Lap Patgul Tepung Dan Roti
-
Upload
dora-vitra-meizar -
Category
Documents
-
view
694 -
download
5
Transcript of Lap Patgul Tepung Dan Roti
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kebutuhan untuk memenuhi konsumsi tepung dalam negeri semakin
meningkat. Tepung yang merupakan bahan pangan yang bergizi bagi kebutuhan
masyarakat. Tepung yang umumnya dipergunakan dalam konsumsi masyarakat
adalah tepung terigu dan tepung beras.
Tepung terigu dan tepung beras banyak digunakan karena sifat-sifatnya
yang unggul dalam pengolahan. Akan tetapi, kebutuhan akan tepung terigu dan
beras ini saat ini hanya bisa dipenuhi dengan impor dari negara lain.
Untuk mengatasi ketergantungan terhadap tepung terigu, saat ini banyak
dilakukan penelitian terhadap bahan baku pati dan tepung yang berasal dari dalam
negeri. Bahan-bahan yang banyak digunakan sebagai pengganti terigu antara lain
adalah singkong, jagung, talas, umbi, dan lain-lain. Namun, berdasarkan
penelitian yang sudah dilakukan, tepung-tepung tersebut di atas masih belum bisa
menggantikan tepung terigu karena sifatnya yang tidak sebaik tepung terigu dalam
pengolahannya.
Oleh karena itu, digunakan tepung komposit yang merupakan campuran
dari berbagai macam tepung agar diperoleh sifat tepung yang sesuai kebutuhan.
Pada praktikum ini, tepung komposit yang digunakan adalah tepung terigu yang
dicampur dengan tepung umbi atau tepung serealia lainnya. Tepung pencampur
yang digunakan antara lain tepung ketan hitam, tepung kentang, tepung beras
merah, tepung kacang hijau, tepung singkong, tepung kacang merah, tepung
jagung, tepung talas, dan tepung pisang
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik tepung dari berbagai
bahan dan penerimaan konsumen terhadap produk olahan tepung baik dari aroma,
rasa, tekstur, penampilan, dan warna.
B. Pembahasan
Praktikum kali ini membuat tepung dari berbagai bahan baik umbi-umbian
maupun serealia. Bahan serealia yang digunakan antara lain adalah Jagung, Beras
merah, Kacang hijau, Kacang merah, dan ketan hitam. Sedangkan untuk bahan
umbi digunakan ubi jalar dan talas. Pisang adalah buah yang mengandung banyak
pati. Tepung-tepung yang sudah jadi tersebut dibuat tepung komposit sebelum
digunakan untuk membuat produk.
Tepung komposit adalah tepung yang terdiri dari berbagai jenis tepung
yang berbeda. Tepung-tepung tersebut dicampur untuk menghasilkan sifat tepung
yang diharapkan agar mempermudah pengolahan dan menghasilkan sifat produk
yang bagus.
Tepung dari umbi-umbian dapat dibuat dengan dua cara : yang pertama
umbi-umbian diiris tipis lalu dikeringkan kemudian ditepungkan dan yang kedua
umbi diparut atau dibuat pasta lalu dikeringkan dan ditepungkan ( Payne et.al.,
1941). Pada praktikum ini, cara yang digunakan dalam pembuatan tepung adalah
cara pertama dimana umbi diiris tipis lalu dikeringkan.
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengurang kadar air suatu bahan,
sehingga diperoleh hasil akhir yang kering. Pengeringan ini bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan bahan pangan. Pengeringan juga diartikan sebagai
suatu proses pindah panas dan pindah masa. Pindah panas berlangsung melalui
suatu permukaan yang padat, dimana panas dipindahkan kedalam bahan melalui
plat logam alat pemanas. Selanjutnya air dalam bahan keluar dan menguap. Pada
dasarnya penguapan air suatu bahan sangat bervariasi sesuai dengan aliran panas.
Pengeringan akan lebih efektif pada aliran udara yang terkontrol ( Payne et.al.,
1941).
Ada dua cara pengeringan yang biasa digunakan pada bahan pangan yaitu
pengeringan dengan penjemuran dan pengeringan dengan alat pengering dan pada
umumnya proses pengeringan dilakukan dengan sinar matahari. Menurut Payne
et.al (1941), ada dua keuntungan penjemuran di bawah sinar matahari, yitu adanya
daya pemutih karena sinar ultra violet matahari dan mengurangi degradasi kimia
yang dapat menurukan mutu bahan. Sedangkan kelemahannya dapat
terkontaminasinya bahan oleh debu yang dapat mengurangi derajat keputihan
tepung.
Dalam praktikum ini, perlakuan pengeringan spesifik umtuk bahan
tertentu. Untuk bahan-bahan yang mengandung kadar air tinggi seperti pisang,
talas, ubi jalar, kentang, dan singkong dikeringkan menggunakan oven.Namun
dalam pengeringan tersebut bahan seharusnya dibolak-balik agar pengeringan
berjalan lebih cepat dan merata. Sedangkan untuk bahan-bahan yang mengandung
kadar air rendah seperti ketan hitam, jagung, kacang merah, kacang hijau, dan
beras ,merah dikeringkan dengan sinar matahari.
Dalam proses pengeringan sering timbul berbagai masalah seperti sulitnya
pengontrol suhu dan kelembapan udara, terjadinya kontaminasi mikroba, serta
ketergantungan pada kondisi cuaca setempat. Pengeringan dengan alat pengering
buatan akan memperoleh hasil seperti yang diharapkan asalkan kondisi pengering
dapat terkontrol dengan baik. Umumnya pengeringan dengan menggunakan alat
pengering berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan penjemuran dan dapat
lebih mempertahankan warna bahan yang dikeringkan ( Payne et.al., 1941).
Penggilingan merupakan proses yang selalu dilakukan dalam pembuatan
tepung (Thomson, 1976). Penggilingan pada praktikum ini menggunakan alat
penggiling biji-bijian yang sederhana. Setelah itu dilakukan penyaringan
menggunakan saringan agar didapat tepung yang lebih halus. Penggilingan
serealia dan biji-bijian ke dalam bentuk tepung dapat meningkatkan daya gunanya
sebagai bahan penyedia pemenuh kebutuhan kalori dan protein bagi bahan baku
industri pangan. Penggilingan serealia dan biji-bijian ke dalam bentuk tepung
dapat dilakukan secara kering dan basah. Kedua cara tersebut pada prinsipnya
sama yaitu memisahkan lembaga dari bagian kulitnya (Thomson, 1976).
1. Tepung Beras merah
Sementara pada cake beras merah yang ketinggian maksimum dari cake
lainnya mencapai 5 cm dengan tingkat kekerasan yang cukup rendah yaitu 29,96.
2. Tepung Kacang hijau
Tepung kacang hijau menurut standar Industri Indonesia (SII) adalah
bahan makanan yang diperoleh dari biji tanaman kacang hijau (Vigna Radiata .(L)
Wileszck ) yang sudah dihilangkan kulitnya dan diolah menjadi tepung. Makfoeld
(1983) menyatakan empat macam tepung kacang hijau yaitu tepung kacang hijau
kaya protein, tepung kecambah, tepung kacang hijau balnching dan tepung
mentah. Keempat tepung kacang hijau tersebut mempunyai sifat fungsional yang
sangat baik. Dalam praktikum tidak dilakukan pembuatan tepung kacang hijau
dengan jenis tertentu. Hanya dilakukan penggilingan bahan kacang hijau agar
menjadi tepung kacang hijau.
Penggilingan serealia dan biji-bijian ke dalam bentuk tepung dapat
meningkatkan daya gunanya sebagai bahan penyedia pemenuh kebutuhan kalori
dan protein bagi bahan baku industri pangan. Penggilingan serealia dan biji-bijian
ke dalam bentuk tepung dapat dilakukan secara kering dan basah. Kedua cara
tersebut pada prinsipnya sama yaitu memisahkan lembaga dari bagian kulitnya
(Thomson, 1976).
Proses pembuatan tepung pada umumnya didahului oleh pembersihan
bahan asal, persiapan bahan, penggilingan serta pengayakan dengan ukuran
tertentu. Letak perbedaan utama dalam proses pembuatan tepung dari jenis bahan
yang berlainan adalah pada tahap persiapan bahan sebelum penggilingan karena
setiap bahan memiliki sifat khas yang berbeda antara satu dengan lainnya.
Sebelum dilakukan penggilingan kacang hijau pada praktikum ini, kacang hijau
direndam dengan air untuk membersihkan kotoran kemudian dilakukan
penjemuran dan digiling menjadi tepung kacang hijau.
Menurut Prabhavat (1987), pembuatan tepung kacang hijau diawali
dengan perendaman, pengeringan, penyosohan, penggilingan dan pengayakan.
Pengeringan terdiri dari dua cara yaitu pengeringan buatan (alat pengering)
dan pengeringan alamiah. Pengeringan alamiah merupakan cara pengeringan yang
lazim dilakukan untuk mengeringkan hasil-hasil pertanian. Pada praktikum ini,
pengeringan kacang hijau dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar matahari.
Ikatan antara kulit kacang hijau dengan kotyledon menyebabkan sulitnya
pemisahan kulit. Perendaman dilakukan dengan tujuan untuk membantu proses
penghilangan kulit dengan melonggarkan ikatan antara kulit dengan kotyledon.
Ketika biji direndam dalam air, biji akan mengembung dan pada saat pengeringan,
kotyledon akan mengkerut. Hal ini disebabkan adanya substansi biji yang terlarut
diantara lapisan gum yang merupakan perekat antara kulit dan kotyledon.
Setelah ditiriskan, dilakukan pengeringan dengan cara penjemuran.
Pengeringan adalah suatu metode unutk mengurangi jumlah kandungan air dalam
bahan pangan dengan cara menguapkan air tersebut. Mekanisme pengeringan ini
adalah melalui penerimaan energi panas oleh bahan yang merupakan kombinasi
panas yang berasal radiasi langsung dari matahari dan dari konveksi dengan
pertolongan udara sekitarnya. Besarnya energi panas yang diterima tergantung
dari sudut jatuh sinar kepermukaan bumi dan adanya halangan yang
mempengaruhi intensitas.
Tahap penyosohan berfungsi untuk menghilangkan kulit biji. Faktor utama
yang menentukan mutu sosoh kacang-kacangan diantaranya adalah ketahanan
terhadap pembelahan selama penyosohan dan ikatan antara kulit dengan
kotyledon. Selanjutnya tahap penggilingan dan pengayakan merupakan tahap
untuk memperoleh tepung dengan ukuran yang diinginkan.
Hasil organoleptik yang didapat selama praktikum ini menunjukkan bahwa
berdasarkan nilai rata-rata cake yang paling disukai adalah cake yang berasal dari
tepung kacang hijau. Nilai rata-rata yang didapat untuk cake kacang hijau adalah
3,67. Tekstur yang paling disukai adalah tekstur cake yang terbuat dari tepung
kacang hijau. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil pengukuran kekerasan
diperoleh bahwa cake kacang hijau memiliki nilai rata-rata 29,3. Cake kacang
hijau juga memiliki penampilan yang paling banyak disukai. Hal ini ditunjukkan
dengan skor uji yang paling tinggi yaitu, 4,00.
3. Tepung Singkong
Tepung singkong adalah tepung yang dihasilkan dari penghancuran
(penepungan) umbi singkong yang telah dikeringkan. Pembuatan tepung singkong
melalui cara penepungan irisan (chips) singkong yang telah dikeringkan.
Singkong segar harus dikupas kulitnya terlebih dahulu untuk menghilangkan kulit
dan kotoran yang melekat pada kulit. Sedangkan pemotongan dimaksudkan untuk
mempermudah penghilangan HCN. Setelah itu dilakukan pencucian untuk
membersihkan umbi singkong dari kotoran. Dan biasanya dilanjutkan dengan
perendaman yang bertujuan untuk menghilangkan atau mereduksi kadar HCN
umbi. (Wijandi, 1976).
Berdasarkan hasil pengukuran kekerasan terhadap produk (cake) diketahui
bahwa cake yang berasal dari campuran tepung singkong memiliki kekerasan
terbesar. Hal ini dikarenakan cake yang dihasilkan tidak dapat berkembang
dengan baik. Analisis tersebut diperkuat dengan hasil pengukuran tinggi kue yang
menunjukkan nilai yang tidak terlalu tinggi.
4. Kacang merah
5. Tepung Jagung
Tepung jagung merupakan salah satu produk olahan dari tanaman jagung.
Selain itu jagung juga dapat digunakan sebagai pakan. (Winarno, 1988). Jenis
jagung yang digunakan untuk pembuatan tepung adalah jagung dengan tipe
jagung tepung (fluory corn). Jagung dengan tipe Fluory corn sebagian besar
terdiri dari bagian lunak dan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
tepung.
Data pengamatan kekerasan cake jagung menunjukkan bahwa cake dari
tepung jagung paling lunak atau nilai kekerasan terkecil diantara produk yang
diuji. Tinggi cake ini mencapai 4,2 cm cukup tinggi dibandingkan cake dari bahan
lainnya. Ini berarti tepung tersebut dapat mengikat CO2 lebih baik daripada tepung
lainnya.
Volume jenis roti memperlihatkan kualitas pengembangan adonan roti.
Nilai volume jenis yang tinggi menggambarkan kemampuan adonan yang baik
didalam pengikatan gas CO2. Kemampuan adonan di dalam pengikatan gas CO2
ini banyak tergantung kepada kulaitas dan kuantitas gluten yang terbentuk selama
proses adonan.
Faktor yang menyebabkan penurunan volume jenis roti ini adalah ukuran
partikel tepung. Ukuran partikel tepung jagung hasil penggilingan masih terlalu
kasar sehingga menghambat pembentukan senyawa kompleks gluten denagn zat
pati yang sangat diperlukan untuk pembentukan adonan yang baik.
Pada waktu proses pembakaran berlangsung, terjadi gelatinisasi pati yang
diiringi dengan perubahan struktur gluten karena hidrasi oleh pati. Perusakan
struktur gluten ini memebentuk struktur yang agak kaku yang memberikan sifat-
sifat tekstur roti.
6. Tepung Talas
Salah satu produk dari tanaman talas yang dapat dimanfaatkan adalah
tepung talas. Sebelum dilakukannya pengeringan, umbi talas diberi beberapa
perlakuan terlebih dahulu berupa perendaman. Perendaman merupakan proses
pencucian yang secara tidak langsung mempunyai efek membersihkan. Proses
perendaman talas dilakukan dalam larutan air garam dapur dan larutan natrium
bisulfit (Matz, 1962). Dalam praktikum ini tidak dilakukan perendaman dalam
larutan Natrium bisulfit ataupun larutan garam dapur dalam hal ini yang dilakukan
hanyalah proses pencucian biasa sebelum bahan dikeringkan dan digiling.
Berdasarkan uji kekerasan yang dilakukan, cake tepung talas memiliki
tingkat kekerasan tertinggi kedua dari semua cake yang diuji yaitu sebesar 29.24.
Hal ini berkorelasi positif dengan ketinggiannya yang hanya mencapai 3.6 cm,
yang mengindikasikan tepung ini kurang mengembang dengan baik. Ini berarti
tepung talas belum dapat optimal mengikat CO2 yang diperoleh dari bahan
pengembang.
7. Tepung Pisang
Tepung pisang dapat dibuat dari buah pisang muda dan pisang tua yang
belum matang. Tepung pisang dari pisang muda mengandung pati yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan tepung pisang dari pisang tua, sedangkan
kandungan gula sederhana yang dimiliki malah sebaliknya (Rismunandar, 1973).
Menurut Crowther (1979), tepung pisang sebaiknya dibuat dengan tingkat
kematangan ¾ penuh, yaitu sekitar 80 hari setelah berbunga. Hal ini dikarenakan
pada kondisi tersebut pembentukan pati yang mencapai maksimum dan sebagian
besar tanin telah berubah menjadi ester aromatik dan fenol, sehingga dihasilkan
rasa asam dan manis yang seimbang. Apabila buah pisang yang digunakan terlalu
matang, maka pada proses pengeringannya akan mengalami kesukaran karena
terbentuknya cairan. Sebaliknya apabila pisang yang digunakan terlalu muda,
yaitu kurang dari ¾ penuh, akan menghasilkan tepung pisang yang mempunyai
rasa sedikit pahit dan sepat. Hal tersebut disebabkan oleh karena kadar asam dan
tanin yang cukup tinggi sedangkan kadar pati yang rendah. Sifat sepat pisang akan
berkurang sejalan dengan berubahnya senyawa tanin selama proses pengeringan.
Dalam praktikum ini, tidak diidentifikasi apakah pisang yang diolah menjadi
tepung termasuk ke dalam pisang yang sudah ¾ matang atau belum.
Proses pembuatan tepung pisang secara umum terdiri dari dua cara yaitu
proses basah dan proses kering. Pembuatan tepung pisang secara basah, pisang
yang telah berbentuk bubur atau pasta dikeringkan dengan menggunakan alat
pengeringan (Rismunandar, 1973).
Pada proses pembuatan tepung pisang secara kering, setelah pisang
dikupas kemudian diiris tipis dan dikeringkan menggunakan alat pengering
ataupun sinar matahari. Setelah kering, pisang digiling atau dihancurkan sampai
dengan kehalusan tertentu sehingga dihasilkan tepung pisang yang diinginkan
(Rismunandar, 1973).
Dalam praktikum ini, tepung pisaang diproses dengan cara kering yaitu
pisang dikupas kemudian dipotong-potong dan dikeringkan kemudian digiling
hingga terbentuk tepung pisang. Tepung pisang yang dihasilkan diayak
menggunakan saringan agar didapatkan tepung pisang yang lebih halus
ukurannya. Proses pengeringan yang dilakukan pada pembuatan tepung pisang
adalah menggunakan oven. Karena jika menggunakan pengeringan dengan sinar
matahari, pisang akan lebih mudah busuk karena adanya kontaminasi dari
mikroba lingkungan dan proses pengeringan yang kurang merata.
Tepung pisang yang diperoleh dari penjemuran mempunyai derajat putih
yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pisang kering yang diperoleh
dengan alat pengering yang mempunyai kendala sering terjadinya pembusukan
sebelum bahan cukup kering dan hasilnya yang kurang merata akibat lamanya
waktu pengeringan (Crowther, 1979).
Masalah yang dihadapi saat pembuatan tepung pisang adalah adanya
reaksi pencoklatan (browning) sebagai hasil reaksi pada pengolahan bahan
makanan terutama bahan makanan yang mengandung gula. Reaksi ini akan
menyebabkan tepung yang dihasilkan berwarna tidak menarik dan tidak disukai.
Reaksi pencoklatan didalam proses pembuatan tepung pisang dapat dicegah
dengan memberikan perlakuan blanching dan proses sulfurisasi (Rismunandar,
1973).
Pada praktikum ini, tidak dilakukan proses pencegahan terjadinya reaksi
browning baik dengan perlakuan bleaching ataupun proses sulfurisasi. Hal ini
berimplikasi pada saat tepung pisang dibuat cake, hasil uji organoleptik yang
terdiri dari aroma, warna, tekstur, penampilan, dan rasa memberikan hasil rata-
rata sebesar 2,56 yang berarti tingkat penerimaan konsumen terhadap cake yang
dibuat dari tepung pisang adalah antara tidak suka sampai netral.
Tepung pisang dapat digunakan dalam pembuatan roti dengan
menambahkan tepung gandum agar diperoleh roti yang bersifat mengembang. Hal
ini disebabkan tepung pisang tidak mengandung senyawa gluten yang
menyebabkan roti dapat mengembang (Crowther, 1979).
Berdasarkan uji kekerasan yang dilakukan, cake tepung pisang memiliki
tingkat kekerasan yaitu sebesar 29.34. Hal ini berkorelasi positif dengan
ketinggiannya yang hanya mencapai 3.8 cm, yang mengindikasikan tepung ini
kurang mengembang dengan baik. Ini berarti tepung pisang belum dapat optimal
mengikat CO2 yang diperoleh dari bahan pengembang.
8. Ketan hitam
9. Tepung Ubi Jalar
Di Amerika Serikat tepung ubi jalar sudah lama dijadikan bahan pengganti
tepung terigu dalam pembuatan roti. Hal ini terjadi karena pati pada tepung ubi
jalar mudah diuraikan dan difermentasikan oleh mikroorganisme menjadi gas
CO2. Pembentukan gas CO2 ini sangat penting dalam memperbesar volume dan
menentukan tekstur adonan roti.(Barautlecht, 1953)
Dalam praktikum ini diperoleh data pengembangan cake dari tepung ubi
jalar tidaklah menunjukkan perbesaran volume yang signifikan. Ketinggian cake
hanya mencapai 4,2 cm dan tingkat kekerasannya cukup tinggi. Hal ini dapat
dimungkinkan terjadi karena keragaman jenis ubi jalar yang digunakan.
Tepung ubi jalar dapat dihasilkan oleh berbagai jenis ubi jalar dan akan
menghasilkan mutu tepung yang beragam. Ubi jalar yang sesuai digunakan untuk
pembuatan tepung ubi jalar adalah ubi yang memiliki kadar bahan kering dan pati
yang tinggi. Besarnya kadar bahan kering ubi jalar tergantung pada jenis,
lingkungan dan umur tanaman ubi jalar (Antarlina, 1998).
10. Tepung Kentang
Bahan-Bahan Pembuat Roti
a. Tepung
Tepung merupakan bahan dasar yang paling penting di dalam pembuatan
roti. Tepung yang biasanya digunakan untuk pembuatan roti adalah tepung
gandum (Triticum aestivum L ) jenis ”strong”. Protein terigu dapat membentuk
gluten di dalam adonan yang sangat berperanan di dalam pembentukan struktur
”crumb” (bagian dalam roti).
Tepung menentukan baik buruknya hasil produksi pemanggangan. Untuk
menghasilkan roti yang bermutu tinggi, tepung gandum lunak merupakan pilihan
yang ideal. Tepung jenis ini memiliki kandungan protein 7,5 – 8%. Bila yang
digunakan adalah tepung gandum tipe medium atau keras hal itu akan
menimbulkan inefisiensi. Menurut Matz (1978), semakin keras tepung gandum,
maka semakin banyak lemak dan gula yang harus ditambahkan guna mendapatkan
tekstur yang baik.
Tepung terigu merupakan komponen dasar pada semua produk roti.
Kekuatan terigu menunjukkan kemampuan terigu mengikat komponen yang
lainnya seperti gula, shortening, susu dan telur. Tepung gandum diperoleh dari
biji gandum (Triticum vulgara) yang digiling. Kelebihan nilai gandum
dibandingkan dengan padi – padian lain terletak pada sifat pembentukkan gluten.
Gluten adalah suatu zat yang elastis yang terbentuk apabila terigu dicampur
denagn air dan diaduk. Protein gluten tersusun dari gliadin dan glutenin. Gliadin
berfungsi untuk pembentukan masa yang elastis dan ekstensibel, sedangkan
glutenin berfungsi dalam kestabilan dan ketegaran adonan (Matz, 1962).
Kandungan protein sangat berperan dalam pembuatan roti, protein yang
berfungsi sebagai gluten adalah protein yang tertinggal dalam gelondong gluten
setelah pati tercuci dan semua karbohidrat diluar. Tanpa adanya gluten, roti tidak
akan terbentuk karena gluten pada roti berfungsi sebagai urat penyusun tenunan
roti (Matz, 1962).
Tepung terigu harus mampu menyerap air dalam jumlah banyak untuk
mencapai konsistensi adonan yang tepat dan memiliki elastisitas yang baik untuk
menghasilkan roti dengan remah yang halus, tekstur lembut dan volume besar.
Tepung yang demikian disebut dengan tepung kuat, cocok untuk pembuatan roti.
Sebaliknya tepung terigu yang kecil kemampuannya menyerap air, menghasilkan
adonan yang kurang elastis sehingga menghasilkan adonan yang padat dan bantat
serta tekstur yang tidak sempurna. Tepung terigu demikian disebut tepung lemah,
tetapi bisa digunakan untuk biskuit, bolu, kue kering, crackers yang baik.
(Subarna, 1992).
Dalam pembuatan roti, digunakan tepung terigu sebagai salah satu bahan
yang dicampurkan ke dalam tepung komposit. Hal ini dikarenakan , tepung terigu
mempunyai sifat yang tidak dipunyai tepung-tepung yang lain. Komponen
terpenting yang membedakan dengan bahan lain adalah kandungan protein jenis
glutenin dan gliadin yang pada kondisi tertentu dapat membentuk massa yang
elastis dan dapat mengembang bila direaksikan dengan air yang disebut gluten.
Sifat – sifat fisik gluten yang elastis dan dapat mengembang ini memungkinkan
adonan dapat menahan gas pengembang dan adonan dapat mengembang seperti
balon. Keadaan ini memungkinkan produk roti mempunyai struktur berongga
yang halus dan seragam serta tekstur yang lembut dan elastis. Jadi, tepung
komposit yang dihasilkan, diharapkan dapat digunakan untuk membuat produk
yang sifatnya lebih baik dari segi warna, aroma, rasa, tekstur, dan penampilan
dibandingkan hanya menggunakan tepung primer saja.
b. Gula
Gula akan mempengaruhi konsistensi adonan pada saat pemanggangan.
Gula yang halus paling baik digunakan untuk membuat roti. Tetapi penambahan
gula yang tidak tepat akan menyebabkan reaksi browning. Reaksi pencoklatan
atau browning non enzimatik pada produk-produk dehidrasi berpengaruh terhadap
aroma dan rasa produk tersebut. Proses pemanasan terhadap produk yang
mengandung karbohidrat akan menghasilkan senyawa-senyawa dikarbonil
penimbul aroma. Natrium bisulfit dapat mengurangi hilangnya komponen aroma
pada bahan yang dikeringkan karena mengikat gugus aldehid sehingga mencegah
teroksidasinya senyawa-senyawa karbonil. Proses pemanasan akan mempercepat
terjadinya oksidasi senyawa-senyawa karbonil oleh oksigen. Hal ini dapat
menyebabkan kandungan komponen volatile seperti senyawa-senyawa karbonil
akan turun dengan meningkatnya suhu pengeringan (Tjiptadi, 1985).
Pada beberapa roti, reaksi browning inilah yang diharapkan untuk
membentuk warna roti yang dihasilkan. Selain itu, gula berperan sebagai pemberi
rasa.
c. Lemak
Lemak merupakan bahan baku yang sangat penting dalam pembuatan roti.
Selama pengadukan suatu adonan, lemak akan mengelilingi terigu sehingga
jaringan gluten di dalamnya diputus dan setelah menjadi roti teksturnya akan lebih
lembut dan tidak terlalu keras. Jenis lemak yang biasa digunakan bias berasal dari
lemak nabati, seperti margarine dan lemak hewani (mentega) (Matz, 1962). Dalam
praktikum ini digunakan margarine sebagai sumber lemak nabati.
Tujuan penggunan lemak dalam pembuatan roti terutama untuk
meningkatkan volume, keseragaman dan kelunakan remah, memperpanjang daya
simpan dan meningkatkan mutu roti jika diiris (Subarna, 1992).
d. Telur
Penggunaan kuning telur tanpa putih telur pada pembuatan roti akan
menghasilkan roti yang lembut dengan kualitas citarasa yang sempurna, tetapi
struktur roti tidak sebaik pada penggunaan telur secara keseluruhan. Disamping
itu telur juga memberi nilai gizi dan meningkatkan penerimaan produk (Matz,
1962). Dalam praktikum ini digunakan telur secara kesseluruhan baik putih telur
maupun kuning telur.
Kuning telur berfungsi sebagai pembentuk emulsi untuk membantu kerja
bahan penstabil. Kuning telur mengandung lesitin yang menjadi emulsifier,
sedangkan putih telur berfungsi sebagai pengikat yang mengakibatkan adonan
menjadi kompak (Matz, 1962).
Adanya albumin pada telur menyebabkan pengikatan air yang lebih baik
pada ”crumb” roti. Protein putih telur mempunyai sifat mirip dengan gluten
karena dapat membentuk lapisan tipis yang cukup kuat. Pada waktu pembakaran,
lapisan protein ini mengeras dan memberikan struktur yang baik pada ”crumb”.
Telur juga memberikan pengaruh ”emulsifying” dengan adanya lecitin sehingga
memperbaiki stabilitas ”crumb”.
Telur berperan dalam pembentukan warna dan memperkaya flavor karena
dalam telur terkandung lemak dan emulsifier alami sehingga telur berfungsi
sebagai bahan pengempuk. Dalam bakery, telur berperan sebagai pengaerasi,
pelembut dan pengikat. Pengaerasi disebabkan oleh kemampuan telur untuk
mengikat udara pada waktu pengocokkan sehingga mengkontribusi udara dalam
adonan.
e. Leaving agent
Leaving agent pada pembuatan roti berfungsi dalam pembentukan volume,
mengatur aroma (rasa), mengontrol penyebaran dan pembuatan hasil produksi
menjadi ringan. Bahan pengembang yang umum digunakan adalah baking powder
yang merupakan campuran asam (asam tartarat / garam-garam fosfat) dengan
natrium karbonat (NaHCO3) (Matz, 1962).
f. Susu
Penggunaan susu ini dimaksudkan guna memperbaiki penerimaan (warna,
rasa dan aroma), sebagai bahan pengisi serta untuk meningkatkan nilai gizi roti.
Penggunaan susu bubuk lebih menguntungkan dibandingkan susu cair. Zat ini
berisi laktosa yang membantu mengatur warna lemak, meningkatkan rasa dan
sebagai penahan cairan (Matz, 1962).
Dalam praktikum ini digunakan susu cair. Fungsi susu dalam pembuatan
roti manis antara lain sebagai bahan penyegar pada protein tepung sehingga
volume roti bertambah dan adonan akan lebih kuat. Selain itu akan membuat roti
lebih mudah dipotong.
Proses Pembuatan Roti
Roti merupakan makanan yang dibuat dari adonan terigu yang dibentuk
dan kemudian dipanggang dalam oven. Bahan utama pembuat roti adalah tepung,
margarin dan susu. Pada prinsipnya, proses pembuatan roti meliputi tahap
persiapan bahan, pencampuran dan pemanggangan.
Adonan merupakan tahapan yang penting di dalam proses pembuatan roti.
Di dalam adonan terjadi serangkaian reaksi kimia yang akan menentukan sifat-
sifat roti yang dihasilkan. Pemilihan dan penerimaan konsumen terhadap bahan
pangan banyak ditentukan oleh sifat-sifat organoleptik bahan tersebut. Sifat-sifat
organoleptik pada roti yang terpenting adalah : penampakan (warna, ukuran,
bentuk dan cacat), tekstur dan citarasa. Sifat-sifat organoleptik ini banyak
ditentukan oleh reaksi-reaksi yang terjadi selama proses pembuatan dan proses
pembakaran adonan.
Setelah adonan yang homogen terbentuk, maka dilakukan pemanggangan.
Suhu yang biasa dipakai untuk pemanggangan kue kering berkisar antara 180 –
2000C selama 16 – 20 menit (Matz, 1962). Pada praktikum ini, adonan
dipanggang dalam oven bersuhu 180oC selama kurang lebih 30 menit atau sampai
bagian dalam roti matang. Hal ini ditunjukkan dengan menusukkan lidi ke dalam
roti. Jika lidi tidak terasa lengket maka roti telah matang, namun jika lidi masih
terasa lengket berarti roti belum benar-benar matang.
Ketika adonan dimasukkan, suhu oven tidak boleh terlalu panas, sebab
bagian luar akan terlalu cepat matang sehingga menghambat pemanggangan dan
mengakibatkan permukaan roti retak-retak. Roti yang dihasilkan harus segera
didinginkan untuk menurunkan suhu dan mencegah terjadinya pengerasan akibat
memadatnya gula dan lemak.
Roti termasuk ke dalam salah satu bahan yang mudah mengalami
kerusakan. Kerusakan roti karena ”stalling” segera terjadi setelah beberapa jam
roti dikeluarkan dari ruang pembakaran.
”Stalling” ditandai dengan pengerasan dan pengeringan sehingga
strukturnya lebih mudah hancur. Stalling ditandai dengan pengerasan dan
strukturnya menjadi liat. Pada proses ”stalling” terjadi pengurangan kandungan
air. Pengurangan kandungan air di dalam roti disebabkan karena penguraian
ikatan hidrogen antara pati dengan air.
”Stalling” pada roti juga menyebabkan penurunan citarasa karena
penguapan atau oksidasi komponen pembentuk citarasa roti. Penurunan citarasa
roti disebabkan oleh pengikatan komponen citarasa tersebut (senyawa amyl dan
butyl alkohol) oleh rantai lurus dari zat pati.
Aroma dan rasa merupakan sifat organoleptik yang sangat penting karena
banyak menentukan penerimaan konsumen. Perubahan aroma dan rasa segera
berlangsung setelah roti dikeluarkan dari dalam ruang pembakaran (oven).
Dengan demikian, aroma dan rasa dapat dijadikan kriteria tingkat kerusakan roti.
Suhu dan waktu pemanggangan
Pemanggangan adalah salah satu operasi dalam rangkaian proses
pembuatan roti manis. Suhu pemanggangan sangat mempengaruhi tingkat
kematangan produk roti manis yang dihasilkan. Suhu pemanggangan juga
mempengaruhi waktu yang dibutuhkan oleh adonan untuk menjadi produk sesuai
yang diinginkan. Suhu yang diperlukan untuk memanggang adonan agar menjadi
roti adalah suhu yang optimal yaitu berkisar antara 160-200oC. Suhu yang terlalu
tinggi akan menyebabkan roti menjadi gosong.
Waktu pemanggangan juga perlu diperhatikan. Apabila waktu
pemanggangan lebih singkat, maka diperoleh roti manis yang kurang matang,
warna kulit pucat, bagian dalam roti belum cukup masak dan masih basah, berasa
tepung jika dimakan serta belum timbul bau khas roti. Jika waktu pemanggangan
lebih panjang, maka dihasilkan roti manis yang terlalu matang. Warna kulit roti
coklat dan kurang menarik, serta bagian bawah roti manis terdapat kerak gosong.
Sifat Organoleptik Produk
a. Warna
Warna dalam suatu makanan umumnya dipengaruhi oleh formula bahan
baku. Kesan pertama yang didapat dari bahan pangan adalah warna. Warna
merupakan karakteristik yang menentukan penerimaan atau penolakan terhadap
suatu produk oleh konsumen. Warna kerak yang menarik ialah coklat kekuningan.
Warna kerak yang biasanya tidak disenangi antara lain gelap, coklat kemerahan,
keabu – abuan atau kuning pucat. Untuk warna cake, yang paling disukai adalah
cake yang terbuat dari tepung kacang hijau. Nilai kesukaannya mencapai skor
4,07 yang berarti konsumen suka dan sangat suka. Sedangkan warna yang paling
tidak disukai adalah cake yang terbuat dari ubi jalar.
Warna baru terbentuk setelah adonan mengalami proses pembakaran.
Warna coklat pada roti merupakan hasil reaksi pencoklatan yang disebut reaksi
”maillard” dan karamelisasi karbohidrat. Reaksi ”maillard” adalah reaksi antara
gugus NH2 dari protein dengan gugus gula pereduksi dengan adanya pemanasan.
Reaksi ”maillard” akan menghasilkan senyawa hydroxymethylfurfural
yang akhirnya akan menjadi furfural. Furfural yang terbentuk kemudian
berpolimerisasi membentuk senyawa melanoidin yang berwarna coklat (MEYER,
1960). Reaksi karamelisasi karbohidrat pada akhirnya juga akan menghasilkan
senyawa melanoidin yang berwarna coklat. Warna juga dipengaruhi oleh jenis
tepung yang digunakan dan lama penyimpanan roti.
b. Aroma
Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang tercium
oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung ketika makanan
masuk ke mulut (Syarief dan Halid, 1993). aroma roti ditentukan dengan cara
menciumnya dengan teliti. Aroma dapat dibedakan sebagai rasa terigu, manis,
apek, tengik, bau cendawan, asam atau polos. Roti yang baik beraroma harum
gandum dan ragi. Aroma cake yang paling disukai adalah adalah aroma cake yang
berasal dari tepung jagung. Cake yang berasal dari tepung jagung memancarkan
aroma yang paling tajam. Keharuman cakenya mirip dengan sereal jagung.
c. Rasa
Rasa dapat dideteksi oleh indera perasa. Agar suatu senyawa dapat
dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat larut dalam air liur sehingga dapat
mengadakan hubungan microvillus dan impuls yang terbentuk dikirim melalui
saraf ke pusat saraf. Kesatuan interaksi antara sifat-sifat aroma, rasa, dan tekstur
merupakan keseluruhan rasa makanan yang dinilai. Rasa merupakan factor yang
paling penting dalam keputusan terakhir konsumen untuk menerima atau menolak
suatu makanan. Walaupun warna, aroma, dan terkstur baik, namun jika rasanya
tidak enak maka lonsumen akan menolak makanan tersebut (Syarief dan Halid,
1993). Roti bisa saja memiliki rasa gandum, manis, asam, tawar atau tengik. Rasa
dari roti yang dihasilkan pada praktikum ini, sangat tergantung dari tepung primer
yang digunakan. Dalam praktikum ini, rasa yang paling disukai adalah cake yang
terbuat dari tepung ketan hitam.
d. Tekstur
Tekstur adalah sifat jaringan yang dirasakan kalau kita memegang bagian
dalam roti dipotong atau diiris. Sifat jaringan yang diinginkan ialah halus, lembut
dan elastis. Sifat jaringan atau tekstur yang tidak baik biasanya bersifat kasar,
keras, masih bersifat adonan. Masih bersifat remah dan bergumpal-gumpal.
Keadaan susunan roti dapat diketahui dengan cara menekan dengan jari-jari dan
merabanya pada permukaan potongan roti.
II. BAHAN DAN METODE
A. Bahan dan alat
Bahan
Ketan hitam, kentang, beras merah, kacang hijau, singkong, kacang merah,
jagung, talas, pisang, tepung terigu, gula bubuk, telur, baking powder, margarin,
mentega dan susu cair.
Alat
Penggiling biji-bijian, blender, saringan, spatula, mixer, loyang, oven, kertas
roti, dan baskom.
B. Metode
Pada proses pembuatan tepung komposit, bahan dicuci terlebih dahulu
kemudian dilakukan penjemuran baik dengan menggunakan oven atau dijemur
dibawah sinar matahari kemudian digiling hingga terbentuk tepung. Tepung yang
dihasilkan diolah menjadi cake yang kemudian dilakukan uji organoleptik.
Komposisi cake yang dibuat yaitu tepung terigu 100 g, tepung umbi atau tepung
komposit 120 g, telur 166 g, margarin 140 g, gula bubuk 70 g, baking powder 6 r,
dan susu cair 10 ml. Cara pembuatan cake dari tepung yang telah dihasilkan yaitu
Margarin + gulaKocok selama 10 menit
Tambahkan telur kocok selama 10 menit kecepatan fullsedikit – sedikit
tambahkan susu cair kocok10 ml
tambahkan tepung dan pengaduk manualbaking powder 6 g
tuang pada loyang yang telah dioles dengan mentega dan dilapisi kertas roti
bakar pada oven 180oC selama 30 menit
Setelah cake matang, lakukan uji hedonik yang meliputi aroma, warna,
rasa, penampilan, tekstur, dan keremahan. Selain itu ukur pula volume kue (ukur
tinggi kue) dan kekerasan kue.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
no Jenis tepung kekerasan Tinggi kue Skor uji organoleptik
aroma warna tekstur penampilan rasa Rata-rata
1 Beras merah 29,96 5,0 3,27 2,80 2,60 2,90 3,53 3,02
2 Kacang hijau 29,30 4,2 3,17 4,07 3,90 4,00 3,23 3,67
3 Singkong 28,74 4,0 2,53 3,43 3,27 3,47 2,60 3,06
4 Kacang merah 29,54 3,5 2,57 2,80 2,70 2,87 2,60 2,71
5 Jagung 31,18 4,2 3,47 3,97 2,23 3,07 3,43 3,23
6 Talas 29,24 3,6 2,10 2,43 2,33 2,03 1,97 2,17
7 Pisang 29,34 3,8 2,87 2,47 2,57 2,53 2,37 2,56
8 Ketan hitam 30,28 4,3 3,13 2,90 3,13 2,80 3,67 3,13
9 Ubi jalar 29,32 4,2 3,07 2,63 2,17 2,37 2,97 2,64
10 Kentang 29,50 2,57 3,17 2,77 2,60 2,37 2,69
Keterangan skor uji organoleptik 1: sangat tidak suka 2: tidak suka 3:netral 4:suka 5: sangat suka
DAFTAR PUSTAKA
Antarlina, S. S. Dan J.S. Utomo. 1999. Proses Pembuatan dan PenggunaanTepung Ubi Jalar untuk Produk Pangan. Balittan. Malang.
Brautlecht. 1953. Starch. 1st Source, Production and Uses. Reinhold PublishingCo., New York.
Crowther, P.C. 1979. The Processing of Banana Product to Food Ose. Tropical Product Institute.
Makfoeld, D. 1983. Toksikan Nabati Dalam Bahan Makanan. Penerbit Liberty,Yogyakarta.
Matz, S. A. 1962. Food Texture. The AVI Publishing Co., Inc., London.
Payne, J. H., J. L. Gaston dan G. Akau. 1941. Processing and ChemicalInvestigations of Taro. University of Hawaii Agriculture ExperimentStation Bulletin 86.
Prabhavat, S. 1987. Mungbean Utilization in Thailand. Second MungbeanSymposium.
Rismunandar, 1973. Bertanam Pisang. Penerbit N.V Masa Baru, Bandung
Subarna, 1992. Backing Technology. Pelatihan Singkat Prinsip – prinsipTeknologi Pangan bagi Food Inspector. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor
Syarief, R dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan Pangan untuk IndustriPertanian. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Syarief, R dan Y. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan,Bandung.
Thomson, L. U. 1976. Preparation of MungbeanFlour and Application in Bread
Making. J. Food Scientist, Technology.
Tjiptadi, W. 1985. Umbi Ketela Pohon Sebagai Bahan Industri. Fateta IPB,Bogor.
Wijandi. 1976. Umbi – Umbian. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, IPB.Bogor.
Winarno, F.G. 1980. Kimia Pangan. Pusbangtepa - IPB. Bogor.
Winarno, F. G. 1988. Teknologi Pengolahan Jagung. Balai Penelitian TanamanPangan, Bogor.
Laporan Praktikum Hari/tanggal : Jumat/ 5 Mei 2006Teknologi Pati dan Gula Dosen : Dr. Ir Titi Candra S, MSi
TEPUNG KOMPOSIT
Oleh :
Desmawarni F34103005
Umi Hartatik F34103008
Niken Ayu P F34103066
Musfiq Amiruldin F34103109
Hendrick K F34103120
Riyani F34103137
2006
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR