Lapak an - Umur Simpan

download Lapak an - Umur Simpan

of 14

Transcript of Lapak an - Umur Simpan

Paramita Yana Santika 1 240210100031 V. HASIL PENGAMATAN

5.1 Penentuan Kadar Air Sampel Tabel 1. Kadar Air Awal Kelompok W1 1 3 Rat-rata 2,04 W2a 2,1062 W2b W3 Kadar air

2,1034 0,0634 Wb = 2,05 2,0417 2,0404 0,0096 Db = 2,045 2,07395 2,0719 0,073

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012

5.2 Penentuan Kurva Isotermis Tabel 2. Kurva Isotermis Waktu 15 menit 30 menit 45 menit 60 menit Berat 5,6459 gram 5,6487 gram 5,6497 gram 5,6504 gram KonstanSumber: Dokumentasi Pribadi 2012

Grafik 1. Kurva Isotermis5.651 5.65 5.649 5.648 5.647 5.646 5.645 0 20 40 Waktu (menit) 60 Berat Sampel (gran) 60, 5.6504

Berat

80

Paramita Yana Santika 2 240210100031 5.3 Penentuan Kadar Air Kritis Tabel 3. Kadar Air Kritis Panelis 1 2 3 4 5 6 7Sumber: dokumentasi Pribadi, 2012

Skoring 4 3 3 3

Berat 5,4715 5,4838 5,4838 5,4838

Konstan

Keterangan Skoring: 5. Tidak menggumpal 4. Hampir menggumpal 3. Agak menggumpal 2. Menggumpal 1. Sedikit menggumpal

5.4 Perhitungan Massa Simpan Menggunakan metode Labuza [( ) ( ) ( )( [ [( ( ) ) ) ] ] ]

Keterangan: Me: Kadar air kesetimbangan (g H2O/ g padatan) Mo : Kadar air awal sampel (g H2O/ g padatan) A : Luas Permukaan (m2) dP : beda tekanan k/x : konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.Hr.mmHg) Ws: Berat kering produk dalam kemasan

Paramita Yana Santika 3 240210100031 VI. PEMBAHASAN

Pengolahan

pangan

pada

industri

komersial

umumnya

bertujuan

memperpanjang masa simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik produk (warna, cita rasa, tekstur), mempermudah penanganan dan distribusi, memberikan lebih banyak pilihan dan ragam produk pangan di pasaran, meningkatkan nilai ekonomis bahan baku, serta mempertahankan atau meningkatkan mutu, terutama mutu gizi, daya cerna, dan ketersediaan gizi. Kriteria atau komponen mutu yang penting pada komoditas pangan adalah keamanan, kesehatan, flavor, tekstur, warna, umur simpan, kemudahan, kehalalan, dan harga (Andarwulan dan Hariyadi 2004). Menurut Institute of Food Science and Technology (1974), umur simpan produk pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi di mana produk berada dalam kondisi yang memuaskan berdasarkan karakteristik penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi. Sementara itu, Floros dan Gnanasekharan (1993) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan tertentu untuk dapat mencapai tingkatan degradasi mutu tertentu. Peraturan mengenai penentuan umur simpan bahan pangan telah dikeluarkan oleh Codex Allimentarius Commission (CAC) pada tahun 1985 tentang Food Labelling Regulation. Di Indonesia, peraturan mengenai penentuan umur simpan bahan pangan terdapat dalam UU Pangan No. 7 tahun 1996 dan PP No. 69 tahun 1999. Menurut Rahayu et al. (2003), terdapat tujuh jenis produk pangan yang tidak wajib mencantumkan tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa, yaitu: 1) buah dan sayuran segar, termasuk kentang yang belum dikupas, 2) minuman yang mengandung alkohol lebih besar atau sama dengan 10% (volume/volume), 3) makanan yang diproduksi untuk dikonsumsi saat itu juga atau tidak lebih dari 24 jam setelah diproduksi, 4) cuka, 5) garam meja, 6) gula pasir, serta 7) permen dan sejenisnya yang bahan bakunya hanya berupa gula ditambah flavor atau gula yang diberi pewarna. Berdasarkan peraturan, semua produk pangan wajib mencantumkan tanggal kedaluwarsa, kecuali tujuh jenis produk pangan tersebut.

Paramita Yana Santika 4 240210100031 6.1. Penentuan Kadar Air Sampel Praktikum penentuan umur simpan ini menggunakan serbuk minuman jasjus sebagai sampel. Setelah sampel disiapkan, kemudian sampel ditentukan kadar airnya. Sampel sebanyak satu gram dimasukkan ke dalam cawan yang telah konstan beratnya, kemudian diovenkan selama 30 menit dengan suhu 1150C. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Setelah penimbangan, sampel kembali dimasukkan ke dalam oven selama 30 menit dan di desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Cara ini terus diulangi hingga di peroleh berat konstan. Percobaan yang dilakukan kurang memuaskan dikarenakan waktu pengeringan di dalam oven kurang lama. Selanjutnya dihitung kadar air sampel. Berikut merupakan hasil pengamatan kadar air sampel :

Tabel 1. Kadar Air Awal Kelompok W1 (gram) 1 3 Rata-rata 2,04 2,05 2,045 W2a (gram) 2,1062 2,0417 2,07395 W2b (gram) 2,1034 2,0404 2,0719 W3 (gram) 0,0634 0,0096 0,073 Db = Wb = Kadar air

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012

Penentuan kadar air ini dilakukan dengan metode thermogravimetri pada prinsipnya yaitu menguapkan air dari bahan dengan cara memberikan perlakuan panas pada suhu tertentu, kehilangan bobot selama penguapan merupakan kadar air tersebut. Kadar air awal sampel hasil analisis adalah 3,57% dalam basis basah dan 3.52% dalam basis kering. Perbedaan nilai antara basis basah dan basis kering ini dikarenakan perbedaan rumus yang digunakan, yaitu sebagai berikut : Rumus basis basah (wb) Rumus basis kering (db)

Paramita Yana Santika 5 240210100031 6.2. Penentuan Kurva Isotermis Hal selanjutnya yang dilakukan yaitu penentuan kurva isotermis. Sampel sebanyak satu gram dimasukkan ke dalam cawan yang telah konstan beratnya. Sampel dalam cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator yang sudah diisi larutan garam jenuh NaCl dengan perbandingan garam dan air 200 : 60. Penggunan garam jenuh NaCl bertujuan untuk mempertahankan RH (kelembaban relatif) di dalam desikator agar selalu konstan. Sampel ditimbang setiap satu jam hingga beratnya konstan. Perubahan berat sampel terhadap waktu kemudian diplotkan dalam kurva. Berikut merupakan hasil pengamatan penentuan kurva isotermis:

Tabel 2. Kurva Isotermis Waktu 15 menit 30 menit 45 menit 60 menit Berat (gram) 5,6459 gram 5,6487 gram 5,6497 gram 5,6504 gram KonstanSumber: Dokumentasi Pribadi 2012

Grafik 1. Kurva Isotermis5.651 5.65 5.649 5.648 5.647 5.646 5.645 0 20 40 Waktu (menit) 60 Berat Sampel (gran) 60, 5.6504

Berat

80

Berdasarkan grafik 1, dapat dilihat bahwa berat sampel naik pada menit ke20 hingga menit ke-60. Kenaikan berat sampel dapat disebabkan adanya permeabilitas bahan kemasan produk terhadap uap air, sifat sampel yang yang

Paramita Yana Santika 6 240210100031 higroskopis sehingga cenderung mengadsorbsi uap air dari udara, dan tingkat kelembaban udara lingkungan terhadap produk. Isotermi sorpsi air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan RH kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan atau aktivitas air pada suhu tertentu (Labuza 1968). Bentuk kurva Isotermi sorpsi air (ISA) bagi setiap bahan pangan khas. Hal ini berkaitan dengan struktur, sifat fisiko-kimia dan kimia, serta komponen penyusun bahan pangan (Purnomo dalam Agustina, 2008).

6.3.

Penentuan Kadar Air Kritis Hal selanjutnya yang dilakukan yaitu penentuan kadar air kritis. Titik

kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat mengakibatkan timbulnya perubahan mutu produk selama distribusi,

penyimpanan hingga siap dikonsumsi. Kadar air kritis adalah kadar air dimana secara organoleptik sudah tidak dapat diterima oleh konsumen (Syarief dan Halid, 1993). Penentuan kadar air kritis sampel dilakukan dengan menyimpan produk di dalam wadah yang memiliki kelembaban tinggi (Labuza et al., 1985) dan melakukan pengujian organoleptik pada produk yang disimpan secara periodik. Prosedur dari penentuan kadar air kritis ini adalah sampel sebanyak lima gram dimasukkan ke dalam cawan yang telah konstan beratnya. Sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator yang telah diisi larutan garam jenuh. Larutan garam jenuh yang digunakan yaitu larutan garam jenuh NaCl. Kelembaban tinggi diatur dengan menggunakan larutan garam jenuh yang disimpan dalam desikator. Pengujian organoleptik dilakukan oleh panelis setiap satu jam, diamati warna dan penggumpalannya hingga sampel tidak disukai dan kemudian ditimbang kadar air kritisnya. Panelis yang digunakan untuk penetapan kadar air kritis ini adalah panelis terlatih. Panelis yang terpilih harus memahami karakteristik produk, parameter kerusakan mutu, dan cara penilaiannya (Kusnandar dalam Budijanto, 2010). Berikut merupakan hasil pengamatan penentuan kadar air kritis :

Paramita Yana Santika 7 240210100031 Tabel 3. Kadar Air Kritis Panelis 1 2 3 4 5 6 7Sumber: dokumentasi Pribadi, 2012

Skoring 4 3 3 3 Konstan

Berat (gram) 5,4715 5,4838 5,4838 5,4838

Keterangan Skoring: 5. Tidak menggumpal 4. Hampir menggumpal 3. Agak menggumpal 2. Menggumpal 1. Sedikit menggumpal Penggunaan kadar air sebagai parameter mutu kritis, akan memberikan kadar air kritis sebagai titik kritis mutu produk. Penentuan kadar air kritis dilakukan melalui uji organoleptik. Sampel produk mulai ditolak oleh panelis kedua dengan skor 3 yang dinyatakan produk agak menggumpal. Jika dilihat dari berat sampel yang diuji oleh panelis kedua, sampel telah mengalami kenaikan berat dari 5,4715 menjadi 5,4838. Selanjutnya sampel dianalisis nilai kadar airnya. Kadar air yang didapatkan dinyatakan sebagai kadar air kritis produk. Berdasarkan hasil uji organoleptik, diketahui bahwa kadar air kritis sampel sebesar 9,676 % (wb) dan 8,82 % (db). Sampel mengalami peningkatan kadar air selama masa penyimpanan dikarenakan adanya penyerapan uap air oleh sampel selama penyimpanan. Laju penyerapan air oleh produk pangan selama penyimpanan dipengaruhi oleh tekanan uap air murni pada suhu udara tertentu, permeabilitas uap air dan luasan kemasan yang digunakan, kadar air awal produk, berat kering awal produk, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan, dan slope kurva isoterm sorpsi air. Hal ini akan meyebabkan sampel serbuk minuman akan menggumpal dan ditolak oleh konsumen. Sampel serbuk minuman yang telah mengalami penggumpalan umumnya sulit larut dalam air sehingga waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan sampel di dalam air akan lebih lama.

Paramita Yana Santika 8 240210100031 6.4. Perhitungan Variabel Pendukung Hal selanjutnya yang dilakukan yaitu penentuan variabel pendukung masa simpan (permeabilitas) dengan rumus sebagai berikut : ( ( ) )

Variabel pendukung masa simpan digunakan untuk melengkapi persamaan masa simpan, antara lain permeabilitas kemasan didapatkan dari nilai Water Vapor Transmission Rate (WVRT), luas kemasan dinyatakan dalam m2, didapatkan dari perkalian antara panjang dan lebar kemasan yang digunakan, dan bobot solid per kemasan diperoleh dengan menimbang berat produk awal dalam kemasan yang dikoreksi dengan kadar air awal. Percobaan mengenai perhitungan variabel pendukung ini dilakukan dengan mengasumsikan kemasan yang digunakan adalah HDPE, hal ini digunakan untuk melihat sifat permeabilitas antara kemasan dengan sampel berupa serbuk tersebut yang dapat berpengaruh terhadap daya simpan. Plastik HDPE merupakan plastik yang kurang cocok untuk mengemas produk minuman serbuk seperti sampel jasjus ini. Hal ini dikarenakan pada Gambar 1 menunjukkan bahwa plastik jenis HDPE memiliki permeabilitas yang baik terhadap uap air, tetapi kurang baik permeabilitasnya terhadap gas O2 dan CO2.

Gambar 1. Sifat fisik dan kimia dari beberapa jenis kemasan plastic secara tunggal terhadap daya tembus cairan, uap, dan gas (Triyono, 2007)

Paramita Yana Santika 9 240210100031 6.5. Perhitungan Masa Simpan Perhitungan massa simpan sampel dilakukan menggunakan metode Labuza. Metode ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan masa kadaluarsa dengan cepat, dan memerlukan biaya dan waktu perumusan yang relatif murah dan mudah. Penggunaan model Labuza memanfaatkan karakteristik sorpsi isotermik bahan pangan dengan pendekatan kadar air kritis (Wijaya, 2008). Perhitungan Labuza menggunakan rumus sebagai berikut : [( ) ( ) ( )( Keterangan: Me : Kadar air kesetimbangan (g H2O/ g padatan) Mo : Kadar air awal sampel (g H2O/ g padatan) A : Luas Permukaan (m2) dP : beda tekanan k/x : konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.Hr.mmHg) Ws : Berat kering produk dalam kemasan ) ]

Contoh perhitungan : [( ) ( ) ( )( [ [( ( ) ) ) ] ] ]

Berdasarkan perhitungan Labuza, didapat umur simpan sampel adalah 1.5 hari. Umur simpan sampel yang diperoleh ini sangat singkat mengingat sampel yang tidak diberi perlakuan pengemasan apapun saat dilakukan pengujian. Selain itu kesalahan pada perhitungan ini dapat disebabkan oleh waktu penyimpanan dalam desikator yang terlalu singkat dan penimbangan sampel yang diasumsikan konstan namun pada kenyataannya sampel belum konstan beratnya. Umur simpan panjang dapat tercapai apabila kondisi pengemasan dan penyimpanan memang

Paramita Yana Santika 10 240210100031 baik dan kondisi lingkungan tempat penyimpanan terkendali (pengontrolan kemasan, suhu dan tekanan selama penyimpanan). Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen dan kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume, kondisi atmosfer, terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan, serta kemasan keseluruhan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat (Labuza, 1982).

Paramita Yana Santika 11 240210100031 VII. KESIMPULAN

Kadar air awal sampel hasil analisis adalah 3,57% dalam basis basah dan 3.52% dalam basis kering. Berat sampel naik pada menit ke-20 hingga menit ke-60 dalam kurva isotermis. Sampel produk mulai ditolak oleh panelis kedua hingga panelis ketujuh dengan skor 3 dan berat 5,4838 gram yang dinyatakan produk agak menggumpal.

Kadar air kritis sampel sebesar 9,676 % (wb) dan 8,82 % (db). Pengasumsian plastik HDPE dalam perhitungan variable pendukung menunjukkan bahwa plastik HDPE merupakan plastik yang kurang cocok untuk mengemas produk minuman serbuk seperti sampel jasjus ini.

Berdasarkan perhitungan Labuza, didapat umur simpan sampel adalah 1.5

Paramita Yana Santika 12 240210100031 DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Fenny. 2008. Kajian formulasi dan isotermik sorpsi air Bubur jagung instan. Sekolah pasca sarjana InstitutPertanian Bogor. Bogor Andarwulan, N. dan P. Hariyadi. 2004. Perubahan mutu (fisik, kimia, mikrobiologi) produk pangan selama pengolahan dan penyimpanan produk pangan. Pelatihan Pendugaan Waktu Kadaluwarsa (Self Life), Bogor, 12 Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2011. Air Dalam Bahan Pangan. Available at lecturer.poliupg.ac.id [diakses pada tanggal 13 Mei 2012 pukul 18:18] Buckle, K.A.1987. Ilmu Pangan. Penerjemah : Hari Purnomo dan Adiono. UI Press. Jakarta. Budijanto, Slamet, Azis Boing Sitanggang, Beti Elizabeth Silalahi, danWitaMurdiati. 2010. Penentuan umur simpan seasoning menggunakan metode accelerated shelf-life testing (aslt) dengan pendekatan kadar air kritis. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Floros, J.D. and V. Gnanasekharan. 1993. Shelf life prediction of packaged foods: chemichal, biological, physical, and nutritional aspects. G. Chlaralambous (Ed.). Elsevier Publ., London. Herawati, Heny. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Unggaran Kusnandar, Feri. 2011. Pendugaan Umur Simpan Produk Pangan dengan Metode Accelerated Shelf-life Testing (ASLT). Available at http://www.foodreview.biz [diakses pada tanggal 8 Mei 2012 pukul 21:29] Labuza TP.1968. Sorption Phenomena in Foods.Food Tech 22 (3) : 263-270. Labuza, T.P, A. Kaanane, and J.Y. Chen. 1985. Effect of temperature on the moisture sorption isotherms and water activity shift of two dehydrated foods. J. Food Sci. 50: 385-392. Parsetiorini, Okkytania Etikaningrum. 2011. Pendugaan umur simpan seasoning dan microencapsulated Ginger powder dengan metode accelerated shelf life Testing di PT. Indesso Aroma. Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Paramita Yana Santika 13 240210100031 Rahayu, W.P., H. Nababan, S. Budijanto, dan D. Syah. 2003. Pengemasan, Penyimpanan dan Pelabelan. Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Syarief R, dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. PAU Rekayasa Proses Pangan: IPB, Bogor. Triyono, Agus. 2007. Teknologi Pengemasan Produk Makanan. IPB, Bogor Wijaya, I Made Anom S dan Nocianitri, Komang Ayu. 2008. Penentuan Masa Kadaluarsa Rengginang dengan Menggunakan Model Labuza. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/5.%20penentuan%20masa%20kadaluwars a%20rengginang%20dengan%20menggunakan%20model%20labuza.pdf (Diakses tanggal 21 Mei 2012)

Paramita Yana Santika 14 240210100031 II. TUJUAN

Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk memprediksi umur simpan dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan suatu produk pangan.