lap. resmi saraf p2.docx

25
 LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM SYARAF P2. STROKE  Disusun Oleh : Kelompok 1H 1. Halimatus S Zein (105010567) 2. Agus Suyitno (105010569) 3. Aniesa turraida (105010570) 4.  Nandang Prasetya W (105010572) 5.  Nur Fauzan (105010573) D os e n Pengampu : Sri Susilowati, MSi., Apt LABORATORIUM FARMAKOTERAP I FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG 2013

Transcript of lap. resmi saraf p2.docx

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 1/25

 

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM SYARAF

P2. STROKE

 Disusun Oleh :

Kelompok 1H

1. 

Halimatus S Zein (105010567)2.  Agus Suyitno (105010569)

3.  Aniesa turraida (105010570)

4.   Nandang Prasetya W (105010572)

5.   Nur Fauzan (105010573)

Dosen Pengampu : Sri Susilowati, MSi., Apt

LABORATORIUM FARMAKOTERAPI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS WAHID HASYIM

SEMARANG

2013

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 2/25

 

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM SYARAF

PERCOBAAN 2

STROKE

A. TUJUAN

1.  Mahasiswa mamp memahami dan mengevaluasi tatalaksana terapi pada penyakit

yang berhubungan dengan system syaraf.

2.  Mahasiswa mampu menjelaskan teori singkat farmakoterapi system syaraf, mengena

lrekam medic, memahami metode SOAP (Subjective, Objective, Assesment, Plan)

dalam menyelesaikan suatu kasus, dan penelusuran informasi obat sistem syaraf.

B. DASAR TEORI

STROKE

I.  DEFINISI

Stroke merupakan cedera vaskular akut pada otak dimana terjadi suatu cedera

mendadak dan berat pada pembuluh  – pembuluh darah otak. Cedera dapat disebabkan oleh

sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, atau pecahnya pembuluh

darah. Hal ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai (Feigin, 2004). 

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 3/25

 

II.  PATOFISIOLOGI 

1.  Faktor Resiko Stroke

a.  Faktor resiko tidak dapat dimodifikasi untuk stroke antara lain peningkatan usia,

laki – laki, ras (Amerika – afrika, Asia, Amerika latin) dan turunan.

 b.  Faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi antara lain hipertensi dan penyakit

 jantung (penyakit jantung koroner, gagal jantung, hipertropi ventrikel kiri, fibrilasi

atrial).

c.  Faktor resiko lainnya antara lain serangan iskemia sementara, diabetes melitus,

dislipidemia, dan merokok (Sukandar et al ., 2008).

Secara umum stroke dibagi menjadi dua macam yakni stroke iskhemia dan stroke

hemoragik (pendarahan).

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 4/25

 

2.  Stroke Iskhemia

Sejumlah 88% dari semua stroke adalah stroke iskhemia yang disebabkan oleh

 pembentukan trombus atau emboli yang menghambat arteri serebral. Aterosklerosis

serebral adalah faktor penyebab dalam kebanyakan masalah stroke iskhemia, walaupun

30% tidak diketahui etiologinya. Emboli dapat muncul dari arteri intara dan ekstra

kranial. 20% stroke emboli muncul dari jantung (Rumantir, 2007). 

Pada ateroslerosis karotid, plak dapat rusak karena paparan kolagen, agregasi

 platelet, dan pembentukan thrombus. Bekuan dapat menyebabkan hambatan sekitar atau

terjadi pelepasan dan bergerak kearah distal, pada akhirnya akan menghambat pembuluh

serebral (Sukandar et al ., 2008).

Dalam masa embolisme kardogen, aliran darah yang berhenti dalam atrium atau

ventrikelmengarah ke pembentukan bekuan local yang dapat pelepasan dan bergerak 

melalui aorta menuju sirkulasi serebral. Hasil akhir baik pembentukan thrombus dan

embolisme adalah hambatan arteri, penurunan aliran darah serebral dan penyebab

ischemia dan akhirnya infark distal mengarah hambatan (Sukandar et al ., 2008).Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a.  Stroke Trombotik 

Yaitu proses terbentuknya thrombus yang menyebabkan penggumpalan.

 b.  Stroke Embolik 

Yaitu Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

c.  Hipoperfusion Sistemik 

Yaitu Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan

denyut jantung (Feigin, 2004)

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 5/25

 

3.  Stroke Pendarahan (Hemoragik)

Sejumlah 12% stroke adalah stroke pendarahan dan termasuk pendarahan

subarakhnoid, pendarahan intra serebral, dan hematomas   subdural . Pendarahan

subarakhnoid dapat terjadi dari luka berat atau rusaknya aneurisme intrakranial atau cacat

arteriovena. Pendarahan intra serebral terjadi ketika pembuluh darah rusak dalam

 parenkim otak menyebabkan pembentukan hematoma.  Hematoma subdural kebanyakan

terjadi karena luka berat (Chirztoper, 2007).

Adanya darah dalam parenkim otak menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitar 

melalui efek masa dan komponen darah yang neurotoksik dan produk urainya. Penekanan

terhadap jaringan yang dikelilingi hematomas dapat mengarah pada iskhemia sekunder.

Kematian karena stroke pandarahan kebanyakan disebabkan oleh peningkatan kerusakan

dalam penekanan intakranial yang mengarah pada herniasi dan kematian (Sukandar et al .,

2008).

4.  Etiologi dari Stroke Hemoragik 

a.  Perdarahan intraserebral

Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri

dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum. Gejala klinisnya

yaitu:

  Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan

dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu

nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan

epistaksis.

  Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese

dan dapat disertai kejang fokal / umum.

  Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan

 bola mata menghilang dan deserebrasi

  Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya

 papiledema dan perdarahan subhialoid (Chirztoper, 2007). 

b.  Perdarahan subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di

ruang subarakhnoid yang timbul secara primer (Chirztoper, 2007).

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 6/25

 

I.  MANIFESTASI KLINIK STROKE

Definisi WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik 

fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam

atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler.

Istilah kuno apopleksia serebri sama maknanya dengan Cerebrovascular Accidents/Attacks 

(CVA) dan Stroke (Harsono, 1996, hal 67).

Gejala stroke secara umum, antara lain (Harsono, 1996, hal 67) :

  muntah

   penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma)

  gangguan berbicara (afasia) atau bicara pelo (disastria)

  wajah tidak simetris atau mencong  

  kelumpuhan wajah / anggota badan sebelah (hemiperase) yang timbul secara mendadak.

  gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.

  gangguan penglihatan, penglihatan ganda (diplopia)

  vartigo, mual, muntah, dan nyeri kepala

Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese,

quidriparese (kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama), hilangnya penglihatan

monokuler atau binokuler, dan ataksia (berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu

menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas). Meskipun gejala-gejala tersebut dapat

muncul sendirinya, namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya

gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi

trombolitik (Hassmann, 2010).

Gejala tersebut bisa muncul saat bangun tidur ataupun saat beraktivitas. Pada

 penderita hipertensi dengan tekanan darah yang tidak terkontrol, lebih beresiko untuk 

menderita stroke bleeding . Biasanya stroke jenis ini terjadi saat sedang melakukan aktivitas.

Sementara  stroke infark  lebih sering terjadi saat penderita baru bangun tidur di pagi hari

(Harsono, 1996, hal 67).

Gejala - gejala stroke muncul akibat daerah tertentu tidak berfungsi dengan baik,

yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke daerah tersebut. Gejala itu muncul

 bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu (Harsono, 1996, hal 67).

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 7/25

Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat

(Hassmann, 2010 ; Chung, 1999) :

1.  Arteri serebri media (MCA)

Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi kontralateral,

hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia. Karena MCA memperdarahi motorik 

ekstremitas atas maka kelemahan tungkai atas dan wajah biasanya lebih berat daripada

tungkai bawah

2.  Arteri serebri anterior 

Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan gangguan bicara,

timbulnya refleks primitive (grasping dan sucking reflex), penurunan tingkat kesadaran,

kelemahan kontralateral (tungkai bawah lebih berat dari pada tungkai atas), defisit

sensorik kontralateral, demensia, dan inkontinensia uri.

3.  Arteri serebri posterior 

Menimbulkan gejala seperti hemianopsia homonymous kontralateral, kebutaan

kortikal, agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran, hemiparese kontralateral, gangguan

memori.

4.  Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)

Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan defisit nervus kranialis, serebellar,

 batang otak yang luas. Gejala yang timbul antara lain vertigo, nistagmus, diplopia, sinkop,

ataksia, peningkatan refleks tendon, tanda Babynski bilateral, tanda serebellar, disfagia,

disatria, dan rasa tebal pada wajah. Tanda khas pada stroke jenis ini adalah temuan klinis

yang saling berseberangan (defisit nervus kranialis ipsilateral dan deficit motorik 

kontralateral).

5.  Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)

Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering adalah

 bifurkasio arteri karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Adapun

cabang-cabang dari arteri karotis interna adalah arteri oftalmika (manifestasinya adalah

 buta satu mata yang episodik biasa disebut amaurosis fugaks), komunikans posterior,

karoidea anterior, serebri anterior dan media sehingga gejala pada oklusi arteri serebri

anterior dan media pun dapat timbul.

6.  Lakunar stroke

Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans kecil di daerah

subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20 mm. Gejala yang timbul adalah

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 8/25

hemiparese motorik saja, sensorik saja, atau ataksia. Stroke jenis ini biasanya terjadi pada

 pasien dengan penyakit pembuluh darah kecil seperti diabetes dan hipertensi.

Terdapat beberapa gejala awal yang membedakan stroke hemoragik dan non

hemoragik (iskhemik) seperti gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan hemiparesis

atau hemiplegic sejak permulaan serangan lebih sering terjadi pada stroke hemoragik.

Serangan stroke hemoragik biasanya terjadi pada waktu melakukan aktivitas, emosi atau

marah, sedangkan stroke iskhemik terjadi ketika waktu istirahat. Selain itu, pada stroke

hemoragik kesadaran menurun bahkan sampai koma, sedangkan stroke iskhemik,

kesadaran tidak menurun (Hassmann, 2010).

II.  DIAGNOSIS

1.  Computeri zed tomography (CT)

Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe stroke adalah

Computerized tomography atau CT (dulu dikenal cumputerised axial tomography atau

CAT) dan MRI pada kepala. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan citra sinar X,

 pemindaian berlangsung selama 15-20 menit, tidak nyeri dan menimbulkan radiasi

minimal (kecuali bagi wanita hamil) (Feigin, 2006).

Setiap citra individul memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan

daerah abnormal yang ada didalamnya. Pada CT, pasien diberi sinar-X dalam dosis

sangat rendah yang digunakan menembus kepala. Sinar-X yang digunakan serupa

dengan pada pemeriksaan dada, tetapi dengan pajanan ke radiasi yang jauh lebih rendah

(Feigin, 2006).

Computerized tomography sangat handal untuk mendeteksi perdarahan

intrakarnium, tetapi kurang peka untuk mendeteksi stroke iskemik ringan (Feigin, 2006).

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 9/25

2.  Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan berdasarkan citra resonansi magnet, pemindaian berlangsung selama

30 menit, pemeriksaan MRI aman, tidak invasive dan tidak nyeri. Alat ini tidak dapat

digunakan jika terdapat alat pacu jantung atau benda logam lainya misalnya pecahan

logam atau klip bedah tertentu di dalam tubuh. Selain itu, orang yang bertubuh besar 

mugkin tidak masuk ke dalam mesin MRI ini, MRI lebih sensitif dibandingkan dengan

CT dalam mendeteksi stroke iskemik ringan bahkan pada stadium dini, namun kurang

 peka dibandingkan dengan CT dalam mendeteksi perdarahan intrakarnium ringan

(Feigin, 2006).

3.  Ultrasonografi dan MRA

Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan

gelombang suara untuk menciptakan citra) atau MRA (magnetic resonance angiography,

suatu bentuk MRI). Pemindaian ini digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan

arteri atau bekuan arteri utama (Feigin, 2006).

Kedua prosedur ini aman, tidak meneimbulkan nyeri, dan relatif cepat sektar 20-

30 menit untuk pemindaian ultrasonografi dan sedikit lebih lama untuk MRA.  Magnetic

resonance angiography khusunya bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma

intrakanium dan malformasi pembuluh darah otak (Feigin, 2006).

4.  Angiografi otak 

Angiografi otak merupakan suatu penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam

citra sinar X ke dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat

memperlihatkan pembuluhan-pembuluh darah di leher dan kepala. Bahan yang

digunakan disebut ―bahan kontras‖, dan disuntikkan langsung ke dalam arteri karotis di

leher atau melalui sebuah kateter (selang) yang sangat panjang yang dimasukkan ke

 pembuluh itu melalui arteri femoralis di lipatan paha. kedua prosedur ini dilakukan di

 bawah pembiusan total (Feigin, 2006).

Angiografi otak menghasilkan gambar paling akurat mengenai arteri dan vena

selama semua fase aliran darah otak dan digunakan untuk mencari penyempitan atau

 perubahan patologis lain, misalnya aneurisma atau malformasi vaskular. Namun,

tindakan ini memiliki risiko, termasuk stroke atau kematian pada 1 dari setiap 200 orang

yang diperiksa (Feigin, 2006).

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 10/25

5.  Pungsi Lumbal (Spinal tap )

Suatu pemeriksaan laboratorium yang kadang kala jika diagnosis stroke belum

 jelas. Cara ini juga kadang dilakukan jika alat CT tidak tersedia, untuk mendeteksi

 perdarahan subaraknoid. Prosedur memerlukan waktu sekitar 10-20 menit dan dilakukan

 pembiasan total. Dilakukan pengambilan sedikit sampel cairan serebrospinal (cairan

yang merendam otak dan korda spinalis ) untuk pemeriksaan laboratorium (Feigin,

2006).

6.  EKG

Elektrokardiografi digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung

atau penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke pasien. Sensor listrik yang

 peka, yang disebut elektrosa, diletakkan pada kulit di tempat-tempat tertentu. Elektroda-

elektroda ini merekam perubahan siklis arus listrik alami tubuh yang terjadi sewaktu

 jantung berdenyut. Hasilnya dianalisis oleh komputer dan diperlihatkan dalam sebuah

grafik yang disebut elektrokardiogram (Feigin, 2006).

III. HASIL TERAPI YANG DIINGINKAN

Hasil pengobatan stroke yang diinginkan :

(1) Peningkatkan jumlah oksigen otak yang sangat diperlukan untuk perbaikan fungsi otak 

(2) Penurunan sumbatan atau plak, sehingga aliran darah & nutrisi ke otak berjalan baik 

(3) Suplai nutrisi yang dibutuhkan otak dan hantaran syaraf 

(4) Perbaikan profil lemak darah, sehingga mengurangi resiko stroke

(5) Menambah energi dan sistem imun penderita

(6) Untuk mereduksi kerusakan neurologis yang terjadi dan menurunkan mortalitas dan cacat

 jangka panjang

(7) Mencegah komplikasi sekunder terhadap imobilitas atau pergerakan dan disfungsi

neurologis

(8) Mencegah kambuhnya stroke (Adams et,al., 2007; Khaja and Grotta, 2007; Goldstein,

2007).

(9) Pencegahan utama stroke diperiksa di tempat lain (Goldstein et,al., 2006).

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 11/25

a.  Terapi Farmakologis

  I schemic Stroke 

Terapi farmakologi  stroke iskemik dapat dilakukan dengan reperfusi dan

neuroproteksi. Reperfusi yaitu mengembalikan aliran darah ke otak secara adekuat

sehingga perfusi meningkat, obat-obat yang dapat diberikan antara lain : thrombolytic

agent , inhibitor platelet dan antikoagulan (Junaidi, 2004).

Penggunaan antiplatelet adalah untuk melancarkan aliran darah, menghindari

terjadinya komplikasi, memelihara agar tekanan darah normal. Pemberian antiplatelet

 bertujuan untuk mencegah terbentuknya platelet jika suatu saat plak yang ada di

 pembuluh darah pecah dan mencegah terbentuknya platelet langsung di dalam darah

selain dari plak.

Memperbaiki aliran darah dengan mencegah terjadinya klot (penggumpalan

darah) kembali. Inhibitor platelet merupakan pilihan utama dalam penanganan  stroke

iskemik. Inhibitor platelet mencegah terbentuknya trombus karena penggumpalan

trombosit darah. Beberapa contoh obat ini adalah asam asetil salisilat (asetosal) atau

aspirin, tiklopidin, pentoksiflin, clopidogrel, kombinasi asetosal dengan dipiridamol, dan

cilostazol.

Antikoagulan digunakan untuk mencegah perluasan trombus yang menyebabkan

 bertambahnya defisit neurologik dan untuk mencegah kambuhnya episode gangguan

serebrovaskular.

Penggunaan trombolisis pada 3 jam pertama serangan diharapkan menunjukkan

‖excellent outcome‖ yaitu minimal disability dalam skala neurologi.

  Hemorrhagic Stroke 

Saat ini belum ada study yang jelas mengenai standar strategi farmakologi untuk 

 penanganan stroke hemoragik intracerebral hemorrhage (ICH). Penggunaan agen

hemostatic (ex : faktor VII) pada tahap akut (<4 jam onset) diharapkan dapat mengurangi

 pergerakan hematoma, tetapi tidak menunjukkan peningkatan outcome terapeutik.

Penanganan dapat dilakukan dengan mengatasi hipertensi pada pasien.

b. Terapi Non Farmakologis

Kraniektomi adalah salah satu cara pembedahan untuk pengambilan penggumpalan

darah pada kasus-kasus edema serebral iskemik, sehingga aliran darah kembali lancar.

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 12/25

Dekompresi pembedahan pada infark serebelum bertujuan untuk memperlancar aliran darah

kembali dengan memperbaiki lesi yang terbentuk pada serebelum karena infark serebelum

terjadi akibat adanya hipoperfusi darah sehingga terjadi lesi. Endarterektomi adalah prosedur 

 pembedahan yang menghilangkan plak dari lapisan arteri sehingga aliran darah ke otak tidak 

terhambat. Rehabilitasi awal meliputi pengaturan posisi, perawatan kulit, fisioterapi dada,

fungsi menelan, fungsi berkemih dan gerakan psif pada semua sendi ekstremitas dilakukan

agar fungsi anggota tubuh tetap berjalan normal.

Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan

sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat

oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan jendela waktu yang potensial

untuk reversibilitas daerah penumbra maka berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi

 pada binatang percobaan maupun pada manusia.

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 13/25

C. KASUS

Tn. S laki-laki umur 59 tahun, pekerja swasta. Masuk rumah sakit pada tanggal 24 April

2013. Anamnesis ditanyakan pada pasien dan istri pasien (auto dan alloanamnesis).

Keluhan utama kelemahan pada tangan dan kaki kanan. Pasien mengeluh tidak bisa tidur 

malam, keesokan paginya, pasien memeriksakan diri ke poli syaraf RSUD Ketileng. Lalu

 pasien sudah merasa membaik, setelah BAK di kamar mandi, pasien kembali kekamar 

tidurnya untuk tidur. Tiba-tiba saat akan bangun pasien pasien merasa tangan kanan tidak 

 bisa digerakkan sama sekali, serta sulit bicara dan susah dimengerti. Pasien tgidak 

mengeluh nyeri kepala dan kesadarannya masih baik. Riwayat penyakit dahulu : tekanan

darah tinggi (+), Riwayat penyakit keluarga : tidak terdapat anggota keluarga yang

mengalami sakit serupa dengan pasien, tetapi istri pasien mengalami hipertensi dan

diabetes melitus.

PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG

Vital sig TD : 205/100 mmHg, N = 80x / menit, R = 20x / menit, T = 36,9 ° C,

Kesadarn GCS =15, Compos Mentis, Meningeal sign kaku duduk (-), saraf kranialis

kelainan N VII&XII sentral, Ekstremitas kelemahan pada ekstremitas kanan refleks

fisiologis menurun (terdapat sock spinal). Refleks patologis (-). Diagnosis : Stroke iskemik 

akut.

Pertanyaan:

1.  Bagaimana tatalaksana terapi kasus ini ?

2.  Informasi apa yang perlu diberikan mengenai penggunaan obatnya?

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 14/25

ANALISIS SOAP (Subyek, Obyek, Assasment, dan Plan)

a.  Subyek 

   Nama : TN. S

 Usia : 59 tahun

  Pekerjaan : wiraswasta

  Keluhan : kelemahan pada tangan dan kaki, tidak bisa tidur malam

  Pasca pengobatan : kaki kanannya terasa lemas, tangan kanan tidak bisa

digerakkan sama sekali, sulit bicara, susah dimengerti.Sakit kepala (-) dan

nyeri (-)

  Riwayat penyakit: tekanan darah tinggi (+)

 Riwayat peny. Keluarga : istri mengalami hipertensi dan DM

b.  Obyek 

Pemeriksaan Fisik :

  TD: 205/100 mmHg (normal: 120/80 mmHg) hipertensi derajat 2

   N: 80x/menit (normal 60-100x/menit) normal

  R: 20x/menit (normal:14-20) normal

  T: 36,9°C (normal: 36-37 °C) normal

  Kesadaran GCS : 15, Compon mentis , Meningeal sign, kaku kuduk (-), Saraf 

karnialis kelainan N VII&XII sentral, Ekstremitas kelemahan pada ekstramitas

kanan refleksi fisiologis menurun(terdapat sock spinal).

  Refleks patologis : (-)

c.  Assasment

Berdasarkan hasil analisis pada subyek dan obyek pasien Tn. S didiagnosis menderita

 penyakit stroke iskemik akut ( oklusif ).

d.  Planning

 TATA LAKSANA TERAPI

a.  Tujuan terapi

  Mengurangi kerusakan neurologi dan mengurangi mortalitas dan disabilitas

 jangka panjang

  Mencegah komplikasi sekunder immobilitas dan disfungsi neurologi.

  Mencegah kekambuhan stroke

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 15/25

b.  Sasaran terapi

 peningkatan kualitas hidup pasien

c.  Strategi

Dilakukan dengan merestorasi aliran darah otak dengan menghilangkan sumbatan

dan menghentikan kerusakan seluler yang berkaitan dengan iskemik atau hipoksia.

 Terapi farmakologi

Terapi farmakologi untuk pasien Tn. S dengan penyakit stroke iskemik akut yaitu:

1.  Aspirin 300 mg setiap hari, onset 48 jam dari kejadian stroke

 Terapi farmakologi

  Pembedahan (surgical intervention)

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 16/25

 Analisis penggunaan obat yang rasional

a.  Tepat indikasi

Nama Obat Indikasi Mekanisme Ket

Aspirin 

mencegah re-infark pd MI& stroke

  mencegah rekkuren TIA &

menurunkan resiko stroke

 pd pasien TIA

  menurunkan resiko arterial

trombosis pd kateterisasi

koroner, balloon

angioplasti, bedah vaskuler 

Menghambat enzim COX1 perubahan AA menj

PGH2 menurunproduksi

TXA2 menurun& PGI2

menurun

TI

b.  Tepat obat

Nama Obat Alasan dipilih obat Ket

Aspirin  secara signifikan menurunkan kekambuhan stroke dalam 2

minggu pertama,

 menghasilkan penurunan signifikan kematian dan

ketergantungan dalam 6 bulan,

 dapat mengurangi kematian jangka panjang dan cacat akibat

stroke iskemik yang dilakukan uji klinis acak skala besar 

TO

c.  Tepat dosis

Nama obat Rekomendasi dosis Dosis yang diberikan ket

Aspirin 160-325mg setiap hari

dimulai dalam onset 48

 jam

300 mg/hari TO

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 17/25

d.  Tepat pasien

Nama obat Kontraindikasi Ket

Aspirin Penderita tukak lambung dan peka terhadap derivat asam salisilat,

 penderita asma, dan alergi. Penderita yang pernah atau seringmengalami pendarahan bawah kulit, penderita yang sedang terapi

dengan antikoagulan, penderita hemofolia dan trombositopenia

TP

e.  Waspada ESO

Nama Obat Efek samping Keterangan

Aspirin ruam kulit, gangguan

 pengecapan, neutropenia, proteinuria, sakit kepala,

lelah/letih, hipotensi, dan

hepatotoksik(dosis tinggi)

Pencegahan terjadinya efek samping

dilakukan dengan diberikan padadosis rendah sesuai dengan literatur 

yaitu kisaran 160-325 mg.

f.  Tersedia dan terjangkau

Nama Obat Harga Keterangan

Aspirin

generik 

4.500/kemasan Tersedia dan terjangkau

 Monitoring dan Evaluasi

  Monitoring secara intensif terhadap perkembangan neurologi (kekambuhan atau perluasan)

  Monitoring adanya komplikasi ( thromboembolism atau infeksi)

  Monitoring adanya efek samping dari intervensi farmakologi atau non farmakologi.

  KIE ( Komunikasi, Edukasi, dan Edukasi )

•  Komunikasi pada pasien tentang frekuensi penggunaan obat dan efek sampingnya.

•  Menginformasikan pasien untuk ceck up rutin terhadap kondisi patologi stroke secara riutin.

•  Menginformasikan pada pasien untuk berhenti merokok, terapi gerak tangan (latihan menulis

atau menggambar), tidak boleh mengangkat berat-berat, tidak boleh kedinginan, posis tidur 

 jangan memberatkan pada tangan kanan.

•  Memberitahukan pentingnya kepatuhan pasien pada terapi non farmakologi dan terapi

farmakologi.

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 18/25

.  PEMBAHASAN

Berdasarkan data pemeriksaan fisik, penunjang, dan anamnesis yang didapatkan pasien Tn. S

didiagnosa menderita stroke iskemik akut. Stroke iskemik tersebut disebabkan karena adanya

sumbatan pembuluh darah serebral fokal oleh trombus atau embolus yang mengakibatkanterhambatnya suplai oksigen dan glukosa pada otak yang selanjutnya akan mengganggu proses

metabolik .

Tujuan perawatan untuk pasien penderita iskemik akut yaitu mengurangi kerusakan neurologi,

mengurangi mortalitas dan disabilitas jangka panjang, mencegah komplikasi sekunder immobilitas

dan disfungsi neurologi. Strategi terapinya dilakukan dengan merestorasi aliran darah diotak dengan

menghilangkan sumbatan, dan menghentikan kerusakan seluler yang berkaitan dengan iskemia atau

hipoksia.

Terapi farmakologi untuk iskemik akut berdasarkan The Stroke Council of the American Stroke

 Association telah membuat garis pedoman yang ditujukan untuk manajemen stroke iskemik akut.

Secara umum, dua obat yang sangat direkomendasikan ( grade A recommendation) adalah t-PA

(tissue-Plasminogen Activator /Alteplase) intravena dalam onset 3 jam dan aspirin dalam onset 48 jam

(DiPiro et al., 2008).

Rekomendasi saat ini untuk penanganan stroke akut dan pencegahan sekunder dapat dilihat di

tabel berikut (DiPiro et al., 2008).

Tabel Rekomendasi Penanganan Stroke Akut dan Pencegahan Sekunder

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 19/25

 

Berdasarkan gejala timbulnya stroke pada Tn. S yang terjadi lebih dari 3 jam dan tidak lebih dari

48 jam, maka terapi yang dianjurkan yaitu menggunakan aspirin. Dosis aspirin yang diberikan pada

Tn. S 300 mg, masih masuk dalam kisaran terapi yang dianjurkan yaitu 160-325 mg dalam onset 48menit.Terapi aspirin terdahulu dapat mengurangi mortalitas jangka lama dan cacat, namun pemberian

t-PA tidak pernah dilakukan dalam 24 jam karena dapat meningkatkan risiko pendarahan pada

 beberapa pasien. Garis pedoman The American Heart Association/American Stroke Association 

(AHA/ASA) mengenai seluruh farmakoterapi dalam pencegahan sekunder untuk stroke iskemik dan

diperbarui setiap 3 tahun.

Antiplatelet merupakan landasan terapi antitrombotik untuk pencegahan sekunder untuk stroke

iskemik dan harus digunakan pada stroke nonkardioembolik. Tiga obat yang kini digunakan, yaitu

aspirin, clopidogrel, dan dipiridamole dengan pelepasan diperlambat disertai aspirin (ERDP-ASA),

merupakan antiplatelet  first-line yang disetujui oleh the American College of Chest Physicians 

(ACCP). Pada pasien dengan fibrilasi atrium dan emboli, warfarin merupakan antitrombotik pilihan

 pertama. Farmakoterapi lain yang direkomendasikan untuk stroke adalah penurun tekanan darah dan

statin.

Penggunaan aspirin terdahulu untuk mengurangi kematian jangka panjang dan cacat akibat

stroke iskemik didukung oleh dua uji klinis acak besar. Pada  International Stroke Trial (IST), aspirin

300 mg/hari secara signifikan menurunkan kekambuhan stroke dalam 2 minggu pertama,

menghasilkan penurunan signifikan kematian dan ketergantungan dalam 6 bulan. Pada Chinese Acute

Stroke Trial  (CAST), aspirin 160 mg/hari mengurangi risiko kambuh dan kematian dalam 28 hari

 pertama, namun kematian jangka panjang dan cacat tidak berbeda dengan placebo. Pada kedua

 pengujian, terdapat peningkatan kecil namun signifikan pada transformasi pendarahan dari infark.

Untuk keseluruhan, efek menguntungkan dari penggunaan aspirin telah diadopsi sebagai garis

 pedoman klinis (DiPiro et al., 2008).

Semua pasien yang memiliki stroke iskemik akut akan menerima terapi antitrombosis jangka

 panjang untuk pencegahan sekunder. Pada pasien dengan stroke nonkardioembolik, akan terdapat

 beberapa bentuk terapi antiplatelet. Aspirin menunjukkan hasil studi yang paling baik, dan menjadi

obat pilihan utama. Akan tetapi, literatur yang telah dipublikasikan mendukung penggunaan

clopidogrel dan produk kombinasi sebagai obat pilihan pertama pada pencegahan stroke sekunder 

(DiPiro et al., 2008).

Dalam pencegahan sekunder, endarterektomi karotid pada arteri karotid stenosis dan/atau ulser 

merupakan cara yang sangat efektif untuk mengurangi insiden stroke dan kambuhan pada pasien yang

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 20/25

tepat. Sebenarnya, pada pasien stroke iskemik dengan arteri karotid stenosis 70% hingga 99%, stroke

kambuhan dapat dikurangi hingga 48% ketika dikombinasikan dengan aspirin 325 mg setiap hari

dibandingkan dengan terapi medis tunggal. Pada pasien yang berpikir bahwa risiko endarterektomi

sangat tinggi, carotid stenting  menjadi lebih efektif dalam penurunan risiko stroke, namun sedikitinvasif (menyakitkan/mengganggu) (DiPiro et al., 2008).

Clopidogrel dalam kombinasi dengan aspirin 75 mg setiap hari tidak lebih baik daripada

clopidogrel sendiri pada pencegahan stroke sekunder. Akan tetapi, kombinasi ini telah dipelajari pada

 pasien dengan sindrom koroner akut dan pasien yang menjalani intervensi koroner perkutan dan

menunjukkan lebih efektif secara signifikan dibanding aspirin sendiri dalam menurunkan infark 

myokard, stroke, dan kematian kardiovaskular. Ketika clopidogrel digunakan dengan aspirin, resiko

 pendarahan meningkat dari 1.3% menjadi 2.6%. Kombinasi tersebut ditemukan juga meningkatkan

 pendarahan serius pada populasi atherosklerosis berisiko tinggi dibandingkan dengan penggunaan

aspirin saja. Kombinasi ini hanya direkomendasikan pada pasien dengan riwayat infark myokard atau

coronary stent placement dan hanya menggunakan aspirin dosis rendah untuk meminimalkan risiko

 pendarahan (DiPiro et al., 2008).

Kombinasi obat yang memiliki efektifitas lebih baik ditunjukkan pada penggunaan aspirin 25

mg dengan dipiridamol 200 mg dengan frekuensi pemberian 2x sehari, sesuai dengan  European

Stroke Prevention Study 2 (ESPS-2), menyatakan bahwa aspirin 25 mg dan dipiridamol dengan

 pelepasan diperpanjang (ERDP) 200 mg dua kali sehari dibandingkan sendiri-sendiri dan dalam

kombinasi dengan plasebo untuk kemampuan mereka dalam menurunkan stroke kambuhan selama 2

tahun. Dalam jumlah lebih dari 6,600 pasien, ketiga kelompok perlakuan menunjukkan plasebo — 

aspirin, 18% RRR; ERDP, 16% RRR; dan kombinasi, 37% RRR. Kombinasi aspirin 25 mg dan

ERDP 200 mg dua kali sehari merupakan pengobatan yang sangat efektif untuk mencegah

kekambuhan pada pasien stroke. Kombinasi dipiridamole (83% pelepasen diperpanjang) dan aspirin

(30 – 325 mg sehari) lebih efektif daripada aspirin saja dalam menurunkan stroke kambuhan (DiPiro et 

al., 2008).

Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan pada Tn. S yaitu intervensi pembedahan yang

 bersifat terbatas. Pada kasus-kasus edema serebral iskemik tertentu yang menunjukkan infark yang

 besar, kraniektomi untuk memunculkan peningkatan tekanan telah diuji. Beberapa kasus lain, seperti

infark serebelum, dekompresi pembedahan dapat menyelamatkan pasien. Selain intervensi

 pembedahan, pendekatan multidisipliner untuk penanganan stroke seperti rehabilitasi sangat efektif 

dalam mengurangi stroke iskemik. Pada kenyataannya, penggunaan ―unit stroke‖ telah berhasi l

menyamai keluaran trombolisis ketika dibandingkan dengan penanganan biasa (DiPiro et al., 2008).

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 21/25

Evaluasi yang dapat dilakukan pada pasien dengan stroke akut harus dimonitor secara intens

untuk perkembangan neurologis yang memburuk (kambuh atau berkepanjangan), komplikasi (infeksi

atau tromboembolisme), dan efek samping dari perawatan (intervensi terapi farmakologis dan non-

farmakologis). Alasan paling banyak pada memburuknya keadaan klinik pasien stroke adalah (Dipiroet al ., 2008):

1.  Perpanjangan lesi semula dalam otak (iskemik maupun hemoragik);

2.  Perkembangan edema serebral dan meningkatkan tekanan intracranial;

3.  Hipertensi darurat;

4.  Infeksi (paling banyak pada saluran kemih dan pernafasan);

5.  Tromboembolisme vena (trombosis vena dalam dan emboli paru);

6.  Abnormalitas/kelainan elektrolit dan gangguan ritme/irama (dapat dikaitkan dengan cedera otak);

dan

7.  Stroke berulang

Pendekatan untuk pemantauan pasien stroke diringkas dalam tabel di bawah ini:

Pemantauan Pasien Stroke Akut Rawat Inap

Perawatan Parameter Frekuensi

Stroke iskemik 

Alteplase

TD, fungsi

neurologis,

 pendarahan

 Setiap 15 menit x 1 jam

 Setiap 0,5 jam x 0,6 jam

 Setiap 1 jam x 17 jam

 Setiap setelah pergantian

( shift )

Aspirin Pendarahan Harian

Clopidogrel Pendarahan Harian

ERDP/ASA

Sakit

kepala,

 pendarahan

Harian

Warfarin

Pendarahan,

INR,

Hb/Hct

 INR harian x 3 hari

 INR mingguan hingga

stabil

 INR bulanan

Stroke hemoragik Nimodipin TD, fungsi Setiap 2 jam dalam ICU

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 22/25

(untuk 

SAH)

neurologis,

ICP

TD, fungsi

neurologis,status

cairan

Setiap 2 jam dalam ICU

All patients

Temperatur,

CBC

 Temperatur, setiap 8 jam

 CBC, harian

 Nyeri (betis

atau dada)Setiap 8 jam

Elektrolitdan ECG

Up to daily

Heparins

untuk 

 profilaksis

DVT

Pendarahan,

trombosit

 Pendarahan, harian

 Trombosit, jika

dimungkinkan terdapat

trombositopenia

Keterangan:

 TD, tekanan darah;

  CBC (complete blood count ), keseluruhan darah yang terhitung;

  DVT (deep vein thrombosis), thrombosis vena dalam;

  ECG, elektrokardiogram;

  ERDP/ASA, extended-release dipyridamole plus aspirin;

  Hb, hemoglobin;

  Hct, hematokrit;

  ICP (intracranial pressure), tekanan intrakranial;

  ICU, intensive care unit ;

  INR, international normalized ratio;

  SAH, subarachnoid hemorrhage (Wells et al ., 2009). 

Pemilihan rencana pengobatan harus dibuat untuk masing-masing pasien berdasarkan

komorbiditas dan penyakit yang dideritanya.

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 23/25

E.  KESIMPULAN

1.  Pasien didiagnosa menderita stroke iskemik akut

2.  Terapi farmakologi untuk pasien iskemik akut yaitu Aspirin 300 mg setiap hari.

3. Terapi pada pencegahan sekunder diberikan kombinasi aspirin 25 mg dengan dipiridamol 200mg 2x sehari (untuk mencegah kekambuhan)

4.  Terapi farmakologi dengan pembedahan (surgical intervention)

F.  DAFTAR PUSTAKA

Adams H.P Jr, del Zoppo G, Alberts M.J, et al. 2007. Guidelines for the early managment of 

adults with ischemic stroke. A guideline from the American Heart Association ;38:1655 – 1711.

Christopher G. 2007. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology. 3rd

Edition. Philadelphia : Saunders.

Chung, Chin-Sang. 1999.  Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical Neurology editor 

Christopher G. Goetz. W.B. New York : Saunders Company. p 10-3.

DiPiro, J.T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, and L.M. Posey. 2008.

 Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Seventh Edition. McGraw-Hill Companies.

 New York. p. 376 – 379.

Feigin, V. 2004. Stroke. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 24/25

 

7/16/2019 lap. resmi saraf p2.docx

http://slidepdf.com/reader/full/lap-resmi-saraf-p2docx 25/25