INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop...

24
INDONESIA FOKUS EDITORIAL PRINSIP-PRINSIP BANK TANAH PETA JALAN PEMBENTUKAN BANK TANAH STRUKTUR KELEMBAGAAN BANK TANAH DI INDONESIA KAJIAN BANK TANAH UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN EDISI 2 2015

Transcript of INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop...

Page 1: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

INDONESIA

FOKUS EDITORIAL

PRINSIP-PRINSIPBANK TANAH

PETA JALAN PEMBENTUKANBANK TANAH STRUKTUR KELEMBAGAAN

BANK TANAH DI INDONESIA

KAJIAN“BANK TANAH

UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

“EDISI 22015

Page 2: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Daftar Isi

Pelindung:Deputi Bidang Pengembangan Regional

Penanggung Jawab:Direktur Tata Ruang dan Pertanahan

Pemimpin Redaksi :Kasubdit Pertanahan

Editor:Reza Nur Irhamsyah

Redaksi:Idham Khalik, Raffli Noor, Gita Nurrahmi,

Rini Aditya, Aulia Oktraina Lafitadji

Desain dan Publikasi Edisi Online:Edi Setiawan

Distribusi dan Administrasi:Pratiwi Khoiriyah.

Direktorat Tata Ruang dan PertanahanKementerian PPN/BappenasGedung Madiun Lt 3Jl. Taman Suropati No 2. Menteng. Jakarta Pusat. Telp/Fax: 021-3926601

TIM REDAKSI

INDONESIA2

X

X

X

X

X

Fokus Editorial :Prinsip-prinsip Bank Tanah

Kontribusi Bank Tanah Dalam MenciptakanIklim Investasi Indonesia Yang Kondusif

Peta Jalan Pembentukan Bank Tanah

Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional Tahun Anggaran 2014

Fokus

Dari Redaksi

Peta Jalan

X

Wacana

AgendaRapat Koordinasi Pembangunan Pusat (Rakorbangpus) Tahun 2015

Redaksi menerima kiriman naskah dengan panjangtulisan maksimal 1.600 kata, melalui [email protected], disertai dengan data diri. Redaksi berhak melakukan perubahan naskah tanpa mengubah isi.

X

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan

1

3

8

10

12Kegiatan

Sosialisasi Kajian dan Strategi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Indonesia13

14

Sosialisasi RPJMN Tahun 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan15

Ringkas Buku

Lands Bank and Land Banking16Regulasi

Peraturan Perundangan Terkait Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum17

KlippingPentingnya Lembaga Pengadaan Tanah (Bank Tanah)18

Data dan InformasiRencana Kerja Tim Koordinasi Strategis RAN Tahun 201519Info Situs20Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi(HPK) Indonesia Per-Desember 201421

1INDONESIA

Edisi 2 - 2015

Page 3: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Seperti kita ketahui bersama, salah satu permasalahan

pertanahan mendasar yang masih dihadapi hingga saat ini

terutama di kawasan perkotaan adalah semakin terbatasnya

ketersediaan lahan untuk pembangunan bagi kepentingan

umum. Proses pembebasan lahan seringkali membutuhkan

waktu yang cukup lama. Hal tersebut yang selama ini

teridentifikasi sebagai penyebab utama terhambatnya

program-program pemerintah dalam upaya meningkatkan

pelayanan publik, yang akhirnya berdampak pada lambatnya

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut, salah satu upaya yang sudah dilakukan

adalah dengan menerbitkan Undang-Undang No.2 Tahun 2012

tentang Penyediaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum.

Pada undang-undang tersebut diamanatkan bahwa

pembangunan investasi publik yang dilakukan baik oleh instansi

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus melalui

proses perencanaan dan penganggaran. Namun kemudian

ternyata kemampuan birokrasi nasional belum cukup mampu

untuk menjaga konsistensi kerangka waktu proses perencanaan

dengan penganggaran, sehingga seringkali terjadi rencana

strategis tidak serta merta didukung oleh penganggaran pada

tahun anggaran yang sama.

Dengan demikian terlihat kebutuhan mendesak untuk

segera dibentuk suatu lembaga yang dapat menjembatani

perbedaan kerangka waktu tersebut dengan aktif melakukan

pembelian tanah terlebih dahulu sesaat setelah proses

perencanaan selesai. Dengan demikian maka perbedaan waktu

(time lag) antara dokumen perencanaan dan penganggaran

yang menyebabkan harga tanah yang telah disepakati tidak

dapat dibayarkan, dapat diatasi. Lembaga tersebut kemudian

dikenali sebagai Lembaga Penyediaan Tanah atau BLU Bank

Tanah. Dengan kondisi tersebut, tentu diharapkan suatu

pembangunan yang berkelanjutan, dimana permasalahan

lahan untuk pembangunan kepentingan umum/publik perlu

ditangani oleh lembaga yang mewakili pemerintah dalam hal

mengurus kepastian pembangunan investasi publik, dengan

membentuk suatu Badan Lembaga Umum untuk Penyediaan

Tanah (Bank Tanah) bagi pembangunan untuk kepentingan

umum.

Dalam Majalah Agraria Indonesia edisi ke-2, dengan

mengangkat tema “Bank Tanah untuk Pembangunan

Berkelanjutan”, akan mengupas tentang prinsip-prinsip Bank

Tanah atau Lembaga Penyediaan Tanah yang sesuai di

Indonesia, dan kemudian dalam memegang amanat Undang-

Undang Dasar 1945, seperti apa alur pelaksanaannya. Selain itu

edisi ke-2 ini juga akan menyampaikan ringkasan hasil kajian

yang telah dilakukan oleh Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan

Bappenas, Direktorat Perumahan dan Permukiman Bappenas,

serta Bank Dunia pada tahun 2014 tentang konsep Bank Tanah

yang sesuai di Indonesia. Disampaikan pula rencana dan peta

jalan (roadmap) pembentukan Bank Tanah di Indonesia, lalu

ulasan beberapa kegiatan Sub-direktorat Pertanahan,

ringkasan buku Land Bank and Land Banking, rangkuman

regulasi terkait pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum, serta data spasial dan informasi hutan

produksi yang dapat dikonversi di Indonesia, yang menjadi

sumber TORA (Target Objek Reforma Agraria) untuk mencapai

target Nawacita seluas 9 juta Ha. Tim redaksi berharap, dengan

berbagai konsep dan alur pelaksanaan yang memiliki versi

berbeda-beda dari beberapa Instansi atau Lembaga tentang

pelaksanaan Bank Tanah di Indonesia, kami dapat menawarkan

konsep sebagai bahan pemikiran bagi sebuah pelaksanaan

Bank Tanah atau Lembaga Penyediaan Tanah yang dapat

diterapkan di Indonesia, dengan tetap memegang amanat pada

Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 33 yaitu “Bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara

dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat”.

Selamat membaca. Salam

Dari

nrmnews.com

REDAKSI

INDONESIA

Edisi 2 - 20152

Page 4: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

FOKUS

Fokus Editorial :Prinsip-prinsip Bank Tanah

Sudah menjadi suatu keniscayaan bahwa pembangunan

memerlukan ketersediaan tanah dalam skala yang luas. Namun

semakin hari semakin sulit memperoleh tanah. Akibatnya,

harga tanah melonjak tinggi dan pemerintah mengalami

kesulitan dalam memperoleh tanah bagi keperluan

pembangunan untuk kepentingan umum.

Kondisi ini menimbulkan gagasan pendirian bank tanah

di Indonesia pada awal tahun 1980-an. Ide ini kemudian

bergulir namun belum pernah secara serius dilaksanakan.

Barulah pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019, pemerintah secara tegas

menetapkan perlunya pendirian bank tanah di Indonesia.

Bahkan pemerintah telah menetapkan salah satu quick wins

pada tahun 2015 berupa penerbitan Keputusan Presiden

tentang Bank Tanah

Landasan F i loso Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum

Pengalokasian sumberdaya tidak dapat sepenuhnya

mengandalkan sistem ekonomi pasar, terutama jika

menyangkut barang publik. Pemerintah diharapkan menangani

3 (tiga) cabang fungsi terkait penggunaan anggaran belanja

pemerintah (Musgrave dan Peackok, 1958, Stiglitz, 1999 dalam

Kajian Alternatif Pengadaan Tanah untuk Pembangunan,

Direktorat Perkotaan, Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas,

2007), yaitu (i) fungsi stabilisasi ekonomi makro menyangkut

tingkat kesempatan kerja dan stabilitas harga; (ii) fungsi

redist r ibus i pendapatan, menyangkut pemerataan

kesejahteraan berupa penyediaan subsidi; (iii) fungsi alokasi

sumberdaya, menyangkut pemanfaatan dan pengelolaan

sumberdaya terkait hajat hidup orang banyak oleh pemerintah.

Fungsi redistribusi pendapatan dan alokasi sumberdaya

menjadi landasan penyediaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum.

Konstitusi telah mengamanatkan bahwa “bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

Negara untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat”. Artinya, kepentingan bersama lebih utama dibanding

kepentingan perseorangan. Selanjutnya, amanat ini

diterjemahkan dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-

pokok Agraria (UUPA Tahun 1960) khususnya pada pasal 2 ayat

(1) kewenangan Negara menyangkut tanah meliputi (a)

mengatur persediaan, penggunaan, peruntukan dan

pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; (b) menentukan

dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang mengenai

bumi, air dan ruang angkasa; (c) menentukan dan mengatur

hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum

mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Terkait aspek penguasaan dan pemilikan tanah,

kegiatannya meliputi (i) perlindungan dan pemberian peluang

yang sama bagi setiap warga Negara Indonesia untuk memiliki

tanah sebagai sumber kehidupan secara wajar; (ii) pencegahan

penguasaan tanah secara berlebihan; (iii) mewujudkan

terselenggaranya pemerataan peningkatan taraf hidup

masyarakat golongan ekonomi lemah; (iv) mewujudkan

terselenggaranya pemerataan penguasaan pemilikan dan

pemanfaatan tanah.

Pemahaman Bank tanahSaat ini istilah Bank Tanah sudah lazim didengar,

walaupun ditengarai belum dipahami dengan baik. Pemahaman

yang baik terhadap istilah Bank Tanah menjadi suatu

keniscayaan mempertimbangkan salah satu program prioritas

pemerintah yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 adalah

Bank Tanah.

Pentingnya Bank Tanah didasarkan pada fenomena

terkendalanya pelaksanaan pembangunan infrastruktur untuk

kepentingan umum. Sudah menjadi keseharian kita mendengar

berita terhambat atau bahkan terhentinya proyek pembangunan

untuk kepentingan umum disebabkan oleh sulitnya proses

pembebasan tanah.

Bank Tanah adalah suatu lembaga yang menyediakan

tanah untuk keperluan pembangunan, sekaligus bertindak

selaku pengendali harga tanah. Bank Tanah adalah Badan

Usaha yang tidak semata-mata mencari untung tetapi lebih

bersifat pengelola pertanahan dari segi pengendalian harga

tanah dan mendukung pelaksanaan Rencana Tata Ruang.

Dengan demikian Bank Tanah mendukung tugas pemerintah

dalam pengelolaan, penyediaan dan pengendalian harga

tanah. Limbong (2013) menegaskan Bank Tanah merupakan

sarana manejemen tanah dalam rangka pemanfaatan dan

penggunaan tanah menjadi lebih produktif.

Sebagaimana biasanya, definisi suatu istilah selalu

beragam. Demikian pula halnya dengan Bank Tanah.

Pemahaman lain oleh UNESCAP (1993) bahwa Bank Tanah

memungkinkan pemerintah memiliki tanah jauh hari sebelum

dibutuhkan. Manfaatnya adalah harga tanah yang murah dan

memungk inkan sebaga i a la t mempengaruh i po la

pengembangan suatu daerah

Lebih jauh, dikenali Bank Tanah setidaknya mempunyai

beberapa kegiatan utama yaitu (i) membeli tanah, (ii)

mematangkan tanah baik secara fisik maupun administrasi; (iii)

menjual kapling tanah siap bangun kepada yang membutuhkan;

(iv) mengadministrasikan jual beli tanah sesuai dengan

ketentuan. Van Dijk (2006) menjelaskan kegiatan bank tanah

dapat berupa pengambilalihan tanah secara sistematis yang

Bank Tanah Sebagai Alternatif Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

3INDONESIA

Edisi 2 - 2015

republika.com

Page 5: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

biasanya dalam skala luas, dan tanah tersebut akan

dimanfaatkan di masa datang untuk melaksanakan kebijakan

pertanahan.

Dalam konteks Indonesia, tujuan umum Bank Tanah

setidaknya mencakup (i) menjamin terwujudnya rumusan UUD

1945 Pasal 33 Ayat 3 yaitu bumi, air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat ; (ii) sebagai

instrumen pelaksanaan berbagai kebijakan pertanahan dan

mendukung pengembangan wilayah; (iii) mengendalikan

pengadaan, penguasaan dan pemanfaatan tanah secara adil

dan wajar dalam melaksanakan pembangunan.

Fungsi Bank Tanah meliputi (i) penghimpun tanah (land

keeper) berupa inventarisasi dan pengembangan basis data

tanah, administrasi dan sistem informasi pertanahan; (ii)

pengaman tanah (land warrantee) berupa mengamankan

penyediaan, peruntukan, pemanfaatan tanah sesuai rencana

tata ruang dan menjamin efisiensi pasar tanah; (iii) pengendali

tanah (land purchaser) berupa pengendalian penguasaan dan

penggunaan tanah sesuai aturan yang berlaku; (iv) penilai tanah

(land valuer) berupa menunjang penetapan nilai tanah yang

baku, adil dan wajib untuk berbagai keperluan; (v) penyalur

tanah (land distributor) berupa menjamin distribusi tanah yang

wajar dan adil berdasarkan kesatuan nilai tanah, mengamankan

perencanaan, penyediaan dan distribusi tanah; (vi) pengelola

tanah (land manager) berupa melakukan manajemen

pertanahan, melakukan analisis, penetapan stra.tegi dan

pengelolaan implementasi berkaitan pertanahan.

Thurston (2004) menegaskan bahwa tujuan Bank Tanah

mencakup (i) mengelola pertumbuhan perkotaan; (ii)

memastikan ketersediaan tanah untuk keperluan tertentu; (iii)

mengambil keuntungan modal akibat peningkatan nilai tanah.

Ditambahkan oleh Flechner (1974), jika terkait pemerintah,

tujuan Bank Tanah dapat mencakup (i) membentuk

pertumbuhan wilayah; (ii) menata perkembangan kota; (iii)

memperoleh manfaat dari peningkatan nilai investasi tanah; (iv)

menyempurnakan pasar tanah sehingga dapat mengurangi

spekulasi tanah; (v) memperoleh tanah untuk kepentingan

umum; (vi) mengurangi biaya pelayanan publik sebagai akibat

pembangunan yang terencana; (vi i) memungkinkan

menyediakan subsidi rumah bagi masyarakat berpenghasilan

rendah; (viii) menjaga kualitas lingkungan (Limbong, 2013).

Sementara GTZ (1998) menyatakan tujuan Bank Tanah

adalah (i) memperbaiki akses masyarakat miskin terhadap

tanah; (ii) mendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan

perkotaan; (iii) mengurangi kenaikan harga tanah dan

mengurangi spekulasi tanah; (iv) mendorong kemitraan publik

dan swasta; (v) memperbaiki struktur kepemilikan tanah.

Secara umum Bank Tanah bermanfaat untuk (i)

pengendalian pasar tanah yang menjamin efisiensi dan

rasionalitas harga tanah; (ii) mengefisienkan dan menjamin

nilai tanah yang wajar dan adil; (iii) mampu memadukan

kebijakan, strategi, implementasi, dan evaluasi yang berkaitan

dengan tanah. Sementara Limbong (2013) menambahkan

manfaat lain seperti (i) membantu mencapai berbagai tujuan

(tidak hanya satu jenis kegiatan tetapi bisa beragam mulai dari

perumahan, infrastruktur, dan lainnya); (ii) dapat menjadi

bagian integral dari pembangunan metropolitan.

Secara khusus, manfaat Bank Tanah untuk Indonesia

meliputi (Limbong, 2012) (i) ketersediaan tanah terjamin

khususnya di daerah perkotaan; (ii) harga tanah terjangkau

dan relatif stabil; (iii) mendukung program ketahanan pangan

dan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah; (iv)

menjamin pelaksanaan reforma agraria dan modernisasi

desa.

Se la in i tu, L imbong (2013) berdasar has i l

pengamatannya terhadap kondisi pertanahan di Indonesia

menegaskan bahwa Bank Tanah dapat menjawab beberapa

persoalan krusial yang dihadapi pemerintah saat ini. Beberapa

hal yang tercatat diantaranya. Pertama, pemerintah memiliki

cadangan tanah. Bank Tanah menjadi mesin pemerintah

dalam menyediakan cadangan tanah untuk kepentingan

pembangunan. Dengan demikian akan memudahkan langkah

pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan yang

memerlukan ketersediaan tanah dalam skala besar, terutama

(i) fasilitas umum (sekolah, rumah sakit, ruang terbuka hijau,

ruang terbuka publik dan lainnya); (ii) infrastruktur (jalan

raya/tol, waduk, pembangkit istrik, air bersih dan lainnya); (iii)

pengembangan kota dan kawasan strategis (perumahan

murah, kawasan industri, pusat bisnis), (iv) pemukiman

kembali korban bencana, pembebasan tanah, dan

penggusuran kawasan kumuh; (v) ketahanan pangan melalui

pengurangan laju alih fungsi lahan pertanian, (v) reforma

agraria terkait penyediaan tanah untuk redistribusi tanah; (vi)

modernisasi desa melalui kegiatan peternakan, perkebunan,

fasilitas umum desa. Kedua. Efisiensi anggaran pemerintah.

Pengalaman menunjukkan pembangunan yang membutuhkan

luasan tanah berskala besar banyak terkendala oleh tidak

tersedia tanah dan lamanya pembebasan tanah. Akibatnya

dibutuhkan biaya yang besar untuk pembebasan tanah.

Keberadaan Bank Tanah akan memungkinkan pemerintah

mempunyai cadangan tanah dalam skala luas sehingga biaya

pembebasan tanah dapat dikurangi. Ketiga, mengurangi

konflik pembebasan tanah. Keberdaan Bank Tanah yang

menyediakan tanah dalam jangka panjang akan sangat

mengurangi potensi konflik dalam proses pembebasan tanah.

Keempat, mengurangi dampak buruk liberalisasi tanah.

Pentingnya Bank Tanah

Prinsip Dasar Pembentukan Bank TanahMendasari pada tujuan dan manfaat dari Bank Tanah,

Rusdianto (2014) mengemukakan terdapat setidaknya 4

(empat) prinsip dasar pembentukan Bank Tanah, yaitu (i)

keg i a tan Bank Tanah d i a r ahkan sebaga i upaya

memberdayakan tanah untuk pencapaian kesejahteraan rakyat;

(ii) pemerintah berperan penting dalam mewujudkan Bank

INDONESIA

Edisi 2 - 20154

kp3ei.go.id

Page 6: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Tanah sesuai dengan kewenangannya untuk mengatur dan

menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan serta

pemeiharaan tanah; (iii) Bank Tanah dapat memberikan

jaminan ketersediaan tanah melalui upaya peningkatan daya

guna dan hasil guna dalam pemanfaatan tanah dengan

mempertimbangkan keselarasan kepentingan berbagai pihak

serta tanpa mengabaikan fungsi social dari tanah; (iv)

melibatkan secara aktif masyarakat khususnya pemilik tanah

dalam manajemen Bank Tanah

Jenis Bank TanahTerdapat 3 (tiga) jenis Bank Tanah yang dikenal selama

ini, yaitu (i) Bank Tanah Publik, yang merupakan Bank Tanah

yang penyelenggaraannya melibatkan lembaga publik, bersifat

independen dan memberi layanan publik yang sepenuhnya

berada dibawah kendali pemerintah. Flechner (1974, dalam

Limbong, 2013) mengklasifikasikan Bank Tanah publik menjadi

(a) Bank Tanah Umum, yang melayani perolehan tanah yang

belum dikembangkan dan terlantar, memegang tanah dan

membagi tanah untuk semua jenis penggunaan tanah tanpa

spesifikasi penggunaan sebelumnya untuk daerah tertentu.

Bank Tanah ini dijalankan suatu badan publik dengan tujuan

mengendalikan pola pertumbuhan kota, mengatur harga tanah,

dan penggunaan tanah; (b) Bank Tanah Khusus, terfokus pada

area tertentu diantaranya pembangunan perkotaan, perumahan

bagai masyarakat miskin, fasilitas umum, ruang terbuka hijau,

dan pengembangan industri; (ii) Bank Tanah Swasta, yang

penyelenggaraannya melibatkan swasta. Motif utamanya

adalah keuntungan dri pendapatan kontrak sewa jangka

panjang dan peningkatan nilai tanah. Bank Tanah swasta dapat

berupa Bank Tanah investasi, perusahaan pengembang,

kawasan industry, perkebunan, dan lainnya; (iii) Bank Tanah

Campuran, yang penyelenggaraannya dilaksanakan bersama

antara pemerintah dan swasta. Bank Tanah jenis ini terbentuk

untuk menyiasati keterbatasan dana namun dengan tetap

mengedepankan kepentingan publik.

Sumber TanahSumber ketersediaan tanah bagi Bank Tanah

diantaranya dapat mencakup (i) membeli dari masyarakat

dengan harga pasar; (ii) memanfaatkan tanah pemerintah

pusat/daerah; (iii) memanfaatkan tanah BUMN/D yang dapat

berupa pola kemitraan; (iv) mendayagunakan tanah terlantar

dan HGU yang tidak diperpanjang dan HGU yang tidak

produktif. Tanah terlantar sendiri diartikan sebagai tanah yang

sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak Milik, HGU, HGB,

Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, yang tidak diusahakan, tidak

dipergunakan atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan

keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar

penguasaannya. (OM)

Menurut Limbong (2013), terdapat setidaknya 4

(empat) faktor yang menjadi penentu keberhasilan praktek

Bank Tanah yaitu (i) political will. Pembentukan Bank Tanah

perlu diwujudkan melalui inisiasi pemerintah yang dapat

berupa peluncuran regulasi sebagai acuan awal pembentukan

Bank Tanah. Bentuk regulasi dapat beragam sesuai

kebutuhan; (ii) tata ruang. Alokasi ruang yang dituangkan

dalam Rencana Tata Ruang merupakan kondisi optimal dari

pemanfaatan suatu ruang. Hal ini dapat terwujud jika

pengaturan dan penguasaan tanah dapat dilaksanakan secara

tertib. Keberadaan Bank Tanah dapat menjadi alat yang dapat

memastikan pemanfaatan tanah sesuai dengan alokasi ruang

yang telah ditetapkan dalam RTRW. Selain itu, penyediaan

tanah melalui Bank Tanah bersifat antisipatif terhadap

kemungkinan terjadinya penguasaan tanah untuk tujuan

spekulasi; (iii) tertib sertifikasi pertanahan. Pelaksanaan

pendaftaran dan sertifikasi tanah dapat memberikan kepastian

dalam penguasaan tanah yang akan menunjang keberhasilan

penerapan Bank Tanah. Ketika terjadi tumpang tindih

penguasaan tanah, Bank Tanah akan terhambat dalam

mendapatkan tanah. Ketersediaan peta bersama yang

menjadi rujukan penataan ruang, dan perijinan akan sangat

membantu praktek Bank Tanah; (iv) ketersediaan sumberdaya

manusia dan sistem pendukung yang mumpuni. Keberadaan

Bank Tanah akan melibatkan asset tanah dalam jumlah besar

baik luasan maupun nilainya. Untuk itu, ketersediaan tenaga

professional yang dilengkapi sistem pendukung menjadi suatu

keniscayaan.; (v) partisipasi aktif masyarakat. Bank Tanah

membutuhkan kemitraan strategis dengan organisasi nirlaba,

organisasi masyarakat, pemerintah daerah termasuk

masyarakat dalam upaya memanfaatkan sumberdaya

pertanahan yang tersedia.

Sebagai pembanding, kajian yang dilakukan oleh

Cleveland State University (2005) menunjukkan terdapat 8

(delapan) faktor yang menunjang keberhasilan praktek Bank

Tanah di Amerika Serikat, yaitu (i) tujuan dan sasaran Bank

Tanah sebaiknya jelas dan rinci; (ii) koordinasi Bank Tanah

dan pemerintah daerah termasuk pemangku kepentingan

lainnya menjadi suatu keniscayaan agar tercipta efisiensi

dalam praktek Bank Tanah; (iii) percepatan proses hukum

dalam pembelian tanah sangat diperlukan; (iv) independensi

Bank Tanah dibutuhkan dalam proses distribusi tanah; (v)

ketersediaan sistem informasi manajemen terpadu menjadi

suatu keharusan; (vi) tujuan Bank Tanah sebaiknya

terinternalisasi dalam rencana strategis pemerintah; (vii)

prosedur sebaiknya efisien; (viii) pendanaan juga seyogyanya

efisien. (OM)

Faktor Penentu Keberhasilan Bank Tanah

infotol.org

fokusbisnis.com

INDONESIA

Edisi 2 - 2015 5

Page 7: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Bank Tanah bukanlah konsep baru. Merujuk pada

beberapa literatur, konsep Bank Tanah telah dipraktekkan di

Eropa dan Amerika sejak puluhan tahun lalu. Perencana kota

menggunakan konsep Bank Tanah untuk mengamankan tanah

di pinggiran kota bagi kepentingan pembangunan kota jangka

panjang. Bank Tanah menjamin kestabilan harga bagi

pengembangan kota masa depan (Silva, 2011 dalam Limbong,

2013).

Di Belanda, Bank Tanah mulai diterapkan pada tahun

1896 di kota Amsterdam untuk mengimbangi pertumbuhan kota

yang pesat. Pada tahun 1971, sekitar 83 persen yang

ditawarkan untuk pengembang-an kota diperoleh dari Bank

Tanah. Sekitar 31 persen disewa-kan untuk kepentingan

swasta. Bank Tanah sepenuhnya ber-tanggungjawab pada

hampir seluruh kota dalam penyediaan tanah (Thurston, 2004

dalam Limbong, 2013). Praktek bank tanah di negara Belanda

lebih condong pada kegiatan bank tanah yang bersifat khusus,

yaitu bahwa pemerintah melakukan kegiatan-kegiatan

menyelenggarakan penyediaan, pematangan dan penyaluran

tanah publik dan tanah privat dengan ditentukan lebih dahulu

penggunaannya (Mutia, 2004)

Pada masa awal kemerdekaannya, kepentingan umum

didefinisikan secara luas yaitu kegiatan yang berdampak

per luasan lapangan ker ja, peningkatan akt iv i tas

perdagangan/industri, pengem-bangan sumberdaya alam.

Kemudian berkembang kekhawatiran terganggunya

kepentingan individu sehingga muncul penafsiran sempit yaitu

kepentingan umum dikaitkan dengan pelayanan publik seperti

kesehatan, keamanan, kesejahte-raan masyarakat

sebagaimana ditetapkan oleh legislatif.

Pemaknaan kepentingan umum ditetapkan oleh

legislatif, dilaksanakan oleh eksekutif, dan putusan atas

keberatan atau sengketa terkait hal ini ditetapkan oleh

pengadilan (Soemardjono, 2011).

Sementara di Stockholm (Swedia) Bank Tanah baru

dimulai pada tahun 1904 melalui pendirian perusahaan

properti yang mengelola pembelian tanah. Pada tahun 1979,

sekitar 70 persen tanah di Swedia telah menjadi milik publik.

Perancis sedikit terlambat merapkan Bank Tanah, baru pada

tahun 1958 melalui pendirian Bank Tanah tingkat nasional

untuk pemba-ngunan perumahan. Namun Bank Tanah kurang

berhasil karena kurangnya komitmen politik dan keuangan

(Strong, 1979 dalam Limbong, 2013).

Sejarah dan Pembelajaran Bank Tanah: Mancanegara dan Indonesia

Praktek di Amerika Serikat

Bank Tanah di Amerika Serikat dilaksanakan oleh

peme-rintah daerah, yang meliputi proses pembelian dan

pengu-asaan tanah oleh pemerintah daerah. Alasan

pemerintah daerah dalam pembentukan Bank Tanah untuk

melindungi kawa-san terbuka hijau dan kawasan pertanian.

Pemerintah daerah menutup biaya pembentukan Bank Tanah

dengan menyewakan tanah yang dimilikinya atau dengan

menjualnya kembali disertai persyaratan yang sangat ketat

yang menjamin tidak terjadinya alih fungsi lahan.

Di Asia, Cina merupakan Negara yang paling

bersemangat mempraktekkan Bank Tanah dan dimulai pada

era 1990an. Pemerintah membentuk Land Use Right (LUR),

dan praktek Bank Tanah kini telah berkembang menjangkau

lebih dari 1.600 kota.

Negara Asia lainnya, Pemerintah Jepang menentukan

suatu kebijakan bahwa orang yang membeli tanah dan

kemudian menjual kembali tanah itu dalam waktu kurang dari

10 tahun sejak tanah tersebut dibeli, maka dikategorikan

sebagai kegiatan spekulasi tanah, sehingga dikenakan pajak

yang sangat tinggi (Mutia, 2004)

Pengelolaan bank tanah di Guatemala dilakukan

dengan cara negara atau pemerintah memberikan keringanan

pajak kepada setiap pemilik tanah yang menjual tanahnya

kepada negara, sedangkan apabila tidak menjual kepada

negara maka akan dikenakan pajak yang tinggi. Selanjutnya

pemerintah mengatur mengenai pengelolaan tanah tersebut.

Praktek Bank Tanah di mancanegara telah menjadi alat

pengendali pertumbuhan perkotaan berupa (i) pengendalian

pola pertumbuhan perkotaan, dan (ii) pengaturan harga tanah.

Pemerintah kota di Belanda membebaskan tanah di pinggiran

kota besar untuk mengantisipasi pelaksanaan rencana tata

ruang di masa depan. Luasan tanah yang dibebaskan dapat

mencapai 5.000 hektar. Di Perancis, pembebasan tanah

selain dilakukan langsung oleh pemerintah daerah, juga

dilakukan oleh Bank Tanah yang melakukan pembelian sesuai

permintaan pemerintah dan lembaga publik untuk kepetingan

umum. Lebih menarik lagi, beberapa kota mengintegrasikan

otoritas perencanaan kota kedalam mekanisme Bank Tanah

dengan menyusun rencana kerja bersama-sama.

Pada awal tahun 1960-an di Jakarta pernah terbentuk

semacam lembaga bank tanah yang disebut Badan

Perusahaan Tanah dan Bangunan, yang merupakan lembaga

pemerintah berfungsi membeli tanah, mematangkan tanah,

dan menjual tanah. Sementara di Surabaya pada 1960-1970

dikembangkan lembaga sejenis yaitu Yayasan Kas

Pembangunan Surabaya (YKPS) yang fungsinya menyediakan

INDONESIA

Edisi 2 - 20156

bisnis.keuangan.kompas.com

moneter.com

Page 8: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah dengan

jelas mencantumkan dalam dokumen RPJMN 2015-2019

bahwa mewujudkan kemandi r ian ekonomi dengan

menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik,

terkai t per tanahan mela lu i pembentukan lembaga

pencadangan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan

umum (bank tanah) untuk menjamin kepastian ketersediaan

tanah untuk keperluan pembangunan di berbagai sektor.

Tentu saja kebijakan pembentukan Bank Tanah perlu

ditindaklanjuti dengan langkah nyata. Setidaknya regulasi awal

Dalam RPJMN 2015-2019, dijabarkan 4 (empat) isu

strategis terkait pertanahan, salah satu diantaranya adalah

ketersediaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan

umum. Menyadari terkendalanya pembangunan untuk

kepentingan umum oleh relatif sulitnya melakukan

pembebasan tanah, pemerintah kemudian menetapkan

sasaran pembangunan terkait hal ini berupa pencadangan

tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Selanjutnya, strategi yang dikembangkan adalah (i) penyiapan

regulasi pembentukan lembaga bank tanah berupa peraturan

presiden; (ii) bank tanah mewakili Negara melaksanakan

pembelian bidang tanah pada kawasan prioritas. Peraturan

presiden tentang bank tanah mengatur kelembagaan bank

tanah, kewenangan, sumber pendanaannya serta

pemanfaatan tanah yang berasal dari bank tanah.

Dalam upaya mewujudkan inst i tusi/ lembaga

pencadangan tanah (bank tanah), diperlukan peran dan

kerjasama dari beberapa instansi pemerintah, sebagai berikut

( i) kementerian PPN/Bappenas, melakukan kaj ian

pengembangan konsep bank tanah; (ii) Kementerian Hukum

dan HAM, menyusun peraturan perundang-undangan terkait

bank tanah; (iii) Kementerian Keuangan, mengalokasikan

anggaran untuk pembentukan institusi/lembaga bank tanah,

dan untuk pembelian bidang-bidang tanah pada kawasan

yang diprioritaskan pembangunannya; (iv) Kementerian

Agraria dan Tata Ruang/BPN, membentuk Badan Layanan

Umum (BLU) penyediaan tanah/Bank Tanah dan menyiapkan

SDM dan mekanisme praktek pencadangan tanah.

Terkait percepatan pembangunan perumahan,

strategi menyangkut pertanahan adalah berupa peningkatan

efektifitas dan efisiensi manajemen ahan dan hunian di

perkotaan melalui pengembangan instrumen pengelolaan

lahan untuk perumahan diantaranya seperti konsolidasi lahan,

dan bank tanah.

Sumber: Buku Saku RPJMN 20115-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan.

Bank Tanah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) 2015-2019

kavling siap bangun dan sudah bersertifikat dilengkapi

dengan bangunan infrastruktur sarana dan prasarana, dan

menjualnya kepada yang memerlukan.

Dalam konteks pengembangan kawasan industri,

pada dasarnya para pengusaha kawasan industri juga

bertindak sebagai lembaga bank tanah dengan membeli

tanah, mematangkannya untuk kebutuhan industri. Namun

praktek tersebut tidak menjamin berfungsinya pengendalian

harga tanah karena dilaksanakan oleh pihak swasta.

Tantangan utama dalam pengembangan Bank Tanah

adalah terkait pembiayaan operasional meliputi ketersediaan

dana selama fase awal pembentukan, penyeimbangan tujuan

pembentukan dan sumberdaya keuangan, dan kebutuhan

sumberdaya pendanaan skala besar. Efekt ifi tas

operasionalisasi Bank Tanah bergantung pada sumber dana

yang stabil dan berkelanjutan.

Salah satu sumber pembiayaan Bank Tanah adalah

dana pemerintah dalam bentuk hibah atau pinjaman.

Pemerintah Perancis menerapkan pemungutan pajak lokal

sebagai sumber pembelian tanah. Sementara di Belanda,

pemerintah daerah melalui Bank Tanah membeli tanah untuk

mengantisipasi pertumbuhan wilayah perkotaan pada masa

depan. Pemerintah daerah kemudian menjual atau

menyewakan tanah dengan nilai yang terjangkau. Pemerintah

kota memperoleh pinjaman dari bank untuk membiayai

pembelian atau subsidi perumahan dari pemerintah nasional.

Secara umum, sumber pembiayaan Bank Tanah

dapat bersumber dari dana (i) pemerintah pusat/daerah; (ii)

lembaga nonpemerintah/swasta/ yayasan. Pembiayaan ini

dapat mencakup pembiayaan sebagai bagian dari bisnis

perusahaan atau bagian dari CSR perusahaan. Dana yang

diberikan dapat berupa penyertaan modal atau hibah; (iii)

lembaga keuangan berupa pinjaman; (iv) lembaga keuangan

internasional berupa pinjaman untuk pembiayaan

pembangunan maupun hibah; (v) kerjasama bilateral berupa

pinjaman maupun investasi; (vi) lembaga donor internasional

berupa hibah.

Rencana Aksi

INDONESIA

Edisi 2 - 2015 7

berupa Keputusan Presiden tentang Bank Tanah sebagai acuan

pembentukan Bank Tanah agar segera diterbitkan. Hal ini juga

sebagai upaya memenuhi target pencapaian quick wins tahun

2015. Keberadaan Kepres tersebut kemudian ditindaklanjuti

dengan penerbitan Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis

Pengelolaan Bank Tanah.

Berbagai pihak telah menanti terbitnya Keputusan

Presiden terkait Bank Tanah sebagai wujud keseriusan

Pemerintah mengatasi kendala ketersediaan tanah bagi

kepentingan umum. Sementara tahun 2015 tersisa 3 bulan lagi.

Jadi tunggu apa lagi?news.liputan6.com

jabarprov.go.id

Page 9: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

WACANA

KONTRIBUSI BANK TANAH DALAM MENCIPTAKAN IKLIM INVESTASI INDONESIA YANG KONDUSIF

Iklim investasi yang kondusif secara mudah dapat

dipahami sebagai suatu prasyarat pertumbuhan ekonomi

nasional yang tinggi sehingga cukup untuk meningkatkan

kesejahteraan penduduk anggota masyarakat suatu bangsa.

Seringkali yang kemudian menjadi permasalahan adalah dalam

konteks regional, katakan regional Asia Tenggara, frasa iklim

investasi selalu mengandung konsep kompetisi di dalamnya.

Dengan demikian dapat dipahami pula bahwa dalam

perencanaan pembangunan jangka panjang nasional periode

2005 – 2025, keunggulan kompetitif perekonomian menjadi

sasaran utama di dua RPJMN terakhir.

Dalam upaya mewujudkan iklim investasi yang baik

dalam pengertian pembangunan ekonomi nasional, maka

salah satu faktor penting yang menjadi prasyarat adalah sistem

(hukum) yang dapat diprediksi, sistemik, formal, dan rasional

yang bebas dari pengaruh mahzab politik dan agama yang

berkuasa (otonom).

(Max Weber On Law In Economy And Society; Lan Cao,

Law and Economic Development: A new Beginning?. 1997). Frasa

“yang dapat diprediksi” dalam konteks pembangunan kawasan

(regional), secara umum dapat diartikan sebagai “kepastian

investasi publik”. Dengan bahasa sederhana maka dapat

disimpulkan bahwa dalam mewujudkan kesejahteraan

masyarakat diperlukan daya saing tinggi yang didapat dari iklim

investasi yang baik melalui peningkatan kepastian

pembangunan investasi publik.

Lalu bagaimana kondisi nasional kita terkait dengan kepastian

pembangunan investasi publik?

Pada banyak negara di dunia, secara filosofis, tanah

dimiliki atau dikuasai negara terlebih dahulu dan baru kemudian

berdasarkan aturan didistribusikan hak-hak atau hubungan

hukum penduduk dengan tanah yang dimiliki atau yang

dikuasainya (pada beberapa negara tanah tidak bisa dimiliki

dan hanya bisa dikuasai untuk dimanfaatkan).

Berbeda dengan negara-negara lain di dunia, Indonesia

memiliki cara pandang yang unik atas pengakuan Negara

terhadap hubungan hukum penduduk dengan tanah yang

dimiliki dan dikuasai. Dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang

UUPA, Pasal 1, Pasal 3, Pasal 16, dan Pasal 20

mengindikasikan bahwa hak kepemilikan individu diakui Negara

dan merupakan hak tertinggi dan terpenuh dari seorang

penduduk. Setelah pengakuan Negara terhadap kepemilikan

individu barulah kemudian dalam Pasal 18 ditegaskan

“sovereignty of the state” yang tetap harus berdasarkan kepada

“kepentingan umum, nasional, dan/atau bangsa dan negara”.

Keunikan filosofis ini menyebabkan aturan operasional dibawah

UU selalu secara halus mengedepankan “pembelian paksa”

oleh Negara ketimbang mencabut hak dan kemudian diberikan

ganti kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUPA.

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pelaksanaan

operasi pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum, secara kronologis adalah:

1. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975 tentang

Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan

Tanah;

2. Peraturan Presiden RI No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan

Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan

Umum;

3. Peraturan Presiden RI No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan

Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan

Umum;

4. Peraturan Presiden RI No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan

Atas Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan

untuk Kepentingan Umum;

5. Undang-undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;

6. Peraturan Presiden RI No. 71 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan

untuk Kepentingan Umum;

7. Peraturan Presiden RI No. 40 Tahun 2014 tentang Perubahan

Pertama Atas Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum;

8. Peraturan Presiden RI No. 99 Tahun 2014 tentang Perubahan

Kedua Atas Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum;

9. Peraturan Presiden RI No. 30 Tahun 2015 tentang Perubahan

Ketiga Atas Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

TAHAPANRENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL

RPJPN 2005-2025

RPJM 1(2005-2009)

Menata kembali NKRI, Membangun Indonesia yang aman dan damai yang adil dan demokratisdengan tingkatkesejahteraan yang lebih baik

RPJM 2(2010-2014)

Memantapkanpenataan kembaliNKRI, Meningkatkan kualitas SDM, Membangun kemampuan Iptek,memperkuat daya saing perekonomian

RPJM 3(2015-2019)

Memantapkan pembangunan secaramenyeluruh denganmenekankan pem-bangunan keunggulankompetitif, perekono-mian yang berbasis SDA yang tersedia,SDM yang berkualitas,serta kemampuan iptek

RPJM 4(2020-2024)

Mewujudkan masya-rakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melaluipercepatan pembangunan di segala bidang denganstruktur perekonomianyang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif

PERENCANAAN PERSIAPAN PELAKSANAANPENYERAHAN

HASIL

DokumenPerencanaan (Lembaga PenyediaTanah)

KonsultasiPublik(Lembaga dan Pem. Prov) PenentuanLokasi(Gubernur)

Penentuan NilaiKompensasi( apprisal mandiri)Akuisisi Lahan(Lembaga Tanah)

Lembaga Penyedia Tanah

Waktu Minimal(Tanpa Tujuan) Hari

Waktu Maksimal(Dengan tujuan) Hari

141 141 Total 31937

289 257 Total 58337

INDONESIA

Edisi 2 - 20158

Page 10: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Terdapat perbedaan prinsip antara peraturan

perundangan pengadaan tanah yang terbit sebelum tahun 2012

dan dengan yang terbit setelahnya. Dimana pada sebelum

tahun 2012 peraturan perundangan tersebut belum mengatur

kerangka waktu pelaksanaan sehingga pada prakteknya, akibat

keberatan-keberatan, proses pengadaan tanah dapat

berlangsung lama dan bahkan tanpa batas waktu yang jelas.

Banyak kasus tercatat dapat membutuhkan waktu lebih dari 20

tahun untuk melakukan pengadaan tanah dapat berlangsung

lama dan bahkan tanpa batas waktu yang jelas. Banyak

kasus tercatat dapat membutuhkan waktu lebih dari 20

tahun untuk melakukan proses pengadaan tanah tersebut,

hal ini akan menimbulkan munculnya spekulan tanah, dan

akan membuat terhambatnya proses pembangunan.

Pada era ini, kepastian pembangunan investasi publik

amat rendah sehingga amat mengurangi daya saing nasional

bila dibandingkan dengan negara tetangga lain yang memiliki

karakter keunggulan pengadaan tanah dapat berlangsung lama

dan bahkan tanpa batas waktu yang jelas. Banyak kasus

tercatat dapat membutuhkan waktu lebih dari 20 tahun untuk

melakukan proses pengadaan tanah tersebut. Pada era ini,

kepastian pembangunan investasi publik amat rendah sehingga

amat mengurangi daya saing nasional bila dibandingkan

dengan negara tetangga lain yang memiliki karakter keunggulan

kompetitif yang sama seperti tenaga kerja kasar yang murah

dan berlimpah. Hal ini ditunjukan dengan lebih dipilihnya

negara-negara tetangga tersebut sebagai tujuan investasi FDI

(Foreign Direct Investment) beberapa investor PMA (Penanaman

Modal Asing) besar ketimbang Indonesia.

Menyadari hal tersebut, salah satu upaya besar di bidang

pertanahan yang dilakukan Pemerintah adalah dengan

memperbaiki peraturan perundangan pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum. Perbaikan tersebut

dilakukan melalui upaya melengkapi peraturan perundangan

terkait dengan aturan batas waktu maksimum pada setiap

tahapan pelaksanaan sehingga pada akhirnya total waktu yang

dibutuhkan paling lama dalam melakukan pengadaan tanah

adalah 583 hari kerja. Dengan upaya tersebut diharapkan

tingkat kepastian pembangunan investasi publik dapat

dilakukan.

Merujuk tag pertanyaan di atas, yang menjadi perhatian

kita bersama kemudian, apakah dengan dilakukan

penyempurnaan tersebut, kepastian pembangunan investasi

publik dapat benar-benar meningkat? Pembangunan investasi

publik dilakukan melalui kegiatan kementerian/lembaga baik itu

instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang

harus melalui proses perencanaan dan penganggaran.

Sayangnya kemampuan birokrasi nasional belum cukup

mampu untuk menjaga konsistensi kerangka waktu proses

perencanaan dan penganggaran, dimana seringkali terjadi

rencana strategis t idak serta merta didukung oleh

penganggaran pada tahun anggaran yang sama.

Menjadi fenomena umum, khususnya investasi publik

skala besar, dimana penganggaran baru dilakukan dua atau tiga

tahun setelah dokumen perencanaannya disahkan. Time lag

selama dua atau tiga tahun menyebabkan harga tanah yang

telah disepakati tidak dapat dibayarkan sehingga timbul

keberatan oleh pemilik tanah yang merasa nilai tanah nya telah

meningkat selama dua atau tiga tahun terlambat.

Memperhatikan praktek yang dilakukan negara-negara

maju khususnya, kemudian disadari bahwa Indonesia perlu

memiliki suatu institusi yang mewakili negara dalam melakukan

upaya pencadangan tanah bagi penyediaan tanah untuk

kepentingan umum. Lembaga penyediaan tanah ini yang

memiliki anggaran pembelian tanah tersendiri, sebagai upaya

penyediaan tanah dan cadangan tanah dapat secara aktif

melakukan pembelian tanah berdasarkan rencana tata ruang

wilayah yang telah disahkan. Kementerian/lembaga yang

memerlukan tanah dan belum memiliki anggaran, tetap dapat

melakukan pembangunan dengan cepat begitu anggaran

tersedia karena tanah yang dibutuhkan telah tersedia dengan

harga yang pasti.

PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA BERDASARKAN LAPORAN KEGIATAN PENANAMAN MODAL (LKPM)

MENURUT SEKTOR Tahun 2010-2014 ( Nilai Investasi dalam US$ Juta)

Sumber : BKPMKeterangan Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor,Investasi Porto Folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga / Excluding of Oil & Gas,Banking, Non Bank Financial Institution, Insurance, Leasing, Investment which licenses issued

PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA BERDASARKAN LAPORAN KEGIATAN PENANAMAN MODAL (LKPM)

MENURUT SEKTOR Tahun 2010-2014 ( Nilai Investasi dalam US$ Juta)

bumn.go.id

Birokrasi nasional dengan tambahan instrument

pelengkap berupa lembaga penyedia tanah bagi pembangunan

untuk kepentingan umum diharapkan bekerja dengan lebih pasti

terutama dalam melakukan pembangunan investasi publik.

Dengen demikian merujuk pada susunan premis deduktif di awal

tulisan ini, maka iklim investasi Indonesia akan meningkat tajam

yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan daya saing

nasional baik secara regional maupun global yang membawa

rakyat Indonesia pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik dan

lebih pasti. (UMH)

INDONESIA

Edisi 2 - 2015 9

Page 11: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Intensitas pembangunan yang semakin meningkat

seringkali tidak diimbangi dengan ketersediaan tanah sehingga

berakibat semakin sulitnya memperoleh tanah untuk berbagai

keperluan, terutama bagi pelaksanaan pembangunan untuk

kepentingan umum. Kondisi tersebut dihadapkan lagi dengan

melonjaknya harga tanah secara tidak terkendali/wajar setiap

tahunnya untuk berbagai kepentingan. Sehingga yang terjadi

kemudian adalah pertentangan kepentingan antarpihak atas

sebidang tanah yang sama. Akibat praktis yang ditimbulkan

adalah pemerintah mengalami kesulitan dalam melakukan

proses pembebasan tanah terutama terkait eksekusi

pembebasan penguasaan tanah dan pembiayaannya yang

menjadi sangat mahal. Itu semua terlihat melalui banyaknya

kasus pembebasan tanah yang berlarut-larut. Disisi lain, hak

penduduk lain yang lebih membutuhkan dan mampu

memanfaatkan bidang tanah tersebut dengan segera, menjadi

tidak terpenuhi sehingga potensi kesejahteraan yang akan

didapat menjadi tidak dapat terwujud.

Terdapat kecenderungan penguasaan tanah dalam

skala luas ditujukan untuk mencari keuntungan dengan

berkedok sebagai badan usaha yang bergerak di bidang

properti dengan HGB dan bidang perkebunan dengan HGU

serta sebagai badan usaha yang bergerak dalam penyiapan

tanah untuk kawasan perindustrian dengan regulasi Lingkungan

Siap Bangun (Lisiba) dan Kawasan Siap Bangun (Kasiba).

Berbagai kegiatan usaha tersebut digunakan sebagai untuk

menguasai tanah dalam skala besar, meskipun tidak

diusahakan secara optimal bahkan sebagian terindikasi

ditelantarkan. Praktek seperti ini tidak dapat dimaknai sebagai

praktek bank tanah yang benar, terutama yang dilakukan oleh

pihak swasta. Penguasaan tanah dalam skala luas, tidak

diusahakan untuk kepentingan pembangunan ekonomi tetapi

cenderung dimanfaatkan sebagai objek spekulasi dan

investasi. Dengan demikian, praktek pencadangan tanah yang

dilakukan oleh swasta bertentangan dengan keadilan

sebagaimana dicantumkan Pasal 33 UUD 1945.

Sebenarnya PP No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban

dan Pendayagunaan Tanah Terlantar telah menetapkan dalam

Pasal 6, bahwa bila dalam tiga tahun sejak hak diberikan tidak

dilakukan pemanfaatan, maka bidang tanah tersebut

dinyatakan sebagai teridentifikasi terlantar. Peringatan

diberikan tiga kali masing-masing dalam waktu 1 bulan, dan

bila tetap tidak dilakukan pemanfaatan sesuai dengan

peruntukan ijin yang diberikan, maka kemudian bidang tanah

tersebut dinyatakan sebagai tanah terlantar dan dikuasai

negara.

Untuk mengatas i ke te rsed iaan tanah un tuk

pembangunan bagi kepentingan umum telah ditetapkan UU No.

2/2012 tentang Pengadaaan Tanah bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum, Perpres No. 71/2012 tentang

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum, dan Perpres No. 30/2015 tentang

Perubahan Ketiga Atas Perpres No. 71/2012 tentang

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum, serta perangkat hukum turunannya.

Peraturan perundangan tersebut memberikan kepastian dari sisi

waktu pengadaan melalui pembatasan waktu maksimal

pengadaan tanah dan dapat mencegah spekulasi tanah dan

mengendalikan harga tanah. Namun demikian, peraturan

tersebut belum dapat mengantisipasi permasalahan kepastian

dari sisi perencanaan dan penganggaran pengadaan tanah.

Untuk dapat melaksanakan tujuan tersebut Pemerintah

belum memiliki instrumen kelembagaan yang khusus. Dengan

demikian, diperlukan lembaga khusus yang mewakili negara

untuk melakukan penyediaan tanah bagi pembangunan sesuai

dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Lembaga negara

tersebut disebut Lembaga Penyediaan Tanah atau dikenal

dengan “Bank Tanah”. Dalam pelaksanaannya Bank Tanah

diamanatkan untuk melakukan pembelian bidang-bidang tanah

untuk dimanfaatkan pembangunan kepentingan umum atau

menjual kembali dengan harga tertentu bagi keperluan

pembangunan.

Tujuan umum pembentukan Bank Tanah adalah untuk

menyediakan lahan untuk pembangunan kepentingan umum

sehingga rencana pembangunan oleh pemerintah dan swasta

tidak terhambat. Adapun manfaat pembentukan bank tanah

antara lain sebagai berikut: (i) efisiensi kegiatan pembebasan

lahan; (ii) mampu menjaga stabilitas harga tanah; (iii) mampu

membantu pengembangan dan peremajaan wilayah perkotaan;

(iv) mampu mendukung program ketahanan pangan; (v)

mampu menyediakan perumahan bagi rakyat; dan (vi)

menjamin pelaksanaan reforma agraria.

Pembentukan Lembaga Penyediaan TanahMemperhatikan Pasal 9, ayat (3), dan Pasal 15, ayat (i) PP

No. 11/2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah

Terlantar terlihat bahwa negara memiliki kewenangan untuk

melakukan pencadangan tanah. Berbeda dengan badan usaha

swasta, negara dalam melakukan pencadangan tanah tidak

terikat waktu untuk melakukan pemanfaatan pada bidang-

bidang tanah yang dikuasai karena pada akhirnya, setiap bidang

tanah yang dikuasai negara akan digunakan sebesar-besarnya

untuk kemakmuran rakyat sebagaimana tercantum dalam Pasal

33, UUD 1945.

Selain itu dalam RPJMN 2015-2019 Bidang Pertanahan

dan merujuk pada 9 agenda prioritas Pemerintahan Presiden

dan Wakil Presiden (Nawacita) dan Quick Wins telah disebutkan

mengenai pembentukan Bank Tanah.

Peta Jalan (Roadmap)

Pembentukan Lembaga Penyediaan Tanah

kaltimprov.go.id

PETA JALAN

INDONESIA

Edisi 2 - 201510

Page 12: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Sumber: Hasil Kajian Urban Land Provisioning For Development

Of Public Interest, Bappenas 2014

2015

2016

Pembentukan dan OperasionalisasiLembaga Bank Tanah

Penyusunan PeraturanPerundang-undangan

2017

Operasionalisasi Lembaga Bank Tanah

Gambar Road Map Pembentukan Bank Tanah

Bank tanah tersebut diharapkan dapat secara aktif

melakukan pembelian bidang-bidang tanah pada kawasan-

kawasan yang diprioritaskan pembangunannya seperti Pusat

Pertumbuhan Baru, Terminal Logistik Tol Laut, Kawasan

Industri, Sentra Industri Maritim dan Perikanan, dan lain

sebagainya

Akuisisi tanah publik yang dilakukan oleh bank tanah

diadakan untuk penggunaan masa depan dan dalam rangka 1menerapkan kebijakan tanah publik . Bank tanah mengacu

pada proses akuisisi tanah masyarakat yang belum

dikembangkan atau tidak produktif untuk tujuan pengembangan 2di masa mendatang . Efektifitas penerapan konsep bank tanah

sangat tergantung pada regulasi yang mengaturnya,

kelembagaan, dukungan pendanaan, dan bagaimana kegiatan

bank tanah itu dikelola berdasarkan prinsip-prinsip manajemen

modern. Untuk memudahkan da lam mewujudkan

pembentukan bank tanah maka perlu disusun sebuah roadmap

pembentukan BLU Penyediaan Tanah Nasional di Indonesia

yaitu:

Untuk mewujudkan pembentukan lembaga Bank Tanah

maka diperlukan penyusunan peraturan perundang-undangan

sebagai dasar pembentukannya. Sesuai dengan agenda

Nawacita dan Quick wins, pada Tahun 2015 peraturan

perundang-undangan yang akan disusun adalah dalam bentuk

Peraturan Presiden (Perpres). Selain itu, diperlukan juga

penyusunan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala

BPN terkait pembentukan Bank Tanah; Amandemen peraturan

perundangan-undangan yaitu UU No. 2/2012 dengan

mengakomodasi kegiatan penyediaan tanah (land bank); serta

penyusunan pedoman/peraturan teknis terkait pengadaan

tanah, penyediaan tanah, dan konsolidasi lahan di kawasan

perkotaan. Regulasi bank tanah yang akan disusun seyogyanya

dapat mengakomodasi aspek-aspek hukum sebagai berikut:

Ÿ Bank tanah harus berkontribusi secara nyata untuk

meningkatkan kemakmuran rakyat;

Ÿ Bank tanah harus berkontr ibusi nyata dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang

berkeadilan melalui pendistribusian tanah;

Ÿ Bank tanah harus berkontribusi dalam menyediakan

tanah secara fisik dan administrasi guna menjamin

keberlanjutan pembangunan dengan kebijakan alokasi

tanah, baik untuk kegiatan sosial maupun untuk kegiatan

komersial;

Ÿ Bank tanah harus mampu menyempurnakan sistem

pengendalian atas nilai-nilai tanah sehingga dapat

ter jangkau oleh kemampuan seluruh lapisan

masyarakat.

Selanjutnya setelah regulasi dan perangkat peraturan

perundang-undangan yang diperlukan telah disusun,

dilanjutkan dengan pembentukan lembaga bank tanah dalam

bentuk BLU penyediaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum dibawah Kementerian Agraria dan Tata

Ruang/BPN. Selain itu, perlu juga dibentuk badan pengawas

BLU penyediaan tanah nasional. Bank tanah dalam bentuk BLU

dibawah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN disarankan

dengan pertimbangan BPN merupakan instansi pemerintah dan

tidak memiliki konflik kepentingan. Selain itu, BPN merupakan

lembaga yang sangat berpengalaman dalam pengelolaan

pertanahan serta memil ik i kendal i sampai t ingkat

kabupaten/kota.

Setelah Bank Tanah terbentuk, perlu segera dilakukan

sosialisasi, serta pelatihan terkait fasilitasi dan mediasi

pelaksanaan konsolidasi lahan dengan instrumen BLU

penyediaan tanah kepada aparat BPN dan Pemda. Termasuk

sosialisasi terhadap pihak swasta dan pelaku bisnis. Dengan

demikian, diharapkan setiap pihak dapat berkontribusi dan

mendukung lembaga Bank Tanah.

Terbentuknya Bank Tanah memungkinkan segera

dilakukan pembelian bidang-bidang tanah pada kawasan-

kawasan yang diprioritaskan pembangunannya. Selanjutnya

adalah penerapan manajemen bank tanah yang berhubungan

dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan

kegiatan serta pengawasan terhadap kegiatan bank tanah

dalam mewujudkan tujuan bank tanah.

1 Van Dijk, T. and D Kopeva, Land Banking And Central Europe: Future Relevance Current Initiatives, Western European Past Experience, Land Use Policy, 23, 3, 286-301, 2006, hlm. 290

1 Frank S. Alexander, Land Banking As Metropolitan Policy, Brookings Intitution Metropolitan Policy Program, 2008

2

“Rencana pembentukan Bank Tanah

dilakukan sebagai upaya untuk memudahkan proses pembebasan tanah

untuk Pembangunan In�astruktur

tataruangindonesia.comsetkab.go.id

perumnas.go.id

INDONESIA

Edisi 2 - 2015 11

Page 13: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Rakorbangpus merupakan bagian dari proses

perencanaan pembangunan nasional dalam rangka

penyusunan rencana kerja pemerintah (RKP) tahunan.

Rakorbangpus bertujuan untuk mensosialisasikan serta

menyempurnakan rancangan awal RKP dan pagu indikatif

masing-masing kementerian/lembaga (K/L) sebagai bahan

persiapan rencana kerja kementerian/lembaga (RENJA-K/L).

Selanjutnya RA-RKP tersebut akan dilakukan penyempurnaan

melalui forum konsultasi yang intensif antara masing-masing

K/L dengan BAPPENAS dan Kementerian Keuangan, serta

dilakukan dengan daerah melalui musrenbangnas.

Pada tahun 2015 ini, dalam Rakorbangpus dilakukan

pengarahan per Dimensi atau Kondisi Perlu, yang bertujuan

untuk menajamkan rencana tindak pencapaian sasaran, target

dan lokasi rencana pembangunan tahun 2016.

Pembahasan Rakorbangpus difokuskan pada:

(i) konfirmasi kesiapan pembangunan setiap sektor,

keterkaitan antarlokasi pembangunan, tahapan

pelaksanaan, dan instansi pelaksana serta pembagian

kewenangan;

(ii) konfirmasi kebutuhan pendanaan selama 5 tahun dan

alokasi RAPBN-P;

(iii) konfirmasi kebutuhan kerangka regulas i dan

kelembagaan.

Selain itu, pada tahun ini diperkenalkan juga mekanisme

pembahasan baru berupa pertemuan multisektor (multilateral

meeting) yang difokuskan pada koordinasi perencanaan yang

meliputi beberapa K/L terkait terhadap agenda prioritas

AGENDA

Muti lateral meeting di laksanakan agar dalam

pengalokasian Pagu Indikatif tidak lagi dilakukan secara

sektoral melainkan berdasarkan agenda pembangunan karena

disadari bahwa banyak sasaran/target program di K/L yang

memerlukan dukungan dari kegiatan K/L lain. Agenda

multilateral meeting terbagi dalam: (i) kedaulatan pangan; (ii)

kedaulatan energi; (iii) kemaritiman; (iv) industri/kawasan

industri; (v) pariwisata; (vi) revolusi mental; (vii) pembangunan

kawasan perbatasan.

Berikut beberapa hasil agenda forum yang terkait

dengan bidang tata ruang dan pertanahan. Pertama, Agenda

peningkatan kedaulatan pangan, terkait dengan isu lahan

sawah antara lain: (i) Perlu pendetailan lokus sawah sampai

dengan tingkat kabupaten (dan untuk tujuan tertentu sampai

koordinat). Data yang tersedia saat ini baru skala provinsi; dan

(ii) Perlu dilakukan sinkronisasi kembali antara data lokasi irigasi

dan sawah, ketersambungan antara irigasi primer-sekunder-

tersier, kewenangan pusat-provinsi-kabupaten, dan kondisi

fungsi irigasi. Selama ini terdapat kecenderungan data luasan

lahan sawah masih berbeda-beda.

Kedua, Agenda forum kedaulatan energi. Beberapa

sasaran nawacita yang terkait dengan agenda ini, antara lain (i)

percepatan pembangunan pembangkit listrik dengan target

penambahan kapasitas pembangkit sebesar 4.212,2 MW dari

beban kebutuhan sebesar 35.000 MW; (ii) pembangunan energi

baru dan terbarukan dengan target pembangunan pembangkit

listrik bioenergi 3.000 kW serta pembangunan pembangkit listrik

dari EBT sebanyak 87 unit; (iii) pembangunan kilang minyak

dengan target pelaksanaan EPC dan PMC kilang Minyak. Terkait

dengan agenda ini perlu antisipasi dan kesiapan lahan dalam

mendukung prioritas nasional berupa pembangunan

pembangkit tenaga listrik yang baru.

Ketiga, Agenda forum kawasan industri. Pembahasan

dilakukan secara mendalam terhadap masing-masing kawasan

industri yaitu: kawasan industri Teluk Bintuni-Papua Barat;

Kawasan Industri Bitung-Sulut; Kawasan Industri Palu-Sulteng;

Kawasan Industri Morowali-Sulteng; Kawasan Industri Konawe-

Sultra; Kawasan Industri Buli, Haltim-Maluku Utara; Kawasan

Industri Bantaeng-Sulsel; Kawasan Industri Batulicin-Kalsel;

Kawasan Industri Ketapang-Kalbar; Kawasan Industri Landak-

Kalbar; Kawasan Industri Kuala Tanjung; Kawasan Industri Sei

Mangkei-Sumut; Kawasan Industri Tanggamus-Lampung;

Kawasan Industri Jorong, Tanah Laut-Kalsel. Beberapa hal

yang terkait bidang pertanahan adalah (i) kendala pembebasan

lahan untuk jalan tol di KI Bitung-Sulut; (ii) adanya overlapping

Hak Pengelolaan Lahan antara Kapet, KEK dsb di KI Batulicin-

Kalsel; dan (iii) proses pengadaan lahan untuk kawasan industri

yang belum selesai. Sedangkan pembahasan kawasan

ekonomi khusus (KEK) difokuskan pada beberapa kawasan

yaitu: KEK Sei Mangkei-Sumut; KEK Tanjung Api-Api-Sumsel;

KEK Tanjung Lesung-Banten; KEK Mandalika-NTB; KEK Palu-

Sulteng; KEK Bitung-Sulut; KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan

(MBTK)-Kaltim; KEK Morotai-Malut. Terdapat beberapa

program/kegiatan indikatif yang terkait pertanahan yaitu: (i)

Pelimpahan kewenangan pengukuran tanah untuk Perubahan

Hak atas Tanah kepada Administrator/Kantor Pertanahan

setempat; (ii) Sertifikasi Status Lahan 217 Ha; (iii) Pembebasan

Lahan Jalan Tol Serang Panimbang (83 Km); (iv) Sertifikasi

lahan menjadi Hak Pengelolaan Lahan.

Keempat, Agenda forum pembangunan kawasan

perbatasan. Agenda ini merupakan salah satu dimensi dalam

Nawacita dengan memokuskan pengembangan 10 Pusat

Kawasan Strategis Nasional (PKSN), yaitu Paloh-Aruk,

Entikong, Nanga Badau, Atambua, Jayapura, Sabang, Ranai,

Nunukan, Tahuna, dan Saumlaki. Pengembangan kawasan

tersebut diperlukan adanya penyiapan lahan dan kebijakan tata

ruang terutama untuk untuk pembangunan Pos Lintas Batas

Negara (PLBN). [RZ]

MEKANISME LAMA MEKANISME BARU

RAKORBANGPUSPenyampaianŸ Tema RKP 2016Ÿ Prioritas Nasional 2016Ÿ Pagu Indikatif 2016

RAKORBANGPUSPenyampaianŸ Tema RKP 2016Ÿ Prioritas Nasional 2016

TRILATERAL MEETINGPenelaahan Program dan Kegiatan Sektor di Masing-masing K/L oleh

Bappenas - Kemenkeu - K/L

TRILATERAL MEETINGPenelaahan Program dan Kegiatan Sektor di Masing-masing K/L oleh

Bappenas - Kemenkeu - K/L

MULTILATERAL MEETINGKoordinasi Perencanaan Multi-

Sektor (Multi K/L)terhadap agenda prioritas nasional

(Nawa Cita)

RENJA K/L RENJA K/L

INDONESIA

Edisi 2 - 201512

RAKORBANGPUS 2015

Page 14: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Dalam rangka mensosial isasikan hasi l kaj ian

pembentukan lembaga penyediaan tanah (Bank Tanah) yang

dilakukan oleh Bappenas dan World Bank, pada tanggal 21

Oktober 2014 telah diselenggarakan Sosialisasi Kajian dan

Strategi Pengadaan Tanah Perkotaan bagi Pembangunan

Kepentingan Umum di Indonesia. Kegiatan sosialisasi tersebut

dilaksanakan di Hotel Double Tree Jakarta Pusat dengan

melibatkan beberapa Kementerian/Lembaga diantaranya

Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koordinator Bidang

Kesejahteraan Rakyat, Kementerian PPN/Bappenas, dan

Badan Pertanahan Nasional.

Pada sosialisasi tersebut dilakukan pemaparan terkait

dengan mekanisme pengadaan tanah untuk kepentingan

umum melalui UU No. 2 Tahun 2012 oleh Badan Pertanahan

Nasional, serta hasil kajian mengenai pembentukan Lembaga

Penyediaan Tanah yang dilaksanakan oleh Kementerian

PPN/Bappenas dan Bank Dunia. Dalam sosialisasi tersebut

dijelaskan bahwa Lembaga Penyediaan Tanah (Bank Tanah)

yang dibentuk merupakan instrumen pelaksanaan dari UU No. 2

Tahun 2012 sehingga dapat melengkapi dan mempercepat

pelaksanaan pengadaan tanah.

Mekanisme Penyediaan Tanah melalui Lembaga

Penyediaan Tanah (Bank Tanah) sebelumnya telah tertuang

dalam Draft Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019.

Penyediaan tanah melalui mekanisme tersebut diharapkan

dapat memenuhi kebutuhan tanah untuk pembangunan

terutama untuk daerah yang masuk kedalam prioritas

pembangunan secara nasional. Isu terkait pembentukan

lembaga penyediaan tanah sendiri telah tertuang dalam Renstra

Badan Pertanahan Nasional.

Sebagaimana dipaparkan oleh Kasubdit Pertanahan –

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas, Lembaga

Penyediaan Tanah yang direncanakan untuk dibentuk

merupakan lembaga non profit yang dapat membantu

pelaksanaan penyediaan tanah untuk kepentingan umum yang

juga sesuai dengan RTRW dan Prioritas Pembangunan secara

nasional. Lembaga Penyediaan Tanah tersebut diharapkan

dapat berdiri dibawah koordinasi Badan Pertanahan Nasional

selaku lembaga yang membidangi urusan pertanahan. Untuk

itu, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan dapat disimpulkan

bawa bentuk lembaga yang paling masuk akal adalah dengan

bentuk kelembagaan BLU.

Pembentukan lembaga tersebut dalam bentuk BLU

diharapkan dapat mewujudkan lembaga penyediaan tanah yang

non-profit dan tidak berorientasi pada keuntungan sehingga

lembaga tersebut tidak kemudian menjadi spekulan tanah yang

diakui oleh negara. Sesuai dengan tugas dan fungsi BPN dalam

urusan pertanahan yang meliputi “Registration-Planning-

Valuation” diharapkan kehadiran Lembaga Penyediaan Tanah

dibawah BPN dapat melengkapi tugas BPN sehingga tidak

hanya melakukan pelayanan pertanahan namun juga

pengelolaan di bidang pertanahan. Selain itu, pemilihan BPN

sebagai Lembaga Negara yang membawahi BLU Bank Tanah

yang akan dibentuk didasarkan pertimbangan BPN bukan

merupakan pemakai atau user dari tanah yang disediakan

tersebut. Dengan demikian, mengurangi kemung-kinan

terjadinnya konflik kepentingan dalam penyediaan tanah untuk

pemba-ngunan bagi kepentingan umum. Selain itu, BPN

merupakan instansi vertikal dan memiliki kantor kantor

perwakilan di seluruh kabupaten/kota seluruh Indonesia,

sehingga memudahkan proses akuisisi dalam penyediaan tanah

di seluruh wilayah Indonesia.

Selain itu, untuk melengkapi hasil kajian lebih lanjut

diharapkan dapat dilakukan kajian terkait dengan pembiayaan

BLU yang akan dibentuk sehingga dapat berjalan dengan

optimal dan tidak terkendala dari segi pembiayaan. Perlu

dicermati lebih lanjut bahwa pelaksanaan penyediaan tanah

yang dilakukan oleh Lembaga Penyediaan Tanah seyogyanya

memerhatikan kesesuaian Rencana Tata Ruang. Sosialisasi

terkait pembentukan Lembaga Pencadangan Tanah akan

dilakukan di BPN secara informal sehingga keseluruhan

informasi terkait konsep lembaga tersebut dapat tersampaikan

dan diterima dengan baik. [GN]

KEGIATAN

Sosialisasi Kajian Strategi Pengadaan Tanah Perkotaan bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum di Indonesia

perumnas.go.id

INDONESIA

Edisi 2 - 2015 13

Page 15: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Kementerian PPN/Bappenas sejak tahun 2013 telah

membentuk Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional

dengan tujuan untuk melakukan perbaikan system pengelolaan

pertanahan nasional. Dalam rangka mensosialisasikan hasil

kerja tim koordinasi tersebut khususnya untuk pelaksanaan

kegiatan TA. 2014 maka pada tanggal 25 Februari 2015

dilaksanakan kegiatan Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi

Strategis Reforma Agraria Nasional. Kegiatan tersebut tepatnya

dilaksanakan di Ruang Rapat SG 3 Kementerian PPN

Bappenas, dan dihadiri oleh beberapa Kementerian/Lembaga

diantaranya adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang,

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian

Dalam Negeri, Kementerian Desa Pembangunan Daerah

Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Pertanian, dan

beberapa Direktorat Teknis di lingkungan Kementerian

PPN/Bappenas.

Pada Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis

Reforma Agraria disampaikan beberapa capaian kerja pada

tahun anggaran 2014 diantaranya adalah:

1. Cakupan peta dasar pertanahan nasional diluar kawasan

hutan yang berhasil diidentifikasi secara spasial mencakup

23.26% atau 14.96 Juta Ha.

2. Cakupan peta tanah bersertipikat yang terdigitasi secara

nasional mencakup 14.11% atau 9.242.028 Ha.

3. Terlaksananya Pilot Project Reforma Agraria di Provinsi Jawa

Tengah dan Bangka Belitung.

4. Tersusunnya draft Pedoman Pelaksanaan Reforma Agraria :

Koordinasi Lokasi.

5. Tercapainya kesepakatan pelaksanaan Program Agraria

Daerah di Provinsi Kalimantan Timur dengan target 921

Bidang yang terdiri dari 6 Kabupaten di Provinsi Kalimantan

Timur.

6. Tercapainya kesepakatan pembatalan pembentukan Kamar

Khusus Pertanahan di Pengadilan Negeri. Sebagai

pengganti, akan dilakukan optimalisasi penanganan kasus

kasus pertanahan dalam bentuk diklat khusus materi

pertanahan yang diharapkan dapat mempercepat penangan

kasus dan sengketa pertanahan.

Terdapat pula beberapa kendala dalam pelaksanaan

Koordinasi Strategis Reforma Agraria sehingga tidak

tercapainya capaian kerja sesuai dengan target rencana kerja

tahun 2014. Beberapa capaian kerja yang kurang sesuai dengan

rencana tersebut diantaranya terkait dengan Publikasi Tata

Batas Kawasan Hutan. Kegiatan pilot project Publikasi Tata

Batas Kawasan Hutan belum dapat dilaksanakan karena belum

tercapainya kesepakatan baik secara teknis maupun

penganggaran.

Selain penyampaian capaian kerja Tim Koordinasi Strategis

RAN 2014, pada workshop tersebut juga disampaikan

mengenai Reforma Agraria yang menjadi salah satu prioritas

dalam Nawacita. Terkait dengan hal tersebut, diharapkan

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dapat segera

berkoordinasi dengan pihak-pihak yang terlibat untuk

mempersiapkan rencana redistribusi tanah sebanyak 9 Juta Ha

kepada masyarakat miskin. Kedepan diusulkan pula bahwa

kegiatan redistribusi tanah juga diikuti oleh kegiatan

pemberdayaan masyarakat sehingga perlu melibatkan

Kementerian/Lembaga yang memiliki program pemberdayaan

khususnya terkait dengan pemanfaatan tanah.

Dok. Dit TRP Bappenas. 2014

Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional Tahun Anggaran 2014

Tabel Capaian Cakupan Peta Dasar Pertanahan di Luar Kawasan Hutan Tahun 2014

Sumber: Hasil Pengolahan Bappenas, 2014

INDONESIA

Edisi 2 - 201514

Page 16: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Sosialisasi RPJMN Tahun 2015-2019Bidang Tata Ruang dan Pertanahan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019

telah ditetapkan melalui Perpres 2 Tahun 2015 tentang RPJMN.

Dalam rangka mensosialisasikan kerangka besar rencana

pembangunan khususnya di bidang tata ruang dan pertanahan,

dilakukan sosialisasi RPJMN 2015-2019 bidang tata ruang dan

per tanahan pada tanggal 12 Maret 2015 kepada

Kementer ian/Lembaga terkait. Sosial isasi tersebut

dilaksanakan dengan tujuan membentuk kesamaan

pemahaman terkait dengan agenda pembangunan 2015-

2019.

Dengan dilaksanakannya sosialisasi diharapkan juga

dapat mempererat komitmen dan memudahkan pelaksanaan

koordinasi untuk menyelesaikan target target pembangunan

yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019. Penyusunan RPJMN

tidak terlepas dari agenda prioritas pemerintahan Presiden Joko

Widodo. Beberapa agenda prioritas yang terkait dengan bidang

Tata Ruang dan Pertanahan meliputi: agenda 1 menghadirkan

kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan

memberikan rasa aman; agenda 2 membuat pemerintah tidak

absen, membangun tata kelola pemerintahan yang bersih

efektif, demokratis dan terpercaya; agenda 3 membangun

Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa;

agenda 4 menolak negara lemah dengan melakukan reformasi

sitem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat

dan terpercaya; agenda 5 meningkatkan kualitas hidup manusia

Indonesia; dan agenda 7 mewujudkan kemandirian ekonomi

dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi

domestik.

Dalam sosialisasi tersebut dijelaskan arah kebijakan dan

startegi RPJMN 2015-2019 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan.

Terdapat 4 arah kebijakan untuk bidang tata ruang yaitu:

i)meningkatkan ketersediaan regulasi tata ruang yang efektif

dan harmonis; ii) meningkatkan pembinaan kelembagaan

penataan ruang; iii) meningkatkan kualitas pelaksanaan

penataan ruang; dan i v ) me laksanakan eva luas i

penyelenggaraan penataan ruang melalui pemantauan dan

evaluasi yang terukur.

Sementara arah kebijakan RPJMN 2015-2019 untuk

Bidang Pertanahan meliputi

(I)Membangun sistem pendaftaran tanah publikasi positif;

(ii) Reforma Agraria melalui redistribusi tanah, pemberian tanah

dan bantuan pemberdayaan masyarakat; (iii) Pencadangan

tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum; dan (iv)

Pencapaian proporsi kompetensi SDM ideal bidang pertanahan

untuk mencapai kebutuhan minimum juru ukur pertanahan. Arah

kebijakan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan tersebut

kemudian diharapkan dapat tercapai dan terlaksana melalui

beberapa startegi diantaranya adalah harmonisasi peraturan

perundangan, penyusunan sistem informasi peraturan

perundangan, penyusunan peraturan zonasi yang lengkap,

peningkatan cakupan peta dasar pertanahan, pelaksanaan

sosialisasi peraturat adat ulayat, dll

.

Terdapat beberapa tanggapan atas RPJMN 2015-2019

khususnya terkait dengan bidang tata ruang dan pertanahan.

Salah satu masukan disampaikan oleh Prof Herman Haeruman

selaku Ahli Lingkungan dan Perencanaan Regional yang

menyampaikan bahwa secara substansi bidang tata ruang dan

pertanahan sangat berperan dalam pembangunan khususnya

pembangunan infrastruktur. Untuk itu perlu kerjasama dari

berbagai pihak, baik dalam penyusunan rencana tata ruang dan

pengendalian dalam pemanfaatan ruang sehingga dapat

meningkatkan kualitas ruang dan perekonomian. [GN]

INDONESIA

Edisi 2 - 2015 15

Page 17: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

non–profit.

Terdapat fitur yang berbeda dari proses perbankan tanah

biasa, yaitu fitur yang berkolaborasi antara negara, organisasi

non-profit dan masyarakat setempat dalam menentukan

bagaimana tanah akan digunakan di masa depan. Bank Tanah

berusaha untuk membantu pemilik properti yang mengalami

masalah keuangan dan mempertahankan kepemilikan properti.

Urban Land Bank Program, Dallas, Texas (USA), sebagai

tanggapan terhadap prevalensi bangunan yang ditinggalkan

dan terlantar di Dallas, Pemerintah Kota Dallas mendirikan

Urban Land Bank Program dalam mempercepat akuisisi tanah

dan bangunan. Tujuan dari Urban Land Bank Program adalah

untuk mengembangkan rumah terjangkau bagi keluarga tunggal

dengan mengatur penyelesaian tunggakkan pajak properti di

Kota Dallas. Urban Land Bank Program diperbolehkan turut

mengumpulkan dalam proses penyitaan pajak, dan penjualan

kembali properti kepada pengembang perumahan untuk

perumahan yang terjangkau.

Cleveland Land Bank, USA. Tujuan dari Bank Tanah

Cleveland ada dua yaitu:

1. Untuk mengatasi masalah properti kosong dan ditinggalkan

di Cleveland; dan

2 .Un t u k mempe r cepa t p embangunan k emba l i

lingkungan.The Cleveland Land Bank bekerja sama dengan

anggota

Dalam studi praktek terbaik yang dilakumasyarakat. Bank

Tanah juga memiliki kemampuan untuk mela cak akses ke

properti secara cepat dan mampu untuk mengatur tunggakan

atas pajak tanah properti.kan oleh Universitas Cleveland,

berpendapat bahwa The Cleveland Land Bank memiliki keunikan

yaitu :

- Dapat menjual properti di bawah nilai pasar;

- Dapat mempercepat proses penyitaan;

- Dapat tidak mengklaim pajak properti pada property; dan

- Dapat bekerja langsung dengan anggota masyarakat dan

departemen pemerintah lainnya.

The Philadelphia Land Bank, USA. The Philadelphia Land

Bank menggunakan teknologi sebagai alat perencanaan

strategis dalam kegiatan operasionalnya. Bank Tanah

mengidentifikasi lahan strategis melalui proses Geographic

Information System (GIS) canggih dan kemudian melalui

penggunaan Dukungan Model Keputusan mampu memperoleh,

mengelola dan mengembangkan tanah sesuai dengan tujuan

strategis jangka panjang Kota.

The Atlanta Land Bank Authority, USA. Otoritas Bank

Tanah secara struktur mirip dengan Bank Tanah lainnya di

Amerika Serikat. Fokus utamanya adalah pembangunan

kembali properti perumahan. The Atlanta Land Bank Authority

bertemu dengan para anggota komunitas forum perumahan

Buku berjudul Land Banks and Land Banking ini ditulis oleh Frank S. Alexander, seorang profesor

hukum dari Fakultas Hukum Universitas Emory, Atlanta, Amerika Serikat. Alexander juga seorang

pendiri komunitas Center for Community Progress. Dalam kegiatannya, Alexander berfokus pada

tunawisma, perumahan yang terjangkau, dan komunitas masyarakat pengembang properti. Buku

ini bercerita tentang penerapan Bank Tanah di beberapa daerah di Amerika Serikat, seperti

Michigan, Dallas, Cleveland, Philadelphia, dan Atlanta. Tidak seperti di Indonesia, Bank Tanah di

Amerika lebih condong ke permasalahan lahan properti.

Land Banks and Land BankingOleh Frank S. Alexander

Bank tanah secara struktur,

komposisi dan tujuan hukum

berbeda-beda di setiap kota atau

negara. Bank Tanah diatur sesuai

dengan kebutuhan dari kota atau

negara di mana Bank Tanah beroperasi. Bank Tanah perlu

disusun untuk memenuhi kebutuhan unik dari setiap Kota atau

Negara.Dalam review yang dilakukan oleh Cleveland State

University, ada delapan fitur yang dianggap sebagai faktor

penting yang berkontribusi dalam keberhasilan Bank Tanah,

yaitu :

1.Tujuan Bank Tanah harus detail, terfokus dan spesifik.

2.Keberhasilan Bank Tanah bergantung koordinasi antara

berbagai pelaksana. Jika ada inefisiensi maka keberhasilan

Bank Tanah akan terganggu.

3.Diperlukan proses peradilan dalam mengatasi permasalahan

dalam proses mendapatkan tanah.

4.Sebuah entitas independen yang didirikan diperlukan untuk

mengelola distribusi tanah.

5.Sebuah sistem informasi manajemen yang terintegrasi

dengan informasi properti secara rinci sangat dibutuhkan.

6.Tujuan perbankan tanah harus dimasukkan ke dalam

perencanaan strategis kota atau negara.

7. Prosedur pengambilalihan harus efisien.

8. Pembiayaan diperlukan agar Bank Tanah efisien

Perihal keterlibatan pemangku kepentingan secara

umum, stakeholder yang harus dilibatkan adalah pemerintah

daerah dan masyarakat bisnis. Pemerintah daerah dilibatkan

dalam rangka mendukung bank tanah dalam mengambil alih

properti yang ditelantarkan. Pemerintah daerah memastikan

kontrol terhadap peraturan penggunaan tanah lokal. Pelibatan

masyarakat bisnis, termasuk para pemimpin ekonomi dan

bisnis, kamar dagang dan pengembang diperlukan dalam hal

melihat sisi keuntungan keuangan dan investasi bank tanah.

Genesee County and City of Flint Land Bank, Michigan

(USA) atau Pembentukan Land Bank Genesee mengeluarkan

pernyataan bahwa pada tahun 2003 mereka berusaha untuk

mengubah wajah kota. Dengan Bank Tanah, pemerintah

melakukan perubahan konsep sistem perencanaan kota dari

semula aset non-performing diubah menjadi performing. Salah

satu perubahan legislatif yang paling berguna adalah

kewenangan yang diberikan kepada Bank Tanah untuk

mempercepat pembebasan tanah.

Sejak berdirinya Bank Tanah, Genesee County and City of

Flint Land Bank telah mengakuisisi 3.600 bidang tanah atau

sebesar 6% dari Kota Flint, serta 1.004 keluarga telah dibantu

saat mengalami masalah penyitaan akibat tunggakan pajak

properti melalui intervensi dari Program Pencegahan Penyitaan.

Bank Tanah di Kota Flint dikelola oleh organisasi perumahan

INDONESIA

Edisi 2 - 201516

RINGKAS BUKU

Page 18: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Peraturan Perundangan terkait Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Oleh : Aulia Oktraina Latifadji Pelaksanaan pembangunan di indonesia, khususnya terkait pembangunan untuk

kepentingan umum, saat ini masih terkendala sulitnya pengadaan tanah. Untuk itu

pemerintah telah mengeluarkan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagai regulasi yang menjamin pengadaan

tanah untuk kepentingan umum.

UU tersebut menyatakan bahwa pengadaan tanah adalah

kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti

kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.

Pengadaan tanah diselenggarakan melalui beberapa tahapan

dimulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan, dan

penyerahan hasil. Dinyatakan juga bahwa, tanah untuk

kepentingan umum ini dapat digunakan untuk pembangunan:

(1) pertahanan dan keamanan nasional; (2) jalan umum, jalan

tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, fasilitas

operasi kereta api; (3) waduk, bendungan, bendung, irigasi,

saluran air minum, saluran pembuangan air, sanitasi, bangunan

pengairan umum; (4) pelabuhan, bandar udara, terminal; (5)

infrastruktur minyak, gas, panas bumi; (6) pembangkit

transmisi, gardu, jaringan, distribusi tenaga listrik; (7) jaringan

telekomunikasi dan informatika pemerintah; (8) tempat

pembuangan dan pengolahan sampah; (9) rumah sakit

pemerintah/daerah; (10) fasilitas keselamatan umum; (11)

tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;

(12) fasilitas sosial, fasilitas umum dan ruang terbuka hijau

publik; dan (13) cagar alam dan cagar budaya.

Sebagai pelaksanaan dari ketentuan UU No. 2 Tahun

2012 di atas, telah ditetapkan Peraturan Presiden (Perpres) No.

71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah

bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan

tersebut memuat prosedur pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum. Perpres tersebut telah

mengalami 3 (tiga) kali perubahan, yaitu: Perpres No. 40 Tahun

2014, Perpres No. 99 Tahun 2014, dan Perpres No. 30 Tahun

2015. Perubahan tersebut antara lain bertujuan untuk

mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam proses

melakukan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum.

Pada peraturan perundangan terkait pengadaan tanah

sebelumnya, perhitungan besarnya ganti rugi ditetapkan oleh

tim penilai yang ditunjuk oleh panitia pengadaan tanah dengan

memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Berbeda dengan

peraturan perundangan sebelumnya, pada UU No. 2/2012

beserta turunannya besarnya ganti kerugian yang diberikan

berdasarkan hasil penilaian objek pengadaan tanah oleh

Penilai. Penilaian dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi:

tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan,

tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau

kerugian lain yang dapat dinilai. Nilai ganti kerugian tersebut

menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian. Pihak

yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan

negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari

kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian.

Pelanggaran terhadap kewajiban Penilai dapat dikenakan

sanksi administratif dan/atau pidana sesuai ketentuan.

Perubahan yang pertama melalui Perpres No. 40/2012,

secara umum bertujuan untuk meningkatkan investasi guna

mempercepat atau mendukung pembangunan untuk

kepentingan umum. Perubahan yang dilakukan antara lain

berupa penambahan Pasal 120 dan perubahan isi Pasal 121.

Pada Pasal 120 ditetapkan bahwa sumber biaya operasional

APBN diatur oleh Menteri Keuangan dan biaya Operasional yang

bersumber dari APBD ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri.

Pada Pasal 121 yang semula pembebasan lahan dapat

dilakukan secara langsung oleh instansi yang membutuhkan

tanah dengan luas 1 (satu) hektar, dirubah menjadi seluas 5

(lima) hektar. Dengan perubahan dalam pasal ini, instansi yang

memerlukan tanah maksimal 5 hektar dapat secara langsung

bernegosiasi dengan pemilik lahan untuk mencapai

kesepakatan dengan cara jual-beli, atau tukar-menukar, atau

sesuai dengan kesepakatan antara pemilik tanah dengan

instansi yang memerlukan tanah. Dengan demikian, Instansi

yang memerlukan tanah tidak perlu melalui 4 (empat) proses

tahapan seperti dalam Perpres 71/2012.

Perubahan kedua melalui Perpres No. 99/2014, bertujuan

untuk melakukan percepatan dan meningkatkan efektifitas

penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum. Perubahan dilakukan pada Pasal 63 dan

Penambahan Pasal 123A. Pada Pasal 63 untuk menentukan

besarnya nilai ganti kerugian kepada pemilik tanah yang semula

diadakan dan ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan

Tanah dirubah menjadi besarnya nilainya ganti rugi ditetapkan

oleh Ketua Pengadaan Tanah berdasarkan hasil pengadaan

jasa penilai yang telah dilakukan oleh Instansi yang memerlukan

tanah. Selain itu, penambahan Pasal 123A ini bertujuan agar

infrastruktur atau pembangunan yang berjalan sudah mencapai

75% dari target pembangunan yang ditetap oleh Gubernur

sebelum 31 Desember 2014 diperpanjang hingga 31 Desember

2015. Namun apabila hingga 31 Desember 2015 proses

pembangunan belum selesai maka pengadaan tanah dimulai

dari awal kembali sesuai dengan prosedur yang ada dalam

Perpres 71 Tahun 2012.

Perubahan yang terakhir melalui Perpres No. 30 Tahun

2015, bertujuan agar dapat dilakukan percepatan dan efektifitas

pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan

umum. Perubahan terjadi pada Pasal 1, penambahan Pasal

17A, dan penambahan Pasal 123B. Perubahan ini membuat

pendanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum dapat bersumber terlebih dahulu dari Badan

Usaha atau Instansi yang memerlukan tanah yang telah

mendapat kuasa berdasarkan perjanjian di Lembaga Negara,

Kementerian, Lembaga Pemerintahan Non Kementrian,

Pemerintah Provinsi, Pemerintah daerah Kabupaten/kota, dan

BUMN. (okla)

REGULASI

INDONESIA

Edisi 2 - 2015 17

Page 19: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Meleburnya Kementerian Perumahan Rakyat untuk

bergabung dengan Kementerian Pekerjaan Umum membuat

sejumlah pihak cemas akan keberlanjutan rencana

pembangunan Bank Tanah. Padahal, Bank Tanah merupakan

lembaga yang menjadi penentu realisasi pembangunan rumah

rakyat oleh pemerintah sehingga pembangunan tempat tinggal

bagi penduduk tidak selalu diserahkan kepada pengembang

swasta yang hanya mencari laba.

Intensitas pembangunan yang semakin meningkat dan

kondisi keterbatasan persediaan tanah berakibat semakin

sulitnya memperoleh tanah untuk berbagai keperluan, baik yang

akan dialokasikan bagi pelaksanaan pembangunan untuk

kepentingan umum maupun bagi pelaksanaan pembangunan

untuk kepentingan perusahaan/swasta. Selain i tu,

pertambahan jumlah penduduk, kelangkaan tanah,

kemunduran kualitas tanah, alih fungsi penggunaan tanah,

meningkatnya konflik pertanahan, terdesaknya hak-hak

masyarakat hukum adat, dan lain sebagainya mendesak

pemerintah agar menata ulang berbagai kebijakan di bidang

pertanahan.

Sebenarnya yang menjadi titik kunci atau latar belakang

lahirnya konsep Bank Tanah adalah akibat kurangnya

persediaan tanah yang disebabkan oleh rumitnya perolehan

tanah untuk pembangunan. Di sisi lain, pembangunan harus

berkelanjutan/jalan terus seiring dengan meningkatnya derajat

hidup manusia. Pemerintah selaku pengemban amanah untuk

mensejahterakan warganya harus menyediakan sarana dan

prasarana untuk pembangunan.

Bank Tanah harus dipahami bukanlah sekadar

menyimpan data tentang ketersediaan tanah di berbagai

daerah, namun Bank Tanah juga mesti sejalan dengan

kebijakan yang telah dibuat pemerintah. Perlu diketahui, Bank

Tanah sebagai suatu lembaga mempunyai tugas dasar

sebagai:

1. Menjamin terwujudnya tujuan yang dirumuskan dalam Pasal

33 ayat (3) UUD 1945;

2. Sebagai instrumen untuk melaksanakan berbagai kebijakan

pertanahan dan mendukung pengembangan wilayah secara

"Yang terpenting dipikirkan adalah urgensinya dulu, baru kemudian baru dirancang anggarannya," ujar Ferry Mursydan Baldan, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) saat Rapat Kerja dengan Komisi II di Gedung DPR/MPR RI, Kamis (16/4). "Kalau masyarakat ingin menjual tanah, dapat dijual kepada negara untuk mengurangi potensi permasalahan lahan khususnya pada pembebasan lahan di kemudian hari. Kita sedang desain anggaran untuk penyediaan lahan."

KLIPPING

efisien dan efektif;

3. Mengendalikan pengadaan, penguasaan, dan pemanfaatan

tanah secara adil dan wajar dalam melaksanakan

pembangunan.

Selain itu, tujuan dari Bank Tanah adalah untuk :

1. Menyediakan tanah siap bangun baik secara fisik maupun

secara administratif, yaitu tanah yang akan dijual telah

dilengkapi dengan sertifikat hak atas tanah;

2. Menyediakan tanah untuk berbagai keperluan, terutama

lokasi pembangunan permukiman untuk golongan

menengah kebawah, mampu mengendalikan harga tanah

serta memberantas spekulasi tanah;

3. Mendukung pembangunan yang berkelanjutan melalui

administrasi pengelolaan pertanahan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (penataan

ruang dan penatagunaan tanah).

Sedangkan fungsi dari Bank Tanah adalah :

1. Sebagai Penghimpun Tanah (Land Keeper);

2. Sebagai Pengaman Tanah (Land Warrantee);

3. Sebagai Pengendali Penguasaan Tanah (Land

Purchaser);

4. Sebagai Penilai Tanah (Land Value);

5. Sebagai Pendistribusian Tanah (Land Distributor);

6. Sebagai Manajemen Tanah (Land Management).

[RA]

Kiprah.go.id

Lembaga Penyediaan Tanah (Bank Tanah)

Pentingnya

Luas wilayah perairan NKRI berdasarkan perhitungan

2dari BIG, seluas 6.315.222 km .Terbagi dari luas wilayah kedaulatan

2 sebesar 3.374.668 km dan luas wilayah perairan berdaulat sebesar

22.940.554 km .

Tahukah Anda..

INDONESIA

Edisi 2 - 201518

Page 20: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

RENCANA KERJA TIM KOORDINASI STRATEGI REFORMA AGRARIA NASIONAL TAHUN 2015

Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional pertama dibentuk pada tahun 2013, selanjutnya pada tahun 2015 ini tim

tersebut kembali dibentuk melalui Surat Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor Kep. 17/M.PPN/HK/02/2015 tentang

Pembentukan Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional. Beberapa Kementerian/Lembaga yang turut menjadi anggota tim

tersebut yaitu : (i) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; (ii) Kementerian Dalam Negeri; (iii) Kementerian Pertanian; (iv)

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah; (v) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; (vi) Kementerian

Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; (vii) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;

(viii) Kementerian Kelautan dan Perikanan; (ix) Kementerian Keuangan; dan (x) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional /

Bappenas.

DATA DAN INFORMASI

Pembentukan Tim Koordinasi Strategis

Reforma Agraria Nasional dilakukan untuk

melakukan upaya perubahan terhadap sistem

pengelolaan pertanahan nasional sebagaimana

tertuang dalam dokumen White Paper Kebijakan

Pengelolaan Pertanahan Nasional yang menjadi

acuan kerja Tim Koordinasi Strategis Reforma

Agraria Nasional. Terdapat 5 kebijakan yang

diharapkan dapat memperbaiki sistem

pengelolaan pertanahan nasional yaitu,

Ÿ Perubahan Sistem Pendaftaran Tanah

Stelsel Negatif menjadi Stelsel Positif;

Ÿ Kebijakan Reforma Agraria (Asset Reform –

Access Reform);

Ÿ Pembentukan Pengad i lan Khusus

Pertanahan;

Ÿ Pembentukan Bank Tanah; dan

Ÿ Pemenuhan Proporsi SDM Juru Ukur BPN.

Pada kegiatan tahun 2015, Tim

Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional

memokuskan pada kebijakan Reforma Agraria,

sebagaimana amanat Nawacita dan Prioritas

Nasional berupa pelaksanaan Reforma Agraria

9 juta Ha, dan koordinasi penyusunan Peraturan

Presiden tentang Reforma Agraria.

Pelaksanaan Reforma Agraria yang

dilakukan oleh Tim adalah Reforma Aset dan

Akses, pilot project pelaksanaannya pun telah

berjalan di tahun 2014 dengan kerjasama dari

pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah dan

Kepulauan Bangka Belitung. Pada tahun ini

akan kembali dilakukan dengan tahapan

selanjutnya yaitu pengembangan teknologi

pangan, interkoneksi UKM dengan industri, dan

jasa keuangan mikro.

Lalu pada tahun 2015 juga akan memulai

kegiatan sosialisasi tanah ulayat dalam bentuk

pilot project yang akan dilaksanakan di

Sumatera dan Kalimantan, serta tata batas

kawasan hutan yang rencana pilot project akan

dilakukan di provinsi Bali dan provinsi

Kepulauan Bangka Belitung. Kedua kegiatan ini

mendukung kebijakan sistem pendaftaran

tanah stelsel positif, sebagaimana amanat

RPJMN 2015-2019 bidang Pertanahan. [RZ]

Tabel Rencana Kerja Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional Tahun 2015

INDONESIA

Edisi 2 - 2015 19

Page 21: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

www.tanahair.indonesia.go.id

Ina-Geoportal Indonesia adalah website yang menyediakan

berbagai peta berbasis online yang dikelola oleh Badan

Informasi Geospasial (BIG) sebagai sarana menyebarluaskan

informasi peta pada masyarakat. Informasi yang ada dalam

portal tersebut antara lain adalah; (i) Peta Rupa Bumi Indonesia,

(ii) Peta Sebaran fasilitas kesehatan dan pendidikan, (iii) Mozaik

citra Landsat dari LAPAN dan beberapa peta tematik lainnya.

Keuntungan dari website ini adalah bahwa pengguna dapat

membuat peta online dengan berbagai informasi (layer) yang

disediakan oleh pengelola menjadi sebuah peta sesuai dengan

keinginan pengguna, serta pengguna dapat mendownload

beberapa informasi yang disediakan secara gratis oleh

pengelola.

[ ]Ina-Geoportal Indonesia

Sistem Informasi Geogras Infrastruktur Kementerian PU dan Perumahan Rakyat www.sigi.pu.go.id

Sistem Informasi Geografis Infrastruktur Kementerian Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat (sigi.pu.go.id) adalah website

dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

yang menyediakan berbagai informasi mengenai proyek-

proyek strategis yang dituangkan dalam media peta secara

online. Pengguna diberikan wewenang oleh pengelola untuk

membuat peta dengan informasi yang disediakan oleh

pengelola, antara lain adalah informasi proyek strategis Kemen.

PU dan Perumahan Rakyat seperti dari sumberdaya air, bina

marga dan cipta karya, Wilayah Pengembangan Strategis, dan

sebaran infrastruktur strategis. Pengguna memiliki keleluasaan

dalam membuat peta sesuai dengan tujuam yang diinginkan.

Geodata Nasionalwww.geodata-cso.org

GDN atau Geodata Nasional merupakan salah satu web

penyedia peta online yang menggunakan service dari

berbagai sumber layanan peta online yang tergabung dalam

anggota GDN. Peta-peta interaktif yang ada dalam GDN

antara lain menyediakan informasi mengenai peta perkebunan

sawit indonesia, potensi lahan kritis, wilayah yang termasuk

dalam IUP (izin Usaha Perkebunan tahun 2013), data Izin

Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman

(IUPHHKHT) tahun 2013, selain itu juga terdapat peta

sebaran hutan rakyat. Karena merupakan peta online, maka

isi dan informasi dari masing-masing peta tematik tersebut

dapat di overlay, sehingga pengunjung situs ini dapat

memunculkan informasi baru yang dapat digunakan sesuai

kebutuhan.

INDONESIA

Edisi 2 - 201520

Page 22: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Pelepasan HPK untuk Perkebunan

Tabel Luas Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK)

per Provinsi

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2014.

No. PROVINSILuas HPK

(Ha)

1 PAPUA 4.116.365

2 KALIMANTAN TENGAH 2.543.535

3 PAPUA BARAT 1.474.650

4 MALUKU 1.324.866

5 RIAU 1.268.767

6 MALUKU UTARA 564.082

7 KEP. RIAU 265.806

8 SULAWESI TENGAH 217.322

9 KALIMANTAN BARAT 197.918

10 SUMATERA BARAT 187.629

11 KALIMANTAN TIMUR 179.699

12 SUMATERA SELATAN 176.694

13 KALIMANTAN SELATAN 151.424

14 NUSA TENGGARA TIMUR 113.604

15 SULAWESI TENGGARA 93.571

16 GORONTALO 82.431

17 SUMATERA UTARA 75.684

18 SULAWESI SELATAN 22.976

19 SULAWESI BARAT 22.597

20 ACEH 15.409

21 SULAWESI UTARA 14.696

22 BENGKULU 11.763

23 JAMBI 11.399

24 KEP. BANGKA BELITUNG 693

13.133.580 TOTAL

Berdasarkan data hingga tahun 2014, jumlah Surat Keputusan (SK) untuk pelepasan kawasan hutan dengan peruntukan untuk

perkebunan, di provinsi Riau memiliki jumlah yang paling banyak dengan 139 unit SK pelepasan, lalu provinsi Kalimantan Tengah

dengan 89 unit SK pelepasan, provinsi Aceh dengan 58 unit SK pelepasan, provinsi Kalimantan Timur dengan 57 unit SK pelepasan.

Total unit SK pelepasan untuk peruntukan perkebunan di Indonesia hingga tahun 2014 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan sejumlah 666 unit SK.

Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) Indonesia Per Desember 2014

Hutan produksi yang dapat dikonversi yang selanjutnya disebut HPK adalah kawasan

hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kegiatan

kehutanan.

Pelepasan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan

kehutanan hanya dapat dilakukan pada HPK. Hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK)

harus memenuhi kriteria:

a. fungsi HPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. tidak dibebani izin penggunaan kawasan hutan, izin pemanfaatan hutan dan/atau

perizinan lainnya dari Menteri;

c. dalam kondisi berhutan maupun tidak berhutan; dan

d. berada pada provinsi yang luas kawasan hutannya di atas 30%.

INDONESIA

Edisi 2 - 2015 21

Page 23: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Pelepasan HPK untuk Permukiman Transmigrasi

Berdasarkan data hingga

tahun 2014, jumlah Surat Keputusan

(SK) untuk pelepasan kawasan hutan

dengan peruntukan permukiman

transmigrasi, di provinsi Kalimantan

Tengah memiliki jumlah yang paling

banyak dengan 34 unit SK pelepasan,

lalu provinsi Sumatera Selatan dengan

31 unit SK pelepasan, provinsi

Sulawesi Tenggara dengan 21 unit SK

pelepasan, provinsi Sulawesi Tengah

dengan 57 unit SK pelepasan. Total

unit SK pelepasan untuk peruntukan

permukiman transmigrasi di Indonesia

hingga tahun 2014 dari Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan

sejumlah 273 unit SK.

Pe l epasan HPK un tuk

peruntukkan permukiman transmigrasi, hingga bulan Desember 2014 tercatat Provinsi Lampung melakukan pelepasan terbesar,

seluas 134.147 Ha, diikuti provinsi Sumatera Selatan seluas 121.385 Ha, lalu provinsi Papua seluas 92.304 Ha, provinsi Jambi

78.413 Ha, dan provinsi Kalimantan Tengah seluas 71.388 Ha. Total pelepasan HPK untuk kebutuhan permukiman transmigrasi di

Indonesia hingga Desember 2014

seluas 887.459 Ha.

Pelepasan HPK untuk penggunaan

perkebunan, hingga bulan Desember

2014 tercatat Provinsi Riau memiliki

jumlah luasan terbesar, seluas

1.555.141 Ha, di ikut i provinsi

Kalimantan Tengah seluas 896.363 Ha,

provinsi Papua seluas 894.324 Ha, dan

provinsi Kalimantan Timur seluas

494.474 Ha. Provinsi yang melakukan

pelepasan HPK untuk perkebunan

dalam jumlah sedikit terdiri dari provinsi

Nusa Tenggara Barat, provinsi Sulawesi

Selatan, provinsi Maluku dan provinsi

Sulawesi Tenggara dengan luas area

pelepasan di bawah 50.000 Ha. Total

pelepasan HPK untuk perkebunan di

Indonesia hingga Desember 2014

seluas 6.531.591 Ha, sumber data

tersebut dari Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan.

Luas wilayah daratan NKRI berdasarkan SK Kepala BIG

No.20 tahun 2013, seluas 1.890.739 km². Dengan luas kawasan

hutan per Februari 2014 sebesar 1.236.539,85 km²

dan luas kawasan Budidaya sebesar 654.199,51 km².

INDONESIA

Edisi 2 - 201522

Page 24: INDONESIA - Portal Tata Ruang dan · PDF fileDeputi Bidang Pengembangan Regional ... Workshop Laporan Akhir Tim Koordinasi Strategis Reforma Agraria Nasional ... disertai dengan data

Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh negaradan dipergunakan untuk

sebesar-besar kemakmuran Rakyat““

Kutipan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

INDONESIA