Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

47

Transcript of Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

Page 1: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM
Page 2: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

ii

KATA PENGANTAR

Assalamau’alaikum Wr.Wb.

Salam Sejahtera,

Pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas

daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi semua

masyarakat. Pembangunan daerah Kalimantan Selatan merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari pembangunan nasional. Artinya bahwa kinerja pembangunan nasional sangat

tergantung pula kepada kinerja pembangunan di masing-masing daerah, termasuk dalam hal ini

adalah di Provinsi Kalimantan Selatan. Oleh karena itu evaluasi terhadap kinerja pembangunan

daerah merupakan upaya yang sangat strategis demi tercapainya tujuan pembangunan baik

dalam tataran lokal maupun nasional dan internasional.

Oleh karena itu kami sangat mengapresiasi adanya kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan

Daerah (EKPD) 2009 yang dilaksanakan oleh Bappenas karena dengan kegiatan tersebut dapat

dinilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah Kalimantan Selatan dalam rentang

waktu 2004-2009. Evaluasi ini juga sangat penting dilakukan untuk melihat apakah

pembangunan daerah telah mencapai tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat

mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah tersebut sehingga pada akhirnya dapat

memberikan informasi penting yang berguna sebagai alat untuk membantu pemangku

kepentingan dan pengambil kebijakan pembangunan dalam memahami, mengelola dan

memperbaiki apa yang telah dilakukan sebelumnya.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak kekurangan dan

ketidaksempurnaan, oleh karenanya kami mengucapkan permohonan maaf dan siap menerima

masukan maupun kritikan guna kesempurnaan laporan ini.

Akhirnya, semoga laporan ini dapat memberikan nilai manfaat langsung bagi perbaikan hidup

masyarakat dan kelangsungan pembangunan di daerah ini khususnya dan rakyat Indonesia pada

umumnya. Atas bantuan dan kerjasama serta kepercayaannya, kami Tim EKPD Provinsi

Kalimantan Selatan menghaturkan ucapan terima kasih.

DAFTAR ISI

Page 3: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

iii

Halaman Sampul ................................................................................................... i Kata Pengantar ..................................................................................................... ii Daftar Isi ................................................................................................................ iii BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang dan Tujuan ............................................................ 1 1.2 Tujuan dan Keluaran Evaluasi ....................................................... 2 1.3 Metodologi ...................................................................................... 4 1.4 Anggota Tim Evaluasi .................................................................... 5 BAB II. HASIL EVALUASI ............................................................................... 7 2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI .................. 7 2.1.1. Capaian Indikator .............................................................. 7 Analisis Relevansi ............................................................... 8 Analisis Efektifitas ............................................................... 9

2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ........ 12 2.1.3. Rekomendasi Kebijakan .................................................. 13

2.2 TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA ....................... 13 2.2.1. Capaian Indikator .............................................................. 14 Analisis Relevansi ............................................................... 14 Analisis Efektifitas ............................................................... 16

2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ........ 19 2.2.3. Rekomendasi Kebijakan .................................................. 21

2.3 TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI ........................................ 22 2.3.1. Capaian Indikator .............................................................. 22 Analisis Relevansi ............................................................... 23 Analisis Efektifitas ............................................................... 23

2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ........ 24 2.3.3. Rekomendasi Kebijakan .................................................. 27

2.4 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM ................... 27 2.4.1. Capaian Indikator .............................................................. 27 Analisis Relevansi ............................................................... Analisis Efektifitas ...............................................................

2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ........ 31 2.4.3. Rekomendasi Kebijakan .................................................. 36

2.5 TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT ........................................ 38 2.5.1. Capaian Indikator .............................................................. 39 Analisis Relevansi ............................................................... 39 Analisis Efektifitas ............................................................... 39

2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ........ 40 2.5.3. Rekomendasi Kebijakan .................................................. 42

BAB III. KESIMPULAN ...................................................................................... 44

Page 4: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Tujuan

Pada hakekatnya pembangunan daerah Kalimantan Selatan adalah upaya terencana

untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang

lebih baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat. Pembangunan daerah

Kalimantan Selatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

nasional,

Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan diberikan kewenangan secara luas untuk

menentukan kebijakan dan program pembangunan di daerah masing-masing. Hal ini

sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004.

Pendekatan dalam melakukan Evaluasi kinerja pembangunan daerah Kalimantan

Selatan sebenarnya dapat menggunakan tingkat indikator dengan pendekatan

pengukuran kinerja sebagai berikut:

• Relevansi untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan

terhadap sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya.

• Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi

terhadap pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan

daerah.

• Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) dirubah menjadi

keluaran (outputs).

• Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan

outcomes pembangunan.

• Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil

pembangunan dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.

• Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan.

• Produktivitas, untuk melihat nilai tambah dari setiap tahapan proses

pembangunan dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan.

Namun mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya dalam pelaksanaan EKPD

2009 ini, maka pendekatan dalam melakukan evaluasi hanya meliputi relevansi dan

efektivitas pencapaian.

Page 5: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  2

Oleh karena itu evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan

untuk menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah Kalimantan

Selatan dalam rentang waktu 2004-2008. Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat

apakah pembangunan daerah telah mencapai tujuan/sasaran yang diharapkan dan

apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan daerah tersebut.

Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna

sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan

pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah

dilakukan sebelumnya.

Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal

guna mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah periode

berikutnya.

1.2. Tujuan dan Keluaran Evaluasi Tujuan dan Keluaran Evaluasi yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD

Kalimantan Selatan 2009 meliputi:

• Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi

Kalimantan Selatan

• Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di Provinsi Kalimantan

Selatan.

• Draft Laporan akhir dan Laporan Akhir digambarkan sebagai berikut:

Kata Pengantar Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Tujuan

1.2 Keluaran

1.3 Metodologi

1.4 Sistematika Penulisan Laporan

BAB II HASIL EVALUASI Deskripsi permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah serta

identifikasi tujuan pembangunan daerah.

Page 6: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  3

2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI 2.1.1. Capaian Indikator

Grafik capaian indikator outcomes Provinsi Kalimantan Selatan

dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa

Analisis Relevansi

Analisis efektifitas

2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang

outcomes yang spesifik dan menonjol

2.1.3. Rekomendasi Kebijakan 2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

2.2.1. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes Provinsi Kalimantan Selatan

dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa

Analisis Relevansi

Analisis efektifitas

2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang

spesifik dan menonjol

2.2.3. Rekomendasi Kebijakan 2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI

2.3.1. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes Provinsi Kalimantan Selatan

dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa

Analisis Relevansi

Analisis efektifitas

2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang

spesifik dan menonjol

2.3.3. Rekomendasi Kebijakan 2.4 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

2.4.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes Provinsi Kalimantan Selatan

dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa

Analisis Relevansi

Analisis efektifitas

Page 7: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  4

2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang

outcomes yang spesifik dan menonjol

2.4.3 Rekomendasi Kebijakan 2.5 TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT

2.5.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial Provinsi

Kalimantan Selatan dibandingkan dengan capaian indikator Tingkat

Kesejahteraan Sosial nasional.

Analisis relevansi Analisis efektivitas

2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator output penunjang outcomes

yang spesifik dan menonjol

2.5.3 Rekomendasi Kebijakan

BAB III. KESIMPULAN Menyimpulkan apakah capaian tujuan/sasaran pembangunan daerah Kalimantan

Selatan telah relevan dan efektif terhadap tujuan/sasaran pembangunan nasional.

Ringkasan eksekutif hanya memuat bahasan ringkas atas capaian indikator hasil

(outcomes)

1.3. Metodologi

Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil adalah

sebagai berikut:

(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang

memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).

(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator

pendukung dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase. (3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak

dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.

(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna

negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan

terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).

Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi

jumlah dari penyusun indikator hasil (indikator pendukungnya).

Page 8: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  5

Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah

Relevansi dan Efektivitas.

Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran pembangunan

yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan. Dalam hal ini,

relevansi pembangunan daerah Kalimantan Selatan dilihat apakah tren capaian

pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional.

Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara

hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas

pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah

Kalimantan Selatan membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan melalui:

a. Pengamatan langsung Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek

pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi,

pemerintahan, politik, lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di

wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.

b. Pengumpulan Data Primer

Data diperoleh melalui FGD (Focus Group Discussion) dengan pemangku

kepentingan pembangunan daerah. Tim Evaluasi Provinsi Kalimantan Selatan

menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali masukan dan tanggapan peserta

diskusi.

c. Pengumpulan Data Sekunder Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti Badan

Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Selatan, Bappeda Provinsi Kalimantan

Selatan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi

Kalimantan Selatan serta pihak Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan.

1.4. Anggota Tim Evaluasi

Berdasarkan surat penunjukkan Rektor Universitas Lambung Mangkurat No.:

1329/H8/PS/2009 tanggal 27 April 2009 maka susunan anggota Tim Evaluasi Provinsi

Kalimantan Selatan untuk tahun 2009 sebagai berikut:

Page 9: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  6

1. Pengarah : Prof. Ir. H. Muhammad Rasmadi, MS (Rektor Unlam)

2. Ketua : Drs. H. M. Djaperi, Ak.

3. Sekretaris : Saipudin, SE, M.Si, Ak

4. Anggota : Drs. H.M. Nordin Ideram, MA

Ir. H. Yusuf Azis, M.Sc

M. Nur Iman Ridwan, S.Sos, M.Si

Page 10: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  7

BAB II HASIL EVALUASI

Pada bagian ini akan dideskripsikan tentang permasalahan dan tantangan utama

pembangunan daerah serta identifikasi pembangunan daerah pada 5 indikator, yaitu:

tingkat pelayanan publik dan demokrasi, tingkat kualitas sumber daya manusia, tingkat

pembangunan ekonomi, kualitas pengelolaan sumber daya alam dan tingkat

kesejahteraan sosial di Provinsi Kalimantan Selatan.

2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI

Indikator tingkat pelayanan publik dan demokrasi akan dilihat dari indikator

pendukungnya, meliputi:

- Persentasi jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan

- Persentasi aparat yang berijazah minimal S1

- Persentasi jumlah kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap

- Gender Development Index (GDI)

- Gender Empowerment Measurement (GEM)

- Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah Provinsi

- Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pemilihan Legislatif

- Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam Pilpres

2.1.1. Capaian Indikator

Grafik capaian indikator Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi Provinsi

Kalimantan Selatan dibandingkan dengan capaian indikator Tingkat Pelayanan Publik

nasional dapat dilihat pada Grafik di halaman 8 :

Page 11: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  8

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Capa

ian

Indi

kato

r O

utco

me

-0,20

-0,15

-0,10

-0,05

0,00

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,35

Tren

Cap

aian

Indi

kato

r O

utco

me

Nasional Kalsel Nasional Kalsel

C

A. Analisis Relevansi Capaian indikator hasil (outcomes) tingkat pelayanan publik dan demokrasi di

Provinsi Kalimantan Selatan sudah relevan dan sejalan dengan pembangunan nasional.

Hal ini dapat dilihat dari perbandingan dengan nilai capaian indikator hasil tingkat

pelayanan publik daerah dengan nasional. Namun belum dapat dikategorikan lebih baik

dari capaian pembangunan nasional yang tergambar dari perbadingan indikator hasil

(outcomes) pembangunan daerah Provinsi Kalimantan Selatan dengan nasional, sebagai

berikut :

1. Capaian indikator hasil (outcomes) daerah yang menurun pada 2007 dan di

bawah capaian nasional, yakni Provinsi Kalimantan Selatan 61,5 pesen

dibandingkan dengan tingkat nasional 62,75 persen, namun tren masing-

masing sama nilainya 0,1.

2. Capaian indikator daerah berfluktuasi dengan tren menurun, pada 2005 adalah

77,74 persen dan 2006 menjadi 70,73 persen dan 2007 hanya mencapai

61,5 persen.

3. Nilai indikator pendukung terutama sekali Gender Development Index (GDI) dan

Gender Empowerment Meassurement (GEM) daerah perkembangannya lambat

dan nilainya di bawah rata-rata nasional. Demikian pula persentasi aparat yang

Page 12: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  9

berijazah S1, tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislatif

dan Pilpres nilainya masih rendah di bawah rata-rata nasional.

4. Nilai indikator pendukung pada kasus korupsi yang tertangani terjadi fluktuasi ke

arah penurunan. Tahun 2004 dan 2005 masing-masing mencapai 100 persen

dibandingkan dengan nasional 2004 dan 2005 yang masing-masing 97 persen.

Namun pada tahun berikutnya terjadi penurunan, pada 2006 hanya 50 persen

dibanding dengan nasional 94 persen, tahun 2007 adalah 55 persen dan

nasional 94 persen, dan tahun 2008 adalah 90 persen dan nasional 94 persen.

Secara keseluruhan nilai indikator hasil pembangunan daerah yang relevan dan

sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional adalah pada 2004 (daerah

76,69 dan nasional 57,69), tahun 2005 (daerah 77,74 dan 51,3), tahun 2006 (daerah

70,73 dan nasional 54,94), tahun 2008 (daerah 80,00 dan nasional 65,43). Disini juga

terjadi tren kenaikan pada 2007 dari 61,5 persen menjadi 80,00 persen pada 2008.

Indikator pendukung yang paling besar nilainya dari rata-rata nasional adalah

pada persentasi jumlah kabupaten /kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap. Pada semua kabupaten /kota di Provinsi Kalimantan Selatan mulai tahun 2004

sampai 2009 sudah 100 persen memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap. Ini

sangat berbeda bila dibandingkan dengan rata-rata nasional yang pada tahun 2004

(2,15 persen), 2005 (2,05 persen), 2006 (21,59 persen), 2007 (61,29 pesen), dan 2008

(74,3 persen).

B. Analisis Efektivitas Efektivitas pembangunan di daerah Provinsi Kalimantan Selatan masih

berfluktuasi. Pada tahun 2004 indeks outcomes 76,69 persen dan meningkat atau

membaik pada 2005 menjadi 77,74 persen (tren 0.01). Namun pada 2006 terjadi

menurunan menjadi 70,73 persen (tren 0,09) dan pada 2007 lebih menurun menjadi 61,5

persen (tren 0,13) dan membaik atau naik lagi pada 2008 menjadi 80 persen (tren 0,3)

Dari gambaran data tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja pembangunan daerah

Provinsi Kalimantan Selatan belum atau tidak efektif.

Pada indikator hasil (outcome) pelayanan publik dan demokrasi terdapat beberapa

indikator pendukung yang menyumbang kinerja pembangunan daerah Provinsi

Kalimantan Selatan tidak tercapai dengan efektif, antara lain bersumber dari :

Page 13: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  10

1. Persentasi jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang

dilaporkan

Pada tahun 2004 dan 2005 kasus penanganan korupsi masing-masing tercapai

100 persen. Ini berhubung kasus korupsi yang ditangani masih sedikit jumlahnya dan

juga tak kalah penting berupa partisipasi dan peran masyarakat/LSM menekan dan

mengontrol penanganan kasus-kasus korupsi terhadap lembaga-lembaga penegak

hukum sehingga kasus-kasus perkara dapat diselesaikan. Sebagai catatan kasus

yang menarik pada 2004, melalui tekanan-tekanan masyarakat sehingga Kejaksaan

Negeri Banjarmasin serius menyelidiki kasus korupsi DPRD Kota Banjarmasin periode

1999-2004 yang disebut mas media daerah dengan istilah “korupsi dana siluman“

dan berhasil memenjarakan para pimpinan dan sebagian anggota DPRD tersebut.

Demikian pula dengan kasus korupsi di DPRD Kabupaten Tapin priode 1999-2004

melalui tekanan masyarakat Kejaksaan Negeri setempat dapat memenjarakan para

pimpinan dan sebagian anggotanya.

Namun sejak 2006 penanganan kasus-kasus korupsi telah menurun, yakni 2006

hanya 50 persen, 2007 hanya 55 persen, dan 2008 hanya 60 persen. Data Kejaksaan

Tinggi Kalimantan Selatan dari priode Agustus 2008 s.d. Agustus 2009 penanganan

kasus-kasus korupsi adalah : (a) peningkatan status 60 perkara ; (b) penuntutan

52 perkara ; (c) dan penyelesaian 37 perkara. Ini berarti dalam kurun waktu tersebut

kasus korupsi yang terselesaikan hanya berkisar 24,8 persen. Ini belum termasuk

kasus korupsi yang ditangani pihak Kapolda Kalsel yang belum terselesaikan, seperti

kasus dugaan penyalahgunaan wewenang Bupati Dati II KabupatenTanah Laut pada

2006 yang berkolusi melakukan pertambangan batubara di areal hutan lindung, kasus

mark-up dana APBD Provinsi Kalimantan Selatan untuk memperpanjang landasan

pacu Bandara Syamsudin Noor, dan lainnya yang sampai sekarang masih mandeg di

Kepolisian Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

Tampaknya penurunan kinerja penanganan kasus-kasus korupsi di Kalimantan

Selatan disebabkan menurunnya peran masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya

masyarakat untuk menekan dan mengontrol para penegak hukum dan disamping itu

ada terkesan “tebang pilih” dalam penanganan kasus korupsi, sehingga masyarakat

sebagai bagian social control sangat apatis keterlibatannya. Seperti halnya kasus

korupsi DPRD priode 1999 – 2004 Kota Banjarmasin dan Kabupaten Tapin sampai

sekarang sebagian anggota DPRD yang telah menikmati hasil korupsi itu tidak pernah

lagi dilanjutkan penyelidikannya oleh pihak kejaksaan. Walaupun sudah ada tekanan

ataupun instruksi dari Ketua Kejaksaan Agung terhadap Kepala Kejaksaan Tinggi

Page 14: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  11

Kalimantan Selatan sewaktu bulan Mei 2009 berkunjung ke Banjarmasin supaya

kasus itu diselesaikan, namun sampai sekarang belum ada sama sekali kabar

penyelesaian kasus itu.

Sementara ini banyak kasus korupsi di daerah provinsi Kalimantan Selatan

dengan kasap mata masyarakat mengetahuinya, namun sebagian besar tidak

tersentuh atau tidak diselidiki oleh lembaga penegak hukum dan apabila tertangani

maka prosesnya masih berjalan di tempat sehingga di sini perlu dipertanyakan

“profesionalisme” dan keseriusan dari lembaga-lembaga penegak hukum di daerah.

2. Gender Development Index (GDI)

Perkembangan GDI di Provinsi Kalimantan Selatan adalah di bawah rata-rata

nasional dan di samping itu perkembangan GDI daerah cukup lambat. Sebagai

gambaran tahun 2004 daerah adalah 60,68 persen dan nasional 63,94 persen, 2005

daerah hanya 61,83 persen dan nasional 65,13 persen, dan tahun 2006 hanya 62,2

persen dan nasional 65,3 persen. Lambannya perkembangan ini searah dengan

belum diikuti perkembangan yang optimal permasalahan bidang kesehatan dasar

perempuan seperti kematian ibu melahirkan, perempuan usia subur yang kekurangan

energi kronik, dan prevalensi ibu hamil. Dalam bidang pendidikan, lambannya

penanganan perempuan yang buta huruf, perempuan yang tamat SLTA dan

Perguruan Tinggi lebih rendah dari laki-laki, dan perempuan yang drop-out (DO)

sekolah lebih tinggi dari laki-laki. Sementara di bidang ekonomi berkaitan dengan

partisipasi angkatan kerja perempuan lebih rendah dari pada laki-laki.

3. Gender Empowerment Meassurement (GEM)

Perkembangan GEM pada Provinsi Kalimantan Selatan adalah di bawah rata-rata

perkembangan nasional dan perkembangannya di daerah cukup lambat. Pada 2004

daerah adalah 57,44 persen dan nasional 59,67 persen, tahun 2005 daerah adalah

57,37 persen dan nasional 61,32 persen. Lambannya kemajuan perkembangan GEM

di daerah Provinsi Kalimantan Selatan adalah terkait dengan penanganan bidang

ekonomi, politik, hukum, dan penanganan keamanan perempuan terutama sekali pada

masalah korban tindak kekerasan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Page 15: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  12

4. Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilu Legislatiif dan Pemilihan Presiden

Dalam pemilu legislatif tahun 2004 partisipasi politik masyarakat daerah 71,52

persen di bawah tingkat rata-rata nasional 75,19 persen dan pemilu legislatif 2009

agak menurun sedikit dengan keterlibatan masyarakat 71,04 persen dan sedikit di

atas rata-rata nasional yang nilainya 71 persen. Sementara partisipasi politik

masyarakat di daerah dalam pemilihan Presiden pada tahun 2004 adalah 70,75

persen di bawah rata-rata nasional 75,98 persen dan Pilpres di daerah tahun 2009

adalah 70 persen di bawah rata-rata nasional yang berjumlah 73 persen. Searah

dengan itu maka partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan Kepala Daerah

Provinsi yang dilaksanakan pada pada bulan Juni 2005 adalah 69,5 persen.

Tidak optimalnya partisipasi politik masyarakat baik dalam pemilu legislatif,

pemilihan presiden, dan pemilihan gubernur kepala daerah adalah disebabkan

kurangnya sosialisasi ketiga pemilu itu kepada masyarakat, apatisme masyarakat

terhadap pemilu, mobilitas/berpindahnya tempat tinggal penduduk dan pada 2009

yang lebih menyolok permasalahannya adalah kisruh dan ketidakpastian Daftar

Pemilih Tetap (DPT).

2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Dari masing-masing capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang

spesifik dan menonjol dalam tingkat pelayanan publik dan demokrasi di daerah Provinsi

Kalimantan Selatan adalah “jumlah kota/kabupaten yang memiliki peraturan daerah

pelayanan satu atap”. Ini salah satu indikator pendukung penunjang outcome yang paling

spesifik dan menonjol karena seluruh kabupaten/kota di daerah provinsi ini sejak dari

2004 sudah memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap. Dari keseluruhan indikator

pendukung penunjang outcomes maka indikator pendukung ini yang mempunyai nilai

besar dan nilai tambah dari semua indikator pendukung lainnya.

Walaupun di daerah ini semua kabupaten/kota sudah memiliki peraturan daerah

pelayanan satu atap, namun bukan berarti pelayanan publik dari kantor pelayanan satu

atap ini sudah optimal. Dari hasil penelitian, salah satunya adalah tesis (Royati, Afrida,

pada Magister Administrasi Publik Universitas Lambung Mangkurat, 2008) diketahui

bahwa pelayanan publik di Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KP2T) Pemerintah Kota

Banjarmasin belum berjalan secara optimal disebabkan belum ada koordinasi yang

memadai antara Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KP2T) dengan dinas-dinas yang

mempunyai tugas teknis terkait dengan layanan itu, pengurusan perijinan sebagian masih

Page 16: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  13

dilakukan oleh dinas-dinas terkait karena dinas-dinas yang bersangkutan mempunyai

target penerimaan yang diperoleh dari hasil pelayanan pemberian ijin, waktu

penyelesaian seringkali tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan, kesantunan petugas

pelayanan, pengurusan ijin oleh masyarakat kadang-kadang masih menggunakan jasa

orang lain (makelar/calo). Dari semua hal itu pada akhirnya berdampak kepada kualitas

pelayanan publik, salah satunya adalah menimbulkan ketidakpuasan masyarakat

terhadap pelayanan yang diberikan.

2.1.3. Rekomendasi Kebijakan

1. Perlu ada perpanjangan atau perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

di daerah karena beberapa tahun terakhir (sejak 2006) banyak kasus korupsi

penyelesainnya lamban dan tidak diselesaikan secara tuntas, bahkan ada kesan

dihentikan oleh lembaga-lembaga penegak hukum di daerah.

2. Perlu inovasi kebijakan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dengan

mengalokasikan anggaran yang lebih besar setiap tahun di dalam APBD untuk

memajukan program peningkatan kualitas peran perempuan sampai ke pelosok

desa dan kegiatan itu bukan hanya dilakukan pemerintah semata-mata bersama

dengan organisasi PKK dan Dharma Wanita, tetapi juga melibatkan lembaga-

lembaga swadaya masyarakat (LSM).

3. Perlu penerapan undang-undang pelayanan publik sehingga masyarakat dapat

terlindungi haknya untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas.

4. Perlu pelibatan secara aktif masyarakat maupun Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) dalam pelaksanaan sosialisasi pemilu legislatif, pemilihan

presiden, dan pemilihan kepala daerah agar pelaksanaan lebih efektif dan

partisipasi masyarakat meningkat.

2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

Pada indikator tingkat kualitas sumber daya manusia ini akan dilihat output

indikator pendukung sebagai berikut:

- Indeks Pembangunan Manusia

- Pendidikan yang meliputi: Angka Partisipasi Murni (SD/MI), Rata-rata nilai akhir

(SMP/MTs, SMA/SMK/MA), Angka Putus Sekolah (SD, SMP/MTs, Sekolah

Page 17: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  14

Menengah), Angka melek aksara 15 tahun ke atas, dan Persetase jumlah guru

yang layak mengajar (SMP/MTs, Sekolah Menengah)

- Kesehatan yang meliputi: Umur Harapan Hidup (UHH), Angka Kematian Bayi

(AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), Prevalensi Gizi Buruk (%), Prevalensi Gizi

Kurang (%), dan Persentase tenaga kesehatan per penduduk.

- Keluarga Berencana yang meliputi: Persentase penduduk ber KB, dan Persentase

laju pertumbuhan penduduk.

2.2.1 Capaian Indikator

Grafik capaian indikator outcomes Provinsi Kalimantan Selatan dibandingkan

dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisanya dapat dilihat di bawah

ini.

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

100,00

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Capa

ian

Indi

kato

r O

utco

me

-0,20

-0,10

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

Tren

Cap

aian

Indi

kato

r O

utco

me

Nasional Kalsel Nasional Kalsel

A. Analisis Relevansi Capaian indikator hasil (outcomes) tingkat kualitas sumber daya manusia di

Provinsi Kalimantan Selatan sudah relevan dan sejalan dengan pembangunan nasional.

Hal ini dapat dilihat dari perbandingan dengan nilai capaian indikator hasil tingkat kualitas

sumber daya manusia di daerah dengan nasional. Walaupun dapat dikategorikan lebih

baik dari capaian pembangunan nasional terutama pada tahun 2004, 2005, 2007 dan

2009, namun pada tahun 2006 dan tahun 2008 Provinsi Kalimantan Selatan berada di

Page 18: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  15

bawah pencapaian nasional yang tergambar dari perbandingan indikator hasil (outcomes)

pembangunan daerah Provinsi Kalimantan Selatan dengan nasional, sebagai berikut :

1. Capaian indikator hasil (outcomes) daerah yang menurun pada 2006 dan 2008

karena berada di bawah capaian nasional. Pada tahun 2006 Nasional mencapai

angka 77,07% sedangkan Provinsi Kalimantan Selatan pada angka 71,46%.

Sedangkan pada tahun 2008 Nasional mencapai angka 83,10% sedangkan

Provinsi Kalimantan Selatan hanya berada pada angka 67,43%.

2. Capaian indikator daerah berfluktuasi dengan tren menurun, pada 2006 sampai

dengan 2008, dimana pada tahun 2006 adalah 71,46 persen, tahun 2007

walaupun meningkat pada angka 77,12% namun dibandingkan pada tahun

2004-2005 masih relatif kecil dan tahun 2008 mengalami penurunan hingga

menyentuh angka 67,43%. Namun pada tahun 2009 terjadi peningkatan yang

cukup signifikan, yaitu pada angka 93,85%.

3. Nilai indikator pendukung seperti IPM, walaupun tiap tahunnya terjadi

peningkatan namun terkesan lamban dan tidak signifikan serta masih berada di

bawah angka nasional.

4. Pada indikator pendukung aspek pendidikan yang cukup membahagiakan bagi

Provinsi Kalimantan Selatan adalah dalam hal pencapaian Angka Partisipasi

Murni SD/MI dan Angka Melek Aksara 15 tahun ke atas yang sampai tahun

2008 mendekati dan mencapai angka 100%.

5. Pada indikator pendukung aspek kesehatan, Umur Harapan Hidup (UHH)

mengalami peningkatan dimana pada tahun 2004 hanya pada angka 61,6 dan

di tahun 2007 mencapai angka 62,6.

6. Pada indikator pendukung Keluarga Berencana, walaupun terjadi fluktuasi

namun sampai tahun 2008 terjadi peningkatan dan di sisi lain laju pertumbuhan

penduduk dapat dikurangi dari 2,04 di tahun 2004 hingga 1,47 di tahun 2008

dan ditargetkan pada tahun 2009 mencapai angka 1,44.

Secara keseluruhan nilai indikator hasil pembangunan daerah yang relevan dan

sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional adalah pada 2004 (daerah

87,61 dan nasional 79,40), tahun 2005 (daerah 84,08 dan nasional 77,29), tahun 2006

(daerah 71,46 dan nasional 77,07), tahun 2007 (daerah 77,12 dan nasional 76,75) dan

tahun 2008 (daerah 67,43 dan nasional 83,10) serta pada tahun 2009 ditargetkan oleh

daerah sebesar 93,85 dan nasional 84,73.

Indikator pendukung yang paling besar nilainya dari rata-rata nasional adalah

pada persentasi penduduk ber KB. Dimana angka rata-rata di daerah selalu berada di

Page 19: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  16

atas Nasional, walaupun terjadi fluktuasi dan bahkan sampai pada tahun 2008 persentase

penduduk ber KB mendekati angka 100% (95,45).

B. Analisis Efektivitas Pembangunan di daerah Provinsi Kalimantan Selatan masih dapat dikatakan

berjalan secara efektif walaupun terjadi sedikit fluktuasi ke arah penurunan pada tahun

2005-2008, namun di tahun 2009 optimis terjadi peningkatan yang cukup signifikan

dengan target mencapai angka 93,85. Jika dirunut, maka dapat diketahui bahwa pada

tahun 2004 capaian indikator outcomes Provinsi Kalimantan Selatan berada di angka

87,91% dan menurun pada tahun 2005 dengan angka 84,08% (tren -0,04), di tahun 2006

terjadi penurunan hingga angka 71,46% (tren -0,15%) dan pada tahun 2007 terjadi

peningkatan hingga mencapai angka 77,12 (tren 0,08), namun pada tahun 2008

mengalami penurunan dengan angka mencapai 67,43 (tren -0,13) dan pada tahun 2009

ditargetkan terjadi peningkatan yang cukup signifikan dengan angka 93,8% (tren 0,39).

Dari gambaran data tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja pembangunan daerah

Provinsi Kalimantan Selatan belum atau tidak efektif dan berjalan kurang stabil.

Jika dikaji akar permasalahan pada indikator Kualitas Sumber Daya Manusia

bersumber dari masalah yang sangat strategis, salah satunya adalah masalah relatif

rendahnya tingkat pendidikan penduduk. Dampak transisi demografis akibat keberhasilan

program kesehatan dan program KB menyebabkan turunnya jumlah siswa yang

bersekolah pada jenjang SD/MI dari tahun ke tahun dan pada saat yang sama terjadi pula

perubahan struktur usia siswa SD/MI dengan semakin menurunnya siswa berusia lebih

dari 12 tahun dan meningkatnya siswa berusia kurang dari 7 tahun.

Kesenjangan tingkat pendidikan antar kelompok penduduk, misalnya antara

penduduk kaya dan penduduk miskin, antara penduduk laki-laki dan penduduk

perempuan, antara penduduk perkotaan dan perdesaan, dan antar daerah melengkapi

peta permasalahan bidang pendidikan di Provinsi Kalimantan Selatan. Akses penduduk

miskin untuk mendapatkan pendidikan bermutu masih rendah, karena mereka menilai

bahwa pendidikan masih terlalu mahal. Ini menyebabkan munculnya faktor disinsentif

bagi penduduk, terutama penduduk atau keluarga miskin untuk berinvestasi pada bidang

ini. Pemerataan penyediaan fasilitas pelayanan pendidikan, khususnya untuk jenjang

pendidikan menengah pertama dan yang lebih tinggi di pedesaan dan daerah terpencil

lainnya juga merupakan faktor penyebab enggan dan mahalnya pendidikan.

Di sektor Kesehatan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan juga menghadapi

tantangan untuk mewujudkan Kalimantan Sehat 2010. Tantangan ini, selain menyangkut

Page 20: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  17

ketersediaan dana, juga berkaitan erat dengan masih kuatnya pengaruh penerapan

paradigma sakit di kalangan pemerintah. Penerapan paradigma ini sangat berpengaruh

terhadap orientasi kebijakan alokasi anggaran dan penanganan masalah kesehatan,

yang lebih berfokus pada aspek kuratif dan rehabilitasi daripada pencegahan, promosi

dan pemberdayaan masyarakat.

Peningkatan Upaya kesehatan di Provinsi Kalimantan Selatan dihadapkan dengan

tantangan sebagai akibat terjadinya transisi demografi dan efedemiologi, seperti

perubahan sosial, tingkat pendidikan, keadaan ekonomi, kondisi lingkungan dan pengaruh

globalisasi, meningkatnya penyakit non enfeksi seperti kardiovaskoler, kanker dan

penyakit degeneratif lainnya, serta disisi lain tuntutan masyarakat akan pelayanan

kesehatan yang lebih baik, bermutu, terjangkau dan merata. Dan harus diakui, selama ini

masih banyak permasalahan kesehatan di Kalimantan Selatan, seperti masih rendahnya

derajat kesehatan dari warga miskin, akibat rendahnya akses terhadap pelayanan

kesehatan, minimnya dana yang dialokasikan untuk menunjang program kesehatan,

beberapa penyakit menular, yang dapat menjadi ancaman utama bagi masyarakat.

persentase laju pertumbuhan penduduk.

Tetapi seperti dikemukakan di atas, laju peningkatan status kesehatan tersebut

masih lebih lambat daripada provinsi-provinsi lain, sehingga status kesehatan penduduk

dan HDI provinsi ini juga lebih rendah. Perhitungan HDI juga menyentuh masalah gender.

Peringkat Indeks Pembangunan Gender (Gender related Development Index, GDI) di

provinsi ini masih rendah. Ini berarti ketidaksetaraan gender di berbagai bidang

pembangunan masih merupakan masalah yang dihadapi di masa mendatang, termasuk

hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, perlakuan diskriminatif

terhadap perempuan. Penelataran dan kekerasan terhadap anak dan sisi lain masalah

sosial yang harus ditangani dengan sistematis, seperti ketidakpedulian terhadap hak

tumbuhkembang anak, rendahnya tingkat kesejahteraan dan perlindungan terhadap anak,

rendahnya peran masyarakat dalam mendukung pemberdayaan perempuan dan

peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak termasuk kapasitas kelembagaan di

tingkat daerah.

Menurunnya peringkat HDI tampaknya berpengaruh langsung terhadap

penurunan peringkat indeks kemiskinan manusia. Ada dua indikator penting HPI yang

mengalami penurunan selama periode ini yakni akses penduduk ke fasilitas kesehatan

dan persentase anak usia di bawah lima tahun kurang gizi. Rendahnya HDI terkait

dengan faktor lain, yakni kapasitas Pemda. Otonomi daerah seharusnya memberi

Page 21: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  18

keleluasan yang lebih memadai kepada pemerintah daerah untuk menentukan prioritas

pembangunan berdasarkan kemampuannya sendiri. Tetapi justru dari sini dilema-dilema

penyelenggaraan otonomi daerah bermunculan. Sebelum Pemerintahan oleh Gubernur

yang ada sekarang semakin terasa bahwa kemampuan daerah untuk meningkatkan

kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan semakin menurun. Masalah mendasar

yang dihadapi berkaitan dengan komitmen pemerintah terhadap tuntutan besaran

anggaran untuk sektor ini. Kemudian, rendahnya kualitas pendidikan, yang tercermin

dalam penyerapan lulusan oleh dunia kerja, prosentase lulusan dalam UAN, pergeseran

dari proses pendidikan ke proses pengajaran, rendahnya profesionalisme dan sebagainya

dikaitkan dengan komitmen tersebut.

Terkait dengan Kualitas Sumber Daya Manusia di Provinsi Kalimantan Selatan

guna mencari solusi atas permasalahan dan tantangan di atas, Pemerintah Daerah

memiliki komitmen yang tinggi apalagi secara eksplisit sudah tertuang pada Visi

Kalimantan Selatan, yaitu ”Terwujudnya Masyarakat Kalimantan Selatan yang Tertib,

Sejuk, Nyaman, Unggul dan Maju” (TERSENYUM), dimana salah satu misi

pembangunannya (Misi Ke-2) adalah Meningkatkan pengembangan kualitas sumberdaya

manusia dan mewujudkan Kalimantan Sehat 2010.

Pada Agenda Menciptakan Kalimantan Selatan yang unggul dan maju,

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selata sudah menyusun sasaran pokok dengan prioritas

dan arah kebijakan, meliputi:

1. Sasaran pertama:

Terwujudnya kualitas SDM dan Kalimantan Sehat, yang ditunjukkan dengan tingkat

pendidikan dan keterampilan meningkat, penguasaan ilmu dan teknologi meningkat,

serta meningkatnya angka IPM. Untuk mencapai sasaran tersebut, prioritas

pembangunan daerah tahun 2006-2010 diletakkan pada :

a. Bidang Pendidikan dengan kebijakan yang diarahkan untuk :

- Penuntasan wajib relajar 9 tahun

- Peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan

- Peningkatan kualitas pengelolaan jalur sekolah dan luar sekolah

- Peningkatan profesionalisme, kompetensi, dan kesejahteraan tenaga

pendidik

- Menciptakan sistem pendidikan yang sehat dan berbasis kompetensi

- Rehabilitasi, revitalisasi, serta pengembangan sarana dan prasarana

pendidikan

- Pengembangan perpustakaan

Page 22: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  19

b. Bidang Kesehatan dengan kebijakan yang diarahkan untuk:

- Peningkatan status gizi masyarakat dan mendorong kemandirian

masyarakat untuk hidup sehat

- Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta dalam pembangunan

bidang kesehatan

- Peningkatan manajemen dan sistem informasi kesehatan

- Peningkatan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta

lingkungannya

- Peningkatan dan pengawasan pelayanan kesehatan dan rujukan kepada

pasien sesuai standar pelayanan medis yang bermutu, merata dan

terjangkau

- Peningkatan fasilitas penunjang dan sistem penyelenggaraan pendidikan

kesehatan

- Peningkatan profesionalisme dan kompetensi aparatur, tenaga medis dan

tenaga pengajar pendidikan kesehatan

- Pembangunan dan peningkatan prasarana fisik bidang kesehatan

2.2.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Indikator spesifik dan menonjol pada indikator Tingkat Kualitas SDM di Provinsi

Kalimantan Selatan adalah berkenaan dengan Angka Partisipasi Murni (SD/MI) dan

Angka melek aksara 15 tahun ke atas. Kedua indikator pendukung ini dalam 5 tahun

terakhir menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini tentu saja berkaitan

erat dengan kebijakan dan program pembangunan bidang pendidikan yang telah

dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan Pemerintah Kabupaten/Kota

se Kalimantan Selatan.

Memajukan dalam bidang pendidikan di Kalimantan Selatan ditandai dengan

diberikannya penghargaan oleh negara yang diserahkan oleh Presiden Republik

Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Sebuah anugerah kehormatan, karena telah

membuat kemajuan yang sangat berarti dalam bidang pendidikan di Kalimantan Selatan.

Perhatian yang sangat serius dari kepemimpinan Kepala Daerah sekarang adalah

upaya memajukan bidang pendidikan di Kalimantan Selatan, dimana Gubernur membuat

langkah besar yang sangat berarti bagi perkembangan pendidikan di Kalimantan Selatan

dengan mengalokasikan dana bagi pembangunan bidang pendidikan dalam APBD 2009

hingga mencapai 20%, semua ini memiliki landasan pemikiran yang sangat kuat dan

argumentatif, dimana aspek pendidikan dipandang sebagai sebuah pembangunan yang

sangat fundamental dalam membangun kualitas sumber daya manusia di Kalimantan

Page 23: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  20

Selatan dan sektor pendidikan merupakan kekuatan (knowledge is power) yang dapat

mempercepat perubahan, mewujudkan daya saing masyarakat sehingga dicapai

kemajuan yang pesat dalam pembangunan di Kalimatan Selatan.

Apalagi dengan adanya Empat Program Prioritas Pendidikan. Berdasarkan MoU

antara Menteri Pendidikan Nasional dengan Gubernur, Bupati, Walikota serta Ketua

DPRD Provinsi dan Kabupaten se Kalimantan Selatan yang ditandatangani 18 Maret

2006. Program kegiatan pembangunan pendidikan di Kalimantan Selatan telah ditetapkan

sehingga 4 program prioritas yang meliputi Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun,

peningkatan kualitas guru pada setiap jenjang pendidikan, pemberantasan buta aksara,

dan rehabilitasi gedung dan ruang belajar sekolah.

Disamping bidang Pendidikan, hal yang menonjol juga terjadi pada bidang

kesehatan. Pada bidang Kesehatan sebagai salah satu aspek penentu (determinant

factor) dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga

membangun unsur manusia melalui pembangunan bidang kesehatan ini menjadi bagian

yang fundamental dan integral dengan pembangunan pendidikan dalam melaksanakan

pembangunan yang berkelanjutan di Kalimantan Selatan.

Berdasarkan laporan angka Indeks Pembangunan Manusia derajat kesehatan

Kalimantan Selatan yang digambarkan melalui Umur Harapan Hidup memang masih

berada di bawah rata-rata Nasional yang sudah mencapai 68,5 tahun sementara

Kalimantan Selatan berada pada usia 62,4 tahun. Rendahnya angka dari Usia Harapan

Hidup di Klimantan Selatan ini, terkait dengan tingginya angka kematian ibu dan bayi

yang disurvei di daerah ini pada tahun 2006, tentunya merupakan hasil pembangunan

kesehatan yang terjadi pada masa sebelum tahun survei.

Langkah tepat yang dilakukan Pemprov mengalokasikan dana untuk membangun

aspek kesehatan di daerah ini mencapai 15% dari APBD, sebuah upaya yang telah

diwujudkan melalui pemenuhan pembiayaan dalam pembangunan bidang kesehatan.

Langkah selanjutnya pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan melakukan

pemenuhan terhadap kebutuhan bidan di desa, dengan mengangkat bidan secara

bertahap sehingga memenuhi setiap satu desa ada satu bidan desa. Ini merupakan solusi

dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi yang masih cukup tinggi terjadi

di Kalimantan Selatan.

Sementara Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan berupaya melakukan

percepatan penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi ini dengan berbagai strategi yang

meliputi:

Page 24: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  21

1. Upaya dalam peningkatan SDM tenaga kesehatan dalam pelayanan Kesehatan Ibu

dan Anak, seperti melakukan pelatihan asuhan persalinan normal untuk bidan,

pelatihan penanggulangan kegawatdaruratan bayi baru lahir bagi dokter anak dan

bidan di pelayanan dasar, meninngkatkan pendidikan bidan dari D1 ke D3 Kebidanan

dan ke S1 serta mengadakan berbagai seminar untuk mendapatkan masukan

perluasan pengetahuan yang berkenaan dengan penanganan permasalahan

kesehatan ibu dan anak.

2. Memperkuat penerapan Program di Pelayanan Dasar di Rumah Sakit, Puskesmas,

Pustu dan Polindes/Polkesdes, dikembangkannya sebanyak 43 Puskesmas PONED

di Kalimantan Selatan yang secara khusus memberikan penanganan kasus ibu hamil

persalinan dan bayi yang baru lahir, serta ditambahkannya rumah sakit PONEK di

Kabupaten/Kota untuk mengatasi kegawatdaruratan obstetri dan neonatal.

3. Penerapan Program di Pelayanan Dasar, seperti penerapan Buku KIA untuk seluruh

ibu hamil dan bayi baru melahirkan, pemasangan stiker P4K (Program Perencanan

Persalinan dan Pencegahan Komplikasi)

4. Disamping itu terus dilakukan penerapan kemitraan bidan dengan dukun bayi dalam

menolong persalinan yang aman.

2.2.3 Rekomendasi Kebijakan

Secara umum pada indikator pendukung pendidikan kondisinya relatif lebih baik

jika dibandingkan dengan indikator pendukung kesehatan, oleh karenanya kami

memberikan beberapa rekomendasi kebijakan yang diusulkan dalam rangka mengatasi

permasalahan dan tantangan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia terutama

memfokuskan pada bidang kesehatan di Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu:

1. Pada penanganan gizi masyarakat, perlu : (1) program gizi dikaitkan dengan kegiatan

program lain diluar program pangan secara konvergen seperti dengan program air

bersih dan kesehatan lingkungan, imunisasi, penyediaan lapangan kerja dan

penanggulangan kemiskinan. (2) kegiatan pemantauan berat badan dan tinggi badan

anak balita dan sekolah akan menjadi modal utama bagi program gizi. Survei gizi

nasional secara periodik dan terprogram seharusnya menjadi kebijakan nasional

(3) Revitalisasi Posyandu (4) Secara bertahap perlu ada “perombakan” kurikulum di

lembaga pendidikan tenaga gizi di semua tingkatan untuk lebih memahami perlunya

paradigma baru yang berorientasi pertumbuhan dan status gizi anak sebagai titik tolak

dan tujuan program.

Page 25: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  22

2. Program Unggulan Rumah Sakit. Program unggulan ini dimaksudkan agar setiap

rumah sakit memprioritaskan salah satu dari pelayanan kesehatan dengan prima baik

dari aspek tenaga maupun sarana, sehingga terjadi sebuah spesialisasi dalam

pelayanan, dan antar rumah sakit dapat bekerja sama dalam bentuk rujukan dalam

penanganan masalah kesehatan, di samping membentuk jalinan distribusi pasien,

agar tidak menumpuk dan mengakibatkan menurunnya kualitas pelayanan kesehatan

kepada masyarakat yang memerlukannya.

2.3. TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI Tingkat Pembangunan Ekonomi akan dilihat ada 3 indikator pendukungnya:

1. Ekonomi Makro, yang meliputi: laju pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor

terhadap PDRB, Persentase output manufaktur terhadap PDRB, persentase output

UMKM terhadap PDRB, pendapatan per kapita, dan laju inflasi.

2. Investasi, meliputi: persentase pertumbuhan realisasi invetasi PMA, dan persentase

pertumbuhan realisasi investasi PMDN.

3. Infrastruktur, meliputi: panjang jalan nasional berdasaran kondisi dalam km, panjang

jalan provinsi dan kabupaten berdasarkan kondisi dan penambahan panjang jalan

provinsi per tahun.

2.3.1. Capaian Indikator

Grafik capaian indikator outcomes Provinsi Kalimantan Selatan dibandingkan

dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa.

-

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

2004 2005 2006 2007 2008 2009(1,00)

(0,50)

-

0,50

1,00

1,50

2,00

DAERAHNASIONALDAERAHNASIONAL

Page 26: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  23

Analisis Relevansi

Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana tujuan/sasaran

pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan

utama/tantangan. Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah Kalimantan

Selatan dilihat apakah tren capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik

dari capaian pembangunan nasional.

Sejak tahun 2004 hingga 2008 indikator outcome Kalimantan Selatan berada

pada kisaran 9,50%, sementara indikator outcome Nasional berfluktuatif secara

besar dalam kisaran 34%, secara aggregatif memang tren capaian pembangunan

daerah tidak sebaik dari capaian pembangunan nasional. Namun kalau kita

perhatikan masing-masing indikator hasil (out-put) pendukung capaian

pembangunan daerah misalnya pertumbuhan ekonomi sudah sejalan dengan

capaian pembangunan nasional, bahkan untuk tahun 2007 dan 2008

menunjukan hasil diatas target (RPJMD) masing-masing 5,54% realisasinya

6,08% dan 5,70% realisasinya 6,37%.

Kalau kita perhatikan pada masing-masing indikator hasil (out-put)

pendukung pada ekonomi makro dari enam indikator secara rata-rata pertahun

yang relevan ada dua indikator yaitu laju pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi,

sementara indikator lainya tidak relevan. Indikator hasil pendukung secara rata-

rata pertahun misalnya laju pertumbuhan ekonomi daerah (5,58%) berada diatas

nasional (5,35%), sedangkan laju inflasi daerah secara rata-rata (9,82%) dan

nasional (9,35%). Sedangkan indikator-indikator daerah lainnya secara rata-rata

berada dibawah nasional.

Analisis Efektivitas

Efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan

dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas

pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah

Kalimantan Selatan membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Sejak tahun 2004 hingga 2008 indikator outcome Kalimantan Selatan berada

pada kisaran 9,50%, kalau kita perhatikan penurunan terjadi pada tahun 2005.

Kemudian pada tahun 2006 terjadi kenaikan yang sebelumnya 8,89% menjadi

9,01%, lalu pada tahun 2007 naik menjadi 9,60% kemudian naik lagi pada tahun

2008 menjadi 10,45%.

Page 27: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  24

Kalau kita perhatikan pada masing-masing indikator hasil (out-put)

pendukung pada ekonomi makro dari enam indikator yang efektif ada tiga

indikator yaitu laju pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadp PDRB dan

pendapatan perkapita, sementara indikator lainya tidak efktif. Indikator hasil

pendukung secara rata-rata pertahun misalnya laju pertumbuhan ekonomi daerah

(5,60%), persentase ekspor terhadap PDRB (12,09%), dan pendapatan perkapita

(6,58%). Sedangkan indikator-indikator daerah lainnya secara rata-rata mengalami

penurunan.

2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan

menonjol.

Pertumbuhan Ekonomi

Jika diamati struktur ekonomi Kalimantan Selama beberapa tahun

terakhir ini 2004-2008 terjadi beberapa pergeseran struktur ekonomi,

sehingga kontribusi masing-masing sektor dari sembilan sektor pembentuk

PDRB, sektor primadona berubah-ubah sejak tahun 2004 (sektor

keuangan), 2005 (sektor Bangunan), 2006 (sektor pertambangan), dan 2007

(sektor keuangan) serta 2008 (sektor pertambangan).

Namun demikian, sasaran pembangunan yang tepat untuk saat ini bagi

Kalimantan Selatan bukanlah merubah struktur ekonomi tetapi lebih pada

peningkatan daya tahan sektor terhadap iklim usaha yang sering berubah-ubah.

Sektor yang mempunyai daya tahan tinggi tentunya akan mampu

mengembangkan dirinya sehingga pada gilirannya akan meningkatkan

peranan/kontribusi sektor yang bersangkutan dalam struktur ekonomi di

wilayahnya.

PDRB Per Kapita

Peningkatan besaran PDRB dapat dipengaruhi oleh dua sisi, yaitu sisi

permintaan dan sisi supply/produksi. Dan sisi produksi, output suatu kegiatan

ekonomi dipengaruhi oleh modal, tenaga kerja dan teknologi. Ketiga faktor tersebut

akan mempengaruhi besarnya output suatu kegiatan ekonomi. Peningkatan modal

Page 28: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  25

dan kemajuan teknologi akan menyebabkan effisiensi dan meningkatkan

produktivitas, Sementara itu, jumlah dan kualitas tenaga kerja juga akan

meningkatkan output suatu kegiatan ekonomi.

Kesejahteraan penduduk secara ekonomi sebenarnya dapat diukur dari

pendapatan per kapita penduduk di suatu wilayah. Secara teori, pendapatan

penduduk dapat diperoleh dengan menghilangkan porsi pendapatan yang dimiliki

oleh penduduk luar Kalimantan Selatan dan menambah porsi pendapatan penduduk

Kalimantan Selatan yang berada di wilayah luar Kalimantan Selatan (transfer in -

transfet out). Oleh karena lalu lintas dan kepemilikan modal antar region di Indonesia

cukup sulit didapatkan maka besaran PDRB per kapita menjadi ukuran altematif

untuk melihat kesejahteraan penduduk.

PDRB per kapita dapat dilihat dari dua sisi, yaitu PDRB per kapita atas

dasar harga berlaku dan PDRB per kapita atas dasar harga konstan. PDRB per

kapita atas dasar harga berlaku menggambarkan besarnya produktivitas perorangan

yang masih dipengaruhi oleh perubahan harga dari komoditi yang diproduksinya.

Sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui

pertumbuhan nyata ekonomi per kapita.

Tren kenaikan yang terjadi pada PDRB per kapita atas harga berlaku

dengan besaran yang relatif tinggi disebabkan oleh pengaruh harga barang dan

jasa yang cenderung terus meningkat.

Ekspor Kalimantan Selatan

Selama periode 2004 — 2008 perkembangan nilai ekspor Kalimantan

Selatan menunjukkan kondisi yang cukup balk dimana selarna kurun waktu tersebut

nilai ekspor terus mengalami peningkatan. Sejak tahun 2005 kontribusi nilai ekspor

terhadap PDRB Kalimantan Selatan sudah 9,10%, tahun 2006 (10,85%), tahun

2007 (11,45%) dan pada tahun 2008 (29,05%). Komoditas ekspor ini terutarna

didorong oleh produksi batubara yang terus bertambah dengan kontribusi lebih dad

90% terhadap total ekspor.

Page 29: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  26

Penanaman Modal

Investasi atau penanaman modal merupakan salah satu variabel

ekonomi yang penting dan mampu menggerakkan perekonomian. Beberapa

teori ekonomi menyebutkan betapa pentingnya peranan investasi dalam

meningkatkan output. Beberapa peningkatan output ekonomi suatu daerah

akibat perubahan investasi sangat tergantung dari besarnya ICOR

(Incremental Capital Output Ratio).

Upaya-upaya positif telah dilakukan pemerintah dalam rangka untuk lebih

menarik minat investor baik investor dalam negeri maupun investor asing untuk

menanamkan modalnya Upaya-upaya tersebut diantaranya dengan

meningkatkan keamanan dan menumbuhkan iklim yang kondusif bagi investasi

serta pemberian fasilitas bagi investor yang akan menanamkan modalnya.

Sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam, provinsi

Kalimantan Selatan telah lama menjadi salah satu daerah tujuan investasi di

Indonesia. Sampai dengan tahun 2007 dan 2008 realisasi PMDN maupun PMA

mengalami pertumbuhan yang positif.

Laju Inflasi Kota Banjarmasin

Pada tahun 2008 secara umum laju inflasi Banjarmasin mencapai 11,00%

memang bila clibandingkan dengan laju inflasi satu tahun sebelumnya terjadi

kenaikan namun nilai tersebut masih dibawah inflasi nasional. Dilihat dari series

waktu selama tahun 2004 hingga 2008 di Kota Banjarmasin terjadi inflasi yang

berfluktuatif, seperti halnya juga inflasi nasional.

Gerakan inflasi bulanan di Kota Banjarmasin, banyak dipengaruhi oleh

momen tertentu dan kondisi transportasi serta musim. Momen perayaan hari besar

agama clan tahun baru merupakan momen yang merubah komposisi permintaan clan

penawaran barang dan jasa di pasaran. Umumnya pada momen tersebut

permintaan terhadap makanan bailk bahan makanan maupun makanan jadi

dan permintaan sandang, serta transportasi bertambah tinggi.

Page 30: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  27

Untuk faktor musim, biasanya berpengaruh pada harga barang-

barang bahan makanan produk pertanian terutarna padi dan palawija,

sedangkan faktor kondisi transportasi akan mempengaruhi

kesinambungan barang-barang yang didatangkan dari luar pulau.

2.3.3. Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi dari analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik

dan menonjol adalah ;

1. Diperlukan peningkatan daya tahan sektor terhadap iklim usaha yang sering

berubah-ubah. Sektor yang mempunyai daya tahan tinggi tentunya akan

mampu mengembangkan dirinya sehingga pada gilirannya akan

meningkatkan peranan/kontribusi sektor yang bersangkutan.

2. Diperlukan usaha yang lebih keras untuk menciptakan kondisi kondusif bagi

iklim investasi,

3. Pertumbuhan menaik sementara kontribusi manufaktur maupun kontribusi

UMKM menurun jadi struktur ekonomi Kalimantan Selatan bangunan,

angkutan dan jasa-jasa.

2.4. KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM Indikator Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dilihat dari indikator

pendukungnya, meliputi:

1. Kehutanan, yang meliputi: persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan,

rehabilitasi lahan luar hutan, dan luas kawasan konservasi.

2. Kelautan, meliputi: jumlah tindak pidana perikanan, persentase terumbu karang

dalam keadaan baik, dan luas kawasan konservasi laut

Page 31: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  28

2.4.1 Capaian Indikator

Pengelolaan sumberdaya alam di Kalimantan Selatan meliputi sumberdaya

alam berupa hutan dan laut.

Sektor kehutanan di Kalimantan Selatan saat ini sedang menghadapi

permasalahan dan juga menjadi isu nasional maupun internasional, antara lain:

• Kerusakan sumberdaya hutan dan lingkungan,

• Kemiskinan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan,

• Ekses negatif permintaan kayu,

• Konflik sosial dan konflik penggunaan kawasan hutan,

• Kabut asap sebagai efek kebakaran lahan dan hutan,

• Ecolabel dan persaingan di pasar global.

Di Kalimantan Selatan hutan alam yang tersisa tinggal di hutan lindung

Pegunungan Meratus, dan itu pun hanya terdapat di daerah-daerah yang sulit

dijangkau oleh manusia. Hutan tanaman industri sebagian besar mengalami

stagnan. Kemudian di kawasan lindung/daerah tangkapan air (catchment area)

tersisa pohon berukuran kecil yang ditinggalkan penebang liar karena tidak laku

dijual. Hutan tanaman yang dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir

dengan berbagai dana hasilnya jauh di bawah laju kerusakan hutan.

 

Dengan kondisi hutan seperti sekarang ini, memang tidak terlepas dari

kesalahan pengelolaan di masa lalu, antara lain adanya eksploitasi besar-

0,005,00

10,0015,0020,0025,0030,0035,0040,0045,0050,00

2004 2005 2006 2007 2008 2009-20,000,0020,0040,0060,00

80,00100,00120,00140,00160,00

NasionalKalselNasionalKalsel

Page 32: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  29

besaran terhadap hutan yang tidak diikuti dengan penanaman. Kondisi ini

semakin parah dengan semakin maraknya kegiatan illegal loging di seluruh

daerah Kalimantan Selatan serta sering terjadinya kebakaran hutan yang

melanda daerah ini pada musim kemarau. Penanaman hutan yang tidak

disertai dengan kegiatan pemeliharaan menambah daftar kesalahan yang

membuat kegagalan mengatasi kerusakan hutan yang ada. Penambangan liar

(illegal mining) yang merambah di seluruh fungsi hutan membuat hutan yang

ada semakin rusak, sehingga degradasi hutan dan deforestasi terjadi di seluruh

daerah.

Degradasi hutan dan deforestasi mengakibatkan turunnya kemampuan

sumberdaya hutan. Oleh karena itu pengelolaan hutan yang lebih serius dan

bijaksana dalam rangka pembangunan hutan yang berkelanjutan sangat

diperlukan guna mencegah kerusakan lebih lanjut.

 

Konservasi sumberdaya hutan dilakukan melalui rehabilitasi lahan kritis di

dalam hutan, rehalibilitas lahan di luar hutan dan pendirian kawasan

konservasi. Rehabilitasi lahan kritis dilakukan dengan melakukan kegiatan

gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan yang didanai APBN dan APBD

serta dengan rehabilitasi hutan rakyat yang didanai APBD.

Di bidang kelautan, Kalimantan Selatan memiliki area perairan laut seluas

155.330,85 ha, dimana 136.437,88 ha merupakan zona perikanan

berkelanjutan. Masalah di perairan laut dan pesisir adalah masalah

pelanggaran pidana di bidang perikanan yang makin meningkat baik oleh

nelayan sendiri maupun nelayan dari luar provinsi, serta kerusakan terumbu

karang yang makin meningkat pesat sejak tahun 2000.

Tindakan pengelolaan sumberdaya alam yang selama ini telah dilakukan oleh

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, antara lain berupa kegiatan GNRHL,

rehabilitasi hutan rakyat, rehalibilitas lahan di luar hutan dan pendirian kawasan

konservasi, pembentukan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD). Adapun

kualitas dari tindakan pengelolaan tersebut dapat dilihat dari capaiaan indikator

kualitas pengelolaan sumberdaya alam yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.1.

Dari gambar terlihat kualitas pengelolaan sumberdaya alam di Kalimantan

Page 33: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  30

Selatan berfluktuasi tajam, meningkat cukup tajam di tahun 2006 dan 2008 dan

jauh di atas rata-rata nasional.

Gambar 2.4.1. Capaian Indikator Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam

Gambar 2.4.2. Trend Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam. Trend kulitas pengelolaan kulitas smberdaya alam juga menunjukkan trend

yang berfluktuasi. Trend meningkat tajam di tahun 2006 dan 2008.

Hal ini disebabkan pada tahun-tahun tersebut dilakukan survey terhadap

kualitas terumbu karang dan tersedianya dana yang mencukupi untuk

rehabilitasi lahan hutan. Ketersediaan dana ini seiring dengan terjadinya

Page 34: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  31

peningkatan pendapatan daerah antara tahun 2006 dan 2008, yaitu dari Rp

1.179.994.168.778,30 (tahun 2006) menjadi Rp 1.875.512.776.977,70 (tahun

2008).

2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol

Kalimantan Selatan memiliki luas lahan kritis seluas 555,98 ribu hektar pada

tahun 2004 atau sekitar 14,81% dari luas areal hutan. Selama tahun 2004

sampai saat ini terus dilakukan reboisasi untuk mengatasi hal tersebut. Hasil

capaian rehabilitasi lahan ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.1.

Keterangan : Garis trend menggunakan metode Two Periode Moving Average Gambar 2.4.3. Persentase Luas Lahan Rehabilitasi terhadap Lahan Kritis Gambar 2.4.3 terlihat bahwa persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan

terhadap lahan kristis dari tahun 2004-2009 cenderung berfluktuasi. Hal ini

disebabkan oleh ketersediaan dana. Keadaan yang fluktuatif ini juga sejalan

dengan yang dicapai secara nasional, yaitu 0,4% pada tahun 2004 menurun

menjadi 0,32% pada tahun 2006.

Capaian persentase luas lahan rehabilitasi terhadap lahan kritis ini terkendala

oleh beberapa faktor. Kendala utama kenapa capaian indicator ini berfluktuasi

adalah karena program rehabilitasi lahan sangat tergantung hanya pada APBN.

Page 35: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  32

Sedangkan dana APBD yang terbatas lebih diperuntukkan bagi pengembangan

hutan rakyat.

Tahun 2004, lahan kritis yang direhabilitasi seluas 0,52%, kemudian turun

menjadi 0,29% di tahun 2005. Tahun 2006 0,95% lahan kritis telah direhabilitasi

dan merupakan persentase tertinggi selama kurun waktu lima tahun terakhir.

Namun, persentase ini semakin menurun menjadi 0,35% pada tahun 2007 dan

terus turun menjadi 0,02% di tahun 2008. Tahun 2008 dana rehabilitasi hanya

bersumber dari APBD untuk pengembangan hutan rakyat. Jadi, sejak tahun

2006, tren perkembangan persentase luas lahan rehabilitasi cenderung

menurun. Hal ini sama dengan apa yang terjadi di tingkat nasional.

Program rehabilitasi lahan luar hutan meliputi pengembangan hutan kota. Luas

lahan yang direhabilitasi cenderung berfluktuasi menurun selama tahun 2004-

2007. Dari seluas 12,74 ribu hektar menurun menjadi 940 hektar pada tahun

2005. Pada tahun 2006 dan 2007 kembali meningkat menjadi 12,14 ribu hektar

Hasil capaian ini sejalan dengan apa yang dicapai secara nasional (lihat

Gambar 2.4.4).

Keterangan : Garis trend menggunakan metode Two Periode Moving Average Gambar 2.4.4. Luas Rehabilitasi Lahan Luar Hutan Lahan konservasi di Kalimantan Selatan meliputi taman hutan raya, cagar alam,

taman wisata alam dan suaka margasatwa. Luas lahan konservasi ini cederung

turun yaitu dari 212,63 ribu hektar dari tahun 2005 turun menjadi 209,04 ribu

Page 36: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  33

hektar pada tahun 2008. Hal yang sama juga terjadi pada kondisi nasional (lihat

Gambar 2.4.5)

Keterangan : Garis trend menggunakan metode Two Periode Moving Average Gambar 2.4.5. Luas Kawasan Konservasi Provinsi Kalimantan Selatan juga memiliki kawasan perairan laut seluas

155.330,85 ha dimana 136.437,88 ha merupakan zona perikanan

berkelanjutan. Hal ini sangat potensial untuk dikembangkan sesuai dengan misi

pembangunan bidang perikanan dan kelautan.

Misi pembangunan bidang perikanan dan kelautan adalah memberdayakan

pembudidaya ikan dan nelayan menuju masyarakat perikanan dan kelautan

yang mandiri, maju, sejahtera dan berkeadilan serta memanfaatkan

sumberdaya perairan, pesisir dan pelautan secara optimal, berkesinambungan

dan berwawasan lingkungan dalam rangka meningkatkan ekonomi wilayah dan

rakyat, mengembangkan sosial budaya, peningkatan sumberdaya manusia,

sumberdaya alam dan sumberdaya buatan serta lingkungan hidup.

Perairan laut yang potensial ini juga harus dijaga melalui pengawasan dan

penegakan hukum agar lestari dan mampu meningkatkan ekonomi rakyat.

Tujuan dari kegiatan pengawasan dan penegakan hukum adalah melestarikan

sumberdaya perikanan agar tercapainya kondisi pengelolaan sumberdaya ikan

yang lestari dan berkelanjutan, meminimalkan illegal fishing dan memfasilitasi

penyidikan dan pemberkasan perkara tindak pidana perikanan. Dari 40 orang

Page 37: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  34

yang melakukan pelanggaran tindak pidana bidang perikanan baik di perairan

umum maupun laut baru dilakukan penyidikan dan pemberkasan perkara

sebanyak 14 orang dari dana APBN tahun 2008. Anggaran dana yang terserap

untuk pengawasan hanya 74,93% sehingga realisasi anggaran dana

pengawasan hanya 78,47%.

Secara nasional, trend jumlah kasus pidana perikanan cenderung menurun,

yaitu dari 200 kasus di tahun 2004 turun menjadi 154 kasus di tahun 2007.

Trend jumlah kasus di Kalsel sendiri cenderung meningkat. Hal ini karena

selain adanya peningkatan anggaran pengawasan, juga pelanggaran yang

dulunya ringan sekarang mulai diajukan ke pengadilan.

Keterangan : Garis trend menggunakan metode Two Periode Moving Average Data Tahun 2009 sampai dengan Juni 2009 Gambar 2.4.6. Jumlah Tindak Pidana Perikanan Provinsi Kalimantan Selatan memiliki potensi terumbu karang diperkirakan

seluas 1.623,98 ha (tahun 2008). Terumbu karang ini berada di Kabupaten

Kotabaru (P. Laut Barat, P. Laut Selatan dan P. Laut Sembilan) seluas 1.308 ha

dan sisanya Kabupaten Tanah Bumbu (Kec. Angsana). Antara tahun 2004-

2007 belum ada data yang kontinue tentang kondisi terumbu karang secara

menyeluruh. Hanya pada tahun 2006 dilakukan survey terbatas di perairan

seluas 41 ha di Kec. Angsana, Kab. Tanah Bumbu. Hasil survey menunjukkan

bahwa 20% terumbu karang dalam kondisi kritis, sedangkan terumbu karang

dalam kondisi baik hanya 53,93%.

Page 38: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  35

Kerusakan terumbu karang semakin meningkat sejak tahun 2000. Nelayan-

nelayan dari luar P. Kalimantan diduga membongkar terumbu jenis abalone dan

jenis terumbu karang lainnya.

Keterangan : Garis trend menggunakan metode Two Periode Moving Average Gambar 2.4.7. Persentase Terumbu Karang dalam Keadaan Baik Beberapa tindakan dilakukan untuk menjaga kelestarian terumbu karang.

Tindakan awal diantaranya melakukan survey dan pemetaan tentang kondisi

terumbu karang dan pembentukan kawasan konservasi.

Kegiatan survey dan pemetaan kondisi terumbu karang terkendala oleh biaya

dan peralatan. Untuk itu perlu kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian

swasta dan pengusaha yang berminat menjadikan terumbu karang sebagai

obyek wisata bawah laut.

Pembentukan kawasan konservasi dilakukan dengan prgram Kawasan

Konservasi Laut Daerah (KKLD). Sampai dengan tahun 2008 diperkirakan luas

KKLD adalah 22.119 ha. Pembentukan KKLD memerlukan biaya yang besar,

sehingga setiap tahun diperkirakan hanya dapat membentuk 1 KKLD baru

seluas 100 ha.

Page 39: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  36

Keterangan : Garis trend menggunakan metode Two Periode Moving Average Gambar 2.4.8. Luas Kawasan Konservasi Laut Dengan KKLD diharapkan pemerintah daerah dan masyarakat lokal dapat lebih

berperan dalam menjaga kelestarian laut dengan segala isinya.

2.4.3 Rekomendasi Kebijakan

Visi dari pembangunan kehutanan di Kalimantan selatan adalah terwujudnya

hutan lestari dan masyarakat yang tertib dan maju. Artinya pengelolaan hutan

dilakukan untuk memperoleh manfaat yang optimal dan lestari serta

penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk membuat masyarakat tertib dalam

mengelola hutan sehingga bisa maju taraf kehidupannya.

Dalam paradigma lama, hutan hanya dipandang sebagai penghasil kayu saja,

sehingga terjadi penebangan yang tidak terkendali dan maraknya illegal

logging. Hal ini mengakibatkan terjadinya degradasi hutan dan deforestasi yang

berujung pada terjadinya bencana seperti tanah longsor, banjir, kebakaran

hutan dan perubahan iklim. Degradasi hutan dan deforestasi yang terjadi di

Kalimantan Selatan mengakibatkan turunnya kemampuan sumberdaya hutan.

Oleh karena itu pengelolaan hutan yang lebih serius dan bijaksana dalam

rangka pembangunan hutan yang berkelanjutan sangat diperlukan guna

mencegah kerusakan lebih lanjut

Page 40: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  37

Pada masa kini dan masa yang akan datang perlu adanya kebijakan yang lebih

menekankan pada pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dibanding

pemanfaatan hasil kayunya. Kalimantan Selatan memiliki sumber hasil hutan

bukan kayu yang potensial, seperti terlihat pada Tabel 2.4.1.

Hal ini sesuai dengan paradigma baru hutan yang multi guna, multi fungsi dan

multi kepentingan. Pengembangan HHBK merupakan salah satu upaya

pelaksanaan multi guna hutan. Selain itu perlu kebijakan yang mendorong

pada penerapan konsep Close to Nature Forest (CNF) yang mengarahkan

pada pemanfaatan hutan tanpa harus merusak atau melakukan pembukaan

lahan hutan secara berlebihan. Kebijakan lainnya yang mendukung seperti

peningkatan peran masyarakat local, penetapan perlindungan terhadap hutan

dan merehabilitasi hutan yang rusak, serta penelitian terintegrasi tentang HHBK

Tabel 2.4.1. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Kalimantan

Selatan

No. Jenis HHBK Golongan HHBK

1. Resin Damar, kemenyan, gaharu 2. Minyak atsiri Minyak gaharu, minyak terpentin, kayu manis 3. Minyak lemak,

karbohidrat, dan buah-buahan

• Minyak lemak: kemiri, jarak, biji mangga • Karbohidrat atau buah-buahan: aren, nipah,

duren, duku, nangka, mente, mangga, sukun, saga, gadung, talas ubi, rebung, jamur, madu, dan lain-lain

4. Tanin dan getah • Tanin : bruguiera, rizophora, pinang, gambir • Getah : jelutung, getah karet, gemor, dan lain-

lain5. Tanaman obat dan

tanaman hias • Tanaman obat : aneka jenis tanaman obat dari

hutan • Tanaman hias : anggrek hutan, palmae, pakis,

dan lain-lain 6. Rotan dan bambu Beberapa jenis rotan dan bambu 7. Hasil hewan Sarang burung, telur, daging, ikan, burung, lilin

lebah, kulit, aneka hewan yang tidak dilindungi 8. Jasa hutan Air, udara (oksigen), rekreasi/ekoturisme,

penyanggah ekosistem alam 9. Lain-lain ijuk, pandan, arang, sirap, gemor, purun, rumput

gajah, gelam, dan lain-lain Sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil serta daerah dataran rendah

berawa-rawa merupakan tumpuan kepentingan perikanan. Pengelolaan

perikanan yang bertanggungjawab sejalan dengan desentralisasi wewenang

pengelolaan dengan terbangunnya komitmen pemerintah provinsi dalam

penataan ruang untuk kepentingan perikanan. Regulasi mengacu pada

Page 41: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  38

pengelolaan perikanan tangkap yang bertanggungjawab dan penzonasian

wilayah ekologis untuk kepentingan perikanan akan mewujudkan pemanfaatan

sumberdaya ikan/penangkapan ikan yang optimal. Selain itu perlu adanya

kebijakan yang dapat mendorong kepada percepatan kegiatan survey dan

inventarisasi potensi terumbu karang, potensi wisata pulau-pulau kecil,

penetapan kawasan konservasi dan rehabilitasi lingkungan hidup sumberdaya

ikan, revitalisasi aturan-aturan lokal tentang penangkapan dan budidaya ikan,

regulasi pemanfaatan sumberdaya ikan, pengembangan potensi sumberdaya

ikan spesifik dan lokal, diversifikasi produk perikanan dan kelautan bagi industri

dan perdagangan.

2.5. TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT Tingkat kesejahteraan sosial mencakup:

1. Persentase penduduk miskin

2. Tingkat pengangguran terbuka

3. Persentase pelayanan kesejahteraan bagi anak (terlantar, jalanan, nakal dan

cacat)

4. Persentae pelayanan kesejahteraan sosial bai lanjut usia

5. Persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial (Penyandang cacat, una sosial, dan

korban penyalahgunaan Napza)

2.5.1 Capaian Indikator

86,00

88,00

90,00

92,00

94,00

96,00

98,00

2004 2005 2006 2007 2008 2009-0,08

-0,06

-0,04

-0,02

0,00

0,02

0,04

0,06

0,08

NasionalKalselNasionalKalsel

Page 42: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  39

Peningkatan kesejahteraan sosial merupakan salah satu tujuan pembangunan

di Kalimantan Selatan, sesuai dengan Visi pembangunan Provinsi Kalimantan

Selatan, yaitu TERSENYUM (Terwujudnya Masyarakat Kalimantan Selatan

yang Tertib, Sejuk, Nyaman, Unggul, dan Maju).

Masyarakat yang unggul dan maju ditandai oleh kokohnya ketahanan pilar-pilar

pembangunan dan daya saing yang tinggi baik dalam bidang ekonomi,

pemerintahan, sosial budaya, kehidupan politik, maupun kualitas sumberdaya

manusianya. Khusus yang menyangkut aspek sumberdaya manusia,

masyarakat yang unggul dan maju terdiri atas sumberdaya manusia yang

memiliki daya saing, daya sanding, daya juang, dan saring yang prima. Kondisi

ini akan terwujud apabila fungsi pencapaian tujuan sistem sosial efektif

menjalankan perannya.

Salah satu tujuan pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan sosial.

Selama tahun 2004-2009 capaian tingkat kesejateraan sosial dapat dilihat

pada Gambar 2.5.1.

 

Gambar 2.5.1. Capaian Indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial

Gambar 2.5.1 bahwa sejak tahun 2005, tingkat kesejateraan sosial Provinsi

Kalimantan Selatan terus mengalami peningkatan, dari 89,69% menjadi

96,30% pada tahun 2008. Dari Gambar juka terlihat bahwa sejak tahun 2005

persentase tingkat kesejahteraan Provinsi Kalimantan Selatan masih di bawah

persentase rata-rata nasional. Namun pada tahun 2008 persentase tingkat

Page 43: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  40

kesejateraan sosial telah berada di atas rata-rata persentase nasional dan

terus meningkat.

Provinsi Kalimantan Selatan memiliki trend tingkat kesejahteraan sosial yang

positif sejah tahun 2005 (lihat Gambar 2.5.2). Bahkan, sejak tahun 2007, trend

tingkat kesejahteraan di Kalimantan Selatan melonjak drastis. Fenomena

tersebut disebabkan Kalimantan Selatan mampu menekan persentase

penduduk miskin dan persentase pengangguran terbuka serta persentase

pelayanan kesejateraan sosial. Meningkatnya kesejahteraan sosial/masyarakat

tersebut tidak terlepas dari keberhasilan Pemerintah Provinsi dalam

meningkatkan kemampuannya untuk membiayai program-program

pembangunan yang pro-rakyat, khususnya rakyat miskin. Peningkatan

kemampuan pembiayaan pembangunan tersebut diperoleh dari hasil

peningkatan pendapatan daerah, khususnya dari peningkatan pendapatan asli

daerah.

 

 

Gambar 2.5.2. Trend Tingkat Kesejahteraan Sosial

2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Banyak sedikitnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis

kemiskinan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata

pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan pada suatu

daerah. Semakin tinggi garis kemiskinan, semakin banyak penduduk yang

digolongkan sebagai penduduk miskin. Sejak tahun 2006 persentase

Page 44: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  41

penduduk miskin Kalimantan Selatan terus mengalami penurunan dari 8,32%

pada tahun 2006 menjadi 6,48% pada tahun 2008 (Gambar 2.5.3). Bahkan

data pada Maret 2009 (Susenas BPS, 2009) menunjukkan bahwa persentase

penduduk miskin turun menjadi 5,12%. Penurunan jumlah penduduk miskin

terjadi pada daerah perkotaan dan perdesaan. Kondisi ini membuat

Kalimantan Selatan memiliki penduduk miskin paling sedikit dibanding provinsi

lain di wilayah/regional Kalimantan. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan

kesejahteraan masyarakat di Kalimantan Selatan.

Secara umum, dari tahun 2004-2008 persentase penduduk miskin di

Kalimantan Selatan jauh di bawah rata-rata nasional. Secara nasional,

Provinsi Kalimantan Selatan berada pada peringkat ketiga jumlah penduduk

miskin yang paling sedikit setelah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Bali.

 

Gambar 2.5.3. Persentase Penduduk Miskin

Dari tingkat pengangguran terbuka, terlihat bahwa sejak tahun 2005, tingkat

pengangguran terbuka terus mengalami penurunan dari 8.78% menjadi 6.91%

pada tahun 2008. Hal ini sejalan dengan apa yang terjadi di tingkat nasional,

dimana tingkat pengangguran terbuka turun dari 14.22 pada tahun 2005

menjadi 8.46 pada tahun 2008. Dibandingkan dengan tingkat nasional, tingkat

pengangguran terbuka di Kalimantan Selatan ini lebih baik.

Namun bila tidak siantisipasi sedini mungkin, diperkirakan tahun-tahun ke

depan diperkirakan tingkat pengangguran terbuka di Kalimantan Selatan akan

meningkat. Hal ini disebabkan karena kelesuan perekonomian global sehingga

Page 45: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  42

terjadinya PHK di beberapa perusahaan bidang perkayuan, kelapa sawit,

barubara dan pertambangan lainnya, serta adanya lulusan baik perguruan

tinggi maupun sekolah-sekolah kejuruan yang belum tentu terserap lapangan

kerja.

  

  

2.5.3 Rekomendasi Kebijakan Keberhasilan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut tidak terlepas

dari keberhasilan Pemerintah Provinsi dalam meningkatkan pembiayaan

program pembangunan yang pro-rakyat, khususnya rakyat miskin.

Peningkatan kemampuan pembiayaan pembangunan tersebut diperoleh dari

hasil peningkatan pendapatan daerah, khususnya dari peningkatan

pendapatan asli daerah. Adapun data realisasi pendapatan daerah dan

pendapatan asli daerah (PAD) Kalimantan Selatan disajikan pada Tabel 2.5.1.

          

Page 46: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  43

Tabel 2.5.1. Realisasi Pendapatan dan Pendapatan Asli Daerah Kalimantan Selatan 2005-2009

 Tahun Pendapatan Daerah

(Rp) PAD (Rp)

% PAD thd Pendapatan

2005 931.338.238.447,14 538.913.230.610,14 57,86

2006 1.180.022.858.278,30 585.060.688.879,30 49,58

2007 1.374.741.818.296,00 701.158.331.382,00 51,00

2008 1.875.512.776.977,70 1.052.276.691.447,70 56,11

2009*) 1.532.940.729.943,10 733.906.167.889,00 47,88

*)angka sampai September 2009

 

Rasio rata-rata PAD Kal-Sel terhadap pendapatan daerah di atas 50%. Ini

berarti Kal-Sel masuk kategori sangat baik, dibanding kisaran rata-rata

nasional antara 10% sampai 30%. Hal ini menggambarkan bahwa

kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pembangunan dan

penyelenggaraan pemerintahan sangat baik.

Page 47: Laporan Akhir EKPD 2009 Kalimantan Selatan - UNLAM

  44

BAB 3 KESIMPULAN

Dari hasil evaluasi kinerja pembangunan daerah di Provinsi Kalimantan Selatan

pada tahun 2009 dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Secara umum, kinerja pembangunan daerah di Provinsi Kalimantan Selatan sudah

relatif efektif dan relevan. Kondisi ini berkaitan erat dengan “membuminya” kebijakan

nasional dan kebijakan lokal yang memperhatikan kearifan lokal dan permasalahan

lokal serta cenderung mengarah pada kebijakan yang lebih pro-miskin dengan

pengalokasian APBD lebih besar pada pendidikan dan kesehatan serta penggratisan

beberapa pelayanan publik.

2. Secara spesifik, pada capaian tiap indikator adalah sebagai berikut:

a. Capaian indikator pada tingkat pelayanan publik dan demokrasi dapat dikatakan

sudah relevan dan efektif, walaupun demikian perlu ditingkatkan terutama untuk

kebijakan yang lebih sensitif gender.

b. Capaian indikator pada tingkat kualitas sumber daya manusia dapat dikatakan

efektif namun perlu peningkatan dari aspek relevansinya, karena dilihat dari IPM

masih di bawah standar nasional.

c. Capaian indikator pada tingkat pembangunan ekonomi cukup relevan dan efektif.

d. Pembangunan pengelolaan SDA di Kalimantan Selatan telah berjalan secara

relevan dan efektif.

e. Pembangunan kesejahteraan rakyat di Kalimantan Selatan juga telah relevan dan

efektif, terutama dalam hal penurunan jumlah penduduk miskin dan penganguran

terbuka.