Lap. Pembuatan Tempe

download Lap. Pembuatan Tempe

of 7

Transcript of Lap. Pembuatan Tempe

  • 7/21/2019 Lap. Pembuatan Tempe

    1/7

    PEMBUATAN TEMPE

    LAPORAN PRAKTIKUM

    Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi yang dibimbing oleh

    Prof. Dr. Dra. Utami Sri Hastuti, M.Pd

    Disusun oleh Kelompok 5:

    Firda Asmaul Husna (120342422463)

    Indatur Rochmah (120342422455)

    Luluk Husniya (120342422491)

    Putri Diyah A (120342422452)

    Siti Maisaroh (120342422465)

    Yoga Aditya G (120342422450)

    The Learning University

    UNIVERSITAS NEGERI MALANG

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    JURUSAN BIOLOGI

    Nopember 2014

  • 7/21/2019 Lap. Pembuatan Tempe

    2/7

    Topik : Pembuatan Tempe

    Tanggal : 29 Oktober 2014

    Tujuan

    1.

    Untuk memperoleh keterampilan membuat tempe.

    2. Untuk mempengaruhi pengaruh aerasi dalam pembuatan tempe.

    Dasar Teori

    Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia. Tempe

    yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang menggunakan bahan baku

    kedelai. Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan tempe menyebabkan perubahan kimia

    maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe

    segar tidak dapat disimpan lama, karena tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masaitu, kapang tempe mati dan selanjutnya akan tumbuh bakteri atau mikroba perombak protein,

    akibatnya tempe cepat busuk ( Sarwono, 2005).

    Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan makanan yang disebabkan oleh

    enzim dari kedelai yang mengandung enzim lipoksidase. Bahan pangan umumnya merupakan

    medium yang baik untuk pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme (Buckle, 2007). Selain

    meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga mengubah aroma kedelai

    yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Jamur yang berperanan dalam proses

    fermentasi tersebut adalah Rhizopus oligosporus. Beberapa sifat penting dari Rhizopus

    oligosporus antara lain meliputi: aktivitas enzimatiknya, kemampuan menghasilkan

    antibiotika, biosintesa vitamin vitamin B, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan

    nitrogen, perkecambahan spora, dan penertisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji

    kedelai (Kasmidjo, 1990).

    Proses fermentasi pembuatan tempe memakan waktu 36 48 jam. Hal ini ditandai

    dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih kompak. Jika proses

    fermentasi terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan jumlah bakteri, jumlah asam

    lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun dan menyebabkan degradasi protein lanjut

    sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya, tempe yang dihasilkan mengalami proses

    pembusukan dan aromanya menjadi tidak enak. Hal ini terjadi karena senyawa yang dipecah

    dalam proses fermentasi adalah karbohidrat (Winarno, 1980). Tempe segar mempunyai

    aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan

    aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak

  • 7/21/2019 Lap. Pembuatan Tempe

    3/7

    makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena

    terjadi pelepasan amonia (Astawan, 2004).

    Menurut Hidayat (2008), selain jenis tempe kedelai ada jenis tempe yang lain, yakni

    tempe leguminosa non kedelai dan tempe non leguminosa. Tempe leguminosa non kedelai

    diantaranya adalah tempe benguk, tempe kecipir, tempe kedelai hitam, tempe lamtoro, tempe

    kacang hijau, tempe kacang merah, dan lain-lain. Sedangkan jenis tempe non leguminosa

    diantaranya tempe gandum, tempe sorghum, tempe campuran beras dan kedelai, tempe ampas

    tahu, tempe bongkrek, tempe ampas kacang, tempe tela, dan lain-lain.

    Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat mutu secara fisik

    dan kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu fisik jika tempe itu sudah memenuhi ciri-ciri

    tertentu. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :

    a.

    Warna Putih

    Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh pada permukaan biji

    kedelai.

    b.

    Tekstur Tempe Kompak

    Tempe yang baik mempunyai bentuk kompak yang terikat oleh miselium sehingga

    terlihat berwarna putih dan bila diiris terlihat keeping kedelainya.

    c.

    Aroma dan rasa khas tempe

    Terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi

    komponenkomponen dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi.

    Tempe dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih yang merata

    pada permukaannya memiliki struktur yang homogen dan kompak serta berasa berbau dan

    beraroma khas tempe. Tempe dengan kualitas buruk ditandai dengan permukaannya yang

    basah struktur tidak kompak adanya bercak bercak hitam, adanya bau amoniak dan alcohol

    serta beracun (Astawan 2004).

  • 7/21/2019 Lap. Pembuatan Tempe

    4/7

    Pembahasan

    Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-

    kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae.

    Rhizopus sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia dalam pembuatan tempe.Rhizopus yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi

    senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Pembuatan tempe dapat pula

    memanfaatkan starter berupa laru. Selain menggunakan kapang murni, laru juga dapat

    digunakan sebagai starter dalam pembuatan tempe (Ferlina, 2009).

    Pada tahap awal pembuatan tempe, biji kedelai direbus. Tahap perebusan ini berfungsi

    sebagai proses hidrasi, yaitu agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin. Perebusan

    juga dimaksudkan untuk melunakkan biji kedelai supaya nantinya dapat menyerap asam pada

    tahap perendaman. Kulit biji kedelai dikupas pada tahap pengupasan agar miselium fungi

    dapat menembus biji kedelai selama proses fermentasi. Pengupasan dapat dilakukan dengan

    tangan untuk memisahkan biji kedelai dengan kulit ari.

    Pengukuran berat tempe sebelum mengalami fermentasi dan sesudah fermentasi. Hasil

    pengamatan menunjukkan tempe yang telah mengalami fermentasi beratnya bertambah. Hal

    ini dapat disebabkan kapang menghasilkan hifa-hifa yang membentuk miselium. Miselium

    ini dapat mempengaruhi penambahan berat tempe. Pada kantong plastic yang diberi lubang

    berjarak 2 cm, memiliki berat tempe maksimum. Hal ini dimungkinkan bahwa kapang tempe

    pada kantong plastic yang memiliki lubang 2cm memiliki aerasi yang baik untuk

    pertumbuhan jamur tempe tersebut. Aerasi disini berhubungan dengan pemasukan oksigen

    kedalam kantong plastic. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumantri, (2007) bahwa kapang

    memerlukan oksigen yang cukup untuk pertumbuhannya.

    Pengamatan dilakukan terhadap tekstur tempe. Tekstur tempe yang diamati

    menunjukkan tekstur yang padat. Tekstur yang padat dan komak ini disebabkan jalinan

    miselium jamur yang menghubungkan antar biji-biji kedelai. Menurut Kasmidjo (1990)

    menyatakan bahwa Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur yang

    menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-komponen

    dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi. Hal ini

    juga didukung oleh pernyataan Apriadji (2001) bahwa tekstur kompak disebabkan oleh

    mise1ia jamur yang menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Jadi bila aerasinya baik maka

    pertumbuhan jamur tersebut akan baik dan akan membentuk miselium yang lebih kompak.

  • 7/21/2019 Lap. Pembuatan Tempe

    5/7

    Menurut Sarwono (2001) dalam Wijayanti (2002) tempe segar yang bagus tampak padat.

    Apabila dipegang terasa kenyal atau agak keras dan warnanya putih bersih.

    Pengamatan selanjutnya untuk mengamtai aroma tempe. Hasil pengamatan terhadap

    aroma tempe menunjukkan adanya aroma kurang sedap karena biji kedelai sedikit

    membusuk. Aroma tidak enak atau busuk ini dikarenakan kondisi tempe didalam kantong

    plastic terlalu panas dan inkubasi terlalu lama. Selain itu, pembusukan tempe juga

    disebabkan proses deaminasi yaitu proses pelepasan gugus amin menghasilkan gas ammonia

    yang menyebabkan aroma tempe menjadi tidak enak. Rasa dari tempe menunjukkan rasa

    yang hambar dan tidak enak dan sedikit rasa kurang enak.

    Kegagalan dalam pembuatan tempe mungkin disebabkan karena kondisi disekeliling

    tidak memungkinkan pertumbuhan dan metabolisme mikroba yang berperan dalam proses

    fermentasinya. Pembuatan tempe dikatakan berhasil jika padatan kedelai yang disimpan

    selama 3 hari ditumbuhi mycelia putih jamur secara merata. Menurut Sumantri

    (2007),Rhizopus sptumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6. Pada penelitian semakin lama waktu

    fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin menurun

    karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Rhizopus

    oligosporusmenghasilkan enzim-enzim protease. Perombakan senyawa kompleks protein

    menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan

    merupakan salah satu faktor utama penentu kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein

    nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi.

  • 7/21/2019 Lap. Pembuatan Tempe

    6/7

    Kesimpulan

    1. Dalam pembuatan tempe pengaruh aerasi juga sangat berperan karena aerasi memiliki

    peranan sebagai pertukaran udara atau masuknya oksigen yang dibutuhkan untuk

    pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme

    akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang.

    Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka

    sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu

    dengan lubang lainnya sekitar 2 cm.

    2. Tempe sangat tergantung dari fermentasi jenis bahan/substratnya yaitu kedelai, macam

    mikroba yang aktif dan kondisi disekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan

    metabolism mikroba tersebutsehingga dihasilkan tempe sesuai dengan yang dikehendaki.

  • 7/21/2019 Lap. Pembuatan Tempe

    7/7

    DAFTAR RUJUKAN

    Astawan, Made, 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Cetakan I. , Solo: Penerbit

    Tiga Serangkai

    Apriadji,WH. (2001). Gizi Keluarga. Seri Kesejahteraan Keluarga. Jakarta : PT Penebar

    Swadaya.

    Buckle, K. A., Edwards R, A., Fleet G. H., Wooton M. (2007). Food Science. International

    Development Program of Australian University and Colleges. Hal. 90, 94, 294 dan

    302.

    Ferlina, F. 2009.Tempe. http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php. (Diakses padatanggal 3

    November 2014)

    Hidayat, N., M.C. Padaga dan S. Suhartini, 2006.Mikrobiologi Industri.Penerbit

    Andi, Yogyakarta.

    Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta

    Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta

    Sarwono. 2005.Membuat Tempe dan Oncom. Cetakan 29. Jakarta : Penebar

    Swadaya. hlm : 23-25, 53-55Sumantri, Debby. (2007). Cara Pembuatan Tempe. (Online). (http://software-

    komputer.blogspot.com/2007/08/cara-pembuatan-tempe.html). Diakses tanggal 3

    November 2014

    Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta:

    Gramedia Pustaka Utama.

    .

    http://software-/http://software-/http://software-/