Laporan Pengaruh Variasi Aerasi pada Pembuatan Tempe

15
PEMBUATAN TEMPE DENGAN VARIASI AERASI (JARAK LUBANG) BERBAHAN KACANG TUNGGAK (VIGNA UNGUILATA L.) TUJUAN 1. Untuk melatih mahasiswa membuat tempe 2. Untuk mengetahui pengaruh perjarakan (aerasi) terhadap tekstur, aroma, warna dan rasa tempe DASAR TEORI Tempe adalah pangan asli Indonesia yang dibuat dari bahan baku kedelai melalui proses fermentasi oleh Rhizopus sp. Pembuatan tempe terdiri dari beberapa tahap yaitu sortasi, perebusan, perendaman, pengupasan kulit, peragian dan fermentasi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tempe (kedelai) termasuk bahan pangan bergizi tinggi. Selain dari kedelai, tempe juga dapat dibuat dari bahan baku kacang gude (Damardjati dan Widowati, 1995; Indrasari et al., 1992) atau kacang tunggak (Richana dan Damardjati, 1999). Substitusi kedelai dengan kacang gude hingga 30% masih dapat menghasilkan tempe yang diterima oleh konsumen (Indrasari et al., 1992). Kacang tunggak tanpa dicampur kedelai dapat menghasilkan tempe dengan baik (Haliza, dkk, 2007). Secara umum tahu dan tempe dibuat dari bahan baku kedelai. Sekitar 80% kedelai dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri tahu dan tempe, sedangkan

description

Suatu laporan yang ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi Pangan

Transcript of Laporan Pengaruh Variasi Aerasi pada Pembuatan Tempe

Page 1: Laporan Pengaruh Variasi Aerasi pada Pembuatan Tempe

PEMBUATAN TEMPE DENGAN VARIASI AERASI (JARAK LUBANG)

BERBAHAN KACANG TUNGGAK (VIGNA UNGUILATA L.)

TUJUAN

1. Untuk melatih mahasiswa membuat tempe

2. Untuk mengetahui pengaruh perjarakan (aerasi) terhadap tekstur, aroma,

warna dan rasa tempe

DASAR TEORI

Tempe adalah pangan asli Indonesia yang dibuat dari bahan baku kedelai

melalui proses fermentasi oleh Rhizopus sp. Pembuatan tempe terdiri dari

beberapa tahap yaitu sortasi, perebusan, perendaman, pengupasan kulit, peragian

dan fermentasi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tempe (kedelai)

termasuk bahan pangan bergizi tinggi. Selain dari kedelai, tempe juga dapat dibuat

dari bahan baku kacang gude (Damardjati dan Widowati, 1995; Indrasari et al.,

1992) atau kacang tunggak (Richana dan Damardjati, 1999). Substitusi kedelai

dengan kacang gude hingga 30% masih dapat menghasilkan tempe yang diterima

oleh konsumen (Indrasari et al., 1992). Kacang tunggak tanpa dicampur kedelai

dapat menghasilkan tempe dengan baik (Haliza, dkk, 2007).

Secara umum tahu dan tempe dibuat dari bahan baku kedelai. Sekitar 80%

kedelai dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri tahu dan tempe,

sedangkan sisanya digunakan oleh berbagai macam industri seperti kecap, susu

kedelai, makanan ringan dan sebagainya. Dalam beberapa tahun terakhir produksi

kedelai di Indonesia terus berkurang dan tidak mampu memenuhi kebutuhan.

Untuk mengatasinya, pemerintah berupaya meningkatkan produktivitas dan

menggali sumber pertumbuhan baru serta melakukan impor kedelai (Haliza, dkk.

2007).

Kacang tunggak (Vigna unguiculata) dilaporkan memiliki peluang besar

untuk dikembangkan di daerah Sumatra dan Kalimantan yang memiliki tanah

sulfat masam (Kasno et al., 1991 dalam Haliza dkk, 2007), sedangkan kacang faba

(Vicia faba), meskipun berasal dari wilayah subtropika tetapi mampu tumbuh di

Page 2: Laporan Pengaruh Variasi Aerasi pada Pembuatan Tempe

lahan kering di dataran tinggi >1000 m dpl (Adisarwanto, 2002 dalam Haliza,

2007). Demikian pula halnya kacang bogor (Vigna subterranea (L)) yang tumbuh

di daerah tropis dengan ketinggian sampai 1600 m dpl (Marwoto dan Suhartina,

2002). Kacang komak (Dolichos lablab) sangat toleran terhadap kekeringan,

beradaptasi dengan baik di lahan kering di 0-2100 m dpl (Trustinah dan Kasno,

2002 dalam Haliza, 2007). Ditinjau dari ketersediaan bibit, beberapa varietas

unggul terutama kacang tunggak juga sudah tersedia (Kurniawan et al., 2004).

Selain sebagai sumber zat gizi, tempe juga memiliki manfaat untuk

menjaga kesehatan tubuh. Tempe mengandung senyawa anti bakteri yang aktif

melawan bakteri gram positif dan bakteri penyebab diare seperti Salmonella

typhii, Shigella flexneri dan Escherichia coli K 70 (B) H 19 (Affandi dan Mahmud

1985; Mahmud, 1987). Tempe efektif untuk melawan diare yang disebabkan oleh

infeksi (Haliza dkk, 2007).

ALAT DAN BAHAN

Alat:

1. Nampan

2. Saringan

3. Panci

4. Kompor

5. Tampah

6. Hair dryer

7. Rak stainless steel untuk

tempe

8. Sendok

9. Timbangan

10. Jarum

Bahan:

1. Kacang tunggak (Vigna unguilata L.)

2. Ragi tempe

3. Plastik

CARA KERJA

1. Persiapan Kacang Tunggak

Mencuci 500 g kacang tunggak dan merendamnya di dalam baskom selama 1 malam (24 jam)

Page 3: Laporan Pengaruh Variasi Aerasi pada Pembuatan Tempe

2. Pembuatan Tempe

DATA

Tabel 1. Hasil Pengamatan Suhu dan Massa Tempe

No. Varian Jarak Suhu Massa

U1 U2 U1 U2

1. 1 cm 400C 400C 92,0 g 93,9 g

2. 2 cm 41,50C 41,50C 98,3 g 97,0 g

Merebus kacang tunggak hingga lunak (sekitar 30-45 menit)

Melepaskan kulit kacang tunggak dari bijinya

Meniriskan kacang tunggak yang telah direbus

Meletakkan kacang tunggak pada nampan

Mengeringkan kacang tunggak dengan hair dryer untuk pengeringan yang baik

Menaburkan sedikit ragi tempe pada taburan kacang tunggak yang berada dalam nampan

Menempatkan 100 g kacang tunggak pada plastik yang telah dilubangi sesuai dengan variasi (1 cm, 2 cm, dan 3 cm)

Menaruh plastik-plastik kacang tersebut di rak stainless steel untuk tempe

Menunggu hingga 24 jam diletakkan dalam lemari

Pengamatan suhu dan berat serta uji organoleptik

Mengukur suhu tempe dan merapikan plastik dengan silotip

Page 4: Laporan Pengaruh Variasi Aerasi pada Pembuatan Tempe

3. 3 cm 450C 450C 99,1 g 98,5 g

Keterangan:

Suhu awal (T0)= 280C

Massa awal (Mo) = 100 g

Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Tekstur Tempe dengan Varian Jarak Lubang

No. Varian Jarak Nilai

1. 1 cm ++

2. 2 cm ++

3. 3 cm ++

Keterangan:

+++ : kompak

++ : kurang kompak

+ : tidak kompak

Tabel 3. Hasil Uji Organoleptik Aroma Tempe dengan Varian Jarak Lubang

No. Varian Jarak Nilai

1. 1 cm +++

2. 2 cm +++

3. 3 cm +++

Keterangan:

+++ : kacang tunggak

++ : tidak ada aroma kacang tunggak

+ : aroma busuk

Tabel 4. Hasil Uji Organoleptik Rasa Tempe dengan Varian Jarak Lubang

No. Varian Jarak Nilai

1. 1 cm +++

2. 2 cm +++

3. 3 cm +++

Keterangan:

Page 5: Laporan Pengaruh Variasi Aerasi pada Pembuatan Tempe

+++ : khas tempe

++ : asam

+ : khas kacang tunggak

Tabel 5. Hasil Uji Organoleptik Warna Tempe dengan Varian Jarak Lubang

No. Varian Jarak Warna

1. 1 cm +

2. 2 cm +

3. 3 cm +

Keterangan:

+++ : putih cerah

++ : putih kekuningan

+ : putih kecoklatan

ANALISIS DATA

Pada uji organoleptik tekstur tempe kacang tunggak, ketiga varian

pemberian ruang udara yaitu 1 cm, 2 cm dan 3 cm memiliki tekstur yang kurang

kompak. Hal ini ditunjukkan oleh nilai ++ pada ketiga hasil uji.

Pada uji organoleptik warna, semua varian menghasilkan warna putih

kecoklatan yang menandakan adanya aktivitas kapang pada ketiga varian ruang

udara kacang udara. Pada uji organoleptik aroma ketiga varian jarak udara

menghasilkan niai yang sam a yaitu aroma kacang tunggak (tanda +++).

Pada uji organoleptik rasa keiga varian juga tidak menunjukkan

perbedaan. Ketiganya menghasilkan tanda +++ yang berarti ketiga tempe

memiliki rasa khas tempe.

Dari uji organoleptik diatas menandakan bahwa pemberian variasi jarak

sirkulasi udara pada tempe kacang tunggak tidak memberikan perbedaan yang

signifikan dari segi tekstur, warna, bau dan rasa.

Pada proses pembuatan tempe suhu awal tempe adalah suhu ruang ± 25-

30 oC. Pada varian lubang udara 1 cm suhu akhir yang dihasilkan pada ulangan

pertama adalah 40oC dan ulangan kedua 40oC. Variasi lubang 2 cm menghasilkan

Page 6: Laporan Pengaruh Variasi Aerasi pada Pembuatan Tempe

suhu akhir 41,5 oC pada ulangan pertama dan 41,5 oC. Sedangkan variasi lubang 3

cm menghasilkan suhu akhir 45 oC pada ulangan pertama dan 45 oC pada ulangan

kedua. Dari ketiga hasil terebut dapat dilihat bahwa semakin besar jarak

pemberian ruang udara makan semakin besar aktivitas metabolisme mikroba

yang ditandai dengan suhu yang semakin tinggi.

Pada proses pembuatan tempe kacang tunggak, kacang tunggak ditimbang

beratnya hingga 100 gram. Pada pemberian jarak lubang udara 1 cm

menghasilkan berat 92 gram pada ulangan pertama dan 93,9 gram pada ulangan

kedua. Pada pemberian jarak lubang udara 2 cm menghasilkan berat akhir 98,3

gram pada ulangan pertama dan 97 gram pada ulangan kedua. Pada pemberian

jarak lubang udara 3 cm menghasilkan berat akhir 99,1 gram dan 9,5 gram. Dari

ketiga hasil ini menandakan bahwa proses dekomposisi terbesar dihasilkan oleh

pemberian jarak terkecil yaitu 1 cm, yang kedua 2 cm dan yang ketiga 3 cm. Hal

ini ditandai dengan adanya penurunan berat yang signifikan.

PEMBAHASAN

Praktikum ini bertujuan untuk melihat perbedaan jarak lubang pada

pembuatan tempe. Jarak lubang ini merupakan diasumsikan sebagai ventilasi,

sehingga udara dapat keluar dan masuk melaluinya. Keberadaan udara (O2) sangat

penting bagi seluruh mikroorganisme termasuk jamur Rhizopus yang berperan

dalam pembuatan tempe. Terdapat 3 varian jarak lubang, yakni 3 cm, 2 cm, dan 1

cm. Ketiga varian ini tidak memperlihatkan perbedan pada hasil pengamatan.

Ketiganya memiliki nilai yang sama pada uji organoleptik. Namun pada hasil

pengamatan mengenai massa dan suhu terdapat perbedaan dari ketiga varian ini.

Perbedaan pada suhu yakni suhu akhir akan semakin lebih tinggi dibandingkan

suhu awal. Hal tersebut dikarenakan adanya mekanisme dari mikroorganisme

dalam tempe tersebut. Pada suhu awal dinyatakan tidak ada kerja dari

mikroorganisme sehingga suhu masih berkisar pada 280C. Kemudian setelah

ditunggu satu hari, dan suhu diuukur pada varian 1 cm suhu menjadi 400C, pada

varian 2 cm suhunya menjadi 41,50C dan pada varian jarak 3 cm suhu menjadi

450C. Semakin besar jarak lubang, maka suhu akhir semakin tinggi. Menurut

Adisurya (2012) proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu

Page 7: Laporan Pengaruh Variasi Aerasi pada Pembuatan Tempe

bahan baku, mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan yang

meliouti suhu, pH, dan kelembaban.

Pembuatan tempe terdiri atas dua tahap, yaitu tahap persiapan dan

pengolahan. Tahap persiapan adalah pada saat pemberian ragi tempe. Ragi tempe

merupakan kumpulan spora jamur yang tumbuh pada substrat tempe. Umumnya

jamur tersebut terdiri dari empat jenis, yakni Rhizopus oligosporus, Rhizopus

stolonifer, Rhizopus arrhizus, dan Rhizopus oryzae. Pada awalnya jamur Rhizopus

memang berada di dalam bahan mentah tempe, namun karena lingkungan

memadai maka flora-normal ini akan tumbuh dengan baik sehingga jamur dapat

memfermentasi substrat dan menjadi tempe. Tempe yang dipenuhi dengan jamur

tersebut dapat dijadikan sebagai starter ragi tempe. Tempe starter ragi tersebut

dipotong tipis, dikeringkan dan dihaluskan selanjutnya dicampur dengan tepung

tapioka yang telah disangrai lalu didinginkan. Tahap akhir ditutup dengan proses

pengayakan untuk memisahkan antara bagian yang halus dan kasar kemudian

bagian yang halus siap digunakan sebagai ragi untuk memfermentasi tempe

(Adisurya, 2012).

Bahan baku dari tempe yang kami buat adalah kacang tunggak (vigna

unguiculata L.). Kacang tunggak atau yang juga dikenal dengan kacang tolo

merupakan kerabat dari kacang panjang. Bentuknya sangat khas, berwarna

kekuningan dan di tengahnya berwarna hitam. Kacang ini kaya manfaat untuk

kesehatan dan diet. Kacang tunggak memiliki kulit biji yang lebih tipis

dibandingkan dengan kacang kedelai. Sehingga pada proses pembuatan di mana

kulit kacang tersebut sulit untuk dibuang. Maka dari itu kulit kacang tunggak

tidak dikupas. Karea kulit kacang tidak dikupas, maka dari itu dapat

mempengaruhi kekompakan dari tempe ini. Menurut Ratnaningsih dkk (2009),

adanya kulit ari yang masih menempel pada biji kacang tolo menyebabkan tekstur

tempe kacang tolo tidak sekompak tempe kedelai karena menghalangi

pertumbuhan miselia jamur tempe. Semakin banyak kulit ari yang masih

menempel pada biji kacang tolo akan menghasilkan tempe kacang tolo yang

semakin tidak kompak. Selain itu dengan ditinggalkannya kulit ari pada kacang

tolo, maka akan mempengaruhi hasil warna pada tempe tersebut. Menurut

Page 8: Laporan Pengaruh Variasi Aerasi pada Pembuatan Tempe

Ratnaningsih dkk (2009) warna tempe dari tolo adalah putih kecoklatan.

Pembentukan warna ini disebabkan karena masih adanya kulit ari kacang tolo

yang terikut selama pembuatan tempe baik yang masih menempel pada biji

kacang tolo maupun pencucian yang tidak terlalu bersih.

Dalam segi aroma, tempe yang dibuat pada praktikum ini sudah memiliki

aroma tempe, aroma tempe ini muncul karena adanya aktivitas kapang Rhizopus

yang dapat memfermentasikan kacang tunggak.Hal ini berbeda dengan penelitian

yang dilakukan oleh Ratnaningsih (2009), tempe dari kacang tolo memiliki aroma

yang asam, seperti aroma pada tape. Aroma tape ini disebabkan oleh proses

fermentasi yang menghasilkan laktat dan etanol. Dalam segi rasa, tempe yang

dihasilkan dari kacang tolo memiliki rasa gurih dan khas tempe. Kemudian tingkat

kegurihan berbeda antara varian jarak lubang. Jarak lubang 1 cm memiliki

kegurihan yang paling baik. Hal tersebut dikarenakan aerasi ini dinilai baik,

sehingga kapang tumbuh dengan baik. Kegurihan yang muncul pada tempe ini

juga dipengaruhi dari teknik pembuatan tempe yang tidak melepaskan kulit

kacang tunggak. Rasa gurih tersebut dimungkinkan berasal dari kulit kacang

tunggak. Menurut Ratnaningsih (2009) rasa tempe kacang tolo yang lebih gurih

dibandingkan tempe kedelai, dan hal tersebut merupakan kelebihan yang perlu

ditonjolkan untuk menutupi kekurangan sensoris yang ada.

Kacang tunggak atau kacang tolo telah dikenal luas di Indonesia. Dari segi

gizi kacang tunggak jika dihitung per 100 g bahan mengandung protein 22,9 g,

lemak 1,1 g dan karbohidrat 61,6 g. Sedangkan setiap 100 g kacang kedelai

mengandung protein 30,2 g, lemak 15,6 g dan karbohidrat 30,1 g (Purwanti,

2010). Dari hasil data diperoleh bahwa ketiga varian aerasi (jarak lubang) tidak

berpengaruh terhadap tekstur, aroma, warna dan rasa tempe. Namun ketiga varian

aerasi ini berpengaruh pada suhu dan juga massa dari tempe. Pengaruh ini

dikarenakan adanya mekanisme kehidupan dari kapang. Kapang tersebut hidup

dan bermetabolisme membentuk panas, karena kapang berada dalam tempe, maka

panas (kalor) ini akan mempengaruhi suhu dari tempe tersebut. Sedangkan

penurunan dalam segi massa, dipengaruhi oleh kinerja kapang tersebut. Kapang

Page 9: Laporan Pengaruh Variasi Aerasi pada Pembuatan Tempe

Rhizopus akan memecah protein yang dikandung oleh kacang tunggak menjadi

asam amino. Pemecahan tersebut akan mengurangi massa dari tempe tersebut.

Proses pembuatan tempe ini adalah aerob, sehingga untuk dapat berhasil

membuat tempe dibutuhkan udara atau O2. Kelebihan dari penggunaan bahan

baku kacang tunggak, yaitu rendah lemak sehingga tidak memunculkan

pembentukan peroksida dalam tubuh. Berikut adalah reaksi pembentukan

peroksida.

O2 + 2H+ H2O2

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan yaitu pada pembuatan tempe

kacang tunggak dengan variasi aerasi tidak berpengaruh pada tekstur, rasa, aroma

dan warna dari tempe tersebut. Kelebihan dari penggunaan bahan baku kacang

tunggak, yaitu rendah lemak sehingga tidak memunculkan pembentukan

peroksida dalam tubuh.

DAFTAR RUJUKAN

Affandi, E dan M.K.M.S. Mahmud. 1985. Pengujian aktivitas antibakterial pada

tempe terhadap bakteri penyebab diare. Penelitian Gizi dan Makanan, 8 :

45-46.

Damardjati, D. S. Widowati and H. Taslim. 1996. Soybean processing and

utilization in Indonesia. IARD Journal 18(1):13-25.

Damardjati, D. dan S. Widowati. 1995. Prospek pengembangan kacang gude di

Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian IV (3):53-59.

Marwoto dan Suhartina. 2002. Kacang bogor: budidaya, potensi dan

pengembangan. Pengembangan kacang-kacangan potensial mendukung

ketahanan pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman

Pangan. Bogor.p:83-92.

Page 10: Laporan Pengaruh Variasi Aerasi pada Pembuatan Tempe

Purwanti, S. 2010. Optimasi Pemanfaatan Kacang Tunggak (Vigna unguilata L.).

(Online), (http://sripurwanti.blog.uns.ac.id/files/2010/02/proposal-

kacang-tunggak.pdf), diakses pada 17 November 2015.

Ratnaningsih, N. Nugraheni, M. Rahmawati, F. 2009. Pengaruh Jenis Kacang

Tolo, Proses Pembuatan dan Jenis Inokulum Terhadap Perubahan Zat-zat

Gizi pada Fermentasi Tempe Kacang Tolo. Jurnal Penelitian Saintek. 14

(1).

Richana, N. dan Damardjati, D.S. 1999. Karakteristik fisiko-kimia biji kacang

tunggak (Vigna unguiculata (L) Walp) dan pemanfaatannya untuk tempe.

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 18(1): 72-77

Trustinah dan A. Kasno. 2002. Pengembangan dan kegunaan kacang komak.

Pengembangan kacang-kacangan potensial mendukung ketahanan

pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Bogor.p: 70- 82.

Page 11: Laporan Pengaruh Variasi Aerasi pada Pembuatan Tempe

LAMPIRAN

Hasil Tempe dengan varian jarak lubang: 1 cm; 2 cm

dan 3 cm

Hasil Tempe dengan varian jarak lubang: 1 cm; 2 cm

dan 3 cm ulangan pertama dan kedua

Potongan tempe kacang tunggak pada varian 1 cm

Potongan tempe kacang tunggak pada varian 1 cm

Potongan tempe kacang tunggak pada varian 2 cm

Potongan tempe kacang tunggak pada varian 3 cm

Potongan tempe kacang tunggak pada varian 1 cm

yang sudah digoreng

Potongan tempe kacang tunggak pada varian 1 cm

yang sudah digoreng