Lantor analisis pct dalam cairan hayati

download Lantor analisis pct dalam cairan hayati

of 4

Transcript of Lantor analisis pct dalam cairan hayati

  • 8/10/2019 Lantor analisis pct dalam cairan hayati

    1/4

  • 8/10/2019 Lantor analisis pct dalam cairan hayati

    2/4

    pengukuran secara langsung obat dalam matriks biologis. Untuk itu metode penetapan kadar

    secara umum divalidasi sehingga informasi akurat didapatkan untuk dimonitoring

    farmakokinteika dan klinik.

    Untuk memberikan efek biologis, obat dalam bentuk aktifnya harus berinteraksi dengan

    reseptor atau tempat aksi atau sel target, dengan kadar yang cukup tinggi. Sebelum mencapai

    reseptor, obat terlebih dahulu harus melalui proses farmakokinetik. Fasa farmakokinetik

    meliputi proses fasa II dan fasa III. Fasa II adalah proses absorpsi molekul obat yang

    menghasilkan ketersediaan biologis obat, yaitu senyawa aktif dalam cairan darah yang akan

    didistribusikan kejaringan atau organ tubuh. Fasa III adalah fasa yang melibatkan proses

    distribusi, metabolisme dan ekskresi obat, yang menentukan kadar senyawa aktif pada

    kompartemen tempat reseptor berada.

    Faktor-faktor penentu dalam proses farmakokinetik adalah:

    1. Sistem kompartemen dalam cairan tubuh, seperti : cairan intrasel, ekstrasel (plasma darah,

    cairan interstitial, cairan cerebrospinal) dan berbagai fasa lipofil dalam tubuh.

    2. Protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis yang mungkin dapat

    mengikat obat.

    3. Distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen biologis, terutama hubungan waktu

    dan kadar obat dalam berbagai sistem tersebut, yang sangat menentukan kinetika obat.

    4. Dosis sediaan obat, transport antar kompartemen seperti proses absorpsi, bioaktivasi,

    biodegradasi dan ekskresi yang menentukan lama obat dalam tubuh.

    Karena konsentrasi obat adalah elemen penting untuk menentukan farmakokinetika suatu

    individu maupun populasi, konsentrasi obat diukur dalam sample biologi seperti air susu,

    saliva, plasma dan urine. Sensitivitas, akurasi, dan presisi dari metode analisis harus ada

    untuk pengukuran secara langsung obat dalam matriks biologis. Untuk itu metode penetapan

    kadar secara umum perlu divalidasi sehingga informasi yang akurat didapatkan untuk

    monitoring farmakokinetik dan klinik (Shargel, 1999).

    Pengukuran konsentrasi obat di darah, serum, atau plasma adalah pendekatan secara

    langsung yang paling baik untuk menilai farmakokinetik obat di tubuh. Darah mengandung

    elemen seluler mencakup sel darah merah, sel darah putih, keping darah, dan protein seperti

    albumin dan globulin. Pada umumnya serum atau plasma digunakan untuk pengukuran obat.

    Untuk mendapatkan serum, darah dibekukan dan serum diambil dari supernatan setelah

  • 8/10/2019 Lantor analisis pct dalam cairan hayati

    3/4

    disentrifugasi. Plasma diperoleh dari supernatan darah yang disentrifugasi dengan

    ditambahkan antikoagulan seperti heparin.

    Oleh karena itu serum dan plasma tidak sama. Plasma mengalir keseluruh jaringan tubuh

    termasuk semua elemen seluler dari darah. Dengan berasumsi bahwa obat di plasma dalam

    kesetimbangan equilibrium dengan jaringan, perubahan konsentrasi obat akan merefleksikan

    perubahan konsentrasi perubahan konsentrasi obat di jaringan (Shergel, 1999). Dalam

    penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh), metode yang digunakan harus tepat, dan

    dalam pengerjaannya diperlukan suatu ketelitian yang cukup tinggi agar diperoleh hasil yang

    akurat. Sehingga nantinya dapat menghindari kesalahan yang fatal.

    Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak boleh lebih dari 10% (tergantung pula alat apa

    yang digunakan dalam analisis) (Ritschel, 1976). Cepat, simpel, dan sensitive telah membuat

    spektrofotometer UV-VIS menjadi suatu metode analisis farmasetika yang sangat popular

    untuk pengukuran secara kuantitatif obat dan metabolit dalam sampel biologi. Salah satu

    alasan penting atas g/ml. kepopulerannya karena sensitivitas dari metode ini 1-10.

    Identifikasi kualitatif dari obat atau metabolit menggunakan spektrofotometri UV-VIS

    berdasarkan pada panjang gelombang maksimum yang max). Perhitungan konsentrasi obat

    atau metabolit diabsorpsi (max. Pada absorpsi yang maksimum, menggunakan hukum

    Beer pada sensitivitas optimum akan didapat. Karena perubahan absorbansi minimal untuk

    sedikit perubahan panjang gelombang, error diminimalkan. Hasilnya akurasi dan presisi yang

    baik didapatkan (Smith,1981).

    Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik yang populer dan

    digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, dan demam.

    Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik salesma dan flu. Ia aman dalam dosis

    standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering

    terjadi. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen, parasetamol

    tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat jenis NSAID.

    Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut atau mengganggu

    gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin.

    Farmakokinetika

    Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi

    tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam.Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat protein

  • 8/10/2019 Lantor analisis pct dalam cairan hayati

    4/4

    plasma, dan dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen 80%

    dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain

    itu dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan

    methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil

    sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, ed. IV, Dep. Kesehatan Republik Indonesia ,

    Jakarta

    Ritschel, W. A, 1976, Handbook of Basic Pharmacokinetics, 1st edition, hal 78, DrugInteligence Publication Inc. Hamillton, USA.

    Siswandono, Bambang Soekardjo, 1998, Prinsip-Prinsip Rancangan Obat, hal 85,

    Airlangga University Press, Surabaya

    Shergel, L., Yu, B.C. Andrew., 1999, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics,

    edisi 4, hal 30-32, Appleton & Lange, USA

    Wenas, 1999, Kelainan Hati Akibat Obat, Buku Ajar Penyakit Dalam, jilid 1, edisi 3,

    363-369, Gaya Baru, Jakarta