Lap tut 4 sk 5
-
Upload
dian-fajariani -
Category
Documents
-
view
44 -
download
0
description
Transcript of Lap tut 4 sk 5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penilaian akan perawatan ortodontik memerlukan suatu pengertian yaitu
bahwa tanpa perawatan, maloklusi atau kelainan dento-fasial tersebut akan
berakibat negative. Akibat negative tersebut adalah menurunnya kesehatan
jaringan periodontal, meningkatnya resiko terhadap karies gigi, gangguan fungsi
TMJ, ketidakmampuan berbicara atau makan, atau ketidaksesuaian psikososial.
Kekhawatiran terhadap akibat negative pengaruh sikap sosial dan budaya serta
pengaruh pemasaran memainkan peran yang besar dalam menentukan rasa
membutuhkan perawatan. Dalam studi yang menggunakan orang tua yang
anaknya mendapatkan perawatan orthodontik
Tuntutan terhadap perawatan ortodontik ditunjukkan oleh jumlah pasien
yang betul-betul menginginkan dan mencari pelayanan perawatan. Kebutuhan
akan perawatan lebih sukar untuk diukur. Hal ini berkenaaan dengan jumlah
orang-orang yang memiliki masalah orthodontik dan yang memanfaatkan
pelayanan. Seperti yang kita ketahui bahwa tidak semua orang dengan gigi
maloklusi menginginkan perawatan meski gigi sangat menyimpang dari normal.
Beberapa diantara orang tersebut tidak menyadari bahwa mereka mempunyai
masalah dengan giginya, sedangkan yang lain merasa bahwa mereka memerlukan
perawatan tetapi tidak berusaha dan tidak memperoleh perawatan.
Tuntutan terhadap perawatan orthodontik memiliki hubungan dengan
penghasilan keluarga. Penghasilan dan status sosial memiliki pengaruh nyata
terhadap tuntutan pelayanan orthodontik.
1
1.2 Rumusan masalah
1. Apa saja macam - macam indeks maloklusi ?
2. Bagaimana prevalensi maloklusi pada usia anak – anak, remaja, maupun
dewasa ?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan apa saja macam - macam indeks maloklusi.
2. Menjelaskan bagaimana prevalensi maloklusi pada usia anak – anak, remaja,
maupun dewasa
2
1.4 Mapping
Kasus Maloklusi
Penelitian
Syarat -------- Indeks maloklusi --------- Macam
Tingkat keparahan maloklusi
Kebutuhan perawatan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pembahasan mengenai kebutuhan dan kesadaran akan kebutuhan
perawatan ortodontik yang berbeda dengan tuntutan terhadap perawatan
ortodontik oleh Parhal-Anderson (1978), merupakan kerangka yang bagus untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Parhal-Aderson menyarankan bahwa penentuan
mengenai kebutuhan akan perawatan dilandasi 3 hal yang dipakai didalam bidang
kedokteran yang menentukan kesehatan atau kondisi seseorang yaitu:
1. Tanda-tanda Obyektif
Keinginan untuk membedakan pasien-pasien yang membutuhkan
perawatan ortodontik telah menyebabkan diusulkannya berbagai macam indeks
maloklusi dalam tahun-tahun 1950 dan 1960. Diantaranya malalignment indeks
dari Massler & Frankel (1951). malalignment indeks dari Vank Krik Pennell
(1959). Dan Hendicapping Labiolingual Deviation Index dari Draker (1960).
Indekks-indeks tersebut menggunakan ukuran-ukuran yang diambil dari
pemeriksaan klinis pasien dan atu model gigi pasien.
Sifat-sifat yang diukur ini dianggap penting untuk pemeriksaan
epidemioligi bagi kelompok individu yang jumlahnya besar, tetapi dalam
evaluasi ini hanya termasuk tanda-tanda obyektif tanpa atau hanaya sebagai
radiografi. Kegunaan klinis dalam meniai kebutuhan akan perawatan sangat
kecil dan tidak begitu penting.
Ada juga indeks yang lain untuk mengukur maloklusi berdasarkan tanda-
tanda obyektif. Yakni TPI, HAMAR, OI serta Uiform Method Of the
Epidemiologic Assesment of Maoclution yang dikembangkan oleh WHO.
4
2. Gejala-gejala Subyektif
Bermacam-macam studi telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh daya
tarik fisik dalam proses sosialisasi. Studi tersebut yang pada pokoknya
melibatkan penampilan daya tarik atau muka.
Pembahasan Prahal-Anderson yang lain ialah mengenai pengembangna
indeks-odeks baru untuk komponen estetik dari maloklusi serta evaluasi dari
indeks-indeks yang ada terhadap diskriminasi peilaian estetik dari maloklusi
serta evaluasi dari indeks-indeks yang ada terhadap diskriminasi penilaian
estetik pasien dan orang tua. Katz dalam tinjauan terhadap 8 indeks ortodontik
menemukan bahwa semua indeks memperhatikan kemampuannya untuk
membedakan individu yang puas dengan penampilan gigi dan mulut dengan
uang tidak puas, namun demikian Katz menyatakan bahwa indeks-indeks
tersebut lemah dan bagaimanapun klasifikasi Angel mempunyai kemampuan
yang paling kuat dan paling konsisten untuk membedakan antara individu-
individu yang puas dan tidak puas akan mulut dan gigi.
3. Kepuasan Sosial
Perbedaan sosial budaya memang ada. Kijak dalam tahun 1981
mempelajari perbedaan nilai estetik, memandang foto profil dan foto muka dari
depan, antara bangsa Kausakid dan Asia-pasific di daerah Seatle. Orang-orang
Asia-Pasific lebih toleransi terhadap disharmoni rahang dalam mengurutkan
profil mereka dan memandang protusif bimaksiler sebagai profil yang paling
menarik. Bangsa Kaukasid memandang kekurangan pertumbuhan vertikal
sebagai profil yang paling menarik. Dan kedua kelompok tersebut menguatkan
profil normal sebagai profil menarik nomer dua. Dalam menilai sifat-sifat
fasial secara keseluruhan, kedua kelompok mempunayai pendapat yang sama
yaiku bahwa kerenggangan gigi yang normal sebagai yang paling tidak
menarik. Kedua kelompok juga senang gigi yang yang sedikit tidak teratur dari
pada gigi yang letaknnya renggang atau berjejal.
5
A. PREVALENSI MALOKLUSI
Cara yang paling mudah untuk mengetahui prevalensi maloklusi adalah dengan
memisahkan maloklusi menurut morfologi yang ada.
1. Prevalensi Maloklusi pada Anak-anak Praremaja
Semenjak ada beberapa bukti tentang validitas TPI dan kalsifikasi Angel
dalam meperkirakan masalah ortodontik yang berhuungan dengan estetik
muka, sebagian dari kebutuhan akan perawatan pada kelompok anak-akan
muda berdasarkan atas pertimbangan estetik atau kecantikan yang dinilai
menggunakan indeks.
Indeks yang utama untuk perawatan ortodontik pada masa gigi geligi
bercampuran adalah insisvus yang sangat berjejal yang memerlukan perawatan
dengan pencabutan gigi secara awal, dan kelainan jarak gigit yang besar yang
merupakan indikasi pemakian alat fungsional atau headgear untuk mengkoreksi
hubungan antar rahang.
Pengaruh estetik dari kelainan jarak gigit sudah terlihat pada pasien anak-
anak pra-remaja. Masalah-masalah gigi lain yang kemungkinan memerlukan
perawatan dalam kelompok umur ini adalah tumpang gigit yang sangat dalam
atau gigitan palatal yang menyebabkan trauma pada jaringan gingiva di
belakang gigi anterior atas, dan gigitan anterior dan posterior.
2. Prevalensi Maloklusi pada Anak-anak Remaja
Persentase yang tinggi dari anak-anak yang memiliki maoklusi yang nyata,
makin meningkat pada masa remaja. Prevalensi gigi berjejal meningkat
meskipun susunan gigi-gigi insisivus menjadi lebih baik, hal ini agaknya
Karena letak gigi caninus yang menyimpang sehingga memberi ruang agak
banyak bagi gigi-gigi insisivus. Kelainan kelas 2 cendrung lebih parah serta
lebih mencolok, pada kelas III lebih jelas kelihatan pada remaja. Hampir 70-
75% remaja dipastikan memiliki maloklusi dalam beberapa tingkat keparahan.
3. Prevalensi Maloklusi pada Orang Dewasa
Maloklusi itu sendiri bukan satu-satunya alasan untuk perawatan
ortodontik pada orang dewasa, hal ini mungkin dibutuhkan sehubungan dengan
perawatan periodontal atau penambalan gigi dari pasein-pasien yang
6
mempunyai kerusakan jaringan peridontal dan/atau gigi-gigi yang tanggal yang
memerlukan gigi palsu. Meskipun perawatan orthodotik deperlukan oleh
sejumlah besar pasien orang dewasa, tetapi tidak ada data tentang komponen
kebutuhan bagi orang dewasa.
C. HUBUNGAN MALOKLUSI DENGAN KESEHATAN MULUT
1. Hub.Maloklusi dengan Gangguan fungsi Mandibula
Maloklusi itu sendiri, bukan merupakan alasan satu-satunya untuk
perawatan orthodontik orang dewasa. Hal itu mungkin di butuhkan sehubungan
dengan perawatan periodontal atau penambalan gigi dari pasien yang
mempunyai kerusakan jaringan periodontal atau gigi tanggal yang memerlukan
gigi palsu. Data dari prevalensi di atas jelas bahwa sebagian besar anak-anak
dan orang dewasa, dimana mereka kebanyakan memiliki susunan gigi yang
tidak teratur, atau hubungan occlusal yang tidak ideal. Jumlah yang tepat dari
orang-orang yang memiliki kelainan tersebut tergantung dari kriteria yang
dipakai. Gigi yang tidak teratur merupakan kelainan yang banyak dijumpai.
Gigi yang ketidakteraturannya ringan, memiliki skor kurang dari 4 termasuk
dalam kelompok normal.
2. Hubungan Maloklusi dengan penyakit periodontal
Mula-mula diduga bahwa maloklusi memainkan peranan yang berarti
dalam pathogenesis penyakit periodontal. Namun dalam studi belakangan ini
plak yang dikontrol baik oleh penderita, benar-benar merupakan faktor penentu
yang kuat terhadap kesehatan jaringan periodontal, sedangkan maloklusi
hanyalah peranan kedua. Sekarang maloklusi bukan merupakan lagi sebagai
faktor penyebab primer terjadinya penyakit periodontal.
Faktor penentu keparahan gingivitis maupun gigi berjejal, maupun gigi
yang susunanya tidak teratur, adalah jumlah plak yang ada. Jadi gigi yang
malposisi tidak merupakan masalah periodontal yang berarti pada pasien
dengan kebersihan mulut yang bagus. Semua diduga bahwa maloklusi yang
tidak dirawat memiliki peranan yang besar dalam etiologi penyakit periodontal,
7
tetapi kemudian ternyata tidak ada bukti tentang akibat perawatan orthodontic
bagi perawatan orthodontic. Ditemukan bahwa objek yang di rawat mempunyai
prevalensi yang lebih tinggi dari penyakit periodontal ringan sampai sedang di
region posterior maksila dan region anterior mandibula, yang sama ditemukan
juga di region posterior pada pasien yang mengalami pencabutan gigi sebagai
bagian dari perawatan ortodontik.
3. Hubungan Maloklusi dengan Karies gigi
Dengan merawat gigi secara lebih baik untuk mendapatkan gigi yang
sehat, nampaknya maloklusi dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Namun
demikian Katz tidak berhasil menemukan hubungan yang positif antara
maloklusi dengan karies gigi, tetapi bahkan ada hubungan antara gigi depan
yang berjejal dengan skor DMFS yang rendah tersebut. Kemauan seseorang
dan motivasi banyak menentukan kebersihan mulutnya daripada kerapian
giginya, ada tidaknya plak gigi merupakan penentu kuat terhadap kesehatan
jaringan keras dan lunak mulut. Hasil studi tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya karies gigi memperlihatkan orang-orang yang
memiliki gigi yang maloklusi lebih mudah mendapatkan karies, tetapi bila
dibandingkan dengan kebersihan mulut, efeknya terhadap karies lebih kecil.
D. KEBUTUHAN DAN TUNTUTAN PERAWATAN ORTHODONTIK
1. Kebutuhan perawatan orthodontik.
Penilaian akan perawatan ortodontik memerlukan suatu pengertian yaitu
bahwa tanpa perawatan, maloklusi atau kelainan dento-fasial tersebut akan
berakibat negative. Akibat negative tersebut adalah menurunnya kesehatan
jaringan periodontal, meningkatnya resiko terhadap karies gigi, gangguan
fungsi TMJ, ketidakmampuan berbicara atau makan, atau ketidaksesuaian
psikososial. Kekhawatiran terhadap akibat negative pengaruh sikap sosial dan
budaya serta pengaruh pemasaran memainkan peran yang besar dalam
menentukan rasa membutuhkan perawatan. Dalam studi yang menggunakan
orang tua yang anaknya mendapatkan perawatan orthodontik.
8
Menurut Proffit (1986) maloklusi dapat menyebabkan 3 permasalahan
bagi penderita yakni:
a. Masalah psikososial yang berhubungan dengan estetik dentofasial yang
mengganggu.
b. \Masalah fungsi mulut, termasuk kesukaran dalam menggerakkan
rahang. (Koordinasi yang baik dari otot-otot, gangguan TMJ, dan
masalah masalah pengunyahan, penelanan dan bicara).
c. Masalah yang berhubungan dengan penyakit periodontal dan karies
gigi.
2. Tuntutan terhadap perawatan Ortodontik
Tuntutan terhadap perawatan ortodontik ditunjukkan oleh jumlah pasien
yang betul-betul menginginkan dan mencari pelayanan perawatan. Kebutuhan
akan perawatan lebih sukar untuk diukur. Hal ini berkenaaan dengan jumlah
orang-orang yang memiliki masalah orthodontik dan yang memanfaatkan
pelayanan. Seperti yang kita ketahui bahwa tidak semua orang dengan gigi
maloklusi menginginkan perawatan meski gigi sangat menyimpang dari
normal. Beberapa diantara orang tersebut tidak menyadari bahwa mereka
mempunyai masalah dengan giginya, sedangkan yang lain merasa bahwa
mereka memerlukan perawatan tetapi tidak berusaha dan tidak memperoleh
perawatan.
Tuntutan terhadap perawatan orthodontik memiliki hubungan dengan
penghasilan keluarga. Penghasilan dan status sosial memiliki pengaruh nyata
terhadap tuntutan pelayanan orthodontik.
E. METODE PENILAIAN EPIDEMIOLOGI MALOKLUSI
Penilaian terhadap Maloklusi telah berkembang dari penilaian maloklusi
terhadap suatu individu menjadi penilaian maloklusi terhadap sekelompok
populasi.
Penilaian maloklusi oleh seorang spesialis orthodonti mempunyai tujuan
yang berbeda dengan penilaian maloklusi oleh seorang ahli kesehatan masyarakat.
9
Apa yang dibutuhkan oleh para dokter gigi yang bekerja di klinik adalah tolok
ukur diagnostik, sedangkan para dokter gigi yang bekerja di lapangan
membutuhkan tolok ukur administrative.
Dengan meningkatkannya perhatian para ahli kesehatan masyarakat
terhadap maloklusi dan perawatan orthodonti maka banyak metode penilaian
maloklusi dengan menggunakan indeks telah disusun dan diajukan untuk
keperluan survei epidemiologi maloklusi. Metode tersebut bertujuan untuk
mengumpulkan data keparahan maloklusi dan untuk menentukan prioritas
perawatan orthodonti bagi sekelompok masyarakat. Ternyata setiap indeks
menilai ciri-ciri maloklusi tertentu yang berlainan sehingga sampai saat ini belum
ada metode penilaian yang seragam. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah
memperhatikan hal tersebut dan telah berusaha pula membuat dan menyajikan
penilaian maloklusi, tetapi sampai saat ini belum ada kesepakatan untuk
menetapkannya.
Dipandang dari luasnya ruang lingkup aspek diagnostik maloklusi, dapat
kiranya dimengerti adanya kesukaran-kesukaran dalam menerima suatu
pendekatan statistik yang seragam. Dewasa ini adanya suatu cara penilaian ciri-
ciri maloklusi sangat dibutuhkan, agar hasil survei dari berbagai tempat di dunia
dapat dibandingkan secara sahih (valid).
Indeks untuk mengukur Maloklusi
Maloklusi memang merupakan hal yang sungguh-sungguh sukar
didefinisikan, sebab persepsi perseorangan tentang apa yang merupakan masalah
maloklusi sangat berbeda-beda. Akibatnya belum ada indeks epidemiologi
maloklusi yang bisa diterima secara umum. Pembahasan tentang masalah
klasifikasi maloklusi dan pemberian skor maloklusi telah diuraikan oleh Jago
(1974) dan Foster & Menezes (1976).
Klasifikasi maloklusi yang paling terkenal adalah klasifikasi Angle yang
dibuat dalam abad ke 19. Sementara klasifikasi Angle masih berguna dalam
menemukan perawatan yang diberikan kepada pasien, ternyata klasifikasi itu tidak
ada gunanya dalam survei epidemiologi sebab ini adalah klasifikasi nominal dan
10
tidak memberikan informasi yang berguna bagi populasi. Untuk studi
epidemiologi sejumlah indeks maloklusi telah diusulkan dan diterapkan.
Kebanyakan indeks-indeks tersebut mencatat kondisi-kondisi yang spesifik. Mal I
menilai rotasi dan penyimpangan letak gigi, sedangkan OFI mencatat gigi berjejal,
interdigitasi tonjol gigi, tumpang gigit dan jarak gigit. Indeks HLD telah
digunakan untuk menilai kebutuhan akan perawatan orthodonti. Grainger
mengembangkan TPI untuk maksud yang sama, dan indeks ini telah digunakan
dalam studi-studi epidemiologi tentang kebutuhan anak-anak akan perawatan
orthodontik (USPHS, 2967).
Nampaknya OI Summer (1971) sekarang merupakan salah satu indeks
orthodontik yang bisa diterima. Indeks tersebut mengukur 9 sifat-sifat khas
maloklusi yaitu: (1) umur gigi, (2) relasi gigi molar, (3) tumpang gigit, (4) jarak
gigit, (5) gigitan silang posterior, (6) gigitan terrbuka posterior, (7) penyimpangan
letak gigi, (8) relasi garis tengah, dan (9) gigi insisivus atas yang absen (missing).
Kesahihan indeks ini telah diuji beberapa kali oleh Summer dan
reliabilitas/keterhandalannya dinyatakan tinggi. Tetapi tingkat ketrampilan dan
pengalaman peneliti masih tetap sangat diperlukan untuk menetapkan indeks
tersebut.
FDI (Federation Dentaire Internasionale) berusaha mengembangkan
metode penilaian maloklusi yang disusunnya dan telah diterima secara
internasional dan telah berusaha menyederhanakan metode tersebut (FDI, 1973).
Hasilnya merupakan diskripsi sebuah metode pengukuran sifat-sifat maloklusi
yang teliti dan memenuhi syarat. Cara ini telah diterapkan di New York State oleh
Cons dkk. (1978), meskipun penerapan yang tepat dari hasil yang dicapai masih
tetap harus ditentukan.
WHO melanjutkan usahanya untuk mendapatkan standar metode dasar
pencatatan penyakit-penyakit mulut yang sederhana, dan telah mendasari
penilaiannya (seperti yang dilakukannya terhadap penyakit gingival dan plak gigi)
pada ada/tidaknya sifat-sifat maloklusi. WHO (1977) menganjurkan agar anomali
dentofasial dicatat sebagai ada, jika pada saat peneliti menilai dijumpai satu atau
lebih kriteria sebagai berikut:
11
1. Mempunyai efek yang sangat jelek bagi penempilan wajah.
2. Menyebabkan gangguan dalam fungsi pengunyahan atau gangguan cara
berbicara.
3. Merupakan kelainan yang mencolok seperti celah bibir, celah langit-langit,
luka bedah atau patologis yang mempunyai prioritas tinggi untuk dirawat.
4. Merupakan oklusi yang mempunyai predisposisi terhadap kerusakan jaringan
dalam bentuk penyakit periodontal atau karies.
WHO memberi rekomendasi agar pendekatan ini digunakan sambil
menunggu perkembangan dari sebuah sistem penilaian anomali dentofasial yang
bisa diterima secara umum. Organisasi kesehatan dunia tersebut secara terus
menerus bekerjasama dengan FDI bagi perkembangan sistem semacam itu. Tetapi
dipandang dari kondisi sifat-sifat maloklusi yang terjadi secara alamiah,
dipertanyakan apakah sistem yang diharapkan tersebut bisa dikembangkan dan
apakah pendekatan WHO yang tidak dapat disangkal sangat subyektif ini, tidak
dapat mendekati sistem yang ideal seperti yang pernah dibuat untuk kebanyakan
studi-studi lapangan yang lain dan program-program masyarakat yang lain.
Program-program perawatan orthodontik yang sedang berkembang, memberti
rangsangan untuk mencari indeks maloklusi yang cocok (Foster & Menezes
1976). Pada saat ini nampaknya indeks OI dan WHO merupakan 2 pilihan yang
terbaik.
Persyaratan sebuah indeks maloklusi
Menurut Jamison dan McMillan (1960), indeks maloklusi hendaknya
memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
a. Sederhana, akurat, dapat dipercaya dan dapat diulang.
b. Bersifat objektif dan menunjukkan data kuantitatif yang dapat dianalisis
dengan metode statistik yang digunakan pada saat itu.
c. Direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat membedakan antara maloklusi
yang memerlukan perawatan dan yang tidak memerlukan.
d. Dapat dilakukan untuk menilai maloklusi dengan cepat, meskipun oleh
petugas yang tidak diberi instruksi khusus mengenai diagnosis orthodonti.
12
e. Dapat memodifikasi untuk koneksi data epidemiologi maloklusi yang berbeda
dengan prevalensi, insidensi dan keparahan maloklusi seperti frekuensi
malposisi gigi individual.
Indeks yang memenuhi persyaratan tersebut dalam butir-butir di atas akan lebih
praktis dan berbobot bila juga memenuhi persyaratan sebagai berikut:
f. Dapat digunakan dengan baik pada pasien ataupun pada model gigi.
g. Dapat untuk mengukur derajat keparahan maloklusi tanpa mengelompokkan
atau mengklasifikasikan maloklusi.
Menurut WHO (1996) syarat utama sebuah indeks maloklusi ialah:
1. Dapat dipercaya (reliable) artinya bila orang lain menggunakan indeks
tersebut akan mendapatkan hasil yang sama.
2. Sahih (valid) artinya indeks tersebut harus merupakan alat ukur yang sesuai
dengan apa yang akan diukur.
3. Valid sepanjang waktu (validity during time) artinya indeks tersebut
mempertimbangkan perkembangan normal dari oklusi.
Macam-macam Indeks Maloklusi:
a. Occlusion Feature Index (OFI)
b. Malalignment Index (Mal I)
c. Handicapping Labio-lingual Deviation Index (HLD Index)
d. Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMA Index)
e. Treatment Priority Index (TPI)
f. Occlusal Index (OI)
Selain itu ada 2 cara penilaian maloklusi yang telah disusun dan disetujui
oleh 2 badan internasional yaitu:
g. WHO Basic Survey Methods (Metode survey dasar WHO)
h. FDI method for measuring occlusal traits (Metode penilaian cirri-ciri oklusi
menurut FDI)
13
Penialaian maloklusi dalam kesehatan masyarakat mempunyai 3 tujuan
utama yaitu:
a) Menilai keadaan/status dan penyebaran maloklusi masyarakat
b) Mendapatkan informasi tentang kebutuhan masyarakat akan perawatan
orthodonti
c) Mendapatkan informasi untuk merencanakan sumber dan fasilitas bagi
perawatan orthodonti dalam masyarakat yang berupa tenaga dan dana.
14
BAB III
PEMBAHASAN
A. Indeks Maloklusi
Penilaian terhadap maloklusi telah berkembang dari penilaian maloklusi
terhadap satu individu menjadi penilaian maloklusi terhadap sekelompok
populasi.
Penilaian maloklusi oleh seorang spesialis orthodonti mempunyai tujuan
yang berbeda dengan penilaian maloklusi oleh ahli kesehatan masyarakat. Apa
yang dibutuhkan oleh para dokter gigi yang bekerja di klinik adalah tolok ukur
administrative.
Macam-macam Indeks Maloklusi:
1. Occlusion Feature Index (OFI)
Index ini telah dikembangkan oleh “National Institute of Dental Research”
pada tahun 1957 dan telah diterapkan dan dievaluasi oleh Poulton dan Aaronson
(1960) dalam penelitiannya. Ciri-ciri maloklusi yang dinilai dengan metode ini
ialah: letak gigi berjejal, kelainan interdigitasi tonjol gigi posterior, tumpang gigit,
jarak gigi. kriteria penilaian dengan memberi skor sebagai berikut:
OFI(1) Gigi berjejal depan bawah
0 = susunan letak gigi rapi
1 = letak gigi berjejal sama dengan ½ lebar gigi insisivus atau kanan bawah
2 = letak gigi berjejal sama dengan lebar gigi insisivus satu kanan bawah
3 = letak gigi berjejal lebih besar dari lebar gigi insisivus atau kanan bawah
OFI(2) Interdigitasi tonjol gigi dilihat pada region gigi premolar dan molar
sebelah kanan dari arah bukal, dalam keadaan oklusi.
0 = hubungan tonjol lawan lekuk
1 = hubungan antara tonjol dan lekuk
2 = hubungan antara tonjol lawan lekuk
OFI(3) Tumpang gigit, ukuran panjang bagian insisal gigi insisivus bawah yang
tertutup gigi insissivus atas pada keadaan oklusi.
15
0 = 1/3 bagian insisal gigi insisivus bawah
1 = 2/3 bagian insisal gigi insisivus bawah
2 = 1/3 bagian gingival gigi insisivus bawah
OFI(4) Jarak gigit, jarak dari tepi labio-insisal gigi insisivus atas ke permukaan
labial gigi insisivus bawah pada keadaa oklusi.
0 = 0 - 1,5 mm
1 = 1,5 - 3 mm
2 = 3 mm atau lebih
Skor total didapat dengan menjumlahkan skor keempat macam ciri utama
maloklusi tersebut diatas. Skor OFI setiap individu berkisar antara 0-9. (OFI (1) =
3, OFI (2,3 dan 4) masing-masing =2).
Penilaian dapat dilakukan pada model gigi atau langsung dalam mulut.
Waktu yang diperlukan untuk menilai hanya kurang lebih 1-1 ½ menit bagi setiap
individu.
Keuntungan metode ini ialah sederhana dan objektif serta tidak
memerlukan peralatan diagnostik yang rumit seperti model gnathostatik dan
sefalometri. Selain itu apabila peneliti telah terlatih hanya memerlukan waktu
penilaian yang singkat.
Kerugiannya ialah dalam menilai interdigitasi tonjol hanya dengan
memeriksa hubungan gigi posterior atas dan bawah sebelah kanan saja. Sebelah
kiri tidak dinilai. Selain itu penilaian gigi berjejal depan bawah memerlukan
latihan terlebih dulu karena untuk menentukan besarnya skor membutuhkan
waktu untuk mengukur lebar mesio-distal gigi-gigi anterior bawah dan mengukur
panjang lengkung gigi depan bawah. Jadi metode ini kurang praktis.
Poultan dan Aaronson (1960) telah mengevaluasi metode ini dan dari hasil
peneliatannya terbukti bahwa penelitian keparahan maloklusi oleh ahli Orthodonti
secara subjektif dan penelitian oleh dokter ahli Kesehatan Masyaratak memakai
OFI hasilnya sangat mendekati (hamper sama). Kriteria penilaian maloklusi oleh
ahli orthodonti sebagai berikut:
0 – 1 = maloklusi ringan sekali (slight) = tidak memerlukan perawatan Orthodonti
16
1 – 3 = maloklusi ringan (mild) = ada sedikit variasi dari oklusi ideal yang tidak
perlu dirawat
4 – 5 = malkolusi sedang (moderate) = indikasi perawatan Orthodonti
6 – 9 = maloklusi berat/parah (severe) = sangat memerlukan perawatan
Orthodonti
Penilaian ini yang berdasarkan atas “perlunya perawatan”, tidak dapat
diterapkan pada kelompok populasi yang lebih besar, tetapi meskipun demikian
ternyata erat hubungannya dengan skor OFI.
2. Malalignment Index (Mal I)
Indeks ini diajukan oleh van kirk dan Pannell tahun 1959. Ciri maloklusi
yang dinilai adalah letak gigi yang tidak teratur (Malalignment teeth). Kriteria
penilaian dengan skor berikut :
Skor 0 = ideal alignment = letak gigi teratur dalam deretan normal
Skor 1 = Minor malalignment = letak gigi tak teratur ringan.
Ini ada 2 tipe yaitu :
(1) Rotasi <45 derajat
(2) Penyimpangan (displacement)< 1,5mm
Skor 2 = Major Malalignment = letak gigi tak teratur berat
Ini juga ada 2tipe yaitu :
(1) Rotasi >45 derajat
(2) Penyimpangan >1,5 mm
Pada penilaian ini gigi geligi dibagi menjadi 6 segmen yaitu : segmen
depan atas, kanan atas, kiri atas, depan bawah, kanan bawah dan kiri bawah.
Skor tiap segmen didapat dengan menjumlahkan skor tiap gigi, dan skor
Mal I tiap individu didapat dengan menjumlahkan skor tiap segmen. Jadi untuk 32
gigi skor Mal I berkisar antara 0-64. Tetapi dalam praktek hanya sedikit individu
yang skornya 0 dan di atas 18.
Alat ukur yang dipakai adalah penggaris plastik kecil dengan ukuran 1x4
inci, ujung penggaris miring 45 derajat dan di atas ujung lain diberi garis
mendatar dan tegak pada jarak 1,5mm dari tepi penggaris.
17
Penilaian dapat dilakukan di model gigi atau langsung pada mulut. Metode
ini sederhana, objektif dan praktis untuk program lapangan sangat cocok. Indeks
ini tidak hanya menilai kuantitas maloklusi tetapi juga dapat untuk
mengelompokkan tingkat keparahan maloklusi dalam masyarakat.
Metode ini berbeda dengan pemeriksaan klinik secara rutin yang dilakukan
oleh ahli Orthodontia atau dokter gigi umum lainnya. Metode penilaian tersebut
tidak memerlukan kursi gigi dan alat pemeriksaan gigi yang lain seperti sonde,
pinset atau lampu penerang. Cukup kaca mulut, alat penggaris plastik kecil dan
penerangan alam.
Van Kirk dan Pennell memilih penilaian maloklusi berdasarkan
ketidakteraturan letak gigi karena seringnya ciri maloklusi ini terjadi dan ciri erat
hubungannya dengan ciri-ciri maloklusi yang lain.
3. Handicapping Labio-lingual Deviation Indeks (HLD Indeks)
HLD Indeks disusun oleh para Draker pada tahun 1960, dengan maksud
untuk diajukan sebagai cara penilaian yang obyektif bagi epidemiologi maloklusi.
Ciri-ciri maloklusi yang dinilai pada metode ini ialah meliputi 9 macam
cirri maloklusi dimana 2 diantaranya merupakan ciri khas yang dapat menentukan
adanya cacat muka (phisical handicap). Macam ciri maloklusi yang dinilai dan
cara member skor sebagai berikut:
Macam ciri maloklusi Skor HLD
1. Celah langit (“cleft palate”) skor 15 ………………
2. Penyimpangan traumatik yang berat skor 15 ………………
3. Jarak gigit (dalam mm) ………………
4. Tumpang gigit (dalam mm) ………………
5. Protusi mandibula x 5 ………………
6. Gigitan terbuka (dalam mm) x 4 ………………
7. Erupsi ectopic, hanya gigi depan, tiap gigi x3 ………………
8. Gigi berjejal anterior: Maksila, Mandibula,
tiap rahang skor 5 ………………
9. Penyimpangan Labio-lingual (dsalam mm) ………………
18
Jumlah ………………
Menurut draker (1960), skor 13 atau lebih sudah termasuk phisical
handicap. Draker menyatakan bahwa metode ini sederhana, obyektif dan
reproducible, penilaian maloklusi dapat dilakukan langsung pada subyek yang
diteliti atau pada model gigi tanpa menggunakan alat khusus, dan dapat dipakai
untuk menentukan cut off point bagi program kesehatan yang telah ditentukan,
sehingga dapat disesuaikan dengan perubahan dana yang tersedia tanpa
mengesampingkan objektivitas penelitian.
Apabila indeks ini diterapkan dengan sempurna, secara epidemiologi akan
dapat memisahkan kelainan handicapping labio-lingual deviation dari sampel
yang diteliti. Dengan demikian akan memudahkan tim pelayanan kesehatan gigi
dalam melaksanakan programnya.
Menurut Draker handicapping malocclusion adalah satu-satunya faktor
yang sangat menarik bagi kesehatan masyarakat. Definisi yang spesifik dan tepat
bagi handicapping malocclusion sukar ditentukan sebab ada sejumlah
kemungkinan variasi yang tidak terbatas dari maloklusi terutama variasi
individual tentang handicap.
Untuk menilai handicapping malocclusion dibutuhkan suatu alat penilai
semacam indeks yang dapat menunjukkan ada atau tidak adanya handicap dan
untuk mengukur keparahannya. Jadi bukan suatu pengetahuan spesialisasi.
Presentase yang tinggi dari orang-orang yang menderita maloklusi, yang
menurut ahli Orthodonti memerlukan perawatan, ternyata kasusnya tidak
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat. Sebaliknya panilaian maloklusi
oleh ahli Kesehatan Masyarakat. Sebaliknya penilaian oleh ahli Kesehatan
Masyarakat (petugas lapangan) tidak perlu memuaskan bagi dokter gigi ahli
Orthodontia tau dokter gigi yang bekerja di klinik (petugas klinik).
Handicap ialah suatu keadaan yang dapat diamati. Jadi indeks untuk
menilai handicap semacam DLD indeks sebaiknya berdasarkan pada penggunaan
oleh dokter gigi Kesehatan Masyarakat bukan oleh spesialis Orthodonti.
19
4. Handicapping Malocclusion Assesment Index (HMA-I)
Penilaian maloklusi pada metode ini dengan menggunakan HMAR
(Handicapping Malocclusion Assesment Record) yaitu suatu lembar isian yang
dirancang oleh Salzmann pada tahun 1967 dan digunakan untuk melengkapi cara
menentukan priorotas perawatan orthodontik menurut keparahan maloklusi yang
dapat dilihat pada besarnya skor yang tercatat pada lembar isian tersebut.
Ciri-ciri maloklusi yang dicatat dan diskor terdaftar dalam HMAR sebagai
berikut :
A. Penyimpangan gigi dalam satu rahang (Intra Arch Deviation) :
a. Gigi absen (missing)
b. Gigi berjejal (crowded)
c. Gigi rotasi (rotation)
d. Gigi renggang (spacing)
Skor untuk setiap gigi anterior rahang atas (4 gigi insisivus) yang terkena
= 2. Skor untuk setiap gigi posterior dan setiap gigi anterior dan posterior
rahang bawah = 1.
B. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi (Inter Arch
deviation) :
1. Segmen Anterior
a. Jarak gigit (over jet)
b. Tumpang gigit (over bite)
c. Gigitang silang (cross bite)
d. Gigitang terbuka (open bite)
2. Segmen posterior
a. Kelainan antero-posterior
Penilaian dapat dilakukan pada model gigi atau di dalam mulut. Di
samping pengisian HMAR juga dilakukan pada lembat SOAR (Suplementary
Oral Assesmment Record). Jika penilaian dilakukan dalam mulut, sebelum
mencatat ciri-ciri maloklusi yang ada pada SOAR, HMAR dilengkapi terlebih
dahulu.
20
Untuk mengetahui seberapa besar keinginan seseorang untuk dirawat
(treatment diserability), dicatat pula kebutuhan perawatan, keinginan untuk
dirawat, dan tidak adanya permintaan untuk dirawat. Hal ini semua ditanyakan
pada pasien, orang tua dan guru.
Keuntungan HMA ialah mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi dan
peka terhadap semua tingkatan maloklusi. Untuk penilaian maloklusi tidak
memerlukan alat khusus. Kalau dibandingkan dengan indeks yang lain penilaian
subjektif tidak begitu kritis karena hanya mencatat perbedaan “full cusp”. Kalau
ada error tidak serius sebab sistem penilaiannya hanya di bagian anterior dan lebih
kearah penilaian estetik. Keuntungan lain ialah adanya penilaian renggang dan
absensi gigi posterior yang dicatat, sedang pada lain-lain metode hal tersebut
diabaikan. Keuntungan terbesar adalah bahwa sekali metode tersebut dipelajari
dengan baik, tidak diperlukan catatan lain dan skor keparahan maloklusi dapat
dikalkulasi dengan cepat. Jadi cara penilaian maloklusi dengan HMAR lebih
menyerupai penilaian status kesehatan dengan indeks DMF.
Kerugian metode ini hanya sedikit. Terutama ialah bahwa cara ini
memerlukan latihan untuk memberi pelajaran kepada para petugas pelayanan
kesehatan gigi agar memahami bagaimana menggunakan HMAR tersebut. Tetapi
sekali mereka mempelajari dan memahami, kemungkinan membuat kesalahan
tidak sebanyak metode-metode yang lain dan setiap orang yang telah mempelajari
cara ini menjadi berpengalaman dalam melihat oklusi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan HMAR untuk
menilai maloklusi pada gigi geligi bercampur ialah :
a. Penilaian absen gigi molar kedua susu, bila tidak ada penyempitan ruang
sebaiknya tidak diberi skor.
b. Renggang antara gigi insisivus lateral dan kaninus atau yang disertai
renggang antara gigi kaninus dan premolar tidak dinilai sebagai renggang terbuka
anterior.
c. Penilaian overbite termasuk bila seluruh mahkota gigi insisivus bawah
tertutup oleh gigi insisivus atas pada keadaan oklusi.
21
d. Bila posisi gigi premolar dan kaninus normal, tetapi belum erupsi penuh,
sebaiknya tidak dinilai sebagai gigitan terbuka posterior.
Cara penilaian :
a. Penyimpangan gigi dalam satu rahang (Intra arch deviation)
1). Segmen Anterior
Setiap gigi anterior rahang atas yang terlibat diberi skor 2, dan setiap gigi
anterior rahang bawah diberi skor 1.
a). Gigi absen
Gigi yang tidak terdapat dalam mulut, termasuk jika tinggal akar
(radix)
b). Gigi berjejal (crowded)
Gigi yang berjejal karena kurang tempat sehingga untuk mengatur
perlu menggeser gigi lain yang ada dalam rahang. Gigi yang sudah
dinilai rotasi tidak boleh dinilai berjejal.
c). Gigi rotasi (rotation)
Gigi yang letaknya berputar tetapi cukup tempat untuk mengaturnya
dalam lengkung rahang. Gigi yang sudah diberi skor rotasi tidak boleh
diberi skor berjejal atau renggang
d). Gigi renggang (spacing), yaitu :
(1). Renggang terbuka (open spacing), yaitu celah yang terdapat
diantara gigi sehingga terlihat papil interdental. Pemberian skor
adalah jumlah papila yang nampak, bukan giginya.
(2). Renggang tertutup (closed spacing), yaitu penutupan ruang
sebagian sehingga tidak memungkinkan gigi untuk erupsi penuh
tanpa menggeser gigi lainnya dalam lengkung rahang yang sama,
yang diberi skor adalah giginya.
2). Segmen posterior
Setiap gigi yang terlibat diberi skor 1.
a). Absen: cara penilaian seperti segmen anterior. Dicatat jumlah gigi yang
tidak ada dalam rongga mulut, termasuk radiks.
b). Berjejal: penilaian seperti pada segmen anterior.
22
c). Rotasi: penilaian seperti pada segmen anterior.
d). Renggang yaitu :
(1). Renggang terbuka, yaitu celah interproksimal yang menampakan
papila disebelah mesial dan distal sebuah gigi.
(2). Renggang tertutup: penilaian seperti pada segmen anterior.
b. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi (inter arch
deviation)
Penilaian dilakukan dengan cara menengadahkan kepala kebelakang
sejauh mungkin dan mulut terbuka lebar untuk mendapat oklusi terminal.
Lidah digerakkan keatas dan ke belakang mengenai palatum dan dengan cepat
gigi-gigi dioklusikan sebelum kepala tertunduk kembali. Untuk melihat
dengan jelas oklusi gigi dalam mulut digunakan kaca mulut.
1) Segmen Anterior
Untuk setiap gigi rahang atas yang terlibat diberi skor 2
a). Jarak gigit, penilaian jarak gigit ialah bila gigi insisivus atas labioversi
sehingga gigi insisivus bawah pada waktu oklusi mengenai mukosa
palatum. Apabila gigi insisivus atas tidal labioversi maka kelainan itu
hanya diskor sebagai kelainan tumpang gigit.
b). Tumpang gigit, penilaian tumpang gigit ialah apabila pada waktu
oklusi, gigi insisivus atas mengenai mukosa gingiva gigi insisivus
bawah, sedang gigi bawah tersebut mengenai mukosa palatum. Jika
insisivus atas labioversi maka kelainan tumpang gigit juga jarak gigit.
c). Gigitan silang, yaitu apabila gigi insisivus atas pada waktu oklusi
disebelah lingual gigi insisivus bawah.
d). Gigitan terbuka, yaitu apabila waktu oklusi gigi depan atas dan bawah
tidak berkontak.
2). Segmen posterior
Untuk setiap gigi yang terlibat diberi skor 1.
a). Kelainan anteroposterior, yaitu kelainan oklusi dimana pada waktu
oklusi gigi kaninus, premolar pertama dan premolar kedua serta gigi
molar pertama bawah berada disebelah distal atau mesial gigi
23
antagonisnya. Kelainan tersebut diskor bila terdapat satu tonjol atau
lebih dari gigi molar, premolar dan kaninus beroklusi di daerah
interproksimal lebih ke mesial atau ke distal dari posisi normal.
b). Gigitan silang, yaitu bila pada waktu oklusi terdapat gigi pada segmen
bukal yang posisinya lebih ke lingual atau bukal diluar kontak oklusi
terhadap gigi antagonisnya.
c). Gigitan terbuka, yaitu bila pada waktu oklusi terdapat celah antara gigi
posterior atas dan bawah. Hubungan tonjol lawan tonjol tidak termasuk
gigitan terbuka.
Setiap ciri maloklusi yang berupa kelainan dentofasial diberi skor 8. Ciri-
ciri tersebut yaitu: celah bibir dan celah mulut, bibir bawah terletak di palatal gigi
insisivus atas, gangguan oklusal (oklusal interference), gangguan fungsi rahang
(functional jaw limitation), asimetri muka/wajah, gangguan bicara (speech
impairment).
Indikator kebutuhan perawatan berdasarkan kriteria tingkat keparahan
maloklusi menunjukan keparaham maloklusi berkisar antara :
a. Skor 0 – 4 : variasi oklusi normal
b. Skor 5 – 9 : maloklusi ringan, tidak perlu perawatan
c. Skor 10-14 : maloklusi ringan, kasus tertentu memerlukan perawatan
d. Skor 15 – 19 : maloklusi berat, memerlukan perawatan
e. Skor = 20 : maloklusi berat, sangat memerlukan perawatan
5. Treatment Priority Index (TPI)
Indeks ini diperkenalkan oleh Grainger pada tahun 1967 penyusunannya
didasarkan atas konsep bahwa maloklusi itu tidak merupakan suatu keadaan yang
sederhana tetapi lebih merupakan suatu seri kelainan yang berbeda-beda walaupun
satu sama lain saling berhubungan.
Indeks tersebut didapatkan dari hasil penilaian 10 ciri-ciri maloklusi yang
saling berhubungan dan 1 ciri maloklusi yang merupakan kelainan dentofasial
yang berat. Macam ciri-ciri maloklusi yang dinilai meliputi: (1) jarak gigit, (2)
gigitan terbalik, (3) tumapng gigit, (4) gigitan terbuka anterior, (5) gigi insisivus
24
agenese, (6) disto-oklusi, (7) mesio-oklusi, (8) gigitan silang posterior dengan
segmen gigi atas bukoversi, (9) gigitan silang posterior dengan segmen gigi atas
linguoversi, (10) malposisi gigi individual, dan (11) celah langit-langit, kondisi
traumatik dan lain-lain anomaly dentofasial yang berat.
Pemakaian TPI bisa diandalkan karena Sciever dkk. (1974) telah
membuktikan dengan penilaian bahwa cara penilaian dengan TPI merupakan
metode yang objektif dan reliable untuk menilai derajat keparahan maloklusi bagi
tujuan epidemiologi.
Penilaian maloklusi dengan cara ini ternyata tidak menilai ciri-ciri
maloklusi tertentu seperti renggang, diastema sentral, dan asimetris garis tengah
(midline asimetry). Hal ini karena Grainger berpendapat bahwa ciri-ciri maloklusi
tersebut dipandang dari segi kesehatan masyarakat tidak penting. Demikian pula
kebiasaan-kebiasaan mulut (oral habits) dan morphologi jaringan lunak dianggap
tidak merupakan faktor penyebab intrinsic terjadinya maloklusi.
Cara menilai dan member skor ciri-ciri maloklusi dengan TPI sebagai
berikut:
a. Hubungan gigi insisivus atas bawah dalam arah horizontal.
1) Jarak gigit. Cara mengukur sebagai berikut: ukur jarak dari tepi labio-
insisal gigi insisivus sentral atas ke permukaan labial gigi insisivus sentral
bawah dalam mm. Dengan penggaris yang diletakkan di tengah-tengah
kedua gigi insisivus sentral atas. Jika kedua gigi tersebut posisinya tidak
sama, jaraknya diambil rata-rata.
2) Underjet (mandibular overjet = gigitan terbalik atau gigitan silang
anterior).
b. Hubungan gigi insisivus atas dan bawah dalam arah vertikal.
3) Tumpang gigit.
4) Gigitan terbuka.
Yang termasuk kelainan hubungan gigi insisivus atas dan bawah ialah
palatal bite, tumpang gigit dalam yang berupa penutupan gigi insisivus atas
terhadap gigi insisivus bawah sampai tepi gingival, gigitan silang anterior dan
gigitan terbuka.
25
Setiap kelainan overbite ini diberi skor sesuai dengan tingkatan
keparahannya.
c. Gigi insisivus permanen agenese (congenital missing).
5) Ini tidak dapat ditentukan tanpa pengambilan foto Rontgen. Tetapi pada
cara penilaian ini, jika pada umur 12 tahun gigi tersebut tidak ada maka
jumlah gigi yang tidak ada maka jumlah gigi yang tidak ada tersebut
dicatat.
d. Hubungan antero posterior gigi-gigi segmen bukal.
6) Disto-oklusi
7) Mesio-oklusi
Kedua hal tersebut dinilai dengan melihat hubungan gigi molar
permanen pertama atas dan bawah, dan apabila masih ada gigi molar susu
kedua, juga dicatat hubungannya.
Hubungan antero-posterior segmen bukal gigi-gigi permanen dan gigi-
gigi bercampur.
Untuk setiap sisi diperiksa derajat penyimpangannya terhadap neutro-
oklusi. Jika penyimpangan pada satu sisi, hubungan tonjol gigi molar pertama
bawah beroklusi pada lekuk gigi molar pertama atas lebih posterior dari posisi
normal (disto-oklusi) ini diberi skor 2.
Bila lebih ke anterior (mesio-oklusi) skor juga 2. Tetapi bila hubungan
gigi molar pertama sisi lain tonjol lawan tonjol, skor hanya 1. Skor kedua sisi
dijumlahkan, kalau satu sisi diskor mesio-oklusi maka skor dicatat terpisah.
e. Gigitan silang posterior (posterior cross-bite).
Gigi-gigi yang posisinya di luar hubungan normal dicatat kemudian
dijumlah.
8) Gigitan silang posterior yang disebabkan oleh gigi atas bukoversi.
9) Gigitan silang posterior yang disebabkan oleh gigi atas linguoversi.
f. Penyimpangan letak gigi (tooth displacement).
10) Jumlah gigi yang letaknya menyimpang diskor dengan menggunakan
metode Van Krik dan Pennel (1959). Gigi-gigi yang malposisi (letaknya
26
menyimpang) ringan atau rotasi berat diskor 2. Selanjutnya skor setiap
gigi dijumlah untuk mendapatkan skor total.
6. Occlusal Index
Pada metode ini ada 9 ciri khas oklusi yang dinilai yaitu : (1) umur gigi, (2)
hubungan gigi molar, (3) tumpang gigit, (4) jarak gigit, (5) gigitan silang
posterior, (6) penyimpangan letak gigi, (7) hubungan garis tengah, (8) gigitan
terbuka posterior, (9) gigi permanen yang absen.
Cara memberi skor/nilai 9 ciri khas maloklusi untuk menentukan OI adalah
sebagai berikut :
1. Umur gigi (dental age)
Dengan mengklasifikasikan oklusi berdasarkan tingkat perkembangan
oklusi, perbedaan umur kronologis, jenis kelamin, dan erupsi dapat diatasi.
a. Umur gigi 0 mulai pada waktu lahir dan berakhir dengan erupsinya
(mahkota klinis sebagian) gigi sulung. Jadi umur gigi ini ditandai
dengan erupsinya gigi sulung.
b. Umur gigi I mulai dengan erupsonya gigi sulung yang pertama dan
berakhir bila semua gigi geligi sulung atas dan bawah dalam keadaan
oklusi. Ini ditandai dengan perkembangan gigi geligi sulung.
c. Umur gigi II mulai bila semua gigi geligi sulung dalam keadaan oklusi
dan berakhir dengan erupsinya gigi permanen yang pertama. Umur
gigi II ini ditandai dengan lengkapnya gigi gelegi sulung.
d. Umur gigi III mulai dengan erupsinya gigi pertama permanen dan
berakhir bila semua gigi insisiv sentral dan lateral permanen serta gigi
molar pertama permanen dalam keadaan oklusi. Umur ini ditandai
dengan tahap pertama dari gigi geligi bercampur, yang lebih tepat
disebut periode gigi geligi bercampur tahap awal (early mixed
dentition).
e. Umur gigi IV mulai bila semua gigi insisiv sentral dan lateral serta gigi
molar pertama permanen dalam keadaan oklusi dan berakhir dengan
erupsinya gigi caninus permanen atau gigi premolar. Umur gigi ini
27
yang ditandai dengan periode tidur atau istirahat (dormant periode)
saat tidak ada gigi permanen satu pun yang erupsi, disebut periode gigi
bercampur tahap pertengahan.
f. Umur gigi V mulai dengan erupsinya gigi kaninus permanen atau
premolar dan berakhir apabila semua gigi dalam keadaan oklusi. Umur
ini ditandai dengan tahap akhir dari gigi geligi bercampur dan disebut
periode gigi geligi bercampur tahap akhir.
g. Umur gigi VI mulai bila semua gigi kaninus dan gigi premolar dalam
oklusi. Umur gigi ini ditandai dengan lengkapnya gigi geligi permanen
(gigi molar kedua permanen sudah atau belum erupsi).
2. Hubungan molar atau relasi molar (molar relasion).
Pemberian skor/nilai pada hubungan molar atau relasi molar sebagai
berikut :
a. Menentukan cut-off point yaitu pada saat satu tipe relasi molar
berakhir dan yang dimulai.
b. Tidak ada klasifikasi klas I, II, II menurut angle. Tetapi mungkin
klasifikasi angle berasal dari pengukuran ini.
c. Relasi gigi molar sulung kedua dan gigi molar permanen pertama pada
kedua sisi rahang diperhatikan.
3. Tumpang gigit.
Tumpang gigit diskor sebagai jarak vertical dari tepi insisal gigi insisivus
sentral atas ke tepi insisal gigi insisiv sentral bawah bila dalam keadaan
oklusi sentris. Tumpang gigit diskor positif bila jarak tersebut 1/3 panjang
mahkota klinis gigi insisivus bawah. Tumpang gigit negative (gigitan
terbuka) diskor sebagai jarak dari tepi insisal gigi insisiv sentral atas ke
tepi insisal gigi insisivus sentral rahang bawah dalam milimeter.
4. Jarak gigit
Jarak gigit di skor sebagai jarak horizontal dari permukaan labial gigi
insisivus atas permukaan labial gigi insisivus sentral bawah dalam
milimeter. Besarnya skor bias positif, nol, negatif.
28
7. Metode Survei Dasar dari WHO
Karena banyak kesukaran-kesukaran yang dihadapi dalam menentukan
kelainan handicap, dank arena tidak adanya standar untuk menilai anomaly
dentofasial yang bisa diterima, maka pada tahun 1971 WHO revision Committee
memberi rekomendasi, bahwa untuk survei dasar hanya anomaly dentifasial yang
berat yang dikembangkan yaitu:
a. Anomaly yang menyebabkan cacat muka (facial disfigurement).
b. Anomaly yang menyebabkan gangguan berat pada fungsi pengunyahan atau
pernafasan.
Selain itu keadaan-keadaan yang dianggap sebagai penyebab anomaly juga dicatat
yaitu:
c. Mesio-oklusi yang berat
d. Disto-oklusi yang berat
e. Celah bibir atau celah langit-langit
f. Lain-lain anomaly termasuk gigitan terbuka, tumpang gigit dalam, gigi sangat
berjejal dan sebagainya. Jika ini ada maka sebaiknya dirinci secara lengkap.
Definisi sederhana dari ciri-ciri maloklusi di bawah ini menjelaskan
macam-macam keadaan yang dapat mempengaruhi anomaly dentofasial, tetapi
hanya manifestasi yang berat yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan bentuk
yang perlu dicatat sebagai anomaly dentofasial.
Mesio-oklusi ialah bila gigi molar permanen pertama bawah dan gigi
caninus permanen bawah beroklusi lebih kemesial daripada kedudukannya dalam
neutro-oklusi. Hal ini bisa unilateral atau bilateral.
Disto-oklusi ialah bila gigi molar permanen pertama bawah dan gigi
caninus permanen bawah berada lebih ke distal dari posisinya dalam neutro-
oklusi. Ini juga bisa unilateral atau bilateral.
Penialaian pada gigi geligi susu dilakukan dengan mengamati kedudukan
caninus sulung dan gigi molar sulung kedua.
Cara melaporkan data sebagai berikut: persentase orang-orang dengan
anomali dentofasial dilaporkan menurut kelompok umur yaitu kelompok umur 2-
29
12 tahun dan kelompok umur 15-19 tahun. Distribusi menurut besarnya penyebab
yang mempengaruhi juga harus dilaporkan untuk kelompok umur yang sama.
8. Metode Penialaian menurut FDI
Untuk mengukur atau menialai ciri-ciri maloklusi, pada tahun 1959 sebuah
komisi yang menangani klasifikasi dan statistik kondisi mulut dari FDI (FDI
Commission on Classification and Statistic for Oral Condition = COCSTOC)
telah mengusulkan “Method of measuring Occlusal Traits” yang telah diterima
secara resmi oleh FDI pada Mexico City tahun 1972.
Pengukuran menrut metode ini terbatas pada penilaian tertentu in situ dari
gigi-gigi itu sendiri, hubungan antara gigi-gigi dalam satu rahang (intra-arch), dan
hubungan gigi-gigi dalam kedua rahang (inter-arch). Tidak ada penilaian umum
tentang jaringan lunak (misalnya profil jaringan lunak) sebab penilaian semacam
itu sangat subyektif.
System pengukuran ini merupakan langkah pertama yang pasti kearah
metode komprehensif untuk mendapatkan informasi kombinasi sifat-sifat atau
cirri-ciri yang mempengaruhi penampilan wajah seseorang. Jika data yang
diperoleh cukup, diharapkan dapat menentukan “cut-off point” bagi sifat-sifat
individu yang bisa membedakan orang-orang yang membutuhkan perawatan dan
yang tidak.
8. Dental Aesthetik Indeks (DAI)
Perkembangan DAI didasarkan atas persepsi publik atas estetik gigi
dengan menggunakan penilaian skore agar bisa didapatkan rencana perawatanny.
DAI terdiri atas 10 pengukuran oklusal dengan pemeriksaan intra oral :
a. Jumlah kehilangan gigi : insisiv, caninus dan premolar
b. Berdesakan pada daerah insisiv
c. Jarak pada daerah insisiv
d. Diastema sentral
e. Berdesakan rahang atas
30
f. Berdesakan rahang bawah
g. Jarak gigi anterior rahang atas
h. Jarak gigi anterior rahang bawah
i. Gigitan terbuka anterior vertikal
j. Relasi molar antero posterior
Kriteria tingkat keparahan maloklusi dengan metode DAI :
≤ 25 = Normal atau maloklusi ringan
26 - 30 = Maloklusi sedang
31 - 35 = Maloklusi berat
≥36 = Maloklusi sangat berat
B. PREVALENSI MALOKLUSI
Cara yang paling mudah untuk mengetahui prevalensi maloklusi adalah
dengan memisahkan maloklusi menurut morfologi yang ada.
1. Prevalensi Maloklusi pada Anak-anak Praremaja
Semenjak ada beberapa bukti tentang validitas TPI dan kalsifikasi Angel
dalam meperkirakan masalah ortodontik yang berhuungan dengan estetik muka,
sebagian dari kebutuhan akan perawatan pada kelompok anak-akan muda
berdasarkan atas pertimbangan estetik atau kecantikan yang dinilai menggunakan
indeks.
Indeks yang utama untuk perawatan ortodontik pada masa gigi geligi
bercampuran adalah insisvus yang sangat berjejal yang memerlukan perawatan
dengan pencabutan gigi secara awal, dan kelainan jarak gigit yang besar yang
merupakan indikasi pemakian alat fungsional atau headgear untuk mengkoreksi
hubungan antar rahang.
Pengaruh estetik dari kelainan jarak gigit sudah terlihat pada pasien anak-
anak pra-remaja. Masalah-masalah gigi lain yang kemungkinan memerlukan
perawatan dalam kelompok umur ini adalah tumpang gigit yang sangat dalam atau
31
gigitan palatal yang menyebabkan trauma pada jaringan gingiva di belakang gigi
anterior atas, dan gigitan anterior dan posterior.
2. Prevalensi Maloklusi pada Anak-anak Remaja
Persentase yang tinggi dari anak-anak yang memiliki maoklusi yang nyata,
makin meningkat pada masa remaja. Prevalensi gigi berjejal meningkat meskipun
susunan gigi-gigi insisivus menjadi lebih baik, hal ini agaknya Karena letak gigi
caninus yang menyimpang sehingga memberi ruang agak banyak bagi gigi-gigi
insisivus. Kelainan kelas 2 cendrung lebih parah serta lebih mencolok, pada kelas
III lebih jelas kelihatan pada remaja. Hampir 70-75% remaja dipastikan memiliki
maloklusi dalam beberapa tingkat keparahan.
3. Prevalensi Maloklusi pada Orang Dewasa
Maloklusi itu sendiri bukan satu-satunya alasan untuk perawatan
ortodontik pada orang dewasa, hal ini mungkin dibutuhkan sehubungan dengan
perawatan periodontal atau penambalan gigi dari pasein-pasien yang mempunyai
kerusakan jaringan peridontal dan/atau gigi-gigi yang tanggal yang memerlukan
gigi palsu. Meskipun perawatan orthodotik deperlukan oleh sejumlah besar pasien
orang dewasa, tetapi tidak ada data tentang komponen kebutuhan bagi orang
dewasa.
32
KESIMPULAN
1. Macam – macam Indeks Maloklusi:
a. Occlusion Feature Index (OFI)
b. Malalignment Index (Mal I)
c. Handicapping Labio-lingual Deviation Index (HLD Index)
d. Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMA Index)
e. Treatment Priority Index (TPI)
f. Occlusal Index (OI)
g. WHO Basic Survey Methods (Metode survey dasar WHO)
h. FDI method for measuring occlusal traits (Metode penilaian cirri-ciri oklusi
menurut FDI)
2. Tuntutan terhadap perawatan orthodontik ditentukan oleh gabungan dua faktor
utama yaitu:
a. Kebutuhan akan perawatan orthodontik yang timbul dari masyarakat dan
profesi.
b. Sumber ekonomi yang tersedia untuk membiayai perawatan tersebut
33
DAFTAR PUSTAKA
Dewanto, Harkati. 2004. Aspek-aspek Epidemiologi Maloklusi. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Dewi, O.2008. Analisis Hubungan Maloklusi dengan Kualitas Hidup pada
Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007. Tesis. Medan. Universitas
Sumatera Utara:1-17
http://blog.poltek-malang.ac.id/media/3/20090515-10- Mengumpulkan%20Data.
doc
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/669/1/08E00229.pdf
34