LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Transcript of LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN HIBAH BERSAING
Penerapan Metode Turbulence Flow Casting dalam Perbaikan Komponen
Otomotif yang Terbuat dari Paduan Aluminium untuk Meningkatkan
Keandalan dan Daya Sain
Tim Peneliti:
Dr. Ir. Muki Satya Permana, MT. (Ketua)
Ir. Herman Somantri, MT (Anggota)
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
NOVEMBER 2015
Dibiayai oleh : DIPA Kopertis Wilayah IV, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan,
Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor : 1014/K4/KM/2015, tanggal 31 Maret 2015
REKAYASA
3
I. Identitas Penelitian
1. Judul Usulan:
Penerapan Metode Turbulence Flow Casting dalam Perbaikan Komponen
Otomotif yang Terbuat dari Paduan Aluminium untuk Meningkatkan Keandalan
dan Daya Saing
2. Ketua Peneliti
a) Nama Lengkap : Dr. Ir. Muki Satya Permana, MT
b) Bidang Keahlian : Physical Metallurgy & Alloy Design
c) Jabatan Struktural : Ketua Program Studi Magister Teknik Mesin
d) Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
e) Unit Kerja : Universitas Pasundan
f) Alamat Surat : Jurusan Teknik Mesin, Universitas Pasundan,
Jl. Setiabudi 193, Bandung-40153.
g) Telepon/Faks : (022) 2019352/(022) 2019329
h) E-mail : [email protected]
3. Tim Peneliti
No. N a m a Bidang Keahlian Instansi Alokasi Waktu
Jam/mg Bulan
1 Dr. Ir. Muki Satya Permana Physical Metallurgy Universitas Pasundan 20 33
2 Ir. Herman Somantri, MT Heat Transfer Universitas Pasundan 20 33
4. Objek Penelitian:
- Material yang akan diteliti : Paduan Aluminium
- Komponen kajian : Brake Shoe Pad
- Mengembangkan teknik perbaikan
- Menerapkan metode perbaikan turbulence flow casting
5. Masa pelaksanaan penelitian
Mulai : November 2014
Berakhir : November 2016
6. Anggaran yang diusulkan
Tahun pertama : Rp. 50.490.000,-
Anggaran keseluruhan : Rp. 50.090.000,-
4
7. Lokasi Penelitian
Laboratorium Teknik Produksi Universitas Pasundan
8. Hasil yang ditargetkan
a. Penerapan metode baru Turbulence Flow Casting pada perbaikan komponen
yang terbuat dari paduan Aluminimum
b. Menyusun SOP rekondisi komponen Otomotif
9. Perguruan tinggi pengusul : Universitas Pasundan
10. Instansi lain yang terlibat : -
11. Keterangan lain yang dianggap perlu
Kerjasama perintisan penelitian ini telah dilakukan antara Universitas Pasundan, ITB,
dan PT. Pindad (Persero)
2. ABSTRAK
Dewasa ini banyak komponen otomotif terbuat dari paduan Aluminium. Pada awalnya
komponen-komponen yang rusak atau retak selalu dilakukan penggantian mengingat tingginya
tingkat kesulitan perbaikan dengan proses pengelasan. Mengingat volume komponen yang
sangat besar dan tingginya harga komponen maka proses perbaikan mulai dipandang sebagai
solusi yang sangat menguntungkan. Selama ini, proses perbaikan pada komponen paduan
Aluminium dilakukan dengan menggunakan pengelasan TIG atau MIG.
Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah untuk menerapkan metode perbaikan
Turbulence Flow Casting yang bermanfaat baik bagi industri maupun masyarakat luas. Tujuan
khususnya adalah menyusun SOP perbaikan komponen. Untuk mencapai tujuan tersebut,
diajukan metode penyelesaian masalah secara eksperimen yang akan diawali dengan melakukan
rancang-bangun peralatan dan dengan mempertimbangkan kecepatan dan kemudahan proses
perbaikan, aspek keilmuan perpindahan panas, aspek beban kerja, desain material dan proses,
serta otomatisasi proses.
Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian terdahulu yaitu pengembangan metode baru
perbaikan komponen yang terbuat dari besi cor yang telah dilakukan sejak tahun 2010 hingga
tahun 2013. Penerapan metode perbaikan ini direncanakan berlangsung selama dua tahun. Di
tahun pertama, kegiatan akan diititik-beratkan pada penerapan metoda Turbulence Flow
Casting pada material sample paduan Aluminium dan di tahun kedua akan dilakukan perbaikan
komponen otomotif yang terbuat dari paduan Aluminium.
5
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. 3
IDENTITAS PENELITIAN ................................................................................ 4
ABSTRAK.......................................................................................................... 5
Bab I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………….... 6
1.2 Tujuan Khusus ……………………………………………...... 7
1.3 Pentingnya atau Keutamaan Rencana Penelitian ini ……….... 8
Bab II STUDI PUSTAKA/HASIL YANG SUDAH DICAPAI DAN STUDI
PENDAHULUAN YANG SUDAH DILAKSANAKAN ………… 10
2.1 Aluminium ……………………………………… 10
2.2 Silikon……………………………………………….. 10
2.3 Aluminium Silikon ………………………………………. 10
2.4 Sifat Umum Dari Paduan Aluminium-Silikon………….. 13
2.5 Metode-metode Perbaikan yang Telah Dikembangkan………. 13
2.6 Hasil yang Sudah Dicapai…………………………………… 16
2.7 Studi Pendahuluan yang Sudah Dilaksanakan………………. 17
BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………. 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………….. 35
BAB V DAFTAR PUSTAKA ………………………………………. 42
LAMPIRAN
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penelitian yang diusulkan pada hibah bersaing ini merupakan penelitian lanjutan dari
hasil-hasil penelitian terdahulu tentang Pengembangan Perbaikan Cacat Permukaan
pada Komponen yang Terbuat dari Besi Cor Kelabu. Penelitian ini telah berhasil
melahirkan metode baru yang diberi nama TFC (Turbulence Flow Casting). Sebagai
gambaran, keuntungan penerapan metode TFC dibandingkan dengan metode
konvensional (TIG dan MIG) adalah metode ini mampu menghasilkan kualitas
sambungan yang serupa dengan logam induk. Biaya penghematan produksi dengan
metode TFC sebesar 95% dan waktu perbaikan relatif cepat yaitu dapat memperbaiki 10
komponen bahkan lebih dalam waktu satu hari. Sedangkan perbaikan dengan metode
konvensional memiliki kelemahan yaitu kualitas sambungan yang relatif rendah karena
terjadi retak dan sambungan yang rapuh.
Hasil penelitian terdahulu telah memberikan kontribusi yang sangat berharga terutama
bagi industri manufaktur di Indonesia. Terlebih lagi, hasil penelitian ini dapat diajukan
untuk memperoleh hak paten dan dapat diusulkan pula untuk dijadikan standar
perbaikan SII di Indonesia. Namun demikian, penyempurnaan proses TFC masih harus
dilakukan mengingat aspek praktis ke arah aplikasi industri dan keterulangan proses
(reproduceablity) masih harus diuji dan dibuktikan kebenarannya. Oleh sebab itu, maka
masalah yang ingin dipecahkan dalam usulan penelitian ini adalah bagaimana
menerapkan metode TFC pada komponen yang terbuat dari paduan Aluminium yang
memiliki kualitas sambungan yang sama dengan komponen awal.
Strategi penyelesaian masalah dilakukan melalui kaji ekperimental. Pendekatan
eksperimental dititikberatkan pada upaya pencapaian ide yang dituangkan dalam bentuk
alternatif rancangan peralatan yang mampu menahan laju perpindahan panas ke
lingkungan serendah mungkin. Pencarian solusi atas masalah ini akan dilakukan dengan
komponen otomotif berupa shock absorber dan brake shoe pad sebagai bahan kajian.
Hal ini dilakukan agar hasil penelitian ini dapat langsung diuji dan diterapkan di
lapangan.
2
1.2 Tujuan Khusus
Dengan adanya definisi masalah pada latar belakang masalah di atas, maka tujuan khusus yang
ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :
1. Mereview karakteristik mekanik material komponen otomotif atau komponen yang
sejenis (sejenis dalam material dan proses pembuatan),
2. Menentukan parameter perancangan komponen otomotif,
3. Membuat model komponen otomotif yang belum mengalami kerusakan untuk dianalisis
kekuatannya,
4. Menentukan parameter pembuatan komponen otomotif,
5. Menentukan modus kerusakan pada komponen otomotif,
6. Menentukan parameter-parameter proses perbaikan terhadap cacat permukaan pada
komponen otomotif,
7. Membuat model komponen otomotif yang telah diperbaiki untuk dianalisis
kekuatannya,
8. Mengembangkan prototipe percobaan perbaikan komponen dengan sasaran pengaturan
parameter-parameter perancangan, manufaktur dan perbaikan, misalnya parameter
temperatur & waktu preheat, dan waktu pencairan,
9. Melakukan rancang-bangun peralatan perbaikan
10. Penerapan metode perbaikan pada otomotif dan komponen komersial lainnya,
11. Melakukan pengujian lapangan (running test),
12. Mengembangkan “framework” untuk penelitian yang akan datang dalam bidang
perbaikan komponen mesin sehingga diperoleh metode perbaikan yang lebih efiesien,
hasilnya lebih baik dan lebih mudah dilakukan,
13. Publikasi ilimiah dalam Jurnal Nasional dan Jurnal Internasional,
14. Mengusulkan standar perbaikan melalui SII, dan
15. Mengusulkan untuk memperoleh paten (HKI).
3
1.3 Pentingnya atau Keutamaan Rencana Penelitian ini
Penelitian ini merupakan bagian dari program peningkatan kualitas penelitian dan peningkatan
kualitas dosen di Jurusan Teknik Mesin Universitas Pasundan. Lingkup luas dari penelitian ini
meliputi baik aspek teori maupun aspek praktis dari metode perbaikan komponen blok mesin
dan kepala silinder yang meliputi aspek analisis system beban pada blok mesin & kepala
silinder, analisis material, analisis kekuatan, dan kegagalan yang terjadi, sebagai bagian dari
aktivitas akademik.
Keuntungan yang akan diperoleh dari penelitian yang diusulkan adalah dapat meningkatkan
kemampuan analisis, perancangan, manufaktur dan aplikasi dari metode perbaikan komponen
blok mesin dan kepala silinder, sekaligus dapat mengusulkan standar SII untuk perbaikan
komponen blok mesin dan kepala silinder yang memang sangat banyak jumlahnya. Hasil lain
dari penelitian ini dapat dimanfaatkan dan dapat meningkatkan kemampuan UKM dalam
melaksanakan perbaikan komponen blok mesin dan kepala silinder. Hasil penelitian ini akan
dipublikasikan dalam seminar dan journal ilmiah.
Sebagai refleksi dari sasaran di atas, terlihat bahwa penelitian yang diusulkan sangat potensial
untuk mengembangkan iklim akademis, kualitas penelitian, peningkatan kualitas penelitian
dosen khususnya di bidang teknik mesin, manufaktur dan material.
Keterlibatan mahasiswa dalam penelitian yang diusulkan sangatlah penting dan diperlukan.
Dari kedalaman dan lingkup penelitian yang dijelaskan di atas, penelitian yang diusulkan sangat
potensial untuk dijadikan penelitian bersama antara perguruan tinggi dan industri.
Dari tujuan yang diuraikan di atas terlihat jelas bahwa penelitian ini akan :
1. Menghasilkan terobosan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pada
bidang perbaikan komponen blok mesin dan kepala silinder atau komponen mesin yang
sejenis (sejenis dalam material dan beban yang dialami)
2. Meningkatkan kemampuan dan mutu pendidikan di bidang teknik mesin
3. Meningkatkan mutu penelitian di Jurusan Teknik Mesin Universitas Pasundan
Dengan demikian maka beberapa keutamaan dari rencana penelitian ini adalah :
a. Mengembangkan proses perbaikan yang secara praktis dapat diterapkan di lapangan.
b. Mengurangi masuknya produk impor dan mengurangi pengeluaran devisa Negara
khususnya di industri-industri otomotif.
4
c. Mengusulkan standar SII untuk perbaikan komponen otomotif yang jumlahnya cukup
banyak.
d. Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan UKM
dalam melaksanakan perbaikan komponen-komponen yang terbuat dari paduan
Aluminium.
e. Membuka gerbang baru teknik perbaikan dan memberikan sumbangan yang sangat
berharga dalam meningkatkan efisiensi produksi.
f. Terbuka lebar bagi peneliti, praktisi maupun instansi seperti B4T untuk memberikan
pelatihan yang berguna bagi semua pihak yang berkepentingan dan merupakan ajang
pertukaran informasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi baik di dalam maupun
di luar negeri.
g. Menjelaskan fenomena metalurgi yang terjadi di daerah sambungan sebagai terobosan
baru dalam perbaikan welding untuk memperbaiki metode lama yang selama ini sudah
dikembangkan.
5
II. STUDI PUSTAKA/HASIL YANG SUDAH DICAPAI DAN STUDI
PENDAHULUAN YANG SUDAH DILAKSANAKAN
2.1 Aluminium
Aluminium ditemukan oleh Sir Humhrey Davy tahun 1809. Sebagai unsur, pertama kali
direduksi sebagai logam oleh H.C Oerted tahun 1825, dan secara industri tahun 1886 oleh Paul
Heroult dari Perancis dan C.M. Hall. Secara terpisah di Amerika telah diperoleh aluminium dan
alumina dengan cara elektrolisa dari garamnya yang terfusi. Aluminium merupakan logam
ringan yang mempunyai ketahanan korosi, daya hantar listrik (60% Cu) dan sifat-sifat baik
lainnya dari logam. Kekuatan mekaniknya akan meningkat dengan penambahan senyawa Cu,
Mg, Ni. Oleh karena itu logam ini dipergunakan dalam banyak proses industri dan juga banyak
digunakan untuk komponen-komponen kendaraan sepeda motor atau mobil. Terdapat beberapa sifat
penting yang dimiliki Aluminium sehingga banyak digunakan sebagai Material Teknik,
diantaranya:
1. Penghantar listrik dan panas yang baik (konduktor).
2. Mudah difabrikasi.
3. Ringan (2,7 gr/cm3).
4. Tahan korosi dan tidak beracun.
5. Kekuatannya rendah, tetapi paduan (alloy) dari Aluminium bisa meningkatkan sifat
mekanisnya
2.2 Silikon
Silikon merupakan salah satu dari beberapa unsur yang dapat dicampur dengan Aluminium.
Mencampurkan silicon kedalam Aluminium biasa memperbaiki sifat Aluminium tersebut dan
mendapatkan sifat yang diinginkan. Sebelum dilakukan peleburan, terlebih dahulu silicon padat atau
bongkahan dihaluskan sampai pada besar butir yang diinginkan. Besar butiran silicon berpengaruh
terhadap sifat campuran, semakin kecil besar butiran maka campuran akan semakin baik.
2.3 Aluminium Silikon (Al-Si)
Aluminium dengan Silikon sebagai unsur paduan utama merupakan paduan Aluminium cor yang
paling penting. Hal ini dikarenakan paduan Al-Si memiliki fluiditas yang tinggi oleh adanya volume
yang besar dari Al-Si eutektik. Kelebihan lainnya dari paduan Aluminium Silikon ini yaitu memiliki
ketahanan korosi yang tinggi, sifat mampu las yang baik serta memiliki koefisien ekspansi termal
6
rendah karena adanya Silikon. Akan tetapi, kehadiran partikel Silikon ini yang keras dalam
mikrostrukturnya, membuat paduan Aluminium Silikon ini sulit dalam proses permesinannya.
Paduan Aluminium Silikon berdasarkan kadar Silikon yang terkandung didalamnya terbagi menjadi
hipoeutektik, eutektik dan hipereutektik. Paduan Aluminium Silikon hipoeutektik mengandung
kurang dari 12% Si dan memiliki mikro struktur yang terdiri dari dendrite Aluminium dalam
eutektik. Paduan Aluminium Silikon ini memiliki kekuatan tarik yang relatif tinggi dan keuletan
yang baik. Akan tetapi, ketahanan aus untuk paduan ini relatif rendah sehingga tidak digunakan
dalam aplikasi yang membutuhkan ketahanan aus tinggi.
Pengaruh unsur Silikon pada paduan Al-Si dapat meningkatkan sifat mampu cor (terutama pada
kadar Silikon 5-12% Silikon meningkatkan fluiditas dan ketahanan terhadap retak panas),
meningkatkan kekuatan dan kekerasan serta menurunkan berat jenis. Bila kadar Si > 12%, maka
akan terbentuk kristal Silikon primer yang bersifat keras, memiliki ekspansi termal rendah,
ketahanan ausnya baik sehingga cocok untuk aplikasi temperatur tinggi seperti piston. Akan tetapi
sifat mampu permesinannya kurang baik. Paduan aluminium silikon berdasarkan kadar silikon yang
terkandung didalamnya terbagi menjadi hipoeutektik, eutektik dan hipereutektik. Untuk keperluan
komersial paduan hipereutektik jarang digunakan. Gambar 2.1 menunjukkan diagram fasa Al-Si.
Gambar 2.1 Diagram fasa Al-Si
7
Paduan aluminium silikon hipoeutektik mengandung kurang dari 12% Si dan memiliki
mikrostruktur yang terdiri dari dendrite aluminium dalam eutektik. Paduan aluminium silikon ini
memiliki kekuatan tarik yang relatif tinggi dan keuletan yang baik. Akan tetapi, ketahanan aus
untuk paduan ini relative rendah sehingga tidak digunakan dalam aplikasi yang membutuhkan
ketahanan aus yang tinggi.
Paduan aluminium silikon hipereutektik, mengandung silikon lebih dari 12.7%. Mikrostruktur
paduan ini terdiri dari endapan partikel silikon primer dalam matriks eutektik. Karena adanya
endapan partikel silikon, maka paduan aluminium silikon hipereutektik memiliki ketahanan aus
yang sangat baik. Akan tetapi kekuatan tarik dan keuletannya lebih rendah dibandingkan dengan
aluminium silikon hipoeutektik. Selain itu, adanya endapan partikel silikon ini membuat masalah
pada proses pemesinannya.
Sedangkan paduan aluminium silikon eutektik, memiliki kadar silikon sebesar 12-12.7%. Eutektik
terbentuk antara larutan padat aluminium yang mengandung sedikit silikon dan silikon murni
sebagai fasa kedua. Komposisi eutektik telah menjadi perdebatan sejak lama, akan tetapi sekarang
secara umum telah disepakati 12.7% Si. Pembekuan yang lambat dari paduan aluminium silicon
menghasilkan mikrostruktur yang sangat kasar dimana eutektik terdiri dari plat lebar atau jarum-
jarum silikon dalam matriks aluminium yang kontinyu.
Sifat-sifat paduan Al-Si, yaitu:
1. Mudah dicetak
2. Meningkatkan ketahanan aus
3. Meningkatkan kekerasan
4. Menurunkan berat jenis
5. Menurunkan koefisien ekspansi panas
6. Menurunkan keuletan
Keuntungan dan kerugian pada material Aluminium – Silikon, yaitu:
Keuntungan :
8
ya lentur
Kerugian :
2.4 Sifat Umum Dari Paduan Aluminium-Silikon
Paduan Al – Si juga termasuk logam yang tidak bisa mendapat perlakuan panas. Paduan ini sangat
baik kecairannya sehingga banyak digunakan pada produk-produk coran. Produk-produk berupa
coran mempunyai kondisi permukaan yang baik, tahan korosi, ringan, koefisien pemuaian yang
kecil dan sebagai penghantar listrik yang baik.
2.5 Metode-metode Perbaikan yang Telah Dikembangkan
1. Las busur listrik,
2. Las Oksi-asetilen dan Flame Spray
3. Ultrasonic insert casting.
4. Metallock & Stitch
5. Friction Welding
6. Discharge Joining
2.5.1 Las busur listrik
Kiser dan Irving [19], membuat perbandingan empat jenis proses pengelasan dan tiga
diantaranya termasuk kedalam kategori las busur listrik yaitu SMAW, GMAW, dan FCAW.
Dari tabel 1 dibawah, besi cor kelabu ditandai oleh garis terputus-putus. Semua metode las
busur listrik yang ada, penggunaannya sangat terbatas (limited) bahkan ada yang tidak
direkomendasikan. Sekalipun las listrik SMAW lebih umum digunakan, namun pemakaiannya
dibatasi mengingat heat input yang tinggi dan kompensasi elongation sangat rendah, antara 0
dan 2%. Hal ini berarti daerah sambungan sangat rentan terhadap retak dan adanya perubahan
kecilpun, akibat penyusutan, tidak diinginkan.
9
Tabel 1. Penggunaan las busur listrik dan las gas untuk berbagai jenis besi cor dan
pengaruhnya terhadap weldability.[19]
Tingginya heat input dengan menggunakan las busur listrik karena demikian hebatnya
tumbukan elektron pada sisi anoda, menyebabkan kutub ini menjadi lebih tinggi temperaturnya
dibanding katoda.[2,21] Beberapa literatur menyebutkan temperatur katoda berkisar 38000C
dan anoda sekitar 50000C.[4,5,20] Kenyataannya temperatur tersebut bisa lebih tinggi
tergantung dari jenis elektroda, gas pelindung, dan selang arus yang digunakan. [11,12]
2.5.2 Oxyfuel Welding
Dari tabel 1, oxyfuel welding (Las Oksi-asetilen dan Flame Spray) memberikan hasil yang
paling baik. Namun pengelasan yang diterapkan dengan cara ini, masih melibatkan pencairan
logam induk yang berarti masih menghasilkan penggetasan di daerah sambungan. Selain itu
pengelasan dengan OFW, hanya digunakan untuk memperbaiki cacat yang relatif kecil.[22]
Salah satu teknik pengelasan dalam kategori OFW adalah las oksiasetilen. Las oksiasetilen
memberikan peluang yang paling baik karena laju pemanasan dan pendinginan relatif rendah
dibandingkan dengan las busur listrik sehingga dapat mengurangi terbentuknya martensit dan
fissures.[13,22]
Temperatur di ujung api las (dekat torch) hanya sekitar 32000C dan temperatur di benda kerja
yang mencair sekitar 16000C.[22] Namun begitu, semua perbaikan yang melibatkan dilusi tidak
dapat menjamin sambungan terbebas dari efek penggetasan.
Ket.: OFW = Oxyfuel Welding, SMAW = Shielded Metal Arc Welding, GMAW = Gas Metal Arc Welding, FCAW = Flux Core Arc Welding.
10
2.5.3 Metode Ultrasonic Insert Casting
Metode perbaikan dengan cara penuangan telah dikembangkan oleh Pan & Co-workers pada
tahun 2000, yaitu dengan menggunakan metode Ultrasonic insert casting (gambar 3a).[7]
Metode ini tidak melibatkan adanya pencairan logam induk. Proses perbaikan, dilakukan
dengan menuangkan logam cair ke permukaan cacat dan selama itu dibangkitkan getaran
ultrasonik (high-power ultrasound). Getaran ultrasonik digunakan untuk menghilangkan oxide-
layer yang timbul akibat panas yang terbawa oleh logam cair saat penuangan ke permukaan
cacat dilakukan.
Metode ini masih mempunyai kelemahan karena tidak mudah diterapkan di lapangan (no
practicable), relatif mahal, dan dimensi cacat permukaan yang dapat diperbaiki relatif kecil.
Struktur mikro yang terlihat pada gambar 3b, adalah contoh perbaikan cacat pada baja dengan
menuangkan logam cair aluminium. Contoh ini merupakan gambaran interface yang terbebas
dari fusion zone dan HAZ.
Gambar 2.2. a. Sketsa metode perbaikan dengan menggunakan metode
ultrasonic insert casting
b. Struktur mikro, memperlihatkan sambungan di interface.[7]
11
2.6 Hasil yang Sudah Dicapai
Penelitian terdahulu telah berhasil membangun empat buah metode yaitu metode-
metode Pouring, Powder Filling, Droplet Spray dan Turbulence Flow Casting (TFC). Satu
diantaranya telah memenuhi tujuan penelitian yaitu metode TFC. Sketsa proses TFC
diperlihatkan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Sketsa proses perbaikan dengan menggunakan metode TFC
Proses penyambungan dengan metode TFC terjadi oleh adanya logam cair
bertemperatur tinggi yang mengalir melalui cetakan pasir dan mengenai permukaan cacat
hingga mencair selama selang waktu tertentu. Dari hasil perbaikan ini, ikatan metalurgi di
sambungan dinilai baik karena letak patahan yang diuji melalui pengujian tarik terjadi di daerah
logam pengisi (bukan di sambungan) dengan harga kekuatan tarik sekitar 200 MPa. Melalui
pengaturan parameter, metode ini mampu memperbaiki cacat tanpa menghasilkan besi cor
putih, martensit, retak dan porositas. Secara praktis, faktor yang turut menentukan keberhasilan
proses TFC adalah cara pemberian preheat (pemanasan mula) terhadap komponen yang akan
diperbaiki. Pada penelitian ini pemberian preheat dilakukan dengan menggunakan pemanas api,
12
logam cair, dan pemanas listrik setempat di daerah cacat. Untuk itu maka teknik pemberian
preheat perlu dikembangkan lebih lanjut tertutama pada komponen-komponen berdimensi
besar dengan ketebalan diatas 500 mm. Walaupun demikian, prinsip utama yang harus
diperhatikan dalam pemberian preheat adalah masukan panas harus dapat menghasilkan laju
pendinginan yang rendah.
2.5 Studi Pendahuluan yang Sudah Dilaksanakan
Studi pendahuluan yang sudah dilaksanakan berkenaan dengan pengembangan dan
penerapan metode baru memperbaiki cylinder head berukuran kecil sebagaimana terlihat pada
gambar 2.4.
Gambar 2.4 Hasil perbaikan cylinder head dengan menggunakan metode TFC
(a). Cylinder head sebelum diperbaiki, (b). Proses perbaikan
(c, d). Kondisi cylinder head setelah perbaikan
(b)
(c)
(d)
Cacat
(a)
13
Gambar 3.1 Diagram alir percobaan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Proses Percobaan
Tahapan percobaan perbaikan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
Mulai
Pemilihan Bahan Aluminium Al-Si Studi Literatur
Pengolahan Data
Analisis
Kesimpulan
Proses Perbaikan Cacat pada Spesimen
dengan Proses Pengecoran
-Uji Tarik
-Uji Keras
- Metalografi
Tidak
Ya
Pembuatan Cetakan Pasir
Proses Peleburan dan Pembuatan Spesimen
Aluminium (Al-Si)
Perancangan dan Pembuatan Pola
14
3.2 Pemilihan Material Aluminium Al-Si
Material yang digunakan untuk pembuatan spesimen berasal dari suku cadang sepatu rem
maupun rem tromol kendaraan bermotor yang berbahan Aluminium Silicon (Al-Si).
Gambar 3.2 Material Aluminium Silikon dari komponene sepatu rem
3.3 Perancangan dan Pembuatan Pola
Sebelum melakukan pengecoran logam Al-Si, pertama-tama dilakukan perancangan
dan pembuatan pola yang nantinya akan digunakan untuk pembuatan cetakan benda coran.
Pola yang digunakan terbuat dari bahan kayu karena cepat dibuat dan umum digunakan
untuk cetakan pasir.
Gambar 3.3 Pola Cetakan
15
3.4 Pembuatan Cetakan Pasir
Cetakan pasir yaitu cetakan yang paling lazim dipakai karena mudah dalam proses
pembuatannya dan jumlah produksinya kecil, namun kekurangannya adalah cetakan pasir
ini hanya untuk dipergunakan dalam sekali proses penuangan logam. Komposisi cetakan
pasir yang digunakan adalah Pasir Silika dan Bentonit sepagai pengikat serta diberi air
secukupnya dengan perbandingan campuran pasir dan bentonit adalah 2:1.
Gambar 3.4 Cetakan Pasir
3.5 Parameter Proses Peleburan & Pembuatan Spesimen Komponen
Parameter yang digunakan untuk peleburan Al-Si pada proses pembuatan komponen ini
adalah:
Penyalaan dan pemanasan tungku ± 1 jam
Material : Aluminium-Silikon 12%
Jumlah material : 5 kg
Temperatur cair : 788 ºC
Proses degassing : Natrium Clorida (NaCl) & Sodium Karbonat
Temp. Penuangan : 713 ºC
Tinggi penuangan : ± 10 cm
16
Gambar 3.5 Tungku krusibel
Kondisi ladle : Preheat T = 250ºC ± 15 menit
Jenis cetakan : Pasir
Komposisi cetakan : Pasir silika, bentonit dan air (manual mix)
Kondisi cetakan : Sangat padat dan diberi vent
Kondisi tungku : Terbuka
3.5.1 Pemanasan Tungku
Tungku yang dipergunakan ialah jenis tungku krusible dengan kondisi tungku terbuka di luar
ruangan. Jadi tungku kontak langsung dengan udara sekitar atau udara lingkungan tanpa
tertutup. Lalu dilakukan penyalaan dan pemanasan tungku kurang lebih 1 jam.
17
3.5.2 Peleburan Material Aluminium-Silikon 12%
Jenis material yang dipergunakan untuk proses percobaan ini ialah bahan Aluminium-
Silikon dengan kandungan silikonnya sebesar 12%. Komponen-komponen yang
mempergunakan material jenis ini lebih banyak digunakan untuk komponen kendaraan
bermotor diantaranya seperti sepatu rem, piston, blok mesin dan lain-lain. Lalu bahan bahan
aluminium silikon tersebut dilebur hingga mencair di dalam tungku peleburan (tungku
krusible).
Gambar 3.6 Proses peleburan Al-Si
Gambar 3.7 Pengukuran temperatur logam cair Al-Si
18
3.5.3 Temperatur Pencairan
Untuk pencairan aluminium silikon tersebut, temperatur yang dicapai sampai seluruh
material Al-Si yang dimasukan kedalam tungku mencair secara keseluruhan adalah 788ºC.
3.5.4 Proses Degassing
Proses degassing adalah proses penghilangan gas yang ada pada logam cair didalam
tungku. Berdasar proses pengerjakan, yang berperan penting terhadap proses penghilangan
gas (degassing) setelah perancangan sistem saluran adalah kondisi operasi. Temperatur
logam cair terlalu tinggi akan sangat mudah bereaksi dengan hidrogen, apalagi jika kondisi
tungku terbuka. Yang berperan sebagai proses penghilang gas setelah kondisi operasi
adalah penambahan media yang berfungsi sebagai penghilang gas (degasser). Degasser
(NaCl & Natrium Karbonat) dicampurkan kedalam logam cair secara langsung akan
bereaksi dengan hidrogen. Fenomena reaksi yang terjadi adalah adanya letupan-letupan di
dalam logam cair yang tidak lama kemudian akan muncul slag.
Gambar 3.8 Natrium clorida (NaCl) & sodium karbonat
Gambar 3.9 Proses degassing
19
Gambar 3.10 Proses penuangan aluminium cair pada pembuatan spesimen
Semua proses dari parameter-parameter tersebut telah dilakukan, lalu logam aluminium yang
telah dituangkan dibiarkan mendingin atau membeku didalam cetakan pasir. Setelah membeku,
cetakan dibongkar dan diperoleh spesimen material Aluminium.
Gambar 3.5 Spesimen komponen hasil pengecoran
20
3.6 Proses Perbaikan Cacat : Percobaan Pertama
Untuk proses percobaan ini, setelah spesimen selesai dibuat lalu dilakukan proses finishing dan
dilakukan pembersihan pada spesimen komponen. Selanjutnya dilakukan proses perbaikan
cacat dengan metoda pengecoran tersebut dengan beberapa tahapan dan parameter yang
digunakan yaitu:
3.6.1 Perencanaan dan perancangan cetakan
Pertama-tama dilakukan perencanaan posisi spesimen yang akan diperbaiki, yaitu
berada pada posisi melintang terhadap cetakan. Hal ini dilakukan agar arah laju
aliran logam cair yang akan dialirkan tepat menuju area kampuh yang telah dibuat.
Dengan kemiringan laju aliran dari riser menuju sprue adalah ± 45º.
3.6.2 Parameter yang digunakan untuk proses repair welding
Penyalaan dan pemanasan tungku ± 1 jam
Material : Aluminium-Silikon 12%
Jumlah material : 5 kg
Temperatur cair : 720 ºC
Proses degassing : Natrium Clorida (NaCl) & Sodium Karbonat
Temp. Penuangan : 680 ºC
Ukuran kampuh : kedalaman 20 mm, lebar 10 mm
Tinggi penuangan : ± 10 cm
Kemiringan saluran : ± 30º
Kondisi ladle : Preheat T = 250ºC ± 15 menit
Kondisi komponen : Preheat T = 380ºC ± 25 menit
Jenis cetakan : Pasir
Komposisi cetakan : Pasir silika, bentonit dan air (manual mix)
Kondisi cetakan : Sangat padat dan diberi vent
Kondisi tungku : Terbuka
Tahapan-tahapan yang dilakukan pada proses selanjutnya ialah proses percobaan perbaikan
cacat las pada komponen aluminium yang telah dibuat sebelumnya dengan metode
pengecoran. Spesimen komponen dimasukkan ke dalam cetakan pasir yang tertutup rapat,
lalu dituangkan aluminium cair kedalam cetakan sebagai logam pengisi pada kampuh yang
telah dibuat.
21
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 3.6 Urutan pembuatan cetakan
3.6.3 Proses pembuatan cetakan untuk proses repair
Langkah pertama yang dilakukan untuk proses perbaikan cacat las pada spesimenkomponen
aluminium ini adalah tentunya harus merencanakan dan membuat cetakan yang nanti akan
digunakan. Dimana proses pembuatannya diawali dengan meletakan drag atau bagian bawah
dari cetakan yang di letakan dengan posisi terbalik dengan alas yang rata (a). Lalu letakanlah
spesimen komponen aluminium dengan posisi kampuh dibawah, setelah diletakan maka
masukan pasir pada cetakanlalu tumbuk hingga pasir yang dimasukan menjadi padat (b).
Setelah itu baliklah cetakan hingga posisi komponen berada diatas (c). Selanjutnya membuat
sistim saluran dimana nanti logam cair yang dialirkan dapat mengalir melewati kampuh pada
komponen, yang nantinya akan berfungsi sebagai logam pengisi pada kampuh. Rancangan
kemiringan kampuh kira-kira ± 30º (d).
22
Gambar 3.7 Proses penuangan aluminium cair
Gambar 3.8 Foto spesimen hasil perbaikan yang pertama
3.6.4 Ukuran Kampuh
Ukuran atau dimensi kampuh yang dirancang dan dibuat adalah sebagai berikut :
a) Panjang (p) : 25 mm
b) Kedalaman (t) : 20 mm
c) Lebar (l) : 15 mm
d) Luas Selimut: ((2 x t) + (π x r)) x l = ((2 x 15) + (3,14 x 7,5)) x 25 = 1338,75 mm2
3.6.5 Proses Perbaikan
Temperatur setelah logam cair berada pada ladle adalah sebesar 817ºC. Kemudian
dilakukan proses penuangan logam cair pada cetakan yang di dalamnya telah terdapat
spesimen komponen yang akan diperbaiki. Tinggi penuangan antara ladle dan cetakan
adalah sekitar 100 mm.
23
Gambar 3.9 Urutan pembuatan cetakan
(a) (b)
(c) (d)
3.7 Proses Perbaikan Cacat : Percobaan Kedua
Percobaan perbaikan cacat dilanjutkan dengan percobaan kedua karena pada proses
perbaikan cacat las pada komponen alumunium dengan proses pengecoran pertama gagal
atau weld metal tidak menempel dengan base metal. Proses perbaikan kedua ini hampir
sama dengan proses perbaikan pertama menggunakan beberapa tahapan sebagai berikut :
3.7.1 Proses Pembuatan Cetakan Untuk Proses Repair
Langkah pertama yang dilakukan untuk proses perbaikan cacat pada spesimen komponen
aluminium ini adalah merencanakan dan membuat cetakan untuk pembuatan spesimen
bercacat. Proses pembuatan diawali dengan meletakan drag atau bagian bawah dari cetakan
yang diletakkan dengan posisi terbalik dengan alas yang rata (3.9a).
24
Gambar 3.10 Penuangan alumunium cair ke dalam cetakan untuk memperbaiki cacat pada
permukaan pesimen yang berada dalam cetakan.
Gambar 3.11 Spesimen hasil perbaikan dinyatakan gagal karena logam pengisi tidak
menyatu dengan permukaan cacat spesimen
Lalu letakan spesimen komponen aluminium pada cetakan (drag) dengan posisi kampuh di
bawah. Setelah spesimen diletakkan, selanjutnya memasukkan pasir pada cetakan lalu
tumbuk hingga pasir yang dimasukkan menjadi padat (3.9b). Setelah itu cetakan dibalik
hingga posisi komponen berada diatas (3.9c). Selanjutnya membuat sistim saluran dimana
nanti logam cair yang dialirkan dapat mengalir melewati kampuh pada komponen yang
nantinya akan berfungsi sebagai logam pengisi pada kampuh. Rancangan kemiringan
kampuh kira-kira ± 30º (3.9d).
3.7.2 Proses Penuangan logam cair
Tungku yang digunakan adalah tungku krusibel dengan kondisi tungku terbuka dan berada
di dalam ruangan. Tungku kontak langsung dengan udara sekitar atau udara lingkungan
tidak tertutup. Lalu dilakukan penyalaan dan pemanasan tungku kurang lebih 1 jam. Setelah
tungku cukup panas, kemudian masukan alumunium ke dalam tungku untuk dilebur.
Setelah alumunium mencair kemudian proses penuangan logam cair ke dalam cetakan yang
didalamnya telah terdapat spesimen komponen yang sebelumnya telah disimpan. Tinggi
penuangan antara ladle dan cetakan adalah sekitar 100 mm.
25
(a)
(b)
(c)
Gambar 3.12 Urutan pembuatan cetakan
Gambar 3.13 (a). Peleburan material, (b). Proses pemanasan spesimen
(a) (b)
Hasil perbaikan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.11 dimana hasil perbaikan ini
dinyatakan gagal sehingga perlu dilakukan proses perbaikan yang ketiga.
3.8 Proses Perbaikan Cacat : Percobaan Ketiga
Berikut dilakukan percobaan ketiga karena pada proses perbaikan cacat pada komponen
alumunium dengan proses pengecoran sebelumnya gagal atau weld metal tidak menempel pada
base metal. Proses perbaikan ketiga ini, proses perbaikan hampir sama dengan proses perbaikan
yang pertama dan kedua.
26
Gambar 3.14 Penuangan alumunium cair ke permukaan cacat spesimen
Gambar 3.15 Hasil perbaikan pada percobaan yang ketiga
Tungku yang dipergunakan dengan kondisi tungku terbuka di dalam ruangan. Tungku
kontak langsung dengan udara sekitar atau udara lingkungan tanpa tertutup. Lalu dilakukan
penyalaan dan pemanasan tungku kurang lebih 1 jam. Setelah tungku cukup temperatur,
masukan alumunium ke dalam tungku untuk dilebur.
Proses perbaikan sambungan las pada komponen aluminium dengan proses pengecoran
telah dilakukan, maka didapatlah hasil perbaikan tersebut sebagaimana terlihat pada
gambar 3.15.
27
Gambar 3.16 Proses pembuatan cetakan
3.9 Proses Pembuatan Spesimen Komponen
Percobaan berikutnya adalah membuat spesimen komponen dengan dimensi yang berbeda
dari spesimen sebelumnya agar dapat dilakukan pengujian tarik pada spesimen tersebut.
Langkah-langkah atau tahapan proses pembuatan spesimen aluminium ini adalah:
3.9.1 Pembuatan Cetakan Pasir
Cetakan yang digunakan adalah cetakan pasir. Cetakan pasir terdiri atas campuran pasir silika
dengan bentonit dengan perbandingan 2:1 lalu dicampur dan diaduk dengan sedikit air.
Langkah pertama yang dilakukan untuk proses perbaikan cacat las pada spesimen komponen
aluminium ini adalah merencanakan dan membuat cetakan yang nanti akan digunakan. Proses
pembuatannya diawali dengan meletakan drag atau bagian bawah dari cetakan yang diletakkan
dengan posisi terbalik dengan alas yang rata (a). Lalu letakan spesimen komponen aluminium
dengan posisi kampuh dibawah, Setelah diletakkan berikutnya masukan pasir pada cetakan lalu
tumbuk hingga pasir yang dimasukan menjadi padat (b). Setelah itu balikan cetakan hingga
posisi komponen berada di atas (c). Selanjutnya membuat sistim saluran dimana nanti logam
cair yang dialirkan dapat mengalir melewati kampuh pada komponen, yang nantinya akan
berfungsi sebagai logam pengisi pada kampuh (d).
28
Gambar 3.17 Spesimen komponen hasil pengecoran
Gambar 3.18 Proses pembuatan cetakan
3.10 Proses Perbaikan Cacat: Percobaan Keempat
Setelah specimen diletakkan pada cetakan, selanjutnya adalah proses pemanasan spesimen
sekitar 5 menit agar temperatur spesimen tidak terlalu jauh dengan temperatur alumunium
cair yg akan mengisi kampuh pada spesimen (gambar 3.19).
29
Gambar 3.19 Proses pemanasan spesimen
Gambar 3.20 Penuangan logam aluminium cair saat proses perbaikan keempat
Gambar 3.21 Hasil perbaikan pada percobaan keempat
Setelah alumunium mencair, kemudian dilakukan proses penuangan logam cair pada
cetakan yang di dalamnya telah terdapat spesimen komponen (gambar 3.20). Tinggi
penuangan antara ladle dan cetakan adalah sekitar 100 mm.
Hasil perbaikan diperlihatkan pada gambar 3.21.
30
Gambar 3.22 Penuangan logam aluminium cair saat proses perbaikan kelima
Gambar 3.23 Hasil perbaikan pada percobaan kelima
3.11 Proses Perbaikan Cacat: Percobaan Kelima
Urutan proses peleburan dan perbaikan sama dengan prosedur yang telah disampaikan di
atas. Gambar 3.22 menunjukkan penuangan logam cair alumunium pada permukaan cacat
yang akan diperbaiki.
31
BAB IV
HASIL YANG TELAH DICAPAI DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Proses Perbaikan Cacat Permukaan pada Spesimen
Dari hasil percobaan, proses perbaikan aluminium memiliki beberapa kendala dan
keterbatasan diantaranya ialah terjadinya sambungan yang tidak sempurna dikarenakan
terbentuknya oksida Al2O3 pada logam yang akan diperbaiki. Percobaan disini dilakukan
beberapa cara dalam memperbaiki cacat las pada komponen alumunium silikon dengan
menggunakan metode pengecoran, diantaranya sebagai berikut :
a. Percobaan perbaikan cacat las pada komponen alumunium silikon dengan
menggunakan metode pengecoran pertama dilakukan dengan cara
menggunakan cetakan pasir drag cup. Saluran masuk dan saluran keluar
alumunium cair berada dibagian cup jadi volume cairan alumunium yang masuk
sebesar volume yang keluar. Pada percobaan pertama ini gagal karena antara
weld metal dan base metal tidak terjadi penyambungan.
b. Percobaan perbaikan cacat las pada komponen alumunium silikon dengan
menggunakan metode pengecoran kedua dilakukan dengan cara menggunakan
cetakan pasir drag cup. Saluran masuk dan saluran keluar alumunium cair
berada dibagian cup, saluran masuk berada di bagian atas dan saluran keluar
berada dibagian samping cup. Pada percobaan kedua ini pun gagal tidak terjadi
penyambungan.
c. Percobaan perbaikan cacat las pada komponen alumunium silikon dengan
menggunakan metode pengecoran ketiga dilakukan dengan cara menggunakan
cetakan pasir drag saja. Proses penuangan langsung ke samping spesimen yang
menuju kampuh. Pada sisi yang lain diletakkan penahan aliran alumunium cair.
Proses penuangan dilakukan berkali-kali sampai akhirnya weld metal berhasil
menempel dengan base metal. Namun demikian, setelah dilakukan pemolesan
ternyata terdapat banyak porositas.
d. Dengan mempertimbangkan keberhasilan pada point c, maka dengan cara sama
dilakukan lagi percobaan keempat dengan dimensi yang berbeda. Cara
perbaikan pada percobaan keempat ini sama dengan percobaan ketiga
menggunakan drag saja. Proses penuangan langsung ke samping spesimen yang
menuju kampuh, dan disisi satunya disimpan penahan aliran alumunium cair.
Proses penuangan dilakukan berkali-kali sampai akhirnya weld metal berhasil
32
menempel dengan base metal. Namun, setelah pemolesan dan pemotretan
makro terdapat incomplete fusion dan porositas.
e. Percobaan perbaikan cacat pada komponen alumunium silikon dengan
menggunakan metode pengecoran kelima dilakukan dengan tujuan
menghilangkan incomplete fusion seperti terjadi pada percobaan sebelumnya.
Percobaan perbaikan kelima dilakukan dengan cara menggunakan cetakan pasir
drag saja. Proses penuangan langsung ke samping spesimen yang menuju
kampuh, dan disisi satunya disimpan penahan aliran alumunium cair namun
diberi jarak antara spesimen dan penahan. Proses penuangan dilakukan berkali-
kali sampai akhirnya weld metal berhasil menyatu dengan base metal. Setelah
dilakukan pemolesan, pada sambungan hanya terdapat porositas. Hal ini
menunjukkan bahwa hasil proses perbaikan yang kelima lebih baik dari hasil
percobaan sebelumnya.
Adanya incomplete fusion dan porositas dapat disebabkan karena:
a. Faktor cetakan pasir dan sistem saluran atau in gate yang terlalu sempit dapat
menyebabkan laju aliran logam pengisi menjadi sedikit terhambat.
b. Penurunan temperatur karena menggunakan cetakan pasir. Alumunium cair akan
mengalami penurunan temperatur mulai dari masuk melalui pouring basin sehingga
saat mencapai daerah base metal temperatur alumunium pengisi sudah berbeda
sehingga tidak dapat mengikis permukaan kampuh dan weld metal tidak menempel
dengan base metal.
c. Laju aliran logam cair pada proses penuangan logam pengisi ke dalam komponen
aluminium diperkirakan terlalu cepat, yang mengakibatkan logam cair yang
dialirkan pada komponen yang ditanam didalam cetakan tidak mampu menggerus
atau tidak mencairkan permukaan kampuh komponen aluminium.
Dari hasil pengamatan visual dan foto makro pada spesimen pada percobaan repair welding
ketiga, keempat dan kelima dapat dianalisa faktor-faktor penyebab terjadinya porositas dan
incomplete fusion adalah :
a. Porositas
Alumunium cair sangat reaktif sekali terhadap gas hidrogen. Gas hidrogen dapat
membuat gelembung udara terikat didalam alumunium cair yg mengakibatkan
porositas.
b. Incomplete fusion
33
Gambar 4.1 Porositas dan incomplete fusion pada spesimen hasil perbaikan
Gambar 4.2 Spesimen uji tarik
Hal ini terjadi karena preheat yg kurang merata atau laju alir alumunium ke dalam
cetakan terlalu cepat. Hal lain adalah karena volume cairan yang kurang banyak
atau waktu penuangan kurang lama.
4.2 Pengujian Sifat Mekanik
4.2.1 Pengujian Tarik
Tujuan dari pengujian tarik adalah untuk mengetahui ketahanan material terhadap beban
tarik. Pembuatan spesimen uji tarik mengacu pada standar ASTM E.8 dan hasil tersebut
diperlihatkan pada gambar 4.2.
Pada saat proses pembuatan spesimen uji tarik, sambungan dari logam induk Al-Si (12 %)
dan logam pengisi Al-Si (12%) menyambung tetapi tidak sempurna sehingga
mengakibatkan logam pengisi putus dari logam induknya pada posisi sambungan (Gambar
4.3)
34
Gambar 4.3 Spesimen putus pada sambungan
Gambar 4.4 Penampang patahan hasil uji tarik
Gambar 4.5 Spesimen uji kekerasan
4.2.2 Pengujian Kekerasan
Titik-titik pengujian kekerasan diperlihatkan pada gambar 4.5.
Dari hasil pengujian kekerasan, harga kekerasan pada weld metal, fusion line dan logam
induk menunjukkan harga kekerasan yang relative sama yaitu 110 VHN, 104 VHN.
35
Gambar 4.6 Struktur mikro
72X
300X
Pengujian dilakukan sebanyak 6 titik dengan menggunakan beban 0.5 kg yaitu 3 posisi di
bagian base metal dan 3 posisi di bagian weld metal (gambar 4.5).
4.2.3 Pengamatan Metalografi
Dari gambar struktur mikro terlihat bahwa baik logam induk maupun logam pengisi
memiliki struktur eutektik yang menunjukkan bahwa paduan tersebut adalah Al-12%Si.
36
4.3 Tahap Generalisasi
Telah disampaikan bahwa hasil dari penelitian ini adalah penerapan metode Turbulence
Flow Casting (TFC) pada perbaikan cacat pada komponen Al-12Si. Dari serangkaian
eksperimen dan hasil pengujian parameter diperoleh beberapa parameter yang terkait
didalam proses TFC yaitu temperatur preheat, temperatur penuangan, waktu penuangan,
sand ratio, laju aliran logam cair, dan diameter saluran. Diantara parameter-parameter
tersebut terdapat parameter utama yang sangat menentukan tipe struktur mikro yang
terbentuk di daerah sambungan yaitu temperatur preheat dan waktu penuangan. Parameter
lain dianggap sebagai parameter tetap dan harganya ditentukan berdasarkan angka praktis
di lapangan yaitu temperatur penuangan 700 – 7800C dan sand ratio sebesar 10. Sedangkan
laju aliran massa sebesar 0.6 kg/s ditentukan berdasarkan hasil optimasi dari serangkaian
eksperimen yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil pengujian parameter dengan proses TFC hanya berlaku untuk satu buah dimensi cacat
yaitu sekitar 10 x 10 x 10 mm sehingga keberlakuannya sangat terbatas dan sangat spesifik.
Apabila dimensi cacat yang akan diperbaiki berbeda dengan yang telah dilakukan pada uji
parameter maka harga-harga parameter yang dihasilkan juga akan berbeda. Oleh sebab itu,
pemilihan harga parameter yang sesuai dengan dimensi cacat yang baru harus dilakukan
melalui ekperimen ulang. Pengulangan eksperimen untuk dimensi cacat yang berbeda-beda
membutuhkan tak hingga jumlah eksperimen yang konsekuensinya terkait dengan faktor
ekonomi dan waktu yang sangat lama. Terlebih lagi, keberlakuan data dengan melakukan
eksperimen ulang hanya terbatas pada kurva yang dihasilkan dari setiap harga dimensi cacat
tertentu saja. Hal ini tidak menghasilkan solusi yang dapat diterapkan (applicable) dengan
mudah di lapangan. Untuk itu maka data eksperimen yang spesifik ini harus dapat
digeneralisir agar keberlakuannya dapat diperluas.
Perangkat yang sangat diperlukan untuk memperluas keberlakuan data hasil eksperimen
adalah pemodelan matematik. Solusi yang disusun untuk membangun model matematik ini
dilakukan melalui pendekatan analisis dimensional. Solusi analisis dimensional yang
diterapkan dalam mencari solusi umum pada kenyataannya tidak langsung dapat diperoleh
dengan mudah. Penentuan formulasi matematik untuk mencari solusi umum merupakan
proses penemuan yang sangat panjang dan sangat melelahkan. Hal ini disebabkan karena
proses penemuan tersebut harus melalui berbagai jalan lain yang hasilnya tidak langsung
dapat segera diperoleh atau tidak straight forward. Secara matematik, kesulitan utama
dalam membangun solusi analitik bagi model TFC adalah :
37
1. Phase change problem. Masukan panas dari aliran logam cair akan mencairkan
spesimen dengan demikian terjadi perubahan fasa dari padat menjadi cair selama
pencairan dan dari fasa cair kembali menjadi padat selama proses pembekuan.
2. Moving boundary problem. Bagian yang mencair selalu bergerak selama masukan
panas diberikan dengan demikian secara matematik kondisi batasnya selalu
berubah.
3. Two region problem. Ketika terjadi pencairan, tedapat dua daerah yaitu region cair
dan padat dimana masing-masing mempunyai distribusi temperatur yang berbeda
4. Surface temperature change problem. Modus pepindahan panas yang terjadi dari
aliran logam cair ke spesimen terjadi secara konveksi maka akibat aliran ini
temperatur dinding spesimen selalu berubah fungsi dari waktu yaitu mulai dari
keadaan padat hingga cair dan untuk ini belum ada solusi analitiknya. Persamaan
yang ditawarkan oleh Schneider (Vedat, 1966) hanya berlaku untuk perpindahan
panas pada benda padat yang tidak mengalami pencairan.
5. Heat transfer solution approach. Berkaitan dengan poin 4, konsep perpindahan
panas hanya menawarkan dua pendekatan untuk solusi ini yaitu asumsi heat flux
konstan atau temperatur dinding yang konstan.
6. Solidification problem. Mengkorelasikan solusi analitik dengan struktur mikro
akhir ketika terjadi proses pembekuan.
Berangkat dari berbagai masalah di atas maka pencarian solusi dimulai dengan mencoba
mempelajari teori perpindahan panas dan mengkaji solusi matematik yang paling
sederhana. Dari teori perpindahan panas dihasilkan pemahaman fenomena pencairan dan
pembekuan yang melibatkan perubahan fasa dari padat ke cair dan sebaliknya. Kedua
fenomena ini sangat berkaitan erat dengan fenomena fisik yang terjadi pada proses TFC.
Pencarian solusi matematik dimulai dari yang paling sederhana yaitu dengan metode Heat
Balance Integral (Ozisik, 1968). Usaha pencarian solusi matematik dilakukan melalui
urutan pemecahan sebagai berikut :
(1) Metode Heat Balance Integral
(2) Metode Balans Energi, Pendekatan Heat flux Konstan
(3) Metode Penyederhanaan Heat Balance Integral
38
(4) Metode Analisis Dimensional
Walaupun proses pencarian solusi sangat panjang, namun urutan pemecahan tersebut telah
memberikan kontribusi pemahaman yang sangat berarti bagi pencarian solusi pada metode
yang berikutnya. Sebagai contoh, penentuan solusi dengan metode yang pertama
mengilhami solusi pada metode yang kedua. Langkah ini terus berlanjut hingga metode-
metode tersebut sangat berkontribusi dalam penentuan solusi dengan analisis dimensional.
Sebagai gambaran saja, distribusi temperatur yang diperoleh melalui metode Heat Balance
Integral dapat dimanfaatkan kembali dalam penentuan solusi dengan analisis dimensional.
Oleh karena itu, penentuan solusi yang sangat panjang ini merupakan tahapan yang
menghasilkan solusi di akhir metode pemecahan karena kenyataannya metode analisis
dimensional tidak dapat berdiri sendiri tanpa memperoleh bantuan dari metode pemecahan
yang sebelumnya.
Pada metode yang pertama dan kedua, solusi akhirnya hanya dapat diselesaikan secara
iterasi (numerik). Metode ketiga belum diyakini sebagai solusi yang baik walaupun telah
menghasilkan persamaan kedalaman pencairan. Metode terakhir memberikan solusi yang
paling baik namun harus diiringi dengan data hasil eksperimen. Dengan demikian metode
yang terakhir menghasilkan persamaan empirik. Ketiga metode yang pertama dibahas
secara rinci pada lampiran A. Pada bab ini hanya dipaparkan hasil dari metode yang terakhir
yaitu metode analisis dimensional.
4.3.1 Penurunan Formulasi Matematik Pencairan dan Pembekuan pada Proses
TFC dengan Analisis Dimensional
Sebelum pendekatan analisis dimensional diterapkan pada model TFC, terlebih dahulu
dilakukan pengujian analisis dimensional terhadap hasil perhitungan yang telah dilakukan
oleh beberapa peneliti terdahulu sebagaimana tercantum di dalam literatur (Ohnaka, 1985).
Kasus ini diterapkan pada baja karbon 0,18%C, satu dimensi dan berlaku pada bidang datar.
Hasilnya ditunjukkan pada lampiran B.
Pendekatan analisis dimensional yang diturunkan dengan menggabungkan konsep
perpindahan panas dan penggunaan variabel tak-berdimensi menghasilkan solusi yang
sangat menggembirakan. Perbedaan pendekatan analisis dimensional dengan solusi eksak
39
hanya 4,45% saja. Sedangkan perbedaan solusi analitik hasil penurunan yang dibandingkan
dengan metode integral adalah sebesar 5,06%. Kecenderungan kurva hasil solusi eksak dan
analisis dimensional nampak serupa bila dibandingkan dengan metode integral. Hasil dari
metode integral memperlihatkan peningkatan yang sangat tajam dan makin menjauh
dibandingkan terhadap hasil solusi eksak. Dengan demikian pendekatan analisis
dimensional dapat digunakan lebih lanjut dalam memodelkan fenomena pencairan dan
pembekuan untuk proses TFC. Penurunan analisis dimensional ini disajikan pada lampiran
B. Gambar 4.7 memperlihatkan sketsa pencairan pada suatu bidang datar. Pada gambar
tersebut diperlihatkan adanya daerah liquid dan daerah solid. Daerah liquid adalah daerah
yang mencair oleh aliran logam cair yang mengenainya. Dari sketsa tersebut dapat
dibangun sebuah persamaan energi melalui konsep perpindahan panas dengan bantuan
rangkaian termal. Dengan bantuan rangkaian termal dapat dikumpulkan sejumlah
parameter yang terkait dengan proses pencairan. Dengan membuat kelompok-kelompok
bilangan tak berdimensi maka nantinya akan diperoleh hubungan fungsional dari setiap
parameter yang terkait.
Rangkaian Termal
ψ
T0
ε
δ
x 0
T = Tpr
572oC
qs
Liquid
qc qk
ql
Solid
Tl
Ts
T∞
T∞
Tpr 1/h
ε/kl
ψ/ks
T0
Tm Tpr
Gambar 4.7 Sketsa distribusi temperatur dan rangkaian termal
40
dt
dTTCTTCL
kk
TT
h
TTprmpmp
pr )()()(
///10
00
kk
TT
h
TT pr
///1
00
dt
dTTCTTCL prmpmp
)()()( 0
k
h )(*
k
dhd
)(*
)()( 0
0
2
*
prmpmp
pr
TTCTTCLk
tTTht
prTT
TTT
0
0* )(
*
**
2**
**
2
1ln1
11
T
T
TTt
Laju perpindahan panas per satuan luas melalui tahanan-tahanan yang diberikan oleh aliran
logam cair di daerah liquid atau di daerah pencairan (melting) dan di daerah solid sebagai
akibat potensial temperatur (T∞-Tpr) adalah :
…… (1)
Sementara itu, laju perpindahan panas persatuan luas diatas sama dengan besarnya energi
yang diperlukan untuk mengubah fasa padat menjadi cair dan untuk menaikkan temperatur
di daerah cair-padat sebesar :
....... (2)
maka dari kedua pernyataan di atas diperoleh persamaan energi :
....... (3)
Definisikan bilangan tak berdimensi :
....... (4)
Dengan proses penyederhaan dan integrasi maka diperoleh persamaan dalam bentuk
kelompok tak berdimensi yaitu :
....... (5)
41
9404.0*)(1813,2 TA
9325.0)(2492,0 * TB
8878.0*)(4157.0* tx
8860.0*)(4744.0* tx
8694.0*)(5925.0* tx
8574.0*)(7054.0* tx
)()( 0
02
*
prmpmp
pr
TTCTTCLk
tTTht
k
h )(*
Hubungan yang diinginkan dari persamaan (5) adalah berupa δ*= f(t*,T*) dimana δ* adalah
lapisan termal yang ingin dicari. Mengubah persamaan waktu tak-berdimensi kedalam
bentuk fungsi sederhana δ*= f(t*,T*) memerlukan penanganan matematik yang cukup rumit.
Untuk itu penentuan besaran kedalaman penetrasi panas komulatif (δ*) dihitung melalui
proses iterasi yang selanjutnya ditampilkan dalam bentuk kurva hubungan antara δ* vs t*.
Dari kurva tersebut diperoleh sebuah persamaan umum tak berdimensi δ*= f(t*,T*). Hasil
persamaan selanjutnya digunakan untuk menentukan kurva hubungan δ vs t dan ε vs t.
Persamaan (5) berubah menjadi hubungan antara δ*, t*, dan T* yaitu :
dimana :
....... (6)
Dari persamaan (6) kemudian diplot kurva hubungan δ terhadap t maka diperoleh
perbandingan kurva kedalaman pencairan hasil eksperimen dan hasil analisis dimensional
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.9.
BtA **
Gambar 4.8 Kedalaman penetrasi panas tak berdimensi vs waktu tak berdimensi
42
B
prmpmp
pr
TTCTTCLk
tTTh
h
Akx
)()(
18.0
0
02
BtAx *18.0*
Setelah solusi matematik dikoreksi dengan hasil eksperimen maka persamaan untuk
fenomena melting adalah:
....... (7)
Berikutnya dijelaskan secara singkat penurunan formulasi matematik pembekuan pada
proses TFC dengan bantuan gambar 4.10.
T0
ε
δ
x 0
T = Tpr
572oC
Liquid Solid
Tl
Ts
x = 0.5D
T∞
Gambar 4.10 Sketsa distribusi temperatur pada proses pembekuan
Gambar 4.9 Perbandingan kedalaman penetrasi panas vs waktu hasil ekperimen dan
hasil penurunan solusi matematik
43
dt
tTTCL
x
Tk
x
Tk mp
tx
l
l
s
s
)()( 0
)(
2
)()(2
xTT
xTTTT prmprmms
2
0000 )()(
xTT
k
hTT
xTT
k
hTT
l
m
l
l
m
lx
l TTTTk
h
dx
dT
00
2)(
)(2 prm
x
sTT
dx
dT
dt
tTTCLTTTT
k
hk
TTk mpm
l
l
prm
s
)()(
2)(
)(2000
dt
T
TTk
TTCLTTTT
k
hTT
m
mp
m
l
prm
)(
)(2)(
)(2
0
0
00
Balans energi di S/L interface :
…… (8)
Dari lampiran, persamaan distribusi temperatur di daerah liquid :
Dari lampiran, persamaan distribusi temperatur di daerah solid :
Penurunan persamaan terhadap x di x = ε :
Penurunan persamaan terhadap x di x = ε :
Jika ks = kl dan fluks panas di S/L interface dianggap konstan maka :
Asumsi pembekuan terjadi pada temperatur konstan (quasi-steady) sehingga 0dt
Td
maka,
44
m
l
prm
m
l
prm
TTTTk
hTT
TTTTk
hTT
00
00
2)(
)(2
02
)()(2
53
*18.0*
TtA
B
53*
* T
1
8.277.16*
*
B
AATt
46.0
0
02
*
)()(36.2
prmpmp
pr
TTCTTCLk
tTThT
35.0
0
02
*
)()(83.0
prmpmp
pr
TTCTTCLk
tTThT
Kedua ruas dikalikan dengan k dan ε, maka diperoleh :
disederhanakan menjadi :
…… (9)
Dengan cara yang sama dengan penurunan persamaan (6), maka diperoleh persamaan baru
sebagai pengganti persamaan (9) yaitu :
…… (10)
Atau:
…… (11)
Setelah dilakukan koreksi terhadap hasil eksperimen maka persamaan (11) menjadi :
Atau:
46.0* *)(36.2 tT
35.0* *)(83.0 tT
45
35.0
0
*
2
*
)()(83.0
prmpmp TTCTTCLk
T
th
T
35.0
*0
*
2
*
)(
83.0
T
C
TT
Lk
T
th
Tp
86.2
*
* 83.015.2
TT
pCk
th
2
702.0
2
2
11.0)(
k
th
TT
TT
m
prm
Kalikan pembilang dan penyebut dengan (T∞ dan T0), maka persamaan menjadi:
Kemudian dengan menganggap harga Cp rata-rata adalah 0.5 (Cp1 + Cp2), maka:
Disederhanakan kembali menjadi:
dimana:
Tpr = preheating temperature
Tm = melting temperature
T∞ = liquid temperature
k = thermal conductivity
soTTpCTTpCLthen
TTTTTTT
m
mm
,5.2,
,),(2
1
00
000
702.0* 11.0
46
702.0
2
2
)(11.0
k
thTTTT mmpr
Persamaan akhir hubungan temperatur preheat terhadap waktu penuangan pada proses
pembekuan, adalah :
digambarkan dengan menggunakan kurva seperti pada gambar 4. 11.
Kini kaitan antara parameter proses TFC dengan struktur mikro yang dihasilkan di daerah
sambungan dapat diprediksi dengan menggunakan formulasi matematik. Keberlakuan
formulasi matematik lebih umum dibandingkan dengan kurva hasil pengujian parameter
karena dapat diterapkan untuk menentukan harga parameter proses TFC pada berbagai
dimensi cacat yang akan diperbaiki. Syarat yang harus dipenuhi sebelum menentukan harga
parameter adalah asas similaritas. Syarat similaritas yang harus dipenuhi dalam penelitian
ini adalah kesamaan bilangan Reynolds, bilangan Prandtl dan geometri saluran berupa
silindris. Dengan demikian kurva hasil uji parameter telah tergantikan oleh adanya
formulasi matematik tersebut.
Gambar 4.11 Kurva temperatur preheat terhadap waktu penuangan untuk
pembekuan logam cair dengan metode TFC
47
V. KESIMPULAN
1. Dari lima kali percobaan perbaikan terhadap logam Al-Si, diperoleh percobaan
kelima telah terjadi penyambungan walaupun belum sempurna karena masih
terdapat incomplete fusion dan porositas. Oleh sebab itu, pada percobaan berikutnya
akan dilakukan percobaan ulang untuk mendapatkan sambungan yang sempurna
antara logam induk dengan logam pengisi.
2. Formulasi matematik dapat digunakan untuk menentukan harga-harga parameter
proses TFC pada berbagai dimensi cacat asalkan memenuhi asas similaritas yaitu
memiliki kesamaan bilangan Reynolds, bilangan Prandtl dan geometri saluran
berupa silindris.
3. Formulasi matematik dibangun dengan bantuan konsep perpindahan panas yang
parameter-parameternya disusun dalam bentuk bilangan tak-berdimensi.
48
DAFTAR PUSTAKA
[1] Piia Lamberg, Approximate analytical model for two-phase solidification problem in
a finned phase-change material storage, Elsevier, Applied Energy 77 (2004) 131–152.
[2] Muki S. Permana, Rochim Suratman, Budi H. Setiamarga, Experimental and
Numerical Investigation of Melting and Solidification during Gray Cast Iron Repair by
Turbulence Flow Casting, International Journal of Mechanical Computational and
Manufacturing Research, Vol.1. No.1, (2012), 35-41, ISSN: 2301-4148. 2012
[3] H. X. Wang, K. Cheng, X. Chen, W. Pan, Heat and Mass Transfer, (2006), Article in
Press.
[4] M. R. Barkhudarov, Is Fluid Flow Important for Predicting Solidification?,
Solidification Procesing’97 Conference, Sheffield, U.K., (7-10 July 1997), 1-6.
[5] L.S. Chao, Du W.C., Macro-Micro Modeling of Solidification, Proc. Natl. Sci. Counc.
ROC (A), Vol. 23, No. 5, (1999), 622-629.
[6] A.H. Mosaffaa, F. Talati a, H. Basirat Tabrizib, M.A. Rosen, Analytical modeling of
PCM solidification in a shell and tube finned thermal storage for air conditioning
systems, Elsevier, Energy and Buildings 49 (2012) 356-361.
[7] D.V. Alexandrov, A.P. Malygin, Mathematical modeling of solidification process near
the inner core boundary of the Earth, Elsevier, Applied Mathematical Modeling 37
(2013) 9368-9378.
[8] Stefan Kleditzschc, Birgit Awiszusa, Michael Lätzerb, Erhard Leidichba
Professorship, Numerical and analytical investigation of steel–aluminum knurled
interference fits: Joining process and load characteristics, Elsevier, Journal of Materials
Processing Technology 219 (2015) 286–294.
[9] S. Jia, D. Zhang, Y. Xuan, L. Nastac, Erhard Leidichba Professorship, N An
experimental and modeling investigation of aluminum-based alloys and nano
composites processed by ultrasonic cavitation processing, Elsevier, Journal of Applied
Acoustics xxx (2015) xxx–xxx, Article in Press.
49
[10] D. Mazzeo, G. Oliveti, M. De Simone, N. Arcuri, Analytical model for
solidification and melting in a finite PCM in steady periodic regime, Elsevier,
International Journal of Heat and Mass Transfer 88 (2015) 844–861.
[11] I. L. Ferreira, J. E. Spinelli, J. C. Pires, A. Garcia, App. Math. Model A408, (2005),
317-325.
[12] A. M. C. Chan, An approximate analytical solution to the freezing problem subject
to convective cooling and with arbitrary initial liquid temperatures, Int. J. Heat
Mass Trans/cr. Vol. 26. No. II . pp. 1712-17IS. 1983
[13] Piia Lamberg a, Reijo Lehtiniemi b,∗, Anna-Maria Henell, Numerical and
experimental investigation of melting and freezing processes in phase change
material storage, International Journal of Thermal Science (2003). Vol. 26. No. II.
pp. 1712-17IS. 1983.
[14] Frank Kreith, Raj M. Manglik, Mark S. Bohn,’Principles of Heat Transfer’, (2011),
7th Ed.
1
LAMPIRAN A
Penurunan Formulasi Matematik Pencairan dan Pembekuan dengan
Menggunakan Metode Heat Balance Integral
2
t
T
x
T
12
2
pC
k
A1. Penurunan Formulasi Matematik Pencairan dan Pembekuan dengan
Menggunakan Metode Heat Balance Integral
Distribusi temperatur di daerah solid :
Persamaan konduksi umum berdimensi satu di dalam benda padat adalah :
.........(A1)
.........(A2)
dimana :
α = Difusivitas termal (m2/s)
k = Konduktivitas termal (W/m.K)
ρ = Massa jenis (kg/m3)
Cp = Panas jenis (J/kg.K)
qc qk
T∞
TPreheat
Ti
Dinding Rongga Cacat
Arah aliran logam cair
T(x,t)
X
Y
Gambar A1. Sketsa arah aliran dan kontrol volume di permukaan rongga cacat
3
Perkiraan sementara distribusi temperatur di sekitar weld pool pada kondisi transien,
sebagaimana pada gambar A2.
Kondisi batas pada t = 0
Kondisi batas pada t ≥ 0
ε(t) = S/L interface, bergerak saat berlangsung proses heating.
δ(t) = Daerah batas profil distribusi temperatur dengan temperatur awal spesimen.
Gambar A2. Sketsa pencairan permukaan rongga cacat pada saat aliran logam cair
TPr
X
solid liquid
Pada t = 0, Temperatur di
seluruh bagian benda sama
dengan TPr
0
liquid solid
ε(t)
Ti
Tm TPr
S/L Interface
X 0
)( 00
xx TTh
x
Tk
Suplai panas
Daerah yang turut mencair (Fusion Zone)
δ(t)
4
dt
tL
x
Tk
x
Tktx
tx
l
l
s
s
)(;0,
)(
),0(
0
;0,0 t
x
s TThx
Tktx
mt TTtx )(;0,
0;0, )(
x
prtdx
dTdanTTtx
Kondisi batas :
Pada t = 0 T(x,0) = TPr ...................(A3)
Pada .................(A4a)
.................(A4b)
.................(A4c)
.................(A4d)
Kondisi-kondisi batas tersebut diterapkan pada sketsa gambar A3.
Tpr
t = 0 ; x > 0
t > 0 ; x = 0 T = T0
δ
T = Tpr
qc
qk
T0 ≈Tm ≈1140oC
δ
T = Tpr (sebelum mencair)
t > 0 ; x = 0 T = Tm
Tp r< T0 < Tm
T∞
Gambar A3. Ilustrasi proses pemanasan rongga cacat oleh aliran logam cair sebelum terjadi
pencairan.
5
2
210
xC
xCCTs
mtxTT
)(
prtxTT
)(
E1.1 Penentuan Distribusi Temperatur di Daerah Solid
Asumsi distribusi temperatur, berupa persamaan polynomial orde dua, yaitu :
.................(A5)
Kondisi batas :
Pada x = ε, .................(A6a)
x = δ, .................(A6b)
T0 > Tm
qc qk
ε δ
Liquid
T = Tpr
Solid
T0
ε
δ x 0
T = Tpr
1140oC
qs
Liquid
qc qk
ql
Solid
Tl
Ts
1140oC t > 0 x = 0
00 )(
xx
x
TkTTh
T = T0
dt
tL
x
Tk
x
Tk
tx
l
l
s
s
)(
)(
x = ε T = Tm t > 0
t > 0 x = δ
T = Tpr
Gambar A4. Ilustrasi proses pencairan rongga cacat oleh aliran logam cair.
6
0)(CTT mtx
21)(CCTTT mprtx
2
2
2
21
)(
2
)(
2
CxCC
x
T
2
2
2
21
)( )(
2
)(
20
CCC
dx
dT
tx
2
21
)( )(
)(20
CC
dx
dT
tx
2
)()(2
xTT
xTTTT prmprmms
0)(
txdx
dT
.................(A6c)
Dengan memasukkan kondisi batas kedalam persamaan (A6), maka:
……………………………………….(A7a)
……………………………………….(A7b)
……………………………………….(A7c)
atau
……………………………………….(A7d)
dan C1 = - 2 C2 ……………………………………….(A7e)
Substitusikan persamaan A7e) ke persamaan (A7b) maka diperoleh:
C1 = -2 (Tm – Tpr) ; C2 = (Tm – Tpr ………………………………(A7f)
Dengan memasukkan konstanta –konstanta C1, C2, dan C3 kedalam persamaan (A1)
maka distribusi temperatur di daerah solid adalah :
………………(A8)
7
2
210
xC
xCCTl
1
0
0
)(C
TTk
h
x
T
lx
2
21 2
xCC
x
T
)( 01 TTk
hC
l
)()( 002 TT
k
hTTC
l
m
00 TC
2
0000 )()(
xTT
k
hTT
xTT
k
hTT
l
m
l
l
)( 0
0
TTk
h
x
T
lx
)( 01 TTk
hC
l
)()( 002 TTk
hTTC
l
m
E1.2 Penentuan Distribusi Temperatur di Daerah Liquid
…………..…………………………………(A9)
Kondisi batas :
Pada x = 0, Tx=0 = T0 ……………...……………………………………(A10a)
………………………………………(A10b)
x = ε, Tx=ε =Tm……………………………………………………..(A10c)
Substitusikan persamaan (A10) ke persamaan (A9), maka :
C0 = T0
Tm = T0 + C1 + C2
Maka :
Sehingga :
..........(11)
8
dt
tL
x
Tk
x
Tk
tx
l
l
s
s
)(
)(
dt
dLTT
k
hTTTT
k
hk
TTk
l
m
l
l
prm
s
)()(
2)(
)(000
dt
d
k
LTT
k
hTTTT
k
hTT
l
m
l
prm
)()(
2)(
)(000
dt
d
k
LTTTT
k
hTTm
l
prm
)(
2)(
)(00
dt
d
k
LTTTT
k
hTTm
l
prm
)(
2)(
)(00
)(
2)(
)(00 m
l
prmTTTT
k
hTT
L
k
dt
d
Kini terdapat dua buah persamaan distribusi temperatur. Kontinuitas kedua buah
distribusi temperatur tersebut akan tetap terjaga di daerah antar-muka solid dan liquid
(S/L interface) yaitu suatu daerah dimana proses perpindahan panas yang terjadi
digunakan untuk proses pencairan bagian padat yang masih tersisa atau saat terjadi
peyerapan panas laten pencairan (latent heat of fusion) oleh daerah padat. Persamaan
balans energi di daerah S/L inteface diwakili oleh persamaan (A8).
………………………………(A12)
dengan menurunkan kedua persamaan distribusi temperatur terhadap x, diperoleh :
Jika dianggap ks = kl, maka :
………………………(A13)
9
t
T
x
T
12
2
)()(
)(
00)(
tTTdxtx
T
x
Tt
tx
xx
l
tx
l
k
TTh
dt
t
k
L
dx
dT
x
T
x
T
x
s
x
l
tx
l )()( 0
0)(
00 )(
xx
x
TkTTh
dt
tL
x
Tk
x
Tk
tSx
l
l
s
s
)(
)(
Penentuan harga ε
Memasukkan kondisi batas dan persamaan distribusi temperatur ke heat balance
integral.
Persamaan umum perpindahan panas konduksi :
………………(A14)
Daerah Liquid
Dengan mengintegrasikan persamaan umum konduksi dari persamaan (E10) maka :
………………(A15)
Gunakan syarat batas di x = 0 dan x = ε (pada S/L interface) dimana :
………………(A16)
………………(A17)
Sehingga ruas kiri dari persamaan (E11), menjadi :
(Asumsi ks = kl))
10
)(
)(
)(
0tTTdx
t t
tx
x
)()()( .
)(
0
2
0000 tTdxx
TTk
hTT
xTT
k
hT
tm
tx
xm
)()(33
)(2
.
)(
0
3
02
30
0
2
0 tTxTTk
hxTTTT
k
hxxT
tm
tx
x
m
)()(
33)(
2.0
20
0
2
0 tTTTk
hTTTT
k
hT
tm
m
)(
6
5)(
3
2)(
6
5
3
1)( 0
2
00
2
00 TTk
hTT
tTT
k
hTTTT
tmmm
)(6
5)(
3
2)()(0
2
0
0 TTk
hTT
tk
TTh
dt
t
k
L
dx
dT
C
km
x
s
p
)6
5
6
5
3
2
3
2)(
)(10
22
00 Tk
hT
k
hTT
tTTh
dt
tL
dx
dTk
Cm
x
s
p
t
T
k
h
tk
hT
tk
hT
t
T
t
T
t
T
t
TThdt
tL
dx
dTk
C
m
x
s
p
0
2
000
0
6
5
6
10
6
10
3
2
3
2
3
2
)()(1
t
T
k
h
tk
TThTTTTh
dt
tL
dx
dTk
C
m
x
s
p
0
2
00
0
6
5
3
2
6
)(10
3
)(2)(
)(1
dan ruas kanan dari persamaan (A11), menjadi:
Dengan menyamakan kedua ruas dari persamaan (A11) maka :
11
prm
x
sTT
dx
dT
x
s
dx
dT
t
T
k
h
tL
k
TThTT
TThdx
dTk
C
m
x
s
p
0
2
00
0
6
5
3
2
6
)(10
3
)(2
)(1
t
T
k
h
tL
k
TThTT
TThTT
kC
m
prm
p
0
2
00
0
6
5
3
2
6
)(10
3
)(2
)(1
t
T
k
hC
tL
k
TThTTC
TThTT
k
pm
p
prm
0
2
00
0
6
5
3
2
6
)(10
3
)(2
)(
t
T
k
hCTTh
TTk
tL
k
TThTTC
p
prm
mp
0
2
0
00
6
5
3
2)(
6
)(10
3
)(2
Suku diperoleh dengan cara menurunkan persamaan (A4) pada x = ε, maka
:
Sehingga :
12
dxx
Tdx
tx
T
0
3
3
0
2
t
T
t
TTTT
k
h
t
T
tTT
k
hTTTT
k
h
t
T
tx
T
t
T
t
T
t
T
m
m
x
l
x
l
x
ll
000
00
00
0
00
2)(
3
)(22
)(
Lk
TThTTC
t
T
k
hCTTh
TTk
t mp
p
prm
6
)(10
3
)(2
6
5
3
2)(
00
0
2
0
t
T
k
h
t
T
k
h
t
T
k
hTT
k
h
t
x
T
tt
T
xx
T
xdx
x
T
xx
00
0
00
2
2
0
3
3
)(
1
t
TTTT
k
h
t
T
k
h
t
T
k
h
t
T
t
TTTT
k
h
m
m
0
0
0
000
0
2)(
31
2)(
3
Akhirnya diperoleh :
………………(A18)
Penentuan harga T0
………………(A19)
Pandang sisi liquid
Sehingga persamaan (A15), menjadi
13
hk
tTT
kTTh
t
Tm
00
0
2)(3
)()()()(
)(
tTtTTdxtx
T
x
Ttt
x
xx
s
tx
s
2
32
2
2
2
2
2
32
2
2
2
2
2
32
2
)()(
3
1
2
1)(2
3
1
2
1)(2)(
3
1
2
1)(2
)()()()(2
)()(
prm
prmprm
mpr
x
x
prmm
x
x
mprprmprmm
tt
x
x
TT
TTTT
t
TTxxxxx
TTxTt
tTtTdxx
TTx
TTTt
tTtTTdxt
2
332
2
32
2
2
2
2
2
32
3
23)(
3
222
3
22)(
prm
prm
TTt
TTt
………………(A20)
Penentuan harga δ
Pandang sisi solid
Persamaan umum konduksi persamaan (A10) kembali digunakan dan kini
dimanfaatkan untuk menentukan harga δ dalam bentuk heat balance integral.
………………(A21)
Penurunan persamaan (A21) dimulai dari ruas kanan, yaitu :
14
2222
222
2
2
22
tttttt
ttttttt
ttttt3
3 22
22
22
2
3
2
tttttt
ttttttt
tt
t
t
tttttt
ttttttt
2
2
2
22
222222
2
222222
2
2
2222
2
2222
2
2223
2
2
Penyelesaian suku I
15
4
3
4
22
3
4
22
4
322
4
322
2
3
2
3
2
33
23
3
2
23
3
2
23
3
2
23
3
2
3
2
3
2
3
2
ttt
ttt
ttt
ttt
ttt
4
322
4
322
2
3
2
3
2
33
23
3
2
23
3
2
3
2
3
2
3
2
ttt
ttt
ttt
Penyelesaian suku II
16
tt
ttt
ttt
ttt
3
33
3
3223
3
33
3
33
3
2
3
33
3
33
3
33
3
410223/2
3
4
3
42
3
4
3
42
3
42
tt
ttTTtTtTTdx
tprmtt
x
x
3
33
3
3223
2
2
2
22
)()(
3
410223/2
2223)()()(
)()()()(
)(
tTtTTdxtx
T
x
Ttt
x
xx
s
tx
s
t
tTT
t
tTT
prm
prm
3
3223
3
32223
3
33223
3
322332223
3/42223/10
9223/7)(
3/43/42222
10223/22323)(
Ruas kanan dari persamaan (A21) yang merupakan penjumlahan suku I dan II,
menjadi :
Sekarang kembali ke persamaan (A21) yaitu heat balance integral untuk daerah
solid, maka
17
)()()()(
tTtTTdxtx
Ttt
x
xx
s
prm
x
sTT
dx
dT
t
t
xtt
t
xt
t
x
t
tTT
TTprm
prm
3
32232
3
32223
3
3223
3
2
3
32223
3
3223
3
32223
3
3223
3
32223
3/423/10
9223/7
3/42223/10
9223/7
3/42223/101
9223/7
3/42223/10
9223/7
)(
3
32223
3
32232
9223/7
3/423/10
t
t
Menurut syarat batas, harga )(tx
s
x
T
harus sama dengan nol, maka persamaan diatas
menjadi :
Penurunan persamaan (E4) terhadap x adalah :
Sehingga :
Maka diperoleh harga t
, yaitu :
.....................(A22)
18
hk
tTT
kTTh
t
Tm
00
0
2)(3
Lk
TThTTC
t
T
k
hCTTh
TTk
t mp
p
prm
6
)(10
3
)(2
6
5
3
2)(
00
0
2
0
3
32223
3
32232
9223/7
3/423/10
t
t
Kini terdapat tiga buah persamaan diferensial (A18, A20, A22) yang dapat digunakan
untuk menentukan harga-harga : ε, δ, dan T0 sebagai fungsi dari waktu. Harga ε
mewakili kedalaman daerah solid yang mencair yang dalam hal ini merupakan
kedalaman pencairan (melting depth) akibat aliran logam cair yang mengenai
permukaan logam. Besaran waktu merupakan lamanya logam cair mengalir mengenai
permukaan logam yang dicairkannya. Solusi untuk mendapatkan besaran-besaran
diatas dilakukan dengan proses iterasi (secara numerik). Persamaan-persamaan
tersebut ditulis kembali yaitu :
1
LAMPIRAN B
PENGGUNAAN ANALISIS DIMENSIONAL UNTUK PROSES PEMBEKUAN
2
Penurunan Persamaan Pencairan dan Pembekuan, Analisis Dimensional
Sebelum persamaan analitik diterapkan pada pemodelan TFC, terlebih dahulu
dilakukan pengujian persamaan analitik pada hasil perhitungan yang telah dilakukan
oleh beberapa peneliti terdahulu sebagaimana tercantum di dalam literatur, (Ohnaka,
1985). Berikut dipaparkan perbandingan kedalaman pembekuan terhadap waktu
dengan menerapkan beberapa metode perhitungan yaitu dengan metode integral yang
diselesaikan dengan solusi numerik dan solusi eksak yang juga diselesaikan dengan
solusi numerik. Selanjutnya kedua metode perhitungan tersebut dibandingkan dengan
hasil penurunan (proposed equation). Kasus ini diterapkan pada baja karbon 0,18%C,
satu dimensi dan berlaku pada bidang datar. Hasilnya ditunjukkan pada gambar B1.
Kurva Pembekuan vs waktu
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Waktu Pembekuan (s)
Ked
ala
man
Pem
beku
an
(m
m)
Referensi [1] :
Metode integral - Numerik
Referensi [1]:
Solusi Eksak - Numerik
Solusi Analitik
TL
Tfr
T0 Ta
qε q0
Liquid Solid
ε
CmWhCmWh
CmWkkgJLCkgJC
CTCTCT
CKarbonBaja
oo
oop
oa
om
oL
20
2 /05.0;/1.0
./1.0;/65;/15.0
20;1480;1527
%18.0
Gambar B1. Perbandingan Kurva Kedalaman Pembekuan vs waktu, hasil Metode
Integral-Numerik (MI-N), Solusi Eksak-Numerik (SE-N) dan
Analisis Dimensional
3
)()(23
63
2)()(
0
0
0
00
00
afr
p
pfrLa
TTh
TTC
L
dt
dThCTThTTh
dt
d
0
0
)(
h
dt
d
dt
dLTTh
dt
dTfrL
taaa sss 2222 22 i
pss
herfM
C
)()exp( 2
)()(1)[(
)exp()(
)(
)exp(222
afrpsafr
frL
TTC
L
nerfTT
nTTm
erfM
pmmm
psss
C
CM
l
s
a
an
Tabel B2. Perbandingan Kedalaman Pembekuan vs waktu, hasil Metode Integral-
Numerik (MI-N), Solusi Eksak-Numerik (SE-N) dan Solusi Analitik.
REFERENSI [1] ANALITIK (proposed equation)
t (s) Eps (mm)
R* T* Eps* t* Eps_ hitung
(mm)
Perbedaan (%)
Analitik vs ...
MI-N SE-N MI-N SE-N
2.5 3.155 3.155 2 0.03 0.16 0.18 3.13 0.86 0.86
10 9.752 10.707 2 0.03 0.53 0.72 10.5 7.12 1.93
20 16.645 17.707 2 0.03 0.9 1.44 18 7.53 1.63
30 22.627 23.232 2 0.03 1.2 2.15 24 5.72 3.2
40 28.191 27.97 2 0.03 1.47 2.89 29.4 4.11 4.86
50 33.89 32.184 2 0.03 1.7 3.61 34 0.32 5.34
60 39.195 36.017 2 0.03 1.91 4.33 38.2 2.54 5.71
70 44.153 39.558 2 0.03 2.11 5.07 42.2 4.42 6.26
80 48.825 42.863 2 0.03 2.28 5.76 45.6 6.61 6.00
90 53.257 45.975 2 0.03 2.46 5.80 45.8 7.62 6.55
100 57.485 48.925 2 0.03 2.62 7.27 52.4 8.85 6.63
Perbedaan rata-rata 5.06 4.45
Metode Integral, (Ohnaka, 1984)
……………… (B1)
Solusi Eksak, (Ohnaka, 1985)
……………… (B2)
4
kh
TT
h
TT
A
q afrfrL
//1/1 0
**
***
2****
**
11ln
1
TR
TR
TRTRt
afr
frL
TT
TTT
*
0
*
h
hR
k
h 0*
)(
2
0*
frLp
fr
TTCLk
tTTht
Solusi dengan Analisis Dimensional)
……………… (B3)
……………… (B4)
Penurunan Persamaan dengan Analisis Dimensional yang Dibantu dengan
Konsep Perpindahan Panas
Laju perpindahan panas per satuan luas melalui tahanan-tahanan yang diberikan oleh
logam cair di region cair (liquid) dan padat (solid) sebagai akibat potensial temperatur
(TL-Ta) adalah :
……………… (B5)
TL
Tfr
T0 Ta
x
0 ε
qε q0
Liquid Solid
B2. Sketsa pembekuan logam
5
dt
dTTCL
kh
TT
h
TT
A
qfrLp
afrfrL
)(//1/1 0
dt
d
TTh
TTCL
khhhTT
TT
afr
frLp
afr
frL
000
)(
/1
1
/
1
afr
frL
TT
TTT
*
dt
d
TTh
TTCLkTR
dt
d
TTh
TTCLkTR
dt
d
TTh
TTCLkTR
afr
frLp
afr
frLp
afr
frLp
*
2
0
*
***
*
2
0
**
***
*
2
0
*
**
)(
1
11
)(
1
1
1
1
)(
1
1
k
h 0*
k
dhd
0*
0
*
h
hR
dt
dTTCL
A
qfrLp
)(
Laju ini adalah laju perpindahan panas yang melepaskan panas laten pembekuan
(latent heat of solidification) pada permukaan x = ε dan untuk menurunkan kapasitas
panas region cair yang membeku, yaitu :
……………… (B6)
dimana dε/dt adalah laju pembekuan per satuan luas, L adalah panas laten
pembekuan, dan Cp(TL-Ts) adalah penurunan kapasitas panas region cair yang
membeku, maka diperoleh hubungan :
……………… (B7)
kedua ruas dibagi h0 dan (Tfr- Ta), maka
definisikan bilangan tak berdimensi : dan
……………… (B8)
maka :
6
*
***
*2
0
11
1
)(
d
TRdt
TTCLk
TTh
frLp
afr
*
***
**
11
1
d
TRdt
dzz
zdt
1
*
zzzz
zzzz
z
zddz
z
dzdzt
z
dzdzdz
z
zdz
z
zt
1111
*
1111
*
)1(
)1(11
1
11
1
1
1
111
1
1
zt
dzz
zdt
10
*
1
*
1
1ln
11
1
1ln
11
1)1ln()1ln(
11
1
2
*
*
zzt
zzzzt
**
***
2****
**
1
11ln
111
TR
TR
TRTRt
**
***
2****
**
11ln
1
TR
TR
TRTRt
Pemisahan variabel :
dimana
)(
2
0*
frLp
fr
TTCLk
tTTht
misalkan z = (1+ε*), κ = R*T* maka persamaan menjadi :
Integrasikan keduan ruas, dimana batas integrasi di ruas kiri dari t = 0 hingga t = t*
dan batas integrasi di ruas kanan : dari ε* = ε = 0, maka z = 1 hingga z.
Ubah kembali z dan κ ke bentuk semula, maka persamaan menjadi :
atau :
……………… (B9)
7
Kedalaman Pembekuan vs Waktu 'Tak Berdimensi'
(Baja Karbon, 0.18%C)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
0 1 2 3 4 5 6 7 8
k
h 0*
)(
2
0*
frLp
fr
TTCLk
tTTht
R*T*
0
0.03
0.06
0.09 0.13
0.26
0.38
0.52
0.16
Gambar B3. Kedalaman pembekuan terhadap waktu pembekuan dalam bentuk
bilangan tak berdimensi. (Studi kasus: baja karbon 0,18%C)
8
Kedalaman Pembekuan vs Waktu
(Baja Karbon, 0.18%C)
0
10
20
30
40
50
60
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Waktu, t (s)
Ked
ala
man
Pem
beku
an
, E
ps (
mm
)
R*T*
0
0.03
0.06
0.09
0.13
0.26
0.38
0.52
Gambar B4. Kedalaman pembekuan terhadap waktu pembekuan.
(Studi kasus: baja karbon 0,18%C)
LAMPIRAN C
MAKALAH SEMINAR NASIONAL DAN SIMPOSIUM INTERNASIONAL
Seminar Nasional:
Penerapan Metode Turbulence Flow Casting dalam Perbaikan Komponen Otomotif yang
Terbuat dari Paduan Aluminium
International Symposium:
Experimental Observation and Analytical Modeling of Melting and Solidification during
Aluminum Alloy Repair by Turbulence Flow Casting