LAPORAN AKHIR TAHUN 2016 - ekon.go.id · PDF fileDeputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,...
Transcript of LAPORAN AKHIR TAHUN 2016 - ekon.go.id · PDF fileDeputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,...
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
rahmat dan karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan Laporan Kinerja Tahun 2016.
Penyusunan Laporan Kinerja Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian merupakan wujud pertanggungjawaban capaian kinerja atas komitmen
pelaksanaan tugas yang telah diperjanjikan dalam dokumen Perjanjian Kinerja (PK) 2016,
dalam melaksanakan tugas secara efektif, transparan, akuntabel yang berorientasi pada hasil
(outcome), berdasarkan sasaran strategis dan indikator kinerja utama (IKU) yang telah
ditetapkan.
Semoga buku laporan ini dapat bermanfaat dan memberikan masukan yang berharga
bagi seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
khususnya pada Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya
Saing Koperasi dan UKM dalam rangka membangun kinerja yang lebih baik. Kepada semua
pihak yang telah berpartisipasi, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan
laporan ini kami ucapkan terima kasih.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
ii
DAFTAR ISI
1 KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................................... ii
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULAN ...................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................... 1
1.2 Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi ........................................................................................... 1
1.3 Aspek Strategis .............................................................................................................................. 3
1.4 Isu Strategis ................................................................................................................................... 3
BAB II PERENCANAAN KINERJA ..................................................................................................................... 5
2.1 Rencana Strategi 2015 -2019 ........................................................................................................ 5
2.2 Rencana Kerja 2015 ...................................................................................................................... 7
2.3 Perjanjian Kinerja ........................................................................................................................ 10
2.4 Pengukuran Kinerja ..................................................................................................................... 11
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA ................................................................................................................. 12
3.1 Capaian Kinerja Organisasi .......................................................................................................... 12
3.1.1 Pengukuran Capaian Kinerja Organisasi ............................................................................. 12
3.1.2 Evaluasi Capaian Kinerja Organisasi .................................................................................... 47
3.2 Realisasi Anggaran ...................................................................................................................... 52
BAB IV PENUTUP ......................................................................................................................................... 56
Lampiran ..................................................................................................................................................... 58
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM
pada tahun 2016 memiliki program utama yaitu Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian
dengan sasaran strategis yaitu : (1) Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan
Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, (2) Terwujudnya pengendalian
pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM.
Untuk mendukung terwujudnya implementasi Sasaran Program kerja tersebut telah
ditetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang terdiri dari : (1) Persentase perumusan rancangan
peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM
dan Ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan, (2) Persentase kebijakan bidang
Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan Ketenagakerjaan
Ekonomi Kreatif nasional yang terimplementasikan.
Dalam rangka mendukung capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM, telah dilakukan kegiatan koordinasi, monitoring, evaluasi dan
pelaporan yang mencakup lima kegiatan, yaitu Pengembangan Ekonomi Kreatif, Pengembangan
Kewirausahaan, Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UKM, Peningkatan Daya Saing Ekonomi
Kawasan, dan Ketenagakerjaan.
Berdasarkan evaluasi analisis capaian kinerja 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM, dapat memenuhi target sesuai yang direncanakan dengan baik,
sebagaimana tercermin dalam tabel Pengukuran Kinerja di bawah ini:
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
iv
Tabel Pengukuran Kinerja Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama Target
2016
Realisasi
2016 Kinerja
(1) (2) (3) (4) (5)
Terwujudnya koordinasi
dan sinkronisasi perumusan
kebijakan Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya
Saing Koperasi dan UKM
1 Persentase perumusan
rancangan peraturan di bidang
Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan
dan Daya Saing Koperasi dan
UKM, serta SDM dan
Ketenagakerjaan ekonomi kreatif
nasional yang diselesaikan
85%
85% 100%
Terwujudnya pengendalian
pelaksanaan kebijakan
Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya
Saing Koperasi dan UKM,
2 Persentase kebijakan bidang
Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan
dan Daya Saing Koperasi dan
UKM, serta SDM dan
Ketenagakerjaan Ekonomi Kreatif
nasional yang
terimplementasikan
85% 85% 100%
Adapun realisasi anggaran yaitu sebesar Rp.7.334.532.433,- (setelah self blocking)dari pagu anggaran
total sebesar Rp. 7.486.000.000,- atau sebesar 97.98%.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
1
BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi
dan UKM, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mempunyai tugas
menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta
pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang
ekonomi kreatif, kewirausahaan dan daya saing koperasi dan usaha kecil dan menengah,
(Permenko Nomor 5 Tahun 2015). Sejalan dengan ditetapkannya paket-paket kebijakan di
bidang perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya
Saing Koperasi dan UKM, telah berkomitmen untuk mendukung pencapaian Sasaran Strategis
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang telah ditetapkan dalam Perjanjian
Kinerja tahun 2016.
Seiring dengan perkembangan kebutuhan organisasi, sekaligus untuk meningkatkan
kinerja pelaksanaan tugas koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian di bidang perekonomian,
telah ditetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sebagai
pengganti Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebelumnya.
Laporan Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya
Saing Koperasi dan UKM Tahun 2016 merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan
tugas dan fungsi terhadap capaian kinerja yang telah dilaksanakan pada tahun 2016 termasuk
kinerja deputi terkait Koordinasi Industri, Inovasi Teknologi, dan Kawasan Ekonomi yang
dilaksanakan sebelum diterbitkannya Permenko Nomor 5 Tahun 2015. Keberhasilan
pelaksanaan capaian kinerja tidak terlepas dari dukungan dan kerjasama dari semua pihak
dalam melaksanakan kegiatan sinkronisasi dan koordinasi, serta pengendalian atas
pelaksanaan progam dan kegiatan bersama Kementerian/Lembaga terkait.
1.2 Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang diamanatkan dalam Permenko Nomor 5
Tahun 2015, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing
Koperasi dan UKM , mempunyai tugas :
1. Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan
Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan
Daya Saing Koperasi dan UKM.
2. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang
Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM.
Pada saat akhir Tahun 2015, Deputi IV memiliki nomenklatur Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
sesuai dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : PER-
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
2
5/M.EKON/10/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, dengan tugas dan fungsi sebagai berikut:
1. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan
Usaha Menengah mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi
perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan, kebijakan
Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang ekonomi kreatif,
kewirausahaan dan daya saing koperasi dan usaha kecil dan menengah.
2. Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan
Daya Saing Koperasi dan Usaha Menengah menyelenggarakan fungsi:
a. Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan
Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan,
dan Daya Saing Koperasi dan UKM.
b. Pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait isu di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM.
c. Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang penciptaan wirausaha
baru berbasis teknologi.
d. Koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang pengembangan industri
kreatif.
e. Koordinasi dan Sinkronisasi perumusan kebijakan di bidang penciptaan tenaga kerja
dengan keahlian tertentu dan pemberdayaan buruh.
f. Pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan di bidang Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM.
Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Dalam menjalankan pelaksanaan tugas dan fungsinya, Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, dibantu oleh :
1. Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Kreatif
2. Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan
3. Asisten Deputi Pengembangan Kewirausahaan
4. Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM
5. Asisten Deputi Ketenagakerjaan
6. Kelompok Jabatan Fungsional
Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 5 Tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordiantor Bidang Perekonomian,
struktur organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif dan Daya Saing Koperasi dan
UKM adalah sebagai berikut :
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
3
Gambar 1.1
Struktur Organisasi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing
KUKM
1.3 Aspek Strategis
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM
memiliki peran strategis dalam mencapai visi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Tahun 2019 yaitu Terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,
melalui koordinasi penyusunan dan penetapan kebijakan serta pengendalian kebijakan terkait
ekonomi kreatif, kewirausahaan, dan daya saing KUKM. Dengan peran tersebut diharapkan
dapat mendukung kinerja pembangunan nasional sebagaimana yang telah tercantum dalam
RPJMN 2015 – 2019, sebagai berikut:
Sementara itu, sasaran strategis dari Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM yaitu :
1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
2. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan
Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
1.4 Isu Strategis
Isu strategis yang harus diselesaikan sebagai wujud kinerja Tahun 2016 oleh Deputi
Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM, antara lain:
1. Pengembangan Ekonomi Kreatif
a. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif,
b. Penyusunan skema pembiayaan yang sesuai bagi industri kreatif,
c. Peningkatan daya saing industri kreatif unggulan dan prioritas,
d. Pengembangan SKKNI dan LSP Sektor Ekonomi Kreatif.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
4
2. Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan
a. Pengembangan Kota Kreatif Nasional yang Berkelanjutan,
b. Optimalisasi pengembangan Scince Techno Park,
c. Pengembangan Ekonomi Digital (Peta Jalan e-Commerce)– Penugasan Tambahan
3. Pengembangan Kewirausahaan:
a. Draft Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengembangan Kewirausahaan
Nasional,
b. RUU Kewirausahaan Nasional,
c. Pemetaan Profil Inkubator Wirausaha,
d. Data Wirausaha Baru Wilayah Jawa dan Bali.
4. Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM
a. RUU Perkoperasian
b. Evaluasi Perpres 98/2014 tentang Perizinan Usaha Mikro Kecil (IUMK)
c. Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat
d. Pengembangan Sentra IKM/UKM
e. Agregator dan Konsolidator Ekspor Produk UKM
f. Evaluasi Perizinan Pada Kementerian Koperasi dan UKM
5. Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi
a. Pendanaan Bisnis Tech Start-up
6. Ketenagakerjaan :
a. Pendidikan dan Pelatihan Vokasi
b. Turunan PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
c. Cost Structure
d. IMTA dan KITAS
e. RUU Perlindungan Migran
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
5
2 BAB II PERENCANAAN KINERJA
2.1 Rencana Strategi 2015 -2019
Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi koordinasi dan sinkronisasi serta
pengendalian kebijakan di Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan
Daya Saing Koperasi dan UKM, perlu ditetapkan visi dan misi yang akan dicapai dalam
mendukung tercapainya sasaran strategis sebagaimana yang tertera dalam Ilustrasi
Keterkaitan tugas dan fungsi antar Asisten Deputi di Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM sebagai berikut :
Gambar 2.1 Ilustrasi Keterkaitan Tugas dan Fungsi Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM
Pada gambar tersebut terlihat keterkaitan antara program dan kegiatan yang
dilaksanakan oleh seluruh unit eselon II di Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM . Keterkaitan tersebut menunjukan adanya
kolaborasi dan kerjasama di Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan
Daya Saing Koperasi dan UKM internal.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
6
Selain kolaborasi dan kerjasama secara internal, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM juga dituntut untuk melakukan
koordinasi, kerjasama, dan kolaborasi yang kuat dengan berbabgai Kementerian/Lembaga
terkait. Sekurang-kurangnya terdapat 10 K/L yang terkait langsung dengan isu yang
dikoordinasikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya
Saing Koperasi dan UKM yaitu: Kementerian Perindustrian, Kemristek Dikti, Kementerian
Pertanian, KKP, Kementerian Koperasi dan UKM, Kemnaker, Badan Ekonomi Kreatif, LIPI, dan
BPPT. Namun selain berkoordinasi dengan K/L yang memiliki keterkaitan langsung, Deputi
Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM juga
berkoordinasi dengan K/L lain yang memiliki keterkaitan tidak langsung yaitu dalam konteks
pengembangan ekosistem ekonomi kreatif, kawasan berbasis KIT, Kewirausahaan, KUKM,
serta ketenagakerjaan, misalnya Kementerian PU dan Kementerian Perhubungan dalam
rangka peningkatan konektivitas.
1. Visi
Dalam upaya pencapaian sasaran strategis Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing
KUKM telah menetapkan visi sebagai berikut:
Visi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM:
“Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian kebijakan pembangunan di
bidang ekonomi kreatif; kawasan berbasis kreativitas, inovasi, dan teknologi;
kewirausahaan; koperasi dan UMKM; serta ketenagakerjaan yang efektif dan
berkelanjutan”.
Visi ini menunjukkan bahwa Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan,
dan Daya Saing Koperasi dan UKM, mempunyai tugas untuk melakukan koordinasi,
sinkronisasi dan pengendalian kebijakan terhadap kementerian terkait untuk melaksanakan
program dan kegiatan di bidang perekonomian, sehingga menjadikan perekonomian nasional
yang tangguh dalam menghadapi era globalisasi.
2. Misi
Untuk mewujudkan Visi tersebut, diperlukan tindakan nyata dalam bentuk misi sesuai
dengan tugas dan fungsi, adapun Misi Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing UKM adalah :
“Menjaga dan memperbaiki koordinasi dan sinkronisasi penyusunan kebijakan,
serta pengendalian pelaksanaan kebijakan di bidang Ekonomi Kreatif, Kawasan
Berbasis KIT, Kewirausahaan, Koperasi dan UMKM, dan Ketenagakerjaan”
Misi tersebut disusun dengan mempertimbangkan tantangan dan hambatan di bidang
ekonomi, dan perkembangan perekonomian di dalam negeri maupun internasional dalam
kondisi era globalisasi yang semakin kompetitif, serta kebutuhan masyarakat akan
akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
7
3. Tujuan
Untuk mewujudkan Visi dan melaksanakan Misi tersebut, Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, menetapkan tujuan yang
akan dicapai dalam 5 (lima) tahun ke depan, yaitu :
“Terwujudnya peningkatan daya saing nasional menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN melalui peningkatan kontribusi ekonomi kreatif, kewirausahaan, serta
KUMKM, yang didukung oleh upaya penciptaan tenaga kerja terampil dan kreatif
serta pengembangan kawasan berbasis kreativitas, inovasi dan teknologi”
4. Sasaran Program
Dalam Rencana Strategis Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan
Daya Saing KUKM Tahun 2015 – 2019, tujuan dalam 5 (lima) tahun di atas dijabarkan ke dalam
2 (dua) sasaran strategis, yaitu:
a. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif,
Kawasan Berbasis KIT, Kewirausahaan, Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah, dan Ketenagakerjaan
b. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kawasan Berbasis
KIT, Kewirausahaan, Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dan
Ketenagakerjaan.
2.2 Rencana Kerja 2016
Sebagai penjabaran dari Renstra 2015-2019, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM telah menetapkan Rencana Kerja Tahun
2016, sebagai berikut :
Tabel 2.1
Rencana Kerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM
Kode Program/Kegiatan/ Sasaran Kegiatan
Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)/Output Prioritas (N/B/
KL)
Target/ Volume
2016
Alokasi 2016 (Juta)
Program Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM
5226 Koordinasi Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif
2.300,0
1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pengembangan ekonomi kreatif
1. Persentase (%) rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pengembangan ekonomi kreatif
KL 85% 1.100,0
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
8
Kode Program/Kegiatan/ Sasaran Kegiatan
Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)/Output Prioritas (N/B/
KL)
Target/ Volume
2016
Alokasi 2016 (Juta)
2. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang pengembangan ekonomi kreatif
2. Persentase (%) rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang pengembangan ekonomi kreatif
KL 85% 800,0
3. Terwujudnya Efektifitas Pelaksanaan Program dan Tata Kelola administrasi pada Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM yang optimal
3. Jumlah pelayanan dan tata kelola pada Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM
KL 12 400,0
5228 Koordinasi Kebijakan Bidang Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan
2.000
1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan
1. Persentase (%) rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan
KL 85% 1.200
2. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan
2. Persentase (%) pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan
KL 85% 800
5227 Koordinasi Kebijakan Pengembangan Kewirausahaan
2.000
01 Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Pengembangan Kewirausahaan
1. Persentase (%) rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Pengembangan Kewirausahaan
KL 85% 1.200
02. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan
2. Persentase (%)pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang pengembangan kewirausahaan
KL 85% 800
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
9
Kode Program/Kegiatan/ Sasaran Kegiatan
Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)/Output Prioritas (N/B/
KL)
Target/ Volume
2016
Alokasi 2016 (Juta)
kebijakan bidang pengembangan kewirausahaan
2505 Koordinasi Kebijakan Bidang Peningkatan Daya saing Koperasi dan UMKM
2.000
1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Peningkatan Daya Saing Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
1. Persentase rekomendasi koordinasi dan sinkronosasi kebijakan Pengembangan Peningkatan Daya Saing Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang diselesaikan
KL 85% 1.200
1. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Peningkatan Daya Saing Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
2. Persentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Peningkatan Daya Saing Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
KL 85% 800
2496 Koordinasi Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi
1.500
01 Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi
1. Persentase (%) rekomendasi hasil koordinasi, dan sinkronisasi kebijakan pengembangan UKM berbasis teknologi yang ditindaklanjuti
KL 85% 1.000
02Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi
2. Persentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi
KL 85% 500
5229 Koordinasi Kebijakan Ketenagakerjaan
2.000
1. Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Ketenagakerjaan
1. Persentase (%) rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Ketenagakerjaan
KL 85% 1.200
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
10
Kode Program/Kegiatan/ Sasaran Kegiatan
Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)/Output Prioritas (N/B/
KL)
Target/ Volume
2016
Alokasi 2016 (Juta)
2. Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Ketenagakerjaan
2. Persentase (%)pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Ketenagakerjaan
KL 800
2.3 Perjanjian Kinerja
Dalam rangka mendukung Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU)
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2016, maka Sasaran Program Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2
Perjanjian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM
Tahun 2016
Sasaran Program Indikator Kinerja Utama Target
2015
Terwujudnya koordinasi dan
sinkronisasi perumusan kebijakan
Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan
dan Daya Saing Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah
Persentase perumusan rancangan
peraturan di bidang Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM,
serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi
kreatif nasional yang diselesaikan
85%
(11
rekomendasi)
Terwujudnya pengendalian
pelaksanaan kebijakan Ekonomi
Kreatif, Kewirausahaan dan Daya
Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah
Persentase kebijakan bidang Ekonomi
Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing
KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan
ekonomi kreatif nasional yang
terimplementasikan
85% (11
rekomendasi)
IKU yang ditetapkan dalam perjanjian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM berkontribusi pada pencapaian Sasaran Strategis
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yaitu :
1. IKU 1: Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi
kreatif nasional yang diselesaikan, dan
2. IKU 2 : Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing
KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
11
terimplementasikanberkontribusi pada SS 2: Terwujudnya pengendalian kebijakan
perekonomian.
2.4 Pengukuran Kinerja
Penilaian hasil Laporan Kinerja Akhir Tahun Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM tahun anggaran 2016 dilakukan sesuai panduan untuk
menjaga konsistensi pengukuran kinerja. Cara perhitungan capaian kinerja untuk setiap
indikator kinerja dari sasaran strategis dilakukan dengan cara membandingkan antara target
pencapaian indikator sasaran yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja tahun 2016
dengan realisasinya. Metode perhitungan Nilai Kinerja Organisasi (NKO) diperoleh melalui
penghitungan dengan menggunakan data target dan realisasi IKU yang tersedia. Dengan
membandingkan antara data target dan realisasi IKU, akandiketahui nilai NKO. Formula
penghitungan NKO adalah sebagai berikut :
NKO = Realisasi
× 100% Target
Adapun Status Kinerja NKO ditandai dengan warna, pemberian warna sesuai nilai NKO,
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3
Polarisasi Capaian Kinerja Organisasi
Hijau Kuning Merah
X ≥ 100
(memenuhi ekspektasi)
80 ≤ X < 100
(belum memenuhi ekspektasi)
X < 80%
(tidak memenuhi ekspektasi)
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
12
3 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
Sesuai dengan visi, misi, dan tujuan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM, dan dalam rangka mendukung
keberhasilan Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, maka sasaran
program yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : (1). Terwujudnya koordinasi dan
sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi
dan UKM, (2). Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM.
Untuk mencapai sasaran program tersebut, telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama
(IKU) yang terdiri dari : (1) Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi
Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan Ketenagakerjaan
ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan (2) Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, serta SDM dan Ketenagakerjaan Ekonomi
Kreatif nasional yang terimplementasikan.
3.1 Capaian Kinerja Organisasi
3.1.1 Pengukuran Capaian Kinerja Organisasi
Pengukuran capaian kinerja dihitung berdasarkan capaian realisasi target Indikator
Kinerja Utama (IKU) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya
Saing Koperasi dan UKM, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam dokumen Perjanjian
Kinerja Tahun 2016, sebagai berikut :
Tabel 3.1
Capaian Kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi
dan UKM Tahun 2016
Sasaran Program Indikator Kinerja Utama Target
2016
Realisasi
2016
Kinerja
(%)
Terwujudnya koordinasi dan
sinkronisasi perumusan
kebijakan Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya
Saing Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah
Persentase perumusan
rancangan peraturan di bidang
Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan
dan Daya Saing KUKM, serta
SDM dan ketenagakerjaan
ekonomi kreatif nasional yang
diselesaikan
85% 85% 100%
Terwujudnya pengendalian
pelaksanaan kebijakan
Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya
Persentase kebijakan bidang
Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing
KUKM, serta SDM dan
85% 85% 100%
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
13
Saing Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah
ketenagakerjaan ekonomi
kreatif nasional yang
terimplementasikan
Terhadap hasil capaian target kinerja tahun 2016 tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:
3.1.1.1 Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Target capaian IKU ’Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi
Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi
kreatif nasional yang diselesaikan’ yaitu sebesar 85%. Target perumusan rancangan
peraturan tersebut dicapai melalui adanya tindak lanjut atau penyelesaian terhadap 50%
rekomendasi kebijakan yang telah disusun oleh Deputi (11 rekomendasi).
Berdasarkan pelaksanaan program dan kegiatan Tahun 2016, rekomendasi kebijakan
yang diusulkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya
Saing KUKM dan ditindaklanjuti yaitu sebanyak 11 rekomendasi kebijakan atau sebesar 100%.
Adapun rekomendasi kebijakan yang dihasilkan pada tahun 2016, sebagai berikut :
1. Rekomendasi Kebijakan Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif
Pengembangan ekonomi kreatif merupakan agenda prioritas pembangunan nasional
yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 (Nawa Cita).Di dalam RPJMN 2015-2019 telah
dirumuskan arahan kebijakan, strategi, dan target pengembangan ekonomi kreatif jangka
menengah sampai dengan tahun 2019.Pemerintah juga membentuk Badan Ekonomi Kreatif
melalui Perpres 72/2015, yang bertugas untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan dan fasilitasi pengembangan ekonomi kreatif.Namun demikian, kebijakan tersebut
dirasakan belum memadai dalam memberikan konsepsi dan panduan pengembangan
ekonomi kreatif secara berkesimabungan dalam jangka panjang bagi stakeholder terkait
setelah berakhirnya Inpres No. 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.
Sehingga sejak tahun 2015 Kemenko Bidang Perekonomian telah memulai upaya penyusunan
payung hukum Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif.
Di lain sisi, saat ini tengah bergulir penyusunan RUU Ekonomi Kreatif yang diinisiasi
oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan telah masuk ke dalam Prolegnas (peringkat 40),
yang diharapkan dapat menjadi solusi. Namun dinamika yang ada mengindikasikan bahwa
penyusunan RUU tersebut akan memakan proses dan waktu yang panjang, sementara
kebutuhan akselerasi pengembangan ekonomi kreatif sebagai prioritas Pemerintah cukup
mendesak. Oleh karena itu, FGD yang dilaksanakan di kantor Setkab pada tanggal 24 Maret
2016 menyarankan perlu didorong alternatif payung kebijakan lain berupa Perpres. Perpres
dinilai tepat untuk memberikan pengaturan mengenai konsepsi, arah kebijakan, strategi, dan
rencana aksi dalam pengembangan ekonomi kreatif.Selain itu cakupan ruang lingkup Perpres
bersifat nasional dan antar lintas kementerian/LPNK/badan pemerintah.
Merespon kondisi tersebut, Kemenko Perekonomian berinisiatif menyusun suatu
rekomendasi mengenai kebijakan pengembangan ekonomi kreatif jangka panjang, yang
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
14
diharapkan dapat menjadi masukan kepada pihak-pihak terkait, khususnya Badan Ekonomi
Kreatif, dalam proses penyusunan berbagai rancangan kebijakan yang tengah disusun.
Rekomendasi kebijakan ini memuat beberapa hal yaitu: (1) tinjauan isu-isu yang perlu
memperoleh perhatian dalam penyusunan kebijakan ekonomi kreatif dalam jangka panjang,
(2) Rekomendasi solusi; serta (3) Usulan rumusan kebijakan.Hasil rekomendasi mengenai
kebijakan pengembangan ekonomi kreatif jangka panjang tersebut telah disampaikan pada
tanggal 16 September 2016, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan
Daya Saing KUKM menyampaikan rancangan Rindekraf tersebut kepada Sestama Bekraf
melalui Surat Nomor S-72/D.IV.M.EKON/09/2016.
Kemudian, sebagai tindak lanjut rekomendasi kebijakan tersebut telah dibahas
bersama oleh jajaran Eselon I Bekraf yang menghasilkan rancangan Rencana Induk
Pengembangan Ekonomi Kreatif 2017-2025.
Rancangan Rindekraf 2017-2025 secara keseluruhan memuat 5 Bab, 14 pasal, dan
Lampiran mengenai Arah Kebijakan dan Strategi Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif
Nasional 2017-2025. Adapun muatan rencana induk pengembangan ekonomi kreatif 2017 –
2025, sebagai berikut:
Muatan Rancangan Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif
2017-2025
BAB NAMA BAB SUBSTANSI
Bab I KETENTUAN UMUM Definisi, Ruang Lingkup Rindekraf, Prinsip Pengembangan Ekraf
Bab II PENGEMBANGAN
EKONOMI KREATIF
NASIONAL
Visi, Misi, Tujuan, Ruang Lingkup Pengembangan Ekraf, Jangka
Waktu, Tahapan, Sasaran
Bab III MEKANISME
IMPLEMENTASI
RENCANA INDUK
Keterpaduan antar pemangku kepentingan, mekanisme
penjabaran ke dalam dokumen perencanaan di pusat dan
daerah, serta koordinasi perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian
Bab IV PEMBIAYAAN Sumber pembiayaan, Standar biaya Khusus Ekraf
Bab V KETENTUAN PENUTUP Mencabut Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009,
pemberlakuan Pepres
LAMPIRAN Matriks Arah Kebijakan dan Strategi Rencana Induk
Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional Tahun 2017-2025
Visi pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional yang dirumuskan dalam Rindekraf 2017-
2025 adalah: “Ekonomi Kreatif sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional”.
Sebagai penjabaran visi tersebut, dirumuskan 2 (dua) misi yaitu: (1) pemberdayaan
kreativitas sumber daya manusia; dan (b) ngkan pengembangan Usaha Ekonomi Kreatif yang
berdaya saing. Pelaksanaannya dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tahap pertama (periode
2017-2019), bertujuan untuk “memantapkan pengembangan Ekonomi Kreatif dengan
menekankan pada akselerasi penciptaan ekosistem penumbuhkembangan kreativitas dan
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
15
Usaha Ekonomi Kreatif”, sedangkan tahap kedua (periode 2020-2025), bertujuan untuk
“mengarusutamakan kreativitas dalam mewujudkan daya saing di berbagai sektor
pembangunan melalui pemanfaatan Pelaku Ekonomi Kreatif dan Usaha Ekonomi Kreatif”.
Sebagai tindak lanjut, perlu segera diusulkan izin prakarsa Perpres Rencana Induk
Pengembangan Ekonomi Kreatif kepada Presiden oleh Bekraf yang dilakukan secara paralel
dengan pembahasan substansi yang melibatkan lintas K/L dan para ahli.
2. Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Industri Kreatif Unggulan dan Prioritas
Pemerintah saat ini tengah mendorong pengembangan berbagai industri kreatif
terutama industri kreatif unggulan dan industri kreatif prioritas. Industri kreatif unggulan
yaitu industri kreatif yang memiliki kontribusi tinggi terhadap PDB Ekraf, meliputi: fashion,
kriya, dan kuliner, sedangkan industri kreatif prioritas yaitu industri kreatif yang memiliki
pertumbuhan PDB yang tinggi atau dampak pengganda yang besar, meliputi: film, animasi,
dan video, aplikasi, dan musik.
Pengembangan industri-industri kreatif tersebut tentunya memerlukan pendekatan
yang berbeda sesuai dengan karakteristik dan permasalahan masing-masing serta
memerlukan koordinasi dan sinkronisasi lintas K/L. Pada tahun 2016, Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM telah melakukan kegiatan
koordinasi dan sinkronsisasi kebijakan pengembangan industri kreatif unggulan dan prioritas
yang meliputi industri animasi, fashion, film, dan kriya. Adapun rekomendasi yang dihasilkan
sebagai berikut:
a. Film:
Gerakan 1000
Gerakan 1000 adalah pilot project untuk mendorong kreativitas anak muda di
Kabupaten Kepulauan Seribu melalui pembuatan karya film, pengembangan pariwisata, dan
kewirausahaan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Seribu. Aktivitas yang akan dilaksanakan
yaitu: (1) Pembuatan film layar lebar “Elang”, yang akan melibatkan masyarakat Kabupaten
Kepulauan Seribu, dalam proses produksi; (2) Pengembangan ekonomi lokal melalui berbagai
aktivitas pemberdayaan ekonomi masyarakat
Pengembangan Industri Film Nasional
Sub sektor Film sebagai salah satu sub sektor prioritas dalam pengembangan ekonomi
kreatif yang telah dideklarasikan oleh Badan Ekonomi Kreatif. Walaupun sub sektor ini
memiliki kontribusi terhadap PDB yang masih rendah yaitu sebesar 1,35% terhadap PDB
Ekonomi Kreatif pada tahun 2014, namun memiliki nilai pertumbuhan yang tinggi dan peluang
besar di pasar global. Film berpotensi dikembangkan sebagai “lokomotif” pengembangan
produk kreatif lainnya dan mendorong pariwisata daerah.Sebagai contoh Film Laskar Pelangi
yang mendorong berkembangnya pariwisata Belitung atau Film 5cm yang mendorong
berkembangnya pariwisata Semeru.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
16
Film berperan strategis sebagai media komunikasi dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, mengembangkan potensi diri, pembinaan pribadi bangsa, pelestarian
kebudayaan bangsa, serta wahana promosi citra bangsa Indonesia di dunia internasional.
Dalam rangka pengembangan industri perfilman, telah terdapat beberapa kebijakan
yaitu UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, dan revisi Daftar Negatif Investasi bidang
usaha Perfilman. Tiga (3) bidang yang diatur dalam revisi DNI Bidang Perfilman antara lain: i)
Pembuatan Film dan Jasa Teknik Film; ii) Peredaran Film; dan iii) Pertunjukan Film.
Penanaman modal asing sebesar di bidang perfilman bertujuan meningkatkan daya saing
industri perfilman nasional.Akan tetapi, kedua kebijakan tersebut dirasa masih belum dapat
secara optimal mengembangkan industri perfilman dalam negeri. Saat ini, industri perfilman
dalam negeri masih kalah bersaing dengan film-film asing.
Berdasarkan hasil rapat koordinasi pembahasan pengembangan industri perfilman,
terdapat rekomendasi sebagai berikut: i) Perlu adanya percepatan penetapan Permendikbud
tentang tata edar, pengarsipan, perizinan, dan perlindungan insan film oleh Pusbang Film
Kemdikbud; ii) Pembedaan besaran pajak tontonan dengan pajak hiburan oleh Pemda dimana
diusulkan besaran pajak tontonan sebesar maksimal 10%; iii) Skema kredit pinjaman dengan
bunga rendah; iv) Insentif fiskal bagi industri film dalam negeri; dan v) Review tentang NSPK
Perizinan Perfilman oleh Pusbang Film dan BKPM.
Terkait rekomendasi tersebut, telah disampaikan : Surat dari Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM kepada Pusbangfilm Kemendikbud,
Nomor. S-24/D.IV.M.EKON.1/10/2016 mengenai perlunya pengusulan kepada Kementerian
Dalam Negeri c.q. Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III untuk menerbitkan
Surat Edaran kepada pemerintah daerah agar menetapkan pajak tontonan maksimal 10%.
Selain itu, untuk membahas kemungkinan pemberian insentif fiskal bagi industri film dalam
negeri, telah dilaksanakan serangkaian rapat koordinasi dengan asosiasi, BKF, Bekraf, dan
Pusbangfilm untuk membahas kebijakan insentif fiskal bagi industri perfilman. Bekraf telah
membentuk tim kecil untuk mengkaji kebijakan insentif fiskal industri perfilman.
b. Animasi:
Dalam pengembangan industri animasi perlu adanya kuota aimasi di TV
nasional.Televisi masih menjadi peluang terbesar untuk penyampaian informasi 86,7%. Akan
tetapi, televisi Indonesia belum memberikan kesempatan yang banyak kepada penayangan
animasi lokal.Animasi lokal dapat tergantikan dengan mudah oleh animasi luar yang harganya
lebih murah. Televisi lebih memilih tayangan lain yang lebih murah. Televisi lokal seringkali
membeli putus animasi namun tidak mengembangkan IP animasi hanya menyiarkan tayangan
animasi sehingga promosi animasi dari merchandise tidak berjalan.
Kemenko Bidang Perekonomian menginisiasi kemungkinan kerjasama yang lebih luas
antara industri animasi lokal dan TV nasional.Terkait hal tersebut, telah dilakukan rapat
koordinasi untuk membahas hal tersebut dan dilakukan rapat fasilitasi business matching
antara asosiasi industri animasi dengan TVRI dan TV Swasta.Dari kedua rapat tersebut telah
ditindaklanjuti dengan adanya pembahasan B to B dan dengan pihak televisi dan terdapat
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
17
rencana kerjasama AINAKI dengan Kominfo untuk mengadakan kegiatan panggung animasi
nusantara.
c. Fashion:
IFW adalah ajang pertunjukan dan pameran mode tahunan terbesar di Indonesia yang
telah diselenggarakan sejak tahun 2012. IFW 2017 akan mengangkat tema “Selebrasi Budaya”
(Celebrations of Cultures) dan mengambil inspirasi dari Program Pengembangan 10 Destinasi
Wisata Unggulan Nasional di 10 Provinsi, antara lain Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung
Lesung, Kepulauan Seribu, Borobudur, Bromo-Tengger-Semeru, Mandalika, Labuan Bajo,
Wakatobi, dan Morotai. IFW 2017 tidak hanya akan menampilkan fesyen, tapi juga hasil
kerajinan dan kesenian daerah.
Sehubungan dengan hal tersebut, kami mendorong Pemerintah Provinsi dapat ikut
berpartisipasi dan memanfaatkan IFW 2017 sebagai ajang untuk mempromosikan pariwisata
dan budaya masing-masing daerah khususnya pada destinasi wisata unggulan.
d. Kriya:
Cirebon merupakan daerah yang kaya akan seni dan budaya serta memiliki potensi
yang besar untuk dikembangkan industri kreatifnya. Sejak abad ke-14 telah berdiri kesultanan
Cirebon, sehingga Cirebon memiliki warisan seni dan budaya yang beranekaragam.Beberapa
produk kreatif Cirebon yang berasal dari seni dan budaya masyarakat yaitu Batik Cirebon dan
produk kerajinan rotan.Dua produk tersebut merupakan komoditas unggulan Cirebon yang
perlu terus dikembangkan. Data ekspor Kabupaten Cirebon pada tahun 2015 didominasi oleh
mebel rotan sebanyak 35.278.535 kg dengan nilai 117.801.297,14 USD, negara tujuan Asia,
Amerika, dan Australia, kemudian tekstil sebanyak 27.134.829,77 kg dengan nilai
108.843.382,20 USD, negara tujuan Eropa, Amerika, dan Asia. Walaupun nilai perdagangan
kedua produk tersebut cukup tinggi, namun berdasarkan pemetaan awal pada industri rotan,
pengembangannya masih dihadapkan pada berbagai permasalahan dari bahan baku, SDM,
hingga pemasaran (domestik maupun ekspor).
Pengembangan industri kreatif berbasis seni dan budaya di Cirebon, khususnya produk
rotan dan batik Cirebon memerlukan pendekatan yang komprehensif dan sinergis antar
Kementerian/Lembaga (K/L) dan pemerintah daerah.
3. Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Kota Kreatif
Konsep Kota Kreatif yang dikembangkan oleh Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian merupakan suatu koridor umum yang berfungsi sebagai rujukan untuk
menciptakan kesepahaman tentang Kota Kreatif di Indonesia. Sebagai tahapan awal menuju
kota yang berkelanjutan, Kota Kreatif dapat menjadi bagian dari kota tematik. Karakteristik
yang sangat membedakan Kota Kreatif dengan kota tematik lainnya adalah (1) fokus kepada
pengembangan ide dan kreativitas; (2) pendekatan bottom-up melalui eksistensi komunitas
kreatif; dan (3) dikembangkan untuk memenuhi rantai nilai kreasi-produksi-distribusi-
konsumsi-konservasi.Sebagai konsekuensi,kota tersebut perlu berjejaring dengan kota-kota
yang memiliki fungsi mata rantai lain untuk dapat membentuk satu kesatuan fungsi.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
18
Definisi Kota Kreatif dapat dipahami sebagai Kota/Kabupaten yang mampu menggali,
memanfaatkan, menumbuhkembangkan, mengelola, dan mengkonservasi kreativitas serta
memanfaatkan IPTEK untuk mengembangkan potensi lokal (sumber daya manusia,
kebudayaan, potensi ekonomi) sehingga dapat menjadi keunggulan dan identitas daerah
dalam mendorong peningkatan kesejahteraan dan pencapaian pembangunan yang
berkelanjutan. Berdasarkan pemahaman tersebut dirumuskan kriteria Kota/ Kabupaten
Kreatif, yaitu kota/kabupaten yang memiliki:
1. Komunitas kreatif lokal;
2. Ruang kreatif yang dapat menumbuhkembangkan kreativitas dan inovasi (contohnya:
pusat kreatif, science/techno park, inkubator);
3. Ruang publik yang menjadi pusat aktivitas dan interaksi bagi lintas pelaku ekonomi
kreatif (pemerintah, pelaku usaha/industri, akademisi, dan komunitas/forum kreatif);
4. Potensi lokal daerah sebagai keunggulan dan identitas suatu kota/kabupaten;
5. Ekosistem yang dapat mengintegrasikan sebagian atau seluruh proses kreasi, produksi
dan distribusi/pasar. Akan diperlukan jejaring kota/kabupaten bila suatu
kota/kabupaten hanya memiliki sebagian rantai nilai sehingga terbentuk kesatuan
fungsi;
6. Sarana dan prasarana kota yang dapat mendorong kreativitas;
7. Program pembangunan Pemerintah Daerah terkait kreativitas dan inovasi;
8. Wadah kolaborasi antara akademisi, dunia usaha, komunitas kreatif, dan pemerintah.
Selain definisi dan kriteria, telah disusun pula misi pengembangan Kota Kreatif yang
secara umum disimpulkan dalam tabel berikut:
Tabel 1. Misi Pengembangan Kota Kreatif Indonesia
Misi Kota Kreatif Target Penguatan
Misi 1: Fasilitasi Industri Kreatif Ekosistem industri kreatif Entrepreneur industri kreatif
Misi 2: Menjawab Isu Perkotaan Menuju Kota Berkelanjutan
Solusi permasalahan perkotaan Entrepreneur digital untuk solusi permasalahan
perkotaan
Misi 3: Kantong Inovasi Inovasi Komersialisasi inovasi dan teknologi Optimalisasi STP sebagai wadah kreativitas dan inovasi
Misi 4: Pusat Pertumbuhan dan Penghela Daerah Sekitar
Potensi ekonomi lokal (PEL) Entrepreneur PEL Kemitraan/interaksi/kerjasama antar daerah
Selanjutnya, keempat misi pengembangan Kota Kreatif dapat dijabarkan berdasarkan
kerangka konsep Kota Kreatif Indonesia yang didasarkan pada tiga fondasi, yaitu modal
kreatif, ruang kreatif, dan intervensi melalui infrastruktur dan teknologi, termasuk teknologi
informasi dan komunikasi.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
19
Tabel 2. Pilar Pengembangan Kota Kreatif Indonesia
Creative Capital Creative Space Enabler [Infrastructure/ICT]
1. Komunitas kreatif lokal
2. Potensi lokal daerah sebagai keunggulan dan identitas suatu kota/kab
3. Wadah kolaborasi antara pemerintah, komunitas kreatif, dunia usaha dan akademisi
1. Ruang kreatif yang dapat menumbuhkembangkan kreativitas dan inovasi (contohnya: pusat kreatif, science/techno park, inkubator)
2. Ruang publik yang menjadi pusat aktivitas dan interaksi bagi lintas pelaku ekonomi kreatif (pemerintah, pelaku usaha/industri, akademisi, dan komunitas/forum kreatif)
1. Ekosistem, mengintegrasikan sebagian atau seluruh proses kreasi, produksi dan distribusi/pasar. Jejaring kota diperlukan bila suatu kota hanya memiliki sebagian rantai nilai untuk membentuk kesatuan fungsi
2. Sarana dan prasarana kota yang dapat mendorong kreativitas
3. Program pembangunan pemerintah daerah terkait kreativitas dan inovasi.
Konsep ini kemudian diturunkan ke dalam indikator rinci yang dapat menjadi tolok
ukur atau dapat memetakan kondisi dan potensi kreatif daerah, dan kemudian dapat
diidentifikasi kebutuhan dukungan dalam pengembangan Kota Kreatif.
Setiap daerah memiliki kesiapan yang berbeda-beda dalam mengembangkan Kota
Kreatif. Oleh karena itu, disusun panduan umum sebagai dasar pengembangan Kota Kreatif di
daerah. Panduan umum pada prinsipnya menggambarkan tahapan transformasi daerah
menuju Kota kreatif, pada masing-masing tahapan juga akan dijelaskan bentuk sinergi dan
dukungan/fasilitasi pemerintah dalam mengembangkan Kota Kreatif. Panduan tersebut bukan
merupakan panduan mutlak yang mengikat daerah melainkan dapat dirinci oleh setiap daerah
sesuai karakteristik dan kreativitas yang dimiliki.
Terdapat lima tahapan transformasi menuju pengembangan kota kreatif. Tahap
pertama yaitu mapping (pemetaan) yang merupakan tahapan bagi daerah untuk
menemukenali isu perkotaan (potensi maupun permasalahan) yang paling mendasar dan
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Isu perkotaan baik berupa potensi maupun
permasalahan tersebut diharapkan dapat dikembangkan secara kreatif untuk meningkatkan
nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi/sosial/budaya/ lingkungan.
Kedua yaitu strategy, yang merupakan tahapan untuk perumusan visi, arah
pengembangan, dan strategi transformasi (pencapaian) pengembangan kota kreatif daerah
berdasarkan hasil mapping isu (potensi/permasalahan) perkotaan. Strategi tersebut
diharapkan dapat menumbuhkan daya kreativitas dan inovasi masyarakat perkotaan untuk
meningkatkan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi/ sosial/budaya/lingkungan.
Ketiga yaitu development, yang merupakan tahapan untuk pembangunan dan
pengembangan kota kreatif untuk mencapai visi, arah pengembangan dan sebagai bentuk
implementasi strategi kota kreatif daerah. Tiga fondasi utama pembangunan dan
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
20
pengembangan Kota Kreatif yang harus dimiliki daerah terdiri dari creative capital, creative
space, dan enabler (infrastructure and ICT).
Keempat yaitu expose, yang merupakan kegiatan untuk eksibisi, publikasi, promosi,
dan penjualan berbagai kegiatan maupun produk pengembangan Kota Kreatif. Dengan
adanya expose diharapkan dapat teridentifikasi impact (manfaat) pengembangan Kota Kreatif
pada berbagai sektor pembangunan (ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan).
Kelima yaitu openness (keterbukaan), yang merupakan sarana untuk menginspirasi
berbagai unsur/pihak melalui sharing knowledge and technology, edukasidan sosialisasi,
berjejaring (networking), dan bekerjasama (partnering). Opennessbertujuan untuk
memperbanyak kolaborasi antar ABCG di dalam daerah dan membuka akses untuk
berkolaborasi dengan daerah lain yang sama-sama memiliki misi untuk mengembangkan
daerahnya melalui kreativitas, inovasi,danteknologi.
4. Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Science and Technopark (STP) Nasional
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terlibat dan memfasilitasi kebutuhan
STP untuk menambah nilai ekonomi STP sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan daya saing Indonesia. Pembangunan STP merupakan amanat Nawacita yang
dimuat dalam RPJMN 2015-2019 yang ditargetkan untuk dibangun sebanyak 100 buah. Pada
tahun 2015 telah diluncurkan pembangunan sebanyak 60 STP, dan 40 STP sisanya akan
diluncurkan pada tahun 2016. Namun dalam penyelenggaraannya, pembangunan STP
mengalami banyak kendala sehingga dilakukan evaluasi yang menghasilkan kesimpulan
bahwa perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap jumlah target pembangunan STP. Dari 60
STP yang sudah dikembangkan pada tahun 2015, K/L pelaksana menyatakan sanggup untuk
mewujudkan 22 STP yang sesuai standar pada tahun 2019.
Pengelolaan STP diarahkan untuk menjadi lembaga profesional dan mandiri. Dalam
penyelenggaraan STP perlu disadari betul bahwa masing-masing STP memiliki kasus
pengembangan yang berbeda. Pengalokasian dana pengembangan STP seharusnya dapat
disesuaikan dengan kondisi pengembangan STP.
Pengembangan STP untuk arah hi-tech saat ini dirasa belum memungkinkan. STP lebih
difokuskan untuk penciptaan inovasi sampai dengan hilirisasi hasil inovasi, termasuk hilirisasi
untuk penciptaan wirausaha. Dari 22 STP yang dinilai sudah cukup mendekati ideal adalah STP
Cibinong (Puspitek). Sedangkan Bandung Techno Park dinilai cukup mendekati ideal dalam
hal pengembangan STP berikatan dengan industri
5. Rekomendasi Kebijakan Ekonomi Digital (Peta Jalan e-Commerce) – Penugasan
Tambahan
Pengembangan e-Commerce pada Tahun Anggaran 2017 merupakan bagian yang tidak
bisa terpisahkan dari proses tindak lanjut/implementasi pelaksanaan amanat sebagaimana
yang diatur dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan
Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-Commerce) Tahun 2016-2019, yang telah
diluncurkan terlebih dahulu melalui Paket Kebijakan Ekonomi XIV.Secara umum, berikut
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
21
beberapa poin utama latar belakang perumusan Rancangan Perpres Peta Jalan e-Commerce
dan ruang lingkup koordinasinya:
Potensi Ekonomi Digital di Indonesia sangat besar, salah satu yang utama dapat dilihat
dari sisi pelaku usaha (Start-Up dan UMKM). Studi McKinsey Global Institute (2011)
menunjukkan bahwa UMKM yang go online (menggunakan internet) berkembang dua
kali lipat lebih cepat dibandingkan mereka yang tidak menggunakan fasilitas internet.
Pada kenyataannya, UMKM Indonesia yang telah memanfaatkan transaksi digital baru
sejumlah 5,1 juta unit usaha atau hanya 9 persen dari total UMKM yang ada (sumber:
Stancombe Research & Planning, Deloitte Access Economics, 2015).
Banyak negara telah memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) secara
luas dalam berbagai sektor, termasuk yang utama dalam pengembangan sektor-sektor
perekonomian, di antaranya melalui perdagangan berbasis elektronik (e-Commerce)
yang mampu mempercepat dan memperluas akses ke pasar global. Sebagai sebuah
rujukan resmi, nilai transaksi bisnis daring (online) di Indonesia pada tahun 2014 telah
mencapai USD 12 miliar, angka ini diperkirakan akan terus tumbuh hingga mencapai
lebih dari USD 130 miliar pada tahun 2020 seiring dengan peningkatan pemanfaatan
media online dan marketplace oleh UMKM dan Start-Up. Dengan jumlah populasi
pengguna internet mencapai 93,4 juta orang pada tahun 2015, pertumbuhan bisnis
online Indonesia diperkirakan dapat mencapai 50 persen setiap tahun. Indonesia
sangat berpotensi untuk semakin mengembangkan e-Commerce sebagai salah satu
platform Ekonomi Digital untuk mewujudkan visi Bapak Presiden RI Joko Widodo
menjadikan Indonesia sebagai Energi/Kekuatan Digital di Asia.
Dengan memperhatikan beberapa hal di atas, dilakukan langkah-langkah koordinasi
dan sinkronisasi perumusan kebijakan untuk mengidentifikasi bentuk transformasi dan upaya
penguatan sistem perekonomian nasional pada era digital agar Indonesia dapat berakselerasi
menjadi negara emerging forces dan tidak sebatas menjadi pasar/emerging market. Sebagai
langkah awal, untuk memberikan arah dan panduan strategis dalam percepatan pelaksanaan
dan pengembangane-Commerce, Pemerintah menyusun Rancangan Peraturan Presiden
tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Road Map e-Commerce)
Tahun 2016-2019.
Hal ini juga sejalan dengan arahan/amanat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
2017 pada Prioritas Bidang Pembangunan Ekonomi, yaitu Program Perdagangan Dalam
Negeri, dengan arah kebijakan “Pengembangan dan Pemantauan Skema Perdagangan
Modern” yang salah satunya meliputi perdagangan melalui sistem elektronik (e-Commerce).
Disamping prioritas bidang tersebut, beberapa pilar e-Commerce juga sejalan dengan program
prioritas nasional, diantaranya:
a. Pilar Pendanaan e-Commerce yang sejalan dengan Prioritas Nasional Pemerataan
dan Kewilayahan, dengan program prioritas pengembangan prioritas khusus kepada
usaha mikro dan kecil;
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
22
b. Pilar Pendidikan dan Sumber Daya Manusia e-Commerce yang sejalan dengan
Prioritas Nasional Pemerataan dan Kewilayahan, dengan program prioritas
pengembangan kewirausahaan;
c. Pilar Keamanan Siber e-Commerce yang sejalan dengan Prioritas Nasional Stabilitas
Keamanan dan Ketertiban, dengan program prioritas keamanan data dan informasi
(keamanan siber);
d. Pilar Infrastruktur Komunikasi e-Commerce yang sejalan dengan Prioritas Nasional
Pengembangan Konektivitas Nasional, dengan program prioritas pembangunan dan
pengembangan pita lebar dan penyiaran.
6. Penyusunan draft Norma, Standar, Prosedur dan Kriterian Pengembangan
Kewirausahaan Nasional yang akan dijadikan Peraturan Presiden
Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pengembangan Kewirausahaan
bertujuan untuk memberikan panduan bagi pelaksanaan program dan kegiatan
pengembangan kewirausahaan oleh berbagai Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah
Daerah, serta pemangku kepentingan lainnya. Di dalam NSPK ini dijelaskan tahapan wirausaha
hingga business process pengembangan kewirausahaan.
Proses penyusunan NSPK Kewirausahaan Nasional merupakan serangkaian kegiatan
rapat yang dimulai pada awal Januari 2016 dengan kolaborasi antara Asdep Pengembangan
Kewirausahaan, Kemenko Perekonomian dengan Direktur Pengembangan UKM dan Koperasi,
Bappenas serta Kementerian/Lembaga teknis, pemerintah daerah dan dunia usaha yang
terlibat dalam pengembangan kewirausahaan.
Pada akhir tahun 2016 telah dilakukan penyusunan draft Peraturan Presiden terkait
NSPK ini, dan di awal tahun 2017 direncakan untuk diadakannya rapat koordinasi tingkat
menteri untuk membahas hal ini.
7. Rancangan Undang-Undang Kewirausahaan Nasional
Awal mula lahirnya RUU Kewirausahaan Nasional adalah atas inisiasi DPR yang diawali
dari Rapat Dengar Pendapat Badan Legistaltif dengan Pengusul RUU Kewirausahaan Nasional
berdasarkan hasil pengharmonisasian, pemantapan, dan pembulatan yang dilakukan oleh
Panja, sistematika RUU tentang Kewirausahaan Nasional mengalami perubahan yang semula
terdiri dari 11 (sebelas) BAB dan 47 (empat puluh tujuh) pasal menjadi 12 (dua belas) BAB dan
55 (lima puluh lima) pasal.
Menindaklanjuti hasil rapat di DPR terkait RUU Kewirausahaan tersebut, Presiden RI
melalui Surat Presiden kepada Ketua DPR RI Nomor: R-27/Pres/05/2016, tanggal 4 Mei 2016,
perihal: Penunjukan wakil Pemerintah utk Membahas RUU Kewirausahaan Nasional, yaitu
Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
Kementerian terkait yang melakukan pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM)
adalah Kementerian KUKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian,
Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi,
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
23
Kementerian Sosial, Kementerian Desa, PDT, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BNP2TKI,
Microsoft Indonesia, dan Badan/Lembaga Sosial.
Pemerintah telah menyusun DIM dan telah disampaikan dalam Rapat Dengar
Pendapat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. RUU Kewirausahaan Nasional ini menjadi
urutan ke-7 dari 50 RUU Prioritas Prolegnas tahun 2017. Monitoring terus dilakukan terkait
perkembangan RUU ini.
8. Rekomendasi Koordinasi Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat
Presiden Joko Widodo meluncurkan Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat,
tanggal 11 April 2016 di Terminal Agrobisnis, Desa Larangan, Kabupaten Brebes, Jawa
Tengah.Kegiatan ini merupakan sinergi dan akumulasi berbagai program pemerintah dari
berbagai Kementerian/Lembaga, BUMN, serta swasta untuk membantu bangkitnya ekonomi
rakyat, terutama petani dan nelayan. Program ini bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan
dan meningkatkan taraf hidup pelaku usaha di pedesaan, dengan cara memberikan
kesempatan bekerja dan berusaha yang layak bagi petani, peternak, dan nelayan.
Kegiatan yang dikoordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ini
diselenggarakan dengan bekerjasama dengan antara lain Kementerian Pertanian,
Kementerian ATR/BPN, Kementerian Kominfo, Kementerian Perdagangan, Kementerian
Koperasi dan UKM, Kementerian BUMN, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian KKP, Kementerian PUPR, BI, OJK, Pemda Propinsi
Jawa Tengah, Pemda Kabupaten Brebes, BUMN-BUMN, Lembaga Keuangan Swasta dan
pengembang aplikasi, dan pemangku kepentingan lainnya.
Garis besar kegiatan yang dihadiri lebih dari 1,000 orang dan sebagian besar adalah
petani dan nelayan ini meliputi antara lain peningkatan nilai aset dengan pemberian Sertifikat
Hak Atas Tanah (SHAT); peresmian fasilitas umum seperti pembentukan Tim Percepatan
Akses Keuangan Daerah (TPAKD), dan peluncuran aplikasi android Sistem Informasi Harga dan
Produksi Komoditi (SiHaTi); meningkatkan keuangan inklusif dengan pengenalan Laku Pandai,
e-payment, Kredit Usaha Rakyat (KUR), asuransi pertanian dan pembiayaan mesin pertanian;
meningkatkan sarana produksi pertanian melakui pemberian bibit, pupuk, serta mesin-mesin
pertanian; pengenalan layanan digital untuk memasarkan produk pertanian dan nelayan;
meningkatkan distribusi barang melalui peningkatan logistik (gudang, pasar dan jasa ekspedisi
kurir), dan sarana transportasi desa, dan perizinan usaha kecil dan mikro (IUMK).
Kabupaten Brebes dipilih menjadi tempat proyek percontohan pengentasan
kemiskinan melalui Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat antara lain karena Brebes
merupakan sentra produksi bawang Indonesia, dan bawang adalah komoditi yang
berkontribusi cukup besar pada inflasi. Tetapi faktanya kesejahteraan petani bawang relatif
rendah, sebab sebagian besar keuntungan dinikmati pedagang perantara.Melalui peluncuran
program ini diharapkan kesejahteraan petani bawang dapat meningkat dan menjadi contoh
bagi pelaku usaha di daerah lainnya.
Untuk implementasi Program Sinergi Aksi Untuk Ekonomi Rakyat sesuai Tugas dan
Fungsi Deputi IV, telah dilaksanakan investigasi/identifikasi lapangan yang dilaksanakan pada
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
24
tanggal 2 s.d. 3 Mei 2016 di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, yang meliputi program: (1) Akta
Pendirian Koperasi; (2) Perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil (IUMK); (3) Kredit Usaha
kepada Koperasi dan UMKM dari LPDB; dan (4) Pemasaran Produk Unggulan UMKM.
Secara umum berdasarkan hasil identifikasi tersebut, telah dikoordinasikan dengan
Kementerian dan Lembaga terkait untuk menyelesaikan beberapa program yang belum dapat
dilaksanakan dikarenakan perlunya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah Kabupaten Brebes, namun beberapa telah dapat diselesaikan antara lain: (1) Akta
Pendirian Koperasi telah ada solusi mengenai pengembalian uang biaya notaris; (2) IUMK
akan ditingkatkan sosialisasi dan program pendampingan untuk pengajuan IUMK; (3) Telah
diberikan pinjaman oleh LPDB kepada Koperasi Serba Usaha (KSU) Bina Ummat sebesar Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah); (4) Untuk pemsaran produk unggulan UMKM, Lembaga
Layanan Pemasaran KUKM/SMESCO akan menghadirkan dewan kurator untuk memilih
produk unggulan UMKM di Kabupaten Brebes.
9. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Agregator dan Konsolidator Ekspor Produk UKM
Usaha Kecil Menengah/Industri Kecil dan Menengah (UKM/IKM) dari sektor pertanian,
perkebunan, perikanan, tekstil dan garmen, furniture, industri pengolahan, serta barang seni
mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Namun, pelaku UKM/IKM berorientasi
ekspor masih menghadapi kendala dalam melakukan ekspor secara langsung, antara lain:
a. Export trading problem, yaitu terdapat tingginya resiko kegiatan ekspor, adanya
tenggang waktu/time lag dalam pembayaran, dan tingginya biaya ekspor;
b. Financing problem, yaitu terbatasnya modal yang dimiliki UKM/IKM dan rendahnya
dukungan lembaga pembiayaan dan penjaminan ekspor terhadap UKM/IKM;
c. Rumitnya proses perizinan ekspor serta ketatnya seleksi dan kualitas produk.
Pada tanggal 27 Januari 2016, pemerintah menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi IX.
Kebijakan ini salah satunya dimaksudkan agar terjadi peningkatan ekspor melalui peningkatan
ekspor produk-produk UKM/IKM dengan cara melakukan diversifikasi produk dan pasar
ekspor. Untuk merealisasikannya perlu dilakukan pembenahan di sektor logistik, dari desa ke
pasar dalam negeri dan pasar global. Sektor logistik perlu dibenahi demi meningkatkan
efisiensi dan daya saing serta pembangunan konektivitas ekonomi desa-kota.
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Trading-Logistic untuk mendorong ekspor produk UKM/IKM. Sinergi ini merupakan inovasi
bisnis yang strategis, untuk mendorong produk UKM/IKM di dalam negeri maupun ke luar
negeri dengan memberikan layanan perdagangan yang efektif, memenuhi standar kualitas,
serta layanan logistik end to end yang mendorong availability dan efficiency.
Tujuan pembentukan agregator dan konsolidator adalah sebagai berikut:
a. Menyediakan sistem informasi dan data terintegrasi, memperluas pasar ekspor yang
potensial, yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa khususnya para
pelaku UKM/IKM;
b. Memfasilitasi seluruh sektor perdagangan, berskala mikro dan makro yang
teridentifikasi serta berstandar global; dan
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
25
c. Memiliki integritas struktur teknologi yang handal, aman, mudah digunakan dan
diakses oleh pemangku kepentingan baik nasional maupun global.
Pada tanggal 27 Januari 2016, telah ditandatangani Komitmen Bersama oleh 5 (lima)
BUMN Logistic dan Trading antara lain PT Sarinah, PT Mega Eltra, PT Pos Indonesia, PT
Bhanda Ghara Reksa (BGR), dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), yang isinya
antara lain:
a. Tahap pertama adalah pembentukan task force & executive committee, dengan
target antara lain: (i) Memperoleh data ekspor produk UKM/IKM dan produk khas
Indonesia, oleh PT BGR dan PT PPI; (ii) Memperoleh data pasar atas produk
UKM/IKM dan produk khas Indonesia di negara tujuan ekspor (atase perdagangan),
oleh PT Sarinah dan PT PPI; (iii) Mencari produsen UKM/IKM ekspor yang
mempunyai potensi untuk memenuhi kebutuhan pasar di negara tujuan ekspor, oleh
PT Pos Indonesia; (iv) Kerjasama dengan badan standarisasi untuk sertifikasi produk
sesuai dengan kebutuhan pasar tujuan ekspor, oleh PT Mega Eltra dan PT PPI; (v)
Membuat peta biaya supply chain dari masing-masing asal produk sampai ke negara
tujuan pembeli , oleh PT Pos Indonesia, PT BGR, PT PPI, dan PT Sarinah; (vi)
Menetapkan target penurunan biaya dan waktu tempuh supply chain, oleh
konsorsium; (vii) Membuat model infrastruktur agregator dan konsolidator ekspor,
oleh konsorsium; dan (viii) Review regulasi yang menjadi potensi bottle neck, oleh PT
BGR dan PT Pos Indonesia.
b. Tahap kedua adalah penentuan format sinergi berdasarkan peta pada tahap 1 (satu);
pembentukan infrastruktur agregator dan konsolidator ekspor; serta pengembangan
model e-commerce khusus UKM/IKM.
c. Tahap ketiga adalah eksekusi.
Dalam rangka memaksimalkan implementasi pelaksanaan agregator dan konsolidator
ekspor produk UKM/IKM, telah disusun konsep skema sinergi BUMNAgregator dan
Konsolidator Ekspor Produk UKM/IKMdengan institusi terkait yang memiliki peran masing-
masing sebagai berikut:
Gambar .Konsep Skema Agregator dan Konsolidator Ekspor Produk UKM/IKM
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
26
Dalam rangka mempercepat implementasi kerja tim agregator – konsolidator ekspor
produk UKM/IKM, maka perlu untuk menentukan komoditi dan lokasi pilot project. Kriteria
komoditas dan lokasi yang akan dijadikan pilot project adalah: (i) secara makro, antara lain:
mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi; penyerapan tenaga kerja; meningkatkan
ekspor; dan (ii) secara mikro antara lain: ketersediaan bahan baku dan energi; mempunyai
keterkaitan dari hulu sampai hilir; mendorong pasar domestik; meningkatkan nilai tambah,
produktivitas dan kreatifitas.
Berdasarkan hasil rapat pada tanggal 23 November 2016, terdapat beberapa usulan
dari BUMN terkait dengan komoditi dan lokasi untuk dijadikan pilot project. Dari beberapa
komoditi dan lokasi yang diusulkan, usulan dikerucutkan menjadi 4 (empat) pilihan, antara
lain: (i) furniture; (ii) produk olahan ikan; (iii) gula semut; dan (iv) kulit.
Sekretariat tim telah dibentuk yang bertempat di Gedung PPI, namun dalam
pelaksanaannya masih perlu adanya dukungan yang meliputi: (i) Sarana dan prasarana
sekretariat tim; dan (ii) Pendanaan operasinal untuk pelaksanaan program kerja sekretariat
tim.
10. Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Pendanaan Bisnis Tech Start-up
Belum terdapat definisi formal bisnis Tech Start-up di Indonesia. Kemenko dalam
penelitian awalnya bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
mengarisbawahi bisnis Tech Start up mencakup tiga aspek, yaitu time/asset,
technology/innovation, dan potential/impact.
Merujuk konsep Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) yang disusun oleh Kemenko
Perekonomian dan Bappenas, berdasarkan fase, Tech Start-up masuk dalam kategori (i)
Wirausaha Dini, yaitu individu yang telah terlibat dalam pendirian usaha namun belum
mendapatkan pemasukan dari usaha tersebut dalam jangka waktu 3 bulan terakhir, dan (ii)
Wirausaha Baru, yaitu individu yang telah terlibat dalam kepemilikan usaha dan sudah
mendapatkan pemasukan dari usaha tersebut namun baru berdiri dan beroperasi secara
menguntungkan dalam periode waktu kurang dari 42 bulan (3,5 tahun).
Berdasarkan jenis, Tech Start-up masuk kategori wirausaha teknologi, yaitu
kewirausahaan yang menciptakan dan menerapkan inovasi terbaru dan kemajuan teknologi
melalui diseminasi produk inovatif dalam sebuah usaha berkelanjutan. Dengan demikian,
wirausaha teknologi adalah wirausaha yang menjalankan kegiatan kewirausahaan teknologi.
Berkaitan dengan penelitian awal Kemenko-LIPI dan konsep NSPK tersebut, maka
definisi yang dapat kami simpulkan adalah: “perusahaan rintisan/pemula berbasis teknologi
yang inovatif, scalable, beresiko tinggi dan berpotensi memberikan dampak besar terhadap
ekonomi, sosial, dan/atau lingkungan”.
Seiring dengan perkembangan bisnis pengguna teknologi digital yang makin marak,
maka Tech Start-up dikategorikan menjadi : (i) Tech Start-up Digital, yaitu Tech start-up yang
menjalankan usahanya didominasi teknologi digital, antara lain Go-jek, Tokopedia,
Berrybenka; (ii) Tech Start-up Applied Technology, yaitu Tech Start-up yang menjalankan
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
27
usahanya menggunakan apllied technology, seperti penemuan bio teknologi dan alat
kesehatan. Karakteristik dari kedua Tech Start-up dimaksud berbeda.
Tech Start-up di Indonesia mempunyai potensi besar untuk maju dan diperkirakan
akan memberikan dampak besar terhadap ekonomi, sosial, dan/atau lingkungan. Hal ini
terlihat dari fakta dalam beberapa tahun terakhir dimana investor asing melihat potensi Tech
Start-up Indonesia. Potensi lain juga dapat dilihat dari banyaknya kreativitas anak muda
Indonesia yang sejalan dengan masa bonus demografi di Indonesia. Pada masa bonus
demografi ini, terdapat sekitar 60% penduduk yang berusia di bawah 39 tahun, yang
mempunyai potensi kreativitas dan inovasi yang merupakan karakteristik Tech Start-up.
Namun, permasalahan yang ada adalah: masih banyak potensi Tech Start-up yang
belum mendapatkan pendanaan dari VC, terutama yang berada di luar wilayah kota besar.
Terkait dengan potensi tersebut, pemerintah perlu terlibat secara langsung menyusun skema
pendanaan dalam rangka menumbuhkan bisnis Tech Start-up lebih banyak lagi. Hal ini sejalan
dengan sasaran pemerintah menciptakan Satu Juta Wirausaha Baru, seperti tercantum dalam
RPJMN 2015-2019.
Pada prinsipnya peran pemerintah dalam pengembangan Tech Start-uptidak cukup
hanya menyusun skema pendanaan, bisnis Tech Start-up juga perlu dukungan ekosistem
yang terintegrasi, antara lain, meliputi perizinan, skema inkubator/akselerator, mentoring dan
hubungan dengan perguruan tinggi dan swasta.
Merujuk pada Start-up Life Cycle pada gambar dibawah ini, skema pembiayaan
pemerintah ditargetkan bagi pelaku Tech Start-up yang masih berada pada siklus valley of
death, dimana pelaku usaha Tech Start-up ini masih dalam tahap idea dan seed dan belum
mempunyai keuntungan (profit). Pada tahap siklus ini lembaga pendanaan seperti venture
capital, bank atau lembaga keuangan non-bank belum mau melakukan penyertaan modal
dan/atau memberikan pinjaman.
Gambar 2.1 Bisnis Tech Start-up Life Cycle
Valley of Death
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
28
Alasan utama investor swasta tidak ingin masuk dalam siklus ini, karena pada tahap ini
bisnis Tech Start-up belum terlihat bentuknya dan masih bersifat ide, sehingga bagi swasta hal
ini terlalu beresiko memberikan dana, dengan resiko gagal bayar tinggi (high default).
Tambahan pula, sesuai karakteristik Tech Start-up,best practice menunjukkan probabilitas
tingkat kegagalan usaha sekitar 90%.
Bantuan dana pemerintah yang disalurkan dalam siklus ini sifatnya sebagai jembatan
(bridging) untuk memfasilitasi dan membawa pelaku bisnis Tech Start-up kepada Start-up Life
Cycle berikutnya, yaitu siklus dimana pelaku bisnis Tech Start-up sudah mempunyai
keuntungan, pada saat ini pendanaan swasta sudah mau terlibat (Siklus : early, mid dan late).
Meskipun mempunyai tingkat kegagalan tinggi, bukan berarti pemerintah harus lepas
tangan. Bagi 10% pelaku usaha yang berhasil akan mempunyai nilai tambah yang tinggi dan
dapat mengakseklerasi pertumbuhan ekonomi nasional berkelanjutan. Selanjutnya,
keberhasilan 10% pelaku usaha ini akan dapat mengkompensasi biaya yang dikeluarkan
pemerintah terhadap 90% pelaku usaha gagal.
Menindak lanjuti skema hibah yang telah disusun berdasarkan pembahasan yang telah
dilakukan didapatkan bahwa secara aturan APBN, saat ini mekanisme hibah akan dihilangkan
dan secara pertangungjawaban terkait keuangan negara hal ini sulit untuk memberikan hibah
bagi bisnis Tech Start-up. Perlu untuk mempertimbangkan juga alternatif lain yang dapat
membiayai bisnis Tech Start-up seperti melalui progran dana riset inovatif dan produktif
(RISPRO) komersial LPDP, melalui mekanisme investasi pemerintah melalui Pusat Investasi
Pemerintah (PIP) dan menggunakan dana Universal Service Obligation (USO) Kementerian
Kominfo.
LPDB memiliki program pendanaan riset inovatif produktif dimana bantuan dana
RISPRO terdiri dari 2 jenis, yaitu : (i) bantuan dana RISPRO komersial (ii) bantuan dana RISPRO
implementatif. Terkait dengan dana RISPRO komersial, terdapat beberapa peluang bagi Tech
Start-up dapat dibiayai oleh LPDP, seperti tertulis tabel dibawah ini:
Tabel
Perbandingan Program RISPRO Komersial dan Tech Start-up
RISPRO KOMERSIAL TECH START-UP
1. Bantuan dana ini untuk mendorong riset yang dapat meningkatkan daya saing bangsa dengan arah antara lain, mengembangkan dan/atau menghasilkan produk; mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi; memberdayakan masyarakat.
1. Perusahaan rintisan/pemula berbasis teknologi yang inovatif, scalable, beresiko tinggi dan berpotensi memberikan dampak besar terhadap ekonomi, sosial, dan/atau lingkungan.
2. Bantuan dana RISPRO bersifat tahun jamak (multiyears), diberikan setiap tahun dengan 3 (tiga) tahap pencairan dan Bantuan dana riset untuk setiap judul riset setinggi-tingginya Rp2.000.000.000.
2. Tech start-up mulai dari ide hingga early membutuhkan waktu 3 tahun, dengan kebutuhan dana antara 200 juta – 2 Miliar. Berdasarkan best practice pemberian dana dilakukan bertahap sesuai dengan perkembangan yang dicapai.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
29
3. Fokus Informasi dan Komunikasi dengan prioritas antara lain pengembangan teknologi telekomunikasi dan informasi; pengembangan multimedia dan creative digital;
3. Tech start-up semakin berkembang khususnya di bidang creative digital tech start-up, e-commerce start-up, fintech start-up dll. Indonesia memiliki potensi sebagai digital energy of Asia.
4. Persyaratan riset harus memiliki kelayakan bisnis; melibatkan mitra sehingga hasil riset langsung dapat diterapkan/dikomersialisasikan oleh pihak mitra; mitra antara lain koperasi; dan/atau usaha mikro, kecil, dan menengah yang berbadan hukum.
4. Tech start-up yang akan tumbuh bila memiliki kelayakan bisnis, target market yang jelas, data dan riset market yang valid. Tech start-up adalah UMKM yang menciptakan platform bisnis bagi UMKM, Petani, Nelayan, Sektor Jasa, Sektor Keuangan dan juga Sektor wirausaha sosial.
Secara umum tujuan RISPRO antara lain adalah “mendorong dan menghasilkan riset-
riset unggul yang dapat dikomersialisasikan atau diaplikasikan guna memberi nilai tambah
dan/atau inovasi-inovasi di bidang pangan, energi, kesehatan dan obat, transportasi,
pertahanan dan keamanan, informasi dan komunikasi, dan material maju”, terkait dengan
fokus untuk bidang informasi dan komunikasi, prioritas diberikan antara lain kepada
pengembangan multimedia dan creative digital. Bantuan dana RISPRO diberikan kepada riset
yang memenuhi persyaratan antara lain “mitra adalah pemerintah/pemerintah daerah
dan/atau perusahaan/warga negara Indonesia; koperasi; dan/atau usaha mikro, kecil, dan
menengah yang berbadan hukum”.
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Sistem Manajemen Investasi dan Direktorat
PPK BLU, Ditjen Perbendaharaan telah melakukan upaya untuk menyusun skema pembiayaan
bagi Tech Start-up. Upaya ini masih mendapatkan beberapa kendala terkait mekanisme
tersebut dengan mekanisme aturan dalam APBN dan terkait bahwa bisnis Tech Start-up ini
merupakan bisnis yang apabila diawal diberikan bantuan oleh pemerintah dan setelah
perusahaan berhasil maka apakah keuntungan diperoleh hanya menjadi milik
perusahaan.Untuk mengatasi permasalahan tersebut pihak Kementerian Keuangan, mencoba
untuk membangun skema pembiayaan dengan menggunakan Perusahaan Modal Ventura
(PMV) sebagai chaneling dalam skema yang berbentuk investasi Pemerintah melalui PIP.
Skema ini masih memerlukan sejumlah pembahasan dan penajaman konsep agar diperoleh
mekanisme yang terbaik.
Kementerian Komunikasi dan Informatika akan menyusun Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika yang mendukung pemanfaatan dana Universal Service Obligation
(USO) yang tidak hanya terbatas untuk sektor telekomunikasi saja, namun dapat juga
dimanfaatkan untuk ekosistem ekonomidigital, terutama di Daerah Tertinggal, Terpencil, dan
Terluar (3T) sesuai kebutuhan.
Berdasarkan kegiatan pengembangan UKM berbasis teknologi melalui penyusunan
skema pembiayaan bagi bisnis Tech Start-up yang telah dilakukan pada tahun anggaran 2016
ini, beberapa hal perlu untuk ditindak lanjuti pada tahun berikutnya yaitu :
a. Terkait dengan masukan dari Direktorat PPK BLU agar PIP dapat juga melakukan
pendanaan bagi bisnis Tech Start-up, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
30
perlu untuk menyurati Kementerian Keuangan agar PIP dapat diberikan penugasan
untuk melakukan pendanaan bagi bisnis Tech Start-up. Saat ini skema pendanaan yang
akan dilakukan PIP, baik itu melalui skema belanja atau Investasi kepada PMV masih
perlu didiskusikan lebih lanjut dengan pihak Kementerian Keuangan agar didapatkan
skema yang terbaik dan sesuai dengan aturan APBN.
b. Terkait dengan dana RISPRO Komersial dan rencana LPDP akan melibatkan inkubator
bisnis dalam penyaluran bantuan dana RISPRO, perlu untuk mengsinergikan kriteria
dan aturan yang telah ditetapkan oleh LPDP dengan karakteristik bisnis Tech Start-up.
Hal ini perlu dilakukan agar, apabila rencana penyaluran bantuan dana RISPRO yang
melibatkan inkubator bisnis telah disetujui oleh Dewan Penyantun LPDP, maka pelaku
bisnis Tech Start-up dapat memanfaatkan sumber pendanaan tersebut.
c. Terkait dengan pemanfaatan dana USO bagi bisnis Tech Start-up, hal ini dapat
dilakukan melalui skema belanja sehingga dapat masuk ke dalam sistem keuangan
negara dan tidak bertentangan dengan aturan APBN. Pelaku bisnis Tech Start-up yang
dapat memanfaatkan sumber pendanaan USO ini hanya bagi bisnis Tech Start-upyang
memberikan solusi bagi daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan) dan memberikan
dampak sosial bagi masyarakat, misalnya platform yang memberdayakan masyarakat
pada daerah 3T atau platform yang memberikan porsi khusus bagi UMKM di daerah
3T.
d. Perlu untuk menyusun matrik pendanaan seperti yang diusulkan Staf Khusus Menteri
Komunikasi dan Informatika, agar dapat dipetakan kategori bisnis Tech Start-up seperti
apa yang akan mendapatkan pendanaan yang bersumber dari pendanaan yang mana,
baik itu KUR Digital, LPDP, USO, atau dari PIP. Untuk itu penyusunan matriks pemetaan
ini akan dilakukan pada tahun anggaran 2017.
11. Turunan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja,
Kementerian Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa 34 provinsi di Indonesia sudah
menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2017. Kenaikan UMP 2017 adalah sebesar 8,25%
dengan mengikuti formula yang diatur dalam PPNo.78/2015 tentang Pengupahan.
Sebanyak 34 Provinsi telah menetapkan UMP 2017, 30 Provinsi mengacu pada Peraturan
Pemerintah (PP) 78 tahun 2015 tentang Pengupahan dalam penetapannya. Sedangkan 4
Provinsi, yakni Kalimantan Selatan, NTT, Papua dan Aceh, tidak sesuai denganPP tersebut.
Dari 30 provinsi yang mengacu pada PP 78 tahun 2015 dalam menetapkan UMP, ada 4
(empat) provinsi yang menetapkan UMP tahun 2017 dengan pentahapan pencapaian
Kebutuhan Hidup Layak(KHL). Keempat provinsi yang menetapkan UMP dengan pentahapan
adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan kenaikan sebesar 10%, Provinsi Gorontalo
sebesar 8,27%, Provinsi Maluku sebesar 8,45%, dan Provinsi Maluku Utara sebesar 17,48%.
Terdapat 3 (tiga) provinsi yang pada tahun 2016 tidak menetapkan UMP dan pada tahun 2017
menetapkan UMP, yakni Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
31
Rata-rata kenaikan UMP secara nasional tahun 2017 adalah sebesar 8,91% dan UMP tertinggi
yaitu DKI Jakarta,Rp3,355,750.
Kenaikan UMP 2017 ditetapkan sebesar 8,25 % berdasarkan data inflasi nasional dan
pertumbuhan ekonomi nasional (PDB) bersumber dari Badan Pusat Statistik Republik
Indonesia (BPS RI) sesuai Surat Kepala BPS RI Nomor B-245/BPS/1000/10/2016 tanggal 16
Oktober 2016, yaitu :
Inflasi nasional sebesar 3, 07 % (tiga koma nol tujuh persen);
Pertumbuhan Ekonomi (Pertumbuhan PDB) sebesar5,18 % (lima koma delapan belas
persen).
UMP TAHUN 2017
NO PROVINSI UMP KENAIKAN
2016 2017 (%)
1 KEPULAUAN RIAU Rp 2.178.710 Rp 2.358.454,00 8,25
2 KALBAR Rp 1.739.400 Rp 1.882.900,00 8,25
3 NTB Rp 1.482.950 Rp 1.631.245,00 10,00
4 SUMBAR Rp 1.800.725 Rp 1.949.284,81 8,25
5 JAMBI Rp 1.906.650 Rp 2.063.948,63 8,25
6 ACEH Rp 2.118.500 Rp 2.500.000,00 18,01
7 KALSEL Rp 2.085.050 Rp 2.258.000,00 8,29
8 BANTEN Rp 1.784.000 Rp 1.931.180,00 8,25
9 GORONTALO Rp 1.875.000 Rp 2.030.000,00 8,27
10 NTT Rp 1.425.000 Rp 1.525.000,00 7,02
11 JAWA BARAT Rp 1.312.355 Rp 1.420.624,29 8,25
12 BALI Rp 1.807.600 Rp 1.956.727,00 8,25
13 SUMUT Rp 1.811.875 Rp 1.961.354,69 8,25
14 BABEL Rp 2.341.500 Rp 2.534.673,75 8,25
15 KALTENG Rp 2.057.558 Rp 2.227.307,00 8,25
16 SULUT Rp 2.400.000 Rp 2.598.000,00 8,25
17 SULTENG Rp 1.670.000 Rp 1.807.775,00 8,25
18 MALUKU Rp 1.775.000 Rp 1.925.000,00 8,45
19 PAPUA BARAT Rp 2.237.000 Rp 2.421.500,00 8,25
20 SULBAR Rp 1.864.000 Rp 2.017.780,00 8,25
21 BENGKULU Rp 1.605.000 Rp 1.737.412,50 8,25
22 RIAU Rp 2.093.970 Rp 2.266.722,53 8,25
23 DKI JAKARTA Rp 3.100.000 Rp 3.355.750,00 8,25
24 KALTIM Rp 2.161.253 Rp 2.339.556,37 8,25
25 SULSEL Rp 2.250.000 Rp 2.435.625,00 8,25
26 KALTARA Rp 2.175.340 Rp 2.354.800,00 8,25
27 LAMPUNG Rp 1.763.000 Rp 1.908.447,50 8,25
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
32
28 SULTRA Rp 1.850.000 Rp 2.002.625,00 8,25
29 MALUKU UTARA Rp 1.681.266 Rp 1.975.152,00 17,48
30 SUMSEL Rp 2.206.000 Rp 2.388.000,00 8,25
31 PAPUA Rp 2.435.000 Rp 2.663.646,50 9,39
32 JAWA TENGAH Rp 1.367.000,00
33 JAWA TIMUR Rp 1.388.000,00
34 D.I YOGYAKARTA Rp 1.337.645,25
RATA-RATA Rp 1.967.539 Rp 2.142.854,57 8,91
Keterangan :
a. 34 Provinsi menetapkan UMP 2017. Dengan mekanisme penetapan sbb:
26 Provinsi : Sesuai PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
4 Provinsi : Melaksanakan Penyesuaian Pentahapan KHL
4 Provinsi : Tidak Sesuai PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
b. 30 Provinsi mengacu pada PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dalam
Penetapan UMP 2017
c. 4 Provinsi yang tidak sesuai PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan adalah
Provinsi Kalimantan Selatan, NTT, Papua, dan Aceh.
12. Pendidikan dan Pelatihan Vokasi
Guna meningkatkan kualitas Tenaga Kerja Indonesia, saat ini pemerintah sedang
mempersiapkan program melalui Pendidikan dan Pelatihan Vokasi berbasis kebutuhan dunia
industri. Termasukprogram lain, seperti harmonisasi dan sinkronisasi terhadap regulasi
pendidikan vokasi juga terus didorong oleh pemerintah.
Pemerintah mendorong keterlibatan swasta dalam penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan vokasional agar outputnya lebih gampang terserap di pasar ketenagakerjaan.
Penyelenggaran pendidikan dan pelatihan vokasional ini tak perlu mencari model baru,
karena berbiaya mahal, tetapi cukup mencontoh dari beberapa negara lain yang sudah
memiliki program serupa dan berhasil. Percepatan peningkatan kompetensi tenaga kerja
melalui revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasional ini sangat penting agar Indonesia
mampu bersaing di pasar global dengan negara lainnya.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
33
Tabel 3.2
Rekomendasi Kebijakan yang Ditindaklanjuti oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM No Kegiatan Target Realisasi Capaian Keterangan
1 Koordinasi
Kebijakan Bidang
Pengembangan
Ekonomi Kreatif
2 2 100% (i) Draft Rencana Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif,
ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Surat Deputi
kepada Sestama Bekraf Nomor S-
72/D.IV.M.EKON/09/2016 pada tanggal 16 September
2016.
(ii) Telah terdapat rekomendasi hasil koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan pengembangan industri kreatif
unggulan dan prioritas yang meliputi: industri animasi,
fashion, film, dan kriya.
a. Film: Gerakan 1000 (Pengembangan Ekonomi
Kreatif terintegrasi dengan lokomotif film) dan
pengembangan industri film nasional
b. Animasi: menginisiasi kemungkinan kerjasama
yang lebih luas antara industri animasi lokal dan
TV nasional
c. Fashion: fasilitasi pemberian dukungan
pelaksanaan IFW 2017
d. Kriya: Identifikasi isu strategis pengembangan
industri batik dan rotan di Kabupaten Cirebon.
Koordinasi
Kebijakan
Bidang
Peningkatan
Daya Saing
Ekonomi
Kawasan
2 2 100% (i) Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Kota Kreatif
(ii) Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Science and Technopark (STP) Nasional
(iii) Rekomendasi Kebijakan Ekonomi Digital (Peta Jalan e-Commerce) – Penugasan Tambahan
Koordinasi
Kebijakan
Pengembangan
Kewirausahaan
2 2 100% (i) Rekomendasi Penyusunan draft Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria Pengembangan Kewirausahaan
Nasional yang akan dijadikan Peraturan Presiden;
(ii) Rekomendasi usulan dalam pembahasan RUU
Kewirausahaan Nasional;
Koordinasi
Kebijakan Bidang
Peningkatan
Daya saing
Koperasi dan
UMKM
2 2 100% (i) Rekomendasi Koordinasi Program Sinergi Aksi untuk
Ekonomi Rakyat
(ii) Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Agregator dan
Konsolidator Ekspor Produk UKM
Koordinasi
Penataan
Kelembagaan
Pengembangan
UKM Berbasis
Teknologi
1 1 100% (i) Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Pendanaan Bisnis
Tech Start-up
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
34
Koordinasi
Kebijakan
Ketenagakerjaan
2 2 100% (i) Rekomendasi pendidikan dan pelatihan vokasi
(ii) Rekomendasi turunan PP Nomor 78 Tahun 2015
tentang Pengupahan dan
3.1.1.2 Terwujudnya pengendalian pelaksanaan kebijakan Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Target capaian IKU ‘Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan
dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang
terimplementasikan’yaitu sebesar 85%. Implementasi kebijakan yang dimaksud dicapai
melalui pengendalian atau pengawasan pelaksanaan kebijakan pada setiap isu yang kemudian
ditindaklanjuti melalui koordinasi, dimana pada tahun 2016 ditargetkan 85% dari 11 laporan
yaitu sebanyak 10 laporan mengenai implementasi pelaksanaan kebijakan di bidang ekonomi
kreatif, kewirausahaan, dan daya saing KUKM.
Berdasarkan pelaksanaan program dan kegiatan Tahun 2016, pengendalian kebijakan
oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM dan
ditindaklanjuti oleh Menko Bidang Perekonomian telah menghasilkan 11 rekomendasi
kebijakan atau sebesar 100%. Adapun rekomendasi kebijakan yang dihasilkan pada tahun
2016, sebagai berikut :
1. Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sektor Ekonomi
Kreatif
Pembiayaan bagi pengembangan usaha ekonomi kreatif secara umum dapat
dikelompokan ke dalam 3 (tiga) skema: (1) pinjaman; (2) hibah dan subsidi; serta (3)
penyertaan modal (equity financing). Setiap usaha ekonomi kreatif memiliki karakteristik yang
berbeda, dan masing-masing karakteristik memerlukan skema pembiayaan yang
sesuai.Beberapa kelompok usaha ekonomi kreatif yang telah berkembang seperti kriya,
fesyen, dan kuliner dapat memanfaatkan skema pinjaman konvensional (kredit perbankan)
karena kelompok usaha ini pada umumnya memiliki aset fisik yang dapat diagunkan dan
memiliki siklus cashflow yang stabil. Namun tidak demikian yang dihadapi usaha ekonomi
kreatif yang aset utamanya berupa ide yang bersifat intangible seperti usaha desain, film,
animasi, video, aplikasi, game, seni rupa, dan seni pertunjukan. Diperlukan terobosan skema
pembiayaan baik dari sektor perbankan maupun non perbankan untuk mendorong
pengembangan usaha ekonomi kreatif.
Pinjaman dari sektor perbankan masih menjadi sumber utama permodalan usaha di
Indonesia dan perlu didorong peranannya untuk mendukung perkembangan usaha ekonomi
kreatif di Indonesia. Salah satu program Pemerintah yang berpotensi mendukung
pengembangan usaha ekonomi kreatif adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR). Skema KUR dapat
dimanfaatkan oleh usaha yang produktif dan layak namun belum memenuhi persyaratan
agunan bank pelaksana Namun demikian skema KUR Mikro dan KUR Ritel yang berlaku saat
ini belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha ekonomi kreatif. Misalnya,
usaha ekonomi kreatif yang memiliki sifat beresiko tinggi (cashflow yang tidak teratur, produk
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
35
bersifat inovatif yang belum teruji pasar,dll), memerlukan grace periode yang lebih panjang,
dan sejumlah usaha ekonomi kreatif berbasis teknologi seperti film, animasi, aplikasi, dan
game developer memerlukan plafon kredit dalam jumlah yang lebih besar daripada yang
diatur dalam skema KUR saat ini.
Melalui serangkaian rapat koordinasi, Kemenko Perekonomian telah mendorong
Bekraf untuk menyusun konsep pedoman penyaluran KUR Ekonomi Kreatif yang dapat
mengakomodasi kebutuhan dan karakteristik usaha ekonomi kreatif. Bekraf merespon hal
tersebut dengan menyusun konsep pedoman penyaluran KUR Sektor Ekonomi Kreatif dan
melaksanakan Focus Goup Discussion (FGD) penyusunan cost structure 16 sub-sektor ekonomi
kreatif sebagai panduan bagi pihak perbankan. Panduan penyaluran KUR tersebut saat ini
dalam proses penandatanganan oleh Kepala Bekraf. Pola penyaluran KUR Ekonomi Kreatif
oelh Beraf pda tahun 2017 sebaga berikut:
a. Skema yang akan diterapkan dalam KUR Ekonomi Kreatif sama dengan KUR secara
umum (mikro dan ritel). Hal ini disebabkan sampai saat ini penyaluran KUR dengan
skema khusus (misalnya kekhususan dalam hal grace period dan masa pengembalian)
belum diakomodasi dalam Peraturan Menko Perekonomian No. 13 Tahun 2015.
b. Bekraf memberikan dukungan kepada pihak terkait dalam bentuk: (1) pemberian hasil
analisis cost structure tiap sub sektor ekonomi kreatif sebagai panduan bagi
perbankan; (2) pembinaan kepada calon dan /atau nasabah KUR Ekraf secara
berkesinambungan (peningkatan kemampuan teknis maupun administrasi); (3)
Pemberian rekomendasi calon-calon debitur yang dinilai layak kepada pihak
perbankan melalui kerja sama dengan asosiasi usaha; dan (4) Penginputan data calon
debitur ke dalam SIKP.
Selain KUR Ekonomi Kreatif, juga diperlukan skema pembiayaan yang dapat
mendorong pemanfaatan hak kekayaan intelektual sebagai agunan bagi kredit perbankan,
misalnya melaluiIntellectual Property Right Financing Scheme (IPR financing scheme) atau
Skema Pembiayaan Hak Kekayaan Intelektual yang telah berkembang di berbagai
negara.Skema ini sesuai dengan karateristik dan kebutuhan usaha ekonomi kreatif terutama
yang aset utamanya bersifat intangible. Skema ini dimungkinkan untuk diterapkan dengan
mempertimbangkan pengaturan dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Pasal 16
ayat (3) dimana hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Namun demikian,
ekosistem IPR financing schemesaat ini belum berkembang di Indonesia sehingga diperlukan
kajian mendalam untuk penerapannya. Terkait hal tersebut, telah dilakukan pembicaraan
awal dengan Deputi Pembiayaan Bekraf untuk menggagas terobosan pembiayaan ekonomi
kreatif melalui konsep: (1) Intellectual Propoerty Financing (IP Financing); dan (2)
Crowdfunding yang dikaitkan dengan kompetisi dan Dana Ekonomi Kreatif (DEKRAF).
2. Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan terkait Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (SKKNI) sektor Ekonomi Kreatif
Dalam pengembangan ekonomi kreatif terdapat target penyerapan tenaga kerja
kreatif, selain target kontribusi terhadap perekonomian dan ekspor (RPJMN 2015 –
2019).Pada tahun 2019, ditargetkan ekonomi kreatif dapat menyerap 12 juta tenaga kerja,
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
36
tentunya pemerintah mengharapkan tenaga kerja yang dapat terserap adalah tenaga kerja
yang berkualitas.Maka dalam upaya pencapaian target tersebut, dan untuk meningkatkan
produktifitas dan daya saing tenaga kerja bidang industri kreatif di pasar lokal maupun
internasional, diperlukan pemetaan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di bidang industri kreatif.
Sejumlah isu yang terkait pelaksanaan sertifikasi profesi di sektor Ekraf meliputi :
a. Beberapa sub sektor Ekraf belum memiliki SKKNI yaitu penerbitan dan desain produk.
Selain itu, terdapat sejumlah sub sektor Ekraf juga belum memiliki LSP meskipun telah
memiliki standar.
b. Dualisme penyelenggara sertifikasi, dimana saat ini sertifikasi diselenggarakan oleh
LSP (amanat UU ketenagaerjaan) dan LSK (amanat UU Sisdiknas).
c. Terdapat asosiasi usaha/profesi Ekraf yang memiliki karakteristik usaha beragam dan
terkait dengan lebih dari satu instansi teknis, sehingga memunculkan kebingungan
asosiasi usaha/profes mengenai instansi induk yang dapat menjadi pembina teknis.
d. Asosiasi usaha/profesi Ekraf belum seluruhnya solid serta memerlukan dukungan dana
untuk menginisiasi pengembangan SKKNI dan LSP, serta asosiasi belum sepenuhnya
memahami mekanisme dan prosedur pengembangan SKKNI dan LSP.
Terkait hal tersebut, saat ini Bekraf tengah bekerjasama dengan 2 (dua) Perguruan
Tinggi Negeri, yaitu Universitas Diponegoro dan Universitas Negeri Semarang untuk
menyusun kajian pemetaan SKKNI, LSP, dan Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) di 16 sub
sektor Ekraf yang ditargetkan selesai pada tahun 2016. Kajian ini ditujukan untuk mengetahui
subsektor prioritas yang perlu dikembangkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI),
SKKNI, serta LSP/LSK-nya.
3. Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Kota Kreatif
Pengendalian kebijakan pengembangan Kota Kreatif dilakukan melalui penentuan pilot
project dengan skema sinergi implementasi program Kementerian/Lembaga untuk kota
kreatif. Pelaksanaan kegiatan pengendalian tersebut dilakukan secara bertahap, tahap awal
adalah pengendalian kebijakan Kota Kreatif untuk Misi Fasilitasi Industri Kreatif dengan pilot
project Kota Surakarta dengan tujuan untuk melakukan uji coba panduan dan konsep
dukungan pemerintah khususnya pada misi fasilitasi industri kreatif. Kementerian dan
Lembaga yang turut bekerjasama dalam kegiatan pilot project Kota Surakarta diantaranya
adalah Kemneterian Agraria dan Tata Ruang, Badan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pariwisata,
Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kota Surakarta dalam struktur ruang nasional merupakan Pusat Kegiatan Nasional
(PKN) yang tidak memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA), namun memiliki kekayaan dan
potensi SDM, heritage, dan budaya. Saat ini, Kota Surakarta berperan sebagai hub (pusat
manajemen dan pemasaran) bagi pengembangan komoditas daerah sekitar, ke depan Kota
Surakarta akan memfokuskan pembangunan pada kreativitas dan inovasi untuk mengelola
kota, industri, dan ekonomi.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
37
Komitmen Pemerintah Kota Surakarta dalam mendorong pengembangan kegiatan
kreatif baik yang berbasis wilayah, atau berbasis komunitas diwujudkan dalam bentuk
fasilitasi kegiatan baik dalam bentuk anggaran maupun kegiatan (in kind). Salah satu program
Pemko yang sudah berjalan ialah pembangunan citywalks, dan sanggar di setiap kelurahan.
Untuk program yang berbasis kewilayahan dukungan Pemko banyak dalam bentuk anggaran,
sedangkan untuk yang berbasis komunitas sebagian besar dukungan dalam bentuk in kind.
Saat ini sudah direncanakan pembangunan Taman Sriwedari yang akan menjadi public space
dengan ruang pertunjukkan (gedung wayang), ruang budaya, dan plaza untuk menjadi ruang
yang fleksibel. Selain itu, Taman Balekambang, Benteng Vastenburg, dan Keraton Surakarta
juga direncanakan untuk dapat dimanfaatkan sebagai ruang kreatif.
Pencapaian Solo dalam mengembangkan Kota Kreatif, adalah sebagai berikut:
a. Kreativitas di Solo saat ini baru dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah
perkotaan, misal pemanfaatan kreativitas untuk penataan infrastruktur dalam
menangani permasalahan sampah, dan kreativitas dalam pembangunan kawasan
berbasis sungai (waterfront city) untuk menumbuhkan budaya peduli sungai serta
mengatasi permasalahan banjir.
b. Kota Kreatif dikembangkan di bawah bidang ekonomi Bappeda Kota Surakarta. Hal
tersebut menunjukan adanya kesepamahaman bahwa pengembangan Kota Kreatif
selain untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat juga dapat memberi dampak
pada pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta.
c. Dalam pengembangannya, Pemko selalu melibatkan partisipasi masyarakat terutama
penyampaian aspirasi yang mendorong kreativitas, pelestarian budaya, pertumbuhan
ekonomi, dan penguatan karakter melalui musrenbang.
d. Pengakuan sebagai bagian dari Jaringan Kota Kreatif UNESCO yang sering disebut
UCCN bukan merupakan tujuan utama pengembangan Kota Kreatif Solo. UCCN
dipahami sebagai insentif, berupa business attentionterhadap peningkatan reputasi
dan sarana menarik perhatian orang untuk mengunjungi Solo.
e. Kolaborasi pemerintah kota bersama komunitas kreatif, akademisi, dan pelaku kreatif
di Solo diwadahi melalui pembentukan Tim Aplikasi Dossier UNESCO. Tim tersebut
yang kemudian melakukan pemetaan potensi kreatif Solo melalui FGD. Dengan
berbagai pertimbangan baik nilai sejarah, SDM Kreatif, event dan kegiatan yang
selama ini berlangsung, maka Solo memutuskan Seni Pertunjukan sebagai potensi
unggulannya yang diharapkan akan menarik bangkitan kegiatan lainnya.
f. Tim sudah melaksanakan berbagai pertemuan kurang lebih selama dua bulan dan
masih terus berlangsung untuk melengkapi form dossier UCCN sekaligus membahas
rencana pengembangan Kota Kreatif Seni Pertunjukan, di antaranya adalah:
Sosialisasi kepada seluruh perangkat daerah hingga tingkat kelurahan untuk
menyamakan pemahaman tentang Kota Kreatif dan tujuan untuk menjadi bagian
dari UCCN.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
38
Melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan Kota Kreatif.
Tujuan kedepannya adalah untuk menumbuhkan wisata kampung kota yang
dapat mendukung seni pertunjukan Solo.
Solo International Performing Art (SIPA) sebagai salah satu ajang/event seni
pertunjukan di Solo sudah memiliki jejaring dengan pusat kebudayaan dan
beberapa kedutaan besar di Indonesia, serta sudah memiliki MoU dengan ASTF
Korea untuk penyelenggaraan festival topeng dunia.
Dukungan dan fasilitasi Kementerian/Lembaga yang dibutuhkan untuk tindak lanjut
pengembangan Kota Kreatif Surakarta, di antaranya adalah:
a. Pemetaan SDM (pelaku/penggiat) seni pertunjukan.
b. Peningkatan kualitas/kapasitas SDM dan produk seni pertunjukan.
c. Pembangunan ruang untuk mengakomodasi kegiatan seni pertujukan (studio, sanggar,
teater, ruang publik kota, dll.).
d. Pembangunan museum seni pertunjukan (museum non-bendawi). Pada prinsipnya
Solo sudah siap dengan konten hingga kurator yang dapat mengisi museum seni
pertunjukan tersebut, namun pembangunan fisik museum belum dapat dilakukan.
e. Rencana pengembangan jejaring tingkat internasional. Akan menjalin kerjasama
dengan Valencia dan Perancis untuk membangun showroom dan hub produk budaya
Indonesia.
f. Rencana pengembangan Solo International Performing Art (SIPA) menjadi Solo
Performing Art Market (SPAM) yang tidak hanya berfungsi sebagai ruang pementasan
seni pertunjukan melainkan juga berfungsi sebagai etalase seni pertunjukan dunia
(market, business matching, networking, dan pemberdayaan industri kreatif
penunjang seni pertunjukan).
4. Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan terkait Pengembangan Science and Technopark
(STP) Nasional – Penugasan Tambahan
Evaluasi penentuan 22 STP dilakukan oleh masing-masing K/L dengan mengacu pada
Grand Design dan NSPK Program STP yang disusun oleh Kemenristekdikti. Dalam Grand
Design dan NSPK Program STP tersebut, terdapat 9 indikator pelayanan yang harus dipenuhi
oleh sebuah STP.
Grand Design dan NSPK Program STP menyebutkan bahwa terdapat tahapan atau
jenjang hierarki berdasarkan 9 indikator fungsi pelayanan STP hingga mencapai suatu STP
yang sempurna/ideal. Sehingga bila suatu STP telah dapat memenuhi 9 indikator tersebut,
sudah layak dikatakan sebagai STP. Adapun yang belum mencapai 9 indikator merupakan
pusat inovasi atau pusat lainnya.
Pengembangan STP pasca evaluasi dilakukan dengan self assessement oleh masing-
masing K/L. Berdasarkan self assessement tersebut masih ada perbedaan pandangan dalam
beberapa konsep pengembangan STP seperti misalnya program pengembangan SDM,
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
39
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih memandang bahwa KKP fokus pada
peningkatan produktivitas, pengembangan SDM bukan bagian dari tupoksi KKP.
Kementerian Ristek Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sebagai
koordinator STP Nasional, pada awalnya ditetapkan untuk mengembangkan 9 STP, namun
berdasarkan hasil evaluasi jumlah STP hingga tahun 2019 disepakati hanya akan
mengembangkan 4 STP (Solo, Jepara, Palembang, Riau). Adapun 5 lainnya akan dikembangkan
sebagai calon STP yang fokus pada pusat penelitian, pusat diseminasi, pusat unggulan dll.
Kementerian Pertanian (Kementan) memiliki pola penyelenggaraan STP yang
berebeda. STP dibagi menjadi dua jenis, yaitu taman sains pertanian dan taman teknologi
pertanian. Saat ini Kementan telah mengalokasikan 5 taman sains dan 7 taman teknologi.
5. Pengendalian pelaksanaan kebijakan pengembangan inkubator wirausaha
khususnya untuk pemetaan profil inkubator wirausaha yang disesuaikan dengan
roadmap pengembangan inkubator wirausaha dan mendukung Perpres No.27 tahun
2013
Roadmap pengembangan inkubator wirausaha ini sebagai langkah awal untuk
selanjutnya bersama-sama baik pemeintah pusat, pemda, perguruan tinggi, dan sektor swasta
saling melengkapi dan sinergi dalam pengembangan inkubator wirausaha. Untuk mendukung
tahapan kedua pada roadmap ini yaitu untuk pengembangan inkubator wirausaha yang kuat
(sdm, fasilitas, lembaga) terlebih dahulu dibutuhkan pemetaan dari profil inkubator
wirausaha. Saat ini, data inkubator wirausaha yang ada diperoleh dari Asosiasi Inkubator
Bisnis Indonesia (AIBI), dan setelah dilakukan validasi data lagi hanya 34 inkubator wirausaha
yang memberikan tanggapan (respon). Berdasarkan dari hasil pengendalian diperoleh
beberapa hal penting yaitu :
a. Profil inkubator wirausaha saat ini adalah sebanyak 34 inkubator wirausaha, yang
terdiri dari pemerintah 5 inkubator, dari perguruan tinggi negeri 15 inkubator,
perguruan tinggi swasta sebanyak 12 inkubator, dan dari swasta/perusahaan sebanyak
2 inkubator. Jumlah total inkubator wirausaha sebanyak 93 inkubator wirausaha.
Pembagian sektor inkubator wirausaha adalah pada sektor teknologi informasi
sebanyak 6%, sektor manufacturing 9%, sektor agricultur sebanyak 14%, sektor
gabungan/campuran sebanyak 56%, dan belum diketahui sektornya sebanyak 15%;
b. Sebagian besar inkubator wirausaha dimiliki oleh Perguruan Tinggi (Kampus) yaitu
sebesar 81,9% dan sangat sedikit yang dimiliki oleh pemerintah daerah yaitu hanya
sebesar 3,19%;
c. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan inkubator wirausaha adalah masalah
kepengurusan yang tidak memiliki anggaran khusus untuk membiayai kegiatan
operasionalnya. Hal ini telah diusahakan dari dana CSR maupun PKBL dari Badan
Usaha Milik Negara yang telah disampaikan melalui Asisten Deputi Badan Usaha Milik
Negara, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian;
d. Diperlukan arah dan tujuan kebijakan pemerintah untuk inkubator wirausaha di
Indonesia dan proses penumbuhan wirausaha baru dalam peningkatan ekonomi
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
40
Indonesia dan juga arah pasar atas produk yang telah dihasilkan oleh para tenant yang
diinkubasi.
6. Pengendalian target RPJMN 2015 – 2019 terkait Penciptaan 1 juta Wirausaha Baru.
Pelaksanaan pengembangan kewirausahaan perlu dukungan penuh, baik dari
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, maupun dunia usaha. Melalui penetapan target sesuai
RPJMN 2015-2019, yaitu penumbuhan 1 Juta wirausaha baru, maka diperlukan data
wirausaha baru yang dapat terhitung jelas. Pembagian peran pemerintah pusat dan daerah
diperlukan dalam pelaksanaan pengembangan kewirausahaan supaya berjalan lebih efektif
dan efisien. Pembagian peran pemerintah pusat dan daerah ini dapat dilihat dari
presentasenya yaitu 60% dari target RPJMN diciptakan oleh pemerintah daerah dan 40%
diharapkan dapat dicetak oleh pemerintah pusat melalui program-program kerja di
Kementerian/Lembaga.
Data wirausaha baru untuk tahap awal pada wilayah Jawa dan Bali per Desember 2016
adalah sebanyak 20.607 wirausaha baru. Selanjutnya untuk pendataan wirausaha baru akan
dimasukan kedalam sistem informasi terintegrasi dalam NSPK Pengembangan Kewirausahaan.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam mencapai target ini adalah kebijakan pusat
yang tidak disertai tools dan regulasi turunannya (SOP), SDM, pasar, pendukung dan budaya
dan belum adanya sistim informasi terintegrasi untuk database kewirausahaan.
7. Rekomendasi Koordinasi Rancangan Undang-Undang Perkoperasian
Awal mula/inisiatif disusunnya RUU Perkoperasian adalah untuk menyempurnakan
ketentuan Perkoperasian yang berlaku saat ini, karena Undang-Undang No. 17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian telah dicabut oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-
XI/2013, karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Pengertian koperasi
sebagaimana diatur dalam UU 17 Tahun 2012, filosofinya ternyata tidak sesuai dengan
hakikat susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan
yang termuat di dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.
Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 28/PUU-XI/2013 juga memutuskan untuk
menghindari kevakuman hukum di bidang koperasi yang dapat menimbulkan ketidakpastian
dan ketidakadilan, maka untuk sementara waktu, sebelum terbentuknya Undang-Undang
tentang Perkoperasian sebagai pengganti UU 17 Tahun 2012, maka UU 25 Tahun 1992
dinyatakan berlaku untuk sementara waktu.
Dasar disusunnya Undang-Undang Perkoperasian yang baru saat ini, karena UU No
25/1992 dinilai sudah tidak layak sebagai payung hukum dengan alasan perkembangan
masyarakat yang semakin modern. Koperasi dipandang perlu untuk berkembang dan
menyesuaikan dengan kondisi kekinian. Hal-hal yang belum diatur dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian antara lain:
a. Belum adanya sanksi terkait pelanggaran implementasi undang-undang tersebut oleh
Pengurus/Pengelola Koperasi;
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
41
b. Tidak adanya pengawasan dan pemeriksaan, lembaga pengawas Koperasi Simpan
Pinjam dan Lembaga Penjamin Simpanan;
c. Belum ada pengaturan pembuatan akta pendirian dan perubahan anggaran dasar
koperasi oleh notaris padahal koperasi merupakan badan hukum;
d. Belum adanya pengaturan pengelolaan koperasi berdasarkan prinsip syariah;
e. Perlu untuk mempertegas peran dan fungsi Pengawas;
f. Pentingnya memperlakukan modal koperasi sebagai ekuitas;
g. Pengaturan tentang hak anggota, hak koperasi, dan hak pihak ketiga belum mendapat
perlindungan secara memadai karena belum semua kekayaan koperasi dicatat atas
nama koperasi;
h. Belum mampu memberikan perlindungan kepada anggota koperasi selaku pemilik
koperasi ketika dalam menjalankan tugasnya pengurus melakukan penyimpangan
yang merugikan koperasi secara keseluruhan dan mengancam keberlanjutan
pengembangan usaha koperasi.
Pada tanggal 20 November 2016, RUU Perkoperasian telah diajukan oleh Pemerintah
ke DPR, dan Pemerintah telah memberikan penjelasan awal terkait RUU Perkoperasian
kepada DPR. Tahap ini merupakan tahap awal Pembicaraan Tingkat I. Dalam Pembicaraan
Tingkat I, dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Pengantar Musyawarah;
b. Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM);
c. Penyampaian Pendapat Mini.
Saat ini pembahasan RUU Perkoperasian di DPR sedang menunggu tanggapan masing-
masing fraksi di DPR, untuk selanjutnya dibahas dalam Pembahasan DIM (Daftar Inventarisasi
Masalah) yang diajukan oleh DPR, yang diperkirakan akan dilaksanakan bulan Januari 2017.
Selanjutnya, akan dilaksanakan Penyampaian Pendapat Mini, yang terdiri dari:
a. Pengantar Pimpinan Panitia Kerja;
b. Laporan Pimpinan Panitia Kerja;
c. Penyampaian Pendapat Mini oleh DPR;
d. Pembacaan naskah RUU;
e. Penandatanganan naskah RUU;
f. Pengambilan keputusan untuk melanjutkan ke Pembicaraan Tingkat II.
Selanjutnya adalah tahap Pembicaraan Tingkat II, yang merupakan pengambilan
keputusan dalam rapat paripurna, dengan kegiatan antara lain:
a. Penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, dan hasil Pembicaraan
Tingkat I;
b. Pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan
yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
c. Pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh Menteri yang mewakilinya (Menteri
Koperasi dan UKM).
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
42
8. Rekomendasi Koordinasi Evaluasi Perpres 98/2014 tentang Perizinan Usaha Mikro
Kecil (IUMK)
Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2014 tentang Perizinan Usaha Mikro dan Kecil
(IUMK) diterbitkan dengan maksud untuk memberikan kepastian hukum dan sarana
pemberdayaan bagi pelaku usaha mikro dan kecil dalam mengembangkan usahanya.
Tujuan pengaturan IUMK bagi pelaku usaha mikro dan kecil untuk:
a. Mendapatkan kepastian dan perlindungan dalam berusaha dilokasi yang telah
ditetapkan;
b. Mendapatkan pendampingan untuk pengembangan usaha;
c. Mendapatkan kemudahan dalam akses pembiayaan ke lembaga keuangan bank
dan non-bank; dan
d. Mendapatkan kemudahan dalam pemberdayaan dari pemerintah, pemerintah
daerah dan/atau lembaga lainnya.
IUMK diberikan kepada pelaku usaha mikro dan kecil sesuai persyaratan yang
ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri. IUMK diberikan dalam bentuk naskah satu lembar. Pemberian IUMK kepada
usaha mikro dan kecil dibebaskan atau diberikan keringanan dengan tidak dikenakan biaya,
retribusi, dan/atau pungutan lainnya.
Pelaksana IUMK adalah Camat yang mendapatkan pendelegasian kewenangan dari
Bupati/Walikota. Pelaksana IUMK dapat didelegasikan kepada Lurah/Kepala Desa dengan
mempertimbangkan karakteristik wilayah.
Dalam perkembangannya, tanggal 30 Januari 2015, Menteri Dalam Negeri, Menteri
Koperasi dan UKM, dan Menteri Perdagangan menandatangani Nota Kesepahaman tentang
Pembinaan Pemberian Izin Usaha Mikro dan Kecil di Daerah.
Sejak ditetapkan pada tahun 2014, Pemerintah menargetkan penerbitan IUMK
sebanyak 508.500 izin pada tahun 2015. Namun dalam pelaksanaannya ditemui beberapa
hambatan, hingga saat ini penerbitan IUMK baru mencapai 211.239 naskah IUMK atau 41,8%
dan Perbup/Perwali untuk pendelegasian kewenangan perizinan kepada Camat telah
diterbitkan sebanyak 276 dari 514 Kabupaten/Kota se Indonesia atau sebesar 54%.
Beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Perpres No. 98 Tahun 2014
antara lain:
a. Kendala teknis, antara lain: kurangnya sosialisasi, belum terintegrasinya IUMK dengan
Pelayanan Administrasi Terpadu di Kecamatan (PATEN);
b. Kendala non-teknis, antara lain: keterbatasan kualitas SDM, jaringan internet tidak
memadai;
c. Tidak sinkron dengan aturan lainnya, misalnya: tidak sejalan dengan UU No.23/2014
tentang Pemerintah Daerah, yang menjelaskan bahwa kewenangan pemberdayaan
usaha menengah dilakukan oleh pemerintah pusat; usaha kecil oleh pemerintah
provinsi, dan usaha mikro oleh pemerintah kabupaten/kota.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
43
Selain itu, Perpres No. 98 Tahun 2014 belum sejalan dengan beberapa peraturan
lainnya, antara lain:
a. UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM dan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2013
sebagai Peraturan Pelaksanaan UU 20/2008 tentang UMKM. Dalam peraturan
tersebut, dijelaskan bahwa perizinan untuk usaha mikro hanya dalam bentuk
pendataan, sedangkan usaha kecil dalam bentuk pendaftaran.
b. UU No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan
lainnya sebelum terbitnya UU Perdagangan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan
bahwa Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Mikro dan Kecil telah dapat dipersamakan
dengan IUMK.
c. UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Dalam peraturan tersebut,
dijelaskan bahwa kewenangan pemberdayaan (termasuk perizinan) usaha kecil pada
Gubernur, sehingga pelaksanaan penerbitan IUMK untuk usaha kecil membutuhkan
pelimpahan kewenangan dari Gubernur kepada Bupati/Walikota.
Beberapa hambatan yang ada akan dilakukan evaluasi guna penyempurnaan
pelaksanaan Perpres 98/2014 yang melibatkan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian terkait lainnya.
9. Rekomendasi Koordinasi Evaluasi Program Gerakan Nasional1.000 Technopreuneur
Saat berkunjung ke Silicon Valley pertengahan Februari lalu, Presiden Republik
Indonesia Joko Widodo telah mendeklarasikan visi untuk menjadikan Indonesia sebagai The
Largest Digital Economy in Southeast Asia pada Tahun 2020. Sejalan dengan visi tersebut,
Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Kibar telah menginisiasi Gerakan Nasional
1.000 Startup Digital.
Gerakan Nasional 1.000 Startup Digital merupakan langkah awal untuk menciptakan
masa depan ekonomi digital Indonesia dan menjadi road map pengembangan e-Commerce
Indonesia yang terus berkembang yang akan mengubah nasib bangsa melalui pengembangan
ekonomi digital. Pemerintah menargetkan kontribusi e-commerce sebesar 130 miliar USD
pada Tahun 2020. Gerakan ini ingin menciptakan 1.000 perusahaan rintisan berbasis digital
yang akan mentransformasi Indonesia menjadi negara maju dengan anak muda sebagai
motor penggeraknya.
Untuk melahirkan 1.000 startup digital, strategi yang dijalankan adalah dengan
mentoring dan pembinaan intensif melalui 5 tahapan program yang dilakukan di 10 kota,
sebagai berikut:
a. Tahap pertama dimulai dari ignition, yaitu seminar untuk menanamkan pola pikir
entrepreneurship,pada tahap ini akan ditanamkan pola pikir yang inovatif seperti
layaknya seorang founder. Pada tahap ini menargetkan 4.000 peserta setiap tahunnya; b. Tahap kedua adalah workshop, dari peserta pada tahapignition tersebut akan dijaring
2.000 peserta yang layak per tahun untuk melanjutkan ke tahap workshop untuk
diberikan pembekalan keahlian yang mereka butuhkan dalam membuat sebuah
startup digital.;
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
44
c. Tahap ketiga adalah hackathon, berbekal ilmu dari workshop tersebut, 1.000 peserta
per tahun untuk melanjutkan ke tahap hackathon untuk menghasilkan prototipe
produk dari ide solusi aplikasi dan bertemu dengan co-founder.
d. Tahap keempat adalah bootcamp, pada tahap ini akan dijaring 500 peserta per tahun
yang akan memasuki tahap bootcamp, yang merupakan sesi mentoring mendalam
untuk menyiapkan strategi peluncuran produk;
e. Tahap Terakhir yaitu incubation, akan dijaring 200 peserta terpilih setiap tahunnya
yang akan diinkubasi selama kurang lebih tiga bulan, sehingga dalam waktu lima tahun
akan tercipta 1.000 startup digital dengan total valuasi bisnis senilai US$ 10 miliar
pada tahun 2020.
Adapun tindak lanjut program Gerakan Nasional 1.000 Teknopreneur, antara lain:
a. Untuk mengembangkan ekonomi digital Indonesia, Pemerintah perlu membuat
roadmap yang bisa keep up dengan e-commerce dunia. Selain itu pemerintah perlu
memposisikan kebijakan agar tidak tertinggal dengan negara lain;
b. Salah satu unsur penting dalam ekonomi digital adalah UKM. Saat ini 50% ekonomi
Indonesia berasal dari UKM dan UKM juga yang telah membuat Indonesia survive pada
saat krisis ekonomi tahun 1998; c. Indonesia belum mempunyai inkubasi yang bagus, oleh karena itu Pemerintah ke
Silicon Valley untuk menghadirkan ekosistem ekonomi digital Amerika ke Indonesia;
d. Pemerintah terus mendorong perkembangan startup lokal, serta melakukan edukasi
pendidikan dengan memasukan coding ke dalam kurikulum pelajaran SMK mulai tahun
ini. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah target pemerintah pada 2019 seluruh
wilayah Indonesia sudah terkoneksi oleh broadband.
10. Cost Structure TKI Luar Negeri
Penempatan TKI ke Luar Negeri pada prinsipnya mempertemukan pengguna dan
pekerja (TKI). Di dalam proses pelayanan penempatan memerlukan biaya, antara lain biaya
transportasi dari daerah asal TKI ke tempat kerja/pengguna di negara tujuan penempatan,
pengurusan dokumen (paspor, visa, medical check up, pemeriksaan psikologi, asuransi, uji
komptensi), serta jasa bagi pihak yang memfasilitasi penempatan.
Besarnya biaya penempayan TKI bervariasi bergantung pada berbagai faktor seperti
perbedaan harga tiket ke negara tujuan, biaya pelatihan, dan jenis pekerjaan. Demikian pula,
terdapat perbedaan pihak-pihak yang menanggung biaya dimaksud, ada jenis jabatan
tertentu yang biaya penempatannya dibebankan sepenuhnya kepada pengguna, sementara
ada yang biaya penempatannya dibebankan seluruhnya atau sebagian oleh TKI. Sesuai
perkembangan dan kondisi yang ada di lapangan, cost structure setiap jenis jabatan dan
negara penempatan secara berkala perlu disempurnakan.
Berdasarkan Pasal 76 ayat (1) UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, PPTKIS hanya dapat membebankan biaya
penempatan kepada calon TKI untuk komponen :
a. Biaya pengurusan dokumen jati diri
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
45
b. Pemeriksaan kesehatan dan psikologi
c. Pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja
11. IMTA dan KITAS
Bagi setiap tenaga kerjaa sing yang akan bekerja di Indonesia maka tenaga kerja
tersebut memerlukan IMTA yang dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan KITAS
oleh Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA) adalah izin yang harus dimiliki untuk setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakan oleh
setiap perusahaan yang menggunakan tenaga kerja tersebut dalam kegiatannya. IMTA
berlaku untuk satu tahun dan selanjutnya dapat diperpanjang. Sedangkan KITAS (Kartu Izin
Tinggal Terbatas) adalah kartu yang diperuntukkan untuk setiap Warga Negara Asing yang
bekerja di Indonesia agar mereka dapat tinggal di Indonesia dan harus diperpanjang satu
tahunsekali. Namun saat ini KITAS sudah berubah nama menjadi ITAS (Izin Tinggal Terbatas).
Informasi dilapangan yang diperoleh dari APINDO & KADIN Indonesia bahwa tidak ada
kemudahan dalam penyelesaian IMTA dan KITAS sesuai Permenaker No.35 Tahun 2015. Yang
terjadi di daerah terkait perpanjangan IMTA masih menghadapi kendala dilapangan. Oleh
sebab itu langkah awal penyelesaian Permenaker No.35 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Penggunaan Tenaga Kerja Asing akan diusulkan ke Kemnaker untuk dimasukkan dalam
Program Paket Dregulasi Ekonomi, sehingga pentingnya percepatan IMTA dan KITAS bagi
tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia.
12. RUU Perlindungan TKI Migran (tambahan)
Banyaknya warga negara Indonesia di luar negeri yang terlibat persoalan hukum di
tempat mereka bekerja, oleh karena itu untuk melindungi warga Indonesia yang bekerja di
luarnegeri atau TKI migran, saat ini pemerintah sudah melakukan beberapa kali rapat
pembahasan mengenai perlindungan pekerja migran Indonesia. Kemenko perekonomian
telah menghadiri rapat sebanyak 3 (tiga) kali terkait RUU Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia untuk mempersiapkan dan menyempurnakan materi tanggapan / masukan K/L
terkait yang dikoordinasikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan dalam hal ini Direktur
Jenderal Binapenta dan PKK, yang selanjutnya akan dirapatkan dalam Panja DPR-RI Komisi IX
dengan topik bahasan mengenai Rancangan DIM DPR-RI dan Penyiapan RUU tentang
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, yaitu :
a. Rapat koordinasi oleh Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang
diselenggarakan pada tanggal 23-24 November 2016.
b. Rapat persiapan pembahasan RUU tentang Perlidungan Pekerja Migran Indonesia
pada tanggal 24 November yang dilanjutkan hari Sabtu s/d Minggu 26 s/d 27
November 2016 bertempat di Ruang Rapat Dirjen Binapenta dan PKK.
c. Rapat Panja RUU tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang
diselenggarakan pada tanggal 28 dan 29 November 2016.
Progres Pembahasan RUU Perlindungan TKI Migran
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
46
a. Instrumen dan mekanisme di bidang Pekerja Migran Indonesia adalah memperhatikan
seluruh materi UU No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di
Luar Negeri.
b. Sebagai Rekomendasi perlu diperhatikan UU No. 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan
International Convention On The Protection of The Rights of All Migrant Workers and
Members of Their Families, dinyatakan bahwa dalam upaya melindungi, menghormati,
memajukan, dan memenuhi hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya,
Pemerintah Indonesia membentuk berbagai peraturan terkait dengan Perlindungan
terhadap Tenaga Kerja, antara lain UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
dan UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di LuarNegeri
c. Sesuai masukan dan saran Komisi IX DPR-RI pada rapat tanggal 6 Oktober 2016 bahwa
formulasi materi dalam RUU tersebut yang mengatur terkait teknis pelaksanaan
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) harus disesuaikan dengan UU No. 39
Tahun 2004.
d. Pembahasan di Komisi IX DPR-RI pada tanggal 28 November 2016 bahwa Kementerian
Ketenagakerjaan belum menyampaikan kepada Komisi IX DPR-RI bahan tanggapan
DIM, mengingat DIM tanggapan Pemerintah belum mendapat saran konkrit dari
Presiden RI terkait dengan beberapa hal penting yang diatur dalam RUU tentang
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
e. Pemerintah segera menyelesaikan DIM DPR-RI dan akan diserahkan pada tanggal 2
Januari 2017 sebelum rapat pembahasan Komisi IX DPR-RI dengan pihak Pemerintah
pada tanggal 9 Januari 2017. Pembahasan selanjutnya di Komisi IX DPR-RI masih
berlanjut sampai dengan saat ini.
Tabel 3.4
Laporan Pelaksanaan Kebijakan yang Ditindaklanjuti oleh Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM
No Kegiatan Target Realisasi Capaian Keterangan
1 Koordinasi
Kebijakan Bidang
Pengembangan
Ekonomi Kreatif
2 2 100% (i) Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sektor Ekonomi Kreatif.
(ii) Pengendalian kebijakan tentang Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sektor ekonomi kreatif.
2. Koordinasi
Kebijakan Bidang
Peningkatan
Daya Saing
Ekonomi
Kawasan
2 2 100% (i) Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Kota Kreatif
(ii) Pengendalian Pelaksanan Kebijakn terkait Pengembangan Science and Technopark (STP) Nasional-Penugasan Tambahan
3 Koordinasi
Kebijakan
Pengembangan
Kewirausahaan
2 2 100% (i) Pengendalian pelaksanaan kebijakn pengembangan
incubator wirausaha khusus untuk pemetaan profil
incubator wirausaha yang disesuaikan dengan roadmap
pengembangan incubator wirausaha dan mendukung
Perpres NO. 27 tahun 2013
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
47
(ii) Pengendalian target RPJMN 2015-2019 terkait
Penciptaan 1 Juta Wirausaha Baru
Koordinasi
Kebijakan Bidang
Peningkatan
Daya saing
Koperasi dan
UMKM
2 2 100% (i) Rekomendasi Koordinasi Rancangan Undang-Undang
Perkoperasian
(ii) Rekomendasi Koordinasi Evaluasi Perpres 98/2014
tentang Perizinan Usaha Mikro Kecil (IUMK)
Koordinasi
Penataan
Kelembagaan
Pengembangan
UKM Berbasis
Teknologi
1 1 100% (i) Rekomendasi Koordinasi Kebijakan Pendanaan Bisnis Tech Start-up
Koordinasi
Kebijakan
Ketenagakerjaan
2 2 100% (i) Rekomendasi Cost Structure TKI Luar Negeri.
(ii) Rekomendasi tentang IMTA dan KITAS
(iii) Rekomendasi RUU Perlindungan Migran (tambahan)
3.1.2 Analisa Capian dari Waktu ke Waktu
Setelah mengetahui capaian kinerja tahun 2016 berdasarkan perbandingan realisasi
dan target, maka pada sub bahasan ini akan dibandingkan capaian kinerja Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM pada tahun 2015 dan
tahun 2016, sebagai berikut:
Tabel 3.5
Perbandingan Capaian Kinerja Tahun 2015 dan 2016
2015 2016 Keterangan
IKU Capaian IKU Capaian Terjadi perubahan
nomenklatur
organisasi yang
mengakibatkan
adanya perubahan
IKU sehingga
capaian IKU Deputi
(outcome) antara
Tahun 2015 dan
2016 tidak dapat
dibandingkan.
Persentase perumusan
rancangan peraturan di bidang
Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya
Saing KUKM, serta SDM dan
ketenagakerjaan ekonomi
kreatif nasional yang
diselesaikan
100% Persentase rekomendasi koordinasi dan sinkronosasi kebijakan Peningkatan Daya
Saing Ekonomi Kawasanyang
diselesaikan
100%
Persentase kebijakan bidang
Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya
100% Persentase rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Peningkatan Daya Saing
100%
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
48
2015 2016 Keterangan
Saing KUKM, serta SDM dan
ketenagakerjaan ekonomi
kreatif nasional yang
terimplementasikan
Ekonomi Kawasan
Persentase perumusan
rancangan peraturan
kebijakan Ekonomi Kreatif
Nasional yang mendukung
penerapan daya saing SDM,
ketenagakerjaan/buruh, dan
KUKM mendukung
pelaksanaan MEA 2015.
70.58%
Persentase kebijakan
sertifikasi uji kompetensi
nasional/ internasional
terhadap SDM,
ketenagakerjaan/ buruh, dan
pengusaha UMKM serta
produk Ekonomi Kreatif
Nasional, untuk mewujudkan
daya saing dan market share
di negara negara ASEAN
82.35%
3.1.3 Evaluasi Capaian Kinerja Organisasi
Dengan mengacu capaian kinerja Deputi Bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan
Daya Saing KUKM yang dilihat dari ketercapaian indikator kinerja utama. Deputi Bidang
Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM telah berhasil mengkoordinasikan dan
melaksanakan kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran strategis Deputi yang mendukung
pencapaian sasaran strategis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.Selama tahun
2016 terdapat beberapa kegiatan yang dikoordinasikan belum dapat diselesaikan, karena
terdapat beberapa kendala. Sebagai bahan perbaikan pelaksanaan kinerja pada tahun yang
akan datang, disampaikan kendala atau permasalahan dan tindak lanjut yang perlu
dilaksanakan.
1. Koordinasi Kebijakan Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif
Kendala dan permasalahan dalam pengembangan ekonomi kreatif yaitu:
a. Belum terdapat izin prakarsa penyusunan payung hukum rencana induk
pengembangan ekonomi kreatif yang dapat menjadi acuan pengembangan ekonomi
kreatif secara nasional. Penyusunan rencana induk tersebut masih memerlukan
pembahasan lintas K/L yang secara paralel dilakukan bersamaan dengan pengajuan
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
49
izin prakarsa kepada Presiden oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Dalam proses
penyusunan rancangan Rindekraf tesebut belum dilakukan pembahasan dengan K/L
dan konsultasi publik secara intensif. Selain itu, substansi rencana induk
pengembangan ekonomi kreatif perlu disinkronkan dengan data statistik ekonomi
kreatif terbaru publikasi BPS dan sejumlah kajian grand stretegyyang telah disusun
oleh Bekraf.
b. Industri kreatif masih memiliki kesulitan dapat mengakses perbankan. Walaupun saat
ini telah terdapat KUR bagi industri kreatif, pemberian KUR bagi industri kreatif
memerlukan beberapa hal yaitu: penetapan juknis penyaluran KUR, dan perlu adanya
sosialisasi agar masyarakat mendapatkan informasi mengenai KUR ekonomi kreatif.
Saat ini, KUR Ekonomi Kreatif disalurkan dengan skema yang sama dengan KUR secara
umum disebabkan penyaluran KUR sektoral dengan skema khusus (misalnya
kekhususan dalam hal grace period dan masa pengembalian) belum dapat
diakomodasi dalam Peraturan Menko Perekonomian No. 13 Tahun 2015. Hal tersebut
berbeda dengan Permenko sebelumnya yaitu Permenko No. 8 Tahun 2015 yang
memungkinkan adanya skema khusus KUR sektoral (baru mengatur mengenai
tanaman keras). Pada Permenko No. 8 Tahun 2015 disebutkan bahwa jangka waktu
KUR khusus untuk tanaman keras yaitu 10 tahun dengan grace period yang disepakati
oleh penyalur KUR sesuai kateristiknya, yang berbeda dengan skema KUR umum yaitu
4 tahun untuk pembiayaan/kredit modal kerja dan 5 tahun untuk pembiayaan/kredit
investasi.
c. Kendala terkait pengembangan SKKNI sektor Ekraf dan pendirian LSP Ekraf yaitu belum
adanya pemetaan subsektor ekonomi kreatif yang prioritas untuk didorong penerapan
SKKNI dan pengembangan LSPnya sebagai acuan pengambilan kebijakan. Selain itu,
kapasitas dan pemahaman asosiasi usaha/profesi untuk dapat mengusulkan SKKNI
masih perlu ditingkatkan.
Tindak lanjut yang diperlukan :
a. Mendorong Bekraf untuk mengajukan izin prakarsa penyusunan Perpres Rencana
Induk Pengembangan Ekonomi Kreatif 2017-2025 kepada Presiden RI. Selain itu, perlu
dibentuk panitia Antar Kementerian/Lembaga untuk sinkronisasi lintas sektor oleh
Bekraf dan penyempurnaan rancangan Rencana Induk dengan melakukan sinkronisasi
substansi dengan hasil kajian Grand Strategy Pengembangan Ekonomi Kreatif dan hasil
analisis perkambangan Ekraf berdasarkan publikasi BPS terbaru.
b. Koordinasi lebih lanjut dengan Deputi I Kemenko Perekonomian untuk memperoleh
kejelasan penerapan KUR Sektoral dengan skema khusus,mendorong Bekraf untuk
menetapkan juknis KUREkraf (yang tidak memerlukan skema khusus) sehingga
penyaluran KUR Ekraf dapat segera dilaksanakan, dan bank memperoleh cost structure
sebagai panduan penyaluran, serta melakukan monitoring pelaksanaan KUR Ekonomi
Kreatif tahun 2017. Selain itu, perlu adanya disusun skema pembiayaan ekonomi
kreatif lainnya, seperti: (1) Intellectual Propoerty Financing (IP Financing); dan (2)
crowdfunding.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
50
c. Untuk menangani isu-isu terkait SKKNI sektor Ekraf dan berangkat dari pemetaan yang
dilakukan oleh Berkaf, maka perlu diakselerasi penyusunan KKNI, standar kompetensi
kerja, serta dibentuk lembaga pendidikan dan Lembaga Sertifikasi Profesi untuk
menciptakan tenaga kerja yang kompeten di sektorEkraf. Terkait hal tersebut
diperlukan sinergi berbagai pihak yaitu BNSP, Kemenaker, Bekraf, dan Aosiasi
usaha/profesi.
2. Koordinasi Kebijakan Bidang Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan
Kendala dan permasalahan dalam Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan yaitu:
a. Konsep Kota Kreatif sebagai bagian dalam pengembangan kota berkelanjutan yang
berfokus kepada penyediaan ruang-ruang yang mendukung Ekonomi Kreatif belum
menjadi arus utama dalam pengembangan perkotaan. Sulitnya memilih daerah untuk
dijadikan model Kota Kreatif yang memperhatikan berbagai aspek/dimensi, baik
secara ekonomi, sosial, budaya maupun lingkungan, untuk mengakomodasi isu Kota
Kreatif yang cukup kompleks; dan masih lemahnya ownership terhadap isu-isu Kota
Kreatif berkelanjutan di beberapa pemangku kepentingan terkait, contohnya tidak
semua pemerintah daerah memiliki fokus pembangunan yang terkait Kota Kreatif.
b. Belum adanya NSPK yang dapat menjadi pedoman tahapan pengembangan dan
pembangunan Science Techno Park (STP), serta belum adanya skema kolaborasi dan
pembiayaan yang spesifik dalam pembangunan Science Techno Park (STP), dimana
skema KPBU sangat mungkin untuk diimplementasikan antara Industri dan Pemerintah
c. Belum disahkannya RPerpres Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis
Elektronik (SPNBE) Tahun 2016-2019 sebagai acuan untuk menjalankan tugas
koordinasi maupun monitoring program dan kegiatan terkait ekonomi digital khusunya
e-commerce pada Kementerian/Lembaga terkait. Namun demikian, mengingat
ekonomi digital sudah menjadi salah satu program prioritas nasional, koordinasi untuk
beberapa kegiatan sudah dimulai seperti koordinasi kegiatan pilar pendanaan e-
commerce.
Tindak lanjut yang diperlukan :
a. Komitmen daerah menjadi kunci utama pengembangan Kota Kreatif, diperlukan
ketegasan dalam pemilihan fokus pengembangan kota maupun kawasanperkotaan.
Sehingga dapat dicapai tujuan pengembangan kota kreatif secara menyeluruh, yaitu
tidak hanya mengendalikan dampak pembangunan di perkotaan tetapi juga dapat
mendorong pertumbuhan potensi ekonomi yang dimiliki termasuk Ekonomi Kreatif
(Kota Kreatif)
b. Perlu segera ditetapkannya NSPK yang dapat menjadi pedoman dalam pengembangan
dan pembangunan Science Techno Park (STP), dan Perlu dibuatnya skema pembagian
peran dan skema pembiayaan dalam pembangunan Science Techno Park (STP)
sehingga dampak pembangunan tidak terbatas kepada APBN
c. Perlu segera disahkannya RPerpres Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis
Elektronik (SPNBE) Tahun 2016-2019 dan pembentukan PMO peta jalan e-
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
51
commercesehingga dapat mendorong percepatan dan optimalisasi pemanfaatan
potensi ekonomi berbasis elektronik, termasuk didalamnya usaha pemula (start-up),
pengembangan UMKM, dan percepatan logistik.
3. Koordinasi Kebijakan Pengembangan Kewirausahaan
Kendala dan permasalahan dalam pengembangan kewirausahaan yaitu:
a. Keterbatasan anggaran karena adanya pemotongan anggaran berupa self-blocking,
dan antisipasi adanya kenaikan remunerasi;
b. Setiap melakukan rapat koordinasi antar K/L dalam penyusunan Rancangan Perpres
NSPK Pengembangan Kewirausahaan, pejabat/pegawai yang hadir selalu berubah-
ubah sehingga pembahasan harus dimulai dari awal dan rapat menjadi kurang efektif.
Tindak lanjut yang diperlukan :
a. Melanjutkan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Presiden terkait NSPK
Pengembangan Kewirausahaan dan selanjutnya sosialisasi NSPK Pengembangan
Kewirausahaan Nasional setelah RPerpres menjadi peraturan/regulasi, diantaranya
dengan membentuk Tim Kerja Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang
NSPK Pengembangan Kewirausahaan Nasional;
b. Monitoring progres RUU Kewirausahaan Nasional sebagai bagian dari kebijakan terkait
Pengembangan Kewirausahaan;
c. Pemetaan dan pendataan inkubator wirausaha sekaligus fokus pada pembiayaan bagi
inkubator wirausaha dan tenant inkubator sesuai dengan roadmap pengembagnan
inkubator wirausaha;
d. Pendataan wirausaha baru akan dimasukan kedalam sistem informasi terintegrasi
dalam NSPK Pengembangan Kewirausahaan.
4. Koordinasi Kebijakan Bidang Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM
Kendala dan permasalahan dalam Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM yaitu:
a. Pelaksanaan Perpres 98/2014 tentangIUMK telah berjalan, namun masih terdapat
beberapa kendala antara lain minimnya pendampingan, sarana dan prasarana yang
kurang memadai utamanya di daerah, dan tumpang tindih peraturan.
b. Pengembangan Sentra IKM/UKM belum dapat berjalan maksimal karena setiap K/L
telah memiliki rencana strategis Pengembangan Sentra IKM/UKM.
c. Pelaksanaan agregator dan konsolidator ekspor produk UKM masih terkendala
dengan koordinasi antara K/L dan institusi terkait yang masih perlu ditingkatkan.
Tindak lanjut yang diperlukan :
a. Akan dilaksanakan evaluasi pelaksanaan Perpres 98/2014 tentang IUMK dengan
memperkuat pendampingan bagi UMK, menjadikan IUMK sebagai standar pelayanan
minimal pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Pelayanan Administrasi
Terpadu Kecamatan (PATEN).
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
52
b. Akan memperkuat koordinasi dan sinkronisasi program masing-masing K/L untuk
mengembangkan 1 konsep pengembangan sentra IKM/UKM berdasarkan skema
rantai nilai.
c. Mempercepat dan memperkuat kerja Tim Koordinasi Teknis Pelaksanaan Agregator
dan Konsolidator Ekspor produk UKM.
5. Koordinasi Penataan Kelembagaan Pengembangan UKM Berbasis Teknologi
Kendala dan permasalahan dalam penataan kelembagaan UKM berbasis teknologi yaitu:
a. Pendanaan hibah ke bisnis tech start-up terkendala oleh aturan APBN yang saat ini
tidak memungkinkan adanya hibah.
b. Alternatif pendanaan yang bersumber dari dana Riset Inovatif dan Produktif (RISPRO)
LPDP, Pusat Investasi Pemerintah (PIP), dan pemanfaatan dana USO Kementerian
Komunikasi dan Informatika masih memerlukan pembahasan yang lebih lanjut
terkait skema pendanaan dari masing-masing alternatif.
Tindak lanjut yang diperlukan :
a. Mengkaji bentuk pendanaan lain melalui skema belanja yang sesuai dengan aturan
APBN.
b. Melakukan koordinasi dengan K/L terkait untuk mendapatkan input guna
menentukan skema yang tepat bagi pendanaan tech start-up untuk masing-masing
alternatif pendanaan.
6. Koordinasi Kebijakan Ketenagakerjaan
Kendala dan permasalahan dalam Ketenagakerjaan yaitu:
a. Pendidikan dan Pelatihan Vokasi belum sesuai kebutuhan industri, yaitu kualitas dan
kuantitas, SDM dan Informasi pasar kerja.
b. Peraturan Pemenerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan belum
dikoordinasikan.
c. Pengaturan Komponen Pelatihan Kerja, Pasport, dan Check-Up Kesehatan dalam draft
RUU tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang dibebankan CTKI dan TKI
Luar Negeri sudah dihapus dan diserahkan kepada ketetapan K/L terkait. Hal ini
berdampak pada perpanjangan prosedur yang ditempuh oleh CTKI karena jika praktek
di lapangan tidak sesuai dengan biaya yang ditetapkan sesuai Permen K/L terkait maka
CTKI harus mendatangi K/L tersebut.
d. Belum jelas peran regulator dan operator didalam penanganan TKI di Luar Negeri
termasuk Pengawasan kepada PPTKIS di lapangan
e. Sosialisasi dan realisasi pelaksanaan IMTA dan KITAS masih perlu diperhatikan
Tindak lanjut yang diperlukan :
a. Mengkaji peraturan terkait Pendidikan dan Pelatihan Vokasi dan pembentukan Komite
Vokasional di KADIN
b. Perlunya Koordinasi mempercepat Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan
c. Rapat koordinasi menentukan komponen biaya CTKI di Negara ASEAN (Singapura,
Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam,dan Taiwan) dan termasuk 5 negara Asia
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
53
Pasifik antara lain (Hongkong, Taiwan, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru
yang mempersyaratkan TKI Formal.
d. Evaluasi terhadap kemungkinan Permenaker No.35 Tahun 2015 tentang TKA dengan
prioritas penguatan pelaksanaan Pengawasan di lapangan terhadap IMTA&ITAS
3.2 3.1.4 Realisasi Anggaran dan Penggunaan Sumber Daya
Pada tahun 2016, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya
Saing Koperasi dan UKM, Koordinator Bidang Perekonomian mendapat Pagu Anggaran
sebesar Rp. 11.800.000.000,- dengan adanya pemotongan sebesar 23% dan selfblocking
sebesar 1.600.000.000 hasil Pagu Anggaran akhir sebesar Rp. 7.486.000.000,- dan realisasi
yang dimanfaatkan adalah sebesar Rp.7.439.624.546,- atau terserap sebesar 99.33% dengan
SILPA Rp. 46,375,454,- telah dapat melaksanakan fungsi dan tugas utama yang menjadi
tanggungjawab organisasi. Dari sasaran yang ditargetkan, telah dapat diwujudkan dengan
baik, bila dilihat dari indikator kinerja yang digunakan.RealisasiAnggaran tahun 2016 Deputi
Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM
sebagai berikut:
Tabel 3.6
Realisasi Anggaran Per Kegiatan Tahun Anggaran 2016
Program
Pagu
Anggaran (Rp)
Pemotongan
sebesar 23%
(Rp)
Self Blocking
(Rp)
Pagu
Anggaran
Setelah
Pemotongan
dan Self
Blocking (Rp)
Realisasi
Anggaran
(Rp) %
Program Koordinasi Kebijakan Bidang
Perekonomian (Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing
KUKM)
11.800.000.000 2.714.000.000 1.600.000.000
7,486,000,000
7,439,624,546
99.38
Jenis Kegiatan Sasaran Kegiatan
Koordinasi
Kebijakan Bidang
Pengembangan
Ekonomi Kreatif
Meningkatnya
jumlah pelaku
ekonomi kreatif
dan
kontribusinya
terhadap
perekonomian
nasional
2.300.000.000 529.000.000 267.165.000
1.503.835.000 1.495.212.114 99,43
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
54
Program
Pagu
Anggaran (Rp)
Pemotongan
sebesar 23%
(Rp)
Self Blocking
(Rp)
Pagu
Anggaran
Setelah
Pemotongan
dan Self
Blocking (Rp)
Realisasi
Anggaran
(Rp) %
Koordinasi
Kebijakan Bidang
Peningkatan
Daya Saing
Ekonomi
Kawasan
Meningkatnya
pengelolaan dan
pengembangan
potensi ekonomi
kawasan
2.000.000.000 460.000.000 309.168.000
1.230.832.000 1.226.582.696 99.65
Koordinasi
Kebijakan Bidang
Pengembangan
Kewirausahaan
Meningkatnya
pengelolaan dan
pengembangan
kewirausahaan
melalui peran
inkubator
wirausaha
2.000.000.000 460.000.000 299.667.000
1.240.333.000 1.229.661.738 99,14
Koordinasi
Kebijakan Bidang
Peningkatan
Daya Saing
Koperasi dan
UMKM
Meningkatnya
daya saing
koperasi dan
Usaha Mikro,
Kecil, dan
Menengah
2.000.000.000 460.000.000 37.167.000
1.502.833.000 1.501.350.567 99.90
Koordinasi
Penataan
Kelembagaan
Pengembangan
UKM Berbasis
Teknologi
Terwujudnya
ekonomi
kerakyatan yang
tangguh, efisien,
dan berdaya
saing tinggi
1.500.000.000 345.000.000 412.323.000
742.677.000 742.591.927 99.99
Koordinasi
Kebijakan Bidang
Ketenagakerjaan
Meningkatnya
pengelolaan dan
pengembangan
di bidang
ketenagakerjaan
2.000.000.000 460.000.000 274.510.000
1.265.490.000 1.244.225.504 98
Bila dibandingkan dengan realisasi anggaran Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKMKementerian Koordinator Bidang
Perekonomian pada tahun 2015, mengalami kenaikan dalam hal penyerapan anggaran
dimana pada tahun 2015, penyerapan anggaran Deputi IV adalah sebesar 72.70%,
dibandingkan dengan realisasi anggaran tahun 2016 sebesar 99.38%. Perbandingan lebih
rinci sebagai berikut:
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
55
Tabel 3.7
Perbandingan Realisasi Anggaran Tahun Anggaran 2016 dengan Tahun Anggaran 2015
Program Realisasi Anggaran
2016 2015
Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian (Deputi Bidang
Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM) 99.38 72.70%
Jenis Kegiatan Sasaran Kegiatan
Koordinasi Kebijakan Bidang
Pengembangan Ekonomi
Kreatif
Meningkatnya jumlah pelaku ekonomi
kreatif dan kontribusinya terhadap
perekonomian nasional
99,43% 81.1%
Koordinasi Kebijakan Bidang
Peningkatan Daya Saing
Ekonomi Kawasan
Meningkatnya pengelolaan dan
pengembangan potensi ekonomi
kawasan 99.65% 71.1%
Koordinasi Kebijakan Bidang
Pengembangan
Kewirausahaan
Meningkatnya pengelolaan dan
pengembangan kewirausahaan
melalui peran inkubator wirausaha
99,14% 78.1%
Koordinasi Kebijakan Bidang
Peningkatan Daya Saing
Koperasi dan UMKM
Meningkatnya daya saing koperasi dan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 99.90% 77.9%
Koordinasi Penataan
Kelembagaan Pengembangan
UKM Berbasis Teknologi
Terwujudnya ekonomi kerakyatan
yang tangguh, efisien, dan berdaya
saing tinggi
99.99% 66.6%
Beberapa faktor penyebab tingginya penyerapan anggaran tersebut adalah:
1. Adanya kebijakan pemerintah untuk melakukan pemotongan sebesar 23% dari PAGU
awal Rp. 2.714.000.000 dan self blocking sebesar Rp. 1.600.000.000,- anggaran pada
pertengahan tahun anggaran, sehingga mempercepat penggunaan anggaran.
2. Adanya penambahan Sumber Daya Manusia di Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM.
Pelaksanaan program dan kegiatan di Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM dilakukan efektif dan efisien dengan keterbatasan
sumber daya yang ada. Saat ini, beberapa jabatan struktural khususnya eselon IV masih
sangat terbatas, hanya terdapat 5 eselon IV. Selain itu, staf pelaksana pun sangat terbatas,
hanya 10 orang untuk membantu pelaksanaan seluruh kegiatan kedeputian. Akan tetapi
dengan segala keterbatasan tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM telah mampu mencapai mencapai target kinerja
dengan realisasi anggaran sebesar 99.38%
Tabel 3.8
Pemetaan Sumber Daya Manusia Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan
Daya Saing KUKM
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
56
Eselon II
Eselon III
Eselon IV
Staf Kebutuhan Eselon IV
Kebutuhan Staf Pelaksana *)
Asdep Ekonomi Kreatif 1 3 2 2 4 3
Asdep Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan
1 2 1 1 3 3
Asdep Kewirausahaan 1 2 4 0 0 4
Asdep Ketenagakerjaan 1 2 1 1 3 3
Asdep Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM
1 2 2 2 2 2
Total 5 11 10 6 12 12
*) Asumsi : setiap eselon IV membutuhkan 1 orang staf pelaksana
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
57
4 BAB IV PENUTUP
Laporan Kinerja Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan
Daya Saing KUKM Tahun 2016 merupakan salah satu bentuk pertangungjawaban dalam pelaksanaan
program dan kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun 2016, yang disusun berdasarkan Renstra
Tahun 2015-2019 dengan memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh
terhadap keberhasilan pelaksanaan tugas pokok, fungsi, dan kewenangan Deputi Bidang Koordinasi
Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi danUKM.
Capaian Kinerja Tahun 2016 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan
Daya Saing Koperasi dan UKM telah merupakan penjabaran atas pelaksanan program dan kegiatan
sebagaimana yang tertuang dalam dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2016.
Berdasarkan tabel pengukuran Kinerja dan Capaian Target Indikator Kinerja Utama (IKU),
capaian kinerja Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi
dan UKM menunjukkan hasil Kinerja yang Baik, dengan harapan dapat meningkat pada tahun-tahun
mendatang. Keberhasilan pelaksanaan Program dan Kegiatan tersebutmerupakan komitmen dari
pimpinan dan seluruh staf serta Stakeholders. Oleh karena itu, diperlukan kerja keras dan kerjasama
untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan Progam dan Kegiatan pada tahun-tahun yang akan
datang.
Hasil Kinerja Tahun 2016diharapkan menjadi pedomandalam pelaksanaan tugas dan fungsi
pada setiap unit kerja di lingkungan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan
Daya Saing KUKM, sehingga dapat meningkatkan peran Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM dalam upaya koordinasi, sinkronisasi dan
pengendalian kebijakan di bidang Ekonomi Kreatif, Ekonomi Kawasan, Kewirausahaan, Daya Saing
KUKM, dan Ketenagakerjaan.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
58
5 Lampiran
1. Penetapan Kinerja Tahun 2016
2. Manual Penilaian Indikator Kinerja Utama (IKU) 2016
3. Pengukuran Kinerja 2016
4. Capaian Target Indikator Kinerja Utama (IKU) 2016
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
59
PENETAPAN KINERJA TAHUN 2016
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
60
MANUAL IKU
Definisi : Diselesaikan rekomendasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang pengembangan ekonomi kreatif, kewirausahaan, dan daya saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan yang ditindaklanjuti oleh Menko Bidang Perekonomian melalui pembahasan dalam rapat koordinasi tingkat menteri, penetapan peraturan atau keputusan Pemerintah/Presiden/Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, atau ditindaklanjuti oleh Kementerian/Lembaga terkait.
Satuan : %
Teknik Menghitung : Diselesaikan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang pengembangan ekonomi kreatif, kewirausahaan, dan daya saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan= jumlah rekomendasi dan sinkronisasi yang diselesaikan (realisasi) dibandingkan dengan target dan atau rekomendasi dan sinkronisasi yang dihasilkan (target). R
T x 100
Sifat Data IKU : Maximize
Sumber Data : Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan,
dan Daya Saing KUKM
Periode Data IKU : Semesteran
Keterangan Lain :
Persentase perumusan rancangan peraturan di bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan
Manual
Perhitungan
IKU
KEMENTERIAN 1
Target 2016 :85% (10 Rekomendasi kebijakan)
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
61
Definisi
:
Implementasi kebijakan fungsi pengendalian atas pelaksanaan kebijakan bidang ekonomi kreatif, kewirausahaan, dan daya saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan oleh K/L yang menghasilkan rekomendasi yang ditindaklanjuti melalui rapat koordinasi, penyusunan rancangan peraturan, atau ditindaklanjuti oleh K/L.
Satuan : %
Teknik Menghitung : Pengendalian kebijakan di bidang pengembangan ekonomi kreatif, kewirausahaan, dan daya saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan = jumlah rekomendasi pengendalian yang terimplementasikan (realisasi) dibandingkan dengan target rekomendasi pengendalian. R X100% T
Sifat Data IKU : Maximize
Sumber Data : Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM
Periode Data IKU : Semesteran
Keterangan Lain : -
Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan ekonomi
kreatif nasional yang terimplementasikan
Manual
Perhitungan
IKU
KEMENTERIAN
2
Target 2016 :85% (10 laporan pengendalian kebijakan)
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
62
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
63
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
1
PENGUKURAN KINERJA
Unit Eselon I : Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM
Tahun : 2016
Sasaran Program Indikator Kinerja Target
2016
Realisasi
2016
Kinerja
2016
Anggaran
Pagu Realisasi %
Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi
perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah
Persentase perumusan rancangan peraturan di
bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan
Daya Saing KUKM, serta SDM dan
ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional yang
diselesaikan
85% 85% 100% 7.486.000.000 7.439.624.546 99.38
Terwujudnya pengendalian pelaksanaan
kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan
dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah
Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta
SDM dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif
nasional yang terimplementasikan
85% 85% 100%
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
2
Unit Organisasi Eselon II : Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Kreatif
Tahun Anggaran : 2016
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Target Realisasi % Program/ Kegiatan
Anggaran
Pagu Realisasi %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Meningkatnya
jumlah pelaku
ekonomi kreatif
dan
kontribusinya
terhadap
perekonomian
nasional
1. Persentase (%) rekomendasi dan sinkronisasi kebijakan pengembangan ekonomi kreatif
85% 85% 100% Koordinasi
Kebijakan
Pengembangan
Ekonomi Kreatif
691.396.000 685.151.784 99.10%
2. Persentase (%) rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang pengembangan ekonomi kreatif
90% 90% 100% 568.634.000 562.090.730 98.85%
3. Persentase (%) layanan dukungan administrasi kegiatan dan tata kelola pada Deputi IV
80% 80% 100% 243.805.000 243.369.600 99.82%
Jumlah Anggaran : Rp.1.503.835.00,-
Kegiatan : Koordinasi Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kreatif
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
3
Unit Organisasi Eselon II : Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan
Tahun Anggaran : 2016
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi % Program/
Kegiatan
Anggaran
Pagu Real %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Meningkatnya
pengelolaan dan
pengembangan
potensi ekonomi
kawasan
1. Persentase (%) rekomendasi Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan Peningktan Daya Saing Ekonomi Kawasan
85% 85% 100% Koordinasi
Kebijakan
Bidang
Peningkatan
Daya Saing
Ekonomi
Kawasan
1.021.945.000 1.010.033.203 98.83%
2. Persentase (%) rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang peningkatan daya saing ekonomi kawasan
85% 85% 100% 208.887.000 208.849.942 99.98%
Jumlah Anggaran : Rp.1.230.832.000,-
Kegiatan : Koordinasi Kebijakan Bidang Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
4
Unit Organisasi Eselon II : Asisten Deputi Pengembangan Kewirausahaan
Tahun Anggaran : 2016
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi % Program/
Kegiatan
Anggaran
Pagu Realisasi %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Meningkatnya
pengelolaan dan
pengembangan
kewirausahaan
melalui peran
inkubator
wirausaha
1. Persentase (%) rekomendasi dan sinkronisasi kebijakan pengembangan kewirausahaan
85% 85% 100% Koordinasi
Kebijakan
Pengemba
ngan
Kewirausah
aan
844.143.000 841.708.710 99.24%
2. Persentase (%) Rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang pengembangan kewirausahaan
85% 85% 100% 392.190.000 389.393.068 99.29%
Jumlah Anggaran : Rp.1.240.333..000,-
Kegiatan : Koordinasi Kebijakan Pengembangan Kewirausahaan
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
5
Unit Organisasi Eselon II : Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM
Tahun Anggaran : 2016
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi % Program/
Kegiatan
Anggaran
Pagu Real %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Meningkatnya
daya saing
koperasi dan
usaha mikro,
kecil, dan
menengah
1. Persentase (%) rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan peningkatan daya saing koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah
85% 85% 100% Koordinasi
Kebijakan
Peningkatan
Daya saing
Koperasi dan
UMKM
1.230.949.000 1.219.632.031 99.08%
2. Persentase (%) rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan peningkatan daya saing koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah
85% 85% 100% 271.884.000 271.231.252 99.76%
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
6
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi % Program/
Kegiatan
Anggaran
Pagu Real %
Terwujudnya
ekonomi
kerakyatan yang
tangguh, efisien,
dan berdaya
saing tinggi
1. Persentase (%) rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan penataan kelembagaan pengembangan UKM Berbasis Teknologi
80% 60% 75% Koordinasi
penataan
kelembagaan
pengembanga
n UKM
berbasis
teknologi
1,694,200,000 1,104,505,260 65.19%
2. Persentase (%) Rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang penataan kelembagaan pengembangan UKM berbasis Teknologi
75% 75% 100% 305,800,000 228,440,180 74.70%
Jumlah Anggaran : Rp. 2.245.510.000,-
Kegiatan : Koordinasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
7
Unit Organisasi Eselon II : Asisten Deputi Ketenagakerjaan
Tahun Anggaran : 2016
Jumlah Anggaran : Rp.1.265.490.000,-
Kegiatan : Koordinasi Kebijakan Bidang Ketenagakerjaan
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi % Program/
Kegiatan
Anggaran
Pagu Realisasi %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Meningkatnya
pengelolaan dan
pengembangan
di bidang
ketenagakerjaan
1. Persentase (%) rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan ketenagakerjaan
85% 85% 100% Koordinasi
Kebijakan
Ketenagaker-
jaan
744.315.000 669.995.236 90.02%
2. Persentase (%) rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan bidang Ketenagkerjaan
85% 85% 100% 521.175.000 490.484.950 94.11%
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
8
Capaian Target IKU 2016
Unit Eselon I : Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM
Tahun : 2016
Sasaran Program Indikator Kinerja Target
2016
Realisasi
2016
Kinerja
Keterangan
Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi
perumusan kebijakan Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah
Persentase perumusan rancangan peraturan di
bidang Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya
Saing KUKM, serta SDM dan ketenagakerjaan
ekonomi kreatif nasional yang diselesaikan
85% 85% 100%
Terwujudnya pengendalian pelaksanaan
kebijakan Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan
Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah
Persentase kebijakan bidang Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan dan Daya Saing KUKM, serta SDM
dan ketenagakerjaan ekonomi kreatif nasional
yang terimplementasikan
85% 85% 100%
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
9
Capaian Target IKU 2016
Unit Eselon II : Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Kreatif
Tahun : 2016
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Keterangan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Terwujudnya koordinasi dan
sinkronisasi kebijakan
Pengembangan Ekonomi Kreatif
Persentase rekomendasi koordinasi dan
sinkronosasi
kebijakan Pengembangan Ekonomi Kreatif
yang diselesaikan
85% 85% 100% (i) Draft Rencana Induk Pengembangan
Ekonomi Kreatif, ditindaklanjuti dengan
dikeluarkannya Surat Deputi kepada
Sestama Bekraf Nomor S-
72/D.IV.M.EKON/09/2016 pada tanggal 16
September 2016.
(ii) Telah terdapat rekomendasi hasil
koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
pengembangan industri kreatif unggulan
dan prioritas yang meliputi: industri
animasi, fashion, film, dan kriya.
a. Film: Gerakan 1000 (Pengembangan
Ekonomi Kreatif terintegrasi dengan
lokomotif film) dan pengembangan
industri film nasional
b. Animasi: menginisiasi kemungkinan
kerjasama yang lebih luas antara
industri animasi lokal dan TV nasional
c. Fashion: fasilitasi pemberian dukungan
pelaksanaan IFW 2017
d. Kriya: Identifikasi isu strategis
pengembangan industri batik dan
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
10
rotan di Kabupaten Cirebon.
Terwujudnya pengendalian
pelaksanaan kebijakan
Pengembangan Ekonomi Kreatif
Persentase rekomendasi pengendalian
pelaksanaan kebijakan bidang
Pengembangan Ekonomi Kreatif
85% 85% 100% (i) Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sektor Ekonomi Kreatif.
(ii) Pengendalian kebijakan tentang Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sektor ekonomi kreatif.
Terwujudnya Efektifitas
Pelaksanaan Program dan Tata
Kelolaadministrasi pada Deputi
Bidang Koordinasi Ekonomi
Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya
Saing KUKM yang optimal
Jumlah pelayanan dan tata kelola pada
Deputi BidangKoordinasi Ekonomi Kreatif,
Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM
12 bulan 12 bulan 100%
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
11
Capaian Target IKU 2016
Unit Eselon II : Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Ekonomi Kawasan
Tahun : 2016
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi Kinerja Keterangan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Terwujudnya koordinasi
dan sinkronisasi
kebijakan Peningkatan
Daya Saing Ekonomi
Kawasan
Persentase rekomendasi koordinasi
dan sinkronosasikebijakan
Peningkatan Daya Saing Ekonomi
Kawasan yang diselesaikan
85% 85% 100% Rekomendasi yang dihasilkan adalah terkait dengan:
(i) Pengembangan Kota Kreatif Telah tersusunnya panduan umum pengembangan
Kota/Kabupaten Kreatif. Telah dilaksanakan pilot project pengembangan Kota
Kreatif untuk misi Pengembangan Industri Kreatif. (ii) Pengembangan Science and Techno Park (STP) Nasional
Telah dilakukan koordinasi pengembangan STP menjadi lembaga profesional dan mandiri.
(iii) Penumbuhkembangan Ekonomi Digital – Penugasan Tambahan Telah dilakukan koordinasi kebijakan dan program
pendanaan dalam pengembangane-Commerce. Sedang dilakukan pemetaan standar dan kebutuhan
minimum dalam pengembangan Inkubator dan Akselerator Start-Up
Terwujudnya
pengendalian
pelaksanaan kebijakan
Peningkatan Daya Saing
Ekonomi Kawasan
Persentase rekomendasi pengendalian
pelaksanaan kebijakan bidang
Peningkatan Daya Saing Ekonomi
Kawasan
85% 85% 100% (i) Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Kota Kreatif;
(ii) Pengendalian kebijakan tentang Science Techno Park (STP).
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
12
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
13
Capaian Target IKU 2016
Unit Eselon II : Asisten Deputi Pengembangan Kewirausahaan
Tahun : 2016
Sasaran Kegiatan Indikator Kinerja Target
2016
Realisasi
2016
Kinerja
Keterangan
Meningkatnya pengelolaan dan pengembangan
kewirausahaan melalui peran inkubator
wirausaha
1. Rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pengembangan kewirausahaan
85 % 85 % 100% (i) Rekomendasi Penyusunan draft
Norma, Standar, Prosedur dan
Kriteria Pengembangan
Kewirausahaan Nasional yang
akan dijadikan Peraturan
Presiden;
(ii) Rekomendasi usulan dalam
pembahasan RUU Kewirausahaan
Nasional;
2. Rekomendasi pengendalian dan pelaksanaan kebijakan bidang pengembangan kewirausahaan
85 % 85 % 100% (i) Pengendalian pelaksanaan
kebijakn pengembangan
incubator wirausaha khusus
untuk pemetaan profil incubator
wirausaha yang disesuaikan
dengan roadmap pengembangan
incubator wirausaha dan
mendukung Perpres NO. 27
tahun 2013
(ii) Pengendalian target RPJMN
2015-2019 terkait Penciptaan 1
Juta Wirausaha Baru
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
14
Capaian Target IKU 2016
Unit EselonII : Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing Koperasi dan UMKM
Tahun : 2016
SS Indikator Kinerja Target
2016
Realisasi
2016 Kinerja Keterangan
(a) (b) (c) (d) (e)=(d)/(c) (f)
Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan Peningkatan Daya Saing
Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (2 Rekomendasi)
Persentase rekomendasi koordinasi
dan sinkronisasi kebijakan
Pengembangan Peningkatan Daya
Saing Koperasi dan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah yang
diselesaikan
85% 85% 100%
(i) Rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
pengembangan sentra UKM/IKM
(ii) Rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
pelaksanaan paket kebijakan ekonomi IX terkait
sinergi BUMN untuk membangun agregator dan
konsolidator ekspor produk usaha kecil menengah
Terwujudnya pengendalian pelaksanaan
kebijakan bidang Peningkatan Daya Saing
Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (2 Rekomendasi)
Persentase rekomendasi
pengendalian pelaksanaan kebijakan
bidang Peningkatan Daya Saing
Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah yang diselesaikan
85% 85% 100%
(i) Rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan
pengembangan sentra UKM/IKM
(ii) Rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan
pelaksanaan paket kebijakan ekonomi IX terkait
sinergi BUMN untuk membangun agregator dan
konsolidator ekspor produk usaha kecil menengah
Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan penataan kelembagaan
pengembangan UKM berbasis teknologi
(B) (1 Rekomendasi)
Persentase rekomendasi koordinasi
dan sinkronisasi kebijakan penataan
kelembagaan pengembangan UKM
berbasis teknologi (B) yang
diselesaikan
85% 85% 100%
Rekomendasi koordinasi dan sinkronisasi kebijakan
skema pembiayaan tech start-up
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
15
Terwujudnya pengendalian pelaksanaan
kebijakan penataan kelembagaan
pengembangan UKM berbasis teknologi
(B) (1 Rekomendasi)
Persentase rekomendasi
pengendalian pelaksanaan
kebijakan penataan kelembagaan
pengembangan UKM berbasis
teknologi (B) yang diselesaikan
85% 85% 100%
Rekomendasi pengendalian pelaksanaan kebijakan
skema pembiayaan tech start-up
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing KUKM LAPORAN AKHIR TAHUN 2016
16
Capaian Target IKU 2016
Unit Eselon II : Asisten Deputi Ketenagakerjaan
Tahun : 2016
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target 2016
Realisasi 2016
Kinerja KET
Terwujudnya Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan di bidang Ketenagakerjaan ( 2 Rekomendasi)
Persentase Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan Ketenagakerjaan yang diselesaikan.
85 85 100% (i) Rekomendasi pendidikan
dan pelatihan vokasi (ii) Rekomendasi turunan PP
Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan
Terwujudnya Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan di bidang Ketenagakerjaan (2 Rekomendasi)
Persentase Rekomendasi Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Ketenagakerjaan yang ditindaklanjuti.
85 85 100% (i) Rekomendasi Cost Structure
TKI Luar Negeri. (ii) Rekomendasi tentang IMTA
dan KITAS (iii) Rekomendasi RUU
Perlindungan Migran (tambahan)