengan daratan

utama Pulau Sulawesi. Dalam stratifikasi

zonasi Kepulauan Spermonde, PulauSatndo

termasuk dalam Zona pinggir sama dengan pulau saugi dimana substrat

dasar pulau satando didominasi oleh pasir berlumpur. Hal ini

memyebabkan kondisi perairannya sangat keruh dengan jarak pandang

(visibility) perairan hanya 10 -30 cm.

3.3.2 Kondisi Terumbu Karang

Secara umum, kondisi terumbu karang Pulau Satando tergolong

rusak. hingga kondisi baik Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tutupan

karang hidupnya sekitar 10 sampai 30 persen dan hanya 1 stasiun yang

mempunyai tutupan karang hidup sekitar 59 persen atau berkondisi baik.

Karang mati yang ditutupi algae mencapai 25-32 persen mendominasi

kerusakan karang didaerah ini. Karang lunak, walaupun dalam jumlah yang

relatif sedikit, 5-10 persen ditemukan pula di zona ini. Algae ditemukan

menutupi karang sekitar 2 sampai 50 persen.

Jenis substrat dasar yang paling dominan adalah DCA (karang mati

tertutupi algae) sebesar 32 %, pasir 15 % dan rubble sekitar 5 %. Terumbu

karang di sini tidak berkembang dengan baik, kemungkinan disebabkan oleh

Page 19: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 19/73

Tutupan Habitat St.1 P.Satando

Algae

50%

Pasir/lumpu

r

5%

Others

5%

Kr.mati

algae

25%

Kr.keras

10%

Kr.lunak

5%

Tutupan Habitat St.2 P.Satando

Algae

35%

Kr.mati

algae

25%

Kr.keras

10% Kr.lunak

10%

Pasir/lumpur

10%

Rubble

5% Others

5%

Tutupan Habitat Sta.4 P.Satando

Kr.keras

59%

Others

2%Algae

2%

Pasir/lumpur

5%

Kr.mati

algae

32%

Tutupan Habitat Sta.3 P.Satando

Kr.lunak 10%

Algae 10%

Others 10%

Pasir/lumpur 15%

Kr.mati algae 25%

Kr.keras 30%

tingginya aktivitas nelayan yang bersentuhan langsung dengan kawasan

terumbu karang, misalnya penggunaan alat tangkap bubu. Disamping itu,

kondisi kualitas air yang masih banyak dipengaruhi oleh suplay sedimen

yang tinggi dari daratan utama.

Tabel 4. Prosentase tutupan terumbu karang Pulau Satando

Lokasi

Station

Tutupan Karang (%)

HC SC

A OT R

S

DC DCA

P. Satando

1 10 5 50 5 0 5 0 25

2 10 10 35 5 5 10 0 25

3 30 10 10 10 0 15 0 25

4 59 0 2 2 0 5 0 32

Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang

mati tertutup algae

Gambar 3. Kondisi Tutupan Komponen Terumbu Karang Pulau Satando

Page 20: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 20/73

Kerusakan karang terbesar di Pulau Satando umumnya disebabkan

oleh sedimentasi (Tabel 5). Dari ke-empat stasiun pengamatan, sedimentasi

menempati nilai relatif kerusakan karang terbesar. Pada zona ini banyak

koloni karang yang mati akibat sedimentasi yang tinggi. Hal ini disebabkan

karena Pulau Satando adalah pulau yang termasuk dekat dengan daratan

utama sehingga tingkat sedimentasinya sangat tinggi. Umumnya nelayan

mencari ikan cara memancing atau memasang bubu, tanpa kegiatan

pemboman disekitar pulau Satando. Berikut disajikan identifikasi penyebab

kerusakan di Pulau Satando.

Tabel 5. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Satando

No Penyebab Kerusakan Nilai Relatif kerusakan Karang pada Tiap Stasiun

1 2 3

1 Bahan Peledak 0 0 0

2 Cyanida 0 0 0

3 Keterbukaan udara 0 0 0

4 Sedimentasi 4 4 4

Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah

3.3.3 Ikan Karang

Jumlah genera ikan karang yang teramati adalah sebanyak 4 genera,

dengan total 288 ekor. Beberapa genera yang mendominasi berasal dari

family Pomacentridae yaitu Abudelduf (16 ekor), Neoglyphidon (87 ekor) dan

Neopomacentrus (43 ekor), Chromis (128 ekor). Kesemuanya ini masuk

dalam kategori Mayor spesies Sementara untuk spesies indikator hanya

ditemukan Chaetodon

Page 21: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 21/73

Pengamatan pada daerah reef top, terdiri atas 240 ekor kelompok

ikan mayor yang didominasi oleh ikan betok biru Pomacentrus pavo, 10 ekor

kelompok ikan indikator

Beberapa jenis makro alga yang dikenali seperti Padina dijumpai

selama pengamatan. Jenis junceella cukup melimpah, selain akar bahar

Antipathes. Jenis spons penting seperti Callyspongia, Leucetta,

Plakinalopha dan xetospongia juga dijumpai, beberapa ekor kima Tridacna

yang berukuran sedang dan kecil serta teripang hijau Stichopus variegatus.

3.3.4 Kondisi Perairan

Suhu permukaan perairan Pulau Satando berkisar antara 28 -29o C

dengan salinitas sebesar 35 ‰. Walaupun Pulau Satando dekat dengan

muara sungai, namun salinitas tetap tinggi, hal ini diakibatkan oleh suplai air

tawar di musim kemarau yang rendah dan tingkat penguapan yang tinggi.

pH perairan berkisar antara 8,2 -8,4 dan kandunggan TSS perairan 210 ppm.

Nilai kecerahan perairan masih rendah yakni sekitar 2 meter jarak pandang

horizontal dan vertikal. Kecepatan arus rata-rata 0.21 ± 0.05 m/det dengan

arah angin umumnya ke utara.

Page 22: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 22/73

3.4. Pulau Pamanggangang

3.4.1 Kondisi Lokasi

Pulau Pamanggangan terletak

di zona luar Kepulauan Spermonde.

Kini pulau tersebut termasuk dalam

kawasan pengelolaan TWL Kepulauan

Kapoposang. Lokasi pulau terletak sebelah utara dari Pulau Kondong Bali,

sebelah timur dari Pulau Suranti. Pulau Pamanggangan dan Pulau Suranti

sama-sama tidak berpenghuni kecuali hanya nelayan-nelayan musiman

yang beristrahat. Rataan terumbu yang memanjang dari arah utara ke

selatan yang didominasi oleh pasir.

3.4.2 Kondisi Terumbu karang

Tipe terumbu karang pada daerah ini adalah karang tepi (fringing

reef), pada daerah ini hidup juga jenis biota lain seperti sponge, starfish,

giant clam dan berbagai jenis ikan karang. Jenis-jenis karang yang tercatat

pada Pulau Pamanggangang adalah : Porites cylindrica, Porites lobata,

Echynopora spp, dan Montipora.

Kondisi terumbu karang di Pulau Pamanggangang dapat

digambarkam pada Tabel 6. berikut ini. Kondisi terumbu karang di pulau ini

tergolong kurang bagus. Hal ini tergambar dari tutupan karang mati (DC)

mencapai 40 % lebih mendominasi di beberapa wilayah rataan terumbu.

Secara keseluruhan karang mati tertutup alga (DCA) mencapai 57 % dan

pecahan karang mati sebesar 6 - 20%. Sebaliknya karang hidup yang

Page 23: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 23/73

TutupanHabitat Sta.2 P. Pamanggangan

Kr.mati

7%

Rubble

6%

Kr.lunak

10%

Kr.keras

18%

Pasir/lumpur

2%

Kr.mati

algae

57%

hanya 15-25% menunjukkan kondisi terumbu karang termasuk dalam

kategori rusak.

Tabel 6. Prosentase tutupan habitat terumbu karang Pulau

Pamanggangang

Lokasi Station Tutupan Karang (%)

HC SC A OT R S DC DCA

Pulau

Mapanggangang

1 15 5 0 25 10 0 40 5

2 18 10 0 0 6 2 7 57

3 25 5 0 0 20 15 30 5

4 15 5 0 0 15 5 35 25

Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang

mati tertutup algae

Tutupan Habitat Sta.1 P.Pamanggangan

Kr.lunak

5%

Kr.mati

40%

Rubble

10%

Others

25%

Kr.keras

15%

Kr.mati

algae

5%

Tutupan Habitat Sta.3 P. Pamanggangan

Kr.mati

35%

Kr.mati algae

25%

Kr.lunak

5%

Kr.keras

15%

Rubble

15%

Pasir/lumpur

5%

Gambar 4. Kondisi Tutupan Karang Pulau Pamanggangang

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan terumbu

karang di Pulau Pamanggangang terdiri atas faktor alam dan faktor manusia.

Habitat Tutupan karang Sta 4 P.

Pamanggangang

Kr.mati

algae

25%

Kr.keras

15%

Pasir/lump

ur

5%

Rubble

15%

Kr.lunak

5%

Kr.mati

35%

Page 24: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 24/73

Faktor alam dapat berupa keterbukaan di udara. Sementara kerusakan oleh

ulah manusia berupa kegiatan pembomanan dan pemasangan bubu maupun

pembuangan jangkar perahu.

Tabel 7. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Pamanggangang

No Penyebab Kerusakan

Nilai Relatif kerusakan Karang (%) pada Tiap Stasiun

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

1 Bahan Peledak 2 3 4

2 Cyanida 4 4 4

3 Keterbukaan udara 1 0 0

Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah

Dari hasil identifikasi penyebab kerusakan karang di Pulau

Pamanggangang (Tabel 7) nampak bahwa kerusakan terbesar disebabkan

oleh racun cyanida kemudian disebabkan oleh bahan peledak dan kematian

alami karena keterbukaan udara. Kerusakan akibat sianida dapat ditandai

oleh adanya karang yang mati secara utuh di beberapa titik secara meluas.

Pulau ini tanpa pengawasan dari masyarakat sehingga proses pengrusakan

akan tetap berlangsung.

3.4.3 Ikan Karang

Jumlah genera ikan karang yang teramati adalah sebanyak 10

genera, dengan total 41 ekor. Beberapa genera yang mendominasi berasal

dari family Pomacentridae yaitu Abudelduf (19 ekor), Plotosidae (2 ekor) dan

Labridae (6 ekor),. Kesemuanya ini masuk dalam kategori Mayor spesies

Page 25: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 25/73

Sementara untuk spesies indikator hanya ditemukan Chaetodon dan

Pomacanthidae. Untuk Spesies target ditemukan jenis Acanthuridae,

Lutjanidae, Scaridae dan Siganidae.

Beberapa jenis makro alga yang dikenali seperti Padina dijumpai

selama pengamatan. Jenis junceella cukup melimpah, selain akar bahar

Antipathes. Jenis spons penting seperti Callyspongia, Leucetta,

Plakinalopha dan xetospongia juga dijumpai, beberapa ekor kima Tridacna

yang berukuran sedang dan kecil serta teripang hijau Stichopus variegatus.

3.4.4 Kondisi Perairan

Suhu permukaan perairan Pulau Pamanggangang sekitar 29o C

dengan salinitas sebesar 35 ‰. Salinitas yang tinggi mencerminkan musim

kemarau yang panjang dan terjadi penguapan air laut. pH perairan berkisar

antara 8,2 -8,4 dan kandungan TSS perairan 210 ppm termasuk rendah

dibanding dengan yang tercatat di Pulau Saugi dan Pulau satando. Nilai

kecerahan perairan umumnya 2.5-3 m. Sementara kecepatan arus rata-rata

0.21 ± 0.05 m/det dengan arah angin umumnya ke utara.

Page 26: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 26/73

3.5. Pulau Sanane

3.5.1 Keadaan Umum

Pulau sanane terletak di sebelah timur

Pulau Pajenekang dengan lahan daratan

padat dengan pemukiman. Nelayan di

Pulau Sanane umumnya sebagai nelayan

ikan-ikan pelagis menggunakan alat tangkap „Gae” (purse seine).

3.5.2 Kondisi Terumbu Karang

Terumbu karang bertipe fringing reef dengan kondisi keseluruhan

relatif rusak, kecuali pada stasiun 2 dimana persentase karang hidupnya

mencapai 30 %. Artinya hanya stasiun 2 yang memeliki terumbu karang

yang sedang, selain itu telah rusak parah. Tutupan makrobentik didominasi

oleh pasir sebanyak 7-20 persen dan algae sebanyak 2-5 persen. Karang

mati yang telah ditutupi algae cukup tinggi mencapai maksimum 56 persen

sedangkan pecahan karang sekitar 21 -30 persen, namun demikian

pertumbuhan biota lain seperti karang lunak juga turut meningkatkan jumlah

tutupan karang sebanyak 5 persen.

Genera karang yang dominan pada zona ini adalah Porites,

Montipora, Mellipora dan Platygyra. Biota lain yang bisa ditemukan didaerah

ini adalah starfish dan kerang-kerangan seperti kima, lola, dll. Kerang

bivalvia kebanyakan membor kedalam karang masif, baik karang yang masih

hidup maupun karang yang sudah mati.

Page 27: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 27/73

Habitat Tutupan Karang Sta.3. P. Sanane

Kr.keras

20%

Kr.lunak

5%

Algae

3%

Others

2%

Rubble

30%

Kr.mati algae

10%

Kr.mati

10%

Pasir/lumpur

20%

Habitat Tutupan Karang Sta.4 P. Sanane

Kr.keras

5%

Algae

2%

Rubble

21%

Kr.mati algae

56% Kr.mati

8%

Pasir/lumpur

8%

Habaitat Tutupan Karang Sta. 2. P. Sanane

Kr.mati algae

20%

Kr.mati

30%

Algae

4%Others

1%

Pasir/lumpur

10%

Kr.lunak

5%

Kr.keras

30%

Kondisi tutupan karang di Pulau Sanane dapat digambarkam pada

Tabel 8 berikut. Tutupan karang yang disebabkan oleh adanya pecahan

karang dan karang mati tertutup algae menunjukkan adanya proses

perusakan karang akibat perbuatan manusia. Karang mati secara alami

mencapai 8 – 30 persen.

Tabel 8. Prosentase tutupan habitat terumbu karang Pulau Sanane

Lokasi

Station

Tutupan Karang (%)

HC SC

A OT R

S

DC DCA

P. Sanane

1 10 5 3 0 30 7 15 25

2 30 5 4 1 0 10 30 20

3 20 5 3 2 30 20 10 10

4 5 0 2 0 21 8 8 56

Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang

mati tertutup algae

Habitat tutupan karang Sta 1. P. Sanane

Kr.keras

11%

Kr.mati

16%

Pasir/lumpur

7%

Rubble

32%

Kr.lunak

5%

Algae

3%

Kr.mati algae

26%

Gambar 5. Kondisi Tutupan Karang Pulau Sanane

Page 28: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 28/73

Meskipun daerah ini mempunyai karang hidup sampai 30 persen,

namun secara umum kondisinya termasuk kategori rusak. Keadaan ini

disebabkan selain karena faktor alam, faktor kegiatan manusiapun turut

berperan terutama kegiatan pemboman. Hal ini dapat dilihat dari tingginya

persentase karang mati berupa rubble dan DCA yang ada.

Kerusakan karang pada Pulau Sanane umumnya disebabkan oleh

aktifitas pemboman/peledakan, sedangkan faktor lain walaupun ada tapi

tidak terdeteksi saat survei berlangsung. Tabel 9. berikut memaparkan

penyebab kerusakan karang di Pulau Sanane.

Tabel 9. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Sanane

No Penyebab Kerusakan Nilai Relatif (1-4) kerusakan terumbu karang

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

1 Bahan Peledak 4 4 4

2 Cyanida 0 0 0

3 Keterbukaan udara 0 0 0

4 Sedimentasi 0 0 0

Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah

Nampak jelas dari tabel 9 tersebut diatas bahwa kegiatan pemboman

sangat mendominasi penyebab kerusakan terumbu karang di Pulau Sanane.

Hampir tidak ditemukan kerusakan karang sebagai akibat sedimentasi

maupun oleh kondisi alam lainnya.

3.5.3 Ikan Karang

Jumlah genera ikan karang yang teramati adalah sebanyak 7 genera,

dengan total 118 ekor. Beberapa genera yang mendominasi berasal dari

family Pomacentridae yaitu Neopomacentrus (68 ekor), Abudedus (4 ekor),.

Kesemuanya ini masuk dalam kategori Mayor spesies Sementara untuk

Page 29: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 29/73

spesies indikator hanya ditemukan Chaetodon . Untuk Spesies target

ditemukan jenis Acanthuridae, Lutjanidae, Scaridae.

3.5.4. Kondisi Perairan

Suhu permukaan air laut di Pulau Sanane pada saat pengamatan

berkisar 290 C, dengan salinitas sekitar 29-30 %o. pH perairan 8,5 - 8,7,

kandungan rata-rata TSS perairan cukup rendah ±38 ppm, kecerahan

perairan rata-rata 8-9 %. Kecepatan arus rata-rata 0,21 ± 0,05 m/det

dengan arah umumnya ke utara, arus kuat terjadi di daerah selatan dan

barat pulau. Kondisi perairan tersebut sebenarnya sangat mendukung

pertumbuhan terumbu karang, akan tetapi keutuhan ekosistem telah pudar.

Page 30: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 30/73

3.6. Pulau Kulambing

3.6.1 Kondisi Lokasi

Pulau Kulambing

merupakan pulau yang berada

tidakjauh dari pulau satando dan

pulau saugi olehnya itu kondisi

perairannya pun tidak beda jauh

dengan pulau satando dan saugi, yaitu kondisinya keruh. Ini dikarenakan

letaknya yang dekat dengan daratan utama pulau Sulawesi.

3.6.2 Kondisi Terumbu Karang

Terumbu karang umumnya di pulau-pulau kecil bertipe fringing reef ,

namun ada pula yang patch reef. Tapi pada Pulau Kulambing tipe terumbu

fringing reef ini menunjukkan kelandaian yang sama dengan beberapa pulau

lainnya di sekitar zona 2 dari Kepul;auan Spermonde.

Data hasil pengamatan karang di Pulau Kullambing dijumpai terumbu

karang yang baik, hampir mencapai kondisi yang sangat baik dengan kondisi

tutupan karang hidup mencapai 74 persen (Sta. 1). Namun demikian pada

stasiun lain justru tutupan karang hidupnya sangat rendah yakni sekitar 10-

15 %. Rataan terumbu didominasi oleh rubble (sta.2) mencapai 60 persen,

karang mati ditutupi algae (Sta. 3) mencapai 40 persen serta pasir dan

karang mati (sta.2) sekitar 10 – 15 persen.

Page 31: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 31/73

Secara umum komposisi substrat terdiri atas rubble,alga, sponge,

karang hidup dan karang mati serta biota lainnya. Dengan tipe terumbu

fringing reef (karang tepi), jenis karang yang terdapat pada pulau ini terdiri

atas coral massive, coral foliosa dan coral branching dengan beberapa

genera dominan berturut turut adalah : Acropora, Montipora, Echinopora dan

Porites. Komposisi biota asosiasi yang ditemukan dikawasan ini terdiri atas

algae, sponge dan lamun. Selain biota tersebut, ditemukan pula beberapa

jenis teripang dan kima sebagai biota konsumsi dan ekonomis. Kima

dieksploitasi oleh penduduk setempat, baik dijual maupun untuk konsumsi

sendiri.

Walaupun kondisi terumbu umumnya relatif baik di Pulau Kulambing,

namun persentase karang mati akibat alga maupun rubble yang tinggi

dipulau ini mengindikasikan bahwa proses perusakan karang masih terus

berlangsung sebagai akibat kegiatan pemboman maupun aktivitas destructif

lainnya. Tabel 10 berikut disajikan kondisi habitat tutupan karang selama

pengamatan berlangsung.

Tabel 10. Prosentase tutupan habitat terumbu karang Pulau Kulambing

Lokasi

Station

Tutupan Karang (%)

HC SC

A OT R

S

DC DCA

P.

Kulambing

1 74 0 1 1 13 0 4 7

2 15 0 7 0 60 3 5 10

3 10 5 5 0 5 25 10 40

Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang

mati tertutup algae

Page 32: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 32/73

Habitat tutupan Karang Sta1. P. Kullombing

Kr.mati

4%

Kr.mati algae

7%Rubble

13%

Algae

1%

Others

1%

Kr.keras

74%

Habitat tutupan Karang Sta.2 P. Kullombing

Kr.keras

15%

Algae

7%Rubble

60%

Pasir/lump

ur

3%

Kr.mati

5%

Kr.mati

algae

10%

Habitat Tutupan Karang Sta.3 P. Kullombimg

Kr.mati

10%

Kr.mati algae

40%

Pasir/lumpur

25%

Algae

5%

Kr.lunak

5%

Rubble

5%

Kr.keras

10%

Gambar 6. Kondisi Tutupan Habitat Terumbu Karang Pulau Kulambing

Meskipun daerah ini mempunyai karang hidup sampai 74 persen,

namun kematian karang dari hari ke hari pun tinggi akibat kegiatan

pemboman yang terus berlangsung dan sedimentasi. Kerusakan akibat

sedimentasi lebih besar dibanding dengan kegiatan pemboman. Hal ini

disebabkan karena Pulau Kullombing berdekatan dengan daratan utama.

Tabel 11. berikut memaparkan penyebab kerusakan karang di Pulau

Kullombing.

Tabel 11 . Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Kulambing

No Penyebab Kerusakan Nilai Relatif kerusakan Karang (%) pada Tiap Stasiun

1 2 3

1 Bahan Peledak 2 2 2

2 Cyanida 0 0 0

3 Keterbukaan udara 0 0 0

4 Sedimentasi 4 4 4

Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah

Page 33: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 33/73

Dari table11 di atas, nampak bahwa sedimentasi merupakan

penyebab utama kerusakan karang dan selanjutnya disebabkan oleh bahan

peledak. Tingginya persentase sedimentasi di Pulau Kullombing ini diduga

diakibatkan oleh banyaknya muara karena pulau Kullombing berdekatan

dengan daratan utama pulau Sulawesi.

3.6.3 Ikan Karang

Jumlah genera ikan karang yang teramati adalah sebanyak 5 genera,

dengan total 280 ekor. Beberapa genera yang mendominasi berasal dari

family Pomacentridae yaitu Ambyglyhidodon (76 ekor), Neopomacentrus

(47ekor) dan Pomacentrus (55 ekor) dan Neoglyphidon(13 ekor).

Kesemuanya ini masuk dalam kategori Mayor spesies Sementara untuk

Spesies target ditemukan jenis , Lutjanidae, dan Siganidae.

Beberapa jenis makro alga yang dikenali seperti Padina dijumpai

selama pengamatan. Jenis junceella cukup melimpah, selain akar bahar

Antipathes. Jenis spons penting seperti Callyspongia, Leucetta,

Plakinalopha dan xetospongia juga dijumpai, beberapa ekor kima Tridacna

yang berukuran sedang dan kecil serta teripang hijau Stichopus variegatus.

3.6.4 Kondisi Perairan

Suhu permukaan air laut di Pulau Kullombing pada saat pengamatan

berkisar 290 C, dengan salinitas sekitar 35 %o. pH perairan 8,5 - 8,7,

kandungan rata-rata TSS perairan ±38 ppm, kecerahan perairan rata-rata 2,5

m. Kecepatan arus rata-rata 0,21 ± 0,05 m/det dengan arah umumnya ke

utara, arus kuat terjadi di daerah selatan dan barat pulau.

Page 34: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 34/73

3.7. Pulau Samatellu Lompo

3.7.1 Kondisi Lokasi

Pulau Samatellu berada pada

bagian tengah pada kepulauan

Spermonde. Pulau ini dihuni oleh

penduduk yang sebagian besar

berprofesi sebagai nelayan.

Kebanyakan nelayan didaerah ini memiliki bagan perahu. Pulau Samatellu

merupakan salah satu pulau yang berpenghuni yang cukup padat

penduduknya, dengan banyak pepohonan. Terdapat 2 buah dermaga kayu

yang berdekatan terletak di sisi timur laut pulau dimana banyak ditemui

beberapa bongkah karang massive yang terpisah.

Daerah karang di pulau ini tidak terlalu luas, dimana hal ini memberi

sedikit kesulitan saat menentukan posisi untuk pemasangan transek. Hampir

sebagian besar pantainya didahului oleh substrat pasir berlumpur yang

ditumbuhi oleh lamun dan alga dan sebagian berupa rubble (pecahan

karang). Hanya beberapa titik di sisi barat laut dimana masih bisa ditemukan

tubir yang cukup bagus dengan kedalamam karang hingga 10 m. Sedangkan

di sisi tenggara masih terdapat slope yang agak landai hingga kedalaman 12

m.

Page 35: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 35/73

3.7.2 Kondisi Karang

Kondisi karang hidup di Pulau Samatellu Lompo bervariasi, ada yang

sangat bagus, ada pula yang rusak parah. Kondisi yang bagus mencapai 50

- 70 % keutuhan karang hidupnya, akan tetapi di stasiun lain justru tidak

ditemukan karang hidup melainkan karang mati dan pecahan karang yang

cukup tinggi. Rubble (pecahan karang) mendominasi tutupan karang di

pulau Samatellu, terutama pada stasiun 1 sebesar 75 persen dan pada

stasiun 4 sebesar 44 persen. Persentase karang mati tertutup algae juga

relatif tinggi yakni mencapai 21 persen (Sta. 3). Karang mati ini merupakan

indikasi bahwa kerusakan terumbu karang sudah berlangsung cukup lama.

Biota lain yang ditemukan pada daerah ini adalah kima (Tridacnidae).

Masyarakat pulau ini aktif mencari kima (Tridacnidae) sebagai bahan

konsumsi harian, terbukti dari diskusi dengan nelayan yang sedang

mengambil kima dengan menggunakan linggis. Namun demikian masih

dijumpai sejumlah kima yang berukuran kecil (~5-10 cm). Jenis-jenis

avertebrata lainnya seperti teripang dan kerang-kerangan sangat kurang

dijumpai baik di reef top maupun di reef edge. Hal ini kemungkinan akibat

pengambilan biota yang sangat intensif oleh nelayan. Genera karang yang

dominan terdapat pada pulau Samatellu adalah jenis Echinopora kemudian

disusul jenis Acropora, Goniastrea, Favia, Hydnopora, dan Montipora.

Secara umum, habitat tutupan karang di pulau Samatellu dapat dilihat

pada Tabel 12. Tingginya tutupan karang oleh rubble mengindikasikan

banyaknya karang yang hancur sebagai akibat faktor manusia. Sedangkan

Page 36: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 36/73

Habitat tutupan karang Sta.1 P. Samatellu

Kr.mati

15%

Pasir/lump

ur

5% Rubble

75%

Kr.mati

algae

3% Algae

2%

Habitat tutupan karang Sta. 4 P Samatellu

Kr.mati

algae

10%Rubble

10%

Pasir/lumpur

2%

Kr.lunak

6%

Algae

2%Kr.keras

70%

Habitat tutupan karang Sta.1 P. Samatellu

Kr.mati

15%

Pasir/lump

ur

5% Rubble

75%

Kr.mati

algae

3% Algae

2%

karang mati (DC) dan karang mati tertutup algae (DCA) masih dalam

kewajaran.

Tabel 12 . Prosentase tutupan habitat terumbu karang Pulau Samatellu

Lokasi

Station

Tutupan Karang (%)

HC SC

A OT R

S

DC DCA

P. Samatellu

1 0 0 2 0 75 5 15 3

2 54 0 2 0 30 3 5 6

3 7 3 6 0 44 18 9 21

4 70 6 2 0 10 2 0 10

Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang

mati tertutup algae

Habitat tutupan karang Sta 3. P. Samatellu

Kr.mati

algae

19%

Kr.mati

8%

Pasir/lump

ur

17%

Kr.keras

6%Kr.lunak

3%

Algae

6%

Rubble

41%

Gambar 7. Kondisi Tutupan Habitat Terumbu Karang Pulau Samatellu

Page 37: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 37/73

Jumlah pecahan karang (rubble) yang mendominasi substrat tutupan

karang semakin membuktikan bahwa kegiatan pemboman merupakan hal

yang biasa dilakukan oleh penduduk di pulau Samatellu. Tabel 13 berikut

memaparkan penyebab kerusakan karang di Pulau Samatellu.

Tabel 13. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Samatellu

No Penyebab Kerusakan Nilai Relatif kerusakan Karang (%) pada Tiap Stasiun

1 2 3 4

1 Bahan Peledak 4 3 5 1

2 Cyanida 2 2 2 2

3 Jangkar 2 2 3 2

4 Sedimentasi 0 0 0 0

Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah

Dari table 13 diatas, nampak bahwa pemboman merupakan

penyebab utama kerusakan karang dan selanjutnya disebabkan oleh

cyanida. Sementara sedimentasi tidak mempengaruhi kondisi tutupan

karang di Pulau Samatellu, karena Pulau Samatellu berada jauh dari daratan

utama Pulau Sulawesi.

3.7.3 Ikan Karang

Jumlah genera ikan karang yang teramati adalah sebanyak 47

genera, dengan total 856 ekor. Beberapa genera yang mendominasi berasal

dari family Pomacentridae yaitu Amblyglyphidodon (120 ekor), Pomacentrus

(105 ekor) dan Chromis (104 ekor). Untuk ikan ekonomis, sejumlah ikan

Page 38: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 38/73

lencam (Lutjanus dsn Monotaxis) memberi konstribusi kelimpahan yang

besar.

Walapun kondisi terumbu karang disini tidak terlalu bagus, jumlah

genera ikan ekonomis cukup banyak. Termasuk pula masih dijumpai 2 ekor

ikan Napoleon Cheilinus undulatus yang berukuran cukup besar dan 1 ekor

yang masih muda. Ikan spesifik Oxycheilinus celebicus didapatkan dalam

jumlah yang lebih banyak (13 ekor).

Pengamatan pada daerah reef top dilakukan sebanyak 9 titik dan

sejumlah 220 ekor dari 11 spesies rata-rata didapatkan pada setiap titik

pengamatan, terdiri atas 136 ekor kelompok ikan mayor yang didominasi

oleh ikan betok biru Pomacentrus pavo, 21 ekor kelompok ikan indikator

dimana jenis ikan Tangkur Aeoliscus strigatus terlihat agak banyak, serta 62

ekor kelompok ikan target yang diwakili oleh jenis ikan pedang

Hermirhamphus archipelagicus.

Pengamatan pada reef edge dilakukan sebanyak 6 titik, dan rata-rata

jumlah setiap titik pengamatan adalah 222 ekor dengan 44 spesies. Jumlah

ini terbagi atas 146 ekor untuk kelompok ikan mayor yang didominasi oleh

ikan sersan Abudefduf sordidus dan ikan serinding Apogon sp., 26 ekor

kelompok ikan indikator yang didominasi oleh ikan kakatua Scarus frenatus

dan S. dimidiatus, sedangkan 50 ekor lainnya merupakan ikan target yang

didominasi oleh ikan ekor kuning dan pisang-pisang Caesio cuning,

C.lunaris, dan C. Teres.

Berdasarkan hasil pengamatan free sampling pada 3 titik, ditemukan

sedikitnya 49 spesies, dimana kelimpahan mencolok ditemukan untuk jenis

Page 39: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 39/73

ikan ekor kuning Caesio cuning, ikan betok cagak Chromis ternatensis dan

betok srindit C.viridis. Beberapa spesies yang juga melimpah adalah ikan

betok kepala ungu Chrysiptera rollandi, ikan lencam Lutjanus guttatus, dan

ikan khas Oxycheilinus celebicus. Adapun jenis ikan yang hanya sesekali

melintas temasuk diantaranya adalah ikan papakul Balistoides viridescens

yang berukuran besar.

Beberapa jenis makro alga yang dikenali antara lain Padina dan

Valonia dijumpai selama pengamatan. Jenis tali arus Cirripathes dan

junceella cukup melimpah, selain akar bahar Antipathes. Jenis spons

penting seperti Callyspongia, Leucetta, Plakinalopha dan xetospongia juga

dijumpai, beberapa ekor kima Tridacna yang berukuran sedang dan kecil

serta teripang hijau Stichopus variegatus.

3.7.4 Kondisi Perairan

Suhu permukaan air laut di Pulau Samatellu berkisar 290 C, dengan

salinitas sekitar 35 %o. pH perairan 8,5 - 8,7, kecerahan perairan rata-rata

2.5 persen. Kecepatan arus rata-rata 0,06 ± 0,017 m/det dengan arah

umumnya ke utara, arus kuat terjadi di daerah selatan mengarah ke timur.

Page 40: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 40/73

3.8. Pulau Bonto Sua

3.8.1. Kondisi Lokasi

Pulau bontosua merupakan

pulau yang terdekat dengan pulau

badi dimana kondisi perairannya

cukup landai yang terlihat di arah barat

daya hingga utara sangat dangkal

dimana terumbu karangnya nampak dari permukaan . Demikian halnya

dengan arah timur hingga utara nampak sekali gusung gusungnya apalagi

bila kondisi air lagi surut. Penduduk Pulau Bontosua mayoritas nelayan.

3.8.2. Kondisi Terumbu Karang Karang

Kondisi terumbu karang di Pulau Bonto Sua secara umum termasuk

rusak hingga baik. Tutupan karang hidup sebagai indikator antara 18 – 60

%. Kondisi yang baik tutupan karang hidup yang mencapai 60 persen

tercatat pada Stasiun.2. Namun keadaan ini tidak seperti halnya pada

statiun pengamatan yang lain, dimana banyak ditemukan karang mati

tertutup alga yang mencapai 52 persen (Stasiun1) dan pecahan karang

(rubble) yang mencapai 10 persen disetiap stasiun pengamatan.

Substrat utama yang terdapat pada pulau ini terdiri atas pasir, rubble,

karang hidup dan karang mati serta biota lainnya. Dengan tipe terumbu reef

slope, jenis karang yang terdapat pada pulau ini bervariasi yang terdiri atas

coral massive dan coral branching dengan beberapa genera dominan

Page 41: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 41/73

berturut turut adalah : Acropora dan Fungia. Komposisi biota asosiasi yang

ditemukan dikawasan ini terdiri atas algae, sponge dan jumlah ikan yang

melimpah.

Meskipun kondisi terumbu umumnya relatif baik di Pulau Bontosua,

namun persentase karang mati tertutup alga maupun rubble yang tinggi

dipulau ini mengindikasikan bahwa proses perusakan karang masih terus

berlangsung sebagai akibat kegiatan pemboman maupun aktivitas destruksi

lainnya. Tabel 14 berikut menggambarkan kondisi habitat tutupan karang

selama pengamatan di pulau Bontosua.

Tabel 14 . Prosentase tutupan habitat terumbu karang Pulau Bontosua

Lokasi

Station

Tutupan Karang (%)

HC SC

A OT R

S

DC DCA

P. Bontosua

1 18 13 0 8 4 5 0 52

2 60 0 0 0 10 15 5 10

3 40 0 0 0 10 15 5 30

4 30 0 0 0 0 20 10 40

Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang

mati tertutup algae

Habitat Tutupan Karang Sta.1. P. BontoSua

Kr.keras

18%

Kr.mati

algae

52%

Rubble

4%Pasir/lumpur

5%

Others

8%

Kr.lunak

13%

Habitat Tutupan Karang Sta.2. P Bontosua

Rubble

10%

Pasir/lumpur

15%

Kr.mati

5%

Kr.mati

algae

10%

Kr.keras

60%

Gambar 8. Kondisi Tutupan Karang Pulau Bontosua (stasiun 1 dan 2)

Page 42: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 42/73

Habitat tutupan karang Sta. 3 P. BontoSua

Kr.mati

5%

Kr.mati

algae

30%

Pasir/lumpur

15%

Rubble

10%

Kr.keras

40%

Habitat Tutupan Karang Sta.4 P. BontoSua

Kr.mati

algae

40%

Kr.mati

10%

Pasir/lumpur

20%

Kr.keras

30%

Gambar 8. .............Lanjutan (stasiun 3 dan 4)

Kerusakan karang pada Pulau Bontosua umumnya disebabkan

Pemboman/peledakan, cyanida, pengaruh suhu/keterbukaan udara. Tabel

15 berikut memaparkan penyebab kerusakan karang di Pulau Bontosua.

Tabel 15. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Bontosua

No Penyebab Kerusakan Nilai Relatif kerusakan Karang (%) pada Tiap Stasiun

1 2 3

1 Bahan Peledak 3 3 3

2 Cyanida 3 3 3

3 Keterbukaan udara 2 2 2

4 Sedimentasi 0 0 0

Dari table 15 di atas, nampak bahwa peledakan dan racun cyanide

merupakan penyebab utama kerusakan karang dan selanjutnya disebabkan

oleh pengaruh suhu yang terlalu ekstrim. Selain kegiatan pemboman yang

dilakukan oleh para nelayan, kerusakan karang juga sebagai akibat kegiatan

masyarakat diatas rataan terumbu karang. Hal ini dapat dilihat ketika air laut

sedang surut terendah, umumnya anak-anak dan ibu rumah tangga beramai-

ramai membongkar balik karang batu untuk mencari biota yang bernilai

ekonomis seperti teripang, gurita dan kerang yang dapat dijadikan bahan

konsumsi.

Page 43: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 43/73

3.8.3. Ikan karang

Jumlah genera ikan karang yang teramati adalah sebanyak 7 genera,

dengan total 303 ekor. Beberapa genera yang mendominasi berasal dari

family Pomacentridae yaitu , Neopomacentrus (148ekor) dan Abudeduf (16

ekor) . Kesemuanya ini masuk dalam kategori Mayor spesies Sementara

untuk Spesies target ditemukan jenis , Lutjanidae, dan Caesio, Scaridae.

Beberapa jenis makro alga yang dikenali seperti Padina dijumpai

selama pengamatan. Jenis junceella cukup melimpah, selain akar bahar

Antipathes. Jenis spons penting seperti Callyspongia, Leucetta,

Plakinalopha dan xetospongia juga dijumpai, beberapa ekor kima Tridacna

yang berukuran sedang dan kecil serta teripang hijau Stichopus variegatus.

3.8.4. Kondisi Perairan

Suhu permukaan air laut di Pulau Bontosua pada saat pengamatan

berkisar 290 C, dengan salinitas sekitar 30-31 %o. pH perairan 8,5 - 8,7,

kecerahan perairan rata-rata 8-9 %. Kecepatan arus rata-rata 0,06 ± 0,017

m/det dengan arah umumnya ke utara, arus kuat terjadi di daerah selatan

mengarah ke timur.

Page 44: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 44/73

3.9. Pulau Pajenekkang

3.9.1. Kondisi Lokasi

Pulau Pajenekang merupakan

pulau yang penduduknya mayoritas

sebagai nelayan. Pulau Pajenekang

merupakan pulau yang letaknyadekat

dengan pulau badi dimana kondisi

perairannya cukup landai yang terlihat di arah barat hingga utara sangat

dangkal dimana terumbu karangnya nampak dari permukaan .

3.9.2. Kondisi Terumbu Karang

Pertumbuhan karang hidup di Pulau Pajenekkang relatif bagus,

namun karena tutupan karang mati tertutup alganya (45 %) lebih tinggi, maka

karang diwilayah ini termasuk kategori jelek. Luas tutupan karang hidup (20

%) lebih rendah dari pada karang mati yang ditutupi alga (45 %). Substrat

yang mendominasi pulau ini adalah rubble 20-35 persen, pasir 3 persen dan

karang mati 20-25 persen. Hampir tidak ditemukan karang lunak didaerah

ini, populasi alga rendah (2%) dan biota lainnya (3%). Biota lain yang

ditemukan diantaranya adalah : starfish dan Crown ot thorn yang merupakan

pemangsa polip karang.

Persentase tutupan rubble (pecahan karang) dan karang mati yang

tinggi kemungkinan disebabkan penggunaan bahan peledak dan

penambangan karang oleh nelayan. Sebagian penduduk pulau ini diketahui

Page 45: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 45/73

Habitat Tutupan Karang Sta 2 P. Pajenekkang

Kr.mati

algae

20%

Kr.mati

20%

Pasir/lumpur

3%

Rubble

35%

Algae

2%

Kr.keras

20%

sebagai pengguna bahan peledak dalam aktivitas mereka sebagai nelayan.

Hasil pengamatan terhadap persentase penutupan karang di Pulau

Pajenekkang, dapat dilihat tabel 16 berikut ini.

Tabel 16. Persentase tutupan habitat terumbu karang Pulau Pajenekkang

Lokasi

Station

Tutupan Karang (%)

HC SC

A OT R

S

DC DCA

P.

Pajenekkang

1 20 0 2 3 30 0 0 45

2 20 0 2 0 35 3 20 20

3 20 0 0 0 20 5 25 30

Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang

mati tertutup algae

Habitat tutupan karang Sta 1. P. Pajenekkang

Kr.mati

algae

45%

Rubble

30%

Algae

2%

Others

3%

Kr.keras

20%

Habitat tutupan Karang Sta.3 P. Pajenekkang

Kr.mati

algae

30%

Kr.mati

25%

Pasir/lumpur

5%

Rubble

20%

Kr.keras

20%

Gambar 9. Kondisi Tutupan Karang Pulau Pajenekkang

Page 46: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 46/73

Kerusakan karang pada Pulau Pajenekkang umumnya disebabkan

Pemboman/peledakan dan cyanida. Tabel 17 berikut memaparkan penyebab

kerusakan karang di Pulau Pajenekkang.

Tabel 17. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Pajenekkang

No Penyebab Kerusakan Nilai Relatif kerusakan Karang (%) pada Tiap Stasiun

1 2 3

1 Bahan Peledak 3 3 3

2 Cyanida 3 3 3

3 Keterbukaan udara 0 0 0

4 Sedimentasi 0 0 0

Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah

Dari tabel diatas, nampak bahwa peledakan dan racun cyanide

merupakan penyebab utama kerusakan. Selain kegiatan pemboman yang

dilakukan oleh para nelayan, kerusakan karang juga sebagai akibat kegiatan

masyarakat diatas rataan terumbu karang pada saat air laut sedang surut

dimana masyarakat sering membongkar balik karang batu untuk mencari

ikan dan kerang yang dapat dijadikan bahan konsumsi.

3.9.3. Ikan Karang

Beberapa genera yang mendominasi berasal dari family

Pomacentridae yaitu , Neopomacentrus dan Abudeduf. Kesemuanya ini

masuk dalam kategori Mayor spesies Sementara untuk Spesies target

ditemukan jenis , Lutjanidae, dan Caesio, Scaridae.

Beberapa jenis makro alga yang dikenali seperti Padina

dijumpai selama pengamatan. Jenis junceella cukup melimpah, selain akar

Page 47: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 47/73

bahar Antipathes. Jenis spons penting seperti Callyspongia, Leucetta,

Plakinalopha dan xetospongia juga dijumpai, beberapa ekor kima Tridacna

yang berukuran sedang dan kecil serta teripang hijau Stichopus variegatus

3.9.4. Kondisi Perairan

Suhu permukaan air laut di Pulau Pajenekkang berkisar 290 C,

dengan salinitas sekitar 30-31 %o. pH perairan 8,5 - 8,7, kecerahan perairan

rata-rata 8-9 %. Kecepatan arus rata-rata 0,06 ± 0,017 m/det dengan arah

umumnya ke utara, arus kuat terjadi di daerah selatan mengarah ke timur.

Page 48: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 48/73

3.10. Pulau Badi

3.10.1. Kondisi Lokasi

Pulau Badi dihuni oleh 407

Kepala Keluarga (KK) atau sebanyak

1.803 jiwa. Mata pencaharian

penduduk sebagian besar adalah

sebagai nelayan, sekitar 10 persen

berprofesi sebagai pedagang hasil laut dan pengusaha sarana transportasi

untuk mendistribusikan hasil tangkapan nelayan. Umumnya sektor

perdagangan hasil laut ini dilakukan oleh pedagang pengumpul (pabalolang).

Aktivitas penjualan karang dan perahu juga dapat dimasukkan ke dalam

kategori pedagang. Pemanfaatan terumbu karang sebagai daerah

tangkapan menggunakan pancing, terutama ikan-ikan karang target.

3.10.2. Kondisi Terumbu Karang

Pulau Badi dikelilingi oleh terumbu karang bertipe fringing reef

(terumbu tepi), tetapi pada sisi timurnya keberadaan terumbu makin

berkurang. Hal ini diakibatkan oleh laju sedimentasi pasir karang yang lebih

dominan di daerah ini. Pada tiga sisi utara, barat dan selatannya,

pertumbuhan terumbu karang cukup bagus. Faktor pendukung utama

pertumbuhan terumbu pulau ini adalah adanya penetrasi cahaya matahari

(kecerahan) perairan yang tinggi, dan sirkulasi air yang cukup baik. Karang

Page 49: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 49/73

keras didominasi oleh genera Acropora baik pada daerah tubir maupun

daerah slope

Dari hasil pemantauan dan pengukuran kondisi terumbu karang

tercatat bahwa terumbu karang pada sisi selatan Pulau Badi relatif bagus,

dimana tutupan karang hidup mencapai 43 persen. Secara rinci, kondisi

tutupan karang di Pulau Badi dapat dilihat pada tabel 18 berikut ini.

Tabel 18. Persentase tutupan habitat terumbu karang Pulau Badi

Lokasi

Station

Habitat Tutupan Karang (%)

HC SC

A OT R

S

DC DCA

P. Badi

1 43 9 0 0 19 6 4 38

2 30 0 0 0 10 0 20 40

3 40 0 0 0 10 20 10 20

4 20 0 0 0 20 20 10 30

Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Dead Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang

mati tertutup algae

Dari hasil pengukuran transek dan pemantauan dengan metode

RRA, kondisi terumbu karang tergolong „sedang hingga baik‟, dengan nilai

tutupan antara 20 – 43 persen karang hidup. Namun demikian, pertumbuhan

biota lain seperti alga turut meningkatkan jumlah tutupan substrat yang diikuti

oleh karang mati tertutup algae (DCA) sebanyak 20-40 persen dan pecahan

karang mati (Rubble) sebanyak 10-20 persen. Pada stasiun pengamatan

didaerah ini tidak ditemukan karang lunak sebagai komponen penyusun

substrat.

Page 50: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 50/73

Habitat Tutupan Karang Sta.2 P.Badi

Kr.mati algae

40%

Kr.keras

30%

Rubble

10%Kr.mati

20%

Habitat Tutupan Karang Sta.1 P.Badi

Kr.mati algae

32%

Kr.keras

36%

Kr.lunak

8%Rubble

16%

Kr.mati

3%Pasir/lumpur

5%

Habitat Tutupan Karang Sta.4 P. Badi

Kr.keras

20%

Rubble

20%

Pasir/lumpur

20%

Kr.mati

10%

Kr.mati algae

30%

Gambar 10. Prosentase tutupan habitat terumbu karang Pulau Badi

Meskipun masyarakat nelayan pulau Badi bukanlah pembom, namun

kerusakan karang yang dominan di pulau ini terjadi akibat keracunan cyanida

dan pembuangan jangkar. Tabel 19 berikut adalah identifikasi perusakan

karang di Pulau Badi.

Tabel 19. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau Badi

No Penyebab Kerusakan Tingkat kerusakan (%) pada Tiap Stasiun

1 2 3

1 Cyanida 2 2 2

2 Jaring 2 2 2

3 Jangkar 2 2 2

Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah

Habitat Tutupan Karang Sta. 3 P. Badi

Kr.keras

40%

Pasir/lumpur

20%

Kr.mati

10%

Kr.mati algae

20%

Page 51: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 51/73

3.10.3. Ikan Karang

Hasil pengamatan daerah reef top diperoleh 75 ekor kelompok ikan

mayor yang didominasi oleh Halichoeres chloropterus, 5 ekor kelompok ikan

indikator berupa ikan papakul Rhinechanthus verrucosus dan 40 ekor ikan

target yang didominasi oleh ikan lencam bidadari Pentapodus sp.

Adapun hasil pengamatan pada daerah reef edge diperoleh 305 ekor

kelompok ikan mayor terutama dari jenis ikan betok cagak Chromis

ternatensis dan sersan mayor Abudefduf vaigiensis, 34 ekor kelompok ikan

indikator yang didominasi ikan kakatua Scarus capistratoides dan 195 ekor

kelompok ikan target yakni ikan pisang-pisang Caesio teres.

3.10.4. Kondisi Perairan

Suhu permukaan air laut di Pulau Pajenekkang berkisar 300 C,

dengan salinitas sekitar 31 %o. pH perairan 8,5 - 8,7, kecerahan perairan

rata-rata 8 %. Kecepatan arus rata-rata 0,06 ± 0,017 m/det dengan arah

umumnya ke utara, arus kuat terjadi di daerah selatan mengarah ke timur.

Page 52: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 52/73

3.11. Pulau Kondongbali

3.11.1. Keadaan Lokasi

Pulau kondongbali merupakan

pulau berpenduduk besar yang

ditumbuhi oleh banyak pepohonan

rindang. Sebuah dermaga kayu yang

panjang berada di sisi timur pulau

melintasi daerah lamun yang agak sempit. Agak ke selatan hingga ke arah

barat merupakan hamparan pasir dan karang (reef flat) yang amat luas dan

dangkal dengan beberapa mini patch reef, menjadi daerah perangkap bagi

perahu bermesin pada keadaan air laut sedang surut. Menuju daerah tubir,

terdapat beberapa alur berkelok diantara karang-karang massive menyerupai

aluran sungai di darat. Hamparan yang sama juga terdapat di sisi utara

pulau, walau tidak seluas di selatan. Disisi ini lebih cenderung ditumbuhi oleh

lamun.

Pada umumnya, penduduk di Pulau KondongBali berprofesi sebagai

nelayan dan pedagang pengumpul. Beberapa kelompok nelayan

mempunyai kegiatan melakukan pembesaran teripang (Holothuridae) dan

ikan baronang (Siganus) dalam jaring.

3.11.2. Kondisi Terumbu Karang

Tipe terumbu karang pada daerah ini adalah karang tepi (fringing

reef), pada daerah ini hidup berbagai jenis ikan karang dan algae.

Page 53: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 53/73

Beberapa algae yang hidup pada habitat ini diantaranya Padina, Turbinaria,

Gracillaria dan Gelidium. Jenis-jenis karang yang tercatat pada Pulau

Kondong Bali adalah : Favia, Goniastrea, Lobophyllia corymbosa dan Porites

(massive).

Kondisi terumbu karang di pulau ini sangat memprihatinkan hingga

kategori sedang. Tutupan karang hidup terendah mencapai 5 % hingga 47

%. Karang mati dan pecahan karang mati lebih mendominasi di beberapa

titik terumbu karang yaitu sekitar 55 %. Secara keseluruhan tutupan karang

mati tertutupi alga relatif sedikit mencapai 4-10 % dan rubble 20-24%.

Bentuk-bentuk karang keras yang dominan ditemukan di sisi baratnya adalah

bentuk foliosa dari genus Montipora, kemudian branching dari jenis

Acropora dan Porites cylindrica.

Tabel 20. Persentase tutupan habitat terumbu karang Pulau KondongBali

Lokasi

Station

Tutupan Karang (%)

HC SC

A OT R

S

DC DCA

P.

KondongBali

1 5 10 10 0 20 0 55 10

2 15 10 0 0 20 0 50 5

3 47 2 0 0 24 0 23 4

Keterangan : HC = Hard Coral / karang keras SC = Soft Coral / karang lunak OT = Others / Biota lain R = Rubble/ pecahan karang S = Sand / pasir DC = Died Coral/karang mati A = Algae DCA = Dead Coral Algae / karang

mati tertutup algae

Kondisi tutupan karang di Pulau KondongBali dapat dijelaskan pada

Gambar 20. Tutupan karang yang disebabkan oleh adanya pecahan karang

mati dan karang mati tertutup algae menunjukkan adanya proses perusakan

karang akibat perbuatan manusia dan kematian alami.

Page 54: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 54/73

Tutupan Habitat Sta. 1 P.Kondongbali

Kr.mati

50%

Kr.mati algae

9%Kr.keras

5%Kr.lunak

9%

Algae

9%

Rubble

18%

Tutupan Habitat Sta. 2 P.Kondongbali

Kr.mati

50%

Rubble

20%

Kr.lunak

10%

Kr.keras

15%

Kr.mati

algae

5%

Tutupan Habitat Sta.3 P. Kondobali

Kr.mati

23%

Rubble

24%Kr.lunak

2%

Kr.keras

47%

Kr.mati algae

4%

Gambar 11. Kondisi Tutupan Habitat Terumbu Karang Pulau Kondongbali

Kerusakan karang pada Pulau KondongBali umumnya disebabkan

oleh cyanida, aktifitas pemboman/peledakan dan kerusakan karang akibat

keterbukaan keterbukaan udara . Secara lengkap, penyebab kerusakan

karang di Pulau KondongBali dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Identifikasi penyebab kerusakan terumbu karang Pulau

KondongBali

No Penyebab Kerusakan Nilai Relatif kerusakan Karang pada Tiap Stasiun

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

1 Bahan Peledak 4 4 3

2 Cyanida 3 3 3

3 Keterbukaan udara 0 0 4

Keterangan : 1. Rusak ringan ; 2. rusak sedang ; 3. rusak banyak 4. rusak parah

Nampak jelas dari table 21 tersebut diatas bahwa kegiatan

pemboman masih mendominasi penyebab kerusakan terumbu karang di

Pulau Kondongbali, kemudian akibat penggunaan bahan beracun cyanide.

Page 55: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 55/73

Keterbukaan udara khusus terjadi pada sisi utara pulau, diama bila terjadi

surut terendah pada bulan purnama dan bulan baru / akhir bulan.

3.11.3. Ikan Karang

Pengamatan untuk daerah fringing reef yang dilakukan pada 3 stasiun

memberikan indikasi kelimpahan ikan karang pada zona ini. Berdasarkan

pembagian kelompok ikan, kelompok ikan mayor mendominasi 3 stasiun

pengamatan, kemudian disusul ikan indikator dan terakhir adalah kelompok

ikan target.

Pada stasiun 1, terlihat sejumlah ikan mayor sebanyak 56 ekor

termasuk jenis ikan lele laut (Plotolus sp). Selanjutnya ikan kakatua

(Scarus sordisus ) sebanyak 18 ekor sebagai kelomp[ok ikan indikator dan

12 ekor berikutnya adalah ikan target jenis ikan ikan pakol (Acanthurus sp).

Pada Stasiun kedua daerah fringing reef ini menyimpan makro-alga

Caulerpa yang sangat berlimpah, bercampur dengan Halimeda dalam areal

yang cukup luas. Pengamatan ikan karang pada zona ini terdapat ikan

sejumlah 241 ekor masuk dalam kelompok ikan mayor dimana cenderung

didominasi oleh ikan betok Chromis lepidolepis, 31 ekor merupakan

kelompok ikan indikator dimana Scarus frenatus lebih banyak jumlahnya,

sedangkan 67 ekor dari kelompok ikan target didominasi oleh ikan ekor

kuning Caesio cuning beserta C. Lunaris. Disamping itu beberapa ekor ikan

target lainnya yang dijumpai dalam jumlah besar adalah ikan lencam bergaris

Lutjannus kasmira dan ikam barakuda Sphyraena barracuda.

Page 56: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 56/73

Pengamatan pada stasiun 3 terhitung sekitar 62 spesies ikan yang

dijumpai. Spesies ikan yang didapatkan melimpah seperti biasa adalah ikan

betok cagak Chromis ternatensis dan betok srindit C. Viridis , disamping jenis

ikan yang masih satu family dengan ikan kerapu yaitu Anthias sp dan

Pseudanthias sp. Ikan Zebrasoma scopas cukup banyak pula ditemukan,

selain ikan pakol garis Acanthurus lineatus yang bergerombol disisi barat

dekat dari keramba tancap. Pengamatan disebelah barat kedalaman karang

hanya sampai 5 m saja dan kedalaman ini cenderung tetap hingga menjauh

dari pantai sampai didapatkan pasir.

Pada bagian timur, kedalaman karang mencapai 10 – 12 m, dimana

hampir sebagian besar penutupan bentiknya didominasi oleh karang lunak

Xenia dan Caulerpa. Biota lainnya seperti spons Aplysinella, akar bahar

Antipathes, tali arus Cirripathes, gorgonian Melithaea, dan kima Tridacna

sempat pula teramati selama pengamatan di pulau ini.

3.11.4. Kondisi Perairan

Suhu permukaan air laut di pulau Kondongbali pada saat pengamatan

berkisar 290 C, dengan salinitas sekitar 35%o. pH perairan 8,5 - 8,7,

kandungan rata-rata TSS perairan ±38 ppm jauh lebih rendah dibanding

Pulau Saugi dan P. Satando, demikian pula kecerahan perairan rata-rata 20

m kedalaman vertikalnya . Kecepatan arus rata-rata 0,05 ± 0,007 m/det

dengan arah umumnya ke timur, arus kuat terjadi di daerah selatan

mengarah ke timur.

Page 57: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 57/73

3.12. Rangkuman Kondisi Terumbu Karang

Dari 35 titik penyelaman di beberapa lokasi pulau, 20 titik ( 57 %)

dalam kondisi rusak parah, hanya 6 titik (20%) dalam kondisi sedang dan 7

titik (20 %) dalam kondisi baik, sebaliknya tidak terdapat terumbu karang

dalam kondisi sangat baik (Gambar 14). Faktor penyebab kerusakan

terumbu karang terutama karena sedimentasi dan percampuran massa air

tawar dari sungai untuk daerah terdekat dengan daratan utama. Sedangkan

pemboman dan pembiusan merupakan penyebab utama kerusakan terumbu

karang pada daerah yang jauh dari daratan uatam terutama pada zona 2

(zona dalam), zona 3 (zona tengah) dan zona 4 (zona luar)

0

25

50

75

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35

Gambar 12. Prosentase tutupan karang hidup dari semua titik penyelaman

Page 58: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 58/73

BAB IV.

KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

4.1. KESIMPULAN

1. Kondisi terumbu Pulau-Pulau Pangkep (Spermonde) tergolong „rusak,

sedang hingga baik‟. Lebih dari 50 % terumbu karang dalam kondisi

rusak, sementara hanya 20 % terumbu karang dalam kondisi baik.

Kondisi terumbu karang yang baik menyebar pada masing-masing

pulau dibarengi dengan tutupan karang bervariasi.

2. Penyebab kerusakan terumbu karang pada daerah pulau yang

berdekatan dengan daratan utama adalah sedimentasi, sementara

hampir semua pulau telah mengalami kerusakan akibat

penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) berupa

pemboman, pembiusan, trawl dan pengambilan abalone.

3. Tingkat kualitas air (kecerahan) untuk kehidupan binatang karang

cukup rendah pada daerah pulau terdekat dengan daratan utama

(zona 1 = pinggir), sementara semakin ke arah laut lepas (zona 2,3,

dan 4) kondisi kualitas perairan cukup baik untuk pertumbuhan biota-

biota terumbu karang.

Page 59: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 59/73

4.2. SARAN

1. Perlu dilakukan pengelolaan secara komprehensif terhadap terumbu

karang di gugusan pulau-pulau Kecamatan Liukang Tuppabiring

dengan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama, sehingga

kerusakan terumbu karang dapat diatasi dan sumberdaya hayati

dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

2. Perhatian pemerintah dan semua pihak yang terkait sangat

dibutuhkan dalam mengatasi ancaman pengrusakan terumbu karang

terutama penegakan hukum terhadap pelaku pengrusak lingkungan

akibat penggunaan alat tangkap ikan illegal (bom, pembiusan, trawl,

pengambilan abalone).

3. Perlu diantisipasi dan dipikirkan pekerjaan alternatif bagi masyarakat,

terutama alat penangkap ikan yang legal, produktif dan ramah

lingkungan, sebab keluhan utama masyarakat belum ada alat tangkap

yang seproduktif bom dan trawl.

4. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya yang sifatnya

berkesinambungan untuk mengkaji berbagai aspek yang berkaitan

dengan pelestarian ekonomi terumbu karang, sehingga secara dini

dapat mengatasi kerusakan yang akan terjadi.

5. Perlu ada upaya pendekatan penyadaran masyarakat terhadap

keberlanjutan sumberdaya ikan karang dan lingkungannya.

Page 60: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 60/73

4.3. REKOMENDASI

1. Kondisi terumbu karang saat penelitian masih terdapat beberapa yang

masih dalam kondisi baik, sementara aktivitas pengrusakan (bom,

bius, trawl, pengambilan abalone) berjalan terus, sehingga pemda

perlu segeramengambil langkah cepat dalam penyelematan terumbu

karang melalui pembentukan daerah perlindungan laut.

2. Pembentukan daerah perlindungan laut harus dilakukan dengan basis

masyarakat, untuk mengantisipasi kegagalan seperti yang sudah

terjadi di berbagai lokasi lain.

3. Rekomendasi prioritas lokasi dpl (daerah perlindungan laut) di Pulau

Badi (barat-utara), Bontosua (barat daya – utara), Satando (Utara

dekat menara) dan Samatello (utara) serta masyarakat sudah

berpastisipasi aktif dalam menjaganya.

4. Masyarakat menyadari akibat jangkar terhadap karang sehingga

mereka meminta perhatian pemerintah untuk membuatkan pelampung

tambat sehingga tidak perlu lagi membuang jangkar.

Page 61: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 61/73

REFERENSI

COREMAP – PSTK, 2002. Laporan Akhir Penilaian Ekosistem Kepulauan

Spermonde, Kabupaten Pangkep Propinsi Sulawesi Selatan. 191 hal. Dan lamp. PSTK-Unhas, SulSel, Indonesia

English, S., Wilkinson, C., and Baker, V. 1994. Survey Manual for Tropical

Marine Resources. Australian Institute of Marine Science. Townsville. Hutabarat, S. dan Stewart, M.E., 1986. Pengantar Oseanografi.

Universitas Indonesia Press. Jakarta. Jompa, J., Husain, A. A., Moka, W. dan Yliantri, A.R. , 2004. Potensi

Ekosistem Terumbu Karang di Sulawesi Selatan. Makalah dalam Seminar Perhimpunan Biologi Indonesia. Makassar.

Klerk, L. G. de., 1983. Zeespigel Riffen en Kustflakten in Zuiwest Sulawesi,

Indonesia, PhD Thesis Utrecht Netherland. Mannual – CRITC, 2001. Project Management Office (PMO). Coremap.

Jakarta. Moll, H,. 1983. Zonation and Diversity of Reefs off S.W. Sulawesi, Indonesia.

Thesis Univ. Leiden. Nybakken, J. W., 1988. Marine Biologi, an Ecological Approach. Harper and

Row Publisher, New York. 514 pages. Rauf, A., Yusuf, K. dan Ihsan, 2003. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh

Dalam Pemantauan Tingkat Kerusakan Terumbu Karang Di Kepulauan Sangkarang, Sulawesi Selatan. Laporan Akhir Penelitian Dasar. Fakultas Perikanan dan Kelautan.

Soedharma, D. , dan Kawaroe, M., 2005. Strategi Pengelolaan Ekosistem

Terumbu Karang dan Mangrove untuk Menunjang Kestabilan Ekosistem Bahari Di Perairan Sulwesi Selatan dan Barat. Makalah dalam Seminar Nasional Makassar Maritime Meeting. Makassar.

Suharsono. Siswandono., Adrim, M., 1995. Identifikasi Sumberdaya Alam

Pulau Kapoposang, Sulawesi Selatan. Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Kepulauan Spermonde Yang Berkelanjutan Kerjasama LIPI – UNHAS dan YASINDO. Makassar.

Page 62: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 62/73

Lampiran 1. Jadwal kegiatan penelitian

No Jenis Kegiatan Bulan I Bulan II

1 Persiapan X

2 Survey pendahuluan X

3 Pengambilan data di P. Satando & sekitarnya

XX

4. Pengambilan data di P. Pajenekang & sekitarnya

X

5. Pengambilan data di P. Kondongbali & sekitarnya

X

6 Analisis Data XX

7. Penyusunan Laporan awal X

8. Seminar X

9. Penyusunan laporan akhir XXX

10 Perbaikan laporan X

11. Penggandaan Laporan X

Page 63: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 63/73

Lampiran 2. Data hasil survei lapangan

LOKASI

ULANGAN

KOORDINAT

Kerusakan Terumbu Karang

Kr. hidup Rubble Kr.mati DCA

SISI Penyebab Nilai

relatif

Pulau Saugi 1 04 46 80.5 // 119 27 31.8 sedimentasi 4 50 5 5 20

2 sedimentasi 4 0 60 0 10

3 04 46 15.6 // 119 24 33.6 sedimentasi 4 74 4 4 10

Pulau Satando 1 04 46 17.5 // 119 25 20.8 sedimentasi 4 10 0 0 25

2 04 46 36.4 // 119 25 40.11 sedimentasi 4 10 5 0 25

3 04 47 08.5 // 119 25 22.6 sedimentasi 4 30 0 0 15

4 04 47 17.9 // 119 26 39.4 sedimentasi 4 59 0 0 20

Pulau Kullombing 1 04 47 36.4 // 119 25 50.6 sedimentasi 4 74 13 4 7

2 04 47 25.2 // 119 25 32.5 sedimentasi 4 15 60 5 10

10 5 10 40

3 04 47 05.2 // 119 25 28.3 sedimentasi 4 40 10 30 15

Pulau Pamanggangang 1 04 41 21.2 // 119 07 13.7 cyanida 4 15 10 40 5

peledakan 2

2 04 41 04.4 // 119 07 18.3 cyanida 4 18 6 7 57

peledakan 3 25 20 30 5

keterbukaan udara 1

3 04 01 08.9 // 119 07 06.5 cyanida 4 15 15 45 25

peledakan 3

Pulau Kondongbali 1 04 42 58.2 // 119 03 54.5 cyanida 3 5 20 55 10

peledakan 4

2 04 42 23.5 // 119 04 12.4 cyanida 3 15 20 50 5

peledakan 4

3 04 42 36.3 // 119 03 35.0 cyanida 3 47 24 23 4

peledakan 3

sinar matahari 4

Page 64: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 64/73

Lampiran 2. ………. lanjutan Pulau Sanane 1 04 57 03.1 // 119 20 25.4 peledakan 4 10 30 15 25

30 0 30 20

2 04 56 54.2 // 119 20 13.8 peledakan 4 20 30 10 10

3 04 56 34.0 // 119 20 22.4 peledakan 4 5 21 8 56

20 15 10 30

Pulau Sonatellu 1 04 42 06.2 // 119 19 37.9 peledakan 4 0 75 15 3

cyanida 2

jangkar 2

2 04 42 09.8 // 119 19 47.5 peledakan 3 54 30 5 6

jangkar 2

3 04 42 03.4 // 119 19 40.3 peledakan 4 7 44 9 21

4 04 42 04.1 // 119 19 42.8 peledakan 1 70 10 0 10

Pulau Bonto sua 1 04 55 23.2 // 119 18 58.3 peledakan 2 18 4 0 52

cyanida 3 60 10 5 10

2 04 55 23.0 // 119 18 58.0 peledakan 2 40 10 5 30

cyanida 2

3 04 55 16.2 // 119 19 02.0 cyanida 2 30 0 10 40

keterbukaan udara 2

Pulau Pajenekkang 1 04 57 52.6 // 119 19 24.8 peledakan 3 20 30 0 45

cyanida 3

2 04 58 08.2 // 119 19 20.1 peledakan 2 20 35 20 20

cyanida 2 11 9 26 38

3 04 58 12.4 // 119 19 19.5 peledakan 2 20 20 25 30

cyanida 2

Pulau Badi 1 04 58 01.3 // 119 16 54.3 cyanida 2 43 19 4 38

30 10 20 40

2 04 58 02.1 // 119 16 55.4 cyanida 2 40 10 10 20

jaring 2

3 04 58 02.1 // 119 16 55.4 cyanida 2 20 20 10 30

jangkar 2

Page 65: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 65/73

Lampiran 3. Kondisi oseanografi perairan Kep. Spermonde 2006

LOKASI ULANGAN

KOORDINAT Tipe terumbu Suhu Salinitas Kecerahan SISI

Pulau Saugi 1 04 46 80.5 // 119 27 31.8 fringing reef 28 35 2

2 fringing reef 28 35 2

3 04 46 15.6 // 119 24 33.6 fringing reef 28 35 2

Pulau Satando 1 04 46 17.5 // 119 25 20.8 fringing reef 29 35 2

2 04 46 36.4 // 119 25 40.11 fringing reef 29 35 2

3 04 47 08.5 // 119 25 22.6 fringing reef 29 35 2

4 04 47 17.9 // 119 26 39.4 fringing reef 28 35 2

Pulau Pamanggangang 1 04 41 21.2 // 119 07 13.7 fringing reef 29 35 4

2 04 41 04.4 // 119 07 18.3 fringing reef 29 35 7

3 04 01 08.9 // 119 07 06.5 fringing reef 29 35 7

Pulau Kondongbali 1 04 42 58.2 // 119 03 54.5 fringing reef 29 35 12

2 04 42 23.5 // 119 04 12.4 fringing reef 29 35 12

3 04 42 36.3 // 119 03 35.0 fringing reef 29 35 10

Pulau Sanane 1 04 57 03.1 // 119 20 25.4 reef crest 29 30 8

reef slope

2 04 56 54.2 // 119 20 13.8 reef crest 29 29 8

3 04 56 34.0 // 119 20 22.4 reef crest 29 30 9

Pulau Kullombing 1 04 47 36.4 // 119 25 50.6 fringing reef 29 35 7

2 04 47 25.2 // 119 25 32.5 fringing reef 29 35 9

3 04 47 05.2 // 119 25 28.3 fringing reef 29 35 9

Pulau Samatellu 1 04 42 06.2 // 119 19 37.9 fringing reef 29 35 9

2 04 42 09.8 // 119 19 47.5 fringing reef 29 35 10

3 04 42 03.4 // 119 19 40.3 fringing reef 29 35 8

4 04 42 04.1 // 119 19 42.8 fringing reef 29 35 7

Pulau Bonto sua 1 04 55 23.2 // 119 18 58.3 reef crest 29 31 8

reef slope 29

2 04 55 23.0 // 119 18 58.0 reef slope 29 30 9

3 04 55 16.2 // 119 19 02.0 reef crest 29

Page 66: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 66/73

Lampiran 3. ……………lanjutan

LOKASI ULANGAN

KOORDINAT Tipe terumbu Suhu Salinitas Kecerahan SISI

Pulau Pajenekkang 1 04 57 52.6 // 119 19 24.8 reef crest 29 30 7

2 04 58 08.2 // 119 19 20.1 reef crest 29 30 8

reef slope 29

3 04 58 12.4 // 119 19 19.5 reef crest 29 30 8

reef slope

Pulau Badi 1 04 58 01.3 // 119 16 54.3 reef crest 30 31 8

2 04 58 02.1 // 119 16 55.4 reef slope 30 31 8

3 04 58 02.1 // 119 16 55.4 reef crest 30 31 8

reef slope

Page 67: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 67/73

Lampiran 4. Kelimpahan organisme lain (asosiasi terumbu karang)

LOKASI

ULANGAN

KOORDINAT Taxa dominan

Kelimpahan Biota asosiasi

SISI Biota Nilai relatif

Pulau Saugi 1 04 46 80.5 // 119 27 31.8 Porites, Acropora algae 2

hydroid 2

2 no coral' algae 2

hydroid 2

3 04 46 15.6 // 119 24 33.6 coral encrusting algae 1

coral massive hydroid 1

Pulau Satando 1 04 46 17.5 // 119 25 20.8 coral branching algae 3

sponge 2

2 04 46 36.4 // 119 25 40.11 coral branching algae 2

sponge 3

3 04 47 08.5 // 119 25 22.6 coral branching

4 04 47 17.9 // 119 26 39.4 algae, OT, ikan 1

Pulau Pamanggangang 1 04 41 21.2 // 119 07 13.7 coral massive algae 1

coral branching sponge 1

kima 2

2 04 41 04.4 // 119 07 18.3 coral massive algae 1

coral branching sponge 1

kima 2

3 04 01 08.9 // 119 07 06.5 coral massive algae 1

coral branching sponge 1

coral berlendir kima 2

Pulau Kondobali 1 04 42 58.2 // 119 03 54.5 coral massive algae 3

coral branching

2 04 42 23.5 // 119 04 12.4 coral branching kelimpahan ikan 2

3 04 42 36.3 // 119 03 35.0 coral branching kelimpahan ikan 2

coral foliose

Pulau Sanane 1 04 57 03.1 // 119 20 25.4 coral massive algae 3

coral branching kelimpahan ikan 2

Page 68: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 68/73

Lampiran 4. ……….Lanjutan

LOKASI

ULANGAN

KOORDINAT Taxa dominan

Kelimpahan Biota asosiasi

SISI Biota Nilai relatif

2 04 56 54.2 // 119 20 13.8 coral branching algae 3

sponge 2

kelimpahan ikan 2

3 04 56 34.0 // 119 20 22.4 coral branching algae 3

brain coral sponge 3

kelimpahan ikan 2

Pulau Kullombing 1 04 47 36.4 // 119 25 50.6 coral massive algae 1

sponge 1

lamun 1

2 04 47 25.2 // 119 25 32.5 coral massive algae 1

coral branching sponge 1

lamun 1

3 04 47 05.2 // 119 25 28.3 coral massive algae 1

coral branching sponge 1

lamun 1

Pulau Sonatellu 1 04 42 06.2 // 119 19 37.9 coral branching algae 1

2 04 42 09.8 // 119 19 47.5 coral massive algae 1

coral branching

3 04 42 03.4 // 119 19 40.3 coral branching algae 2

coral massive

4 04 42 04.1 // 119 19 42.8 coral massive algae 1

coral tabulate

coral foliose

coral fungia

Pulau Bonto sua 1 04 55 23.2 // 119 18 58.3 coral branching algae 4

coral fungia kelimpahan ikan 3

2 04 55 23.0 // 119 18 58.0 acropora kelimpahan ikan 3

3 04 55 16.2 // 119 19 02.0 coral incrusting kelimpahan ikan 2

acropora

Page 69: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 69/73

Lampiran 4. ………… lanjutan

LOKASI

ULANGAN

KOORDINAT Taxa dominan

Kelimpahan Biota asosiasi

SISI Biota Nilai relatif

Pulau Pajenekkang 1 04 57 52.6 // 119 19 24.8 coral branching algae 2

coral incrusting sponge 2

coral tabulate kelimpahan ikan 2

2 04 58 08.2 // 119 19 20.1 coral branching algae 2

coral incrusting kelimpahan ikan 1

coral foliose

3 04 58 12.4 // 119 19 19.5 coral branching algae 1

coral incrusting sponge 1

coral foliose kelimpahan ikan 2

Pulau Badi 1 04 58 01.3 // 119 16 54.3 coral branching kelimpahan ikan 4

coral incrusting

coral foliose

coral pavites

2 04 58 02.1 // 119 16 55.4 coral incrusting kelimpahan ikan 4

coral foliose

coral fungia

3 04 58 02.1 // 119 16 55.4 coral branching kelimpahan ikan 4

coral incrusting

coral foliose

Page 70: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 70/73

Lampiran 5. Foto Kegiatan di lapangan

Pengukuran parameter air Peralatan kualitas air

Penyelaman buddy dive Penyelaman menuju transek

Transek Garis Pencatatan data transek

Page 71: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 71/73

Lampiran 6. Foto karang pada zona pinggir dipengaruhi oleh sedimentasi

Karang api Millepora sp Karang lunak Sinularia sp

Karang bercabang Acropora sp Karang jari Acropora humilis

Karang keras Galaxea sp Karang keras Goniopora sp

Page 72: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 72/73

Lapiran 7. Foto karang pada zona 2 dan 3 (zona dalam dan tengah)

Karang jamur Fungia spp Karang lunak Dendronepthea sp

Karang lunak Alcyonacea Karang keras Lobophyllia sp

Kima sisik Tridacna squamosa Algae berkapur Halimeda sp

Page 73: LAPORAN EKOLOGI BARU

CV. Pesisir Lestari Sejahtera “Penelitian dan Monitring Lokal Aspek Ekologi” halaman 73/73

Lapiran 8. Foto karang pada zona 4 (zona luar)

Karang tanduk Acropora sp Karang meja Acropora sp

Batu karang mati Karang bleching Lobophyllia

Karang lunak Sarcophyton Akar bahar Gorgonacea