Laparoskpi Operatif

3
Laparoskpi Operatif. Penatalaksanaan untuk Ny. X pada kasus ini adalah dengan melakukan laparoskopi operatif. Laparoskopi adalah cara yang digunakan untuk melihat rongga perut dengan bantuan laparoskop melalui dinding perut depan, yang sebelumnya telah dilakukan pneumoperitoneum. Sejak tahun 1960 sampai dengan 1977, operasi laparoskopi berhasil menurunkan tingkat mortalitas yang bermakna berkisar 10%. Hal ini sesebabkan oleh teknik operasi dan peralatan yang lebih sempurna. Selain itu keuntungan dari operasi laparoskopi ini antara lain: turunnya hari perawatan dan luka operasi kecil sehingga risiko infeksi lebih kecil, dengan demikian penyembuhan dapat lebih cepat. Kerugiannya ialah operasi ini membutuhkan instrumentasi khusus. Selain itu operasi ini hanya dapat dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman melakukan operasi laparoskopi dan terlatih untuk melakukan operasi ini. Operasi laparoskopi memiliki beberapa tujuan operatif terhadap adneks, termasuk salpingektomi. Sesuai dengan diagnosa kasus ini yaitu kista dermoid terpuntir yang memerlukan penanganan dengan laparoskopi salpingektomi dextra. Sebelum melakukan operasi, perlu dilakukan anestesia terlebih dahulu. Anestesi dapat berupa lokal, regional, dan umum. Anestesi regional belakangan ini sudah ditinggalkan karena

description

lap penunjang

Transcript of Laparoskpi Operatif

Page 1: Laparoskpi Operatif

Laparoskpi Operatif.

Penatalaksanaan untuk Ny. X pada kasus ini adalah dengan melakukan laparoskopi

operatif. Laparoskopi adalah cara yang digunakan untuk melihat rongga perut dengan bantuan

laparoskop melalui dinding perut depan, yang sebelumnya telah dilakukan pneumoperitoneum.

Sejak tahun 1960 sampai dengan 1977, operasi laparoskopi berhasil menurunkan tingkat

mortalitas yang bermakna berkisar 10%. Hal ini sesebabkan oleh teknik operasi dan peralatan

yang lebih sempurna. Selain itu keuntungan dari operasi laparoskopi ini antara lain: turunnya

hari perawatan dan luka operasi kecil sehingga risiko infeksi lebih kecil, dengan demikian

penyembuhan dapat lebih cepat. Kerugiannya ialah operasi ini membutuhkan instrumentasi

khusus. Selain itu operasi ini hanya dapat dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman

melakukan operasi laparoskopi dan terlatih untuk melakukan operasi ini.

Operasi laparoskopi memiliki beberapa tujuan operatif terhadap adneks, termasuk

salpingektomi. Sesuai dengan diagnosa kasus ini yaitu kista dermoid terpuntir yang memerlukan

penanganan dengan laparoskopi salpingektomi dextra.

Sebelum melakukan operasi, perlu dilakukan anestesia terlebih dahulu. Anestesi dapat

berupa lokal, regional, dan umum. Anestesi regional belakangan ini sudah ditinggalkan karena

memiliki beberapa efek samping yang tidak disenangi diantaranya dapat terjadi vasodilatasi dan

hipotensi mendadak.

Posisi pasien pada saat operasi laparoskopi berbeda dengan posisi pasien ginekologik

lazimnya. Pada umunya pasien dalam posisi Trendelenberg, yaitu posisi dengan sudut

kemiringan 15-25 derajat dengan sikap seperti akan dilakukan pemeriksan ginekologik.

Kekhususan yang lain ialah pantat pasien harus lebih menjorok ke depan melewati ujung meja.

Namun ada kalanya posisi anti-Tredelenberg diperlukan agar sebagian besar cairan peritoneum

akan terkumpul di cul de sac, dan apabila diperlukan penyedotan (aspirasi) dengan mudah dapat

dilaksanakan. Hukum gravitasi selalu dimanfaatkan dalam operasi laparoskopi.

Terdapat beberapa kontra indikasi operasi laparoskopi. Kontra indikasi absolute operasi

ini adalah kondisi pasien yang tidak memungkinkan untuk dilakukan anestesi, kelainan darah

Page 2: Laparoskpi Operatif

berat yang mengganggu proses pembekuan darah, dan peritonitis. Kontra indikasi relatif operasi

ini adalah tumor abdomen yang telah sangat membesar, hernia abdominalis, dan kelainan atau

insufisiensi paru-paru, jantung, hepar, atau kelainan pembuluh darah vena porta, goiter, atau

kelainan metabolisme lain yang sulit menyerap gas CO2.

Daftar Pustaka:

Wiknjosastro H. Laparoskopi Operatif. In: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editors. Ilmu

Kandungan. 2nd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo; 2009.p.674-8