LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

99
LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING Penerapan Metode Turbulence Flow Casting dalam Perbaikan Komponen Otomotif yang Terbuat dari Paduan Aluminium untuk Meningkatkan Keandalan dan Daya Sain Tim Peneliti: Dr. Ir. Muki Satya Permana, MT. (Ketua) Ir. Herman Somantri, MT (Anggota) UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG NOVEMBER 2015 Dibiayai oleh : DIPA Kopertis Wilayah IV, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan, Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor : 1014/K4/KM/2015, tanggal 31 Maret 2015 REKAYASA

Transcript of LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

Page 1: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN HIBAH BERSAING

Penerapan Metode Turbulence Flow Casting dalam Perbaikan Komponen

Otomotif yang Terbuat dari Paduan Aluminium untuk Meningkatkan

Keandalan dan Daya Sain

Tim Peneliti:

Dr. Ir. Muki Satya Permana, MT. (Ketua)

Ir. Herman Somantri, MT (Anggota)

UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG

NOVEMBER 2015

Dibiayai oleh : DIPA Kopertis Wilayah IV, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan,

Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor : 1014/K4/KM/2015, tanggal 31 Maret 2015

REKAYASA

Page 2: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 3: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

3

I. Identitas Penelitian

1. Judul Usulan:

Penerapan Metode Turbulence Flow Casting dalam Perbaikan Komponen

Otomotif yang Terbuat dari Paduan Aluminium untuk Meningkatkan Keandalan

dan Daya Saing

2. Ketua Peneliti

a) Nama Lengkap : Dr. Ir. Muki Satya Permana, MT

b) Bidang Keahlian : Physical Metallurgy & Alloy Design

c) Jabatan Struktural : Ketua Program Studi Magister Teknik Mesin

d) Jabatan Fungsional : Lektor Kepala

e) Unit Kerja : Universitas Pasundan

f) Alamat Surat : Jurusan Teknik Mesin, Universitas Pasundan,

Jl. Setiabudi 193, Bandung-40153.

g) Telepon/Faks : (022) 2019352/(022) 2019329

h) E-mail : [email protected]

3. Tim Peneliti

No. N a m a Bidang Keahlian Instansi Alokasi Waktu

Jam/mg Bulan

1 Dr. Ir. Muki Satya Permana Physical Metallurgy Universitas Pasundan 20 33

2 Ir. Herman Somantri, MT Heat Transfer Universitas Pasundan 20 33

4. Objek Penelitian:

- Material yang akan diteliti : Paduan Aluminium

- Komponen kajian : Brake Shoe Pad

- Mengembangkan teknik perbaikan

- Menerapkan metode perbaikan turbulence flow casting

5. Masa pelaksanaan penelitian

Mulai : November 2014

Berakhir : November 2016

6. Anggaran yang diusulkan

Tahun pertama : Rp. 50.490.000,-

Anggaran keseluruhan : Rp. 50.090.000,-

Page 4: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

4

7. Lokasi Penelitian

Laboratorium Teknik Produksi Universitas Pasundan

8. Hasil yang ditargetkan

a. Penerapan metode baru Turbulence Flow Casting pada perbaikan komponen

yang terbuat dari paduan Aluminimum

b. Menyusun SOP rekondisi komponen Otomotif

9. Perguruan tinggi pengusul : Universitas Pasundan

10. Instansi lain yang terlibat : -

11. Keterangan lain yang dianggap perlu

Kerjasama perintisan penelitian ini telah dilakukan antara Universitas Pasundan, ITB,

dan PT. Pindad (Persero)

2. ABSTRAK

Dewasa ini banyak komponen otomotif terbuat dari paduan Aluminium. Pada awalnya

komponen-komponen yang rusak atau retak selalu dilakukan penggantian mengingat tingginya

tingkat kesulitan perbaikan dengan proses pengelasan. Mengingat volume komponen yang

sangat besar dan tingginya harga komponen maka proses perbaikan mulai dipandang sebagai

solusi yang sangat menguntungkan. Selama ini, proses perbaikan pada komponen paduan

Aluminium dilakukan dengan menggunakan pengelasan TIG atau MIG.

Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah untuk menerapkan metode perbaikan

Turbulence Flow Casting yang bermanfaat baik bagi industri maupun masyarakat luas. Tujuan

khususnya adalah menyusun SOP perbaikan komponen. Untuk mencapai tujuan tersebut,

diajukan metode penyelesaian masalah secara eksperimen yang akan diawali dengan melakukan

rancang-bangun peralatan dan dengan mempertimbangkan kecepatan dan kemudahan proses

perbaikan, aspek keilmuan perpindahan panas, aspek beban kerja, desain material dan proses,

serta otomatisasi proses.

Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian terdahulu yaitu pengembangan metode baru

perbaikan komponen yang terbuat dari besi cor yang telah dilakukan sejak tahun 2010 hingga

tahun 2013. Penerapan metode perbaikan ini direncanakan berlangsung selama dua tahun. Di

tahun pertama, kegiatan akan diititik-beratkan pada penerapan metoda Turbulence Flow

Casting pada material sample paduan Aluminium dan di tahun kedua akan dilakukan perbaikan

komponen otomotif yang terbuat dari paduan Aluminium.

Page 5: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

5

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. 3

IDENTITAS PENELITIAN ................................................................................ 4

ABSTRAK.......................................................................................................... 5

Bab I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………….... 6

1.2 Tujuan Khusus ……………………………………………...... 7

1.3 Pentingnya atau Keutamaan Rencana Penelitian ini ……….... 8

Bab II STUDI PUSTAKA/HASIL YANG SUDAH DICAPAI DAN STUDI

PENDAHULUAN YANG SUDAH DILAKSANAKAN ………… 10

2.1 Aluminium ……………………………………… 10

2.2 Silikon……………………………………………….. 10

2.3 Aluminium Silikon ………………………………………. 10

2.4 Sifat Umum Dari Paduan Aluminium-Silikon………….. 13

2.5 Metode-metode Perbaikan yang Telah Dikembangkan………. 13

2.6 Hasil yang Sudah Dicapai…………………………………… 16

2.7 Studi Pendahuluan yang Sudah Dilaksanakan………………. 17

BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………. 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………….. 35

BAB V DAFTAR PUSTAKA ………………………………………. 42

LAMPIRAN

Page 6: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penelitian yang diusulkan pada hibah bersaing ini merupakan penelitian lanjutan dari

hasil-hasil penelitian terdahulu tentang Pengembangan Perbaikan Cacat Permukaan

pada Komponen yang Terbuat dari Besi Cor Kelabu. Penelitian ini telah berhasil

melahirkan metode baru yang diberi nama TFC (Turbulence Flow Casting). Sebagai

gambaran, keuntungan penerapan metode TFC dibandingkan dengan metode

konvensional (TIG dan MIG) adalah metode ini mampu menghasilkan kualitas

sambungan yang serupa dengan logam induk. Biaya penghematan produksi dengan

metode TFC sebesar 95% dan waktu perbaikan relatif cepat yaitu dapat memperbaiki 10

komponen bahkan lebih dalam waktu satu hari. Sedangkan perbaikan dengan metode

konvensional memiliki kelemahan yaitu kualitas sambungan yang relatif rendah karena

terjadi retak dan sambungan yang rapuh.

Hasil penelitian terdahulu telah memberikan kontribusi yang sangat berharga terutama

bagi industri manufaktur di Indonesia. Terlebih lagi, hasil penelitian ini dapat diajukan

untuk memperoleh hak paten dan dapat diusulkan pula untuk dijadikan standar

perbaikan SII di Indonesia. Namun demikian, penyempurnaan proses TFC masih harus

dilakukan mengingat aspek praktis ke arah aplikasi industri dan keterulangan proses

(reproduceablity) masih harus diuji dan dibuktikan kebenarannya. Oleh sebab itu, maka

masalah yang ingin dipecahkan dalam usulan penelitian ini adalah bagaimana

menerapkan metode TFC pada komponen yang terbuat dari paduan Aluminium yang

memiliki kualitas sambungan yang sama dengan komponen awal.

Strategi penyelesaian masalah dilakukan melalui kaji ekperimental. Pendekatan

eksperimental dititikberatkan pada upaya pencapaian ide yang dituangkan dalam bentuk

alternatif rancangan peralatan yang mampu menahan laju perpindahan panas ke

lingkungan serendah mungkin. Pencarian solusi atas masalah ini akan dilakukan dengan

komponen otomotif berupa shock absorber dan brake shoe pad sebagai bahan kajian.

Hal ini dilakukan agar hasil penelitian ini dapat langsung diuji dan diterapkan di

lapangan.

Page 7: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

2

1.2 Tujuan Khusus

Dengan adanya definisi masalah pada latar belakang masalah di atas, maka tujuan khusus yang

ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :

1. Mereview karakteristik mekanik material komponen otomotif atau komponen yang

sejenis (sejenis dalam material dan proses pembuatan),

2. Menentukan parameter perancangan komponen otomotif,

3. Membuat model komponen otomotif yang belum mengalami kerusakan untuk dianalisis

kekuatannya,

4. Menentukan parameter pembuatan komponen otomotif,

5. Menentukan modus kerusakan pada komponen otomotif,

6. Menentukan parameter-parameter proses perbaikan terhadap cacat permukaan pada

komponen otomotif,

7. Membuat model komponen otomotif yang telah diperbaiki untuk dianalisis

kekuatannya,

8. Mengembangkan prototipe percobaan perbaikan komponen dengan sasaran pengaturan

parameter-parameter perancangan, manufaktur dan perbaikan, misalnya parameter

temperatur & waktu preheat, dan waktu pencairan,

9. Melakukan rancang-bangun peralatan perbaikan

10. Penerapan metode perbaikan pada otomotif dan komponen komersial lainnya,

11. Melakukan pengujian lapangan (running test),

12. Mengembangkan “framework” untuk penelitian yang akan datang dalam bidang

perbaikan komponen mesin sehingga diperoleh metode perbaikan yang lebih efiesien,

hasilnya lebih baik dan lebih mudah dilakukan,

13. Publikasi ilimiah dalam Jurnal Nasional dan Jurnal Internasional,

14. Mengusulkan standar perbaikan melalui SII, dan

15. Mengusulkan untuk memperoleh paten (HKI).

Page 8: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

3

1.3 Pentingnya atau Keutamaan Rencana Penelitian ini

Penelitian ini merupakan bagian dari program peningkatan kualitas penelitian dan peningkatan

kualitas dosen di Jurusan Teknik Mesin Universitas Pasundan. Lingkup luas dari penelitian ini

meliputi baik aspek teori maupun aspek praktis dari metode perbaikan komponen blok mesin

dan kepala silinder yang meliputi aspek analisis system beban pada blok mesin & kepala

silinder, analisis material, analisis kekuatan, dan kegagalan yang terjadi, sebagai bagian dari

aktivitas akademik.

Keuntungan yang akan diperoleh dari penelitian yang diusulkan adalah dapat meningkatkan

kemampuan analisis, perancangan, manufaktur dan aplikasi dari metode perbaikan komponen

blok mesin dan kepala silinder, sekaligus dapat mengusulkan standar SII untuk perbaikan

komponen blok mesin dan kepala silinder yang memang sangat banyak jumlahnya. Hasil lain

dari penelitian ini dapat dimanfaatkan dan dapat meningkatkan kemampuan UKM dalam

melaksanakan perbaikan komponen blok mesin dan kepala silinder. Hasil penelitian ini akan

dipublikasikan dalam seminar dan journal ilmiah.

Sebagai refleksi dari sasaran di atas, terlihat bahwa penelitian yang diusulkan sangat potensial

untuk mengembangkan iklim akademis, kualitas penelitian, peningkatan kualitas penelitian

dosen khususnya di bidang teknik mesin, manufaktur dan material.

Keterlibatan mahasiswa dalam penelitian yang diusulkan sangatlah penting dan diperlukan.

Dari kedalaman dan lingkup penelitian yang dijelaskan di atas, penelitian yang diusulkan sangat

potensial untuk dijadikan penelitian bersama antara perguruan tinggi dan industri.

Dari tujuan yang diuraikan di atas terlihat jelas bahwa penelitian ini akan :

1. Menghasilkan terobosan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pada

bidang perbaikan komponen blok mesin dan kepala silinder atau komponen mesin yang

sejenis (sejenis dalam material dan beban yang dialami)

2. Meningkatkan kemampuan dan mutu pendidikan di bidang teknik mesin

3. Meningkatkan mutu penelitian di Jurusan Teknik Mesin Universitas Pasundan

Dengan demikian maka beberapa keutamaan dari rencana penelitian ini adalah :

a. Mengembangkan proses perbaikan yang secara praktis dapat diterapkan di lapangan.

b. Mengurangi masuknya produk impor dan mengurangi pengeluaran devisa Negara

khususnya di industri-industri otomotif.

Page 9: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

4

c. Mengusulkan standar SII untuk perbaikan komponen otomotif yang jumlahnya cukup

banyak.

d. Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan UKM

dalam melaksanakan perbaikan komponen-komponen yang terbuat dari paduan

Aluminium.

e. Membuka gerbang baru teknik perbaikan dan memberikan sumbangan yang sangat

berharga dalam meningkatkan efisiensi produksi.

f. Terbuka lebar bagi peneliti, praktisi maupun instansi seperti B4T untuk memberikan

pelatihan yang berguna bagi semua pihak yang berkepentingan dan merupakan ajang

pertukaran informasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi baik di dalam maupun

di luar negeri.

g. Menjelaskan fenomena metalurgi yang terjadi di daerah sambungan sebagai terobosan

baru dalam perbaikan welding untuk memperbaiki metode lama yang selama ini sudah

dikembangkan.

Page 10: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

5

II. STUDI PUSTAKA/HASIL YANG SUDAH DICAPAI DAN STUDI

PENDAHULUAN YANG SUDAH DILAKSANAKAN

2.1 Aluminium

Aluminium ditemukan oleh Sir Humhrey Davy tahun 1809. Sebagai unsur, pertama kali

direduksi sebagai logam oleh H.C Oerted tahun 1825, dan secara industri tahun 1886 oleh Paul

Heroult dari Perancis dan C.M. Hall. Secara terpisah di Amerika telah diperoleh aluminium dan

alumina dengan cara elektrolisa dari garamnya yang terfusi. Aluminium merupakan logam

ringan yang mempunyai ketahanan korosi, daya hantar listrik (60% Cu) dan sifat-sifat baik

lainnya dari logam. Kekuatan mekaniknya akan meningkat dengan penambahan senyawa Cu,

Mg, Ni. Oleh karena itu logam ini dipergunakan dalam banyak proses industri dan juga banyak

digunakan untuk komponen-komponen kendaraan sepeda motor atau mobil. Terdapat beberapa sifat

penting yang dimiliki Aluminium sehingga banyak digunakan sebagai Material Teknik,

diantaranya:

1. Penghantar listrik dan panas yang baik (konduktor).

2. Mudah difabrikasi.

3. Ringan (2,7 gr/cm3).

4. Tahan korosi dan tidak beracun.

5. Kekuatannya rendah, tetapi paduan (alloy) dari Aluminium bisa meningkatkan sifat

mekanisnya

2.2 Silikon

Silikon merupakan salah satu dari beberapa unsur yang dapat dicampur dengan Aluminium.

Mencampurkan silicon kedalam Aluminium biasa memperbaiki sifat Aluminium tersebut dan

mendapatkan sifat yang diinginkan. Sebelum dilakukan peleburan, terlebih dahulu silicon padat atau

bongkahan dihaluskan sampai pada besar butir yang diinginkan. Besar butiran silicon berpengaruh

terhadap sifat campuran, semakin kecil besar butiran maka campuran akan semakin baik.

2.3 Aluminium Silikon (Al-Si)

Aluminium dengan Silikon sebagai unsur paduan utama merupakan paduan Aluminium cor yang

paling penting. Hal ini dikarenakan paduan Al-Si memiliki fluiditas yang tinggi oleh adanya volume

yang besar dari Al-Si eutektik. Kelebihan lainnya dari paduan Aluminium Silikon ini yaitu memiliki

ketahanan korosi yang tinggi, sifat mampu las yang baik serta memiliki koefisien ekspansi termal

Page 11: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

6

rendah karena adanya Silikon. Akan tetapi, kehadiran partikel Silikon ini yang keras dalam

mikrostrukturnya, membuat paduan Aluminium Silikon ini sulit dalam proses permesinannya.

Paduan Aluminium Silikon berdasarkan kadar Silikon yang terkandung didalamnya terbagi menjadi

hipoeutektik, eutektik dan hipereutektik. Paduan Aluminium Silikon hipoeutektik mengandung

kurang dari 12% Si dan memiliki mikro struktur yang terdiri dari dendrite Aluminium dalam

eutektik. Paduan Aluminium Silikon ini memiliki kekuatan tarik yang relatif tinggi dan keuletan

yang baik. Akan tetapi, ketahanan aus untuk paduan ini relatif rendah sehingga tidak digunakan

dalam aplikasi yang membutuhkan ketahanan aus tinggi.

Pengaruh unsur Silikon pada paduan Al-Si dapat meningkatkan sifat mampu cor (terutama pada

kadar Silikon 5-12% Silikon meningkatkan fluiditas dan ketahanan terhadap retak panas),

meningkatkan kekuatan dan kekerasan serta menurunkan berat jenis. Bila kadar Si > 12%, maka

akan terbentuk kristal Silikon primer yang bersifat keras, memiliki ekspansi termal rendah,

ketahanan ausnya baik sehingga cocok untuk aplikasi temperatur tinggi seperti piston. Akan tetapi

sifat mampu permesinannya kurang baik. Paduan aluminium silikon berdasarkan kadar silikon yang

terkandung didalamnya terbagi menjadi hipoeutektik, eutektik dan hipereutektik. Untuk keperluan

komersial paduan hipereutektik jarang digunakan. Gambar 2.1 menunjukkan diagram fasa Al-Si.

Gambar 2.1 Diagram fasa Al-Si

Page 12: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

7

Paduan aluminium silikon hipoeutektik mengandung kurang dari 12% Si dan memiliki

mikrostruktur yang terdiri dari dendrite aluminium dalam eutektik. Paduan aluminium silikon ini

memiliki kekuatan tarik yang relatif tinggi dan keuletan yang baik. Akan tetapi, ketahanan aus

untuk paduan ini relative rendah sehingga tidak digunakan dalam aplikasi yang membutuhkan

ketahanan aus yang tinggi.

Paduan aluminium silikon hipereutektik, mengandung silikon lebih dari 12.7%. Mikrostruktur

paduan ini terdiri dari endapan partikel silikon primer dalam matriks eutektik. Karena adanya

endapan partikel silikon, maka paduan aluminium silikon hipereutektik memiliki ketahanan aus

yang sangat baik. Akan tetapi kekuatan tarik dan keuletannya lebih rendah dibandingkan dengan

aluminium silikon hipoeutektik. Selain itu, adanya endapan partikel silikon ini membuat masalah

pada proses pemesinannya.

Sedangkan paduan aluminium silikon eutektik, memiliki kadar silikon sebesar 12-12.7%. Eutektik

terbentuk antara larutan padat aluminium yang mengandung sedikit silikon dan silikon murni

sebagai fasa kedua. Komposisi eutektik telah menjadi perdebatan sejak lama, akan tetapi sekarang

secara umum telah disepakati 12.7% Si. Pembekuan yang lambat dari paduan aluminium silicon

menghasilkan mikrostruktur yang sangat kasar dimana eutektik terdiri dari plat lebar atau jarum-

jarum silikon dalam matriks aluminium yang kontinyu.

Sifat-sifat paduan Al-Si, yaitu:

1. Mudah dicetak

2. Meningkatkan ketahanan aus

3. Meningkatkan kekerasan

4. Menurunkan berat jenis

5. Menurunkan koefisien ekspansi panas

6. Menurunkan keuletan

Keuntungan dan kerugian pada material Aluminium – Silikon, yaitu:

Keuntungan :

Page 13: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

8

ya lentur

Kerugian :

2.4 Sifat Umum Dari Paduan Aluminium-Silikon

Paduan Al – Si juga termasuk logam yang tidak bisa mendapat perlakuan panas. Paduan ini sangat

baik kecairannya sehingga banyak digunakan pada produk-produk coran. Produk-produk berupa

coran mempunyai kondisi permukaan yang baik, tahan korosi, ringan, koefisien pemuaian yang

kecil dan sebagai penghantar listrik yang baik.

2.5 Metode-metode Perbaikan yang Telah Dikembangkan

1. Las busur listrik,

2. Las Oksi-asetilen dan Flame Spray

3. Ultrasonic insert casting.

4. Metallock & Stitch

5. Friction Welding

6. Discharge Joining

2.5.1 Las busur listrik

Kiser dan Irving [19], membuat perbandingan empat jenis proses pengelasan dan tiga

diantaranya termasuk kedalam kategori las busur listrik yaitu SMAW, GMAW, dan FCAW.

Dari tabel 1 dibawah, besi cor kelabu ditandai oleh garis terputus-putus. Semua metode las

busur listrik yang ada, penggunaannya sangat terbatas (limited) bahkan ada yang tidak

direkomendasikan. Sekalipun las listrik SMAW lebih umum digunakan, namun pemakaiannya

dibatasi mengingat heat input yang tinggi dan kompensasi elongation sangat rendah, antara 0

dan 2%. Hal ini berarti daerah sambungan sangat rentan terhadap retak dan adanya perubahan

kecilpun, akibat penyusutan, tidak diinginkan.

Page 14: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

9

Tabel 1. Penggunaan las busur listrik dan las gas untuk berbagai jenis besi cor dan

pengaruhnya terhadap weldability.[19]

Tingginya heat input dengan menggunakan las busur listrik karena demikian hebatnya

tumbukan elektron pada sisi anoda, menyebabkan kutub ini menjadi lebih tinggi temperaturnya

dibanding katoda.[2,21] Beberapa literatur menyebutkan temperatur katoda berkisar 38000C

dan anoda sekitar 50000C.[4,5,20] Kenyataannya temperatur tersebut bisa lebih tinggi

tergantung dari jenis elektroda, gas pelindung, dan selang arus yang digunakan. [11,12]

2.5.2 Oxyfuel Welding

Dari tabel 1, oxyfuel welding (Las Oksi-asetilen dan Flame Spray) memberikan hasil yang

paling baik. Namun pengelasan yang diterapkan dengan cara ini, masih melibatkan pencairan

logam induk yang berarti masih menghasilkan penggetasan di daerah sambungan. Selain itu

pengelasan dengan OFW, hanya digunakan untuk memperbaiki cacat yang relatif kecil.[22]

Salah satu teknik pengelasan dalam kategori OFW adalah las oksiasetilen. Las oksiasetilen

memberikan peluang yang paling baik karena laju pemanasan dan pendinginan relatif rendah

dibandingkan dengan las busur listrik sehingga dapat mengurangi terbentuknya martensit dan

fissures.[13,22]

Temperatur di ujung api las (dekat torch) hanya sekitar 32000C dan temperatur di benda kerja

yang mencair sekitar 16000C.[22] Namun begitu, semua perbaikan yang melibatkan dilusi tidak

dapat menjamin sambungan terbebas dari efek penggetasan.

Ket.: OFW = Oxyfuel Welding, SMAW = Shielded Metal Arc Welding, GMAW = Gas Metal Arc Welding, FCAW = Flux Core Arc Welding.

Page 15: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

10

2.5.3 Metode Ultrasonic Insert Casting

Metode perbaikan dengan cara penuangan telah dikembangkan oleh Pan & Co-workers pada

tahun 2000, yaitu dengan menggunakan metode Ultrasonic insert casting (gambar 3a).[7]

Metode ini tidak melibatkan adanya pencairan logam induk. Proses perbaikan, dilakukan

dengan menuangkan logam cair ke permukaan cacat dan selama itu dibangkitkan getaran

ultrasonik (high-power ultrasound). Getaran ultrasonik digunakan untuk menghilangkan oxide-

layer yang timbul akibat panas yang terbawa oleh logam cair saat penuangan ke permukaan

cacat dilakukan.

Metode ini masih mempunyai kelemahan karena tidak mudah diterapkan di lapangan (no

practicable), relatif mahal, dan dimensi cacat permukaan yang dapat diperbaiki relatif kecil.

Struktur mikro yang terlihat pada gambar 3b, adalah contoh perbaikan cacat pada baja dengan

menuangkan logam cair aluminium. Contoh ini merupakan gambaran interface yang terbebas

dari fusion zone dan HAZ.

Gambar 2.2. a. Sketsa metode perbaikan dengan menggunakan metode

ultrasonic insert casting

b. Struktur mikro, memperlihatkan sambungan di interface.[7]

Page 16: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

11

2.6 Hasil yang Sudah Dicapai

Penelitian terdahulu telah berhasil membangun empat buah metode yaitu metode-

metode Pouring, Powder Filling, Droplet Spray dan Turbulence Flow Casting (TFC). Satu

diantaranya telah memenuhi tujuan penelitian yaitu metode TFC. Sketsa proses TFC

diperlihatkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Sketsa proses perbaikan dengan menggunakan metode TFC

Proses penyambungan dengan metode TFC terjadi oleh adanya logam cair

bertemperatur tinggi yang mengalir melalui cetakan pasir dan mengenai permukaan cacat

hingga mencair selama selang waktu tertentu. Dari hasil perbaikan ini, ikatan metalurgi di

sambungan dinilai baik karena letak patahan yang diuji melalui pengujian tarik terjadi di daerah

logam pengisi (bukan di sambungan) dengan harga kekuatan tarik sekitar 200 MPa. Melalui

pengaturan parameter, metode ini mampu memperbaiki cacat tanpa menghasilkan besi cor

putih, martensit, retak dan porositas. Secara praktis, faktor yang turut menentukan keberhasilan

proses TFC adalah cara pemberian preheat (pemanasan mula) terhadap komponen yang akan

diperbaiki. Pada penelitian ini pemberian preheat dilakukan dengan menggunakan pemanas api,

Page 17: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

12

logam cair, dan pemanas listrik setempat di daerah cacat. Untuk itu maka teknik pemberian

preheat perlu dikembangkan lebih lanjut tertutama pada komponen-komponen berdimensi

besar dengan ketebalan diatas 500 mm. Walaupun demikian, prinsip utama yang harus

diperhatikan dalam pemberian preheat adalah masukan panas harus dapat menghasilkan laju

pendinginan yang rendah.

2.5 Studi Pendahuluan yang Sudah Dilaksanakan

Studi pendahuluan yang sudah dilaksanakan berkenaan dengan pengembangan dan

penerapan metode baru memperbaiki cylinder head berukuran kecil sebagaimana terlihat pada

gambar 2.4.

Gambar 2.4 Hasil perbaikan cylinder head dengan menggunakan metode TFC

(a). Cylinder head sebelum diperbaiki, (b). Proses perbaikan

(c, d). Kondisi cylinder head setelah perbaikan

(b)

(c)

(d)

Cacat

(a)

Page 18: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

13

Gambar 3.1 Diagram alir percobaan

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Proses Percobaan

Tahapan percobaan perbaikan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

Mulai

Pemilihan Bahan Aluminium Al-Si Studi Literatur

Pengolahan Data

Analisis

Kesimpulan

Proses Perbaikan Cacat pada Spesimen

dengan Proses Pengecoran

-Uji Tarik

-Uji Keras

- Metalografi

Tidak

Ya

Pembuatan Cetakan Pasir

Proses Peleburan dan Pembuatan Spesimen

Aluminium (Al-Si)

Perancangan dan Pembuatan Pola

Page 19: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

14

3.2 Pemilihan Material Aluminium Al-Si

Material yang digunakan untuk pembuatan spesimen berasal dari suku cadang sepatu rem

maupun rem tromol kendaraan bermotor yang berbahan Aluminium Silicon (Al-Si).

Gambar 3.2 Material Aluminium Silikon dari komponene sepatu rem

3.3 Perancangan dan Pembuatan Pola

Sebelum melakukan pengecoran logam Al-Si, pertama-tama dilakukan perancangan

dan pembuatan pola yang nantinya akan digunakan untuk pembuatan cetakan benda coran.

Pola yang digunakan terbuat dari bahan kayu karena cepat dibuat dan umum digunakan

untuk cetakan pasir.

Gambar 3.3 Pola Cetakan

Page 20: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

15

3.4 Pembuatan Cetakan Pasir

Cetakan pasir yaitu cetakan yang paling lazim dipakai karena mudah dalam proses

pembuatannya dan jumlah produksinya kecil, namun kekurangannya adalah cetakan pasir

ini hanya untuk dipergunakan dalam sekali proses penuangan logam. Komposisi cetakan

pasir yang digunakan adalah Pasir Silika dan Bentonit sepagai pengikat serta diberi air

secukupnya dengan perbandingan campuran pasir dan bentonit adalah 2:1.

Gambar 3.4 Cetakan Pasir

3.5 Parameter Proses Peleburan & Pembuatan Spesimen Komponen

Parameter yang digunakan untuk peleburan Al-Si pada proses pembuatan komponen ini

adalah:

Penyalaan dan pemanasan tungku ± 1 jam

Material : Aluminium-Silikon 12%

Jumlah material : 5 kg

Temperatur cair : 788 ºC

Proses degassing : Natrium Clorida (NaCl) & Sodium Karbonat

Temp. Penuangan : 713 ºC

Tinggi penuangan : ± 10 cm

Page 21: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

16

Gambar 3.5 Tungku krusibel

Kondisi ladle : Preheat T = 250ºC ± 15 menit

Jenis cetakan : Pasir

Komposisi cetakan : Pasir silika, bentonit dan air (manual mix)

Kondisi cetakan : Sangat padat dan diberi vent

Kondisi tungku : Terbuka

3.5.1 Pemanasan Tungku

Tungku yang dipergunakan ialah jenis tungku krusible dengan kondisi tungku terbuka di luar

ruangan. Jadi tungku kontak langsung dengan udara sekitar atau udara lingkungan tanpa

tertutup. Lalu dilakukan penyalaan dan pemanasan tungku kurang lebih 1 jam.

Page 22: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

17

3.5.2 Peleburan Material Aluminium-Silikon 12%

Jenis material yang dipergunakan untuk proses percobaan ini ialah bahan Aluminium-

Silikon dengan kandungan silikonnya sebesar 12%. Komponen-komponen yang

mempergunakan material jenis ini lebih banyak digunakan untuk komponen kendaraan

bermotor diantaranya seperti sepatu rem, piston, blok mesin dan lain-lain. Lalu bahan bahan

aluminium silikon tersebut dilebur hingga mencair di dalam tungku peleburan (tungku

krusible).

Gambar 3.6 Proses peleburan Al-Si

Gambar 3.7 Pengukuran temperatur logam cair Al-Si

Page 23: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

18

3.5.3 Temperatur Pencairan

Untuk pencairan aluminium silikon tersebut, temperatur yang dicapai sampai seluruh

material Al-Si yang dimasukan kedalam tungku mencair secara keseluruhan adalah 788ºC.

3.5.4 Proses Degassing

Proses degassing adalah proses penghilangan gas yang ada pada logam cair didalam

tungku. Berdasar proses pengerjakan, yang berperan penting terhadap proses penghilangan

gas (degassing) setelah perancangan sistem saluran adalah kondisi operasi. Temperatur

logam cair terlalu tinggi akan sangat mudah bereaksi dengan hidrogen, apalagi jika kondisi

tungku terbuka. Yang berperan sebagai proses penghilang gas setelah kondisi operasi

adalah penambahan media yang berfungsi sebagai penghilang gas (degasser). Degasser

(NaCl & Natrium Karbonat) dicampurkan kedalam logam cair secara langsung akan

bereaksi dengan hidrogen. Fenomena reaksi yang terjadi adalah adanya letupan-letupan di

dalam logam cair yang tidak lama kemudian akan muncul slag.

Gambar 3.8 Natrium clorida (NaCl) & sodium karbonat

Gambar 3.9 Proses degassing

Page 24: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

19

Gambar 3.10 Proses penuangan aluminium cair pada pembuatan spesimen

Semua proses dari parameter-parameter tersebut telah dilakukan, lalu logam aluminium yang

telah dituangkan dibiarkan mendingin atau membeku didalam cetakan pasir. Setelah membeku,

cetakan dibongkar dan diperoleh spesimen material Aluminium.

Gambar 3.5 Spesimen komponen hasil pengecoran

Page 25: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

20

3.6 Proses Perbaikan Cacat : Percobaan Pertama

Untuk proses percobaan ini, setelah spesimen selesai dibuat lalu dilakukan proses finishing dan

dilakukan pembersihan pada spesimen komponen. Selanjutnya dilakukan proses perbaikan

cacat dengan metoda pengecoran tersebut dengan beberapa tahapan dan parameter yang

digunakan yaitu:

3.6.1 Perencanaan dan perancangan cetakan

Pertama-tama dilakukan perencanaan posisi spesimen yang akan diperbaiki, yaitu

berada pada posisi melintang terhadap cetakan. Hal ini dilakukan agar arah laju

aliran logam cair yang akan dialirkan tepat menuju area kampuh yang telah dibuat.

Dengan kemiringan laju aliran dari riser menuju sprue adalah ± 45º.

3.6.2 Parameter yang digunakan untuk proses repair welding

Penyalaan dan pemanasan tungku ± 1 jam

Material : Aluminium-Silikon 12%

Jumlah material : 5 kg

Temperatur cair : 720 ºC

Proses degassing : Natrium Clorida (NaCl) & Sodium Karbonat

Temp. Penuangan : 680 ºC

Ukuran kampuh : kedalaman 20 mm, lebar 10 mm

Tinggi penuangan : ± 10 cm

Kemiringan saluran : ± 30º

Kondisi ladle : Preheat T = 250ºC ± 15 menit

Kondisi komponen : Preheat T = 380ºC ± 25 menit

Jenis cetakan : Pasir

Komposisi cetakan : Pasir silika, bentonit dan air (manual mix)

Kondisi cetakan : Sangat padat dan diberi vent

Kondisi tungku : Terbuka

Tahapan-tahapan yang dilakukan pada proses selanjutnya ialah proses percobaan perbaikan

cacat las pada komponen aluminium yang telah dibuat sebelumnya dengan metode

pengecoran. Spesimen komponen dimasukkan ke dalam cetakan pasir yang tertutup rapat,

lalu dituangkan aluminium cair kedalam cetakan sebagai logam pengisi pada kampuh yang

telah dibuat.

Page 26: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

21

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3.6 Urutan pembuatan cetakan

3.6.3 Proses pembuatan cetakan untuk proses repair

Langkah pertama yang dilakukan untuk proses perbaikan cacat las pada spesimenkomponen

aluminium ini adalah tentunya harus merencanakan dan membuat cetakan yang nanti akan

digunakan. Dimana proses pembuatannya diawali dengan meletakan drag atau bagian bawah

dari cetakan yang di letakan dengan posisi terbalik dengan alas yang rata (a). Lalu letakanlah

spesimen komponen aluminium dengan posisi kampuh dibawah, setelah diletakan maka

masukan pasir pada cetakanlalu tumbuk hingga pasir yang dimasukan menjadi padat (b).

Setelah itu baliklah cetakan hingga posisi komponen berada diatas (c). Selanjutnya membuat

sistim saluran dimana nanti logam cair yang dialirkan dapat mengalir melewati kampuh pada

komponen, yang nantinya akan berfungsi sebagai logam pengisi pada kampuh. Rancangan

kemiringan kampuh kira-kira ± 30º (d).

Page 27: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

22

Gambar 3.7 Proses penuangan aluminium cair

Gambar 3.8 Foto spesimen hasil perbaikan yang pertama

3.6.4 Ukuran Kampuh

Ukuran atau dimensi kampuh yang dirancang dan dibuat adalah sebagai berikut :

a) Panjang (p) : 25 mm

b) Kedalaman (t) : 20 mm

c) Lebar (l) : 15 mm

d) Luas Selimut: ((2 x t) + (π x r)) x l = ((2 x 15) + (3,14 x 7,5)) x 25 = 1338,75 mm2

3.6.5 Proses Perbaikan

Temperatur setelah logam cair berada pada ladle adalah sebesar 817ºC. Kemudian

dilakukan proses penuangan logam cair pada cetakan yang di dalamnya telah terdapat

spesimen komponen yang akan diperbaiki. Tinggi penuangan antara ladle dan cetakan

adalah sekitar 100 mm.

Page 28: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

23

Gambar 3.9 Urutan pembuatan cetakan

(a) (b)

(c) (d)

3.7 Proses Perbaikan Cacat : Percobaan Kedua

Percobaan perbaikan cacat dilanjutkan dengan percobaan kedua karena pada proses

perbaikan cacat las pada komponen alumunium dengan proses pengecoran pertama gagal

atau weld metal tidak menempel dengan base metal. Proses perbaikan kedua ini hampir

sama dengan proses perbaikan pertama menggunakan beberapa tahapan sebagai berikut :

3.7.1 Proses Pembuatan Cetakan Untuk Proses Repair

Langkah pertama yang dilakukan untuk proses perbaikan cacat pada spesimen komponen

aluminium ini adalah merencanakan dan membuat cetakan untuk pembuatan spesimen

bercacat. Proses pembuatan diawali dengan meletakan drag atau bagian bawah dari cetakan

yang diletakkan dengan posisi terbalik dengan alas yang rata (3.9a).

Page 29: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

24

Gambar 3.10 Penuangan alumunium cair ke dalam cetakan untuk memperbaiki cacat pada

permukaan pesimen yang berada dalam cetakan.

Gambar 3.11 Spesimen hasil perbaikan dinyatakan gagal karena logam pengisi tidak

menyatu dengan permukaan cacat spesimen

Lalu letakan spesimen komponen aluminium pada cetakan (drag) dengan posisi kampuh di

bawah. Setelah spesimen diletakkan, selanjutnya memasukkan pasir pada cetakan lalu

tumbuk hingga pasir yang dimasukkan menjadi padat (3.9b). Setelah itu cetakan dibalik

hingga posisi komponen berada diatas (3.9c). Selanjutnya membuat sistim saluran dimana

nanti logam cair yang dialirkan dapat mengalir melewati kampuh pada komponen yang

nantinya akan berfungsi sebagai logam pengisi pada kampuh. Rancangan kemiringan

kampuh kira-kira ± 30º (3.9d).

3.7.2 Proses Penuangan logam cair

Tungku yang digunakan adalah tungku krusibel dengan kondisi tungku terbuka dan berada

di dalam ruangan. Tungku kontak langsung dengan udara sekitar atau udara lingkungan

tidak tertutup. Lalu dilakukan penyalaan dan pemanasan tungku kurang lebih 1 jam. Setelah

tungku cukup panas, kemudian masukan alumunium ke dalam tungku untuk dilebur.

Setelah alumunium mencair kemudian proses penuangan logam cair ke dalam cetakan yang

didalamnya telah terdapat spesimen komponen yang sebelumnya telah disimpan. Tinggi

penuangan antara ladle dan cetakan adalah sekitar 100 mm.

Page 30: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

25

(a)

(b)

(c)

Gambar 3.12 Urutan pembuatan cetakan

Gambar 3.13 (a). Peleburan material, (b). Proses pemanasan spesimen

(a) (b)

Hasil perbaikan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.11 dimana hasil perbaikan ini

dinyatakan gagal sehingga perlu dilakukan proses perbaikan yang ketiga.

3.8 Proses Perbaikan Cacat : Percobaan Ketiga

Berikut dilakukan percobaan ketiga karena pada proses perbaikan cacat pada komponen

alumunium dengan proses pengecoran sebelumnya gagal atau weld metal tidak menempel pada

base metal. Proses perbaikan ketiga ini, proses perbaikan hampir sama dengan proses perbaikan

yang pertama dan kedua.

Page 31: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

26

Gambar 3.14 Penuangan alumunium cair ke permukaan cacat spesimen

Gambar 3.15 Hasil perbaikan pada percobaan yang ketiga

Tungku yang dipergunakan dengan kondisi tungku terbuka di dalam ruangan. Tungku

kontak langsung dengan udara sekitar atau udara lingkungan tanpa tertutup. Lalu dilakukan

penyalaan dan pemanasan tungku kurang lebih 1 jam. Setelah tungku cukup temperatur,

masukan alumunium ke dalam tungku untuk dilebur.

Proses perbaikan sambungan las pada komponen aluminium dengan proses pengecoran

telah dilakukan, maka didapatlah hasil perbaikan tersebut sebagaimana terlihat pada

gambar 3.15.

Page 32: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

27

Gambar 3.16 Proses pembuatan cetakan

3.9 Proses Pembuatan Spesimen Komponen

Percobaan berikutnya adalah membuat spesimen komponen dengan dimensi yang berbeda

dari spesimen sebelumnya agar dapat dilakukan pengujian tarik pada spesimen tersebut.

Langkah-langkah atau tahapan proses pembuatan spesimen aluminium ini adalah:

3.9.1 Pembuatan Cetakan Pasir

Cetakan yang digunakan adalah cetakan pasir. Cetakan pasir terdiri atas campuran pasir silika

dengan bentonit dengan perbandingan 2:1 lalu dicampur dan diaduk dengan sedikit air.

Langkah pertama yang dilakukan untuk proses perbaikan cacat las pada spesimen komponen

aluminium ini adalah merencanakan dan membuat cetakan yang nanti akan digunakan. Proses

pembuatannya diawali dengan meletakan drag atau bagian bawah dari cetakan yang diletakkan

dengan posisi terbalik dengan alas yang rata (a). Lalu letakan spesimen komponen aluminium

dengan posisi kampuh dibawah, Setelah diletakkan berikutnya masukan pasir pada cetakan lalu

tumbuk hingga pasir yang dimasukan menjadi padat (b). Setelah itu balikan cetakan hingga

posisi komponen berada di atas (c). Selanjutnya membuat sistim saluran dimana nanti logam

cair yang dialirkan dapat mengalir melewati kampuh pada komponen, yang nantinya akan

berfungsi sebagai logam pengisi pada kampuh (d).

Page 33: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

28

Gambar 3.17 Spesimen komponen hasil pengecoran

Gambar 3.18 Proses pembuatan cetakan

3.10 Proses Perbaikan Cacat: Percobaan Keempat

Setelah specimen diletakkan pada cetakan, selanjutnya adalah proses pemanasan spesimen

sekitar 5 menit agar temperatur spesimen tidak terlalu jauh dengan temperatur alumunium

cair yg akan mengisi kampuh pada spesimen (gambar 3.19).

Page 34: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

29

Gambar 3.19 Proses pemanasan spesimen

Gambar 3.20 Penuangan logam aluminium cair saat proses perbaikan keempat

Gambar 3.21 Hasil perbaikan pada percobaan keempat

Setelah alumunium mencair, kemudian dilakukan proses penuangan logam cair pada

cetakan yang di dalamnya telah terdapat spesimen komponen (gambar 3.20). Tinggi

penuangan antara ladle dan cetakan adalah sekitar 100 mm.

Hasil perbaikan diperlihatkan pada gambar 3.21.

Page 35: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

30

Gambar 3.22 Penuangan logam aluminium cair saat proses perbaikan kelima

Gambar 3.23 Hasil perbaikan pada percobaan kelima

3.11 Proses Perbaikan Cacat: Percobaan Kelima

Urutan proses peleburan dan perbaikan sama dengan prosedur yang telah disampaikan di

atas. Gambar 3.22 menunjukkan penuangan logam cair alumunium pada permukaan cacat

yang akan diperbaiki.

Page 36: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

31

BAB IV

HASIL YANG TELAH DICAPAI DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Proses Perbaikan Cacat Permukaan pada Spesimen

Dari hasil percobaan, proses perbaikan aluminium memiliki beberapa kendala dan

keterbatasan diantaranya ialah terjadinya sambungan yang tidak sempurna dikarenakan

terbentuknya oksida Al2O3 pada logam yang akan diperbaiki. Percobaan disini dilakukan

beberapa cara dalam memperbaiki cacat las pada komponen alumunium silikon dengan

menggunakan metode pengecoran, diantaranya sebagai berikut :

a. Percobaan perbaikan cacat las pada komponen alumunium silikon dengan

menggunakan metode pengecoran pertama dilakukan dengan cara

menggunakan cetakan pasir drag cup. Saluran masuk dan saluran keluar

alumunium cair berada dibagian cup jadi volume cairan alumunium yang masuk

sebesar volume yang keluar. Pada percobaan pertama ini gagal karena antara

weld metal dan base metal tidak terjadi penyambungan.

b. Percobaan perbaikan cacat las pada komponen alumunium silikon dengan

menggunakan metode pengecoran kedua dilakukan dengan cara menggunakan

cetakan pasir drag cup. Saluran masuk dan saluran keluar alumunium cair

berada dibagian cup, saluran masuk berada di bagian atas dan saluran keluar

berada dibagian samping cup. Pada percobaan kedua ini pun gagal tidak terjadi

penyambungan.

c. Percobaan perbaikan cacat las pada komponen alumunium silikon dengan

menggunakan metode pengecoran ketiga dilakukan dengan cara menggunakan

cetakan pasir drag saja. Proses penuangan langsung ke samping spesimen yang

menuju kampuh. Pada sisi yang lain diletakkan penahan aliran alumunium cair.

Proses penuangan dilakukan berkali-kali sampai akhirnya weld metal berhasil

menempel dengan base metal. Namun demikian, setelah dilakukan pemolesan

ternyata terdapat banyak porositas.

d. Dengan mempertimbangkan keberhasilan pada point c, maka dengan cara sama

dilakukan lagi percobaan keempat dengan dimensi yang berbeda. Cara

perbaikan pada percobaan keempat ini sama dengan percobaan ketiga

menggunakan drag saja. Proses penuangan langsung ke samping spesimen yang

menuju kampuh, dan disisi satunya disimpan penahan aliran alumunium cair.

Proses penuangan dilakukan berkali-kali sampai akhirnya weld metal berhasil

Page 37: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

32

menempel dengan base metal. Namun, setelah pemolesan dan pemotretan

makro terdapat incomplete fusion dan porositas.

e. Percobaan perbaikan cacat pada komponen alumunium silikon dengan

menggunakan metode pengecoran kelima dilakukan dengan tujuan

menghilangkan incomplete fusion seperti terjadi pada percobaan sebelumnya.

Percobaan perbaikan kelima dilakukan dengan cara menggunakan cetakan pasir

drag saja. Proses penuangan langsung ke samping spesimen yang menuju

kampuh, dan disisi satunya disimpan penahan aliran alumunium cair namun

diberi jarak antara spesimen dan penahan. Proses penuangan dilakukan berkali-

kali sampai akhirnya weld metal berhasil menyatu dengan base metal. Setelah

dilakukan pemolesan, pada sambungan hanya terdapat porositas. Hal ini

menunjukkan bahwa hasil proses perbaikan yang kelima lebih baik dari hasil

percobaan sebelumnya.

Adanya incomplete fusion dan porositas dapat disebabkan karena:

a. Faktor cetakan pasir dan sistem saluran atau in gate yang terlalu sempit dapat

menyebabkan laju aliran logam pengisi menjadi sedikit terhambat.

b. Penurunan temperatur karena menggunakan cetakan pasir. Alumunium cair akan

mengalami penurunan temperatur mulai dari masuk melalui pouring basin sehingga

saat mencapai daerah base metal temperatur alumunium pengisi sudah berbeda

sehingga tidak dapat mengikis permukaan kampuh dan weld metal tidak menempel

dengan base metal.

c. Laju aliran logam cair pada proses penuangan logam pengisi ke dalam komponen

aluminium diperkirakan terlalu cepat, yang mengakibatkan logam cair yang

dialirkan pada komponen yang ditanam didalam cetakan tidak mampu menggerus

atau tidak mencairkan permukaan kampuh komponen aluminium.

Dari hasil pengamatan visual dan foto makro pada spesimen pada percobaan repair welding

ketiga, keempat dan kelima dapat dianalisa faktor-faktor penyebab terjadinya porositas dan

incomplete fusion adalah :

a. Porositas

Alumunium cair sangat reaktif sekali terhadap gas hidrogen. Gas hidrogen dapat

membuat gelembung udara terikat didalam alumunium cair yg mengakibatkan

porositas.

b. Incomplete fusion

Page 38: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

33

Gambar 4.1 Porositas dan incomplete fusion pada spesimen hasil perbaikan

Gambar 4.2 Spesimen uji tarik

Hal ini terjadi karena preheat yg kurang merata atau laju alir alumunium ke dalam

cetakan terlalu cepat. Hal lain adalah karena volume cairan yang kurang banyak

atau waktu penuangan kurang lama.

4.2 Pengujian Sifat Mekanik

4.2.1 Pengujian Tarik

Tujuan dari pengujian tarik adalah untuk mengetahui ketahanan material terhadap beban

tarik. Pembuatan spesimen uji tarik mengacu pada standar ASTM E.8 dan hasil tersebut

diperlihatkan pada gambar 4.2.

Pada saat proses pembuatan spesimen uji tarik, sambungan dari logam induk Al-Si (12 %)

dan logam pengisi Al-Si (12%) menyambung tetapi tidak sempurna sehingga

mengakibatkan logam pengisi putus dari logam induknya pada posisi sambungan (Gambar

4.3)

Page 39: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

34

Gambar 4.3 Spesimen putus pada sambungan

Gambar 4.4 Penampang patahan hasil uji tarik

Gambar 4.5 Spesimen uji kekerasan

4.2.2 Pengujian Kekerasan

Titik-titik pengujian kekerasan diperlihatkan pada gambar 4.5.

Dari hasil pengujian kekerasan, harga kekerasan pada weld metal, fusion line dan logam

induk menunjukkan harga kekerasan yang relative sama yaitu 110 VHN, 104 VHN.

Page 40: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

35

Gambar 4.6 Struktur mikro

72X

300X

Pengujian dilakukan sebanyak 6 titik dengan menggunakan beban 0.5 kg yaitu 3 posisi di

bagian base metal dan 3 posisi di bagian weld metal (gambar 4.5).

4.2.3 Pengamatan Metalografi

Dari gambar struktur mikro terlihat bahwa baik logam induk maupun logam pengisi

memiliki struktur eutektik yang menunjukkan bahwa paduan tersebut adalah Al-12%Si.

Page 41: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

36

4.3 Tahap Generalisasi

Telah disampaikan bahwa hasil dari penelitian ini adalah penerapan metode Turbulence

Flow Casting (TFC) pada perbaikan cacat pada komponen Al-12Si. Dari serangkaian

eksperimen dan hasil pengujian parameter diperoleh beberapa parameter yang terkait

didalam proses TFC yaitu temperatur preheat, temperatur penuangan, waktu penuangan,

sand ratio, laju aliran logam cair, dan diameter saluran. Diantara parameter-parameter

tersebut terdapat parameter utama yang sangat menentukan tipe struktur mikro yang

terbentuk di daerah sambungan yaitu temperatur preheat dan waktu penuangan. Parameter

lain dianggap sebagai parameter tetap dan harganya ditentukan berdasarkan angka praktis

di lapangan yaitu temperatur penuangan 700 – 7800C dan sand ratio sebesar 10. Sedangkan

laju aliran massa sebesar 0.6 kg/s ditentukan berdasarkan hasil optimasi dari serangkaian

eksperimen yang telah dilakukan sebelumnya.

Hasil pengujian parameter dengan proses TFC hanya berlaku untuk satu buah dimensi cacat

yaitu sekitar 10 x 10 x 10 mm sehingga keberlakuannya sangat terbatas dan sangat spesifik.

Apabila dimensi cacat yang akan diperbaiki berbeda dengan yang telah dilakukan pada uji

parameter maka harga-harga parameter yang dihasilkan juga akan berbeda. Oleh sebab itu,

pemilihan harga parameter yang sesuai dengan dimensi cacat yang baru harus dilakukan

melalui ekperimen ulang. Pengulangan eksperimen untuk dimensi cacat yang berbeda-beda

membutuhkan tak hingga jumlah eksperimen yang konsekuensinya terkait dengan faktor

ekonomi dan waktu yang sangat lama. Terlebih lagi, keberlakuan data dengan melakukan

eksperimen ulang hanya terbatas pada kurva yang dihasilkan dari setiap harga dimensi cacat

tertentu saja. Hal ini tidak menghasilkan solusi yang dapat diterapkan (applicable) dengan

mudah di lapangan. Untuk itu maka data eksperimen yang spesifik ini harus dapat

digeneralisir agar keberlakuannya dapat diperluas.

Perangkat yang sangat diperlukan untuk memperluas keberlakuan data hasil eksperimen

adalah pemodelan matematik. Solusi yang disusun untuk membangun model matematik ini

dilakukan melalui pendekatan analisis dimensional. Solusi analisis dimensional yang

diterapkan dalam mencari solusi umum pada kenyataannya tidak langsung dapat diperoleh

dengan mudah. Penentuan formulasi matematik untuk mencari solusi umum merupakan

proses penemuan yang sangat panjang dan sangat melelahkan. Hal ini disebabkan karena

proses penemuan tersebut harus melalui berbagai jalan lain yang hasilnya tidak langsung

dapat segera diperoleh atau tidak straight forward. Secara matematik, kesulitan utama

dalam membangun solusi analitik bagi model TFC adalah :

Page 42: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

37

1. Phase change problem. Masukan panas dari aliran logam cair akan mencairkan

spesimen dengan demikian terjadi perubahan fasa dari padat menjadi cair selama

pencairan dan dari fasa cair kembali menjadi padat selama proses pembekuan.

2. Moving boundary problem. Bagian yang mencair selalu bergerak selama masukan

panas diberikan dengan demikian secara matematik kondisi batasnya selalu

berubah.

3. Two region problem. Ketika terjadi pencairan, tedapat dua daerah yaitu region cair

dan padat dimana masing-masing mempunyai distribusi temperatur yang berbeda

4. Surface temperature change problem. Modus pepindahan panas yang terjadi dari

aliran logam cair ke spesimen terjadi secara konveksi maka akibat aliran ini

temperatur dinding spesimen selalu berubah fungsi dari waktu yaitu mulai dari

keadaan padat hingga cair dan untuk ini belum ada solusi analitiknya. Persamaan

yang ditawarkan oleh Schneider (Vedat, 1966) hanya berlaku untuk perpindahan

panas pada benda padat yang tidak mengalami pencairan.

5. Heat transfer solution approach. Berkaitan dengan poin 4, konsep perpindahan

panas hanya menawarkan dua pendekatan untuk solusi ini yaitu asumsi heat flux

konstan atau temperatur dinding yang konstan.

6. Solidification problem. Mengkorelasikan solusi analitik dengan struktur mikro

akhir ketika terjadi proses pembekuan.

Berangkat dari berbagai masalah di atas maka pencarian solusi dimulai dengan mencoba

mempelajari teori perpindahan panas dan mengkaji solusi matematik yang paling

sederhana. Dari teori perpindahan panas dihasilkan pemahaman fenomena pencairan dan

pembekuan yang melibatkan perubahan fasa dari padat ke cair dan sebaliknya. Kedua

fenomena ini sangat berkaitan erat dengan fenomena fisik yang terjadi pada proses TFC.

Pencarian solusi matematik dimulai dari yang paling sederhana yaitu dengan metode Heat

Balance Integral (Ozisik, 1968). Usaha pencarian solusi matematik dilakukan melalui

urutan pemecahan sebagai berikut :

(1) Metode Heat Balance Integral

(2) Metode Balans Energi, Pendekatan Heat flux Konstan

(3) Metode Penyederhanaan Heat Balance Integral

Page 43: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

38

(4) Metode Analisis Dimensional

Walaupun proses pencarian solusi sangat panjang, namun urutan pemecahan tersebut telah

memberikan kontribusi pemahaman yang sangat berarti bagi pencarian solusi pada metode

yang berikutnya. Sebagai contoh, penentuan solusi dengan metode yang pertama

mengilhami solusi pada metode yang kedua. Langkah ini terus berlanjut hingga metode-

metode tersebut sangat berkontribusi dalam penentuan solusi dengan analisis dimensional.

Sebagai gambaran saja, distribusi temperatur yang diperoleh melalui metode Heat Balance

Integral dapat dimanfaatkan kembali dalam penentuan solusi dengan analisis dimensional.

Oleh karena itu, penentuan solusi yang sangat panjang ini merupakan tahapan yang

menghasilkan solusi di akhir metode pemecahan karena kenyataannya metode analisis

dimensional tidak dapat berdiri sendiri tanpa memperoleh bantuan dari metode pemecahan

yang sebelumnya.

Pada metode yang pertama dan kedua, solusi akhirnya hanya dapat diselesaikan secara

iterasi (numerik). Metode ketiga belum diyakini sebagai solusi yang baik walaupun telah

menghasilkan persamaan kedalaman pencairan. Metode terakhir memberikan solusi yang

paling baik namun harus diiringi dengan data hasil eksperimen. Dengan demikian metode

yang terakhir menghasilkan persamaan empirik. Ketiga metode yang pertama dibahas

secara rinci pada lampiran A. Pada bab ini hanya dipaparkan hasil dari metode yang terakhir

yaitu metode analisis dimensional.

4.3.1 Penurunan Formulasi Matematik Pencairan dan Pembekuan pada Proses

TFC dengan Analisis Dimensional

Sebelum pendekatan analisis dimensional diterapkan pada model TFC, terlebih dahulu

dilakukan pengujian analisis dimensional terhadap hasil perhitungan yang telah dilakukan

oleh beberapa peneliti terdahulu sebagaimana tercantum di dalam literatur (Ohnaka, 1985).

Kasus ini diterapkan pada baja karbon 0,18%C, satu dimensi dan berlaku pada bidang datar.

Hasilnya ditunjukkan pada lampiran B.

Pendekatan analisis dimensional yang diturunkan dengan menggabungkan konsep

perpindahan panas dan penggunaan variabel tak-berdimensi menghasilkan solusi yang

sangat menggembirakan. Perbedaan pendekatan analisis dimensional dengan solusi eksak

Page 44: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

39

hanya 4,45% saja. Sedangkan perbedaan solusi analitik hasil penurunan yang dibandingkan

dengan metode integral adalah sebesar 5,06%. Kecenderungan kurva hasil solusi eksak dan

analisis dimensional nampak serupa bila dibandingkan dengan metode integral. Hasil dari

metode integral memperlihatkan peningkatan yang sangat tajam dan makin menjauh

dibandingkan terhadap hasil solusi eksak. Dengan demikian pendekatan analisis

dimensional dapat digunakan lebih lanjut dalam memodelkan fenomena pencairan dan

pembekuan untuk proses TFC. Penurunan analisis dimensional ini disajikan pada lampiran

B. Gambar 4.7 memperlihatkan sketsa pencairan pada suatu bidang datar. Pada gambar

tersebut diperlihatkan adanya daerah liquid dan daerah solid. Daerah liquid adalah daerah

yang mencair oleh aliran logam cair yang mengenainya. Dari sketsa tersebut dapat

dibangun sebuah persamaan energi melalui konsep perpindahan panas dengan bantuan

rangkaian termal. Dengan bantuan rangkaian termal dapat dikumpulkan sejumlah

parameter yang terkait dengan proses pencairan. Dengan membuat kelompok-kelompok

bilangan tak berdimensi maka nantinya akan diperoleh hubungan fungsional dari setiap

parameter yang terkait.

Rangkaian Termal

ψ

T0

ε

δ

x 0

T = Tpr

572oC

qs

Liquid

qc qk

ql

Solid

Tl

Ts

T∞

T∞

Tpr 1/h

ε/kl

ψ/ks

T0

Tm Tpr

Gambar 4.7 Sketsa distribusi temperatur dan rangkaian termal

Page 45: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

40

dt

dTTCTTCL

kk

TT

h

TTprmpmp

pr )()()(

///10

00

kk

TT

h

TT pr

///1

00

dt

dTTCTTCL prmpmp

)()()( 0

k

h )(*

k

dhd

)(*

)()( 0

0

2

*

prmpmp

pr

TTCTTCLk

tTTht

prTT

TTT

0

0* )(

*

**

2**

**

2

1ln1

11

T

T

TTt

Laju perpindahan panas per satuan luas melalui tahanan-tahanan yang diberikan oleh aliran

logam cair di daerah liquid atau di daerah pencairan (melting) dan di daerah solid sebagai

akibat potensial temperatur (T∞-Tpr) adalah :

…… (1)

Sementara itu, laju perpindahan panas persatuan luas diatas sama dengan besarnya energi

yang diperlukan untuk mengubah fasa padat menjadi cair dan untuk menaikkan temperatur

di daerah cair-padat sebesar :

....... (2)

maka dari kedua pernyataan di atas diperoleh persamaan energi :

....... (3)

Definisikan bilangan tak berdimensi :

....... (4)

Dengan proses penyederhaan dan integrasi maka diperoleh persamaan dalam bentuk

kelompok tak berdimensi yaitu :

....... (5)

Page 46: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

41

9404.0*)(1813,2 TA

9325.0)(2492,0 * TB

8878.0*)(4157.0* tx

8860.0*)(4744.0* tx

8694.0*)(5925.0* tx

8574.0*)(7054.0* tx

)()( 0

02

*

prmpmp

pr

TTCTTCLk

tTTht

k

h )(*

Hubungan yang diinginkan dari persamaan (5) adalah berupa δ*= f(t*,T*) dimana δ* adalah

lapisan termal yang ingin dicari. Mengubah persamaan waktu tak-berdimensi kedalam

bentuk fungsi sederhana δ*= f(t*,T*) memerlukan penanganan matematik yang cukup rumit.

Untuk itu penentuan besaran kedalaman penetrasi panas komulatif (δ*) dihitung melalui

proses iterasi yang selanjutnya ditampilkan dalam bentuk kurva hubungan antara δ* vs t*.

Dari kurva tersebut diperoleh sebuah persamaan umum tak berdimensi δ*= f(t*,T*). Hasil

persamaan selanjutnya digunakan untuk menentukan kurva hubungan δ vs t dan ε vs t.

Persamaan (5) berubah menjadi hubungan antara δ*, t*, dan T* yaitu :

dimana :

....... (6)

Dari persamaan (6) kemudian diplot kurva hubungan δ terhadap t maka diperoleh

perbandingan kurva kedalaman pencairan hasil eksperimen dan hasil analisis dimensional

sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.9.

BtA **

Gambar 4.8 Kedalaman penetrasi panas tak berdimensi vs waktu tak berdimensi

Page 47: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

42

B

prmpmp

pr

TTCTTCLk

tTTh

h

Akx

)()(

18.0

0

02

BtAx *18.0*

Setelah solusi matematik dikoreksi dengan hasil eksperimen maka persamaan untuk

fenomena melting adalah:

....... (7)

Berikutnya dijelaskan secara singkat penurunan formulasi matematik pembekuan pada

proses TFC dengan bantuan gambar 4.10.

T0

ε

δ

x 0

T = Tpr

572oC

Liquid Solid

Tl

Ts

x = 0.5D

T∞

Gambar 4.10 Sketsa distribusi temperatur pada proses pembekuan

Gambar 4.9 Perbandingan kedalaman penetrasi panas vs waktu hasil ekperimen dan

hasil penurunan solusi matematik

Page 48: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

43

dt

tTTCL

x

Tk

x

Tk mp

tx

l

l

s

s

)()( 0

)(

2

)()(2

xTT

xTTTT prmprmms

2

0000 )()(

xTT

k

hTT

xTT

k

hTT

l

m

l

l

m

lx

l TTTTk

h

dx

dT

00

2)(

)(2 prm

x

sTT

dx

dT

dt

tTTCLTTTT

k

hk

TTk mpm

l

l

prm

s

)()(

2)(

)(2000

dt

T

TTk

TTCLTTTT

k

hTT

m

mp

m

l

prm

)(

)(2)(

)(2

0

0

00

Balans energi di S/L interface :

…… (8)

Dari lampiran, persamaan distribusi temperatur di daerah liquid :

Dari lampiran, persamaan distribusi temperatur di daerah solid :

Penurunan persamaan terhadap x di x = ε :

Penurunan persamaan terhadap x di x = ε :

Jika ks = kl dan fluks panas di S/L interface dianggap konstan maka :

Asumsi pembekuan terjadi pada temperatur konstan (quasi-steady) sehingga 0dt

Td

maka,

Page 49: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

44

m

l

prm

m

l

prm

TTTTk

hTT

TTTTk

hTT

00

00

2)(

)(2

02

)()(2

53

*18.0*

TtA

B

53*

* T

1

8.277.16*

*

B

AATt

46.0

0

02

*

)()(36.2

prmpmp

pr

TTCTTCLk

tTThT

35.0

0

02

*

)()(83.0

prmpmp

pr

TTCTTCLk

tTThT

Kedua ruas dikalikan dengan k dan ε, maka diperoleh :

disederhanakan menjadi :

…… (9)

Dengan cara yang sama dengan penurunan persamaan (6), maka diperoleh persamaan baru

sebagai pengganti persamaan (9) yaitu :

…… (10)

Atau:

…… (11)

Setelah dilakukan koreksi terhadap hasil eksperimen maka persamaan (11) menjadi :

Atau:

46.0* *)(36.2 tT

35.0* *)(83.0 tT

Page 50: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

45

35.0

0

*

2

*

)()(83.0

prmpmp TTCTTCLk

T

th

T

35.0

*0

*

2

*

)(

83.0

T

C

TT

Lk

T

th

Tp

86.2

*

* 83.015.2

TT

pCk

th

2

702.0

2

2

11.0)(

k

th

TT

TT

m

prm

Kalikan pembilang dan penyebut dengan (T∞ dan T0), maka persamaan menjadi:

Kemudian dengan menganggap harga Cp rata-rata adalah 0.5 (Cp1 + Cp2), maka:

Disederhanakan kembali menjadi:

dimana:

Tpr = preheating temperature

Tm = melting temperature

T∞ = liquid temperature

k = thermal conductivity

soTTpCTTpCLthen

TTTTTTT

m

mm

,5.2,

,),(2

1

00

000

702.0* 11.0

Page 51: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

46

702.0

2

2

)(11.0

k

thTTTT mmpr

Persamaan akhir hubungan temperatur preheat terhadap waktu penuangan pada proses

pembekuan, adalah :

digambarkan dengan menggunakan kurva seperti pada gambar 4. 11.

Kini kaitan antara parameter proses TFC dengan struktur mikro yang dihasilkan di daerah

sambungan dapat diprediksi dengan menggunakan formulasi matematik. Keberlakuan

formulasi matematik lebih umum dibandingkan dengan kurva hasil pengujian parameter

karena dapat diterapkan untuk menentukan harga parameter proses TFC pada berbagai

dimensi cacat yang akan diperbaiki. Syarat yang harus dipenuhi sebelum menentukan harga

parameter adalah asas similaritas. Syarat similaritas yang harus dipenuhi dalam penelitian

ini adalah kesamaan bilangan Reynolds, bilangan Prandtl dan geometri saluran berupa

silindris. Dengan demikian kurva hasil uji parameter telah tergantikan oleh adanya

formulasi matematik tersebut.

Gambar 4.11 Kurva temperatur preheat terhadap waktu penuangan untuk

pembekuan logam cair dengan metode TFC

Page 52: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

47

V. KESIMPULAN

1. Dari lima kali percobaan perbaikan terhadap logam Al-Si, diperoleh percobaan

kelima telah terjadi penyambungan walaupun belum sempurna karena masih

terdapat incomplete fusion dan porositas. Oleh sebab itu, pada percobaan berikutnya

akan dilakukan percobaan ulang untuk mendapatkan sambungan yang sempurna

antara logam induk dengan logam pengisi.

2. Formulasi matematik dapat digunakan untuk menentukan harga-harga parameter

proses TFC pada berbagai dimensi cacat asalkan memenuhi asas similaritas yaitu

memiliki kesamaan bilangan Reynolds, bilangan Prandtl dan geometri saluran

berupa silindris.

3. Formulasi matematik dibangun dengan bantuan konsep perpindahan panas yang

parameter-parameternya disusun dalam bentuk bilangan tak-berdimensi.

Page 53: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

48

DAFTAR PUSTAKA

[1] Piia Lamberg, Approximate analytical model for two-phase solidification problem in

a finned phase-change material storage, Elsevier, Applied Energy 77 (2004) 131–152.

[2] Muki S. Permana, Rochim Suratman, Budi H. Setiamarga, Experimental and

Numerical Investigation of Melting and Solidification during Gray Cast Iron Repair by

Turbulence Flow Casting, International Journal of Mechanical Computational and

Manufacturing Research, Vol.1. No.1, (2012), 35-41, ISSN: 2301-4148. 2012

[3] H. X. Wang, K. Cheng, X. Chen, W. Pan, Heat and Mass Transfer, (2006), Article in

Press.

[4] M. R. Barkhudarov, Is Fluid Flow Important for Predicting Solidification?,

Solidification Procesing’97 Conference, Sheffield, U.K., (7-10 July 1997), 1-6.

[5] L.S. Chao, Du W.C., Macro-Micro Modeling of Solidification, Proc. Natl. Sci. Counc.

ROC (A), Vol. 23, No. 5, (1999), 622-629.

[6] A.H. Mosaffaa, F. Talati a, H. Basirat Tabrizib, M.A. Rosen, Analytical modeling of

PCM solidification in a shell and tube finned thermal storage for air conditioning

systems, Elsevier, Energy and Buildings 49 (2012) 356-361.

[7] D.V. Alexandrov, A.P. Malygin, Mathematical modeling of solidification process near

the inner core boundary of the Earth, Elsevier, Applied Mathematical Modeling 37

(2013) 9368-9378.

[8] Stefan Kleditzschc, Birgit Awiszusa, Michael Lätzerb, Erhard Leidichba

Professorship, Numerical and analytical investigation of steel–aluminum knurled

interference fits: Joining process and load characteristics, Elsevier, Journal of Materials

Processing Technology 219 (2015) 286–294.

[9] S. Jia, D. Zhang, Y. Xuan, L. Nastac, Erhard Leidichba Professorship, N An

experimental and modeling investigation of aluminum-based alloys and nano

composites processed by ultrasonic cavitation processing, Elsevier, Journal of Applied

Acoustics xxx (2015) xxx–xxx, Article in Press.

Page 54: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

49

[10] D. Mazzeo, G. Oliveti, M. De Simone, N. Arcuri, Analytical model for

solidification and melting in a finite PCM in steady periodic regime, Elsevier,

International Journal of Heat and Mass Transfer 88 (2015) 844–861.

[11] I. L. Ferreira, J. E. Spinelli, J. C. Pires, A. Garcia, App. Math. Model A408, (2005),

317-325.

[12] A. M. C. Chan, An approximate analytical solution to the freezing problem subject

to convective cooling and with arbitrary initial liquid temperatures, Int. J. Heat

Mass Trans/cr. Vol. 26. No. II . pp. 1712-17IS. 1983

[13] Piia Lamberg a, Reijo Lehtiniemi b,∗, Anna-Maria Henell, Numerical and

experimental investigation of melting and freezing processes in phase change

material storage, International Journal of Thermal Science (2003). Vol. 26. No. II.

pp. 1712-17IS. 1983.

[14] Frank Kreith, Raj M. Manglik, Mark S. Bohn,’Principles of Heat Transfer’, (2011),

7th Ed.

Page 55: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

1

LAMPIRAN A

Penurunan Formulasi Matematik Pencairan dan Pembekuan dengan

Menggunakan Metode Heat Balance Integral

Page 56: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

2

t

T

x

T

12

2

pC

k

A1. Penurunan Formulasi Matematik Pencairan dan Pembekuan dengan

Menggunakan Metode Heat Balance Integral

Distribusi temperatur di daerah solid :

Persamaan konduksi umum berdimensi satu di dalam benda padat adalah :

.........(A1)

.........(A2)

dimana :

α = Difusivitas termal (m2/s)

k = Konduktivitas termal (W/m.K)

ρ = Massa jenis (kg/m3)

Cp = Panas jenis (J/kg.K)

qc qk

T∞

TPreheat

Ti

Dinding Rongga Cacat

Arah aliran logam cair

T(x,t)

X

Y

Gambar A1. Sketsa arah aliran dan kontrol volume di permukaan rongga cacat

Page 57: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

3

Perkiraan sementara distribusi temperatur di sekitar weld pool pada kondisi transien,

sebagaimana pada gambar A2.

Kondisi batas pada t = 0

Kondisi batas pada t ≥ 0

ε(t) = S/L interface, bergerak saat berlangsung proses heating.

δ(t) = Daerah batas profil distribusi temperatur dengan temperatur awal spesimen.

Gambar A2. Sketsa pencairan permukaan rongga cacat pada saat aliran logam cair

TPr

X

solid liquid

Pada t = 0, Temperatur di

seluruh bagian benda sama

dengan TPr

0

liquid solid

ε(t)

Ti

Tm TPr

S/L Interface

X 0

)( 00

xx TTh

x

Tk

Suplai panas

Daerah yang turut mencair (Fusion Zone)

δ(t)

Page 58: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

4

dt

tL

x

Tk

x

Tktx

tx

l

l

s

s

)(;0,

)(

),0(

0

;0,0 t

x

s TThx

Tktx

mt TTtx )(;0,

0;0, )(

x

prtdx

dTdanTTtx

Kondisi batas :

Pada t = 0 T(x,0) = TPr ...................(A3)

Pada .................(A4a)

.................(A4b)

.................(A4c)

.................(A4d)

Kondisi-kondisi batas tersebut diterapkan pada sketsa gambar A3.

Tpr

t = 0 ; x > 0

t > 0 ; x = 0 T = T0

δ

T = Tpr

qc

qk

T0 ≈Tm ≈1140oC

δ

T = Tpr (sebelum mencair)

t > 0 ; x = 0 T = Tm

Tp r< T0 < Tm

T∞

Gambar A3. Ilustrasi proses pemanasan rongga cacat oleh aliran logam cair sebelum terjadi

pencairan.

Page 59: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

5

2

210

xC

xCCTs

mtxTT

)(

prtxTT

)(

E1.1 Penentuan Distribusi Temperatur di Daerah Solid

Asumsi distribusi temperatur, berupa persamaan polynomial orde dua, yaitu :

.................(A5)

Kondisi batas :

Pada x = ε, .................(A6a)

x = δ, .................(A6b)

T0 > Tm

qc qk

ε δ

Liquid

T = Tpr

Solid

T0

ε

δ x 0

T = Tpr

1140oC

qs

Liquid

qc qk

ql

Solid

Tl

Ts

1140oC t > 0 x = 0

00 )(

xx

x

TkTTh

T = T0

dt

tL

x

Tk

x

Tk

tx

l

l

s

s

)(

)(

x = ε T = Tm t > 0

t > 0 x = δ

T = Tpr

Gambar A4. Ilustrasi proses pencairan rongga cacat oleh aliran logam cair.

Page 60: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

6

0)(CTT mtx

21)(CCTTT mprtx

2

2

2

21

)(

2

)(

2

CxCC

x

T

2

2

2

21

)( )(

2

)(

20

CCC

dx

dT

tx

2

21

)( )(

)(20

CC

dx

dT

tx

2

)()(2

xTT

xTTTT prmprmms

0)(

txdx

dT

.................(A6c)

Dengan memasukkan kondisi batas kedalam persamaan (A6), maka:

……………………………………….(A7a)

……………………………………….(A7b)

……………………………………….(A7c)

atau

……………………………………….(A7d)

dan C1 = - 2 C2 ……………………………………….(A7e)

Substitusikan persamaan A7e) ke persamaan (A7b) maka diperoleh:

C1 = -2 (Tm – Tpr) ; C2 = (Tm – Tpr ………………………………(A7f)

Dengan memasukkan konstanta –konstanta C1, C2, dan C3 kedalam persamaan (A1)

maka distribusi temperatur di daerah solid adalah :

………………(A8)

Page 61: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

7

2

210

xC

xCCTl

1

0

0

)(C

TTk

h

x

T

lx

2

21 2

xCC

x

T

)( 01 TTk

hC

l

)()( 002 TT

k

hTTC

l

m

00 TC

2

0000 )()(

xTT

k

hTT

xTT

k

hTT

l

m

l

l

)( 0

0

TTk

h

x

T

lx

)( 01 TTk

hC

l

)()( 002 TTk

hTTC

l

m

E1.2 Penentuan Distribusi Temperatur di Daerah Liquid

…………..…………………………………(A9)

Kondisi batas :

Pada x = 0, Tx=0 = T0 ……………...……………………………………(A10a)

………………………………………(A10b)

x = ε, Tx=ε =Tm……………………………………………………..(A10c)

Substitusikan persamaan (A10) ke persamaan (A9), maka :

C0 = T0

Tm = T0 + C1 + C2

Maka :

Sehingga :

..........(11)

Page 62: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

8

dt

tL

x

Tk

x

Tk

tx

l

l

s

s

)(

)(

dt

dLTT

k

hTTTT

k

hk

TTk

l

m

l

l

prm

s

)()(

2)(

)(000

dt

d

k

LTT

k

hTTTT

k

hTT

l

m

l

prm

)()(

2)(

)(000

dt

d

k

LTTTT

k

hTTm

l

prm

)(

2)(

)(00

dt

d

k

LTTTT

k

hTTm

l

prm

)(

2)(

)(00

)(

2)(

)(00 m

l

prmTTTT

k

hTT

L

k

dt

d

Kini terdapat dua buah persamaan distribusi temperatur. Kontinuitas kedua buah

distribusi temperatur tersebut akan tetap terjaga di daerah antar-muka solid dan liquid

(S/L interface) yaitu suatu daerah dimana proses perpindahan panas yang terjadi

digunakan untuk proses pencairan bagian padat yang masih tersisa atau saat terjadi

peyerapan panas laten pencairan (latent heat of fusion) oleh daerah padat. Persamaan

balans energi di daerah S/L inteface diwakili oleh persamaan (A8).

………………………………(A12)

dengan menurunkan kedua persamaan distribusi temperatur terhadap x, diperoleh :

Jika dianggap ks = kl, maka :

………………………(A13)

Page 63: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

9

t

T

x

T

12

2

)()(

)(

00)(

tTTdxtx

T

x

Tt

tx

xx

l

tx

l

k

TTh

dt

t

k

L

dx

dT

x

T

x

T

x

s

x

l

tx

l )()( 0

0)(

00 )(

xx

x

TkTTh

dt

tL

x

Tk

x

Tk

tSx

l

l

s

s

)(

)(

Penentuan harga ε

Memasukkan kondisi batas dan persamaan distribusi temperatur ke heat balance

integral.

Persamaan umum perpindahan panas konduksi :

………………(A14)

Daerah Liquid

Dengan mengintegrasikan persamaan umum konduksi dari persamaan (E10) maka :

………………(A15)

Gunakan syarat batas di x = 0 dan x = ε (pada S/L interface) dimana :

………………(A16)

………………(A17)

Sehingga ruas kiri dari persamaan (E11), menjadi :

(Asumsi ks = kl))

Page 64: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

10

)(

)(

)(

0tTTdx

t t

tx

x

)()()( .

)(

0

2

0000 tTdxx

TTk

hTT

xTT

k

hT

tm

tx

xm

)()(33

)(2

.

)(

0

3

02

30

0

2

0 tTxTTk

hxTTTT

k

hxxT

tm

tx

x

m

)()(

33)(

2.0

20

0

2

0 tTTTk

hTTTT

k

hT

tm

m

)(

6

5)(

3

2)(

6

5

3

1)( 0

2

00

2

00 TTk

hTT

tTT

k

hTTTT

tmmm

)(6

5)(

3

2)()(0

2

0

0 TTk

hTT

tk

TTh

dt

t

k

L

dx

dT

C

km

x

s

p

)6

5

6

5

3

2

3

2)(

)(10

22

00 Tk

hT

k

hTT

tTTh

dt

tL

dx

dTk

Cm

x

s

p

t

T

k

h

tk

hT

tk

hT

t

T

t

T

t

T

t

TThdt

tL

dx

dTk

C

m

x

s

p

0

2

000

0

6

5

6

10

6

10

3

2

3

2

3

2

)()(1

t

T

k

h

tk

TThTTTTh

dt

tL

dx

dTk

C

m

x

s

p

0

2

00

0

6

5

3

2

6

)(10

3

)(2)(

)(1

dan ruas kanan dari persamaan (A11), menjadi:

Dengan menyamakan kedua ruas dari persamaan (A11) maka :

Page 65: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

11

prm

x

sTT

dx

dT

x

s

dx

dT

t

T

k

h

tL

k

TThTT

TThdx

dTk

C

m

x

s

p

0

2

00

0

6

5

3

2

6

)(10

3

)(2

)(1

t

T

k

h

tL

k

TThTT

TThTT

kC

m

prm

p

0

2

00

0

6

5

3

2

6

)(10

3

)(2

)(1

t

T

k

hC

tL

k

TThTTC

TThTT

k

pm

p

prm

0

2

00

0

6

5

3

2

6

)(10

3

)(2

)(

t

T

k

hCTTh

TTk

tL

k

TThTTC

p

prm

mp

0

2

0

00

6

5

3

2)(

6

)(10

3

)(2

Suku diperoleh dengan cara menurunkan persamaan (A4) pada x = ε, maka

:

Sehingga :

Page 66: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

12

dxx

Tdx

tx

T

0

3

3

0

2

t

T

t

TTTT

k

h

t

T

tTT

k

hTTTT

k

h

t

T

tx

T

t

T

t

T

t

T

m

m

x

l

x

l

x

ll

000

00

00

0

00

2)(

3

)(22

)(

Lk

TThTTC

t

T

k

hCTTh

TTk

t mp

p

prm

6

)(10

3

)(2

6

5

3

2)(

00

0

2

0

t

T

k

h

t

T

k

h

t

T

k

hTT

k

h

t

x

T

tt

T

xx

T

xdx

x

T

xx

00

0

00

2

2

0

3

3

)(

1

t

TTTT

k

h

t

T

k

h

t

T

k

h

t

T

t

TTTT

k

h

m

m

0

0

0

000

0

2)(

31

2)(

3

Akhirnya diperoleh :

………………(A18)

Penentuan harga T0

………………(A19)

Pandang sisi liquid

Sehingga persamaan (A15), menjadi

Page 67: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

13

hk

tTT

kTTh

t

Tm

00

0

2)(3

)()()()(

)(

tTtTTdxtx

T

x

Ttt

x

xx

s

tx

s

2

32

2

2

2

2

2

32

2

2

2

2

2

32

2

)()(

3

1

2

1)(2

3

1

2

1)(2)(

3

1

2

1)(2

)()()()(2

)()(

prm

prmprm

mpr

x

x

prmm

x

x

mprprmprmm

tt

x

x

TT

TTTT

t

TTxxxxx

TTxTt

tTtTdxx

TTx

TTTt

tTtTTdxt

2

332

2

32

2

2

2

2

2

32

3

23)(

3

222

3

22)(

prm

prm

TTt

TTt

………………(A20)

Penentuan harga δ

Pandang sisi solid

Persamaan umum konduksi persamaan (A10) kembali digunakan dan kini

dimanfaatkan untuk menentukan harga δ dalam bentuk heat balance integral.

………………(A21)

Penurunan persamaan (A21) dimulai dari ruas kanan, yaitu :

Page 68: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

14

2222

222

2

2

22

tttttt

ttttttt

ttttt3

3 22

22

22

2

3

2

tttttt

ttttttt

tt

t

t

tttttt

ttttttt

2

2

2

22

222222

2

222222

2

2

2222

2

2222

2

2223

2

2

Penyelesaian suku I

Page 69: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

15

4

3

4

22

3

4

22

4

322

4

322

2

3

2

3

2

33

23

3

2

23

3

2

23

3

2

23

3

2

3

2

3

2

3

2

ttt

ttt

ttt

ttt

ttt

4

322

4

322

2

3

2

3

2

33

23

3

2

23

3

2

3

2

3

2

3

2

ttt

ttt

ttt

Penyelesaian suku II

Page 70: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

16

tt

ttt

ttt

ttt

3

33

3

3223

3

33

3

33

3

2

3

33

3

33

3

33

3

410223/2

3

4

3

42

3

4

3

42

3

42

tt

ttTTtTtTTdx

tprmtt

x

x

3

33

3

3223

2

2

2

22

)()(

3

410223/2

2223)()()(

)()()()(

)(

tTtTTdxtx

T

x

Ttt

x

xx

s

tx

s

t

tTT

t

tTT

prm

prm

3

3223

3

32223

3

33223

3

322332223

3/42223/10

9223/7)(

3/43/42222

10223/22323)(

Ruas kanan dari persamaan (A21) yang merupakan penjumlahan suku I dan II,

menjadi :

Sekarang kembali ke persamaan (A21) yaitu heat balance integral untuk daerah

solid, maka

Page 71: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

17

)()()()(

tTtTTdxtx

Ttt

x

xx

s

prm

x

sTT

dx

dT

t

t

xtt

t

xt

t

x

t

tTT

TTprm

prm

3

32232

3

32223

3

3223

3

2

3

32223

3

3223

3

32223

3

3223

3

32223

3/423/10

9223/7

3/42223/10

9223/7

3/42223/101

9223/7

3/42223/10

9223/7

)(

3

32223

3

32232

9223/7

3/423/10

t

t

Menurut syarat batas, harga )(tx

s

x

T

harus sama dengan nol, maka persamaan diatas

menjadi :

Penurunan persamaan (E4) terhadap x adalah :

Sehingga :

Maka diperoleh harga t

, yaitu :

.....................(A22)

Page 72: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

18

hk

tTT

kTTh

t

Tm

00

0

2)(3

Lk

TThTTC

t

T

k

hCTTh

TTk

t mp

p

prm

6

)(10

3

)(2

6

5

3

2)(

00

0

2

0

3

32223

3

32232

9223/7

3/423/10

t

t

Kini terdapat tiga buah persamaan diferensial (A18, A20, A22) yang dapat digunakan

untuk menentukan harga-harga : ε, δ, dan T0 sebagai fungsi dari waktu. Harga ε

mewakili kedalaman daerah solid yang mencair yang dalam hal ini merupakan

kedalaman pencairan (melting depth) akibat aliran logam cair yang mengenai

permukaan logam. Besaran waktu merupakan lamanya logam cair mengalir mengenai

permukaan logam yang dicairkannya. Solusi untuk mendapatkan besaran-besaran

diatas dilakukan dengan proses iterasi (secara numerik). Persamaan-persamaan

tersebut ditulis kembali yaitu :

Page 73: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

1

LAMPIRAN B

PENGGUNAAN ANALISIS DIMENSIONAL UNTUK PROSES PEMBEKUAN

Page 74: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

2

Penurunan Persamaan Pencairan dan Pembekuan, Analisis Dimensional

Sebelum persamaan analitik diterapkan pada pemodelan TFC, terlebih dahulu

dilakukan pengujian persamaan analitik pada hasil perhitungan yang telah dilakukan

oleh beberapa peneliti terdahulu sebagaimana tercantum di dalam literatur, (Ohnaka,

1985). Berikut dipaparkan perbandingan kedalaman pembekuan terhadap waktu

dengan menerapkan beberapa metode perhitungan yaitu dengan metode integral yang

diselesaikan dengan solusi numerik dan solusi eksak yang juga diselesaikan dengan

solusi numerik. Selanjutnya kedua metode perhitungan tersebut dibandingkan dengan

hasil penurunan (proposed equation). Kasus ini diterapkan pada baja karbon 0,18%C,

satu dimensi dan berlaku pada bidang datar. Hasilnya ditunjukkan pada gambar B1.

Kurva Pembekuan vs waktu

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Waktu Pembekuan (s)

Ked

ala

man

Pem

beku

an

(m

m)

Referensi [1] :

Metode integral - Numerik

Referensi [1]:

Solusi Eksak - Numerik

Solusi Analitik

TL

Tfr

T0 Ta

qε q0

Liquid Solid

ε

CmWhCmWh

CmWkkgJLCkgJC

CTCTCT

CKarbonBaja

oo

oop

oa

om

oL

20

2 /05.0;/1.0

./1.0;/65;/15.0

20;1480;1527

%18.0

Gambar B1. Perbandingan Kurva Kedalaman Pembekuan vs waktu, hasil Metode

Integral-Numerik (MI-N), Solusi Eksak-Numerik (SE-N) dan

Analisis Dimensional

Page 75: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

3

)()(23

63

2)()(

0

0

0

00

00

afr

p

pfrLa

TTh

TTC

L

dt

dThCTThTTh

dt

d

0

0

)(

h

dt

d

dt

dLTTh

dt

dTfrL

taaa sss 2222 22 i

pss

herfM

C

)()exp( 2

)()(1)[(

)exp()(

)(

)exp(222

afrpsafr

frL

TTC

L

nerfTT

nTTm

erfM

pmmm

psss

C

CM

l

s

a

an

Tabel B2. Perbandingan Kedalaman Pembekuan vs waktu, hasil Metode Integral-

Numerik (MI-N), Solusi Eksak-Numerik (SE-N) dan Solusi Analitik.

REFERENSI [1] ANALITIK (proposed equation)

t (s) Eps (mm)

R* T* Eps* t* Eps_ hitung

(mm)

Perbedaan (%)

Analitik vs ...

MI-N SE-N MI-N SE-N

2.5 3.155 3.155 2 0.03 0.16 0.18 3.13 0.86 0.86

10 9.752 10.707 2 0.03 0.53 0.72 10.5 7.12 1.93

20 16.645 17.707 2 0.03 0.9 1.44 18 7.53 1.63

30 22.627 23.232 2 0.03 1.2 2.15 24 5.72 3.2

40 28.191 27.97 2 0.03 1.47 2.89 29.4 4.11 4.86

50 33.89 32.184 2 0.03 1.7 3.61 34 0.32 5.34

60 39.195 36.017 2 0.03 1.91 4.33 38.2 2.54 5.71

70 44.153 39.558 2 0.03 2.11 5.07 42.2 4.42 6.26

80 48.825 42.863 2 0.03 2.28 5.76 45.6 6.61 6.00

90 53.257 45.975 2 0.03 2.46 5.80 45.8 7.62 6.55

100 57.485 48.925 2 0.03 2.62 7.27 52.4 8.85 6.63

Perbedaan rata-rata 5.06 4.45

Metode Integral, (Ohnaka, 1984)

……………… (B1)

Solusi Eksak, (Ohnaka, 1985)

……………… (B2)

Page 76: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

4

kh

TT

h

TT

A

q afrfrL

//1/1 0

**

***

2****

**

11ln

1

TR

TR

TRTRt

afr

frL

TT

TTT

*

0

*

h

hR

k

h 0*

)(

2

0*

frLp

fr

TTCLk

tTTht

Solusi dengan Analisis Dimensional)

……………… (B3)

……………… (B4)

Penurunan Persamaan dengan Analisis Dimensional yang Dibantu dengan

Konsep Perpindahan Panas

Laju perpindahan panas per satuan luas melalui tahanan-tahanan yang diberikan oleh

logam cair di region cair (liquid) dan padat (solid) sebagai akibat potensial temperatur

(TL-Ta) adalah :

……………… (B5)

TL

Tfr

T0 Ta

x

0 ε

qε q0

Liquid Solid

B2. Sketsa pembekuan logam

Page 77: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

5

dt

dTTCL

kh

TT

h

TT

A

qfrLp

afrfrL

)(//1/1 0

dt

d

TTh

TTCL

khhhTT

TT

afr

frLp

afr

frL

000

)(

/1

1

/

1

afr

frL

TT

TTT

*

dt

d

TTh

TTCLkTR

dt

d

TTh

TTCLkTR

dt

d

TTh

TTCLkTR

afr

frLp

afr

frLp

afr

frLp

*

2

0

*

***

*

2

0

**

***

*

2

0

*

**

)(

1

11

)(

1

1

1

1

)(

1

1

k

h 0*

k

dhd

0*

0

*

h

hR

dt

dTTCL

A

qfrLp

)(

Laju ini adalah laju perpindahan panas yang melepaskan panas laten pembekuan

(latent heat of solidification) pada permukaan x = ε dan untuk menurunkan kapasitas

panas region cair yang membeku, yaitu :

……………… (B6)

dimana dε/dt adalah laju pembekuan per satuan luas, L adalah panas laten

pembekuan, dan Cp(TL-Ts) adalah penurunan kapasitas panas region cair yang

membeku, maka diperoleh hubungan :

……………… (B7)

kedua ruas dibagi h0 dan (Tfr- Ta), maka

definisikan bilangan tak berdimensi : dan

……………… (B8)

maka :

Page 78: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

6

*

***

*2

0

11

1

)(

d

TRdt

TTCLk

TTh

frLp

afr

*

***

**

11

1

d

TRdt

dzz

zdt

1

*

zzzz

zzzz

z

zddz

z

dzdzt

z

dzdzdz

z

zdz

z

zt

1111

*

1111

*

)1(

)1(11

1

11

1

1

1

111

1

1

zt

dzz

zdt

10

*

1

*

1

1ln

11

1

1ln

11

1)1ln()1ln(

11

1

2

*

*

zzt

zzzzt

**

***

2****

**

1

11ln

111

TR

TR

TRTRt

**

***

2****

**

11ln

1

TR

TR

TRTRt

Pemisahan variabel :

dimana

)(

2

0*

frLp

fr

TTCLk

tTTht

misalkan z = (1+ε*), κ = R*T* maka persamaan menjadi :

Integrasikan keduan ruas, dimana batas integrasi di ruas kiri dari t = 0 hingga t = t*

dan batas integrasi di ruas kanan : dari ε* = ε = 0, maka z = 1 hingga z.

Ubah kembali z dan κ ke bentuk semula, maka persamaan menjadi :

atau :

……………… (B9)

Page 79: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

7

Kedalaman Pembekuan vs Waktu 'Tak Berdimensi'

(Baja Karbon, 0.18%C)

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

0 1 2 3 4 5 6 7 8

k

h 0*

)(

2

0*

frLp

fr

TTCLk

tTTht

R*T*

0

0.03

0.06

0.09 0.13

0.26

0.38

0.52

0.16

Gambar B3. Kedalaman pembekuan terhadap waktu pembekuan dalam bentuk

bilangan tak berdimensi. (Studi kasus: baja karbon 0,18%C)

Page 80: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

8

Kedalaman Pembekuan vs Waktu

(Baja Karbon, 0.18%C)

0

10

20

30

40

50

60

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Waktu, t (s)

Ked

ala

man

Pem

beku

an

, E

ps (

mm

)

R*T*

0

0.03

0.06

0.09

0.13

0.26

0.38

0.52

Gambar B4. Kedalaman pembekuan terhadap waktu pembekuan.

(Studi kasus: baja karbon 0,18%C)

Page 81: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung

LAMPIRAN C

MAKALAH SEMINAR NASIONAL DAN SIMPOSIUM INTERNASIONAL

Seminar Nasional:

Penerapan Metode Turbulence Flow Casting dalam Perbaikan Komponen Otomotif yang

Terbuat dari Paduan Aluminium

International Symposium:

Experimental Observation and Analytical Modeling of Melting and Solidification during

Aluminum Alloy Repair by Turbulence Flow Casting

Page 82: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 83: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 84: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 85: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 86: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 87: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 88: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 89: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 90: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 91: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 92: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 93: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 94: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 95: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 96: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 97: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 98: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung
Page 99: LAPORAN AKHIR - Universitas Pasundan Bandung