LAPORAN AKHIR Riset Unggulan ITB (RU-ITB) 2004- · PDF fileisolasi DNA, amplifikasi DNA dengan...

36
LAPORAN AKHIR Riset Unggulan ITB (RU-ITB) 2004-2005 Aplikasi penanda molekul ‘microsatellite’ dalam standarisasi bibit jamur kuping (Auricularia polytricha) I Nyoman P. Aryantha, Ph.D Yuniar Mulyani, MSi Arifudin, SSi PUSAT ILMU HAYATI - LPPM Institut Teknologi Bandung 2005

Transcript of LAPORAN AKHIR Riset Unggulan ITB (RU-ITB) 2004- · PDF fileisolasi DNA, amplifikasi DNA dengan...

LAPORAN AKHIR

Riset Unggulan ITB (RU-ITB) 2004-2005

Aplikasi penanda molekul ‘microsatellite’ dalam standarisasi bibit jamur kuping (Auricularia

polytricha)

I Nyoman P. Aryantha, Ph.D Yuniar Mulyani, MSi

Arifudin, SSi

PUSAT ILMU HAYATI - LPPM Institut Teknologi Bandung

2005

ii

Judul Penelitian : Aplikasi penanda molekul ‘microsatellite’ dalam standarisasi bibit jamur kuping (Auricularia polytricha)

Ketua Peneliti : I Nyoman P. Aryantha, Ph.D.

NIP : 131 875 316

Pangkat/Golongan : IIIC

Laboratorium : Mikrobiologi PPAU ILMU HAYATI LPPM ITB

Biaya Yang Disetujui : Lima Puluh Juta Rupiah (Rp. 50.000.000)

Menyetujui Bandung, 1 Juni 2005

Ketua Pusat Ilmu Hayati LPPM-ITB Peneliti

I Nyoman P. Aryantha, Ph.D I Nyoman P. Aryantha, Ph.D

iii

DAFTAR ISI

RANGKUMAN ...............................................................................................................................1

I. PENDAHULUAN........................................................................................................................4

II. BAHAN DAN METODE KERJA.............................................................................................8 2.1 KARAKTERISASI MAKROSKOPIK ................................................................................8

2.1.1 Sterilisasi alat dan medium .........................................................................................8 2.1.2 Pembuatan media PDA (“Potato Dextrosa Agar”)...................................................8 2.1.3 Pembuatan media agar ...............................................................................................9 2.1.4 Penyiapan biakan murni ..............................................................................................9 2.1.5 Pembuatan substrat F1 .............................................................................................10 2.1.6 Penyiapan bibit F1......................................................................................................10 2.1.7 Pembuatan substrat F2 .............................................................................................11 2.1.8 Penyiapan bibit F2......................................................................................................11 2.1.9 Produksi tubuh buah jamur Kuping..........................................................................12 2.1.10 Pengamatan ..............................................................................................................12

2.2 KARAKTERISASI MOLEKULER ...................................................................................12 2.2.1 Karakterisasi dengan penanda mikrosatelit ...........................................................13 2.2.2 Karakterisasi dengan penanda RAPD ....................................................................15

III. HASIL PENELITIAN.............................................................................................................19 3.1 KARAKTERISTIK MAKROSKOPIK ..............................................................................19

3.1.1 Tekstur pertumbuhan miselium dalam medium PDA ...........................................19 3.1.2 Reaksi terhadap lactophenol cotton blue................................................................19 3.1.3 Kecepatan pertumbuhan miselium dalam medium PDA (Cawan Petri) ............20 3.1.4 Kecepatan pertumbuhan miselium dalam substrat bibit F1 (Botol) ....................21 3.1.5 Pertumbuhan miselium dalam substrat produksi tubuh buah (Bag Log) ...........22 3.1.6 Karakteristik pertumbuhan tubuh buah ...................................................................23

3.2. KARAKTERISTIK MOLEKULER ..................................................................................25 3.2.1 Hasil karakterisasi dengan penanda RAPD ...........................................................25 3.2.2 Hasil karakterisasi dengan penanda mikrosatelit ..................................................26

IV. PEMBAHASAN .....................................................................................................................28 4.1 KARAKTERISTIK MAKROSKOPIK .........................................................................................28 4.2 KARAKTERISTIK MOLEKULER .............................................................................................29

V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................................31

VII. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................32

1

RANGKUMAN

Penentuan kualitas bibit jamur masih sangat minim dilakukan penelitiannya.

Meskipun ada, pengkajian strain bibit jamur masih berdasarkan metode

karakterisasi konvensional secara makroskopik. Hal ini tidak dapat memberikan

hasil penilaian yang akurat karena dapat terjadi perubahan genetik yang tidak

dapat teramati secara makroskopik. Disamping itu, waktu yang diperlukan dalam

pengkajian lebih lama karena harus menunggu pertumbuhan dan perkembangan

jamur dalam satu siklus untuk memperoleh parameter-parameter pengkajian

yang dapat diamati secara kualitatif dan kuantitiatif. Sebagai akibatnya, belum

ada badan resmi yang melakukan standarisasi bibit jamur di Indonesia sampai

saat.

Penelitian ini adalah untuk mencari metode standarisasi yang akurat

berdasarkan karakter molekul penanda mikrosatelit dan RAPD dari jamur

Kuping. Hasil penelitian ditargetkan dapat menentukan karakter penanda

mikrosatelit dan RAPD dari jamur Kuping yang dicocokkan dengan karakter

makroskopik sehingga dapat ditentukan strain bibit mana yang baik atau tidak

dan selanjutnya dalam aplikasi cukup menganalisa karakter penanda molekulnya

saja sebagai dasar standarisasi bibit jamur di Indonesia.

Sudah berhasil dilakukan pengkajian secara makroskopik sebagai data

pembanding dan juga secara molekuler terhadap 5 strain jamur Kuping yang

beredar di kalangan pembudidaya jamur di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Untuk

kajian makroskopik, tekstur pertumbuhan miselium dalam medium PDA, substrat

bibit F1, & substrat produksi tubuh buah; kecepatan pertumbuhan miselium

dalam medium PDA, substrat bibit F1 & substrat produksi tubuh buah; reaksi

pertumbuhan miselium terhadap lactophenol cotton blue; waktu panen pertama

serta hasil panen tubuh buah sudah diperoleh data-datanya. Sedangkan untuk

pengkajian molekuler, karakterisasi dengan penanda mikrosatelit tahapan-

tahapan pengerjaan berikut sudah dilakukan yakni : isolasi DNA, pemotongan

2

DNA, ligasi fragmen DNA dengan adaptor, hibridisaisi fragmen DNA dengan

membran mengandung oligonukleotida bermotif mikrosatelit, transformasi

fragmen DNA bermotif mikrosatelit ke dalam sel inang (E. coli), karakterisasi

hasil transformasi tentang keberadaan DNA mikrosatelit dalam DNA plasmid,

sekuensing dan perancangan primer mikrosatelit jamur Kuping.

Pengkajian dengan penanda RAPD, meliputi beberapa tahap pengerjaan yakni :

isolasi DNA, amplifikasi DNA dengan 6 primer arbitrary, elektroforesis untuk

mengamati hasil amplifikasi, penentuan pola larik masing strain dengan program

Image-J.

Hasil karakter makroskopik kelima strain bibit jamur kuping memberikan hasil

bahwa strain AUCN adalah strain bibit terbaik ditinjau dari karakterisitik

pertumbuhan miselium, kecepatan pertumbuhan, hasil panenan, keserempakan

panenan, kecepatan waktu panen serta ketahanan terhadap hama dan penyakit.

Tiga pasang primer mikrosatelit berhasil dirancang dari hasil penelitian ini untuk

selanjutnya dapat dipakai untuk karakterisasi jamur kuping termasuk penentuan

karakter bibit dalam rangka standarisasi strain bibit unggul. Ketiga pasang primer

tersebut (forward dan reverse) adalah : GTGAAGTTTCATGGCAAGAC – ATCAC

GTCTATCAGGTTTGG; GGGAAAGTGATCCCATCTTT – AGTTGTGGGAACAT

CGAACT dan CCTTACATTTGACAATCCTCGAC - CTACGGTTGAGCATGCTG

TT. Karena permasalahan waktu, aplikasi primer mikrosatelit hasil penelitian ini,

belum sempat diaplikasikan terhadap 5 strain bibit yang dikaji.

Namun demikian, karakterisasi molekuler dengan penanda RAPD sudah berhasil

dilakukan dan memberikan hasil yang cukup untuk membedakan antar kelima

strain bibit yang dicoba. Karakterisasi RAPD memberikan pola larik DNA hasil

amplifikasi yang khas untuk tiap strain dan tiga primer arbitrary yang dipakai

memberikan beberapa larik yang spesifik hanya ada pada strain tertentu

sehingga dapat dipakai sebagai penanda.

3

Kombinasi hasil karakterisasi makroskopik dan molekuler terhadap 5 strain bibit

jamur kuping dapat menjadi kriteria acuan bahwa pola larik AUCN hasil

amplifikasi dengan 6 primer arbitrary (OPT-05 : 5’- GGGTTTGGCA -3’, OPT-08 :

5’- AACGGCGACA -3’, OPT-14 : 5’- AATGCCGCAG -3’, OPT-16 : 5’-

GGTGAACGCT -3’, OPT-17 : 5’- CCAACGTCGT -3’ dan OPT-18 : 5’-

GATGCCAGAC -3’) adalah karakter bibit yang baik.

Pola larik yang dapat dipakai acuan dalam karakterisasi bibit jamur kuping

dengan menggunakan 6 primer arbitrary terserbut adalah : OPT-05 : 1 larik (947

bp); OPT-08 : 12 larik (2027, 1904, 1750, 1450, 1225, 1150, 947, 831, 650, 564,

400 dan 200 bp); OPT-14 : 4 larik (1800, 1375, 831 dan 300 bp); OPT-16 : 8

larik (2027, 1850, 1500, 1200, 1000, 947, 760, 500 bp); OPT-17 : 7 larik (3530,

1450, 1375, 1200, 947, 800, 650 bp) dan OPT-18 : 6 larik (3530, 2750, 1600,

1200, 831, 564 bp).

Delapan larik spesifik strain AUCN yang dihasilkan oleh tiga primer arbitrary

dapat dipakai sebagai penanda spesifik untuk karakterisasi bibit jamur kuping

yakni : OPT - 08 : 3 larik (2027, 1904 dan 1450 bp); OPT - 16 : 2 larik (1200 dan

760 bp) dan OPT - 18 : 3 larik (3530, 1600 dan 831 bp).

4

I. PENDAHULUAN Jamur memainkan peranan penting dalam sejarah kehidupan manusia sejak

jaman dahulu hingga sekarang. Berbagai pemanfaatan jamur dalam kehidupan

manusia diantaranya sebegai sumber pangan, obat-obatan, sumber enzim,

penghasil senyawa organic, agen pengendali hama/penyakit tanaman,

biofertilizer dan agen bioremediasi. Tanpa disadari apa yang kita makan sehari-

hari berupa lauk pauk seperti capcay mungkin ada komponen yang berasal dari

jamur. Demikian juga bila sakit barangkali senyawa antibiotic yang kita pakai ada

kemungkinan berasal dari jamur.

Jamur kuping (Auricularia polytricha) [gambar 1] adalah termasuk jamur

konsumsi yang sudah lama dibudidayakan di Cina secara tradisional maupun

modern. Jamur A. polytricha adalah termasuk jamur konsumsi yang bergizi tinggi

dengan kadar protein 24-34% (Oei, 1996) disamping khasiat obat seperti anti

mutagenic dan anti tumor (Pointing & Hyde, 2001). Oleh karena nilai ekonominya

cukup tinggi, maka tidak mengherankan minat masyarakat untuk

membudidayakan jamur ini cukup tinggi. Perkembangan produksi jamur kuping di

dunia cukup pesat mencapai 80% sejak tahun 1980an (Pointing & Hyde, 2001).

Di dalam proses budidaya jamur, tingkat keberhasilan sangat dipengaruhi oleh

keberadaan bibit yang berukualitas disamping aspek-aspek yang lain seperti

faktor fisik, nutirisi dan kebersihan. Kualitas bibit yang tidak baik tentu tidak akan

memberikan hasil produksi yang baik. Kualitas baik atau buruknya bibit jamur

adalah ditentukan dari keberadaan gen-nya. Bibit yang sudah ketahuan baik dari

awal tidak dapat dijamin selamanya bertahan seperti semula. Keberadaan

sifatnya sangat dipengaruhi oleh factor lingkungan dalam kondisi pemeliharaan.

Faktor lingkungan dapat mengubah sifat-sifat tertentu dari jamur yang pada

dasarnya dapat melahirkan strain-strain baru. Untuk menentukan adanya

penyimpangan-penyimpangan sifat dari strain yang unggul diperlukan suatu

metode pemeriksaan yang akurat dan relative cepat.

5

Penentuan kualitas bibit jamur sampai saat ini masih berdasarkan metode

karakterisasi yang sangat sederhana yakni berupa pengamatan visual secara

makroskopik. Faktanya, misellium vegetatif antar strain atau jenis jamur sangat

sulit dapat dibedakan secara pengamatan visual. Hal ini tentu tidak dapat

menghasilkan penilaian yang akurat akan sifat-sifat jamur ditinjau dari segi

genetiknya karena bisa saja bibit jamur yang sedang dianalisa sudah mengalami

mutasi yang tidak dapat teramati secara visual. Konsekuensinya, deskripsi

morfologi tersebut dapat menghasilkan penilaian yang keliru. Disamping itu,

sampai sekarang belum ada badan atau institusi yang melakukan standarisasi

bibit jamur di Indonesia. Hal ini tidak dapat menunjang industri perjamuran dapat

berkembang dengan baik.

Karakterisasi genetis yang akurat adalah dengan menggunakan penanda

molekul. Mikrosatelit atau “Simple sequence repeats” (SSR), merupakan salah

satu penanda genetik molekuler yang didasarkan pada urutan DNA pendek yang

tiap unit ulangannya terdiri dari satu sampai enam nukleotida. Lokus mikrosatelit

diapit oleh suatu urutan nukleotida yang terkonservasi. Sehingga urutan DNA

pengapit ini bisa merupakan primer spesifik, yang bisa diamplifikasi

menggunakan PCR (Liu, 1998; Treuren, 2000; Scott et al., 2000).

Mikrosatelit ini banyak digunakan sebagai alat dalam program pemuliaan, atau

studi evolusi, karena kemampuannya yang tinggi dalam memperlihatkan

keragaman genetik (Adato, et al., 1995). Selain itu mikrosatelit bersifat

kodominan, pewarisan mengikuti hukum Mendel, mudah diaplikasikan karena

berbasis teknik PCR dan mempunyai kandungan informasi polimorfisme (PIC)

atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi (Liu, 1998; Joshi et al., 1999).

Mikrosatelit bisa digunakan untuk membandingkan genotip dari individu yang

mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat. Penanda mikrosatelit sudah

digunakan secara luas pada tanaman untuk “fingerprinting”, pemetaan gen dan

analisis genetik (Crouch, et al., 1998).

6

Disamping penanda mikrosatelit, penanda random amplified polymorphic DNA

(RAPD) cukup banyak juga digunakan untuk mempelajari keragaman genetik

berbagai kelompok kehidupan termasuk prokaryot dan eukaryot (Caetano-

Anolles et al., 1991). Penanda ini pada prinsipnya mengamplifikasi segmen DNA

yang diapit oleh primer arbitrary terntentu dalam sebuah reaksi PCR. Hasil

amplifikasi dielektroforesis dalam gel agarosa, kemudian dengan pewarnaan

silver staining, dan pemotretan dapat diamati pola larik-larik pada gel sesuai

keberadaan migrasi DNA yang teramplifikasi. Pola ini dapat dipakai dasar

karakterisasi penentuan keberadaan organisma apakah berbeda satu dengan

yang lain.

Apabila kedua metode ini dapat diaplikasikan dalam karakterisasi molekuler pada

jamur A. polytricha, maka penentuan kualitas bibit yang baik dapat dilakukan

dengan akurat dan cepat. Dengan demikian diharapkan Pusat-IH-ITB, sebagai

institusi penelitian dan pengembangan, dapat merupakan lab rujukan dalam

stadarisasi bibit jamur sebelum disahkan oleh asosiasi yang terkait yakni

Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia (MAJI).

Gambar 1. Tubuh buah jamur A. Polytricha yang tumbuh di batang pohon mati sebagai saprofit.

7

Sampai saat ini belum ada badan pemerintah atau swasta yang menangani

standarisasi bibit jamur di Indonesia. Para praktisi (petani jamur) umumnya

mengandalkan begitu saja kepada penyedia bibit yang ada meskipun kualitas

bibit yang mereka jual tersebut tidak dapat dijamin (tidak terstandarisasi). Oleh

karenanya, sering para pembudidaya jamur dirugikan oleh karena kualitas bibit

yang dibeli tidak baik. Di pihak penyedia bibit juga mengeluhkan bagaimana

mereka dapat mengetahui strain bibit yang dimiliki berkualitas baik atau tidak.

Cara pemeriksaan yang mereka lakukan selama ini masih belum memadai.

Sementara cara yang akurat tidak bisa mereka lakukan. Keluhan ini berulang kali

disampaikan dalam berbagai pertemuan masyarakat perjamuran yang tergabung

dalam asosiasi jamur yakni “Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia” atau

disingkat MAJI.

Metode yang dikembangkan dari program riset unggulan ini, diharapkan dapat

membantu para pembudi daya jamur khususnya jamur kuping dalam melakukan

karakterisasi yang akurat dan cepat yakni dengan metode mikrosatelit atau

RAPD. Laboratorium Biologi Molekul Pusat Ilmu Hayati ITB dapat menjadi lab

rujukan untuk karakterisasi dalam rangka standarisasi bibit yang sertifikatnya

dikeluarkan oleh MAJI.

Dari aspek ilmiah, meskipun metode ini sudah berkembang untuk dunia

tumbuhan, namun untuk jamur terutama jamur kuping belum ada penelitian yang

dilaporkan tentang pengkajian dengan penanda mikrosatelit. Oleh karena itu dari

aspek ilmiah, penelitian ini memberi sumbangan informasi yang berharga dalam

dunia ilmu pengetahuan. Lebih dari itu, secara aplikasi, program RU ini akan

memberi sumbangan nyata dan langsung kepada masyarakat agribisnis

perjamuran, dimana ITB adalah yang pertama akan berperan secara langsung

dalam proses standarisasi bibit jamur di Indonesia dengan pendekatan metode

molekuler.

8

II. BAHAN DAN METODE KERJA 2.1 KARAKTERISASI MAKROSKOPIK Bibit jamur kuping (Auricularia sp.) 5 jenis (AUP, AUC, AUCN, AUA dan AUT).

Bibit diperoleh dari beberapa tempat pembudidaya di daerah Jawa Barat dan

Jawa Tengah. Dari bibit-bibit yang diperoleh tersebut, tidak dapat ditelusuri asal-

usul dari mana bibit tersebut berasal, namun pada umumnya menyebutkan

berasal dari Taiwan dan China. Hanya AUA yang pasti diketahui berasal dari

jenis lokal.

2.1.1 Sterilisasi alat dan medium

Medium serta peralatan yang digunakan, terlebih dahulu disterilkan agar

terhindar dari kontaminasi mikroorganisme lain. Alat-alat gelas dan alat-alat lain

yang tahan panas disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C dan

tekanan 15 lbs selama 15 menit. Alat-alat yang tidak tahan panas disterilkan

menggunakan alkohol 70%.

2.1.2 Pembuatan media PDA (“Potato Dextrosa Agar”)

Cara pembuatan medium PDA berdasarkan Aryantha (2003) adalah sebagai

berikut: kentang dicuci bersih kemudian dipotong-potong berbentuk kotak ukuran

2x2x2 cm3. Potongan kentang tersebut direbus dengan air suling sampai matang

(tanda matang bisa dicek dengan menusuk potongan kentang dengan garpu,

yakni dengan tertembus secara mudah). Setelah matang, air kaldu kentang

disaring dengan kain kasa bersih (kentang tidak diperlukan lagi) dan

ditambahkan air suling lagi sampai volumenya tepat 1 liter. Selanjutnya, dengan

menggunakan erlenmeyer panaskan air kentang yang sudah dicampurkan

dengan agar besarta dekstrosa sambil diaduk sampai semua bahan tersebut

larut, medium dibagi-bagi sesuai dengan kebutuhan (untuk medium agar miring,

atau plat agar). Tahap selanjutnya adalah sterilisasi dengan menggunakan alat

9

autoklaf dengan pemanasan pada suhu 1210C selama 15 menit. Adapun

komposisi bahan-bahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini:

Tabel 1 Komposisi medium PDA

Bahan Jumlah (gram)

Agar 15

Kentang 400

Dekstrosa 10

Air Suling 1000 ml

2.1.3 Pembuatan media agar

Cawan-cawan petri steril diletakkan di ruangan laminar. Di dekat cawan petri

tersebut disiapkan pembakar bunsen yang sudah dinyalakan. Saat menuang

media PDA ke dalam cawan petri dilakukan secara aseptik, yaitu: Erlenmeyer

berisi media yang telah cair dikeluarkan dari penangas air dan suhunya dibiarkan

suhunya menurun sampai mencapai kurang lebih 450C. Erlenmeyer dipegang

dengan menggunakan lap. Kemudian sumbat erlenmeyer diangkat, bagian

mulutnya dipanaskan di atas api dengan cara memutar-mutar. Selanjutnya, tutup

cawan petri dibuka dan media sebanyak kurang lebih 12-15 ml dituang secara

aseptik. Cawan ditutup dan media di dalam cawan dibiarkan dingin dan padat.

Setelah itu, cawan berisi media dibungkus dengan kertas.

2.1.4 Penyiapan biakan murni

Hasil isolasi jaringan tubuh buah jamur yang telah tumbuh miseliumnya, dipotong

kurang lebih 1 mm2 dan diambil bersama medianya. Kemudian diletakkan ke

dalam media agar miring sebagai stok dan ke dalam media plat agar. Dalam

media plat agar, diamati pertumbuhan miseliumnya setiap hari sampai memenuhi

seluruh media plat agar. Parameter yang diukur diantaranya: kecepatan

pertumbuhan miselium, merata atau tidak pertumbuhan miselium, ketebalan

10

miselium, ada tidaknya kontaminasi bakteri atau jamur lain. Selain itu, dilakukan

pula pencatatan tanggal pemindahan dan jenisnya.

2.1.5 Pembuatan substrat F1

Cara pembuatan substrat tanam adalah sebagai berikut: biji jagung dicuci dan

dan direndam selama 2-24 jam kemudian ditiriskan. Biji tersebut selanjutnya

dimasak dalam air mendidih selam 15-30 menit sampai masak, tetapi jangan

sampai merekah. Biji ditiriskan lalu dicampur dengan bahan lainnya seperti beras

merah yang telah masak, gula pasir, NPK dan serbuk gergaji. Setelah tercampur

merata, media bibit murni tersebut dimasukkan ke dalam botol kemudian bagian

mulut botol ditutup plastik. Setelah itu, botol-botol berisi media disterilkan dengan

menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Adapun komposisi

bahan-bahan tersebut terlihat pada Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 2 Komposisi medium substrat bibit

Bahan Jumlah (gram)

Jagung 1000

Beras merah 250

Gula pasir 40

NPK 10

Serbuk gergaji 1000

2.1.6 Penyiapan bibit F1 Setelah biakan murni memenuhi seluruh media plat agar, dipotong bersama

dengan medianya dengan ukuran 1 cm2. Kemudian diinokulasikan ke dalam

botol substrat tanam steril (@ botol = 2 potongan miselium 1 cm2). Dalam media

substrat tanam, diamati pertumbuhan miseliumnya setiap hari sampai memenuhi

seluruh media substrat tanam. Parameter yang diukur diantaranya: kecepatan

pertumbuhan miselium ke arah bawah, merata atau tidak pertumbuhan miselium,

11

ketebalan miselium, ada tidaknya kontaminasi bakteri atau jamur lain . Selain itu,

dilakukan pula pencatatan tanggal pemindahannya dan jenis jamur kuping.

2.1.7 Pembuatan substrat F2 Cara pembuatan substrat log bibit tanam adalah sebagai berikut: serbuk kayu

sebagai media utama dicampur dengan bahan lainnya seperti dedak, kapur, dan

NPK. Setelah tercampur merata, media campuran tersebut dimasukkan ke dalam

plastik kemudian bagian atas ditempatkan cincin plastik dan disumbat dengan

kapas. Setelah itu, log-log bibit berisi media disterilkan dengan menggunakan

autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Adapun komposisi bahan-bahan

tersebut terlihat pada Tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3 Komposisi medium substrat log bibit

Bahan Jumlah (gram)

Serbuk kayu 1000

Dedak 100

Kapur 20

NPK 5

2.1.8 Penyiapan bibit F2

Setelah bibit F1 jamur kuping murni memenuhi seluruh media botol jam,

kemudian diinokulasikan dengan alat inokulator ke dalam log bibit steril (@ log

bibit = 1 tusukan inokulator ±10 gram). Dalam media log bibit F2, diamati

pertumbuhan miseliumnya setiap hari sampai memenuhi seluruh media substrat

tanam. Parameter yang diukur diantaranya: kecepatan pertumbuhan miselium ke

arah bawah, merata atau tidak pertumbuhan miselium, ketebalan miselium, ada

tidaknya kontaminasi bakteri atau jamur lain . Selain itu, dilakukan pula

pencatatan tanggal pemindahannya dan jenis jamur kuping.

12

2.1.9 Produksi tubuh buah jamur Kuping

Setalah bibit F2 jamur kuping memenuhi media log dan telah tumbuh bakal tubuh

buah, dibuka bagian atas log dengan menyobek plastic dipermukaan atasnya

tanpa mengenai bakal tubuh buah tersebut. Apabila kelembaban udara di ruang

inkubasi menurun dilakukan penyiraman dengan mencapai tingkat kelembaban

udara 80-90%. Setiap log bibit yang tumbuh tubuh buahnya kemudian dilakukan

pemanenan dengan cara mencabut seluruh tubuh hingga bersih di media log

tersebut. Dicatat berat tubuh buah yang dihasilkan per log tiap jenis jamur kuping

dan dicatat tanggal setiap kali pemanenan.

2.1.10 Pengamatan

Pengamatan penelitian ini meliputi beberapa hal dalam proses pembibitan

adalah sebagai berikut:

a). Kecepatan pertumbuhan miselium secara horizontal

Pengukuran kecepatan pertumbuhan miselium secara horizontal dilakukan

pada biakan murni dalam cawan petri. Pengukuran dilakukan dengan

membuat garis lurus yang saling bersilangan tepat di potongan hasil isolasi

jaringan tubuh buah (cm/hari).

b). Kecepatan pertumbuhan miselium secara vertikal

Pengukuran kecepatan pertumbuhan miselium secara vertikal dilakukan pada

hasil inokulasi inokulum biakan murni ke dalam substrat tanam (F1 dan F2).

Pengukuran dilakukan dengan mengamati lama waktu kemampuan miselium

menembus substrat tanam (cm/hari).

c). Ketebalan pertumbuhan miselium dalam cawan petri dan substrat tanam.

d. Rata atau tidaknya penyebaran pertumbuhan miselium dalam cawan petri dan

substrat tanam

e). Produktivitas tubuh buah yang dihasilkan perlog bibit tiap jenis jamur kuping

2.2 KARAKTERISASI MOLEKULER

13

2.2.1 Karakterisasi dengan penanda mikrosatelit 2.2.1.1 Isolasi, pemotongan dan ligasi DNA

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap metode kerja. Tahap-tahap kerja

tersebut antara lain adalah isolasi DNA genom beberapa strain jamur kuping,

pemotongan DNA genom, ligasi dengan adaptor, hibridisasi, ligasi dengan

vektor, transformasi ke dalam bakteri, isolasi plasmid dan sekuensing, serta

merancang primer.

Miselium jamur ditumbuhkan pada medium PDB (Potato Dextrose Broth). DNA

diisolasi dengan menggunakan metode CTAB (Cetyl trimethyl ammonium

bromide) yang dikembangkan oleh Roger, et al. (1997) dengan sedikit modifikasi.

Hasil isolasi DNA genom dipotong dengan menggunakan beberapa enzim

restriksi “blunt end”, yaitu RsaI, HincII dan AluI (Edwards, komunikasi pribadi).

Reaksi pemotongan dilakukan sesuai dengan protokol dari Clark (1997) dengan

sedikit modifikasi. Berdasarkan protokol Edwards et al. (1996), fragmen DNA

hasil pemotongan diligasi dengan adaptor pada sisi kanan dan kirinya dengan

adaptor MluI 21-mer dan 25-mer (GibcoBRL).

2.2.1.2 Hibridisasi dan amplifikasi DNA mikrosatelit

Hasil amplifikasi fragmen DNA yang telah diligasi dengan adaptor, dihibridisasi

dengan membran yang telah mengandung oligonukleotida bermotif mikrosatelit.

Hibridisasi ini meliputi persiapan membran hibridisasi, proses hibridisasi dan

pengayaan mikrosatelit melalui amplifikasi hasil elusi dengan PCR. 21

oligonukleotida bermotif mikrosatelit yang digunakan disintesis oleh perusahaan

Operon Technologies, Inc dan Sigma-Genosys. Oligonukleotida tersebut

dikelompokkan menjadi empat, berdasarkan “melting temperatur” (Tm).

Pengelompokkan keempat oligonukleotida tersebut adalah sebagai berikut :

14

Tabel 4. Kelompok oligonukleotida yang dipakai untuk mengisolasi mikrosatelit dari jamur kuping

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV

Oligonukleotida Oligonukleotida Oligonukleotida Oligonukleotida

T25

AT15

AAT10

AATT10

AAAT10

CAT10

AAC10

AAG10

CTA10

TAG10

CTC10

GACA10

AC15

AG15

GGT10

C20

AGC10

GCT10

GTG10

GGA10

GCC10

2.2.1.3 Transformasi DNA mikrosatelit

Untuk menghasilkan plasmid rekombinan, hasil PCR DNA elusi diligasi ke dalam

vektor plasmid dengan mengikuti prosedur yang disarankan oleh produsen kit

“pGEM-T Easy vector system I” (Promega). Kemudian vektor plasmid

rekombinan tersebut dimasukkan ke dalam sel kompeten E.coli strain DH5α.

Sel bakteri E.coli ditransformasi dengan plasmid rekombinan yang telah

dimodifikasi (sel kompeten) dengan merujuk kepada protokol Inoue (1990) yang

telah mengalami modifikasi. Kultur transformasi yang terbentuk dituangkan ke

dalam cawan petri berisi medium LB padat yang telah mengandung 100 µg/ml

ampisilin dan diolesi 100 µl IPTG dan X-gal.

Plasmid dari koloni putih yang berisi plasmid rekombinan diisolasi menggunakan

protokol Xiang et al. (1998) dengan sedikit modifikasi. Isolasi plasmid dilakukan

pada koloni putih tunggal yang masing-masing ditumbuhkan pada 4 ml medium

Terrific Broth yang ditambah ampisilin Untuk menguji ada-tidaknya sisipan pada

15

plasmid yang telah diisolasi tersebut, sebanyak 3 µl plasmid dipotong dengan

menggunakan enzim EcoRI.

2.2.1.4 Sekuensing DNA mikrosatelit

Plasmid yang telah terbukti mengandung DNA sisipan dipilih untuk kemudian

dilihat urutan nukleotida dari sisipan tersebut, dengan cara di sekuensing.

Diharapkan sisipan tersebut mengandung nukleotida yang bermotif pengulangan

(repeat) sehingga bisa dikatakan telah ditemukan motif mikrosatelit pada klon

tersebut.

Pelaksanaan sekuensing dilakukan oleh Perusahaan Macrogen, Seoul, Korea.

Sebanyak 30 sampel hasil isolasi plasmid dipilih untuk dianalisis urutan DNA

sisipannya. Sekuensing DNA dilakukan satu arah dengan menggunakan primer

T7. Mesin yang dipergunakan adalah Mesin “ Automatic fluorescent DNA

sequencer” merek ABI 377A. Perancangan primer yang mengapit lokus

mikrosatelit dilakukan dengan menggunakan program komputer Primer3.cgi v

0.2c (Rozen & Skaletsky, 1997).

2.2.2 Karakterisasi dengan penanda RAPD 2.2.2.1 Amplifikasi DNA

Penelitian ini menggunakan 6 macam ‘arbitrary primer’ berukuran 10 nukleotida

yang diproduksi oleh Operon Technology untuk proses amplifikasi DNA dengan

menggunakan PCR.

16

Tabel 5. Primer yang digunakan untuk karakterisasi RAPD

Primer Urutan nukleotida

OPT-05

5’- GGGTTTGGCA -3’

OPT-08

5’- AACGGCGACA -3’

OPT-14

5’- AATGCCGCAG -3’

OPT-16

5’- GGTGAACGCT -3’

OPT-17

5’- CCAACGTCGT -3’

OPT-18

5’- GATGCCAGAC -3’

Untuk setiap sampel dibuat campuran reaksi dengan komponen reaksi seperti

yang tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Komponen Reaksi PCR untuk karakterisasi RAPD

Komponen PCR Volume (per reaksi) Konsentrasi

Buffer PCR 2,5µl 1X

DNTPs 0,2µl @200µM

Taq-DNA Polimerase 0,2µl 1 Unit

MgCl2 2.0µl 2mM

Primer 1,0µl 32ng

DNA 2.0µl 5ng/µl

Air Deion Ditambahkan s.d.

25µl

17

Seluruh sampel yang sudah dicampur dalam campuran reaksi, ditambahkan

“mineral oil”, sebelum diamplifikasi menggunakan “Thermolyne Amplitron I”.

Pertama dilakukan denaturasi awal pada suhu 94°C selama dua menit.

Selanjutnya dilakukan 45 siklus pengaturan suhu dengan satu siklus terdiri dari :

− 94°C selama 1 menit untuk denaturasi DNA

− 35°C selama 1 menit untuk penempelan primer (annealing)

− 72°C selama 2 menit untuk pemanjangan (extension) DNA

Pada tahap terakhir proses pemanjangan pada 72°C dilakukan selama 7 menit.

Sampel DNA yang sudah diamplifikasi kemudian disimpan pada suhu -20°C

untuk kemudian dianalisis.

2.2.2.2 Analisis hasil amplifikasi dengan elektroforesis gel agarosa Sampel DNA yang telah diamplifikasi, dianalisis dengan melakukan elektroforesis

menggunakan gel agarosa. Agarosa yang digunakan memiliki konsentrasi 1,4%

dalam TBE 0,5X (Tris-Borate/EDTA), yang direndam dalam “running buffer” TBE

0,5X. Sebagai pembanding, digunakan DNA standar atau DNA λ yang dipotong

dengan Eco RI dan Hind III.

Gel agarosa yang telah melalui proses elektroforesis diwarnai dalam larutan

etidium-bromida (Et-Br) dengan konsentrasi 2µg/ml selama 2 menit. Kemudian

gel agarosa dicuci dengan air deion selama 30 menit. Pengamatan hasil

elektroforesis dilakukan dibawah lampu UV dan difoto.

2.2.2.3 Perhitungan dan analisis data

Setiap pita yang tervisualisasi melalui elektroforesis merupakan representasi dari

fragmen DNA yang teramplifikasi. Panjang fragmen DNA teramplifikasi tersebut

dapat diketahui berdasarkan jarak migrasinya dengan membandingkannya

dengan jarak migrasi DNA standar yang digunakan.

18

Kehadiran dan ketidakhadiran larik ditentukan dengan bantuan program ImageJ.

Penentuan dilakukan melalui pengukuran perbedaan densitas warna hitam

setelah foto diinversi menjadi negatif. Penggunaan komputer dapat mengurangi

kesalahan dalam penentuan larik bila larik tersebut berdekatan atau bila

intensitas warna larik cukup lemah dan mendekati intensitas latar belakang atau

warna gel agarosa. Jalur migrasi elektroforesis suatu sampel digambarkan

sebagai suatu lintasan garis lurus. Bila pada lintasan tersebut terdapat larik pada

jarak tertentu maka akan didapati puncak atau kenaikan amplitudo pada

pengukuran dan akan tercatat pada grafik yang dihasilkan. Besarnya amplitudo

tidak diperhitungkan karena intensitas larik tidak diperhitungkan.

Pita-pita diinterpretasikan sebagai data kualitatif berdasarkan kehadiran dan

ketidakhadirannya. Kehadiran larik memiliki arti numerik satu (1) sedangkan

ketidakhadiran memiliki arti numerik nol (0). Larik yang dianalisis adalah larik

yang dapat dibedakan secara nyata, baik dengan maupun tanpa bantuan

komputer. Hubungan setiap sampel DNA dari masing strain bibit kemudian

ditentukan dengan membandingkan masing pola larik berdasarkan data numerik

larik yang teramplifikasi.

19

III. HASIL PENELITIAN 3.1 KARAKTERISTIK MAKROSKOPIK 3.1.1 Tekstur pertumbuhan miselium dalam medium PDA Gambar 2. Karakteristik pertumbuhan miselium dalam media PDA (Cawan

Petri) 3.1.2 Reaksi terhadap lactophenol cotton blue Gambar 3. Respon pigmentasi miselium terhadap lactophenol cotton blue

AUA AUP AUT

AUC AUCN

20

3.1.3 Kecepatan pertumbuhan miselium dalam medium PDA (Cawan Petri)

Gambar 4 : Pola (A-E) dan Laju (F) pertumbuhan miselium 5 strain bibit jamur kuping dalam medium agar (PDA)

AUA

0

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Waktu (hari)

Dia

met

er K

olon

i (m

m)

AUP

0

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Waktu (hari)

Die

met

er K

olon

i (m

m)

AUT

0

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Waktu (hari)

Dia

met

er K

olon

i (m

m)

AUC

0

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Waktu (hari)

Dia

met

er K

olon

i (m

m)

AUCN

0

10

20

30

40

50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Waktu (hari)

Dia

met

er K

olon

i (m

m)

0

1

2

3

4

5

6

7

AUA AUP AUT AUC AUCN

Strain Bibit

Kece

pata

n Pe

rtum

buha

n (m

m p

er h

ari)

A B

C D

E F

21

3.1.4 Kecepatan pertumbuhan miselium dalam substrat bibit F1 (Botol) AUA

0

2

4

6

8

10

12

1 4 7 10 13 16 19 22 25

Waktu (hari)

Panj

ang

Mis

eliu

m (c

m)

AUC

0

2

4

6

8

10

12

1 4 7 10 13 16 19 22 25

Waktu (hari)

Panj

ang

Mis

eliu

m (c

m)

AUT

0

2

4

6

8

10

12

1 4 7 10 13 16 19 22 25

Waktu (hari)

Panj

ang

Mis

eliu

m (c

m)

AUP

0

2

4

6

8

10

12

1 4 7 10 13 16 19 22 25

Waktu (hari)

Panj

ang

Mis

eliu

m (c

m)

AUCN

0

2

4

6

8

10

12

1 4 7 10 13 16 19 22 25

Waktu (hari)

Panj

ang

Mis

eliu

m (c

m)

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

AUA AUC AUT AUP AUCN

Strain Bibit

Kec

epat

an P

ertu

mbu

han

(cm

/har

i)

Gambar 5 : Pola (A-E) dan Laju (F) pertumbuhan miselium 5 strain bibit jamur kuping dalam substrat bibit F1

A B

C D

E F

22

3.1.5 Pertumbuhan miselium dalam substrat produksi tubuh buah (Bag Log)

0

20

40

60

80

100

120

AUA AUT AUC AUP AUCN

Strain Bibit

Pers

enta

se (%

)

Tumbuh Bagus Penyebaran Rata Tekstur Tebal

Gambar 6 : Karakteristik pertumbuhan miselium dalam substrat produksi tubuh buah (Bag Log)

00.10.20.30.40.50.60.70.80.9

1

AUA AUC AUT AUP AUCN

Strain Bibit

Kece

pata

n Pe

rtum

buha

n (c

m/h

ari)

Gambar 7: Kecepatan pertumbuhan miselium dalam substrat produksi

tubuh buah (Bag Log)

23

3.1.6 Karakteristik pertumbuhan tubuh buah

0

20

40

60

80

100

120

AUA AUT AUC AUP AUCN

Strain Bibit

%

Produktivitas (g/bag log) Fruiting (%)

g pe

r bag

log

Gambar 8 : Persentase pembentukan tubuh buah (fruiting) dan produktivitas tubuh buah masing strain bibit selama 2,5 bulan

0

10

20

30

40

50

60

70

AUA AUT AUC AUP AUCN

Strain Bibit

%

Kontaminasi Tidak Tumbuh Hama

Gambar 9 : Persentase kontaminasi, kegagalan dan serangan hama masing strain bibit selama produksi tubuh buah

24

Gambar 10 : Tubuh buah dari masing strain bibit jamur kuping yang ditumbuhkan dalam substrat produksi bag log

AUA

AUA AUP

AUT AUC

AUCN

25

3.2. KARAKTERISTIK MOLEKULER 3.2.1 Hasil karakterisasi dengan penanda RAPD

OPT-05 OPT- 08 OPT-14

OPT- 16 OPT-17 OPT-18

Gambar 11 : Hasil amplifikasi fragmen DNA 5 strain bibit jamur kuping

setelah reaksi PCR dengan 6 macam primer arbitrary OPT-05, OPT-08, OPT-14, OPT-16, OPT-17 dan OPT-18.

-- 2027 bp -- 947 bp

26

3.2.2 Hasil karakterisasi dengan penanda mikrosatelit

Gambar 12 : Hasil hibridisasi DNA dengan 4 kelompok primer mikrosatelit dengan variasi basa DNA yang berbeda (I : T25, AT15, AAT10, AATT10,

AAAT10, CAT10; II : AAC10, AAG10, CTA10, TAG10, CTC10, GACA10, III : AC15, AG15, GGT10, C20; IV: AGC10, GCT10, GTG10, GGA10, GCC10)

Gambar 13 : Koloni biru putih dari sel inang yang mengndung insert

fragmen DNA mikrosatelit (Koloni putih mengandung DNA mikrosatelit, Koloni biru tidak mengandung DNA mikrosatelit)

27

Gambar 14 : Hasil isolasi DNA plasmid transforman dari beberapa koloni putih (yang mengandung DNA mikrosatelit)

Gambar 15 : Hasil pemotongan DNA plasmid transforman yang positif

mengandung insert fragmen DNA mikrosatelit (tanda panah) [A : foto dalam format negatif; B: foto dalam format aslinya]

DNA plasmid

Fragmen DNA mikrosatelit

A B

28

IV. PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik makroskopik Secara umum karakteristik makroskopik berupa tekstur pertumbuhan miselium

dalam medium agar (PDA) dan substrat F1 tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antar strain bibit yang dikaji (Gambar 2). Yang menarik adalah reaksi

pigmentasi yang terhadap senyawa lactophenol cotton blue, dimana AUC dan

AUCN memberikan respon yang paling kuat, lalu diikuti oleh AUP sementara

AUA dan AUT memeberi respon yang relatif lemah (Gambar 3). Kecepatan

pertumbuhan dalam media agar (PDA) juga tidak tampak perbedaan yang berarti

diantara strain (Gambar 4). Namun demikian, kecepatan pertumbuhan dalam

substrat bibit F1 tampak ada sedikit perbedaan dimana AUP dapat tumbuh relatif

lebih cepat dibanding 4 strain yang lain (Gambar 5).

Pertumbuhan dalam substrat produksi tubuh buah, tampak strain AUC, AUCN

dan AUP tumbuh paling merata diikuti oleh AUT sementara AUA tampak kurang

merata. Dari ketebalan, tampak AUCN dan AUT tumbuh relatif lebih tebal diikuti

oleh AUC dan AUP sementara AUA tampak paling tipis (Gambar 6). Kecepatan

pertumbuhan dalam substrat produksi memiliki peranan penting dalam

perasaingan dengan kontaminan dimana AUCN, AUC dan AUP tampak tumbuh

paling cepat diikuti oleh AUT, sementara AUA tampak paling lambat (Gambar 7).

Faktor yang paling kunci tentunya adalah produktivitas tubuh buah. Strain AUCN,

AUC dan AUP tampak memberikan nilai produktivitas paling tinggi dibandingkan

dengan AUT dan AUA (Gambar 8). Persentase keseragaman munculnya tubuh

buah juga merupakan faktor kunci dalam budidaya jamur sehingga parameter ini

merupakan faktor penting untuk diamati. Dari segi keseragaman munculnya

tubuh buah, tampak AUCN, AUC dan AUP memberikan nilai keseragaman yang

tinggi dibandingkan dengan AUA dan AUT (Gambar 8). Dari kecepatan

munculnya tubuh buah, strain AUCN teramati paling cepat (dalam waktu 20 hari

29

semenjak dibuka) menghasilkan tubuh buah dibandingkan dengan yang lain

(data tidak disajikan).

Ketahanan terhadap hama dan penyakit juga merupakan faktor penting dalam

keberhasilan budidaya jamur. Ketahanan terhadap hama yang tinggi ditunjukkan

oleh strain AUT diikuti oleh AUCN, AUC dan AUP dan terakhir AUA. Nilai

ketahanan terhadap penyakit, dalam hal ini kontaminasi oleh mikroba liar

termasuk jamur liar ditunjukkan oleh strain AUCN, AUC dan AUT lalu diikuti oleh

AUP dan AUA. Persentase kegagalan (tidak tumbuh tubuh buah) tampak terjadi

pada strain AUA, sedangkan strain yang lain rata-rata memberikan hasil

pertumbuhan tubuh buah yang 100% (Gmabar 9).

Karakteristik makroskopik secara keseluruhan, kalau dirangkum tampak bahwa

strain yang memiliki kualitas paling baik adalah strain AUCN, diikuti oleh AUC,

lalu AUP dan AUT. Sedangkan strain yang paling jelek adalah strain AUA.

4.2 Karakteristik molekuler

Dalam upaya mencari pananda mikrosatelit untuk jamur kuping, 21 macam

primer bermotif mikrosatelit yang dibagi dalam 4 kelompk (Tabel ) telah dipakai

untuk mengamplifikasi fragmen DNA yang komplementer dengan masing motif

primer tersebut. Tampak dalam tahapan hibridisasi, tiga kelompok primer

memberikan hasil hibridisasi yang ppositif (Gambar ). Dari hasil hibridisasi

tersebut, kemudian dilakukan transformasi ke sel inang E. Coli dengan maksud

memperkaya fragmen DNA mikrosatelit sebelum dilakukan pengurutan

(sekuensing) basa DNA. Transformasi berhasil dilakukan, ditandai dengan

adanya beberapa koloni E. Coli transforman yang tidak berwarna biru (Gambar ).

Beberapa dari koloni ini selanjutnya dilakukan isolasi plasmid untuk proses

berikutnya yakni sekuensing. Sebelum sekeuensing, terlebih dahulu dilakukan

konfirmasi elektroforesis akan keberadaan DNA plasmid dan fragmen DNA

mikrosatelit yang menempel pada plasmid inang E. coli (Gambar ). Hasil

30

pemotongan DNA plasmid menunjukkan bahwa plasmid inang terbukti

mengandung DNA mikrosatelit insert (Gambar ).

Hasil sekuensing terhadap 30 sampel yang dilakukan di Perusahaan Macrogen,

Seoul, Korea memberikan hasil urutan basa fragmen DNA bermotif mikrosatelit

sebanyak 2 motif. Dari kedua motif mikrosatelit tersebut diperoleh dua pasang

primer mikrosatelit yang dirancang dengan program komputer yang pada

dasarnya memperhatikan kaidah perancangan primer seperti kandungan GC, tm

dan jumlah basa. Karena keterbatasan waktu, kedua primer tersebut belum

sempat diaplikasikan untuk menentukan karakteristik masing strain berdasarkan

keberadaan pola DNA mikrosatelitnya.

Meskipun demikian, pendekatan molekuler lain yakni RAPD yang juga dilakukan

dalam penelitian ini, ternyata memberikan hasil yang cukup baik untuk

menampakkan polimorfisme antar strain bibit sehingga dapat dipakai sebagai

penanda untuk menentukan kualitas bibit yang dianggap baik. Dengan

menggunakan 6 macam primer arbitrary (Tabel ), berhasil diamplifikasi fragmen-

fragmen DNA yang terapit oleh primer-primer arbitrary tersebut. Hasil amplifikasi

tersebut memeberikan pola larik dalam gel seperti tampak dalam Gambar .

Karena strain AUCN merupakan bibit terbaik dari hasil pengkajian makroskopik,

dan hasil karakterisasi RAPD menunjukkan perbedaan pola larik AUCN dengan

kelima strain yang lain untuk tiap primer arbitrary, maka pola larik AUCN untuk

keenam macam primer arbitrary tersebut dapat dipakai sebagai penanda RAPD

untuk karakterisasi bibit jamur kuping. Adapun pola larik AUCN untuk keenam

primer arbitrary tersebut adalah : OPT-05 : 1 larik (947 bp); OPT-08 : 12 larik

(2027, 1904, 1750, 1450, 1225, 1150, 947, 831, 650, 564, 400 dan 200 bp);

OPT-14 : 4 larik (1800, 1375, 831 dan 300 bp); OPT-16 : 8 larik (2027, 1850,

1500, 1200, 1000, 947, 760, 500 bp); OPT-17 : 7 larik (3530, 1450, 1375, 1200,

947, 800, 650 bp) dan OPT-18 : 6 larik (3530, 2750, 1600, 1200, 831, 564 bp).

Disamping itu, ada 3 primer yang menghasilkan larik-larik spesifik dengan ukuran

31

basa tertetntu yang hanya terdapat pada strain AUCN yakni : OPT - 08 : 3 larik

(2027, 1904 dan 1450 bp); OPT - 16 : 2 larik (1200 dan 760 bp) dan OPT - 18 : 3

larik (3530, 1600 dan 831 bp). Keberadaan larik-larik tersebut dari aplifikasi PCR

dengan menggunakan primer dan prosedur yang sama dapat dipakai sebagai

penanda spesifik untuk karakterisasi bibit jamur kuping nantinya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Karakter makroskopik strain bibit jamur kuping yang paling baik adalah AUCN 3. Pasangan primer yang mengapit tiga motif fragmen DNA mikrosatelit jamur

kuping adalah

- GTGAAGTTTCATGGCAAGAC - ATCACGTCTATCAGGTTTGG

- GGGAAAGTGATCCCATCTTT - AGTTGTGGGAACATCGAACT - CCTTACATTTGACAATCCTCGAC - CTACGGTTGAGCATGCTGTT

3. Strain bibit AUCN memiliki pola larik berbeda dengan strain bibit yang lain

dengan 6 macam primer arbitrary yakni OPT-05 : 5’- GGGTTTGGCA -3’, OPT-08 : 5’- AACGGCGACA -3’, OPT-14 : 5’- AATGCCGCAG -3’, OPT-16 : 5’- GGTGAACGCT -3’, OPT-17 : 5’- CCAACGTCGT -3’ dan OPT-18 : 5’- GATGCCAGAC -3’.

4. Keenam pola larik RAPD strain AUCN adalah :

OPT-05 : 1 larik (947 bp) OPT-08 : 12 larik (2027, 1904, 1750, 1450, 1225, 1150, 947, 831, 650,

564, 400 dan 200 bp) OPT-14 : 4 larik (1800, 1375, 831 dan 300 bp) OPT-16 : 8 larik (2027, 1850, 1500, 1200, 1000, 947, 760, 500 bp) OPT-17 : 7 larik (3530, 1450, 1375, 1200, 947, 800, 650 bp)

32

OPT-18 : 6 larik (3530, 2750, 1600, 1200, 831, 564 bp) 5. Larik spesifik strain AUCN dihasilkan oleh tiga primer sehingga dapat dipakai

sebagai penanda spesifik untuk karakterisasi bibit jamur kuping yakni : - OPT - 08 : 3 larik (2027, 1904 dan 1450 bp) - OPT - 16 : 2 larik (1200 dan 760 bp) - OPT - 18 : 3 larik (3530, 1600 dan 831 bp)

Untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian ini, perlu dilakukan uji coba

terhadap hasil rancangan primer mikrosatelit yang diperoleh terhadap kelima

strain bibit jamur kuping ini termasuk strain jamur kuping yang lain. Larik-larik

spesifik yang dihasilkan oleh 3 primer arbitrary OPT-08, OPT-16 dan OPT-18

perlu dilakukan karakterisasi lebih lanjut untuk mengetahui urutan basanya dan

selanjutnya dapat dirancangan primer sebagai penanda spesifik.

VII. DAFTAR PUSTAKA Adato, A., D. Sharon, U. Lavi, J. Hillel & S. Gazit. 1995. Application of DNA

fingerprints for identification and genetic analyses of Mango genotypes. J.

Amer. Soc. Hort. Sci. 120 (2):259-264.

Caetano-Anolles, G., B.J. Bassam dan P.M. Gresshoff, 1991, DNA amplification

fingerprinting using very short arbitrary oligonucleotide primers,

Biotechnology, 9 : 553-557

Crouch, J.H., D. Vuylsteke & R. Ortiz. 1998. Perspectives on the application of

biotechnology to assist the genetic enhancement of plantain and banana

(Musa spp.). EJB Electronic Journal of Biotechnology vol.1 no.1.

Fisher, M.C., T.J. White & J.W. Taylor, 2002, Primers for genotyping single

nucleotide polymorphisms and microsatellites in the pathogenic fungus C.

immitis : Molecular ecology 8, 1075-1092

Joshi, S.P., P.K. Ranjekar & V.S. Gupta. 1999. Molecular markers in plant

genome analysis. Current Science. 77(2):230-239

Liu, B.H. 1998. Statistical Genomics: Linkage, mapping & QTL analysis. CRC

Press. USA.

33

Oei, P., 1996, Mushroom cultivation with special emphasis on appropriate

techniques for developing countries, Tool Publications, Leiden –

Netherlands, p. 221-225

Pointing, S.B. and K.D. Hyde, 2001, Bio-exploitation of filamentous fungi, Fungal

Diversity Press, Hongkong, p.223-251

Treuren, R.V. 2000. Genetic Marker. http://www.plant.wageningen-ur.nl/about/

Biodiversity/cgn/research/molgen/