Lap P.Batangpele 2009 OKcoremap.or.id/downloads/BME_Ekologi_Raja_Ampat_2009_-_BatangPe… ·...

50
MONITORING

Transcript of Lap P.Batangpele 2009 OKcoremap.or.id/downloads/BME_Ekologi_Raja_Ampat_2009_-_BatangPe… ·...

MONITORING

Keterangan sampul depan : Sumber foto : Agus Budiyanto Desain cover : Siti Balkis

i

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG

(P. BATANGPELE) KABUPATEN RAJAAMPAT

Tahun 2009

Koordinator penelitian Anna Manuputty

Disusun oleh : Bayu Prayudha

Fraddy Leatemia Johan Picasauw

ii

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

RINGKASAN EKSEKUTIF

PENDAHULUAN

Kabupaten Rajaampat merupakan kabupaten baru dari hasil pemekaran di Kabupaten Sorong, dan resmi menjadi daerah otonom pada tanggal 12 April 2003. Ibukotanya berada di kota Waisai, yang terletak di P. Waigeo. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 46.296 km2 dan pada tahun 2000 penduduknya sebanyak 27.071 jiwa. Sekitar 85 persen dari luas wilayahnya merupakan lautan. Sisanya, sekitar 6.000 kilometer persegi, merupakan daratan. Kabupaten ini memiliki 610 pulau, terdiri dari empat pulau besar, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool, dari seluruh pulau hanya 35 pulau yang berpenghuni. Kepulauan ini merupakan bagian dari bentangan laut daerah Kepala Burung yang termasuk pula kawasan Teluk Cenderawasih, yaitu taman nasional laut terbesar di Indonesia. Dengan batasan geografis sebelah utara oleh Samudera Pasifik; sebelah selatan: oleh Laut Banda Provinsi Maluku; sebelah barat oleh Laut Seram Provinsi Maluku dan sebelah timur oleh daratan Irian Jaya Barat.

Dilihat dari sumberdaya perairannya, Kabupaten Rajaampat yang sekitar 85 persen dari luas wilayahnya merupakan laut, memiliki potensi sumberdaya yang cukup handal bila dikelola dengan baik. Seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya pembangunan di segala bidang serta krisis ekonomi yang berkelanjutan telah memberikan tekanan yang lebih besar terhadap lingkungan sekitar, khususnya lingkungan perairannya. Hal ini juga dialami oleh Kabupaten Rajaampat.

Kepulauan Batangpele secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Rajaampat, Provinsi Irian Jaya Barat. Merupakan wilayah perluasan dari wilayah kerja COREMAP Fase I yang pada tahun-tahun sebelumnya hanya terkonsentrasi di Pulau Waigeo dan sekitarnya. Kegiatan di COREMAP Fase I kemudian dievaluasi dan oleh pihak penyandang dana “World Bank” (WB) merasa perlu penambahan lokasi yang berhubungan dengan desa binaan, sehingga pada Fase II ini lokasi pengamatan terumbu karang diperluas meliputi pesisir desa-desa di Kepulauan Batangpele antara lain P. Gam, P. Biansi, P. Minyaifun, Waigeo selatan dan beberapa pulau kecil di Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat.

Sebagai lokasi baru COREMAP, data dasar ekologi sangatlah diperlukan, terutama kondisi ekosistem terumbu karangnya. Maka studi awal untuk ekologi terumbu karang berupa studi baseline di lokasi tersebut di atas (Pulau Batangpele dan sekitarnya) dilakukan pada tahun 2007 dan hasilnya telah dilaporkan dalam laporan studi baseline ekologi di Kabupaten Rajaampat (Kepuluan Batangpele) 2007. Dua tahun kemudian kegiatan monitoring kesehatan terumbu karang juga telah dilakukan di pesisir Kepulauan Batangpele dan sekitarnya. Posisi geografis lokasi pengamatan yaitu antara: 130o 15’ sampai 130o 40’ BT dan 0o 10’ sampai 0o 40’ LS.

Tujuan monitoring ini ialah untuk memperoleh data ekologi terumbu karang terkini, di lokasi transek permanen di perairan Barat Daya Pulau Waigeo, Kabupaten Rajaampat, sesudah kurun waktu dua tahun, apakah

A.

iii

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

ada perubahan ke arah baik ataupun sebaliknya. Hasil monitoring ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi program COREMAP antara lain: digunakan oleh komponen CRITC untuk keperluan monitoring kesehatan karang, dalam penentuan DPL oleh komponen CBM, juga digunakan oleh komponen MCS ataupun oleh komponen Penyadaran Masyarakat.

HASIL

Data yang diperoleh di lapangan, kemudian dilakukan analisa data

hasilnya adalah sebagai berikut: • Hasil monitoring kesehatan terumbu karang tahun 2009 ini dicatat

karang batu sebanyak 11 suku dan 71 jenis.

• Hasil penilaian dari studi baseline (t0) sampai ke monitoring (t1), dicatat rata-rata tutupan karang hidup (LC) sebagai berikut: t0 (2007): 20,92% selanjutnya t1 (2009): 35,10%, dengan kata lain persentase tutupan karang hidupnya pada tahun ini mengalami peningkatan sebesar 14,18%

• Hasil monitoring dicatat kondisi karang masuk dalam kategori “RUSAK” ada 2 stasiun dan kategori “SEDANG” (di bawah 50%) ada 3 stasiun.

• Hasil Line Intercept Transect karang pada 5 stasiun pengamatan, semuanya mengalami kenaikan dalam hal persentase tutupan karang hidupnya.

• Hasil analisis statistika secara umum, untuk persentase tutupan karang hidup (LC= rerata±kesalahan baku), dari 5 stasiun yang diamati dalam selang waktu t0 (2007) dan t1 (2009) terlihat adanya peningkatan persentase tutupan antara t0 (20,92 ± 5,57%) dan t1 (35,10 ± 6,59%)

• Kelimpahan megabentos didominasi oleh Fungia spp. atau karang jamur (CMR), yang hadir pada semua stasiun dengan jumlah sebanyak 341 individu. Sedangkan “Banded Coral Shrimp” memiliki jumlah individu yang terendah (1 individu) dan hanya ditemukan pada stasiun RJAL72. Acanthaster planci, Drupella cornus, “Pencil Sea Urchin”, Trochus niloticus dan lobster adalah biota yang tidak ditemukan selama pengamatan berlangsung.

• Hasili uji ANOVA, terlihat bahwa hanya kategori “Small Giant Clam” yang berbeda nyata antara jumlah individu per transeknya. Kategori ini mengalami penurunan rata-rata jumlah individu antara t0 dan t1.

• individu, yang tergolong dalam 27 suku dengan 183 jenis. yang terdiri dari ikan major 1,963 individu, ikan target 1,057 individu, dan ikan indikator 83 individu. Perbandingan antara ikan major : ikan target : ikan indikator menjadi 24 : 13 : 1.

B.

iv

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

• Berdasarkan hasil pengamatan dengan metode “Underwater Fish Visual Census” (UVC) ditemukan jenis ikan ekonomis Caesio teres (kelompok ikan target) dengan jumlah sebanyak 285 individu, Caesio caerulaurea sebanyak 200 individu. Kemudian diikuti oleh kelompok ikan Major, yang diwakili oleh Amblyglyphidodon curacao 200 individu dan Chromis ternatensis (134 individu).

SARAN

Dari hasil pengamatan yang diperoleh selama di lapangan maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut:

• Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini mungkin tidak dapat menggambarkan kondisi perairan Kabupaten Rajaampat secara keseluruhan, mengingat penelitian kali ini difokuskan hanya pada Pulau Batangpele.

• Lokasi penelitian umumnya merupakan laut terbuka yang pada saat musim ombak besar akan sangat sulit dilakukan pengamatan. Penggunaan kapal penelitian yang berukuran besar (bukan kapal nelayan setempat yang umumnya berukuran kecil), pemilihan waktu penelitian yang tepat yaitu disaat musim tenang, serta alokasi waktu penelitian yang cukup akan lebih memungkinkan untuk pengambilan titik stasiun yang lebih banyak, sehingga sampel yang terambil akan lebih mewakili daerah penelitian.

• Dengan meningkatnya kegiatan di darat di wilayah Kabupaten Rajaampat, pasti akan membawa pengaruh terhadap ekosistem di perairan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian kembali di daerah ini sangatlah penting dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi, sehingga hasilnya bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi para “stakeholder” dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. Selain itu, data hasil pemantauan tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan evaluasi keberhasilan COREMAP.

• Objek wisata bawah air di Kepulauan Batangpele hendaknya dikelola oleh pemerintah daerah, sehingga kebersihan pantai dan kelestarian alam disekitarnya dapat terjaga dengan baik.

• Mengingat kondisi karang hanya bervariasi dari kategori ”RUSAK” sampai “SEDANG” saja, maka perlu dicari penyebab kerusakan yang terjadi dan bagaimana solusi terbaiknya.

• Pengunaan bahan peledak untuk menangkap ikan harus ditertibkan sehingga tidak menambah kerusakan lingkungan terumbu karang.

• Mengingat dasar perairan yang hancur dan lebih didominasi oleh patahan karang mati (rubble), dimana kondisi ini menyulitkan untuk anakan karang melekat dan tumbuh, perlu dicari jalan keluar seperti propagasi (transplantasi) karang di lokasi yang hancur.

C.

v

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah memberikan karunia berupa wilayah perairan laut Indonesia yang sangat luas dan keanekaragaman hayatinya yang dapat dimanfaatkan baik untuk kemakmuran rakyat maupun untuk obYek penelitian ilmiah.

Sebagaimana diketahui, COREMAP yang telah direncanakan berlangsung selama 15 tahun yang terbagi dalam 3 Fase, kini telah memasuki Fase kedua. Pada Fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi baru yang pendanaannya dibiayai oleh World Bank. Adapun lokasi-lokasi tersebut adalah : Pangkep, Buton, Wakatobi, Selayar, Sikka, Biak dan Rajaampat.

Pada tahun 2006 telah dilakukan studi baseline di tujuh lokasi tersebut. Seiring dengan waktu dan kepentingan, maka tahun 2007 telah dilakukan study baseline di Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat antara lain: P. Gam (Desa Arborek), P. Biansi, P. Minyaifun, Waigeo selatan (Desa Kabui), Waigeo selatan (Desa Manyaifuin). Untuk mengetahui kondisi karang terkini, maka tahun 2009 ini dilakukan monitoring kesehatan terumbu karang pada lokasi yang sama. Kegiatan monitoring ini bertujuan untuk mengetahui kondisi karang di lokasi tersebut apakah membaik atau tidak. Hasil monitoring dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi program COREMAP.

Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan penelitian lapangan dan analisa data, sehingga buku tentang monitoring kesehatan karang ini dapat tersusun. Kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Desember 2009

Direktur NPIU CRITC-COREMAP II - LIPI

Drs. Susetiono, M.Sc.

vi

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF ………………………………………........... ii

A. PENDAHULUAN ……………………………………........... ii B. HASIL ……………………………………………................. iii C. SARAN ……………………………………………............... iv

KATA PENGANTAR ……………………………………………............. v DAFTAR ISI ………………………………………………………........... vi DAFTAR TABEL ……………………………………………................... viii DAFTAR GAMBAR …………………………………………….............. ix DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………........... xi BAB I. PENDAHULUAN …………………………………….......... 1 I.1. LATAR BELAKANG ………………………........... 2 I.2. TUJUAN PENELITIAN ………………………....... 2 I.3. RUANG LINGKUP PENELITIAN …………......... 2 BAB II. METODE PENELITIAN ………………………………....... 4 II.1. LOKASI PENELITIAN ………………………........ 4 II.2. WAKTU PENELITIAN ………………………........ 4 II.3. PELAKSANAAN PENELITIAN ……………......... 4 II.4. METODE PENARIKAN SAMPEL DAN

ANALISA DATA .................................................. 4

II.4.1. SIG (Sistem Informasi Geografis)..... 5 II.4.2. Karang ................................................ 5 II.4.3. Megabentos ....................................... 5 II.4.4. Ikan Karang ....................................... 6 BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 7 III.1. LINGKUNGAN FISIK DAN PESISIR

PERAIRAN.......................................................... 7

III.2. KARANG ............................................................. 8 III.2.1. Hasil pengamatan karang................... 9 III.2.2. Hasil analisa karang .......................... 13 III.3. MEGABENTOS .................................................. 15 III.3.1. Hasil pengamatan megabentos.......... 15 III.3.2. Hasil analisa megabentos................. 17 III.4. IKAN KARANG ................................................... 18 III.4.1. Hasil pengamatan ikan karang........... 18 III.4.2. Hasil analisa ikan karang .................. 21 BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................... 22

vii

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

IV.1. KESIMPULAN ..................................................... 22 IV.2. SARAN ............................................................... 22 UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................. 24 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 25 LAMPIRAN ........................................................................................ 26

viii

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai p berdasarkan hasil uji one way ANOVA terhadap

persentase tutupan biota, dan substrat (data ditransformasikan ke dalam bentuk y’=arcsin√y)……...

14

Tabel 2. Rata-rata jumlah individu per transek untuk setiap kategori megabentos pada pengamatan tahun 2007 (t0) dan 2009 (t1), di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat....................................................

17

Tabel 3. Hasil uji t berpasangan terhadap data jumlah individu per transek megabentos (data ditransformasikan ke dalam bentuk y’=ln(y+1)..................................................

18

Tabel 4. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi

jenis hasil monitoring dengan metode ”UVC” di perairan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009.......

20

Tabel 5. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi suku hasil monitoring dengan metode ”UVC” di perairan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009……

20

ix

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta lokasi pemantauan kesehatan terumbu

karang di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat............................................

4

Gambar 2. Peta Topografi Pulau Waigeo bagian selatan, Kabupaten Rajaampat............................................

7

Gambar 3. Histogram persentase tutupan karang, biota

bentik dan substrat hasil monitoring dengan metode “LIT”, di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat……………………………….

8

Gambar 4. Histogram perbandingan antara persentase tutupan karang hidup antara tahun 2007 dan tahun 2009, di perairan Kepulauan Batangpele, kabupaten Rajaampat……………………………….

9

Gambar 5. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil monitoring dengan metode “LIT”, di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009……………………………………..

11

Gambar 6. Peta persentase tutupan karang hidup hasil monitoring dengan metode “LIT”, di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009…………………………………………………....

12

Gambar 7. Plot interval masing-masing biota dan substrat berdasarkan waktu pemantuan (t0 dan t1) dengan kepercayaan 95%...................................................

13

Gambar 8. Persentase tutupan karang hidup (LC) berdasarkan tahun pengamatan 2007 (t0) dan 2009 (t1) di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009..................................

15

Gambar 9. Peta kelimpahan biota megabentos hasil pengamatan dengan metode “Reef Check Benthos” di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009..................................

16

Gambar 10. Peta perbandingan ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009....................................................

19

x

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

Gambar 11. Plot interval rata-rata jumlah individu ikan karang masing-masing stasiun di Perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, tahun 2007 dan tahun 2009.......................................................

21

Gambar 12. Plot interval rata-rata jumlah jenis ikan karang masing-masing stasiun di Perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, tahun 2007 dan tahun 2009.......................................................

22

xi

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Posisi transek permanen di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat.....................

26

Lampiran 2. Jenis-jenis karang batu yang ditemukan di stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat 2009............

27

Lampiran 3. Kelimpahan biota megabentos pada stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009...........

30

Lampiran 4. Jenis-jenis ikan karang hasil “UVC” yang ditemukan di stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009.................................................

31

1

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

BAB I. PENDAHULUAN

Kabupaten Rajaampat merupakan kabupaten baru dari hasil pemekaran di Kabupaten Sorong, resmi menjadi daerah otonom pada tanggal 12 April 2003. Ibukotanya berada di kota Waisai, yang terletak di P. Waigeo. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 46.296 km2 dan pada tahun 2000 penduduknya sebanyak 27.071 jiwa Sekitar 85 persen dari luas wilayahnya merupakan lautan. Sisanya, sekitar 6.000 kilometer persegi, merupakan daratan. Kabupaten ini memiliki 610 pulau terdiri dari empat pulau besar, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool, dari seluruh pulau hanya 35 pulau yang berpenghuni. Kepulauan ini merupakan bagian dari bentangan laut daerah Kepala Burung yang termasuk pula kawasan Teluk Cenderawasih, yaitu taman nasional laut terbesar di Indonesia. Dengan batasan geografis sebelah utara oleh Samudera Pasifik; sebelah selatan: oleh Laut Banda Provinsi Maluku; sebelah barat oleh Laut Seram Provinsi Maluku dan sebelah timur oleh daratan Irian Jaya Barat.

Dilihat dari sumberdaya perairannya, Kabupaten Rajaampat yang sekitar 85 persen dari luas wilayahnya merupakan laut, memiliki potensi sumberdaya yang cukup handal bila dikelola dengan baik. Seiring dengan berjalannya waktu dan pesatnya pembangunan di segala bidang serta krisis ekonomi yang berkelanjutan telah memberikan tekanan yang lebih besar terhadap lingkungan sekitar, khususnya lingkungan perairannya. Hal ini juga dialami oleh Kabupaten Rajaampat

Kepulauan Batangpele secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Rajaampat, Provinsi Irian Jaya Barat. Merupakan wilayah perluasan dari wilayah kerja COREMAP Fase I yang pada tahun-tahun sebelumnya hanya terkonsentrasi di Pulau Waigeo dan sekitarnya. Kegiatan di COREMAP Fase I kemudian dievaluasi dan oleh pihak penyandang dana “World Bank” (WB) merasa perlu penambahan lokasi yang berhubungan dengan desa binaan, sehingga pada Fase II ini lokasi pengamatan terumbu karang diperluas meliputi pesisir desa-desa di Kepulauan Batangpele antara lain P. Gam, P. Biansi, P. Minyaifun, Waigeo selatan dan beberapa pulau kecil di Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat.

Sebagai lokasi baru COREMAP, data dasar ekologi sangatlah diperlukan, terutama kondisi ekosistem terumbu karangnya. Maka studi awal untuk ekologi terumbu karang berupa studi baseline di lokasi tersebut di atas (Pulau Batangpele dan sekitarnya) dilakukan pada tahun 2007 dan hasilnya telah dilaporkan dalam laporan studi baseline ekologi di Kabupaten Rajaampat (Kepuluan Batangpele) 2007. Dua tahun kemudian kegiatan monitoring kesehatan terumbu karang juga telah dilakukan di pesisir Kepulauan Batangpele dan sekitarnya. Posisi geografis lokasi pengamatan yaitu antara: 130o 15’ sampai 130o 40’ BT dan 0o 10’ sampai 0o 40’ LS.

Tujuan monitoring ini ialah untuk memperoleh data ekologi terumbu karang terkini, di lokasi transek permanen di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat sesudah kurun waktu dua tahun, apakah ada perubahan ke arah baik ataupun sebaliknya. Hasil monitoring ini dapat

2

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

dijadikan sebagai bahan evaluasi program COREMAP antara lain: digunakan oleh komponen CRITC untuk keperluan monitoring kesehatan karang, dalam penentuan DPL oleh komponen CBM, juga digunakan oleh komponen MCS ataupun oleh komponen Penyadaran Masyarakat. I.1. LATAR BELAKANG

Kepulauan Batangpele dan sekitarnya dipilih sebagai daerah rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang pada COREMAP Fase II. Berbagai kegiatan dari komponen yang ada di COREMAP termasuk komponen CRITC yang membawahi bidang pelatihan dan penelitian telah banyak melakukan kegiatan di sana. Selain kegiatan pelatihan, juga telah dilakukan kegiatan penelitian berupa survei ”baseline” ekologi maupun sosial-ekonomi, bahkan sudah dilakukan pemantauan ditahun berikutnya, untuk melihat apakah ada perubahan yang berarti pada kondisi karang maupun perubahan pada pola hidup masyarakat desa setempat yang dibina oleh COREMAP.

Pada Fase II ini, pihak penyandang dana Bank Dunia (World Bank) menambahkan wilayah pemantauan terutama untuk kegiatan sosial-ekonomi, sehingga untuk Pulau Waigeo disamping wilayah yang sudah diamati, juga ditambah dengan wilayah Kepulauan Batangpele dan sekitarnya. Dengan demikian perlu dilakukan studi awal untuk memperoleh data dasar (baseline data) ekologi terumbu karang di wilayah tersebut, yang sudah dilakukan pada tahun 2007. Kegiatan pemantauan kesehatan terumbu karang, untuk mengetahui apakah terjadi perubahan di lokasi studi baseline telah dilakukan pada tahun 2009.

I.2. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari kegiatan pemantauan kondisi terumbu karang (reef health monitoring) di lokasi transek permanen dibeberapa pesisir pulau yang berada disekitar Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat sebagai berikut :

• Mendapatkan data ekologi kondisi terumbu karang khususnya di pesisir Pulau Gam (Desa Arborek), Waigeo selatan (Desa Kabui), Waigeo selatan (Desa Manyaifuin), Pulau Biansi dan Pulau Minyaifuin. Apakah terjadi perubahan dalam persentase tutupan dari karang, ikan karang dan biota bentik lainnya yang memiliki nilai ekonomis penting untuk dijadikan sebagai indikator kesehatan karang pada waktu reef healt monitoring (t1) dalam hal ini dua tahun sesudah base line study (t0).

• Menganalisa hasil pengamatan (t1), dan mengetahui perubahan yang terjadi dan mencari solusi untuk mengatasi perubahan-perubahan tersebut.

 I.3. RUANG LINGKUP PENELITIAN Pengamatan ekologi terumbu karang untuk pengambilan data dasar

(baseline data) di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat

3

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

telah dilakukan pada tahun 2007 dan dilanjutkan dengan monitoring kesehatan terumbu karang pada tahun 2009. Monitoring Kesehatan Terumbu Karang di lokasi ini melibatkan beberapa disiplin ilmu utama yaitu ekosistem karang dan ikan karang, serta bidang SIG untuk penyediaan peta dasar dan peta tematik yang dibantu oleh bidang statistika untuk analisa data. Data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel, grafik maupun peta tematik. Adapun tahapan-tahapan kegiatan sebagai berikut:

• Tahap persiapan, meliputi persiapan administrasi, koordinasi dengan anggota tim survei baik di Jakarta maupun di daerah, persiapan peta dasar oleh tim SIG, persiapan sarana dan prasarana di daerah yang akan didatangi, peralatan survei, rancangan penelitian untuk lancarnya kegiatan di lapangan.

• Tahap pengumpulan data, dilakukan langsung di lapangan baik di lokasi survei maupun di instansi terkait di daerah guna pengumpulan data sekunder.

• Tahap analisa data, kegiatan ini berupa entri data lapangan, verifikasi data, dan analisa statistik bagi data olahan sehingga dapat disajikan lebih informatif.

• Tahap pelaporan, berupa pembuatan laporan dan penyusunan laporan sementara dan laporan akhir.

4

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

BAB II. METODE PENELITIAN

II.1. LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di beberapa lokasi yang telah terpilih untuk

kegiatan COREMAP Fase II yang berada dalam wilayah Kabupaten Rajaampat, tepatnya di pesisir Kepulauan Batangpele, Barat daya Pulau Waigeo (Gambar 1).

Gambar 1. Peta lokasi monitoring kesehatan terumbu karang di perairan

Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009.

II.2. WAKTU PENELITIAN Kegiatan penelitian lapangan berlangsung pada bulan Juli 2009.

II.3. PELAKSANA PENELITIAN

Kegiatan penelitian lapangan ini melibatkan staf CRITC (Coral Reef Information and Training Centre) Jakarta dibantu oleh para peneliti dan teknisi dari LIPI Ambon serta staf CRITC Kabupaten Rajaampat . II.4. METODE PENARIKAN SAMPEL DAN ANALISA DATA

Penelitian monitoring kesehatan terumbu karang ini melibatkan beberapa kelompok penelitian yaitu: SIG, karang, ikan karang, megabentos serta dibantu oleh personil untuk dokumentasi. Metode penarikan sampel

5

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

dan analisa data yang digunakan oleh masing-masing kelompok penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut: II.4.1. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Untuk pemantauan kesehatan terumbu karang, bagian SIG hanya menyediakan peta lokasi yang sudah ada plot titik-titik stasiun studi baseline tahun sebelumnya. Posisi masing-masing stasiun dicatat ke dalam GPS. Berdasarkan GPS, posisi transek permanen dapat ditelusuri (Lampiran 1). Selanjutnya setelah data transek terkumpul, bidang SIG berperan dalam pembuatan peta tematik.

II.4.2. Karang

Untuk mengetahui kondisi terumbu karang seperti persentase tutupan karang, biota bentik dan substrat pada setiap stasiun penelitian digunakan metode ”Line Intercept Transect” (LIT) mengikuti English et al., (1997), dengan beberapa modifikasi. Pada beberapa stasiun penelitian dipasang transek permanen di kedalaman antara 5 – 7 meter yang diharapkan dapat dipantau di masa mendatang. Pada lokasi transek permanen, panjang garis transek 10 m dan diulang 3 kali. Teknis pelaksanaan di lapangan yaitu seorang penyelam meletakkan pita berukuran panjang 70 m sejajar garis pantai, dimana posisi pantai ada di sebelah kiri penyelam. Kemudian LIT ditentukan pada garis transek 0 – 10 m, 30 – 40 m dan 60 – 70 m. Semua biota dan substrat yang berada tepat di garis tersebut dicatat dengan ketelitian hingga centimeter.

Data hasil LIT tersebut bisa dihitung nilai persentase tutupannya untuk masing-masing kategori biota dan substrat yang berada di bawah garis transek.

Beberapa analisis untuk mengetahui perbedaan jumlah individu biota atau kategori lainnya dalam selang waktu t0 dan t1 digunakan analisis ANOVA (analisa varians) dan uji perbandingan berganda Tukey (Walpole,1982). Selain itu juga bisa diketahui jenis-jenis karang batu dan ukuran panjangnya. II.4.3. Megabentos

Untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabentos, terutama yang memiliki nilai ekonomis penting dan berperan langsung di dalam ekosistem karena dapat dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang, dilakukan metode “Reef Check” pada semua stasiun transek permanen. Semua biota tersebut yang berada 1 m di sebelah kiri dan kanan pita berukuran 70 m tadi dihitung jumlahnya, sehingga luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (2 x 70 m) = 140 m2. Adapun biota megabentos yang dicatat jenis dan jumlah individunya sepanjang garis transek terdiri dari :

• Lobster (udang barong) • ”Banded coral shrimp” (udang karang kecil yang hidup di sela

cabang karang Acropora spp, Pocillopora spp. atau Seriatopora spp.)

• Acanthaster planci (bintang bulu seribu)

6

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

• Diadema setosum (bulu babi hitam) • “Pencil sea urchin” (bulu babi seperti pensil) • “Large Holothurian” (teripang ukuran besar) • “Small Holothurian” (teripang ukuran kecil) • “Large Giant Clam” (kima ukuran besar) • “Small Giant Clam” (kima ukuran kecil) • Trochus niloticus (lola) • Drupella sp. ( sejenis Gastropoda / keong yang hidup di atas atau

di sela-sela karang terutama karang bercabang) • “Mushroom coral” (karang jamur, Fungia spp.)

II.4.4. Ikan Karang

Pada setiap titik transek permanen, metode yang digunakan yaitu metode ”Underwater Visual Census” (UVC), dimana ikan-ikan yang ada pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang 70 m dicatat jumlah jenis dan jumlah individunya. Luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (5 x 70 m) = 350 m2. Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Matsuda (1984), Kuiter (1992) dan Lieske and Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan acuan dari Randall and Heemstra (1991) dan FAO ”Species Catalogue” (Heemstra and Randall; 1993).

Selain itu juga dihitung kelimpahan jenis ikan karang dalam satuan unit individu/transek. Jenis ikan yang didata dikelompokkan ke dalam 3 kelompok utama (English et al. 1997), yaitu:

a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya ikan-ikan ini menjadikan terumbu karang sebagai tempat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini diwakili oleh suku (famili) Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kaka tua) dan Acanthuridae (ikan pakol);

b. Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami

daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili oleh suku Chaetodontidae (ikan kepe-kepe);

c. Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya

5 – 25 cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili oleh suku Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).

7

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian monitoring kesehatan terumbu karang ini melibatkan beberapa kelompok penelitian. Metode pengambilan sampel serta analisa data yang digunakan oleh masing-masing kelompok penelitian, diuraikan sebagai berikut :

III.1. Lingkungan Fisik Pesisir dan Perairan Kepulauan Batangpele terletak di sebelah Barat Daya Pulau Waigeo,

melintang arah Timur Laut – Barat Daya (Gambar 2). Pulau-pulau ini memiliki topografi yang datar dengan ketinggian < 10 meter di atas permukaan laut. Beberapa terdapat bukit hanya saja kemiringan lereng < 25o. Kondisi demikian sejalan dengan terumbu tepi yang lebar, rata-rata lebih dari 150 meter. Jika dilihat dari kondisi yang sedemikian, maka dapat diketahui bahwa pulau-pulau tersebut terbentuk oleh terumbu karang.

Kondisi perairan relatif tidak terlalu dalam dengan kedalaman < 100 meter di bawah permukaan laut. Jika dilihat pada Gambar 2, gradasi perubahan kedalaman tidak terlalu diskrit (tajam), sehingga menunjukkan dasar perairan yang landai. Perairan ini juga cukup terlindung karena letaknya yang berada di dalam sebuah teluk yang dibentuk oleh Pulau Waigeo.

Gambar 2. Peta Topografi Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat.

8

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

III.2. Karang Untuk pengamatan kesehatan terumbu karang telah dilakukan

dengan metode LIT yang dilakukan dari masing-masing substansi yang diteliti, serta disajikan dalam bentuk grafik, peta tematik, maupun dalam bentuk tabel. Hasil selengkapnya diuraikan dibawah ini.

Jumlah titik sampling transek garis (LIT) dilakukan di lokasi-lokasi yang dipilih mewakili pesisir Kepulauan Batangpele. Transek dilakukan pada 5 titik stasiun. Dari hasil pengamatan dicatat 11 suku dengan 71 jenis karang. Jenis-jenis karang batu hasil monitoring pada maing-masing stasiun transek permanen ditampilkan pada Lampiran 2.

Persentase tutupan karang hidup hasil LIT bervariasi tahun 2007 berkisar antara 7,87% (RJAL 72) – 35,17% (RJAL 61), sedangkan tahun 2009 antara 16,57% (RJAL 28) – 50,23% (RJAL 48). Untuk persentase tutupan karang Acropora tahun 2007 berkisar antara 0% (RJAL 72) – 10,23% (RJAL 48) dan tahun 2009 antara 1,87% (RJAL 72) – 30,90% (RJAL 48). Persentase tutupan karang, biota bentik lainnya dan kondisi substrat secara keseluruhan di perairan Kepulauan Batangpele disajikan dalam Gambar 3. Perbandingan persentase karang hidup tahun 2007 (baseline) dengan tahun 2009 (monitoring) ditunjukkan dalam Gambar 4.

0

10

20

30

40

50

60

70

% T

utup

an

RJAL48 RJAL48 RJAL53 RJAL53 RJAL61 RJAL61 RJAL72 RJAL72 RJAL73 RJAL73

2007 2009 2007 2009 2007 2009 2007 2009 2007 2009

L O K A S I dan T A H U N

AC NA DC DCA SC SP FS OB R SA SI RK

Gambar 3. Histogram persentase tutupan karang, biota bentik dan substrat hasil monitoring dengan metode “LIT”, di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat.

9

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

0

10

20

30

40

50

60

% T

utup

an K

aran

g H

idup

RJAL48 RJAL53 RJAL61 RJAL72 RJAL73

L O K A S I2007 2009

Gambar 4. Histogram perbandingan antara persentase tutupan karang

hidup antara tahun 2007 dan tahun 2009, di perairan Kepulauan Batangpele, kabupaten Rajaampat.

III.2.1. Hasil pengamatan karang

Dari hasil pengamatan pada 5 lokasi yang dilakukan di pesisir Kepulauan Batangpele terlihat bahwa rata-rata persentase tutupan karang hidup mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 hasil rata-rata persentase tutupan karang hidup 20,92%, sedangkan pada tahun 2009 naik menjadi 35,10%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tahun 2009 ini persentase tutupan karang hidup di pesisir Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat mengalami peningkatan sebesar 14,18%. Secara rinci persentase tutupan karang, kategori bentik dan kondisi abiotik diuraikan per masing-masing lokasi. Stasiun RJAL48 (Baratdaya Desa Arborek, Pulau Gam)

Lokasi terletak di sebelah selatan, tepatnya di Pulau Yangelo, berseberangan dengan Tanjung Ngan (Desa Arborek), Pulau Gam. Morfologi pantai terdiri dari batuan cadas berupa tebing-tebing yang ditumbuhi semak belukar dan tumbuhan darat. Daerah pasang surut ± 100 m ke arah laut didominasi oleh karang mati dan patahan karang.

Karang tumbuh pada daerah reef flat dengan substrat karang mati, di kedalaman ± 3 m pertumbuhan karang didominasi oleh jenis; Porites lobata, Porites lutea, Porites nigrescens dan karang lunak (soft coral) dari jenis Sinularia spp., dan Sarcophyton spp. Sedangkan pada daerah reef edge didominasi oleh pertumbuhan karang bercabang dari jenis karang Acropora palifera, Acropora spp dan Porites, spp.. Pertumbuhan karang dapat ditemukan sampai kedalaman ± 15 meter, dan lebih dalam lagi dilanjutkan hamparan pasir.

10

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

Dari hasil ”LIT”, diperoleh persentase tutupan karang hidup pada tahun 2007 (t0) sebesar 22,53% dan pada tahun 2009 (t1) naik menjadi 50,23%. Sedangkan patahan karang mati (rubble) tercatat pada tahun 2006 sebesar dicatat 59,07% dan sekarang pada tahun 2009 menjadi sebesar 14,50%, hal ini menunjukkan nilai yang lebih rendah (turun) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnnya. Dapat disimpulkan bahwa akibat penurunan persentase tutupan patahan karang mati (rubble) berdampak terhadap kenaikan persentase tutupan Acropora dan Non-Acropora. Melihat persentase tutupan karang hidup terumbu karang di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa lokasi ini termasuk dalam kategori "BAIK". Stasiun RJAL53 (Tanjung Nbngkes, Desa Kabui, Waigeo Selatan).

Lokasi ini terletak di semenanjung yang berbatasan dengan Pulau Gam, tepatnya di Tanjung Nbngkes, di selatan P. Waigeo. Vegetasi pantai ditumbuhi oleh pohon kelapa yang diselingi oleh tumbuhan, mangrove dari jenis Rhizopora sp., kemudian diikuti oleh pasir putih ± 75 meter. Reef flat landai dengan substrat karang mati yang didominasi oleh pertumbuhan alga coklat dari jenis Sargasum sp. Mendekati ke arah “reef edge”, pertumbuhan karang yang mendominasi adalah suku Poritidae dari jenis Porites lobata, Porites lutea, Porites cylindrica, Porites nigrescens dan Porites annae. Dilanjutkan pada lereng terumbu yang landai dan didominasi oleh pertumbuhan karang dari jenis Porites lutea dan Porites lobata. Batas pertumbuhan karang hidup sampai kedalaman ± 15 meter. Pada lokasi ini banyak ditemukan areal bekas ledakan bom ikan.

Pada awal pengamatan (baseline studi) tahun 2007 (t0) diperoleh persentase tutupan karang hidup sebesar 30,47% dan meningkat menjadi 44,80% pada tahun 2009 (t1). Hal ini menunjukkan bahwa di lokasi ini mengalami peningkatan persentase sebanyak 14,33%, walaupun tidak signifikan. Perolehan persentase tutupan karang hidup sebesar 44,80%, mengindikasikan kondisi karang hidup daerah ini dikategorikan ”SEDANG”. Stasiun RJAL61, Depan Desa Manyaifuin, Waigeo Selatan

Morfologi pantai pasir berbatu yang ditumbuhi dengan hutan mangrove. Pertumbuhan karang pada reef flat yang landai didominasi oleh jenis karang Porites spp. Mendekati daerah reef edge dengan subtrat terdiri dari patahan karang mati dan pertumbuhan karang didominasi oleh karang jenis Favia sp., Pocillopora damicornis dan Fungia spp. Dilanjutkan ke arah “reef slope” dengan sudut kemiringan ± 40o pertumbuhan karang di dominasi oleh jenis karang; Porites cylindrica, Porites nigrescens, Seriatopora hystrix, Echinopora lamellosa dan Merulina ampliata. Pertumbuhan karang hidup dijumpai sampai kedalaman ± 20 meter dan dilanjutkan dengan hamparan pasir. Pada lokasi ini juga ditemukan areal bekas ledakan bom ikan.

Dari hasil ”LIT” diperoleh persentase tutupan karang hidup pada lokasi ini dari waktu ke waktu mengalami peningkatan persentase tutupan karang hidup. Pada awal pengamatan tahun 2007 (t0) tutupan karang hidupnya sebesar 35,17% meningkat menjadi 41,50% pada tahun 2009 (t1) mengalami peningkatan sebanyak 6,33%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase tutupannya mengalami peningkatan walaupun tidak begitu

11

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

signifikan. Perolehan persentase tutupan karang hidup sebesar 41,50%, menunjukkan kondisi karang hidup dikategorikan ”SEDANG” (Gambar 5).

Gambar 5. Peta persentase tutupan kategori biota dan substrat hasil

monitoring dengan metode “LIT”, di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009.

4. Stasiun RJAL72, Pulau Biansi Lokasi pengamatan terletak di sebelah barat laut Pulau Biansi, salah

satu pulau kecil yang terpisah jauh dari daratan utama di bagian Barat P. Waigeo. Morfologi pantai berbentuk landai dengan vegetasi pantai terdiri dari semak belukar dan pohon kelapa dengan pantai pasir putih dengan lebar sekitar 250 m. Rataan terumbu reef flat yang juga daerah pasang surut didominasi oleh patahan karang dan batu yang diselingi oleh pertumbuhan alge dari jenis Padina sp. dan Halimeda sp.. Mendekati daerah reef edge pertumbuhan karang didominasi oleh bentuk bercabang dari jenis Porites cylindrica, Pocillopora damicornis dan Acropora spp.. Dilanjutkan dengan lereng terumbu yang mempunyai sudut kemiringan ± 15°, pertumbuhan karang di dominasi oleh Galaxea fascicularis, Hydnophora rigida dan Porites lobata dengan substrat pasir bercampur karang mati. Pertumbuhan karang hidup ditemukan sampai kedalaman ± 15 meter, lebih dalam lagi dilanjutkan dengan hamparan pasir.

Persentase tutupan karang hidup ini dicatat paling terendah dari lokasi-lokasi lainnya yaitu 16,57%, dibandingkan dengan tahun 2007 (t0) mengalami peningkatan sebesar 8,70% dan didominasi oleh kategori Non-Acropora sebesar 14,70%, sedangkan kategori Acropora hanya 1,87%. Persentase komponen dasar lainnya yang mempengaruhi besar kecilnya persentase tutupan karang hidup, diantaranya adalah patahan karang mati

12

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

(Rubble), 46,20% dan pasir (Sand) 16,63%. Di stasiun ini juga ditemukan bekas penangkapan ikan dengan bahan peledak. Meskipun dalam persentase tutupan karang hidupnya meningkat cukup signifikan, tetap saja tidak berpengaruh terhadap penilaian kategori. Perolehan persentase tutupan karang hidup hasil “LIT” (Line Intercept Transect) sebesar 16,57%, maka secara umum kondisi karang hidup di lokasi ini dikategorikan ”RUSAK”. (Gambar 6).

Gambar 6. Peta persentase tutupan karang hidup hasil monitoring dengan

metode “LIT”, di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009.

5. Stasiun RJAL73, Pulau Minyaifuin

Lokasi transek di sebelah utara Pulau Minyaifun, Morfologi pantai merupakan pantai berbatu bercampur pasir dengan vegetasi pantai terdiri dari semak belukar dan pohon kelapa yang diselingi oleh tumbuhan mangrove. Rataan terumbu reef flat dengan lebar ± 25 m didominasi oleh pertumbuhan lamun dari jenis Thallasia hemprichii dan Enhalus acoroides yang diselingi oleh bongkahan karang mati. Mendekati daerah reef edge (tubir), pertumbuhan karang didominasi oleh jenis karang Porites lutea, Porites lobata, Porites cylindrica, dan Montipora spp.. Dilanjutkan dengan lereng terumbu yang mempunyai sudut kemiringan ± 30º, dan pertumbuhan karang yang mendominasi daerah ini adalah jenis Porites cylindrica dan Porites lutea yang tumbuh secara homogen dan hanya sampai kedalaman ± 4 m, selebihnya patahan karang bercampur pasir.

Pada awal pengamatan baseline study tahun 2007 (t0) persentase

13

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

tutupan karang hidupnya sebesar 8,57% meningkat menjadi 22,40% pada tahun 2009 (t1) dan mengalami peningkatan sebesar 13,83%. Meskipun dalam persentase tutupan karang hidupnya meningkat cukup signifikan, tetap saja tidak berpengaruh terhadap penilaian kategori. Perolehan persentase tutupan karang hidup hasil “LIT” (Line Intercept Transect) sebesar 22,40%, maka secara umum kondisi karang hidup di lokasi ini dikategorikan ”RUSAK”.

III.2.2. Hasil Analisa Karang

Pada penelitian yang dilakukan di wilayah Kepulauan Batangpele, Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2009 ini (t1), berhasil dilakukan pengambilan data pada 5 stasiun penelitian yang sama seperti yang dilakukan pada penelitian tahun 2007 (t0).

Plot interval untuk masing-masing biota dan substrat berdasarkan waktu pemantauan dengan menggunakan interval kepercayaan 95% disajikan dalam Gambar 7.

Gambar 7. Plot interval masing-masing biota dan substrat berdasarkan

waktu pemantuan (t0 dan t1) dengan kepercayaan 95%.

Untuk melihat apakah ada perbedaan persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat antar waktu pengamatan (t0=tahun 2007 dan t1=2009) digunakan uji one way ANOVA, dimana data

14

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

ditransformasi ke dalam bentuk arcsin akar pangkat dua dari data (y’=arcsin√y) sebelum dilakukan pengujian.

Data Karang Mati (DC), Lumpur (SI), dan Batuan (Rock), tidak dilakukan uji karena tidak memenuhi prasyarat uji ANOVA, yaitu ada minimal pada satu tahun pengamatan yang tidak ditemukan kategori tersebut. Dari uji ANOVA diperoleh nilai p, atau nilai kritis untuk menolak Ho. Bila nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan persentase tutupan untuk kategori tersebut antar dua waktu pengamatan yang berbeda (2007 dan 2009).

Tabel 1. Nilai p berdasarkan hasil uji one-way ANOVA terhadap persentase

tutupan biota dan substrat (data ditransformasikan) ke dalam bentuk y’ = arcsin√y.

Kategori Nilai p

Karang hidup (LC) 0,011 *)

Acropora (AC) 0,064

Non Acropora (NA) 0,001 *)

Karang mati (DC) Tidak diuji

Karang mati dgn alga (DCA) 0,005 *)

Karang lunak (SC) 0,735

Sponge (SP) 0,206

Fleshy seaweed (FS) 0,477

Biota lain (OT) 0,135

Pecahan karang (R) 0,036 *)

Pasir (S) 0,318

Lumpur (SI) Tidak diuji

Batuan (RK) Tidak diuji

Dari Tabel 1, terlihat bahwa hanya kategori Karang Hidup (LC), Non-Acropora (NA), Karang Mati dengan Alga (DCA), dan Pecahan Karang (R) yang berbeda secara signifikan. Persentase tutupan LC, NA, dan DCA mengalami peningkatan yang signifikan, sedangkan persentase R mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2007 hingga 2009.

15

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

Secara umum, untuk karang hidup (LC= rerata±kesalahan baku), dari 5 stasiun yang diamati dalam selang waktu t0 (2007) dan t1 (2009) terlihat adanya peningkatan persentase tutupan antara t0 (20,92±5,57%) dan t1 (35,10±6,59%) (Gambar 8).

Gambar 8. Persentase tutupan karang hidup (LC) berdasarkan tahun

pengamatan 2007 (t0) dan 2009 (t1) di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009.

III.3. Megabentos Pencatatan biota megabentos dilakukan bersamaan dengan transek

LIT, dengan bidang pengamatan 2 x 70 m, seluas 140 m2. Biota bentik yang ditemukan dicatat jumlahnya. Pengamatan biota megabentos dilakukan di lokasi transek permanen sepanjang garis transek. Hasil pencacahan biota per transek disajikan dalam Gambar 9 dan Lampiran 3. III.3.1. Hasil pengamatan Megabentos

Kelimpahan megabentos didominasi oleh 1 kelompok biota yaitu “mushroom coral” atau karang jamur yang terdiri dari Fungia spp. Kelimpahan kelompok “mushroom” dicatat sebanyak 341 individu dan hadir di semua stasiun. Jumlah individu tertinggi terdapat di stasiun RJAL53 yang terletak di Tanjung Nbngkes, Desa Kabui yaitu 161 individu, dan terendah di Stasiun RJAL73, (Pulau Minyaifun), yaitu 1 individu. Kelompok karang jamur ini juga ditemukan dalam jumlah individu yang menonjol di Barat daya Desa Arborek (RJAL48), didepan Desa Manyaifun (RJAL61) dan di Barat laut Pulau Biansi (RJAL72). Sedangkan “Banded Coral Shrimp”, hanya ditemukan pada satu lokasi yaitu RJAL72, (1 individu).

Kelimpahan bulu babi (Diadema setosum) dicatat hanya pada dua stasiun, dimana kelimpahan tertinggi dicatat di pesisir Pulau Biansi, di St. RJAL72 (10 individu) dan Pulau Minyaifun St. RJAL73 (7 individu). Nilai ini lebih tinggi dari yang dicatat dua tahun sebelumnya (t0). Untuk perairan

16

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

sekitar Pulau Biansi persentase tutupan karang hidup cukup rendahi 7,87% yang dicatat tahun 2007 (t0) menjadi 16,57% pada tahun 2009 (t1), masih didominasi oleh karang Non-Acropora, terutama dari jenis Fungia spp. Pada tahun 2007 (t0) megabentos di Pulau Biansi ini didominasi oleh karang jamur, namun pada pengamatan tahun 2009 (t1), didominasi oleh bulu babi. Populasi bulu babi pada Pulau Biansi ini dicatat sebanyak 10 individu. Kategori lain seperti DCA (karang mati yang sudah ditumbuhi alga) di Pulau Biansi cukup tinggi sebesar (56,27%), dan terdiri dari patahan karang bercabang maupun bongkahan karang mati (boulder). Di sela-sela karang mati ini ditemukan kelompok bulu babi (Diadema setosum) dalam jumlah tidak terlalu besar.

Untuk kelompok biota kima ukuran besar hanya ditemukan di 3 lokasi yaitu di RJAL48 (5 individu), RJAL53 (3 individu) dan RJAL61 (3 individu), sedangkan kima yang berukuran kecil ditemukan hanya pada st. RJAL48 dan st. RJAL72 masing-masing ditemukan (2 dan 1 individu). Sedangkan Biota lain seperti Acanthaster planci, Drupella cornus, bulu babi pensil (pencil sea urchin), lobster dan lola (Trochus niloticus), tidak ditemukan dalam pengamatan ini (2009) maupun pada pengamatan sebelumnya (2007).

Gambar 9. Peta kelimpahan biota megabentos hasil pengamatan dengan

metode “Reef Check Benthos” di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009.

17

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

III.3.2. Hasil Analisa Megabentos

Pada penelitian yang dilakukan di wilayah Rajaampat Batangpele, pada tahun 2009 ini (t1), terdapat 5 stasiun yang lokasinya sama dengan lokasi pengamatan yang diambil pada 2007 (t0).

Rata-rata jumlah individu per transek untuk setiap kategori megabentos yang dijumpai pada masing-masing waktu pengamatan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata jumlah individu per transek untuk setiap kategori

megabentos pada pengamatan tahun 2007 (t0) dan 2009 (t1), di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat.

Untuk melihat apakah jumlah individu setiap kategori megabentos berbeda nyata untuk setiap waktu pengamatan (tahun 2007 dan 2009), maka dilakukan uji t berpasangan. Berdasarkan data yang ada, uji hanya bisa dilakukan pada “Coral Mushroom” (CMR), Diadema setosum, “Large Giant Clam”, “Small Giant Clam”, dan “Large Holothurian”, karena kategori yang lain pada satu waktu pengamatan (2007 atau 2009) tidak ditemukan sama sekali (Tabel 2). Hal ini tidak memenuhi prasyarat uji t berpasangan. Sebelum uji dilakukan, untuk memenuhi asumsi-asumsi yang diperlukan dalam penggunaan t berpasangan ini, data ditransformasikan terlebih dahulu menggunakan transformasi ‘logaritma natural’ (ln), sehingga datanya menjadi y’=ln (y+1).

Nilai p untuk setiap data jumlah individu/transek pada kategori megabentos yang diuji disajikan pada Tabel 3. Bila nilai p tersebut lebih kecil dari 5% (=0,05), maka Ho ditolak, yang berarti ada perbedaan jumlah

Megabentos Rata-rata

individu/transek 2007 2009

Acanthaster planci 0.4 0

CMR 62.4 68.2

Diadema setosum 1.8 3.4

Drupella cornus 0 0

Large Giant Clam 1.2 2.2

Small Giant Clam 1.4 0.6

Large Holoturian 2 1.2

Small Holoturian 0 0.4

Lobster 0 0

Pencil sea Urchin 0 0

Trochus niloticus 0 0

18

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

individu/transek untuk kategori megabentos tersebut antara selang 2 waktu pengamatan yang berbeda (2007, dan 2009).

Dari Tabel 3 tersebut terlihat bahwa hanya kategori ‘Small Giant Clam’ yang berbeda nyata antara jumlah individu per transeknya. Kategori ini mengalami penurunan rata-rata jumlah individu antara t0 dan t1.

Tabel 3. Hasil uji t berpasangan terhadap data jumlah individu per

transek megabentos (data ditransformasikan ke dalam bentuk y’=ln(y+1).

Kategori Nilai p Acanthaster planci Tidak diuji CMR 0,400 Diadema setosum 0,781 Drupella cornus Tidak diuji Large Giant clam 0,340 Small Giant clam 0,033 *) Large Holothurian 0,678 Small Holothurian Tidak diuji Lobster Tidak diuji Pencil sea urchin Tidak diuji Trochus niloticus Tidak diuji

III.4. Ikan Karang Seperti halnya dengan pengamatan karang, pemantauan ikan karang

dilakukan bersamaan dengan kegiatan transek (LIT) oleh tim karang di lokasi transek permanen. Untuk ikan dilakukan pengamatan dengan metode ”Underwater Visual Census” (UVC), dimana ikan-ikan yang ada pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang 70 m dicatat jumlah jenis dan jumlah individunya. Luas bidang yang teramati per transeknya, yaitu (5 x 70 m) = 350 m2. Dari hasil transek yang dilakukan pada semua stasiun, ditemukan sebanyak 183 jenis ikan karang yang termasuk dalam 27 suku. Jumlah jenis yang dicatat dalam pengamatan ini lebih tinggi dibandingkan pengamatan 2007 (126 jenis), sedangkan dari jumlah suku relatif berimbang untuk kedua tahun pengamatan. Hasil sensus visual di semua stasiun permanen ditampilkan dalam Lampiran 4. III.4.1. Hasil pengamatan ikan karang

Dari hasil pengamatan, jumlah total individu ikan karang di perairan Kepulauan Batangpele dicatat 3,103 individu, yang terdiri dari ikan major 1,963 individu, ikan target 1,057 individu dan ikan indikator 83 individu. Nilai perbandingna untuk ketiga kelompok tersebut adalah 24 : 13 : 1. Artinya dari 38 individu ikan karang yang ditemukan pada semua stasiun transek,

19

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

peluang untuk mendapatkan ikan major adalah sebanyak 24 individu, ikan target 15 individu dan ikan indikator 1 individu. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di setiap stasiun ditampilkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Peta perbandingan ikan major, ikan target dan ikan

indikator hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009.

Dari hasil ”UVC”, Casio teres dari kelompok ikan target, merupakan

jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi dibandingkan dengan jenis ikan karang lainnya, yaitu sebanyak 285 individu. Dari kelompok ikan major, diwakili oleh Amblyglyphidodon curacao (200 individu). Pada pengamatan 2007 (t0), kedua jenis ini berada pada posisi 5 dan 8, dengan jumlah inidividu yang relatif rendah, yaitu < 30 individu. Dari tabel 4 juga terlihat bahwa kelimpahan individu ikan karang, didominasi oleh jenis-jenis ikan dari kelompok ikan major dibandingkan ikan target maupun ikan indikator. Sebelas besar jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi di perairan pesisir Kepulauan Batangpele ditampilkan dalam Tabel 4.

Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang diperoleh dari hasil ”UVC” di lokasi transek permanen seperti ikan kakap (termasuk kedalam suku Lutjanidae) yaitu 91 individu, ikan kerapu (termasuk dalam suku Serranidae) 179 individu, ikan ekor kuning (termasuk dalam suku Caesionidae) yaitu 589 individu. Ikan kepe-kepe (Butterfly fish; suku Chaetodontidae) yang merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan 90 individu. Kelimpahan masing-masing suku hasil monitoring disajikan dalam Tabel 5.

20

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

Tabel 4. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi jenis hasil monitoring dengan metode ”UVC” di perairan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009.

No.  Jenis Jumlah individu

Rata‐rata Ind/transek Kategori 

1 Caesio teres 285 57,00  Target

2 Amblyglyphidodon curacao 200 40,00  Major

3 Caesio caerulaurea 200 40,00  Target

4 Chromis ternatensis 134 26,80  Major

5 Pomacentrus moluccensis 118 23,60  Major

6 Pomacentrus nigromanus 105 21,00  Major

7 Pseudanthias hutchii 90 18,00  Major

8 Chromis weberi 80 16,00  Major

9 Chromis viridis 62 12,40  Major

10 Odonus niger 55 11,00  Major

11 Pterocaesio tile 50 10,00  Target

Tabel 5. Kelimpahan individu ikan karang berdasarkan dominasi suku hasil monitoring dengan metode “UVC” di perairan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009.

No. Suku Jumlah individu

Rata-rata Ind/transek

1 Pomacentridae 1183 236,6 2 Caesionidae 589 117,8 3 Apogonidae 242 48,4 4 Labridae 179 35,8 5 Serranidae 179 35,8 6 Scaridae 137 27,4 7 Lutjanidae 91 18,2 8 Chaetodontidae 90 18 9 Balistidae 77 15,4 10 Acanthuridae 74 14,8 11 Scolopsidae 52 10,4 12 Mullidae 43 8,6 13 Pomacanthidae 40 8 14 Siganidae 34 6,8 15 Carangidae 23 4,6

21

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

III.3.2. Hasil Analisa Ikan Karang

Pada penelitian yang dilakukan di wilayah Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat pada tahun 2009 ini (t1), berhasil dilakukan pengambilan data pada semua stasiun penelitian yang dilakukan pada penelitian baseline tahun 2007, yaitu sebanyak 5 stasiun. Rata-rata jumlah individu per transek yang dijumpai pada masing-masing waktu pengamatan disajikan pada Gambar 11 sedangkan rata-rata jumlah jenis disajikan pada Gambar 12.

Gambar 11. Plot interval rata-rata jumlah individu ikan karang masing-masing stasiun di Perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, tahun 2007 dan tahun 2009.

16 Sauridae 14 2,8 17 Zanclidae 14 2,8 18 Holocentridae 12 2,4 19 Haemulidae 7 1,4 20 Nemipteridae 5 1 21 Bleniidae 4 0,8 22 Kyphosidae 4 0,8 23 Tetraodontidae 4 0,8 24 Cirrhitidae 3 0,6 25 Dasyatidae 1 0,2 26 Gobiidae 1 0,2 27 Muraenidae 1 0,2

22

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

Gambar 12. Plot interval rata-rata jumlah jenis ikan karang pada masing-masing stasiun di Perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, tahun 2007 dan tahun 2009.

Gambar 11 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah individu ikan karang pada tahun 2009 (t1) lebih besar dari tahun sebelumnya, 2007 (t0). Namun menurut hasil uji t berpasangan, rata-rata jumlah individu ikan karang tidak berbeda nyata antara tahun pengamatan, p = 0,167. Sebelum uji t berpasangan dilakukan, data telah ditransformasi dengan ‘logaritma natural’ (ln) untuk memenuhi prasyarat uji t berpasangan.

Pada Gambar 12 terlihat nilai rata-rata jumlah jenis pada tahun 2009 (t1) lebih besar dibandingkan pada tahun 2007 (t0). Namun menurut hasil uji t berpasangan, rata-rata jumlah jenis ikan tidak berbeda nyata antara tahun pengamatan, p = 0,204. Hal ini berarti selama tahun pengamatan tidak ditemukan perubahan jumlah individu dan jenis yang signifikan.

23

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1. KESIMPULAN Dari data yang diperoleh di lapangan, kemudian dilakukan analisa

data hasilnya adalah sebagai berikut:

• Hasil monitoring kesehatan terumbu karang pada semua stasiun transek permanen di perairan Pulau-pulau Batangpele, ditemukan karang batu sebanyak 71 jenis yang termasuk dalam 11 suku.

• Hasil analisis statistika secara umum, untuk persentase tutupan karang hidup (LC= rerata±kesalahan baku), dari 5 stasiun yang diamati dalam selang waktu t0 (2007) dan t1 (2009) terlihat adanya peningkatan persentase tutupan antara t0 (20,92±5,57%) dan t1 (35,10±6,59%)

• Hasil uji ANOVA, terlihat bahwa hanya kategori “Small Giant Clam” yang berbeda nyata antara jumlah individu per transeknya. Kategori ini mengalami penurunan rata-rata jumlah individu antara t0 dan t1.

• Jumlah total individu ikan karang di perairan Pulau-pulau Batangpele dicatat 3.103 individu, yang tergolong dalam 27 suku dengan 183 jenis. yang terdiri dari ikan major 1.963 individu, ikan target 1.057 individu, dan ikan indikator 83 individu. Perbandingan antara ikan major : ikan target : ikan indikator menjadi 24 : 13 : 1.

• Berdasarkan hasil pengamatan dengan metode “Underwater Fish Visual Census” (UVC) ditemukan jenis ikan ekonomis Caesio teres (kelompok ikan Target) merupakan jenis ikan karang yang memiliki nilai kelimpahan tertinggi dengan jumlah individu sebesar 285 individu, berikutnya Caesio caerulaurea dengan jumlah individu sebesar 200 individu. Kemudian diikuti oleh kelompok ikan Major yang diwakili oleh jenis Amblyglyphidodon curacao (200 individu) dan Chromis ternatensis (134 individu).

• Hasil uji t berpasangan, menunjukkan bahwa rata-rata jumlah individu dan jenis ikan karang tidak berbeda nyata antara tahun pengamatan (t0) dengan (t1).

IV.2. SARAN Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh selama di lapangan

maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut: • Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini mungkin tidak seluruhnya

dapat menggambarkan kondisi perairan Kabupaten Rajaampat secara keseluruhan mengingat penelitian kali ini difokuskan hanya pada Pulau Waigeo bagian selatan.

• Lokasi penelitian umumnya merupakan laut terbuka yang pada saat musim ombak besar akan sangat sulit dilakukan pengamatan.

24

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

Penggunaan kapal penelitian yang berukuran besar (bukan kapal nelayan setempat yang umumnya berukuran kecil), pemilihan waktu penelitian yang tepat yaitu disaat musim tenang, serta alokasi waktu penelitian yang cukup akan lebih memungkinkan untuk pengambilan titik stasiun yang lebih banyak sehingga sampel yang terambil akan lebih mewakili daerah penelitian.

• Dengan meningkatnya kegiatan di darat di wilayah Kabupaten Rajaampat, pasti akan membawa pengaruh terhadap ekosistem di perairan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penelitian kembali di daerah ini sangatlah penting dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi sehingga hasilnya bisa dijadikan bahan pertimbangan bagi para “stakeholder” dalam mengelola ekosistem terumbu karang secara lestari. Selain itu, data hasil pemantauan tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan evaluasi keberhasilan COREMAP.

• Objek wisata bawah air di Kepulauan Batangpele hendaknya dikelola oleh pemerintah daerah, sehingga kebersihan pantai dan kelestarian alam disekitarnya dapat terjaga dengan baik.

• Mengingat kondisi karang hanya bervariasi dari kategori ”TIDAK BAIK” dan “CUKUP BAIK” saja, maka perlu dicari penyebab kerusakan yang terjadi dan bagaimana solusi terbaiknya.

• Pengunaan bahan peledak untuk menangkap ikan harus ditertibkan sehingga tidak menambah kerusakan lingkungan terumbu karang.

• Mengingat dasar perairan yang hancur dan lebih didominasi oleh patahan karang mati (rubble), dimana kondisi ini menyulitkan untuk anakan karang melekat dan tumbuh, perlu dicari jalan keluar seperti propagasi (transplantasi) karang di lokasi yang hancur.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada tim survei dari CRITC-

COREMAP LIPI Jakarta, CRITC daerah dan dari Puslit Oseanografi LIPI Jakarta dan Ambon.

25

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

DAFTAR PUSTAKA

English, S., C. Wilkinson and V. Baker 1997. Survey manual for Tropical Marine Resources. 2nd edition. Australian Institute of Marine Science, 390 pp.

Heemstra, P.C. and J.E. Randall 1993. FAO Species Catalogue. Vol. 16. Grouper of the World (Family Serranidae, Sub Family Epinephilidae).

Lieske E. and R. Myers, 1994. Reef Fishes of the World. Periplus Edition, Singapore. 400p.

Kuiter, R. H. 1992. Tropical Reef-Fishes of the Western Pacific, Indonesia and Adjacent Waters. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Indonesia

Matsuda, A.K., C. Amoka, T. Uyeno, and T. Yoshiro 1984. The Fishes of the Japanese Archipelago. Tokai University Press.

Randall, J.E and P.C. Heemstra, 1991. Indo-Pacific Fishes. Revision of Indo-Pacific Grouper (Perciformes: Serranidae: Epinepheliae), With Description of Five New Species.

Walpole, R.E. 1982. Pengantar Statistika. Ed ke-3, Sumantri B., penerjemah; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics 3rd edition.

26

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

LAMPIRAN Lampiran 1. Posisi stasiun transek permanen di perairan Kepulauan

Batangpele, Kabupaten Rajaampat.

No. Stasiun Long Lat Lokasi

1 RJAL48 130,4549 -0,50713 Desa Arborek

2 RJAL53 130,5474 -0,37401 Tanjung Nbngkes

3 RJAL61 130,3684 -0,26812 Desa Manyaifuin

4 RJAL72 130,3504 -0,31138 Pulau Biansi

5 RJAL73 130,2256 -0,32694 Pulau Minyaifuin

27

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

Lampiran 2. Jenis-jenis karang batu yang ditemukan di stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat 2009.

NO. SUKU /J ENIS RJAL48 RJAL53 RJAL61 RJAL72 RJAL73

I ACROPORIDAE

1 Acropora brueggemanni + + - - -

2 Acropora carduus - - + - -

3 Acropora cerealis + - - - +

4 Acropora echinata - - + - -

5 Acropora formosa + - + - -

6 Acropora grandis + - + + -

7 Acropora horrida - + - - -

8 Acropora humilis +

9 Acropora microphthalma +

10 Acropora millepora - - - - +

11 Acropora nasuta - - - + -

12 Acropora nobilis +

13 Acropora palifera + + + - -

14 Acropora sarmentosa +

15 Acropora sp. - + - + -

16 Acropora subglabra +

17 Anacropora sp. + - - + -

18 Montipora danae - - - + -

19 Montipora incrassata - - - - +

20 Montipora informis - - - - +

21 Montipora millepora - - + - -

22 Montipora monasteriata - - + - +

23 Montipora sp. + + + - +

24 Montipora turgescens - - - - +

25 Montipora verrucosa - + - - +

II AGARICIIDAE

26 Gardineroseris planulata - - + - -

27 Pachyseris foliosa - + - - -

III FAVIIDAE

28 Cyphastrea chalcidicum - - - + +

29 Cyphastrea microphthalma - + - - -

28

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

30 Echinopora horrida - - + - -

31 Echinopora lamellosa - - + - -

32 Favia maxima - + - - -

33 Favia rotundata - - - - +

34 Favia speciosa + + - - -

35 Goniastrea pectinata - + - - -

36 Goniastrea sp. - + - - -

37 Leptastrea pruinosa - - - - +

38 Montastrea valenciennesi +

39 Oulophyllia bennettae - + - - -

40 Platygyra daedalea - + - - -

IV FUNGIIDAE

41 Ctenactis echinata - + - - -

42 Fungia concinna - + - - -

43 Fungia danai - + - - -

44 Fungia fungites +

45 Fungia klunzingeri - + - - -

46 Fungia paumotensis - + + - +

47 Fungia repanda - - - + -

V MERULINIDAE

48 Hydnophora rigida + - - + -

49 Merulina ampliata - - + - -

VI MILLEPORIDAE

50 Millepora exesa - - + - -

51 Millepora platyphylla - + - - -

52 Millepora sp. - - - - +

VII MUSSIDAE

53 Lobophyllia corymbosa - + - - -

VIII OCULINIDAE

54 Galaxea astreata - - - + -

55 Galaxea fascicularis - - + - +

IX POCILLOPORIDAE

29

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

56 Pocillopora damicornis - - + + -

57 Pocillopora eydouxi +

58 Pocillopora verrucosa + - - + +

59 Seriatopora hystrix + + + + -

60 Stylophora pistillata - - - + -

X PORITIDAE

61 Goniopora columna + + - - -

62 Goniopora lobata - + - - -

63 Porites annae - + - - -

64 Porites cylindrica + + + + +

65 Porites lichen - + - - -

66 Porites lobata + + + + +

67 Porites lutea + + + + +

68 Porites nigrescens + + + - -

69 Porites rugosa - + - - -

70 Porites sp. - + - - -

XI TUBIPORIDAE

71 Tubipora musica +

Jumlah jenis 25  32  21  16  18 

Keterangan: + = ditemukan - = tidak ditemukan

30

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

Lampiran 3. Kelimpahan biota megabentos pada stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009.

Megabentos RJAL48 RJAL53 RJAL61 RJAL72 RJAL73

Banded coral shrimp 0 0 0 1 0 CMR 45 161 105 29 1 Diadema setosum 0 0 0 10 7 Large Giant Clam 5 3 3 0 0 Small Giant Clam 2 0 0 1 0 Large Holothurian 0 0 3 2 1 Small Holothurian 0 2 0 0 0

31

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

Lampiran 4. Jenis-jenis ikan karang hasil “UVC” yang ditemukan di stasiun transek permanen di perairan Kepulauan Batangpele, Kabupaten Rajaampat, 2009.

NO. SUKU / JENIS RJAL

48 RJAL

53 RJAL

61 RJAL

72 RJAL

73 Kategori

I ACANTHURIDAE

1 Acanthurus lineatus - - + - - Target

2 Acanthurus nigrofuscus + - - - - Target

3 Acanthurus nigricans + - - - - Target

4 Acanthurus nigricauda - - - + - Target

5 Acanthurus pyroferus + - - - - Target

6 Acanthurus sp. - - - + - Target

7 Ctenochaetus striatus + - - - - Target

8 Naso thynnoides + - - - - Target

9 Naso sp. - - + - + Target

10 Zebrasoma scopas + - + - + Major

II APOGONIDAE

11 Apogon aureus - + - - - Major

12 Apogon parvulus + + - - - Major

13 Apogon macrodon + + - - - Major

14 Apogon quingquelineatus - - + - - Major

15 Apogon sp. - - + - - Major

16 Archamia fucata - + - - - Major

17 Cheilodipterus quinquelineatus + + - - - Major

18 Sphaeramia orbicularis + + - - - Major

19 Sphaeramia nematoptera + + - - - Major

III BALISTIDAE

20 Balistapus undulatus + - + + + Major

21 Balistoides viridescens + + - - - Major

22 Odonus niger + - - - - Major

23 Rhinecanthus verrucosus - + - - - Major

24 Suffamen sp. - - - + - Major

IV BLENIIDAE

39 Meiacanthus grammistes - - - + - Major

40 Meiacanthus smithii + - - - - Major

V CAESIONIDAE

41 Caesio caerulaurea + - - - - Target

42 Caesio cuning - - - - - Target

32

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

43 Caesio teres - + + + - Target

44 Ptereleotris pisang + - - - - Major

45 Scolopsis triliniata - - - + - Target

VI CARANGIDAE

46 Caranx sexfasciatus - - + - - Target

47 Caranx melampygus + - - - - Target

48 Caranx sp. + - + - - Target

VII CHAETODONTIDAE

49 Chaetodon baronessa + - - + - Indicator

50 Chaetodon ephippium + - - - - Indicator

51 Chaetodon kleini + - - - + Indicator

52 Chaetodon lunula + - - + - Indicator

53 Chaetodon melannotus + - - - - Indicator

54 Chaetodon meyeri + - - - - Indicator

55 Chaetodon octofasciatus + + - - - Indicator

56 Chaetodon ornatissimus + - - - - Indicator

57 Chaetodon punctatofasciatus + - - - - Indicator

58 Chaetodon trifascialis + - - - - Indicator

59 Chaetodon trifasciatus + - - - + Indicator

60 Chaetodon vagabundus + - + + + Indicator

61 Chelmon rostratus + - - - - Indicator

62 Coradion melanopus - - - + - Major

63 Coradion chrysozonus + + - - - Major

64 Heniochus varius + + + - - Indicator

VIII CIRRHITIDAE

65 Cirrhilabrus sp. - - + - - Major

66 Paracirrhites fosteri - + - - - Major

IX DASYATIDAE

67 Taeniura lymma - + - - - Major

X GOBIIDAE

68 Gobiid - - - + - Major

XI HAEMULIDAE

69 Plectorhinchus chaetodonoides + - - - - Target

70 Plectorhinchus orientalis + - - - - Target

71 Plectorhinchus liniata + - - + - Target

XII HOLOCENTRIDAE

72 Myripristis kuntee + - + - - Major

XIII KYPHOSIDAE

33

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

73 Kyphosus sp. - - - + - Target

XIV LABRIDAE

74 Bodianus mesothorax + - - - - Major

75 Bolbometopon muricatum + - - - - Target

76 Cheilinus chlorurus + - - - - Target

77 Cheilinus fasciatus + + + + + Target

78 Cheilinus trilobatus - - - + + Target

79 Cheilinus undulatus - + + - - Target

80 Choerodon anchorago - + - - - Major

81 Cirrhilabrus cyanopleura + - - - + Major

82 Diproctacanthus xanthurus + + - - - Major

83 Gomphosus varius - - - - + Major

84 Halichoeres argus + - + + - Major

85 Halichoeres chloropterus - + - - - Major

86 Halichoeres hortulanus - + - + + Major

87 Halichoeres marginatus - + - - - Major

88 Halichoeres melanurus - + - + - Major

89 Halichoeres sp. - - + - - Major

90 Hemigymnus fasciatus + - - + - Target

91 Hemigymnus melapturus + + - - - Target

92 Labroides bicolor + - - - - Major

93 Labroides dimidiatus + + + + - Major

94 Pseudocheilinus hexataenia + - - - - Major

95 Stethojulis strigiventer - + - + - Major

96 Stethojulis trilineata - + - - - Major

97 Thalassoma hardwickei - - + + + Major

98 Thalassoma lunare + + + + + Major

XV LUTJANIDAE

99 Lutjanus biguttatus + - + + + Target

100 Lutjanus bohar - - + - + Target

101 Lutjanus decussatus + + + - + Target

102 Lutjanus carponotatus - + + - + Target

XVI MULLIDAE

103 Parupeneus barberinus + - - + - Target

104 Parupeneus bifasciatus + - - - - Target

105 Parupeneus cyclostomus + - - - - Target

106 Parupeneus macronema + + - - - Target

107 Parupeneus multifasciatus + - + + + Target

34

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

XVII MURAENIDAE

108 Gymnothorax sp. - + - - - Major

XVIII NEMIPTERIDAE

109 Pentapodus trivitatus + - - - - Target

XIX POMACANTHIDAE

110 Centropyge bicolor - - - + - Major

111 Centropyge multifasciatus - - - + - Major

112 Centropyge vroliki + - + - + Major

113 Pomacanthus navarchus + - + - - Major

114 Pomacanthus xanthometopon + - - + - Major

115 Pygoplites diacanthus + - + - + Major

XX POMACENTRIDAE

116 Amblyglyphidodon curacao + + + + - Major

117 Amblyglyphidodon leucogaster + + - - - Major

118 Amblyglyphidodon ternatensis + + - - - Major

119 Amphiprion ocellaris - - - + - Major

120 Chaetodontoplus mesoleucus + + - - + Major

121 Chromis Amboinensis + - - - - Major

122 Chromis fumea + - - - - Major

123 Chromis retrofasciatus + - - - - Major

124 Chromis ternatensis + - + + - Major

125 Chromis viridis + + - - - Major

126 Chromis weberi + + - - - Major

127 Chrysiptera cyanea + + - + - Major

128 Chrysiptera hemicyanea + + - - - Major

129 Chrysiptera rollandi + + - - - Major

130 Chrysiptera talboti + + - - - Major

131 Dascyllus aruanus + + - + - Major

132 Dascyllus reticulatus + - - + - Major

133 Dascyllus trimaculatus - + - + - Major

134 Dischistodus perspicillatus - - - + - Major

135 Neoglyphidodon melas + - - - - Major

136 Neoglyphidodon nigroris + - - + + Major

137 Neopomacentrus azysron - + - + - Major

138 Neopomacentrus bankieri - + - - - Major

139 Plectroglyphidodon lacrymatus - + - - - Major

140 Pomacentrus amboinensis - - + - - Major

141 Pomacentrus bankanensis - + - - - Major

35

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

142 Pomacentrus bracialis + + - - - Major

143 Pomacentrus chrysurus + + - - - Major

144 Pomacentrus coelestis + - - + - Major

145 Pomacentrus lepidogenys + - - + - Major

146 Pomacentrus moluccensis + + + + - Major

147 Pomacentrus nigromanus + + - - - Major

148 Pomacentrus pavo + + - - - Major

149 Pomacentrus sp. - - - + - Major

XXI SAURIDAE

150 Saurida gracilis - - + + - Major

XXII SCARIDAE

151 Cetoscarus bicolor - - - + - Target

152 Chlorurus bleckeri - - - + - Target

153 Scarus bicolor - + - - - Target

154 Scarus bleckeri - + - - - Target

155 Scarus dimidiatus + + + + + Target

156 Scarus frenatus - - - + + Target

157 Scarus ghoban + + - + + Target

158 Scarus globiceps + + - - - Target

159 Scarus longiceps - + + - - Target

160 Scarus niger - - - + - Target

161 Scarus prasiognathus - - - + - Target

162 Scarus rivulatus - + - - - Target

163 Scarus schlegeli - + - - - Target

164 Scarus sordidus + + + + - Target

165 Scarus sp. - - - - + Target

XXIII SCOLOPSIDAE

166 Scolopsis ciliatus - - + + + Target

167 Scolopsis margaritifer + + + + - Target

XXIV SERRANIDAE

168 Anyperodon leucogrammicus + - - - + Target

169 Cephalopholis boenak + - - + - Target

170 Cephalopholis cyanostigma + + - - - Target

171 Cephalopholis miniata - + + - - Target

172 Epinephelus merra - - + + - Target

173 Epinephelus microdon - + - - - Target

174 Epinephelus sp. - - - - + Target

175 Pseudanthias hutchii + - - - - Major

36

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)

XXV SIGANIDAE

176 Siganus corallinus + - - - - Target

177 Siganus decusatus - - + - - Target

178 Siganus doliatus - - + + - Target

179 Siganus virgatus - - + - - Target

180 Siganus vulpinus - + - - - Target

XXVI TETRAODONTIDAE

181 Canthigaster compressa - + - - - Major

182 Canthigaster valentini - + - - - Major

XXVII ZANCLIDAE

183 Zanclus cornutus + + + + + Major

Jumlah jenis 99 70 44 59 30

Keterangan: + = ditemukan - = tidak ditemukan

1

Reef Health Monitoring 2009 (Rajaampat-P. Batangpele)